Haluaran urin

17
1 Ikk 5A POLA URIN Secara umum haluaran (Effluent) adalah cairan yang mengalir keluar dari pasien. (Marelli, 2008) jadi haluaran urin adalah suatu keadaan dimana cairan (urin) keluar dari tubuh. Adapun macam-macam perubahan haluaran urin adalah sebagai berikut. 2.1 Inkontinensia urin 2.1.1 Definisi Adapun definisi dari inkontinensia urin adalah sebagai berikut. a. adalah suatu keadaan hilangnya kontrol urine involunte yang secara bjektif dapat terlihat jelas dan cukup berat hingga menjadi mesalah sosial atau masalah hygiene (Hamilton, 2009); b. adalah suatu keadaan dimana urin keluar secara involunter (Borley, 2006). 2.1.2 Etiologi Adapun etiologinya menurut Hamilton (2009) adalah sebagai berikut: a. Relaksasi dasar anggul (disfungsi) b. Infeksi c. Atrofi d. Obat-obatan e. Keluaran rin berlebih f. Imoilitas g. Disfungsi usus Adapun menurut Graber (2006) etiologi inkontinensia unrin adalah infeksi, ureteritis atau vaginitis atrofik, serta obat-obatan antara lain sedative, hipnotik, diuretic, opiate, penghambat saluran kalisum, antikolinergik (antidepresan, antihistamin), dekongestan, dan lainnya. Penyebab lainnya yang lebih sering adalah depresi, pembentukan urin berlebihan (diabetes), mobilitas yang terbatas, serta impaksi tinja. Selain itu juga bisa disebabkan oleh keadaan pasien yang tidak mampu pergi ke kamar mandi.

Transcript of Haluaran urin

Page 1: Haluaran urin

1 Ikk 5A

POLA URIN

Secara umum haluaran (Effluent) adalah cairan yang mengalir keluar dari

pasien. (Marelli, 2008) jadi haluaran urin adalah suatu keadaan dimana cairan

(urin) keluar dari tubuh. Adapun macam-macam perubahan haluaran urin adalah

sebagai berikut.

2.1 Inkontinensia urin

2.1.1 Definisi

Adapun definisi dari inkontinensia urin adalah sebagai berikut.

a. adalah suatu keadaan hilangnya kontrol urine involunte yang secara bjektif

dapat terlihat jelas dan cukup berat hingga menjadi mesalah sosial atau

masalah hygiene (Hamilton, 2009);

b. adalah suatu keadaan dimana urin keluar secara involunter (Borley, 2006).

2.1.2 Etiologi

Adapun etiologinya menurut Hamilton (2009) adalah sebagai berikut:

a. Relaksasi dasar anggul (disfungsi)

b. Infeksi

c. Atrofi

d. Obat-obatan

e. Keluaran rin berlebih

f. Imoilitas

g. Disfungsi usus

Adapun menurut Graber (2006) etiologi inkontinensia unrin adalah infeksi,

ureteritis atau vaginitis atrofik, serta obat-obatan antara lain sedative, hipnotik,

diuretic, opiate, penghambat saluran kalisum, antikolinergik (antidepresan,

antihistamin), dekongestan, dan lainnya. Penyebab lainnya yang lebih sering

adalah depresi, pembentukan urin berlebihan (diabetes), mobilitas yang terbatas,

serta impaksi tinja. Selain itu juga bisa disebabkan oleh keadaan pasien yang tidak

mampu pergi ke kamar mandi.

Page 2: Haluaran urin

2 Ikk 5A

2.1.3 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yag ditemukan pada pasien dengan retensi urin menurut

Hariati (2000) yaitu:

a. Ketidaknyamanan daerah pubis

b. Distensi vesika urinaria

c. Ketidak sanggupan untuk berkemih

d. Sering berkemih, saat vesika urinaria berisi sedikit urine. ( 25-50 ml)

e. Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya

f. Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih

g. Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.

2.1.4 Faktor Predisposisi

Menurut Asmadi (2008) faktor predisposisi inkontinensia urin adalah

sebagai berikut.

a. Usia

Usia bukan hanya berpengaruh pada eliminasi feses dan urine saja, tetapi

juga berpengaruh terhadap kontrol eliminasi itu sendiri. Anak-anak masih belum

mampu untuk mengontrol buang air besar maupun buang air kecil karena sistem

neuromuskulernya belum berkembang dengan baik. Manusia usia lanjut juga akan

mengalami perubahan dalam eliminasi tersebut. Biasanya terjadi penurunan tonus

otot, sehingga peristaltik menjadi lambat. Hal tersebut menyebabkan kesulitan

dalam pengontrolan eliminasi feses, sehingga pada manusia usia lanjut berisiko

mengalami konstipasi. Begitu pula pada eliminasi urine, terjadi penurunan kontrol

otot sfingter sehingga terjadi inkontinensia.

b. Diet

Pemilihan makanan yang kurang memerhatikan unsur manfaatnya, misalnya

jengkol, dapat menghambat proses miksi. Jengkol dapat menghambat miksi

karena kandungan pada jengkol yaitu asam jengkolat, dalam jumlah yang banyak

dapat menyebabkan terbentuknya kristal asam jengkolat yang akan menyumbat

saluran kemih sehingga pengeluaran utine menjadi terganggu. Selain itu, urine

Page 3: Haluaran urin

3 Ikk 5A

juga dapat menjadi bau jengkol. Malnutrisi menjadi dasar terjadinya penurunan

tonus otot, sehingga mengurangi kemampuan seseorang untuk mengeluarkan feses

maupun urine. Selain itu malnutrisi menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh

terhadap infeksi yang menyerang pada organ pencernaan maupun organ

perkemihan.

c. Cairan

Kurangnya intake cairan menyebabkan volume darah yang masuk ke ginjal

untuk difiltrasi menjadi berkurang sehingga urine menjadi berkurang dan lebih

pekat.

d. Latihan fisik

Latihan fisik membantu seseorang untuk mempertahankan tonus otot. Tonus

otot yang baik dati otot-otot abdominal, otol pelvis, dan diagfragma sangat

penting bagi miksi.

e. Stres psikologi

Ketika seseorang mengalami kecemasan atau ketakutan, terkadang ia akan

mengalami diare ataupun beser.

f. Temperatur

Seseorang yang demam akan mengalami peningkatan penguapan cairan

tubuh karena meningkatnya aktivitas metabolik. Hal tersebut menyebabkan tubuh

akan kekurangan cairan sehingga dampaknya berpotensi terjadi konstipasi dan

pengeluaran urine menjadi sedikit. Selain itu, demam juga dapat memegaruhi

nafsu makan yaitu terjadi anoreksia, kelemahan otot, dan penurunan intake cairan.

g. Nyeri

Seseorang yang berasa dalam keadaan nyeri sulit untuk makan, diet yang

seimbang, maupun nyaman. Oleh karena itu berpangaruh pada eliminasi urine.

h. Sosiokultural

Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Contoh saja di

masyarakat Amerika Utara mengharapkan agar fasilitas toilet merupaka sesuatu

yang pribadi , sementara budaya Eropa menerima fasilitas toilet yang digunakan

secara bersama-sama (Potter & Perry,2005).

i. Status volume

Page 4: Haluaran urin

4 Ikk 5A

Apabila cairan dan konsentrasi eletrolit serta solut berada dalam

keseimbangan, peningkatakan asupan cairan dapat menyebabkan peningkatan

produksi urine. Cairan yang diminum akan meningkatakan volume filtrat

glomerulus dan eksresi urina (Potter & Perry,2005).

j. Penyakit

Adanya luka pada saraf perifer yang menuju kandung kemih menyebabkan

hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung kemih, dan

individu mengalami kesulitan untuk mengontrol urinasi. Misalnya diabetes

melitus dan sklerosis multiple menyebabkan kondusi neuropatik yang mengubah

fungsikandung kemih. Artritis reumatoid, penyakit sendi degeneratif dan

parkinson, penyakit ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir (Potter &

Perry,2005).

k. Prosedur bedah

Klien bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan sebelum

menjali pembedahan yang diakibatkan oleh proses penyakit atau puasa praoperasi,

yang memperburuk berkurangnya keluaran urine. Respons stres juga

meningkatkan kadar aldosteron menyebabkan berkurangnya keluaran urine dalam

upaya mempertahankan volume sirkulasi cairan (Potter & Perry,2005).

l. Obat-obatan

Retensi urine dapat disebabkan oleh penggunaan obat antikolinergik

(atropin), antihistamin (sudafed), antihipertensi (aldomet), dan obat penyekat beta

adrenergik (inderal) (Potter & Perry,2005).

2.1.5 Epidemiologi

Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15–30% usia

lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit

mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia

urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun.

2.1.6 Klasifikasi

Page 5: Haluaran urin

5 Ikk 5A

Adapun klasifikasi inkonintesia urin menurut Hamilton (2009) adalah

sebagai berikut.

a. Inkontinensia urgensi

Kontraksi otot detrusor yang tidak terkontrol menyebabkan kebocoran urine,

kandug kemih yang hiperaktif, atau ketidakstabilan detrusor.

1. Disfungsi neurologis

2. Sistisis

3. Obstruksi pintu kandung kemih

b. Inkontinensia stress

Adalah keluarnya urin tanpa kontraksi detrusor.

1. Tonus otot pangul yang buruk

2. Defisiensi sfingter uretra, konginetal atau didapat

3. Kelebihan berat badan

c. Inkotinensia kombinasi

Adalah suatu kombinasi inkontinensia ombinasi gejala inkontinensia urgens

dan inkontinensia stress.

d. Inkontinensia overflow

Adalah menetes saat kandung kemih penuh.

1. Disfungsi neurologis

2. Penyakit endokrin

3. Penurunan kelenturan dinding kandung kemih

4. Obstruksi pintu keluar kandung kemih.

2.1.7 Patofisiologi

Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan

fisiologis juga dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan.

Pada tingkat yang paling dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat

di pusat berkemih disacrum. Jalur aferen membawa informasi mengenai volume

kandung kemih di medulla spinalis (Darmojo, 2000).

Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih melalui

penghambatan kerja syaraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung kemih yang

Page 6: Haluaran urin

6 Ikk 5A

dipersarafi oleh saraf simpatis serta saraf somatic yang mempersyarafi otot dasar

panggul.

Pengosongan kandung kemih melalui persarafan kolinergik parasimpatis

yang menyebabkan kontraksi kandung kemih sedangkan efek simpatis kandung

kemih berkurang. Jika kortek serebri menekan pusat penghambatan, akan

merangsang timbulnya berkemih. Hilangnya penghambatan pusat kortikal ini

dapat disebabkan karena usia sehingga lansia sering mengalami inkontinensia

urin. Karena dengan kerusakan dapat mengganggu kondisi antara kontraksi

kandung kemih dan relaksasi uretra yang mana gangguan kontraksi kandung

kemih akan menimbulkan inkontinensia.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan menurut Borley

(2006) adalah sebagai berikut.

a. Kultur urin : untuk menyingkirkan infeksi.

b. IVU : untuk menilai saluran bagian atas dan obstruksi

atau fistula.

c. Urodinamik

– Uroflowmetri : mengukur kecepatan aliran

– Sistrometri : menggambarkan kontraktur detrusor

– Sistometri video : menunjukkan kebocoran urin saat mengedan pada

pasien dengan inkontinensia stress dan flowmetri tekanan uretra:

mengukur tekanan uretra dan kandung kemih saat istirahat dan selama

berkemih.

d. Sistokopi : jika dicurigai terdapat batu atau neoplasma

kandung kemih

e. Pemeriksaan speculum vagina dan sistogram jika dicurigai terdapat fistula

vesikovagina.

2.1.9 Penatalaksanaan

Page 7: Haluaran urin

7 Ikk 5A

Adapun penatalksanaan yang dapat dilakukan oleh perawat menurut Borley

(2006) adalah sebagia berikut.

a. Inkontinensia urgensi

1. Terapai medikamentosa: modifikasi asupan cairan, hindari kafein, obati

setiap hari penyebab (infeksi, tunor, batu); latihan berkemih,

antikolinergik/relaksan otot polos (oksibutinin, tolterdin).

2. Terapi pembedahan sistokopi dan distensi kandung kemih, sistoplasti

augmentasi.

b. Inkontinensia stress

1. Terapi medikamentosa: latihan ototdasar panggul esterogen untuk

vaginitis atrofik.

2. Terapi pembedahan: uretropeksi retropubik atau endoskopik, perbaikan

vagina, sfingter buatan.

c. Inkontinensia overflow

1. Jika terdapat obstruksi: obati penyebab obstruksi, misalnya TURP.

2. Jika tidak terdapat obstruksi: drainase jangka pendek dengan kateter

untuk memungkinkan otot detrusor pulih dari peregangan berlebihan,

kemudian penggunaan stimulant otot detrusor jangja pendek

(berhenekol, distigmin). Jika semua gagal katerisasi intermiten yang

dilakukan sendiri (inkontinensia overflow neurogenik)

d. Fistula urinarius

Selalu membutuhkan terapi pembedahan.

2.2 Retensi Urin

2.2.1 Definisi

Adapun defisi retensi urin adalah sebagai berikut.

1. Retensi urin adalah pengumpulan urin di dalam kandung kemih dan

ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkannya sehingga terjadi

distensi (Hidayat, 2008).

2. Retensi urin adalah merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih

akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung

Page 8: Haluaran urin

8 Ikk 5A

kemih. Hal ini menyebabkan distensi vesika urinaria atau merupakan kedaan

ketika seseoarang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak

lengkap (Kozier, 2009).

3. Retensi urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika

urinaria (Masjoer, 2000).

4. Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun

terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner &

Suddarth).

Jadi, retensi urin adalah suatu keadaan dimana orang tidak dapat membuang

urin dikarenakan adanya penumpukan di kandung kemih.

2.2.2 Etiologi

Adapun penyebab dari penyakit retensi urine adalah sebagai berikut:

a. Supra Vesikal (kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2 S4

setinggi T12 L1)

Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun

seluruhnya, misalnya pada keadaan pasca operasi, kelainan medulla spinalis

yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.

b. Vesikal (kelemahan otot detrusor karena lama mengalami peregangan)

c. Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur,

batu kecil, tumor pada leher vesika, atau fimosis.

d. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran porstat, kelainan patologi

urethra (infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik kandung

kemih.

e. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine),

preparat antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin

Pseudoefedrin hidroklorida (Sudafed), preparat penyekat adrenergic

(Propanolol), preparat antihipertensi (hidralasin).

f. Penyebab tersering retensi urin adalah hipertrofi prostat jinak pada pria.

Penyebab lainnya diantaranya adalah ISK. Penyakit neurologis atau

keganasan prostat (Glendle, 2007).

Page 9: Haluaran urin

9 Ikk 5A

2.2.3 Tanda dan Gejala

Adapun tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut.

1. Ketidaknyamanan daerah pubis

2. Distensi vesika urinaria

3. Ketidaksanggupan untuk berkemih

4. Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50) ml

5. Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya

6. Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih

7. Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih (Hidayat,

2006).

2.2.4 Etiologi

Adapun atiologi retensi urin adalah sebagai berikut..

1. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria

2. Traumasumsum tulang belakang

3. Tekanan uretra yang tinggi karena otot detrusor yang lemah

4. Spingter yang kuat

5. Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat) (Hidayat,2006).

2.2.5 Patofisiologi

Pada retensi urine penderita tidak dapat miksi, kandung kemih berisi penuh

disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang

hebat disertai mengejan. Retensi urine dapat terjadi akibat faktor obat dan faktor

lainnya seperti ansietas, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya.

Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat

miksi di medulla spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis

sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang

mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal,

vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa

hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil

Page 10: Haluaran urin

10 Ikk 5A

menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi

bladder kemudian distensi abdomen. Faktor obat dapat mempengaruhi proses

BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga

menyebabkan produksi urine menurun. Factor lain berupa kecemasan, kelainan

patologi urethra, trauma dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot

perut, peri anal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik. Dari

semua faktor di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian terjadi poliuria

karena pengosongan kandung kemih tidak terjadi secara baik. Selanjutnya terjadi

distensi bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah

satunya berupa kateterisasi urethra.

2.2.6 Pemeriksaan penunjang

Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine

adalah sebagai berikut.

Pemeriksaan specimen urine.

a. Pengambilan: steril, random, midstream.

b. Pengambilan umum: mengetahui pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb,

Keton, Nitrit.

c. Sistoskopy, IVP.

d. Ureum dan elektrolit: mengetahui fumgsi ginjal

e. Kultur dan sensitivitas MSU: berhubungan dengan infeksi, termasuk

sistologi jika dicurigai terdapat tumor

f. Urodinamik: memberikan identifikasi dan penilaian masalah neurologis,

penilaian BPH (Borley, 2006).

2.2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah sebagai

berikut:

a. Kateterisasi urethra.

b. Dilatasi urethra dengan boudy.

c. Drainage suprapubik (Borley, 2006).

Page 11: Haluaran urin

11 Ikk 5A

2.3 Kandung Kemih Neurogenik

2.3.1 Definisi

Kandung Kemih Neurogenik (Neurogenic Bladder) adalah hilangnya fungsi

kandung kemih yang normal akibat kerusakan pada sebagian sistem

sarafnya (Isselbacher, ____).

2.3.2 Etiologi

Neurogenic bladder bisa terjadi akibat:

a. Penyakit seperti, diabetes miletus, uremia, hipotiroidisme, sindrom Guillain

Barre, neuropatik toksik.

b. Cedera

c. Cacat bawaan pada otak, medula spinalis atau saraf yang menuju ke

kandung kemih, saraf yang keluar dari kandung kemih maupun keduanya.

Suatu kandung kemih neurogenik bisa kurang aktif, dimana kandung kemih

tidak mampu berkontraksi dan tidak mampu menjalankan pengosongan kandung

kemih dengan baik atau menjadi terlalu aktif (spastik) dan melakukan

pengosongan berdasarkan refleks yang tak terkendali. Kandung kemih yang

kurang aktif biasanya terjadi akibat gangguan pada saraf lokal yang mempersarafi

kandung kemih.

Penyebab tersering adalah cacat bawaan pada medula spinalis (misalnya

spina bifida atau mielomeningokel). Suatu kandung kemih yang terlalu aktif

biasanya terjadi akibat adanya gangguan pada pengendalian kandung kemih yang

normal oleh medula spinalis dan otak. Penyebabnya adalah cedera atau suatu

penyakit, misalnya sklerosis multipel pada medula spinalis yang juga

menyebabkan kelumpuhan tungkai (paraplegia) atau kelumpuhan tungkai dan

lengan (kuadripelegia). Cedera ini seringkali pada awalnya menyebabkan kandung

kemih menjadi kaku selama beberapa hari, minggu atau bulan (fase syok).

Selanjutnya kandung kemih menjadi overaktif dan melakukan pengosongan yang

tak terkendali (Engram, 1998).

Page 12: Haluaran urin

12 Ikk 5A

2.3.3 Patofisiologi

Jika masalah datang dari sistem saraf pusat, maka beberapa siklus akan

terpengaruhi. Beberapa bagian sistem saraf yang mungkin terlibat diantaranya

otak, pons, medula spinalis dan saraf perifer. Sebuah kondisi disfungsi

menghasilkan gejala yang berbeda, berkisar antara retensi urin akut hingga

overaktivitas kandung kemih atau kombinasi keduanya. Ketidaklancaran urinaria

berasal dari disfungsi kandung kemih, spinkter atau keduanya. Overaktivitas

kandung kemih (spastic bladder) berhubungan dengan gejala ketidak lancaran

yang mendesak, sedangkan spincter underaktivitas (decreased resistance)

menghasilkan gejala stress incontinence.

a. Lesi otak

Lesi otak diatas pons merusak pusat kontrol, menyebabkan hilangnya

kontrol ekskresi secara keseluruhan. Refleks ekskresi traktus urinarius

bagian bawah refleks ekskresi primitif tetap utuh. Beberapa individu

mengeluhkan ketidakmampuan mengendalikan ekskresi yang parah, atau

spastic kandung kemih. Pengosongan kandung kemih yang terlalu cepat atu

terlalu sering, dengan kuantitas yang rendah, dan pengisian urin di kandung

kemih menjadi sulit. Biasanya, orang dengan masalah ini berlari cepat ke

kamar mandi namun urin keluar sebelum mereka mencapai tujuan. Mereka

mungkin sering terbangun di malam hari untuk berkemih. Contoh lesi

otaknya strok, tumor otak, parkinson. Hidrosepalus, cerebral palsy, dan Shy-

Drager syndrome juga dapat menyebabkan hal tersebut.

b. Lesi medula spinalis

Penyakit atau cidera medula spinalis diantara pons dan sakral menghasilkan

spastic bladder atau overactive bladder. Orang dengan paraplegic atau

quadriplegic memiliki lower extremity spasticity. Awalnya, setelah trauma

medula spinalis, individu masuk kedalam fase shock spinal dimana sistem

saraf berhenti. Setelah 6-12 minggu, sistem saraf aktif kembali. Ketika

sistem saraf aktif kembali, menyebabkan hiperstimulasi organ yang terlibat.

c. Cedera sacral

Page 13: Haluaran urin

13 Ikk 5A

Cedera pada medula sakrum dan akar saraf yang keluar dari sakrum

mungkin mencegah terjadinya pengosongan kandung kemih. Jika terjadi

sensory neurogenik bladder, pasien tidak akan tau kapan kandung kemihnya

penuh. Pada kasus motor neuriogenik bladder , inidividu mngkin merasakan

kandung kemih penuh, namun otot detrusor tidak bereaksi, hal ini disebut

detrusor arefleksia.

d. Cidera saraf perifer

Diabetes mellitus dan AIDS adalah 2 kondisi penyebab periferal neuropaty

yang menyebabkan rentensio urin. Penyakit ini merusak saraf kandung

kemih, distensi tidak nyeri dari kandung kemih. Pasien dengan diabetes

kronis kehilangan sensasi dari kandung kemih, sebelum kandung kemih

melakukan dekompensata. Serupa dengan cedera pada sakrum, pasien akan

sulit untuk berkemih, mereka mungkin mempunyai hypocontractile bladder.

2.3.4 Tanda dan Gejala

1. Nyeri

Gejalanya bervariasi berdasarkan apakah kandung kemih menjadi kurang

aktif atau overaktif. Suatu kandung kemih yang kurang aktif biasanya tidak

kosong dan meregang sampai menjadi sangat besar. Pembesaran ini

biasanya tidak menimbulkan nyeri karena peregangan terjadi secara

perlahan dan karena kandung kemih memiliki sedikit saraf atau tidak

memiliki saraf lokal.

2. Pada beberapa kasus, kandung kemih tetap besar tetapi secara terus menerus

menyebabkan kebocoran sejumlah air kemih.

3. Infeksi

Sering terjadi infeksi kandung kemih karena sisa air kemih di dalam

kandung kemih memungkinkan pertumbuhan bakteri. Bisa terbentuk batu

kandung kemih, terutama pada penderita yang mengalami infeksi kandung

kemih menahun yang memerlukan bantuan kateter terus menerus. Gejala

dari infeksi kandung kemih bervariasi, tergantung kepada jumlah saraf yang

masih berfungsi.

Page 14: Haluaran urin

14 Ikk 5A

4. Suatu kandung kemih yang overaktif bisa melakukan pengisian dan

pengosongan tanpa kendali karena berkontraksi dan mengendur tanpa

disadari. Pada kandung kemih yang kurang aktif dan yang overaktif, tekanan

dan arus balik air kemih dari kandung kemih ke ureter bisa menyebabkan

kerusakan ginjal. Pada penderita yang mengalami cedera medula spinalis,

kontraksi dan pengenduran kandung kemih tidak terkoordinasi, sehingga

tekanan di dalam kandung kemih tetap tinggi dan ginjal tidak dapat

mengalirkan air kemih.

2.3.5 Pengobatan

Adapun pengbatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

a. Kateterisasi

b. Meningkatkan intake cairan

c. Pembedahan merupakan cara terakhir

Pada kandung kemih yang kurang aktif, jika penyebabnya adalah cedera

saraf, maka dipasang kateter melalui uretra untuk mengosongkan kandung kemih,

baik secara berkesinambungan maupun untuk sementara waktu. Kateter dipasang

sesegera mungkin agar otot kandung kemih tidak mengalami kerusakan karena

peregangan yang berlebihan dan untuk mencegah infeksi kandung kemih.

Pemasangan kateter secara permanen lebih sedikit menimbulkan masalah

pada wanita dibandingkan dengan pria. Pada pria, kateter bisa menyebabkan

peradangan uretra dan jaringan di sekitarnya. Pada kandung kemih overaktif, jika

kejang pada saluran keluar kandung kemih menyebabkan pengosongan yang tidak

sempurna, maka bisa dipasang kateter. Pada pria lumpuh yang tidak dapat

memasang kateternya sendiri, dilakukan pemotongan sfingter (otot seperti cincin

yang melingkari lubang) di saluran keluar kandung kemih sehingga proses

pengosongan bisa terus berlangsung dan dipasang penampung air kemih. Bisa

diberikan rangsangan listrik pada kandung kemih, saraf yang mengendalikan

kandung kemih atau medula spinalis; supaya kandung kemih berkontraksi. Tetapi

hal ini masih dalam taraf percobaan.

Page 15: Haluaran urin

15 Ikk 5A

Pemberian obat-obatan bisa memperbaiki fungsi penampungan air kemih

oleh kandung kemih. Pengendalian kandung kemih overaktif biasanya bisa

diperbaiki dengan obat yang mengendurkan kandung kemih, seperti obat

anticholinergik. Tetapi obat ini bisa menimbulkan efek samping berupa mulut

kering dan sembelit. Kadang dilakukan pembedahan untuk mengalirkan air kemih

ke suatu lubang eksternal (ostomi) yang dibuat di dinding perut atau untuk

menambah ukuran kandung kemih. Air kemih dari ginjal dialirkan ke permukaan

tubuh dengan mengambil sebagian kecil usus halus, yang dihubungkan dengan

ureter dan disambungkan ke ostomi; air kemih dikumpulkan dalam suatu kantung.

Prosedur ini disebut ileal loop.

Penambahan ukuran kandung kemih dilakukan dengan menggunakan

sebagian usus dalam suatu prosedur yang disebut sistoplasti augmentasi disertai

pemasangan kateter oleh penderita sendiri. Sebagai contoh, sautau hubungan

dibuat diantara kandung kemih dan lubang di kulit (verikostomi) sebagai tindakan

sementara sampai anak cukup dewasa untuk menjalani pembedahan definitif.

Tindakan-tindakan tersebut dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya

batu ginjal. Dilakukan pengawasan ketat terhadap fungsi ginjal. Jika terjadi

infeksi, segera diberikan antibiotik. Dianjurkan untuk minum air putih sebanyak

6-8 gelas/hari.

2.4 Kandung Kemih Flaccid dan Spastic

2.4.1 Definisi Kandung Kemih Flaksid dan Spastik

Adapun menurut Muttaqin (2008) adalah sebagai berikut.

a. Kandung Kemih Flaksid

Adalah suatu keadaan dimana kandung kemih mengalami kelayuan

sehingga tidak mampu menyimpan urin.

b. Kandung Kemih Spastik

Adalah suatu keadaan dimana kandung kemih mengalami kekakuan

sehingga tidak mampu mengosongkan kandung kemih.

Page 16: Haluaran urin

16 Ikk 5A

2.4.2 Perbedaan Kandung Kemih Spastik dan Flaksid

No Spastik Flaksid

1 Kaku Layuh

2 Reflek fisiologis Reflex fisiologis

3 Reflex patologis (+) Reflex patologis (-)

4 Tidak ditemukan atrofi,

kecuali sudah berlangsung

lama

Atrofi cepat terjadi

5 Tonus otot meningkat Tonus normal atau menurun

Sumber: Heldayana 2010

2.4.3 Etiologi

Secara umum, etiologi paralisis menurut Heldayana (2010) disebabkan oleh:

a. Perubahan pada tonus otot

b. Guillain-Barre syndrome (GBS)

c. Myasthenia gravis

d. poliomyelitis paralitik dan myelitis transversal

e. etiologi yang jarang terjadi berupa neuritis traumatis, ensefalitis, meningitis

dan tumor

f. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa virus West Nile juga dapat

menyebabkan paralisis flaksid.

2.4.4 Manifestasi klinis sindrom paralisis

Adapunmanifestasi klinis menurut Heldayana (2010) adalah sebagai berikut.

a. Spastic

1. Penurunan kekuatan otot dan gangguan kontrol motorik halus

2. Peningkatan tonus spastik

3. Refleks regang yang berlebihan secara abnormal, dapat disertai oleh

klonus

4. Hipoaktivitas atau tidak adanya refleks eksteroseptif (refleks

abdominal, refleks plantar, dan refleks kremaster).

Page 17: Haluaran urin

17 Ikk 5A

5. Refleks patologis (refleks Babinski, Oppenheim, Gordon, dan

Mendel-Bekhterev, serta diinhibisi respons hindar (flight), dan

6. Pada awalnya massa otot tetap baik.

b. Flaksid

1. Penurunan kekuatan kasar

2. Hipotonia atau atonia otot

3. Hiporefleksia atau arefleksia

4. Atrofi otot

4.2.1 Penatalaksanaan

1. Pengggunaan kateter sangat efektif untuk mengatasi gangguan kandung

kemih (Muttaqin, 2008 )

2. Untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih, dapat diberika asam

askorbat unttuk mengasamkan urin, sehingga kemungkinan bakteri

untuk tumbuh sangat kecil.

3. Selain itu pemberian antibiotic juga dibutuhkan.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien inkontinensia adalah sebagai berikut :

1. Inkonteninsia Urine: stress berhubungan dengan kelemahan otot pelvis dan

struktur dasar penyokongnya.

2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan penurunan kontrol miksi.

3. Resiko infeksi b.d inkontinensia, imobilitas dalam waktu yang lama.

4. Resiko Kerusakan Integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan

oleh urine.

5. Resiko Isolasi Sosial berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat

mengompol di depan orang lain atau takut bau urine.

6. Resiko ketidakefektifan penatalaksaan program terapeutik yang berhubungan

dengan ketidakcukupan pengetahuan tenttang penyebab inkontinen,

penatalaksaan, progam latihan pemulihan kandung kemih, tanda dan gejala

komplikasi, serta sumbe komonitas.