Harga Dasar

19
A. FLOOR PRICE DAN CEILLING PRICE 1. Floor Price Kebijakan harga dasar yang ditetapkan oleh pemerintah yang bertujuan untuk melindungi produsen. 1 Bab 7 KEBIJAKAN PEMERINTAH Pf p E2 E1 Qs Q 0 P D S E Qd

description

ngh

Transcript of Harga Dasar

Page 1: Harga Dasar

A. FLOOR PRICE DAN CEILLING PRICE

1. Floor Price

Kebijakan harga dasar yang ditetapkan oleh pemerintah yang bertujuan untuk melindungi produsen.

Gambar 13.1. Floor PriceKeterangan:

1

Bab 7

KEBIJAKAN PEMERINTAH

PfpE2E1

Qs Q0

P

D

S

E

Qd

Page 2: Harga Dasar

Pfp : Harga dasar ditetapkan0Qd : Barang yang dibeli oleh konsumen0Qs : Barang yang dibeli oleh pemerintah

2. Ceilling Price

Kebijakasanaan harga tertinggi yang ditetapkan oleh pemerintah yang ditujukan untuk melindungi konsumen.

Gambar 13.2. Harga tertinggi

Keterangan:Pcp : Harga tertinggi0Qs : barang yang dijual oleh produsenQsQd : barang yang dijual oleh pemerintah

3. Harga subsidi

Kebijakan harga yang ditetapkan oleh pemerintah yang bertujuan melindungi konsumen dan produsen.

2

PJ

PCE2

E1

QJ Q0

P

D

S

E

Pcp

Qd Q0

P

D

S

Qs

Page 3: Harga Dasar

Gambar 13.3. Subsidi HargaKeterangan:Pj : Harga jaminanPc : Harga KonsumenQj : Barang yang dijualSubsidi : PcPjE1E2

B. PAJAK

1. Pengaruh Pajak – Spesifik Terhadap Keseimbangan Pasar

Pengenaan pajak atau pemberian subsidi atas suatu barang yang diproduksi/dijual akan mempengaruhi keseimbangan pasar barang tersebut, mempengaruhi harga keseimbangan dan jumlah keseimbangan.

Pajak yang dikenakan atas penjualan suatu barang menyebabkan harga jual barang tersebut naik. Sebab setelah dikenakan pajak, produsen akan berusaha mengalihkan (sebagian) beban pajak tersebut kepada konsumen, yaitu dengan jalan menawarkan harga jual yang lebih tinggi. Akibatnya harga keseimbangan yang tercipta di pasar menjadi lebih tinggi daripada harga keseimbangan sebelum pajak, di lain pihak jumlah keseimbangannya menjadi lebih sedikit.

Pengenaan pajak sebesar t atas setiap unit barang yang dijual menyebabkan kurva penawaran bergeser ke atas, dengan penggal yang lebih besar (lebih tinggi) pada sumbu harga. Jika sebelum pajak persamaan penawarannya P = a + bQ, maka sesudah pajak ia akan

3

Page 4: Harga Dasar

menjadi P = a + bQ + t = (a + t) + bQ. Dengan kurva penawaran yang lebih tinggi, cateris paribus, titik keseimbanganpun akan bergeser menjadi lebih tinggi.

Kasus 1

Fungsi permintaan akan suatu barang ditunjukkan oleh persamaan P15 – Q, sedangkan penawarannya P = 3 + 0,5 Q. terhadap barang tersebut dikenakan pajak sebesar 3 per unit. Berapa harga keseimbangan dan jumlah keseimbangan sebelum pajak dan berapa pula harga keseimbangan dan jumlah keseimbangan sesudah pajak ?

Sebelum pajak, Pe = 7 dan Qe = 8. sesudah pajak, harga jual yang ditawarkan oleh produsen menjadi lebih tinggi, persamaan penawarannya berubah dan kurvanya bergeser ke atas.

Penawaran sebelum pajak:P = 3 + 0,5 Q

Penawaran sesudah pajak:P1 = 3 + 0,5 Q + 3P = 6 + 0,5 Q Q = -12 + 2 P

Sedangkan persamaan permintaannya tetap :P = 15 – Q Q = 15 – P

Keseimbangan pasar:Qd = Qs15 – P = -12 + 2 P 27 = 3 P, P = 9Q = 15 – P = 15 – 9 = 6

Jadi, sesudah pajak:Pe = 9 dan Qe = 6

P

4

Page 5: Harga Dasar

15Qs’ (sesudah pajak)

E Qs (sebelum pajak) 9

7 E 6

3 Qd

0 6 8 15 Q

Gambar 13.4. Penawaran sebelun dan sesudah pajak

Beban pajak yang ditanggung oleh konsumen. Karena produsen mengalihkan sebagian pajak tadi kepada konsumen, malalui harga jual yang lebih tinggi, pada akhirnya beban pajak tersebut ditanggung bersama baik oleh produsen maupun konsumen. Besarnya bagian dari beban pajak yang ditanggung oleh konsumen (tk) adalah selisih antara harga keseimbangan sesudah pajak (P'e) dan harga keseimbangn sebelum pajak (Pe).

Dalam kasus 1 di atas, tk = 9 – 7 = 2. Berarti dari setiap unit barang yang dibelinya konsumen menanggung beban (membayar) pajak sebesar 2. Dengan perkataan lain, dari pajak sebesar 3 per unit barang, sebesar 2 (atau 67 %) pada akhirnya menjadi tanggungan konsumen.

tk = P'e – Pe

Beban pajak yang ditanggung produsen. Besarnya bagian dari beban pajak yang ditanggung oleh produsen (tp) adalah selisih antara besarnya pajak per unit barang (t) dan bagian pajak yang menjadi tanggungan konsumen.

tp = te – tk

5

Page 6: Harga Dasar

Dalam kasus 1 tadi, tp = 3 – 2 = 1. Berarti dari setiap unit barang yang diproduksi dan dijualnya produsen menanggung beban (membayar) pajak sebesar 1. dihitung dalam satuan persen, beban pajak yang ditanggung oleh pihak produsen ini hanya sebesar 33 %, lebih sedikit daripada yang ditanggung oleh pihak konsumen. Jadi meskipun pajak tersebut dipungut oleh pemerintah melalui pihak produsen, namun sesungguhnya pihak konsumenlah yang justru lebih berat menanggung bebannya.

Jumlah pajak yang diterima oleh pemerintah. Besarnya jumlah pajak yang diterima oleh pemerintah (T) dapat dihitung dengan mengalikan jumlah barang yang terjual sesudah pengenaan pajak (Q'e) dengan besarnya pajak per unit barang (t).

T = Q'e x t

Dalam kasus ini, T = 6 x 3 = 18. Penerimaan dari pajak merupakan salah satu sumber pendapatan pemerintah, bahkan merupakan sumber pendapatan utama. Dengan inilah pemerintah menjalankan roda kegiatannya sehari-hari, membangun prasarana publik seperti jalan dan jembatan, membayar cicilan hutang pada negara lain, membiayai pegawai-pegawainya, membangun proyek-proyek sarana publik seperti rumah sakit dan sekolah, juga membeli perlengkapan pertahanan. Jadi, pajak yang disetorkan oleh rakyat kepada pemerintah akhirnya kembali ke rakyat lagi dalam bentuk lain. Jika dalam melunasi pajak anda memainkan “persetujuan rahasia” dengan petugas pajak, berarti anda berbagi “rejeki” dengan sang oknum pajak hanya untuk merasakan keuntungan jangka pendek, tidak menghiraukan masa depan negara dan bangsa (termasuk anak cucu anda sendiri).

Catatan tentang persamaan penawaran sesudah pajak

Dalam contoh di depan kita memasukkan unsur pajak ke dalam persamaan yang berbentuk P = f (Q); yakni jika semula P = a + bQ maka sesudah pajak menjadi P = a + bQ + t. Apabila persamaan penawarannya berbentuk Q = f (P), misalnya:

6

Page 7: Harga Dasar

Kita pun dapat memasukkan unsur pajak tersebut secara lansung, tanpa harus mengubah dulu fungsi penawaran yang berbentuk Q = f (P) menjadi bentuk P = f (Q). Dalam hal ini rumusannya adalah:

Hasilnya tidak akan berbeda, sebab :

bQ = - a + P – t

P = a + bQ + t

2. Pengaruh Pajak – Proporsional Terhadap Keseimbangan Pasar

Pajak proporsional ialah pajak yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari harga jual, bukan ditetapkan secara spesifik (misalnya 3 rupiah) per unit barang, sebagaimana yang diuraikan sebelumnya. Meskipun pengaruhnya serupa dengan pajak spesifik, menaikkan harga keseimbangan dan mengurangi jumlah keseimbangan, namun analisisnya sedikit berbeda.

Jika pengenaan pajak spesifik menyebabkan kura penawaran bergeser ke atas sejajar dengan kurva penawaran sebelum pajak, dengan kata lain lereng kurvanya tetap, maka pajak proporsional menyebabkan kurva penawaran memiliki lereng yang lebih besar daripada kurva penawaran sebelum pajak. Jika persamaan penawaran

semula: P = a + bQ (atau

7

Page 8: Harga Dasar

maka dengan dikenakannya pajak proporsional sebesar t% dari harga jual, persamaan penawaran yang baru akan menjadi (t = pajak proporsional dalam %):

P = a + bQ +tP P – tP = a + bQ (1 – t)P = a + bQ

Dari sini terlihat kurva penawaran P = f (Q) sesudah pajak proporsional mempunyai penggal vertikal yang lebih tinggi {sekarang a/(1 – t), semula hanya a} dan juga lereng yang lebih besar {sekarang b/(1 – t), semula hanya b}. Untuk melihat pengaruhnya terhadap keseimbangan pasar, ikutilah contoh berikut.

Kasus 2

Andaikan kita memiliki data yang sama seperti pada kasus sebelumnya, yakni permintaan P = 15 – Q dan penawaran P = 3 + 0,5 Q. kemudian, pemerintah mengenakan pajak sebesar 25% dari harga jual. Hitunglah harga keseimbangan dan jumlah keseimbangan tanpa pajak serta dengan pajak.

Sebelum pajak, Pe = 7 dan Qe = 8. Sesudah pajak, persamaan penawarannya akan berubah, sementara persamaan permintaannya tetap, yaitu P = 15 – Q atau Q = 15 – P.

Penawaran sesudah pajak, dengan t = 25% = 0,25P = 3 + 0,5Q + 0,25 P0,75 P = 3 + 0,5 Q P = 4 + 2 Q atau Q = -6 = 1,5 P

3Keseimbangan pasarQd = Qs15 – P = -6 + 1,5 P 21 = 2,5 P, P = 8,4

8

Page 9: Harga Dasar

Q = 15 – P = 15 – 8,4 = 6,6Jadi, sesudah pajak : P'e = 8,4 dan Q'e = 6,6.

Patut dicatat, dalam hal ini besarnya pajak yang diterima oleh pemerintah dari setiap unit barang adalah:

t x P'e = 0,25 x 8,4 = 2,1.

Besarnya beban pajak yang ditanggung oleh konsumen untuk setiap unit barang yag dibeli adalah

tk = P'e – Pe = 8,4 – 7 = 1,4 (atau 67%)

Sedangkan yang ditanggung oleh produsen adalah tp = t – tk = 2,1 – 1,4 = 0,7 (atau 33%)

Adapun jumlah pajak yang diterima oleh pemerintah dari perdagangan barang ini adalah

T = Q'e x t = 6,6 x 2,1 = 13,86

P

Qs’

Qs 8,4 E' 7 E Qd

Q 0 6,6 8

Gambar 13.5. Permintaan dan penawaran sebelum dan sesudah pajak

9

Page 10: Harga Dasar

Dari perhitungan-perhitungan di sini kita dapat menyimpulkan, bahwa pada akhirnya pihak konsumen juga yang menanggung beban lebih berat dari pajak penjualan.

C. SUBSIDI

Pengaruh Subsidi Terhadap Keseimbangan Pasar

Subsidi merupakan kebalikan atau lawan dari pajak, oleh karena itu ia sering juga disebut pajak negatif. Seiring dengan itu, pengaruhnya terhadap keseimbangan pasar berbalikan dengan pengaruh pajak, sehingga kita bisa menganalisisnya seperti ketika menganalisis pengaruh pajak. Subsidi dapat bersifat spesifik dan dapat pula bersift proporsional. Dalam buku ini hanya diuraikan subsidi yang bersifat spesifik. Telaah mengenai subsidi proporsional dapat anda coba sendiri berdasarkan analogi pajak proporsional.

Subsidi yang diberikan atas produksi/penjualan sesuatu barang menyebabkan harga jual barang tersebut menjadi lebih rendah. Dengan adanya subsidi, produsen merasa ongkos produksinya menjadi lebih kecil sehingga ia bersedia menjual lebih murah. Akibatnya harga keseimbangan yang tercipta di pasar lebih rendah daripada harga keseimbangan sebelum atau tanpa subsidi, dan jumlah keseimbangannya menjadi lebih banyak.

Dengan subsidi spesifik sebesar s kurva penawaran bergeser sejajar ke bawah, dengan penggal yang lebih kecil (lebih rendah) pada sumbu harga. Jika sebelum subsidi persaman penawarannya P = a + bQ, maka sesudah subsidi ia akan menjadi P = a + bQ – s = (a – s) + bQ. Dengan kurva penawaran yang lebih rendah, cateris paribus, titik keseimbangan pun akan bergeser menjadi lebih rendah.

Kasus 3

Fungsi permintaan akan suatu barang ditunjukkan oleh persamaan P = 15 Q, sedangkan penawarannya P = 3 + 0,5 Q. Pemerintah memberikan

10

Page 11: Harga Dasar

subsidi sebesar 1,5 atas setiap unit barang yang diproduksi. Berapa harga keseimbangan serta jumlah keseimbangan tanpa dan dengan subsidi ?

Tanpa subsidi, Pe = 7 dan Qe = 8. Dengan subsidi, harga jual yang ditawarkan oleh produsen menjadi lebih rendah, persamaan penawaran berubah dan kurvanya bergeser turun.

Penawaran tanpa subsidi : P = 3 + 0,5QPenawaran dengan subsidi : P = 3 + 0,5Q – 1,5

P = 1,5 + 0,5Q Q = -3 + 2P

Karena persamaan permintaan tetap P = 15 – Q atau Q = 15 – P, maka keseimbangan pasar sesudah subsidi:

Qd = Qs15 – P = -3 + 2 P 18 = 3 P, P = 6Q = 15 – P = 15 – 6 = 9

Jadi, dengan adanya subsidi : P'e = 6 dan Q'e = 9.

P

15 Qs

E' Q's 7 6 E 3 1,5 Qd Q 0 8 9 15

Gambar 13.6. Keseimbangan pasar sebelum dan sesudah subsidi

Bagian subsidi yang dinikmati oleh konsumen. Subsidi produksi yang diberikan oleh pemerintah menyebabkan ongkos produksi yang dikeluarkan oleh produsen menjadi lebih sedikit daripada ongkos sesungguhnya untuk menghasilkan barang tersebut. Perbedaan antara

11

Page 12: Harga Dasar

ongkos produksi nyata dan ongkos produksi yang dikeluarkan merupakan bagian subsidi yang dinikmati oleh produsen. Karena ongkos produksi yang dikeluarkan oleh produsen lebih kecil, ia bersedia menawarkan harga jual yang lebih rendah, sehingga sebagian dari subsidi tadi dinikmati pula oleh konsumen. Besarnya bagian dari subsidi yang diterima, secara tidak langsung, oleh konsumen (sk) adalah selisih antara harga keseimbangan tanpa subsidi (Pe) dan harga keseimbangan dengan subsidi (P'e).

sk = Pe – P'e

Dalam kasus di atas, sk = 7 – 6 = 1. Berarti dari setiap unit barang yang dibelinya konsumen secara tidak langsung menerima subsidi sebesar 1, atau 67% dari subsidi per unit barang.

Bagian subsidi yang dinikmati oleh produsen. Besarnya bagian subsidi yang dinikmati oleh produsen (sp) adalah selisih antara besarnya subsidi per unit brang (s) dan bagian subsidi yang dinikmati oleh konsumen (sk).

sp = s – sk

Dalam kasus di atas, sp = 1,5 – 1 = 0,5. Berarti dari setiap unit barang yang diproduksi dan dijualnya produsen menerima subsidi sebesar 0,5 atau 33% dari subsidi per unit barang.

Jumlah subsidi yang dibayarkan oleh pemerintah. Besarnya jumlah subsidi yang diberikan oleh pemerintah (s) dapat dihitung dengan mengalikan jumlah barang yang terjual sesudah subsidi (Q') dengan besarnya subsidi per unit barang (s).

S = Q'e x s

Dalam kasus ini, S = 9 x 1,5 = 13,5.

12