HUBUNGAN ANTARA XEROSTOMIA DENGAN
Transcript of HUBUNGAN ANTARA XEROSTOMIA DENGAN
HUBUNGAN ANTARA XEROSTOMIA DENGAN
COATED TONGUE PADA LANSIA DI PUSKESMAS
MEDAN JOHOR
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
RONA TSURAYYA SINAGA
NIM: 150600094
Pembimbing:
Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
Rona Tsurayya Sinaga,
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Penyakit Mulut
Tahun 2020
Hubungan antara Xerostomia dengan Coated Tongue pada Lansia di Puskesmas
Medan Johor
viii + 42 Halaman.
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, pada lansia
terjadi proses penuaan. Proses penuaan dapat menyebabkan perubahan pada rongga mulut
lansia salah satunya adalah xerostomia. Xerostomia menyebabkan mukosa mulut menjadi
kering dan mudah mengalami iritasi karena tidak adanya daya lubrikasi dan proteksi dari
saliva. Keadaan ini dapat menimbulkan coated tongue. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui hubungan antara xerostomia dengan coated tongue pada lansia. Jenis penelitian
ini merupakan survei analitik dengan pendekatan cross sectional dengan melibatkan 41
lansia yang berkunjung ke Puskesmas Medan Johor. Pemilihan sampel pada penelitian ini
dengan menggunakan teknik non probability purposive sampling. Pengumpulan data
dilakukan di ruangan poli gigi, langkah pertama yaiu subjek yang sesuai dengan kriteria
inklusi diberitahu tentang tujuan penelitian dan diminta untuk menandatangani informed
consent. Kemudian peneliti membagikan kuisioner Fox untuk mendiagnosis xerostomia.
Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lidah untuk mengetahui ada atau tidaknya coated tongue.
Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa xerostomia lebih tinggi pada perempuan, sedangkan coated tongue
lebih banyak dialami oleh laki-laki. Berdasarkan kelompok usia, xerostomia dan coated
tongue terbanyak dialami oleh lansia berusia 60-74 tahun. Hasil uji statistik menunjukkan
nilai p=0,008 untuk hubungan antara xerostomia dengan coated tongue pada lansia. Dengan
demikian, dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara xerostomia dengan
coated tongue pada lansia di Puskesmas Medan Johor.
Daftar Rujukan: 38 (1988-2019)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
Di hadapan tim penguji
Medan, 3 November 2020
Pembimbing Tanda tangan
Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM ........................................
NIP : 19700915199701 1 001
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 3 November 2020
TIM PENGUJI
Ketua : Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM
Anggota : 1. Nurdiana, drg., Sp.PM
2. Aida Fadhilla Darwis, drg., MDSc
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih
yang setulus-tulusnya kepada ayahanda H. Dahlan Sinaga dan ibunda tercinta Hj. Irwada
Zulfa Lubis yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang, do’a, nasihat, semangat
dan dukungan yang tak henti-hentinya kepada penulis.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., M. Kes., Sp. RKG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM., dosen pembimbing dan selaku Ketua Departemen
Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah
banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Darmayanti Siregar, drg., M.KM selaku dosen penasihat akademik yang telah
memberikan nasihat selama penulis menjalankan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
4. Tim dosen penguji saya Nurdiana, drg., Sp. PM dan Aida Fadhilla Darwis, drg.,
MDsc dan staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara atas segala masukan dan saran yang telah diberikan sehingga
skripsi ini dapat menjadi lebih baik.
5. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang
telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis selama menjalani masa
pendidikan.
6. Kepala Puskesmas Medan Johor yang telah memberikan izin penelitian kepada
v
penulis.
7. Seluruh pasien di Puskesmas Medan Johor yang telah bersedia menjadi subjek
penelitian penulis.
8. Kepada sahabat-sahabat saya yaitu Elma, Christa, Mia, Elisa dan Ega yang selalu
memberikan dukungan, meluangkan waktu, pikiran, masukan dan semangat kepada penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu Penyakit Mulut yaitu Indah,
Dini, Angga, Munifa, Meuthia dan Felicia yang telah memberikan saran dan dukungan
kepada penulis.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam pengantar ini. Akhir
kata dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
untuk kesempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan
pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.
Akhirnya tiada lagi yang dapat penulis ucapkan selain ucapan syukur sedalam-
dalamnya, semoga Allah SWT memberi ridho-Nya kepada kita semua.
Medan, November 2020
Penulis,
Rona Tsurayya Sinaga
NIM: 150600094
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI .............................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ x
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
1.4 Hipotesis Penelitian .................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
2.1 Lansia ......................................................................................................... 4 2.1.1 Definisi Lansia. ....................................................................................... 4
2.1.2 Kelainan Rongga Mulut Pada Lansia. ..................................................... 4
2.2 Xerostomia ................................................................................................. 5
2.2.1 Definisi .................................................................................................... 5
2.2.2 Etiologi .................................................................................................... 5
2.2.3 Dampak. .................................................................................................. 5
2.2.4 Diagnosis. ................................................................................................ 7
2.3 Coated Tongue ........................................................................................... 9
2.3.1 Definisi .................................................................................................... 9
2.3.2 Etiologi .................................................................................................... 9
2.3.3 Gambaran Klinis. .................................................................................. 10
2.3.4 Diagnosa banding. ................................................................................. 11
2.4 Hubungan antara xerostomia dengan coated tongue pada lansia ............. 11
2.5 Kerangka Teori ......................................................................................... 13
2.6 Kerangka Konsep. .................................................................................... 14
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 15
3.1 Jenis Penelitian ......................................................................................... 15
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 15
vii
3.2.1 Lokasi Penelitian ................................................................................... 15
3.2.2 Waktu Penelitian ................................................................................... 15
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................... 15
3.4.1 Kriteria Inklusi ...................................................................................... 16
3.4.2 Kriteria Ekslusi ...................................................................................... 16
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ........................................................... 17
3.6 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................ 18
3.6.1 Alat ........................................................................................................ 18
3.6.2 Bahan ..................................................................................................... 19
3.7 Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 19
3.8 Pengolahan dan Analisa Data ................................................................... 19
3.8.1 Data Univariat. ...................................................................................... 19
3.8.2 Data Bivariat.......................................................................................... 20
3.9 Etika Penelitian......................................................................................... 20
BAB 4 HASIL PENELITIAN ................................................................................... 21
4.1 Distribusi dan frekuensi lansia xerostomia berdasarkan jenis
kelamin. ................................................................................................... 21
4.2 Distribusi dan frekuensi lansia xerostomia berdasarkan jenis kelamin
.............................................................................................................. 22
4.3 Distribusi dan frekuensi lansia dengan coated tongue berdasarkan jenis
kelamin .................................................................................................... 22
4.4 Distribusi dan frekuensi lansia dengan coated tongue berdasarkan
umur. ....................................................................................................... 22
4.5 Prevalensi coated tongue pada lansia ...................................................... 23
4.6 Hubungan antara xerostomia dengan coated tongue pada lansia ............. 23
BAB 5 PEMBAHASAN ............................................................................................ 24
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 27
6.1 Kesimpulan ............................................................................................... 27
6.2 Saran ......................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 28
LAMPIRAN
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Coated tongue .................................................................................. 11
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kuisioner xerostomia ................................................................................... 7
2. Distribusi dan frekuensi lansia xerostomia berdasarkan jenis
kelamin ....................................................................................................... 21
3. Distribusi dan frekuensi lansia xerostomia berdasarkan umur................... 21
4. Distribusi dan frekuensi lansia dengan coated tongue berdasarkan
jenis kelamin. ............................................................................................. 22
5. Prevalensi coated tongue pada lansia ......................................................... 23
6. Hubungan antara xerostomia dengan coated tongue pada
lansia .......................................................................................................... 23
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian
2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
3. Rekam Medik
4. Ethical clearance
5. Surat izin penelitian
6. Foto sampel penelitian
7. Rincian biaya penelitian
8. Hasil uji statistika
xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Pada lansia
terjadi proses penuaan. Menua bukanlah suatu penyakit, namun merupakan proses
yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif yang meliputi proses
menurunnya daya tahan tubuh menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh.1
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2017), terdapat 23,66 jiwa penduduk lansia di
Indonesia (9,03%). Berdasarkan prediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020 (27,08
juta), tahun 2025 (33,69 juta) tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta).2
Menurut Badan Pusat Statistik Sumut (2016) penduduk lansia di Medan sudah lebih
dari 6% populasi.3 Seiring bertambahnya usia, pada lansia juga terjadi beberapa
perubahan terhadap keadaan rongga mulutnya yaitu kehilangan gigi, xerostomia, dan
sebagainya.4
Xerostomia adalah keluhan subyektif terhadap mulut kering. Terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan xerostomia seperti faktor fisiologis dan faktor patologis.
Faktor fisiologis dari xerostomia dapat berupa berolahraga, berbicara terlalu lama dan
usia. Faktor patologis terdiri dari merokok yang berlebihan, adanya penyakit atau
gangguan lokal pada kelenjar saliva, faktor-faktor sistemik yang mempengaruhi
fungsi kelenjar saliva, efek samping obat-obatan dan faktor psikis.5 Berdasarkan
penelitan Tawas, dkk., (2018), menemukan dari 35 subjek penelitiannya terdapat 30
orang (85,7%) yang menderita xerostomia.7 Xerostomia sangat berdampak pada
kehidupan penderitanya seperti gangguan mengunyah, gangguan bicara, gangguan
pengecapan dan kelainan lidah. Salah satu kelainan lidah yang timbul karena
xerostomia adalah coated tongue.8
Coated tongue adalah keadaan dimana permukaan dorsal lidah ditutupi selaput
berwarna putih atau berwarna lain yang merupakan tumpukan dari debris, sisa-sisa
makanan dan mikroorganisme.9 Beberapa faktor yang dapat menyebabkan coated
2
tongue yaitu penggunaan obat-obatan baik lokal maupun sistemik, merokok,
edentulus, diet makanan lunak, oral hygiene buruk dan xerostomia.10
Menurut
Motallebnejad, dkk., (2008) pada penelitiannya di Iran menemukan bahwa coated
tongue merupakan kelainan lidah yang paling banyak ditemui dibanding kelainan
lidah lainnya yaitu sebesar 13,4 %.11
Aji, dkk., (2010) pada penelitiannya di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo menemukan bahwa coated tongue merupakan kelainan
lidah yang paling banya ditemui yaitu sekitar 50%.12
Omor, dkk., (2015) dalam
penelitiannya tentang prevalensi dan faktor yang berhubungan dengan coated tongue
di Yordania menemukan sebesar 129 orang (36,5%) dari 353 subjek menderita coated
tongue.13
Nuraneny, dkk., (2016) pada penelitiannya tentang profil lesi mulut pada
kelompok lansia di Panti Sosial Tresna Wedha Senjarawi Bandung mengungkapkan
bahwa kelainan lidah yang paling banyak adalah coated tongue sebanyak 11 orang
(55%).14
Menurut Van Tornout (2012), laju aliran saliva adalah salah satu kunci yang
menyebabkan coated tongue, dan biasanya terjadi pada lansia. Pasien lansia lebih
rentan menderita coated tongue karena pola makannya yang lebih sering
mengonsumsi makanan lunak, penurunan pembersihan alami pada lidah, sulit
menjaga kebersihan rongga mulut, serta penurunan laju aliran saliva. Souza, dkk.,
(2011) pada penelitiannya mendapatkan prevalensi coated tongue sebanyak 28,7%
yang terjadi karena penurunan laju aliran saliva sehingga menyebabkan penurunan
self cleansing dan penurunan antimikroba pada saliva.16
Berdasarkan penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa terdapat hubungan antara laju aliran saliva dengan
coated tongue. Jika penelitian sebelumnya telah meneliti hubungan laju aliran saliva
dengan coated tongue, maka pada penelitian ini akan meneliti tentang hubungan
antara xerostomia dengan coated tongue yang mana xerostomia tersebut akan
didiagnosis dengan menggunakan kuisioner Fox.
3
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara xerostomia dengan coated tongue pada
lansia?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui adanya hubungan antara xerostomia dengan coated tongue
pada lansia.
1.4 Hipotesis
Ada hubungan antara xerostomia dengan coated tongue pada lansia.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan
ilmu pengetahuan kepada instansi kesehatan maupun menjadi bahan ajar yang
berguna bagi Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara mengenai hubungan antara xerostomia dengan coated tongue.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penelitian lebih
lanjut tentang hubungan antara xerostomia dengan coated tongue.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh dokter gigi dan tenaga kesehatan
lain sebagai usaha promotif dan preventif pada hubungan antara xerostomia dengan
coated tongue.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menimbulkan kesadaran pada
masyarakat penderita xerostomia khususnya lansia agar rajin membersihkan lidahnya
untuk mencegah timbulnya coated tongue.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Lansia adalah istilah tahap akhir dari proses penuaan. Pada lansia akan
mengalami penurunan fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit yang dapat
mempengaruhi aktivitas lansia.1 Seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan fungsi
organ tubuh dan berbagai perubahan fisik. Salah satu perubahan tersebut yakni
kelainan rongga mulut pada lansia.4
WHO (World Health Organization) membagi lansia menjadi tiga kategori
antara lain usia 60-74 tahun disebut usia lanjut, kelompok usia 75-90 tahun disebut
usia tua dan kelompok usia diatas 90 tahun disebut usia sangat tua.1
2.1.2 Kelainan Rongga Mulut pada Lansia
Masalah kesehatan rongga mulut yang paling sering diderita oleh lansia adalah
karies, kehilangan gigi, penyakit periodontal dan xerostomia.11
1. Karies
Karies merupakan masalah gigi dan mulut yang menyebabkan tingginya
persentase terhadap kebutuhan perawatan restorasi. Karies merupakan suatu penyakit
jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas
suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Karies sering terjadi
pada lansia dikarenakan oleh kebiasaan makan, status nutrisi dan kesehatan rongga
mulut.20
2. Penyakit periodontal
Pada jaringan periodontal, perubahan ditandai dengan terjadinya deposisi
sementum dan resesi gingiva. Seiring bertambahnya usia, perlekatan gigi di daerah
servikal akan terlihat lebih turun ke arah apikal sehingga gigi terlihat lebih
memanjang. Penumpukan plak dalam jumlah besar merupakan awal mula
5
terbentuknya penyakit periodontal yang destruktif. Kecepatan penimbunan plak
berkaitan dengan proses terjadinya gingivitis. Gingivitis adalah peradangan pada
gingiva yang disebabkan oleh bakteri plak yang terakumulasi antara gigi dan gingiva.
Gingivitis yang tidak dirawat akan berkembang mempengaruhi tulang alveolar,
ligamen dan sementum, kondisi tersebut dinamakan periodontitis. Jika periodontitis
tidak segera dirawat, maka akan terjadi resorpsi tulang secara progresif yang mana
dapat menyebabkan kehilangan gigi .21
3. Edentulus
Edentulus atau kehilangan gigi merupakan kelainan yang sering terjadi pada
rongga mulut lansia.4 Edentulus adalah suatu keadaan gigi tidak ada atau lepas dari
soket atau tempatnya sehingga gigi antagonisnya kehilangan kontak. Edentulus dapat
disebabkan oleh karies dan penyakit periodontal. Pada lansia, jaringan penyangga
gigi mengalami kemunduran sehingga gigi mobiliti dan mudah tanggal. Di Indonesia
sekitar 24% lansia berusia 65 tahun atau lebih mengalami kehilangan gigi.22
4. Xerostomia
Xerostomia adalah keluhan subjektif terhadap mulut kering. Lansia cenderung
menderita xerostomia karena adanya proses penuaan. Proses penuaan dapat
menyebabkaban terjadinya perubahan pada kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim
yang hilang akan digantikan oleh jaringan lemak. Keadaan ini dapat menyebabkan
pengurangan jumlah aliran saliva dan komposisinya.8
2.2 Xerostomia
2.2.1 Definisi
Xerostomia berasal dari kata Yunani yaitu xeros (kering) dan stoma (mulut).23
Xerostomia adalah keluhan subyektif terhadap mulut kering. Xerostomia dapat terjadi
dengan atau tanpa penurunan produksi saliva. Xerostomia yang disertai penurunan
laju alir saliva mencerminkan penurunan aliran saliva yang obyektif dan terukur.24
2.2.2 Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan xerostomia yaitu:
6
1. Penyakit Sistemik
Seiring bertambahnya usia, maka semakin tinggi pula insiden penyakit
sistemik. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pada pasien-pasien diabetes tidak
terkontrol memperlihatkan terjadinya pengurangan aliran saliva. Pengurangan saliva
tersebut dipengaruhi oleh faktor angiopati, neuropati diabetik, perubahan pada
kelenjar parotis dan poliuri yang berat. Pada penderita gagal ginjal kronis juga
mengalami xerostomia. Hal ini disebabkan karena adanya penurunan output pada
penderita gagal ginjal kronis. Agar keseimbangan cairan tetap terjaga, maka intake
cairan perlu dibatasi. Pembatasan intake cairan akan menyebabkan penurunan aliran
saliva dan saliva menjadi kental.5 Pada penderita HIV, xerostomia berhubungan
dengan infiltrasi sel CD8+ pada kelenjar saliva. Penggunaan obat-obatan
antiretroviral, misalnya didanosine dan penghambat protease dapat menyebabkan
xerostomia.25
2. Radioterapi kepala dan leher
Radioterapi kepala dan leher memiliki efek yang berbahaya pada rongga mulut,
termasuk hilangnya fungsi kelenjar saliva dan xerostomia.15
Keparahan dan
kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung pada dosis radiasi, lamanya penyinaran
dan luasnya jaringan yang terkena radiasi. Kerusakan dan apoptosis dapat timbul saat
terpapar dosis sebesar 60 Gy atau lebih.5,25
3. Obat – obatan
Penyebab paling umum dari xerostomia adalah obat-obatan. Telah diteliti
bahwa sebanyak 80% obat-obatan dapat menyebabkan xerostomia, lebih dari 400
jenis obat-obatan memiliki efek samping terhadap disfungsi kelenjar saliva. Seiring
bertambahnya usia, maka lansia lebih banyak mengonsumsi obat paling sedikit satu
resep obat. Oleh karena itu, prevalensi xerostomia pada lansia karena mengonsumsi
obat dapat dikatakan cukup tinggi.8 Obat-obatan dapat mempengaruhi saliva dengan
memicu aksi sistem saraf otonom atau secara langsung bereaksi pada proses selular
yang diperlukan untuk salivasi. Obat-obatan yang dapat menyebabkan xerostomia
antara lain antikovulsan, antihistamin, antihipertensi, antiparkinson, obat demam,
diuretik, ekspektoran, dan sedatif.5,8
7
4. Usia
Pertambahan usia dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada kelenjar saliva,
dimana kelenjar parenkim yang hilang akan digantikan oleh jaringan lemak dan
jaringan ikat. Keadaan ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah aliran saliva dan
mengubah komposisinya.5
2.2.3 Dampak
1. Dampak xerostomia terhadap rongga mulut
Xerostomia dapat mempengaruhi rongga mulut penderitanya. Beberapa keluhan
yang dialami oleh penderita xerostomia yaitu kondisi mukosa oral kering dan sensitif,
mudah iritasi, kesulitan dalam mengunyah dan menelan makanan, kesulitan dalam
penggunaan gigi tiruan, meningkatnya jumlah karies dan kelainan lidah yakni coated
tongue.5,17,22
2. Dampak xerostomia terhadap sosial
Penderita xerostomia umumnya merasa terganggu karena penampilannya
menurun, mereka sering mengalami bibir pecah-pecah, serta timbulnya kemerahan
akibat rentan terjadi iritasi pada rongga mulut.5,22
3. Dampak xerostomia terhadap psikologis
Penderita xerostomia umumnya mengalami kesulitan dalam berbicara dan bau
mulut yang membuat penderita tersebut merasa kurang percaya diri sehingga menarik
diri dari lingkungan sekitar.22
2.2.4 Diagnosis
Xerostomia dapat didiagnosis dengan beberapa cara yaitu melalui anamnesis,
pemeriksaan klinis, dan pengukuran laju aliran saliva. Pada saat menganamnesis kita
perlu mengetahui riwayat kesehatan umum dan kesehatan gigi pasien tersebut.
Diagnosis melalui anamnesis dapat dilakukan dengan cara menjawab pertanyaan dari
kuisioner. Terdapat beberapa kuisioner yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
xerostomia antara lain kuisioner Fox dan Thomson.5 Respon positif dari beberapa
8
pertanyaan yang diajukan dan berhubungan dengan penurunan aliran saliva, bahkan
pada pasien yang mengaku tidak menderita xerostomia.24
Tabel 1. Kuisioner xerostomia.
5
Peneliti Pertanyaan Jawaban/skor
Fox, dkk. 1. Apakah anda merasa air liur anda terlalu
sedikit, terlalu banyak atau anda tidak tahu
saliva anda sedikit atau banyak?
2. Apakah anda mempunyai masalah dalam
mengunyah?
3. Apakah mulut anda terasa kering saat
makan?
4. Apakah anda lebih memilih makanan yang
berkuah daripada makanan kering?
Ya/tidak
Thomson,
dkk.
1. Apakah anda merasa mulut kering?
2. Apakah anda kesulitan makan makanan
kering?
3. Apakah anda pernah merasa kehausan di
malam hari?
4. Apakah mulut anda terasa kering saat
makan?
5. Apakah anda pernah menambahkan air
saat mengunyah makanan?
6. Apakah anda sering mengunyah permen
karet agar mulut tidak kering?
7. Apakah anda merasa kesulitan mengunyah
beberapa jenis makanan?
8. Apakah kulit wajah anda terasa kering?
9. Apakah mata anda terasa kering?
10. Apakah bibir anda terasa kering?
Tidak pernah =
1
Pernah = 2
Kadang-
kadang = 3
Sering = 4
Selalu = 5
9
Setelah dilakukan anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan rongga mulut secara
menyeluruh. Beberapa tanda dari xerostomia meliputi kemerahan pada mukosa, lidah
befisur atau berlobul, serta hilangnya aliran saliva di dasar mulut. Xerostomia juga
dapat didiagnosa dengan menggunakan kaca mulut.25
Xerostomia ditandai dengan
kaca mulut tersebut melekat ke mukosa bukal dan menunjukkan keadaan hiposalivasi.
Pengukuran laju aliran saliva adalah metode yang paling objektif untuk menilai
fungsi saliva dan menentukan jumlah saliva dengan atau tanpa stimulasi. Laju aliran
saliva dalam keadaan tidak distimulasi sekitar 0,3-0,4 ml/menit. Sedangkan, laju
aliran saliva yang distimulasi sekitar 1,5-2,5 ml/menit. Saliva dapat diukur dengan
beberapa metode antara lain draining, spitting, suction, dan swab.24
2.3 Coated Tongue
2.3.1 Definisi
Coated tongue adalah keadaan dimana permukaan dorsal lidah ditutupi selaput
berwarna putih atau berwarna lain yang merupakan tumpukan dari debris, sisa-sisa
makanan dan mikroorganisme. Coated tongue merupakan lapisan pada dorsal lidah
yang jika dikerok tidak meninggalkan daerah eritema.9,15
2.3.2 Etiologi
Etiologi coated tongue tidak diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa
faktor risiko yang dapat menyebabkan coated tongue, yaitu:
a. Usia
Coated tongue lebih sering terjadi pada lansia dibanding usia muda. Pasien
lansia lebih rentan menderita coated tongue karena pola makannya yang lebih sering
mengonsumsi makanan lunak, penurunan pembersihan alami pada lidah, sulit
menjaga kebersihan rongga mulut, serta penurunan laju alir saliva.9,15
b. Merokok
Pada perokok, temperatur yang tinggi pada saat merokok dan berbagai jenis
toksin yang terdapat dalam rokok dapat memberikan efek berbahaya pada jaringan
10
lunak mulut. Merokok dapat membuat mulut kering dan menghambat saliva untuk
menyingkirkan bakteri. Hal ini dapat menyebabkan coated tongue.26
c. Kebersihan rongga mulut
Kebersihan rongga mulut memiliki dampak terbesar dalam pembentukan
coated tongue.10
Pembersihan lidah adalah cara sederhana yang dapat menghilangkan
organisme dan debris dari lidah.15
d. Penyakit sistemik
Penyakit yang dapat menyebabkan coated tongue antara lain gangguan saluran
pencernaan dan gangguan lambung. Selain itu, penggunaan obat-obatan ataupun
sistemik dapat menyebabkan perubahan pada flora normal rongga mulut. Termasuk
penggunaan antibiotik sistemik, agen topikal yang berisifat mengoksdiasi seperti
hidrogen peroksida dan perborat, serta penggunaan klorheksidin dan obat kumur.10
e. Xerostomia
Xerostomia atau mulut kering dapat menyebabkan berkurangnya lubrikasi dan
proteksi dari saliva. Penurunan lubrikasi dan proteksi saliva dapat menyebabkan
penumpukan bakteri pada rongga mulut sehingga mudah menimbulkan coated
tongue.17
2.3.3 Gambaran Klinis
Coated tongue terlihat seperti lidah yang ditutupi oleh selaput berwarna putih,
coklat, atau hitam. Umumnya, coated tongue melibatkan 2/3 posterior bagian dorsum
lidah. Pada keadaan ini, keratin lidah tidak terdeskuamasi dan terakumulasi di papilla
filiformis. Oleh karena itu, lidah tampak tebal dan berselaput.10
Coated tongue dapat dinilai dari beberapa indeks yaitu indeks Miyazaki dan
Winkel. Miyazaki et al. menentukan coated tongue berdasarkan distribusi daerah
yang dilapisi, yaitu skor 0, tidak ada; 1, kurang dari 1/3 permukaan dorsum lidah; 2,
kurang dari 2/3; dan 3, lebih dari 2/3. Winkel et al. membagi dorsal lidah menjadi
enam area, yakni tiga daerah pada posterior dan tiga daerah pada anterior lidah.
Coated tongue pada setiap sektan dinilai masing-masing dengan skor 0, tidak ada
lapisan; 1, lapisan sedikit; dan 2; lapisan yang parah. Perubahan warna pada lidah
11
dinilai masing-masing sektan dengan skor 0 = tidak ada perubahan warna, 1 = sedikit
perubahan warna dan 2 = perubahan warna yang parah.9,10,15
Gambar 3. Coated tongue.27
2.3.4 Diagnosis Banding
a. Candidiasis pseudomembran
Candidiasis pseudomembran merupakan jenis kandidiasis yang sering muncul.
Gambaran klinis dari candidiasis pseudomembran dapat berupa bercak putih di lidah,
palatum dan bukal. Jika dikerok akan meninggalkan daerah eritema bahkan dapat
menimbulkan perdarahan.34
b. Hairy tongue
Hairy tongue adalah keadaan dimana terjadi pemanjangan abnormal papilla
filiformis. Pemanjangan papilla filiformis pada hairy tongue lebih dari 3 mm.
Perbedaannya dengan coated tongue yakni pada tingkat akumulasi keratin. Jumlah
akumulasi keratin pada coated tongue lebih sedikit dibanding dengan hairy tongue.35
2.4 Hubungan antara Xerostomia dengan Coated Tongue pada Lansia
Xerostomia adalah keluhan subjektif berupa mulut kering. Populasi xerostomia
diperkirakan sebesar 5,5%-46%, dan biasanya terjadi pada lansia.24
Xerostomia
menyebabkan mukosa mulut menjadi kering, mudah mengalami iritasi yang dapat
disebabkan oleh tidak adanya daya lubrikasi dan proteksi dari saliva.9 Fungsi utama
dari saliva yaitu menjaga keadaan flora normal pada rongga mulut.17
Penurunan
sekresi saliva memiliki hubungan dengan perubahan flora normal dalam rongga
12
mulut dan menjadi penyebab kelainan pada rongga mulut.3 Souza pada tahun 2011
mendapatkan prevalensi coated tongue yang tinggi sebanyak 28,7% pada penderita
diabetes melitus tipe 2 yang diduga diakibatkan karena penurunan aliran dan
peningkatan kekentalan saliva yang menyebabkan penurunan kemampuan self
cleansing dan penurunan antimikroba pada saliva.1 Avcu, dkk., (2005) pada
penelitiannya mengenai kelainan rongga mulut dan status kesehatan lansia di rumah
sakit dengan keterbatasan fungsi, mengemukakan bahwa pada penderita xerostomia
ditemui coated tongue sebesar 20%.29
Coated tongue sering terjadi pada lansia, hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu kebersihan rongga mulut dan perubahan pola makan. Umumnya, pada
lansia kemampuan fisik menurun.14
Hal ini dapat menyebabkan lansia sulit untuk
membersihkan lidahnya sehingga mengakibatkan akumulasi sisa-sisa makanan dan
bakteri pada dorsal lidah yang menimbulkan adanya coated tongue.37
Selain itu,
lansia mengalami perubahan pola makan dikarenakan sebagian besar lansia telah
mengalami kehilangan gigi, oleh karena itu lansia lebih sering mengonsumsi
makanan lunak yang mana menyebabkan keratin tidak dapat terangsang untuk
mengelupas sehingga terbentuk coated tongue.36,37
13
Lansia
Kelainan Rongga Mulut pada Lansia
Edentulus Penyakit
periodontal
Xerostomia Karies
Kelainan lidah
Coated Tongue
2.5 Kerangka Teori
14
Lansia yang mengalami
xerostomia dan tidak xerostomia Coated tongue
2.6 Kerangka Konsep
15
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei analitik dengan pendekatan cross
sectional atau potong lintang, yaitu jenis penelitian yang pengukuran terhadap
variabelnya dilakukan hanya satu kali dan pada satu waktu.29
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Medan Johor dengan alasan tempat ini
memiliki populasi lansia yang memadai karena puskesmas tersebut mengadakan
kegiatan rutin untuk lansia setiap minggunya. Lokasi pemeriksaan dilakukan pada
ruangan poli gigi.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama bulan Desember 2019 – Februari 2020.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh lansia yang
berkunjung ke Puskesmas Medan Johor. Pemilihan sampel dalam penelitian ini
adalah pasien lansia yang berkunjung ke Puskesmas Medan Johor. Metode
pengambilan sampel ini adalah non probability purposive sampling yaitu subjek
dalam populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dapat terpilih yang
didasari oleh kriteria yang ditentukan peneliti. Besar sampel dalam penelitian ini
menggunakan uji hipotesis satu proporsi populasi:29
{Zα√P0 (1 − P0) + ��√Pa(1 − Pa) }² � =
(Pa − P0)2
16
N = Besar sampel
P0 = Proporsi lansia xerostomia yang mengalami coated tongue (89%)
Pa = Proporsi lansia xerostomia yang mengalami coated tongue yang
diharapkan (74%)
Z1-α = Nilai Z derajat kemaknaan yang dikehendaki adalah 5% (1,96)
Z1-α = Nilai Z derajat kekuatan uji yang dikehendaki adalah 10% (1,28)
Pa-P0 = Selisih proporsi coated tongue yang diduga (15%)
� = {1,96√0,89 (1 − 0,89) + 1,28√0,74(1 − 0,74) }²
(0,15)2
= 38
Nilai yang dipakai pada rumus di atas berdasarkan penelitian Oloan, diketahui
prevalensi pasien coated tongue yang berhubungan dengan xerostomia sebesar 0,89
dan proporsi pasien xerostomia yang mengalami coated tongue diharapkan sebesar
0,74.30
Berdasarkan perhitungan, sampel yang didapat sebanyak 38 orang. Untuk
menghindari terjadinya drop out, sampel ditambah 10%. Maka, besar sampel menjadi
41 orang.
3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Lansia yang berusia 60 tahun keatas.
2. Lansia yang bersedia menjadi subjek penelitian.
3. Lansia yang dapat membuka rongga mulut dengan baik.
3.4.2 Kriteria Ekslusi
1. Lansia yang tidak kooperatif.
17
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel bebas : lansia yang menderita xerostomia dan tidak xerostomia.
2. Variabel terikat : coated tongue
Variabel Definisi
operasional
Cara Ukur Hasil ukur Skala
ukur
Lansia Seseorang yang
telah mencapai
usia 60 tahun ke
atas
Melakukan
wawancara dengan
calon subjek
penelitian.
1. Usia lanjut
(60-74) tahun
2. Usia tua
(75-90)
tahun1
Kategorik
Xerostomia Keluhan berupa
mulut kering
yang dirasakan
secara subjektif
oleh penderita,
dan dapat
diidentifikasi
melalui daftar
pertanyaan atau
kuisioner.5,22
Xerostomia diukur
menggunakan
kuisioner Fox.
Kuisioner Fox
terdiri dari empat
pertanyaan, yaitu:
1. Apakah anda
merasa air liur anda
terlalu sedikit,
terlalu banyak atau
anda tidak
menyadarinya?
2. Apakah anda
mempunyai masalah
Apabila
sampel
menjawab
“ya” pada
salah satu
dari empat
pertanyaan
yang
diajukan,
maka pasien
didiagnosis
menderita
xerostomia.
Apabila
Kategorik
18
dalam mengunyah? sampel
3. Apakah mulut menjawab
anda “tidak” pada
terasa kering saat keempat
makan? pertanyaan
4. Apakah anda yang
lebih memilih diajukan,
makanan berkuah maka pasien
daripada makanan didiagnosis
kering?22
tidak
menderita
xerostomia.
Coated Lapisan pada Pemeriksaan klinis. Ya/Tidak Nominal
tongue dorsal lidah
yang berwarna
putih atau warna
lain yang dapat
dikerok dan
tidak
meninggalkan
daerah
eritema.9,15
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
3.6.1 Alat
1. Alat tulis
2. Alat scraping (tongue scraper)
19
3.6.2 Bahan
1. Masker
2. Sarung tangan
3. Desinfektan
4. Lembar pemeriksaan/ kuisioner
3.7 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di poli gigi Puskesmas Medan Johor. Pertama,
pasien yang memenuhi kriteria inklusi diberi informasi tentang tujuan penelitian dan
setelah itu pasien diminta untuk menandatangani informed consent. Kemudian,
peneliti mencatat data pasien (nama, umur, dan jenis kelamin). Setelah itu, peneliti
membagikan kuisioner kepada subjek penelitian. Kuisioner yang digunakan pada
penelitian ini adalah kuisioner Fox yang berguna untuk mendiagnosis xerostomia.
Setelah melakukan pengisian kuisioner, dilakukan pemeriksaan lidah untuk melihat
ada atau tidaknya coated tongue pada subjek penelitian. Pemeriksaan dilakukan
dengan menggunakan alat diagnostik berupa tongue scraper dengan cara mengerok
dorsum lidah subjek penelitian. Kemudian, hasil pemeriksaan tersebut dicatat pada
lembar pemeriksaan.
3.8 Pengolahan dan Analisa Data
Data yang dikumpulkan dari lembar hasil pemeriksaan pasien kemudian
dianalisis sesuai dengan sifatnya. Analisis data statistik pada penelitian ini terdiri dari
analisis univariat dan bivariat.30
3.8.1 Data Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik satu variabel
penelitian.30
Pengelolaan data dilakukan secara manual. Kemudian disajikan dalam
bentuk tabel meliputi:
1. Distribusi dan frekuensi lansia xerostomia berdasarkan jenis kelamin.
20
2. Distribusi dan frekuensi lansia xerostomia berdasarkan umur.
3. Distribusi dan frekuensi coated tongue pada lansia berdasarkan jenis
kelamin.
4. Distribusi dan frekuensi coated tongue pada lansia berdasarkan umur.
5. Prevalensi coated tongue pada lansia.
3.8.2 Data Bivariat
Data bivariat dapat diolah dengan cara komputerisasi.30
Data bivariat meliputi:
1. Hubungan antara xerostomia dengan coated tongue pada lansia xerostomia
berdasarkan usia di Puskesmas Medan Johor menggunakan uji Chi Square.
Berdasarkan uji statistik tersebut dapat disimpulkan:
Menolak H0 jika diperoleh nilai p ≤ α (0,05)
Menerima H0 jika diperoleh nilai p > α (0,05)
3.9 Etika Penelitian
Etika penelitian mencakup hal sebagai berikut:
1. Kelayakan Etik (Ethical Clearance)
Peneliti mengajukan surat permohonan atas kelayakan etik disertai dengan
proposal penelitian yang ditujukan kepada Komisi Etik Penelitian Kedokteran
(KEPK) di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Peneliti meminta izin dan menjelaskan tujuan dari penelitian kepada pasien di
Puskesmas Medan Johor yang termasuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi untuk
meminta agar berpartisipasi dalam penelitian. Bagi responden yang setuju dimohon
untuk menandatangani persetujuan penelitian.
3. Kerahasiaan (Confidentially)
Sampel pada penelitian ini akan diberi jaminan atas data yang diberikan agar
identitas subjek pada sampel penelitian ini dapat dirahasiakan dan tidak akan
dipublikasikan tanpa izin dari subjek penelitian.
21
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Distribusi dan Frekuensi Lansia Xerostomia Berdasarkan Jenis
Kelamin
Tabel 1 menunjukkan distribusi dan frekuensi lansia yang menderita xerostomia
berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas Medan Johor. Jumlah lansia yang menderita
xerostomia sebanyak 27 orang dimana subjek laki-laki 12 orang (63,2%) dan
perempuan 15 orang (68,2%).
Tabel 1. Distribusi dan Frekuensi Lansia Xerostomia Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Xerostomia Jumlah
Ya Tidak N %
N % N %
Laki- laki 12 63,2 7 36,8 19 100
Perempuan 15 68,2 7 31,8 22 100
Total 27 65,9 14 34,1 41 100
4.2 Distribusi dan Frekuensi pada Lansia Xerostomia Berdasarkan Umur
Tabel 2 menunjukkan distribusi dan frekuensi pasien lansia berdasarkan umur
dengan xerostomia. Lansia yang menderita xerostomia dengan rentang usia 60-74
tahun adalah 80% (23 orang) dan lansia dengan rentang usia 75-90 tahun adalah
61,1% (4 orang).
22
Tabel 2. Distribusi dan Frekuensi Lansia Xerostomia Berdasarkan Umur
Umur Xerostomia Jumlah
Ya Tidak N %
N % N %
60-74 tahun 23 80 13 20 36 100
75-90 tahun 4 61,1 1 36,1 5 100
4.3 Distribusi dan Frekuensi Lansia dengan Coated Tongue Berdasarkan
Jenis Kelamin
Tabel 3 menunjukkan distribusi dan frekuensi lansia dengan coated tongue
berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas Medan Johor. Jumlah lansia yang menderita
coated tongue sebanyak 26 orang dimana laki-laki 73,7% (14 orang) dan perempuan
54,5% (12 orang).
Tabel 3. Distribusi dan Frekuensi Lansia dengan Coated Tongue Berdasarkan Jenis
Kelamin
Jenis kelamin Coated tongue Jumlah
Ada Tidak ada n %
N % n %
Laki- laki 14 73,7 5 26,3 19 100
Perempuan 12 54,5 10 45,5 22 100
Total 26 63,4 15 36,6 41 100
Umur
4.4 Distribusi dan Frekuensi Lansia dengan Coated Tongue Berdasarkan
Tabel 4 menunjukkan distribusi dan frekuensi lansia dengan coated tongue
berdasarkan umur. Lansia yang menderita coated tongue dengan rentang usia 60-74
23
tahun sebanyak 80% (22 orang) sedangkan usia 75-90 tahun sebanyak 61,1% (4
orang).
Tabel 4. Distribusi dan Frekuensi Lansia dengan Coated Tongue Berdasarkan Umur
Umur Coated Tongue Jumlah
Ya Tidak N %
N % n %
60-74 tahun 22 80 14 38,9 36 100
75-90 tahun 4 61,1 1 20 5 100
4.5 Prevalensi Coated Tongue pada Lansia
Tabel 5. Menunjukkan prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas
Medan Johor. Lansia yang menderita coated tongue sebanyak 63,4% (26 orang)
sedangkan yang tidak menderita coated tongue sebanyak 36,6% (15 orang).
Tabel 5. Prevalensi Coated Tongue pada Lansia
Coated tongue Jumlah Persentase
Ya 26 63,4
Tidak 15 36,6
Total 41 100
4.6 Hubungan antara Xerostomia dengan Coated Tongue pada Lansia
Tabel 6 menunjukkan pada uji Chi-Square, nilai p yang diperoleh adalah 0,008.
Maka, artinya terdapat hubungan yang bermakna antara xerostomia dengan coated
tongue.
24
Tabel 6. Hubungan antara Xerostomia dengan Coated Tongue pada Lansia
Xerostomia Coated tongue Jumlah P value
Ya Tidak
N % n %
Ya 21 77,8 6 22,2 27 100 0,008
Tidak 5 35,9 9 64,3 14 100
25
BAB 5
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini menunjukkan data jumlah pasien lansia xerostomia dengan
jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan pasien lansia xerostomia
jenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar 68,2% dan 63,2% (Tabel 1). Hasil ini sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdullah, dkk., (2015) yang menemukan
pasien lansia dengan jenis kelamin perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki,
yaitu sebesar 56,25% dan 43,75%.31
Salampessy, dkk., (2015) pada penelitiannya
menemukan bahwa xerostomia lebih tinggi pada lansia berjenis kelamin perempuan
yaitu sebesar 29 orang (96,7%) dibandingkan dengan jumlah lansia laki-laki yaitu
sebanyak 2 orang (6,25%).34
Xerostomia sering terjadi pada perempuan yang sudah
lanjut usia, karena pada perempuan lansia akan mengalami menopause. Perempuan
yang telah memasuki masa menopause akan mengalami penurunan produksi hormon
estrogen. Hormon estrogen berfungsi untuk mengatur maturasi sel epitel pada organ.
Salah satunya adalah sel epitel kelenjar saliva. Oleh karena itu, penurunan hormon
estrogen pada perempuan yang telah mengalami menopause dapat menyebabkan
atrofi epitel kelenjar saliva sehingga sekresi saliva menjadi berkurang dan dapat
menyebabkan xerostomia.32,34
Hasil penelitian ini menunjukkan persentase lansia xerostomia lebih tinggi pada
subjek dengan kelompok usia 60-74 yaitu sebanyak 23 orang (80%) sedangkan pada
kelompok usia 75-90 tahun sebanyak 4 orang (63,9%) (Tabel 3). Umumnya,
prevalensi xerostomia pada lansia cukup tinggi. Lansia cenderung menderita
xerostomia karena pada lansia mengalami proses penuaan. Proses penuaan dapat
menyebabkan terjadinya perubahan pada kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim
yang hilang akan digantikan oleh jaringan lemak. Keadaan ini dapat menyebabkan
pengurangan jumlah aliran saliva dan mengubah komposisinya.8
26
Hasil penelitian ini menunjukkan persentase lansia dengan coated tongue
berdasarkan jenis kelamin laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan yaitu
sebesar 73,7% dan 54,5% (Tabel 2). Hal ini sama dengan penelitian Bhattacharya,
dkk., 2016 menunjukkan bahwa lansia dengan coated tongue paling tinggi pada jenis
kelamin laki-laki yaitu sebesar 52,9% dan perempuan sebesar 47,1%.33
Motallebnejad, dkk.,2008 pada penelitiannya menemukan bahwa pasien coated
tongue berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi dibanding dengan pasien coated tongue
berjenis kelamin perempuan. Pasien coated tongue laki-laki sebanyak 16,7%
sedangkan perempuan sebanyak 11,2%.11
Coated tongue lebih banyak dialami oleh
laki-laki karena beberapa faktor antara lain kebiasaan merokok dan kurang
memelihara kesehatan rongga mulut. Merokok dapat menyebabkan perubahan panas
pada jaringan mukosa mulut. Perubahan panas karena merokok dapat menyebabkan
vaskularisasi dan sekresi saliva yang membuat mulut terasa kering. Mulut yang
kering akan mempermudah terjadinya penumpukan bakteri, dimana penumpukan
bakteri pada lidah akan menimbulkan coated tongue. Selain itu, coated tongue dapat
terjadi pada laki-laki karena kurang memelihara kesehatan rongga mulut, berbeda
halnya dengan perempuan yang lebih sering mencari layanan kesehatan dan lebih
sadar akan kesehatan rongga mulutnya.13,36
Hasil penelitian ini menunjukkan coated tongue pada lansia, yang mana paling
banyak pada usia 60-74 tahun sebanyak 22 orang (80%) sedangkan yang berusia 75-
90 tahun sebanyak 4 orang (61,1%) (Tabel 4). Hasil penelitian ini menunjukkan
prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas Medan Johor yakni 26 orang
(63,4%) sedangkan yang tidak coated tongue sebanyak 15 orang (36,6%) (Tabel 5).
Nur’aeny, dkk., (2016) pada penelitiannya tentang profil lesi mulut pada kelompok
lansia di Panti Sosial Tresna Wreda Senjarawi Bandung menunjukkan prevalensi
coated tongue sebanyak 55%. Lansia lebih cenderung terkena coated tongue
dibandingkan dengan usia muda. Coated tongue banyak terjadi pada lansia karena
kemampuan fisik yang menurun dapat menyebabkan lansia sulit untuk membersihkan
lidahnya sehingga mengakibatkan akumulasi sisa-sisa makanan dan bakteri pada
dorsal lidah yang menimbulkan adanya coated tongue. Selain itu, lansia mengalami
27
perubahan pola makan dikarenakan sebagian besar lansia telah mengalami kehilangan
gigi, oleh karena itu lansia lebih sering mengonsumsi makanan lunak yang mana
menyebabkan keratin tidak dapat terangsang untuk mengelupas sehingga terbentuk
coated tongue.36,37
Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji Chi Square maka didapatkan p value
sebesar 0,008 (p <0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
xerostomia dengan coated tongue pada lansia (Tabel 6). Hasil penelitian ini
menunjukkan persentase lansia xerostomia dengan coated tongue sebesar 77,8%,
sedangkan yang tidak mengalami xerostomia dengan coated tongue sebesar 35,9%.
Souza, dkk., pada penelitiannya mengatakan bahwa prevalensi coated tongue yang
tinggi berkaitan dengan adanya xerostomia.35
Xerostomia menyebabkan mukosa
mulut menjadi kering dan mudah mengalami iritasi karena tidak adanya daya
lubrikasi dan proteksi dari saliva. Kondisi tersebut dapat menyebabkan penumpukan
bakteri pada rongga mulut. Keadaan ini menyebabkan timbulnya kelainan lidah, salah
satunya adalah coated tongue.38
28
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara xerostomia dengan coated tongue pada lansia di Puskesmas Medan
Johor.
6.2 Saran
1. Dokter gigi memberi edukasi kepada lansia mengenai pentingnya menjaga
kebersihan rongga mulut terutama kebersihan lidah untuk menghindari timbulnya
coated tongue. Kerjasama antara dokter gigi dengan tenaga kesehatan lainnya
diperlukan untuk melakukan tindakan promotif, preventif dan kuratif dalam
mengatasi coated tongue pada lansia.
2. Pada penelitian ini oral hygiene tidak diperiksa, oleh karena itu pada
penelitian selanjutnya diharapkan melakukan pemeriksaan oral hygiene.
3. Pada penelitian ini diet lunak atau kebiasaan makan tidak diperiksa, oleh
karena itu pada penelitian selanjutnya diharapkan untuk memeriksa kebiasaan makan
pasien.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Kholifah S. Keperawatan gerontik. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia
Kesehatan, 2016: 3-9.
2. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Analisis lansia di
Indonesia, 2017: 1-2.
3. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. Statistik penduduk lanjut usia Sumatera
Utara. Medan 2016: 21.
4. Gill-Montoya JA, de Mello ALF, Barrios R, Gonzalez-Moles MA, Bravo M.
Oral health in the elderly patient and its impact on general well being: a
nonsystematic review. Clinical Interventions in Aging 2015; 10: 461-7.
5. Hasibuan S, Sasanti H. Xerostomia: Faktor etiologi, etiologi dan
penanggulangan. JKGUI 2000; 7: 242-5.
6. Hopcraft Ms, Tan C. Xerostomia: an update for clinicians. Aus Dent J 2010;
55: 238-44.
7. Tawas S, Mintjlengungan C, Pangemanan D. Xerostomia pada usia lanjut di
Kelurahan Malayang Satu Timur. J Eg 2018; 6: 18-21.
8. Ship J, Pillemer S, Baum BJ. Xerostomia and the geriatric patient. J Am Geriatr
Soc 2002; 50: 535-43.
9. Tornout M, Dadamio J, Coucke W, Quirynen M. Tongue coating: related
factors. J Catholic University Leuven 2012; 33: 3-5.
10. Greenberg, MS., M.Glick. Burket’s Oral Medicine: Diagnosis and Treatment.
11th Ed. London: BC Decker Inc. 2008. 79-81.
11. Motallebnejad M, Babaee N, Sakhdari S. An epidemiologic study of tongue
lesions in 1901 Iranian dental outpatients. The Journal of Contemp Dent Pract.
2008; 9(7): 1-17.
12. Kurniawan A, Wimardhani YS, Rahmayanti F. Oral health and salivary profiles
of geriatric outpatients in Cipto Mangunkusumo general hospital. Ina J Dent
Res 2010; 17: 54-6.
30
13. Omor R, Arabeyat M, Hiasat A, Ajarmeh M, Fanas H. Prevalence and factors
related to tongue coating among a sample of Jourdanian Royal Medical
Services dental outpatients. JRSM 2015; 22(1): 35-40.
14. Nur’aeny N, Sari K. Profil lesi mulut pada kelompok lanjut usia di Panti Sosial
Tresna Wreda Senjarawi Bandung. Maj Ked Gi 2016; 2(2): 74-9.
15. Danser M, Mantilla S, Van G. Tongue coating and tongue brushing. Int J Dent
Hygiene 2003; 1: 151-3.
16. Kikutani et al. The degree of tongue-coating reflects lingual motor function in
the elderly. J Comp gerodontology Assoc 2009; 26: 291-6.
17. Koshimune S, Awano S, Gohara K, Kurihara E, Ansai T, Takehara T. Low
salivary flow and volatile sulfur compounds in mouth air. Oral Surg Oral Med
Oral Pathol Radiol Endod 2003; 96: 38-41.
18. Herwanda, Rahmayani L, Nurmalia S. Gambaran kebutuhan perawatan gigi dan
mulut pasien di Posyandu Lansia Puskesmas. Cakradonya Dent J 2014; 6(1):
640-3.
19. Notohartojo I, Andayasari L. Nilai kebersihan gigi dan mulut pada karyawan
industri pulo gadung di Jakarta. Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan
Epidemiologi Klinik, Kementerian Kesehatan, 2013: 169.
20. Anwar A. Hubungan antara status kesehatan gigi dengan kualitas hidup lansia
pada manula di Kecamatan Maili, Luwu Timur. Dentofasial 2014; 13: 160-4.
21. Stipetic M. Xerostomia – Diagnosis and treatment. Rad 514 Med Sciences
2012; 38: 69-91.
22. Yoanna N, Thomson W. Dry mouth – an overview. J Dent Sing 2015; 36 :12-7.
23. Millsop J, Wang E, Fazel N. Etiology, evaluation, and management of
xerostomia. J Clin Dermatol 2017; (35): 468-76.
24. Singh M, Lubis W. Hubungan kebiasaan merokok dengan terjadinya coated
tongue pada pegawai non-akademik Universitas Sumatera Utara. E-J Dent
2013; 2(1): 33.
31
25. Shinde SB, Sheikh NN, SR Ashwinirani, Nayak A, KA Kamla, Sande A.
Prevalence of tongue lesions in western population of Maharasastra. IJADS
2017; 3(3): 104-6.
26. Avcu N, Kanli A. The prevalence of tongue lesions in 5150 Turkish dental
outpatients. Oral Diseases Journal. 2003; 9: 188-95
27. Ralph W. Hygiene of the tongue. J Dent Australian 1988; 3: 169-70.
28. Surahman, Rachmat M, Supardi S. Metodelogi penelitian. Jakarta: Pusdik SDM
Kesehatan, 2016: 86-7.
29. Oloan R. 2019. “Prevalensi coated tongue pada lansia di Puskesmas Pancur
Batu” (Skripsi). Medan: Fakultas Kedokteran Gigi USU.
30. Abdullah M. Prevalence of xerostomia in patients attending Shorish dental
speciality in Sulaimani city. J Clin Exp Dent 2015; 7(1): 45-53.
31. Nogalcheva A, Konstatinova D, Nogalcher K. Scripta Scientifica Medicinae
Dentalis. 2017; 3(1): 32-5.
32. Salampessy G, Mariati NW, Mintjleungan C. Gambaran xerostomia pada
kelompok lansia yang menggunakan gigi tiruan di Kabupaten Minahasa. e-Gigi
2015; 3(1); 2-3.
33. Pinatih M, Pertiwi N, Wihandani D. Hubungan karakteristik pasien diabetes
mellitus dengan kejadian xerostomia di RSUP Sanglah Denpasar. BDJ 2019;
3(2): 79-84.
34. Darwazeh AMG, Almelaih AA. Tongue lesions in a Jordanian population.
Prevalence, symptomps, subject’s knowledge and treatment provided. Med Oral
Patol Oral Cir Burcal 2011; 16(6): 745-9.
35. Souza E, Stuchi B, Helena L,Pereira A, Humberto J, Regina I. Oral adverse
effects of head and neck radiotherapy. J Appl Oral Sci 2011; 19: 448-54.
36. American Academy of Oral and Maxillofacial Pathology. Diagnosis, treatment
education & research. http://www.aaomp.org/public/docs/hairy-tounge.pdf (17
Juli 2018).
37. Seerangaiyan K, Juch F, Winkel G. Tongue coating: its characteristics and role
intra-oral halitosis and general health. J of Breath Research 2017; 1: 4-6.
32
38. Grace W. Gambaran xerostomia pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di
Poliklinik Endokrin RSUP. Prof. dr. R. D. Kondou Manado. Journal e-Gigi
2015; 3: 1-5.
Lampiran 1
LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN
Salam sejahtera,
Saya Rona Tsurayya Sinaga, mahasiwa yang sedang menjalani pendidikan
dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara ingin melakukan
penelitian. Bersama ini saya saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk berpartisipasi
sebagai subjek penelitian saya dalam judul:
“Hubungan antara Xerostomia dengan Coated Tongue pada Lansia di
Puskesmas Medan Johor”
Xerostomia adalah keluhan subjektif berupa mulut kering, keadaan ini
merupakan hal yang sering terjadi pada lansia. Xerostomia dapat disebabkan oleh
penyakit sistemik, pemakaian obat-obatan dan radioterapi kepala dan leher. Akibat
dari xerostomia tersebut bisa menyebabkan kelainan pada lidah yakni coated tongue.
Coated tongue adalah lapisan pada dorsal lidah yang ditutupi warna putih atau warna
lain yang merupakan tumpukan dari debris, sisa makanan dan mikroorganisme yang
jika dikerok tidak meninggalkan daerah eritema(kemerahan). Tujuan penelitian ini
dilakukan adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara xerostomia dengan
coated tongue pada lansia di Puskesmas Medan Johor. Penelitian ini melibatkan 41
subjek penelitian. Pada penelitian ini, saya akan memeriksa langsung keadaan rongga
mulut Bapak/Ibu. Pertama-tama, saya akan mencatat identitas Bapak/Ibu (nama, usia
dan jenis kelamin). Setelah itu mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjawab
kuisioner yang dibagikan. Kuisioner tersebut berisi beberapa pertanyaan yang
berhubungan dengan mulut kering. Kemudian, kuisioner tersebut dapat dikembalikan
ke saya. Kemudian, saya akan melakukan pemeriksaan pada lidah dengan cara
dilakukan hapusan menggunakan sikat lidah.
Pada saat proses penelitian, risiko yang mungkin terjadi ketidaknyamanan
sewaktu melakukan pemeriksaan lidah dan pengisian kuisioner, tetapi saya akan
berusaha melakukan prosedur ini sebaik mungkin. Manfaat penelitian ini dapat
digunakan oleh dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagai usaha
promotif dan preventif pada hubungan antara xerostomia dengan coated tongue.
manfaat lainnya yakni untuk menimbulkan kesadaran pada masyarakat khususnya
lansia agar rajin membersihkan lidah demi mencegah lapisan pada lidah.
Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini tidak dipungut biaya dan bersifat
sukarela. Pada penelitian ini, identitas Bapak/Ibu disamarkan. Hanya dokter gigi
peneliti dan tenaga peneliti yang bisa melihat datanya. Kerahasiaan data Bapak/Ibu
akan dijamin sepenuhnya. Sebagai ucapan terima kasih, maka Bapak/Ibu akan
mendapat souvenir yaitu sikat gigi.
Jika selama penelitian Bapak/Ibu mengalami keluhan silahkan hubungi saya:
Peneliti : Rona Tsurayya Sinaga
Telp : 082165599245
Demikian keterangan yang dapat saya berikan. Atas bantuan, partisipasi dan
kesediaan waktu Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.
Medan, 2019
Peneliti,
(Rona Tsurayya Sinaga)
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian dan paham akan apa yang
dilakukan, diperiksa dan didapatkan pada penelitian yang berjudul:
“Hubungan Antara Xerostomia dengan Coated Tongue pada Lansia di
Puskesmas Medan Johor”
Dengan ini menyatakan setuju menjadi subjek pada penelitian ini secara sadar
tanpa paksaan.
Saksi Medan, 2019
Subjek penelitian
( ) ( )
Mahasiswa Peneliti
(Rona Tsurayya Sinaga)
Lampiran 3
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nomor :
Tanggal :
REKAM MEDIS
DATA DEMOGRAFI
A. Nama :
B. Umur :
C. Jenis kelamin : a. Laki-laki
b. Perempuan
PEMERIKSAAN XEROSTOMIA (Fox, dkk.)
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan baik dan benar.
1. Apakah anda merasa air liur anda terlalu sedikit, terlalu banyak atau tidak
menyadari sedikit atau banyak?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda mempunyai masalah dalam mengunyah?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah mulut anda terasa kering saat makan?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah anda lebih memilih makanan yang berkuah dari pada makanan
kering?
a. Ya
b. Tidak
PEMERIKSAAN KLINIS COATED TONGUE
Klinis : ...................................................
Coated tongue : Ada/ tidak ada.
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
1. Peneliti memberikan
penjelasan pada subjek
penelitian
2. Peneliti melakukan hapusan pada
lidah sampel dengan menggunakan
tongue depressor
3.Coated tongue
Lampiran 7
RINCIAN BIAYA PENELITIAN
1. Bahan Habis Pakai (ATK)
a. Kertas A4 (1 rim) : Rp 45.000,-
b. Kertas Kuarto (1 rim) : Rp 45.000,-
c. Tinta Printer : Rp 200.000,-
d. Desinfektan : Rp 30.000,-
e. Masker : Rp 30.000,-
f. Sarung tangan : Rp 30.000,-
g. Tongue scraper : Rp. 10.000,-
2. Biaya Fotocopy Kuesioner : Rp 200.000,-
3. Biaya Penjilidan dan penggandaan laporan : Rp 150.000,-
4. Biaya inducement @42 x Rp 8.000,- : Rp. 336.000,-
Total : Rp 1.076.000,-
Lampiran 8
Crosstabs
Xerostomia * CoatedTongue Crosstabulation
CoatedTongue
Total Ada Tidak Ada
Xerostomia Xerostomia Count 21 6 27
% within Xerostomia 77,8% 22,2% 100,0%
% of Total 51,2% 14,6% 65,9%
Tidak Xerostomia Count 5 9 14
% within Xerostomia 35,7% 64,3% 100,0%
% of Total 12,2% 22,0% 34,1%
Total
Count 26 15 41
% within Xerostomia 63,4% 36,6% 100,0%
% of Total 63,4% 36,6% 100,0%
Chi-Square Tests
Value
df
Asymptotic
Significance (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7,031a 1 ,008
,015
,011
Continuity Correctionb 5,335 1 ,021
Likelihood Ratio 6,997 1 ,008
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
6,860
1
,009
N of Valid Cases 41
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,12.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstabs
Umurk * CoatedTongue Crosstabulation
CoatedTongue
Total Ada Tidak Ada
Umurk 60-74 thn Count 22 14 36
% within Umurk 61,1% 38,9% 100,0%
% of Total 53,7% 34,1% 87,8%
75-90 thn Count 4 1 5
% within Umurk 80,0% 20,0% 100,0%
% of Total 9,8% 2,4% 12,2%
Total
Count 26 15 41
% within Umurk 63,4% 36,6% 100,0%
% of Total 63,4% 36,6% 100,0%
JK * CoatedTongue Crosstabulation
CoatedTongue
Total Ada Tidak Ada
JK Laki-laki Count 14 5 19
% within JK 73,7% 26,3% 100,0%
% of Total 34,1% 12,2% 46,3%
Perempuan Count 12 10 22
% within JK 54,5% 45,5% 100,0%
% of Total 29,3% 24,4% 53,7%
Total
Count 26 15 41
% within JK 63,4% 36,6% 100,0%
% of Total 63,4% 36,6% 100,0%
Crosstabs
Umurk * Xerostomia Crosstabulation
Xerostomia
Total Xerostomia Tidak Xerostomia
Umurk 60-74 thn Count 23 13 36
% within Umurk 63,9% 36,1% 100,0%
% of Total 56,1% 31,7% 87,8%
75-90 thn Count 4 1 5
% within Umurk 80,0% 20,0% 100,0%
% of Total 9,8% 2,4% 12,2%
Total Count 27 14 41
% within Umurk 65,9% 34,1% 100,0%
% of Total 65,9% 34,1% 100,0%
JK * Xerostomia Crosstabulation
Xerostomia
Total Xerostomia Tidak Xerostomia
JK Laki-laki Count 12 7 19
% within JK 63,2% 36,8% 100,0%
% of Total 29,3% 17,1% 46,3%
Perempuan Count 15 7 22
% within JK 68,2% 31,8% 100,0%
% of Total 36,6% 17,1% 53,7%
Total
Count 27 14 41
% within JK 65,9% 34,1% 100,0%
% of Total 65,9% 34,1% 100,0%