GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika...

151
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA HAMIL DAN IBU BALITA DI KECAMATAN TINGKIR KOTA SALATIGA (Suatu Tinjauan Etnolinguistik) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Disusun oleh KHAIRUNNISA NOOR ARIFAH C0105029 FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Transcript of GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika...

Page 1: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA

PADA WANITA HAMIL DAN IBU BALITA

DI KECAMATAN TINGKIR KOTA SALATIGA

(Suatu Tinjauan Etnolinguistik)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

KHAIRUNNISA NOOR ARIFAH

C0105029

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 3: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

NIP 19600101 198703 1 004

PERNYATAAN

Nama : Khairunnisa Noor Arifah

NIM : C0105029

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Gugon Tuhon dalam

Masyarakat Jawa pada Wanita Hamil dan Ibu Balita di Kecamatan Tingkir Kota

Salatiga (Suati Tinjauan Etnolinguistik) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat,

dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini

diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari

skripsi tersebut.

Surakarta, Februari 2011

Yang membuat pernyataan,

Khairunnisa Noor Arifah

Page 5: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Persembahan penuh cinta untuk:

1. Bapak & Ibu atas kasih sayang tiada akhir.

2. Bapak & Ibu mertua atas cinta serta nasihat-

nasihatnya.

3. Ayah & Saga atas semua hal terbaik di

dunia.

Page 6: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul Gugon Tuhon dalam masyarakat

Jawa pada Wanita Hamil dan Ibu Balita di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga (Suatu

Tinjauan Etnolingustik) dapat selesai. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan

dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Soedarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam

menyusun skripsi ini.

2. Drs. Imam Sutarjo, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan

Seni RupaUniversitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

3. Drs. Sujono, M.Hum, selaku pembimbing pertama yang telah memberikan

kesempatan untuk menulis skripsi ini, memberikan banyak bantuan, dorongan dan

ilmu sehingga akhirnya skripsi ini dapat selesai dengan baik.

4. Drs. Y. Suwanto, M.Hum, selaku pembimbing kedua dan pembimbing akademik

yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan ilmu dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum, selaku sekretris jurusan yang telah memberikan

banyak motivasi, perhatian, dorongan, dan ilmu selama menimba ilmu.

6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sastra Daerah khususnya dan Fakultas Sastra dan Seni

Rupa pada umumnya yang telah memberikan ilmunya kepada penulis sehingga

bermanfaat dalam menyusun skripsi ini.

Page 7: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

7. Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa dan

perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu penulis.

8. Seluruh staf dan karyawan Tata Usaha Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu penulis.

9. Ibu Sarmi, ibu Suparmi, ibu Nunik, dan masyarakat Desa Nanggulan yang tidak dapat

penulis sebutkan satu per satu, yang telah memberikan banyak bantuan dan informasi

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

10. Mas Bagus, suamiku, yang nrima, sabar, cinta, perhatian, dan semua hal terbaik yang

pernah diberikan, malam-malam begadang untuk menyemangati penulis.

11. Saga Malik Al-Gusha, anakku, atas keajaiban yang bisa bunda percaya. Terima kasih

untuk menjadikan bunda seorang ibu dan selalu belajar banyak hal.

12. Mas Kun, dik Fajri, Doel, Eri untuk support dan penyemangat dalam situasi pelik.

13. Teman-teman angkatan 2005 atas semua bantuan dan pertemanan yang diberikan.

Adik-adik kelas yang selalu membantu penulis.

14. Semua pihak dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya segala puji dan syukur, kuasa serta kemuliaan bagi Allah SWT. Penulis

menyadari banyak ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap

kiranya skripsi ini dapat berguna bagi pembaca sekalian.

Surakarta, Februari 2011

Penulis.

Page 8: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

DAFTAR ISI

JUDUL …………………………………………………………………………… i

PERSETUJUAN …………………………………………………………………. ii

PENGESAHAN ………………………………………………………………..… iii

PERNYATAAN …………………………………………………………………. iv

PERSEMBAHAN ……………………………………………………………….. v

KATA PENGANTAR …………………………………………………………… vi

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….…. viii

DAFTAR SINGKATAN …………………………………….………………..…. xi

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………..….……………..…. xii

ABSTRAK …………………………………………………………………..…… xiii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….….… 1

A. Latar Belakang ………………………………………………….………… 1

B. Batasan Masalah ……………………………………………….……...….. 8

C. Rumusan Masalah …………………………………………..…….….…… 9

D. Tujuan Penelitian ………………………………………...……….………. 9

E. Manfaat Penelitian ………………………………………...……………… 10

1. Manfaat Teoretis …………………………………………….…..……. 10

2. Manfaat Praktis ………………………………………………………. 10

F. Sistematika Penulisan …………………………………………………….. 12

BAB II KAJIAN TEORI ……………………………………………………….. 13

A. Pengertian Gugon Tuhon …………………………………………………. 13

B. Pengertian Kalimat ……………………………………………………….. 16

Page 9: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

C. Fungsi Bahasa …………………………………………………………….. 16

D. Pengertian Makna ……………………………………………………….... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................ 20

A. Jenis Penelitian …………………………………………………………… 20

B. Data dan Sumber Data …………………………………………………… 21

C. Alat Penelitian ……………………………………………………………. 22

D. Populasi dan sampel ……………………….……………………………... 23

E. Metode Pengumpulan Data ………………………………………………. 24

F. Metode Analisis Data …………………………………………..…………. 24

1. Metode Distribusional ………………………………………………… 24

2. Metode Padan ………………………………………………………… 27

G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ………………………………….... 29

BAB IV PEMBAHASAN ……………………………………………………….. 31

A. Bentuk ……………………………………………………………..……… 31

1. GT yang Menggunakan pewatas aja ‘jangan’ sebagai

Penanda Kalimat Larangan ………………………………………….... 31

2. GT yang Menggunakan pewatas aja ‘jangan’ dan

mundhak ‘nanti’ sebagai Penanda Sebab Akibat …………………….. 35

3. GT yang Menggunakan pewatas aja ‘jangan’ dan

ora ilok ‘tidak pantas’ dalam satu kalimat ……………………………. 39

4. GT yang Menggunakan Frasa ora ilok ‘tidak pantas’ ………………… 40

5. GT yang Menggunakan kata yen ‘kalau’ yang Berada

Page 10: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

di Depan Kalimat sebagai Penanda Kalimat Perumpamaan ………...… 43

6. GT yang Menggunakan Kata nek ‘kalau’ atau yen ‘kalau’ yang

Berada di Depan Kalimat Sebagai Penanda Kalimat Perumpamaan

serta Kata mundhak ‘nanti’ Sebagai Penanda Akibat ………………… 48

B. Fungsi ……………………………………………………………………. 52

1. Pendidikan Kepercayaan ………………………….………………….. 53

2. Pendidikan Etika/Moral ………………………………………………. 56

3. Pendidikan Kesehatan ………………………………………………... 59

C. Makna Gramatikal dan Kultural ………………………………………..... 63

1. Wanita Hamil ……….……………...…………………………………. 63

2. Merawat Bayi …………………………………………………………. 88

BAB V PENUTUP ………………………………………………………….….... 138

A. Simpulan …………………………………………………………….….… 138

B. Saran ………………………………………………………………...……. 139

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..….…. 140

LAMPIRAN …………………………………………………………….……….. 142

Page 11: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA

A. Daftar Singkatan

1. GT : Gugon tuhon

2. GTBJ : Gugon tuhon bahasa Jawa

B. Daftar Tanda

1. Tanda ‘…’ : mengapit terjemahan dalam bahasa Indonesia.

2. Tanda : mengapit pilihan kata yang digunakan pada teknik ganti.

3. Tanda Ø : menggantikan kata yang dihilangkan pada teknik lesap.

Page 12: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

A. Daftar data GTBJ …………………………………………..……………… 142

B. Data wawancara …………………………………..………….…………… 148

1. Data wawancara 1 ……………………………….…………………… 148

2. Data wawancara 2 ……………………………….…………………… 150

3. Data wawancara 3 ……………………………….…………………… 152

4. Data wawancara 4 ……………………….…………………………… 153

5. Data wawancara 5 …………………………….……………………… 156

6. Data wawancara 6 ………………………….………………………… 162

7. Data wawancara 7 …………………….……………………………… 166

8. Data wawancara 8 ………………….………………………………… 170

9. Data wawancara 9 ………………….………………………..…..…… 172

10. Data wawancara 10 ………………….…………………………..…… 175

11. Data wawancara 11 ………………….…………………………..…… 177

C. Data Informan …………………………………...………….…………… 183

Page 13: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

ABSTRAK

Khairunnisa Noor Arifah. C0105029. 2011. Gugon Tuhon dalam Masyarakat Jawa pada

Wanita Hamil dan Ibu Balita di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga (Suatu Tinjauan

Etnolinguistik). Skripsi. Jurusan Sastra Daerah. Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Judul penelitian ini adalah Gugon Tuhon dalam Masyarakat Jawa pada Wanita

Hamil dan Ibu Balita di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga. Objek yang dikaji dalam

penelitian ini adalah gugon tuhon tentang wanita hamil dan ibu balita yang berkembang

di masyarakat Kecamatan Tingkir Kotamadya Salatiga. Data yang dikumpulkan berupa

data lisan yang dikumpulkan dari para nara sumber.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah

bentuk GTBJ? (2) Bagaimanakah fungsi GTBJ? (3) Makna gramatikal dan kultural

GTBJ. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk, fungsi dan

makna gramatikal serta kultural Gugon Tuhon Jawa.

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, data dikumpulkan dan dianalisis untuk

kemudian dideskripsikan. Data dikumpulkan berdasarkan interview dengan nara sumber,

yaitu para warga kecamatan Tingkir yang telah melalui kriteria yang ditetapkan. Dari

data-data yang didapat tersebut kemudian dikelompokkan, untuk kemudian dianalisis

bentuk, fungsi, dan maknanya. Metode analisis data yang digunakan untuk penelitian ini

adalah metode distribusional dan metode padan. Teknik lanjutan yang digunakan adalah

teknik ganti dan teknik lesap. Data dibagi dalam unsur-unsur untuk kemudian suatu unsur

tertentu diganti atau dilesapkan untuk mengetahui kadar keintian unsur tersebut.

Simpulan dari penelitian ini adalah: 1) kalimat dengan pewatas aja ‘jangan’ saja

tidak dapat dipermutasi letaknya, sedangkan kalimat dengan pewatas aja ‘jangan’ dan

frasa ora ilok ‘tidak pantas’ dalam satu kalimat dapat dipermutasi letaknya. Begitu pula

kata nek ‘kalau’, yen ‘kalau’, dan mundhak ‘nanti’ tidak dapat dipermutasi karena akan

menghilangkan bentuk dan makna GTBJ, 2) Fungsi GTBJ mencakup kepercayaan,

etika/moral, dan kesehatan, 3) Makna GTBJ dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

(1) makna gramatikal, dan (2) makna kultural. Makna gramatikal didapat dari korelasi

struktur sedangkan makna kultural diperoleh dari hasil wawancara dengan informan.

Page 14: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

“Alah, takhayul!” sebagian besar orang dewasa ini pasti akan berucap demikian

jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. Nasihat-nasihat

seperti “Aja metu wayah wengi, ndhuk!” pasti akan dijawab dengan bantahan. Sering kali

disertai alasan “Ini kan jaman globalisasi, mbok. Setan ora doyan, dhemit ora ndulit!”

padahal maksud nasihat si Mbok, bukan hanya sawan yang akan nyambet, justru setan-

setan berwujud manusia yang akan mengincarnya. Sebenarnya, banyak sekali petuah

yang orang tua kita berikan kepada kita untuk ajaran hidup, bahkan yang tanpa kita sadari

sekalipun. Namun di zaman yang semakin maju dan berkembang ini, semakin banyak

orang mengabaikan warisan-warisan budaya dari leluhur kita. Mereka menganggap

tradisi budaya Jawa hanya sebagai warisan dan gugon tuhon hanya sebagai takhayul yang

dianggap kepercayaan orang Jawa yang kuno. Dengan antusias orang-orang berseru

mempertahankan, melestarikan, dan mengembangkan budaya Jawa, malah mungkin

sampai ke kancah internasiaonal. Kita memiliki keinginan melestarikan budaya Jawa,

tetapi kita lebih sibuk mempelajari budaya asing. Bahkan kita lebih memilih belajar

bahasa asing daripada bahasa Jawa itu sendiri. Lebih buruk, mungkin hanya sedikit dari

sekian banyak orang Jawa yang memilih menggunakan krama inggil untuk

berkomunikasi dengan orang tuanya. Selain itu banyak orang tua tidak mengajarkan

bahasa Jawa kepada anak cucunya. Sehingga kesalahan ini bukan sepenuhnya salah si

Page 15: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

anak, tetapi kita para orang tua yang lebih bertanggung jawab untuk menurunkan

kekayaan Jawa ini kepada anak cucu kita. Sangatlah aneh jika seorang Jawa bahkan tidak

bisa berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Sering kali karena si anak tidak memahami,

justru kita yang akan menuruti si anak dengan selalu menggunakan bahasa Indonesia.

Bukan berarti bahasa Indonesia itu buruk, tetapi tanpa kita berusaha berarti kita sudah

mulai mematikan budaya Jawa, karena di sekolah-sekolah pastilah anak-anak sudah

diajarkan berkomunikasai dengan bahasa Indonesia dan bahkan pada beberapa playgroup

menggunakan bahasa Inggris. Tanpa kita sadari, budaya Jawa perlahan mulai luntur dan

hilang dalam kehidupan sehari-hari. Bukan karena pengaruh budaya baru yang memaksa

masuk, tetapi karena kita yang membuangnya. Parahnya kita menolaknya untuk masuk

kembali.

Namun sekarang ini gugon tuhon sudah agak kabur karena banyak hal. Di

antaranya karena perbedaan pola pikir orang zaman dahulu dan zaman sekarang.

Perbedaan ini dapat disebabkan karena perkembangan teknologi yang membuat orang-

orang modern tidak peka lagi dengan alam dan dirinya sendiri. Dahulu, nenek moyang

kita dalam keterbatasan teknologi pada saat itu, dalam prihatinnya selalu berlatih untuk

menajamkan batin mereka. Gelap dan sepi membuat mereka merenungi diri dan alam.

Hal itu membuat batin mereka tajam dan peka terhadap kehidupan. Semua yang mereka

berikan, ajarkan, lakukan adalah karena mereka mengerti bahwa banyak yang harus

diselaraskan agar semua berjalan dengan semestinya. Nasihat-nasihat yang mereka

berikan ini didapat dari pengalaman mereka selama hidup dan berpikir. Nasihat–nasihat

atau dinamakan gugon tuhon ini diteruskan kepada anak turunnya agar kelak

keturunannya selalu mempunyai akal budi yang baik, tidak seperti hewan yang

Page 16: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

melakukan apa saja yang mereka ingin lakukan, mempunyai tatanan untuk membentuk

masyarakat yang berbudi.

Tetapi lalu seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi yang

memudahkan hidup manusia, semua ketajaman batin itu seolah ikut lenyap. Tradisi yang

diberikan turun-temurun ini perlahan-lahan luntur karena manusia pada zaman

peralihannya tidak peduli dan tidak menganggap hal ini sesuatu yang dapat dijadikan

ilmu hidup, jadi hanya sedikit dari pendukung kebudayaan Jawa yang tetap

mempertahankannya. Karena hal inilah, sekarang sedikit dari para orang tua yang tahu

dan paham tentang gugon tuhon ini, apalagi mewariskannya kepada anak-cucunya.

Penelitian ini berusaha mencari tahu tentang seberapa paham masyarakat di

Kecamatan Tingkir tentang gugon tuhon khususnya gugon tuhon tentang kehamilan dan

merawat balita, bagaimanakah mereka menyikapinya dan apakah mereka masih

menurunkan sastra lisan ini kepada anak-cucunya. Sehingga diharapkan nantinya mereka

mau meneruskannya kepada keturunannya. Selain itu kepada para pemuda agar lebih

dapat mengerti dan memahami tentang gugon tuhon Jawa ini, sehingga sastra lisan ini

dapat dilestarikan.

Gorys Keraf (2001: 1) mendefinisikan bahasa sebagai alat komunikasi antara

anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

Sedangkan Saussure (dalam Mansoer Pateda, 2001: 4) mendefinisikan bahasa sebagai

suatu sistem tanda. Tanda-tanda ini saling berhubungan membentuk struktur. Menurut

Wikipedia: bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga

membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti.

Bahasa memiliki berbagai definisi. Definisi bahasa adalah sebagai berikut.

Page 17: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1. Suatu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan.

2. Suatu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke

dalam pikiran orang lain

3. Suatu kesatuan sistem makna

4. Suatu kode yang yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antara

bentuk dan makna.

5. Suatu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh: Perkataan

dan kalimat).

6. Suatu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistik.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa diakses pada tanggal 17 April 2010 pukul

12.02 WIB)

Menurut pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan, bahwa bahasa

merupakan alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya.

Bahasa bisa didapat dari alat ucap manusia ataupun melalui sistem tanda. Yang

terpenting adalah bahasa harus dapat dimengerti.

Malinowski mengelompokkan fungsi bahasa ke dalam dua kelompok besar,

yaitu pragmatik dan magis (dalam Halliday, 1992: 20). Pragmatik sendiri adalah:

1. Studi tentang maksud penutur

2. Studi tentang makna kontekstual

3. Studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang

dituturkan

4. Studi tentang ungkapan dari jarak hubungan

Page 18: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sedangkan konteks adalah teks yang menyertai teks (Halliday, 1992: 6). Jadi,

ada maksud yang menyertai tuturan. Pragmatik mencakup konteks karena pragmatik akan

menelusur apa yang dimaksud oleh suatu wacana lebih jauh, dengan banyak unsur yang

melatarbelakangi untuk menjelaskan maknanya.

Untuk memaknai GT secara kultural, maka kita harus memahami konteks

budaya Jawa yang sedang dimaksudkan oleh penutur dan mitra tutur, memahami budaya

dan masyarakatnya terlebih dahulu. Barulah kita tahu apa yang sebenarnya sedang

terjadi.

Etnolinguistik sendiri terbentuk dari dua kata, etnologi dan linguistik. Istilah

„etnolinguistik‟ berasal dari kata „etnologi‟ yang berarti ilmu yang mempelajari tentang

suku-suku tertentu dan „linguistik‟ berarti ilmu yang mengkaji seluk-beluk bahasa

keseharian manusia atau disebut juga ilmu bahasa yang lahir karena adanya

penggabungan antara pendekatan yang biasa dilakukan oleh para ahli etnologi (kini

antropologi budaya) (Sudaryanto, 1996 : 9).

Masyarakat Jawa adalah salah satu masyarakat yang mempunyai kebudayaan

yang luhur. Kebudayaan atau tradisi ini diwariskan secara turun-temurun oleh nenek

moyang kita hingga sekarang. Masyarakat Jawa mempunyai banyak ajaran kebudayaan

dalam berbagai hal, misalnya ketika seorang wanita melaksanakan tugasnya sebagai ibu,

baik ketika masih mengandung maupun dalam merawat anak. Orang tua Jawa

mempunyai cara yang bijak dalam menyampaikan nasihat-nasihatnya agar anak-anaknya

mau berpikir dan menelaah apa yang dikatakan orang tuanya. Petuah yang dihaluskan

Page 19: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

penyampaiannya ini disebut dengan gugon tuhon. Menurut Purwadi, gugon tuhon yaitu

percaya pada adat dan takhayul (Purwadi, 2004 : 139).

Gugon tuhon berasal dari dua kata „gugon‟ dan „tuhon‟. Kata „gugon‟ berasal

dari kata „gugu‟ yang mendapat akhiran [-an], yang mempunyai arti sifat yang mudah

percaya kepada ucapan ataupun cerita, sedangkan „tuhon‟ berasal dari kata dasar „tuhu‟

dan mendapat akhiran [-an] yang mempunyai arti sifat yang mudah mempercayai ucapan

orang lain (terjemahan dari Subalidinata, 1968 :13). Gugon tuhon yaitu:

Gugon tuhon sebenere ngemu piwulang, nanging piwulang iku ora

cetha, mung sarana disamar, lumrahe wong angger wis dikandakake

ora ilok utawa ora becik banjur pada wedi nerak, mangka larangan

iku tujuane kanggo mulang supaya ora nindakake apa kang kasebut

ing larangan iku (Subalidinata, 1968 : 13)

„Gugon tuhon sebenarnya mengandung ajaran, tetapi ajaran itu tidak jelas,

hanya samara-samar, biasanya jika orang sudah dilarang dengan tidak

pantas atau tidak baik lantas takut untuk melanggar, maka larangan itu

tujuannya untuk mengajar supaya tidak melakukan apa yang disebutkan

dalam larangan tersebut‟ (Subalidinata, 1968 : 13)

Ketika menginjak dewasa, para orang tua mulai banyak memberi bekal nasihat

kepada anak-anaknya untuk mengarungi rumah tangganya, terlebih pada anak gadis

karena wanitalah yang akan mengajarkan moral pada anak ketika anak belum belajar dari

lingkungan luar. Setelah menikah, wanita akan mengemban tugas penting yaitu menjadi

ibu. Semenjak bayi masih dalam kandungan hingga lahir akan ada banyak petuah yang

diberikan dari ibu maupun ibu mertua kepada anak wanitanya. Nasihat-nasihat ini

dimaksudkan agar sang calon ibu selalu menjaga tingkah lakunya agar kelak bayi yang

Page 20: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dilahirkan sehat dan mempunyai moral yang baik. Nasihat ini misalnya aja mateni

kewan, mundhak bocah sing lair kaya kewane „ jangan membunuh hewan, nanti anak

yang lahir seperti hewan itu‟, aja mbunteti leng tikus, mundhak nglairkene angel „ jangan

menutup lubang tikus, nanti melahirkannya sulit‟, aja adus bengi, mundhak kembar

banyu „jangan mandi malam, nanti ketubannya jadi banyak‟, aja nyingkirake barang

nganggo sikil, mundhak bayine lair sungsang (sikil dhisik sing metu) „jangan

menyingkirkan sesuatu menggunakan kaki, nanti bayi yang lahir dari kakinya dahulu‟,

kudu nyingkirake regedan sing tinemu ing ndalan supaya nglairkene lancar ora ana

alangan „harus menyingkirkan kotoran yang ditemukan di jalan supaya melahirkannya

lancar tidak ada halangan‟, bayi kudu digendhong yen surup „bayi harus digendong kalau

magrib‟, yen nggendhong bayi aja disawung „ kalau menggendong anak jangan tidak

memakai selendang‟, dll. Nasihat-nasihat ini walaupun alasan yang disampaikan kurang

masuk akal, namun jika ditelaah lebih lanjut ada alasan yang lebih logis.

Penelitian sebelumnya yang pernah diteliti adalah:

1. Suwanti, 2008, yang berjudul “Gugon Tuhon Bahasa Jawa” yang mengkaji

tentang bentuk, fungsi dan makna gugon tuhon bahasa Jawa.

2. Wahyu Adi nugroho, 2010, yang berjudul “Gugon Tuhon Daur hidup Manusia

Jawa di Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah

(Kajian Resepsi Sastra). Skripsi ini tidak hanya mengkaji bentuk-bentuk gugon

tuhon, makna dan fungsinya saja, tetapi juga mengkaji profil masyarakat

Mojolaban dan bagaimana tanggapan mereka tentang gugon tuhon ini.

Page 21: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Skripsi saudara Suwanti ini mengumpulkan GTBJ yang ada dalam literatur,

kemudian mendeskripsikan bentuk, fungsi dan maknanya. Sedangkan penelitian yang

akan penulis lakukan ini mengumpulkan data dari para informan daerah setempat untuk

mendapatkan ujaran GT yang dimaksud, kemudian menganalisis bentuk, fungsi dan

maknanya. Dalam penelitian Suwanti, bentuk GTBJ ini selalu menggunakan pewatas aja,

frasa ora ilok, dan kata mundhak yang menyatakan hubungan sebab akibat. Sedangkan

dalam penelitian ini bentuknya dapat tidak hanya menggunakan pewatas aja, frasa ora

ilok, maupun kata mundhak saja, namun juga ada kata yen, nek atau tidak meggunakan

semua kata diatas. Penelitian ini diambil dengan alasan :

1. Penelitian GT dalam Masyarakat Jawa pada Wanita Hamil dan Ibu Balita di

Kecamatan Tingkir Kota Salatiga ini belum pernah diteliti sebelumnya.

2. Gugon tuhon masyarakat Jawa ini adalah tradisi yang perlu dilestarikan.

3. Agar para anak muda penerus tradisi ini mau menerima ajaran ini, maka perlu

dijelaskan makna dari orang tua sehingga para anak muda dapat memahami

budayanya.

4. Setiap gugon tuhon yang diajarkan mempunyai ajaran yang adiluhung dan

menarik untuk dikaji lebih lanjut.

B. Pembatasan Masalah

Penelitian yang berjudul “Gugon Tuhon dalam Masyarakat Jawa pada Wanita

Hamil dan Ibu Balita di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga“ ini dikaji menggunakan teori

etnolinguistik.

Page 22: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Agar penelitian ini tidak melebar dari masalah perlu diadakan pembatasan

masalah, yaitu pada bentuk, fungsi, makna gramatikal dan makna kultural gugon tuhon

dalam masyarakat Jawa pada wanita hamil dan merawat anak.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat menentukan rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah bentuk kalimat gugon tuhon dalam masyarakat Jawa pada wanita

hamil dan ibu balita?

2. Apakah fungsi gugon tuhon dalam masyarakat Jawa pada wanita hamil dan ibu

balita?

3. Bagaimanakah makna gramatikal dan makna kultural gugon tuhon dalam

masyarakat Jawa pada wanita hamil dan ibu balita?

D. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, dapat dijelaskan tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan bentuk gugon tuhon dalam masyarakat Jawa pada wanita hamil

dan ibu balita.

2. Mendeskripsikan fungsi gugon tuhon dalam masyarakat Jawa pada wanita hamil

dan ibu balita.

3. Mendeskripsikan makna kultural dan makna gramatikal gugon tuhon dalam

masyarakat Jawa pada wanita hamil dan ibu balita.

Page 23: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

E. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat menberikan manfaat secara teoretis dan praktis.

1. Manfaat Teoretis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan referensi etnolinguistik,

mengenai gugon tuhon dalam masyarakat Jawa pada wanita hamil dan ibu balita.

2. Manfaat Praktis.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan makna leksikal dan

kultural bagi masyarakat yang bersangkutan sehingga budaya Jawa lebih menarik

untuk dipahami dan dapat membantu penelitian serupa selanjutnya.

F. Kerangka Pikir

Data gugon tuhon yang diteliti dalam penelitian ini menggunakan data lisan

sebagai data primer dan data tulis sebagai data sekunder. GT biasanya menyatakan

larangan atau dihaluskan menjadi nasihat. Bentuk GT dapat menngunakan pewatas „aja‟ ,

frasa „ora ilok‟ atau tidak menggunakan keduanya sama sekali. Fungsi GT ditelaah dari

pemaknaan yang didapat dari masyarakat. Makna gramatikal adalah makna yang dapat

berubah sesuai dengan konteks pemakaian. Kata tersebut mengalami proses

gramatikalisasi pada pemajemukan, imbuhan dan pengulangan. Sedangkan makna

kultural adalah makna yang menyangkut makna secara kultural suatu budaya tertentu.

Page 24: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KERANGKA PIKIR

G.

GTBJ

Lisan

(Data Primer)

Bentuk GTLBJ

- Pewatas aja di depan

- Pewatas aja dan mundhak

sebagai penanda sebab

akibat

- Pewatas aja dan frasa

ora ilok

- Frasa ora ilok

- Kata nek atau yen sebagai

penanda kalimat

perumpamaan

- kata nek atau yen dan kata

mundhak dalam satu

kalimat

FUNGSI

- Kepercayaan

- Pendidikan

Etika/Moral

- Pendidikan

Kebersihan

MAKNA

- Gramatikal

- Kultural

Page 25: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang akan digunakan oleh penulis adalah sbb :

Bab I : Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan teori, yang meliputi penjelasan dari gugon tuhon, pengertian kalimat,

kalimat imperatif, fungsi, dan makna.

Bab III : Metode penelitian, yang meliputi sifat penelitian, lokasi penelitian, data dan

sumber data, alat penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode

penyajian hasil penelitian.

Bab IV : Analisis data yang memuat tentang analisis dari bentuk, fungsi, makna

gramatikal, dan makna kultural.

Bab V : Penutup, yang berisi tentang simpulan dan saran dari hasil penelitian.

Page 26: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

Landasan teori adalah dasar atau landasan yang bersifat teoretis yang relevan

dengan pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Landasan teori digunakan

sebagai kerangka pikir untuk mendekati permasalahan dan bekal untuk menganalisis

objek kajian.

A. Gugon Tuhon

Gugon tuhon berasal dari kata ‘gugu’ dan ‘tuhu’. Kata ‘gugu’ mendapat akhiran

–an yang berarti sifat yang mudah percaya kepada ucapan ataupun cerita, sedangkan kata

‘tuhon’ berasal dari kata ‘tuhu’ yang juga mendapat akhiran –an, yang mempunyai arti

sifat yang mudah mempercayai ucapan orang lain (terjemahan dari Subalidinata, 1968:

13). Purwadi mengatakan gugon tuhon yaitu percaya pada adat dan takhayul (Purwadi,

2004: 139). Takhayul berarti percaya pada hantu-hantu atau hal supranatural lainnya.

Oleh karena itu para ahli folklore modern lebih suka menggunakan istilah kepercayaan

rakyat (folk belief) (James Danandjaja, 1984: 153). Padahal takhayul sendiri mencakup

bukan saja kepercayaan (belief), melainkan juga kelakuan (behavior), pengalaman

(experience), ada kalanya juga alat, dan biasanya juga ungkapan serta sajak (Brunvand

dalam Danandjaja, 1984: 153). Sedangkan dalam kenyataannya, tidak ada seorangpun

yang bagaimanapun modernnya, dapat bebas dari takhayul, baik dalam hal kepercayaan

maupun dalam hal kelakuan (Brunvand dalam Danandjaja, 1984: 154).

Page 27: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Takhayul (atau GT) memiliki beberapa syarat, yang terdiri dari tanda-tanda

(signs), atau sebab-sebab (causes), dan yang diperkirakan akan ada akibatnya (results)

(James Danandjaja, 1984: 154). Sedangkan menurut Dundes, takhayul adalah ungkapan

tradisional dari satu atau lebih syarat, dan satu atau lebih akibat; beberapa dari syaratnya

bersifat tanda, sedangkan yang lainnya bersifat sebab (Danandjaja, 1984: 155).

Gugon tuhon dibagi menjadi tiga, yaitu 1) gugon tuhon salugu, 2) gugon tuhon

yang berisi pitutur sinandi, dan 3) gugon tuhon yang berbentuk pepali atau wewaler.

Dalam penelitian ini dikhususkan pada gugon tuhon yang berisi pitutur sinandi. Pitutur

sinandi sendiri berarti kata-kata yang disandikan atau disamarkan.

Gugon tuhon dapat diberi pewatas aja ‘jangan’, seperti :

(1) Aja mateni kewan yen lagi mbobot.

‘Jangan membunuh binatang jika sedang hamil.’

(2) Aja mbampeti leng tikus yen lagi mbobot.

‘Jangan menutup lubang rumah tikus jika sedang hamil.’

Kalimat (1) dan (2) merupakan contoh GTBJ yang menggunakan pewatas aja

‘jangan’. Kalimat (1) mengandung pesan jangan membunuh binatang jika sedang hamil.

Pesan ini berlaku tidak hanya untuk si ibu hamil, tetapi juga untuk suami, karena

dikhawatirkan jabang bayi yang akan lahir bisa menyerupai binatang yang dibunuh

atupun disakiti. Misalnya jika membunuh atau menyiksa kera, si anak bisa mempunyai

bulu yang banyak atau berwajah seperti kera. Sedangkan pada kalimat (2) mempunyai

pesan jangan menutup lubang rumah tikus jika sedang hamil. Seperti pada kalimat (1),

Page 28: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

aturan ini juga berlaku untuk suami istri. Jika dilanggar, dikhawatirkan si ibu akan

mengalami persalinan yang sulit seperti tertutup jalan lahirnya.

Gugon tuhon juga mempunyai bentuk dengan frasa ora ilok ‘tidak pantas’,

seperti

(3) Ora ilok bayi dilem.

‘Tidak pantas bayi dipuji.’

(4) Ora ilok bayi dipunji, mundhak wani karo wong tuwane.

‘Tidak pantas bayi dipanggul, nanti berani dengan orang tuanya.’

GTBJ pada kalimat (3) dan (4) merupakan bentuk yang menggunakan frasa ora

ilok ‘tidak pantas’. Pada kalimat (3) terdapat suatu nasihat bahwa tidak baik jika memuji

bayi karena si anak dapat tumbuh menjadi anak yang tinggi hati karena biasa dipuji

dalam keluarganya. Sedangkan pada kalimat (4) mengandung nasihat jika bayi tidak

boleh dipanggul karena selain membahayakan jiwa si bayi, menurut kepercayaan Jawa

hal itu juga akan membuat si bayi akan berani melawan orang tuanya kelak jika dewasa

karena sudah ‘diletakkan’ di atas orang tuanya.

Dilihat dari kalimat (1), (2), (3), dan (4) dapat disimpulkan bahwa GT adalah

pendidikan budi pekerti dalam mendidik anak bahkan sebelum si anak dilahirkan. Sejak

dalam kandungan ikatan batin antara ibu dan anak sudah terikat begitu kuat, maka jika si

ibu mempunyai suasana hati tertentu, besar kemungkinan akan menjadi sifat bayi yang

akan dilahirkan. Orang tua yang sudah tentu pengalaman dalam mendidik anak pasti akan

Page 29: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

memberi nasihat agar cucu yang akan dilahirkan kelak mempunyai sifat dan budi pekerti

yang luhur.

B. Kalimat

Salah satu unsur bahasa adalah kalimat. Kalimat adalah bagian terkecil ujaran

atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan.

Dalam wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan titinada, disela oleh jeda, diakhiri oleh

intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan atau

asimilasi bunyi (Anton M. Moeliono, 1988: 254).

Kalimat terbentuk dari beberapa unsur: kata, intonasi dan makna. Kalimat tidak

ditentukan dari jumlah suku kata. Dengan begitu, satu kata saja dapat didefinisikan

sebagai kalimat jika disertai dengan intonasi yang benar dan maknanya dapat dimengerti.

C. Fungsi

Fungsi bahasa yang sangat dasar adalah sebagai alat komunikasi. Dalam

perkembangannya, bahasa mempunyai banyak fungsi sekunder. Bahasa dapat

menjelaskan status, daerah asal, pendidikan, bahkan kepribadian seseorang. Penggunaan

bahasa yang benar harus disertai etika tutur kata, moral yang dikandung, dan disampaikan

dengan sopan-santun. Hal-hal tersebut penting digunakan untuk menciptakan lingkungan

yang baik, dan damai.

Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan

berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri,

Page 30: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan

beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk

melakukan kontrol sosial (Keraf, 2001: 3).

Di bawah ini akan diuraikan mengenai etika, moral, dan sopan-santun.

1. Etika

Etika berarti ilmu yang mempelajari apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang

adat-istiadat (Bertens, 1997: 4). Semua suku bangsa pastilah mempunyai etika.

Etika ini berkembang sesuai kebudayaan mereka. Di Jawa, etika diatur

berdasarkan banyak hal, salah satunya adalah stratifikasi sosial. Penting untuk

menempatkan diri dalam tataran yang tepat dan menyadari tingkatan mereka,

sehingga manusia Jawa dituntut untuk luwes dan dapat menempatakn diri pada

situasi dan kondisi apapun untuk berbaur dan bertahan di dalamnya.

2. Moral

Moral adalah kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait

nilai-nilai baik dan buruk (http://id.wikipedia.org/wiki/Moral diakses pada tanggal

17 April 2010 pukul 12.17 WIB).

Pengertian moral dapat diartikan adat kebiasaan perbuatan manusia yang

dikatakan baik jika sesuai dengan adat kebiasaan budi pekerti. Moralitas adalah

kualitas dalam perbuatan kemanusiaan yang benar atau salah, yang baik atau

buruk. Pada dasarnya moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai

manusia, sedangkan moralitas mengacu pada baik buruknya perbuatan.

Page 31: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sedangkan ajaran moral maksudnya ajaran, wejangan, ptokan-patokan, kumpulan

peraturan dan ketetapan baik lisan maupun tertulis, tentang bagaimana manusia

harus hidup dan bertindak agar menjadi lebih baik (Franz Magnis-Suseno, 2001:

15).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa moral adalah perbuatan, pikiran

maupun ucapan tentang baik-buruk, benar-salah yang didasarkan pada patokan

keluarga dan masyarakat sekitarnya.

3. Sopan-santun

Norma sopan-santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan

sekelompok manusia di dalam masyarakat dan dianggap sebagai tuntutan

pergaulan sehari-hari masyarakat itu. Norma kesopanan bersifat relative, artinya

apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat,

lingkungan, atau waktu (http://id.wikipedia.org/wiki/Sopan-santun diakses pada

tanggal 17 April 2010 pukul 12.37 WIB).

Sopan-santun diatur menurut tempat, lingkungan, ataupun waktu. Maka norma ini

dapat berubah-ubah. Misalnya berbicara dengan teman tidak akan seformil

dengan orang tua atau orang yang baru dikenal. Atau di Barat, memakai baju yang

terbuka adalah hal yang lumrah terkait privasi dan otonomi tubuh mereka untuk

berekspresi, tetapi jika kita memakainya di Timur, pastilah kita akan kena tegur

atau apesnya dikucilkan masyarakat. Dengan demikian kita harus dapat

menyesuaikan diri dengan sopan-santu yang berlaku di manapun, saat apapun.

Karena dengan itu kita akan dapat diterima dan menjadi bagian dari masyarakat.

Page 32: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

D. Makna

Semantik adalah studi tentang makna. Pengertian makna (sense) dibedakan

dengan arti (meaning) di dalam semantik. Makna adalah pertautan yang ada diantara

unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Makna menurut Palmer (1976: 30)

hanya menyangkut intrabahasa. Makna kultural adalah makna yang terdapat dalam

masyarakat pada sebuah wacana. Namun demikian, makna kultural yang komplek ini

tidak akan dapat dijalankan dengan sempurna jika kita tidak memahami konteks budaya,

mitra tutur dan situasi tutur yang sedang terjadi.

1. Makna Gramatikal

Makna gramatikal adalah makna yang dapat berubah sesuai dengan konteks

pemakaian. Kata tersebut mengalami proses gramatikalisasi pada pemajemukan,

imbuhan dan pengulangan.

2. Makna Kultural

Makna kultural adalah makna yang berhubungan dengan kebudayaan. Untuk

memaknainya, kita harus memahami konteks dalam suatu budaya.

Page 33: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi adalah cara, alat, prosedur, dan teknik yang dipilih dalam

melakukan penelitian. Menurut Djajasudarma (1993:1) metode merupakan cara kerja

yang bersistem dalam pelaksanaan suatu kegiatan untuk mempermudah mencapai tujuan

penelitian. Sedangkan metode penelitian adalah semua asas, peraturan dan teknik-teknik

yang perlu diperhatikan dalam usaha pengumpulan data dan dianalisis. Dalam melakukan

suatu penelitian, sebaiknya digunakan suatu metode yang tepat untuk menentukan

langkah – langkah dalam penelitian. Dalam metodologi penelitian ini akan dijelaskan

jenis penelitian, lokasi penelitian, data dan sumber data, alat penelitian, populasi, sampel,

metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai untuk mengkaji GTBJ ini adalah penelitian

deskriptif kualitatif. Maksud dari penelitian ini adalah mendiskripsikan dan menjelaskan

fenomena yang muncul tanpa menggunakan hipotesa dan data dianalisis serta hasilnya

berbentuk deskriptif, fenomena yang tidak berupa angka atau koefisien tentang hubungan

antara variable (Aminuddin, 1990: 6).

Data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif terutama berupa kata-kata,

kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih dari sekedar angka atau frekuensi (H. B.

Sutopo, 2002: 35).

Page 34: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Penelitian gugon tuhon ini mengumpulkan data berupa ujaran lisan dan

penyajian datanya berupa deskripsi dari olahan data gugon tuhon tersebut.

B. Data dan Sumber Data

Data adalah bahan penelitian itu sendiri, dan bahan yang dimaksud bukan bahan

mentah, melainkan bahan jadi. Atau dengan rumusan lain data pada hakikatnya adalah

obyek sasaran penielitian beserta dengan konteksnya (Sudaryanto,1993:9). Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data lisan yang didapat dari narasumber di

kecamatan Tingkir, Salatiga. Sumber data adalah pencipta atau penghasil data yang

sekaligus tentu saja si penghasil atau pencipta data yang dimaksud, biasanya disebut nara

sumber (Sudaryanto, 1990: 35). Data dan sumber data dibagi dalam dua kelompok, yaitu

sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun data dan sumber data dalam

penelitian ini:

1. Data dan sumber data primer.

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah penduduk terpilih Kecamatan

Tingkir, Kota Salatiga yang dipandang mengetahui dan paham tentang gugon tuhon

kehamilan dan merawat bayi. Sedangkan datanya adalah ujaran tentang gugon tuhon

wanita hamil dan merawat balita.

2. Data dan sumber data sekunder.

Sumber data sekunder dari penelitian ini adalah buku-buku dan literatur yang relevan

dengan penelitian ini. Sedangkan data sekunder dari penelitian ini adalah keterangan-

keterangan yang diambil dari buku-buku dan literatur yang terkait dengan penelitian

ini.

Page 35: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sumber data dari penelitian ini adalah penduduk Kecamatan Tingkir, Kota

Salatiga yang memenuhi kriteria yang ditetapkan. Desa ini dipilih karena sebagian besar

penduduknya masih tradisional dengan mempertahankan budaya Jawa. Masih banyak

ajaran GT yang disebarkan secara lisan. Sebagian besar penduduknya masih

mempercayai dan mematuhi GT tersebut. Sumber data lisan berasal dari informan yang

berupa tuturan. Adapun kriteria informan adalah sebagai berikut:

1. Penutur asli bahasa Jawa.

2. Penduduk asli daerah setempat.

3. Berusia 21-70 tahun yang dirasa betul-betul mengerti dan memahami GTBJ.

4. Memahami bahasa dan budaya Jawa.

5. Memiliki alat ucap sempurna.

6. Bisa berbahasa Indonesia.

7. Bersedia menjadi informan atau bersedia diwawancara dan mempunyai waktu

cukup untuk diwawancarai.

Setelah menetapkan kriteria di atas, diperoleh 9 orang informan yang dirasa

dapat dikumpulkan data yang dimaksudkan.

C. Alat Penelitian

Alat penelitian meliputi alat utama dan alat bantu. Alat utama dalam penelitian

ini adalah peneliti sendiri. Alat bantu dalam penelitian terdiri dari bolpoint, tipe-x, buku

Page 36: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

catatan, sedangkan alat bantu elektronik berupa komputer, flasdisk, alat rekam berupa

mp3 player.

D. Populasi dan Sampel

Populasi adalah objek penelitian yang pada umumnya adalah keseluruhan

individu dari segi-segi tertentu bahasa (Edi Subroto, 1991: 32). Adapun populasi dalam

penelitian ini adalah masyarakat yang mengetahui ujaran tentang GTBJ mengenai

kehamilan dan merawat bayi.

Sampel adalah sebagian populasi yang dijadikan objek penelitian secara

langsung yang mewakili populasi atau mewakili populasi secara keseluruhan (Edi

Subroto,1991: 32). Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive

sampling yaitu mengambil sample secara selektif dan benar-benar memenuhi

kepentingan dan tujuan berdasarkan data yang ada (Edi Subroto, 1991: 25). Sampel

dalam penelitian ini adalah ujaran yang mengandung GTBJ yang menyangkut nasihat

untuk wanita hamil dan merawat bayi yang diucapkan oleh informan. Informan diambil

dari masyarakat Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.

Setelah dilakukan penetapan kriteria informan, maka didapatlah beberapa orang

yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini. Sembilan orang informan diambil dari

kecamatan Tingkir secara random, yaitu dari desa Nanggulan, Kalibening, Celong,

Klumpit, dan Ngenthak. Informan-informan tersebut berprofesi sebagai pedagang,

karyawan, bidan, dukun bayi, guru, entertainer, dan ibu rumah tangga.

Page 37: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

E. Metode Pengumpulan Data

Metode merupakan cara mendekati, menganalisis, dan menjelaskan suatu

fenomena (Harimurti Kridalaksana, 2001: 136). Data dikumpulkan dengan metode dasar

yaitu teknik sadap. Untuk mendapatkan data pertama-tama si peneliti harus menyadap

pembicaraan seseorang atau beberapa orang (Sudaryanto, 1993: 133). Adapun mengenai

teknik lanjutannya menggunakan teknik simak libat cakap (SLC), teknik rekam, dan

teknik catat. Teknik SLC ialah di mana peneliti menyimak pembicaraan calon data dan

berpartisipasi dalam dialog (Sudaryanto, 1993: 134). Pengumpulan data juga

menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth-interviewing). Cara ini bersifat

deskriptif dan eksplanatoris, yaitu peneliti di samping berusaha menjaring informasi

deskriptif mengenai fakta atau fenomena sosiolinguistik (linguistik), juga berupaya

menggali informasi yang berupa penjelasan munculnya fakta atu fenomena tersebut

(Gunawan dalam Mahsun, 2005: 228). Untuk mengabsahkan data yang diucapkan dari

para informan tersebut, maka perlu dilakukan teknik rekam agar data yang diperoleh

dapat dianalisis dengan baik. Selain itu dapat juga dibantu dengan teknik catat untuk

mencatat fenomena yang tidak dapat ditangkap dalam teknik rekam untuk

menyempurnakan pengumpulan data.

F. Metode Analisis Data

Pada penelitian ini penulis akan menganalisis data menggunakan metode

distribusional dan metode padan.

1. Metode Distribusional

Page 38: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Metode distribusional disebut juga dengan metode agih. Metode distribusional

adalah metode analisis data yang alat penentunya unsur dari bahasa itu sendiri

(Sudaryanto, 1993: 15).

Teknik yang digunakan adalah teknik Bagi Unsur Langsung (BUL). Teknik ini

digunakan untuk membagi satuan lingual data menjadi beberapa unsur dan unsur-unsur

yang bersangkutan dipandang sebagai bagian langsung membentuk satuan lingual yang

dimaksud (Sudaryanto, 1993: 42). Jika unsur yang dilesapkan membuat kalimat menjadi

tidak gramatikal, berarti unsur tersebut mempunyai kadar keintian yang tinggi, sehingga

tidak dapat dihilangkan. Teknik lanjutan yang dipakai adalah teknik lesap dan teknik

ganti.

Teknik lesap digunakan untuk menganalisis dan mengetahui kadar keintian

unsur yang dilesapkan. Jika hasil dari pelesapan itu tidak gramatikal maka berarti unsur

yang bersangkutan memiliki kadar keintian yang tinggi atau bersifat inti: artinya, sebagai

unsur pembentuk satuan lingual, unsur yang bersangkutan mutlak diperlukan

(Sudaryanto, 1993: 42).

Metode distribusional dengan teknik dasar BUL dan teknik lanjutan berupa

teknik lesap dan teknik ganti untuk menganalisis bentuk GTBJ, teknik ganti digunakan

untuk mengatahui kadar keintian suatu unsur yang diganti. Contoh penerapannya sebagai

berikut:

(1) Aja mateni kewan yen lagi mbobot.

‘Jangan membunuh hewan jika sedang hamil’

(2) Ora ilok bocah dilem.

‘Tidak pantas bayi dipuji’

Page 39: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Untuk mengatahui kadar keintian salah satu unsur, salah satu unsur yang

dimaksud dihilangkan atau dilesapkan, yang hasilnya sebagai berikut:

(1a) Ø mateni kewan yen lagi mbobot.

‘Ø membunuh hewan jika sedang hamil’

(2a) Ø bocah dilem.

‘Ø bayi dipuji’

Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa unsur aja ‘jangan’ dan ora ilok

‘tidak pantas’ merupakan unsur inti yang tidak dapat dihilangkan maupun dilesapkan.

Karena jika dihilangkan atau dilesapkan, maka kalimat itu menjadi tidak gramatikal dan

maknanya menjadi berbeda.

Sedangkan jika menggunakan teknik ganti, hasilnya akan menjadi seperti ini:

(1b) ndeloki

Aja * mateni kewan yen lagi mbobot.

ngopeni

melihat

‘ Jangan *membunuh hewan jika sedang hamil.’

memelihara

(2b) digendhong

Ora ilok bocah disunggi

*dilem

digendong

‘ Tidak pantas anak dipanggul ‘

*dipuji

Page 40: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hasil analisis kalimat (1b) dan (2b) di atas dengan teknik ganti menunjukka

bahwa kalimat tersebut masih berterima namun tidak menunjukkan GT yang dimaksud.

2. Metode Padan

Metode padan adalah metode yang dipakai untuk mengkaji untuk menentukan

identitasa satuan lingual tertentu dengan alat penentu di luar bahasa (Sudaryanto, 1993:

13). Adapun penerapannya antara lain sebagai berikut:

(1) Ora ilok bayi dipunji, mundhak wani karo wong tuwane.

Fungsi dari GT ini adalah pelajaran dari dua segi, yaitu pendidikan

etika/moral dan pendidikan kesehatan. Dari segi moral, menurut konsepsi Jawa,

meletakkan anak lebih tinggi dari orang tua atau membiarkan anak memegang

kepala orang tuanya secara tidak langsung mengajarkan anak bahwa kedudukan

anak lebih tinggi daripada orang tua, maka ketika dewasa si anak akan kurang ajar

dengan orangtuanya. Sedangkan dari segi kesehatan, memanggul bayi akan

membahayakan jiwa si bayi karena lemah dalam hal keamanan.

Makna gramatikal : tidak pantas bayi digendong di pundak, nanti berani dengan

orang tuanya.

Makna kultural : orang tua pasti ingin menyenangkan hati anaknya, salah satu

caranya adalah dengan menggendongnya di atas pundak, karena biasanya si anak

akan senang. Tetapi ternyata hal ini tidak diperbolehkan karena menurut nasihat

orang tua Jawa, si bayi kelak akan berani melawan orang tuanya jika sudah

dewasa. Pemaknaan secara kultural yang didapatkan dari masyarakat demikian,

Page 41: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tetapi mungkin ada benarnya juga orang tua memberi nasehat, karena anak kecil

yang banyak bergerak secara tiba-tiba itu mungkin saja terlepas dari pegangan

orang tuanya ketika sedang digendong diatas bahu. Secara logika hal ini

dikarenakan ketika berada di atas bahu, pengamanan dan kecekatan tangan orang

tua berkurang, dan tidak berada dalam jangkauan mata si penggendong, terlebih si

bayi berada di ketinggian jauh diatas tanah, ketika jatuh hal ini bisa berakibat

fatal. Oleh karena itu menggendong diatas bahu tidak diperbolehkan karena dari

segi manapun tidak aman.

(2) Ora ilok bayi disawung.

Fungsi dari GT ini adalah untuk pendidikan kesehatan dan etika/moral.

Menurut orang tua Jawa, menggendong dengan selendang akan mengeratkan

tali batin antara ibu-anak. Maka memang seharusnya seorang ibu menjaga

anaknya dengan sepenuh hati, selalu mendekatkan kepada anaknya agar kelak

ketika si anak dewasa, hubungan antara ibu dan anak tetap erat terjaga.

Sedangkan dari segi kesehatan, hal ini akan menjaga si bayi yang banyak

bergerak agar tidak mudah terlepas dari gendongan bagitu saja.

Makna gramatikal: tidak pantas bayi digendong tanpa selendang.

Makna kultural dalam GT tersebut adalah bahwa kita harus selalu menggendong

bayi dengan memakai selendang (disawung: nggendhong tanpa lendhang)

karena:

1) Bayi akan terlepas dan jatuh dengan mudah jika tidak diikat ke badan kita.

2) Menurut orang tua jaman dahulu, menggendong dengan selendang akan

mengikat erat batin si bayi dengan batin kita, sehingga akan selalu ada

Page 42: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kontak batin yang kuat antara ibu denagn si anak sampai si anak dewasa

kelak.

3) Oleh orang Jawa, menggendong dengan selendang dipercaya agar si bayi

tidak mudah terlepas dalam artian diambil keatas (meninggal) sewaktu-

waktu.

(wawancara dengan ibu Sarmi, tanggal 3 Pebruari 2010)

(3) Ora ilok bayi diajak nyapu.

Fungsi dari GT ini adalah sebagai pendidikan kesehatan. Jika kita sedang

melakukan pekerjaan yang kotor, maka sebaiknya tidak mengajak serta si bayi

karena tentu saja si bayi dapat terkena kotoran yang ditimbulkan. Dalam hal ini

menyapu yang menimbulkan debu dapat mengganggu pernapasan bayi yang

masih rentan. hal ini dapat membuat bayi menjadi asma atau flu, maupun masalah

pencernaan.

Makna gramatikal: tidak pantas bayi diajak menyapu (digendong sambil

menyapu).

Makna kultural dalam GT ini adalah bahwa kita jangan pernah menggendong si

bayi sambil menyapu karena:

1) Debu yang tersapu akan terhirup si bayi sehingga dapat menyebabkan

gangguan pernapasan si bayi yang masih halus.

2) Menurut orang tua Jawa, menyapu sambil menggendong bayi akan

menyebabkan si bayi jatuh ketika memanjat kelak jika ia sudah dewasa.

(wawancara dengan ibu Sarmi, tanggal 3 Pebruari 2010)

Page 43: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian analisis data menggunakan metode deskriptif, formal dan

informal. Metode deskriptif adalah metode yang semata-mata hanya berdasarkan pada

fakta-fakta yang ada atau fenomena-fenomena secara empiris hidup pada penutur-

penuturnya (Sudaryanto, 1993: 62).

Metode informal yaitu metode penyajian hasil analisis data yang menggunakan

kata-kata sederhana sebagai pembantu dalam memahami hasil analisis data tersebut.

Sedangkan metode formal adalah metode penyajian data dengan mencantumkan

dokumen tentang data sebagai lampiran.

Page 44: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Bentuk

Subbab ini akan menganalisis bentuk GT untuk mengetahui kadar keintian suatu

unsur kalimat, kegramatikalan dan berterima tidaknya kalimat tersebut.

1. GT yang Menggunakan pewatas aja ‘jangan’ Sebagai Penanda Kalimat

Larangan.

GT yang menggunakan pewatas aja „jangan‟ antara lain: (1) Aja ngombe es

„jangan minum es‟, (2) Aja mateni utawa nyiksa kewan „jangan membunuh atau

menyiksa hewan‟, (3) Aja ngethok rambut „jangan memotong rambut‟, (4) Aja mangan

sing panas-panas „jangan makan yang panas-panas‟, (5) Aja njitheti utawa ndondomi

kathok „jangan minisik atau menjahit celana‟.

Data (1) sampai (5) akan dianalisis menggunakan teknik ganti untuk mengetahui

kadar keintian pewatas aja „jangan‟ sebagai penanda kalimat larangan.

(1a) *Aja ngombe es. „ *Jangan minum es.‟

Ampun Jangan

(2a) *Aja mateni utawa nyiksa kewan.

Ampun

„ *Jangan membunuh atau menyiksa hewan.‟

Jangan

Page 45: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(3a) *Aja ngethok rambut. „ *Jangan memotong rambut.‟

Ampun Jangan

(4a) *Aja mangan sing panas-panas.‟ * Jangan makan yang panas-panas.‟

Ampun Jangan

(5a) *Aja njitheti utawa ndondomi kathok.‟ *Jangan menisik atau menjahit celana.‟

Ampun Jangan

Dari analisis diatas kata aja „jangan‟ tidak dapat diganti dengan kata ampun

„jangan‟ walaupun bermakna sama. Karena jika diganti maka kalimat tersebut menjadi

tidak gramatikal dan tidak berterima serta tidak menunjukkan GT.

Selanjutnya data (1b) sampai (5b) akan dengan teknik ganti. Adapun yang akan

dianalisis adalah objek dari kalimat GT tersebut.

(1b) Aja ngombe *es „Jangan minum *es „

banyu air

(2b) Aja mateni utawa nyiksa *kewan „Jangan membunuh atau menyiksa *hewan „

kebo kerbau

(3b) Aja ngethok *rambut „Jangan memotong *rambut „

kain kain

(4b) Aja mangan sing *panas-panas Jangan memakan yang *panas-panas

kecut-kecut asam-asam

(5b) Aja njithethi utawa ndondomi *kathok

sarung

Page 46: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Jangan munutup atau menjahit *celana

sarung

Analisis data (1b) sampai (5b) menunjukkan hasil yang gramatikal namun tidak

berterima serta tidak menunjukkan GT walaupun kata yang digunakan mempunyai arti

yang hampir sama.

Kalimat (1c) sampai (5c) akan dianalisis penanda negasinya, yaitu pewatas aja

„jangan‟ jika digantikan dengan frasa ora ilok „tidak pantas‟ dan ora becik „tidak baik‟.

(1c) *Aja * Jangan

*Ora ilok ngombe es. *Tidak pantas minum es.

*Ora becik *Tidak baik

(2c) *Aja mateni utawa nyiksa kewan. * Jangan membunuh atau

* Ora ilok *Tidak pantas menyiksa hewan.

*Ora becik *Tidak baik

(3c) *Aja ngethok rambut. *Jangan memotong rambut.

*Ora ilok *Tidak pantas

*Ora becik *Tidak baik

(4c) *Aja mangan sing panas-panas. * Jangan makan yang

*Ora ilok *Tidak pantas panas-panas.

*Ora becik *Tidak baik

(5c) *Aja njitheti utawa ndondomi kathok. * Jangan menutup atau

*Ora ilok *Tidak pantas menjahit celana.

*Ora becik *Tidak baik

Page 47: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hasil analisis data (1c) samapi dengan (5c) menunjukkan bahwa setelah

pewatas aja „jangan‟ diganti dengan frasa ora ilok „tidak pantas‟ dan ora becik „tidak

baik‟ hasilnya tetap berterima, gramatikal dan menunjukkan GT. Dengan begitu frasa ora

ilok „tidak pantas‟ dan ora becik „tidak baik‟ dapat menggantikan fungsi pewatas aja

„jangan‟.

Selanjutnya teknik lesap akan digunakan untuk menganalisis data (1d) sampai

(5d). adapun yang akan dianalisis adalah pewatas aja „ jangan‟.

(1d) Ø ngombe es. „Ø minum es.‟

(2d) Ø mateni utawa nyiksa kewan. „Ø membunuh atau menyiksa hewan.‟

(3d) Ø ngethok rambut. „Ø memotong rambut.‟

(4d) Ø mangan sing panas-panas. „Ø memakan yang panas-panas.‟

(5d) Ø njitheti utawa ndondomi kathok. „Ø menutup atau menjahit celana.‟

Setelah dinalisis dengan teknik lesap, data (1d) sampai (5d) tetap menunjukkan

kalimat yang gramatikal dan berterima, tetapi bukan merupakan GT. Oleh karena itu

pewatas aja „jangan‟ adalah penenda yang wajib hadir dalam kalimat larangan.

Yang akan dinalisis selanjutnya adalah verba dalam kalimat diatas.

(1e) Aja Ø es. „jangan Ø es.‟

(2e) Aja Ø kewan. „jangan Ø hewan.‟

(3e) Aja Ø rambut. „jangan Ø rambut.‟

(4e) Aja Ø sing panas-panas. „jangan Ø yang panas-panas.‟

(5e) Aja Ø kathok. „jangan Ø celana.‟

Page 48: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hasil analisis data (1e) sampai (5e) dengan menggunakan teknik lesap hasilnya

dalah tidak berterima dan tidak gramatikal serta tidak menunjukkan GT. Namun untuk

nomer (4e) tetap menunjukkan kalimat yang gramatikal dan berima.

2. GT yang Menggunakan pewatas aja ‘jangan’ dan mundhak ‘nanti’ Sebagai

Penanda Sebab Akibat.

GT selain menggunakan kata aja „jangan‟ juga menggunakan kata mundhak

„nanti‟ sebagai kalimat yang akan menjelaskan suatu akibat yang akan terjadi dari suatu

sebab. Kata „nanti‟ di sini bukan menunjukkan kata ganti waktu, namun menunjukkan

akibat dari suatu perbuatan. GT yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya: (6) Aja

nyingkirake apa-apa nganggo sikil, mundhak bayine lair sungsang „jangan

menyingkirkan apapun memakai kaki, nanti bayinya lahir sungsang (kakinya keluar

terlebih dahulu)‟ (7) Aja mangan godhong kates, mundhak ari-arine remuk „jangan

makan daun pepaya, nanti ari-arinya hancur‟ (8) Aja turu yen bar nglairke, mundhak

kelindheh „jangan tidur sehabis melahirkan, nanti trans (keadaan tidak sadar hingga dapat

menjadi gila atau meninggal)‟ (9) Aja mangan pedhes, mundhak bayine ana wiji

lomboke, yen ora lodhoken „jangan makan yang pedas, nanti anaknya ada biji cabainya,

atau matanya selalu mengeluarkan kotoran‟.

Dalam analisis kalimat sebelumnya, pewatas aja „jangan‟ tidak dapat diganti

ataupun dihilangkan karena itu adalah esensi dari kalimat larangan. Maka pada subbab ini

yang akan dianalisis adalah kata mundhak „nanti‟ yang menandakan sebab akibat dari

suatu kalimat. Data (6a) sampi (9a) akan dinalisis menggunakan teknik ganti.

Page 49: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(6a) Aja nyingkirake apa-apa nganggo sikil, *mundhak bayine lair sungsang.

mengko

„Jangan menyingkirkan apapun memakai kaki, *nanti bayinya lahir sungsang‟

nanti

(7a) Aja mangan godhong kates, *mundhak ari-arine remuk.

mengko

„Jangan makan daun pepaya, *nanti ari-arinya hancur‟

nanti

(8a) Aja turu yen bar nglairke, *mundhak kelindheh.

mengko

„Jangan tidur sehabis melahirkan, *nanti trans‟

nanti

(9a) Aja mangan pedhes, *mundhak bayine ana wiji lomboke, yen ora lodhoken.

mengko

„Jangan makan pedas *nanti anaknya ada biji cabainya, atau matanya

nanti selalu mengeluarkan kotoran‟

Dari hasil analisis diatas, data (6a) sampai (9a) kalimatnya tetap gramatikal dan

berterima, namun kata mundhak „nanti‟ tidak dapat diganti dengan kata mengko „nanti‟

walaupun artinya sama. Maka jika kata mundhak „nanti‟ diganti, kalimat tersebut tidak

akan menunjukkan kalimat GT.

Selanjutnya data (6b) sampai (9b) akan dianalisis objek di belakang kata mundhak.

(6b) Aja nyingkirake apa-apa nganggo sikil, mundhak *bayine lair sungsang.

bocahe

Page 50: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

„Jangan menyingkirkan apapun memakai kaki, nanti *bayinya lahir sungsang‟

anaknya

(7b) Aja mangan godhong kates, mundhak *ari-arine remuk.

ususe

„Jangan makan daun pepaya, nanti *tembuninya hancur‟

ususnya

(8b) Aja turu yen bar nglairke, mundhak *kelindheh

keturon

„Jangan tidur sehabis melahirkan, nanti *trans „

ketiduran

(9b) Aja mangan pedhes, mundhak *bayine ana wiji lomboke, yen ora lodhoken.

bocahe

„Jangan makan yang pedas, nanti *bayinya ada biji cabainya, atau matanya

anaknya selalu mengeluarkan kotoran‟

Dari analisis data (6b) sampai (9b) diatas, menunjukkan bahwa data (6b), (7b),

(9b) tersebut masih gramatikal dan berterima, namun tidak menunjukkan GT yang

dimaksudkan. Sedangkan data (8b) tidak gramatikal, tidak berterima, serta tidak

menunjukkan GT.

Selanjutnya kata mundhak „nanti‟ pada data (6c) sampai (9c) akan dianalisis

dengan menggunakan teknik lesap untuk mengetahui kadar keintian kata tersebut.

(6c) Aja nyingkirake apa-apa nganggo sikil, Ø bayine lair sungsang „jangan

menyingkirkan apapun memakai kaki, Ø bayinya lahir sungsang (kakinya keluar terlebih

dahulu)‟.

Page 51: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(7c) Aja mangan godhong kates, Ø ari-arine remuk „jangan makan daun pepaya, Ø ari-

arinya hancur‟.

(8c) Aja turu yen bar nglairke, Ø kelindheh „jangan tidur sehabis melahirkan, Ø trans

(keadaan tidak sadar hingga dapat menjadi gila atau meninggal)‟.

(9c) Aja mangan pedhes, Ø bayine ana wiji lomboke, yen ora lodhoken „jangan makan

yang pedas, Ø anaknya ada biji cabainya, atau matanya selalu mengeluarkan kotoran‟.

Dari hasil analisis diatas dapat dilihat bahwa kata mundhak „nanti‟ jika

dilesapkan menjadi tidak berterima, tidak gramatikal serta tidak menunjukkan GT. Oleh

karena itu dapat disimpulkan kata mundhak „nanti‟ adalah kata yang wajib ada dalam

kalimat larangan yang menunjukkan sebab-akibat.

Selanjutnya verba atau nomina yang berada di belakang kata mundhak „nanti‟

yang akan dianalisis dengan teknik lesap. Hasilnya adalah sebagai berikut:

(6d) Aja nyingkirake apa-apa nganggo sikil, mundhak Ø lair sungsang „jangan

menyingkirkan apapun memakai kaki, nanti Ø lahir sungsang (kakinya keluar terlebih

dahulu)‟.

(7d) Aja mangan godhong kates, mundhak Ø remuk „jangan makan daun pepaya, nanti Ø

hancur‟.

(8d) Aja turu yen bar nglairke, mundhak Ø „jangan tidur sehabis melahirkan, nanti Ø‟

(9d) Aja mangan pedhes, mundhak Ø ana wiji lomboke, yen ora lodhoken „jangan makan

yang pedas, nanti Ø ada biji cabainya, atau matanya selalu mengeluarkan kotoran‟.

Dari data (6d) sampai (9d) setelah dinalisis ternyata hasilnya menunjukkan

bahwa data (7d) dan (9d) berterima namun tidak gramatikal serta tidak menunjukkan GT.

Pada data (6d) menunjukkan hasil yang berterima, namun tidak gramatikal tetapi tetap

Page 52: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

menunjukkan GT. Sedangkan pada data (8d) verba setelah kata mundhak „nanti‟ tidak

dapat dihilangkan atau dilesapkan. Karena jika dilesapkan, maka kalimat tersebut

menjadi tidak gramatikal dan tidak berima.

3. GT yang Menggunakan pewatas aja ‘jangan’ dan ora ilok ‘tidak pantas’ dalam

satu kalimat.

GT dalam penyampaiannya ada juga yang menggunaka kata aja „jangan‟ pada

awal kalimat dan frasa ora ilok „tidak pantas‟ pada akhir kalimat dalam satu kalimat.

Tetapi kata dan frasa ini tidak dapat dipertukarkan letaknya karena kalimatnya akan

menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal.

Data (10a) sampai (12a) akan dianalisis penanda negasinya, yaitu kata aja

„jangan‟ untuk mengetahui kadar keintian kata tersebut.

(10a) Aja *mincuk godhong bekas, ora ilok. „Jangan *memincuk daun bekas,

mbungkus membungkus tidak pantas‟

(11a) Aja *mbunteti leng tikus, ora ilok. „Jangan *menutup lubang tikus,

ngurugi menutup tidak pantas‟

(12a) Aja *adus wengi-wengi, ora ilok. „Jangan *mandi malam-malam,

ngumbahi mencuci tidak pantas‟

Dari analisis diatas dapat dilihat bahwa data (10a) – (12a) setelah dianalisis

hasilnya tetap gramatikal dan berterima namun tidak menunjukkan kalimat GT.

Lalu data (10b) – (12b) akan dianalisis objek atau adverbia di belakang verba.

Hasilnya adalah sebagai berikut:

Page 53: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(10b) Aja mincuk *godhong bekas , ora ilok. „Jangan memincuk *daun bekas , tidak

kertas bekas kertas bekas pantas‟

(11b) Aja mbunteti *leng tikus ora ilok. „Jangan *lubang tikus , tidak pantas.‟

angin-angin lubang angin

(12b) Aja adhus *wengi-wengi , ora ilok. „Jangan *malam-malam , tidak pantas‟

esuk-esuk pagi-pagi

Analisis da (10b) – (12b) diatas menunjukkan jika objek atau adverbianya

diganti, maka kalimat tersebut masih gramatikal dan berterima, namun tidak

menunjukkan GT.

Selanjutnya data (10b) – (12b) diatas akan dilesapkan penanda negasinya untuk

mengetahui kadar keintiannya.

(10b) Ø mincuk godhong bekas, ora ilok. „Ø memincuk daun bekas, tidak pantas‟.

(11b) Ø mbunteti leng tikus, ora ilok. „Ø menutup lubang tikus, tidak pantas‟.

(12b) Ø adhus wengi-wengi, ora ilok. „Ø mandi malam-malam, tidak pantas‟.

Analisis diatas menunjukkan bahwa pewatas aja „jangan‟ jika dihilangkan maka

kalimatnya masih tetap gramatikal, tetapi tidak berterima. Namun begitu masih tetap

menunjukkan kalimat GT. Dengan kata lain tanpa pewatas aja „jangan‟ pun masih tetap

dapat diucapkan dan mitra tutur mengerti bahwa itu termasuk dalam salah satu GT.

4. GT yang Menggunakan Frasa ora ilok ‘tidak pantas’.

Sebagai kalimat perintah yang juga merupakan kalimat larangan, GT juga

menggunakan frasa ora ilok sebagai penandanya. Biasanya frasa tersebut digunakan di

Page 54: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

depan kalimat. Kalimat-kalimat yang termasuk ke dalam kelompok ini antara lain: (13)

Ora ilok nggendhong anak disambi nyapu „tidak pantas menggendong bayi sambil

menyapu‟ (14) Ora ilok bayi dijak ngaca „tidak pantas bayi diajak berkaca‟ (15) Ora ilok

bayi dilem „tidak pantas bayi dipuji‟.

Yang akan dianalisis pertama kali adalah frasa ora ilok „tidak pantas‟ untuk

menentukan kadar keintian penanda negasi tersebut. Data (13a) sampai (15a) akan

dianalisis menggunakan teknik lesap.

(13a) *ora ilok nggendhong anak disambi nyapu. „*tidak pantas menggendong anak

ora becik tidak baik sambil menyapu‟

ora oleh tidak boleh

(14a) * ora ilok bayi dijak ngaca. „ *tidak pantas bayi diajak berkaca‟

ora becik tidak baik

ora oleh tidak boleh

(15a) *ora ilok bayi dilem. „ *tidak pantas bayi dipuji‟

ora becik tidak baik

ora oleh tidak boleh

Hasil analisis data diatas menunjukkan bahwa jika frasa ora ilok diganti dengan

ora becik atau ora oleh, maka kalimatnya tetap gramatikal dan berterima. Jika diganti

dengan ora oleh, menjadi tidak termasuk dalam GT. Namun ora becik dapat

menggantikan ora ilok dan tetap menjadi GT karena dua frasa tersebut sejajar dan hampir

sama artinya.

Page 55: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Data (13b) sampai (15b) akan dianalisis verba dalam kalimat tersebut dengan

teknik ganti.

(13a) Ora ilok *nggendhong anak disambi nyapu.

nyangking

„Tidak pantas *menggendong anak sambil menyapu „

membawa

(14a) Ora ilok bayi dijak *ngaca „Tidak pantas bayi diajak *berkaca „

dandan bersolek

(15a) Ora ilok bayi * dilem . „Tidak pantas bayi *dipuji .

dilokne dikatai

Setelah data (13b) – (15b) dianalisis, hasilnya data (13b) dan (14b) tidak

gramatikal dan tidak berterima. Tetapi pada data (15b) kalimatnya gramatikal, berterima

serta menunjukkan GT.

Selanjutnya data (13c) – (15c) akan dianalisis penanda negasinya, yaitu frasa

ora ilok dengan teknik lesap. Hasilnya adalah sebagai berikut:

(13c) Ø nggendhong anak disambi nyapu „Ø menggendong bayi sambil menyapu‟.

(14c) Ø bayi dijak ngaca „Ø bayi diajak berkaca‟.

(15c) Ø bayi dilem „Ø bayi dipuji‟.

Setelah dianalisis, ternyata data (13c) – (15c) tetap berterima dan gramatikal

serta menunjukkan GT. Dengan kata lain frasa ora ilok tidak wajib hadir dalam tuturan

langsung untuk menangkap maksud si penutur bahwa kalimat tersebut adalah piwulang

untuk dilaksanakan.

Page 56: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kemudian data (13d) – (15d) akan dianalisis objeknya dengan teknik lesap.

(13) Ora ilok nggendhong Ø disambi nyapu „tidak pantas menggendong Ø sambil

menyapu‟.

(14) Ora ilok Ø dijak ngaca „tidak pantas Ø diajak berkaca‟.

(15) Ora ilok Ø dilem „tidak pantas Ø dipuji‟.

Setelah dilesapkan objeknya, ternyata data (13d) gramatikal dan berterima serta

masih menunjukkan GT. Sedangkan (14d) dan (15d) tidak gramatikal, tidak berterima

serta tidak menunjukkan GT.

5. GT yang Menggunakan kata yen ‘kalau’ yang berada di depan kalimat sebagai

penanda kalimat perumpamaan.

Dalam GT yang diucapkan secara langsung dari penutur kepada mitra tutur

biasanya ada juga kalimat yang diucapkan dengan kata yen „kalau‟. Tuturan yang

menggunakan kalimat perumpamaan ini antara lain: (16) Yen lelungan aja lali nggawa

dlingo bengle karo gunting „kalau bepergian jangan lupa membawa dlingo bengle dan

gunting‟, (17) Yen ngejak bayi nyumbang kudu dijalukne kembang manten, ben ora

katutan sawan manten „kalau mengajak bayi ke kondangan harus dimintakan bunga

pengantin, biar tidak diikuti sawan pengantin‟, (18) Yen tilik bayi kudu dijalukne bedhak

bayi „kalau menjenguk bayi harus dimintakan bedak bayi‟, (19) Yen nduwe anak,

apameneh yen lanang, mesti rambute brodhol „kalau punya anak, apalagi kalau laki-laki,

pasti rambutnya rontok‟, (20) Yen durung selapan anake ora oleh digawa metu saka

omah „kalau belum 35 hari anaknya tidak boleh dibawa keluar dari rumah‟.

Page 57: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Data (16a) – (20a) akan dinalisis kata penanda kalimat perumpamaannya, yaitu

kata yen „kalau‟. Hasilnya adalah sebagai berikut:

(16a) *Yen lelungan aja lali nggawa dlingo bengle karo gunting.

* Nek

Umpami

„ *Kalau bepergian jangan lupa membawa dlingo bengle dan gunting‟

*Kalau

Kalau

(17a) *Yen ngejak bayi nyumbang kudu dijalukne kembang manten, ben ora

* Nek katutan sawan manten.

Umpami

„ *Kalau mengajak bayi ke kondangan harus dimintakan bunga pengantin, biar

*Kalau tidak diikuti sawan pengantin‟

Kalau

(18a) *Yen tilik bayi kudu dijalukne bedhak bayi.

*Nek

Umpami

„ *Kalau menjenguk bayi harus dimintakan bedak bayi‟

*Kalau

Kalau

(19a) *Yen nduwe anak, apameneh yen lanang, mesti rambute brodhol.

*Nek

Umpami

Page 58: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

„ *Kalau punya anak, apalagi kalau laki-laki, pasti rambutnya rontok‟

*Kalau

Kalau

(20a) *Yen durung selapan anake ora oleh digawa metu saka omah.

*Nek

Umpami

„ *Kalau belum 35 hari anaknya tidak boleh dibawa keluar dari rumah‟

*Kalau

Kalau

Dilihat dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa kata nek „kalau‟

dapat menggantikan kata yen „kalau‟ Karena mempunyai arti yang sama dan sejajar.

Sedangkan jika diganti dengan kata umpami „kalau‟, maka kalimat tersebut menjadi tidak

gramatikal dan tidak berterima serta tidak menunjukkan GT karena kedua kata tersebut

tidak sejajar walaupun mempunyai arti yang sama.

Selanjutnya objek nomina pada data (16b) –(20b) akan dianalisis menggunakan

teknik ganti.

(16b) Yen lelungan aja lali nggawa *dlingo bengle karo gunting.

kunir asem

beras kencur

„Kalau bepergian jangan lupa membawa *dlingo bengle dan gunting.‟

kuyit asam

beras kencur

Page 59: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(17b) Yen ngejak bayi nyumbang kudu dijalukne *kembang manten , ben ora katutan

keris manten sawan manten.

kembar mayang

„Kalau mengajak bayi ke kondangan harus dimintakan *bunga pengantin , biar tidak

keris pengantin

kembar mayang

diikuti sawan pengantin.‟

(18b) Yen tilik bayi kudu dijalukne *bedak bayi .

minyak telon

„Kalau menjenguk bayi harus dimintakan *bedak bayi. „

minyak telon

(19b) Yen nduwe anak, apameneh yen lanang, mesti *rambute brodol.

idepe

„Kalau punya anak, apalagi kalau laki-laki, pasti *rambutnya rontok.‟

bulu matanya

(20b) Yen durung selapan anake ora oleh digawa metu saka *omah „

kamar

latar

„Kalau belum 35 hari anaknya tidak boleh dibawa keluar dari *rumah „

kamar

halaman

Page 60: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hasil analisis data (16b) – (20b) diatas menunjukkan hasil yang gramatikal dan

berterima, namun tidak menunjukkan GT walaupun kata yang diganti memiliki arti yang

sejajar.

Selanjutnya kata yen „kalau‟ pada data (16c) – (20c) akan dianalisis

menggunakan teknik lesap. Hasilnya adalah sebagai berikut:

(16) Ø lelungan aja lali nggawa dlingo bengle karo gunting.

„Ø bepergian jangan lupa membawa dlingo bengle dan gunting.‟

(17) Ø ngejak bayi nyumbang kudu dijalukne kembang manten, ben ora katutan sawan

manten.

„Ø mengajak bayi ke kondangan harus dimintakan bunga pengantin, biar tidak

diikuti sawan pengantin.‟

(18) Ø tilik bayi kudu dijalukne bedak bayi.

„Ø menjenguk bayi harus dimintakan bedak bayi.‟

(19) Ø nduwe anak, apameneh yen lanang, mesti rambute brodol.

„Ø punya anak, apalagi kalau laki-laki, pasti rambutnya rontok.‟

(20) Ø durung selapan anake ora oleh digawa metu saka omah.

„Ø belum 35 hari anaknya tidak boleh dibawa keluar dari rumah.‟

Analisis diatas menunjukkan bahwa jika kata yen „kalau‟ dilesapkan, maka

kalimatnya tetap gramatikal, berterima dan menunjukkan GT.

Data (16d) – (20d) akan dianalisis verbanya juga menggunkana teknik lesap. Dan

hasilnya adalah sebagai berikut:

(16) Yen lelungan aja lali Ø dlingo bengle karo gunting.

„Kalau bepergian jangan lupa Ø dlingo bengle dan gunting.‟

Page 61: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(17) Yen ngejak bayi nyumbang kudu Ø kembang manten, ben ora katutan sawan

manten.

„Kalau mengajak bayi ke kondangan harus Ø bunga pengantin, biar tidak diikuti

sawan pengantin.‟

(18) Yen tilik bayi kudu Ø bedak bayi.

„Kalau menjenguk bayi harus Ø bedak bayi.‟

(19) Yen nduwe anak, apameneh yen lanang, mesti rambute Ø.

„Kalau punya anak, apalagi kalau laki-laki, pasti rambutnya Ø.k

(20) Yen durung selapan anake ora oleh Ø metu saka omah.

„Kalau belum 35 hari anaknya tidak boleh Ø keluar dari rumah.‟

Hasil analisis data diatas menunjukkan data (17d), (18d), dan (19d) tidak

gramatikal dan tidak berterima serta tidak menunjukkan GT. Namun data (16d) dan (20d)

tetap berterima dan gramatikal serta bermakna GT.

6. GT yang Menggunakan Kata nek ‘kalau’ atau yen ‘kalau’ yang Berada di

Depan Kalimat Sebagai Penanda Kalimat Perumpamaan serta Kata mundhak

‘nanti’ Sebagai Penanda Akibat.

Selain GT yang menggunakan kata yen „kalau‟ atau nek „kalau‟ saja, ada juga

yang menggunakan kata mundhak „nanti‟ untuk memberi tahu akibatnya. Kalimat-

kalimat tersebut antara lain: (21) Nek mangan aja neng ngarep lawang, mundhak

nglairne angel „kalau makan jangan di depan pintu, nanti melahirkannya sulit‟, (22) Yen

mangan aja nganggo pincuk, mundhak ari-arine kelet „kalau makan jangan memakai

takir, nanti ari-arinya lengket‟, (23) Yen mara neng ngomahe wong mbobot ora oleh

Page 62: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ngomong sing ala-ala, mundhak nyawani „kalau datang ke rumah orang yang sedang

hamil tidak boleh berbicara yang buruk-buruk, nanti membawa hal buruk‟, (24) Yen

bayine durung rong taun abrakane aja dibakari, mundhak suleden „kalau bayinya belum

dua tahun barang-barangnya jangan dibakar, nanti kulitnya terbakar‟.

Karena pada subbab 5 di atas telah dinalisis bahwa kata yen „kalau‟ dan nek

„kalau‟ adalah sejajar dan dapat saling menggantikan, maka pada subbab ini tidak akan

dianalisis lagi. Pada data (21a) – (24a) di bawah akan dianalisis verbanya untuk

mengetahui kadar keintiannya. Dan hasilnya adalah sebagai berikut:

(21a) Nek *mangan aja neng ngarep lawang, mundhak nglairne angel.

dhahar

„Kalau *makan jangan di depan pintu, nanti melahirkannya sulit.‟

makan

(22a) Yen *mangan aja nganggo pincuk, mundhak ari-arine kelet.

ngombe

„Kalau *makan jangan memakai takir, nanti ari-arinya lengket.‟

minum

(23a) Yen *mara neng ngomahe wong mbobot ora oleh ngomong sing ala-ala,

teka mundhak nyawani.

„Kalau *datang ke rumah orang yang sedang hamil tidak boleh berbicara yang

datang buruk-buruk, nanti membawa hal buruk.‟

(24a) Yen bayine *durung rong taun abrakane aja dibakari, mundhak suleden.

dereng

Page 63: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

„Kalau bayinya *belum dua tahun barang-barangnya jangan dibakar, nanti

belum terkena herpes.‟

Setelah dianalisis ternyata menunjukkan data (21a) dan (24a) tidak gramatikal

dan tidak berterima karena merupakan ragam bahasa yang berbeda, serta tidak

menunjukkan GT. Sedangkan data (22a) gramatikal dan berterima namun tidak

menunjukkan GT. Pada data (23a) hasil menunjukkan gramatikal dan berterima serta

tetap menunjukkan GT.

Selanjutnya data (21b) – (24b) akan dinalisis objeknya menggunakan teknik

ganti. Dan hasilnya adalah sebagai berikut:

(21b) Nek mangan aja neng ngarep *lawang , mundhak nglairne angel.

omah

„Kalau makan jangan di depan *pintu , nanti melahirkannya sulit.‟

rumah

(22b) Yen mangan aja nganggo *pincuk , mundhak ari-arine kelet.

piring

„Kalau makan jangan memakai *takir , nanti ari-arinya lengket.‟

piring

(23b) Yen mara neng ngomahe *wong mbobot ora oleh ngomong sing ala-ala,

wong nglairake mundhak nyawani.

„Kalau datang ke rumah *orang hamil tidak boleh berbicara yang

orang melahirkan buruk-buruk, nanti

membawa hal buruk.‟

Page 64: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(24b) Yen bayine durung rong taun *abrakane aja dibakari, mundhak suleden.

bandhane

„Kalau bayinya belum dua tahun *barang-barangnya jangan dibakar, nanti

hartanya kulitnya terbakar.‟

Setelah dianalisis, data (21b) – (24b) ternyata hasilnya data (22b) dan (24b)

tidak garamatikal, tidak berterima serta tidak menunjukkan GT. Sedangkan data (21b )

dan (23b) gramatikal, berterima serta tetap menunjukkan GT karena ada GT yang

menyatakan demikian.

Lalu data (21c) – (24c) akan dianalisis penanda kalimat perumpamaannya, yaitu

kata nek „kalau‟ dan yen „kalau‟ menggunakan teknik lesap. Hasilnya dalah sebagai

berikut:

(21c) Ø mangan aja neng ngarep lawang, mundhak nglairne angel.

„Ø makan jangan di depan pintu, nanti melahirkannya sulit.‟

(22c) Ø mangan aja nganggo pincuk, mundhak ari-arine kelet.

„Ø makan jangan memakai takir, nanti ari-arinya lengket.‟

(23c) Ø mara neng ngomahe wong mbobot ora oleh ngomong sing ala-ala, mundhak

nyawani.

„Ø datang ke rumah orang yang sedang hamil tidak boleh berbicara yang buruk-

buruk, nanti membawa hal buruk.‟

(24c) Ø bayine durung rong taun abrakane aja dibakari, mundhak suleden.

„Ø bayinya belum dua tahun barang-barangnya jangan dibakar, nanti kulitnya

terbakar‟.

Page 65: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dilihat dari analisis data (21c) – (24c) diatas, dapat disimpulkan jika kata yen

„kalau‟ atau nek „kalau‟ dilesapkan, maka kalimatnya tetap berterima namun tidak

gramatikal, tetapi tetap menunjukkan GT yang dimaksud. Sedangkan data (24c) hasilnya

tidak gramatikal, tidak berterima serta tidak menunjukkan GT, karena jika kata yen

„kalau‟ dihilangkan maka kalimatnya akan diawali dengan nomina dan bukan verba.

Selanjutnya data (21d ) – (24d) akan dianalisis objeknya dengan teknik lesap.

Hasilnya sebagai berikut:

(21) Nek mangan aja neng ngarep Ø, mundhak nglairne angel.

„Kalau makan jangan di depan Ø, nanti melahirkannya sulit.‟

(22) Yen mangan aja nganggo Ø, mundhak ari-arine kelet.

„Kalau makan jangan memakai Ø, nanti ari-arinya lengket.‟

(23) Yen mara neng ngomahe Ø ora oleh ngomong sing ala-ala, mundhak nyawani.

„Kalau datang ke rumah Ø tidak boleh berbicara yang buruk-buruk, nanti membawa

hal buruk.‟

(24) Yen bayine durung rong taun Ø aja dibakari, mundhak suleden.

„Kalau bayinya belum dua tahun Ø jangan dibakar, nanti kulitnya terbakar‟.

Hasil analisis data (21d) – (24d) diatas menunjukkan bahwa jika objeknya

dilesapkan maka kalimatnya menjadi tidak gramatikal, tidak berterima serta tidak

menunjukkan GT yang dimaksud.

B. Fungsi

Kepribadian Jawa yang introvert membuat masyarakatnya tidak menuturkan

sesuatu yang dimaksud secara eksplisit. Ada beberapa factor yang melatar belakanginya,

Page 66: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yaitu ucapan orang tua yang netesi, dan pendidikan agar anaknya bisa menggunakan

akalnya untuk mencerna perkataan orang tuanya, membuat sastra lisan ini menjadi

bersifat kiasan. Adapun fungsi-fungsi GT akan dijelaskan lebih lanjut dalam sub bab ini.

1. Pendidikan Kepercayaan.

Kejawen dapat digolongkan ke dalam animisme dan dinamisme karena kejawen

mempercayai adanya roh-roh dan nyawa dalam sebuah batu, pohon, hewan dan

benda-benda lainnya. Kejawen mempunyai ritual-ritual atau tradisi khusus sebagai

perwujudan dalam menghormati roh-roh tersebut. Ucapan syukur itu dilakukan

dalam banyak kesempatan melalui sesuatu yang simbolis. Cara itu dilakukan agar

Tuhan tidak melaknat, roh-roh tidak merasa terganggu lalu marah karena mereka

melakukan kesalahan. Selain itu ada juga yang disebut slametan yaitu pengucapan

syukur kepada Tuhan dan roh-roh halus atas apa yang telah mereka beri untuk

mencapai sesuatau dan pengharapan untuk pencapaian selanjutnya. Namun selain

roh-roh yang menguntungkan ini, roh-roh tersebut bias juga berubah merugikan

karena menurut mereka manusia telah melakukan kesalahan pada mereka. Oleh

karena itu terkadang masyarakat Jawa juga memberikan sesajen atau ritual

pengusiran untuk gejala yang disebut dengan kesurupan.

GT yang termasuk dalam pendidikan religi ini diantaranya:

(1) Pas meteng sangang sasi, yen meh wayahe nglairake kudu diselameti jenang

prucut, pas dina Setu Wage.

Selamatan yang diadakan mempunyai maksud simbolis agar kelahirannya

dapat berjalan dengan cepat, lancar dan selamat. Dengan maksud bersyukur

Page 67: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kepada Tuhan, berbagi dengan sesama, serta memohonkan doa untuk bayi

yang akan dilahirkan serta keselamatan yang telah diberikan.

Jenang prucut sendiri yaitu berupa tepung beras yang diberi santan dan

gula Jawa (disebut jenang abang), lalu di tengahnya diberi pisang Raja yang

sudah dikukus terlebih dahulu.. selanjutnya si calon ibu akan menumpahkan

piring yang berissi jenang prucut ini untuk kemudian diterima si calon ayah

dengan piring pula. Prosesi ini menyimbolkan agar kelahirannya berjalan

dengan lancar dan mudah, dan saat keluar akan diterima oleh sang ayah

dengan suka cita. Acara ini sebaiknya diadakan pada hari Setu Wage, dengan

harapan yen metu ndang gage „kalau keluar agar cepat‟.

(2) Wiwit bayine lahir, aja lali sandhikke didokoki dlingo bengle, kaca pangilon,

jongkat, gunting, karo seblak.

Seperti telah disebutkan di atas, selain menguntungkan untuk masyarakat

Jawa, roh-roh halus ini ada juga yang merugikan bagi kehidupan mereka.

Mereka dipercaya dapat melakukan gangguan-gangguan jika makhlus halus-

makhluk halus ini merasa diganggu oleh manusia. Yang sering melihat

penampakan makhluk halus ini sudah tentu bayi yang mana penglihatannya

masih awas dibandingkan orang dewasa. Oleh karena itu bayi diberi „senjata‟

agar ia tidak diganggu oleh roh-roh yang jahat ini. Maka setelah ia lahir, di

samping tempat tidurnya diletakkan dlingo bengle, cermin, sisir, gunting dan

sapu ijuk (sebagai pembersih kasur). Menurut orang Jawa dlingo bengle dapat

mengusir makhluk halus dikarenakan baunya yang sangat sangit, membuat

para makhluk halus tidak suka akan baunya. Jika hal ini tidak bekerja, masih

Page 68: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ada cermin yang akan membuat setan-setan itu takut sendiri jika melihat

wajahnya. Namun kalau masih tidak mempan, sisir dan gunting akan melukai

mereka jika berani mendekat. Sapu ijuk menyimbolkan kakek nenek buyut si

bayi yang sudah meninggal yang akan terus menjaga si bayi dari gangguan

halus. Begitulah kepercayaan masyarakat Jawa jika ada roh-roh halus yang

akan mengganggu.

(3) Yen ngejak bayi nyumbang kudu dijalukne kembang manten, ben ora kena

sawan manten.

Di dalam perayaan pernikahan, biasanya dukun pengantin meminta

bantuan roh-roh melalui mantera yang diucapkan dan ritual-ritual agar

perayaan yang diampunya berjalan dengan lancar. Roh-roh halus yang berada

dalam acara ini bisa saja terlihat oleh bayi yang masih awas atau bahkan dapat

mengikuti si bayi. Oleh karena itu si bayi harus dimintakan bunga yang biasa

dipakai oleh si pengantin yang biasanya berupa bunga Melati untuk kemudian

dilumatkan dan dioleskan di ubun-ubun si bayi. Hal ini dilakukan agar roh-roh

halus yang berniat mengganggu si bayi tidak mengikuti dan melakukan

perbuatannya.

(4) Yen lunga adoh, aja lali nggawa lemah saka batir ben bayine betah.

Jika si bayi akan dibawa pergi jauh dalam waktu yang lama atau dibawa

pindah, disarankan untuk membawa tanah dari tempat dikuburnya tali plasenta

si bayi. Tanah ini dimasukkan ke dalm plastik, untuk kemudian diletakkan di

bawah tempat tidur si bayi di perantauan. Hal ini dilakukan agar si bayi betah,

tidak rewel di manapun dia berada. Menurut orang Jawa, tanah tersebut

Page 69: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

simbol dari adik spiritual si bayi yang akan terus menjaga kakaknya dari

gangguan halus di manapun dia berada. Selain itu mungkin maksudnya jika

kelak si bayi sudah besar diharapkan agar si anak tidak lupa akan asalnya,

tanah Jawa yang telah memberinya budaya yang luhur ini.

2. Pendidikan Etika/Moral.

Dalam budaya Jawa yang luhur, terselip berbagai pendidikan yang dapat

dijadikan bekal hidup sampai tua. Pendidikan tersebut dituangkan dalam

nasihat/petuah yang diajarkan kepada anak keturunannya. Perilaku Jawa yang halus,

perasa dan sensitif tercermin dari GT sekaligus ajaran yang terkandung di dalamnya

yang dismpaikan dengan sangat halus. Si anakpun akan menangkap maksud orang

tuanya. Apalagi ajaran ini disampaikan agar kualitas keturunannya tidak bobrok dan

tetap mempunyai jiwa Jawa. Etika ini disampaikan dalam banyak aspek kehidupan

yang diselipkan pada etika makan, sopan santun, kemanusiaan dan lain-lain.

Kesemuanya itu untuk menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan sesama,

alam dan kehidupan.

Berikut akan dijelaskan GT yang termasuk dalam pendidikan ini:

(1) Aja nyingkirake apa-apa nganggo sikil, mundhak bayine lair sungsang.

Tuhan menganugerahi kita setiap bagian tubuh kita dengan tugasnya

masing-masing. Tangan kita yang berada di bagian atas tubuh digunakan

untuk melakukan tugas yang bersih dan dapat dilakukan dengan sempurna

karena jempolnya terpisah sehingga dapat menggenggam dengan baik. Kaki

adalah bagian tubuh yang digunakan untuk berjalan, maka dari itu berada di

Page 70: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

bawah, hingga semua kotoran menempel padanya dan pekerjaan yang

dilakukan pun terkadang tidak sempurna. Oleh karena itu mengapa untuk

melakukan pekerjaan-pekerjaan kita diharuskan memakai tangan. Karena

lebih sopan dan pasti pekerjaannya akan selesai dengan baik. Terlebih lagi

jika wanita mengangkat kaki di depan umum, bisa dibayangkan ada bagian

tubuh yang tidak seharusnya dilihat umum. Dan tentunya bagi ibu hamil, jika

bertumpu hanya dengan satu kaki karena kaki yang lain sedang bekerja, hal

itu dapat mengurangi keseimbangnnya. Padahal janin masih rawan benturan di

dalam, dapat menyebabkan keguguran pada usia kandungan tertentu atau

kemungkinan cacat jika ia lahir kelak. Oleh karena banyak hal tersebut diatas,

maka orang tua tidak memperbolehkan anaknya yang sedang hamil untuk

menyingkirkan sesuatu dengan kaki dengan pitutur sinandi nanti bayinya

dapat lahir sungsang.

(2) Aja mbunteti leng tikus.

Seperti banyak dijabarkan pada penelitian ini bahwa kehidupan Jawa yang

lekat dengan harmoni kehidupan alam semesta selalu diajarkan agar anak

cucunya tidak pernah lupa akan hal tersebut. Nasihat tersebut dituangkan ke

dalam salah satu GT agar tidak mengganggu kehidupan makhluk lain,

walaupun itu hanya tikus, karena tikus juga makhluk bernyawa ciptaan Tuhan.

Oleh karena itu orang tua kira mengajarkan untuk menghargai nyawa makhluk

lain karena makhluk hidup mempunyai „karma‟ untuk dibalaskan. Percaya

atau tidak, wanita hamil atau suaminya yang menutup lubang rumah tikus

dengan maksud agar si tikus tidak dapat keluar, biasanya persalinannya akan

Page 71: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sulit dan si jabang bayi tidak segera keluar. Namun setelah lubang tikus

tersebut dibuka, ajaibnya si jabang bayi segera lahir.

Terlepas dari contoh peristiwa diatas, secara logis mungkin hanya karena

menurut kejiwaan si ibu yang tertekan karena tahu jika mempersulit makhluk

lain adalah kesalahan, hal ini memberikan kita pelajaran bahwa apapun

makhluknya (walaupun hanya hewan), kita turut wajib menjaganya, karena

hidup kita ini secara tidak langsung dibantu oleh makhluk-makhluk lain yang

turut menciptakan keselarasan alam secara berkesinambungan.

(3) Ora ilok bayi dipunji, ndak wani karo wong tuwane.

Dalam hubungan sosial masyarakat Jawa yang menjunjung tinggi

stratifikasi, penghormatan kepada orang tua adalah hal yang mutlak. Itulah

sebabnya mengapa pada zaman dahulu, menjawab perintah orang tuapun

dianggap suatu hal yang tidak sopan, apalagi bertanya tentang arti dari gugon

tuhon yang disampaikan oleh orang tuanya. Walaupun ini menjadi salah satu

kekurangan dari pendidikan Jawa kuno, tetapi dengan belajar dari kesalahan

masa lalu kita dapat mendidik anak cucu kita dalam pelajaran Jawa modern.

Salah satu nasihat yang menyiratkan agar anak tidak kurang ajar dengan

orang tua adalah dengan tidak boleh menggendongnya di pundak atau

memanggul (bahasa Jawa: dipunji). Menurut orang tua Jawa, jika semasa kecil

ia terbiasa dipunji, nanti ketika dewasa ia akan berani dengan orang tuanya.

Namun jika ditelaah lebih lanjut, hal ini dapat dijelaskan secara psikologis.

Sudah menjadi sifat anak kecil, ia suka permainan yang menantang. Jika ia

sudah menemukan kesenangan dalam permainan itu, maka lain kali ia akan

Page 72: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

meminta untuk bermain lagi. Sudah menjadi sifat manusia pula, mereka akan

berusaha untuk mendapatkan yang mereka inginkan.

Kepala (bahasa Jawa: mustaka) ialah letak kehormatan seseorang, seperti

halnya mahkota bagi seorang raja. Munji ialah menggendong diatas bahu

dengan si anak kecil berpegangan dengan kepala orang tuanya. Secara

simbolis, ini menandakan jika si anak sudah menginjak kehormatan orang

tuanya. Dengan si anak terbiasa (keranjingan) dengan permainan dipunji,

secara tidak langsung si anak telah terbiasa untuk menakhlukkan orang

tuanya. Alih-alih melarang, mendengar rengekan anaknya, biasanya orang tua

lebih memilih untuk menurutinya. Inilah awalnya si anak belajar untuk

mengalahkan ego orang tuanya, dengan tangisan dan rengekan. Dengan selalu

menuruti keinginan anak, karena hal itu akan menjadi sifat perilakunya hingga

ia dewasa. Lagipula, memunji sangat berbahaya karena berisiko tinggi si anak

bisa jatuh karena pada saat itu posisi badan kita tidak siaga. Dengan

mempertimbangkan banyak alasan diatas, memunji anak memang sangat tidak

disarankan. Itulah mengapa banyak nasihat dalam merawat anak, karena apa

yang dia lihat, pelajari sewaktu kecil akan terus terbawa dan turut menentukan

banyak hal.

3. Pendidikan Kesehatan.

Kehamilan dan merawat bayi sangatlah dekat dengan kesehatan. Semua yang

diajarkan dan dinasehatkan oleh orang tua tidak akan ada artinya jika si bayi dan ibu

tidak sehat, karena kesehatan adalah nyawa dari semua yang akan kita jalani di dunia

Page 73: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ini. Kalau badan kita tidak sehat, pasti pikiran dan harta kita terkuras untuk

merasakan sakitnya. Itulah mengapa ada pepatah mengatakan „kesehatan adalah harta

yang paling berharga‟.

Sejak di dalam kandungan, ibu-ibu dihimbau untuk menjaga kesehtannya, karena

jika ibunya sehat maka bayinya pun akan sehat. Setelah si bayi lahirpun, kesehatan

ibu dan bayi harus selalu dijaga karena berpengaruh pada masa depan mereka.

Menjaga kesehatan ini salah satunya adalah dengan menjaga asupan gizi, mengontrol

konsumsi, dan menjaga kebersihan. Berikut ini akan dijabarkan nasihat apa saja yang

menyangkut pendidikan kesehatan.

a. Pada ibu hamil.

(1) Yen nemu regedan neng ndalan kudu ndang disingkirake.

Sejak masih merencanakan kehamilan, seorang ibu sudah harus

mempersiapkan diri lahir dan batin. Secara lahir ia sudah harus mengkonsumsi

makanan bergizi dan menjaga tubuh dari segala penyakit. Menjaga kebersihan

wajib hukumnya, agar ia terhindar dari kuman penyakit akibat dari kejorokannya

yang akan mendatangkan sakit untuknya. Tidak heran jika orang tua

menasihatkan jika menemukan kotoran di jalan, ia harus segera

menyingkirkannya, agar kelak persalinannya berjalan lancar tidak ada suatu

halangan karena ia sudah menyingkirkan „halangan-halangan‟ di jalannya. Tetapi

sebaiknya setelah menyingkirkan kotoran-kotoran ini ia segera mencuci

tangannya. Jangan sampai kuman malah masuk ke dalam tubuhnya. Dari segi

sosial, jika ia membuang kotoran yang ia temui di jalan, maka ia telah menolong

sesama, yang mana Tuhan melihatnya sebagai perbuatan yang baik.

Page 74: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(2) Ora ilok wong mbobot adhus wengi-wengi.

Menurut orang Jawa kuna, hali ini dapat mengakibatkan kembar banyu

(volume ketuban dalam rahim melebihi normal sehingga dari luar terlihat

perutnya besar tetapi sebetulnya bayi di dalamnya kecil, dan ketika akan lahir

akan mengeluarkan banyak ketuban). Sebenarnya menurut medis, pecah

ketuban sebelum melahirkan adalah normal (dan harus). Namun ternyata

setelah ditelaah, maksud dari nasehat ini adalah lebih ke arah kesehatan.

Orang normal saja, mandi malam tidak disarankan karena konon dapat

menyebabkan rematik. Apalagi untuk ibu hamil yang sedang dalam misi besar

dan harus menjaga kesehatannya sendiri dan bayi di kandungannya. Salain itu

udara malam dapat meyebabkan paru-paru basah. Pada beberapa orang terlalu

dingin dapat mentebabkan alergi. Apalagi malam yang mana cahaya hanya

sedikit (apalagi zaman dahulu belum ada lampu) menyebabkan kurangnya

penglihatan sehingga dikhawatirtkan si ibu dapat terpeleset. Padahal jika ibvu

hamil terpeleset akibatnya bisa fatal, bisa menyebabkan keguguran atau cacat

pada bayi.

b. Merawat bayi.

Setelah bayi lahirpun, menjaga kesehatan harus terus dilakukan. Malah

seharusnya lebih ketat karena sekarang si bayi sudah berusaha dari badannya

sendiri. Maka ibu-ibu harus lebih teliti dalam merawat bayi dan benda-benda yang

digunakan si bayi.

(1) Yen wengi klambi bayi kudu dilebokne, ngko ndhak bayine nangis wae.

Page 75: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Nasihat dari orang-orang di kecamatan Tingkir, jika beranjak malam maka

bayi, baju-bajunya yang sedang dijemur harus masuk ke dalam rumah, jendela

dan pintu harus ditutup. Sangatlah dimengerti alasan-alasan ini karena udara

malam tidak baik untuk kesehatan. Juga untuk baju bayi yang tidak terlihat di

mana letak bahayanya. Karena jika terus dibiarkan berada di luar, embun akan

merasuk ke dalam pakaian bayi yang menyebabkan dingin jika dipakai.

Akibatnya si bayi bisa pilek, masuk angin, atau batuk-batuk. Beda dengan

jaman sekarang yang sudah ada teknologi setrika, jaman dahulu setelah kering

baju langsung disimpan. Jadi si bayi menangis bukan karena bajunya dipakai

mainan di luar, tetapi karena si bayi merasakan sakit dari badannya.

(2) Aja mangan sing pedhes-pedhes.

Aja mangan sing panas-panas.

Seperti telah dijabarkan di atas, asupan makanan dari si ibu sudah tentu

harus dijaga. Selain harus makan makanan yang bergizi, ada beberapa hal yang

harus dihindari seperti tidak boleh makan Durian dan daging kambing karena

akan, menyebabkan kualitas ASI menjadi kurang baik (ASI menjadi panas

pada pencernaan bayi), makan makanan pedas pun harus dihindari karena ASI

yang dihasilkan ikut pedas. ASI yang pedas untuk si bayi seperti halnya juga

orang dewasa makan cabai. Namun pencernaan bayi yang masih halus belum

bisa mencerna rasa pedas. Akibatnya ia akan diare. Diare walaupun tidak

tampak berbahaya namun dapat mengancam jiwa karena diare menguras cairan

tubuh yang jika terus berlanjut dapat menyebabkan kematian.

Page 76: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Makanan panas pun harus dihindari si ibu karena konon katanya ASI-nya

akan ikut menjadi panas. Menurut orang tua jika ASI-nya panas, nanti si bayi

bisa sariawan yang menyebabkan ia tidak mau makan dan terus menangis

karenanya. Oleh karena itu semua makanan yang dikonsumsi ibu sebaiknya

standar, tidak panas, tidak dingin, tidak banyak garam, tidak banyak gula,

tidak asam ataupun tidak pedas, dengan kata lain hambar atau anyep dalam

bahasa Jawa. Karena makanan yang hambar tadi sebenarnya baik untuk tubuh

karena asupan makanan yang berlebihan tadi dapat merusak tubuh. Itulah

sebabnya makanan bayi juga disarankan bersifat demikian.

C. Makna Gramatikal dan Kultural

Makna leksikal adalah makna dari kata unsur-unsur pembentuknya yang akan

diterjemahkan secara keseluruhan. Sehingga akan membentuk makna yang utuh secara

kalimat. Dalam pembahasan ini, makna leksikal diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia. Sedangkan makna kultural ialah makna yang didasarkan pada pemaknaan

masyarakat yang menjadi sumber data. Dalam skripsi ini, setiap orang dapat memaknai

setiap gugon tuhon berbeda-beda, tergantung bagaimana pengertian mereka, dan

bagaimana orang tua dan lingkungannya mengajarkan mereka.

1. Gugon Tuhon Wanita Hamil

(1) Aja nyingkirake apa-apa nganggo sikil, mundhak bayine lair sungsang.

Makna gramatikal: jangan menyingkirkan apapun menggunakan kaki, agar

bayinya tidak lahir sungsang.

Page 77: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Makna kultural: kata orang tua Jawa, ketika hamil tidak boleh menyingkirkan

sesuatu dengan kaki karena kelak anak yang dilahirkannya akan sungsang, yaitu

keadaan di mana bayi lahir dengan kaki dahulu. Normalnya bayi lahir dengan

kepala dahulu agar memudahkannnya keluar dan tidak membahayakan jiwa ibu

dan bayi. Maka anak lahir sungsang itu sangat dihindari dan tidak diinginkan

orang tua manapu. Seperi informasi dari salah satu nara sumber yang saya tanyai:

Mergone ya anu bayine lancar sing metu. Ya ora sungsang, sing lair sirahe sik.

Yen sungsang nak laire seka sikil sik. „Sebabnya ya agar bayinya lancar yang

keluar. Ya tidak sungsang, yang lahir kepalanya dulu. Kalau sungsang kan yang

lahir kakinya dulu‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari 2011).

Maka dari itu, walaupun sedang malas karena perut yang membesar membuat

tidak leluasa bergerak, namun tetap diajurkan untuk memakai tangan jika

menyingkirkan sesuatu. Hal ini dapat dipahami karena:

1) Kaki tidak mempunyai ibu jari terpisah seperti tangan, yang membuat kaki

tidak bisa menggenggam sesuatu, maka jika menyingkirkan benda dengan

kaki sudah pasti tidak sempurna hasilnya. Entah meleset dari sasaran

ataupun tumpah.

2) Dalam keadaan hamil besar, sering kali ibu hamil limbung. Maka

menyingkirkan sesuatu dengan kaki membuat ibu hamil besar hilang

keseimbangan. Jika terjatuh hal buruk dapat membahayakan kesehatan ibu

dan bayi di dalam kandungan.

Mengingat kebersihan yang dihasilkan dan bahaya yang dapat terjadi jika si

ibu hamil melakukan aksi tersebut, maka dapat dimengerti mengapa orang tua

Page 78: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

melarang kita untuk melakukan hal tersebut, dan memang sebaiknya kita

menurutinya.

(2) Yen nemu regedan neng ndalan, kudu gage disingkirake.

Makna gramatikal: kalau menemukan kotoran di jalan, harus segera disingkirkan.

Makna kultural: menurut orang tua Jawa, dengan membersihkan kotoran yang

kita temui di jalan, itu berarti kita telah membersihkan halangan-halangan yang

akan menghambat kelancaran persalinan. Dan diharapkan bayi yang dilahirkan

akan bersih kulitnya, tidak seperti terkena penyakit kulit. Seorang ibu rumah

tangga yang cukup taat dalam melaksanakan tradisi Jawa ini mengatakan: Ya ben

nak nglairke ki lancar yoan. Resik bayine, ngko nak lair ben selamet, lancar sak

kabehe. „Ya agar kalau melahirkan itu juga lancar. Bersih bayinya, nanti kalau

lahir agar selamat, lancar semuanya‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal

5 Januari 2011).

Sebetulnya mungkin hal ini lebih berpengaruh pada kebersihan dan etika

dalam masyarakat. Dengan membersihkan kotoran yang kita temui di jalan

sekalipun bukan di depan rumah kita, hal itu membuat orang lain senang dengan

perbuatan kita yang saling berbuat baik untuk sesama. Dengan begitu, orang lain

pun akan senang untuk membantu kita jika kita menghadapi kesulitan.

Alasan yang kedua adalah jika membersihkan kotoran di jalan atau di sekitar

kita, maka lingkungan kita akan bersih dan secara langsung ataupun tidak akan

menghindarkan kita dari penyakit.

Page 79: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(3) Yen nemu pincuk neng ndalan kudu ndang diudhari.

Makna gramatikal: jika menemukan takir di jalan harus segera dilepas lidinya.

Makna kultural: menurut orang tua Jawa, jika wanita yang sedang hamil

menemukan daun bekas yang lidinya masih tersemat di jalan, maka ia harus

segera melepaskan lidi tersebut. Hal itu dilakukan agar kelak persalinannya lancar

dan selamat. Seorang informan yang merupakan seorang ibu rumah tangga dan

masih menjalankan tradisi Jawa mengatakan: Kudu nguculi pincuk neng ndalan.

Ben pada karo kowe nguculi… lancar sing nglairke „Harus melepaskan takir di

jalan. Hal itu sama dengan kamu melepaskan … (semua hambatan) lancar yang

melahirkan‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 januari 2011)

Selain itu dengan melepaskan lidi yang tersemat di jalan, berarti kita telah

menghindarkan orang lain dari kecelakaan. Lidi yang masih tersemat di daun jika

terinjak akan menjadi benda tajam yang melukai. Namun jika sudah terlepas,

maka benda itu tidak lagi membahayakan karena tidak akan menusuk kulit.

Berbuat kebaikan sangatlah dianjurkan, apalagi karena kita seperti menaungi

orang yang „bertapa‟.

(4) Aja njitheti utawa ndondomi kathok.

Makna gramatikal : jangan menjahit celana.

Makna kultural : wanita hamil tidak boleh menjahit atau menambal celana atau

apapun, karena hal itu diyakini dapat menyebabkan persalinan menjadi sulit dan

banyak halangannya karena ia telah menutup jalan lahirnya sendiri. Maka dari itu

ibu yang sedang hamil dianjurkan untuk „berpuasa‟ dahulu dari kegiatan ini.

Page 80: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kemungkinan buruk lain yang mungkin terjadi adalah anak akan lahir dengan

cacat bawaan, biasanya lubang dari tubuh yang seharusnya terbuka malah

tertutup. Entah itu lubang anus yang tetutup, bibir yang sumbing, ataupun cacat

yang lainnya.

Seorang informan mengatakan: Nek umpamane mbobot geh, nek mbobot ki

aja sok ndondomi apa clana ngene iki ta? Aja ndondomi clana ya clana njaba

clana dalem ki aja sok jitheti-jitheti ngono kuwi. Ning ya tenan hla kuwi si anu

kuwi ya genah silite buntet tenan ora duwe silit kuwi. „Kalau seumpama hamil ya,

kalau hamil itu jangan suka menjahit celana dalam maupun celana luar. Jangan

menisik celana begitu itu. Tetapi ya memang betul begitu, itu si anu memang

betul anusnya tidak ada, tidak punya lubang anus‟ (Wawancara dengan mbah

Ngat pada tanggal 11 Mei 2010).

Karena kemungkinan buruk yang mungkin terjadi jika melanggar inilah, maka

menjahit dilarang dikerjakan oleh ibu hamil.

(5) Aja mbunteti leng tikus, ora ilok.

Makna gramatikal : jangan menutup lubang rumah tikus, tidak baik.

Makna kultural : wanita hamil dan suaminya tidak boleh menutup lubang rumah

tikus karena dapat berakibat buruk pada saat persalinan, yaitu persalinan yang

sulit karena tertutupnya jalan lahir oleh sesuatu yang tidak kasat mata. Tetapi hal

ini dapat diatasi kembali agar si jabang bayi segera lahir dengan cara membuka

kembali lubang tikus yang ditutup tadi agar tikusnya tidak tersiksa di dalam tanah

tidak bisa mencari makan.

Page 81: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Informan saya mengatakan hal demikian : Hla kuwi si Dwi e nggebug tikus ta

saiki keneke anakke galho kaya kecuwik. Hla ya kana mbunteti, Ngatina nyumpeli

leng tikus saya ora metu-metu. Ndang bali lenge tikus dibukaki kabeh ndang

di…teka kana lek lahir. „Lha itu si Dwi nya memukul tikus kan, sekarang sininya

(menunjuk antara kedua mata) anaknya seperti teriris. Lha ya itu menutupi

lubang, Ngatina menutup lubang tikus malah jadi tidak keluar-keluar. Begitu

lubang tikusnya dibuka semua, sampai sana langsung lahir‟ (Wawancara dengan

mbah Ngat pada tanggal 11 Mei 2010).

Bagaimanapun tikus juga makhluk hidup yang butuh udara dan makan. Dan

mengurung tikus di dalam tanah akan menyiksanya. Maka dari itu, ibu hamil dan

suaminya tidak boleh melakukan hal ini. Melakukan hal buruk akan membuat

pikiran ibu hamil terganggu karena merasa bersalah dan terus memikirkannya.

Secara ilmu kesehatan, hal ini akan mempengaruhi kesehatannya yang akan

member efek pada janinnya.

(6) Aja mateni utawa nyiksa kewan.

Makna gramatikal : jangan membunuh atau menyiksa hewan.

Makna kultural : wanita hamil dan suaminya (bojo sakloron) tidak diperbolehkan

membunuh ataupun menyiksa hewan, karena hal ini dipercaya dapat membawa

cacat lahir ataupun petaka hilangnya nyawa si jabang bayi.

Informan saya memberikan informasi berikut :

Aku tau kok Nok sing pertama kuwi, mbahmu kene kuwi biyen ngarep

kono kuwi ana ula ning dhuwur. Hla saiki diuthik-uthik mrembet ning

ngisor ngono kuwi digebug kayu pring. Ulane theksek ta? Anakku ya mati

ning jero tenanan kok Nok. Pamane mithes-mithes apa-apa, nek ana

Page 82: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kodhok apa dipenthung apa digebug sikile tugel tangane tugel ngono ora

entuk. Hla ki Tri Nanggulan kuwi ya buktine ya nggone Mbah Tin kuwi

ta? Kuwi pakne ngarit mbabat kodhok sikile prithil kabeh, lha Tri tangane

ya prithil kabeh, jempolane separo-separo.

„Saya pernah kok, nak yang pertama itu, kakekmu sini itu dulu di depan

itu ada ular di atas. Lalu diutak-atik merambat ke bawah begitu lalu

dipukul dengan kayu bambu. Ularnya langsung mati kan? Anakku juga

mati di dalam betulan kok, nak. Seumpama menggilas sesuatu, kalau ada

katak, apakah terpukul lalu kakinya kakai atau tangannya patah begitu

juga tidak boleh. Lha Tri Nanggulan yang punya mbah Tin itu ya

buktinya. Itu bapaknya menyabit membabat katak sampai tangannya patah

semua, lha Tri juga tangannya patah semua, jempolnya separuh-separuh.‟

(Wawancara dengan mbah Ngat pada tanggal 11 Mei 2010)

Masyarakat lain yang saya tanyai mengatakan :

Mbiyen ki nek omong sok netesi. Asline ya, nek meteng tua ki nithili urang

ra entuk, ngonceki urang ra entuk. Ya omongane wong tua ki sok ngono

kae. Sok kala menga ngono lho. Sebabe ben ora ciri. Ora entuk mateni

kewan, sing lanang ra entuk apa meneh sing wedok sak durunge

ngandhek. Umpama nganti midak coro pa piye „i.. ya Allah Gusti jabang

bayi‟ ngono. Nek ra sengaja no ya ra papa.

„Jaman dulu itu kalau berbicara memang sering terjadi. Sebetulny ya,

kalau hamil tua itu mengupas udang tidak boleh. Ya berbicaranya orang

tua itu sering begitu itu. Sering asal keluar begitu lho. Sebabnya agar tidak

cacat. Tidak boleh membunuh hewan, yang laki-laki tidak boleh apalagi

yang perempuan selama hamil. Seumpama sampai meninjak kecoa bilang,

„I ya Allah Gusti jabang bayi,‟ begitu. Kalau tidak sengaja begitu ya tidak

apa-apa.‟

Page 83: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(Wawancara dengan ibu Tunsiyah pada tanggal 9 mei 2010)

Seorang bidan yang menjadi informan saya mengatakan kalau secara medis

hal itu tidak akan tidak akan menimbulkan dampak negatif kepada si jabang bayi,

tetapi pada kenyataannya di masyarakat, hal itu dapat menyebabkan si bayi lahir

dengan cacat fisik bawaan.

Beliau menceritakan pengalaman pasiennya: Oya, Jawa ki misale pada ibu

hamil, wong bobot ki ora pareng mancing, berburu, matik lele, pokoke mateni

kewan. Iki ana, dadi bapake tukang, bakul lele, matile lele. Bayeke, pucukan

antara irung karo mripat dadi dekok. „Oya Jawa itu misalnya pada ibu hamil,

orang hamil itu tidak boleh memancing, berburu, membunuh lele, pokoknya

membunuh hewan. Ini ada, jadi bapaknya penjual lele, membunuh lele. Bayinya,

ujung antara hidung dengan mata jadi seperti teriris‟ (Wawancara dengan ibu

Suparmi pada tanggal 11 Mei 2010).

Sedangkan dalam Serat Babad Ila-ila 2 yang mengisahkan legenda dalam

tanah Jawa menuliskan awal-mula mengapa tidak dipetrbolehkan membunuh

ataupun menyiksa binatang. Serat ini menceritakan Prabu Jayapurusa memberikan

wejangan kepada Sadya dan Ken Tingkeb, istrinya. Beliau mengatakan:

… Dengarkan baik-baik petuahku ini, dan hendaknya kau jalankan sebaik-

baiknya. Sadya selama istrimu Ken Tingkeb mengandung jangan sekali-

kali kau membunuh segala mkhluk bernyawa. Sebaliknya di masa Kartika

dan kebetulan kau harus menyembelih hewan untuk mengadakan sesaji,

baiklah kau sebut bayi yang dikandung istrimu itu. … (Moelyono

Sastronaryatmo, 1986: 69).

Sedangkan dalam cerita yang lain, Serat Babad Ila-ila 2 menceritakan asal

mula Dewi Hastipraba berbentuk seperti seorang raksasa padahal ibunya adalah

seorang bidadari. Ternyata ketika ibunya hamil, ayahnya sedang terlibat

Page 84: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pertempuran dengan gajah Asura. Dalam pertempuran itu, gajah Asura dapat

dibunuh oleh ayahnya. Celakanya, ketika lahir, ia dan saudara kembarnya

berwujud seperti gajah. “Demikianlah timbulnya waril atau ila-ila, manakala

orang mempunyai istri yang sedang mengandung, maka ia dilarang membunuh

apapun juga. Sebab kemarahan yang timbul di dalam hati pasti akan terwujud

dalam bayinya yang akan lahir.” (Moelyono Sastronaryatmo, 1986: 172).

Pada masyarakat modern, hal ini hanya akan disebut coinsiden, sesuatu yang

kebetulan saja terjadi, atau berpikir ini masalah asupan nutrisi si ibu pada saat

hamil atau karena serangan virus. Pada kenyataannya pada masyarakat kita itulah

yang terjadi.

Namun jika ditelaah secara psikologis, membunuh atau menyiksa makluk

hidup adalah hal yang tidak benar, maka si ibu akan terus memikirkannya. Seperti

halnya nasihat „jangan terlalu stress karena akan berpengaruh pada kejiwaan si

jabang bayi‟, maka sesuatu yang mengganggu pikiran ibu akan tersalurkan kepada

bayinya. Terlepas dari keadaan fisik yang terjadi pada si bayi, pikiran yang berat

ini akan mengganggu kejiwaan si bayi.

Faktor yang lainnya adalah kepercayaan kepada leluhur atau perkataan orang

tua. Watak masyarakat kita yang tidak berani membantah orang tua dan menerima

apapun yang dikatakan karena takut akan terjadi sesuatu yang buruk jika

melanggar sangan kuat mengakar. Orang tua jaman dahulu kuat tirakatnya, maka

apapun yang dikatakn kemungkinan besar akan terjadi. Itulah mengapa faktor

kepercayaan menjadi salah satu faktor penting dalam tradisi masyarakat Jawa.

Page 85: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(7) Aja ngethok rambut.

Makna gramatikal : jangan memotong rambut.

Makna kultural : saat hamil tidak boleh memotong rambut, karena pada ora ng

Jawa menghilangkan apapun dari sesuatu yang semestinya harus ada akan

mengakibatkan si bayi akan lahir dengan cacat bawaan.

Mbah Ngat, informan yang merupakan seorang dukun bayi memberikan

informasi: Ora entuk ngethok rambut ki merga anake iso gundhul ora duwe

rambut. Tidak boleh memotong rambut itu karena anaknya bisa gundul tidak

punya rambut (Wawancara dengan mbah Ngat pada tanggal 11 Mei 2010).

(8) Aja adus wengi-wengi, ora ilok.

Makna gramatikal: jangan mandi malam-malam, tidak pantas.

Makna kultural: ila-ila tidak boleh mandi pada malam hari menurut orang tua

Jawa adalah karena katanya nanti bisa kembar banyu, yaitu perut yang terlihat

besar sekali padahal bayinya kecil. Hal itu disebabkan karena volume ketuban di

dalam perut melebihi normal, dan ketika saatnya melahirkan air ketuban akan

keluar. Informasi dara nara sumber yang saya dapatkan: Ndhak kembar banyu.

Kembar banyu kuwi nek nglairke ngetokne kawah. Ngko nek kawahe entek

nglairkene angel. „Nanti kembar banyu. Kembar banyu itu kalau melahirkan

mengeluarkan ketuban. Nanti kalau ketubannya habis melahirkannya sulit‟

(Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari 2011)

Sebetulnya hal itu tidak dapat dipastikan karena mandi malam. Volume

ketuban yang berlebihan disebabkan kelainan. Memang pada saat melahirkan

Page 86: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

normalnya ketuban harus pecah dahulu untuk melumaskan bayi yang lahir agar

mudah.

Tetapi jika ditelaah lebih lanjut, larangan mandi malam ini dapat

menyebabkan rematik, selain itu angin malam tidak baik, menyebabkan paru-paru

basah. Efek yang lebih ringan dan lebih cepat adalah dapat membuat masuk

angin. Alasan yang lain lagi adalah karena pada malam hari cahaya tidak sebaik

pada siang hari. Apalagi pada jaman dahulu kamar mandi berada di luar atau

bahkan di sungai, sehingga dapat membuat ibu hamil terpeleset. Hal ini tentu

dapat membahayakan si ibu dan janin yang berada di dalam kandungan bisa saja

tidak selamat atau lahir dengan cacat bawaan.

(9) Pas mbobot sangang sasi, dislameti jenang procot, pasarane Setu Wage.

Makna gramatikal: waktu hamil sembilan bulan, dibuatkan selamatan jenang

procot, hari pasaran Sabtu Wage.

Makna kultural: pada masyarakat Jawa mengenal berbagai macam selametan.

Dalam semua daur hidup manusia, sudah pasti ada selametan yang menyertakan

banyak tata cara untuk menyimbolkan sesuatau. Pada kehamilan yang kesembilan

bulan, saat mendekati hari lahir, biasanya diadakan selametan sebagai ucapan rasa

syukur dan doa untuk kelancaran persalinan nanti. Keterangan yang didapat dari

nara sumber:

Ya nak metu ndang cepet, ndang metu ndang gage. Jenang procode kuwi

jenenge sarana nek wong Jawa mbiyen ki ben nglairke ki paringi lancar,

ora neka-neka ngono lho. Jenang procod kwi bubur baning, saka tepung

beras, dikeki werna abang ya oleh, nek wong kene bubur sum-sum. Dikeki

gedhang raja temen.

Page 87: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

„Ya kalau keluar biar cepat, cepat keluar cepat selesai. Bubur procodnya

itu sama dengan sarana untuk orang dahulu agar melahirkannya itu diberi

kelancaran, tidak ada suatu apapun. Jenang procod itu bubur dari tepung

beras, diberi warna merah (dari gula Jawa) juga boleh, kalau orang sini

menyebutnya bubur sum-sum. Diberi pisang raja‟ (Wawancara dengan ibu

Sarmi pada tanggal 5 Januari 2011)

Dalam slametan ini dibuatkan jenang procod, tepung beras yang diberi warna

merah yaitu tepung beras yang dimasak bersama santan dan gula merah. Lalu

setelah diletakkan dalam piring, di atas bubur tersebut diberi pisang raja yang

telah dikukus. Simbol dari hal ini adalah jenang merah menyimbolkan darah,

sedangkan pisang raja menyimbolkan si jabang bayi. Lalu prosesi yang dilakukan

adalah si calon ibu menumpahkan bubur tersebut yang diterima oleh si calon

bapak dengan piring pula. Hal ini dimaksudkan agar kelahirannya berjalan lancar

tanpa halangan apapun, tanpa operasi, tidak sungsang dan hal-hal buruk lainnya,

dan setelah dilahirkan, sang ayah akan menerima bayi yang lahir dengan suka cita

dan turut ikut bersama merawatnya.

(10) Aja ngombe es.

Makna gramatikal: jangan minum es.

Makna kultural: mitos yang berkembang di masyarakat bahwa es dapat membuat

bayi membesar, seperti yang dikatakan oleh nara sumber: Mergane engko ndak

bayine gedhe. Gegedhen bayi. Dadine angel. ‟Karena nanti bayinya bisa besar.

Page 88: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kebesaran bayinya. Jadinya sulit (kalau keluar nanti)‟ (Wawancara dengan ibu

Sarmi pada tanggal 5 Januari 2011).

Hal ini tidak dapat dipastikan secara medis karena menurut para dokter yang

menyebabkan bayi menjadi terlalu besar semasa di dalam kandungan adalah

karena mengkonsumsi es yang biasanya dicampur dengan air yang mengandung

gula atau sirup. Zat gula inilah yang membuat bayi menjadi besar (gemuk) dan

efeknya terjadi persalinan yang sulit. Selain itu seperti halnya menjaga kesehatan

tubuh untuk tidak mengkonsumsi makanan yang terlalu panas, dingin, manis,

asin, asam dan lainnya, maka hal ini pun juga berlaku untuk ibu hamil. Minum es

tidak diperkenankan karena biasanya es yang dijual di warung-warung dibuat dari

air mentah. Jika diminum dapat menyebabkan pilek. Itulah sebabnya ibu hamil

tidak boleh minum es.

(11) Aja mangan pedhes-pedhes.

Makna gramatikal: jangan makan (sesuatu yang) pedas-pedas.

Makna kultural: mitos dalam Jawa mengatakan kalau ibu hamil tidak boleh

makan yang pedas karena nanti ketika lahir si bayi akan mempunyai kotoran di

mata. Nara sumber mengatakan: Engko nek bocahe lair ndhak rembes, rembes ki

lodoken matane. Nak wong Jawa ngono kuwi. „Nanti kalau lahir bisa blobokan

(matanya selalu mengeluarkan kotoran) matanya. Kalau orang Jawa begitu itu

(kepercayaan yang dianut)‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari

2011).

Page 89: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Nara sumber yang lain memberikan informasi jika semasa hamil suka

memakan makanan yang pedas, maka nanti ketika ia melahirkan ia akan

merasakan panas pada vaginanya. Ia mengatakan: Nek maem pedhes niku kan

panas nek babaran mbak. Nggih, nggen nek vaginanya perih ngoten niku lho.

Kadose nganu… e… cara-carane mpun kadhung digudengan niku rasane sakit

ngoten niku lho. „Kalau makan pedas itu kan panas kalau melahirkan, mbak. Ya

di vaginanya perih begitu lho. Sepertinya rasanya sudah telanjur sakit sekali

begitu itu‟ (Wawancara dengan ibu Hana pada tanggal 9 Mei 2010).

Sebetulnya belum pasti karena itu, namun hal ini tidak diperbolehkan karena

akan mempengaruhi kesehatan si ibu. Si ibu bisa saja terkena diare karena makan

makanan yang pedas. Jika diare, sudah tentu si ibu nutrisi yang dimakan oleh si

ibu tidak akan sampai pada bayinya.

(12) Aja mangan sing panas-panas.

Makna gramatikal: jangan makan yang panas-panas.

Makna kultural: larangan untuk tidak mengkonsumsi makanan yang panas-panas,

katanya akan membuat bayi yang dikandung terlahir dengan kulit yang

berkeriput. Informasi yang saya dapatkan: Nggih, nek mimik panas, nek

kekathahen maem panas mangkeh bayine sami kisut-kisut kados kirang sehat

ngoten niku lho mbak. Kados-kados kering ngoten niku lho. Kados teng kriput-

kriput ngoten nika nek maem mimik panas. „Ya kalau meminum sesuatu yang

panas, kalau kebanyakan makan yang panas nanti bayinya keriput-keriput seperti

kurang sehat begitu itu lho, mbak. Seperti kering begitu itu. Ya seperti keriput

Page 90: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

begitu itu kalau makan dan minum panas‟ (Wawancara dengan ibu Hana pada

tanggal 9 Mei 2010).

Sedangkan masyarakat yang lain menguatkan dengan memberikan

keterangan: Ora entuk mangan sing panas-panas engko mergane bayine ndak

kulite njengkerut, kulite kithut-kithut „Tidak boleh makan yang panas-panas

karena nanti kulit bayinya bisa berkeriput-keriput‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi

pada tanggal 5 Januari 2011).

Secara medis seperti halnya larangan untuk tidak mengkonsumsi makanan

yang dingin, asam, pedas dan lainnya, mengkonsumsi makanan yang panas akan

mengganggu metabolisme tubuh si ibu. Hal ini tentu saja cepat atau lambat akan

berpengaruh kepada kesehatan si bayi.

(13) Aja mangan nanas.

Makna gramatikal : jangan memakan nanas.

Makna kultural : salah satu nasehat untuk ibu hamil dalam hal mengkonsumsi

makanan adalah tidak boleh memakan nanas. Selain karena keras di lambung

yang mana dapat menyebabkan maag (apalagi ibu hamil sangat mudah terserang

maag karena pada masa ini asam lambung akan selalu tinggi), ternyata hal ini juga

dapat membahayakan janin. Seorang informan mengatakan :

Aja maem nanas mengko bayine ndak gudhig wesi kaya kulit nanas,

padahal sebetulnya karena zat yang ada dalam nanas itu melunakkan janin.

Sehingga kalau orang kalau misale hamil makan nanas muda kan isa

keguguran. Orang jaman dulu nggak mau mengatakan seperti itu katanya

mungkin pamali kalau orang hamil dikatakan mengko ndhak keguguran itu

Page 91: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pamali, mengko ndhak keguguran tenan, jadi pake sanepa mengko sikile

bayine gudhigen padahal nggak ada hubungane kulit nanas sama kaki.

Aku makan apa-apa nggak berani akhire bayine nggak sehat. Kalau durian

nggak boleh soale mengandung alkohol. (Wawancara dengan ibu Nunik

pada tanggal 12 Mei 2010).

Dalam ilmu cuisine atau masak-memasak, ada tips bahwa untuk melunakkan

daging yang akan diolah adalah dengan merebusnya bersama nanas atau daun

pepaya. Ternyata dalam dua benda tersebut terkandung enzim yang dapat

melunakkan daging (pada tanaman pepaya disebut enzim papain). Itulah sebabnya

mengapa ibu hamil tidak diperbolehkan mengkonsumsi dua benda ini dalam

jumlah yang berlebihan. Terkadang dalam jumlah terbatas pun dapat memicu

penyakit maag pada penderita maag kronik. Selain itu dapat menyebabkan

keguguran karena enzim tersebut membuat janin yang masih muda menjadi lunak.

(14) Aja mangan godhong kates.

Makna gramatikal : jangan memakan daun papaya.

Makna kultural : tidak boleh memakan daun papaya secara berlebuhan karena

menurut orang tua Jawa, daun papaya dapat meremukkan ari-ari. Seorang

informan yang masih sangat mempercayai gugon tuhon mengatakan kalau daun

pepaya dapat meremukkan ari-ari, dimana ari-ari adalah hal yang penting untuk

mengantarkan zat makanan dari tubuh ibu ke tubuh bayi. Ia mengatakan : Yen

mangan godhong kates ra entuk mergane ngko ari-arine ndhak remuk. „Kalau

makan daun pepaya tidak boleh, nanti tembuninya remuk‟ (Wawancara dengan

ibu Ru pada tanggal 10 Mei 2010).

Karena trisemester pertama kehamilan masih sangat rawan dan kandungan

belum kuat benar, maka orang tua menyarankan agar tidak mengkonsumsi daun

Page 92: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pepaya secara berlebihan, karena tanaman pepaya mengandung zat papain yang

dapat melunakkan daging. Sehingga dikhawatirkan zat tersebut dapat

menggugurkan janin.

(15) Aja mangan duren.

Makna gramatikal : jangan memakan durian.

Makna kultural : ada banyak pantangan untuk mengkonsumsi beberapa jenis

makanan, karena pada umumnya makanan tersebut dapat mengganggu kesehatan

atau metabolisme. Apalagi pada orang hamil dan menyusui karena sari

makanannya terserap oleh bayi. Salah satunya adalah buah durian yang tidak

boleh dikonsumsi dalam jumlah banyak karena buah ini mengandung kadar

alkohol yang tinggi. Selain dapat menyebabkan kadar asam lambung pada ibu

menjadi berlebihan, pada janinpun efeknya dapa melemahkan bahkan keguguran

jika dikonsumsi berlebihan.

(16) Yen lelungan aja lali nggawa dlingo bengle karo gunting.

Makna gramatikal: jika bepergian jangan lupa membawa dlingo bengle dan

gunting.

Makna kultural: orang Jawa mempunyai gaman (senjata) untuk melawan makhluk

halus, yaitu dlingo, bengle dan garam. Maka benda-benda ini akan selalu

diikutsertakan dalam hal menjauhkan sengkala. Juga untuk ibu hamil agar dia dan

janin yang dikandungnya tidak diganggu oleh setan-setan yang berada diluar saat

Page 93: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ia bepergian, maka ia wajib membawa dlingo, bengle dan gunting ini. Dlingo

bengle biasanya dipotong kecil dan ditusukkan pada cemiti untuk digunakan

sebagai bros. Ibu Sarmi memberikan keterangan: Kuwi jenenge kanggo tolak

sawan. Tolak sawan kuwi gen aja kena sengkala. Ngerti sengkala? Kwi cara dene

setan ben aja ngganggu ngono lho. „Itu namanya untuk tolak bala. Tolak bala itu

agar tidak terkena sesuatu yang buruk‟ (Wawancara dengan ibu sarmi pada

tanggal 5 januari 2010).

Jadi selama masih hamil dan pada masa menyusui, pada ibu maupun si bayi

harus selalu diberi dlingo bengle agar gangguan gaib tidak mendekat karena pada

masa itu aura manusia sedang lemah.

(17) Yen bojone meteng, sing lenang ora oleh nggembol endhog.

Makna gramatikal: jika istrinya hamil, yang pria tidak boleh mengkantongi telur.

Makna kultural: ada kepercayaan Jawa yang menyebutkan ketika si istri hamil,

maka si suami tidak boleh mengantungi telur. Menurut mereka hal ini bisa

menyebabkan burung si bayi (jika laki-laki) akan menjadi besar. Selain itu agar

menurut mereka, nanti si anak bisa mempunyai penyakit udun. Ibu Ru yang

merupakan penganut kepercayaan Jawa yang cukup taat mengatakan: Trus yen

bojone meteng sing lenang nggembol ndhok ra entuk. Kuwi masalahe ndhak

konthole ndhak gedhe. Ndak nduwe penyakit udun. „Lalu kalau istrinya hamil,

suaminya tidak boleh mengantungi telur. Itu masalahnya nanti anaknya

kemaluannya bisa besar. Bisa punya penyakit udunan‟ (Wawancara dengan ibu

Page 94: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ru pada tanggal 10 Mei 2010). Oleh karena itu si suami, apalagi si istri tidak

boleh mengantungi sesuatu.

Tetapi jika ditelaah lebih lanjut, mungkin ada nasehat yang lebih dalam dari

para orang tua untuk anak mereka dari gugon tuhon ini. Tidak boleh mengantungi

telur maksudnya antara suami istri tidak boleh menyembunyikan sesuatu dari

pasangannya. Semua harus dibicarakan bersama. Apalagi ibu hamil harus selalu

menjaga pikirannya agar tetap bersih dan tidak kacau, maka berbagi dengan suami

bisa mengurangi bebannya.

(18) Nek mangan aja neng ngarep lawang, mundhak nglairkene angel.

Makna gramatikal: kalau makan jangan di depan pintu, nanti melahirkannya sulit.

Makna kultural: gugon tugon Jawa mengatakan jika orang hamil makan di depan

pintu, maka kelak ketika melahirkan ia akan mengalami kesulitan, karena ketika

hamil ia membuat penghalang sendiri untuknya. Seorang masyarakat yang saya

tanyai memberikan keterangan: Nggeh kula penging nganu nek maem aja neng

nggon ngarep lawang. Nek maem neng ngarep lawang niku nek ajeng babaran

sok mandek niku lho kula. Maksude nek mau lahir niku nggak jadi. Ngoten niku.

„Ya saya beri tahu kalau makan jangan di depan pintu. Kalau makan di depan

pintu itu nanti kalau mau melahirkan suka berhenti begitu lho, mbak. Maksudnya

kalau mau lahir nggak jadi. Begitu itu.‟ (Wawancara dengan ibu Hana pada

tanggal 9 Mei 2010).

Page 95: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Selain itu, duduk di depan puntu tentu akan sangat mengganggu orang-orang

yang akan keluar-masuk ruangan. Jika tertendang pun, akan menyakitkan orang

yang tertendang, apalagi jika yang tertendang adalah ibu hamil. Kalau ia terjatuh

dengan keras, dikhawatirkan janin dalam kandungannya bisa terganggu

kesehatannya.

(19) Yen mangan aja nganggo pincuk, nganggo piring wae, mundhak ari-arine

kelet.

Makna gramatikal: kalau makan jangan memakai takir, memakai piring saja, nanti

tembuninya lengket.

Makna kultural: kepercayaan lain yang berkembang adalah larangan untuk makan

menggunakan pincuk (takir). Menurut mereka jika makan menggunakan pincuk

maka ari-arinya bisa lengket, sehingga nanti ari-arinya tidak bisa keluar. Informan

yang ditanyai mengatakan: Terus nek maem pake pincuk, ngertos pincuk nika ta?

Niku mengkih ari-arine, ning niki jaman riyin, ari-arine jadi kelet ngoten niku

lho. Nganu susah. Nggeh, nek maem mboten sah ngagem pincuk, kedah ngangge

piring. „Lalu kalau makan pakai takir, tau takir itu kan? Itu nanti ari-arinya, tapi

ini jaman dahulu, ari-arinya jadi lengket begitu itu lho. Anu susah. Ya kalau

makan tidak usah memakai takir, harus memakai piring‟ (Wawancara dengan ibu

Hana pada tanggal 9 Mei 2010).

(20) Ora oleh mangan tebu.

Makna gramatikal: tidak boleh makan tebu.

Page 96: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Makna kultural: selama hamil, si ibu tidak boleh memakan tebu. Menurut orang

tua Jawa, hal itu dapat menyebabkan kokot kidang. Kokot kidang adalah darah

yang keluar pada saat ia akan melahirkan. Dan darah yang keluar itu membuatnya

merasakan sakit yang sangat. Seorang penganut Jawa yang kental memberikan

informasi: Mangan tebu, soale ngko ndhak kokot kidangen. Gula jawa ra entuk.

Ngko ndhak kokot kidangen. Kokot kidang ki ngetokne getih sithik tur lara.

„Makan tebu, soalnya nanti kokot kidangen. Gula jawa juga tidak boleh, nanti

terkena kokot kidang. Kokot kidang itu mengeluarken darah sedikit tapi sakit‟

(Wawancara dengan ibu Ru pada tanggal 10 mei 2010).

Sedangkan ibu rumah tangga yang sudah tidak terlalu percaya dengan gugon

tuhon, namun masih cukup mengerti tentang tradisi Jawa ini memberikan

keterangan:

Lha nek kebanyaken manis, misalnya dhahar tebu napa ngeten, nika kokot

kidang. Kokot kidang niku nek mpun bededengen sakit, mboten saget

lahir, sing lahir cuma medalke darah. Ngoten niku. Mangkih nek dharahe

telas bededengen malih mangkih nganu kok, medalke dharah malih.

Dadose ngantos dharahe anu mangkih. Sakit nek kokot kidang nek ngoten

niku mbak.

Lha kalau kebanyakan makan manis, misalnya makan tebu atau apa, itu

kokot kidang. Kokot kidang itu kalau kalau sudah telanjur sakit, tidak bisa

lahir, yang lahir Cuma mengeluarkan darah. Begitu itu. Nanti kalau

darahnya habis, keluar darah lagi dan sakit. Jadi sampai darahny. (keluar

Page 97: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

terlalu banyak). Sakit kalau kokot kidang itu, mbak. (Wawancara dengan

ibu Hana pada tanggal 9 Mei 2010).

Sebetulnya mengkonsumsi makanan manis memang tidak dianjurkan oleh

dokter pada saat hamil. Karena dapat menyebabkan bayi yang di dalam

kandungan menjadi gemuk, sehingga nantinya ia akan sulit keluar. Persalinan

yang sulit ini tentu akan membahayakan jiwa si ibu dan bayi yang dilahirkannya.

(21) Yen wis sangang sasi, ngombe minyak blondho saka godhong lumbu terus

mlayu bablas neng lawang.

Makna gramatikal: kalau sudah sembilan bulan, minum minyak kelapa dari daun

talas lalu berlari melewati pintu.

Makna kultural: tata cara ini termasuk dalam rangkaian selametan sembilan bulan

kehamilan. Setelah prosesi jenang procod, dilanjutkan dengan meminum minyak

blondho, yaitu minyak kelapa murni. Minyak tersebut ditempatkan dalam daun

talas untuk kemudian diminum ibu yang sudah mendekati masa melahirkan.

Setelah selesai meminum minyak tersebut, ia harus langsung berlari melewati

pintu. Prosesi tersebut menyimbolkan setelah meminum minyak yang licin dan

diminum dari daun talas yang licin, maka kelahirannya akan mudah. Sedangkan

berlari melewati pintu menyimbolkan pengharapan agar persalinan berjalan cepat

dan lancar secepat dan semudah melewati pintu tersebut.

Ibu Sarmi meberikan keterangan: Jenenge kuwi biasane bubar nggawe bubur

procod ta? Ngombene kaya ngono kuwi. Sak durunge bayinya lair ki kudu

Page 98: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

nggawe kaya ngono. Bayine gen lairane gampang. Lebih lancar. Nek dhong

lumbu ki lunyu, minyak ya lunyu, ben nglairkene mak prucut, gen gampang.

„Namanya itu biasanya setelah membuat bubur procod kan? Minumnya seperti

itu. Sebelum bayinya lahir itu harus membuat seperti itu. Bayinya biar lahirnya

gampang. Lebih lancar. Kalau daunt alas itu licin, minyak juga licin, biar

melahirkannya gampang‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari

2011).

(22) Yen mara neng ngomahe wong mbobot ora oleh ngomong sing ala-ala,

mundhak nyawani.

Makna gramatikal: kalau datang ke rumah orang hamil tidak boleh berbicara

sesuatu yang buruk, nanti membawa sial.

Makna kultural: kejiwaan ibu hamil haruslah selalu dijaga karena suasana hati ibu

akan mempengaruhi perkembangan janin yang dikandungnya. Maka ketika

seseorang datang kerumah wanita yang sedang hamil, ia diharuskan menjaga

sikap dan perkataannya. Misalnya ketika tadi tamu tersebut bertemu dengan orang

yang cacat atau melihat suatu kecelakaan, maka ia diharapkan untuk menahan

agar tidak menceritakan hal tersebut kepada wanita hamil.

Seorang nenek yang masih mempercayai gugon tuhon ini mengatakan:

Terus bocah kuwi nek ndelok wong ciri suwing, apa debloh, apa bujel

mripate kuwi amit-amit jabang bayi ki bayine ben ora anu. Engko ndhak

sawanen. Kan sok ana mung dibatin wae. Ndilalah nak mbatin wong

bagus, ayu trus kan ora nular. Neng nak ujug-ujug mbatin uwong kuwi

kok nular? Kuwi turunanku dhewe ana. Turunanku dhewe ana, adhiku

Page 99: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dhewe malah sing nular. Sing wedok gek meteng, sing lanang ki weruh

wong idhiot, “kuwi menungsa apa setan ta?”. Anak‟e wong loro idhiot

kabeh. Loro lanang-lanang. Pancen kudu di … . “Jabang bayi karo

bojoku tangia. Ana wong kok kaya ngono”

„Lalu anak itu kalau melihat orang cacat, atau debloh, atau buta matanya

itu harus mengatakan „amit-amit jabang bayi‟, itu agar bayinya tidak anu

(ikut menjadi cacat). Nanti ikut terkena sialnya. Kan terkadang ada yang

hanya dibatin saja. Ternyata kalau membatin orang ganteng, cantik kan

tidak menular. Tetapi kalau tiba-tiba membatin orang itu kok menular. Itu

saudara saya sendiri ada, adik saya sandii malah yang ketularan. Yang

perempuan baru hamil, suaminya melihat orang idiot, “itu manusia apa

setan sih?”. Anaknya dua orang idiot semua. Dua laki-laki semua.

Memang harus di … “Jabang bayi dan suamiku bangunlah. Ada orang kok

seperti itu‟ (Wawancara dengan ibu Ru pada tanggal 11 Mei 2010).

Orang Jawa percaya jika seorang wanita hamil memikirkan sesuatu yang

buruk, maka hal buruk tersebut dapat menular kepada janin yang sedang

dikandungnya. Namun jika hal itu terlanjur terjadi, maka wanita tersebut akan

menangis sambil memohon agar Tuhan tidak memberikan sesuatu yang buruk

kepada bayinya.

Kejiwaan selama hamil sangatlah penting. Maka ketika seorang wanita sedang

hamil, disarankan untuk rileks secara badan dan pikiran. Karena ternyata pikiran

yang terlalu „kencang‟ pun dapat mengganggu kesehatan bahkan membuat

keguguran. Itulah mengapa menjaga suasana hati dan pikiran ketika hamil perlu

Page 100: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dilakukan oleh si ibu hamil sendiri, maupun dengan bantuan orang-orang di

sekitarnya.

(23) Aja nandhu banyu asah-asahan, ora ilok.

Makna gramatikal: jangan menyimpan air bekas mencuci piring, tidak pantas.

Makna kultural: dalam nasehat Jawa, menampung air bekas mencuci piring atau

baju tidak diperbolehkan karena hal itu dapat membuat bayi yang dilahirkannya

akan mempunyai kulit yang tidak bersih (berpenyakitan) dan telinganya selalu

mengeluarkan kotoran (bahasa Jawa: kopokan). Seorang informan mengatakan:

Banyu asah-asahan ditandu ora entuk. Mengko anake ndak carane kopoken. Sakit

kuping kuwi lho. „Air bekas mencuci piring tidak boleh ditampung (dan

disimpan). Nanti anaknya bisa kopokan. Sakit telinga itu lho‟ (Wawancara dengan

ibu Ru pada tanggal 10 Mei 2010).

Selain itu wanita hamil dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan dirinya

dan lingkungannya. Hal ini dilakukan agar kelak ketika melahirkan ia diberi

kemudahan karena selalu menjaga segala sesuatu di sekitarnya menjadi tetap

bersih. Ila-ila untuk tidak menyimpan air bekas mencuci piring adalah agar anak

yang dilahirkannya kelak bersih, tidak keruh seperti air bekas mencuci tersebut,

dan juga agar kelahirannya berjalan lancar karena ia sudah membersihkan segala

sesuatu yang menghalangi jalannya.

Page 101: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Gugon Tuhon Merawat Bayi

(1) Aja turu yen bar nglairke, mundhak kelindheh.

Makna gramatikal: jangan tidur setelah melahirkan, agar tidak trans (keadaan

tidak sadar).

Makna kultural: pada umumnya menjaga orang yang lelah teramat sangat sehabis

melahirkan agar tidak menuruti keinginannya untuk tidur karena :

a. Tidak terlanjur menjadi gila. Karena pada saat melahirkan, tenaga sudah

terkuras dan merasakan sakit yang hebat, sudah pasti si ibu akan merasa

sangat lelah dan hanya ingin tidur. Nah, pada saat tidur ini dikhawatirkan jika

ia mendengar sesuatu yang mengagetkan, maka jiwanya akan tergoncang

karena sentakan pada sarafnya yang mengakibatkan ia menjadi gila.

b. Kekhawatiran kedua adalah karena kelelahan dan sakit yang hebat itu, pada

saat tertidur, si ibu akan keterusan (bablas : bhs Jawa) meninggal karena

sudah tidak punya tenaga untuk bangun.

Wawancara dengan ibu Sarmi akan menjelaskan sebabnya :

Kelindheh itu nanti menyebabkan… ada yang kelindheh keterusan

meninggal, ada kelindeh yang menyebabkan gila. Kelindheh itu kan beda-

beda. Ya harusnya kan tidak boleh begitu itu. Kalau habis melahirkan ya

harusnya terjaga. Jarak berapa jam itu. Harusnya ditungguin terus.

(Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 26 Maret 2010).

Sedangkan nara sumber lain mengatakan:

O niku masalahe nganu, nek jaman biyen, jarene widadari sekethi ki jek

ngendhangi nek wong sing bar dhuwe anak turu. Ora kena turu ki merga

Page 102: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

nek keblabasen dituntun karo widadari kuwi. Trus ana ta bar dhuwe anak

nek turu keblabasan sok mati. Mulane nek wong nek bar dhuwe anak

anyar aja turu sek, ya ndedonga saisa-isane, ngono tha Wuk?

„O itu masalahnya begini, kalau jaman dahulu, katanya seratus ribu

bidadari itu masih membujuk-bujuk orang-orang yang sehabis melahirkan

langsung tidur. Tidak bioleh tidur itu karena kalau kebablasan nanti

dituntun oleh bidadari itu. Lalu ada kan yang sehabis melahirkan lalu tidur

malah keterusan meninggal. Makanya kalau orang setelah melahirkan itu

jangan tidur dahulu, ya berdoa sebisa-bisanya kan, nak?‟ (Wawancara

dengan mbah Ngat pada tanggal 11 mei 2010).

Sedangkan informan yang lain memberikan cerita : O, nak kelindheh ki nganu ya,

mas? Nak kelindheh ki piye kaya ibumu kae? Kuwi sok-sok pikirane pas kosong,

ngalamun pa piye. Ngono nek kelindeh ki bablas setres, ibu e iki mbiyen ya

ngono. „O, kalau kelindeh itu anu ya, mas? Kalau kelindeh itu bagaimana ibu

kamu dulu? Itu terkadang pikirannya sedang kosong, ngalamun atau bagaimana.

Kalau kelindeh itu keterusan gila, ibunya ini dulu juga begitu‟ (Wawancara

dengan ibu Tunsiyah pada tanggal 9 Mei 2010).

Maka dalam kepercayaan Jawa, setelah melahirkan ia akan ditunggui oleh

kerabatnya agar ia tidak tertidur. Karena biasanya setelah merasakan sakit dan

kehabisan tenaga, ibu yang baru melahirkan rasanya ingin tidur saja. Oleh karena

alasan-alasan diatas, sebaiknya ibu hamil terjaga dahulu dan berdoa atas

keselamatan yang diberikan Tuhan YME.

(2) Ora ilok bayi dolanan sikil, mundhak gedhene kesed.

Page 103: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Makna gramatikal: tidak pantas bayi bermain kaki, nanti besarnya malas.

Makna kultural: kalau seorang bayi sewaktu belum bisa berjalan suka bermain

kaki, dengan mengulum jempol kaki atau memegangi kaki dengan tanggannya,

maka kelak saatnya berjalan akan lebih lama dari waktu normalnya. Jika bayi lain

rata-rata umur setahun sudah berjalan, maka bayi ini setahun lebih baru bisa

berjalan. Seperti kata seorang nara sumber: Bocah ki nek sikile dimut, bocah

mlakune suwe, kesed. Kan sok ana bayi sing dolanan sikil, dimut, kuwi kesed. Ya

wes cara dene ki males. Anak kalau kakinya dikulum itu nanti jalannya lama,

malas. Kan kadang ada bayi yang mainan kaki, dikulum, itu nanti malas. Ya

memang malas. (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari 2011).

Mungkin pada saat ia bermain dengan kakinya, hal ini membuat ia lebih asyik

bermain daripada bergerak dan mencoba berjalan seperti kebanyakan anak yang

penasaran dengan dunianya. Maka lebih baik orang tua mengalihkannya dengan

mainan yang merangsang rasa keingintahuan si bayi.

(3) Yen bayine durung rong taun, abrakane aja dibakari, mundhak suleden.

Makna gramatikal: jika bayinya belum 2 tahun, barang-barangnya jangan dibakar,

nanti berpenyakit kulit.

Makna kultural: anak yang belum berumur 2 tahun segala barang-barangnya

seperti popok, kain yang dipakai sebagai alas, selimut, dan sebagainya tidak boleh

Page 104: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dibakar. Jaman dahulu mereka memilih untuk menenggelamkannya di sungai.

Masyarakat sekarang yang sudah mengenal popok sekali pakai (pampers) namun

masih konservatif pun memilih membuang popok tersebut di sungai. Walaupun

disinyalir dapat mengotori sungai dan menyebabkan banjir, namun nyatanya

masih ada masyarakat yang melakukan hal ini. Hal ini masih mereka lakukan

karena jika barang-barang tersebut dibakar, nanti kulit pada bayinya akan

terjangkit suatu penyakit yang penampakannya sepintas seperti luka bakar, orang

Jawa menyebutnya sebagai suleden. Namun setelah saya tanyakan kepada

paramedis, ternyata menurut mereka penyakit kulit ini adalah dompo, atau lazim

disebut herpes.

Seorang nara sumber mengatakan: Bocah ben aja kena suleden. Suleden kwi

awake kaya bentuk koreng-koreng ana banyune. Nek pama basa Indonesia kuwi

cangkrangen. „Agar anak tidak terkena penyakit suleden. Suleden itu badannya

seperti ada koreng-koreng dan berair. Kalau bahasa Indonesianya itu

cangkrangen.‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari 2011).

Namun jika ditelaah lebih lanjut, mengapa ada larangan membakar baju-baju

bayi yang belum berumur dua tahun, mungkin hal ini disebabkan jika ketika

membakar benda-benda tersebut dan si bayi berada di dekatnya, maka si bayi

dapat terganggu pernapasannya, atau jika terkena mata si bayi, maka akan

menyebabkan belekan atau penyakit mata lainnya.

(4) Yen mlebu omah ana bayine, utawa tilik bayi, kudu langsung njujug mburi, gen

bayine ora katutan sawan.

Page 105: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Makna gramatikal: kalau masuk rumah yang ada bayinya, atau menjenguk bayi,

harus langsung menuju ke belakang, agar bayinya tidak diikuti setan.

Makna kultural: ada beberapa tata cara adat bertamu untuk menjenguk bayi pada

masyarakat Jawa. Yang pertama-tama saat ia masuk ke dalam rumah yang ada

bayinya, maka mereka harus langsung menuju dapur, tidak boleh berhenti dulu

untuk berbicara dengan bayinya, apalagi menyentuhnya. Pada jaman dahulu orang

yang memasuki rumah ini diharuskan langsung menuju ke dapur untuk lalu

menghangatkan kakinya di abu pembakaran atau kompor tradisional (ngawu-awu

sikil neng pawon). Namun pada masyarakat desa Nanggulan sudah tidak ada yang

melakukan tradisi ini. Pun ketika saya tanyai mengapa dahulu hal ini diterapkan,

mereka tidak tahu karena mereka tidak pernah bertanya kepada orang tuanya.

Mereka hanya ingat tradisi ini masih dijalankan pada jaman ayah ibu atau kakek

nenek mereka. Seorang informan memberi keterangan:

O ya, nek kuwi eneng, tapi yen saiki kan ora eneng pawon enenge kompor,

kuwi wong cara wong tilik bayi kuwi bablas neng pawon sek, neng kamar

mandi wisuh sek. Ngono ki nek ana apa-apa ka njaba mau ben ilang. Ora,

rasah dipanas-panasi sing penting bablas neng kamar mandhi. Ora ana

pawon, neng kamar mandhi wisuh terus neng nggone bayine. Ki ora papa.

„O ya, kalau itu ada, tapi kalau sekarang kan tidak ada tungku, adanya

kompor, itu kalau orang menjenguk bayi itu langsung ke dapu dulu, ke

kamar mandi mencuci kaki tangan dahulu. Begitu itu kalau ada apa-apa

dari luar tadi biar hilang dahulu. Tidak, tidak usah memanaskan kaki yang

penting lasngsung ke kamar mandi. Tidak ada dapur, ke kamar mandi

membasuh tangan-kaki baru menuju ke bayinya. Itu tidak apa-apa.‟

(Wawancara dengan ibu Ru pada tanggal 11 mei 2010).

Page 106: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Setelah melahirkan, orang-orang yang datang menjenguk bayi atau anggota

keluarga yang datang dari bepergian selalu diharuskan tidak boleh berbicara

dengan si bayi, langsung menuju ke belakang yang merupakan dapur dan kamar

mandi, untuk lalu mencuci tangan, kaki dan muka. Setelah itu baru mereka boleh

mendatangi si bayi. Rupanya bidan yang ditanyai memberikan argumennya:

Jelas. Nek seka bepergian adoh apa tamu teka, fungsine dheknen kon mau

kuwi karepe mungkin wijik. Wijik ki kan untuk membersihkan kuman, nek

ngko nek meh demok bayike ki ben ora tertular. Bayi kan rentan terhadap

kuman. Tapi nek ngilangi sawan ya sebenere ora. Cuma mungkin menjaga

kebersihane. Cuman nak uwong kan muk ngubengi pawon thok uwis

mbalik niliki bayi, itu tidak ngefek. Mungkin karepe wong ndhisik

mungkin nek mlebu pawon, pawon kan dadi siji mbek kamar mandi.

Karepe kon wijik ngono hlo mesthine. Dijupuk gampange thok, mlebu

pawon ngono thok.

„Jelas. Kalau dari bepergian jauh atau tamu datang, fungsinya mereka

disuruh melakukan hal itu maksudnya mungkin membasuh. Membasuh itu

kan untuk membersihkan kuman, agar nanti kalau mau memegang bayinya

biar bayinya tidak tertular (virus, kuman penyakit). Bayi kan rentan

terhadap kuman. Tetapi kalau menhilangkan sawan ya sebetulnya tidak.

Cuma mungkin menjaga kebersihannya. Cuma kan kalau orang Cuma

mengelilingi dapur saja lalu kembali menjenguk bayinya, itu tidak ngefek.

Mungkin maksudnya orang dulu kalau masuk ke dapur, dapur kan menjadi

satu dengan kamar mandi. Maksudnya disuruh membasuh tangan-kaki

begitu lho seharusnya. Diambil gampangnya, disuruh masuk ke dapur

saja‟

(Wawancara dengan ibu Suparmi pada tanggal 11 Mei 2010).

Page 107: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kemungkinan besar maksud orang tua jaman dahulu adalah membersihkan

diri dari kuman yang menempel dulu agar jika ada kuman, penyakit atau virus

tidak tertular pada si bayi yang masih sangat rentan terhadap penyakit.

(5) Yen ngejak bayi nyumbang, kudu dijalukne kembang manten, ben ora katutan

sawan manten.

Makna gramatikal: jika mengajak bayi kondangan, harus dimintakan bunga

pengantin, supaya tidak diikuti setan.

Makna kultural: ada gugon tuhon yang mengatakan bahwa kalau membawa bayi

ke kondangan, maka ia harus dimintakan bunga yang dipakai oleh pengantin,

biasanya bunga tersebut berupa bunga melati. Lalu bunga tersebut dilumatkan dan

dioleskan (bahasa Jawa: dipupukke) pada ubun-ubun bayi. Hal ini dilakukan agar

si bayi tidak diikuti oleh sawan yang dipakai oleh si dukun pengantin. Biasanya

dalam acara mantenan Jawa, dukun manten yang mengampu acara melakukan

ritual-ritual untuk meminta bantuan roh-roh agar acara selametan pengantin ini

berjalan lancar.

Seorang informan mengatakan : Ya kembang utawa wedhake. Kembang kena,

wedhake ya kena. Wedhake ya di wedhakke raine. Kembange dokokne neng

kuping, gulu, karo sikil barang, ya mbun-mbunan barang. Wedhaka ya nggon

mbun-mbunan barang. Jenenge nggo nolak sawan, ben ora kena sawan manten.

„Ya bunga atau bedaknya. Bunga boleh, bedak juga boleh. Bedakknya ya

Page 108: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dibedakkan di mukanya. Bunganya diberikan di telinga, leher, dan kaki juga, ya

ubun-ubun juga. Bedakpun ya di ubun-ubun juga. Namanya untuk menolak

sawan, agar tidak terkena sawan manten‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada

tanggal 5 Januari 2011).

(6) Yen tilik bayi kudu dijalukne bedhak bayi.

Makna gramatikal: jika menjenguk bayi, harus dimintakan bedak bayi.

Makna kultural: setelah bayi lahir, biasanya para sanak saudara dan tetangga

datang ke rumah untuk menjenguknya. Kebiasaan dari masyarakat Jawa bahwa

jika datang menjenguk bayi yang baru lahir, kalau yang datang menjenguk

membawa bayi atau anak kecil, maka mereka harus dimintakan bedak dari bayi

yang baru lahir tersebut. Bedak itu dioleskan ke muka, telinga, ubun-ubun, tangan

dan kaki „penjenguk kecil‟ tersebut. Hal ini dilakukan dengan harapan mereka

yang mendapat bedak ini dijauhkan dari sawan dan tidak menangis terus seperti

bayi yang baru lahir tersebut.

Informasi yang diberikan oleh seorang nara sumber: Bocahe ben ora rewel

wae. Ora rewel kaya bayine mau terus ngko nek njalukke wedhake, diwedhakke

raine, mbun-mbunane, nggon awake. O ya, gen ketularan nduwe bayi. „Anaknya

agar tidak rewel terus. Tidak rewel seperti bayi tadi terus kalau dimintakan

bedaknya. Dibedakkan di mukanya, ubun-ubunnya, di mukanya. O ya, biar

„ketularan‟ punya bayi (jika ibu yang belum pernah punya anak yang meminta

bedak tersebut).‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari 2011).

Page 109: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sedangkan untuk para ibu yang belum hamil, meminta bedak bayi ini

diharapkan agar ia segera „ketularan‟ untuk mendapat momongan juga.

(7) Ora ilok bayi dijak ngaca.

Makna gramatikal: tidak baik bayi diajak mengaca.

Makna kultural: menurut orang Jawa, bayi tidak boleh diberi kaca atau diajak

mengaca atau melihat bayangannya di kaca, karena dikhawatirkan jika melihat air

ia akan mengikuti bayangannya itu. Orang Jawa mempercayai hal ini karena pada

jaman dahulu tidak ada kamar mandi di dalam rumah, biasanya mereka mandi di

sungai. Untuk anak kecil, sungai bisa serupa lautan karena ia tidak punya daya

jika terhanyut.

Seorang informan memberi pendapat : Dijak ngaca. Bocah kuwi nek dijak

ngaca, weruh bayangane dhewe to Nok? Hla ngko nek weruh banyu kempyar-

kempyar ngono bocah ngaca kuwi arep nututi bayangane nyemplung nyang

nggon banyu, mulane cah cilik ora entuk sok diajak ngaca. „Diajak mengaca.

Anak itu kalau diajak mengaca, lihat bayangannya sendiri kan, nak? Lha nanti

kalau melihat air yang memantulkan bayangan begitu anak mengaca itu mau

mengikuti bayangannya masuk ke dalam air, makanya anak kecil tidak boleh

diajak mengaca‟ (Wawancara dengan mbah Ngat pada tanggal 11 Mei 2010).

Masyarakat lain memberi pendapat jika bayi tidak boleh diajak berkaca agar

„pengasuh‟ si bayi, yaitu ‟saudara‟ yang menjaganya tidak takut ketika melihat

bayangannya sendiri di cermin. Ia mengatakan: Ora ilok, ngko ndhak wedi

Page 110: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

bayangane dhewe. Wedi ki sok girap-girapen mergane sing momong jabang

bayine kuwi mau, kan jabang bayi ki ana sing momong, carane ki ana sing njaga.

Sing wedi ki sing njaga. „Tidak pantas, nanti bisa takut bayangannya sendiri.

Takut itu terkadang terkejut-kejut karena yang mengasuh bayinya tadi, kan bayi

ada yang „mengasuh‟, istilahnya ada yang „menjaga‟. Yang takut itu yang

menjaga‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari 2011).

(8) Ora ilok bayi dilem.

Makna gramatikal: tidak pantas bayi dipuji.

Makna kultural: seorang bayi tidak boleh dipuji karena dikhawatirkan nanti kelak

ketika ia besar, maka ia akan sombong dan tinggi hati karena semasa kecil ia

terbiasa tahu bahwa dia mempunyai segalanya. Maka biasanya orang tua Jawa

melakukan hal yang sebaliknya, mereka mengatakan “elek elek dhewe bayine”

„bayinya paling jelek‟, hal itu dilakukan agar si anak selalu merasa bahwa ia tidak

mempunyai apa-apa sehingga ia akan selalu rendah hati.

Informasi yang didapatkan dari seorang nara sumber: Ki memang nek wong

mbiyen kuwi ora entuk bayi dilem-lem. Ngko nek dilem-lem ki kadhang sok bocah

ngko nek gedhene dadi kaya bombongan. Kaya wes bagus-bagus dhewe, kaya wes

apik-apik dhewe ngono kuwi. „Itu memang kalau orang jaman dahulu itu tidak

boleh dipuji-puji. Nanti kalau dipuji-puji itu terkadang anak nanti kalau sudah

besar seperti terbentuk menjadi sombong. Seperti sudah paling ganteng, paling

baik begitu lho.‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari 2011).

Page 111: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gugon tuhon ini menjadi salah satu pendidikan etika pengasuhan anak, untuk

membentuk kepribadian yang baik. Caranya dalah dengan tidak meninggikan hati

anak tersebut dari semenjak dia bayi. Sesuai dengan kepribadia Jawa yang tidak

suka memamerkan apa yang dipunyainya, maka orang tua Jawa pun mendidik

anaknya dengan terbiasa untuk selalu rendah hati walaupun sebetulnya ia

memiliki sesuatu.

(9) Tangan bayi aja diambungi, ora ilok, mundhak gedhene njalukan.

Makna gramatikal: tangan bayi jangan diciumi, tidak pantas, nanti besarnya suka

meminta.

Makna kultural: masyarakat Jawa percaya jika semasa kecil si bayi sering diciumi

tangannya oleh orang tuanya, maka ketika besar ia akan menjadi delap, yaitu suka

meminta barang yang dimiliki oleh orang lain, padahal ia sendiri telah

memilikinya. Seperti yang dikatakan oleh seorang nara sumber: Delap. Tangan

bocah diambungi ngono kuwi ngko suk nek gedhe delap. Delap ki njalukkan,

mlilikan. Bena neng ngomah panganan turah sembarang ana ki, ning iri karo

kancane. „Delap. Tangan anak sering diciumi itu nantinya kalau sudah besar suka

meminta. Delap itu suka meminta, iri hati. Biarpun di rumah makanan tersisa,

semua ada itu, tetapi iri dengan teman-temannya‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi

pada tanggal 5 Januari 2011).

Maka biasanya jika ada yang menciumi seorang bayi, orang tua si bayi akan

melarang orang tersebut untuk melakukan hal itu, dengan dalih gugon tuhon

tersebut.

Page 112: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(10) Klambi bayi aja dikebutne, mundhak bayine kagetan.

Makna gramatikal: baju bayi jangan dikibaskan, nanti bayinya mudah terkejut.

Makna kultural: dalam hal merawat pakaian bayi, selain harus dimasukkan ketika

malam tiba, baju-baju bayi juga tidak boleh dikibaskan. Hal ini tidak boleh

dilakukan karena nanti si bayi bisa sering terkejut ketika mendengar suara yang

sangat pelan sekalipun (bahasa Jawa: girap-girap, kagetan). Seperti yang

dikatakan oleh seorang nara sumber: Ngko ndhak kagetan, girapen jarene. Apa

sithik ndhak girapen jenenge. Nek wong mbiyen ki ana loro, klambi dikebutne

karo bar lahir digebrak. Ning nek saiki klambi bayi ora oleh dikebutne. Nek

digebrak arang-arang. Nek digebrak mungkin sing nggebrak bidane. „Nanti

mudah terkejut (bayinya) girapen istilahnya. Ada sesuatu sedikit langsung

terkejut. Kalau orang dahulu itu ada dua, baju dikibaskan dan digebrak setelah

melahirkan. Tapi kalau sekarang baju bayi tidak boleh dikibaskan. Kalau digebrak

sudah jarang. Kalau digebrak mungkin yang melakukan bidannya‟ (Wawancara

dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari 2011).

Maka ketika mencuci, akan menjemur atau mengangkat jemuran, baju-baju

bayi tidak boleh dikibas-kibaskan. Lebih baik secara pelan-pelan dibersihkan

dengan tangan. Mengibaskan baju bayi tidak diperbolehkan mungkin jika kita

mengibaskan kain dan si bayi berada di dekat kita, maka si bayi akan terkejut

karena suara kibasan baju ini biasanya kuat dan tiba-tiba.

(11) Yen bayine nangis kena sawan, mbun-mbunane dipupuki dlingo bengle.

Page 113: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Makna gramatikal: jika bayinya menangis terkena roh halus, ubun-ubunnya

dioleskan dlingo bengle.

Makna kultural: jika seorang bayi menangis terus menerus dan bukan disebabkan

oleh lapar, haus atau sakit dan menurut orang Jawa menangisnya sambil menutup

mata serta tidak mengeluarkan air mata, maka hal itu adalah indikasi bahwa ia

sedang diganggu oleh roh halus yang membuatnya tidak berani melihat, sehingga

matanya selalu dipejamkan. Seperti halnya pengobatan dalam hal yang berkaitan

dengan hal gaib, maka dlingo bengle selalu digunakan dalam pengobatan ini.

Informasi yang dikatakan oleh seorang nara sumber:

Ya kuwi carane kuwi lelembut sing arep ngganggu bocahe kwi lunga.

Dadi tolak bala carane ki. Lha memang kuwi kan (dlingo bengle) gamane

wong mbiyen kan dlingo bengle tandurane. Jaman nenek moyange awak

dhewe. Dlingo bengle kan tidak untuk dimakan. Nek lempuyang, kunir

ngono kan untuk dimakan. Pembawaan dari jaman dahulu kala ki untuk

menolak bala.

„Ya istilahnya roh halus yang akan mengganggu si anak itu pergi. Jadi

istilahnya untuk tolak bala. Ya memang dlingo bengle itu kan senjatanya

ornga jaman dahulu. Jaman nenek moyang kita. Dlingo bengle kan tidak

untuk dimakan. Kalau lempuyang, kunyit begitu kan untuk dimakan.

Pembawaan dari jaman dahulu kala itu untuk menolak bala.‟

(Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari 2011).

(12) Ora ilok bayi dipunji, mundhak wani karo wong tuwane.

Page 114: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Makna gramatikal: tidak pantas bayi dipanggul, nanti berani dengan orang

tuanya.

Makna kultural: bayi tidak boleh dipanggul karena ketika dewasa kelak ia akan

berani melawan orang tuanya. Menurut masyarakat Jawa ketika seorang anak

„ditinggikan‟ (dengan dipanggul), maka berarti orang tua telah meninggikan status

seorang anak lebih dari dirinya sendiri. Seperti yang dikatakan oleh seorang

informan: Ora entuk dipunjui-punji, dekekne ndhuwure wong tuwa, dipunji ngono

kae ora entuk ngko ndak gedhene ra ngajeni wani karo wong tuwa. Nek cah cilik

ra entuk nek dipunji-punji ngono. „Tidak boleh dipanggul begitu, diletakkan di

atas orang tua. Dipanggul begitu tidak boleh nanti besarnya berani dengan orang

tua. Kalau anak kecil tidak boleh dipanggul-panggul begitu‟ (Wawancara dengan

ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari 2011).

Seorang anak yang sedang suka bermain hanya mengerti bahwa dipanggul

sangatlah menyenangkan. Biasanya jika menurutnya hal itu menyenangkan, maka

ia akan terus meminta tanpa dilarang. Orang tua hanya ingin membuat anaknya

senang, maka tanpa sadar orang tua terus menuruti keinginan anaknya daripada

melihat anaknya menangis. Hal inilah yang tanpa disadari telah mendidik anak

untuk menjadi manja dan berani dengan orang tuanya karena merasa ia selalu

dituruti oleh orang tuanya.

Tetapi memang memanggul seorang bayi sangat lemah dari segi keamanan.

Karena ketika kita memanggul bayi yang belum dapat menyeimbangkan

badannya sendiri, dan kita sedang tidak dalam posisi cekatan, ditambah lagi

Page 115: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

terlalu tinggi dari tanah, maka hal itu membahayakan jiwa si bayi. Badan bayi

yang masih „empuk‟ dan ringkih akan menanggung luka yang sangat berat jika

terjatuh dari tempat setinggi itu dibandingkan dengan orang dewasa yang jatuh

dari jarak yang sama. Oleh karena itu biasanya jika kita memanggul bayi kita,

biasanya orang tua kita akan langsung melarangnya.

(13) Yen wis wengi, klambi bayi kudu dilebokne, mundhak bayine nangis.

Makna gramatikal: jika sudah malam, baju bayi harus dimasukkan, nanti bayinya

menangis.

Makna kultural: ketika sudah beranjak malam, maka baju-baju bayi yang masih

berada di luar rumah harus segera dimasukkan ke dalam rumah. Kalau tidak

dimasukkan biasanya si bayi akan rewel. Sebagian masyarakat yang dimintai

keterangan mengatakan sebab bayinya rewel adalah karena bajunya yang berada

di luar dipakai mainan oleh sawan-sawan yang berkeliaran. Namun beberapa

masyarakat yang saya tanyai mengatakan kalau mereka menangis dikarenakan

mereka masuk angin karena semalaman bajunya terkena embun yang merasuk ke

dalam baju mereka hingga keesokan harinya. Embun ini membuat mereka masuk

angin karena merasa baju mereka anyep. Seperti yang dikatakan oleh seorang

informan: Cepet masuk anginan. Pakaian bayi ki ora entuk diisiske neng njaba

bengi bocah ndhak kerep masuk angin, kena pilek, watuk pilek ngono kwi. Kwi

marai ora apik. „Sering masuk angin. Pakaian bayi itu tidak boleh diangin-

anginkan di luar rumah saat malam, nanti anak sering masuk angin, kena pilek,

Page 116: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

batuk pilek begitu. Itu membuat tidak baik.‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada

tanggal 5 Januari 2011).

Maka ketika malam menjelang, baju-baju bayi harus segera „diamankan‟ ke

dalam rumah agar si bayi merasa nyaman memakai baju mereka ketika kering

nanti.

(14) Aja ngombe es.

Makna gramatikal: jangan minum es.

Makna kultural : seperti halnya orang tua yang perlu menjaga metabolisme

tubuhnya agar tetap baik, ibu menyusui yang mana semua yang dimakannya akan

dimakan juga oleh si bayi juga harus menjaga asupan makannya karena

metabolisme bayi masih belum sempurna. Maka ibu menyusui tidak boleh makan

sembarangan, salah satunya tidak diperbolehkan minum es.

Informan saya yang merupakan seorang bidan mengatakan : Terus, mimik es.

Ora entuk mimik es yen nyusoni ya memang iya, otomatis kan aire dingin bisa

nyebabkan pilek. „Lalu minum es. Tidak boleh minum es kalau menyusui ya

memang iya, otomatis kan airnya (ASI) dingin bisa menyebabkan pilek.‟

(Wawancara dengan ibu Suparmi pada tanggal 11 Mei 2010).

Sama dengan ibu hamil, biasanya es yang dibeli di warung terbuat dari air

mentah yang dapat membuat ibu menyusui menjadi pilek. Jika si ibu pilek,

otomatis si bayi yang daya tahan tubuhnya masih rentan pun akan ikut pilek.

Page 117: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Padahal jika si bayi yang pilek tentu akan sangat menyusahkan karena masih sulit

untuk mengatasi pernapasannya. Oleh karena itu sebaiknya ibu menyusui menjaga

asupan konsumsinya agar ibu dan bayi sama-sama sehat.

(15) Aja mangan pedhes, mundhak bayine ana wiji lomboke, yen ora lodhoken.

Makna gramatikal: jangan makan yang pedas-pedas, nanti bayinya kalau buang

air besar ada biji cabainya, atau kalau tidak matanya akan ada kotorannya.

Makna kultural : kepercayaan orang Jawa, jika si ibu memakan sesuatu yang

pedas, maka si bayi akan merasa kepedasan dan dalam kotorannya akan ada biji

cabainya. Seperti yang dikatakan oleh seorang nara sumber: Nek lagi menthili

maem pedhes ki kadhang ngko iso metu neng penthile, wiji lomboke ki mau. Dadi

marakke bocah rembesan. Dadi pancen kwi mau ra dientukke wong tuwa-tuwa

mbiyen. „Kalau sedang menyusui lalu makan makanan pedas itu kadang bisa

keluar lewat ASInya, biji cabainya itu tadi. Jadi membuat anak selalu

mengeluarkan kotoran mata (bahasa Jawa: lodokan). Jadi memang hal itu tadi

tidak diperbolehkan orang tua-orang tua jaman dahulu.‟ (Wawancara dengan ibu

Sarmi pada tanggal 5 januari 2011).

Sebetulnya biji cabai yang dimaksud adalah kotoran pada umumnya yang

sekilas berbentuk seperti cabai. Tetapi secara medis jika si ibu memakan sesuatu

yang pedas apalagi yang sangat pedas, maka pencernaan si ibu akan terganggu.

Jika kesehatan ibu terganggu, maka sedikit banyak hal ini akan mempengaruhi

Page 118: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dalam mengasuh si bayi. Seorang pakar dalam ilmu teknologi pangan

mengatakan:

Sebenarnya cita rasa pedas yang dikonsumsi ibu menyusui tidak

berdampak secara langsung kepada bayi. Namun sebaiknya memang

dibatasi makanan yang terlalu merangsang, sebab akan berpengaruh pada

kestabilan kesehatan ibu. (Hindah J Muaris dkk. 2005: 144).

Menurut ahli medis, sebetulnya memakan sesuatu itu tidak dilarang, namun

dalam jumlah yang semestinya. Tidak boleh berlebih-lebihan karena hal itu pasti

akan berdampak tidak baik untuk kesehatan.

(16) Aja mangan sing panas-panas.

Makna gramatikal: jangan makan sesuatu yang panas.

Makna kultural: salah satu gugon tuhon orang tua Jawa jaman dahulu adalah tidak

duperkenankan mengkonsumsi makanan yang masih panas karena akan membuat

si bayi sakit pada mulutnya, seperti sariawan. Seorang informan mengatakan: Nek

nyusoni ngombe panas-panas ki kan ngko banyune susu otomatis dadi panas,

ngko neng pencernaane bayi dadi ora apik. Sering sariawan juga bisa. „Kalau

menyusui minum (atau makan) sesuatu yang panas-panas itu kan nanti ASInya

otomatis jadi panas, nanti pada pencernaan bayi tidak baik. Sering sariawan juga

bisa.‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari 2011).

Page 119: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ibu menyusui tidak diperkenankan memakan sesuatu yang masih panas karena

dipercaya nantinya menyebabkan si anak sariawan karena meminum ASI yang

terlalu panas untuknya. Sedangkan jika sampai di pencernaan, akan membuat

metabolisme anak terganggu.

Jika ditelaah lebih lanjut, kalau kita memakan sesuatu yang masih panaspun

tidak baik bagi kesehatan kita. Selain mengganggu metabolisme ibu, meminum

seseuatu yang terlalu panas akan membuat lidah si ibu sariawan (bahasa Jawa:

kecanthang). Jika kesehatan ibu terganggu, maka dalam menjaga asupan gizinya

pun ia tidak akan maksimal.

(17) Bubar nglairke, yen adus gebyur wuwung.

Makna gramatikal: setelah melahirkan, kalau mandi matanya diguyur.

Makna kultural: gebyur wuwung adalah mengguyur matanya langsung dengan air

dengan keadaan mata terbuka lebar. Menurut mereka ada bahnyak manfaat dari

cara mandi ini seperti yang diungkapkan oleh ibu Sarmi: Nek bar nglairke kudu

gebyur wuwung. Gen padhang mripate. Gen geteh putihe gen aja munggah neng

mripat awak dhewe ben ora cepet lamur. ‟ Kalau setelah melahirkan harus gebyur

wuwung. Agar terang matanya. Biar darah putihnya tidak naik ke mata kita, agar

tidak cepat lamur matanya.‟ (Wawanvcara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5

Januari 2011).

Hal ini dianjurkan oleh orang tua Jawa karena dipercaya dapat membuat darah

putih (yang biasanya naik ke mata setelah seorang wanita melahirkan) tidak jadi

Page 120: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

naik ke mata. Darah putih ini akan membuat ibu yang habis melahirkan selalu

awas matanya sampai tua. Selain itu hal ini dilakukan agar wanita yang lelah

sehabis melahirkan selalu segar dan tidak mengantuk ketika saatnya mengasuh

bayi.

(18) Yen mbanjeli sasi, bayi mundhak akale. Biasane lara karo mencret, ngentheng-

enthengi.

Makna gramatikal: jika bulan ganjil, bayi meningkat akalnya. Biasanya sakit dan

diare, meringankan.

Makna kultural: ada kepercayaan yang mengatakan jika seorang bayi akan

bertambah akalnya pada saat berumur bulan ganjil hal ini ditandai dengan si bayi

yang sakit tetapi tidak lama. Keterangan dari seorang informan mengatakan:

Mbanjeli ki ya telung sasi sangang sasi kan ganjil, kuwi arep mundhak akale.

Nek arep mundhak akale ki mesti bocahe mencret tur mambune arum ngono lho,

tapi nek masuk angin ambune amis. Nek mbanjeli sasi ambune biasa tapi

mencret. „Mbanjeli (mengganjili bulan) itu ya tiga bulan sembilan bulan itu kan

ganjil, itu mau bertambah akalnya. Kalau mau bertambah akal itu pasti anaknya

daire tetapi baunya harum begitu lho, tapi kalau masuk angin baunya amis. Kalau

mbanjeli sasi baunya biasa tetapi diare.‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada

tanggal 5 Januari 2011).

Secara logis hal ini tidak memungkinkan untuk terjadi, mengapa penambahan

daya nalar bayi terjadi setiap bulan ganjil dan disertai bayi menjadi diare dan

Page 121: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sakit. Namun masyarakat Jawa mempercayai hal ini dan menurut mereka memang

betul setiap bulan ganjil bayi mereka sakit yang bukan disebakan oleh suatu

penyakit. Cara mereka mendeteksi sakit yang disebabkan oleh kuman atau karena

mereka akan bertambah akal, adalah jika diare si bayi tidak berbau busuk. Baunya

khas bayi. Jika hal ini tetjadi maka biasanya sakitnya tidak akan lama dan setelah

si bayi sembuh, ia akan bisa melakukan suatu hal yang baru. Entah itu tengkurap,

merangkak, berjalan, berbicara, atau hal yang lainnya.

(19) Yen nginep neng panggon adoh, aja lali nggawa lemah saka batire. Didokokne

ngisor kasur, ben bayine betah.

Makna gramatikal: jika menginap di tempat jauh, jangan lupa membawa tanah

dari tempat mengubur ari-arinya. Ditaruh di bawah ranjang, supaya si bayi

kerasan.

Makna kultural: ketika seorang bayi akan diajak bepergian yang jauh dari

rumahnya dan dalam kurun waktu yang lama. Biasanya orang tua Jawa akan

mengambil tanah dari tempat dikuburnya ari-ari si bayi, untuk kemudian

dimasukkan ke dalam plastik dan ketika sudah sampai di tempat tujuan, plastik

berisi tanah tersebut akan diletakkan di bawah tempat tidur si bayi di bagian

bawah kepalanya. Keterangan dari seorang informan: Ya bocahe yen lelunga ya

gen kerasan. Ora nangis wae, dadi bocahe nek diejak neng ndi-ndi ra

kemrungsung ngejak bali, nek nggo lemah batir neng ndi-ndi. Ya ra ketung sithik

kuwi nggawa. Lha bocah kan padha wae tanahe digawa, lemah klahirane, sing

momong ya digawa. „Ya kalau bepergian ya biar kerasan. Tidak nangis terus, jadi

Page 122: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

anaknya kalau diajak ke mana-mana tidak tergesa-gesa mengajak pulang, kalau

membawa tanah batir kemana-mana. Ya walaupun cuma sedikit itu membawa.

Anak kan sama saja tanahnya dibawa, tanah kelahirannya, yang „mengasuh‟ juga

dibawa‟ (Wawancara dengan ibu sarmi pada tanggal 5 januari 2011).

Hal ini dipercaya dapat membuat si bayi betah berada di tempat yang jauh dari

kampung halamannya tersebut karena ia membawa serta tanah kelahirannya. Dan

lagipula dengan membawa tanah tersebut berarti ia telah membawa ‟saudara

pengasuhnya‟ untuk turut serta bersamanya.

Selain itu mengajarkan kelak ketika ia dewasa ia akan terus mengenang tanah

kelahirannya, tanah Jawa yang memberinya kehidupan seperti sekrang. Tradisi ini

dapat menjadi semacam pendidikan nasionalisme dini untuk anak agar

mengahargai dan mengingat leluhurnya.

(20) Pupak puser disimpen, mengko yen gedhe isa dinggo obat yen bayine lara.

Makna gramatikal: tali pusar yang sudah lepas disimpan, nanti kalau besar bisa

dipakai untuk obat kalau bayinya sakit.

Makna kultural: masyarakat Jawa percaya bahwa seseorang bisa mengobati

dirinya sendiri. Ketika ia sedang sakit maka ia bisa mengandalkan dirinya sendiri

untuk menyembuhkannya. Caranya adalah dengan meminum air rendaman tali

pusarnya sendiri yang telah terlepas ketika masih bayi. Pupak puser ini direndam

di dalam air panas, lalu langsung diminum untuk menyembuhkan penyakitnya.

Seperti yang dikatakan oleh seorang nara sumber: Umpama disinggahi,

Page 123: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

diprimpenke, misale nek meh arep mbok kanggokke ngompres, kuwi dikumke

pusere kuwi mau, dikeki godhong dhadhap serep dinggo ngompres, umpama

panas ora sida panas. Ngurangi ngono lho. „Kalau disimpan dengan baik,

misalnya kalau mau dipakai mengompres, itu direndamkan pisarnya itu tadi,

diberi daun dadap serep dipakai mengompres, seumpama panas tidak jadi panas.

Mengurangi begitu lho.‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari

2011).

Sedangkan cara lain yang dilakukan oleh masyarakat Jawa adalah:

Kethokane puser ta? Kuwi disimpen kena, mbok untal kena. Mbok pangan

nil karo gedhang. Kuwi ngko nek bocahe panas apa nganu ki carane kowe

ngidoni bocahmu, bocahmu wis anyep. Nek disimpen, kan sok-sok ya lali,

ilang. Kuwi umpamane garing. Ngko nek bocahe panas, misale ya laralah,

kuwi dikum. Dikum trus dikompresake. Dikompresake, ngge ngompres.

Ning aku mbiyen tak kon mangan pakne. Ya aku ra tegel. Sok-sok ndhisik

nek panas pa wetenge lara gur diidoni pakne, diklaras alhamdulilah

paringane mari. Tekan sak yahene dadi jaka kuwi. Kuwi ya aja sampek

ilang. Umpamane kon mangan bapake ra papa ibue ra papa. Ya kena

ngge conto tenan, Wahid ki mbiyen ya. Nggur nek lara sitik ngono lara

weteng, apa apa ngono ki diparak mbek pakne, diidoni.

„Potongan ari-ari kan? Itu disipan boleh, kamu telan juga boleh. Kamu

telan dengan pisang. Itu nanti kalau anaknya panas atau apa, caranya nanti

kamu ludahi, anakmu langsung dingin(sembuh). Kalau dismpan kan

terkadang hilang, lupa. Itu kalau kering. Nanti kalau anaknya panas,

misalnya ya sakitlah itu nanti direndam. Direndam lalu dikompreskan.

Kalau saya dulu saya suruh makan bapaknya, saya tidak berani. Terkadang

dahulu kalau panas atau sakit perutnya hanya diludahi bapaknya, diusap,

alhamdulillah diberi selamat. Samapi sekarang menjadi perjaka itu. Itu ya

jangan sampai hilang. Seumpama disuruh makan bapaknya tidak apa-apa,

Page 124: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ibunya juga tidak apa-apa. Ya betul-betul bisa jadi contoh, Wahid itu dulu

juga begitu. Kalau cuma sakit sedikit, sakit perut atau apa begitu datang

kepada bapaknya, diludahi‟ (Wawancara dengan ibu Ru pada tanggal 11

Mei 2010).

Itulah sebabnya orang tua Jawa selalu menyimpan pupak puser ini agar tidak

sampai hilang. Cara menyimpannya pun tidak boleh sembarangan. Setelah

dikeringkan, pupak puser disimpan didalam plastik atau dibungkus di dalam kain

dan disertakan dlingo bengle di dalamnya. Pupak puser ini dijaga jangan sampai

dimakan oleh binatang-binatang.

Ada lagi cara masyarakat menggunakan pupak puser ini sebagai sarana untuk

penyembuhan, yaitu dengan menelankan sendiri benda ini kepada si bayi, agar

ketika dewasa ia bisa mengoleskan liurnya untuk mengobati sakit atau lukanya.

(21) Wiwit bayi lair ceprot, aja lali neng kasure didokoki dlingo, bengle, sisir, kaca,

gunting, karo seblak kanggo tolak bala.

Makna gramatikal: dari bayi lahir, jangan lupa di ranjang ditaruh dlingo, bengle,

sisir, kaca, gunting, dan sapu lidi untuk menolak bala.

Makna kultural: selepas melahirkan, disamping tempat tidur bayi harus diletakkan

beberapa benda. Terkadang beberapa masyarakat yang saya tanyai memberikan

keterangan berbeda. Pun tentang maknanya, ada beberapa perbedaan malah ada

yang tidak mengetahui maknanya. Namun sebagian besar menjawab benda wajib

yang harus ada adalah dlingo bengle. Rempah sejenis kunyit dan kencur ini

Page 125: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

menjadi salah satu senjata para ibu untuk tolak bala yang berhubungan dengan

bayi. Menurut mereka, bau dlingo dan bengle yang sangit tidak akan disukai para

makhluk halus. Sedangkan kaca dimaksudkan nanti jika si setan berniat

mengganggu lalu melihat bayangannya sendiri, ia akan takut (itulah mengapa

kacanya tidak boleh diletakkan tertelungkup). Sisir dan gunting dimaksudkan

sebagai senjata jika alat-alat tadi tidak mempan, maka kedua benda ini akan

menyakiti mereka. Sedangkan seblak (kelud bahasa Jawa, atau sapu lidi yang

digunakan untuk membersihkan tempat tidur, bukan untuk meyapu)

menyimbolkan bahwa kakek nenek buyut si bayi yang sudah meninggal akan

turut menjaga si bayi dari gangguan-gangguan makhluk halus. Seorang informan

memberikan keterangan:

Kuwi mergo demi keamanan ya kuwi mau, bocah gen ra di ganggu gawe

karo barang sing ora ketok. Goi peso, ngilon, jongkat ngono ki ya ngono

mau, barang lelembut sing arep nggodha, carane bocahe ngko isa muring

isa apa ki wis dijaga karo kuwi mau. Ngilon kuwi carane bayangane

ketok, carane lelembut wis wedi sek. Wis ketok bayangane sik jarene, trus

ketok. Umpamane awak dhewe ora weruh, neng kaca kan ketok ya. Kono

arep nganu wae carane neng super market goi kaca, goi emas nek wong

arep nyolong kan ketok sek. Carane ngono nganggo tolak bala. Lha ya

kuwi gunting ya cara peso, gunting ya eneng peso ki wedi cara lelembut

ki wedi. Nek cara wong mantu wae, wong mantu kae nggon dhuit kae ta

kan dokoki jongkat, dokoki kaca, doko‟i bawang lanang ki kanggo tolak

bala, carane tuyul, setan kae mara njupuk dhit wis ra wani. Jarene.

Itu karena demi keamanan ya itu tadi, agar anaknya tidak diganggu

makhluk halus. Diberi pisau, cermin, sisir begitu itu ya itu tadi, makhluk

halus yang mau menggoda, istilahnya anak menjadi rewel, itu tadi sudah

dijaga benda-benda tadi. Cermin itu kalau bayangannya terlihat, lelembut

sudah takut dulu. Sudah terlihat bayangannya dulu katanya, trus terlihat.

Page 126: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Seumpamanya kita tidak bisa melihat, di kaca kan kelihatan. Dia mau

mengganggu saja, seperti di supermarket kan diberi kaca, di took emas

juga, kalau orang mau mencuri kan terlihat duluan. Cara begitu itu untuk

tolak bala. Lha ya itu gunting, pisau itu membuat lelembut takut. Kalau

orang mantu saja, di dalam kenclen (tempat menyimpan sumbangan) itu

kan diberi sisir, kaca, bawang, itu untuk menolak bala, tuyul setan itu

kalau mengambil uang tidak berani. Katanya.

(Wawancara dengan ibu Ru pada tanggal 11 Mei 2010).

Dalam buku Serat Babad Ila-ila yang mengisahkan tentang sejarah ila-ila

(nasihat) Dewi Sri untuk orang yang mempunyai bayi adalah untuk selalu

menyediakan sesaji untuk tolak bala. Sesaji yang disebut beberapakali itu antara

lain sirih, kaca, kemucing, sapu, dlingo, bengle, tempat sirih, kapur, dan kelud.

Selain itu pelita dalam kamar si bayi tidak boleh padam jika malam, dan ayah si

bayi harus terus berjaga semalaman.

(22) Bocah yen wis jeblok pisan ora bakal mandhek nganti ping pitu.

Makna gramatikal: anak kalau sudah jatuh sekali tidak akan berhenti sampai tujuh

kali.

Makna kultural: adalah suatu keharusan untuk mengasuh anak dengan hati-hati.

Namun terkadang ada kalanya kita lalai. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa,

ketika si bayi sudah pernah jatuh sekali, maka ia tidak akan berhenti terjatuh

hingga tujuh kali. Seperti yang dikatakan oleh nara sumber: Tuman. Nek

Page 127: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

keglundhung ya keglundhung terus. Nek durung ping pitu durung mandhek. Nek

wong mbiyen keglundhung pisan langsung gebyur banyu nggone le tiba kuwi

mau. Nek wong mbiyen. Ya ben aja tiba meneh karepe. „Kebiasaan. Kalau jatuh

ya jatuh terus. Kalau belum tujuh kali belum berhenti. Kalau orang jaman dahulu

jatuh sekali langsung diguyur air tempatnya jatuh tadi. Kalau orang jaman dulu.

Ya biar tidak jatuh lagi maksudnya‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal

5 Januari 2011).

Biasanya yang dimaksud dengan „jatuh‟ pada konteks ini adalah jatuh ketika

tertidur atau berada di sutu tempat yang agak tinggi (dari kursi, meja, mainan,

kasur atau dalam gendongan), tetapi bukan ketika ia sedang belajar berjalan.

Untuk mengatasi agar si anak tidak terjatuh lagi dan lagi, biasanya tempat di mana

si anak terjatuh akan disiram dengan air. Cara ini dilakukan karena menurut

mereka tempat itu „panas‟, makanya si anak terjatuh di tempat tersebut.

(23) Kuku karo rambut bayi ora oleh dikethok sak durunge bayi umur 40 dina.

Makna gramatikal: kuku dan rambut bayi tidak boleh dipotong sebelum bayi

berumur empat puluh hari.

Makna kultural: setelah bayi lahir, biasanya ia akan dikenakan sarung tangan dan

sarung kaki berbentuk bulat. Hal ini dilakukan selain untuk menghangatkan

tangan dan kaki bayi, juga agar kuku bayi tidak melukai kulitnya sendiri jika

tanpa sadar tercakar. Karena sebelum empat puluh hari kuku dan rambut bayi

tidak diperbolehkan untuk dipotong ataupun dicukur. Setelah selametan

Page 128: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

selapanan, barulah rambut bayi dicukur oleh si dukun bayi. Rambut ini kemudian

dikubur di batir, atau jika menggunakan cara Islam boleh juga ditimbang untuk

kemudian dihargai seharga emas dan uangnya dipakai untuk bersedekah.

Masyarakat yang lain mengatakan: Ya kuwi kudune sing ngethok ya pak

mudin ya sok sapa. Bocah kan isih empuk. Lantarane kuku kan ya durung wani,

ijeh mesakake. Iku ra eneng apa-apane. Ra eneng efeke apa-apa, carane ngene-

ngene ora eneng. Ya mung kuku kan carane wis atos, dadine wis wani. „Ya itu

harusnya yang memotong pak modin atau siapa. Bayi kan masih empuk. Karena

kuku kan belum berani, kasian. Itu tidak ada apa-apanya. Tidak ada efek apa-apa,

caranya begini-begini tidak ada. Ya cuma kalau kuku nanti sudah keras, jadinya

sudah berani‟ (Wawancara dengan ibu Ru pada tanggal 11 Mei 2010).

(24) Kethokan kuku karo rambut bayi ora oleh dibuwang sak enggon-nggon.

Makna gramatikal: potongan kuku dan rambut bayi tidak boleh dibuang di

sembarang tempat.

Makna kultural: setelah berumur empat puluh hari, barulah kuku dan rambut bayi

boleh dipotong. Namun potongan kuku dan rambut ini tidak boleh dibuang di

sembarang tempat. Benda-benda ini harus dibuang di mana tembuni si bayi

dikubur. Hal ini dilakukan agar apapun yang terlepas dari si bayi dapat menyatu

bersama-sama. Seperti yang dikatakan oleh seorang informan: Dokokke ari-ari.

Nggon batire kuwi mau. Carane nek ana apa-apa ben menyatu karo batire kuwi

mau. Rambut karo kuku kuwi mau. „Ditaruh di tempat mengubur ari-ari. Istilahnya

Page 129: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kalau ada apa-apa biar menyatu dengan tempat mengubur ari-arinya tadi. Rambut

dan kukunya tadi‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari 2011).

Sedangkan masyarakat lain mengatakan: Kuwi ya ben dadi siji, bocah paringi

tentrem, ayem, lerep, dadi bocah sing soleh solehah. „Itu ya agar menjadi satu,

anak diberi ketentraman, ketenangan, menjadi anak yang soleh solehah‟

(Wawancara dengan ibu Ru pada tanggal 11 Mei 2010).

(25) Turahan ASI kudu dibuwang neng batir.

Makna gramatikal: sisa ASI harus dibuang di tempat mengubur ari-ari.

Makna kultural: pada sebagian ibu yang produksi ASInya baik, biasanya setelah

melahirkan, ASI sampai mengucur deras dan tidak sempat diminum oleh si bayi.

Agar payudara tidak bengkak, ASI harus dipompa keluar. Sisa ASI yang tidak

terminum oleh si bayi ini tidak boleh dibuang sembarangan. Sisa ASI ini harus

dibuang di tempat di mana tembuni bayi dikubur. Hal ini dilakukan agar ASI ibu

tidak terminum oleh hewan-hewan seperti tikus atau anjing yang tidak sengaja

menemukan sisa ASI ini. Seperti yang dikatakan oleh seorang nara sumber: Ya

ben anu, ben ra ngelak terus. Bocahe dadine ben ayem tentrem. Banyu susu mau

ta, dibwuak neng batir, nek dibuang saenggon-enggon didilati kewan-kewan,

misale kaya asu, kaya kirik ngono kuwi ta. „Ya biar tidak haus terus. Anaknya

jadinya biar tenang tenteram. Air susu tadi kan, dibuang di tempat mengubur ari-

ari, kalau dibuang di sembarang tempat nanti dijilati hewan-hewan, misalnya

seperti anjing begitu itu‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari

2011).

Page 130: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(26) Bayi gek ntes lair kudu digebrak ping telu supayane ora kagetan.

Makna gramatikal: bayi baru lahir harus diberi suara gebrak agar tidak kagetan.

Makna kultural: dalam tradisi Jawa, sesaat setelah bayi lahir ia harus diberi

„kejutan‟ agar sesudahnya ia terbiasa dan tidak mudah terkejut oleh suara yang

pelan. Maka sesaat setelah lahir orang tuanya biasanya membuat suara agak keras

dengan menggebrak tempat tidur di sebelah telinga si bayi sebanyak tiga kali.

Seorang nara sumber mengatakan: Ben ra kagetan memang kudu digebrak.

Kagetan ki misale nek ana apa-apa sitik langsung teng gregap. Glagepan terus.

„Agar tidak mudah terkejut memang harus diberi suara agak keras. Mudah

terkejut itu misalnya kalau ada apa-apa langsung tergopoh-gopoh‟ (Wawancara

dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari 2011).

(27) Aja disusoni penthil kopong, ora ilok. Mundhak gedhene sombong.

Makna gramatikal: jangan disusui payudara yang tidak ada ASI nya, tidak pantas.

Nanti besarnya sombong.

Makna kultural: terkadang ibu si bayi tidak bisa menjaga si bayi sendirian

dikarenakan ada kepentingan. Lalu biasanya si bayi ditipkan oleh neneknya atau

sanak saudaranya yang lain. Dan ketika ditinggal ini tidak jarang si bayi menangis

mencari ibunya. Untuk mendiamkannya, terkadang si nenek atau sanak

saudaranya menyusui si bayi dengan payudara yang tidak ada ASInya karena

memang mereka tidak habis melahirkan. Inilah yang dinamakan penthil kopong,

yaitu payudara yang tidak berisi ASI. Hal ini tidak ilok dilakukan karena akan

Page 131: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

membuat bayi tumbuh menjadi anak yang sombong karena diberi sesuatu yang

kopong (bahasa Jawa: digabuk). Seperti yang dikatakan oleh seorang nara

sumber:

Bocah ngko nek gede ndak sombong. Sombong ki tidak ada kenyataan ki

tapi dibilange kaya wis nduwe ngono lho. Kan jenenge penthil kosong,

botol kosong ki ya ndak boleh diminumke. Ngko ndak bocahe gede ndak

sombong. Jenenge digabuk. Nek wong Jawa jenenge digabug. Digabug ki

carane ra ono buktine tapi diomongke sak nyatane „aku nduwe mobil‟ tapi

nyatane kan ora.

„Anak itu nanti besarnya sombong. Sombong itu tidak ada kenyataannya

tetapi dikatakan sudah punya. Kan namanya penthil kopong, botol kosong

itu juga tidak boleh diminumkan. Nanti kalau besar anaknya sombong.

Namanya digabuk. Kalau orang Jawa disebut digabuk. Digabuk itu tidak

ada buktinya tetapi dikatakan sebetulnya „saya punya mobil‟, tetapi

kenyataannya kan tidak‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5

Januari 2011).

Dalam pembentukan kepribadian anak, ketika si anak terbiasa diberi sesuatu

yang sebetulnya tidak ada hal itu akan membuat ia menjadi anak yang

berkepribadian merasa mempunyai sesuatu padahal ia tahu hal itu tidak ia miliki.

Maka anak harus dididik untuk menerima sesuatu apa adanya sedari dini.

(28) Sak umpamane lagi nggendong bayi banjur bayine jeblok, jarik sing dinggo

nggendong kudu langsung disuwek kanggo buwang sengkala.

Page 132: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Makna gramatikal: seumpama sedang menggendong bayi lalu bayinya jatuh,

selendang yang dipakai menggendong harus langsung disobek untuk membuang

keburukan.

Makna kultural: biasanya kita menggendong anak kita dengan selendang agar

tidak mudah terlepas. Namun adakalanya orang lalai hingga membuat si bayi

terjatuh. Menurut salah seorang informan, jika hal ini terjadi maka si anak tidak

akan selamat dalam artian akan meninggal entah dalam waktu singkat atau

berselang tahun setelah ia sakit-sakitan (bahkan informan tersebut pada mulanya

enggan menceritakan hal ini karena ia khawatir hal ini akan nyawani, membawa

pengaruh buruk).

Jika hal ini terjadi, salah seorang informan memberitahukan agar si ibu

menyobek selendang yang dipakai ketika si anak terjatuh tersebut untuk

membuang sial yang ditimbulkan oleh selendang tersebut. Karena jika tidak

disobek dikhawatirkan si bayi akan terjatuh kembali jika digendong dengan

selendang tersebut, bahkan akan menyebabkan si bayi meninggal. Ia mengatakan:

Disowek, ya carane ki seumpama bayine tiba, yen disowek ki supaya

bayine kuwi paringi selamet neng ati, ki kaya ngono yen konangan. Tapi

yen ra konangan bocahe ndhak ra paringi selamet. Mbuh jenenge selamet

kuwi tiba pa ra nana. Dadi nek seumpama reti golekne peso apa langsung

diwek, mbok ra ketung kwi ngko di sambung meneh, mboka jarike anyar.

„Disobek, ya seumpama bayinya jatuh, kalau disobek itu supaya bayinya

itu diberi keselamatan, itu seperti itu kalau ketahuan. Tetapi kalau tidak

ketahuan nanti anaknya tidak diberi keselamatan. Entah keselamatan itu

jatuh atau tidak ada (meninggal). Jadi kalau seumpamanya tahu,

Page 133: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

carikanlah pisau atau langsung disobek, walaupun nanti disambung lagi,

walauoun selendangnya baru‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal

5 Januari 2011).

Menurut kepercayaan orang Jawa, jika seorang anak terjatuh dari gendongan

ketika menggunakan selendang, maka biasnya akibatnya akan fatal. Secara logis

hal itu masuk akal karena ketika terjatuh dari selendang, biasanya posisi bayi

sedang duduk. Padahal tulang belakang merupakan pusat saraf dari seluruh tubuh.

Sedangkan masyarakat lain yang mematuhi cara Jawa mengatakan: “Aku wes

tau ya, nggendong adhiku. Ya aku ra ngerti ning aja kuwi. Bocah midun saka

gendongan kuwi sok okeh-okeh ora keno ditututi. Akhire ki lara, mboh sesasi apa

setahun. Dadine aja sampek, pokoke diati-ati.” „Saya sudah pernah ya

menggendong adik saya. Ya saya tidak tau tetapi jangan itu. Anak turun (ia

menghaluskan kata „jatuh‟) dari gendongan itu kebanyakan tidak dapat diikuti

(nyawanya). Akhirnya nanti sakit, entah sebulan atau setahun kemudian.

Pokoknya hati-hati, jangan sampai‟ (Wawancara dengan ibu Ru pada tanggal 11

Mei 2010).

Hal ini menandakan bahwa pada orang yang percaya dan pernah

mengalaminya langsung, kejadian ini sangatlah mengerikan. Maka dalam

mengasuh bayi yang masih sangat aktif dan pergerakannya sulit diprediksikan

orang tua harus sangat hati-hati dan selalu menyediakan pengamanan cadangan

selain dirinya sendiri.

(29) Yen kena kaya dhompo kuwi sabenere kena sawan, mula kudu langsung diluluri

parutan dlingo bengle.

Page 134: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Makna gramatikal: kalu terkena dompo itu sebetulnya terkena sawan, maka harus

langsung dibalur parutan dringo bengle.

Makna kultural: dalam bahasa Jawa, dhompo diistilahkan sebagai suleden, suatu

penyakit kulit seperti terbakar dan berisi air yang disebabkan oleh gangguan

makhluk halus. Karena hal ini ditimbulkan oleh makhluk halus, maka orang tua

Jawa akan menggunakan sarana penyembuhan yang selalu digunakan, yaitu

dengan dlingo bengle. Tanaman sejenis umbi-umbian ini akan dihaluskan, boleh

dengan cara diparut atau ditumbuk, untuk kemudian dioleskan ke kulit bayi yang

sakit tersebut. Setelah itu, diharapkan sawan yang mengganggu si bayi segera

pergi dan si bayi lekas sembuh. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang

informan: Ya nek wong mbiyen ngono ya ditambani kuwi, dlingo karo bengle.

Haa, ditambakke ditemplek-templekke ngono kwi. Nek wong mbiyen, tambani ya

nggo dlingo bengle. „Ya kalau orang jaman dahulu itu ya diobati dengan itu,

dlingo dan bengle. Iya, ditempel-tempelkan begitu itu. Kalau orang dulu

diobatinya ya dengan itu‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari

2011).

Karena pengobatan dengan dlingo bengle ini selalu digunakan jika

mempunyai bayi, maka seseorang yang sedang mempunyai bayi dianjurkan untuk

selalu menyimpan dlingo dan bengle ini untuk persediaan saat-saat darurat.

(30) Ora ilok nggendhong anak disambi nyapu.

Makna gramatikal: tidak pantas menggendong anak sambil menyapu.

Page 135: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Makna kultural: debu, bagaimanapun adalah hal yang tidak baik untuk kesehatan

karena dapat mengganggu pernapasan. Ternyata, masyarakat Jawa mempunyai

penafsiran lain yang diturunkan kepada anak cucunya.

Maka mengapa menggendong bayi sambil menyapu adalah pamali, alasannya:

1) Petuah jangan menggendong anak sambil menyapu, terutama anak laki-laki

adalah karena jika kelak ia dewasa, maka si anak akan terjatuh jika memanjat

pohon. Seorang ibu rumah tangga mengatakan: Ya kan ngono kuwi werna-

werna. Digendhong barangi ngono kuwi karo disambi nyapu ya ra entuk. Ora

entuk, aja sambi nek cah lanang. Jare nek wong mbiyen kuwi, jare nek menek

apa-apa ngko ndhak tiba. Lha.. Haa, ngko ndak tiba. Dadi ora entuk” Ya kan

begitu itu bermacam-macam. Digendong sambil menyapu juga tidak boleh.

Tidak boleh disambi kalau anak laki-laki. Kata orang dulu itu, katanya nanti

kalau memanjat atau apa bisa jatuh. Lha… iya, nanti jatuh. Jadi tidak boleh.

(Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 17 Pebruari 2010).

2) Secara medis, semua organ bayi masih halus, bahkan bayi baru lahir sistem

pernapasannya belum berjalan secara sempurna. Maka jika si bayi diajak

menyapu, dikhawatirkan debu akan terhirup olehnya, yang akan menyebabkan

terganggunya system pernapasan bayi yang masih halus itu. Maka memang

benar jika ada petuah tidak boleh menggendong bayi sambil menyapu.

Dikarenakan banyaknya alasan tersebut, maka menggendong bayi sambil

menyapu tidak diperbolehkan oleh orang tua Jawa.

(31) Anake aja disawung, ora ilok.

Page 136: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Makna gramatikal: anaknya jangan digendong tanpa selendang, tidak pantas.

Makna kultural: menggendong anak dengan tangan saja tanpa ditali dengan

selendang (bahasa Jawa: disawung) tidak diperbolehkan oleh orang tua Jawa

karena beberapa alasan selain alasan keselamatan, yaitu mengikat batin antara ibu

dengan anak agar lebih erat ikatan batinnya.

1) Jika menggendong tanpa selendang, menurut orang jaman dahulu, maka jika

si anak diambil, diminta atau ditarik ke atas oleh Yang Maha Kuasa, maka

akan secara mudah terlepas, beda jika ia terikat dengan hati kita, akan ada

ikatan kuat yang menahannya ketika akan terlepas. Ibu Sarmi mengatakan:

Wong nek disawung wae kuwi wae ora entuk. Ceritane wong mbiyen kuwi,

disawung kuwi, umpama awak dhewe ki digendhong. Nek digendhong

kuwi kan carane dikekep, ditaleni gen kenceng neng atine awake dhewe.

Nek disawung kuwi, sak wayah-wayah carane kuwi dijaluk, diangkat,

ditarik neng ndhuwur kuwi cepet gampange. Tapi nek mbok taleni karo

atimu beda. Nek wong mbiyen ki ngono kuwi. Neng ya salong reti salong

ora aku ki. Kok ya merga apa ngono mbiyen ya tekok salong. Neng

kadhang yo wis ilang, lali.

„Kalau disawung (digendong tanpa selendang) itu saja tidak boleh.

Ceritanya orang jaman dahulu, disawung itu kalau kita digendong. Kalau

digendong itu kan artinya didekap, ditali biar kencang di hati kita. Kalau

tanpa selendang itu, sewaktu-waktu itu ibaratnya diminta, diangkat, ditarik

ke atas itu cepat dan gampang. Tapi kalau kamu tali dengan hati beda.

Kalau orang dulu itu begitu itu. Tapi ya sebagian tau sebagian tidak saya

ini. Karena apa begitu dulu juga hanya sebagian yang ditanyakan. Tapi

Page 137: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kadang juga sudah hilang, lupa‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi tanggal 18

Pebruari 2010).

2) Secara logis, jika kita menggendong bayi yang banyak geraknya tanpa

bantuan selendang, maka dikawatirkan ia bisa terjatuh sewaktu-waktu saat

kita lengah. Maka fungsi selendang adalah sebagai pengaman, semacam

sabuk keselamatan untuk si bayi.

(32) Yen nduwe anak, apa meneh yen lanang, mesti rambute brodhol.

Makna gramatikal: jika memiliki anak, apalagi laki-laki, pasti rambutnya rontok.

Makna kultural: sepertinya sudah menjadi suatu hal yag lumrah jika bayi bermain

ludah, lalu memain-mainkannya dengan menyembur-nyemburkan keluar. Namun

bagi orang tua Jawa hal ini menjadi semacam pertanda. Biasanya orang tua Jawa

mengatakan kalau setelah melahirkan seorang bayi, maka rambut kita akan

rontok, seperti yang dikatakan oleh seorang informan: Ora lanang ora wedok

asalkan angger dolanan idu mesti brodhol rambute mbokne. Nek wong mbiyen

napa ta ngono kuwi, aku ya ra patia mudheng. Dolanan idu, lek nyembur-

nyembur ngono kuwi. Aku kuwi telu, dolanan idu lek rambutku entek. „Tidak laki-

laki, tidak perempuan asalkan kalau bermain ludah pasti rambut ibunya rontok.

Kalau orang dulu begitu itu kenapa saya juga tidak begitu mengerti. Bermain

ludah lalu disembur-sembur begitu itu. Saya itu tiga, bermain ludah semua lalu

rambut saya habis‟ (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 17 Pebruari

2010).

Page 138: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sebetulnya setelah melahirkan tidak hanya rambut yang rontok. Setelah

melahirkan apalagi jika menyusui, nutrisi kita akan banyak terserap untuk

pembentukan ASI, secara tidak langsung nutrisi kita ditransfer untuk si bayi.

Apalagi jika anaknya laki-laki, karena anak laki-laki meminum ASI lebih banyak,

sehingga membutuhkan nutrisi lebih banyak dari ibunya, karena ia belum makan

sendiri. Itulah mengapa setelah melahirkan dan saat menyusui kulit kita akan

sedikit kusam, rambut kita rontok, dan kepadatan tulang berkurang walaupun

tidak signifikan.

(33) Aja nyapu wayah magrib, ora ilok.

Makna gramatikal: jangan menyapu disaat senja, tidak pantas.

Makna kultural: senja dipercaya masyarakat Jawa adalah saat di mana para roh

halus keluar untuk mencari mangsa. Walaupun manusia tidak dapat melihat

mereka namun sesungguhnya mereka berada di sekitar kita. Seperti manusia,

mereka pun ingin dihormati. Jika pada saat senja kita membersihkan debu di

dalam rumah, dikhawartirkan debu-debu itu akan mengenai mereka tanpa sengaja.

Oleh sebab itulah mereka akan marah. Karena orang tua sudah agak tidak

mempan dengan gangguan makhluk halus, maka mereka akan menyasar anak

kecil yang masih sangat rentan. Akibatnya si bayi akan rewel, terkena penyakit

sawan dan lain sebagainya.

Saat senja adalah saat berkumpul keluarga. Biasanya saat ini bayi sedang

istirahat setelah seharian lelah bermain. Oleh karenanya, membersihkan debu di

Page 139: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dalm rumah akan sangat mengganggu penghuni rumah yang sedang beristirahat,

bersantap, maupun berkumpul bersama. Akan lebih baik jika rumah dibersihkan

pada sore hari saat anggota keluarga belum terasa capai betul dan ingin

beristirahat.

(34) Yen durung selapan, anake ora oleh digawa metu saka omah.

Makna gramatikal: kalau belum 35 hari, anaknya tidak boleh dibawa keluar dari

rumah.

Makna kultural: sejak setelah lahir hingga si bayi berumur tiga puluh lima hari

(selapan), ia tidak boleh dibawa ke luar rumah, harus selalu berada di dalam

rumah, pun dibawa ke halaman rumah juga tidak diperkenankan. Menurut

masyarakat Jawa setelah lahir bayi-bayi masih diiringi oleh widadari seketi

(seratus ribu bidadari), jika bayi-bayi ini berada di luar di mana para setan

mengganggu mereka, dikhawatirkan para bidadari yang menjaga si bayi ini akan

banyak berkurang. Dan setelah itu si bayi akan rewel dan sebagainya karena

diikuti sawan. Maka dari itu saat bayi belum kuat betul untuk menghadapi

„gangguan halus‟, sebaiknya ia tetap berada di dalam rumah. Seperti yang

dikatakan oleh seorang nara sumber:

O.. nek durung selapan, ya kaya bue kae. Kan carane anakmu kan sing

ngisi kan kebak ijeahan. Carane didhampingi bidhadhari-bidhadhari.

Masih banyak selama empat puluh hari. Ra beda kaya wong muggah kaji.

Nak wong bali munggah kaji kan didhampingi malaikat patang puluh.

Ngko nek umpama malaikat patang puluh itu tadi umpama wong mbayi

saiki sedina, saiki wis kurang siji. Sesuk rong dina, sesuk wis kurang siji

meneh. Ijeh pendampingane ijeh nganu, lha nak seandainya jenenge wong

ki, ngko nak wong liwat ki kan werna-werna. Neng ndalan ngono kae ana

Page 140: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sing kuwi, ana sing kuwi, kuwi, kuwi, kan werna-werna. Lha kadhang kan

nggawa setan, nggawa apa.

„O.. kalau belum selapan, ya seperti ibu dulu. Kan istilahnya anakmu

yang mengisi itu masih banyak. Didampingi bidadari-bidadari. Masih

banyak selama empat puluh hari. Tidak beda dengan orang naik haji.

Kalau orang pulang naik haji kan didampingi malaikat empat puluh. Nanti

kalau umpama malaikat empat puluh itu kalau bayi sekarang lahir sehari,

sekarang kurang satu. Besuk dua hari, besuk sudah berkurang satu lagi.

Pendampingannya masih anu (banyak),lha kalau seandainya orang lewat

itu kan bermacam-macam. Di jalan begitu itu ada yang begini, begini,

begini (baik dan buruk), kan macam-macam. Lha terkadang kan

membawa setan, membawa apa‟ (Wawancara dengan iu Sarmi pada

tanggal 17 Pebruari 2010).

Oleh karena itu biasanya seorang bayi baru akan dibawa keluar dari rumah

setelah hari selamatan selapanannanya. Itupun biasanya di latar rumah dahulu.

Setelah itu baru ke jalan-jalan.

Dari segi medis, bayi yang baru lahir masih rentan dari segala aspek tubuhnya.

Seperti pada rumah sakit bayi dimasukkan ke dalm incubator, maka di rumahpun

bayi hendaknya dilindungi dari udara luar yang terkena polusi. System

pernapasan bayi yang masih halus masih belum dapat menerima udara yang

tercemar asap kendaraan, asap rokok dan lain sebagainya yang mungkin saja

dapat menyebabkan penyakit SIDS (Suddent Infant Death Syndrome), yaitu

kematian tiba-tiba karena gangguan udara. Belum lagi kuman dan virus yang

menyebar lewat udara dari orang-orang yang berlalu-lalang di depan rumah kita.

Page 141: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Maka, sebaiknya sebelum si bayi terbiasa benar dengan udara di luar perut

ibunya, sebaiknya dilakukan pelatihan bertahap untuk beradaptasi agar ia bisa

menyesuaikan.

(35) Wayah surup bayine kudu diajak mlebu omah

Makna gramatikal: saat matahari tenggelam bayinya harus dibawa masuk ke

rumah.

Makna kultural mengapa bayi harus „diamankan‟ saat magrib adalah karena

alasan mistis, menurut orang Jawa, yaitu agar bayinya tidak rewel karena

„melihat‟ sesuatu yang tak kasat mata atau malah bisa kesurupan. Orang Jawa

mempunyai waktu „sangat‟ atau dianggap sebagai waktu untuk para roh-roh

berkeliaran pada jam 12 siang, 12 malam dan saat magrib atau „surup‟ (saat

matahari tenggelam). Geertz menuliskan

Jenis pertama yang disebut oleh orang tua itu adalah kesurupan, yang akar

katanya berarti “masuk”, “memasuki sesuatu” tetapi juga mengandung arti

kedua, yakni “waktu matahari terbenam”. Barangkali ini mencerminkan

kepercayaan bahwa saat matahari terbenam adalah waktu yang istimewa

berbahayanya, dalam hubungannya dengan roh-roh, karena, seperti halnya

orang Jawa, roh-roh itu berkeliaran dan mengunjungi teman-temannya

pada saat ini, dan mungkin sekali akan merasuki seseorang di jalan.

(Tetapi pukul dua belas siang dan tengah malam juga luar biasa

bahayanya). (Geertz, 1989 : 24)

Sedangkan informan saya, yaitu ibu Sarmi menuturkan

Ya magrib-magrib tidak boleh digendong di teras trumah, di jalan. Kalau

magrib, kalau anu kan tidak boleh bayi ditaruh (dibawa) di jalan, ditaruh

di luar. Ceritnya kan roh halus kan sedang pulang ke rumahnya masing-

masing, dan kalau lewat menyebar seperti itu. Jadi seringnya mampir pada

waktu itu. Saat magrib dan saat luhur biasanya. Luhur itu kan siang jam

Page 142: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dua belas itu, waktu adzan dan magrib. Kalau malam jam dua belas

malam. (Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 26 Maret 2010).

Maka dari itu biasanya menjelang magrib para ibu yang mengasuh anak-

anaknya di luar saling memberi tahu bahwa senja telah tiba dan segera membawa

anak-anak mereka masuk ke dalam rumah.

Secara ilmu kesehatan, udara malam tidak baik tidak baik bagi kita karena

akan menyebabkan penyakit paru-paru basah. Apalagi jika bayi yang terkena

penyakit ini, sudah tentu akan sangat membahayakan bagi si bayi dan merepotkan

orang tuanya. Maka ketika malam beranjak, sebaiknya bayi dibawa masuk ke

dalam rumah yang hangat untuk segara beristirahat.

Tetapi secara logis, magrib atau saat matahari tenggelam adalah saaat dimana

cahaya mulai menghilang, sehingga berpengaruh pada penglihatan. Apalagi pada

jaman dahulu, belum ada lampu dan listrik seperti saaat ini. Hal itu menyebabkan

kita tidak bisa melihat sesuatu dengan jelas, sehingga kita akan mudah

tersandung, menabrak sesuatu dan lain sebagainya. Itulah mengapa pada saat

pergantian malam lebih baik kita berada di dalam rumah, juga saat itu adalah saat

yang baik untuk beristirahat dan berkumpul bersama keluarga.

(36) Yen bayine rewel, ngobong bathok klapa disawuri uyah utawa cemiti kanggo

tolak bala.

Makna gramatikal: jika si bayi rewel, membakar bathok kelapa diberi garam atau

cemiti untuk tolak bala.

Page 143: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Makna kultural : menurut orang Jawa, makluk halus sama seperti manusia takut

akan sesuatu yang perih, menyakitkan atau dapat melukai. Oleh karena itu dalam

tradisi pengobatan Jawa hampir selalu melibatkan garam, api, ataupun bau-bauan

yang menyengat. Dalam pengobatan bayi yang diyakini diganggu makluk halus,

biasanya para ibu atau orang tua si bayi akan membakar bathok kelapa yang di

dalamnya ditaburi garam atau cemiti. Membakarnya di luar atau di bagian depan

rumah.

Dukun bayi yang dimintai informasi mengatakan hal berikut :

Uyah ki gamane wong biyen. Bocah rewel bengi ngono kowe ngobong

uyah ning ngarep lawang. Sok-sok bocah nangis sewengi ora meneng,

ngobong uyah diwadhahi apa, disoki lenga apa pa diobong, plethek-

plethek. Disawurke yen ora ning gendheng ya ning padon omah.

„Garam itu senjatanya orang dulu. Anak rewel kalau malam begitu

membakar garam di depan pintu. Kadang anak mengais semalaman tidak

diam, mambakar garam ditemaptkan di apa, diberi minyak atau apa lalu

dibakar, plethek-plethek (bunyinya). Ditebarkan kalau tidak di genteng ya

di depan rumah.‟

(Wawancara dengan mbah Ngat pada tanggal 11 Mei 2010).

(37) Wiwit lair, bayi digawekake tumbak sewu.

Makna gramatikal: mulai dari lahir, bayi dibuatkan tumbak sewu.

Makna kultural : dari sekian banyak alat sebagai sarana untuk tolak bala dalam

tradisi Jawa, salah satunya adalah tumbak sewu ini. Tumbak sewu adalah sapu lidi

Page 144: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang sudah pendek karena lama dipakai, kemudian pada ujung-ujungnya diberi

bawang merah, bawang putih, cabai dsb. Ditemaptkan dengan cara diberdirikan

pada sisi tempat tidur si bayi. Cara ini dipercaya dapat menolak bala setan yang

sering kali mengganggu bayi yang masih awas tetapi lemah.

Seorang dukun bayi yang menjadi informan mengatakan :

Nek bayi ki ya mung nek cara wong biyen digawekke tumbak sewu.

Tumbak sewu kuwi sapu gerang, sapu sing wes cendhak. Sapu sada sing

wis gerang disundhuki brambang, bawang, lombok, dlingo bengkle,

empon-empon sawernane, kuwi jenenge tumbak sewu. Ning nek saiki ya

dho ora laku. Diselehke pojokan ngene ki nggone leh bobok. Dadi sapu

siji saunting. Men tulak balak ora eneng sanding bayi sok ana sing

nggoda ta. Bayi kan luwih awas.

Kalau bayi itu kalau caranya orang dulu dibuatkan tumbak sewu. Tumbak

sewu itu sapu gerangi, yaitu sapu yang sudah pendek karena sering

dipakai. Sapu lidi itu ditusuki bawang merah, bawang putih, cabai, dlingo,

bengle, rempah-rempah seadanya, itu namanya tumbak sewu. Tapi kalau

jaman sekarang sudah tidak ada yang melakukannya. Diletakkan di

pojokan begini ini di sebelah tempat tidur. Jadi sapu satu ikat. Untuk

menolak roh halus di samping bayi. Bayi kan lebih awas (penglihatannya).

(Wawancara dengan mbah Ngat pada tanggal 11 Mei 2010).

(38) Bubar nglairake nganti puputan, keluargane bayi kudu lek-lekan.

Makna gramatikal: setelah melahirkan hingga terlepasnya ari-ari, keluarge si bayi

harus bergadang.

Page 145: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Makna kultural: selepas melahirkan, keluarga si bayi, minimal ayahnya harus

berjaga semalaman dan baru diperbolehkan tidur ketika pagi hari. Menurut

masyarakat yang ditanyai, katanya hal ini dilakukan untuk menjaga agar ketika

tertidur ibu si bayi tidak menindihi badan si bayi. Biasanya karena terlalu letih

setelah melahirkan dan belum terbiasa, bisa saja si ibu secara tidak sadar akan

menindih badan si bayi. Atau dari pengalaman masyarakat, ketika menyusui si ibu

secara tidak sadar menutupi hidung si bayi yang masih mungil, sehingga

menimbulkan hal yang tidak diinginkan.

Seorang masyarakat memberikan keterangan mengenai hal ini:

Lha kuwi masalahe carane wong turu isa kebablasen tindihen. Ya ibune

ya bayine. Ibue terutama, nek bayine ki ra papa. Ning nek wong nduwe

anak kadang ngko netek ta lola laline ngko tangane kadhang temumpang

neng nggon bayine. Hee, dadi perhatian wong tuwa ki ya ana. Menurut

wong kuna wong ndesa. Ngko neteki kadhang karo turu lali. Jeh kudu

diperhatekke wong tuwa. Ngko kadhang neteki terus nindhehi mbumpeti

irunge bocahe. Ngko kan bocahe mesakake.

Lha itu masalahnya caranya orang tidur itu kan bisa keterusan tidak sadar.

Ya ibunya, bayinya juga. Ibunya terutama, kalau bayinya itu tidak apa-

apa. Tapi kalau orang punya anak nanti kalau manyusui terkadang lupa,

tangannya bisa diatas si bayi. Iya, jadi perhatian orang tua itu juga ada.

Menurut orang kuna, orang desa. Nanti kalau menyusui kadang sambil

tidur terus lupa. Masih harus diperhatikan orang tua. Nanti terkadang

menyusui lalu menutupi hidung anaknya. Nanti kan anaknya kasian.

(Wawancara dengan ibu Ru pada tanggal 10 Mei 2010).

Page 146: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sedangkan dalam literatur Serat Babad Ila-ila 1 yang menceritakan asal mula

legenda dalam tanah Jawa menceritakan bahwa Dewi Sri memberi petuah kepada

Kyai Prigu dan istrinya Ken Sangki, agar Kyai Prigu berjaga semalaman karena

anak yang baru saja dilahirkan istrinya akan digoda sarap sawan. Dewi Sri

memberikan wangsit:

… Hai Kyai Prigu, janganlah aku diberi makan katak. Kalau kalian akan

memberikan sesaji kepadaku, baiklah kalian sajikan sirih ayu, bunga yang

harum dan wangi-wangian,. Jangan lupa sertakan pula dupa, dan pelita

yang terus-menerus menyala.

Kyai, jika kalian sajikan apa yang kukehendaki tadi, pasti kalian akan

mendapat banyak rejeki, lagipula selama satu minggu janganlah Kyai

tidur. Istirhatlah dan tidurlah jika pagi hari, itu kumaksudkan untuk

menjaga anakmu. Kehendakku supaya ia terhindar dari bahaya dan

selamat. (Serat babad ila-ila 1 hal:66).

Dari cukilan literatur di atas dapat disimpulkan bahwa suami dan istri harus

bekerja sama dalam mengasuh si bayi. Jika malam si ayah yang menjaga,

sedangkan jika pagi si ibu yang menjaganya. Hal ini dikarenakan beratnya

mengasuh seorang bayi apalagi bagi orang yang belum terbiasa. Maka kerja sama

dari ayah dan ibu perlu dilakukan agar bayi yang dimiliki sehat dan nantinya

memiliki kepribadian yang baik bagi keluarga dan sesama.

(39) Ora oleh nekuk dhengkul.

Makna gramatikal: jangan melipat lutut.

Makna kultural: setelah melahirkan hingga beberapa hari setelahnya si ibu tidak

boleh melipat lututnya. Hal ini dilarang karena jika ia melipat lututnya, maka

biasanya kakinya akan timbul varises berupa guratan-guratan urat berwarna biru.

Varises ini muncul karena tekanan menahan berat perut yang di luar biasanya, dan

Page 147: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

setelah si bayi lahir dengan cepatnya berat badan berkurang. Maka aliran darah

akan sedikit tidak lancar karena perubahan ini. Untuk mengatasinya, perlu

dilakukan pelurusan kaki agar aliran darah menjadi normal kembali.

Seorang nara sumber mengatakan: Ngko ndhak nganu.. varises. Ben suk nak

nduwe anak siji apa telu kuwi ben lancar, varisese ora gedhi-gedhi. Dadine

peredaran dharahe lancar. Dadine kudune slonjor terus. „Nanti bikin varises.

Biar nanti walaupun punya anak satu atau tiga itu lancar, varisesnya tidak besar-

besar. Jadinya peredaran darahnya lancar. Jadi harusnya meluruskan kaki terus.‟

(Wawancara dengan ibu Sarmi pada tanggal 5 Januari 2011).

Sedangkan pada jaman dahulu, untuk melancarkan peredaran darah setelah

melahirkan, biasanya si ibu disuruh meletakkan kakinya diatas sebuah karung

yang telah diisi abu hangat. Karena energi panas ini, peredaran darah akan

berjalan lancar sehingga tidak timbul gangguan kesehatan yang berupa

penyumbatan aliran darah.

(40) Ngubur ari-ari didokoki potelot.

Makna gramatikal: mengubur ari-ari diberi pensil.

Makna kultural : ada banyak macam versi dari tata cara penguburan ari-ari ini.

tetapi secara garis besar semuanya sama, yaitu mengubur ari-ari di halaman depan

atau belakang rumah, lalu diberi penerangan dan bunga selama 40 hari. Seorang

ibu yang berprofesi sebagai guru dan mengaku tidak terlalu mempercayai gugon

tuhon menceritakan pengalamannya :

Page 148: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Nek ari-ari sing di anu memang masih dikasih pensil, biar anaknya pinter.

Pas habis melahirkan kan ari-arinya dicuci bersih, setelah dicuci bersih

dimasukkan kuwali. Nah di dalam kuwali itu diisi hal-hal yang baik.

Pensil supaya anake pinter, buku ben anake gemar membaca, terus bunga

mungkin biar harum, maksudnya nama. Dulu kok dikasih bunga, tapi

ndak tanya itu dikasih kayak gitu. Harapannya supaya anaknya cerdas,

kasih buku kasih pensil, kalu bunga mungkin supaya namanya harum.

Maksudnya dia membawa nama yang baik bagi keluarga, mungkin

harapannya gitu hanya dulu ndak dijelaskan kok nganggo kembang

macem-macem gitu. (Wawancara dengan ibu Nik pada tanggal 12 Mei

2010).

Dari keterangan ibu Nik, dapat disimpulkan bahwa ritual penguburan ari-ari

adalah sesuatu yang dasar dalam rangkaian tradisi mempunyai anak dalam

masyarakat Jawa. Hampir semua informan yang dimintai keterangan selalu

menyebutkan jika mereka masih menjalankan tradisi ini, walaupun mereka

mengaku sudah tidak begitu percaya dengan tradisi gugon tuhon ini.

(41) Pupak puser anak-anake disimpen, didadeake siji supaya anak-anake rukun.

Makna gramatikal: tali pusar anak-anaknya yang sudah terlepas disimpan,

dijadikan satu supaya anak-anaknya rukun.

Makna kultural: tali pusar yang anak yang sudah terlepas dan sudah dikeringkan

disimpan menjadi satu dengan anak-anaknya yang lain. Menurut kepercayaan

Jawa hal ini dapat membuat anak-anak rukun dengan saudara-saudaranya.

Mungkin hal ini dapat mengingatkan kita bahwa kita harus selalu menjaga anak-

anak kita dan menyatukan mereka apapun yang terjadi serta memperlakukan

mereka secara adil agar mereka selalu menyayangi saudara-saudaranya sehingga

dapat tetap rukun seperti tali pusar yang disimpan menjadi satu.

Page 149: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(42) Bocah ki nduwe watak dhewe-dhewe, miturut wetone.

Makna gramatikal: setiap anak itu memiliki watak sendiri-sendiri tergantung hari

kelahirannya.

Makna kultural : seperti halnya bangsa barat dan China, orang Jawa memiliki

horoskop atau penanggalan sendiri. Jika dalam penanggalan barat, watak

seseorang dapat dilihat dari tanggal, hari dan pasaran di mana ia dilahirkan dan

kosmik yang mempengaruhinya, maka dalam sistem horoskop Jawa pun

demikian.

Seorang informan mengatakan : Cah lahir Wage kuwi konyolan, kaku ati

sokan, ora kena tersinggung perasaan. Nek lahir Selasa Kliwon Jumat Kliwon ki

aris kembang angger wong seneng. „Anak lahir (pada pasaran) Wage itu mudah

tersinggung, sulit untuk ramah, tidak boleh tersinggung perasaannya. Kalau lahir

hari selasa kliwon itu aris kembang, semua orang senang padanya‟ (Wawancara

dengan mbah Ngat pada tanggal 11 Mei 2010).

Hari kelahiran adalah hal yang penting untuk diingat dalam urusan ramal-

meramal dalam budaya Jawa, karena dari hari itu dapat dilihat watak dan

peruntungannya di masa depan. Maka biasanya seorang dukun yang

berpengalaman dapat membaca watak seseorang hanya dari dari kelahirannya

saja.

Page 150: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah disajikan pada bab sebelumnya,

maka penelitian ini diperoleh suatu simpulan sebagai berikut.

1. Bentuk gugon tuhon bahasa Jawa terdiri dari: 1) GT yang menggunakan pewatas aja

‘jangan’ sebagai penanda kalimat larangan, 2) GT yang menggunakan pewatas aja

‘jangan’ dan mundhak ‘nanti’ sebagai penanda sebab akibat, 3) GT yang

menggunakan pewatas aja ‘jangan’ dan ora ilok ‘tidak pantas’ dalam satu kalimat, 4)

GT yang menggunakan frasa ora ilok ‘tidak pantas’, 5) GT yang menggunakan kata

yen ‘kalau’ yang berada di depan kalimat sebagai penanda kalimat perumpamaan, 6)

GT yang menggunakan kata nek ‘kalau’ atau yen ‘kalau’ yang berada di depan

kalimat sebagai penanda kalimat perumpamaan serta kata mundhak ‘nanti’ sebagai

penanda akibat. GTBJ yang menggunakan pewatas aja ‘jangan’ saja, dan kalimat

dengan pewatas aja ‘jangan’ dan frasa ora ilok ‘tidak pantas’ yang terletak dalam satu

kalimat letaknya tidak dapat dipermutasi. Sedangkan kalimat yang hanya

menggunakan frasa ora ilok ‘tidak pantas’ saja letaknya dapat dipermutasi. Pewatas

aja ‘jangan’ tidak dapat diletakkan di belakang nomina. GTBJ yang menggunakan

kaya yen ‘kalau’, nek ‘kalau’, dan mundhak ‘nanti’ letaknya tidak dapat dipermutasi

karena merupakan kalimat yang menunjukkan hubungan sebab akibat.

2. Fungsi gugon tuhon bahasa Jawa memiliki fungsi 1) Pendidikan religi, 2) Pendidikan

etika/moral, dan 3) Pendidikan kesehatan dalam kehidupan masyarakat Jawa.

Page 151: GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA … · jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. ... banyak sekali petuah yang orang tua kita berikan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Makna yang terdapat dalam gugon tuhon bahasa Jawa ini adalah makna leksikal dan

makna kultural. Makna leksikal dalam GTBJ ini tidak hanya terbatas pada kata saja,

namun juga mencakup frasa, klausa, dan kalimat. Sedangkan makna kultural didapat

dari para informan.

B. Saran

Penelitian ini hanya meneliti tentang GT pada ibu hamil dan merawat balita

saja, namun sebetulnya kebudayaan Jawa menyimpan banyak nasihat dalam aspek

kehidupan yang lainnya, seperti contohnya dalam hal jodoh, kematian, dan yang lainnya.

Agar dapat melengkapi tujuan dari penelitian ini, yaitu agar para penerus kebudayaan

Jawa dapat mengerti dan memahami budayanya, maka alangkah baiknya jika penelitian-

penelitian selanjutnya mengkaji hal tersebut sebagai dokumen tertulis dari dan untuk

masyarakat Jawa sendiri, sehingga nantinya kebudayaan Jawa tidak hilang tergerus

jaman.