HBL Dan AzasKewpastian Hukum

download HBL Dan AzasKewpastian Hukum

of 121

Transcript of HBL Dan AzasKewpastian Hukum

  • HOSPITAL BYLAWS DAN ASAS KEPASTIAN HUKUM Penelitian Hukum Normatif Terhadap Kepmenkes Nomor: 631 / Menkes / SK / IV/2005 Tentang Peraturan Internal Staf Medis di Rumah Sakit dan

    Kepmenkes Nomor: 772 / Menkes / SK / VI / 2002 Tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit

    TESIS

    Diajukan Guna Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2 Magister Hukum

    Konsentrasi Hukum Kesehatan

    Oleh:

    Nama: Iping Suripto Widjaja NIM: 05.93.0089

    PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM KESEHATAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

    SEMARANG 2008

    i

  • Tesis

    HOSPITAL BYLAWS DAN

    ASAS KEPASTIAN HUKUM Penelitian Hukum Normatif Terhadap Kepmenkes Nomor: 772 / Menkes /

    SK / VI / 2002 Tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit dan Kepmenkes Nomor: 631 / Menkes / SK / IV/2005 Tentang Peraturan

    Internal Staf Medis di Rumah Sakit)

    Diajukan oleh: Nama: Iping Suripto Widjaja

    NIM: 06.93.0089

    Telah disetujui oleh:

    Pembimbing Utama Prof. Dr. Wila Chandrawila Supriadi, S.H. tanggal Pembimbing Pendamping Handy Sobandi, S.H., M.Kn., M.Hum. tanggal...

    ii

  • Tesis

    HOSPITAL BYLAWS DAN

    ASAS KEPASTIAN HUKUM Penelitian Hukum Normatif Terhadap Kepmenkes Nomor: 772 / Menkes /

    SK / VI / 2002 Tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit dan Kepmenkes Nomor: 631 / Menkes / SK / IV/2005 Tentang Peraturan

    Internal Staf Medis di Rumah Sakit)

    Diajukan oleh: Nama: Iping Suripto Widjaja

    NIM: 06.93.0089

    Telah disetujui oleh:

    Pembimbing Utama Prof. Dr. Wila Chandrawila Supriadi, S.H. tanggal Pembimbing Pendamping Handy Sobandi, S.H., M.Kn., M.Hum. tanggal...

    iii

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLOH SWT atas terselesaikannya

    penulisan Tesis ini, hanya karena kehendakMUlah, penulis dapat menyelesaikan

    Tesis dengan judul HOSPITAL BYLAWS DAN ASAS KEPASTIAN HUKUM. Meskipun karya ilmiah ini merupakan hasil kerja maksimal dari penulis,

    namun penulis menyadari akan ketidaksempurnaan dari tesis ini, baik dari segi

    bentuk maupun dari segi isinya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan

    kemampuan dan keilmuan yang dimiliki oleh penulis. Untuk itulah, kritik dan

    saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk meningkatkan mutu

    karya ilmiah ini.

    Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang telah banyak

    membantu dan memberikan kontribusi bagi terselenggaranya penelitian serta

    terwujudnya tesis ini khususnya, kepada:

    Bapak Dr. Y. Bagus Wismanto, M.Si., selaku Rektor Unika Soegijapranata

    Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti

    Program Studi Magister Hukum Konsentrasi Hukum Kesehatan Program

    Pascasarjana Unika Soegijapranata Semarang;

    Bapak Dr. A. Rudyanto Soesilo, MSA., selaku Direktur Utama Program

    Pascasarjana Unika Soegijapranata Semarang yang telah memberikan

    kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Pascasarjana

    Magister Hukum Konsentrasi Hukum Kesehatan di Unika Soegijapranata

    Semarang;

    Prof. Dr. Agnes Widanti, S.H., C.N., selaku Ketua Jurusan Program Studi

    Magister Hukum Konsentrasi Hukum Kesehatan Program Pascasarjana Unika

    Soegijapranata Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

    untuk mengikuti Program Studi Magister Hukum Konsentrasi Hukum Kesehatan

    Program Pascasarjana Unika Soegijapranata Semarang;

    Prof. Dr. Wila Chandrawila Supriadi, S.H., selaku guru dan pembimbing

    utama, serta cendekiawan hukum yang telah banyak memberikan bimbingan,

    masukan dan pencerahan tentang hukum kepada penulis, baik dalam kegiatan

    perkuliahan maupun dalam menyelesaikan tesis ini;

    Handy Sobandi, S.H., M.Kn., M.Hum., selaku pembimbing pendamping

    yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis, baik dalam kegiatan

    perkuliahan maupun dalam menyelesaikan tesis ini;

    iv

  • A. Joni Minulyo, S.H., M.H., selaku penguji tesis yang telah banyak

    memberikan saran dan masukan bagi penyelesaian tesis ini.

    Para Dosen Pengajar Program Studi Magister Hukum Konsentrasi Hukum

    Kesehatan Program Pascasarjana Unika Soegijapranata Semarang yang telah

    memberikan materi kuliah selama ini yang sangat berguna bagi terselenggaranya

    penelitian dan terwujudnya tesis ini;

    Para rekan sejawat angkatan I Program Studi Magister Hukum Konsentrasi

    Hukum Kesehatan Program Pascasarjana Unika Soegijapranata Semarang kelas

    paralel di Bandung yang telah membantu dan memberikan kerjasamanya bagi

    terselenggaranya penelitian dan terwujudnya tesis ini;

    Khusus kepada keluarga di rumah yang dengan sabar terus membantu,

    mendorong dan memberi semangat baik moril maupun materil sehingga dapat

    terselesaikannya penelitian tesis ini.

    Bandung, November 2008

    Iping Suripto Widjaja

    v

  • ABSTRAK

    Hospital Bylaws, di dalamnya mengatur mengenai hak dan kewajiban serta kewenangan para pihak yang terlibat di dalam rumah sakit termasuk pula tanggungjawab dari masing-masing pihak tersebut. Namun pada kenyataannya, Hospital Bylaws ini hanya mengikat bagi tenaga medis saja. Sedangkan bagi pasien yang merasa dirugikan dalam pelayanan medis di rumah sakit tetap saja tidak tahu kepada siapa ia harus meminta pertanggungjawaban hukum. Kerugian yang biasanya diderita oleh pasien ini, berupa luka/cacat bahkan meninggal dunia. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian tesis ini dirumuskan beberapa perumusan masalah, yaitu Apakah yang dimaksud dengan Peraturan Internal Rumah Sakit? dan Apakah yang dimaksud dengan asas kepastian hukum? serta Apakah penerapan Peraturan Internal Rumah Sakit menyebabkan dilanggarnya asas kepastian hukum?. Penelitian tesis ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai Peraturan Internal Rumah Sakit, dan mengenai asas kepastian hukum, serta mengenai hubungan antara penerapan Peraturan Internal Rumah Sakit dan asas kepastian hukum. Penelitian tesis ini menggunakan metode penelitian dengan pendekatan yuridis normatif dengan cara berpikir deduktif dan spesifikasi penelitian deskriptif analitis, serta metode analisis data kualitatif normatif yang dilakukan melalui pengujian (verification) secara deduktif-argumentatif terhadap data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan, dan bahan hukum sekunder yang berupa artikel-artikel dan buku-buku serta makalah-makalah dan tulisan ilmiah lainnya, serta bahan hukum tertier yang berupa kamus hukum.

    Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws) pada hakekatnya adalah seperangkat peraturan yang dibuat oleh rumah sakit (secara sepihak) dan berisi mengenai pengaturan tentang hubungan antara staf medis, eksekutif dan pemilik. Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws) ini memiliki beberapa fungsi yang utama, yaitu sebagai berikut: Pertama, sebagai pedoman bagi semua yang bekerja di rumah sakit; Kedua, sebagai prasyarat akreditasi institusi rumah sakit; Ketiga, sebagai sarana perlindungan hukum bagi semua pihak dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit dan merupakan acuan bagi penyelesaian sengketa, baik di dalam atau di luar pengadilan.

    Hukum dalam penyelenggaraan dan pengembanannya harus diarahkan dalam rangka menjamin terselenggaranya zona "prediktabilitas" dan "stabilitas" dalam yurisdiksinya yang harus pula menampilkan karakter yang "definitif" (pasti) di tiap-tiap level pengembanannya (menjawab masalah-masalah yuridis), yang disebut pula dengan terminologi Kepastian Hukum. Kepastian Hukum sebagai sebuah asas hukum ini bertumpu pada dua unsur utama, yaitu: Pertama, kepastian dalam orientasi bagi masyarakat (Orientierungssicherheif), yang didasarkan pada Asas Certitudo. Kedua, Kepastian dalam penerapan hukum oleh penegak hukum (Realisierungssicherheit) yang didasarkan pada Asas Securitas.

    Berdasarakan analisis hubungan antara penerapan Hospital Bylaws di rumah sakit dan Asas Kepastian Hukum, maka dapat ditarik kesimpulan, yakni jika Hospital Bylaws yang diterapkan dan digunakan di rumah sakit tersebut sesuai dan mengacu pada regulasi yang ada dan berlaku, maka menyebabkan dilanggarnya asas kepastian hukum. Hal ini dikarenakan Hospital Bylaws sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, secara substansial adalah melanggar unsur-unsur material dari kepastian hukum, yakni unsur bahwa hukum mesti didasarkan pada fakta (Tatsachen) dan unsur norma-norma yang jelas menetapkan apa yang diharuskan dan apa yang dilarang.

    vi

  • ABSTRACT

    Hospital Bylaws, its regarding to arrange the rights and obligations and also the aurthority of parties who is concerned in hospital, including the responsibility of each party. But practically, this Hospital Bylaws just tied to medical staff. While to patient who feel getting disadvantage in medical service at hospital, do not know to whom they have to ask for law responsibility. Disadvantageous which is usually suffered by patient, in the form of hurt / defect even pass away. Pursuant to the description, hence in research of this thesis is formulated by some formulation of problem, that is "What is the meaning of Hospital Internal Regulation?" and " What is the meaning of law ground principle?" and also " Is it the applying of Hospital Internal Regulation cause collide with law ground principle?". The aim of this thesis research is to get picture of concerning hospital internal regulation and law ground principle, and also concerning the relation between applying of hospital Internal Regulation and law ground principle. This Thesis research use juridical normative approach methode by thinking deductive and specification of analytical descriptive research, and also analyse data qualitative normatif methode which is through examination by deduktive-argumentative to sekunder data steming from primary law materials in the form of interconnected law and regulation, and secondary law materials which in the form of books and articles along with handing out and other erudite article, and also tertier law materials which in the form of legal dictionary.

    Internal Regulation of Hospital (Hospital Bylaws) intrinsically is a set of regulation made by hospital (unilaterally) and contains the arrangement about relation between medical staff, owner and executive.The Hospital Internal Regulation (Hospital Bylaws) have some prima facie function, as follows is: First, as guidance for all laboring at hospital; second, as prerequisite accredit hospital institution; Third, as law protection means for all party in hospital health service and represent reference to solving of dispute, either in or out jurisdiction.

    Law in management and perform have to be instructed in order to well-held guarantee of zona "predictibility" and "stability" in its jurisdiction which must present the "definitive" character (certainty) in every its level (replying the problem of yuridis), also called with terminology of law ground.

    The Law ground as a principle of justice convergent at two especial elements, that is: first, certainty in orientation to society (Orientierungssicherheif), relied on Certitudo Ground. Second, Certainty in applying law by law enforcer (relied on Realisierungssicherheit) basis on Securitas ground.

    vii

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

    HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii

    PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................ iii

    KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv

    ABSTRAK ...................................................................................................... vi

    ABSTRACT ................................................................................................... vii

    DAFTAR ISI.................................................................................................... viii

    BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN...................................................... 1

    B. PERUMUSAN MASALAH .................................................................. 4

    C. TUJUAN PENELITIAN ....................................................................... 4

    D. METODE PENELITIAN ...................................................................... 4

    1. Spesifikasi Penelitian.................................................................... 4 2. Metode Pendekatan...................................................................... 5

    E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ....................................................... 6

    1. Jenis Data .................................................................................... 6 2. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 8 3. Metode Analisis Data.................................................................... 9

    F. SISTEMATIKA PENULISAN............................................................... 9

    BAB II PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (HOSPITAL BYLAWS) A. PENGANTAR .................................................................................... 11

    B. TINJAUAN UMUM TENTANG RUMAH SAKIT ................................ 13

    1. Pengertian dan Karakteristik Rumah Sakit .................................. 13 2. Tugas dan Fungsi serta Klasifikasi Rumah Sakit di Indonesia .... 14 3. Kerangka Hukum yang Mengatur Penyelenggaraan Rumah Sakit 19

    C. KONSEP DASAR PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (HOS PITAL BYLAWS) .............................................................................. 19

    1. Peristilahan dan Pengertian Hospital Bylaws .............................. 19 2. Tujuan dan Manfaat serta Fungsi Hospital Bylaws ...................... 21 3. Karakteristik dan Ruang Lingkup Hospital Bylaws ...................... 23

    D. PERATURAN INTERNAL INSTITUSI (CORPORATE BYLAWS) ...... 24

    1. Pengertian dan Dasar Hukum Peraturan Internal Institusi (Corporate Bylaws) ...................................................................... 24

    2. Urgensi dan Fungsi Peraturan Internal Institusi (Corporate Bylaws) ....... 25 3. Materi Muatan Peraturan Internal Institusi (Corporate Bylaws) .... 26

    viii

  • E. PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS (MEDICAL STAF BYLAWS) 29

    a. Pengertian dan Dasar Hukum Peraturan Internal Staf Medis (Me- dical Staf Bylaws) ......................................................................... 29

    b. Urgensi dan Fungsi Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staf Bylaws) ........................................................................................ 31

    c. Materi Muatan Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staf Bylaws) ......................................................................................... 32

    F. PENUTUP .......................................................................................... 37

    BAB III KEPASTIAN HUKUM A. PENGANTAR ..................................................................................... 39

    B. MASYARAKAT DAN KETERTIBAN .................................................. 41

    1. Manusia, Masyarakat dan Kaidah ............................................... 42 2. Kaidah Hukum dan Ketertiban ..................................................... 46 3. Tujuan dan Fungsi Hukum ........................................................... 52

    C. ASAS HUKUM ................................................................................... 55

    a. Hakekat dan Karakteristik Asas Hukum ...................................... 55 b. Peranan Asas Hukum .................................................................. 57 c. Penggolongan Asas Hukum ........................................................ 58

    D. ASAS KEPASTIAN HUKUM .............................................................. 60

    a. Pengertian dan Hakekat Asas Kepastian Hukum ........................ 60 b. Karakteristik Asas Kepastian Hukum ........................................... 62 c. Unsur-unsur Asas Kepastian Hukum ........................................... 63

    E. PENUTUP .......................................................................................... 67

    BAB IV HUBUNGAN PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (HOSPITAL BYLAWS) DAN ASAS KEPASTIAN HUKUM

    A. PENGANTAR .................................................................................... 70

    B. PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (HOSPITAL BYLAWS) .... 72

    C. UNSUR-UNSUR ASAS KEPASTIAN HUKUM .................................. 77

    D. ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PENERAPAN PERATURAN

    INTERNAL RUMAH SAKIT (HOSPITAL BYLAWS) DAN ASAS

    KEPASTIAN HUKUM ........................................................................ 86

    E. PENUTUP .......................................................................................... 95

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN .................................................................................... 99

    B. SARAN .............................................................................................. 103

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 105

    ix

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

    Rumah sakit sebagai salah satu penyelenggara pelayanan medis memiliki

    tugas-tugas pokok, yaitu memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan

    melalui pelayanan medis. Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai

    tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud

    memiliki makna bahwa pemerintah turut tanggung jawab dalam meningkatkan

    taraf kesejahteraan masyarakat. Rumah sakit merupakan institusi yang padat

    modal, padat teknologi dan padat tenaga sehingga pengelolaan rumah sakit tidak bisa

    semata-mata sebagai unit sosial, melainkan rumah sakit mulai dijadikan sebagai subyek

    hukum dan sebagai target gugatan atas perilakunya yang dinilai merugikan. Hal ini

    menjadikan rumah sakit tidak sebagai unit sosial semata-mata tetapi menjadi unit

    sosio-ekonomi.

    Perubahan rumah sakit dari unit sosial menjadi unit sosio-ekonomi berdampak

    pada semakin kompleksnya rumah sakit dan berpotensi menimbulkan konflik

    apabila hubungan antara pemilik, pengelola dan staf medis tidak diatur dengan baik.

    Oleh karena itu rumah sakit perfu mempunyai peraturan internal yang mengatur

    hubungan ke tiga unsur tersebut yang disebut peraturan internal rumah sakit atau yang

    sering disebut sebagai Hospital Bylaws. Mengingat belum semua rumah sakit

    mengetahui apa dan bagaimana peraturan internal rumah sakit itu dan bagaimana cara

    penyusunannya maka Departemen Kesehatan merasa perlu untuk mengeluarkan

    buku pedoman peraturan internal rumah sakit yang berisi pengertian peraturan

    internal rumah sakit, materi atau isi peraturan internal rumah sakit dan langkah-langkah

    penyusunan peraturan internal rumah sakit.

  • Dasar hukum dari keberadaan Hospital Bylaws dalam mengatur

    penyelenggaran pelayanan kesehatan di Rumah Sakit ini, yaitu Keputusan

    Menteri Kesehatan Nomor: 772/Menkes/SK/VI/2002 Tentang Pedoman

    Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws) dan Keputusan Menteri

    Kesehatan Nomor: 631/Menkes/SK/IV/2005 Tentang Pedoman Peraturan

    Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit. Dalam meningkatkan

    kesadaran hukum, peraturan internal rumah sakit tersebut menjadi acuan yang

    sangat penting bagi rumah sakit. Ini berarti bahwa rumah sakit mempunyai dua

    fungsi, yaitu sebagai institusi yang bergerak di bidang hubungan hukum dalam

    masyarakat dan sebagai tempat yang bertanggung jawab terhadap tenaga

    profesional yang dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada etik profesi.

    Namun dalam praktiknya, ada kalanya dapat terjadi sesuatu yang tidak

    diinginkan dalam pelaksanaan pelayanan medik di rumah sakit, yaitu terjadinya

    kerugian yang harus diderita oleh pasien, seperti cacat atau meninggal dunia

    akibat dugaan malapraktik medis. Pelayanan kesehatan tersebut sebagai

    kegiatan utama dari penyelenggaraan rumah sakit, telah menempatkan dokter

    dan perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling dekat hubungannya dengan

    pasien. Oleh karena itu setiap rumah sakit mempunyai kewajiban untuk mengatur

    kewenangan dan pertanggungjawaban hukum maupun medis dari masing-

    masing pihak yang terkait tersebut, dalam suatau peraturan internal rumah sakit.

    Sehingga setiap pihak yang terkait, dapat dipertanggungjawabkan atas

    kesalahan dan kelalaian yang telah dilakukannya.

    Seringkali pasien selalu berpendapat bahwa kerugian yang diderita oleh

    pasien adalah disebabkan oleh kesalahan ataupun kelalaian yang diperbuat oleh

    dokternya, padahal untuk membuktikan kerugian itu disebabkan oleh kesalahan

    ataupun kelalaian dokter adalah pekerjaan yang sulit dan bahkan mustahil,

    karena kududukan antara dokter dan pasiennya ini adalah bersifat subordinat,

    2

  • yakni dokter sebagai tenaga yang ahli di bidangnya, sedangkan pasien adalah

    orang yang membutuhkan pertolongan dari dokternya dan awam akan bidang

    kedokteran. Untuk itulah peraturan internal rumah sakit atau Hospital Bylaws ini

    seharusnya berperan. Hospital Bylaws ini didalamnya mengatur mengenai hak

    dan kewajiban serta kewenangan para pihak yang terlibat di dalam rumah sakit

    termasuk pula tanggungjawab dari masing-masing pihak tersebut. Agar Hospital

    Bylaws ini dapat berperan, maka diperlukan dasar hukum sebagi kekuatan

    mengikat dari Hospital Bylaws ini, yaitu bentuk badan hukum dari rumah sakit.

    Pada kenyataannya, Hospital Bylaws ini hanya mengikat secara internal,

    yakni hanya mengikat bagi tenaga medis saja. Sedangkan bagi pasien yang

    merasa dirugikan dalam pelayanan medis di rumah sakit tetap saja tidak tahu

    kepada siapa ia harus meminta pertanggungjawaban hukum. Kerugian yang

    biasanya diderita oleh pasien ini, berupa luka/cacat bahkan meninggal dunia.

    Pada prakteknya, upaya penyelesaian sengketa yang telah dilakukan saat ini

    tidak dapat memuaskan pihak pasien sebagai pihak yang dirugikan, sedangkan

    bagi dokter timbulnya sengketa merupakan hal yang ditakuti karena berkaitan

    dengan martabat dan nama baik sebagai pengemban profesi yang telah dirintis

    dan diraih dengan tidak mudah dan memakan waktu yang lama. Padahal

    Hospital Bylaws ini merupakan perwujudan dari asas kepastian hukum. Asas

    kepastian hukum ini memberikan jaminan kepada para pihak yang terlibat di

    dalam pelayanan medik di rumah sakit untuk bertanggungjawab secara hukum

    dalam hal terjadinya suatu sengketa medik. Begitupun Hospital Bylaws juga

    seharusnya menjadi dasar hukum dari kegiatan penyelengaraan pelayanan

    medik di rumah sakit. Berdasarkan uraian tersebut, maka untuk itulah penelitian

    tesis ini dilakukan. Penelitian tesis ini akan meneliti mengenai hubungan

    penerapan Hospital Bylaws di rumah sakit dan asas kepastian hukum.

    3

  • B. PERUMUSAN MASALAH

    Berdasarkan uraian mengenai latar belakang tersebut di atas, maka dalam

    penelitian tesis ini dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut:

    1. Apakah yang dimaksud dengan Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By

    Laws) ?

    2. Apakah yang dimaksud dengan Asas Kepastian Hukum ?

    3. Apakah penerapan Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws) di

    rumah sakit menyebabkan dilanggarnya Asas Kepastian Hukum ?

    C. TUJUAN PENELITIAN

    Dari perumusan masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan beberapa

    tujuan yang hendak dicapai dari penelitian tesis ini, yaitu sebagai berikut:

    1. Untuk mendapatkan gambaran mengenai Hospital Bylaws;

    2. Untuk mendapatkan gambaran mengenai unsur-unsur Asas Kepastian

    Hukum;

    3. Untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara penerapan

    Hospital Bylaws di rumah sakit dan Asas Kepastian Hukum.

    D. METODE PENELITIAN

    1. Spesifikasi Penelitian

    Dalam penelitian ini, spesifikasi penelitian yang digunakan adalah

    deskriptif analitis. Yang dimaksud dengan deskriptif analitis, yaitu membuat

    deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta,

    sifat dan hubungan antar fenomena atau gejala yang diteliti sambil

    menganalisisnya, yaitu mencari sebab akibat dari suatu hal dan menguraikannya

    secara konsisten dan sistematis serta logis.1 Selanjutnya, spesifikasi penelitian

    1 Lihat Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hlm. 63, 72, 405, 406 & 427.

    4

  • deskriptif analitis ini digunakan untuk menganalisis, yaitu mencari sebab akibat

    dari permasalahan yang terdapat pada perumusan masalah dan

    menguraikannya secara konsisten, sistematis dan logis sesuai dengan

    perumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu hubungan

    antara penerapan Hospital Bylaws di rumah sakit dan Asas Kepastian Hukum.

    2. Metode Pendekatan

    Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

    metode pendekatan yuridis normatif. Kata atau istilah metode berasal dari

    bahasa Yunani, yaitu methodos, yang terdiri dari kata meta yang berarti

    sesudah atau di atas, dan kata hodos yang berarti jalan atau cara.2 Dalam arti

    kata yang sesungguhnya, maka kata metode adalah cara atau jalan.

    Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara

    kerja, yaitu cara kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang

    bersangkutan.3 Dengan demikian, pengertian dari kata metode berarti suatu

    penyelidikan atau penelitian yang berlangsung menurut suatu rencana atau cara

    tertentu.4

    Selanjutnya, kata atau istilah pendekatan/approach adalah sesuatu hal

    (perbuatan atau usaha) mendekati atau mendekatkan.5 Dalam konteks

    penelitian, kata atau istilah pendekatan/approach merupakan bentuk sistematis

    yang khusus dari seluruh pemikiran dan telaah reflektif.6 Sedangkan yuridis

    normatif dalam penelitian ini berarti, bahwa hukum memiliki sifat/karakteristik

    2 Lihat Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Surabaya, 2006, hlm. 25-26. 3 Lihat Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1977, hlm. 16. 4 Lihat J. J. J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial (Jilid I: Asas-asas) disunting oleh: M. Hisyam, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hlm. 85-86. 5 Lihat Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 1995, hlm. 58-61. 6 Lihat Fred N. Kerlinger, Asas-asas Penelitian Behavioral diterjemahkan oleh: Landung R. Simatupang, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1992, hlm. 18.

    5

  • khusus atau kekhasan, yaitu sebagai suatu norma/kaidah yang mempedomani

    atau sebagai patokan perilaku manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya.

    Dengan demikian, pendekatan yuridis normatif berarti usaha mendekati atau

    mendekatkan masalah yang diteliti melalui pemikiran dan telaah reflektif terhadap

    sifat / karakteristik khusus atau kekhasan hukum yang normatif.

    Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

    dengan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu cara meneliti dalam

    penelitian hukum yang dilakukan terhadap bahan pustaka atau data sekunder

    belaka dan dengan menggunakan metode berpikir deduktif serta kriterium

    kebenaran koheren. 7 Yang dimaksud dengan metode berpikir deduktif adalah

    cara berpikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya

    umum yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpulan itu ditujukan

    untuk sesuatu yang sifatnya khusus.8 Sedangkan yang dimaksud dengan

    kebenaran koheren (the coherence theory of truth), adalah suatu pengetahuan,

    teori, pernyataan, proposisi, atau hipotesis dianggap benar kalau sejalan dengan

    pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi, atau hipotesis lainnya, yaitu kalau

    proposisi itu meneguhkan dan konsisten dengan proposisi sebelumnya yang

    dianggap benar.9

    E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

    1. Jenis Data

    Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu data sekunder.

    Yang dimaksud dengan data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti dari

    penelitian kepustakaan dan dokumentasi, yang merupakan hasil penelitian dan 7 Lihat Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm. 13-14. 8 Lihat Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat, Metodologi Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 2002, hlm. 23. 9Lihat A. Sonny Keraf & Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan (Sebuah Tinjauan Filosofis), Kanisius, Yogyakarta, 2001, hlm. 68.

    6

  • pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau

    dokumentasi yang biasanya disediakan di perpustakaan umum atau

    perpustakaan milik pribadi.10 Di dalam penelitian hukum, data sekunder tersebut

    meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum

    tertier.11

    Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdapat dalam suatu

    aturan hukum atau teks otoritatif seperti peraturan perundang-undangan,

    putusan hakim, traktat, kontrak, keputusan tata usaha negara. Bahan hukum

    primer yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari peraturan perundang-

    undangan, misalnya Undang-undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan,

    beserta Peraturan Pelaksanaan dari perundang-undangan tersebut, yakni

    Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 772/Menkes/SK/VI/2002 Tentang

    Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws) dan Keputusan

    Menteri Kesehatan Nomor: 631/Menkes/SK/IV/2005 Tentang Pedoman

    Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit.

    Sedangkan bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh

    dari buku teks, jurnal-jurnal asing, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum,

    serta simposium yang dilakukan para pakar hukum mengenai Hospital Bylaws

    dan Asas Kepastian Hukum. Selain itu, dalam penelitian ini dipergunakan pula

    bahan hukum tersier. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang

    memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer

    dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain. Baik bahan

    hukum primer maupun bahan hukum sekunder diinventarisasi berdasarkan fokus

    permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah dan

    10 Lihat Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 1995, hlm. 65. 11 Lihat Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm. 13.

    7

  • diklasifikasi menurut bidang kajiannya, agar memudahkan untuk

    menganalisisnya.

    2. Metode Pengumpulan Data

    Seperti yang telah diuraikan dalam subsubbab jenis data tersebut di atas,

    bahwa penelitian tesis ini menggunakan data yang bersumber dari data sekunder

    yakni kepustakaan dan bersifat kualitatif. Oleh karena itu, dalam penelitian tesis

    ini metode pengumpulan data yang dipergunakannya adalah dengan cara studi

    kepustakaan. Studi kepustakaan adalah suatu kegiatan (praktis dan teoritis)

    untuk mengumpulkan (inventarisasi), dan mempelajari (learning), serta

    memahami (reflektif, kritis dan sistematis serta logis) data yang berupa hasil

    pengolahan orang lain, dalam bentuk teks otoritatif (peraturan perundang-

    undangan, putusan hakim, traktat, kontrak, keputusan tata usaha negara,

    kebijakan publik, dan lainnya), literatur atau buku teks, jurnal, artikel, arsip atau

    dokumen, kamus, ensiklopedi dan lainnya yang bersifat publik maupun privat.

    3. Metode Analisis Data

    Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

    kualitatif normatif. Metode kualitatif normatif ini dugunakan karena penelitian ini

    tidak menggunakan konsep-konsep yang diukur/dinyatakan dengan angka atau

    rumusan statistik. Dalam menganalisis data sekunder tersebut, penguraian data

    disajikan dalam bentuk kalimat yang konsisten, logis dan efektif serta sistematis

    sehingga memudahkan untuk interpretasi data dan konstruksi data serta

    pemahaman akan analisis yang dihasilkan, yaitu mencari sebab akibat dari suatu

    masalah dan menguraikannya secara konsisten, sistematis dan logis sesuai

    dengan perumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu

    8

  • hubungan antara penerapan Hospital Bylaws di rumah sakit dan Asas Kepastian

    Hukum.

    F. SISTEMATIKA PENULISAN

    Penelitian tesis ini diawali dengan lembaran judul penelitian dan lembar

    persetujuan sebagai lembaran paling depan, adapun isi dari penelitian tesis ini

    terbagi dalam lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub-subbab guna

    memperjelas ruang lingkup dan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan

    masing-masing bab serta pokok bahasannya adalah sebagai berikut:

    Dimulai dengan penulisan Bab I yang merupakan pendahuluan berisi

    tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode

    penelitian, dan teknik pengumpulan data serta sistematika penulisan.

    Kemudian di dalam Bab II akan diuraikan gambaran mengenai Peraturan

    Internal Rumah Sakit. Uraian tersebut akan dimulai dengan menguraikan tentang

    Penyelenggaraan Rumah Sakit yang berisi uraian tentang Pengertian dan

    Karakteristik Rumah Sakit, Tugas dan Fungsi serta Klasifikasi Rumah Sakit di

    Indonesia, Kerangka Hukum yang Mengatur Penyelenggaraan Rumah Sakit.

    Kemudian akan diuraikan pula mengenai Konsep Dasar dari Peraturan Internal

    Rumah Sakit, yang berisi uraian tentang Peristilahan dan Pengertian Hospital

    Bylaws, Tujuan dan Manfaat serta Fungsi Hospital Bylaws, Karakteristik dan

    Ruang Lingkup Hospital Bylaws. Setelah itu akan diuraikan mengenai Peraturan

    Internal Institusi (Corporate Bylaws), yang berisi uraian tentang Pengertian dan

    Dasar Hukum Peraturan Internal Institusi (Corporate Bylaws), Urgensi dan

    Fungsi Peraturan Internal Institusi (Corporate Bylaws), dan Materi Muatan

    Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staf Bylaws). Selanjutnya akan diuraikan

    pula tentang Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staf Bylaws), yang berisi

    uraian tentang Pengertian dan Dasar Hukum Peraturan Internal Staf Medis

    9

  • (Medical Staf Bylaws), Urgensi dan Fungsi Peraturan Internal Staf Medis

    (Medical Staf Bylaws), dan Materi Muatan Peraturan Internal Staf Medis (Medical

    Staf Bylaws). Uraian dalam bab ini akan diakhiri dengan subbab penutup sebagai

    simpulan dari apa yang telah diuraikan dalam sub-subab sebelumnya.

    Selanjutnya di dalam Bab III akan diuraikan tentang Kepastian Hukum.

    Uraian dalam bab ini akan dimulai dengan uraian yang berisi pengantar. Lalu

    dilanjutkan dengan uraian mengenai Masyarakat dan Ketertiban, yang berisi

    uraian mengenai Manusia, Masyarakat dan Kaidah, Kaidah Hukum dan

    Ketertiban, serta Fungsi Hukum. Kemudian akan diuraikan pula mengenai Asas

    Hukum, yang berisi uraian tentang Pengertian dan Sifat Asas Hukum, Fungsi

    Asas Hukum, dan Perbedaan Asas Hukum dan Aturan Hukum. Selanjutnya akan

    diuraikan pula tentang Asas Kepastian Hukum. Uraian mengenai Asas Kepastian

    Hukum ini akan meguraikan tentang Pengertian Kepastian Hukum, Karakteristik

    Kepastian Hukum, dan Unsur-unsur dari Kepastian Hukum. Akhirnya uraian

    dalam bab ini akan ditutup dengan uraian yang berisi mengenai kesimpulan

    dalam bab ini.

    Setelah itu dalam Bab IV dibahas mengenai hubungan antara Peraturan

    Internal Rumah Sakit dan Kepastian Hukum. Uraian dalam bab ini akan dimulai

    dengan uraian tentang Pengantar. Selanjutnya akan diuraikan pula tentang

    penerapan Peraturan Internal Rumah Sakit di Rumah Sakit dan uraian tentang

    Unsur-unsur dari Kepastian Hukum. Kemudian akan diuraikan tentang analisis

    hubungan antara penerapan Peraturan Internal Rumah Sakit di Rumah Sakit dan

    Kepastian Hukum. Uraian dalam bab ini akan diakhiri dengan uraian penutup.

    Akhirnya di dalam Bab V dituliskan mengenai beberapa kesimpulan yang

    dihasilkan dari penelitian tesis ini dan saran-saran yang ditujukan untuk berbagai

    pihak, serta dilengkapi dengan mencantumkan daftar pustaka yang

    dipergunakan dalam penelitian ini.

    10

  • BAB II

    PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (HOSPITAL BYLAWS)

    A. PENGANTAR

    Di masa sekarang rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan

    kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat

    diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan.

    Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut mempunyai

    karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Pada hakekatnya, rumah

    sakit ini memiliki fungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan

    kesehatan dan fungsi yang dimaksud tersebut memiliki implementasi dan

    implikasi berupa tanggung jawab hukum, seperti misalnya gugatan yang

    dilakukan oleh pasiennya karena dugaan malapraktik medik.

    Padahal di masa yang lalu, rumah sakit sering dianggap sebagai lembaga

    sosial yang kebal hukum berdasarkan "doctrin of charitable immunity", sebab

    menghukum rumah sakit untuk membayar ganti rugi sama artinya dengan

    mengurangi asetnya, yang pada gilirannya akan mengurangi kemampuannya

    untuk menolong masyarakat banyak. Namun dengan terjadinya perubahan

    paradigma perumahsakitan di dunia, dimana rumah sakit merupakan institusi

    yang padat modal, padat teknologi dan padat tenaga sehingga pengelolaan

    rumah sakit tidak bisa semata-mata sebagai unit sosial. Maka sejak saat itu

    rumah sakit mulai dijadikan sebagai subyek hukum dan sebagai target gugatan

    atas perilakunya yang dinilai merugikan.

    Perubahan paradigma tersebut juga terjadi di Indonesia pada awal tahun

    1990-an, dimana rumah sakit tidak sebagai unit sosial semata-mata tetapi

    menjadi unit sosio-ekonomi. Perubahan paradigma tersebut juga telah membuat

    rumah sakit di Indonesia dianggap sebagai subyek hukum. Di lain pihak,

    11

  • perubahan rumah sakit dari unit sosial menjadi unit sosio-ekonomi ini akan

    berdampak pada semakin kompleksnya rumah sakit dan berpotensial untuk

    menimbulkan konflik, apabila hubungan antara pemilik, pengelola dan staf medis

    tidak diatur dengan baik. Oleh karena itu rumah sakit harus memiliki peraturan

    internal yang mengatur hubungan ke tiga unsur tersebut yang disebut dengan

    peraturan internal rumah sakit (Hospital bylaws).

    Perubahan paradigma tersebut telah ditindak lanjuti oleh pemerintah

    (regulator) dengan menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:

    772/Menkes/SK/VI/2002 Tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit

    (Hospital Bylaws), yang di dalamnya mengatur mengenai hubungan antara

    dokter dan rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan, dan pasien

    sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan, serta hubungan antara pemilik

    rumah sakit dengan pengelola (operator) rumah sakit.

    Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, pada intinya mewajibkan seluruh

    rumah sakit di Indonesia, baik swasta maupun pemerintah untuk memiliki dan

    menerapkan Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws) dalam setiap

    penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakitnya. Agar lebih jelasnya,

    maka dalam Bab II penelitian tesis ini akan diuraikan mengenai seperti apa dan

    bagaimana serta mengapa Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws) itu.

    Untuk itu di bawah ini pertama-tama akan diuraikan mengenai tinjauan umum

    tentang penyelenggaraan rumah sakit. Dalam subbab ini penguraian akan

    diawali dengan uraian tentang Pengertian dan Karakteristik Rumah Sakit, Tugas

    dan Fungsi serta Klasifikasi Rumah Sakit di Indonesia, dan Kerangka Hukum

    yang Mengatur Penyelenggaraan Rumah Sakit. Setelah itu penguraian akan

    dilanjutkan dengan menguraikan tentang hal-hal pokok (konsep dasar) dari

    Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws). Dalam subbab ini akan

    diuraikan mengenai Peristilahan dan Pengertian Hospital Bylaws, Tujuan dan

    12

  • Manfaat serta Fungsi Hospital Bylaws, dan Karakteristik serta Ruang Lingkup

    Hospital Bylaws. Kemudian penguraian dalam bab ini dilanjutkan dengan

    menguraikan secara lebih rinci tentang ruang Lingkup dari Hospital Bylaws

    tersebut, yakni yang terdiri dari Peraturan Internal Institusi (Corporate Bylaws)

    dan Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staf Bylaws) dalam subbab tersendiri.

    Akhirnya uraian dalam Bab II ini akan diakhiri dengan uraian penutup yang

    merupakan kesimpulan dari uraian dalam Bab II ini. Uraian penutup tersebut

    akan diuraian dalam subbab penutup.

    B. TINJAUAN UMUM TENTANG RUMAH SAKIT

    1. Pengertian dan Karakteristik Rumah Sakit

    Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1992

    Tentang Kesehatan, bahwa Rumah Sakit merupakan salah satu jenis sarana

    kesehatan. selanjutnya menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 983 Tahun

    1992 Tentang Pengelolaan Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah sarana upaya

    kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan kesehatan serta dapat

    dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Rumah Sakit

    sebagai salah satu sarana pelayanan tempat pemberian pelayanan kesehatan

    kepada masyarakat memiliki karakteristik tersendiri yang dalam pelaksanaan

    fungsinya telah menghadapi berbagai permasalahan yang kompleks baik internal

    maupun eksternal yang dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya

    perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran, kemajuan teknologi, dan

    kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

    Rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan ini memiliki

    beberapa karakteristik, diantaranya yaitu sebagai berikut:

    a. Rumah sakit merupakan sebuah institusi besar yang sarat dengan peralatan berteknologi canggih, yang dioperasionalkan oleh sekumpulan orang dengan keahlian dan bakat sesuai yang diperlukan;

    13

  • b. Rumah sakit merupakan sebuah struktur organisasi yang kompleks dimana orang ditempatkan untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan kompensasi finansial sesuai kebutuhan dalam rencana kerja serta dibatasi oleh peraturan, regulasi dan prosedur yang sesuai kebutuhan birokrasi dan kebutuhan hukum;

    c. Sebuah organisasi dengan banyak unit, departemen, staf, jabatan dan peran yang kesemuanya itu saling kait mengait dan saling bergantung satu sama lain;

    d. Sebuah sistim yang harus dinamis dan adoptif sebagai akibat berinteraksi terus menerus dengan lingkungan eksternal, sosial dan lingkungan organisasi;

    e. Sebuah tempat kerja yang sarat dengan masalah, sehingga perlu ada sistem untuk mengatasi masalah;

    f. Sebuah fasilitas publik esensial yang memprentasikan adanya infestasi sumber daya manusia, modal dan sumber daya lainnya untuk memberikan pelayanan penting (critical service) bagi masyarakat;

    g. Sebuah institusi yang memasukan personil, peralatan, dana, informasi, pasien yang kemudian mengubahnya melalui proses kerja organisasi, alokasi, sumber daya, koordinasi upaya, integrasi psikososial, manajemen dan kemudian diserahkan kembali kepada lingkungannya dalam bentuk hasil akhir, sambil mempertahankan identitas dan integritasnya sebagai suatu sistim sepanjang waktu.12

    2. Tugas dan Fungsi serta Klasifikasi Rumah Sakit di Indonesia

    Menurut Permenkes No. 159b/MENKES/l I/PER/1988 tentang Rumah

    Sakit, disebutkan bahwa tugas dan fungsi rumah sakit yaitu melaksanakan

    pelayanan kesehatan dengan mengutamakan kegiatan penyembuhan penderita

    dan pemulihan keadaan cacat badan dan jiwa yang dilaksanakan secara terpadu

    dengan upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) serta

    melaksanakan upaya rujukan. Ruang lingkup pelayanan kesehatan yang

    diberikan oleh rumah sakit kepada pasien yang dirawat dapat dirinci menjadi:

    Layanan medical treatment; Layanan nursing care; Layanan lain-lain, seperti

    misalnya penggunaan alat-alat medik dan non-medik.13

    Pada hakekatnya rumah sakit dapat berfungsi sebagai tempat

    penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki

    12 Agus Dwiyanto, Penerapan Hospital Bylaws Dalam Meningkatkan Patient Safety di Rumah Sakit, Tesis Program Studi Magister Hukum Kesehatan, Program Pascasarjana Unika Soegijapranata, Semarang, 2007, hlm. 14-15. 13 Lihat Sofwan Dahlan, Hukum Kesehatan (Rambu-rambu bagi Profesi Dokter), Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 2005, hlm. 158.

    14

  • makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab

    pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Hudenburg

    membagi fungsi rumah sakit kedalam enam sistem yang tidak dikaitkan pada

    garis organisasi umum, yaitu sebagai berikut:

    a. Sistem penginapan pasien; b. Sistem pengobatan; c. Sistem Pemasokan; d. Sistem Kerumahtanggaan; e. Sistem Instatalsi; f. Sistem Pengusahaan.14

    Penyelenggaraan Rumah Sakit sebagai salah satu saran kesehatan,

    menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 159b/MEN.KES/PER/Il/1988

    Tentang Rumah Sakit dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis, yaitu

    sebagai berikut:

    a. Berdasarkan Pemilik dan Penyelenggara

    Menurut ketentuan Pasal 3 Permenkes 159b/1988 tentang Rumah Sakit,

    berdasarkan pemilik dan penyelenggaranya rumah sakit dapat dibedakan

    menjadi rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta. Rumah sakit

    pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan,

    Pemerintah Daerah, ABRI, dan BUMN. Rumah sakit swasta dapat dimiliki dan

    diselenggarakan oleh yayasan yang sudah disahkan sebagai badan hukum dan

    badan lain yang bersifat sosial atau perseroan terbatas.

    Dari segi bentuknya, rumah sakit swasta dapat digolongkan menjadi rumah

    sakit swasta yang berbentuk rumah sakit umum dan rumah sakit swasta yang

    berbentuk khusus, dengan pembagian kelas, yaitu sebagai berikut: Rumah sakit

    umum yang terdiri dari 3 kelas, yaitu rumah sakit umum kelas pratama, rumah

    sakit umum kelas madya dan rumah sakit umum kelas utama; dan Rumah sakit

    khusus yang terdiri dari 2 kelas, yaitu rumah sakit khusus kelas madya yang 14 Benyamin Lumenta, Hospital (Citra, Peran, dan Fungsi), Kanisius, Yogyakarta 1989, hlm. 67-68.

    15

  • berkapasitas minimal 25 tempat tidur dan rumah sakit khurus kelas utama yang

    berkapasitas minimal 75 tempat tidur.

    Sedangkan Rumah sakit pemerintah dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelas,

    yaitu rumah sakit umum tipe C dengan dokter spesialis 4 dasar lengkap, rumah

    sakit umum tipe B dengan dokter spesialis 11 spesialis ditambah subspesialis

    tidak lengkap, rumah sakit umum tipe A dengan dokter spesialis, subspsialis

    lengkap dan ditambah beberapa dokter superspsialis. Pemakaian tipe rumah

    sakit, memakai kesetaraan sebagai berikut:

    1) RSU Pemerintah kelas D dan RSU Swasta kelas Pratama

    RSU Pemerintah kelas D dan RS Swasta kelas pratama, adalah rumah

    sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar,

    Karena itu jumlah dan jenis dokter spesialis sangat terbatas. Mengingat

    ketentuan kelompok staf medis minimal harus terdiri dari 2 (dua) orang dokter

    maka RSU Pemerintah kelas D dan RSU Swasta kelas pratama minimal harus

    mempunyai 2 (dua) kelompok staf medis yaitu kelompok staf medis bedah dan

    kelompok staf medis non bedah.

    2) RSU Pemerintah kelas C dan RSU Swasta kelas Madya

    RSU Pemerintah Kelas C dan RSU Swasta kelas madya adalah rumah

    sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis

    spesialitik dasar yang meliputi spesialis penyakit dalam, kesehaten anak,

    kebidanan dan kandungan dan bedah. Dengan adanya kemampuan pelayanan

    medis spesialistik dasar tersebut maka kelompok staf medis yang harus dipunyai

    adalah 4 (empat) yaitu kelompok staf medis penyakit dalam, kesehatan anak,

    kebidanan dan kandungan, dan bedah. Pembentukan kelompok staf medis dapat

    dilakukan berdasaikan spesialisasi atau keahlian atau dengan cara lain dengan

    pertimbangan khurus.

    16

  • 3) RSU Pemerintah kelas B dan RSU Swasta kelas utama

    RSU Pemerintah kelas B dan RSU Swasta kelas Utama adalah rumah sakit

    umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-

    kurangnya 11 speuialistik dan sub spesialistik terbatas. Berdasarkan hal tersebut

    maka RSU Pemenntah kelas B atau RSU Swasta kelas Utama minimal harus

    mempunyai 11 (sebelas) kelompok staf medis yaitu kelompok staf medis

    penyakit dalam, kesehatan anak, kebidanan dan kandungan, bedah, anesthesi,

    tenggorokan dan kulit, radiologi, pathologi klinik, psikiatri/neurologi, kulit dan

    kelamin, mata, tel:nga hidung dan tenggorokan. Pembentukan kelompok medis

    dapat dilakukan berdasarkan spesialisasi/keahlian atau dengan cara lain dengan

    pertimbangan khusus.

    4) RSU Pemerintah kelas A

    RSU kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan

    kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan sub spesialistik luas.

    Berdasarkan hal tersebut maka RSU Pemerintah kelas A minimal harus

    mempunyai kelompok staf medis sebagai berikut; kelompok staf medis penyakit

    dalam, kebidanan dan penyakit kandungan, bedah, kesehatan anak, telinga,

    hidung dan tenggorokan, mata, syaraf, jiwa, kulit dan kelamin, jantung, paru,

    radiologi, anesthesi, rehabilitasi medis, patologi klinis, patologi anatomi.

    Pembentukan kelompok sataf medis dapat dilakukan berdasarkan spesialisasi /

    keahlian atau dengan cara lain dengan pertimbangan khusus sebagaimana

    diuraikan diatas.

    5) Rumah Sakit Pendidikan

    RS Pendidikan adalah rumah sakit umum pemerintah kelas A dan kelas B,

    rumah sakit khusus pemerintah dan rumah sakit umum swasta kelas Utama yang

    dipergunakan sebagai tempat pendidikan tenaga medis oleh fakultas

    Kedokteran. Tenaga dokter di RS Pendidikan pada umumnya cukup banyak dari

    17

  • segi jumlah maupun jenis spesialisasi dan sub spesialisasi. Karena itu kelompok

    staf medis di RS Pendidikan dapat terdiri dari kelompok staf medis dokter

    spesialis dan kelompok staf medis dokter subspesialis sesuai kebutuhan. Yang

    perlu diperhatikan dalam pengorganisasian kelompok staf medis sebagai berikut:

    Staf pengajar dengan status kepegawaian dari Fakultas Kedokteran wajib

    dimasukan kedalam kelompok staf medis apabila staf pengajar tersebut

    memberikan pelayanan medis kepada pasien baik secara langsung maupun

    sebagai konsultan. Residen/calon dokter spesialis sebaiknya membentuk

    kelompok staf medis. Dengan adanya Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis

    Kompetensi dimana calon dokter spesialis tersebut tidak terus menerus bekerja

    di RS Pendidikan tersebut maka perlu diatur dalam Peraturan Internal Staf Medis

    (Medical Staf Bylaws) di Rumah Sakit. Ko Asisten / Calon dokter tidak

    dimasukkan ke dalam kelompok staf medis.

    b. Berdasarkan pada Jenis Pelayanan

    Menurut ketentuan Pasal 4 Permenkes 159b/1988 tentang Rumah Sakit,

    berdasarkan bentuk pelayanannya, rumah sakit dibedakan menjadi rumah sakit

    umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang

    memberikan pelayanan kesehatan untuk semua jenis penyakit dari yang bersifat

    dasar sampai dengan subspesialistik. Rumah sakit khusus adalah rumah sakit

    yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan berdasarkan jenis penyakit

    tertentu atau disiplin ilmu. Misalnya, rumah sakit Paru-paru, Rumah sakit

    Jantung dan sebagainya. Mengacu hal tersebut, rumah sakit khusus

    berdasarkan disiplin ilmu wajib mempunyai kelompok staf medis minimal 2 (dua)

    yaitu kelompok staf medis sesuai dengan disiplin ilmu yang menjadi kekhususan

    rumah sakit dan kelompok staf medis lainnya yang merupakan penggabungan

    dari disiplindisiplin ilmu. Sebagai contoh Rumah Sakit Bersalin, maka minimal

    harus membentuk staf medis kebidanan dan kandungan dan kelompok staf

    18

  • medis lainnya. Rumah Sakit Bersalin yang cukup besar dan mempunyai dokter

    sub spesialis maka pembentukan kelompok staf medis dapat terdiri dari

    kelompok staf medis kebidanan dan kandungan dan kelompok staf medis dokter

    subspesialis. Sedangkan kelompok staf medis Khusus berdasarkan jenis

    penyakit tertentu misalnya Rumah Sakit Kanker, Rumah Sakit Kusta maka

    pembentukan kelompok staf medis sesuai dengan jenis dan jumlah dokter

    spesialis yang ada di rumah sakit tersebut. Pembentukan kelompok staf medis

    dapat dengan mengelompokkan sesuai spesialisasi atau keahliannya atau

    dengan cara lain dengan pertimbangan khusus sebagaimana diuraikan di atas.

    3. Kerangka Hukum yang Mengatur Penyelenggaraan Rumah Sakit

    Kerangka hukum yang mengatur penyelenggaraan rumah sakit di

    Indonesia, menurut Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:

    772/Menkes/SK/VI/2002 Tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit

    (Hospital By Laws), yaitu sebagai berikut:

    a. Peraturan perundang-undangan mengenai landasan korporasi dari suatu

    Rumah sakit, seperti Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang

    Yayasan dan sebagainya;

    b. Peraturan perundangan tentang pelayanan kesehatan dan perumah-sakitan,

    seperti Undang-undang tentang Kesehatan dan Undang-Undang lain yang

    terkait yang mengatur rumah sakit;

    c. Kebijakan pemerintah setempat, seperti Kebijakan perizinan, Kebijakan

    pelaporan, dan sebagainya;

    d. Peraturan Internal Rumah Sakit beserta Peraturan teknis pelaksana

    operasional rumah sakit, seperti SOP (Standar Operating Procedure), Job

    description, dan sebagainya;

    19

  • e. Peraturan perundang-undangan yang bersifat umum, seperti KUHPidana,

    Undang-undang tentang Lingkungan, Undang-undang tentang

    Ketenagakerjaan, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen dan

    sebagainya.

    C. KONSEP DASAR PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (HOSPITAL

    BYLAWS)

    1. Peristilahan dan Pengertian Hospital Bylaws

    Hospital Bylaws berasal dari dua kata, yaitu hospital (rumah sakit) dan

    bylaws (peraturan institusi). Istilah atau terminologi Hospital Bylaws dalam

    bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Peraturan Internal Rumah Sakit.

    Terminologi hospital bylaws tidak lagi dipahami secara rancu sebagai segala

    macam bentuk peraturan internal yang ada di atau yang dibuat oleh rumah sakit,

    melainkan sudah dibatasi hanya pada peraturan dasar atau anggaran dasarnya

    saja. Oleh sebab itu terminologi hospital bylaws perlu dibedakan dengan

    terminologi rule and regulation dalam banyak hal; antara lain dalam hal materi

    (substansi) serta badan (otoritas) yang punya kewenangan mengesahkannya.

    Jika materi hospital bylaws masih berisi prinsip-prinsip yang bersifat umum

    (general principles) maka rule and regulation sudah mulai memuat hal-hal yang

    lebih bersifat spesifik bagi kebutuhan implementasi dari prinsip-prinsip umum

    yang tercantum dalam hospital bylaws. Bila hospital bylaws harus disahkan oleh

    governing board atau badan yang setara dengannya (sebagai pemegang otoritas

    tertinggi yang mewakili pemilik) maka rule and regulation cukup oleh eksekutif

    (yaitu komponen rumah sakit yang bertanggungjawab terhadap manajemen

    keseharian). Ibarat Hospital Bylaws itu sebuah undang-undang maka rule and

    regulation merupakan peraturan pelaksanaannya agar undang-undang (yang

    20

  • masih bersifat abstrak, umum dan pasif) menjadi lebih operasional guna

    menyelesaikan berbagai tugas dan permasalahan nyata di rumah sakit.

    Konkritnya, apabila di dalam hospital bylaws tertulis ketentuan yang

    memberikan kewenangan kepada eksekutif rumah sakit untuk menetapkan hak

    klinik (clinical privilege) kepada setiap staf klinik yang bergabung dalam rumah

    sakit maka ketentuan dalam peraturan dasar tadi perlu ditindaklanjuti oleh pihak

    eksekutif dengan membuat rule and regulation tentang tatalaksana pemberian

    hak itu untuk dijadikan pedoman operasional. Dan tentunya rule and regulation

    yang berkaitan dengan staf klinik tersebut tidak boleh bertentangan dengan

    ketentuan dalam Hospital Bylaws mengingat peraturan yang terakhir inilah yang

    akan dimenangkan manakala terjadi konflik antara pihak-pihak yang terkait. Jadi

    pengetian dari hospital bylaws adalah seperangkat peraturan yang dibuat oleh

    rumah sakit (secara sepihak) dan hanya berlaku di rumah sakit yang

    bersangkutan. Kendati di buat secara sepihak namun hospital bylaws dapat

    mengikat pihak-pihak lain, seperti misalnya pasien, sepanjang mereka sepakat

    dirawat di rumah sakit yang bersangkutan. Atas dasar itu maka calon pasien

    perlu mengerti lebih dahulu hospital bylaws yang berlaku, utamanya mengenai

    hak dan kewajibannya, sebelum menyatakan kesediaannya untuk dirawat di

    suatu rumah sakit.15

    Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya

    hospital bylaws merupakan:

    a. Regulasi yang dibuat oleh rumah sakit dan hanya berlaku di rumah sakit yang bersangkutan;

    b. Prasyarat bagi rumah sakit agar dapat melaksanakan tugas dan kewjibannya dengan baik;

    c. Prasyarat dalam upaya mewujudkan visi, misi dan tujuan institusi; d. Transformasi atau diskersi dari berbagai peraturan perundang-

    undangan yang ada agar supaya lebih operasional, termasuk peraturan dari pemilik rumah sakit;

    15 Lihat Sofwan Dahlan, Op. Cit., hlm. 147-148.

    21

  • e. Aturan tentang hak dan kewajiban pemilik, direksi, manajer, professional, tenaga kerja lainnya dan klien;

    f. Acuan bagi penyelesaian sengketa hukum asalkan validasinya dapat dipertanggungjawabkan;

    g. Acuan bagi penyelesaian sengketa di luar pengadilan.16

    2. Tujuan dan Manfaat serta Fungsi Hospital Bylaws

    Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 772/Menkes/SK/VI/2002

    Tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws), tujuan

    Hospital Bylaws dilihat dari sifatnya dapat dibedakan menjadi tujuan umum dan

    khusus. Tujuan Umum, yaitu di milikinya suatu tatanan peraturan dasar yang

    mengatur pemilik rumah sakit atau yang mewakili, direktur rumah sakit dan

    tenaga medis sehingga penyelenggaraan rumah sakit dapat efektif, efisiensi dan

    berkualitas. sedangkan Tujuan Khusus, yakni Dimilikinya pedoman oleh rumah

    sakit dalam hubungannya dengan pemilik atau yang mewakili, direktur rumah

    sakit dan staf medis; Dimilikinya pedoman dalam pembuatan kebijakan teknis

    operasional rumah sakit; Dimilikinya pedoman dalam pengaturan staf medis. Dari

    tujuan tersebut dapat diperoleh beberapa manfaat dari Hospital Bylaws yang

    dapat diperoleh oleh berbagai pihak, yaitu sebagai berikut: Pertama, untuk

    rumah sakit, yakni RS memiliki acuan hukum dalam bentuk anggaran rumah

    tangga; RS memiliki kepastian hukum dalam pembagian kewenangan dan

    tanggung jawab baik eksternal maupun internal yang dapat menjadi alat/sarana

    perlindungan hukum bagi RS atas tuntutan/gugatan; Menunjang persyaratan

    akreditasi RS; Memiliki alat/sarana untuk meningkatkan mutu pelayanan RS; dan

    RS memiliki kejelasan arah dan tujuan dalam melaksanakan kegiatannya.

    Kedua, untuk pengelola rumah sakit, yakni Memiliki acuan tentang batas

    kewenangan, hak, kewajiban dan tanggung jawab yang sehingga memudahkan

    dalam menyelesaikan masalah yang timbul serta dapat menjaga hubungan

    16 Ibid., hlm. 152.

    22

  • serasi dan selaras; dan Mempunyai pedoman resmi untuk menyusun kebijakan

    teknis operasional. Ketiga, untuk Pemerintah, yakni Mengetahui arah dan tujuan

    rumah sakit tersebut didirikan; dan sebagai Acuan dalam menyelesaikan konflik

    di rumah sakit. Keempat, untuk pemilik, yakni Mengetahui tugas dan

    kewajibannya; sebagai Acuan dalam menyelesaikan konflik internal; dan juga

    sebagai Acuan dalam menilai kinerja direktur rumah sakit. Kelima, untuk

    masyarakat, yakni Mengetahui visi, misi dan tujuan rumah sakit; dan Mengetahui

    hak dan kewajiban pasien.

    Sementara itu, dengan mengacu kepada pengertian dari hospital bylaws

    seperti yang telah diuraikan tersebut di atas, maka fungsi dari hospital bylaws

    tersebut, yakni: Sebagai pedoman bagi semua yang bekerja di rumah sakit;

    Sebagai sarana untuk menjamin efektivitas, efisiensi serta mutu bagi

    pelaksanaan tugas dan kewajiban rumah sakit kepada masyarakat; Sebagai

    pedoman bagi pasien; Sebagai prasyarat akreditasi institusi; Sebagai sarana

    perlindungan hukum bagi semua pihak dalam pelayanan kesehatan; dan

    Sebagai acuan bagi penyelesaian sengketa, baik di dalam atau di luar

    pengadilan.17

    3. Karakteristik dan Ruang Lingkup Hospital Bylaws

    Hospital Bylaws adalah hukum dasar tertulis bagi kegiatan atau

    operasionalisasi sutau rumah sakit, yang dalam penerapannya Hospital Bylaws

    ini memiliki beberapa ciri-ciri atau karakteristik khusus yang membedakannya

    dengan aturan hukum lainnya. Beberapa ciri-ciri atau karakteristik khusus, dari

    Hospital Bylaws ini, yaitu: Pertama, Hospital Bylaws pada intinya mengatur hal-

    hal yang merupakan konstitusi rumah sakit atau peraturan-peraturan dasar

    rumah sakit; Kedua, Suatu Hospital Bylaws adalah "tailor made ini berarti

    17 Lihat Ibid., hlm. 151.

    23

  • Hospital Bylaws dari satu rumah sakit berbeda dengan rumah sakit lainnya. Hal

    ini disebabkan karena faktor-faktor internal RS, seperti misalnya: sejarah,

    pendirian, kepemilikan, situasi dan kondisinya berlainan di setiap rumah sakit;

    Ketiga, Hospital Bylaws pada prinsipnya adalah peraturan yang ditetapkan oleh

    pemilk atau yang mewakili; Keempat, Hospital Bylaws merupakan landasan bagi

    pembuatan rules & regulations (peraturan rumah sakit); dan Kelima, Hospital

    Bylaws mengatur hubungan pemilik atau yang mewakli, direktur rumah sakit dan

    staf medis. Namun demikian, hospital bylaws pun dibatasi oleh beberapa hal

    seperti di antaranya yaitu tidak menyimpang dari hukum yang berlaku, tidak

    menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak

    menyimpang dari ketertiban umum dan kesusilaan dan tidak bertentangan

    dengan hak asasi manusia.

    Hospital bylaws sebagai peraturan internal di rumah sakit adalah "tailor

    made" dan merupakan peraturan yang mengatur pemilik rumah sakit atau yang

    mewakili, direktur rumah sakit dan staf medis. Mengacu kedua hal tersebut maka

    dapat disimpulkan bahwa walaupun peraturan internal rumah sakit bersifat "tailor

    made" namun tetap diperlukan acuan hal-hal apa saja yang perlu diatur. Hospital

    bylaws sebagai peraturan internal di rumah sakit ini di dalamnya mengatur

    mengenai hubungan antara staf medis, eksekutif dan pemilik.

    Ketiga unsur tersebut sering disebut sebagai "triad" atau "tiga tungku

    sejerangan". Mengacu kepada "triad" atau "tiga tungku sejerangan" tersebut

    maka ada 2 (dua) set peraturan internal rumah sakit, yaitu Peraturan internal

    yang mengatur hubungan pemilik atau yang mewakili dengan Direktur RS

    (Pengelola RS) yang disebut peraturan internal Korporate (Corporate bylaws)

    dan Peraturan internal yang mengatur staf medis yang disebut peraturan internal

    staf medis (Medical Staff Bylaws). Pengaturan hubungan ini adalah sebagai

    esensi yang juga merupakan ruang lingkup dari hospital bylaws tersebut.

    24

  • D. PERATURAN INTERNAL INSTITUSI (CORPORATE BYLAWS)

    1. Pengertian dan Dasar Hukum Peraturan Internal Institusi (Corporate

    Bylaws)

    Peraturan Internal Korporate merupakan terjemahan dari istilah Corporate

    Bylaws. Istilah corporate tersebut pada umumnya digunakan untuk menunjuk

    pada badan hukum milik swasta. Sedangkan yang sering digunakan untuk

    menunjuk pada badan hukum milik pemerintah adalah istilah institusi. Sehingga

    peraturan internal corporate disebut juga peraturan internal institusi.

    Peraturan Internal Korporate ini adalah Peraturan internal yang mengatur

    hubungan pemilik atau yang mewakili dengan Direktur RS (Pengelola RS) yang

    sering disebut pula dengan istilah Corporate bylaws. Peraturan Internal

    Korporate ini memiliki dasar hukumnya, yakni Keputusan Menteri Kesehatan RI

    Nomor: 772/Menkes/SK/VI/2002 Tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah

    Sakit (Hospital Bylaws).

    2. Urgensi dan Fungsi Peraturan Internal Institusi (Corporate Bylaws)

    Sementara itu, dengan mengacu kepada pengertian dari hospital bylaws

    seperti yang telah diuraikan tersebut di atas, maka fungsi dari Peraturan Internal

    Korporate ini pada dasarnya adalah sebagai pedoman bagi semua yang bekerja

    di rumah sakit di antaranya pedoman bagi pasien, pengelola dan pemilik rumah

    sakit.

    Selain itu Peraturan Internal Korporate ini dapat berfungsi pula sebagai

    sarana perlindungan hukum bagi semua pihak dalam pelayanan kesehatan yakni

    sebagai acuan bagi penyelesaian sengketa, baik di dalam atau di luar pengadilan

    bagi pasien, pengelola dan pemilik rumah sakit.

    Agar Peraturan Internal Korporate ini dapat berfungsi seperti yang telah

    disebutkan tadi, maka dalam menyusun peraturan internal corporate, ada hal-hal

    25

  • penting yang perlu di perhatikan, yaitu bentuk badan hukum pemilik rumah sakit

    dan bentuk format peraturan internal corporate.

    Bentuk badan hukum pemilik rumah sakit ini akan mempengaruhi

    organisasi pemilik atau yang mewakili. Oleh karena itu peraturan yang mengatur

    bentuk badan hukum dan akte badan hukum dari pemilik rumah sakit menjadi

    acuan utama dalam menyusun peraturan internal korporate tersebut.

    Sedangkan mengenai bentuk format peraturan internal korporate

    diserahkan ke masing-masing rumah sakit. Hal ini dikarenakan peraturan internal

    korporate adalah "tailor made", yang sangat tergantung dari jenis dan klasifikasi

    dari rumah sakit yang bersangkutan dengan alternatif-alternatif seperti

    diantaranya merupakan surat keputusan dari pemilik atau yang mewakli dimana

    materi yang diatur dikelompokkan menjadi bab dan pasal-pasal dan dapat juga

    merupakan buku yang kemudian dilampiri dengan surat keputusan dari pemilik

    atau yang mewakili untuk pemberlakuan buku tersebut.

    3. Materi Muatan Peraturan Internal Institusi (Corporate Bylaws)

    Berdasarkan uraian mengenai pentingnya peraturan internal korporate

    tersebut di atas, maka materi yang perlu diatur (dicantumkan) pada peraturan

    internal korporate adalah sekurang-kurangnya memuat tentang:

    a. Nama, Tujuan, dan Filosofi rumah sakit.

    Nama adalah nama badan hukum pemilik rumah sakit, yang selalu diikuti

    dengan bentuk badan hukumnya, seperti perseroan terbatas ataukah yayasan.

    Sedangkan tujuan adalah tujuan rumah sakit tersebut didirikan, seperti rumah

    sakit umum ataukah rumah sakit khusus misalnya rumah sakit bersalin dan

    sebagainya. Dan Filosofi adalah filosofi organisasi rumah sakit, apakah rumah

    sakit merupakan organisasi laba atau nirlaba. Namun demikian, rumah sakit yang

    26

  • merupakan organisasi laba pun wajib memperhatikan dan menjalankan fungsi

    sosial rumah sakit;

    b. Pengaturan tentang Governing body

    Governing body adalah pemilik atau yang mewakili. Pada peraturan internal

    korporate ini diharapkan ada kejelasan pengaturan mengenai pemilik atau yang

    mewakili tersebut yaitu antara lain mengenai komposisi atau keanggotaan,

    kewenangan dan tanggung jawab, peran terhadap staf medis maupun

    pengaturan rapat. Pada umumnya tanggung jawab pemilik atau yang mewakili

    adalah menetapkan tujuan rumah sakit, mengawasi mutu pelayanan rumah sakit,

    mengawasi keterjangkauan pelayanan, meningkatkan peran masyarakat dan

    melakukan integrasi dan koordinasi. Agar dapat menyusun peraturan mengenai

    komposisi atau keanggotaan, kewenangan dan tanggung jawab yang lebih rinci

    serta pengaturan rapat maka rumah sakit harus mengetahui mana yang disebut

    pemilik atau yang mewakili di dalam badan hukum rumah sakit tersebut. Oleh

    karena itu bentuk badan hukum dari rumah sakit perlu diketahui.

    c. Struktur dan model organisasinya

    Acuan struktur organisasi rumah sakit yang dianut sekarang mengacu pada

    Keputusan Menteri Medis Nomor: 983/menkes/sk/XI/1992 tentang Pedoman

    Organisasi Rumah Sakit Umum yang isinya menetapkan antara lain terbentuknya

    staf medik fungsional (SMF), komite medik, pemisahan antara unit organisasi

    struktural (fungsi administrativ) dengan unit organisasi fungsional. Yang diartikan

    dengan lengkap adalah struktur organisasi yang meliputi uraian tugas, fungsi,

    tanggung-jawab, wewenang dan hubungan antar unit. Organisasi rumah sakit

    cukup rumit sehingga perlu pencermatan tersendiri, karena banyak paradoks-

    paradoks manajerial yang jika tidak cermat dapat menyebabkan

    pengoperasionalisasian rumah sakit tidak sesuai dengan visi dan misi rumah

    sakit tersebut. Masih ada rumah sakit yang organisasinya sederhana dengan

    27

  • mempunyai satu dokter sebagai direktur merangkap pelayanan dibantu beberapa

    staf administrasi dan keuangan, ditambah beberapa dokter tamu yang ikut

    praktek majemen seperti manajemen rumah tangga semua urusan diurus oleh

    direktur dan stafnya. Di sisi lain ada rumah sakit yang besar dan kompleks

    dengan modal besar dan jaringan luas dan berbentuk holding company bersama-

    sama perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang lain. Rumah sakit yang

    besar dengan rumah sakit yang tingkat dasar sangat berbeda subtansi hospital

    bylaws yang di urusnya.

    d. Pengorganisasian

    Pengorganisasian pemilik atau yang mewakili yang diatur pada peraturan

    internal rumah sakit ini antara lain meliputi Sebutan ketua, wakil ketua (bila ada),

    sekretaris dan tugas masing-masing, Jumlah anggota, Persyaratan menjadi

    anggota, Tata cara. pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian dan Lama

    tugas/masa kerja. Namun perlu diperhatikan pula dalam menyusun

    pengorganisasian pemilik atau yang mewakili tersebut perlu mengacu bentuk

    badan hukum pemilik rumah sakit, baik yang menyangkut sebutan ketua, wakil

    ketua, sekreatris, jumlah anggota dan lain sebagainya.

    e. Mekanisme pengawasan

    Di atas sudah disebutkan bahwa salah satu tanggung jawab dari pemilik

    atau yang mewakili adalah melakukan pengawasan terhadap kegiatan rumah

    sakit. Oleh karena itu pemilik atau yang mewakili perlu mempunyai mekanisme

    pengawasan dan komite atau tim untuk melakukan pengawasan. Pembentukan

    komite tentunya tergantung kebutuhan rumah sakit dan bentuk badan hukum

    pemilik rumah sakit. Oleh karena semakin banyak dan besar komite tentunya

    berdampak terhadap beban biaya yang harus ditanggung oleh rumah sakit.

    f. Direktur rumah sakit

    28

  • Pengaturan yang terkait dengan direktur rumah sakit antara lain meliputi

    sebutan pimpinan tertinggi di rumah sakit, dimana masing-masing rumah sakit

    berbeda. Ada yang menyebut direktur utama, direktur, kepala rumah sakit,

    jumlah direksi, persyaratan menjadi direksi, tugas dan wewenang, tata cara

    pengangkatan dan pemberhentian, lama tugas atau masa kerja, hubungan

    dengan pemilik rumah sakit atau yang mewakili, hubungan dengan staf medis.

    g. Mekanisme review dan revisi

    Perlu disusun aturan bagaimana melakukan review dan revisi peraturan

    internal korporate dan siapa yang berwenang melakukannya. Mekanisme review

    dan revisi peraturan internal korporate ini pada dasarnya berisi tata cara yang

    harus ditaati oleh semua pihak termasuk pemilik rumah sakit.

    h. Peraturan rumah sakit

    Peraturan rumah sakit ini dapat berbentuk kebijakan teknis operasional

    rumah sakit yang ditetapkan oleh pengelola rumah sakit atau eksekutif. Pada

    peraturan internal korporate ini kebijakan teknis operasional rumah sakit tidak

    boleh bertentangan dengan peraturan internal korporate.

    E. PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS (MEDICAL STAF BYLAWS)

    1. Pengertian dan Dasar Hukum Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staf Bylaws)

    Terjemahan "bylaws" sampai sekarang masih banyak pendapat. Beberapa

    terjemahan bylaws adalah konstitusi, statuta, anggaran dasar dan peraturan

    internal. Konstitusi, statuta dan anggaran dasar sama-sama berarti produk

    internal tertinggi yang mengatur suatu organisasi atau institusi. Namun

    masing-masing istilah lazim digunakan pada jenis organisasi atau institusi

    yang berbeda. Konstitusi adalah produk hukum tertinggi dalam suatu Negara,

    karena itu istilah konstitusi terlalu tinggi jika digunakan juga untuk rumah sakit.

    sedangkan Anggaran Dasar lazim digunakan untuk Perkumpulan, Yayasan

    29

  • atau Badan Hukum seperti Perseroan Terbatas (PT) dan lain-lain. Sementara itu

    Statuta saat ini lazim digunakan untuk Perguruan Tinggi. Istilah statuta berasal

    dari Belanda statutan yang berarti anggaran dasar perkumpulan. Di samping

    itu, The New Grolier Webster International Dictionary menjelaskan arti Statuta

    dalam bahasa Inggris sebagai "A Permanent rule or law enacted by the governing

    body of a corporation or institution"

    Untuk rumah sakit, istilah statuta sudah digunakan dalam Keputusan

    Menteri Kesehatan Nomor 297/Menkes/SK/VI/1999 tentang Statuta RSUPN

    Dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk staf medis, istilah statuta kurang tepat karena

    penggunaan statuta sering dikaitkan dengan badan hukum institusi sedangkan

    staf medis tidaklah berbentuk badan hukum, karena itu istilah statuta tidak tepat

    digunakan untuk medical staff bylaws.

    Mengacu kepada pengertian bylaws rumah sakit yang merupakan produk

    hukum dari suatu organ yang lebih tinggi dari direktur rumah sakit, dan

    konsekuensi logisnya adalah bylaws tersebut tidak memuat hal-hal yang bersifat

    teknis manajerial seperti halnya standard operating procedure" atau suatu

    "technical task tertentu atau "job description" seseorang. Maka medical staff

    bylaws rumah sakit juga dapat diartikan merupakan produk hukum tertinggi di

    staf medis. Karena itu medical staff bylaws tidak mengatur standard operating

    prosedur atau ketentuan teknis lainnya.

    Peraturan internal staf medik atau medical staff bylaws adalah peraturan

    internal rumah sakit yang pada hakekatnya mengatur mengenai staf medis. Yang

    dimaksud staf medik disini adalah dokter dan dokter gigi. Bagi rumah sakit yang

    kecil, dimana jumlah staf medis hanya sedikit maka peraturan internal staf medis

    bisa dijadikan satu dengan internal corporate dan merupakan salah satu pasal

    pada peraturan internal rumah sakit. Dasar hukum dari Peraturan internal staf

    medik atau medical staff bylaws ini adalah Keputusan Menteri Kesehatan RI

    30

  • Nomor: 631/Menkes/SK/IV/2005 Tentang Pedoman Peraturan Internal Staf

    Medis di Rumah Sakit (Medical Staf Bylaws).

    Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

    bahwa Medical staff bylaws adalah suatu peraturan organisasi staf medis dan

    komite medis di rumah sakit yang ditetapkan oleh pemilik rumah sakit atau

    Governing Body. Medical staff bylaws tersebut bukan merupakan kumpulan

    peraturan teknis administrasi medis ataupun teknis medis di rumah sakit. Oleh

    karena itu standard operating prosedure, standar pelayanan medis bukan

    merupakan medical staff bylaws tetapi lebih merupakan kebijakan teknis

    operasional pelayanan medis. Medical staff bylaws ini di dalamnya hanya

    mengatur pengorganisasian staf medis, komite medis, peran, tugas dan

    kewenangan staf medis, yang dengan demikian Medical staff bylaws tidak

    mengatur manajemen keuangan dan peralatan medis. Jadi Medical staff bylaws,

    Rules and Regulations adalah kerangka (framework) untuk pengaturan diri

    sendiri (selfgovernance) oleh staf medik yang dapat diterima secara umum.

    Kerangka itu menetapkan tugas, kewajiban, kewenangan, tanggung jawab,

    kelompok staf medis dan komite medis (dokter spesialis, dokter gigi dan dokter

    gigi spesialis).

    2. Urgensi dan Fungsi Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staf Bylaws)

    Staf medis adalah merupakan tenaga yang mandiri, oleh karenanya setiap

    dokter memiliki kebebasan profesi dalam mengambil keputusan klinis pada

    pasiennya. Dalam memutuskan tindakan medis maupun pemberian terapi

    kepada pasiennya, staf medis fungsional harus memiliki kebebasan dan

    kemandirian profesi dan tidak boleh atas pengaruh atau tekanan pihak lain.

    Kebebasan profesi bukan diartikan kebebasan yang penuh, namun masih harus

    tetap terikat dengan standar profesi, standar kompetensi dan standar

    31

  • pelayanan medis serta standar keselamatan pasien. Dengan demikian staf medis

    tersebut terikat dengan aturan profesi, oleh karena itu staf medis perlu membuat

    aturan sendiri yang dituangkan dalam peraturan internal rumah sakit.

    Staf medis fungsional (kecuali staf medis yang bekerja di penunjang medis)

    mobilitasnya sangat tinggi dalam memberikan pelayanan sesuai dengan

    standar dan prosedur. Sehingga peraturan kepegawaian rumah sakit tidak

    dapat diterapkan seluruhnya untuk staf medis. Oleh karena itu perlu ada

    peraturan tersendiri yang dapat mengatur staf medis secara internal. Di lain pihak,

    profesi medis diharapkan dapat melakukan self governing, self controlling dan

    self disciplining. Tujuan pengaturan diri sendiri tersebut adalah untuk menjaga

    mutu staf medis. Sejalan hal tersebut untuk menjaga mutu staf medis maka

    rumah sakit memerlukan medical staff bylaws.

    Adapun tujuan disusunnya peraturan internal staf medis tersebut, yaitu

    sebagai berikut:

    a. Agar ada kerjasama yang baik antara staf medis, pemilik atau yang mewakili

    dan pimpinan administratif rumah sakit;

    b. Agar terjadi sinergi antara kepentingan dokter dan kepentingan rumah sakit;

    c. Agar staf medis bertanggung jawab atas mutu pelayanan medik rumah sakit;

    d. Agar tercapainya sinergisme antara manajemen dan profesi medis untuk

    kepentingan pasien;

    e. Agar terciptanya tanggung jawab staf medis terhadap mutu pelayanan medis

    di rumah sakit.

    Agar tujuan-tujuan tersebut dapat secara signifikan tercapai, maka

    Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) tersebut mesti berfungsi,

    yakni sebagai berikut:

    a. Menggambarkan pengorganisasian staf medis di rumah sakit;

    b. Memuat prosedur persyaratan dan penerimaan tenaga medis di rumah sakit;

    32

  • c. Mengatur mekanisme peer review, reapoinment, kewenangan yang diberikan

    (clinical privileges) dan pendisiplinan;

    d. Memuat prosedur pengajuan permohonan sebagai staf medis;

    e. Sebagai acuan pemberian pelayanan berdasarkan standar profesi dan kode

    etik profesi medis.

    3. Materi Muatan Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staf Bylaws)

    Mengingat staf medis adalah profesi mandiri maka dalam menyusun

    medical staff bylaws perlu pula memperhatikan ciri-ciri profesi. Selain itu,

    sebagaimana diuraikan di atas bahwa medical staff bylaws, adalah tailor made

    maka materi dan substansi tidak mungkin disamakan antara satu rumah sakit

    dengan rumah sakit lainnya. Namun paling tidak harus ada subtansi minimal

    yang harus dicantumkan dalam peraturan internal staf medis (medical staff

    bylaws) tersebut. Substansi minimal tersebut meliputi substansi inti (core content)

    dan substansi khusus local (local specifics). Core content adalah nilai-nilai

    fundamental yang dianut secara universal dalam menjalankan profesi medis,

    seperti asas-asas etika medis, asas-asas profesionalisme (kompetensi,

    efikasi, aman bagi pasien), pelayanan yang bermutu (quality, efficiency, equity),

    akuntabilitas dan sebaginya. Local spesifict adalah hal-hal yang khusus

    berlaku dalam lingkungan rumah sakit tertentu.

    Berdasarkan hal tersebut di atas, maka materi muatan atau substansi

    dari medical staf bylaws ini sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai

    berikut:

    a. Ketentuan Umum

    Materi muatan mengenai ketentuan umum ini berisi uraian tentang staf

    medis, kelompok staf medis dan komite medis yang ada di rumah sakit, yakni

    uraian tentang garis-garis besar tugas dan tanggung jawab staf medis, serta

    33

  • pernyataan tentang kewajiban bagi semua staf medis untuk mentaati dan

    menjalankan ketentuan-ketentuan etika profesi medis, etika rumah sakit, hospital

    staff bylaws rumah sakit dan peraturan-peraturan pelaksana yang ditetapkan

    berdasar medical staff bylaws ini.

    b. Kerangka Tugas dan kewajiban

    Kerangka tugas dan kewajiban Komite Medis secara umum adalah

    menyusun, mengevaluasi dan jika perlu mengusulkan perubahan pada

    medical staff bylaws. Selain itu, Komite Medis berkewajiban untuk menetapkan

    dan melaksanakan standar pelayanan medis yang dibuat oleh kelompok

    staf medis dan menentukan Kebijakan umum dalam melaksanakan pelayanan

    medis secara profesional, serta mengusulkan rencana pengembangan sumber

    daya manusia dan teknologi untuk profesi medis.

    c. Persyaratan dan tata cara

    Materi muatan mengenai persyaratan dan tata cara ini, yaitu: Pertama,

    merupakan prosedur dan proses mengenai seleksi dan perekrutan terhadap

    dokter/dokter gigi yang akan bekerja di rumah sakit. Kedua, melakukan

    penetapan kewenangan klinis (clinical priviledges) bagi masing-masing

    dokter/dokter gigi yang bekerja di rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit.

    Tenaga dokter/dokter gigi yang diterima bekerja di rumah sakit, harus sesuai

    dengan sertifikasi, registrasi, perizinan, kompetensi, pengalaman,

    keterampilan, kesehatan, dan perilaku etikanya. Ketiga, pemantauan dan

    pengamatan, bahwa dokter yang diberikan kewenangan klinis (clinical

    priviledges) seperti yang ditetapkan memang benar-benar melakuakn tindakan

    medik dalam batas-batas izin yang diberikan kepadanya. Keempat, sanksi

    terhadap dokter yang di putuskan melanggar disiplin. Atau berperilaku tidak baik,

    yang memberikan pelayanan medis dan atau tindakan medis yang tidak sesuai

    dengan izin yang diberikan, yang tidak sesuai dengan standar pelayanan, yang

    34

  • secara profesional tidak kompeten atau tidak kompeten lagi, atau yang

    melanggar ketentuan-ketentuan dalam medical staff bylaws.

    d. Aturan Staf Medis

    Aturan staf medis ini merupakan lampiran medical staff bylawsnya. Yang

    diatur didalam aturan staf medis adalah kewajiban staf medis yang terkait dengan

    pemberian pelayanan kesehatan di rumah sakit, antara lain sebagai berikut:

    1) Kewajiban staf medis untuk mematuhi ketentuan pelaksanaan praktik

    kedokteran;

    2) Kewajiban Staf Medis untuk mematuhi Standar Profesi;

    3) Kewajiban Staf Medis untuk mematuhi Standar Pelayanan dan Standar

    Prosedur Operasional;

    4) Kewajiban Staf medis untuk mematuhi kebijakan rumah sakit tentang rekam

    medis.

    5) Kewajiban Staf medis untuk mematuhi kebijakan rumah sakit tentang

    informed consent;

    6) Ketentuan untuk mematuhi kebijakan rumah sakit tentang rahasia

    kedokteran;

    7) Kewajiban staf medis untuk mematuhi kebijakan rumah sakit tentang obat

    dan formularium rumah sakit.

    e. Status kepegawaian staf medis

    Terdapat dua macam status kepegawaian seorang dokter/staf medis di

    suatu rumah sakit, yaitu sebagai berikut: Pertama, dokter tetap / pegawai tetap.

    Dokter tetap atau pegawai tetap adalah seorang dokter yang melakukan praktik

    kedokteran di suatu rumah sakit pemerintah dan merupakan pegawai negeri

    yang ditempatkan secara tetap di rumah sakit itu atau seorang dokter yang

    menjadi pegawai tetap dan digaji oleh sebuah rumah sakit swasta. Kedua, dokter

    mitra atau tamu. Dokter mitra / tamu adalah seorang dokter yang direkrut dari

    35

  • luar karena diperlukan keahliannya dan biasanya tidak mendapatkan gaji tetap

    dari rumah sakit tersebut.

    Dilihat dari status kepegawaian seorang dokter tersebut, maka akan ada

    perbedaan hak dan kewajiban antara dokter tetap dengan dokter mitra atau

    tamu. Ini berarti akan menyebabkan berbeda pula tanggung jawab hukumnya,

    baik terhadap dokternya maupun terhadap rumah sakitnya terutama bila terjadi

    suatu sengketa hukum, sehingga peran dari dokter mitra maupun dokter tetap

    dalam suatu komite medis juga akan berbeda. Perbedaan tersebut perlu diatur

    dalam suatu hospital bylaws yang merupakan aturan dasar dari penyelenggaan

    rumah sakit. Pengaturan tersebut tepatnya akan diatur dalam medical staff

    bylaws yang bertujuan agar tidak benturan kepentingan antara dokter mitra dan

    dokter tetap. Secara umum dapat ditemukan interdependensi atau hubungan

    timbal balik antara rumah sakit dengan dokternya, sehingga diantara keduanya

    perlu ada kerjasama yang baik agar terdapat hubungan saling menunjang untuk

    kedua belah pihak. Kemandirian seorang dokter dalam menjalankan profesinya

    telah diakui secara luas dan telah dipraktikan sehari-hari dalam melakukan

    pelayanan Medis di rumah sakit. Pihak pengelola dan pemilik rumah sakit harus

    dapat mengintegrasikan kemandirian seorang dokter ke dalam dan menjadi

    bagian dari rumah sakit, sehingga nilai-nilai yang menjadi visi dan misi rumah

    sakit dapat terpenuhi. Menurut National Health Service yang berkedudukan di

    Inggris, seorang dokter melakukan pelayanan Medis di rumah sakit memiliki

    beberapa peranan, yaitu sebagai berikut:

    1) Consultant (biasanya dokter spesialis konsulen);

    2) Senior Registrar (biasanya dokter spesialis senior);

    3) Registrar (dokter s