Hanya Karena Sebutir Kurma

6
HANYA KARENA SEBUTIR KURMA Selesai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat ziarah ke mesjidil Aqsa. Untuk bekal di perjalanan, ia membeli 1 kg kurma dari pedagang tua di dekat mesjidil Haram.Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak didekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya. Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa. 4 Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangan dibawah kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali. Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya. “Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkan ALLAH SWT,” kata malaikat yang satu. “Tetapi sekarang tidak lagi. doanya ditolak karena 4 bulan yg lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat mesjidil haram,” jawab malaikat yang satu lagi.. Ibrahim bin adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama 4 bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan- amalan lainnya tidak diterima oleh ALLAH SWT gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya. “Astaghfirullahal adzhim” Ibrahim beristighfar. Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya. Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda. “4 bulan yang lalu saya membeli

description

kisah teladan

Transcript of Hanya Karena Sebutir Kurma

HANYA KARENA SEBUTIR KURMA

HANYA KARENA SEBUTIR KURMASelesai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat ziarah ke mesjidil Aqsa. Untuk bekal di perjalanan, ia membeli 1 kg kurma dari pedagang tua di dekat mesjidil Haram.Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak didekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya.

Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa. 4 Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangan dibawah kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali. Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya.

Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkan ALLAH SWT, kata malaikat yang satu.

Tetapi sekarang tidak lagi. doanya ditolak karena 4 bulan yg lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat mesjidil haram, jawab malaikat yang satu lagi..

Ibrahim bin adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama 4 bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh ALLAH SWT gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya.

Astaghfirullahal adzhim Ibrahim beristighfar. Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya.

Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda. 4 bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang pedagang tua. kemana ia sekarang ? tanya Ibrahim.

Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma jawab anak muda itu.

Innalillahi wa innailaihi rojiun, kalau begitu kepada siapa saya meminta penghalalan ?. Lantas ibrahim menceritakan peristiwa yg dialaminya, anak muda itu mendengarkan penuh minat.

Nah, begitulah kata ibrahim setelah bercerita,

Engkau sebagai ahli waris orangtua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur ku makan tanpa izinnya?.

Bagi saya tidak masalah. Insya ALLAH saya halalkan. Tapi entah dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang. Saya tidak berani mengatas nama kan mereka karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya.

Dimana alamat saudara-saudaramu ? biar saya temui mereka satu persatu.

Setelah menerima alamat, ibrahim bin adham pergi menemui. Biar berjauhan, akhirnya selesai juga. Semua setuju menghalakan sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan oleh ibrahim.

4 bulan kemudian, Ibrahim bin adham sudah berada dibawah kubah Sakhra. Tiba tiba ia mendengar dua malaikat yang dulu terdengar lagi bercakap cakap. Itulah ibrahim bin adham yang doanya tertolak gara gara makan sebutir kurma milik orang lain. O, tidak.., sekarang doanya sudah makbul lagi, ia telah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu.. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain. Sekarang ia sudah bebas.

MENIKAH KARENA BUAH APEL

Seorang lelaki yang sholeh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat Sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah membuat air liur Tsabit terbit, apalagi di hari yang panas dan tengah kehausan. Maka tanpa berfikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang lazat itu, akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahawa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat izin pemiliknya.

Maka ia segera pergi kedalam kebun buah-buahan itu hendak menemui pemiliknya agar meninta dihalalkan buah yang telah dimakannya. Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja dia berkata, Aku sudah makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap anda menghalalkannya. Orang itu menjawab, Aku bukan pemilik kebun ini. Aku Khadamnya yang ditugaskan menjaga dan mengurus kebunnya.

Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah ku makan ini. Pengurus kebun itu memberitahukan, Apabila engkau ingin pergi kesana maka engkau harus menempuh perjalan sehari semalam.

Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orang tua itu, Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku kerana tanpa izin pemiliknya. Bukankah Rasulullah s.a.w. sudah memperingatkan kita melalui sabdanya: Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka

Tsabit pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba di sana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata, Wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Kerana itu mahukah tuan menghalalkan apa yang sudah ku makan itu?

Lelaki tua yang ada dihadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, Tidak, aku tidak boleh menghalalkannya kecuali dengan satu syarat. Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu kerana takut ia tidak dapat memenuhinya. Maka segera ia bertanya, Apa syarat itu tuan? Orang itu menjawab, Engkau harus mengawini putriku !

Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, Apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang keluar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu?

Tetapi pemilik kebun itu tidak mempedulikan pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang yang lumpuh!

Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berfikir dalam hatinya, apakah perempuan seperti itu patut dia persunting sebagai isteri gara-gara setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya? Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi, Selain syarat itu aku tidak boleh menghalalkan apa yang telah kau makan !

Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, Aku akan menerima pinangannya dan perkahwinanya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya kerana aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Taala.

Maka pernikahan pun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkahwinan selesai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui isterinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berfikir akan tetap mengucapkan salam walaupun isterinya tuli dan bisu, kerana bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam,

Assalamualaikum

Tak disangka sama sekali wanita yang ada dihadapannya dan kini resmi jadi isterinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu , dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya. Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi isterinya itu menyambut uluran tangannya.

Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini. Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian berarti wanita yang ada dihadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula, Kata Tsabit dalam hatinya. Tsabit berfikir, mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan yang sebenarnya ?

Setelah Tsabit duduk di samping isterinya, dia bertanya, Ayahmu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta. Mengapa? Wanita itu kemudian berkata, Ayahku benar, kerana aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah. Tsabit bertanya lagi, Ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli, mengapa? Wanita itu menjawab, Ayahku benar, kerana aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah.

Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan? Tanya wanita itu kepada Tsabit yang kini sah menjadi suaminya. Tsabit mengangguk perlahan mengiyakan pertanyaan isterinya. Selanjutnya wanita itu berkata, aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Taala saja. Aku juga dikatakan lumpuh kerana kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang boleh menimbulkan kemurkaan Allah Taala.

Tsabit amat bahagia mendapatkan isteri yang ternyata amat soleh dan wanita yang memelihara dirinya. Dengan bangga ia berkata tentang isterinya, Ketika kulihat wajahnya Subhanallah, dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap.

Tsabit dan isterinya yang salihah dan cantik itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikurniakan seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke seluruh penjuru dunia, Beliau adalah Al Imam Abu Hanifah An Numan bin Tsabit.