1
Haemophyllus Influenzae tipe b
(Hib)
1. Pendahuluan
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu
penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit.
Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif maupun aktif.1
Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh kekebalan pasif disebut imunisasi
pasif dengan memberikan antibodi atau faktor kekebalan pada seseorang yang
membutuhkan. Contohnya adalah pemberian immunoglobulin spesifik untuk penyakit
tertentu, misalnya imunoglobulin antitetanus untuk penderita penyakit tetanus. Kekebalan
pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh, seperti misalnya
pada kekebalan pasif alamiah antibodi yang diperoleh janin dari ibu akan perlahan
menurun dan habis.1
Kekebalan aktif dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen secara
alamiah atau melalui imunisasi. Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh kekebalan
aktif disebut imunisasi aktif dengan memberikan zat bioaktif yang disebut vaksin, dan
tindakan itu disebut vaksinasi. Kekebalan yang diperoleh dengan vaksinasi berlangsung
lebih lama dari kekebalan pasif karena adanya memori imunologis, walaupun tidak
sebaik kekebalan aktif yang terjadi karena infeksi alamiah. Untuk memperoleh kekebalan
aktif dan memori imunologis yang efektif maka vaksinasi harus mengikuti cara
pemakaian dan jadwal yang telah ditentukan oleh produsen vaksin melalui bukti uji klinis
yang telah dilakukan.1
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang, dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok mesyarakat (populasi),
atau bahkan menghilangkannya dari dunia seperti yang kita lihat pada keberhasilan
imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis
penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteria
dan poliomielitis.1
2
2. Epidemiologi
Haemophyllus influenzae tipe b (Hib) bukan virus, tetapi merupakan suatu bakteri
Gram negatif. Haemophyllus influenzae terbagi atas jenis yang berkapsul dan tidak
berkapsul. Tipe yang tidak berkapsul umumnya tidak ganas dan hanya menyebabkan
infeksi ringan misalnya faringitis atau otitis media. Jenis yang berkapsul terbagi dalam 6
serotipe dari a sampai f. Di antara jenis yang berkapsul, tipe b merupakan tipe paling
ganas dan merupakan salah satu penyebab tersering dari kesakitan dan kematian pada
bayi dan anak berumur kurang dari 5 tahun.1
Infeksi Hib menyebabkan meningitis (radang selaput otak) dengan gejala demam,
kaku kuduk, penurunan kesadaran kejang dan kematian. Penyakit lain yang dapat terjadi
adalah pneumonia, selulitis, arthritis dan epiglotitis.1
Haemophyllus influenzae ditemukan pada banyak keadaan klinis. Bakteri ini
merupakan penyebab utama penyakit invasif tertentu pada anak; isolat serotip b meliputi
lebih dari 95% dari bakteri ini. Penyakit yang disebabkan oleh serotip Haemophyllus
influenzae nonkapsul (tidak dapat ditipe) menyebabkan penyakit invasif pada neonatus,
anak dengan gangguan imun, dan anak-anak di negara berkembang tertentu. Isolat yang
tidak dapat ditipe merupakan agen etiologi yang lazim pada infeksi mukosa seperti otitis
media dan sinusitis. Isolat ini juga dihubungkan dengan bronkitis kronis pada orang
dewasa.2,3
Manusia satu-satunya hospes alamiah untuk Haemophyllus influenzae. Spesies ini
merupakan unsur flora saluran pernafasan normal pada 60-90% anak sehat. Kebanyakan
isolat adalah tidak dapat ditipe. Kolonisasi oleh organisme serotip b jarang. Sebelum
penemuan imunisasi vaksin gabungan, Haemophyllus influenzae tipe b dapat diisolasi
dari faring 2-5% anak prasekolah dan umur sekolah sehat; frekuensi yang lebih rendah
terjadi pada bayi yang berumur sebelum 1 tahun dan pada orang dewasa. Kolonisasi
Haemophyllus influenzae tipe b tidak bergejala tersebut mungkin terjadi pada frekuensi
yang lebih rendah pada populasi yang terimunisasi. Pada masa sebelum vaksin gabungan
Haemophyllus influenzae tipe b tersedia di Amerika Serikat, frekuensi serangan penyakit
diperkirakan ada 64-129 kasus per 100.000 anak sebelum umur 5 tahun per tahun.
Insiden ini menurun lebih daripada 90%.2,3
3
Tanda epidemiologis yang mencolok infeksi Haemophyllus influenzae tipe b
invasif adalah distribusi umur. Lebih dari 90% dari semua infeksi terjadi pada anak usia 5
tahun atau lebih muda di Amerika Serikat, walaupun beberapa terjadi pada anak yang
lebih tua dan orang dewasa. Lagipula, 69-82% infeksi invasif terjadi pada anak sebelum
usia 2 tahun; sekitar 50% terjadi pada mereka yang berumur kurang dari 12 bulan. Angka
serang puncak terjadi pada usia 6-12 bulan. Kebanyakan penelitian menunjukkan
dominasi pada laki-laki. Insiden penyakit invasif bervariasi pada berbagai negara dan
populasi tertentu. Misalnya, pada masa pravaksin, Finlandia melaporkan insiden tahunan
dari 41 kasus per 100.000 anak; 40% terjadi pada anak diatas usia 2 tahun. Populasi yang
dikenali mempunyai kenaikan insiden penyakit invasif adalah Eskimo Alaska, Apache,
Navajo, dan kulit hitam. Pada populasi ini, proporsi kasus penyakit invasif pada anak
sebelum umur 12 bulan relatif tinggi. Orang-orang yang diketahui ada pada risiko
penyakit invasif yang bertambah adalah mereka yang dengan penyakit sel sabit, asplenia,
imunodefisiensi kongenital atau didapat dan keganasan. Bayi tidak tervaksinasi sebelum
umur 12 bulan yang sebelumnya tercatat terinfeksi invasif adalah berisiko untuk kumat.2
Cara penularan yang paling sering adalah dengan kontak langsung atau inhalasi
tetes-tetes saluran pernapasan yang mengandung Haemophyllus influenzae. Masa
inkubasi untuk penyakit invasif bervariasi, dan masa penularan yang tepat tidak
diketahui. Kebanyakan anak dengan penyakit Haemophyllus influenzae tipe b invasif
dikolonisasi dalam nasofaringsebelum mulai terapi antimikroba; 25-40% dapat tetap
terkolonisasi selama terapi 24 jam pertama.2
Sebagian besar orang yang mengalami infeksi tidak menjadi sakit, tetapi menjadi
pembawa kuman karena Hib menetap di tenggorok. Prevalensi karier yang lebih dari 3%
menunjukkan angka yang cukup tinggi. Penelitian pendahuluan di Lombok menunjukkan
prevalensi carrier-rate sebesar 4,6%, suatu angka yang cukup tinggi. Bila prevalensi
pembawa kuman cukup banyak, kemungkinan kejadian meningitis dan pneumonia akibat
Hib biasanya juga tinggi. Walaupun demikian, dampak Hib secara keseluruhan baru
dapat dipastikan setelah adanya suatu penelitian populasi di lapangan. Penelitian populasi
sedang dilakukan di Lombok.1
3. Gambaran Klinik
Meningitis
4
Di negara barat, Hib menyebabkan penyakit pada 20-200 per 100.000 penduduk.
Perbedaan angka kejadian tersebut disebabkan perbedaan teknik pemantauan/
surveilans, teknik pengambilan materi pemeriksaan, teknik pemeriksaan
laboratorium, dan pola penggunaan antibiotic. Beberapa faktor risiko misalnya
umur kurang dari 5 tahun, tingginya pembawa kuman di tenggorok (karier),
penyebaran infeksi di tempat penitipan anak, lingkungan yang padat, dan bayi
yang tidak mendapat ASI. Laporan dari Asia menunjukkan bahwa Hib merupakan
penyebab terpenting meningitis. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Hib ditemukan
pada 33% di antara kasus meningitis. Pada penelitian lanjut didapatkan bahwa
Hib merupakan 38% di antara penyebab meningitis pada bayi dan anak berumur
kurang dari 5 tahun. Laporan dari negara-negara Asia cenderung menunjukkan
bahwa Hib merupakan penyebab meningitis terbanyak bersama pneumokokus dan
meningokokus, tetapi insidens meningitis rendah.1
Pneumonia
Haemophyllus influenza sebagai penyebab pneumonia lebih sulit dibuktikan
karena metode pengambilan bahan pemeriksaan jauh lebih sulit. Penelitian
membuktikan bahwa pneumonia disebabkan oleh virus pada 25%-75% kasus,
sedangkan bakteri biasanya ditemukan pada kasus yang berat. Bila kedua
penyebab ditemukan, kemungkinan pneumonia pada awalnya disebabkan oleh
virus, kemudian terjadi infeksi bakteri. Kematian umumnya disebabkan oleh
infeksi bakteri. Sebelum diperkenalkan vaksin, Haemophyllus influenza tipe b
merupakan bakteri penyebab pneumonia yang penting. Identifikasi yang sulit dari
bakteri ini mengakibatkan insiden yang pasti tidak diketahui, diduga
Haemophyllus influenzae tipe b bertanggungjawab terhadap 5%-18% kejadian
pneumonia. Di negara yang telah berkembang, imunisasi menurunkan kejadian
sindrom Haemophyllus influenza tipe b invasif sampai lebih dari 95%, termasuk
pneumonia.1
4. Vaksin Hib
Bagian kapsul Hib yang disebut polyribosyribitol phosphate (PRP) menentukan
virulensi dari Hib. Vaksin Hib dibuat dari kapsul tersebut. Vaksin awal yang terbuat dari
PRP murni ternyata kurang efektif, sehingga saat ini digunakan konjugasi PRP dengan
5
protein dari berbagai komponen bakteri lain. Vaksin yang beredar di Indonesia adalah
vaksin konjugasi dengan membran protein luar dari Neisseria meningitidis yang disebut
dengan PRP-OMP dan konjugasi dengan protein tetanus yang disebut sebagai PRP-T.
Kedua vaksin tersebut menunjukkan efikasi dan keamanan yang sangat tinggi. Kedua
vaksin tersebut boleh digunakan bergantian baik monovalen atau kombinasi.1
5. Jadwal dan dosis
Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan.
PRP-OMP diberikan 2 kali sedangkan PRP-T diberikan 3 kali dengan jarak waktu
2 bulan.
Penelitian menunjukkan bahwa respons antibodi sudah terbentuk setelah suntikan
pertama PRP-OMP dan setelah dua kali suntikan PRP-T, sedangkan titer antibodi
yang tertinggi ditemukan setelah 3 kali suntikan PRP-T.
Titer PRP-T bertahan lebih lama dibandingkan PRP-OMP.
Ulangan umumnya diberikan 1 tahun setelah suntikan terakhir.
Apabila suntikan awal diberikan pada bayi berumur 6 bulan – 1 tahun, 2 kali
suntikan sudah menghasilkan titer protektif; sedangkan setelah 1 tahun cukup 1
kali suntikan tanpa memerlukan booster. Hal ini dokter sering menunda
pemberian vaksin Hib sehingga memerlukan dosis yang lebih sedikit. Pendapat
ini salah, karena Hib lebih sering menyerang bayi kecil. Dua puluh enam persen
terjadi pada bayi berumur 2-6 bulan dan 25% pada bayi berumur 7-11 bulan
(CDC).
Vaksin tidak boleh diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan karena bayi tersebut
belum dapat membentuk antibodi.
Penelitian mengenai infeksi Hib di populasi di Lambok, juga meneliti manfaat imunisasi
Hib terhadap kejadian dan kematian pneumonia pada balita. Data yang ada menunjukkan
bahwa Hib memang merupakan penyebab meningitis yang terbanyak. Saat ini vaksin Hib
digolongkan dalam vaksin yang dianjurkan, diharapkan 1-2 tahun mendatang dapat
masuk dalam program nasional.1
6
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusponegoro, H.D., 2011. Haemophyllus Influenza tipe b. In: Pedoman Imunisasi
Indonesia Ed. IV. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 303-306.
2. Immergluck, L.C., and Daum, R. 2000. Haemophyllus Influenza. In: Ilmu Kesehatan
Anak Nelson Edisi 15. Jakarta: EGC, 939-946.
7
3. National Center for Immunization and Respiratory Diseases, Division of Bacterial
Diseases (Centers for Disease Control and Prevention). Haemophilus influenzae Disease
(Including Hib). Available from: http://www.cdc.gov/hi-disease/clinicians.html, Page
last updated: September 25, 2012 [Accessed on 22 November 2012].
Top Related