Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

27
TUGAS ETNOMUSIKOLOGI “HOMICIDE: MUSIK RAP SEBAGAI MEDIA RESISTENSI.” Disusun Oleh: Nama : Aris Setyawan NIM : 1010373015 Jurusan : Etnomusikologi

description

Tugas mata kuliah Pengantar Etnomusikologi di semester 1 yg daripada membusuk di Hard drive Saya upload saja.

Transcript of Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

Page 1: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

TUGAS ETNOMUSIKOLOGI

“HOMICIDE: MUSIK RAP SEBAGAI MEDIA

RESISTENSI.”

Disusun Oleh:

Nama : Aris Setyawan

NIM : 1010373015

Jurusan : Etnomusikologi

INSTITUT SENI INDONESIA, YOGYAKARTA

Jurusan Etnomusikologi

Page 2: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena

berkat rahmat-Nya Penyusun bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Homicide:

Musik Rap Sebagai Media Resistensi”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas

mata kuliah Pengantar Etnomusikologi.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini

masih jauh dari sempurna, oleh karena itu Penyusun mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk

pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Yogyakarta, 09 Desember 2010

Penyusun

Page 3: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

DAFTAR ISI:

1. Kata Pengantar

2. Daftar Isi

3. Pendahuluan:

I. Latar Belakang

II. Tujuan

III. Metode Penulisan

IV. Sistematika Penulisan

4. Pembahasan:

I. Apa/Siapa Homicide

II. Dimana Homicide Berkembang

III. Kapan Homicide Berkembang

IV. Bagaimana Homicide Mengelola Musik Mereka

V. Mengapa Homicide Membuat Musik Rap Politik

VI. Kajian Teks dan Konteks Homicide

5. Kesimpulan Dan Penutup

6. Daftar Pustaka

Page 4: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang.

Musik adalah salah satu cabang seni yang sangat dekat dengan kehidupan kita.

Bahkan sejak kita masih bayi, mungkin, kita sudah dikenalkan dengan ‘seni musik’

oleh ibu kita, yaitu lewat nyanyian-nyanyian sederhana, misalnya: lagu Nina Bobo,

Pelangi, Pak Pos, dan banyak lagi. Nyanyian-nyanyian itu juga menyemarakkan hidup

kita hingga memasuki masa pendidikan prasekolah maupun awal-awal sekolah.

Selama pendidikan sekolah formal maupun di lingkungan kita masing-masing, kita

pun selalu dikenalkan nyanyian-nyanyian yang makin lama makin rumit seiring

dengan makin bertambahnya tingkat pendidikan kita. Musik yang kita kenal pun

bukan lagi hanya sekedar musik vokal tapi, lebih dari itu, kita pun mengenal

instrumen-instrumen musik baik itu instrumen ritmis maupun melodis. Dan musik

akan selalu mengiringi hidup kita hingga kita dewasa bahkan hingga kita kembali ke

pangkuan-Nya. Musik yang kita kenal pun tidak terbatas sebagai sarana hiburan saja

melainkan juga musik sebagai salah satu bagian dari sebuah kebudayaan dari suatu

bangsa, musik sebagai salah satu bagian dari ritus keagamaan, musik sebagai sarana

peluap emosi, dan sebagainya. Lebih dari semua hal diatas, musik adalah bagian yang

tidak dapat dipisahkan dari suatu kebudayaan. Lahirnya dan berkembangnya suatu

kebudayaan oleh manusia sudah dipastikan tidak akan terlepas dari unsur musik.

Pendek kata, setiap kebudayaan pasti memiliki musik tersendiri. Jadi sekali lagi dapat

disimpulkan bahwa manusia tidak akan bisa terlepas dari musik. 

Tapi yang perlu mendapat perhatian dan sekaligus menjadi keprihatinan yang

mendasar adalah bahwa musik di Indonesia selama ini hanyalah sebagai hegemoni

hiburan. Dan yang perlu Kita sikapi adalah musik Indonesia terlalu berorientasi

sebagai sebuah komoditas industri yang pada akhirnya dengan orientasi tersebut

seolah menghilangkan fungsi esensi musik yang sebenarnya. Lantas musik tersebut

dihidangkan dengan berbagai macam epigon dan keseragaman atas nama selera pasar,

dan sayangnya para penikmat musik Indonesianya sendiri menganggap keseragaman

ini sah-sah saja dan ikut terbawa Arus menikmati musik pasaran ini. Salah satu alasan

akan hal ini adalah bahwa Mereka yang mendengarkan musik tersebut dibawa masuk

oleh lapis “efek-efek” individual yang membungkus standarisasi musik dan membuat

Page 5: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

pendengar menganggap apa yang Mereka dengar sebagai sesuatu yang berbeda dan

Baru.1 Padahal sebenarnya diluar keseragaman musik yang bertendensi pada

pencarian profit tersebut, serta musik yang hanya berorientasi hiburan. Ternyata

masih ada musik yang digunakan sebagai penyampai pesan dan media resistensi.

Menurut Theodor Adorno dalam keseragaman musik yang berorientasi sebatas

komoditas dan hiburan selalu masih ada beberapa pihak yang menggunakan musik

untuk sesuatu yang lebih. Adorno menyebutnya “Elitisme.” Adorno menerangkan

elitisme disini sebagai sebagian kecil dari Mereka yang terpilih dan tercerahkan,

dengan cara melaksanakan berbagai praktek intelektual dan kultural dalam musik

Mereka, bisa memisahkan diri dari berbagai macam aktivitas massa sehingga bisa

melawan kekuatan Industri budaya.2

II. Tujuan

Karena itulah penulis merasa perlu mengangkat isu ini, bahwa selain musik yang

berorientasi industri budaya dan hiburan dangkal ini, masih ada segelintir musisi

intelek dan cerdas yang menggunakan musik mereka sebagai media resistensi akan

ketidakadilan atau ketidakberesan dalam sistem politik dan sosial Indonesia. Dan

salah satu dari segelintir musisi ini adalah sebuah grup hip-hop/rap politik asal

Bandung bernama Homicide.

1 Theodor Adorno. (1991) The Culture Industry, Hal. 302. Seperti dikutip Dominic Strinati dalam Popular Culture: Pengantar Menuju Teori Budaya Populer. (2004) hal. 74: Bentang, Yogyakarta.2

? Ibid (Hal. 85).

Page 6: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

III. Metode Penulisan.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode pendekatan

wawancara dan studi kepustakaan. Wawancara dilakukan dengan Ucok alias Harry

Sutresna salah satu anggota Homicide melalui media chatting di internet. Sedangkan

Studi kepustakaan data didapat dari perpustakaan Institut Seni Indonesia Yogyakarta,

disamping itu penulis juga mengikutsertakan pemikiran penulis sendiri dari

paradigma pribadi penulis.

IV. Sistematika Penulisan

Makalah ini dibagi menjadi 2 bab utama yakni pendahuluan yang didalamnya

dijelaskan latar belakang masalah musik Indonesia yang epigon dan sebagai hiburan

dangkal berorientasi industri budaya serta penjelasan adanya musik lain yang

digunakan sebagai penyampai pesan dan media resistensi. Dan pembahasan yang

didalamnya menjelaskan mengenai Homicide, sejarah berdirinya, dan lain sebagainya.

Juga ditambahkan kesimpulan dan penutup, serta daftar pustaka sebagai bab

tambahan.

Page 7: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

PEMBAHASAN

I. Apa/Siapa Homicide

Homicide adalah sebuah grup musik hip-hop/rap yang berasal dari Bandung,

Jawa Barat. Yang pada awalnya bernama Verbal Homicide atau jika diterjemahkan ke

bahasa Indonesia kurang lebih berarti “Pembunuhan lisan.” Pemilihan nama itu

dimaksudkan sebagai simbol bahwa pada masa ketika Homicide berkembang terjadi

pembunuhan lisan oleh penguasa kepada rakyatnya hingga tak boleh mengungkapkan

pendapat secara bebas. Namun pada perkembangannya nama Verbal Homicide yang

dirasa terlalu panjang dirubah hanya menjadi Homicide saja. Grup ini berkembang

dalam skena Indie lokal Bandung, meski tidak terlampau terkenal secara nasional dan

hanya dikenal oleh segelintir pihak saja, justru Homicide bisa dibilang sebagai salah

satu artis hip-hop terbaik di Indonesia. Jurnal Inside Indonesia yang terbit di Australia

menulis Homicide sebagai band hip hop veteran yang “overtly political and with their

aggressive style and confrontational on-stage oration, Homicide has collected a loyal

fan base and a notorious reputation.” The Jakarta Post menulis band Ucok tersebut

sebagai band paling cerdas (cerebral) yang pernah muncul di belantika musik

Indonesia dan album mereka Nekrophone Dayz: Remnants and Traces from the Days

Worth Living masuk sebagai album terbaik Indonesia dekade pertama abad 21. 3

Apa yang membuat Homicide pantas dinobatkan menjadi grup hip-hop/rap

terbaik di Indonesia? Tak lain adalah karena pemilihan tema tak biasa dalam lagu-

lagu Mereka. mereka tidak bicara tentang memble, atau bling bling, atau So What Gitu

loh, atau Ngentot, atau tipikal lirik-lirik band Hiphop Kacangan. Mereka lebih suka

bicara neoliberalisme dan bahayanya untuk negeri ini, tentang kapitalisme busuk

korporasi multinasional yang menjadikan Negara kita ini sebagai korban. Tentang

bagaimana liciknya pemerintahan negeri, atau tentang para Fasis yang bertopeng

Agama dan Konstitusi yang dengan seenaknya membacok leher orang. Mungkin tema

yang mereka bawakan akan terlalu berat buat beberapa orang, tapi amat

menyenangkan dan intelek. Dalam makalahnya Affiliating With Rap Music: Gangsta

Rap or Political Rap? David C. Caldwell menjelaskan perbedaan krusial dari gangsta

rap dan political rap terletak dalam tema lagu, dimana gangsta rap bercirikan tema

kekerasan, obat-obatan terlarang, vandalisme, tindakan gangster, dan lain sebagainya.

3 http://jakartabeat.net/musik/album-musik-paling-penting-menurut-saya.html

Page 8: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

Sementara Political rap atau rap politik lebih memilih berbicara dalam kaidah politik

dimana lagu Mereka digunakan sebagai simbol protes akan kebijakan politik tertentu

yang dianggap tidak adil dan otoriter.4 Dan Homicide tergolong sebagai grup rap/hip-

hop politik, sebab tema lagu Mereka cenderung mengarah ke protes politik tersebut.

Homicide sebenarnya sudah lama berdiri, mereka adalah legenda hidup hiphop

Indonesia, namun mereka sangat miskin rilisan. Dari awal Homicide berdiri sampai

memutuskan bubar, Lagu-lagu mereka berserakan sebagai EP atau Single. Hingga

Akhirnya seluruh serakan lagu-lagu itu dikumpulkan dalam sebuah Album (atau lebih

tepatnya Kumpulan EP) ini yakni Tha Nekrophone Dayz. Dirilis tahun 2006. pada

awal pergerakannya Homicide beranggotakan 3 orang yakni Harry Sutresna alias

Ucok (Morgue Vanguard) dan Lephe sebagai MC atau vokalis, serta Kiki sebagai DJ

atau pembuat Beat/musik. Namun dalam perkembangannya akhirnya Lephe dan Kiki

memutuskan keluar dari Band dan meninggalkan Harry Sutresna alias Ucok sebagai

anggota terakhir yang bertahan, Ucok sebagai konseptor utama yang memang

berperan paling penting dalam penciptaan musik dan lirik mempertahankan Homicide

dengan merilis Dua Album, yakni Tha Nekrophone Dayz dan IllShurekshun hingga

akhirnya memutuskan membubarkan Homicide dan membentuk grup baru bernama

Trigger Mortis.

II. Dimana Homicide Berkembang

Homicide tumbuh dan berkembang di Bandung, Jawa Barat. Kota yang selalu

menjadi tolok ukur dalam musik-musik cutting edge yang dianggap beda, kreatif dan

bagus. Sebagaimana sudah diketahui sebelumnya bahwa awal pergerakan musik indie

atau musik yang membuat rilisan dan usaha pemasaran sendiri musik Mereka tanpa

bergantung pada sistem pemasaran label besar adalah di Bandung ini, ketika pada

awal dekade 90-an Pas Band, sebuah band alternatif merilis album indie pertama

bertitel 4 Through The Sap yang kemudian jejak Pas Band merilis sendiri albumnya

ini diikuti oleh musisi-musisi lain yang secara kuantitas memang meningkat luar

biasa. Karena itulah Bandung ditasbihkan sebagai Kota asal musik kreatif dan beda.

Karena kebanyakan musisi yang berasal dari Kota ini, alih-alih memilih bernaung di

4 David C. Caldwell. Affiliating With Rap Music: Gangsta Rap or Political Rap?. 2008, sebuah makalah. terbit dalam Jurnal Novitas Royal.

Page 9: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

label rekaman besar namun harus membuat musik populer justru Mereka merilis

sendiri musik Mereka hingga tak terikat oleh peraturan label rekaman besar, jadi

musisi ini mampu membuat musik yang benar-benar tak terikat dan kreatif. Homicide

berkembang dalam segala keterbatasannya di Bandung dengan mengikuti berbagai

acara musik kolektif dan juga rilisan album bersama.

III. Kapan Homicide Berkembang

Perkembangan Homicide terbilang hanya sebentar karena bisa dibilang

semenjak dibentuk pada tahun  1995 kemudian usia grup ini hanya berkisar 13

tahun saja, Homicide secara resmi dibubarkan oleh Ucok anggota terakhirnya pada

tahun 2007 dan bisa Kita anggap itulah berakhirnya tumbuh kembang Homicide

karena Ucok memutuskan membentuk grup baru bernama Trigger Mortis. Homicide

berkembang di tahun dimana kondisi Indonesia sedang dalam masa totalitarian salah

satu pemimpinnya yang sudah memimpin selama berpuluh tahun lamanya, dalam

kondisi carut-marut negeri itulah memicu lahirnya Homicide dan memunculkan

insting kritis Mereka dalam bermusik. Seperti Kita ketahui dimasa itu kebebasan

adalah sesuatu yang mahal karena adanya pengekangan dalam kebebasan berekspresi,

setiap bentuk kreatifitas kritis yang dianggap subversif akan langsung diamankan dan

dilarang. Sebagai contoh adanya Dua musisi besar yakni Iwan Fals dan Slank yang

sempat berurusan dengan hukum karena lirik lagu Mereka yang bersifat mengkritik

para pemimpin negeri. Namun Homicide mengembangkan musik kritis Mereka

dengan signifikan tanpa takut justru semakin memunculkan kekritisannya di era

pemberangusan informasi tersebut.

IV. Bagaimana Homicide Mengelola Musik Mereka

Dalam mengelola musiknya baik dalam konteks musikal maupun finansial dan

marketing, Homicide menggunakan sebuah sistem yang Mereka sebut “Ideologi

Perkawanan.” Dalam ideologi perkawanan ini Mereka memanfaatkan jejaring

pertemanan yang Mereka punya untuk menjalankan organisasi musik Mereka, sebagai

contoh dalam proses pembuatan musik ketika Mereka butuh pemain instrumen

tertentu untuk melengkapi komposisi musik, maka Mereka bisa minta tolong kepada

Page 10: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

salah satu temannya yang bisa bermain instrumen itu untuk membantu. Begitu juga

dalam hal finansial, dalam skena musik indie dikenal sebuah istilah yang bernama

“Kolektif.” Kolektif adalah kondisi dimana beberapa musisi memutuskan untuk

mengumpulkan uang bersama-sama atau dalam istilah prokemnya Patungan untuk

membuat sesuatu. Untuk membuat rilisan album atau sebuah konser misalnya, ketika

biaya yang harus ditanggung terasa berat bila sendiri. Maka akan dibuat kolektif

bersama para musisi temannya. Ada juga yang menyumbang tanpa harus ikut

bermain, begitu pula dalam hal marketing atau pemasaran musik. Homicide

memanfaatkan jaringan perkawanan Mereka yang begitu luas untuk menyebarkan

musik yang Mereka buat, tak seperti sistem marketing konvensional yang diterapkan

label rekaman besar yang tentu mampu membuat sebuah strategi marketing skala

besar karena dukungan dana besar pula, Homicide yang bergerak di sektor indie

dengan berbagai keterbatasannya melakukan marketing dengan cara indie pula. Dan

cara itu adalah memanfaatkan jaringan pertemanan yang disebut “Ideologi

Perkawanan” tadi. Sementara dalam mengelola manajemen grup Mereka, pada

awalnya ketika masih bertiga tentu Homicide mampu membagi tugas masing-masing

anggota untuk tugas tertentu. Lephe dan Ucok bisa hanya berperan sebagai MC atau

vokalis. Sedangkan Kiki hanya berkutat di pembuatan musik dan beat. Namun pada

perkembangannya seperti dijelaskan diatas bahwa Lephe dan Kiki memutuskan keluar

dari Homicide dan Ucok tertinggal sebagai anggota tunggal grup. Maka jadilah Ucok

sebagai MC, pembuat lirik, pembuat musik, manajer, produser, dan lain sebagainya.

Jadilah Homicide sebuah grup tunggal.

V. Mengapa Homicide Membuat Musik Rap Politik

Musik yang Homicide buat adalah sebuah bentuk perlawanan atau resistensi

akan sistem politik atau kondisi sosial yang dianggap kurang beres. Mari Kita

membicarakan Ucok saja sebagai mastermind alias konseptor tunggal dari Homicide,

karena memang ide-ide cerdas lagu-lagu Homicide berasal dari Ucok ini, salah satu

yang menjadi keprihatinan Ucok dan terus dikritiknya dalam beberapa lagu

ciptaannya adalah tentang Neoliberalisme dan sistem Ekonomi Kapitalisme. Adalah

Ucok a.k.a Morgue Vanguard, sosok yang tak bisa dilepaskan dari Homicide. Selain

menjadi MC, lelaki bernama asli Herry Sutresna ini, juga banyak berperan dalam

mencipta lirik-lirik lagu yang begitu tajam, menyilet, dan genius itu. Bukan hanya

Page 11: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

menunjukkan garis perlawanan lewat musik, Ucok juga aktif berjejaring dengan

berbagai komunitas, dalam rangka kampanye komunitas melawan neoliberalisme.

Salah satu bentuk kampanye itu berupa media gratisan bernama Jurnal Apokalips,

yang beredar di beberapa komunitas buku, seni, sampai serikat buruh di Kota

Bandung. Bagi Ucok, neoliberalisme tak ubahnya sebuah sistem yang membuat dunia

menjadi lebih tidak adil lagi, yang akhirnya hanya akan memenangkan segelintir

orang, yaitu pemilik modal terkuat. Jika dulu ruang lingkupnya lebih kecil, kini aktor-

aktornya pun bisa lintas etnis, lintas negara, dsb. "Sialnya, Indonesia punya sumber

daya melimpah, tenaga kerja murah, dan pasar strategis, yang bisa jadi lahan empuk

untuk imperialisme baru masuk ke sini. Untuk menghadangnya harus ada peningkatan

kualitas, yang notabene butuh pendidikan. Sementara itu, akses ke pendidikan mahal,"

kata lelaki yang punya ciri khas berikat kepala ini.5

Bentuk keprihatinan Ucok tentang gagalnya sistem Kapitalisme dan

Neoliberalisme sebagai sistem ekonomi dunia ini misalnya dituangkan dalam lagu

Boombox Monger dengan lirik sebagai berikut:

“…yang tak lebih busuk dari kritik kapitalisme George Soros”

Disini Homicide mengkritisi George Soros, seorang spekulan yang diangap

bertanggung jawab atas runtuhnya perekonomian dunia pada dekade tahun 1998.

Soros direpresentasikan sebagai spekulan papan atas sistem kapitalisme yang perlu

dikritisi. Lebih lanjut di lagu yang sama Homicide menuliskan:

“juga korporasi multinasional yang menjadikanmu lubang senggama.”

Secara keras Homicide membuat penganalogian bahwa korporasi

multinasional telah melakukan praktek neoliberalisme yang menjadikan Kita sebagai

buruh murah sekaligus pangsa pasar paling signifikan sehingga Kta diibaratkan

sebagai korban sodomi dalam lubang senggama.

5 http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/052007/03/kampus/obrolan.htm

Page 12: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

Alan P. Merriam dalam bukunya yang terkenal sebagai buku panduan dalam

disiplin ilmu Etnomusikologi yakni The Anthropology of Music menjelaskan 10

fungsi pokok musik sebagai berikut:

1. Ekspresi Emosional

2. Pemuasan estetis.

3. Hiburan

4. Media komunikasi

5. Representasi simbol

6. Respon fisik

7. Penguat norma-norma masyarakat

8. Pengesahan institusi sosial dan ritual agama

9. pelestarian dan stabilitas budaya

10. Integritas masyarakat6

Dengan mengacu pada 10 fungsi pokok musik yang dijelaskan Alan P.

Merriam dapat disimpulkan bahwa disayangkan sekali musik populer Indonesia yang

berorientasi komoditas hanya dibuat berdasarkan fungsi ketiga saja yaitu hanya

sebagai hiburan. Padahal tentu saja hal itu kurang menarik karena masih ada 9 fungsi

pokok lain yang bisa menjadikan musik lebih menarik dan berguna. Karena itulah

Homicide menggunakan musik rap sebagai sebuah media resistensi dan perlawanan

pada ketidakadilan dan ketidakberesan politik sosial. Homicide secara eksplisit

menyadari potensi musik bukan hanya sebagai hiburan, tapi Mereka tahu musik juga

bisa menjadi media komunikasi, karena itu mereka mencoba mengomunikasikan

pesan Mereka tentang carut marut sistem politik negeri dan jahatnya sistem

kapitalisme lewat musik yang Mereka buat. Homicide paham musik bisa menjadi

ekspresi emosional maka Mereka menuangkan kegelisahan Mereka akan kondisi

sosial Indonesia kedalam komposisi musik yang Mereka buat. Dan yang pasti fungsi

musik sebagai hiburan dan pemuasan estetis amat Mereka ketahui sehingga Homicide

menulis lagu-lagu bertema politis itu sebagai sebuah bentuk penghiburan yang

sekaligus mengajak belajar dan berpikir. Secara garis besar tujuan utama Homicide

membuat musik rap sebagai media resistensi adalah untuk menimbulkan awareness

atau kesadaran ditengah masyarakat, bahwa dalam kenyamanan yang sedang

6 Alan P. Merriam, 1964, The Anthropology of Music, Chicago: North Western University Press.

Page 13: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

dirasakan ini ada ada kondisi yang harus Kita waspadai diantaranya adalah dalam

kancah politik dan ekonomi. Homicide berusaha mengangkat isu-isu kritis agar Kita

lebih banyak tahu kondisi sebenarnya dunia ini pada saat ini.

VI. Kajian Teks dan Konteks Homicide.

1. Kajian Teks

Kajian teks tentang Homicide akan dimulai dengan menelaah beberapa lagu

Homicide baik dari segi lirik dan komposisi lagu. Kelebihan lagu-lagu Homicide tentu

dalam segi lirik yang kuat dan kritis, juga dari segi musik yang menggunakan beat-

beat khas musik hip-hop era 80-an, dengan berbagai sampling suara-suara unik dari

dunia sekitar yang direkam lantas dimasukkan dalam komposisi lagu, serta suara para

MC yang sedang menyanyi rap dengan garang yang lebih menampakkan Mereka

sedang berorasi daripada bernyanyi. Berikut adalah contoh salah satu lirik lagu

Homicide yang berjudul Puritan (Godblessed Fascists):

Adalah bagaimana manusia menyebut nama tuhannya: “tebas lehernya dahulu baru beri dia

kesempatan untuk bertanya

Pastikan setiap tema legitimasi agama seperti hak cipta

Supaya dapat kucuci seluruh kesucianmu dengan sperma

Persetan dengan Surga sejak parameter pahala

Diukur dengan seberapa banyak kepala yang kau pisahkan dengan nyawa

Kini leherku-lah yang membuat golokmu tertawa

Target operasi di antara segudang fasis seperti FBR di Karbala

Karena aku adalah libido amarahmu yang terangsang dalam genangan darah

Selangkangan Shanty jika kau menyebut parang bagian dari dakwah

Melahap dunia menjadi pertandingan sepakbola

Penuh suporter yang siap membunuh jika papan skor tak sesuai selera

Para manusia unggul warisan Pekan Orientasi Mahasiswa

Paranoia statistika agama, wacana phobia ala F.A.K

B.A.K.I.N tak pernah bubar, mewujud dalam nafas kultural

Persis wakil parlemen yang kau coblos dan kau tuntut bubar

Partai bisa ular, belukar liberal

Gengis Khan mana yang coba definisikan moral

Persetankan argumentasi membakar bara masalah

Page 14: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

Dengan kunci pembuka monopoli anti argumen komprehensi satu bahasa

Instruksi air raksa mereduksi puisi hingga level yang paling fatal

Kehilangan amunisi, sakral adalah ambisi

Wadah modernisasi, program labelisasi Abu Jahal

Distopia yang tak pernah sabar untuk menuai badai

Aku bersumpah untuk setiap markas yang kalian anggap layak bongkar

Dan setiap buku yang nampak lebih berguna jika terbakar

Jika setiap hal harus bergerak dalam alurmu yang sakral

Sampai api terakhir pun, neraka bertukar tempat dengan aspal

Batalyon pembela Gommorah, sucikan dunia dengan darah

Menipiskan batas antara kotbah dengan gundukan sampah

Jika membaca Albert Camus menjadi alasan badan leher terpisah

Lawan api dengan api dan biarkan semua rata dengan tanah

Lubang tai sejarah, memang dunia adalah

Kakus raksasa nikahi bongkah kranium kerdil berpinak ludah

Jika idealismemu tawaran untuk mengundang surga mampir

Berikan bendera dan seragammu, kan kubakar sampai arang terakhir

Seratus kali lebih dangkal dari kolom Atang Ruswita

Seribu kali lebih busuk dari tajuk Majalah Garda

Untuk semua idiot yang berpikir semua ide dapat berakhir di perapian

Tak ada dunia yang begitu mudah untuk kalian hitam putihkan

Mendukung keagungan layaknya Heidegger mendukung Nazi

Propaganda basi, wahyu surgawi dengan bau tengik terasi

Jika suci adalah wajib dan perbedaan harus melenyap

Maka jawaban atas wahyu parang dan balok adalah bensin, kain, dan botol kecap

Yo, fasis yang baik adalah fasis yang mati

Fasis yang baik adalah fasis yang mati

Fasis yang baik adalah fasis yang mati

Tunggu di ujung jalan yang lain hingga kalian mengancam kami7

Lirik lagu ini secara jelas mengkritisi sebuah ormas keagamaan yang atas nama

Agama melakukan tindakan destruktif dan provokatif dengan cara merusak serta

membunuh pihak-pihak yang Mereka anggap berseberangan dengan keyakinan

Mereka. Homicide mengkritik bahwa Agama harusnya tidak mentolerir kekerasan,

maka Homicide menganalogikan ormas agama itu sebagai fasis karena tindakan

kekerasan Mereka lebih menyerupai para fasis yang kejam daripada para agamawan

7 Homicide – Puritan (Godblessed Fascists). 2006, Tha Nekrophone Dayz: Subciety Record, Bandung.

Page 15: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

yang penuh welas asih. Sementara untuk musiknya dalam lagu Puritan ini Homicide

dengan berani memasukkan sampling suara seorang anggota ormas agama ini yang

sedang berpidato memprovokasi anggota ormasnya untuk bertindak anarkis.

Lagu kedua yang cukup menarik untuk Kita telaah adalah Boombox Monger,

berikut adalah liriknya:

jika konsumen adalah raja maka industri adalah Kasparov

dan setiap vanguard lapangan tak lebih Lenin dari Ulyanov

mencari poros molotov

yang tak lebih busuk dari kritik kapitalisme George Soros

senyawa dari nyawa kreator dan sendawa para insureksionis berkosmos

ruang diluar buruh dan boss, dan kertas Pemilu yang kau coblos

dimana komrad ku mengganti logos dan kamus dengan batu Sisifus

memutus selang infus negara dan institusi sampai mampus

pada lahan bertendensi kooptasi Sony dan empty-V dan para radio penyedot phallus

fasis bertitah ‘harus’, mengayunkan pedang pada sayap setiap Ikarus

dengan hirarki dalam modus operandi layak Kopassus

microphone bagi kami adalah pemisah kalam dengan pembebasan yang mengkhianati

milisi tanpa seragam koloni, hiphop philantrophy seperti Upski

resureksi boombox yang sama pada Madison Park awal delapan puluhan

membawa ribuan playlist dari Chiapas, Kosovo dan Jalur Gaza

Seattle dan Praha, Checnya, Genoa, Yerusalem, Dili dan Tripoli

untuk api militansi aktivisme yang meredup pasca molotov terakhir terlempar di Semanggi

obituari dari lini terdepan milisi pada garis batas demarkasi

jelaga resistansi lulabi penghitam langit tanpa teritori

logika tanpa kuasa perwakilan yang layak dikremasi

ketika senjata bermediasi, ketika ekonomi dan valas berubah sosok menjadi tirani

jelajahi setiap kemungkinan dengan kain kafan modernisasi

prosa beraliansi dengan

dekonstruksi surga-neraka rakitan, militansi tanpa puritan

Verbal Homicide, Rock-Steady Bakunin, MC Klandestin

pada peta sirkuit boombox para B-boy kami adalah Fretilin dalam kacamata Bakin /

Makhnovist yang melukis realisme sosialis diatas kanvas Dada

Post-Mortem Hip-Hop takkan pernah berkaca bersama Fukuyama

dialektika kami tanpa radio dan visualisasi anti-HBO

tanpa agenda politik partai yang membuat Mussolini membantai D’Annunzio

juga korporasi multinasional yang menjadikanmu lubang senggama

kooptasi kultur tandingan yang berunding dalam gedung parlemen Partai Komunis Cina

Page 16: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

yang mereproduksi Walter Benjamin ke tangan setiap seniman Keynesian

yang mensponsori festival insureksi dengan molotov cap Proletarian®

instruksi harian dalam mekanisme kontrol pergulatan menuju amnesia

lupakan Colombus, karena Bush dan Nike® telah menemukan Amerika®

inkuisisi mikrofonik dalam kuasa estetika

yang merevolusikan pola konsumsi menjadi intelektualisme organik seperti Gramsci

ekonomi membuat kami mendefinisikan otonomi pada mesin foto kopi

rima anti-otoritarian memandikan bangkai Hiphop® yang tak pernah kau otopsi

membaca peta kekuasaan seperti KRS-ONE dan MC Shan

sambil meludahi modernitas seperti Foucault diatas neraka Panopticon

ketika Moralitas® telah berubah menjadi candu seperti Marxisme® dan Agama®

maka MC mengambil mikrofon dan melahirkan tragedi dari puncak Valhalla

karena Ardan® dan kalian hanya akan melahirkan kombinasi busuk seperti Iwan

dan Djody, dikotomi antara Farakhan, Amrozy, dan Nazi

bongkar paksa setiap parodi labirin eforia sensasional Harry Roesli

B-boy semiotika artifak simultan antara ekstasi dan revolusi

setiap properti privat adalah galeri dan merubah eksistensi

menjadi pertahanan paling ofensif para Darwinis yang menolak menjadi partisan8

Dalam lagu ini Homicide menceritakan hip-hop era tahun 80-an dan

mengkorelasikannya dengan tema kapitalisme dan neoliberalisme yang Mereka kritik

sebagai bentuk penjajahan dunia baru. Dari segi musiknya Homicide memasukkan

riff-riff gitar elektrik yang dicampur dengan musik hip-hop.

Sebenarnya masih banyak lagi lagu Homicide yang sangat menarik untuk

ditelaah, namun kiranya tidak perlu ditulis di makalah ini karena akan terlalu panjang.

Cukup dengan Dua lagu itu saja dapat disimpulkan betapa kritisnya lirik lagu

Homicide dan lepas dari stereotype lirik lagu hip-hop yang notabene bertipikal

tindakan kekerasan atau hedonisme dangkal. Juga lepas dari epigonisme lirik lagu

populer Indonesia yang kebanyakan berkutat pada kisah cinta atau perselingkuhan.

2. Kajian Konteks.

Secara konteks apakah Homicide mempengaruhi kondisi sosio-kultural dunia

sekitarnya? Dan apakah keputusan Mereka mengangkat isu-isu kritis dalam musik

Mereka berguna secara signifikan? Jawabnya adalah ya, Homicide memang tidak

8 Homicide – Boombox Monger, 2006, Tha Nekrophone Dayz: Subciety Record, Bandung.

Page 17: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

begitu dikenal secara luas. Namun dengan adanya Mereka Kita punya harapan bahwa

ditengah segala kejenuhan akan musik yang monoton dan memperbodoh pendengar

ini masih ada Mereka yang mengajak Kita berpikir kritis. Homicide ibarat oase

penyegar bagi para pendengar musik yang mulai bosan dengan musik mainstream

Indonesia yang itu-itu saja. Homicide juga penting karena berkat Merekalah Kita ini

yang mendengarkan musiknya tahu dan sadar tentang berbgai isu-isu penting yang

melingkupi dunia dimana Kita tinggal. Homicide mempengaruhi banyak

pendengarnya agar tidak jadi manusia yang hanya menuruti perintah dan terdiam,

Homicide mempengaruhi pendengarnya agar mempertanyakan segala sesuatu yang

dianggap tidak beres. Maka dalam konteks pentingnya Homicide Sebagai kondisi

sosio-kultural Indonesia, bisa dikatakan Mereka amat penting.

KESIMPULAN DAN PENUTUP

Akhirnya makalah ini harus ditutup dengan sebuah kesimpulan bahwa

bagaimanapun juga segala sesuatu memang ada akhirnya. Dua kata yang harus

dituliskan sebagai penutup adalah “Senang” dan “Sedih.” Senang karena dalam hal ini

penulis berharap makalah yang ditulisnya ini mampu menjelaskan pada para pembaca

bahwa di negeri Indonesia ini ada sebuah grup musik hip-hop/rap yang cerdas

bernama Homicide. Yang musiknya adalah simbol representasi kegelisahan penduduk

negeri akan kondisi sosial dan politik negara yang ditinggalinya. Homicide adalah

garda depan dalam genre musik perlawanan ini dan dengan eksplisit Mereka dalam

lirik lagu dan musiknya langsung menohok keras apa yang Mereka anggap patut

dikritik, tanpa tedeng aling-aling, tanpa pretensi apapun dan tanpa tendensi apapun

kecuali sebagai sebuah media mengomunikasikan pesan kritis Mereka dan kepuasan

estetika. Dan satu kata lagi yang harus dituliskan sebagai penutup makalah ini adalah

Sedih, sedih karena beberapa tahun sebelum makalah ini ditulis, Homicide telah

dibubarkan secara resmi oleh anggota terakhirnya Harry Sutresna alias Ucok. Jadi

berhenti sudahlah langkah sang pengobar semangat perlawanan dan pengangkat isu

kritis ini. Dan agaknya penulis menganggap bubarnya Homicide patut membuat

penulis sedih karena merasa kehilangan salah satu musisi cerdas Indonesia. Musisi

cerdas itu adalah sebuah grup hip-hop/rap bernama Homicide.

Page 18: Homicide. Musik Rap Sebagai Media Resistensi

DAFTAR PUSTAKA

Adorno, Theodor. 1991, The Culture Industry: London, Routledge.

Caldwell, David C. 2008 Affiliating With Rap Music: Gangsta Rap or Political Rap?

sebuah makalah. terbit dalam Jurnal Novitas Royal.

Homicide, 2006, Tha Nekrophone Dayz: Bandung, Subciety Record.

http://jakartabeat.net/musik/album-musik-paling-penting-menurut-saya.html

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/052007/03/kampus/obrolan.htm

Merriam, Alan P., 1964, The Anthropology of Music, Chicago: North Western

University Press.

Strinati, Dominic. 2004, Popular Culture: Pengantar Menuju Teori Budaya Populer:

Yogyakarta, Bentang.