Hipokalemia, Hiponatremia, Asidosis Metabolik.docx

19
Hiponatremia Patofisiologi Hiponatremia adalah kelebihan cairan relative yang terjadi bila : 1. Jumlah asupan cairan melebihi kemampuan ekskresi 2. Ketidakmampuan menekan sekresi ADH misalnya pada kehilangan cairan melali saluran cerna, gagal jantung dan sirosis hati atau pada SIADH (Syndrome of Inappropriate ADH-secretion). Berdasarkan prinsip di atas maka etiologi hiponatremia dapat dibagi atas : - Hiponatremia dengan ADH meningkat - Hiponatremia dengan ADH tertekan fisiologik - Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal atau tinggi Sekresi ADH meningkat akibat deplesi volume sirkulasi efektif seperti pada muntah, diare, perdarahan, jumlah urin meningkat, gagal jantung, sirosis hati, SIADH, insufisiensi adrenal, dan hipotiroid. Pada polidipsia primer dan gagal ginjal terjadi ekskresi cairan lebih rendah disbanding adupan cairan sehingga menimbulkan respons fisiologik yang menekan sekresi ADH. Respon fisiologik dari hiponatremia adalah tertekannya pengeluaran ADH dari hipotalamus sehingga sekresi urin meningkat karena saluran air (AQP2A) di bagian apical duktus koligentes berkurang (osmolaritas urin rendah).

description

gangguan asam basa

Transcript of Hipokalemia, Hiponatremia, Asidosis Metabolik.docx

Page 1: Hipokalemia, Hiponatremia, Asidosis Metabolik.docx

Hiponatremia

Patofisiologi

Hiponatremia adalah kelebihan cairan relative yang terjadi bila :

1. Jumlah asupan cairan melebihi kemampuan ekskresi

2. Ketidakmampuan menekan sekresi ADH misalnya pada kehilangan cairan melali saluran

cerna, gagal jantung dan sirosis hati atau pada SIADH (Syndrome of Inappropriate ADH-

secretion).

Berdasarkan prinsip di atas maka etiologi hiponatremia dapat dibagi atas :

- Hiponatremia dengan ADH meningkat

- Hiponatremia dengan ADH tertekan fisiologik

- Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal atau tinggi

Sekresi ADH meningkat akibat deplesi volume sirkulasi efektif seperti pada muntah, diare,

perdarahan, jumlah urin meningkat, gagal jantung, sirosis hati, SIADH, insufisiensi adrenal, dan

hipotiroid. Pada polidipsia primer dan gagal ginjal terjadi ekskresi cairan lebih rendah

disbanding adupan cairan sehingga menimbulkan respons fisiologik yang menekan sekresi ADH.

Respon fisiologik dari hiponatremia adalah tertekannya pengeluaran ADH dari hipotalamus

sehingga sekresi urin meningkat karena saluran air (AQP2A) di bagian apical duktus koligentes

berkurang (osmolaritas urin rendah).

Pemberian cairan iso-osmotik yang tidak mengandung natrium ke dalam cairan ekstrasel

dapat menimbulkan hiponatremia disertai osmolalitas plasma normal. Tingginya osmolalitas

plasma pada keadaan hiperglikemia atau pemberian manitol intravena menyebabkan cairan

intrasel keluar dari sel menyebabkan dilusi cairan ekstrasel yang menyebabkan hiponatremia.

Dalam keadaan normal, 93% dari volume plasma terdiri dari air dan elektrolit sedang 7%

sisanya terdiri dari lipid dan protein. Pada hiperlipidemia atau hiperproteinemia berat akan

terjadi penurunan volume air plasma menjadi 80% sedang jumlah natrium plasma tetap dan

osmolalitas plasma normal; akan tetapi karena kadar air plasma berkurang (pseudohiponatremia)

Page 2: Hipokalemia, Hiponatremia, Asidosis Metabolik.docx

kadar natrium dalam cairan plasma total yang terdektesi pada pemeriksaan laboratorium lebih

rendah dari normal.

Hiponatremia Akut

Hiponatremia akut adalah kejadian hiponatremia yang berlangsung cepat yaitu

kurang dari 48 jam. Pada keadaan ini akan terjadi gejala yang berat seperti penurunan

kesadaran dan kejang, hal ini terjadi akibat edema sel otak, karena air dari ekstrasel

masuk ke intrasel yang osmolalitasnya lebih tinggi. Kelompok ini disebut juga sebagai

hiponatremia simptomatik atau hiponatremia berat.

Hiponatremia Kronik

Hiponatremia kronik adalah kejadian hiponatremia yang berlangsung lambat yaitu

lebih dari 48 jam. Pada keadaan ini tidak terjadi gejala yang berat seperti penurunan

kesadaran atau kejang (ada proses adaptasi), gejala yang timbul hanya ringan seperti

lemas atau mengantuk. Pada keadaan ini tidak ada urgensi melakukan koreksi konsentrasi

natrium, terapi dilakukan dalam beberapa hari dengan memberikan larutan garam

isotonik. Kelompok ini disebut juga sebagai hiponatremia asimptomatik.

Diagnosis

Di klinik bila ditemukan kasus hiponatremia dengan gejala yang berat (kesadaran

menurun, kejang) maka hiponatremia digolongkan dalam kategori akut. Hiponatremia tanpa

gejala berat (lemas, mengantuk) digolongkan dalam kategori kronik. Hal ini penting untuk

diketahui sehubungan dengan tindakan yang akan dilakukan bila terjadi keadaan hiponatremia.

Tatalaksana

Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari penyebab hiponatremia dengan cara :

- Anamnesis yang teliti (antara lain riwayat muntah, penggunaan diuretic, penggunaan

manitol)

Page 3: Hipokalemia, Hiponatremia, Asidosis Metabolik.docx

- Pemeriksaan fisik yang teliti (antara lain apakah ada tanda-tanda hipovolemik atau tidak)

- Pemeriksaan gula darah, lipid darah

- Pemeriksaan osmolalitas darah (antara lain osmolalitas rendah atau tinggi)

- Pemeriksaan osmolalitas urin atau dapat juga dengan memeriksa berat jenis urin

(interpretasi apakah ADH meningkat atau tidak, gangguan pemeketan)

- Pemeriksaan natrium, kalium, dan klorida urin untuk mengetahui jumlah ekskresi

elektrolit di dalam urin.

Langkah selanjutnya adalah melakukan pengobatan yang tepat sasaran :

- Perlu dibedakan apakah kejadian hiponatremia akut atau kronik

- Tanda atau penyakit lain yang menyertai hiponatremia perlu dikenali (deplesi volume,

dehidrasi, gagal jantung, gagal ginjal)

- Koreksi natrium :

Pada hiponatremia akut, koreksi Na dilakukan secara cepat dengan

pemberian larutan natrium hipertonik intravena. Kadar natrium plasma dinaikkan

sebanyak 5 mEq/L dari kadar natrium awal dalam waktu 1 jam. Setelah itu, kadar

natrium plasma dinaikkan sebesar 1 mEq/L setiap 1 jam sampai kadar natrium

darah mencapai 130 mEq/L. Rumus yang dipakai untuk mengetahui jumlah

natrium dalam larutan natrium hipertonik yang diberikan adalah

0,5 x berat badan (kg) x delta natrium

Delta natrium merupakan selisih antara kadar natrium yang diinginkan dengan

kadar natrium awal.

Pada hiponatremia kronik, koreksi Na dilakukan secara perlahan yaitu

sebesar 0,5 mEq/L setiap 1 jam, maksimal 10 mEq/L dalam 24 jam. Bila delta Na

besarnya 8 mEq/L, dibutuhkan waktu pemberian selama 16 jam. Rumus yang

dipakai sama seperti diatas. Natrium yang diberikan dapat dalam bentuk natrium

hipertonik intravena atau natrium per oral.

Page 4: Hipokalemia, Hiponatremia, Asidosis Metabolik.docx

Hipokalemia

Patofisiologi

Hipokalemia merupakan kejadian yang sering dijumpai di klinik. Penyebab hipokalemik

dapat dibagi sebagai berikut :

- Asupan kalium kurang

- Pengeluaran kalium berlebihan

- Kalium masuk ke dalam sel

Asupan kalium kurang

Kalium yang masuk ke dalam tubuh dalam keadaan fungsi ginjal yang normal, akan di

ekskresikan melalui ginjal. Makin tinggi asupan kalium, makin tinggi eksresi melalui ginjal,

demikian sebaliknya bila asupan kalium rendah. Asupan kalium normal berkisar antara 40-120

mEq perhari. Dalam keadaan normal ekskresi kalium melalui ginjal dapat minimal sampai 5

mEq per hari untuk mempertahankan kadar kalium normal normal dalam darah, sejalan dengan

rendahnya asupan kalium. Hipokalemia akibat asupan kalium rendah saja, jarang terjadi dalam

klinik. Biasanya disertai oleh masalah lain misalnya pada pemberian diuretic atau pemberian diet

rendah kalori pada program menurunkan berat badan.

Pengeluaran kalium berlebihan

Pengeluaran kalium yang berlebihan terjadi melalui saluran cerna, ginjal atau keringat.

Pada keadaan muntah atau pemakaian selang naso-gastrik, pengeluaran kalium bukan melalui

saluran cerna atas karena kadar kalium dalam cairan gastric hanya sedikit (5-10 mEq/L), akan

tetapi kalium banyak keluar melalui ginjal. Akibat muntah atau pemakaian selan naso-gastrik,

terjadi alkalosis metabolic sehingga banyak bikarbonat yang difiltrasi di glomerulus yang akan

mengikat kalium di tubulus distal (duktus koligentes) yang juga dibantu dengan adanya

hiperaldosteron sekunder dari hipovolemia yang timbul akibat muntah. Kesemuanya ini akan

meningkatkan ekskresi kalium melalui urin dan menyebabkan hipokalemia.

Pada saluran cerna bawah (diare, pemakaian pencahar), kalium keluar bersama bikarbonat

(asidosis metabolic). Kalium dalam saluran cerna bawah jumlahnya lebih banyak (20-50

Page 5: Hipokalemia, Hiponatremia, Asidosis Metabolik.docx

mEq/L). Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui ginjal dapat terjadi pada pemakaian

diuretic, kelebihan hormone mineralokortikoid orimer/hiperaldosteronisme primer 9adenoma

kelenjar adrenal), anion yang tidak dapat di reabsorbsi yang berikatan dengan natrium berlebihan

dalam tubulus (bikarbonat, beta-hidroksibutirat, hipurat) menyebabkan lumen duktus koligentes

bermuatan lebih negative dan menarik kalium masuk dalam lumen lalu dikeluarkan bersama

urin, pada hipomagnesemia, poliuria (polidipsia primer, diabetes insipidus) dan salt-wasting

nephropathy (sindrom Bartter atau Gitelman, hiperkalsemia). Pengeluaran kalium berlebihan

melalui keringat dapat terjadi bila dilakukan latihan berat pada lingkungan yang panas sehingga

produksi keringat mencapai 10L.

Kalium masuk kedalam sel

Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian insulin,

peningkatan aktifitas beta-adrenergik (pemakaian β2-agonis), paralisis periodic hipokalemik,

hipotermia. Hanya sejumlah kecil praksi konsentrasi ion kalium berada pada rongga

ekstraseluler. Karenanya, konsentrasi total ion kalium secara akurat. Defisit ion kalium

tergantung pada lamanya kontak dengan penyebab (time for equilibration) dan konsentrasi ion

kalium serum 1 mEq sebanding dengan defisit 200mEq. Dianjurkan untuk mempertahankan

konsentrasi ion kalium serum <4.0 mEq/L.

Diagnosis

Pada umumnya, hipokalemia akan menyebabkan ekskresi kalium melalui ginjal menurun

hingga kurang dari 25 mEq per hari sedangkan eksresi kalium di dalam darah urin lebih dari 40

mEq/L per hari menandakan adanya pembuangan kalium yang berlebihan melalui ginjal.

Ekskresi kalium yang rendah melalui ginjal disertai asidosis metabolik merupakan

pertanda adanya pembuangan kalium berlebihan melalui saluran cerna seperti diare akibat

infeksi atau penggunaan pencahar. Ekskresi kalium berlebihan melalui saluran ginjal dengan

disertai asidosis metabolik merupakan pertanda adanya ketoasidosis diabetic atau renal tubular

acidosis (RTA), baik tipe proksimal maupun distal.

Eksresi kalium yang rendah di urin disertai alkalosis metabolic merupakan pertanda

adanya muntah kronik atau pemberian diuretic jangka lama. Ekskresi kalium yang tinggi di urin

Page 6: Hipokalemia, Hiponatremia, Asidosis Metabolik.docx

disertai alkalosis metabolic dan tekanan darah rendah merupakan pertanda dari Sindrom Bartter.

Ekresi kalium tinggi di urin disertai alkalosis metabolik dan tekanan darah tinggi merupakan

pertanda adanya hiperaldosteronisme primer.

Tatalaksana

Dalam melakukan koreksi kalium, perlu diperhatikan indikasinya. Indikasi koreksi kalium

dapat dibagi dalam :

- Indikasi mutlak, pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu pada keadaan :

1. Pasien sedang dalam pengobatan digitalis

2. Pasien dengan ketoasidosis diabetic

3. Pasien dengan kelemahan otot pernafasan

4. Pasien dengan hipokalemia berat (K < 2 mEq/L)

- Indikasi kuat, kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama yaitu pada keadaan :

1. Insufisiensi koroner/iskemia otot jantung

2. Ensefalopati hepatic

3. Pasien menggunakan obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ekstra

ke intrasel

- Indikasi sedang, pemberian kalium tidak perlu segera seperti pada hipokalemia ringan (K

antara 3-3,5 mEq/L)

Pemberian kalium lebih disukai melalui oral karena lebih mudah. Pemberian 40-60 mEq

dapat meningkatkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L, dan pemberian 135-160 mEq dapat

meningkatkan kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L.

Pemberian kalium intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena yang besar

dengan kecepatan 10-20 mEq/jam. Pada keadaan aritmia yang berbahaya atau adanya

kelumpuhan otot pernafasan, KCl dilarutkan sebanyak 20mEq dalam 100ml NaCl isotonic. Bila

melalui vena perifer, KCl maksimal 60 mEq dilarutkan dalam NaCl isotonic 1000 ml karena bila

melebihi kadar ini dapat menimbulkan rasa nyeri dan menyebabkan sklerosis vena.

Page 7: Hipokalemia, Hiponatremia, Asidosis Metabolik.docx

Asidosis Metabolik

Patofisiologi

Asidosis metabolic ditandai dengan turunnya kadar ion-HCO3 diikuti dengan penurunan

tekanan parsial CO2 didalam arteri. Kompensasi umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme

respiratorik dan ginjal, ion hydrogen berinteraksi dengan ion bikarbonat membentuk molekul

CO2 yang dieliminasi di paru, sementara itu ginjal mengupayakan ekskresi ion hydrogen ke urin

dan memproduksi ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan ekstraseluler. Kadar ion-HCO3

normal adalah sebesar 24 mEq/L dan kadar normal pCO2 adalah 40 mmHG dengan kadar ion-H

sebesar 40 nanomol/L. Penurunan kadar ion-HCO3 sebesar 1 mEq/L akan diikuti oleh penurunan

pCO2 sebesar 1,2 mmHg.

Penyebab asidosis metabolic dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu :

a. Pembentukan asam yang berlebihan (asam fixed dan asam organic) di dalam tubuh. Ion

hydrogen dibebaskan oleh system buffer asam karbonat-bikarbonat, sehingga terjadi

penurunan pH. Dalam klinik ditemukan keadaan ini seperti pada :

o Asidosis laktat. Timbul karena hipoksia jaringan berkepanjangan, mengakibatkan

jaringan mengalami proses metabolisme anaerob

o Ketoasidosis. Timbul karena produksi badan keton dalam jumlah sangat tinggi

pada metabolisme fase pasca absortif. Ketoasidosis merupakan akibat dari starvasi

dan komplikasi diabetes mellitus yang tidak terkendali, jaringan tidak dapat

memanfaatkan glukosa dari sirkulasi, sehingga mengandalkan metabolisme lipid

dan keton

o Intoksikasi salisilat

o Intoksikasi etanol

b. Berkurangnya kadar ion-HCO3 dalam tubuh. Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat

yang mengatur keseimbangan ion hydrogen dan mempengaruhi keseimbangan pH.

Penurunan konsentrasi HCO3- di cairan ekstraselular menyebabkan penurunan efektifitas

system buffer dan asidosis timbul. Penyebab penurunan konsentrasi HCO3- antara lain

adalah diare, renal tubular acidosis (RTA) proksimal (RTA-2), pemakaian obat inhibitor

enzim anhidrase karbonat atau pada penyakit ginjal kronik stadium III-IV.

Page 8: Hipokalemia, Hiponatremia, Asidosis Metabolik.docx

c. Adanya retensi ion-H didalam tubuh. Jaringan tidak mampu mengupayakan ekskresi ion

hydrogen melalui ginjal. Kondisi ini dijumpai pada penyakit ginjal kronik stadium IV-V,

RTA-1 atau RTA-4.

Kompensasi paru dengan cara hiperventilasi yang menyebabkan penurunan tekanan parsial

CO2, dapat bersifat lengkap, sebagian atau berlebihan. Berdasarkan kompensasi ini, asidosis

metabolic dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :

a. Asidosis metabolik sederhana (simple atau compensated metabolic acidosis); penurunan

kadar ion-HCO3 sebesar 1 mEq/L diikuti penurunan pCO2 sebesar 1,2 mmHg.

b. Gabungan asidosis metabolik dengan asidosis respiratorik dapat juga disebut

uncompensated metabolic acidosis; penurunan kadar ion-HCO3 sebesar 1 mEq/L diikuti

penurunan pCO2 kurang dari 1,2 mmHg (pCO2 dapat sedikit lebih rendah atau sama atau

lebih tinggi dari normal).

c. Gabungan asidosis metabolic dengan alkalosis respiratorik atau dapat disebut sebagai

partly compensated metabolic acidosis; penurunan kadar ion-HCO3 sebesar 1 mEq/L

diikuti penurunan PCO2 sebesar lebih dari 1,2 mmHg (pH dapat sedikit lebih rendah atau

sama atau lebih tinggi dari normal).

Pada prinsipnya, penyebab gangguan harus diketahui sebelum melakukan pengobatan.

Penyebab potensial demikian bervariasi sehingga seorang klinikus harus menegakkan diagnosis.

Pada beberapa keadaan, diagnosis sangat jelas. Sebagai contoh misalnya kasus asidosis

metabolik yang terjadi pada seorang setelah melakukan aktifitas fisik, tentunya jenis asidosis

laktat. Kasus lainnya harus ditelusuri lebih lanjut.

Untuk mengetahui etiologi dari tiap kelompok penybaba asidosis metabolic tersebut perlu

diketahui besarnya anion gap. Dalam keadaan normal, jumlah anion dan jumlah kation di dalam

tubuh adalah sama besar. Ada anion dan jumlah kation yang dapat dihitung (Cl, HCO3 dan Na)

dan ada anion dan kation yang tidak dapat dihitung (anion atau kation lain dari zat organic).

Selisih antara Na dengan HCO3 dan Cl atau selisih dari anion gap, Na-(HCO3 + Cl), dalam

keadaan normal sebesar 12 ± 3 mEq.

Pada kelompok pembentukan asam organic yang berlebihan sebagai penyebab asidosis

metabolic, besar anion-gap akan meningkat oleh karena adanya penambahan anion lain yang

Page 9: Hipokalemia, Hiponatremia, Asidosis Metabolik.docx

berasal dari asam organik antara lain asam hidroksi butirat pada ketoasidosis diabetic, asam

laktat pada asidosis laktat, asam salisilat pada intoksikasi salisilat atau asam organic akibat

intoksikasi etanol.

Pada kelompok berkurangnya kadar ion-HCO3 sebagai penyebab asidosis metabolik, besar

anion gap tetap dalam batas normal dengan peningkatan kadar ion-Cl. Misalnya pada keadaan

diare atau renal tubular acidosis proksimal (RTA-2), pemakaian obat inhibitor enzim anhidrase

karbonat atau pada penyakit ginjal kronik stadium III-IV.

Asidosis metabolic dengan anion gap yang normal selalu disertai dengan peningkatan ion-Cl

dalam plasma sehingga disebut juga sebagai asidosis metabolic hiperkloremik. Pada kelompok

retensi ion-H sebagai penyebab asidosis metabolic, besar anion gap meningkat, misalnya pada

penyakit ginjal kronik stadium IV –V, dan besar anion gap normal misalnya pada renal tubular

acidosis (RTA-1 atau RTA-4).

Anion gap dalam urin

Pada keadaan asidosis metabolic dengan anion gap normal (hipokloremik), ion-Cl yang

berlebih akan di sekresikan oleh sel intercalated duktus koligentes bersama dengan seksresi ion

H+ (ion-Cl melalui saluran-Cl dan ion H+ melalui pompa H-ATPase). Ekskresi ion-Cl dilakukan

bersama dengan ion-NH3 dalam bentuk NH4Cl. Ion-NH4 dibentuk dari ikatan antara ion-NH3

dalam tubulus dengan ion H+ yang disekresikan oleh sel tubulus distal (duktus kolektif).

Tergnaggu atau normalnya ekskresi ion-NH3 dalam bentuk NH4Cl dapat dinilai dengan

menghitung anion gap di dalam urin.

Anion-gap dalam urin dihitung dengan rumus :

(Na-urin + K-urin) – Cl-urin

Bila hasilnya positif, terdapat gangguan ekskresi ion-NH3 sehingga NH4Cl tidak

terbentuk akibat adanya gangguan sekresi ion H+ di tubulus distal (tidak dapat berikatan dengan

ion-NH3) misalnya pada renal tubular acidosis (RTA-1 dan RTA-4).

Page 10: Hipokalemia, Hiponatremia, Asidosis Metabolik.docx

Hasil yang negative, menunjukkan keadaan asidosis metabolik anion-gap normal dimana

ekskresi ion-Cl dalam bentuk NH4Cl sebanding dengan sekresi ion H+ di tubulus distal yang

terjadi akibat adanya asidosis metabolik, misalnya pada keadaan diare.

Penghitungan anion gap dalam urin tak dapat diterapkan bila terjadi deplesi volume

sehingga ekskresi Na urin rendah atau bila terjadi peningkatan ekskresi anion yang tak dapat

dihitung seperti β-hidroksibutirat pada ketoasidosis diabetikum sehingga jumlah Na dan K yang

diekskresi dalam urin meningkat.

Diagnosis

Manifestasi asidosis metabolic sangat tergantung pada penyebab dan kecepatan

perkembangan prosesnya. Suatu asidosis metabolic akut menyebabkan depresi miokardial

disertai reduksi cardiac output (curah jantung), penurunan tekanan darah, penurunan aliran ke

sirkulasi hepatic dan renal. Aritmia dan fibrilasi ventricular mungkin terjadi. Metabolisme otak

menurun secara progresif. Pada pH lebih dari 7,1 terjadi fatigue (rasa lelah), sesak nafas

(pernafasan kussmaull), nyeri perut, nyeri tulang, dan mual/muntah. pada pH kurang dari atau

sama dengan 7,1 akan tampak gejala seperti pada pH >7,1 efek inotropik negative, aritmia,

konstriksi vena perifer, dilatasi arteri perifer (penurunan resistensi perifer), penurunan tekanan

darah, penurunan aliran darah ke hari, konstriksi pembuluh darah paru (pertukaran oksigen

terganggu).

Tatalaksana

Asidosis metabolic pada kasus-kasus kritis merupakan pertanda dari kondisi serius yang

memerlukan tindakan agresif untuk memperoleh diagnosis dan tatalaksana penyebab.

Tatalaksana asidosis metabolic ditujukan terhadap penyebabnya. Peran bikarbonat pada asidosis

metabolic akut bersifat controversial tanpa disadari data yang rasional. Bagaimanapun, pada

banyak kasus, pemberian bikarbonat lebih banyak menunjukkan bahaya dibandingkan

keuntungannya. Kecuali pada kasus-kasus disebutkan pada indikasi terapi berikut, tidak ada data

ilmiah penunjang pengobatan asidosis metabolic atau respiratorik menggunakan natrium

bikarbonat. Lebih lanjut, pH intrasel memiliki nilai sangat penting dalam menentukan fungsi

selular. System buffer intrasel cukup efektif dalam mempertahankan pH ke nilai normal

Page 11: Hipokalemia, Hiponatremia, Asidosis Metabolik.docx

dibandingkan dengan system buffer ektrasel. Sebagai konsekuensinya, pasien dapat bertoleransi

terhadap pH di bawah 7.0 selama fase hiperkapnia tanpa efek yang membahayakan.

Pemberian infus bikarbonat menimbulkan problem pada pasien-pasien dengan asidosis,

antara lain kelebihan pemberian cairan, alkalosis metabolic, dan hipernatremia. Selain itu,

penelitian yang dilakukan pada hewan maupun manusia memperlihatkan bahwa alkali hanya

menimbulkan efek sesaat (kadar bikarbonat plasma meningkat sesaat). Hal ini tampaknya

memiliki korelasi dengan CO2 yang dihasilkan pada pemberian bikarbonat sebagai ekses buffer

pada ion hydrogen. CO2 ini secara normal dibuang melalui paru. Namun, pada pasien-pasien

kritis seringkali dijumpai penurunan sirkulasi ke pulmonary sehingga PCO2 vena terus

meningkat melebihi nilai normal dan CO2 yang diproduksi tidak dapat dieleminasi. Meskipun

minute ventilation ditingkatkan (pada pasien dengan ventilator), eliminasi CO2 tidak dapat

ditingkatkan.

Pada kasus asidosis metabolic hiperkloremik dapat tidak terjadi regenerasi endogen

bikarbonat karena yang berlangsung pada keadaan tersebut adalah kehilangan bikarbonat bukan

aktivasi system buffer. Oleh karena itu, walaupun asidosis metabolic bersifat reversible,

pemberian bikarbonat eksogen hanya diperlukan bila pH < 7,2. Keadaan tersebut dapat terjadi

pada diare berat, fistula high-output, atau RTA.

Bikarbonat diperlukan pada kasus asidosis metabolic dengan kemampuan melakukan

kompensasi yang menurun, misalnya pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dengan

keterbatasan melakukan eliminasi CO2. Pada kasus ini, sejumlah kecil bikarbonat diperlukan

untuk mencegah terjadinya gagal nafas dan mengurangi kebutuhan intubasi serta penggunaan

ventilator mekanik.

Indikasi koreksi asidosis metabolik perlu diketahui dengan baik agar koreksi dapat

dilakukan dengan tepat tanpa menimbulkan hal-hal yang membahayakan pasien.

Langkah koreksi asidosis metabolik :

1. Langkah pertama. Tetapkan berat ringannya gangguan asidosis. Gangguan disebut letal

bila pH darah kurang dari 7 atau kadar ion H lebih dari 100nmol/L. gangguan yang perlu

mendapat perhatian bila pH darah 7.1-7.3 atau kadar ion H antara 50-80 nmol/L.

Page 12: Hipokalemia, Hiponatremia, Asidosis Metabolik.docx

2. Langkah kedua. Tetapkan anion gap atau bila perlu anion-gap urin untuk mengetahui

dugaan etiologi asidosis metabolik. Dengan bantuan gejala klinis lain dapat dengan

mudah ditetapkan etiologinya.

3. Langkah ketiga. Bila dicurigai kemungkinan asidosis laktat, hitung rasio delta anion-gap

dengan delta HCO3 (delta anion gap : anion gap pada saat pasien diperiksa dikurangi

dengan median anion gap normal, delta HCO3 : kadar HCO3 normal dikurangi dengan

kadar HCO3 pada saat pasien diperiksa). Bila rasio lebih dari 1 (dalam beberapa litelatur

lain disebutkan 1,6), asidosis disebabkan oleh asidosis laktat. Langkah ketiga ini

menetapkan sampai sejauh mana koreksi dapat dilakukan.

Prosedur koreksi

1. Secara umum koreksi dilakukan hingga tercapai pH 7.2 atau kadar ion HCO3 12 mEq/L

2. Pada keadaan khusus :

Pada penurunan fungsi ginjal, koreksi dapat dilakukan secara penuh

hingga mencapai kadar ion HCO3 20-22 mEq/L. Pertimbangan dilakukan hal

tersebut adalah mencegah hiperkalemia, mengurangi kemungkinan malnutrisi,

dan mengurangi percepatan gangguan tulang (osteodistrofi ginjal). Pada

ketoasidosis diabetik atau asidosis laktat tipe A, koreksi dilakukan bila kadar ion

HCO3 dalam darah kurang atau sama dengan 5 mEq/L, terdapat hiperkalemia

berat, setelah koreksi insulin pada diabetes mellitus, koreksi oksigen pada asidosis

laktat, atau pada diabetes mellitus, koreksi oksigen pada asidosis laktat, atau pada

asidosis belum terkendali. Koreksi dilakukan sampai kadar ion HCO3 10 mEq/L

Pada asidosis metabolic yang terjadi bersamaan dengan asidosis

respiratorik dan tidak menggunakan ventilator, koreksi harus dilakukan secara

hati-hati atas pertimbangan depresi pernafasan.

Koreksi dengan pemberian larutan natrium bikarbonat dilakukan setelah kebutuhan

bikarbonat diketahui. Yang dimaksud dengan kebutuhan bikarbonat adalah menentukan berapa

banyak bikarbonat yang akan diberikan pada satu keadaan untuk mencapai kadar bikarbonat

darah yang diinginkan. Untuk hal ini, harus diketahui bicarbonate-space atau ruang bikarbonat

pasien pada kadar bikarbonat tertentu. Ruang bikarbonat adalah besarnya kapasitas penyangga

total tubuh, termasuk bikarbonat ekstrasel, protein intrasel, dan bikarbonat tulang.