Hib

10
1 Haemophyllus Influenzae tipe b (Hib) 1. Pendahuluan Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit. Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif maupun aktif. 1 Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh kekebalan pasif disebut imunisasi pasif dengan memberikan antibodi atau faktor kekebalan pada seseorang yang membutuhkan. Contohnya adalah pemberian immunoglobulin spesifik untuk penyakit tertentu, misalnya imunoglobulin antitetanus untuk penderita penyakit tetanus. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh, seperti misalnya pada kekebalan pasif alamiah antibodi yang diperoleh janin dari ibu akan perlahan menurun dan habis. 1 Kekebalan aktif dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen secara alamiah atau melalui imunisasi. Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh kekebalan aktif disebut imunisasi aktif dengan memberikan zat bioaktif yang disebut vaksin, dan tindakan itu disebut vaksinasi. Kekebalan yang diperoleh dengan vaksinasi berlangsung lebih lama dari kekebalan pasif karena adanya memori imunologis,

Transcript of Hib

Page 1: Hib

1

Haemophyllus Influenzae tipe b

(Hib)

1. Pendahuluan

Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu

penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit.

Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif maupun aktif.1

Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh kekebalan pasif disebut imunisasi

pasif dengan memberikan antibodi atau faktor kekebalan pada seseorang yang

membutuhkan. Contohnya adalah pemberian immunoglobulin spesifik untuk penyakit

tertentu, misalnya imunoglobulin antitetanus untuk penderita penyakit tetanus. Kekebalan

pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh, seperti misalnya

pada kekebalan pasif alamiah antibodi yang diperoleh janin dari ibu akan perlahan

menurun dan habis.1

Kekebalan aktif dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen secara

alamiah atau melalui imunisasi. Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh kekebalan

aktif disebut imunisasi aktif dengan memberikan zat bioaktif yang disebut vaksin, dan

tindakan itu disebut vaksinasi. Kekebalan yang diperoleh dengan vaksinasi berlangsung

lebih lama dari kekebalan pasif karena adanya memori imunologis, walaupun tidak

sebaik kekebalan aktif yang terjadi karena infeksi alamiah. Untuk memperoleh kekebalan

aktif dan memori imunologis yang efektif maka vaksinasi harus mengikuti cara

pemakaian dan jadwal yang telah ditentukan oleh produsen vaksin melalui bukti uji klinis

yang telah dilakukan.1

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada

seseorang, dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok mesyarakat (populasi),

atau bahkan menghilangkannya dari dunia seperti yang kita lihat pada keberhasilan

imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis

penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteria

dan poliomielitis.1

Page 2: Hib

2

2. Epidemiologi

Haemophyllus influenzae tipe b (Hib) bukan virus, tetapi merupakan suatu bakteri

Gram negatif. Haemophyllus influenzae terbagi atas jenis yang berkapsul dan tidak

berkapsul. Tipe yang tidak berkapsul umumnya tidak ganas dan hanya menyebabkan

infeksi ringan misalnya faringitis atau otitis media. Jenis yang berkapsul terbagi dalam 6

serotipe dari a sampai f. Di antara jenis yang berkapsul, tipe b merupakan tipe paling

ganas dan merupakan salah satu penyebab tersering dari kesakitan dan kematian pada

bayi dan anak berumur kurang dari 5 tahun.1

Infeksi Hib menyebabkan meningitis (radang selaput otak) dengan gejala demam,

kaku kuduk, penurunan kesadaran kejang dan kematian. Penyakit lain yang dapat terjadi

adalah pneumonia, selulitis, arthritis dan epiglotitis.1

Haemophyllus influenzae ditemukan pada banyak keadaan klinis. Bakteri ini

merupakan penyebab utama penyakit invasif tertentu pada anak; isolat serotip b meliputi

lebih dari 95% dari bakteri ini. Penyakit yang disebabkan oleh serotip Haemophyllus

influenzae nonkapsul (tidak dapat ditipe) menyebabkan penyakit invasif pada neonatus,

anak dengan gangguan imun, dan anak-anak di negara berkembang tertentu. Isolat yang

tidak dapat ditipe merupakan agen etiologi yang lazim pada infeksi mukosa seperti otitis

media dan sinusitis. Isolat ini juga dihubungkan dengan bronkitis kronis pada orang

dewasa.2,3

Manusia satu-satunya hospes alamiah untuk Haemophyllus influenzae. Spesies ini

merupakan unsur flora saluran pernafasan normal pada 60-90% anak sehat. Kebanyakan

isolat adalah tidak dapat ditipe. Kolonisasi oleh organisme serotip b jarang. Sebelum

penemuan imunisasi vaksin gabungan, Haemophyllus influenzae tipe b dapat diisolasi

dari faring 2-5% anak prasekolah dan umur sekolah sehat; frekuensi yang lebih rendah

terjadi pada bayi yang berumur sebelum 1 tahun dan pada orang dewasa. Kolonisasi

Haemophyllus influenzae tipe b tidak bergejala tersebut mungkin terjadi pada frekuensi

yang lebih rendah pada populasi yang terimunisasi. Pada masa sebelum vaksin gabungan

Haemophyllus influenzae tipe b tersedia di Amerika Serikat, frekuensi serangan penyakit

diperkirakan ada 64-129 kasus per 100.000 anak sebelum umur 5 tahun per tahun.

Insiden ini menurun lebih daripada 90%.2,3

Page 3: Hib

3

Tanda epidemiologis yang mencolok infeksi Haemophyllus influenzae tipe b

invasif adalah distribusi umur. Lebih dari 90% dari semua infeksi terjadi pada anak usia 5

tahun atau lebih muda di Amerika Serikat, walaupun beberapa terjadi pada anak yang

lebih tua dan orang dewasa. Lagipula, 69-82% infeksi invasif terjadi pada anak sebelum

usia 2 tahun; sekitar 50% terjadi pada mereka yang berumur kurang dari 12 bulan. Angka

serang puncak terjadi pada usia 6-12 bulan. Kebanyakan penelitian menunjukkan

dominasi pada laki-laki. Insiden penyakit invasif bervariasi pada berbagai negara dan

populasi tertentu. Misalnya, pada masa pravaksin, Finlandia melaporkan insiden tahunan

dari 41 kasus per 100.000 anak; 40% terjadi pada anak diatas usia 2 tahun. Populasi yang

dikenali mempunyai kenaikan insiden penyakit invasif adalah Eskimo Alaska, Apache,

Navajo, dan kulit hitam. Pada populasi ini, proporsi kasus penyakit invasif pada anak

sebelum umur 12 bulan relatif tinggi. Orang-orang yang diketahui ada pada risiko

penyakit invasif yang bertambah adalah mereka yang dengan penyakit sel sabit, asplenia,

imunodefisiensi kongenital atau didapat dan keganasan. Bayi tidak tervaksinasi sebelum

umur 12 bulan yang sebelumnya tercatat terinfeksi invasif adalah berisiko untuk kumat.2

Cara penularan yang paling sering adalah dengan kontak langsung atau inhalasi

tetes-tetes saluran pernapasan yang mengandung Haemophyllus influenzae. Masa

inkubasi untuk penyakit invasif bervariasi, dan masa penularan yang tepat tidak

diketahui. Kebanyakan anak dengan penyakit Haemophyllus influenzae tipe b invasif

dikolonisasi dalam nasofaringsebelum mulai terapi antimikroba; 25-40% dapat tetap

terkolonisasi selama terapi 24 jam pertama.2

Sebagian besar orang yang mengalami infeksi tidak menjadi sakit, tetapi menjadi

pembawa kuman karena Hib menetap di tenggorok. Prevalensi karier yang lebih dari 3%

menunjukkan angka yang cukup tinggi. Penelitian pendahuluan di Lombok menunjukkan

prevalensi carrier-rate sebesar 4,6%, suatu angka yang cukup tinggi. Bila prevalensi

pembawa kuman cukup banyak, kemungkinan kejadian meningitis dan pneumonia akibat

Hib biasanya juga tinggi. Walaupun demikian, dampak Hib secara keseluruhan baru

dapat dipastikan setelah adanya suatu penelitian populasi di lapangan. Penelitian populasi

sedang dilakukan di Lombok.1

3. Gambaran Klinik

Meningitis

Page 4: Hib

4

Di negara barat, Hib menyebabkan penyakit pada 20-200 per 100.000 penduduk.

Perbedaan angka kejadian tersebut disebabkan perbedaan teknik pemantauan/

surveilans, teknik pengambilan materi pemeriksaan, teknik pemeriksaan

laboratorium, dan pola penggunaan antibiotic. Beberapa faktor risiko misalnya

umur kurang dari 5 tahun, tingginya pembawa kuman di tenggorok (karier),

penyebaran infeksi di tempat penitipan anak, lingkungan yang padat, dan bayi

yang tidak mendapat ASI. Laporan dari Asia menunjukkan bahwa Hib merupakan

penyebab terpenting meningitis. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Hib ditemukan

pada 33% di antara kasus meningitis. Pada penelitian lanjut didapatkan bahwa

Hib merupakan 38% di antara penyebab meningitis pada bayi dan anak berumur

kurang dari 5 tahun. Laporan dari negara-negara Asia cenderung menunjukkan

bahwa Hib merupakan penyebab meningitis terbanyak bersama pneumokokus dan

meningokokus, tetapi insidens meningitis rendah.1

Pneumonia

Haemophyllus influenza sebagai penyebab pneumonia lebih sulit dibuktikan

karena metode pengambilan bahan pemeriksaan jauh lebih sulit. Penelitian

membuktikan bahwa pneumonia disebabkan oleh virus pada 25%-75% kasus,

sedangkan bakteri biasanya ditemukan pada kasus yang berat. Bila kedua

penyebab ditemukan, kemungkinan pneumonia pada awalnya disebabkan oleh

virus, kemudian terjadi infeksi bakteri. Kematian umumnya disebabkan oleh

infeksi bakteri. Sebelum diperkenalkan vaksin, Haemophyllus influenza tipe b

merupakan bakteri penyebab pneumonia yang penting. Identifikasi yang sulit dari

bakteri ini mengakibatkan insiden yang pasti tidak diketahui, diduga

Haemophyllus influenzae tipe b bertanggungjawab terhadap 5%-18% kejadian

pneumonia. Di negara yang telah berkembang, imunisasi menurunkan kejadian

sindrom Haemophyllus influenza tipe b invasif sampai lebih dari 95%, termasuk

pneumonia.1

4. Vaksin Hib

Bagian kapsul Hib yang disebut polyribosyribitol phosphate (PRP) menentukan

virulensi dari Hib. Vaksin Hib dibuat dari kapsul tersebut. Vaksin awal yang terbuat dari

PRP murni ternyata kurang efektif, sehingga saat ini digunakan konjugasi PRP dengan

Page 5: Hib

5

protein dari berbagai komponen bakteri lain. Vaksin yang beredar di Indonesia adalah

vaksin konjugasi dengan membran protein luar dari Neisseria meningitidis yang disebut

dengan PRP-OMP dan konjugasi dengan protein tetanus yang disebut sebagai PRP-T.

Kedua vaksin tersebut menunjukkan efikasi dan keamanan yang sangat tinggi. Kedua

vaksin tersebut boleh digunakan bergantian baik monovalen atau kombinasi.1

5. Jadwal dan dosis

Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan.

PRP-OMP diberikan 2 kali sedangkan PRP-T diberikan 3 kali dengan jarak waktu

2 bulan.

Penelitian menunjukkan bahwa respons antibodi sudah terbentuk setelah suntikan

pertama PRP-OMP dan setelah dua kali suntikan PRP-T, sedangkan titer antibodi

yang tertinggi ditemukan setelah 3 kali suntikan PRP-T.

Titer PRP-T bertahan lebih lama dibandingkan PRP-OMP.

Ulangan umumnya diberikan 1 tahun setelah suntikan terakhir.

Apabila suntikan awal diberikan pada bayi berumur 6 bulan – 1 tahun, 2 kali

suntikan sudah menghasilkan titer protektif; sedangkan setelah 1 tahun cukup 1

kali suntikan tanpa memerlukan booster. Hal ini dokter sering menunda

pemberian vaksin Hib sehingga memerlukan dosis yang lebih sedikit. Pendapat

ini salah, karena Hib lebih sering menyerang bayi kecil. Dua puluh enam persen

terjadi pada bayi berumur 2-6 bulan dan 25% pada bayi berumur 7-11 bulan

(CDC).

Vaksin tidak boleh diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan karena bayi tersebut

belum dapat membentuk antibodi.

Penelitian mengenai infeksi Hib di populasi di Lambok, juga meneliti manfaat imunisasi

Hib terhadap kejadian dan kematian pneumonia pada balita. Data yang ada menunjukkan

bahwa Hib memang merupakan penyebab meningitis yang terbanyak. Saat ini vaksin Hib

digolongkan dalam vaksin yang dianjurkan, diharapkan 1-2 tahun mendatang dapat

masuk dalam program nasional.1

Page 6: Hib

6

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro, H.D., 2011. Haemophyllus Influenza tipe b. In: Pedoman Imunisasi

Indonesia Ed. IV. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 303-306.

2. Immergluck, L.C., and Daum, R. 2000. Haemophyllus Influenza. In: Ilmu Kesehatan

Anak Nelson Edisi 15. Jakarta: EGC, 939-946.

Page 7: Hib

7

3. National Center for Immunization and Respiratory Diseases, Division of Bacterial

Diseases (Centers for Disease Control and Prevention). Haemophilus influenzae Disease

(Including Hib). Available from: http://www.cdc.gov/hi-disease/clinicians.html, Page

last updated: September 25, 2012 [Accessed on 22 November 2012].