Hadis dhaif

28
Takhrij Hadis dan Metode-Metodenya Oleh: Early Ridho Kismawadi 11 EKNI 2364 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. H. Nawir Yuslem, MA PROGRAM PASCASARJANA 1

description

Mengetahui kriteria suatu hadis diperlukan untuk menentukan suatu hadis dapat digunakan untuk dalil atau tidak boleh sebab itu dalam makalah kali ini akan dibahas tentang hadis dhaif meliputi, Kriteria dan Macam-macam Hadis Dhaif, Hadis-hadis daif ditinjau dari segi terputusnya sanad Hadis-hadis daif ditinjau dari segi cacat perawi, dan Hukum Meriwayatkan dan Mengamalkan Hadis dhaif

Transcript of Hadis dhaif

Page 1: Hadis dhaif

Takhrij Hadis dan Metode-Metodenya

Oleh:

Early Ridho Kismawadi11 EKNI 2364

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. H. Nawir Yuslem, MA

PROGRAM PASCASARJANAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARAMEDAN

2013 M/1433 H

1

Page 2: Hadis dhaif

Hadis Dhaif

1. Pendahuluan

Dhaif menurut bahasa adalah lawan dari kuat, Dhaif ada dua macam yaitu

lahiriah dan maknawiyah, sedangkan yang dimaksud disini adalah dhaif maknawiyah.

Hadis dhaif menurut istilah adalah hadis yang didalamnya tidak didapati

syarat hadis shahih dan tidak pula didapati syarat hadis hasan.1 Senada dengan

Mannan Al Qathan menurut T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy hadis dhaif adalah

2

Hadis yang tidak terdapat sifat hadis shahih dan tidak pula terdapat sifat hadis

hasan.

Mengetahui kriteria suatu hadis diperlukan untuk menentukan suatu hadis

dapat digunakan untuk dalil atau tidak boleh sebab itu dalam makalah kali ini akan

dibahas tentang hadis dhaif meliputi, Kriteria dan Macam-macam Hadis Dhaif,

Hadis-hadis daif ditinjau dari segi terputusnya sanad Hadis-hadis daif ditinjau dari

segi cacat perawi, dan Hukum Meriwayatkan dan Mengamalkan Hadis dhaif

2. Kriteria dan Macam-macam Hadis Dhaif

Sebab-sebab kedaifan ketika diteliti kembali kepada dua hal pokok yaitu:

Ketidakmuttashilan sanad, dan Selain ketidakmuttashilan sanad seperti; cacatnya

seorang atau beberapa rawi3. Fatchur Rahman mengutip pendapat al-‘Iraqi, bahwa

hadis adaif bisa dibagi menjadi 42 bagian dan sebagian ulama mengatakan bahwa

hadis adaif terdiri atas 129 macam, bahkan bisa lebih dari itu.4

1 Manna al qathan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2004), h. 129.

2 T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, (cet.VII; Jakarta : BulanBintang, 1987), Jilid I, h. 220

3 A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalaha al-Hadits. (cet. III; Bandung: CV. Diponegoro, 1987)h. 91

4 Fathur Rahman, Ikhstisar Mushthalahul Hadits. (cet.VIII; Bandung : PT.Almaarif, 1995), h. 140.

2

Page 3: Hadis dhaif

3. Hadis-hadis daif ditinjau dari segi terputusnya sanad

a. Hadis Mursal

Hadits mursal yaitu: hadits yang dimarfu’kan oleh seoarng tabi’iy kepada

rasul SAW., baik berupa sabda, perbuatan maupun taqrir, dengan tidak menyebutkan

orang yang menceritakan kepadanya: contoh hadis berikut ini:

Abdullah bin Abi Bakr pada hadis di atas merupakan seorang Tabi’i,

sedangkan seorang tabi’I tidak semasa dan tidak bertemu dengan Nabi Saw. Akan

tetapi di tidak menyebutkan orang yang mengabarkan kepadanya sehingga dinamakan

mursal

b. Hadis Munqathi’

Hadits munqathi yaitu dalam sanadnya gugur satu orang perawi dalam satu

tempat atau lebih, atau didalamnya disebutkan seorang perawi yang mubham. Dari

segi gugurnya seorang perawi ia sama dengan hadits mursal. Hanya saja, kalu hadis

mursal gugurnya perawi dibatasi oelh tingkatan sahabat, sementara dalam hadits

munqathi seperti itu. Jadi setiap hadits yang sanadnya gugur satu orang perawi baik

awal, ditengah ataupun diakhir- disebut munqathi.

Dari Abdur Razzaq: dari At Tsauri: dari Abu Ishaq: dari Zaid bin Yatsi’: dari

Hudzaifah, secara marfu’: ‘Kalau kalian menjadikan Abu Bakar sebagai pemimpin,

sungguh dia itu kuat dan terpercaya

Dalam hadits terputus sanadnya pada 2 tempat. Pertama, Abdur Razzaq tidak

mendengar dari At Tsauri. Yang benar, Abdur Razzaq meriwayatkan dari Nu’man bin

Abi Syaibah Al Janadi dari Ats Tauri. Kedua, Ats Tsauri tidak mendengar dari Abu

Ishaq. Yang benar, Ats Tsauri mendengar dari Syuraik dari Abu Ishaq

c. Hadis Mu’dhal

3

Page 4: Hadis dhaif

Yaitu hadis dari sanadnya gugur dua atau lebih perawinya secara

berturutturut. hadits ini sama, bahkan lebih rendah dari hadits munqathi. Sama dari

segi keburukan kualitasnya,

عليه الله رسول ان جريج ابن عن سالم بن سعيد اخبرنا

الشافعي ( يديه رفع البيت رأى اذا كان وسلمImam syafi’I berkata, telah menceritakan kepada kami, said ibn salam, dari

ibn juraij bahwa nabi Muhammad apabila melihat baitullah beliu mengangkat kedua

tangannya5.

Ibnu Juraij dalam sanad diatas adalah tidak sezaman dengan nabi, bahkan

masanya itu dibawah tabi’in, sehingga ia disebut tabi’it tabi’in, yakni pengikut

tabi’in. jadi antara juraij dengan rasulullah SAW ada dua perantara yaitu shahabat dan

tabi’in. karena kedua orang ini( sahabat dan tabi’in ) tidak disebutkan ditengah sanad

ini maka periwayatan hadits diatas disebut mu’dhal.

d. Hadis Mudallas

Kata Muddalas adalah isim maf’ul dari tadlis, yang secara etimologi berarti

“Menyembunyikan” Tadlis dalam jual-beli berarti menyembunyikan aib barang adri

pembelinya. Dari sinilah disinilah diambil dalam pengertian dalam sanad. Karena

keduanya memiliki kesamaan alasan, yakni menyembunyikan sesuatu dengan cara

diam tanpa menyebutkan.

عائشة عن عروة عن الزهزي عن راشد بن النعمان روى

وسلم عليه الله صلى الله رسول امرأة  ان يضرب قط لم

الله سبيل فى يجاهد اال خادما  وال

          Diriwayatkan oleh nu’man ibn rasyid, dari zuhri dari urwah dari aisyah,

bahwasannya rasulullah SAW bersabda tidak pernah sekalikali memukul seorang

perempuan dan juga tidak seorang pelayan, melainkan jika ia berjihad dijalan Allah6

5 Totok jumantoro, Kamus Ilmu Hadits. (Jakarta: Bumi Aksara,2002), h. 1436 Ibid, 141

4

Page 5: Hadis dhaif

Imam Abu Khatim berkata bahwa: Zuhri tidak pernah mendengar hadis ini

dari Urwah, ini berarti ada seorang yang tidak disebutkan oleh zuhri. Sehingga

menjadi samar.

Tadlis terdiri dari dua jenis, yaitu tadlis al- Isnad dan tadlis asy-syuyukh.

(1). Tadlis al- isnad yaitu seseorang perawi (mengatakan) meriwiyatkan

sesuatu dari sesamanya yang tidak pernah ia bertemu dengan orang itu,

atau pernah bertemu tetapi diriwiyatkannya itu tidak didengar dari orang

tersebut, dengan cara menimbulkan dugaan mendengar langsung.

يوم مجلسه فى أحدكم نعس إذا صلعم الله رسول قال

( أبوداود ( رواه غيره إال فليتحول الجمعة

Rasulullah SAW bersabda:”bila salah seorang mengantuk di tempat duduknya pada

hari jumat, hendaklah ia bergeser ke tempat lain.”(H.R. Abu Dawud)

Dalam sanad hadits Ibnu ‘Umar tersebut, terdapat seorang rawi bernama

Muhammadbin Ishaq yaitu seorang mudallis dan ia telah membuat ‘an ‘anah

(meriwayatkan dengan ‘an).

(2). Tadlis asy- syuyukh jenis ini lebih ringan dari pada tadlis al-isnad.

Karena perawi tidak sengaja mengugurkan salah seorang dari sanad dan

tidak sengaja pula menyamarkan dan tidak mendengar langsung dengan

ungkapan yang menunjukkan mendengar langsung. Perawi hanya

menyebut gurunya, yang memberi tahu. atau mensifati gurunya dengan

sifat-sifat yang tidak/ belum dikenal oleh orang banyak. Misalnya seperti

kata Abu Bakar bin Mujahid Al-Muqry:

الله عبيد أبي بن الله عبد حدثنا

“Telah bercerita kepadaku ‘Abdullah bin Abi ‘Ubaidillah.”

5

Page 6: Hadis dhaif

Yang dimaksudkan dengan Abdullah ini ialah Abu Bakar bin Abi Dawud As-

Sijistani.

e. Hadis Mu’alallaq

Mu’allaq secara etimologis merupakan bentuk isim maf’ul dari kata ‘alaqa (

AَقA yang berarti menggantungkan. Kemudian dari kata (عAل at-ta’lliq ( CَقD FعEل kata ,(الت at-

ta’lliq diambil dari ungkapan seperti: ta’liqul jidar ( EجDدAار ال CَقE Dي AعEل (َت atau ta’liquth

thalaq ( Dِق AاَلFالَّط CَقE Dي AعEل (َت dan lain sebagainya ketika semuanya berserikat untuk

memutuskan hubungan. Sedangkan secara terminologis hadits mu’allaq adalah hadits

yang pada bagian awal sanadnya, terdapat seorang rawi atau lebih yang dihilangkan.

CهF الل صAلFى KيD Fب الن EنAع Aة AشD عAائ EنAع AيDو Cر EدAقAو عDيسAى Cو Aب أ AالAق

AنAى ب LةAعE ك Aر AينDر EشDع DبDرEْغAمE ال AدEعA ب صAلFى EنAم AالAق AمF ل AسAو DهE Aي عAل

DةF ن AجE ال فDي Lا Eت Aي ب CهA ل CهF الل

Abu Isa (Tirmidzi) berkata; "Diriwayatkan dari 'Aisyah, dari Nabi shallallahu 'alaihi

wasallam, bahwa beliau bersabda: "Barangsiapa shalat dua puluh rakaat setelah

maghrib, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga."

4. Hadis-hadis daif ditinjau dari segi cacat perawi

a. Hadis Mudhtharib

Hadis  Mudltharib, yakni hadis yang diriwayatkan dengan berbagai jalan yang

saling bertentangan, sementara kedudukan dan nilai para periwayatnya, atau sanadnya

relatif sama, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan naskh maupun tarjih.

Hadis Mudhtharib dibagi menjadi dua yaitu

Hadis Mudhtharib Sanad

6

Page 7: Hadis dhaif

Diriwayatkan oleh Abu Bakar, ia berkata, ”Wahai Rasulullah, aku melihat

rambutmu beruban”. Maka beliau bersabda: ”Yang telah membuat rambutku beruban

adalah Hud dan saudara-saudaranya”. (HR. Tirmidzi)

Imam Daruquthni berkata, ”Hadits ini adalah Hadits Mudhtharib, karena

hadits ini tidak diriwayatkan kecuali dari satu jalan, yaitu dari Abu Ishaq”.

Periwayatan dari Abu Ishaq diperselisihkan oleh para ulama ahli hadits :

Hadis Mudhtharib Matan

Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, dari Syuraik, dari Abu Hamzah, dari Asy-

Sya’bi, dari Fathimah binti Qais, ia berkata, ”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam

ditanya tentang zakat”. Maka beliau bersabda: ”Sesungguhnya dalam harta ada

kewajiban yang lain selain kewajiban zakat”.

Sedangkan Imam Ibnu Majah meriwayatkan hadits ini dari jalur sanad yang

sama dengan menggunakan ungkapan : ”Tidak ada kewajiban dalam harta selain

kewajiban zakat”

Imam Al-‘Iraqi berkata, ”Ketidaktetapan (Al-Idhthirab) yang ada pada hadits

di atas tidak memungkinkan untuk ditakwilkan”.

b. Hadis Maqlub

Hadis Maqlub, yakni hadis yang di dalamnya terdapat pergantian, baik

periwayat, sanad, maupun matannya, yang dilakukan oleh seorang periwayat, baik

dilakukannya dengan sengaja maupun tidak

Maqlub Sanad

Maqlub Sanad adalah hadits yang terjadi penggantian pada sanadnya. Maqlub

sanad mempunyai dua bentuk :

1. Seorang rawi mendahulukan dan mengakhirkan nama salah seorang rawi dan nama

bapaknya. Seperti hadits yang diriwayatkan dari Ka’ab bin Murrah kemudian ada

yang meriwayatkan dari Murrah bin Ka’ab.

7

Page 8: Hadis dhaif

2. Seorang rawi mengganti salah seorang rawi hadits dengan rawi yang lain dengan

tujuan ighrab (menjadikannya gharib, asing). Seperti hadits yang masyhur dari Salim,

kemudian ada yang menjadikan hadits tersebut dari Nafi’.

Diantara rawi yang melakukan hal itu adalah Hammad bin Amr An-Nashibi.

Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Hammad An-Nashibi dari A’masy

dari Abu Shalih dari Abu Hurairah secara marfu’ (disandarkan kepada Rasulullah) :

بالساَلم َتبدءوهم فاَل طريَق في المشركين لقيتم إذا

“Kalau kalian bertemu dengan orang-orang musyrik di jalan, maka janganlah kamu

mendahului memberi salam”

Hadits ini adalah hadits Maqlub yang diriwayatkan secara maqlub oleh

Hammad. Dia menjadikan hadits tersebut dari jalan A’masy, padahal yang terkenal

bahwa hadits itu adalah dari Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah,

seperti yang dikeluarkan oleh Imam Muslim.

Maqlub Matan

Maqlub Matan adalah hadits yang terjadi penggantian pada matannya. Jenis ini juga

mempunyai dua bentuk :

1. Seorang rawi mendahulukan dan mengakhirkan pada sebagian matan hadits.

Contohnya adalah hadits Abu Hurairah pada riwayat Muslim tentang tujuh golongan

yang akan diberi naungan oleh Allah di hari yang tidak ada naungan kecuali

naunganNya. Dalam hadits tersebut ada :

CَقDِفE Cن َت مAا CهC AمDين ي AمA AعEل َت A ال Fى ت Aح فAأخEِفAاهAا SةAقAدAَصD ب AِقFدAَصA َت UلCج AرAو

CهC مAال Dش

8

Page 9: Hadis dhaif

“Dan seseorang yang bershodaqoh dengan sesuatu dengan sembunyi-sembunyi,

sampai-sampai tangan kanannya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kirinya”

Hadits ini adalah terbalik yang terjadi di sebagian rawi hadits, karena yang benar

adalah :

CَقDِفE Cن َت مAا CهC مAال Dش AمAلEعA َت A ال Fى حAت فAأخEِفAاهAا SةAقAدAَصD ب AِقFدAَصA َت UلCج AرAو

CهC AمDين ي

“Dan seseorang yang bershodaqoh dengan sesuatu dengan sembunyi-sembunyi,

sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kananya”

2. Seorang rawi menjadikan salah satu matan hadits untuk sanad yang lain dan

menjadikan sanad suatu hadits untuk matan hadits yang lain (membolak-balikkan

antara matan dan sanad hadits). Ini dilakukan untuk menguji.

Ini seperti yang dilakukan oleh penduduk Baghdad kepada Imam Bukhari,

dimana mereka membolak-balikkan 100 hadits kemudian ditanyakan kepada Imam

Bukhari tentangnya untuk menguji hafalan beliau. Imam Bukharipun mampu

mengembalikan semua hadits ke tempat semula (sebelum dibolak-balikkan) tanpa ada

kesalahan sedikitpun.

c. Hadis Syadz

Imam Syafi’ilah yang mula-mula memperkenalkan hadis syadz ini

menurutnya bila diantara perawi tziqat ada diantara mereka yang menyimpang dari

lainnya. Selanjutnya generasi setelahnya sepakat bahwa hadis syadz ialah hadis yang

diriwayatkan oleh perawi maqbul dalam keadaan menyimpang dari perawi lain yang

lebih kuat darinya.

Hadis Syadz dapat terjadi pada Sanad dan Matan

9

Page 10: Hadis dhaif

Hadis Syadz pada Sanad

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, An-Nasa’I, dan Ibnu

Majah; dari jalur Ibnu ‘Uyainah dari Amr bin Dinar dari Ausajah dari Ibnu

‘Abbas,“Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang meninggal di masa Rasulullah

shallallaahu ‘alaihi wasallam dan ia tidak meninggalkan ahli waris kecuali bekas

budaknya yang ia merdekakan. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam

memberikan semua harta warisannya kepada bekas budaknya”.

Imam Tirmidzi, An-Nasa’I, dan Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits tersebut

dengan sanad mereka dari jalur Ibnu Juraij, dari ‘Amr bin Dinar, dari Ausajah, dari

Ibnu ‘Abbas,“Sesungguhnya seorang laki-laki meninggal…………”.

Hammad bin Yazid menyelisihi Ibnu ‘Uyainah, karena ia meriwayatkan hadits

tersebut dari ‘Amr bin Dinar dari Ausajah tanpa menyebutkan Ibnu ‘Abbas.

Masing-masing dari Ibnu ‘Uyainah, Ibnu Juraij, dan Hammad bin Yazid

adalah perawi yang terpercaya. Namun Hammad bin Yazid menyelisihi Ibnu

‘Uyainah dan Ibnu Juraij, karena ia meriwayatkan hadits di atas secara mursal (tanpa

menyebutkan shahabat Ibnu ‘Abbas). Sedangkan keduanya meriwayatkannya secara

bersambung dengan menyebutkan perawi shahabat. Oleh karena keduanya lebih

banyak jumlahnya, maka hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dan Ibnu

‘Uyainah dinamakan Hadits Mahfudh. Sedangkan hadits Hammad bin Yazid

dinamakan Hadits Syadz.

Hadis Syadz pada Matan

Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi; dari hadits Abdul

Wahid bin Ziyad, dari Al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah secara

marfu’ : “Jika salah seorang di antara kalian selesai shalat sunnah fajar, maka

hendaklah ia berbaring di atas badannya yang kanan”.

10

Page 11: Hadis dhaif

d. Hadis Munkar

Hadis Munkar, yakni hadis yang tidak ada periwayat lain meriwayatkannya,

sedangkan periwayat tersebut sangat jauh dari kriteria kedlabithan.  Atau dengan kata

lain ada yang mendefinisikan sebagai hadis yang diriwayatkan oleh seorang yang

jelas-jelas fasiq, baik dalam perkataan maupun perbuatan, dan juga kedlabithannya

sangat rendah disebabkan salah dan lupanya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari jalur Habib bin Habib Az-Zyyat-

tidak tsiqah-dari abu ishaq dan Aizar bin Haris, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw

bersabda:

Barang siapa mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, menunaikan ibadah

haji, berpuasa dan menghormati tamu, maka dia masuk surga

Abu hatim berkata. Hadis ini munkar” karena perawi yang tsiqah selain

(Habib Az-Zayyat) meriwayatkannya dari Abu Ishaq hanya sampai kepada sahabat

(mauquf), dan riwayat inilah yang dikenal7.

e. Hadis Matruk

Hadis matruk ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang dituduh

berdusta dalam hadis nabawiy, atau sering bersdusta dalam pembicaraannya, atau

yang terlihat kefasikannya melalui perbuatan maupun kata-katanya. Atau yang sering

sekali salah dan lupa. Misalnya hadis-hadis Amr ibn Syamr dari Jabir al-Ja’fiy.

Hadits ‘Amru bin Syamr Al-Ju’fi Al-Kufi Asy-Syi’i dari Jabir, dari Abu

Thufail, dari ‘Ali dan ‘Ammar, keduanya berkata,”Adalah Nabi shallallaahu ‘alaihi

wasallam melakukan qunut pada shalat fajar, dan bertakbir pada hari Arafah dalam

shalat Dhuhur dan memotong shalat ‘ashar pada akhir hari tasyriq“.

Imam An-Nasa’i dan Ad-Daruquthni dan ulama lainnya berkata tentang

‘Amru bin Syamr,”Haditsnya matruk“.

7 Manna al qathan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, h. 151.

11

Page 12: Hadis dhaif

f. Hadis Mu’allal

Hadis Mu'allal, yakni hadis yang di dalamnya terdapat cacat tersembunyi

yang secara sepintas tidak cacat.  Cacat tersebut bisa berada di dalam sanad maupun

di matan.  Memang untuk mengetahui cacat tersebut sangat sulit dan dibutuhkan

kecermatan, dengan cara mengumpulkan seluruh hadis yang  ada untuk kemudian

dilakukan pengkajian terhadap keseluruhan hadis tersebut.

عن عمر ابن عن دينار بن عمرو عن الثوري EانA ِفEي Cس EنAع : لم ما بالخيار البيعان قال وسلم عليه الله صلى النبي

.يتِفرقا

“dari Sofyan Ats-Tsaury dari ‘Amr bin Dinar dari Ibnu ‘ Umar dari Nabi saw,

ujarnya: Sipenjual dan sipembeli boleh memilih selama belum berpisah”.

Illat hadits ini terletak pada ‘Amr bin Dinar, sebab mestinya bukan dia yang

meriwayatkan, melainkan ‘Abdullah bin Dinar. Hal itu dapat diketahui berdasarkan

riwayat-riwayat lain, yang juga melalui sanad tersebut.

g. Hadis Mudraj

Hadis Mudraj, yakni hadis yang didalamnya terdapat tambahan, baik dalam

sanad maupun dalam matannya, yang sesungguhnya bukan termasuk hadis, tetapi

dapat menyebabkan orang mengira bahwa hal tersebut termasuk di dalam hadis.Hadis

mudraj dibagi menjadi Mudraj Sanad dan Mudraaj Matan.

Contohnya, hadits yang diriwayatkan oleh at-Turmudzi dari jalan Ibnu Mahdi

dari ast-Tsauri dari Wasil al Ahdab dari Mansur al a’masy dari Abu Wa’il dari Amer

bin Syurahbil dari Ibnu mas’ud r.a, katanya aku telah bertanya kepada Rasulullah

12

Page 13: Hadis dhaif

tentang dosa yang paling besar, kataku: “mana dosa yang paling besar?”. Nabi

menjawab:”engkau menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Allah yang menciptakan

engkau”, aku bertanya: “kemudian apa?”. Nabi menjawab “engkau membunuh anak

engkau karena khawatir akan makan dia bersama engkau”. Aku bertanya pula:

“kemudian apa?”. Nabi menjawab: :engkau menzinai istri tetangga engkau”.

Dalam sanad ini terdapat sanad yang disisipkan yaitu Amer bin Syurahbil,

sebenarnya Abi Wail menerima langsung dari Ibnu Mas’ud r.a dengan tidak memakai

perantara Amer ibn Syurahbil.

Diriwayatkan oleh Khatib Al Baghdadi, Riwayat Abu Qathan dan Syababah

dari Syu`bah dari Muhammad bin Ziad dari Abu Hurairah berkata Rasululllah saw.

Telah bersabda sempurnakanlah wudhumu, neraka wail bagi tumit-tumit (milik

orang-orang yang tidak membasuh dengan sempurna ketika berwudhu)".

Kata-kata الوضوء Sempunakanlah" أسبغوا wudhumu" pada hadis tersebut

bukanlah sabda Nabi, melainkan kata-kata Abu Hurairah. Dan kata-kata tersebut oleh

penerima riwayat dikira bagian dari matan hadis Nabi

h. Hadis Mushahhaf

Yakni hadis yang diriwayatkan secara berbeda disebabkan adanya pergantian

atau perubahan satu huruf atau lebih, baik dalam pengucapan (bentuk hurufnya)

maupun dalam syakalnya, baik terjadi di dalam sanad maupun matan.

Jika ditinjau dari tempat terjadinya kesalahan, maka hadits mushahhaf dibagi

menjadi dua :

Tashhif dalam sanad

Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Syu’bah, dari Awwam bin

Murajim Al-Qaisi, dari Abu ‘Utsman An-Nahdi. Namun Yahya bin Ma’in melakukan

kesalahan dalam menyebut nama ayah dari Al-Awwam. Beliau mengatakan dengan :

“..dari Al-Awwam bin Muzahim”; dengan menggunakan huruf dan ز yang ح

dikasrah.

13

Page 14: Hadis dhaif

Tashhif dalam matan

Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit:

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membuat kamar di dalam

masjid.

Namun Ibnu lahi’ah melakukan kesalahan dalam meriwayatkan hadits di

atas dengan menggunakan kalimat : “Sesungguhnya Rasulullah melakukan berkam di

dalam masjid

Bila ditinjau dari sebab terjadinya kesalahan, maka hadits mushahhaf dibagi

menjadi dua :

Tashhif Bashar (Penglihatan)

Tashhif bashar ini adalah sebab kesalahan yang sering terjadi. Sedangkan

yang dimaksud dengan tashhif bashar adalah ketidakjelasan tulisan suatu hadits bagi

yang membacanya. Hal ini disebabkan karena tulisannya yang jelek atau huruf-

hurufnya yang tidak bertitik.

Contohnya adalah hadits yang berbunyi :

Barangsiapa yang telah berpuasa Ramadhan kemudian diikuti 6 hari di bulan

Syawal

Disebabkan karena ketidakjelasan tulisan maka seorang perawi meriwayatkan

hadits tersebut dengan menggunakan kata syaian sebagai ganti kata yang seharusnya,

yaitu sittan

Tashhif Sama’ (Pendengaran)

Tashhif ini terjadi disebabkan karena pendengaran yang lemah, jarak antara

pendengar dan yang ia dengarkan sangat jauh, dan lain sebagainya. Hal ini

menyebabkan sebagian kata menjadi tidak jelas bagi seorang perawi karena sebagian

kata tersebut terbentuk dari pola yang sama.

14

Page 15: Hadis dhaif

Contohnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dari ‘Ashim bin Al-

Ahwal. Namun sebagian perawi hadits tersebut meriwayatkan dari Washil bin Al-

Ahdab.

Ditinjau dari segi kata atau maknanya, maka hadits mushahhaf terbagi

menjadi 2 bagian :

Tashhif dalam Lafal

Tashhif inilah yang banyak terjadi seperti pada contoh-contoh di atas.

Tashhif dalam Makna

Yang dimaksudkan dengan Tashhif ini adalah : Seorang perawi mushahhif

(yang melakukan kesalahan) meriwayatkan sebuah hadits dengan menggunakan

kaliamt-kalimat sesuai dengan aslinya, namun ia memberikan makna yang

menunjukkan bahwa ia memahami hadits tersebut dengan pemahaman yang tidak

sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hadits tersebut.

Contohnya adalah apa yang diucapkan oleh Abu Musa Muhammad bin Al-

Mutsanna Al-‘Anzi, seorang laki-laki dari kabilah ‘Anazah. Ia berkata,”Kami adalah

Kabilah ‘Anazah. Kami adalah suatu kamu yang mempunyai kemuliaan sebaba

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat menghadap ke arah kami”.

Makna tersebut ia pahami dari sebuah hadits yang berbunyi,“Sesungguhnya

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat menghadap ke ‘Anazah”. Maka ia

memahaminya bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat menghadap ke

arah mereka. Padahal kata ‘Anazah (huruf ‘Ain dan Nun difathah) berarti tombak

kecil yang bermata dua, bentuknya persis seperti ‘Ukazah. Dimana Rasulullah

shallallaahu ‘alaihi wasallam menancapkannya di hadapan beliau sebagai pembatas

(sutrah) ketika beliau shalat di tanah lapang.

Al-Hafidh Ibnu Hajar membagi hadits mushahhaf menjadi dua bagian :

Bagian pertama beliau namakan dengan sebutan Tashhif; yaitu jika

perubahannya adalah merubah titik-titik yang ada pada satu atau beberapa huruf,

sedangkan bentuk katanya masih berupa bentuk yang semula.

15

Page 16: Hadis dhaif

Bagian kedua beliau namakan dengan Tahrif. Sebutan ini beliau berikan pada

perubahan yang terjadi pada bentuk kata. Ini adalah pembagian yang baru.

Jika seorang perawi sering melakukan Tashhif (kesalahan), maka hal ini dapat

mengurangi kekuatan hafalannya. Namun apabila kadang-kadang saja ia

melakukannya, maka (dimaafkan karena) mustahil orang selamat dari kesalahan.

5. Hukum Meriwayatkan dan Mengamalkan Hadis dhaif

AَكCعAم EسA أ Aال Kي Dن إ DرE Aي ب Dلز] ل CتEلCق AالAق DرE Aي ب الز] DنE ب DهF الل DدE عAب EنAع

CُثKدAحC ي AمAا ك AمF ل AسAو DهE Aي عAل CهF الل صAلFى DهF الل DولCس Aر EنAع CُثKدAحC َت

: EنAم CولCقA ي CهC مDعEت Aس EنDِكA وAل CهEقDارAفC أ EمA ل Kي Dن إ مAا

A أ AالAق Uن AاَلCفAو Uن AاَلCف

Fار الن EنDم CهAدAعEقAمE AوFأ Aب Aت Eي فAل FيAلAع AبAَذA ك

Dari Abdullah bin Zubair, ia berkata : Aku berkata kepada Zubair(bapaknya), Aku

tidak mendengarkan engkau menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi

wasallam sebagaimana yang (banyak) disampaikan oleh si fulan dan si fulan’. Beliau

menjawab, “Sesungguhnya aku ini tidak pernah berpisah dengan beliau akan tetapi

aku telah mendengar beliau bersabda, “Barangsiapa yang berdusta atas namaku

dengan sengaja maka hendaknya dia menyiapkan tempat duduknya di neraka”

Terkait dengan pengamalan hadis daif, terdapat beberapa pendapat Pertama,

Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib mengemukakan bahwa ada tiga pendapat mengenai

pengamalan hadis daif,8yaitu :

a. Hadis daif tidak bisa diamalkan secara mutlak, baik mengenai fadail

al-‘amal maupun dalam menetapkan hukum;

b. Hadis daif bisa diamalkan secara mutlak, karena hadis daif lebih kuat

daripada ra’y (pendapat) perseorangan;

8 Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadis, h. 315-316

16

Page 17: Hadis dhaif

c. Hadis daif bisa diamalkan dalam masalah fadail al-‘amal bila memenuhi

syarat. Ibn Hajar mengemukakan syarat-syarat tersebut, yaitu :

1. Ke-daif-annya tidak terlalu lemah. Misalnya tidak terdapat periwayat pendusta

atau tertuduh berdusta serta tidak terlalu sering melakukan kesalahan;

2. Hadis daif itu masuk dalam cakupan hadis pokok yang bisa diamalkan;

3. Ketika mengamalkannya tidak diyakini bahwa ia berstatus kuat, tetapi sekedar

berhati-hati.

Penutup

Hadis dhaif menurut istilah adalah hadis yang didalamnya tidak didapati

syarat hadis shahih dan tidak pula didapati syarat hadis hasan, Kedaifan suatu hadis

terjadi ketika Ketidakmuttashilan sanad, dan Selain ketidakmuttashilan sanad seperti;

cacatnya seorang atau beberapa rawi

Hadis-hadis daif ditinjau dari segi terputusnya sanad

Hadis Mursal

Hadis Munqathi’

Hadis Mu’dhal Hadis Mudallas Hadis Mu’alallaq

Hadis-hadis daif ditinjau dari segi cacat perawi

Hadis Mudhtharib

Hadis Maqlub Hadis Syadz Hadis Munkar Hadis Matruk Hadis Mu’allal Hadis Mudraj Hadis Mushahhaf

17

Page 18: Hadis dhaif

Pendapat menganai Pengamalan Hadis Dhaif:

Hadis daif tidak bisa diamalkan secara mutlak Hadis daif bisa diamalkan secara mutlak Hadis daif bisa diamalkan dalam masalah fadail al-‘amal bila memenuhi

syarat

Daftar Pustaka

A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalaha al-Hadits. cet. III; Bandung: CV. Diponegoro, 1987

Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadis, diterjemahkan oleh Qadirun-Nur dengan judul Ushul al- Hadis cet.I; Jakarta : Gaya Media, 1998.

Fathur Rahman, Ikhstisar Mushthalahul Hadits. cet.VIII; Bandung : PT.Almaarif, 1995.

Mahmud Tohan. Taisir Mustholah al Hadits. Surabaya : Al Hidayah, 1985.

Manna al qathan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2004

Subhis-Shaleh, Membahas Ilmu-ilmu Hadits, Jakarta. Pustaka Firdaus, 1997.

T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, cet.VII; Jakarta : Bulan Bintang, 1987.

Totok jumantoro, Kamus Ilmu Hadits. Jakarta: Bumi Aksara,2002.

Yulem, Nawir, 9 (Sembilan) Kitab Induk Hadis, Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2006.

Yuslem, Nawir, Ulumul Hadis, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, Cetakan Pertama, 2001

18