HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · klasifikasi sub elemen berdasarkan karakteristik...
Transcript of HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · klasifikasi sub elemen berdasarkan karakteristik...
HASIL DAN PEMBAHASAN
Elemen Sistem Pengembangan
Rancang bangun model pengembangan Industri Kecil Jamu terdiri dari
tujuh elemen yang diperlukan dalam pengembangan industri kecil jamu. Tujuh
elemen tersebut adalah :
1 Elemen kebutuhan pengembangan.
2 Elemen kendala dalam pengembangan.
3 Elemen perubahan yang dimungkinkan.
4 Elemen tujuan pengembangan.
5 Elemen indikator pencapaian tujuan pengembangan.
6 Elemen kegiatan yang dibutuhkan dalam pengembangan.
7 Elemen pelaku pengembangan.
Strukturisasi sistem pengembangan industri kecil jamu ini dilakukan
dengan menggunakan teknik Interpretative Structural Modelling (ISM). ISM
menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam bentuk grafik
dari hubungan langsung antar sub elemen dan tingkat hirerarki. Proses
strukturisasi sistem pengembangan industri kecil jamu didasarkan pada masukan
dari pendapat pakar yang dilakukan melalui survei pakar dan pihak yang terkait
dalam sistem pengembangan.
Hasil yang diperoleh dari analisis ISM ini adalah informasi struktur sistem
pengembangan yang berupa hierarki sub elemen diantara sub elemen yang lain,
klasifikasi sub elemen berdasarkan karakteristik yang dinyatakan dengan tingkat
driver power dan tingkat dependency masing masing sub elemen dalam satu
elemen pengembangan serta identifikasi elemen kunci dalam pengembangan
industri kecil jamu. Hubungan kontekstual antar sub elemen pada setiap elemen
pengembangan industri kecil jamu adalah sebagai berikut :
1 Elemen kebutuhan pengembangan hubungan kontekstualnya adalah sub elemen
kebutuhan yang satu mendukung terpenuhinya sub elemen kebutuhan yang lain.
2 Elemen kendala dalam pengembangan hubungan kontekstualnya adalah sub
elemen kendala yang satu menyebabkan sub elemen kendala yang lain.
77
3 Elemen perubahan yang dimungkinkan hubungan kontekstualnya adalah sub
elemen perubahan yang satu menyebabkan atau mendorong sub elemen
perubahan yang lain.
4 Elemen tujuan pengembangan hubungan kontekstualnya adalah sub elemen
tujuan yang satu memberikan kontribusi tercapainya sub elemen tujuan yang
lain.
5 Elemen indikator pencapaian tujuan pengembangan hubungan kontekstualnya
adalah sub elemen indikator pencapaian tujuan yang satu memberikan
kontribusi terhadap sub elemen indikator pencapaian tujuan yang lain yang lain.
6 Elemen kegiatan yang dibutuhkan dalam pengembangan hubungan
kontekstualnya adalah sub elemen kegiatan pengembangan yang satu
mendukung sub elemen kegiatan pengembangan yang lain.
7 Elemen pelaku pengembangan hubungan kontekstualnya adalah sub elemen
pelaku yang satu mendukung sub elemen pelaku yang lain.
Elemen Kebutuhan Pengembangan
Elemen kebutuhan pengembangan industri kecil jamu berdasarkan hasil
kajian terdiri dari sembilan sub elemen kebutuhan yaitu :
1 Jaminan pasar produk jamu yang dihasilkan (A-1).
2 Kontinyuitas pasokan bahan baku jamu (A-2).
3 Pengembangan desain dan teknologi kemasan (A-3).
4 Jaminan keamanan produk jamu (A-4).
5 Pengembangan alternatif sumber permodalan yang memadai (A-5).
6 Pembentukan kelompok usaha untuk meningkatkan skala usaha (A-6).
7 Pembinaan manajemen usaha (A-7).
8 Pengembangan teknologi proses yang higienis dan efisien (A-8).
9 Pengembangan kelembagaan untuk pengendalian harga (A-9).
Berdasarkan analisis dengan menggunakan teknik ISM, maka elemen
kebutuhan pengembangan yang terdiri dari sembilan sub elemen dapat
digambarkan dalam bentuk hirarki dan dibagi dalam empat sektor. Hasil
reachability matrik dan interpretasinya disajikan dalam Tabel 6.
78
Tabel 6 Hasil reachability matriks final elemen kebutuhan pengembangan
Sub Sub-Elemen Kebutuhan Elemen
Kebutuhan A-1 A-2 A-3 A-4 A-5 A-6 A-7 A-8 A-9 DP R
A-1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 A-2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 A-3 0 0 1 1 0 0 0 0 0 2 3 A-4 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 4 A-5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 A-6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 A-7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 A-8 0 0 1 1 0 0 0 1 0 3 2 A-9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1
D 6 6 8 9 6 6 6 7 6
Tabel 6 tersebut menunjukkan bahwa yang menjadi sub elemen kunci
pada elemen kebutuhan pengembangan adalah jaminan pasar produk jamu yang
dihasilkan (A-1), kontinyuitas pasokan bahan baku jamu (A-2), pengembangan
alternatif sumber permodalan yang memadai (A-5), pembentukan kelompok usaha
untuk meningkatkan skala usaha (A-6), pembinaan manajemen usaha (A-7) dan
pengembangan kelembagaan untuk pengendalian harga (A-9). Keenam sub
elemen tersebut merupakan faktor yang harus mendapatkan perhatian utama
dalam pengembangan industri kecil jamu.
Jaminan pasar merupakan elemen kunci dalam pengembangan industri
kecil jamu, tanpa adanya pasar dari produk yang dihasilkan maka pengembangan
industri tidak akan berjalan dengan baik. Pengembangan industri kecil jamu harus
selalu berorientasi pada pasar sehingga produk yang dihasilkan dapat terserap
dengan baik. Dengan semakin ketatnya persaingan pada industri jamu maka
banyak produk industri kecil jamu yang tidak terserap oleh pasar sehingga dalam
pengembangan industri kecil jamu sub elemen ini harus mendapatkan perhatian
utama.
Sub elemen kunci yang lain adalah pengembangan alternatif permodalan
usaha, sebagaimana pengembangan industri kecil yang lain modal merupakan
faktor utama yang harus diperhatikan. Sesuai dengan profil industri kecil maka
dukungan permodalan yang memadai akan merupakan kunci keberhasilan dalam
pengembangan industri kecil jamu.
79
Pembentukan kelompok usaha merupakan salah satu sub elemen kunci
yang lain, seperti industri kecil pada umumnya skala usaha yang kecil seringkali
tidak mampu bersaing dengan industri yang lain karena skala usaha yang tidak
ekonomis sehingga tidak mampu untuk melakukan efisiensi dalam berproduksi.
Sub elemen lain yang menjadi kunci dalam pengembangan industri kecil jamu
adalah pembinaan manajemen usaha. Pengelolaan industri kecil seringkali masih
berkaitan erat dengan kegiatan rumah tangga sehingga manajemen usahanya juga
belum dilakukan dengan baik oleh karena itu sub elemen ini merupakan salah satu
kunci keberhasilan dalam pengembangan industri kecil jamu.
Pengembangan kelembagaan untuk pengendalian harga merupakan sub
elemen kuci yang lain. Persaingan harga pada industri kecil jamu sangat ketat
yang menyebabkan harga produk tidak mampu untuk menutupi biaya produksi,
hal ini ditambah dengan semakin banyaknya produk jamu palsu yang akan
semakin menjatuhkan harga produk jamu yang asli.
Dengan terpenuhinya sub elemen kebutuhan yang merupakan elemen
kunci dalam pengembangan industri kecil jamu tersebut maka akan mendorong
terpenuhinya sub elemen kebutuhan yang lainya. Berdasarkan pemisahan tingkat
pada reachability matriks, maka dapat dilakukan penetapan hirarki melalui
ranking dengan merujuk pada aspek driver power. Diagram model struktur dari
elemen kebutuhan pengembangan dapat dilihat pada Gambar 15. Struktur hirarki
mununjukkan hubungan langsung dan kedudukan relatif antar sub elemen
kebutuhan pengembangan. Terpenuhinya sub elemen kebutuhan pengembangan
didukung oleh terpenuhinya sub elemen kebutuhan pengembangan pada hirarki
dibawahnya.
Gambar 15 menunjukkan bahwa sub elemen jaminan pasar produk jamu
yang dihasilkan (A-1), kontinyuitas pasokan bahan baku jamu (A-2),
pengembangan alternatif sumber permodalan yang memadai (A-5), pembentukan
kelompok usaha untuk meningkatkan skala usaha (A-6), pembinaan manajemen
usaha (A-7) dan pengembangan kelembagaan untuk pengendalian harga (A-9)
merupakan elemen kunci pengembangan industri kecil jamu yang akan
mendorong terpenuhinya sub elemen kebutuhan pengembangan teknologi proses
yang higienis dan efisien (A-8) kemudian secara simultan akan mendorong
80
terpenuhinya sub elemen kebutuhan pengembangan desain dan teknologi kemasan
(A-3) dan pada akhirnya akan mendorong terpenuhinya sub elemen kebutuhan
jaminan keamanan produk jamu (A-4).
J a m i n a np a s a r
p r o d u ky a n g
d i h a s i l k a n
P e m b i n a a nm a n a j e m e n
u s a h a
P e n g e mb a n g a n
a l t e r n a t i fs u m b e r
p e r m o d a la n y a n g
m e m a d a i
P e m b e n -t u k a n
k e l o m p o ku s a h au n t u k
m e n i n g k a tk a n s k a l a
u s a h a
P e n g e mb a n g a n
k e l e m b ag a a n
p e n g e n d al i a n h a r g a
J a m i n a nk e a m a n a n
p r o d u k
P e n g e m b an g a n
t e k n o l o g ip r o s e sy a n g
h i g i e n i sd a n e f i s i e n
K o n t i n y u it a s
p a s o k a nb a h a n
b a k u j a m u
P e n g e m b an g a n
d e s a i n d a nt e k n o l o g ik e m a s a n
Gambar 15 Struktur hierarki antar sub elemen kebutuhan pengembangan.
Pengembangan teknologi proses yang higienis dan efisien merupakan
kebutuhan yang harus dipenuhi dalam pengembangan industri kecil jamu agar
dapat menghasilkan produk yang yang mampu bersaing di pasaran. Kebutuhan
lain dalam pengembangan industri kecil jamu adalah pengembangan desain dan
teknologi kemasan. Kemasan merupakan kesan pertama yang akan dilihat oleh
konsumen dalam membeli produk jamu karena dengan kemasan yang baik akan
memberikan persepsi bersih aman dan terjamin produk tersebut, selain kebutuhan
tersebut jaminan keamanan produk juga merupakan kebutuhan yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan industri kecil jamu. Dengan semakin
meningkatnya produk jamu palsu dipasaran maka aspek keamanan ini menjadi
salah satu aspek yang perlu diperhatikan untuk dapat bersaing dengan produk-
produk tersebut.
81
Berdasarkan matrik driver power dan dependence maka dapat
dikelompokkan kedalam empat sektor sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 16.
Sektor I merupakan sektor autonomous, sektor II merupakan sektor dependent,
sektor III merupakan sektor lingkage dan sektor IV merupakan sektor
independent.
0
Gambar 16 Matrik driver power -dependence elemen kebutuhan pengembangan.
Hasil klasifikasi sub elemen pada elemen kebutuhan pengembangan
menunjukkan bahwa sub elemen jaminan pasar produk jamu yang dihasilkan (A-
1), kontinyuitas pasokan bahan baku jamu (A-2), pengembangan alternatif sumber
permodalan yang memadai (A-5), pembentukan kelompok usaha untuk
meningkatkan skala usaha (A-6), pembinaan manajemen usaha (A-7) dan
pengembangan kelembagaan untuk pengendalian harga (A-9) tergolong dalam
kelompok linkage yang berarti mempunyai kekuatan pendorong yang tinggi tetapi
mempunyai tingkat ketergantungan tinggi. Pada setiap pemenuhan kebutuhan
pada sektor ini akan membawa dampak yang besar terhadap keberhasilan
pengembangan industri kecil jamu, sedangkan tidak terpenuhinya kebutuhan ini
akan membawa dampak pada kegagalan pengembangan industri kecil jamu.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa keenam sub elemen ini
merupakan elemen kunci dalam pengembangan industri kecil jamu maka pada
elemen kebutuhan keenam sub elemen ini merupkan prioritas perhatian agar
pengembangan industri kecil jamu dapat berhasil. Pada proses pengembangan hal
D R I V E R P O W E R
DEPENDENCE
A-4 A-3
A-8
Linkage Independent
Dependent Autonomous
A-1,A-2,A-5,A-6, A-7, A-9,
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1
2
3
4
5
6
7
8 9
82
ini akan dijadikan dasar dalam setiap tindakan pengambilan keputusan terutama
dalam hal skala prioritas pemenuhan kebutuhan program.
Analisis lebih lanjut menyatakan bahwa sub elemen kebutuhan
pengembangan teknologi proses yang higienis dan efisien (A-8), sub elemen
kebutuhan pengembangan desain dan tekno logi kemasan (A-3) dan sub elemen
kebutuhan jaminan keamanan produk jamu (A-4) adalah tergolong dalam
kelompok dependent. Hal ini berarti bahwa kebutuhan ini mempunyai tingkat
ketergantungan yang tinggi terhadap sub elemen yang lain.
Elemen Kendala Dalam Pengembangan
Elemen kendala pengembangan berdasarkan hasil kajian rancang bangun
model pengembangan industri kecil jamu terdiri dari :
1 Belum terjaminnya kontinyuitas pasokan bahan baku baik dari kualitas dan
kuantitasnya (B-1).
2 Keterbatasan permodalan usaha (B-2).
3 Rendahnya posisi tawar industri kecil jamu bila dibandingkan industri besar
(B-3).
4 Keterbatasan akses informasi (B-4).
5 Masih rendahnya desain dan kualitas kemasan produk jamu (B-5).
6 Persaingan harga antar produsen yang menyebabkan harga produk cenderung
rendah (B-6).
7 Persepsi konsumen yang kurang bagus akibat produk jamu palsu (B-7).
8 Promosi yang kurang sehingga tidak mampu bersaing dengan industri besar
(B-8).
9 Strategi pemasaran industri kecil jamu yang kurang mampu bersaing dengan
industri besar (B-9).
10 Rendahnya informasi produk jamu yang diterima oleh konsumen (B-10).
11 Kapasitas produksi belum optimal (B-11).
Berdasarkan analisis dengan menggunakan teknik ISM, maka elemen
kendala utama pengembangan yang terdiri dari sebelas sub elemen dapat
digambarkan dalam bentuk hirarki dan dibagi dalam empat sektor. Hasil
reachability matrik dan interpretasinya disajikan dalam Tabel 7.
83
Tabel 7 Hasil reachability matriks final elemen kendala pengembangan
Sub Sub-Elemen Kendala Elemen Kendala
B-1 B-2 B-3 B-4 B-5 B-6 B-7 B-8 B-9 B-10 B-11 DP R
B-1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1 B-2 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1 B-3 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 4 B-4 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 8 3 B-5 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 2 B-6 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 4 B-7 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 8 3 B-8 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 8 3 B-9 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 8 3 B-10 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 8 3 B-11 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 8 3 D 1 1 10 9 3 10 9 9 9 9 9
Tabel 7 tersebut menunjukkan bahwa yang menjadi sub elemen kunci pada
elemen kendala dalam pengembangan industri kecil jamu adalah belum
terjaminnya kontinuitas pasokan bahan baku baik dari kualitas maupun
kuantitasnya (B-1) dan keterbatasan permodalan usaha (B-2). Kedua sub elemen
inilah merupakan sub elemen yang perlu mendapatkan perhatian utama dalam
pengembangan industri kecil jamu agar keberhasilan tersebut dapat teracapai.
Kendala utama yang sering dihadapi dalam pengembangan industri kecil
jamu adalah belum terjaminnya kontinyuitas pasokan bahan baku jamu baik
kuantitas maupun kualitasnya. Pasokan bahan baku merupakan faktor utama yang
mendukung keberhasilan pengembangan industri kecil jamu, dengan terjaminnya
pasokan bahan baku baik dari segi kualitas maupun kuantitas maka proses
produksi juga akan terjamin dengan baik sehingga dapat menghasilkan produk
sesuai dengan permintaan pasar. Bertolak dari hal tersebut maka dengan
teratasinya kendala tersebut maka akan merupakan kunci dalam teratasinya
kendala-kendala yang lain.
Kendala utama yang lain dalam pengembangan industri kecil jamu adalah
keterbatasan modal usaha dari industri kecil tersebut. Sebagaimana industri kecil
yang lain dengan skala ekonomi yang relatif kecil serta kemampuan manajemen
yang relatif lemah menyebabkan akses terhadap permodalan juga menjadi
terbatas. Aspek permodalan ini merupakan salah satu sub elemen kunci disamping
sub elemen pasokan bahan baku yang yang menjadi kendala dalam
pengembangan industri kecil jamu. Kedua sub elemen tersebut akan mendorong
84
terjadinya kendala-kendala yang lain sehingga dalam pengembangan industri kecil
jamu kedua sub elemen kendala inilah yang harus dipecahkan terlebih dahulu.
Berdasarkan pemisahan tingkat pada reachability matriks, maka dapat
dilakukan penetapan hirarki melalui ranking dengan merujuk pada aspek driver
power. Diagram model struktur elemen kendala pengembangan dapat dilihat pada
Gambar 17. Struktur hirarki mununjukkan hubungan langsung dan kedudukan
relatif antar sub elemen kendala pengembangan, hal ini berarti bahwa sub elemen
kendala yang satu akan didorong oleh sub elemen pada hirarki dibawahnya.
P r o m o s i y a n gk u r a n g
s e h i n g g at i d a k m a m p u
b e r s a i n gd e n g a n
i n d u s t r i b e s a r
S t r a t e g ip e m a s a r a n
y a n g k u r a n gm a m p u
b e r s a i n gd e n g a n
i n d u s t r i b e s a r
M a s i hr e n d a h n y ai n f o r m a s i
p r o d u k j a m uy a n g
d i t e r i m ak o n s u m e n
K e t e r b a t a s a na k s e s
i n f o r m a s i
P e r s e p s ik o n s u m e n
y a n g k u r a n gb a g u sa k i b a t
p r o d u k j a m up a l s u
K a p a s i t a sp r o d u k s i
b e l u mo p t i m a l
M a s i hr e n d a h n y ad e s a i n d a n
k u a l i t a sk e m a s a n
p r o d u kindus t r i kec i l
j a m u
B e l u mt e r j a m i n n y ak o n t i n y u i t a s
p a s o k a nb a h a n b a k u
j a m u
K e t e r b a t a s a np e r m o d a l a n
u s a h a
P e r s i n g a nh a r g a a n t a r
p r o d u s e nm e n y e b a b k a nh a r g a p r o d u k
c e n d e r u n gr e n d a h
R e n d a h n y ap o s i s i t a w a rindus t r i kec i l
j amu b i l ad i b a n d i n g k a ni n d u s t r i b e s a r
Gambar 17 Struktur hierarki antar sub elemen kendala pengembangan.
Gambar 17 menunjukkan bahwa pada elemen kendala pengembangan, sub
elemen belum terjaminnya kontinyuitas pasokan bahan baku jamu (B-1) dan sub
elemen keterbatasan permodalan (B-2) akan menyebabkan terciptanya sub elemen
kendala yang lain yaitu masih rendahnya desain dan kualitas kemasan produk
industri kecil jamu (B-5). Dengan adanya kendala tersebut maka akan
menyebabkan terciptanya sub elemen kendala kerbatasan akses informasi (B-4),
persepsi konsumen yang kurang bagus akibat produk jamu palsu (B-7), promosi
yang kurang sehingga tidak mampu bersaing dengan industri besar (B-8), strategi
85
pemasaran yang kurang mampu bersaing dengan industri besar (B-9), masih
rendahnya informasi produk jamu yang diterima oleh konsumen (B-10) dan
kapasitas produksi belum optimal (B-11). Pada akhirnya kendala-kendala tersebut
akan menyebabkan sub elemen kendala rendahnya posisi tawar industri kecil jamu
bila dibandingkan industri besar (B-3) dan sub elemen persaingan harga antar
produsen menyebabkan harga produk cenderung rendah (B-6).
0
Gambar 18 Diagram klasifikasi sub elemen kendala pengembangan.
Berdasarkan matrik driver power dan dependence maka dapat
dikelompokkan kedalam empat sektor sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 18.
Sektor I merupakan sektor autonomous, sektor II merupakan sektor dependent,
sektor III merupakan sektor lingkage dan sektor IV merupakan sektor
independent.
Hasil klasifikasi sub elemen pada elemen kendala pengembangan
menunjukan bahwa sub elemen kendala rendahnya posisi tawar industri kecil
jamu bila dibandingkan industri besar (B-3) dan sub elemen persaingan harga
antar produsen menyebabkan harga produk cenderung rendah (B-6) tergolong
dalam kelompok dependent, hal ini menunjukan bahwa kendala ini mempunyai
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap sub elemen yang lain serta
DEPENDENCE
D R I V E R P O W E R
B-5
B-3, B-6
Linkage
Independent
Dependent Autonomous
B-4,B-7,B-8,B-9, B-10, B-11
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
10
11
B-1, B-2
86
mempunyai driver power yang rendah terhadap kendala yang lain dalam
pengembangan industri kecil jamu. Sub elemen kendala kerbatasan akses
informasi (B-4), persepsi konsumen yang kurang bagus akibat produk jamu palsu
(B-7), promosi yang kurang sehingga tidak mampu bersaing dengan industri besar
(B-8), strategi pemasaran yang kurang mampu bersaing dengan industri besar (B-
9), masih rendahnya informasi produk jamu yang diterima oleh konsumen (B-10)
dan kapasitas produksi belum optimal (B-11) merupakan sektor linkage yang
berarti mempunyai driver power tinggi tetapi mempunyai tingkat ketergantungan
yang tinggi terhadap sub elemen lain. Pada setiap tindakan pada sub elemen ini
akan menghasilkan sukses pengembangan industri kecil jamu, sedangkan
lemahnya tindakan pada sub elemen ini akan menyebabkan kegagalan
pengembangan program ini.
Analisis lebih lanjut menyatakan bahwa sub elemen belum terjaminnya
kontinyuitas pasokan bahan baku jamu (B-1), sub elemen keterbatasan
permodalan (B-2), sub elemen masih rendahnya desain dan kualitas kemasan
produk industri kecil jamu (B-5) adalah termasuk peubah bebas (independent).
Dalam hal ini berarti sub elemen ini mempunyai kekuatan penggerak yang sangat
tinggi (driver power) serta tingkat ketergantungan terhadap program
pengembangan kecil.
Elemen Perubahan yang Dimungkinkan
Elemen perubahan yang dimungkinkan berdasarkan hasil kajian rancang
bangun model pengembangan industri kecil jamu terdiri dari sebelas sub elemen
perubahan yang dimungkinkan, yaitu :
1 Perbaikan mutu produk industri kecil jamu (C-1).
2 Peningkatan skala usaha industri kecil jamu sehingga lebih efisien (C-2).
3 Ketersediaan kualitas dan kuantitas bahan baku jamu secara kontinyu (C-3).
4 Peningkatan pendapatan industri kecil jamu (C-4).
5 Perbaikan teknologi proses produksi jamu (C-5).
6 Peningkatan usaha budidaya bahan baku industri kecil jamu (C-6).
7 Persepsi konsumen terhadap produk jamu (C-7).
8 Manajemen usaha industri kecil jamu (C-8).
87
9 Efisiensi produksi industri kecil jamu (C-9).
10 Strategi pemasaran produk industri kecil jamu (C-10).
11 Kebersihan dan keamanan produk industri jamu (C-11).
Berdasarkan analisis dengan menggunakan teknik ISM, maka elemen
perubahan yang dimungkinkan yang terdiri dari sebelas sub elemen dapat
digambarkan dalam bentuk hirarki dan dibagi dalam empat sektor. Hasil
reachability matrik dan interpretasinya disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8 Hasil reachability matriks final elemen perubahan yang dimungkinkan
Sub Sub-Elemen Perubahan Elemen
Perubahan C-1 C-2 C-3 C-4 C-5 C-6 C-7 C-8 C-9 C-10 C-11 DP R
C-1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 9 2 C-2 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 9 2 C-3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 C-4 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 4 C-5 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 9 2 C-6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 C-7 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 2 3 C-8 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 9 2 C-9 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 9 2 C-10 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 9 2 C-11 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 9 2 D 9 9 2 11 9 2 10 9 9 9 9
Dari Tabel 8 tersebut menunjukan bahwa yang menjadi sub elemen kunci
dalam rancang bangun model pengembangan industri kecil jamu pada elemen
perubahan yang dimungkinkan adalah ketersediaan kualitas dan kuantitas bahan
baku jamu secara kontinyu (C-3) dan peningkatan usaha budidaya bahan baku
industri kecil jamu (C-6). Kedua sub elemen ini merupakan faktor yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan industri kecil jamu, dengan ketersediaan
kualitas dan kuantitas bahan baku yang lebih baik serta peningkatan usaha
budidaya bahan baku industri jamu ini akan membawa perubahan pada sub
elemen perubahan yang dimungkinkan dalam pengembangan industri kecil jamu.
Berdasarkan pemisahan tingkat pada reachability matriks, maka dapat
dilakukan penetapan hirarki melalui ranking dengan merujuk pada aspek driver
power. Diagram model struktur elemen perubahan yang dimungkinkan dapat
dilihat pada Gambar 19 Struktur hirarki menunjukkan hubungan langsung dan
kedudukan relatif antar sub elemen perubahan yang dimungkinkan, sub elemen
88
perubahan yang dimungkinkan satu didukung oleh terpenuhinya sub elemen
kebutuhan pengembangan pada hirarki dibawahnya.
Ketersediaankual i tas dan
kuantitasbahan baku
secarakontinyu
Peningkatanusaha
budidayabahan baku
industri kecilj amu
Strategipemasa ran
produkindustri kecil
j amu
Ef is iens iproduksi
industr i keci ljamu
Manajemenindustri kecil
j amu
Peningkatanska la usahaindustri kecil
j amuseh ingga
lebih ef is ien
Perbaikanmu tu p rodukindustr i keci l
j amu
Kebers ihandan
keamananproduk
industri kecilj amu
Perbaikanteknologi
prosesproduks i
Persepsikonsumenterhadap
produk jamu
Peningkatanpendapatanindustri kecil
jamu
Gambar 19 Struktur hirarki antar sub elemen perubahan yang dimungkinkan.
Gambar 19 menunjukkan bahwa perubahan ketersediaan kualitas dan
kuantitas bahan baku jamu secara kontinyu (C-3) dan peningkatan usaha budidaya
bahan baku industri kecil jamu (C-6) akan mendorong perubahan sub elemen
perbaikan mutu produk industri kecil jamu (C-1), peningkatan skala usaha industri
kecil jamu sehingga lebih efisien (C-2), perbaikan teknologi proses produksi jamu
(C-5), manajemen usaha industri kecil jamu (C-8), efisiensi produksi industri kecil
jamu (C-9), strategi pemasaran produk industri kecil jamu (C-10), kebersihan dan
keamanan produk industri jamu (C-11), yang kemudian secara simultan akan
mendorong perubahan persepsi konsumen terhadap produk jamu (C-7) dan pada
akhirnya akan mendorong peningkatan pendapatan industri kecil jamu (C-4).
Berdasarkan matrik driver power dan dependence maka dapat dikelompokkan
kedalam empat sektor sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 20. Sektor I
merupakan sektor autonomous, sektor II merupakan sektor dependent, sektor III
merupakan sektor lingkage dan sektor IV merupakan sektor independent.
89
0
Gambar 20 Matrik driver power-dependence elemen perubahan yang dimungkinkan.
Hasil klasifikasi sub elemen pada elemen perubahan yang dimungkinkan
menunjukan bahwa sub elemen persepsi konsumen terhadap produk jamu (C-7)
dan peningkatan pendapatan industri kecil jamu (C-4) tergolong dalam kelompok
dependent, hal ini menunjukan bahwa sub elemen ini mempunyai ketergantungan
yang sangat tinggi terhadap sub elemen yang lain, tetapi mempunyai kekuatan
pendorong rendah, sehingga sangat penting untuk diperhatikan dalam
pengembangan industri kecil jamu.
Sub elemen perbaikan mutu produk industri kecil jamu (C-1),
peningkatan skala usaha industri kecil jamu sehingga lebih efisien (C-2),
perbaikan teknologi proses produksi jamu (C-5), manajemen usaha industri kecil
jamu (C-8), efisiensi produksi industri kecil jamu (C-9), strategi pemasaran
produk industri kecil jamu (C-10), kebersihan dan keamanan produk industri jamu
(C-11) merupakan sektor linkage yang berarti mempunyai driver power tinggi
tetapi mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap sub elemen lain.
Pada setiap tindakan pada sub elemen ini akan menghasilkan sukses
pengembangan industri kecil jamu, sedangkan lemahnya tindakan pada sub
DEPENDENCE
D R I V E R P O W E R
Linkage Independent
Dependent Autonomous
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
10
11
C-3, C-6
C-1, C-2, C-5, C-8, C-9, C-10, C-11
C-7
C-4
90
elemen ini akan menyebabkan kegagalan pengembangan program ini, oleh karena
itu maka sub elemen ini perlu dikaji secara hati-hati.
Analisis lebih lanjut menyatakan bahwa persepsi konsumen terhadap
produk jamu (C-7) dan peningkatan pendapatan industri kecil jamu (C-4) adalah
termasuk peubah bebas (independent). Dalam hal ini berarti mempunyai kekuatan
penggerak yang sangat tinggi (driver power), namun tingkat ketergantungan
terhadap program kecil.
Elemen Tujuan Pengembangan
Hasil kajian terhadap rancang bangun model pengembangan industri kecil
jamu menunjukkan bahwa terdapat sepuluh sub elemen tujuan pengembangan
yaitu :
1 Meningkatkan pendapatan industri kecil jamu (D-1).
2 Memperluas lapangan pekerjaan (D-2).
3 Meningkatkan pendapatan petani bahan baku industri kecil jamu (D-3).
4 Memperluas jangkauan pemasaran (D-4).
5 Meningkatkan ketersedian produk jamu yang aman bagi konsumen (D-5).
6 Perbaikan perekonomian wilayah (D-6).
7 Meningkatkan iklim investasi industri kecil (D-7).
8 Meningkatkan nilai tambah sektor hulu industri kecil jamu (D-8).
9 Meningkatkan kualitas dan keamanan produk industri kecil jamu (D-9).
10 Kemudahan mendapat permodalan usaha (D-10).
Berdasarkan analisis dengan menggunakan teknik ISM, maka elemen
tujuan pengembangan yang terdiri dari sepuluh sub elemen dapat digambarkan
dalam bentuk hirarki dan dibagi dalam empat sektor. Hasil reachability matrik
dan interpretasinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 tersebut menunjukkan bahwa
dalam rancang bangun model pengembangan industri kecil jamu, kemudahan
mendapat permodalan usaha (D-10) merupakan elemen kunci yang perlu dikaji
lebih hati-hati karena elemen ini akan mendorong terpenuhinya tujuan
pengembangan yang lain.
91
Tabel 9 Hasil reachability matriks final elemen tujuan pengembangan
Sub Sub-Elemen Tujuan Elemen Tujuan
D-1 D-2 D-3 D-4 D-5 D-6 D-7 D-8 D-9 D-10 DP R
D-1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 5 5 D-2 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 5 5 D-3 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 5 5 D-4 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 7 4 D-5 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 7 4 D-6 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 5 5 D-7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 2 D-8 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 5 5 D-9 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 8 3 D10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1 D 10 10 10 5 5 10 2 10 3 1
Berdasarkan pemisahan tingkat pada reachability matriks, maka dapat
dilakukan penetapan hirarki melalui ranking dengan merujuk pada aspek driver
power. Diagram model struktur dari elemen tujuan pengembangan dapat dilihat
pada Gambar 21. Struktur hirarki mununjukkan hubungan langsung dan
kedudukan relatif antar sub elemen tujuan pengembangan, hal ini berarti bahwa
sub elemen tujuan pengembangan yang satu akan didorong oleh sub elemen pada
hirarki dibawahnya.
Gambar 21 menunjukkan bahwa sub elemen kemudahan mendapat
permodalan usaha (D-10) merupakan tujuan pengembangan yang akan
memberikan kontribusi tercapainya sub elemen tujuan pengembangan yang lain
yakni meningkatkan iklim investasi industri kecil (D-7), sub elemen ini akan
memberikan kontribusi tercapainya tujuan meningkatkan kualitas dan jaminan
keamanan produk industri kecil jamu (D-9) dan secara simultan akan memberikan
kontribusi tercapainya tujuan memperluas jangkauan pemasaran (D-4) dan
meningkatkan ketersediaan produk jamu yang aman bagi konsumen (D-5). Pada
akhirnya dengan tercapainya tujuan tersebut maka akan memberikan kontribusi
tercapainya tujuan meningkatkan pendapatan industri kecil jamu (D-1),
memperluas lapangan pekerjaan (D-2), meningkatkan pendapatan petani bahan
baku industri kecil jamu (D-3), perbaikan perekonomian wilayah (D-6),
meningkatkan nilai tambah sektor hulu industri kecil jamu (D-8)
92
M e m p e r l u a sl a p a n g a n
p e k e r j a a n
M e n i n g k a t k a np e n d a p a t a n
p e t a n i b a h a nb a k u i n d u s t r i
j a m u
M e n i n g k a t k a np e n d a p a t a ni n d u s t r i k e c i l
j a m u
P e r b a i k a np e r e k o n o m i a n
w i l a y a h
M i n i n g k a t k a nn i l a i t a m b a hs e k t o r h u l u
i n d u s t r i k e c i lj a m u
M e n i n g k a t k a nk e t e r s e d i a a np r o d u k j a m uy a n g a m a n
b a g ik o n s u m e n
M e m p e r l u a sj a n g k a u a n
p e m a s a r a n
M e n i n g k a t k a nk u a l i t a s d a nd a n j a m i n a n
k e a m a n a np r o d u k i n d u s t r i
k e c i l j a m u
M e n i n g k a t k a ni k l i m i n v e s t a s ii n d u s t r i k e c i l
j a m u
K e m u d a h a nm e n d a p a t k a n
p e r m o d a l a nu s a h a
Gambar 21 Struktur hirarki antar sub elemen tujuan pengembangan.
Berdasarkan matrik driver power dan dependence maka dapat
dikelompokkan kedalam empat sektor sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 22.
Sektor I merupakan sektor autonomous, sektor II merupakan sektor dependent,
sektor III merupakan sektor lingkage dan sektor IV merupakan sektor
independent.
Berdasarkan matrik driver power dan dependence menunjukkan bahwa
meningkatkan pendapatan industri kecil jamu (D-1), memperluas lapangan
pekerjaan (D-2), meningkatkan pendapatan petani bahan baku industri kecil jamu
(D-3), perbaikan perekonomian wilayah (D-6), meningkatkan nilai tambah sektor
hulu industri kecil jamu (D-8) tergolong dalam kelompok dependent. Hal ini
menunjukan bahwa sub elemen ini mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi
terhadap sub elemen yang lain, tetapi mempunyai kekuatan pendorong rendah,
sehingga sangat penting untuk diperhatikan dalam pengembangan industri kecil
jamu.
93
0
Gambar 22 Matrik driver power-dependence elemen tujuan pengembangan.
Sub elemen tujuan memperluas jangkauan pemasaran (D-4) dan
meningkatkan ketersediaan produk jamu yang aman bagi konsumen (D-5)
berdasarkan matrik driver power dan dependence tersebut merupakan sektor
linkage yang berarti mempunyai kekuatan penggerak tinggi tetapi mempunyai
tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap sub elemen lain. Pada setiap tindakan
pada sub elemen ini akan menghasilkan sukses pengembangan industri kecil jamu,
sedangkan lemahnya tindakan pada sub elemen ini akan menyebabkan kegagalan
pengembangan program ini, oleh karena itu maka sub elemen ini perlu dikaji
secara hati-hati.
Analisis lebih lanjut menyatakan bahwa meningkatkan iklim investasi
industri kecil (D-7) dan sub elemen tujuan meningkatkan kualitas dan jaminan
keamanan produk industri kecil jamu (D-9) adalah termasuk peubah bebas
(independent). Dalam hal ini berarti mempunyai kekuatan penggerak yang sangat
tinggi (driver power), namun tingkat ketergantungan terhadap program kecil.
DEPENDENCE
D R I V E R P O W E R
D-4, D-5
D-7
Linkage Independent
Dependent Autonomous
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
10
D-1, D-2, D-3 D-6, D-8
D-9
D-10
94
Elemen Indikator Pencapaian Tujuan Pengembangan
Elemen indikator pencapaian tujuan dalam rancang bangun model
pengembangan industri kecil jamu berdasarkan hasil kajian terdiri dari sembilan
sub elemen yaitu:
1 Meningkatnya keuntungan usaha industri kecil jamu (E-1).
2 Meningkatnya usaha sektor hulu industri kecil jamu (E-2).
3 Meningkatnya produk jamu yang higienis dan aman (E-3).
4 Meningkatnya kesempatan kerja (E-4).
5 Meningkatnya pendapatan petani bahan baku (E-5).
6 Meningkatnya akses terdahap sumber permodalan usaha (E-6).
7 Semakin meluasnya jangkauan pemasaran (E-7).
8 Meningkatnya kualitas bahan baku industri kecil jamu (E-8).
9 Meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan daerah (E-9).
Berdasarkan analisis dengan menggunakan teknik ISM, maka elemen
indikator pencapaian tujuan pengembangan yang terdiri dari sembilan sub elemen
dapat digambarkan dalam bentuk hirarki dan dibagi dalam empat sektor. Hasil
reachability matrik dan interpretasinya disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10 Hasil reachability matriks final elemen indikator pencapaian tujuan
Sub Sub-Elemen Indikator Elemen
Indikator E-1 E-2 E-3 E-4 E-5 E-6 E-7 E-8 E-9 DP R
E-1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 6 4 E-2 1 1 0 1 1 0 1 0 1 6 4 E-3 1 1 1 1 1 0 1 0 1 7 3 E-4 1 1 0 1 1 0 1 0 1 6 4 E-5 1 1 0 1 1 0 1 0 1 6 4 E-6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 E-7 1 1 0 1 1 0 1 0 1 6 4 E-8 1 1 1 1 1 0 1 1 1 8 2 E-9 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 5 D 8 8 3 8 8 1 8 2 9
Tabel 10 tersebut menunjukkan bahwa meningkatnya akses terdahap
sumber permodalan usaha (E-6) dalam rancang bangun model pengembangan
industri kecil jamu, merupakan elemen kunci dalam pengembangan sehingga
perlu dikaji lebih hati-hati karena elemen ini akan mendorong terpenuhinya tujuan
pengembangan yang lain. Berdasarkan pemisahan tingkat pada reachability
95
matriks, maka dapat dilakukan penetapan hirarki melalui ranking dengan merujuk
pada aspek driver power. Diagram model struktur dari elemen indikator
pencapaian tujuan dapat dilihat pada Gambar 23. Struktur hirarki mununjukkan
hubungan langsung dan kedudukan relatif antar sub elemen tujuan
pengembangan, hal ini berarti bahwa sub elemen tujuan pengembangan yang satu
akan didorong oleh sub elemen pada hirarki dibawahnya.
Gambar 23 menunjukkan bahwa sub elemen meningkatnya akses terhadap
sumber permodalan usaha (E-6) merupakan indikator pencapaian tujuan
pengembangan yang akan memberikan kontribusi terhadap sub elemen indikator
pencapaian tujuan yang lain yakni meningkatnya kualitas bahan baku industri
kecil jamu (E-8), sub elemen ini akan memberikan kontribusi meningkatnya
produk jamu yang higienis dan aman (E-3) dan secara simultan akan memberikan
kontribusi meningkatnya keuntungan usaha industri kecil jamu (E-1),
meningkatnya usaha sektor hulu industri kecil jamu (E-2), meningkatnya
kesempatan kerja (E-4), meningkatnya pendapatan petani bahan baku (E-5),
semakin meluasnya jangkauan pemasaran (E-7). Pada akhirnya dengan adanya
indikator tersebut maka akan memberikan kontribusi adanya indikator pencapaian
tujuan meningkatnya kontribusi terhadap pendapatan daerah (E-9).
M e n i n g k a t n y ak o n t r i b u s it e r h a d a p
p e n d a p a t a nd a e r a h
M e n i n g k a t n y as e k t o r h u l u
i n d u s t r i k e c i lj a m u
M e n i n g k a t n y ap e n d a p a t a n
p e t a n i b a h a nb a k u
M e n i n g k a t n y ak e u n t u n g a n
u s a h a i n d u s t r ik e c i l j a m u
M e n i n g k a t n y ak e s e m p a t a n
k e r j a
S e m a k i nm e l u a s n y aj a n g k a u a n
p e m a s a r a n
M e n i n g k a t n y ap r o d u k j a m u
y a n g h i g i e n i sd a n a m a n
M e n i n g k a t n y aa k s e s
t e r h a d a ps u m b e r
p e r m o d a l a nu s a h a
M e n i n g k a t n y ak u a l i t a s b a h a n
b a k u i n d u s t r ik e c i l j a m u
Gambar 23 Struktur hirarki antar sub elemen indikator pencapaian tujuan.
96
Berdasarkan matrik driver power dan dependence maka dapat
dikelompokkan kedalam empat sektor sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 23.
Sektor I merupakan sektor autonomous, sektor II merupakan sektor dependent,
sektor III merupakan sektor lingkage dan sektor IV merupakan sektor
independent. Berdasarkan matrik driver power dan dependence menunjukan
bahwa sub elemen meningkatnya keuntungan usaha industri kecil jamu (E-1),
meningkatnya usaha sektor hulu industri kecil jamu (E-2), meningkatnya
kesempatan kerja (E-4), meningkatnya pendapatan petani bahan baku (E-5),
semakin meluasnya jangkauan pemasaran (E-7) merupakan sektor linkage. Hal ini
berarti sub elemen ini mempunyai kekuatan penggerak tinggi tetapi mempunyai
tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap sub elemen lain. Pada setiap tindakan
pada sub elemen ini akan menghasilkan sukses pengembangan industri kecil jamu,
sedangkan lemahnya tindakan pada sub elemen ini akan menyebabkan kegagalan
pengembangan program ini, oleh karena itu maka sub elemen ini perlu dikaji
secara hati-hati.
0 Gambar 24 Matrik driver power-Dependence elemen indikator pencapaian tujuan.
D R I V E R P O W E R
DEPENDENCE
E-9
E-8
E-6
Linkage Independent
Dependent Autonomous
E-1, E-2, E-4, E-5, E-7,
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
E-3
97
Sub elemen meningkatnya akses terhadap sumber permodalan usaha (E-6),
meningkatnya kualitas bahan baku industri kecil jamu (E-8), meningkatnya
produk jamu yang higienis dan aman (E-3) berdasarkan klasifikasi tersebut
tergolong dalam kelompok independent. Hal ini menunjukan bahwa sub elemen
ini mempunyai kekuatan pendorong yang tinggi tetapi tingkat ketergantungan
terhadap pengembangan kecil.
Analisis lebih lanjut menyatakan bahwa meningkatnya kontribusi terhadap
pendapatan daerah (E-9) adalah termasuk dependent. Dalam hal ini berarti
mempunyai kekuatan penggerak yang rendah dan tingkat ketergantungan tinggi,
sehingga sub elemen ini merupakan akibat dari sub elemen yang lain.
Elemen Kegiatan Pengembangan
Berdasarkan hasil kajian rancang bangun model pengembangan industri
kecil jamu elemen kegiatan yang dibutuhkan dalam pengembangan terdiri dari
delapan sub elemen yang dibutuhkan dalam pengembangan yaitu :
1 Pengembangan teknologi proses produksi (F-1).
2 Pengembangan alternatif permodalan usaha (F-2).
3 Perumusan kebijakan pemerintah daerah yang mendukung usaha industri kecil
jamu (F-3).
4 Pengembangan teknologi dan desain kemasan (F-4).
5 Peningkatan promosi yang lebih efektif (F-5).
6 Membentuk forum untuk pemasaran produk bersama (F-6).
7 Rekayasa model kelembagaan usaha (F-7).
8 Peningkatan SDM pelaku usaha (F-8).
Berdasarkan analisis dengan menggunakan teknik ISM, maka elemen
kegiatan pengembangan yang terdiri dari sembilan sub elemen dapat
digambarkan dalam bentuk hirarki dan dibagi dalam empat sektor. Hasil
reachability matrik dan interpretasinya disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11
tersebut menunjukkan bahwa sub elemen perumusan kebijakan pemerintah daerah
yang mendukung industri kecil jamu (F-3), merupakan elemen kunci dalam
pengembangan sehingga perlu dikaji lebih hati-hati karena elemen ini akan
mendukung kegiatan pengembangan yang lain.
98
Tabel 11 Hasil reachability matriks final elemen kegiatan pengembangan
Sub Sub-Elemen Kegiatan Elemen
Kegiatan F-1
F-2 F3 F-4 F-5 F-6 F-7 F-8 DP R
F-1 1 0 0 1 1 1 1 0 5 4 F-2 1 1 0 1 1 1 1 0 6 3 F-3 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 F-4 1 0 0 1 1 1 1 0 5 4 F-5 0 0 0 0 1 1 1 0 3 5 F-6 0 0 0 0 1 1 1 0 3 5 F-7 0 0 0 0 1 1 1 0 3 5 F-8 1 1 0 1 1 1 1 1 7 2 D 5 3 1 5 8 8 8 2
Berdasarkan pemisahan tingkat pada reachability matriks, maka dapat
dilakukan penetapan hirarki melalui ranking dengan merujuk pada aspek driver
power. Diagram model struktur elemen kegiatan yang dibutuhkan dalam
pengembangan dapat dilihat pada Gambar 25. Struktur hirarki mununjukkan
hubungan langsung dan kedudukan relatif antar sub elemen kegiatan yang
dibutuhkan, hal ini berarti bahwa sub elemen kegiatan yang satu akan didukung
oleh sub elemen pada hirarki dibawahnya.
Memben tuk f o rum un tukpemasa ran p roduk
b e r s a m a
Pen ingkatan SDM pe lakuusaha
Pemben tukanke lembagaan usaha
Pengembangan tekno log iproses produks i
Pen ingkatan promosi yanglebih efekt i f
Pengembangan a l ternat i fpermoda lan usaha
Pengembangan desa indan tekno log i kemasan
Keb i jakan pemer in tahdaerah yang mendukung
indus t r i kec i l j amu
Gambar 25 Struktur hirarki antar sub elemen kegiatan pengembangan.
99
Gambar 25 menunjukkan bahwa sub elemen kebijakan pemerintah daerah
yang mendukung industri kecil jamu (F-3) akan mendukung kegiatan peningkatan
sumberdaya manusia pelaku usaha (F-8), sub elemen ini selanjutnya akan
mendukung kegiatan pengembangan alternatif permodalan usaha (F-2) kemudian
secara simultan akan mendukung kegiatan pengembangan teknologi proses
produksi (F-1), pengembangan desain dan teknologi kemasan (F-4).
Pada akhirnya dengan adanya kegiatan tersebut akan mendukung kegiatan
membentuk forum untuk pemasaran produk bersama F-6), pembentukan
kelembagaan usaha (F-7) dan peningkatan promosi yang lebih efektif (F-5).
Berdasarkan matrik driver power dan dependence maka dapat dikelompokkan
kedalam empat sektor sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 26. Sektor I
merupakan sektor autonomous, sektor II merupakan sektor dependent, sektor III
merupakan sektor lingkage dan sektor IV merupakan sektor independent.
0
Gambar 26 Matrik driver power -dependence elemen kegiatan pengembangan.
Berdasarkan matrik driver power dan dependence menunjukan bahwa sub
elemen kegiatan pengembangan teknologi proses produksi (F-1) dan
pengembangan desain dan teknologi kemasan (F-4) merupakan sektor linkage.
DEPENDENCE
D R I V E R P O W E R
F-1, F-4
F-8
F-3
Linkage Independent
Dependent Autonomous
F-5, F-6, F-7,
1 2 3 4 5 6 7 8
1
2
3
4
5
6
7
8
F-2
100
Hal ini berarti sub elemen ini mempunyai kekuatan penggerak tinggi tetapi
mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap kegiatan yang lain. Pada
setiap tindakan pada sub elemen ini akan menghasilkan sukses pengembangan
industri kecil jamu, sedangkan lemahnya tindakan pada sub elemen ini akan
menyebabkan kegagalan pengembangan program ini, oleh karena itu maka sub
elemen ini perlu dikaji secara hati-hati. Sub elemen kebijakan pemerintah daerah
yang mendukung industri kecil jamu (F-3), sub elemen peningkatan sumberdaya
manusia pelaku usaha (F-8), sub elemen pengembangan alternatif permodalan
usaha (F-2) berdasarkan klasifikasi tersebut tergolong dalam kelompok
independent. Hal ini menunjukan bahwa sub elemen ini mempunyai kekuatan
pendorong yang tinggi tetapi tingkat ketergantungan terhadap pengembangan
kecil.
Analisis lebih lanjut menyatakan bahwa membentuk forum untuk
pemasaran produk bersama F-6), pembentukan kelembagaan usaha (F-7) dan
peningkatan promosi yang lebih efektif (F-5). adalah termasuk dependent. Dalam
hal ini berarti mempunyai kekuatan penggerak yang rendah dan tingkat
ketergantungan tinggi, sehingga sub elemen ini merupakan akibat dari sub
elemen yang lain.
Elemen Pelaku Pengembangan
Berdasarkan hasil kajian pada elemen pelaku pengembangan industri kecil
jamu diperoleh hasil bahwa elemen ini terdiri dari delapan sub elemen pelaku
pengembangan yaitu:
1 Petani bahan baku jamu (G-1).
2 Industri kecil jamu (G-2).
3 Industri jamu (G-3).
4 Lembaga keuangan (G-4).
5 Pemerintah daerah (G-5).
6 Agen jamu (G-6).
7 Konsumen (G-7).
8 Masyarakat (G-8).
9 Perguruan Tinggi (G-9).
10 Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) (G-10).
101
Berdasarkan analisis dengan menggunakan teknik ISM, maka elemen
pelaku pengembangan yang terdiri dari sepuluh sub elemen dapat digambarkan
dalam bentuk hirarki dan dibagi dalam empat sektor. Hasil reachability matrik
dan interpretasinya disajikan dalam Tabel 12.
Tabel 12 Hasil reachability matriks final elemen pelaku pengembangan Sub Sub-Elemen Tujuan
Elemen Tujuan
G-1 G-2 G-3 G-4 G-5 G-6 G-7 G-8 G-9 G-10 DP R
G-1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 7 4 G-2 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 2 G-3 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 7 4 G-4 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 7 4 G-5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1 G-6 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 3 5 G-7 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 6 G-8 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 6 G-9 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 8 3 G-10 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 7 4
D 7 2 7 7 1 8 10 10 3 7
Tabel 12 tersebut menunjukkan bahwa Pemda merupakan sub elemen
kunci dalam pengembangan industri kecil jamu sehingga perlu dikaji lebih hati-
hati karena sub elemen ini akan mendukung pelaku pengembangan yang lain.
Berdasarkan pemisahan tingkat pada reachability matriks, maka dapat dilakukan
penetapan hirarki melalui ranking dengan merujuk pada aspek driver power.
Diagram model struktur elemen pelaku pengembangan dapat dilihat pada Gambar
27. Struktur hirarki mununjukkan hubungan langsung dan kedudukan relatif antar
sub elemen pelaku pengembangan, hal ini berarti bahwa sub elemen pelaku
pengembangan yang satu akan didukung oleh sub elemen pada hirarki
dibawahnya.
Gambar 27 menunjukkan bahwa sub elemen pemerintah daerah (G-5) akan
mendukung industri kecil jamu (G-2), sub elemen ini selanjutnya akan
mendukung perguruan tinggi (G-9) kemudian secara simultan akan mendukung
industri besar (G-3), petani bahan baku (G-1), lembaga keuangan (G-4), KOJAI
(G-10) dan berikutnya akan mendukung agen jamu (G-6). Pada akhirnya pelaku
pengembangan tersebut akan mendukung konsumen (G-7) dan masyarakat (G-8).
102
L e m b a g ak e u a n g a n
K o n s u m e n
P e t a n i b a h a nb a k u
I n d u s t r i b e s a r
K o p e r a s iJ a m u
I n d o n e s i a( K O J A I )
A g e n j a m u
I n d u s t r i K e c i lJ a m u
P e r g u r u a nT i n g g i
P e m d a
M a s y a r a k a t
Gambar 27 Struktur hirarki antar sub elemen pelaku pengembangan.
Berdasarkan matrik driver power dan dependence maka dapat
dikelompokkan kedalam empat sektor sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 28.
Sektor I merupakan sektor autonomous, sektor II merupakan sektor dependent,
sektor III merupakan sektor lingkage dan sektor IV merupakan sektor
independent.
0
Gambar 28 Matrik driver power -dependence pelaku pengembangan.
DEPENDENCE
D R I V E R P O W E R
G-7, G-8
G-2 Linkage
Independent
Dependent Autonomous
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
10
G-1, G-3, G-4,G-10
G-5
G-6
G-9
103
Berdasarkan matrik driver power dan dependence menunjukan bahwa sub
petani bahan baku (G-1), industri besar (G-3), lembaga keuangan (G-4), Koperasi
Jamu Indonesia (G-12) merupakan sektor linkage. Hal ini berarti sub elemen ini
mempunyai kekuatan penggerak tinggi tetapi mempunyai tingkat ketergantungan
yang tinggi terhadap kegiatan yang lain. Pada setiap tindakan pada sub elemen ini
akan menghasilkan sukses pengembangan industri kecil jamu, sedangkan
lemahnya tindakan pada sub elemen ini akan menyebabkan kegagalan
pengembangan program ini, oleh karena itu maka sub elemen ini perlu dikaji
secara hati-hati. Sub elemen industri kecil jamu (G-2), Pemda (G-5), Perguruan
Tinggi (G-9) berdasarkan klasifikasi tersebut tergolong dalam kelompok
independent. Hal ini menunjukan bahwa sub elemen ini mempunyai kekuatan
pendorong yang tinggi tetapi tingkat ketergantungan terhadap pengembangan
kecil.
Analisis lebih lanjut menyatakan bahwa agen jamu (G-6), konsumen (G-7)
dan masyarakat (G-8) adalah termasuk peubah bebas (dependent). Dalam hal ini
berarti mempunyai kekuatan penggerak yang rendah dan tingkat ketergantungan
tinggi, sehingga sub elemen ini merupakan akibat dari sub elemen yang lain.
Pengadaan Bahan Baku Industri Kecil Jamu
Alternatif Pengadaan Bahan Baku
Industri kecil jamu selalu membutuhkan ketersediaan bahan baku,
kontinyuitas dan keseragaman, karena merupakan faktor kritis bagi kelangsungan
usaha industri tersebut. Pola produksi, jaringan pemasaran tradisional seringkali
tidak efisien sehingga industri perlu merancang suatu sistem pengadaan bahan
baku yang dapat melindungi petani produsen sekaligus menjamin kelayakan usaha
industri tersebut. Budidaya pertanian yang masih tradisional menyebabkan
produksi dan mutu menjadi rendah. Tingkat produksi sangat dipengaruhi musim
dan teknologi budidaya, sehingga ketersediaan dan kontinyuitas bahan baku
industri sering menghadapi hambatan.
Bahan baku industri kecil jamu merupakan salah satu faktor yang sangat
menentukan keberhasilan pengembangan industri ini. Faktor pertama yang harus
104
diperhatikan dalam penyediaan bahan baku industri kecil jamu adalah harus
mempertimbangkan sifat produk pertanian sebagai input dalam proses
agroindustri. Produk pertanian mempunyai sifat antara lain : produk pertanian
cenderung mudah rusak, produk pertanian cenderung tidak seragam, produk
pertanian bersifat musiman dan produk pertanian mempunyai volume dan jumlah
yang besar (bulky). Faktor yang kedua yang harus diperhatikan adalah produsen
bahan baku industri kecil jamu. Petani sebagai produsen bahan baku industri kecil
jamu dalam menjalankan usahataninya mempunyai dua peranan yakni sebagai
juru tani (cultivator) dan sebagai seorang pengelola (manager).
Peranan pertama dari tiap petani adalah memelihara tanaman guna
mendapatkan hasil-hasil yang berfaedah, sedangkan peranan yang kedua adalah
sebagai pengelola dari usahataninya tercakup didalamnya adalah sebagai
pengambil keputusan atau penetapan pilihan-pilihan dari alternatif-alternatif yang
ada. Keputusan yang diambil mencakup menentukan pilihan dari berbagai
alternatif tanaman yang akan diusahakan, menentukan jenis dan jumlah tanaman
yang akan diusahakan dan juga kepada siapa tanaman hasil budidayanya akan
dijual.
Disamping kedua peranan tersebut petani adalah juga seorang manusia dan
menjadi anggota dari kelompok manusia, anggota keluarga dan anggota
masyarakat setempat. Bagaimanapun petani sebagai manusia banyak ditentukan
oleh keanggotaannya dalam masyarakat tersebut, termasuk dalam pengambilan
keputusan juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dimana ia tinggal.
Petani bahan bahan baku industri kecil jamu juga mempunyai karakter
sebagaimana yang disebutkan diatas sehingga dalam pengadaan bahan baku juga
harus memperhatikan hal tersebut.
Faktor yang ketiga adalah faktor pemasaran produk bahan baku industri
kecil jamu, hal ini menyangkut ketersediaan bahan baku yang diperlukan oleh
industri kecil jamu tersebut. Industri kecil jamu harus mengetahui struktur pasar
dan pola produksi pertanian sebagai bahan baku yang diperlukan. Secara
tradisional perniagaan produk pertanian banyak dilakukan oleh
pedagang/pengumpul yang pada beberapa kasus karena kedekatannya mereka
dapat memberikan pinjaman sarana produksi, membayar tunai produk pertanian
105
tersebut, transaksi di lokasi dan bahkan lebih jauh dapat memberikan pinjaman
kepada petani untuk keperluan diluar usahataninya, sehingga jalinan ini sangat
kuat dan sulit untuk digantikan dengan lembaga lain. Demikian halnya dengan
produk bahan baku industri kecil jamu ini, kedekatan antara petani dan pedagang
sangat kuat sehingga lembaga lain sulit menggantikan posisi tersebut.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan tiga faktor sebagaimana
dikemukakan (Brown 1994) yang perlu dipertimbangkan dalam penyediaan bahan
baku agroindustri dan hal ini juga berlaku pada industri kecil jamu yaitu produk
bahan baku, produsen bahan baku, pemasaran bahan baku. Berkaitan dengan tiga
hal tersebut dalam penyediaan bahan baku industri kecil jamu perlu dipahami
potensi wilayah bahan baku tersebut meliputi : pola penggunaan lahan,
penguasaan tanah, pola produksi pertanian, penduduk dan ketenagakerjaan,
transportasi dan jasa pendukung, jasa finansial, struktur sosial ekonomi.
Penyediaan bahan baku industri kecil jamu disamping melihat faktor- faktor
tersebut diatas juga harus dilihat bahan baku dalam suatu sistem yang lebih luas
yakni sistem agroindustri. Faktor- faktor lain yang terkait dalam sistem
agroindustri juga harus menjadi pertimbangan dalam penyediaan bahan baku
industri kecil jamu.
Berdasarkan hasil kajian pustaka dan pendapat beberapa pakar
menyebutkan bahwa terdapat beberapa alternatif pengadaan bahan baku industri
kecil jamu yaitu sebagai berikut :
1 Pembelian melalui pemasok bahan baku.
2 Melalui koperasi.
3 Kerjasama dengan petani penghasil bahan baku.
4 Melalui kelompok usaha.
5 Pembelian langsung di pasar bebas.
Pembelian Melalui Pemasok Bahan Baku. Pengadaan bahan baku
industri kecil jamu dapat dilakukan melalui pemasok bahan baku. Pengadaan
bahan baku dengan cara ini dilakukan dengan cara memesan sejumlah kebutuhan
bahan baku industri kecil jamu kepada pedagang pengumpul bahan baku jamu.
Pengadaan dengan cara ini merupakan cara yang paling banyak digunakan oleh
industri kecil jamu. Keuntungan dengan cara ini adalah jangka waktu pembayaran
106
yang dapat dilakukan dibelakang sebelum melakukan pemesanan berikutnya.
Keuntungan lain adalah adanya hubungan personal antara pedagang dengan
pengusaha industri kecil jamu yang sudah terjalin, yang tidak hanya sebatas
hubungan antara penjual dan pembeli.
Selain keuntungan tersebut terdapat kelemahan pengadaan bahan baku
industri kecil jamu dengan cara ini, kelemahan tersebut adalah posisi tawar
industri kecil jamu tentang harga bahan baku relatif rendah. Penyebab rendahnya
posisi tawar tentang harga ini disebabkan ketergantungan industri kecil dengan
pemasok bahan baku sangat tinggi.
Pengadaan Bahan Baku Melalui Koperasi. Koperasi Jamu Indonesia
(KOJAI) merupakan koperasi yang beranggotakan pengusaha jamu. Kegiatan
koperasi ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan anggotanya termasuk
didalamnya pengadaan bahan baku industri kecil jamu juga dapat dilakukan
melalui koperasi. Pengadaan bahan baku melalui koperasi dapat menggantikan
posisi pedagang bahan baku sehingga keuntungan pedagang bahan baku dapat
diambil alih koperasi yang selanjutnya akan dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan industri kecil jamu sebagai anggota koperasi. Pengadaan bahan baku
melalui koperasi ini belum banyak dilakukan karena pada umumnya kegiatan
koperasi lebih berkonsentrasi pada kegiatan simpan pinjam dan urusan perijinan
usaha.
Kerjasama Dengan Petani Penghasil Bahan Baku. Pengadaan bahan
baku industri kecil jamu dapat dilakukan dengan kerjasama petani bahan baku.
Petani sebagai penghasil bahan baku merupakan sumber pertama bahan baku
industri. Kerjasama dengan petani ini dapat dilakukan dengan cara kontrak antara
petani dengan pengusaha industri kecil jamu atau antara kelompok petani dengan
kelompok usaha industri kecil jamu. Pengadaan bahan baku dengan cara ini akan
memperpendek rantai pemasaran sehingga marjin pemasaran dapat dinikmati oleh
kedua belah pihak.
Pengadaan Bahan Baku Melalui Kelompok Usaha. Pengadaan bahan
baku melalui kelompok usaha dapat dilakukan dengan mengelola bahan baku
industri kecil jamu oleh kelompok usaha yang dipergunakan untuk kepentingan
107
bersama. Fungsi kelompok ini adalah untuk pengadaan bahan baku dan sekaligus
mendistribusikan untuk kepentingan anggotanya. Pengadaan dengan bahan baku
ini kelompok mengambil alaih fungsi pedagang bahan baku sehingga keuntungan
pedagang dapat diambil alaih untuk kepentingan anggota kelompok.
Pembelian Langsung di Pasar Bebas. Pengadaan bahan baku industri
kecil jamu dapat dilakukan dengan membeli langsung bahan baku tersebut di
pasaran bebas. Keuntungan dengan cara ini adalah tingkat fleksibilitas yang cukup
tinggi, yakni perusahaan dapat membeli bahan baku sesuai dengan jumlah dan
waktu yang diinginkan. Kelemahan dengan cara ini adalah apabila ketersediaan
bahan baku dipasar bebas langka maka industri akan mengalami kesulitan.
Kriteria Pengadaan Bahan Baku
Pengambilan keputusan merupakan suatu pemilihan alternatif dari
beberapa alternatif yang dapat dilakukan. Pengambilan keputusan tersebut
dilakukan dengan melakukan penilaian alternatif yang kemudian memilih nilai
tertinggi dari alternatif tersebut. Untuk melakukan penilaian alternatif diperlukan
kriteria-kriteria sebagai dasar penilaian alternatif tersebut. Penilaian alternatif
pengadaan bahan baku industri kecil jamu dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria
pengadaan bahan baku. Berdasarkan hasil kajian pustaka dan pendapat pakar
kriteria pengadaan bahan baku industri kecil adalah sebagai berikut :
1 Keterjaminan kualitas bahan baku.
2 Keterjaminan kuantitas bahan baku.
3 Jangka waktu pembayaran.
4 Ketepatan waktu pasokan bahan baku.
5 Harga bahan baku.
6 Fasilitas pendukung dengan model pengadaan tersebut.
7 Kemudahan yang diperoleh dengan model pengadaan tersebut.
Keterjaminan Kualitas Bahan Baku. Bahan baku industri kecil jamu
merupakan produk pertanian yang salah satu sifat produk pertanian adalah mudah
rusak dan tingkat keseragaman yang rendah. Bertolak dari kondisi tersebut maka
bahan baku industri kecil jamu merupakan faktor kritis yang akan sangat
108
menentukan keberhasilan pengembangan industri tersebut. Kualitas bahan baku
merupakan salah satu kriteria yang akan dipertimbangkan dalam pemilihan
pengadaan bahan baku. Semakin tinggi tingkat keterjaminan kualitas bahan baku
maka akan semakin tinggi penilaian alternatif berdasarkan kriteria tersebut.
Keterjaminan Kuantitas Bahan Baku. Kelangkaan bahan baku industri
kecil jamu merupakan salah satu faktor yang akan menghambat proses produksi
yang pada akhirnya akan menyebabkan ketidakberhasilan pengembangan industri
tersebut. Kriteria ini merupakan salah satu dasar dalam menilai alternatif
pengembangan bahan baku. Sama halnya dengan kualitas bahan baku semakin
tinggi tingkat keterjaminan kualitas bahan baku maka semakin tinggi penilaian
alternatif berdasarkan kriteria tersebut.
Jangka Waktu Pembayaran. Pengadaan bahan baku industri kecil jamu
dapat dilakukan dengan cara memesan kepada pemasok dengan cara pembayaran
yang bervariasi. Pembayaran dapat dilakukan secara tunai dan juga dapat
dilakukan secara tenggang waktu. Faktor inilah yang menjadi salah satu
pertimbangan industri kecil jamu dalam pengadaan bahan baku, semakin lama
tenggang waktu pembayaran akan semakin diminati alternatif pengadaan bahan
baku tersebut. Penilaian alternatif pengadaan bahan baku industri kecil jamu pada
penelitian ini juga menggunakan kriteria jangka waktu pembayaran tersebut.
Ketepatan Waktu Pasokan Bahan Baku. Bahan baku industri kecil jamu
mempunyai sifat sebagaimana sifat produk pertanian lainnya yaitu mudah rusak,
sehingga ketepatan waktu pasokan akan sangat menentukan keberhasilan
pengembangan industri ini. Ketidaktepatan pasokan bahan baku industri kecil
jamu akan mempunyai konsekuensi yang luas terhadap proses produksi, biaya dan
produk yang dihasilkan. Kriteria ketepatan waktu pasokan bahan baku merupakan
salah satu dasar penilaian alternatif pengadaan bahan baku industri industri kecil
jamu. Penilaian alternatif pengadaan bahan baku ini adalah semakin tinggi
ketepatan pasokan akan semakin tinggi nilai alternatif berdasarkan kriteria.
Harga Bahan Baku. Harga bahan baku merupakan faktor yang
mempunyai implikasi sangat luas terhadap kelayakan usaha industri kecil jamu.
109
Pertimbangan utama pengadaan bahan baku industri kecil jamu akan sangat
ditentukan tingkat harga bahan baku. Pemilihan alternatif pengadaan bahan baku
industri kecil jamu ini akan sangat ditentukan tingkat harga yang ditawarkan dari
model pengadaan tersebut.
Fasilitas Pendukung. Faktor lain yang sangat menentukan dalam
pertimbangan pemilihan model pengadaan bahan baku industri kecil jamu adalah
fasilitas pendukung yang tersedia dengan menggunakan model tersebut. Fasilitas
pendukung tersebut dapat berupa fasilitas transportasi, fasilitas kredit bahkan
fasilitas lain diluar keperluan usaha industri kecil jamu. Fasilitas pendukung ini
juga akan menjadi pertimbangan dalam pemilihan model pengadaan bahan baku
industri kecil jamu.
Kemudahan yang Diperoleh. Kemudahan model pengadaan bahan baku
merupakan salah satu kriteria dalam penilaian alternatif pengadaan bahan baku.
Kemudahan pengadaan bahan baku dapat berupa kemudahan akses terhadap
sumber bahan baku, kemudahan dalam transaksi, kemudahan dalam pemesanan
bahan baku dan kemudahan lain diluar usaha industri kecil jamu. Penilaian
alternatif pengadaan bahan baku akan ditentukan berdasarkan kriteria kemudahan
yang diperoleh dengan menggunakan model tersebut.
Pemilihan Alternatif Pengadaan Bahan Baku
Pemilihan alternatif pengadaan bahan baku dilakukan dengan
menggunakan teknik pengambilan keputusan ME-MCDM. Penilaian alternatif
berdasarkan kriteria pengadaan bahan baku industri kecil jamu dilakukan oleh
tujuh orang pakar yang mewakili akademisi, pelaku usaha dan birokrat. Pakar
tersebut melakukan penilaian terhadap alternatif berdasarkan kriteria pengadaan
bahan baku yang sudah dirumuskan sebelumnya. Penilaian dilakukan secara
linguistic label dengan skala ordinal yaitu : ST = sangat tinggi (nilai 5), T =
tinggi (nilai 4), S = sedang (nilai 3), R = rendah (nilai 2) dan SR = sangat rendah
(nilai 1). Bobot kriteria pengadaan bahan baku industri kecil jamu ditentukan
dengan menggunakan metode perbandingan berpasangan yang dilakukan oleh
pakar. Skor bobot kriteria dari hasil perbandingan berpasangan
110
diditransformasikan kedalam bentuk linguistic label. Bobot kriteria pengadaan
bahan baku dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Kriteria dan bobot kriteria pengadaan bahan baku
No Kriteria Bobot Label
1 Keterjaminan kualitas bahan baku 0,291 ST
2 Keterjaminan kuantitas bahan baku 0,243 ST
3 Jangka waktu pembayaran 0,104 R 4 Ketepatan waktu pasokan bahan baku 0,056 SR
5 Harga bahan baku 0,202 T
6 Fasilitas pendukung 0,052 SR 7 Kemudahan dengan model tersebut 0,052 SR
Alternatif pengadaan bahan baku industri kecil jamu dinilai berdasarkan
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Skor alternatif pengadaan bahan baku ini
adalah merupakan agregasi penilaian berdasarkan kriteria-kriteria dengan
pembobotan yang ditentukan sebelumnya. Agregasi kriteria tersebut dihitung
dengan menggunakan rumus persamaan (2 - 3). Penentuan bobot nilai pakar
ditentukan dengan menggunakan rumus persamaan (4). Penentuan skor alternatif
pengadaan bahan baku indus tri kecil jamu dilakukan dengan cara agregasi skor
alternatif dari beberapa pakar beserta bobot nilai pakar tersebut. Agregasi skor
alternatif dihitung dengan menggunakan rumus persamaan (5).
Hasil penilaian beberapa alternatif pengadaan bahan baku industri kecil
jamu menunjukkan bahwa pengadaan bahan baku melalui kelompok usaha
merupakan alternatif terbaik dengan penilain sangat tinggi (ST). Hasil penilaian
beberapa alternatif pengadaan bahan baku industri kecil jamu secara lengkap
dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 menunjukkan bahwa alternatif pengadaan bahan baku melalui
kelompok usaha mempunyai nilai tertinggi dibanding alternatif yang lain.
Pengadaan bahan baku melalui kelompok ini dapat dilakukan dengan cara
mengorganisasikan unit pengadaan bahan baku pada masing-masing industri kecil
jamu. Pengadaan bahan baku melalui kelompok akan dapat meningkatkan posisi
tawar industri kecil jamu dengan sumber bahan baku (pedagang, petani dan pasar
bebas). Posisi tawar yang tinggi akan mempunyai implikasi positif pada
111
keterjaminan kualitas dan kuantitas bahan baku, ketepatan waktu pasokan serta
tingkat harga yang lebih menguntungkan.
Tabel 14 Hasil penilaian alternatif pengadaan bahan baku
No Alternatif Pengadaan Bahan Baku Nilai
1 Pembelian melalui pemasok bahan baku T
2 Kerjasama dengan petani penghasil bahan baku T 3 Melalui koperasi T
4 Melalui kelompok usaha ST
5 Pembelian langsung di pasaran bebas S
Struktur Pasar Bahan Baku Industri Kecil Jamu
Struktur pasar dapat dianalisis dengan melihat sifat-sifat organisasi pasar
yang secara strategis akan mempengaruhi sifat-sifat persaingan dan pembentukan
harga pada suatu pasar. Analisis struktur pasar dilakukan dengan mengamati
jumlah penjual dan pembeli (lembaga pemasaran) yang terlibat, konsentrasi pasar
dan kondisi keluar masuknya pasar, ada tidaknya hambatan bagi pesaing baru
memasuki pasar, keadaan produk yang diperjual belikan, penentu harga dan
sumber informasi. Struktur pasar pada berbagai tingkatan pemasaran tanaman
obat (bahan baku jamu) di sentra produksi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur adalah cenderung bersifat oligopoli (Dirjen Bina Produksi Hortikultura
2002).
Dengan menggunakan pendekatan Indeks Hirschman-Herfindahl dan rasio
konsentrasi dapat diketahui kekuatan rebut tawar industri kecil jamu terhadap
pedagang serta struktur pasar bahan baku di lokasi penelitian. Dengan mengetahui
struktur pasar dan kekuatan tawar industri kecil jamu maka akan dapat membantu
dalam pengambilan keputusan model pengadaan bahan baku yang akan dipilih.
Indeks Hirschman-Herfindahl menunjukkan apakah pasar bersifat monopoli (jika
indeks bernilai 1) atau bersifat bersaing sempurna (jika indeks bernilai 0). Rasio
konsentrasi digunakan untuk menentukan klasifikasi struktur pasar apakah bersifat
bersaing sempurna, kompetisi monopolistik, oligopoli atau monopoli.
Analisis indeks Hirschman-Herfindahl dan rasio konsentrasi dihitung
dengan menggunakan rumus persamaan (13-14). Hasil analisis menunjukkan
112
bahwa nilai indeks Hirschman-Herfindahl adalah 0,1385, indeks Hirschman-
Herfindahl tersebut belum dapat mengklasifikasikan sifat struktur pasar bahan
baku industri kecil jamu. Indeks Hirschman-Herfindahl hanya menunjukkan
kecenderungan apakah struktur pasar bersifat monopoli atau bersaing sempurna.
Analisis lebih lanjut dengan menggunakan rasio konsentrasi menunjukkan
nilai CR4 adalah sebesar 0,6762. CR4 adalah menggambarkan seberapa besar
pangsa pasar yang dikuasai oleh empat pedagang bahan baku terbesar yang berada
disuatu wilayah. Struktur pasar bersaing sempurna apabila nilai CR4 sama dengan
nol, struktur pasar kompetisi monopolistik apabila nilai CR4 lebih besar 0 tetapi
kurang dari 0,4, struktur pasar oligopoli apabila nilai CR4 lebih besar dari 0,4
tetapi kurang dari 1 dan struktur pasar monopoli apabila nilai CR4 sama dengan 1
(Ferguson 1988; Martin 1993; Carlton dan Perloff 2000). Berdasarkan klasifikasi
struktur pasar, maka struktur pasar bahan baku jamu industri kecil jamu adalah
bersifat oligopoli.
Nilai CR4 yang tinggi menunjukkan bahwa terdapat beberapa pedagang
bahan baku yang mempunyai pangsa pasar yang relatif besar dibandingkan
dengan pedagang lain. Pangsa pasar yang terkonsentrasi hanya pada sedikit
pedagang akan berdampak pada posisi tawar industri kecil jamu menjadi lemah.
Struktur pasar yang bersifat oligopoli ini akan mempunyai kecenderungan
pedagang mempunyai kekuatan yang lebih besar dibandingkan industri kecil jamu
dalam proses transaksi. Proses penentuan harga cenderung dikuasai oleh pedagang
sehingga industri kecil pada posisi yang lemah. Pada sisi lain dengan struktur
pasar yang oligopoli ini maka ketergantungan industri kecil jamu terhadap
pedagang bahan baku juga besar.
Struktur pasar yang bersifat oligopoli akan menghambat pedagang bahan
baku yang lain untuk memasuki pasar bahan baku karena pedagang baru tidak
mampu bersaing dengan pedagang besar yang sudah menguasai pasar.
Kemampuan pedagang bahan baku besar untuk mensupli bahan baku ke industri
kecil jamu dengan sistem pembayaran tunda merupakan salah satu hambatan
pedagang lain untuk memasuki pasar bahan baku. Ketergantungan industri kecil
jamu dengan pedagang bahan baku yang sangat tinggi akan membatasi informasi
pasar karena informasi pasar cenderung dikuasai oleh pedagang besar. Kondisi
113
tersebut pada akhirnya akan semakin memperkokoh posisi tawar pedagang bahan
baku terhadap industri kecil jamu.
Sumber Permodalan Industri Kecil Jamu
Faktor Keputusan Pemilihan Sumber Permodalan
Analisis faktor yang mempengaruhi keputusan pemilihan sumber
permodalan dilakukan dengan menggunakan regresi logistik dengan melihat
peluang memilih bank dibandingkan dengan sumber permodalan yang lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peluang memilih bank dibandingkan dengan
sumber permodalan yang lain adalah : skala usaha, tingkat pendidikan, informasi
sumber permodalan, akses terhadap sumber permodalan, prosedur dan
persyaratan, jaminan/agunan yang dipersyaratkan dan jumlah plafon kredit yang
bisa diperoleh. Regresi logistik yang dipergunakan untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi peluang pengusaha industri kecil jamu memilih bank konvensional
terhadap sumber permodalan yang lain adalah sebagai berikut:
Pbank/ Pnonbank = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 +β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 +
β7 X7 + e
Keterangan :
Pbank/ Pnonbank = perbandingan peluang memilih bank terhadap sumber
permodalan yang lain.
X1 = Skala usaha.
X2 = Tingkat pendidikan.
X3 = Prosedur dan persyaratan.
X4 = Informasi sumber permodalan.
X5 = Akses terhadap sumber permodalan.
X6 = Jumlah plafon kredit yang bisa diperoleh.
X7 = Jaminan/agunan yang dipersyaratkan.
α = konstanta.
β1-β5 = koefisien regresi.
e = kesalahan pengganggu.
114
Berdasarkan analisis regresi logistik pada tingkat α 0,01 menunjukkan
bahwa X2hitung > X2
tabel. Angka tersebut dapat disimpulkan bahwa pada taraf
kepercayaan 99% berbeda secara nyata, yang berarti Ho ditolak sehingga model
dapat diterima. Artinya model dapat menjelaskan hubungan fungsional antara
variabel independen dengan variabel dependen, dengan kata lain variabel
dependen secara keseluruhan dapat menjelaskan variabel independen. Hal ini
ditunjang dengan nilai goodness of Fit sebesar 0,995 yang berarti bahwa secara
statistik model tersebut dapat memprediksi faktor yang mempengaruhi peluang
memilih bank terhadap sumber permodalan yang lain (Tabel 15).
Hasil analisis regresi logistik peluang memilih sumber permodalan
dengan bank terhadap sumber permodalan lain secara lengkap disajikan dalam
Tabel 15. Hasil analisis regresi logistik tersebut menunjukkan bahwa variabel
yang secara signifikan mempengaruhi keputusan pemilihan sumber permodalan
bank adalah akses terhadap sumber permodalan, prosedur dan persyaratan, skala
usaha dan jumlah plafon yang bisa diperoleh.
Tabel 15 Hasil analisis regresi logistik peluang memilih bank terhadap sumber permodalan yang lain
Variabel
Koefisien Z p Odds rasio
Konstanta -14,110 -1,21 0,226
Skala usaha 0,243 1,35 0,176 1,27
Pendidikan -0,346 -0,85 0,394 0,71
Prosedur dan persyaratan 3,715 1,86 0,063 41,07
Informasi sumber permodalan
-0,725 -0,30 0,767 0,48
Akses terhadap sumber permodalan
4,544 2,51 0,012 94,08
Jumlah plafon kredit yang bisa diperoleh
1,186 0,68 0,499 3,27
Jaminan/agunan
-2,854 -1,34 0,179 0,06
Tabel 15 mengungkapkan bahwa skala usaha berpengaruh nyata terhadap
peluang keputusan memilih bank pada tingkat kepercayaan 82%. Nilai odds rasio
sebesar 1,27 menunjukkan bahwa kenaikan skala usaha satu satuan dan variabel
115
yang lain dianggap konstan maka akan meningkatkan rasio peluang memilih bank
terhadap sumber permodalan yang lain sebesar 1,27 kali pada level tertentu.
Semakin besar skala usaha industri kecil jamu akan semakin memperbesar
peluang keputusan memilih sumber permodalan bank.
Tingkat pendidikan berpengaruh tidak nyata terhadap peluang keputusan
memilih sumber permodalan bank pada tingkat kepercayaan 80%. Hal ini berarti
bahwa peluang memilih sumber permodalan bank tidak dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan. Tingkat pendidikan bukan merupakan variabel yang mempengaruhi
peluang memilih bank karena hampir semua pengusaha industri kecil jamu sudah
memiliki pengetahuan yang baik tentang perbankan. Pada sisi lain dengan
semakin majunya teknologi informasi tingkat pendidikan formal tidak lagi
menjadi hambatan pengusaha industri kecil jamu karena pengetahuan tidak hanya
diperoleh dari pendidikan formal.
Prosedur dan persyaratan berpengaruh nyata terhadap peluang keputusan
memilih sumber permodalan bank pada tingkat kepercayaan 93%. Nilai odds rasio
sebesar 41,07 menunjukkan bahwa kenaikan tingkat kemudahan prosedur dan
persyaratan satu satuan dan variabel yang lain dianggap konstan akan
menyebabkan meningkatnya rasio peluang memilih sumber permodalan bank
terhadap pemilihan sumber permodalan lain sebesar 41,07 kali pada level
tertentu. Semakin mudah prosedur dan persyaratam akan semakin meningkatkan
peluang keputusan memilih sumber permodalan bank. Berdasarkan uraian tersebut
maka prosedur dan persyaratan ini merupakan variabel yang harus diperhatikan
dalam merumuskan model sumber permodalan pada pengembangan industri kecil
jamu.
Informasi sumber permodalan berpengaruh tidak nyata terhadap peluang
keputusan memilih sumber permodalan bank pada tingkat kepercayaan 80%. Hal
ini berarti bahwa peluang keputusan memilih sumber permodalan bank tidak
dipengaruhi oleh banyaknya informasi sumber permodalan yang diterima oleh
pengusaha industri kecil jamu. Informasi sumber permodalan yang diterima oleh
pengusaha industri kecil jamu relatif sama antar pengusaha satu dengan yang
lainnya sehingga variabel ini tidak mempengaruhi peluang keputusan memilih
sumber permodalan bank.
116
Akses terhadap sumber permodalan berpengaruh nyata terhadap peluang
keputusan memilih sumber permodalan bank pada tingkat kepercayaan 95%.
Semakin mudah akses terhadap sumber permodalan semakin meningkat peluang
keputusan memilih sumber permodalan bank. Nilai odds rasio sebesar 94,08
menunjukkan bahwa kenaikan tingkat kemudahan satu satuan dan variabel yang
lain dianggap konstan akan menyebabkan kenaikan rasio peluang keputusan
memilih sumber permodalan bank terhadap sumber permodalan lain sebesar 94,08
kali pada level tertentu. Akses terhadap sumber permodalan merupakan variabel
yang paling mempengaruhi peluang keputusan memilih sumber permodalan bank,
sehingga variabel ini harus diperhatikan dalam merumuskan model sumber
permodalan pada pengembangan industri kecil jamu.
Jumlah plafon kredit yang bisa diperoleh berpengaruh tidak nyata terhadap
peluang keputusan memilih sumber permodalan bank pada tingkat kepercayaan
80%. Hal ini berarti bahwa peluang keputusan memilih sumber permodalan bank
tidak dipengaruhi oleh jumlah plafon kredit yang bisa diperoleh dari sumber
permodalan. Jaminan/agunan berpengaruh nyata terhadap peluang keputusan
memilih sumber permodalan pada tingkat kepercayaan 82%. Nilai odds rasio
sebesar 0,06 menunjukkan ini berarti bahwa kenaikan jumlah agunan satu satuan
dan variabel yang lain dianggap konstan akan menurunkan rasio peluang
keputusan memilih bank terhadap sumber permodalan yang lain sebesar 0,06 kali
pada level tertentu. Semakin besar agunan yang dipersyaratkan akan semakin
menurunkan peluang keputusan memilih sumber permodalan bank.
Hasil analisis regresi logistik tersebut menunjukkan bahwa variabel yang
secara signifikan mempengaruhi keputusan pemilihan sumber permodalan adalah
akses terhadap sumber permodalan, prosedur dan persyaratan, skala usaha dan
jumlah plafon yang bisa diperoleh. Variabel-variabel tersebut selanjutnya akan
digunakan sebagai kriteria dalam pemilihan sumber permodalan dengan
menggunakan AHP.
117
Alternatif Sumber Permodalan Industri Kecil Jamu
Modal adalah merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan
industri kecil jamu. Pada tahap awal industri kecil jamu investasi awal sumber
permodalan umumnya adalah dari modal pribadi pengusaha kecil atau modal
perorangan yang secara sosial dekat pengusaha tersebut. Pada tahap ini
ketidakpastian usaha masih begitu besar sehingga sulit untuk mendapatkan
komitmen pendanaan dari lembaga keuangan komersial. Tahap selanjutnya usaha
mulai melampaui kemampuan pemilik usaha sehingga pemilik tidak mampu lagi
untuk membiayai investasi berikutnya. Pada tahap ini pemilik usaha harus
mencari sumber permodalan pada lembaga keuangan guna memenuhi kebutuhan
modal tersebut.
Permasalahan yang sering dihadapi industri kecil jamu terutama
disebabkan oleh masih rendahnya akses untuk mendapatkan fasilitas dari lembaga
keuangan dan lemahnya administrasi, jangkauan pasar, legalitas usaha serta
agunan yang memadai. Berdasarkan dari kondisi tersebut kecenderungannya
adalah skim kredit yang disalurkan oleh lembaga keuangan secara teknis kurang
menjangkau usaha kecil, lembaga penyalur kredit belum dapat menyediakan
fasilitas yang sesuai dengan usaha kecil dan anggapan bahwa usaha kecil
tergolong beresiko tingi dengan tingkat pengembalian rendah.
Bentuk-bentuk lembaga keuangan sangat beragam. Ditinjau dari aspek
legalitasnya lembaga keuangan dapat digolongkan menjadi dua yaitu bank (BPD,
BRI, BPR, BNI dll) dan non bank. Katagori non bank dapat dibedakan menjadi
lembaga formal (misalnya koperasi simpan pinjam, koperasi BMT, lembaga kredit
desa) dan lembaga non formal baik berupa perorangan maupun perkumpulan
(pelepas uang, lembaga arisan, kelompok swadaya masyarakat, dll).
Industri kecil jamu dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan modalnya
dihadapkan pada beberapa alternatif pilihan sumber permodalan. Alternatif
sumber permodalan industri kecil jamu berdasarkan hasil kajian dalam penelitian
adalah sebagai berikut :
1 Bank Perkreditan Rakyat
2 Bank Syariah.
3 Modal Ventura.
118
4 Koperasi.
5 Pelepas Uang.
Bank Perkreditan Rakyat. Bank perkreditan rakyat adalah bank yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan
menerima simpanan hanya dalam bentuk tabungan, deposito berjangka dan atau
bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Bentuk badan hukum BPR dapat
berupa perseroan terbatas atau perusahaan daerah. Kegiatan yang dapat dilakukan
oleh BPR adalah sebagai berikut :
1 Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2 Memberikan kredit.
3 Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4 Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito
berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada bank lain.
Kegiatan yang tidak dapat dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat adalah
sebagi berikut :
1 Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.
2 Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
3 Melakukan penyertaan modal.
4 Melakukan usaha perasuransian.
5 Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh BPR.
Bank Syariah. Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat
Islam. Bank syariah dalam melakukan kegiatan usahanya semata-mata
berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai pengganti bunga bank. Falsafah dasar dari
hubungan perniagaan atau hubungan transaksi ekonomi antar pihak-pihak yang
terlibat dalam operasi bank berdasarkan syariah Islam adalah :
119
1 Efisiensi yaitu mengacu pada prinsip saling mendorong untuk berikhtiar dalam
mencapai untung sebesar mungkin dengan masukan-masukan yang perlu
diberikan selayaknya.
2 Keadilan yaitu mengacu pada hubungan yang tidak mendholimi, iklas
mengiklaskan antara pihak yang terlibat dengan persetujuan yang matang
tentang proporsi masukan dan keluaran dari masing-masing pihak.
3 Kebersamaan yaitu mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan
nasehat untuk saling meningkatkan produktifitas.
Modal Ventura. Modal ventura merupakan suatu bentuk pembiayaan
kepada badan usaha (perusahaan) kecil yang berupa penyertaan modal untuk
jangka waktu sementara. Balas jasa yang didapat oleh pemilik modal adalah bagi
hasil jika perusahaan yang dibiayai (perusahaan pasangan usaha) untung dan bagi
resiko jika perusahaan pasangan usaha rugi.
Pada dasarnya pembiayaan yang diberikan kepada perusahaan pasangan
usaha (PPU) diberikan tidak melalui skema kredit melainkan melalui penyertaan
modal (pemilik modal ikut memiliki saham, yang setelah waktu tertentu akan
dijual kembali) Dengan demikian dari sisi PPU tidak akan terbebani dengan
kewajiban membayar bunga yang tetap tanpa mempertimbangkan naik turunnya
kinerja keuangan perusahaan. Pembayaran yang dilakukan oleh PPU tergantung
pada keuntungan yang dibukukan berupa deviden. Pada sisi pemilik modal
penghasilan yang terutama diharapkan bukanlah dari deviden melainkan dari
capital gain, yakni selisih nilai saham ketika saham dijual dibanding dengan nilai
saham ketika dahulu masuk (saat awal memberikan pembiayaan kepada PPU).
Pada perkembangan selanjutnya berkembang mekanisme bagi hasil.
Mengingat sumber utama pendapatan pemilik modal berasal dari
peningkatan nilai perusahaan maka pemilik modal ventura akan bersikap aktif ikut
mengusahakan terjadinya peningkatan nilai perusahaan baik melalui monitoring,
bantuan manajemen, teknis, hingga upaya-upaya peningkatan nilai yang dapat
dilakukan. Dengan demikian hubungan yang terjadi dengan PPU lebih bersifat
partnership.
Koperasi. Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang
bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-
120
aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka
kendalikan secara demokratis. Koperasi merupakan perkumpulan demokratis
yang dikendalikan oleh para anggota secara aktif berpartisipasi dalam penetapan
kebijakan-kebijakan perkumpulan dan mengambil keputusan-keputusan. Dalam
koperasi primer anggota-anggota mempunyai hak-hak suara yang sama (satu
anggota, satu suara), dan koperasi pada tingkatan-tingkatan lain juga diatur secara
demokratis.
Anggota-anggota menyumbang secara adil dan mengendalikan secara
demokrasi modal dari koperasi mereka. Sekurang-kurangnya sebagian dari modal
tersebut biasanya merupakan milik bersama dari koperasi. Anggota-anggota
biasanya menerima kompensasi yang terbatas. Koperasi akan dapat memberikan
pelayanan paling efektif kepada para anggota dan memperkuat gerakan koperasi
dengan cara bekerja sama melalui struktur-struktur lokal, nasional, regional, dan
internasional.
Kegiatan koperasi dapat berupa usaha simpan pinjam yang menyediakan
modal usaha bagi anggotanya. Kegiatan simpan pinjam merupakan salah satu unit
usaha koperasi atau dapat sebagai usaha tunggal koperasi yaitu sebagai koperasi
simpan pinjam. Koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam koperasi
merupakan salah satu alternatif sumber permodalan untuk pengembangan industri
kecil jamu.
Pelepas Uang. Pelepas uang adalah lembaga lokal yang tumbuh dan
berkembang di tingkat lokal yang melayani kebutuhan mereka dengan azas
swadaya dan pendekatan pasar. Lembaga keuangan ini menyediakan modal
kepada yang membutuhkan dengan imbalan bunga sesuai dengan yang disepakati.
Keberadaan lembaga ini seringkali mengalami hambatan oleh kebijakan
pemerintah. Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 7 tahun 1992 terkesan
menitikberatkan efisiensi dengan menyederhanakan struktur perbankan, tetapi
kurang memperhatikan aspek kebijaksanaan dan keadilan bagi lembaga keuangan
tradisiona l yang telah lama ada. Kebijakan yang mewajibkan lembaga keuangan
untuk mengadaptasi sistem BPR membawa implikasi perubahan sistem akuntansi,
struktur organisasi dan peningkatan biaya yang sukar diadaptasi oleh lembaga
keuangan ini. (Martowijoyo 2002).
121
Kriteria Sumber Permodalan
Pengambilan keputusan terhadap sumber permodalan untuk
membiayai industri kecil merupakan suatu pemilihan alternatif dari beberapa
alternatif yang dapat dilakukan. Sama halnya dengan pengambilan keputusan
pengadaan bahan baku, pengambilan keputusan sumber permodalan dilakukan
dengan melakukan penilaian alternatif yang kemudian memilih nilai tertinggi dari
alternatif tersebut. Untuk melakukan penilaian alternatif diperlukan kriteria-
kriteria sebagai dasar penilaian alternatif tersebut. Penilaian alternatif sumber
permodalan industri kecil jamu dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria sumber
permodalan. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik terdapat empat variabel
yang secara signifikan mempengaruhi keputusan pemilihan sumber permodalan
yang selanjutnya digunakan sebagai kriteria dalam pemilihan sumber permodalan.
Keempat kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
1 Kesesuaian dengan skala usaha
2 Prosedur dan persyaratan sumber permodalan
3 Kemudahan akses terhadap sumber permodalan.
4 Jaminan/agunan yang dipersyaratkan.
Kesesuaian Dengan Skala Usaha. Skala usaha industri kecil seringkali
menjadi hambatan untuk memperoleh modal dari sumber permodalan. Pemilihan
sumber permodalan harus disesuaikan dengan sumber permodalan yang mau
melayani industri jamu dengan skala kecil ini. Oleh karena itu kesesuaian dengan
skala usaha merupakan salah satu pertimbangan dalam pemilihan sumber
permodalan.
Prosedur dan Persyaratan. Persmasalahan klasik yang umum dihadapi
oleh industri kecil adalah keterbatasan akses terhadap sumber permodalan yang
ada. Prosedur dan persyaratan yang diberikan oleh lembaga keuangan sering kali
tidak mampu dipenuhi oleh industri kecil jamu. Pada umumnya industri kecil
jamu belum mampu memenuhi persyaratan teknis bank yang berkaitan dengan
perizinan dan jaminan yang dipunyai. Prosedur dan persyaratan inilah yang
menjadi salah satu pertimbangan industri kecil jamu dalam mengakses sumber
permodalan.
122
Kemudahan Akses Terhadap Sumber Permodalan. Kemudahan akses
ini merupakan salah satu kriteria yang dipakai pengusaha kecil jamu dalam
menentukan sumber permodalannya. Semakin mudah dan terjangkau sumber
permodalan tersebut maka akan semikin dipilih sebagi sumber permodalan.
Jaminan/Agunan yang dipersyaratkan. Salah satu kendala industri kecil
jamu dalam mengakses sumber permodalan adalah keterbatasan agunan yang
dipersyaratkan oleh lembaga keuangan. Kelonggaran atas jaminan yang
dipersyaratkan akan sangat diminati oleh industri kecil jamu.
Pemilihan Alternatif Sumber Permodalan
Pemilihan alternatif sumber permodalan dilakukan dengan menggunakan
metode pengambilan keputusan AHP. Penilaian alternatif berdasarkan kriteria
sumber permodalan industri kecil jamu dilakukan oleh pakar. Pakar tersebut
melakukan penilaian terhadap alternatif berdasarkan kriteria sumber permodalan
yang sudah dirumuskan sebelumnya. Penilaian dilakukan dilakukan dengan
menggunakan metode perbandingan berpasangan dengan skala 1-9.
Hasil analisis AHP baik pada kasus di Sukoharjo maupun di Cilacap
menunjukkan bahwa bank perkreditan rakyat mendapatkan prioritas tertinggi
sebagai sumber permodalan dalam pengembangan industri kecil jamu (Gambar 29
dan Gambar 30). Bank perkreditan rakyat adalah merupakan sumber permodalan
yang paling banyak digunakan oleh industri kecil jamu. Keunggulan sumber
permodalan ini dibandingkan dengan sumber permodalan lain adalah tersedianya
berbagai skim kredit yang dapat diakses oleh industri kecil jamu.
Meskipun belum semua industri kecil jamu menggunakan sumber
permodalan bank perkreditan rakyat tetapi sumber permodalan bank perkreditan
rakyat merupakan alternatif yang paling memungkinkan untuk pengembangan
industri kecil jamu. Hal ini disebabkan oleh karena ketersedian dana yang cukup
tinggi dan hampir semua industri kecil jamu sudah mengenal dengan baik sumber
permodalan ini. Kredit yang disediakan oleh bank perkreditan rakyat terdiri dari
berbagai macam skim kredit yang dapat diakses oleh industri kecil jamu.
Industri kecil yang sudah mempunyai kemampuan yang memadai dapat
langsung berhubungan dengan pihak bank untuk memperoleh skim kredit dari
123
bank tersebut sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Industri kecil yang
belum mempunyai kemampuan yang memadai dapat melakukan koordinasi
dengan kelompok usaha untuk memperoleh kredit dari bank. Pada kondisi ini
peran pemerintah daerah (dinas terkait) diperlukan yaitu sebagai fasilitator
industri kecil dalam memperoleh kredit dari bank.
Gambar 29 Hasil pemilihan sumber permodalan dengan metode AHP di
Kabupaten Sukoharjo.
Alternatif:
Tujuan
Pemilihan Sumber Permodalan
Bank Perkreditan
Rakyat 0,4330
Modal Ventura
0,0445
Koperasi
0,3010
Bank Syariah
0,1523
Pelepas Uang
0,0692
Fokus:
Kesesuaian dengan
skala usaha 0,0569
Prosedur dan
persyaratan 0,2176
Jaminan/ agunan
0,0999
Akses thd sumber
permodalan 0,6256
Faktor
Industri Kecil Jamu
0,4825
Pemerintah Daerah 0,3835
Industri Jamu
0,1340 Aktor
Meningkatkan skala usaha
0,3681
Meningkatkan produktifitas
0,2210
Meningkatkan penggunaan
teknologi 0,2751
Meningkatkan distribusi produk 0,1358
124
Gambar 30 Hasil pemilihan sumber permodalan dengan metode AHP di Kabupaten Cilacap.
Kelembagaan Usaha Industri Kecil Jamu
Alternatif Kelembagaan Usaha Industri Kecil Jamu
Kelembagaan usaha industri kecil jamu sangat penting mengingat
kelembagaan inilah yang akan mendasari keputusan untuk investasi, berproduksi
dan kegiatan ekonomi lain yang didalamnya terdapat kaidah-kaidah atau aturan-
aturan baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan tindakan dalam
mencapai tujuan. Pengembangan industri kecil jamu dapat dilakukan melalui
beberapa alternatif kelembagaan usaha. Kelembagaan usaha diperlukan dalam
rangka untuk mengatur alokasi sumber daya yang dimiliki oleh industri kecil
Alternatif:
Tujuan
Pemilihan Sumber Permodalan
Bank Perkreditan
Rakyat 0,4216
Modal Ventura
0,0628
Koperasi
0,3046
Bank Syariah
0,1604
Pelepas Uang
0,0506
Fokus:
Kesesuaian dengan
skala usaha 0,0513
Prosedur dan
persyaratan 0,2393
Jaminan/ agunan
0,1067
Akses thd sumber
permodalan 0,6027
Faktor
Industri Kecil Jamu
0,5037
Pemerintah Daerah 0,3945
Industri Jamu
0,1019
Aktor
Meningkatkan skala usaha
0,3803
Meningkatkan produktifitas
0,3887
Meningkatkan penggunaan
teknologi 0,1340
Meningkatkan distribusi produk 0,0970
125
sehingga lebih optimal. Bentuk kelembagaan yang menjamin terciptanya
hubungan kerjasama yang bersifat jangka panjang akan sangat ditentukan
besarnya biaya transaksi yang ditimbulkan. Untuk mengatasi hal tersebut maka
perlu adanya koordinasi antar kepentingan dalam mencapai tujuan tersebut.
Pengembangan kelembagaan baru akan membawa konsekuensi adanya
perubahan-perubahan. Nehnevajsa (1986) menyatakan bahwa untuk menentukan
alternatif-alternatif mana yang akan dipilih kaitannya dengan konsekuensi
perubahan perubahan itu maka harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1 Perubahan-perubahan atau inovasi- inovasi manakah yang kelihatannya
praktis, baik ditinjau faktor internal maupun eksternal.
2 Perubahan-perubahan manakah yang paling layak mencapai akibat yang
diinginkan atau sekurang-kurangnya mendekati untuk mencapai tujuan
tersebut.
3 Perubahan manakah yang dapat dilakukan dengan biaya paling rendah dalam
pengertian sumberdaya manusia dan material.
4 Perubahan manakah yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi sampingan
yang paling tidak merugikan.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI (2002) menyebutkan
beberapa pengembangan kelembagaan yang telah dilakukan untuk memajukan
industri kecil menengah antara lain adalah sebagai berikut :
1 Pengembangan koperasi industri dan kerajinan (KOPINKAR).
2 Pembangunan sentra-sentra industri kecil.
3 Pembangunan unit pelayanan promosi, unit pelayanan teknis, unit pelayanan
informasi, pusat promosi dan pemasaran.
4 Pengembangan trading house.
5 Pengembangan pusat promosi khusus.
6 Pendayagunaan pesantren untuk pencetakan wirausaha.
7 Sosialisasi bisnis waralaba.
8 Pengembangan warung informasi.
9 Pengembangan jasa konsultasi untuk industri kecil menengah.
126
Berdasarkan hasil penelitian beberapa alternatif kelembagaan yang dapat
diterapkan dalam pengembangan industri kecil jamu adalah sebagai berikut :
1 Kemitraan.
2 Koperasi.
3 Kelompok usaha.
4 Sentra industri.
5 Usaha mandiri.
Kemitraan. Konsep kemitraan yang dipakai dalam penelitian ini
mengikuti Undang-undang nomor 9 tahun 1995 yaitu kerjasama antara usaha
kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan
pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan
memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling
menguntungkan. Tujuan industri kecil melakukan kemitraan adalah untuk
meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas
sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan
kemampuan usaha kelompok atau usaha mandiri. Kemitraan pada dasarnya akan
dapat meningkatkan akses industri kecil ke pasar, modal, teknologi dan
meningkatkan skala ekonomi usaha. Hal ini akan terjadi bila terjadi komitmen
bersama antara industri kecil dengan industri besar. Kemitraan harus menyadari
kekuatan dan kelemehan masing masing sehingga dapat saling melengkapi.
Hubungan kemitraan akan berkesinambungan jika hasil kerjasama terjadi
secara berulang-ulang dan saling menguntungkan. Proses tersebut terus dilakukan
sampai melahirkan suatu aturan atau norma hubungan bisnis dan pola perilaku
kemitraan. Dalam kondisi seperti inilah hubungan kemitraan yang terjadi dapat
dikatakan telah melembaga dan bahkan akan berlangsung secara lestari (Sumardjo
et al. 2004). Pada kenyataannya kemitraan seringkali mengalami kegagalan dalam
pelaksanaan. Beberapa hambatan yang sering terjadi adalah lemahnya pengusaha
kecil dalam hal wawasan dan kemampuan wirausaha, kurangnya kesadaran pihak
industri besar untuk membina industri kecil dan etika bisnis kemitraan yang
belum berkembang.
Koperasi. Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya koperasi adalah
perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk
127
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi- aspirasi ekonomi, sosial dan
budaya bersama melalui perusahaan yang mereka kendalikan secara demokratis.
Koperasi merupakan perkumpulan demokratis yang dikendalikan oleh para
anggota secara aktif berpartisipasi dalam penetapan kebijakan-kebijakan
perkumpulan dan mengambil keputusan-keputusan. Dalam koperasi primer
anggota-anggota mempunyai hak-hak suara yang sama (satu anggota, satu suara),
dan koperasi pada tingkatan-tingkatan lain juga diatur secara demokratis.
Koperasi-koperasi bersifat otonom, merupakan perkumpulan-perkumpulan
yang menolong diri sendiri dan dikendalikan oleh anggota-anggotanya. Koperasi
mengadakan kesepakatan-kesepakatan dengan perkumpulan-perkumpulan lain,
termasuk pemerintah, atau memperoleh modal dari sumber-sumber luar, dan hal
itu dilakukan dengan persyaratan-persyaratan yang menjamin adanya
pengendalian anggota-anggota serta dipertahankannya otonomi koperasi. Koperasi
dapat merupakan alternatif kelembagaan dalam pengembangan industri kecil
jamu.
Kelompok Usaha. Kelompok usaha adalah merupakan perkumpulan dari
industri kecil jamu yang terorganisir untuk melaksanakan salah satu atau beberapa
bagian dari kegiatan industri. Salah satu ciri dari industri kecil adalah tingkat skala
ekonomi yang relatif kecil sehingga seringkali akan menyebabkan kurang efisien
dalam pemanfaatan sumberdaya. Perry (2000) menyatakan bahwa penggabungan
usaha yang tidak secara menyeluruh akan mempunyai daya tahan operasional dan
ikatan personal antar pengusaha di dalam kelompok usaha. Kelompok usaha
berfungsi untuk mengkoordinasikan suatu bagian usaha sehingga secara ekonomis
dan teknis akan lebih optimal apabila dilakukan secara sendiri-sendiri.
Prinsip dasar dari kelompok usaha ini adalah mensinergikan kekuatan
kekuatan kecil dari industri tersebut menjadi kekuatan yang lebih besar.
Kelompok usaha akan dapat meningkatkan posisi tawar industri kecil karena
secara teknis ekonomis dapat berproduksi lebih efisien. Salah satu alternatif
kelembagaan pengembangan industri kecil jamu adalah melalui kelompok usaha.
Sentra Industri. Sentra industri adalah aglomerasi perusahaan industri di
suatu lokasi yang didalamnya terdapat berbagai kegiatan usaha yang saling terkait
128
kerjasama strategis (secara vertikal maupun horisontal) yang bersifat saling
mengisi, dan saling membutuhkan/ mendukung atau komplementer dan sinergik
yang terkait dalam semangat kebersamaan/komitmen kolektif yang kuat. Sentra
industri kecil jamu didefinisikan sebagai suatu konsentrasi dari sekumpulan
industri kecil jamu di suatu lokasai yang sama. Pengembangan industri kecil jamu
dapat dilakukan dengan mengembangkan sentra industri kecil di suatu lokasi.
Dengan terbentuknya sentra industri kecil jamu disuatu wilayah akan lebih
memudahkan koordinasi dan saling komplementer antara industri kecil satu
dengan yang lain. Dari segi pemasaran dengan adanya sentra industri kecil jamu
ini akan lebih mudah diketahui oleh konsumen daripada tidak tersentralisir.
Usaha Mandiri. Usaha mandiri adalah usaha industri kecil jamu yang
dilakukan dengan tanpa melakukan ikatan secara formal dengan industri atau
kelompok lain. Kegiatan usaha mandiri industri kecil jamu ini dilakukan sebagai
satu kesatuan unit sendiri, sehingga baik pengadaan bahan baku, proses produksi,
pengemasan dan pemasaran diupayakan oleh industri kecil itu sendiri.
Pengembangan industri kecil jamu dapat dilakukan dengan mengembangkan
industri kecil melalui usaha mandiri.
Kriteria Kelembagaan Usaha
Pengembangan industri kecil jamu dapat dilakukan melalui alternatif-
alternatif kelembagaan pengembangan sebagaimana yang sudah diuraikan
sebelumnya. Pengambilan keputusan terhadap kelembagaan pengembangan
merupakan suatu pemilihan alternatif dari beberapa alternatif yang dapat
dilakukan. Sama halnya dengan pengambilan keputusan pengadaan bahan baku
dan sumber permodalan yang digunakan untuk membiayaai industri kecil jamu,
pengambilan keputusan kelembagaan pengembangan dilakukan dengan
melakukan penilaian alternatif yang kemudian memilih nilai tertinggi dari skor
alternatif tersebut. Untuk melakukan penilaian alternatif diperlukan kriteria-
kriteria sebagai dasar penilaian alternatif tersebut. Penilaian alternatif
kelembagaan pengembangan industri kecil jamu dilakukan berdasarkan kriteria-
kriteria kelembagaan pengembangan. Berdasarkan hasil kajian pustaka dan
129
pendapat pakar kriteria kelembagaan pengembangan industri kecil adalah sebagai
berikut :
1 Daya saing kelembagaan tersebut.
2 Pasar yang akan diperoleh dari kelembagaan tersebut.
3 Profit yang diperoleh dengan kelembagaan tersebut.
4 Tingkat kesinambungan dengan kelembagaan tersebut.
5 Akses permodalan dengan kelembagaan tersebut.
6 Efisiensi dengan kelembagaan tersebut.
7 Kemudahan manajemen dengan kelembagaan tersebut.
Daya Saing. Salah satu permasalahan yang menyebabkan tidak
berkembangnya industri kecil jamu adalah posisi dalam persaingan rendah. Hal ini
dikarenakan kurangnya informasi tentang kondisi lingkungan yang menyangkut
pemasok, aturan atau kebijakan pemerintah dan perubahan pasar dan teknologi.
Tujuan pengembangan kelembagaan adalah untuk meningkatkan daya saing
industri kecil jamu. Pertimbangan pemilihan kelembagaan yang akan digunakan
pengembangan industri kecil jamu harus dilihat apakah kelembagaan yang dipilih
mampu meningkatkan daya saing industri kecil jamu. Kriteria ini akan
memberikan penilaian apakah kelembagaan yang dipilih akan mampu
meningkatkan daya saing atau tidak. Semakin tinggi daya saing kelembagaan
tersebut maka akan semakin tinggi penilaian yang diberikan.
Pasar. Industri kecil jamu seringkali tidak mampu memenuhi permintaan
pasar yang menuntut kestabilan mutu, jumlah pesanan yang besar, delivery cepat
dan tepat waktu. Salah satu tujuan pemilihan kelembagaan pengembangan adalah
untuk memilih kelembagaan mana yang dapat meningkatkan pangsa pasar industri
kecil jamu. Dengan kelembagaan yang dipilih diharapkan mampu meningkatkan
kemampuan dan agresifitas pengusaha kecil jamu mengakses pasar. Kriteria ini
akan memberikan penilaian apakah kelembagaan yang dipilih mampu
meningkatkan peluang pasar yang akan diperoleh atau tidak. Semakin tinggi pasar
yang akan diciptakan dengan kelembagaan tersebut maka akan semakin tinggi
penilaian yang diberikan.
130
Profit. Tujuan utama dari suatu usaha adalah untuk mendapatkan profit
yang setinggi mungkin. Tingkat keuntungan industri kecil jamu yang relatif kecil
menyebabkan industri ini kurang berkembang dengan baik. Kelembagaan yang
dipilih diharapkan mampu meningkatkan profit industri kecil jamu. Kriteria ini
akan memberikan penilaian apakah kelembagaan yang dipilih mampu
memberikan profit yang lebih tinggi. Semakin tinggi profit yang akan diperoleh
dengan kelembagaan tersebut maka akan semakin tinggi penilaian yang diberikan.
Kesinambungan. Kelembagaan akan berkesinambungan apabila hasil
kerjasama antar elemen terjadi berulang ulang dan saling menguntungkan. Proses
yang terus menerus dilakukan sampai melahirkan norma hubungan bisnis dalam
perilaku usaha. Dalam kondisi seperti inilah kelembagaan usaha akan berlangsung
lestari. Pemilihan kelembagaan pengembangan industri kecil jamu harus mampu
menjamin kesinambungan kelembagaan tersebut. Kriteria ini akan memberikan
penilaian apakah kelembagaan yang dipilih dapat berkesinambungan atau tidak.
Semakin dapat berkesinambungan maka semakin tinggi penilaian yang diberikan.
Akses Permodalan. Salah satu kebutuhan industri kecil jamu untuk
mengembangkan usahanya adalah modal usaha. Kemampuan permodalan industri
kecil jamu masih terbatas dan kemampuan mengakses permodalan juga terbatas.
Hal ini disebabkan catatan usaha yang tidak teratur dan agunan untuk meminjam
di bank seringkali tidak dapat memenuhi audit akuntansi bank. Kelembagaan
pengembanganindustri kecil jamu diharapkan mampu menjawab permasalahan
tersebut. Kriteria ini akan memberikan penilaian kelembagaan yang dipilih
berkaitan dengan kemampuan kelembagaan tersebut mengakses sumber
permodalan. Semakin mudah kelembagaan tersebut mengakses sumber
permodalan akan semakin tinggi penilaian yang diberikan.
Efisiensi. Penguasaan teknologi produksi, daya inovasi dan skala usaha
industri kecil jamu masih terbatas. Teknologi yang digunakan biasanya masih
sederhana. Kondisi ini mengakibatkan tingkat efisiensi industri kecil jamu masing
rendah. Kelembagaan pengembangan industri kecil jamu diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi industri jamu sehingga akan mampu bersaing dengan
industri lain. Kriteria ini akan memberikan penilaian apakah kelembagaan yang
131
dipilih mempunyai efisiensi lebih tinggi atau tidak. Semakin tinggi tingkat
efisiensi dengan kelembagaan tersebut maka semakin tinggi nilai yang diberikan.
Kemudahan Manajemen. Salah satu ciri industri kecil jamu adalah
manajemen usaha yang sederhana sehingga memungkinkan pengusaha kecil jamu
mengambil tindakan efektif untuk memperbaiki kinerja usaha. Dalam
menjalankan usahanya pengusaha kecil jamu lebih fleksibel bereaksi terhadap
perubahan lingkungan. Struktur usaha yang tidak begitu formal memudahkan
dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Pemilihan kelembagaan
pengambangan industri kecil jamu harus memperhatikan aspek kemudahan
manajemen sehingga akan menjamin keberhasilan pengembangan. Kriteria ini
akan memberikan penilaian apakah kelembagaan yang dipilih mempunyai
kemudahan manajemen atau tidak. Semakin mudah manajemen kelembagaan
tersebut maka akan semakin tinggi penilaian yang diberikan.
Pemilihan Alternatif Kelembagaan Usaha
Penilaian alternatif berdasarkan kriteria kelembagaan usaha industri kecil
jamu dilakukan oleh tujuh orang pakar yang mewakili akademisi, pelaku usaha
dan birokrat. Pakar tersebut melakukan penilaian terhadap alternatif berdasarkan
kelembagaan usaha yang sudah dirumuskan sebelumnya. Penilaian dilakukan
dengan memberikan skor pada masing-masing alternatif dengan skala 1-9. Bobot
kriteria kelembagaan usaha industri kecil jamu ditentukan dengan menggunakan
metode perbandingan berpasangan yang dilakukan oleh pakar. Skor bobot kriteria
dari hasil perbandingan berpasangan ditransformasikan kedalam nilai bilangan
bulat (Gambar 31).
132
0123456789
Bo
bo
t
Dayasaing
Pasar Profit Kesinam-bungan
Aksesmodal
Efisiensi Kemu-dahanmana-jemen
Kriteria
Gambar 31 Bobot kriteria pemilihan kelembagaan usaha.
Alternatif kelembagaan usaha industri kecil jamu dinilai berdasarkan
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Skor alternatif kelembagaan usaha adalah
merupakan agregasi penilaian berdasarkan kriteria-kriteria dengan pembobotan
yang ditentukan sebelumnya. Perhitungan skor alternatif kelembagaan usaha
dihitung dengan rumus persamaan (1). Hasil penilaian beberapa alternatif
kelembagaan usaha industri kecil jamu menunjukkan bahwa kelembagaan
kelompok usaha merupakan alternatif terbaik dengan nilai 135.045.368 Hasil
penilaian beberapa alternatif kelembagaan usaha industri kecil jamu secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Hasil penilaian alternatif kelembagaan usaha dengan metode MPE
Nilai Alternatif No
Kriteria
Bobot Kemitraan Koperasi Kelompok
Usaha Sentra
Industri Usaha Mandiri
1 Daya saing
2 5 6 8 8 6
2 Pasar
7 7 5 7 8 6
3 Profit
9 5 6 8 7 6
4 Kesinambungan
3 2 3 7 7 7
5 Akses permodalan
5 5 5 5 5 5
6 Efisiensi
2 3 3 7 7 4
7 Kemudahan manajemen
3 3 6 8 7 7
Nilai MPE
2.779.862 10.159.234 135.045.368 42.454.683 10.361.495
133
Tabel 16 menunjukkan bahwa kelompok usaha merupakan alternatif
kelembagaan usaha yang paling tepat untuk pengembangan industri kecil jamu.
Kelompok usaha adalah merupakan pengembangan usaha yang tergabung dalam
satu kelompok yang berfungsi untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan usaha.
Kegiatan usaha yang dikoordinasikan bisa satu kegiatan atau beberapa kegiatan.
Berdasarkan hasil pemilihan kelembagaan usaha tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa pengembangan industri kecil jamu sebaiknya dilakukan dengan
pengembangan kelompok usaha. Model kelembagaan ini akan dapat menyatukan
dan sekaligus mensinergikan kekuatan-kekuatan kecil yang dimiliki industri kecil
jamu menjadi kekuatan yang lebih besar.
Alternatif kedua kelembagaan usaha untuk pengembangan industri kecil
jamu adalah sentra industri. Tambunan (1999) menyatakan beberapa karakteristik
sentra industri adalah: pertama sejumlah pengusaha dalam skala sama dan pada
umumnya membuat jenis-jenis produk yang sama atau sejenis dan berlokasi
saling berdekatan pada suatu wilayah. Kedua terdapat (tetapi tidak selalu)
fasilitas-fasilitas terutama dari pemerintah yang digunakan secara bersama oleh
semua pengusaha di lokasi tersebut. Ketiga suatu sentra mencerminkan keahlian
yang seragam dari suatu penduduk yang dimiliki sejak lama. Keempat adanya
kerjasama antara sesama pengusaha, misalnya dalam hal pengadaan bahan baku
atau pemasaran. Kelima walaupun tidak selalu didalam sentra terdapat juga
pensuplai bahan baku dan alat-alat produksi.
Performa Kelembagaan Industri Kecil Jamu
Kelembagaan adalah suatu sistem organisasi dan kontrol terhadap
sumberdaya. Dipandang dari sudut individu kelembagaan merupakan gugus
kesempatan bagi individu membuat keputusan dan melaksanakan aktivitasnya.
Suatu kelembagaan dicirikan oleh tiga hal utama yaitu : batas yurisdiksi, hak dan
kewajiban, aturan representasi (Pakpahan 1989). Performa kelembagaan suatu
kelembagaan dapat diukur dari efisiensi kelembagaan tersebut, adanya pemerataan
yaitu terjadinya pemerataan pendapatan bagi seluruh unsur yang ada dalam pola
kelembagaan tersebut, dan berkelanjutan yaitu terjadinya kelangsungan hidup dari
kelembagaan tersebut.
134
Kelembagaan usaha industri kecil jamu yang ada di daerah penelitian
adalah usaha mandiri dan sebagian tergabung dalam kelembagaan Koperasi Jamu
Indonesia (KOJAI). Bentuk kelembagaan ini belum mampu menjawab
permasalahan yang dihadapi oleh industri kecil jamu. Dilihat dari efisiensinya
kelembagaan usaha mandiri masih belum efisien. Kriteria efisiensi dapat dilihat
dari besar kecilnya biaya transaksi dan biaya produksi diband ingkan dengan
output yang dihasilkan. Pengertian efisien dalam konteks bangunan kelembagaan
pada proses pertukaran yaitu mampu menekan biaya-biaya transaksi. Usaha
mandiri belum mampu menekan biaya-biaya transaksi tersebut karena skala
usahanya yang relatif kecil. Skala usaha yang kecil akan menyebabkan
perbandingan antara biaya transaksi dan biaya produksi dibandingkan dengan
output yang dihasilkan menjadi kecil sehingga tidak efisien.
Kelembagaan koperasi diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang
dihadapi industri kecil jamu ternyata dalam perannya masih belum optimal.
Keanggotaan koperasi jamu sebagian besar lebih didasarkan pada keinginan
anggota untuk memperoleh ijin usaha, sehingga setelah ijin usaha diperoleh maka
ikatan dengan koperasi sudah tidak ada lagi. Keberadaan koperasi jamu ini lebih
didominasi oleh pengurus sehingga lebih mencerminkan kepentingan pengurus
daripada anggotanya. Kondisi ini akan menyebabkan penyimpangan dari aturan
representasi.
Salah satu ciri dari kelembagaan adalah adanya aturan representasi yang
akan mengatur permasalahan siapa yang berhak berpertisipasi terhadap apa dalam
proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya
terhadap performa kelembagaan akan ditentukan oleh kaidah representasi yang
digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk
partisipasi tidak ditentukan oleh rupiah seperti halnya dalam aturan representasi
melalui pasar. Partisipasi lebih banyak ditentukan oleh keputusan politik
organisasi. Koperasi jamu aturan representasinya semestinya sudah jelas yakni
ditentukan oleh Undang-undang koperasi dimana keputusan anggota menentukan
kebijaksanaan organisasi. Karena terjadi penyimpangan aturan representasi ini
maka kelembagaan koperasi akan sulit untuk dipertahankan.
135
Dominasi pengurus koperasi jamu dalam menjalankan kepengurusan ini
akan berdampak pada ketidakadilan. Persyaratan keadilan yang diwujudkan dalam
pemerataan adalah penyebaran manfaat kepada anggota-anggota dalam suatu
organisasi kelembagaan. Bila terjadi pemerataan maka anggota kelembagaan akan
percaya terhadap kelembagaan tersebut, sehingga kesinambungan akan dapat
terjamin. KOJAI yang anggotanya adalah industri kecil jamu belum manjamin
pemerataan yang diharapkan karena anggota belum merasa memperoleh manfaat
dan merasa kegiatan koperasi hanya menguntungkan pengurusnya. Kegiatan
simpan pinjam yang dilakukan KOJAI seringkali menimbulkan kecemburuan
anggota yang lain karena tidak mampu menjamin kebutuhan modal yang
diperlukan industri kecil jamu.
Ukuran ketiga yang dipakai untuk mengetahui performa suatu
kelembagaan yaitu kelangsungan hidup kelembagaan tersebut. Kelangsungan
hidup dapat diukur adanya kemungkinan re- investasi dari hasil produksi dan
kepastian pasar. Kelembagaan yang ada belum mampu menjawab kedua hal
tersebut. Banyak usaha mandiri yang mengalami penurunan omset dan bahkan
gulung tikar karena tidak mampu lagi melakukan reinvestasi dan kepastian pasar
yang tidak terjamin. Keberadaan KOJAI yang mulai ditinggalkan para angotanya
karena tidak mampu menjawab permasalahan industri kecil jamu akan terancam
kesinambungannya.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka perlu adanya alternatif
kelembagaan yang mampu mengatasi segala permasalahan industri kecil jamu
sehingga pengembangan industri kecil jamu dapat terjamin. Pembenahan
kelembagaan yang sudah ada ataupun pembentukan/penyempurnaan kelembagaan
yang ada merupakan faktor yang penting diperhatikan dalam pengembangan
industri kecil jamu. Dengan pembentukan atau terbentuknya kelembagaan baru
maka kemampuan reinvestasi dan jaminan pasar industri kecil jamu dapat terjadi
sehingga pengembangan industri kecil jamu dapat dijamin keberhasilannya.
Strategi Bauran Pemasaran Industri Kecil Jamu
Pemasaran adalah merupakan salah satu bidang fungsional perusahaan
yang harus mendapatkan perhatian serius. Pemasaran bukanlah sekedar menjual
136
produk yang dihasikan oleh industri, tetapi merupakan keseluruhan proses yang
menyesuaikan perusahaan dengan peluang-peluang terbaiknya. Umar (2003)
menyatakan pemasaran terdiri atas proses pembuatan perencanaan pemasaran,
menganalisis peluang pasar, memilih pasar sasaran, mengembangkan bauran
pemasaran dan mengelola usaha pemasaran. Proses-proses ini dilakukan dalam
rangka membantu tercapainya sasaran strategis yang telah dicanangkan secara
menyeluruh. Pertimbangan utama dalam mengembangkan strategi pemasaran
adalah posisi produk perusahaan dan posisi pesaing. Perusahaan harus merancang
strategi pemasaran sesuai dengan posisi dan sumberdaya perusahaan dalam
menghadapi posisi dan sumberdaya pesaing, kemudian secara efektif mengelola
dan menyesuaikan strategi-strategi ini dengan kondisi-kondisi yang terus berubah.
Dari uraian tersebut strategi pemasaran dapat disimpulkan sebagai
keputusan tentang alokasi dan koordinasi sumberdaya pemasaran untuk mencapai
keunggulan bersaing perusahaan dibandingkan dengan pesaingnya. Strategi
pemasaran dilakukan melalui perencanaan terintegrasi dengan aktivitas program
bauran pemasaran yang mampu menciptakan nilai tambah kepada kebutuhan dan
keinginan konsumen pada pasar sasaran. Ada empat komponen pokok bidang
pemasaran yang dapat dikendalikan perusahaan, keempat komponen pokok
tersebut adalah produk, harga, distribusi dan promosi.
Strategi pemasaran industri kecil jamu yang akan dikembangkan adalah
strategi bauran pemasaran. Faktor- faktor bauran pemasaran industri kecil jamu
diidentifikasi yang kemudian akan disintesis menjadi parameter-parameter yang
akan dinilai untuk menentukan strategi bauran pemasaran. Parameter-parameter
ini disusun secara ringkas agar lebih mudah dipahami dan mudah diaplikasikan
oleh pengusaha industri kecil jamu.
Sub model strategi bauran pemasaran industri kecil jamu dirancang dalam
suatu sistem pakar. Sistem pakar yang dirancang menyediakan fasilitas dialog
yang berupa konsultasi yang berfungsi untuk berinteraksi dengan pengguna
dalam menentukan strategi bauran pemasaran industri kecil jamu. Sistem pakar
akan menampilkan kotak dialog yang berupa tahapan konsultasi berupa
pertanyaan pertanyaan parameter dan nilai parameter yang harus dijawab oleh
pengguna. Keluaran sistem pakar berupa ringkasan hasil konsultasi dan hasil
137
konsultasi serta saran dan pertimbangan yang akan diberikan oleh sistem. Sistem
pakar dirancang melalui pengorganisasian pengetahuan yang menggunakan
sumber pengetahuan dari pustaka dan pakar. Sistem pakar yang disusun
menggunakan konsep rule base. Pengetahuan-pengetahuan yang disusun
kemudian diterjemahkan kedalam logika IF … THEN dalam mesin inferensi.
Parameter Bauran Pemasaran
Strategi bauran pemasaran dirancang melalui beberapa tahapan proses,
pada tahap awal kegiatan adalah analisis semua faktor yang berkaitan dengan
produk, harga, distribusi dan promosi. Pada tahap awal ini cukup kompleks karena
banyak faktor yang saling berkitan antara satu dengan yang lain sehingga perlu
sintesis dari semua faktor tersebut. Berdasarkan analisis tersebut maka diperoleh
beberapa parameter strategi bauran pemasaran yang akan digunakan sebagai
masukan dari model.
Parameter bauran pemasaran ini merupakan masukan yang akan
digunakan saat konsultasi dengan sistem. Parameter yang diperlukan untuk
menentukan strategi bauran pemasaran industri kecil jamu adalah sebagai berikut :
1 Penjualan.
2 Tipe pelanggan.
3 Permintaan.
4 Persaingan.
5 Biaya.
6 Laba perusahaan.
Parameter tersebut diisikan pada saat konsultasi dengan sistem. Sistem
akan menanyakan nilai suatu parameter jika dibutuhkan. Pada saat sistem
membutuhkan nilai parameter penjualan, maka akan keluar tampilan seperti pada
Gambar 32. Pengguna harus memilih salah satu nilai parameter yang tersedia
yaitu menurun, stabil atau meningkat. Demikian seterusnya untuk parameter yang
lainnya yang masing-masing parameter sudah tersedia pilihan nilai parameter
tersebut.
138
Gambar 32 Contoh konsultasi sistem pakar.
Strategi Bauran Pemasaran
Keluaran yang dihasilkan oleh sistem pakar strategi bauran pemasaran
adalah berupa ringkasan hasil konsultasi, hasil konsultasi berupa strategi bauran
pemasaran industri kecil jamu dan saran pertimbangan dalam menerapkan strategi
tersebut. Hasil konsultasi tersebut akan ditampilkan langsung oleh sistem yang
dapat dibaca oleh pengguna pada akhir proses konsultasi. Contoh tampilan hasil
konsultasi dapat dilihat pada Gambar 33.
Gambar 33 Contoh hasil konsultasi sistem pakar.
Hasil Konsultasi: Strategi Menarik jenis yang lemah, harga menggunakan biaya tambah, menghapus outlet yang tidak menguntungkan, mengadakan pengurangan promosi sampai tingkat yang dibutuhkan untuk mempertahankan pelanggan loyal. CF = 0,86
Halaman Konsultasi
1. Bagaimana kondisi penjualan sekarang ? Menurun Stabil Meningkat CF : 0.9 2. Bagaimana tipe pelangga ? Pembaharu Masal CF: 1
139
Kelayakan Finansial Industri Kecil Jamu
Keputusan untuk melakukan suatu investasi industri kecil jamu merupakan
keputusan yang menyangkut sejumlah sumber dana yang dialokasikan untuk
mendapatkan suatu keuntungan, oleh sebab itu sebelum mengambil keputusan
tersebut maka salah satu aspek yang perlu dikaji adalah aspek finansial.
Pengambilan keputusan apakah investasi yang akan ditanamkan layak atau tidak
maka diperlukan suatu metode atau prosedur yang dapat dipakai sebagai alat
bantu untuk membuat keputusan investasi tersebut.
Proses pengkajian kelayakan investasi industri kecil jamu dari aspek
finansial adalah dengan menggunakan pendekatan konvensional yakni dengan
menganalisa perkiraan arus kas keluar dan arus kas masuk selama umur proyek
atau investasi. Arus kas akan terbentuk dari perkiraan biaya awal, modal kerja,
biaya operasi, biaya produksi dan pendapatan. Alat ukur atau kriteria yang biasa
dilakukan adalah dengan menggunakan NPV (Net Present value), Net B/C ( Net
Benefit Cost ratio dijalankan yaitu,) dan IRR (Internal Rate Of Return) Net
Present Value (NPV).
Asumsi-asumsi
Sebagai titik tolak analisis finansial perlu adanya sumsi-asumsi sebagai
landasan untuk memperkirakan biaya investasi. Asumsi dasar yang dipakai untuk
analisis finansial industri kecil jamu disesuaikan dengan kondisi pada saat kajian
dilakukan dan mengacu pada hasil-hasil perhitungan yang telah dilakukan pada
aspek lain. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis finansial industri kecil
jamu adalah sebagai berikut :
1 Discount factor didasarkan pada suku bank yakni sebesar 20%.
2 Umur ekonomis proyek diperhitungkan selama 10 tahun.
3 Nilai penyusutan sebesar 20 % untuk bangunan dan 10% untuk mesin dan
peralatan, alat kantor, transportasi yang diperhitungkan dengan metode garis
lurus.
4 Kapasitas Produksi sebesar 308.880 pak per tahun.
5 Harga produk jamu sebesar Rp 1.500 per pak dan konstan selama umur
investasi.
140
6 Debtt of equity ratio (DER) = 70:30.
7 Kredit investasi dan kredit modal kerja jangka waktunya 5 tahun angsuran
prorata dengan tingkat suku bunga 20 % per tahun..
8 Biaya pemeliharaan sebesar 2 % terhadap bangunan, 2,5 % terhadap mesin
dan peralatan, 2,5% untuk instalasi penunjang, 3 % untuk peralatan kantor dan
5 % untuk kendaraan.
9 Pajak sebesar 35 %.
Kriteria Kelayakan
Alat ukur atau kriteria kelayakan digunakan ntuk menentukan apakah
suatu usaha tersebut menguntungkan atau layak untuk diusahakan. Alat ukur atau
kriteria tersebut digunakan untuk mengambil keputusan layak tidaknya suatu
usaha untuk dijalankan. Alat ukur atau kriteria yang biasa dipakai adalah dengan
menggunakan NPV (Net Present value), Net B/C ( Net Benefit Cost ratio), IRR
(Internal Rate Of Return), BEP (Break Even Point) dan PBP (Pay Back Period).
Net present value dapat diartikan sebagai nilai bersih sekarang,
menunjukan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi. Net benefit
cost ratio menujukkan berapa kali lipat keuntungan yang akan diperoleh dari
besarnya investasi yang dikeluarkan. Internal rate of return menunjukkan
prosentase keuntungan yang akan diperoleh dari usaha tersebut tiap tahun. IRR
merupakan kemampuan dari usaha tersebut dalam mengembalikan atau membayar
bunga bank. Pengertian yang sederhana tentang kriteria tersebut saling
mendukung atau saling melengkapi dalam menunjukkan kelayakan dari suatu
usaha.
Analisis yang biasa digunakan dalam menilai kelayakan usaha yaitu
analisis finansial. Analisis finansial pendekatannya individual, yang dimaksud
dengan individu ini adalah dapat berupa perusahaan perorangan atau lembaga
ekonomi (PT, CV). Analisis finansial menujukkan kelayakan usaha dilihat dari
perusahaan. Keuntungan yang diraih merupukan keuntungan yang dilihat dari segi
perusahaan. Analisis suatu usaha yang direncanakan diperlukan data-data yang
relevan dengan usaha tersebut. Biaya yang diperlukan untuk usaha tersebut
dibandingkan dengan nilai hasil produksi yang akan dicapai selama umur proyek
141
merupakan benefit dari usaha tersebut. Pengertian biaya tersebut adalah meliputi
biaya investasi dan biaya operasional/variabel.
Biaya investasi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan sebelum usaha
tersebut berjalan yang meliputi biaya peralatan, mesin-mesin sesuai dengan besar
kecilnya usaha tersebut. Biaya investasi tersebut dikeluarkan pada awal proyek.
Biaya operasional/variabel merupakan seluruh biaya yang dikelua rkan selama
proses produksi meliputi biaya tenaga kerja, produksi, bahan baku, pajak dan
biaya operasional lainya yang digunakan dalam proses produksi. Pengertian
benefit sebenarnya adalah pendapatan yang tampak yaitu benefit yang dapat
dihitung atau dinilai dengan uang dan benefit yang intangible yaitu benefit yang
sulit dihitung dengan uang. Analisis yang digunakan adalah benefit yang tampak
yaitu dinilai hasil produksi tiap tahun/ periode selama umur proyek.
Hasil analisis finansial industri kecil jamu menunjukkan bahwa nilai NPV
dari proyek ini adalah sebesar Rp 225.050.966. Hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa pada tingkat bunga 20% nilai NPV masih menunjukkan positif sehingga
pada tingkat opportunity (discount rate) 20% investasi industri kecil jamu layak
untuk dilakukan. Alat analisis yang lain yang dapat digunakan untuk menentukan
kriteria layak tidaknya suatu usaha untuk dijalankan adalah dengan menghitung
net B/C ratio. Bila net B/C > 1 maka usaha tersebut dapat dilakukan, sedangkan
bila net B/C < 1, maka usaha tersebut tidak dapat dilaksanakan. Hasil analisis
menunjukkan bahwa nilai Net B/C sebesa 2,43 hal ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa investasi industri kecil jamu layak untuk dilaksanakan.
IRR menunjukkan persentase keuntungan yang akan diperoleh tiap tahun
atau merupakan kemampuan usaha dalam mengembalikan bunga bank, hal ini
berarti IRR sama dengan tingkat bunga (discount factor) pada waktu NPV = 0.
Nilai IRR dihitung dengan mencari nilai NPV positif dan negatif yang kemudian
dilakukan interpolasi, apabila IRR > tingkat suku bunga bank maka usaha tersebut
layak dilakukan dan apabila IRR < tingkat suku bunga bank maka usaha tersebut
tidak layak dilakukan. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai IRR sebesar
52,21% hal ini berarti bahwa bila dibandingkan dengan tingkat bunga bank
sebesar 20 % investasi industri kecil jamu masih menguntungkan
142
Kapasitas produksi minimal yang harus diproduksi dihitung dengan
menggunakan analisis Break Even Point (BEP). Analisis Break Event Point atau
analisis titik impas dapat merumuskan pada titik mana tercapai penerimaan sama
dengan biaya. Skala atau volume usaha yang dilakukan harus diatas titik impas.
Perhitungan titik impas industri kecil jamu menunjukkan produksi minimal yang
harus diusahakan adalah sebesar 111.120 pak per tahun. Hal ini apabila
dibandingkan dengan kapasitas produksi yang direncanakan masih lebih kecil
sehingga layak untuk diusahakan. Waktu pengembalian modal atau Pay Back
Period adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal investasi
awal. Hasil perhitungan proyek ini menunjukkan bahwa waktu pengembalian
modal investasi adalah selama 2,84 tahun. Hal ini berarti investasi yang
dikeluarkan akan kembali pada tahun ketiga pada umur investasi.
Analisis sensitivitas kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan
tiga skenario perubahan yang berbeda. Skenario pertama yaitu terjadi kenaikan
harga bahan baku sebesar 20% dan yang lainnya tetap. Skenario kedua terjadi
penurunan harga jual produk sebesar 20% yang lainnya tetap. Skenario ketiga
merupakan kombinasi dari perubahan tersebut yaitu terjadi kenaikan harga bahan
baku 20% dan penurunan harga jual produk sebesar 20%. Hasil analisis
sensitivitas dari ketiga skenario tersebut disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17 Analisis sensitivitas kelayakan finansial
Kriteria kelayakan Harga bahan baku naik 20%
Harga jual produk turun 20%
Harga bahan baku naik 20% dan harga
jual produk turun 20%
NPV Rp 160.595.665,- Rp -27.468.335,- Rp -91.923.636,-
IRR 42,84% 15,96% 6,22%
Net B/C ratio 2,02 0,83 0,42
BEP 121.735 175.973 204.166
Keputusan Layak Tidak layak Tidak layak
Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa kenaikan harga bahan baku
sebesar 20% tidak mempengaruhi keputusan kelayakan finansial. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa kriteria kelayakan yang masih menunjukkan keputusan
layak. Nilai NPV positif sebesar Rp 160.595.665,-, nilai IRR lebih besar dari
143
bunga bank yaitu sebesar 42,84%, nilai net B/C ratio lebih besar dari satu yaitu
2,02 dan PBP kurang dari umur proyek yaitu 3,78 tahun.
Pada skenario kedua yaitu harga jual produk turun 20% kelayakan
finansial menjadi tidak layak, hal ini dapat dilihat pada beberapa kriteria
kelayakan finansial. Nilai NPV negatif sebesar – Rp 27.468.335,-, nilai IRR lebih
kecil dari tingkat bunga yang ditentukan yaitu sebesar 15,96%, nilai net B/C ratio
kurang dari satu yaitu 0,83 dan PBP lebih besar dari umur proyek yaitu sebesar 11
tahun. Skenario ketiga yaitu harga bahan baku naik 20% dan harga produk turun
20% menunjukkan keputusan kelayakan finansial tidak layak, hal ini dapat dilihat
pada beberapa kriteria kelayakan finansial. Nilai NPV negatif sebesar – Rp
91.923.636,-, nilai IRR lebih kecil dari tingkat bunga yang ditentukan yaitu
sebesar 6,22%, nilai net B/C ratio kurang dari satu yaitu 0,42 dan PBP lebih besar
dari umur proyek yaitu sebesar 11 tahun.
PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL JAMU
Model Struktur Elemen Pengembangan
Rancang bangun model pengembangan industri kecil jamu merupakan
permasalahan yang kompleks yang melibatkan beberapa pelaku yang saling
terkait yang masing-masing mempunyai kepentingan. Berkaitan dengan hal
tersebut maka bangun model pengembangan industri kecil jamu ini menggunakan
pendekatan sistem. Sistem pengembangan industri kecil jamu dibagi dalam tujuh
elemen pengembangan yang masing masing elemen terdiri dari sub-sub elemen.
Ketujuh elemen tersebut adalah elemen kebutuhan pengembangan, elemen
kendala dalam pengembangan, elemen perubahan yang dimungkinkan, elemen
tujuan pengembangan, elemen indikator pencapaian tujuan pengembangan,
elemen kegiatan yang dibutuhkan dalam pengembangan dan elemen pelaku
pengembangan. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya keluaran dari sub model
ini adalah struktur masing masing elemen dan sub elemen kunci yang harus
diperhatikan dalam pengembangan industri kecil jamu.
Hasil strukturisasi sistem pengembangan menunjukkan bahwa dalam
pengembangan industri jamu terdapat sub elemen kunci pada masing-masing
elemen. Sub elemen kunci pada elemen kebutuhan pengembangan adalah jaminan
pasar produk jamu yang dihasilkan (A-1), kontinyuitas pasokan bahan baku jamu
(A-2), pengembangan alternatif sumber permodalan yang memadai (A-5),
pembentukan kelompok usaha untuk meningkatkan skala usaha (A-6), pembinaan
manajemen usaha (A-7) dan pengembangan kelembagaan untuk pengendalian
harga (A-9). Keenam sub elemen tersebut merupakan faktor yang harus
mendapatkan perhatian dalam pengembangan industri kecil jamu dan
pengembangan sub model yang lainnya.
Sub elemen kunci pada elemen kendala dalam pengembangan adalah
belum terjaminnya kontinuitas pasokan bahan baku baik dari kualitas maupun
kuantitasnya (B-1) dan keterbatasan permodalan usaha (B-2). Elemen
pengembangan perubahan yang dimungkinkan sub elemen kuncinya adalah
ketersediaan kualitas dan kuantitas bahan baku jamu secara kontinyu (C-3) dan
peningkatan usaha budidaya bahan baku industri kecil jamu (C-6). Kedua sub
145
elemen ini merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
industri kecil jamu, dengan ketersediaan kualitas dan kuantitas bahan baku yang
lebih baik serta peningkatan usaha budidaya bahan baku industri jamu ini akan
membawa perubahan-perubahan pada sub elemen perubahan yang lain dalam
pengembangan industri kecil jamu ini.
Gambar 34 Sub elemen kunci pengembangan industri kecil jamu.
Sub elemen kunci pada elemen tujuan adalah kemudahan mendapat
permodalan usaha (D-10) sedangkan sub elemen kunci pada elemen indikator
pencapaian tujuan pengembangan adalah meningkatnya akses terdahap sumber
permodalan usaha (E-6). Sub elemen kunci yang lain yaitu pada elemen kegiatan
yang dibutuhkan adalah perumusan kebijakan pemerintah daerah yang
Sub elemen kunci kebutuhan - Jaminan pasar produk jamu yang dihasilkan. - Kontinyuitas pasokan bahan baku jamu. - Pengembangan alternatif sumber permodalan yang memadai - Pembentukan kelompok usaha untuk meningkatkan skala usaha. - Pembinaan manajemen usaha. - Pengembangan kelembagaan untuk pengendalian harga.
Model Pengembangan Industri Kecil
Jamu
Sub elemen kunci kendala - Belum terjaminnya kontinuitas pasokan bahan baku baik dari
kualitas maupun kuantitasnya. - Keterbatasan permodalan usaha.
Sub elemen kunci perubahan yang dimungkinkan - Ketersediaan kualitas dan kuantitas bahan baku jamu secara
kontinyu. - Peningkatan usaha budidaya bahan baku industri kecil jamu.
Sub elemen kunci tujuan - Kemudahan mendapat permodalan usaha.
Sub elemen kunci indikator pencapaian tujuan - Meningkatnya akses terdahap sumber permodalan usaha.
Sub elemen kunci kegiatan - Perumusan kebijakan pemerintah daerah yang mendukung
industri kecil jamu
Sub elemen kunci pelaku - Pemerintah daerah.
146
mendukung industri kecil jamu (F-3) dan sub elemen kunci pada elemen pelaku
adalah pemerintah daerah (G-5). Secara skematis sub elemen kunci pada masing-
masing elemen yang harus diperhatikan dalam pengembangan industri kecil jamu
dapat dilihat pada Gambar 34.
Empat belas sub elemen kunci tersebut merupakan kunci pengembangan
industri kecil jamu. Sub elemen kunci tersebut akan dipakai sebagai dasar
pertimbangan dalam penyusunan model pengadaan bahan baku, model sumber
permodalan dan model kelembagaan usaha. Sub elemen kunci ini merupakan
faktor pendorong bekerjanya sub elemem yang lain sehingga akan sangat
menentukan keberhasilan pengembangan industri kecil jamu.
Hasil analisis ISM terhadap elemen-elemen pengembangan industri kecil
jamu juga menghasilkan pengelompokan sub elemen dalam sektor-sektor
independent, linkage dan dependent (Tabel 18). Sub elemen yang berada pada
sektor independent berarti sub elemen ini mempunyai kekuatan penggerak yang
tinggi dan tingkat ketergantungan yang kecil. Sektor linkage menunjukkan bahwa
sub elemen ini mempunyai kekuatan penggerak yang tinggi tetapi mempunyai
tingkat ketergantungan yang tinggi. Pada setiap tindakan pada sub elemen ini akan
sangat menentukan keberhasilan pengembangan industri kecil jamu sedangkan
lemahnya tindakan pada sub elemen ini akan sangat menyababkan kegagalan
pengembangan industri kecil jamu. Sektor dependent menunjukkan bahwa sub
elemen ini mempunyai kekuatan penggerak yang rendah dan tingkat
ketergantungan yang tinggi.
Pengembangan industri kecil jamu harus memperhatikan keberadaan sub
elemen pengembangan pada masing masing elemen berdasarkan sektornya.
Dengan memperhatikan sektor tersebut maka tindakan pada masing masing-
masing elemen akan lebih terarah karena kita dapat menentukan skala prioritas
tindakan pengembangan. Dengan demikian maka keberhasilan pengembangan
industri kecil jamu akan lebih terjamin.
147
Tabel 18 Pengelompokan sektor elemen pengembangan industri kecil jamu
Sub elemen pada sektor Elemen Independent Lingkage Dependent
1. Kebutuhan pengembangan
1 Jaminan pasar produk jamu yang dihasilkan (A-1)
2 Kontinyuitas pasokan bahan baku jamu (A-2)
3 Pengembangan alternatif sumber permodalan yang memadai (A-5)
4 Pembentukan kelompok usaha untuk meningk atkan skala usaha (A-6)
5 Pembinaan manajemen usaha (A-7)
6 Pengembangan kelembagaan untuk pengendalian harga (A-9)
1. Pengembangan desain dan teknologi kemasan (A-3)
2. Jaminan keamanan produk jamu (A-4)
3. Pengembangan teknologi proses yang hegienis dan efisien (A-8)
2. Kendala pengembangan
1. Belum terjaminnya kontinyuitas pasokan bahan baku baik kualitas dan kuantitasnya (B-1)
2. Keterbatasan permodalan usaha (B-2)
3. Masih rendahnya desain dan kualitas kemasan produk jamu (B-5)
1. Keterbatasan akses informasi (B-4)
2. Persepsi konsumen yang kurang bagus akibat produk jamu palsu (B-7)
3. Promosi yang kurang sehingga tidak mampu bersaing dengan industri besar (B-8)
4. Strategi pemasaran industri kecil jamu yang kurang mampu bersaing dengan industri besar (B-9)
5. Rendahnya informasi produk jamu yang diterima oleh konsumen (B-10)
6. Kapasitas produksi belum optimal (B-11)
1. Rendahnya posisi tawar industri kecil jamu bila dibandingkan industri besar (B-3)
2. Persaingan harga antar produsen yang menyebabkan harga produk cenderung rendah (B-6)
3. Perubahan yang dimungkinkan
1.Ketersediaan kualitas dan kuantitas bahan baku jamu secara kontinyu (C-3)
2. Peningkatan usaha budidaya bahan baku industri kecil jamu (C-6)
1. Perbaikan mutu produk industri kecil jamu (C-1)
2. Peningkatan skala usaha industri kecil jamu sehingga lebih efisien (C-2)
3. Perbaikan teknologi proses produksi jamu (C-5)
4. Manajemen usaha industri kecil jamu (C-8)
5. Efisiensi produksi industri kecil jamu (C-9)
6. Strategi pemasaran produk industri kecil jamu (C-10)
7. Kebersihan dan keamanan produk industri jamu (C-11)
1. Persepsi konsumen terhadap produk jamu (C-7)
2.Peningkatan pendapatan industri kecil jamu (C-4)
148
Tabel 18 Lanjutan
Sub elemen pada sektor Elemen Independent Lingkage Dependent
4. Tujuan pengembangan
1. Meningkatkan iklim investasi industri kecil (D-7)
2. Meningkatkan kualitas dan keamanan produk industri kecil jamu (D-9)
3. Kemudahan mendapat permodalan usaha (D-10)
1. Memperluas jangkauan pemasaran (D-4)
2. Meningkatkan ketersedian produk jamu yang aman bagi konsumen (D-5)
1. Meningkatkan pendapat an industri kecil jamu (D-1)
2. Memperluas lapangan pekerjaan (D-2)
3. Meningkatkan pendapatan petani bahan baku industri kecil jamu (D-3)
4. Perbaikan perekonomian wilayah (D-6)
5. Meningkatkan nilai tambah sektor hulu industri kecil jamu (D-8)
5. Indikator pencapaian tujuan
1. Meningkatnya produk jamu yang higienis dan aman (E-3)
2. Meningkatnya akses terdahap sumber permodalan usaha (E-6)
3. Meningkatnya kualitas bahan baku industri kecil jamu (E-8)
1. Meningkatnya keuntungan usaha industri kecil jamu (E-1)
2. Meningkatnya usaha sektor hulu industri kecil jamu (E-2)
3. Meningkatnya kesempatan kerja (E-4)
4. Meningkatnya pendapatan petani bahan baku (E-5)
5. Semakin meluasnya jangkauan pemasaran (E-7)
1. Meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan daerah (E-9)
6. Kegiatan pengembangan
1. Penge mbangan alternatif permodalan usaha (F-2)
2. Perumusan kebijakan pemerintah daerah yang mendukung usaha industri kecil jamu (F-3)
3. Peningkatan SDM pelaku usaha (F-8)
1. Pengembangan teknologi proses produksi (F-1)
2. Pengembangan teknologi dan desain kemasan (F-4)
1. Peningkatan promosi yang lebih efektif (F-5)
2. Membentuk forum untuk pemasaran produk bersama (F-6)
3. Rekayasa model kelembagaan usaha (F-7)
7. Pelaku pengembangan
1. Industri kecil jamu (G-2)
2. Pemerintah daerah (G-5)
3. Perguruan Tinggi (G-9)
1. Petani bahan baku jamu (G-1)
2. Industri jamu (G-3) 3. Lembaga keuangan
(G-4) 4. Koperasi Jamu
Indonesia (KOJAI) (G-10)
1. Agen jamu (G-6) 2. Konsumen (G-7) 3. Masyarakat (G-8)
149
Model Pengadaan Bahan Baku Industri Kecil jamu Permasalahan bahan baku industri kecil jamu antara lain adalah suplai
bahan baku yang berfluktuasi dan harga bahan baku yang relatif tinggi. Hal ini
antara lain disebabkan oleh struktur pasar yang monopolistik yang cenderung
dikuasai oleh pedagang besar. Kondisi tersebut seringkali menyulitkan industri
kecil jamu untuk berkembang. Pada sisi lain keterbatasan sumberdaya industri
kecil jamu turut mendukung tidak berkembangnya industri tersebut.
Bertolak dari uraian tersebut maka model pengadaan bahan baku ini
dirancang untuk menentukan model pengadaan bahan baku industri kecil jamu
yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Berdasarkan hasil analisis ISM pada
elemen kebutuhan pengembangan menunjukkan bahwa kontinyuitas pasokan
bahan baku dan pembentukan kelompok usaha untuk meningkatkan skala usaha
merupakan sub elemen kunci. Dengan melihat kedua sub elemen kunci tersebut
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pengadaan bahan baku akan lebih baik
dilakukan dengan melalui kelompok usaha.
Analisis lain pada elemen kendala menunjukkan bahwa belum terjaminnya
kontinyuitas pasokan bahan baku baik dari kuantitas maupun kualitas merupakan
sub elemen kunci. Hal ini sesuai dengan elemen kebutuhan bahwa permasalahan
bahan baku merupakan faktor yang harus diperhatikan karena dengan mengatasi
kendala tersebut maka pengembangan industri kecil jamu akan lebih terjamin
keberhasilannya. Pada elemen perubahan yang dimungkinkan yang menjadi sub
elemen kunci adalah ketersediaan kualitas dan kuantitas bahan baku secara
kontinyu dan peningkatan usaha budidaya bahan baku. Hal ini berarti bahwa
model pengadaan bahan baku dapat diarahkan untuk kerjasama antara industri
kecil jamu dengan petani sebagai pemasok bahan baku. Berdasarkan uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa temuan penting dari analisis ISM berkaitan
dengan model pengadaan bahan baku yaitu : pertama alternatif pengadaan bahan
baku jamu yang paling memungkinkan adalah melalui kelompok usaha, kedua
pengadaan bahan baku dapat dilakukan antara lain melakukan kerjasama dengan
petani bahan baku.
Analisis pemilihan alternatif pengadaan bahan baku industri jamu
menunjukkan bahwa terdapat lima model pengadaan bahan baku yaitu :
150
pembelian melalui pemasok bahan baku, melalui koperasi, kerjasama dengan
petani penghasil bahan baku, melalui kelompok usaha, pembelian langsung di
pasar bebas. Hasil pemilihan alternatif dengan menggunakan metode pengambilan
keputusan ME-MCDM menunjukkan bahwa pengadaan bahan baku melalui
kelompok usaha adalah merupakan alternatif terbaik diantara lima alternatif
tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil analisis ISM bahwa kelompok usaha
merupakan alternatif terbaik yang dapat dipilih dalam pengadaan bahan baku
industri kecil jamu.
Kelompok usaha adalah merupakan hal yang sangat strategis dalam
pengembangan industri kecil jamu. Ditinjau dari teori pembentukan kelompok hal
ini sangat mungkin untuk dilakukan. Menurut teori tukar menukar (exchange
theory of attraction) suatu kelompok terbentuk dalam proses tukar menukar
imbalan dengan ongkos (Thibaut dan Kelley dalam Indrawijaya 2002). Dalam
setiap interaksi seseorang selalu mendapatkan imbalan dengan terpenuhinya
kebutuhan tetapi harus membayar sejumlah biaya dalam bentuk berkurangnya
kebebasan dan keharusan tunduk pada sistem nilai kelompok. Dalam proses tukar
menukar tersebut senantiasa berusaha agar imbalan yang diperoleh selalu lebih
besar dari biaya yang dikeluarkan. Demikian halnya dengan industri kecil jamu
membentuk kelompok untuk pengadaan bahan baku jamu akan mengeluarkan
sejumlah biaya yang kemudian akan mendapatkan imbalan dengan terpenuhinya
kebutuhan bahan baku yang dibutuhkan.
Teori lain yang dikemukakan Newcomb dalam Indrawijaya (2002)
menyatakan bahwa terbentuknya kelompok karena adanya kesamaan sikap
(theory of similar attitudes). Adanya sikap yang sama ini akan mendorong untuk
bergabung dalam rangka untuk memperjuangkan kepentingannya, karena sikap
adalah fungsi kepentingan. Industri kecil jamu mempunyai sikap yang sama yakni
sikap atas kepentingan dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku, sehingga
pembentukan kelompok sangat mungkin untuk dilakukan.
Analisis struktur pasar menunjukan bahwa nilai CR4 lebih besar dari 0,4
sehingga struktur pasar bahan baku jamu adalah bersifat oligopoli (Ferguson
1988; Martin 1993; Carlton dan Perloff 2000). Struktur pasar yang demikian ini
akan cenderung terjadi penguasaan pangsa pasar oleh beberapa pedagang yang
pada akhirnya akan memperlemah posisi industri kecil jamu sebagai konsumen
151
bahan baku jamu. Dengan melihat kondisi tersebut maka hal yang perlu dilakukan
adalah memperkuat posisi industri kecil jamu dalam proses transaksi bahan baku.
Salah satu alternatif adalah industri kecil jamu bergabung menjadi kekuatan yang
lebih besar dengan melalui pembentukan kelompok untuk transaksi bahan baku.
Pada sisi lain industri kecil mencari alternatif sumber bahan baku selain dari
pedagang sehingga kekuatan tawar pedagang dapat dikurangi. Hal ini perlu
dilakukan karena dilihat dari kondisi empiris dilapangan menunjukkan bahwa
selama ini pasokan bahan baku industri kecil jamu berasal dari pedagang.
Berdasarkan analisis ISM, ME-MCDM dan analisis struktur pasar dapat
disimpulkan bahwa model pengadaan bahan baku jamu dilakukan dengan melalui
kelompok usaha. Salah satu ciri dari kelompok adalah adanya kesamaan tujuan
yang akan dicapai bersama-sama, demikian halnya dengan kelompok usaha
pengadaan bahan baku industri kecil jamu, yaitu merupakan beberapa industri
kecil jamu yang tergabung dalam suatu tujuan. Kelompok usaha dibentuk untuk
meningkatkan efisiensi dan menyatukan potensi industri kecil jamu agar
mempunyai kekuatan yang lebih besar.
Industri kecil jamu mengkoordinasikan pengadaan bahan baku menjadi
satu kesatuan kelompok yang akan berfungsi untuk pengadaan bahan baku.
Melalui kelompok ini bahan baku industri jamu disuplai ke industri kecil jamu
anggotanya. Kelompok usaha memperoleh bahan baku jamu dapat berasal dari
pedagang, petani maupun di pasar bebas. Sumber bahan baku tidak hanya berasal
dari satu sumber sehingga kelompok usaha mempunyai posisi tawar yang lebih
baik karena tidak adanya ketergantungan. Pengadaan bahan baku melalui
kelompok dilakukan dengan cara mengintegrasikan unit pengadaan bahan baku
pada masing-masing industri kecil jamu. Pengadaan bahan baku melalui
kelompok usaha dapat meningkatkan posisi tawar petani sebagai penyedia bahan
baku terhadap pedagang bahan baku jamu. Petani dapat menjual langsung ke
industri kecil jamu dengan harga yang lebih menarik. Pendapatan usahatani jahe
dengan luas lahan 0,25 ha adalah sebesar Rp. 16.000.000,- dengan jangka waktu
panen 10 bulan, dengan demikian pendapatan petani dari usahatani jahe sebulan
Rp. 1.600.000,-. Pendapatan sebesar ini cukup layak bagi petani untuk melakukan
usahatani jahe sebagai salah satu bahan baku industri kecil jamu.
152
Kelompok usaha berperan untuk mengorganisir pengadaan bahan baku
yang dibutuhkan oleh industri kecil jamu. Kelompok usaha akan berhubungan
langsung dengan sumber bahan baku. Peran kelompok adalah mengambil
keputusan sumber bahan baku mana yang paling optimal yang akan dipilih dan
sekaligus menentukan mekanisme pengadaan bahan baku tersebut. Sumber bahan
baku tidak harus berasal dari satu sumber dan bersifat dinamis dapat berubah-ubah
sesuai dengan kebutuhan. Dengan model ini maka posisi tawar industri kecil
terhadap sumber bahan baku akan lebih tinggi. Industri kecil tidak akan
tergantung pada satu sumber bahan baku. Peran kelompok usaha dapat diperluas
tidak hanya mengintegrasikan pada satu unit pengadaan bahan baku tetapi dapat
juga pada unit yang lain. Mekanisme pengadaan bahan baku industri kecil jamu
secara skematis dapat dilihat pada Gambar 35.
Keterangan: : Hubungan fungsional : Koordinasi
Gambar 35 Mekanisme pengadaan bahan baku melalui kelompok usaha.
Model Sumber Permodalan Industri Kecil Jamu
Salah satu kelemahan yang dimiliki oleh industri kecil pada umumnya dan
demikian juga pada industri kecil jamu adalah keterbatasan modal untuk
mengembangkan usahanya. Untuk mengatasi kelemahan tersebut industri kecil
jamu harus mampu mendapatkan modal dari sumber permodalan yang ada.
Industri kecil harus dapat menentukan sumber permodalan mana yang paling baik
Kerjasama pengadaan bahan baku
Kelompok Usaha
Industri Kecil Jamu
Industri Kecil Jamu
Industri Kecil Jamu
Industri Kecil Jamu
Pedagang Pemasok
Pasar bahan baku Petani
153
untuk memenuhi kebutuhan modalnya. Model sumber permodalan ini dirancang
untuk menentukan pilihan sumber permodalan yang terbaik dari beberapa
alternatif sumber permodalan yang ada.
Hasil analisis ISM pada elemen kebutuhan menunjukkan bahwa
pengembangan alternatif sumber permodalan yang memadai merupakan sub
elemen kunci. Pada elemen kendala keterbatasan modal merupakan sub elemen
kunci yang harus diatasi. Berdasarkan hasil analisis tersebut maka perumusan
sumber permodalan yang memadai sangat penting untuk pengembangan industri
kecil jamu. Hal ini diharapkan dapat memenuhi tujuan kemudahan mendapatkan
permodalan usaha yang merupakan sub elemen kunci pada elemen tujuan, dengan
demikian meningkatnya akses terhadap sumber permodalan dapat tercapai karena
ini merupakan sub elemen kunci indikator pencapaian tujuan pengembangan
industri kecil jamu.
Hasil analisis ISM juga menunjukkan bahwa peran pemerintah daerah
sangat diperlukan dalam pengembangan industri kecil jamu. Hal ini ditunjukkan
bahwa sub elemen kunci kegiatan pengembangan adalah perumusan kebijakan
pemerintah daerah yang mendukung industri kecil jamu. Pada sisi lain bahwa sub
elemen kunci pelaku pengembangan adalah pemerintah daerah. Berdasarkan hasil
analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam perumusan model sumber
permodalan peran pemerintah daerah sangat diperlukan.
Analisis faktor yang mempengaruhi keputusan pemilihan sumber
permodalan dengan menggunakan regresi logistik menunjukkan bahwa akses
terhadap sumber permodalan, prosedur dan persyaratan, jaminan/agunan yang
dipersyaratkan dan skala usaha merupakan variabel yang mempengaruhi peluang
keputusan pemilihan sumber permodalan bank. Dari hasil analisis tersebut maka
dalam merumuskan sumber permodalan keempat variabel tersebut harus
mendapatkan perhatian. Kondisi empiris lapangan menunjukkan bahwa variabel-
variabel tersebut yang menjadi penghambat industri kecil dalam memperoleh
sumber permodalan.
Analisis pemilihan sumber permodalan menunjukkan bahwa terdapat lima
alternatif sumber permodalan yang dapat dipilih oleh industri kecil jamu yaitu :
bank perkreditan rakyat, bank syariah, modal ventura, koperasi, dan pelepas uang.
Hasil pemilihan alternatif dengan menggunakan metode pengambilan keputusan
154
AHP menunjukkan bahwa bank perkreditan rakyat adalah merupakan alternatif
terbaik diantara enam alternatif tersebut. Bank perkreditan rakyat merupakan
alternatif terbaik sebagai sumber permodalan industri kecil jamu, hal ini
disebabkan sumber permodalan tersebut sudah dikenal luas oleh industri kecil
jamu dan keberadaannya sudah sangat luas.
Berdasarkan uraian tersebut maka maka pemenuhan modal industri kecil
dari sumber permodalan bank perkreditan rakyat dapat dilakukan melalui dua
jalur. Jalur yang pertama adalah industri kecil yang sudah cukup mapan dapat
langsung berhubungan dengan bank untuk mendapatkan kredit komersial sesuai
dengan mekanisme bank. Pada jalur yang kedua industri kecil jamu melakukan
koordinasi dengan kelompok usaha untuk memperoleh skim kredit dari bank.
Pada jalur ini peran pemerintah daerah diperlukan untuk memfasilitasi industri
kecil dalam memperoleh kredit dari bank. Peran pemerintah daerah adalah untuk
melakukan pembinaan dan koordinasi dengan bank sehingga industri kecil jamu
dapat memperoleh skim kredit yang dibutuhkan.
Permasalahan klasik yang seringkali muncul pada industri kecil jamu
adalah masih lemahnya akses terhadap sumber permodalan. Lemahnya akses ini
disebabkan oleh lemahnya administrasi, jangkauan pasar, lega litas dan agunan
yang dipunyai. Permasalahan tersebut seringkali menjadi hambatan dalam proses
penyediaan modal oleh sumber permodalan. Oleh karena itu maka peran
pemerintah/pemda/dinas terkait masih diperlukan dalam pengembangan industri
kecil jamu. Gambar 36 menunjukkan mekanisme penyaluran modal dari lembaga
keuangan. Peran pemerintah daerah masih diperlukan dalam penyedian sumber
permodalan untuk pengembangan industri kecil jamu. Pemerintah daerah
berfungsi sebagai fasilitator antara industri kecil jamu dan sumber permodalan
dalam hal ini adalah bank sehingga ketersediaan sumber permodalan di bank
untuk pengembangan usaha kecil dapat tersalurkan dengan baik sehingga akan
menguntungkan semua elemen yang terkait.
155
Industri Kecil Jamu
Penjelasan olehLembaga Keuangan
Konsultasi denganpihak Lembaga
Keuangan
Memenuhipersyaratan kredit
Mengajukanpermohonan kredit
Proses oleh pihakLembaga Keuangan
Layak?
Penentuan plafonkredit
Koordinasi denganKelompok
Koordinasi denganPemda
Survey kelayakanoleh Lembaga
Keuangan
Pengembalian pokokpinjaman + bunga
Pencairan kredit
Pengajuankredit baru Pelunasan kredit
Penagihan olehLembagaKeuangan
Daftar tungguTersedia dana?
Layak?
Tepat waktu?
Tidakmemperoleh
kreditSanggup bayar? Macet
Tidakmemperoleh
kredit
Ya
Tidak
Ya
YaTidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Gambar 36 Mekanisme penyaluran modal dari lembaga keuangan.
156
Model Kelembagaan Usaha
Kelembagaan usaha merupakan salah satu faktor yang akan menentukan
keberhasilan pengembangan industri kecil jamu. Industri kecil jamu harus mampu
memilih model kelembagaan usaha mana yang paling cocok untuk pengembangan
industri kecil jamu.Model kelembagaan usaha dirancang untuk menentukan
kelembagaan usaha industri kecil jamu. Hasil analisis ISM menunjukkan bahwa
salah satu elemen kebutuhan kunci dalam pengembangan industri kecil jamu
adalah pembentukan kelompok usaha untuk meningkatkan skala usaha. Dari hasil
analisis itu menunjukkan bahwa kelembagaan kelompok usaha merupakan
kelembagaan usaha yang cocok dalam pengembangan industri kecil jamu. Sejalan
dengan teori pembentukan kelompok exchange theory of attraction maupun
theory of similar attitudes sebagaimana yang sudah dibahas sebelumnya bahwa
kelembagaan usaha dengan membentuk kelompok usaha merupakan alternatif
yang paling mungkin dilakukan.
Hasil analisis pemilihan alternatif kelembagaan menunjukkan ada
beberapa alternatif kelembagaan usaha yang dapat diterapkan dalam
pengembangan industri kecil jamu. Berdasarkan hasil kajian terdapat lima
alternatif kelembagaan usaha yaitu : kemitraan, koperasi, kelompok usaha, sentra
industri dan usaha mandiri. Hasil pemilihan alternatif dengan menggunakan
metode pengambilan keputusan MPE menunjukkan bahwa kelembagaan usaha
kelompok usaha adalah merupakan alternatif terbaik diantara lima alternatif
tersebut. Hal ini sejalan dengan salah satu kebutuhan kunci pengembangan yaitu
pembentukan kelompok usaha.
Performa kelembagaan industri kecil jamu menunjukkan bahwa
kelembagaan yang ada belum mampu mengatasi permasalahan-permasalahan
yang dihadapi oleh industri kecil jamu. Kelembagaan KOJAI dalam
pelaksanaanya bias kepada kepentingan pengurus sehingga belum menjamin
kepentingan anggota. Dengan demikian kelembagaan tersebut akan sulit terjamin
kesinambungannya. Bertolak dari hal tersebut pembentukan kelompok usaha
merupakan upaya strategis dalam pengembangan industri kecil jamu.
Menurut Esman (1986) pengembangan kelembagaan dapat dirumuskan
sebagai perencanaan, penataan dan bimbingan dari organisasi-organisasi baru atau
157
yang disusun kembali yang mewujudkan: (1) perubahan dalam nilai-nilai, fungsi-
fungsi, teknologi fisik dan/atau sosial, (2) menetapkan, mengembangkan dan
melindungi hubungan-hubungan normatif dan pola-pola tindakan yang baru, (3)
memperoleh dukungan dan kelengkapan dalam lingkungan tersebut.
Pengembangan kelembagaan usaha industri kecil jamu ini diarahkan untuk
membentuk kelompok usaha yang didalamnya akan akan terbentuk fungsi- fungsi
baru dan norma-norma baru yang akan mengatur industri kecil jamu dalam
mencapai tujuannya. Dukungan dan kelengkapan lingkungan akan diperoleh
manakala tujuan dari masing-masing industri itu akan terpenuhi.
Dengan kelompok usaha maka industri kecil akan mampu mensinergikan
kekuatan-kekuatan kecil yang dimiliki menjadi suatu kekuatan besar sehingga
akan meningkatkan posisi tawar industri kecil tersebut. Pengembangan industri
kecil jamu yang akan dilakukan diharapkan akan mempunyai karakteristik
sebagaimana yang diuraikan tersebut. Industri kecil tergabung dalam kelompok
usaha yang akan mengkoordinasikan unit kegiatan pengadaan bahan baku,
pemasaran dan pengemasan dan lain sebagainya. Unit kegiatan yang
dikoordinasikan dapat salah satu atau kesemuanya tergantung kebutuhan masing-
masing industri.
Nehnevajsa (1986) mengatakan bahwa dalam pengembangan kelembagaan
akan lebih mudah mendorong perubahan yang diinginkan bilamana alasan
kesulitan terutama bukan semata-mata bersifat interen lembaga, daripada
bilamanan kesulitan-kesulitan terletak dalam kaitan kaitan dengan bagian-bagian
lembaga lain dalam kerangka sistem secara menyeluruh. Sebaliknya akan lebih
mudah untuk mendorong perubahan bilamana sumber kesulitan berhubungan
dengan lembaga lain khususnya yang berkaitan dengan hubungan secara
fungsional (dalam menyediakan masukan-masukan atau memanfaatkan hasil).
Apabila dilihat dari kesulitan-kesulitan yang dialami oleh industri kecil ini maka
kesulitan tersebut bukan semata-mata dari interen industri kecil tersebut tetapi
lebih dikarenakan kaitan-kaitan dengan industri kecil lain maupun lembaga lain.
Hasil analisis ISM menunjukkan bahwa salah satu kebutuhan kunci
pengembangan industri kecil jamu adalah pengembangan kelembagaan untuk
pengendalian harga, hal ini disebabkan karena terjadi persaingan harga antar
produsen yang berakibat pada kerugian industri kecil itu sendiri. Dari uraian
158
tersebut dapat dikatakan bahwa kesulitan industri kecil tidak semata-mata dari
interen industri kecil tersebut. Dengan demikian pengembangan kelembagaan
industri kecil jamu akan sangat memungkinkan untuk dikembangkan.
Sebagaimana dikemukakan Nehnevajsa (1986) tersebut bahwa pengembangan
kelembagaan akan lebih mudah bila berkaitan dengan hubungan fungsional maka
dalam pengembangan kelembagaan ini diarahkan pada kelembagaan kelompok
usaha yang didalamnya terdapat kerjasama fungsional untuk pencapaian tujuan
bersama.
Berdasarkan beberapa analisis tersebut menunjukkan bahwa kelompok
usaha merupakan kelembagaan usaha yang paling baik untuk pengembangan
industri kecil jamu. Industri kecil jamu merupakan industri yang mempunyai
keterbatasan-keterbatasan skala ekonomi sehingga dalam operasionalnya
seringkali tidak efisien dan tidak dapat optimal. Dengan melihat kondisi tersebut
maka penggabungan kekuatan-kekuatan tersebut merupakan alternatif terbaik
yang dapat dilakukan.
Industri kecil jamu dapat menggabungkan salah satu atau beberapa unit
kegiatan kedalam koordinasi kelompok sehingga akan lebih efisien dan optimal.
Penggabungan ini dapat dilakukan pada unit pengadaan bahan baku, pemasaran,
pengemasan atau unit lain yang dianggap penting untuk digabungkan. Industri
kecil masih mempunyai otonomi sendiri pada unit kegiatan lain yang tidak
digabungkan dalam kelompok tersebut. Penggabungan ini diharapkan dapat
mengoptimalkan sumberdaya yang ada sehingga secara ekonomis akan lebih
efisien dan layak. Secara skematis model kelembagaan usaha industri kecil jamu
dapat dilihat pada Gambar 37.
Pada tahap selanjutnya kelompok usaha ini akan berkembang menjadi
skala yang lebih besar. Penggabungan unit usaha kedalam skala yang lebih besar
ini dapat berkembang pada unit kegiatan yang lebih banyak atau juga dapat
menjadi lebih sedikit tergantung kebutuhan pada skala yang lebih besar tersebut.
Perkembangan menjadi skala lebih besar ini diharapkan akan berkembang sesuai
dengan kebutuhan industri kecil jamu. Pada suatu titik tertentu akan tercapai suatu
skala yang optimal untuk menyatukan kekuatan kekuatan tersebut. Kelompok
usaha yang terbentuk dapat melakukan kerjasama dengan kelompok lain melalui
jaringan kelompok usaha.
159
Industri KecilJamu
Kelompok Usaha
Industri KecilJamu
Industri KecilJamu
Industri KecilJamu
Industri KecilJamu
Kelompok Usaha
Industri KecilJamu
Industri KecilJamu
Industri KecilJamu
Industri KecilJamu
Kelompok Usaha
Industri KecilJamu
Industri KecilJamu
Industri KecilJamu
Industri KecilJamu
Kelompok Usaha
Industri KecilJamu
Industri KecilJamu
Industri KecilJamu
JaringanKelompok Usaha
Keterangan :
: Kerjasama Fungsional : Koordinasi
Gambar 37 Model kelembagaan usaha industri kecil jamu.
Kelompok Usaha Industri Kecil Jamu
Kelompok usaha adalah merupakan perkumpulan dari industri kecil jamu
yang terorganisir untuk melaksanakan salah satu atau beberapa bagian dari
kegiatan industri. Otonomi masing masing industri kecil jamu masih terjaga
dalam menentukan kebijakan manajemen usahanya. Kelompok usaha berfungsi
untuk mengkoordinasikan suatu bagian usaha sehingga secara ekonomis dan
teknis akan lebih optimal apabila dilakukan secara sendiri-sendiri. Kerjasama
merupakan salah satu cara bagi industri kecil jamu yang kurang baik dalam
kemampuan sumberdaya tertentu untuk bergabung dengan industri kecil jamu
lain yang saling melengkapi dengan tujuan memberikan keunggulan kompetitif
yang dicapai bersama.
160
Prinsip dasar dari kelompok usaha ini adalah mensinergikan kekuatan kekuatan
kecil dari industri tersebut menjadi kekuatan yang lebih besar dengan mengubah
persaingan antar industri kecil jamu yang tidak sehat menjadi suatu kolaborasi
antar industri kecil jamu sehingga akan dapat mengurangi kelemahan-kelemahan
yang dimiliki industri kecil jamu tersebut. Kelompok usaha ini terdiri dari kurang
lebih 10 industri kecil jamu yang mempunyai kepentingan yang sama untuk
melakukan kerjasama fungsional.
Pada tahap awal pembentukan kelompok usaha diawali dengan identifikasi
potensi kerjasama antar industri kecil jamu untuk memperoleh informasi
mengenai potensi yang dimiliki oleh masing-masing industri kecil jamu. Potensi
inilah yang akan merupakan dasar pertimbangan dalam melakukan kerjasama
fungsional antar industri kecil jamu. Pada tahap selanjutnya adalah identifikasi
kebutuhan kerjasama dari masing-masing industri kecil jamu yang akan
melakukan kerjasama, hasil dari identifikasi ini adalah unit kegiatan yang perlu
dilakukan kerjasama dalam kelompok usaha pada industri kecil jamu.Unit
kegiatan yang dilakukan kerjasama dapat satu atau beberapa unit kegiatan sesuai
dengan kebutuhan dan kesepakatan dari masing-masing industri kecil jamu yang
akan melakukan kerjasama tersebut.
Tahapan selanjutnya adalah penentuan industri kecil jamu yang akan
melakukan kerjasama. Dengan melihat potensi dan kebutuhan kerjasama pada
tahap sebelumnya maka akan dapat ditentukan industri kecil mana yang akan
melakukan kerjasama fungsional melalui kelompok usaha. Tahapan ini akan
menghasilkan kesiapan industri kecil jamu untuk melakukan kerjasama. Penataan
aturan kerjasama sangat diperlukan setelah terjadi kesepakatan untuk melakukan
kerjasama dalam kelompok usaha. Aturan ini diperlukan untuk mendapatkan
kepastian usaha sehingga masing-masing industri kecil jamu mengetahui hak dan
kewajiban masing-masing. Aturan yang disepakati akan menghasilkan batasan
kelembagaan, hak dan kewajiban masing-masing industri kecil jamu, struktur
insentif dan mekanisme penegakan hak dan kewajiban.
Dengan terbentuknya kesepakatan kerjasama tersebut maka proses
kerjasama dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan tersebut. Anggota
kelompok usaha berkewajiban untuk melaksanakan semua kesepakatan yang telah
dibuat bersama. Proses operasional kerjasama perlu adanya penyesuaian antar
161
masing-masing industri kecil jamu agar kerjasama dapat berjalan
berkesinambungan. Untuk menjamin keberlangsungan proses kerjasama tersebut
maka perlu adanya evaluasi yang terus menerus selama proses berlangsung.
Umpan balik dari evaluasi ini akan sangat diperlukan dalam proses pentuan
industri kecil jamu pelaku kerjasama, penataan aturan kerjasama dan proses
operasional kerjasama. Penyesuaian-penyesuaian akan dilakukan selama proses
berlangsung sehingga akan tercipta suatu pemahaman yang saling menguntungkan
masing-masing industri kecil jamu.
Model Strategi Bauran Pemasaran
Permasalahan usaha kecil pada bidang pemasaran terfokus pada tiga hal
yaitu permasalahan persaingan pasar dan produk, permasalahan akses terhadap
informasi pasar dan permasalahan kelembagaan pendukung usaha. Munculnya
permasalahan-permasalahan bidang pemasaran pada usaha kecil tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang berpengaruh antara lain sumberdaya
manusia yaitu tingkat pendidikan dan ketrampilan pengusaha, khususnya
berkaitan dengan pemasaran. Pengusaha kecil dituntut untuk dapat menyusun
perencanaan dan strategi pemasaran yaitu meliputi : pengembangan produk,
kebijakan harga, promosi dan distribusi.
Pengusaha kecil jamu juga kurang mampu membaca dan mengakses
peluang-peluang pasar yang potensial dan memiliki prospek yang cerah.
Akibatnya pemasaran produk cederung statis dan monoton, baik dilihat dari segi
diversifikasi produk, kualitas, maupun pasar. Dengan melihat kenyataan tersebut
maka usaha kecil termasuk industri kecil jamu harus mampu menerapkan strategi
pemasaran sehingga mampu bersaing di pasar.
Model strategi bauran pemasaran dirancang untuk membantu pengusaha
kecil jamu menentukan strategi apa yang akan dipakai berdasarkan parameter-
parameter yang ada. Model strategi bauran pemasaran dirancang dalam bentuk
sistem pakar. Pengusaha kecil dapat melakukan konsultasi melalui sistem pakar
ini yang kemudian akan diperoleh hasil konsultasi yang berupa strategi bauran
pemasaran dan saran/pertimbangan dalam menerapkan strategi tersebut.
162
Model Pengembangan Industri Kecil Jamu
Model pengembangan industri kecil jamu dirancang untuk mensinergikan
kekuatan-kekuatan pada industri jamu jamu yang tergabung dalam kelompok
usaha. Otonomi masing masing industri kecil jamu masih terjaga dalam
menentukan kebijakan manajemen tetapi terkoordinasi dalam suatu manajemen
operasional kelompok usaha. Sebagai suatu sistem pengembangan industri kecil
jamu akan melibatkan berbagai pelaku seperti pemerintah daerah (instansi terkait),
petani bahan baku, industri besar jamu, lembaga keuangan, konsumen jamu,
perguruan tinggi dan masyarakat sekitar.
Masing-masing pelaku akan mempunyai peran sendiri-sendiri dan
mempunyai kebutuhan sendiri-sendiri. Model pengembangan industri kecil jamu
dapat dilihat pada Gambar 38. Dari Gambar 38 tersebut akan terlihat peran
masing-masing pelaku dalam pengembangan industri kecil jamu. Dengan model
ini maka akan tercipta kombinasi antara persaingan yang ketat disatu pihak dan
kerjasama yang kuat di pihak yang lain diantara industri kecil jamu. Melalui
kerjasama yang kuat ini akan tercipta suatu spesialisasi dan efisiensi kolektif yang
tinggi. Pengembangan industri kecil jamu dengan menggunakan model ini akan
menarik pusat-pusat pelayanan yang akan disediakan oleh pemerintah yang dapat
digunakan oleh industri kecil ini secara bersama-sama. Melalui model ini industri
kecil jamu diharapkan mempunyai tingkat fleksibilitas yang tinggi dalam
menghadapi perubahan-perubahan pasar.
Keterangan: : Hubungan fungsional : Koordinasi
Gambar 38. Model pengembangan industri kecil jamu.
Pemasaran
Kerjasama Fungsional
Koperasi Jamu
Indonesia
Layanan dan konsultasi
Pengembangan SDM
Kerjasama Fungsional
Pembiayaan Dukungan Kebijakan Kerjasama
Fungsional
Sumber bahan baku
Petani bahan baku
Pedagang pemasok
Pasar bahan baku
Pemda Lembaga keuangan
Pedagang jamu
Agen jamu
Konsumen
Industri besar jamu
Perguruan Tinggi
Pusat Pengembangan
bisnis
Industri kecil jamu
Industri kecil jamu
Industri kecil jamu
Industri kecil jamu
Kelompok Usaha
Tahapan Implementasi
Pengembangan industri kecil jamu dirancang untuk mensinergikan sumber
daya dan kekuatan-kekuatan pada industri kecil jamu yang tergabung dalam
kelompok usaha. Otonomi masing masing industri kecil jamu masih terjaga dalam
menentukan kebijakan manajemen tetapi terkoordinasi dalam suatu manajemen
operasional kelompok usaha. Prinsip dasar dari pengembangan industri kecil jamu
ini adalah mengubah persaingan antar industri kecil jamu yang tidak sehat
menjadi suatu kolaborasi antar industri kecil jamu sehingga akan dapat
mengurangi kelemahan-kelemahan yang dimiliki industri kecil jamu tersebut.
Kerjasama merupakan cara utama bagi perusahaan yang kurang baik dalam
kemampuan sumberdaya tertentu untuk bergabung dengan perusahaan lain yang
mempunyai keahlian dan sumberdaya lain untuk saling melengkapi dengan tujuan
memberikan keunggulan kompetitif yang dicapai bersama (Faulker dan Bowman
1997).
Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam industri kecil jamu akan
diatasi dengan mensinergikan sumberdaya dan kompetensi yang dimiliki oleh
masing-masing industri kecil jamu. Pada tahap awal implementasi model perlu
adanya fasilitasi dari lembaga yang kompeten sehingga sinergi sumberdaya dan
kompetensi dapat terjadi. Pemerintah dengan lembaga pendamping memiliki
peran penting pada tahap awal ini sehingga proses kerjasama antar industri kecil
jamu dapat berjalan dengan baik. Tahapan implementasi model pengembangan
industri kecil jamu dapat dilihat pada gambar 39.
Model pengembangan industri kecil jamu diimplementasikan dengan
membentuk kelompok usaha yang akan melakukan kerjasama fungsional antar
industri kecil jamu. Kerjasama fungsional dilakukan sesuai dengan kebutuhan
masing-masing industri kecil jamu sehingga akan tercipta kerjasama yang saling
menguntungkan. Pada tahap awal implementasi diawali dengan identifikasi
potensi kerjasama antar industri kecil jamu untuk memperoleh informasi
mengenai potensi yang dimiliki oleh masing-masing industri kecil jamu. Potensi
inilah yang akan merupakan dasar pertimbangan dalam melakukan kerjasama
fungsional antar industri kecil jamu. Pada tahap selanjutnya adalah identifikasi
kebutuhan kerjasama dari masing-masing industri kecil jamu yang akan
165
melakukan kerjasama, hasil dari identifikasi ini adalah unit kegiatan yang perlu
dilakukan kerjasama dalam kelompok usaha pada industri kecil jamu.Unit
kegiatan yang dilakukan kerjasama dapat satu atau beberapa unit kegiatan sesuai
dengan kebutuhan dan kesepakatan dari masing-masing industri kecil jamu yang
akan melakukan kerjasama tersebut.
Gambar 39 Tahapan implementasi model pengembangan industri kecil jamu.
Tahapan selanjutnya adalah penentuan industri kecil jamu yang akan
melakukan kerjasama. Dengan melihat potensi dan kebutuhan kerjasama pada
tahap sebelumnya maka akan dapat ditentukan industri kecil mana yang akan
melakukan kerjasama fungsional melalui kelompok usaha. Tahapan ini akan
menghasilkan kesiapan industri kecil jamu untuk melakukan kerjasama. Penataan
Ya
Tidak
Identifikasi potensi kerjasama kelompok usaha
Mulai
Identifikasi kebutuhan kerjasama kelompok usaha
Penentuan industri kecil jamu pelaku kerjasama kelompok usaha
Evaluasi hasil kerjasama kelompok usaha
Proses operasional Kerjasama kelompok usaha
Penataan aturan kerjasama kelompok usaha
Potensi kerjasama
Kerjasama yang dibutuhkan
Kesiapan industri kecil jamu
Kesepakatan kerjasama
Selesai
Terpenuhi
166
aturan kerjasama sangat diperlukan setelah terjadi kesepakatan untuk melakukan
kerjasama dalam kelompok usaha. Aturan ini diperlukan untuk mendapatkan
kepastian usaha sehingga masing-masing industri kecil jamu mengetahui hak dan
kewajiban masing-masing. Aturan yang disepakati akan menghasilkan batasan
kelembagaan, hak dan kewajiban masing-masing industri kecil jamu, struktur
insentif dan mekanisme penegakan hak dan kewajiban.
Dengan terbentuknya kesepakatan kerjasama tersebut maka proses
kerjasama dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan tersebut. Proses operasional
kerjasama perlu adanya penyesuaian antar masing-masing industri kecil jamu agar
kerjasama dapat berjalan berkesinambungan. Untuk menjamin keberlangsungan
proses kerjasama tersebut maka perlu adanya evaluasi yang terus menerus selama
proses berlangsung. Umpan balik dari evaluasi ini akan sangat diperlukan dalam
proses penentuan industri kecil jamu pelaku kerjasama, penataan aturan kerjasama
dan proses operasional kerjasama. Penyesuaian-penyesuaian akan dilakukan
selama proses berlangsung sehingga akan tercipta suatu pemahaman yang saling
menguntungkan masing-masing industri kecil jamu.