Hipertensi+asma

33
TUGAS HIPERTENSI ESENSIAL Oleh: ARI SEPTIANI DIAH BUDIARTI LABORATORIUM FARMAKOLOGI KLINIK/FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2010 1

Transcript of Hipertensi+asma

Page 1: Hipertensi+asma

TUGAS

HIPERTENSI ESENSIAL

Oleh:

ARI SEPTIANI

DIAH BUDIARTI

LABORATORIUM FARMAKOLOGI KLINIK/FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2010

1

Page 2: Hipertensi+asma

PENDAHULUAN

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi medis dimana terjadi peningkatan

tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai tiga

bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg pada saat istirahat diduga sebagai

penderita hipertensi (Mas'ud, 1989).

KLASIFIKASI HIPERTENSI

Tabel 2.1. menunjukkan klasifikasi tekanan darah untuk dewasa (18 tahun).

Klasifikasi ini berdasarkan rata-rata hasil dua kali pengukuran atau lebih pada posisi duduk

(Chobanian, et al., 2004).

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII; TDS = Tekanan Darah Sistolik;

TDD = Tekanan Darah Diastolik (Chobanian, et al., 2004)

KLASIFIKASI TEKANAN

DARAH

TDS

(MMHG)

TDD

(MMHG)

NORMAL <120 dan <80

PRE HIPERTENSI 120-139 atau 80-89

HIPERTENSI DERAJAT I 140-159 atau 90-99

HIPERTENSI DERAJAT II 160 atau 100

Menurut etiologinya, hipertensi dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu

hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi non esensial atau hipertensi sekunder

(Mas'ud, 1989).

1. Hipertensi esensial (primer)

Hipertensi yang tidak diketahui secara pasti penyebabnya atau tanpa ada tanda-tanda

kelainan alat di dalam tubuh. Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul

terutama karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang

mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah (Yogiantoro, 2007) :

2

Page 3: Hipertensi+asma

1. Faktor risiko, seperti diet dan asupan garam, stress, rasial, obesitas, merokok, genetik

2. Sistem saraf simpatis

a. Tonus simpatis

b. Variasi diurnal

3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi : endotel pembuluh

darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos, dan interstitium juga

memberikan kontribusi akhir

4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin, dan

aldosteron

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan

darah yang mempengaruhi rumus dasar Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer

(Yogiantoro, 2007).

Gambar 1. Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah (Yogiantoro,

2007)

2. Hipertensi sekunder

3

Page 4: Hipertensi+asma

Hipertensi sekunder adalah tekanan darah tinggi yang penyebabnya dapat

diidentifikasikan. Penyebabnya terdiri dari kelainan organik seperti penyakit ginjal, kelainan

pada korteks adrenal, kelainan endokrin-metabolik (sindroma cushing, hiperaldosteronisme

sekunder, feokromositoma, akromegali), koarktasio aorta, dan toksemia gravidarum serta

adanya pemakaian obat-obatan sejenis dengan kortikosteroid. Hanya sebagian kecil pasien

hipertensi yang dapat diidentifikasi kausa spesifiknya, yaitu hanya sekitar 5-10%, sedangkan

90-95% nya tidak diketahui penyebabnya (hipertensi esensial). Dalam praktek klinik tidak

jarang hipertensi sekunder berubah menjadi suatu hipertensi maligna yang sukar diobati

(Mas'ud, 1989; Yogiantoro, 2007).

Tabel 2. Obat-obatan yang dilaporkan dapat menimbulkan hipertensi

Pil KB

Likoris*, karbenoksalon, dll

Penghambat monoamine oksidase ditambah

tiramin, guanadrel, busipron, atau amantadin

Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)

Simpatomimetik

Antidepresan trisiklik

Steroid

Tembakau (terutama dalam jumlah besar atau

dengan kafein)

Siklosporin

Klorpromazin

Eritropoeitin

Depo-medroksiprogesteron

Estrogen terkonjugasi/dietilstilbestrol (DES)

Steroid topical atau inhaler terfluorinasi

Kokain, amfetamin, dll

Alkohol

* Likoris mengandung steroid (asam glisirretinik) yang menghambat 11-beta-hidroksisteroid dehidrogenase,

menyebabkan kortisol bekerja sebagai mineralokortikoid endogen karena tidak dimetabolisme menjadi kortison.

Kerja langsung asam glisirretinik tidak lagi dianggap sebagai penyebab utama hiperaldosteronisme pada

sindroma ini.

REBOUND HIPERTENSI

Hipertensi yang berhubungan dengan penghentian tiba-tiba dari berbagai pengobatan

antihipertensi disebut sebagai hipertensi rebound. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan

darah lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan darah pada saat sebelum diberikan

pengobatan antihipertensi. Tergantung pada keparahan peningkatan tekanan darah, hipertensi

jenis ini dapat menyebabkan kegawatan hipertensi. Hipertensi rebound dihindari dengan

penurunan dosis secara bertahap (tapering off), sehingga memberikan tubuh lebih cukup

waktu untuk mengadakan pengaturan terhadap penurunan dosis ini. Obat-obatan yang paling

4

Page 5: Hipertensi+asma

sering dihubungkan dengan hipertensi ini biasanya obat-obat yang berfungsi di pusat

pengaturan tekanan darah, seperti klonidin dan penyekat beta (Wikipedia).

Kerusakan Organ Target yang Dapat Disebabkan oleh Tekanan Darah Tinggi

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung, maupun

tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi

adalah (JNC VII) :

1. Jantung

a) Hipertrofi ventrikel kiri

b) Angina atau infark miokardium

c) Gagal jantung

2. Otak, Stroke atau transient ischaemic attack

3. Penyakit ginjal kronis

4. Penyakit arteri perifer

5. Retinopati

Faktor risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi antara lain adalah

(Chobanian, et al., 2004); (Yogiantoro, 2007):

a. Merokok

b. Obesitas

c. Kurangnya aktivitas fisik

d. Dislipidemia

e. Diabetes mellitus

f. Mikroalbuminuria atau perhitungan LFG <60 ml/menit

g. Umur (laki-laki >55 tahun, perempuan 65 tahun)

h. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskuler premature (laki-laki <55 tahun,

perempuan <65 tahun)

Diagnosis Hipertensi

1. Anamnesis (Yogiantoro, 2007)

1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

2. Indikasi adanya hipertensi sekunder

a. Adanya keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)

5

Page 6: Hipertensi+asma

b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria, pemakaian obat-obat

analgesik dan obat/bahan lain

c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)

d. Episode kelemahan otot dan tetani (aldosteronisme)

3. Faktor-faktor risiko

a. Riwayat hipertensi atau penyakit kardiovaskuler pada pasien atau keluarga pasien

b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya

c. Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya

d. Kebiasaan merokok

e. Pola makan

f. Kegemukan, intensitas olah raga

g. Kepribadian

4. Gejala kerusakan organ

a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischaemic

attack, defisit sensoris atau motoris

b. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki

c. Ginjal : haus poliuria, nokturia, hematuria

d. Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermitten

5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya

6. Faktor-faktor pribadi, keluarga, lingkungan

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik, selain memeriksa tekanan darah, juga untuk evaluasi adanya

penyakit penyerta, kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder

(Yogiantoro, 2007).

Pengukuran tekanan darah (Chobanian, et al., 2004; Yogiantoro, 2007) :

a. Pengukuran rutin di kamar periksa

b. Pengukuran 24 jam (ambulatory blood pressure monitoring/ABPM)

c. Pengukuran sendiri oleh pasien

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari (Yogiantoro, 2007):

1. Urin lengkap (UL)

2. Elektrolit serum ( K, Na, Ca, P)

6

Page 7: Hipertensi+asma

3. Darah lengkap (DL)

4. Profil lipid

5. Gula darah

6. Elektrokardiogram (EKG)

7. BUN dan kreatinin serum

8. Foto dada

Bila dipandang perlu bisa dilengkapi pemeriksaan (yogiantoro, pranawa, & irwanadi,

2007):

1. Ekskresi albumin serum

2. Rasio albumin/kreatinin.

JNC 7 menyatakan bahwa tes yang lebih mendalam untuk mencari penyebab hipertensi

tidak dianjurkan kecuali jika dengan terapi memadai tekanan darah tidak tercapai

(Yogiantoro, 2007).

Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya penyakit penyerta

sistemik, yaitu (Yogiantoro, 2007):

a. Aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak)

b. Diabetes (terutama pemeriksaan gula darah)

c. Fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, serta memperkirakan laju

filtrasi glomerulus).

PENGOBATAN HIPERTENSI

Tujuan terapi menurut JNC 7 adalah (yogiantoro, pranawa, & irwanadi, 2007):

1. Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit jantung kardiovaskuler dan ginjal

2. Terapi tekanan darah hingga < 140/90 mmHg atau tekanan darah < 130/80 mmHg pada

penderita diabetes atau penakit ginjal kronis

3. Mencapai target tekanan darah sistolik terutama pada orang berusia ≥ 50 tahun.

Terapi non farmakologis terdiri dari (yogiantoro, pranawa, & irwanadi, 2007):

a. Menghentikan merokok

b. Menurunkan berat badan berlebih (index masa tubuh diusahakan 18,5 – 24,9 kg/m2)

diperkirakan menurunkan tekanan darah sistolik 5 – 20 mmHg/10 kg penurunan berat

badan.

c. Menurunkan konsumsi alcohol berlebih

7

Page 8: Hipertensi+asma

d. Meningkatkan aktivitas fisik misalnya dengan berjalan minimal 30 menit/hari diharapkan

menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mmHg.

e. Menurunkan asupan natrium tidak lebih dari 100 mmol/ hari (6 gram NaCl), diharapkan

menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.

f. Diet dengan asupan cukup kalium dan kalsium dengan mengkonsumsi makanan kaya

buah, sayur, rendah lemak hewani dan mengurangi asam lemak jenuh diharapkan

menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg.

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan

oleh JNC 7 adalah (Chobanian, et al., 2004; Yogiantoro, 2007):

a. Diuretika, terutama jenis thiazide (thiaz) atau aldosterone antagonist

b. Beta blocker (BB)

c. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)

d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)

e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target

tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk

menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja yang panjang atau yang memberikan

efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu

jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada

tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat, dan dalam dosis rendah, dan

kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah

meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah.

Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal,

maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk

mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan

dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah

(Chobanian, et al., 2004; Yogiantoro, 2007).

8

Page 9: Hipertensi+asma

Tabel 2.3. Indikasi dan kontraindikasi kelas-kelas utama obat antihipertensi menurut ESH

(Yogiantoro, 2007)

Tabel 3. Tatalaksana hipertensi menurut JNC 7 (Yogiantoro, 2007)

9

periferatlit, atau

fisik

Page 10: Hipertensi+asma

10

Page 11: Hipertensi+asma

Modifikasi Gaya

Target Tekanan Darah Tidak Tercapai (<140/90 mmHg)(<130/80 mmHg untuk penderita diabetes atau penyakit ginjal kronik)

Pilihan Obat Awal

Tanpa indikasi yang memaksa

Dengan indikasi yang memaksa

Hipertensi Tahap 1 (TDS 140-159 atau TDD 90-99 mmHg)

Diuretik jenis Thiazide untuk sebagian besar kasus

Dapat dipertimbang-kan ACEI, ARB, ßB, CCB, atau

Hipertensi Tahap 2 (TDS 160 atau TDD 100 mmHg)

Kombinasi 2 obat untuk sebagian besar kasus (pada umumnya diuretick jenis thiazide dan ACEI, atau ARB, atau ßB, atau CCB)

Obat untuk indikasi yang memaksa

Lihat pengobatan indikasi pasien khusus

Obat antihipertensi lainnya sesuai kebutuhan (diuretic, ACEI, ARB, BB,

Target Tekanan Darah Belum Tercapai

Optimalkan dosis atau berikan tambahan obat sampai taget tekanan darah tercapai. Pertimbangkan konsultasi dengan ahli hipertensi.

Algoritma Pengobatan Hipertensi

(Chobanian, et al., 2004)

11

Page 12: Hipertensi+asma

Penatalaksanaan Asma Bronkiale menurut GINA 2008

Tujuh komponen dalam pengobatan asma:

1. Edukasi pasien

Edukasi mengenai penyakitnya, tujuan pengobatan (termasuk pengobatan jangka panjang),

obat-obat yang digunakan termasuk efek sampingnya

2. Menilai dan monitor berat asma berkala

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

4.Merencanakan dan memberikan terapi jangka panjang

Controller Medications:obat pengontrol

Steroid inhalasi

Steroid sistemik : intra vena

Kromolin

Ketotifen

Teofilin lepas lambat

Inhalasi β2-agonists kerja lama

Oral β2-agonists kerja lama

Leukotriene modifier

12

Page 13: Hipertensi+asma

5. Menetapkan terapi pada serangan akut

Tujuan Penatalaksanaan pada Asma Eksaserbasi Akut:

• Menghilangkan obstruksi secepat mungkin

13

EVOLUSI TERAPI ASMAA

B

C

B

C

A

C

B

A

Page 14: Hipertensi+asma

• Mengatasi hipoksemia

• Mengembalikan faal paru ke normal secepat mungkin

• Mencegah kekambuhan/serangan ulangan

• Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai cara mengatasi

dan mencegah serangan asma.

Reliever Medications: obat pereda

Inhalasi β2-agonists kerja cepat

Oral β2-agonists kerja cepat

Anticholinergics

Teofilin kerja cepat :aminophillin

Injeksi epinefrin / adrenalin

Kortikosteroid sistemik

6. Kontrol secara teratur dan Pola hidup sehat

Obat-Obat Bronkodilator

Tipe utama bronkodilator :

1. Adrenergik

2. Antikolinergik

3. Xanthin

1. Adrenergik

Yang digunakan adalah b2-agonis yaitu : salbutamol, terbutalin, tretoquinol, fenoterol,

rimiterol, prokaterol (Meptin), dan klenbuterol (Spriropent). Sedangkan obat long-acting

yang agak baru, yaitu salmoterol dan formoterol (dorudil).

Zat-zat ini selektif terhadap reseptor b2 adrenergis dan praktis tidak terhadap reseptor- b1

(stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap kedua reseptor sebaiknya jangan digunakan

dikarenakan efeknya terhadap jantung, seperti efedrin, inprenalin, orsiprenalin dan

heksoprenalin. Pengecualian adalah adrenalin (reseptor a dan b) yang sangat efektif pada

keadaan status asmatikus.

14

Page 15: Hipertensi+asma

Mekanisme kerjanya adalah melalui stimulasi reseptor b2 di trachea dan bronchi, yang

menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat pengubahan

adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi menjadi cyclic-adenosin monophosphat

(cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel.

Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek bronkodilatasi

dan penghambatan pelepasan mediator oleh sel mast.

Penggunaannya semula sebagai monoterapi kontinu, yang ternyata secara berangsur

meningkatkan HRB dan akhirnya memperburuk fungsi paru, karena tidak

menanggulangi peradangan dan peningkatan kepekaan bagi alergen pada pasien

alergis. Oleh karena itu, sejak beberapa tahun hanya digunakan untuk melawan

serangan atau sebagai pemeliharaan dalam kombinasi dengan obat pencegah, seperti

kortikosteroid dan kromoglikat.

Kehamilan dan laktasi. Salbutamol dan terbutalin dapat digunakan oleh wanita hamil,

begitu pula fenoterol dan heksoprenalin setelah minggu ke-16. Salbutamol,

Terbutalin, dan salmeterol mencapai air susu ibu. Dari obat lainnya belum terdapat

cukup data untuk menilai keamanannya; pada binatang percobaan, salmoterol ternyata

berbahaya bagi janin.

Obat-obat adrenergik yang sering digunakan sebagai bronkodilator :

v     Adrenalin epinefrin Lidonest 2%.

Zat adrenergik ini dengan efek alfa + beta adalah bronchodilator terkuat dengan kerja cepat

tetapi singkat dan digunakan untuk serangan asma yang hebat. Sering kali senyawa ini

dikombinasi dengan tranquillizer peroral guna melawan rasa takut dan cemas yang menyertai

serangan. Secara oral, adrenalin tidak aktif.

Efek samping berupa efek sentral (gelisah, tremor, nyeri kepala) dan terhadap jantung

palpitasi, aritmia), terutama pada dosis lebih tinggi. Timbul pula hyperglikemia, karena efek

antidiabetika oral diperlemah. Dosis pada serangan asma i.v. 0,3 ml dari larutan 1 : 1.000

yang dapat diulang dua kali setiap 20 meter (tartrat).

v     Efedrin : *Asmadex, * Asmasolon, * Bronchicum”

15

Page 16: Hipertensi+asma

Derivat – adrenalin ini memiliki efek sentral lebih kuat dengan efek bronchodilatasi lebih

ringan dan bertahan lebih lama (4 jam). Efedrin dapat diberikan secara oral maka banyak

digunakan sebagai obat asma (bebas berbatas tanpa resep) dalam berbagai sediaan populer,

walaupun efek sampingnya dapat membahayakan.

Resorpsinya baik dan dalam waktu ¼ – 1 jam sudah terjadi bronchodilatasi. Di dalam hati,

sebagian zat dirombak ekskresinya terutama lewat urin secara utuh. Plasma ½-nya 3-6 jam.

Efek samping, pada orang yang peka, efedrin dalam dosis rendah sudah dapat menimbulkan

kesulitan tidur, tremor, gelisah dan gangguan berkemih. Pada overdose, timbul efek

berbahaya terhadap SSP dan jantung (palpitasi) (3,4).

v     Isoprenalin : Isuprel Aleudrin

Derivat ini mempunyai efek b1 + b2 adrenergis dan memiliki daya bronchodilatasi baik tetapi

resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur. Resorpsinya dari mulut (oromukosal sebagai

tablet atau larutan agak lebih baik dan cepat, dan efeknya sudah timbul setelah beberapa

menit dan bertahan sampai 1 jamn.

Penggunaannya sebagai obat asma sudah terdesak oleh adrenergika dengan khasiat spesifik

tanpa efek beta-1 (jantung), sehingga lebih jarang menimbulkan efek samping. Begitu pula

turunnya, seperti yang tersebut di bawah ini, sebaiknya jangan digunakan lagi (3,4).

v     Orsiprenalin (Metaproterenol, Alupent, Silomat comp)

Adalah isomer isoprenalin dengan resorpsi lebih baik, yang efeknya dimulai lebih lambat

(oral sesudah 15-20 menit tetapi bertahan lebih lama, sampai 4 jam. Mulai kerjanya melalui

inhalasi atau injeksi adalah setelah 10 menit.

Dosis 4 dd 20 mg (sulfat), i.m. atau s.c. 0,5 mg yang dapat diulang setelah ½ jam, inhalasi 3 –

4 dd 2 semprotan (3,4).

v     Salbutamol: ventolin, salbuven

Derivat isoprenalin ini merupakan adrenergikan pertama (1986) yang pada dosis biasa

memiliki daya kerja yang lebih kurang spesifik terhadap reseptor b2. selain berdaya

bronchodilatasi baik, salbutamol juga memiliki efek lemah terhadap stabilisasi mastcell,

16

Page 17: Hipertensi+asma

maka sangat efektif mencegah maupun meniadakan serangan asma. Dewasa ini obat ini

sudah lazim digunakan dalam bentuk dosis-aerosol berhubung efeknya pesat dengan efek

samping yang lebih ringan daripada penggunaan per oral. Pada saat inhalasi seruk halsu atau

larutan, kira-kira 80% mencapai trachea, tetapi hanya 7 -8% dari bagian terhalus (1-5 mikron)

tiba di bronchioli dan paru-paru.

Efek samping jarang terjadi dan biasanya berupa nyeri kepala, pusing-pusing, mual, dan

tremor tangan. Pada overdose dapat terjadi stimulasi reseptor b -1 dengan efek kardiovaskuler:

tachycardia, palpitasi, aritmia, dan hipotensi. Oleh karena itu sangat penting untuk

memberikan instruksi yang cermat agar jangan mengulang inhalasi dalam waktu yang terlalu

singkat, karena dapat terjadi tachyfylaxis (efek obat menurun dengan pesat pada penggunaan

yang terlalu sering).

Dosis 3-4 dd 2-4 mg (sulfat) inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 100 mcg, pada serangan akut 2

puff yang dapat diulang sesudah 15 menit. Pada serangan hebat i.m. atau s.c. 250-500 mcg,

yang dapat diulang sesudah 4 jam (3,4).

v     Terbutalin : Bricasma, Bricanyl

Derivat metil dari orsiprenalin (1970) ini juga berkhasiat b2 selektif. Secara oral, mulai

kerjanya sesudah 1-2 jam, sedangkan lama kerjnya ca 6 jam. Lebih sering mengakibatkan

tachycardia.

Dosis 2-3 dd 2,5-5 mg (sulfat) inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 250 mcg, maksimum 16

puff sehari, s.c. 250 mcg, maksimum 4 kali sehari (3,4).

v     Fenoterol (berotec)

Adalah derivat terbutalin dengan daya kerja dan penggunaan yang sama. Efeknya lebih kuat

dan bertahan ca 6 jam, lebih lama daripada salbutamol (ca 4 jam).

Dosis : 3 dd 2,5-5 mg (bromida), suppositoria malam hari 15 mg, dan inhalasi 3-4 dd 1-2

semprotan dari 200 mcg (3,4).

1. 2. Antikolinergika

17

Page 18: Hipertensi+asma

Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergis dan sistem

kolinergis. Bila karena sesuatu sebab reseptor b2 dari sistem adrenergis terhambat, maka

sistem kolinergis akan dominan dengan akibat bronchokonstriksi. Antikolinergik memblok

reseptor muskarinik dari saraf-saraf kolinergis di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf

adrenergis menjadi dominan dengan efek bronchodilatasi. Penggunaan terutama untuk terapi

pemeliharaan HRB, tetapi juga digunakan untuk menghilangkan serangan asma akut (melalui

inhalasi dengan efek cepat).

Efek samping yang tidak dikehendaki adalah sifatnya yang mengentalkan dahak dan

tachycardia, yang tidak jarang mengganggu terapi. Yang terkenal pula adalah efek atropin,

seperti mulut kering, obstipasi, sukar berkemih, dan penglihatan buram akibat gangguan

akomodasi. Penggunaanya sebagai inhalasi meringankan efek samping ini (3,4).

Contoh obat antikolinergik yang sering digunakan sebagai bronchodilator :

Ipratropium : Atrovent

Derivat-N-propil dari atropin ini (1974) melawan pembentukan cGMP yang menimbulkan

konstriksi. Ipratropin mengurangi hipersekresi di bronchi, maka amat efektif pada pasien

yang mengeluarkan banyak dahak. Khususnya digunakan sebagai inhalasi, efeknya dimulai

lebih lambat (15 menit) dari pada b2-mimetika. Efek maksimalnya dicapai setelah 1-2 jam

dan bertahan rata-rata 6 jam. Sangat efektif sebagai obat pencegah dan pemeliharaan,

terutama pada bronchitis kronis. Saat ini zat ini tidak digunakan (lagi) sebagai monoterapi

(pemeliharaan), melainkan selalu bersama kortikosteroid-inhalasi. Kombinasinya dengan b2-

agonis memperkuat efeknya (adisi).

Resorpsinya secara oral buruk. Secara tracheal hanya bekerja setempat dan tidak diserap.

Keuntungannya ialah zat ini juga dapat digunakan oleh pasien jantung yang tidak tahan

terhadap adrenergika. Efek sampingnya jarang terjadi dan biasanya berupa mulut kering,

mual, nyeri kepala, dan pusing. Dosis inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 20 mcg (bromida).

3.   Derivat Xanthin: teofilin, aminofilin

Daya bronchorelaksasinya diperkirakan berdasarkan blokade reseptor adenosin.

Selain itu, teofilin seperti kromoglikat mencegah meningkatnya hipereaktivitas dan

berdasarkan ini bekerja profilaksis. Resorpsi dari turunan teofilin amat berbeda-beda; yang

18

Page 19: Hipertensi+asma

terbaik adalah teofilin microfine (particle size 1-5 micron) dan garam-garamnya aminofilin

dan kolinteofilinat. Penggunaanya secara terus-menerus pada terapi pemeliharaan ternyata

efektif mengurangi frekuensi serta hebatnya serangan. Pada keadaan akut injeksi aminofilin

dapat dikombinasi dengan obat asam lainnya, tetapi kombinasi dengan b2-mimetika

hendaknya digunakan dengan hati-hati karena kedua jenis obat saling memperkuat efek

terhadap jantung.

Tablet sustanined release (Euphyllin retard 125-250 mg) efketif untuk memperoleh kadar

darah yang konstan, khususnya pada waktu tidur dan dengan demikian mencegah serangan

tengah malam dan morning dip.

v     Teofilin

Alkaloida ini memiliki sejumlah khasiat antara lain berdaya spasmolitis terhadap otot

polos, khususnya otot bronchi, menstimulasi jantung (efek inotropik positif). Teofilin juga

menstimulasi SSP dan pernafasan, serta bekerja diuretis lemah dan singkat. Kofein juga

memiliki semua khasiat ini meski lebih lemah, kecuali efek stimulasi sentralnya yang lebih

kuat. Kini, obat ini banyak digunakan sebagai obat prevensi dan terapi serangan asma.

Efek bronchodilatasinya tidak berkorelasi baik dengan dosis, tetapi memperlihatkan

hubungan jelas dengan kadar darahnya dan kadar di air liur. Indeks terapeutisnya sempit.

Untuk efek optimal diperlukan kadar dalam darah dari 10-15 mcg/ml, sedangkan pada 20

mcg/ml sudah terjadi efek toksis. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menetapkan dosis secara

individual berdasarkan tuntutan kadar dalam darah. Hal ini terutama perlu pada anak-anak di

bawah usia 2 tahun dan pada manula diatas 60 tahun, yang sangat peka terhadap overdosis,

juga pada pasien gangguan hati dan ginjal. Terapi dengan teofilin harus dipandu dengan

penentuan kadar dalam darah.

Resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur. Itulah sebabnya bronchodilator ini dahulu

jarang digunakan. Baru pada tahun 1970-an, diketahui bahwa resorpsi dapat menjadi lengkap

bila digunakan dalam bentuk serbuk microfine (besarnya partikel 5-10 mikron) begitu juga

pada penggunaan sebagai larutan, yang ditambahkan alkohol 20%. Plasma-t ½ nya 3-7 jam,

ekskresinya berlangsung sebagai asam metilurat lewat kemih dan hanya 10% dalam keadaan

utuh. Teofilin sebaiknya digunakan sebagai sediaan ‘sutanined release’ yang memberikan

resorpsi konstan dan kadar dalam darah yang lebih teratur.

19

Page 20: Hipertensi+asma

Efek sampingnya yang terpenting berupa mual dan muntah, baik pada penggunaan

oral maupun rektal atau parenteral. Pada overdose terjadi efek sentral (gelisah, sukar tidur,

tremor, dan konvulsi) serta gangguan pernafasan, juga efek kardiovaskuler, seperti

tachycardia, aritmia, dan hipotensi. Anak kecil sangat peka terhadap efek samping teofilin.

Dosis 3-4 dd 125 – 250 mg microfine (retard).

v     Aminofilin

Adalah bentuk garam yang dalam darah akan berubah menjadi teofilin kembali.

Garam ini bersifat basa dan sangat merangsang selaput lendir, sehingga secara oral sering

mengakibatkan gangguan lambung (mual, muntah), juga pada penggunaan dalam

suppositoria dan injeksi intramuskuler (nyeri). Pada serangan asma, obat ini digunakan

sebagai injeksi i.v.

KASUS

Seorang Bapak berusia 45 tahun sudah sejak lama menderita asma bronkiale dan rutin mengkonsumsi

teofilin. Beberapa minggu yang lalu pasien didiagnosis menderita hipertensi esensial oleh dokter.

Pada saat itu tensi darahnya 145/100 mmHg. Pasien sudah diberi advice tetapi tensi darah tetap tinggi.

Tentukan jenis obat apa yang sesuai bagi pasien!

PEMBAHASAN KASUS MENURUT KAIDAH P-TREATMENT

I. PROBLEM PASIEN

1. Hipertensi esensial

2. Asma bronkiale

II. TUJUAN TERAPI

1. Mengontrol tekanan darah hingga target < 140/90

2. Mengontrol asma bronkiale

III. MEMILIH TERAPI

20

Page 21: Hipertensi+asma

Kontrol tekanan darah

Terapi non farmakologis terdiri dari:

a. Menghentikan merokok

b. Menurunkan berat badan berlebih

c. Menurunkan konsumsi alkohol berlebih

d. Latihan fisik

e. Diet rendah garam

f. Meningkatkan konsumsi buah, sayur, serta menurunkan asupan lemak.

Terapi farmakologis

Golongan Obat Efficacy Safety Suitability Cost

Diuretik +++ +++ ++ ++++

ACE-I +++ +++ + ++++

ARB +++ +++ ++ +++

BB +++ + ++ +++

CCB ++++ ++++ ++++ +++

α-bloker ++ ++ ++ ++

Central α-agonis +++ + ++ ++

vasodilator +++ ++ ++ ++++

Drug of choice untuk asma bronkiale CCB (efikasi tinggi dan cukup aman bagi penderita

asma).

P-Drug

21

Page 22: Hipertensi+asma

Jenis Obat Efficacy Safety Suitability Cost

diltiazem +++ + ++ +++

verapamil +++ + ++ ++

amlodipine, ++++ ++++ ++++ ++++

nifedipine, ++++ + +++ ++++

nicardipine, +++ ++ ++ ++

felodipine, +++ ++ ++ ++

Isradipine +++ ++ ++ ++

Dipilih Amlodipin karena efikasi, safety, suitability lebih baik daripada jenis obat yang lain.

Kontrol Asma bronkiale

Terapi non-farmakologis:

1. Edukasi pasien

22

Page 23: Hipertensi+asma

PRAKTEK DOKTER BERSAMAdr. Mulia Noviarti

Jl. KH. Abdulrahman Wahid 2 No.34 Telp. 0541-733324SIP:097/A/P/u/05

Samarinda, 10 Februari 2010

/ Amlodipin 5 mg tab No. XXX S 1-0-0 pc

/ Salbutamol 2 mg tab No. XXXS 3 dd tab 1 pc

Pro: Tn XUmur: 45 thnAlamat: Jl. Markisa

Edukasi mengenai penyakitnya, tujuan pengobatan (termasuk pengobatan jangka

panjang), obat-obat yang digunakan termasuk efek sampingnya

2. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

3. Kontrol secara teratur dan Pola hidup sehat

Terapi Farmakologis

Golongan Obat Bronkodilator Efficacy Safety Suitability Cost

Xantin ++++ ++ ++ ++++

Adrenergik β2-agonists ++++ +++ ++ ++++

Antikolinergik +++ ++ ++ ++

Dipilih golongan yang relatif aman bagi jantung yaitu Adrenergik β2-agonists yang bekerja selektif

di reseptor β2

P-Drug

Golongan Obat Efficacy Safety Suitability Cost

Fenoterol +++ ++ ++ ++

Salbutamol (albuterol) ++++ +++ ++ ++++

Terbutalin ++++ +++ ++ +++

Tulobuterol +++ ++ ++ ++

Dipilih Salbutamol karena efikasi cukup tinggi dan harganya terjangkau.

IV. MEMULAI TERAPI

23

Page 24: Hipertensi+asma

V. MEMBERI INFORMASI

Informasi mengenai tujuan terapi HT:

Untuk mencapai target tekanan darah <140/90 mmHg

Mencegah komplikasi akibat HT seperti strok, serangan jantung, retinopati,

PAD, gagal ginjal

Informasi mengenai tujuan penggantian obat asma:

Untuk meminimalisir efek obat asma terhadap jantung dan mencegah

perburukan hipertensinya.

Informasi mengenai cara meminum obat:

Obat hipertensi diminum 1 kali sehari 1 tablet yaitu pada pagi hari setelah

sarapan pagi

Obat asma diminum 3 kali sehari 1 tablet sesudah makan.

Informasi efek samping obat :

Amlodipin bengkak pada kaki, sakit kepala, kemerahan pada wajah,

berdebar-debar, mual, & hipotensi

24

Page 25: Hipertensi+asma

Salbutamol gemetaran, cemas, somnolen, sakit kepala, mual, rasa terbakar

pada dada, pusing, flushing, kejang otot

Peringatan:

Patuhi pengobatan non-farmakologis (nasehat dokter) maupun terapi

farmakologis yang telah diberikan sesuai petunjuk dokter.

Rutin kontrol sesuai anjuran dokter.

Segera hubungi dokter jika terjadi efek samping yang serius.

VI. MONITOR HASIL TERAPI

1. Pasien diminta untuk kembali kontrol 2 minggu kemudian untuk mengevaluasi

hasil terapi.

2. Bila timbul efek samping yang berat atau dirasa cukup mengganggu segera

konsultasikan kembali ke dokter.

25