HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP …/Hubunga… · Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar...
Transcript of HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP …/Hubunga… · Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar...
HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP KELELAHAN KERJA SEBELUM DAN SESUDAH KERJA PADA KARYAWAN
MEKANIK MAINTENANCE UTILITY COMPRESOR DI PT. INDO ACIDATAMA, Tbk. KEMIRI
KEBAKKRAMAT KARANGANYAR
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Saint Terapan
Oleh :
Bayu Krisnawati R0206019
PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan Judul :
Hubungan Intensitas Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja Sebelum dan Sesudah Kerja pada Karyawan Mekanik Maintenance Utility Compresor
di PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar
Oleh :
Bayu Krisnawati, R0206019, Tahun 2010
Telah diuji dan sudah di sahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Program Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada hari : , Tanggal 2010 Pembimbing Utama Nama : Lusi Ismayenti, ST., M.Kes NIP : 19720322 200812 2 001 ( )
Pembimbing Pendamping Nama : Reni Wijayanti, dr. MSc NIP : - ( __________________ ) Penguji Nama : Sarsono, Drs, M.Si NIP : 19581127 198601 1 001 ( __________________ ) Tim Skripsi Ketua Program
D. IV Kesehatan Kerja FK UNS Vitri Widyaningsih, dr. Putu Suriyasa, dr, MS, PKK, Sp.Ok. NIP.19820423 200801 2 011 NIP : 19481105 198111 001
iii
iv
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustakaan.
Surakarta, 26 Mei 2010
Bayu Krisnawati NIM. R0206019
v
ABSTRAK
Bayu Krisnawati. R0206019. 2010. HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP KELELAHAN KERJA SEBELUM DAN SESUDAH KERJA PADA KARYAWAN MEKANIK MAINTENANCE UTILITY COMPRESOR DI PT. INDO ACIDATAMA, Tbk. KEMIRI KEBAKKRAMAT, KARANGANYAR. Program Studi Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja sebelum dan sesudah kerja pada karyawan mekanik maintenance utility compresor. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dan point time approach. Subjek penelitian 30 karyawan dengan cara purposive sampling. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik Korelasi pearson product moment dengan menggunakan program SPSS versi 16.0. Dalam penelitian ini ditetapkan tingkat signifikan 5%. Hasil pengukuran rata-rata intensitas kebisingan selama sehari adalah 88,5 dBA dan hasil pengukuran kelelahan kerja sebelum kerja menunjukkan bahwa 11 sampel dalam keadaan normal, 16 sampel dalam kriteria kelelahan ringan dan 3 sampel dalam kriteria kelelahan sedang. Hasil pengukuran kelelahan kerja setelah kerja menunjukkan 27 sampel mengalami kelelahan sedang dan 3 sampel mengalami kelelahan berat. Hasil uji statistik p = 0,030. Hal ini berarti hasil tersebut signifikan karena p < 0,05. sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja sebelum dan sesudah kerja pada karyawan mekanik maintenance utility compresor di PT. Indo Acidatama, Tbk.
Kata kunci : Intensitas Kebisingan, Kelelahan Kerja
vi
ABSTRACT
Bayu Krisnawati. R0206019. 2010. NOISE INTENSITY RELATIONS OF WORK BEFORE AND AFTER FATIQUE OF WORKING UTILITY MAINTENANCE MECHANIC COMPRESSOR AT PT. INDO ACIDATAMA, Tbk.KEMIRI, KEBAKKRAMAT, KARANGANYAR. Diploma IV Occupational Health Medical Faculty of Medicine of Sebelas Maret University. This study aims to determine the relationship of noise intensity on the fatigue of work before and after working on mechanical maintenance compressor utility. Type of research is observational analytic with cross sectional and time points approach. 30 employees of the research subjects by purposive sampling. Processing and data analysis techniques were tested with Pearson product moment correlation statistics using SPSS version 16.0. In this study determined a significant level of 5%. The average results of measurements of noise intensity for a day is 88.5 dBA and measured fatigue before work showed that 11 samples under normal circumstances, 16 samples in the criteria for mild fatigue and three samples in medium fatigue criteria. The measurement results showed fatigue after working 27 fatigue samples and three samples were experiencing severe fatigue. Results of statistical test p = .030. This means the result is significant because the p < 0.05. so that it can be said there is a relationship between noise intensity of fatigue before and after working on mechanical maintenance employees utility compressors at PT. Indo Acidatama, Tbk.
Keywords: Intensity Noise, work fatigue
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini berjudul “Hubungan Intensitas
Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja Sebelum dan Sesudah Kerja pada Karyawan
Mekanik Maintenance Utility Compresor di PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri,
Kebakkramat, Karanganyar”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk
melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Saint Terapan di Program
Studi Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Dalam penyelesaian penelitian sampai dengan tersusunnya skripsi ini,
dengan rasa rendah hati disampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. A.A. Subijanto, dr., MS. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
2. Bapak Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp. Ok selaku Ketua Program D. IV
Kesehatan Kerja Fakultas Kedoteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
3. Ibu Lusi Ismayenti, ST., M.Kes selaku pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Reni Wijayanti, dr., MSc. selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Sarsono, Drs, M.Si selaku penguji yang telah memberikan masukan
dalam skripsi ini.
6. Pimpinan Perusahaan PT. Indo Acidatama, Tbk yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
7. Bapak Setyo Budi selaku Safety Inspector dan semua karyawan PT. Indo
Acidatama. Tbk, Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar yang telah membimbing
dan membantu penulis selama penelitian.
viii
8. Bapak, Ibu, kakak, adikku dan orang-orang terdekat yang aku sayangi, atas
segala doa, cinta, dukungan dan motivasinya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
9. Sahabat, rekan-rekan angkatan 2006 dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan skripsi ini.
10. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu.
Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian. Semoga skripsi ini bisa
bermanfaat bagi civitas akademika Program Diploma IV Kesehatan Kerja
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, untuk menambah
wawasan ilmu di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.
Surakarta, 26 Mei 2010
Bayu Krisnawati
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN .............................................. iii
PERNYATAAN............................................................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
ABSTRACT ..................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ALAT ........................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Perumusan Masalah .................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 4
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 6
B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 37
C. Hipotesis ................................................................................... 38
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ......................................................................... 39
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 39
C. Populasi Penelitian ................................................................... 40
D. Sampel Penelitian ..................................................................... 40
E. Teknik Sampling ...................................................................... 40
F. Identifikasi Variabel Penelitian ................................................ 41
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................. 42
x
H. Desain Penelitian ...................................................................... 44
I. Instrumen Penelitian ................................................................. 44
J. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...................................... 48
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Bagian Mekanik Maintenance Utility Compresor .................... 49
B. Karakteristik Subjek Penelitian ................................................ 49
C. Pengukuran Intensitas Kebisingan ........................................... 51
D. Pengukuran Kelelahan Kerja .................................................... 52
E. Uji Hubungan Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja .............. 52
BAB V. PEMBAHASAN
A. Karakteristik Subjek Penelitian ................................................ 54
B. Analisis Intensitas Kebisingan Tempat Kerja .......................... 55
C. Analisis Kelelahan Kerja .......................................................... 56
D. Analisis Hubungan Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja ...... 57
E. Kererbatasan Penelitian ........................................................... 61
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................... 62
B. Saran ......................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 64
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL Tabel 1 Nilai Ambang Batas Kebisingan di Tempat Kerja ........................... 11
Tabel 2 Kerugian Berat badan Kurang dan Berat Badan Berlebih ............... 26
Tabel 3 Klasifikasi Metabolisme, Respirasi, Temperatur Badan dan
Denyut Jantung sebagai Media Pengukur ........................................ 28
Tabel 4 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia ................................ 30
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ....................... 50
Tabel 6 Daftar Responden Berdasarkan Masa Kerja .................................... 50
Tabel 7 Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan .......................................... 51
Tabel 8 Hasil Pengukuran Kelelahan Kerja .................................................. 52
Tabel 9 Uji Hubungan Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja ...................... 53
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Penyebab Kelelahan ......................................................................... 18
Bagan 2 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 37
Bagan 3 Desain Penelitian .............................................................................. 44
xiii
DAFTAR GAMBAR ALAT
Gambar 1 Alat Sound Level Meter ................................................................... 46
Gambat 2 Alat Reaction Meter Type L.77 Lakassidaya ................................... 47
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Data surat persetujuan menjadi responden penelitian
Lampiran B. Data kuisioner penjaringan sampel
Lampiran C. Daftar responden dibagian Mekanik maintenance utility compresor
Lampiran D. Hasil pengukuran kelelahan kerja sebelum kerja
Lampiran E. Hasil pengukuran kelelahan kerja setelah kerja
Lampiran F. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEP–51/MEN/I999 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan di Indonesia masih dilaksanakan pada segala bidang,
pembangunan guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil,
makmur dan merata baik materi maupun spiritual. Visi pembangunan
kesehatan di Indonesia yang dilaksanakan adalah Indonesia Sehat 2010
dimana penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu
memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Departemen Kesehatan
RI, 2003:5).
Teknologi modern selain meningkatkan industri juga
menimbulkan masalah kebisingan yang mempunyai pengaruh luas
mulai dari gangguan konsentrasi, komunikasi dan kenikmatan
kerja sampai pada cacat karena kehilangan daya dengar yang
menetap. Kebisingan tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas
kerja tetapi juga berpengaruh terhadap tenaga kerja (A.M.
Sugeng Budiono, 2003:33).
Kebisingan di tempat kerja mempunyai pengaruh terhadap
tenaga kerja yaitu mengurangi kenyamanan dalam bekerja,
mengganggu komunikasi, mengurangi konsentrasi (A.M. Sugeng
Budiono, 2003:33). Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja
yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses
produksi atau hasil serta dapat membuat kesalahan-kesalahan
1
16
16
akibat terganggunya konsentrasi. Kebisingan yang tidak
terkendali dengan baik, juga dapat menimbulkan efek lain yang
salah satunya berupa meningkatnya kelelahan tenaga kerja
(Suma’mur P.K., 2009:125).
Kelelahan dapat diartikan sebagai suatu kondisi
menurunnya efisiensi, performa kerja dan berkurangnya kekuatan
atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan
yang harus dilakukan (Sritomo Wignjosoebroto, 2003:238).
Kelelahan dalam penelitian ini diartikan sebagai kecepatan
reaksi tenaga kerja terhadap rangsang suara yang diberikan
diukur dengan reaction timer. Pada keadaan sehat, tenaga kerja
akan lebih cepat merespon rangsang yang diberi daripada
seseorang yang telah mengalami kelelahan akan lama merespon
rangsang yang akan diberi.
Berdasar survei di negara maju diketahui bahwa 10-50%
penduduk mengalami kelelahan kerja. Hal ini terlihat dengan
adanya prevalensi kelelahan sekitar 20% pasien yang membutuhkan
perawatan (Hastono, 2001:5).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Irwan Harwanto
(2003) yang berjudul pengaruh intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja
dengan hasil yang sangat signifikan pada probabilitasnya sebesar P = 0.000,
artinya P ≤ 0,001. Penelitian menggunakan metode Uji Statistik dengan
Analisis Regresi Linear Sederhana. Penelitian tentang kelelahan lainnya
adalah Robertus Iskandar S. R (2007) yang mengatakan bahwa ada pengaruh
intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja dengan hasil yang signifikan
pada probabilitasnya sebesar P = 0,002 (p < 0,05). Penelitian ini menggunakan
metode Uji Statistik dengan Independent Sample Test. Hal ini menunjukkan
17
17
bahwa ada pengaruh intensitas kebisingan yang dapat menyebabkan kelelahan
kerja meningkat.
PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat,
Karanganyar merupakan perusahaan yang mampu mengolah tetes tebu
(molasses) sebagai hasil samping pabrik gula menjadi produk-
produk kimia. Pada survei awal, peneliti mengukur intensitas
kebisingan tempat kerja di bagian mekanik maintenance utility
compresor yaitu kebisingan yang berasal dari mesin compresor
piston dengan intensitas kebisingan rata-rata 88,5 dBA dimana
tenaga kerja berada di ruangan tersebut selama 8 jam kerja atau
40 jam seminggu dengan istirahat 1 jam. Tenaga kerja juga
mengalami beberapa keluhan seperti letih dan pening (pusing),
dalam survei awal tersebut peneliti juga melihat tenaga kerja
yang tidak memakai ear plug dalam bekerja dan peneliti melihat
ruang mekanik tersebut kurang kedap terhadap kebisingan yang
disebabkan karena kaca-kaca dinding sudah rusak. Dari hasil
pengukuran tersebut dapat diketahui bahwa intensitas kebisingan
di tempat kerja melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang
diperkenankan, yaitu 85 dBA untuk 8 jam kerja seperti yang
diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999.
Dengan mengacu pada hasil survei awal yang dilakukan oleh penulis,
maka penulis ingin mengadakan penelitian mengenai “Hubungan intensitas
kebisingan terhadap kelelahan kerja sebelum dan sesudah kerja pada
karyawan mekanik maintenance utility compresor di PT. Indo Acidatama,
Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar.”
18
18
B. Perumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara intensitas kebisingan dengan kelelahan
kerja sebelum dan sesudah kerja pada karyawan mekanik maintenance utility
compresor di PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar?
C. Tujuan Penelitian
Untuk memahami pengaruh intensitas kebisingan terhadap kelelahan
kerja pada karyawan mekanik maintenance utility compresor di PT. Indo
Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Diharapkan sebagai pembuktian teori bahwa intensitas kebisingan
berpengaruh terhadap kelelahan kerja.
2. Aplikatif :
a. Diharapkan tenaga kerja PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri,
Kebakkramat, Karanganyar menyadari pentingnya kesehatan dalam
bekerja.
b. Diharapkan pimpinan perusahaan PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri,
Kebakkramat, Karanganyar untuk mengetahui Nilai Ambang Batas
(NAB) kebisingan yang sudah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang
sebagai kenyamanan pekerja dalam berproduksi.
19
19
BAB II
LANDASAN TEORI
20
20
A. Tinjauan Pustaka
1. Kebisingan
Kebisingan merupakan masalah kesehatan yang selalu timbul,
baik pada industri besar seperti pabrik baja, pabrik mobil, pabrik kimia
maupun industri rumah tangga seperti penggergajian kayu, pande besi,
perajin kuningan serta aneka logam lainnya.
a. Pengertian Bunyi
Bunyi atau suara didefinisikan sebagai serangkaian gelombang
yang merambat dari suatu sumber getar sebagai akibat perubahan
kerapatan dan juga tekanan udara (J.F. Gabriel, 1996:65). Definisi lain
suara adalah sensasi yang dihasilkan apabila getaran longitudinal
molekul-molekul dari lingkungan luar, yaitu fase pemadatan dan
peregangan dari molekul-molekul yang silih berganti, mengenai
membran timpani. Pola dari gerakan ini digambarkan sebagai
perubahan-perubahan tekanan pada membran timpani tiap unit waktu
merupakan sederetan gelombang dan gelombang ini dalam lingkungan
sekitar kita umumnya dinamakan gelombang suara (W.F. Ganong,
1999:171).
b. Pengertian Kebisingan
Menurut Kepmenaker No.Kep-51/MEN/1999, kebisingan
adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-
6
21
21
alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu
dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak
sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan
gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia (Dwi P.
Sasongko, dkk, 2000:1). Definisi lain adalah bunyi yang didengar
sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran
melalui media elastisitas manakala bunyi-bunyi tersebut tidak
diinginkan (Suma’mur P.K., 2009:116). Kebisingan adalah suara-suara
yang tidak dikendaki bagi manusia (Benny L. Priatna dan Adhi Ari
Utomo, 2002:246).
Kualitas suatu bunyi ditentukan oleh frekuensi dan
intensitasnya (Suma’mur P.K., 2009:116). Intensitas atau arus energi
per satuan luas yang dinyatakan dalam desibel (dBA) dengan
memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu
kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat didengar
oleh telinga manusia (Dwi P. Sasongko, dkk, 2000:3).
c. Pengukuran Kebisingan
Pengukuran kebisingan dilakukan untuk memperoleh data
kebisingan di Perusahaan atau dimana saja dan mengurangi tingkat
kebisingan tersebut sehingga tidak menimbulkan gangguan (Suma’mur
P.K., 2009:118). Alat yang digunakan dalam pengukuran kebisingan
adalah Sound Level Meter (Sihar Tigor Benjamin Tambunan,
22
22
2005:75). Sound Level Meter adalah alat pengukur level kebisingan,
alat ini mampu mengukur kebisingan di antara 30-130 dBA dan
frekuensi-frekuensi dari 20-20.000 Hz (Suma’mur P.K., 2009:119).
d. Tipe Kebisingan
Menurut Sihar Tigor Benjamin Tambunan (2005:7) klasifikasi
kebisingan di tempat kerja dibagi dalam dua jenis golongan besar,
yaitu :
1) Kebisingan tetap (steady noise), yang terbagi menjadi dua yaitu :
a) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency
noise), berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang
beragam.
b) Broad band noise, kebisingan yang terjadi pada frekuensi
terputus yang lebih bervariasi (bukan “nada” murni).
2) Kebisingan tidak tetap (unsteady noise), yang terbagi menjadi tiga
yaitu :
a) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang
selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.
b) Intermittent noise, kebisingan yang terputus-putus dan
besarnya dapat berubah-ubah, contoh kebisingan lalu lintas.
c) Impulsive noise, dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi
(memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya
suara ledakan senjata api.
23
23
Menurut Suma’mur P.K (2009:118-119), jenis kebisingan yang
sering dijumpai yaitu :
1) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady
state wide band noise), misalnya : kipas angin, suara katup mesin
gas, mesin tenun dan lain-lain.
2) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady
state narrow band noise), misalnya : suara sirine, generator,
compressor, suara gergaji sirkuler dan lain-lain.
3) Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya : kebisingan
yang terdapat di lapangan udara, di jalan raya dan lain-lain.
4) Kebisingan impulsif berulang, misalnya : mesin tempa
diperusahaan.
e. Sumber Bising
Sumber bising dapat diidentifikasi jenis dan bentuknya.
Kebisingan yang berasal dari berbagai peralatan memiliki tingkat
kebisingan yang berbeda dari suatu model ke model lain (Dwi P.
Sasongko, dkk, 2000:12-13). Sumber bising pada ruang compresor
dalam penelitian adalah berasal dari mesin piston dan turbo apabila
beroperasi.
f. Nilai Ambang Batas (NAB)
Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang
dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau
24
24
gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak
melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (KEPMENAKER
No.Kep-51/MEN/1999). NAB kebisingan di tempat kerja adalah
intensitas suara tinggi yang merupakan nilai rata-rata yang masih dapat
diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar
yang menetap untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam
sehari dan 40 jam seminggu (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:298).
Nilai ambang batas yang diperbolehkan untuk kebisingan adalah 85
dBA, selama waktu pemaparan 8 jam berturut-turut (Benny L. Priatna
dan Adhi Ari Utomo, 2002:248).
Berikut adalah pedoman pemaparan terhadap kebisingan (NAB
Kebisingan) berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-
51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat
Kerja.
Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan :
Waktu pemajanan per hari
Intensitas (dBA)
25
25
8 Jam 4 2 1
30 Menit
15 7,5 3,75 1,88 0,94
28,12 Detik
14,06 1,88 7,03 3,52 1,76 0,88 0,44 0,22 0,11
Tidak boleh
85 88 91 94 97 100 103 106 109 112 115 118 109 121 124 127 130 133 136 139 140
Sumber: A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:33
g. Pengaruh Kebisingan
Pengaruh kebisingan pada tenaga kerja adalah adanya
gangguan-gangguan seperti dibawah ini (Departemen Kesehatan RI,
2003:MI-2:37) :
1) Gangguan Fisiologis
Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula
timbul akibat kebisingan. Pembicaraan atau instruksi dalam
pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, pembicara terpaksa
berteriak-teriak selain memerlukan ekstra tenaga juga menambah
kebisingan (Departemen Kesehatan RI, 2003:MI-2:37). Contoh
26
26
gangguan fisiologis : naiknya tekanan darah, nadi menjadi cepat,
emosi meningkat, vaso kontriksi pembuluh darah (semutan), otot
menjadi tegang atau metabolisme tubuh meningkat. Semua hal ini
sebenarnya merupakan mekanisme daya tahan tubuh manusia
terhadap keadaan bahaya secara spontan (Benny L. Priatna dan
Adhi Ari Utomo, 2002:247). Kebisingan juga dapat menurunkan
kinerja otot yaitu berkurangnya kemampuan otot tersebut
menunjukkan terjadi kelelahan pada otot (Suma’mur P.K.,
2009:125).
2) Gangguan Psikologis
Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah
mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi,
mengganggu konsentrasi (A.M. Sugeng Budiono, dkk., 2003:33),
dapat mengganggu pekerjaan dan menyebabkan timbulnya
kesalahan karena tingkat kebisingan yang kecil pun dapat
mengganggu konsentrasi (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo,
2002:255) sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa
perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas.
Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja yang melakukan
pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau
hasil serta dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat
terganggunya konsentrasi. Kebisingan yang tidak terkendalikan
dengan baik juga dapat menimbulkan efek lain yang salah satunya
27
27
berupa meningkatnya kelelahan tenaga kerja (Suma’mur P.K.,
2009:128-129).
3) Gangguan Patologis Organis
Pengaruh kebisingan terhadap alat pendengaran yang
paling menonjol adalah menimbulkan ketulian yang bersifat
sementara hingga permanen (Departemen Kesehatan RI, 2003:MI-
2:37). Kebisingan dapat menurunkan daya dengar dan tuli akibat
kebisingan (A.M. Sugeng Budiono, dkk., 2003:33). Pengaruh
utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan pada
indera-indera pendengar yang menyebabkan ketulian progresif.
Pemulihan terjadi secara cepat sesudah dihentikan kerja di tempat
bising untuk efek kebisingan sementara (Suma’mur P.K.,
2009:121).
Ditempat kerja, tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh
mesin dapat merusak pendengaran dan dapat pula menimbulkan
gangguan kesehatan (tingkat kebisingan 80 s/d 90 dBA) atau lebih
dapat membahayakan pendengaran. Seseorang yang terpapar
kebisingan secara terus menerus dapat menyebabkan dirinya
menderita ketulian. Ketulian akibat kebisingan yang ditimbulkan
akibat pemaparan terus menerus dibagi menjadi dua yaitu :
a) Temporari deafness, yaitu kehilangan pendengaran sementara.
b) Permanent deafness, yaitu kehilangan pendengaran secara
permanen atau disebut ketulian saraf. Pada pekerja permanent
28
28
deafness harus dapat dikompensasi oleh jamsostek atau
rekomendasi dari dokter pemeriksa kesehatan (Benny L.
Priatna dan Adhi Ari Utomo., 2002:250).
h. Pengendalian Kebisingan
Pengendalian kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan
upaya-upaya sebagai berikut (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:299) :
1) Survei dan Analisis Kebisingan
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi
lingkungan kerja apakah tingkat kebisingan telah melampaui NAB,
bagaimana pola kebisingan di tempat kerja serta mengevaluasi
keluhan yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Perlu dilakukan
analisis intensitas dan frekuensi suara, sifat, jenis kebisingan, terus
menerus atau berubah dan sebagainya. Berdasarkan hasil survei
dan analisis ini, ditentukan apakah program perlindungan ini perlu
segera dilaksanakan atau tidak di perusahaan tersebut.
2) Teknologi Pengendalian
Dalam hal ini dilakukan upaya menentukan tingkat suara
yang dikehendaki, menghitung reduksi kebisingan dan sekaligus
mengupayakan penerapan teknisnya. Teknologi pengendalian yang
ditujukan pada sumber suara dan media perambatnya dilakukan
dengan mengubah cara kerja, dari yang menimbulkan bising
menjadi berkurang suara yang menimbulkan bisingnya;
menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang kedap
29
29
suara; mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan;
subtitusi mesin yang bising dengan mesin yang kurang bising;
menggunakan pondasi mesin yang baik agar tidak ada sambungan
yang goyang dan mengganti bagian-bagian logam dengan karet;
modifikasi mesin atau proses; merawat mesin dan alat secara
teratur dan periodik (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:34).
3) Pengendalian Secara Administratif
Pengendalian secara administratif dapat dilakukan dengan
adanya pengadaan ruang kontrol pada bagian tertentu dan
pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan NAB yang ada.
4) Pengendalian Alat Pengendalian Diri
Untuk menghindari kebisingan digunakan alat pelindung
telinga. Alat pelindung telinga berguna untuk mengurangi
intensitas suara yang masuk ke dalam telinga. Ada dua jenis alat
pelindung telinga, yaitu sumbat telinga atau ear plug dan tutup
telinga atau ear muff (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:34).
5) Pemeriksaan Audiometri
Dilakukan pada saat awal masuk kerja secara periodik,
secara khusus pada akhir masa kerja (A.M. Sugeng Budiono, dkk,
2003:34), pemeriksaan berkala audiometri pada pekerja yang
terpapar (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002:252).
30
30
6) Pelatihan dan Penyuluhan
Pelatihan dan penyuluhan dilakukan pada pekerja atau
semua orang di perusahaan tentang manfaat, cara pemakaian dan
perawatan alat pelindung telinga, bahaya kebisingan di tempat
kerja dan aspek lain yang berkaitan (A.M. Sugeng Budiono, dkk,
2003:34).
7) Evaluasi : evaluasi hasil pemeriksaan audiometri.
2. Kelelahan Kerja
a. Pengertian Kelelahan
Kelelahan (fatique) adalah rasa capek yang tidak hilang waktu
istirahat (Yayasan Spirita, 2004:thl). Kelelahan adalah suatu
mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan
lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan
diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan syaraf pusat terdapat
sistem aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis).
(Grandjean, 1993).
Istilah kelalahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-
beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada
kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan
tubuh. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga
untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun itu bukan satu-satunya
gejala. Secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada
31
31
pengertian kelelahan fisik atau physical fatique dan kelelahan mental
atau mental fatique (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:86). Dengan
kelelahan fisik otot kita tidak dapat melakukan kegiatan apapun
semudah seperti sebelumnya. Dengan kelelahan mental kita tidak
dapat memusatkan pikiran seperti dulu (Yayasan spirita, 2004:thl).
Kelelahan adalah reaksi fungsionil dari pusat kesadaran yaitu
cortex cerebri yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu
sistem penghambat atau inhibisi dan sistem penggerak atau aktivasi,
dimana keduanya berada pada susunan saraf pusat. Sistem penghambat
terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan
manusia beraksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur.
Adapun sistem penggerak terdapat dalam formatio retikularis yang
dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari
dalam tubuh ke arah bekerja. Maka keadaan seseorang pada suatu saat
tergantung pada hasil kerja diantara dua sistem antagonistik tersebut.
Apabila sitem aktivasi lebih kuat maka seseorang dalam keadaan segar
untuk bekerja, sebaliknya manakala sistem penghambat lebih kuat
maka seseorang dalam keadaan kelelahan (Suma’mur P.K., 2009:360).
b. Penyebab Kelelahan
Sebagaimana diketahui, bahwa dalam kehidupan sehari-hari,
kelelahan yang mempunyai beragam penyebab yang berbeda, namun
demikian secara umum dapat dikelompokkan seperti pada gambar
dibawah ini (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:88) :
32
32
Bagan 1. Penyebab kelelahan :
Penyebab kelelahan dikelompokkan seperti gambar di atas
oleh Grandjean (1993) merupakan diagram teoritik efek kombinasi
dari penyebab kelelahan dan usaha yang diperlukan untuk
memperbaiki keadaan tersebut (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:88).
Jantung berdenyut kira-kira 70 kali dalam satu menit pada
keadaan istirahat. Frekuensi melambat selama tidur dan dipercepat
oleh emosi, olahraga, demam dan rangsang lain (W.F. Ganong,
1999:535). Berbagai kondisi kerja dapat menaikkan denyut jantung
seperti bekerja dengan temperatur yang tinggi, tingginya pembebanan
otot statis dan semakin sedikit otot yang terlibat dalam suatu kondisi
kerja (Eko Nurmianto, 2004:136).
Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda
dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga
50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1
Intensitas dan lamanya upaya fisik dan psikis
Masalah-masalah fisik: Tanggung jawab, kecemasan, konflik
Masalah Lingkungan kerja: - Kebisingan - Penerangan
Irama detak jantung
Nyeri dan penyakit lainnya
Gizi/Nutrisi
Tingkat Kelelahan
PENYEMBUHAN
33
33
menit, sedangkan pada pengerahan tenaga < 20% kerja fisik dapat
berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar
15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan
berlangsung sepanjang hari. Astrand (1997) berpendapat bahwa kerja
dapat dipertahankan beberapa jam per hari tanpa gejala kelelahan jika
tenaga yang dikerahkan tidak melebihi 8% dari maksimum tenaga otot.
Lebih lanjut lagi Suma’mur (2009); Grandjean (1993), juga
menyatakan bahwa kerja otot statis merupakan kerja berat (Strenous),
kemudian mereka membandingkan antara kerja otot statis dan dinamis.
Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis mempunyai konsumsi
energi lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan diperlukan waktu
istirahat yang lebih lama.
Kebisingan merupakan bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki
oleh telinga (Sritomo Wignjosoebroto, 2003:85). Rangsang bunyi
bising yang diterima oleh telinga akan menyebabkan sensasi suara
gemuruh dan berdenging. Timbulnya sensasi suara ini akan
menggerakkan atau menguatkan sistem inhibisi atau penghambat yang
berada pada thalamus (W.F. Ganong, 1999:122). Selain itu penerangan
atau pencahayaan juga dapat menyebabkan kelelahan. Pencahayaan
yang kurang mengakibatkan mata pekerja menjadi cepat lelah karena
mata akan berusaha melihat dengan cara membuka lebar-lebar.
Lelahnya mata ini akan mengakibatkan pula lelahnya mental dan lebih
34
34
jauh lagi bisa menimbulkan rusaknya mata (Sritomo Wignjosoebroto,
2003:85).
Intensitas dan lamanya upaya fisik dan psikis dalam bekerja
dengan melakukan gerakan yang sama dapat menyebabkan waktu
putaran menjadi lebih pendek, sehingga pekerja sering melakukan
gerakan yang sama secara berulang-ulang (A.M. Sugeng Budiono,
dkk, 2003:92). Kondisi kerja yang berulang-ulang dapat menimbulkan
suasana monoton yang berakumulasi menjadi rasa bosan, dimana rasa
bosan dikategorikan sebagai kelelahan (Eko Nurmianto, 2004:269).
Pekerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas
kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik (A.M. Sugeng Budiono,
dkk, 2003:154). Tubuh memerlukan zat-zat dari makanan untuk
pemeliharaan tubuh dan diperlukan juga untuk pekerjaan yang
meningkat sepadan dengan lebih beratnya pekerjaan (Suma’mur P.K.,
1996:197).
Faktor psikologis juga memainkan peranan besar dalam
menimbulkan kelelahan. Seringkali pekerja-pekerja tidak mengerjakan
apapun juga, tetapi mereka merasa lelah (Suma’mur P.K., 2009:359).
Sebabnya ialah adanya tanggung jawab, kecemasan dan konflik.
Kelelahan dapat dihilangkan dengan berbagai cara yaitu
melakukan rotasi sehingga pekerja tidak melakukan pekerjaan yang
sama selama berjam-jam, memberi kesempatan pada pekerja untuk
berbicara dengan rekannya, meningkatkan kondisi lingkungan kerja
35
35
seperti mereduksi kebisingan, memperbaiki lingkungan kerja (A.M.
Sugeng Budiono, dkk, 2003:94-95), memberikan waktu istirahat yang
cukup (Eko Nurmianto, 2004:264).
c. Gejala Kelelahan
Gambaran mengenai gejala kelelahan (Fatique Symptons)
secara subyektif dan obyektif antara lain : perasaan lesu, ngantuk dan
pusing, tidak atau berkurangnya konsentrasi, berkurangnya tingkat
kewaspadaan, persepsi yang buruk dan lambat, tidak ada atau
berkurangnya gairah untuk bekerja, menurunnya kinerja jasmani dan
rohani (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:88).
Gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang ada hubungannya
dengan kelelahan yaitu (Suma’mur P.K., 2009:359-360) :
1) Pelemahan kegiatan ditandai dengan gejala : perasaan berat di
kepala, badan merasa lelah, kaki merasa berat, menguap, merasa
kacau pikiran dan lain-lain.
2) Pelemahan motivasi ditandai dengan gejala lelah berbicara,
menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, cenderung untuk lupa,
tidak tekun dalam pekerjaannya dan lain-lain.
3) Pelemahan fisik ditandai dengan gejala : sakit kepala, kekakuan di
bahu, merasa nyeri di punggung, merasa pernapasan tertekan,
tremor pada anggota badan, spasme dari kelopak mata dan merasa
pening.
36
36
Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat
ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif
biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata beban kerja
melebihi 30-40% dari tenaga aerobik maksimal (Astrand, 1997)
d. Cara Mengurangi Kelelahan
Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang
ditujukkan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat
kerja, misalnya dengan peraturan jam kerja, pemberian kesempatan
istirahat yang tepat (Suma’mur P.K., 2009:362). Pengetrapan
ergonomi sangat membantu, monotoni dan tegangan dapat dikurangi
dengan menggunakan warna serta dekorasi pada lingkungan kerja.
Demikian pula organisasi proses produksi yang tepat, selanjutnya
usaha ditujukkan kepada kebisingan, tekanan panas, pengudaraan dan
penerangan yang baik (Suma’mur P.K., 2009:262).
Untuk mencegah dan mengatasi memburuknya kondisi kerja
akibat faktor kelelahan pada tenaga kerja disarankan agar (A.M.
Sugeng Budiono, dkk., 2003:91) :
1) Memperkenalkan perubahan pada rancangan produk.
2) Merubah metode kerja menjadi lebih efisien dan efektif.
3) Menerapkan penggunaan peralatan dan piranti kerja yang
memenuhi standar ergonomi.
4) Menjadwalkan waktu istirahat yang cukup bagi seorang tenaga
kerja.
37
37
5) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman dan
nyaman bagi tenaga kerja.
6) Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara
periodik.
7) Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan pendekatan
manusiawi dan fleksibilitas yang tinggi.
e. Faktor yang mempengaruhi Kelelahan
Grandjean (1993) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadi
nya kelelahan di industri sangat bervariasi dan untuk memelihara atau
mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus
dilakukan diluar tekanan (cancel out the stress). Penyegaran terjadi
terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-
waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran.
Menurut Suma’mur 1996 karakteristik pekerja yang
mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja sebagai berikut :
1) Faktor Internal
a) Umur
Kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia
pertengahan 20-an dan kemudian menurun dengan
bertambahnya usia (Lambert, David, 1996:244). WHO
menyatakan batas usia lansia adalah 60 tahun ke atas
(Margatan, Arcole, 1996:11). Sedang di Indonesia umur 55
tahun sudah dianggap sebagai batas lanjut usia (Margatan,
38
38
Arcole, 1996:81). Dengan menanjaknya umur, maka
kemampuan jasmani dan rohani pun akan menurun secara
perlahan-lahan tapi pasti. Aktivitas hidup juga berkurang yang
mengakibatkan semakin bertambahnya ketidakmampuan tubuh
dalam berbagai hal (Margatan, Arcole, 1996:24).
b) Jenis Kelamin
Suatu identitas seseorang, laki-laki atau wanita. Pada
tenaga kerja wanita akan terjadi siklus biologis setiap bulan di
dalam mekanisme tubuhnya, sehingga akan mempengaruhi
turunnya kondisi fisik maupun psikisnya. Hal ini akan
menyebabkan tingkat kelelahan wanita lebih besar daripada
laki-laki.
c) Riwayat penyakit
Penyakit akan menyebabkan hipo atau hipertensi suatu
organ, akibatnya akan merangsang syaraf tertentu. Dengan
perangsangan yang terjadi akan menyebabkan pusat syaraf otak
akan terganggu atau terpengaruh yang dapat menurunkan
kondisi fisik seseorang.
d) Faktor psikologis atau keadaan psikis
Manusia bekerja bukan seperti mesin, karena manusia
juga mempunyai perasaan-perasaan, pemikiran-pemikiran,
harapan-harapan dan kehidupan sosialnya. Hal tersebut
berpengaruh pula pada keadaan dalam pekerjaan. Faktor ini
39
39
dapat berupa sifat, motivasi, hadiah-hadiah, jaminan
keselamatan dan kesehatannya dan lain-lain (Suma’mur P.K.,
1996:207).
Faktor psikologis memainkan peran besar, karena
penyakit dan kelelahan itu dapat timbul dari konflik mental
yang terjadi di lingkungan pekerjaan, akhirnya dapat
mempengaruhi kondisi fisik pekerja (A.M. Sugeng Budiono,
dkk, 2003:151).
Keadaan psikis adalah suatu respon yang ditafsirkan
sebagai bahan yang salah, sehingga merupakan suatu aktifitas
atau deaktifitas secara primer suatu organ, akibatnya timbul
ketegangan yang dapat meningkatkan tingkat kelelahan
seseorang.
e) Ukuran Tubuh (Berat Badan dan Tinggi Badan)
Ukuran tubuh disini kaitannya dengan status gizi tenaga
kerja yang dilihat dari berat badan dan tinggi badannya. Berat
normal adalah idaman bagi setiap orang agar mencapai tingkat
kesehatan yang optimal. Keuntungan apabila berat badan
normal adalah penampilan baik, lincah dalam bergerak dan
resiko sakit rendah. Sedangkan berat badan yang kurang atau
berlebih akan menimbulkan resiko terhadap berbagai macam
penyakit. Kerugian dari keadaan berat badan kurang dan
berlebih dapat dilihat pada tabel berikut :
40
40
Tabel 2. Kerugian berat badan kurang dan berat badan berlebih
Berat badan Kerugian Kurang/Kurus
Kelebihan/gemuk
- Penampilan cenderung kurang menarik - Mudah lelah dan letih - Resiko sakit tinggi antara lain penyakit
infeksi, depresi, anemia, diare dan sebagainya.
- Wanita kurus yang hamil beresiko tinggi melahirkan bayi dengan BBLR
- Kurang mampu bekerja keras - Penampilan kurang menarik - Gerakan dalam bekerja tidak gesit dan
cenderung lamban - Mempunyai resiko terkena penyakit
jantung dan pembuluh darah, kencing manis, tekanan darah tinggi, gangguan sendi dan tulang, gangguan ginjal, gangguan kandungan empedu, kanker dan sebagainya.
- Pada wanita dapat mengakibatkan gangguan haid (haid tidak teratur, perdarahan yang tidak teratur) dan faktor penyakit pada persalinan.
Sumber : A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003
2) Faktor Eksternal
a) Beban Kerja
Pada pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan akan
mempercepat kontraksi otot tubuh, sehingga hal ini
mempercepat pula kelelahan seseorang (Suma’mur P.K., 1996).
Begitu juga dengan oksigen, bahwa setiap individu
mempunyai keterbatasan maksimum untuk oksigen yang di
konsumsi. Semakin meningkatnya beban kerja, maka konsumsi
oksigen akan meningkat secara proporsional sampai didapat
41
41
kondisi maksimumnya. Beban kerja yang lebih tinggi yang
tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi aerobik. Akibatnya
adalah manifestasi rasa lelah yang ditandai dengan
meningkatnya kandungan asam laktat (Eko Nurmianto,
2004:133).
Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung
pada jumlah kalori yang dikonsumsi, tetapi juga bergantung
pada jumlah otot yang terlibat pada pembebanan otot statis.
Konsumsi energi dapat menghasilkan denyut jantung yang
berbeda-beda, selain itu temperatur sekeliling yang tinggi,
tingginya pembebanan otot statis serta semakin sedikit otot
yang terlibat dalam suatu kondisi kerja dapat meningkatkan
denyut jantung. Dengan demikian denyut jantung dipakai
sebagai indeks beban kerja (Eko Nurmianto, 2004136). Adapun
hubungan antara metabolisme, respirasi, temperatur badan dan
denyut jantung sebagai media pengukur beban kerja
ditunjukkan pada tabel di bawah ini (Eko Nurmianto,
2004:137).
42
42
Tabel 3. Klasifikasi metabolisme, respirasi, temperatur badan dan
denyut jantung sebagai media pengukur beban kerja.
Beban Kerja
Konsumsi Oksigen
(liter/men
it)
Respirasi (liter/men
it)
Temperat
ur bada
n (oC)
Denyut jantung (/menit)
(1) Sangat ringan Ringan Agak berat Berat Sa
(2) 0,25-0,3 0,5-1 1-1,5 1,5-2 2-2,5 2,5-4
(3) 6-7 11-20 20-31 31-43 43-56 60-100
(4) 37,5 37,5 37,5-38 38-38,5 38,5-39 >39
(5)
60-70 75-100 100-125 125-150 150-175 >175
43
43
ngat berat Luar biasa berat
Sumber : Eko Nurmianto, 2004:137
b) Masa Kerja
Masa kerja adalah waktu yang dihitung berdasarkan
tahun pertama tenaga kerja mulai bekerja hingga saat penelitian
dilakukan, yang dihitung dalam tahun.
c) Iklim kerja
Pada suhu yang terlalu rendah akan dapat menimbulkan
keluhan kaku dan kurangnya koordinasi sistem tubuh, sehingga
suhu yang terlalu tinggi (diatas 32 0 C) akan menyebabkan
menurunnya kelincahan dan menggangu kecermatan, sehingga
kondisi semacam ini akan meningkat tingkat kelelahan
seseorang.
d) Penerangan
44
44
Penerangan yang terlalu kecil intensitasnya akan
meningkatkan daya akomodasi mata dan syaraf pengelihatan.
Intensitas penerangan yang terlalu tinggi akan menimbulkan
kesilauan pada mata yang dapat merangsang syaraf
pengelihatan untuk bekerja lebih berat, sehingga hal ini dapat
meningkatkan kelelahan seseorang.
e) Getaran mekanis
Merupakan salah satu faktor bahaya di tempat kerja
yang disebabkan oleh mesin atau peralatan yang dioperasikan.
Dalam menjalankan proses produksi, tidak lepas dari mesin
atau alat mekanis lainnya yang dijalankan oleh motor
penggerak. Sebagian dari kekuatan mekanis ini disalurkan
kepada tubuh pekerja atau lainnya dalam bentuk getaran
mekanis. Efek yang dapat ditimbulkan dari getaran mekanis
antara lain gangguan kenikmatan kerja dan timbulnya
kelelahan kerja.
f) Waktu pemaparan
Waktu pemaparan adalah waktu yang di hitung mulai
dari tenaga kerja mulai bekerja dan berada hingga tenaga kerja
selesai bekerja yang dihitung dalam jam. Waktu pemaparan
mempengaruhi tingkat kelelahan tenaga kerja.
g) Status Gizi
45
45
Status gizi merupakan kondisi tubuh yang berhubungan
dengan konsumsi dan penggunaan zat makan atau nutrien.
Sehingga penilaian status gizi penting untuk menunjukkan
keadaan tingkat kecukupan dan penggunaan satu nutrien atau
lebih yang mempengaruhi kesehatan seseorang.
Status gizi seseorang dapat diketahui melalui nilai IMT
(Indeks Massa Tubuh). IMT merupakan alat yang sederhana
untuk memantau status gizi seseorang khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, IMT
dihitung dengan rumus berat badan dalam kilogram dibagi
dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (I Dewa Nyoman
Supariasa, 2002:60). Hasil pengukuran dikategorikan sesuai
ambang batas IMT pada tabel berikut.
Tabel 4. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
No Kategori IMT 1 2 3
Kurus Normal Gemuk
Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat
< 17,0 17,0-18,5 18,5-25,0 > 25,0-27,0 > 27,0
Sumber: I Dewa Nyoman Supriasa, 2002:61
46
46
h) Alat Pelindung Diri
Usaha pencegahan terhadap kemungkinan Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan kecelakaan kerja harus dilakukan
untuk menghindari dan mengurangi paparan dan risiko
kebisingan. Salah satu upaya pengendalian adalah melengkapi
tenaga kerja dengan Alat Pelindung Diri (APD). Undang-
Undang No.1 tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja,
khususnya pasal 9, 13 dan 14, mengatur tentang penyediaan
dan penggunaan Alat Pelindung Diri di tempat kerja, baik bagi
pengusaha maupun bagi tenaga kerja (A.M. Sugeng Budiono,
2003:329). Alat Pelindung Diri merupakan seperangkat alat
yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau
seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan
kerja (A.M. Sugeng Budiono, 2003).
Alat Pelindung Telinga merupakan salah satu bentuk
Alat Pelindung Diri yang digunakan untuk melindungi telinga
dari paparan kebisingan, sering disebut sebagai personal
hearing protection atau personal protective devices. Alat
Pelindung Telinga dapat menurunkan kerasnya bising yang
melalui hantaran udara sampai 40 dBA, tetapi pada umumnya
tidak lebih dari 30 dBA. Pemakaian Alat Pelindung Telinga ini
dapat mereduksi tingkat kebisingan yang masuk ke telinga
47
47
bagian luar dan bagian tengah, sebelum masuk ke telinga
bagian dalam. Semua tenaga kerja yang bekerja dalam area 85
dBA harus memakai alat pelindung telinga, memperoleh
pemeriksaan audiometri secara barkala, dan memperoleh
pelatihan atau penyuluhan secara berkala (Tata Soemitra,
1997:3).
f. Macam Kelelahan
Menurut Suma’mur P.K (2009:358), kelelahan dapat
dibedakan menjadi dua macam :
1) Kelelahan Umum
Gejala utama kelelahan umum adalah perasaan letih yang
luar biasa dan rasa aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan
terhambat karena timbulnya gejala kelelahan tersebut. Tidak
adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis,
segalanya terasa berat dan merasa “ngantuk” (A.M. Sugeng
Budiono, dkk, 2003:87). Perasaan adanya kelelahan umum adalah
ditandai dengan berbagai kondisi antara lain kelelahan visual yang
disebabkan oleh illuminasi, luminasi dan seringnya akomodasi
mata; kelelahan seluruh tubuh; kelelahan mental; kelelahan urat
saraf; stress dan rasa malas bekerja (Eko Nurmianto, 2004:267).
Sebab-sebab kelelahan umum adalah monotoni, intensitas dan
lamanya kerja, mental dan fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab
mental seperti tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik serta
48
48
penyakit. Pengaruh-pengaruh ini berkumpul di dalam tubuh dan
mengakibatkan perasaan lelah (Suma’mur P.K., 2009:359).
2) Kelelahan Otot (Muscular fatique)
Kelelahan otot ditujukkan melalui gejala sakit nyeri yang
luar biasa seperti ketegangan otot dan daerah sekitar sendi. Gejala
kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar
(External sign). Tanda-tanda kelelahan otot pada percobaan-
percobaan, otot dapat menjadi lelah sebagai berikut :
a) Berkurangnya kemampuan untuk menjadi pendek ukurannya.
b) Bertambahnya waktu konsentrasi dan relaksasi.
c) Memanjangnya waktu laten yaitu waktu diantara perangsangan
dan saat mulai kontraksi (A.M. Sugeng Budiono,dkk, 2003:86).
Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada
jumlah otot yang terlibat pada pembebanan otot statis. Sejumlah
konsumsi energi tertentu akan lebih berat jika hanya ditunjang oleh
sejumlah kecil otot relatif terhadap sejumlah besar otot (Eko
Nurmianto, 2004:135). Dalam suasana kerja statis, aliran darah
menurun, sehingga asam laktat terakumulasi dan mengakibatkan
kelelahan otot lokal. Di samping itu juga dikarenakan beban otot
yang tidak merata pada sejumlah jaringan tertentu yang pada
akhirnya akan mempengaruhi kinerja seseorang (Eko Nurmianto,
2004:265).
49
49
3. Hubungan antara kebisingan dengan kelelahan
Menurut Dwi P. Sasongko, dkk (2000:21) pengaruh
kebisingan terhadap kesehatan selain kerusakan pada indera
pendengaran, kebisingan juga menimbulkan gangguan terhadap
mental emosional serta sistem jantung dan peredaran darah.
Gangguan mental emosional berupa terganggunya kenyamanan
hidup, mudah marah dan menjadi lebih peka atau mudah
tersinggung. Melalui mekanisme hormonal yaitu diproduksinya
hormon adrenalin, dapat meningkatkan frekuensi detak jantung
dan meningkatkan tekanan darah. Kejadian ini termasuk
gangguan kardiovaskuler.
Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja yang melakukan
pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil
serta dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat terganggunya
konsentrasi. Kebisingan yang tidak terkendalikan dengan baik, juga dapat
menimbulkan efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan
tenaga kerja. Kebisingan merupakan suara atau bunyi yang tidak
dikehendaki karena pada tingkat atau intensitas tertentu dapat
menimbulkan gangguan, terutama merusak alat pendengaran. Kebisingan
akan mempengaruhi faal tubuh seperti gangguan pada saraf otonom yang
ditandai dengan bertambahnya metabolisme, bertambahnya tegangan otot
sehingga mempercepat kelelahan (Suma’mur, P.K, 2009:125).
Kelelahan terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal diluar diri yang
berwujud pada tingkah laku atau perbuatan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi dengan sesama pekerja maupun
50
50
dengan atasan (Depnaker, 1999:55). Kelelahan fisiologis merupakan
kelelahan yang disebabkan karena adanya faktor-faktor yang diantaranya
kebisingan.
Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah mengurangi
kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi, mengurangi
konsentrasi (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:33), dapat mengganggu
pekerjaan dan menyebabkan timbulnya kesalahan karena tingkat
kebisingan yang kecil pun dapat mengganggu konsentrasi (Benny L.
Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002:250) sehingga muncul sejumlah
keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan
aktivitas.
Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul
akibat kebisingan. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat
didengar secara jelas, pembicara terpaksa berteriak-teriak selain
memerlukan ekstra tenaga juga menambah kebisingan (Departemen
Kesehatan RI, 2003:MI-2:37). Contoh gangguan fisiologis: naiknya
tekanan darah, nadi menjadi cepat, emosi meningkat, vaso kontriksi
pembuluh darah (semutan), otot menjadi tegang atau metabolisme tubuh
meningkat. Semua hal ini sebenarnya merupakan mekanisme daya tahan
tubuh manusia terhadap keadaan bahaya secara spontan (Benny L. Priatna
dan Adhi Ari Utomo, 2002:247). Kebisingan juga dapat menurunkan
kinerja otot yaitu berkurangnya kemampuan otot untuk melakukan
51
51
kontraksi dan relaksasi, berkurangnya kemampuan otot tersebut
menunjukkan terjadi kelelahan pada otot (Suma’mur P.K., 2009:125).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Irwan Harwanto
(2003) yang berjudul pengaruh intensitas kebisingan terhadap kelelahan
kerja dengan hasil yang sangat signifikan pada probabilitasnya sebesar P =
0.000, artinya P ≤ 0,001. Penelitian menggunakan metode Uji Statistik
dengan Analisis Regresi Linear Sederhana. Penelitian tentang kelelahan
lainnya adalah Robertus Iskandar S. R (2007) yang mengatakan bahwa ada
pengaruh intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja dengan hasil yang
signifikan pada probabilitasnya sebesar P = 0,002 (p < 0,05). Penelitian ini
menggunakan metode Uji Statistik dengan Independent Sample Test. Hal
ini menunjukkan bahwa ada pengaruh intensitas kebisingan dapat
menyebabkan kelelahan kerja meningkat.
B. Kerangka Pemikiran :
52
52
Berdasarkan landasan teori yang diuraikan diatas dapat dibuat
kerangka pemikiran sebagai berikut :
: Diteliti
: Tidak diteliti
C. Hipotesis :
Faktor Eksternal : - Beban kerja - Iklim kerja - Penerangan - Getaran mekanis - Waktu pemaparan - Status gizi - APD - Faktor psikologis atau
keadaan psikis - Berat badan dan
Tinggi badan
Faktor Internal : - Usia - Jenis kelamin - Riwayat penyakit dan
status kesehatan - Masa kerja
Intensitas Kebisingan
Kelelahan Kerja
Rangsang Cortex cerebri
Sistem Penghambat
Bagan 2. Kerangka Pemikiran
53
53
Ada hubungan intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja sebelum
dan sesudah kerja pada karyawan mekanik maintenance utility compresor PT.
Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar.
BAB III
54
54
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik
yaitu penelitian yang berupaya mencari hubungan antar variabel yang
kemudian dilakukan analisis terhadap data yang telah terkumpul. Berdasarkan
pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional
dan pendekatan point time approach.
Pendekatan cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antara variabel bebas dengan variabel tergantung (Soekidjo
Notoatmodjo, 2002:71).
Pendekatan point time approach atau pengumpulan data sekaligus
pada suatu saat, dimana setiap subjek hanya diobservasi satu kali saja dan
faktor resiko serta efek diukur menurut keadaan atau status saat diobservasi
(Soekidjo Notoatmodjo, 2002:145).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di bagian mekanik maintenance utility
compresor di PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar
pada bulan Maret 2010.
C. Populasi Penelitian
39
55
55
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau objek yang diteliti
(Soekidjo Notoatmodjo, 2002:97). Populasinya adalah tenaga kerja bagian
mekanik maintenance utility sejumlah 40 orang.
D. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo Notoatmodjo,
2002:79). Subjek dalam penelitiannya adalah karyawan bagian mekanik
maintenance utility, dari populasi 40 orang yang memenuhi kriteria subjek
penelitian sebanyak 30 orang. Dalam penelitian ini peneliti mengambil 30
karyawan sebagai sampel dengan cara purposive sampling.
E. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yang
didasarkan pada pertimbangan tertentu, berdasarkan ciri atau sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Soekidjo Notoatmodjo, 2002).
Ciri-ciri tersebut antara lain yaitu :
1. Umur antara 20 – 50 tahun
2. Masa kerja lebih dari 5 tahun
3. Jenis kelamin laki-laki
4. Tidak memiliki riwayat penyakit pendengaran.
F. Identifikasi Variabel Penelitian
56
56
Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus dalam penelitian.
Berdasarkan hubungan antara satu variabel dengan variabel lain, maka dalam
penelitian dapat dibedakan menjadi :
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya
atau berubahnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah intensitas kebisingan.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kelelahan kerja.
3. Variabel Pengganggu
Variabel pengganggu adalah variabel yang mempengaruhi
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel
pengganggu ada dua yaitu :
a) Variabel pengganggu terkendali : umur, jenis kelamin, riwayat
penyakit pendengaran, masa kerja dan lama kerja.
b) Variabel pengganggu tidak terkendali : faktor psikologis atau
keadaan psikis, Alat Pelindung Diri (APD) dan kebiasaan sehari-
hari.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
57
57
1. Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang dihasilkan oleh mesin compresor
piston yang bertugas mensupplay udara tekan untuk proses produksi dan
juga untuk menggerakkan alat-alat instrument. Dalam penelitian ini yang
diukur adalah intensitas kebisingan di lingkungan kerja tersebut dengan
menggunakan :
Alat ukur : Sound Level Meter
Satuan : dBA (desibel)
Skala : Rasio (Lebih dari NAB)
2. Kelelahan Kerja
Kelelahan adalah suatu keadaan dimana tubuh mengalami
penurunan kestabilannya saat terpapar kebisingan sebelum dan sesudah
bekerja. Untuk mengetahui kelelahan kerja yaitu melalui pengukuran
langsung kepada karyawan yang dilakukan oleh peneliti sendiri dengan
menggunakan :
Alat ukur : Reaction Timer type L.77 Lakassidaya
Satuan : Milidetik
Skala : Interval (Normal, Ringan, Sedang, Berat)
3. Umur
Umur adalah waktu yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran,
hingga saat penelitian dilakukan yang dihitung dalam tahun. Data yang
diperoleh dengan cara pengisian angket, atau menanyakan langsung
kepada tenaga kerja. Umur tenaga kerja yang diteliti yaitu sekitar 20-50
58
58
tahun. Berdasarkan teori yang ada umur 20-50 tahun merupakan umur
produktif.
4. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah identitas seseorang, laki–laki atau
perempuan yang dapat kita lihat secara visual. Jenis kelamin yang ada di
tempat penelitian ini adalah yang berjenis kelamin laki-laki.
5. Penyakit Pendengaran
Penyakit pendengaran adalah semua jenis penyakit yang
mengganggu pendengaran tenaga kerja sehingga tidak bisa mendengarkan
suara dengan normal. Untuk mengetahui pendengaran tenaga kerja masih
normal atau tidak yaitu dari pengakuan tenaga kerja itu sendiri dari
pengisian angket dan dengan melakukan wawancara tanpa ada kesulitan
komunikasi.
6. Masa Kerja dan Lama Kerja
Masa kerja adalah waktu tenaga kerja tersebut mulai bekerja pada
perusahaan itu sampai sekarang yang dapat diketahui dengan pengakuan
dari karyawan. Lama kerja adalah waktu kerja dari tenaga kerja selama
satu hari yang dapat diketahui dari pengakuan karyawan.
H. Desain Penelitian
59
59
Keterangan :
: Variabel yang akan diuji.
Menggunakan Korelasi Paerson Product Moment karena uji statistik
yang dilakukan dari hasil data pengukuran kebisingan terhadap kelelahan
yaitu menguji hubungan antara dua variabel dengan skala data rasio dengan
interval.
I. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data
sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang
digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah :
Populasi
Purposive Sampling
Subjek
Kelelahan Kerja
Intensitas kebisingan > NAB
Korelasi Paerson Product Moment
Bagan 3. Desain Penelitian
60
60
1. Lembar isian data (angket) yaitu daftar identitas dan pertanyaan untuk
menentukan subjek penelitian.
2. Reaction Timer type L.77 Lakassidaya yaitu alat untuk mengkur kelelahan
kerja.
3. Sound Level Meter yaitu alat untuk mengukur intensitas kebisingan.
4. Buku dan bolpoin untuk mencatat hasil pengukuran.
5. Wawancara digunakan untuk memperoleh data dari sampel, dilakukan
teknik komunikasi langsung dengan wawancara. Data yang diperoleh dari
hasil wawancara dengan karyawan adalah data mengenai keluhan seputar
pekerjaan mereka.
6. Data umum diperoleh dari dokumen perusahaan yang berisi data laporan
penelitian, standar operasional prosedur atau instruksi kerja dan standar
peraturan yang ada kegiatannya dengan PKL. Selain itu, penulis juga
mengambil beberapa literatur dari buku umum maupun internet.
7. Validasi
a. Alat Sound Level Meter yang digunakan adalah benar-benar alat yang
sesuai dengan standart yang dipergunakan sebagaimana mestinya.
Merupakan peralatan resmi yang digunakan oleh Departement Tenaga
Kerja dalam melakukan survei kebisingan di tempat kerja atau
perusahaan.
61
61
Gambar alat 1 :
Teknik pengukurannya adalah:
1) Putar switch ke A.
2) Putar FILTER-CAL-INT ke arah INT.
3) Putar level switch sesuai dengan tingkat kebisingan
yang terukur.
4) Gunakan meter dynamic characteristic selector switch
“FAST” karena jenis kebisingannya continue.
5) Pengukuran dilakukan selama 1-2 menit, mikropon
diarahkan ke sumber kebisingan.
6) Jarak sound level meter dengan sumber bising adalah
sesuai dengan posisi tenaga kerja selama kerja.
7) Angka skala dibaca setelah panah penunjuk dalam
keadaan stabil.
b. Alat Reaction Timer type L.77 Lakassidaya, yang dibuat oleh Biro
Konsultasi Kesehatan, Keselamatan dan Produktivitas Kerja
Yogyakarta. Sebagai alat ukur kelelahan pada pekerja di instansi
Pemerintah maupun karyawan perusahaan atau swasta.
62
62
Gambar alat 2 :
Teknik pengukurannya adalah :
1) Periksa baterai dengan memasang adaptor pada stop kontak, lalu
alat di “ON” kan.
2) Pastikan angka pada display menunjukkan 000,0 jika belum tekan
tombol reset.
3) Untuk menilai dengan sensor suara, maka tekan tombol untuk
sensor suara.
4) Operator siap menekan saklar sensor rangsang suara demikian juga
probandus siap mendengarkan suara pada alat.
5) Operator menekan saklar sensor suara, probandus secepatnya
menekan saklar OFF untuk sensor suara apabila mendengar suara
pada alat.
6) Pemeriksaan dilakukan sebanyak 20 kali, dengan catatan
pemeriksaan nomor 1-5 dan nomor 16-20 dihilangkan karena 1-5
63
63
adalah dalam taraf penyesuaian alat dan nomor 16-20 dianggap
tingkat kejenuhan mulai muncul.
Data yang dianalisa yaitu dengan diambil nilai rata-ratanya dari
dua puluh kali pengukuran adalah hasil sepuluh kali pengukuran di
tengah atau lima kali pengukuran awal dan akhir dibuang. Kemudian
setelah didapat nilai rata-rata seperti diatas, data dibandingkan dengan
standar pembanding Reaction timer L.77 yaitu sebagai berikut :
1) Normal (N) : waktu reaksi 150,0-240,0 mili detik
2) Kelelahan kerja ringan : waktu reaksi >240,0 - <410,0 mili detik
3) Kelelahan kerja sedang : waktu reaksi 410,0-580,0 mili detik
4) Kelelahan kerja berat : waktu reaksi >580,0 mili detik
J. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik
Korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan program computer
SPSS versi 16.0, dengan Interpretasi hasil sebagai berikut :
1. Jika p value ≤ 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan.
2. Jika p value > 0,01 tetapi < 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan.
3. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan (Hastono,
2001).
64
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Bagian Mekanik Maintenance Utility Compresor
Penelitian ini dilaksanakan di bagian meknik maintenance utility
compresor yang merupakan ruangan karyawan untuk bekerja dan beristirahat.
Ruang tersebut kurang kedap terhadap kebisingan karena ruang mekanik ini
bersebelahan dengan ruang mesin compresor yang mana mesin tersebut
menimbulkan kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu
rata-rata dalam sehari 88,5 dBA. Mesin ini bertugas menyuplai udara tekan
untuk proses produksi dan juga untuk menggerakkan alat-alat instrument.
Pada PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkamat, Karanganyar terdapat 6
buah compresor dengan spesifikasi yang berbeda yaitu :
1. 4 buah compresor piston dengan kapasitas udara @ = 1250 kg/jam
2. 2 buah compresor turbo dengan kapasitas udara @ = 5250 kg/jam
B. Karakteristik Subjek Penelitian
1. Umur
Dari hasil penyebaran angket di bagian mekanik maintenance utility
compresor umur karyawan yang paling muda adalah 26 tahun, umur
49
65
65
paling tua adalah 50 tahun, dengan rata-rata umur dari keseluruhan 43,3
tahun. Daftar umur responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur
Umur (Tahun) Frekuensi Persentase (%) 20-30 31-40 41-50
1 3
26
3,3 10
86,7
Sumber : Data primer penelitian
Karyawan yang berada di mekanik maintenance utility compresor
pada saat penelitian umur antara 20-30 tahun hanya ada satu karyawan
dengan presentase 3,3%, umur antara 31-40 tahun ada 3 karyawan dengan
presentase 10%, sementara umur yang paling banyak diantara 41-50 tahun
yaitu 26 karyawan dengan presentase 86,7%.
2. Masa Kerja
Masa kerja karyawan di bagian mekanik maintenance utility
compresor lebih dari 5 tahun, adapun sebaran masa kerja responden dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 6. Daftar responden berdasarkan masa kerja
Masa Kerja (Tahun) Frekuensi
Persentase (%)
5 - 20
21 - 35
13
17
43,3
56,7
Sumber : Data primer penelitian
Masa kerja antara 5-20 tahun ada 13 karyawan dengan presentase
43,3% dan masa kerja antara 21-35 tahun ada 17 karyawan dengan
presentase 56,7%.
66
66
C. Pengukuran Intensitas Kebisingan Tempat Kerja
Pengukuran intensitas kebisingan pada tempat kerja dilakukan di satu
ruangan pada 6 titik pengukuran dengan jarak 1,5 m dimana karyawan berada
pada titik-titik tersebut selama bekerja. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 7. Pengukuran intensitas kebisingan
Titik Intensitas Kebisingan (dBA)
NAB (dBA)
Batas NAB
1 2 3 4 5 6
89 89 87 88 90 88
85 85 85 85 85 85
> NAB > NAB > NAB > NAB > NAB > NAB
Rata-rata 88,5
Sumber : Data primer penelitian
Pengukuran intensitas kebisingan dengan alat sound level meter.
Intensitas kebisingan yang dihasilkan rata-rata dalam sehari adalah 88,5 dBA
dengan intensitas kebisingan terendah adalah 87 dBA dan intensitas
kebisingan tertinggi adalah 90 dBA. Jam kerja karyawan selama 8 jam/hari
dengan waktu pemaparan kebisingan selama 7 jam/hari dan satu jam
digunakan untuk istirahat. Selama penelitian dilakukan tidak ada penambahan
mesin dan alat-alat lainnya yang dapat menambah intensitas kebisingan.
Selain itu selama penelitian dilakukan alat yang beroperasi untuk produksi
sama, sehingga intensitas kebisingan tidak jauh berbeda dibandingkan hari-
hari lainnya.
67
67
D. Pengukuran Kelelahan Kerja
Pengukuran kelelahan kerja dilakukan sebelum dan sesudah bekerja
dengan alat reaction timer, hasil pengukurannya adalah sebagai berikut :
Tabel 8. Hasil pengukuran kelelahan kerja
Waktu Reaksi (Mili detik)
Kriteria Kelelahan
Waktu Pengukuran Sebelum bekerja
Sesudah Bekerja
F % F % (1)
150,0 - 240,0 >240,0 - <410,0
410,0 - 580,0 >580,0
(2) Normal Ringan Sedang Berat
Jumlah
(3) 11 19 0 0 30
(4) 36,7 63,3
0 0
100
(5) 0 2
28 0
30
(6) 0
6,7 93,3
0 100
Berdasarkan data diatas sebelum kerja terdapat 11 sampel (36,7%)
dalam keadaan normal atau belum terjadi kelelahan, 19 sampel (63,3%)
mengalami kelelahan ringan. Hasil pengukuran sesudah bekerja 2 sampel
(6,7%) mengalami kelelahan ringan dan 28 sampel (93,3%) mengalami
kelelahan sedang.
E. Uji Hubungan Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja
Dari hasil pengukuran intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja di
bagian mekanik maintenance utility compresor, dilakukan uji statistik dengan
metode Korelasi paerson product moment melalui program SPSS versi 16.0
didapatkan hasil pada tabel sebagai berikut :
68
68
Tabel 9. Hasil uji statistik korelasi pearson product moment
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,030 maka dikatakan
signifikan karena apabila dibandingkan dengan nilai a = 5% dimana nilai
p < 0,05 maka dapat disimpulkan Ho ditolak artinya ada hubungan anatara
kebisingan dengan kelelahan. Jadi hipotesis menyatakan ada hubungan
intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja sebelim dan sesudah kerja pada
karyawan mekanik maintenance utility compresor di PT. Indo Acidatama,
Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar.
Correlations
KSebelum
KSetelah
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
KSebelum KSetelah
1
30
.398*
.030
30
.398*
.030
30
1
30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
BAB V
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Subjek Penelitian
1. Umur
Umur karyawan di bagian mekanik maintenance utility compresor
yaitu antara 26-50 tahun dan umur tersebut masuk dalam umur produktif
yang akan mempengaruhi kapasitas kerja.
Kriteria umur yang digunakan sebagai sampel penelitian ini sesuai
dengan kriteria menurut Lambert, David; 1996 yaitu kinerja fisik
mencapai puncak dalam usia pertengahan 20-an dan menurun dengan
bertambahnya usia.
2. Masa Kerja
Masa kerja karyawan di bagian mekanik maintenance utility
compresor 100% lebih dari 5 tahun bahkan ada yang telah 20-an tahun, hal
ini menunjukkan bahwa tingkat keterampilan dan kemampuan karyawan
yang tinggi. Menurut Suma’mur P.K., 1996 Semakin tinggi keterampilan
kerja yang dimiliki, semakin efisien badan dan jiwa bekerja, sehingga
beban kerja menjadi relatif sedikit. Dalam penelitian ini masa kerja
karyawan ini masuk dalam kriteria karena keterampilan yang dimiliki
karyawan semakin tinggi karena dari masa kerja yang sudah lama.
54
55
55
B. Analisis Intensitas Kebisingan Tempat Kerja
Rata-rata intensitas kebisingan yang diperoleh dari 6 titik pengukuran
adalah 88,5 dBA. Pengukuran kebisingan dilakukan dimana karyawan
melaksanakan kegiatan kerja dengan jarak pengukuran 1,5 meter. Karyawan
mekanik maintenance utility compresor bekerja selama 8 jam/hari dengan
waktu istirahat satu jam, sehingga karyawan terpapar kebisingan selama 7
jam/hari. Berdasarkan Kepmenaker No.KEP 51/MEN/1999 tentang Nilai
Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika di Tempat Kerja yang
menyebutkan bahwa Nilai Ambang Batas untuk pemajanan 7 jam per hari atau
40 jam dalam satu minggu adalah sebesar 86 dBA. Dari hasil pengukuran
dapat disimpulkan bahwa intensitas kebisingan pada tempat kerja
tersebut melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan
yaitu rata-rata dalam sehari 88,5 dBA. Intensitas kebisingan
88,5 dBA berdasarkan teori intensitas tersebut dapat memaparkan
kebisingan pada waktu pemajanan 3 jam/hari tetapi karyawan
harus memakai ear plug dalam bekerja, karena ear plug dapat
mengurangi intensitas kebisingan suara antara 10-15 dBA (A.M.
Sugeng Budiono, dkk; 2003:331). Pada waktu bekerja karyawan ada
yang memakai ear plug dan ada yang tidak memakai ear plug,,
sehingga intensitas kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas
tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan.
Penanggulangan yang bisa dilakukan untuk mencegah
adanya intensitas kebisingan yang melebihi nilai ambang batas
adalah dengan kedisiplinan memakai alat pelindung telinga,
seperti ear plug pada karyawan dan perbaikan terhadap ruang
kerja agar kedap terhadap suara bising seperti diberikan
56
56
fiberglass atau karpet karena jelas terlihat bahwa di ruang
mekanik maintenance utility compresor intensitas kebisingan
melebihi Nilai Ambang Batas.
C. Analisis Kelelahan Kerja
Pengukuran dari kelelahan kerja telah ditetapkan batas tingkat
kelelahan kerjanya. Kriteria kelelahan berat yaitu dengan waktu reaksi > 580,0
milidetik sedangkan kriteria normalnya sendiri adalah dengan waktu reaksi
150,0-240,0 milidetik. Hasil pengukuran kelelahan kerja didapatkan,
pengukuran sebelum kerja terdapat 11 sampel dengan presentase 36,7%
dalam keadaan normal atau belum terjadi kelelahan dan 19 sampel dengan
presentase 63,3% mengalami kelelahan ringan. Hasil pengukuran sesudah
kerja adalah 2 sampel dengan presentase 6,7% mengalami kelelahan ringan
dan 28 sampel dengan presentase 93,3% mengalami kelelahan sedang. Dapat
dilihat bahwa dari hasil pengukuran kelelahan kerja karyawan setelah bekerja
di tempat kebisingan dengan presentase 93,3% mengalami kelelahan sedang.
Dengan demikian telah terjadi kelelahan pada tenaga kerja. Hal ini
berarti kebisingan dari lingkungan yang diterima oleh tenaga kerja dapat
meningkatkan kelelahan tenaga kerja dan kenaikan rata-rata waktu reaksi
masih dalam taraf sedang sehingga peningkatan kelelahan tergolong sedang.
Walaupun untuk masing-masing tenaga kerja terdapat perbedaan pada umur,
dan masa kerja tidak banyak mempengaruhi kelelahan.
D. Analisis Hubungan Kebisingan dengan Kelelahan Kerja
57
57
Dari hasil uji statistik dengan metode Korelasi Pearson Product
Moment melalui program SPSS versi 16.0 didapatkan nilai signifikansi (p)
yaitu 0,030 sehingga dapat dikatakan bahwa hasil tersebut signifikan karena
setelah dibandingkan dengan signifikasi 5% nilai p < 0,05. Hal ini berarti ada
hubungan intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja sebelum dan
sesudah kerja pada karyawan mekanik maintenance utility compresor di PT.
Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar. Selain dari faktor
kebisingan, kelelahan kerja dapat juga disebabkan karena faktor lain,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Psikologi karyawan berpengaruh karena dari tempat kerja yang kurang
kedap terhadap kebisingan sehingga karyawan tidak bersemangat
beraktivitas dan adanya tanggung jawab dalam bekerja. faktor psikologi
mempunyai peran besar dalam mempengaruhi kelelahan, karena
penyakit dan kelelahan itu dapat timbul dari konflik mental yang terjadi
di lingkungan pekerjaan, akhirnya dapat mempengaruhi kondisi fisik
pekerja.
2. Beban kerja, setiap pekerjaaan merupakan beban kerja bagi pelakunya.
Beban-beban tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja.
Beban dimaksud dapat berupa beban fisik, mental atau sosial. Seseorang
tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya
dengan beban kerja. Hal ini sesuai dengan beban kerja fisik di bagian
mekanik maintenance utility compresor memperbaiki mesin yang rusak
dan maintenance, maka beban fisik tenaga kerja tidak begitu besar.
58
58
Beban kerja mental dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian yang
dimiliki tenaga kerja secara individu dengan individu lainnya yang sama
dan beban sosial yang ringan karena hubungan antar tenaga kerja, tenaga
kerja dengan atasannya adalah baik.
3. Status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan. Perusahaan telah
memberikan gizi yang sama pada karyawan agar mendapatkan
ketahanan tubuh yang baik. Seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi
yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih
baik, begitu juga sebaliknya.
4. Bekerja di lingkungan yang panas dapat mempercepat timbulnya
kelelahan oleh karena tubuh kehilangan ion-ion melalui keringat. Tenaga
kerja yang bekerja di lingkungan panas diperlukan proses aklimatisasi
yaitu adaptasi terhadap suhu lingkungan yang sama.
Kelelahan juga dipengaruhi oleh lingkungan yang kurang nyaman
dalam bekerja di samping kapasitas tenaga kerja itu sendiri dan jenis
pekerjaannya. Lingkungan kerja yang kurang nyaman dapat memicu
timbulnya kelelahan pada tenaga kerja. Kebisingan bagian mekanik
maintenance utility compresor melebihi ambang batas. Hal ini sesuai dengan
pendapat Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002 bahwa kebisingan
dapat mengganggu pekerjaan dan menyebabkan timbulnya kesalahan karena
tingkat kebisingan yang kecil pun dapat mengganggu konsentrasi, sehingga
muncul sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan
59
59
untuk melakukan aktivitas, keluhan yang disampaikan merupakan gejala
kelelahan.
Akibat kebisingan terhadap kesehatan yang lain adalah meningkatkan
tekanan darah dan denyut jantung, selain gangguan kesehatan kebisingan juga
menimbulkan gangguan emosional, kebisingan juga dapat mengganggu
konsentrasi yang menyebabkan terjadi kesalahan ketika bekerja sehingga
menurunkan prestasi kerja tenaga kerja, selain itu kebisingan juga dapat
meningkatkan kelelahan.
Pengendalian kebisingan dilakukan pada sumber suara, pada media
perantara kebisingan seperti memberikan peredam pada ruang kerja dan
pengendalian kebisingan pada manusia dengan memakai alat pelindung
telinga, hal ini sesuai dengan pendapat Dwi P Sasongko, dkk., 2000 bahwa
kebisingan yang terjadi dapat dikendalikan agar tingkat kebisingan tersebut
sampai batas nilai yang diijinkan.
Dengan masa kerja rata-rata lebih dari 20 tahun maka dapat
dimungkinkan bahwa tenaga kerja bagian mekanik maintenance utility
compresor telah mengalami penurunan fungsi pendengaran sehingga suara
yang sangat bising dianggap biasa dikarenakan sudah kebiasaan dan
penurunan tersebut. Hal ini dapat diperkuat oleh ketidak disiplinan tenaga
kerja dalam menggunakan alat pelindung telinga sehingga mempercepat
terjadinya penurunan ambang dengar tersebut dan ruangan kerja yang kurang
kedap terhadap suara bising. Alat pelindung telinga yang disediakan
diperusahaan hanya ear plug tetapi karyawan kurang nyaman memakainya,
60
60
padahal ear plug bisa meredam kebisingan sebesar 10-15 dBA. Sehingga
diperlukan kebiasaan pada karyawan dalam memakai ear plug pada waktu
bekerja diruangan tersebut dan mengetahui fungsi alat pelindung telinga,
karena intensitas kebisingan di bagian mekanik maintenance utility compresor
antara 87-90 dBA, intensitas ini melebihi nilai ambang batas yang
diperkenankan. Alat pelindung diri yang lebih bagus adalah ear muff yang bisa
meredam kebisingan 30 dBA, tetapi harga ear muff lebih mahal dari ear plug.
Maka dari itu perlunya pemakaian ear plug karena dapat menurunkan
intensitas kebisingan, dari pada tidak memakai alat pelindung diri sama sekali.
Sehingga penurunan pendengaran bisa dikurangi walaunpun itu sedikit.
Pengendalian dari tempat kerjanya sendiri adalah dengan memberikan
peredam suara seperti fiberglass atau karpet.
Hubungan intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja ini didukung
oleh penelitian sebelumnya yaitu penelitian Irwan Harwanto (2003) yang
mengatakan bahwa ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap kelelahan
kerja dengan hasil yang sangat signifikan pada probabilitasnya sebesar P =
0.000, artinya P ≤ 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas kebisingan
berpengaruh terhadap kelelahan dengan hubungan semakin tinggi intensitas
kebisingan maka semakin meningkat kelelahan kerja. Uji Statistik
menggunakan Analisis Regresi Linear Sederhana dan penelitian yang
dilakukan oleh Robertus Iskandar S. R (2007) yang mengatakan bahwa ada
pengaruh intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja dengan hasil yang
signifikan pada probabilitasnya sebesar P = 0,002 (p < 0,05). Hal ini
61
61
menunjukkan bahwa ada pengaruh intensitas kebisingan dapat menyebabkan
kelelahan kerja meningkat. Uji Statistik menggunakan Independent Sample
Test.
E. Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian terdapat beberapa keterbatasan yaitu :
1. Keterbatasan waktu dalam pemeriksaan kelelahan sebelum kerja, sehingga
pada beberapa karyawan kelelahan sebelum kerja diukur sesaat setelah
bekerja.
2. Ketelitian dan kejujuran karyawan dalam mengisi angket, sehingga tidak
tertutup kemungkinan adanya jawaban yang tidak mewakili keadaan
sebenarnya dan hal ini dapat mempengaruhi hasil penelitian.
62
62
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Intensitas kebisingan rata-rata di ruang mekanik maintenance utility
compresor adalah 88,5 dBA dengan intensitas kebisingan terendah 87
dBA dan intensitas kebisingan tertinggi 90 dBA dan dari hasil perhitungan
kelelahan kerja sebelum kerja 11 sampel (36,7%) dalam keadaan normal
atau belum terjadi kelelahan dan 19 sampel (63,3%) mengalami kelelahan
ringan. Hasil pengukuran sesudah kerja adalah 2 sampel (6,7%)
mengalami kelelahan ringan dan 28 sampel (93,3%) mengalami kelelahan
sedang.
2. Hasil uji statistik Korelasi pearson product moment menunjukkan bahwa
nilai p = 0,030 bila dibandingkan dengan signifikasi 5% dimana nilai
p < 0,05. maka Ho ditolak Ha diterima. Berarti dari hasil penelitian ada
hubungan antara intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja sebelum dan
sesudah kerja pada karyawan mekanik maintenance utility compresor di
PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar.
62
63
63
B. Saran
1. Bagi Perusahaan
a. Hendaknya memberikan pelatihan dan penyuluhan kepada karyawan
tentang pentingnya pemakaian alat pelindung telinga dan gangguan
kesehatan akibat kebisingan agar selama bekerja selalu memakai alat
pelindung telinga maupun alat pelindung lainnya.
b. Sebaiknya ruang mekanik maintenance utility compresor diberi
peredam suara seperti fiberglass atau karpet agar mengurangi intensitas
kebisingan ruang kerja tersebut.
c. Pemberian ear plug kepada karyawan apabila ruang kerja kurang
kedap terhadap suara bising.
d. Peneguran atau pemberian sangsi kepada karyawan yang tidak
memakai alat pelindung diri agar menjadi kedisiplinan karyawan.
e. Diadakan pemeriksaan kesehatan sebelum, berkala dan khusus pada
karyawan.
2. Bagi Peneliti
Bagi peneliti selanjutnya, sebaiknya dilakukan penelitian yang lebih
mendalam dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
kelelahan kerja lainnya.
64
64
DAFTAR PUSTAKA
A. M. Sugeng Budiono. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Astrand, P.O. 1997. Textbook of Work Physiology-Physiology Bases of Exercise,
2nd edt. McGraw-Hill Book Company. USA.
Benny L, Priatna dan Adhi Ari Utomo dalam Edhie Sarwono, dkk, 2002, Green Company Pedoman Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (LK3), Jakarta: PT Astra Internasional Tbk.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Modul pelatihan bagi Fasilitator Kesehatan
Kerja. Jakarta.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor:KEP-51.MEN/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, 1999, Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.
Dwi P. Sasongko, dkk, 2000, Kebisingan Lingkungan, Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro Semarang.
Eko Nurmianto, 2004, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Surabaya : Guna Widya.
Gabriel, 1996.”Definisi dan Istilah tentang Kebisingan di Tempat Kerja”.
http://www.indomedia.com/intisari/2000/januari/bising.htm. Diakses 30 Maret 2009.
Ganong, W.F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC. Grandjean. 1993. Fitting the Task to the Man, 4th edt. Taylor & Francis Inc.
London.
Hastono. 2001. Analisis Data. Jakarta: FKM UI. I Dewa Nyoman Supariasa, Bachyar Bakri, Ibnu Fajar, 2002. Penilaian Status
Gizi, Jakarta: EGC. Irwan Harwanto, 2003. “Pengaruh Intensitas Kebisingan terhadap
Tingkat Kelelahan Tenaga Kerja pada Bagian Palet dan
65
65
Bagian Inspecting PT. Iskandartex”. Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Kastomo Wirosuhardjo, 2000, Dasar-dasar Demografi, Jakarta: Lembaga Demografi FE UI.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51: 1999. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika
di Tempat Kerja. Jakarta.
Lambert, David. 1996, Tubuh Manusia, Jakarta : Arcan. Margatan, Arcole. 1996, Kiat Hidup Sehat Bagi Usia Lanjut, Solo: CV Aneka.
Robertus Iskandar S. R, 2007. “Pengaruh Paparan Kebisingan terhadap
Tingkat Kelelahan di PT. Inka (Persero) Madiun”. Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Sihar Tigor Benjamin Tambunan, 2005, Kebisingan di Tempat Kerja
(occupational Noise), Yogyakarta: Andi.
Soekidjo Notoatmodjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: CV Rineka Cipta.
Suma’mur, PK. 1996. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, Jakarta: PT.
Toko Gunung Agung. Suma’mur, PK. 2009. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, Jakarata: Sagung
Seto. Sritomo Wignjosoebroto, 2003, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Surabaya :
Guna Widya.
Tata Soemitra. 1997. Hearing Conservation Program. Bandung : FKM UI. Work Health and Organisation (WHO). 1993. Code of Practice for Noise
Management at Work. Australia. Www.inmedjs.blogspot.com
Yayasan Spirita. 2004. Kelelahan, http://www.i-base.org.uk.
66
66
LAMPIRAN
67
67
Lampiran A.
Data surat persetujuan menjadi responden penelitian
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama :
TTL :
Pekerjaan :
Alamat :
Dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi Responden Penelitian. Saya telah
memahami tujuan, prosedur dan manfaat penelitian yang berjudul “Hubungan
Intensitas Kebisingan terhadap Kelelahan Kerja Sebelum dan Sesudah Kerja pada
Karyawan Mekanik Maintenance Utility Compresor di PT. Indo Acidatama, Tbk.
Kemiri, Kebakramat, Karanganyar.”
Karanganyar,
Responden Penelitian
( )
68
68
Lampiran B.
Data kuisioner penjaringan sampel
ANGKET PENJARINGAN SAMPEL
I. IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Masa Kerja :
Lama Kerja :
Bekerja di bagian :
II. KESEDIAAN UNTUK DIJADIKAN SUBYEK PENELITIAN
1. Ya, saya bersedia
2. Tidak, saya tidak bersedia
III. KEADAAN LAIN
1. Apakah anda mempunyai riwayat penyakit pendengaran?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda sering mengkonsumsi obat-obatan apabila merasa lelah
setelah bekerja atau minum minuman berstamina?
a. Ya
b. Tidak
69
69
Lampiran C.
Daftar responden di bagian Mekanik Maintenance Utility Compresor
Responden
Jenis Kelamin
(L/P)
Umur
(Tahun)
Masa Kerja (Tahun)
Pekerjaan Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
48 46 44 41 40 44 42 42 42 45 46 31 50 50 32 45 49 42 47 50 48 43 49 41 42 42 42 42 47 26
23 22 20 20 20 22 21 18 17 22 21 7 21 22 10
22,5 22 18 18 22 21 23 22 18 17 22 21 16 23 5
Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift Shift
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
70
70
Lampiran F
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999
MENTERI TENAGA KERJA
REPUBLIK INDONSIA
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA
NOMOR : KEP–51/MEN/I999
TENTANG
NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA
MENTERI TENAGA KERJA
Menimbang : a. Bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 3 ayat (1) huruf g Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
perlu ditetapkan Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di tempat
Kerja;
b. Bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang ketentuan-
ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
2. Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja.
3. Keputusan Presiden R.I. Nomor 122/M Tahun 1998 tentang
Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER 05/MEN/1996
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP 28/MEN/1994
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Tenaga Kerja.
71
71
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG
NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FlSIKA DI TEMPAT
KERJA
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Tenaga Kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
2. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki
tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau
sumber-sumber bahaya.
3. Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar faktor
tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit
atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak
melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
4. Faktor fisika adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat tisika yang
dalam keputusan ini terdiri dari iklim kerja, kebisingan, getaran, gelombang
mikro dan sinar ultra ungu.
5. Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban. kecepatan
gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh
tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya.
6. Suhu kering (Dry Bulb Temperature) adalah suhu yang ditunjukkan oleh
termometer suhu kering.
7. Suhu basah alami (Nat Wet Bulb Temperature) adalah suhu yang ditunjukkan
oleh termometer bola basah alami (Natural Wet bulb Thermometer).
8. Suhu bola (Globe Temperature) adalah suhu yang ditunjukkan oleh
termometer bola (Globe Thermometer).
72
72
9. Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang
disingkal ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang
merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan
suhu bola.
10. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
alat- alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu
dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
11. Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah
bolak- balik dari kedudukan keseimbangannya.
12. Radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro (microwave) adalah radiasi
elektro- magnetik den frekuensi 30 kilohertz sampai 300 Giga Hertz.
13. Radiasi ultra ungu (Ultraviolet) adalah radiasi elektromagnetik dengan
panjang gelombang 180 nano meter sampai 400 nano meter (nm).
14. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu
tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
15. Pengusaha adalah :
a. Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri
dan untuk keper!uan itu menggunakan tempat kerja;
b. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu
usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu menggunakan tempat kerja;
c. Orang atau badan hukum, yang di Indoncsia mewakili orang atau badan
hukum sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b jikalau yang
diwakili berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
16. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan adalah Pegawai teknis berkeah!ian
khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri.
17. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 2
NAB iklim kerja menggunakan parameter ISBB sebagaimana tercantum dalam
lampiran I.
Pasal 3
(1) NAB kebisingan ditetapkan sebesar 85 desi Bell A (dBA).
73
73
(2) Kebisingan yang melampaui NAB, waktu pemajanan ditetapkan sebagaimana
tercantum dalam lampiran II.
Pasal 4
(1) NAB getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada
lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 meter per detik kuadrat
(m/det2).
(2) Getaran yang melampaui NAB, waktu pemajanan ditetapkan sebagaimana
tercantum dalam lampiran III.
Pasal 5
NAB radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro ditetapkan sebagaimana
tercantum dalam lampiran IV.
Pasal 6
(1) NAB radiasi sinar ultra ungu ditetapkan sebesar 0,1 mikro Watt persentimeter
persegi (.uW/crn2).
(2) Radiasi sinar ultra ungu yang melampaui NAB waktu pemajanan ditetapkan
sebagaimana tercantum dalam lampiran V.
Pasal 7
(1) Pengukuran dan penilaian faktor fisika di tempat kerja dilaksanakan oleh Pusat
dan atau Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja atau pihak-pihak lain yang
ditunjuk.
(2) Persyaratan pihak lain untuk dapat ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Hasil pengukuran dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada pimpinan perusahaan atau pengurus perusahaan dan
kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.
Pasal 8
Pelaksanaan pengukuran dan penilaian faktor fisika di tempat kerja berkoordinasi
dengan kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.
Pasal 9
Peninjauan NAB faktor fisika di tempat kerja dilakukan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
74
74
Pasal l0
Pengusaha atau pengurus harus melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam
Keputusan Menteri ini.
Pasal 11
Dengan berlakunya Keputusan Menteri ini. maka Surat Edaran Menteri Tenaga
Kerja transmigrasi dan Koperasi Nomor SE-01/MEN/1978 tentang Nilai Ambang
Batas (NAB) Untuk iklim Kerja dan Nilai Ambang Batas (NAB) Untuk
Kebisingan di tempat kerja dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 12
Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 16 April 1999
75
75
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA
NOMOR KEP.51/MEN/1999
TANGGAL 16 A PR I L 1999
NILAI AMBANG BATAS KEBISINGAN
Waktu pemajanan per hari Intensitas Kebisingan dalam dBA 8 4 2 1
30 15 7,5 3,75 1,88 0,94
28,12 14,06 7,03 3,52 1,76 0,88 0,44 0,22 0,11
Jam
Menit
Detik
85 88 91 94
97 100 103 106 109 112
115 118 121 124 127 130 133 136 139
Catatan: Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 16 April 1999