HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN KOPING BERFOKUS …digilib.uin-suka.ac.id/18777/1/BAB I, V, DAFTAR...
Transcript of HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN KOPING BERFOKUS …digilib.uin-suka.ac.id/18777/1/BAB I, V, DAFTAR...
i
HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN KOPING BERFOKUS MASALAH,
KOPING BERFOKUS EMOSI, DAN KEBUTUHAN AFILIASI DENGAN
EMPATI PERAWAT
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Strata Satu Psikologi
Oleh :
Umaeroh Febrilaelani Putri
NIM. 11710024
Dosen Pembimbing :
Sara Palila, S.Psi., M.A
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2015
v
MOTTO
“Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu memiliki
hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha menjadiakan yang
terbaik dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya”
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Skripsi ini kupersembahkan untuk kedua orang tuaku, ayah, bunda yang selama ini
memberikan segalanya untukku. Tidak lupa untuk ibu win, eyang uti, eyangkung,
Mba Reni, Mba Septi, Mas Aji, adek-adekku, dan semua keluarga besar yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu, serta seseorang yang selalu mendukungku baik
suka dan duka.”
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis
menyusun skripsi ini dengan judul “Hubungan Kemampuan Koping Berfokus
Masalah, Kemampuan Koping Berfokus Emosi, dan Kebutuhan Afiliasi dengan
Empati Perawat.”
Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Kamsi, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
2. Bapak Benny Herlena, S.Psi, M.Si, selaku Ketua Program Studi Psikologi
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
3. Ibu Sara Palila, S.Psi, M.A selaku dosen pembimbing akademik sekaligus
dosen pembimbing skripsi. Terimakasih telah membimbing peneliti mulai
dari awal dan memberikan banyak waktu, tenaga, dan ide-idenya dalam
proses penyelesaian penelitian ini.
4. Ibu Nuristighfari Masri Khaerani, S.Psi, M.Si selaku dosen Penguji I.
Terimakasih atas ilmu yang berharga, serta masukan yang luar biasa
bermanfaat bagi penelitian ini.
viii
5. Ibu Pihasniwati, S.Psi, M.A selaku dosen Penguji II. Terimakasih telah
memberikan masukan-masukan untuk mewujudkan penelitian yang lebih
baik.
6. Ibu Bapak dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Program Studi
Psikologi, yang telah banyak memberikan ilmu, nasehat serta dukungannya
selama ini.
7. Karyawan Tata Usaha Fakultas Imu Sosial dan Humaniora Program Studi
Psikologi yang telah banyak membantu proses administrasi selama ini.
8. Kedua orang tua ku, Bapak Haryo Hilalaila dan ibunda Eny Jatmikowati,
yang selalu ada untuk ku setiap waktu, terimakasih untuk selama ini.
9. Eyang, Ibu win, Mba Reni, Mba Septi, Mas Aji, Adek-adek, semua keluarga
besarku dan Imam Nur Setyo yang selalu memberikan dukungan baik
materiil maupun moril, terimakasih atas bantuannya selama ini.
10. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Muntilan dan Rumah Sakit Padma
Lalita Muntilan yang telah memberikan izin dan bersedia menjadi subjek
penelitian ini.
11. Sahabat seperjuanganku Helen Margarina terimakasih untuk dukungannya,
semoga persahabatan kita tetap terjaga.
12. Sahabat-sahabatku, Tyas, Ganis, Adi, Luthfi dan semua anggota Psikologi
angkatan 2011, teman-teman APC (Ayu, Lely, Ami, Wahyu, mb Novi, Teh
lilies), sahabat-sahabat KKN Ceria, dan semua sahabat-sahabatku yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
ix
13. Dan terimakasih untuk seluruh pihak yang telah membantu dalam proses
pembuatan penelitian ini, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Sekali lagi, penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih kepada beliau-
beliau dan rekan-rekan atas segala bantuannya. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis
mengharapkan saran dan kritik demi kebaikan Skripsi ini. Akhir kata, semoga
penyusunan Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya. Amin!
Yogyakarta, Agustus 2015
Penulis
x
INTISARI
HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN KOPING BERFOKUS MASALAH,
KOPING BERFOKUS EMOSI, DAN KEBUTUHAN AFILIASI DENGAN
EMPATI PERAWAT
Umaeroh Febrilaelani Putri
(11710024)
Empati merupakan ketrampilan sosial yang sangat diperlukan dalam
kehidupan. Kemampuan tersebut berpotensi menurun apabila individu mengalami
stress. Kemampuan koping berfokus masalah dan kemampuan koping berfokus emosi
merupakan usaha individu untuk mengurangi stress yang dapat mengembalikan
keseimbangan psikis, selain hal tersebut adanya keinginan untuk berhubungan dengan
orang lain atau memiliki kebutuhan berafiliasi akan menjadikan individu dapat
berempati dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan anatra
kemampuan koping berfokus masalah, kemampuan koping berfokus emosi, dan
kebutuhan afiliasi dengan empati perawat.
Subjek penelitian ini terdiri dari 80 perawat di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Muntilan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah skala empati
perawat, kemampuan koping berfokus masalah, kemampuan koping berfokus emosi,
dan kebuuhan afiliasi. Analisis data yang digunakan dengan teknik analisis regresi
berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini tidak
diterima, dimana kemampuan koping berfokus emosi tidak bersama dengan
kemampuan koping berfokus masalah dan kebutuhan afiliasi untuk mempengaruhi
empati perawat. Namun, terdapat hubungan positif yang signifikan antara
kemampuan koping berfokus masalah dan kebutuhan afiliasi dengan empati perawat,
hal ini ditunjukkan dengan koefisien korelasi regresi berganda sebesar 0.713 dan taraf
signifikansi 5% (p<0.05) dan koefisien determinasi sebesar 0.509 atau sebesar 50.9%
memberikan gambaran bahwa dalam penelitian ini kemampuan empati perawat
ditentukan oleh kemampuan koping berfokus masalah dan kebutuhan afiliasi sebesar
50.9%, sedangkan 49,1% ditentukan oleh faktor lain.
Kata kunci: Kemampuan koping berfokus masalah, kemampuan koping berfokus
emosi, kebutuhan afiliasi, empati perawat.
xi
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP PROBLEM-FOCUSED COPING, EMOTIONAL-
FOCUSED COPING AND AFFILATION NEEDS WITH NURSE EMPATHY
Umaeroh Febrilaelani Putri
(11710024)
Empathy was a social ability very necessary in this life. The ability had
potential to decrease if the individuals had stress. Problem-focused coping and
emotional-focused coping was an individual effort to decrease stress that be able to
return psyche balance, besides there was a desire to get in touch with others or
having needs to affiliate would be well-empathy individual. This research was aimed
to know the relationship problem-focused coping, emotional-focused coping and
affiliation needs with nurse empathy.
The research subjects consisted of 80 nurses in Public Regional Hospital
(RSUD) of Muntilan, data gathering method used a nurse empathy scale, problem-
focused coping, emotional-focused coping and affiliation needs. Data analysis used a
multiple regression technique.
The research results showed that hypothesis in this research was not accepted
in which emotional-focused coping was not along with problem-focused coping and
affiliation needs to influence nurse empathy. However, there was a positive
significant relationship among problem-focused coping and affiliation needs with
nurse empathy. This showed that a multiple regression correlation coefficient of
0.713 and significance level of 5% (p<0.05) and determination coefficient of 0.509 or
50.9% provided an illustration that in this research nurse empathy ability was
determined by problem-focused coping and affiliation needs of 50.9% while 49.1%
was determined by other factors.
Keywords: problem-focused coping, emotional-focused coping, affiliation needs,
nurse empathy
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAN KEASLIAN PENELITIAN .................................... ii
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii
INTISARI ................................................................................................................ x
ABSTRAK ............................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xviii
DAFTAR DIAGRAM ............................................................................................. xix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 11
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 12
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 12
E. Keaslian Penelitian ........................................................................................ 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
xiii
A. Kemampuan Empati
1. Pengertian Empati ............................................................................. 21
2. Aspek-aspek Empati.......................................................................... 23
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Empati ....................................... 28
B. Kemampuan Koping terhadap Stres
1. Stress ................................................................................................. 33
2. Kemampuan Koping terhadap Stres.................................................. 34
C. Koping Berfokus Masalah
1. Pengerian Koping Berfokus Masalah ............................................... 35
2. Aspek Koping Berfokus Masalah ..................................................... 36
D. Koping Berfokus Emosi
1. Pengertian Koping Berfokus Emosi .................................................. 37
2. Aspek Koping Berfokus Emosi ......................................................... 38
E. Kebutuhan Afiliasi
1. Pengertian Kebutuhan Afiliasi .......................................................... 40
2. Aspek-aspek Kebutuhan Afiliasi....................................................... 41
3. Hubungan kemampuan koping berfokus masalah, koping berfokus
emosi, dan kebutuhan afiliasi terhadap empati perawat.................... 43
F. Hipotesis ...................................................................................................... 47
xiv
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel ................................................................................... 48
B. Definisi Operasional .................................................................................... 48
C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 50
D. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 51
1. Skala Empati ..................................................................................... 51
2. Skala Kemampuan Koping Berfokus Masalah ................................. 52
3. Skala Kemampuan Koping Berfokus Emosi..................................... 53
4. Skala Kebutuhan Afiliasi .................................................................. 54
E. Validitas dan Reliabilias Alat Ukur .......................................................... 55
F. Metode Analisis Data
1. Uji Asumsi ........................................................................................ 57
2. Uji Linearitas ..................................................................................... 58
3. Uji Hipotesis ..................................................................................... 58
BAB IV HASIL DAN ANALISIS HASIL
A. Orientasi Kancah ........................................................................................ 59
B. Persiapan Penelitian .................................................................................. 62
1. Proses Perizinan ............................................................................... 62
2. Pelaksanaan Uji Coba ....................................................................... 63
3. Hasil Uji Coba ................................................................................... 63
1) Skala Empati ........................................................................ 63
xv
2) Skala Kemampuan Koping berfokus Masalah ..................... 65
3) Skala Kemampuan Koping berfokus Emosi ........................ 67
4) Skala Kebutuhan Afiliasi ..................................................... 68
4. Uji Reliabilitas ................................................................................. 70
C. Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. 71
D. Analisis Data ............................................................................................... 73
1. Uji Normalitas .................................................................................. 73
2. Uji Linearitas .................................................................................... 74
3. Kategorisasi Kondisi Individu pada masing-masing Skala .............. 74
1) Skala Empati ........................................................................ 75
2) Skala Kemampuan Koping Berfokus Masalah .................... 76
3) Skala Kemampuan Koping Berfokus Emosi ........................ 77
4) Skala Kebutuhan Afiliasi ..................................................... 78
4. Uji Hipotesis .................................................................................... 79
E. Pembahasan ................................................................................................ 80
BAB V
A. Kesimpulan ................................................................................................. 88
B. Saran .......................................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print skala empati ............................................................................. 52
Tabel 3.2 Blue Print skala kemampuan koping berfokus masalah ........................... 53
Tabel 3.3 Blue Print skala koping berfokus emosi .................................................... 54
Tabel 3.4 Blue Print skala kebutuhan afiliasi ........................................................... 55
Tabel 4.1 Fasilias Kesehatan RSUD Muntilan ......................................................... 61
Tabel 4.2 Sebaran Aitem Skala Empati..................................................................... 64
Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas Skala Empati .......................................................... 64
Tabel 4.4 Distribusi Sebaran Aitem Skala dengan Nomor Baru .............................. 65
Tabel 4.5 Sebaran Aitem Skala Kemampuan Koping Berfokus Masalah ................. 66
Tabel 4.6 Hasil Uji Reliabilitas Skala Kemapuan Koping Berfokus Masalah ......... 66
Tabel 4.7 Distribusi Sebaran Aitem Nomor Baru .................................................... 66
Tabel 4.8 Sebaran Aitem Skala Kemampuan Koping Berfokus Emosi ..................... 67
Tabel 4.9 Hasil Uji Reliabilitas Skala Kemampuan Koping Berfokus Emosi .......... 68
Tabel 4.10 Distribusi Sebaran Aitem Skala dengan Nomor Baru ............................ 68
Tabel 4.11 Sebaran Aitem Skala Kebutuhan Afiliasi ................................................ 69
xvii
Tabel 4.12 Hasil Uji Reliabilitas Skala Kebutuhan Afiliasi ..................................... 70
Tabel 4.13 Distribusi Sebaran Aitem Skala dengan Nomor Baru ............................ 70
Tabel 4.14 Koefisien Reliabilitas Skala Penelitian ................................................... 71
Tabel 4.15 Diskripsi Demografi Subjek Penelitian................................................... 72
Tabel 4.16 Hasil Uji Normalitas ............................................................................... 73
Tabel 4.17 Hasil Uji Linearitas ................................................................................ 74
Tabel 4.18 Deskriptif Statistik Skor Skala Penelitian ............................................... 75
Tabel 4.19 Rumus Diskripsi Statistik Nilai ............................................................... 75
Tabel 4.20 Kategorisasi Subjek Skala Empati .......................................................... 75
Tabel 4.21 Kategorisasi Subjek Skala Kemampuan Koping Berfokus Masalah ...... 76
Tabel 4.22 Kategorisasi Subjek Skala Kemampuan Koping Berfokus Emosi .......... 77
Tabel 4.23 Kategorisasi Subjek Skala Kebutuhan Afiliasi ....................................... 78
Tabel 4.24 Hasil Analisis Regresi ............................................................................. 80
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan hubungan antara kemampuan koping berfokus masalah,
berfokus emosi, dan kebutuhan afiliasi dengan empati perawat ....... 46
Gambar 2.4 Struktur Organisasi RSUD Muntilan ................................................. 60
xix
DAFTAR DIAGRAM
diagram 4.1 Kategorisasi Subjek Skala Empati ........................................................ 76
Diagram 4.2 Kategorisasi Subjek Skala Kemampuan Koping Berfokus Masalah ... 77
Diagram 4.3 Kategorisasi Subjek Skala Kemmapuan Koping Berfokus Emosi ....... 78
Diagram 4.4 Kategorisasi Subjek Skala Kebutuhan Afiliasi .................................... 79
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Sebaran Aitem Skala Penelitian
Lampiran 2 Skala Try Out Penelitian
Lampiran 3 Tabulasi Data Try Out Skala Penelitian
Lampiran 4 Analisis Data Uji Reliabilitas Alat Ukur Skala Penelitian
Lampiran 5 Skala Penelitian
Lampiran 6 Tabulasi Data Skala Penelitian
Lampiran 7 Analisis Data
A. Uji Normalitas
B. Uji Lineritas
C. Uji Hipotesis
Lampiran 8 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 9 Surat Bukti Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia, baik secara
fisiologis maupun psikologis. Setiap orang menginginkan sehat secara fisik dan
mental untuk mencapai kehidupan yang lebih maksimal. Seperti istilah dalam bahasa
latin yang terkenal yaitu „Mens sana in corpora sano‟ yang artinya „Di dalam tubuh
yang sehat terdapat jiwa yang sehat‟. Kesehatan merupakan anugrah yang
mendatangkan kebaikan bagi seluruh tubuh, sehingga harus dicapai, dijaga, dan
dipelihara sebaik-baiknya. Banyak hal yang dilakukan seseorang untuk menunjang
tercapainya kebutuhan sehat, baik yang dapat dilakukan sendiri maupun bantuan
orang lain.
Sistem pelayanan tenaga profesional kesehatan atau tenaga medis seperti
dokter, perawat, petugas farmasi, radiologi, dan laboratorium kesehatan merupakan
petugas dalam lingkup kesehatan yang bertugas untuk menunjang kebutuhan sehat
seseorang. Perawat merupakan salah satu tenaga medis yang pekerjaanya relatif lebih
banyak berhubungan dengan orang lain terutama pasien dibandingkan dengan para
medis lainnya. Mereka harus siap apapun keadannya ketika si pasien membutuhkan,
mendengarkan secara langsung keluhan-keluhan yang dialami oleh si pasien maupun
keluarga pasien, dan menjaga pasien selama 24 jam ketika pasien menjalani rawat
inap. Berbeda dengan tenaga medis lainnya seperti dokter yang hanya bertemu pasien
2
tidak lebih dari 3 jam setiap harinya. Sedangkan apoteker yang hanya bertemu ketika
pasien membutuhkan obat, bahkan terkadang obat juga disediakan oleh perawat.
Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa perawatlah yang memiliki intensitas dan
frekuensi bertemu dengan pasien yang lebih tinggi daripada tenaga medis lainnya.
Harteley (Gaffar, 1999) menyatakan peran dari perawat adalah merawat,
memelihara, membantu dan melindungi individu karena sakit, cedera, dan proses
penuaan. Lokakarya Nasional Keperawatan pada tahun 1983 (Gaffar, 1999)
menjabarkan keperawatan sebagai suatu profesi adalah suatu bentuk pelayanan
professional sebagai bagian integral pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan, meliputi aspek biologis, psikis, sosial dan spiritual yang bersifat
komperhensif ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat yang sehat
maupun sakit mencakup siklus hidup manusia untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal.
Undang-undang RI nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, menyatakan
bahwa perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh
melalui pendidikan keperawatan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor
94 tahun 2001 tugas pokok perawat adalah memberi pelayanan keperawatan dalam
upaya peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, pemulihan
kesehatan, serta membina masyarakat agar lebih mandiri dalam mendapatkan
perawatan kesehatan.
3
Ketika seorang perawat bekerja, mereka berhubungan dengan orang yang
sedang mengalami musibah yaitu sakit, orang yang sakit memiliki emosi yang kurang
stabil, sehingga dibutuhkan empati dari seorang perawat agar si pasien merasa
diperhatikan dan hal tersebut akan mendukung kesembuhan si pasien. Pasien yang
diperhatikan akan merasa jauh lebih baik bahkan memiliki semangat untuk segera
sembuh. Namun sebaliknya, pasien yang tidak diperhatikan bahkan dibiarkan begitu
saja akan merasa semakin kecil atau kurang percaya bahwa dirinya dapat sembuh
bahkan dapat menyebabkan sres pada si pasien.
Stress psikologis dapat mengubah tingkat ketahanan terhadap agen penyebab
infeksi, mempengaruhi cara penularana, tingkat kesakitan dan kesembuhan penyakit
infeksi tertentu. Stress psikologis mempengaruhi fungsi kekebalan melalui perilaku
pertahanan dan respon neuroendokrin (Hasan, 2008). Valdimarsdottir dan Bovbjerg
(dalam Hasan, 2008) mengemukakan bahwa individu yang memiliki mood yang
positif memiliki kegiatan sel pembunuh alamiah (ukuran kekebalan tubuh) yang lebih
tinggi dibandingkan yang memiliki mood negative. Tingkat antibody pada manusia
ditentukan lebih tinggi ketika mereka berada dalam mood yang positif (Stone, dalam
Hasan 2008). Untuk mendapatkan mood pasien yang positif salah satunya adalah
dengan perilaku perawat seperti empati.
Townsend (Fatimah, 2010) manfaat dari empati adalah agar perawat dapat
membantu klien untuk mengidentifikasi, mengekspolari perasaan yang telah
dipendam. Supaya klien menyadari bahwa ia benar-benar dipahami dan diterima oleh
orang lain, serta meningkatkan harga diri klien khususnya klien dengan gangguan
4
jiwa, sikap empati telah menjadi bagian dalam setiap tindakan yang seharusnya
dilakukan oleh perawat.
Arwani (2002) menyatakan bahwa empati terhadap pasien merupakan
perasaan “pemahaman” dan “penerimaan” perawat terhadap pasien yang dialami
pasien dan kemampuan merasakan “dunia pribadi pasien”. Sejalan dengan penelitian
di Inggris yang dilakukan oleh Wilkin dan Silvester tahun 2007 (Fatimah dkk, 2010),
sikap empati dari seorang perawat sangat diperlukan agar hubungan saling percaya
menggali permasalahan klien, serta mempercepat proses penyembuhan, terlebih lagi
dalam berinteraksi dengan klien, sikap empati sangat diperlukan. Penelitian tersebut
juga mengemukakan dampak atau akibat dari tidak empati seorang perawat dalam
merawat klien akan menyebabkan kepercayaan klien kurang terhadap perawat, klien
binggung, takut, merasa menderita serta menurunkan motivasi klien dalam program
pengobatan.
Namun, saat ini banyak kasus terjadi pasien yang mengeluh tentang sikap dan
perilaku perawat yang kurang peduli dan kurang menyenangkan ketika berinteraksi
maupun melayani para pasien, hal tersebut merupakan indikasi kurangnya empati
perawat di Rumah Sakit dan akan merugikan pihak pasien maupun rumah sakit itu
sendiri. Seperti pendapat dr. Nafsiah Mboi, SPA yang mengatakan bahwa beliau
kerap menerima laporan dari pengguna jasa Keperawatan yang mengeluhkan tentang
perilaku Perawat Indonesia yang sering judes dan jahat terhadap pasien mereka
(Keitha, 2003).
5
Selain itu, kasus beberapa pasien yang mengeluh para perawat yang tidak
ramah atau kurang senyum ketika melayani para pasien juga terjadi di beberapa
rumah sakit. Perawat yang tidak menjelaskan atau menginformasikan kondisi pasien
dengan baik seperti perawat memberikan informasi tentang pasien dengan keluarga
pasien ketika keluarga pasien meminta terlebih dahulu, padahal seharusnya perawat
memberikan penjelasan secara detail kondisi pasien kepada keluarga pasien. Selain
itu perawat yang tidak menjaga ketenangan ketika di ruang perawat sehingga pasien
merasa terganggu. Beberapa hal tersebut merupakan indikasi kurang peduli atau
empati seorang perawat terhadap pasiennya. Sesuai dengan yang dipaparkan oleh
seorang pasien di salah satu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) pada tanggal 10
Januari 2015:
Subjek A:
“Perawatnya judes-judes ngomongnya enggak pake senyum sama sekali.”
Subjek B:
“Sempat kemarin rawat inap di sini selama 3 hari dengan kondisi
kurang sadar, cuma disuntik suntik terus minta rujuk kata perawatnya
sini bisa menangani tapi ya enggak ada penanganan lagi selain suntik.
Setelah keluarga minta rujukan paksa dan dipindahkan ke rumah sakit
yang lain ternyata kondisi pasien tidak seperti yang dikatakan oleh
dokter maupun pasien di rumah sakit yang sebelumnya. Apalagi kalau
lagi pergantian jaga perawat kadang perawatnya malah pada berisik,
ketawa-ketawa, enggak tahu tempat atau bagaimana ya kurang tahu
juga.”
Kasus lain, seperti kita ketahui banyak masyarakat Indonesia mencari
pelayanan kesehatan ke luar negeri karena kurangnya kualitas pelayanan kesehatan di
Indonesia. Hal ini disebabkan karena kurangnya kualitas pelayanan kesehatan di
6
Indonesia, cara komunikasi dokter dan perawat sangat mengecewakan yaitu
komunikasi yang seharusnya dua arah tidak terjadi, serta semakin diperparah dengan
kurangnya sikap ramah dan empati dari dokter dan perawat yang berhubungan
langsung dengan klien (Rona, 2009).
Perilaku dan sikap perawat tersebut mencerminkan kurangnya empati para
perawat terhadap kondisi pasien dan lingkungan sekitar yang tidak sepatutnya
dilakukan oleh para perawat tersebut. Seharusnya para perawat dapat memberikan
empati kepada pasiennya agar dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap
kesembuhan pasien karena seorang perawatlah yang intensitas bertemu dan
berkomunikasi lebih banyak daripada tenaga medis yang lain. Selain itu, seorang
perawat harus mampu menjalin hubungan atau berkomunikasi yang baik dengan
anggota keluarga untuk bekerja sama sehingga kesembuhan pasien akan menjadi
prioritas utama. Untuk menunjang hal tersebut, dibutuhkan kemampuan perawat
untuk mengelola emosi dengan baik. Mengingat kondisi perawat yang juga sering
dihadapkan pada situasi menekan (stressor) yang berasal dari lingkungan pekerjaan
maupun lingkungan keluarga yang dapat menimbulkan stress perawat (Fatimah,
2010).
Sawitri dkk (2010) mengemukakan stress dapat menimbulkan perubahan
dalam diri perawat tersebut yang akan menimbulkan ketidakseimbangan berupa
emosi yang kurang terkontrol dan dapat mengurangi fungsi kognisi dalam bentuk
pelemahan perhatian dan memori jangka pendek, sehingga akan mempengaruhi
kemampuan empatinya dan kemungkinan akan berdampak pada perlakuan perawat
7
tersebut kepada para pasien. Seperti yang telah dipaparkan oleh seorang perawat pada
tanggal 03 Desember 2014:
Subjek C:
“Ya disini emang lumayan banyak kerjaanya tapi banyak kesenjangan
juga disini antara yang PNS sama yang belum. Penghargaannya kurang
lah, kaya kurang mendukung.”
Subjek D:
“Paling enggak enak itu ketika harus kerja dapat shift malam, masih
punya anak kecil di rumah wah itu repot sekali mba, tapi ya gimana lagi
memang sudah kerjaan jadi ya mau gimana lagi. Dipaksa lah mba
tuntutan kok hehe.”
Subjek E :
“Kadang kalau dapat pasien yang susah diatur, keluarganya juga
banyak complain itu yang kadang bikin pusing, kan ya kita gak Cuma
ngurus pasien itu aja, masih banyak pasien juga”
Dari penuturan perawat yang bekerja di Rumah Sakit tersebut, dapat diketahui
salah satu yang menjadikan para perawat merasa tertekan adalah beban pekerjaan,
kurangnya penghargaan dan pasien yang kurang dapat memahami keberadaan
perawat sehingga hal tersebut menggangu atau menjadikan kondisi stress. Selain dari
penuturan salah seorang perawat tersebut, peneliti juga mendapatkan data bahwa pada
tanggal 03 Desember 2014, sebagian perawat di salah satu Rumah Sakit daerah
melakukan demo dikarenakan penuntutan penghargaan karyawan. Selain itu
permasalahan yang muncul pada perawat adalah ketika mereka dihadapkan dengan
tuntutan dalam pekerjaan maupun dalam keluarga. Seperti ketika mereka harus
bekerja dengan cara shift atau bergantian, hal tersebut menjadi salah satu faktor
penyebab stress yang dalami oleh para perawat. Sejalan dengan paparan Munandar
8
(2008) faktor-faktor yang menyebabkan stress terkait faktor instrinsik dalam
Pekerjaan diantaranya: faktor tugas adalah kerja shif atau kerja malam, beban kerja,
dan penghayatan dari resiko dan bahaya. Sedangkan tuntutan fisik meliputi bising,
vibrasi, hygiene.
Sedangkan penelitian di Inggris yang dilakukan oleh Grawth dkk (Mubin,
2004) tentang sumber-sumber stress dalam keperawatan pada perawat yang bekerja di
berbagai tatanan yang berbeda ditemukan bahwa 67% responden menyatakan waktu
yang tidak mencukupi untuk melakukan tugas secara memuaskan dan hal ini
merupakan sumber stress yang paling penting 54% menyatakan rasio antara
pelayanan dengan sumber tidak seimbang dan 46% menyatakan batas waktu
penyelesaian tugas yang ditentukan orang lain dan bukan dari dirinya.
Stress akan menimbulkan tekanan baik psikis maupun fisik dalam diri
perawat, sehingga mereka akan mencari cara untuk mengurangi melalui coping
terhadap stress. Menurut Lazarus (1976) hal-hal yang dilakukan individu untuk
mengatasi keadaan atau situasi yang tidak menyenangkan, menantang, menekan
ataupun mengancam disebut sebagai coping. Menurut Sarafino (1990) individu
melakukan perilaku coping sebagai usaha untuk menetralisir atau mengurangi stress.
Coping melibatkan cakupan yang lebih luas dari potensi strategi, ketrampilan dan
kemampuan yang efektif dalam menegelola peristiwa stress.
Lazarus dan Folkman (Nevid dkk, 2003) mengklasifikasikan coping menjadi
dua bagian, approach coping dan avoidance coping. Approach coping yang juga
disebut problem focused coping (selanjutnya disingkat PFC) memiliki sifat analitis
9
logis, mencari informasi, dan berusaha untuk memecahkan masalah dengan
penyelesain yang positif. Avoidance coping yang juga disebut emotion focused
coping (selanjutnya disingkat EFC) mempunyai ciri represi, proyeksi, mengingkari,
dan berbagai cara untuk meminimalkan ancaman. Melalui kemampuan coping
terhadap stress yang tinggi maka kondisi psikis perawat yang terganggu kerena stres
tersebut akan lebih baik dan diharapkan dapat berempati dengan pasien.
Namun, dalam kondisi saat ini, tidak semua perawat memiliki kemampuan
coping terhadap stress yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena banyak faktor.
Sehingga akan mempengaruhi kondisi psikis para perawat itu sendiri. Seperti yang
diutarakan oleh salah seorang perawat pada tanggal 05 Januari 2015:
Subjek F:
“Kerjaannya ya lumayan mba. Tapi ini pilihan mba, kadang gak tau
harus gimana kerjaan harus iya, keluarga juga gak boleh dilupakan to
mba, ya keadaan yang memaksa lakukan aja mba, walaupun kadang
terpaksa. Kemarin juga ikut demo, sekedar ikut-ikutan aja mba kalau
aku si, ehhhe.”
Dari penuturan salah seorang perawat, dapat dikatakan perawat tersebut
kurang memiliki kemampuan coping terhadap stress yang baik. Dikarenakan dalam
mengatasi masalah subjek hanya sekedar ikut-ikutan teman dan terkadang tidak tahu
bagaimana subjek harus bertindak sehingga harus dilakukan dengan cara terpaksa.
Hal yang demikian ini menimbulkan kondisi psikis yang kurang baik ketika bekerja
sehingga akan mempengaruhi kemampuan empati perawat.
Selain kemampuan koping terhadap stress, menurut Eisenberg (Aini, 2014)
kebutuhan akan afiliasi juga diperlukan oleh perawat untuk berempati dengan
10
pasiennya. Menurut Baumeister Leary (Baron & Byren, 2004) kebutuhan afiliasi
adalah kebutuhan untuk membina hubungan dengan orang lain yang merupakan hal
mendasar bagi kebutuhan psikologis, sama hal nya seperti lapar dan haus bagi
tampilan fisik kita.
Menurut Eisenberg (Aini, 2014) adanya kebutuhan afiliasi atau kebutuhan
untuk berhubungan dengan orang lain pada diri perawat akan lebih membantu
meningkatkan kemampuan empati perawat tersebut. Seorang perawat, haruslah
memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi karena pekerjaan perawat yang langsung
berhubungan dengan orang lain, sehingga antara kedua belah pihak harus saling
merasa membutuhkan agar terjalin hubungan yang baik dan menguntungkan.
Kebutuhan afiliasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
empati seseorang. Individu yang memiliki kebutuhan afiliasi tinggi memiliki
kemampuan empati yang tinggi pula, sedangkan individu yang memiliki kebutuhan
afiliasi rendah cenderung memiliki kemampuan empati yang rendah pula (Aini,
2014). Maka, kemungkinan perilaku perawat yang kurang mampu untuk berempati
dengan pasien salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah rendahnya kebutuhan
afiliasi perawat tersebut.
Fenomena tersebut menarik untuk diteliti dikarenakan seorang perawat adalah
tenaga medis yang memiliki hubungan langsung dengan para pasien sehingga
kemampuan empati sangat dibutuhkan oleh seorang perawat untuk menunjang
kesembuhan pasien, berkomunikasi dengan keluarga pasien maupun berkomunikasi
dengan dokter dan tenaga medis lainnya. Sedangkan, kondisi mereka yang banyak
11
tekanan atau stress harus diolah dengan baik maka dibutuhkan kemampuan coping
terhadap stress, agar para perawat tersebut dalam kondisi psikis yang baik. Seperti
yang dikutip oleh seorang dokter lulusan spesialis kesehatan masyarakat University of
California (Anonim, detiknews.com)
“Kunci sukses dari hubungan petugas kesehatan dan pasien adalah
sebuah pengakuan bahwa pasien juga seorang pakar. Seorang dokter
mungkin piawai dalam menentukan diagnosis, menentukan penyebab
penyakitnya, tapi hanya pasien yang memiliki pengalaman tentang rasa
sakit yang dialaminya serta pengetahuan tentang kondisi sosio
ekonominya. Untuk itu kedua belah pihak harus saling berempati. Klien
dengan segala permasalahannya memerlukan empati dari petugas
kesehatan, sebaliknya klien juga harus berempati pada petugas
kesehatan. Tentu saja petugas kesehatan harus professional dalam
menjalankan tugasnya”.
Berdasarkan fenomena dan hasil dari observasi wawancara yang telah
dilakukan, maka peneliti ingin mengetahui hubungan antara kemampuan koping
berfoku masalah, kemampuan koping berfokus emosi dan kebutuhan afiliasi dengan
empati Perawat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diungkap, maka peneliti berfokus pada
variabel kemampuan coping berfokus masalah, kemampuan coping berfokus emosi
kebutuhan afiliasi dan empati. Penelitian ini merumuskan hubungan antara
kemampuan coping berfokus masalah, kemampuan koping berfokus emosi dan
kebutuhan afiliasi dengan empati perawat.
12
C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana telah diungkapkan dalam rumusan permasalahan maka tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kemampuan koping
berfokus masalah, kemampuan koping berfokus emosi dan kebutuhan afiliasi dengan
empati perawat.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Manfaat Teoritis
1. Mengembangkan keilmuan psikologi klinis terkait dengan empati,
kemampuan koping berfokus masalah, kemampuan koping berfokus emosi,
dan kebutuhan afiliasi.
2. Dapat memperkaya wawasan yang berhubungan dengan kemampuan koping
berfokus masalah, berfokus emosi terhadap stress, kebutuhan afiliasi dan
empati.
b. Manfaat Praktis
1. Apabila penelitian ini terbukti, dapat memberikan manfaat bagi Rumah Sakit
agar lebih memperhatikan kondisi para perawat yang berkaitan dengan
kemampuan koping terhadap stress.
2. Hasil penelitian ini dapat membantu para praktisi psikologi untuk merancang
pelatihan mengelola stress para perawat agar dapat menjalankan tugas dengan
baik.
13
3. Apabila penelitian ini terbukti, dapat membantu para praktisi psikologi dalam
merancang seleksi perawat terutama berkaitan dengan kebutuhan afiliasi calon
perawat.
E. Keaslian Penelitian
Pada jurnal penelitian sebelumnya telah ditemui perbedaan antara penelitian saat
ini dengan penelitian sebelumnya. Adapun beberapa jurnal yang telah ditemukan
sebagai bukti keaslian penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hubungan antara Regulasi Emosi dengan Perilaku Prososial pada Perawat
Rumah Sakit Jiwa Grahasia Yogyakarta dilakuakan oleh Dwi Widrana Lita
Putri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara regulasi
emosi dengan perilaku prososial para perawat Rumah Sakit Jiwa. Teori
perilaku proosial yang digunakan dari Sears, dkk (2004). Aspek-aspek
perilaku prososial menurut Bringham (Dayaksini&Hudaniah, 2003).
Sedangkan regulasi emosi penelitian ini menggunakan teori dari Groos dan
Thompson (2007) dan aspek regulasi emosi yang dikemukakan oleh
Thampson (1994). Metode penelitian yang digunakan adalah studi populasi
yaitu bahwa seluruh populasi digunakan sebagai subjek penelitian. Hasil
penelitian uji korelasi product moment antara regulasi emosi dengan perilaku
prososial diperoleh koefisien sebesar 0,384 dengan p < 0,05. Kesimpulan
dalam penelitian ini adalah ada korelasi positif antara regulasi emosi dengan
perilaku prososial. Sumbangan efektif yang diberikan regulasi emosi terhadap
perilaku prososial sebesar 14,8% dan 85,2% disebabkan oleh faktor lain.
14
2. Peran kemampuan Empati pada efikasi diri mahasiswa peserta Kuliah Kerja
Nyata PPM POSDAYA oleh Imam setyawan. Dalam penelitian ini
menggunakan variabel efikasi diri dan variabel kemampuan empati dengan
subjek penelitian mahasiswa peserta Kuliah Kerja Nyata PPM Posdaya. Teori
efikasi diri yang digunakan menurut Bandura (1997, hal. 3). Dan kemampuan
empati menurut Watson dkk (1985). Hasil penelitian ini adalah terdapat
hubungan positif yang signifikan antara kemampuan empati dengan efikasi
diri pada mahasiswa peserta KKN, artinya semakin tinggi kemampuan empati
maka semakin tinggi pula keyakinan dirinya.
3. Gambaran Tipe Empati Perawat Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekan
Baru oleh Fatimah dkk, Jurnal Keperawatan Vol 3 No 2, 2010. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tipe empati perawat RSJ Tampan Pekanbaru
dalam merawat klien gangguan jiwa, dengan metode penelitian deskriptif
sederhana melalui survey. Desain penelitian deskriptif sederhana dengan
metode survey. Teori empati yang digunaan dalam penelitian ini dari Stuart &
Sundeen (1995). Pengumpulan data penelitian ini menggunakan alat ukur
berupa kuesioner yang diadopsi dari kuesioner Profil Empati oleh La Monia
(1995). Hasil penelitian 17 orang perawat (56,6%) menunjukan tipe empati
untuk tanggapan verbal da 17 orang perawat (56,6%) menunjukan tingkat
empati yang rendah pada tipe empati menghormati diri sendiri dan orang lain.
Selain itu, rata-rata perawat di RSJ Tampan menggunakan tipe empati
perilaku non verbal ditampilkan pada tingkat mepati sedang sebanyak 18
15
orang (60%) tipe empati menerima dan mendengarkan dengan tingkat rendah
15 orang perawat (50%) sedangkan tipe empati terbuka jujur dan fleksibel
tingakat rendah 14 orang perawat (46,6%).
4. Hubungan Antara Strategi Koping dan karakteristik Perawat dengan Stress
kerja di Ruang Perawat Intensif Rumah sakit Dustira Cimahi, dilakukan oleh
Ismafiaty dalam jurnal Kesehatan Kartika. Tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk mengidentifikasi hubungan antara strategi koping dan karakteristik
perawat dengan stress kerja di ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Dustira
Cimahi. Jenis penelitian yang digunakan adalah korelasional dengan desai
cross sectional. Dalam penelitian ini variabel bebas adalah variabel yang
sengaja dipelajari pengaruhnya terhadap variabel tergantung (Nursalam,
2008). Instrument stress kerja dibuat dengan melihat gejala stress kerja yang
dituliskan oleh Rice (1999), sedangkan pengukuran strategi koping
menggunakan kuesioneer Ways of Coping Checklist (WOC) yang disusun
oleh Lazarus dan Folkman (1984) yang diterjemahkan dlaam bahasa
Indonesia. Hasil penelitian diperoleh faktor yang berhubungan dengan stress
kerja perawat di ruang Intensive Care Unit RS Dustira Cimahi adalah strategi
koping yang digunakan dengan nilai p = 0.013 dan nilai OR = 15.603.
karakteristik individual (usia, jenis kelamin, lama kerja, pendidikan, dan
status perkawinan) tidak memiliki hubungan yang bermakna.
5. Perilaku Prososial ditinjau dari empati dan Kematangan Emosi dilakukan oleh
Gusti Yuli Asih dan Margaretha Maria (2010). Tujuan dalam penelitian ini
16
adalah mengetahui hubungan antara empati, kematangan emosi dan jenis
kelamin dengan perilaku prososial. Menggunakan teori empati dari Sears dkk
(1991). Dan perilaku prososial dari teori Watson (1984). Sedangkan
kemtangan emosi menurut Hurlock (1999). Subjek penelitian ini guru SMA di
lingkungan Universitas Semarang. Hasil penelitian ada hubungan antara
empati, kematangan emosi dengan perilaku prososial namun tidak ada
perbedaan perilaku prososial antara laki-laki dan perempuan.
6. Hubungan kemampuan koping terhadap stress dengan kemampuan empati
perawat di Rs. Telogorejo Semarang dilakukan oleh Theodora Indiah
Proborani, Sri Hartati dan Dian Ratna Sawitri (2010). Menggnakan teori
empati dari Greenspan dkk dan aspek yang digunakan dari Fesbach. Subjek
penelitian terdiri dari 68 orang yang diperoleh dari populasi 219 perawat
dengan menggunakan proportional sampling. Hasil penelitian menunjukkan
adanya hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan koping
terhadap stress dengan kemampuan emapti kepada perawat. Koefisien
determinasi sebesar 0,535 memberikan gambaran bahwa dalam penelitian ini
kemampuan empati perawat ditentukan oleh kemampuan koping terhadap
stresnya sebesar 53,5%, sedangkan 46,5% sisanya ditentukan oleh faktor-
faktor lain.
7. Perbedaan Problem Focused Coping dan Emotional Focused Coping pada
wanita karir yang menontot drama (Korea atau Indonesia) penelitian tersebut
dilakukan oleh Fiira Virginia Rezekika (2014). Tujuan penelitian untuk
17
mengetahui perbedaan Problem Focused Coping dan Emotional Focused
Coping pada wanita karir yang menontot drama. Subjek dalam penelitian ini
dikelompokkan menjadi kelompok yang menyukai drama Korea 50 orang,
dan subjek yang menyukai sinetron 50 orang. Penggalian data menggunakan
skala Problem Focused Coping dan Emotional Focused Coping berdasarkan
teori dari Carver. Analisis data menggunakan t-test dengan nilai t pada skala
Problem Focused Coping sebesar –0.219 dengan signifikansi 0.827 dan nilai t
pada skala Emotional Focused Coping sebesar -0.531 dengan signifikansi
0.596 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada Problem
Focused Coping dan Emotional Focused Coping pada wanita karir yang
menontot drama (Korea atau Indonesia). tidak adanya perbedaan tersebut
dikarenakan wanita karir memiliki cara berfikir yang lebih objektif dan tidak
mudah terpegaruh.
8. Kebutuhan berafiliasi, introversi kepribadian serta ketergantunga pada
fecebook pada mahasiswa dilakukan oleh Tri Nurmala Dewi dan Joko
Kuncoro, jurnal Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung
Semarang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keterkaitan antara
introversi kepribadian dengan ketergangtungan terhadap facebook. Data
ketergantungan facebook diukur dengan menggunakan skala yang disusun
berdasarkan karakteristik dari Young dan skala afiliasi dari Murray untuk
mengukur kebutuhan afiliasi. Data introversi kepribadian diukur dengan skala
introversi kepribadian dari Jung. Populasi penelitian adalah mahasiswa
18
UNISSULA dengan sampel sebanyak 167 yang diambil secara proposional.
Analisis data dilakukan dengan teknik statistic regresi ganda. Hasil analisis
mennjukkan besarnya koefisien regresi ganda R=0.278, F= 6.863 dan p =
0.001 (p < 0.01) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara kebutuhan
afiliasi dan introversi kepribadian dnegan ketergantungan terhadap facebook.
9. Relationship Between Active Coping with Parenting Stres in Mother of
Mentally Retarded Child dilakukan oleh Umi Mawardah dkk, Jurnal Psikologi
Vol 1, No 1, tahun 2012. Penelitian ini menggunakan variabel stress
pengasuhan pada ibu yang memiliki anak retradasi mental dan variabel active
coping. Menggunakan teori stress dari Abidin (Ahern, 2004). Carver (1989)
dengan teori active. Penelitian ini melibatkan 66 ibu yang memiliki anak
retradasi mental di SLB ABC Swadaya dengan menggunakan metode skala.
Hasil penelitian ditujukan dengan koefisien rxy = 0.756 dengan p = 0.000
(p<0.000). hal tersebut berarti terdapat hubungan yang signifikan anatara
variable active coping dengan stress pengasuhan.
10. Empathy-Based Helping: Is It Selflessly or Selfishly Motivated? oleh Robert
B. Cialdini dkk Journal of Personality and Social Psychology 1987. Tujuan
dalam penelitian ini untuk memprediksi paradigm type asosiasi yang
digunakan Batson tentang empati antara tidak mementingkan diri sendiri
dengan mementingakan diri sendiri. Menggunakan metode eksperimen
dengan 2 kelompok eksperimen. Hasil penelitian mengintepretasikan sebuah
19
dukungan dari dalam diri sebagai dasar seseorang untuk memberikan bantuan
bahkan untuk berempati.
11. A Multidimensional Approach to Individual Differences in Empathy, yang
dilakukan oleh Mark H. Davis journal of Personality and Social Psychology
1980. Perkembangan multidimensi perbedaan antar individu menggambarkan
tentang empati. Menggunakan konsep global empati yaitu perspective taking,
fantasy, empathic concern dan personal distress.
12. Stress, copping and well Being-Among the Yup‟ik of the Yukon-Kuskokwim
Delta: The role of Enculturation and Acculturation dilakukan oleh Christoper
Wolsko dkk, journal of Circumpolar health 2007. Tujuan dalam penelitian ini
adalah mengetahui hubungan anatara budaya individu dan stress, koping, dan
psychological well-being di komunitas Yup‟ik. Subjek yang digunakan dalam
penelitian ini berjumlah 488 orang dalam komunitas Yup‟ik. Hasil dalam
penelitian ini adalah partisipan mengatakan menjalani hidup dalam sebuah
Kass‟aq mengalami stress secara psikososial yang hebat, tidak bergembira,
dan menggunakan narkoba serta alcohol untuk mengalihkan stress. Sedangkan
partisipan yang hidup dengan budaya tradisional Yup‟ik mereka bahagia, dan
menggunakan agama dan spiritual untuk mengatasi masalah, serta tidak
menggunakan narkoba dan minum-minuman keras dalam mengatasi masalah.
Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut, dapat disimpulkan penelitian ini
berbeda dari penelitian yang sudah pernah ada sebelumnya, seperti dalam hal:
20
1. Tema penelitian sedikit berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Sawitri dkk (2010). Penelitian terdahulu tentang hubungan kemampuan
koping terhadap stress dengan kemampuan empati perawat di RS Telogorejo
Semarang sedangkan penelitian ini mengambil tema tentang empati dengan
kemampuan koping berfokus masalah, kemampuan koping berfokus emosi
dan kebutuhan berafiliasi.
2. Subjek penelitian yang belum pernah digunakan oleh penelitian sebelumnya,
yaitu perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan.
3. Landasan teori tentang kemampuan koping berfokus masalah, kemampuan
koping berfokus emosi, kebutuhan afiliasi dan empati yang berbeda dari
penelitian sebelumnya.
4. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dari penelitian yang
terdahulu karena menggunakan alat ukur yang dibuat sendiri oleh peneliti
untuk ketiga variabel dalam penelitian.
5. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif,
pengumpulan data menggunakan tiga skala psikologi.
88
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
diajukan beberapa kesimpulan penelitian, yaitu:
1. Hipotesis dalam penelitian ini tidak diterima, dimana kemampuan koping
berfokus emosi tidak bersama dengan kemampuan koping berfokus masalah
dan kebutuhan afiliasi untuk mempengaruhi empati perawat. Namun,
terdapat hubungan yang signifikan kemampuan koping berfokus masalah dan
kebutuhan afiliasi dengan empati perawat Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Muntilan, dimana semakin baik kemampuan koping berfokus
masalah dan kebutuhan afiliasi maka semakin tinggi empati perawat.
2. Kemampuan koping berfokus masalah memiliki kontribusi terhadap empati
sebesar 42,4%, dan kebutuhan afiliasi memiliki kontribusi terhadap empati
sebesar 8,5%. Sehingga kemampuan koping berfokus masalah dan kebutuhan
afiliasi memiliki sumbanagan efektif sebesar 50.9% terhadap empati perawat,
dengan demikian masih ada 49,1% faktor lain yang mempengaruhi empati
perawat. Faktor lain tersebut antara lain, faktor genetik, jenis kelamin,
kejadian alam, perkembangan kognitif, mood and felling, situasi dan tempat,
komunikasi, status sosial ekonomi, dan sosialisasi
88
89
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka saran yang
diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi Perawat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Muntilan
Agar lebih memperhatikan kondisi para perawat yang berkaitan dengan
kemampuan koping terhadap stress dan memberikan fasilitas kepada perawat
untuk memenuhi kebutuhan afiliasinya.
2. Kepada peneliti selanjutnya yang ingin meneliti dengan variabel yang sama
supaya melebarkan subjek penelitian dan mengkategorisasikan atau
mengelompokkan sample yang digunakan sehingga hasil penelitian dapat
digeneralisasikan. Serta dalam penyusunan aitem lebih mempertimbangkan
jumlah aitem dan tata bahasa agar subjek penelitian tidak cenderung memilih
pernyataan yang sesuai dengan norma yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, I,N, M Fatkhul Mubin. (2004). Koping perawat terhadap stress kerja di ruang
rawat inap Bougenvile Rumah Sakit Telogorejo Semarang Tahun 2004. Jurnal
Litbang Universitas Muhammadiyah Semarang
Alias. (2014). Hubungan stress kerja dengan tingkat empati perawat pada pasien
perilaku kekerasan di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Jurnal ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 4 Tahun 2014. ISSN: 2302-
1721
Arruum, Diah, Dwi Ratna Sari. (2006) Stres dan Koping Perawat Kepribadian Tipe A
dan Kepribadian Tipe B di Ruang Inap RSU Dr. Pirngadi Medan. Jurnal
Keperawatan Rufaidah Sumatra Utara, Volume 2 Nomor 1, Mei 2006
Arumwardhani, Arie, Dr. (2011). Psikologi Kesehatan. Buku 1. Yogyakarta:
GalangPress
Arwani. (2002). Komunikasi dalam keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Asih, Gusti Yuli, Margaretha. (2010). Perilaku Prososial ditinjau dari Empati dan
Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus Volume I, No 1,
Desember 2010
Azwar, Saifudin. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Baron, R. A dan Byrne. (2005). Psikologi sosial. Jilid 2. Alih bahasa: Ratna Djuwita.
Edisi kesepuluh. Jakarta: Erlangga
Carver, C.S. dkk. (1898). Assessing coping strategies: A theoretically based
approach. Journal of Personality and Social Psychology, 50 (2), 267-283
Chaplin, J.P. (2011). Kamus Lengkap Psikologi. Alih bahasa: Dr. Kartini Kartono.
Jakarta: Raja Grafindo
Cialdini, dkk. (1987). Empathy- Based Helping: IS it Selflessy or Selfishly
Motivated?. Journal of Personality and Social Psychology 1987, Vol. 52, No. 4,
749-758
Davis, M. H. (1983). Measuring individual differences in empathy: evidence for
multidimensional approach. Journal of Personality and Social Psychology, 44b
(5), 113-126
Davison, Neale, & Kring. (2006). Psikologi Abnormal. Edisi ke-9. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Eisenberg, N. & Damon, W. (2006). Handbook of child psychology. Volume 3 social,
emotional, and personality development. Sixth Edition. New York: John Wiley &
Sons, Inc.
Fatimah, dkk. (2010). Gambaran tipe Empati Perawat Jiwa di Rumah Sakit Jiwa
Tampan Pekan Baru. Jurnal Keperawatan Vol. 3 No. 2 September 2010: 88-97
Feldman, Papalia, Olds. (2009). Human Development Perkembangan Manusia. Buku
2. Alih bahasa: Brian Marwensdy. Edisi 10. Jakarta: Salemba Humanika
Gaffar. L.O.J. (1999). Pengantar keperawataan Profesional. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran
Gayatri, Dewi, dkk. (2011). Motivasi Kerja Meningkatkan Manajemen Waktu
Perawat. Jurnal Keperawatan Indonesia Vol 14, No 1, Juli 2011; hal 89-94
Gerungan, W.A. (2010). Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama
Goleman, Daniel. (1999). Kecerdasan Emosional. Terjemahan, cetakan IX. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Hadjam, M Noor Rochman. (2001). Efektivitas Pelayanan Prima Sebagai Upaya
Meningkatkan Pelayanan Di Rumah Sakit (Perspektif Psikologi. Jurnal Psikologi,
2010, No.2, 105-115, ISSN: 0215-8884
Hasan, Aliah B. (2008). Pengantar Psikolgi Kesehatan Islami. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada
Hidayati, Farida, Umi Mawardah. (2012). Relationship Between Active Coping With
Parenting stress in Mother of Mentally Retarded Child. Jurnal PSikologi, Volume
1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-14
Hurlock, E. B. (1999). Perkembangan anak. Jilid 2. Alih bahasa: Med. Meitasari
Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih. Edisi keenam. Jakarta: Erlangga
Ismafiaty. (2012). Hubungan Antara Strategi Koping dan Karakteristik Perawat
dengan Stres Kerja di Ruang Perawat Insentif Rumah Sakit Dustira Cimahi.
Jurnal kesehatan Kartika. Stikes Jendral A. Yani Cimahi: Tidak Diterbitkan
Kalat, J.W. (2012). Biopsikologi. Buku 2, Edisi 9. Jakarta: Salemba Humanika
Kuncoro, Joko, Tri Nurmala Dewi. (2011). Kebutuhan Berafiliasi, Introversi
Kepribadian serta Ketergantungan Facebook pada Mahasiswa. Jurnal Proyeks,
Vol. 6 (2) 2011, 68-77, ISSN: 1907-8455
Kurnia, Edy. (2010). Pengaruh Mekanisme Koping terhadap Kekebalan Stres Kerja
pada Karyawan Rumah Sakit Baptis Kediri. Jurnal STIKES RS BaptisVolume 3,
Edisi 1, Juli 201, ISSN: 2085-0921
Kusumaatmaja, Sarwono, dkk. (1991). Stress dan Kepuasan Kerja. Yogyakarta: Dian
Nusantara
Munandar, Ashar Sunyoto. (2008). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI
Press
Nevid Jeffrey, dkk. (2005). Psikologi Abnormal. Jilid 1. Edisi kelima. Alih Bahasa:
Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta: Erlangga
Panjaitan, Rosa, dkk. (2010). Hubungan stress kerja dengan tingkat empati perawat
dalam merawat pasien gangguan jiwa. Tidak diterbitkan
Panuntun, J.G. (2012). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Empati pada Siswa
Kelas X SMK 3 Salatiga Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi Sarjana pada
FKIP UKSW Salatiga: tidak diterbitkan.
Rezekia, Firra V. (2014). Perbedaan Problem Focused Coping dan Emotional
Focused Coping pada wanita karir yang menontot drama (Korea dan Indonesia).
Jurnal Tidak diterbitkan
Robbins, S. (1996). Perilaku organisasi: Konsep, kontroversi, aplikasi. Alih bahasa:
Hedyana Pujaatmaka. Jakarta: PT Prenhallindo
Safaria, T. Nofrans E.S. (2012). Manajemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas
Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda. Jakarta: Bumi Aksara
Santrock, John W. (1995). Life Spain Development Perkembangan Masa Hidup. Jilid
2. Edisi kelima. Alih bahasa: Achmad Causairi, Drs. Damanik. Jakarta: Erlangga
Saptoto, Ridwan. (2010) Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kemampuan Coping
Adaptif. Jurnal Psikologi, Volume 37, No. 1, Juni 2010: 13-22.
Saptoto, Ridwan. (2010). Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kemampuan Koping
Adaptif. Jurnal Psikologi Volume 37, No. 1, Juni 2010: 13-22
Sarwono, S. W. (2002). Psikologi Sosial, individu dan teori-teori psikologi sosial.
Jakarta: Balai Pustaka
Sarwono, S. W. Eko A. M. (2011). Psikologi sosial. Jakarta: Salemba Humanika
Sawitri, Dian R. Theodora I.P, dan Sri H. (2010). Hubungan antara kemampuan
koping terhadap stress dengan kemampuan empati perawat di RS. Telohorejo
Semarang. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang. Tidak
diterbitkan
Sears D. O, dkk. (1985). Psikologi sosial. Jilid 2. Alih bahasa: Michel Adrayanto.
Edisi kelima. Jakarta: Erlangga
Setyawan, Imam. (2012). Peran Kemampuan Empati Pada Efikasi Diri Mahasiswa
Peserta Kuliah Kerja Nyata PPM POSDAYA. Proceding Konferensi Nasional II
Ikatan Psikologi Klinis h. 296-300, ISBN : 978-979-21-2845-1
Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Suseno, Miftahun N. (2011). Suplemen modul Praktikum Statistika. Yogyakarta:
Laboratorium Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan
Kalijaga.
Taufik Dr. (2012). Empati Pendekatan Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo
Wolsko, Christopher. (2007). Stress coping and Well-Being Among the Yup’ik of the
Yukon-Kuskokwim Delta: the Role of Enculturation and Acculturation.
International of Circumpolar Health 66: 1 2007
Yulihastin, Erma. (2009). Bekerja sebagai Perawat. Jakarta: Erlangga
DAFTAR LAMAN
Aini, Nabila Q. (2014). Konsep Empati. Di unduh di
http://bilaairbiru.blogspot.com/2014/01/konsep-empati.html pada Rabu, 14
Januari 2015 pukul 13:50 WIB
Anonym. (2012). Empati dan perilaku prososial. Online: shohibmoe’s blog. Diunduh
pada hari Sabtu, 7 Februari 2015 pukul 11:26 WIB
Keitha. (2003). Survey: Benarkah Perawat itu Judes dan Jahat? Online. Diunduh di
http://blogperawat.com/survey-benarkah-perawat-itu-judes-dan-jahat/ pada
Selasa, 27 Januari 2015 pukul 03:14 WIB
Mu’tadin, Zainun. Strategi Coping. Online. Diunduh di http://www.e-psikologi.com
pada Jumat, 31 Juli 2015 pukul 05:15 WIB
Sasrawan, Hadi. (2013). Pengertian Sosialisasi. Diunduh dari
http://hedisasrawan.blogspot.com/2013/01/pengertian-sosialisasi-artikel-
lengkap.html pada tanggal 5 Maret 2015 pukul 13:20 WIB
Setiawan, A. (2012). Empati. Diunduh dari http:
//andiysetiawan.blogspot.com/2012/11/empati.html pada tanggal 7 Februaari
2015 pukul 13:20 WIB
1
SKALA PENELITIAN
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2015
2
Responden terhomat, Bersama dengan ini saya mohon kesediannya untuk mengisi daftar kuesioner yang
diberikan. Informasi yang diberikan sebagai data penelitian.
Petunjuk pengisian skala :
1. Isilah identitas diri sebelum mengerjakan
2. Berilah tanda centang() pada salah satu jawaban dari setiap pernyataan seperti dibawah
ini:
SS : Sangat Sesuai, yaitu bila pernyataan itu sangat sesuai dengan keadaan diri Anda
S : Sesuai, bila pernyataan itu sesuai dengan keadaan diri Anda
TS : Tidak Sesuai, bila pernyataan itu tidak sesuai dengan keadaan diri Anda
STS : Sangat Tidak Sesuai, bila pernyataan itu sangat tidak sesuai dengan keadaan diri
Anda
CONTOH :
No Pernyataan SS S TS STS
1. Saya senang jika dapat berkumpul dengan keluarga √
Jika ingin membenarkan :
No Pernyataan SS S TS STS
1. Saya senang jika dapat berkumpul dengan keluarga √ √
3. Apabila Saudara sudah selesai menjawab, periksalah dan pastikan kembali tidak ada aitem
yang terlewatkan.
Perlu diketahui bahwa, dalam skala ini tidak ada jawaban benar atau salah, baik atau buruk,
sehingga diharap untuk mengisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Informasi, identitas,
dan lain-lain dijamin oleh etika akademik penelitian dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab
peneliti. Atas kesediaan dan kerjasama yang baik, peneliti mengucapkan terima kasih. Selamat
mengerjakan dan terima kasih atas bantuan dan partisipasi anda.
-------SELAMAT MENGERJAKAN-------
Umaeroh Febrilaelani Putri
3
IDENTITAS DIRI
Nama (Inisial) : Jenis Kelamin : Wanita/Pria
Usia : tahun Status : Belum Menikah/Menikah
Pendidikan : Lama kerja :
SKALA A
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1. Saya mencoba memahami bagaimana pasien memandang penyakit mereka.
2. Saya berusaha mempertimbangkan pandangan orang lain sebelum
mengambil tindakan agar bisa tepat sasaran.
3. Dalam hubungan perawat dengan pasien, bahasa tubuh pasien sama
pentingnya komunikasi verbal.
4. Sulit bagi saya merasakan apa yang pasien rasakan.
5. Ketika saya yakin dengan suatu hal, saya merasa tidak perlu
mempertimbangankan pendapat orang lain.
6. Saat seorang pasien dan keluarganya bercerita hal menyedihkan, saya
menguatkan diri dengan tidak ikut menangis.
7. Saya tidak peduli dengan masalah yang dialami oleh keluarga pasien.
8. Bila melihat berita tentang bencana alam, saya membayangkan bagaimana
kondisi korban yang mengalaminya.
9. Ketika saya melihat seorang pasien yang menangis, mata saya mulai
berkaca-kaca.
10. Pengalaman pribadi pasien perlu untuk diperhatiakan.
11. Ketika saya mengalami kegagalan, saya membutuhkan waktu yang lama
untuk melupakannya.
12. Saya dapat memahami perasaan pasien ketika mengalami masalah.
13. Saya dapat memahami perasaan pasien dari kata-kata yang disampaikannya.
14. Meski sedang kecewa karena suatu hal, saya tetap menemani pasien yang
sedang merasa sedih.
15. Pandangan pasien tentang penyakitnya membantu saya dalam mengatasi
persoalan pasien.
4
No PERNYATAAN SS S TS STS
16. Saya kasihan melihat banyak pasien yang meninggal karena penyakit
mereka.
17. Saya tidak akan membantu bila bantuan saya tidak dihargai.
18. Saya merasa terganggu ketika melihat pasien menangis histeris karena
kesakitan.
19. Ketika bersama pasien atau keluarga pasien yang sedang marah, tiba-tiba
saya ikut merasa marah.
20. Saya akan menghindari teman yang pernah mengecewakan saya.
21. Sulit bagi saya untuk memahami keinginan pasien.
22. Memikirkan kondisi korban bencana alam di tempat pengungsian hanyalah
membuang-buang waktu.
23. Saya tidak dapat memahami dan merasakan masalah yang dihadapi oleh
pasien.
24. Memahami perasaan pasien dan keluarga pasien tidak berpengaruh terhadap
pengobatan medis.
25. Saya merasa cemas memikirkan nasib korban bencana alam di tempat
pengungsian.
26. Kehidupan saat ini sangat memprihatinkan, dengan begitu saya berusaha
untuk memperbaiki diri dan keturunan saya kelak.
27. Saya mencoba untuk selalu berada di samping pasien ketika memberikan
perawatan medis.
28. Saya dapat merasakan pederitaan pasien, tapi tetap mampu mengontrol
emosi saya.
HARAP DITELITI KEMBALI, JANGAN ADA NOMOR YANG TERLEWATI!
SELANJUTNYA..
5
SKALA B
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1. Saya tidak membuat rencana untuk masa depan saya.
2. Saya sering mengambil solusi tanpa memperhatiakan hal lain.
3. Ketika ada suatu permasalahan saya akan mencari banyak informasi untuk
menyelesaikannya.
4. Menurut saya meminjam uang teman saat membutuhkan hanya akan menambah
masalah.
5. Saat ada permasalahan ekonomi, saya akan berusaha mencari bantuan dari
teman.
6. Saya cenderung berprinsip ‘jalani saja’ dalam kehidupan ini.
7. Saya memastikan tidak memperbanyak masalah dengan bertindak terburu-buru.
8. Saya malu jika harus meminjam uang teman.
9. Bagi saya, dukungan orang lain tidak berarti apa-apa untuk permasalahan saya.
10. Ketika ada permasalahan, untuk mencari solusi saya memberikan beberapa
jalan keluar untuk mencari yang terbaik.
11. Saya segera bergegas menindak lanjuti ketika pekerjaan saya tidak sesuai
dengan perintah.
12. Saya cepat mengambil langkah, meskipun itu solusi yang tidak sesuai.
13. Membicarakan permasalahan dengan orang lain hanya akan menunjukkan
kelemahan saya.
14. Jika membutuhkan, saya tidak malu untuk meminjam uang teman.
15. Saya tidak akan mengambil tugas baru sebelum satu tugas selesai.
16. Saya merasa sulit untuk mengkonsentrasikan usaha saya dengan baik.
HARAP DITELITI KEMBALI, JANGAN ADA NOMOR YANG TERLEWATI!!
SELANJUTNYA..
6
SKALA C
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1. Ketika saya ada masalah, Tuhan yang menjadi tempat saya untuk bercerita.
2. Bagi saya masalah bisa selesai dengan berdoa dan berusaha.
3. Daripada saya berfikir keras menyelesaikan permasalahan yang tidak kunjung
selesai, lebih baik saya melakukan aktivitas lain yang lebih berguna.
4. Saya yakin perhatian orang lain terhadap permasalah hidup saya tidak akan
segera memecahkan permasalahan.
5. Kegagalan membuat saya malas mencoba hal-hal yang baru.
6. Saya paham akan masalah saya, tapi sulit untuk memecahkan hal tersebut.
7. Permasalahan hidup ini membuat saya semakin terpuruk.
8. Saya akan menerima dengan tulus seberat apapun permasalahan hidup yang
saya hadapi.
9. Semua usaha baik yang saya jalani akan membuahkan hasil yang sesuai.
10. Saya merasa lebih nyaman ketika mendapat nasehat dari orang lain.
11. Tidak ada gunanya bersusah payah mencari solusi sebab nanti akan selesai pada
waktunya.
12. Saya merasa tidak bisa menerima dengan ujian berat yang Tuhan berikan
kepada saya.
13. Dengan menonton film dan mendengarkan musik mampu mengalihkan
perhatian saya terhadap permasalahan yang terjadi.
14. Permasalahan akan selesai jika kita berusaha, mendektakkan diri pada Tuhan
adalah hal yang percuma.
15. Saya akan lebih fokus dan tenang ketika bekerja jika seseorang memberi
semangat.
16. Berdoa ketika ada masalah tidak akan merubah apapun.
17. Ketika saya bimbang, saya akan meminta bimbingan kepada Tuhan.
18. Saya melihat ada sesuatu yang baik di sebuah kesempatan.
19. Saya tidak begitu memerlukan semangat dari orang lain.
20. Segala permasalahan adalah beban dalam hidup saya.
21. Saya ingin lebih dekat dengan Tuhan ketika menghadapi masalah.
7
No PERNYATAAN SS S TS STS
22. Tidak ada gunanya beribadah sebab saya juga masih terkena masalah.
23. Saya selalu mencari kebaikan/hikmah setiap apa yang terjadi kepada saya.
24. Saya memilih untuk menenangkan perasaan terlebih dahulu jika mengalami
sebuah permasalahan.
25. Saat orang lain mendukung pendapat saya, saya merasa sangat senang.
HARAP DITELITI KEMBALI, JANGAN ADA NOMOR YANG TERLEWATI!!
SELANJUTNYA..
8
SKALA D
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1. Saya merasa senang ketika dapat berhubungan baik dengan orang lain.
2. Kehadiran teman-teman dapat mengurangi rasa cemas saya akan suatu hal.
3. Dengan keberadaan teman disekitar saya dapat mengatasi permasalahan
yang sedang terjadi.
4. Saya sangat senang memiliki banyak teman.
5. Saya merasa kesepian bila tak seorang pun teman berada disamping saya.
6. Saya tidak akan mengevaluasi pekerjaan saya karena saya yakin itu yang
terbaik.
7. Saya tidak ingin memiliki banyak rekan baru.
8. Penting bagi saya memiliki banyak teman agar dapat dikenal oleh orang lain.
9. Saya selalu merasa pekerjaan saya lebih baik dari rekan kerja saya.
10. Saya selalu berusaha untuk mengevaluasi pekerjaan saya dengan pekerjaan
rekan lain agar mendapat saran.
11. Saya merasa malu jika harus belajar dari rekan kerja saya.
12. Meskipun bertemu dengan teman, kesedihan saya tidak hilang.
13. Adanya teman-teman membuat saya merasa nyaman.
14. Berinteraksi dengan orang lain membuat saya kecewa.
15. Kehadiran orang lain di sekitar saya membuat saya tidak nyaman.
16. Beban yang saya rasakan akan berkurang jika saya menceritakan kepada
teman.
17. Bagi saya meminta pertimbangan teman untuk mengerjakan sesuatu tidak
ada gunanya.
18. Diri saya akan berharga jika memiliki banyak teman.
19. Saya cenderung lebih memilih untuk berdiam diri di rumah daripada harus
mengikuti berbagai perlombaan
20. Solusi rekan kerja tidak berarti apa-apa untuk saya.
21. Saya sering melihat pekerjaan teman sebagai media belajar saya.
22. Saya merasa diri saya berharga walaupun tidak memiliki teman.
23. Saya mencoba untuk mengatasi kesulitan tanpa bantuan orang lain.
9
NO PERNYATAAN SS S TS STS
24. Keberadaan saya tetap diakui walaupun tidak bersama dengan teman-teman.
25. Saya malas jika harus mendatangi acara yang melibatkan banyak orang.
26. Saya bergaul dengan orang lain agar dapat menunjukkan kemampuan saya.
27. Saya yakin pekerjaan saya sudah yang terbaik.
28. Menurut saya memiliki banyak teman untuk berkumpul akan membuang-
buang waktu.
29. Saya merasa lebih senang jika sendirian.
30. Bertemu dengan teman membuat rasa bosan saya hilang.
31. Kehadiran teman-teman membuat rasa sedih saya hilang.
32. Saya tidak merasa senang ketika berhubungan dengan orang lain.
33. Berhubungan dengan beberapa teman membuat saya sering dilanda rasa
kebosanan.
34. Saya membutuhkan banyak teman yang dapat memberikan solusi terbaik
untuk saya.
35. Bagi saya menceritakan permasalahan dengan teman tidak dapat mengurangi
beban yang saya rasakan.
36. Jika mendapat pekerjaan yang sulit saya akan meminta pertimbangan teman
agar mendapat hasil yang maksimal.
37. Saya akan lebih termotivasi jika bersama teman-teman.
38. Rasanya senang jika saya ditunjuk oleh pimpinan untuk mewakili kantor
mengikuti perlombaan.
39. Ide-ide saya muncul jika bertemu dengan teman-teman.
40. Ketika saya sudah mengevaluasi pekerjaan dengan rekan lain saya akan
yakin hasil itu yang terbaik.
HARAP DITELITI KEMBALI, JANGAN ADA NOMOR YANG TERLEWATI!!
SELESAI..
TERIMAKASIH ATAS PARTISIPASINYA DALAM PENELITIAN INI
SEMOGA ANDA SUKSES ☺