Hiperglikemia Chapter II

download Hiperglikemia Chapter II

of 11

description

Tinjauan Pustaka

Transcript of Hiperglikemia Chapter II

  • BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1.Definisi

    Hiperglikemia menurut definisi berdasarkan kriteria diabetes melitus yang

    dikeluarkan oleh International Society for Pediatrics and Adolescent Diabetes

    (ISPAD) adalah KGD sewaktu 11.1 mmol/L (200 mg/dL) ditambah dengan gejala diabetes atau KGD puasa (tidak mendapatkan masukan kalori

    setidaknya dalam 8 jam sebelumnya) 7.0 mmol/L (126 mg/dL).14 Definisi lain hiperglikemia menurut World Health Organization (WHO) adalah KGD

    126 mg/dL (7.0 mmol/L), dimana KGD antara 100 dan 126 mg/dL (6,1 sampai 7.0 mmol/L) dikatakan suatu keadaan toleransi abnormal

    glukosa.3,15

    Keadaan kritis didefinisikan sebagai semua kondisi yang memerlukan

    penanganan khusus untuk kegagalan sistim organ vital.12,16,17

    Stres hiperglikemia didefinisikan sebagai suatu keadaan hiperglikemia pada

    pasien dengan keadaan kritis. 4,15,18

    2.2. Hiperglikemia pada keadaan kritis

    Hiperglikemia yang terjadi pada keadaan kritis adalah suatu stres

    hiperglikemia. Awalnya stres hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar

    glukosa plasma lebih dari 200 mg/dL, namun setelah adanya Leuven

    Universitas Sumatera Utara

  • Intensive Insulin Therapy Trial, KGD lebih dari 110 mg/dL sudah dianggap

    sebagai stres hiperglikemia.13,15,19

    Hiperglikemia pada masa kritis dianggap menguntungkan karena

    menyediakan suplai glukosa untuk energi yang adekuat untuk organ-organ

    tubuh yang bergantung glukosa seperti otak, jantung dan sel-sel darah,

    selain itu hiperglikemia juga mengkompensasi kehilangan volume dengan

    meningkatkan pergerakan cairan intraseluler ke dalam kompartemen

    intravaskular dan membebaskan ikatan air dengan glikogen.2 Hiperglikemia

    selain juga disebabkan oleh keadaan stres, pada pasien kritis, penggunaan

    obat-obatan, seperti kotekolamin, kortikosteroid, dekstrosa intravena, dan

    pemberian nutrisi diduga juga berpengaruh pada angka kejadian serta gejala

    klinis hiperglikemia.3,12

    Selain efek positifnya, hiperglikemia yang menetap atau

    berkepanjangan pada masa kritis dapat meningkatkan risiko kematian akibat

    gagal jantung, infark miokard, stroke iskemik, hemoragik dan lainnya yang

    berakhir dengan gagal fungsi organ multipel.1,2,6

    2.3. Patofisiologi hiperglikemia pada keadaan kritis

    Pada keadaan kritis, terdapat stres dimana terjadi aktivasi sistim aksis

    hipothalamus-pituatary-adrenal (HPA) dengan dilepaskannya kortisol dari

    kelenjar adrenal. Peningkatan kortisol mengakibatkan peningkatan dari

    pelepasan epinefrin, norepinefrin, glukagon dan growth hormone. Aktivasi

    Universitas Sumatera Utara

  • tersebut merupakan komponen yang esensial dalam adaptasi terhadap suatu

    penyakit dan stres untuk memelihara homeostasis sel dan organ. Milieu

    metabolik hiperglikemia yang disebabkan oleh stres terjadi pada pasien

    nondiabetik dengan keadaan kritis sangat kompleks. Kombinasi dari

    berbagai faktor, termasuk adanya pelepasan yang berlebihan dari hormon

    counter regulatory seperti glukagon, growth hormone, katekolamin,

    glukokortikoid, dan sitokin seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan tumor necrosis

    factor- (TNF) ditambah dengan pemberian katekolamin, dektrosa dan nutrisi sebagai terapi penunjang pada pasien dengan keadaan kritis, serta

    terjadinya defisiensi insulin relatif, dan lemahnya pengambilan glukosa

    perifer memegang peranan penting dari terjadinya hiperglikemia pada

    keadaan stres.10,18,21

    Glukagon adalah mediator hormonal primer dari glukoneogenesis.

    Pada pasien dengan keadaan kritis, kadar glukagon serum meningkat secara

    signifikan, hal ini disebabkan oleh stimulasi adrenergik oleh katekolamin dan

    oleh sitokin. Sitokin seperti TNF- dan IL-1 dan katekolamin secara independen dan sinergis juga berperan dalam meningkatkan produksi

    glukosa hati. Kadar insulin biasanya normal ataupun menurun, walaupun

    didapatkan resistensi insulin perifer. Diduga pelepasan insulin terhambat

    akibat peningkatan aktivasi dari reseptor pankreatik alfa. Penyebab resistensi

    insulin adalah IL-1 dan TNF yang menghambat pelepasan insulin. Katekolamin juga berperan dalam menginhibisi pengikatan insulin dengan

    Universitas Sumatera Utara

  • transporter insulin. Glukokortikoid mengganggu pengambilan glukosa pada

    otot-otot rangka dan growth hormone menghambat jalur insulin dengan

    mengurangi reseptor. 5,12,16,17

    Pada anak dengan keadaan kritis, belum ada data yang jelas mengenai

    respon terhadap stres dan efek dari hiperglikemia pada jaringan, karenanya

    mekanisme hiperglikemia yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan

    pada dewasa, dianggap sama dengan yang terjadi pada anak.3,18,21

    Mekanisme yang menyebabkan kerusakan sel akibat hiperglikemia

    adalah akibat penumpukan intraseluler dari spesimen oksigen reaktif

    (Reactive Oxygen Specimen=ROS). KGD yang tinggi meningkatkan

    perbedaan potensial akibat tingginya proton pada rantai respiratori

    mitokondria, yang mengakibatkan perpanjangan hidup dari superoxide-

    generating electron transport intermediates, sehingga terjadilah penumpukan

    ROS. Saat terjadi penumpukan ini, terjadi 4 mekanisme yang menyebabkan

    kerusakan sel, yaitu: 12,18

    1. Peningkatan aliran jalur polyol: hiperglikemia menyebabkan peningkatan

    konversi glukosa menjadi sorbitol polialkohol, bersaman dengan

    penurunan nicotineamid adenosine dinucleotide phosphate (NADPH) dan

    glutation, meningkatkan sensitivitas sel terhadap stres oksidatif.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Peningkatan pembentukan advance glycation end product (AGE):

    pembentukan dari AGE bertentangan dengan intergritas target sel dalam

    modifikasi fungsi protein atau dengan menginduksi produksi receptor-

    mediated dari reactive oxygen species, yang dapat menyebabkan

    perubahan pada ekspresi gen.

    3. Aktivasi dari isoform protein kinase C (PKC): hiperglikemia menyebabkan

    peningkatan konversi glukosa menjadi sorbitol, yang dimetabolisir

    menjadi fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase, meningkatkan rasio

    NADH/NAD+. Hal ini menyebabkan triose fosfat yang teroksidasi dan

    sintesis de novo dari diacylglycerol (DAG). Peningkatan DAG

    mengaktifkan PKC.

    4. Peningkatan aliran jalur hexosamine :pada hiperglikemia, glukosa

    semakin banyak memasuki hexosamine-pathway. Produk akhir dari jalur

    ini, UDP-N-acetylglucosamine, adalah substart yang diperlukan untuk

    faktor transkripsi intraseluler, yang mempengaruhi ekspresi dari banyak

    gen. Jalur ini berhubungan dengan disfungsi endotelial dan

    mikrovaskular.

    Mekanisme ini dapat dilihat pada gambar 2.1.

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.1. Mekanisme hiperglikemia menyebabkan kerusakan sel1

    2.4. Kadar gula darah yang bermakna

    Pada anak belum didapatkan nilai pasti KGD yang dianggap

    membahayakan dan kadar yang diinginkan. Para dokter biasanya

    memberikan terapi terhadap hiperglikemia hanya setelah konsentrasi gula

    darah melebihi ambang batas ginjal untuk resorpsi glukosa (200 mg/dL

    sampai 250 mg/dL [11,1mmol/L sampai 13,8 mmol/L]). Hal ini berdasarkan

    pada keyakinan bahwa usaha untuk melawan peningkatan kadar glukosa

    yang dianggap normal dapat merugikan. Alasan lain adalah penghindaran

    terhadap hipoglikemia dan konsekuensinya lebih penting dibandingkan

    kontrol glukosa saat pasien berada di rumah sakit.2,6

    Universitas Sumatera Utara

  • Suatu penelitian terhadap anak dengan syok septik mengemukakan

    adanya hubungan yang bermakna antara KGD tertinggi dengan mortalitas.12

    Penelitian lain mendapatkan KGD >150 mg/dL memiliki rasio odds terhadap

    kematian meningkat sebesar 2.6 kali pada kelompok pasien yang

    meninggal.6

    Dengan sulitnya menentukan nilai KGD yang dianggap berbahaya,

    terdapat beberapa bagian hiperglikemia yang dipertimbangkan sebagai

    keadaan yang bermakna, antara lain adalah waktu terjadinya hiperglikemia,

    durasi serta intensitas hiperglikemia.

    Waktu terjadinya hiperglikemia dianggap berpengaruh terhadap lama

    rawatan dan kematian pasien.1 Suatu penelitian mendapatkan waktu

    hiperglikemia yang terjadi saat pertama kali masuk rawatan tidak

    berpengaruh terhadap lama rawatan dan mortalitas.2 Namun, pada pasien

    anak kritis dengan trauma kepala ditemukan pasien dengan hiperglikemia

    tertinggi pada saat masuk rawatan lebih banyak didapatkan pada kelompok

    yang meninggal.7,13

    Terdapat kontroversi mengenai apakah lebih berbahaya hiperglikemia

    dengan kadar gula darah yang lebih tinggi, atau keadaan hiperglikemia yang

    menetap atau berkepanjangan.12 Selain efek positifnya, hiperglikemia yang

    menetap atau berkepanjangan pada masa kritis dapat meningkatkan risiko

    kematian akibat gagal jantung, infark miokard, stroke iskemik, hemoragik dan

    lainnya yang berakhir dengan gagal fungsi organ multipel.1,2,6 Penelitian yang

    Universitas Sumatera Utara

  • ada mengemukakan kadar hiperglikemia yang dianggap berarti adalah yang

    menetap setelah 24 jam pertama dan akan menimbulkan mortalitas yang

    tinggi bila menetap sampai 10 hari perawatan di UPI.6 Penelitian pada pasien

    anak dengan ventilator dan infus vasoaktif mendapatkan durasi hiperglikemia

    lebih lama pada kelompok yang meninggal dan berpengaruh terhadap lama

    rawatan dan kematian 3

    Intensitas hiperglikemia adalah kekerapan terjadinya hiperglikemia

    pada suatu rawatan UPI.3,6 Penelitian pada pasien UPI Anak yang ada

    mendapatkan pada kelompok pasien yang meninggal, hiperglikemia secara

    signifikan lebih intens , median KGD>150 mg/dL pada 48 jam pertama

    rawatan UPI berhubungan dengan peningkatan 3 kali risiko kematian

    dibandingkan dengan median KGD

  • 2.5.1. Kontrol glukosa konvensional versus kontrol glukosa intensif

    Terdapat dua macam penatalaksanaan hiperglikemia yang sedang

    berkembang pada pasien dalam keadaan kritis, yaitu kontrol glukosa

    konvensional (conventional glycemic control), dimana insulin digunakan

    setelah KGD melewati ambang batas tertentu (kebanyakan menggunakan

    angka 200 mg/dL, pada anak diambil angka 150 mg/dL, pada neonati >250 mg/dL) 4,15,23,24 dan kontrol glukosa intensif (tight glycemic control) ,

    dimana dilakukan pemberian insulin saat KGD melebihi batas nilai normal

    (126 mg/dL).4,15,18

    Suatu studi yang dilakukan terhadap pasien UPI Dewasa

    mendapatkan infus insulin intensif secara signifikan menurunkan morbiditas

    namun tidak mortalitas pada pasien UPI.4,15 Peneltian lain yang dikenal

    dengan NICE SUGAR study, menyatakan kontrol glukosa intensif dengan

    target gula darah 180 mg/dL menyebabkan mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan target gula darah 81 sampai 180 mg/dL.25

    2.5.2. Penggunaan insulin

    Insulin meningkatkan sintesis protein, sintesis glikogen, pengambilan glukosa

    oleh sel, dan memfasilitasi proliferasi selular dengan efek apoptosis. Selain

    itu, insulin juga memperbaiki dislipidemia, mempengaruhi efek anabolik

    pada otot-otot rangka, memperbaiki serta memperlambat apoptosis, serta

    mempunyai efek antiinflamasi pada pasien dengan keadaan kritis. Insulin

    juga mempengaruhi vasodilatasi dan meningkatkan aliran darah ke jaringan,

    Universitas Sumatera Utara

  • memberikan proteksi terhadap gagal ginjal akut dan mencegah terjadinya

    polineuropati.1,16,19

    Insulin regular (short acting) intravena adalah regimen insulin yang

    digunakan untuk pemberian intravena.2, 26-30 Terapi insulin dapat dimulai

    dengan dosis 0.05-0.1 unit/kg/jam, diberikan secara drip tanpa diawali

    dengan bolus.27,31 Pemberian secara bolus masih dilakukan pada neonati,

    dimulai dengan bolus 0.005-0.1 unit/kg dilanjutkan dengan drip 0.01-0.2

    unit/kg/jam.32,33

    Satu studi menyimpulkan pemberian insulin yang meningkat

    berhubungan positif dengan kematian, dimana kematian tersebut

    berhubungan dengan hipoglikemia.34 Penelitian lain menyatakan peningkatan

    risiko komplikasi yang berhubungan dengan hipoglikemia pada pasien kritis

    dengan sepsis yang diberikan terapi insulin intensif. Penelitian ini bahkan

    dihentikan untuk alasan keamanan. 35

    2.5.3. Pemantauan

    Penggunaan insulin dalam tatalaksana pasien hiperglikemia memerlukan

    pemeriksaan gula darah yang sering, bahkan dapat berulang setiap jam

    sampai kadar gula stabil, setelahnya dapat setiap 4-6 jam.14,20 Diperlukan

    perhatian khusus dalam terapi ini untuk mencegah dan mengkoreksi

    hipoglikemia serta penyesuaian dosis insulin.18,36 Saat ini telah digunakan

    monitor glukosa secara kontinyu dengan menggunakan Continous Glucose

    Monitoring System (CGMS) yang dimasukkan subkutan. 37

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.6. Kerangka Konseptual

    Gambar 2. 2. Kerangka konseptual penelitian

    Keterangan: : yang dinilai dalam penelitian

    Universitas Sumatera Utara