Hubungan Hipertensi Dan Diabetes Melitus Terhadap Gagal Ginjal Kronik
description
Transcript of Hubungan Hipertensi Dan Diabetes Melitus Terhadap Gagal Ginjal Kronik
Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan
irreversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Gagal ginjal kronik terjadi setelah
berbagai macam penyakit yang merusak massa nefron ginjal. Bila proses penyakit tidak
dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan diganti dengan
jaringan parut. Meskipun penyebabnya banyak, gambaran klinis gagal ginjal kronik
sangat mirip satu dengan yang lain (Price dan Wilson, 2006).
Berdasarkan data US Renal Data System tahun 2000, diabetes dan hipertensi
bertanggung jawab terhadap proporsi ESRD yang paling besar, terhitung secara berturut-
turut sebesar 34% dan 21% dari total kasus. Sedangkan pada tahun 1967,
glomerulunefritis kronik dan pielonefritis kronik merupakan penyebab dari dua pertiga
kasus ESRD (Price dan Wilson, 2006). Melihat hal tersebut, penting untuk mengetahui
hubungan antara diabetes dan hipertensi terhadap gagal ginjal,sehingga kejadian gagal
ginjal dapat dikurangi.
B. Definisi Masalah
Seorang laki-laki berusia 60 tahun memiliki keluhan utama badan lemas, kadang
berkunang-kunang, dan sering mual sejak 1 bulan.
Riwayat penyakit dahulu : pasien menderita diabetes melitus sejak 4 tahun lalu, berobat
tidak teratur; pasien sering mengeluh nyeri pinggang kiri sejak 2 tahun lalu; sejak 1
tahun lalu BAK sering mengejan, rasa tidak puas setelah BAK, BAK 4-5 gelas perhari.
Pemeriksaan fisik : tensi 170/100 mmHg, nadi 110 /menit, napas 24 /menit, suhu 36,7 C
Pemeriksaan laboratorium : Hb 8,2 g/dl, lekosit 5400 /ul, trombosit 150.000 /ul, ureum
150 mg/dl, kreatinin 8,4 g/dl, kalium 6,5 mmol/L, asidosis metabolik.
C. Tujuan Penulisan
Dengan tulisan ini diharapkan mahasiswa mampu mengenali penyakit gagal ginjal kronik
dan beberapa penyebabnya.
D. Hipotesis
Pasien di atas kemungkinan menderita gagal ginjal kronik dengan faktor penyebab
diabetes melitus dan hipertensi.
Anatomi dan Fisiologi Ginjal
Ren (ginjal) berjumlah sepasang terletak di bagian dorsal abdomen, di kanan dan kiri
columna vertebralis, ditutupi peritoneum dan dikelilingi oleh jaringan pengikat dan
lemak. Bentuk ren menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial.
Pada sisi ini terdapat hilus renalis tempat masuk atau keluarnya pembuluh darah, sistem
limfatik, sistem saraf, dan ureter. Besar dan berat ren sangat bervariasi, tergantung jenis
kelamin, umur serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain (Budianto, 2005).
Ren dibagi menjadi 2 bagian, yaitu cortex renalis dan medulla renalis. Di dalam cortex
terdapat pars convulata dan pars radiata sedangkan di dalam medula terdapat piramys
dan collumna renalis bertini. Pars convulata berisi korp. Maslphigi Renalis, tub. Kontortus
proksimal, tub. Kontrotus distal, Arkus Tubulus Kolektivus. Pars radiata terdiri dari dari
Tub. Rektus Proksimal, Segmen tebal lengkung Henle, Tub. Kolektivus.
Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ren yang terdiri dari kapsula bowman yang
mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus contortus proximal, lengkung henle, dan
tubulus contortus distal yang mengosongkan diri ke ductus collectivus. Darah yang
membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomeruli kemudian di
tubuli renalis zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil
sisa metabolisme tubuh mengalami sekresi bersama air membentuk urin. Kemudian urin
ditampung di ductus collectivus yang selanjutnya akan disalurkan ke pappila bellini, lalu
masuk calyx minor, calyx mayor, pelvis renalis dan akhirnya masuk ureter untuk
disalurkan ke vesika urinaria (Budianto, 2005; Purnomo, 2008).
Selain berfungsi sebagai filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi sisa metabolisme, ginjal juga
memiliki peran mensintesis dan mengaktifkan hormon. Renin dihasilkan sel JG berperan
penting dalam pengaturan tekanan darah. Eritropoietin berfungsi merangsang produksi
eritrosit oleh sumsum tulang. 1,25-dihidroksivitamin D3 merupakan hidroksilasi akhir
vitamin D. Prostaglandin sebagai vasodilator untuk melindungi iskemik ginjal
(Guyton,1997; Ganong, 1998).
Diabetes Melitus
Definisi
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme berupa hilangnya toleransi glukosa.
Klasifikasi
Diabetes melitus disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Pada diabetes
tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) terdapat defisiensi insulin absolut
yang disebabkan oleh autoimun atau idiopatik. Sedangkan diabetes tipe II atau Non
Insulin Dependent Diabetes melitus (NIDDM), defisiensi insulin bersifat relatif dengan
kadar insulin serum kadang biasanya normal atau mungkin bahkan meningkat, yang
disebabkan kelainan dalam pengikatan insulin pada reseptor. Kelainan ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah reseptor atau akibat ketidaknormalan reseptor
insulin intrinsik. Selain tipe I dan tipe II, masih ada lagi jenis lain dari diabetes seperti
MODY, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena
obat, infeksi, antibodi insulin, gestasional Dm (Mansyoer, 2007; Tjokronegoro, 2002).
Gambaran klinis
Manifestasi klinis dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Diagnosis
awal dengan gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, berat badan turun
tanpa sebab yang jelas. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan,
gatal, mata kabur, impotensi, pruritas vulva pada wanita (Mansyoer, 2007).
Diagnosis
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200
mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2
jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali
abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas
hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan
yang menurun cepat, dll. ((Mansyoer, 2007; Hadley, 2000).
Hipertensi
Definisi
Sampai saat ini tidak ada kesatuan pendapat mengenai definisi hipertensi. Menurut JNC
hipertensi terjadi apabila tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg (Tagor, 2003).
Etiologi
Selama ini dikenal 2 jenis hipertensi, yaitu hipertensi primer yang penyebabnya tidak
diketahui mencakup 90% dari kasus hipertensi, dan hipertensi sekunder yang
penyebabnya diketahui. Penyakit yang dapat menyebabkan hipertensi antara lain
penyakit ginjal, penyakit endokrin, sters akut, obat-obatan, kelainan neurologi, dan lain-
lain (Joesoef, 2003; Tagor, 2003).
Gambaran klinis
Hipertensi baru menimbulkan gejala apabila sudah menimbulkan kelainan pada organ
tertentu dalam tubuh. Hipertensi didiagnosis dengan pengukuran tekanan darah.
Komplikasi
Beberapa komplikasi yang terjadi anatara lain :
1. retinopati hipertensif
2. penyakit kardiovaskular
3. penyakit serebrovaskular
4. penyakit ginjal seperti nefrosklerosis (Joesoef, 2003; Tagor, 2003).
Gagal Ginjal Kronik
Definisi
Gagal ginjal ditandai oleh ketidakmampuan ginjal mempertahankan fungsi normalnya
untuk mempertahankan volum dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan
makanan normal. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak massa nefron (Chandrasoma, 2006; Price dan Wilson, 2006).
Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik tersering dibagi menjadi 8 kelas :
1. infeksi tubulointerstisial : pielonefritis kronik
2. peradangan : glomerulunefritis
3. hipertensi : nefrosklerosis, stenosis arteri renalis
4. gangguan jaringan ikat : LSE, sklerosis sistemik
5. kongenital : penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal
6. metobloki : diabetes melitus, gout, dll
7. nefropati toksik : nefropati timah
8. nefropati obstruktif : batu ginjal, hiperplasi prostat, tumor (Reilly, 2005)
Patofisiologi dan Gambaran Klinis
Berdasar hipotesis Bricker, bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan
hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Dari hipotesis ini
fatofisiologi gagal ginjal kronis dapat diuraikan.
Perjalanan klinis umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium. Stadium
pertama disebut penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan
kadar BUN masih normal, dan pasien asimtomatik. Penurunan jumlah nefron yang
normal masih dapat dikompensasi oleh nefron yang lain yang masih utuh. Sisa nefron
tersebut mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja
ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorbsi tubulus
dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron turun di bawah normal.
Stadium kedua disebut stadium insufisiensi ginjal. Pada stadium ini sudah terjadi
kerusakan nefron lebih dari 75%. Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat, kadar
kreatinin serum juga mulai meningkat, azotemia biasanya ringan. Fleksibilitas baik
ekskresi maupunnkonservasi zat terlarut dan air menjadi berkurang. Hilangnya
kemampuan mengencerkan dan memekatkan urin menyebabkan berat jenis urin tetap
1,010 dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia.
Stadium ketiga disebut stadium akhir atau uremia. ESRD terjadi apabila sekitar 90% dari
massa nefron telah hancur. Nilai GFR hanya 10% dari normal. Pada keadaan ini kreatinin
dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok. Pasien mulai merasakan
gejala-gejala yang cukup parah. Pasien menjadi oligourik karena kegagalan glomerulus.
Pada stadium akhir (sindrom uremik) terjadi kompleks gejala yang berkaitan dengan
retensi metabolit nitrogen. Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada sindrom
uremik. Pertama, gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi, kelainan volum cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit
lainnya, serta anemia yang disebabkan oleh defisiensi sekresi ginjal. Kedua, timbul gejala
yang merupakan gabungan kelainan kardiovaskular, neuromuskular, saluran cerna, dan
kelainan lainnya (Price dan Wilson, 2006).
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,
trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)
Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM,
keton, SDP, TKK/CCT
1. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan
elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
1. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate
1. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan
Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen
tulang, foto polos abdomen
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk
terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang
dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
3. Dialisis
4. Transplantasi ginjal (Ners, 2007)
PEMBAHASAN
Pada kasus di atas didapatkan seorang laki-laki berumur 60 tahun memiliki keluhan
utama badan terasa lemas, kadang berkunang-kunang, dan sering mual. Keluhan pasien
tersebut masih sangat umum dan belum bisa ditentukan penyebabnya. Berdasar
anamnesis, paisen kesulitan buang air kecil (BAK) dan menderita DM sejak 4 tahun lalu
dan tidak berobat dengan teratur. Dari keterangan ini, maka alur berpikir menjadi
terfokus pada fungsi ginjal.
Berikut ini tabel yang menyajikan tentang pemeriksaan fisik dan laboratorium pasien :
Variabel
Nilai
Normal
Hasil
Pemeriksaa
n
Interpretas
i
Tekanan darah
Normal < 120/80 mmHg, prehipertensi 120-
170/100 mmHg
Hipertensi
139/80-89 mmHg, hipertensi >139/89 mmHg
Frekuensi nadi
60-100 /menit 110 /menit Takikardi
Frekuensi napas
16-20 /menit 24 /menit Takipneu
Suhu 36,5-37,5 C 36,7 C Normal
Hemoglobin
Laki-laki 13-18 g/dl 8,2 g/dl Anemia
Lekosit4500-11000 /cc 5400 /cc Normal
Trombosit150.000-350.000 150.000 Normal
UreumLaki-laki 10-38 mg/dl 150 mg/dl Uremia
Kreatinin
Laki-laki 0,6-1,3 mg/dl 8,4 mg/dl Meningkat
Kalium3,5-5,2 meq/l 6,5 meq/l
Hiperkalemia
Keasaman darah
pH 7,35-7,45 < 7,35
Asidosis metabolik
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami uremia, peningkatan
kreatinin plasma, hiperkalemia, takikardi, takipneu, hipertensi, anemia, dan asidosis
metabolik. Hasil ini menunjukan telah terjadi kelainan fungsi ginjal atau gagal ginjal
stadium uremia (akhir).
Pada gagal ginjal, gangguan kemampuan ginjal mengekskresi ion H dan mereabsorbsi
bikarbonat, mengakibatkan peningkatan jumlah ion H dalam tubuh dan penurunan
bikarbonat. Keadaan ini menyebabkan asidosis metabolik. Agaknya gejala anoreksia,
mual, dan lemas yang ditemukan pada pasien uremia, sebagian disebabkan oleh
asidosis. Salah satu gejala yang sudah jelas akibat asidosis adalah takipneu atau
pernapasan kussmaul. Pernapasan kussmaul adalah pernapasan yang dalam dan berat
dalam rangka kompensasi tubuh terhadap asidosis dengan membuang CO2.
Lemas dapat pula disebabkan oleh anemia yang diderita pasien, begitu pula dengan
mata berkunang-kunang. Anemia normositik dan normokromik yang khas selalu terjadi
pada sindrom uremik. Hal ini diakibatkan defisiensi produksi eritropoietin pada nefron
yang mengalami kerusakan. Sedangkan anoreksia dan mual bisa pula disebabkan oleh
keracunan ureum yang tingi dalam tubuh. Hipokalemia akan muncul pada gagal ginjal
kronik dini yang menyertai poliuria, sedangkan pada gagal ginjal kronik tahap akhir,
oligouria menyebabkan hiperkalemia.
Dikatakan bahwa pasien menderita DM sejak 4 tahun yang lalu dan riwayat hipertensi
tidak diketahui. Kemungkinan gagal ginjal kronik yang dialami pasien disebabkan
komplikasi DM dan atau hipertensi. Apalagi pasien berobat tidak teratur.
DM yang tidak terkontrol merupakan salah satu faktor terjadinya nefropati diabetikum.
Telah diperkirakan bahwa 35-40% pasien DM tipe 1 akan berkembang menjadi gagal
ginjal kronik dalam waktu 15-25 tahun setelah awitan diabetes. Sedang DM tipe 2 lebih
sedikit. DM menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk dan dapat
dibagi menjadi 5 stadium.
Stadium 1, bila kadar gula tidak terkontrol, maka glukosa akan dikeluarkan lewat ginjal
secara berlebihan. Keadaan ini membuat ginjal hipertrofi dan hiperfiltrasi. Pasien akan
mengalami poliuria. Perubahan ini diyakini dapat menyebabkan glomerulusklerosis fokal,
terdiri dari penebalan difus matriks mesangeal dengan bahan eosinofilik disertai
penebalan membran basalin kapiler. Bila penebalan semaklin meningkat dan GFR juga
semakin meningkat, maka masuk ke stadium 2.
Pada stadium 3, glomerulus dan tubulus sudah mengalami beberapa kerusakan. Tanda
khas stadium ini adalah mikroalbuminuria yang menetap, dan terjadi hipertensi. Stadium
4, ditandai dengan proteinuria dan penurunan GFR. Retinopati dan hipertensi hampir
selalu ditemui. Stadium 5, adalah stadium akhir, ditandai dengan peningkatan BUN dan
kreatinin plasma disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat.
Penyebab lain gagal ginjal pada pasien adalah hipertensi. Namun, penyebab ini tidak
bisa ditetapkan pada pasien karena riwayat hipertensi tidak diketahui. Dan telah
diketahui bahwa hipertensi dan gagal ginjal membentuk suatu lingkaran setan.
Hipertensi dapat menyebabkan gagal ginjal, sebaliknya gagal ginjal kronik dapat
menimbulkan hipertensi. Karena alasan inilah, terkadang seorang ahli nefrologi kadang
mengalami kesulitan dalam menentukan mana yang primer.
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan struktur pada
arteriol di seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi dinding pembuluh
darah. Organ sasaran utama adalah jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada ginjal,
arteriosklerosis akibat hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis. Gangguan ini
merupakan akibat langsung iskemia karena penyempitan lumen pembuluh darah
intrarenal. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus
dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak. Terjadilah gagal ginjal kronik.
Gagal ginjal kronik sendiri sering menimbulkan hipertensi. Sekitar 90% hipertensi
bergantung pada volume dan berkaitan dengan retensi air dan natrium, sementara <
10% bergantung pada renin.
Tekanan darah adalah hasil perkalian dari curah jantung dengan tahanan perifer. Pada
gagal ginjal, volum cairan tubuh meningkat sehingga meningkatkan curah jantung.
Keadaan ini meningkatkan tekanan darah. Selain itu, kerusakan nefron akan memacu
sekresi renin yang akan mempengaruhi tahanan perifer sehingga semakin meningkat.
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ren yang terdiri dari kapsula bowman yang
mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus contortus proximal, lengkung henle,
dan tubulus contortus distal yang mengosongkan diri ke ductus collectivus. Darah
yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomeruli
kemudian di tubuli renalis zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi
dan zat-zat hasil sisa metabolisme tubuh mengalami sekresi bersama air membentuk
urin.
2. Pasien di atas mengalami uremia, peningkatan kreatinin plasma, hiperkalemia,
takikardi, takipneu, hipertensi, anemia, dan asidosis metabolik. Hasil ini menunjukan
telah terjadi kelainan fungsi ginjal atau gagal ginjal stadium uremia (akhir).
3. Pasien menderita DM sejak 4 tahun yang lalu dan riwayat hipertensi tidak diketahui.
Kemungkinan gagal ginjal kronik yang dialami pasien disebabkan komplikasi DM dan
atau hipertensi. Apalagi pasien berobat tidak teratur. DM yang tidak terkontrol
merupakan salah satu faktor terjadinya nefropati diabetikum.
4. Dan telah diketahui bahwa hipertensi dan gagal ginjal membentuk suatu lingkaran
setan. Hipertensi dapat menyebabkan gagal ginjal, sebaliknya gagal ginjal kronik
dapat menimbulkan hipertensi. Karena alasan inilah, terkadang seorang ahli nefrologi
kadang mengalami kesulitan dalam menentukan mana yang primer.
SARAN
Setiap orang yang dinyatakan menderita DM sebaiknya berobat secara teratur dan
senantiasa menjaga kadar glukosa pada ambang normal. Bila hal tersebut tidak dapat
dilakukan, dapat menimbulkan berbagai komplikasi, seperti gagal ginjal. Begitu pula
orang yang memiliki tekanan darah tinggi, sebaiknya merubah pola hidup menjadi lebih
sehat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budianto, Anang. 2005. Guidance to Anatomy II. Surakarta : Keluarga Besar Asisten
Anatomi FKUNS.
2. Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta : EGC.
3. Ganong, William F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 17th . Jakarta: EGC
4. Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9 . Jakarta: EGC.
5. Hadley, Mac E. 2000. Endocrinology. 5th . New Jersey: Prentice Hall, inc
6. Joesoef dan Setianto. 2003. Hipertensi Sekunder. Dalam : Buku Ajar
Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
7. Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
1. Ners. 2007. Laporan Pendahuluan Gagal Ginjal
Kronis.http://arsip.info/kesehatan/pencegahan/penyakit/gagal/ginjal/
08_06_03_170045.html
2. Pierce dan Neil. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Ed : 3. Jakarta : Penerbit Erlangga.
3. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6.
Jakarta: EGC.
4. Purnomo, Basuki. 2008. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta : CV Sagung Seto.
5. Reilly dan Paerazella. 2005. Nephrology in 30 Days. Singapore : Mc Graw Hill
Education Asia
13. Tjokronegoro, Arjatmo, dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
1. Tagor. 2003. Hipertensi Esensial. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Hubungan insufiensi ginjal, hipertensi dan diabetes melitus
Diabetes menyebabkan Gagal ginjal (Nama Komplikasinya Nefropati Diabetik) Pada diabetes itu terjadi peningkatan Mobilisasi Lemak untuk Glukoneogenesis, Akibatnya kolesterol darah meningkat dan dapat memicu terjadinya aterosklerosis, jika terjadi di pembuluh darah koroner (PJK), dan jika terjadi di pembuluh darah menuju ginjal maka akan mengakibatkan terganggunya aliran darah ke ginjal (guyton dan Hall,1997) dan dapat berakibat pada kematian sel organ ginjal akibat hipoksia dan ginjal kekurangan zat nutrisi (Faktor penyebab Renal Pada GG, kan ada tiga tuh factor pnyebab GG..ada pre renal, renal, dan Post renal). Hipoksia serta kurangnya perfusi darah ke ginjal juga bisa memicu pelepasan rennin yg menyebabkan tekanan darah naik (Untuk Hipertensi yaa..Penjelasannya dibawah).
Pada diabetes juga terjadi patofisiologi ginjal yaitu pembesaran ukuran ginjal karena hiperfiltrasi dan hiperperfusi akibat kompensasi dari hiperglikemia yang lama kelamaan
memperberat fungsi ginjal dan pada akhirnya terjadi kerusakan. Penjelasan ilmiahnya kaya gini ni… (Dimulai dari beberapa faktor risiko seperti Diabetes Melitus, dimana akan terjadi hiperglikemia dalam pembuluh darah, sehingga akan terjadi hiperperfusi dan hiperfiltrasi yang mengakibatkan dilatasi arteri afferen ke glomerulus karena kelebihan tampungan glukosa. Akibatnya tekanan di glomerulus akan meningkat. Seiring dengan berjalannya tingkat keparahan penyakit maka glomerulus akan rusak dan menyebabkan kegagalan fungsi ginjal, Glukosa Lebih banyak dibuang berserta lolosnya Albumin ke urin).
b). Gagal ginjal menyebabkan Diabetes
Kalau Dslide bapaknya c menyebabkan Hiperglikemia, Tapi sy belum dapat Literaturnya. Yang didapat cuman “ Ginjal berfungsi mendegradasi insulin, pada gagal ginjal hal ini terganggu sehingga kadar insulin di darah tinggi, Maka dari itu penderita Diabetes dengan GG memerlukan Insulin yg lebih sedikit dari biasanya (adjustment dose)’’ gitu ajj Hubungan Gagal Ginjal dengan Hipertensi a) Gagal Ginjal Menyebabkan Hipertensi Pada Gagal Ginjal Tubuh tidak mampu membuang sejumlah garam dan air (makanya ga boleh minum air banyak dan harus diet garam pada GG). Sehingga menyebabkan Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. (Kan jantung memompa nya lebih kencengan daripada biasanya).
Beberapa hormon yang dihasilkan oleh ginjal memainkan peranan penting dalam pengaturan tekanan, tetapi yang terpenting adalah sistem hormon renin-angiotensin (RAAS) dari ginjal (itu lho tempat kerja ACE-I). Normalnya bila tekanan darah terlalu rendah sehingga aliran darah dalam ginjal tidak dapat dipertahankan normal, ginjal akan mensekresikan renin yang akan membentuk angiotensin (ampe jd angiotensin II (vasokontriktor) yg drubah ama si ACE). Selanjutnya angiotensin akan menimbulkan konstriksi arteriol diseluruh tubuh dan retensi Na (berhubungan dengan diatas tadi), sehingga dapat meningkatkan kembali tekanan darah ke tingkat normal. Apabila bila terjadi gangguan pada ginjal (GG), maka ginjal akan banyak mensekresikan sejumlah besar renin yang tentunya akan meningkatkan tekanan darah. Karena Renin dihasilkan akibat respon dari kurangnya perfusi darah ke ginjal tadi
Medula ginjal membentuk PGA2 dan PGE2 yang merupakan vasodilator potensial. Prostaglandin berperan penting dalam pengaturan aliran darah ginjal, pengeluaran renin dan reabsorpsi Na+. Pada kerusakan ginjal terjadi kekurangan PG mungkin berperan pada beberapa bentuk hipertensi sekunder.
b). Hipertensi menyebabkan Gagal Ginjal Hipertensi meupakan Penyebab Instrinsik (Faktor Renal) yang menyebabkan gagal ginjal, dapat terjadi ketika hipertensi tidak tertangani, umumnya terjadi kayag gini : Tekanan yang tinggi menyebabkan berbagai pendarahan pada ginjal, yang menimbulkan banyak kerusakan pada area ginjal,
Kelebihan cairan (overload) pada hipertensi dapat memperberat kerja ginjal yang lama kelamaan seiring dengan perjalanan penyakit dapat mengakibatkan rusaknya glomerulus ginjal