Hubungan Jam Kerja Dan Kejadian Hipertensi Pada Karyawan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Unhas

20
HUBUNGAN JAM KERJA DAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA KARYAWAN TATA USAHA FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS (FK UNHAS) I. PENDAHULUAN Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di dalam tubuh. Tekanan darah selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena, sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang menetap.1 Jika sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi, maka terjadilah gangguan pada sistem transportasi oksigen, karbondioksida, dan hasil-hasil metabolisme lainnya. Di lain pihak fungsi organ-organ tubuh akan mengalami gangguan seperti gangguan pada proses pembentukan air seni di dalam ginjal ataupun pembentukan cairan cerebrospinalis dan lainnya. Terdapat dua macam kelainan tekanan darah darah, antara lain yang dikenal sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah. 1 Hipertensi telah menjadi penyakit yang menjadi perhatian di banyak Negara di dunia, karena hipertensi seringkali menjadi penyakit tidak menular nomor satu di banyak negara. Tekanan darah tinggi, atau yang sering disebut dengan hipertensi, merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi dan kematian yang cukup tinggi terutama di negara-negara maju dan di daerah perkotaan di negara berkembang, sepertinya halnya di Indonesia. Hipertensi disebabkan oleh adanya tekanan darah

description

CONTOH skripsi

Transcript of Hubungan Jam Kerja Dan Kejadian Hipertensi Pada Karyawan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Unhas

Page 1: Hubungan Jam Kerja Dan Kejadian Hipertensi Pada Karyawan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Unhas

HUBUNGAN JAM KERJA DAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA KARYAWAN TATA USAHA FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS (FK UNHAS)

I. PENDAHULUAN

Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan

atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di dalam tubuh. Tekanan

darah selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola,

kapiler dan sistem vena, sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang menetap.1 Jika

sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi, maka terjadilah gangguan pada sistem

transportasi oksigen, karbondioksida, dan hasil-hasil metabolisme lainnya. Di lain pihak

fungsi organ-organ tubuh akan mengalami gangguan seperti gangguan pada proses

pembentukan air seni di dalam ginjal ataupun pembentukan cairan cerebrospinalis dan

lainnya. Terdapat dua macam kelainan tekanan darah darah, antara lain yang dikenal

sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah.1

Hipertensi telah menjadi penyakit yang menjadi perhatian di banyak Negara di dunia,

karena hipertensi seringkali menjadi penyakit tidak menular nomor satu di banyak negara.

Tekanan darah tinggi, atau yang sering disebut dengan hipertensi, merupakan salah satu

faktor risiko penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi dan kematian yang cukup tinggi

terutama di negara-negara maju dan di daerah perkotaan di negara berkembang, sepertinya

halnya di Indonesia. Hipertensi disebabkan oleh adanya tekanan darah yang tinggi

melebihi normalnya. Hipertensi dikenal juga sebagai silent killer atau pembunuh

terselubung yang tidak menimbulkan gejala atau asimptomatik seperti penyakit lain. Pada

umumnya, sebagian penderita tidak mengetahui bahwa dirinya menderita tekanan darah

tinggi. Oleh sebab itu sering ditemukan secara kebetulan pada waktu penderita datang ke

dokter untuk memeriksa penyakit lain. Kenaikan tekanan darah tidak atau jarang

menimbulkan gejala-gejala yang spesifik. Pengaruh patologik hipertensi sering tidak

menunjukkan tanda-tanda selama beberapa tahun setelah terjadi hipertensi.2 Menurut

Boedhi-Darmojo dan Parsudi (1988), 43,9% penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa

mereka menderita hipertensi.3

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi dua golongan yaitu hipertensi esensial

yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder yang diketahui penyebabnya

seperti gangguan ginjal, gangguan hormon, dan sebagainya. Jumlah penderita hipertensi

esensial sebesar 90-95%, sedangkan jumlah penderita hipertensi sekunder sebesar 5-10%.4

Page 2: Hubungan Jam Kerja Dan Kejadian Hipertensi Pada Karyawan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Unhas

Untuk itu, hipertensi esensial lebih menuntut perhatian dalam upaya pencegahan dan

pengobatanya. Hal ini disebabkan penderita hipertensi esensial pada umumnya tidak

merasakan adanya gejala.

Tekanan darah tinggi adalah penyakit multifaktorial yakni penyakit yang dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yaitu ciri-ciri individu seperti umur, jenis kelamin dan suku, faktor

genetik serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam, merokok,

konsumsi alkohol, dan sebagainya.5 Beberapa faktor yang mungkin berpengaruh terhadap

timbulnya hipertensi biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi secara bersama-sama sesuai

dengan teori mozaik pada hipertensi esensial. Teori tersebut menjelaskan bahwa terjadinya

hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhi, dimana faktor

utama yang berperan dalam patofisiologi adalah faktor genetik dan paling sedikit tiga

faktor lingkungan yaitu asupan garam, stres, dan obesitas.6

Hipertensi merupakan salah satu kasus kardiovaskular yang banyak dijumpai. Lima

puluh juta penduduk AS memiliki hipertensi. Dari jumlah tersebut 68% menyadari

diagnosis penyakit mereka, 53% menerima pengobatan, dan 27% dipanatau pada nilai

ambang batas 140/90 mmHg. Jumlah individu yang mengalami hipertensi meningkat

sejalan dengan meningkatnya usia dan hal ini lebih banyak dijumpai pada orang kulit

hitam dibandingkan orang kulit putih. Laju mortalitas untuk stroke dan penyakit jantung

koroner yang merupakan komplikasi utama hipertensi, telah menurun sampai 60 % dalam

3 dekade terakhir, akan tetapi sekarang laju tersebut menetap.6

Menurut Boedhi-Darmojo (2001) di Indonesia angka prevalensi hipertensi berkisar

antara 0,65-28,6%, Biasanya kasus terbanyak ada pada daerah perkotaan. Angka tertinggi

tercatat di daerah Sukabumi, diikuti daerah Silungkang, Sumatera barat (19,4%) serta yang

terendah didaerah lembah Bariem, Irian Jaya.2

Berdasarkan penelitian hipertensi Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001

menunjukkan proporsi hipertensi pada pria 27% dan wanita 29%. Penyakit sistem sirkulasi

dari hasil SKRT tahun 1992, 1995, dan 2001 selalu meduduki peringkat pertama dengan

prevalensi terus meningkat yaitu 16,0%, 18,9%, dan 26,4%. Survei faktor risiko penyakit

kardiovaskular (PKV) oleh proyek WHO di Jakarta, menunjukkan angka prevalensi

hipertensi dengan tekanan darah 160/90 mmHg masing-masing pada pria adalah 13,6%

(1988), 16,5% (1993), dan 12,1% (2000). Pada wanita, angka prevalensi mencapai 16%

(1988), 17% (1993), dan 12,2% (2000). Secara umum, prevalensi hipertensi pada usia

lebih dari 50 tahun berkisar antara 15%-20%. Survei di pedesaan Bali menemukan

prevalensi pria sebesar 46,2% dan 53,9% pada wanita.2,3

Page 3: Hubungan Jam Kerja Dan Kejadian Hipertensi Pada Karyawan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Unhas

Hasil penelitian Zamhir (2004) menunjukkan prevalensi hipertensi di Pulau Jawa

41,9%, dengan kisaran di masing-masing provinsi 36,6%-47,7%. Prevalensi di perkotaan

39,9% (37,0%-45,8%) dan di perdesaan 44,1% (36,2%-51,7%). Semarang sebagai ibukota

provinsi Jawa tengah memiliki angka prevalensi sebesar 8,2% dari berbagai profesi. Data

tentang jumlah kasus baru penyakit-penyakit tidak menular di rumah sakit umum

pemerintah di provinsi jawa tengah tahun 1998 menunjukkan bahwa penyakit hipertensi

diderita oleh 145.263 (32%) pasien rawat jalan. Sedangkan menurut kelompok umur

penyakit hipertensi pada usia 15-44 tahun menempati urutan ke tiga dan pada kelompok

umur > 45 tahun menduduki urutan pertama dari 10 besar penyakit pada tahun 1996-

1997.7

Semua studi tentang prevalensi tekanan darah tinggi tersebut merupakan studi pada

populasi umum atau semua yang kelompok beresiko maupun kelompok tidak beresiko.

Penelitian epidemiological telah menyarankan bahwa lingkungan kerja, terutama stres saat

bekerja, memainkan peran penting dalam pengembangan hipertensi. Penelitian terbaru

menunjukkan bahwa jam kerja yang panjang juga dapat menjadi sebuah faktor risiko

untuk hipertensi.8

Beberapa studi Jepang telah menemukan hubungan positif antara jam kerja yang

panjang dan hipertensi. Hayashi dkk menunjukkan bahwa pengukuran tekanan darah rawat

jalan (baik sistolik dan diastolik) pekerja dengan 88 jam lembur per bulan secara

signifikan lebih tinggi daripada orang-orang yang bekerja hanya 25 jam per bulan. Selain

itu, tekanan darah diastolik pekerja rawat inap dengan 88 jam lembur di musim sibuk

secara signifikan lebih tinggi dari kelompok pekerja selama musim kurang sibuk.8

Jam kerja pegawai negeri sipil yang diatur sesuai Keppres No. 68 Tahun 1995 tentang

Hari Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintah yaitu dari jam 7.30 – 16.00 selama 5 hari

tiap minggu. Mengurangi jam istirahat, jam kerja PNS yaitu 37,5 jam per minggu.

Sementara itu menurut KEP./102/MEN/VI/2004, jam kerja lembur adalah jam yang

melebihi 40 jam per minggu. Menurut penelitian di California, pekerja yang bekerja

selama 40 jam per minggu memiliki kemungkinan 15 % terjadinya hipertensi.8,9 Pegawai

tata usaha di Fakultas Kedokteran Unhas memiliki jam kerja yang cukup bervariasi dan

berpotensi untuk terjadinya hipertensi. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk meneliti

hubungan jam kerja dan kejadian hipertensi pada pegawai tata usaha Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin.

.

Page 4: Hubungan Jam Kerja Dan Kejadian Hipertensi Pada Karyawan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Unhas

II. TUJUAN

II.1Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai hubungan jam

kerja dengan hipertensi.

2.2 Tujuan Khusus

Menganalisis hubungan jam kerja dan kejadian hipertensi pada karyawan tata usaha

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Jam Kerja atau Shift Kerja

3.1.1. Pengertian shift kerja

Tayari and Smith (1997) menjelaskan tentang definisi shift kerja sebagai

periode waktu 24 jam yang satu atau kelompok orang dijadwalkan atau diatur

untuk bekerja di tempat kerja10. Selanjutnya Oxord Advanced Learner’s

Dictionary (2005) mendefinisikan shift kerja sebagai suatu periode waktu

yang dikerjakan oleh sekompok pekerja yang mulai bekerja ketika kelompok

yang lain selesai11.

Menurut Bhattacharya dan McGlothlin (1996) definisi shift kerja yang

mendasar adalah waktu dari sehari seorang pekerja harus berada di tempat

kerja. Dengan definisi ini, semua pekerja yang dijadwalkan berada di tempat

kerja secara teratur, termasuk pekerja siang hari, adalah pekerja shift12. Monk

dan Folkard dalam Silaban dalam Wijayanti (2005) mengkategorikan 3 jenis

sistem shift kerja, yaitu shift permanen, sistem rotasi cepat, dan sistem rotasi

shift lambat13

3.1.2. Manajemen Kerja Shift

Menurut Tayari F and Smith J.L. (1997) ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan untuk manajemen kerja shift adalah sebagai berikut.

Jika memungkinkan lamanya kerja shift malam dikurangi tanpa mengurangi

kompensasi dan keuntungan lainnya.

Jumlah karyawan shift malam yang diperlukan seharusnya dikurangi untuk

mengurangi jumlah hari kerja pekerja shift malam.

Lamanya kerja shift tidak melebihi 8 jam.

Page 5: Hubungan Jam Kerja Dan Kejadian Hipertensi Pada Karyawan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Unhas

Tiap shift siang atau malam seharusnya diikuti dengan paling sedikit 24 jam

libur dan tiap shift malam dengan paling sedikit 2 hari libur, sehingga

pekerja dapat mengatur kebiasaaan tidur mereka.

Memungkinkan adanya interaksi sosial dengan teman kerja.

Menyediakan fasilitas kegiatan olah raga seperti permainan bola baskket,

khususnya untuk pekerja shift malam.

Musik yang tidak monoton selama bekerja shift malam sangat berguna.

3.1.3. Regulasi

Pada sidang ke-77 di Jenewa tanggal 26 Juni 1990 dibahas mengenai standar

Internasional bagi pekerja malam. Standar yang dimaksud adalah The Night

Work Convention and Recommendation. The Night Work

Conventionmembahas mengenai kesehatan dan keselamatan, transfer kerja

siang hari, perlindungan bagi kaum wanita, kompensasi dan pelayanan

sosial.Recommendation membahas mengenai batas waktu kerja normal, waktu

istirahat yang minimum antar shift, transfer kerja siang pada situasi khusus,

kesempatan pelatihan

Menurut pasal 76 Undang-Undang No. 13 tahun 2003, pekerja perempuan

yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara

pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00, yang artinya pekerja perempuan diatas

18 (delapan belas) tahun diperbolehkan bekerja shift malam (23.00 sampai

07.00). Perusahaan juga dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil

yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan

kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai

dengan pukul 07.00.

Perusahaan memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan

Undang-Undang No.13/2003 yang lebih lanjutnya diatur dalam

Kep.224/Men/2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan

Pekerja Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00.

Waktu Kerja Normal menurut Keputusan Menteri Tenaga kerja dan

Transmigrasi, No. Kep. 102/MEN/VI/2004. Untuk 6 hari kerja : Waktu Kerja 7

jam/hari (hari ke1-5), 5 jam/hari (hari ke-6) , 40 jam/minggu. Untuk 5 hari kerja

: Waktu Kerja 8 jam/hari, 40 jam/minggu. Lebih dari waktu ini dihitung waktu

kerja lembur.9,10

3.1.4 Simulasi Pengaturan Jadwal Kerja Shift

Page 6: Hubungan Jam Kerja Dan Kejadian Hipertensi Pada Karyawan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Unhas

Pengaturan Jadwal kerja shift di Industri manufacture Indonesia terdapat

beberapa model yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan itu sendiri.

Penjadwalan Kerja Shift yang biasa digunakan antara lain :

1. Empat (4) Grup Tiga (3) Shift

Penjadwalan model ini digunakan untuk aktivitas manufacture selama 24 jam

sehari dan beroperasi penuh selama sepanjang tahun, terhenti pada hari besar

Idul fitri dan Tahun Baru . Besarnya output produksi yang ditetapkan dan

aktivitas engineering yang menuntut aktivitas ini berlangsung terus.

Karyawan terbagi kedalam 4 Grup, Bekerja selama 5 hari kerja dengan

working hours 7 + 1. Pergantian Shift dari 3 ke 1, karyawan mendapat libur 2

hari. Model ini menyebabkan Hari Libur karyawan tidak menentu.

Shift 1 : Pk. 07.00 – 15.00 , Shift 2 : Pk.15.00 – 23.00 , Shift 3 : Pk. 23.00

– 07.00.

Urutan Putaran shift Shift 3 -> Shift 2 -> Shift 1 ( 3-2-1 ) , Pergesaran

Shift menuju dan setelah Shift 3 ada perlakuan khusus. Setelah Shift 3

karyawan mendapat libur lebih banyak ( 2 hari ) sebelum memasuki

jadwal shift 1.

Dua hari sebelum libur sebelum shift 3, aktual libur adalah 1 hari. Satu

harinya lagi merupakan hari pertengahan, tapi karyawan harus mulai

masuk pada malam harinya (Pk. 23.00)

2. Tiga (3) Grup Tiga (3) Shift

Penjadwalan shift model ini, memberikan peluang istirahat / Libur secara

Teratur. Karyawan bekerja dari Senin – Sabtu, minggu istirahat. Dibanding

model 4 Grup, Total karyawan yang dibutuhkan pastinya lebih sedikit, begitu

pula untuk out put volume Produksinya. Jam kerja perhari 7 + 1 ( 7 jam

kerja, 1 jam istirahat ), kecuali hari sabtu 5 Jam kerja dengan Total jam kerja

40 jam Seminggu. Jam kerja ini fleksibel, jika diperlukan pada hari terakhir

bisa dibuat overtime ( otomatis ) selama 2 Jam.

Jam Kerja Shift fleksibel, untuk Shift 1, bisa dimulai di Pk. 06.00 atau

07.00, Shift berikutnya menyesuaikan.

Putaran Shift Shift 3 -> Shift 2 -> Shift 1 (3-2-1). Jadwal ini bisa

diterapkan untuk putaran 2 Grup, 2 Shift

Page 7: Hubungan Jam Kerja Dan Kejadian Hipertensi Pada Karyawan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Unhas

Berdasarkan Keputusan Menteri, Kep.102/MEN/2004, Pasal 3 ayat 1, “

waktu Kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1

hari dan 14 jam dalam 1 minggu”. Khusus shift 1 bisa diberlakukan Long

Shift ( Pk.07.00 – 19.00 ), dengan istirahat, selama maksimal 15

Jam/orang perminggu.

3. Non Shift

Non Shift, pada umumnya diperuntukkan bagi departemen yang

memerlukan koordinasi internal dan eksternal saat jam-jam kerja pagi – siang.

Jam Kerja normal fleksible, Pk.08.00-16.00. Jadwal kerja Non Shift ada 2

model, 6 hari kerja dan 5 hari kerja. Meski beda lama jam kerja sehari namun

tetap total jam kerja seminggu 40 Jam.13

3.2 Hipertensi

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi

peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang

mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90

mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah

yang selalu tinggi adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung, gagal

jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung

kronis.14

Batasan mengenai hipertensi mengalami perkembangan seperti terlihat dari

berbagai klasifikasi yang banyak mengalami perubahan. Kaplan (1985) menyusun

klasifikasi dengan membedakan usia dan jenis kelamin. Klasifikasi tersebut adalah

pria yang berusia <45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekanan darah pada waktu

berbaring 130/90 mm Hg atau lebih, sedangkan yang berusia >45 tahun dinyatakan

hipertensi jika tekanan darahnya 145/95 mm Hg atau lebih. Sedangkan wanita yang

mempunyai tekana darah 160/95 mm Hg atau lebih dinyatakan hipertensi.5

The sixth of the joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and

Treatment of Hight Blood Pressure (1997), menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

hipertensi adalah apabila tekanan darah sisitoliknya sama atau diatas 140 mm Hg atau

tekanan darah diastoliknya sama atau diatas 90 mm Hg.15 Selain itu untuk penderita

dalam pengobatan antihipertensi, batasan klasifikasinya sebagai berikut :

Page 8: Hubungan Jam Kerja Dan Kejadian Hipertensi Pada Karyawan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Unhas

Gambar 1. Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi menurut WHO (1999) disebut bahwa yang dikatakan hipertensi apabila

mempunyai tekanan darah sisitoliknya _ 140 mm Hg dan tekanan darah diastoliknya _

90 mm Hg.14

Patogenesis hipertensi dimulai dari tekanan darah yang dipengaruhi oleh curah

jantung dan tahanan perifer serta dipengaruhi juga oleh tekanan atrium kanan. Pada

stadium awal sebagian besar pasien hipertensi menunjukkan curah jantung yang

meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang

mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap. Peningkatan tahanan perifer

pada hipertensi esensial terjadi secara bertahap dalam waktu yang lama sedangkan

proses autoregulasi terjadi dalam waktu yang singkat.1

3.3 Jam kerja dan Kejadian Hipertensi

Jam kerja yang panjang dapat meningkatkan risiko pengembangan hipertensi

melalui beberapa jalur. Pertama, jam kerja lebih panjang berarti waktu yang lebih

singkat untuk pemulihan, dan tidak mencukupi waktu untuk tidur diduga terkait

dengan disrupsi proses fisiologis.8

Kedua, jam kerja yang panjang yang dianggap terkait dengan risiko hipertensi yang

berhubungan dengan gaya hidup dan perilaku, termasuk merokok, pola makan tidak

sehat, dan gaya hidup.8

Selain itu, jam kerja yang panjang mengekspos pekerja untuk waktu yang cukup

lama sebagai faktor psikososial berbahaya dalam lingkungan kerja, seperti ketegangan

pekerjaan dan yang diyakini gairah biologis. Faktor-faktor risiko, pada gilirannya,

dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang permanen, seperti hipertensi.8

Stres menurut Greenberg (2002) adalah interaksi antara seseorang dengan

lingkungan termasuk penilaian seseorang terhadap tekanan dari suatu kejadian dan

kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi tekanan tersebut, keadaan ini diikuti

Page 9: Hubungan Jam Kerja Dan Kejadian Hipertensi Pada Karyawan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Unhas

respon secara psikologis, fisiologis, dan perilaku. Respon secara psikologis antara lain

berupa emosi, kecemasan, depresi, dan perasaan stres. Sedangkan respon secara

fisiologis dapat berupa rangsangan fisik meningkat, perut mulas, badan berkeringat,

jantung berdebar-debar. Respon secara perilaku antara lain mudah marah, mudah lupa,

susah berkonsentrasi.16

Hal yang mempengaruhi fungsi tubuh diatas dipercaya dapat meningkatkan

tekanan darah menjadi hipertensi. Penelitian Supargo dkk (1989) menyatakan bahwa

orang yang mengalami stres mempunyai risiko untuk menderita hipertensi sebesar 2,5

kali dibandingkan dengan orang yang tidak stres.17

Menurut WHO (1999), individu yang terus menerus menggunakan tembakau

cenderung meningkatkan risiko hipertensi, hal ini disebabkan karena adanya konsumsi

komulatif dari penggunaan tembakau.14 Merokok dapat meningkatkan tekanan darah,

meskipun pada beberapa penelitian didapatkan kelompok perokok dengan tekanan

darah lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang tidak merokok.6

William (2004) dalam jurnal penelitiannya menyebutkan bahwa kafein

meningkatkan tekanan darah secara akut. Efek klinis yang terjadi tergantung pada

respon tekanan darah responden yang diuji dengan mengkonsumsi kafein setiap hari.

Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan ada kenaikan tekanan darah pada

responden yang mengkonsumsi kafein >250 mg per hari selama 5 hari.18

Pengaruh jam kerja pada hipertensi dapat dimediasi oleh pekerjaan dan status

sosial ekonomi. Orang yang bekerja berjam-jam dengan status pekerjaan yang lebih

tinggi dan pendapatan yang lebih tinggi mungkin mengalami sedikit dampak

kesehatan negatif, dibandingkan dengan status pekerjaan yang lebih rendah dan

pendapatan rendah. Hal ini penting untuk mengontrol pribadi faktor risiko, gaya hidup

dan perilaku, dan faktor pekerjaan dalam mempelajari hubungan antara jam kerja

yang panjang dan hipertensi.8

IV. METODE

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif cross sectional yang mengkaji

hubungan jam kerja dan kejadian hipertensi pada karyawan tata usaha Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin (FK Unhas).

4.2 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 25 Maret 2013 – 30 Maret 2013.

Page 10: Hubungan Jam Kerja Dan Kejadian Hipertensi Pada Karyawan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Unhas

4.3 Lokasi Penelitian

Tempat penelitian di Bagian Tata Usaha Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.

4.4 Populasi Dan Sampel

4.4.1 Populasi

Semua pegawai di Bagian Tata Usaha Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.

4.1.2. Sampel

Semua pegawai di Bagian Tata Usaha Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin yang berada di lokasi pada saat berlangsung penelitian serta

bersedia menjadi responden penelitian. Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini secara simple random sampling yaitu teknik pengambilan sampel

dilakukan secara acak sederhana.

4.5 Sumber Data Penelitian

Sumber penelitian diperoleh dari data primer, dengan menggunakan kuesioner

yang berisikan pertanyaan yang didesain khusus untuk penelitian ini. Adapun

pertanyaan yang diberikan adalah berupa pertanyaan dengan jawaban terbuka dan

tertutup (gabungan). Pada pertanyaan tertutup responden diberi pilihan antara ya atau

tidak berserta penjelasan. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, hal ini sangat baik

untuk menambah pengetahuan peneliti akan masalah yang diutarakannya serta

membolehkan responden untuk menjawab sedetil atau serinci mungkin atas apa yang

ditanyakan peneliti sehingga pendapat responden dapat diketahui dengan baik oleh

peneliti.

4.6 Kriteria Seleksi

4.6.1 Kriteria Inklusi

Semua pegawai di Bagian Tata Usaha Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.

4.6.2 Kriteria Eksklusi

Pegawai yang tidak ingin mengisi kuesioner dan yang tidak mengembalikan

kuesioner.

4.7 Tehnik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dalam beberapa proses yaitu :

a. Editing

Page 11: Hubungan Jam Kerja Dan Kejadian Hipertensi Pada Karyawan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Unhas

Dalam penelitian ini digunakan data primer di mana data diperoleh melalui

kuisioner yang dibagikan kepada responden, Memeriksa data dengan cara melihat

kembali hasil pengumpulan data untuk menghindari kesalahan data.

b. Entry

Proses pemasukan data dalam suatu program computer.

c. Tabulating

Menyusun data dengan mengorganisir data sesuai variabel yang diteliti.

4.8 Etika Penelitian

1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak pemerintah setempat

sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian

2. Setiap subjek penelitian akan mendapatkan penjelasan secara lisan, setelah subjek

bersedia secara lisan, maka diberikan kuesioner untuk selanjutnya di isi.

3. Setiap informasi yang diberikan subjek yang bersifat pribadi akan dirahasiakan,

sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang

dilakukan.

Page 12: Hubungan Jam Kerja Dan Kejadian Hipertensi Pada Karyawan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Unhas

DAFTAR PUSTAKA

1. Ibnu M. Dasar-dasar fisiologi kardiovaskuler. Jakarta : EGC, 1996.

2. Boedhi-Darmojo. Mengamati perjalanan epidemiologi hipertensi di Indonesia.Medika

2001; 7: 442-448.

3. Boedhi-Darmojo., R. Pasudi Imam. Survei Hipertensi di Masyarakat. Medika 1988; 8:

757-759.

4. Budiyanto,K.A.M. Gizi dan kesehatan. Edisi I. Malang : Universitas Muhammadiyah

Malang Press ; 2002.

5. Kaplan. Non Drug Treatment of Hypertension. Ann Intern Med 1985; 102: 359-73.

6. Susalit E, Kapojos JE & Lubis HR. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam II. Jakarta : Balai

penerbit FKUI; 2001.

7. Azwar, A. Epidemiologi Hipertensi. Cermin Dunia Kedokteran 1989; 56 :11-14.

8. Haiou Yang, Peter L. Schnall, Maritza Jauregui, Ta-Chen Su and Dean Baker. Work

Hours and Self-Reported Hypertension Among Working People in California. 2006

American Heart Association, Inc

9. Tayyari, F., and J.L., Smith, 1997, Occupational Ergonomics Principles and applications,

T.J. Press Ltd, Great Britain, hal. 350

10. Oxford University Press, 2005, Oxford Advanced Learner’s Dictionary, United

Kingdom, hal. 1400

11. Bhattacharya A.,and J.D. Glothlin, 1996, Occupational Ergonomics Theory and

applications, Marcel Dekker, Inc. hal. 404

12. Wijayanti, Sri Ramadhani. 2005. Shift Kerja dan Karakteristik Individu dengan Kinerja

Perawat di Ruang ICU Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2004 [Skripsi]. Fakultas

Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

13. Tatman, J. Circadian Rhythm Disorders [Online]. 2011 [diakses 18 Januari 2011].

Available from URL: http://www.drtatman.com/circadian-rhythm.asp

14. WHO. World Health Organization-International Society of Hypertension Guidelines far

the Management of Hypertension. Journal of Hypertension 1999; 17: 151-183

Page 13: Hubungan Jam Kerja Dan Kejadian Hipertensi Pada Karyawan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Unhas

15. Joint National Committeon Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of Hight

Blood Pressure. The sixth of the joint National Committee on Prevention, Detection,

Evaluation, and Treatment oh Hight Blood Pressure. National Institute of Hight Blood

Pressure 1997 : 98-480.

16. Greenberg JS. Comprehensive Stress Management

17. Sriwahyuni, Endah. Penurunan Kewaspadaan Perawat Dengan Kerja Bergiliran (Shift)

Pada Rumah Sakit ’X” di Jakarta dan Faktor-Faktor Yang Berhubungan. 2003, Badan

Litbang Indonesia: Jakarta.

18. Kiongdo, Penatalaksanaan Faktor-faktor Risiko Kardiovaskuler pada Penderita

Hipertensi. Medika 1977; 33(1): 30-35.