Hemolitik uremik sindrom
Click here to load reader
description
Transcript of Hemolitik uremik sindrom
Hemolitik uremik sindrom
Definisi hemolitik uremic syndrome
Hemolytic uremic syndrome adalah salah satu bentuk anemia hemolitik mikroangiopatik. Sindrom ini pertama kali digunakan Gasser et al pada tahun 1955 untuk mendeksripsikan hubungan antara anemia hemolitik intravaskular akut dan gagal ginjal pada bayi dan anak-anak. Sindrom ini merupakan mikroangiopati renal yang melibatkan arteriole kecil dan kapiler glomerulus, dan destruksi trombosit yang menyebabkan trombositopenia dalam berbagai derajat
Etiologi Hemolytic Uremic Syndrome
Sindrom ini terjadi secara predominan terjadi pada bayi-bayi yang sehat dan didahului oleh diare berdarah yang disebabkan oleh berbagai serotipe Escherichia coli atau Shigella dysenteriae serotype I. Organisme-organisme tersebut menyediakan kapasitas untuk menghasilkan bentuk yang serupa dengan exotoxin, prototipe dari toxin Shiga yang dihasilkan oleh S. dysenteriae dan disandikan pada DNA tersebut. Shigalike toxins 1 (SLT-1) dan 2 (SLT-2) berhubungan erat dengan exotoxin yang disandikan pada DNA dari bakteriofag pada beberapa serotipe E.coli, yang paling banyak yaitu serotipe 0157:H7. SLT-1 bereaksi dengan toksin Shiga secara antigen dan dibedakan dengan satu asam amino pada subunit A. SLT-2 secara antigen tidak bereaksi dengan SLT- 1 dan toksin Shiga, dan memperlihatkan sedikit homologi struktur dengan toksin terakhir. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) dapat menghasilkan SLT-1, SLT-2, atau keduanya. EHEC terdapat pada sapi dan biasanya ditularkan melalui daging mentah, susu yang tidak terpasteurisasi, atau makanan dan air yang terkontaminasi kotoran sapi
Klasifikasi Hemolytic Uremic Syndrome
Berdasarkan etiologinya, Hemolytic Uremic Syndrome diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok :
1. HUS Klasik (HUS D+)
Pada jenis ini terdapat fase prodromal gastroenteritis akut dengan diare tanpa
atau berdarah. Merupakan bentuk HUS yang paling sering dijumpai dan
hampir 90 % HUS didahului dengan fase prodromal gastroenteritis akut. HUS
D+ berkaitan dengan infeksi Shigella dysentriae yang menghasilkan toksin
shiga atau E.coli serotype O157:H7 jenis STEC, VTEC atau EHEC yang
menghasilkan verotoksin atau shiga – like toksin. Jenis ini biasanya
mempunyai prognosis yang cukup baik dengan perbaikan fungsi ginjal dan
biasanya jarang terjadi relaps.
2. HUS Atipikal (HUS D-)
Pada jenis ini tidak terdapat fase prodromal gastroenteritis akut dan dapat
menyerang anak yang lebih besar, jenis ini jarang terjadi dan mempunyai
pronosis yang lebih jelek.
Gambaran D+ HUS D- HUS
Patogenesis Shiga-like toxin, biasanya
berhubungan dengan E.coli
(0157:H7) dan Shigella
dysentriae
Infeksi Streptococcus pneumonia
Obat-obatan (siklosporin,
tacrolimus)
Glomerulopati primer
Gejala
prodromal
BAB cair, disertai darah Tidak ada, dapat berupa gejala
pernapasan
Morbiditas Rendah (<5%) Tinggi (>25%)
Penyakit
ginjal tahap
lanjut
Jarang (<10%) Sering (>30%)
Rekurensi Jarang Sering (>50%)
Tatalaksana Suportif, dialisis Suportif, dialisis, ± plasmaferesis
Etiologi HUS :
Etiologi HUS D+ :
• Tipikal : E. Coli O157:H7 (penghasil VT-1, VT-2)
• Shigella dysentriae (penghasil toksin shiga)
• Agen infeksi lain penyebab diare (Tabel II)
• Idiopatik
Etiologi HUS D- :
• Infeksi Streptokokus pneumoniae
• Agen infeksi lain :
• Faktor keturunan :
- Autosomal dominan
- Autosomal resesif
• Kehamilan
• Obat : Cyclosporin A, kontrasepsi oral, kemoterapi, mitomycin
• Post transplantasi
• Keganasan
• Idiopatik
-patologi hemolitik uremik sindrom
Lesi utama terdapat pada ginjal, terutama pada glomerulus ginjal, dapat sebagian atau
seluruhnya. Pada keadaan yang lebih parah, kerusakan dapat menyebar ke pembuluh
darah otak, miokardium, dan organ-organ vital lainnya. Pada pemeriksaan bedah
mayat, ginjal tampak bengkak dan pucat, dengan banyak bintik-bintik hemoragik pada
permukaannya.8
Gambar 1. Pewarnaan HE : penebalan difus dinding kapiler glomerulus dan pembengkakan sel endotel. Penumpukan fibrin dan trombus serta sel darah merah
tampak di lumen (anak panah)
Gambar 2. Pewarnaan PAS : menunjukkan penebalan difus dinding kapiler glomerulus dan pembengkakan sel endotel
Pada analisis mikroskopik, terdapat dua pola berbeda meskipun terkadang
terjadi “overlapping” pada beberapa kasus. Pola pertama yaitu pola glomerular,
berlawanan dengan mikroangiopati trombotik arteriolar, berhubungan dengan bentuk
klasik HUS pada bayi. Pola yang berbeda terdapat pada anak-anak yang lebih tua dan
dewasa, dimana terjadi mikroangiopati arterial dan arteriolar lebih dominan. Pola
glomerular memiliki prognosis yang lebih baik dan tahap pemulihan dapat lebih
sempurna, berbeda dengan pola dimana mikroangiopati arterial lebih dominan yang
memiliki prognosis yang buruk.
Pada kebanyakan glomerulus yang terkena, lesi terdiri dari kongesti dan infark dengan trombosis hialin pada kapiler.
PATOFISIOLOGI
1. Infeksi verotoksin dari E. Coli/S. dysentriae menghasilkan diare berdarah
2. Penyebaran toksin melalui pembuluh darah dan perlekatan verotoksin ke
endotel sel glomerulus
3. Pembentukan endositosis dan pelepasan fragmen sub unit sentral dari
verotoksin mengakibatkan gangguan sintesis protein sehingga menyebabkan
kematian dan kerusakan sel endotel
4. Penempelan fibrin dan mikrotrombus ke sel endotel yang rusak
menghasilkan koagulasi intravaskular lokal dan mikroangiopati
5. Penyempitan kapiler glomerulus oleh trombus dan fibrin menyebabkan lisis dan kerusakan sel darah merah yang melewati kapiler. Sehingga menyebabkan anemia hemolitik mikroangiopati, penurunan laju filtrasi glomerulus dan insufisiensi renal
Gejala klinis HUS
Masa prodromal diare
• Antara 4 – 15 hari
• Dengan atau tanpa darah
• Dapat disertai nyeri perut
Anemia
• Muncul setelah fase prodromal diare mulai hilang
• Berhubungan dengan penurunan hematokrit dan trombosit
Insufisiensi renal
• Oligouria dapat muncul selama 4 – 12 hari
• Sering terjadi edema, hipertensi dan edema pulmo bila balans cairan tidak dilakukan
Pemulihan
• Peningkatan angka trombosit
• Peningkatan urin output
• Peningkatan hematocrit
Penatalaksanaan Hemolytic uremic syndrome.
Keberhasilan pengelolaan hemolytic-uremic syndrome (HUS) dimulai dengan
pengenalan awal dari penyakit dan dukungan perawatan. Manajemen mencakup
kontrol yang baik dari hidrasi, kelainan elektrolit, hipertensi, dan anemia. Langkah-
langkah perawatan suportif berlaku untuk sindrom hemolitik uremik terkait diare (D +
HUS) dan sindrom hemolitik uremik non-diare (D-HUS).
1. Terapi cairan
- Hidrasi awal dan cukup dengan garam isotonik intravena dikaitkan dengan
risiko lebih rendah terhadap progresivitas oligoanuric hemolytic-uremic
syndrome pada pasien dengan diare8. Studi terapi cairan pada pasien dengan
hemolytic-uremic syndrome masih kurang, namun, berdasarkan data di atas,
penulis merekomendasikan pemberian garam isotonik intravena untuk
mempertahankan keadaan euvolemic pada pasien dengan hemolytic-uremic
syndrome
- Memonitor status hidrasi secara ketat dan sering. Ini mencakup pengukuran
serial terhadap berat badan, asupan cairan dan output, denyut jantung, dan
tekanan darah. Fungsi ginjal dapat turun secara cepat, sehingga hasil tes
laboratorium yang diperoleh di pagi hari mungkin tidak mencerminkan fungsi
ginjal pasien atau status elektrolit di kemudian hari. Pasien dapat mengalami
kelebihan cairan atau hiperkalemia jika tidak dikelola dengan hati-hati.
- Memantau elektrolit. Tes kadar elektrolit mungkin perlu dilakukan sering pada
tahap awal penyakit atau saat dialisis. Pada fungsi ginjal stabil, pengujian
dapat dilakukan setiap hari.
- Gunakan cairan bebas potasium sampai fungsi ginjal telah stabil. Hipokalemia
ringan ditoleransi dan lebih baik daripada hiperkalemia. Atasi hipokalemia
berat atau simptomaik dengan penggantian kalium secara hati-hati.
- Setelah defisit cairan teratasi, tetap pantau asupan cairan
2. Pengelolaan gagal ginjal akut
- Sekitar 50% pasien dengan D + hemolytic-uremic syndrome memerlukan
dialisis. Pertimbangkan dialisis dini jika pasien mengalami overload cairan,
hiperkalemia, asidosis, hiponatremia, atau oligoanuria yang tidak responsif
terhadap diuretik.
- Setiap jenis dialisis atau teknik terkait (misalnya, hemofiltration) dapat
digunakan, tergantung pada ketersediaan lokal dan faktor-faktor individu
pasien. Teknik yang sesuai meliputi dialisis peritoneal, hemodialisis, atau
terapi penggantian ginjal (continous renal replacement therapies –CRRT-).
- Dialisis peritoneal banyak digunakan untuk pasien anak. Dialisis peritoneal
biasanya ditoleransi dengan baik, dan secara teknis lebih mudah, terutama
pada bayi kecil.
- Hemodialisis juga cocok untuk anak-anak. Hemodialisis mungkin lebih
disukai pada pasien dengan nyeri perut yang berat.
- Nyeri perut sulit menilai pada pasien dengan kateter peritoneal baru. Nyeri
bisa disebabkan komplikasi terkait kateter, peritonitis terkait dialisis, atau
komplikasi hemolytic-uremic syndrome seperti perforasi usus.
- CRRT mungkin lebih dipilih untuk pasien dengan hemodinamik tidak stabil.
CRRT memungkinkan kontrol yang sangat tepat status volume.
- Bukti-bukti dari pasien sakit kritis menunjukkan bahwa overload volume
merupakan penyumbang utama terhadap morbiditas dan mortalitas.11,12 Dialisis
dimulai saat pasien mulai mengalami keadaan overload cairan.
- Dialisis tidak mengubah perjalanan penyakit, hanya mendukung pasien
sementara menunggu resolusi penyakit. Dialisis dini sebagai tindakan
preventif atau terapeutik tidak dibenarkan. Data saat ini tidak mendukung teori
sebelumnya bahwa dialisis peritoneal dapat meningkatkan hasil dengan
menghilangkan plasminogen aktivator tipe inhibitor-1 (PAI-1). Namun,
beberapa studi awal mendukung penggunaan dialisis bila ada indikasi untuk
mengoptimalkan cairan, elektrolit atau status gizi.
- Pasien yang memerlukan dialisis biasanya perlu 5-7 hari terapi, meskipun
angka ini bervariasi secara luas.
3. Manajemen kelainan hematologi
- Kebanyakan pasien dengan hemolytic-uremic syndrome -memerlukan transfusi
PRC. PRC dapat diberikan untuk anemia simtomatik (misalnya, takikardia,
perubahan ortostatik pada tekanan darah atau denyut jantung, gagal jantung
kongestif) atau jika hematokrit jatuh dengan cepat. Para penulis menyarankan
untuk mempertahankan hemoglobin sekitar 7 g / dL, atau jumlah terendah
yang dibutuhkan untuk mencegah anemia simtomatik. Mempertahankan
keadaan anemia relatif untuk menjaga darah tetap dalam viskositas yang
rendah secara teoritis membantu mencegah pembentukan trombus lebih lanjut.
- Transfusi trombosit diperlukan jika pasien mengalami perdarahan aktif.
Indikasi lain untuk transfusi trombosit tetap kontroversial. Kebanyakan dokter
mencoba untuk menghindari transfusi trombosit karena dapat menyebabkan
agregasi platelet dan pembentukan trombus, memperburuk penyakit. Ambang
batas umum digunakan adalah dengan transfusi yang diperlukan untuk
mempertahankan jumlah trombosit dekat 20.000 / mcL. Trombosit juga dapat
diberikan sebelum prosedur bedah atau penempatan kateter.
4. Pengelolaan hipertensi
- Berbagai macam obat antihipertensi tersedia, dan pengobatan harus
disesuaikan dengan keadaan pasien.
- Calcium channel blocker seperti amlodipine atau isradipine banyak digunakan
di pediatri.
- ACE inhibitor sangat efektif namun harus digunakan dengan hati-hati pada
individu dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) atau dengan
hiperkalemia
5. Dukungan gizi
- Menyediakan protein yang cukup dan asupan energi enteral atau parenteral
adalah penting untuk mencegah katabolisme dan memajukan penyembuhan.
- Pasien mungkin memerlukan pemberian nutrisi intravena akibat diare
berkepanjangan, radang usus, sakit perut, ileus usus, atau anoreksia.
- Pasien yang menerima CRRT mungkin memerlukan tambahan nutrisi karena
pengeluaran asam amino oleh CRRT. Pasien yang menerima hiperalimentasi
dengan CRRT memerlukan protein 3-4. g / kgBB. Konsultasikan dengan ahli
gizi untuk bantuan.
6. Manajemen nyeri
- D + hemolytic-uremic syndrome menyebabkan kolitis yang intens yang dapat
sangat menyakitkan. Nyeri perut dapat menyerupai akut abdomen. Nyeri berat
atau perubahan akut nyeri harus dievaluasi sebagai darurat bedah.
Acetaminophen dapat digunakan.
- Hindari obat anti-inflammatory drugs (NSAID) karena bersifat nefrotoksik,
yang sangat berisiko.
- Banyak pasien memerlukan obat-obatan opioid. Observasi tindakan
pencegahan khusus bila menggunakan opioid pada pasien dengan insufisiensi
ginjal atau gagal. Mulailah dengan dosis rendah, titrasi untuk efek, dan amati
dengan hati-hati untuk tanda-tanda toksisitas.
o Fentanil tidak memiliki metabolit aktif dan merupakan pilihan yang
sangat baik untuk pasien dengan disfungsi ginjal. Fentail memiliki
onset yang cepat dengan durasi relatif singkat.
o Hydromorphone memiliki metabolit aktif tetapi tidak secara konsisten
menimbulkan gejala pada gangguan ginjal. Kebanyakan penulis
menganggap hydromorphone relatif aman pada pasien ginjal, dengan
pemantauan hati-hati untuk efek samping, paling sering neuro-eksitasi.
o Metadon memiliki metabolit yang diekskresi terutama melalui tinja.
Methadone adalah analgesik yang baik pada gangguan ginjal, namun
onsetnya lebih lambat dan waktu paruh yang panjang sehingga kurang
cocok.
Jangan menggunakan morfin, kodein, atau meperidin pada
pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Di dalam tubuh, obat-obat ini
dikonversi menjadi banyak metabolit yang tidak memiliki fungsi
analgesik tetapi menyebabkan banyak efek samping. Pasien dengan
gagal ginjal tidak dapat mengekskresikan metabolit ini, sehingga
terjadi akumulasi dan menyebabkan mual, muntah, perubahan status
mental, halusinasi, dan efek buruk lainnya.
7. Pertimbangan khusus untuk D- hemolytic-uremic syndrome
- Manajemen D-hemolitik uremik sindrom-sangat sulit dan masih kurang
dipahami.
- Hentikan penggunaan agen pada hemolytic-uremic syndrome terkait obat.
- Mengobati infeksi bakteri (misalnya, S pneumoniae) segera dan agresif.
- Peran terapi plasma pada pneumococcal hemolytic-uremic syndrome (P-HUS)
atau neuraminidase-mediated hemolytic-uremic syndrome masih
kontroversial. Plasma mungkin berisi antibodi terhadap antigen T, yang, dalam
teori, bisa memperburuk proses hemolitik. Bergantian, pertukaran plasma
dapat menghapus neuraminidase dan mengurangi jumlah sirkulasi antibodi
anti-T. Beberapa penulis menganjurkan pertukaran plasma menggunakan
pengganti albumin.
- Terapi plasma merupakan andalan pengobatan untuk sebagian besar bentuk D-
hemolytic-uremic syndrome .Terapi ini menggunakan produk donor plasma
untuk menggantikan kekurangan faktor von Willebrand atau abnormal (vWF)
metaloproteinase atau faktor komplemen.
- Tidak ada pengobatan yang lebih efektif daripada pertukaran plasma
terapeutik /therapeutic plasma exchange (TPE), yang juga disebut
plasmaferesis.
TPE adalah terapi paling efektif untuk D- hemolytic-uremic syndrome
-. TPE menghilangkan plasma pasien dan menggantikan dengan
plasma beku segar/ fresh frozen plasma (FFP) atau produk serupa.
Albumin tidak boleh digunakan untuk penggantian karena tidak
mengandung vWF metaloproteinase atau faktor pelengkap, kecuali
dalam kasus P-hemolytic-uremic syndrome atau neuraminidase
mediated hemolytic-uremic syndrome
Tidak ada konsensus atau pedoman berbasis bukti mengenai panduan
dosis terapi atau jadwal. Kebanyakan dokter menggunakan jadwal
tapering, dengan beberapa sesi setiap hari diikuti dengan alternatif-hari
perawatan. Interval antara perawatan yang diperpanjang berdasarkan
respon pasien. Rejimen individu bervariasi secara luas. Beberapa
penulis menganjurkan TPE dua kali sehari untuk kasus-kasus refrakter
tetapi perhatikan bahwa manfaat dari pendekatan ini tidak dapat
dikonfirmasi.
TPE dapat menurunkan kreatinin serum karena menghilangkan pasien
serum dan menggantikan dengan serum dari donor dengan nilai
kreatinin yang normal. Ini tidak berarti fungsi ginjal pasien membaik.
Jumlah trombosit adalah penanda respon lebih handal.
Dalam teori, FFP mungkin mengandung beberapa vWF multimers
besar. Beberapa penulis menganjurkan menggunakan cryoprecipitate-
reduced plasma. Namun, beberapa TPE sesi dengan cryoprecipitate-
reduced plasma saja bisa menghabiskan faktor koagulasi lain dan
menempatkan pasien pada risiko untuk perdarahan.
8. Infus Plasma
- Infus Plasma terdiri dari plasma donor, seperti FFP atau cryoprecipitate-
reduced plasma.
- Keuntungan infus plasma satu-satunya adalah karena dapat dilakukan di
fasilitas medis hampir semua dan tidak memerlukan peralatan khusus, akses
vena sentral, atau staf khusus terlatih. Studi telah membuktikan hasil yang
memuaskan dengan TPE.
- Infus biasanya terdiri dari 20-30 mL FFP atau cryoprecipitate-reduced
plasma. per kg.
- Overload Volume dapat mempersulit infus plasma, terutama pada pasien
dengan fungsi ginjal berkurang. Sebagai contoh, seorang anak 50-kg
menerima 40 ml / kg plasma akan membutuhkan infus 2000 ml, kira-kira sama
dengan seluruh kebutuhan cairan setiap hari untuk pasien dengan fungsi ginjal
normal. Risiko kelebihan volume dapat membatasi volume dikelola,
mengurangi efektivitas terapi.
- Hyperproteinemia, seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan total protein
serum, telah dilaporkan pada pasien yang menerima infus plasma kronis.
Secara teori, seseorang dapat menggunakan secara eksklusif kriopresipitat-
mengurangi plasma untuk infus plasma karena faktor pasien sendiri koagulasi
tidak dihapus.
- Eculizumab: Eculizumab (Soliris) adalah pengobatan pertama yang disetujui
oleh Food and Drug Administration (FDA) (September, 2011) untuk orang
dewasa dan anak-anak dengan sindrom uremik hemolitik atipikal (Ahus).
Persetujuan ini berdasarkan pada data dari orang dewasa dan anak-anak yang
tahan atau toleran terhadap, atau menerima, jangka panjang pertukaran plasma
/ infus. Data juga termasuk anak-anak (usia 2 bulan sampai 17 y) yang
menerima eculizumab dengan atau tanpa plasma sebelum pertukaran / infus.
Eculizumab menunjukkan peningkatan yang signifikan jumlah trombosit dari
baseline (P = .0001). Peristiwa microangiopathy trombotik berkurang, dan
fungsi ginjal yang terpelihara atau membaik juga dilaporkan.
9. Pengelolaan stadium akhir penyakit ginjal/end-stage renal disease (ESRD)
- Pasien yang mengalami gagal ginjal permanen karena D+ hemolytic-uremic
syndrome memiliki risiko rendah kekambuhan dan dapat melanjutkan ke
transplantasi ginjal mirip dengan kebanyakan pasien dengan penyakit ginjal
lainnya.
- Transplantasi ginjal pada pasien dengan D- hemolytic-uremic
syndrome lebih sulit karena risiko tinggi kambuh dan kehilangan
allograft, dengan tingkat keberhasilan hanya 18-33% .
risiko kekambuhan bervariasi dengan mutasi komplemen; tes semacam
ini adalah penting adalah perencanaan dan konseling pasien tentang
pilihan transplantasi:
Mutasi Faktor H: rekurensi 80-100%
Mutasi Faktor I : 80 kekambuhan%
Mutasi Membran kofaktor protein: rekurensi 10-20%
Tidak ada mutasi teridentifikasi: rekurensi 30%
- Kombinasi transplantasi hati-ginjal telah dilaporkan pada pasien
dengan risiko tinggi seperti faktor mutasi H. Ttransplantasi hati sendiri
adalah suatu pilihan bagi pasien tanpa gagal ginjal.
Komplikasi Hemolytic Uremic Syndrome
Hemolytic Uremic Syndrome memiliki berbagai komplikasi yaitu anemia,
asidosis, hiperkalemia, kelebihan cairan, gagal jantung, hipertensi, dan uremia.
Manifestasi ekstrarenal meliputi sistem saraf pusat, saluran pencernaan, jantung, dan
otot rangka mungkin mengancam nyawa. Disfungsi sistem saraf pusat meliputi
iritabilitas, kejang, infark dari ganglion basal dan korteks serebral, kebutaan kortikal,
dan koma. Manifestasi gastrointestinal termasuk kolitis, perforasi usus, intususepsi,
dan hepatitis. Nekrosis pankreas focal dapat mengakibatkan intoleransi glukosa,
insulin-dependent diabetes mellitus, dan kadar lipase tinggi. Perikarditis, disfungsi
miokard, dan aritmia dapat dilihat dalam kasus-kasus dengan keterlibatan jantung.
Komplikasi lain seperti nekrosis kulit, parotitis, disfungsi adrenal, dan
rhabdomyolysis jarang terlihat.
Prognosis Hemolytic Uremic Syndrome
Pada umumnya prognosis HUS baik dan mortalitas pada fase akut turun secara
drastis dari 34% pada dekade terakhir menjadi 2,5% pada tiga dekade terakhir. Hal ini
disebabkan oleh fasilitas pengobatan yang lebih baik dan fasilitas ICU yang memadai.
Prognosis HUS akan lebih buruk pada beberapa keadaan tertentu
Kematian pada fase akut biasanya berhubungan dengan gangguan metabolik
yang terkait dengan gagal ginjal akut, hipertensi berat, miokarditis dan gangguan
sistem saraf pusat. Angka kematian lebih tinggi terjadi pada HUS Atipikal.
Prognosis HUS buruk pada :
- HUS D- (Atipikal HUS)
- Anuria atau oliguria persisten
- Hipertensi berat
- Kelainan SSP (koma, kejang, hemiparesis/ stroke)
- Keterlibatan glomerular yang ekstensif (>80%)
- Leukositosis > 20.000/mm3
REFERENSI1. Rinaldi, Ikhwan dan Sudoyo Aru W. Anemia Hemolitik non Imun. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. V. 2009. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
2. Bahrun Dahler. Sindrom Hemolitik Uremik. Dalam Buku Ajar Nefrologi
Anak ; 2002 Jakarta, FK UI