HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN …eprints.ums.ac.id/54567/11/02. Naskah Publikasi Karya...

17
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU ALTRUIS PADA REMAJA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun oleh : MUHAMMAD HENDRIK VIDYANTO F100110182 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

Transcript of HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN …eprints.ums.ac.id/54567/11/02. Naskah Publikasi Karya...

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU

ALTRUIS PADA REMAJA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I

pada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun oleh :

MUHAMMAD HENDRIK VIDYANTO

F100110182

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017

i

HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU

ALTRUIS PADA REMAJA

PUBLIKASI ILMIAH

Diajukan oleh :

MUHAMMAD HENDRIK VIDYANTO

F100110182

Telah di priksa dan disetujui untuk di uji oleh oleh :

Dr.Wiwien Dinar Pratisti, M.Si

ii

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak

terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis

diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,

maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

.

Surakarta, 21 April 2017

Penulis

Muhammad Hendrik Vidyanto

F100110182

1

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU

ALTRUIS PADA REMAJA

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1). Hubungan antara kecerdasan

emosi dengan perilaku altruis pada remaja 2). Tingkat perilaku altruis pada remaja

3). Tingkat kecerdasan emosi pada remaja 4). Mengetahui sumbangan efektif

kecerdasan emosi terhadap perilaku altruis pada remaja. Hipotesis yang diajukan

adalah ada hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan perilaku altruis pada

remaja. Subjek penelitian ini adalah siswa dan siswi usia 16-18 tahun di SMA

Negeri 1 Polanharjo. Teknik pengambilan sampel digunakan dalam penelitian ini

adalah cluster random sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan

satuan-satuan sampel tidak terdiri dari individu-individu melainkan dari

kelompok-kelompok individu atau cluster sebanyak 62 orang. Metode penelitian

ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan alat ukur skala psikologi. Alat

ukur yang digunakan skala perilaku altruis dan skala kecerdasan emosi. Data

dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson.

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,550

dengan sig = 0,000 < (0,01) artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan

antara kecerdasan emosi dengan perilaku altruis.Variabel kecerdasan emosi

mempunyai rerata empirik (RE) sebesar 96,00 dan rerata hipotetik (RH) sebesar

80 yang berarti kecerdasan emosi subjek penelitian tergolong sedang. Variabel

perilaku altruis memiliki rerata empirik (RE) sebesar 101,42. Rerata hipotetik

(RH) skala perilaku altruis sebesar 80 yang berarti perilaku altruis subjek

tergolong tinggi. Sumbangan efektif variabel kecerdasan emosi terhadap perilaku

altruis sebesar 30,25%. Hal ini berarti masih terdapat 60,75% faktor lain yang

mempengaruhi perilaku altruis di luar variable kecerdasan emosi

Kata kunci: Perilaku Altruis, Kecerdasan Emosi, Remaja

THE RELATION BETWEEN EMOTION INTELLIGENCE WITH THE

BEHAVIOR ALTRUIST IN ADOLESCENT

Abstract

The purpose of this research is to know: 1). The relationship between emotional

intelligence and altruistic behavior in adolescents 2). Level of altruistic behavior

in adolescents 3). Level of emotional intelligence in adolescents 4). Knowing the

effective contribution of emotional intelligence to altruistic behavior in

adolescents. The hypothesis is that there is a positive correlation between

emotional intelligence and altruist behavior. Subjects used in this research were

male and female students aged 16-18 years at high school Negeri 1 Polanharjo.

The sampling technique used in this research is cluster random sampling, the

sampling technique based on sample units is not composed of individuals but

from individual groups or clusters of 62 people. A method of this study used a

quantitative approach with a measuring instrument psychological scale. A

measuring instrument used scale altruist behavior and scale of emotion

2

intelligence.Data analyzed using correlation technique product moment of

pearson. Based on the analysis of data obtained by the correlation coefficient (r)

of 0,550 with sig = 0.000 <(0.01) means there is a significant positive relationship

between emotional intelligence and altruist behavior. Emotional intelligence

variables have the empirical mean (RE) of 96.00 and the mean hypothetical (RH)

of 80, which means the emotional intelligence research subjects classified

average. Variable altruist behavior has the empirical mean (RE) of 101.42. The

mean hypothetical (RH) altruist behavior scale of 80, which means altruistic

behavior of the subject is high. Effective contribution of emotional intelligence to

the variable altruist behavior amounted to 30.25%. This means there are 60.75%

other factors affecting the altruistic behavior outside variables emotional

intelligence

Keywords: Altruistic Behavior, Emotional Intelligence, adolescent

1. Pendahuluan

Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong,

sangat ironis jika realitas yang terjadi menunjukan hal yang sebaliknya, perilaku

individu jauh dari nilai-nilai reflektif budaya. Nilai-nilai dasar dalam masyarakat

seperti sifat dan perilaku sopan santun, kebersamaan, gotong royong, dan tolong

menolong seiring dengan berkembangnya jaman mulai luntur dan bahkan telah

diabaikan oleh sebagian masyarakat terutama kalangan remaja. Sekolah

merupakan sarana mengenyam pendidikan dalam meningkatkan kehidupan yang

lebih baik. Sekolah Menengah Atas rata-rata di tempati oleh siswa dengan rentang

umur 15-18 tahun dan bisa dikatakan usia remaja. Pada masa remaja inilah terjadi

peralihan antara masa anak-anak menuju masa dewasa dan terdapat perubahan-

perubahan yang muncul dimana perubahan tersebut meliputi perubahan pada

aspek fisik, kognitif dan psikososial (Papalia & Feldman, 2013)

Salah satu tugas perkembangan remaja yang diungkapkan oleh Havighurst

(dalam Agustiani, 2009) menuntut individu untuk dapat mencapai tingkah laku

sosial yang bertanggung jawab. Individu remaja diharapkan untuk belajar

berpartisipasi sebagai individu dewasa yang bertanggung jawab dalam kehidupan

masyarakat dan mampu menjunjung nilai-nilai masyarakat dalam bertingkah laku.

Berikut adalah beberapa contoh fenomena yang ada pada remaja pada akhir-akhir

ini yaitu seperti dilansir oleh aqlislamiccenter.com Jakarta pada 18 Juli 2014 lalu.

Penggalangan dana yang dilakukan siswa-siswi MTsN 32, Jakarta Selatan untuk

3

memberikan bantuan dana dan terkumpul sebesar Rp. 16.516.000,- dalam rangka

kepedulian terhadap Gaza lewat Spirit of Aqsa (SoA), sebuah unit lembaga AQL

(Ar-Rahmān Quranic Learning Center) yang memfokuskan pada penyaluran

bantuan untuk masyarakat Palestina. Selanjutnya pada bulan mei tahun 2016 yang

dilakukan oleh Anak anak SMA Negeri 3 Yogyakarta, yang merayakan

kemenangan dan kelulusan UN tahun 2016 Sebagai bentuk wujud syukur. Siswa

SMAN 3 rayakan kelulusan dengan membagikan nasi bungkus kepada masyarakat

sekitar SMAN 3 Yogyakarta. Tradisi ini sudah berjalan selama bertahun-tahun.

Tanpa adanya Konvoi & tanpa corat-coret". (tersatu.com 05 - 9 - 2016)

Fenomena di atas merupakan salah satu contoh bahwa remaja ikut

berpartisipasi terhadap sesama dalam hal tolong menolong atau dalam istilah

psikologi disebut dengan perilaku prososial. Perilaku prososial mencakup

tindakan: sharing (membagi), kerjasama, menyumbang, menolong, kejujuran,

kedermawanan, serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain

(Dayakisni & Hudaniyah, 2009) Perilaku prososial itu sendiri dimotivasi oleh

altruisme. Altruisme yaitu minat yang tidak mementingkan diri sendiri untuk

menolong orang lain. Walaupun remaja sering kali digambarkan sebagai

seseorang yang egosentris dan egois atau mementingkan diri sendiri, tingkah laku

altruisme pada remaja juga terhitung cukup banyak. Timbal balik dan pertukaran

juga merupakan bagian dari altruisme Brown (dalam Santrock, 2003).

Sehubungan dengan hal itu ada beberapa fakta yang kurang mendukung

terhadap perilaku-perilaku menolong yang seharusnya ada pada remaja yaitu.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu murid sekolah SMA N 1

Polanharjo kelas XII ketika berada di dalam kelas mereka kurang begitu akrab dan

kurang saling mengenal satu sama lain dengan baik. Di kelas para siswa juga

membentuk kelompok masing-masing tak jarang mereka merasa kurang begitu

peduli dengan satu sama lainya sehingga mereka merasa lebih asik bergaul dengan

kelompok/grobolanya masing-masing. Padahal hubungan pertemanan merupakan

salah satu faktor yang menunjang perilaku altruism. Hasil wawancara dengan

salah satu anak kelas XI menunjukan bahwa di antara mereka jarang sekali ikut

berkumpul bersama dengan anak- anak kelas lain atau dengan jurusan yang lainya

4

di lihat dari hasil wawancara tersebut siswa di sini kurang adanya hubungan yang

baik di antara para siswa dan juga kurangnya keakraban sehingga terkadang

mereka tidak terlalu peduli.

Hasil dari wawancara dengan salah satu guru BK ( kesiswaan ) di

dapatkan informasi bahwa anak–anak di sekolah SMA N 1 Polanharjo ini

memang tidak semua bersikap individual tetapi hanya sebagian saja. Anak di

didik untuk selalu menciptakan suasanan damai dan juga saling tolong menolong

meskipun ada sebagian anak yang berkelahi itu wajar karena masih anak remaja

yang susah diatur dan labil. Di sini juga ada kegiatan ekstra kulikuler agar para

murid dapat saling membantu kompak dan tolong menolong seperti pramuka,

PMI dan lain - lain tandasnya. Menurut Diastuti (dalam Dazeva & Tarmidi, 2012)

kegiatan ekstrakurikuler dapat mencegah siswa melakukan tindakan yang

menjurus kepada hal-hal yang negatif.

Pada salah satu aspek perilaku altruisme adalah. Empati, yaitu

kemampuan merasakan, memahami dan peduli. Tetapi beberapa fakta tersebut

adalah bukti bahwa remaja pada sekarang mengalami rendahnya perilaku

altruisme karena tidak terlihat salah satu aspek perilaku altruisme di dalamnya.

Penting sekali bahwa remaja saat ini memiliki perilaku altruis karena salah satu

tugas perkembangan remaja adalah di tuntut untuk dapat mencapai tingkah laku

sosial yang bertanggung jawab. Namun pada kenyataanya banyak remaja yang

kurang peduli terhadap lingkunganya dalam sosial bermasayarakat maupun di

lingkungan sekolah. Hilangnya perilaku altruis pada remaja di sebabkan oleh

rendahnya kecerdasan emosi pada remaja saat ini.

Istilah altruisme (altruism) kadang-kadang digunakan secara bergantian

dengan tingkah laku prososial. Tetapi altruisme yang sejati adalah kepedulian

yang tidak mementingkan diri sendiri melainkan untuk kebaikan orang lain

(Baron dan Byrne, 2005). Ciri-ciri orang yang mempunyai altruis yaitu adanya

empati, yaitu kemampuan merasakan, memahami dan peduli terhadap perasaan

yang dialami orang lain, Sukarela yaitu tidak ada keinginan untuk mendapatkan

imbalan, Keinginan untuk memberi bantuan kepada orang lain yang

5

membutuhkan meskipun tidak ada orang yang mengetahui bantuan yang telah

diberikannya.

Myers (Sarwono & Meinarno, 2012) mengungkapkan faktor dari dalam

diri yang mempengaruhi perilaku altruis yaitu suasana hati, sifat, jenis kelamin,

dan tempat tinggal. Baron dan Byrne (2005) juga mengungkapkan salah satu

faktor disposisional yang menyusun kepribadian altruis adalah empati. Goleman

(Sabiq & Djalali, 2012) mengatakan bahwa faktor empati merupakan kemampuan

untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain, yang merupakan

aspek dari kecerdasan emosi.

Selain faktor-faktor yang sudah disebutkan diatas, kecerdasan emosi juga

merupakan salah satu faktor yang memediasi terjadinya perilaku altruisme

(Zeidner dalam Nadhim, 2013). Menurut Baron (Sarwono & Meinarno, 2012)

emosi seseorang dapat mempengaruhi kecenderungan untuk menolong,

menurutnya emosi positif secara umum meningkatkan tingkah laku menolong.

Dari beberapa komponen latar belakang tersebut (empati, kemampuan mengenali

emosi diri sendiri, dan mengelola emosi) jadi ada kaitan antara kecerdasan emosi

dengan perilaku altruis yaitu bahwa kecerdasan emosi dapat mempengaruhi

seseorang dalam melakukan tindakan menolong.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jayanti (2015) menunjukan

adanya hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan perilaku altruistik pada

siswa - siswi pramuka dan juga kecerdasan emosi memberikan sumbangan

terhadap perilaku altruis sebesar 47% sedangkan 53% di pengaruhi faktor-faktor

lain. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustin (Andromeda, 2014)

menjelaskan bahwa kemampuan berempati memberikan sumbangan terhadap

perilaku altruisme sebesar 47% sedangkan sisanya sebesar 53% dipengaruhi

faktor-faktor lain seperti: suasana hati, meyakini keadilan dunia, dan faktor

sosiobiologis. Kecerdasan emosi menentukan potensi individu untuk mempelajari

keterampilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsurnya:

kesadaran diri, motivasi, pengaturan diri, empati, dan kecakapan dalam membina

hubungan dengan orang lain (Goleman, 2001).

6

Goleman (2009) menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki

kecerdasan emosi adalah dapat mengenali emosi orang lain, yaitu kemampuan ini

disebut empati, yakni kemampuan yang bergantung pada kesadaran diri emosional

kemampuan ini merupakan ketrampilan dasar dalam bersosial. Orang yang

memiliki kecerdasan emosi yang tinggi lebih mampu menangkap sinyal-sinyal

sosial tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan orang atau

dikehendaki orang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Carmeli (2003)

menunjukkan adanya hubungan positif kecerdasan emosional dengan perilaku

altruistik pada manajer senior (dalam Shadiqi, 2013). Pendapat Batson (Shabiq &

Djalali, 2012) bahwa berdasarkan beberapa penelitian mengenai perilaku

prososial, menemukan adanya hubungan erat antara perilaku menolong dan

kecerdasan emosional, khususnya empati. Berdasarkan Penelitian yang dilakukan

oleh Chin (2011) mengungkapkan bahwa altruisme memiliki hubungan yang

positif dan signifikan dengan kecerdasan emosional

Arbadiati (2007) berpendapat bahwa individu yang memiliki kecerdasan

emosi memiliki kemampuan dalam merasakan emosi secara tepat sehingga

memberikan kemudahan dalam menjalani kehidupan sebagai makhluk sosial.

Berdasarkan uraian di atas dapat diajukan rumusan masalah, yaitu “apakah ada

hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku altruis pada remaja ?”

Hipotesis penelitian ini yaitu “Ada hubungan positif antara kecerdasan

emosi dengan perilaku altruis” artinya semakin tinggi kecerdasan emosi maka

perilaku altruis akan semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi

maka perilaku altruis juga akan semakin rendah.

2. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan di SMA N 1 Polanharjo populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh siswa-siswi SMA N 1 Polanharjo yang berjumlah 600 siswa

sampel yang digunakan berjumlah 62 subjek.Teknik pengambilan sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cluster random sampling yaitu

teknik pengambilan sampel berdasarkan satuan-satuan sampel tidak terdiri dari

individu-individu melainkan dari kelompok-kelompok individu atau cluster

7

(Hadi, 2002), dimana dalam pengambilan subjek didasarkan usia 16-18 tahun,

yang masih aktif sekolah di SMA N 1 Polanharjo. Sampel yang digunakan

berjumlah 62 subjek laki-laki dan perempuan.

Tabel 1. Distribusi karasteristik subjek menurut jenis kelamin

Kelas Jenis kelamin Jumlah Prosentase

XI IPA 2 Laki-laki 7 11.30%

Perempuan 14 22,58%

XI IPA 3 Laki-laki 7 11,30%

Perempuan 13 20,96%

XI IPA 4 Laki-laki 8 12,90%

Perempuan 13 20,96%

Total 62 100%

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala pengukuran

psikologi. Ada dua skala yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu skala

kecerdasan emosi disusun berdasarkan aspek Goleman (2009) dan skala perilaku

altruis disusun berdasarkan aspek Myers dan Samphson (Garliah dan Wulandari,

2003). Sebelum data digunakan untuk pengukuran, terlebih dahulu dilakukan uji

validitas dengan meminta 3 dosen dari Fakultas Psikologi Universitas

Muhammadiyah Surakarta sebagai rater. Pada skala kecerdasan emosi dari 38

aitem diujikan maka diperoleh 32 aitem yang valid, sedangkan skala perilaku

altruis dari 36 aitem yang diujikan diperoleh 32 aitem yang valid.

Penelitian ini menggunakan try out terpisah sehingga pengambilan data

dilakukan dua kali. Pengambilan data pertama digunakan untuk menguji reabilitas

skala, sedangkan pengambilan data yang kedua untuk menguji hipotesis.

Pengujian reliabilitas dengan rumus Alpha Cronbach. Dari hasil pengujian

reliabilitas kecerdasan emosi diperoleh angka 0,772 sedangkan hasil reliabilitas

dari perilaku altruis diperoleh angka 0,751 Pengambilan data dilakukan pada

tanggal 19 januari 2017 sampai dengan 20 januari 2017 dengan membagikan skala

penelitian kepada 62 subjek secara langsung. Dari total keseluruhan skala yang

dibagikan terkumpul kembali dan memenuhi syarat untuk dilakukan scoring dan

8

dianalisi. Pemberian score atau penilaian didasarkan jawaban subjek dan

memperhatikan aitem yaitu favourable dan unfavourable yang bergerak dari

angka 1 sampai 4.

Teknik analisis data yang digunakan dengan korelasi product moment

Pearson yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi

dengan perilaku altruis pada remaja.

3. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data uji Product Moment diperoleh nilai

koefisien korelasi r sebesar 0,550 dan sig. (1-tailed) = 0,000; p<0,01. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan positif yang sangat signifikan

antara kecerdasan emosi dengan perilaku altruis. Dengan demikian semakin tinggi

kecerdasan emosi maka akan semakin tinggi perilaku altruis pada siswa - siswi

SMA N 1 Polanharjo, sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi maka akan

rendah perilaku alruistik pada siswa - siswi SMA N 1 Polanharjo. Berdasarkan

teori yang dikemukakan oleh Abraham (dalam Chin, 2011) kecerdasan emosi

dapat meningkatkan perilaku altruis individu. Menurut Arbadiati (2007) bahwa

individu yang memiliki kecerdasan emosi memiliki kemampuan dalam merasakan

emosi, mengelola dan memanfaatkan emosi secara tepat sehingga memberikan

kemudahan dalam menjalani kehidupan sebagai makhluk sosial (dalam Sabiq &

Djalali, 2012).

Menurut Zeidner, (Nadhim, 2013) bahwa kecerdasan emosional

merupakan salah satu faktor yang dapat memediasi terjadinya perilaku altruisme.

Menurut Batson, (Sabiq & Djalali, 2012) berdasarkan beberapa penelitian

mengenai perilaku prososial, menemukan adanya hubungan erat antara perilaku

menolong dengan kecerdasan emosional khususnya empati. Artinya, orang yang

empatinya lebih tinggi cenderung mudah menolong orang lain. Sebaliknya, orang

yang empatinya lebih rendah, lebih sedikit kemungkinannya menolong orang lain.

Kecerdasan emosi menentukan potensi kita untuk mempelajari ketrampilan-

keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsurnya: kesadaran diri,

9

motivasi, pengaturan diri, empati, dan kecakapan dalam membina hubungan

dengan orang lain (Goleman, 2001).

Pada kategorisasi variabel kecerdasan emosi diketahui bahwa kecerdasan

emosi memiliki rerata empirik (RE) sebesar 96,00 dan rerata hipotetik (RH)

sebesar 80 dengan rincian, subjek yang berada di kategori sangat rendah sebesar

0%, siswa yang termasuk kategori rendah sebesar 0%, siswa dalam kategori

sedang sebesar 67,75% (42 siswa ), sedangkan untuk kategori tinggi sebesar

25,80% (16 siswa), dan siswa yang kecerdasan emosinya berada di kategori

sangat tinggi sebesar 6,45% (4 siswa). Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa kecerdasan emosi siswa sebagian besar termasuk dalam kategori sedang.

Kecerdasan emosi berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental

yaitu dari lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan. Dalam faktor

kecerdasan emosi, faktor pendidikan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kecerdasan emosi. SMAN 1 Polanharjo merupakan sebuah

lembaga pendidikan, menurut Shapiro (Indriani, 2007) pendidikan merupakan

wahana dalam mengenali bentuk emosi dalam diri individu dan lingkungan sekitar

Pada kategorisasi variabel skala perilaku altruis diketahui bahwa variabel

perilaku altruis mempunyai rerata empirik (RE) sebesar 101,42 dan rerata

hipotetik (RH) sebesar 80 dengan rincian, subjek yang berada dikategori sangat

rendah tidak ada (0%), siswa yang termasuk kategori rendah sebesar 0%, siswa

dalam kategori sedang sebesar 35,49% (22 siswa), sedangkan untuk kategori

tinggi sebesar 50% (31 siswa), dan siswa yang perilaku altruisnya berada di

kategori sangat tinggi sebesar 14,51% (9 siswa). Berdasarkan hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa perilaku altruis siswa sebagian besar termasuk

dalam kategori tinggi. Faktor lingkungan dan ada model akan berpengaruh pada

perilaku seseorang dalam bertindak (Sarwono & Meinarno, 2012).

Berdasarkan hasil analisis yang menunjukkan bahwa variabel kecerdasan

emosi memberikan sumbangan efektif sebesar 30,25 % yang di tunjukkan oleh R

Square sebesar 0,550 terhadap variabel perilaku altruis. Hal ini menunjukkan

bahwa kecerdasan emosi mempengaruhi perilaku altruis sebesar 30,25% sehingga

terdapat 60,75 % faktor lain yang mempengaruhi perilaku altruis di SMAN 1

10

Polanharjo selain variabel kecerdasan emosi. Faktor lain yang mempengaruhi

perilaku altruis selain kecerdasan emosi yang diantaranya yaitu faktor dalam diri

seperti kepribadian/sifat, empati, mood dan jenis kelamin. Sedangkan faktor dari

luar seperti adanya norma-norma, dan situasi atau keadaan sekitar

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan

emosi memberikan kontribusi terhadap perilaku altruis sehingga dapat dijadikan

tolak ukur dalam perilaku altruis, meskipun masih ada faktor lain yang

mempengaruhi perilaku altruis selain variabel kecerdasan emosional. Pada

penelitian ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya seperti subjek penelitian

untuk jumlah sampel masih tergolong sedikit sehingga penelitian selanjutnya

dapat menambah jumlah sampel agar mendapat hasil yang optimal dan juga

kurang adanya generalisasi pada subjek penelitian ini karena peneliti hanya

menggunakan sampel satu kelas ( XI), untuk penelitian selanjutnya hendaknya

menggunakan sampel kelas yang variatif untuk mendapatkan generalisasi yang

baik dan hasil optimal. Kemudian suasana ruangan yang kurang kondusif karena

pada saat penelitian terjadi hujan yang deras dan angin, sehingga dalam mengisi

angket mungkin kurang optimal.

4. Penutup

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, analisis data yang sudah

diperoleh dan hasil pembahasan yang sudah diuraikan, maka dapat

disimpulkan bahwa :

1) Terdapat hubungan positif sangat signifikan antara kecerdasan emosi

dengan perilaku altruis. Hal ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosi

maka semakin tinggi pula perilaku altruis, sebaliknya semakin rendah

kecerdasan emosi maka semakin rendah perilaku altruis. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai r = 0,550 p = 0,000 (p < 0,01).

2) Tingkat kecerdasan emosi siswa-siswi di SMA N 1 Polanharjo masuk

dalam kategori sedang. Rerata empirik untuk kecerdasan emosi 96,00.

Rerata hipotetik untuk skala kecerdasan emosi sebesar 80.

11

3) Tingkat perilaku altruis siswa-siswi di SMA N 1 Polanharjo masuk dalam

kategori tinggi. Rerata empirik untk perilaku altruis sebesar 101,42. Rerata

hipotetik skala perilaku altruis sebesar 80.

4) Sumbangan efektif kecerdasan emosional terhadap perilaku altruis adalah

30,25 % yang berarti masih ada 60,75 % faktor lain yang mempengaruhi

perilaku altruis selain faktor kecerdasan emosi

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

diajukan beberapa saran yaitu :

1) Bagi pihak sekolah diharapkan mampu melatih siswa untuk meningkatkan

kecerdasan emosi dan perilaku altruisnya dengan cara menciptakan

lingkungan sekolah yang mendukung untuk mengembangkan kemampuan

atau ketrampilan siswa seperti menyediakan berbagai sarana dan prasarana

yang menunjang proses perkembangan dalam bidang akademis maupun

non akademis misalnya bakti sosial, donor darah dan kegiatan sosial

lainya.

2) Bagi para guru diharapkan dapat terus memantau dan juga mendorong

siswa-siswinya untuk lebih mengasah kemampuan kecerdasan emosinya

melalui kegiatan-kegiatan yang lebih positif baik di dalam lingkungan

sekolah maupun kegiatan di luar lingkung sekolah misalnya membuat

penugasan secara berkelompok.

3) Bagi siswa yang kecerdasan emosinya dalam kategori sedang atau tinggi

diharapkan dapat mempertahankan kecerdasan emosinya dengan cara

mengenali kemampuan diri sendiri agar dapat meningkatkan kemampuan

yang ada. Salahsatunya dengan cara mengikuti pelatihan-pelatihan yang

bersifat akademis maupun non akademis yang ada di sekolah seperti

kegiatan ekstrakulikuler sesuai dengan bakatnya sehingga dapat membantu

mempertahankan kecerdasan emosinya

4) Saran bagi penelitian selanjutnya yang tertarik mengangkat tema yang

sama, agar memperoleh hasil penelitian yang lebih optimal. Peneliti dapat

menambahkan variabel lain yang mendukung perilaku altruis, menambah

12

jumlah subjek penelitian dan mengembangkan teori-teori yang ada serta

dapat menggunakan metode penelitian lain.

Daftar Pustaka

Abraham, C. & Shanley, E. (1997). Psikologi Sosial untuk Perawat (Penerjemah:

Leoni Sally Maitimu). Jakarta: EGC

Agustiani, H. (2009). Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya

dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja. Bandung : PT

Refika Editama

Arbadiati, C.W. & Kurniati,T. (2007). Hubungan antara Kecerdasan Emosional

dengan Kecenderungan Problem Focused Coping pada Sales. Pesat, 2(2),

24-27

Andromeda, S. (2014). Hubungan antara Empati dengan Perilaku Altruisme pada

Karang Taruna Desa Pekang. Skripsi. Surakarta: Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Baron, R. A. & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial. Edisi Kesepuluh (Penerjemah:

Ratna Djuwita). Jakarta: Erlangga

Chin, Susan T.E., Anantharaman R.N. & Tong, David Y.K. (2011). Analysis of

the Level of Emotional Intelligence among Executives in Small and

Medium Sized Enterprises. Journal of Human Resources Management

Research. Malaysia: Multimedia University, 2, (2011), 2-7

Dayakisni, T dan Hudaniah. (2009). Psikologi Sosial. Malang. UMM Press

Dazeva, V. & Tarmidi. (2012). Perbedaan Kecerdasan Emosional Siswa ditinjau

dari Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler. Psikologia-online, 7(2), 81-92

Garliah, L. & Wulandari, B. (2003). Hubungan Antara Religiusitas dengan

Altruisme pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Beragama

Islam. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 1(2) 115-127.

Goleman, D.(2009). Kecerdasan Emosional : Mengapa EI lebih penting daripada

IQ (Penerjemah: Hermaya, T). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Hadi, S. (2002). Statistik Jilid 2. Edisi Kelimabelas. Yogyakarta: Andi Offset.

http://aqlislamiccenter.com/2014/08/06/siswa-madrasah-peduli-palestina,

(Diakses pada tanggal 27 september 2016)

13

http://www.tersatu.com/2016/05/harus-di-contoh-sman-3-yogyakarta-merayakan-

kelulusan-un-2016-dengan-membagikan-makanan.html, (Diakses pada tanggal 25

september 2016)

Indriyani, Y. (2007). Hubungan antara kecerdasan emosi dengan kemampuan

memecahkan masalah pada sisawa kelas II SMU Piri I Yogyakarta.

Skripsi. Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Puspitasari, J.(2015). Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Perilaku

Altruistik Pada Siswa Siswi Anggota Pramuka. Skripsi. Surakarta:

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Nadhim, M.S. (2013). Hubungan Kecerdasan Emosional dan Perilaku Altruis

pada remaja. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Sosial Humaniora UIN

Sunan Kalijaga

Papalia, D., Olds, S., & Feldman., R. (2013). Human Development Perkembangan

Manusia. (ed. 10). Jakarta: Salemba Humanika

Sabiq, Z. & Djalali, M. A. (2012). Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Spiritual &

Perilaku Prososial Pondok Pesantren Nasyrul Ulum Pamekasan. Persona

Jurnal Psikologi Indonesia, 1(2), 53-65

Shadiqi, A. (2013). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan

Perilaku Pro-Lingkungan serta Perbedaannya Berdasarkan Jenis Kelamin.

Jurnal Ecopsy, 1(1), 1. Kalimantan Selatan: Universitas Lambung

Mangkurat.

Sarwono, S.W. & Meinarno, E, A.. (2012). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba

Humanika

Taufik. (2012). EMPATI Pendekatan Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Pers