HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional...

32
24 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong BBRVBD Cibinong atau juga dikenal dengan National Vocational Rehabilitation Center (NVRC) dibangun sebagai wujud persahabatan dan kerjasama Pemerintah RI (Kementerian Sosial) dengan Pemerintah Jepang (JICA) yang peletakan batu pertama dilakukan oleh Menteri Sosial RI (Dra. Inten Soeweno) pada bulan November 1996 dan mulai dibangun awal Tahun 1997. Pada tanggal 29 Desember 1997 Gedung BBRVBD diresmikan oleh Wakil Presiden RI Bapak Try Sutrisno dan mulai operasional melakukan pelayanan rehabilitasi vokasional bagi para penyandang disabilitas tubuh dimulai pada awal tahun 1998. BBRVBD Berlokasi di Jl. SKB No. 5, Karadenan, Cibinong, Bogor, Jawa Barat sebagaimana ditunjukkan oleh gambar pada Lampiran 1. BBRVBD didirikan dengan tujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang disabilitas memiliki keterampilan dan keahlian dalam pekerjaan, mandiri sehingga mampu hidup bermasyarakat. Di BBRVBD penyandang disabilitas dibekali pengetahuan, sikap dan keterampilan kerja secara profesional agar mampu bersaing di pasaran kerja. BBRVBD dipimpin oleh seorang Kepala dengan jabatan setingkat eselon II.a dan 4 (empat) pejabat eselon III.a dan 12 (dua belas) pejabat eselon IV.a serta Kelompok Jabatan Fungsional. BBRVBD merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis rehabilitasi vokasional bina daksa di lingkungan Kementerian Sosial yang mempunyai tugas melaksanakan pelayanan rehabilitasi vokasional tingkat lanjutan, pelatihan, penelitian/pengkajian dan pengembangan rehabilitasi vokasional bagi penyandang disabilitas tubuh yang berasal dari Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (BBRSBD), Panti Sosial Bina Daksa (PSBD), Loka Bina Karya (LBK) seluruh Indonesia dan masyarakat. Gambaran sebaran asal penyandang disabilitas penerima manfaat BBRVBD dapat dilihat pada gambar di Lampiran 2. Dalam melaksanakan rehabilitasi vokasional, BBRVBD melaksanakan serangkaian kegiatan seleksi termasuk kelengkapan administrasi dengan persyaratan umum sebagai berikut: penyandang disabilitas tubuh dan tidak memiliki disabilitas lainnya seperti tuna netra, tuna grahita/mental dengan kriteria: sehat jasmani dan rohani dan tidak mempunyai penyakit menular yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter, WNI pria maupun wanita, berusia minimal 18 tahun s/d 40 tahun, tidak mempunyai tanggungan keluarga, melampirkan foto copy ijasah pendidikan formal terakhir, diutamakan untuk yang telah lulus mengikuti keterampilan dasar dilengkapi sertifikat dari BBRSBD, PSBD, LBK atau badan diklat/kursus lainnya, tidak memerlukan pelayanan rehabilitasi medik (operasi, pasca operasi, fisioterapi, alat bantu dan lain-lain) selama proses pelatihan berlangsung, tidak menderita epilepsi, tidak buta warna total, tidak memiliki disabilitas ganda, bersedia untuk tinggal di asrama dan mematuhi segala peraturan yang ada. BBRVBD memberlakukan persyaratan khusus bagi jurusan tertentu, seperti untuk jurusan Komputer yaitu pendidikan minimal SLTA sederajat; untuk jurusan Penjahitan, Pekerjaan Logam dan Otomotif adalah pendidikan minimal

Transcript of HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional...

Page 1: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum BBRVBD Cibinong

BBRVBD Cibinong atau juga dikenal dengan National Vocational

Rehabilitation Center (NVRC) dibangun sebagai wujud persahabatan dan

kerjasama Pemerintah RI (Kementerian Sosial) dengan Pemerintah Jepang (JICA)

yang peletakan batu pertama dilakukan oleh Menteri Sosial RI (Dra. Inten

Soeweno) pada bulan November 1996 dan mulai dibangun awal Tahun 1997.

Pada tanggal 29 Desember 1997 Gedung BBRVBD diresmikan oleh Wakil

Presiden RI Bapak Try Sutrisno dan mulai operasional melakukan pelayanan

rehabilitasi vokasional bagi para penyandang disabilitas tubuh dimulai pada awal

tahun 1998. BBRVBD Berlokasi di Jl. SKB No. 5, Karadenan, Cibinong, Bogor,

Jawa Barat sebagaimana ditunjukkan oleh gambar pada Lampiran 1.

BBRVBD didirikan dengan tujuan untuk mengembangkan dan

meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang

disabilitas memiliki keterampilan dan keahlian dalam pekerjaan, mandiri

sehingga mampu hidup bermasyarakat. Di BBRVBD penyandang disabilitas

dibekali pengetahuan, sikap dan keterampilan kerja secara profesional agar

mampu bersaing di pasaran kerja.

BBRVBD dipimpin oleh seorang Kepala dengan jabatan setingkat eselon

II.a dan 4 (empat) pejabat eselon III.a dan 12 (dua belas) pejabat eselon IV.a serta

Kelompok Jabatan Fungsional.

BBRVBD merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis rehabilitasi

vokasional bina daksa di lingkungan Kementerian Sosial yang mempunyai tugas

melaksanakan pelayanan rehabilitasi vokasional tingkat lanjutan, pelatihan,

penelitian/pengkajian dan pengembangan rehabilitasi vokasional bagi penyandang

disabilitas tubuh yang berasal dari Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa

(BBRSBD), Panti Sosial Bina Daksa (PSBD), Loka Bina Karya (LBK) seluruh

Indonesia dan masyarakat. Gambaran sebaran asal penyandang disabilitas

penerima manfaat BBRVBD dapat dilihat pada gambar di Lampiran 2.

Dalam melaksanakan rehabilitasi vokasional, BBRVBD melaksanakan

serangkaian kegiatan seleksi termasuk kelengkapan administrasi dengan

persyaratan umum sebagai berikut: penyandang disabilitas tubuh dan tidak

memiliki disabilitas lainnya seperti tuna netra, tuna grahita/mental dengan kriteria:

sehat jasmani dan rohani dan tidak mempunyai penyakit menular yang

dinyatakan dengan surat keterangan dokter, WNI pria maupun wanita, berusia

minimal 18 tahun s/d 40 tahun, tidak mempunyai tanggungan keluarga,

melampirkan foto copy ijasah pendidikan formal terakhir, diutamakan untuk yang

telah lulus mengikuti keterampilan dasar dilengkapi sertifikat dari BBRSBD,

PSBD, LBK atau badan diklat/kursus lainnya, tidak memerlukan pelayanan

rehabilitasi medik (operasi, pasca operasi, fisioterapi, alat bantu dan lain-lain)

selama proses pelatihan berlangsung, tidak menderita epilepsi, tidak buta warna

total, tidak memiliki disabilitas ganda, bersedia untuk tinggal di asrama dan

mematuhi segala peraturan yang ada.

BBRVBD memberlakukan persyaratan khusus bagi jurusan tertentu, seperti

untuk jurusan Komputer yaitu pendidikan minimal SLTA sederajat; untuk

jurusan Penjahitan, Pekerjaan Logam dan Otomotif adalah pendidikan minimal

Page 2: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

25

SD sederajat dan memiliki keterampilan dasar; sedangkan untuk jurusan Desain

Grafis dan Elektronika adalah pendidikan minimal SLTP sederajat dan memiliki

keterampilan dasar.

Pendaftaran dilakukan melalui petugas Dinas Sosial Kabupaten/Kota, Dinas

Sosial Provinsi setempat atau ke BBRSBD/PSBD terdekat atau langsung ke

BBRVBD, dimana calon peserta mendaftar dan melengkapi berkas pendaftaran di

Dinas Sosial Kabupaten/ Kota, Dinas Sosial Provinsi atau ke

BBRVBD/BBRSBD/PSBD terdekat atau langsung ke BBRVBD. Kemudian

berkas pendaftaran dari Dinas Sosial Kabupaten/Kota dikirim ke Dinsos Provinsi/

BBRVBD/BBRSBD/PSBD yang terdekat atau langsung menghubungi Dinsos

Provinsi atau BBRVBD/BBRSBD/PSBD terdekat untuk dicek kelengkapanya.

Calon kelayan yang memenuhi syarat akan dipanggil ke Dinsos Provinsi/

BBRVBD/BBRSBD/PSBD yang terdekat untuk mengikuti assesment test.

Pelatihan Vokasional BBRVBD Cibinong

Program pelatihan vokasional disusun berdasarkan dengan mengacu kepada

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) serta berorientasi pada

kebutuhan lapangan kerja melalui supervisi, penelitian dan pengembangan Bidang

Litbang BBRVBD. Pelatihan vokasional di BBRVBD terdiri dari:

(1) Jurusan Komputer yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan lanjut bagi penyandang disabilitas tubuh agar memiliki

kemampuan berbagai macam program meliputi: Operating System,

Ms.Power Point, Ms.Word, Ms.Excel, Operasional Printer, anti virus

Internet, Instalasi PC, Instalasi Software, Instalasi Jaringan Lokal (LAN),

Ms.Acces, Algoritma, JAVA, Ms.Visual Basic dan Web Desain.

(2) Jurusan Penjahitan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan lanjut bagi penyandang disabilitas tubuh agar memiliki

kemampuan mengoperasikan berbagai macam mesin kecepatan tinggi (high

speed) secara tepat dan aman, merancang berbagai macam pola pakaian

pria, wanita dan anak-anak, menjahit sistem tailor maupun industri garmen

hingga finishing dan pengepakan.

(3) Jurusan Percetakan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan lanjut bagi penyandang disabilitas tubuh agar memiliki

kemampuan di bidang grafika, yakni melakukan type setting melalui

komputer, membuat desain grafis, pemrosesan photo, pencetakan hitam

putih, separasi, penjilidan serta pengoperasian berbagai macam alat/mesin

cetak.

(4) Jurusan Elektronika yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan lanjut bagi penyandang disabilitas tubuh agar memiliki

kemampuan di bidang Elektronika, yaitu kemampuan membuat sistem

relay/sequential control program otomatis dengan PLC, rangkaian logika

dan system digital, menggulung motor dan trafo, system pendingin dan

instalasi listrik serta audio video system sensor.

(5) Pekerjaan Logam yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan lanjut bagi penyandang disablitas tubuh agar memiliki

kemampuan berproduksi dengan menggunakan/mengoperasikan alat/mesin

bubut, frais, las busur manual/SMAW, las oksigen-asetilen serta gambar

teknik autocad.

Page 3: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

26

(6) Jurusan Otomotif yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan lanjut bagi penyandang disabilitas tubuh agar memiliki

kemampuan di bidang otomotif mobil dan motor, sehingga kelayan

mengetahui, memahami, dan mampu mereperasi sistem engine group,

power train, suspension, electrical, brake, tune-up dan body painting.

Setelah mengikuti pelatihan vokasional, penyandang disabilitas peserta

pelatihan mengikuti kegiatan Praktek Belajar Kerja (PBK) atau magang (on the

job training) yang merupakan suatu proses penerapan ilmu pengetahuan,

keterampilan dan sikap yang mereka peroleh selama mengikuti pelatihan

vokasional, dengan tujuan untuk memberikan wawasan, pengalaman dalam dunia

kerja dan sekaligus mempraktekan ilmu dan keterampilannya.

Tahap berikutnya adalah tahap penyaluran kerja yang merupakan tahap

penempatan kerja bagi peserta pelatihan BBRVBD Cibinong yang sedang dan

atau telah mengikuti pelatihan vokasional maupun PBK di perusahaan, instansi

pemerintah maupun usaha mandiri/wiraswasta. Lalu peserta memasuki tahap

bimbingan lanjut yang merupakan kegiatan bimbingan, monitoring dan evaluasi

terhadap lulusan BBRVBD Cibinong yang berkaitan dengan disiplin kerja,

motivasi kerja, produktifitas kerja serta pengembanganya. Sedangkan kontribusi

dari perusahaan diharapkan dapat memberikan masukan-masukan untuk

peningkatan program rehabilitasi vokasional, khususnya kegiatan PBK dan

penyaluran kerja.

Tahap terakhir dari kegiatan rehabilitasi vokasional yang dilakukan oleh

BBRVBD Cibinong adalah tahap terminasi, yaitu kegiatan pemutusan hubungan

antara kegiatan rehabilitasi BBRVBD dengan kelayan. Kegiatan ini bertujuan agar

kelayan dapat mandiri, dan tidak tergantung dengan BBRVBD tempat mereka

memperoleh layanan rehabilitasi vokasional. Data Praktek Belajar Kerja (PBK)

dan Penyaluran kerja dari peserta pelatihan dari tahun 1998-2011 dapat dilihat

pada Tabel 3.

BBRVBD memiliki sarana fisik dengan luas tanah 35.474 m2 dan luas

bangunan 12.994 m2. Fasilitas yang tersedia meliputi beberapa fasilitas umum.

Aula serbaguna miliki kapasitas tampung maksimum 500 orang, dengan

dilengkapi audio visual dan AC. Ruang pertemuan/Aula Melati memiliki

kapasitas 200 orang, dilengkapi sound system dan AC. Wisma Mawar

berkapasitas 60 orang terdiri dari 23 kamar, kapasitas per kamar 2-3 orang

dengan fasilitas AC, TV, kamar mandi di dalam dan tempat cuci.

Ruang konferensi memiliki kapasitas 30 orang dilengkapi dengan audio

visual dan AC. Ruang Audio-Visual memiliki kapasitas 60 orang, dilengkapi

dengan audio visual dan AC. Laboratorium Bahasa memiliki kapasitas 20 orang

dilengkapi dengan audio visual dan AC. Ruang Data dilengkapi dengan hasil

karya kelayan, ruangan ber AC. Ruang Seminar memiliki kapasitas 16 orang

dilengkapi dengan AC. Terdapat tempat Ibadah (Masjid Al-Fattah) dan fasilitas

transportasi berupa 3 (tiga) buah bis, 1 (satu) bis besar, 2 (dua) bis kecil dan

kendaraan UPSK dengan garasi mobil. Terdapat koridor/selasar dan halaman.

Fasilitas untuk Kelayan berupa transportasi dari daerah asal ke BBRVBD,

pengasramaan maksimal 9 (sembilan) bulan, permakanan maksimal 9 (sembilan)

bulan, pelayanan kesehatan, seragam, pakaian olah raga, fasilitas kesenian (alat

musik, karaoke). Fasilitas olah raga untuk bulutangkis, tenis meja, bola volley,

billiard. Kelayan mendapatkan widyawisata, perpustakaan, pemondokan pada saat

Page 4: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

27

praktek kerja/PBK (selama 2 bulan), uang konsumsi selama PBK (selama 60

hari), transportasi ke tempat PBK, transportasi ke tempat kerja atau untuk

kembali ke daerah asal kelayan (apabila kelayan tidak mendapat tempat kerja),

fasilitas Pelatihan Vokasional, ruang belajar praktek (workshop) dengan kapasitas

20 kelayan per ruangan.

Aktivitas peserta selama pelatihan disesuaikan dengan aktivitas di dunia

kerja pada umumnya. Pukul 6 (enam) pagi, peserta melakukan senam pagi dan

dilanjutkan dengan sarapan pagi. Peserta baru mengikuti kegiatan pelatihan mulai

dari pukul 8 (delapan) pagi sampai dengan pukul 4 (empat) sore, dengan waktu

istirahat selama 1 jam. Pengaturan waktu pelatihan seperti ini disesuaikan dengan

jam kerja kantor pada umumnya di dunia kerja dengan tujuan agar peserta

pelatihan terbiasa mengikuti pola waktu di tempat kerja nantinya. Hari Sabtu

digunakan untuk kegiatan ekstra kurikuler bagi peserta. Sedangkan Hari Minggu

tetap sebagai hari libur dimana peserta dapat memanfaatkannya untuk kegiatan

bebas. Aktivitas seperti ini dilaksanakan dalam jangka waktu 8 (delapan) bulan

selama mereka tinggal di BBRVBD. Aktivitas 2 (dua) bulan berikutnya adalah

aktivitas magang di perusahaan, dimana peserta pelatihan benar-benar masuk ke

dunia kerja yang sesungguhnya dan mereka tinggal di rumah sewa di sekitar

lokasi magang. Masa ini merupakan masa transisi dari kegiatan „bekerja‟ di

workshop BBRVBD sebagai ajang pelatihan kepada dunia kerja yang

sesungguhnya di pasar kerja terbuka.

Page 5: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

28

Tab

el 3

R

ekap

itula

si d

ata

PB

K d

an p

enyal

ura

n k

erja

kel

ayan

BB

RV

D t

ahu

n 1

998

-2011

No

. T

ahun/

Ag

kat

an

Jum

lah

Pes

erta

Pra

kte

k B

elaj

ar K

erja

(P

BK

)

Jmlh

p

erse

n

Pen

yal

ura

n K

erja

Jmlh

p

erse

n

Jahit

K

om

p

DG

E

lktr

P

L

Oto

Ja

hit

K

om

p

DG

E

lktr

P

L

Oto

1

19

98

/ I

1

00

21

16

12

14

18

- 8

1

81

,0

14

4

2

7

3

- 3

0

30

,0

2

19

99

/ I

I 1

00

22

15

20

13

23

- 9

3

93

,0

24

11

5

12

6

- 5

8

58

,0

3

20

00

/ I

II

10

0

20

25

16

26

13

- 1

00

10

0,0

2

1

14

11

16

9

- 7

1

71

,0

4

20

01

/ I

V

10

0

17

14

9

15

18

- 7

3

73

,0

17

15

9

16

18

- 7

5

75

,0

5

20

02

/ V

9

9

18

20

15

18

17

- 8

8

88

,9

17

10

11

12

19

- 6

9

69

,7

6

20

03

/ V

I 1

00

22

13

13

9

7

- 6

4

64

,0

22

6

7

4

8

- 4

7

47

,0

7

20

04

/ V

II

99

23

17

16

15

21

- 9

2

92

,9

21

10

13

12

15

- 7

1

71

,7

8

20

05

/ V

III

99

19

14

9

11

12

- 6

5

65

,7

19

13

9

12

12

- 6

5

65

,7

9

20

06

/ I

X

10

0

18

16

15

13

19

- 8

1

81

,0

18

15

15

13

19

- 8

0

80

,0

10

20

07

/ X

1

00

19

21

23

18

19

- 1

00

10

0,0

5

4

3

4

4

-

20

20

,0

11

20

08

/ X

I 9

7

17

14

16

10

13

- 7

0

72

,2

17

14

16

10

13

- 7

0

72

,2

12

20

09

/ X

II

97

14

17

18

16

21

- 8

6

88

,7

13

12

15

6

15

- 6

1

62

,9

13

20

10

/XII

I 9

4

20

20

20

18

16

- 9

4

10

0,0

2

0

13

20

18

16

- 8

7

92

,6

14

20

11

/XIV

1

13

18

11

11

11

6

10

67

59

,3

18

19

22

20

13

20

11

2

99

,1

JU

ML

AH

1

39

8

26

8

23

3

21

3

20

7

22

3

10

11

54

82

,5

24

6

16

0

15

8

16

2

17

0

20

91

6

65

,5

Su

mb

er:

BB

RV

BD

Cib

inon

g, 2

01

2

28

Page 6: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

29

PT Dewhirst Indonesia, Bandung

PT Dewhirst Indonesia didirikan pada tahun 1998, yang merupakan pabrik

besar yang menghasilkan 215.000 unit pakaian per minggu dan memiliki

karyawan sekitar 5.400 orang pria dan wanita serta berlokasi di Bandung. Pabrik

ini memiliki salah satu pembeli dengan label Marks & Spencer UK.

PT Dewhirst merupakan satu dari beberapa pabrik yang memenuhi kuota

pekerja penyandang disabilitas sebesar 1 (satu) persen sebagaimana diamanatkan

oleh UU No 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Kebanyakan dari pekerja

disabilitas merupakan hasil perekrutan dari BBRVBD Cibinong dan beberapa

lainnya dari LBK di sekitar Jawa Barat. Penyandang disabilitas direkrut dengan

perekrutan normal, tanpa ada pengistimewaan.

Lokasi PT Dewhirst mayoritas mudah diakses bagi penyandang disabilitas.

Sebelumnya salah satu bangunan pabrik memiliki kantin dan ruang beribadah di

lantai atas, kemudianmereka menyesuaikan tempat kerja yang aksesibel bagi

penyandang disabilitas, sehingga sekarang semua fasilitas termasuk kantin dan

ruang beberibadah terdapat di lantai dasar. Secara umum, PT Dewhirst memiliki

standar yang tinggi dalam bidang kesehatan, keamanan, dan kondisi kerja.

PT Mattel Indonesia, Cikarang

PT. Mattel Indonesia, merupakan perusahaan multinasional dan terdepan

dalam bisnis mainan anak-anak. Perusahaan ini merupakan manufaktur boneka

terbesar yang memperkerjakan 9000 pekerja di Indonesia. Lokasi perusahaan ini

di Jl. Jababeka V B1 G/4-6 Kawasan Industri Jababeka, Cibitung, Bekasi.

Produknya yang terkenal adalah boneka barbie, Hot Wheels, Matchbox Car, dan

sebagainya.

Perusahaan Mattel, Inc (Induk PT. Mattel Indonesia) yang berpusat di

Hawthorne, California, berdiri pada tahun 1945 oleh Harrold Matt Masson dan

Elliot Handler. Berawal di industri kayu, yang kemudian membuka cabang bisnis

di bidang mainan. Dan pada tahun 1959, mulai diproduksi boneka barbie.

Selanjutnya Mattel Inc. merevolusi industri mainan anak-anak dan boneka dengan

boneka yang bisa bersuara.

Selain di Indonesia, Mattel juga mendirikan pabrik di Thailand, Malaysia

dan Mexico. Salah satu produk Mattel yang terkenal adalah Barbie. Selain

boneka, Mattel Inc. pun memproduksi pakaian dan asesoris untuk boneka Barbie

tersebut. Hal inilah yang membuat boneka Barbie tetap bertahan sebagai boneka

klasik yang masih bertahan di era modern ini. Mattel Indonesia merupakan mitra

baru BBRVBD Cibinong yang baru merekrut lulusan pada tahun 2012 sebanyak 6

(enam) orang penyandang disabilitas.

PT Rajawali Mulia Perkasa

PT Rajawali Mulia Perkasa merupakan perusahaan garmen yang terletak di

Jl. Pembangunan II No. 31 Kedung Halang, Bogor Utara, Bogor. Berdiri sejak

1989, perusahaan ini memproduksi kemeja yang dipasarkan untuk lokal dengan

merk Polo, Valero, Nail Man, Van Jose, dan lainnya. Perusahaan ini juga

memproduksi pakaian seragam bank-bank ternama di Indonesia. Karyawan yang

bekerja di perusahaan tersebut berjumlah sekitar 186 orang laki-laki dan

Page 7: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

30

perempuan. Walaupun perusahaan ini baru memiliki sedikit karyawan, akan

tetapi kepeduliannya terhadap penyandang disabilitas cukup tinggi terlihat dari

perekrutan tenaga kerja penyandang disabilitas yang dilakukan oleh perusahaan

ini yang prosentasenya sudah melebihi quota 1 (satu) persen.

Karakteristik Peserta Pelatihan

Keberhasilan pelatihan ditentukan oleh komponen-komponen yang ada di

dalamnya yaitu diantaranya adalah peserta pelatihan, dimana peserta ditentukan

oleh karakteristik peserta (misalnya: demografis, latar belakang pendidikan) yang

menentukan lingkup dari pelatihan tersebut (Rose 2009). Khusus untuk

penyandang disabilitas, jenis disabilitas turut menentukan kriteria peserta (Griffin

dan Nechvoglod 2008). Karakteristik responden dalam penelitian ini disajikan

dalam Tabel 4.

Tabel 4 Distribusi responden berdasarkan karakteristik peserta

No. Uraian Kategori F Persen (%)

1. Jenis kelamin 1. Laki-laki

2. Perempuan

3

39

7,1

92,9

N=42 =100%

2. Usia 1. Sangat rendah (20-24 tahun)

2. Rendah (25-28 tahun)

3. Tinggi (29-32 tahun)

4. Sangat tinggi (33-36 tahun)

13

13

10

6

31,0

31,0

23,8

14,2

N=42 =100%

3. Jenis disabilitas 1. Tuna rungu wicara

2. Tuna daksa

0

42

0

100

N=42 =100%

4. Penyebab

disabilitas

1. Bawaan lahir

2. Bukan bawaan lahir

11

31

26,2

73,8

N=42 =100%

5. Lama menyandang

disabilitas

1. Sangat rendah (8-15 tahun)

2. Rendah (16-22 tahun)

3. Tinggi (23-29 tahun)

4. Sangat tinggi (30-36 tahun)

3

9

23

7

7,1

21,4

54,8

16,7

N=42 =100%

6. Pendidikan

formal

1. Sangat rendah (SD)

2. Rendah (SMP)

3. Tinggi (SMA)

4. Sangat tinggi (Perguruan Tinggi)

2

24

15

1

4,8

57,1

35,7

2,4

N=42 =100%

7. Pendidikan non

formal

1. Tidak pernah

2. Jarang (1-2 kali)

3. Sering (3 kali)

4. Sangat sering (>3 kali)

35

7

0

0

83,3

16,7

0

0

N=42 =100%

8. Pengalaman kerja 1. 1-2 tahun

2. 3-4 tahun

3. 5-6 tahun

4. 7-8 tahun

23

4

2

13

54,8

9,5

4,8

31

N=42 =100%

Jenis Kelamin

Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah perempuan yaitu

sebesar 92,9 persen atau sebanyak 39 orang. Hal tersebut sejalan dengan fakta di

Page 8: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

31

lapangan bahwa sektor garmen/penjahitan mempekerjakan mayoritas pegawai

perempuan, yaitu sebanyak 70 persen pada tahun 2009 (Putra 2009). Sedangkan

responden laki-laki hanya berjumlah 3 (tiga) orang saja atau sekitar 7,1 persen

dari total responden. Data BBRVBD tahun 2012 menunjukkan bahwa penyandang

disabilitas peminat pelatihan keterampilan penjahitan adalah mayoritas

perempuan, yaitu sebesar 79,2 persen dari total peserta pelatihan keterampilan

penjahitan.

Usia

Berdasarkan hasil penelitian, semua responden berada di usia sangat

produktif yang berada di rentang usia 20-36 tahun, dimana mayoritas berada di

rentang usia 20-28 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Mavromaras dan

Palidano tahun 2011 yang menyebutkan bahwa pelatihan vokasional merupakan

jalur pendidikan yang popular bagi penyandang disabilitas usia produktif.

Jenis Disabilitas

Khusus untuk pelatihan bagi penyandang disabilitas, jenis disabilitas turut

menentukan kriteria peserta (Griffin dan Nechvoglod 2008). Jenis disabilitas

dalam penelitian ini adalah macam keterbatasan fisik yang dimiliki responden

yang dinyatakan dengan tuna daksa atau tuna rungu wicara. Mengacu pada Tabel

4, semua responden termasuk ke dalam kategori tuna daksa dan tidak ditemukan

responden yang mempunyai kategori tuna rungu wicara. Data di lapangan

menunjukkan bahwa penyandang disabilitas dengan jenis disabilitas tuna daksa

yang mengikuti pelatihan di BBRVBD Cibinong adalah sebanyak 90 persen yang

tersebar di 6 (enam) jurusan penjahitan. Sedangkan penyandang disabilitas daksa

yang pernah mengikuti pelatihan vokasional keterampilan penjahitan adalah

sebanyak 96,2 persen.

Penyebab Disabilitas

Penyebab disabilitas adalah hal yang menyebabkan responden

menyandang disabilitas yang terdiri dari bawaan lahir dan bukan bawaan lahir.

Mengacu kepada Tabel 4, sebanyak 26,2 persen penyebab disabilitas responden

adalah karena bawaan lahir, sedangkan sisanya sebanyak 73,8 persen dikarenakan

bukan bawaan lahir seperti sakit polio, panas (malpraktek), dan kecelakaan (lalu

lintas, tersengat aliran listrik, jatuh dari pohon).

Lama Menyandang Disabilitas

Mengacu kepada Tabel 4, responden mengalami disabilitas pada range 8-

36 tahun dimana 54,8 persen responden berada dalam kategori tinggi, yang

artinya mereka sudah menyandang disabilitas selama 23-29 tahun.

Pendidikan formal

Mayoritas pendidikan responden berada pada kategori rendah yaitu lulusan

SMP yaitu sebesar 57,1 persen dan kemudian terbanyak berikutnya adalah pada

kategori tinggi yaitu lulusan SMA sebesar 35,7 persen, dan terdapat 4,8 persen

responden yang berkategori pendidikan sangat rendah yaitu lulusan SD. Hal ini

sejalan dengan temuan Griffin dan Nechvoglod tahun 2008 yang menyebutkan

bahwa kebanyakan penyandang disabilitas memiliki latar pendidikan yang rendah

Page 9: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

32

ketika mengikuti pelatihan vokasional. Dalam kasus penelitian ini, rendahnya

tingkat pendidikan peserta pelatihan terkait dengan kebijakan lembaga

penyelenggara pelatihan mulai tahun 1998-2010 yang mempersyaratkan minimal

lulusan SMP untuk menjadi peserta pelatihan vokasional jurusan keterampilan

penjahitan. Kemudian pada tahun 2011 sampai sekarang dibuat kebijakan baru,

yaitu minimal lulusan SD bagi peserta pelatihan vokasional jurusan keterampilan

penjahitan.

Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal adalah kegiatan pembelajaran non formal yang

pernah diikuti responden selain pelatihan vokasional di BBRVBD Cibinong, baik

sesudah atau sebelum mengikuti pelatihan di BBRVBD Cibinong, yang

dinyatakan dalam frekuensi kegiatan. Sebagian besar responden tidak pernah

mengikuti pelatihan selain pelatihan di BBRVBD Cibinong, yaitu sebesar 83,3

persen. Hal ini salah satunya disebabkan setelah mereka lulus dari BBRVBD

Cibinong dan kemudian diterima kerja, mereka tidak lagi mengikuti pelatihan-

pelatihan. Hanya sebesar 16,7 persen responden saja yang pernah mengikuti

pelatihan, berdasarkan hasil wawancara beberapa responden pernah mengikuti

kegiatan pelatihan di tempat rehabilitasi sosial di provinsi asal mereka sebelum

mereka masuk ke BBRVBD Cibinong, antara lain di panti sosial, LBK dan tempat

kursus menjahit.

Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja adalah lama bekerja yang dimiliki responden sebelum

mengikuti pelatihan dan setelah lulus mengikuti pelatihan sampai sekarang yang

dinyatakan dalam range waktu. Responden memiliki pengalaman kerja 1-8 tahun.

Akan tetapi secara umum responden memiliki pengalaman kerja yang rendah,

yaitu 1-2 tahun.

Performa Instruktur

Faktor lain yang dianggap berhubungan dengan pengembangan kompetensi

penyandang disabilitas melalui pelatihan vokasional adalah faktor performa

instruktur. Faktor ini meliputi penguasaan materi, keinovativan mengajar, dan

kemampuan memotivasi. Adapun performa instruktur dari hasil penelitian ini

disajikan dalam Tabel 5.

Mengacu kepada Tabel 5, sebesar 69 persen responden menyatakan bahwa

keragaan instruktur di BBRVBD Cibinong berada dalam kategori tinggi, yang

artinya instruktur memiliki kemampuan yang baik dalam penguasaan materi

pelatihan, keinovatifan mengajar termasuk di dalamnya kekreatifan mengajar, dan

kemampuan memotivasi penyandang disabilitas peserta pelatihan. Sedangkan

sisanya, sebesar 31 persen responden menyatakan bahwa keragaan instruktur

berada dalam kategori sangat tinggi, yang artinya mempunyai kemampuan yang

sangat baik dalam penguasaan materi pelatihan, keinovatifan mengajar termasuk

di dalamnya kekreatifan mengajar, dan kemampuan memotivasi penyandang

disabilitas peserta pelatihan.

Hal ini didukung oleh fakta di lapangan bahwa BBRVBD Cibinong telah

melakukan seleksi ketat terhadap calon instruktur agar instruktur yang

Page 10: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

33

memberikan pelatihan memiliki kemampuan yang baik dalam bidang

pengajaran/pelatihan. Para instruktur yang ada di pelatihan juga telah melalui

tahap diklat sertifikasi oleh lembaga terkait.

Tabel 5 Distribusi responden berdasarkan performa instruktur

No. Uraian Kategori F Persen (%)

1. Penguasaan Materi 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 0 0

3. Tinggi 30 71,4

4. Sangat Tinggi 12 28,6

N=42 =100 %

2. Keinovatifan Mengajar 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 2 4,8

3. Tinggi 34 81

4. Sangat Tinggi 6 14,2

N=42 =100 %

3. Kemampuan Memotivasi 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 9 21,4

3. Tinggi 32 76,2

4. Sangat Tinggi 1 2,4

N=42 =100 %

4 Total Performa Instruktur 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 0 0

3. Tinggi 29 69

4. Sangat Tinggi 13 31

N=42 =100 %

Penguasaan materi

Penguasaan materi instruktur merupakan salah satu faktor yang krusial

dalam keberhasilan pemberian materi (Schempp 1998, Metzler dan Woessmann

2010), termasuk didalamnya persiapan materi (Darling-Hammond et al. 2005).

Penguasaan materi dalam konteks penelitian ini adalah tingkat kemampuan

instruktur dalam memahami materi pelatihan yang diajarkannya di BBRVBD

Cibinong. Dari hasil penelitian, sebanyak 71,4 persen responden menyatakan

bahwa penguasan materi pelatihan oleh instruktur berada di kategori tinggi, dan

sebanyak 28,6 persen menyatakan penguasan materi pelatihan oleh instruktur

berada dalam kategori sangat tinggi. Tingginya penguasaan materi instruktur

terkait dengan kualifikasi yang ditetapkan pada saat perekrutan dan adanya

kesempatan peningkatan kapasitas bagi instruktur melalui pelatihan-pelatihan

yang terkait dengan pekerjaan mereka yang dilaksanakan secara internal oleh

Kementerian Sosial ataupun pelatihan eksternal di luar kementerian, di dalam

ataupun di luar negeri.

Keinovativan mengajar

Keinovativan mengajar adalah tingkat kemampuan instruktur dalam inovasi

dan kreatifitas mengajar. Keinovatifan mengajar juga berperan dalam

menyebarkan antusiasme instruktur dalam mengajar terhadap antusiasme peserta

didik untuk belajar (Grosu 2011). Hasil penelitian menunjukkan mayoritas

responden menyatakan bahwa tingkat keinovativan mengajar instruktur berada

pada kategori tinggi yaitu sebesar 81 persen, yang artinya bahwa instruktur yang

mengajar memiliki kemampuan mengajar yang inovatif dan kreatif, selalu

berusaha menyampaikan materi pelatihan dengan cara yang baru yang tidak

membosan bahkan membuat peserta pelatihan merasa tertarik dengan materi yang

Page 11: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

34

disampaikan dan juga mempercepat pencapaian tujuan dari pembelajaran dalam

pelatihan itu sendiri. Pelatih yang kreatif dan inovatif merupakan salah satu dari

kriteria instruktur yang direkrut oleh lembaga penyelenggara pelatihan. selain itu,

kegiatan peningkatan kapasitas juga dilakukan oleh lembaga agar instruktur

mempunyai kemampuan mengajar yang inovatif dan kreatif, hal tersebut

dilakukan dengan memberikan pelatihan “Metode pembelajaran” secara internal

bagi para instruktur.

Kemampuan memotivasi

Berkaitan dengan kemampuan menotivasi, motivasi adalah proses yang

memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya perilaku yang

termotivasi adalah perilaku yag penuh energi, terarah, dan bertahan lama

(Santrock 2008). Kemampuan memotivasi adalah kemampuan instruktur dalam

meningkatkan semangat, arah, dan kegigihan perilaku penyandang disabilitas

peserta pelatihan agar dapat mengitukuti pelatihan dengan penuh energi dan

terarah. Kemampuan memotivasi merupakan aspek dari instruktur yang dianggap

penting (Ali 2005)

Sebagian besar responden menyatakan bahwa instruktur mempunyai

kemampuan memotivasi tinggi. Selain itu responden menyatakan bahwa

hubungan responden dan instruktur terjalin dengan baik, penuh dengan keakraban

dan kekeluargaan, sehingga responden lebih termotivasi untuk mencapai prestasi.

Hal ini menunjukkan bahwa instruktur tidak hanya menyampaikan materi

pelatihan saja, tetapi juga mampu memberikan dukungan aktif sebagai support

worker bagi para penyandang disabilitas peserta pelatihan agar tetap terus

mempunyai motivasi. Fakta di lapangan menujukkan bahwa instruktur pelatihan

di BBRVBD Cibinong tidak hanya berperan sebagai instruktur tetapi juga

berperan support worker, diantaranya sebagai pekerja sosial dan penyuluh sosial

yang senantiasa berperan aktif dalam memberikan dukungan motivasi bagi

penyandang disabilitas.

Kurikulum Pelatihan

Kurikulum pelatihan merupakan salah satu komponen pelatihan yang

penting yang harus disusun secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan

(Ali 2005, Hickerson dan Middleton 1975) dan dimana tujuan pelatihan harus

diketahui oleh peserta dengan kelas, adanya praktek yang memadai (proporsional)

dan mengetahui hasil belajar dalam bentuk evaluasi (Hickerson dan Middleton

1975).

Faktor kurikulum pelatihan dalam penelitian ini terdiri dari proporsi jenis

materi penunjang dan materi utama, kejelasan tujuan pelatihan, kesesuaian materi

dan tujuan pelatihan, proporsi waktu teori dan praktek, waktu untuk pelatihan, dan

evaluasi pelatihan. Hasil penelitian mengenai faktor kurikulum pelatihan disajikan

dalam Tabel 6.

Mengacu kepada Tabel 6, sebesar 52,4 persen responden menyatakan bahwa

penyajian kurikulum pelatihan di BBRVBD Cibinong berada dalam kategori

tinggi, yang artinya penyajian kurikulum pelatihan di BBRVBD Cibinong telah

dilakukan dengan baik.

Page 12: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

35

Hal ini didukung fakta di lapangan dimana BBRVBD Cibinong selalu

melakukan perbaikan atau pengingkatan kualitas materi pelatihan yang disajikan

dalam bentuk kurikulum dengan melibatkan para ahli terkait baik dari internal

Kementerian Sosial atau dari kementrian lain seperti Kementerian Tenaga Kerja

dan Transmigrasi. Peningkatan kualitas kurikulum juga dilakukan dengan

melibatkan ahli dari perusahaan garmen yang dianggap lebih profesional. Selain

itu, penyusunan kurikulum di BBRVBD Cibinong telah mengacu kepada SKKNI

(Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia).

Tabel 6 Distribusi responden berdasarkan kurikulum pelatihan

No. Uraian Kategori F Persen (%)

1. Proporsi Jenis Materi Pelatihan

Utama dan Penunjang

1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 11 26,2

3. Tinggi 26 61,9

4. Sangat Tinggi 5 11,9

N=42 =100 %

2. Kejelasasn Tujuan Pelatihan 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 1 2,4

3. Tinggi 25 59,5

4. Sangat Tinggi 16 38,1

N=42 =100 %

3. Kesesuaian Materi Pelatihan dan

Tujuan Pelatihan

1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 1 2,4

3. Tinggi 34 81,0

4. Sangat Tinggi 7 16,7

N=42 =100 %

4. Urutan Substansi Materi Pelatihan 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 4 9,5

3. Tinggi 30 71,4

4. Sangat Tinggi 8 19,0

N=42 =100 %

5. Proporsi Waktu Teori dan Praktek 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 7 16,7

3. Tinggi 30 71,4

4. Sangat Tinggi 5 11,9

N=42 =100 %

6. Waktu Pelatihan 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 4 9,5

3. Tinggi 33 78,6

4. Sangat Tinggi 4 9,5

N=42 =100 %

7. Evaluasi Pelatihan 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 2 4,8

3. Tinggi 40 95,2

4. Sangat Tinggi 0 0

N=42 =100 %

Total Kurikulum Pelatihan 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 1 2,4

3. Tinggi 22 52,4

4. Sangat Tinggi 19 45,2

N=42 =100 %

Proporsi jenis materi penunjang dan materi utama

Proporsi jenis materi penunjang dan materi utama yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah tingkat perbandingan proporsi materi pelatihan penunjang

dan materi utama. Tabel 6 menunjukkan bahwa 61,9 persen responden

menyatakan proporsi jenis materi penunjang dan materi utama pelatihan dalam

kategori tinggi yang artinya responden menganggap materi utama dan materi

Page 13: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

36

penunjang pelatihan di BBRVBD Cibinong telah disusun dengan proporsional.

Adapun yang dimaksud dengan materi utama adalah materi produktif yang

berhubungan dengan keterampilan menjahit seperti K3, mengukur tubuh,

menggambar busana, membuat pola, memotong bahan, dan menjahit dengan

mesin.Sedangkan materi penunjang adalah materi keterampilan umum seperti

Pancasila, UUD 1945, Peraturan Ketenagakerjaan, Bahasa Inggris, dan

Achievement Motivation Training (AMT). Materi penunjang hanya diberikan 75

jam dari 1618 jam total waktu pelatihan atau sekitar 4,6 persen dari total waktu

pelatihan. Sedangkan materi utama diberikan selama 1074 jam atau 66,4 persen

dari total waktu pelatihan. Adapun komposisi waktu materi pelatihan disajikan

dalam Tabel 7.

Tabel 7 Komposisi waktu dan materi pelatihan vokasional jurusan

keterampilan penjahitan di BBRVBD Cibinong

No. Mata Diklat Durasi/ Waktu (jam) Persen (%)

1 Materi Utama: 1074 66,4

2 Materi Penunjang: 75 4,6

3 Evaluasi Akhir 39 2,4

4 Magang (on the job training) 430 26,6

TOTAL 1618 100

Sumber: BBRVBD, 2012 (diolah)

Kejelasan tujuan pelatihan

Kejelasan tujuan pelatihan merupakan hal yang penting untuk dipahami

oleh peserta pelatihan (Hickerson dan Middleton 1975). Kejelasan tujuan

pelatihan dalam konteks penelitian ini adalah tingkat kepastian tujuan pelatihan

vokasional yang dilihat dari tingkat kejelasan tujuan pelatihan bidang penjahitan,

tingkat kejelasan tujuan mata pelatihan, dan tingkat kejelasan tujuan setiap sesi

pembelajaran. Tabel 6 menunjukkan bahwa 59,5 persen responden menyatakan

tujuan pelatihan dalam kategori tinggi yang artinya responden menganggap jelas

tujuan pelatihan vokasional, tujuan mata pelatihan, dan tujuan setiap sesi

pembelajaran. Responden memahami tujuan pelatihan vokasional karena dalam

tahap asesmen sebelum mengikuti pelatihan di BBRVBD Cibinong, tim asesmen

memberikan penjelasan kepada calon peserta pelatihan mengenai tujuan pelatihan

vokasional tiap keterampilan, termasuk jurusan penjahitan. Sehingga peserta

pelatihan memiliki kejelasan mengenai tujuan pelatihan vokasional. Adapun

tujuan setiap mata pelatihan dan setiap sesi pembelajaran disampaikan oleh

instruktur ketika mereka akan masuk ke mata pelatihan baru dan pada setiap awal

sesi pembelajaran, sehingga peserta pelatihan memahami tujuan suatu mata

pelatihan dan tujuan dari suatu sesi pembelajaran.

Adapun tujuan dari pelatihan vokasional jurusan keterampilan penjahitan

adalah untuk memberikan bekal keterampilan kepada penyandang disabilitas fisik

agar memiliki kemampuan sebagai tenaga kerja profesional di bidang penjahitan

(high speed operator) sesuai dengan persyaratan dan peluang kerja yang ada dan

untuk menyiapkan penyandang disabilitas fisik agar menjadi manusia Indonesia

seutuhnya yang berbudi lihur berdasarkan Pancasila sehingga mampu membangun

dirinya sendiri dan ikut serta berpartisipasi membangun bangsa (BBRVBD 2011).

Page 14: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

37

Kesesuaian materi pelatihan dan tujuan pelatihan

Tabel 6 menunjukkan bahwa 81 persen responden menyatakan bahwa

kesesuaian materi pelatihan dengan tujuan pelatihan berada dalam kategori tinggi

yang artinya responden menganggap materi pelatihan telah disajikan sesuai

dengan tujuan pelatihan yang ingin dicapai. Fakta di lapangan menunjukkan

bahwa materi pelatihan disajikan disesuaikan dengan SKKNI dan berdasarkan

rujukan para ahli pendidikan pelatihan dan juga pengguna lulusan di lapangan

pekerjaan (pengusaha).

Urutan substansi materi pelatihan

Materi pelatihan sebagai salah satu komponen pelatihan harus disusun

secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan (Ali 2005, Hickerson dan

Middleton 1975). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 71,4 persen responden

menyatakan urutan substansi materi pelatihan dalam kategori tinggi yang artinya

responden menganggap materi pelatihan telah disusun sesuai dengan urutan

subtansinya, mulai dari yang paling mudah ke yang paling sulit, mulai dari

keterampilan dasar sampai ke keterampilan mahir, sehingga memudahkan

pemahaman peserta dalam pelatihan. pada keterampilan menjahit, peserta

pertama-tama diajarkan menjahit lurus terlebih dahulu sebelum ke menjahit

lengkung yang dianggap lebih rumit.

Proporsi waktu teori dan praktek

Adanya praktik yang memadai (proporsional) dianggap penting dalam

pelaksanaan pelatihan (Hickerson dan Middleton 1975). Proporsi waktu teori dan

praktek dalam konteks penelitian ini adalah perbandingan waktu pelatihan untuk

penyampaian teori dan pelaksanaan praktek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

71,4 persen responden menyatakan proporsi waktu teori dan praktek pelatihan

dalam kategori tinggi yang artinya responden menganggap pembagian waktu

untuk lamanya penyampaian teori dan pelaksanaan praktek telah dilakukan secara

proporsional.

Waktu untuk pelatihan

Waktu untuk pelatihan dalam konteks penelitian ini adalah lamanya

pelaksanaan pelatihan vokasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50

persen responden menyatakan waktu pelatihan dalam kategori tinggi yang artinya

responden menganggap durasi pelatihan vokasional di BBRVBD Cibinong sudah

baik. Pelatihan vokasional dilaksanakan selama 1618 jam pelatihan, yaitu 75 jam

untuk materi penunjang, 1074 untuk materi utama, 39 jam untuk evaluasi, dan 430

jam untuk magang (on the job training) di perusahaan. Pelatihan dikemas dalam

waktu 8 (delapan) bulan.

Evaluasi pelatihan

Evaluasi pelatihan dalam konteks penelitian ini adalah tingkat kesesuaian

evaluasi pelatihan vokasional yang dilihat dari kesesuaian cara evaluasi dan tujuan

evaluasi. Hasil penelitian terhadap evaluasi pelatihan menunjukkan bahwa 95,2

persen responden menyatakan evaluasi dalam kategori tinggi yang artinya

responden menganggap cara evaluasi dan tujuan evaluasi pelatihan sudah baik.

Page 15: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

38

Evaluasi pelatihan vokasional di BBRVBD Cibinong dilaksanakan secara

formatif dan sumatif pada akhir masa pelatihan untuk mendapatkan sertifikasi.

Waktu yang digunakan untuk evaluasi adalah sebanyak 39 jam pelatihan. evaluasi

dilaksanakan secara internal oleh instruktur dan secara eksternal dari lembaga

sertifikasi terkait.

Profil Penyelenggara Pelatihan

Profil penyelenggara pelatihan berhubungan dengan kewenangan hukum

yang dimiliki oleh penyelenggara pelatihan dalam menyediakan tenaga pengelola

dan sarana prasarana pelatihan yang sesuai standar (Sujudi 2003). Profil

penyelenggara pelatihan diduga berhubungan dengan kompetensi penyandang

disabilitas adalah faktor penyelenggara pelatihan. Variabel ini meliputi kesesuaian

jumlah instruktur, tingkat pendidikan instruktur, kesesuaian jurusan pendidikan

instruktur, pendidikan non formal instruktur, pengalaman mengajar instruktur,

sarana dan prasarana pelatihan. Adapun hasil penelitian mengenai profil

penyelenggara pelatihan disajikan dalalam Tabel 8.

Tabel 8 Distribusi responden berdasarkan profil penyelenggara pelatihan

No. Uraian Kategori F Persen (%)

1. Kesesuaian Jumlah Instruktur 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 7 16,7

3. Tinggi 26 61,9

4. Sangat Tinggi 9 21,4

N=42 =100 %

2. Tingkat Kesesuaian Pendidikan

Instruktur

1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 4 9,5

3. Tinggi 35 83,3

4. Sangat Tinggi 3 7,1

N=42 =100 %

3. Kesesuaian Jurusan Pendidikan

Instruktur

1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 3 7,1

3. Tinggi 36 85,7

4. Sangat Tinggi 3 7,1

N=42 =100 %

4. Pendidikan Non Formal Instruktur 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 2 4,8

3. Tinggi 39 92,9

4. Sangat Tinggi 1 2,4

N=42 =100 %

5. Pengalaman Mengajar Instruktur 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 0 0

3. Tinggi 35 83,3

4. Sangat Tinggi 7 16,7

N=42 =100 %

6. Sarana dan Prasarana Pelatihan 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 6 14,3

3. Tinggi 26 61,9

4. Sangat Tinggi 10 23,8

N=42 =100 %

Total Profil Penyelenggara Pelatihan 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 1 2,4

3. Tinggi 29 69

4. Sangat Tinggi 12 28,6

N=42 =100 %

Page 16: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

39

Mengacu kepada Tabel 8, sebanyak 69 persen responden menyatakan

bahwa profil penyelenggara pelatihan berada dalam kategori tinggi, yang artinya

lembaga penyelenggara pelatihan dalam hal ini BBRVBD Cibinong telah

memiliki kemampuan yang baik dalam menyelenggarakan pelatihan vokasional.

Hal ini didukung oleh fakta di lapangan di mana BBRVBD Cibinong telah

menjadi rujukan lembaga penyelenggara rehabilitasi vokasional bagi negara-

negara di kawasan Asia Pasifik Afrika sejak tahun 2005. Perekrutan dan

pengembangan instruktur serta pengadaan sarana dan prasarana dibuat sebaik

mungkin dengan mula-mula dibantu oleh pemerintah Jepang melalui JICA.

Kesesuaian jumlah instruktur

Kesesuaian jumlah instruktur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

perbandingan jumlah instruktur pelatihan dengan jumlah peserta pelatihan

vokasional di BBRVBD. Sebanyak 61,9 persen responden menyatakan bahwa

kesesuaian jumlah instruktur berada di kategori tinggi, yang artinya bahwa jumlah

instruktur pelatihan vokasional yang tersedia sudah proposional sesuai dengan

jumlah peserta pelatihan. fakta di lapangan menunjukkan bahwa jumlah instruktur

untuk materi produktif adalah sebanyak 4 (empat) orang untuk 20 orang peserta

pelatihan atau 1:5. jumlah tersebut dianggap sudah mencukupi dimana peserta

sudah merasa kebuthan mereka akan instruktur sudah terakomodir dengan baik

dengan tidak rebutannya instruktur tempat mereka bertanya atau meminta

bimbingan praktek.

Tingkat kesesuaian pendidikan instruktur

Tingkat pendidikan instruktur adalah tingkat kesesuaian strata pendidikan

formal yang pernah ditempuh oleh instruktur dengan strata pendidikan peserta

pelatihan vokasional. Tabel 8 menunjukkan bahwa 83,3 persen responden

menyatakan bahwa tingkat kesesuaian pendidikan instruktur berada dalam

kategori tinggi, yang artinya bahwa pendidikan formal instruktur telah dianggap

sesuai. Data di lapangan menunjukkan bahwa instruktur mempunyai tingkat

pendidikan formal sarjana dan SMA. Namun bagi sebagian peserta, tingkat

pendidikan bukanlah hal yang penting selama instruktur mempunyai performa

yang baik dalam mengajar peserta.

Kesesuaian jurusan pendidikan instruktur

Kesesuaian jurusan pendidikan instruktur dalam konteks penelitian ini

adalah tingkat kesesuaian jurusan pembelajaran formal yang telah ditempuh oleh

instruktur dengan materi pelatihan yang diajarkannya di pelatihan vokasional.

Tabel 8 menunjukkan bahwa 85,7 persen responden menyatakan bahwa tingkat

kesesuaian jurusan pendidikan instruktur berada dalam kategori tinggi, yang

artinya bahwa pendidikan instruktur dianggap sesuai dengan jurusan yang

diajarkannya.

Pendidikan non formal instruktur

Pendidikan non formal instruktur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

tingkat kesesuaian pembelajaran non formal yang telah ditempuh instruktur baik

di dalam ataupun di luar negeri, dengan materi pelatihan yang diajarkan di

pelatihan vokasional. Sebanyak 92,9 persen responden menyatakan bahwa tingkat

Page 17: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

40

pendidikan non formal instruktur berada dalam kategori tinggi, yang artinya

bahwa pendidikan non formal instruktur dianggap sesuai dengan jurusan yang

diajarkannya. Fakta di lapangan menyebutkan bahwa instruktur yang mengajar

telah mengikuti pendidikan non formal di bidang penjahitan baik di dalam (diklat

sertifikasi instruktur di Kementerian Tenaga Kerja RI) ataupun di luar negeri

(ToT bidang penjahitan di Jepang oleh JICA).

Pengalaman mengajar instruktur

Pengalaman mengajar instruktur dalam konteks penelitian ini adalah tingkat

kemampuan dan masa kerja instruktur dalam memberikan pelatihan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa 83,3 persen responden menyatakan bahwa

pengalaman mengajar instruktur berada dalam kategori tinggi, yang artinya bahwa

instruktur yang mengajar dianggap memiliki pengalaman mengajar di bidangnya.

Sarana dan prasarana pelatihan

Sarana dan prasarana pelatihan dalam konteks penelitian ini adalah tingkat

kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pelatihan yang disediakan oleh

lembaga penyelenggara pelatihan vokasional. Tabel 8 menunjukkan bahwa 61,9

persen responden menyatakan bahwa sarana dan prasarana pelatihan berada dalam

kategori tinggi, yang artinya bahwa sarana dan prasarana pelatihan dianggap

memiliki kualitas baik dan jumlahnya mencukupi.

Jumlah peralatan pelatihan di BBRVBD disesuaikan dengan jumlah

peserta, dimana setiap satu peserta mendapatkan satu mesin jahit berkecepatan

tinggi untuk praktek. Alat bantu pelatihan yang disediakan di tempat pelatihan

merupakan alat yang spesifikasinya sama dengan mesin-mesin yang dipakai di

industri garmen, yaitu mesin jahit dengan kecepatan tinggi. Sehingga lulusan

sudah terbiasa dengan mesin yang digunakan ketika mereka diterima kerja di

perusahaan. Adapun peralatan yang ada di BBRVBD Cibinong merupakan

bantuan yang diberikan oleh pemerintah Jepang melalui JICA.

Adanya 14,3 persen responden yang menyatakan bahwa sarana prasarana

dalam kategori rendah dikarenakan tidak semua sarana prasarana dalam kualitas

yang baik, misalnya mahalnya biaya sparepart dan perawatan mesin membuat

tidak semua mesin terawat dengan baik dan ada yang tidak berfungsi dengan baik.

Adanya sarana prasarana yang berkategori rendah ini menuntut kekreatifan

intruktur dan lembaga penyelenggara untuk mengoptimalkan fasilitas yang

tersedia.

Kompetensi Melaksanakan Prosedur K3 dalam Bekerja

Salah satu kompetensi peserta pelatihan vokasional yang dianggap

mempunyai hubungan dengan pelatihan vokasional adalah kompetensi

melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja yang ditandai dengan kemampuan

mengikuti prosedur K3 di tempat kerja, menangani situasi darurat, dan dalam

menjaga standar keselamatan kerja perorangan yang aman. Hasil penelitian

mengenai kompetensi melaksanakan prosedur K3 disajikan dalam Tabel 9.

Sebanyak 78,5 persen responden memiliki kompetensi dalam mengikuti

prosedur K3 dalam bekerja dengan kategori tinggi, yang artinya responden

memiliki kemampuan baik dalam mengikuti prosedur K3 di tempat kerja,

Page 18: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

41

menangani situasi darurat, dan menjaga standar keselamatan kerja perorangan

yang aman. Sisanya sebanyak 21,5 persen berada dalam kategori sangat tinggi.

Hal ini sesuai fakta di lapangan di mana pihak perusahaan menyebutkan bahwa

penyandang disabilitas lulusan pelatihan mempunyai kemampuan dalam

mengikuti prosedur evakuasi darurat, mengetahui arah evakuasi, melaporkan

sumber-sumber bahaya di tempat kerja misalnya adanya kabel yang tidak tertata

rapi dan memungkinkan menjadi sumber bahaya, mematikan mesin ketika tidak

sedang dipakai untuk mencegah terjadinya kecelakaan, dan memakai

perlengkapan kerja seperti masker untuk melindungi saluran pernafasan mereka

dari serabut kain.

Tabel 9 Distribusi responden berdasarkan

kompetensi melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja

No. Uraian Kategori F Persen (%)

1. Mengikuti Prosedur K3 di Tempat

Kerja

1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 10 23,8

3. Tinggi 23 54,8

4. Sangat Tinggi 9 21,4

N=42 =100 %

2. Menangani Situasi Darurat 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 4 9,5

3. Tinggi 25 59,5

4. Sangat Tinggi 13 31

N=42 =100 %

3. Menjaga Standar Keselamatan Kerja

Perorangan yang Aman

1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 1 2,4

3. Tinggi 28 66,7

4. Sangat Tinggi 13 31

N=42 =100 %

Total Kompetensi Melaksanakan

Prosedur

1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 0 0

3. Tinggi 33 78,5

4. Sangat Tinggi 9 21,5

N=42 =100 %

Mengikuti prosedur K3 di tempat kerja

Mengikuti prosedur K3 di tempat kerja yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah tingkat kemampuan responden dalam mengikuti prosedur K3 di tempat

kerja dengan indikator tingkat kemampuan responden mengikuti prosedur

keselamatan kerja sesuai dengan peraturan yang ditetapkan dan menerapkannya di

tempat kerja, tingkat kemampuan menguasai cara pengoperasian alat dan sarana

keselamatan di tempat kerja. Mayoritas responden memiliki kompetensi dalam

mengikuti prosedur K3 dalam bekerja dengan kategori tinggi, yang artinya

responden memiliki kemampuan baik dalam mengikuti prosedur K3 di tempat

kerja.

Menangani situasi darurat

Menangani situasi darurat dalam konteks penelitian ini adalah tingkat

kemampuan responden dalam menangani situasi darurat di tempat kerja, dengan

indikator kemampuan responden dalam mengenali situasi darurat yang potensial

di tempat kerja (seperti tersengat listrik, tertusuk jarum, dan lainnya) dan tingkat

kemampuan responden dalam melakukan tindakan untuk menangani situasi

darurat sesuai dengan prosedur. Mengacu kepada Tabel 9, sebanyak 59,5 persen

Page 19: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

42

responden menyatakan bahwa kompetensi mereka dalam menangani situasi

darurat berada dalam kategori tinggi, yang artinya responden memiliki

kemampuan baik dalam mengenali situasi darurat yang potensial di tempat kerja

(seperti tersengat listrik, tertusuk jarum, dan lain-lain) dan dalam melakukan

tindakan untuk menangani situasi darurat sesuai dengan prosedur.

Menjaga standar keselamatan kerja perorangan yang aman

Menjaga standar keselamatan kerja perorangan yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah tingkat kemampuan responden dalam menjaga standar

keselamatan kerja perorangan yang aman, dengan indikator: menjaga kerapian diri

dan memakai pakaian kerja yang dipersyaratkan, menjaga kerapian di tempat

kerja, mengidentifikasi alat kerja sesuai kebutuhan, memilih alat kerja sesuai

kebutuhan, dan menggunakan alat kerja dengan tepat sesuai kebutuhan. Hasil

penelitian menunjukkan mayoritas responden memiliki kompetensi dalam

menjaga standar keselamatan kerja perorangan yang amanberada dalam kategori

tinggi, yang artinya responden memiliki kemampuan baik dalam menjaga

kerapian diri dan memakai pakaian kerja yang dipersyaratkan, menjaga kerapian

di tempat kerja, mengidentifikasi alat kerja sesuai kebutuhan, memilih alat kerja

sesuaikebutuhan, dan menggunakan alat kerja dengan tepat sesuaui kebutuhan.

Adanya 2,4 persen responden yang memiliki kompetensi menjaga standar

keselamatan kerja perorangan yang aman yaitu adanya responden yang tidak mau

memakai masker di ruang produksi yang lebih dikarenakan kurangnya kesadaran

mengenai kegunaan mengenakan masker di ruang produksi yang bisa membantu

menjaga kesehatan saluran pernafasannya.

Kompetensi Menjahit dengan Mesin

Kompetensi lainnya dari peserta pelatihan vokasional yang dianggap

mempunyai hubungan dengan pelatihan vokasional adalah kompetensi menjahit

dengan mesin yang ditandai dengan kemampuan:menyiapkan tempat dan alat

kerja, kemampuan menyiapkan mesin jahit, kemampuan mengoperasikan mesin

jahit, kemampuan menjahit bagian-bagian potongan pakaian, dan kemampuan

merapikan tempat dan alat kerja. Hasil penelitian mengenai kompetensi menjahit

dengan mesin disajikan dalam Tabel 10.

Menyiapkan tempat dan alat kerja

Menyiapkan tempat dan alat kerja dalam konteks penelitian ini adalah

tingkat kemampuan responden dalam menyiapkan tempat dan alat kerja, dengan

indikator menyiapkan tempat kerja secara ergonomis, mengidentifikasi macam-

macam pekerjaan yang dijahit sesuai dengan alat-alat jahit yang dibutuhkan, dan

menyiapkan alat jahit sesuai kebutuhan. Mengacu kepada Tabel 10, sebanyak

66,7 persen responden menyatakan bahwa kompetensi mereka dalam menyiapkan

tempat dan alat kerja berada dalam kategori tinggi, yang artinya responden

memiliki kemampuan baik dalam menyiapkan tempat dan alat kerja, dengan

indikator menyiapkan tempat kerja secara ergonomis, mengidentifikasi macam-

macam pekerjaan yang dijahit sesuai dengan alat-alat jahit yang dibutuhkan, dan

menyiapkan alat jahit sesuai kebutuhan. Adanya 2,4 persen responden yang

berkompetensi rendah dikarenakan rendahnya mobilitas responden yang

Page 20: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

43

diakibatkan oleh disabilitasnya, sehingga kecepatannya untuk menyiapkan tempat

dan alat kerja lebih rendah daripada karyawan yang lain.

Menyiapkan mesin jahit

Menyiapkan mesin jahit dalam konteks penelitian ini adalah tingkat

kemampuan responden dalam menyiapakn mesin jahit yang meliputi:

mengidentifikasi nomor-nomor jarum mesin sesuai dengan jenis bahannya,

mengidentifikasi bagian mesin jahit (kumparan, spul, jarum) dan memasangnya

sesuai prosedur, memasang benang jahit sesuai prosedur, dan mengatur jarak

setikan sesuai dengan standar setikan yang dipersyaratkan. Sebanyak 64,3 persen

responden menyatakan bahwa kompetensi mereka dalam menyiapkan mesin jahit

berada dalam kategori tinggi, yang artinya responden memiliki kemampuan baik

dalam mengidentifikasi nomor-nomor jarum mesin sesuai dengan jenis bahannya,

mengidentifikasi bagian mesin jahit (kumparan, spul, jarum) dan memasangnya

sesuai prosedur, memasang benang jahit sesuai prosedur, dan mengatur jarak

setikan sesuai dengan standar setikan yang dipersyaratkan. Masih terdapat

responden yang memiliki kompetensi rendah dikarenakan mobilitas yang terbatas

karena disabilitasnya

Tabel 10 Distribusi responden berdasarkan kompetensi menjahit dengan mesin

No. Uraian Kategori F Persen (%)

1. Menyiapkan Tempat dan Alat kerja 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 1 2,4

3. Tinggi 28 66,6

4. Sangat Tinggi 13 31

N=42 =100 %

2. Menyiapkan Mesin Jahit 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 2 4,8

3. Tinggi 27 64,2

4. Sangat Tinggi 13 31

N=42 =100 %

3. Mengoperasikan Mesin Jahit 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 6 14,3

3. Tinggi 21 50

4. Sangat Tinggi 15 35,7

N=42 =100 %

4. Menjahit Bagian-bagian Potongan

Pakaian

1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 5 11,9

3. Tinggi 21 50

4. Sangat Tinggi 16 38,1

N=42 =100 %

5. Merapihkan Tempat dan Alat Kerja 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 4 9,5

3. Tinggi 24 57,1

4. Sangat Tinggi 14 33,3

N=42 =100 %

Total Kompetensi Menjahit dengan

Mesin

1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 2 4,8

3. Tinggi 27 64,3

4. Sangat Tinggi 13 31

N=42 =100 % Mengoperasikan mesin jahit

Mengoperasikan mesin jahit yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

tingkat kemampuan responden dalam mengoperasikan mesin jahit yang meliputi

tingkat kemampuan mencoba setikan mesin yang telah diatur di atas bahan/kain

Page 21: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

44

lain dan tingkat kemampuan dalam memeriksa dan menyesuaikan hasil jahitan

dengan standar jahitan. Sebanyak 50 persen responden menyatakan bahwa

kompetensi mereka dalam mengoperasikan mesin jahit berada dalam kategori

tinggi, yang artinya responden memiliki kemampuan baik dalam mencoba setikan

mesin yang telah diatur di atas bahan/kain lain dan dalam memeriksa dan

menyesuaikan hasil jahitan dengan standar jahitan.

Menjahit bagian-bagian potongan pakaian

Menjahit bagian-bagian potongan pakaian dalam konteks penelitian ini

adalah tingkat kemampuan responden dalam menjahit bagian-bagian potongan

pakaian yang meliputi tingkat kemampuan dalam menyiapkan bagian-bagian

potongan bahan pakaian yang akan dijahit, tingkat kemampuan dalam menjahit

bagian-bagian potongan pakaian dengan teknik yang sesuai dengan prosedur, dan

tingkat kemampuan menerapkan keselamatan kerja. Sebanyak 38,9 persen

responden menyatakan bahwa kompetensi mereka dalam menjahit bagian-bagian

potongan pakaian berada dalam kategori sangat tinggi, yang artinya responden

memiliki kemampuan baik dalam menyiapkan bagian-bagian potongan bahan

pakaian yang akan dijahit, dalam menjahit bagian-bagian potongan pakaian

dengan teknik yang sesuai dengan prosedur, dan dalam menerapkan keselamatan

kerja.

Hal ini diakui oleh atasan langsung lulusan yang sangat puas dengan

kemampuan lulusan dalam memenuhi target produksi perusahaan. Bahkan

terdapat 2 (dua) orang lulusan di PT Mattel yang ditunjuk menjadi guru menjahit

dan diberikan tugas tambahan untuk mengajarkan menjahit bagi para karyawan

lain (non disabilitas) yang memiliki kemampuan menjahit kurang baik.

Kompetensi yang tinggi dalam menjahit didukung oleh sarana pelatihan

vokasional di BBRVBD, dimana jenis dan spesifikasi mesin jahit yang dipakai di

BBRVBD sudah sama dengan spesifikasi mesin yang dipakai di industri garmen,

sehingga lulusan sudah terbiasa dengan jenis mesin yang dipakai di perusahaan.

Adanya responden yang mempunyai kompetensi rendah dikarenakan adanya

responden yang mengalami penurunan kualitas kesehatan sehingga tidak bisa

menjahit secara maksimal dalam mencapai target produksi perusahaan (kasus

pada responden di PT Rajawali yang memiliki disabilitas pada tulang belakang)

dan cenderng meyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang relatif lama.

Merapikan tempat dan alat kerja

Merapikan tempat dan alat kerja yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah tingkat kemampuan responden dalam merapikan tempat dan alat kerja

yang meliputi tingkat kemampuan memelihara alat jahit dan mesin sesuai dengan

jenis dan spesifikasinya, tingkat kemampuan menyimpan alat jahit dan mesin

sesuai dengan jenis dan spesifikasinya, dan tingkat kemampuan dalam

membersihkan tempat kerja. Sebanyak 57,1 persen responden menyatakan bahwa

kompetensi mereka dalam merapikan tempat dan alat kerja berada dalam kategori

tinggi, yang artinya responden memiliki kemampuan baik dalam memelihara alat

jahit dan mesin sesuai dengan jenis dan spesifikasinya, dalam menyimpan alat

jahitdan mesin sesuai dengan jenis dan spesifikasinya, dan dalam membersihkan

tempat kerja. Adanya responden yang memiliki kompetensi merapikan tempat dan

Page 22: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

45

alat kerja rendah dikarenakan adanya sebagian responden yang memiliki mobilitas

rendah.

Employability

Selain kompetensi teknis, diperlukan juga kompetensi non teknis agar para

lulusan pelatihan dapat diserap di dunia kerja. Hillage and Pollard (dalam Pool

and Sewell 2007) menyebutkan bahwa kemampuan non teknis agar seseorang

dapat mendapatkan pekerjaan dan mempertahankan pekerjaannya dikenal dengan

employability. Rasul et al. (2010), mengemukakan bahwa employability adalah

kesiapan para lulusan untuk mendapatkan pekerjaan dan mengembangkan karir

dengan sukses.

Wen L. et al. (2010) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa

employability yang dibutuhkan di dunia kerja adalah (a) pemecahan masalah, (b)

etika kerja, (c) tanggung jawab, (d) bekerja dalam tim, (e) berorientasi pada

pelanggan, dan (f) komunikasi dan manajemen konflik. Dalam pelatihan

vokasional yang diselenggarakan di BBRVBD Cibinong, kemampuan non teknis

diperoleh peserta pelatihan melalui mata pelatihan pendukung dan dari program

bimbingan mental. Adapun hasil penelitian mengenai employability responden

disajikan dalam Tabel 11.

Mengacu pada Tabel 11, mayoritas responden memiliki employability dalam

kategori tinggi, yang artinya responden memiliki kemampuan baik dalam

pemecahan masalah, etika kerja, tanggung jawab, bekerja dalam tim, berorientasi

kepada pelanggan, dan komunikasi dan manajemen konflik. Masih adanya 9,5

persen responden yang memiliki employability skills yang rendah merupakan

tantangan bagi instruktur dan penyelenggara pelatihan untuk mengoptimalkan

potensi mereka dan untuk memberikan bimbingan mental dengan lebih baik.

Kasus di lapangan memperlihatkan bahwa rendahnya employability muncul dalam

bentuk rendahnya tanggung jawab lulusan terhadap kewajiban mereka sebagai

karyawan, seperti datang terlambat, tidak meminta ijin/mengirimkan surat dokter

ketika tidak masuk kerja, tidak menyelesaikan reparasi jahitan yang menjadi

tanggung jawabnya, menyelesaikan masalah di tempat kerja dengan emosional

dan cenderung kepada kekerasan.

Pemecahan masalah

Pemecahan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat

kemampuan responden dalam mengidentifikasi masalah, mengantisipasi, dan

memecahkan masalah. Mengacu kepada Tabel 11, sebesar 64,3 persen responden

menyatakan bahwa kompetensi mereka dalam pemecahan masalah berada dalam

kategori tinggi, yang artinya responden memiliki kemampuan baik dalam

mengidentifikasi masalah, mengantisipasi, dan memecahkan masalah.

Etika kerja

Etika kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat kemampuan

responden dalam kedisiplinan bekerja, memegang teguh dan mentaati nilai-nilai

sosial, dan kemampuan dalam menunjukkan perilaku positif sehingga tidak

merugikan orang lain maupun tempat kerjanya. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa 59,5 persen responden menyatakan bahwa kompetensi mereka dalam etika

Page 23: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

46

kerja berada dalam kategori tinggi, yang artinya responden memiliki kemampuan

baik dalam kedisiplinan bekerja, memegang teguh dan mentaati nilai-nilai sosial,

dan dalam menunjukkan perilaku positif sehingga tidak merugikan orang lain

maupun tempat kerjanya

Tabel 11 Distribusi responden berdasarkan employability

No. Uraian Kategori F Persen (%)

1. Pemecahan Masalah 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 7 16,7

3. Tinggi 27 64,3

4. Sangat Tinggi 8 19

N=42 =100 %

2. Etika Kerja 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 5 11,9

3. Tinggi 25 59,5

4. Sangat Tinggi 12 28,5

N=42 =100 %

3. Tanggung Jawab 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 1 2,4

3. Tinggi 27 64,3

4. Sangat Tinggi 8 19

N=42 =100 %

4. Bekerja dalam Tim 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 1 2,4

3. Tinggi 28 66,7

4. Sangat Tinggi 13 31

N=42 =100 %

5. Berorientasi pada Pelanggan 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 4 9,5

3. Tinggi 35 83,3

4. Sangat Tinggi 3 7,1

N=42 =100 %

6. Komunikasi dan Manajemen Konflik 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 2 4,8

3. Tinggi 31 73,8

4. Sangat Tinggi 9 21,4

N=42 =100 %

Employability 1. Sangat Rendah 0 0

2. Rendah 4 9,5

3. Tinggi 29 69

4. Sangat Tinggi 9 21,4

N=42 =100 %

Tanggung jawab

Tanggung jawab dalam konteks penelitian ini adalah tingkat kemampuan

responden dalam melaksanakan tanggung jawab untuk mencapai tujuan kerja, dan

kemampuan dalam memahami hubungan antara individu yang bersangkutan

dengan perusahaan tempat bekerja. Mengacu kepada Tabel 11, 64,3 persen

responden menyatakan bahwa kompetensi mereka dalam tanggung jawab berada

dalam kategori tinggi, yang artinya responden memiliki kemampuan baik dalam

melaksanakan tanggung jawab untuk mencapai tujuan kerja, dan dalam

memahami hubungan antara individu yang bersangkutan dengan perusahaan

tempat bekerja. Adanya responden yang memiliki tanggung jawab rendah muncul

dalam rendahnya tanggung jawab lulusan terhadap kewajiban mereka sebagai

karyawan, seperti datang terlambat, tidak meminta ijin/mengirimkan surat dokter

ketika tidak masuk kerja, tidak menyelesaikan reparasi jahitan yang menjadi

tanggung jawabnya.

Page 24: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

47

Bekerja dalam tim

Bekerja dalam tim yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat

kemampuan responden dalam menerima orang lain untuk bekerja sama,

kemampuan dalam mengidentifikasi tujuan yang akan dicapai bersama dalam

sebuah tim, kemampuan dalam menghormati dan bekerjasama dengan orang lain

dalam rangka mencapai tujuan tim dan memperoleh hasil yang terbaik. Sebanyak

66,7 persen responden menyatakan bahwa kompetensi mereka dalam bekerja

dalam tim berada dalam kategori tinggi, yang artinya responden memiliki

kemampuan baik dalam menerima orang lain untuk bekerja sama, dalam

mengidentifikasi tujuan yang akan dicapai bersama dalam sebuah tim, dalam

menghormati dan bekerjasama dengan orang lain dalam rangka mencapai tujuan

tim dan memperoleh hasil yang terbaik. Responden di ketiga perusahaan bekerja

dalam tim (production line) untuk menyelesaikan target tim.

Berorientasi kepada pelanggan

Orientasi pada pelanggan yang dimaksuddalam penelitian ini adalah tingkat

kemampuan responden dalam memahami kebutuhan pelanggan, kemampuan

dalam memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan, dan kemampuan dalam

menjaga hubungan baik dengan pelanggan. Mengacu kepada Tabel 11, sebanyak

83,3 persen responden menyatakan bahwa mereka memiliki orientasi yang tinggi

terhadap kepuasan pelanggan dengan cara memahami kebutuhan pelanggan,

memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan, dan menjaga hubungan baik

dengan pelanggan. Hal tersebut menunjukkan kemampuan responden yang tinggi

dalam berorientasi kepada pelanggan. Dalam hal ini, responden menunjukkan

kemampuan berorientasi kepada pelanggan dalam bentuk pemenuhan permintaan

pelanggan sesuai dengan standar kualitas produk.

Komunikasi dan manajemen konflik

Komunikasi dan manajemen konflik yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah tingkat kemampuan responden dalam menunjukkan perhatian tulus kepada

orang lain dan tingkat kepekaan terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.

Sebanyak 73,8 persen responden menyatakan bahwa kompetensi mereka dalam

komunikasi dan manajemen konflik berada dalam kategori tinggi, yang artinya

responden memiliki kemampuan baik dalam menunjukkan perhatian tulus kepada

orang lain dan tingkat kepekaan terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.

Kompetensi komunikasi dan manajemen konflik yang rendah ditunjukkan masih

adanya sebagian responden yang cenderung emosional dan mengarah kepada

tindak kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

Dilihat dari distribusi responden, kompetensi yang paling besar dimiliki

oleh alumni pelatihan adalah kompetensi dalam melaksanakan prosedur K3 dalam

bekerja. Kompetensi ini diajarkan bersamaan dengan kompetensi-kompetensi

yang diajarkan dalam pelatihan, misalkan bersamaan dengan kompetensi menjahir

dengan mesin, kompetensi memotong, dan sebagainya. Instruktur mengajarkan

langsung mana yang menjadi sumber bahaya dan bagaimana mencegah dan

mengatasi kecelakaan yang bisa terjadi dalam setiap proses pekerjaan. Cara

pelatihan seperti ini memudahkan peserta dalam menguasai kompetensi

melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja.

Page 25: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

48

Employability merupakan kompetensi terendah yang dimiliki oleh alumni

pelatihan, hal ini salah satunya dikarenakan rendahnya waktu yang dialokasikan

untuk belajar mengenai employability, yaitu hanya 30 jam pelatihan yang tertuang

dalam mata pelatihan AMT. Namun, sejak tahun 2013 BBRVBD telah menambah

jam mata pelatihan AMT menjadi sebanyak 202 jam pelatihan. Ditingkatkannya

jumlah jam AMT ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan employability

lulusan.

Hubungan Karakteristik Peserta Pelatihan dengan Kompetensi

Analisis korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan atau

korelasi antar variabel dalam penelitian ini. Karakteristik penyandang disabilitas

peserta pelatihan vokasional jurusan keterampilan penjahitan yang diduga

memiliki korelasi/hubungan dengan partisipasi meliputi usia, lama menyandang

disabilitas, pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pengalaman kerja.

Hasil analisis korelasi Spearman mengenai hubungan karakteristik

penyandang disabilitas peserta pelatihan dengan dengan kompetensi lulusan

pelatihan disajikan dalam Tabel 12.

Tabel 12 Korelasi karakteristik peserta pelatihan dengan kompetensi

No. Sub Variabel Kompetensi

Y1 Y2 Y3 Total Y

1. Usia .126 -.054 -.004 .013

2. Lama menyandang disabilitas .137 .121 .219 .157

3. Pendidikan formal -.142 -.117 -.013 -.097

4. Pendidikan non formal -.096 -.288 -.474**

-.281

5. Pengalaman kerja .118 -.030 -.144 .194 Keterangan

Y1 Kompetensi melaksanakan prosedur K3

dalam bekerja

Y2 Kompetensi menjahit dengan mesin

Y3 Employability

*Korelasi signifikan pada taraf kepercayaan

95 persen (α= 0.05)

** Korelasi signifikan pada taraf kepercayaan

99 persen (α= 0.01)

Tingkat usia akan mempengaruhi aktivitas seseorang. Dari Tabel 12 dapat

diketahui bahwa usia tidak berkorelasi dengan kompetensi lulusan. Hal ini berarti

bahwa usia responden tidak berhubungan dengan kompetensi mereka sebagai

lulusan pelatihan vokasional bidang penjahitan BBRVBD. Hal ini dapat dipahami

karena responden berada pada range usia 20-36 tahun yang termasuk kedalam

kategori usia produktif. Sebagaimana hasil penelitian Mavromaras dan Palidano

(2011) yang menyebutkan bahwa pelatihan vokasional merupakan jalur

pendidikan yang popular bagi penyandang disabilitas usia produktif.

Lama menyandang disabilitas seseorang berkaitan erat dengan tingkat

kepercayaan diri dalam bersosialisasi dengan masyarakat, termasuk dalam belajar

mengikuti pelatihan yang akan berpengaruh terhadap prestasi yang dicapai.

Selain itu, lama menyandang disabilitas juga berkaitan dengan tingkat adaptasi

terhadap kemampuan penyandang disabilitas dalam memaksimalkan kemampuan

baru yang dimilikinya setelah memiliki disabilitas. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa secara keseluruhan, lama menyandang disabilitas tidak berkorelasi dengan

Page 26: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

49

kompetensi, karena penyandang disabilitas peserta pelatihan vokasional telah

mengikuti assesment akademik, psikologis dan vokasional sebelum diterima

menjadi peserta pelatihan vokasional, sehingga meskipun peserta memiliki lama

waktu menyandang disabilitas yang berbeda, peserta pelatihan tetap memiliki

tingkat kemampuan akademis, psikologis, dan vokasional yang standar yang

memenuhi syarat untuk menjadi peserta pelatihan vokasional.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pendidikan formal penyandang

disabilitas peserta pelatihan vokasional jurusan keterampilan penjahitan tidak

mempunyai korelasi dengan kompetensi lulusan. Hal ini dapat dipahami karena

dengan adanya proses assesment di bidang akademik bagi calon peserta,

memungkinkan semua peserta pelathan yang diterima mempunya kemampuan

akademik standar sesuai persyaratan lemabaga penyelenggara pelatihan, terlepas

dari tingkat pendidikan formal yang dimiliki oleh peserta. Selain itu, pelatihan

diaplikasikan ketika hanya diperlukan sedikit berpikir (Peters 1967 dalam Tight

2002), sehingga tidak memerlukan pendidikan formal yang tinggi. Hal ini

didukung oleh fakta di lapangan bahwa walaupun 57,1 persen responden

mempunyai pendidikan yang berketegori rendah yaitu lulus SMP, bahkan ada

yang sangat rendah yaitu lulusan SD, tetapi secara umum responden mempunyai

kompetensi yang tinggi.

Secara umum pendidikan non formal tidak berkorelasi dengan kompetensi

lulusan. Akan tetapi pendidikan non formal berkorelasi negatif sangat signifikan

dengan employability sebagai kemampuan non teknis, terutama dalam pemecahan

masalah, etika kerja dan bekerja dalam tim. Adanya faktor kebosanan atas bidang

yang sama (penjahitan) dan merasa paling berpengalaman dalam bidang tersebut

menyebabkan responden cenderung kurang baik dalam bekerja dengan tim yang

pengalamannya dianggap lebih rendah dan dalam menyelesaikan masalah. Faktor

ini pula yang menyebabkan sebagian responden cenderung merendahkan orang

lain.

Tabel 12 menunjukkan bahwa secara umum pengalaman kerja tidak

berkorelasi dengan kompetensi, yang artinya bahwa tinggi rendahnya pengalaman

kerja lulusan tidak berhubungan dengan kompetensi yang dimiliki lulusan. Hal ini

dapat dipahami, karena jenis pekerjaan pada posisi pekerjaan sebelumnya tidak

selalu sama dengan pekerjaan yang sekarang, walaupun dalam bidang yang sama

(penjahitan), dan juga terdapat perbedaan spesifikasi alat dan mesin dalam

pekerjaan.

Secara keseluruhan, karakteristik penyandang disabilitas peserta pelatihan

vokasional tidak mempunyai hubungan dengan kompetensi lulusan. Hanya

pendidikan non formal saja yang mempunyai korelasi negatif sangat signifikan

dengan employability lulusan (r=-,474**)

Hubungan Performa Instruktur dengan

Kompetensi Penyandang Disabilitas Lulusan Pelatihan

Hasil penelitian dengan analisis korelasi Spearman menunjukkan adanya

keeratan hubungan antara performa instruktur dengan kompetensi lulusan

pelatihan, yaitu faktor kemampuan instruktur dalam memotivasi. Faktor lainnya

seperti penguasaan materi oleh instruktur dan keinovatifan instruktur dalam

Page 27: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

50

mengajar tidak memiliki korelasi dengan kompetensi. Hasil analisis hubungan

performa instruktur dengan kompetensi lulusan pelatihan disajikan dalam Tabel

13.

Tabel 13 Korelasi performa instruktur pelatihan dengan kompetensi

No. Sub Variabel

Kompetensi

Y1 Y2 Y3 Total Y

1. Penguasaan materi -.043 -.002 .047 .020

2. Keinovatifan mengajar -.054 -.086 -.173 -.110

3. Kemampuan memotivasi .228 .326* .328

* .323*

4. Total performa instruktur .112 .164 .146 .168 Keterangan

Y1 Kompetensi melaksanakan prosedur K3

dalam bekerja

Y2 Kompetensi menjahit dengan mesin

Y3 Employability

*Korelasi signifikan pada taraf kepercayaan

95 persen (α= 0.05)

** Korelasi signifikan pada taraf kepercayaan

99 persen (α= 0.01)

Penguasaan materi instruktur merupakan salah satu faktor yang krusial

dalam keberhasilan pemberian materi (Schempp 1998, Metzler dan Woessmann

2010), termasuk didalamnya persiapan materi (Darling-Hammond et al. 2005).

Begitu juga dengan keinovatifan mengajar yang berperan dalam menyebarkan

antusiasme instruktur dalam mengajar terhadap antusiasme peserta didik untuk

belajar (Grosu 2011).

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor penguasaan materi dan

keinovatifan mengajar tidak berkorelasi dengan kompetensi. Yang artinya bahwa

penguasaan materi pelatihan oleh instruktur dan keinovatifan instruktur dalam

mengajar tidak berhubungan dengan kompetensi penyandang disabilitas lulusan

pelatihan. Hal ini dapat dipahami karena pada dasarnya peserta pelatihan adalah

orang dewasa yang dapat belajar secara mandiri dalam menggali informasi,

sehingga peran instruktur tidak 100 persen sebagai sumber materi (informasi).

Dalam pendidikan orang dewasa peran instruktur lebih cenderung sebagai sebagai

fasilitator yang membantu mempermudah peserta menguasai materi, bukan

sebagai satu-satunya sumber materi. Selain itu, sebagian peserta pelatihan pernah

mengikuti pendidikan formal di bidang penjahitan sebelumnya, sehingga

pelatihan vokasional yang dilaksanakan BBRVBD Cibinong bukan satu-satunya

sumber kompetensi bagi peserta pelatihan.

Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan

perilaku. Artinya perilaku yang termotivasi adalah perilaku yag penuh energi,

terarah, dan bertahan lama (Santrock 2008). Kemampuan memotivasi adalah

kemampuan instruktur dalam meningkatkan semangat, arah, dan kegigihan

perilakupenyandang disabilitas peserta pelatihan agar dapat mengikuti pelatihan

dengan penuh energi dan terarah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan memotivasi instruktur

berkorelasi positif signifikan dengan kompetensi lulusan. Hal ini sejalan dengan

pendapat ahli yang menyebutkan bahwa penyandang disabilitas adalah orang yang

dalam interaksinya memiliki hambatan dari lingkungan dan membutuhkan

motivasi dan active support dari lingkungan untuk dapat keluar dari dunia

disabilitasnya (Ellison 2012). Hal ini juga sesuai dengan pendapat McGehee

Page 28: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

51

(dalam Ali 2005) yang menyebutkan bahwa pelatih harus mampu memotivasi dan

menyebarkan respon yang berhubungan dengan serangkaian materi pelajaran.

Dengan demikian, secara keseluruhan faktor performa instruktur tidak

berkorelasi dengan kompetensi penyandang disabilitas lulusan. Akan tetapi

kemampuan instruktur dalam memotivasi berkorelasi positif signifikan terhadap

kompetensi lulusan dalam menjahit dengan mesin (r=0,326*) dan terhadap

employability lulusan (r=0,328*)

Hubungan Kurikulum Pelatihan dengan

Kompetensi Penyandang Disabilitas Lulusan Pelatihan

Kurikulum pelatihan merupakan komponen yang substansial dalam pelatihan,

dimana materi pelatihan harus disusun secara sistematis dan berdasarkan tahapan-

tahapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai (McGehee dalam Ali

2005, Hickerson dan Middleton 1975). Hasil analisis dengan menggunakan Spearman

menunjukkan bahwa faktor kurikulum pelatihan mempunyai korelasi dengan

kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan sebagaimana dalam Tabel 14.

Tabel 14 Korelasi kurikulum pelatihan dengan kompetensi

No. Sub Variabel

Kompetensi

Y1 Y2 Y3 Total Y

1. Proporsi jenis materi

penunjang dan utama .263 .347

* .219 .266

2. Kejelasan tujuan pelatihan .171 .168 .182 .190

3. Kesesuaian materi dan tujuan -.094 .107 -.016 .038

4. Urutan substansi materi .398**

.567**

.546**

.583**

5. Proporsi waktu teori dan

praktek .351

* .528

** .387

* .479

**

6. Waktu untuk pelatihan -.159 -.151 -.196 -.161

7. Evaluasi pelatihan -.081 .005 .146 .014

8. Total kurikulum pelatihan .212 .447**

.323**

.400**

Keterangan

Y1 Kompetensi melaksanakan prosedur K3

dalam bekerja

Y2 Kompetensi menjahit dengan mesin

Y3 Employability

*Korelasi signifikan pada taraf kepercayaan

95 persen (α= 0.05)

** Korelasi signifikan pada taraf kepercayaan

99 persen (α= 0.01)

Mengacu kepada Tabel 14, proporsi jenis materi penunjang dan materi utama

berkorelasi positif signifikan dengan kompetensi menjahit dengan mesin, hal ini

menunjukkan bahwa proporsi jenis materi penunjang dengan materi utama

berhubungan erat dengan kompetensi penyandang disabilitas lulusan dalam menjahit

dengan mesin. Hal ini sejalan dengan fakta di lapangan bahwa materi menjahit dengan

mesin sebagai salah satu materi utama yang memerlukan lebih banyak praktek

mempunyai proporsi lebih besar dari materi penunjang. Materi menjahit dengan mesin

memakan waktu 381 jam dari total materi produktif (1074 jam) atau sekitar 35,5

persen

Kejelasan tujuan pelatihan merupakan hal yang penting untuk dipahami

oleh peserta pelatihan (Hickerson dan Middleton 1975), karena dengan

Page 29: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

52

memahami tujuan pelatihan peserta pelatihan akan lebih mengetahui tujuan atau

arah pelatihan serta target yang harus dicapai. Kejelasan tujuan pelatihan dalam

konteks penelitian ini adalah tingkat kepastian tujuan pelatihan vokasional yang

dilihat dari tingkat kejelasan tujuan pelatihan bidang penjahitan, tingkat kejelasan

tujuan mata pelatihan, dan tingkat kejelasan tujuan setiap sesi pembelajaran. Hasil

analisis menunjukkan bahwa kejelasan tujuan pelatihan tidak berkorelasi dengan

kompetensi lulusan yang artinya bahwa kelejasan tujuan pelatihan tidak

berhubungan dengan kompetensi lulusan. Hal ini dapat dipahami karena pada

hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa sebagian peserta tidak begitu

memperdulikan tujuan dari pelatihan tetapi mereka mempunyai kompetensi

tinggi.

Secara umum, faktor urutan substansi materi berkorelasi positif sangat signifikan

dengan kompetensi. Artinya bahwa urutan substansi materi pelatihan vokasional bidang

penjahitan berhubungan sangat erat dengan kompetensi lulusan. Hal ini sesuai dengan

pendapat McGehee (dalam Ali 2005) dan Hickerson dan Middleton (1975) yang

menyebutkan bahwa materi pelatihan merupakan komponen yang substansial dalam

pelatihan, dimana materi pelatihan harus disusun secara sistematis dan berdasarkan

tahapan-tahapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. Misalnya hasil

observasi di lapangan pada kompetensi menjahit, peserta pertama-tama diajarkan

menjahit lurus terlebih dahulu sebelum ke menjahit lengkung yang dianggap lebih

rumit. Hal tersebut sangat memudahkan peserta dalam meningkatkan

kompetensinya.

Tabel 14 menunjukkan bahwa proporsi waktu antara teori dan praktek juga

menunjukkan korelasi positif sangat signifikan dengan kompetensi lulusan. Yang

artinya bahwa proporsi proporsi waktu untuk teori dan waktu untuk praktek dalam

pelatihan vokasional bidang penjahitan berhubungan sangat erat dengan kompetensi

penyandang disabilitas lulusan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hickerson dan

Middleton (1975) yang menyebutkan bahwa adanya praktik yang memadai

(proporsional) dianggap penting dalam pelaksanaan pelatihan. Pada pelatihan

vokasional ini, praktek merupakan hal yang menjadi dominasi.

Secara umum waktu pelatihan tidak berkorelasi dengan kompetensi, yang

artinya lamanya pelaksanaan pelatihan vokasional tidak berkorelasi dengan

kompetensi lulusan dalam bidang penjahitan, hal ini dapat dipahami karena semua

responden mengikuti pelatihan dengan durasi yang sama.

Evaluasi pelatihan dalam konteks penelitian ini adalah tingkat kesesuaian

evaluasi pelatihan vokasional yang dilihat dari kesesuaian cara evaluasi dan tujuan

evaluasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa evaluasi pelatihan tidak berkorelasi

dengan kompetensi, hal ini dapat dipahami karena cara dan tujuan instruktur atau

lembaga penyelenggara dalam mengevaluasi tidak begitu mempengaruhi

kompetensi hasil belajar peserta pelatihan.

Secara keseluruhan, analisis terhadap faktor kurikulum pelatihan menunjukkan

adanya korelasi positif sangat signifikan antara kurikulum pelatihan dengan kompetensi

dengan koefisien korelasi sebesar 0.400**.

Page 30: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

53

Hubungan Profil Penyelenggara Pelatihan dengan

Kompetensi Penyandang Disabilitas Lulusan Pelatihan

Profil penyelenggara pelatihan merupakan salah satu komponen pelatihan yang

diduga beruhungan dengan kompetensi lulusan. Profil penyelenggara pelatihan

berhubungan kewenangan hukum atau kebijakan yang dimiliki oleh penyelenggara

dalam melaksanakan pelatihan, termasuk dalam menentukan kualifikasi instruktur dan

menyediakan sarana prasarana pelatihan (Sujudi 2003). Hasil analisis Spearman

menunjukkan adanya korelasi antara penyelenggara pelatihan dengan kompetensi

sebagai disajikan dalam Tabel 15.

Tabel 15 Korelasi profil penyelenggara pelatihan dengan kompetensi

No. Sub Variabel

Kompetensi

Y1 Y2 Y3 Total Y

1. Kesesuaian jumlah instruktur .303 .427**

.298 .377*

2. Tingkat pendidikan instruktur .305* .147 .131 .221

3. Kesesuaian jurusan pendidikan

instruktur .324

* .200 .173 .269

4. Pendidikan non formal

instruktur -.045 -.014 .016 -.014

5. Pengalaman mengajar

instruktur -.068 -.077 -.073 -.072

6. Sarana prasarana pelatihan .545**

.428**

.272 .403**

7. Total Profil Penyelenggara

Pelatihan .513

** .435

** .339

* .453

**

Keterangan

Y1 Kompetensi melaksanakan prosedur K3

dalam bekerja

Y2 Kompetensi menjahit dengan mesin

Y3 Employability

*Korelasi signifikan pada taraf kepercayaan

95 persen (α= 0.05)

** Korelasi signifikan pada taraf kepercayaan

99 persen (α= 0.01)

Hasil analisis menunjukkan adanya korelasi positif sangat signifikan antara

kesesuaian jumlah instruktur dengan kompetensi menjahit dengan mesin yang artinya

artinya semakin proporsional jumlah instruktur maka kompetensi perserta cenderung

semakin tinggi. Jumlah instruktur yang proporsional memungkinkan peserta

memperoleh kesempatan untuk mendapatkan bimbingan yang cukup baik.

Idealnya tingkat pendidikan pelatih yang mengajar lebih tinggi dari tingkat

pendidikan peserta yang diajarkannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara

umum tingkat pendidikan instruktur tidak berkorelasi dengan kompetensi lulusan,

yang artinya bahwa strata pendidikan formal yang ditempuh instruktur tidak

berhubungan dengan peningkatan kompetensi lulusan. Hal ini dapat dipahami

karena bagi sebagian peserta, tingkat pendidikan bukanlah hal yang penting

selama instruktur mempunyai performa yang baik dalam mengajar peserta. Hal ini

juga sesuai fakta di lapangan dimana terdapat instruktur yang pendidikan

formalnya sama dengan tingkat pendidikan pesertanya (SMA) akan tetapi

kompetensi lulusan tetap dalam kategori tinggi.

Kesesuaian jurusan pendidikan formal secara umum tidak berkorelasi

dengan kompetensi lulusan. Hal ini dapat dipahami, karena walaupun kemampuan

instruktur atas bidang yang diajarkan tidak hanya diperoleh di pendidikan formal

saja melainkan bisa melalui pendidikan non formal. Hasil observasi di lapangan

Page 31: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

54

menunjukkan bahwa terdapat sebagian instruktur yang jurusan pendidikan

formalnya tidak sesuai dengan bidang yang diajaran akan tetapi kompetensi

lulusan yang dilatihnya cenderung tinggi.

Pendidikan non formal instruktur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

tingkat kesesuaian pembelajaran non formal yang telah ditempuh instruktur baik

di dalam ataupun di luar negeri, dengan materi pelatihan yang diajarkan di

pelatihan vokasional. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor pendidikan non

formal tidak berhubungan dengan kompetensi lulusan. Hal ini dapat dipahami

karena pendidikan non formal bukan satu-satunya jalan bagi instruktur untuk

mendalami bidangnya, karena instruktur bisa saja mendapatkan kemampuannya

dari pendidikan formal.

Adanya korelasi antara tingkat pendidikan instruktur dan kesesuaian jurusan

instruktur terhadap kompetensi melaksanakan prosedur K3 dalam bekerja dapat

dipahami, karena pelatihan prosedur K3 menuntut adanya kemampuan konseptual

yang lebih tinggi dari instruktur, dimana instruktur harus memiliki kemampuan

analisis yang lebih tinggi dan profesional yang bisa didapatnya dari pendidikan

formal yang lebih tinggi dan dari jurusan yang sesuai.

Pengalaman mengajar instruktur dalam konteks penelitian ini adalah tingkat

kemampuan dan masa kerja instruktur dalam memberikan pelatihan. Hasil

penelitian menunjukkan pengalaman mengajar instruktur tidak berkorelasi dengan

kompetensi lulusan. Hal ini dapat dipahami, karena hasil observasi menunjukkan

bahwa instruktur yang mengajar adalah instruktur yang mempunyai kemampuan

mengajar yang baik sesuai standar lembaga penyelenggara, terlepas dari ada

tidaknya pengalaman mengajar sebelumnya.

Faktor sarana prasarana pelatihan mempunyai korelasi positif sangat signifikan

dengan kompetensi lulusan. Ketersediaan sarana prasarana yang memadai mendukung

pelaksanaan pelatihan yang baik sehingga memungkinkan peningkatan kompetensi

penyandang disabilitas lulusan pelatihan dengan lebih baik pula.

Secara keseluruhan, profil penyelenggara pelatihan berkorelasi positif sangat

signifikan dengan kompetensi lulusan (r=0,453**) yang artinya bahwa semakin baik

komponen penyelenggara pelatihan vokasional, maka kompetensi penyandang

disabilitas lulusan cenderung semakin tinggi.

Pengembangan Pelatihan Vokasional dalam Meningkatkan Kompetensi

bagi Penyandang Disabilitas

Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat faktor-faktor pelatihan

vokasional yang berkorelasi dengan peningkatan kompetensi penyandang disabilitas di

bidang penjahitan. Adanya faktor pendidikan non formal yang berkorelasi negatif

terhadap kompetensi lulusan perlu disiasati dengan membuat terobosan baru bagi

BBRVBD yaitu membuat program “penyaluran kerja” bagi peserta yang sudah

mempunyai kompetensi tinggi hasil pelatihan sebelumnya dan mendaftar di BBRVBD

karena motif penyaluran kerja saja, sehingga peserta dengan karakter seperti itu tidak

perlu mengikuti program pelatihan vokasional tapi cukup dengan langsung

menyalurkannya ke perusahaan. BBRVBD sebagai lembaga penyelenggara pelatihan

vokasional dapat memaksimalkan jaringan perusahaan mitra yang dimilikinya untuk

program baru tersebut.

Page 32: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BBRVBD Cibinong · meningkatkan sistem rehabilitasi vokasional di Indonesia agar para penyandang ... instalasi listrik serta audio video system

55

Adanya peserta pelatihan yang mempunyai kompetensi tinggi hasil pelatihan di

panti sosial atau di LBK kemungkinan dikarenakan adanya tumpang tindih kurikulum

antara BBRVBD, dengan PSBD dan LBK. Terjadinya tumpang tindih kurikulum

menuntut adanya pengawasan dan koordinasi dari Kementerian Sosial sebagai payung

organisasi UPT-UPT pelaksana rehabilitasi penyandang disabilitas. Sehingga

kurikulum di BBRVBD sebagai penyelenggara rehabilitasi vokasional tidak lebih

rendah atau sama dengan kurikulum di PSBD yang menyelenggarakan rehabilitasi

sosial. Sebagai intisari dari upaya pengembangan kompetensi penyandang disabilitas,

Tabel 16 menyajikan keterkaitan antara kesenjangan kompetensi dengan kurikulum

pelatihan.

Tabel 16 Keterkaitan antara kesenjangan kompetensi dan kurikulum

pelatihan

No. Kesenjangan

Kompetensi Modul Pelatihan* Indikator Keberhasilan

1. Pengetahuan

bidang tugas

Pemahaman tugas pokok

dan fungsi pekerjaan,

aturan dan kewajiban

Memiliki pengetahuan

mengenai bidang kerja secara

utuh

2. Psikososial Kesiapan penyandang

disabilitas dalam

memasuki dunia kerja

Memiliki kemampuan yang

baik dalam pemecahan

masalah, etika kerja, tanggung

jawab, bekerja dalam tim,

berorientasi kepada pelanggan,

dan kemampuan komunikasi

dan manajemen konflik

3. Keterampilan

kerja

Bekerja sesuai SOP dan

instruksi pekerjaan

Bersikap profesional sesuai

dengan standar perusahaan

*Modul pelatihan dikemas dalam kurikulum pembelajaran berbasis kompetensi Meningkatkan kemampuan instruktur dalam memotivasi peserta dan

memperkuat faktor materi pelatihan serta meningkatkan kualifikasi instruktur dan

kualitas sarana prasarana pelatihan merupakan hal yang penting dan relevan

dalam upaya peningkatan kompetensi penyandang disabilitas lulusan pelatihan

vokasional. Instruktur pelatihan dalam rehabilitasi vokasional tidak hanya

berperan sebagai pengajar, tetapi juga merupakan support worker yang harus

memberikan dukungan aktif bagi penyandang disabilitas peserta pelatihan dengan

menggunakan pendekatan person centered. Adanya korelasi kuat antara

kemampuan instruktur dalam memotivasi mengharuskan adanya pengembangan

kapasitas bagi instruktur untuk meningkatkan kemampuan tersebut.

Faktor materi pelatihan yang mempunyai korelasi positif sangat signifikan

dengan kompetensi lulusan menuntut BBRVBD untuk mempertahankan dan

memperkuat komponen kurikulum terutama dalam proporsi jenis materi

penunjang dan materi utama, urutan materi pelatihan yang bertahap, dan proprsi

waktu teori dan praktek. Begitu pula dengan adanya faktor penyelenggara

pelatihan yang berkorelasi positif menuntut BBRVBD untuk mempertahankan

proporsi jumlah instruktur dan mempertahankan kualitas dan meningkatkan

kualitas dan kuantitas sarana prasarana pelatihan.