Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Sikap Terhadap ...
Transcript of Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Sikap Terhadap ...
i
HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN SIKAP
TERHADAP PEMAKAIAN STEROID PADA PRIA ANGGOTA
FITNESS CENTER DI SALATIGA
OLEH
FRANSISKUS SIMANJUNTAK
802013711
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN SIKAP
TERHADAP PEMAKAIAN STEROID PADA PRIA ANGGOTA
FITNESS CENTER DI SALATIGA
Fransiskus Simanjuntak
Berta Esti Ari Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara kepercayaan
diridengan sikap terhadap pemakaian steroid. Sampel yang digunakan adalah
pria yang berusia 20-35 tahun, sering melakukan fitness difitness center Salatiga
minimal tiga kali seminggu.Teknik sampling yang digunakan sampel jenuh.
Jumlah sampel yang digunakan berjumlah 73 orang . Metode pengumpulan data
pada Variabel Sikap didasarkan pada teori Mann (dalam Azwar, 2012) yang
memiliki tiga komponen sikap yaitu kognitif, afektif dan konatif. Pada
variabelkepercayaan diridisusun berdasarkan teori Fatimah (2006) yaitu percaya
akan kemampuan atau kompetensi diri, tidak terdorong untuk menunjukkan
sikap konformis, berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, punya
pengendalian diri yang baik, memiliki internal locus of control,mempunyai cara
pandang yang positif terhadap diri sendiri, memiliki harapan yang realistik
terhadap diri sendiri.Hasil penelitian ini diperoleh nilai korelasi product moment
= -0,425; p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan negatif antara
kepercayaan diri dengan sikap terhadap pemakaian steroid pada pria anggota
fitness center di Salatiga
Kata kunci: Sikap terhadap Pemakaian Steroid, Kepercayaan Diri
i
Abstract
This research aims to investigate the relationship between confidences in the attitude
towards the use of steroids. The samples useare men age 20-35 years, often does fitness
in the gym in Salatiga at least three times a week. The sampling technique use saturated
sample. Numbers of samples use are 73 people. Methods of data collection on Variable
attitude are based on the theory of Mann (in Anwar, 2012) which has three components,
namely the attitude of cognitive, affective and conative. In the variable confidence is
based on the theory of Fatima (2006) is believed to be the ability or competence
themselves, not compelled to show conformist attitude, dare to accept and face the
rejection of others, have good self-control, have an internal locus of control, has a
perspective that positively about yourself, have realistic expectations of yourself. The
research results obtained by the value of the product moment correlation = -0,425; p
= 0.000 (p <0.05), which means there is a negative relationship between confidence in
the attitude towards the use of steroids in the male members of fitness centers in
Salatiga
Keywords: Attitudes toward use of steroids, Confidence
ii
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagi kaum pria khususnya, memiliki tubuh berotot tentu menjadi
sebuah kebanggaan tersendiri, bahkan terasa lebih macho, tak sedikit dari
mereka yang melakukan olah raga binaraga untuk membentuk tubuh mereka
menjadi lebih kekar dan berotot. Hal inilah yang membuat banyak pria jadi
terobsesi dan terus menerus memikirkan kekurangan fisik minor (Lemonick,
2007). Untuk mendapatkan tubuh yang ideal, atletis dan sehat tentunya
membutuhkan banyak cara yang dilakukan secara konsisten demi tercapainya
tujuan tersebut. Setiap orang memiliki cara berbeda-beda, namun dua hal yang
paling menentukan dalam pembentukkan bentuk tubuh ideal adalah olahraga
dan konsumsi makanan sehat.
Selama ini, penelitian mengenai bentuk tubuh lebih banyak
difokuskan pada wanita yang secara umum melaporkan adanya gangguan citra
tubuh (Thompson, 1999).Pada beberapa tahun terakhir ini, perhatian terhadap
bentuk tubuh pada pria perlahan mulai menunjukkan peningkatan (Phillips &
Olivardia, 2000). Garner (1997) menyatakan bahwa dalam suatu survei yang
diterbitkan oleh majalah Psychology Today, jumlah pria yang merasa tidak
puas dengan bentuk tubuh mereka meningkat dari 15 % pada tahun 1972
menjadi 43 % pada tahun 1997 dan lebih banyak pria (38 %) yang merasa
tidak puas dengan bentuk dan ukuran dada mereka dibandingkan dengan
wanita (hanya 34 %). Dalam upayanya untuk mendapatkan bentuk tubuh yang
ideal tidaklah mudah. Menurut Baron dan Byrne (2000), pandangan dan
2
pendapat mengenai kecantikan dan penampilan fisik yang menarik
diidentifikasikan dengan bentuk tubuh ideal.
Untuk memperbaiki rasa percaya diri dan memiliki kebanggaan secara
fisik, banyak pria mulai membenahi penampilan dirinya.Perawatan tubuh kini
tidak lagi menjadi fokus milik wanita saja.Kaum pria mulai banyak yang
menyerbu salon dan tempat – tempat latihan kebugaran untuk membentuk
tubuh yang dianggap ideal, tubuh yang kekar dan berotot.Selain itu pula,
latihankebugaran bertujuan untuk membentuk kebugaran tubuh, meningkatkan
kesehatan, mengurangi resiko penyakit serta membentuk tubuh sesuai dengan
keinginan individu (Harris & Harris, 1984).Sebagai contoh, jumlah pria yang
tercatat sebagai anggota tempat latihan kebugaran di Inggris meningkat
sebanyak 49% selama enam tahun (Batty, 2000).Sebuah perbandingan pada
beberapa majalah popular mengungkapkan bahwa walaupun terdapat lebih
banyak iklan dan artikel mengenai diet pada majalah wanita, ada peningkatan
yang signifikan pula pada iklan dan artikel mengenai latihan angkat beban
pada majalah pria (Andersen & Domenico dalam Agliata & Tantleff-Dunn,
2004).Hal ini mendorong wanita untuk mengontrol berat badan mereka
melalui diet dan mendesak pria untuk membentuk tubuh mereka melalui
latihan.Seperti halnya wanita yang terperangkap dalam budaya kurus dan
langsing, begitu pula pria yang kini menjadi subjek dalam budaya yang
menampilkan maskulinistas (Agliata & Tantleff-Dunn, 2004).
Tiga peneliti dari Harvard dan Brown University melihat fenomena
kecenderungan pria – pria membentuk tubuhnya menjadi besar, kekar dan
3
berotot (Pope, Phillips & Olivardia, 2000) bahwa standar fisik pria telah
meningkat jauh selama beberapa tahun terakhir dari yang bugar dan atletis
menjadi berotot dan super kekar. Kini pria menganggap bahwa tubuh mereka
adalah jalan untuk mencapai kesempurnaan. Dan sepertinya mereka akan
melakukan segala cara untuk memenuhi keinginan mendapatkan tubuh yang
ideal dan sempurna. Penelitian di Amerika Serikat (Pope, Phillips & Olivardia
2000) menunjukkan bahwa banyak pria yang melakukan olahraga binaraga
(bodybuilding) masih merasa bahwa tubuh mereka masih kurang kekar dan
besar walaupun sebetulnya mereka sudah memiliki tubuh yang berotot.
Untuk bisa memiliki bentuk tubuh yang ideal, salah satu caranya
adalah dengan berolah raga secara teratur dan menjaga pola makan yang sehat.
Namun selain itu, ternyata saat ini ada cara yang lebih cepat dalam
mempercepat bentuk tubuh agar menjadi ideal yaitu dengan mengonsumsi
suplemen yang dapat mempercepat pertumbuhan massa otot, dimana
suplemen tersebut ada yang aman untuk dikonsumsi ada pula yang tidak yaitu
steroid.
Steroid (Soewolo, 2011) adalah obat perangsang untuk meningkatkan
metabolisme hormonal tubuh manusia sehingga menjadi lebih
kuat.Menurutnya steroid merupakan suatu zat sintetik yang mirip dengan
hormon laki-laki (testosteron).Steroid juga merupakan obat perangsang untuk
meningkatkan metabolisme hormonal tubuh manusia sehingga tubuh menjadi
lebih kuat, biasanya dipakai untuk pembentuk otot, meningkatkan perfomance,
dan memperbaiki penampilan fisik.
4
Bertolak belakang dengan apa yang selalu dibayangkan masyarakat
umum bahwa pengguna anabolic steroid adalah atlet yang ingin menjadi
pemenang dan berprestasi gemilang, kenyataannya penggunanya kebanyakan
orang-orang yang berusia sekitar 20 – 30 tahunan dan bukanlah orang-orang
yang berurusan dengan olahraga tertentu (Priyambodo, 2007). Saat ini
pemakai anabolic steroid belum tentu dari kalangan atlet / olahragawan saja,
namun ada juga dari kalangan umum bahkan mahasiswa seperti hasil
penelitian yang dipaparkan dalam The Journal of International Society of
Sports Nutrition (dalam Priyambodo, 2007) ditemukan bahwa rata-rata usia
pengguna yang ditemukan dalam hasil penelitian tersebut adalah pria usia 31
tahun dan 75 persen adalah lulusan universitas, kebanyakan memiliki
pekerjaan dengan kedudukan yang baik dengan penghasilan diatas rata-
rata.Ketika ditanyakan soal motivasi mereka dalam menggunakan steroid
sebagian besar mengatakan mereka ingin menambah besar ukuran otot
mereka, kekuatan fisik serta meningkatkan daya tarik fisik mereka. Selain itu
pada penelitian yang dilakukan oleh Sepehri, Fard and Sepehri dalam Addict
Healt Journal (2009) menyatakan frequency pemakai anabolic steroid rata-
rata berusia 20 – 30 tahun dimana jumlah pemakai dan pemakai tertinggi rata-
rata berusia 20-24 tahun.
Akibat jangka panjang dari pemakaian steroid (Rashid, Ormerod &
Day, 2007) diantaranya menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi,
pendarahan internal, penyakit jantung, kerusakan hati, kanker, serangan
jantung, dan stroke. Sebagian orang akan menderita sakit kepala, sakit
5
persendian, dan kram otot. Steroid juga dapat menyebabkan kebotakan, nafas
berbau tidak enak, kaki dan mata kaki bengkak, gangguan tidur, mual, dan
muntah-muntah.Selain dampak secara fisik, efek samping secara emosional
juga dapat dialami si pemakai.Yang paling umum adalah kemarahan yang
mengakibatkan perilaku destruktif atau merusak.Sebagai contoh, seseorang
yang memakai steroid dapat saja terlibat dalam perampokan karena steroid
membuat dirinya menjadi agresif.Dampak-dampak lainnya adalah suasana hati
yang mudah berubah, paranoia (dicekam ketakutan), halusinasi, cemas, dan
mendadak terserang rasa panik.Setelah seseorang berhenti memakai steroid
untuk jangka waktu tertentu, dampaknya dapat berbahaya.Mereka juga dapat
merasa tertekan, berpikir untuk bunuh diri, dan mungkin menjurus pada
tindakan bunuh diri.Wroble RR, Gray M, Rodrigo J (2008)menambahkan efek
samping terhadap pemakaian steroid lebih besar pada laki-laki (17%) daripada
perempuan (10%).
Berdasarkan hasil wawancara peneliti yang dilakukan pada bulan
November 2014 pada sepuluh orang subjek di Fitness Center Salatiga bahwa
pria yang cenderung mendukung terhadap pemakaian steroid akan
memandang bahwa steroid merupakan suplemen utama untuk menunjang
kesehatan serta penampilan fisiknya. Adapun motivasi beberapa pria yang
mengkonsumsi steroid hingga saat ini menurut para subjek tersebut karena
mereka bisa mendapatkan kepuasan dan percaya diri terhadap bentuk tubuh
mereka setelah mengkonsumsi suplemen – suplemen tertentu.Namun
sebaliknya ada juga beberapa pria yang cenderung menolak terhadap
6
pemakaian steroid karena telah mengetahui efek samping dari suplemen
tersebut. Hampir disemua fitness center yang peneliti datangi, masih banyak
anggota fitness yang belum mengetahui supplemen apa saja yang masuk
dalam kategori steroid karena mereka yang menggunakan supplemen tidak
melakukan konsultasi kesehatan terlebih dahulu dengan trainer di fitness
center sehingga tanpa mereka sadari dapat berdampak buruk secara jangka
panjang pada kesehatan diri sendiri.
Menurut Melliana, dkk (2007) ketika seseorang memiliki gambaran
tentang bentuk tubuh yang ideal dan kenyataannya bentuk tubuh yang
dimilikinya tidak sesuai dengan gambaran idealnya tersebut, maka individu
tersebut dapat memiliki sikap yang negatif terhadap tubuhnya. Sikap positif
terhadap pemakaian steroid khususnya pada pria saat ini karena adanya
tuntutan di masyarakat mengenai bentuk tubuh ideal dapat mempengaruhi
perasaan seseorang, bila seseorang tidak dapat memenuhi bentuk tubuh
idealnya yang ada di masyarakat maka akan muncul ketidakpercayadirian
terhadap bentuk tubuhnya. Bila individu memiliki kepuasan atau penerimaan
diri atas tubuhnya atau bagian – bagian tubuhnya maka akan menimbulkan
kepuasan bentuk tubuh (Thompson, et al, 1999) dan bila seseorang puas akan
bentuk tubuhnya maka kepercayaan dirinya akan berkembang. Tetapi bila
individu tidak dapat meraih bentuk tubuh yang diharapkan, hal ini dapat
memperbesar ketidakpuasan terhadap tubuhnya yang kemudian berkembang
menjadi ketidakpuasan bentuk tubuh dan menyebabkan rasa percaya diri
individu menjadi menurun (Heinberg dalam Thompson, 1999).
7
Lindenfield (dalam Surmasari, 2004), mengemukakan bahwa orang
yang percaya diri memiliki empat ciri yaitu cinta diri, memahami dirinya
sendiri, memiliki tujuan hidup yang jelas, dan berfikir positif. Bila seseorang
memiliki kepercayaan diri yang baik terhadap dirinya maka rendah
kemungkinan seseorang akan menggunakan obat-obatan atau sejenisnya yang
membahayakan dirinya dalam hal ini steroid. Namun seseorang yang memiliki
kepercayaan diri rendah akan cenderung menggunakan cara-cara yang instan
meski dirinya sadar dampak yang diperolehnya akan merugikan diri sendiri.
Menurut Horsley (dalam Morris dan Summers, 1995), seseorang yang
memiliki kepercayaan diri rendah nampak akan kurang gigih dalam berusaha,
lebih ragu-ragu dalam bertindak, membuat lebih banyak kesalahan dalam
bertindak. Ini berarti bahwa individu yang memiliki kepercayaan diri rendah
bersiko terhadap pemakaian steroid dalam berolah raga.
Mengingat hal di atas maka masalah penelitian di penelitian ini adalah
apakah ada hubungan antara kepercayaan diri terhadap pemakaian steroid
pada pria.
TINJAUAN PUSTAKA
Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap pemakaian obat
steroid, salah satu penyebabnya adalah kepercayaan diri.Adapun rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kepercayaan diri ditinjau
dari sikap terhadap pemakaian steroid pada pria.
8
Sikap terhadap Pemakaian Steroid
1. Pengertian Sikap terhadap Pemakaian Steroid
Menurut Fishben & Ajzen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003),
sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten
dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sikap merupakan
suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau
tingkah laku.Sedangkan menurut Berkowitz (dalam Azwar, 2007), sikap
terhadap suatu objek adalah berupa perasaan mendukung atau memihak
(favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavourable) terhadap objek tersebut.
Sikap menurut Calhoun & Acocella (1995) adalah sekelompok
keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan
kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara
tertentu. Menurut Sarwono (2002), sikap adalah kesiapan pada seseorang
untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Dan komponen
perilaku merupakan kecenderungan seseorang untuk berperilaku sesuai
dengan sikap yang ada pada dirinya.
Menurut Soewolo (2011), steroid adalah obat perangsang untuk
meningkatkan metabolisme hormonal tubuh manusia sehingga menjadi
lebih kuat. Menurutnya steroid merupakan suatu zat sintetik yang mirip
dengan hormon laki-laki (testosteron).Steroid juga merupakan obat
perangsang untuk meningkatkan metabolisme hormonal tubuh manusia
9
sehingga tubuh menjadi lebih kuat, biasanya dipakai untuk pembentuk
otot, meningkatkan perfomance, dan memperbaiki penampilan fisik.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli
Diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan pandangan,
perasaan dan kecenderungan seseorang bertindak terhadap objek sikap.
Sikap yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sikap terhadap
pemakaian steroid, sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan sikap terhadap pemakaian steroid adalah kecenderungan individu
dalam memahami, merasakan dan bertindak terhadap pemakaian steroid
yang mana merupakan hasil dari interaksi komponen dari kognitif, afektif
dan konatifyang dimilikinya.
2. Komponen – Komponen sikap
Sikap terhadap obyek, gagasan atau orang tertentu merupakan
orientasi yang bersifat menetap dengan komponen kognitif, afektif dan
perilaku (konatif).Komponen kognitif terdiri dari seluruh kognisi yang
dimiliki seseorang mengenai obyek sikap tertentu, yaitu fakta,
pengetahuan dan keyakinan tentang obyek.Komponen afektif terdiri dari
seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap obyek, terutama
penilaian.komponen perilaku terdiri dari kesiapan seseorang untuk
bereaksi terhadap obyek sikap (Sears, 1988).
Menurut Azwar (2012) sikap memiliki 3 komponen yaitu
a) Komponen kognitif
10
Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan
seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek
sikap.
b) Komponen afektif
Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah
emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap.Secara
umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki
terhadap sesuatu.
c) Komponen perilaku
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap
menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku
yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang
dihadapinya.
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa komponen –
komponen sikap terdiri dari komponen kognitif, komponen afektif dan
komponen konatif.
3. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Sikap
Azwar (2012) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi,
kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau
lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri
individu.
a. Pengalaman Pribadi
11
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
c. Pengaruh Kebudayaan
d. Media Massa
e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
f. Faktor Emosional
Sementara itu Mednick, Higgins dan Kirschenbaum (dalam Dayakisni
& Hudaniah, 2003) menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi
oleh tiga faktor, yaitu:
a. Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan
b. Karakter kepribadian individu
c. Informasi yang selama ini diterima individu
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan
sikap dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik yang berasal dari luar individu dan
faktor intrinsik yang berasal dari dalam individu. Faktor ekstrinsik
diantaranya pengaruh sosial, pengaruh teman / orang lain, kebudayaan,
media massa, lembaga pendidikan / agama. Faktor intrinsik diantaranya
pengalaman pribadi, faktor emosional dan karakter kepribadian individu
(kepercayaan diri termasuk di dalamnya).
Kepercayaan Diri
1. Pengertian Kepercayaan Diri
Menurut Fatimah (2006), kepercayaan diri adalah sikap positif seorang
individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif,
baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang
12
dihadapinya. Sedangkan menurut Guilford (dalam Hakim, 2004) bahwa
kepercayaan diri adalah pengharapan umum tentang keberhasilan.
Branden (dalam Iswidarmanjaya dan Agung, 2005) mengemukakan
bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang pada kemampuan yang
ada dalam dirinya.Bandura (dalam Iswidarmanjaya dan Agung, 2005)
mendefinisikan kepercayaan diri sebagai suatu perasaan yang berisi kekuatan,
kemampuan, dan keterampilan untuk melakukan atau menghasilkan sesuatu
yang dilandasi keyakinan untuk sukses.
McClelland (dalam Luxori, 2005) menyatakan kepercayaan diri
merupakan kontrol internal, perasaan akan adanya sumber kekuatan dalam
diri, sadar akan kemampuan-kemampuan dan bertanggung jawab terhadap
keputusan-keputusan yang telah ditetapkannya. Menurut Tosi dan kawan-
kawan (dalam Lie, 2003) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri merupakan
suatu keyakinan dalam diri seseorang bahwa individu mampu meraih
kesuksesan dengan berpijak pada usahanya sendiri.
Berdasarkan beberapa teori di atas disimpulkan bahwa kepercayaan diri
adalah keyakinan yang dimiliki individu untuk mengembangkan penilaian
positif terhadap dirinya sendiri tanpa perlu membanding-bandingkan dirinya
dengan orang lain, serta mampu mengenali dan yakin terhadap segala
kelebihan yang dimilikinya sehingga dirinya mampu mencapai tujuan
hidupnya tanpa ada perasaan inferior di dalam dirinya.
13
2. Ciri - Ciri Kepercayaan Diri
Fatimah (2006) mengemukakan beberapa ciri-ciri atau karakteristik
individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional adalah sebagai
berikut :
a. Percaya akan kemampuan atau kompetensi diri, hingga tidak
membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan ataupun hormat dari orang
lain.
b. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh
orang lain atau kelompok.
c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, berani menjadi
diri sendiri.
d. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosi stabil).
e. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau
kegagalan, bergantung pada usaha sendiri dan tidak mudah menyerah pada
nasib atau keadaan serta tidak bergantung atau mengharapkan bantuan
orang lain).
f. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan
situasi di luar dirinya.
g. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika
harapan itu terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi
yang terjadi.
Berkaitan dengan aspek-aspek kepercayaan diri, Kumara (1987)
menyatakan bahwaada empat ciri-ciri kepercayaan diri, yaitu:
14
a. Kemampuan menghadapi masalah
b. Bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakannya
c. Kemampuan dalam bergaul
d. Kemampuan menerima kritik
Berdasarkan keterangan di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa ciri –
ciri kepercayaan diri yaitu percaya akan kemampuan atau kompetensi diri,
tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis, berani menerima dan
menghadapi penolakan orang lain, punya pengendalian diri yang baik,
memiliki internal locus of control, mempunyai cara pandang yang positif
terhadap diri sendiri, memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri.
Ciri –ciri kepercayaan diri ini peneliti ambil dari teori Fatimah karena teori
tersebut memberikan penjelasan lebih detail dibandingkan teori lainnya.
METODE
Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah pria dewasa yang terdaftar sebagai
anggota ditempat fitness center di Salatiga. Karakteristik sampel dalam penelitian
ini antara lain:
- Berjenis kelamin laki-laki dengan usia berkisar 20 – 35 tahun.
- Sering melakukan fitness di fitness center minimal tiga kali seminggu
- Terdaftar sebagai anggota fitness center di Salatiga.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sampel jenuh dimana seluruh populasi yang ada digunakan juga sebagai sampel.
15
Pengambilan sampel dengan teknik ini diharapkan dapat mewakili seluruh sampel
yang ada dimasing-masing cabang Fitness Center di Salatiga.
Instrumen
1. Skala Sikap terhadap Pemakaian Steroid.
Skala ini bertujuan untuk mengukur Sikap terhadap Pemakaian Steroid pada
Pria.Skala ini disusun oleh penulis sendiri berdasarkan teori dari Azwar
(2007) dimana komponen – komponen sikap terhadap pemakaian steroid yang
terdiri dari komponen kognitif, afektif dan konatif.Adapun Skala Sikap ini
dibuat dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari 36 aitem. Penilaian
skala menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu: SS (Sangat Setuju), S
(Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Pemberian skor
bergerak dari rentang nilai empat (SS) sampai dengan satu (STS) untuk aitem
– aitem favourable, sedangkan untuk aitem – aitem unfavourable pemberian
skor bergerak dari nilai satu (SS) sampai dengan empat (STS).Semakin tinggi
nilai yang diperoleh maka semakin tinggi atau positif sikap terhadap
pemakaian steroiddan sebaliknya.Adapun daya diskriminasi aitem pada
variabel sikapterhadap pemakaian steroid berkisar antara 0,312-0,697.Jumlah
aitem valid ada 32 aitem dan gugur 4 aitem.Koefisien reliabilitas pada
variable sikap dengan formulasi alpha cronbach = 0,925.
2. Kepercayaan Diri
Skala ini bertujuan untuk mengukur tingkat kepercayaan diri yang dimiliki
olehseseorang. Skala kepercayaan diri ini disusun oleh penulis yang
didasarkan teori dari Fatimah (2006) bahwa ciri-ciri kepercayaan diri terdiri
16
dari a) Percaya akan kemampuan atau kompetensi diri, b) Tidak terdorong
untuk menunjukkan sikap konformis, c) Berani menerima dan menghadapi
penolakan orang lain, d) Punya pengendalian diri yang baik, e) Memiliki
internal locus of control, f) Mempunyai cara pandang yang positif terhadap
diri sendiri, g) Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Adapun
skala kepercayaan diri ini dibuat dengan menggunakan skala likert yang
terdiri dari 42 item. Penilaian skala menggunakan empat alternatif jawaban,
yaitu: SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju) ,STS (Sangat Tidak
Setuju). Pemberian skor bergerak dari rentang nilai empat (SS) sampai
dengan satu (STS) untuk aitem – aitem favourable, sedangkan untuk aitem –
aitem unfavourable pemberian skor bergerak dari nilai satu (SS) sampai
dengan empat (STS).Semakin tinggi nilai yang diperoleh maka semakin
tinggi atau positif kepercayaan diri dan sebaliknya.Adapun daya diskriminasi
aitem pada variabel kepercayaan diri berkisar dari 0,310-0,652 dengan
formulasi alpha cronbach = 0,885 (32 aitem valid dan 10 aitem gugur).
Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis korelasi product
moment dari Pearson.
HASIL PENELITIAN
Pengambilan data ini dilaksanakan pada tanggal 5 Agustus 2015 di beberapa
fitness center yang ada di Salatiga.Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Skala Sikap terhadap Pemakaian Steroid sebanyak 36 aitem dan skala
17
Kepercayaan Dirisebanyak 42 aitem.Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak
73 responden.
Uji Asumsi
Uji Normalitas
Data setiap variabel diuji dengan menggunakan program uji normalitas
sebaran.Perhitungan normalitas sebaran dilakukan dengan menggunakan teknik
analisis Kolmogorov-Smirnov (K-SZ) dari SPSS (Statistical Packages for Social
Sciences) 17.0.
Uji normalitas pada variabel sikap terhadap pemakaian steroid
menunjukkan hasil K-SZ sebesar 0,772 dengan p = 0,059 ( p>0,05). Uji
normalitas pada variabel kepercayaan diri menunjukkan hasil K-SZ sebesar 0,717
dengan p = 0,683 (p>0,05). Berdasarkan uji normalitas tersebut dapat
disimpulkan bahwa distribusi dari kedua variabel tersebut adalah normal.
Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel
penelitian. Adapun nilai = 15,677; p = 0,000 dimana memiliki nilai p <
0,05 sehingga dapat dibuktikan bahwa pada taraf kepercayaan 95% tidak terjadi
penyimpangan signifikan terhadap linearitas.
Deskripsi Statistik Penelitian
Analisis data deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai
subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok
subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.Berdasarkan
skor yang didapat, maka diperoleh gambaran umum mengenai hubungan antara
18
kepercayaan diri dengan sikap terhadap pemakaian steroid. Berdasarkan hasil
analisis, diperoleh mean empirik, sebagai berikut :
Tabel 1
Gambaran umum Skor Variabel-variabel penelitian
Variabel Statistik Hipotetik Empirik
Sikap terhadap
pemakaian
steroid
Skor minimal 32 40
Skor maksimal 128 104
Mean 80 72,49
Standart
Deviation
16 14,46
Kepercayaan diri Skor minimal 32 74
Skor maksimal 128 122
Mean 80 99,90
Standart
Deviation
16 11,44
Sumber : Data primer yang diolah, 2015
Deskripsi variabel Sikap Pemakaian Steroid
Berdasarkan nilai mean dan standard deviasi disusunlah kategorisasi subjek
penelitian untuk tiap variabel. Tujuan dari kategorisasi adalah untuk
menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara
berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar,
2007:107). Kategori variabel sikap dapat dilihat pada tabel 2
Tabel 2
Kategorisasi variabel Sikap terhadap Pemakaian Steroid
Kategori Jenjang Jumlah
subjek
Bobot
Sangat Rendah ≤ 48 0 0%
19
Rendah 48 < X ≤ 64 5 6,8%
Sedang 64 < X ≤ 96 65 89%
Tinggi 96 < X ≤ 112 3 4,1%
Sangat Tinggi X > 112 0 0%
Total 100%
Berdasarkan kategorisasi kecerdasan emosi dapat dilihat bahwa Me =
72,49; mean hipotetik = 80 dan standar deviasi hipotetik = 16. Ini artinya
sikap pria terhadap pemakaian steroid dalam kategori sedang dan yang
lainnya tersebar dalam level rendah sebanyak 6,8%, level tinggi sebanyak
4,1% .
Deskripsi variable Kepercayaan Diri
Hasil analisis distribusi frekuensi subjek untuk variabel Kepercayaan diri
dipaparkan dalamTabel3.
Tabel 3
Kategorisasi variabel kepercayaan diri
Kategori Jenjang Jumlah
subjek
Bobot
Sangat Rendah ≤ 48 0 0%
Rendah 48 < X ≤ 64 0 0%
Sedang 64 < X ≤ 96 5 6,8%
Tinggi 96 < X ≤ 112 58 79,45%
Sangat Tinggi X > 112 10 13,7%
Total 100%
Berdasarkan kategorisasi kepercayaan diri dapat dilihat bahwa mean
empirik 99,90, mean hipotetik= 80 dan standard deviasi hipotetik = 16 artinya
20
kepercayaan diri yang dimiliki pria dalam kategori tinggi dan yang lainnya
tersebar dalam level sedang sebanyak 6,8%, level sangat tinggi sebanyak
13,7%
Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa terdapat hubungan
negatif antara kepercayaan diri terhadap sikap pada pemakaian steroid, yang
ditunjukkan dengan hasil = -0,425; p = 0,000 ( p< 0,05 ). Hal ini berarti
semakin tinggi kepercayaan diri yang dimiliki maka semakin rendah sikap
terhadap pemakaian steroid, sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri yang
dimiliki maka semakin tinggi sikap terhadap pemakaian steroid.Ini berarti hasil
penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya. Untuk melihat
seberapa besar pengaruh kepercayaan diri terhadap sikap pada pemakaian steroid
ditunjukkan dari nilai koefisien determinasi (r²) yaitu 18,1 % artinya kepercayaan
diri memberikan sumbangan terhadap sikap pada pemakaian steroid sebesar 18,1
%
PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa
terdapat hubungan negatif antara kepercayaan diri terhadap sikap pada pemakaian
steroid, yang ditunjukkan dengan hasil rxy = - 0,425 ; p = 0,000 ( p < 0,05 ) yang
berarti semakin tinggi kepercayaan diri yang dimiliki maka semakin rendah sikap
terhadap pemakaian steroid, sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri yang
dimiliki maka semakin tinggi sikap terhadap pemakaian steroid. Ini berarti hasil
penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya. Berdasarkan
21
tingkat signifikansi yang dimiliki dapat dilihat dari nilai p = 0,000 (p<1%) yang
artinya hubungan antara kepercayaan diri terhadap sikap pemakaian steroid adalah
sangat signifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatiyah
dan Harahap (2008) yang menyatakan bahwa melalui peningkatan kepercayaan
diri pada diri seseorang maka upaya mengatasi perilaku berisiko salah satunya
pemakaian obat-obatan dapat dikurangi.Lindenfield (dalam Surmasari, 2004),
juga mengemukakan bahwa orang yang percaya diri memiliki empat ciri yaitu
cinta diri, memahami dirinya sendiri, memiliki tujuan hidup yang jelas, dan
berfikir positif. Bila seseorang memiliki kepercayaan diri yang baik terhadap
dirinya maka rendah kemungkinan seseorang akan menggunakan obat-obatan atau
sejenisnya yang membahayakan dirinya dalam hal ini steroid. Namun seseorang
yang memiliki kepercayaan diri rendah akan cenderung menggunakan cara-cara
yang instan meski dirinya sadar dampak yang diperolehnya akan merugikan diri
sendiri. Menurut Horsley (dalam Morris dan Summers, 1995), seseorang yang
memiliki kepercayaan diri rendah nampak akan kurang gigih dalam berusaha,
lebih ragu-ragu dalam bertindak, membuat lebih banyak kesalahan dalam
bertindak. Ini berarti bahwa individu yang memiliki kepercayaan diri rendah
bersiko terhadap pemakaian steroid dalam berolah raga.
Tingkat kepercayaan diri pada responden di penelitian ini tergolong tinggi
yang ditunjukkan dengan nilai mean empirik (Me = 99,90), mean hipotetik (Mh =
80) dan standard deviasi hipotetik (SDh = 16). Berdasarkan hasil kategorisasi ini,
dapat dilihat bahwa mereka termasuk individu yang memiliki keyakinan akan
kemampuan dirinya, tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis
22
terutama terhadap pemakaian steroid, artinya responden yang memiliki
kepercayaan diri tinggi akan cenderung tidak menyetujui terhadap pemakaian
steroid, individu berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain,
memiliki pengendalian diri yang baik, memiliki internal locus of control yang
baik, mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri dan memiliki
harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Sedangkan sikap terhadap pemakaian
steroid pada responden tergolong sedang, yang ditunjukkan dengan nilai mean
empirik (Me = 72, 49), mean hipotetik (Mh = 80) dan standar deviasi hipotetik
(SDh = 16). Ini menunjukkan bahwa sikap responden dalam pemakaian steroid
yang meliputi komponen kognitif seperti kepercayaan seseorang mengenai apa
yang berlaku atau apa yang benar, komponen afektif, dan kecenderungan terhadap
pemakaian steroid cenderung agak rendah.
Pengaruh kepercayaan diri terhadap sikap pada pemakaian steroid
memberikan sumbangan efektif 18,1 % artinya kepercayaan diri memberikan
sumbangan terhadap sikap pada pemakaian steroid sebesar 18,1 %, sisanya 81,9
% ditentukan faktor lain seperti Pengalaman Pribadi, Pengaruh orang lain yang
dianggap penting, Pengaruh Kebudayaan, Media Massa, Lembaga Pendidikan dan
Lembaga Agama, serta Faktor Emosional.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa terdapat hubungan
negatif dan signifikan antara kepercayaan diri terhadap sikap pada pemakaian
steroid. Hal ini berarti semakin tinggi kepercayaan diri yang dimiliki maka
23
semakin rendah sikap terhadap pemakaian steroid, sebaliknya semakin rendah
kepercayaan diri yang dimiliki maka semakin tinggi sikap terhadap pemakaian
steroid. Ini berarti hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan
sebelumnya. Untuk melihat seberapa besar pengaruh kepercayaan diri
terhadap sikap pada pemakaian steroid ditunjukkan dari nilai koefisien
determinasi (r²) yaitu 18,1% artinya kepercayaan diri memberikan sumbangan
terhadap sikap pada pemakaian steroid sebesar 18,1 %
2. Saran
a) Bagi responden yang senang melakukan gym disarankan agar tetap
mempertahankan rasa percaya diri yang telah dimiliki dengan berusaha
tetap menerima kekurangan dan kelebihan diri, bersikap positif terhadap
diri sendiri agar responden dapat menentukan pilihan dalam bersikap atau
berperilaku dengan menghindari pemakaian steroid atau supplemen sejenis
yang dapat berdampak negatif bagi tubuh.
b) Bagi peneliti lain yang berminta mengadakan penelitian lebih lanjut
disarankan untuk memperhatikan faktor-faktor lain yang memengaruhi
kepercayaan diri individu seperti konsep diri, pengetahuan dan penerimaan
diri serta lingkungan social.
DAFTAR PUSTAKA
Agliata, D. & Tantleff-Dunn, S. (2004). The impact of media exposure on
males?Body image.Journal Social Clinic Psychology. 23:4
Anthony, R. (1992). Rahasia Membangun Kepercayaan Diri. (terjemahan Rita
Wiryadi). Jakarta: Binarupa Aksara
Azwar, S. (2012).Penyusunan skala psikologi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
-----------. (2007). Sikap Manusia.Edisi kedua.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
24
Baron, R. A. & Byrne, D. (2000).Social Psychology (9th
edition). USA: Allyn &
Bacon
Batty, D. (2000). Does physical activity prevent cancer?.BMJ 2000 ; doi:
http://dx.doi.org/10.1136/bmj.321.7274.1424 (Published 09 December
2000)
Calhoun, J. & Acocella, J. (1995). Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan
Kemanusiaan (Edisi ketiga). Semarang: PT IKIP Semarang Press
Damon, W. (1991).Handbook of Child Psychology. Fifth Edistion, FourthVolume.
New York: John Wiley & Sons Inc
Dayakisni, T. & Hudaniah,S. (2003). Psikologi Sosial (Edisi Revisi). Malang:
Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang Press.
Fatiyah, K. N. & Harahap, F. (2008).Konseling Sebaya Untuk Meningkatkan
Kepercayaan Diri Remaja terhadap Perilaku Berisiko.Lembaga Penelitian
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Diunduh dari :
http ://penelitianpendidikan.com/index.php?module=detaildata&id=424
Fatimah, E. (2006). Psikologi perkembangan : perkembangan peserta didik.
Bandung : Pustaka Setia
Gardner, D. M., Rosen, L., & Barry, D. (1997).Eating Disorder in Athletes.In :
Child and Adolescent Psychiatric Clinics of North America. New York :
WB Saunders
Hakim, T. (2004). Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta : Puspa Swara.
Haris, D.V. & Harris, B. L. (1984). The Arhlere's Guide to Sports Psychology.
New York : Leisure press
Iswidharmanjaya, A. & Agung, G. (2005).Satu hari menjadi lebih percaya
diri.Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
Kumara.(1987). Psikologi Sosial.Jakarta : Kanisius
Lemonick, M. D. (2007). Steroids: Not Just for Athletes.
http://www.content.time.com/time/health/article/html
Lie, A. (2003). 1001 Cara menumbuhkan rasa percaya diri anak.Jakarta : PT.
Elex Media Komputindo
Luxori, Y. (2005). Percaya Diri,.Jakarta: Khalifa
25
Melliana, A. S. & Melliana, A. D. (2007).Menjelajah Tubuh Perempuan dan
Kecantikan. Lkis: Jakarta
Morris,T., & Summers, J.(1995). Sport Psychology, Theory, Applications and
Issues.Sydney : John Wiley & Sons
Pope, H. G., Philips, K. A., & Olivardia, R. (2000).The Adonis Complex: The
Secret Crisis of Male Body Obsession. New York, Free Press
Priyambodo, E. (2007). Pengguna Steroid Sebagian Besar Bukan Atlet. Dikutip
dari :http://beta.antaranews.com/berita/84685/pengguna-steroid-sebagian-
besar-bukan-atlet. Diakses 16:11 WIB
Rashid, H., Ormerod, S., & Day, E. (2007). Anabolic androgenic steroids: What
the psychiatrist needs to know. Advances in Psychiatric Treatment 13 (3):
203–211. doi:10.1192/apt.bp.105.000935.
Sarwono, S.W. (2002). Pengantar umum psikologi.Jakarta : PT Bulan Bintang
Savitri, R. 2007. Kecemasan. Jakarta: Pustaka Populer Obor
Sepehri, G., Fard, M. M., & Sepehri, E. (2009).Frequency of Anabolic Steroids
Abuse in Bodybuilder Athletes in Kerman City.Journal List Addict
Health.Vol. 1 (1) :25-29
Sears, D. O., Freedman, J. L., & Peplau, L. A. (1988). Psikologi Sosial.Edisi
kelima.Jilid-2. Jakarta: Penerbit Erlangga
Soewolo.(2011). Jual Beli Steroid, Kegunaan dan Pemakaian Steroid.
http://www.artikelkesehatan.co.id
Sukmasari, R. D. (2005).Pengaruh Rasa Percaya Diri Terhadap Prestasi Belajar
Siswa MTs MuhammadiyahKecamatan Wanasari Kabupaten Brebes Jawa
Tengah.Skripsi. Universitas Negeri Jakarta.
Suryabrata, S. (1984).Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UGM Press
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta
Thompson, L. & Katz, D. L. (1999). Affective and psychotic symptoms
associated with anabolic steroid use. American Journal ofPsychiatry, 145,
487–490Phillips & Olivardia, 2000
26
Wroble, R. R., Gray, M., & Rodrigo, J. (2008). Anabolic Steroids and Pre-
Adolescent Athletes: Prevalence, Knowledge, and Attitudes. Cl J Sports
Medicine Journal.Vol. 5. p. 108-115