HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. HASIL...
Transcript of HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. HASIL...
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.1. HASIL PENELITIAN
1.1.1. Deskripsi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Ambon
(SMAN 1 Ambon), yang berlokasi di Jl. Raya Pattimura No. 28 Ambon.
Populasi siswa adalah 738 dan pengambilan sampel dilakukan dengan
cluster random. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-1, X-5,
XI-IPA3, XI-IPS2, dan XII-IPA3 yang berjumlah 176 siswa. Namun
demikian, dari jumlah 176 siswa ini terdapat 19 siswa tidak hadir pada saat
kegiatan belajar-mengajar ketika skala dibagikan, jadi jumlah sampel yang
mengisi skala dalam penelitian ini adalah 157 siswa. Perinciannya sebagai
berikut:
Tabel 4.1
Sampel Penelitian
KelasJumlah
Siswa
Banyaknya Siswa
Mengisi Skala Tidak mengisi
skala
X-1 34 siswa 32 siswa 2 siswa
X-5 34 siswa 30 siswa 4 siswa
XI-IPA3 38 siswa 32 siswa 6 siswa
XI-IPS2 34 siswa 31 siswa 3 siswa
XII-IPA3 36 siswa 32 siswa 4 siswa
Jumlah 176 siswa 157 siswa 19 siswa
Pembagian instrumen dilakukan pada awal proses kegiatan belajar-
mengajar berlangsung, dengan ijin dari guru yang mengajar dan dengan
didampingi oleh koordinator bimbingan konseling SMUN 1 Ambon.
Pembagian instrumen untuk siswa kelas X-1 dibagikan pada saat pelajaran
Pkn, kelas X-5 pada saat pelajaran matematika, kelas XI-IPA3 pada saat
pelajaran biologi, XI-IPS2 pada saat pelajaran ekonomi, dan kelas XII-IPA3
pada saat pemantapan matematika. Pembagian dan pengerjaan instrumen
berlangsung selama ± 7 menit. Arahan dan petunjuk pengisian instrumen
diberikan secara singkat oleh penulis karena petunjuk pengerjaan
selengkapnya telah tertera dalam instrumen yang dibagikan.
1.1.2. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap sebagai
berikut:
1. Menemukan tempat penelitian.
Pada tahap ini peneliti menentukan sekolah yang akan
menjadi tempat penelitian dan meminta izin untuk
mengadakan penelitian di sekolah tersebut. Dalam hal ini,
SMUN 1 Ambon memberikan ijin untuk penelitian ini.
2. Persiapan penelitian.
Sesudah mendapatkan ijin dari tempat penelitian, peneliti
mengurus persyaratan administrasi berupa ijin penelitian dari
Program Pasca Sarjana Magister Sains Psikologi dan
menyiapkan instrumen yang akan digunakan dalam penelitian.
Setelah itu, peneliti meminta ijin penelitian dari Kesatuan
Bangsa dan Politik (KESBANGPOL) Provinsi Maluku dan
juga Dinas Pendidikan dan Olahraga (DIKOR) kota Ambon.
3. Pelaksanaan penelitian.
Kegiatan penelitian atau pengambilan data di lapangan
dilaksanakan pada tanggal 04 April – 12 April 2012.
Instrumen disebarkan pada siswa dari 5 kelas yang diambil
secara random. Setelah pengambilan data, dilakukan analisis
data serta pengumpulan data-data pendukung lainnya.
1.1.3. Karakteristik Responden
Analisis karakteristik responden digunakan untuk memperoleh
gambaran mengenai sampel pada penelitian ini. Karakteristik responden
disajikan berdasarkan jenis kelamin, kelas, dan usia.
1.1.4. Berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.2
Prosentase jenis kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah %
1 Laki-laki 52 siswa 33%
2 Perempuan 105 siswa 67%
Jumlah total 157 siswa 100%
Sumber: data primer yang diolah, 2012
1.1.5. Berdasarkan kelas
Tabel 4.3
Prosentase kelas
Kelas Jumlah %
X 62 siswa 39%
XI 60 siswa 38%
XII 35 siswa 23%
Jumlah total 157 siswa 100%
Sumber: data primer yang diolah, 2012
1.1.6. Berdasarkan usia
Tabel 4.4
Prosentase usia
Usia Jumlah %
14 thn 11 siswa 7%
15 thn 57 siswa 36%
16 thn 55 siswa 35%
17 thn 29 siswa 18%
18 thn 5 siswa 4%
Jumlah total 157 siswa 100%
Sumber: data primer yang diolah, 2012
1.2. DESKRIPSI HASIL PENGUKURAN VARIABEL PENELITIAN
1.2.1. Subjective well-being
1.2.1.1. Skala Kepuasan hidup
Jumlah aitem yang digunakan adalah 35 dengan 20 aitem valid
dan 15 aitem gugur dengan kategori jawaban mulai dari 1 sampai 4.
Dengan demikian untuk variabel SWB – skala kepuasan hidup memiliki
skor terendah 20 (1 X 20) dan skor tertinggi 80 (4 X 20). Kategori yang
digunakan adalah 4 kategori yaitu Sangat Rendah, Rendah, Tinggi, dan
Sangat Tinggi.
Untuk mengetahui kepuasan hidup digunakan interval dengan
ukuran:
i = skor tertinggi – skor terendah
Jumlah kategori
Sehingga kategorinya adalah:
i = 80 – 20 = 15
4
Tabel 4.5
Interval Skala Kepuasan Hidup
Skor Kriteria N %
20 ≤ x ˂ 35
35 ≤ x ˂ 50
50 ≤ x ˂ 65
65 ≤ x ˂ 80
Sangat Rendah
Rendah
Tinggi
Sangat Tinggi
0
1
51
105
0
0.6%
32.4%
67%
N = 157 Mean = 67.90 SD = 6.493
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa skala kepuasan hidup
memiliki rata-rata sebesar 67.90 sehingga tergolong dalam kategori
sangat tinggi dengan skor terendah 49 dan skor tertinggi 78. Prosentase
di setiap kategori yaitu 0.6% subjek berada dalam kategori rendah,
32.4% berada dalam kategori tinggi, dan 67% berada dalam kategori
sangat tinggi. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kepuasan
hidup siswa SMA Negeri 1 Ambon tergolong SANGAT TINGGI.
1.2.1.2. Positive and negative affect schedule
Jumlah aitem yang digunakan adalah 20 kata sifat yang
menggambarkan suasana hati (mood), dengan 18 aitem valid dan 2 aitem
gugur, dengan kategori jawaban mulai dari 1 sampai 4. Dengan
demikian untuk variabel SWB – PANAS memiliki skor terendah 18 (1
X 18) dan skor tertinggi 72 (4 X 18). Kategori yang digunakan yaitu 4
kategori, yaitu Sangat Rendah, Rendah, Tinggi dan Sangat Tinggi.
Untuk mengetahui emosi atau suasana hati digunakan interval
dengan ukuran:
i = skor tertinggi – skor terendah
Jumlah kategori
Sehingga kategorinya adalah:
i = 72 – 18 = 13.5
4
Tabel 4.6
Interval PANAS
Skor Kriteria N %
18 ≤ x ˂ 31.5
31.5 ≤ x ˂ 45
45 ≤ x ˂ 58.5
58.5 ≤ x ˂ 72
Sangat Rendah
Rendah
Tinggi
Sangat Tinggi
2
59
72
24
1.2%
37.6%
46%
15.2%
N = 157 Mean = 48.82 SD = 8.472
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa positive and negative
affect scale memiliki rata-rata sebesar 48.82 sehingga tergolong dalam
kategori tinggi dengan skor terendah 29 dan skor tertinggi 68.
Prosentase di setiap kategori yaitu 1.2% subjek berada dalam kategori
sangat rendah, 37.6% subjek berada dalam kategori rendah, 46% berada
dalam kategori tinggi, dan 15.2% berada dalam kategori sangat tinggi.
secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa keadaan afektif siswa SMA
Negeri 1 Ambon tergolong TINGGI.
1.2.2. School connectedness
Jumlah aitem yang digunakan adalah 15 dengan 14 aitem valid
dan 1 aitem gugur dengan kategori jawaban mulai dari 1 sampai 4.
Dengan demikian untuk variabel school connectedness memiliki skor
terendah 14 (1 X 14) dan skor tertinggi 56 (4 X 14). Kategori yang
digunakan adalah 4 kategori yaitu Sangat Rendah, Rendah, Tinggi, dan
Sangat Tinggi.
Untuk mengetahui kepuasan hidup digunakan interval dengan
ukuran:
i = skor tertinggi – skor terendah
Jumlah kategori
Sehingga kategorinya adalah:
i = 56 – 14 = 10.5
4
Tabel 4.7
Interval Skala School Connectedness
Skor Kriteria N %
14 ≤ x ˂ 24.5
24.5 ≤ x ˂ 35
35 ≤ x ˂ 45.5
45.5 ≤ x ˂ 56
Sangat Rendah
Rendah
Tinggi
Sangat Tinggi
2
36
86
33
1%
23%
55%
21%
N = 157 Mean = 40.13 SD = 6.082
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa skala school
connectedness memiliki rata-rata sebesar 40.13 sehingga tergolong
dalam kategori tinggi dengan skor terendah 23 dan skor tertinggi 56.
Prosentase di setiap kategori yaitu 1% subjek berada dalam kategori
sangat rendah, 23% subjek berada dalam kategori rendah, 55% berada
dalam kategori tinggi dan 21% berada dalam kategori sangat tinggi.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa keterhubungan siswa SMA
Negeri 1 Ambon dengan sekolahnya tergolong TINGGI.
1.2.3. Dukungan sosial teman sebaya
Jumlah aitem yang digunakan adalah 20 dan terdapat 2 aitem yang
tidak valid dengan kategori jawaban mulai dari 1 sampai 4. Dengan
demikian untuk variabel dukungan sosial teman sebaya memiliki skor
terendah 18 (1 X 18) dan skor tertinggi 72 (4 X 18). Kategori yang
digunakan adalah 4 kategori yaitu Sangat Rendah, Rendah, Tinggi, dan
Sangat Tinggi.
Untuk mengetahui kepuasan hidup digunakan interval dengan
ukuran:
i = skor tertinggi – skor terendah
Jumlah kategori
Sehingga kategorinya adalah:
i = 72 – 18 = 13.5
4
Tabel 4.8
Interval Dukungan Sosial teman Sebaya
Skor Kriteria N %
18 ≤ x ˂ 31.5
31.5 ≤ x ˂ 45
45 ≤ x ˂ 58.5
58.5 ≤ x ˂ 72
Sangat Rendah
Rendah
Tinggi
Sangat Tinggi
0
1
41
115
0
0.6%
26.1%
73.3%
N = 157 Mean = 61.78 SD = 5.919
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa skala dukungan sosial
teman sebaya memiliki rata-rata sebesar 61.78 sehingga tergolong dalam
kategori sangat tinggi dengan skor terendah 45 dan skor tertinggi 72.
Prosentase di setiap kategori yaitu 0.6% subjek berada dalam kategori
rendah, 26.1% subjek berada dalam kategori tinggi dan 73.3% subjek
berada dalam kategori sangat tinggi. Secara keseluruhan dapat dikatakan
bahwa dukungan sosial teman sebaya siswa SMA Negeri 1 Ambon
tergolong SANGAT TINGGI.
1.3. HASIL UJI ASUMSI
1.3.1. Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan untuk melihat suatu data terdistribusi
normal atau tidak. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada gambar di
halaman berikut.
Gambar 4.1
Grafik Uji normalitas
Dari grafik di atas, terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis
diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka,
model regresi layak dipakai untuk memprediksi subjective well-being
(SWB) berdasarkan masukan variabel school connectedness dan
dukungan sosial teman sebaya sebagai variabel independen.
Selanjutnya, hasil uji residual bisa dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Uji
Normalitas Residual
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat nilai KSZ sebesar 1,117,> 0.05. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nilai residual normal
dan memenuhi asumsi untuk menggunakan analisis regresi.
1.3.2. Uji Linearitas
Unstandardized
Residual
N 157
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 6,95986411
Most Extreme Differences Absolute ,089
Positive ,062
Negative -,089
Kolmogorov-Smirnov Z 1,117
Asymp. Sig. (2-tailed) ,165
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Berikut ini merupakan hasil uji linearitas antara variabel school
connectedness terhadap SWB dan dukungan sosial teman sebaya terhadap
SWB. Hasil uji dapat dilihat pada halaman berikutnya.
Tabel 4.10
Uji linearitas dengan analisis varians antara
school connectedness dan SWB
Dari tabel dapat dilihat bahwa nilai F sebesar 61.259 dengan
signifikansi 0.000 ( < 0.05) dan nilai F beda sebesar 0.895, > 0.05,maka dapat disimpulkan bahwa school connectedness dan SWB memiliki
hubungan yang linear. Untuk uji analisis varians dukungan sosial teman
sebaya dan SWB bisa dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.11
Uji linearitas dengan analisis varians antara
dukungan sosial teman sebaya dan SWB
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
SWB *
SC
Between
Groups
(Combined) 8717,308 26 335,281 3,217 ,000
Linearity 6384,996 1 6384,996 61,259 ,000
Deviation from
Linearity
2332,311 25 93,292 ,895 ,611
Within Groups 13549,915 130 104,230
Total 22267,223 156
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
SWB * Between Groups (Combined) 10324,991 26 397,115 4,323 ,000
D
a
r
i
tabel dapat dilihat bahwa nilai F sebesar 96.961 dengan signifikansi 0.000
( < 0.05) dan nilai F beda sebesar 0.617, > 0.05, maka dapat
disimpulkan bahwa dukungan sosial teman sebaya dan SWB memiliki
hubungan yang linear.
1.3.3. Uji Multikolinearitas
Tabel. 4.12
Nilai Tolerance dan VIF
School connectedness dan dukungan sosial teman sebaya
Adapun nilai tolerance dan VIF school connectedness dan
dukungan sosial teman sebaya dapat dilihat pada tabel 4.12. Angka VIF
school connectedness dan dukungan sosial teman sebaya di sekitar angka
1. Demikian juga nilai tolerance mendekati 1. Dengan demikian, model
regresi tersebut tidak terdapat masalah multikolinearitas. Hasil korelasi
antar variabel yang juga dapat digunakan untuk melihat terjadinya
multikolinearitas dapat dilihat pada halaman berikut:
DTS Linearity 8907,119 1 8907,119 96,961 ,000
Deviation from
Linearity
1417,872 25 56,715 ,617 ,919
Within Groups 11942,232 130 91,863
Total 22267,223 156
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 SC ,998 1,002
DTS ,998 1,002
a. Dependent Variable: SWB
Tabel 4.13
Koefisien korelasi
school connectedness dan dukungan sosial teman sebaya
Dari hasil di atas, terlihat koefisien korelasi antar variabel bebas
sebesar -0.40 jauh di bawah 0.50. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa antar variabel bebas tidak terjadi multikolinearitas.
1.3.4. Uji Heterokedastisitas
Gambar 4.2
Coefficient Correlationsa
Model DTS SC
1 Correlations DTS 1,000 -,040
SC -,040 1,000
Covariances DTS ,009 ,000
SC ,000 ,009
a. Dependent Variable: SWB
Dari grafik di atas, terlihat titik-titik menyebar secara acak, tidak
membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas
maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi
heteroskdastisitas.
1.4. HASIL ANALISA DATA
Uji hipotesis : school connectedness dan dukungan sosial teman
sebaya secara simultan menjadi prediktor SWB siswa.
Hasil uji school connectedness, dukungan sosial teman sebaya dan
SWB dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.14
Hasil Uji ANOVA
school connectedness dan dukungan sosial teman sebaya terhadap SWB
Dari tabel, didapat nilai F hitung sebesar 149.898 dengan tingkat
signifikansi 0.000. Oleh karena probabilitas signifikansi lebih kecil dari 0.05,
maka dapat disimpulkan bahwa model regresi ini dapat digunakan untuk
memprediksi SWB.
Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa scchool connectedness
(X1) dan dukungan sosial teman sebaya (X2) secara simultan menjadi
prediktor subjective well-being (Y).
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 14710,628 2 7355,314 149,898 ,000a
Residual 7556,595 154 49,069
Total 22267,223 156
a. Predictors: (Constant), DTS, SC
b. Dependent Variable: SWB
Tabel 4.15
Hasil Analisa Regresi X1 & X2 terhadap Y
Model Summary
a.
Predictors: (Constant), DTS, SC
Dari tampilan PASW Statistic 18 di atas, besarnya R square (R2)
adalah 0.661. Hal ini berarti bahwa 66.1% dari variasi yang terjadi pada Y
dapat dijelaskan oleh kedua variabel independen, yakni school
connectedness dan dukungan sosial teman sebaya, sedangkan sisanya 33.9%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dapat dijelaskan karena berada di
luar jangkauan penelitian.
Selanjutnya, ringkasan sumbangan efektif dari tiap prediktor dapat
dilihat pada tabel 24, di mana school connectedness memberi pengaruh yang
signifikan, yakni sebesar 27.3% ( = 1.004) dan dukungan sosial teman
sebaya memberi pengaruh yang signifikan yakni sebesar 38.8% ( =1.235).Proses perhitungan sumbangan efektif dari tiap variabel digunakan
rumus sebagai berikut:
SE X1 = nilai x koefisien korelasi X1Y x 100%
SE X2 = nilai x koefisien korelasi X2Y x 100%
Model
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
1 ,813a ,661 ,656 7,005
Tabel 4.16
Ringkasan Sumbangan Efektif tiap Prediktor
Keterangan Sumbangan Efektif
Variabel school connectedness 27.3%
Variabel dukungan sosial teman
sebaya
38.8%
Total 66.1%
Selanjutnya pada tabel 4.17 berikut merupakan hasil uji signifikansi
parameter individual:
Tabel 4.17
Hasil uji t X1 dan X2 terhadap Y
Dari tabel dapat diketahui bahwa signifikansi school connectedness
sebesar 0.000 dan angka ini berada di bawah 0.05. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa X1 secara parsial menjadi prediktor yang signifikan
terhadap ( = 10,875, < 0.05) dan X2 juga secara parsial menjadi
prediktor yang signifikan terhadap ( = 13,026, < 0.05).
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) ,133 6,827 ,019 ,984
SC 1,004 ,092 ,511 10,875 ,000
DTS 1,235 ,095 ,612 13,026 ,000
a. Dependent Variable: SWB
Merujuk pada tabel 4.17, dapatlah disusun suatu persamaan regresi
sebagai berikut:
Y = + 1 + 2= 0.133+ 1.004 School Connect. + 1.235 Dukungan Sosial Teman
Sebaya
Keterangan:
Konstanta sebesar 0.133 menyatakan bahwa jika variabel independen
dianggap konstan, maka nilai variabel SWB sebesar 0.133.
Koefisien regresi school connectedness sebesar 1.004 memberikan
pemahaman bahwa setiap penambahan satu satuan atau satu tingkatan
school connectedness akan berdampak pada meningkatnya SWB
sebesar 1.004 satuan juga.
Koefisien regresi dukungan sosial teman sebaya sebesar 1.235
memberikan pemahaman bahwa setiap penambahan satu satuan atau
satu tingkatan dukungan sosial teman sebaya akan berdampak pada
meningkatnya SWB sebesar 1.235 satuan juga.
4.5 PEMBAHASAN
Hipotesis yang menyatakan bahwa school connectedness dan
dukungan sosial teman sebaya secara simultan menjadi prediktor subjective
well-being dinyatakan diterima. Hal ini berarti bahwa school connectedness
dan dukungan sosial teman sebaya bersama-sama menjadi prediktor bagi
subjective well-being siswa. Hal ini diduga disebabkan para guru dan sekolah
memberikan lingkungan yang mendukung siswa dalam berinteraksi maupun
memberikan dukungan positif bagi siswa dalam mengembangkan dirinya.
Selain itu, teman juga menjadi salah satu variabel yang memberikan
kenyamanan bagi anak ketika berinteraksi baik dalam lingkungan sekolah
secara khusus, maupun dalam lingkungan sosialnya secara umum.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya
dari Huan, Chiang, Huang & Hu (2008), Rees, Bradshaw, Haridhan &
Keung (2010), dan Lau & Li (2011) yang mengungkapkan bahwa
keterhubungan yang baik antara siswa dengan sekolahnya, khususnya
dengan para guru dan dukungan baik yang diterima dari teman cenderung
menunjukkan bahwa siswa memiliki SWB yang tinggi dan dapat
meningkatkan perkembangan mereka kearah yang lebih positif. Lebih
daripada itu, school connectedness, dan dukungan teman sebaya secara
positif berpengaruh terhadap SWB, khususnya emotional well-being siswa
(Bond dkk., 2007). Remaja yang tidak memiliki hubungan dengan sekolah
atau mereka yang memiliki hubungan yang buruk dengan guru/teman
sebaya, cenderung menggunakan narkoba dan terlibat dalam perilaku sosial
yang menyimpang, melaporkan timbulnya gejala-gejala depresi, memiliki
hubungan yang buruk dengan orang dewasa lainnya, dan seringkali gagal
dalam sekolah (Bond dkk., 2007).
Dukungan yang diterima dari teman maupun keterhubungan siswa
dengan sekolahnya, memberikan dampak besar bagi SWB-nya secara
umum. Hal ini menjadi penting untuk dipahami dalam rangka pengembangan
diri siswa sebagai individu.
Dengan adanya dukungan-dukungan dan hubungan positif yang
didapatkan siswa dari lingkungan sekitarnya, maka siswa dapat merasakan
kepuasan, kenyamanan, kesejahteraan, dan dapat mengembangkan dirinya
kearah yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan teori top-down versus
bottom-up (Diener, 2008) bahwa dukungan yang diterima dari domain
tertentu, dalam hal ini domain lingkungan sosial (sekolah dan teman) dan
perasaan positif yang yang dialami dari peristiwa hidup di lingkungannya
memberikan pengaruh bagi subjective well-being seseorang. Peristiwa-
peristiwa yang terjadi di sekitarnya melalui pemenuhan akan kebutuhan-
kebutuhan tertentu dalam hidup (dukungan sosial dari teman dan
keterhubungan dengan sekolah) memberikan kenyamanan dan
mendukungnya secara positif, sehingga secara umum siswa merasa puas dan
bahagia. Menurut teori ini, perubahan yang terjadi pada seseorang dalam
menilai kepuasan dirinya dalam domain-domain tertentu dan perasaan yang
dialami berkaitan dengan kepuasan tersebut akan memengaruhi kepuasan
hidup dan kebahagiannya secara umum. Dengan kata lain, school
connectedness dan dukungan sosial teman sebaya sama-sama menjadi
prediktor yang signifikan bagi subjective well-being siswa. Kedua variabel
itu merupakan faktor eksternal yang memberikan pengaruh terhadap SWB
siswa namun juga berdampak pada perasaannya. Teori bottom-up melihat
bahwa domain-domain penting dalam kehidupan seseorang sebagai individu
perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan kesehatan mental dan well-
being-nya. Dalam hal ini, pada masa remaja, sekolah dan lingkungan
pertemanan merupakan dua lingkungan penting selain keluarga yang menjadi
fokus utama pertumbuhan dan perkembangan remaja. Dua lingkungan ini
bisa memberikan dampak yang positif maupun negatif pada remaja
tergantung perlakuan yang mereka terima dari lingkungan tersebut. Teori
top-down melihat bahwa, perasaan-perasaan menyenangkan maupun tidak
menyenangkan yang dialami seseorang dalam kehidupannya memberi
pengaruh kebahagiaannya. Sehingga apabila seseorang puas dan senang
maka SWB-nya tinggi (Diener, 2008). Sejalan dengan teori di atas, maka
dari penelitian ini bisa dilihat bahwa dukungan sosial teman sebaya dan
school connectedness yang diterima membuat siswa merasa bahagia dan
dengan begitu memberi pengaruh pada SWB-nya.
Oleh karena itu, dapat diargumentasikan bahwa dengan adanya school
connectedness dan dukungan sosial teman sebaya, maka SWB siswa
meningkat, karena setiap orang memiliki kecenderungan untuk merasa
nyaman, bahagia, dan bisa berkembang dengan baik apabila lingkungannya,
dalam hal ini sekolah dan teman memberikan dukungan yang positif bagi
perkembangan tersebut.
Disamping school connectedness dan dukungan sosial teman sebaya
yang secara simultan menjadi prediktor SWB, namun secara parsial masing-
masing menjadi prediktor yang signifikan bagi SWB siswa. Hasil ini dapat
dilihat melalui uji t pada tabel 25, yang memperlihatkan bahwa school
connectedness menjadi prediktor yang signifikan ( = 1.004) dan dukungan
sosial teman sebaya ( = 1.235). Dari hasil tersebut, bisa dilihat bahwa
dukungan sosial teman sebaya memiliki nilai signifikan yang lebih tinggi
dibandingkan school connectedness, sehingga bisa dinyatakan bahwa siswa
akan merasa lebih bahagia, nyaman dan memiliki subjective well-being yang
tinggi apabila mereka mendapatkan dukungan dari teman sebayanya.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Davis, Morris dan Kraus (dalam Whitney, 2010) yang menemukan
bahwa dukungan sosial dari teman merupakan dukungan sosial yang paling
kuat berasosiasi dengan well-being siswa. Selain itu, studi yang dilakukan
Chou (1999) juga menemukan adanya hubungan positif antara dukungan
sosial dari teman dan subjective well-being siswa. Dukungan-dukungan yang
diberikan, baik dalam bentuk dukungan emosional, informasi, penilaian, dan
instrumental, sesuai dengan aspek dari House (dalam Cohen dkk., 2000;
Heaney & Israel Glanz dkk., 2008) ternyata memiliki arti penting bagi
seseorang, khususnya dalam peningkatan SWB-nya. Terlebih bagi siswa
yang mana dalam masa remaja-nya lebih banyak menghabiskan waktu dan
membagi permasalahan mereka bersama dengan teman-temannya
dibandingkan dengan orang tuanya (Chou, 1999; Scholte & Van Aken,
2006). Namun, hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian dari
Gülaçt (2010) yang menemukan bahwa dukungan sosial yang diberikan oleh
teman tidak memberikan efek yang penting pada level SWB seseorang,
dengan demikian dukungan sosial yang diterima dari teman tidak menjadi
prediktor SWB. Sebaliknya, dukungan sosial yang diterima dari keluarga
menjadi prediktor yang signifikan untuk SWB siswa.
Selain dukungan sosial teman sebaya, dalam penelitian ini ditemukan
bahwa school connectedness juga menjadi prediktor SWB siswa. Hasil
penelitian ini juga konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Resnick dkk., (1997), Carter dkk., (2007), Bond dkk., (2007), Shochet
(2006), Eccles (1997). Hasil dari penelitian-penelitian ini menggarisbawahi
pentingnya school connectedness bagi SWB siswa dan peningkatan prestasi
siswa. School connectedness memberi pengaruh pada kesehatan mental
siswa. Oleh karena itu tindakan yang dilakukan oleh para guru dan staf
lainnya di sekolah untuk menolong siswa agar merasa dihargai dan merasa
terhubung dengan sekolahnya menjadi sangat penting. Menurut Leary dan
Baumeister (dalam McGraw dkk., 2008) rasa keterhubungan merupakan
motivasi fundamental yang berfungsi dalam berbagai seting dan memberi
pengaruh pada aspek kognitif dan emosi seseorang. Pengalaman
menyenangkan dan rasa memiliki yang diperoleh siswa di sekolah memiliki
implikasi penting bagi emotional well-being-nya dan kesuksesannya di
sekolah (Resnick dkk., 1997; Roeser dkk., 2000; Wingspread Conference,
2004).
Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dengan dukungan dari
penelitian-penelitian terdahulu, maka dapat dikatakan bahwa dukungan
sosial teman sebaya dan school connectedness menjadi prediktor yang bisa
meningkatkan atau menurunkan SWB siswa, tergantung pada bagaimana
keduanya dialami dan dirasakan oleh siswa tersebut. Jika keduanya
memberikan dukungan yang positif dan memberikan ruang bagi anak untuk
berkembang dan menjadi dirinya sendiri, maka SWB siswa akan tinggi dan
bersifat positif pula.