PENGARUH DESAIN KOPING DAN SUHU PEMBAKARAN TERHADAP ...
Transcript of PENGARUH DESAIN KOPING DAN SUHU PEMBAKARAN TERHADAP ...
PENGARUH DESAIN KOPING DAN SUHU PEMBAKARAN
TERHADAP ADAPTASI MARJINAL MAHKOTA
LOGAM PORSELEN
TESIS
AUGESWINA
157160013
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS PROSTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH DESAIN KOPING DAN SUHU PEMBAKARAN
TERHADAP ADAPTASI MARJINAL MAHKOTA
LOGAM PORSELEN
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Spesialis Prostodonsia
(Sp.Pros) dalam Bidang Ilmu Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
AUGESWINA
157160013
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS PROSTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji
Pada Tanggal : 24 September 2019
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Prof. Haslinda Z Tamin, drg., M.Kes., Sp.Pros (K)
ANGGOTA : 1. Dr. Ir. Eng. M. Indra Nasution, MT
2. Ricca Chairunnisa, drg., Sp.Pros(K)
2. Syafrinani,drg., Sp.Pros(K)
3. Sumadhi, drg., Ph.D
4. Ariyani,drg., MDSc., Sp.Pros (K)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
PENGARUH DESAIN KOPING DAN SUHU PEMBAKARAN
TERHADAP ADAPTASI MARJINAL MAHKOTA
LOGAM PORSELEN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, Oktober 2019
Augeswina
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISTILAH
Ni-Cr = Nickel-Chromium
Co-Cr = Cobalt-Chromium
Au-Pd = Gold-Palladium
Au-Pt-Pd = Gold-Platinum-Palladium
Ag-Pd = Silver - Palladium
FPD = Fixed Partial Denture
PFM = Porcelain-Fused-to-Metal
GTC = Gigi Tiruan Cekat
ADA = American Dental Association
ISO = International Standard Organization
CAD/CAM = Computer Aided Design / Computer Aided
Manufacturing
SEM = Scanning Electron Microscope
µm = Mikron (satuan pengukuran)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Mahkota logam porselen adalah salah satu restorasi yang mendapatkan
estetika yang baik dari tampilan porselen yang memiliki translusensi yang tinggi serta
kekuatan dari substruktur logam, dan memiliki adaptasi marjinal yang baik, namun
estetis pada logam porselen kurang memuaskan karena ada bayangan gelap didaerah
servikal dan perlu dibuatkan desain koping collarless. Ada tiga desain yang
digunakan dalam penelitian ini diantaranya metal collar, full metal collarless dan
modified metal collarless yang dibakar dengan suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh desain koping dan suhu
pembakaran terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen. Jenis penelitian ini
adalah eksperimental laboratoris. Gigi insisivus sentralis typodont dipreparasi dan
diduplikasikan menggunakan scan CAD / CAM sehingga menjadi dai zirkonia dan
ditanam dalam balok resin akrilik untuk pembuatan 30 sampel logam porselen.
Aplikasi lapisan opak pada ketiga desain koping yang di bakar pada suhu 950˚C dan
975˚C yang dilanjutkan dengan aplikasi dentin, enamel dan glazing. Pengukuran nilai
adaptasi marjinal pada kelompok sampel logam porselen dilakukan dengan alat
Stereomikroskop (Zeiss Stereo Discovery. V12, Germany) yang terdata secara
komputerisasi menggunakan software Axiovision Rel. 4.8 dalam satuan Mikron
(µm). Sampel diletakkan di bawah stereomikroskop pada lima titik yang akan
dilakukan perhitungan besarnya celah marjinal. Data statistik dengan uji one way
ANOVA terlihat perbedaan yang signifikan dengan nilai rerata celah marjinal dan
standar deviasi pada desain koping metal collar suhu pembakaran 950˚C adalah
(88,97 ± 0,95)µm, dan suhu pembakaran 975˚C adalah (61,69 ± 1,13) µm. Nilai
rerata celah marjinal dan standar deviasi pada desain koping full metal collarless suhu
pembakaran 950˚C adalah (113,05 ± 0,93) µm, dan suhu pembakaran 975˚C adalah
(87,70 ± 0,72) µm. Nilai rerata celah marjinal pada desain koping modified metal
collarless dan standar deviasi suhu pembakaran 950˚C adalah (92,66 ±1,07) µm, dan
suhu pembakaran 975˚C adalah (66,71 ± 1,29) µm. Pengaruh signifikan desain
koping metal collar, full metal collarless, dan modified metal collarless pada suhu
pembakaran 950˚C terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen dengan nilai
p=0,001 (p<0,05). Pengaruh signifikan desain koping metal collar, full metal
collarless, dan modified metal collarless pada suhu pembakaran 975˚C terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen dengan nilai p= 0,001 (p<0,05). Hasil uji t
independent juga terlihat perbedaan yang signifikan pada suhu pembakaran 950˚C
dan 975˚C pada desain koping metal collar terhadap adaptasi marjinal mahkota
logam porselen dengan nilai p=0,001 (p<0,05), pada desain koping full metal
collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen dengan nilai p=0,001
(p<0,05), dan pada desain koping modified metal collarless terhadap adaptasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
marjinal mahkota logam porselen dengan nilai p=0,001 (p<0,05). Hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa desain koping modified metal collarless memiliki adaptasi
marjinal yang baik dengan celah lebih kecil dan dapat diterima klinis, sehingga desain
ini dapat direkomendasikan untuk aplikasi klinis pada kasus – kasus yang
memerlukan estetis maksimal
.
Kata Kunci: Desain koping, suhu pembakaran, adaptasi marjinal, mahkota logam
porselen.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
Metal porcelain crown is one of the restorations that get a good aesthetic appearance
of porcelain which has high transparency and strength from metal substructure, and has good
marginal adaptation, but the aesthetics of metal porcelain are less satisfactory because there is
a dark shadow at the cervical area and needed to make collarless coping design. There are
three designs used in this study including metal collar, full metal collarless and modified
metal collarless that is burned with a firing temperature of 950°C and 975°C. The purpose of
this study was to determine the effect of coping design and firing temperature on the marginal
adaptation of metal porcelain crowns. This type of study is an experimental laboratory.
Typodontic central incisors were prepared and duplicated using CAD / CAM scans to form
zirconia die and embedded in acrylic resin blocks for the manufacture of 30 metal porcelain
samples. The application of opaque coating in all three coping designs at 950˚C and 975˚C
followed by applications of dentin, enamel and glazing. The measurement of marginal
adaptation values in the metal porcelain sample group was performed using a
stereomicroscope (Zeiss Stereo Discovery. V12, Germany) which was computerized recorded
using the Axiovision Rail software. 4.8 in Microns (µm). The sample is placed under the
stereomicroscope at five points to calculate the marginal gap. Statistical data with the one
way ANOVA test showed significant differences with the mean marginal gap and the
standard deviation in the design of the coping metal collar firing temperature of 950˚C was
(88.97 ± 0.95) µm, and the firing temperature of 975˚C was (61.69 ± 1.13) µm. The mean
value of marginal gap and standard deviation of the full metal collarless coping design of the
firing temperature of 950˚C was (113.05 ± 0.93) µm, and the firing temperature of 975˚C was
(87.70 ± 0.72) µm. The mean marginal gap for modified metal collarless coping design and
standard deviation of the firing temperature of 950˚C is (92.66 ± 1.07) µm, and the firing
temperature of 975˚C is (66.71 ± 1.29) µm. Significant influence of metal collar, full metal
collarless and modified metal collarless design on the firing temperature of 950˚C to the
marginal adaptation of metal porcelain crowns with a value of p = 0.001 (p <0.05). The
significant effect of metal collar, full metal collarless and modified metal collarless on the
firing temperature of 975˚C to the marginal adaptation of metal porcelain crowns with a
value of p = 0.001 (p <0.05). The independent t test results also showed a significant
difference in the firing temperatures of 950˚C and 975˚C in the design of metal collar coping
with marginal adaptation of metal porcelain crowns with a value of p = 0.001 (p <0.05), on
the design of full metal collarless coping with marginal adaptation of metal porcelain crowns
with a value of p = 0.001 (p <0.05), and the modified metal collarless coping design to
marginal adaptations of metal porcelain crowns with a value of p = 0.001 (p <0.05). The
results of the study can be concluded that modified metal collarless coping design has good
marginal adaptation with smaller gaps and has clinically acceptable, so this design can be
recommended for clinical applications in cases that require maximum aesthetics.
Key Words : Coping design, firing temperature, marginal adaptation, metal porcelain crown.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga tesis ini selesai disusun sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Prostodonsia pada Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada suami
tercinta dr. Fahmi Nurdin, Sp.B., zuriatku tersayang Aufasyathir Dhiaulhaq dan
Aufashahia Salsabila atas pengorbanan, keikhlasan dan motivasinya. Papa Dasrul
Rustam dan mama Nurhaida Chaniago, S.Ag pelita hidupku, papa dan mama mertua
dr. Nurdin Hasan dan Minahuma serta seluruh keluarga yang telah memberikan kasih
sayang tiada henti yang tidak akan terbalas, doa, pengertian, semangat dan dukungan
baik moril maupun materil kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan
pendidikan ini.
Dalam penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapat pengarahan serta
bimbingan dari berbagai pihak sehingga tesis ini dapat disusun dengan baik. Pada
kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Haslinda Z Tamin, drg., M. Kes., Sp. Pros (K) selaku dosen pembimbing
pertama penulis sekaligus sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Gigi
Spesialis Prostodonsia PPDGS) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan
koreksi, dan pengarahan serta dorongan dan semangat kepada penulis selama
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penulisan tesis ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Teladan yang diberikan
berupa semangat, motivasi yang tinggi, selalu berpikir positif, dan memperhatikan
segala sesuatu secara detail sangat berarti dalam membentuk pola berpikir penulis,
khususnya selama proses penyelesaian tesis ini. Dialah ibundaku, do`a tercurah untuk
beliau, semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan, kekuatan, rezeki dan
umur yang barokah kepada ibunda tercinta.
2. Dr. Eng. Ir. M. Indra Nasution, MT selaku dosen pembimbing kedua
sekaligus sebagai Kepala Laboratorium Fakultas Teknik Mesin Universitas Sumatera
Utara yang dalam penulisan tesis ini juga telah meluangkan banyak waktu dan selalu
bijaksana untuk membimbing, memberikan pengarahan dan masukan kepada penulis
selama penulisan tesis ini hingga selesai. Penulis juga merasakan pengorbanan dan
pengertian dari Bapak selama pelaksanaan penelitian.
3. Ricca Chairunnisa, drg., Sp.Pros (K) selaku pembimbing dan penguji yang
telah banyak berkorban dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis
serta motivasi yang tinggi kepada penulis untuk mengerjakan penelitian dan
penyelesaian tesis dengan baik.
4. Syafrinani, drg., Sp.Pros (K) selaku tim penguji tesis sekaligus sebagai Ketua
Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang
telah banyak meluangkan waktu, mengarahkan, memberikan dorongan, semangat,
masukan, saran serta solusi kepada penulis selama penulisan tesis ini sehingga dapat
diselesaikan dengan baik. Teladan yang diberikan berupa kesabaran dan ketenangan
dalam menghadapi setiap masalah juga sangat berarti bagi penulis, terutama selama
penyelesaian tesis ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Sumadhi, drg., Ph.D., selaku anggota tim penguji tesis yang juga telah
meluangkan banyak waktu, mengarahkan, memberikan saran dan masukan serta
solusi kepada penulis selama penulisan tesis ini sehingga dapat diselesaikan dengan
baik.
6. Aryani Dallmer, drg., MDSc., Sp. Pros (K) selaku anggota tim penguji yang
telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan saran dan masukan kepada
penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Tidak hanya sebagai anggota tim penguji,
penulis sangat merasakan bimbingan, perhatian dan ketulusan dalam membantu
mengarahkan agar tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
7. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K) sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
8. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp. Pros (K) selaku guru besar di
Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang
telah banyak memberikan pengarahan serta perhatian agar penulis dapat segera
menyelesaikan tesis ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
9. Dwi Tjahyaning Putranti, drg., M.Kes dan Siti Wahyuni, drg., MDSc selaku
Kepala dan Manajer Unit Jasa Industri (UJI) Laboratorium Dental Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas bantuan yang diberikan kepada
penulis selama melakukan penelitian dan menyelesaikan tesis ini.
10. Seluruh staf pengajar PPDGS Prostodonsia terutama Putri Welda Utami
Ritonga, drg., MDSc., Sp.Pros(K), serta staf aktif pengajar di Departemen
Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yaitu Prof.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Selamat Tarigan, drg., MS., Ph.D; Eddy Dahar, drg., M.Kes.; Siti Wahyuni, drg.,
MDSc yang telah memberikan saran, masukan, doa dan semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan tesis ini.
11. Staf pengajar Prostodonsia Ika Andryas, drg., MSc, dan Hubban Nasution,
drg., MSc., Veronica Angelia, drg., MDSc., Sp. Pros yang selalu memberi semangat,
saran, dan nasihat penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
12. Seluruh pegawai Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara yaitu Bu Yanti, Kak Naya, Nurul dan seluruh pegawai
UJI Laboratorium Dental Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara,
terutama Bang Budi, Kak Tun Kholida, Bang Wawan yang dengan ikhlas membantu
dan menyediakan waktu dalam proses penelitian dan penyelesaian tesis ini.
13. Bang Domu, bang Agus asisten Laboratorium Biologi Fakultas Ilmu
Matematika dan Pengetahuan Alam (F-MIPA) Universitas Negeri Medan yang telah
banyak membantu dan membimbing penulis dalam proses penelitian dan
penyelesaian tesis ini.
14. Kak Heni, Kak Cut Masyithah Thaib, M. Si, Apt yang telah membantu
penulis dalam analisis statistik data hasil penelitian penulis.
15. Silvia Pridana, drg., Sp. Pros, Theresia Tarigan,drg., selaku sahabat terbaik
penulis yang telah sangat membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini dan bang
Marsal Tarigan, drg, Selamat Suhardi, drg yang sama-sama berjuang, saling memberi
semangat, masukan dan dorongan dalam penyelesaian hasil penelitian tesis.
16. Rekan-rekan sejawat Residen PPDGS Prostodonsia FKG USU Angkatan VI,
VII terutama kepada Ivana, drg, Noni Harahap, drg yang baik hati yang telah ikut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
membantu dan memberi saran serta solusi dalam penyelesaian tesis ini serta
angkatan VIII yang selalu memberikan saran, semangat dan doa kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan
hasil penelitian tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak
Akhir kata penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat memberikan
sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya di Departemen Prostodonsia
Medan, Oktober 2019
Penulis,
Augeswina, drg.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Augeswina, drg.
Tempat / Tanggal Lahir : Duri, 15 Agustus 1979
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Koto Marapak No. 4B Padang
Nama Ayah : Dasrul Rustam
Nama Ibu : Nurhaida Chaniago, S.Ag
Nama Suami : dr. Fahmi Nurdin, Sp. B
RIWAYAT PENDIDIKAN
1985 - 1991 : SDN 005 Duri - Riau
1991 - 1994 : Islamic Boarding School Al-Mukmin Solo-Jateng
1994 - 1997 : SMA Swasta Mutiara YLPI Duri-Riau
1997 - 2001 : FE Universitas Andalas Padang
1998 - 2006 : FKG Universitas Baiturrahmah Padang
2015- sekarang : Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis
Prostodonsia FKG USU Medan
RIWAYAT PEKERJAAN
2006 – 2007 : Dokter Gigi di RS Siti Rahmah Padang
2011 – 2015 : Dokter Gigi di RS BMC Padang
2007 – sekarang : Staf Pengajar di FKG Unbrah Padang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KARYA ILMIAH YANG TELAH DIPRESENTASIKAN
NO JUDUL KEGIATAN TEMPAT
1 Non Rigid Connector As
Alternative Treatment of Long
Span Bridge
7th Malaisian Association
for Prosthodontics (MAP)
Annual Scientific
Conference and AGM 2017
Balai Ungku Aziz,
Fakulti Pergigian
University Malaya,
Kuala Lumpur 5 – 8
Oktober 2017
2 Management of Disc
Displacement without Reduction
and Myofacial Pain With
Limited Opening Post
Activating Elastic Intermaxillary
in Fixed Appliance by Using
Repositioning Splint: A Case
Report
7th Indonesian Academy of
Craniomandibular
Disorders (IACMD) and
17th Asian Academy of
Craniomandibular
Disorders (AACMD)
Scientific Meeting 2017
JW Luwansa Hotel
and Convention Centre
Jakarta
21 – 23 Oktober 2017
3 The Role Of Collarless Metal
Coping Designs And Firing
Cycles On Marginal Adaptation
In Porcelain Fused To Metal:
A Literature Review
2nd
Medan International of
Prosthodontics (Medan
Inpro)
Santika Premier
Dyandra Hotel and
Convention Medan
30 Agustus – 1
September 2018
KARYA ILMIAH YANG TELAH DIPUBLIKASIKAN
NO JUDUL PUBLIKASI
1 Management of Disc Displacement without
Reduction and Myofacial Pain With Limited
Opening Post Activating Elastic Intermaxillary
in Fixed Appliance by Using Repositioning
Splint: A Case Report
Prosiding : 3rd
Indonesian
Prosthodontic Scientific Meeting.
(Bridging Sciences in Stomatognatic
System, Current and Update in
Esthetic and Implant Dentistry)
ISBN : 978-979-19022-2-9
2 The Role Of Collarless Metal Coping Designs
And Firing Cycles On Marginal Adaptation In
Porcelain Fused To Metal: A Literature
Review
Prosiding : 2nd
Medan INPRO
“Advance Prosthodontic Treatment In
Asean Economic Community”
ISBN : 978-602-53245-0-5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGABDIAN YANG TELAH DILAKSANAKAN
NO JUDUL KEGIATAN TEMPAT
1 Meningkatkan Kualitas Hidup
Lansia Pada Posyandu Lansia
Keluarga Besar Wirawati Catur
Panca Cabang Medan dan
Korps Bela Negara
Penyuluhan Kesehatan
Gigi dan Mulut
Konsultasi Kesehatan
Gigi dan Mulut
Pemeriksaan,
Penambalan, Pencabutan
dan Pembersihan Karang
Gigi
Markas Besar Korps
Bela Negara Medan,
30 Juli 2016,
Medan
2 Program IPTEK Bagi
Masyarakat di Posyandu Lansia
Keluarga Besar Wirawati Catur
Panca Sumatra Utara
Penyuluhan Tentang :
1. Akibat kehilangan
gigi
2. Perawatan gigi yang
hilang
3. Hidup bahagia
dengan gigi tiruan
Kuisioner
Posyandu Lansia
Keluarga Besar
Wirawati Catur
Panca Medan
Sumatra Utara
16 September
2017
3 Program IPTEK Bagi
Masyarakat di Posyandu Lansia
Posyandu Lansia Bougenville
Titi Kuning
Penyuluhan Tentang :
4. Akibat kehilangan
gigi
5. Perawatan gigi yang
hilang
6. Hidup bahagia
dengan gigi tiruan
Kuisioner
Posyandu Lansia
Bougenville Titi
Kuning Medan
Sumatra Utara
23 September
2017
KURSUS YANG TELAH DIIKUTI
NO JUDUL KEGIATAN TEMPAT/WAKTU
1 Double Impression Technique
and Introduction of Dental
Impression Material
Alginoplast
Kuliah Pakar : Mariam
Almyra S Naranjlla, DMD,
MA, Ph.D
-Philippines-
Hands On
Istana Koki
2 Desember 2015,
Medan
2 The Keys of Success in Dental
Implant treatment
KPPIKG 2016 Jakarta Convention
Center (JCC)
24 – 27 Februari 2016
3 How To Design and Make
Treatment Plan of Removable
Partial Denture
Seminar Iprosi Medan
(Hands On)
Dental Specialist Care
Center (DSCC) Clinic
29 Juli 2016, Medan
4 Practical Method to Measure
Vertical Dimension
Seminar Iprosi Medan
Upgrading Theory and Live
Demo
Dental Specialist Care
Center (DSCC) Clinic
29 Juli 2016, Medan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5 Mandibular Suction (HO – 6) International Indonesian
Prosthodontic Meeting
Indonesian Academy of
Craniomandibular Disorders
Joint Meeting
Paragon Hotel – Solo
15-17 September 2016
6 Practical Way to detect and
Examine TMD
Seminar dan Hands On
Integrated Continuing Dental
Education (ICDE) FKG UI
“Estetic and Functional Oral
Rehabilitation”
Grand Mercure Hotel,
Jakarta
24-26 februari 2017
7 Porcelain Veneer Part 1 Seminar dan Hands On
Integrated Continuing Dental
Education (ICDE) FKG UI
“Estetic and Functional Oral
Rehabilitation”
Grand Mercure Hotel,
Jakarta
24-26 februari 2017
8 Porcelain Veneer Part 2 Seminar dan Hands On
Integrated Continuing Dental
Education (ICDE) FKG UI
“Estetic and Functional
Oral Rehabilitation”
Grand Mercure Hotel,
Jakarta
24-26 februari 2017
9 Pemanfaatan Teknologi
CAD/CAM secara Klinis dan
Laboratoris dalam Perawatan
Prostodonsia
Pelatihan dan Live Demo Ruang Seminar
Prostodonsia
FKG USU
3 Mei 2017, Medan
10 Penulisan Artikel Ilmiah
Internasional Bereputasi untuk
Mahasiswa S2, Spesialis, dan
S3 Universitas Sumatera Utara
Sosialisasi : Drs Mahyuddin
K. M. Nasution, M.I.T., Ph.D
-USU-
Live Demo
Ruang Nazir Alwi
FKG USU
30 Agustus 2017
11 The All-on-4 Concept
Workshop
7th Malaysian Association for
Prosthodontics Annual
Scientific Conference and
AGM
Balai Ungku Azis,
Faculty of Dentistry,
Universiti Malaya,
Kuala Lumpur
Malaysia
5 – 8 Oktober 2017
12 Toothwear Course 7th Malaysian Association for
Prosthodontics Annual
Scientific Conference and
AGM
Balai Ungku Azis,
Faculty of Dentistry,
Universiti Malaya,
Kuala Lumpur
Malaysia
5 – 8 Oktober 2017
13 Master Preparation I Veneer Pertemuan Ilmiah Ilmu
Kedokteran Gigi 7 (IPERIL
IKG 7) 2018
2- 3 Februari 2018
Hotel Horison
Bandung
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14 Pink and white aesthetic
(Indirect Restoration) SHOFU
CERAMAGE
2nd
Medan International
Prosthodontic Scientific
Meeting
30 Agustus – 1
September 2018
Santika Dyandra Hotel
Medan
15 Rehabilitation for Post TMJ
Disorders Treatments (Live
Demo)
2nd
Medan International
Prosthodontic Scientific
Meeting
30 Agustus – 1
September 2018
Santika Dyandra Hotel
Medan
16 Simple Laboratory Procedure
in Fabricating Esthetic Ocular
Prosthesis
Workshop 6-8 September 2019
Raz Hotel and
Convention, Medan
SEMINAR ILMIAH YANG TELAH DIIKUTI
NO KEGIATAN TEMPAT/WAKTU
1 KPPIKG 2016 Jakarta Convention Center (JCC)
24 – 27 Februari 2016
2 Seminar International Indonesian Prosthodontic
Meeting (IIPROM)
Paragon Hotel – Solo
15-17 September 2016
3 Upgrading Theory and Live Demo Dental Specialist Care Center
(DSCC) Clinic Medan
29 Juli 2016
4 Seminar Integrated Continuing Dental Education
(ICDE) FKG UI
Grand Mercure Hotel – Jakarta
24-26 Februari 2017
5 Seminar 7th
Malaysian Association for
Prosthodontics Annual Scientific Conference and
AGM
Balai Ungku Aziz, Faculty of
Dentistry Universiti Malaya, Kuala
Lumpur Malaysia
5- 8 Oktober 2017
6 Seminar 2nd IACMD and 17th AACMD Hotel Luwansa Jakarta
21 – 22 Oktober 2017
7 Pertemuan Ilmiah Ilmu Kedokteran Gigi 7
(IPERIL IKG 7) 2018
Hotel Horison Bandung
2 - 3 Februari 2018
8 2nd Medan International Prosthodontic Scientific
Meeting
Santika Premier Dyandra Hotel and
Convention, Medan
30 Agustus – 1 September 2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... i
ABSTRAK… ................................................................................................ ii
ABSTRACT…………………………………………………………… ....... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... x
DAFTAR ISI…………………………………………………………….. .... xv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xx
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xxi
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................ xxii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxiii
BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Permasalahan .......................................................................... 5
1.3 Rumusan Masalah .................................................................. 7
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................... 8
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................. 9
. 1.5.1 Manfaat Teoritis .......................................................... 9
. 1.5.2 Manfaat Praktis ........................................................... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 10
2.1 Gigi Tiruan Cekat .................................................................... 10
2.1.1 Pengertian ...................................................................... 10
2.1.2 Klasifikasi Menurut Bahan ............................................ 10
2.1.2.1 Logam Penuh .................................................. 10
2.1.2.2 Porselen Penuh ............................................... 11
2.1.2.3 Logam Porselen ............................................. 12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2 Gigi Tiruan Cekat Logam-Porselen ........................................ 12
2.2.1 Koping Logam ............................................................ 14
2.2.2.1 Jenis Koping Logam ....................................... 16
2.2.2.2 Desain Koping Logam .................................... 20
2.2.1.2.1 Berdasarkan Tinggi Desain Koping 22
2.2.1.2.2 Berdasarkan Desain Marjinal .......... 23
2.2.2 Porselen ...................................................................... 30
2.2.2.1 Lapisan Porselen ............................................. 33
2.2.2.2 Sifat dan Karakteristik Porselen ..................... 36
2.3 Tahap Pembuatan ................................................................... 43
2.3.1 Klinik .......................................................................... 43
2.3.1.1 Preparasi Gigi ................................................. 44
2.3.1.2 Prinsip ............................................................. 45
2.3.1.3 Akhiran Servikal ............................................. 47
2.3.2 Komunikasi Dokter Gigi dengan Teknisi ................... 47
2.3.3 Teknik Pembuatan ...................................................... 49
2.3.3.1 Wax Up Koping .............................................. 49
2.3.3.2 Casting ............................................................ 51
2.3.3.3 Aplikasi Lapisan Porselen .............................. 52
2.3.3.4 Suhu Pembakaran Porselen ............................ 59
2.3.3.5 Proses Pembakaran porselen........................... 61
2.4 Faktor Keberhasilan Restorasi Logam Porselen ..................... 65
2.4.1 Preparasi gigi .............................................................. 65
2.4.2 Desain Marjinal .......................................................... 66
2.4.3 Estetis .......................................................................... 66
2.4.4 Ketepatan Adaptasi Marjinal ...................................... 67
2.5 Adaptasi Marjinal ................................................................... 68
2.5.1 Definisi ....................................................................... 68
2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Adaptasi Marjinal .......... 72
2.5.2.1 Perubahan Suhu Pembakaran ......................... 73
2.5.2.2.Variasi Desain Marjin .................................... 75
2.5.3 Alat Pengukuran ......................................................... 78
2.6 Kerangka Teori ....................................................................... 80
2.7 Kerangka Konsep ................................................................... 81
2.8 Hipotesis Penelitian ................................................................ 82
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 84
3.1 Jenis dan Desain Penelitian .................................................... 84
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 84
3.2.1 Lokasi Pembuatan Sampel ............................................ 84
3.2.2 Lokasi Pengujian Sampel .............................................. 84
3.2.3 Waktu Penelitian ........................................................... 84
3.3 Sampel dan Besar Sampel Penelitian ..................................... 84
3.3.1 Sampel Penelitian .......................................................... 84
3.3.2 Besar Sampel Penelitian ................................................ 86
3.4 Variabel Penelitian ................................................................. 86
3.4.1 Klasifikasi Variabel Penelitian ...................................... 86
3.4.1.1 Variabel Bebas ................................................ 86
3.4.1.2 Variabel Terikat .............................................. 87
3.4.1.3 Variabel Terkendali ........................................ 87
3.5 Definisi Operasional ............................................................... 88
3.6 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................... 94
3.6.1 Alat Penelitian ............................................................ 94
3.6.1.1 Alat yang digunakan untuk Membuat Sampel 94
3.6.1.2 Alat yang digunakan untuk Menguji Sampel 97
3.6.2 Bahan Penelitian......................................................... 98
3.7 Cara Penelitian ........................................................................ 100
3.8 Pengukuran Celah Marjinal .................................................... 105
3.9 Kerangka Operasional Penelitian ........................................... 109
3.9.1 Persiapan Pembuatan Sampel Penelitian .................... 109
3.9.2 Pembuatan Sampel Koping Logam Ni-Cr .................. 110
3.9.3 Aplikasi Lapisan Porselen Opak, Dentin,
dan Enamel, dan Glazing ............................................ 111
3.10 Analisis Data.......................................................................... 112
BAB 4. HASIL PENELITIAN ................................................................... 113
4.1 Nilai rerata celah marjinal mahkota logam porselen dengan
desain koping metal collar, full metal collarless, dan
modified metal collarless pada suhu pembakaran 950˚C dan
975 ˚C .................................................................................... 113
4.2 Pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless,
modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal
mahkota logam porselen ......................................................... 116
4.2.1 Pengaruh desain koping metal collar, full metal
collarless, modified metal collarless terhadap adaptasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
marjinal mahkota logam porselen pada suhu
pembakaran 950˚C ............................................................. 116
4.2.2 Pengaruh desain koping metal collar, full metal
collarless, modified metal collarless terhadap adaptasi
marjinal mahkota logam porselen pada suhu
pembakaran 975˚C ............................................................. 118
4.3 Pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen ........................ 120
4.3.1 Pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada desain
koping metal collar ............................................................ 120
4.3.2 Pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada desain
koping full metal collarless................................................ 121
4.3.3 Pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada desain
koping modified metal collarless ....................................... 122
BAB 5. PEMBAHASAN ........................................................................... 124
5.1 Nilai rerata celah marjinal mahkota logam porselen dengan
desain koping metal collar, full metal collarless, dan
modified metal collarless pada suhu pembakaran 950˚C dan
975 ˚C .................................................................................... 125
5.2 Pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless,
modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal
mahkota logam porselen ......................................................... 128
5.2.1 Pengaruh desain koping metal collar, full metal
collarless, modified metal collarless terhadap adaptasi
marjinal mahkota logam porselen pada suhu
pembakaran 950˚C ............................................................. 129
5.2.2 Pengaruh desain koping metal collar, full metal
collarless, modified metal collarless terhadap adaptasi
marjinal mahkota logam porselen pada suhu
pembakaran 975˚C ............................................................. 131
5.3 Pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen ........................ 134
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.3.1 Pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada desain
koping metal collar ............................................................ 134
5.3.2 Pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada desain
koping full metal collarless................................................ 137
5.3.3 Pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada desain
koping modified metal collarless ....................................... 138
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 141
6.1 Kesimpulan ............................................................................ 141
6.2 Saran .................................................................................... 142
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 144
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gigi tiruan cekat logam porselen potongan longitudinal ................. 13
2. Sketsa lapisan secara umum restorasi logam porselen ..................... 21
3. Desain koping pendek ...................................................................... 22
4. Desain koping panjang ..................................................................... 23
5. Ketepatan marginal diamati dibawah Stereomicroscope ................. 25
6. Desain koping full metal collar ........................................................ 27
7. Desain koping full metal collarless .................................................. 28
8. Desain koping modified metal collarless. ........................................ 29
9. Struktur tiga dimensi Leucite (KAlSi2O6) ........................................ 32
10. Ilustrasi propagasi retakan................................................................ 39
11. Diagram ilustrasi investment mould dibangun dari wax pattern ...... 51
12. Terminologi ketepatan restorasi berdasarkan Holmes dkk .............. 69
13. Stereomikroskop .. ........................................................................... 97
14. Gambar gigi typodont ........................................................................ 100
15. Gambar dai zirconia .......................................................................... 101
16. Gambar wax up koping ..................................................................... 102
17. Gambar pemasangan sprue ............................................................... 102
18. Gambar koping logam ....................................................................... 103
19. Gambar sampel suhu pembakaran 950˚C ......................................... 106
20. Gambar sampel suhu pembakaran 975˚C ........................................ 107
21. Gambar sketsa pengukuran celah marjinal mahkota logam porselen 107
22. Gambar pengukuran celah marginal menggunakan stereomikroskop 108
23. Gambar titik referensi pada celah marjinal………………………… 108
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Sifat-sifat fisik dan mekanis logam tuang ............................................. 20
2. Klasifikasi dental porcelain menurut temperatur pembakaran .............. 31
3. Komposisi porselen gigi ......................................................................... 35
4. Definisi operasional variabel bebas ...................................................... 88
5. Definisi operasional variabel terikat ...................................................... 89
6. Definisi operasional variabel terkendali................................................. 89
7. Peralatan penelitian……………………………………………………. 94
8. Bahan penelitian ..................................................................................... 98
9. Nilai rerata celah marjinal mahkota logam porselen.............................. 114
10. Pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, modified
metal collarless pada suhu pembakaran 950˚C .................................... 117
11. Pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, modified
metal collarless pada suhu pembakaran 975˚C .................................... 119
12. Pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C pada desain koping
metal collar ............................................................................................ 121
13. Pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C pada desain koping
full metal collarless ................................................................................ 122
14. Pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C pada desain koping
modified metal collarless ....................................................................... 123
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
1. Grafik nilai rerata celah marjinal mahkota logam porselen dengan
desain koping metal collar, full metal collarless dan modified metal
collarless pada suhu pembakaran 950˚C 975˚C .................................. 115
2. Pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless dan
modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam
porselen pada suhu pembakaran 950˚C .............................................. 118
3. Pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless dan
modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam
porselen pada suhu pembakaran 975˚C .............................................. 120
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran :
1. Surat Keterangan Izin Pra-Penelitian di Unit Jasa Industri UJI) Dental
Laboratorium FKG USU
2. Surat Keterangan Izin Mendapatkan Ethical Clearance dari Dekan FKG USU
3. Surat Keterangan Izin Penerbitan Ethical Clearance pada Universitas Prima
Sumatera Utara
4. Ethical Clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEKP) Universitas
Prima Indonesia.
5. Surat Keterangan Izin Pembuatan Sampel Penelitian di Unit Jasa Industri (UJI)
Dental Laboratorium FKG USU
6. Surat Keterangan Izin Pengujian Sampel Penelitian di Laboratorium Biologi
Fakultas MIPA UNIMED
7. Data Nilai Adaptasi Marjinal Mahkota Logam Porselen
8. Hasil Uji Statistik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. BAB 1
2. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gigi tiruan cekat merupakan alat prostetik yang secara permanen
disemenkan pada gigi atau implan untuk menggantikan satu atau lebih gigi yang
hilang sehingga dapat mengembalikan fungsi, estetis dan kenyamanan. Gigi tiruan
cekat dipasang secara permanen pada permukaan luar mahkota yang dapat
melindungi struktur gigi dari kerusakan lebih lanjut. Mahkota ini dapat dibuat dari
aloi emas atau logam lain yang tidak mudah berkarat (Shillingburg 2012; Rosenstiel
dkk 2016).
Beberapa tahun terakhir, logam dan aloi digunakan untuk pembuatan gigi
tiruan cekat logam porselen. Bahan logam yang biasa dipakai dalam kedokteran
gigi adalah aloi emas, aloi cobalt chromium (Co-Cr), dan aloi nikel chromium
(Ni-Cr). Ketiga bahan gigi tersebut dapat dipilih sesuai kebutuhan dan disesuaikan
dengan ketersediaan biaya. Gigi tiruan cekat logam porselen masih populer
dikalangan dokter gigi karena harganya yang masih terjangkau. Mahkota logam
porselen memiliki adaptasi marjinal yang baik, memberikan estetis translusen alami
pada porselen dan kelebihan dalam kekuatan struktur logam, namun estetis yang
optimal tidak dapat dicapai dengan restorasi konvensional terutama di daerah labio
gingival marjin. Diskolorasi keabu-abuan terjadi di daerah sepertiga servikal pada
restorasi porselen yang tipis yang memberikan bayangan gelap pada pertemuan opak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan jaringan gingiva (Fahmy, 2012; Swati dkk, 2010).
Peningkatan estetika pada restorasi telah dilakukan pada lapisan labial
mahkota porselen. Mahkota logam porselen adalah salah satu mahkota yang
mendapatkan estetika yang baik dari tampilan porselen yang memiliki translusensi
yang tinggi serta kekuatan dari substruktur logam, namun sifat transmisi ringan di
daerah servikal tidak begitu meningkat, insidental cahaya gagal ditularkan melalui
seluruh bodi gigi karena adanya metal margin. Brecker pada 1956 pertama kali
memperkenalkan penggunaan metal collar untuk estetis pada daerah servikal gigi.
Metal collar menjadi penopang untuk memperkuat dan menahan kerusakan selama
siklus pembakaran porselen, namun menimbulkan bayangan gelap dibawah lapisan
gingiva yang mengganggu tampilan estetis. Sehingga hasil estetis pada restorasi
metal collarless lebih baik dibandingkan dengan metal margin (Vernekar dkk, 2011;
Dessouky RA EL, 2015). Menurut O` Boyle dkk menyarankan bahwa pengurangan 1
mm koping logam labial mengurangi efek penggelapan dan juga meningkatkan
estetika tanpa mengorbankan kekuatan fraktur restorasi. Berdasarkan penelitian
distorsi mahkota logam porselen terhadap pembakaran berulang serta variasi desain
marjinal menjadi catatan dalam pengamatan besarnya jarak, waktu dan deformasi
(Vernekar dkk, 2011; Patil dkk, 2013).
Berdasarkan klasifikasi dental porselen temperatur pembakaran porselen
mengikuti parameter low fusing pada suhu 850˚C – 1100˚C (Anusavice, 2013).
Adapun ketentuan standarisasi pabrik untuk porselen pada suhu 950˚C. Pelapisan
mahkota porselen terdiri dari lapisan opak, dentin dan enamel. Lapisan opak
merupakan lapisan pertama yang diaplikasikan dengan ketebalan 0,1 – 0,3 mm yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berfungsi menutupi warna koping logam. Lapisan opak mengandung oksida
potassium serta leucite (KAlSi2O6) yang dapat meningkatkan kesesuaian ekspansi
termal dengan logam, sehingga meningkatkan kekuatan lekat mahkota logam
porselen. Fraktur pada restorasi logam porselen dapat terjadi karena kegagalan
penyatuan porselen, logam ataupun permukaan lainnya. Fraktur pada permukaan
dihubungkan pada ketidaksesuaian koefisien termal pada logam dan porselen,
kontaminasi pada permukaan koping logam, formasi lapisan oksida yang
berkelebihan dan buruknya kontrol suhu pembakaran (Saini, 2011). Mc Lean
menyarankan temperatur pembakaran porselen opak 20˚C lebih tinggi dari temperatur
yang disarankan pabrik (dikutip dari Olivieri dkk, 2005). Sementara dalam penelitian
Gupta 2011 pembakaran dengan argon maupun vacuum memberikan kekuatan lekat
yang tinggi pada temperatur 975˚C (Gupta, 2011). Lain halnya dalam penelitian Saini
2011 yang menggunakan sampel pembakaran 930˚C, 945˚C, 960˚C, 975˚C dan
990˚C, dimana pada temperatur pembakaran 930˚C terlihat besarnya jumlah poreus
dengan bentuk triangular maupun irregular, sementara temperatur pembakaran yang
ditingkatkan menjadi 975˚C jumlah poreus menurun karena penyatuan yang lebih
baik terhadap aliran partikel yang menyebabkan pengisian yang baik terhadap rongga
udara di antara partikel (Saini, 2011).
Porositas porselen gigi perlu diminimalkan untuk mendapatkan penampilan
dan kekuatan optik yang terbaik karena pori-pori menyebarkan cahaya, mengurangi
tembus cahaya, dan dapat bertindak sebagai pemrakarsa retak dengan konsentrasi
tegangan tinggi, menurunkan kekuatan pada tegangan dan geser. Sehingga kontrol
porositas akan menjadi pertimbangan mendasar dalam desain dan pemrosesan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
porselen. Getaran mekanis biasanya digunakan pada kondisi pertama untuk
mengurangi fraksi volume porositas dalam metode kepadatan bubuk porselen, jumlah
dan ukuran poreus tergantung pada distribusi ukuran. Oleh karena itu,
penggunaan getaran harus dikontrol dengan hati-hati, dan porositas yang besar
merupakan penyebab shrinkage pembakaran (Cheung KC, BW. Darvell, 2001).
Pembuatan mahkota logam porselen memerlukan aplikasi porselen dengan
beberapa siklus pembakaran temperatur tinggi untuk mendapatkan kontur, warna,
estetis dan kualitas marjinal yang baik, terutama menggunakan teknik pelapisan
porselen secara konvensional, tetapi tidak ada data keilmuan mengenai jumlah siklus
pembakaran yang tepat untuk mendapatkan restorasi yang sempurna (Jalalian dkk,
2015; Sayed, 2015; Rayyan, 2015). Porselen merupakan insulator termal yang baik
dan memiliki koefisien ekspansi termal yang dekat dengan gigi asli. Shrinkage pada
porselen menjadi penyebab distorsi (Yoon, 2005). Selama pembakaran ada sisa air
yang hilang dari bahan disertai dengan hilangnya pengikat yang menghasilkan
volume shrinkage sekitar 10-30%, karena pelepasan air selama sintering. Koreksi
build up dan distorsi pada porselen marjin selama pembakaran juga mempengaruhi
perubahan adaptasi marjinal. Oleh karena itu, kontrol yang tepat dari teknik
kondensasi dan pembakaran diperlukan untuk mengimbangi nilai shrinkage tersebut
selama konstruksi mahkota porselen (Babu PJ, 2015; Power JM, 2013; Sakaguchi RL
2012).
Salah satu keberhasilan mahkota logam porselen terhadap preparasi gigi
adalah dapat terlihat seperti gigi asli yang ditutupi opak, dentin dan email pada
substruktur logam. Keberhasilan ini juga bisa dinilai dari desain preparasi dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ketepatan desain koping, ketebalan porselen serta adaptasi marjinal yang baik.
Adaptasi marjinal yang baik akan menunjang keawetan restorasi, sedangkan adaptasi
marjinal yang buruk akan meningkatkan resiko timbulnya karies pada gigi
penyangga, masuknya cairan, debris serta mikroorganisme kedalam celah antara
restorasi dan dinding gigi penyangga yang merupakan awal kerusakan periodontal
dan hilangnya gigi (Gracia dkk, 2011; Singh dkk, 2014).
Penggunaan desain koping full metal collarless dapat menggantikan metal
collar dengan lapisan porselen pada daerah marjinal. Warna opak pada logam dapat
memberikan solusi pada daerah marjinal terutama pada preparasi gigi yang tidak
cukup. Belle dkk dalam penelitian Yoon 2005 melaporkan bahwa mahkota collarless
konvensional memiliki ketepatan marjinal yang sama dengan desain koping
modifikasi. Ia juga mengatakan bahwa ketepatan marjinal internal secara umum lebih
buruk daripada ketepatan marjinal ekternal permukaan facial, sehingga desain koping
full metal collarless yang dimodifikasi dengan pemendekan tepi akhiran lapisan
logam 1-2 mm dari servikal dapat memecahkan masalah estetis (Chihargo, 2017;
Yoon JW dkk, 2005).
1.2 Permasalahan
Beberapa usaha telah dijelaskan untuk menghilangkan atau menutupi daerah
servikal metal collar. Marjin porselen metal collar telah dikembangkan dengan
menutupi metal collar dengan porselen untuk menyembunyikan logam dari
pandangan. Modifikasi marjin ini tidak dapat dilakukan tanpa adanya kontur berlebih
pada restorasi yang bisa mengakibatkan iritasi gingiva. Donovan dan Prince (1985)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menemukan bahwa marjin dapat terjadi shrinkage saat pembakaran porselen, dan
sebaiknya mementingkan ketepatan restorasi. Desain koping collarless dan
modifikasi merupakan pendekatan alternatif untuk membuat restorasi logam porselen
yang mengkombinasikan kekuatan dari mahkota logam porselen dengan estetika.
Keuntungan lainnya adalah mudah dalam pelepasan plak ketika berkontak pada
jaringan gingiva dengan porselen glazing, namun memiliki kesulitan dalam proses
pembuatan dimana adaptasi marjinal tidak sebaik metal collar (Fahmy, 2012;
Dessouky, 2015).
Adaptasi marjinal merupakan faktor esensial terhadap keberhasilan restorasi
(Singh, 2014). Studi sebelumnya dilaporkan bahwa adaptasi marjinal pada restorasi
porcelain fused to metal konvensional dipengaruhi oleh suhu pembakaran yang
tinggi (Handal, 2016). Perubahan dimensi terjadi pada saat casting, dan
menyebabkan distorsi pada aloi yang merupakan hasil dari pelepasan tegangan sisa
dari proses casting dan oksidasi. Shrinkage dapat terjadi pada saat pembakaran
porselen dimana merupakan faktor kausatif yang signifikan dalam proses distorsi
(Patil dkk, 2013; Rosenstiel, 2016).
Berdasarkan beberapa pertimbangan dari desain koping dan suhu pembakaran,
maka peneliti perlu mengevaluasi pengaruh desain koping dan suhu pembakaran
terhadap adaptasi marjinal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah di atas, maka ditetapkan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Berapakah nilai rerata celah marjinal mahkota logam porselen dengan desain
koping metal collar, full metal collarless, dan modified metal collarless pada suhu
pembakaran 950˚C dan 975˚C?
2. Apakah ada pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, dan
modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen?
2.1 Apakah ada pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, dan
modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen
pada suhu pembakaran 950˚C?
2.2 Apakah ada pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, dan
modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen
pada suhu pembakaran 975˚C?
3. Apakah ada pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi
marjinal mahkota logam porselen?
3.1 Apakah ada pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi
marjinal mahkota logam porselen pada desain koping metal collar?
3.2 Apakah ada pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi
marjinal mahkota logam porselen pada desain koping full metal collarless?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3 Apakah ada pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi
marjinal mahkota logam porselen pada desain koping modified metal
collarless?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui nilai rerata celah marjinal mahkota logam porselen dengan
desain koping metal collar, full metal collarless, dan modified metal collarless
pada suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C.
2. Untuk mengetahui pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, dan
modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen.
2.1 Untuk mengetahui pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless,
dan modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam
porselen pada suhu pembakaran 950˚C.
2.2 Untuk mengetahui pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless,
dan modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam
porselen pada suhu pembakaran 975˚C.
3. Untuk mengetahui pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen.
3.1 Untuk mengetahui pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada desain koping metal collar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2 Untuk mengetahui pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada desain koping full metal
collarless.
3.3 Untuk mengetahui pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada desain koping modified metal
collarless.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
a. Menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang Kedokteran Gigi,
khususnya bagian Prostodonsia tentang adanya pengaruh desain koping
logam terhadap ketepatan adaptasi marjinal dengan perbedaan suhu
pembakaran.
b. Dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan
adaptasi marjinal.
1.5.2 Manfaat Praktis
a. Membantu dan memperkaya pengetahuan dokter gigi tentang metode
analisis adaptasi marjinal pada gigi tiruan berbahan logam porselen.
b. Mampu memberikan kepuasan terhadap pasien dengan ketepatan adaptasi
marjinal dalam mengurangi resiko karies dan desain koping yang
berdampak bayangan gelap pada daerah servikal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.0 BAB 2
2.0 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gigi Tiruan Cekat
2.1.1 Pengertian
Gigi tiruan cekat adalah suatu restorasi yang direkatkan secara permanen
pada gigi yang telah dipersiapkan dengan tujuan untuk menggantikan gigi yang
hilang (Anusavice, 2013). Gigi yang digunakan sebagai perlekatan gigi tiruan cekat
disebut gigi penyangga. Gigi tiruan yang menggantikan gigi yang hilang disebut
pontik. Retainer merupakan restorasi yang disementasi pada gigi penyangga yang
telah dipreparasi. Pontik dan retainer dihubungkan dengan konektor. Konektor dapat
bersifat kaku (seperti solder joint atau konektor - tuang) atau tidak kaku (seperti
kaitan presisi atau stress breakers).
2.1.2 Klasifikasi Menurut Bahan
Bahan yang digunakan untuk membuat gigi tiruan cekat adalah (1) logam
penuh, (2) porselen penuh dan (3) logam porselen (Shilingburg dkk, 2012).
2.1.2.1 Logam Penuh
Bahan logam memiliki kekuatan dan tahan terhadap tekanan, namun logam
tidak memiliki sifat estetis yang baik. Pada gigi tiruan cekat terutama posterior dapat
dibuat seluruhnya oleh logam tuang. Keuntungan bahan logam adalah kerusakan pada
jaringan gigi sedikit karena preparasi pada gigi penyangga relatif sedikit, biayanya
kemungkinan paling murah (tergantung pada pilihan logam), teknik pengecoran
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
logam lebih mudah dan menghasilkan adaptasi margin yang lebih akurat (Shilingburg
dkk, 2012).
2.1.2.2 Porselen Penuh
Bahan porselen penuh digunakan bila sangat membutuhkan estetis, karena
dapat meniru warna dan translusensi gigi asli. Mahkota porselen penuh, memiliki
kekuatan yang cukup untuk menahan beban fungsional normal bila di desain dan
dibuat dengan tepat, tetapi akan pecah bila diberikan kekuatan berlebihan. Kelebihan
Mahkota porselen penuh, yaitu: memiliki tampilan yang lebih alami menyerupai
gigi asli dibandingkan mahkota logam porselen. Kekurangan mahkota porselen
penuh, yaitu: rentan terhadap fraktur sehingga pemakaiannya terbatas pada keadaan
yang menghasilkan gaya beban kunyah rendah sampai sedang, dan hanya disarankan
untuk gigi yang tidak mengalami beban oklusal yang besar, seperti gigi insisivus
lateral, celah yang berlebih pada tepi mahkota porselen penuh dapat meningkatkan
resiko karies. Bahan porselen yang sangat keras dapat mengakibatkan keausan
enamel gigi antagonis (Shilingburg dkk, 2012; Hatrick dkk, 2011; Gladwin dkk,
2009).
Pada masing-masing tipe restorasi, marjin adalah salah satu komponen dari
restorasi gigi yang mudah terkena kegagalan baik secara biologis maupun secara
mekanis. Adaptasi yang baik pada akhiran marjin akan mengurangi akumulasi
bakteri, karies sekunder dan penyakit periodontal. Bagaimanapun juga adaptasi
marjinal yang buruk dapat menyebabkan beberapa kerusakan pulpa. Penggunaan
restorasi porselen penuh mengurangi secara drastis kejadian marjin subgingival untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
aspek estetis (Bajaj, 2013).
2.1.2.3 Logam Porselen
Gigi tiruan berbahan logam porselen terbuat dari porselen dengan koping
logam. Bahan ini banyak digunakan karena mengkombinasi kekuatan dari logam dan
estetis dari porselen. Mahkota logam porselen memberikan retensi maksimal, juga
dapat memenuhi persyaratan estetis yang tinggi. Mahkota ini dapat digunakan
sebagai retainer geligi tiruan sebagian cekat dengan penutupan keseluruhan gigi
dengan hasil estetik yang baik (Shilingburg dkk, 2012).
2.2 Gigi Tiruan Cekat Logam Porselen
Mahkota logam porselen terdiri dari substruktur mahkota logam yang
dilapisi dengan lapisan porselen sehingga dapat terlihat seperti gigi asli. Mahkota
logam porselen memberikan penggabungan yang baik antara sifat mekanis dental
aloi dengan sifat estetis yang baik dari porselen. Bahan ini banyak digunakan karena
mengkombinasi kekuatan dari logam dan estetis dari porselen. Namun, pemasangan
gigi tiruan cekat dengan bahan logam porselen harus mempunyai gigi antagonis yang
kuat (Shillingburg dkk, 2012). Secara umum, mahkota logam porselen terdiri dari
koping aloi yang berikatan dengan porselen seperti terlihat pada Gambar 2.1
(Rosenstiel, 2016; Mc Cabe dkk, 2008).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.1.Gigi tiruan cekat logam porselen potongan
longitudinal (A) Potongan longitudinal mahkota
logam-porselen (B) Mahkota logam porselen (C)
Metal substruktur memiliki perbedaan margin
terhadap lapisan akhir
(sumber : Rosenstiel,Land & Fujimoto, Text book of
contemporary fixed prosthodontics, ed. 5, 2016.)
Mahkota logam porselen sangat populer pada kedokteran gigi, karena
memiliki faktor estetis yang baik dari segi penampilan natural translusen dan
kekuatan yang baik dari struktur logamnya, namun hasil estetis yang optimum tidak
selalu dapat tercapai apabila menggunakan mahkota logam porselen konvensional,
terutama pada daerah labio gingival margin (Swati dkk, 2010).
Keuntungan:
- Estetis baik karena menyerupai gigi asli
- Substruktur logam yang kuat
- Memiliki kualitas retentif yang sangat baik karena semua dinding aksial
dipreparasi
- Biokompatibel
- Adaptasi terhadap jaringan cukup baik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
- Memiliki kekuatan dan ketahanan cukup besar untuk menahan beban
pengunyahan
- Biaya lebih murah dibandingkan mahkota porselen penuh
Kerugian:
- Untuk mencapai estetis yang lebih baik, facial margin pada restorasi
anterior sering ke subgingiva sehingga berpotensi terjadinya penyakit
periodontal
- Mahkota logam porselen terlihat keabu-abuan sehingga estetis menjadi
kurang
- Kegagalan mekanis berupa fraktur dapat melepaskan porselen dari logam
2.2.1 Koping Logam
Logam yang digunakan untuk mahkota logam porselen harus memiliki
ikatan yang kuat dengan porselen, memiliki ketebalan dan kekakuan yang baik
terutama pada gigi tiruan cekat serta memiliki ketahanan yang tinggi terhadap
perubahan. Logam koping relatif tipis (0,3 - 0,5 mm). Preparasi harus menghasilkan
ruang yang cukup banyak untuk ketebalan aloi dan porselen sehingga mendapatkan
sifat estetis yang baik (Sakaguchi dan Powers, 2012).
Beberapa persyaratan logam aloi untuk restorasi logam penuh, yaitu (Mc
Cabe dkk, 2008) :
a. Memiliki temperatur titik lebur yang tinggi daripada temperatur porselen.
b. Kuat untuk menyangga material porselen yang bersifat rapuh walaupun keretakan
porselen tidak terelakkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Logam aloi mampu berikatan dengan porselen hingga pada akhirnya tidak bisa
terlepas.
d. Memiliki koefisien pemuaian yang sama dengan porselen yang berikatan
dengannya.
Temperatur peleburan logam yang sama dengan temperatur pembakaran
porselen dapat menyebabkan distorsi ataupun koping melebur selama pembakaran
porselen. Perbedaan temperatur yang semakin besar di antara kedua bahan akan
semakin memperkecil masalah yang dihadapi selama pembakaran. Koefisien
ekspansi termal logam adalah 13,5-14,5x10¯6/ºC. Logam dan porselen harus
memiliki koefisien ekspansi termal yang sesuai, yaitu antara 0,5-1x10¯6/ºC, sehingga
porselen hanya mengalami sedikit tekanan selama proses pendinginan. Koping
logam harus memiliki ketebalan optimal untuk mencegah terjadi distorsi pada waktu
proses pembakaran. Ketebalan koping logam antara 0,2-0,7 mm, untuk kekuatan dan
kekakuan yang baik, tergantung jenis logam yang dipakai dan ketebalan preparasi
gigi yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik (Shillingburg dkk, 2012; Lopes dkk,
2009; Prado dkk, 2005; Anusavice dkk, 2013).
Koping logam seharusnya tidak meleleh selama pembakaran porselen
berlangsung dan juga mampu menahan stress akibat induksi panas yang dapat
menghasilkan deformasi sampai pada fenomena sag selama pembakaran porselen.
Sag adalah potensi deformasi pada substruktur logam yang pendek pada suhu
pembakaran porselen di bawah pengaruh dari massa logam itu sendiri. Ketebalan
akan berhubungan dengan flexural stress yang lebih besar dan flexural creep yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lebih besar pula. Creep biasanya terjadi berkenaan dengan pendekatan temperatur
penggabungan dalam rentang ribuan derajat pada aloi (Prakash dkk, 2011).
Tahanan sag adalah kemampuan logam aloi untuk menahan aliran dalam
berat logam aloi tersebut selama pembakaran porselen dan pematrian (soldering).
khususnya pada long-span bridges, terjadi peningkatan berat pada gigi tiruan cekat,
temperatur pembakaran porselen boleh jadi menyebabkan substruktur aloi yang tidak
terdukung menjadi rusak atau cacat secara permanen, yang mana menghasilkan
restrorasi yang tidak sesuai. Long-span substructure beserta penghubungnya lebih
rentan untuk perubahan dimensi secara perlahan hingga peningkatan bending stress.
Fenomena sag mempengaruhi substruktur logam menjadi kepentingan utama untuk
keseluruhan mahkota logam porselen. Ketidaksesuaian oklusal dan marjinal yang
terjadi sebagai akibat siklus pembakaran porselen memudahkan terjadinya
ketidaksesuaian adaptasi marjinal, kebocoran marjinal, karies sekunder dan masalah
gigi (Prakash dkk, 2011).
2.2.1.1 Jenis Koping Logam
Aloi adalah bahan yang memiliki bahan dasar dua atau lebih logam,
biasanya sedikitnya 4-8 bahan logam. Persyaratan aloi yang digunakan untuk
keberhasilan restorasi, yaitu: memiliki kekuatan, stabilitas, ketahanan terhadap
korosi, dapat dilakukan pengecoran, dipoles, dikilapkan, dan biokompatibel. Aloi
untuk logam porselen memiliki sifat tambahan, yaitu koefisien ekspansi termal
porselen dan logam harus kompatibel untuk mencegah retak pada porselen saat
pendinginan selama proses pembuatan (Khmaj MR, 2012). Ekspansi termal dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
komposisi logam sangat mempengaruhi perlekatan antara logam dengan porselen
(Shillingburg dkk, 2012; Anusavice, 2004; O’Brien, 2002; Rosenstiel dkk, 2016).
Klasifikasi logam yang dipakai pada pembuatan mahkota logam porselen,
berdasarkan American Dental Association (ADA), dikelompokkan atas tiga bagian,
antara lain (Shillingburg dkk. 2012):
1. High noble alloy (gold-platinum-palladium, gold-palladium-silver, dan
gold palladium). Logam ini memiliki kandungan logam noble lebih besar dari 60%
dan 40% emas. Koefisien ekspansi termal emas sangat tinggi (14x10-6
/˚C),
sedangkan koefisien ekspansi termal porselen sangat rendah (2-4x10-6
/˚C),
sedangkan porselen yang akan melekat dengan koping logam harus mempunyai
temperatur pembakaran dan koefisien ekspansi termal yang hampir sama, sehingga
untuk menyeimbangkan koefisien ekspansi termal keduanya, perlu penambahan
palladium atau platinum pada logam emas. Mahkota logam porselen dengan bahan
logam emas telah digunakan secara luas karena restorasi yang dihasilkan memiliki
nilai estetis yang natural, ketahanan dan adaptasi tepi logam sangat baik. Aloi emas
paling sering digunakan diantara aloi logam mulia, karena sangat biokompatibel,
pengecoran baik, mudah dipoles, daktilitas tinggi, lebih lunak jika dibandingkan
dengan logam lainnya sehingga waktu pengerjaan di laboratorium lebih cepat,
ketahanan terhadap korosi baik, namun karena harga logam emas yang terus
meningkat memicu harga pembuatan yang lebih tinggi, sehingga perhatian terhadap
bahan logam lain untuk menggantikan logam emas mulai meningkat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Noble alloy (palladium-silver dan high palladium), terdiri dari 25% logam
noble. Logam ini cenderung lebih murah dibandingkan dengan logam emas,
biokompatibel, tahan terhadap korosi, modulus elastisitas lebih tinggi, namun
memiliki koefisien ekspansi termal yang lebih tinggi daripada aloi konvensional
logam porselen, dan ini dapat mempengaruhi perlekatan antara aloi dan porselen
yang digunakan pada restorasi konvensional logam porselen. Hong dan Shin 2014,
menyatakan bahwa tipe aloi logam porselen mempengaruhi kekuatan lekat dengan
porselen. Hasil penelitian kekuatan lekat logam palladium-silver, nikel-kromium dan
emas, menyatakan bahwa aloi Ni-Cr memiliki perlekatan logam porselen paling kuat
dibandingkan dengan aloi emas, namun kekuatan lekat porselen dangan aloi Pd-Ag
tidak menunjukkan perbedaan signifikan dibandingkan aloi lainnya.
3. Predominantely base metal alloy (nikel-kromium, nikel-kromium-
berillium, kobalt-kromium, titanium). Logam ini terdiri dari <25% logam noble.
Logam ini memiliki kekerasan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan logam
noble dan harganya lebih murah. Keuntungan logam ini berupa nilai modulus
elastisitas yang sangat tinggi dan titik lebur tinggi. Keberhasilan pemakaian logam
untuk mahkota bergantung pada tingginya tingkat akurasi yang dilakukan pada
proses casting. Logam berbasis Ni-Cr sifatnya tidak sebaik logam emas dalam hal
kompensasi penyusutan. Salah satu kelebihan logam Ni-Cr terletak pada tingkat
kekerasan yang baik sehingga tidak merusak marjin mahkota selama polishing.
(McCabbe, 2008). Kekuatan untuk menahan korosi sangat tergantung pada sifat
kimianya, oleh karena itu logam ini sebaiknya dioksidasi untuk menutup permukaan
logam sehingga meminimalkan korosi. Kekuatan dan ketahan maksimum restorasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
didapatkan dengan kekakuan koping logam. Logam tidak boleh lentur selama
pemasangan atau dibawah tekanan oklusal karena lenturan akan menyebabkan
porselen mengalami tegangan dan memicu terjadinya retak. Logam harus cukup
keras dan desain koping harus memiliki ketebalan optimum untuk kekakuan. Koping
logam mulia sedikitnya harus memiliki ketebalan 0,3–0,5 mm (Rosenstiel dkk,
2004). Qiu dkk (2011), meneliti ketahanan korosi aloi Co-Cr dan Ni-Cr sebelum dan
setelah pembakaran porselen. Efek temperatur yang tinggi selama pembakaran
porselen dapat merubah komposisi oksida permukaan logam, yang juga dapat
merubah sifat korosi aloi. Hasil penelitian menyatakan bahwa aloi Co-Cr memiliki
ketahanan korosi lebih tinggi daripada aloi Ni-Cr. Jassim (2013), mengevaluasi
kekuatan lekat aloi Co-Cr dan Ni-Cr terhadap porselen. Hasil penelitian menyatakan
bahwa secara statistik tidak ada perbedaan signifikan kekuatan perlekatan antara aloi
Co-Cr dan Ni-Cr terhadap porselen.
Hampir semua logam pada mahkota porselen, logam dioksidasi (degassing,
out gasing dan pre-oxidation) terlebih dahulu sebelum pengaplikasian lapisan
porselen untuk menghilangkan udara yang terperangkap pada logam, menghilangkan
kotoran-kotoran dan membentuk lapisan oksida. Proses oksidasi dilakukan pada
temperatur 960°C–980°C sesuai instruksi pabrik. Lapisan oksida menyebarkan dan
memantulkan cahaya sehingga dapat menutup warna logam dibawahnya, serta
berfungsi untuk menyatukan logam dengan lapisan porselen pada saat siklus
pembakaran (Rokni dan Baradaran 2007; Rathi dkk. 2011).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.1. Sifat fisik dan mekanis logam tuang.
Sumber: Powers JM dan Wataha JC 2008, Dental materials : properties and
manipulation, Mosby Elsevier,ed.9,hal.248.
Tipe Aloi Temperatur
Peleburan
(ºC)
Kepadatan
(g/cm3)
Yield
Strength
(0.2%,
MPa)
Kekerasan
(kg/mm2)
Kegunaan
Sangat mulia
Au-Pt (Zn) 1045 -1140 18.4 420/270 175/195 Mahkota logam
penuh
dan porselenlogam
Au-Pd (Ag) 1160 -1260 14.6 365/385 255/280 Mahkota logam
penuh
dan porselenlogam
Au-Cu-Ag 910 -1065 15.6 270/400 135/195 Mahkota
logampenuh Mulia
Au-Ag-Cu 865 -925 12.4 325/520 125/215 Mahkota
logampenuh Pd-Cu 1100 -1190 10.6 1145 425 Mahkota logam
penuh
dan porselenlogam
Ag-Pd 1020 -1100 10.6 260-320 140/155 Mahkota logam
penuh
dan porselenlogam
Logam dasar
Ni-Cr (Be) 1275 7.5 710 340 -Mahkota logam
penuh dan
porselenlogam
-Kerangka logam
GTSL Co-Cr 1400 -1500 7.5 870 380 -Mahkota logam
penuh dan
porselen logam
-Kerangka logam
GTSL Ti-O 1700 4 300 - -Implan endosseous
-Mahkota logam
porselen
-Kerangka logam
GTSL
2.2.1.2 Desain Koping Logam
Koping adalah suatu tuangan logam tipis yang menutupi seluruh daerah
preparasi gigi seperti mahkota penuh tetapi tidak memberi bentuk anatomis pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
gigi. Ada empat kriteria penting yang harus diperhatikan ketika mendesain koping
logam untuk mahkota logam porselen, antara lain adalah : (a) Ketebalan logam yang
akan dilapisi porselen, (b) daerah pertemuan antara logam dengan porselen, (c)
perluasan daerah yang akan dilapisi porselen, dan (d) desain tepi bagian labial.
(Gambar 2.2)
Gambar 2.2 Sketsa lapisan secara umum Mahkota
logam porselen
(Sumber: Shillingburg dkk, 2012,
Fundamentals of fixed prosthodontics,
ed 4. Quintessence publishing, hal.
1082)
Selama preparasi gigi, penting memperhatikan ketebalan metal coping 0,3-
0,5 mm dan untuk lapisan porselen sebesar 1,0 mm guna mendapatkan sifat estetis
yang optimal (Mc Cabe dkk, 2008). O’Boyle dkk dalam Swati dkk (2010)
merekomendasikan 1 mm reduksi facial logam untuk mahkota logam porselen pada
gigi anterior. Sesuai dengan itu, peningkatan yang drastis dalam segi estetis dengan
reduksi logam sebesar 1 mm tanpa adanya penurunan fracture strength yang
signifikan (Swati dkk, 2010).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.1.2.1 Berdasarkan Tinggi Desain Koping
a. Desain Koping Pendek
Desain koping pendek ini dibentuk di atas penyangga gigi yang memiliki
ketinggian di atas 5,5 mm dengan ketebalan koping logam sebesar 0,5 mm dan
lapisan porselen di daerah insisal sebesar 4 mm. Ketebalan lapisan porselen dari
puncak penyangga gigi sebesar 2,5 mm dari sisi mesial dan distal, sehingga koping
logam di daerah mesio- distal berbentuk konvergen (Shirakura dkk, 2009) (Gambar
2.3).
Gambar 2.3. Desain koping pendek
(Sumber: Shirakura dkk. The
influence of veneering
porcelain thickness of all
ceramic and metal ceramic
crown on failure resisteance
after cyclic loading. Journal of
Prosthetic Dentistry, 101, pp.
119-127)
b. Desain Koping Panjang
Desain koping panjang dibentuk di atas penyangga gigi yang memiliki
ketinggian di atas 5,5 mm dengan ketebalan koping logam sebesar 2,5 mm dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lapisan porselen di daerah insisal sebesar 2 mm. Ketebalan lapisan porselen dari
puncak penyangga gigi sebesar 1,5 mm dari sisi mesial dan distal, sehingga koping
logam di daerah mesio-distal berbentuk divergen (Shirakura dkk, 2009) (Gambar
2.4)
Gambar 2.4. Desain koping panjang.
(Sumber: Shirakura dkk. The
influence of veneering
porcelain thickness of all
ceramic and metal ceramic
crownson failure resisteance
after cyclic loading. Journal
of Prosthetic Dentistry, 101,
pp. 119-127)
2.2.1.2.2 Berdasarkan Desain Marjinal
Adaptasi marjinal adalah kriteria penting yang digunakan dalam evaluasi
klinis restorasi gigi tiruan cekat. Terbukanya bagian marjinal dalam suatu restorasi
akan menyebabkan terpaparnya bahan luting pada lingkungan rongga mulut dan
dapat menyebabkan peningkatan kerusakan bahan semen, karies rekuren dan
kerusakan jaringan periodontal (Fahmy, 2012; Singh, 2012).
Adaptasi marjinal yang tepat diperlukan untuk sebuah keberhasilan restorasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
casting karena degradasi intraoral pada semen dapat membuat hilangnya marginal
seal dan meningkatkan retensi plak gigi. Salah satu faktor yang mampu
menimbulkan karies sekunder baik secara langsung maupun tidak langsung adalah
reaksi ketidaksesuaian adaptasi marjinal (Gambar 2.5) (Amarnath dkk, 2017).
Saat reduksi gigi dibutuhkan jarak yang cukup untuk logam dan porselen
terhadap persyaratan estetis dan mekanis yang memuaskan, perlakuan reduksi
seharusnya tidak membahayakan pulpa ataupun struktur periodontal pendukungnya.
Oleh karena itu, finish line yang ideal hendaknya memenuhi ketebalan optimum dari
logam dan porselen untuk meyakinkan persyaratan mekanis dan estetis, diantaranya
(Chatterjee,2012) :
a. Marjin yang dipilih haruslah memberikan tingkat yang dapat diprediksi dari
integritas marjinal.
b. Guna meminimalisir akumulasi plak, marjin yang dipilih haruslah menyajikan
bahan yang halus untuk gingival sulcus.
c. Marjin juga harus memenuhi faktor estetis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.5 Ketepatan marjinal diamati
dibawah Stereomicroscope
(Sumber: Armanath dkk,
2017, In vitro comparison
of marjinal fit of all metal,
porcelain fused to metal and
all ceramic crowns, Int. J
Biomed Sci, vol. 13, No. 3).
Terdapat tiga desain marjin servikal yang nampaknya bersesuaian dengan
adaptasi marjinal yang dapat diterima termasuk shoulder, shoulder-bevel, dan
sloped/slant shoulder. Desain marjin shoulder 90˚ dimungkinkan yang paling umum
digunakan untuk mahkota logam porselen. Marjin shoulder dan marjin shoulder-
bevel mampu menahan distorsi pada bagian yang melekat pada marjin logam. Marjin
shoulder dan marjin shoulder-bevel juga memenuhi kriteria terkait dengan
penggunaan material yang halus di gingival crevice. Beberapa peneliti melaporkan
tepi akhiran servikal shoulder menghasilkan distorsi yang lebih kecil dibandingkan
dengan tepi akhiran servikal chamfer setelah pembakaran lapisan porselen berulang
(Chatterjee, 2012; Comlekoglu dkk, 2009).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Beberapa variasi lainnya dalam desain marjin pada restorasi metal porselen
digunakan sebagai persyaratan suatu restorasi. Restorasi dengan adaptasi marjinal
yang tidak baik dapat berkontribusi terhadap karies dan penyakit periodontal,
sehingga preparasi desain memainkan peranan penting dalam mencapai keberhasilan
adaptasi marjinal. Secara tradisional desain koping logam pada mahkota logam
porselen labio marjinal memiliki beberapa tipe diantaranya desain koping logam
collar dan collarless beserta modifikasinya masing-masing yaitu full metal collar,
full metal collarless dan modified metal collarless (Chatterjee, 2012; Chihargo,
2017).
a. Desain Full Metal Collar
Desain koping full metal collar berfungsi sebagai penopang yang memperkuat
logam serta lapisan porselen dan mencegah perubahan bentuk dari lapisan porselen
pada saat siklus pembakaran (Bulbule dkk, 2014). Desain ini menghasilkan adaptasi
marjinal yang sangat baik, namun desain ini jarang digunakan pada gigi anterior
karena faktor estetik, terkecuali preparasi akhiran servikal gigi dilakukan pada
subgingiva, sehingga logam collar dapat tersembunyi di bawah gingiva marjin.
(Gambar 2.6).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar. 2.6. Desain koping full
metal collar.
(Sumber: RosenstielSF,
Fujimoto J, Contemporary
fixed prosthodontics. Ed 5.
Mosby Elsevier; 2016)
b. Desain Full Metal Collarless
Desain tepi akhiran servikal gigi juga dapat mempengaruhi bentuk desain
koping logam pada daerah labio marjinal dari suatu mahkota logam porselen. Desain
metal collarless adalah desain koping mahkota logam porselen dengan koping logam
berakhir pada dinding aksial korona dan bagian tepi kavitasnya hanya dilapisi
porselen sehingga desain ini sangat estetis (Chatterjee, 2012; Comlekoglu dkk,
2009). Desain koping full metal collarless dengan lapisan logam yang tipis pada
dinding labial dengan memberikan lapisan opak dan dentin dari porselen diatasnya.
Bagian servikal dari desain ini tidak terlihat bayangan gelap, sehingga kualitas estetis
menjadi lebih baik (Swati, 2010; Afroz, 2010; Chatterjee, 2012) (Gambar 2.7).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar. 2.7. Desain koping full
metal collarless.
(Sumber: RosenstielSF,
Fujimoto J, Contemporary
fixed prosthodontics. Ed 5.
Mosby Elsevier; 2016)
Walaupun lapisan porselen telah digunakan untuk menempati logam collar
pada dinding marjinal, hal ini masih tidak dapat menyelesaikan masalah seperti
lapisan opak porselen yang kurang memberikan distribusi cahaya untuk peningkatan
estetik pada daerah marjinal, terutama ketika preparasi gigi di bagian marjinal tidak
mencukupi, sehingga warna keruh pada lapisan opak masih kurang dapat ditutupi
oleh warna lapisan dentin pada daerah marjinal, sehingga terdapat alternatif desain
yaitu modifikasi metal collarless (Yoon, 2010; Afroz, 2010; Chihargo, 2017).
c. Desain Modifikasi Metal Collarless
Desain ini untuk mengatasi daerah gelap dan daerah berbayang yang
berdekatan dengan struktur akar gigi ke arah batas mahkota guna memperoleh
tampilan estetis yang baik. Desain ini juga meningkatkan pancaran cahaya ke
struktur akar gigi yang berdekatan. Saat ini, logam koping yang mampu mengatasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
masalah estetis dengan memendekkan tepi akhir koping logam sebesar 1-2 mm dari
shoulder. Hasilnya, logam tidak terlihat pada daerah labio cervical dan bayangan
transparan di area servikal menghilang. O’Boyle dkk, melaporkan bahwa porselen
labial yang tidak didukung sepanjang 2-3 mm pada marjin memberikan pencahayaan
yang lebih baik dibandingkan dengan yang berjarak 0-1 mm porselen marjin-nya.
Desain koping ini dapat digunakan untuk meningkatkan estetika pada servikal
(Gambar 2.8) (Yoon, JW dkk, 2010).
Gambar.2.8. Desain koping
Modifikasi metal
collarless.
(Sumber: Rosenstiel SF,
Fujimoto J,
Contemporary fixed
prosthodontics. Ed 5.
Mosby Elsevier; 2016)
Keuntungan menggunakan mahkota metal collarless adalah meningkatkan
faktor estetis dan kemudahan dalam penghilangan plak gigi ketika gingiva
bersinggungan dengan glazing porselen. Sedangkan kekurangannya adalah sulitnya
dalam proses fabrikasi, yang mana adaptasi marjinal tidak sebagus dengan logam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penuh, peluang untuk terjadi keretakan pada marjin yang tidak tertopang selama
proses evaluasi ataupun sementasi, sehingga proses laboratorium akan menyita waktu
dan biaya lebih banyak (Afroz dkk, 2012).
Choung dkk dan Behrend dalam penelitian Yoon 2010 mengemukakan
konsep collarless ini. Titik terlemah pada desain ini adalah marjin labial porselen
yang tidak ditopang, yang mana hilangnya pengaruh ferrule dari metal collar.
Hasilnya, kekuatan restorasi menurun dibandingkan dengan restorasi konvensional
dengan metal collar. Porselen labial yang tidak tertopang dimungkinkan tidak
mampu menahan tekanan yang disebabkan proses sementasi dan mastikasi. Hal ini
disarankan bahwa lapisan porselen yang berada di atas 1 mm pada marjin shoulder
dapat digunakan secara aman pada situasi klinis (Yoon, JW dkk, 2010).
2.2.2 Porselen
Keramik gigi dibentuk dari bahan logam (seperti aluminium, kalsium,
litium, magnesium, kalium, natrium, timah, titanium dan zirkonia) dan bahan non
logam (seperti silikon, boron, fluorin dan oksigen), dikenal juga dengan istilah
porselen, yang sejak lama telah digunakan untuk menggantikan gigi. Porselen terdiri
dari feldspar, quartz, kaolin dan dibakar pada temperatur tinggi (Hatrick dkk, 2011).
Porselen untuk restorasi logam-porselen harus memenuhi persyaratan, yaitu: dapat
meniru tampilan gigi asli, melebur pada temperatur yang relatif lebih rendah dari
logam, memiliki koefisien ekspansi termal yang sesuai dengan logam (sekitar 12-
13,5×10-6
/°C) untuk perlekatan logam-porselen, dapat bertahan terhadap lingkungan
rongga mulut dan tidak menyebabkan abrasi gigi antagonis (Powers dkk, 2006).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Porselen termasuk bahan yang sangat rapuh, tetapi jika indikasinya sesuai, bahan ini
memuaskan secara fungsional oleh karena kekerasan dan kestabilan warnanya.
Porselen gigi tersedia dalam bentuk bubuk halus yang dicampur dengan liquid
menjadi adukan yang dapat dibentuk, kemudian dikeringkan dan dilakukan
pembakaran. Porselen gigi umumnya diklasifikasikan menjadi empat kelompok,
menurut temperatur pembakarannya (Henriques 2012; Powers dkk.2002).
(Tabel 2.2) Klasifikasi dental porcelain menurut temperatur pembakaran.
Sumber: Anusavice KJ 2013, Philips: buku ajar ilmu kedokteran gigi, EGC, ed.10,
hal. 426
Tipe porselen Aplikasi Temperatur rata-rata
sintering
High-fusing Elemen gigi tiruan
(sintered alumina and
zirconia core ceramic)
1300ºC (2372ºF)
Medium-fusing Presintered zirconia 1101-1300ºC (2013-2072ºF)
- Restorasi porselen penuh Low-fusing Mahkota logam porselen
(crown and bridge) 850-1100ºC (1562-2012ºF)
- Restorasi porselen penuh Ultra-low-fusing Crown and bridge
Veneer ceramic < 850ºC (1562ºF)
titanium
Secara estetis, porselen adalah material yang hampir sempurna untuk
menggantikan substansi gigi yang hilang. Tersedia berbagai rentang shaded dan juga
bervariasi tingkatan translusensi hampir seperti penampakan nyata. Permukaan inner
pada mahkota porselen secara normal dibangun dari material inti yang bersifat opak.
Semua ini terlapisi dengan material dentin yang lebih transluen dengan lapisan
akhirnya berupa porselen enamel translusen yang terbentuk pada sebagian besar
permukaan luarnya (McCabe dkk, 2008).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Mahkota logam porselen merupakan salah satu jenis porselen yang
didominasi glass. Glass merupakan ikatan tiga dimensi atom dengan susunan yang
tidak teratur atau tidak berbentuk (amorphous). Glass yang dipakai pada porselen
gigi merupakan turunan dari mineral feldspar, yang memiliki kandungan dasar silika
(oksida silikat) dan alumina (aluminium oksida), sehingga disebut juga sebagai kaca
alumino silikat. Feldspar adalah mineral yang terjadi secara alami, terdiri dari
natrium (N20), kalium (K20), alumina (Al203), dan silika (Si02) (Gambar 2.9) (Kelly
& Benetti 2011).
Gambar 2.9 Struktur tiga dimensi Leucite
(KAlSi2O6),K.Potasium, Si.
Silikon, Al, Alumunium; O,
Oksigen.
(Sumber: Power JM &
Sakaguchi RL 2012, Craig`s
restorative dental materials,
Mosby Elsevier, ed 13, hal.
268)
Salah satu identifikasi nyata formulasi porselen feldspatic adalah
memungkinkan kontrol sistematis terhadap suhu sintering dan koefisien ekspansi
termal. Komponen yang digunakan dapat menghasilkan paduan ikatan secara kimia
yang kompatibel dengan porselen feldspathic (Anusavice, 2013).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bodi porselen yang dibakar atas lapisan opak biasanya berhubungan dengan
permukaan insisal. Hal ini memberikan beberapa translusensi dan oksidasi metalik
yang membantu dalam shade matching. Bodi porselen tersedia bermacam pilihan
terhadap kesesuaian gigi asli. Sebagian besar pabrikan porselen memberikan bentuk
opak pada tiap-tiap bodi. Vita VMK (VITA North America) merupakan variasi warna
yang signifikan (Rosenstiel, 2016).
2.2.2.1 Lapisan Porselen
Adapun lapisan porselen yang membentuk mahkota logam porselen terdiri
dari tiga lapisan, yaitu: lapisan opak, lapisan dentin, dan lapisan enamel.
a. Lapisan Opak
Porselen opak merupakan lapisan yang pertama diaplikasikan pada
permukaan logam dan mempunyai dua fungsi utama, yaitu : menutupi warna logam
dan membentuk perlekatan logam-porselen. Lapisan opak mengandung oksida logam
dalam jumlah lebih besar dari pada lapisan dentin, dan enamel. Oksida logam dalam
porselen opak diperkirakan berperan sangat penting untuk perlekatan logam-porselen
(Wood MC, 2007). Saat porselen diaplikasikan pada logam dan kedua bahan dibakar
bersama, porselen akan menyatu secara kimia dengan oksida pada logam,
membentuk ikatan kuat. Porselen opak harus dapat membasahi permukaan logam
saat pembakaran untuk mendapatkan ikatan kimia yang baik antara permukaan
logam-porselen. Koefisien ekspansi termal porselen harus sesuai dengan logam,
untuk meningkatkan perlekatan logam-porselen. Fraktur pada mahkota logam
porselen dapat terjadi karena kegagalan penyatuan porselen, logam ataupun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
permukaan lainnya. Fraktur pada permukaan dihubungkan pada ketidaksesuaian
koefisien termal pada logam dan porselen, kontaminasi pada permukaan koping
logam, formasi lapisan oksida yang berkelebihan dan buruknya kontrol suhu
pembakaran (Saini, 2011).
Penambahan oksida potassium dan pembentukan leucite (KAlSi2O6) akan
meningkatkan ekspansi termal porselen, sehingga sesuai dengan logam. Oksida
sodium dan potassium pada porselen opak juga berperan untuk merendahkan
temperatur pembakaran dibawah temperatur logam, hingga rentang 930˚C - 980˚C,
sehingga mengurangi kemungkinan terjadi distorsi logam. Porselen opak juga
mengandung oksida titanium, zirconium, barium, timah dan cerium untuk membantu
menutupi warna logam. Porselen opak harus dapat menutupi koping logam tanpa
ketebalan yang berlebih. Ketebalan lapisan opak berkisar antara 0,1 - 0,3mm
(Shillingburg dkk, 2012; Rosenstiel dkk, 2016). Sinamo S (2015) menyatakan bahwa
ketebalan lapisan opak 0,2 mm dengan lapisan dentin 1,0 mm akan menghasilkan
kesesuaian warna mahkota logam-porselen dengan shade guide. Barghi dkk (dikutip
dari Hadi dkk, 2016) menyatakan bahwa ketebalan minimum opak untuk melapisi
warna logam adalah 0,3 mm. Barghi menunjukkan bahwa ketebalan opak 0,2 mm
sesuai untuk porselen Ceramco, tetapi ketebalan opak 0,3 sangat dibutuhkan untuk
porselen Vita (Hadi dkk, 2016)
b. Lapisan Dentin
Lapisan dentin dibakar diatas lapisan opak, lebih translusen dan berfungsi
memberikan bentuk dan warna restorasi. Pemilihan porselen dentin didasarkan pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sifat estetisnya. Porselen dentin mengandung silika dalam jumlah besar dan oksida
logam dalam jumlah kecil, sehingga dapat memberikan translusensi dan merupakan
penentu warna utama pada mahkota logam porselen (Tabel 2.3). Kemampuan lapisan
porselen menutup warna logam disamping tergantung jumlah dan ukuran partikel
opak, juga sangat dipengaruhi jumlah partikel pigmen dentin dan kemampuannya
menyebarkan serta memantulkan cahaya. Ketebalan optimal lapisan dentin berkisar
0,5 -1 mm (Rosenstiel dkk. 2016).
Tabel 2. 3. Komposisi Porselen gigi
Sumber:Powers JM & Sakaguchi R L 2006, Craig’s restorative dental materials, Mosby
Elsevier,ed.12,hal.449.
Komposisi Opak
BiodentBG2
(%)
Opak
Ceramco60
(%)
OpakV.M.K
131
(%)
DentinBiodent
BD27(%)
Dentin
CeramcoT
69 (%)
SiO
2
52.0 55.0 52.4 56.9 6
2
.
2
Al2O3 13.55 11.65 15.15 11.80 13.40 Ca
O
- - - 0.61 0
.
9
8
K2
O
11.05 9.6 9.9 10.0 1
1
.
3
Na2O 5.28 4.75 6.58 5.42 5
.
3
7
TiO
2
3.01 - 2.59 0.61 - ZrO
2
3.22 0.16 5.16 1.46 0
.
3
4
SnO2 6.4 15.0 4.9 - 0
.
5
Rb2O 0.09 0.04 0.08 0.10 0
.
0
6
Ba
O
1.09 - - 3.52 - Zn
O
- 0.26 - - - UO
3
- - - - - B2O3, CO2,
dan H2O
4.31 3.54 3.24 9.58 5
.
8
5
Dari Nally JN, Meyer JM: 1970
c. Lapisan Enamel
Porselen enamel dilapis pada daerah insisal dan interproksimal, berfungsi
membentuk bagian luar mahkota. Porselen enamel tidak memiliki pigmen dan oksida
logam, sehingga lebih translusen jika dibandingkan dengan lapisan dentin, karena itu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
warna yang diterima restorasi secara signifikan dipengaruhi warna porselen dentin
dibawahnya. Ketebalan lapisan enamel berkisar 0,1-0,7 mm.
Sifat optis gigi manusia dipengaruhi oleh konfigurasi eksternalnya.
Dimensi gigi, bentuk dan struktur permukaan menghasilkan jejak-jejak refleksi
cahaya yang mana mempengaruhi warna secara keseluruhan. Mengetahui bahwa
sejumlah refleksi dan serapan cahaya bergantung pada ketebalan dan transluensi dari
dentin dan enamel gigi, hal ini jelas bahwa ketebalan dentin dan enamel
mempengaruhi warna gigi (Bergmann dkk, 2013).
2.2.2.2 Sifat dan Karakteristik Porselen
Sifat mekanik dan optik porselen kedokteran gigi tergantung pada sifat dan
jumlah fase kristalin. Semakin banyak fase glasses maka porselen akan semakin
tembus pandang, namun jika ia semakin sedikit maka ia semakin lemah sehingga
mudah patah atau retak. Semakin banyak fase kristalin maka sifat mekanik semakin
baik (kuat) namun sifat estetis semakin berkurang. Porselen feldspatik atau
konvensional pada umumnya berupa porselen yang mengandung banyak fase non-
kristalin (fase glasses) biasanya sangat lemah dan rapuh sehingga mudah patah
bahkan dengan tekanan rendah (Raghavan, 2012).
A. Karakteristik Mekanik Porselen
Ada beberapa karakteristik mekanik porselen, diantaranya :
1. Strength
Strength atau kekuatan merupakan tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
atau sejumlah deformasi plastis tertentu. Kekuatan suatu bahan dapat digambarkan
dengan satu atau lebih dari sifat-sifat berikut ini: (1). Proportional limit (batas
proporsional), tekanan yang melebihi nilai tidak lagi sebanding dengan regangan. (2).
Elastic limit (batas elastis), tekanan maksimal yang dapat ditahan sebelum berubah
bentuk menjadi plastis. (3). Yield Strength (tahan tekanan), tekanan yang dibutuhkan
untuk menghasilkan suatu regangan plastis tertentu. (4). Ultimate tensile strength
(kekuatan tarik ultimat), shear strength (kekuatan geser), compressive strength
(kekuatan kompresi) dan flexural strength (kekuatan lentur), yang masing-masing
merupakan ukuran tekanan yang diperlukan untuk mematahkan suatu bahan
(Rosenstiel, 2016)
Porselen adalah material yang sangat kaku, keras dan rapuh/brittle, yang
mana kekuatannya berkurang dengan adanya ketidakteraturan permukaan ataupun
kekosongan internal dan berpori. Bentuk serbuk memberikan keseragaman
permukaan dibandingkan dengan bentuk serbuk yang kasar. Pembakaran pada
tekanan sisa dapat menurunkan porositas. Pembentukan retak superfisial selama
tekanan termal sebaiknya dihindari dengan cara pendinginan secara perlahan dari
suhu pembakaran. Retak dapat terinisiasi dari goresan kecil di permukaan yang
disebabkan oleh proses grinding dan hendaknya dihilangkan dengan proses
penghalusan atau dengan peleburan lebih lanjut. Retakan dalam mahkota porselen
berasal dari dalam permukaan unglazed fitting, dan menyebar keluar kearah
permukaan material yang tampak. Kerapuhan (brittleness) porselen kedokteran
merupakan gabungan dari kecenderungannya untuk mengalami static fatigue.
Maksudnya, penurunan kekuatan sejalan dengan waktu tanpa adanya pembebanan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Prosesnya terjadi dengan gagasan terjadinya hidrolisis dari grup Si-O dalam struktur
porselen. Alkalinitas dengan hasil material berasal dari proses solubilization Na2O
dan K2O yang mana membentuk bagian komponen feldspatics dalam porselen.
Kelemahannya adalah percepatan lebih lanjut oleh pembebanan dinamis dan
keseluruhan proses hampir seperti stress corrosion cracking yang akan terjadi
dengan logam dan aloi. Usaha untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara
mengurangi proporsionalitas materi Na2O dan K2O (McCabe dkk, 2008).
Beberapa zat aditif boleh ditambahkan selama proses produksi alumina,
misalnya Magnesium Oxide (MgO), Zirconium Oxide (ZrO2) dan Chromium Oxide
(Cr2O3) agar meningkatkan karaketristik tertentu dan sifat mekanisnya. Lebih lanjut
lagi, mikrostruktur polikristalin alumina seperti halnya beberapa karakteristiknya
bergantung pada zat aditifnya dan kehadiran zat residu silikon dan kalsium oksida.
Oksida ini sangat umum dan pengendaliannya sangatlah penting. Beberapa dari
oksida memiliki low solubility di alumina dan terkonsentrasi pada batas serbuk. Laju
pemisahan oksida ini bervariasi dengan orientasi pada bidang kristal alumina. Pada
konsentrasi tinggi, oksida ini boleh jadi mendorong pembentukan fase glassy.
Pemberian zat aditif sintering selama pemprosesan alumina dapat mempengaruhi
proses pertumbuhan retakan (crack) dan secara konsekuen meningkatkan sifat
mekanis dari material porselen (Bergmann dkk, 2013). (Gambar 2.10)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.10. Ilustrasi propagasi retakan dapat dihentikan (a) partikel Alumina
sebagai penghambat retakan (b) Propagasi retakan disekitar partikel
pengisi.(Sumber: McCabe dkk, 2008, Applied dental materials, 9th
ed, Blackwell Publishing, hal. 93)
2. Hardness
Hardness atau kekerasan didefinisikan sebagai banyaknya energi deformasi
elastik atau plastis yang diperlukan untuk mematahkan suatu bahan dan merupakan
ukuran dari ketahanan terhadap fraktur. Dalam uji kekerasan, sebuah beban
ditempatkan pada sebuah indentor yang didorong ke permukaan spesimen. Tingkat
masuknya indentor ke dalam sampel adalah ukuran kemampuan material untuk
melawan deformasi plastis. Hardness bergantung pada kekuatan dan kelenturan.
Semakin tinggi kekuatan dan semakin tinggi kelenturan semakin besar kekerasan
(hardness) (Bona AD, 2005; Anusavice, 2013)
Kekerasan porselen berkontribusi pada daya tahan kekuatan pengikisan,
tetapi bisa jadi gaya dapat meningkat melebihi kekuatan mahkota porselen sehingga
mengikis gigi antagonisnya. Hal ini telah nampak, penggunaan enamel dengan
mahkota porselen tidak dapat dengan mudah memperkirakan kekerasan dari porselen
itu. Beberapa porselen yang kasar nampaknya digunakan untuk menghasilkan
Retak berhenti
dengan diisi
penguat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penggunaan enamel dibanding material yang halus. Bentuk kristalin menjadi faktor
penting dalam menentukan potensi abrasif dari bahan porselen. Tampilan restorasi
porselen bergantung pada bagian permukaan yang halus yang dapat dihasilkan
dengan menggunakan glaze atau polishing. Kekerasan porselen dinyatakan bahwa
polishing menggunakan abrasive sangatlah sulit, namun porselen yang berbeda
merespon abrasive polishing. Melakukan Polishing secara hati-hati dengan fine
abrasive seperti pumice, dapat memberikan permukaan yang memuaskan dengan
beberapa material. Dari pandangan klinis, permukaan porselen yang halus (polished)
akan mengakumulasi lebih plak dibandingkan dengan permukaan yang terlapis
(glazed). Oleh karenanya, porselen pada marjin mahkota lebih dimungkinkan untuk
dilapisi. (McCabe dkk, 2008).
3. Distortion
Selama siklus pembakaran porselen, terjadi perubahan dimensi saat casting
sebagai akibat dari peningkatan suhu. Perubahan ini memiliki banyak penyebab,
seperti perubahan pada seluruh aloi karena beberapa mekanisme metalurgi, distorsi
pada aloi akibat dari adanya tekanan residu dari proses casting dan oksidasi aloi.
Terakhir mungkin lebih tinggi untuk high- paladium dan aloi lain yang mengalami
oksidasi internal (ukuran besar dan kecil) dengan pembentukan partikel lapisan
endapan oksida di samping pembentukan lapisan oksida eksternal. Perubahan
dimensi yang terjadi pada aloi selama perlekatan porselen menjadi perhatian yang
lebih ditujukan kepada ketepatan klinis pada casting aloi, namun demikian dalam
kebanyakan kasus laboratorium gigi yang berpengalaman harus dapat memvariasikan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
teknik guna memperoleh keberhasilan (Rosenstiel, 2016).
Secara klinis mahkota casting aloi dianggap memiliki ketepatan yang baik
dan cukup memiliki toleransi aksial terhadap kedudukan marjin dengan sudut garis
cavosurface preparasi gigi yang dinilai secara visual dan pemeriksaan. Dimensi pada
aloi ditentukan oleh dimensi pada ruang investment mould terhadap molten aloi. Jika
bahan yang digunakan selama proses casting tidak menyusut atau berkembang,
ukuran restorasi akhir akan sama dengan pola malam asli. Bagaimanapun perubahan
dimensi terjadi di sebagian besar tahap praktek, namun restorasi akhir mungkin tidak
persis sama ukuran polanya. Faktor etiologi yang diketahui dapat menjelaskan waktu
dan besarnya distorsi yang diamati adalah: (1) pelepasan tekanan yang dihasilkan
dari proses solidifikasi teknik casting, seperti pembatasan shrinkage aloi dalam
invesment casting dan (2) pelepasan tekanan pada pendinginan permukaan aplikasi
porselen. Beberapa penjelasan tentang etiologi distorsi siklus termal dalam mahkota
logam porselen harus diperhitungkan untuk diamati besarnya waktu dan arah
deformasi, misalnya teori bahwa shrinkage pembakaran porselen adalah faktor
kausatif yang signifikan dalam proses distorsi. Hal ini terbukti bahwa distorsi telah
terjadi terutama selama proses awal oksidasi pada aloi (sebelum aplikasi porselen).
Shrinkage pada porselen dapat menimbulkan kontraksi logam yang dapat merubah
adaptasi marjinal (Handal, 2016). Selanjutnya, anggapan bahwa shrinkage pada
porselen menyebabkan metal distorsi terlihat muncul sebelum adanya penemuan-
penemuan di literatur pada umumnya yang tersedia saat ini pada porselen gigi (Patil,
2013)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
B. Karakteristik Fisis Porselen ( Thermal Expansion/Contraction)
Koefisien ekspansi termal merupakan sifat krusial pada aloi yang melekat
pada porselen gigi. Koefisien ini harus sesuai sekitar 0,5 x 10-6
/˚C dibawah suhu
transisi kaca pada porselen. Koefisien kontraksi termal secara umum dianggap sama
sebagai ekspansi termal, harus sedikit lebih tinggi dari logam sehingga porselen
memiliki tekanan kompresif residual pada suhu kamar. Nilai berkisar dari 13,5 – 14,5
x 10-6
/˚C untuk logam dan 13,0 – 14,0 x 10-6
/˚C untuk porselen pada laju pemanasan
atau pendinginan porselen (Rosenstiel dkk, 2016).
Tekanan tarik yang tinggi dalam lapisan porselen juga dapat berkembang
dari ketidakcocokan koefisien kontraksi antara logam dan porselen. Tekanan tarik
yang diteruskan kedalam restorasi oleh gaya oklusal akan menambah tekanan tarik
termal residual. Meskipun demikian pada sistem logam porselen mempunyai
perbedaan koefisien kontraksi rata-rata 0,5 x 10-6
/˚C. Fraktur jarang terjadi kecuali
pada kasus konsentrasi tekanan yang ekstrem atau tekanan intraoral yang sangat
tinggi. Keadaan ini dikenal dengan sistem kompatibel secara termal. Beberapa
restorasi yang dibuat dari kombinasi logam porselen dengan perbedaan koefisien
kontraksi antara 0,5 dan 1,0 x 10-6
/˚C terbukti bertahan selama bertahun tahun. Hasil
ini dijelaskan melalui analisa probabilitas ketahanan hidup yang menganggap bahwa
tekanan gigit maksimal pada mahkota anterior jarang melebihi 890 N dan tekanan
maksimal pada mahkota porselen jarang melebihi 2224 N (Anusavice, 2013).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3 Tahap Pembuatan
2.3.1 Klinik
Keberhasilan klinik dalam penggunaan restorasi didasarkan pada rencana
perawatan yang tepat, yang dilaksanakan dengan memilih bahan restorasi dan desain
yang cocok untuk kebutuhan pasien. Pada saat pembuatan dan efisiensi menjadi hal
yang penting, kebutuhan pasien lebih mendapat perhatian dibandingkan kenyamanan
dokter gigi. Ada beberapa faktor dalam pemilihan bahan dan desain restorasi
(Shillingburg 2012):
1. Kerusakan struktur gigi. Bila kerusakan dialami oleh gigi yang akan di
restorasi sedemikian rupa sehingga sisa struktur gigi harus mendapatkan
kekuatan dan perlindungan dari restorasinya, penggunaan logam porselen
atau porselen penuh lebih diindikasikan daripada amalgam atau resin
komposit.
2. Kontrol plak dan estetis yang harus dipenuhi dan dipertimbangkan. Desain
restorasi harus mempertimbangkan faktor-faktor yang memungkinkan
pasien memelihara kebersihan mulut yang baik agar restorasi berhasil.
3. Pertimbangan finansial. Faktor finansial ini mempengaruhi semua rencana
perawatan. Seorang klinisi yang baik harus menyediakan saran dan
memberikan pilihan kepada pasiennya. Alternatif perawatan yang optimal
akan mendukung rencana perawatan sesuai kondisi ekonomi pasien.
4. Retensi. Tipe retensi dalam suatu mahkota dapat menggunakan mahkota
“plastis” atau mahkota yang di “semen”. Mahkota plastis dimasukkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam keadaan lunak ke dalam preparasi kavitas, yang kemudian akan
mengeras dan di pegang oleh undercut mekanik atau adhesi. Mahkota
yang di semen terbuat dari logam cor, logam porselen, atau porselen penuh
yang dibuat di luar ruang praktek yaitu laboratorium gigi.
5.
2.3.1.1 Preparasi Gigi
Preparasi merupakan suatu tindakan pengasahan gigi dengan tujuan untuk
menyediakan tempat bagi bahan restorasi mahkota tiruan. Tujuan dari preparasi
adalah menghilangkan daerah undercut, memberi tempat bagi bahan retainer atau
mahkota, menyesuaikan sumbu mahkota, memungkinkan pembentukan retainer
sesuai dengan bentuk anatomi, membangun bentuk retensi dan menghilangkan
jaringan yang rusak oleh karies. Adapun persyaratan preparasi adalah :
1. Kemiringan dinding aksial
Preparasi yang saling sejajar terhadap poros gigi sulit untuk menentukan arah
pemasangan. Preparasi konus yang direkomendasikan berkisar dari 5 - 15
derajat. Sementara kemiringan yang ideal adalah 4-6 derajat
2. Ketebalan preparasi
Pengambilan jaringan preparasi sebaiknya seminimal mungkin. Ketebalan
preparasi berbeda sesuai kebutuhan dan bahan yang digunakan sebagai
retainer. Ketebalan pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1,5 – 2 mm,
untuk logam porselen.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Kesejajaran preparasi
Preparasi harus membentuk arah pemasangan dan pelepasan yang sama antara
satu gigi penyangga dengan gigi penyangga lainnya. Arah pemasangan harus
dipilih yang paling sedikit mengorbankan jaringan keras gigi.
4. Mengikuti bentuk anatomi
Preparasi harus mengikuti anatomi gigi, karena jika tidak akan dapat
membahayakan vitalitas pulpa dan mengurangi retensi retainer gigi tiruan.
Preparasi oklusal harus disesuaikan dengan morfologi oklusal.
5. Pembulatan sudut-sudut preparasi
Di akhir preparasi harus memperhatikan sudut-sudut pertemuan dua bidang
preparasi. Sudut-sudut yang tajam harus dibulatkan karena dapat
menimbulkan tegangan pada restorasi dan sulit dalam pemasangan.
2.3.1.2 Prinsip
Ada 5 prinsip dasar desain preparasi suatu mahkota logam porselen, yaitu :
(Rosenstiel, 2016; Shillingburg, 2014)
1. Mempertahankan Struktur Gigi.
Selain berfungsi sebagai pengganti struktur gigi yang hilang, restorasi harus
mampu mempertahankan struktur gigi yang masih ada. Preparasi harus dilakukan
pada sebagian kecil struktur gigi yang ada untuk mencegah kehilangan sejumlah
besar struktur gigi yang tidak terkontrol. Pengurangan bagian oklusal sebesar 1,5 mm
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pada waktu preparasi gigi. Logam pada permukaan oklusal dapat memberi
perlindungan terhadap kerusakan yang dramatis.
2. Retensi dan Resistensi
Agar mahkota dapat memenuhi tujuannya, maka restorasi harus memiliki
aspek retensi, yakni duduk pada tempatnya. Retensi mencegah terlepasnya mahkota
sepanjang arah masuk atau sumbu panjang preparasi. Resistensi mencegah
terlepasnya mahkota oleh gaya yang ditujukan ke apikal atau oblik dan mencegah
pergerakan mahkota bila terkena gaya oklusal. Retensi dan resistensi saling
berhubungan dan sering tidak dapat dipisahkan.
3. Ketahanan Struktural
Sebuah mahkota harus memiliki ketebalan bahan yang memadai untuk
menahan gaya oklusal. Ketebalan ini dibatasi oleh ruangan yang dibuat pada saat
preparasi gigi. Hanya dengan cara ini oklusi mahkota akan harmonis dan kontur
aksialnya normal, mencegah terjadinya kelainan periodonsium disekitar restorasi.
4. Integritas Marjinal
Suatu restorasi dapat bertahan dilingkungan biologis rongga mulut hanya bila
tepi restorasi sangat rapat dengan akhiran cavosurface preparasi. Konfigurasi akhiran
preparasi menentukan bentuk dan tebalnya bahan restorasi pada tepi restorasi. Hal ini
dapat mempengaruhi adaptasi marjinal dan derajat kedudukan suatu restorasi.
5. Mempertahankan Jaringan Periodonsium
Penempatan akhiran servikal berpengaruh langsung pada kemudahan proses
pembuatan restorasi dan kesuksesan sebuah restorasi. Tepi akhiran yang halus
memudahkan pembersihan dan memberikan hasil terbaik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.1.3 Akhiran Servikal
Restorasi yang baik harus mencakup tiga persyaratan yaitu kerapatan tepi
akhiran preparasi, tekanan kunyah yang kuat dan mudah dalam pembersihan.
Restorasi dapat bertahan lama didalam rongga mulut jika tepinya beradaptasi baik
dengan akhiran servikal. Konfigurasi akhiran servikal preparasi menentukan bentuk
dan ketebalan dari logam serta kecekatan tepi restorasi.
Menurut bentuknya, akhiran preparasi dibedakan atas knife edge, chamfer,
bevel shoulder dan shoulder. Dalam beberapa penelitian akhiran servikal shoulder
merupakan preparasi yang tepat untuk mahkota logam porselen. Preparasi ini lebih
menjamin adanya ruangan yang cukup di daerah servikal dan memberi keuntungan
yang lebih stabil selama pembakaran.
2.3.2 Komunikasi Dokter Gigi dengan Teknisi
Dokter gigi dan teknisi di laboratorium sebaiknya memiliki komunikasi yang
baik dan jelas untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam menentukan dan
menyesuaikan warna porselen pada pembuatan mahkota logam porselen. Berikut ini
beberapa ketentuan yang harus dimiliki oleh dokter gigi menurut American Dental
Association (ADA) untuk meningkatkan hubungan yang baik antara dokter gigi
dengan teknisi laboratorium, antara lain (Rosenstiel dkk, 2016):
a. Dokter gigi memberikan instruksi yang jelas secara tertulis disertai tanda
tangan tentang hal-hal yang akan dilakukan oleh teknisi sehubungan dengan
gigitiruan yang telah diberikan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Dokter gigi harus memiliki bahan cetak yang akurat, model, catatan
interoklusal ataupun model sudah ditanam dalam artikulator.
c. Dokter gigi harus menandai margin, outline model, dan disain gigitiruan
yang telah diberikan kepada teknisi laboratorium.
d. Foto gigi dan penjelasan tentang warna gigitiruan.
e. Intruksi secara verbal jika ada modifikasi yang diperlukan sehubungan
dengan intruksi secara tertulis yang kurang jelas.
f. Menyimpan fotokopi lembar instruksi tertulis yang telah dikirimkan.
g. Memiliki shade guide yang sama dengan jenis bahan yang tersedia di
laboratorium.
Beberapa ketentuan yang harus dimiliki oleh teknisi laboratorium menurut American
Dental Association (ADA), antara lain:
a. Menghasilkan gigi tiruan sesuai dengan instruksi dokter gigi, dan menggunakan
cetakan, model serta catatan interoklusal atau model yang telah ditanam di
artikulator.
b. Mengevaluasi kembali kasus pada model yang telah dikirim oleh dokter gigi.
c. Menyesuaikan warna gigitiruan yang telah diinstruksikan oleh dokter gigi dengan
warna shade guide yang tersedia di laboratorium. Perlunya informasi yang jelas
tentang jenis shade guide yang dipakai di laboratorium kepada dokter gigi, dan
shade guide yang tersedia di laboratorium harus sama dengan jenis bahan yang
dipakai.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
d. Memberitahukan segera kepada dokter gigi apabila ada pekerjaan yang tidak dapat
diproses di laboratorium.
e. Menyelesaikan gigi tiruan tepat pada waktunya sesuai dengan persetujuan kedua
belah pihak.
f. Menjelaskan bahan yang dipakai pada pembuatan gigi tiruan kepada dokter gigi.
2.3.3 Teknik Pembuatan (Laboratorium)
2.3.3.1 Wax Up Coping
Ada dua teknik untuk membuat model malam:
1. Teknik langsung, yaitu wax atau lilin langsung diukir di gigi yang sudah
di preparasi di dalam mulut
2. Teknik tidak langsung, yaitu wax atau lilin di ukir ke model stone yang
di buat dari cetakan gigi preparasi yang akurat.
Dalam pemilihan wax di bagi menjadi 2 tipe; tipe 1 untuk model wax intra
oral sedangkan tipe 2 untuk model wax ektra oral yang dilakukan untuk pembuatan
model wax tidak langsung dengan memenuhi persyaratan American Dental
Association (ADA) no. 4 yang mempunyai warna seperti biru, hijau atau merah yang
kontras dan mudah dibedakan dari dai stone serta tepinya. Adapun syaratnya adalah
(Shillingburg 2012):
- Wax harus mengalir dengan mudah ketika dipanaskan, tanpa gumpil,
retak atau kehilangan kehalusannya
- Jika dingin harus menjadi keras
- Harus dapar di ukir dengan baik, tanpa gumpil ataupun distorsi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Untuk mencegah agar wax tidak menempel ke stone dai, dai harus
diulasi seluruhnya dengan pelumas, yang memungkinkan dai basah
selama beberapa menit, kemudian wax di alirkan di atas permukaan
preparasi dengan spatula yang di panaskan (Shillingburg 2012).
- Di ukir menurut kontur yang tepat, sewaktu mengukir bagian tepi
harus dengan hati-hati agar tidak membuat permukaan dai menjadi
aus (Anusavice, 2013)
Persyaratan utama pada wax untuk digunakan membuat wax pattern baik
dengan direct technique maupun indirect technique hendaknya memenuhi
persyaratan sebagai berikut (McCabe, 2008) :
a. Wax pattern harus sudah sesuai dengan ukuran, bentuk dan kontur dari
appliance yang akan dibuat.
b. Tidak ada perubahan dimensi pada wax pattern ketika dibentuk.
c. Tidak menghasilkan residu saat dan setelah proses penghilangan wax
dengan cara pembakaran.
Wax pattern didefinisikan sebagai bentuk dan ukuran dari peralatan yang
dihasilkan dan pada akhirnya digantikan oleh salah satu polimer atau aloi yang
digunakan dalam teknik lost-wax. Metode yang melibatkan pembuatan model dengan
cara menempatkan wax-pattern dikenal dengan indirect technique. Wax yang
digunakan dalam pembuatan pola baik dengan direct mupun indirect technique
harusnya memiliki sifat pengendalian yang tepat untuk menjadikan restorasi sesuai
gigi tiruan. Produksi Wax pattern baik dengan metode direct maupun indirect
technique, tahap berikutnya melibatkan invesmen pada wax pattern untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
membentuk mould. Sprue dilekatkan pada Wax pattern dan dikumpulkan pada satu
tempat dalam cincin casting (Gambar 2.11)(McCabe, 2008, Sakaguchi RL 2012).
Gambar 2.11 Diagram ilustrasi Investment Mould dibangun
dari Wax Pattern.
(Sumber: McCabe JF & Angus WG. Wall,
2008, Applied dental material, Blackwell, ed.
9, hal. 47)
2.3.3.2 Casting
Ruang pencetakan terbentuk dengan memenuhi invesmen di sekeliling pola
malam yang dihubungkan sprue former dan sprue base (wadah cetakan). Setelah
material invesment penuh, sprue base dan former dilepas selanjutnya pola malam
dibakar untuk menghasilkan rongga pencetakan. Pemilihan material invesmen
tergantung pada jenis aloi yang akan dicetak. Ring liner dibuat pada casting
memiliki tujuan ganda. Berbentuk lapisan lunak pada permukaan bagian dalam ring
cetakan logam yang kuat. Memberikan keadaan ekspansi termal tertutup pada
material invesmen. Karakteristik dari thermal insulating memastikan bahwa cetakan
invesmen tidak mengalami pendinginan secara cepat dan pengkerutan setelah
pelepasan dari oven pembakaran (McCabe, 2008; Shillingburg, 2012). Penyusutan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
setempat biasanya terjadi di dekat pertemuan sprue dengan tuangan, tetapi bisa
terjadi dimanapun diantara dendrit-dendrit dimana bagian terakhir tuangan yang
memadat adalah logam dengan titik pencairan rendah yang tetap bertahan cair ketika
cabang-cabang dendrit mulai terbentuk (Anusavice, 2013).
Faktor seperti panjang dan diameter sprue serta jarak rongga cetakan dari
pusat cetakan, kesemuanya memiliki pengaruh pada kualitas cetakan. Untuk cetakan
ukuran besar, dua atau lebih sprue boleh jadi penting untuk memastikan bahwa
molten aloi sanggup mencapai semua bagian dari rongga cetakan sebelum mengeras
(McCabe, 2008; Shillingburg, 2012).
2.3.3.3 Aplikasi Lapisan Porselen
a. Perbandingan bubuk dengan cairan porselen
Perbandingan antara bubuk porselen dengan cairannya harus sesuai dengan
instruksi pabrik. Porselen gigi biasa tersedia dari pabrikan dalam bentuk bubuk, yang
dicampur dengan air suling hingga konsistensinya kental membentuk pasta.
Campuran ini kemudian digunakan untuk membuat restorasi sesuai bentuk yang
diharapkan (Rosenstiel, 2016).
b. Teknik pelapisan porselen
Teknik pelapisan porselen secara konvensional dengan menggunakan sikat
khusus yang telah digunakan selama beberapa dekade (O`Brien 2009). Pada teknik
ini, setelah substrat aloi dibersihkan dan dioksidasi, porselen opak, dentin, enamel
diaplikasikan dan dibakar. Teknik pelapisan konvensional dapat memberikan estetis
yang maksimal karena memungkinkan penyesuaian saat porselen dibangun.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tahap-tahap pelapisan porselen: (Rosenstiel, 2016)
1. Aplikasi Porselen Opak.
- Bubuk dan cairan diaduk hingga konsistensi opak berbentuk krem. Substruktur
dilembabkan dengan air distilasi atau cairan khusus dan kemudian lapisan opak
diaplikasikan dengan ujung kuas terhadap koping yang dijepit menggunakan ujung
haemostat.
- Gunakan getaran ringan untuk menyebarkan bahan dengan tipis dan merata.
Kemudian oleskan kembali lapisan opak dengan cara yang sama.
- Ketika seluruh permukaan lapisan telah tertutup, lepaskan kelebihan bahan dari
permukaan lainnya dengan sisi sedikit dibasahi sikat.
- Sebelum pembakaran, periksa aplikasi opak hingga memenuhi kriteria: Seluruh
permukaan lapisan dilapisi secara merata dengan lapisan halus yang menutupi
warna logam. Tidak ada kelebihan bahan di lapisan permukaan dan tidak ada
bahan opak pada permukaan dalam substruktur
- Koping dipindahkan ke baki dan ditempatkan dekat tunggu pembakaran selama
beberapa menit. Hal ini memungkinkan untuk penguapan uap air.
- Lapisan opak kemudian di bakar berdasarkan ketentuan pabrik
- Setelah pembakaran, keluarkan dan atur pendinginan hingga ke suhu kamar.
- Periksa kembali lapisan opak terhadap retak maupun bintik-bintik tipis. Ketika
lapisan opak dikeluarkan dari tungku pembakaran terlihat berwarna kuning, dan
setelah dingin berwarna matt putih. Jika diperlukan, aplikasi lapisan opak kedua
dapat dilakukan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Aplikasi porselen dentin dan enamel
- Porselen dentin diaduk dengan air distilasi atau cairan yang dianjurkan pabrik
sampai konsistensi seperti krim
- Oleskan diatas porselen opak menggunakan kuas, dan buat kontur keseluruhan
mahkota, lalu getarkan dan serap cairan menggunakan tisu. Kemudian di ulas
dengan kuas kondensasi bulu.
- Kurangi porselen dentin untuk tempat bagi porselen enamel. Aplikasikan porselen
enamel untuk mengembalikan kontur restorasi yang utuh. Kondensasikan porselen
dengan menutul-nutul dan keringkan dengan tisu dari bagian lingual dan fasial.
- Letakkan didepan tunggu selama beberapa menit, kemudian di bakar di bawah
kondisi vakum dengan pengaturan suhu pabrik
3. Pembuatan tepi dari porselen.
Mahkota dengan tepi fasial metal collar siap menerima aplikasi porselen
dentin dan enamel setelah aplikasi porselen opak. Restorasi dengan tepi fasial
porselen penuh, memiliki tahapan ekstra yang diperlukan. Dengan menggunakan
teknik direct lift, akhiran servikal shoulder dai ditandai menggunakan pensil
berwarna merah : (Shillingburg, 2012; Rosenstiel, 2016)
- Permukaan porous pada gypsum dai ditutup menggunakan bahan penutup
khusus atau dengan selapis tipis resin sianoakrilat ke daerah tepi servikal dai.
- Kelebihan cairan dihilangkan dengan hembusan udara untuk memperoleh
lapisan penutup yang tipis dan merata.
- Pelumas khusus atau bahan pelapis porselen diaplikasikan pada shoulder dai
yang sudah diberi seal dengan menggunakan kuas.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
- Pasang koping yang telah dilapisi opak pada dai
- Bubuk porselen dicampur dengan air distilasi atau cairan anjuran pabrik
- Tempatkan pada porselen shoulder fasial, yang sedikit diperlebar 2-3 mm ke
arah koping. Kondensasikan porselen dengan menutul-nutulkan dan keringkan
menggunakan tisu
- Ukir dengan ekskavator untuk menghasilkan bevel yang kecil atau kontur
sebagian yang disediakan sebagai tempat lapisan tipis porselen dentin diatas
porselen shoulder.
- Haluskan porselen shoulder menggunakan kuas dan kondensasi
- Koping dilepas dengan hati-hati dari dai
- Keringkan didepan tungku pembakaran dan dibakar dibawah kondisi vakum.
Teknik pelapisan porselen pada daerah labio marjinal untuk mendapatkan
marjin porselen dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (Chatterjee, 2012)
1) Teknik Platinum Foil
Teknik ini telah banyak digunakan dengan hasil yang sangat baik dan
dianggap sebagai metode standar bila dibandingkan dengan metode lain. Platinum
foil dilekatkan pada koping logam dengan wax, dengan spot welding atau dengan
coating agent logam porselen. Penggunaan platinum foil dapat menghapus porselen
dari daerah marjinal, untuk memastikan bahwa koping logam berorientasi dengan
benar dan duduk pada dai, pembebasan (relief) internal dari casting atau dai harus
diberikan untuk mengakomodasi platinum foil. Ketebalan foil yang paling umum
digunakan adalah 25 mm, sehingga secara otomatis akan menciptakan perbedaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
marjinal yang cukup maupun kekurangan apapun yang dihasilkan karena penyusutan
porselen.
2). Teknik Refraktory Dai
Prinsip teknik refraktory dai melibatkan bahan perantara dan menghindari
pembakaran marjin secara langsung, yang akan menghasilkan integritas marjinal
lebih baik. Suatu teknik alternatif menggunakan bahan pelapis logam porselen pada
shoulder menyebabkan porselen menyusut ke arah marjin, yang dapat meningkatkan
kesesuaian lebih banyak lagi. Hasil yang memuaskan dapat dicapai. Kurangnya
perbedaan warna relatif antara bahan refraktory dai dan porselen bisa menjadi sulit
ketika membentuk marjin. Langkah tambahan duplikasi dai, ditambah dengan
kerapuhan bahan refraktori telah membuat teknik ini kurang menarik.
3). Teknik Direct Lift
Konsep direct lift melibatkan porselen langsung beradaptasi pada dai dan
mengangkatnya dari intact dengan bantuan separating medium. Keuntungan utama
dari teknik ini relatif sederhana, tidak memerlukan kecermatan dalam
mengadaptasikan platinum foil atau membuat dai refraktori yang mungkin rapuh.
Namun teknik ini memiliki kelemahan yaitu pada saat mengangkat porselen hijau dari
dai, serta perbedaan porselen air bubuk yang menyebabkan porselen tidak akan
mengalir ke celah yang kecil tanpa mengganggu lapisan separating medium.
Sebuah dai yang mengeras dan dilapisi dengan lapisan cyanoacrylate adalah
hal yang penting. Ada sejumlah variasi dari teknik direct lift, perbedaannya berkaitan
dengan bahan porselen yang digunakan dan urutan langkah-langkah yang diambil
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
untuk mencapai penutupan marjinal. Teknik direct lift yang dilapisi dengan lapisan
resin cyanoacrylate, dan porselen langsung dikondensasi ke daerah tersebut (karena
dai tidak lagi menyerap kelembaban dari build-up porselen yang basah). Pemisahan
dicapai dengan porcelain release agent. Seperti teknik yang lain, pembakaran kedua
biasanya diperlukan untuk mendapatkan adaptasi marjinal yang memuaskan.
Kesulitan utama dengan teknik cyanoacrylate terjadi selama pewarnaan dan glazing,
karena porselen tidak didukung seperti pada teknik platinum foil, sehingga marjin
cendrung sedikit membulat.
4). Teknik Wax Porselen
Campuran bodi porselen dan wax (6:1 sesuai berat) diterapkan pada dai. Tidak
ada keuntungan yang signifikan dengan sistem ini. Masalah dalam mengangkat
porselen dari dai dihilangkan. Suspensi wax porselen tampaknya mengalir mudah ke
celah marjinal dalam hitungan menit, menghilangkan masalah yang dihasilkan dari
menambah porselen untuk marjin setelah penghapusan dari dai dan kemudian
mencoba untuk memasang kembali mahkota. Marjin dari beberapa mahkota menyatu
dapat dilakukan secara bersamaan karena kemudahan pembentukan porselen, tidak
memerlukan pengangkatan dai, dan kekakuan yang terbentuk oleh marjin wax
porselen. Sistem wax porselen dapat digunakan dengan salah satu teknik yang
sebelumnya di bahas yaitu teknik direct lift. Keuntungan dari metoda ini adalah
bahwa satu warna wax porselen akan cukup untuk beberapa restorasi karena hanya
diperlukan sejumlah kecil pada daerah marjin gingiva.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Teknik kondensasi
Kondensasi porselen gigi diartikan sebagai suatu proses dimana porselen
gigi di padatkan sebelum pembakaran. Kondensasi adalah metoda untuk memperkecil
jarak antara partikel-partikel porselen dan menghilangkan sejumlah besar cairan dari
pasta porselen. Pengurangan jarak antara partikel akan menghasilkan kepadatan yang
maksimum. Massa yang padat dapat mengurangi penyusutan pembakaran, sehingga
terjadinya distorsi dan retak juga dapat dicegah melalui rendahnya penyusutan setelah
pembakaran. Tegangan permukaan cairan dianggap sebagai kekuatan pendorong
utama dalam proses kondensasi sempurna. Selama pembuangan cairan dari campuran
porselen, partikel-partikel cendrung lebih padat dengan adanya tegangan permukaan.
Pada proses kondensasi, cairan melewati celah antar partikel yang diameternya terus
mengecil dan kedekatan partikel meningkatkan efektifitas kekuatan adhesi. Partikel
akan mengalir bersama-sama dan cendrung menyatu lebih baik saat air dikeluarkan.
Partikel porselen yang lebih kecil ditarik antara butir-butir yang lebih besar, sehingga
meningkatkan kepadatan massa porselen. Keuntungan sepenuhnya dari proses
kondensasi tidak didapatkan, bila ukuran partikel terlalu besar atau bila partikel tidak
cukup saling berdekatan. Selama kondensasi, mobilitas partikel-partikel bergantung
pada viskositas massa. Viskositas yang tinggi akan menyebabkan udara mudah
terjebak diantara lapisan porselen.
Kondensasi porselen merupakan salah satu proses yang harus diperhatikan
pada proses pembuatan gigi tiruan porselen di laboratorium, karena dapat
mempengaruhi terjadinya retakan dan distorsi porselen dentin. Ada tiga teknik
kondensasi porselen, yaitu :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a) Vibration technique (Getaran)
Metode ini sangat berguna untuk membuang kelebihan air pada saat pelapisan
porselen. Vibration method dapat dilakukan secara manual maupun dengan alat
ultrasonik. Kondensasi secara ultrasonik menghasilkan struktur porselen yang lebih
homogen, karena mempunyai kontrol yang lebih baik pada saat proses pelapisan
setiap lapisan porselen. Getaran yang berlebihan juga harus dihindari karena dapat
dengan mudah melepaskan lapisan porselen yang dibangun, detail permukaan juga
akan hilang.
b) Spatulation technique
Metode ini dilakukan dengan menggunakan spatula kecil untuk
mengaplikasikan dan menghaluskan porselen yang masih basah. Aksi penghalusan
akan membawa air naik ke permukaan sehingga bisa dibuang.
c) Brush technique
Metode ini dilakukan dengan menggunakan penambahan bubuk porselen
kering yang diletakkan dengan bantuan brush disisi yang berlawanan dengan adonan
porselen yang basah. Partikel yang basah akan terdorong dan saling melekat sewaktu
air tertarik kebubuk yang kering.
2.3.3.4 Suhu Pembakaran Porselen
Setelah pembakaran logam selesai, dilanjutkan dengan pembakaran lapisan
opak, lapisan dentin, dan lapisan enamel. Proses pembakaran porselen juga sangat
mempengaruhi warna porselen yang dihasilkan (Shillingburg dkk, 2012). Seiring
material porselen dipanaskan melebihi gradain temperaturnya, struktur fisik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengalami perubahan secara kontinyu. Diawali dengan meleburnya batas permukaan
serbuk feldspar dan ini akan memulai untuk penggabungan permukaan serbuk
feldspar dengan partikel sekitarnya. Dengan kenaikan suhu pembakaran, lebih banyak
serbuk/grain menerima alumina ke bentuk amorphous phase intermeshed dengan
partikel silika yang tidak reaktif. Sesaat temperatur pembakaran yang optimum
tercapai, maka terbentuklah fase homogen, yang mana memberikan kekuatan ke hasil
akhir terhadap tekanan mastikasi pada mulut berupa pengunyahan dan otot yang kuat
(Tripathi dkk, 2016).
Denry dkk menyatakan bahwa terjadinya retakan mikro selama pembakaran
menentukan keberhasilan suatu restorasi gigi. Gemalmaz dan Alkumru (dikutip dari
Handal dkk 2016) mengevaluasi distorsi siklus termal pada 3 unit Porcelain Fused to
Metal pada perbedaan pembakaran, dan distorsi terlihat lebih besar setelah aplikasi
porselen (Handal 2016). Buchanan dkk juga menyimpulkan bahwa prosedur
pembakaran tampak suatu tendensi meningkatnya pembukaan marjinal pertama dan
kemudian menurun menjadi perbandingan dengan kondisi logam (Handal 2016). Mc
Lean menyarankan temperatur pembakaran porselen opak 20˚C lebih tinggi dari
temperatur yang disarankan pabrik (dikutip dari Olivieri dkk, 2005). Sementara
dalam penelitian Gupta 2011 pembakaran dengan argon maupun vacuum
memberikan kekuatan lekat yang tinggi pada temperatur 975˚C (Gupta, 2011). Pada
penelitian Tripathi A dkk, siklus pembakaran yang direkomendasikan pabrik adalah
975˚C untuk lapisan opak, 960˚C dentin, 945˚C untuk glazing dan 940˚C untuk
tambahan (Tripathi A dkk 2016). Lain halnya dalam penelitian Saini 2011 yang
menggunakan sampel pembakaran 930˚C, 945˚C, 960˚C, 975˚C dan 990˚C, dimana
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pada temperatur pembakaran 930˚C terlihat besarnya jumlah poreus dengan bentuk
triangular maupun irregular, sementara temperatur pembakaran yang ditingkatkan
975˚C jumlah poreus menurun karena penyatuan yang lebih baik terhadap aliran
partikel yang menyebabkan pengisian yang baik terhadap rongga udara diantara
partikel (Saini, 2011).
Dalam suatu penelitian disimpulkan bahwa porselen yang dibakar pada suhu
900˚C menunjukkan kekuatan kompresif yang tinggi, ketahanan terhadap abrasi yang
lebih tinggi, homogenitas yang optimum dan porositas yang rendah dan suhu
pembakaran 935˚C – 960˚C dapat meningkatkan integritas fungsional jangka panjang
(Tripathi dkk, 2016).
2.3.3.5 Proses Pembakaran Porselen
Pembakaran porselen diartikan sebagai proses pemanasan dan peleburan
partikel-partikel bahan porselen gigi yang telah dikondensasi dalam tungku
pembakaran pada temperatur yang sudah ditetapkan untuk mendapatkan ikatan
antara partikel dan difusi yang cukup guna menaikkan kepadatan struktur.
(Manappallil JJ, 2010; Anusavice, 2013). Selama pembakaran, partikel-partikel
bubuk mengalir dan saling menyatu, membuat restorasi padat dan kuat. Reaksi
biokimia antara komponen-komponen bubuk porselen pada dasarnya berjalan
dengan tuntas selama proses pembuatan semula, oleh karena itu, tujuan pembakaran
adalah untuk menyatukan partikel-partikel bubuk secara tepat, guna membentuk
suatu restorasi. Beberapa reaksi kimia terjadi selama waktu pembakaran yang
panjang atau pembakaran multiple. Reaksi yang paling penting adalah perubahan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang terlihat pada kandungan leucite dari porselen yang didesain untuk membuat
mahkota logam porselen. Leucite merupakan fase Kristal yang mempunyai
pemuaian yang tinggi atau kontraksi tinggi, dimana volume matriks kacanya sangat
mempengaruhi koefisien kontraksi termal dari porselen. Perubahan pada kandungan
leucite dapat menyebabkan terbentuknya koefisien kontraksi termal yang tidak sama
antara porselen dengan logam, sehingga menimbulkan tekanan selama pendinginan
yang dapat menyebabkan terjadinya pembentukan retak pada porselen. Keadaan
yang dapat dijumpai pada tahapan pembakaran porselen, yaitu: (Fraunhofer, 2010).
a. Low Bisque Stage
Tahap pertama dalam proses pembakaran disebut low bisque. Partikel-
partikel mulai melunak dan saling menyatu hanya berupa titik kontak dan porositas
sebenarnya tidak berubah. Karena porositas hampir tidak berubah, karakteristik
kepadatan porselen adalah berpori, sangat lemah, rapuh, dan menunjukkan
penyusutan yang sedikit.
b. Medium Bisque Stage
Pada pemanasan lebih lanjut, terjadi kohesi yang lebih besar diantara
partikel-partikel (partikel menyatu). Terjadi aliran cairan kental yang lebih lagi dan
mengisi rongga udara dibawah pengaruh tegangan permukaan dan udara dikeluarkan
dari celah-celah sebelum menutupi rongga. Setiap ruang-ruang menjadi semakin
kecil. Porositas menurun pada tahap ini dan terdapat penyusutan yang nyata.
Akhirnya, rongga-rongga ini menjadi berdiri sendiri dan berpori bulat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. High Bisque Stage
Tahap high bisque didapatkan bila penyusutan pembakaran telah sempurna
dan tidak terjadi penyusutan lebih lanjut. Porositas telah berkurang menjadi sedikit.
Permukaan porselen menjadi halus, dan cukup kuat untuk dikoreksi dengan grinding
sebelum akhirnya dilakukan glazing.
d. Glazing
Glazing adalah proses menghaluskan dan mengkilapkan permukaan restorasi
dengan terjadinya aliran kaca pada permukaan porselen. Tujuan glazing adalah
meningkatkan estetis, hygiene dan meningkatkan kekuatan. Glazing akan mencegah
terjadinya retak, karena itu porselen yang di glazing akan lebih kuat daripada yang
tidak di glazing (Manappallil, 2010).
Seluruh program pembakaran, yang disebut sebagai siklus pembakaran,
meliputi: pra pemanasan (pre-heating), pembakaran (sintering) dan pendinginan
(cooling) (Anusavice, 2013; Sakaguchi RL, 2012).
a. Pra pemanasan (pre-heating)
Massa porselen yang sudah di kondensasi tidak boleh ditempatkan langsung
kedalam tungku pembakaran yang panas, tetapi diletakkan di depan atau dibawah
muffle dari tungku yang sudah dipanaskan. Prosedur ini memungkinkan sisa uap air
dihilangkan.
Penempatan massa yang sudah dikondensasi langsung ke dalam tungku yang
cukup hangat akan menghasilkan produksi uap yang cepat, sehingga timbul lubang-
lubang atau fraktur pada sebagian besar lapisan. Setelah pra pemanasan selama kira-
kira 5 menit, porselen diletakkan ke dalam tungku dan pembakaran dimulai.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tungku pembakaran modern memiliki mekanisme yang dapat bekerja secara
bertahap, dikendalikan computer dan di program untuk mengontrol siklus
pembakaran. Program ini juga di ubah oleh operator.
b. Pembakaran / sintering
Mahkota porselen dapat dibakar dengan kontrol temperatur sendiri atau
dengan temperatur yang dikontrol oleh operator. Pada metode pertama, temperatur
tungku dinaikkan dengan laju konstan hingga tercapai temperatur tertentu. Pada
metode kedua, temperatur dinaikkan dengan laju yang ditentukan hingga tercapai
tingkat tertentu, setelah itu temperatur dipertahankan hingga reaksi yang diharapkan
terjadi sempurna. Porselen merupakan penghantar panas yang buruk, karena itu
pemanasan yang terlalu cepat mengakibatkan penyatuan yang berlebihan pada
lapisan luar sebelum bagian dalam dibakar dengan sempurna. Saat temperatur
meningkat, partikel porselen menyatu oleh sintering.
Sintering merupakan proses yang bertanggung jawab dalam menyatukan
porselen untuk membentuk massa yang kontinu. Proses sintering dapat dikendalikan
dengan waktu dan temperatur yang tepat. Pada temperatur pembakaran awal, lubang
kosong akan diisi oleh udara tungku dan sewaktu sintering dari partikel dimulai,
partikel-partikel porselen saling berikatan pada titik kontaknya.
Semakin tinggi temperatur sintering, kaca perlahan-lahan mengalir untuk
mengisi ruang udara. Meskipun demikian, udara tetap dapat terjebak dalam bentuk
pori-pori karena massa terlalu kental untuk memungkinkan keluarnya semua udara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Pendinginan
Pendinginan mahkota porselen dari temperatur pembakaran ke temperatur
kamar harus dikontrol dengan baik. Proses pendinginan yang terlalu cepat dapat
menyebabkan porselen retak atau dapat memicu tekanan didalam yang akan
melemahkan porselen. Proses pendinginan yang terlalu lambat maupun pembakaran
ganda dapat memicu pembentukan leucite tambahan dan meningkatkan koefisien
ekspansi termal porselen, dan dapat juga menyebabkan retak permukaan. Proses
pendinginan terjadi saat pembukaan tungku pembakaran porselen, dilakukan secara
perlahan, merata, dan dikontrol oleh komputer.
2.4 Faktor Keberhasilan Mahkota logam porselen
2.4.1 Preparasi Gigi
Preparasi gigi merupakan salah satu tahap penting dalam keberhasilan
pembuatan mahkota logam porselen. Preparasi yang baik harus mengikuti prinsip
preparasi, diantaranya harus mempertimbangkan aspek biologis terhadap kesehatan
dan jaringan rongga mulut, mekanikal dan estetis (Rosenstiel, 2016). Adapun urutan
dari tahap-tahap preparasi adalah :
1. Pembuatan depth grooves
2. Preparasi permukaan insisal atau oklusal
3. Preparasi permukaan bukal atau labial dan lingual
4. Preparasi bagian proksimal
5. Pembulatan sudut preparasi bidang aksial
6. Pembentukan tepi servikal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penyelesaian akhir preparasi diperlukan desain restorasi yang dibentuk untuk
meminimalkan retensi plak dan memaksimalkan adaptasi.
2.4.2 Desain Marjinal
Desain preparasi dapat mempengaruhi prognosis suatu restorasi, salah satunya
adalah dengan mengatur desain marjinal, karena desain marjinal mempengaruhi
kerapatan marjin suatu restorasi. Menurut bentuknya dikenal empat macam desain
marjin preparsi, yaitu knife-edge/feather edge, preparasi shoulder, preparasi bevel
shoulder, dan akhiran preparasi chamfer. Margin berbentuk shoulder dan chamfer
merupakan desain yang paling direkomendasikan untuk restorasi porcelain fused to
metal. Beberapa literatur mengatakan margin shoulder lebih baik daripada chamfer.
Mahkota logam porselen merupakan bahan yang mengkombinasikan
kekuatan dan estetis yang baik. Kekuatan dan estetis logam porselen sangat
dipengaruhi oleh desain koping. Desain koping yang digunakan antara lain metal
collar, full metal collarless dan modified metal collarles. Desain koping metal
collarless lebih mementingkan estetis.
2.4.3 Estetis
Kesesuaian warna mahkota logam porselen terhadap gigi asli merupakan
kunci keberhasilan untuk mencapai hasil estetis dalam suatu restorasi. Replikasi gigi
asli dengan mahkota gigi tunggal pada pasien dengan kebutuhan estetis yang tinggi
merupakan tugas yang menantang bagi seorang klinisi. Salah satu pertimbangan
penting adalah warna, terutama bagian servikal (Paniz G dkk, 2006).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ketebalan preparasi gigi penyangga menjadi pertimbangan terhadap
keberhasilan warna mahkota logam porselen. Begitu juga dengan faktor penyesuaian
warna di laboratorium, teknik kondensasi porselen, siklus pembakaran porselen, jenis
porselen, perbandingan antara bubuk porselen dengan cairan pada saat pengadukan,
jenis logam dan ketebalan lapisan porselen (Naik dkk, 2011).
Mahkota logam porselen merupakan kombinasi yang baik antara estetis dan
kekuatan struktural. Masalah estetis dengan tipe restorasi dihubungkan terhadap
lapisan porselen opak yang digunakan sebagai pelindung warna gelap pada lapisan
logam. Aksi barrier terhadap tranmisi cahaya, lapisan opak ini menyebabkan
melemahnya warna dan translusensi pada bagian servikal. Untuk memenuhi
persyaratan estetis penggunaan restorasi metal collarless lebih disarankan (Paniz G
dkk, 2006).
2.4.4 Ketepatan Adaptasi Marjinal
Setelah estetis dan sifat-sifat mekanis mahkota logam porselen, adaptasi
marjinal dipertimbangkan sebagai salah satu kriteria penting dalam keberhasilan
klinis. Celah marjinal dapat disebabkan oleh tepi kavitas yang tidak halus,
penyusutan pada tepi porselen saat pembakaran, terjadi perubahan bentuk antara
permukaan logam dan porselen selama proses pembuatan dan keahlian teknisi yang
kurang baik. Ketidaksesuaian marjinal yang tinggi terhadap sementasi dan
mikroleakage dapat menyebabkan retensi plak, karies sekunder dan penyakit
periodontal (Monaco C dkk, 2016).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.5 Adaptasi Marjinal
2.5.1 Definisi
Adaptasi marjinal merupakan satu kriteria penting lainnya untuk menentukan
keberhasilan klinis dalam restorasi gigi. Adaptasi yang adekuat pada restorasi
meningkatkan longevity dan mengurangi resiko kerusakan periodontal (Gonzalo dkk
2007). Beberapa variasi yang sebagian besar dapat berkontribusi terhadap
kurangnya hubungan tentang definisi dari “fit”. Terminologi yang menggambarkan
ketepatan atau “fit” dan teknik yang digunakan untuk mengukur ketepatan sangat
bervariasi dalam literatur. Terminologi yang sama sering digunakan untuk merujuk
pada pengukuran yang berbeda, atau terminologi yang berbeda digunakan untuk
merujuk pada pengukuran yang sama. Meskipun ketepatan atau “fit” dapat dengan
mudah didefinisikan dalam istilah ketidaktepatan atau “misfit," pada beberapa lokasi
yang berbeda antara gigi dan restorasi yang dilakukan pengukuran. Secara geometris
pengukuran “misfit” dihubungkan satu sama lain yang didefinisikan sebagai celah
internal (internal gap), celah marjinal (marginal gap), vertical marginal discrepancy,
horizontal marginal discrepancy, overextended margin, underextended margin,
absolute marginal discrepancy dan seating discrepancy. Holmes dkk mendefinisikan
adanya suatu internal gap sebagai pengukuran tegak lurus dari permukaan dalam
mahkota ke dinding aksial gigi yang sudah di preparasi, sementara pengukuran yang
sama di lakukan pada daerah tepi disebut marginal gap. Tepi mahkota dapat
mengalami overextended atau underextended. Overextended margin merupakan jarak
tegak lurus celah marjinal yang di ukur sampai tepi mahkota. Underextended margin
merupakan jarak tegak lurus celah marjinal yang diukur sampai tepi sudut gigi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sedangkan jarak angular dari kombinasi celah marjinal dan extension error
(overextension atau underextension) disebut sebagai marjinal diskrepansi absolut.
Jika tidak adanya overextension atau underextension pada mahkota, maka marjinal
diskrepansi absolut memiliki definisi yang sama dengan celah marjinal yaitu jarak
vertikal antara tepi mahkota restorasi dengan akhiran servikal gigi yang dipreparasi
untuk menghindari overextention atau underextension pada mahkota (Nawafleh dkk,
2013; Dessouky, 2015) (Gambar 2.12)
Gambar 2.12.Terminologi adaptasi marjinal berdasarkan Holmes dkk.
(Sumber: Dessouky RA El, 2015, Marjinal adaptation
versus esthetics for various dental restoration: a review
article, EC Dental science, 2.1 hal. 240-246)
Jika terdapat adaptasi marjinal yang buruk, maka hal ini menjadi
ketidaksempurnaan marjin, sehingga menyebabkan gigi sensitif dan tingginya atau
meningkatnya plak gigi yang akan menyebabkan karies dan peradangan pada gusi
(Amarnath dkk, 2017).
Kualitas adaptasi marjinal tidak hanya merupakan aturan penting dalam
pencegahan karies sekunder, tetapi juga mempengaruhi reaksi daripada periodontium
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sekitarnya juga mempengaruhi karakteristik fisis, mekanis dan estetis pada restorasi
(Bhowmik, 2011). Meskipun adaptasi marjinal merupakan faktor fundamental dalam
keberhasilan klinis, tidak ada konsensus lebar maksimum marjinal gap yang secara
klinis dapat diterima. Nilai yang dilaporkan pada celah maksimum yang diterima
dalam scientific literature berkisar dari 50 – 200 µm, sehingga tidak ada terlihat
batasan objektif berdasarkan evidance keilmuan (Pradais G, 2014). Studi mengenai
adaptasi marjinal dari variasi margin porselen, Hung dkk (1990) menyimpulkan
bahwa rentang praktis untuk penerimaan klinis berkisar 50 µm - 70 µm. Kajian yang
dilakukan oleh West dkk (1985) melaporkan nilai mean marjinal gap berkisar 13.5 –
29.5 µm pada teknik direct lift menggunakan konvensional bodi porselen, dan
mengkonfirmasikan bahwa pembukaan margin labial porselen kurang dari 50 µm
secara konsisten tercapai (Fahmy, 2012). Dalam penelitian Fahmy, desain koping
modifikasi metal collarless 1,5 mm diatas sudut cavosurface memiliki adaptasi
marjinal yang lebih baik dari dua tipe restorasi full porcelain (IPS Empress dan IPS
Empress CAD) dan nilai marjinal diskrepansi restorasi metal collarless 32,5 dan 15,8
µm, terlihat sama dengan penelitian sebelumnya (Fahmy, 2012; Chihargo, 2017).
Sementara dalam penelitian Yoon 2005 menyatakan bahwa secara umum porcelain
facial margin lebih baik adaptasi marjinalnya daripada metal collar marjin, dan nilai
mean marjinal gap pada collarless berkisar 50 – 60 µm, dimana ketepatan marjinal
untuk restorasi porcelain fused to metal dapat diterima secara klinis hingga 70 µm
(Yoon, 2005).
Studi Moldovan dkk (dikutip dari Amarnath dkk, 2017) untuk mahkota
porcelain fused to metal dan all ceramic nilai rerata ketepatan marjinal 100 µm
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
adalah baik, dan nilai 200 µm – 300 µm masih dapat diterima klinis (Amarnath dkk,
2017). Christensen dkk (dikutip dari Bhowmik 2011) mengevaluasi kedudukan pada
supragingiva dan subgingiva marjin pada gold inlay bahwa marginal gap
permukaan yang dapat diterima 39 µm. Sementara dilaporkan rata-rata marginal gap
yang dapat diterima secara klinis 34 µm – 119 µm untuk subgingiva dan 2 µm – 51
µm untuk supragingiva margin.
Lofstrom dan Barakat menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)
pada supragingiva margin 7 µm – 65 µm. McLean dan Von Fraunhofer
menginvestigasi marginal gap ketebalan semen hingga 120 µm yang harus dalam
batas penerimaan klinis. Dalam 5 tahun studi klinis McLean dan Von Fraunhofer
pada 1000 restorasi menyimpulkan bahwa 120 µm merupakan jarak yang disarankan
(Polansky, 2010; Bhowmik 2011; Nawafles dkk, 2013; Amarnath, 2017).
Celah marjinal yang terdapat pada mahkota yang telah disementasi
maupun yang tidak disementasi juga mempengaruhi hasil pengukuran. Secara
keseluruhan ketidaksesuaian marjinal meningkat setelah sementasi, dan sementasi
medium tidak dapat dilanjutkan sepenuhnya untuk kedudukan mahkota penuh,
sehingga marjin menjadi tidak terpenuhi. Tehnik sementasi yang tidak terkontrol
finger pressure atau overfilling pada mahkota dengan semen dapat menyebabkan
aliran yang tidak merata pada salah satu dinding aksial. Oleh sebab itu tipe semen
juga dilaporkan mempengaruhi adaptasi marjinal mahkota gigi tiruan. Secara klinis
celah marjinal pada restorasi gigi tiruan cekat sulit untuk diidentifikasi ketepatannya
melalui literatur. Berdasarkan American Dental Association (ADA) spesifikasi no. 8
menyatakan bahwa ketebalan semen luting untuk suatu mahkota gigi tidak melebihi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25 µm ketika menggunakan luting agent type I atau 40 µm ketika menggunakan
luting agent type II. Fransson dkk dan MCLean dan Von Fraunhofer membuktikan
bahwa penerimaan secara klinis celah marjinal setelah sementasi harus kurang dari
150 µm dan 120 µm. (Nawafleh NA dkk 2012).
2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Adaptasi Marjinal
Ketepatan marjinal pada restorasi casting dipengaruhi oleh faktor klinis
dan laboratoris, seperti kualitas preparasi undercut, lokasi akhiran servikal,
pencetakan akhir, model studi, ketebalan dai spacer, kualitas wax yang digunakan,
kompensasi yang tepat terhadap shrinkage casting aloi yang digunakan, konfigurasi
sprue dan desain, ketebalan ring casting, kekasaran permukaan dan tipe semen dan
luting yang di aplikasikan. Keberhasilan restorasi dental casting merupakan faktor
esensial terhadap ketepatan adaptasi marjinal (Singh, 2014). Studi sebelumnya
dilaporkan bahwa adaptasi marjinal pada restorasi porcelain fused to metal
konvensional dipengaruhi oleh siklus suhu pembakaran yang tinggi. Sifat fisis pada
kontraksi termal adalah sangat penting dalam pilihan aloi yang kompatibel dengan
seleksi porselen. Ketika porselen dibakar pada substruktur logam untuk pertama kali,
logam akan mengalami beberapa perubahan temperatur dan tekanan yang
ditimbulkan oleh penyusutan porselen yang melapisinya. Daya tahan terhadap
perubahan menggambarkan kemampuan sebuah logam menahan perubahan yang
menetap atau perlahan-lahan yang disebabkan oleh tekanan termal. Hal ini penting
bagi long bridge, dimana temperatur pembakaran porselen dapat menyebabkan
struktur yang tidak didukung berubah bentuk secara permanen. Pada kondisi yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terkendali, logam mengalami perubahan kurang dari 25 µm (Anusavice, 2013;
Rosenstiel, 2016).
Menurut Hung dkk (dikutip dari Singh, 2014) ketepatan marjinal pada
porcelain fused to metal dan dua tipe mahkota keramik terdapat pembukaan marjinal
yang diukur sebelum sementasi, sesudah sementasi dan setelah thermocycling.
Disimpulkan bahwa meningkatnya pembukaan marjinal setelah sementasi dan
setelah thermocycling, dan porcelain fused to metal signifikan memiliki ketepatan
marjinal yang lebih baik dari pada mahkota keramik (Singh, 2014; Nawafleh NA
dkk, 2012).
2.5.2.1 Perubahan Suhu Pembakaran
Beberapa studi mengindikasikan bahwa adaptasi marjinal dipengaruhi oleh
suhu pembakaran porselen. Balkaya dkk (dikutip dari Jalalian 2015)
menginvestigasikan pengaruh suhu pembakaran pada distorsi marjinal mahkota
porselen dan melaporkan bahwa temperatur yang tinggi selama pembakaran porselen
menjalani diskrepansi marjinal. Menurut Patteno dkk (dikutip dari citasi Jalalian
2015) mengevaluasi ketepatan marjinal pada tiga perbedaan logam porselen dan
terlihat bahwa marginal gap oleh aplikasi porselen dengan aloi yang digunakan pada
substruktur (Jalalian, 2015).
Perubahan distorsi pada aloi merupakan hasil dari pelepasan tegangan sisa
dari proses casting dan oksidasi. Ukuran perubahan dimensi yang terjadi dalam aloi
selama dalam rangkaian ikatan porselen, menjadi perhatian dalam kesesuaian klinis
untuk casting aloi tertentu. Namun demikian dalam banyak kasus laboratorium gigi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang berpengalaman harus dapat memvariasikan teknik untuk mencapai keberhasilan
(Rosenstiel, 2016).
Selama pembakaran, partikel-partikel bubuk mengalir dan saling menyatu,
membuat restorasi padat dan kuat. Reaksi biokimia antara komponen-komponen
bubuk porselen pada dasarnya berjalan dengan tuntas selama proses pembuatan
semula, oleh karena itu tujuan pembakaran adalah untuk menyatukan partikel-partikel
bubuk secara tepat, guna membentuk suatu restorasi. Beberapa reaksi kimia terjadi
selama pembakaran yang panjang atau pembakaran multipel. Reaksi yang paling
penting adalah perubahan yang terlihat pada kandungan leucite dari porselen yang
didesain untuk membuat mahkota logam porselen. Leucite merupakan fase Kristal
yang mempunyai pemuaian yang tinggi atau kontraksi tinggi, dimana volume matriks
kacanya sangat mempengaruhi koefisien kontraksi termal dari porselen. Perubahan
pada kandungan leucite dapat menyebabkan terbentuknya koefisien kontraksi termal
yang tidak sama antara porselen dengan logam, sehingga menimbulkan tekanan
selama pendinginan yang dapat menyebabkan terjadinya pembentukan retak pada
porselen (Fraunhofer JA, 2010).
Pendinginan porselen dari temperatur pembakaran ke temperatur kamar harus
dikontrol dengan baik. Proses pendinginan yang terlalu cepat dapat menyebabkan
porselen retak atau dapat memicu tekanan yang melemahkan porselen. Proses
pendinginan yang terlalu lambat maupun pembakaran ganda dapat memicu
pembentukan leucite tambahan dan meningkatkan koefisien ekspansi termal. Proses
pembakaran vakum mengurangi porositas. Proses dilakukan secara perlahan, merata,
dan dikontrol oleh komputer. Sewaktu porselen di letakkan pada tungku, partikel
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bubuk dimampatkan bersama-sama dengan saluran udara disekelilingnya. Sewaktu
tekanan udara didalam muffle tungku diturunkan sekitar sepersepuluh dari tekanan
atmosfer dengan pompa vakum, udara disekitar partikel juga akan berkurang sama
besar. Sementara sewaktu temperatur meningkat, partikel-partikel akan tersintering
bersama-sama membentuk lubang yang tertutup didalam massa porselen. Udara
didalam lubang tertutup ini diisolasi dari atmosfer tungku. Ketika temperatur berada
dibawah suhu pembakaran atas, vakum dilepas dan tekanan didalam tungku akan
meningkat sepuluh kali, lubang akan terkompresi menjadi sepersepuluh dari
ukurannya semula dan volume total dari porositas juga akan berkurang dalam jumlah
yang sama (Anusavice, 2013).
Laju penurunan porositas pada peningkatan waktu sintering penting untuk
semua produk terhadap suhu yang digunakan. Dimana faktor pengendali utama
adalah konduktivitas porselen, diperlukan waktu tertentu untuk mencapai suhu yang
diinginkan. Tingginya perubahan pada suhu 900 ˚C hingga 1000 ˚C kenaikan 10%
variasi waktu tidak akan mudah terdeteksi dalam suatu percobaan. Namun implikasi
waktu sintering minimum porselen yang harus dipanaskan secara merata terhadap
pengurangan porositas efektif secara keseluruhan (Cheung KC, BW. Darvell, 2001).
2.5.2.2 Variasi Desain Marjin
Beberapa faktor mengenai ketepatan marjinal pada mahkota logam
porselen telah dijelaskan. Beberapa studi in vitro yang mempertunjukan bahwa
adaptasi marjinal pada logam porselen dipengaruhi oleh tipe akhiran servikal,
shrinkage setelah prosedur pembakaran pada lapisan porselen, perbedaan koefisien
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ekspansi termal pada koping dan lapisan porselen serta beberapa ketebalan porselen
substruktur. Bagaimanapun hasil pada efek desain akhiran servikal pada marjinal
diskrepansi masih kontroversial dalam literatur. Dilaporkan bahwa tipe shoulder pada
preparasi memiliki distorsi marjinal yang lebih kecil daripada chamfer setelah
pembakaran porselen. Desain akhir pada marjinal dapat juga mempengaruhi desain
koping logam pada daerah labio marjinal mahkota logam porselen seperti desain
koping metal collar dan collarless. Seperti dalam suatu studi ketepatan marjinal pada
variasi marjin porselen oleh West dkk (1985) mengkonfirmasikan bahwa terbukanya
marjin porselen labial kurang dari 50 µm tetap tercapai (Fahmy, 2012; Handal, 2016;
Chihargo, 2017).
Dimensi mahkota logam porselen ditentukan setelah casting, namun
perubahan minor terjadi selama stase pembakaran porselen. Dalam mahkota logam
porselen faktor lain yang melibatkan perubahan adaptasi marjinal antara lain koreksi
build up. Distorsi marjin porselen terjadi selama pembakaran yang juga berpengaruh
terhadap perubahan celah marjinal. Shrinkage porselen dan gaya berat menjadi
penyebab distorsi (Fahmy, 2012).
Prosedur laboratorium yang termasuk dalam pembuatan metal substruktur
dimana variasi desain koping serta dengan pemendekan 1,5 mm permukaan labial
dengan aplikasi opak yang kemudian di bakar. Mahkota logam porselen yang terdiri
dari logam koping sedikitnya terdapat dua lapisan porselen yang dibakar. Lapisan
pertama adalah lapisan opak yang terdiri dari modifikasi porselen dengan oksidasi
opacifying. Lapisan ini berperan menyembunyikan warna gelap pada logam untuk
mencapai estetis yang adekuat. Lapisan opak juga berkontribusi terhadap perlekatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
logam porselen. Tahap berikutnya berupa build up dentin dan enamel yang terlihat
estetis seperti gigi asli. Aplikasi bubuk atau powder porselen dentin dan enamel
dicampur dengan liquid sehingga konsistensinya menjadi creamy. Partikel bubuk
mempunyai ukuran distribusi tertentu untuk menghasilkan porselen yang paling
mampat bila bubuk ini dikondensasikan dengan tepat. Jika partikel-partikel ini
mempunyai ukuran yang sama, kepadatan kemampatan tidak terlalu tinggi.
Kondensasi yang tepat dan menyeluruh juga penting dalam memperoleh kemampatan
yang padat dari partikel-partikel bubuk. Pemampatan yang padat dari partikel bubuk
memberikan dua keuntungan yaitu shrinkage waktu pembakaran yang lebih rendah
dan porositas yang lebih sedikit pada porselen yang sudah di bakar (Anusavice,
2013). Porositas porselen gigi perlu diminimalkan untuk mendapatkan penampilan
dan kekuatan optik yang terbaik karena pori-pori menyebarkan cahaya, mengurangi
tembus cahaya, dan dapat bertindak sebagai pemrakarsa retak dengan konsentrasi
tegangan tinggi, menurunkan kekuatan pada tegangan dan geser. Sehingga kontrol
porositas akan menjadi pertimbangan mendasar dalam desain dan pemrosesan
porselen. Getaran mekanis biasanya digunakan pada kondisi pertama untuk
mengurangi fraksi volume porositas dalam metode kepadatan bubuk porselen, jumlah
dan ukuran kehampaan yang tergantung pada distribusi ukuran. Oleh karena itu,
penggunaan getaran harus dikontrol dengan hati-hati, dan porositas yang besar
merupakan penyebab shrinkage pembakaran (Cheung KC, BW. Darvell, 2001).
Selama pembakaran partikel melebur dan menyatu pada permukaan,
setelah beberapa saat kemudian partikel menjadi dingin pada suhu ruangan dan
porselen yang dibakar terbentuk. Perubahan ratio crystalline terhadap fase
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
amorphouse terjadi pada saat pembakaran. Kompensasi Build up porselen menjadi
besar terhadap terjadinya shrinkage (25%-30%) yang diasosiasi signifikan terhadap
proses pembakaran (Power JM, Wataha JC, 2013; Anusavice, 2013; Sakaguchi RL,
Power JM, 2012; Babu PJ dkk, 2015).
2.5.3 Alat Pengukuran
Pengukuran besar celah marjinal, atau adanya marjinal gap dapat diamati
secara langsung dengan stereomicroscope, optical microscope, optical-microscope
dengan software imagean alizing, laser microscope, scanning electron microscope,
dan lain-lain (Bhowmik, 2011). Stereomikroskop merupakan alat yang paling sering
dipakai karena mudah untuk digunakan. Ruang ketajaman lensa stereomikroskop jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan mikroskop cahaya sehingga kita dapat melihat
bentuk tiga dimensi benda yang diamati dan sumber cahaya berasal dari atas sehingga
obyek yang tebal dapat diamati. Pemeriksaan stereomikroskop pada bahan percobaan
dapat membantu dan memberi kita beberapa petunjuk vital mengenai keaslian, tipe
perkembangbiakan, struktur anatomi, mengukur panjang, tinggi maupun lebar jarak
sebagai detail identifikasi. Kerja stereomikroskop melibatkan dua set sistem optik,
yang pada gilirannya menghasilkan pembentukan dua jalur cahaya yang berbeda.
Tujuan dari konfigurasi lensa adalah untuk menciptakan gambar tiga dimensi yang
lebih jelas. Dengan demikian, dibandingkan dengan mikroskop lain yang
memberikan gambar dua dimensi, stereomikroskop lebih unggul. Secara rinci,
stereomikroskop memiliki 2 lensa objektif dan lensa okuler sehingga bayangan 3
dimensi dari pengamatan 2 mata, memiliki bidang penglihatan yang luas dan jarak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kerja yang panjang. Oleh karena itu, stereomikroskop ini sering digunakan untuk
menilai tingkat kebocoran mikro pada restorasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gigi Tiruan Cekat
Bahan
Komponen
Logam/Koping
Akhiran
Servikal
Shoulder
Adaptasi Marjinal
Preparasi
Gigi
Tahap Pembuatan
Porselen Penuh
Definisi
Logam Penuh Logam Porselen
Sifat Porselen
Ekspansi
Termal
Shrinkage
“Masalah”
Porselen Klinik
Jenis
Koping
Desain
Koping
Jenis
Porselen
Lapisan
Porselen
Ni-Cr
Co-Cr
Ti
Pd
Au
Vita
Ivoclar
Enamel
Dentin
Opak
Full Metal Collarless
Desain
Marjin
al Collarless
Laboratorium Komunikasi drg-Teknisi
Laboratorium
Desain
Restorasi
Semen
tasi
Wax up
Coping
Proses
Pemba
karan
Aplikasi
Porselen
Prinsip ZnPo4 GIC Resin
Mekanis Fisis
Strength
Hardness
Modified metal Collarless 1,5 mm
Casting
9750C 950
0C
Distortion
Collar
Full Metal Collar
Faktor Keberhasilan
Estetis
Warna
Ketepatan Marginal
2.6 Kerangka Teori
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Mahkota Logam Porselen
Komponen
Logam/Koping Porselen
Desain
Koping
Enamel Dentin Opak
Full Metal Collar
Desain
Marginal
Modified Metal Collarless
1,5 mm
- Koping metal lebih pendek dari tepi
akhiran shoulder 1-2 mm
- Nilai Mean marginal gap pada
collarless 50-60 µm
- Desain koping modifikasi metal
collarless 1,5 mm diatas sudut
cavosurface memiliki adaptasi marginal
yang lebih baik dari dua tipe restorasi
full porcelain (IPS Empress dan IPS
Empress CAD)
-
µm
Pembakaran porselen
- Koping metal berakhir pada
dinding aksial korona
dengan lapisan logam yang
tipis pada dinding labial
- porcelain facial margin
lebih baik adaptasi
marginalnya daripada metal
collar margin
- Nilai Mean marginal gap
pada collarless 50-60 µm
-
µm
Pembakaran low fusing
Porselen dengan
temperature 850˚C –
1100˚C digunakan
untuk pembuatan
restorasi mahkota dan
jembatan
Temperature
Suhu pembakaran lapisan porselen
Oksidasi logam 980˚C
950˚C 975˚C
- Pembakaran
lapisan opak
- Pembakaran
porselen
homogen
- Dapat
meningkatkan
integritas
fungsional
jangka
panjang
- Pembakaran lapisan opak
- Memberikan kekuatan lekat
yang tinggi pada logam
porselen
- Jumlah poreus menurun
karena penyatuan yang lebih
baik terhadap aliran partikel
yang menyebabkan
pengisian yang baik
terhadap rongga udara
diantara partikel
Full Metal Collarless
- Koping metal sebagai
penopang penuh lapisan
porselen mencegah
perubahan bentuk saat
pembakaran
-
-
µm
2.7. Kerangka Konsep
Adaptasi Marginal (+++) Adaptasi Marginal (+) Adaptasi Marginal (+) Adaptasi Marginal (+) Adaptasi Marginal (++)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.8 Hipotesa Penelitian
1. a. Ho : Tidak ada pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, dan
modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada
suhu pembakaran 950˚C
Ha : Ada pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, dan modified
metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada suhu
pembakaran 950˚C
b. Ho : Tidak ada pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, dan
modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada
suhu pembakaran 975˚C
Ha : Ada pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, dan modified
metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada suhu
pembakaran 975˚C
2. a. Ho : Tidak ada pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi
marjinal mahkota logam porselen pada desain koping metal collar
Ha : Ada pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi marjinal
mahkota logam porselen pada desain koping metal collar
b. Ho : Tidak ada pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi
marjinal mahkota logam porselen pada desain koping full metal collarless
Ha : Ada pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi marjinal
mahkota logam porselen pada desain koping full metal collarless
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Ho : Tidak ada pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi
marjinal mahkota logam porselen pada desain koping modified metal collarless
Ha : Ada pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi marjinal
mahkota logam porselen pada desain koping modified metal collarless
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
84
1.0 BAB 3
2.0 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratories yaitu
kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang
timbul sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu (Notoatmodjo, 2010).
3.2 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
3.2.1 Lokasi Pembuatan Sampel
Pembuatan sampel dilakukan di Unit UJI Laboratorium Dental, Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3.2.2 Lokasi Pengujian Sampel Penelitian
Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (F-MIPA) Universitas Negeri Medan
(UNIMED).
3.2.3 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2019
3.3 Sampel dan Besar Sampel Penelitian
3.3.1 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah koping logam Ni-Cr yang dilapisi porselen
(keramik feldspathic) dengan bentuk mahkota tunggal gigi insisivus sentralis
rahang atas dengan tiga desain koping logam pada daerah labio marjinal yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
85
berbeda, yaitu : (1) full metal collar (2) full metal collarless, (3) modified metal
collarless pemendekan 1,5 mm. (Rosenstiel dkk, 2016; Yoon dkk, 2005; Vernekar
dkk, 2011; Fahmy, 2012)
Full Metal Collar
Full Metal Collarless.
Modified Metal Collarless 1,5 mm.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
86
3.3.2 Besar Sampel Penelitian
Besar sampel pada penelitian ini dapat menggunakan rumus Frederer dalam
David dan Arkeman (2008) yaitu :
(t – 1) (r – 1) ≥ 15
Keterangan :
t = Jumlah kelompok perlakuan
r = Jumlah replikasi/sampel per kelompok
(5– 1) (r – 1) ≥ 15
4 (r – 1) ≥ 15
4r – 4 ≥ 15
4r ≥ 15 + 4
r ≥ 5
Dari hasil perhitungan diatas, besar sampel minimal untuk setiap kelompok adalah
sebanyak 5 sampel. Dalam penelitian ini ditetapkan 5 sampel setiap perlakuan,
dengan total seluruh sampel yang digunakan 30 sampel.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Klasifikasi Variabel Penelitian
3.4.1.1 Variabel Bebas
Desain koping logam :
1. Full Metal Collar
2. Full Metal Collarless
3. Modified Metal Collarless 1,5 mm.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
87
Suhu Pembakaran :
1. Suhu Pembakaran porselen opak 950˚C
2. Suhu Pembakaran porselen opak 975˚C
3.4.1.2 Variabel Terikat
1. Adaptasi Marjinal mahkota logam porselen
3.4.1.3 Variabel Terkendali
1. Teknik pengukuran adaptasi marjinal
2. Preparasi gigi thypodont insisivus sentralis
3. Pembuatan wax pattern
4. Ukuran dan ketebalan koping logam
5. Jenis logam (Ni-Cr)
6. Proses surface treatment logam
7. Jenis porselen (Vita VMK Master)
8. Ketebalan lapisan opak pada daerah labio marjinal sesuai grup
sampel
9. Ketebalan lapisan dentin pada daerah labio marjinal sesuai grup
sampel
10. Ketebalan lapisan enamel pada daerah labio marjinal sesuai grup
sampel
11. Perbandingan bubuk dengan cairan porselen
12. Oksidasi logam
13. Teknik aplikasi porselen (porcelain build up)
14. Teknik kondensasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
88
15. Proses pembakaran porselen dan glazing
16. Prosedur pembersihan sampel : Ultrasonic cleansing
3.5 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Bebas
No
.
Variabel Bebas Definisi Operasional Skala
Ukur
Alat
Ukur
1. Desain coping margin
full metal collar
Logam coping yang terbuat dari bahan
casting Ni-Cr dengan desain marjinal full
metal collar yang dibentuk pada saat
pembuatan wax pattern dari green inlay
wax dan mencakup seluruh permukaan
struktur pendukung, kemudian dilakukan
aplikasi porselen dan dibentuk sesuai
anatomi struktur pendukung sebelum
dilakukan preparasi.
- -
2. Desain coping margin
full metal collarless.
Logam coping yang terbuat dari bahan
casting Ni-Cr dengan desain marjinal full
metal collarless yang dibentuk pada saat
pembuatan wax pattern dari green inlay
wax yang berakhir pada dinding aksial
korona, kemudian dilakukan aplikasi
porselen dan dibentuk sesuai anatomi
struktur pendukung sebelum dilakukan
preparasi.
- -
3. Desain coping margin
modified metal
collarless 1,5 mm dari
shoulder.
Logam coping yang terbuat dari bahan
casting Ni-Cr dengan desain marjinal
modified metal collarless dengan
pemendekan 1,5 mm dari shoulder yang
dibentuk pada saat pembuatan wax pattern
dari green inlay wax, kemudian dilakukan
aplikasi porselen dan dibentuk sesuai
anatomi struktur pen-dukung sebelum
dilakukan preparasi.
- -
4. Suhu pembakaran
porselen opak 950˚C
Suhu pembakaran lapisan porselen opak
merupakan suhu akhir yang perlu
disesuaikan dengan tepat pada tungku
pembakaran porselen, agar terjadi
peleburan dan penyatuan partikel-partikel
porselen. Vita VMK Master dengan suhu
pembakaran standarisasi pabrik 950˚C
0 Celcius
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
89
5. Suhu pembakaran
porselen opak 975˚C
Suhu pembakaran lapisan porselen opak
merupakan suhu akhir yang perlu
disesuaikan dengan tepat pada tungku
pembakaran porselen, agar terjadi
peleburan dan penyatuan partikel-partikel
porselen. Vita VMK Master dengan
meningkatkan suhu pembakaran sebagai
percobaan penelitian pada suhu 975˚C
0 Celcius
Tabel 3.2 Definisi operasional variable terikat
No. Variabel Terikat Definisi Operasional Skala
Ukur
Alat
Ukur
1. Adaptasi Marjinal
mahkota logam
porselen
Hubungan tepi restorasi dengan akhiran
preparasi yang dinyatakan baik atau tidak
pada mahkota logam porselen yang dinilai
terhadap jarak vertikal antara tepi restorasi
dengan akhiran preparasi (celah marjinal)
Rasio
Stereomi
kroskop
Tabel 3.3 Definisi Operasional Variabel Terkendali
No. Variabel Terkendali Definisi Operasional Skala
Ukur
Alat
Ukur
1. Teknik pengukuran
adaptasi marjinal
Pengukuran dilakukan dengan teknik
pengamatan langsung
- -
2. Preparasi struktur
pendukung gigi
(Thypodont) gigi
insisivus sentralis.
Struktur pendukung gigi dipreparasi
dengan menggunakan mikromotor
handpiece yang dipasang pada surveyor
sesuai dengan prosedur dan ketebalan
preparasi gigi yang direkomendasikan oleh
Shillingburg dkk (2012) dan Rosenstiel dkk
(2016) serta menghasilkan akhiran servikal
berbentuk shoulder 1,5 mm pada daerah
labio-marjinal hingga ke mesio-distal dan
menyatu pada daerah palatal.
- -
6. Pembuatan wax
pattern
Dua lapis spacer diaplikasi pada seluruh
permukaan die zirconia kecuali 1 mm pada
daerah marjinal, kemudian dilakukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
90
pelapisan dengan bahan inlay wax yang
dihangatkan terlebih dahulu hingga
mencair. Pada grup A coping logam berada
tepat pada daerah labio-marjinal sesuai
ketebalan dinding coping logam 0,3 mm,
pada grup B green inlay wax hanya terletak
tepat pada ujung permukaan labio marjinal,
pada grup C coping logam berada 1,5 mm
diatas permukaan labio marjinal.
7. Ukuran dan ketebalan
coping logam
Ketebalan coping logam sebesar 0,3 mm.
Pada grup A coping logam berada tepat
pada daerah labio marjinal sesuai ketebalan
dinding coping 0,3 mm. Pada grup B
coping logam berada tepat pada daerah
labio marjinal, dan grup C coping logam
1,5 mm diatas permukaan labio marjinal.
mm kaliper
8. Jenis logam Logam Nikel Kromium dengan koefisien
ekspansi thermal 14,1 × 10-6
K-1
dan
modulus elastisitas 115 GPa.
9. Surface treatment
logam
Pembersihan coping logam dengan cara
sandblasting menggunakan oksida
aluminum (Al2O3) ukuran 50 mikron dan
pembersihan ultrasonik dengan air destilasi
selama 10 menit.
10. Jenis porselen Porselen Vita VMK master yang memiliki
koefisien ekspansi termal 13,6 – 14,0 × 10-6
K-1
11. Ketebalan lapisan
porselen opak pada
daerah labio marjinal
Ketebalan lapisan opak Vita VMK master
pada daerah labio marjinal pada grup
A,B,C: (0,2 mm).
mm kaliper
12. Ketebalan lapisan
dentin pada daerah
labio marjinal
Ketebalan lapisan dentin Vita VMK master
pada daerah labio marjinal grup A: (0,7
mm), grup B (1.0 mm), dan grup C ( 1,2
mm)
mm kaliper
13. Ketebalan lapisan
enamel pada daerah
Ketebalan lapisan enamel Vita VMK
master pada daerah labio marjinal: (0,3
mm kaliper
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
91
labio marjinal mm).
14. Perbandingan bubuk
dengan cairan porselen
Perbandingan antara jumlah bubuk
porselen dengan liquid sesuai dengan
instruksi pembuatan.
15. Teknik aplikasi
porselen
Teknik aplikasi porselen menggunakan
teknik konvensional dengan menggunakan
kuas khusus
16. Teknik kondensasi Teknik kondensasi setelah aplikasi lapisan
porselen: teknik getaran 10x
17 Oksidasi Logam Pemanasan koping logam di dalam tungku
pembakaran porselen untuk membentuk
lapisan oksida yang terkontrol. Pada
temperatur 980˚C, 10 menit
18. Prosedur pembakaran
opak suhu 950˚C dan
glazing
Lamanya siklus pembakaran lapisan opak
yang dilakukan sesuai dengan skema
pembakaran dari pabrikan.
a. Pra pemanasan : 500˚C.
b. Waktu pra pemanasan : 2 menit
c. Pemanasan : 5,38 menit
d. Heating rate : 80˚C/menit
e. Peleburan : 1 menit
f. Pendinginan : 5,38 menit.
Lamanya siklus pembakaran lapisan dentin,
enamel dan glazing yang dilakukan sesuai
skema pembakaran dari pabrikan.
a. Dentin :
- Pra pemanasan : 6 menit.
- Pemanasan : 7,49 menit.
- Peleburan : 1 menit.
- Pendinginan : 7,49 menit.
b. Enamel.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
92
- Pra pemanasan : 6 menit.
- Pemanasan : 7,38 menit.
- Peleburan : 1 menit.
- Pendinginan : 7,38 menit.
c. Glazing.
- Pra pemanasan : 4 menit.
- Pemanasan : 5,15 menit.
- Peleburan : 1 menit.
- Pendinginan : 5,15 menit.
Temperatur siklus pembakaran lapisan
dentin, enamel dan glazing yang dilakukan
sesuai skema pembakaran dari pabrikan.
a. Dentin :
- Pra pemanasan : 500˚C.
- Heating rate : 55˚C/menit
- Peleburan : 940˚C.
b. Enamel.
- Pra pemanasan : 500˚C
- Heating rate : 55˚C/menit
- Peleburan : 930˚C
c. Glazing.
- Pra pemanasan : 500˚C
- Heating rate : 80˚C/menit
- Peleburan : 920˚C
19 Prosedur pembakaran
opak suhu 975˚C dan
glazing
Lamanya siklus pembakaran lapisan opak
yang dilakukan sesuai dengan skema
pembakaran dari pabrikan.
g. Pra pemanasan : 500˚C.
h. Waktu pra pemanasan : 2 menit
i. Pemanasan : 5,38 menit
j. Heating rate : 80˚C/menit
k. Peleburan : 1 menit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
93
l. Pendinginan : 5,38 menit.
Lamanya siklus pembakaran lapisan dentin,
enamel dan glazing yang dilakukan sesuai
skema pembakaran dari pabrikan.
d. Dentin :
- Pra pemanasan : 6 menit.
- Pemanasan : 7,49 menit.
- Peleburan : 1 menit.
- Pendinginan : 7,49 menit.
e. Enamel.
- Pra pemanasan : 6 menit.
- Pemanasan : 7,38 menit.
- Peleburan : 1 menit.
- Pendinginan : 7,38 menit.
f. Glazing.
- Pra pemanasan : 4 menit.
- Pemanasan : 5,15 menit.
- Peleburan : 1 menit.
- Pendinginan : 0 menit.
Temperatur siklus pembakaran lapisan
dentin, enamel dan glazing yang dilakukan
sesuai skema pembakaran dari pabrikan.
d. Dentin :
- Pra pemanasan : 500˚C.
- Heating rate : 55˚C/menit
- Peleburan : 965 0C.
e. Enamel.
- Pra pemanasan : 500˚C
- Heating rate : 55˚C/menit
- Peleburan : 955 0C
f. Glazing.
- Pra pemanasan : 500˚C
- Heating rate : 80˚C/menit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
94
- Peleburan : 945˚C
20. Prosedur pembersihan
sampel
Prosedur pembersihan ultrasonik dengan
air destilasi di dalam alat ultrasonic
cleaning selama 10 menit.
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
Dalam penelitian diperlukan peralatan untuk mempermudah pelaksanaan
penelitian. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada
Tabel 4.3. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada
Tabel 4.4.
3.6.1 Alat Penelitian
3.6.1.1 Alat yang Digunakan untuk Membuat Sampel
Tabel 3.4 Peralatan Penelitian
No. Nama Peralatan
1. Scalpel (Kohler, Germany) dan blade (Kohler No. 22, Germany)
2. Bur Diamond
4. Rubber bowl
5. Spatula
6. Vibrator
7. Lekron
8. Portable dental engine
9. Straight handpiece
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
95
10. Polishing brush
11. Kaliper
12. Pinset
13. Alat Sandblasting
14. Kuas / Brush untuk pelapisan
porselen
15. Mikromotor (Strong 204, Korea)
dan Surveyor (Bharti Dent,
India)
16. Wax Heater / Han D Waxer
17. Mata Bur coklat, hijau dan
polishing
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
96
18. Moffel
19. Alat Burnout
20. Alat Casting
21. Alat Ultrasonic Cleaning
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
97
22. Vacuum Furnace
3.6.1.2 Alat yang Digunakan untuk Menguji Sampel
Stereomikroskop (Zeiss Stereo Discovery. V12, Germany)
Gambar 3.1 . Stereomikroskop (Zeiss Stereo Discovery. V12, Germany)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
98
3.6.2 Bahan Penelitian
Tabel 3.5 Bahan Penelitian
No. Nama Bahan
1. Typodont gigi insisivus sentralis
rahang atas.
2. Dai zirkonia
3. Dai spacer
4. Inlay wax
5. Vaseline.
6. Wax Sprue (Inlay wax soft, Violet, Tokyo Japan )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
99
7. Investment Gips (Deyuan, China)
8. Logam Ni/Cr (KeraN Ni 61,27%;
Cr 26,44%; Mo 10,46%; Mn
0,001% dan C 0,02%)
9. Bahan sandblasting (pasir alumina 50 mikron)
10. Aquades
11. Bubuk dan cairan porselen (Vita
VMK Master), dengan
perbandingan 1:1
- Lapisan Opak
- Lapisan Dentin
- Lapisan Enamel
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
100
12. Bahan Glazing (Vita VMK Master)
3.7 Cara Penelitian
A. Persiapan Pembuatan Sampel Penelitian
a. Preparasi struktur gigi typodont dengan menggunakan mikromotor dan
handpiece yang dipasang pada surveyor sesuai dengan prosedur dan
ketebalan preparasi gigi yang direkomendasikan oleh Shillingburg dkk
(2012) dan Rosentiel dkk (2016), yaitu pengurangan daerah incisal 2 mm,
pembuatan depth guides sebagai panduan preparasi pada daerah labial 1,5
mm; pengurangan daerah proksimal dan palatal 1 mm; serta menghasilkan
akhiran servikal berbentuk shoulder 1,5 mm pada daerah labio-marjinal
hingga ke mesio-distal dan menyatu pada daerah palatal. (Gambar 3.2)
Gambar 3.2. Gigi Typodont
b. Gigi typodont yang telah dipreparasi dilakukan scanning dengan prosedur
CAD/CAM yang di milling, sehingga menjadi dai zirkonia
c. Akar gigi dai zirkonia di ditanam kedalam balok resin akrilik
swapolimerisasi berbentuk persegi (3×3×3) cm dai zirkonia. (Gambar
3.3)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
101
Gambar 3.3 Dai Zirconia
B. Pembuatan Sampel Koping Logam Ni-Cr.
a. Dua lapis spacer diaplikasikan pada seluruh permukaan dai kecuali 1 mm
pada daerah marjinal. Kemudian dilakukan pelapisan dengan bahan inlay
wax yang dihangatkan terlebih dahulu dengan wax heater hingga mencair.
Pada grup A, inlay wax hanya terletak tepat pada daerah labio marjinal (0,3
mm); pada grup B, inlay wax hanya terletak pada ujung permukaan labio
marjinal (0,3 mm) dan pada grup C, inlay wax diletakkan 1,5 mm diatas
permukaan labio marjinal. (Gambar 3.4).
A
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
102
B
C
Gambar3.4 Wax Up Koping
G G Gamb ar
b. Pemasangan spru pada green inlay wax, kemudian dilakukan penanaman
kedalam moffel, aduk investment gyps dengan perbandingan bubuk dan
cairan sesuai dengan instruksi pabrik, letakkan diatas vibrator(gambar 3.5).
Gambar3.5 Pemasangan Sprue
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
103
c. Prosedur burn out
d. Prosedur casting.
e. Penyelesaian akhir sampel coping Ni-Cr (gambar 3.6).
A
B
C
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
104
Gambar 3.6. Koping Logam
f. Prosedur sandblasting dengan pasir alumina 50 mikron.
g. Prosedur oksidasi di dalam vacuum furnace dengan temperatur 980˚C.
h. Prosedur pembersihan ultrasonic dengan air destilasi di dalam alat
ultrasonic cleaning selama 10 menit.
C. Aplikasi Lapisan Porselen Opak, Dentin dan Enamel, Pembakaran dan
Glazzing.
a. Aplikasi lapisan opak.
- Aplikasi lapisan opak dengan ketebalan 0,3 mm diatas lempengan logam
Ni-Cr.
- Kondensasi dengan getaran 10 kali.
- Pembakaran dengan temperatur 950˚C dan 975˚C.
b. Aplikasi lapisan dentin.
- Aplikasi lapisan dentin di atas lapisan opak.
- Kondensasi dilakukan dengan getaran 10 kali.
- Pembakaran pada temperatur 940˚C dan 965˚C
c. Aplikasi lapisan enamel.
- Aplikasi lapisan enamel di atas lapisan dentin.
- Kondensasi dilakukan dengan getaran 10 kali.
- Pembakaran pada temperatur 930˚C dan 955˚C
d. Proses glazing pada temperatur 920˚C dan 945˚C
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
105
D. Teknik Direct-Lift
a. Aplikasi porselen release agent pada margin shoulder dari dai.
b. Letakkan coping logam yang telah dilapisi opak porselen pada seluruh
permukaan pada dai.
c. Aduk bubuk dan cairan porselen, dan aplikasikan langsung pada dai dan
opak porselen.
d. Kondensasi dengan getaran 10 kali.
e. Setelah dilakukan pembakaran pertama dari shoulder porselen, letakkan
kembali restorasi pada dai. Pada saat ini, restorasi harus diperiksa apabila
ada diskrepansi marjin.
f. Lakukan penyesuaian pada permukaan labio marjinal dari restorasi dan
aplikasi lapisan porselen secara konvensional pada body dan incisal
porselen, diikuti dengan glazing dari restorasi final.
g. Pembersihan restorasi logam-porselen dengan air destilasi di dalam alat
ultrasonic cleansing selama 10 menit.
3.8. Pengukuran Celah Marjinal
Pengukuran celah marjinal pada mahkota logam porselen menggunakan
alat Stereomikroskop (Zeiss Stereo Discovery. V12, Germany)
1. Pada model induk dai zirkonia dibuatkan garis referensi (marker) pada
permukaan fasial, yaitu pada Proksimal Mesial (garis A), antara Mesial-
Tengah (garis B), Tengah (garis C), antara Tengah-Distal (garis D) dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
106
Proksimal Distal (garis E) untuk pengukuran semua sampel. (Gambar 3.7
dan 3.8)
2. Sampel mahkota didudukkan kembali ke dai zirkonia
3. Mahkota logam porselen beserta model dai zirkonia diletakkan pada
positioner kemudian diletakkan di atas meja mikroskop
4. Pengukuran jarak celah marjinal menggunakan stereomikroskop.
(Gambar 3.9)
5. Pengukuran dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan software
Axiovision Rel. 4.8. (Gambar 3.10)
6. Pengukuran dilakukan dari tepi mahkota logam porselen ke tepi akhiran
servikal dai zirconia pada 5 garis referensi (Gambar 3.11)
Gambar 3.7. Sampel Suhu Pembakaran 950oC
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
107
Gambar 3.8. Sampel Suhu Pembakaran 975oC
Gambar 3.9 Sketsa Pengukuran Celah Marjinal Mahkota Logam Porselen
Stereomikroskop
Lap. Enamel Lap. Dentin Lap. Opak
Koping
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
108
Gambar 3.10. Pengukuran Celah Marjinal Menggunakan Stereomikroskop
Tengah Distal Tengah Tengah Mesial
Proksimal Distal Proksimal Mesial
Gambar 3.11. Titik Referensi pada Celah Marjinal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
109
3.9 Kerangka Operasional Penelitian
3.9.1 Persiapan Pembuatan Sampel Penelitian
Gigi typodont dipreparasi menggunakan mikromotor dan handpiece
yang dipasang pada surveyor sesuai dengan prosedur
Gigi typodont yang telah dipreparasi dikirim ke laboratorium dental
untuk di lakukan scanning menggunakan CAD CAM milling
Zirkonia monolitik
Akar gigi zirkonia ditanam kedalam balok persegi (3x3x3 cm) berisikan
resin akrilik swapolimerisasi
Dai zirkonia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
110
3.9.2 Pembuatan Sampel Koping Logam Ni-Cr
Aplikasi dai spacer pada seluruh permukaan dai zirkonia
Pelapisan dengan bahan inlay wax yang dihangatkan terlebih dahulu
hingga mencair (wax pattern)
Group A
Inlay wax hanya
terletak tepat pada
ujung permukaan
labio marjinal (0,3
mm)
Pemasangan spru pada inlay wax dan tanam dalam moffel,
Aduk investment gyps dengan perbandingan bubuk dan cairan sesuai
dengan instruksi pabrik, letakkan diatas vibrator
Prosedur burn out
Penyelesaian akhir sampel koping Ni-Cr
Prosedur sandblasting dengan pasir alumina 50 mikron
Prosedur pembersihan dengan alat ultrasonic cleaning
Group B
Inlay wax hanya
terletak pada ujung
permukaan labio
marjinal (0,3 mm)
Group C
Inlay wax
diletakkan 1,5 mm
diatas permukaan
labio-marjinal
Prosedur Casting
Prosedur oksidasi dalam vacuum furnace
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
111
3.9.3 Aplikasi Lapisan Porselen Opak, Dentin dan Enamel, Pembakaran dan
Glazing
Lapisan Opak (semua sampel kelompok), Group A, B C
Kondensasi Pembakaran
950˚C
Pengukuran Adaptasi Marjinal
Aplikasi Lapisan Dentin
Pembakaran
975˚C
Kondensasi
Aplikasi Lapisan Enamel
Kondensasi
Pembakaran
940˚C
Pembakaran
965˚C
Glazing
Pembakaran
930˚C
Pembakaran
955˚C
Pembakaran
920˚C
Pembakaran
945˚C
Analisa Data
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
112
3.10 Analisa Data
Analisis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah :
1. Analisis Univarian, untuk mengetahui nilai rerata celah marjinal
mahkota logam porselen dengan desain koping metal collar, full metal
collarless, dan modified metal collarless pada suhu pembakaran 950˚C
dan 975˚C pada masing – masing kelompok
2. Uji One Way ANOVA untuk melihat pengaruh desain koping metal
collar, full metal collarless, dan modified metal collarless terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada suhu pembakaran
950˚C dan 975˚C
3. Uji t untuk melihat pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C
terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada desain
koping metal collar, full metal collarless, dan modified metal
collarless.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
113
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pembuatan sampel penelitian sebesar 30 sampel dilakukan di Unit UJI Dental
FKG USU. Kelompok sampel desain koping logam dibagi atas tiga kelompok, antara
lain desain koping metal collar, full metal collarless dan modified metal collarless
dengan suhu pembakaran porselen opak 950˚C dan 975˚C, yang masing-masing
kelompok terdiri dari 5 sampel. Desain koping yang digunakan sebagai kelompok
kontrol adalah desain koping metal collar.
4.1 Nilai Rerata Celah Marjinal Mahkota Logam Porselen dengan Desain
Koping Metal Collar, Full Metal Collarless, dan Modified Metal Collarless
pada Suhu Pembakaran 950˚C dan 975˚C
Pengukuran nilai celah marjinal pada kelompok kontrol dan sampel dilakukan
dengan alat Stereomikroskop (Zeiss Stereo Discovery. V12, Germany) di
laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (F-MIPA)
Universitas Negeri Medan (UNIMED). Hasil pengukuran dari nilai celah marjinal
yang terdata secara komputerisasi menggunakan software Axiovision Rel. 4.8 adalah
dalam bentuk satuan Mikron (µm), dengan pembesaran 18.0x. Pada setiap sampel
dibagi dalam lima titik pengukuran permukaan labial yaitu titik proksimal mesial,
mesial tengah, tengah, tengah distal dan proksimal distal. Dari kelima titik didapatkan
nilai rerata celah marjinal pada satu sampel. Nilai celah marjinal terkecil dari seluruh
kelompok terdapat pada desain koping metal collar suhu pembakaran 975˚C yaitu
60,59 µm, dan nilai celah marjinal terbesar terdapat pada kelompok desain koping
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
114
full metal collarless suhu pembakaran 950˚C yaitu 113,86 µm. Pada kelompok
desain koping metal collar nilai celah marjinal suhu pembakaran 950˚C terkecil 88,09
µm dan celah marjinal terbesar 90,58 µm. Pada desain koping metal collar suhu
pembakaran 975˚C celah marjinal terkecil 60,59 µm dan celah marjinal terbesar
63,44 µm. Pada kelompok desain koping full metal collarless suhu pembakaran
950˚C celah marjinal terkecil 111,46 µm dan celah marjinal terbesar 113,86 µm.
Pada desain koping full metal collarless suhu pembakaran 975˚C celah marjinal
terkecil 87,15 µm dan celah marjinal terbesar 88,69 µm. Pada kelompok desain
koping Modified metal collarless suhu pembakaran 950˚C celah marjinal terkecil
91,56 µm dan celah marjinal terbesar 93,84 µm, dan pada desain koping Modified
metal collarless suhu pembakaran 975˚C celah marjinal terkecil 64,87 µm dan celah
marjinal terbesar 68,15 µm (Tabel 4.1.1)
Tabel 4.1.1 Nilai rerata celah marjinal mahkota logam porselen (µm) dengan desain koping metal
collar, full metal collarless, dan modified metal collarless pada suhu pembakaran 9500C dan 975
0C
Sampel
A
Metal Collar
(µm)
B
Full Metal Collarless
(µm)
C
Modified Metal
Collarless (µm)
950˚C 975 ˚C 950
˚C 975
˚C 950
˚C 975
˚C
1 90,58 ** 63,44 ** 113,86** 87,15 * 91,88 67,12
2 88,09 * 62,17 113,44 87,19 93,77 67,42
3 88,89 61,01 113,14 88,69 ** 93,84** 68,15**
4 88,81 61,25 111,46 * 87,21 92,27 65,99
5 88,50 60,59 * 113,35 88,26 91,56 * 64,87 *
X± SD 88,97±0,95 61,69±1,13 113,05±0,93 87,70±0,72 92,66±1,07 66,71±1,29
Keterangan: * nilai terkecil ** nilai terbesar
Nilai rerata celah marjinal dianalisis dengan uji univarian. Nilai rerata celah
marjinal pada desain koping metal collar suhu pembakaran 950˚C adalah 88,97 µm,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
115
dengan standar deviasi (SD) adalah 0,95 µm. Pada desain koping metal collar suhu
pembakaran 975˚C nilai rerata celah marjinal adalah 61,69 µm, dengan standar
deviasi (SD) adalah 1,13 µm. Nilai rerata celah marjinal pada desain koping full
metal collarless suhu pembakaran 950˚C adalah 113,05 µm, dengan standar deviasi
(SD) adalah 0,93 µm. Nilai rerata celah marjinal pada desain koping full metal
collarless suhu pembakaran 975˚C adalah 87,70 µm, dengan standar deviasi (SD)
adalah 0,72 µm. Nilai rerata celah marjinal pada desain koping Modified metal
collarless suhu pembakaran 950˚C adalah 92,66 µm, dengan standar deviasi (SD)
adalah 1,07 µm, dan nilai rerata celah marjinal pada desain koping Modified metal
collarless suhu pembakaran 975˚C adalah 66,71 µm, dengan standar deviasi (SD)
adalah 1,29 µm (Grafik. 1)
Grafik.1. Nilai rerata celah marjinal mahkota logam porselen dengan desain
koping metal collar, full metal collarless, dan modified metal collarless pada
suhu pembakaran 950 0C dan 975
0C
Ket : : 950˚C : 975˚C
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
950 975 950 975 950 975
metal colar metal colar metalcolarless
metalcolarless
modiefiedmetal
colarless
modiefiedmetal
colarless
Ad
apta
si M
argi
nal
(µ
m)
88,97 ± 0,95
61,69 ± 1,13
113,05 ± 0,93
87,70 ±0,72
66,71±1,29
92,66±1,07
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
116
4.2 Pengaruh Desain Koping Metal Collar, Full Metal Collarless, Modified
Metal Collarless Terhadap Adaptasi Marjinal Mahkota Logam Porselen
Untuk mengetahui pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless,
dan modified metal collarless pada suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen, maka data sampel dilakukan analisa
statistik dengan uji One Way Anova.
4.2.1 Pengaruh Desain Koping Metal Collar, Full Metal Collarless, Modified
Metal Collarless Terhadap Adaptasi Marjinal Mahkota Logam Porselen
pada Suhu Pembakaran 950˚C
Untuk mengetahui pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless,
dan modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen
pada suhu pembakaran 950˚C, maka data sampel dianalisis dengan uji One Way
Anova. Sebelum uji One Way Anova dilakukan, terlebih dahulu diketahui apakah
data sampel terdistribusi normal atau tidak dengan uji Shapiro-Wilk (n<50). Dari
hasil uji Shapiro-Wilk, diperoleh nilai signifikansi (p) pada semua kelompok sampel
logam-porselen. Pada desain metal collar nilai signifikansi p=0,180. Desain full metal
collarless nilai signifikansi p=0,097, dan desain modified metal collarless nilai
signifikansi p=0,182, yang memiliki makna bahwa data terdistribusi normal (p>0,05).
Homogenitas data pada kelompok sampel diuji dengan uji Levene. Dari hasil uji
Levene diperoleh hasil bahwa semua sampel logam-porselen dalam penelitian ini
berada pada 0,653 yang memiliki makna bahwa perbedaan nilai adaptasi marjinal
mahkota logam porselen diantara kelompok sampel yang diuji bersifat homogen
(p>0,05). Dari hasil uji Shapiro-Wilk yang menyatakan bahwa data terdistribusi
normal (p>0,05) dan hasil uji Levene yang menyatakan bahwa data bersifat homogen
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
117
(p>0,05), memiliki makna bahwa data dapat dilanjutkan dengan uji One Way Anova.
Dari hasil uji One Way Anova diperoleh signifikansi p = 0,001 (p < 0,05), hal ini
menunjukkan ada pengaruh yang signifikan dari desain koping metal collar, full
metal collarless, dan modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota
logam porselen (Tabel 4.2.1.2)
Tabel 4.2.1.2 Pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, modified metal collarless
terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada suhu pembakaran 9500C
Desain Koping
Adaptasi Marjinal
n ± SD p
Metal Collar
5 88,97 ± 0,95
0,001*
Full Metal Collarless
5 113,05 ± 0,93
Modified Metal Collarless
5 92,66 ± 1,07
Keterangan: * signifikan (p < 0,05)
X
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
118
Grafik. 2. Pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, modified metal
collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada suhu pembakaran
950˚C
4.2.2 Pengaruh Desain Koping Metal Collar, Full Metal Collarless, Modified
Metal Collarless Terhadap Adaptasi Marjinal Mahkota Logam Porselen
pada Suhu Pembakaran 9750C
Untuk mengetahui pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless,
modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada
suhu pembakaran 975˚C, maka data sampel dianalisis dengan uji One Way Anova.
Sebelum uji One Way Anova dilakukan, terlebih dahulu diketahui apakah data sampel
terdistribusi normal atau tidak dengan uji Shapiro-Wilk (n<50). Dari hasil uji
Shapiro-Wilk, diperoleh nilai signifikansi (p) pada semua kelompok sampel logam-
porselen. Pada desain metal collar nilai signifikansi p=0,506. Desain full metal
collarless nilai signifikansi p=0,059, dan desain modified metal collarless nilai
signifikansi p=0,800, yang memiliki makna bahwa data terdistribusi normal (p>0,05).
Homogenitas data pada kelompok sampel diuji dengan uji Levene. Dari hasil uji
Levene diperoleh hasil bahwa semua sampel logam-porselen dalam penelitian ini
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
950 950 950
metal colar metal colarless modiefied metal colarless
Ad
apta
si M
argi
nal
(µ
m) 113,05 ± 0,93
88,97 ± 0,95
92,66±1,07
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
119
berada pada 0,427 yang memiliki makna bahwa perbedaan nilai adaptasi marjinal
mahkota logam porselen diantara kelompok sampel yang diuji bersifat homogen
(p>0,05). Dari hasil uji Shapiro-Wilk yang menyatakan bahwa data terdistribusi
normal (p>0,05) dan hasil uji Levene yang menyatakan bahwa data bersifat homogen
(p>0,05), memiliki makna bahwa data dapat dilanjutkan dengan uji One Way Anova.
Dari hasil uji One Way Anova diperoleh signifikansi p = 0,001 (p < 0,05), hal ini
menunjukkan ada pengaruh yang signifikan dari desain koping metal collar, full
metal collarless, dan modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota
logam porselen (Tabel 4.2.2.3).
Tabel 4.2.2.3 Pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, modified metal collarless
terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada suhu pembakaran 975˚C
Desain Koping
Adaptasi Marjinal
n ± SD p
Metal Collar
5 61,69 ± 1,13
0,001*
Full Metal Collarless
5 87,70 ± 0,72
Modified Metal Collarless
5 66,71 ± 1,29
Keterangan: * signifikan (p < 0,05)
X
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
120
Grafik. 3 Pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, modified metal
collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen pada suhu pembakaran
975˚C
Ada pengaruh yang signifikan dari desain koping metal collar, full metal
collarless, dan modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam
porselen pada suhu pembakaran 975˚C
4.3 Pengaruh Suhu Pembakaran 950˚C dan 975˚C Terhadap Adaptasi
Marjinal Mahkota Logam Porselen
Untuk melihat pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C pada desain
koping metal collar, full metal collarless dan modified metal collarless terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen, maka dilakukan analisa uji statistik
menggunakan t Independent
4.3.1 Pengaruh Suhu Pembakaran 950˚C dan 975˚C Terhadap Adaptasi
Marjinal Mahkota Logam Porselen pada Desain Koping Metal Collar
Setelah dilakukan uji shapiro wilk yang menyatakan bahwa data terdistribusi
normal dengan nilai p>0,05 dan uji homogenitas dengan uji levene yang menyatakan
bahwa data bersifat homogen p>0,05, yang selanjutnya menentukan pengaruh suhu
pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
975 975 975
metal colar metal colarless modiefied metal colarless
Ad
apta
si M
argi
nal
(µ
m)
88,97 ± 1,13
87,70 ±0,72
66,71±0,29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
121
pada desain koping metal collar dengan uji t Independent. Hasil analisis
menggunakan uji t Independent menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan
antara suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C dengan nilai p= 0,001 (p<0,05) (Tabel
4.3.1.4 )
Tabel 4.3.1.4 Pengaruh suhu pembakaran 950˚˚C dan 975˚C terhadap adaptasi marjinal mahkota logam
porselen pada desain koping metal collar
Suhu
Pembakaran
n Adaptasi Marjinal Metal Collar
± SD
p
950˚C 5 88,97 ± 0,95 0,001*
975˚C 5 61,69 ± 1,13
Keterangan: * signifikan (p < 0,05)
4.3.2 Pengaruh Suhu Pembakaran 950˚C dan 975˚C Terhadap Adaptasi
Marjinal Mahkota Logam Porselen pada Desain Koping Full Metal
Collarless
Setelah dilakukan uji Shapiro-Wilk yang menyatakan bahwa data terdistribusi
normal dengan nilai p>0,05 dan uji homogenitas dengan uji Levene yang menyatakan
bahwa data bersifat homogen p>0,05, yang selanjutnya menentukan pengaruh suhu
pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen
pada desain koping full metal collarless dengan uji t Independent. Hasil analisis
menggunakan uji t Independent menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan
antara suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C dengan nilai p= 0,001 (p<0,05) (Tabel
4.3.2.5)
X
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
122
Tabel 4.3.2.5 Pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 9750C terhadap adaptasi marjinal mahkota logam
porselen pada desain koping full metal collarless
Suhu
Pembakaran
n Adaptasi Marjinal
Full Metal Collarless
± SD
p
950˚C 5 113,05 ± 0,93 0,001*
975˚C 5 87,70 ± 0,72
Keterangan: * signifikan (p < 0,05)
4.3.3 Pengaruh Suhu Pembakaran 950˚C dan 975˚C Terhadap Adaptasi
Marjinal Mahkota Logam Porselen pada Desain Koping Modified Metal
Collarless
Setelah dilakukan uji shapiro wilk yang menyatakan bahwa data terdistribusi
normal dengan nilai p>0,05 dan uji homogenitas dengan uji levene yang menyatakan
bahwa data bersifat homogen p>0,05, yang selanjutnya menentukan pengaruh suhu
pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen
pada desain koping modified metal collarless dengan uji t Independent. Hasil analisis
menggunakan uji t Independent menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan
antara suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C dengan nilai p= 0,001 (p<0,05) (Tabel
4.3.3.6)
X
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
123
Tabel 4.3.3.6 Pengaruh suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi marjinal mahkota logam
porselen pada desain koping modified metal collarless
Suhu
Pembakaran
n Adaptasi Marjinal
Modified Metal Collarless
± SD
p
950˚C 5 92,66 ± 1,07 0,001*
975˚C 5 66,71 ± 1,29
Keterangan: * signifikan (p < 0,05)
X
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
124
BAB 5
PEMBAHASAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental laboratoris, yaitu
kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengungkapkan suatu gejala atau pengaruh
yang timbul akibat adanya perlakuan tertentu. Penelitian ini menyelidiki
kemungkinan adanya pengaruh antara beberapa kelompok eksperimen dengan cara
memberikan perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen, kemudian hasil
dari kelompok yang diberi perlakuan tersebut dibandingkan dengan kelompok
kontrol.
Pengukuran nilai adaptasi marjinal pada kelompok sampel logam-porselen
dilakukan dengan alat Stereomikroskop (Zeiss Stereo Discovery. V12, Germany)
yang terdata secara komputerisasi menggunakan software Axiovision Rel. 4.8 dalam
satuan Mikron (µm), dengan pembesaran 18.0x. Sampel dipasang pada dai yang telah
dibuat dengan bahan zirconia menggunakan CAD/CAM dengan tujuan untuk
mendapatkan permukaan marjinal yang rata dan kuat, kemudian dai ditanam pada
balok akrilik ukuran 3x3. Sampel yang akan di ukur dipasang pada dai dan diletakkan
dibawah stereomikroskop yang sebelumnya telah di marker pada lima titik yang akan
dilakukan perhitungan besarnya celah marjinal.
Dalam penelitian ini, desain koping metal collar dijadikan sebagai kelompok
kontrol karena dari berbagai penelitian menyatakan bahwa desain ini menghasilkan
adaptasi marjinal yang sangat baik, namun desain ini jarang digunakan pada gigi
anterior karena faktor estetik. Desain koping metal collar berfungsi sebagai penopang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
125
yang memperkuat logam serta lapisan porselen dan mencegah perubahan bentuk dari
lapisan porselen pada saat siklus pembakaran (Bulbule dkk, 2014). Jenis koping
logam yang dipakai dalam penelitian ini adalah Ni-Cr dengan ketebalan 0,3 mm,
karena logam ini memiliki kekerasan dan modulus elastisitas yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan logam yang lainnya (emas dan palladium), prosedur casting
yang lebih mudah, perlekatan yang baik terhadap porselen dan harganya relatif lebih
murah (Anusavice dkk., 2004; Rosenstiel dkk., 2006; O’Brien, 2009; Shillingburg
dkk., 2012).
Dalam penelitian ini ketebalan semua sampel mahkota logam porselen 1,5
mm, yang memiliki variasi pada daerah marjinal karena koping logam di daerah
servikal akan digantikan dengan lapisan porselen. Porselen harus memiliki ketebalan
minimum yang sesuai dengan estetis. Ketebalan minimum porselen adalah 0,7 mm,
dan ketebalan yang diharapkan adalah 1,5 mm. Ketebalan lapisan porselen oleh
lapisan dentin dan enamel pada daerah marjinal akan meningkatkan transmisi cahaya
pada struktur akar gigi, sehingga dapat memberikan nilai estetik yang lebih tinggi
(Yoon dkk., 2010).
5.1 Nilai Rerata Celah Marjinal Mahkota Logam Porselen dengan Desain
Koping Metal Collar, Full Metal Collarless, dan Modified Metal Collarless
pada Suhu Pembakaran 950˚C dan 975˚C
Dari semua kelompok penelitian nilai celah marjinal mahkota logam porselen
terkecil terdapat pada desain koping metal collar suhu pembakaran 975˚C sebesar
60,59 m dan nilai celah marjinal mahkota logam porselen terbesar terdapat pada
desain koping full metal collarless suhu pembakaran 950˚C yaitu sebesar 113,86 m.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
126
Sementara pada desain koping metal collar nilai celah marjinal terkecil yaitu sebesar
60,59m pada suhu pembakaran 975˚C, dan nilai celah marjinal terbesar 90,58m
pada suhu pembakaran 950˚C. Pada desain koping full metal collarless nilai celah
marjinal terkecil yaitu sebesar 87,15 m pada suhu pembakaran 975˚C, dan nilai celah
marjinal terbesar 113,86m pada suhu pembakaran 950˚C, dan pada desain koping
modified metal collarless nilai celah marjinal terkecil yaitu sebesar 64,87 m pada
suhu pembakaran 975˚C, dan nilai celah marjinal terbesar 93,84m pada suhu
pembakaran 950˚C. Berdasarkan keseluruhan desain koping, nilai rerata celah
marjinal dan standar deviasi terkecil terdapat pada pada kelompok desain koping
metal collar suhu pembakaran 975˚C yaitu sebesar 61,69 ± 1,13, dan nilai rerata
celah marjinal dan standar deviasi terbesar terdapat pada desain koping full metal
collarless suhu pembakaran 950˚C yaitu sebesar 113,05 ± 0,93. Dari keseluruhan
hasil penelitian dengan berbagai desain koping, nilai rerata celah marjinal terkecil
terdapat pada suhu pembakaran 975˚C.
Nilai rerata celah marjinal desain koping metal collar sebagai kelompok
kontrol pada penelitian ini karena memiliki nilai yang terkecil bila dibandingkan
dengan nilai rerata celah marjinal desain koping full metal collarless, dan modified
metal collarless. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya
yang menyatakan bahwa desain koping metal collar memiliki adaptasi marjinal
sangat baik (Yoon dkk., 2005; Bulbule dkk., 2014).
Pada suhu pembakaran 975˚C desain metal collar memiliki jarak yang lebih
kecil daripada suhu pembakaran 950˚C. Hasil ini memperlihatkan terjadinya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
127
shrinkage pada porselen ketika dibakar, namun porselen yang dibakar pada suhu
975˚C menyebabkan penyatuan yang lebih baik antara partikel-partikel dan mengisi
rongga yang kosong, sehingga porselen menjadi padat, penyusutan berkurang dan
adaptasi marjinal lebih baik. Lain hal dengan pembakaran suhu 950˚C, partikel-
partikel mengalir dan mengisi rongga, namun penyatuan tidak begitu baik dan
terdapat ruang-ruang berpori, sehingga penyusutan menjadi besar. Sesuai dengan
penelitian Handal 2016 (dalam sitasi Silver) bahwa shrinkage pada porselen dapat
menimbulkan kontraksi logam yang dapat merubah adaptasi marjinal (Handal, 2016).
Shrinkage pada pembakaran porselen juga merupakan faktor kausatif yang signifikan
dalam proses distorsi. Hal ini terbukti bahwa distorsi telah terjadi terutama selama
proses awal oksidasi pada aloi (sebelum aplikasi porselen). Selanjutnya, anggapan
bahwa shrinkage pada porselen menyebabkan metal distorsi terlihat muncul sebelum
adanya penemuan-penemuan di literatur pada umumnya (Patil, 2013)
Berdasarkan variasi celah marjinal setelah pembakaran porselen dapat
dihubungkan dengan beberapa alasan di bawah ini diantaranya pelepasan casting
yang disebabkan tekanan komprehensif sebagai hasil dari siklus awal oksidasi,
pembentukan lapisan oksida pada permukaan dalam aloi logam porselen selama
pemanasan, ketidaksesuaian tekanan termal, kontaminasi permukaan dalam pada
koping dengan porselen, berkurangnya resilien logam karena rigiditas porselen,
perkembangan butiran aloi, diameter mahkota yang menyempit, dukungan yang tidak
tepat pada koping selama pembakaran, desain koping yang inadekuat pada level
gingiva dan desain koping yang inadekuat keseluruhannya (Handal, 2016).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
128
Semua nilai celah marjinal pada hasil penelitian ini masih dapat diterima secara
klinis. Nilai yang dilaporkan pada celah maksimum yang diterima dalam scientific
literature berkisar dari 50–200 µm, sehingga tidak ada terlihat batasan objektif
berdasarkan evidence keilmuan (Pradies G dkk, 2014). Sementara studi Moldovan
dkk (dikutip dari Amarnath dkk, 2017) untuk mahkota porcelain fused to metal dan
all ceramic nilai rerata ketepatan marjinal 100 µm adalah baik, dan nilai 200 µm –
300 µm masih dapat diterima klinis (Amarnath dkk, 2017). Begitu juga dalam studi
klinis McLean dan Von Fraunhofer pada 1000 restorasi dalam 5 tahun
menyimpulkan bahwa 120 µm merupakan jarak yang disarankan (Nawafleh dkk,
2013; Amarnath, 2017). Nilai celah marjinal lebih besar daripada nilai yang
dianjurkan akan memberikan akses untuk perlekatan bakteri yang dapat berkontribusi
terhadap karies sekunder dan penyakit periodontal (Chatterjee, 2012; Nawafles dkk,
2013).
5.2 Pengaruh Desain Koping Metal Collar, Full Metal Collarless, Modified
Metal Collarless Terhadap Adaptasi Marjinal Mahkota Logam Porselen
Hasil analisa statistik uji One Way Anova terlihat bahwa ada pengaruh desain
koping metal collar, full metal collarless, dan modified metal collarless pada suhu
pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen
dengan nilai p<0,05.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
129
5.2.1 Pengaruh Desain Koping Metal Collar, Full Metal Collarless, Modified
Metal Collarless Terhadap Adaptasi Marjinal Mahkota Logam Porselen
pada Suhu Pembakaran 950˚C
Tabel 4.2.1 menunjukkan hasil analisis dengan uji One Way Anova yang
menyatakan bahwa ada pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless,
dan modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen
pada suhu pembakaran 950˚C dengan nilai p=0,001 (p<0,05). Desain koping metal
collar memiliki dukungan penuh dari logam di daerah labio-marjinal sehingga
adaptasi marjinalnya baik. Dari hasil penelitian ini terlihat nilai rerata adaptasi
marjinal terkecil pada desain metal collar (88,97 ± 0,95) yang kemudian diikuti
dengan desain modified metal collarless (92,66 ± 1,07), dan nilai rerata adaptasi
marjinal terbesar pada desain full metal collarless (113,05 ± 0,93). Hasil analisis uji
one way anova juga memperlihatkan adanya pengaruh yang signifikan pada desain
koping terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen dengan nilai p=0,001
(p<0,05). Dari data yang dihasilkan, ditemukan pada suhu pembakaran 950˚C bahwa
desain koping metal collar memiliki jarak adaptasi marjinal lebih kecil dibandingkan
kedua desain lainnya, hal ini dikarenakan lapisan porselen memiliki penopang logam
yang memperkuat porselen dan mencegah perubahan bentuk dari lapisan porselen
pada saat siklus pembakaran. Sementara pada desain koping full metal collarless,
koping metal berakhir pada dinding aksial korona sehingga bagian tepi kavitasnya
hanya dilapisi porselen. Hal ini juga terlihat dari ketebalan porselen di daerah servikal
tidak sama dengan ketebalan porselen desain koping metal collar. Sehingga terlihat
adanya peningkatan adaptasi marjinal yang lebih besar dibandingkan dengan desain
metal collar (Chatterjee, 2012; Comlekoglu dkk, 2009).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
130
Besarnya adaptasi marjinal pada desain full metal collarless ini sesuai dengan
pernyataan Gemalmaz dan Alkumru (dikutip dari Handal dkk 2016) yang
mengevaluasi distorsi siklus termal pada 3 unit Porcelain Fused to Metal pada
perbedaan pembakaran, dan distorsi terlihat lebih besar setelah aplikasi porselen
(Handal 2016). Buchanan dkk juga menyimpulkan bahwa prosedur pembakaran
tampak suatu tendensi meningkatnya pembukaan marjinal pertama dan kemudian
menurun sebagai perbandingan terhadap prosedur kondisi metal (Handal 2016).
Begitu juga halnya dengan desain koping modified metal collarless yang memiliki
adaptasi marjinal lebih kecil. Hal ini sesuai dengan penelitian Fahmy 2012, desain
koping modified metal collarless 1,5 mm diatas sudut cavosurface memiliki adaptasi
marjinal yang lebih baik dari dua tipe restorasi full porcelain (Fahmy, 2012).
Porselen adalah material yang sangat kaku, keras dan rapuh/brittle, yang mana
kekuatannya berkurang dengan adanya ketidakteraturan permukaan ataupun
kekosongan internal dan berpori. Bentuk serbuk memberikan keseragaman
permukaan dibandingkan dengan bentuk serbuk yang kasar. Pembakaran pada
tekanan sisa dapat menurunkan porositas. Saat porselen diaplikasikan pada logam dan
kedua bahan dibakar bersama, porselen akan menyatu secara kimia dengan oksida
pada logam, membentuk ikatan kuat. Porselen yang dibakar pada temperatur tinggi
dapat mengalir dan menyatu dengan oksida pada permukaan logam. Porselen opak
harus dapat membasahi permukaan logam saat pembakaran untuk mendapatkan
ikatan kimia yang baik antara permukaan logam-porselen. Koefisien ekspansi termal
porselen harus sesuai dengan logam, untuk meningkatkan perlekatan logam-porselen
(McCabe dkk, 2008; Zhang dkk, 2015).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
131
Selama siklus pembakaran porselen, terjadi perubahan dimensi saat casting
sebagai akibat dari peningkatan suhu. Perubahan ini memiliki banyak penyebab,
seperti perubahan pada seluruh aloi karena beberapa mekanisme metalurgi, distorsi
pada aloi akibat dari adanya tekanan residu dari proses casting dan oksidasi aloi. Pada
full metal collarless, faktor lain yang melibatkan perubahan adaptasi marjinal,
diantaranya koreksi build up dan distorsi pada margin porselen selama pembakaran
juga mempengaruhi perubahan adaptasi marjinal. Sesuai dengan penelitian Yoon
2005 bahwa shrinkage dan gravity pada porselen dapat menjadi penyebab distorsi
(Yoon dkk, 2005). Bagaimanapun perubahan dimensi terjadi di sebagian besar tahap
laboratorium, namun restorasi akhir mungkin tidak persis sama ukuran polanya.
Penyebab distorsi diantaranya pelepasan tekanan yang dihasilkan dari proses
solidifikasi teknik casting, seperti pembatasan shrinkage aloi dalam invesment casting
dan pelepasan tekanan pada pendinginan permukaan aplikasi porselen. Distorsi dalam
siklus termal mahkota logam porselen harus diperhitungkan, dan shrinkage
pembakaran porselen adalah faktor kausatif yang signifikan dalam proses distorsi,
namun demikian dalam kebanyakan kasus laboratorium gigi yang berpengalaman
harus dapat memvariasikan teknik guna memperoleh keberhasilan (Yoon dkk, 2005:
Rosenstiel, 2016).
5.2.2 Pengaruh Desain Koping Metal Collar, Full Metal Collarless, Modified
Metal Collarless Terhadap Adaptasi Marjinal Mahkota Logam Porselen
pada Suhu Pembakaran 975˚C
Tabel 4.2.2 menunjukkan hasil analisis dengan uji One Way Anova yang
menyatakan bahwa ada pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
132
dan modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen
pada suhu pembakaran 975˚C (p<0,05). Desain koping metal collar memiliki
dukungan penuh dari logam di daerah labio-marjinal sehingga adaptasi marjinalnya
baik. Dari hasil penelitian ini terlihat nilai rerata adaptasi marjinal terkecil pada
desain metal collar (61,69 ± 1,13) yang kemudian diikuti dengan desain modified
metal collarless (66,71 ± 1,29), dan terbesar nilai rerata adaptasi marjinal pada desain
full metal collarless (87,70 ± 0,72). Hasil analisis uji one way anova juga
memperlihatkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada desain koping terhadap
adaptasi marjinal mahkota logam porselen dengan nilai p=0,001 (p<0,05). Dari data
yang dihasilkan, desain koping metal collar pada pembakaran suhu 975˚C terlihat
memiliki jarak adaptasi marjinal lebih kecil dibandingkan kedua desain lainnya, hal
ini dikarenakan lapisan porselen memiliki penopang logam yang memperkuat
porselen dan mencegah perubahan bentuk dari lapisan porselen pada saat siklus
pembakaran. Koping logam yang digunakan harus memiliki ketebalan optimal untuk
mencegah terjadi distorsi pada waktu proses pembakaran. Ketebalan koping logam
berkisar antara 0,2-0,7 mm, untuk kekuatan dan kekakuan yang baik, ketebalan
koping yang digunakan juga tergantung dengan ketebalan preparasi yang dilakukan
(Shillingburg dkk, 2012; Lopes dkk, 2009; Prado dkk, 2005; Anusavice dkk, 2013).
Sementara pada desain koping full metal collarless, koping metal berakhir pada
dinding aksial korona dan bagian tepi kavitasnya hanya dilapisi porselen (Chatterjee,
2012; Comlekoglu dkk, 2009). Hal ini terlihat ketebalan porselen didaerah servikal
berbeda dengan desain koping metal collar, sehingga terdapatnya porselen tipis yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
133
melekat pada koping di daerah servikal. Berbeda dengan desain koping modified
metal collar, pada desain ini koping lebih pendek 1,5 mm dari akhiran servikal,
sehingga terdapat lapisan porselen yang tebal pada daerah servikal.
Pada penelitian ini, suhu pembakaran porselen opak dinaikan 25˚C lebih
tinggi dari suhu pembakaran yang direkomendasikan pabrik, sehingga didapatkan
kekuatan lekat yang meningkat serta meningkatkan kerapatan terhadap adaptasi
marjinal mahkota logam poselen. Hal ini sesuai dengan penelitian Gupta 2011, dan
penelitian Saini 2011 temperatur pembakaran yang ditingkatkan 9750C jumlah poreus
menurun karena penyatuan yang lebih baik terhadap aliran partikel yang
menyebabkan pengisian yang baik terhadap rongga udara diantara partikel (Saini,
2011). Porositas porselen gigi perlu diminimalkan untuk mendapatkan penampilan
dan kekuatan optik yang terbaik karena pori-pori menyebarkan cahaya, mengurangi
tembus cahaya, dan dapat bertindak sebagai pemrakarsa retak dengan konsentrasi
tegangan tinggi, menurunkan kekuatan pada tegangan dan geser. Sehingga kontrol
porositas akan menjadi pertimbangan mendasar dalam desain dan pemrosesan
porselen. Getaran mekanis biasanya digunakan pada kondisi pertama untuk
mengurangi fraksi volume porositas dalam metode kepadatan bubuk porselen, jumlah
dan ukuran kehampaan yang tergantung pada distribusi ukuran. Penggunaan getaran
yang dikontrol dengan hati-hati, sehingga porositas yang besar dapat dihindari pada
saat proses pembakaran dan terciptanya kerapatan adaptasi marjinal yang baik.
(Cheung KC, BW. Darvell, 2001).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
134
5.3 Pengaruh Suhu Pembakaran 950˚C dan 975˚C Terhadap Adaptasi
Marjinal Mahkota Logam Porselen
Hasil uji t-independent yang diperoleh dari perbedaan pengaruh suhu
pembakaran 950˚C dan 975˚C pada desain koping metal collar, full metal collarless
dan modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen
terlihat signifikan dengan nilai p=0,001 (p<0,05)
5.3.1 Pengaruh Suhu Pembakaran 950˚C dan 975˚C Terhadap Adaptasi
Marjinal Mahkota Logam Porselen pada Desain Koping Metal Collar
Tabel 4.3.1 Hasil uji t Independent menunjukkan terdapat pengaruh yang
signifikan antara suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi marjinal
mahkota logam porselen pada desain koping metal collar dengan nilai p=0,001
(p<0,05).
Berdasarkan desain, desain koping metal collar memiliki penopang logam
yang memperkuat porselen dan mencegah perubahan bentuk dari lapisan porselen
pada saat siklus pembakaran. Koping logam seharusnya tidak meleleh selama
pembakaran porselen berlangsung dan juga mampu menahan stress akibat induksi
panas yang dapat menghasilkan deformasi selama pembakaran porselen. Koping
logam jenis Ni-Cr ini memiliki kekerasan yang lebih tinggi dengan harga relatif
murah. Logam ini memiliki nilai modulus yang sangat tinggi dan titik lebur tinggi.
Keberhasilan pemakaian logam untuk mahkota bergantung pada tingginya tingkat
akurasi yang dilakukan pada proses casting, namun sifat logam Ni-Cr ini tidak sebaik
logam emas dalam hal kompensasi penyusutan. Logam harus cukup keras dan desain
koping harus memiliki ketebalan optimum untuk kekakuan. Koping logam sedikitnya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
135
harus memiliki ketebalan 0,3–0,5 mm (Rosenstiel dkk, 2004). Kekuatan untuk
menahan korosi sangat tergantung pada sifat kimianya, oleh karena itu logam ini
sebaiknya dioksidasi untuk menutup permukaan logam sehingga meminimalkan
korosi. Proses oksidasi dilakukan pada temperatur 960˚C–980˚C sesuai instruksi
pabrik. Lapisan oksida menyebarkan dan memantulkan cahaya sehingga dapat
menutup warna logam dibawahnya, serta berfungsi untuk menyatukan logam dengan
lapisan porselen pada saat siklus pembakaran (Rosenstiel dkk, 2004; Rokni dan
Baradaran 2007; Rathi dkk. 2011).
Suhu pembakaran opak 950˚C merupakan suhu pembakaran standarisasi
pabrik, dan suhu pembakaran 975˚C merupakan suhu pembakaran yang telah
dinaikkan 25˚C lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan kekuatan lekat pada
mahkota logam porselen, dan terlihat memiliki adaptasi marjinal yang lebih baik.
Proses pembakaran porselen terdiri atas pembakaran opak, dentin, enamel dan
glazing. Selama pembakaran, komponen utama dari porselen (Potassium (K), Silicon
(Si), Aluminium (Al) berinteraksi dengan oksida untuk membentuk ikatan oksida
yang kuat antara logam dan porselen. Partikel-partikel porselen melebur dan saling
berikatan pada titik kontak saat terjadi sintering, dan partikel-partikel yang
tersintering akan mengalir, menyatu dan mengisi ruang pori-pori. Partikel-partikel
porselen yang tidak tersintering baik, tidak mampu mengalir dan mengisi rongga-
rongga secara sempurna akan membentuk besarnya jumlah poreus (Saini dkk. 2011).
Porselen harus mudah mengalir menutupi seluruh permukaan logam dan melekat
dengan logam. Kemudahan porselen mengalir juga mempengaruhi luas terisinya
pori-pori. Tekanan tarik yang tinggi dalam lapisan porselen juga dapat berkembang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
136
dari ketidakcocokan koefisien kontraksi antara logam dan porselen. Tekanan tarik
yang diteruskan kedalam restorasi oleh gaya oklusal akan menambah tekanan tarik
termal residual. (Saini dkk, 2011; Gupta, 2011)
Pengaruh yang signifikan pada suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C pada
desain koping metal collar terlihat dari perbedaan besarnya adaptasi marjinal. Ketika
porselen dibakar pada substruktur logam untuk pertama kali, logam akan mengalami
beberapa perubahan temperatur dan tekanan yang ditimbulkan oleh penyusutan
porselen yang melapisinya. Daya tahan terhadap perubahan menggambarkan
kemampuan sebuah logam menahan perubahan yang menetap atau perlahan-lahan
yang disebabkan oleh tekanan termal (Anusavice, 2013). Suhu pembakaran yang
dinaikkan terdapat penyatuan partikel-partikel dengan porositas mengecil dan
kepadatan meningkat, sehingga penyusutan berkurang, kontraksi metal juga
berkurang. Pada suhu pembakaran standarisasi pabrik, distorsi terjadi karena
besarnya penyusutan yang menyebabkan logam berkontraksi. Temperatur logam aloi
berkisar antara 1150˚C – 1500˚C, dan temperatur pembakaran porselen low fusing
berkisar 850˚C–1100˚C. Peleburan logam yang sama dengan temperatur pembakaran
porselen dapat menyebabkan distorsi ataupun koping melebur selama pembakaran
porselen. Perbedaan temperatur yang semakin besar diantara kedua bahan akan
semakin memperkecil masalah yang dihadapi selama pembakaran. Koefisien
ekspansi termal logam adalah 13,5-14,5x10-6
/ºC. Logam dan porselen harus memiliki
koefisien ekspansi termal yang sesuai, yaitu antara 0,5-1x10-6
/ºC, sehingga porselen
hanya mengalami sedikit tekanan selama proses pendinginan. Koping logam harus
memiliki ketebalan optimal untuk mencegah terjadi distorsi pada waktu proses
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
137
pembakaran (Shillingburg dkk, 2012; McCabe dkk, 2008Lopes dkk, 2009; Prado
dkk, 2005; Anusavice dkk, 2013.; Handal dkk, 2016).
5.3.2 Pengaruh suhu Pembakaran 950˚C dan 975˚C Terhadap Adaptasi
Marjinal Mahkota Logam Porselen pada Desain Koping Full Metal
Collarless
Tabel 4.3.2 Hasil uji t Independent menunjukkan terdapat pengaruh yang
signifikan antara suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi marjinal
mahkota logam porselen pada desain koping full metal collarless dengan nilai
p=0,001 (p<0,05), dimana pada suhu pembakaran 975˚C terlihat adaptasi marjinal
lebih kecil daripada suhu pembakaran 950˚C. Hal ini dapat diasumsikan bahwa
lapisan oksida yang berlebih pada pembakaran dianggap memiliki pengaruh pada
perlekatan metal porselen. Sehingga dengan ditingkatkannya suhu pembakaran
menjadi 975˚C kekuatan lekat logam porselen menjadi meningkat, serta poreus
menjadi berkurang dalam jumlah dan ukuran. Hal ini sesuai dengan penelitian Gupta
2011, yaitu besarnya diameter poreus menjadi kecil dengan ditingkatkannya suhu
pembakaran 975˚C (Gupta, 2011). Menurut Zhang 2015, menyatakan bahwa saat
temperatur pembakaran meningkat, kelarutan dan penyebaran porselen dan logam
akan meningkat. Pada proses peleburan porselen, elemen-elemen aloi dan keramik
dapat saling larut, sedangkan atom-atom berdifusi secara acak dan membentuk
lapisan oksida sebagai lapisan transisi. Komponen –komponen porselen yang
berinteraksi dengan oksida akan membentuk ikatan oksida yang kuat antara logam
dan porselen. partikel-partikel porselen akan melebur dan saling berikatan ketika
terjadi sintering, dan partikel-partikel yang tersintering akan mengalir dan mengisi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
138
ruang pori-pori. Logam dan porselen dapat mengikat dengan tepat dengan suhu
pembakaran porselen low fusing sehingga koefisien kontraksi termal porselen harus
sesuai dengan koefisien kontraksi termal logam (Saini dkk, 2011; Gupta, 2011;
Anusavice, 2013).
Pada desain koping full metal collarless terdapat jarak rerata celah marjinal
yang lebih kecil pada suhu pembakaran 975˚C yaitu sebesar 87,70 µm daripada suhu
pembakaran 950˚C yaitu sebesar 113,05 µm. Pada desain ini terdapat porselen yang
tipis pada permukaan marjinal, hal ini terjadi kemungkinan adanya penyusutan
porselen yang tidak tertopang oleh metal selama proses pembakaran, namun
penyusutan masih dapat dikontrol dengan teknik aplikasi porselen serta kondensasi
yang maksimal untuk memperkecil jarak antara partikel-partikel porselen dan
menghilangkan sejumlah besar cairan dari pasta porselen. Pengurangan jarak antara
partikel akan menghasilkan kepadatan yang maksimum. Dengan pembakaran suhu
975˚C massa yang padat dapat mengurangi penyusutan, sehingga terjadinya distorsi
dan retak juga dapat dicegah melalui rendahnya penyusutan setelah pembakaran.
5.3.3 Pengaruh Suhu Pembakaran 950˚C dan 975˚C Terhadap Adaptasi
Marjinal Mahkota Logam Porselen pada Desain Koping Modified Metal
Collarless
Tabel 4.3.3 Hasil uji t Independent juga menunjukkan pengaruh yang
signifikan antara suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C terhadap adaptasi marjinal
mahkota logam porselen pada desain koping modified metal collarless dengan nilai
p=0,001 (p<0,05), dimana pada suhu pembakaran 975˚C terlihat adaptasi marjinal
lebih kecil daripada suhu pembakaran 950˚C.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
139
Dari penelitian ini kemungkinan dengan adanya penyatuan partikel-partikel
yang mengisi rongga udara dapat meminimalkan jarak adaptasi marjinal mahkota
logam porselen. Pada suhu pembakaran 950˚C desain modified metal collarless
terdapat jarak rerata celah marjinal yaitu 92,66 µm. Pada suhu pembakaran 975˚C
didapatkan jarak yang lebih kecil dibandingkan dengan suhu pembakaran 950˚C
yaitu 66,71 µm. Hal ini terjadi karena pada suhu pembakaran 975˚C jumlah porositas
semakin berkurang dengan diameter yang lebih kecil. Proses peleburan porselen pada
elemen aloi dan porselen dapat larut, sehingga atom-atom berdifusi secara acak dan
membentuk lapisan oksida. Partikel-partikel porselen yang melebur akan berikatan
pada saat sintering, dan partikel-partikel yang tersintering akan mengalir dan mengisi
rongga yang kosong. Dengan adanya massa yang padat dan tebal pada permukaan
marjinal, maka porositas menjadi berkurang pada saat sintering dan adaptasi marjinal
semakin meningkat. Suhu pembakaran porselen low fusing berkisar 850˚C – 1100˚C,
dimana koefisien kontraksi termal porselen harus sesuai dengan koefisien kontraksi
termal logam (Saini dkk, 2011; Gupta, 2011; Anusavice, 2013)
Pada desain modified metal collarless ini memerlukan ketelitian seorang
tehnisi, dimana koping metal tidak tertopang bahkan lebih pendek 1,5 mm dari
akhiran servikal. Aplikasi lapisan porselen yang dikontrol dengan ketebalan yang
diharapkan 1,5 mm serta tidak melebihi 2,0 mm karena akan rentan terhadap fraktur.
Porselen yang terdapat pada akhiran servikal ini akan membentuk suatu massa padat
yang dapat mengurangi penyusutan pembakaran, distorsi dan retak juga dapat di
cegah melalui rendahnya penyusutan setelah pembakaran sehingga didapatkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
140
adaptasi marjinal yang lebih kecil (Powers dkk., 2006; Al Amri dkk., 2012; Rayyan,
2014).
Analisis dari penilaian visual juga terdapat perbedaan tekstur permukaan
porselen yang dibakar menggunakan suhu pembakaran 950˚C dan 975˚C. Pada
permukaan glazing porselen suhu pembakaran opak 975˚C lebih halus dan mengkilap
dibandingkan tekstur permukaan porselen suhu pembakaran opak 950˚C, dan terlihat
perbedaan warna mahkota logam porselen dari kedua suhu. Suhu pembakaran yang
di tingkatkan terlihat lebih terang dibanding dengan suhu pembakaran standarisasi
pabrik. Sehingga untuk aplikasi klinis, mahkota logam porselen dengan desain
koping modified metal collarless memiliki estetika yang lebih tinggi dan dapat
direkomendasikan untuk pasien yang diindikasikan untuk memakai mahkota logam
porselen pada gigi anterior sebagai restorasi akhir dari suatu perawatan prostodontik,
sehingga diperoleh hasil yang memuaskan bagi dokter gigi maupun pasien.
Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah sulitnya
mengontrol ketebalan koping dan porselen dengan aplikasi manual, sehingga dengan
adanya kemajuan teknologi penggunaan CAD/CAM dapat dilakukan untuk hasil
yang maksimal.
Penelitian ini menggunakan aplikasi porselen feldspatic pada daerah servikal
dengan tujuan untuk mengontrol variabel-variabel yang tidak terkendali. Dengan
perkembangan bahan kedokteran gigi yang semakin meningkat, porselen margin
dapat digunakan untuk penelitian berikutnya sehingga diharapkan dapat mengurangi
penyusutan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
1. Nilai rerata celah marjinal mahkota logam porselen dengan desain koping
metal collar suhu pembakaran 950oC adalah 88,97 ± 0,95 µm, dan suhu
pembakaran 975oC adalah 61,69 ± 1,13 µm. Nilai rerata celah marjinal pada
desain koping full metal collarless suhu pembakaran 950oC adalah 113,05 ±
0,93 µm, dan suhu pembakaran 975oC adalah 87,70 ± 0,72 µm. Nilai rerata
celah marjinal pada desain koping Modified metal collarless suhu pembakaran
950oC adalah 92,66 ±1,07 µm, dan suhu pembakaran 975
oC adalah 66,71 ±
1,29 µm.
2. Ada pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, dan modified
metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen
2.1. Ada pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, dan
modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen
pada suhu pembakaran 950oC dengan nilai p= 0,001 (p<0,05).
2.2. Ada pengaruh desain koping metal collar, full metal collarless, dan
modified metal collarless terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen
pada suhu pembakaran 975oC dengan nilai p= 0,001 (p<0,05)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Ada pengaruh suhu pembakaran 950oC dan 975
oC terhadap adaptasi marjinal
mahkota logam porselen
3.1. Ada pengaruh suhu pembakaran 950oC dan 975
oC terhadap adaptasi
marjinal mahkota logam porselen pada desain koping metal collar dengan
nilai p=0,001 (p<0,05).
3.2. Ada pengaruh suhu pembakaran 950oC dan 975
oC terhadap adaptasi
marjinal mahkota logam porselen pada desain koping full metal collarless
dengan nilai p=0,001 (p<0,05).
3.3. Ada pengaruh suhu pembakaran 950oC dan terhadap adaptasi marjinal
mahkota logam porselen 975oC pada desain koping modified metal collarless
dengan nilai p= 0,001 (p<0,05)
Implikasi klinis dari hasil penelitian ini adalah desain metal collar memiliki
adaptasi marjinal yang paling baik dengan nilai rerata celah marjinal paling kecil
karena terdapatnya logam sebagai penopang untuk memperkuat porselen selama
pembakaran. Desain modified metal collarless memiliki adaptasi marjinal lebih baik
dan masih memenuhi syarat yang dapat diterima klinis, dan dapat direkomendasikan
untuk aplikasi klinis pada kasus–kasus yang memerlukan estetis maksimal.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh desain koping
logam dan suhu pembakaran pada daerah labio-marjinal terhadap kesesuaian
warna dengan shade guide.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang adaptasi marjinal pada desain
koping menggunakan alat SEM (Scanning Electron Microscope).
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penggunaan alat CAD/CAM
dalam mengontrol ketebalan koping dan porselen.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penggunaan porselen marjin pada daerah
labio marjinal terhadap adaptasi marjinal mahkota logam porselen.
5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat porositas lapisan porselen
dengan menggunakan alat SEM (Scanning Electron Microscope).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Afroz, S., Chand, P. 2010. Collarless metal ceramic restoration to obscure the umbrella
effect. Indian J dent Res 21(4)
Amarnath GS, Ishita J, Hari AP, Mohammed Hilal, T. Anupama, Mridul Ayush, In
vitro comparison of marginal fit of all metal, porcelain fused to metal and all ceramic
crowns, International J. Biomed Sci, vol.13, no.3, 2017
Al Amri MD, Hammad IA, 2012. Shear bond strength of two forms of opaque porcelain
to the metal substructure, King Saud University Journal of Dental Sciences, Vol.3,pp.
41-8
Anonim. 2012. Scanning Electron Microscope (SEM). http://anita-widynugroho
.blogspot.co.id/2012/04/scanning-electron-microscope-sem.html?m=1 diakses pada 7-
11-2017 pukul 14.46 WIB.
Anusavice, K.J. 2013. Philips’ Science of Dental Materials. 12th Edition, Elsevier
Babu, P.J., Alla, R.K.,V.R., Datla, S.R., Konakanchi, A. 2015. Dental Ceramics : Part
1- An Overview of Composition, Structure, and Properties. American Journal of
Material Engineering and Technology,. 3 (1):13-8.]
Bajaj, Ganesh. B. 2013. A comparative study of the effect of four consecutive firing
cycles on the marginal fit of all: Ceramic crown system and metal ceramic crown
system. J Indian Prosthodontics Society13(3):247-253.
Bergmann, C., Stumpf, A. 2013. Dental Ceramics : Microstructure, properties and
degradation. Springer Heidelberg, New York.
Bhowmik, H., Parkhedkar, R. 2011. A comparison of marginal fit of glass infiltrated
alumina coping fabricated using two different technique and the effect of firing cycles
over them. Department of Prosthodontics, Singhad Dental College and Hospital, Pune,
India.
Bona AD, 2005. Characterizing ceramics and the interfacial adhesion to resin: II-The
relationship of surface treatment, bond strength, interfacial toughness and
fractography, J. Appl Oral Sci, vol.13(2),pp 101-9
Bulbule, N. dan Motwani, B. K. 2014. Comparative study of fracture resistance of
porcelain in metal ceramic restorations by using different metal coping designs: An in
Vitro Study. Journal of Clinical and Diagnostic Research, 8(11), pp. 123-127.
Comlekoglu, M., Dundar, M., Özcan, M., Gungor, M., Gokce, B. dan Artune, C. 2009.
Influence of cervical finish line type on the marginal adaptation of zirconia ceramic
crowns. Journal of Operative Dentistry, 34(5), pp. 586-592.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Chatterje, Ujjal. 2012. Margin desain for estetic restoration : An overview.Journal of
Advance Oral Research.
Cheung, KC, Darvell, BW 2001. Sintering of dental porcelain: Effect of time and
temperature on appearance and porosity, Dental Material, vol. 18, pp. 163-173.
Chihargo, Tamin, H.Z. 2017. Role of coping design against fracture resistance of
porcelain in metal porcelain fixed partial denture : A Review. EPRA Journal vol:3.
Craig, R.G. Power J.M. dan Watana, J.C. 2008. Restorative Dental Material, 10th ed.
Mosbi, St Louis,p. 189-229.
Denry, I. dan Holloway, J. A. 2010. Ceramic for Dental Applications : A Review.
Materials, (3), pp. 351-368.
Dessouky R.A. 2015. Marginal adaptation versus esthetics for various dental
restorations: A Review Artickle, EC Dental Science 2.1: 240-246
Fahmy, A.M.2012. Comparison of marginal fit bbetween collarles metal ceramic and
two all ceramic restoration. Faculty of Dentistry, Misr International University, Cairo,
Egypt. Journal of American Science.
Fraunhofer, JA 2010, Dental Materials at a Glance, Wiley-Blackwell, England, pp. 22,
38-45.
Gupta KL, Neeraj Nagpal. 2011. Evaluation of the bond strength of porcelain to non
precious metal copings under different firing atmospheres, Indian Journal of Dental
Sciences, Issue:2,vol:3
Gladwin, Marcia, Bagby, Michael 2009, Clinical aspect of dental materials: theory
practice and cases, 3rd
ed, Wolters Kluwer, pp. 132-143
Hafezeqoran Ali, Roodabeh K, Ali E, Heydar N, Alireza S, 2014. Marginal adaptation
of metal ceramic crowns cast from four different base metal alloys before and after
porcelain aplication, Advences in Bioscience & Clinical medicine, Vol.03, No.02
Hadi, A, Massoumi, F, Mossaei, A 2016. Effect of opaque porcelain thickness on bond
strength of porcelain to Ni-Cr alloys, Journal of Dental School, vol. 34, no. 2, pp. 72-
81.
Handal, Guruprasad P., Walunj, U., Pathare, P., Sonawane, Y., Marathe, A., Shinde, G.
2016. Evaluation of effect porcelain firing on the marginal fit changes of porcelain
fused to metal crown fabricated utilizing two different margin design and two
commercially available base metal alloys. Journal of Research Dentistry 4(3):67-72.
Hatrick, CD, Eakle WS, Bird WF 2011, Dental Materials: clinical applications for
dental assistants and dental hygienists, 2nd
edn, Elsevier, St. Louis, Missouri, hal. 100-
2, 125-6.
Henriques, BAPC 2012, Bond Strength enhancement of metal ceramic dental
restoration by FGM design, PhD thesis, Universidade do Minho escola de Engenharia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jalalian H, Bahrani Z 2015. A Comparison review of reability of multiple firing
techniques on the microtensile bond strength in lithium disilicate base ceramic: A
review study, Buletin of environment, Pharmacology and life sciences, vol.4, no.7, pp.
192-6
Jason E. Holden, DMD, Gary R. Goldstein, DDS, Eugene L. Hittelman, MA,EdD, dan
Elizabeth A. Clark, MS. 2008. Comparison of the marginal fit of pressable ceramic to
metal ceramic restoration. Journal of Prosthodontics 18 645-648 by The American
College of Prosthodontics.
Jassim, HH 2013, Evaluation of the shear bond strengths between two alternative metal
alloys and porcelain, MDJ, vol. 10, no. 2, pp. 161-6
Kelly, J.R., Benetti, P. 2011. Ceramic Material in Dentistry: Historical Evolution and
Current Practice. Australian Dental vol 56.
Khmaj, MR 2012, Comparison of metal ceramic bond strengths of four noble alloys
using press on metal (PoM) and conventional layering techniques, Master thesis, The
Ohio State University.
Lopes SC, Valeria O, Joau Manuel DDAR, Monica BL, Osvaldo LB. 2009. Correlation
between metal ceramic bond strength and coefficient of linear thermal expansion
difference. J Appl Oral Sci, 17(2): 122-8
Manappallil, J. J. 2010. Basic Dental Materials.3rd
ed. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers (P) Ltd, pp. 479-93.
McCabe, J.F., Walls, Angus W.G. 2008. Applied Dental Material : 9 ed. Blackwell
publishing Ltd. Oxford, United Kingdom.
Monaco Carlo, Martin Rosentritt, Altin Liikajec, Paolo Baldisra, Roberto Scotti, 2016.
Marginal adaptation, gap width, and fracture strength of teeth restored with different all
ceramic vs metal ceramic crown system: An in vitro study, European Journal of
Prosthodontic and Restorative Dentistry, vol.24. pp. 130-137
Naik, A. V., Jurel, S. K. dan Gupta, D.S. 2011. Difference between shade guides and
fired porcelain - A Comparative Study. Journal of Indian Dental Sciences;3(2).
Nawafleh Noor A, Mack F, Evan J, Mackay J, Hatamleh MM. 2013. Accuracy and
reability of methods to measure marginal adaptation of crowns and FDPs: A Literature
Review. J Prosthodont,22(5):419-428
Notoatmodjo S 2010. Metodologi penelitian kesehatan, edisi revisi cetakan pertama.
Rineka Cipta, jakarta
Olivieri, KAN, Neisser, MP, Bottino MA, Miranda ME 2005. Bone characteristics of
porcelain fused to cast and milled titanium. Braz j Oral Sci, vol.4, no.15,pp 923-8
O`Brien.WJ 2002. Text Book of Dental Material and Their Selction, 3rd
ed, Quint.
Publish. Co, Inc, USA, pp. 44-68, 345-381
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Patil Abhijit, Kishan Singh, Sukant Sahoo, Suraj Suvarna, Prince Kumar, Anupam
Singh, 2013. Comparative assessment of marginal accuracy of grade II titanium and Ni-
Cr alloy before and after ceramic firing: An in Vitro Study, Eur J Dent, vol.7(3),pp 272-
7
Paniz G, Yongjeong K, Haythem A, Hiroshi H, 2011. Influence of framework design
on the cervical color of metal ceramic crowns. Jprosthet Dent. 106: 310-318
Prado, RA, Panzeri, H, Neto, AJF, Neves FD, Silva, MR, Mendonca, G 2005. Shear
bond strength of dental porcelains to nickel chromium alloys, Brazilian Dental Journal,
vol. 16, no. 3, pp. 202-6
Pradies G, Cristina Zarauz, Arelhys V, Alberto F, Fransisco MR, 2014. Clinical
evaluation comparing the fit of all ceramic crowns obtained from silicon and digital
intraoral impressions based on wavefront sampling technology. Elsevier.JJOD.2396.1-8
Prakash, M.P., D’Souza, Col DSJ., Kumar, Lt Col Manjit., Viswabaran, Col M. 2011.
Effect of firing cycle and surface finishing on the sag resistence of long-span metal
ceramic framework using base metal alloys – An In Vitro Study. MJAFI Vol 68 No.2.
Qiu, J, Yu, WQ, Zhang, FQ, Smales, RJ, Zhang, YL, Lu, CH 2011. Corrosion behavior
and surface analysis of a Co-Cr and two Ni-Cr dental alloys before and after simulated
porcelain firing, Eur J Oral Sci, vol. 119, pp. 93-101.
Polansky R, A. Heschi, G. Arnetzi, M. Haas, W. Wegscheider, 2010. Comparison of the
marginal fit of different all ceramic and metal ceramic crown system: An In Vitro
Study, J. Stomat. Occ. Med, vol.3, pp. 106-110
Powers, J. M. dan Sakaguchi, R. L. 2006. Craig’s Restorative Dental Materials. 12th
ed,
St. Louis: Mosby Elsevier, Missouri.
Rayyan MM. 2014. Effect of multiple firing cycles on the shear bond strength and
failure mode between veneering ceramic and zirconia cores. Egyption Dental Journal,
Vol. 60, No. 3, pp.3325-33
Rosenstiel, Land, Fujimoto. 2016. The Book of Contemporary Fixed Prosthodontics, 5th
ed.
Rokni, SR, Baradaran, H 2007. The effect of oxide layer thickness on bond strength of
porcelain to Ni-Cr alloy, Journal of Mashhad Dental School, no. 31, pp. 17-21
Rathi S, Parkash H, Chittaranjan B, and Bhargava A, Oxidation heat treatment affecting
metal-ceramic bonding, J Indian Den. Res. 2011;22(6)
Saini Monica, Yashpal S, Arvind T,Saumyendra VS, 2011. Effect of firing
temperatures on interface of porcelain fused to metal restorations: An in vitro study,
Indian J Stomatol:2(4): 222-26
Sakaguchi, R.L., Powers, J.M. 2012. Craig’s Restotative Dental Materials. 13th ed.
Elsevier Mosby, Philadelphia.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sayed NM, 2015. Shear bond strength and failure mode between veneering ceramic and
metal cores after multiple firing cycles, Egyption Dental Journal, Vol. 61, pp 659-66
Sembiring, N.P., Tamin, H.Z., Nasution, M.I. 2017. Effect of temperature and number
of opaque porcelain firing on bond strength of metal ceramic fixed partial denture.
IOSR Journal of Dental and Medical Sciences Vol. 16 PP 20-25.
Sinamo, S 2015. Pengaruh ketebalan lapisan opak dengan lapisan dentin terhadap
kesesuaian warna pada mahkota keramik logam, Tesis, hal. 112
Shillingburg, H.T, Sather, DA, Wilson, EL, Cain, JR, Mitchell, DL, Blanco, LJ,
Kessler, JC 2012. Fundamental of Fixed Prostodontics, 4th
ed, Quintessence Publishing
Co, USA, pp. 455-483.
Shirakura Akihiko, Heeje Lee, Alessandro Geminiani, Carlo Ercoli, Changyong Feng,
2009. The influence of veneering porcelain thickness of all ceramic and metal ceramic
crowns on failure resistance after cyclic loading. J Prosthet Dent, vol.101(2)
Singh, D., Nishad, S.G., Sharma, M., Sareen, A. 2014. Marginal integrity of metal
coping of various porcelain fused to metal alloys using different ring casting technique:
A Systematic Literature Review. Europan Journal of Prosthodontics, vol 2.
Swati, Sikka., Chowdhary, R. Patil, P.S. 2010. Marginal strength of collarless metal
ceramic crown. International Journal of Dentistry Vol.2010.
Tripathi, A., Bagchi, S., Singh, J., Gaurav, V., Negi, M.P.S. 2016. Effect of different
firing temperature on structural changes in porcelain. Journal of Prosthodontics,
American College of Prosthodontics.
Tripathi, A., Bagchi, S., Singh, J. 2016. Effect of firing temperature at the porcelain-
metal alloy interface in porcelain fused to metal restoration. A SEM/EDS Study.
American College of Prosthodontics.
Vernekar, N.V., Jagadish, P.K., Diwakar, S. Nadgir, R. Krishnarao, M.R. 2011.
Alternate metal framework design for the metal ceramic prosthesis to enhance the
esthetics. The Korean Academy of Prosthodontics; 3:113-8.
Wood, MC 2007. A comparison of debonding strengths of four metal ceramic systems
with and without opaque porcelain. Thesis. Dent Med. University off Connecticut.
Yoon JW, Jae-ho Y, Jung SH, Jaebong L, 2005. A Study on the marginal fit of
collarless metal ceramic fixed partial dentures, J Korean Acad Prosthodont: vol.43,
No.6
Yoon, JW., Kim, SH., Lee, JB., Han, JS., Yang, JH. 2010. A study on the fracture
strength of collarless metal ceramic fixed partial denture. The Korean Academy of
Prosthodontic.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Zhang S, S, Yushu, DW, Liu, BX, Sun, B, Yan, CZ, Hao, L, Wei, QS, Shi, YS 2015.
Effect of firing temperature on the metal to ceramic bond strength of a porcelain fused
to metal restoration of a C0-Cr alloy by means of selective laser melting (SLM), Laser
in Eng, vol. 31, pp. 195-209
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA