HSE Excellent Safety Behaviour

6

Click here to load reader

description

b

Transcript of HSE Excellent Safety Behaviour

Page 1: HSE Excellent Safety Behaviour

Excellent Safety Behaviour halaman 1 dari 6

Excellent Safety Behavior Reducing Cause of Accident Significantly”

Safety Behavior adalah perilaku keselamatan manusia di area kerja dalam

mengidentifikasi bahaya serta menilai potensi resiko yang timbul hingga bisa diterima dalam melakukan pekerjaan yang berinteraksi dengan aktivitas, produk dan jasa yang dilakukannya.

Dalam mengelola perilaku keselamatan pada tahap dimana seseorang mampu menetapkan pengendalian resiko terkait aktivitasnya merupakan perilaku keselamatan unggul yang diharapkan dalam suatu perusahaan.

Seperti kita ketahui bahwa penyebab kecelakaan terbesar adalah “Human Error” hingga pada skala lebih dari 80%. Penyebab langsung (Direct Cause) sebagai penyebab utama berasal dari “Unsafe Act” (Tindakan tidak aman) serta “Unsafe Condition” (Kondisi tidak aman). Artinya tingkat kelalaian, kecerobohan dan sejenisnya sangat dominan. Namun, dalam sistem manajemen keselamatan kesehatan kerja yang dikembangkan dan diterapkan di perusahatan mempersyaratkan bahwa setiap kejadian atau kecelakaan yang ditimbulkan oleh kesalahan manusia (Human Error) tidak diperkenankan menyalahkan manusia. Artinya dalam melakukan investigasi kejadian atau kecelakan, sudut pandang safety management mengatakan bahwa data, bukti, informasi yang dijadikan bahan pertimbangan akan menyimpulkan sebagai penyebab dasar adalah “Lack of System” (kekurangan standar sistem yang diterapkan). Laporan objektif hasil investigasi akan dijadikan bahan untuk mengevaluasi sistem manajemen yang ada, serta wajib melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan untuk mencegah kejadian atau kecelakan terulang kembali dengan menetapkan standar sistem keselamatan yang proporsional.

Sedikit dibedakan antara sudut pandang investigasi dari sisi “Security

Management” dan “Safety Management”. Security Management yang biasanya dilakukan oleh pihak kepolisian dalam melakukan investigasi kejadian atau kecelakaan akan menyimpulkan bahwa penyebab dasar adalah manusia dengan data, fakta, informasi yang diperoleh untuk mendapatkan objek “Korban-Saksi-Tersangka”. Sedangkan Safety Management tidak mengedepankan hal ini, karena bila hal ini juga menjadi paradigma dalam menerapkan safety management, maka sumber masalah tidak akan diatasi dengan baik dan perbaikan sistem tidak akan optimal. Konsekuensinya bahwa kejadian serupa bisa terulang kembali pada orang yang berbeda dengan kasus yang sama.

Perusahaan menilai begitu pelik dalam mengatasi fenomena ini. Satu pihak penyebab utama kejadian atau kecelakan adalah “Human Error”, dilain pihak tidak diperkenankan memberikan kesimpulan penyebab kejadian atau kecelakan adalah manusia.

Dari pengalaman penulis di industri, banyak ditemui akar masalah yang menjadi bumerang adalah manusia atau pekerja. Banyak faktor yang mengakibatkan pekerja berperilaku tidak aman dan menciptakan kondisi tidak aman di area kerja. Mengapa hal ini terjadi ? Sudah banyak sistem manajemen yang diterapkan di perusahaan, namun masih tinggi juga tingkat kecelakaan ? Kajian penulis akan menyampaikan salah satu unsur penting yang harus diperhatikan oleh berbagai kalangan yaitu “Safety Behavior” (Perilaku Keselamatan).

Page 2: HSE Excellent Safety Behaviour

Excellent Safety Behaviour halaman 2 dari 6

Safety Behavior (Perilaku Keselamatan) ternyata memegang peranan penting

dalam upaya mendorong manusia melakukan kesalahan, keteledoran, kecerobohan dan sejenisnya yang secara langsung atau tidak langsung berpotensi menciptakan ”Unsafe Act” dan “Unsafe Condition” di area kerja maupun di lingkungan sekitar kita.

Pada dasarnya “Safety Behavior” dibagi dalam dua kategori yaitu “Positive Safety Behavior” dan “Negative Safety Behavior”. Bila kita mampu mengelola “Positive Safety Behavior” maka output yang diharapkan terbentuk adalah “Excellent Safety Behavior” (Perilaku Keselamatan Unggul), sedangkan bila kita tidak mampu mengelola perilaku keselamatan ini, maka output yang keluar adalah “Negative Safety Behavior”.

Dari pengalaman penulis dalam mengamati perilaku keselamatan pekerja di area kerja, fakta membuktikan bahwa tidak lebih dari 15% dari keseluruhan pekerja dalam suatu perusahaan mampu mengelola ”Positive Safety Behavior” dengan proporsional. Sebagian besar memunculkan aura “Negative Safety Behavior” yang sangat signifikan.

Beberapa manajemen perusahaan mengaku bahwa mereka menerapkan “reward & punishment” yang ketat. Hal ini sangat efektif dalam menerapkan sistem yang ada, menurut meraka. Namun, dengan begitu ketatnya metoda yang diterapkan agar semua orang mematuhi standar yang ada, masih juga bom waktu terjadianya kecelakaan atau kejadian yang tidak diinginkan akhirnya pecah juga. Investasi yang dikeluarkan untuk memulihkan korban dan infrastruktur yang rusak bahkan kadangkala kerugian infratsruktur tidak di ”cover” pihak asuransi begitu besarnya. Produktivitas terganggu, konsentrasi untuk selalu fokus pada customer terpecah dan sanksi bisnis yang ditimbulkan oleh pihak customer kita terkadang sangat signifikan hingga mempersyaratkan untuk mengkaji kembali standar sistem yang ada. Banyak ”Potential Losses” yang ditimbulkan. Penyebab Dasar Kecelakaan Kerja

Safety Awareness (kepedulian keselamatan) yang kita bahas kali ini mengkaji bagaimana kita mengelola ”Positive Safety Behavior” yang baik dan tepat.

Pada dasarnya kejadian atau kecelakan yang sebagian besar diakibatkan oleh ”Human Error” yang berasal dari kelalaian, kecerobohan, keteledoran dan sejenisnya yang timbul pada seorang pekerja diakibatkan oleh kemampuan pekerja tersebut dalam mengelola fisik dan mental bersangkutan untuk menangani pekerjaan mereka di area kerja. Manusia sangat didominasi oleh faktor kelelahan (Fatigue) bila melampaui batas toleransi yang bisa diterima oleh seorang pekerja.

Idealnya seorang pekerja akan melakukan pekerjaan dengan baik selama 8 jam kerja terus menerus. Penambahan 1 (satu) jam kerja akan mengurangi tingkat kewaspadaan hingga 5-10% Maksimal 15%. Jadi bila seorang pekerja menambah jam kerja selama 4 (empat) jam setelah jam kerja normal (lembur) maka tingkat kewaspadaan berkurang hingga 60%. Hilangnya tingkat kewaspadaan yang lebih besar dari 50% berpotensi pada pekerja bersangkutan untuk kehilangan konsentrasi. Fatigue Point (Titik Kelelahan) maksimal yang sangat perlu diwaspadai adalah 85% kewaspadaan berkurang. Artinya yang bersangkutan hanya mempunyai konsentrasi untuk bertahan (Survive Working Time). Fatigue Point ini adalah penyebab utama ”Human Black Out” (Kehilangan kesadaran hingga tingkat menuju tidur pulas/pingsan). Akibatnya adalah Incident atau Accident.

Page 3: HSE Excellent Safety Behaviour

Excellent Safety Behaviour halaman 3 dari 6

Manusia mempunyai keterbatasan dalam menerima suatu beban. Beban ini bisa bervariasi baik beban internal maupun beban eksternal. Fenomena timbulnya kecelakaan diakibatkan oleh daya beban seseorang melampaui batas beban dirinya. Beban ini akan menyebabkan seseorang mengalami kelelahan, dan kelelahan yang muncul adalah kekelahan yang tidak terkendali. Kategori kelelahan (Fatigue) dibagai dua yaitu :

1. Psychological Fatigue (Kelelahan Psikologis) 2. Physical Fatigue (Kelelahan Fisik)

Psychological Fatigue (Kelelahan secara psikologis) menjadi salah satu

faktor dalam menimbulkan kelelahan yang tidak terkendali (Uncontrolle Fatigue). Seorang Project Manager di suatu proyek konstruksi dan instalasi pabrik industri akan mendapatkan hak cuti tahunan selama dua minggu (Off Duty). Di hari akhir kepulangannya, beliau sangat ceria dan begitu bersemangat dalam menyelesaikan pekerjaan terakhirnya yang akan digantikan oleh pejabat lain. Hari itu beliau tidak menggunakan pakaian kerja proyek, karena sore harinya merupakan jadwal perjalanannya menuju kota transit untuk terbang ke daerah asalnya. Disamping tidak menggunakan pakaian kerja proyek, beliau pun sudah mengemasi perlengkapan pelindung diri milik pribadinya dalam locker ruangannya. Satu jam sebelum penjemputan, beliau keluar kantor untuk berpamitan dengan rekan rekan kerja di lapangan tanpa menggunakan alat pelindung diri satupun. Respon rekan rekan kerja memberikan ucapan selamat berlibur dan sampai berjumpa di dua minggu berikutnya. Saat melewati bagian kontruksi tower, dimana supervisor konstruksi sedang mengawasi pekerjaan pemasangan bordes disisi tower dengan ketinggian 50 meter akan diberi ucapan perpisahan, tiba tiba terpercik darah segar yang berasal dari project manager yang berjarak 1 (satu) meter dengan supervisor tersebut. Dan rubuhlah sang manager dipangkuan bawahannya dengan mengeluarkan darah segar yang keluar dari kepalanya. Apa yang terjadi ?, sebuah baut yang jatuh dari ketinggian 50 meter berasal dari pekerja pemasangan bordes diatas tower. Hanya sebuah baut seberat 0,1 kg mampu membunuh seorang manajer konstruksi yang begitu berpengalaman dan mempunyai jam terbang cukup tinggi.Ketinggian 50 meter menyebabkan baut itu mempunyai 0,1 kg x 9,8m/det2 x 50 m percepatan yang dihasilkan yaitu 50 kg.m2/det2. Faktor psikologis yang terjadi adalah manajer tersebut ternyata baru bisa cuti setelah menangani proyek selama delapan bulan terus menerus tanpa cuti, mengingat target yang ditetapkan pemilik perusahaan begitu tinggi dengan tidak ada waktu tunda yang terjadi. Ketegangan yang selama ini terjadi membuahkan kelelahan secara psikologis akibat tekanan dari berbagai pihak termasuk kesempatan bertemu keluarga yang selama ini hanya melalui telepon. Akumulasi kelelahan selama delapan bulan mencapai klimaknya dengan diberikannya ijin cuti oleh pimpinan pusat mengingat target yang dibebankan sesuai rencana. Namun, akumulasi kelelahan ini membuat yang bersangkutan mengabaikan semua standar ketentuan keselamatan yang selama ini dia dengungkan ke semua karyawan tentang pentingnya keselamatan sebagai prioritas utama di hari terakhirnya. Tindakan spontan dan sama sekali tidak berniat untuk melanggar standar keselamatan tentunya. Namun nasib berkata lain, seandainya beliau selalu memperhatikan Safety Warning Sign bahwa ada pekerjaan di ketinggian, menggunakan APD yang dipersyaratkan, standar keselamatan Safety Net yang terpasang mempunyai ukuran jaring yang lebih kecil dari baut dan sebagainya,

Page 4: HSE Excellent Safety Behaviour

Excellent Safety Behaviour halaman 4 dari 6

maka hal ini bisa dihindari. Satu contoh bahwa akumulasi kelelahan (Fatigue Point) akan selalu muncul pada kondisi dimana seseorang melampuai daya beban dirinya. Banyak sekali contoh kejadian yang disebabkan oleh kelelahan psikologis (Psychological Fatigue) seperti beban rumah tangga yang berat, terlilit utang rumah tangga, atasan yang arogan, tekanan target kerja yang tinggi, tekanan lainnya maupun lingkungan sekitar. Physical Fatigue adalah kelelahan yang diakibatkan oleh beban kerja berlebihan melampaui daya beban dirinya sehingga menyebabkan daya tahan tubuh menurun dengan kecenderungan tidak mampu melakukan aktivitas fisik pada keadaan normal. Kelelahan fisik juga banyak berperan dalam mengakibatkan kecelakaan diantaranya kecelakaan transportasi kendaraan angkutan umum barang maupun penumpang yang sering terjadi di jalan tol akibat pengendara mengantuk setelah perjalanan panjang di malam hari kemudian di pagi ataupun siang hari masih melanjutkan perjalanan menuju tempat tujuan tanpa istirahat.

Fatique Range berkisar antara jam ke-13 hingga jam ke-23 tergantung kalori yang ada dalam diri manusia. Bila seseorang mengkonsumsi makanan dengan kalori normal maka rentan kisaran fatique point tergantung daya tahan bersangkutan.

Membentuk ”Positive Safety Behavior”

”Positive Safety Behavior” adalah ”Inner Beauty” dalam keselamatan yang memancarkan energi positif. Energi positif yang dipancarkan menghasilkan rasa kepedulian, kesadaran, menerima sesuatu dengan pikiran terbuka, jernih dan interaktif.

Page 5: HSE Excellent Safety Behaviour

Excellent Safety Behaviour halaman 5 dari 6

Menumbuhkan dan mengembangkan energi positif dipengaruhi oleh dua faktor pendukung yaitu faktor internal dan eksternal.

Faktor Pembentuk ”Positive Safety Behavior”

“Excellent Safety Behavior” mampu mencegah kerugian “Loss Prevention” Dalam membentuk “Excellent Safety Behavior” seperti diagram alir proses diatas

sangat tergantung pada masing masing individu dalam mengelola “Internal Energy”. Kemampuan mengelola energi ini memberikan dampak besar pada “Behavior” yang dihasilkan, apakah energi positif atau energi negatif yang kita keluarkan.

Kita lebih mengenal dengan istilah “Inner Beauty” (Kecantikan yang dipancarkan dari dalam diri manusia) sebagai suatu kelebihan. Apa yang dipancarkan ? Bagaimana memancarkannya ? Apakah ini hanya milik wanita ? mengingat ada kata “Beauty”.

Page 6: HSE Excellent Safety Behaviour

Excellent Safety Behaviour halaman 6 dari 6

Pada dasarnya “Inner Beauty” adalah keberhasilan seseorang dalam mengelola

kemampuan Intelektual-Emosional-Spiritual yang proporsional sehingga mampu menghasilkan “Energy Positif” berupa “Excellent Behavior” dalam segala hal baik berupa”Horizontal Relationship” maupun “Vertical Relationship”. Secara spesifik, inipun diarahkan untuk membentuk perilaku keselamatan yang baik dan unggul menjadi “Excellent Safety Behavior”.

Beberapa meragukan adanya pancaran energi positif yang berasal dari seseorang, sehingga sama sekali tidak ada upaya untuk membentuk energi ini sampai kapanpun. Bagi anda yang bisa membaca artikel ini sampai pada paragraph terakhir, ini salah satu bukti bahwa anda merespon sesuatu informasi karena keinginan dalam menambah wawasan atau pengetahuan. Artinya anda mengasah intektual skill secara bertahap yang berasal dari eksternal. Bila ternyata untuk melirik judul artikel ini saja tidak tertarik, artinya anda belum ada keinginan untuk menambah wawasan dengan berbagai alas an kesibukan. Respon negative untuk mengabaikan sesuatu yang sebenarnya bermanfaat bagi kita adalah salah satu contoh energi negative yang dipancarkan. Rasa pesimis, tidak berguna kalo tidak menguntungkan dan lain sebagainya itulah yang merupakan pencerminan energi negative dari diri kita. Bagaimana mensiasatinya ? Minimal kita mampu menimbulkan rasa ingin tahu terhadap sesuatu, merupakan bibit untuk membentuk ”Energy Positive” melalui pengelolaan kemampuan intelektual.

Bila dalam merespon sesuatu disertai jengkel, bahkan sumpah serapah atau sejenisnya, segera kurangi sedini mungkin karena ini adalah tahapan kita dalam mengelola kemampuan emosional yang perlu ditingkatkan. Kegagalan mengelola kemampuan emosional biasanya kita selalu tegang, ”under pressure”, gelisah dan pada akhirnya terserang penyakit darah tinggi. Banyak bahasan terkait pengelolaan kemampuan emosional ini, namun kita akan batasi agar fokus pada masalah.

Bila kita mampu mengelola ”Intelectual-Emotional-Spiritual” yang tepat dan energi positif adalah output yang dihasilkan dalam mensiasati sesuatu dalam hidup baik pekerjaan, keluarga maupun masyarakat maka feedback (umpan balik) yang kita terima adalah keselamatan, keunggulan perilaku, ketenangan bathin.

Pembahasan detil untuk pembentuk ”Positive Safety Behavior” akan dipaparkan pada modul berikutnya. Semoga bermanfaat.

Salam K3, Dewo P R.