HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

128
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC COMMUNITY DENGAN HARAPAN UNTUK PULIH DARI NAPZA PADA RESIDEN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) BNN LIDO Skripsi ini Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Disusun oleh : NINING HARDIYANA GARNASIH NIM: 106070002274 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H/2010M

Transcript of HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

Page 1: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC COMMUNITY DENGAN HARAPAN UNTUK PULIH DARI NAPZA

PADA RESIDEN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) BNN LIDO

Skripsi ini Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun oleh :

NINING HARDIYANA GARNASIH NIM: 106070002274

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432H/2010M

Page 2: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG

THERAPEUTIC COMMUNITY DENGAN HARAPAN

UNTUK PULIH DARI NAPZA PADA RESIDEN DI

UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) TERAPI DAN

REHABILITASI BNN LIDO

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh

gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

NINING HARDIYANA GARNASIH

NIM : 106070002274

Di Bawah Bimbingan :

Pembimbing I

Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 19620724 198903 2001

Pembimbinga II

S. Evangeline. I. Suaidy, M.Si, Psi NIP. 150 411 217

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1432H/2010M

Page 3: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

LEMBAR PENGESAHAN Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC COMMUNITY DENGAN HARAPAN UNTUK PULIH DARI NAPZA PADA RESIDEN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) TERAPI DAN REHABILITASI BNN LIDO” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 10 Desember 2010 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pogram Strata I (SI) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 10 Desember 2010

Sidang Munaqasyah

Dekan/ Ketua Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522

Pembantu Dekan/ Sekertaris Merangkap Anggota

Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561223 2001

Anggota

Neneng Tati Sumiati, M. Si., Psi NIP. 19730328 200003 2003

Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 19620724 198903 2001

S. Evangeline. I. Suaidy, M.Si, Psi NIP. 150 411 217

Page 4: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Nining Hardiyana Garnasih

NIM : 106070002274

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Antara

Persepsi Tentang Therapeutic Community Dengan Harapan Untuk Pulih Dari

Napza Pada Residen di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Terapi Dan

Rehabilitasi BNN Lido” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak

melakukan tindakan plagiat dalama penyususnan skripsi tersebut. Adapun

kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan

sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-

Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan

dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 30 November 2010

Nining Hardiyana Garnasih NIM : 106070002274

Page 5: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi B) November 2010 C) Nining Hardiyana Garnasih D) Hubungan Antara Persepsi Tentang Therapeutic Community Dengan Harapan

Untuk Pulih Dari Napza Residen Narkoba Di Unit Pelaksana Teknis (Upt) Terapi Dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido

E) xiv + 100 Halaman F) Sudah banyak tulisan dalam berbagai bentuk mengenai Napza. Semua tulisan

tersebut dimaksudkan untuk terus menerus mengingatkan dan menyadarkan masyarakat mengenai ancaman luar biasa dari Napza terhadap kelestarian hidup kita, khususnya generasi muda termasuk anak-anak usia dini. Ancaman itu terus ada dan semakin lama semakin nyata. Peneliti tertarik untuk mengambil judul hubungan antara persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza dikarenakan saat ini peneliti melihat fenomena yang terjadi pada residen di salah satu panti rehabilitasi, dimana sebagian dari mereka banyak yang sudah discharge program namun tidak lama kemudian kembali masuk rehabilitasi dikarenakan relapse. Sehingga peneliti ingin melihat bagaimana penghayatan residen terhadap kegiatan-kegiatan Therapeutic Community sehingga mampu menumbuhkan harapan mereka untuk bertahan dan pulih dari Napza, dan apakah para residen dapat menghayati kegiatan dalam program Therapeutic Community sebagai sesuatu yang positif atau negatif, kemudian bagaimana penghayatan residen tersebut terhadap kelompoknya (orang-orang yang memiliki permasalahan yang sama terhadap Napza)

Persepsi Therapeutic Community adalah suatu proses mengorganisir dan menginterpretasikan atau menafsirkan informasi dari sekelompok orang yang berkumpul untuk saling membantu dalam masalah yang dihadapinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara persepsi tentang therpeutic community dengan harapan untuk pulih dari Napza di unit pelaksana teknisi (upt) terapi dan rehabilitasi BNN Lido. Sampel yang merupakan residen dan staff adiksi berjumlah 197 orang diambil dengan menggunakan tekhnik purposive sampling dan diberikan angket untuk mengukur persepsi tentang therapeutic community dengan harapan untuk pulih dari Napza. Instrumen pengumpulan data menggunakan skala likert Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji korelasi pada taraf signifikansi 0,05.

Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan

antara persepsi tentang therapeutic community dengan harapan untuk Pulih dari Napza kekuatan. Dimana jika persepsi tentang therapeutic community positif maka harapan untuk pulih dari Napza akan tinggi pula dan sebaliknya jika persepsi tentang therapeutic community negatif maka harapan untuk

Page 6: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

pulih dari Napza akan rendah pula. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa persepsi tentang therapeutic community ter memberikan kontribusi sebesar 57,6% terhadap harapan untuk pulih dari Napza dimana Behavior management shaping merupakan persepsi tentang therapeutic community yang memberikan kontribusi sebesar 46,9% sekaligus merupakan persepsi tentang therapeutic community yang memiliki korelasi terbesar dengan harapan untuk pulih dari Napza dengan pearson product moment r sebesar 0,469.

Hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian selanjutnya adalah meneliti

metode selain metode therapeutic community yang juga digunakan oleh panti rehabilitasi narkoba yang tersebar di seluruh Indonesia. Sehingga diharapkan mendapat perbandingan dari beberapa metode tersebut, metode manakah yang memberi kontribusi paling besar terhadap harapan untuk pulih dari Napza.

(G) Bahan bacaan: 21 Buku (1986-2009)

Page 7: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

MOTTO:

Trust your hope not your fear

KUPERSEMBAHKAN SKRIPSI INI UNTUK:

1. KEDUA ORANG TUAKU TERCINTA

2. KEDUA KAKAKKU TERSAYANG

3. SAHABAT-SAHABATKU

4. ABANG-ABANGKU TERSAYANG

5. BANGO DENGAN CARE AND CONCERN-

NYA

Page 8: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

KATA PENGANTAR

Rasa syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah

menunjukkan jalan bagi peneliti untuk belajar banyak melalui penelitian ini. Penelitian ini diajukan sebagai prasyarat kelulusan pendidikan sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti amat berharap siapapun yang membaca penelitian ini dapat memberikan masukan guna perbaikan dan penyempurnaan di masa yang akan datang.

Penelitian ini melibatkan banyak pihak, terutama dari responden yang telah bersedia membantu peneliti melakukan penelitian serta memberikan pelajaran tidak langsung kepada peneliti melalui penelitian ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya peneliti ucapkan kepada:

1. Bapak Jahja Umar, Ph. D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.

2. Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si. Dosen pembimbing satu, yang dengan kesabarannya selalu dapat memberikan solusi-solusi cerdas mengenai hal-hal yang saya bingungkan berkaitan dengan penelitian. Terima kasih telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukan ibu untuk berdiskusi dan memberikan masukan yang sangat berarti.

3. Ibu Sitti Evangeline I. Suaidy, M.Si, Psi. Dosen pembimbing dua, yang mengajarkan banyak nilai-nilai baru dan hal-hal bermanfaat yang bermakna berkaitan dengan penelitian sehingga membuka cakrawala baru dalam ranah berpikir saya. Terima kasih telah meluangkan waktu di sela-sela jadwal ibu yang sangat padat untuk berdiskusi dan memberikan masukan yang sangat berarti serta mengantarkan peneliti untuk melakukan penelitian.

4. Ubi Fadhilah Suralaga, M. Psi. Psi., Pembimbing akademik. 5. Umi dan abahku tercinta terimakasih untuk segalanya yang sudah kalian

berikan selama ini, untuk kedua kakakku teteh dan aka terimaksih untuk do’a dan support yang kalian berikan, untuk aka terimakasih telah memperkenalkan teri “harapan”.

6. Bapak M. Fierza Mucharom Nasution, M.Si, Psi, CHt. Psikolog beserta staff psikologi di BNN Lido, serta Mas Ito yang telah membantu saya dalam hal administrasi surat penelitian. Tanpa izin dan bantuan dari Anda semua saya tidak mungkin bisa melakukan penelitian di BNN Lido.

7. Para responden saya, para residen di primary stage dan re-entry stage serta staff adiksi BNN Lido . Anda semua telah menunjukkan bagaimana kerasnya usaha untuk memperoleh hal-hal yang sebelumnya dipandang remeh oleh orang lain. Terimakasih untuk waktu dan kerja keras kalian dalam mengisi angket yang begitu banyak yang diberikan oleh peneliti

8. Tidak lupa kepada Aa Dodi program directure, Bro Chico re-entry program manager dan Bro Doly mayor re-entry stage yang telah memberikan saya izin dan waktu untuk melakukan penelitian di re-entry stage. Kemudian kepada Bro Aldi primary program manager. Tanpa izin

Page 9: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

dan bantuan dari Anda semua saya tidak mungkin bisa melakukan penelitian secara efektif pada tiap stage.

9. Bang Ardi, Bang Roesly, Bang Nino, Bang Ijang, Bang edo, Bang Iyan, Bro Erwin, yang sudah memberikan support dalam segala hal (kehidupan, persahabatan, relationship, serta masukan-masukan) terkhusus untuk Bang Doni yang telah membantu langsung dalam penyebaran kuesioner dan Bang Nata terimakasih untuk waktu, saran, masukan, support dan pelajaran hidup yang amat berharga yang selama ini telah diberikan kepada penulis. Skripsi ini kupersembahkan untuk semua abang-abangku tercinta dan semua residen di BNN.

10. Bango, kamulah salah satu orang yang membuat penulis memiliki motivasi sangat besar untuk menyelesaikan skripsi ini, terima kasih untuk care and concern yang selama ini diberikan, saran, masukan dan kritik yang membuat penulis akhirnya membuka mata lebih mengetahui arti kehidupan.

11. Manun, nandut dan angel makasih untuk support yang amat besar yang kalian berikan pada penulis, selalu ada disaat up and down, terima kasih untuk masukan-masukannya tanpa kalian skripsi ini tidak akan selesai.

12. Sahabat-sahabat saya di Fakultas Psikologi (angkatan 2006) pada umumnya dan kelas C khususnya yang telah menjadi teman dalam berjuang, belajar, bersenda gurau, berkonsultasi baik dalam senang atau pun susah. Terimakasih untuk teteh ega, cinta, mba’mut, mpo’alin, ece tha, cho-cho, tiko, sila, adel terima kasih slama ini telah memberikan support dan mengajarkan arti persahabatan. Penelitian ini tidak akan berarti tanpa kehadiran dan kontribusi dari semua

yang telah disebutkan sebelumnya. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi banyak orang. Amin.

Jakarta, 30 November 2010

Peneliti

Page 10: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ............................................................................................ ii

Pernyataan........................................................................................................... iv

Abstrak ................................................................................................................ v

Motto................................................................................................................... vii

Kata Pengantar .................................................................................................... viii

Daftar Isi ............................................................................................................. x

Daftar Tabel ........................................................................................................ xiv

Bab 1 Pendahuluan ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah................................................................ 10

1.3 Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah....................... 10

1.3.1 Perumusan Masalah ....................................................... 10

1.3.2 Pembatasan Masalah ...................................................... 10

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 12

1.4.1 Tujuan Penelitian ........................................................... 12

1.4.2 Manfaat Penelitian ......................................................... 12

Bab 2 Kajian Pustaka ............................................................................... 14

2.1 Harapan ...................................................................................... 14

2.1.1 Definisi Harapan ............................................................ 14

2.1.2 Komponen Dalam Harapan............................................ 17

2.1.3 Variasi Harapan Berdasarkan Kombinasi willpower

dan waypower ................................................................ 22

2.1.4 Karakteristik Individu Dengan Tingkat Harapan

Tinggi...................... ....................................................... 24

2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Harapan............................ 28

2.2 Pulih Dari Napza ............................................................ 29

Page 11: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

2.2.1 Pengertian Pulih Dari Napza................................. 29

2.3 Harapan Untuk Pulih Dari Napza .................................. 29

2.4 Persepsi ...................................................................................... 30

2.4.1 Pengertian Persepsi ........................................................... 30

2.4.2 Proses Persepsi. ................................................................. 31

2.4.3 Komponen Persepsi........................................................... 32

2.4.4 Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi............................... 33

2.5 Therapeutic Community ............................................................ 34

2.5.1 Filosofi Therapeutic Community ...................................... 34

2.5.1.1 Filosofi Therapeutic Community Yang Tertulis ... 34

2.5.1.2 Filosofi Therapeutic Community Yang

Tidak Tertulis ........................................................ 36

2.5.2 Pengertin Therapeutic Community ................................... 37

2.5.3 Konsep Therapeutic Community....................................... 38

2.5.4 Komponen Therapeutic Community ................................. 38

2.5.4.1 Kategori Empat Struktur Program ........................ 38

2.5.4.2 Kategori Lima Pilar (tonggak dalam program)..... 39

2.5.5 Cardinal Rules................................................................... 40

2.5.6 Tahapan Program .............................................................. 40

2.5.6.1 Proses penerimaan (Intake Process) .................... 40

2.5.6.2 Tahap Awal (Primary Stage) ................................ 41

2.5.6.3 Encounter Group................................................... 43

2.5.6.4 Static Group .......................................................... 43

2.5.6.5 PAGE (Peer Accountability Group Evaluation .... 44

2.5.6.6 Haircut................................................................... 44

2.5.6.7 Wrap Up................................................................ 45

2.5.6.8 Learning Experience ............................................. 45

2.5.7 Tahapan Lanjutan (Re-Entry Stages ................................. 45

2.5.8 Aftercare program............................................................. 48

2.6 NAPZA ...................................................................................... 49

2.6.1 Pengertian NAPZA. .......................................................... 49

Page 12: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

2.6.2 Jenis-Jenis NAPZA ........................................................... 50

2.6.3 Faktor Penyalahgunaan NAPZA....................................... 54

2.6.4 Dampak Penyalahgunaan NAPZA.................................... 57

2.7 Kerangka Berpikir...................................................................... 62

2.8 Hipotesis..................................................................................... 65

BAB 3 Metodologi Penelitian .................................................................... 66

3.1 Pendekatan Penelitian ................................................................ 66

3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ................................... 66

3.2 Populasi dan Sampel .................................................................. 67

3.2.1 Populasi ............................................................................. 67

3.2.2 Sampel............................................................................... 67

3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel............................................. 68

3.3 Variabel Penelitian ..................................................................... 68

3.3.1 Definisi Konseptual........................................................... 69

3.3.2 Definisi Operasional.......................................................... 70

3.4 Pengumpulan Data ..................................................................... 70

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data................................................ 70

3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data ........................................... 71

3.5 Hasil Uji Instrumen Penelitian ................................................... 72

3.5.1 Uji Validitas ...................................................................... 73

3.5.2 Uji Reliabilitas .................................................................. 74

3.6 Prosedur Penelitian .................................................................... 75

3.7 Teknik Analisa Data................................................................... 76

Bab 4 Presentasi Dan Analisa Data......................................................... 78

4.1 Gambaran Umum Responden .................................................... 78

4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia.............. 77

4.1.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Latar Belakang

Pendidikan......................................................................... 79

Page 13: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

4.1.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Status

Pernikahan......................................................................... 80

4.1.4 Gambaran Umum Respenden Berdasarkan Tahapan

Rehabilitasi........................................................................ 81

4.2 Deskripsi Umum Hasil Penelitian.............................................. 82

4.3 Kategorisasi Berdasarkan Penyebaran Skor Responden............ 81

4.3.1 Kategorisasi Skor Persepsi tentang therapeutic

community ........................................................................ 81

4.3.2 Kategorisasi Skor Harapan untuk pulih dari Napza.......... 82

4.4 Hasil Uji Hipotesis ..................................................................... 83

4.5 Hasil Penelitian Tambahan ........................................................ 84

4.5.1 Uji Regresi ........................................................................ 90

Bab 5 Kesimpulan, Diskusi Dan Saran .................................................. 92

5.1 Kesimpulan ................................................................................ 92

5.2 Diskusi ....................................................................................... 92

5.3 Saran........................................................................................... 97

5.3.1 Saran Teoritis .................................................................... 97

5.3.2 Saran Praktis ..................................................................... 98

Daftar Pustaka..................................................................................................... 99

Lampiran

Page 14: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

Daftar Tabel

Gambar 2.1 Visualisasi willpower ....................................................................... 18

Gambar 2.2 Visualisasi waypower....................................................................... 19

Gambar 2.3 Visualisasi waypower terkait dengan halangan / rintangan ............. 21

Table 2.4 Kombinasi willpower dan waypower ............................................... 22

Tabel 3.1 Tabel Penilaian Skala Likert ............................................................ 71

Tabel 3.2 Blue Print Skala Persepsi tentang Therapeutic Community ............ 72

Tabel 3.3 Blue Print Skala Harapan untuk pulih dari Napza ........................... 72

Tabel 3.4 Hasil Try Out Terpakai Skala Persepsi Therapeutic Community.... 73

Tabel 3.5 Hasil Try Out Harapan untuk pulih dari Napza ............................... 74

Table 3.6 Norma Reliabilitas Guilford ............................................................. 74

Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia..................... ........78

Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Pendidikan ............................................... 79

Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Status Pernikahan ..................................... 80

Tabel 4.4 Respongen Berdasarkan Tahapan Rehabilitasi ................................ 80

Tabel 4.5 Deskripsi Umum Skor Perhitungan Statistik Skala Persepsi

Therapeutic Community dan Harapan untuk Pulih .......................... 81

Tabel 4.6 Penyebaran Skor Skala persepsi tentang Therapeutic

Community ....................................................................................... 82

Tabel 4.7 Penyebaran Skor Skala Harapan untuk pulih dari Napza ................ 83

Tabel 4.8 Correlations Uji Hipotesis................................................................ 84

Tabel 4.9 Correlations ...................................................................................... 85

Tabel 4.10 Skor Hasil Penyebaran Dalam Empat Kegiatan Primary ................ 85

Tabel 4.11 Model Summary Uji Regresi ........................................................... 90

Tabel 4.12 Tabel Kontribusi Klasifikasi Persepsi Tentang Therapeutic

community ........................................................................................ 91

Page 15: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada zaman sekarang, mobilitas kehidupan yang tinggi telah membuat narkoba

menjadi bagian dari yang tadinya merupakan perangkat medis, kini narkoba mulai

tenar sebagai alat pemuas dunia dan membuat hidup jadi lebih “ringan”. Seperti

yang kita ketahui, segala sesuatu yang digunakan secara berlebihan dapat

berdampak buruk bagi diri kita, apalagi penggunaan narkoba diluar jalur medis

dan ditambah melebihi dosis yang berlebihan maka akan berdampak sangat buruk

bagi tubuh kita, dan dampak yang paling buruk yaitu dapat mengakibatkan

kematian.

Lebih lanjut lagi, masuknya narkoba ke dalam tubuh akan mempengaruhi

fungsi vital organ tubuh, yaitu jantung, peredaran darah, pernafasan, dan terutama

pada kerja otak (susunan saraf pusat). Hal ini menyebabkan kerja otak berubah

(bisa meningkat atau menurun. Narkoba berpengaruh pada bagian otak yang

bertanggung jawab atas kehidupan perasaan, yang disebut dengan sistem limbus.

Pusat kenikmatan pada otak (Hipotalamus) adalah bagian dari sistem limbus.

Narkoba menghasilkan perasaan tinggi dengan mengubah susunan bio kimia

molekul pada sel otak yang disebut neurotransmitter (BNN, Buku Advokasi

Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas Dan Rutan).

Sudah banyak tulisan dalam berbagai bentuk mengenai Napza. Semua

tulisan tersebut dimaksudkan untuk terus menerus mengingatkan dan

1

Page 16: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

2

menyadarkan masyarakat mengenai ancaman luar biasa dari Napza terhadap

kelestarian hidup kita, khususnya generasi muda termasuk anak-anak usia dini.

Ancaman itu terus ada dan semakin lama semakin nyata . Menurut penelitian yang

telah dilakukan oleh BKKBN, dari 3924 orang yang saat ini hidup dengan

HIV/AIDS di Indonesia yaitu sebanyak 816 orang (hampir 21%) berada dalam

kelompok usia 15 – 29 tahun, dan sebanyak 846 orang (lebih dari 21%) tertular

melalui penggunaan Napza dengan jarum suntik bersama (Injecting Drug Use)

dan sebanyak 2011 orang (51%) melalui hubungan seks. Penggunaan napza juga

menjadi penyebab dari berbagai risiko lain : risiko fisik (penyakit Hepatitis B dan

C, IMS, kematian akibat over dosis, dll), risiko psikologis (paranoid, depresi,

agresif, dll), maupun risiko sosial (kekerasan, kriminalitas, dll) dalam masyarakat

kita (BKKBN, 2003).

Penelitian Hawari (1997) membuktikan bahwa penyalahgunaan Napza

menimbulkan dampak antara lain; merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan

kemampuan belajar, ketidakmampuan membedakan mana yang baik dan buruk,

perubahan perilaku menjadi anti sosial, merosotnya produktifitas kerja, gangguan

kesehatan, mempertinggi kecelakaan lalu lintas, kriminalitas dan tindak

kekerasana lainnya baik kuantitatif maupun kualitatif.

Menurut data dari BNN (2008), dari total populasi penduduk di Indonesia

pada tahun 2007 yang berjumlah 222.718 jiwa, yang tidak menggunakan narkoba

204,2 juta (91,7%), yang pernah menyalahgunakan narkoba dalam hidupnya 18,5

juta (8,3%), yang menjadi penyalahguna narkoba dalam setahun terakhir 118,8

juta (5,3%), pecandu yang IDU (Injecting Drugs user) 252 ribu (0,11%), pecandu

Page 17: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

3

1,69 juta (0,76%), dan yang menjadi penyalahguna teratur pakai dan pecandu 3,6

juta (1,6%). Sedangkan menurut riset yang dilakukan oleh YCAB, pada tahun

2003 prevalensi kecendrungan mencoba-coba narkoba 3,54%, yang kemudian

naik menjadi 5,30% pada tahun 2006, dan turun menjadi 1,66% sama halnya

seperti riset yang telah dilakukan oleh BNN menunjukan kecendrungan yang

sama terjadi di Indonesia pada tahun 2003, prevalansi mencoba-coba setahun

terakhir 3,90% naik menjadi 5,3% pada tahun 2006, dan turun menjadi 4,70%

pada 2009 (Media Indonesia 2010).

Badan Narkotika Nasional (BNN) mendata sebanyak 3,2 juta orang atau

sekitar 1,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia menjadi penyalahguna

narkotik, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh BNN dan Universitas Indonesia tahun 2006, sebanyak 800 ribu

orang menggunakan jarum suntik. Dari pengguna jarum suntik itu, 60 persennya

terjangkit HIV/AIDS. Selain itu, sekitar 15 ribu orang Indonesia meninggal setiap

tahunnya karena pengaruh Napza (http:nasional.kompas.com).

Selanjutnya Penelitian yang dilakukan oleh BNN bekerja sama dengan

Puslitkes UI pada tahun 2008 memperoleh hasil bahwa jumlah penyalahguna

Narkoba di Indonesia diperkirakan sebanyak 3,1 juta sampai 3,6 juta orang atau

sekitar 1,99% dari total seluruh penduduk Indonesia yang beresiko terkena

Narkoba di tahun 2008 (usia 10-59 tahun) atau dengan nilai tengah sebanyak

3.362.527 orang. Dari sejumlah penyalahguna tersebut, terdistribusi atas 26%

coba pakai, 27% teratur pakai, 40% pecandu bukan suntik dan 7% pecandu suntik

(BNN & Puslitkes UI, 2008).

Page 18: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

4

Masalah penanggulangan napza pada umumnya, dan panti rehabilitasi

pada khususnya bukanlah sesuatu yang baru. Sudah cukup lama diusahakan

dibanyak negara. Pemakai/pecandu narkoba biasanya terganggu atau menderita

secara fisik, mental, spiritual dan sosial. Karena itu rehabilitasi bukan sekedar

memulihkan kesehatan pemakai seperti semula, melainkan memulihkan serta

menyehatkan seseorang secara utuh dan menyeluruh. Namun hal ini tidak

menjamin kesembuhan mereka dari ketergantungan narkoba, kenyataan ini dapat

dilihat pada penelitian yang diadakan oleh YCAB, dimana hasil yang diperoleh

ialah angka relapse yang mencapai 90% yang dinyatakan telah pulih, kemudian

kambuh kembali, berarti kira-kira hanya 10% yang berhasil mempertahankan

kesembuhannya (abstinence) (Media Indonesia 2010). Hal ini diperkuat dari hasil

wawancara yang dilakukan peneliti kepada beberapa residen, dimana mayoritas

dari mereka telah mengkonsumsi narkoba selama lebih dari 10 tahun dan mereka

sudah sering keluar masuk panti rehabilitasi, namun setelah keluar dari rehabilitasi

mereka kembali masuk dikarnakan relapse.

Program rehabilitasi dimaksudkan sebagai upaya yang terkoordinasi dan

terpadu, terdiri dari upaya-upaya medik, bimbingan mental, psikososial,

keagamaan, pendidikan dan latihan vokasional untuk meningkatkan kemampuan

penyesuaian diri, kemandirian dan menolong diri sendiri serta mencapai

kemampuan fungsional, sesuai dengan potensi yang dimiliki, baik fisik, mental,

sosial dan ekonomi. Pada akhirnya mereka diharapkan dapat mengatasi masalah

penyalahgunaan narkoba dan kembali berinteraksi dengan masyarakat secara

wajar (BNN, 2004).

Page 19: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

5

BNN (Badan Narkotika Nasional) merupakan sebuah lembaga yang

menangani penyalahgunaan narkotika dan memiliki tahapan rehabilitasi yang

dimulai dari fase detoksifikasi, yaitu ditujukan untuk membantu residen

menghilangkan racun-racun dalam tubuhnya akibat dari pemakaian zat adiktif.

Umumnya pada fase ini, residen menetap selama ± 2 minggu dalam ruangan

khusus dan terisolasi. Selanjutnya adalah fase Entry Unit yang merupakan tahap

lanjutan dari fase detoksifikasi, dimana pada fase ini merupakan fase “istirahat”

bagi residen untuk mempersiapkan fisik dan mentalnya guna mengikuti program

selanjutnya. Pada umumnya fase Entry Unit berlangsung selama ± dua minggu,

tergantung kemajuan residen dalam proses rehabilitasi. Selanjutnya adalah

Primary Program yaitu tahap awal (Primary Stage) program rehabilitasi melalui

pendekatan Therapeutic Community (TC) dimana dilakukan stabilitasi fisik,

emosi dan menumbuhkan motivasi residen untuk melanjutkan tahap terapi

selanjutnya, dan yang terakhir adalah Re-entry Stage yaitu tahapan program

rehabilitasi melalui pendekatan Therapeutic Community setelah residen mengikuti

tahapan program primer, dimana dilakukan upaya pemantapan kondisi psikologis

dalam dirinya, mendayagunakan nalarnya dan mampu mengembangkan

keterampilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

Adapun indikator keberhasilan Therapeutic Community di BNN meliputi

dua aspek, yaitu indikator keberhasilan program dan indikator keberhasilan

residen. Indikator yang dapat digunakan untuk menilai program rehabilitasi ini

berhasil atau gagal, yakni: angka drop-out pada setiap tahapan; angka residen

yang kabur; angka kekambuhan; adanya peningkatan status kehidupan residen

Page 20: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

6

yang lebih baik selama dan setelah mengikuti program yang dinilai dari

pelasanaan pekerjaan, sekolah, dan perilaku sehari-hari baik di lingkungan

keluarga maupun di lingkungan sosial lainnya. Indikator keberhasilan yang dapat

digunakan untuk menilai keberhasilan residen di BNN, yakni Pertama, residen

dalam keadaan bebas zat (abstinence). Kedua, residen dapat menjalankan

kehidupan sosialnya sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat

(BNN R.I. & Departemen Sosial R.I. 2004).

Metode treatment yang diberikan di BNN adalah metode Therepeutic

Community (TC), yaitu suatu metode rehabilitasi sosial yang merupakan sebuah

“keluarga” dan terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah yang sama serta

memiliki tujuan yang sama, yaitu menolong diri sendiri dan sesama yang

dipimpin oleh seseorang dari mereka sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari

yang negatif kearah tingkah laku yang positif (Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika

Jakarta).

Teori yang mendasari metode Therapeutic Community adalah pendekatan

behavioral dimana berlaku sistem reward (penghargaan/penguatan) dan

punishment (hukuman) dalam mengubah suatu peilaku. Selain itu digunakan juga

pendekatan kelompok, dimana sebuah kelompok dijadikan suatu media untuk

mengubah suatu prilaku (Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta).

Therapeutic Community adalah sekelompok orang yang mempunyai

masalah sama, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam mengatasi

masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to helping himself,

yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya (BNN, 2009).

Page 21: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

7

Dalam program Therapeutic Community kesembuhan diciptakan lewat perubahan

persepsi/pandangan alam (the renewal of wordview) dan penemuan diri (self

discovery) yang mendorong pertumbuhan dan perubahan (growth and change)

(Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta).

Kegiatan dalam Therapeutic Community bertujuan untuk membantu

masalah yang dihadapi oleh sekelompok orang yang memiliki permasalahan yang

sama yaitu masalah yang berkaitan dengan Napza dan hal-hal yang menyebabkan

individu kembali menggunakan Napza, mereka berkumpul untuk saling

membantu dalam proses pemulihan.

Program Therapeutic Community berlandaskan pada filosofi dan slogan-

slogan tertentu, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis (unwritten

philosophy). Filosofi Therapeutic Community yang tertulis merupakan suatu hal

yang harus dihayati, dianggap sakral, tidak boleh diubah dan harus dibaca setiap

hari. Sementara filosofi tidak tertulis (unwritten philosophy) adalah merupakan

nilai-nilai yang harus diterapkan dalam proses pemulihan yang maknanya

mengandung nilai-nilai kehidupan yang yang universal, artinya filosofi ini tidak

mengacu kepada kultur, agama dan golongan tertentu (BNN Bekerjasama Dengan

Departemen Sosial R.I, 2004).

Prinsip yang mendasari dilaksanakannya konsep Thehrapeutic Community

adalah bahwa setiap orang itu pada prinsipnya dapat berubah, yaitu dari perilaku

negatif ke arah prilaku yang positif. Dalam proses perubahan seperti ini, seseorang

sangat memerlukan bantuan dari pihak lain termasuk kelompok. Oleh karena itu

Page 22: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

8

dalam proses pengubahan perilaku tersebut, Therapeutic Community dianggap

sebagai keluarga besar (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).

Konsep Therapeutic Community pada umumnya menerapkan pendekatan

self-help, artinya residen dibiasakan mengerjakan tugas-tugas yang berkaitan

dengan pengelola kebutuhan sehari-hari, misalnya memasak, mencuci,

membersihkan fasilitas Therapeutic Community, memperbaiki gedung dan

sebagainya, disamping kegiatan yang bersifat pemberian keterampilan. Dalam hal

ini setiap kegiatan residen mempunyai tanggung jawab mengubah tingkah laku,

baik bagi diri sendiri, maupun orang lain (BNN Bekerjasama Dengan Departemen

Sosial R.I, 2004).

Kegiatan-kegiatan yang ada dalam Therapeutic Community antara lain

ialah Morning Meeting, kegiatan yang dilaksanakan setiap pagi untuk mengawali

kegiatan-kegiatan selanjutnya dan diikuti oleh semua residen, selanjutnya ialah

Encounter Group, group ini dirancang khusus untuk mengekspresikan atau

menyatakan perasaan kesal, kecewa, marah, sedih dan lain-lain. Group ini adalah

bagian untuk memodifikasi prilaku agar menjadi lebih disiplin. Kegiatan Static

Group, ialah bentuk kelompok lain yang digunakan dalam upaya pengubahan

perilaku dalam Therapeutic Community, kelompok ini membicarakan berbagai

macam permasalahan kehidupan keseharian dan kehidupan yang lalu. Kegiatan

PAGE (Peer Accountability Group Evaluation) adalah suatu kelompok yang

mengajarkan residen untuk dapat memberikan satu penilaian positif dan negatif

dalam kehidupan sehari-hari terhadap sesama residen. Selanjutnya kegiatan

Haircut adalah salah satu bentuk dan sanksi yang diberikan kepada residen yang

Page 23: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

9

melakukan pelanggaran secara berulang-ulang dan telah diberikan sanksi berupa

teguran lisan secara langsung saat terjadi pelanggaran dan peringatan serta nasihat

pada forum morning meeting. Kegiatan Wrap up adalah kegiatan yang membahas

kegiatan yang telah selama 1 hari, selanjutnya ialah kegiatan Learning

Experiences adalah bentuk sanksi yang diberikan kepada residen setelah

menjalani haircut, family haircut dan general meeting. Kegiatan seminar yaitu

kegiatan berupa pemberian materi yang berkaitan dengan Therapeutic

Community, narkoba, maupun pengetahuan lain yang relevan. Function

merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan rasa

tanggung jawab dan kepedulian terhadap kebersihan lingkungan sekitar, dan

masih banyak kegiatan yang lainnya (BNN Bekerjasama Dengan Departemen

Sosial R.I, 2004).

Peneliti tertarik untuk mengambil judul hubungan antara persepsi tentang

Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza dikarenakan saat

ini peneliti melihat fenomena yang terjadi pada residen di salah satu panti

rehabilitasi, dimana sebagian dari mereka banyak yang sudah discharge program

namun tidak lama kemudian kembali masuk rehabilitasi dikarenakan relapse.

Sehingga peneliti ingin melihat bagaimana persepsi residen terhadap kegiatan-

kegiatan Therapeutic Community sehingga mampu menumbuhkan harapan

mereka untuk bertahan dan pulih dari Napza, dan apakah para residen

menpersepsikan kegiatan dalam program Therapeutic Community sebagai sesuatu

yang positif atau negatif, kemudian bagaimana persepsi residen tersebut terhadap

kelompoknya (orang-orang yang memiliki permasalahan yang sama terhadap

Page 24: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

10

Napza), selain itu dari survei yang telah dilakukan peneliti pada waktu

mengadakan seminar “harapan” di salah satu panti rehabilitasi, terlihat bahwa

sebanyak 24 residen menyatakan bahwa mereka memiliki harapan untuk stay

clean dan sober dan mendapatkan kepercayaan orang tua dan keluarga kembali

setelah mereka menjalani proses rehabilitasi. Karena itulah mengapa peneliti

menjadi tertarik untuk mengambil judul tersebut.

1.2 Identifikasi Masalah

Apakah ada hubungan positif yang signifikan antara Persepsi tentang Therapeutuc

Community dengan Hope untuk pulih dari Napza?

1.3 Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah

1.3.1 Perumusan Masalah

Adapun masalah yang ingin dikaji lebih jauh dalam penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut:

“Apakah ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi tentang

Therapeutuc Community dengan harapan untuk pulih dari Napza?

1.3.2 Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak meluas, maka diperlukan pembatasan

masalah dari masalah-masalah yang hendak diteliti. Adapun batasan masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Harapan adalah yaitu kemampuan untuk merencanakan suatu cara atau jalur

menuju tujuan yang diharapkan meskipun menjumpai halangan/rintangan/

Page 25: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

11

hambatan (pathways/waypower) dan motivasi untuk menggunakan cara atau

jalur tersebut (agency/willpower).

2. Pulih dari Napza adalah keadaan dimana seorang pecandu sama sekali tidak

menggunakan zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosialnya sesuai

dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

3. Harapan untuk pulih dari Napza adalah kemampuan untuk merencanakan

suatu cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkana yaitu tidak

menggunakan zat-zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosial sesuai

dengan norma-norma yang berlaku diimasyarakat meskipun menjumpai

hambatan dan motivasi untuk menggunakan cara atau jalur tersebut.

4. Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses dimana setiap individu mengorganisir dan

menginterpretasikan apa yang ditangkap inderanya untuk memberikan arti

pada lingkungannya.

5. Therapeutic Community (TC)

Therapeutic Community (TC) adalah sekelompok orang yang mempunyai

masalah yang sama, mereka berkumpul untuk saling bantu dalam mengatasi

masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to help

himself, yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya sendiri.

6. Persepsi Tentang Therapeutic Community

Persepsi tentang Therapeutic Community adalah suatu proses mengorganisir

dan menginterpretasikan atau menafsirkan informasi dari sekelompok orang

yang berkumpul untuk saling membantu dalam masalah yang dihadapinya

untuk memberikan arti pada lingkungannya.

Page 26: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

12

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mendapatkan

gambaran mengenai hubungan persepsi tentang Therapeutuc Community dengan

harapan untuk pulih dari Napza.

1.4.2 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun praktis, yaitu:

1. Manfaat teoritis untuk penelitian ini:

Diharapkan memberikan sumbangan teoritis bagi perkembangan ilmu

pengetahuan pada umumnya dan psikologi klinis pada khususnya, berupa data

empiris tentang hubungan persepsi tentang Therapeutic Community dengan

harapan untuk pulih dari Napza.

2. Manfaat Praktis untuk penelitian ini:

a. Bagi residen

Bagi residen diharapkan dapat membuka dan menambah wawasan mengenai

persepsi tentang therapeutic community dengan harapan untuk pulih dari

Napza guna membantu mereka dalam proses pemulihan agar mereka dapat

bertahan untuk tidak kembali menggunakan Napza.

Page 27: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

13

b. Bagi lembaga terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif serta

dapat meningkatkan kualitas pelayanan berkaitan dengan penanganan

pemulihan bagi para residen.

c. Bagi Konselor

Diharapkan penelitian dapat memberi tambahan informasi tentang persepsi

Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari napza, sehingga

konselor dapat mengarahkan anak didiknya.

Page 28: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan tentang deskripsi teoritis tentang harapan,

persepsi, Therapeutic Community, Napza, kerangka berpikir, serta hipotesis

penelitian.

2.1 Harapan

2.1.1 Definisi Harapan

Konsep harapan sudah dibahas selama bertahun-tahun dalam kepustakaan

filsafat, teologi, psikologi dan sosiologi termasuk dalam penerapannya di setting

klinis (Farran, Herth & Popovitch, 1995). Terdapat berbagai definisi tentang

harapan. Menurut Petterson & Selligman (2004) harapan selalu mengacu pada

suatu ekspektansi positif. (Religd, dalam Rice, 2000) Harapan memungkinkan

seseorang untuk mengatasi situasi yang penuh tekanan (stressful) dengan

mengharapkan hasil yang positif. Karena hasil positif yang diharapkan maka

seseorang termotivasi untuk bertindak dalam menghadapi ketidakpastian.

Dalam psikologi, harapan didefinisikan pertama kali oleh Lynch (Raleigh,

dalam Rice, 2000). Lynch mendefinisikan harapan sebagai pengetahuan mendasar

bahwa situasi sulit dapat diatasi sehingga tujuan dapat dicapai.

“the fundamental knowledge that a difficult situation can be worked out and

that goals can be reached” (Religh, dalam Rice, 2000).

Kemudian Stotland (Raleigh, dalam Rice, 2000) membuat revolusi dalam

pemahaman tentang konsep harapan dalam psikologi dengan mengembangkan

14

Page 29: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

15

suatu kerangka konseptual tentang harapan dan mengoperasionalkan konsep

harapan. Kerangka konseptual yang dikembangkan Stotland menjadi perintis

dikembangkannya berbagai instrumen untuk mengukur harapan dan dilakukannya

berbagai penelitian ilmiah tentang harapan. Sebelumnya, harapan dalam psikologi

merupakan suatu konsep yang samar sehingga tidak memungkinkan untuk

dilakukan pengukuran dan studi sistematik. Menurut Stotland (Raleigh, dalam

Rice, 2000), harapan adalah suatu ekspektansi terhadap pencapaian tujuan di masa

depan yang ditentukan oleh pentingnya tujuan tersebut bagi seseorang dan

motivasi dalam bertindak untuk meraih tujuan.

Pemahaman terhadap konsep harapan berkembang. Farran, Herth, &

Popovitch (1995) melakukan meta-analisis terhadap beberapa definisi yang ada

dan mengemukakan bahwa harapan merupakan suatu pengalaman esensial dalam

kehidupan manusia. Harapan berfungsi sebagai cara merasakan, cara berpikir,

cara bertindak dan cara berhubungan dengan dirinya maupun dengan dunianya.

Dalam harapan terdapat kemampuan untuk mengembangkan ekspektansi yang

cair. Harapan dapat tetap ada ketika suatu objek atau hasil yang didambakan

belum terwujud.

“Hope constitutes an essential experience of the human condition. It

functions as a way of feeling, a way of thinking, a wayof behaving, and a way

relating to oneself and one’s world. Hope has the ability to be fluid in its

expectations, and in the event that the desired object or outcome does not occuur,

hope can still be present” (Farran, Herth, & popovitch, 1995: 6).

Page 30: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

16

Sebagai suatu cara merasakan (afektif), harapan digambarkan sesuatu yang

melampaui emosi dan berfungsi sebagai suatu kekuatan pendorong. Harapan

menggerakkan seseorang untuk maju ketika merasakan sesuatu yang aneh yang

melawan dirinya. Sebagai suatu cara berpikir (kognitif), harapan diasosiasikan

dengan keberanian, keteguhan dalam menghadapi derita yang berat atau

mengalami begitu banyak masalah (a sense of fortitude). Dalam hal ini, harapan

digambarkan sebagai kemampuan menghadapi suatu kenyataan melampaui suatu

kenyataan melampaui yang tampak dan merupakan suatu asumsi kepastian bahwa

suatu kemungkinan kekhawatiran atau ketakutan tidak akan terjadi (Korner, dalam

Farran, Herth, & Popovitch, 1995). Harapan juga berfungsi sebagai suatu proses

kreatif dimana seseorang membayangkan cara-cara lain dalam menghadapi

terjadinya kemungkinan atau ketakutan (Lynch, dalam Farran, Herth, &

Popovitch, 1995).

Pemahaman lainnya tentang harapan dalam tinjauan psikologi

dikembangkan oleh Seligman. Harapan merupakan suatu sikap mental positif

secara kognitif, emosi dan motivasional terkait dengan masa depan (Petterson &

Seligman, 2004; Seligman, 2002). Hal ini meliputi berpikir tentang masa depan,

menantikan suatu kejadian dan hasil yang diharapkan terjadi, bertindak dengan

cara yang diyakini dapat berhasil dan merasa yakin dengan usaha yang tepat untuk

dilakukan serta menyebabkan seseorang merasa gembira saat ini untuk kemudian

fokus dalam melakukan tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan. Sikap

mental positif terkait dengan masa depan lainnya adalah faith, trust, confidence

dan optimisme. Pemahaman tentang harapan secara mutakhir dalam tinjauan

Page 31: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

17

psikologi dikembangkan secara mendalam oleh seorang psikolog klinis, Snyder

(1994). Definisi konsep harapan yang dikembangkan Snyder adalah :

“the sum of the mental willpower dan waypower that you have for your goals”

(Snyder, 1994:5)

Menurut Snyder (1994), bagaimana seseorang berpikir dan

menginterpretasikan lingkungan eksternalnya merupakan kunci untuk memahami

harapan. Harapan memiliki 3 komponen utama, yaitu goal, waypower, dan

willpower. Dalam konsep ini, harapan tampak paling kuat ketika perbandingan

antara kemungkinan pencapaian tujuan dan kemungkinan kegagalan adalah 50 –

50. Pada saat tujuan dirasakan pasti dapat dicapai, konsep harapan tampak

menjadi kurang penting. Demikian pula ketika tujuan dirasakan pasti tidak dapat

dicapai. Gejala yang terjadi adalah ketidakberdayaan.

2.1.2 Komponen dalam Hope

Terdapat 3 komponen dalam definisi harapan yang dikembangkan Snyder

(1994), yaitu: tujuan (goals), willpower dan waypower. Berikut ini aka dijelaskan

ketiga komponen tersebut satu persatu.

1. Tujuan

Tujuan merupakan suatu objek, pengalaman, atau hasil yang dibayangan

dan didambakan oleh seseorang dalam benaknya. (Snyder, 1994). Konsep harapan

menjadi sesuatu yang relevan terkait dengan tujuan yang penting dan serius dalam

hidup seseorang. Snyder menjelaskan bahwa ketika peluang untuk mencapai

tujuan yang didambakan sama sekali tidak ada (0%) atau peluangnya sangat pasti

dapat dicapai (100%) maka konsep harapan tidak relevan. Penyebabnya adalah

Page 32: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

18

hasilnya sudah dapat dipastikan atau ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu,

konsep harapan relevan pada tujuan yang terletak diantara sesuatu yang pasti akan

tercapai dan sesuatu yang pasti tidak akan pernah tercapai.

2. Willpower / Agency Thought

Willpower merupakan kekuatan pendorong dalam berpikir penuh harap

(hopeful thinking). Willpower adalah “the sense of mental energy that over time

helps to propel person toward goal”(Snyder, 1994).

Berikut ini merupakan visualisasi dari konsep willpower menurut snyder:

A B

Gambar 2.1 Visualisasi willpower

Dalam visualisasi diatas, willpower (tanda panah) menggerakan seseorang

dari poin A yang menggambarkan keadaan saat ini menuju kepencapaian tujuan

yang digambarkan dengan poin B. Willpower berisikan keteguhan hati dan

komitmen yang dapat digunakan untuk membantu menggerakan seseorang untuk

maju kea rah pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam suatu momen tertentu.

Willpower memunculkan persepsi seseorang untuk dapat melakukan dan

mempertahankan suatu tindakan menuju pencapaian tujuan yang diinginkan

terutama tujuan yang penting dala kehidupan. Willpower dapat lebih mudah

dibangkitkan ketika seseorang dapat memahami dan merepresentasikan tujuan

yang jelas dalam benaknya. Tujuan yang samar tidak mencetuskan dorongan

secara mental untuk maju. Oleh karena itu, ketika seseorang dapat mengklarifikasi

Page 33: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

19

tujuannya maka ia cenderung dapat mengisi dirinya dengan pemikiran yang aktif

dan memberdayakan diri menuju pencapaian tujuan. Willpower juga

memunculkan keyakinan dalam diri seseorang bahwa ia mampu melakukan suatu

tindakan menuju pencapaian tujuan (Snyder, 1994).

Kemampuan seseorang untuk menciptakan willpower didasarkan pada

pengalaman sebelumnya tentang keberhasilan yang mengaktifasikan benak dan

tubuh kita untuk mengejar tujuan (Snyder, 1994). Penting untuk digarisbawahi

bahwa willpower tidak diperoleh ketika seseorang menjalani kehidupannya

dengan mudah dimana tujuan dapat dicapai tanpa adanya rintangan. Seseorang

yang memiliki willpower adalah seseorang yang telah mampu mengatasi

kesulitan-kesulitan sebelumnya dalam hidup.

3. Waypower / Pathways Thought

Waypower merefleksikan rencana atau peta jalur secara mental yang

menuntun pemikiran yang penuh harapan (hopeful thinking). Waypower adalah

kapasitas mental yang dapat digunakan untuk menemukan satu atau lebih cara

yang efektif untuk mencapai tujuan (Snyder, 1994).

“a mental capacity we can call on to find one more effective ways to reach our

goal” (Snyder, 1994).

Berikut ini merupakan visualisasi dari konsep waypower menurut Snyder:

A B

Gambar 2.2 Visualisasi waypower

Page 34: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

20

Dalam visualisasi diatas, waypower menunjukan suatu rute (tanda panah)

yang harus dijalani dan dilalui seseorang (dari poin A) menuju tujuan (poin B).

Esensi dari berpikir waypower adalah suatu persepsi bahwa seseorang dapat

terlibat dalam pemikiran yang penuh perencanaan (Snyder, 1994). Secara khusus,

kemampuan waypower seseorang dapat diterapkan dalam beberapa tujuan yang

berbeda satu sama lain. Secara umum, seseorang tampak lebih mudah untuk

merencanakan secara efektif ketika tujuan yang hendak dicapai dapat

didefinisikan atau dioperasionalkan dengan baik. Sama seperti willpower,

waypower lebih sering terjadi terkait dengan tujuan yang lebih penting. Tujuan

yang lebih penting bagi seseorang cenderung memunculkan perencanaan yang

kaya. Hal ini terjadi karena seseorang dalam perkembangannya cenderung

menghabiskan banyak waktu untuk berpikir tentang bagaimana meraih tujuan

yang lebih penting dan cenderung mempraktekan perencanaan terkait dengan

tujuan yang lebih penting tersebut.

Kemampuan seseorang untuk menciptakan waypower didasarkan pada

pengalaman sebelumnya tentang keberhasilan menemukan satu atau lebih cara

mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Snyder, 1994). Berdasarkan hasil

penelitian, ingatan seseorang diatur atau diorganisasikan kedalam tujuan dan

rencana. Dengan perkataan lain, seseorang menyimpan informasi secara mental

berdasarkan pada tujuan dan cara yang diasosiasikan dengan tujuan tersebut

(Snyder, 1994).

Selain itu persepsi seseorang akan kemampuannya mengembangkan cara

atau jalan menuju tujuannya kemungkinan diperkaya oleh pengalaman

Page 35: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

21

keberhasilan sebelumnya. Pengalaman keberhasilan sebelumnya yang dimaksud

adalah dalam hal mengembangkan suatu cara atau jalur baru menuju tujuan pada

saat adanya hambatan dalam menjalankan cara yang biasanya dipakai menuju

tujuan tersebut. Dalam hal ini. Waypower termasuk fleksibel mental untuk

menemukan suatu alternatif jalur menuju pencapaian tujuan yang didambakan.

Ungkapan berikut menjelaskan tentang hal ini. “jika anda tidak melakukannya

dengan suatu cara tertentu, lakukanlah cara yang berdeda”.

A

B

Gambar 2.3 Visualisasi waypower terkait dengan halangan / rintangan

Dalam visualisasi diatas tampak adanya jalur lurus dari poin A (kedaaan

saaat ini) menuju poin B (tujuan yang didambakan) yang biasanya dilakukan

seseorang menemui hambatan atau rintangan (panah lurus). Seseorang dengan

kemampuan waypower yang tinggi secara mental mampu merencanakan jalur

lainnya menuju tujuan yang didambakan tersebut (panah melengkung). Keyakinan

bahwa beberapa jalan atau jalur dapat dilalui menuju pencapaian tujuan dimiliki

oleh seseorang dengan kemampuan waypower yang tinggi. Dalam hal ini,

seseorang mengubah “cetak biru” yang dimilikinya dan menyesuaikannya dengan

tujuan yang didambakan dan rintangan yang harus dihadapinya. Menurut Snyder

(1994), tidak semua orang dapat mempersepsikan bahwa dirinya mampu membuat

Page 36: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

22

suatu rencana baru melainkan kebanykan orang cenderung merasa terhambat dan

kehabisan cara ketika mengalami hambatan dalam usaha pencapaian tujuan.

2.1.3 Variasi harapan berdasarkan kombinasi willpower dan waypower

Menurut Snyder (1994), seseorang yang memiliki personal sense of

willpower sebaliknya juga memiliki pemikiran terkait waypower menuju

pencapaian tujuan yang didambakan. Namun seringkali hal ini tidak terjadi.

Penelitian menunjukan bahwa seseorang dengan kemampuan berpikir willpower

tidak selalu memiliki pemikiran terkait waypower. Seseorang yang tidak memiliki

keduanya, willpower dan waypower, tidak dapat dikatakan bahwa harapannya

tinggi. Terdapat 4 (empat) jenis variasi tentang kombinasi willpower dan

waypower (Snyder, 1994), yaitu:

Willpower rendah Waypower rendah

Willpower tinggi Waypower rendah

Willpower rendah Waypower tinggi

Willpower tinggi Waypower tinggi

Table 2.4 Kombinasi willpower dan waypower

Dalam kombinasi pertama (Willpower rendah dan Waypower rendah).

Seseorang dapat dikatakan memiliki tingkat harapan yang rendah. Menurut

Snyder (1994), seseorang dengan kombinasi pertama ini rentan mengalami

depresi karena selalu berpikir dirnya tidak mampu meraih tujuan yang

didambakannya. Hal ini akan semakin memburuk ketika seseorang tidak mampu

mendefinisikan atau mengoprasionalkan tujuannya.

Page 37: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

23

Pada kombibasi kedua (Willpower tinggi dan Waypower rendah).

Seseorang tampak memiliki energi secara mental yang cukup untuk mencapai

tujuan yang didambakan namun tidak berpkir bahwa dirinya menuju tujuan yang

didambakan. Menurut Snyder (1994), dalam beberapa keadaan, ketidak mampuan

seseorang dalam berpikir tentang cara untuk mencapai suatu tujuan (waypower)

cenderung mengakibatkan frustasi atau kemarahan yang diasosiasikan dengan

kinerjanya yang buruk. Selain itu, ketika waypower yang rendah terus dirasakan

dalam jangka waktu yang lama maka seseorang cenderung akan mengalami

kehilangan willpower.

Sesangkan dengan kombinasi ketiga (Willpower rendah dan Waypower

tinggi), dalam benaknya memiliki berbagai kemungkinan yang dapat dilakukan

tentang bagaimana caranya meraih tujuan namun cenderung memiliki keyakinan

yang rendah akan kemampuannya dalam menggunakan berbagai kemungkinan

cara yang ada (Snyder, 1994). Willpower yang rendah dalam kombinasi ini dapat

merefleksikan defisiensi jangka panjang dalam keyakinan bahwa dirinya memiliki

kapasitas untuk meraih tujuan yang didambakannya. Selain itu, kombinasi ini

dalam jangka pendek juga dapat merefleksikan energi mental yang menurun

karena beberapa kemunduran yang dialami saat ini. Gejala burnout merupakan

suatu manifestasi dari kombinasi ini. Tindakan seseorang dalam kombinasi ini

dalam mencapai tujuannya tampak datar. Meskipun seringkali mereka dapat

membuat orang terkesan dengan ide dan pekerjaan yang dilakukannya namun

proses yang dilakukannya tampak seperti suatu perjuangan yang konstan atau

Page 38: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

24

terkesan sebagai suatu rutinitas. Mereka dapat menceritakan bagaimana suatu

pekerjaan dapat diselesaikan namun mereka seringkali tampak depresif.

Kombinasi terakhir (Waypower tinggi dan Waypower tinggi) merupakan

profil diri seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi. Seseorang cenderung

memiliki mental yang sangat memadai dan memiliki ide tentang cara meraih

tujuan yang juga sangat memadai (Snyder, 1994). Seseorang dengan tingkat

harapan yang tinggi memiliki tujuan yang jelas dalam benaknya dan terus

menerus berpikir tentang cara untuk mendapatkannya. Mereka tampak sangat

fokus pada tujuan yang didambakannya dan bebas bergerak dari satu ide ke ide

yang dapat memfasilitasinya mendapatkan tujuannya. Intinya seseorang dengan

tingkat harapan yang tinggi tampak sangat aktif dalam berpikir dan mereka

tampak selalu yakin bahwa tersedia pilihan-pilihan cara untuk meraih tujuan yang

didambakannya.

2.1.4 Karakteristik Individu Dengan Tingkat Harapan Tinggi

Menurut Snyder (2000, dalam Carr, 2004), orang dewasa dengan tingkat

harapan tinggi memiliki profil tertentu. Mereka telah mengalami berbagai

kemunduran atau ‘pukulan’ sama seperti orang lain dalam kehidupan mereka

namun mereka telah mengembangkan keyakinan bahwa mereka dapat melakuka

penyesuaian terhadap tantangan yang ada dan mengatasi kesulitan yang terjadi.

Mereka juga mempertahankan dialog dalam dirinya yang positif, seperti

mengatakan pada dirinya pernyataan berikut: “saya pasti bisa atau saya tidak akan

menyerah”. Mereka fokus pada keberhasilan bukan pada kegagalan. Pada saat

menghadapi rintangan dalam pencapaian tujuan yang didambakan, mereka

Page 39: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

25

mengalami emosi negatif yang sedikit dan kurang intens. Hal ini terjadi karena

mereka secara kreatif mampu mengembangkan jalur/cara lain untuk meraih tujuan

atau memilih tujuan lainnya yang dapat dicapai. Ketika menghadapi permasalahan

dalam hidupnya, seseorang dengan tingkat harapan tinggi cenderung mampu

memecahkan masalah yang tampak besar dan tidak jelas menjadi masalah-

masalah yang lebih kecil dan dapat didefinisikan secara lebih jelas sehingga dapat

dikelola. Sedangkan seseorang dengan tingkat harapan yang rendah, ketika

menghadpi rintangan yang berat akan mengalami perubahan emosi dengan siklus

sebagai berikut: dari berharap menjadi marah, kemudian dari marah menjadi putus

asa dan pada akhirnya putus asa menjadi apatis.

Snyder (1994) mengemukakan karakteristik psikologis yang dimiliki

seseorang dengan tingkat harapan tinggi berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukannya. Karakteristik tersebut yaitu:

1. Optimis

Seseorang dengan harapan yang tinggi pasti optimis namun tidak sebaliknya.

Optimis tampak berkaitan erat dengan willpower namun tidak dengan

waypower. Mereka yang optimis memiliki suatu energi mental terkait dengan

pencapaian tujuannya namun mereka tidak selalu memiliki pemikiran terkait

dengan cara pencapaian tujuan (waypower).

2. Memiliki persepsi kontrol terhadap kehidupannya

Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi cenderung memiliki keyakinan

bahwa dirinya sendiri memiliki kendali terhadap hidupnya dan dirinya sendiri

menentukan nasib hidupnya.

Page 40: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

26

3. Memiliki persepsi tentang kemampuannya dalam pemecahan masalah

Kemampuan seseorang dalam pemecahan masalah berkaitan dengan

pemikiran seseorang terkait dengan cara pencapaian tujuan. Pada saat

mengalami siruasi sulit dalam melaksanakan cara yang biasanya dilakukan

untuk mencapai tujua, mereka menjadi sangat berorientasi pada tugas dan

menjalankan cara alternatif untuk mencapai tujuan. Mereka cenderung telah

mengantisipasi permasalahan dengan mengembangkan perencanaan dengan

sistem back-up (cadangan) untuk mengatasi kemungkinan mengalami suatu

kesulitan.

4. Kompetitif

Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi tertarik dengan orang lain dan

menikmati interaksinya dengan orang lain dan menikmati interaksinya dengan

orang lain. Mereka cenderung menikmati kerja keras dan mendapatkan

perasaan akan suatu penguasaan tertentu dalam situasi kompetitif. Mereka

cenderung membandingkan kemampuan dirinya dengan orang lain. Namun

pada orang dengan tingkat harapan yang tinggi, kecendrungannya untuk

berkompetisi dengan orang lain tidak ada kaitannya dengan hasrat atau

kebutuhan untuk menang. Hal ini terjadi karena mereka tampak menikmati

proses pengujian keterampilan yang dimilikinya dan kompetisi memberikan

tantangan yang menyegarkan. Mereka lebih mengutamakan proses daripada

hasil akhir.

5. Harga diri (self esteem) tinggi

Seseorang yang terbiasa mengembangkan waypower dan willpower terkait

dengan tujuannya akan memiliki harga diri yang positif dalam berbagai

Page 41: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

27

situasi. Mereka berpikir positif dengan diri sendiri karena mereka mengetahui

bahwa mereka telah meraih tujuan mereka dimasa lalu dan melakukan hal

yang sama untuk tujuan dimasa yang akan datang. Harga diri orang dengan

tingkat harapan yang tinggi tampil dalam ruang privat terkait dengan perasaan

bangga terhadap diri sendiri.

6. Merasakan efek yang cenderung positif

Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi mengalami keadaan afek fang

positif. Mereka terlibat secara penuh dalam usaha mewujudkan tujuan yang

didambakannya. Mereka tampak antusias, tertarik, dan bersukacita dalam

mencoba berbagai solusi atau jalur untuk mencapai tujuan yang diperkuat

dengan konsentrasi penuh dan minat yang tinggi.

7. Tidak merasa cemas dan depresi

Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi tidak berarti kebal terhadap

kecemasan. Namun mereka mampu mengatasi kecemasannya melalui cara

berpikir yang dimilikinya terkain dengan willpower dan waypower. demikian

halnya dengan depresi. Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi tampak

bersemangat dan bergairah dengan energi mental dan ide yang dimilikanya

tentang pencapaian tujuan-tujuan mereka. Akibatnya mereka tidak mengalami

depresi. Namun tampilan menyerupai depresi atau depresi taraf ringan dapat

dialami oleh seseorang yang tinggi dalam waypower namun rendah dalam

willpower.

Selain mengemukakan tentang karakteristik psikologis dari orang-orang

dari tingkat harapan yang tinggi, berikut ini dikemukaka tentang bagaimana tujuan

Page 42: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

28

yang dikembangkan oleh orang-orang dengan tingkat harapan yang tinggi.

Menurut Snyder (1994), orang dengan tingkat harapan yang tinggi mendambakan

beberapa tujuan sekaligus dalam berbagai area kehidupan. Meskipun cenderung

sulit mereka mempertahankan tujuan tersebut dan memandangnya sebagai

tantangan yang diterima dengan tangan terbuka sebagai bagian yang normal dari

kehidupan. Mereka cenderung menggunakan tujuan mereka sebagai bagian yang

normal dari kehidupan. Mereka cenderung menggunakan tujuan mereka sebagai

suatu langkah menuju kesuksesan. Mereka menemukan tujuan dalam hidup

mereka dan berpikir bahwa mereka akan mendapatkannya. Dengan kata lain

orang dengan tingkat harapan yang tinggi adalah investor yang terus menerus

menambah investasinya dalam tujuan-tujuan hidup dan berharap untuk

mendapatkan pengambalian yang sempurna dari investasinya tersebut.

2.1.5 Faktor yang Memperngaruhi Harapan

Berdasarkan pemahaman akan konsep Snyder tentang harapan, emosi

positif atau negatif merupakan hasil dari pemikiran yang penuh harapan terkait

dengan pencapaian tujuan. Dalam berbagai situasi ketika tujuan yang diharapkan

diusahakan terwujud, perilaku seseorang untuk mewujudkannya ditentukan oleh

interaksi 3 hal (Snyder, dalam Carr, 2004), yaitu:

1. Derajat keberhargaan (valued) dari hasil tujuan yang dikembangkan,

2. Pemikiran tentang cara atau jalur yang mungkin dilakukan menuju pencapaian

tujuan dan ekspektasi mengenai efektifitas dari cara atau jalur tersebut dalam

mencapai hasil atau tujuan yang dikembangkan, dan

Page 43: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

29

3. Pemikiran tentang agency pribadi dan seberapa efektif seseorang dalam

mengikuti jalur atau menjalankan cara menuju pencapaian tujuan.

Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh pemikiran yang dikembangkan

berdasarkan situasi/pengalaman masa lalu dan berkembang melalui dua cara,

yaitu:

1. Pemikiran tentang jalur atau cara menuju pencapaian tujuan berdasarkan

pengalaman dalam proses perkembangan seseorang terkait dengan korelasi

dan kausalitas.

2. Pemikiran tentang agency berdasarkan pengalaman dalam proses

perkembangan seseorang terkait dengan diri sendiri sebagai pelaku atau diri

sendiri dalam hubungan sebab akibat dari berbagai pengalamannya.

2.2 Pulih Dari Napza

2.2.1 Pengertian Pulih Dari Napza

Pulih dari Napza adalah keadaan dimana seorang pecandu sama sekali

tidak menggunakan zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosialnya sesuai

dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

2.3 Harapan Untuk Pulih Dari Napza

Harapan untuk pulih dari Napza adalah kemampuan untuk merencanakan

suatu cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkana yaitu tidak menggunakan

zat-zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosial sesuai dengan norma-

norma yang berlaku diimasyarakat meskipun menjumpai hambatan dan motivasi

untuk menggunakan cara atau jalur tersebut.

Page 44: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

30

2.4 Persepsi

2.4.1 Pengertian Persepsi

Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang

melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu

bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt, dalam Sobur

2003).

Istilah persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang

pengalaman terhadap sesuatu benda ataupun sesuatu kejadian yang dialami.

Robbins mendefinisikan persepsi sebagai berikut:

Perception is a process by which individuals organize and interpret their

sensory impression in order to give meaning to their envionmen. (Robbins:

2001).

Definisi Robbins menjelaskan bahwa persepsi merupakan suatu proses

dimana setiap individu mengorganisir dan menginterpretasikan apa yang

ditangkap inderanya untuk memberikan arti pada lingkungannya.

Morgan (1986) mendefinisikan persepsi sebagai:

Perception refer to the way the world looks, sounds, feels, tester, or smell

in other word percepstion can be defined as whatever is experienced by a

person.

Yakni, persepsi berhubungan mengenali dunia melalui indera penglihatan,

pendengaran, perasa atau penciuman atau dengan kata lain persepsi bisa

didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan pengalaman

manusia.

Page 45: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

31

Selain itu menurut Rice (1998) persepsi adalah interpretasi dan organisasi

dari informasi yang diteruskan ke otak oleh indera. Dalam mempersepsikan suatu

informasi terdapat dua proses penting, yaitu interpretasi dan organisasi. Pada saat

individu melakukan interpretasi, ia berusaha untuk mengartikan dan membuat

penilaian terhadap suatu informasi. Informasi tersebut dapat dinilai sebagai

sesuatu yang positif ataupun negatif. Setelah melakukan proses interpretasi,

individu kemudian melakukan proses organisasi dimana ia memilah-milah

informasi baru dan menghubungkan informasi tersebut dengan informasi serupa

yang telah disimpan di long-term memory.

Perlu diketahui bahwa saat individu mempersepsikan sesuatu, dapat terjadi

bias yang dipengaruhi oleh karakteristik emosi individu tersebut. Bias juga dapat

dipengaruhi oleh efek kumulatif dari pengalaman-pengalaman yang dialami

sebelumnya oleh individu yang bersangkutan (Rice, 1998).

2.4.2 Proses Persepsi

Salah satu pandangan yang dianut secara luas menyatakan bahwa

psikologi, sebagai telaah ilmiah, berhubungan dengan unsur dan proses yang

merupakan perantara rangsangan di luar organisme dengan tanggapan fisik

organisme yang dapat diamati terhadap rangsangan. Menurut rumusan ini, yang

dikenal dengan teori rangsangan-tanggapan (stimulus-respons), persepsi

merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah

rangsangan diterapkan kepada manusia. Sub proses psikologis lainnya yang

mungkin adalah pengenalan, perasaan, dan penalaran (Sobur, 2003).

Page 46: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

32

Penalaran

Rangsangan Persepsi Pengenalan Tanggapan

Perasaan

Persepsi, pengenalan, penalaran, dan perasaan kadang-kadang disebut

variabel psikologis yang muncul di antara rangsangan dan tanggapan. Sudah

tentu, ada pula cara lain untuk mengonsepsikan lapangan psikologi, namun rumus

S-R dikemukakan di sini karena telah diterima secara luas oleh oleh para psikolog

dan karena unsur-unsur dasarnya mudah dipahami dan digunakan oleh ilmu sosial

lainnya (Hennessy, dalam Sobur 2003).

2.4.3 Komponen Persepsi

Menurut Sobur (2003) dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku

seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk

mengubah tingkah laku seseorang, harus dimulai dari mengubah persepsinya.

Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utama yaitu:

1. Seleksi, adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar,

intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai

arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti

pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan

kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk

mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses

mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

Page 47: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

33

3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku

sebagai reaksi. Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi,

dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.

2.4.4 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Robbin (2001) diantara faktor-faktor yang mempengaruhi

persepsi yaitu :

1. Orang yang melakukan persepsi, adapun beberapa hal yang dapat

mempengaruhi persepsi seseorang antara lain:

a. Sikap individu yang bersangkutan terhadap objek persepsi.

b. Motif atau keinginan yang belum terpenuhi yang ada di dalam diri

seseorang akan berpengaruh terhadap persepsi yang dimunculkan.

c. Interest atau ketertarikan, faktor perhatian individu dipengaruhi oleh

ketertarikan tentang sesuatu. Hal ini menyebabkan objek persepsi yang

sama dapat dipersepsikan berbeda oleh masing-masing individu.

d. Harapan, harapan dapat menyebabkan distorsi terhadap objek yang

dipersepsikan atau dengan kata lain seseorang akan mempersepsikan suatu

objek atau kejadian sesuai dengan apa yang diharapkan pada orang

tersebut.

2. Target atau objek persepsi, karakteristik atau objek persepsi yang

dipersepsikan bisa mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Karakteristik orang

yang dipersepsi baik itu karakteristik personal sikap maupun tingkah laku

dapat berpengaruh terhadap perceiver, karena manusia dapat saling

mempengaruhi persepsi satu sama lain.

Page 48: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

34

3. Faktor situasi yaitu situasi saat persepsi muncul, konteks situasi saat melihat

objek baik berupa lokasi, cahaya dan suasana sangatlah penting. Pada faktor

situasi terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi, antara lain:

a. Konteks sosial, bagaimana lingkungan sosial memandang objek persepsi

seseorang adalah kecenderungan sesuai dengan apa yang dipersepsikan

lingkungan sosialnya.

b. Konteks pekerjaan, persepsi seseorang terhadap suatu peristiwa dalam

lingkup pekerjaan.

c. Waktu, pada saat kapan objek persepsi tersebut dipersepsikan.

2.5 Therapeutic Community (TC)

2.5.1 Filosofi

Program Therapeutic Community berlandaskan pada folosofi dan slogan-

slogan tertentu, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis (unwritten

philosophy). Filosofi Therapeutic Community yang tertulis merupakan suatu hal

yang harus dihayati, dianggap sakral, tidak boleh diubah dan harus dibaca setiap

hari. Sementara filosofi tidak tertulis (unwritten philosophy) adalah merupakan

nilai-nilai yang harus diterapkan dalam proses pemulihan yang maknanya

mengandung nilai-nilai kehidupan yang yang universal, artinya filosofi ini tidak

mengacu kepada kultur, agama dan golongan tertentu (BNN Bekerjasama Dengan

Departemen Sosial R.I, 2004).

2.5.1.1 Filosofi Therapeutic Community yang tertulis (The Creed)

Merupakan filosofi atau falsafah yang dianut dalam Therapeutic

Community. Falsafah ini merupakan kerangka dasar berpikir dalam program

Page 49: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

35

Therapeutic Community yang harus dipahami dan dihayati oleh seluruh residen

(BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).

THE CREED

I am Here, Because There Is No Refuge Finally From My Self

Until I Confront My Self In The Eyes And Heart Of Others

I am Running Until Suffer Them

To Share My Secrets I Have No Safety From Them

Afraid To Be Known I Can Know Neither My Self

Nor Any Other Where Else

But In Our Common Ground Can I Find Such A Mirror

Here Together

I Can At Last Appear Clearly To My Self Not As A Giant Of My Dreams

Nor The Drawf Of My Fears But As A Pearson Part Of The Whole

With My Share In Its Purpose In This Ground

I Can Take Root And Grows Not Alone Anymore

As In Death But A Live

To My Self And To other

Page 50: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

36

“Saya berada di sini karena tiada lagi tempat berlindung, baik dari diri

sendiri, hingga saya melihat diri saya dimata dan hati insan yang lain. Saya masih

berlari, sehingga saya belum sanggup merasakan kepedihan dan menceritakan

segala rahasia diri saya ini, saya tidak dapat mengenal diri saya sendiri yang lain,

saya akan senantiasa sendiri. Di mana lagi kalau bukan disini, dapatkah saya

melihat cermin diri ini? Di sinilah, akhirnya, saya melihat cermin diri ini.

Disinilah akhirnya saya jelas melihat wujud diri sendiri. Bukan kebesaran semu

dalam mimpi atau si kerdil didalam ketakutannya. Tetapi seperti seorang insan,

bagian dari masyarakat yang penuh kepedulian. Di sini saya dapat tumbuh dan

berakar, bukan lagi seorang seperti dalam kematian tetapi dalam kehidupan yang

nyata dan berharga baik untuk diri sendiri maupun orang lain.”

2.5.1.2 Filosofi Tidak Tertulis (Unwritten Philosophy)

Merupakan nilai-nilai dasar yang tidak tertulis, tetapi harus dipahami oleh

seluruh residen. Karena, inilah nilai-nilai atau norma-norma yang hendak dicapai

dalam program. Dengan mengikuti program TC ini, residen dapat membentuk

perilaku baru yang sesuai dengan Unwritten Philosophy (BNN Bekerjasama

Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).

Filosofi-filosofi dibawah ini tidak mengenal hirarki, dalam arti tidak ada

yang lebih penting dari yang lain, melainkan merupakan nilai-nilai kehidupan

yang seluruhnya diterapkan dalam aktivitas keseharian para residen di panti

rehabilitasi (facility) (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).

Page 51: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

37

Act as it

You can’t keep it unless You give

it away

To be Aware is To be alive

Do Your things right everything else will follow

Understanding is rather Than to be Understood

Compensation is valid

Be careful what You ask for, You Might just get it

Blind Faith

No free lunch Trust your enviorentmen

Honesty

Personal growth before vested status

What goes around shall comes around

2.5.2 Pengertian Therapeutic Community (TC)

Therapeutic Community (TC) adalah suatu metode rehabilitasi sosial yang

ditujukan kepada korban penyalahgunaan narkoba, yang merupakan sebuah

“keluarga” terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah yang sama dan

memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menolong diri sendiri dan sesama yang

dipimpin oleh seseorang dari mereka, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari

yang negatif ke arah tingkah laku yang positif (Winanti, Lapas Klas IIA

Narkotika).

Therapeutic Community (TC) adalah sekelompok orang yang mempunyai

masalah yang sama, mereka berkumpul untuk saling bantu dalam mengatasi

Page 52: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

38

masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to help himself,

yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya sendiri (BNN).

2.5.3 Konsep Therapeutic Community (TC)

Menurut Winanti, konsep Therapeutic Community yaitu menolong diri

sendiri, dapat dilakukan dengan adanya keyakinan bahwa:

a. Setiap orang bisa berubah.

b. Kelompok bisa mendukung untuk berubah.

c. Setiap individu harus bertanggung jawab.

d. Program terstruktur dapat menyediakan lingkungan aman dan kondusif bagi

perubahan.

e. Adanya partisipasi aktif.

2.5.4 Komponen Therapeutic Community

Dalam menjalankan metode Therapeutic Community, tidak cukup hanya

menerapkan filosofi tertulis dan tidak tertulis saja. Masih ada komponen lain yang

disebut sebagai empat struktur dan lima pilar (four structures and five pillars)

(BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).

2.5.4.1 Kategori Empat struktur

1. Behavior Management Shaping (pembentukan tingkah laku)

Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada kemampuan untuk mengelola

kehidupannya sehingga terbentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan

norma-norma kehidupan masyarakat.

Page 53: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

39

2. Emotional and Psychological (pengendalian emosi dan psikologi)

Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan

penyesuaian diri secara emosional dan psikologis, seperti murung, tertutup,

cepat marah, perasaan bersalah, dan lain-lain ke arah perilaku yang positif.

3. Intelectual and Spiritual (pengembangan pemikiran dan kerohanian)

Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan aspek

pengetahuan, sehingga mampu menghadapi dan mengatasi tugas-tugas

kehidupannya serta didukung dengan nilai-nilai spiritual, etika, estetika, moral

dan sosial.

4. Vocational and Survival (keterampilan kerja dan keterampilan bersosialisasi

serta bertahan hidup)

Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan dan

keterampilan residen yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan tugas-tugas

sehari-hari dan tugas-tugas kehidupannya.

2.5.4.2 Kategori Lima Pilar (5 tonggak dalam program)

1. Family Milieu Concept (Konsep Kekeluargaan)

Yaitu suatu metode yang menggunakan konsep kekeluargaan dalam proses

dan pelaksanaannya.

2. Peer Pressure (Tekanan Rekan Sebaya)

Yaitu suatu metode yang menggunakan kelompok sebagai metode perubahan

perilaku.

3. Therapeutic Session (Sesi Terapi)

Yaitu suatu metode yang menggunakan pertemuan sebagai media penyembuh.

Page 54: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

40

4. Religious Session (Sesi Agama)

Yaitu suatu metode yang memanfaatkan pertemuan-pertemuan keagamaan

untuk meningkatkan nilai-nilai kepercayaan atau spiritual residen.

5. Role Modeling (Ketauladanan)

Yaitu suatu metode yang menggunakan tokoh sebagai model atau panutan.

2.5.5 Cardinal Rules

Di luar filosofi tertulis, tidak tertulis, empat struktur dan lima pilar, ada hal

yang dianggap tabu untuk dilakukan pada sebuah fasilitas TC. Hal-hal ini disebut

juga sebagai peraturan-peraturan utama(BNN Bekerjasama Dengan Departemen

Sosial R.I, 2004). Cardinal Rules merupakan peraturan utama yang harus

dipahami dan ditaati dalam program Therapeutic Community, yaitu:

- No Drugs (tidak diperkenankan menggunakan narkoba)

- No Sex (tidak diperkenankan melakukan hubungan seksual dalam bentuk

apapun)

- No Violence (tidak diperkenankan melakukan kekerasan fisik)

2.5.6 Tahapan Program

2.5.6.1 Proses penerimaan (Intake Process)

Tahap ini berlangsung pada sekitar 30 hari pertama saat residen mulai

masuk. Tahap ini merupakan masa persiapan bagi residen untuk memasuki

tahapan Primary (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).

Page 55: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

41

2.5.6.2 Tahap Awal (Primary Stage)

Primary Stage adalah tahapan program rehabilitasi sosial melalui

pendekatan Therapeutic Community, dimana dilakukan stabilitasi fisik, emosi dan

menumbuhkan motivasi residen untuk melanjutkan tahap terapi residensi

berikutnya. Tahap ini ditujukan bagi perkembangan sosial dan psikologis residen.

Dalam tahap ini residen diharapkan melakukan sosialisasi, mengalami

pengembangan diri, serta meningkatkan kepekaan psikologis dengan melakukan

berbagai aktivitas dan sesi terapeutik yang telah ditetapkan. Dilaksanakan kurang

lebih selama 3 sampai 6 bulan. Primary terbagi dalam beberapa tahap, yaitu:

a. Younger Member

Pada tahap ini residen mulai mengikuti program dengan proaktif, artinya ia

telah dengan aktif mengikuti program yang telah ditetapkan oleh lembaga.

Residen diwajibkan mengikuti aturan-aturan yang ada dan bila melakukan

kesalahan diberi sanksi tetapi masih diberikan pula toleransi-toleransi dengan

batasan-batasan tertentu. Tujuan dari tahap ini adalah untuk lebih mengenal

peraturan-peraturan, filosofi, proses atau prosedur dan terminologi (istilah-

istilah yang digunakan dalam Therapeutic Community).

b. Middle Peer

Pada tahap ini residen sudah harus bertanggung jawab pada sebagian

pelaksanaan operasional panti/lembaga, membimbing younger member dan

induction (residen yang masih dalam proses orientasi), menerima telefon tanpa

pendamping, meninggalkan panti bersama (didampingi) orang tua dan senior

(Day With Companion) secara bertahap mulai 4 jam sampai dengan 12 jam.

Page 56: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

42

Tujuan dari tahap ini adalah untuk meningkatkan tanggung jawab residen

terhadap diri sendiri, komunitas, dan panti sosial/lembaga, dan untuk

meningkatkan disiplin, kejujuran, dan kepercayaan terhadap orang lain.

c. Older Member

Pada tahap ini residen sudah harus bertanggung jawab pada staf dan lebih

bertanggung jawab terhadap keseluruhan operasional panti dan bertanggung

jawab terhadap residen yunior. Tujuan dari tahap ini adalah untuk

meningkatkan tanggung jawab residen terhadap diri sendiri, seluruh

komunitas, dan terhadap operasional panti. Untuk meningkatkan disiplin,

kejujuran, dan kepercayaan terhadap orang lain. Meningkatkan kemampuan

penyesuaian diri residen terhadap lingkungan luar yaitu: keluarga peer group

dan masyarakat.

Kegiatan-kegiatan kelompok yang ada dalam tahap ini adalah:

a. Morning Meeting

Morning meeting adalah komponen utama yang dilaksanakan setiap pagi

hari untuk mengawali kegiatan residen dan diikuti oleh seluruh residen. Morning

meeting merupakan satu forum untuk membangun nilai-nilai sistem pada

kehidupan yang baru berdasarkan Written Phylosophy, Honesty, Trust

Environment, Responsibility, dan Comitment.

Tujuan morning meeting:

1. Mengawali hari agar menjadi lebih baik.

2. Image Breaking (membangkitkan kepercayaan diri).

Page 57: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

43

3. Melatih kejujuran dan kepercayaan terhadap residen yang lain.

4. Mengidentifikasi perasaan

5. Membalas Issue keseluruhan rumah yang harus diselesaikan oleh kemunitas.

2.5.6.3 Encounter Group

Group ini dirancang khusus untuk mengekspresikan atau menyatakan

perasaan kesal, kecewa, marah, sedih dan lain-lain. Group ini adalah bagian untuk

memodifikasi perilaku agar menjadikan lebih disiplin.

Tujuan Encounter Group yaitu:

1. Kehidupan komunitas yang sehat.

2. Menjadikan komunitas personal yang bertanggung jawab.

3. Berani mengungkapkan perasaan.

4. Membangun kedisiplinan.

5. Meningkatkan tanggung jawab.

2.5.6.4 Static Group

Static Group adalah bentuk kelompok lain yang digunakan dalam upaya

pengubahan perilaku dalam Therapeutic Community. Kelompok ini

membicarakan berbagai macam permasalahan kehidupan keseharian dan

kehidupan yang lalu.

Tujuan Static Group yaitu:

1. Membangun kepercayaan antara sesama residen dan konselor.

2. Image Breaking (membangkitkan rasa percaya diri).

3. Menjadikan satu tanggung jawab moril atas permasalahan temannya.

4. Mencari solusi atau masalah.

Page 58: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

44

2.5.6.5 PAGE (Peer Accountability Group Evaluation)

PAGE adalah suatu kelompok yang mengajarkan residen untuk dapat

memberikan satu penilaian positif dan negatif dalam kehidupan sehari-hari

terhadap sesama residen. Dalam kelompok ini tiap residen dilatih meningkatkan

kepekaan terhadap prilaku komunitas.

Tujuan PAGE yaitu:

1. Residen mendapatkan masukan sehingga dapat mengubah perilakunya

2. Menyadari akan kekurangannya.

3. Membangkitkan akan rasa percaya diri.

4. Membangun komunitas yang sehat.

2.5.6.6 Haircut

Haircut adalah salah satu bentuk dan sanksi yang diberikan kepada reisden

yang melakukan pelanggaran secara berulang-ulang dan telah diberikan sanksi

talking to (teguran lisan secara langsung saat terjadi pelanggaran) dan pull up

(peringatan dan nasihat yang disampaikan pada forum morning meeting).

Tujuan Haircut yaitu:

a. Mengubah tingkah laku negatif residen yang melakukan pelanggaran secara

berulang-ulang.

b. Untuk memberikan shock therapy.

c. Untuk melibatkan residen yang senior agar berperan serta dalam mengubah

tingkah laku residen yang lain.

Page 59: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

45

2.5.6.7 Wrap Up

Wrap up adalah suatu kegiatan yang membahas perjalanan kehidupan

selama 1 hari.

Tujuan wrap up yaitu:

a. Meningkatkan kejujuran antara sesama residen dan staf.

b. Image Breaking (membangkitkan kepercayaan diri).

2.5.6.8 Learning Experinces

Learning Experiences adalah bentuk-bentuk sanksi yang diberikan setelah

menjalani haircut, family haircut dan general meeting. Tujuannya agar residen

belajar dari pengalamannya untuk dapat mengubah perilaku (behavior shapping).

2.5.7 Tahap Lanjutan (Re-Entry Stage)

Re-entry Stage adalah suatu tahapan proses lanjutan setelah tahap primer

dengan tujuan mengembalikan residen kedalan kehidupan masyarakat

(resosialisasi) pada umumnya (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I,

2004). Tahap ini dilaksanakan selama 3 sampai dengan 6 bulan. Tahap ini

meliputi :

1. Orientasi

Yaitu tahap adaptasi terhadap lingkungan re-entry (pengenalan program).

Di dalam orientasi residen didampingi oleh buddy (dengan syarat sudah lepas dari

orientasi) yang ditunjuk oleh staf. Selama orientasi, residen tidak boleh

meninggalkan facility.

Page 60: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

46

Tahap ini dilaksanakan selama 2 minggu. Residen belum mendapatkan

uang jajan, tidak boleh bertemu orang tua, dan sanksi atas pelanggaran berupa

tugas-tugas rumah (task).

Tujuan :

Agar residen mengetahui dan memahami program-program yang ada

dalam tahap lanjutan.

2. Fase A

Pada fase ini residen sudah mendapatkan hak berupa: uang jajan setiap

minggu; dapat dikunjungi orang tua setiap waktu; diberikan ijin pulang menginap

1 malam 2 minggu sekali pada malam minggu (tergantung performance dan

request kepada staf/konselor). Residen juga boleh mempunyai aktifitas di luar

panti bersama residen lain misalnya Narcotic Anonymous Meeting, Sport Out

Doors, acara ulang tahun salah satu residen tetapi harus bersama residen lain.

Tujuan :

a) Meningkatkan kemampuan residen dalam menghadapi dan memecahkan

masalah dalam keluarga.

b) Melatih kemampuan residen untuk mengelola waktu dan uang.

3. Fase B

Pada fase ini residen sudah mendapatkan hak berupa : boleh melakukan

aktifitas di luar seperti les, kuliah, bekerja : boleh meminta tambahan uang saku

sesuai dengan kebutuhan; memperoleh ijin pulang menginap 2 malam 2 minggu

Page 61: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

47

sekali hari Jumat, Sabtu, Minggu. Hal-hal lain seperti pada Fase A. Pada setiap

residen datang dari luar panti harus dilakukan spot check (pemeriksaan).

Tujuan : Agar residen mulai dapat mengimplementasikan rencana yang dibuat

pada Fase A untuk mencapai karir dan tujuan-tujuan kehidupan.

4. Fase C

Pada fase ini residen memiliki hak yang sama seperti pada Fase A dan B

yang berbeda pada home leave (ijin pulang) tergantung request dan keputusan

staf, misalnya hari Senin, Selasa, Rabu (hari biasa) dengan tujuan agar residen

dapat mengantisipasi apabila di rumah tidak ada orang tua.

Tahap berikutnya residen boleh pulang sampai dengan satu minggu tinggal

di rumah (tergantung penilaian staf), datang ke panti hanya apabila mengikuti

kegiatan kelompok tertentu. Apabila residen sudah melewati Fase A, B, C dengan

baik, residen akan mendapatkan konseling perorangan untuk menentukan apakah

residen dapar resosialisasi ke masyarakat atau tidak.

Dalam fase ini juga dilakukan family counseling yaitu konseling yang

dilaksanakan antara konselor dengan orang tua membahas isu-isu yang ada di

keluarga, apakah sudah diselesaikan atau belum, apakah orang tua siap menerima

anaknya atau belum. Kemudian dilakukan pula final counseling (konseling akhir)

yang diikuti oleh staf, residen dan orang tua untuk mempersiapkan residen

kembali ke rumah dan orang tua kembali menerima anaknya dan membuat

komitmen-komitmen dari isu-isu yang ada.

Tujuan :

a) Meningkatkan kemandirian residen.

b) Menstabilkan perubahan yang terjadi dalam diri residen dan keluarganya.

Page 62: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

48

c) Sosialisasi.

d) Melatih untuk dapat menghadapi dan mengatasi tekanan dari luar secara

langsung.

Group yang ada di Re-entry :

1) The Circle

2) Male awarenes

3) Crakel Barel

4) Seminar

5) Religious Session

6) Morning Comitment

7) Morning Meeting

8) Turn Over Meeting

9) Extended

10) Static Group

11) Dynamic Group

2.5.8 Aftercare Program (Bimbingan Lanjut)

Program yang ditujukan bagi eks residen/alumni program ini dilaksanakan

di luar panti dan diikuti oleh semua angkatan di bawah supervisi dari staf re-entry.

Tempat pelaksanaan disepakati bersama.

Tujuan: Agar mereka (alumni Therapeutic Community) mempunyai

tempat/kelompok yang sehat dan mengerti tentang dirinya serta mempunyai

lingkungan hidup yang positif.

Page 63: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

49

2.6 NAPZA

2.6.1 Pengertian

NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, Dan Zat

Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika,

Psikotropika dan Bahan-bahan berbahaya lainnya) (BKKBN, 2003).

Narkotika: zat-zat alamiah maupun buatan (sintetik) dari bahan

candu/kokaina atau turunannya dan padanannya – digunakan secara medis atau

disalahgunakan – yang mempunyai efek psikoaktif (BKKBN, 2003).

Alkohol : zat aktif dalam berbagai minuman keras, mengandung etanol

yang berfungsi menekan syaraf pusat (BKKBN, 2003).

Psikotropika: adalah zat-zat dalam berbagai bentuk pil dan obat yang

mempengaruhi kesadaran karena sasaran obat tersebut adalah pusat-pusat tertentu

di sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Menurut UU

no.5/1997 Psikotropik meliputi : Ecxtacy, shabu-shabu, LSD, obat

penenang/tidur, obat anti depresi dan anti psikosis. Sementara Psikoaktiva adalah

istilah yang secara umum digunakan untuk menyebut semua zat yang mempunyai

komposisi kimiawi berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan

perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, kesadaran (BKKBN, 2003).

Zat Adiktif lainnya yaitu zat-zat yang mengakibatkan ketergantungan

seperti zat-zat solvent termasuk inhalansia (aseton, thinner cat, lem). Zat-zat

tersebut sangat berbahaya karena bisa mematikan sel-sel otak. Zat adiktif juga

termasuk nikotin (tembakau) dan kafein (kopi) (BKKBN, 2003).

Page 64: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

50

2.6.2 Jenis-jenis Napza

Jenis Napza dapat dibedakan menurut efeknya pada sistem syaraf pusat

pemakai, yaitu:

1. Depresan , Menekan Sistem Syaraf Pusat

Depresan adalah jenis obat yang berfungsi mengurangi aktivitas

fungsional tubuh. Obat jenis ini dapat membuat pemakai merasa tenang dan

bahkan membuatnya tertidur atau tidak sadarkan diri. Napza yang termasuk jenis

depresan adalah:

1. Opioda/Opiat, yaitu zat baik yang alamiah, semi sintetik maupun sintetik

yang diambil dari pohon poppy (papaver somniferum). Opiat (narkotika)

merupakan kelompok obat yang bersifat menenangkan saraf dan mengurangi

rasa sakit. Turunan Opioda/opiat adalah:

a. Opium yang diambil dari getah pohon poppy yang dikeringkan dan

ditumbuk menjadi serbuk /bubuk berwarna putih.

b. Morfin dibuat dari hasil percampuran antara getah pohon poppy (opium)

dengan bahan kimia lain. Jadi semi sintetik. Dalam dunia kedokteran, zat

ini dipakai untuk mengurangi rasa sakit. Morfin digunakan dalam

pengobatan medis karena dapat menawarkan rasa nyeri, dapat menurunkan

tekanan darah, dapat menimbulkan efek tidur. Morfin juga menghilangkan

rasa cemas dan takut.

c. Heroin diambil dari morfin melalui suatu proses kimiawi. Heroin biasa

berbentuk bubuk berwarna agak kecoklatan. Turunan heroin yang

sekarang banyak dipakai adalah Putaw yang mengakibatkan

Page 65: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

51

ketergantungan sangat berat bagi pemakainya. Heroin / Putauw: Heroin

adalah obat yang sangat keras dengan zat adiktif yang tinggiberbentuk

serbuk, tepung, atau cairan. Heroin “menjerat” pemakainya dengan cepat,

baik secara fisik maupun mental, sehingga usaha mengurangi

pemakaiannya menimbulkan rasa sakit dan kejang-kejang luar biasa.

d. Kodein dan berbagai turunan morfin. Kodein banyak dipakai dalam dunia

kedokteran antara lain untuk menekan batuk (antitusif) dan penghilang

rasa sakit (analgetik). Karena efeknya bisa mengakibatkan ketergantungan

maka penggunaan obat-obatan ini masih diawasi oleh lembaga-lembaga

kesehatan. Metadon, jenis opiat sintetika, dengan kekuatan seperti morfin,

tetapi gejala putus obat tidak sehebat morfin, sehingga metadon digunakan

dalam pengobatan pecandu morfin, heroin, dan opiat lainnya.

2. Alkohol, adalah cairan yang mengandung zat Ethylalkohol. Alkohol

digolongkan sebagai napza karena mempunyai sifat menenangkan sistem

syaraf pusat, mempengaruhi fungsi tubuh maupun perilaku seseorang,

mengubah suasana hati dan perasaan. Alkohol bersifat menenangkan,

walaupun juga dapat merangsang. Alkohol mempengaruhi sistem syaraf pusat

sedemikian rupa sehingga kontrol perilaku berkurang. Efek alcohol tidak sama

pada semua orang, melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, mental, dan

lingkungan.

3. Sedativa atau sedatif-hipnotik merupakan zat yang dapat mengurangi fungsi

sistem syaraf pusat. Sedativa dapat menimbulkan rasa santai dan

menyebabkan ngantuk (sering disebut obat tidur). Biasanya sedativa

Page 66: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

52

digunakan untuk mengurangi stress atau sulit tidur. Karena toleransi dan

ketergantungan fisik, maka gejala putus obat bisa jauh lebih hebat daripada

putus obat dengan opiat.

4. Trankuiliser atau obat penenang mula-mula dibuat untuk menenangkan

orang tanpa membuat orang tidur, sebagai pengganti berbiturat yang dianggap

menimbulkan efek samping. Dalam bahasa sehari-hari obat ini disebut sebagai

obat penenang untuk menghilangkan kecemasan tanpa menimbulkan rasa

ingin tidur. Trankuiliser Mayor antara lain digunakan untuk mengobati orang

sakit jiwa agar dapat menenangkan (contoh : largactil, serenal, laponex,

stelazine) .

2. Stimulan, Merangsang Sistem Syaraf Pusat

Stimulan adalah berbagai jenis zat yang dapat merangsang syaraf pusat

dan meningkatkan kegairahan (segar dan bersemangat) dan kesadaran. Zat yang

termasuk stimulan adalah:

1. Kafein, zat yang dapat ditemukan pada kopi, teh, coklat dan minuman soda

(seperti coca cola). Dalam dosis rendah kafein tidak berbahaya melainkan

dapat menyegarkan. Tetapi dalam dosis tinggi, kafein dapat menyebabkan

gugup, tidak dapat tidur, gemetar, naiknya kadar gula dalam darah, koordinasi

hilang, nafsu makan berkurang, bahkan bisa keracunan. Efek kafein, seperti

juga pada obat-obatan lainnya, akan sangat tergantung pada jumlah pemakaian

dan individunya.

Page 67: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

53

2. Kokain, adalah zat perangsang berupa bubuk kristal putih yang disuling dari

daun coca (Erythroxylon coca) yang tumbuh di pegunungan Amerika Tengah

dan Selatan. Karena efek yang timbul relatif singkat, dan setelah perasaan

bergelora hilang, orang akan menggunakannya lagi untuk menghilangkan rasa

tidak enak.

3. Amphetamin, adalah zat sintetik yang menyerupai kokain, berbentuk pil,

kapsul atau tepung. Amphetamin adalah zat perangsang yang digunakan untuk

mengubah suasana hati, meningkatkan semangat, mengurangi kelelahan dan

rasa ngantuk, meningkatkan rasa percaya diri, dan mengurangi berat badan.

4. MDMA (Methylene Dioxy Meth Amphetamine) yang terkenal dengan

sebutan Ecstasy sangat popular di kalangan anak muda. Akibat jangka panjang

penyalahgunaan MDMA adalah kerusakan otak, gangguan jiwa (psychiatric)

seperti : gelisah, paranoid, tidak bisa tidur, dan gangguan daya ingat.

5. Methamphetamine, adalah stimulan yang sangat kuat mempengaruhi sistem

syaraf pusat. Obat ini dikelompokkan sebagai psycho-stimulan seperti

amphetamin dan kokain yang sering disalahgunakan. Obat ini dibuat dari

berbagai zat sintetis dalam bentuk serbuk putih, bening dan tak berbau yang

dihirup dan disuntikan.

6. Tembakau berasal dari tanaman Nicotania tabacum. Nikotin bersifat

merangsang jantung dan sistem saraf. Pada saat tembakau diisap, detak

jantung bertambah dan tekanan darah naik akibat nikotin itu. Tetapi bagi para

perokok berat, merokok dapat bersifat menenangkan.

Page 68: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

54

3. Halusinogen, Menimbulkan Kesan Palsu atau Halusinasi

Halusinogen merupakan obat alamiah maupun sintetik yang mengubah

persepsi dan pikiran seseorang (halusinasi). Termasuk disini adalah obat-obatan

seperti LSD, meskalina (kaktus), psilosibina dan psilosina (jamur), pala,

kecubung, dan berbagai tanaman khas lainnya yang terdapat di seluruh dunia.

Ciri-ciri halusinogen adalah hilangnya kesadaran akan ruang dan waktu, adanya

waham (merasa curiga), serta halusinasi yang ringan maupun berat. Halusinogen

bisa dipakai melalui cara dimakan dan bisa juga disuntikkan. (BKKBN, 2003).

2.6.3 Faktor Penyalahgunaan Napza

1. Faktor pertama adalah Individu. Individulah yang paling berperan

menentukan apakah ia akan atau tidak akan menjadi pengguna napza.

Keputusannya dipengaruhi oleh dorongan dari dalam maupun luar dirinya.

Dorongan dari dalam biasanya menyangkut kepribadian dan kondisi kejiwaan

seseorang yang membuatnya mampu atau tidak mampu melindungi dirinya

dari penyalahgunaan napza. Dorongan atau motivasi merupakan predisposisi

untuk menggunakan obat, misalnya ingin mencobacoba, pendapat bahwa

napza bisa menyelesaikan masalahnya, dst. Dorongan memakai napza bisa

disebabkan adanya masalah pribadi seperti stress, tidak percaya diri, takut,

ketidakmampuan mengendalikan diri, tekanan mental dan psikologis

menghadapi berbagai persoalan, dan masih banyak lagi yang menyangkut diri

atau kepribadian seseorang. Kepribadian tidak begitu saja terbentuk dari

dalam individu melainkan juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang tertanam

Page 69: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

55

sejak kecil melalui proses enkulturasi dan sosialisai baik dari keluarga maupun

lingkungan masyarakat. Kemampuan membentuk konsep diri (self concept),

sistem nilai yang teguh sejak kecil, dan kestabilan emosi merupakan beberapa

ciri kepribadian yang bisa membantu seseorang untuk tidak mudah

terpengaruh atau terdorong menggunakan napza.

Faktor-faktor individual penyebab penyalahgunan Napza antara lain:

a. Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau berpikir

panjang mengenai akibatnya.

b. Keinginan untuk mencoba-coba karena “penasaran”.

c. Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun).

d. Keinginan untuk mengikuti trend atau gaya (fashionable).

e. Keinginan untuk diterima oleh lingkungan atau kelompok (konformitas).

f. Lari dari kebosanan, masalah atau kegetiran hidup.

g. Pengertian yang salah bahwa penggunaan sekali-sekali tidak menimbulkan

ketagihan.

h. Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan atau

kelompok pergaulan untuk menggunakan napza.

i. Tidak dapat berkata TIDAK terhadap NAPZA SAY NO TO DRUGS !

2. Faktor kedua adalah masyarakat dan lingkungan sekitar yang tidak

mampu mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan napza, bahkan

membuka kesempatan pemakaian napza. Yang dimaksud dengan faktor

kesempatan di sini adalah tersedianya situasi-situasi “permisif”

Page 70: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

56

(memungkinkan) untuk memakai napza di waktu luang, di tempat rekreasi

seperti diskostik, pesta dll,. Lingkungan pergaulan dan lingkungan sebaya

merupakan salah satu pendorong kuat untuk menggunakan napza. Keinginan

untuk menganut nilai-nilai yang sama dalam kelompok (konformitas), diakui

(solidaritas), dan tidak dapat menolak tekanan kelompok (peer pressure)

merupakan hal-hal yang mendorong penggunaan napza. Dorongan dari luar

adalah ajakan, rayuan, tekanan dan paksaan terhadap individu untuk memakai

napza sementara individu tidak dapat menolaknya. Dorongan luar juga bisa

disebabkan pengaruh media massa yang memperlihatkan gaya hidup dan

berbagai rangsangan lain yang secara langsung maupun tidak langsung

mendorong pemakaian napza. Di lain pihak, masyarakat pula yang tidak

mampu mengendalikan bahkan membiarkan penjualan dan peredaran napza,

misalnya karena lemahnya penegakan hukum, penjualan obat-obatan secara

bebas, bisnis narkotika yang terorganisir. Napza semakin mudah diperoleh

dimanamana dengan harga terjangkau. Berbagai kesempatan untuk

memperoleh dan menggunakan Napza memudahkan terjadinya penggunaan

dan penyalahgunaan Napza.

3. Faktor ketiga adalah zat-zat di dalam Napza.

Ketika seseorang sudah terbiasa menggunakan Napza, maka secara fisik

dan psikologis (sugesti) orang tersebut tidak dapat lagi hidup normal tanpa ada

zat-zat Napza di dalam tubuhnya. Secara fisik ia akan merasa kesakitan dan sangat

tidak nyaman bila tidak ada zat yang biasanya ada dalam tubuhnya. Kesakitan dan

Page 71: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

57

penderitaannya hanya akan berhenti ketika zat-zat tersebut kembali berada dalam

tubuhnya. Secara psikologis, ia membutuhkan rasa nikmat yang biasa ia rasakan

ketika zat-zat tersebut bereaksi dalam tubuhnya dalam bentuk perubahan perasaan

dan pikiran. Ketika kenikmatan itu tidak ada, pikiran dan perasaannya hanya

terfokus pada kebutuhan tersebut. Pikiran dan perasaannya kembali tenang ketika

zat tersebut kembali ada dalam tubuhnya. Zat-zat yang memberikan “kenikmatan”

bagi pemakainya mendorong terjadinya pemakaian berulang, pemakaian

berkepanjangan, dan ketergantungan karena peningkatan dosis pemakaian yang

terus bertambah (toleransi). Lingkaran setan seperti inilah yang menyebabkan

ketergantungan. Pendek kata, mekanisme penyalahgunaan napza adalah interaksi

dari berbagai faktor tersebut di atas: Predisposisi (kepribadian, kecemasan);

Kontribusi (kondisi keluarga, lingkungan masyarakat); dan faktor pencetus

pemakaian yaitu pengaruh teman sebaya dan daya tarik zat napza itu sendiri.

2.6.4 Dampak penyalahgunaan Napza

Penyalahgunaan napza menimbulkan berbagai perasaan enak, nikmat,

senang, bahagia, tenang dan nyaman pada pemakainya. Tetapi perasaan positif ini

hanya berlangsung sementara, yaitu selama zat bereaksi dalam tubuh. Begitu efek

napza habis, yang terjadi adalah justru rasa sakit dan tidak nyaman sehingga

pemakai merasa perlu menggunakannnya lagi. Hal ini terus berulang sampai

pemakai menjadi tergantung. Ketergantungan pada napza inilah yang

mengakibatkan berbagai dampak negatif dan berbahaya, baik secara fisik,

psikologis maupun social (BKKBN, 2003).

Page 72: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

58

1. Dampak Fisik

Efek napza bagi tubuh tergantung pada jenis napza, jumlah dan frekuensi

pemakaian, cara menggunakan serta apakah digunakan bersamaan dengan obat

lain, faktor psikologis (kepribadian, harapan dan perasaan saat memakai) dan

faktor biologis (berat badan, kecenderungan alergi, dll). Secara fisik organ tubuh

yang paling banyak dipengaruhi adalah sistem syaraf pusat yaitu otak dan sum-

sum tulang belakang, organ-organ otonom (jantung, paru, hati, ginjal) dan panca

indera (karena yang dipengaruhi adlah susunan syaraf pusat). Pada dasarnya

penyalahgunaan napza akan mengakibatkan komplikasi pada seluruh organ tubuh,

yaitu :

1) Gangguan pada sistem syaraf (neurologis) seperti kejang-kejang, halusinasi,

gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi.

2) Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti infeksi

akut otot jantung, ganguan peredaran darah.

3) Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: pernanahan, bekas suntikan,

alergi.

4) Gangguan pada paru-paru seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran

bernafas, pengerasan jaringan paru-paru, penggumpulan benda asing yang

terhirup.

5) Gangguan pada darah : pembentukan sel darah terganggu.

6) Gangguan pencernaan (gastrointestinal): mencret, radang lambung &

kelenjar ludah perut, hepatitis, perlemakan hati, pengerasan dan pengecilan

hati.

Page 73: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

59

7) Gangguan sistim reproduksi seperti gangguan fungsi seksual sampai

kemandulan, gangguan fungsi reproduksi, ketidakteraturan menstruasi, cacat

bawaan pada janin yang dikandung.

8) Gangguan pada otot dan tulang seperti peradangan otot akut, penurunan

fungsi otot (akibat alkohol).

9) Dapat terinveksi virus Hepatisit B dan C, serta HIV akibat pemakaian jarum

suntik bersama-sama. Saat ini terbukti salah satu sebab utama penyebaran

HIV/AIDS yang pesat, terjadimelalui pertukaran jarum suntik di kalangan

pengguna Napza suntik (Injecting Drug Users).

10) Kematian. Sudah terlalu banyak kasus kematian terjadi akibat pemakaian

Napza, terutama karena pemakaian berlebih (over dosis) dan kematian

karena AIDS dan penyakit lainnya.

2. Dampak psikologis atau kejiwaan

Ketergantungan fisik dan psikologis kadangkala sulit dibedakan, karena

pada akhirnya ketergantungan psikologis lebih mempengaruhi. Ketergantungan

pada napza menyebabkan orang tidak lagi dapat berpikir dan berperilaku normal.

Perasaan, pikiran dan perilakunya dipengaruhi oleh zat yang dipakainya. Berbagai

gangguan psikhis atau kejiwaan yang sering dialami oleh mereka yang

menyalahgunakan Napza antara lain depresi, paranoid, percobaan bunuh diri,

melakukan tindak kekerasan, dll. Gangguan kejiwaaan ini bisa bersifat sementara

tetapi juga bisa permanen karena kadar kergantungan pada Napza yang semakin

tinggi. Gangguan psikologis paling nyata ketika pengguna berada pada tahap

Page 74: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

60

compulsif yaitu berkeinginan sangat kuat dan hampir tidak bisa mengendalikan

dorongan untuk menggunakan Napza. Dorongan psikologis memakai dan

memakai ulang ini sangat nyata pada pemakai yang sudah kecanduan. Banyak

pengguna sudah mempunyai masalah psikologis sebelum memakai napza dan

penyalahgunaan napza menjadi pelarian atau usaha mengatasi masalahnya. Napza

tertentu justru memperkuat perasaan depresi pada pengguna tertentu. Demikian

pula ketika mereka gagal untuk berhenti. Depresi juga akan dialami karena sikap

dan perlakukan negatif masyarakat terhadap para pengguna napza. Gejala-gejala

psikologis yang biasa dialami para pengguna Napza adalah :

1) Intoksikasi (keracunan), adalah suatu keadaan ketika zat-zat yang digunakan

sudah mulai meracuni darah pemakai dan mempengaruhi perilaku pemakai,

misalnya tidak lagi bisa berbicara normal, berpikir lambat dll. Perilaku orang

mabuk adalah salah satu bentuk intoksikasi Napza.

2) Toleransi, yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa seseorang

membutuhkan jumlah zat yang lebih banyak untuk memperoleh efek yang

sama setelah pemakaian berulang kali. Dalam jangka waktu lama, jumlah atau

dosis yang digunakan akan meningkat. Toleransi akan hilang jika gejala putus

obat hilang.

3) Gejala Putus Obat (withdrawal syndrome) adalah keadaan dimana pemakai

mengalami berbagai gangguan fisik dan psikis karena tidak memperoleh zat

yang biasa ia pakai. Gejalanya antara lain gelisah, berkeringat, kesakitan,

mual-mual. Gejala putus obat menunjukkan bahwa tubuh membutuhkan zat

atau bahan yang biasa dipakai. Gejala putus obat akan hilang ketika kebutuhan

Page 75: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

61

akan zat dipenuhi kembali atau bila pemakai sudah terbebas sama sekali dari

ketergantungan pada zat/obat tertentu. Menangani gejala putus obat bukan

berarti menangani ketergantungannya pada obat. Gejala putus obatnya selesai,

belum tentu ketergantungannya pada obatpun selesai.

4) Ketergantungan (dependensi), adalah keadaan dimana seseorang selalu

membutuhkan zat/obat tertentu agar dapat berfungsi secara wajar baik fisik

maupun psikologis. Pemakai tidak lagi bisa hidup wajar tanpa zat/obat-obatan

tersebut.

3. Dampak Sosial dan Ekonomi

Dampak sosial menyangkut kepentingan lingkungan masyarakat yang

lebih luas di luar diri para pemakai itu sendiri. Lingkungan masyarakat adalah

keluarga, sekolah, tempat tinggal, bahkan bangsa. Penyalahgunaan Napza yang

semakin meluas merugikan masyarakat di berbagai aspek kehidupan mulai dari

aspek kesehatan, sosial psikologis, hukum, ekonomi dsb (BKKBN, 2003).

a. Aspek Kesehatan. Dalam aspek kesehatan, pemakaian Napza sudah pasti

menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan para pemakai. Tetapi

penyalahgunaan Napza tidak hanya berakibat buruk pada diri para pemakai

tetapi juga orang lain yang berhubungan dengan mereka. Pemakaian Napza

melalui pemakaian jarum suntik bersama misalnya, telah terbukti menjadi

salah satu penyebab meningkatnya secara drastis penyebaran HIV/AIDS di

masyarakat, selain penyakit lain seperti Hepatitis B dan C.

Page 76: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

62

b. Aspek Sosial dan Psikologis. Penyalahgunaan Napza cenderung

mengakibatkan tekanan berat pada orang-orang terdekat pemakai seperti

saudara, orang tua, kerabat, teman. Keluarga sebagai unit masyarakat terkecil

harus menanggung beban sosial dan psikologis terberat menangani anggota

keluarga yang sudah terjerumus dalam penyalahgunaan Napza.

c. Aspek Hukum Dan Keamanan pun mau tidak mau berkaitan dengan

penyalahgunaan napza. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak

perilaku menyimpang seperti perkelahian, tawuran, kriminalitas, pencurian,

perampokan, perilaku seks berisiko, dst. dipengaruhi atau bahkan dipicu oleh

penggunaan napza.

d. Aspek Ekonomis. Aspek ekonomis dari penyalahgunaan Napza sudah sangat

nyata yaitu semakin berkurangnya sumber daya manusia yang potensial dan

produktif untuk membangun negara. Para pemakai Napza tidak membantu,

tetapi justru menjadi beban bagi negara. Bukan hanya dalam bentuk ketiadaan

tenaga dan sumbangan produktif, tetapi negara justru harus mengeluarkan

biaya sangat besar untuk menanggulangi persoalan penyalahgunaan Napza.

Perawatan dan penanganan para pemakai napza tidaklah murah. Biaya yang

harus dikeluarkan masyarakat untuk kesehatan jelas meningkat dengan

meningkatnya masalah kesehatan akibat pemakaian Napza.

2.7 Kerangka Berpikir

Therapeutic Community (TC) adalah suatu metode rehabilitasi sosial yang

ditujukan kepada korban penyalahgunaan narkoba, yang merupakan sebuah

Page 77: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

63

“keluarga” terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah yang sama dan

memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menolong diri sendiri dan sesama yang

dipimpin oleh seseorang dari mereka, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari

yang negatif ke arah tingkah laku yang positif (Winanti, Lapas Klas IIA

Narkotika).

Therapeutic Community adalah sekelompok orang yang mempunyai

masalah sama, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam mengatasi

masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to helping himself,

yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya (BNN, Walking

paper). Dalam program Therapeutic Community kesembuhan diciptakan lewat

perubahan persepsi/pandangan alam (the renewal of wordview) dan penemuan diri

(self discovery) yang mendorong pertumbuhan dan perubahan (growth and

change).

Kegiatan-kegiatan yang ada dalam Therapeutic Community bertujuan

untuk membantu masalah yang dihadapi oleh sekelompok orang, sekelompok

orang yang memiliki permasalahan yang sama yaitu masalah yang berkaitan

dengan Napza dan hal-hal yang menyebabkan individu kembali menggunakan

napza, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam proses pemulihan.

Bagaimana persepsi residen terhadap kegiatan-kegiatan yang mereka

lakukan hubungan mereka dengan orang-orang yang sama yaitu orang-orang yang

memiliki latar belakang narkoba, berkumpul untuk melakukan kegiatan saling

membantu menguatkan, untuk bisa bertahan dan pulih dari napza. Bagaimana

persepsi terhadap kegiatan itu positif atau negatif ditentukan oleh harapan mereka

Page 78: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

64

untuk pulih dari Napza, emosi positif atau negatif merupakan hasil dari pemikiran

yang penuh harapan terkait dengan pencapaian tujuan.

Harapan meliputi dua komponen utama, yaitu kemampuan untuk

merencanakan suatu cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkan meskipun

menjumpai halangan/rintangan/hambatan (pathways/waypower) dan motivasi

untuk menggunakan cara atau jalur tersebut (agency/willpower) (Snyder, 1994).

Kemampuan seseorang untuk menciptakan waypower didasarkan pada

pengalaman sebelumnya tentang keberhasilan menemukan satu atau lebih cara

mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Snyder, 1994). Berdasarkan hasil

penelitian, ingatan seseorang diatur atau diorganisasikan kedalam tujuan dan

rencana. Dengan perkataan lain, seseorang menyimpan informasi secara mental

berdasarkan pada tujuan dan cara yang diasosiasikan dengan tujuan tersebut

(Snyder, 1994).

Selain itu persepsi seseorang akan kemampuannya mengembangkan cara

atau jalan menuju tujuannya kemungkinan diperkaya oleh pengalaman

keberhasilan sebelumnya. Pengalaman keberhasilan sebelumnya yang dimaksud

adalah dalam hal mengembangkan suatu cara atau jalur baru menuju tujuan pada

saat adanya hambatan dalam menjalankan cara yang biasanya dipakai menuju

tujuan tersebut (Snyder, 1994).

Dalam mempersepsikan suatu informasi terdapat dua proses penting, yaitu

interpretasi dan organisasi. Pada saat individu melakukan interpretasi, ia berusaha

untuk mengartikan dan membuat penilaian terhadap suatu informasi. Informasi

tersebut dapat dinilai sebagai sesuatu yang positif ataupun negatif (Rice, 1998).

Page 79: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

65

Semakin positif para residen mempersepsikan tentang Therapeutic

Community maka akan tinggi pula harapan mereka untuk pulih dari Napza, jika

persepsi mereka tentang Therapeutic Community negatif maka harapan mereka

untuk pulih rendah.

Dari pemaparan diatas dapat digambarkan skema variabel sebagi berikut:

Independent Dependent

harapan untuk pulih dari Napza

tinggi

Persepsi tentang Therapeutic Community

Harapan untuk

pulih dari Napza rendah

2.8 Hipotesis

Ha : Ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi tentang

Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza.

H o : Tidak ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi tentang

Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza.

Page 80: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif. Yang dimaksud dengan pendekatan kuantitatif adalah bentuk

penelitian yang penyajian hasil datanya dalam bentuk deskripsi dengan

menggunakan angka-angka statistik. Menurut Hadari Nawawi (dalam Soejono,

Abdurrahman, 2005) metode penelitian deskriptif ini mempunyai dua ciri pokok,

yaitu memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian

dilakukan (saat sekarang) atau masalah-masalah yang bersifat aktual, dan juga

menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya

diiringi dengan interpretasi rasional.

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional,

yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan antara

variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Sifat-sifat perbedaan kritis

adalah usaha menaksir hubungan dan bukan deskripsi saja (Fox dalam

Sevilla,1993). Pengukuran dengan korelasi ini digunakan untuk menentukan

besarnya arah hubungan antara satu variabel dengan variabel lain (Sevilla, 1993).

Dan hal ini sesuai dengan tujuan peneliti pada penelitian ini, yaitu untuk

mendapatkan informasi mengenai hubungan antara persepsi tentang Therapeutic

Community dengan harapan untuk pulih dari Napza.

66

Page 81: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

67

3.2 Populasi dan Sampel

Salah satu langkah yang paling penting di dalam melakukan penelitian

adalah dengan memilih dan menentukan populasi dan sampel penelitian.

3.2.1 Populasi

Langkah pertama yang harus dilakukan suatu penelitian adalah dengan

mengidentifikasi dan mendefinisikan secara jelas populasi yang akan dilibatkan.

Populasi adalah wilayah generalisasi yamg terdiri atas subyek yang mmpunyai

kualitas dan karakter tententu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Populasi dalam penelitian ini

adalah pecandu narkoba yang sedang mengikuti program Therapeutic Community

di BNN dengan jumlah keseluruhan populasi 197 residen.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah kelompok kecil yang diamati (Sevilla, 1993). Sedangkan

Ferguson (dalam Sevilla, 1993) mendefinisikan sampel adalah beberapa bagian

kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi, atau porsi dari suatu populasi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel sejumlah 197 orang, yang

terdiri dari residen primary sebanyak 147 orang, residen re-entry sebanyak 32

orang dan staff adiksi sebanyak 18 orang. Jumlah sampel tersebut telah memenuhi

syarat untuk digunakan sebagai data penelitian, karena telah sesuai dengan

pendapat Gay (dalam Sevilla, 1993) yang menyatakan bahwa ukuran minimum

yang dapat diterima berdasarkan tipe penelitian korelasional adalah 30 subjek.

Page 82: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

68

3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang peneliti gunakan

non probability purposive sampling adalah tekhnik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008). Kriteria tertentu yang telah ditetapkan,

yakni :

1. Tercatat sebagai warga binaan rehabilitasi BNN.

2. Pecandu yang mengikuti program on job trainning / residential.

3. Residen sedang mengikuti program TC (Therapeutic Community) yaitu

residen primary, residen re-entry dan staff adiksi.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau

sifat yang berdiri sendiri-sendiri. Variabel terdiri dari variabel bebas dan variabel

terikat. Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang dapat

dimanipulasi dan berfungsi menerangkan (mempengaruhi) variabel lain.

Sedangkan variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang dapat

dimanipulasi dan dipengaruhi oleh variabel lain (Sevilla et.al, 1993). Dalam

penelitian ini, variabel bebas yang dimaksud ialah persepsi tentang Therapeutic

Community, sedangkan variabel terikatnya adalah harapan untuk pulih dari Napza.

Page 83: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

69

3.3.1 Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan suatu definisi dalam bentuk yang abstrak

yang mengacu pada ide-ide lain atau konsep lain yang bisa saja abstrak untuk

menjelaskan konsep pertama tersebut (Prasetyo&Jannah, 2005)

Definisi konseptual variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Menurut Snyder (1994) harapan yaitu kemampuan untuk merencanakan suatu

cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkan meskipun menjumpai

halangan/rintangan/hambatan (pathways/waypower) dan motivasi untuk

menggunakan cara atau jalur tersebut (agency/willpower). Sehingga harapan

untuk pulih dari Napza adalah kemampuan untuk merencanakan suatu cara

atau jalur menuju tujuan yang diharapkana yaitu tidak menggunakan zat-zat

adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosial sesuai dengan norma-norma

yang berlaku diimasyarakat meskipun menjumpai hambatan dan motivasi

untuk menggunakan cara atau jalur tersebut.

Menurut Robbins (2001) Persepsi merupakan suatu proses dimana setiap

individu mengorganisir dan menginterpretasikan apa yang ditangkap

inderanya untuk memberikan arti pada lingkungannya. Sehingga persepsi

tentang Therapeutic Community adalah suatu proses mengorganisir dan

menginterpretasikan atau menafsirkan informasi dari sekelompok orang yang

berkumpul untuk saling membantu dalam masalah yang dihadapinya untuk

memberikan arti pada lingkungannya.

Page 84: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

70

3.3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan gambaran teliti mengenai prosedur yang

diperlukan untuk memasukkan unit-unit analisis ke dalam kategori-kategori

tertentu dari tiap-tiap variabel (Prasetyo&Jannah, 2005).

Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Harapan untuk pulih dari Napza adalah skor yang diperoleh melalui instrumen

skala model likert berskala 4, dengan menjumlahkan distribusi respon sangat

setuju sampai dengan sangat tidak setuju. Skala harapan ini terdiri dai 65 item

yang terdiri dari tiga komponen harapan yaitu goals, willpower dan waypower.

2. Persepsi tentang Therapeutic Community (TC) adalah skor yang diperoleh

melalui instrumen skala model likert berskala 4, dengan menjumlahkan

distribusi respon sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju. Skala

persepsi tentang therapeutic community ini terdiri dari 66 item yang terdiri

dari sembilan aspek therapeutic community yaitu Behavior management

shaping, Emotional and psychological, Intelectual and spiritual, Vocational

and survival, Family milleu concept, Peer presure, Therapeutic session,

Religious session, dan Role model.

3.4 Pengumpulan Data

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Karena penelitian ini menggunakan metode korelasional, maka instrument

yang akan digunakan adalah kuesioner untuk mengumpulkan data. Kuesioner

yang akan digunakan berupa Skala Model Likert dengan pola pertanyaan tertutup

Page 85: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

71

(close question). Pertanyaan tertutup merupakan pertanyaan yang pilihan

jawabannya tersedia, dengan cara memberikan tanda check list (√). Kemungkinan

jawaban dipersempit dan diberi pola atau kerangka susunan terlebih dahulu. Hal

ini dapat berfungsi untuk memperjelas dimensi apa yang dicari dalam penelitian,

sehingga akan mendorong sampel untuk memutuskan pilihan jawaban ke satu

arah saja. Selain itu keuntungan lainnya adalah hasilnya dapat dengan mudah dan

cepat dianalisa (Koentjaraningrat, 1993).

Pemberian skor pada skala ini menggunakan 4 alternatif jawaban, yaitu

Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).

Penilaian yang diberikan pada setiap pernyataan untuk lebih jelasnya akan

diuraikan dibawah ini :

Tabel 3.1 Tabel Penilaian Skala Likert

Alternatif Skor Sangat Setuju (SS) 4 Setuju (S) 3 Tidak Setuju (TS) 2 Sangat Tidak Setuju (STS) 1

3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data

Pada penelitian ini ada dua kuesioner yang peneliti gunakan untuk

mengumpulkan data, yaitu yang pertama adalah skala Persepsi tentang

Therapeutic Community, skala ini dimaksudkan untuk mengetahui persepsi para

residen terhadap Therapeutic Community metode yang mereka jalankan dalam

proses pemulihan. Skala ini disusun peneliti dengan membuat pernyataan-

pernyataan berdasarkan aspek-aspek Therapeutic Community dari konsep BNN

Page 86: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

72

(2004). Kedua adalah skala harapan untuk pulih dari Napza yang disusun peneliti

dengan membuat pernyataan-pernyataan berdasarkan komponen dari konsep

Snyder (1994) dan terdiri dari 65 item.

Tabel 3.2

Blue Print Skala Persepsi tentang Therapeutic Community

No Item Variabel Aspek Favorable Unfavorable 4 Structures Behavior Management Shaping

1, 19, 55, 11, 36, 60, 53, 43, 65, 66.

50, 46, 64, 56, 10

Emotional and Psychological 2, 20, 54, 47 42, 37, 22

Intelectual and Spiritual 3,57,61, 33, 58, 12

21, 32, 44

Vocational and Survival 4, 48, 59, 41, 13

35, 31

5 Pillars Family Milleu Concept

5, 30, 51, 14 23, 40

Peer Pressure 6, 62 24, 34, 15 Therapeutic Session 7, 63, 49, 29 16,25

Religious Session 8,26,39, 28, 17

52

Role Model 9,27,28, 38,45

Persepsi tentang Therapeutic Community

Total 43 23

Tabel 3.3 Blue Print Skala Harapan untuk pulih dari Napza

*item tidak valid

No Item Variabel Aspek Favorable Unfavorable Goals 1, 30, 24, 16, 3, 55 37, 50, 43 Willpower 38, 2, 44, 56, 31, 5, 25,

65, 46, 4, 28, 18, 6, 21, 13, 23

15, 60, 17, 39, 45,14, 52, 32, 61, 33, 19 ,34, 63, 57,53

Harapan untuk Pulih dari Napza

Waypower 26, 40, 62, 7, 47, 12, 27, 41, 49, 29, 54, 20, 9, 59, 11

58, 22, 8, 10, 64, 51, 35, 48, 36, 42

Total 37 28

3.5 Hasil Uji Instrument Penelitian

Peneliti melakukan uji instrument secara uji terpakai dengan total item 131

dari dua skala, yaitu skala persepsi tentang Therapeutic Community sebanyak 66

Page 87: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

73

item dan skala harapan untuk pulih dari Napza sebanyak 65 item. Uji instrumen

diberikan kepada 197 responden pada tanggal 9-12 November 2010 di UPT.

Terapi dan Rehabilitasi BNN, Lido.

3.5.1 Uji Validitas

Menurut Sevilla (1993), validitas adalah derajat ketepatan suatu alat ukur

tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur. Validitas suatu butir

pernyataan dapat dilihat dari hasil output SPSS versi 15 menilai kevalidan

masing-masing butir pernyataan dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total

Correlation.

Dari data try out terpakai yang diberikan kepada 197 responden indeks

validitas skala persepsi tentang Therapeutic Community dengan jumlah 66 item

yang validitasnya tinggi berjumlah 59, dan untuk skala harapan untuk pulih dari

napza dengan jumlah 65 item yang validitasnya tinggi berjumlah 61.

Tabel 3.4 Hasil Try Out Terpakai Skala Persepsi Therapeutic Community

*item tidak valid

No Item Variabel Aspek Favorable Unfavorable 4 Structures Behavior Management Shaping

1, 19, 55*, 11, 36, 60, 53, 43, 65, 66.

50, 46, 64, 56, 10

Emotional and Psychological 2, 20, 54, 47* 42, 37, 22

Intelectual and Spiritual 3,57,61, 33*, 58, 12*

21, 32, 44

Vocational and Survival 4, 48, 59, 41, 13 35, 31 5 Pillars Family Milleu Concept

5, 30, 51, 14 23, 40

Peer Pressure 6, 62 24, 34, 15 Therapeutic Session 7, 63, 49, 29 16,25

Religious Session 8,26,39*, 28, 17*

52

Role Model 9,27,28, 38,45*

Persepsi tentang Therapeutic Community

Total 43 23

Page 88: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

74

Tabel 3.5 Hasil Try Out Harapan untuk pulih dari Napza

*item tidak valid

No Item Variabel Aspek Favorable Unfavorable Tujuan 1, 30, 24, 16, 3, 55 37, 50, 43 Willpower 38, 2, 44*, 56, 31, 5, 25,

65*, 46, 4, 28, 18, 6, 21, 13, 23

15, 60, 17, 39, 45,14, 52, 32, 61, 33, 19 ,34, 63, 57,53

Harapan untuk Pulih dari Napza

Waypower 26, 40, 62, 7, 47, 12, 27, 41, 49, 29, 54, 20, 9, 59, 11*

58, 22, 8, 10, 64, 51, 35, 48, 36, 42

Total 37 28

3.5.2 Uji Reliabilitas

Uji reabilitas adalah konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur yang

mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 1999). Reliabilitas alat ukur

menunjukkan tentang sifat suatu alat ukur dalam pengertian apakah suatu alat

ukur cukup akurat, stabil atau konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur

(Nazir, 2005).

Untuk menguji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan koefisien

Alpha Cronbach.

Adapun norma reliabilitas yang dijelaskan oleh Guilford diantaranya :

Table 3.6

Norma Reliabilitas Guilford

Koefisien Interpretasi

> 0,90 Sangat reliable

0,70 – 0,90 Reliable

0,40 – 0,70 Cukup reliable

0,20 – 0,40 Kurang reliable

< 0,20 Tidak reliable

Page 89: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

75

Berdasarkan data try out uji terpakai diperoleh beberapa item yang valid

kemudian diuji reliabilitasnya dengan rumus Alpha Cronbach. Dari hasil uji

reliabilitas untuk skala Persepsi Therapeutic Community diperoleh koefisien

reliabilitas sebesar 0,940 yang berarti data tersebut reliabel.

Sedangkan untuk skala Harapan untuk pulih dari Napza diperoleh hasil

koefisien reliabilitas sebesar 0,951 yang berarti data tersebut reliabel. Hal ini

dapat dilihat dari table 3.6 diatas tentang kaidah reliabilitas Guilford.

Selain itu hasil ini sesuai dengan pendapat Azwar (1999) yaitu semakin

tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin baik, dan berlaku

sebaliknya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa instrument penelitian ini

reliabel untuk digunakan karena reliabilitasnya mencapai 0,940 untuk skala

persepsi tentang Therapeutic Community dan 0,951 untuk skala Harapan untuk

pulih dari Napza, untuk menghitungnya, peneliti menggunakan bantuan komputer

SPSS 15 for windows.

3.6 Prosedur Penelitian

Secara garis besar penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan, yaitu :

1. Persiapan Penelitian

a. Dimulai dengan perumusan masalah.

b. Menentukan variabel yang akan diteliti.

c. Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori

yang tepat mengenai variabel penelitian.

Page 90: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

76

d. Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan

dalam penelitian, yaitu skala Persepsi Therapeutic Community dan skala

Harapan untuk pulih dari Napza.

e. Menentukan lokasi penyebaran skala dan menyelesaikan administrasi

perizinan.

2. Pengujian Alat Ukur dan Pelaksaan Penelitian

Setelah alat ukur dibuat berupa skala, penulis melakukan uji coba (try out)

terpakai yang dilakukan pada tanggal 9-12 November 2010 kepada 197

responden UPT. Terapi dan Rehabilitas BNN, Lido.

Setelah uji coba dilakukan, penulis melakukan uji validitas dan reliabilitas.

3. Pengolahan Data

a. Penulis memberikan kode dan melakukan skoring terhadap hasil skala

yang telah diisi oleh responden.

b. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, kemudian

membuat tabel data.

c. Melakukan analisa data dengan menggunakan metode statistik.

d. Membuat kesimpulan dan laporan akhir penelitian.

3.7 Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh akan dianalisis untuk

mendapatkan suatu kesimpulan dengan metode stasistik deskriptif. Statistik

deskriptip yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara

mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana

Page 91: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

77

adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau

generalisasi (Sugiyono, 2008).

Untuk menguji hipotesis penulis menggunakan korelasi Pearson Product

Moment, alasannya yaitu dimaksudkan untuk menghitung dan menentukan tingkat

hubungan (korelasi) antara 2 variabel kontinum, dengan menggunakan SPSS versi

15.

Page 92: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

BAB 4

PRESENTASI DAN ANALISA DATA

Pada bab ini akan diuraikan hasil pengolahan dari data yang diambil pada

penelitian yang meliputi gambaran umum responden serta hasil penelitian yang

telah dilaksanakan.

4.1 Gambaran Umum Responden

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 9-12 November 2010 di UPT. Terapi

dan Rehabilitas BNN Lido, yang melibatkan 197 residen primary, re-entry dan

staf adiksi.

4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia

Pada Tabel 4.1 berikut digambarkan banyaknya subjek penelitian berdasarkan

usia.

Tabel 4.1

Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Persentase (%)

16-20 tahun 15 7,614%

21-30 tahun 125 63,452%

31 > tahun 57 28,934%

TOTAL 197 100%

Dari 197 sampel yang diteliti berdasarkan usia pada penelitian ini, dapat

diketahui bahwa sebagian besar sampel berusia antara 21-30 tahun, yaitu

sebanyak 125 orang dengan presentase 63,452%. Sedangkan, sampel yang berusia

78

Page 93: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

79

antara 16-20 tahun sebanyak 15 orang responden dengan presentase 7,614%, dan

usia 31 > tahun sebanyak 57 orang responden 28.934%. Jadi, dapat disimpulakan

bahwa gambaran residen di BNN secara umum berdasarkan tingkat usia

didominasi oleh subyek dewasa awal.

4.1.2 Gambaran Umum Responden berdasarkan Latar Belakang

Pendidikan

Pada Tabel 4.2 berikut ini digambarkan banyaknya responden penelitian

berdasarkan pendidikan terakhir yang ditempuh.

Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase

SD 4 2,031%

SMP 39 19,797%

SMA 105 53,299%

Diploma 16 8,122%

S1 32 16,243%

S2 1 0,508%

Total 197 100%

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa mayoritas tingkat pendidikan

terakhir yang ditempuh responden, yakni SMA sebanyak 105 orang dengan

persentase 53,29 %, kemudian SMP sebanyak 39 orang dengan persentase 19,79

%, S1 sebanyak 32 orang dengan persentase 16,24 %, Diploma sebanyak 16 orang

dengan persentase 8,12 %, setelah itu SD sebanyak 4 orang dengan persentase

2,03 % dan S2 sebanyak 1 orang atau 0,50 %. Jadi, dapat disimpulkan bahwa

Page 94: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

80

gambaran residen di BNN secara umum berdasarkan tingkat pendidikan yang

berbeda didominasi oleh subjek yang berpendidikan SMA/Sederajat.

4.1.3 Gambaran Umum Responden berdasarkan Status Pernikahan

Pada Tabel 4.3 berikut ini digambarkan banyaknya responden penelitian

berdasarkan status pernikahan.

Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Status Pernikahan

Status Pernikahan Jumlah Persentase

Belum Menikah 119 60,406%

Menikah 65 32,995%

Duda 13 6,599%

Total 197 100%

Dari tabel di atas didapatkan data bahwa subjek dengan status pernikahan

belum menikah mendominasi penelitian ini dengan jumlah 119 orang dengan

persentase 60,40 %, 65 orang dengan persentase 32,99 % sudah menikah, dan 13

orang dengan persentase berstatus duda.

4.1.4 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Tahapan Rehabilitasi

Pada tabel 4.4 berikut ini digambarkan banyaknya responden penelitian

berdasarkan tahapan rehabilitasi.

Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Tahapan Rehabilitasi

Tahapan Jumlah Persentase

Primary Stage 147 74,619%

Re-Entry Stage 32 16,244%

Page 95: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

81

Staff Adiksi 18 9,137%

Total 197 100%

Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa responden primary berjumlah 147

orang residen dengan presentase 74,619%, respenden re-entry berjumlah 32 orang

residen dengan presentase 16,244% dan terakhir staff adiksi berjumlah 18 orang

dengan presentase 9,137%.

4.2 Deskripsi Umum Hasil Penelitian

Tabel 4.5

Deskripsi Umum Skor Perhitungan Statistik Skala Persepsi Therapeutic Community dan Harapan untuk Pulih

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation PersepsiTC 197 160 264 208,34 21,479 Harapan 197 156 260 207,39 22,624 Valid N (listwise) 197

Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui jumlah subjek penelitian sebanyak

197 orang dengan skor persepsi Therapeutic Community terendah adalah 160,

sedangkan skor persepsi Therapeutic Community tertinggi ialah 264 dengan skor

rata-rata 208,34. Sedangkan skor harapan untuk pulih terendah adalah 156 dan

skor yang tertinggi ialah 260 dengan skor rata-rata 207,39.

4.3 Kategorisasi Berdasarkan Penyebaran Skor Responden

4.3.1 Kategorisasi Skor persepsi tentang Therapeutic Community

Untuk mengetahui skor persepsi tentang therapeutic community yang

diperoleh responden tersebut positif atau negatif, maka disajikan norma skor

skala harapan setelah diketahui nilai mean dan SD yang disajikan pada tabel 4.5.

Page 96: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

82

Peneliti membagi klasifikasi skor persepsi tentang therapeutic community

menjadi dua kategori, yaitu positif dan negatif . Dari tabel 4.5, diketahui bahwa

mean skor harapan adalah sebesar 208,34. Maka jika subjek memiliki skor diatas

208,34 dikategorikan termasuk kedalam persepssi tentang therapeutic community

positif, sedangkan jika subjek memiliki skor dibawah 208,34 maka subjek

dikategorikan sermasuk kedalam persepsi tentang therapeutic community negatif.

Dengan begitu, kategorisasi yang didapat untuk persepsi tentang Therapeutic

Community adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6 Penyebaran Skor Skala persepsi tentang Therapeutic Community

Kategori Rumus Rentangan Raw Score

Jumlah Subjek Persen

Postif X > M >208,34 92 46,7% Negatif X < M < 208,34 105 53,3%

∑ 197 100%

Berdasarkan gambaran tabel di atas dapat terlihat bahwa dari 197 orang

responden 92 orang responden dengan presentase 46,7% memiliki skor persepsi

tentang therapeutic community pada kategori positif, dan 105 orang responden

dengan presentase 53,3% masuk dalam kategori negatif.

4.3.2 Kategorisasi Skor Harapan untuk Pulih dari Napza

Untuk mengetahui skor harapan yang diperoleh responden tersebut tinggi

atau rendah, maka disajikan norma skor skala harapan setelah diketahui nilai

mean dan SD yang disajikan pada tabel 4.5.

Page 97: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

83

Peneliti membagi klasifikasi skor harapan untuk pulih dari Napza menjadi

dua kategori, yaitu tinggi dan rendah. dari tpersepsi tentang therapeutic

community menjadi dua kategori, yaitu positif dan negatif . Dari tabel 4.5,

diketahui bahwa mean skor harapan untuk pulih dari Napza adalah sebesar

207,39. Maka jika subjek memiliki skor diatas 207,39 dikategorikan termasuk

kedalam harapan untuk pulih dari Napza tinggi, sedangkan jika subjek memiliki

skor dibawah 207,39 maka subjek dikategorikan sermasuk kedalam harapan untuk

pulih dari Napza rendah. Dengan begitu, kategorisasi yang didapat untuk harapan

untuk pulih dari Napza adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7

Penyebaran Skor Skala Harapan untuk pulih dari Napza

Kategori Rumus Rentangan Raw Score

Jumlah Subjek Persen

Tinggi X > M >207,39 88 44,67% Rendah X < M <207,39 109 55,33%

∑ 197 100%

Berdasarkan gambaran tabel di atas dapat terlihat bahwa dari 197 orang

responden 88 orang responden dengan presentase 44,67% memiliki skor harapan

untuk pulih dari Napza pada kategori tinggi, dan 109 orang responden dengan

presentase 53,3% masuk dalam kategori rendah.

4.4 Hasil Uji Hipotesis

Analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis pada penelitian

ini menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment untuk mencari

hubungan persepsi Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari

Page 98: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

84

Napza. Dalam perhitungannya, peneliti menggunakan program SPSS versi 15.

Berikut ini adalah hasil perhitungannya.

Tabel 4.8

Correlations

Harapan PersepsiTC

Pearson Correlation

Harapan 1,000 ,710

persepsiTC ,710 1,000 Sig. (1-tailed) Harapan . ,000 persepsiTC ,000 . N Harapan 197 197 persepsiTC 197 197

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui nilai r hitung antara persepsi

tentang Therapeutic Community dan harapan sebesar 0,710 dan nilai p value

sebesar 0,000. Karena nilai p value < 0,05 , maka hipotesis nol yang menyatakan

bahwa tidak ada hubungan antara persepsi Therapeutic Community dan harapan

untuk pulih dari Napza ditolak. Artinya bahwa ada hubungan positif yang

signifikan antara persepsi Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih

dari Napza. Arah hubungan yang dihasilkan menunjukkan arah yang positif,

dengan demikian semakin positif persepsi mereka tentang Therapeutic

Community maka akan semakin tinggi pula harapan mereka untuk pulih dari

Napza.

4.5 Hasil Penelitian Tambahan

Page 99: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

85

Setelah diketahui nilai korelasi, kemudian dilihat klasifikasi persepsi

tentang Therapeutic Community yang paling berkorelasi dengan harapan untuk

pulih dari Napza.

Tabel 4.9 Correlations

Pearson Correlation

Sig. (1-tailed)

Harapan Harapan Harapan 1.000 . Behavior Management Shaping .685 .000 Emotional and Psychological .543 .000 Intelectual and Spiritual .523 .000 Vocational and Survival .618 .000 Family milleu concept .423 .000 Peer pressure .683 .000 Therapeutic session .499 .000 Religious Session .416 .000 Role Model .504 .000

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa semua klasifikasi

persepsi tentang Therapeutic Community berkorelasi positif secara signifikan

dengan harapan untuk pulih dari Napza. Kemudian persepsi tentang Therapeutic

Community seperti Behavior Management Shaping dengan skor 0,685 (p=

0,000<0,05), Peer pressure dengan skor 0,683 (p= 0,000<0,05), Emotional and

Psychological dengan skor 0,543 (p= 0,000<0,05), Intelectual and Spiritual

dengan skor 0,523 (p= 0,000<0,05), merupakan persepsi tentang Therapeutic

Community yang paling berkorelasi secara signifikan terhadap harapan untuk

pulih dari napza dilihat dari besaran Pearson Correlation yang dimiliki.

Tabel 4.10

Skor hasil penyebaran kuesioner dalam empat kegiatan Primary

Page 100: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

86

No Kegiatan Pertanyaan Kategori Presentase Apa yang saudara rasakan selama mengikuti kegiatan ini?

a. Mengantuk b. Bersemangat c. Biasa saja d. Lainnya (stress dan

bosan)

25% 17% 40% 18%

Jumlah 100%

Apa manfaat yang saudara dapatkan dari kegiatan ini?

a. Mengawali hari agar menjadi lebih baik

b. Melatih kejujuran dan kepercayaan

c. Membangkitkan kepercayaan diri

d. Lainnya

32%

22%

31%

15% Jumlah 100%

Sebutkan 3 hal yang perlu dikembangkan atau diperhatikan pada kegiatan ini

Frekuensi • terlalu lama • time break Fasilitas • Snack dan Rokok Partisipasi Aktif • Memberikan feedback Respect • Self awareness • Care and concern Materi lebih inovatif Feeling • Jujur kepada diri sendiri

dan orang lain • Fokus • Percaya diri Suasana • Lebih santai Open minded Lainnya

10% 4%

4% 6% 7%

5% 5% 3%

16%

13% 10%

5% 2% 10%

1. Morning Meeting

121 residen

Jumlah 100% Apa yang saudara rasakan selama mengikuti kegiatan ini?

a. Merasa lega b. Merasa senang c. Merasa nyaman d. Lainnya (pusing,

ngantuk)

32% 13% 15% 40%

2. Wrap Up 139 residen

Jumlah 100% Apa manfaat yang

saudara dapatkan dari kegiatan ini?

a. Mendapat pembelajaran baru

b. Menjadi pendengar yang

25%

14%

Page 101: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

87

baik c. Menghargai sesama

residen d. Lainnya

47%

14%

Jumlah 100% Sebutkan 3 hal yang perlu dikembangkan atau diperhatikan pada kegiatan ini

Frekuensi • Terlalu lama • Lebih awal Fasilitas • Snack dan rokok Partisipasi aktif • Memberikan feedback Materi lebih inovatif Respect • Empaty Fasilitator • Staff female Feeling • Jujur dengan feeling

diri sendiri Suasana • Lebih santai Open minded

17% 10%

12% 5% 4% 15%

11%

1%

13%

5% 7%

Jumlah 100% Apa yang saudara rasakan selama mengikuti kegiatan ini?

Partisipasi aktif Feeling • Lebih mengenal diri

sendiri Knowledge Suasana Aplikasi diluar

12%

18%

47% 8% 15%

Jumlah 100%

3. Issue of the house

120 residen

Apa manfaat yang saudara dapatkan dari kegiatan ini?

Frekuensi • Time management Respect Materi • Role play Feeling • Fokus Knowledge • mendapat pengetahuan

baru • survival skill Open minded

9% 8%

3%

23%

47%

5% 5%

Page 102: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

88

Jumlah 100% Sebutkan 3 hal yang perlu dikembangkan atau diperhatikan pada kegiatan ini.

Frekuensi • waktu lebih lama fasilitas • snack dan rokok partisipasi aktif materi • seminar dengan materi

baru • penjelasan B.indonesia • seminar lebih

diperbanyak Respect • care and concern fasilitator • penjelasan yang

disampaikan lebih detail suasana • seminar dibuat group

23%

6% 24%

6%

6% 15%

10%

6%

4%

Jumlah 100% Apa yang saudara rasakan selama mengikuti kegiatan ini?

Feeling Knowledge • mendapat pengetahuan

baru Suasana • menyenangkan • jenuh Open minded

17%

40%

19% 10% 14%

Jumlah 100% Apa manfaat yang saudara dapatkan dari kegiatan ini?

Respect Feeling • lebih disiplin Aplikasi diluar • Dapat mengaplikasikan

diluar Knowledge • Mendapatkan

pengetahuan baru Open minded • Mulai bisa menerima

program • Mengetahui kelemahan

yang ada dalam diri

15%

9%

21%

23%

15%

17%

4. Crackle barel

90 residen

Jumlah 100%

Page 103: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

89

Sebutkan 3 hal yang perlu dikembangkan atau diperhatikan pada kegiatan ini

Frekuensi • Lebih sering diadakan • Waktu diperlama Fasilitas • Snack dan rokok Partisipasi aktif • Aktif bertanya Materi • Penjelasan

menggunakan B.Indonesia

47% 24%

15%

8%

6%

Jumlah 100%

Dari hasil tabel 4.10 hasil yang didapat yaitu, pada kegiatan morning

meeting dengan total 121 orang residen menyatakan bahwa yang dirasakan selama

mengikuti kegiatan ini adalah biasa saja sebanyak 40%, manfaat yang didapatkan

dari kegiatan ini ialah mengawali hari agar menjadi lebih baik sebanyak 32% dan

hal yang perlu diperhatikan dari kegiatan morning meeting ini adalah agar residen

lebih jujur kepada diri sendiri dan orang lain sebanyak 16%. Selanjutnya pada

kegiatan wrap up dengan total 139 orang residen menyatakan bahwa yang

dirasakan selama mengikuti kegiatan ini adalah memilih jawaban lainnya yaitu

pusing dan mengantuk yaitu 40%, manfaat yang didapatkan dari kegiatan ini

adalah dapat menghargai sesama residen sebanyak 47% dan hal yang pelu

dikembangkan dalam kegiatan ini ialah agar waktunya tidak terlalu lama sebanyak

17%. Selanjutnya pada kegiatan issue of the house dengan total 120 orang residen

menyatakan bahwa yang dirasakan selama mengikuti kegiatan ini ialah

mendapatkan knowledge sebanyak 47%, manfaat yang didapatkan dari kegiatan

ini ialah menjadi lebih fokus sebanyak 23% dan hal yang perlu diperhatikan dari

kegiatan ini ialah partisipasi aktif dari residen sebanyk 24%. Selanjutnya kegiatan

Page 104: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

90

crackle barel sebanyak 90 orang residen menyatakan bahwa yang dirasakan

selama mengikuti kegiatan ini ialah mendapatkan pengetahuan baru sebanyak

40%, manfaat yang didapatkan dari kegiatan ini ialah residen dapat

mengaplikasikannya diluar rehabilitasi sebanyak 21%, dan hal yang perlu

diperhatikan dari kegiatan ini ialah agar kegiatan crackle barel ini lebih sering

diadakan sebanyak 47%.

4.5.1 Uji Regresi

Untuk melihat kontribusi persepsi tentang Therapeutic Community peneliti

menggunakan uji regresi dengan SPPS 15.

Tabel 4.11

Model Summary Model Summary

,759a ,576 ,556 15,079 ,576 28,244 9 187 ,000Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

R SquareChange F Change df1 df2 Sig. F Change

Change Statistics

Predictors: (Constant), Role Model, Religious session, Intelectual and Spiritual, Family milleu concept, PeeEmotional and Psychological, Therapeutic session, Vocational and Survival, Behavior management shapin

a.

Berdasarkan tabel 4.9 di atas didapatkan nilai F sebesar 0,000, yang

artinya nilai F signifikan pada taraf 5% (p=0,000<0,05). Sehingga dapat

disimpulkan, ada hubungan yang signifikan persepsi tentang Therapeutic

Community terhadap harapan untuk pulih dari Napza. Pada tabel di atas juga

diperoleh R2 sebesar 0,576 yang berarti bahwa persepsi tentang Therapeutic

Community memberikan kontribusi sebesar 57,6% terhadap harapan untuk pulih

dari Napza.

Page 105: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

91

Tabel 4.12 Tabel Kontribusi Klasifikasi Persepsi Tentang Therapeutic community

No Klasifikasi Persepsi tentang Therapeutic

community

R2 R2

Change Fhitung Ftabel Signifikansi

1. Behavior Management Shaping

0,469 0,469 172,23 3,89 Sangat Signifikan

2. Peer pressure 0,536 0,067 13,93 3,89 Sangat Signifikan 3. Vocational and Survival 0,552 0,016 3,14 3,89 Tidak Signifikan 4. Emotional and

Psychological 0,552 0 0 3,89 Tidak Signifikan

5. Intelectual and Spiritual 0,552 0 0 3,89 Tidak signifikan 6. Role Model 0,557 0,005 0,95 3,89 Tidak signifikan 7. Therapeutic session 0,563 0,006 1,14 3,89 Tidak signifikan 8. Family milleu concept 0,571 0,008 1,52 3,89 Tidak signifikan 9. Religious Session 0,576 0.005 0,94 3,89 Tidak Signifikan Total 0,576

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa persepsi tentang Therapeutic

Community yang signifikan memberikan kontribusi terhadap harapan untuk pulih

dari Napza adalah Behavior management shaping sebesar 46,9% (F hitung

=172,23 > F tabel = 3,89), dan Peer pressure sebesar 6,7% (F hitung = 13,93 > F

tabel = 3,89). Jadi dapat disimpulakan bahwa Behavior management shaping

memberikan kontribusi terbesar terhadap harapan untuk pulih dari Napza.

Page 106: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Bab ini memaparkan tentang kesimpulan hasil penelitian, diskusi tentang

penelitian serta saran metodologis dan saran praktis untuk penelitian selanjutnya.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data di bab empat korelasi pearson product

moment r = 0,710 dengan nilai signifikan p = 0,000. Karena nilai p lebih kecil

dari pada α = 0,05, maka Ho yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan positif

yang signifikan antara persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapan

untuk pulih dari Napza ditolak, sedangkan hipotesis alternatif yang menyakatakan

ada hubungan positif yang signifikan antara antara persepsi tentang Therapeutic

Community dengan harapan untuk pulih dari Napza diterima.

5.2 Diskusi

Hasil utama dalam penelitian ini yaitu didapatkan bahwa Hipotesis

penelitian (Ha) diterima dikarenakan ada hubungan positif yang signifikan antara

persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza,

dimana jika persepsi tentang Therapeutic Community positif maka harapan untuk

pilih dari Napza akan tinggi pula dan sebaliknya jika persepsi tentang Therapeutic

Community negatif maka harapan untuk pulih dari Napza rendah. Ini menunjukan

bahwa persepsi residen terhadap sekelompok orang yang mempunyai masalah

yang sama, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam mengatasi masalah

92

Page 107: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

93

yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to help himself, yaitu

seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya sendiri dihayati positif

oleh para residen. Selain itu, harapan yang dimiliki oleh para residenpun tinggi.

Menurut Snyder (1994) karakteristik individu yang memiliki harapan tinggi ialah

memiliki persepsi tentang kemampuannya dalam pemecahan masalah kemampuan

seseorang dalam pemecahan masalah berkaitan dengan pemikiran seseorang

terkait dengan cara pencapaian tujuan. Pada saat mengalami siruasi sulit dalam

melaksanakan cara yang biasanya dilakukan untuk mencapai tujuan, mereka

menjadi sangat berorientasi pada tugas dan menjalankan cara alternatif untuk

mencapai tujuan. Mereka cenderung telah mengantisipasi permasalahan dengan

mengembangkan perencanaan dengan sistem back-up (cadangan) untuk mengatasi

kemungkinan mengalami suatu kesulitan.

Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh hasil R2 sebesar 0,576 dapat

diartikan bahwa variabel persepsi tentang Therapeutic Community memberikan

sumbangsih atau kontribusi sebesar 57,6% bagi perubahan variabel harapan untuk

pulih dari Napza. Ini berati menunjukan sangat tinggi maka program ini sangat

efektif untuk dilanjutkan, dan sisanya 42,4% dijelaskan oleh variabel lain yang

tidak diteliti dalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya

juga diketahui bahwa semua klasifikasi persepsi tentang Therapeutic Community

berkorelasi positif secara signifikan dengan harapan untuk pulih dari Napza

terutama Behavior Management Shaping dengan skor 0,685, Peer pressure

dengan skor 0,683, Emotional and Psychological dengan skor 0,543 , Intelectual

Page 108: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

94

and Spiritual dengan skor 0,523, merupakan persepsi tentang Therapeutic

Community yang paling berkorelasi secara signifikan terhadap harapan untuk

pulih dari Napza dilihat dari besaran Pearson Correlation yang dimiliki. Jika

para pengelola di BNN itu memberikan harapan untuk pulih itu lebih ke program

Behavior Managemeni Shaping yaitu perubahan prilaku yang diarahkan pada

peningkatan kemampuan untuk mengelola kehidupannya sehingga terbentuk

perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma kehidupan masyarakat

(BNN, 2004), dan pada aspek Peer Presure yaitu suatu metode yang

menggunakan kelompok sebagai metode perubahan perilaku (BNN, 2004)

dinamika kelompok harus lebih diintesifkan dan kedua aspek tersebut itu lebih di

program secara maksimal karena ini terbukti dipersepsikan positif oleh residen.

Selain itu program-program yang lain mungkin dipersepsikan berbeda oleh para

residen. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rice (1998) Perlu

diketahui bahwa saat individu mempersepsikan sesuatu, dapat terjadi bias yang

dipengaruhi oleh karakteristik emosi individu tersebut. Bias juga dapat

dipengaruhi oleh efek kumulatif dari pengalaman-pengalaman yang dialami

sebelumnya oleh individu yang bersangkutan.

Berdasarkan gambaran table 4.6 dapat terlihat bahwa dari 197 orang

responden 92 orang responden dengan presentase 46,7% memiliki skor persepsi

tentang therapeutic community pada kategori positif, dan 105 orang responden

dengan presentase 53,3% masuk dalam kategori negatif. Ini menunjukan bahwa

sebagian residen sudah mulai bisa menerima program dengan baik selebihnya

mungkin dikarenakan faktor mereka masuk rehabilitasi bukan karena keinginan

Page 109: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

95

mereka tetapi keinginan keluarga atau terjaring razia sehingga mereka memuliki

persepsi yanng negatif tentang therapeutic community oleh karena itu, mereka

perlu dibina lebih matang lagi melalui program-program therapeutic community

yang ada agar mereka benar-benar bisa terus tetap bertahan dari narkoba selepas

dari BNN,

Berdasarkan gambaran tabel 4.7 dapat terlihat bahwa dari 197 orang

responden 88 orang responden dengan presentase 44,67% memiliki skor harapan

untuk pulih dari Napza pada kategori tinggi, dan 109 orang responden dengan

presentase 53,3% masuk dalam kategori rendah. menurut Snyder, Lehman,Kluck

& Monson (2006) menjelaskan keberhasilan program rehabilitasi ditunjang oleh

kemauan dari para pengguna. Keadaan bebas dari narkoba merupakan tujuan yang

ingin dicapai oleh mereka. Penelitian yang dilakukan Snyder dkk juga didasari

oleh hope theory (teori harapan) teori ini menjelaskan bahwa harapan individu

merupakan sebuah kekuatan pikiran yang mendorong motivasi agar tujuan yang

diinginkan tercapai. Penelitian mereka menemukan habwa semakin tinggi harapan

yang dimiliki individu, ia akan menunjukan fungsi mental dan fisik yang lebih

baik dari pada yang lainnya. Hal ini menjelaskan bahwa dalam program

rehabilitasi yang terbaik adalah membantu para residen untuk menyadari dan

mengenali harapan yang ada dalam dirinya. Kemudian mereka disadarkan akan

hambatan dan rintangan yang dihadapi untuk dapat menyelesaikan rintangan

tersebut. Dengan demikian residen tidak akan mengalami hambatan dalam proses

pemulihan diri dari ketergantungan.

Page 110: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

96

Berdasarkan gambaran dinamika dilapangan diperoleh hasil menurut

persepsi mereka dari beberapa kegiatan residen menyatakan bahwa yang

dirasakan dari kegiatan morning meeting adalah biasa saja sebanyak 40%, manfaat

yang didapatkan dari kegiatan ini ialah mengawali hari agar menjadi lebih baik

sebanyak 32%. Pada kegiatan wrap up residen menyatakan bahwa yang dirasakan

dari kegiatan ini merasa pusing dan mengantuk yaitu 40%, manfaat yang

didapatkan dari kegiatan ini adalah dapat menghargai sesama residen sebanyak

47%. Pada kegiatan issue of the house menyatakan bahwa yang dirasakan selama

mengikuti kegiatan ini ialah mendapatkan knowledge sebanyak 47%. Pada

kegiatan crackle barel residen menyatakan bahwa yang dirasakan selama

mengikuti kegiatan ini ialah mendapatkan pengetahuan baru sebanyak 40%,

manfaat yang didapatkan dari kegiatan ini ialah residen dapat mengaplikasikannya

diluar rehabilitasi sebanyak 21%. Ini menunjukan bahwa para residen sebagian

besar mempersepsikan kegiatan program therapeutic community secara positif.

Selanjutnya, gambaran umum responden berdasarkan usia. Sebagian besar

berusia antara 21-30 tahun, yaitu sebanyak 125 orang dengan presentase 63,452%.

Hal ini menunjukan mereka sudah memasuki pada usia produktif namun, banyak

dari mereka yang masih berstatus belum menikah dari hasil data yang didapat

gambaran umum responden berdasarkan status dari hasil penelitian data yang

diperoleh bahwa subjek dengan status pernikahan belum menikah mendominasi

penelitian ini dengan jumlah 119 orang dengan persentase 60,406%, hal ini

menunjukan betapa sulitnya mereka memiliki tanggung jawab, untuk diri sendiri

saja sulit bagaimana jika mereka memiliki keluarga yaitu istri dan anak. Menurut

Page 111: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

97

BKKBN (2003) dampak dari penggunaan Napza antara lain orang tidak lagi dapat

berpikir dan berperilaku normal. Perasaan, pikiran dan perilakunya dipengaruhi

oleh zat yang dipakainya. Berbagai gangguan psikis atau kejiwaan yang sering

dialami oleh mereka yang menyalahgunakan Napza antara lain depresi, paranoid,

percobaan bunuh diri, melakukan tindak kekerasan.

Pada penelitian ini angket yang disebar sebelumnya sebanyak 205

eksemplar, namun hanya 197 yang bisa diolah. Sisa 8 eksemplar lainnya tidak

bisa diolah karena responden tidak mengisi item secara lengkap. Hal itu peneliti

sadari bisa disebabkan oleh situasi pengisian skala yang kurang kondusif,

mengingat pengisian skala dilakukan pada malam hari dimana residen sudah

mulai mengantuk sehingga penilitipun tidak bisa memantau satu per satu proses

pengisian skala pada residen selain itu karna jumlah item yang terlalu banyak

yaitu untuk skala persepsi tentang Therapeutic Community berjumlah 66 item dan

untuk skala harapan untuk pulih dari napza berjumlah 65 item total keseluruhan

item 131, sehingga residen terlalu lelah mengerjakannya.

5.3 Saran

Dari hasil kesimpulan dan diskusi hasil penelitian, maka penulis

mengajukan saran teoritis dan saran praktis sebagai berikut :

5.3.1 Saran Teoritis

a. Sebaiknya pada penelitian di masa yang akan datang memberikan item yang

simpel karena residen belum pulih total, serta melakukan observasi dan

wawancara yang intensif

Page 112: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

98

b. Untuk penelitian selanjutnya mengenai tema yang mengangkat tentang

pecandu narkoba, diharapkan peneliti selanjutnya meneliti metode selain

Therapeutic Community misalnya Narcotic Anonymous (twelve step), Inaba

(muslim), Rumah Damai (nasrani), ataupun metode lain yang juga digunakan

oleh panti rehabilitasi narkoba yang tersebar di seluruh Indonesia. Sehingga

diharapkan mendapat perbandingan dari beberapa metode tersebut, metode

manakah yang memberi kontribusi paling besar terhadap harapan untuk pulih

dari Napza.

5.3.2 Saran Praktis

a. Untuk residen

Hendaknya residen dapat mengikuti program Therapeutic Community secara

baik, disiplin sehingga program-program yang ada dapat diaplikasikan karena

pada dasarnya semua program tersebut dilakukan untuk proses pemulihan

mereka dari napza sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang mereka

harapkan.

b. Untuk Pengelola Panti Rehabilitasi

Karena berkolerasi positif maka program Therapeutic Community dilanjutkan

dengan lebih memerhatikan aspek Behavior Management Shaping dan Peer

Presure disamping aspek-aspek yang lain yaitu Emotional and Psychological,

Intelectual and Spiritual, Vocational and Survival, Family Milleu Concept,

Therapeutic Session, Religious Session dan Role Model.

Page 113: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Soejono. 2005. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Azwar, Saifuddin. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

BKKBN, 2003. Sedia payung sebelum hujan: Apa saja yang perlu kita tahu mengenai Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.

BNN R.I. & Departemen Sosial R.I. (2004). Metode Therapeutic Community (Komunitas Terapeutik) Dalam Rehabilitasi Sosial Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta.

BNN. (2009). Hasil Penelitian BNN dan Puslitkes UI Tentang Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia. www.bnn.go.id/portalbaru/portal/konten.php?nama=ArtikelLitbang&op=dl_artikel_litbang&namafile=HASIL%20PENELITIAN%20BNN%20Jurnal%202009.pdf

Carr, A. (2004). Positive psychology: the science of happiness and human strengths. New York: Brunner-Routlage.

Hawari, D. (2001). Al-qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Ed III. Jakarta: PT Dana Bhakti Prima Jasa.

Farran, C., Heart, K.A. & Popovich, J.M. (1995). Hope and Hopelessness: Critical Clinical Construct. London New Delhi: Sage Publications, Inc.

Koentjaraningrat. 1993. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Morgan, Clifford T. (1986). Introduction to psychology. Singapore: McGraw-Hill

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia

Snyder, C.R. (194). The Psychology of Hope: you can get from there from here. New York: The Free Press.

Peterson, C. & Selligman, M.E.P. (2004). Character strengths and virtues. New York: Oxford University Press.

99

Page 114: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

100

Pusat Pencegahan Lakhar, BNN. (2009). Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas/Ritan.. http://catalogue.nla.gov.au/Record/4903872?lookfor=author:%22Indonesia.%20Badan%20Narkotika%20Nasional.%20Pusat%20Pencegahan%20Lakhar%22&offset=1&max=1

Pengguna NAPZA di Indonesia 3,2 Juta Orang http://nasional.kompas.com/read/2008/06/19/18581795/pengguna.napza.di.indonesia.32.juta.orang. 18082010 12:56.

Rice, P.L. 1998. Stress and Health. USA : Brooks Cole Publishing Company.

Rice, V.H. (Ed). (2000). Handbook of stress, coping and health: implications for nursing research, theory & practice. London New Delhi: Sage Publications, Inc

Robbins, Stephen P. 2001. Organizational Behavior 9th ed. New Jersey : Prentice Hall.

Sevilla, dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta : UI Press.

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Sugiyono. (2008). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

UPT Terapi dan Rehabilitasi BNN, Walking paper.

Winanti, S.Psi, Therapeutic Community (TC), Lapas Klas IIA Narkotika jakarta. http://www.google.co.id/search?client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&channel=s&hl=id&source=hp&q=Winanti%2C+S.Psi%2C+Therapeutic+Community+(TC)%2C+Lapas+Klas+IIA+Narkotika+jakarta.&meta=&btnG=Penelusuran+Googl

Page 115: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

PENGANTAR

Assalamu`alaikum Wr..Wb..

Salam Sejahtera

Kepada responden yang saya hormati,

Saya selaku Mahasiswi Fakultas Psikologi UIN akan mengadakan suatu penelitian

kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai potensi positif

dalam diri individu.

Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan saudara untuk turut serta membantu

dalam memberikan data mengenai hal tersebut. Kerjasama yang saya harapkan adalah

kesediaan saudara untuk mengisi serangkaian item pernyataan secara jujur apa

adanya.

Dalam skala ini tidak ada jawaban benar salah serta tidak disediakan kolom nama

untuk diisi, agar saudara dapat lebih merasa leluasa untuk menjawab jujur apa adanya

sesuai dengan keadaan diri saudara. Adapun informasi atau data yang saudara berikan

akan sangat bermanfaat bagi penelitian dan akan dijamin kerahasiaannya serta hanya

digunakan untuk kepentingan pengumpulan data.

Atas segala kerjasama serta bantuan saudara, saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu`alaikum Wr..Wb..

Jakarta, 10 November 2010

Peneliti

Page 116: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

IDENTITAS

Silahkan isi serta lingkari pilihan yang tersedia sesuai dengan diri anda

Usia : __________________________________

Pendidikan terakhir : __________________________________

Fase saat ini : a. Primary ( a. Younger / b. Middle / c. Older )

b. Re-Entry ( a. Fase Orientasi / b. Fase A / c. Fase B / d. fase C )

Status : a. Single b. Menikah c. Duda

PETUNJUK PENGISIAN SKALA

1. Bacalah dan pahami setiap pernyataan yang ada dengan teliti

2. Beri tanda check list ( √ ) pada kolom di sebelah kanan anda pada setiap pernyataan yang paling sesuai dengan keadaan Saudara

3. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar atau salah. Semua jawaban adalah Baik. Adapun pilihan jawaban tersebut adalah:

SS = Sangat Setuju , jika kalimat pernyataan Sangat Setuju dengan keadaan diri Saudara

S = Setuju , jika kalimat pernyataan Setuju dengan keadaan diri Saudara

TS = Tidak Setuju , jika kalimat pernyataan Tidak Setuju dengan keadaan diri Saudara

STS = Sangat Tidak Setuju , jika kalimat pernyataan Sangat Tidak Setuju dengan keadaan diri Saudara

Contoh:

Jika jawaban Anda Setuju

NO Pernyataan SS S TS STS 1. Saya menyukai olahraga √

Page 117: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

NO Pernyataan SS S TS STS 1. Duduk fokus didepan the creed membuat saya introspeksi terhadap

diri saya.

2. Share feeling membuat perasaan saya menjadi lega.

3. Seminar membuat pengetahuan saya tentang adiksi bertambah.

4. Saya bisa bertanggung jawab sebagai pemimpin berjalannya rumah.

5. Saya senang melakukan pekerjaan yang dilakukan bersama-sama dengan family.

6. Teguran yang saya berikan kepada family adalah pembelajaran untuk saya.

7. Kegiatan kelompok dapat mengembangkan pribadi saya dalam rangka membantu proses pemulihan.

8. Kegiatan keagamaan dapat memberikan nilai-nilai yang positif dalam kehidupan saya.

9. Saya mempelajari setiap hal positif yang dilakukan oleh family.

10, Learning Experience tidak bekerja untuk proses pemulihan saya.

11. Saya senang bangun setiap pagi.

12. Saya selalu berpartisipasi setiap ada acara keagamaan.

13. Tugas mencuci pakaian, seprei dan perlengkapan lainnya membantu saya menjadi lebih mandiri.

14. Salah satu family melakukan kebaikan, semua family mendapat dampak yang baik

15, Saya tidak menegur kesalahan family, karena saya takut ditegur.

16, Kegiatan group membuat saya mengantuk.

17, Saya tidak aktif dalam kegiatan keagamaan.

18. Buddy saya dapat memberikan contoh positif dalam menjalankan program.

19. Teguran dari family membuat saya belajar dari kesalahan.

20. Masukan yang diberikan family sangat membantu permasalahan saya.

21, Mengikuti seminar hanya membuang-buang waktu.

22, Family tidak memberikan feed back terhadap permasalahan yang saya hadapi.

23, Saya lebih suka melakukan pekerjaan sendiri karena hasilnya lebih memuaskan.

24, Teguran yang diberikan oleh family tidak berarti apa-apa untuk saya.

25, Kegiatan kelompok tidak membantu proses pemulihan saya.

26. Mengikuti kegiatan keagamaan membuat saya tenang.

27. Memberikan apresiasi pada residen yang melakukan hal baik adalah hal yang seharus dilakukan.

28. Aktif di kegiatan keagamaan membuat saya semakin dekat dengan Tuhan.

Page 118: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

29. Kegiatan group meningkatkan harga diri saya.

30. Setiap aktifitas yang ada dalam rehabilitasi selalu dilakukan bersama-sama.

31, Mengerjakan tugas sehari-hari yang ada di facility, tidak membantu dalam proses pemulihan.

32, Thema writting adalah tugas yang melelahkan.

33. Beribadah membuat diri saya menjadi tenang.

34, Saya merasa tertekan ketika family menegur saya.

35, Saya merasa terbebani jika diberi tanggung jawab yang besar.

36. Ketika family melakukan kesalahan saya harus menegurnya.

37. Family tidak perduli dengan masalah yang saya hadapi.

38, Tidak ada contoh family yang baik untuk di ikuti.

39. Mendengarkan ceramah keagamaan membuat saya mengingat akan masa lalu saya.

40, Aktifitas yang ada dalam rehabilitasi dilakukan sendiri-sendiri oleh setiap residen.

41. Tugas sehari-hari yang ada di facility, sangat membantu dalam proses pemulihan saya.

42, Saya lebih senang memendam perasaan saya.

43. Merapihkan tempat tidur adalah sebuah keharusan.

44, Kegiatan-kegiatan yang ada direhabilitasi tidak membantu proses pemulihan saya.

45. Saya berperilaku sesuai dengan keinginan saya.

46, Saya malas bangun pagi.

47. Ketika saya kesal dengan family, saya langsung mengungkapkannya.

48. Tugas menyediakan dan menyiapkan makan untuk family saya lakukan dengan senang hati.

49. Mengikuti morning meeting adalah mengawali hari yang indah.

50, Saya tidak perduli jika mendapat teguran dari family.

51. Salah satu family melakukan kesalahan, semua family juga mendapat pembelajaran.

52. Saya semakin merasa berdosa ketika mengikuti kegiatan keagamaan.

53. Setiap saya melakukan kesalahan family slalu menegur saya.

54. Setiap saya memiliki permasalahan family selalu membantu saya.

55. Ketika saya melakukan kesalahan yang fatal, family menegur saya dengan keras.

56, Saya tidak peduli walaupun pakaian yang saya kenakan tidak rapih.

57. Thema writting adalah salah satu tugas yang saya sukai karena menambah pengetahuan saya tentang adiksi

58. Dengan mendengarkan ceramah keagamaan membuat saya lebih dekat dengan Tuhan.

Page 119: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

59. Merawat dan memperbaiki alat-alat atau fasilitas rumah yang rusak adalah suatu kewajiban.

60. Lemari pakaian saya salalu rapih.

61. Kegiatan-kegiatan yang ada di rehabilitasi membuat saya memiliki tanggung jawab.

62. Teguran yang saya berikan kepada family adalah tekanan untuk saya agar tidak melakukan hal tersebut.

63. Family menguatkan saya dalam pemulihan.

64, Saya tidak senang ditegur oleh family.

65. Saya memperhatikan Pakaian yang saya kenakan setiap hari.

66. Learning Experience membuat saya menyadari prilaku negatif yang telah saya lakukan.

NO Pernyataan SS S TS STS 1. Saya ingin pulih dari kecanduan saya terhadap narkoba

2. Pengalaman masa lalu telah mempersiapkan saya dengan baik untuk masa depan saya.

3. Setelah selesai rehabilitasi saya ingin bekerja

4. Saya yakin akan berhasil dalam menjalani proses pemulihan.

5. Saya mampu mengatasi masalah tanpa narkoba.

6. Saya bekerja keras dalam mencapai tujuan-tujuan yang saya tetapkan.

7. Saya tahu saya dapat menemukan suatu cara untuk memecahkan masalah meskipun orang lain sudah putus asa.

8, Sedikit cara yang saya miliki untuk mengatasi relapse.

9. Rehabilitasi adalah tempat yang pas untuk proses pemulihan saya.

10, Saya tidak yakin bahwa cara saya melakukan sesuatu akan memberikan hasil terbaik.

11. Menunggu masa depan saya di tempat ini adalah hal yang baik.

12. Saya dapat mengandalkan kemampuan saya untuk mengatasi kesulitan dalam pemulihan.

13. Saya siap menghadapi tantangan yang baru.

14, Saya tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

15, Sekeras apapun usaha yang saya lakukan, kehidupan saya biasa saja

16. Saya ingin memperbaiki hubungan saya dengan orang tua/ keluarga dan teman.

17. Saya mudah menyerah ketika menghadapi permasalahan yang sulit.

18. Saya terus berharap akan masa depan yang lebih baik meskipun ada berbagai tantangan.

19, Saya tidak dapat melewati tantangan untuk menuju masa depan yang

Page 120: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

lebih baik. 20. Ketika dihadapkan pada suatu tantangan, saya siap mengambil

tindakan.

21. Saya yakin dapat menerapkan kiat-kiat untuk mengatasi relapse.

22, Saya tidak dapat mengandalkan kemampuan saya untuk mengatasi kesulitan dalam pemulihan.

23. Saya yakin dapat membuat perubahan dalam hidup saya.

24. Saya memiliki rencana-rencana yang kongkrit.

25. Apapun yang terjadi, setelah keluar dari rehabilitasi saya akan siap menanganinya.

26. Saya dapat memikirkan cara-cara untuk keluar dari permasalahan yang rumit.

27. Ada banyak cara yang saya miliki untuk mengatasi relapse.

28. Saya tahu bahwa saya akan sukses mencapai tujuan yang telah saya tetapkan.

29. Saya tahu apa yang harus saya lakukan untuk mencapai tujuan yang saya tetapkan.

30. Saya memiliki rencana untuk saya lakukan 1 tahun dari sekarang.

31. Saya yakin dapat menjalani rutinitas didalam rehabilitasi.

32, Saya tidak yakin dapat menjalani pemulihan dengan baik.

33. Sulit bagi saya untuk merubah kebiasaan terdahulu.

34, Saya tidak yakin dapat mencapai tujuan yang telah saya tetapkan.

35, Rencana yang telah saya susun tidak efektif dalam mencapai tujuan yang saya tetapkan.

36, Saya membiarkan diri saya fokus pada sesuatu yang buruk.

37, Saya tidak memiliki rencana yang jelas untuk hidup saya kedepan.

38. Saya berusaha terus menerus dengan semangat untuk mencapai tujuan yang saya inginkan.

39, Saya merasa tidak mempunyai kekuatan yang cukup untuk menyelesaikan masalah.

40. Begitu banyak cara untuk memecahkan setiap persoalan.

41. Jika saya mempunyai permasalahan dalam rehabilitasi, saya mempunyai banyak cara untuk menanganinya.

42, Saya tidak berpikir tentang masa depan.

43. Saya tidak ingin bekerja setelah keluar dari rehabilitasi

44. Saya cukup berhasil dalam hidup.

45. Saya tidak siap menjalani kehidupan diluar rehabilitasi

46. Saya memiliki gambaran yang jelas dalam benak saya tentang apa yang saya inginkan terjadi dimasa depan.

47. Saya mempunyai banyak cara untuk mengatasi rasa bosan.

48, Saya tidak melakukan sesuatu agar pikiran saya lepas dari pikiran buruk.

Page 121: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

49. Jika saya mendapat evaluasi rendah, saya memfokuskan diri saya pada kesempatan berikutnya.

50, Saya tidak memiliki tujuan dalam hidup saya.

51, Masalah dapat hilang dengan sendirinya tanpa melakukan sesuatu.

52, Saya tidak dapat beraktifitas tanpa narkoba.

53, Saya tidak siap dengan tantangan yang baru.

54. Saya suka melakukan sesuatu dibandingkan duduk dan menunggu sesuatu itu terjadi.

55. saya ingin hidup bersih tanpa narkoba

56. Saya akan mencapai tujuan-tujuan yang saya tetapkan.

57, Saya tidak siap dengan lingkungan yang baru.

58, Saya tidak memiliki cara untuk mengatasi rasa bosan.

59. Saya berdo’a untuk memberikan saya kekuatan.

60, Sulit bagi saya untuk berhasil, jika ada sesuatu yang menghambat

61, Saya tidak yakin akan memperoleh tujuan yang saya harapkan.

62. Ada macam-macam cara untuk mendapatkan sesuatu yang terpenting dalam hidup saya.

63, Saya merasa takut tentang masa depan saya.

64, Saya tidak mencoba kesempatan berikutnya jika saya gagal

65. Saya dapat beraktifitas tanpa narkoba.

Page 122: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

Persepsi tentang therapeutic community Case Processing Summary

N % Cases Valid 197 100,0 Excluded(

a) 0 ,0

Total 197 100,0a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items N of Items ,951 ,952 61

Item Statistics Mean Std. Deviation N VAR00001 3,6751 ,54962 197VAR00002 3,4315 ,62403 197VAR00003 3,6599 ,52593 197VAR00004 3,3503 ,68076 197VAR00005 3,3655 ,64557 197VAR00006 3,3959 ,56747 197VAR00007 3,1726 ,63137 197VAR00008 2,6396 ,83119 197VAR00009 3,2234 ,74974 197VAR00010 2,7970 ,76891 197VAR00011 3,0812 ,64957 197VAR00012 3,3249 ,60275 197VAR00013 3,0508 ,80017 197VAR00014 3,0000 ,82065 197VAR00015 3,6193 ,64066 197VAR00016 2,8934 ,79783 197VAR00017 3,4670 ,66638 197VAR00018 3,1929 ,73772 197VAR00019 3,2386 ,64597 197VAR00020 3,1574 ,72182 197VAR00021 3,0203 ,77565 197VAR00022 3,4315 ,69372 197VAR00023 3,2487 ,65001 197VAR00024 3,4924 ,55896 197VAR00025 3,2995 ,52162 197VAR00026 3,2335 ,64388 197VAR00027 3,2386 ,64597 197

Page 123: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

VAR00028 3,2487 ,60107 197VAR00029 3,2234 ,65533 197VAR00030 3,1168 ,73649 197VAR00031 2,9746 ,82336 197VAR00032 2,8731 ,84463 197VAR00033 2,9492 ,83755 197VAR00034 2,8173 ,81885 197VAR00035 3,1421 ,76938 197VAR00036 3,1472 ,81043 197VAR00037 3,3553 ,61082 197VAR00038 3,0000 ,75593 197VAR00039 3,3299 ,68345 197VAR00040 3,1726 ,64733 197VAR00041 3,3147 ,79696 197VAR00042 3,3147 ,87040 197VAR00043 3,2386 ,77521 197VAR00044 3,0558 ,70126 197VAR00045 3,0305 ,63010 197VAR00046 2,9492 ,81907 197VAR00047 3,1574 ,58954 197VAR00048 3,3350 ,83265 197VAR00049 3,2843 ,79566 197VAR00050 3,3553 ,83031 197VAR00051 3,1726 ,78938 197VAR00052 3,6193 ,59952 197VAR00053 3,4061 ,67579 197VAR00054 3,2030 ,72800 197VAR00055 3,1472 ,82292 197VAR00056 3,5279 ,62718 197VAR00057 2,7665 ,84895 197VAR00058 3,0406 ,82584 197VAR00059 3,2792 ,64541 197VAR00060 2,9188 ,89983 197VAR00061 3,2640 ,73635 197

Summary Item Statistics

Mean Minimum Maximum Range Maximum / Minimum Variance N of Items

Item Means 3,172 2,551 3,612 1,061 1,416 ,051 59

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple

Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted VAR00001 183,9133 397,680 ,469 . ,939VAR00002 183,7194 397,977 ,491 . ,939VAR00003 183,5561 400,330 ,391 . ,939VAR00004 183,9694 400,081 ,367 . ,939

Page 124: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

VAR00005 183,8878 397,639 ,482 . ,939VAR00006 183,7704 398,034 ,505 . ,939VAR00007 183,8980 395,220 ,547 . ,939VAR00008 183,5204 400,630 ,366 . ,939VAR00009 183,8520 398,650 ,463 . ,939VAR00010 184,1837 391,023 ,478 . ,939VAR00011 184,0867 394,521 ,462 . ,939VAR00012 183,9235 394,851 ,532 . ,939VAR00013 183,6990 398,950 ,418 . ,939VAR00014 183,9184 398,711 ,378 . ,939VAR00015 184,4184 396,214 ,365 . ,940VAR00016 184,1122 398,336 ,370 . ,940VAR00017 183,7653 396,119 ,553 . ,939VAR00018 183,8878 397,659 ,488 . ,939VAR00019 183,8724 394,984 ,497 . ,939VAR00020 183,9949 393,103 ,514 . ,939VAR00021 184,5816 397,804 ,313 . ,940VAR00022 183,9388 395,022 ,470 . ,939VAR00023 183,9439 394,156 ,496 . ,939VAR00024 183,6276 401,896 ,329 . ,940VAR00025 183,8265 400,985 ,389 . ,939VAR00026 183,5612 402,842 ,323 . ,940VAR00027 184,0561 399,243 ,413 . ,939VAR00028 183,9439 400,935 ,316 . ,940VAR00029 184,0102 389,743 ,583 . ,938VAR00030 184,5204 394,825 ,438 . ,939VAR00031 184,3112 397,313 ,374 . ,940VAR00032 184,3010 394,745 ,413 . ,939VAR00033 183,8673 398,362 ,419 . ,939VAR00034 184,0459 400,116 ,315 . ,940VAR00035 183,9592 392,480 ,532 . ,939VAR00036 184,0306 398,922 ,323 . ,940VAR00037 183,9898 392,072 ,615 . ,938VAR00038 184,2653 393,929 ,473 . ,939VAR00039 183,7806 396,808 ,494 . ,939VAR00040 184,0765 389,712 ,546 . ,938VAR00041 184,3163 395,499 ,395 . ,939VAR00042 183,9388 400,930 ,335 . ,940VAR00043 184,0510 392,746 ,560 . ,938VAR00044 184,0510 394,079 ,542 . ,939VAR00045 183,8622 399,176 ,348 . ,940VAR00046 184,2398 396,604 ,342 . ,940VAR00047 183,9286 401,051 ,367 . ,939VAR00048 184,0051 398,262 ,501 . ,939VAR00049 183,8520 398,096 ,453 . ,939VAR00050 184,3980 396,610 ,391 . ,939VAR00051 183,6888 400,410 ,381 . ,939VAR00052 183,9133 397,557 ,474 . ,939VAR00053 183,7194 399,218 ,432 . ,939VAR00054 183,7500 396,404 ,562 . ,939VAR00055 183,8265 396,288 ,499 . ,939

Page 125: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

VAR00056 183,8622 395,145 ,581 . ,938VAR00057 183,9898 389,928 ,613 . ,938VAR00058 183,8827 399,848 ,450 . ,939VAR00059 183,8316 392,510 ,615 . ,938

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items 187,1327 410,208 20,25359 59

s

Harapan untuk pulih dari Napza

Case Processing Summary N %

Valid 196 99,5Excluded(a) 1 ,5

Cases

Total 197 100,0a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items N of Items ,940 ,942 59

Item Statistics Mean Std. Deviation N VAR00001 3,2194 ,64675 196VAR00002 3,4133 ,60564 196VAR00003 3,5765 ,60702 196VAR00004 3,1633 ,65935 196VAR00005 3,2449 ,63345 196VAR00006 3,3622 ,58739 196VAR00007 3,2347 ,66873 196VAR00008 3,6122 ,62647 196VAR00009 3,2806 ,60581 196VAR00010 2,9490 ,96474 196VAR00011 3,0459 ,81834 196VAR00012 3,2092 ,70319 196VAR00013 3,4337 ,64901 196VAR00014 3,2143 ,72678 196VAR00015 2,7143 ,90582 196VAR00016 3,0204 ,76433 196VAR00017 3,3673 ,62245 196

Page 126: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

VAR00018 3,2449 ,62530 196VAR00019 3,2602 ,74328 196VAR00020 3,1378 ,80791 196VAR00021 2,5510 ,92401 196VAR00022 3,1939 ,77998 196VAR00023 3,1888 ,78451 196VAR00024 3,5051 ,60339 196VAR00025 3,3061 ,57125 196VAR00026 3,5714 ,54538 196VAR00027 3,0765 ,63992 196VAR00028 3,1888 ,69436 196VAR00029 3,1224 ,85653 196VAR00030 2,6122 ,84286 196VAR00031 2,8214 ,81885 196VAR00032 2,8316 ,89283 196VAR00033 3,2653 ,68014 196VAR00034 3,0867 ,75626 196VAR00035 3,1735 ,81051 196VAR00036 3,1020 ,82263 196VAR00037 3,1429 ,72324 196VAR00038 2,8673 ,83067 196VAR00039 3,3520 ,65909 196VAR00040 3,0561 ,91254 196VAR00041 2,8163 ,88691 196VAR00042 3,1939 ,65880 196VAR00043 3,0816 ,76021 196VAR00044 3,0816 ,72570 196VAR00045 3,2704 ,75335 196VAR00046 2,8929 ,93576 196VAR00047 3,2041 ,59845 196VAR00048 3,1276 ,58094 196VAR00049 3,2806 ,64675 196VAR00050 2,7347 ,82959 196VAR00051 3,4439 ,61762 196VAR00052 3,2194 ,64675 196VAR00053 3,4133 ,61405 196VAR00054 3,3827 ,60043 196VAR00055 3,3061 ,67798 196VAR00056 3,2704 ,63516 196VAR00057 3,1429 ,81019 196VAR00058 3,2500 ,55816 196VAR00059 3,3010 ,70616 196

Summary Item Statistics

Mean Minimum Maximum Range Maximum / Minimum Variance N of Items

Item Means 3,172 2,551 3,612 1,061 1,416 ,051 59

Page 127: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple

Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted VAR00001 183,9133 397,680 ,469 . ,939VAR00002 183,7194 397,977 ,491 . ,939VAR00003 183,5561 400,330 ,391 . ,939VAR00004 183,9694 400,081 ,367 . ,939VAR00005 183,8878 397,639 ,482 . ,939VAR00006 183,7704 398,034 ,505 . ,939VAR00007 183,8980 395,220 ,547 . ,939VAR00008 183,5204 400,630 ,366 . ,939VAR00009 183,8520 398,650 ,463 . ,939VAR00010 184,1837 391,023 ,478 . ,939VAR00011 184,0867 394,521 ,462 . ,939VAR00012 183,9235 394,851 ,532 . ,939VAR00013 183,6990 398,950 ,418 . ,939VAR00014 183,9184 398,711 ,378 . ,939VAR00015 184,4184 396,214 ,365 . ,940VAR00016 184,1122 398,336 ,370 . ,940VAR00017 183,7653 396,119 ,553 . ,939VAR00018 183,8878 397,659 ,488 . ,939VAR00019 183,8724 394,984 ,497 . ,939VAR00020 183,9949 393,103 ,514 . ,939VAR00021 184,5816 397,804 ,313 . ,940VAR00022 183,9388 395,022 ,470 . ,939VAR00023 183,9439 394,156 ,496 . ,939VAR00024 183,6276 401,896 ,329 . ,940VAR00025 183,8265 400,985 ,389 . ,939VAR00026 183,5612 402,842 ,323 . ,940VAR00027 184,0561 399,243 ,413 . ,939VAR00028 183,9439 400,935 ,316 . ,940VAR00029 184,0102 389,743 ,583 . ,938VAR00030 184,5204 394,825 ,438 . ,939VAR00031 184,3112 397,313 ,374 . ,940VAR00032 184,3010 394,745 ,413 . ,939VAR00033 183,8673 398,362 ,419 . ,939VAR00034 184,0459 400,116 ,315 . ,940VAR00035 183,9592 392,480 ,532 . ,939VAR00036 184,0306 398,922 ,323 . ,940VAR00037 183,9898 392,072 ,615 . ,938VAR00038 184,2653 393,929 ,473 . ,939VAR00039 183,7806 396,808 ,494 . ,939VAR00040 184,0765 389,712 ,546 . ,938VAR00041 184,3163 395,499 ,395 . ,939VAR00042 183,9388 400,930 ,335 . ,940VAR00043 184,0510 392,746 ,560 . ,938VAR00044 184,0510 394,079 ,542 . ,939VAR00045 183,8622 399,176 ,348 . ,940

Page 128: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC …

VAR00046 184,2398 396,604 ,342 . ,940VAR00047 183,9286 401,051 ,367 . ,939VAR00048 184,0051 398,262 ,501 . ,939VAR00049 183,8520 398,096 ,453 . ,939VAR00050 184,3980 396,610 ,391 . ,939VAR00051 183,6888 400,410 ,381 . ,939VAR00052 183,9133 397,557 ,474 . ,939VAR00053 183,7194 399,218 ,432 . ,939VAR00054 183,7500 396,404 ,562 . ,939VAR00055 183,8265 396,288 ,499 . ,939VAR00056 183,8622 395,145 ,581 . ,938VAR00057 183,9898 389,928 ,613 . ,938VAR00058 183,8827 399,848 ,450 . ,939VAR00059 183,8316 392,510 ,615 . ,938

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items 187,1327 410,208 20,25359 59

Descriptive Statistics Mean Std. Deviation N VAR00001 208,3401 21,47878 197VAR00002 207,3909 22,62369 197

Correlations VAR00001 VAR00002

Pearson Correlation 1 ,710(**)Sig. (2-tailed) ,000

Persepsi tentang TC

N 197 197Pearson Correlation ,710(**) 1Sig. (2-tailed) ,000

Harapan

N 197 197** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Descriptive Statistics N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation PersepsiTC 197 104,00 160,00 264,00 208,3401 21,47878Harapan 197 104,00 156,00 260,00 207,3909 22,62369Valid N (listwise) 197