Hadiah Dalam Pandangan Islam

15
HADIAH DALAM PERSPEKTIF ISLAM Segala puji bagi Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, keluarga serta pengikut beliau hingga akhir zaman. Pada kesempatan dan lembaran ini akan diulas singkat mengenai hadiah 1 [1] dalam syariat islam, insya Allah. Semoga bermanfaat Definisi Hadiah atau hibah adalah pemberian suatu barang dari pemiliknya kepada orang lain tanpa disertai imbalan. Tujuan hadiah adalah untuk mengikat atau menimbulkan rasa kasih sayang antara pemberi dan penerima hadiah Anjuran Islam untuk memberi hadiah Dari Sahabat mulia Abu Hurairah Radhiallahu anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda: وا بَ حاَ ت وا دَ حاَ تHendaklah kalian saling memberi hadiah maka kalian akan saling mencintai 2 [2] 1[1] Diterjemahkan disertai improvisasi dari kitab Al Waziz 2[2] Hasan dalam shahihul jami’us shaghir no 3004

Transcript of Hadiah Dalam Pandangan Islam

Page 1: Hadiah Dalam Pandangan Islam

HADIAH DALAM PERSPEKTIF ISLAMSegala puji bagi Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga

selalu dilimpahkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,

keluarga serta pengikut beliau hingga akhir zaman. Pada kesempatan dan

lembaran ini akan diulas singkat mengenai hadiah1[1] dalam syariat

islam, insya Allah. Semoga bermanfaat

Definisi

Hadiah atau hibah adalah pemberian suatu barang dari pemiliknya

kepada orang lain tanpa disertai imbalan. Tujuan hadiah adalah untuk

mengikat atau menimbulkan rasa kasih sayang antara pemberi dan

penerima hadiah

Anjuran Islam untuk memberi hadiah

Dari Sahabat mulia Abu Hurairah Radhiallahu anhu berkata bahwa

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda:

'وا (ب (حا (د.وا ت (حا ت

Hendaklah kalian saling memberi hadiah maka kalian akan saling

mencintai2[2]

Hadits diatas merupakan bukti bahwa pemberian hadiah adalah

bagian dari syariat islam. Bahkan melakukannya dapat mendatangkan

pahala dan menimbulkan kasih sayang diantara kaum muslimin. Padahal

jika suatu kaum telah saling menyayangi maka persatuan diantara

mereka otomatis akan menguat. Padahal persatuan sesama kaum

muslimin merupakan sebuah kewajiban yang telah Allah tetapkan.

1[1] Diterjemahkan disertai improvisasi dari kitab Al Waziz

2[2] Hasan dalam shahihul jami’us shaghir no 3004

Page 2: Hadiah Dalam Pandangan Islam

Akan tetapi perlu diingat. Memberi hadiah hukumnya dianjurkan

selama tidak menimbulkan salah faham yang berujung maksiat. Seperti

pemberian bingkisan dari seorang pria kepada wanita yang bukan

mahramnya. Jika terjadi maka hal ini menimbulkan tanda tanya bagi

wanita tersebut. bahkan bisa berujung pada pacaran. Sebuah jalinan cinta

yang Allah haramkan dalam Al Qur’an. Dalil larangan pemberian hadiah

jika menjerumuskan kedalam fitnah sebagai berikut:

ار( (ض:ر( ر( وال ( ض(ر( ال

Janganlah engkau merugikan diri sendiri dan orang lain3[3]

Menerima Hadiah Meskipun Sedikit

Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk menghargai orang

lain termasuk dalam perkara pemberian hadiah. Oleh karena itu

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan kaum muslimin untuk

menerima pemberian hadiah dari orang lain mekipun sedikit atau berupa

hal-hal yang kurang berharga.

Beliau shallallahu alaihi sallam bersabda (artinya): andai saya

diundang untuk menikmati jamuan berupa satu lengan (kambing) atau

jamuan satu betis (kambing) niscaya akan saya datangi jamuan tersebut.

begitupula jika saya diberi hadiah berupa satu lengan atau betis kambing

niscaya kuterima hadiah tersebut4[4]

Betis dan lengan yang disebutkan diatas hanyalah permisalan

terhadap hal-hal yang sepele, sedikit atau kurang berharga meskipun

demikian Rasulullah tetap menerimanya dengan baik. Sebagai seorang

yang mengaku cinta beliau sudah sepatutnya perilaku tersebut kita ikuti

3[3] HR Ibnu Majah, Hasan

4[4] Shahihul Jami’ 5268

Page 3: Hadiah Dalam Pandangan Islam

agar kita diberi pahala. Pahala atas perbuatan kita meneladani Rasulullah

shallallahu alaihi wa sallam

Menolak Hadiah yang Dibenci

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): ada

3 hal yang pemberiannya tidak ditolak. minyak wangi, bantal, dan

susu5[5]

Disebutkan pula dalam sebuah riwayat bahwa sahabat Anas bin

Malik Radhiallahu anhu tidak menolak pemberian hadiah berupa minyak

wangi berdasarkan contoh dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa

sallam6[6]

Berdasarkan 2 dalil diatas maka makruh menolak pemberian hadiah

berupa minyak wangi, bantal dan susu

Membalas pemberian hadiah

Aisyah Radhiallahu anhaa berkata (artinya): Rasulullah shallallahu

alaihi wa sallam jika menerima hadiah maka beliau membalas pemberian

hadiah tersebut7[7]

Siapakah yang paling berhak menerima hadiah

Aisyah Radhiallahu anhaa berkata, “wahai Rasulullah sesungguhnya

saya punya 2 tetangga, manakah diantara kedua tetangga tersebut yang

paling berhak aku saya berikan hadiah?” Rasulullah shallallahu alaihi wa

5[5] Hasan riwayat Tirmidzi 4/1999/2941

6[6] HR Tirmidzi 4/190/2941

7[7] HR Abu Daud 9/451/3519, Shahih-

Page 4: Hadiah Dalam Pandangan Islam

sallam bersabda: berilah hadiah pada tetangga yang rumahnya paling

dekat dengan rumahmu8[8]

Hadits ini mengajarkan bahwa orang-orang yang paling berhak

diberikan hadiah adalah tetangga terdekat. Serupa dalam hal ini dalam

kaitanya siapakah diantara keluarga besar yang paling didahulukan dan

diutamakan dihadiahi. Maka jawabannya adalah mereka-mereka yang

paling dekat hubungan kekerabatanya9[9]

Larangan bersikap tidak adil dalam pemberian hadiah kepada

anak-anak

Nu’man bin Basyir Radhiallahu anhumma berkata: ayah memberi

hadiah kepadaku dari sebagian hartanya. Melihat hal itu ibu (Amrah binti

Rawahah Radhiallahaa) berkata: “aku tidak ridho dengan pemberianmu

terhadap nu’man sampai engkau mempersaksikan hal ini kepada

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam!” Ayah pun pergi menemui Nabi

untuk meminta pertimbangan mengenai perbuatannya memberi hadiah

kepadaku. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam lantas berkata kepada ayah.

“Apa engkau juga memberi hadiah kepada anak-anakmu yang lain ?”.

“tidak” jawab ayah. Lalu Rasulullah bersabda: “bertaqwalah kepada Allah

dan bersikap adillah terhadap anak-anakmu!” sesudah mendengar

perintah Rasulullah ayah pulang kemudian mengambil kembali hadiah

dariku10[10]

Perlu diketahui bahwa pengertian adil bukanlah sama rata sama

rasa. Akan tetapi adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Jika

dikaitkan dalam konteks pemberian hadiah adalah memberikan hadiah

kepada masing-masing anak sesuai usia dan keperluannya.

8[8] HR Abu Daud 14/63/5133, Shahih

9[9] Sebagaimana kisah maimunah istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang termaktub pada shahih muslim dan bukhari

10[10] HR Bukhari dan Muslim

Page 5: Hadiah Dalam Pandangan Islam

Contoh keadilan dalam pemberian hadiah kepada anak-anak adalah

sebagai berikut: Abu Hafsah punya 2 anak, hafsah dan Abdurrahman.

Hafsah berusia 10 tahun dan duduk di bangku kelas 5 home schooling.

Sedangkan Abdurrahman belum genap 4 tahun umurnya dan baru masuk

Raudhatul Athfal home scholing. Maka Abu Hafsah dapat dikatakan adil

ketika membelikan buku bertemakan alam kepada Hafsah adapun

Abdurrahman dibelikan buku belajar menulis.

Bersambung insya Allah

Aturan Islam dalam Memberi dan Menerima Hadiah

Hukum Hadiah dalam Produk

Oleh Dr Ahmad Zain An Najah @ Sabtu, 12 November 2011 — Tulis komentar

Artikel terkait:

Page 6: Hadiah Dalam Pandangan Islam

Hukum Koperasi Simpan Pinjam Hukum Rokok Herbal Hukum Menyusui Orang yang Sudah Dewasa MLM dalam Pandangan Islam Hukum Arisan dalam Islam

Sekarang ini, banyak produsen gencar menyelipkan hadiah dalam poduk-produknya guna meningkatkan volume penjualan. Tentunya tidak sedikit yang lantas membeli karena menginginkan hadiahnya. Padahal, benarkah setiap hadiah dari sebuah produk hukumnya halal? mari kita bahas.

 

Bentuk-bentuk Hadiah

Pertama: Hadiah Melalui Perlombaan, Kuis, atau Undian

Bentuk hadiah yang pertama ini mempunyai bentuk yang bermacam-macam, diantaranya adalah :

1.       Hadiah Yang Diberikan Produsen Melalui Registrasi

Undian semacam ini hukumnya haram, karena termasuk dalam perjudian yang dilarang dalam Islam. Kenapa masuk dalam katagori perjudian? Karena peserta membayar sejumlah uang melebihi dari harga biasa, padahal ia belum tentu mendapatkan apa yang diharapkan. Mungkin dia untung ketika mendapatkan hadiah dan mungkin juga bisa rugi jika tidak mendapatkan hadiah tersebut. Jika peserta undian jumlahnya banyak, maka yang meraup keuntungan adalah pihak penyelenggara. Hadiah yang diberikan peserta hanyalah bagian kecil dari keuntungan tersebut.

2.       Hadiah Dengan Cara Membeli Barang

Produsen menawarkan hadiah kepada konsumen dengan syarat dia harus membeli produk-produknya. Di dalam produk tersebut terdapat kupon hadiah yang nanti dikumpulkan untuk diundi, yang namanya keluar dalam undian tersebut, maka dialah yang berhak mendapatkan hadiah.

Bagaimana hukum undian hadiah dalam bentuk seperti ini? Untuk menjawabnya, perlu dirinci terlebih dahulu sebagai berikut:

Pertama: Hadiah yang diberikan kepada konsumen berpengaruh kepada harga produk tersebut. Artinya jika tidak disertai hadiah, maka harga produk tersebut menurun, jika ada hadiahnya – dengan melalui undian- , maka harga produknya akan naik sebesar jumlah hadiah yang akan diberikan. Maka undian hadiah seperti ini hukumnya haram, karena termasuk bentuk perjudian. Dikatakan masuk dalam bentuk perjudian, karena pembeli telah membayar uang diluar harga produk yang sesungguhnya, padahal dia belum tentu mendapatkan hadiah tersebut. Adapun yang mendapatkan hadiah, sebenarnya dia telah mendapatkan sesuatu di atas kerugian para pembeli yang lain.

Page 7: Hadiah Dalam Pandangan Islam

Kedua: Hadiah yang diberikan kepada konsumen tidak berpengaruh pada produk. Hadiah diberikan dari anggaran promosi yang bertujuan agar para konsumen tertarik untuk membeli produk tersebut.

Bagaimana status hukumnya? Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan status hukumnya.

Pendapat Pertama: Harus dirinci terlebih dahulu; jika konsumen membeli produk tersebut karena memang ia membutuhkannya, bukan karena hadiah, yaitu dia akan membeli produk tersebut, baik ada hadiahnya, maupun tidak ada hadiahnya. Maka hal ini dibolehkan. Sebaliknya, apabila dia membeli produk tersebut karena ada hadiahnya, yaitu jika tidak ada hadiahnya dia tidak akan membeli, karena  sebenarnya dia tidak membutuhkan barang tersebut, dia membelinya sekedar untuk mengejar hadiahnya. Maka hal ini tidak dibolehkan, karena pada hakekatnya dia berjudi dengan membayar sejumlah uang dalam bentuk barang yang tidak dibutuhkan untuk meraih hadiah atau keuntungan yang belum jelas.

Pendapat Kedua:  Hukumnya tetap haram, karena akan mendorong seseorang untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan, karena hanya sekedar mengejar hadiah tersebut. Ini adalah sifat berlebih-lebihan di dalam berbelanja.

Hukum di atas juga berlaku untuk hadiah yang diberikan kepada konsumen yang membeli barang dalam jumlah banyak atau dalam jumlah tertentu, seperti kalau konsumen membeli barang dan produk pada toko tertentu seharga Rp.100.000,- ke atas, maka akan mendapatkan hadiah piring dan gelas.

Kedua: Hadiah Langsung Pada Barang

Hadiah langsung pada barang ini mempunyai tiga bentuk :

Bentuk Pertama: Jika seseorang membeli barang, kemudian dia mendapatkan hadiah, baik berbentuk barang tertentu, seperti ketika dia membeli meja belajar, penjual memberikannya hadiah buku tulis.  Atau berbentuk jasa, seperti ketika dia membeli mobil, maka dia mendapat hadiah atau bonus mencuci mobil gratis di tempat tersebut selama satu bulan penuh. Hadiah seperti ini dibolehkan selama tidak ada syarat tertentu ketika membeli barang tersebut.

Bentuk Kedua:  Hadiah tersebut jelas bisa dilihat oleh konsumen di dalam barang yang akan dibeli. Setiap orang yang membeli barang tersebut pasti mendapatkan hadiah itu.  Dalam hal ini, hukumnya halal.

Bentuk Ketiga:  Hadiah terdapat dalam sebagian produk. Artinya orang yang membeli barang tersebut untung-untungan, kadang dapat, kadang pula tidak dapat. Maka hukumnya boleh jika hadiah yang ditawarkan tersebut tidak mempengaruhi harga produk, tetapi diberikan dengan tujuan menarik pembeli. Dan pembelinya membeli produk tersebut karena kebutuhan, bukan karena hadiah, sebagaimana yang telah diterangkandi atas.

Ketiga : Kupon Undian Berhadiah

Produsen atau toko memberikan kupon kepada para pembeli produk mereka. Kupon tersebut akan diundi pada akhir bulan umpamanya, barang siapa yang namanya keluar dalam undian tersebut, maka akan mendapatkan hadiah. Apa perbedaan masalah ini dengan masalah

Page 8: Hadiah Dalam Pandangan Islam

sebelumnya? Perbedaannya adalah pada masalah sebelumnya produsen menawarkan hadiah terlebih dahulu, tetapi dengan syarat harus membeli produknya, sehingga setiap pembeli mengetahui hadiah sebelum membeli produk, bahkan kadang dia membeli produk tersebut, karena ada hadiahnya. Adapun pada masalah ini produsen tidak menawarkan hadiah, tetapi memberikan kupon langsung bagi setiap pembeli produknya. Pembeli belum tentu tahu kalau di dalam produk yang akan dibelinya terdapat kupon berhadiah.

Bagaimana hukumnya? Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini :

Pendapat Pertama: Hukumnya boleh, tetapi dengan dua syarat; yang pertama hadiah tersebut tidak mempengaruhi harga produk, dan yang kedua konsumen membelinya karena kebutuhan.

Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari yang pernah dialami penulis adalah ketika membeli bensin di SPBU, setiap pembelian satu liter maka akan dapat kupon satu, dan kupon tersebut diundi. Dalam kasus ini hukumnya boleh, karena hadiah tersebut tidak mempengaruhi harga produk, karena harga bensin tetap sama dengan harga di tempat lain, kemudian konsumen membeli bensin tadi karena kebutuhan.

Pendapat Kedua : Hukumnya tidak boleh, karena mendorong orang berbuat berlebih-lebihan dalam belanja dan membeli barang-barang yang kadang tidak dibutuhkan demi mengejar kupon hadiah yang akan diundi.

.Cipayung, Jakarta Timur, 18 Sya’ban 1432 H / 20 Juli 2011 M

Posted in Dr. Ahmad Zain, Kolom | Tagged fiqh nazilah, hukum hadiah dalam produk, hukum kontemporer

Pada kajian ini akan membicarakan tentang aturan Islam dalam masalah memberi dan menerima hadiah, seputar masalah hadiah serta seputar masalah hibah. Dimana terkadang muncul juga beberapa permasalahan, diantaranya :

Bagaimana hukumnya jika seorang yang memeberi hadiah ketika kampanye lalu kemudian hadiah tersebut diambil kembali.

Apakah diperbolehkan seorang ayah mengambil kembali hadiah yang sudah diberikan kepada anaknya.

Apakah boleh diterima hadiah yang diberikan oleh orang non muslim. Bagaimana hukumnya jika sebuah perusahaan menerima hadiah dari rekanan.

Berikut beberapa kisah tentang menerima hadiah.

Kisah 1 :Umar bin Khattb pernah menghadiahkan seekor kuda pada seseorang yang akan berjuang di

Page 9: Hadiah Dalam Pandangan Islam

jalan Allah, namun hadiah tersebut tidak diurus dengan baik oleh si penerima hadiah. Sehingga Umar berencana mengambil kembali kuda tersebut dengan cara membeli dengan harga murah. Maka kemudian Umar bertanya kepada Nabi dan Nabi saw bersabda “Jangan kau beli darinya dan jangan kau ambil kembali barang yang sudah kau hadiahkan, meskipun dia hanya menghargainya dengan satu dirham. Sesungguhnya orang yang mengambil kembali barang yang telah dihadiahkan bagaikan sesorang yang muntah dan menelan kembali muntahnya” (Muttafaq Alaih)

Dari kisah ini dapat diambil beberapa pelajaran, yaitu :

1. Keutamaan memberi hadiah untuk tujuan kebaikan[1]. Saling memberi hadiah adalah kesunnahan. Berapa banyak kedengkian sirna karena hadiah. Berapa banyak konflik menjadi cair karena hadiah. Berapa banyak persahabatan yang dapat diraih karena hadiah.

2. Keutamaan menerima hadiah dan menjaga dengan baik hadiah/pemberian dari orang lain[2]. Maka jika diberi hadiah jangan ditolak, silahkan diambil. Karena menerima hadiah juga merupakan sebuah keutamaan. Orang yang memberi hadiah akan senang jika hadiah yang diberikan diterima.

3. Larangan mengambil kembali barang yang telah dihadiahkan, meskipun dengan cara dibeli dengan harga murah. Hukumnya ada yang mengatakan haram ada yang mengatakan makruh[3].

Namun terdapat pengecualian, dimana pemberian orang tua pada anaknya boleh diambil lagi. Seperti halnya hadist berikut :Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda “Janganlah seseorang mengambil kembali barang yang telah dihadiahkan pada orang lain, kecuali pembelian orang tua pada anaknya (boleh diambil lagi)” -HR Ibnu Majah-

Jika Anda diberi hadiah, balaslah pemberian itu.Dari Aisyah ra berkata : “Rasulullah saw menerima hadiah dan membalasnya”. -HR Bukhari-

Hibahadalah akad yang memberi faedah kepemilikan suatu barang/benda yang bergerak atau tidak bergerak tanpa ada ganti. Yang namanya hibah diberikan ketika pemberi dan penerima masih hidup dua-duanya.

Rukun dan Syarat Hibah[4]

Rukun hibah adalah sebagai berikut :

1. Penghibah , yaitu orang yang memberi hibah2. Penerima hibah yaitu orang yang menerima pemberian3. Benda yang dihibahkan4. Ijab dan kabul.

1. Syarat – syarat yang harus dipenuhi agar suatu hibah sah adalah :Syarat-syarat bagi penghibah

Page 10: Hadiah Dalam Pandangan Islam

Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah; dengan demikian tidaklah sah menghibahkan barang milik orang lain.

Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan. Penghibah adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan tidak

kurang akal). Penghibah tidak dipaksa untuk memberikan hibah.

Apabila seseorang menghibahkan hartanya sedangkan ia dalam keadaan sakit, yang mana sakitnya tersebut membawa kepada kematian, hukum hibahnya tersebut sama dengan hukum wasiatnya, maka apabila ada orang lain atau salah seorang ahli waris mengaku bahwa ia telah menerima hibah maka hibahnya tersebut dipandang tidak sah.

2. Syarat-syarat penerima hibahBahwa penerima hibah haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah dilakukan. Adapun yang dimaksudkan dengan benar-benar ada ialah orang tersebut (penerima hibah) sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah dia anak-anak, kurang akal, dewasa. Dalam hal ini berarti setiap orang dapat menerima hibah, walau bagaimana pun kondisi fisik dan keadaan mentalnya. Dengan demikian memberi hibah kepada bayi yang masih ada dalam kandungan adalah tidak sah.

3. Syarat-syarat benda yang dihibahkan

Benda tersebut benar-benar ada. Benda tersebut mempunyai nilai. Benda tersebut dapat dimiliki zatnya, diterima peredarannya dan pemilikannya dapat

dialihkan. Benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan diserahkan kepada penerima hibah.

4. Ijab KabulAdapun mengenai ijab kabul yaitu adanya pernyataan, dalam hal ini dapat saja dalam bentuk lisan atau tulisan. Menurut beberapa ahli hukum Islam bahwa ijab tersebut haruslah diikuti dengan kabul, misalnya : si penghibah berkata : “Aku hibahkan rumah ini kepadamu”, lantas si penerima hibah menjawab : “Aku terima hibahmu”. Sedangkan Hanafi berpendapat ijab saja sudah cukup tanpa harus diikuti oleh kabul, dengan pernyataan lain hanya berbentuk pernyataan sepihak.

Jika orang tua memberi hadiah pada anak-anaknya, maka harus berlaku adil. Tidak boleh pilih-pilih kasih. Semua harus diberi hadiah yang sama. (Kisah Nukman Bin Basyir saat akan memberi hadiah hanya pada seorang putranya saja, lalu nabi melarang dan beliau tidak mau menjadi saksi)

Sahabat Anshar sering memberi hadiah pada nabi saw

Kisah 2 :Dari Urwah dari Aisyah ra, dia berkata pada Urwah “Wahai keponakanku, aku pernah bersama nabi saw selama tiga kali bulan sabit dalam 2 bulan, tidak menyala api di rumah kami (kami tak masak apa apa-pun)”. Lalu aku (Urwah) bertanya,“Wahai bibi, jika demikian, apa yang kalian makan?” Aisyah menjawab “Air putih dan kurma. Kecuali tetangga kami, sahabat Anshar suka memberi kami hadiah, kami minum susu pemberian mereka” -HR bukhari-

Page 11: Hadiah Dalam Pandangan Islam

Kisah 3 :Anas bin Malik (salah seorang sahabat Anshar) bercerita “Satu kali aku pergi musafir bersama Jarir bin Abdillah Al Bajally ra. Selama perjalanan, jarir sangat berkhidmat padaku. Aku katakan padanya, janganlah berbuat begitu padaku.” Jarir menjawab “Aku tahu bagaimana hebatnya sahabat Anshar berkhidmat pada Nabi saw (di antaranya suka memberi hadiah pada Nabi saw). Oleh karena itu, aku berjanji pada diriku sendiri, jika aku bersama orang-orang Anshar, maka aku akan berkhidmat pada mereka semampuku” -Muttafaq Alaih-

Jangan menyebut-nyebut kembali barang yang telah kau hadiahkan“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)” -Al Baqarah 2:264-

Kisah 4 :Dari Abu Dzar ra dari Nabi saw bersabda “Tiga kelompok orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah di hari kiamat, dan tidak akan dilihat oleh-Nya, juga tidak akan di bersihkan dan bagi mereka adzab yang pedih.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulang-ulang perkataan itu tiga kali. Abu Dzar berkata, “Sungguh celaka dan rugi mereka itu! siapa gerangan mereka itu, wahai Rasulullah?” Rasul bersabda: “(1)Al-Musbil (orang yang memanjangkan pakaiannya sampai menutupi mata kaki). (2)Al Mannan (orang yang suka memberi sesuatu, tapi sering mengungkit-ungkit pemberian-nya). (3)Dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah bohong.” (HR. Muslim)

Istri boleh menghadiahkan harta miliknya meski tanpa izin suaminya, walaupun sebaiknya dia izin pada suaminya (lihat kisah Ummul Mukminin maimunah binti Al Harits yang menghibahkan budak miliknya tanpa sepengetahuan nabi saw).

Menolak hadiah karena ada Illat/alasan.Contoh pejabat negara tidak boleh menerima hadiah dan harus menolaknya, karena dapat menimbulkan kemudaratan. Lihat kisah seorang sahabat bernama ibnu Lutbiyah yang diutus untuk mengumpulkan zakat lalu diberi hadiah dan ditegur oleh Nabi saw.

Diperbolehkan memberi dan menerima hadiah dari orang non muslim/beda keyakinan.

Materi Kajian »

Referensi »

Sumber: http://kajiankantor.com

Catatan Kaki :

1. Dalam sebuah hadist Rasulullah saw bersabda yang artinya “Salinglah kalian memberikan hadiah, tentu kalian akan saling mencintai.” -Hadits hasan riwayat Al Bukhari di dalam Al Adab Al Mufrid dan Abu Ya’la- [↩]

2. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima hadiah dan membalasnya.” Al Imam Al Bukhari telah meriwayatkan hadits di dalam Shahihnya, dan hadits ini memiliki hadits-hadits pendukung yang lain. [↩]

Page 12: Hadiah Dalam Pandangan Islam

3. Dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw bersabda “Orang yang mengambil kembali barang yang telah dihadiahkan, bagaikan seekor anjing yang muntah dan menelan kembali muntahannya” [↩]

4. http://izulbadawi.blogspot.com/2009/01/hibah.html [↩]