Teori Mekanisme Koping Terhadap Stress
Transcript of Teori Mekanisme Koping Terhadap Stress
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Konsep Stres
1. Pengertian
Stres didefinisikan oleh Lazarus dan Folkman (1984) dalam Townsend
(2003) sebagai hubungan antara seseorang dengan lingkungannya yang
dinilai oleh individu tersebut sebagai harga atau sesuatu yang di luar
kemampuannya yang dapat membahayakan kesejahteraaannya. Selye (1976)
dikutip dari Lewis, Heitkemper dan Dirksen (2004) menyatakan stres adalah
segala situasi dimana tuntutan non spesifik mengharuskan seorang individu
untuk berespon atau melakukan tindakan.
Stress dilihat dari aspek yang berbeda menurut Bernard dan Krupat
(1994) seperti dikutip oleh Cordon (2007) yang merujuk pada pernyataan
Selye (1976), adalah merupakan interaksi anatar tiga komponen dari individu
yaitu eksternal, internal dan interaksi diantara keduanya atau disebut dengan
biopsikososial model. Komponen eksternal meliputi kejadian di lingkungan
sekitar yang mendahului pengenalan terhadap stress dan memicu reaksi
stress. Serangkaian reaksi neurologis dan fisilogis terhadap stress merupakan
komponen internal sedangkan interaksi antara keduanya adalah keterlibatan
dari proses kognitif individu.
2. Stres Kerja
Stres kerja menurut Henry dan Evans (2008) dalam wikipedia (2010)
adalah keadaan dimana terjadi perbedaan antara tuntutan lingkungan atau
7
8
tempat kerja dan kemampuan individu untuk melaksanakan dan
menyelesaikan tuntutan tersebut. The National Institute for Occupational
Safety and Health (NIOSH) (2008) mendefinisikan stres kerja secara lebih
spesifik sebagai sekumpulan respon baik secara fisik maupun emosional
yang berbahaya dan terjadi ketika ketentuan-ketentuan dari kerja tidak sesuai
dengan kapabilitas, sumber-sumber atau kebutuhan-kebutuhan dari
karyawan.
Stres kerja, yang dikutip oleh Vokić dan Bogdanić (2007) dari
pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan sebagai ketidakmampuan untuk
mengatasi tekanan-tekanan dalam pekerjaan, karena ketidak cocokan antara
kemampuan seseorang dan tuntutan-tuntutan serta kondisi pekerjaan.
Kondisi mental dan fisik ini dapat mempengaruhi produktifitas, efektifitas,
kesehatan dan kualitas kerja dari individu yang mengalami stres.
3. Faktor Penyebab Stres Kerja
Tempat kerja secara natural dibandingkan situasi atau keadaan lain
dalam kehidupan telah diketahui merupakan tempat yang sangat potensial
sebagai sumber stres karena sebagian besar waktu individu yang bekerja
dihabiskan di tempat tersebut (Erkutlu & Chafra, 2006, dalam Vokić &
Bogdanić, 2007).
Hurrel dkk (1988) dalam Murphy (1995) dan selanjutnya dikutip
Vokić dan Bogdanić (2007), menyatakan bahwa stresor dari sisi organisasi
dan individu secara umum dalam lingkungan kerja dapat dikelompokkan
menjadi lima bagian yaitu :
9
a. Praktek organisasi (organizational practices) terdiri atas tampilan dari
sistem penghargaan, praktek pengawasan, kesempatan promosi
(performance reward systems, supervisory practices, promotion
opportunities).
b. Kerja atau tugas yang menjadi tanggung jawab (job/task features) terdiri
atas beban kerja, lingkungan kerja dan otoomi (workload, workpace,
autonomy).
c. Kultur atau iklim organisasi (organizational culture/climate) terdiri atas
nilai terhadap karyawan, pertumbuhan personal dan integritas (employee
value, personal growth, integrity).
d. Hubungan interpersonal (interpersonal relationships) seperti hubungan
dengan pengawas, teman sejawat atau pelanggan (supervisors,
coworkers, customers).
e. Karakteristik personal karyawan (employee personal characteristics)
seperti kepribadian hubungan dengan keluarga, kemampuan mengatasi
masalah (personality traits, family relationships, coping skills).
Kompleksitas dan turbulensi lingkungan dan kehidupan organisasi
pada saat ini seluruhnya dapat menjadi penyebab stres kerja sehingga dapat
dikelompokkan ke dalam dua kelompok utama yaitu stressor yang terkait
dengan kerja itu sendiri meliputi stressor khusus di lingkungan, organisasi
dan kerja (environment specific, organization specific, and job specific
stressors) dan stressor yang terkait dengan individu yang ke dalamnya
termasuk konsekuensi dari karakteristik individual atau lingkaran kehidupan
10
individu (consequence of individual characteristics or a consequence of
individual life circumstances) (Vokić dan Bogdanić, 2007).
Tabel 2.1Sumber dari Stres Kerja
NoStressor terkait Kerja (Job-related Stressors)
Spesifikasi di Lingkungan
Spesifikasi di Organisasi
Spesifikasi Kerja
1 Kondisi ekonomiPeningkatan kompetisi
Perubahan pasarPerkembangan
teknologiPerubahan pada proses
produksi dan hasil produksi
Efektifitas biayaJaringan kerjaMultinasional
Kepedulain terhadap lingkungan
Perubahan di organisasi
Penataan ulang organisasiPenundaan
Pemberhentian sementara
Struktur organisasiKultur organisasi
Pertukaran, akusisiPerubahan
kepemilikanPerbedaan pekerjaan
Sistem rewardKebijaksanaan
promosiKeamaan kerja
Gaya kepemimpinanKebutuhan pelatihan
dan lain-lain
Kurang memiliki kemampuan dan
keahlianBeban kerja berlebihan
Ruang lingkup kerjaTekanan karena
bekerja dalam jangka waktu lama
Karakteristik kerjaKonflik kepentingan
Ketidakjelasan ekpektasi kerjaTekanan dari
tanggung jawabTekanan waktu
Kurangnya sumber untuk melakukan
kerjaKurangnya informasi
Kurangnya kolaborasi
Subordinat relasiTeman sejawat dan
superioritasKondisi kerjaBahaya fisik
Over atau kurang promosi
Kurangnya pelatihanStressor terkait Individu (Individual-related Stressors)
Karakterisitk Individual Karakteristik Kehidupan
2 KepribadianKarakteristik demografi
Kemampuan mengatasi masalah
Konflik kerja atau kehidupanMasalah keluargaMasalah personal
Masalah sosialKesulitan finansial
11
Faktor penyebab stres kerja (job stressors) secara umum di tempat
kerja menurut NIOSH (2008) adalah :
a. Pekerjaan atau tuntutan tugas (Beban kerja berlebihan, kurang memiliki
kontrol terhadap tugas, peran yang membingungkan).
b. Faktor organisasi (hubungan interpersonal yang minim, praktek
manajemen yang tidak adil).
c. Faktor finansial dan ekonomi.
d. Konflik antara peraturan dan tanggung jawab antara kerja dan keluarga.
e. Pelatihan dan masalah pengembangan karir (kurang kesempatan untuk
berkembang dan mendapatkan promosi.
f. Iklim organisasi yang lemah (kurangnya komitmen dari manajemen
untuk mengerti nilai-nilai, gaya komunikasi terhadap konflik dan lain-
lain).
Lebih lanjut NIOSH (2008) menyatakan bahwa faktor penyebab stres
kerja yang umum terjadi dalam sistem perawatan kesehatan meliputi :
a. Penempatan karyawan yang tidak adekuat (Inadequate staffing levels)
b. Jam kerja yang panjang (Long work hours).
c. Pergantian kerja (Shift work)
d. Peran yang tidak jelas (Role ambiguity)
e. Terpapar substansi berbahaya dan terinfeksi.
Stres kerja pada perawat menurut NIOSH (2008) berdasarkan hasil
penelitian dapat dihubungkan dengan beberapa faktor seperti :
a. Beban kerja berlebihan (Work overload)
b. Tekanan waktu (Time pressure).
12
c. Dukungan sosial yang kurang pada saat bekerja (Lack of social support at
work), terutama dari supervisor, perawat kepala dan manajemen yang
lebih tinggi.
d. Terpapar penyakit infeksi (Exposure to infectious diseases)
e. Kecelakaan berhubungan dengan jarum suntik (Needlestick injuries)
f. Mengalami tindak kekerasan atau hal yang mengancam (Exposure to
work-related violence or threats).
g. Perubahan waktu tidur (Sleep deprivation).
h. Peran yang tidak jelas dan konflik antar perawat (Role ambiguity and
conflict).
i. Penempatan perawat yang tidak tepat (Understaffing).
j. Masalah-masalah pengembangan karir (Career development issues).
k. Menghadapi pasien-pasien yang menderita sakit yang sulit atau berat
(Dealing with difficult or seriously ill patients).
French dkk (2000) seperti yang dikutip Mc. Vicar (2003)
mengidentifikasi sembilan stressor di tempat kerja yang dapat yang
mengakibatkan perawat mengalami stres kerja seperti konflik dengan dokter,
persiapan yang tidak adekuat, masalah dengan teman sejawat, masalah
dengan perawat kepala, diskriminasi, beban kerja berlebihan, ketidakjelasan
masalah pengobatan, menghadapi kematian, pasien yang sekarat dan
menghadapi pasien atau keluarga pasien.
4. Konsekusensi Stres Kerja
Stres kerja memberikan serangkaian dampak tidak menyenangkan,
melemahkan daya tahan tubuh dan mahal tidak hanya pada individu yang
13
mengalaminya namun juga terhadap organisasi tempat individu bekerja
menurut Ross (2005) dikutip Vokić dan Bogdanić (2007). Konsekuensi
tersebut terbagi kedalam dampak terhadap individu dan terhadap perusahaan
atau organisasi meliputi :
a. Dampak terhadap individu
1) Perasaan dan perilaku yang tidak diinginkan
Hal yang timbul seperti kepuasan kerja berkurang, motivasi rendah,
moral karyawan rendah, kurang komitmen terhadap organisasi,
kualitas hidup dan kerja secara keseluruhan rendah, tingkat ketidak
hadirin tinggi, keluar dari pekerjaan, produktifitas rendah, kuantitas
dan kualitas kerja rendah, ketidakmampuan membuat keputusan yang
tepat, peningkatan kasus pencurian, sabotase dan kemacetan pekerjaan,
kebosanan terhadap pekerjaan, perasaan asing, peningkatan konsumsi
rokok dan alkohol.
2) Penyakit fisik
Penyakit yang dapat dialami individu karena stres kerja seperti
peningkatan tekanan darah dan nadi, penyakit kardiovaskular,
peningkatan kadar kolesterol, kadar gula darah, insomnia, sakit kepala,
infeksi, masalh kulit, penekanan terhadap daya tahan tubuh, kecelakaan
dan kelelahan.
3) Penyakit psikologi
Penyakit mental yang mungkin timbul seperti distres psikologi,
depresi, kecemasan, menjadi pasif atau agresif, bosan, kehilangan
kepercayaan dan harga diri, hilang konsentrasi, timbul perasaan sia-sia,
14
impulsif dan tidak menghargai norma serta nilai-nilai sosial, tidak puas
terhadap kerja dan kehidupan, hilang kontak dengan kenyataan, dan
kelelahan emosional.
b. Dampak terhadap organisasi
1) Organizational symptoms
Keadaan yang timbul berupa perasaan tidak senang dan moral yang
rendah di lingkungan kerja, kehilangan tampilan kerja atau
produktifitas rendah, kualitas barang yang dihasilkan dan pelayanan
yang diberikan rendah, kurang berhubungan erat dengan konsumen,
pemasok, rekan kerja dan pemegang otoritas, kehilangan pelanggan,
publikasi buruk, kerusakan reputasi perusahaan, kehilangan
kesempatan, kekacauan produksi, tingkat kecelakaan dan kesalahan
meningkat, peningkatan pergantian karyawan, kehilangan nilai
karyawan, peningkatan angka cuti sakit, liburan permanen, pensiun
dini, kurang kerjasama, komunikasi internal berkurang, peningkatan
konflik internal, dan disfungsi iklim kerja yang menyenangkan.
2) Organizational costs
Keadaan ini meliputi biaya karena menurunnya produktifitas, biaya
tinggi karena penempatan tenaga kerja karena tingginya pergantian
karyawan (peningkatan biaya karena aktifitas rekrutisasi karyawan,
pelatihan dan sebagainya), peningkatan pembayaran biaya sakit,
peningkatan biaya untuk kesehatan dan kecacatan, peningkatan biaya
karena adanya keluhan pelanggan/kompensasi dan biaya karena
kerusakan alat-alat kerja.
15
B. Mekanisme Koping
1. Pengertian
Koping dideskripsikan sebagai menghadapi masalah-masalah dan
situasi-situasi atau sukses menaklukkan keadaan tersebut. Mekanisme
koping adalah pembawaan atau cara merespon untuk mengubah lingkungan,
masalah atau situasi khusus (Townsend, 2003).
Lazarus dan Folkman (1984) dikutip oleh Hardy, Carson dan
Thomas (2004), menyatakan koping adalah perubahan kognitif dan perilaku
secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau
eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu. Struktur
ini dibedakan atas koping berfokus pada masalah dan koping berfokus pada
emosi.
2. Bentuk Mekanisme Koping
Kozier dkk (2004) mengemukakan dua tipe strategi koping yang telah
dideskripsikan yaitu mekanisme koping berfokus pada masalah dan
mekanisme koping berfokus pada emosi. Mekanisme koping berfokus pada
masalah merujuk pada usaha untuk memperbaiki situasi dengan membuat
perubahan atau mengambil beberapa tindakan. Mekanisme koping yang
kedua melibatkan fikiran atau gagasan dan tindakan-tindakan yang dapat
mengurangi distres emosional.
Lazarus dan Folkman (1984) yang dikutip oleh Holmes (2006)
menyatakan bentuk-bentuk mekanisme koping yang tergolong dalam koping
berfokus pada masalah atau emosi dapat merupakan beberapa tindakan yang
diambil individu meliputi :
16
a. Koping berfokus pada emosi
Upaya atau variabel yang termasuk dalam mekanisme koping berfokus
pada emosi yaitu :
1) Dukungan sosial (social support).
Dukungan sosial dapat diperoleh di rumah, lingkungan kerja atau pada
saat terjadinya trauma berat di suatu wilayah.
a) Dukungan sosial di rumah merupakan dukungan yang diperoleh
dari jalinan pertemanan dan sanak keluarga yang bersedia
memberikan bantuan secara psikologis meskipun hanya menjadi
pendengar. Penelitian telah membuktikan dukungan sosial yang
kuat, akan mampu meredakan stres walaupun ekstrim. Wanita
umumnya mempunyai kemampuan berbagi perasaan yang lebih
baik dibandingkan pria sehingga memiliki jaringan dukungan
sosial lebih kuat.
b) Dukungan sosial di tempat kerja.
Dukungan ini ditemukan lebih kuat di lapisan pekerja tingkat
bawah dibandingkan di lapisan tingkat atas (manajer). Dukungan
sosial di tempat kerja tidak dapat digeneralisasi fungsinya seperti
dukungan sosial di rumah, demikian pula sebaliknya.
c) Dukungan sosial pada saat trauma
Kejadian traumatik seperti perang atau gempa bumi, menimbulkan
perasaan kuat untuk saling menolong terutama terhadap korban
yang selamat sehingga tingkat stres menjadi dapat ditolerir.
17
2) Mekanisme pertahanan (defence mecanisms)
Mekanisme pertahanan menurut Freud merupakan cara manusia untuk
mengatasi kecemasan dan masalah yang tidak ingin dihadapi secara
langsung. Cara ini melibatkan distorsi realita, sehingga seseorang yang
menggunakan mekanisme pertahanan tidak mengetahui inti masalah
dan mampu mengatasinya yang mengakibatkan pemulihan sesaat.
3) Koping maladaptif (maladaptive koping methods)
Cara ini termasuk penggunaan obat-obatan, minum-minuman
beralkohol, yang menghindarkan individu dari masalah dalam waktu
terbatas.
b. Koping berfokus pada masalah
Cara menghilangkan stres dengan metoda ini adalah dengan berusaha
memahami masalah lebih baik dan mengambil tindakan untuk mengatasi
masalah tersebut. Jenis koping yang fokus pada masalah terdiri atas
beberapa bentuk manajemen stres yaitu :
1) Penilaian Kognitif (cognitive appraisal).
Cara mereduksi stres dilakukan dengan memikirkan tentang situasi
yang menimbulkan stres dan mencoba mendapatkan jalan
memecahkan masalah.
2) Manajemen waktu (time management)
Manajemen waktu secara efektif akan mencegah seseorang mengalami
stress. Individu berusaha mengorganisir waktu dan kegiatannya seperti
hal-hal yang harus dikerjakan saat ini, kegiatan yang harus dijalani
18
selama satu minggu serta berusaha menemukan cara bekerja lebih
efektif sehingga tidak mengalami kemunduran atau membuang waktu.
3) Sikap asertif (Assertiveness)
Cara ini melatih individu untuk belajar tegas menolak sehingga
kemungkinan untuk bekerja melebihi kapasitas sangat kecil. Belajar
mengetahui keinginan, tanpa bersikap agresif atau menonjolkan diri.
Teknik asertif sering sangat efektif untuk menetralkan kembali harga
diri rendah. Kemampuan mengetahui keinginan diri sendiri akan
menimbulkan rasa bahagia terhadap situasi yang ada. Individu akan
melihat dirinya lebih efektif sehingga timbul perasaan nyaman
terhadap diri sendiri.
4) Relaksasi dan meditasi (relaxation and meditation)
Teknik relaksasi dan meditasi merupakan cara yang memungkinkan
manusia memfokuskan perhatiannya terhadap gagasan khusus.
Perhatian yang fokus dan latihan mental secara terus-menerus
menghadapi kecemasan dan ketakutan akan membuat seseorang
mencapai tingkat otonomi terhadap diri sendiri. Relaksasi berdampak
pula pada penurunan detak jantung, tekanan darah dan kontrol
pernafasan.
5) Olah raga (exercise)
Olah raga telah terbukti merupakan manajemen stres yang sangat
efektif. Dua keuntungan utama yang akan diperoleh dengan melakukan
olah raga dalam memulihkan stres yaitu :
19
a) Manfaat bagi fisik, olah raga membantu tubuh agar tetap mampu
untuk beraktifitas.
b) Manfaat bagi situasi, olah raga mampu membantu individu keluar
dari situasi yang memprovokasi stres.
6) Biofeedback
Anjuran untuk mengajarkan orang lain cara menurunkan tekanan darah
dan gejala-gejala fisik lain yang disebabkan stres, sehingga dampak
buruk dari stres dapat ditiadakan, telah terbukti mampu memelihara
efek positif dari melakukan serangkaian tindakan untuk
menghilangkan stres.
3. Karakteristik Mekanisme Koping
Koping yang digunakan individu dalam usahanya untuk meredakan
ketegangan akibat stressor dapat menghasilkan energi yang positif untuk
mendorong perkembangan individu namun dapat menjadi hal yang
merugikan. Mekanisme koping yang baik akan mampu membantu individu
menghadapi keadaan yang menekan dengan efektif dan mampu
meminimalisir distress yang mengenai dirinya atau disebut dengan
mekanisme koping yang adaptif sebaliknya koping yang maladaptif akan
menyebabkan timbulnya distres terhadap individu tersebut dan orang-orang
lain yang berhubungan dengan dirinya atau individu lain yang berada dalam
situasi dengan stressor tersebut (Kozier dkk, 2004).
Mekanisme koping yang digunakan individu dalam menyelesaikan
masalahnya menurut Stuart dan Laraia (2005) dapat digolongkan kedalam
adaptif atau maladaptif dengan ciri-ciri sebagai berikut :
20
1. Koping adaptif
Koping adaptif mempunyai karakterisitk tertentu yang dapat
diketahui karena :
a. Mendukung proses delajar individu
b. Mendukung pertumbuhan.
c. Mendukung fungsi integratif.
d. Mendukung pencapaian tujuan individu.
Metode koping adaptif seperti berbicara pada orang lain,
memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang
dan konstruktif.
2. Koping maladaptif
Koping jenis maladaptif mempunyai ciri-ciri bertentangan dengan
koping adaptif yaitu :
a. Menghambat fungsi integrasi.
b. Memecah pertumbuhan.
c. Menurunkan otonomi
d. Cenderung menguasai lingkungan.
Teknik metode koping maladaptif seperti makan berlebihan atau tidak
makan, bekerja secara berlebihan, menghindar dan sebagainya.
C. Konsep Perawat Pelaksana
1. Pengertian
Undang-Undang Kesehatan no. 36 tahun 2009, menyatakan bahwa
perawat adalah salah satu tenaga kesehatan merupakan individu yang
21
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan dan memiliki pengetahuan atau
ketrampilan melalui pendidikan bidang kesehatan dan untuk bidang tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (SekNeg RI,
2009).
Perawat pada saat ini didefinisikan sebagab pemberi pelayanan
keperawatan. Pelayanan keperawatan adalah bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada masyarakat, keluarga, kelompok khusus,
individu, dan sebagainya, pada setiap tingkat, sepanjang siklus kehidupan
pasien (Susanto 2001).
Perawat mempunyai fungsi yang unik yaitu, membantu individu baik
yang sehat maupun sakit, dari lahir hingga meninggal agar dapat
melaksanakan aktifitas sehari-hari secara mandiri, dengan menggunakan
kekuatan, kemauan atau pengetahuan yang dimiliki. Fungsi itu menyebabkan
perawat berupaya menciptakan hubungan baik dengan pasien untuk
menyembuhkan ataupun meningkatkan kemandiriannya. Bila perawat tidak
berhasil menciptakan kemandirian maka perawat membantu mengatasi
hambatan, sedangkan pada penyakit yang tidak dapat disembuhkan dimana
pasien akhirnya meninggal dunia, maka perawat berupaya agar pasien dapat
meninggal dengan tenang (Henderson 1980 dikutip dari Ali, 2002).
Fungsi perawat yang beragam dan unik dalam upaya memenuhi
kebutuhan pasien dibagi dalam beberapa jenjang jabatan dengan tujuan
mempermudah pelaksanaan tugas agar kegiatan di sebuah instansi kesehatan
seperti Rumah Sakit berjalan lancar. Salah satu jabatan perawat di ruang
rawat adalah perawat pelaksana. DepKes RI (1999) menyatakan bahwa
22
perawat pelaksana adalah seorang tenaga keperawatan yang diberi
wewenang untuk melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan di ruang
rawat.
2. Persyaratan
Syarat menjadi perawat pelaksana yaitu memiliki ijazah formal
keperawatan/kebidanan dari semua jenjang pendidikan yang disahkan oleh
pemerintah/yang berwenang dan sehat jasmani serta rohani (DepKes RI,
1999).
3. Tanggung Jawab
DepKes RI (1999) mengemukakan bahwa tanggung jawab perawat
pelaksana dalam menjalankan tugasnya di ruang rawat terhadap Kepala
Ruangan/Kepala Instansi adalah sebagai berikut:
a. Kebenaran dan ketepatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
standar.
b. Kebenaran dan ketepatan dalam mendokumentasikan pelaksanaan asuhan
keperawatan/kegiatan lain yang dilakukan.
4. Wewenang
Wewenang perawat pelaksana di ruang rawat dalam melaksanakan
tugasnya menurut DepKes RI (1999) adalah :
a. Meminta informasi dan petunjuk kepada atasan.
b. Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai dengan
kemampuan dan batas kewenangannya.
23
5. Uraian Tugas
DepKes RI (1999) mendeskripsikan beberapa tugas yang menjadi
kewajiban perawat pelaksana yang bertugas di ruang rawat yaitu :
a. Memellihara kebersihan ruang rawat dan lingkungannya.
b. Menerima pasien baru sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.
c. Memelihara peralatan keperawatan dan medis agar selalu dalam keadaan
siap pakai.
d. Melakukan pengkajian keperawatan dan menentukan diagnosa
keperawatan, sesuai batas kewenangannya.
e. Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan kemampuannya.
f. Melakukan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai kebutuhan dan
batas kemampuannya antara lain :
1) Melaksanakan tindakan pengobatan sesuai program pengobatan.
2) Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarganya
mengenai penyakitnya.
g. Melatih/membantu pasien untuk melakukan latihan gerak.
h. Melakukan tindakan darurat kepada pasien (antara lain panas tinggi,
kolaps, perdarahan, keracunan, henti nafas dan henti jantung) sesuai
protap yang berlaku. Selanjutnya segera melaporkan tindakan yang telah
dilakukan kepada dokter ruang rawat/dokter jaga.
i. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan sesuai batas kemampuannya.
j. Mengobservasi kondisi pasien, selanjutnya melakukan tindakan yang
tepat berdasarkan hasil observasi tersebut, sesuai batas kemampuannya.
24
k. Berperan serta dengan anggota tim kesehatan dalam membahas kasus dan
upaya meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
l. Melaksanakan tugas pagi, sore, malam dan hari libur secara bergilir sesuai
jadwal dinas.
m. Mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh kepala ruang rawat.
n. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan di bidang keperawatan,
antara lain melalui pertemuan ilmiah dan penataran atas izin/persetujuan
atasan.
o. Melaksanakan system pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang
tepat dan benar sesuai standar asuhan keperawatan.
p. Melaksanakan serah terima tugas kepada petugas pengganti secara lisan
maupun tertulis, pada saat penggantian dinas.
q. Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarganya sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan pasien mengenai :
1) Program diet
2) Pengobatan yang perlu dilanjutkan dan cara penggunaannya.
3) Pentingnya pemeriksaan ulang di rumah sakit, puskesmas atau institusi
kesehatan ini.
4) Cara hidup sehat, seperti pengaturan istirahat, makanan yang bergizi
atau bahan pengganti sesuai dengan keadaan sosial ekonomi.
r. Melatih pasien menggunakan alat bantu yang dibutuhkan, seperti :
1) Rollstoel
2) Tongkat penyangga
3) Protesa
25
s. Melatih pasien untuk melaksanakan tindakan keperawatan di rumah
misalnya :
1) Merawat luka
2) Melatih anggota gerak
t. Menyiapkan pasien yang akan pulang, meliputi menyediakan formulir
untuk penyelesaian administratif seperti surat izin pulang, surat
keterangan istirahat sakit, petunjuk diet, resep obat untuk di rumah (jika
diperlukan), surat rujukan atau pemeriksaan ulang dan lain-lain.