RekonstRuksi Hak tanggungan -...

283

Transcript of RekonstRuksi Hak tanggungan -...

Page 1: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian
Page 2: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

RekonstRuksi PaRate eksekusi

Hak tanggungan atas tanah yang Berkeadilan

Oleh : Anis Mashdurohatun

Zaenal Arifin Gunarto

Penerbit :UNISSULA PRESS 2016

ISBN : 978-602-1145-72-2

Page 3: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilanii

Perpustakaan Nasional:Katalog dalam Terbitan (KDT)

RekOnstRuksi PARAte eksekusi HAk tAnGGunGAn AtAs tAnAH yAnG BeRkeAdilAnOleh : Anis MashdurohatunZaenal ArifinGunarto

17 x 25 ; vi + 274 Halaman

ISBN : 978-602-1145-72-2

Penerbit :UNISSULA PRESSUniversitas Islam Sultan Agung SemarangJl. Raya Kaligawe, Km.4 Semarang 50112 PO. Box 1054/SMTelp. (024) 6583584

Dicetak :SA-Press

Desain sampul dan tata letak : Abadi Tejokusumo

Cetakan Pertama : Mei 2016

Pengutipan isi buku iniHarus disertai pencantuman sumber aslinyaHak cipta dilindungi Undang-UndangAll right reserves

Page 4: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan iii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi yang dibukukan ini yang berjudul Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan.

Dunia keuangan mengalami kesulitan besar ketika terjadi kredit macet dalam pembiayaan kepada nasabah. Salah satu solusi yang seharusnya efektif tidak menjadi solutif manakala ketika jaminan hak tanggungan yang menjadi jaminan dieksekusi oleh pihak kreditur namun malah menimbulkan konflik yang pelik.

Kesulitan untuk melaksanakan eksekusi hak tanggungan ketika terjadi kredit macet melalui pranata parate eksekusi hak tanggungan atas tanah dari waktu ke waktu membawa kajian dalam buku ini mengerucut pada 3 (tiga) akar permasalahan. Pertama, mengapa pelaksanaan parate ekskusi hak tanggungan atas tanah belum berkeadilan. Kedua, apa yang menjadi kelemahan dalam pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan atas tanah saat ini. Ketiga, bagaimana rekonstruksi parate eksekusi hak tanggungan atas tanah yang berbasis nilai keadilan.

Pelaksanaan hukum parate eksekusi hak tanggungan atas tanah saat ini yang belum berkeadilan di mana kedudukan yang tidak seimbang dalam perjanjian kreditur dengan debitur, pelaksanaan parate eksekusi yang tidak berkeadilan bagi debitur, dan lembaga lelang bersifat pasif. Hal ini ditunjang dengan beberapa kelemahan pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan saat ini di mana terjadi inkonsistensi muatan materi dalam UU Hak Tanggungan mengenai parate eksekusi, perbandingan parate eksekusi dengan grosse akta, dan kelemahan obyektif pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan.

Berdasarkan diagnosis tersebut dilakukan rekonstruksi parate eksekusi hak tanggungan atas tanah yang berbasis nilai keadilan di mana konsep individualisme dalam parate eksekusi, pergeseran dari individualisme menuju social justice, menjawab perbedaan substansi parate eksekusi hak tanggungan dalam UU Hak Tanggungan, Perbandingan parate eksekusi di Indonesia dengan Belanda dan rekonstruksi parate eksekusi hak tanggungan yang berbasis nilai keadilan dengan memperkuat kedudukan lembaga parate eksekusi dengan membuat aturan-aturan pelaksana, dan melakukan perubahan UU Hak Tanggungan.

Page 5: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilaniv

Kemudian Penulis juga tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua penulis atas segala limpahan curahan kasih dan sayang, terima kasih kepada keluarga yang senantiasa mendukung, mendoakan dan berjuang bersama. Terima kasih pula kepada segenap teman, sahabat dan kolega atas segala support dan kontribusinya. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Mas Arseto Endro S, S.H., M.H yang telah berkenan menjadi editor buku ini. Kemudian terima kasih kepada penerbit yang telah berkenan menerbitkan buku ini sehingga khazanah keilmuan yang ada di dalam buku ini dapat tersampaikan kepada insan akademik, praktisi, dan masyarakat yang membutuhkan referensi mengenai parate eksekusi hak tanggungan atas tanah.

Melalui rekonstruksi pelaksanaan hukum parate eksekusi hak tanggungan atas tanah yang berbasis nilai keadilan pada buku ini diharapkan dapat menjawab kelemahan dalam pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan atas tanah sehingga dapat mewujudkan kepastian hukum, kemanfatan, dan keadilan.

Semoga Allah SWT berkenan memberikan balasan yang setimpal atas budi baik dan bantuan tulus ikhlas bapak/ibu, saudara-saudara semua. Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa buku ini baru merupakan studi awal atau hanya sebagian dari pengembangan parate eksekusi hak tanggungan atas tanah yang berkeadilan masih sangat banyak dan luas bidang parate eksekusi dalam lembaga hukum jaminan. Oleh karena itu, semua kritik dan saran bagi kesempurnaan buku ini akan Penulis terima dengan hati yang lapang dan ucapan terima kasih. Harapan penulis agar studi yang berkaitan dengan parate eksekusi pada umumnya akan terus dikembangkan. Semoga buku ini dapat memenuhi fungsinya.

Semarang, April 2016

Anis Mashdurohatun, Zaenal Arifin dan Gunarto

Page 6: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................................. iiiDAFTAR ISI

BAB iPendAHuluAn ................................................................................................................................... 1A. LATAR BELAKANG MASALAH ................................................................................................ 1B. URGENSI REKONSTRUKSI PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH YANG BERKEADILAN .................................................................................... 9C. TUJUAN DAN KEGUNAAN BUKU REKONSTRUKSI PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN YANG BERKEADILAN ................................................. 10D. KERANGKA PEMIKIRAN BUKU ............................................................................................. 11E. REKONSTRUKSI TEORI PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH .................................................................................................................................. 22

BAB iiPeleMBAGAAn, PenGAtuRAn, dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA .............................................................................................. 49A. HUKUM JAMINAN ........................................................................................................................ 49B. LEMBAGA JAMINAN .................................................................................................................. 82C. HAK TANGGUNGAN .................................................................................................................... 115D. EKSEKUSI DAN PARATE EKSEKUSI ..................................................................................... 123

BAB iiiPelAksAnAAn HukuM PARAte eksekusi HAk tAnGGunGAn AtAs tAnAH sAAt ini yAnG BeluM BeRkeAdilAn ..................................................... 141A. KEDUDUKAN YANG TIDAK SEIMBANG DALAM PERJANJIAN KREDITUR DENGAN DEBITUR ................................................................... 141B. PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI YANG TIDAK BERKEADILAN BAGI DEBITUR .............................................................................................................................. 148C. LEMBAGA LELANG BERSIFAT PASIF ................................................................................... 157

BAB iVkeleMAHAn keleMAHAn PelAksAnAAn PARAte eksekusiHAk tAnGGunGAn sAAt ini....................................................................................................... 169A. INKONSISTENSI MUATAN MATERI DALAM UU HAK TANGGUNGAN MENGENAI PARATE EKSEKUSI ................................................... 169B. PERBANDINGAN PARATE EKSEKUSI DAN EKSEKUSI GROSSE AKTA ........................... 179C. KELEMAHAN OBYEKTIF PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN .................................................................................................................... 187

Page 7: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilanvi

BAB VRekOnstRuksi PARAte eksekusi HAk tAnGGunGAn AtAs tAnAH yAnG BeRBAsis nilAi keAdilAn ............................................................................................ 199A. KONSEP INDIVIDUALISME DALAM PARATE EKSEKUSI ............................................ 199B. PERGESERAN DARI INDIVIDUALISME MENUJU SOCIAL JUSTICE .......................... 206C. MENJAWAB PERBEDAAN SUBSTANSI PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU HAK TANGGUNGAN ................................................. 222D. PERBANDINGAN PARATE EKSEKUSI DI INDONESIA DENGAN BELANDA ....... 230E. REKONSTRUKSI PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN YANG BERBASIS NILAI KEADILAN ...................................................................................... 233

BAB ViPenutuP ................................................................................................................................................ 253A. KESIMPULAN ................................................................................................................................ 253B. SARAN ............................................................................................................................................ 256C. IMPLIKASI ....................................................................................................................................... 257

dAFtAR PustAkA ............................................................................................................................. 259

Page 8: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 1

BAB IPENDAHULUAN

A. lAtAR BelAkAnG MAsAlAHRoda perekonomian dalam sebuah negara secara langsung

dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang secara makro diatur oleh otoritas negara, dan secara mikro digerakkan sepenuhnya oleh masyarakat. Secara makro, otoritas negara yang diwakili oleh pemerintah memiliki peran dan fungsi sebagai regulator, yang menyiapkan segala regulasi dalam bidang ekonomi, diantaranya adalah regulasi mengenai lembaga keuangan. Regulasi ini nantinya akan digunakan untuk semakin mendorong dan mempermudah pelaku-pelaku ekonomi baik perseorangan maupun badan-badan usaha dalam hal menjalankan segala kegiatan ekonomi.

Lembaga perbankan merupakan poros utama dari sistem keuangan suatu Negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam menggalakkan pembangunan, khususnya di bidang material melalui kegiatan perkreditan. Sebagai suatu lembaga keuangan, bank menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik Negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya untuk selanjutnya disalurkan melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan oleh bank. Baik dalam kedudukannya sebagai lembaga dengan fungsi pembiayaan, maupun melancarkan mekanisme sistem pembayaran.

Lembaga perbankan mempunyai peranan strategis yaitu menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan ke masyarakat dalam bentuk pemberian kredit sehingga mampu mendorong roda perekonomian masyarakat. Dalam konteks ini, bank menyalurkan kredit berdasarkan

Page 9: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan2

kepentingan ekonomi masyarakat. Hal ini tidak lepas dari situasi di mana pada satu sisi, terdapat golongan masyarakat yang memiliki dana lebih, namun tidak memiliki cukup kemampuan untuk mengelola dana tersebut, sedangkan disisi lain terdapat golongan masyarakat yang memiliki kemampuan untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut melalui kegiatan ekonomi guna mendapatkan akumulasi keuntungan namun mempunyai masalah kurangnya dana. Untuk mengakomodir kepentingan masyarakat dimaksud, diperlukan lembaga intermediary yang bertindak sebagai penyedia dana bagi masyarakat yang memerlukan dana.

Di satu sisi, ada sekumpulan masyarakat yang memiliki kelebihan dana tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengolah dana tersebut, tapi di sisi lain terdapat juga masyarakat yang memiliki kemampuan untuk mengolah dana tersebut demi mendapatkan keuntungan namun terhambat akan masalah kurangnya dana bahkan tidak ada dana yang bisa digunakan. Untuk memecahkan masalah tersebut keduanya diperlukan lembaga intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang akan menyediakan dana bagi debitur yang memerlukan dana karena keadaan ekonomi yang terhambat.

Sesuai dengan ketentuan UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pada Pasal 1 angka 2 dan angka 5, Bank memperoleh sumber dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Namun demikian, dalam kenyataannya, tidak semua kredit yang disalurkan kepada masyarakat dapat kembali dengan lancar sebagaimana mestinya atau sering disebut sebagai kredit macet. Kredit macet ini merupakan suatu risiko kerugian yang mungkin timbul dan diakibatkan dari kegagalan debitur dalam memenuhi kewajibannya berdasarkan Perjanjian Kredit.

Resiko kredit dalam konteks lembaga keuangan merupakan sebuah kejadian umum, namun memiliki dampak negatif yang apabila tidak dapat diatasi akan berpengaruh pada tingkat kesehatan lembaga keuangan tersebut. Sekalipun demikian, resiko ini dapat dikelola dan

Page 10: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 3

dikendalikan, dengan cara melakukan tindakan antisipasi dalam hal pemberian kredit. Oleh karena itu, dalam pemberian kreditnya bank harus memperhatikan prinsip-prinsip pemberian kredit yang benar, di mana salah satunya adalah melalui penilaian agunan (coleteral) berupa jaminan yang dapat digunakan sebagai perlindungan bagi kreditor (lembaga keuangan) apabila terjadi wanprestasi atau cidera janji.

Keberadaan agunan berupa jaminan dipandang sangat penting meskipun tidak dapat dikatakan mutlak dalam pemberian kredit dari lembaga keuangan kepada masyarakat. Dalam praktik perbankan sehari-hari, agunan tersebut dapat diikat dengan lembaga jaminan Gadai berdasarkan KUH Perdata dan lembaga jaminan Fidusia berdasarkan UU No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disingkat UU Jaminan Fidusia), apabila agunan tersebut merupakan benda bergerak, atau dengan lembaga Hak Tanggungan berdasarkan UU No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (selanjutnya disingkat UU Hak Tanggungan), apabila agunan tersebut berupa tanah dan atau bangunan.

Pada praktiknya, nilai agunan berupa tanah dan atau bangunan dianggap mempunyai collateral coverage yang relatif stabil dari pada agunan lainnya sehingga lebih disukai oleh lembaga keuangan. Nilai agunan berupa barang bergerak yang biasanya justru mengalami penurunan atau penyusutan seiring dengan bertambahnya waktu. Nilai agunan berupa tanah dan/atau bangunan biasanya akan mengalami peningkatan nilai jual (nilai ekonomis) dari tahun ke tahun terutama di kota-kota besar

. Bank juga beranggapan bahwa jaminan yang bersifat kebendaan berupa tanah, akan lebih memberikan rasa aman dan kepastian hukum dalam pelaksanaan eksekusinya apabila debitur cidera janji atau wanprestasi terhadap kewajibannya.

Penggunaan lembaga Hak Tanggungan oleh lembaga keuangan sebagai jaminan atas kredit dari debitur untuk pelunasan hutang dirasa lebih memberikan rasa aman dalam hal pemberian kredit, bila dibandingkan dengan ketentuan mengenai adanya jaminan dalam KUH

Page 11: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan4

Perdata pada Pasal 1131. Ketentuan pada Pasal 1131 KUH Perdata berbunyi :

“Segala harta kekayaan Debitor, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sekarang ada maupun yang akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan/jaminan atas hutang-hutangnya”.

Kelemahan dalam hal jaminan yang terdapat pada ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata ini sangat berbeda dengan konsepsi pembebanan jaminan dalam UU Hak Tanggungan, di mana pembebanan jaminan pada lembaga hak tanggungan diikat secara khusus dan bersifat ekslusif, karena hanya berlaku untuk satu kreditur saja. Hal ini berakibat hukum pada situasi di mana jika debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual obyek yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor yang lain.

Lembaga hak tanggungan berdasarkan UU Hak Tanggungan dianggap sebagai sebuah solusi terutama sebagai sebuah alternatif lain terkait penyelesaian kredit bermasalah. Tentunya alternatif penyelesaian kredit bermasalah melalui eksekusi terhadap agunan melalui lembaga hak tanggungan ini menjadi jalan terakhir, di mana pilihan ini diambil sebagai konsekuensi gagalnya penyelesaian secara kompromi (compromised settlement) baik berupa restrukturisasi kredit (restructuring) atau penjadwalan kembali (rescheduling), pembaruan utang (novasi) maupun pengalihan utang debitur kepada pihak ketiga (subrogasi).

Karakteristik pembebanan jaminan dengan hak tanggungan ini memberikan hak istimewa dimana adanya ketentuan mengenai pemberian kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya. Dalam hal ini Kreditor pemegang hak tanggungan merupakan kreditor separatis yang mempunyai preferensi terhadap Hak Tanggungan yang dipegangnya. Karakteristik droit de preference ini terdapat pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Hak

Page 12: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 5

Tanggungan dimana dinyatakan bahwa, Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disingkat UUPA), berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

Ada beberapa unsur pokok dari Hak Tanggungan yang termuat di dalam definisi Hak Tanggungan tersebut di atas, yaitu:1. Hak Tanggungan adalah hak jaminan guna pelunasan utang.2. Obyek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA.3. Hak Tanggungan tidak hanya dapat dibebankan atas tanahnya (hak

atas tanah) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.

4. Utang yang dijamin harus suatu utang yang tertentu.5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu

terhadap kreditur-kreditur lain.Selain itu, karakteristik droit de preference ini juga terdapat pada

Pasal 20 ayat (1) dinyatakan bahwa:“Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan:a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek

Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, ataub. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.”

Dalam konteks tersebut maka jaminan kebendaan dalam Hak Tanggungan pada dasarnya memberikan kedudukan yang lebih baik, karena kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau

Page 13: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan6

sekelompok benda tertentu milik debitur; dan/atau ada benda tertentu milik debitur yang dipegang oleh kreditur atau terikat kepada hak kreditur, yang berharga bagi debitur dan dapat memberikan suatu tekanan secara psikologis terhadap debitur untuk memenuhi kewajibannya dengan baik kepada kreditur.

Ketentuan dimaksud dalam jaminan hak tanggungan tentang droit de preference ini dikuatkan dengan ketentuan pada Pasal 6 UU Hak Tanggungan yang menyatakan:

“Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU Hak Tanggungan tersebut maka pengambilalihan agunan dapat dilakukan oleh pemegang hak tanggungan tanpa perlu meminta persetujuan terlebih dahulu kepada pemberi Hak Tanggungan, dan tidak perlu juga meminta penetapan pengadilan setempat apabila akan melakukan eksekusi atas Hak Tanggungan yang menjadi jaminan utang debitur dalam hal debitur cidera janji. Pemegang Hak Tanggungan dapat meminta kepada Kepala Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan atas obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan, sehingga ini merupakan langkah baru di mana sebelumnya eksekusi atas grosse akta hipotik hanya dapat dilakukan melalui eksekusi di Pengadilan Negeri. Konsep ini dikenal dalam KUH Perdata sebagai Parate Eksekusi sebagaimana dimaksud pada Pasal 1178 KUH Perdata. Aturan mengenai parate eksekusi atas hak tanggungan ini diharapkan mampu memberikan kemudahan maupun kepastian hukum bagi kreditur terhadap aspek hukum atas jaminan kebendaan, maupun tindakan-tindakan dari kreditur terkait dengan pelaksanaan eksekusi itu sendiri.

Namun demikian, dalam praktik pelaksanaannya, asas kemudahan dan kepastian hukum pelaksanaan parate eksekusi atas hak tanggungan menjadi sumir, atau tidak jelas. Secara langsung, kedudukan yang diutamakan dan didahulukan bagi pemegang hak tanggungan (kreditur) yang diwujudkan dalam asas kepastian dan kemudahan pelaksanaan

Page 14: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 7

parate eksekusi dalam UU Hak Tanggungan itu sendiri mengandung inkonsistensi. Hal ini salah satunya dapat dilihat pada Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) di mana eksekusi dapat dilakukan terhadap sertipikat hak tanggungan yang di dalamnya memuat irah-irah dengan kata-kata: “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Sertipikat hak tanggungan yang demikian mempunyai kekuatan eksekutorial sebagaimana putusan pengadilan, dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. Disamping itu, pada penjelasan umum angka 9 dari UU Hak Tanggungan disebutkan bahwa konsep Parate Eksekusi Hak Tanggungan yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) tetap mengacu kepada Pasal 224 Herziene Indonesisch Reglement (selanjutnya disingkat HIR).

Ketentuan dalam Pasal 224 HIR menyebutkan bahwa surat asli dari pada surat hipotik dan surat hutang yang diperkuat di hadapan notaris di Indonesia dan yang kepalanya memakai perkataan “Atas nama Undang-undang” berkekuatan sama dengan putusan hakim, jika surat yang demikian itu tidak ditepati dengan jalan damai, maka perihal menjalankannya dilangsungkan dengan perintah dan pimpinan ketua pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya orang yang berhutang itu diam atau tinggal atau memilih tempat tinggalnya dengan cara yang dinyatakan pada pasal-pasal di atas dalam bagian ini, akan tetapi dengan pengertian, bahwa paksaan badan itu hanya dapat dilakukan, jika sudah diizinkan dengan keputusan hakim. Jika hal menjalankan keputusan itu harus dijalankan sama sekali atau sebahagian di luar daerah hukum pengadilan negeri, yang ketuanya memerintahkan menjalankan itu, maka peraturan-peraturan pada Pasal 195 ayat kedua dan yang berikutnya dituruti.

Bilamana Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) dan Penjelasan Umum UU Hak Tanggungan pada angka 9 direlasikan dengan Pasal 224 HIR dapat ditafsirkan bahwa UU Hak Tanggungan tidak secara khusus mengatur tentang prosedur eksekusi obyek hak tanggungan, melainkan tetap menggunakan ketentuan dalam Hukum Acara Perdata sebagai ketentuan pelaksanaan eksekusi. Hal tersebut dikuatkan dengan ketentuan pada

Page 15: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan8

Pasal 26 UU Hak Tanggungan yang mengatur bahwa selama belum ada peraturan perundangundangan yang mengaturnya, peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada pada mulai berlakunya UndangUndang ini, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.

Hal demikian menyebabkan dualisme penafsiran yang dapat ditafsirkan yang berbeda antara Pasal 6 jo Pasal 20 ayat (1) huruf a UU Hak Tanggungan dan angka 9 Penjelasan Umum UU Hak Tanggungan. Menurut Pasal 6 UU Hak Tanggungan mensyaratkan bilamana debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri, meskipun pelaksanaan lelang eksekusi tidak boleh dilakukan sendiri oleh kreditor pemegang hak tanggungan, melainkan harus dilakukan oleh pejabat lelang pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (selanjutnya disebut KPKNL).

Ciri pokok dari pelaksanaan eksekusi menurut Pasal 6 UU Hak Tanggungan adalah berdasarkan janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri merupakan eksekusi (parate eksekusi) yang dilakukan tanpa fiat Ketua Pengadilan. Pasal ini memberikan “hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri” atau beding van eigenmactig verkoop. Ketentuan tersebut diberikan oleh undang-undang kepada pemegang hipotik pertama dalam bentuk sarana/cara pelunasan yang selalu siap ditangan pada waktu ia membutuhkannya, sehingga orang menyebutnya sebagai eksekusi yang selalu siap di tangan atau parate eksekusi.

Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (2) dan Penjelasan Umum UU Hak Tanggungan angka 9 dapat ditafsirkan bahwa ketentuan Hukum Acara Perdata tentang eksekusi berdasarkan Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBg oleh UU Hak Tanggungan diperlukan sepanjang peraturan pelaksanaan eksekusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 UU Hak Tanggungan belum tersedia. Dengan demikian sepanjang belum ada aturan yang mengatur mengenai eksekusi, maka ketentuan eksekusi harus bersandar pada ketentuan Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBg, di mana eksekusi tersebut tetap harus berdasarkan penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat (fiat pengadilan).

Page 16: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 9

Selain disebabkan adanya inkonsistensi materi muatan dalam UU Hak Tanggungan, praktik pelaksanaan parate eksekusi semakin dipersulit dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan (selanjutnya disebut SEMA No 7 Tahun 2012). Dalam SEMA No 7 Tahun 2012 angka XIII dari Sub Kamar Perdata Umum, dinyatakan bahwa:

“Pelelangan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh kreditor sendiri melalui Kantor lelang, apabila terlelang tidak mau mengosongkan obyek yang dilelang, tidak dapat dilakukan pengosongan berdasarkan Pasal 200 ayat (11) HIR melainkan harus diajukan gugatan. Karena pelelangan tersebut di atas bukan lelang eksekusi melainkan lelang sukarela”.

Kondisi yang sangat sulit untuk melaksanakan parate eksekusi membuat nilai kepastian hukum parate eksekusi menjadi hilang. Imbasnya, nilai keadilan, dan nilai kepastian hukum bagi kreditur dan debitur menjadi sulit diwujudkan, yang ada hanya tarik menarik kepentingan atas dasar prosedural.

B. uRGensi RekOnstRuksi PARAte eksekusi HAk tAnGGunGAn AtAs tAnAH yAnG BeRkeAdilAn

Guna menjamin keadilan, kepastian hukum, kemudahan dan kemanfaatan dalam hal pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan diperlukan sebuah aturan hukum yang tegas, jelas, dan berkeadilan, sehingga di samping kedudukan hak yang diutamakan bagi pemegang hak tanggungan dalam hal ini kreditor menjadi hal krusial, namun kepentingan debitur di satu sisi juga terakomodir. Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, akan mengkaji beberapa permasalahan pokok yang dapat dirumuskan sebagai berikut:1. Mengapa Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah

saat ini belum berkeadilan?2. Apa yang menjadi kelemahan dalam pelaksanaan Parate Eksekusi

Hak Tanggungan atas tanah saat ini ?

Page 17: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan10

3. Bagaimana Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas tanah yang berbasis nilai keadilan ?

C. tuJuAn dAn keGunAAn Buku RekOnstRuksi PARAte eksekusi HAk tAnGGunGAn yAnG BeRkeAdilAn1. Tujuan dari disusunnya buku ini antara lain untuk:

a. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan atas tanah saat ini yang belum berkeadilan.

b. Untuk menemukan kebenaran-kebenaran pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan atas tanah saat ini.

c. Untuk menemukan rekonstruksi parate eksekusi hak tanggungan atas tanah yang berbasis nilai keadilan.

2. Kegunaan dari disusunnya buku ini antara lain:a. Kegunaan teoritis

1) Diharapkan mampu menemukan teori baru di bidang hukum perdata, khususnya penemuan asas-asas, doktrin hukum khususnya dalam hal konstruksi hukum parate eksekusi.

2) Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak eksekutif selaku pemerintah maupun pihak legislatif selaku DPR-RI dalam merumuskan berbagai kebijakan legislatifnya, khususnya yang berkaitan dengan perubahan-perubahan aturan hukum maupun pembuatan produk undang-undang baru yang berkaitan dengan eksekusi hak tanggungan.

b. Kegunaan praktis1) Diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif

sebagai masukan, sekaligus sebagai petunjuk dalam upaya pelaksanaan eksekusi hak tanggungan bagi para pihak yang berperkara, terutama lembaga-lembaga keuangan, bank, maupun masyarakat umum, sehingga dapat dipahami dan dilaksanakan secara baik dan benar.

2) Diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi kalangan praktisi hukum, baik itu pengacara, hakim, maupun penegak hukum lainnya, sehingga terdapat kesamaan persepsi dalam hal konstruksi hukum parate eksekusi.

Page 18: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 11

d. KERANGKA PEMIKIRAN BUKUBagan alur berpikir Parate Eksekusi Hak Tanggungan

atas Tanah yang Berkeadilan

12

D. KERANGKA PEMIKIRAN BUKU

Bagan alur berpikir Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang

Berkeadilan

UUHT Eksekusi Hak Tanggungan

Problematika Hukum

Problem Yuridis 1. Materi muatan UU Hak

Tanggungan 2. Yurisprudensi

3021/K/Pdt/1984 3. SEMA No 7 Tahun 2012

Problem Filosofis Keadilan

Rekonstruksi Parate Eksekusi

Title Eksekutorial

Parate Eksekusi

Bawah Tangan

Substansi Hukum

Budaya Hukum

Teori Keadilan Pancasila Teori Keadilan John Rawls

Masalah

Teori Von Stufenbau der Rechtsordnung

Legal System Theory

Struktur Hukum

Merekonstruksi parate eksekusi hak tanggungan atas tanah yang berbasis nilai

keadilan

Doktrin Asas Hukum

Rekonstruksi nilai perlindungan hukum yang seimbang antara kreditur dan debitur yang cidera janji

Rekonstruksi hukum: rekonstruksi Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) serta Penjelasan umum angka 9 UU Hak Tanggungan

Page 19: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan12

Adapun keterangannya sebagai berikut:Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan sebagai peraturan hukum

yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur, atau dengan kata lain hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang1. Sejalan dengan hal tersebut, Salim HS secara spesifik memberikan perumusan, di mana hukum jaminan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit2.

Definisi dari pengertian di atas dapat dijabarkan dalam bentuk unsur-unsur yang diantaranya3:1. Adanya kaidah hukum

Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada praktik dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan seperti halnya gadai.

2. Adanya pemberi dan penerima jaminan Pemberi jaminan adalah orang perorangan atau badan hukum

yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Orang yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit (debitur). Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank (kreditur).

1 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan…, Op.,Cit, hlm. 3.2 Lihat Salim. HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, 2008, hlm. 6.3 Ibid, hlm. 7-8.

Page 20: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 13

3. Adanya jaminan Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah

jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan nonkebendaan.

4. Adanya fasilitas kredit Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan

bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.

Dengan demikian kegunaan jaminan dalam relasinya dengan hubungan hukum yang terjadi antara pemberi jaminan dengan penerima jaminan adalah4: 1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapat

pelunasan dari hasil penjualan barang barang jaminan tersebut, apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

2. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil.

3. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya,khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur dan atau pihak ketiga

4 Lihat Thomas Suyatno, Dasar Dasar Pengkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hlm. 88.

Page 21: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan14

yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada kreditur.Kandungan dari aspek jaminan baik secara terminologi maupun

kegunaan dapatlah diambil kesimpulan bahwa pranata hukum jaminan diperlukan dalam rangka memberikan aspek keadilan, aspek kemanfaatan dan aspek kepastian hukum. Dalam konteks ini, segala peraturan perundang-undangan yang dibentuk merupakan manifesto dari norma keadilan yang akhirnya melahirkan manfaat berupa kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi rakyat. Ini sejalan dengan orientasi dari isi hukum yakni ketentuan tentang pengaturan penciptaan kesejahteraan negara5. Hal ini dapat terlihat jelas dalam konsep eksekusi atas barang jaminan yang terdapat dalam ketentuan UU Hak Tanggungan di mana kreditur dalam hal ini pemegang hak tanggungan diberikan kewenangan untuk melakukan parate eksekusi6 bilamana debitor cidera janji.

Berdasarkan Pasal 44 ayat (1) dari Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Bank wajib membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) terhadap Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif. Khusus untuk kredit bermasalah dalam status kolektibilitas macet, bank harus membuat cadangan PPA sebesar 100% (seratus persen) dari total nilai kredit tersebut dikurangi dengan nilai agunan7. Ketentuan ini mengharuskan lembaga keuangan seperti bank untuk dapat menyelesaikan permasalahan kredit macet secara cepat dan tepat, sebab konsekuensinya selain harus menanggung kerugian atas kredit macet tersebut, Bank juga harus mencadangkan sejumlah dana tertentu selama kredit macet tersebut belum terselesaikan.

5 Menurut Rudolf von Jhering hukum senantiasa sesuai dengan kepentingan negara, maka tentu saja hukum itu tidak lahir spontan, melainkan dikembangkan secara sistematis dan rasional, sesuai dengan perkembangan kebutuhan negara. Jhering mengakui ada pengaruh jiwa bangsa, tetapi tidak spontan, yang penting bukan jiwa bangsa, tetapi pengelolahan secara rasional dan sistematis, agar menjadi hukum positif. Lihat Teguh Prasetyo & Abdul Alim, Ilmu Hukum & Filsafat Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, hlm. 100.6 Artinya pemegang Hak Tanggungan tidak perlu bukan saja memperoleh persetujuan dari pemberi Hak Tanggungan, tetapi juga tidak perlu meminta penetapan dari pengadilan setempat apabila akan melakukan eksekusi atas Hak Tanggungan yang menjadi jaminan utang debitur dalam hal debitur cidera janji. Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Asas-asas…, Op.,Cit, hlm. 46.7 Lihat PBI No.7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, sebagaimana telah diubah terakhir dengan PBI No 11/2/PBI/2009.

Page 22: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 15

Oleh karenanya konsep parate eksekusi dirasa sangat membantu Bank dalam menyelesaikan kredit macet atau kredit bermasalahnya.

Bagi debitur, adanya lembaga parate eksekusi ini juga memberikan keuntungan berupa kemudahan untuk mendapatkan fasilitas dari kreditur dengan bunga dan jangka waktu pelunasan yang relatif terjangkau. Hal ini tidak lain dikarenakan melalui lembaga parate eksekusi, keyakinan dan kepercayaan kreditur untuk mengucurkan pinjaman kredit akan semakin besar. Masyarakat tidak perlu lagi meminjam sejumlah modal usaha dari para rentenir / lintah darat, dengan bunga tinggi serta batas tempo pinjaman yang sangat pendek.

Aspek kemanfaatan yang ingin di penuhi inilah yang sesungguhnya mendasari diakuinya lembaga parate eksekusi di dalam UU Hak Tanggungan. Lahirnya UU Hak Tanggungan merupakan suatu amanat dari ketentuan Pasal 51 UUPA. Hal ini terlihat dari konsiderans UUPA pada ketentuan menimbang huruf b yang menyatakan bahwa sejak berlakunya UUPA sampai dengan saat ini, ketentuan ketentuan yang lengkap mengenai Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan yang dapat dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut benda benda yang berkaitan dengan tanah, belum terbentuk.

Dengan lahirnya UU Hak Tanggungan diharapkan akan memberikan suatu kepastian hukum tentang pengikatan jaminan dengan tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sebagai jaminan, yang selama ini pengaturannya menggunakan ketentuan-ketentuan Creditverband dalam KUHPerdata. Diketahui bahwa sebelum lahirnya UU Hak Tanggungan, sesuai dengan ketentuan peralihan dalam Pasal 57 UUPA, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan tentang Hipotik seperti diatur dalam buku II KUH Perdata dan Credietverband tersebut dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190.

Adanya dua macam hak jaminan ini karena waktu itu tanah-tanah masih dibedakan atas hak-hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak barat, di mana berlaku ketentuan-ketentuan tentang Hipotik seperti diatur dalam KUH Perdata dan hak-hak atas tanah yang berasal

Page 23: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan16

dari konversi hak-hak Indonesia asli (adat), di mana berlaku ketentuan-ketentuan tentang Credietverband seperti diatur dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190. Namun demikian, sejak lahirnya UU Hak Tanggungan, Hak Tanggungan menjadi satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah8.

Menurut UU Hak Tanggungan, pada Pasal 1 yang dimaksud dengan Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor kreditor lain.

Sebagai turunannya, dengan melihat konteks hak jaminan untuk pelunasan hutang tertentu serta kedudukan yang diutamakan, maka kontektualitas asas kemudahan dan kepastian dalam hak tanggungan menjadi penting terutama dalam hal eksekusi obyek jaminan hak tanggungan. Salah satu dari perwujudan kemudahan dan kepastian dalam hak tanggungan ini adalah adanya satu asas yakni asas mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya, artinya dapat dieksekusi seperti putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dan pasti9. Hal ini terlihat dari ketentuan mengenai cara eksekusi yang terdapat dalam UU Hak Tanggungan, yakni:1. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek

Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU Hak Tanggungan.

2. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2).

3. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pembeli dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga yang tertinggi yang menguntungkan para pihak.

8 Lihat Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Edisi Revisi, Djambatan, Jakarta, 2007, hlm. 1.9 Selain asas mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya, hak tanggungan juga memiliki asas lain, diantaranya adalah: 1. Memberikan kedudukan yang diutamakan (Preferent) kepada kreditornya; 2. Selalu mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada (droit de suit); 3. Memenuhi Asas Spesialitas dan Publisitas. Lihat Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia / Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Djambatan, Jakarta, 1997, hlm. 15 dan hlm. 38.

Page 24: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 17

Ketentuan mengenai parate eksekusi hak tanggungan, diatur dalam Pasal 6 UU Hak Tanggungan, yaitu:

“Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”.

Konstruksi dalam Pasal 6 dimaksud bilamana dilihat secara umum memiliki persamaan dengan pemahaman parate eksekusi dalam gadai, yakni hak tersebut diberikan oleh undang-undang tanpa diperjanjikan terlebih dahulu. Hal ini dapat terlihat dari ketentuan mengenai syarat dilakukannya parate eksekusi adalah adanya cidera janji dari debitur. Namun demikian, parate eksekusi yang ada dalam hak tanggungan ini selain mengadaptasi ketentuan dari gadai juga mengakomodir ketentuan dalam parate eksekusi dalam hipotik di mana syarat parate eksekusi dapat dilakukan oleh pemegang hak tanggungan pertama.

Hal lain yang penting dari ketentuan pada Pasal 6 adalah adanya frase “melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutang” di mana apabila dikaji, frasa tersebut mengandung maksud bahwa pelelangan umum ini masuk dalam ketentuan hukum perdata formil. Ketentuan ini berbeda dengan parate eksekusi dalam gadai maupun hipotik, di mana tujuan penjualan lelang adalah untuk mengambil pelunasan hutang pokok, bunga dan biaya, sehingga ketentuan dimaksud masuk dalam ketentuan hukum perdata materiil.

Ketentuan turunan mengenai parate eksekusi yang dimaksudkan dalam UU Hak Tanggungan dapat dilihat pada Pasal 11 ayat (2) huruf e yang dinyatakan bahwa:

“Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janjijanji, antara lain… Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji”.

Selain hal tersebut, dalam Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Hak Tanggungan menyatakan bahwa sertipikat Hak Tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial seperti putusan pengadilan yang mempunyai

Page 25: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan18

kekuatan hukum tetap, dikarenakan dalam sertipikat tersebut memuat irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” (pada lembaga hipotik disebut dengan grosse akta).

Konsep parate eksekusi hak tanggungan apabila dilihat dari konstruksi hukum dalam UU Hak Tanggungan dapat disimpulkan sangat mirip dengan ketentuan parate eksekusi dari hipotik. Hal ini terlihat dari diadaptasinya parate eksekusi sesuai dengan ketentuan dalam Penjelasan Pasal 9 UU Hak Tanggungan. Dalam Penjelasan Umum Angka 9 UU Hak Tanggungan disebutkan bahwa salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitor cidera janji. Walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-Undang ini, yaitu yang mengatur lembaga parate executie sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Het Herziene Indonesisch Reglement) dan Pasal 258 Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura).

Bila dikaji secara mendalam, konstruksi hukum mengenai parate eksekusi dalam UU Hak Tanggungan ini secara jelas sudah diatur dalam Pasal 6 di mana secara subtansi pelaksanaan penjualan obyek Hak Tanggungan hanya melalui pelelangan umum, tanpa harus meminta fiat Ketua Pengadilan Negeri. Namun bilamana ketentuan Pasal 6 dihubungkan dengan ketentuan pada Pasal 11 ayat (2) huruf e UU Hak Tanggungan, menjadi tidak relevan dan tidak sinkron. Sebab, hak bagi pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri apabila debitor cidera janji matang, dengan syarat diperjanjikan terlebih dahulu oleh para pihak. Bila dikaji, ketentuan pada Pasal 6 kewenangan parate eksekusi adalah berdasarkan pada perintah Undang-Undang (ex lege), sementara pada Pasal 11 ayat (2) huruf e didasarkan pada perjanjian.

Lain dari itu, adanya inkonsistensi lain juga dapat dilihat dalam hubungan antara ketentuan Pasal 6 dengan Penjelasan angka 9 dan

Page 26: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 19

Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Hak Tanggungan. Penjelasan Umum angka 9 mengatur agar parate eksekusi pelaksanaannya didasarkan kepada Pasal 224 HIR/258 RBg yang sebenarnya ditujukan kepada grosse akta hipotik dan grosse akta’ pengakuan hutang. Kedua grosse akta dimaksud mempunyai hak eksekutorial (adanya irah-irah) sebagai suatu putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, di mana eksekusinya tunduk dan patuh sebagaimana pelaksanaan putusan pengadilan yang harus dilaksanakan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri.

Apa yang disebutkan dalam Penjelasan angka 9 tersebut tentu saja bertentangan dengan ratio legis dimuatnya ketentuan Pasal 6 tersebut, sebab mencampuradukkan antara pengertian parate eksekusi dengan pengertian eksekusi berdasarkan grosse akta/sertipikat Hak Tanggungan di mana pelaksanaannya memang harus dilakukan menurut ketentuan Pasal 224 HIR/268 RBg.

Dari penjelasan tersebut, penafsiran berdasarkan undang-undang mengenai prosedur parate eksekusi adalah sama dengan prosedur eksekusi sertipikat Hak Tanggungan, yaitu menggunakan prosedur sesuai dengan Hukum Acara Perdata. Oleh karena itu jika debitor benar-benar cidera janji (wanprestasi) parate eksekusi harus melalui izin dan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri, untuk dapat melaksanakan janji menjual atas kekuasaan sendiri, dengan cara menjual lelang obyek Hak Tanggungan, tetapi penjualannya didasarkan kepada Pasal 224 HIR/258 RBg. Disini pelaksanaan parate eksekusi mengalami pemaknaan ganda, satu sisi pelaksanaannya langsung melalui pelelangan umum (Pasal 6) tapi di sisi lain harus mendapatkan fiat dari Ketua Pengadilan Negeri (berdasarkan Pasal 224 HIR/258 RBg).

Selain hal tersebut, parate eksekusi juga dimandulkan melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 3021/K/Pdt/1984 tertanggal 30 Januari 1986 (yurisprudensi), di mana Parate eksekusi yang langsung dilakukan ke Kantor Lelang tanpa melalui fiat Ketua Pengadilan Negeri merupakan perbuatan melawan hukum. Dasar dari ketentuan ini berdasarkan pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 3210 K/Pdt/1984

Page 27: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan20

tanggal 30 Januari 1986 di mana dalam dasar pertimbangan sebagai berikut : 1. Bahwa berdasarkan Pasal 224 HIR pelaksanaan pelelangan sebagai

akibat adanya grose akta hipotik dengan memakai kepala: “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang mempunyai kekuatan hukum sama dengan suatu putusan Pengadilan, seharusnya dilaksanakan atas perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan, bilamana tidak terdapat perdamaian dalam pelaksanaannya.

2. Bahwa ternyata di dalam perkara ini, pelaksanaan pelelangan tidak atas perintah Ketua Pengadilan Negeri Bandung, tetapi diaksanakan sendiri oleh Kepala Kantor Lelang Negara Bandung atas perintah Bank Kreditor, oleh karenanya, maka lelang umum tersebut adalah bertentangan dengan Pasal 224 HIR, sehingga pelelangan tersebut adalah tidak sah.

3. Bahwa dengan demikian maka para Tergugat Asal (Bank Kreditor - Kantor Lelang Negara dan pembeli lelang) telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Selain yurisprudensi dimaksud, mandulnya parate eksekusi dalam Pasal 6 UU Hak Tanggungan ini juga disebabkan adanya SEMA No 7 Tahun 2012 pada angka XIII dari Sub Kamar Perdata Umum, yang menyatakan bahwa:

“Pelelangan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh kreditor sendiri melalui Kantor lelang, apabila terlelang tidak mau mengosongkan obyek yang dilelang, tidak dapat dilakukan pengosongan berdasarkan Pasal 200 ayat (11) HIR melainkan harus diajukan gugatan. Karena pelelangan tersebut diatas bukan lelang eksekusi melainkan lelang sukarela”.

Berdasarkan asas lex posteriori derogat legi priori, artinya aturan hukum yang baru mengesampingkan aturan hukum yang lama, maka sebenarnya yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3021/K/Pdt/1984 tertanggal 30 Januari 1986 dimaksud tidak dapat dijadikan

Page 28: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 21

dasar hukum pembatalan pelaksanaan parate eksekusi. Lebih lanjut, sesuai dengan tata urutan perudang-undangan yakni di dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka sebuah SEMA dalam hal ini SEMA No 7 Tahun 2012 bukanlah termasuk tata urutan perundang-undangan, sehingga seharusnya tidak dapat dijadikan alasan atau dasar hukum untuk menolak eksekusi hak tanggungan berdasarkan pada parate eksekusi dalam UU Hak Tanggungan.

Kondisi demikian membuat, eksekusi hak tanggungan praktis tidak bisa dijalankan dengan mudah, cepat, murah, dan efisien sesuai dengan doktrin parate eksekusi. Kreditur bilamana hendak melakukan eksekusi maka harus tetap melalui fiat pengadilan negeri, sebab bilamana tanpa melalui fiat Pengadilan Negeri maka Kantor Lelang Negara tidak berani melakukan lelang. Maka dari itu dapat dikatakan jika kreditur ingin melakukan parate eksekusi, maka ia harus diposisikan sebagai orang yang memenangi perkara, karena pelaksanaan hak tersebut hanya dapat terjadi dengan adanya fiat eksekusi tersebut.

Ketidakpastian mengenai aturan parate eksekusi ini pada akhirnya melahirkan beberapa tindakan atau upaya-upaya eksekusi yang keluar dari koridor ketentuan hukum yang berlaku. Sebagai contoh banyaknya lembaga keuangan baik di sektor perbankan, leasing, perusahaan pembiayaan, maupun individu-individu yang menggunakan jasa debt collector sebagai salah satu cara yang paling efisien untuk melakukan eksekusi. Debt collector ini pada praktiknya dipergunakan oleh kreditur baik untuk kepentingan eksekusi atas obyek jaminan hak tanggungan, maupun upaya-upaya penagihan pembayaran hutang terhadap debitur. Penggunaan debt collector sebagai pihak ketiga dalam hal melakukan eksekusi atas hak tanggungan seringkali menggunakan cara-cara intimidatif, pemaksaan, ancaman, bahkan melakukan eksekusi paksa dengan mengerahkan preman-preman untuk melakukan penguasaan terhadap obyek jaminan hak tanggungan. Secara hukum, praktik ini menyalahi ketentuan dan rentan terhadap kejahatan tindak pidana baik itu pemerasan, pengancaman, maupun kekerasan. Di sisi lain, praktik

Page 29: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan22

debt collector ini juga akan berakibat pada hilangnya nilai keadilan, sebab debitur akan dibebani biaya eksekusi dengan jumlah besar bilamana akan melakukan pelunasan.

Berkenaan dengan itu, permasalahan pertama dianalisis dengan Teori Keadilan Pancasila, permasalahan kedua dianalisis dengan Teori Von Stufenfbau Der Rechtsordnung, dan permasalahan ketiga dianalisis dengan teori keadilan dan teori sistem hukum.

e. RekOnstRuksi teORi PARAte eksekusi HAk tAnGGunGAn AtAs tAnAH1. Hak tanggungan

Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam hukum jaminan yang diintrodusir dari UUPA, yang sebelumnya belum dikenal sama sekali, baik dalam Hukum Adat maupun dalam KUH Perdata. Hak Tanggungan mempunyai sifat yang tidak dapat dibagi-bagi kecuali bila diperjanjikan di dalam APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan). Dengan demikian sekalipun utang sudah dibayar sebagian, Hak Tanggungan tetap membebani seluruh obyek Hak Tanggungan. Namun bila Hak Tanggungan dibebankan kepada beberapa obyek, maka dapat diperjanjikan bahwa pelunasan angsuran utang yang besarnya sama dengan nilai masing-masing obyek akan membebaskan obyek tersebut dari Hak Tanggungan, sehingga Hak Tanggungan hanya membebani sisanya saja.

Rasionalitas dari kedudukan yang diutamakan kepada kreditor atau dalam hal ini adalah pemegang hak tanggungan dapat dijumpai pada Penjelasan Angka 4 UU Hak Tanggungan, di mana dinyatakan bahwa jika debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditor kreditor yang lain. Terdapat beberapa unsur pokok dalam definisi mengenai hak tanggungan tersebut, adalah sebagai berikut10:

10 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan: Asas-Asas..., Op.,Cit, hlm. 10.

Page 30: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 23

a. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang tertentu.

b. Obyek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA.c. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas

tanahnya) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu (droit de suite).

d. Memberi kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain (droit de preference).

Beberapa pengaturan mengenai Hak Tanggungan antara lain:a. Asas-Asas Hak Tanggungan

Hak tanggungan merupakan hak jaminan yang bersifat khusus, yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur, dengan memberikan hak mendahului dari kreditur lainnya, sehingga ia berkedudukan sebagai kreditur privillege. Sifat yang bersifat khusus ini terdapat dalam asas-asas hak tanggungan, diantaranya:1) hak tanggungan memberikan kedudukan hak yang

diutamakan;2) hak tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk utang yang

akan ada;3) hak tanggungan dapat menjadi lebih dari satu utang;4) hak tanggungan mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun

obyek hak tanggungan itu berada;5) hak tanggungan tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan;6) hak tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu;7) hak tanggungan wajib di daftarkan;8) hak tanggungan dapat diberikan dengan disertai janji-janji

tertentu;9) hak tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki

sendiri oleh pemegang hak tanggungan apabila cidera janji;10) pelaksanaan eksekusi hak tanggungan mudah dan pasti

(parate executie).

Page 31: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan24

2. Parate eksekusiDiakuinya lembaga parate eksekusi dalam UU Hak Tanggungan

sesungguhnya memiliki tujuan filosofis yakni selain untuk mencapai tujuan keadilan, juga memberikan kemanfaatan berupa kemudahan dan kepastian hukum bagi pemegang hak tanggungan (kreditur). Lembaga parate eksekusi ditujukan agar kreditur mendapat kemudahan pelunasan hak tagihnya. Hal ini merupakan konsekuensi dari konsep lembaga jaminan khusus, yang sifatnya memberikan kemudahan dan kedudukan didahulukan bagi kreditur dalam mendapatkan pelunasan hak tagihnya.

Artinya, diakomodirnya lembaga parate eksekusi, di samping lembaga eksekusi riil dengan titel eksekutorial11, atau menurut P.A. Stein menyebutnya sebagai “eksekusi yang disederhanakan” merupakan perwujudan nilai keadilan yang hendak dicapai dalam UU Hak Tanggungan12. Konsep parate eksekusi dalam hak tanggungan sejatinya merupakan bagian dari kehendak legislator untuk memberikan kemudahan dan kepastian bagi pemegang hak tanggungan (kreditur) untuk melakukan eksekusi bilamana debitur cidera janji. Parate eksekusi ditujukan agar kreditur mendapat kemudahan pelunasan hak tagihnya. Hal ini merupakan konsekuensi dari konsep lembaga jaminan khusus, yang sifatnya memberikan kemudahan dan kedudukan didahulukannya bagi kreditur dalam mendapatkan pelunasan hak tagihnya.

A. Pitlo mengatakan: De pandhouder verkoopt deze zaak alsware het zijn eigen zaak, atau bila diterjemahkan adalah “Pemegang gadai menjual benda tersebut seakan-akan benda itu miliknya sendiri”. Hal ini dikarenakan oleh pelaksanaan parate eksekusi yang tidak melibatkan debitur atau pemberi gadai13 dan tidak melibatkan

11 Sudikno Mertokusumo berpendapat, Titel Eksekutorial adalah kekuatan untukdilaksanakan secara paksa dengan bantuan dan oleh alat-alat negara. Lihat Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1996, hlm. 211.12 Lihat J. Satrio, “Eksekusi Benda Jaminan Gadai”. Prosiding Seminar Sehari Perbankan. “Aspek Hukum Corporate Financing Oleh Perbankan di Indonesia: Aturan Penegakan dan Penyelesaian Sengketa Hukum Dalam Hubungan Kreditor dan Debitor”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, FH UI, 2006, Jakarta, hlm. 82.13 J. Satrio, “Eksekusi Benda Jaminan Gadai…”, Op.,Cit, hlm. 6.

Page 32: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 25

Pengadilan dalam pelaksanaan penjualannya atau “zonder omslag”14. Senada dengan pelaksanaan eksekusi dan penjualan tanpa melibatkan Pengadilan ini, Maria Elisabeth Elijana mengatakan mengenai apa yang dimaksud dengan Parate Eksekusi, di mana: ”Eksekusi secara serta merta yang dapat dilakukan tanpa perantara/bantuan Pengadilan15”.

Terdapat 2 (dua) aspek penting dari pendapat dan penjelasan di atas mengenai konsep parate eksekusi, di mana:a. Penjualan dapat dilakukan dengan tanpa melibatkan pemberi

jaminan atau debitur, yang dalam hal ini terkait dengan adanya kuasa mutlak16 yang tidak dapat ditarik kembali “onherroepelijk” kepada kreditur, untuk menjual atas kekuasaannya sendiri. Baik itu yang didapat dengan diperjanjikan dengan tegas sebagai contoh adalah Hipotik, Fidusia dan Hak Tanggungan (eksekusi menurut Pasal 6 UU Hak Tanggungan), ataupun karena diberikan oleh Undang-Undang seperti, Gadai.

b. Penjualan tanpa melalui Pengadilan, di mana hal ini terkait dengan kuasa mutlak sebagaimana dijelaskan di atas, dan juga doktrin “eksekusi yang disederhanakan dan murah”.Konsep parate eksekusi dengan demikian merupakan pelaksanaan

eksekusi hak kreditur atas obyek jaminan, tanpa (di luar) melalui ketentuan hukum acara, tanpa penyitaan, tanpa melibatkan juru sita, tanpa izin pengadilan17. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, tentu pemahaman parate eksekusi tidak dapat didudukkan dalam

14 A. Pitlo mengatakan bahwa parate eksekusi merupakan eksekusi atas oyek gadai yang dapat dilaksanakan tanpa liku-liku, karena seakan-akan obyek tersebut adalah miliknya sendiri. Lihat J. Satrio, Parate Eksekusi Sebagai Sarana Menghadapi Kredit Macet, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 113.15 Lihat Maria Elisabeth Elijana, “Eksekusi Barang Jaminan Sebagai Salah Satu Cara Pengembalian Hutang Debitur”, Prosiding Seminar Sehari Perbankan, “Aspek Hukum Corporate Financing Oleh Perbankan di Indonesia: Aturan Penegakan dan Penyelesaian Sengketa Hukum Dalam Hubungan Kreditor dan Debitor”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, FH UI, Jakarta, 2006, hlm. 56.16 Mutlak di sini dipadankan dengan kata “onherroepelijk” (tidak dapat ditarik kembali), hal ini merupakan lex specialis dari ketentuan Pasal 1813 KUH Perdata yang mengatur mengenai hal-hal yangmengakhiri “lastgeving” (perjanjian pemberian kuasa). Pada praktiknya, J. Satrio menjelaskan, bahwa dalam akta hipotik dicantumkan kalimat, “juga tidak akan berakhir karena sebab-sebab sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1813 KUH Perdata”. J. Satrio, Parate Eksekusi …, Op.,Cit, hlm. 23.17 Lihat J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 307.

Page 33: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan26

ruang lingkup hukum perdata formil. Namun konsep parate eksekusi ini haruslah didudukkan sebagai kekhususan dan berada dalam lingkup hukum perdata materiil, karena sangat berbeda maksud, proses dan implikasinya dengan eksekusi riil menurut hukum perdata formil. A. Pitlo sebagaimana disitir oleh P.A. Stein, dalam penegasannya menyangkut konsep parate eksekusi ini bukanlah dalam ruang lingkup hukum perdata formil, di mana dia menyatakan “... buiten het terrein der rechtvordering”, atau bila diterjemahkan konsep parate eksekusi ini berada di luar wilayah hukum acara18.

2. Rekonstruksi hukumRekonstruksi hukum utamanya dalam konteks parate eksekusi

perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengembalikan nilai keadilan yang paralel dengan nilai kepastian hukum dalam UU Hak Tanggungan. Kepentingannya tentu bukan sekedar keadilan prosedural, namun hadirnya keadilan subtantif secara nyata dapat dirasakan baik oleh kreditur maupun debitur. Sehingga aspek kemudahan dan kemanfaatan parate eksekusi tidak hanya dimiliki oleh kreditur saja, namun demikian akan dirasakan secara nyata oleh debitur.

Pembaharuan atau rekonstruksi secara terminologi memiliki berbagai macam pengertian. Rekonstruksi memiliki arti bahwa “re” berarti pembaharuan sedangkan “konstruksi” memiliki arti suatu sistem, bentuk, tata cara atau secara lebih luas merupakan pola pola hubungan yang ada di dalam suatu sistem. Menurut B.N Marbun, definisi rekonstruksi secara sederhana adalah penyusunan atau penggambaran kembali dari bahan-bahan yang ada dan disusun kembali sebagaimana adanya atau kejadian semula yang membentuk suatu proses kerja19.

Rekonstruksi menurut Yusuf Qardhawi itu mencakup 3 (tiga) poin penting, yaitu: Pertama, memelihara inti bangunan asal dengan

18 J. Satrio, Parate Eksekusi…, Op.,Cit, hlm. 43.19 Lihat B.N. Marbun, Kamus Politik, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hlm. 469.

Page 34: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 27

tetap menjaga watak dan karakteristiknya. Kedua, memperbaiki hal-hal yang telah runtuh dan memperkuat kembali sendi-sendi yang telah lemah. Ketiga, memasukkan beberapa pembaharuan tanpa mengubah watak dan karakteristik aslinya. Dari sini dapat dipahami bahwa rekonstruksi bukanlah menampilkan sesuatu yang benar-benar baru, namun lebih tepatnya rebuilding, dan kemudian menerapkannya dengan realitas saat ini20.

Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud rekonstruksi parate eksekusi dalam penelitian ini adalah membangun sistem atau bentuk parate eksekusi dengan tetap berpedoman pada doktrin dan kaidah hukum, namun dengan melakukan penyesuaian dan penyempurnaan baik dari sisi tujuan, prosedur pelaksanaannya dengan memakai nilai keadilan sebagai cita-cita, sehingga relevan untuk diterapkan pada masa sekarang.

3. konsep keadilanKeadilan merupakan cita hukum yang hendak dan harus

diwujudkan di Indonesia, sebab hal ini merupakan amanat dan perintah dari Konstitusi. Keadilan yang hendak dicapai tentu merujuk pada Pancasila sebagai philosopgische grondslag Indonesia atau menurut Soekarno disebut juga sebagai fundamental falsafah21. Sebagai falsafah negara, Pancasila digunakan sebagai dasar dalam mengatur pemerintahan negara dan penyelenggaraan negara. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara, merupakan sumber tertib hukum tertinggi yang mengatur kehidupan negara dan masyarakat, di mana norma dan nilai keadilan yang hendak diwujudkan harus selaras dengan Pancasila, utamanya Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, serta Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

20 Lihat Yusuf Qardhawi, “Al-Fiqh Al-Islami bayn Al-Ashâlah wa At-Tajdid”, Jurnal Al-Muslim Al-Mu’ashir, Edisi 3, Juli 1975, Kairo, hlm. 55.21 Lihat C.S.T. Kansil, Pancasila dan UUD 1945 Dasar Falsafah Negara, Pradnya Pertama, Yogyakarta, 1983, hlm. 55.

Page 35: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan28

5. teori keadilan PancasilaKeadilan senantiasa dipertentangkan dengan istilah

ketidakadilan, oleh karenanya di mana ada konsep keadilan maka di situ pun ada konsep ketidakadilan. Menurut Susanto, keadilan secara substansi akan dilahirkan melalui benturan keadilan itu sendiri dengan keraguan dan ketidakadilan, bahwa sesungguhnya keadilan tidak akan berdaya tanpa ketidakadilan dan keraguan22. Hal tersebut secara awam dapat ditarik penyimpulan bahwa orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan fair, sedangkan orang yang tidak adil adalah orang yang tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair).

Penempatan Pancasila sebagai staatsfundamental-norm pertama kali disampaikan oleh Notonagoro23, di mana konsep staatsfundamental-norm (norma fundamental negara) diambil dari teori tentang Jenjang Norma Hukum (Die theorie von stufenordnung der rechtsnormen) Hans Nawiasky24. Dengan demikian maka Pancasila merupakan norma tertinggi karena presupposed atau ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat dalam suatu negara dan merupakan norma yang menjadi rujukan bagi norma-norma hukum di bawahnya. Sejalan dengan hal tersebut, maka dalam konsep hukum dalam kaidah hukum positif, nilai keadilan dalam Pancasila harus selaras dan seiring sejalan dengan staatsgrundgezetze yang berupa hukum dasar atau juga disebut konstitusi (vervassung), undang-undang (formelegezetze), maupun aturan lain dibawahnya (Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum).

22 Lihat Anthon F. Susanto, “Keraguan dan Ketidakadilan Hukum (Sebuah Pembacaan Dekonstruktif)”, Jurnal Keadilan Sosial, Edisi 1, 2010, Jakarta, hlm. 23.23 Lihat Notonagoro, ”Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Pokok Kaidah Fundamentil Negara Indonesia)”, dalam Jimly Asshiddiqie, “Ideologi, Pancasila dan Konstitusi, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia”, dalam Dani Pinasang, “Falsafah Pancasila Sebagai Norma Dasar (Grundnorm) Dalam Rangka Pengembanan Sistem Hukum Nasional”, Jurnal Hukum Unsrat, Vol.XX/No.3/April-Juni/2012, April 2012, Manado, hlm. 3.24 Lihat Dardji Darmodihardjo, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1999, hlm. 21.

Page 36: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 29

Sebagai pokok-pokok pikiran yang mewujudkan cita hukum bangsa Indonesia25, Pancasila berisikan gagasan, karsa, cipta dan pikiran, serta asas-asas fundamental bangsa Indonesia yang terwujud dalam 5 (lima) sila dalam Pancasila. Dalam konteks hukum atau persepsi tentang makna hukum, perwujudan nilai keadilan, kehasil-gunaan (doelmatigheid) dan kepastian hukum, terdapat dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, dan Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Konsep dan nilai keadilan yang terkandung dalam Pancasila tersurat dalam Sila Kelima yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Untuk memahami konsep keadilan sosial dalam sila kelima tersebut dapat dilihat pada Alinea IV Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di mana disebutkan:

“ … susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusywaratan / Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Melihat dalam Pembukaan UUD 1945, nilai keadilan sosial yang terkandung di dalam Sila Kelima Pancasila harus dipahami sebagai sesuatu yang konkrit, dan bersifat “imperatif”26. Keadilan sosial dipahami sebagai nilai yang harus terwujud dan diwujudkan secara nyata ke dalam seluruh kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sejalan dengan konsep keadilan sosial Pancasila, John Rawls juga telah menjelaskan mengenai konsep keadilan sosial yang telah ditulis dalam bukunya yang berjudul A Theory of Justice pada tahun 1971, yang oleh banyak kalangan dianggap sebagai karya terpenting dalam

25 Lihat A. Hamid S Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Menyelenggarakan Pemerinahan Negara (Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I-VII), Disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 61.26 Lihat Jimly Asshiddiqie, Pesan Konstitusional Keadilan Sosial, Kuliah Umum tentang Paradigma Keadilan Sosial dalam Hukum dan Pembangunan di hadapan para dosen Fakultas Hukum, Malang, 2011, hlm. 2.

Page 37: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan30

bidang filsafat, dimana dalam buku tersebut berisi suatu panduan bagaimana sistem kerja sama sosial masyarakat menciptakan kondisi yang fair. Pemikiran John Rawls dalam buku memiliki pengaruh luas dan signifikan dalam dunia pemikiran filsafat, utamanya guna membedah konsep keadilan. Signifikansi pemikiran John Rawls dijelaskan oleh Will Kymlicka27 sebagai berikut:

“Rawls memiliki arti penting historis tertentu dalam mendobrak kebuntutan intusionisme dan utilitarianisme. Tetapi teorinya penting karena alasan yang lain. Teori Rawls mendominasi filsafat politik, bukan dalam arti disepakati secara luas, sebab hanya sedikit orang yang setuju dengan seluruh teorinya, tetapi dalam arti bahwa para ahli teori yang muncul belakangan telah mempertegas dirinya berlawanan dengan Rawls. Mereka menjelaskan apa teori mereka dengan membandingkannya dengan teori Rawls. Kita tidak akan memahami karya tentang keadilan yang muncul belakangan ini jika kita tidak memahami Rawls.”

Dalam kehidupan bermasyarakat umumnya, konsepsi keadilan sosial ini didasari oleh prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) dan egalitarianisme yang bersumber dari Sila pertama, Sila kedua dan Sila kelima Pancasila28. Perwujudan prinsip HAM ini terdapat dalam UUD 1945, diantaranya:a. Hak dalam bidang politik (Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28);b. Hak dalam bidang ekonomi (Pasal 27 ayat (2), Pasal 33, dan Pasal

34);c. Hak dalam bidang sosial budaya (Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 32);d. Hak dalam bidang hankam (Pasal 27 ayat (3), dan Pasal 30); dan e. HAM yang tercantum dalam Bab X A Pasal 28A s.d Pasal 28 J.

Berkaitan dengan konsep HAM sebagai dasar dari konsep keadilan sosial Pancasila, terdapat dua prinsip keadilan sebagai dasar landasan teori dari John Rawls sebagai berikut29:

27 Lihat Will Kymlicka, Pengantar Filsafat Politik Kontemporer: Kajian Khusus atas Teori-Teori Keadilan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hlm. 70.28 Ibid, hlm. 3.29 Lihat John Rawls, Theory of Social Justice, Ohio University, Ohio, 1980, p. 10.

Page 38: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 31

a. Setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang (principle of greatest equal liberty) yang meliputi:1) kebebasan untuk berperan serta dalam kehidupan politik

(hak bersuara, hak mencalonkan diri dalam pemilihan);2) kebebsan berbicara (termasuk kebebasan pers);3) kebebasan berkeyakinan (termasuk keyakinan beragama);4) kebebasan menjadi diri sendiri (person);5) hak untuk mempertahankan milik pribadi.

b. Ketidaksamaan sosial ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga:1) diharapkan memberi keuntungan bagi bagi orang-oang yang

paling tidak beruntung (the difference principle), dan2) semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang (the

principle of fair equality of opportunity).Menurut Rawls keadilan sosial yang terangkum dalam ide pokok

justice as fairness dipahami sebagai keadilan yang berkaitan dengan bagaimana seharusnya hal-hal yang didapatkan, pengorbanan, keuntungan (benefits) dan beban (burdens) dalam kehidupan sosial dibagi dengan adil kepada semua anggota masyarakat. Dengan pengertian bahwa adil dan tidak adil dalam arti yang sederhana adalah ketika seseorang, atau golongan/sekelompok orang tertentu hanya mendapatkan keuntungan yang sedikit dari apa yang seharusnya mereka peroleh, atau beban yang begitu besar dari apa yang seharusnya mereka pikul30.

Bidang pokok keadilan adalah susunan dasar masyarakat, di mana susunan dasar masyarakat meliputi konstitusi, pemilikan pribadi atas sarana-sarana produksi, pasar kompetitif, dan susunan keluarga monogami31. Menurut Rawls, fungsi susunan dasar masyarakat adalah mendistribusikan beban dan keuntungan sosial yang meliputi kekayaan, pendapatan, makanan, perlindungan,

30 Lihat David Miller, Principles of Social Justice, Harvard University Press, London, 1999, p. 1.31 H. Gene Blocker, John Rawls, Theory…., Op.,Cit, p. 378.

Page 39: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan32

kewibawaan, kekuasaan, harga diri, hak-hak dan kebebasan. Sementara itu, beban kerjasama sosial meliputi segala macam bea dan kewajiban seperti pajak32. Dengan demikian maka, dalam mengejar keadilan substantif menurut Rawls, haruslah diterapkan prinsip-prinsip keadilan sosial33 dalam struktur dasar masyarakat. Sebab, prinsip-prinsip keadilan sosial akan menetapkan struktur dasar masyarakat untuk mendistribusikan prospek mendapatkan kebutuhan-kebutuhan pokok manusia (primary goods) yang meliputi hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan34.

Konsepsi keadilan sosial Pancasila dengan demikian tetap mengakui prinsip-prinsip individualisme yang berkaitan dengan HAM, hak kepemilikan individual, namun dibatasi oleh peran negara dengan tetap bersandar pada prinsip-prinsip Ketuhanan, Kemanusiaan, dan Moralitas. Sepintas konsep keadilan sosial dalam Pancasila sering dipersamakan dengan konsep “Negara Kesejahteraan” atau welfare state. Hal ini terlihat dalam praktik nyata di mana Negara berperan sebagai regulator, sekaligus sebagai pihak yang berkewajiban untuk memberikan menjaga ketertiban, menyejahterakan, memberi keadilan, serta terlibat aktif dalam segala bidang. Oleh karena itu, dalam konteks keadilan sosial, antara Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, dan Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia harus saling terikat dan mempengaruhi.

Konsep keadilan yang terdapat dalam Sila Pertama, Kedua, dan Kelima serta dijelaskan dalam UUD 1945 inilah kemudian yang menjadi acuan dalam konteks penyelenggaraan negara hukum Indonesia (cita hukum). Dalam praktiknya, cita hukum dimaksud

32 Ibid, hlm. 50.33 Prinsip keadilan menurut Rawls harus melakukan dua hal: Pertama, prinsip keadilan harus memberi penilaian kongkret tentang adil tidaknya institusi-institusi dan praktek institusional. Kedua, prinsip-prinsip keadilan harus membimbing kita dalam memperkembangkan kebijakan-kebijakan dan hukum untuk mengoreksi ketidak adilan dalam struktur dasar masyarakat tertentu. Lihat John Rawls, A. Theory of Justice, Oxford University, London, 1973, p. 24.34 Ibid. Hlm. 30

Page 40: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 33

tentunya tidak hanya sekedar tolak ukur prosedural atau bersifat regulatif, namun demikian juga berfungsi sebagai tolak ukur pengujian apakah suatu hukum positif adil atau tidak, serta memiliki sifat konstitutif bahwa hukum tanpa cita hukum akan kehilangan makna sebagai hukum35.

Namun demikian, konsepsi keadilan sosial ini tetap berpedoman pada Sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya keadilan sosial yang dimaksud adalah keadilan yang bersumber dari perintah-perintah moral untuk berbuat kebajikan36 yang berasal dari Allah SWT melalui Al-Qur’an.

Menurut M. Quraisy Syihab, sedikitnya ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh pakar agama, yaitu:a. Adil dalam arti “sama”. Surat Al-Nisa’ ayat 58 dinyatakan bahwa:

وإذحكمتم بني انلاس ان حتكموا بالعدل Artinya: “Apabila kamu memutuskan perkara di antara manusia, maka hendaklah engkau memutuskannya dengan adil…”. (QS. Al-Nisa’ ayat 58).

Dari artinya, kata “adil” dalam ayat ini diartikan “sama” yakni hanya mencakup sikap dan perlakuan hakim pada saat proses pengambilan keputusan.

b. Adil dalam arti “seimbang”. Surat Al-Infithar ayat 6-7 dinyatakan bahwa:

يايها االنسن ماغرك بربك الكريم؛ اذلى جلقك فسوك فعدلكArtinya : “Seandainya ada salah satu anggota tubuh manusia berlebih atau berkurang dari kadar atau syarat yang seharusnya, maka pasti tidak akan terjadi ketidak seimbangan”.

Dari sini, keadilan identik dengan kesesuaian (proporsional)

35 Gustav Radburch, dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi dalam Maria Farida Indrati S. Ilmu Perundang-undangan, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta, 2010, hlm. 263-264.36 Menurut Kamali, Quran mengakui watak obyektif dan universalitas keadilan yang disamakan dengan perbuatan-perbuatan baik (kebajikan-kebajikan moral), yang mengatasi masyarakat-masyrakat agama yang berlainan dan memperingatkan umat manusia untuk “tampil dengan perbuatan-perbuatan baik”. Lihat Muhammad Hashim Kamali, Prinsip dan Teori-Teori Hukum Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hlm. 166.

Page 41: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan34

c. Adil adalah “pengertian terhadap hak-hak individu dan memberi hak-hak itu kepada setiap pemiliknya”.

d. Keempat, adil yang dinisbatkan kepada Ilahi. Artinya “memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan untuk itu”. Semua wujud tidak memiliki hak atas Allah. Keadilan Ilahi pada dasarnya merupakan rahmat dan kebaikan-Nya. Keadilan-Nya mengandung konsekwensi bahwa rahmat Allah. tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu dapat meraihnya.

6. teori Von Stufenfbau Der RechtsordnungGagasan dan konsep negara hukum pada mulanya dikembangkan

dari cita-cita Plato37 di mana dalam bukunya yang berjudul Nomoi, menggambarkan bagaimana pentingnya posisi hukum dalam mengatur negara dengan menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang diatur oleh hukum. Gagasan Plato tersebut kemudian dipertegas oleh Aristoteles, yang menyatakan bahwa38:

“Constitutional rule in a state is closely connected, also with the requestion whether is better to be rulled by the best men or the best law, since a government in accordinace with law”.

Pada awalnya Plato berpendapat, untuk mewujudkan negara ideal yang berintikan kebaikan kekuasaan harus dipegang oleh orang yang mengetahui kebaikan, yaitu seorang filosof. Namun demikian, pandangan demikian ini dilanjutkan oleh Plato dan Aristoteles bahwa hal yang paling memungkinkan untuk mencapai tujuan negara yakni kehidupan yang paling baik adalah menempatkan supremasi hukum39. Lebih lanjut Aristoteles berpendapat bahwa adanya suatu

37 Lihat Ni’matul Huda, Negara Hukum, Demokrasi dan Judicial Review, UII Press, Yogyakarta, 2005, hlm. 1.38 Lihat George Sabine, A History of Political Theory, George G.Harrap & Co.Ltd, London, 1995, p. 92.39 Lihat Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, Jakarta, 2009, hlm. 395.

Page 42: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 35

pemerintahan yang berlandaskan konstitusi terlihat dari 3 (tiga) unsur, yaitu adanya pemerintahan yang dilaksanakan untuk kepentingan umum, adanya pemerintahan yang dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan atas ketentuan-ketentuan umum dan bukan dibuat secara semena-mena, dan adanya pemerintahan yang dilaksanakan atas kehendak rakyat dan bukan atas paksaan dan tekanan40.

Sekitar abad ke XVII gagasan mengenai konsep negara hukum semakin berkembang, bersamaan dengan awal Age of Enlightment atau Aufklarung di Eropa. Masa Age of Enlightment telah mendorong perubahan radikal di bidang ketatanegaraan di mana kekuasaan mutlak Raja diakhiri, dan melahirkan persamaan hak antara manusia. Adapun tokoh-tokoh penggagas konsep negara hukum ini ialah John Locke (1632-1704), Montesquieu (1689- 1755) dan J.J. Rousseau (1712 - 1778).

Konsep negara hukum sering diterjemahkan dengan berbagai istilah yang berbeda-beda seperti the rule of law, rechtsstaat, etat de droit atau estado de derecho41. Menurut Azhary, arah dan maksud dari istilah tersebut secara umum adalah sama, yaitu mencegah kekuasaan absolut demi pengakuan dan perlindungan hak asasi, namun demikian perbedaannya terletak pada arti materil atau isi dari kedua istilah tersebut yang disebabkan oleh latar belakang sejarah dan pandangan hidup suatu bangsa42.

Wiryono Projodikoro mendefinisikan mengenai pengertian tentang negara hukum yakni negara di mana para penguasa atau pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas kenegaraan terikat pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku43. Lebih lanjut Muhammad Yamin mengatakan bahwa

40 Lihat Azhari, Negara Hukum Indonesia, Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-Unsurnya, Ul Press, Jakarta, 1995, hlm. 21.41 Susi Dwi Harijanti, Negara Hukum dalam Undang-Undang Dasar 1945, dalam Negara Hukum yang Berkeadilan: Kumpulan Pemikiran dalam Rangka Purnabakti Prof. Dr. H. Bagir Manan, SH., MCL, PSKN FH UNPAD, Bandung, 2011, hlm. 80.42 Azhari, Op.,Cit, hlm. 33.43 Lihat Bahder Johan Nasution, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mandar Maju, Bandung, 2011, hlm. 1.

Page 43: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan36

negara hukum adalah negara yang menjalankan pemerintahan yang tidak menurut kemauan orang-orang yang memegang kekuasaan, melainkan menurut aturan tertulis yang dibuat oleh badan-badan perwakilan rakyat secara sah sesuai dengan asas the laws and not men shall govern44. Bahder Johan Nasution menyimpulkan bahwa negara hukum pada esensinya menitikberatkan pada tunduknya pemegang kekuasaan Negara pada aturan hukum45.

Konsep Negara Hukum di Eropa Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu rechtsstaat. Menurut Stahl sebagaimana dikutip oleh Jimly Asshiddiqie, konsep negara hukum yang disebut dengan istilah rechtsstaat mencakup 4 (empat) elemen penting, yaitu46:a. Perlindungan hak asasi manusia.b. Pembagian kekuasaan.c. Pemerintahan berdasarkan undang-undang.d. Peradilan tata usaha negara.

Sedangkan menurut Albert Venn Dicey dalam bukunya “Introduction to The Study of The Law of The Constitution menyebutkan 3 (tiga) ciri penting The Rule of Law, yaitu:47

a. Supremacy of Law.b. Equality Before The Law.c. Due Process of Law.

Pandangan mengenai negara hukum sebagaimana telah diuraikan di atas menimbulkan konsekuensi logis yakni negara harus melaksanakan upaya-upaya untuk membangun kesejahteraan rakyat dengan cara mengatur kehidupan ekonomi dan sosial agar rakyat dapat menikmatinya secara adil dan demokratis, berdasarkan hukum. Dengan demikian maka keberadaan negara dan penyelenggaraan

44 Ibid.45 Ibid.46 Lihat Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 122.47 Ibid.

Page 44: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 37

pemerintahan didasari atas kesepakatan bersama (social contract) dan nilai-nilai keadilan yang universal antara masyarakat dengan negara yang diwakili eksekutif yang diberi kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan, dan menciptakan suasana yang memungkinkan rakyat terjamin menikmati hak-haknya.

Konsep negara hukum sejatinya menghendaki adanya kedaulatan hukum, dimana hukum memiliki atau merupakan kekuasaan yang tertinggi di dalam suatu negara. Baik penguasa maupun rakyat, dan bahkan negara itu sendiri semuanya patuh kepada hukum, sehingga dapat tercipta keadilan dan harapan yang dikehendaki dan dicita-citakan dari sebuah negara.

Sejalan dengan konteks kedaulatan hukum dalam sebuah negara hukum, Hans Kelsen melahirkan teori hierarki norma hukum, di mana selain norma atau kaidah (kaedah) tersebut berisi pelembagaan nilai-nilai baik dan buruk dalam bentuk tata aturan yang berisi kebolehan, anjuran, atau perintah, namun juga berkaitan dengan legalitas norma dimaksud. Hubungan antara norma yang mengatur pembuatan norma lain dan norma lain tersebut dapat disebut sebagai hubungan super dan subordinasi dalam konteks spasial. Norma yang menentukan pembuatan norma lain adalah superior, sedangkan norma yang dibuat adalah inferior48. Hal ini tidak lain disebabkan bahwa pembuatan norma yang lebih rendah, ditentukan oleh norma lain, yang lebih tinggi49.

Norma tertinggi yang bersifat superior menurut Hans Kelsen adalah Grundnorm atau norma dasar di mana dia adalah merupakan norma tertinggi dalam suatu sistem norma. Norma tersebut tidak lagi dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi norma dasar itu ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai norma dasar yang merupakan gantungan bagi norma-norma yang berada di bawahnya, sehingga suatu norma dasar itu dikatakan pre-

48 Lihat Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 111.49 Ibid.

Page 45: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan38

supposed50. Dalam pandangan Jimly Asshiddiqie, grundnorm atau konstitusi dalam arti formal adalah suatu dokumen nyata sebagai seperangkat norma hukum yang mungkin diubah hanya menurut ketentuan khusus yang dimaksudkan agar perubahan norma ini sulit dilakukan51. Lebih lanjut dinyatakan bahwa Konstitusi dalam arti material terdiri dari aturan-aturan yang mengatur pembuatan norma hukum umum52, khususnya pembuatan undang-undang.

Teori Hans Kelsen ini lebih lanjut dikembangkan oleh Hans Nawiasky yang disebut dengan theorie von stufenfbau der rechtsordnung, di mana suatu norma hukum dari negara manapun selalu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang. Norma yang di bawah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada suatu norma yang tertinggi yang disebut Norma Dasar. Penggolongan jenjang hierarki norma yang di sebutkan oleh Nawiasky adalah :53

a. Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara);b. Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar/Aturan Pokok Negara);c. Formell Gesetz (Undang-Undang Formal); dand. Verordnung dan Autonome Satzung (Aturan pelaksana/Aturan

otonom).Hakikat hukum suatu Staatsfundamentalnorm ialah syarat

bagi berlakunya suatu konstitusi atau undang-undang dasar. Ia ada terlebih dulu sebelum adanya konstitusi atau undang-undang dasar. Staatsfundamentalnorm ialah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar dari suatu negara (Staatsverfassung), termasuk norma pengubahannya54.

Teori von stufenfbau der rechtsordnung tersebut secara jelas tergambar dalam ketentuan pada Pasal 7 ayat (1) UU No 12 Tahun

50 Lihat Maria Farida, Ilmu Perundang-Undangan, Kanisius, Yogyakarta, 2010, hlm. 41.51 Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Op.,Cit, hlm. 111.52 Ibid.53 Maria Farida, Op.,Cit. hlm. 44-45.54 Ibid, hlm. 46.

Page 46: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 39

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, di mana disebutkan mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang;d. Peraturan Pemerintah;e. Peraturan Presiden;f. Peraturan Daerah Provinsi; dang. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, hukum atau peraturan perundang-undangan harus memperhatikan asas-asas55:a. Undang-Undang tidak dapat berlaku surut;b. Undang-Undang tidak dapat diganggu gugat;c. Undang-Undang yang lebih tinggi, memiliki kedudukan yang

lebih tinggi (Lex superiori derogat legi inferiori);d. Undang-Undang yang bersifat khusus akan mengesampingkan

atau melumpuhkan undang-undang yang bersifat umum (Lex specialis derogat legi generalis);

e. Undang-Undang yang baru mengalahkan atau melumpuhkan undang-undang yang lama (Lex posteriori derogat legi priori);

f. Undang-Undang merupakan sarana maksimal bagi kesejahteraan spirituil masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan atau pelestarian.Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Hans Kelsen maupun

Hans Nawiasky, dalam suatu negara sangat dimungkinkan terjadi kekosongan hukum (leemten in het recht), konflik antar norma hukum, dan norma yang kabur (vage normen) atau norma tidak jelas56. Dalam menghadapi konflik antar norma hukum (antinomi

55 Lihat Ellydar Chaidir & Sudi Fahmi, Hukum Perbandingan Konstitusi, Total Media, Yogyakarta, 2010, hlm. 73-74.56 Lihat Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Cetakan ke-2, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 90.

Page 47: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan40

hukum), maka berlakulah asas-asas penyelesaian konflik (asas preferensi), yaitu57:a. Lex superiori derogat legi inferiori, yaitu peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi akan melumpuhkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah;

b. Lex specialis derogat legi generali, yaitu peraturan yang khusus akan melumpuhkan peraturan yang umum sifatnya atau peraturan yang khususlah yang harus didahulukan; dan

c. Lex posteriori derogat legi priori, yaitu peraturan yang baru mengalahkan atau melumpuhkan peraturan yang lama.Teori Hans Nawasky ini tentunya berusaha untuk mengatur

kehidupan manusia dengan berorientasi pada keadilan dan kesetaraan, oleh karenanya disusunlah jenjang-jenjang hukum agar tercipta harmonisasi hukum yang sesuai dengan cita hukum suatu negara. Sejalan dengan hal tersebut, Gustav Radburch58 menggambarkan bahwa:

“Law as “the complex of general precepts for the living-together of human beings” whose ultimate idea is oriented toward justice or equality”.

Menurut Radbruch, inti dari keadilan adalah kesetaraan, sehingga konteks keadilan dalam hukum diarahkan menuju kesetaraan59. Lebih lanjut Gustav Radbruch menyatakan bahwa dalam hukum terdapat 3 (tiga) pilar utama, yakni kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum60. Dalam pandangan Radbruch, ketiga pilar tersebut mengalami benturan di mana di antara ketiganya dapat dimungkin akan saling tarik menarik, namun saling terikat dan tidak dapat dipisahkan (antinomy). Dalam menegakkan hukum harus ada kompromi antara ketiga unsur tersebut. Meski dalam praktiknya tidak selalu mudah

57 Lihat Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Cetakan ke-3, Liberty, Yogyakarta, 2002, hlm. 85-87.58 Lihat Emil Lask, Gustav Radbruch, and Jean Dabin, The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, Harvard University Press, Cambridge, 1950, p. 90-91.59 Loc.,Cit, hlm. 76.60 Ibid, hlm. 107.

Page 48: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 41

mengusahakan kompromi secara seimbang antara ketiga unsur tersebut61.

Konflik antara kepastian hukum dengan keadilan, atau keadilan dengan kemanfaatan hukum tentunya tidak dapat dilepaskan dalam konteks das sein. Konfilk ini sebagai contoh adalah bahwa ada orang yang melakukan perbuatan mencuri, sehingga orang tersebut karena perbuatannya memenuhi kualifikasi delik pidana. Dalam konteks keadilan, penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tersebut dapat saja dianggap tidak memenuhi rasa keadilan, namun demikian tentu akan berbeda bila kita melihat dari sudut pandang kemanfaatan dan kepastian hukum. Namun demikian, tentu keadilan dapat dicapai bilamana unsur kepastian hukum telah dicapai, sebab salah satu tujuan pokok dari kepastian hukum adalah memastikan hadirnya perdamaian dan ketertiban62.

Hukum secara hakiki harus pasti dan adil, di mana pasti sebagai pedoman perbuatan dan adil karena pedoman perbuatan itu harus menunjang suatu tatanan yang dinilai wajar. Dalam konteks tersebut, hukum dapat bersifat adil manakala dilaksanakan, sehingga secara otomatis sifat kepastian tersebut ada manakala hukum dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Menurut Shidarta, kepastian dan keadilan bukanlah sekedar tuntutan moral, melainkan secara faktual mencirikan hukum. Suatu hukum yang tidak pasti dan tidak mau adil bukan sekedar hukum yang buruk, melainkan bukan hukum sama sekali. Kedua sifat itu termasuk paham hukum itu sendiri (den begriff des Rechts)63.

Kepastian hukum adalah sicherkeit des rechts selbst (kepastian tentang hukum itu sendiri). Makna kepastian hukum dapat dilihat dalam konteks64:

61 Lihat Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2010, hlm. 161.62 Lihat Heather Leawoods, “Gustav Radbruch: An Extraordinary Legal Philosopher”, Washington University Journal of Law & Policy, Vol. 2, January 2000, Washington, p. 493.63 Lihat Shidarta, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berfikir, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm. 79-80.64 Lihat Satjipto Rahardjo, Hukum dalam Jagat Ketertiban, UKI Press, Jakarta, 2006, hlm. 135-136.

Page 49: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan42

a. Bahwa hukum itu positif, artinya bahwa ia adalah perundang-undangan (gesetzliches recht). Sebagai contoh bahwa diakuinya asas legalitas merupakan bukti di mana hukum merupakan norma positif, sehingga sifat keberlakuannya akan bergantung padanya.

b. Bahwa hukum itu didasarkan pada fakta (tatsachen), bukan suatu rumusan tentang penilaian yang nanti akan dilakukan oleh hakim, seperti “kemauan baik”, dan ”kesopanan”.

c. Bahwa fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, di samping juga mudah dijalankan.

d. Hukum positif itu tidak boleh sering diubah-ubah.Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan

dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam arti tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis dalam arti ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma, atau distorsi norma.

Realitas benturan antara aspek keadilan dengan aspek kepastian hukum sejatinya lebih diakibatkan dari pola penegakan hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum itu sendiri, dibandingkan dengan asumsi tentang buruknya norma tekstual dalam suatu perundang-undangan. Sesungguhnya jelas, bilamana harus dilacak, untuk membuat sebuah produk hukum tentunya harus mendasarkan pada asas-asas peraturan perundang-undangan yang ada sebagai titik tolak. Pada Pasal 5 UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah diatur asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang baik, yang meliputi:

Page 50: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 43

a. Kejelasan tujuan;b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;d. Dapat dilaksanakan;e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;f. Kejelasan rumusan; dang. Keterbukaan.

Disamping itu, dalam Pasal 6 ayat (1) UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dijelaskan bahwa materi muatan perundang-undangan harus mencerminkan asas65:

65 Pada Penjelasan Pasal 6 ayat (1):- huruf a, yang dimaksud dengan “asas pengayoman” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat.- huruf b, yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.- huruf c, yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.- huruf d, yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.- huruf e, yang dimaksud dengan “asas kenusantaraan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.- huruf f, yang dimaksud dengan “asas bhinneka tunggal ika” adalah bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.- huruf g, yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.- huruf h, yang dimaksud dengan “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.- huruf i, yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.- huruf j, yang dimaksud dengan “asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat, dan kepentingan bangsa dan negara.

Page 51: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan44

a. Pengayoman;b. Kemanusiaan;c. Kebangsaan;d. Kekeluargaan;e. Kenusantaraan;f. Bhinneka Tunggal Ika;g. Keadilan;h. Kesaamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;i. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atauj. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan;

Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud di atas, asas-asas tersebut tentunya dijadikan sebagai prasyarat mutlak dalam setiap pembuatan produk hukum baru, sehingga harapannya akan lahir aturan hukum yang ideal sebagaimana yang diharapkan. Aturan hukum yang mampu menciptakan kepastian hukum adalah hukum yang lahir dari dan mencerminkan budaya masyarakat. Kepastian hukum yang seperti inilah yang disebut dengan kepastian hukum yang sebenarnya (realistic legal certainly), yaitu mensyaratkan adanya keharmonisan antara negara dengan rakyat dalam berorientasi dan memahami sistem hukum. Dengan demikian maka hukum itu sendirilah yang akhirnya menunjukkan bahwa kepastian hukum dapat dicapai jika substansi hukumnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Jan M. Otto menjelaskan mengenai syarat bagi jaminan kepastian hukum66:a. Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas atau jernih, konsisten

dan mudah diperoleh (accesible), yang diterbitkan oleh kekuasaan negara;

b. Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintahan) menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya;

c. Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut;

66 Jan Michiel Otto dalam Shidarta, Op.,Cit, hlm. 85.

Page 52: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 45

d. Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum; dan

e. Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.

7. Legal System Theory lawrence M. FriedmanLawrence M. Friedman mengemukakan dalam bukunya yang

berjudul The Legal System: A Social Science Perspective (Sistem Hukum: Sebuah Perspektif Ilmu Sosial), bahwa efektif dan berhasil/tidaknya penegakan hukum tergantung 3 (tiga) unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (struktur of law), substansi hukum (substance of the law) dan budaya hukum (legal culture)67. Lawrence M. Friedman menjelaskan struktur hukum (legal structure) sebagai berikut68:

“To begin with, the legal sytem has the structure of a legal system consist of elements of this kind: the number and size of courts; their jurisdiction. ... Structure also means how the legislature is organized ...”.

Struktur dari sistem hukum terdiri atas unsur jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinya (termasuk jenis kasus yang berwenang mereka periksa), penataan badan legislatif. Dalam hal ini, komponen struktur hukum mencakup berbagai institusi yang diciptakan oleh sistem hukum dengan berbagai macam fungsinya dalam rangka mendukung bekerjanya sistem hukum tersebut. Beberapa institusi yang menjalankan fungsi struktur hukum dalam konteks lembaga hak tanggungan dan parate eksekusi adalah KPKNL, Kantor Lelang Swasta, Pengadilan, Notaris, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Mahkamah Agung, dan seterusnya. Institusi-institusi dalam struktur hukum dimaksud menjalankan peran baik dari proses penandatanganan perjanjian, pendaftaran hak tanggungan, lembaga eksekutorial, maupun peran legislator.

67 Lihat Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective, Russel Sage Foundation, New York, 1969, p. 16.68 Lihat Lawrence M. Friedman, American Law, W.W. Norton & Company, London, 1984, p. 6.

Page 53: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan46

Komponen sistem hukum yang kedua adalah substansi hukum (substance of the law), di mana hal ini dijelaskan oleh Lawrence. M. Friedman69:

“Subtance is what we call the actual rules or norms used by institutions,(or as the case may be) the real observable behavior patterns of actors within the system…”.

Substansi hukum ini menyangkut tentang aturan-aturan (undang-undang) atau norma norma yang dipakai oleh institusi hukum maupun praktik-praktik dan pola-pola hukum yang ada dalam suatu sistem. Dengan demikian maka dalam konteks penelitian ini, aspek yang akan dikaji substansi hukumnya adalah aturan-aturan yang melingkupi segala aspek mengenai hak tanggungan dan parate eksekusi, baik yang berupa hukum positif, yurisprudensi, asas-asas hukum, maupun doktrin-doktrin yang ada. Kajian mengenai substansi hukum ini menjadi sangat penting guna menganalisis baik dalam aspek ketentuan parate eksekusi, prosedur pelaksanaan parate eksekusi, maupun kemungkinan-kemungkinan inkonsistensi muatan atau disharmonisasi aturan perundang-undangan.

Titik balik dari kajian substansi hukum adalah untuk menemukan sekaligus membuat formula untuk menjawab semua permasalahan sehingga akan menghasilkan hasil yang berkeadilan, bermanfaat, serta berkepastian hukum utamanya bagi para pihak yang bersinggungan.

Kemudian adalah budaya hukum (legal culture), yang dijelaskan oleh Lawrence M. Friedman adalah sebagai berikut70:

“….attitude and values that related to law and legal system, together with those attitudes and values affecting behavior related to law and its institutions, ether positively or negatively”.

69 Lawrence M.Friedman, The Legal System …,Op.,Cit, p. 17. 70 Lihat Lawrence M.Friedman, “On Legal Developmant”, Jurnal Rutgers Law Review, Vol. 24, United States, 1969, p. 28.

Page 54: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 47

Lebih lanjut Friedman menjelaskan:“We can distinguish between an external and an internal legal culture. The external legal culture is the legal culture of those members of society who perform specialized legal tasks. Every society has a legal culture but only societes with legal specialists have an internal legal culture”.

Page 55: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan48

Page 56: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 49

BAB IIPELEMBAGAAN, PENGATURAN, DAN EKSISTENSI HUKUM JAMINAN DI INDONESIA

A. HukuM JAMinAn1. Pengertian Hukum Jaminan

Pembangunan ekonomi secara masif dewasa ini (baca: ekonomi makro) tak dapat dilepaskan dari aspek pertumbuhan ekonomi mikro yang berkembang pesat. Sektor-sektor penunjang bagi kelangsungan hidup para pelaku bisnis baik dalam skala besar maupun kecil terutama sektor perbankan maupun lembaga keuangan secara sinergis menjadi pilar pendukungnya. Sektor perbankan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi baik secara makro maupun secara riil, sebab sektor inilah yang berfungsi sebagai penghimpun dan penyalur dana bagi masyarakat, yang salah satu usahanya adalah memberikan kredit.

UU Hak Tanggungan dalam Penjelasan Umum No 1 menyatakan bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam rangka memelihara kesinambungan pembangunan tersebut, yang para pelakunya meliputi baik pemerintah maupun masyarakat sebagai orang perseorangan dan badan hukum, sangat memerlukan dana dalam jumlah besar. Dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat juga keperluan akan tersedianya dana, yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan. Mengingat pentingnya dana perkreditan tersebut dalam proses pembangunan, sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit

Page 57: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan50

serta melalui suatu lembaga mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan yang dapat pula memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of Law dalam bahasa Inggris, zekerheidsstelling atau zekerheidsrechten dalam bahasa Belanda71. Istilah zekerheidsstelling atau zekerheidsrechten berasal dari istilah zekerheid atau cautie di mana pengertian tersebut mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin kalau tagihan itu dapat terpenuhi, di samping itu juga memuat pertanggung jawaban debitur. Dalam pengertian yang utuh, istilah zekerheidsstelling, atau zekerheidsrechten diartikan sebagai kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditor yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang (kredit) yang diterima debitur (pemberi jaminan) terhadap kreditornya (penerima pinjaman)72.

Hukum jaminan menurut J. Satrio adalah peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur73. Ketentuan hukum ini dapat berupa kaidah-kaidah, asas-asas, maupun segala perangkat yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditur) sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu dengan suatu jaminan. Senada dengan J. Satrio, menurut Thomas Suyanto hukum jaminan adalah ketentuan mengenai penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu barang74.

Berbeda dengan pengertian hukum jaminan menurut J. Satrio dan Thomas Suyanto yang bersifat lebih luas, Salim HS lebih secara lebih spesifik dan sempit berpendapat bahwa hukum jaminan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum

71 Salim HS, Op.,Cit, hlm. 5.72 Djuhaendah Hasan, Op.,Cit, hlm. 120.73 J. Satrio, Hukum Jaminan ..., Op.,Cit, hlm. 3.74 Lihat Frieda Husni Hasbulah, Hukum Kebendaan Perdata, Hak-Hak yang Memberi Jaminan, Jilid II, Indhill. Co, Jakarta, 2002, hlm. 6.

Page 58: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 51

antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit75.

Dengan demikian maka, hukum jaminan sesungguhnya adalah kaidah, aturan-aturan serta perangkat hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditur) sebagai akibat pembebanan suatu prestasi tertentu dengan pertanggungan suatu jaminan. Oleh karenanya maka dalam hukum jaminan juga selain diatur perlindungan hukum terhadap kreditur sebagai pihak pemberi hutang saja, namun juga diatur perlindungan hukum terhadap debitur sebagai pihak penerima hutang. Berdasarkan uraian di atas, unsur-unsur yang terkandung di dalam perumusan hukum jaminan ialah sebagai berikut76:a. Adanya kaidah hukum

Kaidah hukum dalam bidang hukum jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, yurispundensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang bertumbuh, hidup dan berkembang di dalam masyarakat.

b. Adanya pemberian jaminan dan penerima jaminanPemberi jaminan adalah orang atau badan hukum yang

menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Pemberian jaminan dapat juga dikatakan orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit disebut sebagai debitur. Penerimaan jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan atau dari debitur. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas

75 Salim HS, Op.,Cit, hlm. 6.76 Salim H.S, Op.,Cit, hlm. 7.

Page 59: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan52

kredit. Lembaga yang memberikan fasilitas kredit tersebut dapat berupa lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank.

c. Adanya jaminanPada dasarnya jaminan yang diserahkan kepada pihak

kreditur adalah jaminan materil yang merupakan jaminan berupa hak-hak kebendaan seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak.

d. Adanya fasilitas kreditPembebanan jaminan yang dilakukan pemberi jaminan

bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau dari lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit ini merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan. Maksud dari kata berdasarkan kepercayaan disini adalah bahwa bank atau lembaga keuangan non bank percaya bahwa debitur sanggup mengembalikan pokok pinjaman dan membayar bunga serta biaya yang dikeluarkan untuk memelihara obyek gadai atau benda jaminan. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya77.Bila dilihat secara cermat, hukum jaminan di Indonesia belum

secara utuh menjadi satu kesatuan, atau dengan kata lain masih tersebar dalam beberapa ketentuan perundang-undangan. Hal ini salah satunya dikarenakan kedudukan KUH Perdata sebagai lex generalis dari hukum jaminan yang sampai saat ini belum mengalami perubahan sejak zaman kolonial, sehingga diperlukan peraturan-peraturan perundang-undangan lain yang bersifat lex specialis guna menjawab kebutuhan dan perubahan-perubahan perilaku masyarakat saat ini.

Sebagai bagian dari hukum jaminan yang secara khusus ada pada bagian dari hukum benda dan hukum perikatan, hukum jaminan juga diatur dalam Buku II dan Buku III KUH Perdata. Terdapat berbedaan

77 Sebagai perbandingan, pendapat senada meskipun tidak sama juga diberikan oleh Rahmadi Usman tentang unsur-unsur dalam perumusan hukum jaminan sebagaimana yang disampaikan oleh Salim HS. Lihat Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 2.

Page 60: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 53

karakter antara Buku II KUH Perdata yang bersifat tertutup dan Buku III KUH Perdata yang bersifat terbuka. Sistem tertutup buku II KUH Perdata ini mengandung pengertian bahwa orang tidak dapat mengadakan/membuat hak-hak kebendaan yang baru selain yang sudah ditetapkan dalam undang-undang, di mana hak-hak kebendaan yang diakui itu hanya hal-hal kebendaan yang sudah diatur oleh undang-undang78. Sementara itu, sistem terbuka Buku III KUH Perdata mengacu pada asas kebebasan berkontrak yang di atur dalam Pasal 1338 ayat (1) dan Pasal 1319 KUH Perdata. Dalam ketentuan dimaksud, sepanjang memenuhi syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, undang-undang itu sendiri telah memberikan kebebasan bagi para pihak untuk membuat perjanjian di luar KUH Perdata. Di samping itu, seluruh ketentuan dalam Buku III KUH Perdata berlaku untuk perjanjian-perjanjian yang di buat para pihak79.

Aturan lain yang mengatur hukum jaminan di luar KUH Perdata diantaranya adalah ketentuan mengenai hipotik yang diatur dengan UUPA, ketentuan mengenai hak tanggungan yang diatur pada UU Hak Tanggungan, ketentuan mengenai Jaminan Fidusia yang diatur pada UU Jaminan Fidusia, maupun ketentuan mengenai Sistem Resi Gudang yang diatur dalam UU Sistem Resi Gudang dan UU Perubahan UU Sistem Resi Gudang.

Tersebarnya aturan-aturan dasar dari hukum jaminan dalam beberapa ketentuan perundang-undangan ini merupakan bukti bahwa rezim hukum Indonesia mencoba untuk membuka diri terhadap perilaku-perilaku masyarakat yang telah jauh berubah, sehingga hukum harus selalu beradaptasi terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat, utamanya melahirkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Sebab salah satu hal yang mendasari dari hukum jaminan adalah berupaya untuk menghadirkan keadilan yang seimbang antara kreditur dengan debitur, baik menyangkut hak dan

78 Lihat Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan ke-6, Intermasa, Jakarta, 1979, hlm. 13.79 Lihat Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 212.

Page 61: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan54

kewajiban maupun aspek aspek kemanfaatan yang dilahirkan dari hubungan timbal balik keduanya.

Istilah jaminan itu sendiri sebenarnya telah dikenal jauh melampaui lahirnya KUH Perdata sebagai salah peraturan perundang-undangan yang didalamnya mengatur mengenai jaminan. Bahkan masyarakat Belanda telah terlebih dahulu mengenal dalam hal hubungan pinjam meminjam dengan disertai jaminan jauh sebelum Burgerlijk Wetboek (BW) lahir pada tahun 1840-an. Dalam sejarah, praktik gadai dan fidusia sebagai salah satu lembaga jaminan telah ada dan eksis di Eropa, meski pada masa itu aturan-aturan yang digunakan berdasarkan kebiasaan masyarakatnya dan belum berbentuk norma positif sebagaimana BW maupun ketentuan perundang-undangan lain. Bahkan, masuknya lembaga jaminan berupa lembaga gadai dalam BW pada masa itu di Belanda dapat dikatakan sebagai upaya Belanda untuk mengambil perilaku dan kebiasaan masyarakat pada masa itu menjadi norma positif.

Istilah jaminan sebagaimana telah diurai pada sub bab sebelumnya berasal dari kata zekerheid atau Cauti, di mana dipahami sebagai cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, di samping pertanggung jawaban umum debitur terhadap hutang-hutangnya. Hukum membedakan jaminan menjadi dua, yakni jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus. Jaminan yang bersifat umum diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata, di mana dalam Pasal 1131 menyatakan bahwa:

“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu”.

Selanjutnya disebutkan pada Pasal 1132 KUH Perdata bahwa:“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menghutangkan kepadanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara orang-orang yang berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.

Page 62: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 55

Dari konstruksi Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata dimaksud maka konstruksi jaminan dapat disimpulkan mengenai:a. Pemenuhan kewajiban debitur kepada kreditur;b. Seluruh harta kekayaan debitur merupakan jaminan bagi

pelunasannya (ex lege), atau tanpa harus diperjanjikan;c. Wujud jaminan ini dapat berupa benda bergerak maupun benda

tidak bergerak yang dapat dinilai dengan uang (jaminan materiil);d. Timbulnya jaminan karena adanya perikatan antara kreditur

dengan debitur;e. Keyakinan kreditur atas kesanggupan debitur untuk melunasi

hutangnya. Sedangkan jaminan yang bersifat khusus diatur di dalam undang-

undang, diantaranya UUPA, UU Hak Tanggungan, UU Jaminan Fidusia, UU Sistem Resi Gudang dan UU Perubahan UU Sistem Resi Gudang, dan UU Pelayaran (hipotik atas kapal) dan UU Penerbangan (hipotik atas pesawat).

Senada dengan hal tersebut, Rachmadi Usman80 menyatakan fungsi jaminan adalah untuk:a. Memberikan hak dan kepuasan terhadap bank untuk mendapat

pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu membayar kembali utangnya pada waktu yang dijanjikan;

b. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan mengikatkan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil;

c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetuju agar debitur atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan oleh bank.

80 Lihat Rachmadi Usman, Perkembangan Hukum Perdata dalam Dimensi Sejarah dan Politik Hukum di Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2003, hlm. 286.

Page 63: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan56

Pengertian jaminan juga terdapat dalam hasil keputusan Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta dari tanggal 9-11 Oktober 1978. Di dalam seminar tersebut disimpulkan bahwa pengertian jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum81.

Mariam Darus Badrulzaman mengartikan jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan pihak ketiga kepada kreditor untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan82. Artinya jaminan di sini dimaksudkan sebagai suatu pertanggungan kewajiban dari debitur kepada kreditur, namun bukanlah suatu pengganti kewajiban tersebut. Secara sederhana, atas kesediaan debitur memberikan jaminan pertanggungan kepada kreditur ini, kreditur percaya dan yakin bahwa kewajiban debitur akan dilaksanakan dengan baik kepadanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hartono Hadisaputro yang menyatakan jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditor untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan83.

Istilah jaminan pada perspektif lain seperti dalam perspektif perbankan seringkali dipersepsikan sama dengan istilah agunan, meskipun pada akhirnya dibedakan. Pada awalnya, secara historis istilah jaminan dalam Undang-Undang Perbankan yang lama, yakni UU No 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan84, belum dipersepsikan sama dengan agunan. Pengertian jaminan di dalam UU tersebut terdapat pada Pasal 24 ayat (1) di mana disebutkan bahwa, “Bank Umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga”. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa “yang

81 Lihat Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 69.82 Lihat Ronald Saija dan Roger F.X.V. Letsoin, Buku Ajar Hukum Perdata, Cetakan ke-2, Deepublish, Yogyakarta, 2016, hlm. 59.83 Lihat Hartono Hadisaputro, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, 1984, hlm. 50.84 Sekarang telah diganti oleh UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Page 64: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 57

dimaksud dengan jaminan dalam ayat (1) ini adalah jaminan dalam arti luas, yaitu jaminan yang bersifat materiil maupun yang bersifat immaterial”. Hal yang sama juga terdapat dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, pada Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa “Jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan”.

Istilah agunan baru lahir berdasarkan Pasal 1 angka 23 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa Agunan adalah jaminan tambahan deserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah. Namun demikian, secara prinsip penggunaan istilah jaminan merupakan term populis yang telah diterima secara akademik maupun secara umum bila dibandingkan dengan istilah agunan.

2. sifat Hak JaminanSifat jaminan terbagi menjadi 2 (dua) menurut hukum, di mana

hak jaminan yang bersifat umum dan hak jaminan yang bersifat khusus.a. Hak jaminan yang bersifat umum

Jaminan yang bersifat umum ditujukan kepada seluruh kreditur dan mengenai segala kebendaan debitur. Setiap kreditur mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelunasan utang dari hasil pendapatan penjualan segala kebendaan yang dipunyai debitur. Dalam hak jaminan yang bersifat umum ini, semua kreditur bersifat konkruen di mana semua mempunyai kedudukan yang sama terhadap kreditur lain serta tidak ada kreditur yang diutamakan atau diistimewakan dari kreditur lain. Artinya secara sederhana meskipun antara kreditur dengan debitur tidak mengikatnya melalui perjanjian, hak jaminan yang bersifat umum

Page 65: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan58

ini telah mengikat dan ada secara hukum, karena dilahirkan atau ditimbulkan oleh perintah undang-undang (ex lege).

Ketentuan mengenai jaminan yang bersifat umum berasal dari ketentuan pada Pasal 1131 KUH Perdata yang menyatakan:

“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu”.

Aturan dimaksud mengakibatkan bahwa seluruh aset kekayaan baik berupa barang bergerak ataupun tidak bergerak yang menjadi milik maupun akan menjadi milik debitur menjadi tanggungan utangnya kepada kreditur. Selanjutnya, dalam Pasal 1132 KUH Perdata juga disebutkan bahwa:

“Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan”.

Bila dilihat dari bunyi Pasal 1132 KUH Perdata ini sesungguhnya hendak menjelaskan bahwa bilamana seorang debitur memiliki tanggungan piutang terhadap beberapa kreditur, maka selurung aset debitur secara otomatis digunakan sebagai pertanggungan piutangnya, dan bilamana debitur cidera janji atau gagal bayar, maka seluruh asetnya akan dibagikan secara proporsional berdasarkan jumlah piutangnya terhadap seluruh kreditur. Pada konteks ini, kedudukan kreditur adalah seimbang, tidak ada yang memiliki hak dan keistimewaan untuk dibayarkan piutangnya terlebih dahulu atau seluruhnya, sebab seluruh kreditur akan mendapatkan pengembalian berdasarkan jumlah piutangnya.

Namun demikian, permasalahan baru akan muncul manakala jumlah seluruh aset atau barang yang menjadi milik debitur ini tidak cukup untuk memenuhi pembayaran atas piutangnya terhadap semua kreditur. Hal ini akan melahirkan polemik

Page 66: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 59

baru, sebab semua kreditur tetap akan berharap dan meminta pengembalian piutang sesuai dengan nilai semula, di samping itu juga bagaimana nasib kreditur yang akhirnya akan menjadi korban karena piutangnya tidak dibayarkan. Dalam bahasa sederhana, bagaimana akan membayar dan melunasi semua piutangnya, sedangkan aset debitur justru lebih rendah nilainya dari jumlah piutangnya. Hal ini dapat terjadi mungkin karena harta kekayaannya menjadi berkurang nilainya atau apabila harta kekayaan debitur dijual kepada pihak ketiga sementara hutang-hutangnya belum dibayar lunas85.

Kemudian bilamana debitur cidera janji, pelaksanaan eksekusi atas hak jaminan yang bersifat umum adalah menggunakan ketentuan Hukum Acara Perdata biasa / HIR, yakni melalui gugatan, atau eksekusi sukarela. Oleh karenanya apabila debitur wanprestasi maka kreditur dapat meminta pengadilan untuk menyita dan melelang seluruh harta debitur.

Sebagaimana telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa jaminan umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :86

1) Para kreditur mempunyai kedudukan yang sama atau seimbang, artinya tidak ada yang lebih didahulukan dalam pemenuhan piutangnya dan disebut sebagai kreditur yang konkuren;

2) Ditinjau dari sudut haknya, para kreditur konkuren mempunyai hak yang bersifat perorangan, yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu;

3) Jaminan umum timbul karena undang-undang, artinya antara para pihak tidak diperjanjikan terlebih dahulu. Dengan demikian para kreditur konkuren secara bersama-sama memperoleh jaminan umum berdasarkan undang-undang.

85 Frieda Husni Hasbullah, Op.,Cit, hlm. 8.86 Ibid, hlm. 10.

Page 67: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan60

b. Hak Jaminan yang bersifat khususHukum selalu berusaha untuk memperbaiki diri, memlengkapi

diri serta berkembang mengikuti perkembangan perilaku masyarakatnya. Meskipun ada adagium yang menyatakan bahwa hukum selalu tertinggal satu langkah dari peradaban manusia, namun sifat dialektisnya terus menerus berjalan menuju ke arah kualitatif. Sifat adaptif dari hukum itu sendiri yang secara bersamaan menjawab kebutuhan masa kini sekaligus tantangan di masa depan tercermin dari adanya ketentuan-ketentuan atau norma-norma yang bersifat predictable utamanya dalam hal ini adalah menjawab kebutuhan masyarakat terkait hukum jaminan.

Dalam hal kelemahan-kelemahan dalam hak jaminan yang bersifat umum, KUH Perdata sebagai norma general dari hukum perdata khususnya hukum jaminan menyediakan perangkat yang lebih menguntungkan bagi para pihak yang bergelut dengan aspek hukum jaminan. Sebagai jawaban, KUH Perdata melalui ketentuan pada Pasal 1132, berusaha untuk menghadirkan aspek keadilan, kemanfaatan, serta kepastian hukum yang dianggap lemah dalam Pasal 1131 KUH Perdata. Pada Pasal 1132 KUH Perdata disebutkan bahwa:

“Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.”

Pada pasal ini, yakni pada frase, “kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan”, terlihat jelas adanya pengecualian bagi para kreditur yang memiliki privillage atau keistimewaan. Artinya dalam kondisi tertentu, posisi kreditur dapat menguat dalam hal pelunasan piutangnya, baik dalam hal mendahului kreditur lain, maupun dalam hal mendapatkan hasil penjualan yang sesuai dengan piutang yang telah diberikan kepada debitur. Penegasan ini lebih ditandaskan

Page 68: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 61

pada Pasal 1133 dan Pasal 1134 KUH Perdata, di mana disebutkan bahwa:

Pasal 1133“Hak untuk didahulukan di antara para kreditur bersumber pada hak istimewa, pada gadai dan pada hipotik”.

Pasal 1134 “Hak istimewa adalah suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang kreditur yang menyebabkan ia berkedudukan lebih tinggi daripada yang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutang itu. Gadai dan hipotik lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal undang-undang dengan tegas menentukan kebalikannya”.

Kekhususan dari jaminan yang dimaksud pada Pasal 1132, Pasal 1133, dan Pasal 1134 KUH Perdata ini dikarenakan sifat privillage yang diberikan oleh undang-undang, namun juga secara bersamaan dilahirkan berdasarkan pada perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh para pihak terkait sebelumnya. Perjanjian antara para pihak atau antara kreditur dengan debitur ini yang kemudian melahirkan hak preferensi bagi kreditur atas benda tertentu yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur sebagai jaminan.

Dalam konteks jaminan yang bersifat khusus ini terjadi karena sebab 2 (dua) hal, yaitu:1) Undang-undang menentukan sebagai piutang yang

diistimewakan (ex lege).2) Hak preferensi bagi kreditur atas benda tertentu yang

diserahkan oleh debitur, berdasarkan perjanjian antara debitur dengan kreditur.Hak preferensi di sini artinya kreditur akan diberikan

perlindungan hukum yang cukup, baik menyangkut tentang hak untuk mendahului kreditur lain, maupun hak untuk mendapatkan pengembalian sejumlah yang sama dengan piutang yang telah diberikan. Hak preferensi ini penting bagi kreditur, sebab terdapat kepastian hukum untuk menerima pengembalian pokok kredit

Page 69: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan62

dan bunga dari debitur bilamana debitur cidera janji dan tidak mampu dalam pengembalian melalui eksekusi terhadap benda jaminan.

Selain itu, debitur juga akan mendapat manfaat yang sama besarnya, di mana dengan memakai ketentuan ini maka tingkat keyakinan dan kepercayaan kreditur akan meningkat, baik dari sisi besarnya pinjaman modal atau kredit, maupun sisi kepastian hukum dalam hal pelunasan piutangnya. Pelaksanaan eksekusi terhadap obyek jaminan dalam hal jaminan yang bersifat khusus lebih mudah, cepat, dan efisien. Sebab, mekanisme eksekusi yang disediakan lebih beragam, dan tanpa melalui hukum acara biasa sebagaimana dalam hal pelaksanaan eksekusi hak jaminan yang bersifat umum87. Bagi kalangan bisnis, baik kreditur maupun debitur, prosedur hukum acara biasa yang berlarut-larut tentu tidak hanya menimbulkan beban tambahan, baik secara materi, waktu dan energi.

3. Jenis Jaminan a. Jaminan Perseorangan

Jaminan perorangan atau juga sering dikenal dengan penanggungan atau borgotch adalah jaminan yang berupa pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh seorang pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban dari debitur kepada pihak kreditur apabila debitur melakukan cidera janji88.

Meskipun jaminan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1131 KUH Perdata telah memberikan garansi berupa harta debitur seluruhnya menjadi tanggungan dalam hal terjadi cidera janji, namun demikian pada praktiknya kedudukan kreditur dalam hal pelunasan prestasi (piutang) belum seutuhnya

87 Sebagai perbandingan, lihat dalam ketentuan eksekusi pada gadai, jaminan fidusia, maupun hak tanggungan.88 Lihat Hasanudin Rahmat, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm. 164.

Page 70: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 63

terjamin. Hal ini disebabkan karena selain kekayaan debitur dapat saja berkurang atau bahkan bisa habis, sehingga jaminan secara umum itu akan berlaku untuk semua kreditur. Dalam kondisi demikian, bilamana terdapat banyak kreditur, ada kemungkinan beberapa orang (kreditur) dimaksud tidak lagi mendapat bagian89.

Hak jaminan perorangan ini merupakan suatu hak yang menempatkan kreditur pada satu kedudukan yang lebih baik bila dibandingkan dengan jaminan secara umum, sebab dengan demikian kreditur akan mempunyai lebih dari seorang debitur yang dapat ditagih bilamana terjadi cidera janji. Dengan demikian jaminan perorangan lebih sebagai jaminan yang menimbulkan hubungan langsung dengan orang tertentu atau pihak ketiga, namun tanpa memberikan hak untuk didahulukan pada benda-benda tertentu, karena harta kekayaan pihak ketiga tersebut hanyalah merupakan jaminan bagi terselenggaranya suatu perikatan seperti borgtocht. Adanya lebih dari seorang debitur, bisa karena ada debitur serta tanggung-menanggung atau karena adanya orang pihak ketiga yang mengikatkan dirinyasebagai penanggung atau borg90.

Dengan demikian, ciri-ciri jaminan perseorangan berdasarkan pengertian di atas adalah:1) Mempunyai hubungan langsung dengan orang tertentu;2) Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu;3) Seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan pelunasan

hutang, secara sama dan seimbang. Dengan demikian tidak mengindahkan urutan terjadinya karena semua kreditur mempunyai kedudukan yang sama terhadap harta kekayaan debitur (Kreditur tetap berkedudukan sebagai kreditur konkruen);

89 Lihat R. Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm. 163.90 Lihat J. Satrio, Hukum Jaminan ...., Op.,Cit, hlm. 12.

Page 71: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan64

4) Jika suatu saat terjadi kepailitan, maka berdasarkan Pasal 1136 KUH Perdata, hasil penjualan dari benda-benda jaminan dibagi diantara para kreditur secara seimbang dengan besarnya piutang masing-masing.Ketentuan mengenai hak jaminan perseorangan terdapat

pada Bab XVII Penanggung Utang yakni Pasal 1820 KUH Perdata, yang menyatakan:

“Penanggungan ialah suatu persetujuan di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya”.

Dari pengertian mengenai penanggungan, setidaknya terdapat beberapa hal penting yang dapat dilihat bahwa perjanjian penanggungan memiliki unsur unsur sebagai berikut:1) Penanggungan merupakan suatu perjanjian;2) Borg adalah pihak ketiga;3) Penanggungan diberikan demi kepentingan kreditur;4) Borg mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur,

bilamana debitur wanprestasi;5) Ada perjanjian bersyarat.

Pada Pasal 1822 KUH Perdata dinyatakan bahwa:“Seorang penanggung tidak dapat mengikatkan diri dalam perjanjian atau dengan syarat-syarat yang lebih berat dari perikatan yang dibuat oleh debitur”. “Penanggungan dapat diadakan hanya untuk sebagian utang atau dengan mengurangi syarat-syarat yang semestinya. Bila penanggungan diadakan atas jumlah yang melebihi utang atau dengan syarat-syarat yang lebih berat maka perikatan itu tidak sama sekali batal, melainkan sah, tetapi hanya untuk apa yang telah ditentukan dalam perikatan pokok”.

Perjanjian penanggungan adalah perjanjian tambahan (accesoir), di mana dalam perjanjian yang bersifat accesoir perjanjian tersebut ada karena ada perjanjian pokoknya, serta sifatnya bergantung pada perjanjian pokok. Namun demikian

Page 72: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 65

dalam hal penanggungan menurut Pasal 1822 KUH Perdata, untuk jumlah yang kurang, maka perikatan dapat dilangsungkan. Sedangkan apabila lebih besar dari jumlah yang ditentukan maka tidak mengakibatkan batalnya perikatan karena perikatan itu tetap sah, hanya saja terbatas pada jumlah yang telah disyaratkan dalam perikatan pokok. Dengan demikian bilamana debitur wanprestasi, maka kewajiban memenuhi prestasi dari si penanggung dicantumkan dalam perjanjian tambahannya (perjanjian accessoir) bukan dalam perjanjian pokok sebab tujuan dan isi penanggungan adalah memberikan jaminan pokok, artinya adanya penanggungan tergantung pada perjanjian pokoknya.

Perjanjian penanggungan adalah perjanjian yang bersifat accessoir, maka bilamana perjanjian pokoknya batal, perjanjian penanggungan juga batal. Namun demikian, dalam perjanjian penanggungan, sifat accessoir ini dimungkinan adanya pengecualian dalam KUH Perdata yakni berdasarkan ketentuan Pasal 1821 KUH Perdata menyatakan:

“Tiada penanggungan bila tiada perikatan pokok yang sah menurut undang-undang. Akan tetapi orang dapat mengadakan penanggungan dalam suatu perikatan, walaupun perikatan itu dapat dibatalkan dengan sanggahan mengenai diri pribadi debitur misalnya dalam hal belum cukup umur.”

Di dalam perjanjian penanggungan ini harus dinyatakan dengan jelas dan tegas, meski tidak mensyaratkan untuk diadakan secara tertulis, karenanya dapat juga diadakan secara lisan. Namun demikian, secara legal formal dalam hal pembuktian, pernyataan secara lisan tentu akan sangat rentang dan beresiko, berbeda dengan secara tertulis, dimana dalam hal pembuktian lebih kuat dan mudah dalam membuktikannya. Lain dari itu, penanggungan itu tidak dapat diperluas dan melebihi batas-batas ketentuan-ketentuan yang menjadi syarat-syarat sewaktu mengadakannya. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 1824 KUH Perdata.

Page 73: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan66

Pada perkembangannya, perjanjian jaminan khusus perseorangan ini sepintas mirip dengan perjanjian garansi sebagaimana dalam Pasal 1316 KUH Perdata. Persamaan-persamaan ini terletak pada adanya pihak ketiga yakni pemberi garansi yang mengikatkan diri secara bersyarat, untuk memberikan ganti kerugian bilamana debitur atau pihak yang dijamin tidak melakukan prestasi91. Pada praktiknya, perjanjian jaminan khusus perseorangan ini dapat kita lihat dalam corporate guarantee92 maupun bank guarantee, meskipun tentu banyak hal yang berbeda.

Namun demikian, dalam hal pemenuhan prestasi bilamana debitur wanprestasi, menurut Pasal 1831 KUH Perdata, penanggung atau borg tidak wajib membayar kepada kreditur, kecuali debitur lalai. Lain dari itu, kewajiban pemenuhan prestasi yang dilakukan oleh penanggung dapat dilakukan setelah seluruh harta atau sebagian harta milik debitur telah disita untuk dijual dan dibayarkan kepada kreditur untuk pelunasan hutang. Bahwasanya, posisi dan kedudukan penanggung hanyalah terbatas dan sebatas sebagai cadangan, di mana jika harta debitur tidak mencukupi untuk pelunasan piutang.

Pada hak jaminan perseorangan ini dapat disimpulkan mengenai beberapa hal, yakni:1) Adanya perjanjian penanggungan bergantung pada perjanjian

pokok;2) Bilamana perjanjian pokok itu batal, maka perjanjian

penanggungan ikut batal, kecuali sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1821 KUH Perdata;

3) Bilamana perjanjian pokok itu hapus, maka perjanjian penanggungan hapus;

4) Bilamana terjadi peralihan piutang pada perjanjian pokok, maka perjanjian accesoir yang melekat pada piutang tersebut akan ikut beralih.

91 Lihat J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Pribadi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 8.92 Ronald Saija dan Roger F.X.V. Letsoin, Op.,Cit, hlm. 69.

Page 74: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 67

Bahwa secara jelas kedudukan kreditur dalam hak jaminan perseorangan ini lebih kuat bila dibandingkan dengan hak jaminan umum, di mana terdapat lebih dari satu debitur. Namun demikian, kedudukan kreditur tetap menjadi kreditur konkruen, yang artinya tidak memiliki privillage baik dalam hal hak untuk melakukan eksekusi secara mudah, dan cepat, maupun hak untuk mendahului dalam hal pelunasan piutangnya dibandingkan dengan kreditur lain.

c. Jaminan kebendaanSelain hak jaminan perseorangan, berdasarkan jenisnya

jaminan juga mengenal apa yang disebut sebagai hak jaminan kebendaan. Sesungguhnya hak jaminan kebendaan ini bertujuan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dalam jaminan umum sebagaimana yang diatur pada Pasal 1131 KUH Perdata, maupun hak jaminan perseorangan sebagaimana diatur dalam Pasal 1820 KUH Perdata. Menurut J. Satrio93 hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang kreditur kedudukan yang lebih baik, karena:1) Kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil

pelunasan atas tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu milik debitur; dan/atau

2) Ada benda tertentu milik debitur yang dipegang oleh kreditur atau terikat kepada hak kreditur, yang berharga bagi debitur dan dapat memberikan suatu tekanan psikologis terhadap debitur untuk memenuhi kewajibannyadengan baik terhadap kreditur. Di sini adanya semacam tekanan psikologis kepada debitur untuk melunasi utang-utangnya karena benda yang dipakai sebagai jaminan umumnya merupakan barang yang berharga baginya. Sifat manusia untuk berusaha mempertahankan apa yang berharga dan telah dianggap atau diakui telah menjadi miliknya, menjadi dasar hukum jaminan.

93 Lihat J. Satrio, Hukum Jaminan ...., Op.,Cit, hlm. 12.

Page 75: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan68

Rezim perbankan di masa lalu, sangat bersifat collateral oriented, di mana ketentuan dalam era UU No 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan menyatakan bahwa Bank Umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga94. Sekalipun ketentuan ini telah diperbaiki dan diganti dalam UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan agar lebih ramah untuk masyarakat, namun agaknya perspektif bank maupun lembaga keuangan saat ini masih tetap memandang collateral sebagai sesuatu hal yang utama daripada feasibility debitur atau calon debitur.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, jaminan kebendaan berusaha untuk memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap kepentingan kreditur guna mengurangi resiko terjadinya potensi kerugian yang diakibatkan gagal bayar yang dialami oleh kreditur. Potensi kerugian dalam hal pembayaran piutang yang mungkin dialami kreditur berusaha diminimalisir dengan mengatur agar jaminan yang diserahkan oleh debitur memiliki hak mutlak atas sesuatu benda, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya, dan dapat dialihkan.

Pengertian jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda dengan ciri-ciri mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu dari debitur atau pihak ketiga sebagai penjamin, dapat dipertahankan terhadap siapapun, dan dapat dialihkan95. Lebih lanjut dijelaskan oleh Rachmadi Usman96 bahwa perjanjian jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang dijadikan obyek jaminan untuk suatu benda dapat diuangkan bagi pelunasan atau pembayaran hutang apabila debitur melakukan cidera janji atau wanprestasi.

94 Pasal 24 ayat (1) UU No 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan sebagaimana telah diganti dengan UU No UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.95 Ronald Saija dan Roger F.X.V. Letsoin, Op.,Cit, hlm. 69.96 Lihat Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum ..., Op.,Cit, hlm. 289.

Page 76: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 69

Berbeda dengan jaminan perseorangan yang tidak memberikan hak mendahului, jaminan kebendaan di mana ia memiliki ciri-ciri kebendaan yang secara otomatis memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Oleh karenanya, bilamana debitur wanprestasi, maka dalam jaminan kebendaan kreditur mempunyai hak untuk diutamakan dan didahulukan dalam hal pemenuhan piutangnya diantara kreditur-kreditur yang lain.

Dari pengertian tersebut, jaminan kebendaan memiliki ciri-ciri sebagai berikut97:1) Merupakan hak mutlak atas suatu benda;2) Kreditur mempunyai hubungan langsung dengan benda-

benda tertentu milik debitur;3) Dapat dipertahankan terhadap tuntutan oleh siapapun;4) Selalu mengikuti bendanya di tangan siapapun benda itu

berada;5) Hak kebendaan yang lebih dahulu terjadi akan lebih

diutamakan daripada yang terjadi kemudian;6) Dapat dialihkan;7) Bersifat perjanjian tambahan (accesoir).

Berdasarkan ciri-ciri dimaksud, maka jaminan kebendaan selain memiliki asas-asas umum, juga memiliki asas-asas dari hak kebendaan diantaranya98:1) Mengandung asas hak kebendaan (real right). Sifat hak

kebendaan adalah sebagai berikut:a) Absolut di mana hak ini dapat dipertahankan kepada

setiap orang. Pemegang hak benda berhak menuntut setiap orang yang mengganggu haknya.

b) Droit de suite di mana artinya hak kebendaan mengikuti bendanya di dalam tangan siapapun dia berada.

97 Frieda Husni Hasbullah, Op.,Cit, hlm. 18.98 Djuhaendah Hasan, Op.,Cit, hlm. 238.

Page 77: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan70

c) Droit de Preference di mana artinya adalah hak mendahului yang dimiliki kreditur atas benda-benda tertentu yang dijaminkan pada kreditur tersebut. Atas hasil penjualan benda-benda tersebut, kreditur berhak mendapatkan pelunasan utang debitur terlebih dahulu.

d) Hak kebendaan memberikan wewenang yang kuat kepada pemiliknya, hak itu dapat dinikmati, dialihkan, dijaminkan, dan disewakan.

2) Asas Asesoir yakni hak jaminan ini bukan merupakan hak yang berdiri sendiri, akan tetapi ada dan hapusnya bergantung pada perjanjian pokok, seperti perjanjian kredit.

3) Hak yang didahulukan Hak jaminan kebendaan merupakan hak yang didahulukan pemenuhannya dari piutang. Hak preferen yang dikandung dalam perjanjian jaminan kebendaan memberikan kedudukan istimewa kepada para kreditur. Sebagai kreditur preferen, mereka memiliki hak untuk didahulukan daripada kreditur lain dalam pengambilan pelunasan piutang dari benda obyek jaminan.

d. Obyek Jaminan kebendaan1) Obyek jaminan barang tidak bergerak

Definisi dan jenis dari obyek jaminan kebendaan berupa barang tidak bergerak dinyatakan dalam Pasal 506 KUH Perdata yaitu, Barang tak bergerak adalah:a) tanah pekarangan dan apa yang didirikan di atasnya;b) penggilingan, kecuali yang dibicarakan dalam Pasal 510;c) pohon dan tanaman ladang yang dengan akarnya

menancap dalam tanah, buah pohon yang belum dipetik, demikian pula barang-barang tambang seperti batu bara, sampah bara dan sebagainya, selama barang-barang itu belum dipisahkan dan digali dari tanah; kayu belukar dari hutan tebangan dan kayu dari pohon yang tinggi, selama belum ditebang;

Page 78: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 71

d) pipa dan salurán yang digunakan untuk mengalirkan air dari rumah atau pekarangan;

e) pada umumnya segala sesuatu yang tertancap dalam pekarangan atau terpaku pada bangunan.Sementara itu, barang tidak bergerak karena

peruntukannya atau berdasarkan tujuan pemakaiannya diatur dalam ketentuan Pasal 507 KUH Perdata, yaitu:a) pada pabrik; barang hasil pabrik, penggilangan,

penempaan besi dan barang tak bergerak semacam itu, apitan besi, ketel kukusan, tempat api, jambangan, tong dan perkakas-perkakas dan sebagainya yang termasuk bagian pabrik, sekalipun barang itu tidak terpaku;

b) pada perumahan: cermin, lukisan dan perhiasan lainnya bila dilekatkan pada papan atau pasangan batu yang merupakan bagian dinding, pagar atau plesteran suatu ruangan, sekalipun barang itu tidak terpaku;

c) dalam pertanahan: lungkang atau tumbuhan pupuk yang dipergunakan untuk merabuk tanah; kawanan burung merpati; sarang burung yang biasa dimakan, selama belum dikumpulkan; ikan yang ada di dalam kolam;

d) runtuhan bahan bangunan yang dirombak, bila dipergunakan untuk pembangunan kembali; dan

e) pada umumnya semua barang yang oleh pemiliknya dihubungkan dengan barang tak bergerak guna dipakai selamanya. Pemilik dianggap telah menghubungkan barang-barang

itu dengan barang tak bergerak guna dipakai untuk selamanya, bila barang-barang itu dilekatkan padanya dengan penggalian, pekerjaan perkayuan dan pemasangan batu semen, atau bila barang-barang itu tidak dapat dilepaskan tanpa membongkar atau merusak barang itu atau bagian dari barang tak bergerak di mana barang-barang.

Page 79: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan72

Menurut Pasal 508 KUH Perdata, hak-hak yang masuk sebagai barang tidak bergerak menurut undang-undang adalah sebagai berikut:a) hak pakai hasil dan hak pakai barang tak bergerak;b) hak pengabdian tanah;c) hak numpang karang;d) hak guna usaha;e) bunga tanah, baik dalam bentuk uang maupun dalam

bentuk barang;f) hak sepersepuluhan;g) bazar atau pasar yang diakui oleh pemerintah dan hak

istimewa yang berhubungan dengan itu;h) gugatan guna menuntut pengembalian atau penyerahan

barang tak bergerak.2) Obyek jaminan barang bergerak

Obyek jaminan benda bergerak terdiri dari 2 (dua) jenis yakni barang bergerak yang diatur dalam :a) Pasal 509 KUH Perdata yakni barang bergerak karena

sifatnya adalah barang yang dapat berpindah sendiri atau dipindahkan, dan;

b) Pasal 511 KUH Perdata yakni barang bergerak berdasarkan undang-undang yang berupa:1. hak pakai hasil dan hak pakai barang-barang bergerak;2. hak atas bunga yang dijanjikan, baik bunga yang terus-

menerus, maupun bunga cagak hidup;3. perikatan dan tuntutan mengenai jumlah uang yang

dapat ditagih atau mengenai barang bergerak;4. bukti saham atau saham dalam persekutuan

perdagangan uang, persekutuan perdagangan atau persekutuan perusahaan, sekalipun barang-barang bergerak yang bersangkutan dan perusahaan itu merupakan milik persekutuan. Bukti saham atau saham ini dipandang sebagai barang bergerak, tetapi

Page 80: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 73

hanya terhadap masing-masing peserta saja, selama persekutuan berjalan;

5. Saham dalam utang negara Indonesia, baik yang terdaftar dalam buku besar, maupun sertipikat, surat pengakuan utang, obligasi atau surat berharga lainnya, berserta kupon atau surat-surat bukti bunga yang berhubungan dengan itu;

6. sero-sero atau kupon obligasi dari pinjaman lainnya, termasuk juga pinjaman yang dilakukan negara-negara asing.

4. Asas-Asas Hukum JaminanAsas-asas yang terdapat dalam hukum jaminan diantaranya

sebagai berikut99:a. Asas publicitet

Asas ini adalah semua hak jaminan baik itu hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotik harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan agar pihak ketiga maupun pihak lain dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan.

b. Asas specialitetAsas specialitet yaitu bahwa hak jaminan baik itu hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotik hanya dapat dibebankan atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu.

c. Asas tidak dapat dibagi-bagiAsas ini adalah asas dapat dibaginya hutang tidak mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotik, dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian. Artinya, walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian namun benda yang dijadikan jaminan harus menjadi suatu kesatuan dalam menjamin hutang.

99 Lihat Salim. HS, Op.,Cit, hlm. 11.

Page 81: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan74

d. Asas inbezittstellingAsas yang menyatakan bahwa barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai (pemegang jaminan).

e. Asas horizontalBangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai dapat dijadikan jaminan.Selain asas-asas tersebut, Salim HS menjelaskan bahwa asas-

asas hukum jaminan meliputi asas filosofis, asas konstitusional, asas politis, dan asas operasional yang bersifat umum, diantaranya:a. Asas filosofis

Adalah asas di mana semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia harus didasarkan pada falsafah yang dianut oleh bangsa Indonesia yaitu Pancasila.

b. Asas konstitusionalAdalah asas di mana semua peraturan perundang-undangan dibuat dan disahkan oleh pembentukan undang-undang harus didasarkan pada hukum dasar (konstitusi). Hukum dasar yang berlaku di Indonesia yaitu UUD 1945. Apabila undang-undang yang dibuat dan disahkan tersebut bertentangan dengan konstitusi makan undang-undang tersebut harus dicabut.

c. Asas politisAdalah asas di mana segala kebijakan dan teknik di dalam penyusunan peraturan perundang-undangan didasarkan pada TAP MPR.

d. Asas operasional yang bersifat umumAdalah asas yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pembebanan jaminan.

Page 82: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 75

5. Pengaturan Hukum Jaminan di indonesiaSebagaimana telah dijelaskan pada awal pembahasan mengenai

pengertian hukum jaminan di mana menurut J.Satrio hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang, maka ruang lingkup hukum jaminan di Indonesia mencakup berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam hukum positif Indonesia. Itu artinya, sumber hukum mengenai ketentuan-ketentuan hukum jaminan ini dapat berupa beberapa pengertian100, bahwa sumber hukum dalam pengertian sebagai dasar-dasar atau bahan yang digunakan untuk memutus suatu perkara pada lembaga peradilan101, maupun dalam pengertian sumber hukum atau tempat asalnya hukum102.

Sumber-sumber dari hukum jaminan di Indonesia dapat dilihat dari beberapa ketentuan, sebagai berikut:

a. kuH PerdataKUH Perdata merupakan lex generalis dari seluruh ketentuan

mengenai hukum jaminan di Indonesia selain KUHD. Dulu KUH Perdata merupakan terjemahan dari Burgerlijk Wetboek di mana pada pada tahun 1848 Belanda membuat undang-undang berdasarkan code civil Perancis. KUH Perdata kemudian dimasukan sebagai undang-undang di Indonesia yang pada masa itu merupakan jajahan Belanda (Hindia Belanda) berdasarkan asas konkordansi diberlakukan di Indonesia. Ketentuan hukum jaminan ini dapat dijumpai dalam Buku II KUH Perdata yang mengatur mengenai hukum kebendaan, dan juga pada Buku III KUH Perdata yang mengatur tentang Perikatan.1) Pada Buku II Bab XIX tentang Piutang-Piutang Diistimewakan

(Pasal 1131 s.d Pasal 1149):

100 Lihat G.W. Paton, A Textbook of Jurisprudence, English Language Book Society, Oxford University Press, London, 1972, p. 188.101 Lihat Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2009, hlm. 301.102 Lihat Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, PT. Citra Aditya Bakti, 2003, Bandung, hlm. 74.

Page 83: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan76

a) Bagian Kesatu tentang Piutang-Piutang yang Diistimewakan Pada Umumnya (Pasal 1131 s.d Pasal 1138);

b) Bagian Kedua tentang Hak-Hak Istimewa yang Mengenai Benda-Benda Tertentu (Pasal 1139 s.d Pasal 1148);

c) Bagian Ketiga tentang Hak-Hak Istimewa atas Semua Benda Bergerak dan Benda Tidak bergerak Pada Umumnya (Pasal 1149);

2) Pada Buku II Bab XX tentang Gadai (Pasal 1150 s.d Pasal 1160)3) Pada Buku II Bab XXI tentang Hipotik (Pasal 1162 s.d Pasal

1232):a) Bagian Kesatu tentang Ketentuan-ketentuan Umum (Pasal

1162 s.d Pasal 1178); b) Bagian Kedua tentang Pembukuan-Pembukuan Hipotik

serta bentuk caranya pembukuan (Pasal 1179 s.d Pasal 1194);

c) Bagian Ketiga tentang Pencoretan Pembukuan (Pasal 1195 s.d Pasal 1197);

d) Bagian Keempat tentang Akibat Hipotik Terhadap orang-orang Ketiga yang Menguasai Benda yang Dibebani (Pasal 1198 s.d Pasal 1208);

e) Bagian Kelima tentang Hapusnya Hipotik (Pasal 12090 s.d Pasal 1220);

f) Bagian Keenam tentang Pegawai-Pegawai yang Ditugaskan Menyimpan Hipotik, Tanggung Jawab Pegawai-pegawai yang Ditugaskan Menyimpan Hipotik dan hal diketahuinya Register-register oleh masyarakat (Pasal 1221 s.d Pasal 1232.)

4) Pada Buku III Bab XVII tentang Penanggungan Utanga) Bagian Kesatu tentang Sifat Penanggungan (Pasal 1820

s.d Pasal 1830);b) Bagian Kedua tentang Akibat-Akibat Penanggungan

Antara Debitur dan Penanggungan Utang (Pasal 1831 s.d Pasal 1838);

Page 84: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 77

c) Bagian Ketiga tentang Akibat-Akibat Penanggungan Antara Debitur dan Penangung Utang dan antara Para Penangung Utang Sendiri (Pasal 1839 s.d Pasal 1844);

d) Bagian Keempat tentang Hapusnya Penanggungan Utang (Pasal 1845 s.d Pasal 1850).

b. kuHdKUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) yang dalam

bahasa Belanda disebut dengan Wetboek van Kophandell (WvK) seperti halnya KUH Perdata, merupakan undang-undang yang pada masa Hindia Belanda dimasukan sebagai undang-undang di Indonesia yang pada masa itu merupakan jajahan Belanda berdasarkan asas konkordansi. Hal-hal yang diatur dalam KUHD mengenai hukum jaminan diantaranya adalah ketentuan-ketentuan mengenai Hipotik Kapal Laut (sekarang telah diganti dengan UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran). Pasal-pasal yang mengatur tentang Hipotik Kapal Laut adalah Pasal 314 s.d Pasal 316 KUHD.

c. uuPAPada salah salah satu ketentuan dari UUPA adalah mencabut

ketentuan dalam Pasal-Pasal Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan mengenai hipotik yang masih berlaku. Ketentuan tersebut terdapat pada Pasal 57 UUPA dinyatakan bahwa:

“Selama Undang-undang mengenai hak tanggungan tersebut dalam Pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam Staatsblad 1908 No 542 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937 No. 190”.

Secara khusus hanya sepanjang menyangkut pengaturan mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang

Page 85: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan78

telah di atur oleh UUPA, namun ketentuan mengenai Hipotik dan peraturan creditverband tetap dinyatakan masih berlaku sampai dengan diaturnya lembaga hak jaminan atas tanah yang baru103.

d. uu Hak tanggunganLahirnya UU Hak Tanggungan merupakan amanat dari UUPA,

di mana hal tersebut dinyatakan pada Pasal 51 dan Pasal 57 UUPA. Pada Pasal 51 UUPA dinyatakan bahwa:

“Hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna-usaha dan hak guna-bangunan tersebut dalam Pasal 25, Pasal 33 dan Pasal 39 diatur dengan Undang-Undang”.

Sementara itu, pada Pasal 57 UUPA dinyatakan bahwa:“Selama Undang-Undang mengenai hak tanggungan tersebut dalam Pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam Staatsblad. 1908 No. 542 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937 No. 190.”

Mengenai hal tersebut, dalam konsiderans uu Hak tanggungan pada huruf c dinyatakan mengenai dasar pertimbangan dilahirkannya undang-undang ini, yakni:

“Bahwa ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana diatur dalam Buku II Kitab Undang undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai tanah, dan ketentuan mengenai Credietverband dalam Staatsblad 1908 542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937 190, yang berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, masih diberlakukan sementara sampai dengan terbentuknya Undang undang tentang Hak Tanggungan, dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan

103 Sebelum adanya UU Hak Tanggungan, ketentuan mengenai hipotik dan creditverband masih menggunakan ketentuan dalam KUH Perdata. Barulah setelah lahirnya UU Hak Tanggungan, berdasarkan ketentuan Pasal 29, ketentuan mengenai hipotik dan creeditverband sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang berdasarkan ketentuan KUH Perdata dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan kata lain, sebelum terbentuknya Undang-Undang yang dimaksud oleh Pasal 51 UUPA maka pengertian Hak Tanggungan disini diartikan sebagai Hak Tanggungan yang mempergunakan ketentuan-ketentuan mengenai Hipotik dan credietverband. Sedangkan pengaturan hak tanggungan mengenai hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah telah diatur dalam UU Hak Tanggungan.

Page 86: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 79

kegiatan perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata ekonomi Indonesia.”

Mengenai kedudukan lembaga hak jaminan hipotik maupun credietverband yang selanjutnya menjadi hak tanggungan, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 29 uu Hak tanggungan, bahwa:

“dengan berlakunya undangundang ini, ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana tersebut dalam staatsblad 1908542 jo. staatsblad 1909586 dan staatsblad 1909584 sebagai yang telah diubah dengan staatsblad 1937190 jo. staatsblad 1937191 dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku ii kitab undangundang Hukum Perdata indonesia sepanjang mengenai pembebanan Hak tanggungan pada hak atas tanah beserta bendabenda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.”

Namun demikian, ketentuan pengecualian mengenai apa yang diatur dalam hipotik berdasarkan hak tanggungan sebagaimana dalam Pasal 29 UU Hak Tanggungan ini ada pada frasa “sepanjang mengenai pembebanan Hak tanggungan pada hak atas tanah beserta bendabenda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi”. Pengecualian ini hanya menyangkut benda yang berkaitan dengan tanah, sedangkan benda benda diluar yang berkaitan dengan tanah masih tetap mengacu pada Buku ii kuH Perdata104.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 29 UU Hak Tanggungan dengan dihubungkan dengan Penjelasannya, maka dapat ditarik kesimpulan di mana ketentuan-ketentuan mengenai credietverband seluruhnya tidak berlaku lagi. Namun demikian dalam hal ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek sepanjang yang menyangkut pembebanan hipotik atas benda-benda lainnya yang bukan hak atas tanah beserta dengan benda-benda yang berkaitan dengan tanah, masih tetap berlaku sebagaimana adanya sampai dengan diperbaruinya (Buku II) KUH Perdata tersebut.

104 Lihat Penjelasan Pasal 29 UU Hak Tanggungan.

Page 87: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan80

e. uu Jaminan FidusiaPada awalnya, jaminan fidusia merupakan sebuah

lembaga jaminan yang telah lama hadir dan berkembang di daratan eropa, bahkan hampir bersamaan dengan gadai pada masa itu. Berbeda dengan gadai yang sudah diakomodir melalui KUH Perdata sejak awal, kedudukan jaminan fidusia di indonesia tumbuh dan berkembang dengan mendasarkan pada kebiasaan masyarakat serta hanya mendasarkan pada yurisprudensi. Hal ini tentu menimbulkan ketidakpastian hukum, sebab meskipun berdasarkan yurisprudensi, dalam negara yang menganut sistem civil law seperti indonesia, kedudukan yurisprudensi tidaklah mengikat secara kuat bila dibandingkan dengan hukum positif dalam bentuk undang-undang.

uu Jaminan Fidusia adalah untuk mengatur tentang lembaga jaminan untuk benda bergerak yang dijadikan jaminan hutang. lembaga jaminan ini sebagai alternatif dari gadai, ketika benda bergerak dijadikan jaminan utang. setidaknya menurut salim Hs105 ada 3 (tiga) pertimbangan lahirnya uu Jaminan Fidusia, yaitu:1) kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi

dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan.

2) Jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif.

3) untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan bagi pihak yang berkepentingan, maka

105 Lihat Salim HS, Op.,Cit, hlm. 18.

Page 88: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 81

perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada kantor Pendaftaran Fidusia.

f. uu sistem Resi Gudang dan uu Perubahan uu sistem Resi Gudang

Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat pada era globalisasi diperlukan kesiapan dunia usaha untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat di bidang ekonomi khususnya perdagangan. Salah satu upaya untuk menghadapi persaingan tersebut, diperlukan instrumen dalam penataan sistem perdagangan yang efektif dan efisien, sehingga harga barang yang ditawarkan dapat bersaing di pasar global106.

Sistem pembiayaan perdagangan sangat diperlukan bagi dunia usaha untuk menjamin kelancaran usahanya terutama bagi usaha kecil dan menengah, termasuk petani yang umumnya menghadapi masalah pembiayaan karena keterbatasan akses dan jaminan kredit107.

Lahirnya UU Sistem Resi Gudang dan UU Perubahan UU Sistem Resi Gudang, merupakan sebuah terobosan hukum baru guna mengakomodir kebutuhan para pemegang resi gudang atas ketersediaan dana melalui lembaga jaminan yang belum terwadahi oleh lembaga jaminan yang telah ada sebelumnya.

Sistem Resi Gudang dapat memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan inventori atau barang yang disimpan di gudang. Sistem Resi Gudang juga bermanfaat dalam menstabilkan harga pasar dengan memfasilitasi cara penjualan yang dapat dilakukan sepanjang tahun. Di samping itu, Sistem Resi Gudang dapat digunakan oleh Pemerintah untuk pengendalian harga dan persediaan nasional108.

106 Penjelasan UU Sistem Resi Gudang.107 Penjelasan UU Sistem Resi Gudang.108 Penjelasan UU Sistem Resi Gudang.

Page 89: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan82

Hak jaminan atas Resi Gudang juga diakui sebagai lembaga jaminan baru pada PBI No 14/5/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, sebagaimana tertuang dalam Pasal 43.

Resi Gudang berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU Sistem Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di Gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang, atau dengan kata lain Resi Gudang adalah surat berharga yang mewakili barang yang disimpan di Gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Selanjutnya berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU Sistem Resi Gudang disebutkan bahwa pemegang resi gudang adalah pemilik barang atau pihak yang menerima pengalihan dari pemilik barang atau pihak lain yang menerima pengalihan lebih lanjut.

Namun demikian hak jaminan resi gudang berbeda dengan hak jaminan lembaga lain, di mana dalam hak jaminan resi gudang ia tidak memiliki asas droit de suite sebagai salah satu ciri dari hak kebendaan sebagaimana pada lembaga jaminan Gadai, Hipotik, Hak Tanggungan dan Fidusia.

Lembaga jaminan resi gudang ini sebenarnya dekat sekali dengan lembaga jaminan gadai, di mana salah satu karakter eksekusinya adalah sama yakni melalui parate eksekusi sebagaimana dalam gadai.

B. leMBAGA JAMinAn 1. Jaminan Perseorangan (Borgtocht)

a. Pengertian, dasar Hukum, sifat, dan Obyek BorgtochtSistem hukum positif di Indonesia yang mengatur mengenai

penanggungan hutang atau borgtocht terdapat pada BAB XVII yakni pada Pasal 1820 s.d 1850 KUH Perdata (termasuk Pasal 1316). Jaminan perorangan atau juga sering dikenal dengan penanggungan atau borgotch adalah jaminan yang berupa pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban dari debitur kepada pihak kreditur apabila debitur melakukan cidera janji.

Page 90: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 83

Perjanjian penanggungan berbeda dengan perjanjian biasa, di mana biasanya kandungan suatu perjanjian adalah menyangkut mengenai isi prestasi dari salah satu ataupun seluruh pihak yang terkait. Namun dalam perjanjian penanggungan, yang diatur bukanlah mengenai isi prestasi para pihak, melainkan suatu unsur formal tertentu, yaitu bahwa borg menjamin pelaksanaan prestasi orang lain. Konsekuensinya ialah isi prestasinya akan sangat bergantung kepada perikatan pokoknya.

Di dalam KUH Perdata, penanggungan atau borgtocht mempunyai pengaturannya dalam Pasal 1820 KUH Perdata, di mana dinyatakan bahwa :

“Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang, manakala orang itu sendiri tidak memenuhinya.”

Berdasarkan Pasal 1820 KUH Perdata dapat dirumuskan unsur unsur dalam perjanjian penanggungan adalah109:1) penanggungan merupakan suatu perjanjian yang bersifat

accesoir;2) borg adalah pihak ketiga;3) penanggungan diberikan demi kepentingan kreditur;4) borg mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur,

bilamana debitur wanprestasi;5) ada perjanjian bersyarat.

Penegasan mengenai kedudukan perjanjian penanggungan sebagai perjanjian accesoir dapat dilihat pada Pasal 1821 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa tiada perjanjian penanggungan tanpa adanya perjanjian pokok yang sah. Dengan demikian maka, perjanjian penanggungan memiliki akibat hukum:1) Adanya perjanjian penanggungan tergantung pada perjanjian

pokok;

109 Lihat J. Satrio, Hukum Jaminan, Op.,Cit, 1996, hlm. 12.

Page 91: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan84

2) Perjanjian penanggungan ikut batal jika perjanjian pokok itu batal;

3) Perjanjian penanggungan ikut hapus jika perjanjian pokok itu hapus;

4) Semua perjanjian accessoir yang melekat pada piutang tersebut akan ikut beralih dengan dialihkannya piutang pada perjanjian pokok.Perjanjian jaminan perorangan bukanlah jaminan kebendaan,

sehingga tidak ada benda tertentu milik debitur yang dijadikan jaminan. Yang diikat adalah kesanggupan pihak ketiga untuk melunasi hutang debitur, sehingga berlaku ketentuan seperti dalam jaminan umum yang lahir karena undang-undang dan hanya memberikan kedudukan yang sama di antara para debitur yaitu sebagai kreditur konkuren saja110.

Obyek yang dapat dijadikan sebagai jaminan penanggungan adalah sebagai berikut:1) Pelaksanaan Perjanjian Pokoknya, yang berupa:

a) Pelunasan hutang yang berupa uang, maksimum sebesar utang pokoknya. Bisa lebih kecil dari utang pokok tapi tidak bisa lebih besar. Jika diperjanjikan lebih besar dari utang pokok maka menurut Pasal 1822 KUH Perdata, yang sah hanya sebesar uang pokoknya saja sedangkan sisanya bisa saja penanggung tidak perlu membayarnya;

b) Prestasi yang tidak berwujud uang maka dapat diberikan dengan menilai prestasi tersebut dengan uang;

c) Prestasi berupa melaksanakan pekerjaan, misalkan dalam penanggungan pembangunan, menanggung menyelesaikan pekerjaan atau perbaikan-perbaikan pada rumah sewa;

2) Pelaksanaan dari akibat Perjanjian Pokoknya (Penanggungan tak terbatas).

110 Djuhaendah Hasan, Op.,Cit, hlm. 239-240.

Page 92: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 85

b. subyek BorgtochtMenurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan111 jaminan

penanggungan tergolong jaminan yang bersifat perorangan, namun demikian dalam hal subyek hak penanggungan tidak terbatas pada perorangan individual saja. Menurut J. Satrio112, sebenarnya tidak ada halangan untuk menerima badan hukum (corporate) sebagai pihak ketiga yang memberikan penanggungan, tetapi ada hal-hal yang harus diperhatikan. Apakah di dalam anggaran dasar ada ketentuan larangan untuk menjadi penanggung, apakah perikatan yang hendak dijamin selaras dengan maksud dan tujuan badan hukum, dan siapa yang menurut anggaran dasar berwenang untuk mewakili badan hukum dalam memberikan penanggungan.

Subyek borgotcht terdiri dari kreditur baik perorangan maupun badan hukum artinya yang memberi piutang, debitur baik berupa perorangan maupun badan hukum yang menerima piutang dan ditanggung oleh borg, dan penanggung atau borg yang berkedudukan sebagai penanggung dari debitur bilamana debitur cidera janji terhadap kreditur. Ada kalanya, dalam beberapa hal terdapat lebih dari satu pihak yang berkedudukan sebagai penanggung, diantaranya:1) Penanggung Utama (hoofdborg) dan Penanggung Belakang

(achterborg). Penanggung Utama (hoofdborg) berfungsi untuk menanggung debitur untuk memenuhi kewajibannya sedangkan Penanggung Belakang (achterborg), berfungsi untuk menanggung Penanggung Utama memenuhi kewajibannya.

2) Penanggung Pertama dan Penanggung KeduaPenanggung Pertama dan Penanggung Kedua bersama-sama mengikatkan diri selaku penanggung dari suatu hutang, di mana untuk pemenuhan prestasinya maka

111 Lihat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty Offset, Yogyakarta, 2001, hlm. 83.112 J. Satrio, Hukum Jaminan ..., Op.,Cit, hlm. 219.

Page 93: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan86

pihak kreditur harus menuntut pada Penanggung Pertama terlebih dahulu.

3) Penanggung SoliderPenanggung Solider adalah penanggung yang mengikatkan dirinya bersama-sama dengan debitur untuk pemenuhan suatu prestasi secara tanggung menanggung.

4) Penanggung atas Pemecahan Pemenuhan PrestasiBeberapa penanggung mengikatkan diri untuk bersama-sama melakukan pemenuhan prestasi dari satu debitur yang sama. Meskipun diatur dalam Pasal 1836 KUH Perdata bahwa jika beberapa orang mengikatkan diri sebagai penanggung untuk seorang debitur dan untuk utang yang sama, maka masing-masing penanggung terikat untuk seluruh hutang tersebut tetapi masing-masing penanggung berhak untuk menuntut agar kreditur membagi-bagi terlebih dahulu piutangnya sehingga masing masing penanggung hanya menanggung sebagian hutang debitur tersebut.

c. Hak Penanggung dalam BorgtochPenanggung memiliki beberapa hak terhadap kreditur dan

debitur, diantaranya sebagai berikut:1) Berdasarkan Pasal 1831 KUH Perdata, di mana penanggung

berhak untuk menuntut agar harta benda si debitur disita dan dijual atau dilelang terlebih dahulu untuk melunasi utangnya. Namun demikian, dalam hal ini terdapat pengecualian, yaitu:a) Telah diperjanjikan sebelumnya antara penanggung

dengan kreditur bahwa penanggung akan melepaskan hak istimewanya untuk menuntut agar harta benda disita dan dijual terlebih dahulu baru ia melaksanakan kewajibannya sebagai penanggung. Umumnya perjanjian ini atas inisiatif kreditur supaya ia dapat langsung menuntut penanggung jika debiturnya wanprestasi.

Page 94: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 87

b) Hubungan Penanggung dengan debitur adalah perutangan secara tanggung menanggung, sehingga hubungan ini tunduk pada perjanjian perutangan tanggung menanggung.

c) Jika si debitur dapat mengajukan suatu tangkisan yang mengenai dirinya secara pribadi.

d) Jika si debitur dalam keadaan pailit.e) Jika penanggungan itu diperintah oleh hakim.

4) Hak untuk membagi utang sesuai dengan Pasal 1836 KUH Perdata. Bilamana dalam perjanjian penanggungan terdapat beberapa orang penanggung untuk suatu hutang dan untuk seorang debitur maka masing-masing penanggung terikat untuk seluruh hutang. Selanjutnya, dalam Pasal 1837 KUH Perdata dikatakan bahwa kreditur mempunyai hak untuk membagi piutangnya atas bagian-bagian ke masing-masing penanggung pada saat penanggung-penanggung ini digugat.

5) Hak untuk mengajukan tangkisan gugat, di mana penanggung menolak melaksanakan kewajibannya dengan menggunakan alasan-alasan yang telah dikemukakan oleh debitur kepada kreditur.

6) Hak untuk diberhentikan dari penanggungan karena terhalang melakukan subrogasi akibat perbuatan kesalahan kreditur. Hal ini diatur pada ketentuan Pasal 1848 KUH Perdata, dikatakan bahwa penanggung berhak untuk diberhentikan dari penanggungan jika karena perbuatan kreditur, penanggung menjadi terhalang atau tidak dapat lagi bertindak terhadap hak-haknya, hak tanggungannya dan hak-hak utama dari kreditur.

7) Hak Regres atau hak menuntut kembali penanggung terhadap debitur, yaitu hak yang diatur dalam Pasal 1839 KUH Perdata, di mana hak tersebut adalah untuk menuntut debitur mengganti pembayaran yang telah dilakukan.

Page 95: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan88

8) Pasal 1840 KUH Perdata menyatakan bahwa penanggung dapat menggantikan semua kedudukan kreditur jika penanggung telah melakukan pembayaran utang debitur pada kreditur.

d. Hapusnya Jaminan BorgtochHapusnya penanggungan utang diatur dalam Pasal 1845

s.d Pasal 1850 KUH Perdata. Pada Pasal 1845 KUH Perdata dinyatakan bahwa perikatan yang timbul karena penanggungan, hapus karena sebab-sebab yang sama dengan yang menyebabkan berakhirnya perikatan-perikatan lainnya. Dengan demikian maka, kedudukan pasal ini merujuk pada pasal lain sebagai rujukan yakni Pasal 1381, Pasal 1408, Pasal 1424, Pasal 1420, Pasal 1437, Pasal 1442, Pasal 1574, Pasal 1846, Pasal 1938, dan Pasal 1984 KUH Perdata. Sebagaimana yang dinyatakan pada Pasal 1845, maka penanggungan akan hapus karena:1) pembayaran;2) penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan

atau penitipan;3) pembaruan utang;4) perjumpaan utang atau kompensasi;5) percampuran utang;6) pembebasan utang;7) karena musnahnya barang yang terutang;8) kebatalan atau pembatalan;9) berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I

KUH Perdata; dan10) lewat waktu, yang akan diatur dalam suatu bab sendiri.

e. eksekusi BorgtochJaminan perseorangan dalam praktik perbankan di Indonesia

hanyalah bersifat jaminan tambahan dan lebih mengacu pada kewajiban moral (obligatoir overeenkomst), dan tidak melahirkan

Page 96: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 89

hak preferensi sebagaimana dalam hal jaminan kebendaan. Eksekusi dalam hal debitur wanprestasi hanya dapat dilakukan melalui gugatan biasa, atau sesuai dengan hukum acara perdata biasa.

2. Gadaia. dasar Hukum, Pengertian, dan sifat Gadai

Gadai diatur dalam Bab XX Buku II KUH Perdata Pasal 1150 s.d Pasal 1160. Menurut Pasal 1150 KUH Perdata, yang dimaksud dengan gadai adalah:

“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus didahulukan”.

Berdasarkan Pasal 1150 s.d Pasal 1160 KUH Perdata, dapat disimpulkan sifat dan ciri-ciri yang melekat pada hak gadai itu, sebagai berikut113:1) obyek atau barang-barang yang gadai adalah kebendaan yang

bergerak, baik kebendaan bergerak yang berwujud maupun kebendaan bergerak yang tidak berwujud;

2) gadai merupakan hak kebendaan atas kebendaan atau barang-barang yang bergerak milik seseorang, karenanya walaupun barang-barang yang digadaikan tersebut beralih atau dialihkan kepada orang lain, barang-barang yang digadaikan tersebut tetap atau terus mengikuti kepada siapapun obyek barang-barang yang digadaikan itu berada. Apabila barang-barang digadaikan hilang atau dicuri orang lain, maka kreditur pemegang gadai berhak untuk menuntut kembali (droit de suite);

113 Rachmadi Usman, Op.,Cit, hlm. 108.

Page 97: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan90

3) hak gadai memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur pemegang hak gadai (droit de preference);

4) kebendaan atau barang-barang yang digadaikan harus berada di bawah penguasaan kreditur pemegang hak gadai atau pihak ketiga untuk dan atas nama pemegang hak gadai;

5) gadai bersifat accessoir pada perjanjian pokok atau pendahuluan tertentu, seperti perjanjian pinjam-meminjam uang, utang piutang, atau perjanjian kredit;

6) gadai mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, yaitu membebani secara utuh obyek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan dan setiap bagian daripadanya, dengan ketentuan bahwa apabila telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin, maka tidak berarti terbebasnya pula sebagian kebendaan atau barang-barang digadaikan dari beban hak gadai, melainkan hak gadai itu tetap membebani seluruh obyek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan untuk sisa utang yang belum dilunasi.

b. subyek dan Obyek GadaiUntuk terjadinya hak gadai, terdapat syarat di mana harus

memenuhi 2 (dua) unsur mutlak, yaitu114:1) Perjanjian

Timbulnya hak gadai harus diperjanjikan di mana perjanjian tersebut memang didasarkan pada ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata dan dipertegas dalam Pasal 1133 KUH Perdata yang menyatakan bahwa hak untuk didahulukan di antara orang-orang berpiutang terbit dari hak-hak istimewa, hak gadai, dan hipotik. Perjanjian tersebut melibatkan dua pihak yaitu pihak yang menggadaikan barangnya dan disebut pemberi gadai atau debitur dan pihak yang menerima jaminan gadai dan disebut juga

114 Ibid, hlm. 122.

Page 98: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 91

penerima/pemegang gadai atau kreditur. Namun demikian, berbeda dengan bentuk perjanjian jaminan lainnya, dalam gadai tidak dipersyaratkan dalam bentuk tertulis, namun lisan juga diperbolehkan115. Namun, berdasarkan Pasal 1151 KUH Perdata menyatakan bahwa persetujuan gadai hanya dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan pembuktian persetujuan pokoknya.

Perjanjian tersebut dilakukan oleh subyek hukum gadai yaitu pihak yang ikut serta dalam membentuk perjanjian gadai yaitu116:a) pihak yang memberikan jaminan gadai, dinamakan

pemberi gadai (pandgever); danb) pihak yang menerima jaminan gadai, dinamakan penerima

gadai (pandnemer).2) Penyerahan benda yang digadaikan tersebut dari tangan

debitur (pemberi gadai) kepada kreditur (penerima gadai).Menurut ketentuan Pasal 1150, Pasal 1152 ayat (1), dan

Pasal 1153 KUH Perdata, obyek atau benda yang digadaikan itu adalah benda bergerak yang dapat berupa benda bergerak berwujud kecuali kapal-kapal yang terdaftar pada register kapal, maupun benda bergerak tidak berwujud yang berupa hak-hak. Pada Gadai, benda atau obyek jaminan dalam hal ini benda bergerak dimaksud kebendaan gadainya harus berada di bawah penguasaan kreditur (penerima gadai). Dengan demikian maka bilamana perjanjian gadai yang tidak dilanjutkan dengan penyerahan benda gadainya kepada kreditur, maka hak gadainya diancam tidak sah atau hal tersebut bukan suatu gadai, dengan konsekuensi tidak melahirkan hak gadai.

Untuk benda-benda bergerak tidak berwujud yang berupa macam-macam hak tagihan, agar mendapatkan pembayaran

115 Dalam praktik pelaksanaan di Pegadaian, pemberian pinjaman gadai memang dilakukan secara tertulis dalam bentuk akta tanah di bawah tangan, yang dinamakan dengan Surat Bukti Kredit (SBK).116 Rachmadi Usman, Op.,Cit, hlm. 116.

Page 99: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan92

sejumlah uang, dapat digunakan surat-surat piutang. Surat-surat piutang yang dimaksud adalah sebagai berikut117:a) Surat piutang atas nama (vordering op naam), yaitu surat/

akta yang didalamnya nama kreditur disebut dengan jelas tanpa tambahan apa-apa (Pasal 1153 KUH Perdata).

b) Surat piutang atas bawa/kepada pembawa (vordering aan toonder/to bearer), yaitu surat/akta yang didalamnya nama kreditur tidak disebut, atau disebut dengan jelas dalam akta namun dengan tambahan kata-kata “atau pembawa” (Pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata. Contoh: cek.

c) Surat piutang kepada pengganti atau atas tunjuk (vordering aan order), yaitu surat/akta yang didalamnya nama kreditur disebut dengan jelas dengan tambahan kata-kata “atau pengganti” (Pasal 1152 bis KUH Perdata).

c. Hak dan kewajiban Para Pihak dalam Gadai1) Pemegang Gadai

Selama gadai itu berlangsung si pemegang gadai mempunyai beberapa hak:a) Pemegang gadai dalam hal si pemberi gadai (debitur)

melakukan wanprestasi, yaitu tidak memenuhi kewajibannya, maka setelah jangka waktu yang telah ditentukan itu lampau, si pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang digadaikan itu atas kekuasaan sendiri (eigenmachtigeverkoop) kemudian dari hasil penjualan itu diambil sebagian untuk melunasi hutang debitur dan sisanya dikembalikan kepada debitur (parate eksekusi). Penjualan barang itu harus dilakukan di muka umum, menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan berdasarkan atas syarat-syarat yang lazim berlaku.

117 Lihat Frieda Husni Hasbulah, Op.,Cit, hlm. 25.

Page 100: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 93

b) Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan pengembalian ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan untuk keselamatan barangnya.

c) Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan barang itu (hak retentie). Hal itu terjadi jika setelah adanya perjanjian gadai itu kemudian timbul perjanjian hutang yang kedua antara para pihak dan hutang yang kedua ini sudah dapat ditagih sebelum pembayaran hutang yang pertama, maka dalam keadaan yang demikian itu si pemegang gadai berwenang untuk menahan benda itu sampai kedua macam hutang itu dilunasi118.

d) Pemegang gadai berhak atas bunga gadai119.

Sebaliknya seorang pemegang gadai memikul kewajiban-kewajiban sebagai berikut120:a) Penerima gadai dilarang untuk menikmati benda gadai

dan pemberi gadai berhak untuk menuntut pengembalian benda gadai tersebut dari tangan penerima gadai bila penerima gadai menyalahgunakan benda gadai tersebut (Pasal 1159 ayat (1) KUH Perdata).

b) Bertanggungjawab untuk hilangnya atau merosotnya barang gadai, sekedar itu telah terjadi karena kelaliannya (Pasal 1157 ayat (1) KUH Perdata).

c) Kewajiban untuk memberitahukan pemberi gadai, jika barang gadai dijual (Pasal 1156 ayat (2) KUH Perdata). Kewajiban memberitahukan itu selambat-lambatnya pada hari yang berikutnya apabila ada suatu perhubungan pos harian ataupun suatu perhubungan telegrap, atau

118 Lihat Sri Soedewi Masjchoen Sofwam, Hukum Perdata: Hukum Benda, Cetakan ke-4, Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm. 101-102.119 Lihat Pasal 1158 KUH Perdata di mana dinyatakan bahwa bila suatu piutang digadaikan, dan piutang ini menghasilkan bunga, maka kreditur boleh memperhitungkan bunga itu dengan bunga yang terutang kepadanya. Bila utang yang dijamin dengan piutang yang digadaikan itu tidak menghasilkan bunga, maka bunga yang diterima pemegang gadai itu dikurangkan dari jumlah pokok utang.120 Lihat Mariam Darus Badruzaman, Bab-Bab tentang Credit Verband Gadai dan Fidulia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 62.

Page 101: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan94

jika tidak demikian halnya, dengan pos yang berangkat pertama (Pasal 1156 ayat 2 KUH Perdata). Pemberitahuan dengan telegrap atau dengan surat tercatat, berlaku sebagai pemberitahuan yang sah (Pasal 1156 ayat 3 KUH Perdata).

d) Bertanggung jawab terhadap hasil penjualan barang gadai (Pasal 1159 ayat (1) KUH Perdata).

e) Tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi miliknya, walaupun pemberi gadai wanprestasi. (Pasal 1154 KUH Perdata).

2) Pemberi GadaiHak-hak dari pemberi gadai diatur dalam Pasal 1155 KUH

Perdata sebagai berikut121:a) Menerima uang gadai dari penerima gadai.b) Berhak atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga

dan biaya lainnya telah dilunasinya.c) Berhak menuntut kepada pengadilan supaya barang gadai

dijual untuk melunasi hutang-hutangnya.d) berhak mendapatkan kelebihan atas penjualan barang gadai

setelah dikurangi dengan pelunasan hutangnya.Kewajiban pemberi gadai diatur dalam ketentuan Pasal

1154 KUH Perdata :a) Menyerahkan barang gadai kepada penerima gadai.b) Membayar pokok dan sewa modal kepada penerima

gadai.c) Membayar biaya yang dikeluarkan oleh penerima gadai

untuk menyelamatkan barang-barang gadai.

d. Hapusnya GadaiKetentuan mengenai hapusnya gadai memang tidak secara

khusus diatur dalam KUH Perdata, namun demikian dalam ketentuan KUH Perdata yang mengatur mengenai lembaga

121 Rachmadi Usman, Op.,Cit, hlm. 133.

Page 102: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 95

gadai sebagaimana diatur dalam Pasal 1150 s.d Pasal 1160 KUH Perdata, penyebab hapusnya gadai yaitu122:1) Hapusnya perjanjian pokok atau perjanjian pendahuluan

yang dijamin dengan gadai, hal ini sesuai dengan sifat perjanjian pemberian jaminan yang merupakan perjanjian accessoir. Artinya, ada atau tidaknya hak gadai itu ditentukan oleh eksistensi perjanjian pokok atau pendahuluannya yang menjadi dasar adanya perjanjian pemberian jaminan. Ketentuan dalam Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu perjanjian (perikatan) hapus karena alasan-alasan di bawah ini, yaitu:a) pelunasan;b) perjumpaan hutang;c) pembaharuan hutang;d) pembebasan hutang

2) Lepasnya benda yang digadaikan dari penguasaan kreditur pemegang hak gadai, dikarenakan:a) terlepasnya benda yang digadaikan dari penguasaan

kreditur (penerima gadai). Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (3) KUH Perdata, hal ini tidak berlaku bila barang gadainya hilang atau dicuri orang, penerima gadai masih mempunyai hak untuk menuntutnya kembali dan bila barang gadai dimaksud didapatnya kembali, hak gadainya dianggap tidak pernah hilang;

b) dilepaskannya benda yang digadaikan oleh penerima gadai secara sukarela;

c) hapusnya benda yang digadaikan.3) Terjadinya percampuran, di mana penerima gadai sekaligus

juga menjadi pemilik barang yang digadaikan tersebut.4) Terjadinya penyalahgunaan barang gadai oleh kreditur

(penerima gadai) (Pasal 1159 KUH Perdata).

122 Ibid, hlm. 144.

Page 103: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan96

e. eksekusi GadaiBilamana debitur cidera janji (wanprestasi), di dalam gadai

dikenal 2 (dua) macam tata cara atau mekanisme eksekusi atas obyek jaminan gadai, yaitu:1) Penjualan di Muka Umum

Menurut Pasal 1155 KUH Perdata, bilamana debitur cidera janji (wanprestasi), setelah lampaunya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan perjanjian dalam hal tidak ada ketentuan tentang jangka waktu yang pasti, kreditur berhak untuk menjual barang gadainya dihadapan umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan dengan persyaratan yang lazim berlaku, dengan tujuan agar jumlah utang dengan bunga dan biaya dapat dilunasi dari hasil penjualan itu. Cara ini sering juga disebut sebagai parate eksekusi, atau eigenmachtige verkoop.

Penjualan yang demikian dalam gadai bukanlah hak yang lahir dari perjanjian sebagaimana halnya eksekusi titel eksekutorial, namun hak eksekutorial dimaksud adalah perintah dari undang-undang (ex lege). Syarat parate eksekusi ini adalah bilamana debitur cidera janji, maka secara langsung kreditur dapat melakukan penjualan atas kekuasaan sendiri, tanpa melalui pengadilan, tanpa bantuan juru sita, maupun tanpa perlu mendahuluinya dengan sitaan. Namun demikian, penjualan dimaksud harus melalui pelelangan umum, di mana hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan harga tertinggi berdasarkan mekanisme pasar.

2) Terhadap Barang Perdagangan atau Efek Dapat Dijual di Pasar atau di Bursa

Menurut ketentuan Pasal 1155 ayat (2) KUH Perdata mengatur eksekusi diluar penjualan di muka umum atas barang perdagangan atau efek, dalam hal:

Page 104: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 97

a) penjualan barang-barang perdagangan, dapat dilakukan di pasar tempat di mana barang-barang sejenis itu diperdagangkan;

b) penjualan efek yang dapat diperdagangkan di bursa; dapat dilakukan penjualannya di bursa; dan

c) syarat sahnya penjualan harus dilakukan dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam perdagangan barang-barang tersebut.

3) Penjualan Menurut Cara yang Ditentukan Hakim Menurut Pasal 1156 KUH Perdata, bilamana debitur

cidera janji (wanprestasi), maka hakim dapat menentukan cara eksekusi mengenai penjualan obyek jaminan dalam hal:a) kreditur dapat menuntut (meminta) kepada hakim agar

barang gadai dijual menurut cara yang ditentukan hakim; atau

b) hakim mengizinkan agar barang gadai tetap berada di tangan kreditur untuk menutup suatu jumlah yang akan ditentukan hakim dalam putusan sampai meliputi utang pokok, bunga, dan biaya.

3. Fidusiaa. Pengertian dan dasar Hukum Fidusia

Istilah fidusia berasal dari kata fiduciair atau fides yang berarti kepercayaan menurut bahasa Romawi. Pada masa Romawi lembaga fidusia ini telah ada dan berkembang yang dikenal dengan nama fiducia cum creditore contracta (artinya janji kepercayaan yang dibuat kreditor). Namun demikian, pada masa pembentukan Burgelijk Wetboek (BW) oleh Belanda, ketentuan mengenai lembaga fidusia ini tidak ikut dimasukan dan tidak dibahas, meskipun sesungguhnya BW itu sendiri banyak mengambil civil code Napoleon yang banyak dipengaruhi oleh hukum Romawi. Dalam hal fiducia cum creditore pemberi fidusia tetap menguasai benda yang menjadi obyek fidusia dan hubungan (hukum) antara

Page 105: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan98

debitor (pemberi kuasa) dan kreditor (penerima kuasa) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan123.

Ada 2 (dua) bentuk jaminan fidusia yaitu fidusia cum creditore dan fidusia cum amico, di mana keduanya timbul dari perjanjian yang disebut pactum fiduciae yang kemudian diikuti dengan penyerahan hak atau in iure cessio124. Jaminan fidusia atau fiducia cum creditare contracta yang berarti janji kepercayaan yang dibuat dengan kreditor, dikatakan bahwa debitor akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda kepada kreditor sebagai jaminan atas utangnya dengan kesepakatan bahwa kreditor akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitor apabila utangnya sudah dibayar lunas125.

Fidusia di dalam dunia hukum di Indonesia dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai “Penyerahan hak milik secara kepercayaan”126. Sebelum diundangkannya UU Jaminan Fidusia, keberadaan praktik fidusia di Indonesia dilandaskan kepada yurisprudensi dari Hoge Raad Belanda yang dikenal sebagai putusan Bier Brouwerij Arrest, di mana hakim untuk pertama kali mengesahkan adanya mekanisme penjaminan seperti tersebut. Beberapa yurisprudensi yang ada seperti Putusan Mahkamah Agung No 372 K/Sip/1970 atas perkara BNI Cabang Semarang melawan Lo Ding Siang, dan Putusan No 1500K/Sip/1978 atas perkara BNI 1946 melawan Fa Megaria yang mengakui fidusia sebagai suatu instrumen jaminan.

Pengertian fidusia menurut UU Jaminan Fidusia Pasal 1 ayat (1) adalah sebagai berikut:

“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik

123 Lihat Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 113.124 Ibid.125 Ibid, hlm. 114.126 Lihat Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Cetakan ke-2 Revisi, Citra Aditya, Bandung, 2000, hlm. 3.

Page 106: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 99

benda”. Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.”

Pengertian ini mengandung arti bahwa yang terjadi adalah hanya pengalihan kepemilikan atas benda yang didasari oleh kepercayaan, dimana status benda itu beralih hak miliknya kepada kreditur, dan bukan lagi di tangan debitur meskipun debitur menguasai benda itu. Dengan kata lain, bilamana debitor (pemberi fidusia) belum melunasi utangnya, selama itu pula kreditor (penerima fidusia) mempunyai hak untuk menjual kebendaan fidusia yang dijaminkan kepadanya bilamana debitur cidera janji. Ini berarti bila piutang debitor (pemberi fidusia) lunas, maka kebendaan fidusia yang dijaminkan kepadanya tersebut akan diserahkan kembali kepadanya oleh kreditor (penerima fidusia).

Pengaturan jaminan fidusia diatur di dalam UU Jaminan Fidusia dan peraturan pelaksananya, yaitu:1) PP No 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan

Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia;2) Keppres No 139 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kantor

Pendaftaran Fidusia di Setiap Ibukota Propinsi di Wilayah Negara Republik Indonesia;

3) Permenkeu No 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia; dan

4) Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.

b. sifat FidusiaBerdasarkan Pasal 5 UU Jaminan Fidusia, pembebanan benda

dengan jaminan fidusia dibuat dengan Akta Notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia. Kemudian,

Page 107: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan100

akta tersebut wajib didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) dan kemudian baru dikeluarkanlah Sertipikat Jaminan Fidusia. Perjanjian pemberian jaminan fidusia merupakan perjanjian yang bersifat accesoir, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 4 UU Jaminan Fidusia yang isinya:

“Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.”

Sebagai perjanjian jaminan kebendaan, karakter dan sifat dari jaminan fidusia dapat dilihat, yakni:1) Memberikan kedudukan yang mendahulukan kreditor

penerima fidusia terhadap kreditor lainnya (Pasal 27 UU Jaminan Fidusia).

2) Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun obyek itu berada (droit de suite) (Pasal 20 UU Jaminan Fidusia).

3) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga mengikat pihak ketiga dan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Pasal 6 dan Pasal 11 UU Jaminan Fidusia).

4) Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya (Pasal 29 UU Jaminan Fidusia).

c. subyek FidusiaPemberi fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi

pemilik benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, sedangkan penerima fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia127. Pemberi fidusia dapat dilakukan oleh debitor sendiri dan dapat juga dilakukan oleh pihak ketiga.

127 Lihat Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum Jaminan Fidusia, Balai Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1999, hlm. 20.

Page 108: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 101

Sebelum berlakunya UU Jaminan Fidusia, yang menjadi obyek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan, benda dalam dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Namun, dengan berlakunya UU Jaminan Fidusia, yang dapat menjadi obyek jaminan fidusia diatur dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 UU Jaminan Fidusia, di mana benda-benda tersebut berupa:1) Benda yang dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum.2) Dapat berupa benda berwujud.3) Benda berwujud termasuk piutang.4) Benda bergerak.5) Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan Hak

Tanggungan ataupun hipotik.6) Benda yang ada ataupun akan diperoleh kemudian.7) Dapat atas satu satuan jens benda.8) Dapat juga atas lebih dari satu satuan jenis benda.9) Termasuk hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan

fidusia10) Benda persediaan.

Selain itu, obyek jaminan fidusia terdapat pengecualian terhadap bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan, di mana untuk rumah susun sebagaimana diatur dalam UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman juga merupakan obyek jaminan fidusia.

d. Hak dan kewajiban Para Pihak dalam Fidusia1) Hak Pemberi Fidusia

a) Menguasai benda fidusia dan dapat mengalihkan benda persediaan. hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, atau melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas utang apabila Penerima Fidusia menyetujui;

b) Menerima sisa hasil penjualan benda fidusia;

Page 109: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan102

c) Menerima kembali hak milik atas benda fidusia jika telah melunasi utangnya.

2) Kewajiban Pemberi Fidusiaa) Dalam hal pengalihan benda yang menjadi obyek jaminan

fidusia, wajib menggantinya dengan obyek yang setara;b) Wajib menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan

fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi;c) Tetap bertanggung jawab atas utang yang belum

terbayarkan.3) Hak Penerima Fidusia

a) Kepemilikan atas benda yang dijadikan obyek fidusia, namun secara fisik benda tersebut tidak di bawah penguasaannya;

b) Dalam hal debitur wan prestasi, untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri (parate eksekusi), eksekusi berdasarkan titel eksekutorial dan penjualan di bawah tangan;

c) Didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;

d) Memperoleh penggantian benda yang setara yang menjadi obyek jaminan dalam hal pengalihan jaminan fidusia oleh debitur;

e) Memperoleh hak terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi;

f) Berhak atas utang yang belum dibayarkan oleh debitur.4) Kewajiban Penerima Fidusia

a) Wajib mendaftarkan jaminan fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia;

b) Wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan dalam Sertipikat Jaminan Fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia;

Page 110: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 103

c) Wajib mengembalikan kepada Pemberi Fidusia dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan;

d) Wajib memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia. Namun sebagai pengecualian, penerima fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian pemberi fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

e. Pengalihan dan Hapusnya FidusiaPengalihan jaminan fidusia diatur dalam ketentuan Pasal 19 s.d

Pasal 24 UU Jaminan Fidusia. Pada ketentuan Pasal 19 disebutkan bahwa128:1) Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan Fidusia

mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru; dan

2) Beralihnya jaminan fidusia didaftarkan oleh kreditur baru kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.Pengalihan ini berakibat pada beralihnya segala hak dan kewajiban

penerima fidusia lama kepada penerima fidusia baru dan pengalihan hak atas piutang tersebut harus diberitahukan kepada pemberi fidusia. Dalam hal ini pemberi fidusia dilarang untuk mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi obyek fidusia, karena jaminan fidusia tetap mengikat benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali terhadap benda persediaan yang menjadi obyek jaminan fidusia129.

Disamping pengalihan obyek jaminan, jaminan fidusia juga dapat hapus, di mana jaminan fidusia sudah tidak berlaku lagi. Sebagaimana

128 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Op.,Cit, hlm. 173.129 Lihat Salim HS, Op.,Cit, hlm. 87-88.

Page 111: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan104

diatur dalam Pasal 25 Jaminan Fidusia, hapusnya jaminan fidusia disebabkan oleh:1) Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia yang dimaksud

hapusnya hutang adalah antara lain karena pelunasan dan bukti hapusnya hutang berupa keterangan yang dibuat kreditur;

2) Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia; atau3) Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

Musnahnya benda jaminan fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi.

f. eksekusi FidusiaPelaksanaan eksekusi fidusia diatur dalam Pasal 29 UU

Jaminan Fidusia. Prasyarat pelaksanakan eksekusi yang dilakukan oleh kreditur adalah bilamana debitur cidera janji. Dalam hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 29 UU Jaminan Fidusia, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia:1) Penjualan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas

kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan (parate eksekusi);

2) Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

4. Jaminan Resi Gudanga. Pengertian, dasar Hukum, dan Obyek Jaminan Resi Gudang

Hak jaminan resi gudang lahir bersamaan dengan lahirnya UU Sistem Resi Gudang, sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat terutama dalam hal penyediaan modal atau kredit bagi usaha pertanian dan perkebunan. Hal ini berkaitan dengan

Page 112: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 105

obyek jaminan resi gudang yang sebelum lahirnya UU Sistem Resi Gudang, tidak dapat diakomodir oleh lembaga-lembaga jaminan yang telah ada sebelumnya seperti lembaga hak tanggungan, fidusia, gadai, maupun yang lainnya. Dengan demikian, Undang-Undang ini menciptakan lembaga hukum jaminan tersendiri di luar lembaga-lembaga jaminan yang telah ada yang disebut “Hak Jaminan atas Resi Gudang” sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan130.

Resi Gudang sebagai alas hak (document of title) atas barang dapat digunakan sebagai agunan. Hal ini karena Resi Gudang tersebut dijamin dengan komoditas tertentu dalam pengawasan Pengelola Gudang yang terakreditasi131.

Dalam Sistem Resi Gudang, pembiayaan yang akan diperoleh pemilik barang tidak hanya berasal dari perbankan dan lembaga keuangan nonbank, tetapi dapat berasal dari investor melalui Derivatif Resi Gudang. Adapun pengaturan mengenai transaksi Derivatif Resi Gudang tunduk pada ketentuan-ketentuan yang mengatur hal tersebut132.

Sebagai surat berharga, Resi Gudang juga dapat dialihkan atau diperjualbelikan di pasar yang terorganisasi (bursa) atau di luar bursa oleh Pemegang Resi Gudang kepada pihak ketiga. Dengan terjadinya pengalihan Resi Gudang tersebut, kepada Pemegang Resi Gudang yang baru diberikan hak untuk mengambil barang yang tercantum di dalamnya. Hal ini akan menciptakan sistem perdagangan yang lebih efisien dengan menghilangkan komponen biaya pemindahan barang133. Sebagai bukti kepemilikan, Resi Gudang adalah surat berharga yang mewakili barang yang disimpan di Gudang134.

130 Penjelasan Pasal 12 ayat (1) UU Sistem Resi Gudang.131 Penjelasan UU Sistem Resi Gudang.132 Penjelasan UU Sistem Resi Gudang.133 Penjelasan UU Sistem Resi Gudang.134 Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Sistem Resi Gudang.

Page 113: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan106

UU Sistem Resi Gudang dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum, menjamin dan melindungi kepentingan masyarakat, kelancaran arus barang, efisiensi biaya distribusi barang, serta mampu menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan nasional. Untuk mendukung maksud tersebut diperlukan sinergi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan sektor-sektor terkait yang mendukung Sistem Resi Gudang, serta pasar lelang komoditas135.

Lebih lanjut pada Pasal 1 angka 1 UU Sistem Resi Gudang menyatakan bahwa:

“Sistem Resi Gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang”.

Resi gudang sebagaimana menurut Pasal 1 angka 2 UU Sistem Resi Gudang menyatakan bahwa:

“Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di Gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang.”

Resi gudang demikian merupakan surat berharga yang mewakili barang yang disimpan di gudang136. Dengan kedudukan sebagai surat berharga, maka resi gudang tentu juga dapat dialihkan atau diperjual belikan baik di pasar bursa maupun di luar bursa oleh pemegang resi gudang kepada pihak ketiga137. Pemegang Resi Gudang138 adalah pemilik barang atau pihak lain yang menerima pengalihan lebih lanjut. Di samping itu ada Pengelola Gudang139,

135 Penjelasan UU Sistem Resi Gudang.136 Gudang adalah semua ruangan yang tidak bergerak dan tidak dapat dipindah-pindahkan dengan tujuan tidak dikunjungi oleh umum, tetapi untuk dipakai khusus sebagai tempat penyimpanan barang yang dapat diperdagangkan secara umum dan memenuhi syarat-syar lain yang ditetapkan oleh Menteri. Lihat Pasal 1 angka 4 UU Sistem Resi Gudang. 137 Lihat Pasal 4 UU Sistem Resi Gudang di mana dijelaskan bahwa Resi Gudang dapat dialihkan, dijadikan jaminan utang, atau digunakan sebagai dokumen penyerahan barang.138 Lihat Pasal 1 angka 7 UU Sistem Resi Gudang.139 Pengelola Gudang adalah pihak yang melakukan usaha pergudangan, baik Gudang milik sendiri maupun milik orang lain, yang melakukan penyimpanan, pemeliharaan, dan pengawasan barang yang disimpan oleh pemilik barang serta berhak menerbitkan Resi Gudang. Lihat Pasal 1 angka 8 UU Sistem Resi Gudang.

Page 114: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 107

Badan Pengawas Sistem Resi Gudang140, Lembaga Penilaian Kesesuaian141, dan Pusat Registrasi Resi Gudang142.

Mengenai obyek hak jaminan resi gudang adalah Resi Gudang, sedangkan obyek resi gudang adalah barang143 sebagaimana yang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 5 UU Sistem Resi Gudang sebagai berikut:

“Barang adalah setiap benda bergerak yang dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu dan diperdagangkan secara umum.”

Resi Gudang hanya dapat diterbitkan oleh Pengelola Gudang yang telah memperoleh persetujuan Badan Pengawas144. Kemudian mengenai Derivatif Resi Gudang145 hanya dapat diterbitkan oleh bank, lembaga keuangan nonbank, dan pedagang berjangka yang telah mendapat persetujuan Badan Pengawas. Di samping itu, Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang dapat diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat146.

Resi Gudang dengan warkat adalah adalah surat berharga yang kepemilikannya berupa sertipikat baik atas nama maupun atas perintah, sedangkan resi gudang tanpa warkat (scripless) adalah surat berharga yang kepemilikannya dicatat secara

140 Badan Pengawas Sistem Resi Gudang adalah unit organisasi di bawah Menteri yang diberi wewenang untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan pelaksanaan Sistem Resi Gudang. Lihat Pasal 1 angka 11 UU Sistem Resi Gudang.141 Lembaga Penilaian Kesesuaian adalah Lembaga terakreditasi yang melakukan serangkaian kegiatan untuk menilai atau membuktikan bahwa persyaratan tertentu yang berkaitan dengan produk, proses, sistem, dan/atau personel terpenuhi. Lihat Pasal 1 angka 12 UU Sistem Resi Gudang.142 Pusat Registrasi Resi Gudang adalah badan usaha berbadan hukum yang mendapat persetujuan Badan Pengawas untuk melakukan penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang meliputi pencatatan, penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan, pelaporan, serta penyediaan sistem dan jaringan informasi. Lihat Pasal 1 angka 13 UU Sistem Resi Gudang.143 Berdasarkan Permendag Nomor 26/M-Dag/Per/2007, dan Permendag Nomor 37/M-Dag/Per/2011, komoditas yang dapat diterbitkan resi gudang atasnya ada 9 (sembilan) komoditas, yaitu: Gabah, Beras, Jagung, Kopi, Kakao, Lada, Karet, Rumput Laut, dan Rotan.144 Pasal 2 ayat (1) UU Sistem Resi Gudang.145 Derivatif Resi Gudang adalah turunan Resi Gudang yang dapat berupa kontrak berjangka Resi Gudang, Opsi atas Resi Gudang, indeks atas Resi Gudang, surat berharga diskonto Resi Gudang, unit Resi Gudang, atau derivatif lainnya dari Resi Gudang sebagai instrumen keuangan. Lihat Pasal 1 angka 3 UU Sistem Resi Gudang.146 Lihat Pasal 2 ayat (3) UU Sistem Resi Gudang.

Page 115: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan108

elektronis. Cara pencatatan secara elektronis dimaksudkan agar pengadministrasian data kepemilikan dan penyelesaian transaksi perdagangan Resi Gudang tanpa warkat dapat diselenggarakan secara efisien, cepat, aman, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan147. Dalam hal resi gudang tanpa warkat, bukti kepemilikan yang autentik dan sah adalah pencatatan kepemilikan secara elektronis.

Berdasarkan ketentuan pada Pasal 1 angka 9 UU Sistem Resi Gudang disebutkan mengenai yang dimaksud sebagai jaminan resi gudang adalah:

“Hak Jaminan atas Resi Gudang, yang selanjutnya disebut Hak Jaminan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada Resi Gudang untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima hak jaminan terhadap kreditor yang lain.”

Lembaga jaminan yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 UU Sistem Resi Gudang ini terdapat pada ketentuan BAB IVA, Pasal 37A UU Sistem Resi Gudang di mana kedudukan lembaga jaminan resi gudang berada di Jakarta, dan bertanggung jawab kepada menteri. Lain dari itu, fungsi lembaga jaminan resi gudang ini menurut ketentuan Pasal 37D UU Sistem Resi Gudang adalah:a. melindungi hak Pemegang Resi Gudang dan/atau Penerima

Hak Jaminan apabila terjadi kegagalan, ketidakmampuan, dan/atau kebangkrutan Pengelola Gudang dalam menjalankan kewajibannya; dan

b. memelihara stabilitas dan integritas Sistem Resi Gudang sesuai dengan kewenangannya.

b. sifat Resi GudangPerjanjian jaminan Resi Gudang sama dengan bentuk

perjanjian sebagaimana jaminan kebendaan lain. Jaminan Resi Gudang merupakan perjanjian tambahan (accesoir) dari suatu

147 Lihat Penjelasan Pasal 2 ayat (3) UU Sistem Resi Gudang.

Page 116: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 109

perjanjian utang piutang yang menjadi perjanjian pokoknya. Asas-asas yang terdapat dalam jaminan resi gudang yaitu:1) Setiap Resi Gudang hanya dapat dibebani satu jaminan

utang148.2) Pembebanan hak jaminan dibuat dengan akta perjanjian hak

jaminan149. 3) Penerima hak jaminan (bank) memiliki kedudukan yang

diutamakan terhadap kreditur lain. Hal ini selain karena penguasaan obyek jaminan berada dalam kekuasaan penerima jaminan, juga berdasarkan perintah undang-undang.

4) Penerima hak jaminan harus memberitahukan/mencatatkan perjanjian pengikatan resi gudang sebagai hak jaminan kepada pusat registrasi dan pengelola gudang150.

c. Hapusnya Resi GudangBerdasar ketentuan Pasal 15 UU Sistem Resi Gudang, Hak

Jaminan yang dimiliki oleh penerima Hak Jaminan hapus karena hal-hal sebagai berikut:a. hapusnya utang pokok yang dijamin dengan Hak Jaminan;

danb. pelepasan Hak Jaminan oleh penerima Hak Jaminan.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 15 huruf a, bahwa sesuai dengan sifat ikutan dari Hak Jaminan, adanya Hak Jaminan bergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya utang atau karena pelepasan, dengan sendirinya hak jaminan yang bersangkutan menjadi hapus. Yang dimaksud dengan hapusnya utang, antara lain, karena pelunasan dari Pemegang Resi Gudang atau terjadinya

148 Lihat Pasal 12 ayat (2) UU Sistem Resi Gudang. Pada Penjelasan Pasal 12 ayat (2) tersebut, dijelaskan Resi Gudang yang dijadikan jaminan wajib diserahkan atau berada dalam penguasaan kreditor selaku penerima jaminan. Oleh karena itu, apabila telah berada di tangan kreditor penerima jaminan, Resi Gudang tersebut tidak mungkin lagi dijaminkan ulang.149 Lihat Pasal 14 UU Sistem Resi Gudang.150 Lihat Pasal 13 UU Sistem Resi Gudang.

Page 117: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan110

perpindahan kreditor. Bukti hapusnya utang berupa keterangan yang dibuat kreditor.

Kemudian berdasarkan Penjelasan Pasal 15 huruf b, menyatakan bahwa dalam hal-hal tertentu, yakni hubungan antara Pemegang Resi Gudang dan kreditor didasari kepercayaan, kreditor merasa tidak perlu lagi memegang hak jaminan dan melepaskan hak jaminan dan Resi Gudang yang dijaminkan diserahkan kembali kepada Pemegang Resi Gudang.

d. eksekusi Resi GudangKetentuan yang mengatur pelaksanaan eksekusi jaminan resi

gudang bilamana debitur cidera janji diatur pada Pasal 16 UU Sistem Resi Gudang yang menyatakan bahwa:1) Pasal 16 ayat (1)

“Apabila pemberi Hak Jaminan cedera janji, penerima Hak Jaminan mempunyai hak untuk menjual obyek jaminan atas kekuasaan sendiri melalui lelang umum atau penjualan langsung”.

Di dalam Penjelasan Pasal 16 ayat (1) tersebut bahwa ketentuan ini dimaksudkan bahwa Penerima Hak Jaminan mempunyai hak eksekusi melalui lelang umum atau penjualan langsung tanpa memerlukan penetapan pengadilan.

2) Pasal 16 ayat (2)“Penerima Hak Jaminan memiliki hak untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi biaya penjualan dan biaya pengelolaan”.Di dalam Penjelasan Pasal 16 ayat (2) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan biaya pengelolaan, antara lain, meliputi biaya penyimpanan dan biaya asuransi.

3) Pasal 16 ayat (3)“Penjualan obyek jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan atas sepengetahuan pihak pemberi Hak Jaminan”.

Page 118: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 111

Di dalam Penjelasan Pasal 16 ayat (3) menjelaskan bahwa sebelum melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan, penerima Hak Jaminan harus memberitahukan secara tertulis kepada pemberi Hak Jaminan.

5. Hipotik a. Pengertian, dasar Hukum, dan subyek Hipotik

Hukum Romawi mengatur adanya hipotik yang berasal dari kata hypotheca atau hypotheek adalah suatu jaminan utang di mana barang tanggungan tidak dipindahkan ke dalam tangan orang yang mengutangkan tetapi barang itu selalu dapat diminta atau dituntut meskipun barang itu sudah berada di tangan orang lain apabila orang yang berutang tidak memenuhi kewajibannya151. Pada Pasal 1162 KUH Perdata dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan hipotik adalah suatu hak kebendaan atas barang tak bergerak yang dijadikan jaminan dalam pelunasan suatu perikatan. Sebagaimana telah dinyatakan dalam Pasal 1132 KUH Perdata bahwa terdapat pengecualian dalam hal pemberian privillege dan hak untuk didahulukan bagi kreditur-kreditur dengan alasan yang sah, diantaranya adalah hak istimewa hipotik dan gadai152.

Pada awalnya, obyek pembebanan jaminan hipotik adalah benda tidak bergerak, namun setelah lahirnya UUPA, pembebanan obyek jaminan sepanjang mengenai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya telah dicabut, di mana selanjutnya digantikan dengan lembaga jaminan hak tanggungan153. Terhadap hipotik, ketentuan hipotik yang diatur dalam Pasal 314 ayat (4) dan Pasal 315a, Pasal 315b, Pasal 315c KUHD merupakan lex spesialis terhadap KUH Perdata, karenanya semua ketentuan hipotik yang ada dalam KUH Perdata tetap berlaku sepanjang tidak diatur khusus dalam KUHD.

151 Lihat Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1984, hlm. 78.152 Lihat Pasal 1133 KUH Perdata.153 Lihat konsiderans UUPA dan konsiderans UU Hak Tanggungan.

Page 119: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan112

Pembebanan hipotik harus dilakukan dengan akta otentik. Hipotik adalah hak jaminan yang bersifat accessoir, sehingga untuk pemberian hak hipotik harus diperjanjikan dalam perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian utang-piutang yang dibuat antara kreditur dan debitur. Mengenai perjanjian pokok yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang menurut Sudargo Gautama dapat dilakukan dengan cara akta di bawah tangan ataupun akta otentik154. Kemudian, berdasarkan ketentuan Pasal 1168 KUH Perdata menetapkan bahwa hipotik tidak dapat diletakkan selain oleh siapa yang berkuasa memindahtangankan benda yang dibebani. Jadi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1168 KUH Perdata, hipotik hanya dapat diletakkan atau dibebankan oleh orang atau mereka yang mempunyai kewenangan untuk melakukan memindahtangankan benda yang dibebani dengan jaminan hipotik, baik hal itu ditujukan terhadap debitur maupun penjamin pihak ketiga. Subyek hipotik adalah berupa:1) Pemberi Hipotik (hipotheekgever), dimana dapat berupa

perorangan maupun badan hukum; dan2) Penerima Hipotik (hipotheekbank, hipotheehouder, atau

hipotheeknemer) atau perorangan maupun badan hukum.Demikian berdasarkan uraian tersebut maka dapat

disimpulkan mengenai unsur-unsur dalam hipotik, yaitu:1) harus ada benda yang dijaminkan;2) bendanya benda tak bergerak;3) dilakukan oleh orang yang berhak memindahtangankan

benda jaminan;4) ada sejumlah uang tertentu dalam perjanjian pokok dan

ditetapkan dalam suatu akta otentik;5) benda obyek jaminan bukan untuk dimiliki, hanya sebagai

jaminan hutang saja.

154 Lihat Sudargo Gautama, Komentar Atas Undang-Undang Hak Tanggungan Baru Tahun 1996 No 4, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 70.

Page 120: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 113

b. sifat dan Asas-Asas HipotikHak jaminan hipotik sebagaimana jaminan kebendaan yang

lain juga memiliki sifat-sifat, diantaranya adalah:a) hipotik bersifat zaaksgevolg (droit de suite) diatur dalam

Pasal 1163 ayat (2) KUH Perdata;b) memiliki hak untuk mendahului (Droit de Preference), diatur

dalam Pasal 1133, Pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata;c) tidak dapat dibagi-bagi;d) merupakan perjanjian yang accessoir.

Sementara itu, selain memiliki sifat-sifat sebagaimana hak jaminan lainnya, hipotik memiliki asas-asas, yaitu:a) Asas publiciteit (openbarheid), di mana hipotik haruslah

didaftarkan; danb) Asas Specialiteit.

c. Obyek Hipotik Obyek hipotik mengalami perubahan seiring dengan lahirnya

UUPA, dan UU Hak Tanggungan. Oleh karenanya, ketentuan mengenai obyek hipotik dapat dilihat dengan merujuk pada ketentuan-ketentuan berikut, yaitu:1) Berdasarkan Pasal 314 ayat (1) KUHD adalah berupa kapal-

kapal dalam bobot mati 20 meter kubik;2) Berdasarkan UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,

pada Bab VI tentang Hipotik dan Piutang Pelayaran yang didahulukan Pasal 60 s.d Pasal 66 adalah berupa kapal laut;

3) Berdasarkan UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Pasal 12 adalah berupa pesawat udara.

d. Hapusnya Hipotik Menurut Pasal 1209 KUH Perdata, terdapat 3 (tiga) bentuk

cara hapusnya hipotik, yaitu:1) Hapusnya perikatan pokok;2) Karena pelepasan hipotik oleh si berpiutang; atau

Page 121: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan114

3) Karena penetapan oleh hakim.

Selain diatur dalam Pasal 1209 KUH Perdata, hapusnya hipotik di luar ketentuan KUH Perdata yaitu:1) Hapusnya hutang yang dijamin oleh hipotik;2) Afstan hipotik;3) Lenyapnya benda hipotik;4) Pencampuran kedudukan pemegang dan pemberi hipotik;5) Pencoretan, karena pembersihan atau kepailitan; dan6) Pencabutan hak milik.

e. eksekusi Hipotik Terdapat 2 (dua) ketentuan mengenai tata cara dan

pelaksanaan eksekusi hipotik, yaitu:1) Eksekusi titel eksekutorial berdasarkan ketentuan Pasal 224

HIR, di mana dinyatakan bahwa surat asli dari pada surat hipotik dan surat utang yang dibuat di hadapan Notaris di Indonesia dan yang memakai perkataan: “Atas Nama Keadilan” di kepalanya, kekuatannya sama dengan surat putusan hakim. Dalam hal menjalankan surat yang demikian, jika tidak dipenuhi dengan jalan damai, maka dapat diperlakukan peraturan pada bagian ini, akan tetapi dengan pengertian, bahwa paksa badan hanya boleh dilakukan sesudah diizinkan oleh putusan Hakim. Jika hal menjalankan putusan itu harus dijalankan sama sekali atau sebagian di luar daerah hukum pengadilan negeri, yang ketuanya memerintahkan menjalankan itu, maka peraturan-peraturan pada Pasal 195 ayat kedua dan yang berikutnya dituruti.

2) Parate eksekusi pada Pasal 1178 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:

“Segala perjanjian yang menentukan bahwa kreditur diberi kuasa untuk menjadikan barangbarang yang dihipotikkan itu sebagai miliknya adalah batal. Namun kreditur hipotik

Page 122: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 115

pertama, pada waktu penyerahan hipotik boleh mensyaratkan dengan tegas, bahwa jika utang pokok tidak dilunasi sebagaimana mestinya, atau bila bunga yang terutang tidak dibayar, maka ia akan diberi kuasa secara mutlak untuk menjual persil yang terikat itu di muka umum, agar dari hasilnya dilunasi, baik jumlah uang pokoknya maupun bunga dan biayanya. Perjanjian itu harus didaftarkan dalam daftar-daftar umum, dan pelelangan tersebut harus diselenggarakan dengan cara yang diperintahkan dalam Pasal 1211.”

C. HAk tAnGGunGAn1. Pengertian dan dasar Hukum Hak tanggungan

UUPA merupakan awal dari lahirnya lembaga hak tanggungan yang sebelumnya diatur melalui ketentuan tentang hipotik. Lahirnya lembaga hak tanggungan meski secara tegas belum di tentukan dalam UUPA, namun bila melihat ketentuan pada Pasal 51 UUPA mengenai adanya amanat untuk membentuk lembaga jaminan baru. Ketentuan pada Pasal 51 UUPA ini menyatakan bahwa:

“Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan sebagaimana diatur dalam Pasal 25, 33 dan 39 diatur dengan undang-undang”.

Pada kenyataannya, amanat yang terkandung di dalam Pasal 51 UUPA baru direalisasikan pada tahun 1996, tepatnya melalui pembentukan UU Hak Tanggungan. Pembentukan lembaga jaminan hak tanggungan ini merupakan pembaruan atas kedudukan lembaga jaminan hipotik dan credietverband, meski tidak sama sekali menghapusnya155. Lahirnya UU Hak Tanggungan diharapkan akan memberikan suatu kepastian hukum tentang pengikatan jaminan dengan tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sebagai jaminan yang selama ini pengaturannya menggunakan ketentuan-ketentuan Creditverband dalam KUH Perdata.

155 Ketentuan hipotik berdasarkan KUH Perdata masih berlaku, kecuali yang berkaitan dengan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Lihat Abdurrahman dan Samsul Wahidin, Beberapa Catatan Tentang Hukum Jaminan dan Hak-Hak Jaminan Atas Tanah, Alumni, Bandung, 1985, hlm.105.

Page 123: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan116

Pengertian hak tanggungan menurut C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil156 adalah jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam arti bahwa jika debitur cidera janji kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahului dari kreditur-kreditur yang lain.

Sementara itu, pengertian hak tanggungan berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Hak Tanggungan didefinisikan bahwa Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

Dari pengertian mengenai hak tanggungan tersebut, dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu hak tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahulu, dengan obyek jaminannya berupa Hak-Hak atas Tanah yang diatur dalam UUPA157. Dalam arti lain, hak tanggungan setidaknya memuat unsur-unsur sebagai berikut:a. Jaminan yang dibebankan adalah hak atas tanah;b. Hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang

merupakan satu kesatuan dengan tanah itu;c. Untuk pelunasan hutang tertentu; dand. Memberikan kedudukan-kedudukan yang diutamakan kepada

kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.

156 Lihat C.S.T Kansil dan Christine ST Kansil, Pokok-Pokok Hukum Hak Tanggungan atas Tanah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997, hlm. 7.157 Lihat Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm. 13.

Page 124: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 117

2. sifat Hak tanggunganMengenai sifat hak tanggungan sebagai lembaga jaminan atas

tanah yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi para pihak dinyatakan dalam Penjelasan Umum angka 3 UU Hak Tanggungan, yaitu:a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului

kepada pemegangnya (droit de preferen). Hal ini dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1, maupun Penjelasan Umum angka 4 UU Hak Tanggungan.

b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun obyek itu berada (droit de suite). Asas droit de suite ini memberikan kepastian kepada kreditur mengenai haknya untuk memperoleh pelunasan dari hasil penjualan atas tanah, penguasaan fisik atau hak atas tanah berupa penguasaan yuridis, yang menjadi obyek hak tanggungan bila debitor wanprestasi, sekalipun tanah atau hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan itu dijual oleh pemiliknya atau pemberi hak tanggungan kepada pihak ketiga158.

c. Memiliki asas specialitet dan asas publicitet yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UU Hak Tanggungan sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan.

d. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi. Hak tanggungan membebani secara utuh obyeknya dan setiap bagian dari padanya159. Oleh karenanya, bilamana terjadi pembayaran sebagian utang yang dijamin tidak membebaskan sebagian obyek dari beban hak tanggungan karena hak tanggungan tetap membebani seluruh obyek untuk sisa utang yang belum dilunasi.

158 Lihat Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tangungan Azas-Azaz Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan, Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan, Alumni, Bandung, 1999, hlm. 8.159 Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Hak Tanggungan.

Page 125: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan118

e. Hak tanggungan merupakan perjanjian accesoir.Kedudukan hak tanggungan sebagai perjanjian accesoir sangat bergantung pada perjanjian pokoknya, baik dalam hal kelahiran, eksistensi, peralihan, eksekusi, berakhir dan hapusnya hak tanggungan dengan sendirinya ditentukan hal mana yang diatur dalam perjanjian pokok.

f. Pelaksanaan eksekusi lebih mudah dan pasti.Pasal 6 UU Hak Tanggungan, memberikan hak kepada pemegang Hak Tanggungan untuk melakukan parate eksekusi.

3. subyek Hak tanggunganMengenai siapa yang dimaksud subyek dalam hak tanggungan

dapat dilihat pada ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU Hak Tanggungan yang merumuskan:

“Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan”.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka subyek hukum hak tanggungan adalah orang perorangan yang berwenang memberikan hak tanggungan di mana orang tersebut merupakan pemilik obyek jaminan, dan juga harus cakap untuk membuat suatu perjanjian sesuai dengan ketentuan Pasal 1330 KUH Perdata. Bagi subyek hak tanggungan yang berupa badan hukum, maka syarat kewenangan tersebut dapat dilihat pada Anggaran Dasar badan hukum dimaksud. Secara sederhana dapat dilihat bahwa subyek hak tanggungan adalah pemberi hak tanggungan, dan pemegang hak tanggungan.

4. Obyek Hak tanggunganObyek hak tanggungan secara umum adalah hak atas tanah,

namun terdapat pengecualian dimana tidak semua hak atas tanah dapat dibebani hak tanggungan. Menurut UU Hak Tanggungan, obyek Hak Tanggungan adalah:

Page 126: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 119

a. Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah160:1) Hak Milik;2) Hak Guna Usaha;3) Hak Guna Bangunan.

b. Selain hak-hak atas tanah, Hak Pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dan dapat juga dibebani Hak Tanggungan161.

c. Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah162.

d. Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan163.

e. Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik164.

f. Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang165.

g. Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan, peringkat masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan166.

160 Lihat Pasal 4 ayat (1) UU Hak Tanggungan.161 Lihat Pasal 4 ayat (2) UU Hak Tanggungan.162 Lihat Pasal 4 ayat (3) UU Hak Tanggungan.163 Lihat Pasal 4 ayat (4) UU Hak Tanggungan.164 Lihat Pasal 4 ayat (5) UU Hak Tanggungan.165 Lihat Pasal 5 ayat (1) UU Hak Tanggungan.166 Lihat Pasal 5 ayat (2) UU Hak Tanggungan.

Page 127: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan120

h. Peringkat Hak Tanggungan yang didaftarkan pada tanggal yang sama ditentukan menurut tanggal pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan167.

i. Apabila debitor cedera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut168.

j. Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada169.

5. Hapusnya Hak tanggunganMengenai sebab sebab hapusnya hak tanggungan diatur dalam

ketentuan pada Pasal 18 UU Hak Tanggungan, sebagai berikut :a. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan.

Sesuai dengan sifat accessoir dari hak tanggungan, bilamana piutang dalam perjanjian pokok hapus karena pelunasan atau sebab-sebab lain, maka dengan sendirinya hak tanggungan yang bersangkutan hapus.

b. Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan.Pelepasan ini dilakukan oleh pemegang hak tanggungan dengan pemberian pernyataan tertulis kepada pemberi hak tanggungan, sehingga menimbulkan hilangnya hak preferensi pemegang hak tanggungan.

c. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri.Berdasarkan pada Pasal 19 UU Hak Tanggungan, di mana pemberi hak atas tanah memohonkan agar tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban hak tanggungan hal ini dilakukan dalam rangka melindungi kepentingan pembeli obyek hak tanggungan, agar benda yang dibelinya terbebas dari hak tanggungan yang semula membebaninya, jika harga pembelian tidak mencukupi untuk melunasi utang yang dijamin.

167 Lihat Pasal 5 ayat (3) UU Hak Tanggungan.168 Lihat Pasal 6 UU Hak Tanggungan.169 Lihat Pasal 7 UU Hak Tanggungan.

Page 128: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 121

d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan, di mana hal ini dapat disebabkan karena hal-hal berikut:1) Jangka waktunya berakhir, kecuali hak atas tanah yang dijadikan

obyek hak tanggungan diperpanjang sebelum berakhir jangka waktunya. Hak Tanggungan mana tetap melekat pada hak atas tanah yang bersangkutan;

2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena suatu syarat batal telah dipenuhi:a) Dicabut untuk kepentingan umum;b) Dilepaskan dengan sukarela oleh pemilik hak atas tanah; danc) Tanahnya musnah.

6. eksekusi Hak tanggunganEksekusi Hak Tanggungan diatur dalam ketentuan pada Pasal 20

UU Hak Tanggungan, yang menyatakan sebagai berikut:(1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan:

a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau

b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor kreditor lainnya.

(2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

(3) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang

Page 129: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan122

Hak Tanggungan kepada pihak pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

(4) Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) batal demi hukum.

(5) Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.

Pada Penjelasan Pasal 20 UU Hak Tanggungan dijelaskan bahwa:a. Pada ketentuan Pasal 20 ayat (1), ketentuan ayat ini

merupakan perwujudan dari kemudahan yang disediakan oleh Undang-Undang ini bagi para kreditor pemegang Hak Tanggungan dalam hal harus dilakukan eksekusi. Pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilaksanakan dengan melalui pelelangan umum, karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk obyek Hak Tanggungan. Kreditor berhak mengambil pelunasan piutang yang dijamin dari hasil penjualan obyek Hak Tanggungan. Dalam hal hasil penjualan itu lebih besar daripada piutang tersebut yang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi Hak Tanggungan

b. Pada Penjelasan Pasal 20 ayat (2) UU Hak Tanggungan, dijelaskan bahwa dalam hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi, dengan menyimpang dari prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi kemungkinan melakukan eksekusi melalui penjualan di bawah tangan, asalkan hal tersebut disepakati oleh pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, dan syarat yang ditentukan pada ayat (3) dipenuhi. Kemungkinan

Page 130: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 123

ini dimaksudkan untuk mempercepat penjualan obyek Hak Tanggungan dengan harga penjualan tertinggi.

c. Pada Penjelasan Pasal 20 ayat (3) UU Hak Tanggungan, dijelaskan bahwa persyaratan yang ditetapkan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi pihak-pihak yang berkepentingan, misalnya pemegang Hak Tanggungan kedua, ketiga, dan kreditor lain dari pemberi Hak Tanggungan. Pengumuman dimaksud dapat dilakukan melalui surat kabar atau media massa lainnya, misalnya radio, televisi, atau melalui kedua cara tersebut. Jangkauan surat kabar dan media massa yang dipergunakan haruslah meliputi tempat letak obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan tanggal pemberitahuan tertulis adalah tanggal pengiriman pos tercatat, tanggal penerimaan melalui kurir, atau tanggal pengiriman facsimile. Apabila ada perbedaan antara tanggal pemberitahuan dan tanggal pengumuman yang dimaksud pada ayat ini, jangka waktu satu bulan dihitung sejak tanggal paling akhir diantara kedua tanggal tersebut.

d. Pada Penjelasan Pasal 20 ayat (5) dijelaskan bahwa untuk menghindarkan pelelangan obyek Hak Tanggungan, pelunasan utang dapat dilakukan sebelum saat pengumuman lelang dikeluarkan.

d. eksekusi dAn PARAte eksekusi1. Pengertian dan dasar Hukum eksekusi

Eksekusi merupakan padanan kata dari execution yang dalam bahasa Inggris dapat diartikan sebagai pelaksanaan putusan hakim170. Eksekusi adalah hal menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, atau melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum apabila

170 Lihat Zainul Bahri, Kamus Hukum, Angkasa, Bandung, 1995, hlm. 61.

Page 131: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan124

pihak yang kalah tidak mau menjalankannya secara sukarela171, atau realisasi daripada kewajiban pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan pengadilan172. Eksekusi merupakan suatu pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR173, di mana pedoman aturan tata cara eksekusi diatur dalam Bab X Bagian Kelima HIR. Pada bagian tersebut tata cara menjalankan putusan pengadilan mulai dari tata cara peringatan (annmaning), sita eksekusi (executorial beslag) dan penyanderaan (gijzeling), sedangkan tata cara menjalankan putusan pengadilan yang disebut eksekusi tersebut diatur mulai dari Pasal 195 sampai Pasal 224 HIR174.

Pada pelaksanaan eksekusi, dikenal beberapa asas yang harus diikuti oleh pihak Pengadilan, yakni sebagai berikut :a. Putusan Pengadilan harus sudah berkekuatan hukum tetap.

Adapun putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut berupa175:1) Putusan pengadilan tingkat pertama yang tak dimintakan

banding atau kasasi karena telah diterima oleh kedua belah pihak.

2) Putusan pengadilan tingkat banding yang tidak dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung.

3) Putusan pengadilan tingkat kasasi dari Mahkamah Agung atau putusan peninjauan kembali dari Mahkamah Agung.

4) Putusan verstek dari pengadilan tingkat pertama yang tidak diverzet;

5) Putusan hasil perdamaian dari semua pihak yang berperkara.

171 Lihat M Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, PT. Gramedia, Jakarta, 1989, hlm. 5.172 Lihat Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1988, hlm. 213.173 Lihat M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua, Cetakan ke-1, Gramedia, Jakarta, 2005, hlm. 1.174 Ibid, hlm. 2175 Lihat Wildan Suyuthi, Sita dan Eksekusi Praktek Kepustakaan Pengadilan, PT. Tatanusa, Jakarta, 2004, hlm. 61.

Page 132: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 125

Namun demikian, ketentuan terhadap putusan yang berkekuatan hukum tetap ini terdapat pengecualian, hal yang termasuk dalam pengecualian tersebut adalah:1) Putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu (it voerbaar

bij voorraad) sesuai dengan Pasal 191 ayat (1) RBg, dan Pasal 180 ayat (2).

2) Pelaksanaan putusan provisi sesuai dengan Pasal 180 ayat (1) HIR, Pasal 191 ayat (1) RBg dan Pasal 54 Rv.

3) Akta perdamaian sesuai Pasal 130 ayat (2) HIR dan Pasal 154 ayat (2) RBg.

4) Eksekusi Grosse Akta sesuai dengan Pasal 224 HIR. dan Pasal 258 RBg.

5) Parate Eksekusi.b. Putusan tidak dijalankan secara sukarela.

Bilamana terjadi hal demikian, maka pelaksanaan suatu putusan pengadilan dilakukan dengan upaya paksa dan bila perlu menggunakan kekuatan umum.

c. Putusan harus bersifat penghukuman (condemnatoir)Teori hukum acara perdata dikenal dua macam putusan pengadilan yaitu: putusan yang bersifat condemnatoir dan putusan yang bersifat declaratoir. Dalam hal pelaksanaan eksekusi, hanya putusan yang bersifat condemnatoir saja yang dapat di lakukan eksekusi, diantaranya diktum condemnatoir adalah:1) Menghukum atau memerintahkan untuk “menyerahkan”;2) Menghukum atau memerintahkan untuk “pengosongan”;3) Menghukum atau memerintahkan untuk “membagi”;4) Menghukum atau memerintahkan untuk “melakukan

sesuatu”;5) Menghukum atau memerintahkan untuk “menghentikan”;6) Menghukum atau memerintahkan untuk “membayar”;7) Menghukum atau memerintahkan untuk “membongkar”; dan8) Menghukum atau memerintahkan untuk “tidak melakukan

sesuatu”.

Page 133: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan126

d. Eksekusi di bawah pimpinan Ketua PengadilanSebagaimana ketentuan Pasal 195 ayat (1) dan Pasal 208 ayat (1) RBg menyatakan bahwa176:

“Dalam hal menjalankan putusan pengadilan negeri, dalam perkara yang pada tingkat pertama diperiksa oleh pengadilan negeri maka dilakukan atas perintah dan dengan pimpinan ketua pengadilan negeri yang pada tingkat pertama memeriksa perkara itu...”.

Mengenai eksekusi telah diatur dalam berbagai ketentuaan:1) Pasal 195 s.d Pasal 208 HIR dan Pasal 224 HIR/Pasal 206 s.d

Pasal 240 RBg dan Pasal 258 RBg (tentang tata cara eksekusi secara umum).

2) Pasal 225 HIR/Pasal 259 RBg (tentang putusan yang menghukum tergugat untuk melakukan suatu perbuatan tertentu).

3) Sedangkan Pasal 209 s.d Pasal 223 HIR/Pasal 242 - Pasal 257 RBg, yang mengatur tentang sandera (gijzeling) tidak lagi di berlakukan secara efektif.

4) Pasal 180 HIR/Pasal 191 RBg, SEMA Nomor 3 Tahun 2000 dan SEMA Nomor 4 Tahun 2001 (tentang pelaksanaan putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu serta merta (uitvoerbaar bij voorraad dan provisi).

5) Pasal 1033 Rv (tentang eksekusi riil).6) Pasal 54 dan Pasal 55 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman (mengenai pelaksanaan putusan pengadilan);7) Pasal 1155 dan Pasal 1175 ayat (2) KUH Perdata, Pasal 6

Undang UU Hak Tanggungan yang berkaitan tentang Parate Eksekusi.

2. Macam-Macam eksekusiMenurut Lilik Mulyadi, terhadap macam-macam jenis eksekusi

dalam perkara perdata menurut praktik peradilan dikenal adanya 3 (tiga) macam eksekusi, yaitu177:

176 Lihat R. Soesilo, RIB/HIR dengan Penjelasan, Politeia, Bogor, 1995, hlm. 140.177 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia, Cetakan ke-2, Edisi Revisi, Djambatan, Jakarta, 2002, hlm. 276-279.

Page 134: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 127

a. Eksekusi putusan hakim menghukum seseorang untuk membayar sejumlah uang

Ketentuan dalam Pasal 197 HIR mengatur bahwa eksekusi dilaksanakan melalui penjualan lelang terhadap barang-barang milik pihak yang telah kalah, sampai mencukupi jumlah uang yang harus dibayar sebagaimana ditentukan dalam putusan hakim termasuk didalamnya biaya-biaya pengeluaran dalam hal pelaksanaan eksekusi. Di dalam praktik, barang-barang yang akan dijual dalam lelang telah diletakkan sita eksekusi (executorial beslag) terlebih dahulu.

b. Eksekusi putusan hakim menghukum seseorang untuk melakukan suatu perbuatan

Dasar dari eksekusi ini adalah ketentuan Pasal 225 HIR. Padal Pasal 225 ayat (1) HIR dinyatakan bahwa jika seseorang, yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan, tidak melakukannya di dalam waktu yang ditentukan hakim, maka pihak yang menang dalam keputusan dapat memohonkan kepada pengadilan negeri dengan perantara ketua, baik dengan surat, maupun dengan lisan, supaya kepentingan yang akan didapatnya, jika putusan itu dipenuhi, dinilai dengan uang tunai, jumlah mana harus diberitahukan dengan tentu: jika permintaan itu dilakukan dengan lisan harus dicatat.

Kemudian pada Pasal 225 ayat (2) mengatur bahwa Ketua mengemukakan perkara itu dalam persidangan Pengadilan Negeri, sesudah diperiksa atau dipanggil orang yang berutang itu dengan patut, maka sebagaimana menurut pendapat Pengadilan Negeri, permintaan itu ditolak atau dinilai harga perbuatan yang dperintahkan, tetapi yang tiada dilakukan itu, sebesar jumlah yang dikehendaki oleh si perminta atau sebesar jumlah yang kurang daripada itu, dalam hal itu jumlah itu ditetapkan maka orang yang berutang itu dihukum akan membayar jumlah itu. Oleh karena itu menurut Pasal 225 HIR, yang dapat dilakukan adalah menilai perbuatan yang harus dilakukan oleh tergugat dalam sejumlah uang. Hukuman bagi Tergugat adalah diperintahkan untuk membayar sejumlah uang sebagai pengganti atas pekerjaan yang ia harus lakukan

Page 135: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan128

berdasarkan putusan, yang besaran nilainya dinilai oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

c. Eksekusi putusan hakim menghukum seseorang untuk pengosongan barang tidak bergerak (eksekusi riil)

Pelaksanaan eksekusi riil merupakan tindakan nyata dan langsung melaksanakan apa yang dihukumkan dalam amar putusan, dimana ketentuan mengenai eksekusi riil ini terdapat dalam Pasal 1033 Rv. Pasal 1033 Rv menyatakan bahwa:

“Jikalau putusan pengadilan yang memerintahkan pengosongan barang tidak bergerak tidak dipenuhi oleh orang yang dihukum, maka Ketua akan memerintahkan dengan surat kepada Juru Sita supaya dengan bantuan alat kekuasaan negara, barang tidak bergerak itu dikosongkan oleh orang yang dihukum serta keluarganya dan segala barang kepunyaannya”.

Dalam pandangan Yahya Harahap178 jenis eksekusi melaksanakan suatu perbuatan pengertiannya sama dengan ekekusi riil, sedangkan saat pemenuhannya digantikan dengan pembayaran sejumlah uang. Menurut Yahya Harahap, macam eksekusi antara lain:a. Eksekusi riil/tindakan nyata yang diatur dalam Pasal 200 ayat

(2) HIR, Pasal 218 ayat (2) RBg dan Pasal 1033 Rv yang meliputi penyerahan, pengosongan, pembongkaran, pembahagian, dan melakukan sesuatu. Eksekusi ini dilakukan dengan tata cara: 1) Permohonan pihak yang menang kepada Ketua Pengadilan

Negeri setempatPermohonan pengajuan eksekusi kepada Ketua Pengadilan

merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan oleh pihak yang menang agar putusan tersebut dapat dijalankan secara paksa sebagaimana tersebut dalam Pasal 207 ayat (1) RBg dan Pasal 196 HIR. Hal ini merupakan cerminan dari asas hukum acara perdata bahwa pada prinsipnya pengadilan (hakim) harus bersifat pasif, karenanya hanya atas dasar inisiatif para pihak yang berperkara pengadilan (hakim)

178 Ibid.

Page 136: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 129

menjalankan tugasnya dengan berpedoman pada hukum acara perdata yang berlaku.

2) Penaksiran biaya eksekusiSebelum permohonan tersebut dicatat dan dilakukan

registrasi eksekusi, terlebih dahulu pemohon harus membayar biaya-biaya yang terkait dengan pelaksanaan eksekusi, seperti biaya pendaftaran eksekusi, biaya saksi-saksi dan biaya pengamanan serta biaya lain-lain yang dianggap perlu.

3) Peringatan Kepada Tereksekusi untuk Memenuhi Putusan Pengadilan (Aanmaning)

Aanmaning dapat diartikan sebagai tindakan dan upaya yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan berupa teguran kepada pihak yang kalah agar melaksanakan isi putusan pengadilan secara sukarela sebelum dilakukan eksekusi. Dalam masa ini, pengadilan akan melakukan beberapa hal, diantaranya:a) Melakukan sidang insidentil yang dihadiri oleh Ketua

Pengadilan, Panitera dan pihak yang kalah;b) Memberikan peringatan atau tegoran supaya ia

menjalankan putusan Hakim dalam waktu (8) delapan hari; dan

c) membuat berita acara Aan maning dengan mencatat semua peristiwa yang terjadi di dalam sidang tersebut sebagai bukti otentik, bahwa aanmaning telah dilakukan dan berita acara ini merupakan landasan bagi perintah eksekusi yang akan dilaksanakan selanjutnya.

4) Pelaksanaan eksekusi riilBilamana batas waktu peringatan sebagaimana dimaksud

dalam aanmaning telah dilampaui dan termohon eksekusi tidak juga memenuhi amar putusan secara sukarela atau apabila tidak dipenuhinya panggilan pengadilan oleh termohon eksekusi tanpa alasan yang sah, maka sejak saat itu Ketua Pengadilan Negeri melaksanakan perintah eksekusi sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat (1) HIR dan Pasal 209 RBg.

Page 137: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan130

b. Eksekusi pembayaran sejumlah uangEksekusi pembayaran sejumlah uang melalui lelang atau

executorial verkoop sebagaimana tersebut dalam Pasal 200 HIR. dan Pasal 215 RBg. Pelaksanaan eksekusi adalah dengan cara:1) Mengeluarkan penetapan sita eksekusi serta melakukan

panggilan sidang aanmaning sebagaimana diatur dalam Pasal 207 ayat (1) dan (2) RBg dan Pasal 196 HIR

2) Apabila pihak yang kalah tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan, padahal sudah dilaksanakan peringatan, maka Ketua Pengadilan mengeluarkan penetapan sita eksekusi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 208 RBg, Pasal 197 HIR dan Pasal 439 Rv

3) Mengeluarkan perintah eksekusi4) Pengumuman lelang

Pengumuman melalui surat kabar dan media massa terhadap barang-barang yang akan dieksekusi lelang sesuai dengan Pasal 200 ayat (6) HIR dan Pasal 217 ayat (1) RBg, yakni:a) Surat permintaan lelang

Pada tahap ini, Ketua Pengadilan Negeri meminta bantuan yang ditujukan kepada Kantor Lelang Negara sebagai pelaksana lelang. Dalam surat permintaan lelang tersebut dilampiri surat-surat sebagai berikut:(1) Salinan surat putusan Pengadilan;(2) Salinan penetapan eksekusi;(3) Salinan berita acara sita;(4) Salinan penetapan lelang;(5) Salinan surat pemberitahuan kepada pihak yang

berkepentingan;(6) Perincian besarnya jumlah tagihan;(7) Bukti pemilikan (sertipikat tanah) barang lelang;(8) Syarat-syarat lelang; dan(9) Bukti pengumuman lelang.

Page 138: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 131

b) Setelah itu maka kewenangan dalam hal menentukan segala hal yang berkaitan dengan waktu lelang maupun tata cara dan mekanisme lelang lainnya menjadi wewenang dari KPKNL sepenuhnya.

Pendapat berbeda dinyatakan oleh Sudikno Mertokusumo, bahwa eksekusi perdata diklasifikasikan menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:a. Membayar sejumlah uang yang diatur dalam Pasal 196 HIR

dan Pasal 208 RBg.b. Melaksanakan suatu perbuatan berdasarkan Pasal 225 HIR

dan Pasal 259 RBg.c. Eksekusi riil (Pasal 1033 Rv).d. Parate eksekusi menurut Pasal 1155 dan Pasal 1178 ayat (2)

KUH Perdata.

3. lembaga eksekusi PerdataYahya Harahap179 mengatakan bahwa lembaga-lembaga yang

berkaitan dengan eksekusi terdapat 2 (dua) lembaga, yakni:a. Pengadilan Negeri melalui Ketua Pengadilan Negeri dan Juru Sita

Pasal 197 ayat (1) dan Pasal 209 ayat (1) RBg menentukan bahwa penyitaan dijalankan oleh panitera pengadilan negeri. Kemudian Pasal 195 ayat (1) HIR dan Pasal 206 RBg menyatakan bahwa dalam hal menjalankan putusan pengadilan negeri, dalam perkara yang pada tingkat pertama diperiksa oleh pengadilan negeri maka dilakukan atas perintah dan dengan pimpinan ketua pengadilan negeri yang pada tingkat pertama memeriksa perkara itu.

b. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)Pada prinsipnya lelang yang dilaksanakan oleh KPKNL dan/

atau Balai Lelang hanya 3 (tiga), yaitu:1) Lelang eksekusi

Lelang eksekusi adalah lelang yang dilakukan untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan atau

179 Ibid, hlm. 117.

Page 139: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan132

dokumen-dokumen lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau yang dipersamakan dengan itu, dalam rangka membantu penegakan hukum. Menurut Pasal 30 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tanggal 11 Juli 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, KPKNL mempunyai tugas melaksanakan pelayanan di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara, dan lelang.

Sedangkan mengenai Lelang Eksekusi diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pasal 5 menyatakan:

“Lelang Eksekusi termasuk tetapi tidak terbatas pada Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang Eksekusi Pajak,Lelang Eksekusi Harta Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), Lelang Eksekusi dikuasai/tidak dikuasai Bea Cukai, Lelang Eksekusi Barang Sitaan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), Lelang Eksekusi Barang Rampasan, Lelang Eksekusi Barang Temuan, Lelang Eksekusi Fidusia, Lelang Eksekusi Gadai. Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 18 ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001”.

2) Lelang non eksekusi wajibLelang non eksekusi wajib adalah lelang yang dilaksanakan

untuk melaksanakan penjualan barang milik negara atau daerah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara atau BUMD atau barang-barang milik BUMN atau BUMD yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan penjualannya secara lelang, termasuk kayu dan hasil hutan dari tangan pertama.

3) Lelang non eksekusi sukarelaLelang non eksekusi sukarela adalah lelang yang

dilaksanakan untuk melaksanakan penjualan barang milik

Page 140: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 133

perorangan, kelompok masyarakat atau badan swasta yang dilelang secara sukarela oleh pemiliknya, termasuk BUMN atau BUMD berbentuk persero.

4. Parate eksekusia. Pengertian Parate Eksekusi

Parate eksekusi merupakan lembaga eksekusi yang telah diatur bersamaan dengan lahirnya Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie (BW) di negara Belanda. Sampai dengan masuknya BW ke Indonesia (Hindia Belanda) pada masa kolonial melalui asas konkordansi, ketentuan-ketentuan mengenai parate eksekusi tetap berlaku sebagai hukum materiil sekaligus bersifat formil, tanpa ada perubahan hingga saat ini. Bahkan, sejak lahirnya UU Hak Tanggungan dan UU Jaminan Fidusia, kedudukan lembaga parate eksekusi semakin dilegitimasi sebagai salah satu cara eksekusi diluar hukum acara biasa.

Diakuinya lembaga parate eksekusi sesungguhnya memiliki tujuan filosofis yakni selain untuk mencapai tujuan keadilan, juga memberikan kemanfaatan berupa kemudahan dan kepastian hukum bagi pemegang hak tanggungan (kreditur). Lembaga parate eksekusi ditujukan agar kreditur mendapat kemudahan pelunasan hak tagihnya. Hal ini merupakan konsekuensi dari konsep lembaga jaminan khusus, yang sifatnya memberikan kemudahan dan kedudukan didahulukan bagi kreditur dalam mendapatkan pelunasan hak tagihnya.

Artinya, diakomodirnya lembaga parate eksekusi, disamping lembaga eksekusi riil dengan titel eksekutorial180, atau menurut P.A. Stein menyebutnya sebagai “eksekusi yang disederhanakan” merupakan perwujudan nilai keadilan yang hendak dicapai dalam lembaga jaminan gadai, hipotik, hak tanggungan maupun

180 Sudikno Mertokusumo berpendapat, Titel Eksekutorial adalah kekuatan untukdilaksanakan secara paksa dengan bantuan dan oleh alat-alat negara. Lihat Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1996, hlm. 211.

Page 141: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan134

fidusia181. Konsep parate eksekusi dalam hak tanggungan sejatinya merupakan bagian dari kehendak legislator untuk memberikan kemudahan dan kepastian bagi pemegang hak tanggungan (kreditur) untuk melakukan eksekusi bilamana debitur cidera janji. Parate eksekusi ditujukan agar kreditur mendapat kemudahan pelunasan hak tagihnya. Hal ini merupakan konsekuensi dari konsep lembaga jaminan khusus, yang sifatnya memberikan kemudahan dan kedudukan didahulukan bagi kreditur dalam mendapatkan pelunasan hak tagihnya.

A. Pitlo mengatakan, De pandhouder verkoopt deze zaak alsware het zijn eigen zaak, atau bila diterjemahkan adalah “Pemegang gadai menjual benda tersebut seakan-akan benda itu miliknya sendiri”. Hal ini dikarenakan oleh pelaksanaan parate eksekusi yang tidak melibatkan debitur atau pemberi-gadai182 dan tidak melibatkan pengadilan dalam pelaksanaan penjualannya atau zonder omslag183. Senada dengan pelaksanaan eksekusi dan penjualan tanpa melibatkan Pengadilan ini, Maria Elisabeth Elijana mengatakan mengenai apa yang dimaksud dengan Parate Eksekusi, di mana “eksekusi secara serta merta yang dapat dilakukan tanpa perantara/bantuan Pengadilan”184.

Terdapat dua aspek penting dari penjelasan di atas mengenai konsep parate eksekusi, di mana:1) Penjualan dapat dilakukan dengan tanpa melibatkan

pemberi jaminan atau debitur, yang dalam hal ini terkait dengan adanya kuasa mutlak185 yang tidak dapat ditarik

181 Lihat J. Satrio, “Eksekusi Benda Jaminan Gadai..., Op.,Cit, hlm. 82.182 J. Satrio, Eksekusi Benda Jaminan Gadai… Op.,Cit, hlm. 6.183 A. Pitlo mengatakan bahwa parate eksekusi merupakan eksekusi atas oyek gadai yang dapat dilaksanakan tanpa liku-liku, karena seakan-akan obyek tersebut adalah miliknya sendiri. Lihat J. Satrio, Parate Eksekusi Sebagai Sarana Menghadapi Kredit Macet, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 113.184 Maria Elisabeth Elijana, Eksekusi Barang Jaminan ..., Op.,Cit, hlm. 56.185 Mutlak disini dipadankan dengan kata onherroepelijk (tidak dapat ditarik kembali), hal ini merupakan lex specialis dari ketentuan Pasal 1813 KUH Perdata yang mengatur mengenai hal-hal yang mengakhiri lastgeving (perjanjian pemberian kuasa). Pada prakteknya, J.Satrio menjelaskan, bahwa dalam akta hipotik dicantumkan kalimat, “juga tidak akan berakhir karena sebab-sebab sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1813 KUH Perdata”. J. Satrio, Parate Eksekusi …, Op.,Cit, hlm. 23.

Page 142: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 135

kembali onherroepelijk kepada kreditur, untuk menjual atas kekuasaannya sendiri. Baik itu yang didapat dengan diperjanjikan dengan tegas sebagai contoh adalah Hipotik, Fidusia dan Hak Tanggungan (eksekusi menurut Pasal 6 UU Hak Tanggungan), ataupun karena diberikan oleh Undang-Undang seperti Gadai.

2) Penjualan tanpa melalui Pengadilan, di mana hal ini terkait dengan kuasa mutlak sebagaimana dijelaskan di atas, dan juga doktrin ”eksekusi yang disederhanakan dan murah”.

Konsep parate eksekusi dengan demikian merupakan pelaksanaan eksekusi hak kreditur atas obyek jaminan, tanpa (di luar) melalui ketentuan hukum acara, tanpa penyitaan, tanpa melibatkan juru sita, tanpa izin pengadilan186. Berdasarkan penjelasan tersebut, tentu pemahaman parate eksekusi tidak dapat didudukkan dalam ruang lingkup hukum perdata formil. Namun konsep parate eksekusi ini haruslah didudukan sebagai kekhususan dan berada dalam lingkup hukum perdata materiil, karena sangat berbeda maksud, proses dan implikasinya dengan eksekusi riil menurut hukum perdata formil. A. Pitlo sebagaimana dikutip oleh P.A Stein, dalam penegasannya menyangkut konsep parate eksekusi ini bukanlah dalam ruang lingkup hukum perdata formil, di mana dia menyatakan, “... buiten het terrein der rechtvordering”, atau bila diterjemahkan, konsep parate eksekusi ini berada di luar wilayah hukum acara187.b. Parate eksekusi sebelum adanya Putusan Mahkamah

Agung Nomor 3201K/Pdt/1984 tanggal 30 Januari 1986Ketentuan parate eksekusi sebagai kewenangan

untuk menjual atas kekuasaaan sendiri pada Pasal 1155 KUH Perdata pada obyek gadai dan ketentuan pada Pasal 6 UU Hak Tanggungan merupakan kewenangan yang

186 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak ..., Op.,Cit, hlm. 307.187 J. Satrio, Parate Eksekusi…, Op.,Cit, hlm. 43.

Page 143: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan136

telah diberikan ex lege. Kewenangan ini adalah berupa kewenangan untuk mengeksekusi sendiri (melelang) agunan tanpa campur tangan pengadilan188 atau dalam artian menjalankan sendiri atau mengambil sendiri apa yang menjadi haknya, dalam arti tanpa perantara hakim189.

Pada masa sebelum adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 3201K/Pdt/1984 tanggal 30 Januari 1986, kedudukan parate eksekusi masih berdasarkan pada ketentuan Pasal 1155 KUH Perdata dalam hal parate eksekusi gadai, dan Pasal 1178 ayat (2) KUH Perdata dalam hal parate eksekusi hipotik. Pada Pasal 1155 KUH Perdata mengatur:

“Bila oleh pihak-pihak yang berjanji tidak disepakati lain, maka jika debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya, setelah lampaunya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan perjanjian dalam hal tidak ada ketentuan tentang jangka waktu yang pasti, kreditur berhak untuk menjual barang gadainya dihadapan umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan dengan persyaratan yang lazim berlaku, dengan tujuan agar jumlah utang itu dengan bunga dan biaya dapat dilunasi dengan hasil penjualan itu. Bila gadai itu terdiri dan barang dagangan atau dan efek-efek yang dapat diperdagangkan dalam bursa, maka penjualannya dapat dilakukan di tempat itu juga, asalkan dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam bidang itu”.

Kemudian, Pasal 1178 KUH Perdata mengatur:“Segala perjanjian yang menentukan bahwa kreditur diberi kuasa untuk menjadikan barang-barang yang dihipotikkan itu sebagai miliknya adalah batal. Namun kreditur hipotik pertama, pada waktu penyerahan hipotik boleh mensyaratkan dengan tegas, bahwa jika utang pokok tidak dilunasi sebagaimana mestinya,

188 Lihat Bachtiar Sibarani, “Haircut atau Parate Eksekusi”, Jurnal Hukum Bisnis, 2001, hlm. 22.189 Lihat Subekti, Op.,Cit, hlm. 47.

Page 144: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 137

atau bila bunga yang terutang tidak dibayar, maka ia akan diberi kuasa secara mutlak untuk menjual persil yang terikat itu di muka umum, agar dari hasilnya dilunasi, baik jumlah uang pokoknya maupun bunga dan biayanya. Perjanjian itu harus didaftarkan dalam daftar-daftar umum, dan pelelangan tersebut harus diselenggarakan dengan cara yang diperintahkan dalam Pasal 1211”.

Dari sini terlihat, bahwa dengan syarat debitor melakukan cidera janji atau wanprestasi, maka hak kreditor memiliki hak untuk langsung menjalankan eksekusi tanpa harus menumpuh prosedur hukum acara biasa. Meskipun dalam hal gadai, hak eksekusi ini lahir karena diberikan oleh undang-undang, tidak sebagaimana dalam hipotik yang mempersyaratkan adanya perjanjian yang mengatur mengenai parate eksekusi dimaksud (beding van eigenmachtige verkoop).

Sebelum lahirnya Putusan Mahkamah Agung Nomor 3201K/Pdt/1984 tanggal 30 Januari 1986, pada praktik pelaksanaan parate eksekusi masih dapat dijalankan dengan baik. Bahkan dalam beberapa kasus yang berkaitan dengan pelaksanaan parate eksekusi ini, pendapat hakim yang memutus perkara membenarkan pelaksanaan parate eksekusi yang dilakukan oleh kreditur tanpa ada campur tangan pengadilan. Hal ini dapat dilihat pada salah satu putusan Pengadilan Tinggi Bandung yang memutus perkara antara PT. Golden City Textile Industri Ltd Melawan PT. PAN Indonesia Bank sebagai Tergugat I, dan Kantor Lelang Negara Bandung sebagai Tergugat II.

Pengadilan Tinggi Bandung dengan putusannya tanggal 17 November 1981 dengan Nomor Register perkara Nomor 76/1981/Perd/Pt.B telah membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung, di mana dalam amar putusannya sebagai berikut:

Page 145: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan138

“Menyatakan bahwa pembelian lelang yang dilaksanakan Terbanding, semula Tergugat IV dalam konvensi, Penggugat IV dalam rekonvensi untuk sebagian dengan perantaraan Kantor Lelang Negara Bandung atas persil serta bangunan pertokoan sebagaimana terurai dalam risalah lelang tanggal 10 Desember 1979 No. 184 adalah sah menurut hukum”.

c. Parate eksekusi setelah Adanya Putusan Mahkamah Agung nomor 3201k/Pdt/1984 tanggal 30 Januari 1986

Pelaksanaan parate eksekusi berdasarkan ketentuan pada Pasal 1155 KUH Perdata dan Pasal 1178 KUH Perdata setelah adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 3201K/Pdt/1984 tanggal 30 Januari 1986 mengalami distorsi, sebagai akibat dari adanya putusan yang membatalkan pelaksanaan parate eksekusi tanpa fiat pengadilan. Putusan tersebut menyatakan bahwa penjualan lelang yang langsung dilakukan ke Kantor Lelang Negara tanpa minta fiat eksekusi Ketua Pengadilan Negeri dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum. Dengan demikian penjualan lelang tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Mahkamah Agung dalam putusan tersebut telah memberikan ratio decidendi yang menyatakan:

Bahwa berdasarkan Pasal 224 HIR, pelaksanaan pelelangan sebagai akibat adanya grosse akta hipotik dengan memakai kepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang mempunyai kekuatan hukum sama dengan suatu putusan Pengadilan, seharusnya dilaksanakan atas perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan, bilamana ternyata tidak terdapat perdamaian dalam pelaksanaannya.

Bahwa ternyata, di dalam perkara ini, pelaksanaan pelelangan tidak atas perintah Ketua Pengadilan Negeri Bandung, tetapi dilaksanakan sendiri oleh Kepala Kantor Lelang Negara Bandung atas perintah Tergugat asal I (Bank-Kreditor), oleh karenya, maka lelang umum tersebut adalah bertentangan dengan Pasal 224 HIR sehingga pelelangan tersebut adalah tidak sah.

Page 146: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 139

Bahwa dengan demikian maka para Tergugat asal (Bank-Kreditor-Kantor Lelang Negara dan pembeli lelang) telah melakukan perbuatan melawan hukum”.

Berdasarkan pada putusan dimaksud, parate eksekusi dipersamakan dengan eksekusi grosse akta maupun eksekusi titel eksekutorial, di mana pelaksanaan eksekusi ini tetap harus melalui penetapan pengadilan negeri sebagaimana Pasal 224 HIR. Dualisme pemahaman substansi parate eksekusi ini sebenarnya sudah diusahakan untuk diselesaikan dengan lahirnya UU Hak Tanggungan dan UU Jaminan Fidusia.

Pelembagaan lembaga parate eksekusi sebagaimana sebelumnya diatur melalui Pasal 1155 dan Pasal 1178 KUH Perdata sudah diperkuat melalui Pasal 6 UU Hak Tanggungan dan Pasal 29 UU Jaminan Fidusia yang pada pokoknya adalah memberikan kewenangan atau hak bagi kreditur untuk melaksanakan parate eksekusi bilamana debitur cidera janji. Kedudukan parate eksekusi ini juga semakin diperkuat melalui Surat Edaran Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) Nomor: SE-21/PN/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan di mana pada angka 1 menentukan bahwa :

“ ... Penjualan tersebut bukan secara paksa, tetapi merupakan tindakan pelaksanaan perjanjian oleh pihak-pihak. Oleh karena itu tidak perlu ragu-ragu lagi melayani permintaan lelang dari pihak perbankan atas obyek hak tanggungan berdasarkan Pasal 6 UUHT”.

Selanjutnya pada angka 3 Surat Edaran tersebut menyatakan:“… Lelang obyek hak tanggungan berdasarkan Pasal 6 UUHT adalah tergolong pada lelang sukarela”.

Penguatan lembaga parate eksekusi ini juga dilakukan oleh BUPLN dalam Surat Edaran Nomor: SE-23/PN/2000 pada Butir 1a Huruf e, yang menentukan bahwa:

“ ... Pelaksanaan lelang hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT tidak diperlukan persetujuan debitor untuk pelaksanaan lelangnya”.

Page 147: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan140

Namun demikian, penguatan lembaga parate eksekusi ini melalui perangkat undang-undang dan ketentuan lain sebagai ketentuan pelaksana justru kembali dianulir oleh Mahkamah Agung sebagai pelaksana lembaga peradilan tertinggi di Indonesia melalui Nomor 7 Tahun 2012. SEMA Nomor 7 Tahun 2012 ini menyatakan yang pada pokoknya bahwa pelaksanaan lelang Hak Tanggungan yang dilakukan oleh kreditor sendiri melalui KPKNL, apabila di kemudian hari menemui hambatan karena termohon lelang tidak mau meninggalkan dan mengosongkan barang yang telah di lelang, maka pihak pemenang lelang tidak bisa meminta langsung pengosongan melalui Pengadilan Negeri bedasarkan Pasal 200 ayat (11) HIR, melainkan harus mengajukan gugatan, karena pelelangan tersebut bukan lelang eksekusi melainkan lelang sukarela.

Dapat disimpulkan bahwa meskipun saat ini ketentuan parate eksekusi yang terdapat pada beberapa ketentuan perundang-undangan baik dalam KUH Perdata, UU Hak Tanggungan, maupun UU Jaminan Fidusia, pelaksanaan eksekusi tidak dapat di laksanakan secara ideal sebagaimana sesuai dengan doktrin dan ketentuan yang ada. Sebab, bilamana kreditur melakukan parate eksekusi, maka akan ada akibat hukum yang ditimbulkan, yaitu bilamana parate eksekusi dilaksanakan dan akhirnya meminta bantuan Pengadilan Negeri dalam hal pengosongan (eksekusi), Pengadilan Negeri tidak dapat menerima permohonan dimaksud, dan hanya dimungkinkan mengajukan gugatan biasa.

Page 148: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 141

BAB IIIPELAKSANAAN HUKUM PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH SAAT INI YANG BELUM BERKEADILAN

A. kedudukAn yAnG tidAk seiMBAnG dAlAM PeRJAnJiAn kRedituR denGAn deBituR

Latar belakang masuknya parate eksekusi dalam UU Hak Tanggungan tidak dapat dilepaskan dari konteks kelahiran undang-undang tersebut. Salah satu hal yang mendasar adalah adanya kebutuhan untuk memberikan perlindungan yang cukup bagi pemegang hak tanggungan atau dalam hal ini kreditur selaku pemberi kredit. Hal ini mengingat bahwa kedudukan kreditur di masa sebelum lahirnya UU Hak Tanggungan dianggap sangat lemah, sehingga relatif secara ekonomi riil, penyerapan kredit dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat, yang akhirnya akan berpengaruh pada bangunan makro ekonomi negara. Pemberi kredit selalu dihantui dengan resiko besar, sebab perangkat hukum yang ada pada masa itu sangat tidak memadai dalam melaksanakan eksekusi terhadap obyek jaminan milik debitur bilamana debitur wanprestasi.

Sebagaimana diketahui, sebelum lahirnya UU Hak Tanggungan, pembebanan tanggungan atau jaminan utang bagi tanah hak milik, hak guna usaha dan juga hak guna bangunan diatur melalui ketentuan hipotik dan Credietverband. Aturan mengenai hipotik sebelumnya terdapat dalam KUH Perdata Buku II Bab XII Pasal 1162 s.d Pasal 1232, sebelum akhirnya berlaku UUPA. Dengan berlakunya UU Hak Tanggungan maka ketentuan-ketentuan tentang hak jaminan atas tanah, yang berlaku sebelumnya, terutama ketentuan-ketentuan tentang hipotik dan credietverband kecuali

Page 149: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan142

tentang eksekusi hipotik sepanjang sudah diatur dalam UU Hak Tanggungan menjadi hapus.

Berbeda dengan hipotik, dalam hak tanggungan dikenal beberapa asas di mana memberikan keistimewaan maupun perlindungan hukum secara khusus terhadap kreditur. Asas-asas tersebut tertuang di dalam UU Hak Tanggungan, yaitu190:

1. Hak tanggungan memberikan kedudukan hak yang diutamakan.Hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan

atau mendahului kepada pemegangnya (droit de preference). Dalam Batang Tubuh UU Hak Tanggungan, ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat (1). Apabila debitur cidera janji (wanprestasi), maka kreditur pemegang hak tanggungan berhak menjual tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut melalui pelelangan umum dengan hak mendahului dari kreditur yang lain.

2. Hak tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk utang yang telah ada, dan akan ada.

Pada Pasal 3 ayat (1) UU Hak Tanggungan disebutkan bahwa Hak Tanggungan dapat dijaminkan untuk:a. Utang yang telah ada.b. Utang yang baru akan ada tetapi telah diperjanjikan sebelumnya

dengan jumlah tertentu.c. Utang yang baru akan ada, akan tetapi telah diperjanjikan

sebelumnya dengan jumlah yang pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan ditentukan berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang piutang yang bersangkutan.

3. Hak tanggungan dapat menjadi lebih dari satu utang.Pada Pasal 3 ayat (2) UU Hak Tanggungan menentukan bahwa

Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum. Pasal 3 ayat (2) UU Hak

190 Lihat Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan: Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Edisi ke-2, Cetakan ke-1, Alumni, Bandung, 1999, hlm. 11-34.

Page 150: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 143

Tanggungan, memungkinkan pemberian satu Hak Tanggungan untuk:a. Beberapa kreditor yang memberikan utang kepada satu debitor

berdasarkan satu perjanjian utang piutang.b. Beberapa kreditor yang memberikan utang kepada satu debitor

berdasarkan beberapa perjanjian utang piutang bilateral antara masing-masing kreditor dengan debitor yang bersangkutan

4. Hak tanggungan mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek hak tanggungan itu berada.

Hal ini yang dikenal sebagai droite de suite di mana ditegaskan dalam Pasal 7 UU Hak Tanggungan. Biarpun obyek hak tanggungan sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain, kreditur pemegang hak tanggungan tetap masih berhak untuk menjualnya melalui pelelangan umum, jika debitur cidera janji.

5. Hak tanggungan tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan.Hal ini menyangkut dengan tujuan dari hak jaminan pada

umumnya dan khususnya Hak Tanggungan itu sendiri, di mana untuk memberikan jaminan yang kuat bagi kreditor yang menjadi pemegang Hak Tanggungan itu untuk didahulukan dari kreditor-kreditor lain. Bila terhadap Hak Tanggungan dimungkinkan sita oleh pengadilan, maka berarti pengadilan mengabaikan bahkan meniadakan kedudukan yang diutamakan dari kreditor pemegang Hak Tanggungan.

6. Hak tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu.Pada Pasal 8, dan Pasal 11 ayat (1) UU Hak Tanggungan

disebutkan bahwa Hak Tanggungan hanya dapat dibebani atas tanah yang ditentukan secara spesifik. Lebih lanjut dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e, menunjukan bahwa obyek Hak Tanggungan harus secara spesifik dapat ditunjukan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.

7. Hak tanggungan wajib di daftarkan. Pada Pasal 13 UU Hak Tanggungan berlaku asas publisitas atau

asas keterbukaan.

Page 151: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan144

8. Sifat perjanjiannya adalah tambahan (accessoir).Pada Pasal 10 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) UU Hak Tanggungan

mengatur bahwa Perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri tetapi keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain, yang disebut perjanjian induk. Perjanjian induk bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian utang piutang yang menimbulkan utang yang dijamin. Hak tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki sendiri oleh pemegang hak tanggungan apabila cidera janji.

9. Dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu.Pada Pasal 11 ayat (2) UU Hak Tanggungan disebutkan bahwa

janji tersebut dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Dalam Pasal 11 ayat (2) UU Hak Tanggungan, janji-janji tersebut bersifat manasuka karena janji-janji tersebut boleh atau tidak dicantumkan, baik sebagian maupun seluruhnya, serta bersifat tidak limitaif karena dapat pula diperjanjikan janji-janji lain selain janji yang telah dicantumkan sesuai dalam Pasal 11 ayat (2) UU Hak Tanggungan.

10. Obyek Hak Tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki sendiri oleh pemegang Hak Tanggungan bila debitor cidera janji.

Larangan pencantuman janji ini, dimaksudkan untuk melindungi debitor, agar dalam kedudukannya yang lemah dalam menghadapi kreditor (bank) karena dalam keadaan sangat membutuhkan utang (kredit) terpaksa menerima janji dengan persyaratan yang berat dan merugikan bagi dirinya.

11. Pelaksanaan eksekusi hak tanggungan mudah dan pasti (parate exceusie).

Pada Pasal 6 UU Hak Tanggungan memberikan hak kepada pemegang Hak Tanggungan untuk melakukan parate eksekusi. Hal ini berarti pemegang Hak Tanggungan bukan saja memperoleh persetujuan dari pemberi Hak Tanggungan, tetapi juga tidak perlu meminta penetapan dari pengadilan setempat apabila akan melakukan eksekusi atas Hak Tanggungan yang menjadi jaminan utang

Page 152: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 145

debitor dalam hal debitor cidera janji. Pemegang Hak Tanggungan dapat langsung datang dan meminta kepada Kepala Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan atas obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Dengan demikian eksekusi dapat dilakukan dengan eksekusi grosse akta, di mana Sertipikat Hak Tanggungan memuat irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan dan telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Salah satu keistimewaan dalam hal perlindungan hukum yang diberikan oleh UU Hak Tanggungan kepada kreditur diwujudkan dalam hal pelaksanaan eksekusi atas obyek jaminan hak tanggungan bilamana debitur wanprestasi. Eksekusi obyek jaminan tersebut dapat dilakukan dengan cara:1. Menurut Pasal 20 ayat (1) UU Hak Tanggungan

a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau;

b. Titel esekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahului dari pada kreditor-kreditor lainnya.

2. Pasal 20 ayat (2) di mana atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.Salah satu ciri Hak Tanggungan adalah mudah dan pasti dalam

pelaksanaan eksekusinya, jika debitor cidera janji. Kemudahan dan kepastian pelaksanaan eksekusi tersebut dapat dilihat dari cara-cara

Page 153: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan146

eksekusi tidak melalui acara gugatan sebagaimana perkara perdata biasa. Selain kemudahan eksekusi melalui grosse akta, adanya parate dapat dijadikan sebagai bukti nyata di mana lahirnya UU Hak Tanggungan memang dikhususkan untuk memberikan perlindungan hukum bagi kreditur.

Sebagaimana telah diuraikan, dasar dari pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan atas obyek jaminan oleh kreditur didasarkan pada ketentuan Pasal 6 UU Hak Tanggungan. Pasal 6 UU Hak Tanggungan tersebut menyebutkan bahwa apabila debitur wanprestasi maka kreditur pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu. Artinya, parate eksekusi merupakan senjata yang paling ampuh dan paling cepat dalam memberantas kredit macet, dengan cara mengeksekusi sendiri (melelang) agunan tanpa campur tangan pengadilan191.

Sejalan dengan ketentuan pada Pasal 6 UU Hak Tanggungan, menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofyan192, parate eksekusi adalah:

“Eksekusi yang dilaksanakan tanpa mempunyai titel eksekutorial (Grosse Akta Notaris, Keputusan Hakim) ialah dengan melalui Parate Eksekusi (Eksekusi Langsung) yaitu pemegang Hak Tanggungan dengan adanya janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri dapat melaksanakan haknya secara langsung tanpa melalui keputusan hakim atau Grosse Akta Notaris”.

Dalam UU Hak Tanggungan istilah parate eksekusi secara implisit tersurat dan tersirat, khususnya diatur dalam Penjelasan Umum angka 9 UU Hak Tanggungan, yang menyebutkan:

“Salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya jika debitor cidera janji. Walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi

191 Lihat Bachtiar Sibarani, Op.,Cit, hlm. 22.192 Lihat Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, Hukum Jaminan di Indonesia: Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 1980, hlm. 32.

Page 154: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 147

Hak Tanggungan dalam Undang-Undang ini, yaitu yang mengatur lembaga parate executie sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 HIR dan Pasal 258 RBg.”

Pembentukan lembaga parate eksekusi dalam UU Hak Tanggungan, selain memberikan sarana yang memang sengaja diadakan bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan pertama untuk mendapatkan kembali pelunasan piutangnya dengan cara mudah dan murah (dengan maksud untuk menerobos formalitas hukum acara), disisi lain tujuan pembentukan parate eksekusi dalam UU Hak Tanggungan juga bermaksud untuk memperkuat posisi dari kreditor pemegang Hak Tanggungan pertama pada pihak-pihak yang mendapat hak dari padanya193.

Dalam rangka melindungi kepentingan pemegang Hak Tanggungan pertama (kreditor) sesuai dengan uraian pemahaman tersebut di atas, haruslah dipandang bahwa hak/kewenangan untuk menjual atas kekuasaan sendiri tersebut diperoleh oleh kreditor/pemegang Hak Tanggungan pertama tidak semata-mata oleh karena diperjanjikan, tetapi juga karena undang-undang menetapkan demikian (setelah terlebih dahulu diperjanjikan). Hal ini adalah untuk lebih menekankan bahwa undang-undang memberikan jaminan dalam aturan yang konkrit sebagai norma yang mengikat bahwa “hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri” tersebut adalah sarana yang utama bagi kreditor/pemegang Hak Tanggungan pertama untuk mendapatkan kemudahan dalam rangka mendapatkan kembali pelunasan piutangnya.

Pelaksanaan parate eksekusi tidak dapat dilepaskan dari skema penyelesaian utang yang diawali dengan perjanjian kredit antara kreditur dengan debitur melalui lembaga hak tanggungan. Pada Pasal 10 ayat (1), dan Pasal 18 ayat (1) UU Hak Tanggungan disebutkan bahwa Perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri tetapi keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain, yang disebut perjanjian induk. Artinya perjanjian

193 Lihat Herowati Poesoko, Parate Executie Obyek Hak dan Kesesatan Penalaran dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, Cetakan ke-2, LaksBang Pressindo, Yogyakarta, 2008, hlm. 282.

Page 155: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan148

hak tanggungan merupakan perjanjian tambahan (assecoir) yang ada setelah perjanjian hutang kredit antara debitur dan kreditur.

B. PelAksAnAAn PARAte eksekusi yAnG tidAk BeRkeAdilAn BAGi deBituR

Penggunaan lembaga hak tanggungan memang tidak spesifik mengkhususkan diri pada hubungan antara lembaga keuangan (bank) dengan nasabah semata, namun juga mengatur hubungan antara individu selaku kreditur dengan individu lain sebagai debitur. Namun dalam praktik, penggunaan lembaga hak tanggungan paling banyak terjadi dalam praktik pemberian kredit (utang-piutang) baik yang dilakukan antara lembaga keuangan sebagai kreditur (bank) dengan orang perorangan sebagai debitur.

Pada umumnya bentuk perjanjian kredit perbankan adalah berbentuk perjanjian standar. Dalam perjanjian standar syarat-syarat ditentukan sepihak oleh pihak bank. Debitur tidak memiliki posisi tawar (bargaining position) yang menguntungkan. Beberapa bentuk kontrak baku yang sangat banyak digunakan dalam bisnis perbankan adalah Perjanjian Kredit, Aplikasi dan Syarat-Syarat Pembukaan Rekening Koran, Aplikasi dan Syarat-Syarat Pembukaan Tabungan, Aplikasi Pembukaan Deposito Berjangka, Sertipikat Deposito, Aplikasi Pengiriman (transfer) Uang.

Kontrak standar atau kontrak baku adalah kontrak berbentuk tertulis yang telah digandakan berupa formulir-formulir, yang isinya telah distandardisasikan atau dibakukan terlebih dahulu secara sepihak oleh pihak yang menawarkan, dalam hal ini pelaku usaha dan ditawarkan secara massal tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen. Munculnya kontrak standar dalam lalu lintas hukum dilandasi oleh kebutuhan akan pelayanan yang efektif dan efisien terhadap kegiatan transaksi. Oleh karena itu sifat utama dari kontrak standar adalah pelayanan yang cepat terhadap kegiatan transaksi yang berfrekuensi tinggi. Jadi tampak bahwa keberadaan kontrak standar dalam lalulintas hukum khususnya di kalangan praktisi bisnis dianggap lebih efisien dan mempercepat proses transaksi, walaupun mungkin

Page 156: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 149

konsumen yang akan melakukan hubungan hukum adakalanya tidak sempat mempelajari syarat-syarat perjanjian yang ada dalam kontrak tersebut.

Kontrak memiliki hakikat pengertian yang lebih sempit daripada perjanjian. Kontrak mengacu pada perjanjian atau persetujuan tertulis. Subekti194 mendefinisikan kontrak atau perjanjian sebagai suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Senada dengan apa yang disampaikan oleh Subekti, Menurut Saliman195, kontrak dalam pengertian yang lebih luas sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian. Kontrak atau perjanjian didefinisikan sebagai peristiwa di mana dua orang atau lebih saling mengadakan perjanjian untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis.

Berdasarkan macamnya, macam-macam kontrak menurut Abdul R. Saliman adalah196:1. Perjanjian Kredit.2. Perjanjian Leasing (Kredit Barang).3. Perjanjian Keagenan dan Distributor.4. Perjanjian Franchising dan Lisensi.

Menurut ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata, Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang atau lebih. Sekalipun secara umum disepakati bahwa dasar hukum kontrak nasional terdapat dalam KUH Perdata namun menurut Munir Fuady sumber lain dari hukum kontrak diantaranya197:1. Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur khusus

untuk jenis kontrak tertentu atau mengatuir aspek tertentu dari kontrak.

194 Lihat R.Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan ke-14, Intermasa, Jakarta, 1996, hlm. 1.195 Lihat Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus, Kencana Prenada, Jakarta, 2005, hlm. 45.196 Ibid, hlm. 53.197 Lihat Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Buku I, Citra Aditya, Jakarta, 2005, hlm. 10.

Page 157: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan150

2. Yurisprudensi, yakni putusan-putusan hakim yang memutuskan perkara berkenaan dengan kontrak.

3. Perjanjian internasional, baik bersifat bilateral atau multilateral yang mengatur tentang aspek bisnis internasional.

4. Kebiasaan-kebiasaan bisnis yang berlaku dalam praktik sehari-hari.5. Doktrin atau pendapat para ahli yang telah dianut secara luas.6. Hukum adat di daerah tertentu sepanjang yang menyangkut dengan

kontrak kontrak tradisional bagi masyarakat pedesaan.Menurut C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil198, perjanjian

dinyatakan sah apabila memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan sahnya perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat yaitu:1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan3. Suatu hal tertentu4. Suatu sebab yang halal

Syarat sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dan syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan disebut sebagai syarat subyektif, yaitu syarat untuk subyek hukum atau orangnya. Sedangkan syarat suatu hal tertentu dan syarat suatu sebab yang halal disebut syarat obyektif yaitu syarat untuk obyek hukum atau bendanya. Suatu perjanjian dikatakan tidak memuat unsur kebebasan apabila menyangkut unsur paksaan (dwang), unsur kekeliruan (dwaling) dan unsur penipuan (bedrog)199. Suatu perjanjian yang tidak mengandung kebebasan bersepakat sebab terdapat unsur paksaan dan/atau unsur kekeliruan, dan/atau unsur penipuan dapat dituntut pembatalannya sampai batas waktu 5 (lima) tahun sebagaimana ketentuan Pasal 1454 KUH Perdata.

Menurut Ligna Spagnola, The law of contracts protects person who are under 18 (minors), those who are mentally infirm, and those under

198 Lihat C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Modul Hukum Perdata, Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1995, hlm. 223.199 Ibid, hlm. 224.

Page 158: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 151

influence of drugs or alcohol200 (Hukum kontrak melindungi orang yang berumur di bawah 18 tahun, mereka yang lemah secara mental, mereka yang berada dalam pengaruh obat-obatan atau alkohol). Selain itu menurut ketentuan Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang tidak cakap membuat kesepakatan:1. Orang-orang yang belum dewasa2. Mereka yang ada di bawah pengampuan3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang

undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian.Kemudian ketentuan mengenai hal tertentu menyangkut obyek

hukum atau mengenai bendanya sebagaimana ketentuan Pasal 1333 KUH Perdata, dalam perjanjian yang menyangkut tentang barang, paling sedikit ditentukan barang jenisnya, sedangkan mengenai jumlah dapat ditentukan kemudian.

Terkait dengan suatu sebab yang halal (causa yang halal) mengandung pengertian bahwa pada benda (obyek hukum) yang menjadi pokok perjanjian itu harus melekat hak yang pasti dan diperbolehkan menurut hukum sehingga perjanjian itu kuat. Pasal 1335 KUH Perdata merinci mengenai perjanjian yang dibuat tanpa sebab, perjanjian yang dibuat karena sebab palsu atau karena perjanjian karena sebab yang terlarang. Semua itu menggambarkan sebab yang tidak halal dalam perjanjian.

Dalam hukum kontrak di Indonesia, keabsahan perjanjian kredit yang berupa kontrak standar dapat dinilai berdasarkan dua peraturan perundangan yaitu, KUH Perdata dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagai peraturan perundangan yang khusus mengatur perjanjian atau kontrak dengan klausul baku. Sebagaimana telah disebutkan dalam bab sebelumnya, keabsahan perjanjian menurut KUH Perdata terdapat dalam ketentuan Pasal 1320.

Perjanjian kredit yang menggunakan klausul baku adalah perjanjian yang ditentukan secara sepihak oleh pihak Bank dan pihak nasabah

200 Lihat Linda A. Spagnola, Contract For Paralegal: Legal Principle and Practival Aplication, United States, McGraw-Hill Irwin, 2008, p. 97.

Page 159: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan152

debitur hanya dapat menerima atau menolak menandatangani perjanjian kredit tersebut. Tidak terbuka ruang bagi debitur untuk melakukan perubahan klausul kredit baku yang disodorkan oleh pihak bank. Perjanjian standar dalam penyaluran kredit bank membatasi kebebasan nasbah debitur dalam 3 (tiga) hal, yaitu:1. Kebebasan dalan menentukan bentuk perjanjian dimana perjanjian

standar berbentuk tertulis.2. Kebebasan dalam menentukan cara pembuatan perjanjian karena

cara pembuatannya telah ditentukan oleh pihak bank.3. Kebebasan dalam menentukan isi perjanjian karena telah ditentukan

oleh pihak bank.Kenyataan sehari-hari menunjukkan bahwa dalam transaksi antara

bank dengan nasabahnya, pihak bank berada dalam posisi yang lebih dominan dan menentukan. Adanya kedudukan yang lebih dominan tersebut, menjadi lazim bagi bank bahwa sekurang-kurangnya saat ini untuk membuat dan menyediakan perjanjian baku, suatu perjanjian yang kalusulanya sudah ditetapkan sebelumnya oleh bank dan tidak dapat ditawar oleh pihak nasabah. Dengan melihat kenyataan tersebut maka posisi tawar konsumen (nasabah) pada praktiknya berada di bawah para pelaku usaha perbankan.

Dalam perjanjian kredit di bank yang diteliti, penulis menemukan bahwa ketidakseimbangan tampak dari klausul-klausul standar di bawah ini yang dibuat secara sepihak oleh bank yang tidak mencerminkan asas keseimbangan karena memberatkan debitur, yaitu:1. Klausul Perubahan Suku Bunga Kredit.2. Klausul Penarikan Fasilitas Kredit.3. Klausul Asuransi Jaminan Kredit.4. Klausul Percepatan Pelunasan Utang Debitur.5. Klausul Eksekusi Barang Jaminan.

Dalam menganalisis keseimbangan berkontrak dalam hubungan antara bank dengan debitur, dapat disimpulkan bahwa keseimbangan para pihak akan terwujud apabila berada pada posisi yang sama kuat. Oleh karena itu, dengan membiarkan hubungan kontraktual para pihak

Page 160: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 153

semata-mata pada mekanisme kebebasan berkontrak seringkali akan menghasilkan ketidakadilan apabila salah satu pihak berada posisi yang lemah. Dengan demikian perlu adanya campur tangan dari Negara untuk melindungi pihak yang lemah dengan menentukan klausul tertentu atau dilarang dalam suatu kontrak.

Aspek penting yang terkadang menjadi masalah besar adalah bagaimana pihak kreditur baik itu perorangan maupun lembaga keuangan (bank) menetapkan nilai kredit yang disetujui. Seringkali pihak kreditur menyetujui nilai kredit yang sangat jauh selisihnya dengan nilai jaminan yang akan diagunkan. Sementara itu, di sisi lain debitur tidak memiliki pilihan lain, sebab seringkali debitur memiliki aset yang sangat besar bila dijadikan sebagai obyek jaminan, namun tidak memiliki kemampuan bayar yang setara dengan nilai jaminannya. Bila demikian maka, terpaksa debitur menyetujui nilai kredit yang teramat kecil dibandingkan dengan aset agunan yang dijadikan sebagai obyek jaminan. Disparitas yang teramat besar antara jumlah kredit dengan nilai agunan obyek jaminan inilah yang sering sekali menjadikan debitur sebagai korban dari kesewenang-wenangan pihak bank (debitur) dalam pelaksanaan parate eksekusi.

Pasal 6 UU Hak Tanggungab itu memberikan hak bagi pemegang Hak Tanggungan untuk melakukan parate eksekusi, artinya pemegang Hak Tanggungan tidak perlu memperoleh persetujuan dari pemberi Hak Tanggungan (debitor), juga tidak perlu meminta penetapan dari pengadilan setempat apabila akan melakukan eksekusi atas Hak Tanggungan yang menjadi jaminan utang debitor dalam hal debitor cidera janji201. Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan didasarkan pada ketentuan Pasal 20 jo Pasal 6 UU Hak Tanggungan. Ketentuan ini memuat beberapa hal yang dapat disebut prasyarat bagi pelaksanaan parate eksekusi. Menurut Pasal 20 ayat (1) huruf (a) jo Pasal 6 UU Hak Tanggungan, apabila debitur wanprestasi maka kreditur pemegang hak tanggungan pertama

201 Lihat Sutan Remy Sjahdeni, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah-masalah yang Dihadapi oleh Perbankan, Airlangga University Press, Malang, 1996, hlm. 33.

Page 161: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan154

mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu.

Dengan demikian maka bilamana debitur telah cidera janji (wanprestasi) dalam hal melakukan kewajibannya kepada kreditur sebagaimana yang telah diatur dalam perjanjian antara kedua belah pihak, Kreditor atau pemegang Hak Tanggungan dapat langsung meminta kepada KPKNL untuk melakukan pelelangan atas obyek Hak Tanggungan tersebut. Artinya pelaksanaan eksekusi tidak lagi berada pada tangan Ketua Pengadilan Negeri setempat sebagaimana seperti dalam eksekusi grosse akta, namun berada pada tangan Ketua KPKNL atas permintaan dari kreditur atau Pemegang Hak Tanggungan.

Pada perkembangannya, pelaksanaan parate eksekusi ini merupakan pengembangan dari pengertian eksekusi biasa menurut doktrin di mana eksekusi merupakan “pelaksanaan putusan”. Pihak yang dimenangkan dalam putusan dapat memohon “pelaksanaan putusan” kepada pengadilan yang akan melaksanakannya secara paksa (execution force)202. Artinya, parate eksekusi merupakan pelaksanaan eksekusi sendiri yang dilakukan karena undang-undang (ex lege), yang secara hukum sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Akibat dari adanya klausul eksekusi barang jaminan dalam APHT yang telah disepakati antara kreditur dengan debitur, maka bilamana debitur cidera janji (wanprestasi), prasyarat untuk melaksanaan parate eksekusi oleh kreditur yang diatur oleh UU Hak Tanggungan telah matang. Namun demikian, pelaksanaan parate eksekusi inilah titik paling rawan yang sering dituding sebagai upaya-upaya paksa kreditur secara sepihak mengambil keuntungan tanpa melihat aspek keadilan. Celah inilah yang sering digunakan oleh pemegang hak tanggungan untuk memanipulasi tujuan awal dari pelaksanaan parate eksekusi demi kepentingan kreditur semata.

Ketidakadilan tercermin dari banyak kasus gugatan yang terjadi sebagai akibat dari pelaksanaan parate eksekusi. Menurut Purnama

202 Lihat Subekti, Hukum Acara Perdata, BPHN, Jakarta, 1977, hlm. 128.

Page 162: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 155

Sianturi203, banyaknya kasus gugatan terhadap pelaksanaan parate eksekusi ini dapat dilihat dari banyaknya pihak penggugat baik orang/badan hukum yang kepentingannya berupa kepemilikan atas barang obyek lelang dirugikan oleh pelaksanaan lelang (eksekusi). Penyebabnya diantaranya adalah:1. Debitor yang menjadi pokok perkaranya adalah terkait harga

lelang yang terlalu rendah, pelaksanaan lelang atas kredit macet dilaksanakan sebelum jatuh tempo perjanjian kredit, tata cara/prosedur pelaksanaan lelang yang tidak tepat, misalnya pemberitahuan lelang yang tidak tepat waktu, pengumuman tidak sesuai prosedur dan lain-lain.

2. Pihak ketiga pemilik barang baik yang terlibat langsung dalam penandatanganan perjanjian kredit ataupun murni sebagai penjamin hutang yang menjadi pokok perkaranya adalah pada pokoknya hampir sama dengan debitur yaitu harga lelang yang terlalu rendah/jika yang dilelang barang jaminannya sendiri, pelaksanaan lelang atas kredit macet dilaksanakan sebelum jatuh tempo perjanjian kredit.

3. Ahli waris terkait masalah harta waris, proses penjaminan yang tidak sah.

4. Salah satu pihak dalam perkawinan, terkait masalah harta bersama, proses penjaminan yang tidak sah.

5. Pembeli lelang terkait hak pembeli lelang untuk dapat menguasai barang yang telah dibeli/pengosongan.

6. Adapun pihak tergugat diantaranya bank kreditor, PUPN, Kantor Lelang, pembeli lelang, debitor yang menjaminkan barang, dan pihak-pihak lain yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang termuat dalam dokumen persyaratan lelang, antara lain, kantor pertanahan yang menerbitkan sertipikat, dan notaris yang mengadakan pengikatan jaminan.Pelaksanaan parate eksekusi sebagai upaya dari eksekusi mandiri

oleh debitur melalui lembaga lelang secara jelas telah mengakibatkan

203 Lihat Purnama Sianturi, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak. Bergerak Melalui Lelang, Mandar Maju, Bandung, 2008.

Page 163: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan156

hilangnya keadilan bagi debitur selaku tereksekusi. Salah satu aspek yang hilang adalah ketidakjelasan prasyarat terjadinya parate eksekusi di mana didasarkan pada adanya cidera janji yang dilakukan oleh debitur. Batasan cidera janji yang dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 20 jo Pasal 6 UU Hak Tanggungan tidak memberikan parameter yang jelas tentang limitatif yang terjadi. Debitor yang wanprestasi atau kreditnya telah dinyatakan macet, bank atau kreditor akan langsung dapat menggunakan dasar Pasal 6 UU Hak Tanggungan untuk melaksanakan eksekusi dengan meminta bantuan KPKNL sebagai pelaksana permintaan bank atau kreditor, sehingga seolah-olah semua produk hasil perikatan bank selaku kreditor dengan pihak debitor, sejak perikatan tersebut dibuat dan ditandatangani sampai pada debitor dinyatakan wanprestasi oleh kreditor/bank dianggap benar, dan debitor dalam hal ini dapat dikatakan sudah tidak dalam posisi yang sejajar kedudukannya dengan kreditor/bank.

Hal ini sesungguhnya sudah diantisipasi oleh pemerintah, dengan aturan yang diterbitkan baik oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun aturan Bank Indonesia (BI). Bahwa sebelum eksekusi jaminan bank sudah diatur BI dan OJK untuk sebelumnya dilakukan: (1) Rescheduling atau Penjadwalan Kembali; (2) Reconditioning atau Persyaratan Kembali; (3) Restructuring atau Penataan Kembali. Ini sesuai dengan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, Peraturan Bank Indonesia No.7/2/PBI/2005, serta Surat Edaran Bank Indonesia No.7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005. Namun demikian, karakteristik parate eksekusi adalah eksekusi secara mandiri, maka acapkali ketentuan-ketentuan OJK dan BI tersebut dilakukan hanya sekedar memenuhi aspek prosedural semata, sebab debitur terkesan diberikan kemudahan namun faktanya reschedulling, reconditioning, maupun restructuring kredit tetap mendudukan kreditor pada posisi dominan atau memaksa, bukan dihasilkan dari kesepakatan win-win solution antara kreditur dan debitur.

Page 164: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 157

C. leMBAGA lelAnG BeRsiFAt PAsiFLelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan

penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang204. Setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh undang-undang atau peraturan pemerintah205.

Sekalipun secara teori pelaksanaan parate eksekusi adalah Ketua KPKNL (lembaga lelang), namun dalam praktiknya Lembaga Lelang bersifat pasif, karena semua hal dilakukan oleh Kreditur atau Pemegang Hak Tanggungan. Adapun alasan diterimanya permohonan lelang atas dasar Pasal 6 UU Hak Tanggungan oleh Kantor Lelang Negara tersebut di atas, antara lain berdasarkan Pasal 7 Peraturan Lelang (Vendu Reglement Ordonansi 28 Pebruari 1908 LN. 1908-189), yang isinya: Pejabat Lelang tidak berwenang menolak permintaan akan perantaraannya mengadakan penjualan lelang dalam daerahnya, sehingga dengan demikian pejabat lelang harus memenuhi setiap permintaan lelang yang diajukan di Kantor Lelang dalam daerahnya, tidak terkecuali untuk permintaan lelang atas dasar parate eksekusi sebagaimana ketentuan Pasal 6 UU Hak Tanggungan.

Dengan demikian maka berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, Pejabat Lelang tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan. Lelang yang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang adalah by order, artinya harus ada permohonan dari pihak pemohon/penjual. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pejabat Lelang tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan.

Dalam pelaksanaan lelang sebagai bagian dari pelaksanaan eksekusi, pelaksanaan lelang sudah diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/

204 Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.205 Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

Page 165: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan158

PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang sekarang diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Peraturan tersebut memuat:1. Prinsip dan Jenis Lelang

a. Setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah206.

b. Lelang dilaksanakan walaupun hanya diikuti oleh 1 (satu) orang Peserta Lelang207. Setiap pelaksanaan dibuatkan Risalah Lelang208. Dalam hal tidak ada Peserta Lelang, lelang tetap dilaksanakan dan dibuatkan Risalah Lelang209. Kemudian Lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan210.

c. Jenis Lelang, terdiri dari211:1) Lelang Eksekusi212, terdiri dari213:

a) Lelang Eksekusi PUPN;b) Lelang Eksekusi pengadilan;c) Lelang Eksekusi pajak;d) Lelang Eksekusi harta pailit;

206 Lihat Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.207 Lihat Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.208 Lihat Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.209 Lihat Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.210 Lihat Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.211 Lihat Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.212 Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang).213 Lihat Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Page 166: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 159

e) Lelang Eksekusi Pasal 6 UU Hak Tanggungan;f) Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 45 KUHAP;g) Lelang Eksekusi barang rampasan;h) Lelang Eksekusi jaminan fidusia;i) Lelang Eksekusi barang yang dinyatakan tidak dikuasai

atau barang yang dikuasai negara eks kepabeanan dan cukai;

j) Lelang Eksekusi barang temuan;k) Lelang Eksekusi gadai;l) Lelang Eksekusi barang rampasan yang berasal dari benda

sitaan Pasal 18 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001; dan

m) Lelang Eksekusi lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2) Lelang Noneksekusi Wajib214, terdiri dari215:a) Lelang Barang milik Negara/Daerah;b) Lelang Barang milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah;c) Lelang Barang milik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;d) Lelang Barang milik Negara yang berasal dari aset eks

kepabeanan dan cukai;e) Lelang Barang gratifikasi;f) Lelang aset properti bongkaran Barang milik Negara

karena perbaikan;g) Lelang aset tetap dan barang jaminan diambil alih eks

bank dalam likuidasi;h) Lelang aset eks kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset;i) Lelang aset properti eks Badan Penyehatan Perbankan

Nasional;

214 Lelang Noneksekusi Wajib adalah Lelang untuk melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang (Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang).215 Lihat Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Page 167: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan160

j) Lelang Balai Harta Peninggalan atas harta peninggalan tidak terurus dan harta kekayaan orang yang dinyatakan tidak hadir;

k) Lelang aset Bank Indonesia;l) Lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama,

danm) Lelang lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.3) Lelang Noneksekusi Sukarela216, terdiri dari217:

a) Lelang Barang milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah berbentuk persero;

b) Lelang harta milik bank dalam likuidasi kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;

c) Lelang Barang milik perwakilan negara asing; dand) Lelang Barang milik perorangan atau badan usaha swasta.

2. Pejabat Lelang218, yang terdiri dari Pejabat Lelang Kelas I219, dan Pejabat Lelang Kelas II220, di mana:a. Pejabat Lelang Kelas I berwenang melaksanakan lelang untuk

semua jenis lelang atas permohonan Penjual221.b. Pejabat Lelang Kelas II berwenang melaksanakan lelang

Noneksekusi Sukarela atas Permohonan Balali lelang atau Penjual222.

216 Lelang Noneksekusi Sukarela adalah Lelang atas Barang milik swasta, perorangan atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela (Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang). 217 Lihat Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.218 Lihat Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.219 Pejabat Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang pegawai DJKN yang berwenang melaksanakan Lelang Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang Noneksekusi Sukarela (Pasal 1 angka 15 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang).220 Pejabat Lelang Kelas II adalah Pejabat Lelang swasta yang berwenang melaksanakan Lelang Noneksekusi Sukarela (Pasal 1 angka 16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang).221 Lihat Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.222 Lihat Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Page 168: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 161

3. Persiapan Lelang, di mana223:a. Penjual yang akan melakukan penjualan barang secara lelang

melalui KPKNL, harus mengajukan surat permohonan lelang dengan disertai dokumen persyaratan lelang kepada Kepala KPKNL untuk meminta jadwal pelaksanaan lelang.

b. Dalam hal Lelang Eksekusi PUPN, permohonan lelang diajukan melalui nota dinas yang ditandatangani oleh Kepala Seksi Piutang Negara KPKNL dan disampaikan kepada Kepala KPKNL bersangkutan.

c. Dalam hal Lelang Noneksekusi Wajib Barang Milik Negara pada KPKNL, permohonan lelang diajukan melalui nota dinas yang ditandatangani oleh Kepala Sub Bagian Umum KPKNL dan disampaikan kepada Kepala KPKNL bersangkutan.

d. Dalam hal Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 45 KUHAP berupa ikan hasil tindak pidana perikanan, surat permohonan lelang berikut dokumen persyaratannya dapat disampaikan terlebih dahulu oleh Penjual kepada Kepala KPKNL, melalui faksimil atau surat elektronik (email).

e. Surat permohonan dan dokumen persyaratan lelang disampaikan kepada KPKNL pada saat pelaksanaan lelang.

f. Penjual atau Pemilik Barang yang bermaksud melakukan penjualan secara lelang melalui Balai Lelang atau Kantor Pejabat Lelang Kelas II, harus mengajukan permohonan lelang secara tertulis kepada Pemimpin Balai Lelang atau Pejabat Lelang Kelas II, disertai dokumen persyaratan lelang sesuai dengan jenis lelangnya224.

g. Dalam hal dokumen persyaratan lelang telah lengkap dan Legalitas formal subyek dan obyek lelang225 telah terpenuhi, serta Pemilik Barang telah memberikan kuasa kepada Balai Lelang untuk

223 Lihat Pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.224 Lihat Pasal 12 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.225 Legalitas Formal Subyek dan Obyek Lelang adalah suatu kondisi di mana dokumen persyaratan lelang telah dipenuhi oleh Penjual sesuai jenis lelangnya dan tidak ada perbedaan data, menunjukkan hubungan hukum antara Penjual (subyek lelang) dengan barang yang akan dilelang (obyek lelang), sehingga meyakinkan Pejabat Lelang bahwa subyek lelang berhak melelang obyek lelang, dan obyek lelang dapat dilelang.

Page 169: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan162

menjual secara lelang, Pemimpin Balai Lelang mengajukan surat permohonan lelang kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II untuk dimintakan jadwal pelaksanaan lelangnya226.

h. Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan kepadanya sepanjang dokumen persyaratan lelang sudah lengkap dan telah memenuhi Legalitas Formal Subyek dan Obyek Lelang227.

i. Dalam hal terdapat gugatan sebelum pelaksanaan lelang terhadap obyek Hak Tanggungan dari pihak lain selain debitor/tereksekusi, suami atau istri debitor/tereksekusi yang terkait kepemilikan, Lelang Eksekusi Pasal 6 UU Hak Tanggungan tidak dapat dilaksanakan228.

j. Terhadap obyek Hak Tanggungan, pelaksanaan lelangnya dilakukan berdasarkan titel eksekutorial dari Sertipikat Hak Tanggungan yang memerlukan fiat eksekusi229.

k. Permohonan atas pelaksanaan lelang dilakukan oleh Pengadilan Negeri, kecuali jika pemegang hak tanggungan merupakan lembaga yang menggunakan sistem syariah maka permohonan dilakukan oleh Pengadilan Agama230.

4. PenjualPenjual adalah orang, badan hukum atau badan usaha atau

instansi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang untuk menjual barang secara lelang231. Penjual bertanggung jawab terhadap232:

226 Lihat Pasal 12 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.227 Lihat Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.228 Lihat Pasal 14 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.229 Lihat Pasal 14 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.230 Lihat Pasal 14 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.231 Pasal 1 angka 19 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.232 Pasal 17 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Page 170: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 163

a. keabsahan kepemilikan barang;b. keabsahan dokumen persyaratan lelang;c. penyerahan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;d. penyerahan barang dokumen kepemilikan kepada Pembeli; dan e. penetapan Nilai Limit.

Penjual bertanggung jawab terhadap gugatan perdata dan/atau tuntutan pidana yang timbul akibat tidak dipenuhinya peraturan perundang-undangan di bidang Lelang oleh Penjual. Selain itu Penjual bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi terhadap kerugian yang timbul, dalam hal tidak memenuhi tanggung jawab. Penjual harus menguasai fisik barang bergerak yang akan dilelang, kecuali barang tak berwujud, antara lain hak tagih, hak cipta, merek, dan/atau hak paten. Penjual dapat menggunakan Balai Lelang untuk memberikan jasa pralelang dan/atau jasa pasca lelang233.

Penjual menentukan cara penawaran lelang dengan mencantumkan dalam Pengumuman Lelang234. Kemudian dalam hal Penjual tidak menentukan cara penawaran lelang, Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas I atau Pejabat Lelang Kelas II berhak menentukan sendiri cara penawaran lelang235.

5. Tempat Pelaksanaan Lelang, di mana tempat pelaksanaan lelang harus dalam wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II tempat barang berada236.

6. Penentuan waktu pelaksanaan lelangWaktu pelaksanaan lelang ditetapkan oleh: Kepala KPKNL dan Pejabat Lelang Kelas II yang dilakukan pada jam dan hari kerja KPKNL237.

233 Lihat Pasal 17 ayat (2) s.d ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.234 Pasal 18 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.235 Lihat Pasal 18 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.236 Lihat Pasal 22 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.237 Lihat Pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Page 171: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan164

7. Surat Keterangan Tanah/Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKT/SKPT)238

Pelaksanaan lelang atas barang berupa tanah atau tanah dan bangunan harus dilengkapi dengan SKT/SKPT dari kantor pertanahan setempat. Penerbitan SKT/SKPT kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat diajukan oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II.

Dalam hal barang berupa tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang belum terdaftar di Kantor Pertanahan setempat, Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II mensyaratkan kepada Penjual untuk meminta Surat Keterangan dari Lurah/Kepala Desa yang menerangkan status kepemilikan Barang. Kemudian berdasarkan Surat Keterangan tersebut, Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II meminta SKT/SKPT ke Kantor Pertanahan setempat. Biaya pengurusan SKT/SKPT atau Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa menjadi tanggung jawab Penjual.

8. Pembatalan Sebelum LelangLelang yang akan dilaksanakan hanya dapat dibatalkan dengan

permintaan Penjual atau berdasarkan penetapan atau putusan dari lembaga peradilan239.

9. Jaminan Penawaran LelangDalam setiap pelaksanaan lelang, Peserta Lelang harus

menyetorkan atau menyerahkan jaminan penawaran lelang240.10. Pelaksanaan Lelang

Dalam pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang dapat dibantu oleh Pemandu Lelang. Pemandu Lelang terdapat dalam Pasal 63 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang di mana dalam pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang dapat dibantu oleh Pemandu Lelang (Afslager).

238 Lihat Pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.239 Lihat Pasal 27 s.d Pasal 33 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.240 Lihat Pasal 34 s.d Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Page 172: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 165

Pemandu Lelang dapat berasal dari Pegawai DJKN atau dari luar pegawai DJKN241.

11. Nilai LimitSetiap pelaksanaan lelang diisyaratkan adanya Nilai Limit.

Penetapan Nilai Limit menjadi tanggung jawab Penjual dan persyaratan adanya Nilai Limit dapat tidak diberlakukan pada Lelang Noneksekusi Sukarela atas barang bergerak milik perorangan atau badan hukum atau badan usaha swasta242.

12. Pengumuman LelangPengumuman lelang wajib didahului dengan Pengumuman

Lelang yang dilakukan oleh Penjual. Penjual harus menyerahkan bukti Pengumuman Lelang sesuai ketentuan kepada Pejabat Lelang243.

13. Penawaran LelangPenawaran lelang dapat dilakukan dengan cara lisan, tertulis,

atau tertulis dilanjutkan dengan lisan, dalam hal penawaran tertinggi belum mencapai limit244.

14. Bea Lelang sebagaimana diatur dalam Pasal 72 s.d Pasal 73 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

15. Pembeli, sebagaimana diatur dalam Pasal 74 s.d Pasal 78 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

16. Pembayaran dan Penyetoran di mana pelunasan Harga Lelang dan Bea Lelang harus dilakukan secara tunai (cash) atau cek atau giro paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan lelang245.

241 DJKN merupakan singkatan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. DKJN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang barang milik negara, kekayaan negara dipisahkan, kekayaan negara lain-lain, penilaian, piutang negara, dan lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lihat Pasal 1 angka 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.242 Lihat Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.243 Lihat Pasal 51 s.d Pasal 62 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.244 Lihat Pasal 64 s.d Pasal 71 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.245 Lihat Pasal 79 s.d Pasal 83 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Page 173: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan166

17. Penyerahan Dokumen Kepemilikan Barang, sebagaimana diatur di dalam Pasal 84 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

18. Risalah Lelang, sebagaimana diatur di dalam Pasal 85 s.d Pasal 96 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

19. Administrasi Perkantoran dan Pelaporan bagi KPKNL dan DJKN246. Lelang merupakan mekanisme pasar sehingga dalam pembentukan

harga semata-mata ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran. Oleh karena kewenangan untuk menetapkan nilai limit harga ada pada pihak Penjual. Pejabat Lelang dalam hal ini hanyalah adalah sebagai agen dari penjual yang mempertemukan dengan pembeli. Harga yang terbentuk pada saat lelang tanpa ada campur tangan dari Pejabat Lelang. Bahkan ketika harga yang ditawarkan oleh penjual menurut pembeli terlalu mahal, sehingga peminat lelang tidak mampu menawarkan minimal dari nilai limit pelaksanaan lelang harus ditunda dan tidak boleh dipaksakan untuk dilepas. Kecuali dalam lelang noneksekusi sukarela berupa barang bergerak tidak mencantumkan nilai limit.

Sebagai catatan, biasanya nilai kredit maksimal yang dapat diberikan oleh kreditur dalam hal ini lembaga keuangan (bank) berada di kisaran 70% s.d 80% dari nilai agunan obyek jaminan. Namun demikian, dalam praktiknya seringkali nilai kredit yang diberikan tersebut jauh di bawah nilai agunan, dikarenakan aspek kemampuan bayar (kemampuan kredit) yang didasarkan dari penghasilan rata-rata, jumlah tanggungan, dan hal-hal lainnya. Dalam hal terjadi kesenjangan yang sangat besar antara nilai kredit yang dikucurkan jika dibandingkan dengan nilai agunan, debitur tidak memiliki kemampuan apapun untuk memberikan opini bahkan masukan, sebab prinsip dari perjanjian kredit bank hanya mengenal istilah take it or leave it.

Kondisi ini sangat berpengaruh bilamana di kemudian hari debitur dianggap cidera janji. Fakta bahwa dalam pelaksanaan parate eksekusi,

246 Lihat Pasal 97 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Page 174: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 167

terjadi tarik menarik kepentingan debitur dengan kepentingan kreditur. Kreditur acapkali hanya fokus pada upaya pelunasan kredit macet, sementara debitur tentu berharap ada sisa kelebihan yang dihasilkan dari proses lelang.

Merujuk pada ketentuan Pasal 20 jo Pasal 6 UU Hak Tanggungan jo Pasal 45 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, nilai limit lelang ditentukan oleh pemohon lelang atau kreditur yang dalam hal ini sebagai pemegang hak tanggungan. Dengan demikian maka, kewenangan untuk menentukan berapa limitasi harga lelang atas obyek jaminan milik debitur tidak lagi berada dalam wilayah seimbang, di mana debitur tidak dapat ikut andil terhadap penentuan tersebut.

Kepentingan kreditur yang hanya fokus pada pelunasan kredit macet tentu akan memberikan limit harga yang membuat pembeli (peserta lelang) tertarik untuk membelinya, bukan untuk menentukan harga setinggi-tingginya sebagaimana keinginan debitur. Kemudian, secara umum motivasi orang datang ke tempat lelang untuk mendapatkan harga yang murah dan jauh di bawah pasaran. Kondisi demikian tentu menyulitkan debitur, sebab kepentingan debitur mustahil untuk diakomodasi.

Sekalipun terdapat ketentuan mengenai limitasi harga lelang obyek hak tanggungan yang ditentukan oleh pemohon lelang dalam hal ini kreditur pemilik hak tanggungan, namun faktanya banyak terjadi limit harga berada jauh di bawah nilai obyek jaminan dan hanya cukup untuk melunasi kredit macet milik debitur. Penilai atau appraisal independen seringkali tidak bersikap profesional, artinya hanya berada dalam posisi kreditur. Hal ini, karena mereka bekerja atas perintah kreditur atau pemegang hak tanggungan, sehingga penaksiran harga yang dilakukan atas suatu obyek hak tanggungan hanya untuk memenuhi standar prosedur semata, misalnya menentukan nilai harga berdasarkan nilai NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak), padahal nilai NJOP tidak dapat dijadikan sebagai nilai riil atas suatu obyek tanah dan bangunan.

Page 175: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan168

Akhirnya, pelaksanaan parate eksekusi mengabaikan prinsip-prinsip keadilan dan keseimbangan, di mana lahirnya hubungan hukum antara kreditur dengan debitur tidak dapat dilepaskan dari konteks saling menguntungkan. Keuntungan kreditur ada pada bagi hasil/bunga dari kredit yang dikucurkan, sementara keuntungan bagi debitur, kredit tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan taraf kesejahteraanya. Dengan kedudukan yang saling menguntungkan tersebut, seharusnya kesepakatan yang dibuat oleh para pihak harus memiliki keseimbangan hak dan kewajiban dengan berdasar pada asas keseimbangan.

Asas keseimbangan menurut Herlien Budiono adalah asas yang dimaksudkan untuk menyelaraskan pranata-pranata hukum dan asas-asas pokok hukum perjanjian yang dikenal dalam KUH Perdata dengan mendasarkan pada pemikiran dan latar belakang individualisme pada satu pihak dan di lain pihak pada cara pikir bangsa Indonesia. Keseimbangan dalam membuat perjanjian sangat penting agar terjadi keseimbangan hak dan kewajiban di antara para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Dengan demikian terjadi keselarasan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut247.

Berdasarkan pertimbangan di atas, perlu diberdayakan dan diseimbangkan posisi tawar bagi pihak debitur. Dalam konteks ini, asas keseimbangan yang bermakna equal-equilibrium akan bekerja memberikan keseimbangan manakala posisi tawar para pihak menjadi tidak seimbang. Tujuan dari asas keseimbangan adalah hasil akhir yang menempatkan posisi para pihak seimbang (equal) dalam menentukan hak dan kewajibannya248.

247 Lihat Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm. 29.248 Lihat Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hlm. 40.

Page 176: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 169

BAB IVKELEMAHAN KELEMAHAN PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SAAT INI

A. inkOnsistensi MuAtAn MAteRi dAlAM uu HAk tAnGGunGAn MenGenAi PARAte eksekusi

Parate eksekusi diintrodusir dalam ketentuan UU Hak Tanggungan yang salah satunya bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada kreditor dalam pemenuhan piutangnya, sekaligus untuk memenuhi aspek kepastian hukum manakala debitor wanprestasi. Kreditor dapat menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui lembaga lelang guna pelunasan hutang dari debitur dan oleh karenanya, istilah parate eksekusi dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk menjual atas kekuasaan sendiri melaui lembaga pelelangan umum tanpa melalui fiat Ketua Pengadilan.

Namun demikian, dalam pelaksanaan parate eksekusi terhadap obyek jaminan milik debitur oleh kreditur banyak menemui hambatan dan kendala. Adanya kendala dan hambatan dalam hal pelaksanaan parate eksekusi menimbulkan permasalahan serius dan menimbulkan akibat hukum yang merugikan baik kepentingan debitur sebagai pihak tereksekusi maupun kreditur sebagai pihak eksekutorial. Kerugian ini dapat dilihat dari aspek kepastian hukum, kerugian waktu, biaya, dan kerugian material lain yang diderita baik oleh kreditur maupun debitur.

Eksekusi obyek jaminan dalam UU Hak Tanggungan diatur dan ditentukan dalam Pasal 20 di mana: (1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan:

a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau;

Page 177: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan170

b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.

(2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

(3) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

(4) Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) batal demi hukum.

(5) Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang telah dijamin dengan Hak Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.Konstruksi hukum Pasal 20 UU Hak Tanggungan tersebut memberikan

pemahaman bahwa terdapat 3 (tiga) cara eksekusi yang dikenal dalam UU Hak Tanggungan, di mana ketiga mekanisme eksekusi obyek hak tanggungan memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lain. Adapun ketentuan mengenai ketiga jenis eksekusi hak tanggungan dalam Pasal 20 UU Hak Tanggungan ini adalah:1. Apabila debitur cidera janji, maka kreditur berdasarkan hak pemegang

Hak Tanggungan Pertama dapat menjual obyek Hak Tanggungan

Page 178: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 171

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU Hak Tanggungan, obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum (Parate Eksekusi).

2. Apabila debitur cidera janji, berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) UU Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum (Eksekusi Grosse Akta).

3. Atas kesepakatan pemberi dan pemenang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan. Setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar.Dengan demikian maka esensi dari unsur-unsur yang terdapat dalam

parate eksekusi tersebut, adalah:1. Debitor cidera janji;2. Kreditor pemegang Hak Tangungan pertama diberi hak;3. Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekhususan sendiri;4. Syarat penjualan melaui pelelelangan umum;5. Hak kreditor mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;

dan6. Hak kreditor mengambil pelunasan piutangnya sebatas hak tagih.

Pasal 6 UU Hak Tanggungan memberikan kewenangan secara tegas kepada pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual atas kekuasaan sendiri, meskipun tidak terdapat janji dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan atau yang dikenal dengan sebutan beding van eigenmatig verkoop. Menurut Herowati Pusoko, hal tersebut menunjukkan penyatuan suatu kewenangan, yang sekalipun diawali dari lahirnya suatu kesepakatan (janji), namun tetap menjadi sebuah norma yang mengikat karena diberikan oleh undang-undang (ex lege)249.

Karakteristik parate eksekusi dalam UU Hak Tanggungan dengan demikian memiliki perbedaan bilamana hendak dibandingkan dengan

249 Lihat Herowati Pusoko, Op.,Cit, hlm. 250.

Page 179: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan172

ketentuan parate eksekusi Hipotik. Perbedaan ini dapat dilihat dari lahirnya kewenangan untuk melakukan parate eksekusi, di mana hak untuk melakukan parate eksekusi dalam UU Hak Tanggungan didasarkan pada perintah undang-undang, sementara ketentuan parate eksekusi Hipotik didasarkan ada atau tidaknya janji yang pada pokoknya mengatur kewenangan kreditur untuk melakukan parate eksekusi. Menurut Pasal 1178 KUH Perdata, parate eksekusi Hipotik baru dapat menjadi hak kreditur pemegang hipotik apabila diperjanjikan terlebih dahulu sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 1178 KUH Perdata, yang mengatur bahwa:

“Segala perjanjian yang menentukan bahwa kreditur diberi kuasa untuk menjadikan barang-barang yang dihipotikkan itu sebagai miliknya adalah batal. Namun kreditur hipotik pertama, pada waktu penyerahan hipotik boleh mensyaratkan dengan tegas, bahwa jika utang pokok tidak dilunasi sebagaimana mestinya, atau bila bunga yang terutang tidak dibayar, maka ia akan diberi kuasa secara mutlak untuk menjual persil yang terikat itu di muka umum, agar dari hasilnya dilunasi, baik jumlah uang pokoknya maupun bunga dan biayanya. Perjanjian itu harus didaftarkan dalam daftar-daftar umum, dan pelelangan tersebut harus diselenggarakan dengan cara yang diperintahkan dalam Pasal 1211”.

Secara jelas dapat dilihat bahwa, ketentuan parate eksekusi dalam hipotik mirip dengan apa yang ada pada parate eksekusi hak tanggungan. Secara norma, parate esekusi hipotik sama sebagaimana parate eksekusi hak tanggungan berjalan bilamana debitur cidera janji, baik itu yang berkaitan dengan ketiadaan prestasi debitur, maupun keterlambatan dalam hal pelaksanaan prestasi sebagaimana tertuang dalam perjanjian utang atau perjanjian kredit. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan di mana karena kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian250.

Selain itu, dalam hipotik juga terdapat syarat di mana pelaksanaan parate eksekusi tetap harus di muka umum (lelang) sebagaimana halnya pada hak tanggungan. Hal ini agar mendapatkan nilai atau hasil

250 Lihat Nindyo Pramono, Hukum Komersil, Pusat Penerbitan UT, Jakarta, 2003, hlm. 221.

Page 180: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 173

penjualan tertinggi sehingga asas keadilan dan kepatutan akan dapat diwujudkan. Bahwa terhadap hasil lelang hipotik digunakan untuk pelunasan piutang, bunga, denda dan biaya lain, sebatas hak tagih dari kreditur, sedangkan bilamana terdapat sisa hasil penjualan maka akan diberikan atau menjadi hak dari debitur. Hal yang membedakan adalah bahwa parate eksekusi hipotik hanya dapat dilaksanakan bilamana telah diperjanjikan sebelumnya, bukan secara otomatis atas perintah undang-undang. Dengan demikian maka kekuatan mengikat bagi para pihak yang mengikatkan diri didalamnya akan sangat bergantung pada konteks apa saja kesepakatan yang dituangkan dalam suatu perikatan dimaksud.

Sebagaimana terdapat dalam Buku III KUH Perdata, di mana hukum memberi keleluasaan kepada para pihak untuk mengatur sendiri pola hubungan hukumnya. Apa yang diatur dalam Buku III KUH Perdata hanya sekedar mengatur dan melengkapi (regelend recht – aanvullendrecht). Pada Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Namun yang penting untuk diperhatikan bahwa kebebasan berkontrak sebagaimana ada dalam Pasal 1338 KUH Perdata tetaplah harus dikaitkan dengan kerangka pemahaman pasal-pasal atau ketentuan-ketentuan yang lain, yaitu:1. Pasal 1320 KUH Perdata, tentang syarat sahnya perjanjian (kontrak);2. Pasal 1335 KUH Perdata, tentang larangan dibuatnya kontrak tanpa

causa, atau dibuat berdasarkan suatu causa yang palsu atau yang terlarang, dengan konsekuensi tidaklah mempunyai kekuatan;

3. Pasal 1337 KUH Perdata, tentang larangan suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusialaan baik atau ketertiban umum;

4. Pasal 1338 (3) KUH Perdata, tentang kontrak yang harus dilaksanakan dengan itikad baik;

5. Pasal 1339 KUH Perdata, menunjuk terikatnya perjanjian kepada sifat, kepatutan, kebiasaan dan undang-undang; dan

Page 181: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan174

6. Pasal 1347 KUH Perdata, mengatur tentang hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya disetujui untuk secara diam-diam dimasukkan dalam kontrak (bestandig gebruiklijk beding).Sebagai dasar konstruksi, norma yang ada pada Pasal 6 UU Hak

Tanggungan dan Penjelasannya terjadi pergeseran makna yang dapat menimbulkan tafsir berbeda. Pada Pasal 6 UU Hak Tanggungan diatur bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Pada Penjelasan Pasal 6 UU Hak Tanggungan dinyatakan bahwa hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi Hak Tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu lebih dahulu daripada kreditor kreditor yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi Hak Tanggungan.

Berdasarkan penjelasan Pasal 6 UU Hak Tanggungan di atas, didapatkan beberapa pokok kesimpulan:1. Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri

merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan pertama;

2. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual obyek Hak Tanggungan;

3. Penjualan obyek Hak Tanggungan harus tetap melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi Hak Tanggungan; dan

Page 182: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 175

4. Hak atas hasil Penjualan Obyek Hak Tanggungan digunakan untuk mengambil pelunasan piutang pada pemegang hak tanggungan pertama, dan sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi Hak Tanggungan.Perbedaan dalam hal hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri,

menurut Penjelasan Pasal 6 UU Hak Tanggungan diatur berdasarkan pada janji. Hal tersebut berbeda dengan konstruksi pada Pasal 6 UU Hak Tanggungan yang memberikan hak menurut undang-undang (ex lege). Adanya perbedaan makna terhadap lahirnya hak kreditor untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri ini secara jelas telah menunjukkan bahwa materi muatan dalam UU Hak Tanggungan tidak konsisten, yang menyebabkan kebingungan dan kekecewaan bagi kreditor pada khususnya251 sebab penjelasan Pasal 6 UU Hak Tanggungan tersebut justru memberikan penjelasan yang berbeda dengan konstruksi aslinya.

Perbedaan makna antara Pasal 6 UU Hak Tanggungan sebagai konstruksi dasar dari lahirnya hak pemegang hak tanggungan dengan Penjelasan Pasal 6 UU Hak Tanggungan seringkali dihubungkan dengan ketentuan yang ada pada Pasal 11 ayat (2) UU Hak Tanggungan. Pada Pasal 11 ayat (2) diatur bahwa dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji, antara lain:1. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk

menyewakan obyek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;

2. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan obyek Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;

251 Lihat Sutan Remy Sjahdeini, “Beberapa Permasalahan Hukum Hak Jaminan”, Majalah Hukum Nasional, No. 2 Tahun 2000, hlm. 19-20.

Page 183: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan176

3. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan apabila debitor sungguh sungguh cidera janji;

4. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang undang;

5. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji;

6. Janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan;

7. Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas obyek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;

8. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila obyek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum;

9. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika obyek Hak Tanggungan diasuransikan;

10. Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan; dan

11. Janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4).Melihat keterkaitan antara Penjelasan Pasal 6 UU Hak Tanggungan

dengan Pasal 11 ayat (2) UU Hak Tanggungan, pergeseran makna yang

Page 184: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 177

terjadi terkait dengan asal mula lahirnya hak pemegang hak tanggungan dalam hal parate eksekusi menjadi semakin jelas. Pada Penjelasan Pasal 11 ayat (2) huruf e dijelaskan bahwa untuk dipunyainya kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dicantumkan janji ini.

Bila dilihat dalam Penjelasan Pasal 11 ayat (2), kedudukan janji-janji dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) bersifat fakultatif, di mana kaidah hukum tidak secara apriori mengikat, karena kaidah hukum fakultatif ini sifatnya melengkapi, subsidiair atau dispositif252. Dengan demikian maka hal yang diatur dalam Pasal 11 ayat (2) tidaklah menjadikan sah atau tidaknya APHT dimaksud. Namun demikian pertanyaan yang mengemuka adalah bagaimana menentukan kewenangan kreditur dalam hal parate eksekusi bilamana janji yang terdapat khususnya pada Pasal 11 ayat (2) huruf e tidak dicantumkan?

Adanya perbedaan secara makna terkait dengan lahirnya hak dan kewenangan pemegang hak tanggungan untuk melaksanakan parate eksekusi antara Pasal 6, Penjelasan Pasal 6 maupun Pasal 11 ayat (2) nyatanya telah menimbulkan perdebatan, persepsi, dan akibat hukum yang sangat serius. Perdebatan ini tentu akan menimbulkan persepsi buruk, terutama persepsi dari pihak pihak perbankan. Di lain pihak, ketidakseragaman makna dan konsistensi dari UU Hak Tanggungan ini juga akan menimbulkan persoalan dalam hal pemenuhan aspek kepastian hukum dan keadilan baik bagi debitur maupun kreditur.

Di dalam kegiatan ekonomi di dunia perbankan salah satunya selalu mengedepankan efisiensi dan efektivitas. Artinya, dalam hal eksekusi melalui lembaga parate eksekusi bagi pihak perbankan tentunya tidak dapat dilepaskan dari kepentingan efisiensi dan efektivitas tersebut. Dengan demikian maka, aspek kepastian hukum merupakan satu hal yang penting dan merupakan salah satu sendi utama dari perundangan yang selalu dijadikan acuan oleh kalangan pelaku ekonomi yang seringkali

252 Hukum yang bersifat melengkapi (fakultatif), kaidah hukum yang dapat dikesampingkan oleh para pihak dengan jalan membuat ketentuan khusus dalam perjanjian yang mereka adakan. Lihat Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 64.

Page 185: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan178

menggunakan jasa hukum dalam pelbagai transaksinya253. Maka dari itu kewenangan parate executie dapat dipahami sebagai perwujudan dari salah satu segi dari kedudukan kreditor yang memperjanjikan hak jaminan khusus, atau yang oleh atau yang oleh undang-undang diberikan kewenangan khusus, yaitu memberikan kemudahan kepada kreditor dalam mengambil pelunasan254.

Pergeseran makna (inkonsistensi) ini sendiri sepertinya hendak mempersamakan hak tanggungan dengan hipotik. Padahal sesungguhnya dasar lahirnya UU Hak Tanggungan ini untuk membedakan antara hak tanggungan dengan hipotik, selain merupakan amanat UUPA. Sejatinya UU Hak Tanggungan merupakan produk hukum yang ingin menciptakan kepastian hukum dalam hubungan antara orang-orang dalam masyarakat. Oleh karenanya, Satjipto Rahardjo berpendapat untuk dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, hukum terlebih dahulu harus menciptakan suatu kepastian pula di dalam tubuhnya sendiri. Tuntutan yang terakhir ini mendatangkan beban formal yang wajib dipenuhinya yaitu susunan tata aturan yang penuh konsistensi255. Senada dengan Satjipto Rahardjo, menurut Isnaeni256, perangkat hukum seharusnya memperhatikan konsistensi agar mampu melahirkan kepastian hukum seperti diharapkan oleh khalayak luas. Sebab, kalau dalam diri aturan perundang-undangan itu tidak ada konsistensi, berarti citranya sendiri sudah tidak pernah pasti, maka sulit sekali untuk mengharapkan lahirnya kepastian hukum dari rahim aturan seperti itu.

Pertentangan parate eksekusi berdasarkan Pasal 6 jo Pasal 20 ayat (1) huruf a UU Hak Tanggungan dalam materi muatan UU Hak Tanggungan dan ketentuan-ketentuan dalam peraturan lainnya dapat dilihat dalam tabel berikut:

253 Ibid. 254 Lihat J. Satrio, Hukum Jaminan Hak-Hak Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 235-236.255 Satjipto Rahardio dalam M. Isnaeni, “Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Dalam Kerangka Tata Hukum Indonesia”, Jurnal Hukum Ekonomi, Edisi V, (Agustus 1996), hlm. 34.256 Ibid.

Page 186: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 179

tabel 1Pertentangan Parate eksekusi

no Peraturan subtasi kesimpulan1 Pasal 6 UU Hak

TanggunganKewenangan pelaksanaan parate eksekusi dilakukan mutlak perintah undang-undang (ex lege) yang dilakukan secara mandiri melalui pelelangan

Parate eksekusi1. Ex Lege2. Mandiri3. Pelelangan

2 Pasal 11 ayat (2) UU Hak Tanggungan

Kewenangan pelaksanaan parate eksekusi tidak lagi mutlak perintah undang-undang (ex lege), melainkan juga didasarkan pada perjanjian antar para pihak

Parate eksekusi1. Perjanjian2. Fiat Pengadilan3. Pelelangan Umum

3 Pasal 14 ayat (2) UU Hak Tanggungan

Pelaksanaan parate eksekusi dipersamakan dengan eksekusi title eksekutorial (hipotik) dimana eksekusi fiat Ketua Pengadilan Negeri

4 Penjelasan Umum angka 9 UU Hak Tanggungan

Pelaksanaan eksekusi hanya dapat dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 224 HIR dan Pasal 258 RBg

B. PeRBAndinGAn PARAte eksekusi dAn eksekusi GROSSE AktASebagaimana telah dibahas sebelumnya, selain inkonsistensi muatan

materi dalam hal Pasal 20 ayat (1) huruf a jo Pasal 6 dengan Penjelasan Pasal 6 serta Pasal 11 ayat (2) tentang asal mula lahirnya kewenangan parate eksekusi, ternyata dalam hal pelaksanaan parate eksekusi juga mengalami distorsi atau pemaknaan yang multitafsir. Kedudukan Pasal 6 sebagai norma dasar parate eksekusi ternyata memiliki perbedaan bilamana hendak disandingkan dengan ketentuan Penjelasan Umum Nomor 9 UU Hak Tanggungan. Perbedaan ini tentu saja tidak sekedar beda penafsiran, karena baik secara gramatikal maupun kandungan norma sangat berbeda maksudnya. Pada Penjelasan Umum Nomor 9 UU Hak Tanggungan diatur bahwa:

“Salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitor cidera janji. Walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-Undang ini, yaitu yang mengatur lembaga parate executie sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Het Herziene Indonesisch Reglement) dan Pasal

Page 187: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan180

258 Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura)”.

Kemudian, sehubungan dengan itu pada sertipikat Hak Tanggungan, yang berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya Hak Tanggungan, dibubuhkan irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Selain itu sertipikat Hak Tanggungan tersebut dinyatakan sebagai pengganti grosse acte Hypotheek, yang untuk eksekusi hipotik atas tanah ditetapkan sebagai syarat dalam melaksanakan ketentuan pasal-pasal kedua Reglemen di atas. Agar ada kesatuan pengertian dan kepastian mengenai penggunaan ketentuan ketentuan tersebut, ditegaskan lebih lanjut dalam Undang-Undang ini, bahwa selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang diatur dalam kedua Reglemen tersebut, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.

Berdasarkan Penjelasan Umum Nomor 9 UU Hak Tanggungan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun secara umum ketentuan tentang eksekusi yakni secara khusus ketentuan tentang parate eksekusi adalah berdasarkan pada Pasal 224 Herziene Indonesisch Reglement (HIR) dan Pasal 258 Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura (RBg). Ketentuan parate eksekusi yang terdapat pada Penjelasan Umum Nomor 9 UU Hak Tanggungan ini juga terdapat pada Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) yang menyatakan:

“Irah-irah yang dicantumkan pada sertipikat Hak Tanggungan dan dalam ketentuan pada ayat ini, dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertipikat Hak Tanggungan, sehingga apabila debitor cidera janji, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan peraturan Hukum Acara Perdata.

Page 188: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 181

Pada Penjelasan Umum Nomor 9 dan Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Hak Tanggungan secara tegas menjelaskan bahwa berkenaan dengan hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri yang terdapat dalam Pasal 6 UU Hak Tanggungan ditafsirkan yaitu dengan menggunakan prosedur sesuai dengan Hukum Acara Perdata yakni melalui izin dan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri. Artinya bilamana debitor cidera janji maka pemegang Hak Tanggungan pertama dapat melaksanakan janji tersebut dengan menjual Hal obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri (parate executie) berdasar pada Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBg.

Pasal 224 HIR dan Pasal 258 RBg yang menjadi rujukan baik pada Penjelasan Umum Nomor 9 dan Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Hak Tanggungan menyatakan:

Pasal 224 HIR:

“Surat asli dari pada surat hipotik dan surat utang yang diperkuat di hadapan notaris di Indonesia dan yang kepalanya memakai perkataan “Atas nama Undang-Undang” berkekuatan sama dengan putusan hakim, jika surat yang demikian itu tidak ditepati dengan jalan damai, maka perihal menjalankannya dilangsungkan dengan perintah dan pimpinan ketua pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya orang yang berutang itu diam atau tinggal atau memilih tempat tinggalnya dengan cara yang dinyatakan pada pasal-pasal di atas dalam bagian ini, akan tetapi dengan pengertian, bahwa paksaan badan itu hanya dapat dilakukan, jika sudah diizinkan dengan keputusan hakim. Jika hal menjalankan keputusan itu harus dijalankan sama sekali atau sebahagian di luar daerah hukum pengadilan negeri, yang ketuanya memerintahkan menjalankan itu, maka peraturan-peraturan pada Pasal 195 ayat kedua dan yang berikutnya dituruti”.

Pasal 258 HIR:(1) Grosse akta hipotik dan surat-surat utang yang dibuat oleh notaris

di dalam wilayah Indonesia memuat kepala yang berbunyi “Atas nama Raja” (sekarang: Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa) mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan pengadilan.

Page 189: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan182

(2) Untuk pelaksanannya yang tidak dijalankan secara suka-rela, berlaku ketentuan-ketentuan bagian ini, tetapi dengan pengertian bahwa penerapan paksaan badan hanya dapat dijalankan jika diizinkan oleh putusan pengadilan. (Rv. 4tO, 584; No. 41; IR. 224).

Melihat konstruksi pada Pasal 224 HIR. dan Pasal 258 RBg. ini maka akan terlihat jelas bahwa grosse akta, apabila tidak dipenuhi secara baik-baik oleh debitur, dapat langsung dieksekusi oleh kreditur dengan meminta perintah (fiat) eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri. Landasan formil dalam hal pelaksanaan hukum materiil dalam Pasal Pasal 224 HIR. dan Pasal 258 RBg. ini adalah adanya irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” dalam grosse akta (salinan akta pertama) merupakan dasar dari lahirnya sifat eksekutorial. Dengan kata lain, adanya irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” dalam grosse akta dimaksud dipersamakan sebagai suatu putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde).

Bila dihubungkan dengan adanya irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” dalam sertipikat hak tanggungan, maka kedudukan sertipikat dimaksud juga memiliki titel eksekutorial. Kedudukan grosse akta ini sangat istimewa, sebab meskipun bukan suatu putusan pengadilan, namun keberadaan grosse akta oleh undang-undang dipersamakan putusan pengadilan yang telah in kracht van gewijsde. Dengan dipersamakan oleh putusan pengadilan oleh undang-undang, maka eksekusi terhadapnya harus tunduk dan patuh sebagaimana pelaksanaan suatu putusan pengadilan, yang harus dilaksanakan atas perintah ketua pengadilan negeri257.

Pemahaman yang didapatkan bila melihat Pasal 224 HIR dan Pasal 258 RBg sebagai dasar konstruksi dari Penjelasan Umum Nomor 9 dan Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Hak Tanggungan maka kewenangan pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan lahir dari adanya irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” dan dilakukan melalui perintah (fiat) Ketua Pengadilan

257 Herowati Pusoko, Op.,Cit, hlm. 9-10.

Page 190: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 183

Negeri. Dengan demikian, kekuasaan pelaksanaan parate eksekusi menurut Pasal 224 HIR dan Pasal 258 RBg terletak pada tangan Ketua Pengadilan Negeri.

Merujuk pada pengertian Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBg jo Penjelasan Umum Nomor 9 UU Hak Tanggungan, terlihat bahwa logika yang dikehendaki oleh pembuat undang-undang adalah menafsirkan norma pada Pasal 6 UU Hak Tanggungan sebagai norma hukum materiil, dan ketentuan Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBg melalui Penjelasan Umum Nomor 9 UU Hak Tanggungan sebagai norma formil. Dengan demikian maka pelaksanaan parate eksekusi Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud Pasal 6 UU Hak Tanggungan hanya dapat dilakukan melalui izin dan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri.

Berdasarkan Penjelasan Umum Nomor 9 UU Hak Tanggungan, maka secara formil pelaksanaan parate eksekusi harus dilaksanakan berdasarkan perintah Pengadilan Negeri atau fiat pengadilan negeri. Sedangkan bila melihat konstruksi pada Pasal 6 UU Hak Tanggungan sebagai norma dasar parate eksekusi hak tanggungan, pelaksanaan parate eksekusi dilaksanakan secara mandiri oleh pemegang hak tanggungan pertama, melalui pelelangan. Dengan demikian maka, eksekutor dari parate eksekusi berdasarkan norma Pasal 6 UU Hak Tanggungan ini adalah Kantor/Balai Lelang.

Dari segi aturan mengenai parate eksekusi sesungguhnya dapat dilihat dari ketentuan Pasal 6, Pasal 20 ayat (1) huruf a, dan Pasal 11 ayat (2) huruf e UU Hak Tanggungan. Bilamana dilihat lebih dalam, substansi norma dalam Pasal 6 UU Hak Tanggungan tidaklah juga dapat dipahami sekedar norma hukum materiil semata, sebab di dalam pasal tersebut terkandung norma hukum formil yang tersebut pada frase “melalui pelelangan umum”. Norma formil258 ini tentunya berkaitan dengan bagaimana tata cara pelaksanaan parate eksekusi, yaitu melalui Kantor/Balai Lelang, dan bukan memohonkan perintah atau melalui izin dari Ketua Pengadilan Negeri. Norma yang berasal dari Pasal 6 UU Hak Tanggungan jelas menyandarkan pada doktrin parate eksekusi pada

258 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998, hlm. 10.

Page 191: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan184

Pasal 1178 KUH Perdata yang secara materiil dan formil jelas berbeda dengan substansi dari Pasal 224 HIR/ Pasal 258 RBg yang dimasukan dalam Penjelasan Umum Nomor 9 UU Hak Tanggungan.

Perbedaan tentang pelaksanaan parate eksekusi ini tidak hanya menyebabkan pemaknaan ganda semata, namun menimbulkan ketidakpastian hukum. Selain itu, timbul pertanyaan bagaimana mungkin suatu norma memiliki dua pengertian atau konstruksi hukum yang berbeda-beda dan saling bertolak belakang? Dalam arti, bahwa bagaimana mungkin norma parate eksekusi dinyatakan sebagai eksekusi tanpa fiat Pengadilan di satu sisi, sedangkan disisi lain dinyatakan harus fiat Pengadilan? Sifat eksekutorial parate eksekusi pada Pasal 6 UU Hak Tanggungan terletak pada perintah undang-undang (ex lege), sementara itu sifat eksekutorial dari Pasal 224 HIR/258 RBg pada dasarnya berasal dari adanya irah-irah, sehingga dipersamakan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sehingga pelaksanaan eksekusinya tetap harus melalui (fiat) Pengadilan.

Untuk memenuhi ketentuan Pasal 6 UU Hak Tanggungan, DJKN yang dahulu masih bernama BUPLN telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE-21/PN/1998 jo SE-23/PN/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan. Isi Surat Edaran pada intinya bahwa Lelang eksekusi Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UU Hak Tanggungan dapat dilaksanakan berdasarkan 2 (dua) landasan yaitu:1. Pemegang Hak Tanggungan Pertama menjual obyek Hak Tanggungan

(jaminan) atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum sesuai Pasal 6 UU Hak Tanggungan.

2. Pemegang Hak Tanggungan berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam Sertipikat Hak Tanggungan menjual melalui pelelangan umum sesuai Pasal 14 ayat (2) UU Hak Tanggungan.Dengan demikian maka DJKN sendiri sesungguhnya telah jelas

memisahkan dan membedakan definisi antara parate eksekusi berdasarkan Pasal 6 UU Hak Tanggungan dengan eksekusi berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UU Hak Tanggungan. Merujuk pada surat edaran tersebut, Pasal 6 UU Hak Tanggungan telah memberikan hak kepada

Page 192: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 185

Kreditor Pemegang Hak Tanggungan Pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri apabila Debitor pemberi Hak Tanggungan cidera janji. Penjualan obyek Hak Tanggungan tersebut pada dasarnya dilakukan dengan cara lelang dan tidak memerlukan fiat eksekusi dari Pengadilan mengingat penjualan berdasarkan Pasal 6 UU Hak Tanggungan ini merupakan tindakan pelaksanaan perintah undang-undang (ex lege) dan perintah pelaksanaan Perjanjian itu sendiri yakni Pasal 11 ayat (2) huruf e UU Hak Tanggungan yaitu apabila debitor cidera janji pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum guna mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

Dengan demikian maka sebenarnya parate eksekusi merupakan hal yang sama sekali berbeda dengan eksekusi berdasarkan titel eksekutorial, baik dari sisi doktrin sejarah, asas, segi materiil maupun segi formilnya. Merujuk pada uraian di atas, di dalam UU Hak Tanggungan terdapat aturan mengenai pelaksanaan parate eksekusi obyek Hak Tanggungan dengan mendasarkan pada 2 (dua) peraturan eksekusi yang saling bertentangan, yakni fiat pengadilan dan berdasarkan norma pada Pasal 6 UU Hak Tanggungan. Dampak dari adanya 2 (dua) norma yang saling bertentangan tersebut dalam hal aturan mengenai parate eksekusi menimbulkan adanya konflik norma yang berakibat tidak ada kepastian hukum yang jelas. Pertentangan tersebut mau tidak mau membawa akibat hukum yang tidak mudah dan sangat rentan menimbulkan masalah. Secara yuridis, pertentangan tersebut akan memberikan dampak lahirnya pemaknaan ganda yang berakibat pada kaburnya pengertian suatu norma (vage norman).

Suatu undang-undang harus saling kait-mengait, harus menunjuk pada satu arah agar masyarakat dapat membuat rencana untuk masa depan, begitu pula jangan dibuat undang-undang yang saling bertentangan259. Salah satu dari tugas hukum yaitu menciptakan

259 Lihat Johannes Ibrahim, “Penerapan Single Presence Policy dan Dampaknya Bagi Perbankan Nasional”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27, No. 2, Tahun 2008, hlm. 11.

Page 193: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan186

kepastian hukum karena bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Kepastian hukum merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian hukum akan kehilangan makna karena tidak lagi dapat dijadikan pedoman perilaku bagi semua orang260.

Kaburnya pengertian norma dalam hal ini berkaitan dengan pelaksanaan parate eksekusi akan menyebabkan kebingungan terhadap langkah yang akan diambil oleh pihak yang terkait, baik itu pemegang hak tanggungan pertama, bagi pemberi hak tanggungan (debitur), maupun semua pihak-pihak yang terkait. Atas hal itulah banyak pendapat yang menyatakan bahwa tiada perbedaan antara parate eksekusi dengan eksekusi grosse akta baik grosse akta pengakuan hutang, maupun grosse akta hipotik.

Akibat dari kaburnya norma parate eksekusi pada UU Hak Tanggungan ini, banyak pemegang hak tanggungan pertama tidak dapat melaksanakan ketentuan parate eksekusi sesuai dengan Pasal 6 UU Hak Tanggungan. Keengganan mereka dipicu oleh kekhawatiran atas akibat hukum yang mungkin akan timbul dari pelaksanaan parate eksekusi tersebut. Mereka lebih cenderung melakukan eksekusi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 ayat (2) atau eksekusi grosse akta dengan tetap meminta izin (fiat) pengadilan. Tentu eksekusi ini juga tidak murah, artinya pemegang hak tanggungan terpaksa harus mengeluarkan biaya baik yang berkaitan dengan meminta izin (fiat) Pengadilan, pendaftaran lelang, biaya eksekusi, maupun biaya-biaya lain yang timbul. Hal lain adalah, pemegang hak tanggungan juga tentu kehilangan banyak waktu bila dibandingkan pelaksanaan eksekusi melalui parate eksekusi tanpa fiat pengadilan.

Di sisi lain imbas dari ketidakjelasan pelaksanaan parate eksekusi ini bagi masyarakat umum mengakibatkan ketidakpercayaan mereka untuk melakukan pembelian atas obyek lelang yang berasal dari parate eksekusi. Sebab, mereka khawatir akan timbul masalah di kemudian hari

260 Fence M. Wantu, “Antinomi dalam Penegakan Hukum Oleh Hakim”, Jurnal Berkala Mimbar Hukum, Volume. 19 No. 3 Oktober 2007, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 2007, Yogyakarta, hlm. 193.

Page 194: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 187

bilamana pemberi hak tanggungan (debitur) melakukan upaya hukum dalam bentuk perlawanan. Kondisi ini tentu sangat menghawatirkan, sebab selain akan mengakibatkan obyek lelang hak tanggungan tidak laku terjual, juga akan berimbas pada beban kredit yang harus ditanggung debitur kepada kreditur akan semakin besar. Selain merugikan debitur karena nilai pelunasan yang menjadi semakin besar, bagi kreditur tentu juga akan menimbulkan masalah di mana kerugian pengembalian nilai kredit yang ditanggung akan semakin besar. Pada beberapa kasus, penyelesaian kredit macet terpaksa ditempuh melalui gugat perdata, namun sering memakan waktu antara 7 (tujuh) sampai 10 (sepuluh) tahun lebih261.

C. keleMAHAn OByektiF PelAksAnAAn PARAte eksekusi HAk tAnGGunGAn

Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya bahwa parate eksekusi seperti dipersyaratkan oleh Pasal 6 UU Hak Tanggungan merupakan suatu kemudahan yang diberikan oleh UU Hak Tanggungan untuk mewujudkan nilai kemudahan dan kepastian hukum. Kemudahan ini tentu berkaitan dengan pemenuhan aspek formil hukum yang sederhana dan berbeda dibandingkan dengan prosedur biasa diisatu sisi, sedang disisi lain juga dalam hal efisiensi biaya dan waktu lebih cepat. Dengan adanya kemudahan ini maka diharapkan pelaksanaan parate eksekusi dapat meminimalisir risiko-risiko kerugian yang mungkin akan timbul dari pelaksanaan eksekusi dengan tata cara dan prosedur biasa.

Berbicara tentang pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan tentu tidak dapat dilepaskan dari konteks implementasi hukum, sebab hukum diciptakan tentu untuk dilaksanakan. Hukum tidak bisa lagi disebut sebagai hukum, apabila tidak pernah dilaksanakan. Sebab, dalam hukum juga diatur mengenai bentuk-bentuk hak dan kewajiban manusia dalam bermasyarakat. Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam

261 Lihat M. Yahya Harahap, “Jalan Keluar Kemelut Groses Akta Pengakuan Hutang”, Media Notariat, No. 30-33, 1994, hlm. 109.

Page 195: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan188

rangka kepentingannya tersebut. Kekuasaan yang demikan itulah yang disebut dengan hak, sebab di dalam hak tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan, tetapi juga kehendak262.

Salah satu alternatif pelunasan piutang kreditur dalam UU Hak Tanggungan adalah melakukan eksekusi dengan Parate Eksekusi di mana pemegang hak tanggungan tidak perlu memperoleh persetujuan dari pemberi hak tanggungan dan juga tidak perlu meminta penetapan dari pengadilan setempat apabila akan melakukan eksekusi atas hak tanggungan yang menjadi jaminan debitur bilamana debitur cidera janji. Dalam kenyataannya, pelaksanaan parate eksekusi berdasarkan Pasal 6 UU Hak Tanggungan tidak selalu mudah untuk ditempuh. Terlebih di dalam praktiknya proses pelaksanaan parate eksekusi dengan kekuasaan sendiri tidak dapat lagi dipergunakan oleh para kreditur pertama dalam jaminan Hak Tanggungan dengan alasan bahwa setiap penjualan umum (lelang) terhadap obyek jaminan harus melalui fiat ketua pengadilan263.

Beberapa kelemahan pelaksanaan parate eksekusi Hak Tanggungan dapat dijelaskan melalui beberapa hal berikut:1. Putusan Mahkamah Agung nomor 3021/k/Pdt/1984 tanggal

30 Januari 1986Pada masa sebelum lahirnya UU Hak Tanggungan, pelaksanaan

parate eksekusi terhadap obyek jaminan kebendaan menggunakan ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata. Hal ini dapat dipahami, sebab sebelum lahirnya UU Hak Tanggungan, aturan hukum jaminan kebendaan dipisahkan menjadi 2 (dua) yakni gadai dan hipotik. Terhadap jaminan kebendaan atas benda bergerak diatur dalam ketentuan mengenai gadai yakni pada Bab XX, dari mulai Pasal 1150 s.d Pasal 1160 KUH Perdata, sedangkan terhadap hipotik diatur dalam Bab XXI, dari Pasal 1162 s.d Pasal 1232 KUH Perdata. Dengan demikian maka sebelum lahirnya undang-undang jaminan khusus lain seperti UU Jaminan Fidusia dan UU Hak Tanggungan maka aturan mengenai parate eksekusi ada dalam Pasal 1155 KUH

262 Lihat Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 53.263 Lihat M. Yahya Harahap, “Kedudukan Grosse Akte dalam Perkembangan Hukum di Indonesia”, Media Notariat, No. 8-9, Tahun III, Oktober 1988, hlm. 113.

Page 196: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 189

Perdata untuk eksekusi gadai, dan Pasal 1178 KUH Perdata untuk eksekusi terhadap hipotik.

Berbeda dengan pelaksanaan parate eksekusi terhadap obyek gadai yang dapat dilakukan tanpa menimbulkan permasalahan, dalam hal pelaksanaan parate eksekusi hipotik (sebelum lahirnya UU Hak Tanggungan) tidak semudah sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1178 KUH Perdata. Salah satu hal yang menghambat pelaksanaan parate eksekusi terhadap jaminan berupa tanah dan bangunan adalah adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 3201 K/Pdt/1984 tanggal 30 Januari 1986. Dalam aspek formil, putusan Mahkamah Agung dimaksud dianggap telah mematikan beding van eigenmachtige verkoop (janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri), dengan melarang eksekusi langsung dilakukan kreditor ke Kantor Lelang, tetapi harus melalui fiat Ketua Pengadilan Negeri terlebih dahulu.

Lahirnya Putusan Mahkamah Agung Nomor 3201 K/Pdt/1984 tersebut bermula dari adanya gugatan dalam kasus Kandaga Shopping Center Bandung pada pengadilan Bandung terkait pelaksanaan eksekusi hipotik oleh PT. Golden City Textile Industri Ltd. Pengadilan Negeri Bandung pada putusannya tanggal 20 Mei 1980 dengan nomor register perkara 425/1979/G/Bdg menyatakan dalam amar putusannya sebagai berikut264:

“Menyatakan bahwa tindakan perbuatan Tergugat I dan II dengan perantaraan Tergugat III melelang umum tanah dan bangunan setempat terkenal dengan nama “Shoping Center Kandaga” pada hari Senin Tanggal 10 Desember 1979, tanpa melalui Ketua Pengadilan Negeri Klas I Bandung adalah merupakan perbuatan yang melawan hukum”.

Atas putusan tersebut, Pengadilan Tinggi Bandung dengan putusannya tanggal 17 November 1981, bernomor 76/1981/Perd/Pt.B., telah membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung. Dalam amar putusannya diputuskan265:

264 HP. Panggabean, Himpunan Putusan Mahkamah Agung RI Mengenai Perjanjian Kredit Perbankan (Berikut Tanggapan), Jilid I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hlm. 233.265 Ibid, hlm. 319.

Page 197: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan190

“Menyatakan bahwa pembelian lelang yang dilaksanakan Terbanding, semula Tergugat IV dalam konvensi, Penggugat IV dalam rekonvensi untuk sebagian dengan perantaraan Kantor Lelang Negara Bandung atas persil serta bangunan pertokoan sebagaimana terurai dalam risalah lelang tanggal 10 Desember 1979 No. 184 adalah sah menurut hukum”.

Namun demikian, pada tingkat kasasi, putusan Pengadilan Tinggi Bandung itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Mahkamah Agung dalam putusan tersebut telah memberikan ratio decidendi-nya yang menyatakan266 bahwa Mahkamah Agung telah membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung, karena dinilai salah menerapkan hukum, dengan dasar pertimbangan yang pada intinya sebagai berikut:a. Bahwa berdasarkan Pasal 224 HIR, pelaksanaan pelelangan

sebagai akibat adanya grosse akta hipotik dengan memakai kepala “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang mempunyai kekuatan hukum sama dengan suatu putusan Pengadilan, seharusnya dilaksanakan atas perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan, bilamana ternyata tidak terdapat perdamaian dalam pelaksanaannya.

b. Bahwa ternyata, di dalam perkara ini, pelaksanaan pelelangan tidak atas perintah Ketua Pengadilan Negeri Bandung, tetapi dilaksanakan sendiri oleh Kepala Kantor Lelang Negara Bandung atas perintah Tergugat asal I (Bank-Kreditor), oleh karenya, maka lelang umum tersebut adalah bertentangan dengan Pasal 224 HIR sehingga pelelangan tersebut adalah tidak sah.

c. Bahwa dengan demikian maka para Tergugat asal (Bank-Kreditor-Kantor Lelang Negara dan pembeli lelang) telah melakukan perbuatan melawan hukum.Logika yang dipakai oleh Mahkamah Agung dalam memberikan

landasan hukum terkait pelaksanaan parate eksekusi membuat posisi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3201/K/Pdt/1984 ini sebagai norma baru yang menegasikan norma pada Pasal 1178 KUH Perdata. Norma baru yang dikonstruksikan dalam Putusan Mahkamah Agung

266 Ibid, hlm. 321.

Page 198: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 191

tersebut adalah bahwa ketentuan eksekusi hipotik harus diletakkan pada irah-irah yang terdapat pada grosse akta hipotik sebagai dasar kewenangan eksekutorialnya. Dengan demikian bilamana debitur cidera janji, pelaksanaan eksekusi hipotik harus tetap seizin dan atas perintah (fiat) Ketua Pengadilan Negeri267.

Banyak kalangan berpendapat bahwa meskipun Putusan Mahkamah Agung Nomor 3201/K/Pdt/1984 memberikan konstruksi hukum baru dalam hal pelaksanaan parate eksekusi, keberlakuan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3201/K/Pdt/1984 hanya terbatas dalam lingkup pihak yang berperkara, dan tidak mengikat secara umum kepada masyarakat. Pada asasnya Putusan Mahkamah Agung Nomor 3201/K/Pdt/1984 judge made law dan mempunyai kekuatan mengikat terhadap para pihak (Pasal 1917 KUH Perdata) serta mengikat berlandaskan asas Res Judicata Proveri ate Habetur268. Hal ini tidak lepas dari negara Indonesia yang menganut sistem civil law, di mana putusan pengadilan (putusan hakim) tidak serta merta harus diikuti oleh hakim lain yang memutus perkara yang sama dengan alasan putusan hakim sebelumnya telah menjadi yurisprudensi269.

Sekalipun kedudukan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3201/K/Pdt/1984 dalam sistem civil law tidak sebagaimana kedudukan “yurisprudensi” dalam sistem common law, namun akibat hukum yang ditimbulkan dalam hal pelaksanaan parate eksekusi cukup serius. Hal ini terlihat dari terbelahnya sikap Hakim Pengadilan Negeri dalam melihat kasus ini, di mana pandangan pertama tetap mengikuti konstruksi berpikir berdasarkan Putusan

267 Bandingkan konstruksi norma parate eksekusi yang terdapat pada Pasal 1178 KUH Perdata dengan konstruksi norma pada Pasal 224 HIR.268 Lihat Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2006, hlm. 7.269 Soepomo menyatakan, bahwa di Indonesia, hakim tidak terikat oleh putusan-putusan hakim yang telah ada, akan tetapi, dalam praktik Pengadilan sebagaimana juga dalam praktek Pengadilan di negara-negara Eropa, hakim bawahan sangat memperhatikan putusan-putusan hakim atasan berhubung pula dengan adanya kemungkinan permohonan banding dan kasasi. Berhubungan dengan itu, jurisprudensi dari hakim atasan merupakan sumber penting untuk menemukan hukum obyektif yang harus diselenggarakan oleh para hakim. Lihat Lie Oen Hock, Jurisprudensi Sebagai Sumber Hukum, Pidato Peresmian Pemangkuan Jabatan Guru Besar Luar Biasa Dalam Ilmu Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia Pada Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Dari Universitas Indonesia di Jakarta, Pada Tanggal 19 September 1959, Cetakan ke-4, PT. Penerbitan Universitas, Bandung, 1965, hlm. 24.

Page 199: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan192

Mahkamah Agung Nomor 3201/K/Pdt/1984, dan pandangan kedua tetap berpedoman pada konstruksi Pasal 1178 KUH Perdata maupun Pasal 6 UU Hak Tanggungan270.

2. seMA no 7 tahun 2012Selain Putusan Mahkamah Agung Nomor 3201/K/Pdt/1984,

mandulnya pelaksanaan parate eksekusi yang didasarkan pada Pasal 6 UU Hak Tanggungan juga disebabkan dari dikeluarkannya SEMA No 7 Tahun 2012. Pada SEMA No 7 Tahun 2012 angka XIII dari Sub Kamar Perdata Umum, dinyatakan bahwa:

“Pelelangan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh kreditor sendiri melalui Kantor lelang, apabila terlelang tidak mau mengosongkan obyek yang dilelang, tidak dapat dilakukan pengosongan berdasarkan Pasal 200 ayat (11) HIR melainkan harus diajukan gugatan. Karena pelelangan tersebut diatas bukan lelang eksekusi melainkan lelang sukarela”.

Pandangan Mahkamah Agung berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung di atas setidaknya memberikan penjelasan bahwa parate eksekusi yang dilakukan berdasarkan Pasal 6 UU Hak Tanggungan bukanlah lelang eksekusi, melainkan lelang sukarela. Dengan demikian, seharusnya parate eksekusi tidak dapat diterima oleh Mahkamah Agung kecuali pelelangan ke Kantor Lelang harus melalui fiat Pengadilan. Dengan demikian maka pilihan bagi kreditur dalam hal ini pemegang hak tanggungan dalam melaksanakan parate eksekusi menurut Pasal 6 UU Hak Tanggungan harus didasarkan pada kerelaan dari debitur (lelang sukarela). Sebab apabila kreditor langsung melakukan pelelangan ke Kantor Lelang tanpa melalui Pengadilan (parate eksekusi), maka jika ternyata termohon eksekusi atau yang menguasai obyek lelang tidak bersedia mengosongkan, maka Pengadilan tidak boleh melakukan eksekusi pengosongan. Untuk melakukan pengosongan tersebut pemenang lelang harus melakukan gugatan biasa.

270 Hukum Online, Perlawanan Eksekusi Lelang Bank NISP Kandas, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4c594a3da06e6/perlawanan-eksekusi-lelang-bank-nisp-kandas, diakses 29 Juni 2016, Pukul 01.00 WIB

Page 200: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 193

Guna menindaklanjuti SEMA No 7 Tahun 2012 tersebut, Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya mengeluarkan Surat Edaran kepada seluruh Ketua Pengadilan Negeri Jawa Timur pada tanggal 16 Januari 2014 tentang parate eksekusi yang pada pokoknya sehubungan dengan banyaknya permohonan eksekusi pengosongan yang diajukan oleh pemenang lelang terhadap pelelangan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh kreditor sendiri melalui Kantor Lelang (parate eksekusi) dan memperhatikan SEMA No 7 Tahun 2012, maka untuk menindaklanjuti permohonan eksekusi pengosongan tersebut diantaranya sebagai berikut:

“Permohonan eksekusi pengosongan dari hasil lelang yang dilakukan kreditor melalui Kantor Lelang sebelum adanya SEMA No 7 Tahun 2012 tanggal 12 September 2012 apabila terlelang tidak mau mengosongkan obyek sengketa tetap dapat dilaksanakan berdasarkan Pasal 200 ayat (11) HIR:

a) Permohonan eksekusi pengosongan dari hasil lelang yang dilakukan kreditor melalui Kantor Lelang setelah adanya SEMA RI Nomor 07 Tahun 2012 tanggal 12 September 2012, apabila terlelang tidak mau mengosongkan obyek sengketa tidak dapat dilakukan pengosongan berdasarkan Pasal 200 ayat (11) HIR melainkan harus diajukan melalui gugatan dengan permohonan putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);

b) Apabila ternyata setelah adanya SEMA RI Nomor 07 Tahun 2012 tanggal 12 Setember 2012 terlanjur ada permohonan eksekusi pengosongan yang sudah ditindaklanjuti sampai tahap aanmaning dan tidak ada kendala serta tinggal pelaksanaan pengosongan saja, maka untuk melindungi pembeli lelang yang beriktikad baik, kiranya eksekusi dapat dilanjutkan;

c) Apabila kreditor mengajukan pengosongan lelang eksekusi terhadap Hak Tanggungan/Fidusia berdasarkan Pasal 224 HIR ke Pengadilan dapat diterima dan dilaksanakan sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku”.

Page 201: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan194

Akibat hukum yang ditimbulkan adalah bahwa penerima hak tanggungan pertama baik itu lembaga keuangan maupun perseorangan sulit untuk melaksanakan parate eksekusi terhadap obyek hak tanggungan jika debitor wanprestasi. hampir semua lembaga keuangan/bank sejak dikeluarkannya SEMA No 7 Tahun 2012 tidak pernah mengajukan permohonan pelelangan secara langsung kepada Kantor Lelang Negara (KLN) berdasarkan Pasal 6 UU Hak Tanggungan. Langkah ini diambil sebagai bagian dari tindakan preventif, sebab akibat hukum yang ditimbulkan akan lebih menyita waktu dan biaya.

3. upaya Perlawanan terhadap Pelaksanaan Parate eksekusiPerlawanan terhadap pelaksanaan parate eksekusi oleh

debitur atau pemberi hak tanggungan merupakan sebuah akibat dari kaburnya pemaknaan parate eksekusi itu sendiri dalam UU Hak Tanggungan. Sebenarnya sikap mayoritas debitur dalam hal pelaksanaan eksekusi baik itu parate eksekusi maupun eksekusi grosse akta adalah sama, yakni tidak menerima dan melakukan perlawanan, baik berupa gugatan maupun hal-hal lain seperti tidak bersedia untuk mengosongkan obyek jaminan hak tanggungan. Terdapat beberapa hal yang menjadi dasar perlawanan kreditur atas pelaksanaan parate eksekusi secara umum, diantaranya:a. Adanya Kesalahan Perjanjian Kredit

Pada umumnya bentuk perjanjian kredit perbankan adalah berbentuk perjanjian standar. Dalam perjanjian standar syarat-syarat ditentukan sepihak oleh pihak bank. Debitur tidak memiliki posisi tawar (bargaining position) yang menguntungkan. Beberapa bentuk kontrak baku yang sangat banyak digunakan dalam bisnis perbankan adalah Perjanjian Kredit, Aplikasi dan Syarat-syarat Pembukaan Rekening Koran, Aplikasi dan Syarat-syarat Pembukaan Tabungan, dan sebagainya.

Perjanjian kredit yang menggunakan klausul baku adalah perjanjian yang ditentukan secara sepihak oleh pihak Bank dan

Page 202: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 195

pihak nasabah debitur hanya dapat menerima atau menolak menandatangani perjanjian kredit tersebut. Tidak terbuka ruang bagi debitur untuk melakukan perubahan klausul kredit baku yang disodorkan oleh pihak bank. Pada titik inilah biasanya, debitur akan melakukan perlawanan dengan menggunakan ketentuan-ketentuan yang melarang penggunaan klausula baku dalam perjanjian kredit antara dirinya dengan kreditur.

UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagai peraturan perundangan yang khusus mengatur perjanjian atau kontrak dengan klausul baku secara jelas dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa tujuan dari larangan pencantuman klausula baku yaitu bahwa larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dan sederajat dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Hal ini tentu didasarkan pada asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Dengan asas kebebasan berkontrak maka setiap pihak yang mengadakan perjanjian bebas membuat perjanjian sepanjang isi perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata).

b. Penetapan limit harga lelang yang jauh dari kewajaranBerdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, Pejabat

Lelang tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan. Lelang yang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang adalah by order, artinya harus ada permohonan dari pihak pemohon/penjual. Faktanya bahwa dalam pelaksanaan parate eksekusi, terjadi tarik menarik kepentingan di mana kepentingan debitur berbeda dengan kepentingan kreditur, sebab fokus kreditur acapkali hanya fokus pada upaya pelunasan kredit macet, sementara kepentingan debitur terabaikan.

Page 203: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan196

Sebelum adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, penentuan Nilai Limit terdapat dalam Pasal 36 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang menyebutkan bahwa dalam hal bank kreditur akan ikut menjadi peserta pada Lelang Eksekusi berdasarkan Pasal 6 UU Hak Tanggungan, Nilai Limit harus ditetapkan oleh Penjual berdasarkan hasil penilaian dari penilai”. Kondisi ini seringkali dianggap oleh debitur sebagai sebuah bentuk ketidakadilan, sehingga dijadikan sebagai dasar alasan perlawanan. Kepentingan kreditur yang hanya fokus pada pelunasan kredit macet tentu akan memberikan limit harga yang membuat pembeli (peserta lelang) tertarik untuk membelinya, bukan untuk menentukan harga setinggi-tingginya sebagaimana keinginan debitur.

Kemudian dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang diatur di dalam Pasal 45 yang menyatakan bahwa:

“Nilai Limit ditetapkan oleh Penjual harus berdasarkan hasil penilaian dari Penilai dalam hal:a. Lelang Noneksekusi Sukarela atas Barang berupa yanah

dan/atau bangunan dengan Nilai Limit paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

b. Lelang Eksekusi Pasal 6 UUHT, Lelang Eksekusi Fidusia, dan Lelang Eksekusi Harta Pailit dengan Nilai Limit paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); atau

c. bank kreditor akan ikut menjadi peserta pada Lelang Eksekusi Pasal 6 UUHT atau Lelang Eksekusi Fidusia.”

Page 204: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 197

Seringkali parate eksekusi justru melahirkan polemik baru, di mana pelunasan kredit dari debitur kepada kreditur tidak dapat dilakukan secara cepat, mudah, dan efisien. Hal ini tidak lepas dari kenyataan bahwa debitur seringkali melakukan upaya perlawanan, baik pada saat pelaksanaan lelang, maupun setelah ditetapkannya pemenang lelang oleh lembaga lelang. Diantaranya adalah kasus lelang Bank NISP melawan nasabahnya, Koo Ay Tjen. Koo Ay Tjen mengajukan perlawanan terhadap rencana eksekusi oleh Bank NISP271. Perlawanan ini secara nyata mengakibatkan kerugian bagi kreditur sebab akan menguras biaya dan waktu, dan merugikan debitur, sebab nilai pelunasan kredit akan bertambah banyak dikarenakan bertambahnya waktu, dan biaya lain.

Perlawanan dalam bentuk pengajuan gugatan ini diharapkan oleh debitur agar dapat menghentikan proses eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan oleh kreditur, atau setidaknya mengulur waktu pelaksanaan eksekusi tersebut. Kendala lainnya yang dialami dalam hal pelaksanaan parate eksekusi ini adalah sulitnya mencari pembeli lelang atas tanah dan bangunan yang menjadi obyek lelang eksekusi tersebut. Besarnya potensi kekhawatiran masyarakat terhadap kemungkinan akibat hukum yang dihadapi, menjadikan parate eksekusi seolah menjadi satu pilihan yang tidak akan dipilih oleh kreditur untuk melakukan eksekusi hak tanggungan.

271 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4c594a3da06e6/perlawanan-eksekusi-lelang-bank-nisp-kandas., diakses pada hari Selasa 19 April 2016, Pukul 9.30 WIB.

Page 205: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan198

Page 206: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 199

BAB VREKONSTRUKSI PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH YANG BERBASIS NILAI KEADILAN

A. kOnseP indiViduAlisMe dAlAM PARAte eksekusi Sejarah diterimanya lembaga parate eksekusi obyek jaminan sebagai

salah satu sarana pelunasan hutang di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari konteks kelahiran BW di negara Belanda. Demikian pula saat diterapkannya BW di Indonesia pada masa kolonial, maupun juga pada saat setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Cikal bakal diakuinya lembaga parate eksekusi ini di Indonesia diawali dari sejarah lahinya Bank Van Leening yang di kemudian hari dianggap merupakan cikal bakal lahirnya lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai pada masa VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) oleh Belanda di Indonesia272. Mulanya Bank Van Leening merupakan perusahaan campuran antara pemerintah (VOC) dan swasta yang bergerak selain memberikan pinjaman gadai, juga bertindak sebagai wesel bank. Namun pada tahun 1794, Bank Van Leening menjadi monopoli pemerintah dan lakukan sepenuhnya oleh pemerintah273.

Pada masa Gubernur Jendral Raffles dari Inggris yang menguasai Indonesia (kala itu bernama Hindia Belanda), aturan mengenai Licentie Stelsel274 diterapkan, di mana dalam licentie stelsel disebutkan bahwa hak untuk memberikan pinjaman uang dengan gadai sebagai jaminan diserahkan secara bebas kepada swasta, asal sudah mendapat izin untuk itu. Aturan ini tidak berlangsung lama, dengan alasan tidak

272 Lihat Ketut Sethyon, Pegadaian 100 Seabad Bersahabat Menapak ke Masa Depan dengan Kegigihan Masa Lalu, Perum Pegadaian, Kantor Pusat Perum Pegadaian, Jakarta, 2002, hlm. 137. 273 Ibid.274 Lihat Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 120.

Page 207: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan200

menguntungkan pemerintah Inggris dan justru timbul kesewenang-wenangan yang timbul dalam hal menarik bunga diluar kewajaran, maka licentie stelsel ini kemudian diganti dengan Pacht Stelsel 275, dimana anggota masyarakat umum dapat menjalankan usaha gadai dengan syarat sanggup membayar sewa kepada pemerintah.

Kebijakan patch stelsel membuat kemajuan pesat dalam hal ekonomi, di mana selain usaha masyarakat berkembang dengan pesat, maupun dari sisi usaha gadai itu sendiri. Pesatnya perkembangan usaha gadai ternyata memberikan efek negatif, di mana penerima gadai banyak yang menetapkan nilai bunga di atas kewajaran. Selain itu, banyak terjadi kecurangan-kecurangan lain yang dilakukan penerima gadai yakni tidak melelangkan barang-barang jaminan yang sudah kadaluarsa, serta tidak membayar uang kelebihan kepada yang berhak (pemberi gadai)276.

Kehancuran ekonomi Belanda pada saat itu mulai terasa dampaknya sampai ke Indonesia (Hindia Belanda). Kondisi ini tidak lain sebagai akibat dari aneksasi Belanda oleh kekaisaran Prancis pada tahun 1810, sehingga Belanda harus menanggung beban perang untuk kekaisaran Prancis. Meskipun hanya berlangsung kurang lebih 6 (enam) tahun, yakni dari 1810-1816, namun dampak dari aneksasi kekaisaran Perancis beserta akibatnya sangat terasa dalam hal ekonomi. Belanda harus menanggung beban utang yang besar, selain kehancuran infrastruktur akibat perang baik di negara sendiri maupun di negara-negara jajahannya seperti di Hindia Belanda. Pasca Konggres Wina pada tahun 1815, barulah seluruh kekuasaan Inggris di Hindia Belanda (Indonesia) diserahkan kembali kepada Belanda. Hal ini sebagai konsekuensi dari kesepakatan dalam kongres Wina277 yang diantaranya adalah pemulihan wilayah seperti kondisi sebelum tahun 1795.

Aneksasi kekaisaran Prancis terhadap Belanda ini meskipun sebentar, namun menimbulkan pengaruh cukup besar terutama dalam bidang

275 Ketut Sethyon, Loc. cit, hlm. 137.276 Ibid277 Djoko Marihandono, “Sultan Hamengku Buwono II : Pembela Tradisi Dan Kekuasaan Jawa”, Jurnal Makara Sosial Humaniora, Volume 12, No. 1, Juli, 2008, hlm. 34.

Page 208: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 201

hukum. Pengaruh ini terlihat salah satunya pada bentuk dan substansi hukum yang berlaku di Belanda dan daerah-daerah jajahannya. Jaap Hijma278 mengatakan bahwa:

“The former Dutch Civil Code (Burgerlijk Wetboek) became effective in the year 1838. It was largely a translation of the French Civil Code, with a number of adaptations and additions”.

Kuatnya pengaruh Prancis dalam konteks sistem hukum di Belanda dapat dilihat dalam beberapa hal, diantaranya adalah dalam penyusunan BW yang dipakai oleh Belanda dan akhirnya juga diberlakukan di Indonesia. Hal ini jelas terlihat dalam proses penyusunan dan pembentukan hukum perdata di Belanda oleh panitia yang dibentuk tahun 1814 dan diketuai oleh MR. J. M. Kemper. Kala itu, penyusunan hukum perdata Belanda merupakan gabungan dari hukum kebiasaan/hukum kuno Belanda dengan civil code Perancis279. Civil Code Perancis sebagian besar tetap menjadi acuan dasar dan pokok dalam penyusunan hukum perdata tersebut, bahkan beberapa diantaranya adalah terjemahan dari civil code Perancis. Jaap Hijma mengatakan bahwa alasan penyusunan hukum perdata Belanda dengan tetap mengacu pada civil code Prancis adalah sederhana, yakni280:

“…The reason is simple. When we faced the task of developing our own Codes, we simply could not escape from the French example. The French Code embodied the “state of the art” in those days, and was almost impossible to ignore.”Terjemahan bebas: alasannya sangat sederhana yaitu: “Ketika Belanda dihadapkan dengan tugas untuk menyusun undang-undang kami sendiri, kami tidak dapat lepas dari contoh-contoh yang ditinggalkan Perancis”. KUH Perdata Perancis merupakan “state of the art” pada masa itu, yang tidak mungkin tidak kami hiraukan.

Selain itu, kondisi pada saat itu merupakan masa-masa yang mengharuskan semua hal diputuskan secara cepat dan tepat, sebab Belanda baru saja lepas dari cengkeraman Perancis.

278 Lihat Henk Snijders and Jaap Hijma, The Netherlands New Civil Code - Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda yang Baru, National Legal Reform Program, SMK Grafika Desa Putera, Jakarta, 2010, hlm. 1.279 Lihat Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 12.280 Henk Snijders and Jaap Hijma, Op., Cit, hlm. 1-2.

Page 209: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan202

BW bersama kitab undang-undang lain (dagang, acara perdata, acara pidana) sebenarnya telah diselesaikan pada tanggal 5 Juli 1830, dan akan diberlakukan mulai 1 Februari 1831 berdasarkan Keputusan Raja281. Namun dikarenakan terjadi pemberontakan yang mengakibatkan Belanda pisah dengan Belgia, Kodifikasi yang sudah terbentuk, ditinjau dan diubah sesuai dengan keadaan Belanda. Barulah pada tanggal 10 April 1838 berdasarkan Keputusan Raja, kodifikasi hukum perdata Belanda dinyatakan berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1838 dan mempunyai kekuatan mengikat282. Setelah itu, pada tanggal 3 Desember 1847 berdasarkan pengumuman Gubernur Jendral Belanda, BW dinyatakan mulai berlaku pada 1 Mei 1848 di Hindia Belanda berdasarkan asas konkordansi, di mana hukum hanya berlaku di tanah bekas jajahan Hindia Belanda, dan ketentuan hukumnya sama seperti yang diberlakuan di negara Belanda283.

Tidak dapat dipungkiri bahwa BW sebagian besar merupakan penerjemahan dari hukum perdata Prancis pada saat itu, dan hanya dilakukan penambahan- penambahan yang serta adaptasi agar sesuai dengan kondisi negara Belanda. Dengan demikian maka semangat yang terdapat dalam BW sesungguhnya juga berisi tentang semangat revolusi Prancis yakni Liberte (kebebasan), Egalite (persamaan), dan Fraternite (persaudaraan). Kodifikasi Hukum Romawi dan Hukum Jerman yang sebelumnya merupakan hukum yang berlaku di Eropa Kontinental menjadi Code Civil Des Francois pada 21 Maret 1804 yang kemudian pada 1807 diundangkan kembali menjadi Code Napoleon284 itulah yang kemudian menjadi cikal bakal dari Burgerlijk Wetboek.

Sistem hukum Eropa Kontinental tidak dapat dilepaskan dari asumsi dasar bahwa hukum memperoleh kekuatan mengikat karena diwujudkan. Hal ini tidak lepas dari kuatnya pengaruh dari pemikir-pemikir besar seperti John Locke, Thomas Hobbes, JJ. Rousseau.

281 Lihat Paul Scholten dan C.Asser, Penuntun dalam Mempelajari Hukum Perdata Belanda: Bagian Umum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1992, hlm. 242.282 Lihat F.X.Suhardana, Hukum Perdata 1, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996, hlm. 23.283 Salim HS, Loc.,Cit, hlm. 12.284 Lihat Wirjono Projodikoro, Azas-Azas Hukum Perdata, Cetakan ke-9, Sumur Bandung, Bandung, 1983, hlm. 9.

Page 210: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 203

Ketiganya merupakan filsuf besar Eropa pada masa itu, yang sama-sama mengembangkan teori kontrak sosial sebagai salah satu teori dari terbentuknya negara. Meskipun ketiganya memiliki pandangan yang berbeda mengenai bagaimana pengambilan kewenangan, pelaksanaan kewenangan, namun hal terpenting adalah bahwa negara sama-sama dipahami sebagai perlindungan hak-hak individual, sedangkan kekuasaan negara diartikan secara pasif, bertugas memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat. Hal demikian pada akhirnya berimbas pada negara-negara jajahan Belanda termasuk Hindia Belanda, di mana terjadi transplantasi hukum. Sistem hukum Belanda ini juga dipakai dan diberlakukan di seluruh negara jajahannya, sehingga sistem hukum Eropa Kontinental menjadi salah satu ciri sistem hukum di Indonesia hingga saat ini285.

Keterkaitan hukum perdata Indonesia dengan Belanda yang mengadopsi civil code Prancis ini membuat perlu diadakannya modifikasi-modifikasi dalam beberapa hal yang berkaitan dengan penyesuaian menurut keadaan sosiologi masyarakat Belanda. Hal yang tidak luput dari diadakannya modifikasi adalah yang berkaitan dengan aturan-aturan pelaksanaan eksekusi terhadap barang jaminan menurut kondisi masyarakat Belanda pada masa itu.

Pada masa pembentukan BW, hukum jaminan yang diadopsi dari civil code Perancis oleh Belanda pada masa itu hanya mengadopsi ketentuan mengenai hukum jaminan yang berupa Hipotik dan Gadai. Sedangkan aturan hukum mengenai hukum jaminan fidusia maupun hak tanggungan tidak ikut diadopsi, sehingga tidak mengherankan bahwa fidusia maupun hak tanggungan sebagai lembaga jaminan tidak terdapat dalam BW. Kemudian pada tahun 1848, pemerintah Belanda menerapkan BW di daerah jajahan termasuk Hindia Belanda pada waktu itu melalui asas konkordansi. Artinya, bahwa hukum yang berlaku bagi orang-orang Belanda di Hindia Belanda

285 Perbedaan ini terlihat jelas antara negara-negara bekas jajahan Inggris dan Belanda, semisal Malaysia dengan Indonesia. Indonesia memakai sistem hukum Eropa Kontinental dengan bercirikan kodifikasi dan legisme, sementara Malaysia memakai sistem hukum Anglo Saxon sebagaimana Inggris yang menggunakan yurisprudensi sebagai salah satu sumber utama hukum.

Page 211: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan204

(Indonesia) harus disesuaikan atau disamakan dengan hukum yang berlaku di Negeri Belanda286. Dengan diterapkannya BW maka secara langsung berdampak pada penataan lembaga jaminan yang pada masa itu belum sepenuhnya teratur, di mana dalam praktiknya tidak ada aturan-aturan baku yang mengikat terutama berkaitan dengan hak-hak maupun kewajiban dari pemberi jaminan (debitur) maupun penerima jaminan (kreditur).

Besarnya pengaruh dan hegemoni dari masa kolonial dalam bidang hukum termasuk didalamnya BW maupun produk-produk hukum lainnya belum dapat dihilangkan pada saat Indonesia merdeka. Sesaat setelah diproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, sesungguhnya terdapat usaha-usaha pembaharuan terhadap hukum, baik dengan alasan politik dan sosiologis. Namun demikian, praktis pada awal kemerdekaan dalam kondisi yang belum stabil, negara masih belum dapat membuat peraturan untuk mengatur segala aspek kehidupan bernegara. Praktis, untuk mencegah kekosongan hukum, produk hukum warisan kolonial masih diberlakukan dengan dasar Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, termasuk diantaranya adalah BW di bidang hukum perdata 287.

Pada konteks lembaga parate eksekusi di Indonesia, berlakunya BW berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 sebelum amandemen secara otomatis menjelaskan tentang adanya pengakuan lembaga dimaksud di mata hukum sebagai salah satu sarana pelunasan utang dalam hukum jaminan. Dengan demikian maka pada masa setelah kemerdekaan, kedudukan lembaga parate eksekusi ini disandarkan pada ketentuan mengenai hipotik dalam hal obyek jaminan berupa

286 Asas konkordansi dapat kita lihat pada Pasal 131 Indicshe Staatsregeling (IS) jo Pasal 163 IS. Berdasarkan Pasal 131 IS, berdasarkan Staatsblad 1847 Nomor 23, KUH Perdata melalui pengumuman Gubernur General Hindia Belanda pada 3 Desember 1847, terkait dengan politik hukum Pemerintah Hindia Belanda dinyatakan bahwa sejak 1 Mei 1848 KUH Perdata dan KUHD atau (Wetboek van Koophandels) diberlakukan di Hindia Belanda meskipun hanya berlaku bagi golongan-golongan penduduk tertentu saja yaitu bagi Golongan Eropa dan Timur Asing. Lihat Wahyono Darmabrata, Hukum Perdata Pembahasan Mengenai Asas-Asas Hukum Perdata, CV. Gitama Jaya, Jakarta, 2005, hlm. 54.287 Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 sebelum Amandemen menyatakan bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Bandingkan dengan ketentuan pada Aturan Peralihan Pasal I dan Pasal II UUD 1945.

Page 212: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 205

barang tidak bergerak288 dan gadai dalam hal obyek jaminan berupa barang bergerak289.

Pengakuan dan eksistensi lembaga parate eksekusi sebagai salah satu sarana pelunasan hutang ini tetap diakui hingga saat ini. Hal ini dapat kita lihat dalam beberapa lembaga jaminan yang diatur secara lex specialis yakni UUPA yang menyatakan bahwa tentang pencabutan Buku II KUH Perdata sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik, UU Hak Tanggungan290 dan UU Jaminan Fidusia291.

Perkembangan hukum jaminan saat ini yang telah semakin luas cakupannya dengan tetap mengakomodir lembaga parate eksekusi sebagai salah satu upaya pelunasan utang di dalamnya, tentu tidak ansich didasari semata hanya untuk mengisi kekosongan hukum. Sebab, sebenarnya undang-undang telah menyediakan beberapa cara dan mekanisme lain dalam hal pelunasan utang dalam hukum jaminan yang dapat ditempuh, baik oleh kreditur maupun debitur, selain melalui lembaga parate eksekusi. Lain dari itu, tentu menjadi sangat tidak relevan bilamana pijakan dasar yang dikemukakan adalah menyangkut aspek historical bahwa lahirnya lembaga parate eksekusi adalah warisan dari produk hukum kolonial yang tentu berbeda dalam hal filosofis dan aspek sosiologi bangsa Indonesia. Meskipun secara historis, di Eropa Kontinental dalam hal ini termasuk Prancis dan Belanda dimana lembaga parate eksekusi telah lebih dahulu ada bila dibandingkan dengan Indonesia.

288 Ketentuan pada Pasal 1162 KUH Perdata menyebutkan bahwa hipotik adalah suatu hak kebendaan atas barang tak bergerak yang dijadikan jaminan dalam pelunasan suatu perikatan.289 Ketentuan pada Pasal 1150 KUH Perdata menyebutkan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai dan yang harus didahulukan.290 Pasal 6 UU Hak Tanggungan menyatakan bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.291 Dalam pasal 15 ayat (3) dari UU Jaminan Fidusia dinyatakan bahwa apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri.

Page 213: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan206

B. PeRGeseRAn dARi indiViduAlisMe MenuJu SOCIAL JUSTICEMelacak segi filosofis atas nilai keadilan yang menjadi salah satu

legal reasoning pelembagaan parate eksekusi dalam Pasal 6 UU Hak Tanggungan tentu tidak dapat secara parsial melalui aspek historical sebagai konsekuensi bahwa lembaga tersebut berasal dari konsep keadilan yang berkembang di Eropa, namun harus juga kita lihat dari persepsi keadilan yang terkandung dalam Pancasila sebagai Grundnorm bangsa Indonesia. Kedudukan Pancasila sebagai Grundnorm inilah yang mendasari berbagai norma positif di Indonesia dalam berbagai bentuk dan karakter produk hukum.

Sebagaimana diawal pembahasan, adanya lembaga parate eksekusi tidak dapat dipungkiri berasal dari negara-negara eropa seperti Perancis dan Belanda, sehingga nilai-nilai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum yang terkandung didalamnya sarat dengan muatan konsep keadilan yang berkembang di Eropa pada masa itu. Oleh karenanya, pengakuan mengenai lembaga parate eksekusi baik di dalam BW, dan beberapa undang-undang khusus yang mengatur mengenai hukum jaminan seperti UU Hak Tanggungan seringkali dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai keadilan bangsa Indonesia. Artinya, sekalipun lembaga parate eksekusi itu ada dalam ketentuan UU Hak Tanggungan, namun seringkali aturan tersebut dikebiri, tidak diilakukan, bahkan dilanggar, sehingga peranan lembaga parate eksekusi sebagai salah satu cara pelunasan utang tidak dapat mencerminkan nilai keadilan substantif. Akibatnya, upaya-upaya pelunasan utang dengan menggunakan lembaga parate eksekusi menjadi hal yang sulit, mahal, dan memiliki resiko yang besar, tidak sebagaimana doktrin.

Pada dasarnya, Hak Tanggungan adalah merupakan suatu hak jaminan khusus yang dipergunakan untuk menjamin pelunasan utang debitor kepada kreditor, atau dengan kata lain hak tanggungan ini memuat akibat hukum dari suatu peristiwa hukum utang-piutang. Hak tanggungan ini dikonstruksikan sebagai perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir), di mana keberadaan hak tanggungan ini digantungkan pada perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit. Tanpa ada suatu piutang tertentu yang

Page 214: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 207

secara tegas dijamin pelunasannya, maka menurut hukum tidak akan ada hak tanggungan292. Hal ini terlihat jelas pada Pasal 1 angka 1 UU Hak Tanggungan yang menyatakan bahwa:

“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor kreditor lain”.

Lahirnya lembaga parate eksekusi harus dipandang sebagai upaya alternatif yang diberikan oleh undang-undang maupun pemerintah dalam hal ini, sebagai jawaban atas adanya kemungkinan-kemungkinan atau risiko-risiko gagal bayar yang dialami oleh debitur. Pasal 6 jo Pasal 20 ayat (1) huruf a UU Hak Tanggungan merupakan salah suatu upaya kreditur untuk mendapatkan pelunasan utang dari debitur, dikarenakan debitur cidera janji. Artinya, bilamana perjanjian hutang piutang maupun perjanjian kredit yang diikat dengan hak tanggungan, kreditur tidak dibebani lagi untuk menjalankan upaya hukum biasa sebagaimana seperti hukum acara biasa, yakni mengajukan gugatan pada Pengadilan, maupun eksekusi fiat Ketua Pengadilan Negeri untuk melakukan eksekusi obyek jaminan.

Persepsi hak tanggungan dengan demikian harus diletakkan pada konteks akibat hukum yang akan ditanggung oleh subyek hukum yang dalam hal ini debitur yang tidak melaksanakan prestasi yakni membayar utang kepada kreditur. Dengan demikian maka prespektif keadilan yang dimaksudkan adalah bagaimana menyejajarkan hak dan kewajiban antara kreditur dengan debitur sebagai para pihak yang terikat dalam perjanjian kredit (perjanjian pokok).

Pelembagaan parate eksekusi yang terdapat pada Pasal 6 UU Hak Tanggungan merupakan konstruksi hukum yang tidak lahir dari kecerobohan, maupun asal-asalan yang dilakukan oleh legislator selaku pemegang otoritas legislasi, namun tentunya dilakukan dengan

292 Lihat Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2000, hlm. 423.

Page 215: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan208

mengedepankan prinsip keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum yang berdasar pada UUD 1945 dan Pancasila. Oleh karena itu meskipun secara historis lahirnya parate eksekusi berasal dari rahim keadilan Eropa, namun secara khusus hal tersebut selaras dan sejalan dengan kepribadian dan akar masyarakat bangsa Indonesia.

Menakar kandungan nilai keadilan dalam pelembagaan parate eksekusi pada Pasal 6 UU Hak Tanggungan tentu tidak terlepas dari aspek-aspek lahirnya sebuah peristiwa hukum antara subyek hukum dengan subyek hukum yang lain, atau antara kreditur dengan debitur. Kelahiran lembaga parate eksekusi jelas merupakan bagian dari suatu akibat hukum yang lahir atas dasar hubungan kausalitas antar kedua subyek hukum dimaksud. Dari hubungan antar keduanya memerlukan rule of the game yang akan mengatur mengenai hak dan kewajiban keduanya, sehingga hubungan tersebut akan menghasilkan keuntungan yang dapat dinikmati kedua belah pihak. Pada konteks tersebut, membahas persoalan nilai keadilan dalam perspektif lembaga parate eksekusi tidak dapat terpisah dengan konteks terjadinya hubungan hukum yang terjadi antara debitur dan kreditur.

Keadilan Pancasila dalam konteks pelaksanaan parate eksekusi harus dilihat dari beberapa norma-norma positif yang ada dibawahnya. Sebab kedudukan Pancasila sebagai Grundnorm atau norma dasar yang berisi ide-ide dasar, atau suatu muatan nilai yang hendak diwujudkan dalam bentuk norma positif dibawahnya. Oleh karenanya Pancasila dalam pengertian tersebut harus dioperasionalkan oleh norma-norma yang berada pada level yang lebih rendah, agar dapat bersifat konkrit. Sebab grundnorm adalah norma yang valid karena tidak dibuat dengan cara tindakan hukum, tetapi valid karena dipresuposisikan valid293.

Selaras dengan konteks tersebut, Pancasila sebagai Grundnorm294 telah memberikan abstraksi keadilan yang hendak diwujudkan dalam

293 Lihat Hans Kelsen and Anders Wedberg (translated), General Theory Law and State, 20th Century Legal Philoshophy Series, Volume I, Harvard University Pers, Massachusetts, 1949, p. 113.294 Grundnorm dipahami sebagai proses postulasi yang mengasasi dan menjadi dasar bagi validitas di mana ia berposisi pada sisi substantif yang memvalidasi seluruh bentuk pengembanan hukum. Lihat Dani Pinasang, “Falsafah Pancasila Sebagai Norma Dasar (Grundnorm) Dalam Rangka Pengembanan Sistem Hukum Nasional”, Jurnal Hukum Unsrat, Vol.XX/No.3/April-Juni/2012, hlm. 6.

Page 216: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 209

bentuk norma-norma positif baik melalui konstitusi maupun undang-undang dibawahnya. Rancang bangun norma-norma positif hendaknya harus selalu berdasar pada Pancasila, yang didalamnya terdapat 5 (lima) sila dasar yang memvalidasi setiap aspek keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum dari setiap produk hukum yang ada. Setiap norma positif yang ada, harus memperhatikan bobot materi dalam Pancasila antara lain: Pertama, muatan Pancasila merupakan bobot filosofis masyarakat Indonesia yang dipostulasikan oleh Founding Fathers; Kedua, identitas tatanan hukum nasional; Ketiga, Pancasila tidak menentukan perintah dan larangan serta sanksi melainkan hanya menentukan asas-asas fundamental bagi pembentukan hukum (meta-juris)295. Sebab, pada hakikatnya 5 (lima) nilai dasar yang fundamental dalam Pancasila tersebut yakni nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Nilai Persatuan Indonesia, Nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Nilai Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia harus dijadikan rujukan296.

Bahwa secara mendalam, Pancasila sebagai Philosofische grondslag atau Weltanschauung297 telah menjadikan kelima sila yang ada didalamnya harus senantiasa hidup dan terus berkembang mengkuti perkembangan zaman. Pancasila melalui Sila Pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Sila Kedua yakni Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, serta sila kelima yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia telah memberikan asas dasar bagi konsep keadilan yang hendak dan ingin diwujudkan. Perwujudan konsep keadilan inilah yang kemudian berwujud pada konstruksi norma-norma positif, baik dalam konstitusi, undang-undang, maupun peraturan-peraturan lain dibawahnya, yang harus dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian maka perspektif

295 Ibid, hlm. 8.296 Ibid.297 Sukarno menyebutkan Pancasila sebagai Philosofische grondslag atau Weltanschauung yang menjadi dasar fundamen berdirinya Negara Kebangsaan Indonesia. Hal tersebut disampaikan Sukarno pada Pidato Pertama Pancasila di depan Dokuritu Zyunbi Tyoosakai tanggal 1 Juni 1945. Lihat Sukarno, Lahirnja Pantja-Sila: Pidato Pertama tentang Pantja Sila Jang Diutjapkan Pada Tanggal 1 Djuni 1945, Tjetakan ke-2, Pradnjaparamita, Djakarta, 1965, hlm. 2-9.

Page 217: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan210

keadilan, kemanfaatan dan kepastian dalam parate eksekusi juga tidak dapat dilepaskan dari konteks Pancasila sebagai falsafah bangsa.

Secara luas, pelembagaan parate eksekusi sebagai salah satu cara pelunasan hutang dalam UU Hak Tanggungan dapat dipandang sebagai penerjemahan konsep keadilan yang ada pada Pancasila dalam memotret suatu situasi ekonomi baik secara makro maupun mikro berdasarkan pada konteks situasi dan kondisi. Namun demikian, secara khusus pelembagaan parate eksekusi ini juga dapat dipandang sebagai perwujudan adanya balance of justice antara para pihak yang terkait dalam pelaksanaan parate eksekusi, atau secara spesifik antara kreditur dengan debitur.

Secara prinsip, hubungan antara kreditur dan debitur adalah hubungan private dimana konsensus keduanya dalam bentuk perjanjian298 hutang/kredit menjadi undang-undang bagi para pihak dimaksud. Hubungan ini biasanya merupakan hubungan timbal balik di mana kreditur akan memberikan piutang berupa modal yang diminta oleh debitur, sementara debitur dibebani kewajiban pembayaran baik berupa hutang pokok maupun bunga kepada kreditur. Dengan demikian, adanya perjanjian tersebut berfungsi untuk menjamin terlaksana dan terpenuhinya janji-janji yang dibuat oleh para pihak, dan agar dapat dipastikan kehendak para pihak dapat terwujud. Dengan demikian maka tujuan dasar kontrak ada 3 (tiga) yaitu299:1. Untuk menegakkan suatu janji dan melindungi harapan yang

eksplisit maupun implisit, baik yang timbul dari perjanjian maupun bentuk-bentuk perilaku lainnya;

2. Mencegah upaya memperkaya diri yang dilakukan secara tidak adil atau tidak sah; dan

3. Mencegah terjadinya bentuk-bentuk dan sifat-sifat kerugian tertentu, terutama kerugian ekonomi dan memberikan kompensasi kepada pihak lain yang menderita kerugian.

298 Agus Yudha Hernoko, dalam bukunya Hukum Perjanjian menyatakan bahwa istilah perjanjian mempunyai pengertian yang sama dengan istilah kontrak. Ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata menjelaskan perjanjian sebagai ”suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Lihat Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian..., Op.,Cit, hlm. 15.299 P.S Atiyah, An Introduction to the Law of Contract, Oxford University Press Inc, New York, 1995, p. 35.

Page 218: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 211

Konteks perjanjian yang demikian disebut perjanjian obligator, kedudukan kreditur bersifat sebagai kreditur konkruen300 sebagaimana pada Pasal 1131 KUH Perdata, di mana dalam perjanjian tersebut hanya mengandung adanya kewajiban debitor kepada kreditor berupa hak pribadi/hak perorangan (persoonlijke overeenskomst) atau hak tagih semata. Kondisi ini tentu tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman, di mana ketentuan pada Pasal 1131 KUH Perdata sangat tidak relevan bilamana pemberian kredit atau utang yang diberikan oleh kreditur kepada debitur dalam jumlah yang besar. Kondisi inilah yang kemudian dijawab dengan adanya perjanjian tambahan berupa pembebanan jaminan diantaranya adalah lembaga Hak Tanggungan dengan pelembagaan parate eksekusi sebagai salah satu cara pelunasan utang. Dengan demikian maka, lahirnya lembaga parate eksekusi harus dimaknai sebagai salah satu upaya untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum, sehingga aspek kemanfaatan dan keamanan dapat dijaga.

Keadilan yang hendak dituju oleh lembaga parate eksekusi adalah adanya keseimbangan kepentingan dalam hal keuntungan yang dimanifestasikan melalui norma-norma positif yang saling menjaga agar para pihak dapat secara konsekuen melakukan kewajiban-kewajiban setelah mendapatkan hak-haknya. Dalam hal ini, pada Sila ke-2 Pancasila telah menegaskan bahwa pokok pikiran dari Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah Pertama, menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan. Maksudnya, kemanusiaan itu universal; Kedua, menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa, menghargai hak setiap warga dan menolak rasialisme; dan Ketiga adalah mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah301. Dari sini maka pengejawantahan pokok pikiran dari Sila ke-2 Pancasila tersebut salah satunya adalah dalam bentuk

300 Landasan kreditur konkruen adalah pada Pasal 1131 KUH Perdata, di mana seluruh harta debitor akan dijadikan jaminan atas utang-utang debitor. Dengan demikian maka akibat hukum yang akan timbul bilamana terjadi eksekusi atau pelelangan atas harta debitur sebagai pelunasan hutang harus dibagi secara proporsional dengan kreditor-kreditor lain sesuai Pasal 1132 KUH Perdata.301 Lihat Rukiyati, dkk, Pendidikan Pancasila, UNY Press, Yogyakarta, 2008, hlm. 67-68.

Page 219: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan212

mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Ini menghendaki bahwa setiap manusia mempunyai martabat, sehingga tidak boleh melecehkan manusia yang lain, atau menghalangi manusia lain untuk hidup secara layak, serta menghormati kepunyaan atau milik (harta, sifat dan karakter) orang lain302. Penghormatan dan penghargaan negara pada individu maupun hubungan antara individu dengan individu yang terdapat pada Sila ke-2 Pancasila ini akan memosisikan semua individu secara sama di hadapan hukum. Kedudukan yang sama di hadapan hukum ini artinya negara akan selalu menjamin dan memosisikan semua individu setara dan sama untuk mendapatkan akses keadilan, dan disisi lain negara juga akan melindungi kepentingan setiap individu agar tidak diserobot atau diambil alih haknya oleh individu yang lain.

Kedudukan kreditur sebagai pemilik modal tentu akan dihormati hak-haknya dan akan dilindungi oleh negara. Demikian halnya dengan debitur sebagai pemilik obyek jaminan juga harus mendapatkan perlindungan dan hak yang sama terhadap harta miliknya. Sebagaimana terdapat dalam Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi yang didalamnya meliputi harta kekayaan berupa uang dan harta benda lain di mana hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

Selaras dengan hal tersebut, melalui pelembagaan parate eksekusi hak tanggungan, negara sebenarnya sedang berusaha untuk memosisikan kedudukan antara kreditur dengan debitur menjadi seimbang, sehingga keadilan dalam hal pembagian keuntungan dan kemanfaatan dapat dinikmati secara proporsional oleh kedua belah pihak, tanpa merugikan salah satu pihak. Kepentingan negara dalam memberikan perlindungan kepada kreditur melalui pelembagaan parate eksekusi tentu tidak dapat dilepaskan dari kenyataan bahwa posisi kreditur seringkali lemah bilamana debitur tidak dapat melakukan pembayaran hutang atau melakukan cidera janji

302 Lihat Sri Janti, dkk, Etika Berwarga Negara, Salemba Empat, Jakarta, 2008, hlm. 26-28.

Page 220: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 213

sebagaimana seperti yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit. Lemahnya kedudukan kreditur tersebut utamanya terjadi manakala kredit yang telah ia berikan tersebut macet atau mengalami gagal bayar. Sementara upaya untuk melakukan penagihan dan pelunasan sebagaimana hukum acara biasa adalah melalui proses gugat-menggugat di Pengadilan yang memakan waktu yang lama. Hal ini dirasa tidak sebanding dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan, di mana kreditur selain terancam kehilangan modal/kredit dimaksud, juga kemudian harus membuang banyak waktu mengambil kembali modal/kredit dimaksud.

Konsep keadilan dalam sila ke-2 Pancasila ini sekalipun melindungi kepentingan individual, bukanlah berarti sama dengan konsep liberalisme yang memiliki kecenderungan individualisme. Sejak terjadi renaissance di Eropa pada abad ke-14, porosnya pangkal individualisme terletak pada peran manusia sebagai individu dalam kehidupan, di mana ia memandang individu sebagai mahluk yang lahir dengan kebebasan penuh dan sama satu dengan yang lain secara alamiah, (men are created free and equal). Asumsi ini mengakibatkan, keadilan akan dapat dicapai bilamana individu diberikan kebebasan dan hak-haknya secara penuh dan utuh untuk mencapai segala hal yang diinginkannya. Kebebasan dan hak-hak individual inilah yang kemudian secara rigid diletakkan dan diformulasikan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang sangat prosedural dan normatif.

Pada konstruksi hukum parate eksekusi, perbedaan konsep keadilan individualisme dengan keadilan yang hendak diwujudkan pada Sila ke-2 Pancasila terletak pada adanya upaya mengesampingkan prosedur-prosedur kaku sebagaimana dalam hukum acara, di mana pemenuhan kewajiban pelunasan utang debitur kepada kreditur dapat di lakukan secara mudah, dan efisien tanpa mengorbankan aspek keadilan. Bagi debitur, eksekusi melalui lembaga parate eksekusi juga akan sangat menguntungkan baik dari sisi biaya, maupun waktu. Setidaknya, melalui parate eksekusi, kreditur dapat mendapatkan manfaat dalam hal:

Page 221: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan214

1. Kejelasan mengenai pengembalian sejumlah uang dalam bentuk utang kredit yang telah dikeluarkan kepada debitur;

2. Meminimalisir potensi kerugian baik dari sisi biaya maupun waktu yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari dilakukannya pengajuan gugatan pada pengadilan sebagaimana hukum acara biasa;

3. Tidak perlu meminimalisir terjadinya kerugian diluar utang kredit yang mungkin akan timbul; dan

4. Lembaga keuangan seperti Bank tidak harus mencadangkan sejumlah dana tertentu selama kredit macet tersebut belum terselesaikan, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 44 ayat (1), Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Bank wajib membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) terhadap Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif.Di lain sisi, debitur juga dapat merasakan manfaat dari pelunasan

utang dengan menggunakan lembaga parate eksekusi. Bagi debitur, keuntungan yang didapatkan adalah:1. Mengurangi potensi kerugian yang mungkin akan diderita oleh

debitur akibat dari lamanya proses penyelesaian perkara melalui gugatan biasa, baik itu dari sisi biaya maupun waktu;

2. Mengurangi beban bunga dan denda selain hutang pokok yang akan timbul karena lamanya proses penyelesaian perkara melalui gugatan biasa, yang pasti akan dibebankan pada jumlah pelunasan yang harus dibayarkan oleh debitur kepada kreditur; dan

3. Mendapatkan keuntungan yang berasal dari sisa hasil penjualan obyek gugatan melalui pelelangan umum, sebab bilamana dilakukan eksekusi melalui lembaga parate eksekusi terjadi efisiensi waktu dan biaya karena tidak akan dibebani bunga dan denda terhitung.Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sesungguhnya

mengharapkan dan menginginkan adanya kesetaraan kedudukan manusia di mata negara dan hukum. Aspek kemanfaatan dari hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan masyarakat berusaha dijaga melalui pelembagaan parate eksekusi ini, agar terjadi

Page 222: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 215

hubungan yang saling menguntungkan satu sama lain di antara kreditur dan debitur. Hal ini guna menjaga agar hubungan antara manusia dengan manusia lainnya tidak saling memangsa sebagaimana menurut Thomas Hobes dalam bukunya Leviathan303.

Pada konteks ini, selain memberikan keseimbangan keadilan (balance of justice) kepada para pihak yakni kreditur dan debitur, pelembagaan parate eksekusi juga berusaha mewujudkan apa yang dimaksud dengan social justice sebagaimana bunyi dari Sila ke-5 Pancasila yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sebagaimana diketahui, kredit/modal bagi masyarakat, terutama kalangan usahawan merupakan hal yang vital dalam rangka peningkatan kesejahteraan hidup bagi mereka. Dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, maka ekonomi suatu bangsa akan terdorong naik, dikarenakan adanya pasar yang dinamis yang ditopang oleh keberadaan antara supply dan demand yang seimbang, serta daya beli yang cukup.

Pancasila telah menggambarkan jelas di dalam kelima Sila, bahwa perbedaan adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan. Oleh karena itu kemajemukan dalam suatu koloni masyarakat yang terdiri dari individu-individu jelas tidak mungkin sama atau disamakan. Jelas, bahwa kehidupan menurut Pancasila adalah dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika, atau perbedaan namun dalam satu kesatuan, atau kesatuan di dalam perbedaan. Manusia atau individu tidak hidup sendiri, melainkan selalu dalam hubungan dengan manusia atau individu lain dalam satu ikatan bersama yakni ikatan keluarga dan ikatan sosial. Sosial justice inilah yang kemudian hendak diwujudkan, sebab hubungan antar individu dengan individu lain akan berpengaruh besar pada kontek sosial masyarakat. Bila paham individualisme dan/atau liberalisme meletakkan konflik sebagai sifat natural manusia, maka Pancasila meletakkan harmoni sebagai pangkal dari lahirnya norma positif yang mengatur keadilan.

303 Thomas Hobbes menyatakan dalam bukunya Leviathan bahwa dalam kondisi state nature manusia, hereby it is manifest, that during the time men live without a common power to keep them all in awe, they are in that condition which is called war, and such a war, as is of every man, against every man. Lihat Thomas Hobbes, Leviathan Or The Matter, Form And Power of A Commonwealth, Ecclesiastical And Civil, Fourth Edition, George Routledge And Sons, Limited, London, 1894, p. 64.

Page 223: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan216

Keseimbangan dalam social justice sebagaimana terdapat dalam Sila ke-5 Pancasila ini dianggap wujud dari tujuan dibentuknya negara kesejahteraan (welfarestate) yang berlandaskan hukum (social rechtstaat). Bila sila ke-2 Pancasila merupakan penghormatan kepada individu, namun melalui Sila ke-5 ini, Pancasila berusaha memberi perimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan sosial masyarakat. Bahwa social justice ini menghendaki kepentingan sosial masyarakat merupakan suatu keniscayaan untuk diwujudkan sebagaimana juga hak hak individual. Artinya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Sila ke-5 menegaskan bahwa setiap orang Indonesia berhak mendapat perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Sila Keadilan Sosial ini merupakan tujuan dari empat sila yang mendahuluinya dan merupakan tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara, yang perwujudannya ialah tata masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila304.

Beranjak dari social justice dalam Pancasila utamanya pada perwujudan balance justice, maka secara filosofis pelembagaan parate eksekusi harus dimaknai sebagai upaya menyejajarkan kepentingan individual dengan kepentingan masyarakat. Kepentingan individual tentu terkait dengan manfaat yang diperoleh oleh kreditur dengan debitur dalam hal pemberian modal atau kredit ansich, sedangkan kepentingan sosial masyarakat adalah menyangkut peningkatan kesejahteraan ekonomi makro suatu bangsa melalui terbukanya peluang usaha-usaha kecil dan menengah yang dapat dibiayai dari penyaluran kredit dimaksud.

Lain dari itu, balance of justice dalam relevansinya dengan social justice sebagaimana dimaksud oleh Pancasila pada Sila ke-5 pada pelembagaan parate eksekusi adalah adanya keinginan pemerintah untuk memberikan jaminan terhadap pemberi kredit, utamanya dalam hal ini adalah lembaga keuangan. Jaminan ini tentu terkait dengan upaya

304 Darji Darmodiharjo dalam Christian Siregar, “Pancasila, Keadilan Sosial, dan Persatuan Indonesia”, Jurnal Humaniora, Volume 5, Issue 1 April 2014, hlm. 109.

Page 224: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 217

atau mekanisme perlindungan hukum yang disediakan oleh undang-undang, bilamana terjadi kemungkinan kredit yang telah diberikan mengalami gagal bayar (kredit macet).

Kepercayaan pemilik modal baik perorangan maupun lembaga-lembaga keuangan dalam hal pemberian kredit sangat dipengaruhi oleh faktor trust. Baik kepercayaan bahwa modal/kredit yang diberikan akan digunakan sebagaimana peruntukannya, dan kepercayaan mengenai adanya kemampuan bayar dari penerima kredit (debitur). Kepercayaan inilah yang kemudian dikonversi dengan adanya obyek jaminan berupa benda tidak bergerak (hak tanggungan) atau benda bergerak (jaminan fidusia) yang sebanding dengan nilai pinjaman. Berbeda dengan konteks gadai, di mana obyek jaminan berada di tangan kreditur, dalam hak tanggungan, obyek jaminan secara fisik tetap berada dalam penguasaan debitur, sehingga bilamana debitur cidera janji maka diperlukan eksekusi terhadap obyek jaminan tersebut. Kreditur selaku pemberi modal/kredit tentu memiliki kepentingan untuk memutarkan harta dan asetnya agar memberikan keuntungan baginya, dan bila demikian maka dalam kondisi debitur cidera janji dan mengalami gagal bayar, satu-satunya jalan adalah menjual obyek jaminan agar sirkulasi perputaran modal kembali stabil.

Kelemahan dari eksekusi obyek jaminan inilah yang pada masa lalu menimbulkan gejolak sosial yang sangat buruk bagi perekonomian. Penyedia modal/kredit baik terutama lembaga-lembaga keuangan yang memiliki modal besar sangat mungkin merasa enggan dan ketakutan mengucurkan kredit karena tidak efisiennya pranata hukum yang tersedia. Hal ini terjadi karena ketakutan kreditur untuk melakukan penagihan apabila debitur cidera janji atau terjadi gagal bayar. Efeknya sangat terasa bagi masyarakat, karena akibatnya lembaga keuangan enggan mengucurkan kredit, sehingga masyarakat sangat sulit untuk mendapatkan akses kredit untuk mengembangkan usaha-usaha mereka. Di sisi lain, masyarakat akhirnya mengambil jalan pintas dengan melakukan pinjaman kepada lintah darat dengan bunga yang besar dan tidak dapat dikontrol.

Page 225: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan218

Padahal, keuntungan dan manfaat yang dapat diraih bagi kreditur adalah berupa bagi hasil keuntungan/bunga yang berasal dari pembayaran pengembalian modal/kredit dimaksud. Karenanya, apabila terjadi gagal bayar (kredit macet) maka upaya untuk melakukan penagihan dan pelunasan yang tersedia hanyalah melalui proses gugat-menggugat di Pengadilan. Bila sudah demikian, maka akan memakan waktu yang lama, di mana hal ini mengancam kreditur dari sisi kehilangan modal kredit yang ia keluarkan, biaya dan waktu untuk memperoleh hak-haknya.

Senada dengan hal tersebut, dalam hal pelaksanaan parate eksekusi J. Satrio mengatakan bahwa yang namanya menagih hutang melalui suatu gugatan di Pengadilan, dari mulai gugatan dimasukkan sampai pada pelaksanaan eksukusi, baik di zaman dulu maupun sekarang, memakan waktu yang lama, dan sehubungan dengan itu memakan biaya yang relatif besar. Akibatnya, bank-bank sebagai lembaga pemberi kredit yang resmi, yang dalam praktek paling banyak menggunakan lembaga gadai akan enggan untuk memberikan kredit kepada nasabah kecil-kecil, karena kalau terjadi, bahwa nantinya terjadi kredit macet, maka waktu yang tersita untuk mengurus penagihan akan sangat lama, dan biayanya bisa tidak imbang dengan tagihan yang hendak dikejar melalui gugatan itu. Kalau demikian, maka nasabah-nasabah kecil terpaksa akan mencari pinjaman uangnya kepada para lintah darat, yang pada umumnya tidak menuntut banyak syarat, kecuali bunga yang tinggi. Pembuat undang-undang pada waktu itu dihadapkan pada pilihan, ia biarkan orang kecil, yang membutuhkan pinjaman dicekik oleh lintah darat, atau ia berikan kepada Bank suatu sarana yang mudah dalam mengambil pelunasan, yang dengan perkataan lain menyetujui pemberian hak parate eksekusi. Pembuat undang-undang ternyata, demi untuk melindungi rakyat kecil, memilih yang kedua.

Artinya bahwa selain sebagai upaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap kreditur dan debitur, parate eksekusi secara substansial dilahirkan untuk memberikan manfaat terhadap kehidupan ekonomi makro. Hal ini jelas menunjukan adanya protection system by law dalam

Page 226: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 219

upaya menjaga keadilan bagi masyarakat secara luas sebagaimana yang tersebut dalam Sila ke-5 Pancasila, dibandingkan dengan mengejar kepentingan individualisme.

Parate eksekusi sebagaimana dalam Pasal 6 UU Hak Tanggungan juga mensyaratkan adanya ketentuan untuk melakukan penjualan di muka umum atau dalam hal ini penjualan melalui Balai Lelang baik Balai Lelang Swasta maupun Balai Lelang Negara (KPKNL). Secara jelas hal tersebut terdapat pada Pasal 6 Hak Tanggungan yang menyebutkan bahwa:

”Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”.

Frase “melalui pelelangan umum” merupakan kelanjutan dari frase “Pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri” yang bersifat perintah. Artinya bilamana penjualan obyek hak tanggungan dalam parate eksekusi tidak dilakukan melalui pelelangan umum dapat mengakibatkan batal demi hukum.

Pengertian pelelangan umum memang tidak disebutkan jelas dalam UU Hak Tanggungan itu sendiri, namun pengertian tersebut dulu dapat dilacak pada Peraturan Lelang Peraturan Penjualan di Muka Umum di Indonesia (Ordonansi 28 Pebruari 1908, S. 1908-189, yang berlaku sejak 1 April 1908, di mana disebutkan dalam Pasal 1 bahwa:

“Yang dimaksud dengan “peniualan umum” (openbare verkopingen) adalah pelelangan atau peniualan barang- barang yang dilakukan kepada umum dengan penawaran harga yang meningkat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau peniualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup”.

Sedangkan pengertian Lelang pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa

Page 227: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan220

Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang. Hal tersebut diatur di dalam Pasal 1 angka 1, di mana, di dalam peraturan tersebut yang ditetapkan pada 19 Februari 2016 dan diundangkan pada 22 Februari 2016 terdiri dari 100 Pasal dan menggantikan, mencabut dan menyatakan tidak berlaku Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013.

Di luar pengertian mengenai pelelangan umum, pada Pasal 1155 KUH Perdata telah dijelaskan mengenai syarat pelelangan umum dalam hal Gadai, di mana disebutkan:

“Bila oleh pihak-pihak yang berjanji tidak disepakati lain, maka jika debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya, setelah lampaunya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan perjanjian dalam hal tidak ada ketentuan tentang jangka waktu yang pasti, kreditur berhak untuk menjual barang gadainya di hadapan umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan dengan persyaratan yang lazim berlaku, dengan tujuan agar jumlah utang itu dengan bunga dan biaya dapat dilunasi dengan hasil penjualan itu”.

Baik pada Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stb. 1908 Nomor 189), Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, maupun KUH Perdata, dapat ditarik benang merah di mana pelelangan umum merupakan sarana transaksi penjualan atas obyek jaminan sehingga atas hal tersebut diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk nilai jual obyek hak tanggungan. Dari hasil penjualan obyek hak tanggungan tersebut, kreditor berhak mengambil pelunasan piutangnya. Apabila hasil penjualan itu lebih besar daripada piutangnya tersebut yang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, maka sisanya menjadi hak pemberi hak tanggungan.305

305 Lihat Sherhan Tan Kamello, Mahmul Siregar, Hasim Purba, “Kekuatan Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Pengembalian Utang Pembiayaan Bermasalah Pada Praktik PT. Bank Muamalat Indonesia. Tbk Cabang Medan”, USU Law Journal, Vol. 2. No. 2 (September-2014), hlm. 98.

Page 228: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 221

Adanya mekanisme pelelangan umum dalam hal parate eksekusi ini sesungguhnya bertujuan untuk membatasi keistimewaan yang ada padanya agar tidak disalahgunakan. Pembatasan keistimewaan ini tentunya berkaitan dalam hal bahwa parate eksekusi merupakan penjualan tanpa melibatkan debitur, serta keistimewaan dalam hal Penjualan tanpa perantara/melalui Pengadilan. Bahwa penjualan umum dalam konteks parate eksekusi ini adalah merupakan salah satu wujud jaminan pertanggungjawaban kreditur bahwa dalam pelaksanaan haknya untuk menjual atas kekuasaan sendiri tersebut “tidak menelantarkan kepentingan yang lain”, dalam hal ini yang dimaksud adalah, kepentingan debitur maupun pihak ketiga yang berkaitan dengan obyek jaminan hak tanggungan dimaksud.

Selaras dengan hal tersebut Nierop, A.S. van menjelaskan bahwa masuknya syarat penjualan di muka umum atau dalam hal ini pelelangan umum dalam KUHP Belanda berkaitan dengan parate eksekusi pada masa itu disebabkan oleh:

“Kita tidak melihat keberatan, yang cukup kuat untuk tidak mengizinkan para pihak memperjanjikan hak itu (parate eksekusi), kalau ada wanprestasi, menjual benda jaminan tersebut di muka umum, dan melunasi dirinya sendiri dari hasil penjualan itu, asal disertai dengan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan hasil penjualannya dan menjamin tidak menelantarkan kepentingan yang lainnya306”.

Perimbangan antara kepentingan kreditur dengan debitur dalam konteks parate eksekusi ternyata memang telah dipertimbangkan dengan seksama pada masa itu oleh para ahli hukum pada masa itu. Konsep balances of justice benar-benar dapat diwujudkan dalam parate eksekusi, di mana keistimewaan hak kreditur dalam hal eksekusi obyek jaminan melalui parate eksekusi tidak dapat dipergunakan secara mutlak tanpa memperhatikan kepentingan debitur. Kepentingan debitur dalam hal ini tentu terkait dengan nilai harga dari obyek jaminan yang akan dilelang agar dapat dimaksimalkan nilai penjualannya sesuai dengan harga pasaran.

306 Lihat Nierop, A.S. van, Hypotheekrecht, Serie Publik en Privaatrecht, Cetakan ke-2, Tjeenk Willing, Zwolle, 1937, p. 156; dan Vollmar, H.F.A, Nederlands Burgerlijk Recht, Handleiding voor Studie en Praktijk, Zaken en Erfrecht, Jilid kedua, Cetakan ke-2, Tjeenk Willing, Zwole, 1951, p. 423.

Page 229: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan222

Hal ini juga berkaitan dengan nilai obyek jaminan yang tidak statis atau tetap, tetapi memiliki kecenderungan dinamis untuk selalu naik dalam waktu ke depan. Pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan tentu tidak sesuai dengan nilai jaminan/agunan, namun hanya berkisar pada 60-70% dari nilai obyek yang menjadi jaminan. Oleh karena itu, nilai obyek jaminan selalu lebih tinggi daripada nilai kredit yang diberikan oleh kreditur kepada debitur. Selain itu, dengan durasi waktu kredit (jangka waktu atau tempo) yang memiliki rentang waktu lama, secara otomatis akan menaikkan nilai obyek jaminan dibandingkan dengan nilai taksiran pada awal pengucuran kredit. Dalam kondisi demikian, tentunya syarat penjualan melalui pelelangan umum dalam hal terjadi parate eksekusi menjadi suatu prasyarat yang sangat baik dan patut. Sebab kepentingan debitur akan sangat terjaga oleh hukum, dan keadilan substantif akan dapat dilahirkan.

C. MenJAWAB PeRBedAAn suBstAnsi PARAte eksekusi HAk tAnGGunGAn dAlAM uu HAk tAnGGunGAn

Sebagai salah satu upaya untuk memberikan jaminan bagi kreditur, pelaksanaan parate eksekusi dalam konteks hak tanggungan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 6 UU Hak Tanggungan seharusnya dapat dilaksanakan sebagaimana seperti yang diharapkan. Dengan kata lain, keberadaan parate eksekusi dalam UU Hak Tanggungan merupakan adanya upaya dari pemerintah untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi baik pada tataran makro maupun mikro. Hal penting lainnya adalah bahwa diadaptasinya doktrin parate eksekusi yang semula hanya untuk gadai, yaitu hak tersebut diberikan oleh undang-undang/demi hukum (by law), seharusnya dimaknai sebagai bentuk dari upaya untuk mencapai kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak terkait. Namun demikian, berdasarkan pengalaman praktek yang terjadi, pelaksanaan parate eksekusi dalam prakteknya jauh dari harapan semula. Selain dihindari oleh kreditur, pelaksanaan parate eksekusi ini juga justru seolah-olah dimandulkan dan dikebiri sendiri, baik oleh UU Hak Tanggungan itu sendiri, maupun

Page 230: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 223

melalui ketentuan-ketentuan hukum lain yang justru dikeluarkan oleh lembaga-lembaga peradilan.

Pemandulan maupun pengebirian parate eksekusi yang sejatinya sudah diatur jelas dalam ketentuan Pasal 6 UU Hak Tanggungan tergambar jelas dengan melihat beberapa konstruksi UU Hak Tanggungan itu sendiri. Sebagai pembanding, secara terang dan jelas sebenarnya parate eksekusi dalam UU Hak Tanggungan mengadaptasi ketentuan parate eksekusi gadai yang diatur dalam ketentuan Pasal 1155 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan:

“Bila oleh pihak-pihak yang berjanji tidak disepakati lain, maka jika debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya, setelah lampaunya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janji dalam hal tidak ada ketentuan tentang jangka waktu yang pasti, kreditur berhak untuk menjual barang gadainya dihadapan umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan dengan persyaratan yang lazim berlaku, dengan tujuan agar jumlah utang itu dengan bunga dan biaya dapat dilunasi dengan hasil penjualan itu”.

Dari konstuksi pada Pasal 1155 ayat (1) KUH Perdata, parate eksekusi sejatinya secara permulaan merupakan hak yang diberikan oleh undang-undang bagi kreditur untuk melakukan penjualan atas kekuasaanya sendiri di muka umum (lelang) sepanjang syaratnya telah matang. Matangnya prasyarat parate eksekusi dapat dilihat dari kondisi manakala debitur telah melakukan wanprestasi. Dari konstruksi Pasal 1155 KUH Perdata ini sesungguhnya jelas dimaksudkan bahwa parate eksekusi merupakan suatu mekanisme baru yang masuk sebagai suatu alternatif penyelesaian masalah terutama yang berkaitan dengan hukum jaminan.

Sejalan dengan hal tersebut, menurut P.A. Stein307 parate eksekusi adalah adalah eksekusi yang disederhanakan, dalam artian bahwa eksekusi ini tidak mengikuti ketentuan eksekusi dalam hukum acara perdata sebab terkait dengan sifat-sifat lembaga jaminan khusus. Secara jelas dapat dipahami bahwa doktrin parate eksekusi memang telah

307 J Satrio, Eksekusi Obyek Jaminan Gadai, Op., Cit, hlm. 4.

Page 231: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan224

menyederhanakan tata cara pelaksanaan eksekusi, sebagaimana halnya seperti pelaksanaan eksekusi riil melalui titel eksekutorial yang juga tidak melalui hukum acara perdata sebagaimana biasanya308. Artinya parate eksekusi ini dapat juga dimaknai sebagai hak kreditur untuk dapat mengambil pelunasan tanpa putusan pengadilan309, serta tanpa melibatkan pemberi gadai (debitur), sepanjang prasyarat sebagaimana dalam Pasal 1155 KUH Perdata telah terpenuhi (matang).

Bila merujuk pada doktrin parate eksekusi sebagaimana diatas dengan bagaimana substansi lembaga parate eksekusi dalam UU Hak Tanggungan ternyata sangat berbeda dari sisi substansi. Hal ini terlihat jelas dari Pasal 11 ayat (2) huruf e di mana disebutkan bahwa:

“Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji antara lain: …. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji”.

Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 14 pada ayat (2) dan ayat (3) diatur:(2) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memuat irah irah dengan kata kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.

(3) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. Melihat Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3), secara jelas tergambar bahwa

doktrin parate eksekusi mengalami pergeseran makna dari doktrin 308 Pada Pasal 1 angka 11 UU No 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disebutkan bahwa Grosse Akta adalah salah satu salinan Akta untuk pengakuan utang dengan kepala Akta “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang mempunyai kekuatan eksekutorial. Dalam hal ini Sudikno Mertokusumo berpendapat, Titel Eksekutorial adalah kekuatan untuk dilaksanakan secara paksa dengan bantuan dan oleh alat-alat negara. Lihat Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata ..., Op.,Cit, hlm. 211.309 Lihat pandangan HGH pada tanggal 30 Mei 1929, mengatakan “… doch hem slechts het recht heeft gegeven, om zonder vonnis tot verhaal over te gaan” yang bila diterjemahkan “… tetapi hanya memberikan kepadanya (merujuk pada kreditur preferen) untuk tanpa keputusan pengadilan mengambil pelunasan. Lihat J Satrio, Parate Eksekusi Sebagai Sarana ..., Op., Cit, hlm. 43.

Page 232: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 225

semula, di mana eksekusi melalui lembaga parate eksekusi dipersamakan dengan eksekusi sebagaimana seperti yang eksekusi melalui titel eksekutorial. Hal ini tentu sangat membingungkan, sebab bila demikian adanya maka logika pembuat undang-undang hanya memahami parate eksekusi sebagai penjualan umum semata, bukan pemahaman bahwa parate eksekusi sebagai suatu hak yang sangat essensial dan substantif dalam terminologi doktrin hukum.

Upaya pembangunan hukum tentu tidak lepas dari adanya pembaruan-pembaruan konstruktif yang selalu didasarkan pada kebutuhan masyarakat yang semakin maju dan komplek. Namun demikian, pembaharuan hukum dalam konsepsi pembangunan hukum juga tetap harus dilandasi pada pemahaman-pemahaman yang mendalam atas asas-asas serta doktrin-doktrin hukum yang telah ada, sehingga tidak hanya asal mencampuradukan antara asas satu dengan yang lain, doktrin satu dengan yang lain dengan maksud agar menjadi sempurna, namun ternyata malah justru semakin tidak jelas, tumpang tindih serta kontradiktif antara satu dengan yang lain. Tidak mungkin kemudian mencampurbaurkan antara parate eksekusi dengan eksekusi berdasarkan pada titel eksekutorial, sebab kedua lembaga eksekusi jaminan khusus ini memang berbeda secara substansi, berbeda pelaksanaan, dan berbeda asas.

Secara tegas telah dijelaskan bahwa eksekusi melalui lembaga parate eksekusi merupakan suatu hak yang lahir berdasarkan atas perintah undang-undang, sedangkan eksekusi grosse akta (titel eksekutorial) adalah berdasarkan perjanjian antara para pihak terkait, sehingga keduanya memiliki karakter dan mekanisme yang berbeda baik dari sisi sebab terjadinya, pelaksanaan, dan akibat hukum yang ditimbulkan. Permasalahan yang ada bahwa UU Hak Tanggungan ternyata memberi definisi yang berbeda sama sekali dari doktrin parate eksekusi yang sebenarnya. Bahwa dalam UU Hak Tanggungan, definisi parate eksekusi tidak lagi menjangkau pada substansi dan esensi parate eksekusi itu sendiri, namun justru memberi definisi yang tumpang tindih dan mencampur adukan antara parate eksekusi dan eksekusi grosse akta.

Page 233: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan226

Merujuk pada ketentuan Pasal 11 ayat (2) huruf e UUHT, lahirnya hak bagi pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji adalah didasarkan pada janji yang dimuat dalam sertipikat hak tanggungan. Selain itu pada ketentuan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Hak Tanggungan terlihat bahwa dalam sertipikat hak tanggungan wajib dicantumkan irah-irah dengan katakata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” sebagai titel eksekutorial sebagaimana dipersamakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse akta Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. Dengan merujuk pada ketentuan tersebut maka sertipikat hak tanggungan ini diadaptasi dari ketentuan mengenai hipotik yang sebelumnya diatur pada KUH Perdata sebelum UU Hak Tanggungan ini lahir.

Namun demikian, pada penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) dinyatakan bahwa:

“Irah-irah yang dicantumkan pada sertipikat Hak Tanggungan dan dalam ketentuan pada ayat ini, dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertipikat Hak Tanggungan, sehingga apabila debitor cidera janji, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan peraturan Hukum Acara Perdata.”

Ketentuan ini jelas sekali menimbulkan pandangan yang berbeda dan multi tafsir menyangkut kedudukan dan eksistensi Pasal 6 UU Hak Tanggungan mengenai parate eksekusi. Meskipun secara jelas pada Pasal 20 disebutkan ada 2 (dua) cara melakukan eksekusi yakni, Pertama berdasarkan pada ketentuan Pasal 6, dan Kedua melalui titel eksekutorial sebagaimana Pasal 14 ayat (2). Namun justru penjelasan Pasal 14 ini memberikan penafsiran yang berbeda. Penafsiran ini tentunya terkait dengan kondisi di mana justru parate eksekusi sama sekali tidak diatur oleh hukum acara perdata, sehingga tidak bisa masuk atau dimasukan ke dalam rezim hukum formil, sebab sama sekali tidak memakai mekanisme sebagaimana dalam hukum acara perdata.

Page 234: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 227

Berkaitan dengan parate eksekusi, substansi parate eksekusi dalam UU Hak Tanggungan terdapat 2 (dua) pandangan yang ada, yakni pertama, Lembaga Parate eksekusi secara tegas diatur dan diakomodir oleh UU Hak Tanggungan melalui ketentuan pada Pasal 6. Substansi lembaga parate eksekusi ini jelas mengandung pengertian bahwa parate eksekusi yang dimaksudkan adalah eksekusi secara sederhana, mudah dan murah sebagaimana seperti dalam term parate eksekusi gadai310. Pada konteks Pasal 6 UU Hak Tanggungan ini, parate eksekusi memiliki keistimewaan, yaitu:1. Penjualan tanpa melibatkan debitur hal ini terkait dengan adanya

kuasa mutlak yang tidak dapat ditarik kembali onherroepelijk kepada kreditur, untuk menjual atas kekuasaannya sendiri. Hak ini muncul karena perintah undang-undang, sepanjang para pihak tidak memperjanjikan lain, dimana hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri ini tidak berdasarkan kesepakatan yang diperjanjikan311, namun dapat dinegasikan bilamana para pihak telah memperjanjikan lain (pacta sun servanda)312.

2. Penjualan tanpa perantara atau tanpa melalui Pengadilan di mana hal tersebut didasarkan pada doktrin “eksekusi yang disederhanakan dan murah”. Logika ini diambil dengan pertimbangan bahwa apabila prosedur penagihan dilakukan melalui/perantara pengadilan (baik dengan proses penetapan maupun gugatan) sampai dengan proses sitaan dan eksekusi, jelas akan memakan waktu yang lama, belum lagi apabila debitur melakukan perlawanan (verzet dan derden verzet). Oleh itu perlu dalam hal memberikan kepastian hukum pada kreditur dan menegakkan sifat-sifat atau essensialia lembaga jaminan khusus, eksekusi ini dilakukan di luar hukum acara perdata.

310 Lihat Pasal 1155 KUH Perdata.311 Berbeda dengan ketentuan mengenai hipotik yang menyatakan bahwa lahirnya hak untuk melakukan penjualan atas kekuasaannya sendiri adalah berdasarkan kesepakatan yang diperjanjikan secara tegas oleh para pihak. Lihat Pasal 1178 ayat (2) KUH Perdata.312 Pacta Sunt Servanda (aggrements must be kept) adalah asas hukum yang menyatakan bahwa setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian. Lihat United Nations, Vienna Convention on the Law of Treaties 1969, Treaty Series, Vol. 1155, United Nation, New York, 2005, p. 331.

Page 235: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan228

Penafsiran tentang parate eksekusi dari pandangan yang Kedua adalah bahwa parate eksekusi yang dimaksud dalam UU Hak Tanggungan ini dipersamakan dengan eksekusi grosse akta sebagaimana dalam hipotik. Bahwa hak penjualan atas kekuasaannya sendiri oleh kreditur lahir karena adanya kesepakatan yang diperjanjikan, bukan by law sebagaimana dengan Pasal 6 UU Hak Tanggungan. Hal ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 11 ayat (2) huruf e. Kemudian, sebagai akibat dari adanya kesepakatan yang telah diperjanjikan mengenai hak untuk menjual atas kekuasaannya sendiri, maka dalam sertipikat hak tanggungan harus dibubuhi irah-irah sebagai titel eksekutorial sebagaimana putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Oleh karenanya, tata cara dan mekanisme eksekusi harus melalui mekanisme eksekusi titel eksekutorial dari Sertipikat Hak Tanggungan tersebut, yaitu sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku, atau harus dengan fiat eksekusi dari pengadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 200 HIR.

Mekanisme eksekusi sebagaimana berdasarkan titel eksekutorial sebagaimana seperti dalam grosse akta hipotik tetap menggunakan kaidah-kaidah hukum acara perdata biasa, di mana pelaksanaan eksekusi adalah kewenangan dari etua pengadilan negeri. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 224 HIR yang mengatur bahwa:

“Surat asli dari pada surat hipotik dan surat hutang yang diperkuat di hadapan notaris di Indonesia dan yang kepalanya memakai perkataan “Atas nama Undang-Undang” berkekuatan sama dengan putusan hakim, jika surat yang demikian itu tidak ditepati dengan jalan damai, maka perihal menjalankannya dilangsungkan dengan perintah dan pimpinan ketua pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya orang yang berutang itu diam atau tinggal atau memilih tempat tinggalnya dengan cara yang dinyatakan pada pasal-pasal di atas dalam bagian ini, akan tetapi dengan pengertian, bahwa paksaan badan itu hanya dapat dilakukan, jika sudah diizinkan dengan keputusan hakim. Jika hal menjalankan keputusan itu harus dijalankan sama sekali atau sebahagian di luar daerah hukum pengadilan negeri, yang ketuanya memerintahkan menjalankan itu, maka peraturan-peraturan pada Pasal 195 ayat kedua dan yang berikutnya dituruti”.

Page 236: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 229

Pada Penjelasan Pasal 224 HIR ini juga diatur bahwa:1. Pasal 224 HIR menerangkan, bahwa surat-surat yang dianggap

mempunyai kekuatan yang pasti untuk dieksekusikan seperti surat keputusan hakim yaitu:- Surat utang memakai hipotik.- Surat utang yang dilakukan di hadapan notaris (akte notaris)

yang kepalanya memakai perkataan-perkataan dahulu “Atas Nama Raja”313.

2. Apabila surat-surat yang tersebut di atas itu tidak ditepati dengan jalan damai, maka akan dijalankan seperti keputusan hakim biasa, yaitu dilangsungkan dengan perintah dan pimpinan ketua pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya orang yang berhutang itu diam atau tinggal atau memilih sebagai tempat tinggalnya, akan tetapi mengenai paksaan badan (sandera = gijzeling) hanya dapat dilakukan apabila sudah diizinkan dengan keputusan pengadilan negeri.Berdasarkan hal tersebut maka, parate eksekusi sebagaimana dalam

pandangan yang Kedua berbeda sekali dengan pandangan yang Pertama, di mana hukum acara perdata tetap harus dilaksanakan dan bahkan akan mengakibatkan eksekusi menjadi batal demi hukum bila tidak menggunakan kaidah hukum acara perdata314. Perbedaan penafsiran ini tentu bukan perkara kecil, sebab sudah menyangkut esensi dan substansi suatu norma dalam materi UU Hak Tanggungan itu sendiri. Bagaimana mungkin dalam suatu Undang-Undang terkandung beberapa penafsiran yang saling tumpang tindih, berbeda substansi, dan saling menegasikan satu sama lain.

313 Hal ini kemudian berturut-turut diubah menjadi “Atas Nama Republik Indonesia”, “Atas Nama Undang-Undang”, dan kemudian ketentuan Pasal 224 HIR tersebut diganti berdasarkan Pasal 2 UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menjadi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.314 Lihat Putusan MA No. 3021 K/Pdt/1984 tertanggal 30 Januari 1986 yang menangani perkara PT. Golden City Textile Industri Ltd menyatakan dalam pertimbangan hukumnya sebagai berikut :1. Bahwa berdasarkan Pasal 224 HIR pelaksanaan pelelangan sebagai akibat adanya grosse acta hipotik dengan memakai kepala: “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang mempunyai kekuatan hukum sama dengan suatu putusan Pengadilan, seharusnya dilaksanakan atas perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan, bilamana tidak terdapat perdamaian dalam pelaksanaannya.

2. Bahwa ternyata di dalam perkara ini, pelaksanan pelelangan tidak atas perintah Ketua Pengadilan Negeri Bandung, tetapi diaksanakan sendiri oleh Kepala Kantor Lelang Negara Bandung atas perintah Bank Kreditor, oleh karenanya, maka lelang umum tersebut adalah bertentangan dengan Pasal 224 HIR, sehingga pelelangan tersebut adalah tidak sah.

Page 237: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan230

d. PeRBAndinGAn PARAte eksekusi di indOnesiA denGAn BelAndA

Pada dasarnya, ketentuan mengenai parate eksekusi di negara Belanda dengan di negara Indonesia adalah hampir sama, sebab selain karena faktor kedekatan historis di mana Indonesia adalah bekas negara jajahan Belanda, secara hukum, Indonesia masih banyak menggunakan hukum-hukum warisan kolonial Belanda dalam hal ini adalah KUH Perdata. Namun demikian, bila Belanda telah berulangkali melakukan revisi maupun perubahan terhadap Burgerlijk Wetboek atau Dutch Civil Code sehingga sekarang bernama New Burgerlijk Wetboek, Indonesia masih belum melakukan perubahan terhadap KUH Perdata, meski dalam kurun waktu satu dekade terakhir pembahasan untuk melakukan perubahan terhadap KUH Perdata sudah massif.

Sekalipun telah melakukan perubahan beberapa kali, ketentuan mengenai parate eksekusi dalam hukum perdata Belanda masih dapat ditemukan sebagai contoh dalam ketentuan mengenai gadai atau hipotik dalam Dutch Civil Code. Pengertian hipotik dan gadai di Belanda adalah315:

“Hypothec is a dismembered security right over registed property, pledge is a dismembered security right over other properties such as a movable things and debts”.

Bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, hipotik di Belanda diartikan sebagai hak jaminan terbatas atas benda, sementara gadai cakupannya lebih luas yakni hak jaminan terbatas atas harta kekayaan. Selanjutnya dinyatakan bahwa:

“As stated, pledge and hypothec are both dependent rights and accessory rights. This would mean that the security right is extinguished by operation of law upon the extinction of the secured claim, and that the security right by operation of law passes to the person who acquires the claim with which the security right is attached, as in the event of assignment or subrogation.”

Gadai dan hipotik merupakan hak yang tidak dapat berdiri sendiri, namun sebagai hak yang lahir dari perjanjian tambahan (accessoir),

315 Henk Snijders dan Jaap Hijma., Op.,Cit, hlm. 129.

Page 238: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 231

sehingga hak jaminan tersebut mengikuti perjanjian pokoknya. Oleh karenanya, bilamana perjanjian pokok hapus secara hukum atas hapusnya tagihan, maka hak tersebut juga hapus, dan bahwa hak jaminan secara hukum beralih kepada orang yang memperoleh tagihan di mana hak jaminan itu melekat, seperti dalam hal penugasan atau subrogasi.

Ketentuan mengenai parate eksekusi atas hak jaminan hipotik dan gadai diatur pada ketentuan Pasal 3: 248 Dutch Civil Code, di mana dinyatakan bahwa:

“Article 3:248 Foreclosure without recourse to the courts1. When the debtor is in default with the observance of an obligation for

which the pledge serves as security, the pledgee is entitled, without the necessity to obtain any approval in advance of the court for doing so, to proceed to a public sale by foreclosure of the pledged asset (at an auction) and to recover the secured debt-claim from the sale proceeds.

2. Parties may stipulate that a sale by foreclosure of the pledged asset is only allowed after the court has determined, upon the request of the pledgor, that the debtor is in default.

3. When a lower ranked pledgee or seizor proceeds to a sale by foreclosure of the pledged asset, the higher ranked pledges on that asset remain in force”.Berkaitan dengan ketentuan ini, Henk Snijder316 menyatakan

bahwa dampak hukum dari gadai dan hipotik memiliki persamaan, walaupun hal itu tidak diatur dalam ketentuan umum, yaitu memiliki kekuatan untuk eksekusi langsung. Eksekusi langsung ini diperoleh dari ketentuan pada Pasal 3: 248 dan Pasal 3: 268, di mana ia memberikan kreditur gadai dan hipotik suatu hak, apabila debitur pailit, untuk menjual harta kekayaan gadai atau yang dibebani dan hak untuk menuntut kembali apa yang terhutang kepada mereka. Ini adalah hak untuk menjual tanpa pelekatan sebelumnya dan tanpa perlunya penegakkan untuk hak tersebut, seperti perintah pengadilan, atau akta notaris. Penjualan harus dilakukan di muka publik, atau dengan izin pengadilan untuk penjualan privat.

316 Ibid, hlm. 130.

Page 239: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan232

Hal ini diperjelas bila melihat ketentuan pada Pasal 3: 268 Ducth Civil Code, yang menyatakan bahwa:“Article 3: 268 Foreclosure without recourse to the courts (public or private foreclosure sale)1. When the debtor is in default with the observance of an obligation for

which the mortgage serves as security, the mortgagee is entitled, without the necessity to obtain any approval in advance of the court for doing so, to instruct a notary to sell the mortgaged property in public by auction and to recover the secured debt-claim from the sale proceeds.

2. Upon the request of either the mortgagee or mortgagor the provisional relief judge of the District Court may order that the foreclosure sale will take place by means of a negotiated private sale on the basis of an agreement that has been presented to the judge for approval, together with the lodged request. The mortgagor or a mortgagee, a seizor or a limited proprietor for whom it is important that the sale proceeds will be higher than the purchase price that is to be obtained according to the presented agreement, may present to the provisional relief judge a more favourable offer to sell the mortgaged property. As long as the provisional relief judge has not given his decision on the request meant in the first sentence, he may order that the foreclosure sale will take place on the basis of this more favourable offer.

3. The request meant in paragraph 2 has to be lodged within the period as mentioned in the Code of Civil Procedure for such type of legal actions. Against a court order, passed under Paragraph 2, no appeal to a higher court and no other legal provisions are open.

4. A foreclosure sale as meant in the previous paragraphs has to be carried out with due observance of the formalities which the Code of Civil Procedure provides for this purpose.

5. The mortgagee cannot recover his debt-claim in another way from the mortgaged property than through a public or private foreclosure sale. Every clause or condition that implies that, in spite of the previous sentence, he does have other possibilities to recover his secured debt-claim from the mortgaged property, is null and void.

Page 240: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 233

Belanda tetap membedakan antara parate eksekusi dengan eksekusi grosse akta atau eksekusi titel eksekutorial, di mana pelaksanaan parate eksekusi di Belanda tidak diperlukan fiat Pengadilan. Campur tangan pengadilan memang dapat dimungkinkan, namun hanya terbatas pada penjualan private yang mana Pengadilan atau Hakim yang akan menentukan berapa limitatif dari harga obyek yang dieksekusi.

e. RekOnstRuksi PARAte eksekusi HAk tAnGGunGAn yAnG BeRBAsis nilAi keAdilAn

Pada konteks pelaksanaan eksekusi melalui parate eksekusi sebagaimana berdasarkan ketentuan Pasal 6 dengan mengacu pada ketentuan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Hak Tanggungan, praktis kedudukan kreditur menjadi semakin sulit untuk melakukan eksekusi melalui lembaga parate eksekusi. Kesulitan ini jelas terlihat bila kita mencermati sebab diakomodirnya ketentuan parate eksekusi ini dalam UU Hak Tanggungan yakni memberi kemudahan, manfaat serta kepastian hukum bagi kreditur utamanya dalam hal pelunasan hutang/kredit bilamana terjadi debitur wanprestasi.

Tentu bukan hal yang mudah menjawab persoalan bagaimana mengembalikan ruh dan semangat dari diakomodirnya ketentuan parate eksekusi ini kedalam rel yang semestinya, sebab selain telah dipraktekan selam hampir 2 (dua) dekade, kreditur juga dihadapkan pada ketakutan (phobia) yang sudah mendarah daging. Sebab, sejak diundangkannya UU Hak Tanggungan pada tahun 1996 hingga kini, praktis sangat sedikit sekali lembaga-lembaga keuangan (kreditur) yang menjalankan eksekusi melalui lembaga parate eksekusi. Penyebabnya jelas, mereka khawatir pada akibat hukum yang akan ditimbulkan bilamana mereka melakukan eksekusi sebagaimana sesuai dengan ketentuan Pasal 6 UU Hak Tanggungan.

Pada tataran norma, materi muatan dalam UU Hak Tanggungan yang berkaitan dengan kedudukan lembaga parate eksekusi ini memang telah jelas dan tegas termaktub dalam Pasal 6. Namun demikian, bila ditinjau secara komprehensif sebagaimana pada uraian sebelumnya, terdapat

Page 241: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan234

norma maupun penjelasan atas norma yang jelas telah menimbulkan distrorsi yang berakibat pada hilangnya aspek kemanfaatan dan kepastian hukum dari UU Hak Tanggungan itu sendiri. Norma atau kaidah-kaidah hukum seharusnya dilahirkan guna melindungi kepentingan manusia terhadap bahaya yang mengancam. Lain dari itu, norma atau kaidah hukum juga ada untuk mengatur hubungan diantara manusia. Sehingga timbul keteraturan hubungan diantara manusia, dan tercipta tercipta ketertiban atau stabilitas dan diharapkan, termasuk juga upaya pencegahan dan tindakan represif bilamana terjadinya konflik atau gangguan kepentingan-kepentingan317.

Tujuan hukum dan wujud hukum menurut Jeremy Bentham adalah untuk mewujudkan the greatest happiness of the greatest number (kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya orang). Bentham juga menyatakan bahwa tujuan perundang-undangan untuk menghasilkan kebahagian bagi masyarakat, atau setidaknya harus berusaha untuk mencapai 4 (empat) tujuan yaitu318:1. To provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup).2. To provide abundance (untuk memberikan makanan yang berlimpah).3. To provide security (untuk memberikan perlindungan).4. To attain equity (untuk mencapai kebersamaan).

Ajaran Idee des Recht atau cita hukum menyebutkan adanya 3 (tiga) unsur cita hukum yang harus ada secara proporsional, yaitu kepastian hukum (rechtssicherkeit), keadilan (gerechtigkeit) dan kemanfaatan (zweckmasigkeit). Dalam aspek keadilan dan kemanfaatan, sesungguhnya nilai-nilai itu sudah ada dan bahkan melekat secara tradisional pada hukum sejak masa lalu, hanya aspek kepastian hukum yang lahir di belakang hari. Nilai kepastian hukum ini tentu bukan serta merta lahir begitu saja, namun lahir berdasarkan kondisi di mana masyarakat sangat membutuhkan dalam konteks bermasyarakat yang semakin kompleks.

Menurut pendapat Gustav Radbruch, kepastian hukum adalah Scherkeit des Rechts selbst (kepastian hukum tentang hukum itu sendiri).

317 Lihat Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2012, hlm. 17.318 Teguh Prasetyo, Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum (Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat), PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2012, hlm. 111-112.

Page 242: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 235

Terdapat 4 (empat) hal yang menurut Radburch berhubungan dengan makna kepastian hukum, diantaranya:1. Bahwa hukum itu positif, artinya bahwa ia adalah perundang-

undangan (gesetzliches recht).2. Bahwa hukum ini didasarkan pada fakta (tatsachen), bukan suatu

rumusan tentang penilaian yang nanti akan dilakukan oleh hakim, seperti “kemauan baik”, “kesopanan”.

3. Bahwa fakta itu harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, di samping juga mudah dijalankan.

4. Hukum positif itu tidak boleh sering diubah-ubah.Mengenai kepastian hukum, pendapat Roscoe Pound diungkapkan

sebagaimana seperti yang dikutip Peter Mahmud Marzuki di mana kepastian hukum mengandung dua pengertian, diantaranya:1. Pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu

mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. 2. Kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenagan

pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan yang satu dengan putusan hakim yang lain untuk kasus serupa yang telah diputus.Sejalan dengan tujuan hukum yang salah satunya adalah mewujudkan

nilai kepastian hukum, kedudukan lembaga parate eksekusi memang telah jelas diakui dan diatur dalam UU Hak Tanggungan. Namun demikian, kenyataan dalam praktik dan perjalanannya lembaga parate eksekusi justru tidak dapat di pergunakan sebagaimana mestinya, bahkan kedudukan lembaga ini seolah-olah dimandulkan dan dikebiri. Hal ini tidak lepas dari konstruksi muatan materi UU Hak Tanggungan yang seharusnya justru mendukung dan memperkuat norma pada Pasal 6, namun justru malah memberikan pemahaman dan sudut pandang

Page 243: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan236

yang sama sekali berbeda. Setidaknya baik pada Pasal 11 ayat (2) huruf e, Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26, serta Penjelasan Umum Angka 9, Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Hak Tanggungan justru seolah-olah menjadi negasi dari norma pada Pasal 6.

Bahwa di samping adanya inkonsistensi materi muatan dalam UU Hak Tanggungan yang berkaitan dengan kedudukan dan eksistensi lembaga parate eksekusi, pada prakteknya banyak sekali aturan-aturan pelaksana yang justru tidak sinkron dengan pelaksanaan eksekusi melalui lembaga parate eksekusi. Sebagai contoh adalah adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 3021 K/Pdt/1984 tertanggal 30 Januari 1986, dan dikeluarkannya SEMA Nomor 7 Tahun 2012 yang justru mengkerdilkan kedudukan lembaga parate eksekusi hak tanggungan.

Hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa ketentuan lain dalam UUHT ini yang memiliki kecenderungan untuk mengkerdilkan bahkan mungkin menggeser makna esensial yang terdapat pada norma Pasal 6. Bahkan dalam pelaksanaannya, ketentuan parate eksekusi yang terdapat pada Pasal 6 UU Hak Tanggungan diamputasi oleh ketentuan lain seperti Putusan Mahkamah Agung Nomor 3021 K/Pdt/1984 tertanggal 30 Januari 1986. Meskipun terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 3021 K/Pdt/1984 tertanggal 30 Januari 1986 dapat dijadikan sebagai yurisprudensi319, namun bila dilihat dari waktu lahirnya UU Hak

319 Dalam sistem hukum Indonesia, putusan pengadilan hanya mempunyai kekuatan mengikat bagi perkara yang diadili itu dan pihak-pihak yang bersengketa dalam perkara tersebut. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 21 AB dan Pasal 1917 KUH Perdata, yakni:a. Pasal 21 AB menyatakan bahwa “Hakim tidak diperkenankan, berdasarkan verordening umum, disposisi atau reglemen, memutus perkara yang tergantung pada putusannya”.b. Pasal 1917 KUHPerdata menyatakan bahwa “Kekuatan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti hanya mengenai pokok perkara yang bersangkutan. Untuk dapat menggunakan kekuatan itu, soal yang dituntut harus sama; tuntutan harus didasarkan pada alasan yang sama; dan harus diajukan oleh pihak yang sama dan terhadap pihak-pihak yang sama dalam hubungan yang sama pula”.Dengan demikian maka, sebenarnya yurisprudensi juga dapat dijadikan sebagai sumber hukum yang memiliki kekuatan mengikat secara relatif, kecuali terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dan putusan Mahkamah Konstitusi.Berbeda dengan istilah yurisprudensi dari negara-negara yang menganut sistem common law, di mana dalam sistem common law dikenal dua asas yang mempengaruhi seseorang hakim untuk mengikuti putusan hakim yang terdahulu atau tidak yaitu asas preseden dan asas bebas. Asas preseden mengandung pengertian bahwa seorang hakim dalam memutus perkara tidak boleh menyimpang dari hakim yang lain, baik yang sederajat maupun yang lebih tinggi. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem civil law, di mana yurisprudensi hanyalah dimaknai hanya sebagai putusan hakim. Lebih lanjut dalam Pasal 10 ayat (1) UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga menyatakan: “Pengadilan dilarang menolak

Page 244: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 237

Tanggungan dengan saat putusan tersebut berkekuatan hukum tetap, jelas tidak dapat dijadikan lagi sebagai dasar yang mengikat.

Kemudian melalui SEMA Nomor 7 Tahun 2012 yang pada pokoknya adalah menyatakan bahwa walaupun kreditor telah memegang Hak Tanggungan, yang berarti bernilai parate eksekusi, namun kreditor bila akan melakukan eksekusi, harus melalui fiat Ketua Pengadilan Negeri, tidak boleh langsung ke Kantor Lelang. Apabila dilakukan langsung ke Kantor Lelang, maka apabila debitor tidak bersedia mengosongkan obyek lelang, maka Ketua Pengadilan Negeri dilarang melakukan eksekusi pengosongan, kecuali dilakukan melalui gugatan biasa.

Sebenarnya, sebelum dan sesudah adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 3021 K/Pdt/1984 tanggal 30 Januari 1986, pelaksanaan parate eksekusi sebagaimana dalam Pasal 6 UUHT relatif masih dapat dilakukan, dan sah secara hukum. Baik sesudah maupun sebelum adanya putusan dimaksud, dalam hal eksekusi hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri dapat dimintakan langsung oleh kreditur kepada Kantor Lelang. Jika debitur tidak bersedia meninggalkan obyek lelang, maka pemenang lelang dapat langsung minta eksekusi ke Pengadilan Negeri tidak perlu mengajukan gugatan.

Kondisi yang demikian tentu aneh sebab kedudukan SEMA tentu tidak dapat dipersamakan sebagai sumber hukum. Menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pada Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan bahwa:1. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang;untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Dengan demikian, apabila undang-undang tidak memberi peraturan yang dapat dipakainya untuk menyelesaikan perkara tersebut, maka hakim dapat membentuk ketentuan/ peraturan sendiri (penemuan hukum). Putusan hakim yang berisikan suatu ketentuan/ peraturan dapat menjadi dasar putusan hakim lainnya/ kemudiannya untuk mengadili perkara yang serupa dan putusan hakim tersebut lalu menjadi sumber hukum bagi pengadilan. Lihat Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perundangan-Undangan dan Yurisrprudensi, Alumni, Bandung, 1979, hlm. 56.

Page 245: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan238

d. Peraturan Pemerintah;e. Peraturan Presiden;f. Peraturan Daerah Provinsi; dang. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

2. Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).Lain dari itu, argumentasi bahwa SEMA bukanlah suatu produk

hukum yang mengikat keluar juga dapat kita lihat pada Pasal 8 ayat (1) UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di mana dinyatakan bahwa:

“Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat”.

Lebih lanjut, pada Pasal 8 ayat (2) UU No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa :

“Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan”.

Dengan demikian, sesungguhnya secara hukum kekuatan mengikat dari SEMA Nomor 7 Tahun 2012 tidak dapat dijadikan sebagai sandaran, selain karena bukan sebagai produk hukum yang memiliki kekuatan mengikat umum, juga memiliki penafsiran yang justru menegasikan peraturan yang derajatnya berada diatasnya. Hal ini juga bertentangan dengan hierarki perundang-undangan maupun asas lex superior derogat legi inferior.

Melihat kondisi dan fakta tersebut, menjadi penting untuk merumuskan langkah-langkah solusi agar nilai kepastian hukum dalam

Page 246: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 239

UU Hak Tanggungan berkaitan dengan parate eksekusi. Kepastian hukum ini tentunya berkaitan dengan aspek kemanfaatan dan keadilan utamanya bagi kreditur dalam konteks mendapatkan pelunasan bilamana debitur wanprestasi/cidera janji, antara lain:1. Memperkuat kedudukan lembaga Parate eksekusi dengan

Membuat Aturan-Aturan PelaksanaSalah satu kelemahan dari ketentuan Pasal 6 yang mengatur

tentang ketentuan lembaga parate eksekusi dalam UU Hak Tanggungan ini adalah ketiadaan aturan pelaksana yang dapat memperjelas baik secara substansi maupun dalam praktek pelaksanaannya. Sebenarnya, secara jelas norma pada pada Pasal 6 ini sudah cukup jelas dalam konteks substansi, namun demikian Pasal 6 ini seolah-olah berdiri sendiri dan tidak memiliki legitimasi. Hal ini mengakibatkan lahirnya penafsiran yang berbeda-beda dalam konteks pelaksanaannya, apakah dapat dilaksanakan sebagaimana ketentuan pada Pasal 6 itu sendiri, ataukah harus ditafsirkan sesuai dengan pemahaman eksekusi grosse akta (titel eksekutorial).

Sebenarnya terdapat beberapa aturan pelaksana yang telah ada guna menindaklanjuti dari ketentuan parate eksekusi sesuai dengan Pasal 6 UU Hak Tanggungan. Secara khusus, BUPLN telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE-21/PN/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pasal 6 UU Hak Tanggungan. Dalam Surat Edaran Nomor: SE-21/PN/1998 angka 1 menentukan bahwa:

“ ... Penjualan tersebut bukan secara paksa, tetapi merupakan tindakan pelaksanaan perjanjian oleh pihak-pihak. Oleh karena itu tidak perlu ragu-ragu lagi melayani permintaan lelang dari pihak perbankan atas obyek hak tanggungan berdasarkan Pasal 6 UUHT”.

Lebih lanjut pada angka 3 Surat Edaran tersebut menyebutkan:“… Lelang obyek hak tanggungan berdasarkan Pasal 6 UUHT adalah tergolong pada lelang sukarela”.

Selain itu, BUPLN juga kembali mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE-23/PN/2000 di mana dinyatakan dalam butir 1 huruf a dan huruf e bahwa:

Page 247: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan240

“…….Pelaksanaan lelang hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT tidak diperlukan persetujuan debitor untuk pelaksanaan lelangnya”320.

Sejalan dengan frase “hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum”, peraturan balai lelang tersebut semakin menegaskan bahwasanya pelaksana eksekusi ini adalah Kantor Balai Lelang, bukan Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana eksekusi melalui titel eksekutorial. Sebab, sekali lagi sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan filosofis dari lahirnya lembaga parate eksekusi adalah segi kemudahan, murah dan tanpa campur tangan pengadilan dalam hal eksekusi obyek jaminannya.

Selanjutnya, guna memperkuat kedudukan surat edaran tersebut, Menteri Keuangan Republik Indonesia juga mengeluarkan Surat Menteri Keuangan Nomor: 304/KMK.01/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, di mana pada Pasal 2 ayat (3) menyebutkan bahwa Kantor lelang tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan kepadanya sepanjang persyaratan lelang sudah dipenuhi. Artinya bahwa kantor lelang bersifat pasif, dengan tidak boleh menolak permohonan lelang sepanjang syarat lelang terpenuhi. Syarat-syarat pengajuan permohonan lelang eksekusi berdasarkan Pasal 6 UU Hak Tanggungan, adalah sebagai berikut321:a. Salinan/foto kopi perjanjian kredit.b. Salinan/foto kopi Hak Tanggungan dan Akta Pemberian Hak

Tanggungan.c. Salinan/foto kopi bukti debitor telah wanprestasi yang dapat

berupa peringatan atau pernyataan-pernyataan pihak kreditor.d. Surat pernyataan dari kreditor yang akan bertanggung jawab

apabila terjadi gugatan perdat maupun tuntutan pidana.e. Asli/foto kopi pemilikan hak.

320 Herowati Poesoko, Op.,Cit, hlm. 244.321 Surat Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara tentang Keputusan Nomor 35/PL/2002 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang, Pasal 3 ayat (8). Ibid, hlm. 245-246

Page 248: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 241

Dalam Ketentuan dalam Surat Edaran maupun Keputusan Dirjen Piutang dan Lelang Negara tersebut juga secara nyata dan jelas tidak mensyaratkan adanya fiat Ketua Pengadilan Negeri untuk pelaksanaan parate eksekusi. Hal ini juga yang kemudian banyak diikuti oleh Ketua Pengadilan Negeri (sebelum dikeluarkannya SEMA No. 7 Tahun 2012) yang tetap mengabulkan permohonan eksekusi pengosongan obyek yang dimohonkan pemenang lelang, atas obyek lelang yang tidak bersedia ditinggalkan atau dikosongkan oleh debitor (termohon lelang).

Bagi Ketua Pengadilan Negeri, diterimanya permohonan eksekusi pengosongan yang diajukan oleh pemenang lelang dalam hal pelaksanaan lelang parate eksekusi sebagaimana Pasal 6 UU Hak Tanggungan ini didasarkan pada adanya Surat Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Nomor: 02/Wk.MA.Y/I/2010, perihal perbaikan perumusan hasil Rakernas Palembang Tahun 2009 tentang eksekusi grosse akta pengakuan utang atau hak tanggungan, yang pada pokoknya berisi sebagai berikut:

“Sehubungan dengan adanya kekeliruan perumusan hasil diskusi Komisi I B bidang Perdata dan Perdata Khusus Rakernas Palembang tahun 2009 pada halaman 11 dan 12 tentang eksekusi grosse akta pengakuan hutang atau hak tanggungan, maka bersama ini diberitahukan kepada Saudara bahwa perumusan tersebut seharusnya berbunyi sebagai berikut:a) Bahwa dalam hal eksekusi hak tanggungan yang dilakukan

oleh kantor lelang Negara apabila barang yang telah dilelang itu tidak dengan sukarela diserahkan pada pembeli lelang, maka pihak pembeli lelang dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri agar Pengadilan Negeri melakukan pengosongan terhadap obyek yang telah dilelang tersebut tanpa perlu mengajukan gugatan biasa, sebab pada dasarnya Pasal 200 ayat (11) HIR / 208 ayat (2) RBg tidak semata-mata ditujukan untuk melaksanakan suatu putusan pengadilan tetapi juga terhadap pelelangan yang dilakukan oleh Kantor Lelang Negara.

Page 249: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan242

b) Bahwa eksekusi akta pengakuan hutang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 224 HIR / 258 RBg, apabila obyek yang akan dieksekusi adalah, Hak Tanggungan, maka hal ini berlaku baik terhadap kreditornya yang merupakan perorangan. Tetapi apabila obyek yang akan dieksekusi bukan merupakan Hak Tanggungan, maka untuk melakukan eksekusi tersebut harus dilakukan dengan gugatan biasa (Stbl. 1938:523), begitu pula apabila grosse akta pengakuan hutang yang jaminan lelang hutangnya tidak pasti”.

Sebelum lahirnya SEMA No 7 Tahun 2012, sebenarnya sikap Mahkamah Agung dalam hal pelaksanaan parate eksekusi ini bisa dikatakan netral dengan tetap berpendapat bahwa eksekusi melalui lembaga parate eksekusi menurut Pasal 6 UU Hak Tanggungan adalah sah demi hukum. Patut dipertanyakan kemudian, mengapa sikap Mahkamah Agung kemudian berubah dengan berani mengeluarkan SEMA No 7 Tahun 2012 yang secara substansi bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 UU Hak Tanggungan.

Selanjutnya, kelemahan pada konteks parate eksekusi pada Pasal 6 UU Hak Tanggungan seringkali dianggap belum memiliki aturan-aturan pelaksanaan baik yang dapat berupa undang-undang lain yang memiliki koneksitas, maupun peraturan-peraturan lain dibawahnya. Pandangan ini setidaknya didasarkan pada pendapat yang mengacu pada Bab VIII Ketentuan Peralihan yakni Pasal 26 UU Hak Tanggungan. Pada Pasal 26 UU Hak Tanggungan disebutkan:

“Selama belum ada peraturan perundangundangan yang mengaturnya, dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14, peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada pada mulai berlakunya Undangundang ini, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan”.

Selanjutnya pada bagian Penjelasan atas Pasal 26 ini juga dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada dalam pasal ini, adalah ketentuan ketentuan yang diatur dalam Pasal 224 Reglemen Indonesia yang

Page 250: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 243

Diperbarui (Het Herzienen Indonesisch Reglement, Staatsblad 1941: 44) dan Pasal 258 Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura, Staatsblad 1927: 227). Ketentuan dalam Pasal 14 yang harus diperhatikan adalah bahwa grosse acte Hypotheek yang berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya Hypotheek, dalam hal Hak Tanggungan adalah sertipikat Hak Tanggungan. Adapun yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang belum ada, adalah peraturan perundang undangan yang mengatur secara khusus mengenai eksekusi Hak Tanggungan, sebagai pengganti ketentuan khusus mengenai eksekusi hypotheek atas tanah yang disebut di atas. Sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum angka 9, ketentuan peralihan dalam Pasal ini memberikan ketegasan, bahwa selama masa peralihan tersebut, ketentuan hukum acara di atas berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan, dengan penyerahan sertipikat Hak Tanggungan sebagai dasar pelaksanaannya.

Di tengah melemahnya kondisi perekonomian dunia secara umum, tentu Indonesia juga sangat mungkin terkena imbas buruk dari pelemahan tersebut. Penting kiranya kemudian pemerintah melakukan upaya-upaya perbaikan konstruktif dalam konteks penguatan kedudukan lembaga parate eksekusi ini, sebab bukan tidak mungkin bahwa kreditur yang rata-rata didominasi oleh lembaga keuangan baik dari skala besar, menengah maupun kecil akan semakin membatasi pemberian kreditnya karena tidak percaya lagi dengan regulasinya. Pemerintah harus membuat peraturan pemerintah yang dapat digunakan sebagai dasar bagi pelaksanaan parate eksekusi, sehingga tidak menimbulkan kegamangan baik bagi lembaga judikatif, maupun para pihak yang berperkara.

Setidaknya, pemerintah harus membuat peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bagaimana parate eksekusi tersebut harus dilakukan. Aturan ini penting, terutama berkaitan dengan bagaimana pelaksanaan parate eksekusi ini harus dilaksanakan. Sebagai contoh

Page 251: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan244

gadai, dalam gadai banyak sekali peraturan-peraturan yang ada dan menguatkan kedudukan parate eksekusi, baik tentang mekanisme pemberian kredit, bahkan sampai pada tahap lelang. Hal yang sama juga ada pada hipotik, di mana sangat banyak aturan-aturan baik yang berbentuk undang-undang di luar KUH Perdata, peraturan-peraturan Mahkamah Agung, maupun peraturan lain dibawahnya.

Hal yang terpenting adalah bahwa parate eksekusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU Hak Tanggungan masih membutuhkan penegasan mengenai definisi dan substansi. Pada pelaksanaan parate eksekusi masih terjadi dualisme penafsiran dalam hal siapakah eksekutor yang memiliki wewenang, apakah Kepala Balai Lelang, ataukah Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana Pasal 200 HIR dan Pasal 224 HIR. Menelisik pada soal kewenangan, setidaknya bisa dilihat kembali konstruksi Pasal 6 UU Hak Tanggungan, di mana dinyatakan bahwa:

“Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”.

Dari norma di atas, dapat dilihat pada frase “mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum” ini bersifat hukum formil. Artinya sebagaimana doktrin parate eksekusi yang dikemukakan oleh Pitolo bahwa yang memiliki kewenangan untuk mengeksekusi adalah Kepala Balai Lelang yang dalam hal ini didasarkan pada perintah dari penerima hak tanggungan (kreditur). Substansi inilah yang membedakan eksekusi berdasarkan Pasal 6 UU Hak Tanggungan dengan eksekusi grosse akta (titel eksekutorial) sebagaimana dalam hipotik, di mana dalam eksekusi hipotik (grosse akta), kewenangan untuk melakukan eksekusi adalah Ketua Pengadilan Negeri.

Hal ini tentu bukan tanpa dasar, bahwa merujuk pada Surat Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Nomor: 02/Wk.MA.Y/I/2010, perihal perbaikan perumusan hasil Rakernas Palembang Tahun 2009

Page 252: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 245

tentang eksekusi grosse akta pengakuan utang atau hak tanggungan, sebenarnya berkaitan dengan konteks parate eksekusi yang dimaksud pada Pasal 6 UU Hak Tanggungan, Ketua Pengadilan Negeri tetap dapat melakukan pengosongan terhadap obyek yang telah dilelang tersebut tanpa perlu mengajukan gugatan biasa, sebab pada dasarnya Pasal 200 ayat (11) HIR jo Pasal 208 ayat (2) RBg tidak semata-mata ditujukan untuk melaksanakan suatu putusan pengadilan tetapi juga terhadap pelelangan yang dilakukan oleh Kantor Lelang Negara322.

Maka dari itu perlu dibuat aturan yang mencerminkan balances of justice, di mana sekalipun kreditur pertama memiliki hak untuk melakukan eksekusi melalui parate eksekusi sebagaimana Pasal 6 UU Hak Tanggungan, namun juga diimbangi dengan prasyarat-prasyarat lain yang harus dilalui guna meminimalisir timbulnya kesewenang-wenangan.

Hal Pertama bahwa, dalam pelelangan umum seringkali harga limit yang diajukan oleh kreditur (pemberi hak tanggungan) jauh di bawah harga pasaran dari obyek yang dilelang. Seringkali kreditur dalam menetapkan harga limit hanya mempedomani nilai pelunasan yang harus dibayarkan oleh kreditur kepadanya, sehingga timbul perbedaan yang sangat jauh antara nilai sebenarnya obyek lelang dengan harga limit. Hal ini sangat berpengaruh pada nilai penjualan, yang seringkali obyek lelang berhasil dijual di atas limit harga awal, dan masih sangat jauh dari nilai sebenarnya. Atas hal ini sesungguhnya telah diberikan rambu-rambu atau aturan yang jelas dimana dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang memberikan kontruksi hukum terkait nilai limit khususnya terkait lelang eksekusi atas barang tetap berupa tanah /dan bangunan sebagai berikut323:

322 Bahwa dalam SEMA No 7 Tahun 2012, Mahkamah Agung menyatakan pada pokoknya bahwa bilamana debitur tidak mau mengosongkan atau meninggalkan obyek yang telah dilelang dengan menggunakan parate eksekusi tanpa fiat Pengadilan Negeri (Pasal 6 UU Hak Tanggungan), maka permohonan pengosongan yang diajukan pemenang lelang harus ditolak, dan tetap harus diajukan menggunakan gugatan (hukum acara perdata biasa).323 Lihat Pasal 43 s.d Pasal 49 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Page 253: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan246

a. Setiap pelaksanaan lelang diisyaratkan adanya Nilai Limit.b. Penetapan Nilai Limit menjadi tanggung jawab Penjual.c. Persyaratan Nilai Limit dapat tidak diberlakukan pada Lelang

Noneksekusi Sukarela atas barang bergerak milik perorangan atau badan hukum atau badan usaha swasta.

d. Penjual menetapan Nilai Limit berdasarkan: penilaian oleh Penilai; atau penaksir oleh Penaksir.

e. Penilai merupakan pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.

f. Penaksir merupakan pihak yang berasal dari Penjual, yang melakukan penaksiran berdasarkan metode yang dapat dipertanggungjawabkan oleh Penjual, termasuk kurator untuk benda seni dan benda antik atau kuno.

g. Penetapan Nilai Limit tidak menjadi tanggung jawab KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II.

h. Nilai Limit ditetapkan oleh Penjual harus berdasarkan hasil penilaian dari Penilai dalam hal:1) Lelang Noneksekusi Sukarela atas Barang berupa tanah

dan/atau bangunan dengan Nilai Limit paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

2) Lelang Eksekusi Pasal 6 UUHT, Lelang Eksekusi Fidusia, dan Lelang Eksekusi Harta Pailit dengan Nilai Limit paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); atau

3) bank kreditor akan ikut menjadi peserta pada Lelang Eksekusi Pasal 6 UU Hak Tanggungan atau Lelang Eksekusi Fidusia.

i. Nilai Limit bersifat tidak rahasia. Untuk Lelang Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang Noneksekusi Sukarela atas barang tidak bergerak, Nilai Limit harus dicantumkan dalam pengumuman lelang. Untuk Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari tangan pertama serta Lelang Noneksekusi Sukarela barang bergerak, Nilai Limit dapat tidak dicantumkan dalam pengumuman lelang.

Page 254: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 247

j. Dalam hal pelaksanaan Lelang Ulang, Nilai Limit dapat diubah oleh Penjual dengan ketentuan:1) menunjukkan hasil penilaian yang masih berlaku, dalam hal

Nilai Limit pada lelang sebelumnya didasarkan pada penilaian oleh Penilai; atau

2) menunjukkan hasil penaksiran yang masih berlaku, dalam hal Nilai Limit pada lelang sebelumnya didasarkan pada penaksiran oleh Penaksir.

k. Nilai Limit dibuat secara tertulis dan diserahkan oleh Penjual kepada Pejabat Lelang paling lambat sebelum pengumuman lelang, atau sebelum Lelang dimulai dalam hal Nilai Limit tidak dicantumkan dalam pengumuman lelang.

l. Dalam pelaksanaan Lelang Eksekusi Pasal 6 UU Hak Tanggungan, Lelang Eksekusi Fidusia, dan Lelang Eksekusi Harta Pailit, Nilai Limit ditetapkan paling sedikit sama dengan Nilai Likuidasi.Sebenarnya jika hal tersebut diterapkan dengan baik dan

benar, tentu akan menghasilkan hasil terbaik yang didapatkan oleh kreditur dari sisi pelunasan kredit melalui hasil penjualan lelang maupun debitur dalam hal mendapatkan pengembalian dari selisih pelunasan kredit dan hasil penjualan obyek lelang. Keadilan yang diharapkan tentu akan membuat dorongan untuk melakukan upaya hukum yang bersifat “menghambat” yang biasanya dilakukan oleh debitur menjadi semakin berkurang atau dapat diminimalisir.

Hal Kedua dalam hal memberikan balance of justice perlu kiranya dibuat aturan yang jelas mengenai syarat dapat dilaksanakannya eksekusi melalui lembaga parate eksekusi dalam Pasal 6 UU Hak Tanggungan. Syarat ini tentu berkaitan dengan syarat obyektif di mana sebelum kreditur mengupayakan eksekusi melalui lembaga parate eksekusi harus terlebih dahulu dilakukan mediasi kedua belah pihak terkait yakni kreditur dan debitur. Termasuk mencari jalan tengah di mana pada saat timbul cidera janji oleh debitur, pemberi hak tanggungan (kreditur) mengupayakan upaya lain

Page 255: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan248

seperti restrukturisasi utang324, maupun penundaan-penundaan pembayaran.

Hal Ketiga dalam hal memberikan balance of justice ini tentu perlu dibuat suatu ketentuan yang memuat mengenai tenggang waktu atau batas dalam hal melaksanakan parate eksekusi Pasal 6 UU Hak Tanggungan. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa seringkali pihak kreditur menunda pelaksanaan eksekusi ini dalam waktu yang sangat lama, padahal debitur nyata-nyata sudah diketahui tidak lagi memiliki kemampuan membayar. Kondisi ini dapat menjadi berbahaya meskipun debitur pada titik tertentu akan diuntungkan dalam beberapa hal. Keuntungan jangka waktu yang lama ini dapat dimanfaatkan oleh debitur untuk lebih memaksimalkan dalam mencari jalan untuk membayar tunggakkan maupun pelunasan kredit. Namun demikian, sebenarnya lamanya jangka waktu ini dapat menjadi pedang bermata dua, yang pada titik tertentu justru sangat merugikan debitur. Logikanya dengan kreditur menunda pelaksanaan eksekusi obyek jaminan padahal debitur sudah diketahui tidak memiliki kemampuan bayar, kewajiban pelunasan menjadi semakin bertambah besar. Penghitungan besaran bunga, denda dan utang pokok menjadi lebih besar bila dibandingkan sebelumnya, sementara itu, seringkali antara kucuran kredit awal dengan nilai obyek jaminan jauh sekali perbedaannya.

Pada kondisi demikian, tentu debitur akan sangat dirugikan, sebab bilamana pada saat diketahui debitur tidak memiliki kemampuan bayar atau telah terjadi wanprestasi obyek jaminan dilakukan eksekusi, tentu debitur akan mendapatkan sisa keuntungan dari selisih hasil lelang dan pelunasan. Tentu tidak mungkin dan tidak

324 Pada Pasal 1 angka 4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2015 tentang Ketentuan Kehati-Hatian dalam Rangka Stimulus Perekonomian Nasional Bagi Bank Umum menyebutkan bahwa Restrukturisasi Kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui:a. penurunan suku bunga Kredit;b. perpanjangan jangka waktu Kredit;c. pengurangan tunggakan bunga Kredit;d. pengurangan tunggakan pokok Kredit;e. penambahan fasilitas Kredit; dan/atauf. konversi Kredit menjadi penyertaan modal sementara.

Page 256: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 249

berdasar jika kreditur sengaja membiarkan masalah ini berlarut bilamana selisih antara nilai kredit awal dengan nilai obyek jaminan tidak terlalu jauh, sebab tentu justru akan semakin merugikan. Oleh karenanya, praktik-praktik curang untuk mengambil keuntungan melalui cara ini harus dapat dijawab dengan aturan-aturan yang tegas, sehingga tidak timbul kesewenang-wenangan dalam hal parate eksekusi sesuai dengan Pasal 6 UU Hak Tanggungan.

2. Melakukan Perubahan uu Hak tanggunganLatar belakang lahirnya UU Hak Tanggungan ini merupakan

kehendak pemerintah dalam hal ini sesungguhnya memiliki landasan filosofis yang jelas. Hal yang utama adalah pemerintah hendak melaksanakan amanat dari UUPA di mana ada ketentuan mengenai Hak Tanggungan sebagai aturan dasar dari ketentuan mengenai lembaga hak jaminan yang dapat dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut bendabenda yang berkaitan dengan tanah yang belum terbentuk. Selain itu, ketentuan mengenai Hypotheek yang sebelumnya berdasarkan Pasal 57 UUPA, dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata ekonomi Indonesia325.

Banyak kalangan yang berpendapat bahwa materi muatan dalam UU Hak Tanggungan terutama dalam konteks eksekusi tidak memberikan kejelasan dan bahkan multi tafsir, serta tidak mencerminkan kepastian hukum. Kepastian hukum ini tentu penting, sebab hukum bertugas menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Kepastian hukum merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian hukum akan kehilangan makna karena tidak lagi dapat dijadikan pedoman perilaku bagi semua orang326.

Sebenarnya sudah sangat banyak ulasan yang membahas mengenai hal ini, bahkan dalam Program Legislasi Nasional 2010-

325 Lihat Penjelasan Umum UU Hak Tanggungan.326 Fence M. Wantu, Op.,Cit, hlm. 193.

Page 257: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan250

2014, DPR telah menginisiasi untuk juga membahas perubahan tersebut327. Namun, sampai hari ini hal tersebut belum dilaksanakan, dan bahkan tidak dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2014-2018. Perubahan ini penting, mengingat banyaknya muatan materi yang bahkan saling tumpang tindih dan tidak memiliki relevansi jelas sehingga dapat lahir keraguan dalam praktik. Meskipun keraguan itu terkadang dapat diselesaikan melalui interpretasi atas peraturan hukum lainnya. Hal inilah yang menurut H.L.A Hart merupakan salah satu contoh ketidakpastian (legal uncertainty) hukum328.

Rekonstruksi parate eksekusi ini merupakan suatu upaya perubahan mendasar yang berkaitan dengan bagaimana memberikan definisi secara ketat dan tegas pada konteks definisi dari parate eksekusi hak tanggungan. Rekonstruksi parate eksekusi berdasarkan Pasal 6 jo Pasal 20 ayat (1) huruf a UU Hak Tanggungan dalam materi muatan UU Hak Tanggungan dan ketentuan-ketentuan dalam peraturan lainnya dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

327 Pihak DPR telah mengajukan RUU tentang Perubahan atas UU Hak Tanggungan untuk dijadikan pembahasan dan masuk dalam Program Legislasi Nasional 2010-2014. Diambil dari http://peraturan.go.id/proleg/detail/11e46a1ad3ce67b0be19313032303138.html, diakses tanggal 20 November 2016, Pukul 16.00 WIB328 Lihat H.L.A Hart, The Concept of Law, Clarendon Press-Oxford, New York, 1997. Diterjemahkan oleh M. Khozim, Konsep Hukum, Nusamedia, Bandung, 2010, hlm. 230.

Page 258: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 251

tabel 2Rekontruksi Parate eksekusi

no Peraturan Parate eksekusi

substansi Rekonstruksi

1. Pasal 11 ayat 2 huruf e UU Hak Tanggungan

Kewenangan pelaksanaan parate eksekusi tidak lagi mutlak perintah undang-undang (ex lege), melainkan juga didasarkan pada perjanjian antar para pihak

Di ubah dengan substansi ketentuan yang dapat membedakan secara jelas antara parate eksekusi dengan eksekusi title eksekutorial

2. Pasal 14 ayat (2) UU Hak Tanggungan

Pelaksanaan parate eksekusi dipersamakan dengan eksekusi title eksekutorial (hipotik) di mana eksekusi fiat Ketua Pengadilan Negeri

Di ubah dengan substansi ketentuan yang dapat membedakan secara jelas antara parate eksekusi dengan eksekusi title eksekutorial

3. Penjelasan Umum angka 9 UU Hak Tanggungan

Pelaksanaan eksekusi hanya dapat dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 224 HIR dan Pasal 258 RBg

Dihapus

4. SEMA No 7 Tahun 2012 Perintah eksekusi paksa yang didasarkan pada pelaksanaan parate eksekusi berdasarkan Pasal 6 UU Hak Tanggungan harus melalui gugatan biasa (hukum acara biasa)

Dihapus

Page 259: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan252

Page 260: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 253

BAB VIPENUTUP

A. kesiMPulAnBerdasarkan analisis yang telah disampaikan maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:1. Pembentukan lembaga parate executie berdasarkan ketentuan Pasal

6 UU Hak Tanggungan, merupakan salah satu sarana yang memang sengaja diadakan bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan pertama untuk mendapatkan kembali pelunasan piutangnya dengan cara mudah dan murah (dengan maksud untuk menerobos formalitas hukum acara perdata biasa). Sebagai perjanjian tambahan, dalam praktik parate eksekusi dianggap tidak dapat memberikan keadilan bagi debitur. Hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor:a. Pada perjanjian kredit sebagai perjanjian awal, pihak kreditur

seringkali menggunakan bentuk kontrak baku yang memosisikan debitur tidak memiliki posisi tawar selain take it or leave it. Penggunaan kontrak baku ini dalam beberapa hal merugikan debitur karena debitur tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh kreditur, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah; dan

b. Karakteristik parate eksekusi adalah eksekusi secara mandiri, sehingga acapkali ketentuan-ketentuan UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan UU No 10 Tahun 1998, Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005, dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 yang berkaitan dengan ketentuan mengenai reschedulling, reconditioning, maupun restructuring hanya bersifat formalitas dan tanpa ada akibat hukum yang tegas bilamana tidak

Page 261: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan254

dilaksanakan, sehingga hal ini mendudukan kreditor pada posisi dominan atau memaksa, bukan dihasilkan dari kesepakatan win-win solution antara kreditur dan debitur.

2. Kelemahan pelaksanaan parate eksekusi berdasarkan Pasal 6 UU Hak Tanggungan pada praktiknya banyak mengakibatkan hilangnya aspek kemudahan, efisiensi dan sisi kepastian hukum yang semula mendasari tujuan dari diakomodirnya lembaga parate eksekusi ini dalam UU Hak Tanggungan. Kerugian yang paling mencolok adalah hilangnya aspek kepastian hukum, kerugian waktu, biaya, serta kerugian material lain yang diderita baik oleh kreditur maupun debitur akibat dari terhambatnya pelaksanaan parate eksekusi. Beberapa faktor penyebab yang menjadi hambatan dan kendala pelaksanaan parate eksekusi sesuai dengan Pasal 6 UU Hak Tanggungan, diantaranya:a. Muatan materi dalam UU Hak Tanggungan mengandung

inkonsistensi yang saling tumpang tindih antara doktrin parate eksekusi dengan eksekusi grosse akta (titel eksekutorial). Pertentangan ini jelas sekali terlihat bila kita meneliti norma pada Pasal 6 dengan Pasal 11 ayat (2) huruf e, Pasal 6 dengan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 6 dengan Penjelasan Umum Nomor 9 UU Hak Tanggungan. Inkonsistensi ini terlihat dari dicampur adukannya substansi parate eksekusi sesuai doktrin dengan eksekusi berdasarkan titel eksekutorial (grosse akta);

b. Putusan Mahkamah Agung Nomor 3021 K/Pdt/1984 tanggal 30 Januari 1986 yang pada pokoknya menyatakan bahwa pelelangan yang bila dilakukan tidak atas perintah Ketua Pengadilan Negeri adalah bertentangan dengan Pasal 224 HIR sehingga pelelangan tersebut adalah tidak sah dan termasuk perbuatan melawan;

c. SEMA No 7 Tahun 2012 yang pada pokoknya adalah menyatakan bahwa walaupun kreditor telah memegang Hak Tanggungan, yang berarti bernilai parate eksekusi, namun kreditor bila akan melakukan eksekusi, harus melalui fiat Ketua Pengadilan Negeri,

Page 262: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 255

tidak boleh langsung ke Kantor Lelang. Apabila dilakukan langsung ke Kantor Lelang, maka apabila debitor tidak bersedia mengosongkan obyek lelang, maka Ketua Pengadilan Negeri dilarang melakukan eksekusi pengosongan, kecuali dilakukan melalui gugatan biasa.

3. Rekonstruksi hukum untuk menyelesaikan problem-problem mendasar baik menyangkut aspek nilai keadilan, kemanfaatan, maupun kepastian hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan parate eksekusi antara lain:a. Rekonsepsi nilai keadilan parate eksekusi untuk menyelaraskan

dan harmonisasi dengan nilai-nilai keadilan Pancasila ke dalam lembaga parate eksekusi. Masuknya nilai keadilan Pancasila berupa social justice berguna untuk menggeser perspektif individualisme dalam pelaksanaan parate eksekusi, sehingga akan melahirkan balances of justice bagi para pihak yang terkait.

b. Nilai keadilan yang seimbang antara kreditur dengan debitur dalam pelaksanaan eksekusi melalui lembaga parate eksekusi Pasal 6 UU Hak Tanggungan dapat diwujudkan melalui perimbangan antara hak dan kewajiban yang diberikan oleh hukum dalam bentuk:1) Memperkuat kedudukan Lembaga Parate Eksekusi dengan

membuat aturan-aturan pelaksana, terutama yang berkaitan dengan penetapan harga limit lelang;

2) Membuat aturan-aturan yang ketat dan tegas dalam hal restrukturisasi utang, sehingga kepentingan debitur dapat tetap terjaga;

3) Membuat ketentuan-ketentuan mengenai tenggang waktu yang jelas dan tegas antara terjadinya wanprestasi/cidera janji dengan pelaksanaan parate eksekusi, sehingga kepentingan debitur akan terkomodir dan terjaga secara adil.

c. Melakukan perubahan atas UU Hak Tanggungan di mana:1) Mengubah Pasal 11 ayat (2) huruf e UU Hak Tanggungan

dengan substansi ketentuan yang dapat membedakan

Page 263: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan256

secara jelas antara parate eksekusi dengan eksekusi title eksekutorial;

2) Mengubah Pasal 14 ayat (2) UU Hak Tanggungan dengan substansi ketentuan yang dapat membedakan secara jelas antara parate eksekusi dengan eksekusi title eksekutorial;

3) Menghapus Penjelasan Umum angka 9 UU Hak Tanggungan; dan

4) Menghapus SEMA No 7 Tahun 2012.

B. sARAn 1. Perlu pembaruan KUH Perdata secara komprehensif, sebab bahwa

KUH Perdata sudah sangat tertinggal jauh dengan kompleksitas perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis. KUH Perdata juga merupakan peraturan perundang-undangan induk dari ketentuan mengenai parate eksekusi, sehingga perlu diadakan perubahan mendasar yang sesuai dengan keadaaan saat ini.

2. Mahkamah Agung perlu segera mencabut SEMA No 7 Tahun 2012, sebab keberadaan SEMA tersebut jelas tidak dapat dipakai sebagai rujukan atau sumber hukum yang memiliki validitas mengikat secara umum. Keberadaan SEMA dimaksud juga tidak relevan dengan tujuan dari hukum yang ingin menciptakan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum bagi masyarakat, sebab justru keberadaan SEMA tersebut inkonsistensi dengan ketentuan Pasal 6 UU Hak Tanggungan.

3. Pemerintah bersama dengan DPR perlu sesegera mungkin mendorong pembahasan mengenai perubahan atas UU Hak Tanggungan yang pada periode sebelumnya sudah menjadi program legislatif nasional (Prolegnas). Hal ini sangat penting ditengah situasi ekonomi global yang sangat rentan akibat krisis sumber daya alam, sehingga kunci untuk dapat mempertahankan kelangsungan pertumbuhan ekonomi adalah meraih kepercayaan pelaku ekonomi dan masyarakat melalui regulasi-regulasi yang memiliki nilai kepastian hukum, kemanfaatan dan berkeadilan.

Page 264: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 257

C. iMPlikAsi1. Implikasi Teoritis

Tulisan ini merupakan suatu kajian yang menelititi dan melakukan penelaahan secara mendalam mengenai parate eksekusi, baik itu dari sisi filosofis, segi doktrin, maupun asas-asas hukum parate eksekusi. Hasilnya bahwa saat ini terjadi pergeseran makna yang disebabkan oleh penafsiran-penafsiran yang dilakukan oleh lembaga pranata hukum terkait dengan parate eksekusi. Parate eksekusi sebagai sebuah doktrin hukum yang diterima di Indonesia sebagai warisan kolonial perlu diselaraskan dengan Pancasila sebagai norma tertinggi atau grundnorm, sehingga parate eksekusi tetap dapat memberikan keadilan yang selaras dengan masyarakat Indonesia. Melalui tulisan ini telah berhasil menemukan formula baru bagi dunia hukum perdata khususnya dalam hal pelaksanaan parate eksekusi yang dapat memberikan keadilan substantif bagi para pihak yang terkait, sekaligus membangun perspektif yang lebih mengutamakan kemanfaatan bagi masyarakat, tanpa menegasikan sisi kepastian hukumnya.

2. Implikasi PraktisImplikasi praktis dari penelitian ini adalah mampu memberikan gambaran yang utuh mengenai segala aspek hukum yang berkaitan dengan parate eksekusi terhadap lembaga pranata hukum yang ada, praktisi hukum, maupun regulator. Tentu gambaran utuh ini menjadi penting, sehingga tidak lagi timbul interpretasi yang berbeda dalam memaknai parate eksekusi, tidak timbul lagi kerancuan-kerancuan dalam hal pembuatan regulasi, bagi kepentingan-kepentingan praktis bagi kalangan akademisi, maupun bagi praktisi hukum dalam melakukan pembelaan yang terkait dengan kedudukan para pihak yang berperkara.

Page 265: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan258

Page 266: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 259

DAFTAR PUSTAKA

literatur:

A. Wahab Daud. 2002. H.I.R. Hukum Acara Perdata. Cetakan ke-3. Jakarta: Pusbakum.

Abdul R. Saliman. 2005. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus. Jakarta: Kencana Prenada.

Abdurrahman dan Samsul Wahidin. 1985. Beberapa Catatan Tentang Hukum Jaminan dan Hak-Hak Jaminan Atas Tanah. Bandung: Alumni.

Achmad Anwari. 1981. Bank Rekan Terpercaya dalam Usaha Anda. Jakarta: Balai Aksara.

Adiwarman A. Karim. 2006. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Agus Yudha Hernoko. 2010. Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Ahmad Rifai. 2011. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif. Cetakan ke-2. Jakarta: Sinar Grafika.

Azhari. 1995. Negara Hukum Indonesia, Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-Unsurnya. Jakarta: UI Press.

B.N. Marbun. 1996. Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Bachsan Mustafa. 2003. Sistem Hukum Indonesia Terpadu. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Bahder Johan Nasution. 2011. Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia. Bandung: Mandar Maju.

Boedi Harsono. 1997. Hukum Agraria Indonesia / Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria. Jakarta: Djambatan.

________. 2000. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Djambatan.

________. 2007. Hukum Agraria Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Djambatan.

C.S.T. Kansil. 1983. Pancasila dan UUD 1945 Dasar Falsafah Negara, Yogyakarta: Pradnya Pertama.

C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil. 1995. Modul Hukum Perdata, Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita.

________. 1997. Pokok-Pokok Hukum Hak Tanggungan atas Tanah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Page 267: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan260

Dardji Darmodihardjo. `1999. Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: Gramedia.

David Miller. 1999. Principles of Social Justice. London: Harvard University Press.

Djuhaendah Hasan. 1996. Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal (Suatu Konsep dalam Menyongsong Lahirnya Lembaga Hak Tanggungan). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Dudu Duswara Machmudin. 2010. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Refika Aditama.

Ellydar Chaidir & Sudi Fahmi. 2010. Hukum Perbandingan Konstitusi. Yogyakarta: Total Media.

Emil Lask, Gustav Radbruch, and Jean Dabin. 1950. The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin. Cambridge: Harvard University Press.

F.X.Suhardana. 1996. Hukum Perdata 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Frieda Husni Hasbulah. 2002. Hukum Kebendaan Perdata, Hak-Hak yang Memberi Jaminan. Jilid II. Jakarta: Indhill. Co.

________. 2009. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak yang Memberi Jaminan. Jakarta: Indihill. Co.

G.W. Paton. 1972. A Textbook of Jurisprudence, English Language Book Society. London: Oxford University Press.

Gautama. 1996. Komentar Atas Undang-Undang Hak Tanggungan Baru Tahun 1996 No 4. Bandung: Citra Aditya Bakti.

George Sabine. 1995. A History of Political Theory. London: George G.Harrap & Co.Ltd.

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani. 2001. Seri Hukum Bisnis, Jaminan Fidusia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

H.L.A Hart. 1997. The Concept of Law. Oxford-New York: Clarendon Press. Diterjemahkan oleh M. Khozim. 2010. Konsep Hukum. Bandung: Nusamedia.

Hartono Hadisaputro. 1984. Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan. Yogyakarta: Liberty.

Hasanudin Rahmat. 1998. Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Page 268: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 261

Henk Snijders and Jaap Hijma. 2010. The Netherlands New Civil Code - Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda yang Baru. Jakarta: National Legal Reform Program, SMK Grafika Desa Putera.

Herlien Budiono. 2010. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Herowati Poesoko. 2008. Parate Executie Obyek Hak dan Kesesatan Penalaran dalam Undang-Undang Hak Tanggungan. Cetakan ke-2. Yogyakarta: LaksBang Pressindo.

HP. Panggabean. 1992. Himpunan Putusan Mahkamah Agung RI Mengenai Perjanjian Kredit Perbankan (Berikut Tanggapan). Jilid I. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Ignatius Ridwan Widyadharma. 1999. Hukum Jaminan Fidusia. Semarang: Balai Penerbit Universitas Diponegoro.

J. Satrio. 1993. Parate Eksekusi Sebagai Sarana Menghadapi Kredit Macet. Bandung: Citra Aditya Bakti.

________. 1996. Hukum Jaminan, Hak-Hak Pribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti.

________. 1996. Hukum Jaminan Hak-Hak Kebendaan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

________. 1996. Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Pribadi: Tentang Perjanjian Penanggungan dan Perikatan Tanggung Menanggung. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

________. 1997. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Hak Tanggungan, Buku I. Bandung: Citra Aditya Bakti.

________. 2002. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia. Bandung: Citra Aditya Bakti.

________. 2002. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. Bandung: Citra Aditya Bakti.

________. 2007. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Jimly Asshiddiqie. 2004. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

________. 2009. Menuju Negara Hukum yang Demokratis. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.

Page 269: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan262

Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at. 2006. Teori Hans Kelsen tentang Hukum. Jakarta: Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

John Rawls. 1973. A Theory of Justice. London: Oxford University.

________. 1980. Theory of Social Justice. Ohio: Ohio University.

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. 2005. Hak Tanggungan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Kasmir. 2007. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Ketut Sethyon. 2002. Pegadaian 100 Seabad Bersahabat Menapak ke Masa Depan dengan Kegigihan Masa Lalu, Perum Pegadaian. Jakarta: Kantor Pusat Perum Pegadaian.

Lawrence M. Friedman. 1969. The Legal System: A Social Science Perspective. New York: Russel Sage Foundation.

________. 1984. American Law. London: W.W. Norton & Company.

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto. 1979. Perundangan-Undangan dan Yurisrprudensi. Bandung: Alumni.

Lilik Mulyadi. 2002. Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia. Cetakan ke-2. Edisi Revisi. Jakarta: Djambatan.

Linda A. Spagnola. 2008. Contract For Paralegal: Legal Principle and Practival Aplication. United States: McGraw-Hill Irwin.

M. Yahya Harahap. 1989. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Jakarta: PT Gramedia.

________. 2005. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Edisi Kedua. Cetakan ke-1. Jakarta: Gramedia.

Maria Farida. 2010. Ilmu Perundang-Undangan. Yogyakarta: Kanisius.

________. 2010. Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan. Yogyakarta: Kanisius.

Mariam Darus Badruzaman. 1991. Bab-Bab tentang Credit Verband Gadai dan Fidulia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Muhammad Hashim Kamali. 1996. Prinsip dan Teori-Teori Hukum Islam Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Munir Fuady. 2000. Jaminan Fidusia. Cetakan ke-2 Revisi. Bandung: Citra Aditya.

Page 270: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 263

________. 2005. Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis. Buku I. Jakarta: Citra Aditya.

Ni’matul Huda. 2005. Negara Hukum, Demokrasi dan Judicial Review. Yogyakarta: UII Press.

Nierop, A.S. van. 1937. Hypotheekrecht, Serie Publik en Privaatrecht. Cetakan ke-2. Zwolle: Tjeenk Willing.

Nindyo Pramono. 2003. Hukum Komersil. Jakarta: Pusat Penerbitan UT.

P.S Atiyah. 1995. An Introduction to the Law of Contract. New York: Oxford University Press Inc.

Paul Scholten dan C.Asser. 1992. Penuntun dalam Mempelajari Hukum Perdata Belanda: Bagian Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Peter Mahmud Marzuki. 2009. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana.

Purnama Sianturi. 2008. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak. Bergerak Melalui Lelang. Bandung: Mandar Maju.

R. Soesilo. 1995. RIB/HIR dengan Penjelasan. Bogor: Politeia.

R. Subekti. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung: Citra Aditya Bakti.

R. Subekti. 1996. Hukum Perjanjian. Cetakan ke-14. Jakarta: Intermasa.

Rachmadi Usman. 2003. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

________. 2003. Perkembangan Hukum Perdata dalam Dimensi Sejarah dan Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

________. 2008. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: Sinar Grafika.

________. 2009. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: Sinar Grafika.

Riduan Syahrani. 2000. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni.

Ronald Saija dan Roger F.X.V. Letsoin. 2016. Buku Ajar Hukum Perdata. Cetakan ke-2. Yogyakarta: Deepublish.

Rukiyati, dkk. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UNY Press.

Salim HS. 2003. Pengantar Hukum Perdata Tertulis. Jakarta: Sinar Grafika, Jakarta.

________. 2008. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Page 271: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan264

Satjipto Rahardjo. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

________. 2006. Hukum dalam Jagat Ketertiban. Jakarta: UKI Press.

Shidarta. 2006. Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berfikir. Bandung: PT. Refika Aditama.

Sri Janti, dkk. 2008. Etika Berwarga Negara. Jakarta: Salemba Empat.

Sri Soedewi Masjchoen Sofyan. 1980. Hukum Jaminan di Indonesia: Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta: Liberty.

________. 1981. Hukum Perdata: Hukum Benda. Cetakan ke-4. Yogyakarta: Liberty.

________. 2001. Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta: Liberty Offset.

Subekti. 1977. Hukum Acara Perdata. Jakarta: BPHN.

Subekti. 1979. Hukum Perjanjian. Cetakan ke-6. Jakarta: Intermasa.

Subekti. 1984. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.

Sudikno Mertokusumo. 1988. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

________. 1996. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

________. 1998. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

________. 2002. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Cetakan ke-3. Yogyakarta: Liberty.

________. 2006. Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Liberty.

________. 2010. Mengenal Hukum. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

________. 2012. Teori Hukum. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Sukarno. 1965. Lahirnja Pantja-Sila: Pidato Pertama tentang Pantja Sila Jang Diutjapkan Pada Tanggal 1 Djuni 1945. Tjetakan ke-2. Djakarta: Pradnjaparamita.

Susi Dwi Harijanti. 2011. Negara Hukum dalam Undang-Undang Dasar 1945, dalam Negara Hukum yang Berkeadilan: Kumpulan Pemikiran dalam Rangka Purnabakti Prof. Dr. H. Bagir Manan, SH., MCL. Bandung: PSKN FH UNPAD.

Sutan Remy Sjahdeni. 1996. Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah-Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan. Malang: Airlangga University Press.

Page 272: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 265

________. 1999. Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan. Bandung: Alumni.

________. 1999. Hak Tanggungan: Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan). Edisi ke-2. Cetakan ke-1. Bandung: Alumni.

Teguh Prasetyo. 2012. Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum (Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat). Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Teguh Prasetyo & Abdul Alim. 2007. Ilmu Hukum & Filsafat Hukum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Thomas Hobbes. 1894. Leviathan or The Matter, Form And Power of A Commonwealth, Ecclesiastical And Civil. Fourth Edition. London: George Routledge And Sons Limited.

Thomas Suyatno. 1997. Dasar Dasar Pengkreditan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Vollmar, H.F.A. 1951 Nederlands Burgerlijk Recht, Handleiding voor Studie en Praktijk, Zaken en Erfrecht. Jilid kedua. Cetakan ke-2. Zwole: Tjeenk Willing.

Wahyono Darmabrata. 2005. Hukum Perdata Pembahasan Mengenai Asas-Asas Hukum Perdata. Jakarta: CV. Gitama Jaya.

Wildan Suyuthi. 2004. Sita dan Eksekusi Praktek Kepustakaan Pengadilan. Jakarta: PT. Tatanusa.

Will Kymlicka. 2001. Pengantar Filsafat Politik Kontemporer: Kajian Khusus atas Teori-Teori Keadilan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wirjono Projodikoro. 1983. Azas-Azas Hukum Perdata. Cetakan ke-9 . Bandung: Sumur Bandung.

Zainul Bahri. 1995. Kamus Hukum. Bandung: Angkasa.

Jurnal, Makalah dan Proceding:

A. Hamid S Attamimi. Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Menyelenggarakan Pemerinahan Negara (Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I-VII), Disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1990.

Anthon F. Susanto. “Keraguan dan Ketidakadilan Hukum (Sebuah Pembacaan Dekonstruktif)”, Jurnal Keadilan Sosial, Edisi 1, 2010, Jakarta.

Page 273: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan266

Bachtiar Sibarani. “Haircut atau Parate Eksekusi”, Jurnal Hukum Bisnis, 2001.

Christian Siregar. “Pancasila, Keadilan Sosial, dan Persatuan Indonesia”, Jurnal Humaniora, Volume 5, Issue 1 April 2014.

Dani Pinasang. “Falsafah Pancasila Sebagai Norma Dasar (Grundnorm) Dalam Rangka Pengembanan Sistem Hukum Nasional”, Jurnal Hukum Unsrat, Vol.XX/No.3/April-Juni/2012.

Djoko Marihandono. “Sultan Hamengku Buwono II: Pembela Tradisi dan Kekuasaan Jawa”, Jurnal Makara Sosial Humaniora, Volume 12, No. 1, Juli, 2008.

Fence M. Wantu. “Antinomi dalam Penegakan Hukum Oleh Hakim”, Jurnal Berkala Mimbar Hukum, Volume. 19 No. 3 Oktober 2007, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 2007, Yogyakarta.

Hans Kelsen and Anders Wedberg (translated). General Theory Law and State, 20th Century Legal Philoshophy Series, Volume I, Harvard University Pers, Massachusetts, 1949.

Heather Leawoods. “Gustav Radbruch: An Extraordinary Legal Philosopher”. Washington University Journal of Law & Policy, Vol. 2, January 2000, Washington.

J. Satrio. “Eksekusi Benda Jaminan Gadai”. Prosiding Seminar Sehari Perbankan. “Aspek Hukum Corporate Financing Oleh Perbankan di Indonesia: Aturan Penegakan dan Penyelesaian Sengketa Hukum Dalam Hubungan Kreditor dan Debitor”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, FH UI, 2006, Jakarta.

Jimmly Asshidiqie. Pesan Konstitusional Keadilan Sosial, Kuliah Umum tentang Paradigma Keadilan Sosial dalam Hukum dan Pembangunan di hadapan para Dosen Fakultas Hukum, Malang, 2011.

Johannes Ibrahim. “Penerapan Single Presence Policy dan Dampaknya Bagi Perbankan Nasional”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27, No. 2, Tahun 2008.

Lawrence M.Friedman. “On Legal Developmant”, Jurnal Rutgers Law Review, Vol. 24, United States, 1969.

Lie Oen Hock. Jurisprudensi Sebagai Sumber Hukum, Pidato Peresmian Pemangkuan Jabatan Guru Besar Luar Biasa Dalam Ilmu Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia Pada Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Dari Universitas Indonesia di Jakarta, Pada Tanggal 19 September 1959, Cetakan ke-4, PT. Penerbitan

Page 274: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 267

Universitas, Bandung, 1965,Sherhan Tan Kamello, Mahmul Siregar, Hasim Purba, “Kekuatan Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Pengembalian Utang Pembiayaan Bermasalah Pada Praktik PT. Bank Muamalat Indonesia. Tbk Cabang Medan”, USU Law Journal, Vol. 2. No. 2 (September-2014).

M. Isnaeni. “Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Dalam Kerangka Tata Hukum Indonesia”, Jurnal Hukum Ekonomi, Edisi V, Agustus 1996.

M. Yahya Harahap. “Jalan Keluar Kemelut Groses Akta Pengakuan Hutang”, Media Notariat, No. 30-33, 1994.

________. “Kedudukan Grosse Akte dalam Perkembangan Hukum di Indonesia”, Media Notariat, No. 8-9, Tahun III, Oktober 1988.

Maria Elisabeth Elijana. “Eksekusi Barang Jaminan Sebagai Salah Satu Cara Pengembalian Hutang Debitur”, Prosiding Seminar Sehari Perbankan, “Aspek Hukum Corporate Financing Oleh Perbankan di Indonesia: Aturan Penegakan dan Penyelesaian Sengketa Hukum Dalam Hubungan Kreditor dan Debitor”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, FH UI, Jakarta, 2006.

Sutan Remy Sjahdeini. “Beberapa Permasalahan Hukum Hak Jaminan”, Majalah Hukum Nasional, No. 2 Tahun 2000.

United Nations. Vienna Convention on the Law of Treaties 1969, Treaty Series, Vol. 1155, United Nation, New York, 2005.

Yusuf Qardhawi. “Al-Fiqh Al-Islami bayn Al-Ashâlah wa At-Tajdid”, Jurnal Al-Muslim Al-Mu’ashir, Edisi 3, Juli 1975, Kairo.

Produk Hukum:

PBI No.7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, sebagaimana telah diubah terakhir dengan PBI No 11/2/PBI/2009.

Permendag Nomor 26/M-Dag/Per/2007.

Permendag Nomor 37/M-Dag/Per/2011.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

internet:

h t t p : / / p e r a t u r a n . g o . i d / p r o l e g / d e t a i l / 11e46a1ad3ce67b0be19313032303138.html, diakses tanggal 20 November 2016, Pukul 16.00 WIB

Page 275: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan268

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4c594a3da06e6/perlawanan-eksekusi-lelang-bank-nisp-kandas, diakses pada hari Selasa 19 April 2016, Pukul 9.30 WIB.

Hukum Online, Perlawanan Eksekusi Lelang Bank NISP Kandas, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4c594a3da06e6/perlawanan-eksekusi-lelang-bank-nisp-kandas, diakses 29 Juni 2016, Pukul 01.00 WIB

Page 276: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 269

GLOSARIUM

Aadil : sama, proporsional, seimbang, tidak memihak, sesuai

porsi, patuh kepada hukum.

agraria : hal terkait tanah.

agunan : jaminan atau tanggungan.

akta : suatu tulisan di atas kertas yang dikeluarkan oleh pejabat atau instansi yang berwenang yang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya.

asas : dasar atau hukum dasar yang menjadi acuan berpikir seseorang atau pembuat norma hukum sebagai pedoman dalam mengambil keputusan-keputusan yang penting di dalam hidupnya.

Bbank : badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

benda : segala sesuatu yang ada di alam yang berwujud dan mempunyai nilai guna atau berharga

budaya : hasil pikiran, akal budi, adat istiadat dan sudah menjadi suatu kebiasaan.

ddana : uang atau modal uang.

debitur : debitor, adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.

doktrin : ajaran, pendirian dari segolongan orang atau sekelompok orang secara sistematis yang berasal dari pakar atau ahli.

Page 277: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan270

eefisien : tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan)

sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya; mampu menjalankan tugas dengan tepat dan cermat; berdaya guna, tepat guna.

ekonomi : ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti hal keuangan, perindustrian, dan perdagangan); pemanfaatan uang, tenaga, waktu dan sebagainya yang berharga.

eksekusi : pelaksanaan putusan hakim suatu peradilan; penjualan harta benda seseorang karena berdasarkan penyitaan.

Ffidusia : fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda

atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Ggadai : suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas

suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur (si berutang), atau oleh orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditur itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada kreditur-kreditur lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya mana harus didahulukan.

Hhakim : hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan

peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.

Page 278: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 271

hipotik : hak atas benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perjnjian.

iintimidasi : tindakan menakut-nakuti (terutama untuk memaksa

orang atau pihak lain berbuat sesuatu), gertakan, ancaman.

investasi : penanaman modal, adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.

Jjaminan : agunan atau tanggungan.

kkaidah : norma.

kelompok : golongan/grup.

konflik : percekcokan, perselisihan, pertentangan, beda pendapat.

konstitusi : Undang-Undang Dasar dalam suatu negara; norma sistem politik dan hukum pada pemerintahan negara yang bisa berwujud tertulis atau tidak tertulis.

konstruksi : suatu sistem, bentuk, tata cara atau secara lebih luas merupakan pola pola hubungan yang ada di dalam suatu sistem.

kredit : penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

kreditor : kreditur.

kreditur : orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

Page 279: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan272

llelang : penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan

penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang.

Mmasyarakat : sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat

oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.

materiil : bersifat fisik atau kebendaan.

modal : aset dalam bentuk uang atau dalam bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh orang dan memiliki nilai ekonomis.

nnovasi : pembaruan utang.

Oorang : orang perseorangan atau badan hukum termasuk

korporasi yang menurut hukum memenuhi syarat mengemban hak dan kewajiban.

PPancasila : sumber dari segala sumber hukum di Indonesia

perdata : sipil, lawan dari kriminal atau pidana.

preman : partikelir, swasta; bukan tentara, sipil (tentang orang, pakaian, dan sebagainya).

prestasi : hasil yang dilakukan atau yang telah dicapai sebagaimana disepakati atau diperjanjikan.

privilege : khusus, diutamakan atau didahulukan.

prosedur : tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas; metode atau langkah untuk memecahkan suatu masalah.

Page 280: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan 273

Rregulasi : peraturan.

rentan : rawan.

restrukturasi : pembangunan kembali sesuatu yang telah dibangun atau disusun dengan pola tertentu.

rezim : masa/orde/kurun waktu tertentu

risiko : akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan.

ssistem : suatu kesatuan yang terdiri dari komponen-komponen

atau elemen yang dihubungkan satu sama lain yang secara bersama-sama melakukan suatu fungsi untuk mencapai tujuan tertentu.

subrogasi : pengalihan utang kepada pihak ketiga.

struktur : cara sesuatu disusun atau dibangun membentuk pola tertentu dan mempunyai fungsi.

ttempo : waktu, masa; kelonggaran (untuk berpikir, dan

sebagainya).

traktat : perjanjian antar negara yang dibuat dengan maksud tertentu yang dituangkan dalam bentuk tertentu.

uutang : kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan

dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.

Page 281: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian

Rekonstruksi Parate Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah yang Berkeadilan274

Wwanprestasi : tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur

baik karena kesengajaan atau kelalaian di mana tidak melaksanakan isi perjanjian sebagaimana mestinya, melaksanakan isi perjanjian namun tidak sebagaimana diperjanjikan, melaksanakan isi perjanjian namun terlambat, dan melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

waktu : tempo, masa.

watak : karakter, sifat batin manusiaa yang memengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, tabiat.

yyuridis : menurut hukum, secara hukum.

yurisprudensi : himpunan putusan pengadilan; putusan pengadilan terdahulu yang memutus perkara yang sama dan dijadikan sebagai pedoman untuk memutus kasus yang sama pada masa sekarang.

Page 282: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian
Page 283: RekonstRuksi Hak tanggungan - research.unissula.ac.idresearch.unissula.ac.id/.../210303040/6223Full_Text,_Cover_dan_HAKI... · ... dAn eksistensi HukuM JAMinAn di indOnesiA ... penyelesaian