Hubungan Antara Periodontitis Dan Penyakit Kardiovaskular

download Hubungan Antara Periodontitis Dan Penyakit Kardiovaskular

of 20

description

perio

Transcript of Hubungan Antara Periodontitis Dan Penyakit Kardiovaskular

20

HUBUNGAN ANTARA PERIODONTITIS DAN PENYAKIT KARDIOVASKULAR

ABSTRAK

Penyakit kardiovaskular (CVD) berkontribusi dalam besarnya angka morbiditas dan mortalitas secara global. Penyebab utamanya bisa dikarenakan perkembangan dari atherosklerosis. Banyak faktor risiko yang teridentifikasi dan telah diobati untuk memperbaiki hasil akhir dari penyakit ini. Selain faktor risiko yang bersifat tradisional (seperti hiperlipidemia, diabetes mellitus, dan merokok), proses inflamasi sistemik juga ditemukan dapat menambah risiko dari terjadinya penyakit kardiovaskular, seperti inflamasi yang berefek menjadi atherosklerosis. Penyakit periodontal merupakan penyakit kronis yang terjadi pada struktur pendukung gigi, dilaporkan mempunyai prevalensi yang tinggi di seluruh dunia. Tahap awal dari penyakit ini adalah pembentukan biofilm bakteri pada permukaan gigi dimana lama kelamaan memicu inflamasi pada host, baik lokalis maupun sistemik. Dengan respon inflamasi kronis, periodontitis dapat berkembang menjadi atherosklerosis, dan dipertimbangkan mempunyai faktor kontributif yang potensial dalam perkembangan CVD. Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk memberikan informasi tentang periodontitis, CVD, dan hubungan antara kedua kondisi ini dan pengetahuan yang terbaru tentang efek dari perawatan periodontal dalam memperbaiki hasil akhir dari penyakit kardiovaskular.

Kata kunci: Periodontitis, Inflamasi, Atherosklerosis, Penyakit kardiovaskular.PENDAHULUANPenyakit kardiovaskular (CVD) adalah hal yang menjadi masalah besar dalam kesehatan masyarakat dimana hal ini sangat memberikan kontribusi besar dalam morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Banyak penelitian dalam 5 dekade terakhir yang dibuat untuk memberikan pemahaman yang lebih baik dari patogenesis penyakit ini dengan tujuan untuk mengembangkan hasil dari perawatannya. Pada tahun 1989, korelasi antara penyakit gigi dan infarksi myocardial akut telah dilaporkan.Kemudian, penyakit periodontal (PD) telah dilaporkan bahwa dapat meningkatkan risiko dari berkembangnya penyakit sistemik lainnya, sebagai contoh, hipertensi, diabetes mellitus, osteoporosis, rheumatoid arthritis dan penyakit ginjal kronis.

Penyakit PeriodontalPenyakit periodontal adalah penyakit inflamasi dan tidak infeksius dari gusi dan jaringan pendukung gigi, termasuk dari struktur jaringan lunak dan tulang alveolar. Dilihat dari survei yang telah dilakukan oleh World Health Organization (WHO), status periodontal dinilai dengan Community Periodontal Index (CPI); dilaporkan bahwa terdapat prevalensi yang tinggi dari penyakit periodontal di seluruh dunia. Pada populasi usia dewasa muda, prevalensi dari penyakit periodontal ringan (CPI: 1-2) sekitar 30 sampai 50%, 20 sampai 25% untuk penyakit periodontal sedang (CPI: 3), dan kurang lebih 10 hingga 15% untuk penyakit periodontal parah (CPI: 4). Bahkan, pada populasi dewasa tua dan pada negara berkembang dengan akses pendidikan kesehatan dan perawatan gigi yang terbatas, prevalensinya lebih tinggi dan umumnya pasien mempunyai penyakit periodontal yang lebih serius.

PatofisiologiPenyakit ini umumnya perkembangannya lambat. Dengan kebersihan mulut yang cukup, terdapat pembentukan bakteri plak (biofilm) pada gigi. Berbagai macam bakteri, Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola, Prevotella intermedia, Tannerella forsytia dan Aggregatibacter actinomycetemcomitans, teridentifikasi sebagai organisme penyebab yang paling potensial dengan P. gingivalis yang paling diteliti dan terimplikasi sebagai organisme penyebab utama. Sejalannya waktu, bakteri plak ini dapat meluas dan berlanjut tumbuh dibawah garis gusi, menyebabkan respon inflamasi lokal yang nantinya akan menuju pada destruksi jaringan sekitar yang progresif. Hal ini memungkinan bakteri dapat masuk ke sirkulasi darah dan mengaktifkan respon inflamasi sistemik.Berbagai faktor dapat mempercepat proses inflamasi dari periodontitis. Faktor risiko lokal yang paling penting adalah buruknya kebersihan mulut. Untuk faktor risiko non oral, merokok, diabetes mellitus, obesitas, physical inactivity, dan depresi dilaporkan berpotensi untuk menyebabkan risiko periodontitis dan keparahannya.

DIAGNOSISKebanyakan pasien asimptomatik, jika ada gejala pun, biasanya tidak spesifik. Secara klinis, penyakit periodontal dikategorikan menjadi gingivitis dan periodontitis. Gingivitis hanya mengikutsertakan gusi dan manifestasinya adalah berwarna kemerahan, pembengkakan dengan perdarahan yang dapat terjadi saat menyikat gigi. Gingivitis terjadi hanya superfisial dan kebanyakan tidak berbahaya, kecuali pada beberapa kasus dimana dapat berkembang menjadi periodontitis jika hal ini tidak dilakukan perawatan. Untuk periodontitis, dimana lebih parah, retraksi gusi dan terrpisahnya gusi dari gigi membuat poket periodontal (jarak anatara gigi dan gusi). Ini menyebabkan kegoyangan gigi, pembentukan abses, kehilangan tulang alveolar, dan kehilangan gigi secara spontan. Pasien umumnya tidak mempunyai tanda sistemik dari infeksi seperti demam atau leukositosis.Diagnosis penyakit periodontal berdasarkan dari pemeriksaan fisik oleh dokter gigi yang berpengalaman. Walaupun dalam penelitian pada pasien didapatkan bahwa kebanyakan pasien dapat mengevaluasi status periodontal mereka sendiri dengan benar, namun pemeriksaan klinis diperlukan untuk pemberian informasi yang lebih baik dan rencana perawatan. Penemuan fisik termasuk bukti-bukti dari inflamasi gusi dan hilangnya hubungan dari jaringan pendukung sekitar gigi. Untuk penilaian, parameter yang kebanyakan digunakan oleh klinisi adalah kedalaman probing poket periodontal. Sebagai tambahan, parameter lainnya termasuk dari perdarahan saat dilakukan probing, indeks kalkulus, clinical attachment level, dan jumlah dari gigi yang ada; ini dapat dimasukkan untuk memberikan informasi klinis yang lebih detail. Foto radiografi dapat memberikan informasi tentang hilangnya tulang alveolar, yang digunakan untuk mengukur durasi dan keparahan dari periodontitis.

PERAWATANPrinsip dari perawatan periodontal difokuskan pada resolusi dari inflamasi dan penyembuhan dari jaringan yang terdestruksi. Gingivitis dapat ditangani dengan kebersihan gigi dan mulut yang cukup dan penghilangan bakteri plak supragingival. Pasien dapat didorong untuk menjaga kebersihan gigi dan mulutnya untuk mengurangi tumbuhnya kembali bakteri. Perawatan dari periodontitis kronis tergantung dari keparahan penyakit tersebut. Selain dari penghilangan bakteri biofilm, antibiotik juga dapat digunakan sebagai tambahan untuk mengontrol perrtumbuhan bakteri yang berlebihan. Penggunaan antibiotik topikal seperti obat kumur yang mengandung chlorhexidine direkomendasikan untuk pemakaian pada periodontitis sedang hingga parah. Bagaimanapun, pasien dengan faktor risiko lain seperti diabetes mellitus, antibiotik sistemik kemungkinan mempunyai keuntungan yang lebih berarti dibandingkan dengan antibiotik lokal.Perawatan tambahan lainnya termasuk dari penggunaan obat-obatan host-modulating. Doxycycline dosis rendah dapat menghambat enzim matriks metalloproteinase (MMP), sehingga dapat mengurangi gejala-gejala pada pasien dan progres dari inflamasi. Obat tersebut sudah disetujui oleh US Food and Drug Administration untuk perawatan pada penderita periodontitis.Pada periodontitis yang lebih parah lagi, pasien kemungkinan membutukan prosedur pembedahan untuk menambah akses yang cukup untuk penghilangan bakteri plak. Ekstraksi gigi juga dapat dilakukan pada beberapa kasus dengan gigi nonviable, apakah itu untuk tujuan perawatan ataupun untuk pencegahan agar tidak terjadi komplikasi lebih jauh lagi.

Penyakit KardiovaskularPenyakit kardiovaskular adalah gangguan dari jantung atau pembuluh darah. Terminologinya biasanya meliputi penyakit jantung koroner (CHD), kegagalan jantung kongestif (CHF), penyakit cerebrovaskular (stroke) dan penyakit arteri periferal (PAD). Atherosklerosis, merupakan pembentukan dari plak ateromatous di dalam dinding pembuluh darah, yang merupakan etiologi terbesar dari CVD.Sesuai dengan data yang telah dikeluarkan oleh WHO, CVD merupakan penyebab umum dari kematian secara global, merepresentasi sebanyak 30% dari angka mortalitas. Sebagai tambahan, sekitar 10% dari beban penyakit secara global. CVD yang mempunyai efek yang besar pada kesehatan adalah CHD dan penyakit cerebrovaskular. Di masa depan, dengan meningkatnya perkiraan hidup, prevalensi dari CVD juga ikut meningkat.Patofisiologi dari AtherosklerosisAtherosklerosis merupakan proses yang tersembunyi, dimulai dengan terkumpulnya molekul lipoprotein (kebanyakan lipoprotein densitas rendah: LDL) pada lapisan intimal dari arteri. Pada matriks ekstraselular, lipoprotein ini mengalami oksidasi, melepaskan fosfolipid bioaktif yang dapat mengaktifkan sel endotelial. Pada permukaan luminal, sel endotelial yang telah teraktivasi menjadi molekul adhesif, termasuk intercellular adhesion molecule 1 (ICAM-1), endothelial leukocyte adhesion molecule 1 (ELAM-1), dan vascular cell adhesion molecule 1 (VCAM-1). Monosit dan limfosit yang bersikulasi sampai pada permukaan molekul ini dan sebagai respon dari chemoattractive merangsang perpindahan masuk ke dalam intima. Ini dikenal sebagai recruitment process.Di bawah pengaruh dari macrophage colony stimulating factor (M-CSF) yang diproduksi di lapisan intimal dari arteri, monosit berdiferensiasi menjadi makrofag. Aktivasi dari makrofag dirangsang dari ikatan reseptor permukaan dengan partikel LDL yang teroksidasi, fragmen sel apoptotic, stress proteins atau bakteri endotoksin. Aktivasi makrofag melepaskan agen vasoaktif, radikal reaktif oksigen, enzim proteolitik. Kemudian ini berperan seperti antigen-presenting cell (APC), membuat antigen lokal peptida (contoh LDL yang teroksidasi, heat shock protein 60 (HSP 60) dan antigen mikroba) ke sel T, menyebabkan aktivasi sel T. Makrofag yang teraktivasi juga menyerap molekul LDL yang termodifikasi, menyebabkan akumulasi dari kolesterol di sitoplasma dan pembentukan droplet lipid. Kemudian, makrofag berubah menadi lipid-laden foam cell, yang berupa karakteristik dari atherosklerosis.Foam cells akan mati pada akhirnya, meninggalkan elemen yang kaya akan lipid di dalam intima. Dengan inflamasi yang sedang terjadi, akumulasi dari lipid terjadi, pembentukan inti lipid dari plak atheromatous. Bersamaan dengan itu, sitokin dan chemokin berlanjut dilepaskan, sel otot halus dirangsang dan bermigrasi masuk ke dalam lapisan intimal. Mereka dapat berproliferasi dan mensekresi kolagen untuk membentuk fibrous cap dari plak atheromatous. Cap berperan sebagai pembatas antara kompartemen darah, pembentukan platelet dan faktor koagulasi, dan inti lipid, dimana substansi proinflammatory dan thrombogenik melimpah.Limfosit, utamanya sel T, bermigrasi melewati endothelium masuk ke dalam lapisan intimal dengan mekanisme yang sama seperti monosit. T sel merespon ikatan antigen dengan molekul major histocompatibility complex (MHC) pada permukaan APC dan menjadi teraktivasi. Aktivasi T sel menyebabkan inflamasi yang lebih jauh lagi dengan melepaskan berbagai sitokin, seperti interferon gamma (IFN-), tumor necrosis factor-alpha (TNF-), dan interleukin-1 (IL-1). IFN- merupakan sitokin major proatherogenic karena mempromosikan pengaktivasian makrofag dan endothelial dengan produksi dari molekul adhesi, sitokin, chemokin, radikal bebas, faktor protease dan koagulasi. IFN- mengambat proliferasi sel, penembusan kolesterol dari sitoplasma makrofag. Selain itu, dapat juga menghambat kemampuan sel otot halus untuk mensekresi kolagen yang dibutuhkan untuk menjaga integritas dari fibrous cap. Selain dari IFN-, pelepasan MMP dari makrofag juga menyerang pada kolagen, yang nantinya akan melemahkan fibrous cap.Saat fibrous cap pecah, darah berkontak dengan material thrombogenik di dalam inti lipid, khususnya di faktor jaringan, dan memacu aggregasi platelet dan generasi thrombin. Thrombosis terjadi dan akhirnya menyebabkan oklusi arteri berikutnya, menghasilkan tanda-tanda dan gejala iskemik.Evaluasi dari Atherosklerosis SubklinisFaktor risiko atherosklerosis yang telah dijelaskan sebelumnya (faktor risiko tradisional) meliputi hiperlipidemia, hipertensi, diabetes mellitus, obesitas, usia lanjut, dan merokok. Dengan rata-rata 10% dari pasien tidak memiliki faktor risiko yang disebutkan di atas; atherosklerosis mungkin berkembang sebagai hasil dari inflamasi kronis sistemik. Hipotesis bahwa inflamasi memicu atherosklerosis didukung oleh meningkatnya insidensi dari atherosklerosis pada pasien dengan penyakit inflamasi kronis seperti rheumatoid arthritis, lupus erythematous sistemik, dan infeksi kronis.Pada beberapa dekade terakhir, banyak penelitian yang melaporkan bahwa adanya hubungan yang kuat antara tingginya level protein C-reaktif (CRP) dan perkembangan dari kejadian-kejadian kardiovaskular. CRP merupakan fase akut protein reaktan yang diproduksi utamanya dari liver sebagai respon dari IL-6 dan TNF-. Pada kondisi kronis, CRP khususnya pada level rendah dapat dideteksi dari pengujian sensitivitas tinggi yang dinamakan high-sensitivity CRP (hs-CRP). Ini memfasilitasi makrofag untuk berubah menjadi foam cell saat LDL teroksidasi hadir, yang kemudian akan mempromosikan pembentukan plak atherosklerotik. US Centers for Disease Control and Prevention and the American Heart Association telah menstratifikasikan risiko untuk CVD berdasarkan level hs-CRP: risiko rendah, 3.0 mg/L. Penelitian terbaru menyatakan bawa rosuvastatin, agen untuk menurunkan LDL, secara signifikan mengurangi insidensi dari kejadian kardiovaskular dalam hal menurunkan level LDL kolesterol, khususnya bagi pasien yang mempunyai level hs-CRP lebih dari 2 mg/dl, memperlihatkan hubungan antara kenaikan hs-CRP dan CVD. Karena kurangnya hubungan yang spesifik dengan atherosklerosis, tidak ada bukti memadai yang merekomendasikan pengurangan hs-CRP sebagai perawatan profilaksis CVD.Penelitian terbaru menyimpulkan bahwa disfungsi dari endothelial jelas mendahului atherosklerosis selama ini, dan dipertimbangkan menjadi salah satu manifestasi awalnya. Untuk itu, penandaan untuk disfungsi endothelial telah dikembangkan untuk mendeteksi individu dengan atherosklerosis preklinis sebagai pemberitahuan untuk dilakukan intervensi dengan cepat. Novel endothelial biomarkers yang sedang dipelajari termasuk asymmetric dimethylarginine (ADMA), circulating progenitor cells (CPCs), endothelial progenitor cells (EPCs), circulating endothelial cells (CECs), dan endothelial microparticles (MPs). Penandaan ini digunakan untuk mengevaluasi bukan hanya kapasitas vasodilatasi endothelium, tetapi juga kapasitas penyembuhan sel endothelial dan perannya dalam respon inflamasi sistemik. Bagaimanapun, masih dibutuhkan informasi sebelum implementasi klinis dapat direkomendasikan.Flow mediated dilatation (FMD) merupakan teknik non invasif yang baru-baru ini diperkenalkan untuk evaluasi fungsi endothelial, dimana sekarang dianggap sebagai metode gold-standard pada epidemiologi vaskular. Penelitian menunjukkan bawa FMD menurunkan faktor-faktor yang menjadi risiko kardiovaskular (diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, atau merokok) dan atherosklerosis, sementara incremental FMD diamati setelah modifikasi gaya hidup dan pemberian beberapa obat-obatan (sebagai contoh, obat hipoglikemik oral, statin, atau angiotens inconverting enzyme inhibitors). Hal ini sekarang dipergunakan luas dalam percobaan klinis untuk menguji kemajuan dari aliran darah arteri brachial setelah intervensi, yang nantinya akan mengasilkan hasil akhir dari CVD yang lebih baik.Parameter lainnya yang sering digunakan dalam eveluasi atheroklerosis subklinis adala intima media thickness (IMT). Ini merupakan pengukuran ketebalan lapisan intimal arteri, yang normalnya terdapat pada arteri karotid. IMT dari karotid, seperti didukung oleh banyak penelitian, berhubungan baik dengan derajat dari atherosklerosis pada arteri koroner.

Periodontitis dan CVDPada tahun 1989, Mattila dkk menemukan bahwa kesehatan gigi lebih buruk secara signifikan pada pasien dengan infarksi myocardial akut dibandingkan dengan populasi kontrol di Finlandia. Sejak itu, banyak penelitian yang ditujukan untuk menilai hubungan antara PD dan CVD. Hasilnya sangat beragam, namun signifikansi dari hubungan antara dua kondisi ini secara statistik tidak dapat dibuktikan. Beberapa alasan dari diskrepansi diantara penelitian ini kemungkinan karena:1. Diferensiasi pada desain penelitian, populasi penelitian, ukuran sampel dan durasi dari follow up.2. Penyesuaian dari faktor-faktor yang diikutsertakan dimana sudah dikenal sebagai faktor risiko independen dari CVD.3. Perbedaan definisi dari PD (pada beberapa penelitian memasukkan gingivitis sementara beberapa tidak memasukkannya) dan perbedaan dalam metode yang digunakan untuk menilai keparahan dari penyakit.4. Perbedaan dalam identifikasi kasus CVD, dimana beberapa penelitian memfokuskan pada CD, beberapa pada stroke non hemorrhagic, dan hanya sedikit yang mengikutsertakan PAD.Bagaimanapun, meta-analisis terbaru menunjukkan hubungan yang signifikan antara PD dan CVD setelah menyesuaikan dengan faktor risiko lainnya seperti jenis kelamin, umur, etnis, status sosioekonomik, obesitas, merokok, hipertensi, diabetes mellitus, dan level lipid. Estimasi relatif dari beragam risiko antara 1.14 hingga 1.75 dan keseluruhannya memperlihatkan hubungan signifikan antara dua kondisi ini.

Hubungan antara Periodontitis dan Penyakit AtherosklerosisHubungan secara tidak langsung antara PD dan CVD adalah keduanya mempunyai faktor risiko yang sama. Prevalensi dari PD lebih tinggi karena merokok, diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia, dan usia lanjut. Hal ini sama dengan risiko untuk CVD dan ini diklasifikasikan sebagai faktor risiko tradisional dari atherosklerosis. Bagaimanapun, PD tetap mempunyai hubungan yang positif dengan CVD dengan signifikansi secara statistik setelah disesuaikan dengan faktor-faktor tersebut. Penelitian terbaru telah memfokuskan dalam penemuan mekanisme dari hubungan ini. Banyak penelitian yang mendemonstrasikan hubungan antara periodontitis dan penandaan dari inflamasi (hs-CRP, IL-1, IL-6 dan TNF-) dan beberapa memperlihatkan hubungan antara periodontitis dan tanda-tanda klinis dan gejala dari CVD sebagai hasil akir secara klinis.Konsep mengenai infeksi yang disebabkan dari atherosklerosis telah diproyeksikan. Baru-baru ini, tidak hanya ada satu organisme namun beberapa organisme yang secara bersamaan menjadi agen penyebab potensial untuk perkembangan dari penyakit atherosklerosis. Ini dinamakan infectious burden concept tetapi ini masih belum terbukti.Beberapa mekanisme diajukan untuk mengetahui hubungan periodontitis dan atherosklerosis. Penelitian menunjukkan bawa pasien dengan PD (dengan atau tidak dengan kehilangan gigi) lebih condong untuk mengkonsumsi lebih banyak karbohidrat dan lebih sedikit serat, yang nantinya akan menyebabkan hiperlipidemia. Selain itu, dengan infeksi kronis dan inflamasi, metabolisme lipid terganggu dan menghasilkan meningkatnya level trigliserida. Selanjutnya, pasien ini mempunyai risiko perkembangan CVD yang meningkat.Ada empat mekanisme biologis yang utama dalam menjelaskan hubungan antara PD dan CVD. Hal ini dipercaya bahwa mekanisme ini bekerja secara bersamaan untuk meningkatkan inflamasi dan eksaserbasi atherosklerosis.1. Inflamasi lokal jaringan: dengan kebersihan mulut yang cukup, biofilm mulai untuk terbentuk dan berakumulasi pada gigi seiringnya waktu. Bakteri patogen berlanjut untuk tumbuh dalam biofilm dan memacu respon inflamasi jaringan. Endothelium gingiva teraktivasi dan melepaskan sitokin proinflammatory. Sitokin ini [prostaglandin E2 (PGE2), TNF-, IL-1, IL-6, molekul adhesi dan MMPs] memacu inflamasi lokal jaringan, menyebabkan disfungsi endothelial secara progresif, penarikan dan aktivasi dari sel inflamasi (terutama makrofag dan limfosit), yang nantinya akan membuat inflamasi dan destruksi pada jaringan periodontal di sekitarnya. Sitokin ini juga memasuki aliran darah, berefek menaikkan level dari sirkulasi substansi inflamasi dan memicu inflamasi sistemik. Dengan berlanjutnya pertumbuhan bakteri, terjadi aktivasi berulang dari inflamasi, dan sitokin inflamasi level tinggi tentu saja akan dialami oleh tubuh host dan akan menjadi stase inflamasi kronis.2. Bakteremia dan respon inflamasi sistemik: Normalnya, masa perpindahan bakteremia terjadi saat menyikat gigi dan saat mengunyah makanan keras, yang menyebabkan luka minor pada endothelium gingiva. Tetapi karena tidak ada kelanjutan dari luka endothelial dan flora oral yang nonvirulen, respon imun host mampu untuk menghilangkan bakteri ini dan bakteremia dapat diatasi secara spontan. Dengan PD, inflamasi yang berkelanjutan akan menjadi disfungsi endothelial gingiva dan menghasilkan invasi bakteri masuk ke struktur jaringan lunak di bawahnya, dengan begitu dapat memasuki sirkulasi darah. Bakteri patogen ini bertugas menjadi faktor virulensi [seperti fimbrae dan lipopolisakarida (LPS)] yang membantu mereka untuk bertahan dari imun host dan membuat mereka memicu respon inflamasi yang lebih intens lagi pada waktu yang sama. Fimbrae membuat bakteri berikatan ke sel endothelial dan mengaktivasi sekresi dari substansi proinflammatory. LPS atau ikatan endotoksin ke reseptor di membran sel makrofag, memicu aktivasi makrofag.Oral hematogen ini memperluas bakteri yang diperkirakan sebagai penyebab utama dari periodontitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik. Diestimasikan bahwa perubahan permukaan antara biofilm dan sirkulasi darah ini sekitar 8 cm2 pada PD sedang dan sekitar 15 sampai 20 cm2 pada kasus parah. Dengan kelanjutan dari penyakit, ini memudahkan bakteri untuk masuk ke aliran darah. Sekali terjadinya bakteremia, bakteri ini dapat menempel pada dinding pembuluh darah pada daerah manapun. Mereka memicu respon inflamasi sistemik dan merangsang pembentukan atheroma melalui cara yang berbeda-beda, langsung dari presentasi dari produk yang mereka hasilkan (contoh material permukaan yang terdegradasi dan LPS), yang akan mengaktivasi makrofag dengan berikatan pada reseptor sel permukaan.Banyak penelitian yang menemukan hubungan antara PD dan kenaikan level plasma dari sitokin inflamasi dan mendukung teori ini. Juga, beberapa penelitian mampu mengisolasi bakteri periodontal dari spesimen atheroma yang didapat dari endarterektomi dari pembuangan plak secara pembedahan; baik itu kultur bakteri positif ataupun dari mendeteksi DNA mereka.3. Mekanisme mediasi imun: beberapa patogen spesifik bakteri peptida (antigen) mungkin hanya ada perbedaan minimal pada struktur molekul dari protein host, namun sistem imun host tidak dapat mengenali perbedaan ini. Fenomena ini dikenal sebagai cross-reactivity. Dikarenakan mimikri mokelular antara antigen bakteri dan protein mammalia, antigen bakteri menjadi target dari antibodi yang memungkinkan ikatan dengan protein host, merangsang respon inflamasi. Antibodi melawan SP bakteri (contoh HSP60 berhubungan dengan GroEL) yang mungkin bereaksi dengan HSP60 host pada sel endothelial, untuk memprovokasi infeksi yang menyangkut kontribusi autoimun kepada atherosklerosis.Seperti pada penyakit inflamasi kronis lainnya, respon imun hipereaktif telah dibuktikan pada pasien dengan periodontitis. Beberapa imunitas host mungkin merespon untuk merangsang dengan cara melepaskan mediator proinflammatory dalam jumlah yang sangat besar. Fenotip ini disebut monocytic hyperinflammatory phenotype. Pasien dari grup ini cenderung mempunyai PD yang lebih aggresif dan berada pada risiko yang lebih tinggi untuk berkembang menjadi CVD karena eksposur dari sitokin inflamasi level tinggi. Imun yang hipereaktif ini juga terjadi pada tipe polimorfonuklear sel, menghasilkan pelepasan oksigen radikal yang berlebihan dan enzim protease, meningkatkan level penandaan inflamasi, dan menjadikan perlawanan dari antioksidan.4. Aktivasi platelet: faktor virulensi lainnya dari beberapa bakteri periodontal adalah gingipain, proteinase sistein. Gingipain adalah potent agonist untuk reseptor protease yang teraktivasi (PAR) pada membran sel platelet. Sekali mereka berikatan dengan reseptor, mereka memicu aktivasi platelet dan mengaggregasi, kemudian menginisiasi koagulasi.Normalnya, aggregasi platelet dihasilkan dari ikatan faktor plasma [seperti faktor von Willebrand (vWF), fibrinogen dan fibronektin] kepada glikoprotein IIb/IIIa. Penelitian in vitro memperlihatkan bahwa P. gingivalis dapat mengaktivasi aggregasi platelet tanpa memerlukan vWF, fibrinogen atau fibronektin sebagai faktor plasma, sehingga menjadikan P. gingivalis-platelet yang teraktivasi dapat untuk mensekresi substansi ini.Penelitian terbaru melaporkan bahwa aggregasi in vitro dari platelet pada induksi plasma dari P. gingivalis hanya memerlukan watu beberapa menit, menjadikan aggregasi mungkin untuk terjadi secara cepat setelah onset dari bakteremia.

Efek dari Perawatan Periodontal pada CVDSelama beberapa dekade terakhir, banyak penelitian yang memfokuskan pada efek dari perawatan periodontal pada hasil akhir dari kardiovaskular. Bagaimanapun, hasilnya sangat beragam antara bermacam penelitian bisa disebabkan oleh perbedaan protokol penelitian dan perbedaan dari hasil yang diteliti. Subjek yang direkrut pada setiap penelitian kemungkinan menderita karena perbedaan dari stase penyakitnya. Perawatan dari periodontitis terdiri dari pasien self-care dan intervensi yang diberikan oleh dokter gigi, protokol perawatan juga bermacam-macam di setiap penelitian. Kebanyakan dari penelitian yang dikeluarkan menggunakan hasil laboratorium atau biomarker sebagai hasil dari penelitiannya. Akhir-akhir ini, tidak ada bukti yang kuat bahwa perawatan periodontal dapat menurunkan kejadian kardiovaskular di masa mendatang.Hiperlipidemia telah diterima secara luas sebagai faktor risiko yang dapat dimodifikasi dari CVD. Salah satu meta-analisis menyebutkan bahwa pengurangan dari level keseluruhan kolesterol berhubungan dengan rendahnya angka mortalitas secara signifikan dari penyakit jantung iskemik. Meta-analisis yang lainnya melaporkan bahwa dengan pengurangan sebanyak 1.0 mmol/L pada LDL kolesterol, kejadian CVD menurun dengan rata-rata sebesar 22%. Berbagai percobaan klinis melaporkan bahwa terdapat pengurangan dari level kolesterol dan trigliserida setelah dilakukan perawatan periodontal. Meta-analisis yang terbaru menyimpulkan bahwa perawatan non pembedahan dari PD tidak menghasilkan pengurangan yang signifikan secara statistik dari berbagai penandaan lipid (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida).Bermacam substansi proinflammatory juga telah diteliti, termasuk TNF-, IL-1, IL-6, MMP molekul adhesi dan faktor hemostatik (seperti fibrinogen atau D-dimer). Substansi ini diukur bisa dari daerah lokal (cairan crevicular gingiva) atau dari sirkulasi darah. Penelitian menunjukkan hasil yang tidak konsisten, dengan beberapa diantaranya menunjukkan peningkatan level dari substansi ini setelah pemberian perawatan. Untuk itu, sangat sulit untuk mengambil kesimpulan bahwa perawatan periodontal dapat ditujukan untuk mengurangi mediator inflamasi ini.Sementara itu, level hs-CRP, yaitu penandaan inflamasi yang paling banyak dipelajari, sebanyak 1.56 mg/L lebih tinggi pada pasien dengan periodontitis, dibandingkan dengan populasi pada umumnya. Dengan perawatan periodontal, kebanyakan penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengurangan secara signifikan pada level hs-CRP, meskipun pada pasien dengan penyakit lainnya seperti diabetes mellitus, ataupun penyakit ginjal kronis. Peninjauan kembali secara sistematis dan meta-analisis melaporkan bahwa terdapat penurunan hs-CRP sebanyak 0.231 sampai 0.5 mg/L setelah mendapatkan perawatan periodontal non bedah.Fungsi endothelial, seperti yang diukur melalui FMD, dilaporkan lebih rendah pada pasien dengan periodontitis daripada subjek yang sehat, mengindikasikan risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya CVD di masa mendatang. Beberapa penelitian dibuat untuk mengevaluasi efek dari perawatan periodontal terhadap fungsi endothelial. Kebanyakan dari hasilnya mendemonstrasikan perubahan yang signifikan pada FMD setelah menerima intervensi non bedah dan peninjauan kembali sistemik mendukung bahwa ada efek yang konsisten dari perawatan periodontal untuk memperbaiki disfungsi endothelial. Pengukuran IMT merupakan cara lain untuk mendeteksi atherosklerosis subklinis. Penelitian cross-sectional melaporkan bahwa periodontitis berhubungan dengan peningkatan IMT karotid. Untuk saat ini, hanya ada satu penelitian yang dikeluarkan mengenai efek perawatan periodontal pada IMT, yang menunjukkan penurunan signifikan dari IMT setelah perawatan periodontal.

KesimpulanBerdasarkan data dari beberapa penelitian, periodontitis terlihat sebagai salah satu faktor risiko independen dari CVD dengan cara meningkatkan atherosklerosis. Kebanyakan dari percobaan dengan intervensi memperlihatkan efek yang positif dari perawatan periodontal pada penandaan CVD, termasuk mediator inflamasi, hs-CRP, FMD, dan IMT. Bakteri periodontal menginvasi sistem sirkulasi. Patogen oral dan mediator inflamasi (IL-1) (TNF-) dari lesi periodontal secara intermiten mencapai aliran darah menginduksi bakteremia kronis level rendah dan reaktan inflamasi sistemik. Penelitian random berskala kecil yang mengobservasi kejadian kardiovaskular telah dilakukan. Terdapat informasi yang tidak adekuat untuk mengeluarkan rekomendasi untuk perawatan periodontal sebagai pengukuran lainnya dalam mengurangi hasil akhir dari CVD.

1