HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN...
-
Upload
nguyenphuc -
Category
Documents
-
view
227 -
download
0
Transcript of HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN...
1
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN
PENGGUNAAN MINYAK JELANTAH PADA IBU RUMAH TANGGA DI KELURAHAN
KLEAK KECAMATAN MALALAYANG KOTA MANADO Ferat F. K. Imbiri*, Lery Suoth
*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRAK
Minyak jelantah adalah minyak goreng yang digunakan secara berulang kali (≥2 kali) tanpa penambahan
minyak yang baru. Minyak goreng yang digunakan berulang kali (minyak jelantah) akan mengalami oksidasi.
Hal ini bisa menyebabkan iritasi saluran pencernaan, diare dan kanker. Selain itu minyak goreng tersebut
juga akan mengalami ketengikan sehingga merusak tekstur dan citra rasa bahan makanan yang digoreng.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan tindakan penggunaan
minyak jelantah pada ibu rumah tangga di Kelurahan Kleak Kecamatan Malalayang Kota Manado. Jenis
penelitian ini adalah survei analitik dengan desain cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah
ibu rumah tangga di Kelurahan Kleak Kecamatan Malalayang Kota Manado. Sampel sebesar 50 responden.
Data diperoleh menggunakan kuesioner. Pengolahan data menggunakan uji Fisher’s Exact dengan tingkat
kepercayaan 95% dan α = 0,05. Kesimpulan, berdasarkan uji univariat responden yang memiliki pengetahuan
baik sebanyak 31 orang (62%), responden yang memiliki sikap baik sebanyak 36 orang (72%) dan responden
yang memiliki tindakan baik sebanyak 33 orang (66%). Berdasarkan uji bivariat, tidak terdapat hubungan
antara pengetahuan dengan tindakan penggunaan minyak jelantah pada ibu rumah tangga di Kelurahan Kleak
Kecamatan Malalayang Kota Manado yaitu nilai (p = 0,058) dan terdapat hubungan anatara sikap dengan
tindakan penggunaan minyak jelantah pada ibu rumah tangga di Kelurahan Kleak Kecamatan Malalayang
Kota Manado yaitu nilai (p = 0,047). Peneliti menyarankan kepada Dinas Kesehatan provinsi / kota, BPOM
Provinsi Sulawesi Utara kiranya dapat melaksanakan penyuluhan mengenai efek yang akan ditimbulkan bagi
kesehatan jika sering melakukan penggorengan bahan makanan menggunakan minyak goreng yang digunakan
berulang kali (minyak jelantah).
Kata kunci: Minyak jelantah, Ibu rumah tangga, Pengetahuan, Sikap, Tindakan
ABSRTACT
Jelantah cooking oil is cooking oil that has been repeatedly used (≥ 2 times) with addition of new cooking oil.
Repeatedly used cooking oil (jelantah cooking oil) will be oxidized. This may cause irritation of the digestive
tract, diarrhea, cancer. In addition, this kind of oil will undergo rancidity thus ruining the texture and flavor
of the fried food. The objective of this research was to find out the relationship between knowledge and attitude
with the practice of jelantah cooking oil usege by housewife of Kleak Village of Malalayang Sub District of
Manado City. The type of this research was analytical survey with a cross sectional study desing. The
population of this research was the housewife of Kleak Village of Malalayang Sub District of Manado City.
The sample ware 50 respondents. The data were collected using questionnaires. The data ware analyzed using
Fisher's Exact Test with the confidence interval 95% and α = 0,05. Based on the univariate test, the findings
show that 31 respondents (62%) had good knowledge, 36 respondents (72%) had good attitude, and 33
respondents (66%) had good practice. Based on the bivariate test, there was no relationship between
knowledge and practice of jelantah cooking oil usege by the housewife of Kleak Village of Malalayang Sub
District of Manado City, the value is (p = 0,058), but there was a relationship between attitude and practice
of jelantah cooking usege by the housewife of Kleak Village of Malalaya City, the value (p = 0,047). It is then
suggested that the Provincial/City Health Office and BPOM North Sulawesi provice conduct health education
sessions on the health effects resulting from frequent usege of repeatedly used cooking oil (jelantah cooking
oil).
Keywords: Jelantah cooking oil, Housewife, Knowledge, Attitude, Practice
2
PENDAHULUAN
Minyak goreng merupakan bahan makanan yang
digunakan sehari-hari oleh masyarakat untuk
memasak makanan. Minyak goreng lebih digemari
karena mempunyai penampakan, rasa dan tekstur
yang lebih menarik daripada makanan yang diolah
dengan cara lain (Ambarita, 2002). Jenis dan jumlah
minyak goreng yang dikonsumsi sehari-hari sangat
erat kaitannya dengan kesehatan. Minyak goreng
yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah
yang berbahan baku minyak sawit (>70%), diikuti
dengan minyak kelapa (Elisabeth, 2002 dalam Lin,
2011).
Lemak atau minyak yang dioksidasikan secara
sempurna dalam tubuh menghasilkan 9,3 kalori
lemak per gram, sedangkan protein dan karbohidrat
masing-masing menghasilkan 4,1 dan 4,2 kalori
setiap gram. Lemak atau minyak yang ditambahkan
ke dalam bahan pangan atau yang dijadikan sebagai
bahan pangan perlu memenuhi persyaratan dan sifat-
sifat tertentu. Minyak dan lemak juga memegang
peranan penting dalam menjaga kesehatan tubuh
manusia. Lemak memberikan energi kepada tubuh
sebanyak 9 kalori tiap gram lemak. Minyak nabati
pada umumnya merupakan sumber asam lemak tidak
jenuh, beberapa diantaranya merupakan asam lemak
esensial, misalnya asam oleat, linoleat, linolenat dan
asam arachidonat. Asam-asam lemak esensial ini
dapat mencegah timbulnya gejala artherosclerosis,
karena penyempitan pembuluh-pembuluh darah.
Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber
dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, dan K
(Ketaren, 2008). Oleh karena itu penggunaan minyak
goreng sering kali digunakan dalam pengolahan
bahan makanan yang digoreng.
Minyak goreng yang sering digunakan oleh
masyarakat terdiri dari dua jenis, minyak goreng
bermerek dan minyak goreng tidak bermerek.
Minyak goreng bermerek merupakan minyak yang
proses pengolahannya dilakukan di pabrik dengan
berbagai perlakuan. Minyak goreng tak bermerek
(curah) merupakan minyak goreng hasil olahan
pengusaha industri kecil yang memerlukan
penanganan yang lebih mengingat proses
pengolahannya yang bersifat tradisional (Trubus,
2005 dalam Rahayu dkk, 2007). Karena proses
pengolahannya berbeda maka akan berpengaruh pula
pada mutu minyak termasuk pada minyak
jelantahnya.
Masyarakat Indonesia biasanya menggunakan
cara deep frying dalam menggoreng bahan makanan,
yaitu dengan merendam seluruh bahan makanan
dalam minyak panas. Dengan cara tersebut, akan
diperoleh minyak goreng bekas. Minyak goreng
bekas tersebut biasanya akan digunakan kembali
dalam menggoreng bahan makanan yang lain dengan
atau tanpa menambah sedikit minyak goreng yang
baru pada minyak goreng bekas (Lin, 2011). Minyak
goreng digunakan berulang kali akan mengalami
oksidasi. Hal ini bisa menyebabkan iritasi saluran
pencernaan, diare dan kanker. Selain itu minyak
goreng tersebut juga akan mengalami ketengikan
sehingga merusak tekstur dan citra rasa bahan
makanan yang digoreng (Khomsan, 2004). Minyak
goreng yang digunakan berulang kali (≥2 kali) tanpa
penambahan minyak goreng yang baru, biasanya
disebut minyak jelantah (Fransiska, 2010).
Penelitian oleh Jonarson, (2004) tentang
analisa kadar asam lemak minyak goreng yang
digunakan penjual makanan jajanan gorengan di
padang menyebutkan bahwa terdapat rata-rata
perbedaan jumlah asam lemak jenuh dan tidak jenuh
pada minyak goreng yang belum digunakan hingga 3
kali pemakaian. Penelitian dilakukan untuk melihat
perbedaan rata-rata kadar asam lemak jenuh dan
asam lemak tidak jenuh pada minyak goreng yang
belum digunakan hingga pemakaian ketiga. Semakin
sering minyak goreng tersebut digunakan, maka
semakin tinggi kandungan asam lemak jenuhnya
yaitu pada minyak yang belum dipakai (45,96%), 1
kali pakai (46,09%), 2 kali pakai (46,18%), 3 kali
pakai (46,32%). Semakin sering minyak goreng
tersebut digunakan maka kandungan asam lemak
tidak jenuh minyak goreng tersebut akan semakin
berkurang. Kandungan asam lemak tidak jenuh pada
minyak yang belum dipakai (53,95%), 1 kali pakai
(53,78%), 2 kali pakai (53,69%), 3 kali pakai
(53,58%).
Ibu rumah tangga memegang peran penting
dalam pemenuhan kebutuhan makan keluarga.
Seluruh bahan makanan sehari-hari biasanya diolah
oleh ibu rumah tangga. Pengolahan makanan yang
dilakukan oleh ibu rumah tangga biasanya dilakukan
dengan proses menggoreng, merebus, menumis dan
olahan lainnya. Kenaikan harga bahan sembako
setiap tahunnya membuat ibu rumah tangga berpikir
ulang untuk mengelola keuangan keluarga. Harga
minyak goreng yang semakin membumbung tinggi
3
membuat ibu rumah tangga untuk menghemat
pemakaian minyak goreng. Salah satu cara yang ibu
rumah tangga gunakan adalah dengan meggunakan
minyak goreng berulang kali tanpa mengetahui
akibat yang akan ditimbulkan (Fransiska, 2010).
Kebanyakan ibu-ibu rumah tangga sering
melakukan penggorengan bahan makanan dengan
cara terputus-putus, artinya minyak yang sudah
terpakai didinginkan dan kemudian digunakan lagi
untuk menggoreng bahan pangan lainnya.
Penggorengan terputus ini mengakibatkan kerusakan
minyak semakin cepat karena terjadi penambahan
hidroperoksida selama pendinginan yang diikuti
dengan dekomposisi jika minyak dipanaskan lagi
(Khomsan, 2004).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kleak
Kecamatan Malalayang Kota Manado mulai dari Mei
2012 sampai dengan Agustus 2012. Jenis Penelitian
ini adalah penelitian survei analitik dengan desain
cross sectional study.
Populasi dan Sampel :
1. Populasi : Ibu rumah tangga di Kelurahan
Kleak Kecamatan Malalayang Kota Manado
dengan besar sampel 1480 jiwa.
2. Sampel : Sampel dalam penelitian ini ditentukan
secara non probability sampling yaitu secara
purposive sampling. Sampel ditentukan sebesar
50 responden dengan pertimbangan memenuhi
kriteria sampel besar yaitu ≥ 30.
HASIL dan PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Dari
sudut pandang biologis, semua makhluk hidup mulai
dari tumbuhan, hewan dan manusia berperilaku,
karena punya aktifitas masing-masing. Perilaku
manusia adalah semua tindakan atau aktivitas
manusia,baik yang dapat diamati langsung amaupun
yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Maulana,
2009).
Dari hasil penelitian uji univariat karakteristik
responden yang dinilai yaitu jenis kelamin, tingkat
pendidikan, umur dan penghasilan/bulan. Dalam
penelitian ini responden berjumlah 50 orang yaitu ibu
rumah tangga yang berada di Kelurahan Kleak
Kecamatan Malalayang Kota Manado.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan responden terbanyak adalah
SMA/sederajat yaitu 22 orang (44%) dan tingkat
pendidikan terendah adalah SMP yaitu 4 orang (8%).
Seorang yang memiliki tingkat pendidikan yang
lebih tinggi tidak sama pemahamannya dengan
dengan orang yang berpendidikan rendah. Semakin
tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka semakin
mudah juga orang tersebut untuk menerima
informasi dan pada akhirnya semakin banyak juga
pengetahuan yang miliki (Notoadmodjo, 2003).
Apabila dilihat dari segi umur responden 23-
34, 35-46, 47-56, maka penelitian ini menunjukan
bahwa responden yang memiliki umur 35-46 adalah
yang terbanyak yaitu 25 orang (50%) dan responden
yang memiliki umur terendah adalah 47-56 yaitu 8
orang (16%). Berdasarkan penghasilan/bulan,
penelitian ini menunjukan responden yang memiliki
penghasilan/bulan terbanyak adalah <1.250.000
yaitu sebanyak 27 0rang (54%) dan responden yang
memiliki penghasilan/bulan sedikit adalah
≥1.250.000 yaitu sebanyak 23 orang (46%).
Pengetahuan Responden Tentang Penggunaan
Minyak Jelantah
Hasil penelitian uji univariat tentang responden
memiliki pengetahuan baik sebanyak 31 orang
(62%), responden yang memiliki pengetahuan cukup
sebanyak 14 orang (28%) dan responden yang
memiliki pengetahuan tidak baik sebanyak 5 orang
(10%). Hasil penelitian ini juga sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Fransiska (2010)
tentang karakteristik, pengetahuan, sikap, dan
tindakan ibu rumah tangga tentang penggunaan
minyak goreng berulang kali di desa tanjung selamat
kecamatan sunggal tahun 2010 yaitu hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa pengetahuan ibu
rumah tangga tentang penggunaan minyak goreng
berulang kali umumnya berada pada kategori
pengetahuan cukup sebanyak 63 orang (63%). Hasil
penelitian ini juga sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lin (2011) karakteristik pengetahuan
sikap dan tindakan penjual gorengan tentang
penggunaan minyak goreng di kawasan kampus
universitas sumatera utara medan pada tahun 2011
yaitu pengetahuan penjual gorengan berdasarkan
hasil wawancara mengenai penggunaan minyak
goreng hanya 21 orang (67,7%) penjual gorengan
yang memiliki pengetahuan berkategori yang baik,
4
10 orang (32,3%) memiliki pengetahuan berkategori
sedang dan tidak ada penjual gorengan yang
memiliki pengetahuan kurang.
Untuk mengukur tahu tentang sesuatu, dapat
menyebutkan dan menanyakan mengenai hal
tersebut sedangkan tingkat memahami adalah
kemampuan mengingat dan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan denagan benar. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui indra
penglihatan (mata) dan pendengaran (telinga).
Pengetahuan sangat penting dalam terbentuknya
tindaan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoadmojo (2007), ada 6 hal yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, yaitu
pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman dan
informasi. Informasi memengang peranan yang
cukup besar dalam mempegaruhi pengetahuan
seseorang. Selain itu pengalaman yang berasal dari
berbagai macam sumber, misalnya media cetak,
media elektronik, media poster, bahkan kerabat dekat
yang dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga
seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan
tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan pengetahuan
responden yang dinilai berkategori baik. Minyak
goreng di gunakan berulang kali (minyak jelantah)
akan mengalami oksidasi. Hal ini bisa menyebabkan
iritasi saluran pencernaan, diare dan kanker. Selain
itu minyak goreng tersebut juga akan mengalami
ketengikan sehingga merusak tekstur dan citra rasa
bahan makanan yang digoreng (Khomsan, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian responden tentang
pengetahuan penggunaan minyak jelantah, dapat
diketahui bahwa responden yang menjawab benar
dalam pertanyaan pengaruh minyak goreng yang
digunakan berulang kali (minyak jelantah) akan
mengalami oksidasi (reaksi dengan udara) yang
berpotensi bisa mengakibatkan iritasi saluran
pencernaan sebanyak 40 orang (80%). Hasil
penelitian tentang penggunaan minyak jelantah,
responden yang menjawab benar dalam pertanyaan
minyak goreng yang digunakan berulang kali akan
mengalami oksidasi yang berpotensi mengakibatkan
diare sebanyak 39 orang (78%). Responden yang
menjawab benar dalam pertanyaan minyak goreng
berulang kali akan mengalami oksidasi yang
berpotensi mengakibatkan kanker sebanyak 43 orang
(86%).
Kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL)
disebut juga kolesterol jahat karena bila kadarnya
berlebihan akan menyumbat dinding pembuluh
darah sehingga akhirnya timbullah penyakit jantung
koroner (Khomsan, 2004). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden yang menjawab
benar dalam pertanyaan efek kesehatan yang akan
terjadi jika terus-menerus mengkonsumsi makanan
yang menggunakan minyak goreng berulang kali
dapat mengakibatkan penyakit jantung koroner
sebanyak 42 orang (84%). Penggunaan minyak
jelantah untuk menggoreng bahan makanan
berprotein, akan menurunkan nilai gizi proteinnya,
bahkan minyak jelantah yang sudah terlalu lama
digunakan dapat membahayakan kesehatan tubuh,
karena banyak mengandung senyawa peroksida
(radikal) serta asam lemak tidak jenuh trans
(Muchtadi, 2009). Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan responden yang menjawab benar
dalam pertanyaan minyak goreng yang digunakan
berulang kali dalam menggoreng bahan makanan
berprotein akan menurunkan nilai gizi proteinnya
sebayank 46 orang (92%). Responden yang
menjawab benar dalam pertanyaan kerusakan
minyak goreng akibat digunakan berulang kali untuk
menggoreng bahan makanan dapat menyebabkan
hipertensi sebanyak 32 orang (64%).
Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng
(deep frying) terhadap pembentukan asam lemak
trans. Asam lemak trans (elaidat) baru terbentuk
setelah proses menggoreng (deep frying) setelah
penggulangan ke-2, dan kadarnya akan semakin
meningkat sejalan dengan penggunaan minyak
(Sartika, 2009). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa responden yang menjawab benar dalam
pertanyaan asam lemak trans (lemak jahat) dalam
minyak goreng yang digunakan berulang kali
terbentuk setelah penggoreng yang ke- 2 sebanyak 37
orang (44%). Asam lemak trans dapat meningkatkan
Kolesterol LDL dan menurunkan Kolesterol-HDL
akibatnya akan menyebabkan dislipidemia dan
arterosklerosis yang ditandai dengan adanya
timbunan atau endapan lemak pada pembuluh darah.
Timbunan lemak ini akan menyumbat aliran darah
pada beberapa bagian tubuh seperti jantung dan otak.
Bila penyumbatan terjadi di jantung akan
menyebabkan jantung koroner dan bila penyumbatan
terjadi di otak akan menyebabkan stroke (Sartika,
2007). Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa
5
responden yang menjawab benar dalam pertanyaan
kerusakan minyak goreng akibat digunakan berulang
kali untuk menggoreng bahan makanan dapat
menyebabkan stroke sebanyak 39 orang (78%).
Penggorengan terputus-putus mengakibatkan
kerusakan minyak semakin cepat karena terjadi
penambahan hidroperoksida selama pendinginan
yang diikuti dengan dekomposisi jika minyak
dipanaskan lagi (Khomsans, 2004). Hasil penelitian
menunjukkan responden yang menjawab benar
dalam pertanyaan penggunaan minyak terputus-
putus atau minyak yang sudah terpakai didinginkan
kemudian digunakan kembali untuk menggoreng
bahan pangan lainnya akan mengakibatkan
kerusakan minyak semakit cepat sebanyak 40 orang
(80%). Minyak yang telah rusak tidak hanya
mengakibatkan kerusakan nilai gizi, tetapi juga
merusak tekstur dan rasa dari bahan pangan yang
digoreng (Ketaren 2008). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden yang menjawab
benar dalam pertanyaan minyak goreng yang telah
rusak dan digunakan kembali akan merusak tekstur
dari bahan pangan yang digoreng sebanyak 41 orang
(82%).
Sikap Responden Tentang Penggunaan Minyak
Jelantah
Berdasarkan hasil penelitian uji univariat responden
tentang sikap tentang penggunaan minyak jelantah,
dapat diketahui bahwa responden yang memiliki
sikap baik sebanyak 36 orang (72%), responden yang
memiliki sikap tidak baik sebanyak 14 orang (28%).
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Fransiska (2010) yaitu penelitiannya
menunjukkan bahwa sikap ibu rumah tangga tentang
penggunaan minyak goreng berulang kali di Desa
Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010
umumnya berada pada kategori baik sebanyak 97
orang (97%). Hasil penelitian ini juga sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Lin (2011) tentang
karakteristik pengetahuan sikap dan tindakan penjual
gorengan tentang penggunaan minyak goreng di
kawasan kampus universitas sumatera utara medan
pada tahun 2011 dapat diketahui bahwa sebagian
besar responden memiliki sikap yang baik tentang
penggunaan minyak goreng sebanyak 20 orang
(64,5%). Sebagian kecil lagi memiliki sikap yang
sedang tentang penggunaan minyak goreng yaitu
sebanyak 11 orang (35,5%). Tidak ada responden
yang memiliki sikap yang kurang tentang
penggunaan minyak goreng.
Sikap dapat dirumuskan sebagai
kecenderungan untuk berespon (baik secara positif
maupun negatif) terhadap orang, objek atau situasi
tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian
emosional (afektif) disamping komponen
pengetahuan (koknitif) serta kecenderungan untuk
bertindak (konatif) (Sarwono, 1997 dalam Lin 2011).
Sikap dapat merupakan suatu pandangan tetapi
dalam hal ini masih berbeda dengan suatu
pengetahuan yang dimiliki orang. Pengetahuan
mengenai objek tidak sama dengan sikap terhadap
objek itu (Gerungan, 2004 dalam Fransiska 2010).
Berdasarkan hasil penelitian tentang sikap
penggunaan minyak goreng jelantah, sikap
responden dikatakan berkategori baik yaitu
responden dengan menjawab setuju dalam
pertanyaan minyak goreng yang sudah digunakan 1
kali sebaiknya tidak digunakan kembali sebanyak 33
orang (66%). Responden yang menjawab tidak
setuju dalam pertanyaan menggunakan minyak
goreng berulang kali tidak menyebabkan ganguan
pada kesehatan sebanyak 45 orang (90%). Hasil
penelitian sikap responden yang menjawab setuju
dalam pertanyaan minyak goreng yang sudah rusak
sebaiknya tidak digunakan kembali untuk
menggoreng bahan makanan karena akan
menurunkan nilai gizi pada makanan tersebut
sebanyak 36 orang (72%). Responden yang
menjawab setuju dalam pertanyaan minyak goreng
berulang kali yang sudah mengalami oksidasi (reaksi
dengan udara) sebaiknya tidak digunakan kembali
karena dapat mengakibatkan kanker sebanyak 39
orang (78%). Hasil penelitian sikap responden yang
menjawab tidak setuju dalam pertanyaan
menggoreng makanan yang berbeda sebaiknya
menggunakan minyak goreng yang sama sebanyak
40 orang (80%). Sikap responden yang menjawab
setuju dalam pertanyaan minyak goreng berulang
kali yang sudah mengalami oksidasi (reaksi dengan
udara) sebaiknya tidak digunakan kembali karena
dapat mengakibatkan hipertensi sebanyak 38 orang
(76%).
Tindakan Responden Tentang Penggunaan
Minyak Jelantah
Berdasarkan hasil penelitian uji univariat responden
tentang tindakkan penggunaan minyak jelantah,
dapat diketahui bahwa responden yang memiliki
6
tindakan baik sebanyak 33 orang (66%), responden
yang memiliki tindakan tidak baik sebanyak 17 orang
(34%). Hasil penelitian ini sama dengan penelitian
yang dilakukan oleh Fransiska (2010) yaitu
penelitiannya menunjukkan bahwa tindakan ibu
rumah tangga tentang penggunaan minyak goreng
berulang kali di Desa Tanjung Selamat Kecamatan
Sunggal Tahun 2010 umumnya berada pada kategori
baik sebanyak 92 orang (92%). Hasil penelitian ini
juga sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Lin
(2011) tentang karakteristik pengetahuan sikap dan
tindakan penjual gorengan tentang penggunaan
minyak goreng di kawasan kampus universitas
sumatera utara medan pada tahun 2011 yaitu
penelitiannya menunjukkan bahwa tindakan penjual
gorengan tentang penggunaan minyak goreng pada
kategori sedang sebanyak 23 orang (74,2%).
Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa sikap
tidak selalu terwujud dalam setiap tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata
diperlukan faktor pendukung atau situasi yang
memungkinkan seperti sarana dan prasarana dan
juga dukungan dari pihak lain. Hal ini sesuai dengan
kenyataan bahwa suatu sikap yang sudah positif
terhadap nilai-nilai dalam kesehatan belum tentu
terwujud dalam suatu tindakan yang nyata.
Berdasarkan hasil penelitian frekuensi
tindakan responden tentang penggunaan minyak
jelantah, hasil penelitian ini dikatakan baik karena
sebagian besar responden yang menjawab ya untuk
pertanyaan apakah ibu menggunakan minyak goreng
yang baru setiap kali menggoreng jenis makanan
yang berbeda sebanyak 32 orang (64%). Tindakan
responden yang menjawab ya untuk pertanyaan
apakah ibu berusaha untuk tidak menggunakan
minyak goreng berulang kali dalam menggoreng
bahan pangan sebanyak 36 orang (72%). Responden
yang menjawab ya untuk pertanyaan apakah ibu
menyaring minyak goreng yang telah selesai
dipergunakan sebelum digunakan kembali sebanyak
32 orang (64%) Tindakan responden yang menjawab
tidak untuk pertanyaan apakah ibu tetap
mempergunakan minyak goreng bekas walaupun
sudah berubah warna menjadi coklat kehitaman
sebanyak 44 orang (88%).
Hubungan antara Pengetahuan dengan Tindakan
Penggunaan Minyak Jelantah pada Ibu Rumah
Tangga di Kelurahan Kleak Kecamatan
Malalayang Kota Manado
Berdasarkan hasil penelitian uji bivariat diketahui
bahwa nilai p value sebesar 0,058 yang menyatakan
bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan
dengan tindakan penggunaan minyak jelantah pada
ibu rumah tangga di Kelurahan Kleak Kecamatan
Malalayang Kota Manado.
Hasil penelitian hubungan antara pengetahuan
dengan tindakan tentang penggunaan minyak
jelantah menunjukkan bahwa responden yang
berpengetahuan baik sebanyak 31 orang (62%) dan
responden yang memiliki tindakan baik sebanyak 33
orang (66%), responden yang berpengetahuan cukup
14 orang (28%) sedangkan responden yang
berpengetahuan tidak baik 5 orang (10%) dan
responden yang memiliki tindakan tidak baik
sebanyak 17 orang (34%). Hasil penelitian ini sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Fransiska
(2010) yaitu penelitiannya menunjukkan bahwa 35
responden yang tingkat pengetahuannya baik,
keseluruhannya memiliki tingkat tindakan yang baik
juga. Dari 63 responden yang berpengetahuannya
cukup terdapat 56 orang (56%) responden yang
tindakannya baik dan 7 orang (7%) responden
tindakannya cukup. Dari 2 responden yang tingkat
pengetahuannya kurang terdapat 1 orang (1%)
responden tindakannya cukup.
Perubahan-perubahan perilaku dalam diri
seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi
adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, dan
sebagainya. Setiap orang mempunyai persepsi yang
berbeda, meskipun objeknya sama. Motivasi
diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk
mencapi suatu tujuan tertentu. Hasil dari dorongan
dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku.
Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan
aktivitas, yang merupakan hasil akhir jalinan yang
saling mempengaruhi antara berbagai macam gejala
seperti perhatian, pengamatan, pikiran, ingatan dan
fantasi. Gejala itu muncul bersamaan dan saling
mempengaruhi. Oleh karena itu, perilaku manusia
selalu kompleks (Notoadmodjo, 2007).
Tindakan yang didasari dari pengetahuan akan
lebih baik dari pada tindakan yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Pengetahuan membuat manusia tidak
ragu-ragu dalam bertindak. Pengetahuan yang baik
7
diharapkan dapat menghasilkan tindakan yang baik
juga (Fransiska, 2010).
Hubungan antara Sikap dengan Tindakan
Penggunaan Minyak Jelantah pada Ibu Rumah
Tangga di Kelurahan Kleak Kecamatan
Malalayang Kota Manado
Berdasarkan hasil penelitian uji bivariat diketahui
bahwa nilai p value sebesar 0,047 yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara sikap dengan
tindakan penggunaan minyak jelantah pada ibu
rumah tangga di Kelurahan Kleak Kecamatan
Malalayang Kota Manado.
Hasil penelitian antara hubungan sikap dengan
tindakan pengguanaan minyak jelantah pada ibu
rumah tangga menunjukkan bahwa responden yang
memiliki sikap baik sebanyak 36 orang (72%)
sedangkan responden yang memiliki tindakan baik
sebanyak 33 orang (66%), responden yang memiliki
sikap tidak baik sebanyak 14 orang (26%) sedangkan
responden yang memiliki tindakan tidak baik
sebanyak 17 orang (34%). Hasil penelitian ini sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Fransiska
(2010) dimana keterkaitan tingkat sikap responden
dengan tingkat tindakan responden tentang
penggunaan minyak goreng berulang kali (≥2 kali)
menunjukkan bahwa dari 92 orang (90%) responden
yang memiliki tingkat sikap baik terdapat 90 orang
(90%) yang tingkat tindakan baik .dan 2 orang (2%)
responden yang tingkat tindakan cukup. Dari 8 orang
(8%) responden yang memiliki tingkat sikap yang
cukup terdapat 7 orang (7%) responden yang tingkat
tindakan baik dan 1 orang (1%) responden yang
tingkat tindakan cukup.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Newcomb, salah seorang ahli
psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,
dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan
sikap tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau
tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap objek (Notoadmodjo, 2007).
Sikap dapat diartikan sebagai suatu
kecenderungan untuk merespon. Sikap tidak selalu
otomatis dapat terwujud menjadi sebuah bentuk
tindakan, namun sikap merupakan kesiapan manusia
untuk bertindak (Fransiska, 2010).
Sikap akan dicerminkan dalam bentuk
tindakan, namun tidak dapat dikatakan bahwa suatu
sikap dan tindakan yang memiliki hubungan yang
sistematis, atau dengan kata lain bahwa suatu sikap
belum tentu terwujud dalam suatu tindakan
(Notoadmodjo, 2005). Sikap ibu rumah tangga yang
baik sejalan dengan tindakan ibu rumah tangga yang
baik. Sikap responden yang baik menandakan
responden sudah siap untuk bertindak. Sikap
responden yang baik membuat responden melakukan
tindakan yang baik juga (Fransiska, 2010).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan
dengan tindakan penggunaan minyak jelantah
pada ibu rumah tangga di Kelurahan Kleak
Kecamatan Malalayang Kota Manado.
2. Terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan
penggunaan minyak jelantah pada ibu rumah
tangga di Kelurahan Kleak Kecamatan
Malalayang Kota Manado.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarita, M T D.2002. Transesterifikasi Minyak
Goreng Bekas Untuk Produksi Metil Ester.
Tesis. Program Studi Ilmu Pangan Paska
Sarjana IPB.
Budiarto, E. 2001. Biostatistika untuk Kedokteran
dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Fadhilla, R A.2008.Analisis Kepuasan Dan
Loyalitas Konsumen Minyak Goreng
Kemasan Merek Bimoli (Kasus : Rumah
Tangga Di Kota Bogor). Skripsi. Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Fransiska, E. 2010. Karakteristik,Pengetahuan,
Sikap dan Tindakan Ibu Rumah Tangga
tentang Penggunaan Minyak Goreng
Berulang Kali di Desa Tanjung Selamat
Kecamatan Sunggal Tahun 2010. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara Medan.
Handoko, Tiyono, Narsito, Dewi T .2009.
Peningkatan Kualitas Minyak Jelantah
8
Menggunakan Adsorben H5-NZA dalam
Reaktor Sistem Fluid fixed bed.
Jurnal,Vol.10,No.2, Hal 122. Jurusan
Kimia.
Jonarson. 2004. Analisa Kadar Asam Lemak Minyak
Goreng yang Digunakan Penjual Makanan
Jajanan Gorengan di Padang Bulan Medan
Tahun 2004. Skripsi FKM USU, Medan.
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan
Lemak Pangan. Jakarta: Universitas
Indonesia
Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen
Makro. Jakarta: PT. DIAN RAKYAT
Lin, L W. 2011. Karakteristik, Pengetahuan, Sikap
dan Tindakan Penjual Gorengan tentan
Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan
Kampus Universitas Sumatera Utara
Medan pada Tahun 2011. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan.
Maulana, H D J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Muchtadi, D.2009. Pengantar Ilmu Gizi. Bandung:
Alfabeta
Notoatmodjo, S. 2003. Pengantar Pendidikan dan
Ilmu perilaku Kesehatan. Jakarta Rineka
Cipta.
Notoadmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori
dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Natoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu
Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
Natoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Rahayu, A, Husamah, Nugroho, A.D. 2007. Studi
Frekuensi Penggorengan Dari Minyak
Jelantah Bermerek Dan Tidak Bermerek
Terhadap Nekrosis Sel Hati. PKM
penulisan Ilmiah. Universitas
Muhammadiyah Malang.
Riyanto, A. 2011. Pengolahan dan Analisis Data
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rukmini, A. 2007. Regenerasi Minyak Goreng
Bekas dengan Arang Sekam Menekan
Kerusakan Organ Tubuh. Seminar Nasional
Teknologi.Yogyakarta: Universitas Widya
Mataram Yogyakarta.
Sartika, R A D. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama
Proses Menggoreng(Deep Frying) tehadap
Pembentukan Asam Lemak Trans. Jurnal
Kesmas Nasional,Vol.13,No.1, Hal 26.
Sartika, R A D. 2007. Pengaruh Asam Lemak Jenuh,
Tidak Jenuh dan Asam Lemak Trans
Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesmas
Nasional Vol.2,No.4. Hal 159.
Khomsan, A. 2004. Pangan dan Gizi Untuk
Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Winarno, FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama
9
ANALISIS PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT DI PUSKESMAS RAWAT INAP DI
KOTA MANADO Stevinus Pamuna*, Lery Suoth
*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
ABSTRAK
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sukantoro (2010) disimpulkan bahwa pengelolaan limbah klinis
tajam Puskesmas di Kota Yogyakarta belum memenuhi kaidah pengelolaan limbah layanan kesehatan yang
aman, angka kecelakaan limbah klinis tajam dalam satu tahun dialami oleh 17,20 % petugas yang melayani
pasien, 11,11% petugas pengumpul limbah. Kecelakaan juga dialami oleh petugas pengangkut limbah yang
berjumlah satu orang. Limbah medis padat mencakup semua hasil buangan yang berasal dari instalasi
kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium dalam bentuk padatan. Selain itu, limbah layanan kesehatan
juga mencakup limbah yang berasal dari sumber-sumber kecil atau menyebar misalnya limbah hasil peralatan
yang dilakukan di rumah.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis proses pemilahan, pengangkutan, penyimpanan
sementara dan pemusnahan limbah medis padat di puskesmas rawat inap di kota manado. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif yang bertujuan mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang
bagaimana pengelolaan limbah medis padat puskesmas di Kota Manado. Lokasi penelitian adalah 3 unit
puskesmas yang memiliki insenerator di Kota Manado, yaitu Puskesmas Bahu, Puskesmas Paniki, dan
Puskesmas Minanga.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli tahun 2012.Berdasarkan
observasi yang dilakukan ditemukan bahwa proses pemilahan, pengangkutan, penyimpanan sementara dan
pemusnahan limbah medis padat belum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dari WHO karena banyaknya
kendala teknis dan operasional.
Kata kunci: Pemilahan, Pengangkutan, Penyimpaan sementara dan Pemusnahan
ABSRACT
Based on research by sukantoro in 20th Century, a health care waste management in jogjakarta district still
very low compared to WHO’s standar procedures, in one year there is 17,20% accident among health staff
and 11,11% on people who work on healt care waste management. Solid waste from health care activities is
all waste come from health care institute, farm facilities and laboratory which in a solid form. Soled waste
from health care activities also classified from a multiple sources as example from health care activities in
home.
The main purpose of this study is to analyse the segregation, transportation, collecting room, and the
annihilation process of this waste from healthcare activities in manado region. This study using qualitative
design to get more information about waste from health care activities on paniki bawah health centre, minanga
health centre and bahu health centre on june to july 2012.
Based on the observation and indepth interview the conclusion is the waste of health care activities
management on 3 health instalation in manado district still below the WHO’s standar because of lack of a lot
tecnical and operational problems
.
Keyword: Segregation, Transportation, Collecting room and The Annihilation
10
PENDAHULUAN
Saat ini limbah merupakan masalah yang cukup
serius, terutama di kota-kota besar. Banyak upaya
yang dilakukan oleh pemerintah daerah, swasta
maupun secara swadaya oleh masyarakat untuk
menanggulanginya, dengan cara mengurangi,
mendaur ulang maupun memusnahkannya. Namun
semua itu hanya bisa dilakukan bagi limbah yang
dihasilkan oleh rumah tangga saja. Lain halnya
dengan limbah yang di hasilkan dari upaya medis
seperti Puskesmas, Poliklinik, dan Rumah Sakit.
Jenis limbah yang dihasilkan oleh instalasi
kesehatan termasuk dalam kategori biohazard yaitu
jenis limbah yang sangat membahayakan
lingkungan, dimana disana banyak terdapat buangan
virus, bakteri maupun zat zat yang membahayakan
lainnya, sehingga harus dimusnahkan dengan jalan
dibakar dalam suhu diatas 800 derajat celcius. WHO
(2010) menegaskan bahwa penanganan limbah
medis sudah sangat mendesak dan menjadi perhatian
Internasional (Pruss, 2005).
Pusat Kesehatan Masyarakat atau
Puskesmas sebagai salah satu instalasi kesehatan
yang menghasilkan limbah, memiliki kewajiban
untuk memelihara lingkungan dan kesehatan
masyarakat, serta memiliki tanggung jawab khusus
yang berkaitan dengan limbah yang dihasilkan
tersebut. Kewajiban yang dimaksud diantaranya
adalah kewajiban untuk memastikan bahwa
penanganan, pengolahan serta pembuangan limbah
yang dilakukan tidak akan menimbulkan dampak
yang merugikan kesehatan dan lingkungan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Sukantoro (2010) disimpulkan bahwa
pengelolaan limbah klinis tajam Puskesmas di Kota
Yogyakarta belum memenuhi kaidah pengelolaan
limbah layanan kesehatan yang aman, angka
kecelakaan limbah klinis tajam dalam satu tahun
dialami oleh 17,20 % petugas yang melayani pasien,
11,11% petugas pengumpul limbah. Kecelakaan
juga dialami oleh petugas pengangkut limbah yang
berjumlah satu orang. Kota Manado yang terdiri dari
9 kecamatan, 87 kelurahan dan memiliki 15 unit
puskesmas dimana 6 diantaranya melayani
pelayanan rawat inap. Namun, pengelolaan limbah
medis padatnya belum dilakukan dengan baik.
Berdasarkan survey awal yang diakukan di
salah satu puskesmas didapati bahwa meskipun
pemilahan limbah medis padatnya telah di
programkan tetapi sisa-sisa kegiatan medisnya
seperti kapas yang bercampur darah pasien masih
menyatu dengan sampah umum, perilaku petugas
pengangkut sampah yang mencampurkan sampah
medis padat dengan sampah umum juga menjadi
masalah. Berdasarkan keterangan dari Kepala Dinas
Kesehatan Kota Manado untuk kedepannya seluruh
puskesmas di Kota Manado akan beroperasi 24 jam
yang pastinya akan meningkatkan volume limbah
medis, sementara fasilitas pemusnah limbah medis
berupa incenerator yang berfungsi dengan baik
hanya 4 dari 15 puskesmas.
Menyadari pentingnya pengelolaan limbah
medis sesuai prosedur yang dianjurkan dan melihat
kenyataan bahwa program pengelolaan limbah
medis padat puskesmas di wilayah Kota Manado
belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, maka
penulis tertarik untuk meneliti gambaran
pengelolaan limbah medis padat di masing-masing
puskesmas yang ada di Kota Manado.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang
bertujuan mendapatkan informasi yang lebih
mendalam tentang bagaimana pengelolaan limbah
medis padat puskesmas di Kota Manado. Lokasi
penelitian adalah 3 unit puskesmas yang memiliki
insenerator di Kota Manado, yaitu Puskesmas Bahu,
Puskesmas Paniki, dan Puskesmas Minanga.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai
dengan bulan Juli tahun 2012. Data dalam penelitian
ini terdiri dari:
1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara
langsung oleh peneliti berdasarkan observasi di
lapangan dan wawancara mendalam terhadap
informan. Informan yang dimaksud ialah:
a. Kepala puskesmas yang terdiri dari:
1. Kepala Puskesmas Minanga
2. Kepala Puskesmas Bahu
3. Kepala Puskesmas Paniki Bawah
b. Kepala bidang kesehatan lingkungan
puskesmas yang terdiri dari:
1. Kepala bidang kesehatan
2. lingkungan di Puskesmas Minanga
3. Kepala bidang kesehatan lingkungan di
Puskesmas Bahu
4. Kepala bidang kesehatan lingkungan di
Puskesmas Paniki Bawah
11
5. Kepala seksi penyehatan dan pengelolaan
lingkungan Dinas Kesehatan Kota Manado.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui
sumber lain mengenai gambaran umum puskesmas
terkait yang diambil dari profil Dinas Kesehatan
Kota Manado. Untuk menetapkan keabsahan data,
dilakukan dengan teknik pemeriksaan melalui
beberapa kegiatan antara lain dengan triangulasi.
Adapun trianguasi yang dilakukan ialah:
1. Triangulasi Sumber
Dilakukan wawancara dengan informan yang
berbeda, yaitu selain diambil dari Kepala
Puskesmas, juga diambi dari Staff Kesehatan
Lingkungan, dan pengelola teknis limbah padat di
masing-masing puskesmas.
2. Triangulasi Metode
Selain menggunakan wawancara mendalam,
menggunakan panduan observasi langsung serta
penelusuran dokumen.
Penyajian data dianggap selesai apabila telah
memenuhi kriteria kesesuaian dan kecukupan
adekuasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil observasi proses pemilahan di
Puskesmas Minanga, Bahu dan Paniki Bawah telah
dilakukan, yaitu sampah dipilah berdasarkan
jenisnya sampah medis dan sampah nonmedis.
Prosedur pemilahan limbah medis padat lanjutan
seperti yang dianjurkan WHO yaitu sampah medis
dipilah berdasarkan jenisnya belum dilakukan. Hal
ini merupakan kebijakan dari kepala masing-masing
puskesmas dengan tujuan untuk meminimalisasi
biaya dan mempermudah managemen pengelolaan
limbah mengingat seluruh limbah medis
dimusnahkan di insenerator, padahal WHO
merekomendasikan bahwa limbah medis harus
dipilah berdasarkan jenisnya karena masing-masing
jenis limbah medis memerlukan wadah serta
penanganan khusus, yaitu kantung kuat anti robek
untuk limbah benda tajam. Di Puskesmas Minanga
tempat sampah medisnya tidak memilih tutup seperti
di tempat sampah medis di Puskesmas Paniki Bawah
dan Bahu, padahal seharusnya tempat sampah medis
harus tertutup rapat karena limbah infeksius seperti
kapas beresiko bila dapat diakses bebas oleh vektor
(WHO,2006).
Pemilahan limbah medis padat telah dilakukan
di setiap ruangan pelayanan medis dan sesuai
observasi di lapangan petugas medis telah
meletakkan limbah medis terpisah dari sampah
nonmedis. Wadah tempat sampah terpisah tersedia
di setiap ruangan pelayanan medis, sedangkan
tempat sampah umum disetiap puskesmas telah
dipilah antara sampah basah dan sampah kering
semuanya dalam wadah tertutup dan dalam kondisi
yang baik sesuai dengan ketentuan dari WHO.
Secara keseluruhan di Puskesmas Bahu, Minanga
dan Paniki tidak memprogramkan adanya training
khusus mengenai pengelolaan limbah kepada staf
puskesmas, sementara WHO dalam Pruss et all
(2005) menuliskan bahwa sebagai proses yang
paling penting, seharusnya pihak instansi melakukan
training teknik pengeolaan limbah medis bagi staf
operasional pengelolaan limbah medis maupun para
perawat yang secara langsung menempatkan limbah
medis.
Petugas operasional penanganan limbah medis
yang walaupun latar belakang pendidikannya S1 dan
D3 Kesehatan lingkungan harus tetap diingatkan
mengenai pentingnya kondisi terpilah ini agar
bertahan hingga tahap akhir yaitu pemusnahan
karena jika proses segregasi dilakukan dengan baik
maka akan menghemat biaya pengelolaan hingga
40% (Pruss, 2005). Berdasarkan hasil wawancara,
Puskesmas Paniki dulunya mengalami kendala
dalam pemilahan limbah medis padat, yaitu
ditemukan sampah medis di tempat sampah umum.
Walaupun hal ini sudah tidak terjadi di masa
sekarang tetapi tetap menjadi pertimbangan serius
melihat di Puskesmas Bahu, Minanga, dan Paniki
belum dilakukan proses pengontrolan selama
pemilahan, padahal WHO sendiri menganjurkan
pentingnya pemantauan khusus selama pemilahan
limbah medis, hal ini perlu ditindak lanjuti agar
kedepannya tidak terjadi kerugian-kerugian yang
seharusnya dapat dicegah. (WHO 2006).
Pengangkutan di Puskesmas Bahu, Paniki, dan
Minanga dilakukan sesuai dengan frekuensi limbah
medisnya. Di puskesmas Minanga yang limbah
medisnya relatif sedikit diangkut saat kantong
limbah medisnya ¾ dan itu memakan waktu
beberapa hari. Di Puskesmas Bahu dan Paniki
limbah medisnya diangkut seminggu sekali saat
kantong limbah sudah ¾, tapi jika banyak sampah
medis yang mengandung darah hari itu juga
12
diangkut. Menurut WHO (2005) limbah medis harus
diangkut setiap hari, tetapi untuk asas efisiensi hal
itu belum dilakukan di ketiga puskesmas ini
mengingat kuantitas limbah medis yang sebagian
besar berasal dari luar instansti dan periode
pembakaran insenerator yaitu 2 minggu sekali.
Pengangkutan off-site hanya terdapat di puskesmas
bahu dengan angkutan khusus untuk pengangkutan
limbah medis, pengangkutan on-site masih
dilakukan secara manual oleh petugas yang mana di
Puskesmas Paniki dan Minanga petugas
operasionalnya menggunakan APD saat
pengumpulan, sementara di Puskesmas Bahu staf
operasionalnya tidak menggunakan APD sesuai
anjuran karena alasan kenyamanan. Hal ini perlu
mendapat perhatian khusus mengingat belum
tersedianya troli pengangkut dan pangangkutan
secara manual sangat rentan akan kecelakaan akibat
limbah benda tajam (sukantoro 2010).
Di Puskesmas Minanga, yang walaupun limbah
medisnya sedikit tetapi melayani pemusnahan
limbah medis dari siloam hospital dalam jumlah
yang relative besar belum memiliki ruang
penampungan sementara limbah medis. Limbah
medis padanya diletakkan didekat incenerator yang
mana dapat diakses oleh tikus dan serangga yang
menjadi vektor berbagai penyakit. Di puskesmas
paniki yang melayani pemusnahan limbah medis
sebagian besar puskesmas masih meletakkan limbah
medisnya di ruangan sementara yang masih dapat
diakses oleh vektor penyakit seperti tikus dan
serangga. Puskesmas bahu telah memiliki ruang
tetap untuk penampungan sementara limbah medis
namun ruang penampungannya belum bebas hewan
pengerat dan serangga, sementara WHO
mengharuskan ruang tertutup bebas serangga dan
hewan pengerat sebagai ruang penampungan
sementara. Untuk waktu penampungan telah
melewati standar yang ditetapkan oleh WHO yaitu
limbah medis ditampung maksimal selama 48 jam
(WHO, 2006), mengingat kapasitas incenerator yang
frekuensi pembakarannya sekali dalam 2 minggu
mengharuskan limbah medis ditampung sedikit
lama. Hal ini kiranya dapat menjadi acuan
kedepannya untuk system penampungan limbah
medis padat yang baik.
Pemusnahan limbah medis padat puskesmas di
Kota Manado secara keseluruhan menggunakan
incenerator. Baru-baru ini Dinas Kesehatan Kota
Manado menempatkan 2 unit incenerator di
puskesmas minanga dan puskesmas paniki, yang
diharapkan dapat menjawab kebutuhan puskesmas
mengenai pengelolaan limbah medis padat. Secara
keseluruhan tahapan ini mengalami kendala, di
Puskesmas Bahu yang inceneratornya lebih dahulu
ada, saat ditempatkan di areal puskesmas mendapat
protes dari warga sekitar karena asap sisa
pembakaran dari incenerator berwarna hitam dan
dinilai mencemari lingkungan namun sekarang telah
direlokasi ke tempat yang jauh dari pemukiman. Di
Puskesmas Minanga inceneratornya tidak berfungsi
dengan maksimal karena gangguan teknis yaitu
aliran listrik yang seringkali padam, mengakibatkan
sampah medis tidak terbakar sempurna, kemampuan
incenerator yang seharusnya dapat membakar botol
bekas dan jarum suntik dalam sekali bakar juga
belum dicapai, hal ini juga dibuktikan oleh staff
operasional Puskesmas Minanga yang mengatakan
untuk botol dan jarum hancur menjadi abu saat
pembakaran yang kelima kali. Sementara
seharusnya incenerator harus membakar habis
semua jenis sampah dalam sekali pembakaran
(WHO 2005). Ketiga puskesmas ini juga mengalami
kendala dalam penganggaran yang masih
mengandalkan kebijakan khusus dari pihak
puskesmas untuk sumber anggaran yang seharusnya
sudah di anggarkan oleh dinas kesehatan. Namun
pemusnahan limbah medis padat di kedua
puskesmas ini dalam kurun waktu 1 dekade terakhir
dinilai tidak mengganggu lingkungan dan
masyarakat. Kontrol dan Evaluasi dari Dinas
Kesehatan Kota Manado Pengawasan dari pihak
Dinas Kesehatan Kota Manado telah sesuai dengan
apa yang dianjurkan oleh WHO yaitu 1x24 jam.
Dinas kesehatan harus bekerjasama dengan seluruh
puskesmas Kota Manado untuk menemukan solusi
bersama yang tepat berdasarkan kendala yang ada,
koordinasi yang baik harus ditingkatkan agar tidak
terjadi miskomunikasi antara kedua belah pihak.
Penampungan sementara dan pemusnahan yang
banyak mengalami kendala teknis dan operasional
harus segera dicari pemecahannya agar kedepannya
pengelolaan limbah medis padat tidak mengganggu
keseimbangan ekologis, mungkin proses
pemusnahan dilakukan secara community based
seperti di negara asia lainnya dapat dianut karena
dinilai lebih baik daripada sistem parsial (WHO,
1997).
13
KESIMPULAN
1. Sistem pemilahan limbah telah dilakukan pada
Puskesmas Bahu, Puskesmas Minanga dan
Puskesmas Paniki Bawah. Limbah umum telah
terpilah dari limbah medis namun limbah
medisnya belum dipilah mengingat kuantitas dan
efektifitas teknik pemusnahannya dimana limbah
medis dimusnahkan sekaligus di insenerator, saat
ini sudah tidak pernah ditemukan sampah medis
yang bercampur dengan sampah nonmedis yang
mengindikasikan sampah medis padatnya telah
terpilah.
2. Sistem pengangkutan limbah medis padat di
puskesmas Bahu, Puskesmas Minanga dan
Puskesmas Paniki Bawah masih dilakukan
secara manual dimana petugas operasional di
puskesmas minanga dan paniki telah memakai
peralatan pelindung sesuai dengan yang
dianjurkan, kecuali di puskesmas bahu.
Pengangkutan off-site hanya dilakukan di
puskesmas bahu dengan menggunakan angkutan
khusus puskesmas berupa mobil pick-up yang
tidak digunakan untuk fungsi lain.
3. Penampungan sementara di Puskesmas Bahu,
Puskesmas Minanga dan Puskesmas Paniki
memerlukan perhatian khusus, mengingat hanya
Puskesmas Bahu yang memiliki ruang
penampungan sementara limbah medis padat dan
belum bebas serangga serta hewan pengerat,
limbah medis di Puskesmas Paniki Bawah masih
ditempatkan sementara di ruangan baru yang
belum difungsikan. Namun, kedepannya pihak
puskesmas akan menyediakan ruang khusus
untuk penampungan limbah medis. Di
Puskesmas Minanga yang jumlah limbah
medisnya sedikit tidak menampung limbah
medis mereka, limbah medis diangkut saat akan
dimusnahkan. Namus, Puskesmas Minanga
melayani pemusnahan limbah medis padat dari
Rumah Sakit Siloam yang jumahnya reatif besar
dan ditenpatkan di dekat insenerator karena
belum memiliki ruang penampungan sementara
limbah medis padat.
4. Sistem pemusnahan limbah medis padat di
puskesmas Bahu, Puskesmas Minanga dan
Puskesmas Paniki menggunakan Insenerator
dimana dalam pengoperasiannya masih banyak
mengalami kendala teknis dan operasional yang
perlu dievaluasi dan ditindaklanjuti, di
Puskesmas Paniki Bawah dan Puskesmas
Minanga memiliki type insenerator yang sama
dimana belum mampu memusnahkan seluruh
jenis sampah medis dalam sekali pembakaran
sedangkan di Puskesmas Bahu sebelum
direlokasi mendapat protes dari masyarakat
sekitar karena dinilai mengganggu kenyamanan.
Ketiga puskesmas ini juga memiliki kendala
teknis berupa kelangkaan bahan bakar serta
kendala operasional mengenai pembiayaan yang
sifatnya masih ditanggung puskesmas secara
mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan.
Jakarta : Binarupa Aksara.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
128/Menkes/SK/II/2004 Tentang Kebijakan
Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004.
Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Dinas Kesehatan Kota Manado. 2010. Profil Dinas
Kesehatan Kota Manado. Manado
Mukono, H.J 2006. Prinsip dasar kesehatan
lingkungan, Airlangga University Press
Mulyani sri. 2010. Evaluasi pengelolaan kesehatan
lingkungan puskesmas poned omben kabupaten
sampang, www.pub-med.com/journal//14th
edition (online) diakses 6 maret 2012
Notoatmodjo. S. 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Pruss, A., Giroult, E. & Rushbrook, P. 2005. Safe
Management of Waste from Health Care
Activities. 1st Edition. Alih Bahasa. Widyastuti,
P. Pengelolaan Aman Limbah Layanan
Kesehatan. Jakarta: EGC
Reinhardt PA, Gordon JH.1991. Infectious and
medical waste. Chelsea MI, Lewis
Pubishers. Satori, D & Komariah, A. 2010.
Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung
:Alfabeta
Sukantoro. 2010. Pengelolaan limbah klinis tajam
puskesmas kota Yogyakarta, www.pub-
14
med.com/journal 23th edition(online) diakses 6
maret 2012
UN.1997.Recommendation on the transport of
dangerous goods- model regulations 10th
revised ed. New York, United Nations
WHO. 1997. Survey of hospital wastes management
in South-East Asia Region. New Delhi, World
Health Organization regional Office for South-
East Asia.
WHO.2011.Waste from Heath-care Activities
(online) diakses 27 februari 2012
WHO.1996. Healthy cities-healthy island. Guides
for manucipal solid waste management in pacific
island countries. Manila, World Health
Organization Regional Office for the Western
Pacific (Document series,no.6)
WHO. 1996. Suggested guiding principles and
practices for the sound management of hazardous
hospital wastes. Regional consultation on sound
management of hospital waste in chiang mai,
thailand, november 1996. New delhi, world health
organization regional office for south-
15
16
ANALISIS KANDUNGAN BAKTERI Escherichia coli DI PESISIR PANTAI MALALAYANG
II KOTA MANADO Sarini Marlina Paendong *, Rizky Najoan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
ABSTRAK Pantai Malalayang II adalah salah satu pantai yang banyak dikunjungi oleh wisatawan. Dengan semakin
ramainya daerah ini, maka resiko kontaminasi atau masuknya bahan pencemar seperti bakteri akan semakin
tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan E. coli pada air laut di pesisir pantai wisata
laut Malalayang II Kota Manado saat tidak hujan dan saat hujan apakah sesuai dengan baku mutu air laut untuk
wisata bahari, serta untuk mengetahui apakah ada beda kandungan bakteri E. coli pada saat tidak hujan dan
hujan.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dimana hasil pemeriksaan kandungan E. coli
pada air laut dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk wisata bahari Kepmen L.H. No. 179 Tahun 2004.
Penentuan lokasi pengambilan sampel air laut bersifat purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan di 6
titik sepanjang jalur objek wisata pesisir pantai Malalayang II. Pemeriksaan sampel dilaksanakan di
Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL-PPM) Manado.
Pemeriksaan E. coli menggunakan metode MPN Coli tinja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan bakteri E. coli yang diambil pada saat tidak hujan; tiga
dari enam sampel sudah melebihi baku mutu air laut untuk wisata bahari (>200 MPN/100ml sampel air).
Kandungan bakteri E.coli yang diambil pada saat hujan semuanya sudah melebihi 200 MPN/100 ml sampel air.
Ada beda kandungan bakteri E. coli pada saat tidak hujan dan hujan. Disarankan kepada masyarakat dan
pedagang yang berada di sekitar pantai dan aliran air sungai agar melakukan pengelolahan yang tepat untuk air
limbah, pembuangan tinja, pengelolahan sampah, agar kandungan E. coli tidak melebihi baku mutu air laut untuk
wisata bahari.
Kata Kunci : Escherichia coli, pantai Malalayang, kualitas air laut
ABSTRACT Malalayang Beach II is one of the beach that visited by many tourist. With increasingly hectic this area, the risk
of contamination or entry of contaminants such as bacteria will be higher. The purpose of this study is to determine
the content of E. coli in the coastal of Malalayang II Manado When it does not rain and when it rains they are
compatible with sea water quality standart for marine tourism and to investigate whether there are differences
bacterial content of E. coli in the absence of rain or not.
This study is an observational study in which the results of the analytical content of E.coli in sea water
compared to the sea water quality standard for marine tourism decree L.H. No 179 in 2004. Determination of sea
sampling is purposive sampling.samples were taken ar 6 points along the coastal attractions malalayang II.
Examination of samples carried out in the laboratory of engginering center for environmental healths and
communicable Disease (BTKL-PPM) Manado. Examination of E. coli Fecal coli MPN method.
The results showed that the content of the bacterium E. coli in three of six samples taken when no rain
has exceeded the quality standard sea water for marine tourism (> 200 MPN/100ml water sample). The content
of E. coli taken in the rain everything is exceeding 200 MPN/100ml water sample. There are differences in the
content of the bacterium E. coli in the absence of rain and rain. The writer suggests to the public, visitors, and
vendors who are in coastal and river water flow to avoid defecating or feces on the beach and river, doing the
right administration of the waste water, sewage treatment, so that the content of E. coli does not exceed marine
water quality standards for marine tourism.
Keywords : Escherichia coli, Malalayang Beaches, Sea water quality
17
PENDAHULUAN
Wilayah pesisir dan lautan yang kaya raya dan
beragam sumber daya alamnya telah dimanfaatkan
oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu sumber
bahan makanan utama khususnya protein hewani,
sejak berabad-abad lamanya. Kekayaan hidrokarbon
dan mineral lainya yang terdapat di wilayah ini juga
telah dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan
ekonomi nasional. Selain menyediakan berbagai
sumber daya tersebut, wilayah pesisir Indonesia
memiliki berbagai fungsi lain seperti transportasi
dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan
agroindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan
pemukiman dan tempat pembuangan limbah (Dahuri
dkk, 2004).
Salah satu sumber daya alam pesisir yang
dapat dimanfaatkan, yaitu menjadikan objek wisata
bahari. Berbagai jenis organisme yang ada di daerah
dapat menjadi nilai jual seperti terumbu karang,
hutan bakau, serta adanya keindahan pantai. Di saat
Indonesia mengalami masa krisis berkepanjangan,
sektor pariwisata merupakan salah satu aset negara
dalam menanggulangi masalah tersebut. Melalui
pemanfaatan dan pengembangan wilayah pesisir
bisa mendapat konstribusi yang positif yaitu
menjadikan wilayah pesisir dan laut sebagai
kawasan wisata bahari.
Berdasarkan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 179
Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk wisata
bahari, standar untuk kandungan bakteri E. coli
dalam air laut adalah 200 Most Propable Number
(MPN)/100 ml. Jadi apabila kandungannya sudah
melebihi batas yang diperbolehkan maka
mengindikasikan telah adanya pencemaran laut.
Berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh
Sineri (2006), di perairan kota Manado yang
berlokasi di perairan pantai Tumumpa, muara sungai
Tondano, pantai belakang Mega Mall, pantai
belakang Bahu mall, muara sungai Bahu, pantai
Bahu, pantai Malalayang belakang Politeknik
Kesehatan, pantai Malalayang, diperoleh hasil
kandungan E. coli berada pada kisaran 10 MPN/100
ml – 80 MPN/100 ml. Secara umum, E. coli dapat
ditemukan mengkontaminasi hampir sebagian besar
perairan pantai kota Manado, karena terdeteksi pada
semua lokasi sampling.
Salah satu pantai yang banyak dikunjungi
oleh masyarakat, para turis domestik maupun manca
negara adalah pantai Malalayang II. Pantai
Malalayang II diminati oleh masyarakat karena
mudah dijangkau dan merupakan tempat rekreasi
pantai yang paling murah serta ditunjang oleh
pemandangan alam yang indah. Setiap hari minggu
maupun hari libur, pantai ini selalu ramai dikunjungi
masyarakat yang ingin mandi/berenang atau sekedar
duduk-duduk melihat keindahan laut.
Di sisi lain, dengan semakin ramainya
daerah ini, maka resiko kontaminasi atau masuknya
bahan pencemar seperti bakteri akan semakin tinggi.
Aktivitas manusia di sekitar pesisir laut Malalayang
seperti adanya limbah rumah tangga, maupun limbah
dari bantaran sungai juga perilaku masyarakat yang
membuang sampah ke laut dapat menyebabkan
terjadinya pencemaran mikroorganisme seperti
bakteri E. coli di perairan. Hal ini diperparah lagi
dengan wc umum yang kurang memadai di daerah
tersebut. Faktor-faktor inilah yang bisa
meningkatkan risiko kontaminasi bakteri E. coli di
pantai Malalayang II. Kandungan bakteri E.coli
yang sudah melewati baku mutu berpotensi sebagai
penyebab penyakit, maka keberadaannya berbahaya
bagi kesehatan wisatawan yang mandi/berenang di
pantai. Selain itu, dampak pencemarannya secara
langsung ataupun tidak langsung akan
mempengaruhi ekosistem perairan di pesisir laut.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang
kandungan bakteri pada air laut khususnya pada
kawasan pesisir pantai Malalayang II, sehingga
hasilnya dapat dijadikan acuan untuk menyusun
perencanaan-perencanaan agar kestabilan ekologi
terjaga.
METEDOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian observasional
analitik yang bertujuan untuk menganalisis
kandungan bakteri Escherichia coli di pesisir pantai
Malalayang II Kota Manado dan
membandingkannya dengan baku mutu air laut
untuk wisata bahari. Penelitian ini dilakukan di
pesisir Pantai Malalayang II, pada bulan Maret
sampai Juni 2012. Populasi dalam penelitian ini
adalah air laut di pesisir pantai Malalayang II, Kota
Manado Provinsi Sulawesi Utara. Penentuan lokasi
18
pengambilan sampel air laut bersifat purposive.
Pengambilan sampel dilakukan di 6 titik. Untuk
lokasi/titik 1 diambil pada muara sungai Malalayang
II, sedangkan untuk lokasi/titik 2 sampai 6 diambil
sepanjang jalur objek wisata pantai malalayang II.
Tipe sampel yang diambil adalah sampel sesaat
(Grab Sampling). Variabel yang akan diteliti adalah
kandungan E. coli pada air laut saat tidak hujan dan
saat hujan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengambilan sampel dilakukan pada saat tidak hujan
dan saat hujan dan dilakukan pada sore hari. Pada
setiap lokasi ditentukan titik koordinatnya melalui
alat Global Positioning System (GPS).
Tabel 1. Jumlah E. coli pada Sampel Air Laut Berdasarkan Lokasi dan Cuaca Pengambilan Sampel
Cuaca
Pengambilan
Kandungan E. coli (MPN/100ml)
TP I TP II TP III TP IV TP V TP VI
Tidak Hujan 350 94 280 0 63 280
Hujan 16000 450 450 780 450 4900
*TP=Titik Pengambilan
Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa pada
saat tidak hujan kandungan E. coli yang paling
tinggi terdapat pada TP I yaitu sebanyak 350
MPN/100ml dan paling rendah terdapat pada TP IV
yaitu 0 MPN/100 ml.
Pada saat hujan kandungan E. coli pada semua titik
pengambilan sampel sudah melewati baku mutu air
laut untuk wisata bahari karena semuanya sudah
melewati 200 MPN/100 ml.
Tabel 2. Nilai Mean, Median, Maximal, Minimal dari Kandungan E. coli Pada Sampel Berdasarkan Waktu
Pengambilan Sampel
Waktu
Pengambilan
Kandungan E. coli (MPN/100ml)
X Median Max Min SD P
Tidak Hujan 178 187 350 0 143 0,03
Hujan 3838 615 16000 450 6210
Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa rata-rata nilai
kandungan E. coli pada waktu tidak hujan adalah
178 sedangkan pada waktu hujan adalah 3839. Nilai
mediannya pada waktu tidak hujan adalah 187
sedangkan pada waktu hujan adalah 615.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan
uji wilcoxon diperoleh hasil p=0,03 (p<0,05). Hasil
ini menunjukan bahwa ada perbedaan antara
kandungan E. coli pada saat tidak hujan dan hujan.
Berdasarkan hasil penelitian pada saat tidak
hujan, kandungan E. coli di tiga lokasi penelitian
sudah tidak memenuhi syarat dan di tiga lokasi
lainnya masih memenuhi syarat yang nilainya sesuai
dengan Kepmen Lingkungan Hidup Nomor 179
tahun 2004 tentang baku mutu air laut dengan
peruntukan wisata bahari. Hal ini dikarenakan lokasi
19
pengambilan sampel yang pertama merupakan
muara sungai. Masyarakat yang ada di sekitar sungai
ada yang membuang sampah dan limbah rumah
tangga di sungai. Dua lokasi lainnya berada dekat
dengan saluran-saluran pembuangan dan toilet yang
ada di rumah-rumah makan. Selain itu dari
pengamatan yang dilakukan, dapat dilihat bahwa di
tempat-tempat tertentu masih ada orang maupun
hewan-hewan peliharaan yang membuang tinja di
pesisir pantai.
Berdasarkan hasil penelitian pada saat
hujan, kandungan E. coli yang ada di semua lokasi
penelitian sudah tidak memenuhi syarat karena
sudah melebihi baku mutu menurut Kepmen
lingkungan hidup nomor 179 tahun 2004 tentang
baku mutu air laut dengan peruntukan wisata bahari.
Pada saat hujan kandungan E. coli meningkat dari
saat tidak hujan. Tingginya kandungan E. coli pada
beberapa lokasi pengambilan sampel menunjukkan
kurang baiknya kualitas lingkungan akibat
perembesan air buangan atau saluran yang bocor dari
jamban ke pantai. Hal ini diperkuat dengan
pengamatan di lapangan bahwa pada umumnya
jambannya berada pada daerah tepi pantai yang
secara langsung masih dipengaruhi oleh pergerakan
masa air laut ada saat surut dan pasang. Kondisi
buruknya sanitasi dan hygiene lingkungan pesisir
pantai juga dikarenakan ada kebiasaan masyarakat
membuang tinja/feces dan sampah ke sembarang
tempat khususnya di pesisir pantai. Selain aktivitas
manusia, kotoran hewan peliharaan seperti anjing
berpotensi memberikan kontaminan E. coli di pesisir
pantai Malalayang II. Ternak anjing yang dilepaskan
begitu saja tanpa kurungan akan menjadi pemicu
sumber keberadaan bakteri di perairan karena
bakteri yang berada pada kotoran hewan tersebut
akan hanyut ke laut oleh air hujan. Aspek lain yang
dapat memberikan peningkatan terhadap jumlah
koliform dan E. coli di pantai berhubungan langsung
dengan drainage/selokan air limbah dan sungai yang
bermuara di pantai.
Ijong dan Dien (2011), telah melakukan
penelitian bakteriologis pada perairan teluk Manado
(sungai Tondano, Sario dan Bahu) dan pulau
Bunaken. Hasil penelitian menunjukan bahwa total
coliform dan E. coli yang ada di muara sungai yang
ada di pesisir teluk Manado cukup tinggi yaitu
2,4x104-1,1x106MPN/100 ml. Total coliform dan total
E. coli untuk lokasi sampling Pulau Bunaken relatif
lebih rendah dibandingkan dengan lokasi sampling
di muara sungai yang ada di pesisir Teluk Manado.
Menurut Kuswandi (2001) dalam Feliatra
(2002) bakteri fecal masuk ke perairan melalui aliran
sungai serta limpasan air hujan sehingga kelimpahan
bakteri akan semakin tinggi pada saat hujan.
Keadaan yang demikian disebabkan oleh konsentrasi
materi organik, perubahan salinitas, suhu maupun
intensitas cahaya. Ruyito dan Soeminarti (1994)
dalam Feliatra (2002) menyatakan bahwa derajat
kematian kelompok bakteri coli yang berada di
lingkungan laut makin berkurang dengan naiknya
salinitas, suhu maupun intensitas cahaya matahari.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pada
12 sampel air laut yang diambil pada saat tidak
hujan dan hujan, maka dapat disimpulkan:
1. Kandungan bakteri E. coli yang diambil pada
saat tidak hujan, tiga dari enam sampel sudah
melebihi 200 MPN/100ml sampel air, sehingga
sudah melewati baku mutu air laut untuk wisata
bahari. Tiga sampelnya masih berada di bawah
baku mutu air laut untuk wisata bahari.
2. Kandungan bakteri E. coli yang diambil pada
saat hujan semuanya sudah tidak memenuhi
syarat sesuai baku mutu air laut untuk wisata
bahari karena melebihi 200 MPN/100 ml
sampel air.
3. Terdapat perbedaan kandungan bakteri E. coli
pada saat tidak hujan dan hujan.
DAFTAR PUSTAKA
American Asosiation, 2005. Standar Methods For
the Examination of Water& Waste Water.
Contennial Edition
Anonimous. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Staf
Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara.
Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan
Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.
Dahuri R, Rais J, Ginting P, Sitepu J. 2004.
Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir
dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: P.T
Pradnya Paramita.
20
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Yogyakarta: Konisius.
Entjang, I. 2003. Mikobiologi& Parasitologi.
Bandung:PT Citra Aditya Bakti.
Fardias, S. 2012. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta:
Kansius
Feliatra. 2002. Sebaran Bakteri Escherichia coli di
Perairan Muara Sungai Bantan Tengah
Bengkalis Riau. (Online)
http://www.unri.ac.id/jurnal/jurnal_natur/
vol4%282%29/feliatra2.pdf, (diakses 29
Februari 2012).
Hadi, A. 2007. Prinsip Pengelolaan Pengambilan
Sampel Lingkungan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Ijong F, Dien H. 2011. Karakteristik Bakteri
Pereduksi Merkuri (Escherichia coli)
Diisolasi dari Perairan Pantai Teluk
Manado. Manado: Jurnal Perikanan dan
Kelautan Tropis. Volume 3, No. 3
hal.103-108.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.179,
2004. Baku Mutu Air Laut Pada Wisata
Bahari. Jakarta: Menteri Lingkungan
Hidup.
Kusnoputranto, H. 1997. Air Limbah dan Ekskreta
Manusia Aspek Kesehatan Masyarakat
Dan Pengelolaannya. Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Mulia, R. 2005. Kesehatan Lingkungan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Notoadmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan
Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Notoadmodjo, S. 2010. Metedologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sineri, Y. 2006. Analisis Kandungan Bakteri
Escheriscia Coli Di Sepanjang Pantai
Kota Manado. (Tesis). Program Pasca
Sarjana Universitas Sam Ratulangi
Manado.
Supardi dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam
Pengolahan Dan Keamanan Pangan.
Bandung: Alumni.
Suyono dan Budiman. 2011. Ilmu Kesehatan
Masyarakat Dalam Konteks Kesehatan
Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Suriawiria, U. 2005. Air Dalam Kehidupan dan
Lingkungan yang Sehat. Bandung: P.T
Alumni.
Tururaja T, Mogea R. 2010. Bakteri Coliform di
Perairan Teluk Doreri, Manokwari Aspek
Pencemaran Laut dan Identifikasi
Species, (Online)
(http://www.ejournal.undip.ac.id/index.p
hp/ijms/article/download/1409/1194.)
diakses 26 Juni 2012.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Lingkungan.
Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang
Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran
Lingkungan. Jogjakarta : Andi.