Hak Tanggungan Dan Penyelesaian Npl
-
Upload
sigit-pramono -
Category
Documents
-
view
165 -
download
4
Transcript of Hak Tanggungan Dan Penyelesaian Npl
HAK TANGGUNGAN
DAN
PENYELESAIAN NPL MELALUI PENYERAHAN JAMINAN
Oleh :
HERDIMANSYAH CHAIDIRSYAH, SH
NOTARIS/PPAT DI JAKARTA
Hak Tanggungan dan Penyelesaian NPL melalui Penyerahan Jaminan *1)
A. Hak Tanggungan .
Sesuai ketentuan Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas
Tanah beserta benda yang berkaitan dengan tanah, Hak Tanggungan adalah hak jaminan
yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk
pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.
Obyek Hak Tanggungan adalah :
1. Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha;
2. Hak Pakai atas tanah Negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar
dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak
Tanggungan;
3. Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik, Bangunan
Rumah susun dan Hak Milik atas satuan rumah susun yang berdiri di atas tanah
hak milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang diberikan oleh negara;
4. Bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
yang bersangkutan.
*) disajikan pada acara Sosialisasi Strenghten NPL & Foreclosed Asset Management di
Bank UOB Indonesia, Jakarta, 13 September 2012.
Syarat pemberian Hak Tanggungan adalah :
- wajib dilakukan dengan akta otentik dalam hal ini Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT);
- wajib disebut secara jelas dan pasti piutang yang mana yang dijamin dan jumlahnya
atau nilai tanggungannya selain dicantumkan nama, identitas dan domisili kreditor
dan pemberi Hak Tanggungan disebut juga syarat Spesialitas;
- Wajib didaftarkan pada kantor Pertanahan kota/kabupaten dimana tanah berada agar
dengan mudah dapat diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan siapa
kreditornya, berapa jumlah yang dijamin serta benda-benda mana yang dijadikan
jaminan, disebut juga syarat Publisitas.
Pemberi Hak Tanggungan adalah :
- orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk
melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan, umumnya adalah
pemberi Hak Tanggungan adalah Debitornya sendiri tetapi dimungkinkan juga pihak
lain yang disebut Penjamin/penanggung
Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji yang diberikan
oleh kedua belah pihak antara lain yaitu :
1. janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk menyewakan
obyek hak tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa
dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih
dahulu dari pemegang hak tanggungan;
2. janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak tanggungan untuk mengubah
bentuk dan tata susunan obyek hak tanggungan, kecuali dengan persetujuan
tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan;
3. janji untuk memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk
mengelola obyek hak tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan apabila
debitor sungguh-sungguh cedera janji ;
4. janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk
menyelamatkan obyek hak tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan
eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang
menjadi obyek hak tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan
undang-undang;
5. janji bahwa pemegang hak tanggungan yang pertama mempunyai hak untuk
menjual atas kekuasaan sendiri obyek hak tanggungan apabila debitor cidera janji;
6. janji yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan pertama bahwa obyek hak
tanggungan tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan;
7. janji bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas obyek
hak tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak
tanggungan;
8. janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian
dari ganti rugi yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan
piutangnya apabila obyek hak tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi hak
tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum;
9. janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian
dari uang asuransi yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan
piutangnya jika obyek hak tanggungan diasuransikan;
10. janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek hak
tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan;
janji-janji dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan ini sifatnya fakultatif artinya dapat
dikurangi atau ditambahkan asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan UU Hak
Tanggungan, tetapi ada janji yang tidak boleh atau dilarang yaitu janji yang memberikan
kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki obyek hak tanggungan
apabila debitor cidera janji dan apabila diadakan maka janji tersebut batal demi hukum,
hal ini untuk melindungi kepentingan pemberi hak tanggungan.
Eksekusi Hak Tanggungan.
Apabila Debitor cidera janji, obyek hak tanggungan oleh kreditor pemegang hak
tanggungan dijual melalui pelelangan umum sesuai tatacara dan yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kreditor selaku pemegang hak
tanggungan berhak untuk mengambil seluruh atau sebagian hasilnya untuk pelunasan
piutangnya yang dijamin dengan hak tanggungan tersebut, dengan hak mendahului
daripada kreditor-kreditor lain ini yang disebut eksekusi hak tanggungan.
Dasar eksekusi hak tanggungan yaitu :
1. hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual obyek hak tanggungan,
atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan tersebut;
2. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat hak tanggungan.
B.Penyelesaian NPL melalui Penyerahan Jaminan.
Walaupun pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilaksanakan melalui pelelangan
umum dikarenakan dengan cara demikian diharapkan dapat memperoleh harga yang
paling tinggi untuk obyek Hak tanggungan yang dijual, tetapi jika diperkirakan tidak
akan menghasilkan harga yang tinggi maka sesuai ketentuan pasal 20 ayat 2 dan 3 yaitu :
- atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan penjualan obyek hak
tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika demikian itu dapat diperoleh
harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak;
penjualan obyek hak tanggungan oleh pemberi hak tanggungan yang hasilnya disepakati
untuk digunakan melunasi piutang kreditor ini merupakan pengertian „penjualan
sukarela‟karena walaupun dibebani hak tanggungan, obyek tersebut masih merupakan
hak pemberi hak tanggungan karena ia mempunyai hak untuk menjualnya kepada
siapapun yang dikehendakinya, tidak terkecuali kepada pemegang hak tanggungan
sendiri sesuai asas “Droit de Suite” hal ini pun sesuai ketentuan pasal 7 UU Hak
Tanggungan, penjualan tersebut tentu tidak boleh dilakukan dengan merugikan pihak
lain misalnya dilakukan dengan harga yang tidak wajar dimana hal tersebut dapat
dituntut pembatalan oleh pihak yang merasa dirugikan dengan lembaga “actio pauliana”
sesuai ketentuan pasal 1341 KUHPerdata.
Didalam Undang-undang Hak tanggungan pasal 6 apabila debitor cidera janji dalam
memenuhi kewajibannya maka pemegang hak tanggungan mempunyai hak untuk
menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut hal ini dikenal sebagai
“parate executie” dimana tidak perlu diperjanjikan sebagaimana dalam hipotek dahulu
sesuai pasal 1178 juncto 1211 KUHPdt sehingga dengan hal ini lebih mudah karena
tidak memerlukan penetapan ketua pengadilan negeri untuk melakukan pelelangan
umum tetpi kreditor dapat langsung mengajukan permintaan kepada kepala kantor lelang
negarauntuk melakukan penjualan obyek hak tanggungan yang bersangkutan.
Pada prinsipnya Perjanjian Penyerahan Jaminan dibuat secara sukarela oleh pihak
Debitor/pemilik jaminan dengan kreditor/Bank dikarenakan Debitor sudah dikatagorikan
macet selama jangka waktu tertentu dan para pihak telah sepakat bahwa pembayaran
utang debitor tersebut dibayar oleh debitor/pemilik jaminan dengan hasil penjualan atas
jaminan yang diberikan kepada kreditor dimana sebelumnya harus disepakati jumlah
akhir utang debitor terlebih dahulu. Sesuai ketentuan pasal 1131 KUHPerdata dimana
diletakan asas umum hak Kreditur terhadap Debiturnya dimana ditentukan “segala
kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun tak bergerak, baik yang sudah ada
maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala
perikatannya” sehingga dapat disimpulkan seorang kreditur boleh mengambil pelunasan
dari setiap bagian dari harta kekayaan debitur, setiap bagian kekayaan debitur dapat
dijual guna pelunasan tagihan kreditur, Hak tagihan kreditur hanya dijamin dengan harta
benda Debitur, disamping juga ketentuan pasal 1320, 1321 KUHPdt;
Dalam penyerahan jaminan tersebut dicantumkan pula kuasa baik untuk melakukan
pengosongan maupun untuk melakukan penjualan dimana sesuai ketentuan dalam pasal
1200 dan pasal 1831 KUHPdt dimana bila Persil milik Debitur dihuni oleh pihak ketiga
maka dapat menuntut agar persil tersebut dieksekusi untuk dilakukan penjualan untuk
menutup hutang Debitur atau dikenal dengan Hak Utama untuk menuntut penjualan lebih
dahulu atas barang Debitur, dan atas Kuasa-kuasa dalam PPJK tersebut tidak akan
berakhir karena sebab yang diatur dalam pasal 1813, 1814 dan 1815 KUHPdt.
Sesuai ketentuan dalam pasal 12 A ayat 1 UU nomor 7 tahun 1992 sebagaimana
telah diubah dengan UU nomor 10 tahun 1998 menyatakan bahwa Bank Umum dapat
membeli sebagian atau seluruh agunan baik melalui pelelangan maupun di luar
pelelangan berdasarkan penyerahan sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa
untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal debitur tidak memenuhi
kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan
secepatnya atau selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu tahun.
Jakarta, 11 September 2012.