Hasil an Materi Didaktik Metodik

43
“Hasil Peng Seko TUG DIDAKT embanga Hengki (Pet olah Ting M GAS AKH TIK MET an Materi Oleh i Wijaya, ter Wijay ggi Theolo Makassar 2010 HIR TODIK Didaktik S.TP ya) ogia Jaffr k Metodik ray k1

description

Materi didaktik metodik

Transcript of Hasil an Materi Didaktik Metodik

Page 1: Hasil an Materi Didaktik Metodik

 

“Hasil Peng

Seko

TUG

DIDAKT

embanga

Hengki

(Pet

olah TingM

GAS AKH

TIK MET

an Materi

Oleh

i Wijaya,

ter Wijay

ggi TheoloMakassar

2010

HIR

TODIK

Didaktik

S.TP

ya)

ogia Jaffr

k Metodik

ray

k”

Page 2: Hasil an Materi Didaktik Metodik

2  

BAB I

PENDAHULUAN

Pembahasan masalah didaktik dan metodik tidak dapat dipisahkan dengan pembahasan

masalah pendidikan. Sebab kegiatan belajar mengajar merupakan bagian utama dari proses

pendidikan. Komisi Internasional Pendidikan untuk abad XXI (Unesco 1996 : 85) melihat

bahwa hakekat pendidikan sesungguhnya adalah belajar (learning). Yang selanjutnya

dikemukakan bahwa pendidikan bertumpu pada 4 (empat)pilar, yaitu :

1. Learning to know

2. Learning to do

3. Learning to live together, learning to live which others

4. Learning to be

Learning to know adalah upaya untuk memahami instrumen-instrumen, baik sebagai alat

maupun sebagai tujuan. Sebagai alat, pengetahuan diharapkan untuk memberikan kemampuan

setiap orang untuk memahami hidup, harkat dan martabat dalam rangka mengembangkan

ketrampilan dan berkomunikasi dengan pihak yang diperlukan.

Sebagai tujuan, dimaksudkan bahwa pengetahuan tersebut akan bermanfaat dalam rangka

peningkatan serta pendalaman dari pengetahuan dan penemuan- penemuan di dalam kehidupan

seseorang.

Learning to do menekankan pada bagaimana mengajarkan anak didik untuk

memraktekkan segala sesuatu yang telah dipelajari dan dapat mengadaptasikan pengetahuan-

pengetahuan yang diperoleh tersebut dengan pekerjaan-pekerjaan yang dihadapi selanjutnya.

Learning to live together, learning to live with others, pada dasarnya kegiatan mengajar,

melatih dan membimbing peserta didik, bertujuan agar mereka dapat menciptakan hubungan

melalui komunikasi yang baik, kebiasaan untuk mengendalikan diri, dan rasa saling mengasihi.

Persaingan yang terjadi harus dipandang sebagai upaya-upaya yang sehat untuk mencapai

keberhasilan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan sesama.

Learning to be, bahwa prinsip fundamental pendidikan adalah memberikan kontribusi untuk

perkembangan seutuhnya setiap peserta didik, jiwa dan raga, intelgensi, kepekaan, rasa etika,

tanggung jawab pribadi dan nilai-nilai spiritual. Semua manusia hendaklah diberdayakan untuk

berpikir mandiri dan kritis. Dalam hal ini pendidikan dan pembelajaran diharapkan dapat

memberikan kekuatan, membekali strategi dan cara agar peserta didik mampu memahami

Page 3: Hasil an Materi Didaktik Metodik

3  

dunia sekitarnya serta mengembangkan talenta yang dimiliki untuk dapat hidup secara layak di

tengah-tengah berbagai dinamika dan gejolak kehidupan masyarakat.

Keempat pilar pendidikan tersebut merupakan misi dan tanggung jawab yang harus

diemban oleh pendidikan. Melalui kegiatan pembelajaran secara holistic yang meliputi belajar

mengetahui, belajar berbuat, belajar hidup bersama dan belajar menjadi diri sendiri yang

didasari keinginan secara sungguh-sungguh untuk memperdalam dan memperluas wawasan

tentang pengetahuan, nilai-nilai positif tentang diri sendiri dan orang lain, serta berbagai

dinamika perubahan yang terjadi. Jika upaya-upaya pemberdayaan seperti ini dapat

berlangsung secara sadar dan terus menerus pada diri peserta didik, maka pada gilirannya

diharapkan akan dapat menerapkan konsep belajar sepanjang hayat.

Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spritual yang mencakup

pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai

tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Hakikat PAK (hasil

Lokakarya Strategi PAK di Indonesia tahun 1999) adalah: Usaha yang dilakukan secara

terencana dan kontinu dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan

pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Tuhan Allah di dalam Yesus

Kristus yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan

hidupnya. Dengan demikian, setiap orang yang terlibat dalam proses pembelajaran PAK

memiliki keterpanggilan untuk mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah dalam kehidupan

pribadi maupun sebagai bagian dari komunitas.

Penerapan Kurikulum 2006 yang berorientasi pada pencapaian kompetensi di bidang

PAK, diharapkan dapat mewujudkan model pembelajaran yang bertujuan mencapai

transformasi nilai-nilai kristiani dalam kehidupan peserta didik. Dengan memberikan ruang

yang sama terhadap keunikan yang berbeda dalam pengembangan pemahaman iman kristiani

sesuai dengan tingkat kemampuan serta daya kreativitas masing-masing.

Didaktik metodik Pendidikan Agama Kristen merupakan disiplin ilmiah yang berupaya

menjawab pertanyaan tentang bagaimana mengembangkan proses pembelajaran secara

holistik, pengembangan Standar Kompetensi PAK pada Pendidikan Dasar dan Menengah

mengacu pada dogma Allah Tritunggal dan karya-Nya. Pemahaman terhadap Allah Tritunggal

dan karya-Nya harus tampak dalam nilai-nilai kristiani yang dapat dilihat dalam kehidupan

keseharian peserta didik.

Page 4: Hasil an Materi Didaktik Metodik

4  

BAB II

PENGERTIAN BELAJAR

Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Hal ini karena melibatkan seluruh

mental, seperti ranah kognitif, afektif, dam psikomotorik. Dari segi guru, proses belajar

tersebut dapat diamati secara langsung, artinya proses belajar yang merupakan proses internal

siswa yang dapat diamati dan dipahami oleh guru. Proses belajar tersebut terlihat banyak

melalui perilaku siswa ketika mempelajari bahan belajar. Perilaku belajar tersebut merupakan

respon siswa terhadap tindak mengajar atau tindak pembelajaran dari guru

(Dimyati dan Mudjiono, 1994:16). Belajar adalah proses perubahan perilaku yang berkaitan

dengan pengalaman dan latihan. Perilaku dikategorikan menjadi tiga domain:

1. Kognitif (kecerdasan berfikir)

2. Afektif (sikap, perasaan, emosi)

3. Psikomotorik (skill atau ketrampilan)

Diharapkan siswa memiliki keseimbangan antara ketiga domain tersebut.

Beberapa pengertian belajar menurut beberapa ahli yaitu:

1. Belajar adalah perubahan yang menetap dalam kehidupan seseorang yang

tidak diwariskan secara genetis. (Morrie L.Bigge dalam Max Darsono,2000:3)

2. Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil langsung dari pengalaman,

bukan akibat hubungan-hubungan dalam sistem syaraf yang dibawa sejak

lahir. (Maskowitz dan Orgel dalam Max Darson, 2000: 3)

3. Belajar adalah proses menimbulkan atau merubah perilaku melalui latihan

dan pengalaman. (James O. Whitaker dalam Max Darsono, 2000: 4)

4. Belajar adalah suatu perubahan perilaku hasil pengalaman. (Aaron Q. Sartain dalam Max

Darsono, 2000: 4)

5. Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif

dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pengalaman,

ketrampilan, dan nilai sikap. (W.S Winkel dalam Max Darsono, 2004: 4).

Belajar diartikan sebagai suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang yang

berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat (Sadiman, 1996:54).

Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pembelajaran

(Hamalik, 2002:154)

Page 5: Hasil an Materi Didaktik Metodik

5  

BAB III

PRINSIP PEMBELAJARAN

Merupakan proses untuk membentuk perilaku mencipta dan berinovasi berdasarkan peluang

yang ditemukan / diciptakan melalui :

• Pembetukan pemahaman, karakter dan kecakapan melalui kajian terhadap pola / model

yang sudah ada.

• Mendekatkan siswa dengan realitas-realitas sesuai tema

• Melibatkan siswa untuk menetapkan target belajar, sehingga mengenali kekuatan-kekuatan

yang harus ditingkatkan

• Membangun rasa percaya diri untuk melakukan tindakan belajar, dengan dasar rasa ingin

tahu dan harapan yang tinggi

PAK sebagai pendorong perubahan

• Yesus adalah tokoh teladan guru yang ideal

• PAK bukan menciptakan penjara kekudusan yang memisahkan dari problematika

kehidupan masyarakat

• Realita kehidupan harus menjadi titik singgung yang harus diangkat dalam PAK

• PAK harus bersinergi dengan mata pelajaran lainnya, dengan mengambil posisi pada nilai-

nilai etika dan moralnya.

PAK harus mewarnai out put pendidikan sejalan dengan dinamika

Out pendidikan : harus menampakkan ciri sebagai manusia yang memahami, menghayati,

serta menjalankan, nilai-nilai agama secara baik dan benar.

Ada lima fokus yang berpengaruh pada anak didik yaitu :

1. Sekolah

2. Perkembangan IPTEK

3. Rohaniawan / gereja

4. Masyarakat

5. Orang tua/ keluarga

Page 6: Hasil an Materi Didaktik Metodik

6  

BAB IV

HAKIKAT BELAJAR

Penggolongan jenis perilaku :

1. Kognitif

2. Afektif

3. Psikomotorik

Tahapan Ranah Kognitik dimulai dari tahap terendah hingga tertinggi (1-6)

1. Pengetahuan (Mengingat, menghafal,menyebut)

2. Pemahaman (menerangkan, menjelaskan)

3. Penerapan (menghitung, membuktikan, menerapkan)

4. Analisis (memilah, membedakan, membagi)

5. Sintesis (merangkai,merancang, mengatur)

6. Evaluasi (mengkritik, menilai, menafsirkan)

Tahapan ranah Afektif dimulai dari tahap terendah hingga tertinggi (1-5)

1. Menerima (Memilih, mempertanyakan, mengikuti)

2. Menanggapi (menjawab, membantu, mengajukan)

3. Menilai (Mengasumsikan, Meyakini, Melengkapi)

4. Mengelolah (Menata, menganut,Mengubah)

5. Menghayati ( Melayani, Mempengaruhi, Mendengarkan)

Tahapan Ranah Psikomotor (1-4)

1. Peniruan (Mengaktifkan, Menyesuaiakan, Menggabungkan)

2. Manipulasi (Mengoreksi, Merancang, Memilah)

3. Pengalamiahan (Mengalihkan, Menggantikan, Memutar)

4. Artikulasi (Mempertajam, membentuk, memadamkan)

A. TEORI BELAJAR

Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang teori belajar yaitu :

1. teori belajar aliran behavioristik

2. teori belajar kognitif.

Beberapa pandangan khusus tentang belajar

1. Behavorisme

2. Kognitivisme

Page 7: Hasil an Materi Didaktik Metodik

 

3. Teo

4. Teo

1. men

seh

tert

bela

per

den

Proses

a. Doro

b. Stim

c. Resp

d. Peng

Kritik

1) Ap

2) Ap

ses

3) Ap

4) Ba

ori belajar ps

ori belajar G

Teori Beh

nekankan pa

hingga hasil

tuangkan dal

ajar adalah

rubahan ting

ngan lingkun

S-R ini terd

ongan

mulus

pon

guatan

terhadap teo

pakah hasil p

pakah hasil p

sungguhnya

pakah faktor

agaimana de

sikologi sosi

Gagne

haviorisme

ada pengertia

belajar adal

lam tingkah

suatu pros

gkah laku ya

ngannya.

iri dari unsu

ori belajar be

percobaan te

penelitian di

?

r sosial juga

ngan pengal

ial

an belajar m

lah sesuatu y

laku.

ses usaha y

ang baru ,

ur :

ehavior

erhadap bina

i Laboratoriu

diperhatikan

laman yang d

merupakan p

yang dapat

yang dilakuk

sebagai has

atang juga da

um akan rele

n dalam pene

diperoleh sis

erubahan tin

diamati den

kan individu

il pengalam

apat diterapk

evan dengan

elitian di Lab

swa sebelum

ngkah laku,

ngan indra m

u untuk me

man individu

kan pada man

situasi belaj

boratorium ?

mnya?

manusia lang

emperoleh

u dalam inte

nusia?

jar yang

?

gsung

suatu

eraksi

Page 8: Hasil an Materi Didaktik Metodik

8  

2. Teori Belajar Kognitif

lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran

manusia.

Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif

dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan

pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.

Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas.

Menurut teori ini belajar adalah :

perubahan dan pemahaman yang tidak selalu dapat dilihat dalam bentuk tingkah laku.

proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor-

faktor lain.

Proses belajar mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan

struktur kognitif yang terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pengalaman

sebelumnya.

Kesimpulan :

Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang

terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya

untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku,

ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.

3. Teori Belajar berdasarkan Psikologi Sosial

yaitu teori kepribadian dan psikologi sosial.

Belajar pada dasarnya merupakan sosial alami.

Setiap orang mempunyai kebutuhan dan tujuan yang merupakan motivator penting untuk

proses belajarnya.

belajar merupakan proses yang terjadi melalui interaksi-interaksi 8ocial baik searah

maupun dua arah.

Proses belajar dengan mengikutsertakan emosi dan perasaan akan memberikan hasil yang

lebih baik dibandingkan dengan hanya memanipulasi stimuli dari luar saja.

Page 9: Hasil an Materi Didaktik Metodik

9  

4. Teori Belajar Gagne

Teori Belajar Gagne merupakan perpaduan yang seimbang antara behaviorisme dan

kognitivisme, yang berpangkal pada teori proses informasi.

Cara berpikir seseorang tergantung pada :

1) ketrampilan apa yang telah dipunyainya,

2) ketrampilan serta hirarki apa yang diperlukan untuk mempelajari suatu tugas.

Lima macam hasil belajar yaitu :

a. Ketrampilan intelektual atau pengetahuan prosedural yang diperoleh melalui materi yang

disajikan.

b. Strategi kognitif yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah baru dengan jalan

mengatur proses internal.

c. Informasi verbal yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata

dengan jalan mengatur informasi yang relevan.

d. Ketrampilan motorik yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan

gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.

e. Sikap, yaitu kemampuan intern yang mempengaruhi tingkah laku seseorang dan didasari

oleh emosi kepercayaan serta faktor intelektual.

Menurut Gagne belajar tidak merupakan sesuatu yang terjadi secara alamiah, tetapi hanya

akan terjadi dengan adanya kondisi tertentu, yaitu :

(1) internal : menyangkut kesiapan

(2) eksternal, yaitu yang merupakan situasi belajar dan penyajian stimuli yang secara sengaja.

Kesimpulan : Akibat terjadinya proses belajar , maka perilaku individu dapat dibeladakan

menjadi 3 kawasan (ranah), yaitu

Kogntif,

afektif dan

psikomotorik

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar yaitu :

1. Faktor internal yaitu fisiologi (umur, kesehatan, fisik) dan psikologi (intelektual,

emotional)

2. Faktor lingkungan yaitu lingkungan social (keluarga, teman, pergaulan) dan lingkungan

non social ( alat-alat peraga, media visual)

Page 10: Hasil an Materi Didaktik Metodik

10  

BAB V

PARADIGMA BARU PAK

Latar belakangnya adalah Peran Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat.

Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spritual dan membentuk peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan mulia.

Perwujudan :

• Peningkatan potensi spritual mencakup : pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-

nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun

kolektif kemasyarakatan.

• Karakter mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral

Hakikat PAK hasil Lokakarya Strategi PAK di Indonesia tahun 1999 adalah usaha yang

dilakukan secara terencana dan kontinu dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta

didik agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Tuhan

Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama

dan lingkungan hidupnya. Dengan demikian, setiap orang yang terlibat dalam proses

pembelajaran PAK memiliki keterpanggilan untuk mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah

dalam kehidupan pribadi maupun sebagai bagian dari komunitas

Penerapan Kurikulum 2006 yang berorientasi pada pencapaian kompetensi di bidang

PAK yaitu (1) Mewujudkan model pembelajaran yang bertujuan mencapai transformasi nilai-

nilai kristiani dalam kehidupan (2) Dengan memberikan ruang yang sama terhadap keunikan

yang berbeda dalam pengembangan pemahaman iman kristiani sesuai dengan tingkat

kemampuan serta daya kreativitas individu

Dasar-dasar Alkitabiah Pembelajaran PAK

Ul 6 : 4 -9 “ … haruslah engkau mengajarkan berulang-ulang…, di mana saja,… ketika…..

Ef 6 : 4 “… didiklah mereka dalam ajaran dan nasehat Tuhan “

Ams 22: 6 “ Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya

pun ia tidak akan menyimpang ..”

II Tim 3 : 16 “Kitab suci bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki

kelakuan, mendidik dalam kebenaran “

Implikasi PAK bagi umatNya

Page 11: Hasil an Materi Didaktik Metodik

11  

1.Pendidikan sejak dalam kandungan

2. Pendidikan adalah suatu keharusan (Ams 13 :13)

3. Dasar Firman Tuhan

4. Long life education

5. Oleh pend.,orang tua fungsionaris

6. Multimetode dan students centris

7. Berisi :Nasehat, didikan,ajaran/norma (Ams 2;6, 3 : 13-15)

Tujuan PAK

Mata pelajaran PAK bertujuan:

• Memperkenalkan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus dan karya-karya-Nya agar peserta didik

bertumbuh iman percayanya dan meneladani Allah Tritunggal dalam hidupnya

• Menanamkan pemahaman tentang Allah dan karya-Nya kepada peserta didik, sehingga

mampu memahami dan menghayatinya

• Menghasilkan manusia Indonesia yang mampu menghayati imannya secara

bertanggungjawab serta berakhlak mulia di tengah masyarakat yang pluralistik.

Fungsi PAK

• Memampukan peserta didik memahami kasih dan karya Allah dalam kehidupan sehari-hari

• Membantu peserta didik mentransformasikan nilai-nilai kristiani dalam kehidupan sehari-

hari

Ruang lingkup PAK meliputi aspek-aspek

1. Allah Tritunggal (Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus) dan karya-Nya

2. Nilai-nilai Kristiani.

Strategi PAK dalam upaya menjalankan fungsi kontrol moral bagi umat/masyarakat dalam

memasuki era global

Prinsip-prinsip Kurikulum Berbasis Kompetensi

• Menekankan pada proses dan hasil pendidikan (outcomes)

• Outcomes merupakan kompetensi yang dapat diukur

• Evaluasi keberhasilan mengukur kompetensi

• Relevansi dengan konteks kehidupan

• Menekankan pada kemampuan berpikir tingkat tinggi

Page 12: Hasil an Materi Didaktik Metodik

12  

PROSES

1. Membangkitkan KEINGINAN

2. Membangun KEYAKINAN

3. Mempelajari Konsep

4. MENCOBA untuk melakukan

5. MENJADI pelaku PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Sets of Basic Skills,

1. Abstraksi, menemukan pola dan makna

2. Sistem berpikir, menemukan hubungan

3. Eksperimen, menemukan cara melalui proses belajar

4. Sosial, bekerja secara kolaborasi dengan orang lain

Meningkatnya minat dan prestasi siswa tersebut dicapai, karena guru menggunakan suatu

pendekatan pembelajaran dan pengajaran kontekstual.

PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, TEKNIK, DAN MODEL PEMBELAJARAN

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita

terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses

yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan

melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya,

pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang

berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan

pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi

pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat

unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:

1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran

(target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat

yang memerlukannya.

2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif

untuk mencapai sasaran.

3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak

titik awal sampai dengan sasaran.

Page 13: Hasil an Materi Didaktik Metodik

13  

4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard)

untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:

1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil

perilaku dan pribadi peserta didik.

2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling

efektif.

3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik

pembelajaran.

4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan

ukuran baku keberhasilan.

Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran

adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan

pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran

J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung

makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang

keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari

strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1)

exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina

Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran

dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya

digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a

plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving

something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara

yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk

kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode

pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran,

diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6)

pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.

Page 14: Hasil an Materi Didaktik Metodik

14  

Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya (taktik)

pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang

dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan,

penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak

membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan

metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan

penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya

tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat

berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode

atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-

sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang

digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor

karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang

memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia

memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau

kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe

kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah

ilmu sekalkigus juga seni (kiat)

Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah

terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model

pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang

tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain,

model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan,

metode, dan teknik pembelajaran.

Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan

dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran,

yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-

humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan

istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran. Untuk lebih

Page 15: Hasil an Materi Didaktik Metodik

 

jelasny

sebagai

Di

pembe

umum

cara m

pembel

tentang

rumah

pesan y

rumah

konstru

akhir, s

Sumbe

Abin S Dedi Su

B Udin S

T Wina S

K Beda S

(

ya, posisi hie

i berikut:

i luar istilah

elajaran. Jik

aktivitas pe

merencanaka

lajaran terte

g berbagai k

gadang, rum

yang berbed

yang akan

uksinya, mau

setelah diteta

er:

yamsuddin M

upriawan daBandung: FP

. WinataputrTerbuka.

Senjaya. 200Kencana Pre

Strategi, Mod(http://smace

erarkis dari

h-istilah ters

ka strategi p

embelajaran,

an suatu sis

entu. Jika di

kemungkinan

mah modern,

da dan unik

dibangun be

upun kriteria

apkan tipe ru

Makmun. 20

an A. BenyamPTK-IKIP B

ra. 2003. Str

8. Strategi Penada Media

del, Pendekaepiring.word

masing-ma

sebut, dalam

pembelajaran

, sedangkan

stem lingku

ianalogikan

n tipe atau

, dan sebaga

. Sedangkan

eserta bahan

a penyelesai

umah yang a

003. Psikolog

min SurasegBandung.

rategi Belaja

Pembelajaraa Group.

atan, Metodedpress.com/)

sing istilah

m proses pe

n lebih berk

desain pem

ungan belaj

dengan pem

jenis rumah

ainya), masin

n desain ada

n-bahan yan

iannya, mul

akan dibangu

gi Pendidika

ga, 1990. Stra

ar Mengajar

an; Berorien

e, dan Teknik)

tersebut, ki

embelajaran

kenaan denga

mbelajaran le

ar tertentu

mbuatan rum

h yang hend

ng-masing a

alah meneta

ng diperlukan

ai dari tahap

un.

an. Bandung

ategi Belaja

r. Jakarta: Pu

tasi Standar

k Pembelaja

iranya dapat

dikenal jug

an pola umu

ebih menunj

setelah dit

mah, strateg

dak dibangu

akan menam

apkan cetak

n dan urutan

p awal samp

g: Rosda Kar

r Mengajar

usat Penerbit

r Proses Pen

aran

t divisualisa

ga istilah de

um dan pro

juk kepada

tetapkan str

gi membicar

un (rumah j

mpilkan kesan

biru (blue p

n-urutan lan

pai dengan t

rya Remaja.

(Diktat Kuli

tan Universit

ndidikan. Jak

15 

asikan

esain

sedur

cara-

rategi

rakan

oglo,

n dan

print)

ngkah

tahap

iah).

tas

karta:

Page 16: Hasil an Materi Didaktik Metodik

16  

KOMPARASI

PEMBELAJARAN BEHAVIORISTIK DENGAN KONSTRUKTIVISTIK

Dalam satu kesempatan perkuliahan, Prof. Nyoman S. Degeng dari Universitas Negeri

Malang menyajikan materi tentang Pergeseran Paradigma Pendidikan dari Behavioristik ke

Kontruktivistik, yang tampaknya dalam praktik pendidikan di Indonesia saat ini masih berada

di persimpangan jalan.

Meski demikian, suka atau tidak suka kita harus mengucapkan “Selamat Tinggal” kepada

Behaviorisme yang telah terbukti saat ini tidak lagi bisa diandalkan untuk menghadapi

tantangan jaman yang serba kompleks”. Kini waktunya untuk menyambut dan mengucapkan

“Selamat Datang” kepada Konstruktivisme yang tampaknya dapat memberikan harapan baru

bagi peningkatan mutu pendidikan nasionalMenurut pemikiran beliau terdapat 5 proposisi

utama dari pandangan kontruktivisme beserta implikasinya terhadap praktik pembelajaran,

yaitu:

Proposisi 1: Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru.

• Dorong munculnya diskusi pengetahuan yang dipelajari

• Dorong munculnya berpikir divergent, bukan hanya satu jawaban benar

• Dorong munculnya berbagai jenis luapan pikiran/aktivitas

• Tekankan pada keterampilan berpikir kritis

• Gunakan informasi pada situasi baru

Proposisi 2: Kebebasan merupakan unsur esensial dalam lingkungan belajar

• Sediakan pilihan tugas

• Sediakan pilihan cara memperlihatkan keberhasilan

• Sediakan waktu yang cukup memikirkan dan mengerjakan tugas

• Jangan terlalu banyak menggunakan tes yang telah ditetapkan waktunya

• Sediakan kesempatan berpikir ulang

• Libatkan pengalaman konkrit

Proposisi 3: Strategi belajar yang digunakan menentukan proses dan hasil belajarnya

• Berikan kesempatan untuk menerapkan cara berpikir dan belajar yang paling cocok

dengan dirinya

Page 17: Hasil an Materi Didaktik Metodik

17  

• Berdayakan melakukan evaluasi diri tentang cara berpikirnya, cara belajar, atau lainnya

Proposisi 4: Motivasi dan usaha mempengaruhi belajar dan unjuk-kerja

• Motivasilah dengan tugas-tugas riil dalam kehidupan sehari-hari dan kaitkan tugas dengan

pengalaman pribadi

• Dorong untuk memahami kaitan antara usaha dan hasil

Proposisi 5: Belajar pada hakekatnya memiliki aspek sosial. Kerja kelompok sangat berharga • Beri kesempatan untuk melakukan kerja kelompok

• Dorong untuk memainkan peran yang bervariasi

• Perhitungkan proses dan hasil kerja kelompok

Berikut ini dikemukakan pula hasil analisis beliau tentang kedua aliran filsafat pendidikan

tersebut.

Komparasi Pembelajaran Behaviorisme dengan Konstruktivisme

BEHAVIORISTIK KONSTRUKTIVISTIK Pandangan Tentang Pengetahuan, Belajar dan Pembelajaran Pengetahuan: objektif, pasti, tetap Pengetahuan : non- objektif, temporer,

selalu berubah Belajar: perolehan pengetahuan Belajar: pemaknaan pengetahuan Mengajar: memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar

Mengajar: menggali makna

Mind berfungsi sebagai alat penjiplak struktur pengetahuan

Mind berfungsi sebagai alat menginterpretasi sehingga muncul makna yang unik

Si pembelajar diharapkan memiliki pemahaman yang sama dengan pengajar terhadap pengetahuan yang dipelajari

Si pembelajar bisa memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari

Segala sesuatu yang ada di alam telah terstruktur, teratur, rapi. Pengetahuan juga sudah terstruktur rapi

Segala sesuatu bersifat temporer, berubah, dan tidak menentu. Kitalah yang memberi makna terhadap realitas

Masalah Belajar dan PembelajaranKeteraturan Ketidakteraturan Si pembelajar dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas yang ditetapkan lebih dulu secara ketat

Si pembelajar dihadapkan kepada lingkungan belajar yang bebas

Pembiasaan (disiplin) sangat esensial Kebebasan merupakan unsur yang sangat esensial

Kegagalan atau ketidak-mampuan dalam menambah pengetahuan dikategorikan

Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai

Page 18: Hasil an Materi Didaktik Metodik

18  

sebagai KESALAHAN, HARUS DIHUKUM Keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas dipuji atau diberi HADIAH

interpretasi yang berbeda yang perlu DIHARGAI

Ketaatan kepada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan

Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan

Kontrol belajar dipegang oleh sistem di luar diri si Pembelajar

Kontrol belajar dipegang oleh si Pembelajar

Tujuan pembelajaran menekankan pada penambahan pengetahuan Seseorang dikatakan telah belajar apabila mampu mengungkapkan kembali apa yang telah dipelajari

Tujuan pembelajaran me-nekankan pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktivitas kreatif-produktif dalam konteks nyata

Masalah Belajar dan Pembelajaran: Strategi Pembelajaran Keterampilan terisolasi Penggunaan pengetahuan secara bermakna Mengikuti urutan kurikulum ketat Mengikuti pandangan si Pembelajar Aktivitas belajar mengikuti buku teks Aktivitas belajar dalam konteks nyata Menekankan pada hasil Menekankan pada proses Masalah Belajar dan Pembelajaran: Evaluasi Respon pasif Penyusunan makna secara aktif Menuntut satu jawaban benar Menuntut pemecahan ganda Evaluasi merupakan bagian terpisah dari belajar

Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Oleh : Depdiknas

A. Latar belakang

Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar

lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak

mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi

pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi

gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang

Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep

belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia

nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses

Page 19: Hasil an Materi Didaktik Metodik

19  

pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami,

bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih

dipentingkan daripada hasil

Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.

Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.

Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan

sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan

sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan

pendekatan kontekstual

B. Pemikiran tentang belajar

Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang

belajar sebagai berikut.

1. Proses belajar

• Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di

benak mereka.

• Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari

pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.

• Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan

mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.

• Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang

terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.

• Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.

• Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi

dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.

• Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan

terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan

sesorang.

2. Transfer Belajar

• Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.

• Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi

sedikit)

Page 20: Hasil an Materi Didaktik Metodik

20  

• Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan

pengetahuan dan keterampilan itu

3. Siswa sebagai Pembelajar

• Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang

anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.

• Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru.

Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.

• Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang

sudah diketahui.

• Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan

kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan

menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya Lingkungan Belajar

• Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari

guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya,

guru mengarahkan.

• Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan

baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.

• Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.

• Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

C. Hakekat Pembelajaran Kontekstual

Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar

yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia

nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh

komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya

(Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community),

pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)

D. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa

untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan

Page 21: Hasil an Materi Didaktik Metodik

21  

materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial,

dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel

dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks

lainnya.

2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang

diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan

antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka

sebagai anggota keluarga dan masyarakat

E. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional Kontekstual 1. Menyandarkan pada pemahaman makna.

2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.

3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.

5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.

6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.

7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi,

berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja

kelompok).

8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.

9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.

10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.

11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.

12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.

13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.

14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.

Tradisional

1. Menyandarkan pada hapalan

2. Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.

3. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.

4. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.

5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.

Page 22: Hasil an Materi Didaktik Metodik

22  

6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.

7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas,

mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).

8. Perilaku dibangun atas kebiasaan.

9. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.

10. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.

11. Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.

12. Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.

13. Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.

14. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.

F. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas

Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa

saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.

Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja

sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya

1. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik

2. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

3. Ciptakan masyarakat belajar.

4. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran

5. Lakukan refleksi di akhir pertemuan

6. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

G. Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual

1. Konstruktivisme

• Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada

pengetahuan awal.

• Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima

pengetahuan

2. Inquiry

• Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.

• Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis

Page 23: Hasil an Materi Didaktik Metodik

23  

3. Questioning (Bertanya)

• Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir

siswa.

• Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis

inquiry

4. Learning Community (Masyarakat Belajar)

• Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.

• Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.

• Tukar pengalaman.

• Berbagi ide

5. Modeling (Pemodelan)

• Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.

• Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya

6. Reflection ( Refleksi)

• Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.

• Mencatat apa yang telah dipelajari.

• Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok

7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)

• Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.

• Penilaian produk (kinerja).

• Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual

H. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

• Kerjasama

• Saling menunjang

• Menyenangkan, tidak membosankan

• Belajar dengan bergairah

• Pembelajaran terintegrasi

• Menggunakan berbagai sumber

• Siswa aktif

• Sharing dengan teman

• Siswa kritis guru kreatif

Page 24: Hasil an Materi Didaktik Metodik

24  

• Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel,

humor dan lain-lain

• Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil

pratikum, karangan siswa dan lain-lain

I. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana

kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang

akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam

program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi

pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.

Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang

apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.

Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran

konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya

hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada

deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk

pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.

Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.

1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa

yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi

Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.

2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.

3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu

4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa

5. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati

partisipasinya dalam pembelajaran.

Page 25: Hasil an Materi Didaktik Metodik

25  

Pembelajaran Tuntas (Mastery-Learning) dalam KTSP

A. Latar Belakang

Salah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak

diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-

rata prestasi belajar, khususnya peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA). Masalah lain

adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru

(teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai objek dan bukan

sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik

dalam berbagai mata pelajaran, untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik

(menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis, belum memanfaatkan quantum learning sebagai

salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan

belajar secara individual.

Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, umumnya belum

menerapkan pembelajaran sampai peserta didik menguasai materi pembelajaran secara

tuntas. Akibatnya, banyak peserta didik yang tidak menguasai materi pembelajaran

meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran kalau mutu pendidikan secara

nasional masih rendah.

Penerapan Standar Isi yang berbasis pendekatan kompetensi sebagai upaya perbaikan

kondisi pendidikan di tanah air ini memiliki beberapa alasan, di antaranya:

1. potensi peserta didik berbeda-beda, dan potensi tersebut akan berkembang jika

stimulusnya tepat;

2. mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan aspek-aspek moral,

akhlak, budi pekerti, seni & olah raga, serta kecakapan hidup (life skill);

3. persaingan global yang memungkinkan hanya mereka yang mampu akan berhasil;

4. persaingan kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia) produk lembaga pendidikan;

5. persaingan yang terjadi pada lembaga pendidikan, sehingga perlu rumusan yang jelas

mengenai standar kompetensi lulusan.

Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum berbasis

kompetensi meliputi: kewenangan pengembangan, pendekatan pembelajaran, penataan

isi/konten, serta model sosialisasi, lebih disesuaikan dengan perkembangan situasi dan

kondisi serta era yang terjadi saat ini. Pendekatan pembelajaran diarahkan pada upaya

Page 26: Hasil an Materi Didaktik Metodik

26  

mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengelola perolehan belajar

(kompetensi) yang paling sesuai dengan kondisi masing-masing. Dengan demikian proses

pembelajaran lebih mengacu kepada bagaimana peserta didik belajar dan bukan lagi pada

apa yang dipelajari.

Sesuai dengan cita-cita dari tujuan pendidikan nasional, guru perlu memiliki beberapa

prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan kemampuan internal peserta didik di

dalam merancang strategi dan melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu

misalnya dengan menerapkan jenis-jenis strategi pembelajaran yang

memungkinkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara penuh, utuh dan

kontekstual.

Berbicara tentang rendahnya daya serap atau prestasi belajar, atau belum terwujudnya

keterampilan proses dan pembelajaran yang menekankan pada peran aktif peserta didik,

inti persoalannya adalah pada masalah “ketuntasan belajar” yakni pencapaian taraf

penguasaan minimal yang ditetapkan bagi setiap kompetensi secara perorangan. Masalah

ketuntasan belajar merupakan masalah yang penting, sebab menyangkut masa depan

peserta didik, terutama mereka yang mengalami kesulitan belajar.

Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang

bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap

kompetensi tertentu. Dengan menempatkan pembelajaran tuntas (mastery learning) sebagai

salah satu prinsip utama dalam mendukung pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi,

berarti pembelajaran tuntas merupakan sesuatu yang harus dipahami dan dilaksanakan

dengan sebaik-baiknya oleh seluruh warga sekolah. Untuk itu perlu adanya panduan yang

memberikan arah serta petunjuk bagi guru dan warga sekolah tentang bagaimana

pembelajaran tuntas seharusnya dilaksanakan.

B. Asumsi Dasar

Metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah peserta didik mencapai

kompetensi tertentu. Hal ini berlaku baik bagi guru (dalam pemilihan metode mengajar)

maupun bagi peserta didik (dalam memilih strategi belajar). Dengan demikian makin baik

metode, akan makin efektif pula pencapaian tujuan belajar (Winarno Surahmad, 1982).

Langkah metode pembelajaran yang dipilih memainkan peranan utama, yang berakhir pada

semakin meningkatnya prestasi belajar peserta didik.

Page 27: Hasil an Materi Didaktik Metodik

 

kom

mem

mau

dik

dip

yan

kom

men

pes

kom

dite

unt

kom

nor

dan

nor

pen

pem

dib

yan

Pembelajara

mpetensi

mpersyaratk

upun kompe

kemukakan b

erlukan untu

ng diperlukan

mpetensi. T

nggunakan w

serta didik

mpetensi pes

Model ini m

entukan oleh

tuk belajar

mpetensi tert

Dalam pem

rmal. Jika ke

n waktu yang

rmal pula. D

nguasaan ada

mbelajaran d

Sebaliknya,

eri kesempa

ng berbeda d

an tuntas

dimaksudka

kan peserta

etensi dasar

bahwa jika

uk mencapa

n, maka besa

etapi jika p

waktu yang

tersebut be

serta didik se

menggambar

h seberapa b

dibagi deng

tentu.

mbelajaran k

epada merek

g tersedia un

Dalam hal i

alah tinggi.

dengan pende

, apabila ba

atan belajar y

dalam kuali

(mastery

an adalah

didik men

mata pelaja

setiap pes

ai suatu ting

ar kemungki

peserta didik

diperlukan

elum optima

ebagai beriku

rkan bahwa

banyak wakt

gan waktu

konvensiona

a diberikan p

ntuk belajar,

ni dapat dik

Secara skem

ekatan konv

akat peserta

yang sama u

tas pembela

learning) d

h pendek

nguasai seca

aran tertentu

serta didik

gkat penguas

inan peserta

k tidak dib

secara penu

al. Block (

ut :

tingkat peng

tu yang bena

yang diper

al, bakat (a

pembelajara

maka hasil b

katakan bah

matis konsep

ensional dap

didik terse

untuk setiap

ajarannya, m

dalam pros

katan dala

ara tuntas

u. Dalam m

diberikan w

saan, dan ji

didik akan m

beri cukup w

uh, maka ting

1971) meny

guasaan kom

ar-benar dig

rlukan (time

aptitude) pe

an yang sama

belajar yang

hwa hubung

tentang pre

pat digambar

bar secara n

peserta didi

maka besar k

ses pembel

am pemb

seluruh stan

model yang p

waktu sesu

ka dia meng

mencapai tin

waktu atau

gkat pengua

yatakan ting

mpetensi (deg

gunakan (tim

e needed) u

eserta didik

a dalam jum

g dicapai aka

gan antara b

estasi belajar

rkan sebagai

normal, dan

ik, tetapi dib

kemungkina

lajaran ber

belajaran

ndar kompe

paling sederh

uai dengan

ghabiskan w

ngkat pengua

dia tidak d

asaan kompe

gkat pengua

gree of lear

me actually sp

untuk meng

tersebar s

mlah pembela

an tersebar s

bakat dan tin

r sebagai dam

i berikut :

n kepada me

berikan perla

an bahwa pe

27 

rbasis

yang

etensi

hana,

yang

waktu

asaan

dapat

etensi

asaan

rning)

spent)

guasai

ecara

ajaran

ecara

ngkat

mpak

ereka

akuan

eserta

Page 28: Hasil an Materi Didaktik Metodik

28  

didik yang dapat mencapai penguasaan akan bertambah banyak. Dalam hal ini hubungan

antara bakat dengan keberhasilan akan menjadi semakin kecil.

Secara skematis konsep prestasi belajar sebagai dampak pembelajaran dengan

pendekatan pembelajaran tuntas, dapat digambarkan sebagai berikut:

Dari konsep-konsep di atas, kiranya cukup jelas bahwa harapan dari proses

pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas adalah untuk mempertinggi rata-rata

prestasi peserta didik dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih

sesuai, bantuan, serta perhatian khusus bagi peserta didik yang lambat agar menguasai

standar kompetensi atau kompetensi dasar. Dari konsep tersebut, dapat dikemukakan

prinsip-prinsip utama pembelalaran tuntas adalah:

1. Kompetensi yang harus dicapai peserta didik dirumuskan dengan urutan yang hirarkis,

2. Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap kompetensi harus

diberikan feedback,

3. Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan yang diperlukan,

4. Pemberian program pengayaan bagi peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar

lebih awal. (Gentile & Lalley: 2003)

C. Perbedaan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran tuntas adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan

secara individual. Dalam hal pemberian kebebasan belajar, serta untuk mengurangi

kegagalan peserta didik dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatan

individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta

didik (klasikal), tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan peserta

didik sedemikiah rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas memungkinkan

berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Dasar pemikiran dari

Page 29: Hasil an Materi Didaktik Metodik

29  

belajar tuntas dengan pendekatan individual ialah adanya pengakuan terhadap perbedaan

individual masing-masing peserta didik.

Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan individu,

pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yang berasaskan maju

berkelanjutan (continuous progress). Untuk itu, pendekatan sistem yang merupakan salah

satu prinsip dasar dalam teknologi pembelajaran harus benar-benar dapat

diimplementasikan. Salah satu caranya adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar

harus dinyatakan secara jelas, dan pembelajaran dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan

(cremental units). Peserta didik belajar selangkah demi selangkah dan boleh mempelajari

kompetensi dasar berikutnya setelah menguasai sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan

menurut kriteria tertentu. Dalam pola ini, seorang peserta didik yang mempelajari unit

satuan pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaran berikutnya jika

peserta didik yang bersangkutan telah menguasai sekurang-kurangnya 75% dari

kompetensi dasar yang ditetapkan. Sedangkan pembelajaran konvensional dalam kaitan ini

diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan,

sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan

situasi belajar (non belajar tuntas).

Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara

pembelajaran tuntas dengan pembelajaran konvensional adalah bahwa pembelajaran tuntas

dilakukan melalui asas-asas ketuntasan belajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada

umumnya kurang memperhatikan ketuntasan belajar khususnya ketuntasan peserta didik

secara individual. Secara kualitatif perbandingan ke dua pola tersebut dapat dicermati pada

Tabel berikut,

Tabel 1: Perbandingan Kualitatif antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional

Langkah Aspek Pembeda Pembelajaran Tuntas

Pembelajaran

Konvensional

A. Persiapan 1.Tingkat ketuntasan Diukur dari performance peserta didik dalam setiap unit (satuan kompetensi atau kemampuan dasar). Setiap peserta didik

Diukur dari performance

peserta didik yang

dilakukan secara acak

Page 30: Hasil an Materi Didaktik Metodik

30  

Langkah Aspek Pembeda Pembelajaran Tuntas

Pembelajaran

Konvensional

harus mencapai nilai 75

2. Satuan Acara Pembelajaran

Dibuat untuk satu minggu pembelajaran, dan dipakai sebagai pedoman guru serta diberikan kepada peserta didik

Dibuat untuk satu minggu pembelajar-an, dan hanya dipakai sebagai pedoman guru

3. Pandangan terhadap kemampuan peserta didik saat memasuki satuan pembelajaran tertentu

Kemampuan hampir sama, namun tetap ada variasi

Kemampuan peserta didik dianggap sama

B. Pelaksanaan pembelajaran

4. Bentuk pembelajaran dalam satu unit kompetensi atau kemampuan dasar

Dilaksanakan melalui pendekatan klasikal, kelompok dan individual

Dilaksanakan sepenuhnya melalui pendekatan klasikal

5. Cara pembelajaran dalam setiap standar kompetensi atau kompetensi dasar

Pembelajaran dilakukan melalui penjelasan guru (lecture), membaca secara mandiri dan terkontrol, berdiskusi, dan belajar secara individual

Dilakukan melalui mendengarkan (lecture), tanya jawab, dan membaca (tidak terkontrol)

6. Orientasi pembelajaran

Pada terminal performance peserta didik (kompetensi atau kemampuan dasar) secara individual

Pada bahan pembelajaran

7. Peranan guru Sebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual

Sebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan seluruh peserta didik dalam kelas

8. Fokus kegiatan pembelajaran

Ditujukan kepada masing-masing peserta didik secara individual

Ditujukan kepada peserta didik dengan kemampuan menengah

9. Penentuan Ditentukan oleh Ditentukan sepenuhnya

Page 31: Hasil an Materi Didaktik Metodik

31  

Langkah Aspek Pembeda Pembelajaran Tuntas

Pembelajaran

Konvensional

keputusan mengenai satuan pembelajaran

peserta didik dengan bantuan guru

oleh guru

C. Umpan Balik

10. Instrumen umpan balik

Menggunakan berbagai jenis serta bentuk tagihan secara berkelanjutan

Lebih mengandalkan pada penggunaan tes objektif untuk penggalan waktu tertentu

11. Cara membantu peserta didik

Menggunakan sistem tutor dalam diskusi kelompok (small-group learning activities) dan tutor yang dilakukan secara individual

Dilakukan oleh guru dalam bentuk tanya jawab secara klasikal

D. Indikator Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas

1. Metode Pembelajaran

Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti

meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi

juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual

peserta didik, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-

masing peserta didik secara optimal.

Adapun langkah-langkahnya adalah :

• mengidentifikasi prasyarat (prerequisite),

• membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi,

• mengukur pencapaian kompetensi peserta didik.

Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah

pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer instruction), dan

bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus

digunakan untuk kelas atau kelompok.

Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesion-

sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku

kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996).

Page 32: Hasil an Materi Didaktik Metodik

32  

2. Peran Guru

Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru

dalam mendorong keberhasilan peserta didik secara individual. Pendekatan yang

digunakan mendekati model Personalized System of Instruction (PSI) seperti

dikembangkan oleh Keller, yang lebih menekankan pada interaksi antara peserta didik

dengan materi/objek belajar.

Peran guru harus intensif dalam hal-hal berikut:

• Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit)

yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya.

• Mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD.

• Menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang bervariasi

• Memonitor seluruh pekerjaan peserta didik

• Menilai perkembangan peserta didik dalam pencapaian kompetensi (kognitif,

psikomotor, dan afektif)

• Menggunakan teknik diagnostik

• Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang

mengalami kesulitan

3. Peran Peserta didik

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memiliki pendekatan berbasis

kompetensi sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran peserta didik sebagai

subjek didik. Fokus program pembelajaran bukan pada “Guru dan yang akan

dikerjakannya” melainkan pada ”Peserta didik dan yang akan dikerjakannya”. Oleh

karena itu, pembelajaran tuntas memungkinkan peserta didik lebih leluasa dalam

menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya, peserta didik diberi

kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan peserta

didik sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual.

4. Evaluasi

Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KTSP ditetapkan dengan

penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi dasar dan tidak

ditetapkan berdasarkan norma (norm referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar

harus ditetapkan oleh guru, misalnya apakah peserta didik harus mencapai nilai 75, 65,

Page 33: Hasil an Materi Didaktik Metodik

33  

55, atau sampai nilai berapa seorang peserta didik dinyatakatan mencapai ketuntasan

dalam belajar.

Asumsi dasarnya adalah:

• bahwa semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan berbeda,

• standar harus ditetapkan terlebih dahulu, dan hasil evaluasi adalah lulus atau tidak

lulus. (Gentile & Lalley: 2003)

Sistem evaluasi menggunakan penilaian berkelanjutan, yang ciri-cirinya adalah:

• Ulangan dilaksanakan untuk melihat ketuntasan setiap Kompetensi Dasar

• Ulangan dapat dilaksanakan terdiri atas satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)

• Hasil ulangan dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial dan program

pengayaan.

• Ulangan mencakup aspek kognitif dan psikomotor

• Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti pengamatan,

kuesioner, dsb.

Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen/soal. Dalam

pembelajaran tuntas tes diusahakan disusun berdasarkan indikator sebagai alat diagnosis

terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes diagnostik yang dirancang

secara baik, peserta didik dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tesnya, termasuk

mengenali di mana ia mengalami kesulitan dengan segera. Sedangkan penentuan batas

pencapaian ketuntasan belajar, meskipun umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%)

namun batas ketuntasan yang paling realistik atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh

guru mata pelajaran, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dalam penentuan batas

ketuntasan untuk setiap KD maupun pada setiap sekolah dan atau daerah. Mengingat

kecepatan tiap-tiap peserta didik dalam pencapaian KD tidak sama, maka dalam

pembelajaran terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai

dan pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi.

Sumber:

Depdiknas. 2008. Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tuntas (Mastery-Learning) Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

Page 34: Hasil an Materi Didaktik Metodik

34  

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME

Oleh: Hamzah*)

A. Hakikat Anak Menurut Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar

konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori

perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut

berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan

intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud

dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya,

pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988:

132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159)

menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi

dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan,

akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru,

sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang

akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang

cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok

dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh

seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung

pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang

keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).

Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami

bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-

beda berdasarkan kematangan intelektual anak.

Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme,

Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik

sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki

tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3)

Page 35: Hasil an Materi Didaktik Metodik

35  

pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal,

(4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi

kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran,

materi, dan sumber.

Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang

dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan

dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai

dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan

skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun

secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang

berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern

atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.

Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan

intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan

mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi

melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya,

setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2)

tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan,

pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang

menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut

dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan

tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul

(akomodasi).

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang

dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi

dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih

mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam

penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah

interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial

dalam belajar.

Page 36: Hasil an Materi Didaktik Metodik

36  

Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi,

1999: 63) adalah sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan menurut teori belajar

konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan

berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang

sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan

keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah

seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam

kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan

cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor,

dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan

pada diri peserta didik.

B. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme,

pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa.

Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya

berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak

diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan

sesuai dengan kehendak guru.

Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan

dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam

mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan

antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara

gagasan dengan informasi baru yang diterima.

Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip

utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan

tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua,

fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata

yang dimiliki anak.

Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara

aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan

melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa

Page 37: Hasil an Materi Didaktik Metodik

37  

seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang

telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru,

pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar

tersebut.

Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar

konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya

dengan pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara

mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena

siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan

untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20)

mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai

berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan

bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang

pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan

kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan

dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan

perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang

mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa

dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas

apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih

diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan

akomodasi.

*) Dr. Hamzah, M.Ed. adalah dosen pada FMIPA Universitas Negeri Makassar

Page 38: Hasil an Materi Didaktik Metodik

38  

10 Megatrend tentang Belajar

Dalam satu kesempatan pelatihan pengawas sekolah, Endang Abutarya (2007)

mengetengahkan tentang 10 megatrend tentang belajar untuk saat ini dan ke depannya.

Kesepuluh trend tersebut adalah: (1) belajar melalui kehidupan kita; (2) belajar dalam

organisasi, institusi, asosiasi, jaringan; (3) belajar berfokus pada kebutuhan nyata; (4) belajar

dengan seluruh kemampuan otak; (5) belajar bersama; (6) belajar melalui multi media,

teknologi, format, dan gaya; (7) belajar langsung dari berpikir; (8) belajar melalui

pengajaran/pembelajaran; (9) belajar melalui sistem pendidikan kita yang akan berubah cepat

untuk membantu belajar sepanjang hayat dan masyarakat belajar; dan (10) belajar bagaimana

belajar.

Sementara itu, terkait dengan proses pembelajaran, bahwa dalam pembelajaran harus dapat: (1)

meningkatkan pemahaman dan memperbaiki proses belajar; (2) mendorong prakarsa belajar

siswa; (3) mempreskripsikan strategi yang optimal; (4) kondisi membelajarkan siswa secara

simultan; (5) memudahkan proses internal yang belajar; dan (6) menjadikan belajar lebih

efektif, efisien, dan menarik. Pada kesempatan pelatihan ini Endang Abutarya menjelaskan

pula tentang tiga teori belajar utama: (1) behaviorisme; (2) kognitivisme, dan (3)

konstruktivisme.

Multiple Intelelligence

1. Kemampuan memecahkan suatu masalah

2. Kemampuan menciptakan masalah baru untuk dipecahkan

3. Kemampuan menciptakan sesuatu atau menawarkan suatu pelayanan yang berharga

dalam suatu kebudayaan masyarakatKecerdasan

(Menurut Howard Gardner Joward Gardner)

Page 39: Hasil an Materi Didaktik Metodik

39  

I. Kecerdasan lingustik adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kata dan bahasa

(orator, penulis, penyiar, dll).

II. Kecerdasan logis matematika Memilki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Mampu mengamati objek yang ada di lingkungan dan mengerti fungsi objek tersebut

2. Mengenal dan mengerti konsep jumlah, waktu, dan prinsip sebab akibat

3. Mempunyai dan menghipotesis yang ada

4. Menggunkan simbol-simbol abstrak untuk menjelaskan konsep dan objek yang

konkret

5. Mampu dan menunjukkan kemampuan dalam dalam pemecahan masalah yang

menuntut pemikiran yang logis

6. Mampu mengamati dan mengenali pola serta hubungan

7. Menikmati pelajaran dan mengenali pola serta hubungan

8. Menikmati pelajaran yang berhubungan dengan operasi yang rumitseperti kalkulus,

pemrograman computer atau merode riset

9. Berpikir secara matematis denan mengumpulkan bukti-bukti, membuat hipotesis,

merumuskan, dan membangun argumentasi yang kuat.

10. Tertarik dengan karir di bidang akuntasi, teknologi, hokum, mesin, dan teknik

III. Kecerdasan Intra personal memiliki ciri-ciri:

1. Mampu menyadari dan mengerti arti emosi diri sendiri dan mosi orang lain

2. Mampu mengungkapkan dan menyalurkan perasaan dan pikiran

3. Mengembangkan konsep diri yang baik dan benar

Page 40: Hasil an Materi Didaktik Metodik

40  

4. Temotivasi untuk menentukan dan mengerjakan suaru tujuan hidup

5. Menetapkan dan hidup dengan system nilai yang sesuai dengan etika

6. Mampu bekerja secara mandiri

7. Sangat tertrik dengan pertnyaan arti hidup, tujuan hidup, dan relevansinya dengan

keadaan saat ini

8. Mampu mengembangkan kemmapuan belajar yang berkelanjutan dan menngkatkan

diri

9. Tertarik menrjuni karier sebagai pelaith, konselor, filsuf, psikolog, atau memilih jalur

spiritual

10. Mampu menyelami dan mngerti kerumitan suatu pribadi dan kondisi manusia pada

umumnya.

IV. Kecerdasan Interpersonal ciri-ciri sebagai berikut:

1. Membentuk dan mempertahankan suatu hubungan social

2. Mampu berinteraksi dengan orang lain

3. Mengenali dan menggunakan berbagai cara untuk berhubungan dengan orang lain

4. Mampu mempengaruhi pendapat atau tindakan orang lain

5. Turut serta dalam upaya bersama dan mengambil berbagai peran yang sesuai, mulai

dari menjadi pengikut hingga menjadi seorang pemimpin

6. Mengamati perasaan, pikiran, motivasi, perilaku, dan gaya hidup orang lain

7. Mengerti dan berkomunikasi dengan efektif baik dalam bentuk verbal maunpun

nonverbal

8. Mengembangkan keahlian untuk menjadi penengah dalam suatu konflik, mampu

bekerja sama dengan orang yang mempunyai latara belakang yang beragam

9. Tertarik menekuni bidang ynag berorientasi interpersonal seperti menjadi pengajar,

konseling, manajemen, atau politik

10. Peka terhadap perasaan, motivasi, dan keadaa mental seseorang

V. Kecerdasan Musikal ciri-ciri sebagai berikut:

1. Mendengarkan dan memberikan respons dengan minat yang besar terhadap berbagai

jenis suara

2. Menikmati dan mencari kesempatan untuk bisa mendengarkan music atau suara alam

3. Mengerti nuansa emosi yang terkandung dalam suatu music

Page 41: Hasil an Materi Didaktik Metodik

41  

4. Mengumpulkan music baik dalam bentuk rekaman (kaset, CD) maupun dalam

bentuk tulisan/cetak

5. Mampu bernyanyi atau bermain alat music

6. Menggunakan kosakata dan notasi music

7. Senang melakukan improvisasi dan bermain dengan suara

8. Mampu nelakuakna analisis dan kritik terhadap suatu music

9. Tertarik menerjuni karier sebagai panyanyi, pemain music, produser, guru musik,

konduktor atau teknisi

VI. Kecerdasan Visual- Spasial ciri-ciri sebagai berikut:

1. Belajar dengan cara melihat dan mengamati. Mengenali wajah, objek, bentuk, dan

warna

2. Mampu mengenali suatu lokasi dan mencari jalan keluar

3. Mengamati dan membentuk gambaran mental, berpikir dengan menggunakan

gambar. Menggunakan bantuan gambar untuk membantu proses mengingat

4. Senang belajar dengan grafik, peta, diagram, atau alat bantu visual

5. Suka mencoret-coret, menggambar, melukis, membuat patung

6. Suka menyusun dan membangun permaianan tiga dimensi, Mampu secara mental

mengubah bentuk suatu objek

7. Mempunyai kemampuan imajinasi yang baik

8. Mampu melihat sesuatu dengan perspektif yang berbeda

9. Mampu menciptakan representasi visual atau nyata dari suatu informasi

10. Tertarik menerjuni karier sebagai arsitek, desainer, pilot, perancang busana, dan

karier lain yang banyak menggunakan kemampuan visual

VII. Kecerdasan Kinestetik memilki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Suka memegang, menyentuh, atau bermain dengan apa yang sedang dipelajari

2. Mempunyai koordinasi fisik dan ketepatan waktu yang baik.

3. Sangat suka belajar dengan terlibat secara langsung. Ingatannya kuat terhadap apa

yang dialami daripada apa yang dikatakan atau dilihat.

4. Menyukai pengalaman belajar yang nyata seperti field-trip, membangun model,

role play, permainan, atau olah fisik.

5. Menunjukkan kekuatan dalam bekerja yang membutuhkan gerakan otot kecil

Page 42: Hasil an Materi Didaktik Metodik

42  

maupun otot utama

6. Mempunyai kemampuan untuk meyempurnakan gerakan fisik dengan

menggunakan penyatuan pikiran dan tubuh

7. Menciptakan pendekatan baru dengan menggunakan keahlian fisik seperti dalam

olahraga , menari, atau aktivitas fisik lainnya

8. Menunjukkan keseimbangan, keindahan, ketahanan, dan ketepatan

9. Mengerti dan hidup sesuai standar kesehatan

10. Menunjukkan minat pada karier sebagai atlit, penari, dokter bedah, atau sebagai

tukang

VIII. Kecerdasan Naturalis cirri-ciri sebagai berikut:

1. Menjelajahi lingkungan alam dan lingkungan manusia dengan penuh antusiasme

2. Suka mengamati , mengenali , berinteraksi, atau peduli dengan objek, tanaman,

atau hewan

3. Mampu menggolongkan objek sesuai dengan karakteristik objek tersebut

4. Mampu mengenali pola diantara spesies atau kelas dari objek

5. Suka menggunakan peralatan seperti mikroskop,binocular, teleskop, dan computer

untuk mempelajari suatu org anisme

6. Senang mempelajari siklus kehidupan flora dan fauna

7. Ingin mengerti bagaimana sesuatu itu bekerja

8. Mempelajari taksonomi tanaman dan hewan

9. Tertarik untuk berkarier di bidang biologi, ekologi, kimia, dan botani

10. Senang memelihara tanaman atau hewan

IX. Kecerdasan eksistensial adalah kecerdasan yang berhubungan dengan kapasitas atau

kemampuan untuk berfikir kosmis atau hal-hal yang berhubungan dengan keberadaan ;

mulai dari keberadaan dan tujuan manusia di alam semesta hingga pada sifat kehidupan

itu sendiri seperti kebahagiaan, tragedy, penderitaan, hidup, mati,dan kemana manusia

setelah mati

Linguistic Verbal—Logical Mathematical-- Visual Spasial—Bodily Kinesthetic—Musical

Rhythmic—Interpersonal—Intra Personal—Naturalist—Linguistic Verbal. Alur Melingkar

secara berut-urutan.

Page 43: Hasil an Materi Didaktik Metodik

43