HIV AIDS

28
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIV/AIDS D I S U S U N Oleh: Kelompok 3 1. Fitri Sepriani 2. Heny Laia 3. Imelda Siburian 4. Ika Sarma 5. Rut Marlia 6. Sanriwifa Sitinjak 7. Santa Santi 8. Sofia Lorain 9. Saril Simarmata 10. Sri Nasrani 11. Sri Waty 12. Srinta Decy 13. Stefani Priscilla 14. Sulistyowati Gulo 15. Timo Rauli 16. Dosen: Adventina Hutapea, S.Kep.,Ns

description

Asuhan Keperawatan HIV AIDS

Transcript of HIV AIDS

Page 1: HIV AIDS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN HIV/AIDS

D

I

S

U

S

U

N

Oleh:

Kelompok 3

1. Fitri Sepriani

2. Heny Laia

3. Imelda Siburian

4. Ika Sarma

5. Rut Marlia

6. Sanriwifa Sitinjak

7. Santa Santi

8. Sofia Lorain

9. Saril Simarmata

10. Sri Nasrani

11. Sri Waty

12. Srinta Decy

13. Stefani Priscilla

14. Sulistyowati Gulo

15. Timo Rauli

16.

Dosen: Adventina Hutapea, S.Kep.,Ns

PROGRAM STUDI DI NERS TAHAP AKADEMIK

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN

2015

Page 2: HIV AIDS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Acquired immune deficiency syndrome adalah suatu kumpulan gejala penyakit

kerusakan sistem kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil penularan

yang disebabkan oleh human immunodefiency virus (HIV). Penyakit ini telah menjadi

masalah internasional karena dalam waktu yang relatif singkat terjadi peningkatan jumlah

pasien dan semakin melanda banyak negara. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin atau

obat yang relatif efektif untuk AIDS sehingga menimbulkan keresahan di dunia. (Widoyono,

2011)

Sejarah tentang HIV/AIDS di mulai ketika tahun 1979 di amerika serikat di temukan

seorang gay muda dengan pneumocystis carinii dan dua orang gay muda dengan sarcoma

kaposi. Pada tahun 1981 ditemukan seorang gay muda dengan kerusakan sistem kekebalan

tubuh. Pada tahun 1980 WHO mengadakan pertemuan yang pertama tentang AIDS.

Penelitian mengenai AIDS telah di laksanakan secara intensif, dan informasi mengenai AIDS

sudah menyebar dan bertambah dengan cepat. Selain berdampak negatif pada bidang medis,

AIDS juga berdampak negatif pada bidang lainnya seperti ekonomi, politik, etika, dan moral

(Widoyono,2011).

Meskipun telah di capai berbagai kemajuan di bidang kedokteran dan farmasi, serta

telah dilakukan berbagai upaya pencegahan primer maupun sekunder, tetapi angka kesakitan

dan kematiannya tetap tinggi. Menurut WHO, sehingga Desember 2000, di lapaorkan 58 juta

jiwa penduduk dunia terinfeksi HIV, dalam kurun waktu tersebut 22 juta jiwa meniggal atau

7.000 HIV masih tetap saja berlangsung sehingga kini, 16.000 jiwa terinfeksi baru setiap

harinya. (Nasronudin 2007).

Berbagai faktor ikut berpangaruh dalam peningkatan angka kesakitan dan kematian

HIV & AIDS, yaitu faktor eksternal dan internal. Tidak tertutup kemungkinan tingginya

tingkat keseriusan dan kematian penderita HIV/AIDS juga akibat penatalaksanaan penderita

yang optimal. Selama ini penatalaksanaan hanya dikonsentrasi pada terapi umum dan terapi

khusus dengan mengandalkan Antiretroviral Therapy (ART). Pengaruh radikal bebas dan

proteksi mitokondria hingga kini belum mendapatkan perhatian secara serius. Padahal pada

tubuh penderita HIV & AIDS terdapat peningkatan Reactive Oxygen Species ( ROS) yang

Page 3: HIV AIDS

potensial mendorong terjadinya progresitivitas ke arah tingkat penyakit yang lebih berat.

(Nasronudin 2007).

Untuk itu selain pemberian ART dengan Highly Active Antiretroviral Therapy

(HAART), dukungan nutrisi berlandaskan konsep imunonutrien perlu di perhatikan di dalam

penatalaksaan penderita HIV/AIDS. Penentuan stadium klinis WHO (2002) maupun

klasifikasi CDC (1993) sangat penting untuk menjadi landasan pemberian Antiretroviral

Therapy ( ART) (Nasronudin 2007).

Di indonesia HIV pertama kali dilaporkan di Bali pada April 1987 ( terjadi pada orang

Belanda). Pada tahun 1999 terdapat 635 kasus HIV dan 183 kasus –baru AIDS . Mulai tahun

2000-2005 terjadi peningkatan kasus HIV dan AIDS secara signifikan di Indonesia. Kasus

AIDS tahun 2000 tercatat 255 orang, meningkat menjadi 316 orang pada tahun 2003, dan

meningkat cepat menjadi 2638 orang pada tahun 2005. Dari data tersebut, DKI Jakarta

memiliki jumlah penderita terbesar, di ikuti oleh Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, dan Bali.

Peningkatan ini terutama di sebabkan oleh semakin bertambahnya sarana pelayanan

diagnostik kasus dengan klinik voluntary counselling and testing (VCT).

Di bandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia Tenggara, angka kasus

HIV/AIDS di indonesia termasuk rendah. Alasan yang paling mungkin adalah lemahnya

sistem pencatatan dan pelaporan, terbatasnya peralatan laboratorium penunjang, dan

rendahnya kemampuan diagnosis (Widoyono,2011).

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Agar mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan klien dengan

HIV/AIDS

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar medik asuhan keperawatan

HIV/AIDS

2. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar keperawatan asuhan

keperawatan HIV/AIDS

Page 4: HIV AIDS

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.2. Konsep Medis

2.2.1. Defenisi

Acquired immune deficiency syndrome adalah suatu kumpulan gejala penyakit

kerusakan sistem kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil penularan

yang disebabkan oleh human immunodefiency virus (HIV) (Widoyono, 2011).

2.2.2. Klasifikasi

Departemen kesehatan pada tahun 2007 menyatakan stadium klinis HIV bagi orang dewasa

terbagi 4 kategori dan skala fungsional ,yaitu:

1. Stadium klinis 1

a. Asimtomatik

b. Limfadenitis generalisata

Skala fungsional 1: Asimtomatik, Antivitas normal.

2. Stadium klinis 2

a. Berat badan berkurang <10%

b. Manifestasi mukokutaneus ringan

c. Herpes zoster dalam lima tahun terakhir

d. Infeksi saluran nafas bagian atas yang berulang

Skala fungsiona 2: Asimtomatik, Antivitas normal.

3. Stadium klinis 3

a. Berat badan berkurang <10%

b. Diare kroonis tanpa penyebab yang jelas >1 bulan

c. Demam berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas >1 bulan

d. Kondidiasi oral (thrush)

e. Oral hairy leucoplakia (OHL)

f. TB Paru

g. Infeksi bakterial berat

Page 5: HIV AIDS

Skala fungsiona 3: <50 %dalam 1 bulan terakhir berbaring.

4. Stadium klinis 4 (Kriteria WHO: Klinis AIDS)

a. HIV wasting syndrome

b. Pneumonia pleumocystic carinii

c. Toxoplasmosis otak

d. Diare karena kriptosporidiosis <1 bulan

e. Kritokokosis ekstraparu

f. Penyakit sitomegalovirus pada satu organ selain hati, limpa, atau kelenjar

getah bening

g. Infeksi virus herpes simplex di mukokutaneus <1 bulan

h. Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML)

i. Mikosis endemik yang menyebar

j. Kondisiasis esophagus, trakea, bronki

k. Mikobakteriosis atipik

l. Septikemia salmonela non-tipoid

m. Tuberkolosis ekstraparu

n. Limfoma

o. Sarkoma

p. Ensefalopati HIV

Skala fungsional 3: <50 %dalam 1 bulan terakhir berbaring. (Widoyono, 2011)

2.2.3. Etiologi

HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau

virus limfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus.

Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam lentivirus sitopolik, dengan

HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.

  Pada tahun 1983, ilmuwan perancis montagnier(institute Pasteur, paris) mengisolasi

virus dari pasien dengan gejala limfadenopati dan menemukan virus HIV. Oleh sebab itu

virus disebut dinamakan lymphadenopathy associated virus (LAV). Pada tahun 1984

Gallo(National Institute of Health, USA) menemukan virus human T lymphotropic virus

(HTLV-III) yang juga menyebabkan AIDS.

Page 6: HIV AIDS

Pada tahun 1986 di afrika ditemukan beberapa - HIV, yaitu HIV-1 yang

sering menyerang manusia dan HIV-2 yang di temukan di Afrika Barat. Virus HVI termasuk

subfamily lentivirinae dari famili Retroviridae.

Asam nukleat dari famili retrovirus adalah RNA yang mampu membantuk DNA dan

RNA. Enzim transcriptase reversi menggunakan RNA virus sebagai cetakan untuk

membantuk DNA. DNA ini bergabung pada kromosom induk (sel limfosit T4 sel mikrofag)

yang berfungsi sebagai penggoda virus HIV.

Secara sederhana sel HIV terdiri dari :

1. Inti-RNA dan enzim transkriptase reversi (polimerase), protease, dan integrase.

2. Kapsid-antigen p24.

3. Sampul (antigen p17) dan tonjolan glikoprotein (gp120 dan gp14).

Waktu paruh virus (virion half-life) berlangsung cepat. Sebagai besar virus akan

mati, tetapi karena mulai infeksi, replikasi virus berjalan sangat cepat dan terus-menerus.

Dalam sehari sekitar 10 miliar virus dapat diproduksi. Replikasi inilah yang menyebabkan

kerusakan system kekebalan tebuh. Tingginya jumlah virus dalam darah ditunjukkan dengan

angka viral load, sedangkan tinggat kerusakan sustem kekebalan tubuh ditunjukkan dengan

angka CD4. (Widoyono, 2011)

2.2.4. Patofisiologi

HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertikal,

horizontal dan transeksual seperti hubungan heteroseksual, pemakaian obat bius intravena,

darah dan produk darah. Jadi, HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dengan

diperantarai benda tajam, yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak

langsung melalui kulit dan mukosa yang tidak intak seperti yang terjedi pada kontak seksual.

Begitu mencapai atau berada dalam sirkulasi sistemik, 4-11 hari sejak paparan pertama HIV

dapat dideteksi di dalam darah (Nasronudin, 2007).

HIV tergolong kedalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang

menunjukkan bahwa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat

(RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA). Tombol (knob) yang menonjol

lewat dinding virus terdiri atas protein gp120 yang terkait pada protein gp41. Bagian yang

Page 7: HIV AIDS

secara selektif berikatan dengan sel-sel CD4-positif (CD4+) adalah gp120 dari HIV (Smeltzer

& Bare, 2001).

Sel-sel CD4+ mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper, limfosit T4 helper

ini merupakan sel yang paling banyak diantara ketiga sel diatas. Sesudah terikat dengan

terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksi dua utas benang RNA yang

identik kedalam sel T4 helper. Dengan menggnakan enzim yang dikenal sebagai reverse

transcriptase,HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang

terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan

ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang

permanen. (Smeltzer & Bare, 2001)

Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan.

Aktivitas sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin atau produk

gen virus. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta

pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk

ini kemudian dilepas kedalam plasma darah dan menginfeksi selsel CD4+ lainnya (Smeltzer

& Bare, 2001).

Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung secara persisten dan tidak

mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel ini menjadi reservoir bagi HIV

sehingga virusersebut dapat tersembunyi dari sistem imun dan terangkut keseluruh tubuh

lewat sistem ini untuk menginfeksi pelbagai jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan ini dapat

mengandung molekul sel CD4+ atau memiliki kemampuan untuk meproduksinya. Sejumlah

penelitian memperlihatkan bahwa sesudah indeksi inisial, kurang-lebih 25% dari sel-sel

kelenjar limfe akan terinfeksi HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang

perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Ketika sistem imun

terstimulasi, replikasi virus akan terjadi dan virus tersebut menyebar ke plasma darah yang

mengakibatkan infeksi berikutnya pada sel-sel CD4+ yang lain. Kalau fungsi limfosit T4

terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki

kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius. Infeksi dan

malignansi yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem imundinamakan infeksi

oprtunistik. (Smeltzer & Bare, 2001)

Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan

gejala akibat infeksi oportunistik (penurunan berat badan ,demam lama, pembesaran kelenjar

Page 8: HIV AIDS

getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes, dll. Pada fase ini disebut dengan

imunodefisiensi, dalam serum pasien yang terinfeksi HIV ditemukan adanya faktor supresif

berupa antibodi terhadap proliferasi sel T. Adanya supresif pada proliferasi sel T tersebut

dapat menekan sintesis dan sekresi limfokin. Sehingga sel T tidak mampu memberikan

respon terhadap mitogen, terjadi disfungsi imun yang ditandai dengan penurunan kadar

CD4+, sitokin; antibodi down regulation; TNF antinef (Nursalam, 2009)

Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkoba. Lamanya penggunaan

jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi pneumonia dan tuberkulosis. Infeksi oleh

kuman lain akan membuat HIV membelah lebih cepat. Selain itu, dapat mengakibatkan

reaaktivitas virus di dalam limfosit sehingga perjalanan penyakit bisa lebih progresif

(Nursalam, 2009)

Page 9: HIV AIDS

2.2.6. Manifestasi Klinis

Menurut Nasronudin (2007), manifestasi gejala dan tanda dari HIV dibagi menjadi 4 tahap:

1. Fase pertama

Merupakan tahap infeksi akut muncul gejala tetapi tidak spesifik tetapi muncul 6

minggu pertama setelah paparan HIV dapat berupa demam, rasa letih, nyeri otot dan

sendi, nyeri telan, dan pembesaran getah bening dan juga disertai meningitis aseptic

yang di tandai demam, nyeri kepala hebat, kejang kjang dan kelumpuhan saraf otak.

2. Fase kedua.

Merupakan tahap asimtomatis, Pada tahap ini gejala dan keluhan hilang , berlangsung

6 minggu hingga beberapa bulan bahkan tahun setelah infeksi, terjadi internalisasi

HIV ke intraseluler. Pada tahap ini aktivitas penderita normal.

3. Fase ketiga

Merupakan tahap simtomatis . Pada tahap ini gejala dan keluhan lebih spesifik dengan

gradasi sedang sampai berat yang di tandai dengan berat badan menurun tetapi tidak

sampai 10 % , pada selaput mulut terjadi sariawan berulang, terjadi peradangan pada

sudut mulut , infeksi bakteri pada saluran nafas atas . penderita lebih banyak berada di

tempat tidur meskipun kurang 12 jam / hari.

4. Fase keempat

Merupakan tahap yang lebih lanjut pada AIDS di tandai dengan, penurunan berat

badan lebih dari 10%, diare yang lebih dari satu bulan, panas yang tidak di ketahui

sebabnya lebih dari satu bulan , kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, tuberculosis

paru dan pneumonia bakteri. Penderita di serbu bermacam infeksi sekunder misalnya

pneumonia pneumokistik karinii, toksoplasmosis otak, diare akibat kriptosporidiosis,

penyakit virus sitomegalo infeksi virus herves, kandidisiasis pada esophagus, trakea,

bronkus, serta infeksi jamur yang lain yaitu, histoplasmosis, kogsidiodomikosis.

Manifestasi klinis HIV/AIDS menurut Smeltzer & Bare (2001) adalah sebagai berikut:

1. Respiratorius

- Pneumonia Pneumocytis carinii yaitu gejala napas pendek, sesak napas (dispnea),

batuk-batuk, nyeri dada, dan demam.

Page 10: HIV AIDS

- Mycobacterium avium suatu kelompok basil tahan asam yang menyebabkan

infeksi pernapasan kendati juga sering dijumpai dalam traktus gastrointestinal,

nodus limfatikus dan sumsum tulang.

2. Gastrointestinal

Manifestasi gastrointestinal penyakit AIDS mencakup hilangnya selera makan, mual,

vomitus, kandidiasis oral serta esofagus dan diare kronis.

- Kandidiasis oral ditandai dengan bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga

mulut dengan keluhan sulit menelan, nyeri retrosternal dan lesi oral yang

mengalami ulserasi .

- Sindrom pelisutan (wasting syndrome) yaitu penurunan berat badan melampaui

10% dari berat badan dasar, diare yang kronis, dan demam kambuhan atau

menetap.

3. Neurologik

- Ensefalopati HIV ditandai dengan penurunan progresif pada fungsi kognitif,

perilaku dan motorik seperti gangguan daya ingat, sakit kepala, sulit

berkonsentrasi, konfusi progresif, kelambatan psikomotorik, apatis dan ataksia

- Cryptococcus neoformans yaitu meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala sperti

demam, sakit kepala, keadaan tidak enak badan (malaise), kaku kuduk, mual,

vomitus perubahan status mentak dan kejang- kejang.

- Leukoenfalopati Multifokal Progresiva (PML) dengan gejala kebutaan, afasia,

paresis, serta kematian

- Neuropati perifer merupakan kelainan dengan mielinisasi disertai rasa nyeri pada

ektremitas, kelemahan, penurunan refleks tendon yang dalam, hipotensi ortostatik

dan impotensi

4. Integumen

Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks yang disertai dengan

pembentukan vesikel yang nyeri yang merusak integritas kulit.. Dermatitis seboreika

disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta

wajah. Penderita AIDS memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang dserati dermatitis

atopik seperti ekzema atau psoriasis.

2.2.7. Komplikasi

Komplikasi primer : MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder), Neurobiologi

(meningitis, mylopati, neuropati), Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis,

Page 11: HIV AIDS

cytomegalovirus/CMV), Leukoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium)

(Mansjoer , 2000)

2.2.8. Prognosis

Sebagian besar HIV/AIDS berakibat fatal, sekitar 75% pasien yang didiagnosis AIDS

meninggal tiga tahun kemudian. Penelitian melaporkan ada 5% kasus pasien terinfeksi HIV

yang tetap sehat secara klinis dan imunologis. (Widoyono, 2011)

2.2.9. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan esensial :

1. Serologi HIV

2. hitung limfosit CD4 + atau hitung limfosit total

3. pemeriksaan darah lengkap dan profil kimia klinis

4. test kehamilan atau dugaan

5. HIV-RNA viral load

(Nasronudin, 2007)

Pemeriksaan tambahan atas indikasi:

1. Foto thoraks

2. urine untuk pemeriksaan rutin dan mikrokopis

3. pemeriksaan serologis hepatitis virus B dan C

4. toksoplasmosis, infeksi virus sitomegalo

5. histoplasmosis, kandidiasis, kriptokokus

(Nasronudin, 2007)

Metode yang umum untuk menegakkan diagnosis HIV meliputi :

1. ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay )

2. Western blot

3. PCR ( Polymerase Chain Reaction )

(Widoyono, 2011)

2.2.10. Penatalaksanaan

a) Penatalaksanaan Umum

Page 12: HIV AIDS

Istirahat cukup guna meminimalkan kondisi hipermetabolik dan hiperkatabolik.

Dukungan nutrisi berbasis mikro dan makronutrien harus optimal untuk menghindari

munculnya sindrom wasting. Konseling yang memadai merupakan formulasi dukungan

psikobiologis dan psikososial terhadap penderita HIV/AIDS (Nasronudin, 2007).

b) Penatalaksanaan Khusus

Karena kausanya virus, maka pemberian antiretroviral theraphy (ART) perlu

diberikan secara kombinasi. Terhadap infeksi sekunder dan malignansi, terapi disesuaikan

dengan manifestasinya (Nasronudin, 2007)

Strategi Pelaksanaan menurut Nasronudin (2007):

1. Terapi antiretroviral

2. Terapi infeksi sekunder atau infeksi oportunistik serta malignansi

3. Dukungan nutrisi berbasis makronutrient dan mikronutrient

4. Konseling terhadap penderita dan keluarga

5. Membudayakan pola hidup sehat dan senam

2.2. Konsep Keperawatan

2.2.1. Pengkajian

Status nutrisi dinilai dengan menanyakan riwayat diet dan mengenali faktor-faktor

yang dapat mengganggu asupan oral seperti anoreksia, mual, vomitus, nyeri oral atau

kesulitan menelan. Penimbangan berat badan, pengukuran antropometri, pemeriksaan

kadar BUN (blood urea nitrogen), protein serum, albumin dan transferin akan

memberikan parameter status nutrisi yang obkjektif

Kulit dan membran mukosa diinspeksi setiap hari untuk menemukan tanda-tanda lesi,

ulserasi atau infeksi. Rongga mulut diperiksa untuk memantau gejala kemerahan,

ulserasi dan adanya bercak-bercak putih sperti krim yang menunjukkan kandidiasis.

Status respiratorius dinilai lewat pemantauan pasien untuk mendeteksi gejala batuk,

produksi sputum, napas pendek, ortopnea, takipnea, dan nyeri dada. Keberadaan suara

pernapasan dan sifatnya juga harus diperiksa.

Page 13: HIV AIDS

Status neurologis ditentukan dengan menilai tingkat kesadaran pasien, orientasinya

terhadap orang, tempat serta waktu dan ingatan yang hilang. Paien juga dinilai untuk

mendeteksi gangguan sensorik dan motorik

Status cairan dan elektrolit dinilai dengan memriksa turgor kulit, peningkatan rasa

haus, penurunan haluaran urin, tekanan darah rendah, denyut nadi yang lemah serta

cepat dan berat jenis urin 1,025 atau lebih, menunjukkan dehidrasi, gangguan

keseimbangan elektrolit mencakup kedutan otot, kram otot, denyut nadi tidak teratur,

mual, serta vomitus dan pernapasan yang dangkal.

Tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya dan cara-cara penularan penyakit

harus dievaluasi. Reaksi psikologis pasien terhadap diagnosis penyakit AIDS

merupakan informasi penting yang harus digali. Pemahaman tentang cara pasien

menghadapi sakitnya dan riwayat stres utama yang pernah dialami sebelumnya

kerapkali bermanfaat. (Smeltzer & Bare, 2001)

2.2.2. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas b.d. mukus berlebihan

2. Hipertermia.b.d. proses penyakit

3. Nyeri kronis b.d. gangguan imun

4. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh b.d. faktor biologis

5. Diare b.d. inflamasi gastrointestinal

6. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan aktif

7. Kerusakan integritas kulit b.d. imunodefisiensi

8. Konfusi akut b.d. cedera otak (penyakit neurologis)

2.2.3. Intervensi Keperawatan

NO Tujuan Intervensi

Page 14: HIV AIDS

1 NOC:Respiratory Status: Airway

Patency

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 3x24 jam, bersihan

jalan napas dapat efektif dengan

kriteria hasil:

- Frekuensi pernapasan

- Irama pernapasan

- Kedalaman inspirasi

- Kemampuan

membersihkan sekret

NIC: Airway Management

1. Auskultasi suara nafas, catat daerah

yang terjadi penurunan atau tidak

adanya ventilasi

2. Identifikasi apakah klien

membutuhkan insertion airway

3. Bebaskan jalan napas

4. Instrukskan pasien untuk batuk efektif

5. Posisikan klien untuk memaksimalkan

ventilasi

6. Lakukan pengeluaran sekret dengan

batuk dan menggunakan suction

7. Atur posisi untuk mengurangi dispnea

8. Lakukan fisoterapi dada jika perlu

9. Kolaborasi pemberian bronkodilator

sesuai dengan instruksi dokter

10. Kolaborasi pemberian O2 sesuai

kebutuhan pasien

2 NOC: Thermoregulation

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 2x24 jam, diharapkan

suhu tubuh normal dengan kriteria

hasil:

- Frekuensi pernapasan

- Melaporkan kenyamanan

suhu

- Suhu tubuh menurun

NIC: Temperature Regulation

1. Pantau tanda-tanda vital

2. Pantau suhu minimal setiap dua jam

3. Pantau warna kulit dan suhu kulit

4. Berikan kompres pada pasien

5. Berikan lingkungan yang mendukung

keadaan pasien

6. Anjurkan klien banyak minum 2-3

liter/hari

7. Anjurkan klien memakai pakaian yang

tipis dan menyerap keringat

8. Ajarkan klien atau keluarga dalam

mengukur suhu untuk mencegah dan

mnegenali secara dini hipertermia

9. Kolaborasi pemberian cairan IV

Page 15: HIV AIDS

10. Kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian obat antipiretik

3 NOC: Pain: Disruptive effects

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 3x24jam nyeri kronis

dapat teratasi dengan kriteria hasil:

- Ketidaknyamanan

berkurang

- Tidak ada gangguan

konsentrasi

- Tidak ada gangguan tidur

- Tidak ada gangguan

aktivitas fisik

NIC: Pain Management

1. Lakukan pengkajian nyeri meliputi

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensital dari nyeri dan faktor

pemicu

2. Ekplorasi pasien tentang faktor yang

memperparah nyeri

3. Menentukan dampak dari pengalaman

nyeri dengan kualitas hidup (mis. tidur,

selera makan, aktivitas, hubungan)

4. Kaji dampak agama, budaya

kepercayaan dan lingkungan terhadap

nyeri dan respons pasien

5. Ajarkan teknik nonfarmakologi

(relaksasi, distraksi, hipnosis)

6. Instruksikan pasien untuk

menginformasikan kepada perawat jika

rasa nyeri tetap ada

7. Tingkatkan istirahat dan tidur yang

adekuat

8. Berikan informasi tentang nyeri,

seperti penyebab nyeri, seberapa lama

akan berlangsung dan antisipasi

ketidaknyamanan

9. Kolaborasi dengan dokter pemberian

analagesik

10. Kolaborasi dengan pasien atau tenaga

kesehatan lainnyauntuk menentukan

implementasi nonfarmakologikal

Page 16: HIV AIDS

4 NOC: Nutritional Status

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 3x24jam, kekurangan

nutrisi dapat teratasi dengan kriteria

hasil:

- Intake nutrisi

- Intake makanan

- Intake cairan

- Peningkatan berat badan

NIC: Nutrition Management

1. Kaji pola makan klien

2. Kaji adanya alergi makanan

3. Kaji makanan yang disukai klien

4. Monitor bb setiap hari

5. Monitor adanya mual muntah

6. Monitor intake nutrisidan kalori

7. Yakinkan diet yang dikonsumsi

mengandung cukup serat

8. Anjurkan klien untuk meningkatkan

asupan nutrisinya

9. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

penyediaan nutrisi sesuai kebutuhan

klien

10. Kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian cairan IV

5 NOC: Bowel Elimination

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 3x 24 jam, diare dapat

teratasi dengan kriteria hasil:

- BAB terkontrol

- Diare berkurang

- Feses lunak dan terbentuk

- Nyeri perut tidak ada

NIC: Diarrhea Management

1. Identifikasi faktor yang menyebabkan

diare

2. Evaluasi jenis intake makanan

3. Evaluasi pengobatan yang berefek

samping gastrointestianl

4. Monitor kulit perianal terhadap adanya

iritasi dan ulserasi

5. Monitor turgor kulit, mukosa oral

sebagai indikator dehidrasi

6. Ajarkan pada keluarga penggunaan

obat anti diare

7. Instruksikan pada pasien dan keluarga

untuk mencatat warna, volume

frekuensi dan konsistensi feses

8. Kolaborasikan dengan dokter jika

tanda dan gejala diare menetap

9. Monitor hasil lab (elektrolit dan

Page 17: HIV AIDS

leukosit)

10. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam

pemberian diet yang tepat

6 NOC: Fluid Balance

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 3x24 jam, kekurangan

cairan dapat teratasi dengan kriteria

hasil:

- Tekanan darah

- Keseimbangan intake

output 24 jam

- Kestabilan berat badan

NIC: Fluid Management

1. Kaji status hidrasi (membran mukosa

yang adekuat

2. Kaji indikasi kekurangan cairan

3. Kaji status nutrisi

4. Kaji intake dan output

5. Kaji lokasidan luas edema

6. Monitor tanda-tanda vital

7. Timbang bb per hari

8. Pertahankan intake dan output yang

akurat

9. Kolaborasi pemberian cairan intravena

10. Kolaborasi pemberian diuretik

7 NOC: Tissue Integrity: Skin &

Mucous Membranes

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 3x24 jam, kerusakan

integritas kulit dapat teratasi dengan

kriteria hasil:

- Integritas kulit

- Lesi kulit berkurang

- Tekstur kulit

- Hidrasi kulit

NIC: Wound Care

1. Pantau kulit dan adanya ruam dan

lecet, warna, suhu, kelembapan, dan

kekeringan yang berlebihan, area

kemerahan dan rusak

2. Mengukur dasar luka yang ada

3. Lakukan perawatan luka

4. Bersihkan luka dengan menggunakan

normal saline

5. Mengoleskan salep pada luka di kulit

sesuai instruksi dokter

6. Bandingkan secara teratut perubahan

luka pada kulit

7. Ganti posisi setiap 1-2 jam secara

teratur

8. Gunakan teknik yanng benar dalam

mengubah posisi dengan memiringkan

Page 18: HIV AIDS

pasien

9. Ajarkan keluarga pasien tentang

pentingnya perawatan luka

10. Kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian salep atau obat oles pada

luka pasien

8 NOC: Cognition

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 3x24jam diharapkan

konfusi dapat teratasi dengan kriteria

hasil:

- Komunikasi jelas

- Konsentrasi

- Daya ingat

NIC: Cognitive stimulation

1. Identifikasi penyebab kekurangan

kognitif

2. Sediakan stimulasi sensori yang

berencana

3. Berbicara dengan pasien

4. Orientasikan waktu tempat dan orang

5. Stimulasi memori dengan mengulang

ekspresi pasien sebelumnya

6. Sediakan penggunaan program

multistimulasi (terapi musik, aktivitas

kreatif, latihan)

7. Gunakan pengingat seperti ceklis,

jadwal, dan alarm pengingat

8. Tawarkan stimulasi lingkungan dengan

berkomunikasi dengan orang lain

9. Berikan waktu istirahat

10. Kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian program medis

Page 19: HIV AIDS

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Intervention Classification. United States of America:

Elsevier.

Herdman, T.H. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses 2015-2017. Oxford: Wiley

Blackwell.

Moorhead, Sue. 2013. Nursing Outcomes Classification. United States of America: Elsevier

Nasronudin. 2007. HIV/AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis, dan Sosial. Surabaya: Airlangga University Press

Smeltzer, Suzzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth

Edisi 8. Jakarta: EGC.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga

Page 20: HIV AIDS