gt

4
Enalapril meruupakan sebuah prodrug golongan ACE inhibitor yang akan dikonversi menjadi bentuk aktifnya, enalaprilat, setelah mengalami mekanisme biotransformasi hepatic di hepar. ACE inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga kadar renin dalam plasma meningkat kemudian sekresi aldosteron juga ditekan. Hal ini akan menyebabkan ekskresi air dan natrium serta retensi kalium. Selain itu, degradasi bradikinin akan dihambat sehingga kadarnya dalam darah meningkat dan berperan pada proses vasodilatasi dimana tekanan darah akan turun. Karena efek ini jugalah, obat ini efektif pada kondisi hipertensi dengan kadar renin plasma yang tinggi maupun normal dan rendah. Selain itu, ACE inhibitor menurunkan resistensi perifer tanpa diikuti refleks takikardia. ACE inhibitor juga berperan menghambat pembentukan angiotensin II secara lokal oleh endotel vaskuler. Kombinasi pemberian obat ini dengan obat diuretik dan pembatasan asupan garam akan memperkuat efek antihipertensinya (efek sinergistik, TD terkendali hingga 85%). Kombinasi dengan B-blocker memberikan efek aditif. Tetapi pemberian bersama antiadrenergik yang menghambat respon A atau B ( klonidin, metildopa, labetalol, dll) sebaiknya dihindari karena efeknya adalah hipotensi berat dan berkepanjangan. Mula kerja obat (onset of action) : oral : ~1 jam, intravena : 15 menit • Lama kerja obat (duration) oral : 12-24 jam • Absorpsi : 55%-65 % • Ikatan dengan protein : 50%-60 % • Metabolisme : prodrug, melalui biotransformasi hepatic menjadi enalaprilat. • Waktu paruh eliminasi : Enalapril : dewasa : sehat 2 jam; congestive heart failure : 3,4-5,8 jam Enalaprilat : bayi usia 6 minggu–8 bulan : 6-10 jam; dewasa : 35-38 jam • Waktu untuk mencapai puncak, serum : oral : Enalapril : 0,5-1,5 jam Enalaprilat (aktif) : 3-4,5 jam • Eksresi : urin ( 60 %-80 %); sebagian dalam faeces. Sesudah pemberian dosis oral, enalapril dieskresi terutama di dalam urin dan

description

free

Transcript of gt

Enalapril meruupakan sebuah prodrug golongan ACE inhibitor yang akan dikonversi menjadi bentuk aktifnya, enalaprilat, setelah mengalami mekanisme biotransformasi hepatic di hepar. ACE inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga kadar renin dalam plasma meningkat kemudian sekresi aldosteron juga ditekan. Hal ini akan menyebabkan ekskresi air dan natrium serta retensi kalium. Selain itu, degradasi bradikinin akan dihambat sehingga kadarnya dalam darah meningkat dan berperan pada proses vasodilatasi dimana tekanan darah akan turun. Karena efek ini jugalah, obat ini efektif pada kondisi hipertensi dengan kadar renin plasma yang tinggi maupun normal dan rendah. Selain itu, ACE inhibitor menurunkan resistensi perifer tanpa diikuti refleks takikardia. ACE inhibitor juga berperan menghambat pembentukan angiotensin II secara lokal oleh endotel vaskuler. Kombinasi pemberian obat ini dengan obat diuretik dan pembatasan asupan garam akan memperkuat efek antihipertensinya (efek sinergistik, TD terkendali hingga 85%). Kombinasi dengan B-blocker memberikan efek aditif. Tetapi pemberian bersama antiadrenergik yang menghambat respon A atau B ( klonidin, metildopa, labetalol, dll) sebaiknya dihindari karena efeknya adalah hipotensi berat dan berkepanjangan.Mula kerja obat (onset of action) : oral : ~1 jam, intravena : 15 menit Lama kerja obat (duration) oral : 12-24 jam Absorpsi : 55%-65 % Ikatan dengan protein : 50%-60 % Metabolisme : prodrug, melalui biotransformasi hepatic menjadi enalaprilat. Waktu paruh eliminasi : Enalapril : dewasa : sehat 2 jam; congestive heart failure : 3,4-5,8 jam Enalaprilat : bayi usia 6 minggu8 bulan : 6-10 jam; dewasa : 35-38 jam Waktu untuk mencapai puncak, serum : oral : Enalapril : 0,5-1,5 jam Enalaprilat (aktif) : 3-4,5 jam Eksresi : urin ( 60 %-80 %); sebagian dalam faeces. Sesudah pemberian dosis oral, enalapril dieskresi terutama di dalam urin dan sebagian dalam faeces, sebagai enalaprilat dan senyawa aslinya (unchanged drug), lebih dari 90 % dosis iv enalaprilat dieksresi di dalam urin. Eliminasi enalaprilat adalah multiphasic tapi waktu paruh efektif untuk akumulasi sesudah dosis ganda enalapril dilaporkan terjadi kira kira 11 jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Enalaprilat dikeluarkan melalui hemodialis dan peritonial dialisis.Interaksi enalapril dengan obat lain : Efek Cytochrome P450 : substatre of CYP34A (major) Efek meningkat / toksisitas : suplemen kalium, kotrimoksazol (dosis tinggi), angiotensin II reseptor antagonist (contoh candesartan, losartan, irbesartan) atau diuretik hemat kalium (amiloride, spironolakton, triamterene) dapat menghasilkan kadar kalium dalam darah bila dikombinasi dengan enalapril. Efek ACE inhibitor dapat ditingkatkan oleh phenothiazine atau probenecid (kadar kaptopril meningkat). ACE inhibitor dapat meningkatkan konsentrasi dalam serum obat lithium. Diuretik dapat meningkatkan efek hipotensi dengan ACE inhibitor, dan meningkatkan hipovolimia yang potensial menimbulkan adverse renal effects dari ACE inhibitor. Pada pasien dengan compromised renal fuction pemberian bersamaan dengan NSAIDs dapat memperburuk fungsi ginjal. Allopurinal dan ACE inhibitor dapat meningkatkan resiko hipersensitivitas bila digunakan bersamaan. Efek menurun : Aspirin (dosis tinggi) dapat menurunkan efek terapi ACE inhibitor; pada dosis rendah efek ini tidak signifikan. Antasid dapat mengurangi bioavailabilitas ACE inhibitor; berikan terpisah dengan selang waktu 12 jam. NSAIDs dapat menurunkan efek hipotensi ACE inhibitor. CYP3A4 inducer dapat menurunkan kadar atau efek enalapril; contoh inducer termasuk amino glutethimide, karbamazepin, nafcillin, nevirapine, phenobarbital, phenytoin, rifampisin.

MetoprololPeningkatan efek/toksisitas : Inhibitor CYP2D6 dapat meningkatkan level/efek metoprolol, contoh inhibitor, klorpromazin, delaviridin, fluoksetin, mikonazol, paroxetine, pergolid, kuinidin, kuinin, ritonavir dan ropinirol, Aminokuinolon (antimalaria), propafenon dan propoxyfen meningkatkan efek metoprolol. Metoprolol juga dapat meningkatkan efek obat lain yang mempunyai konduksi AV lambat ( seperti digoksin, verapamil, diltiazem), dipiridamol, disopiramid, inhibitor asetilkolinesterase, amiodaron, bloker alfa 1 ( prazosin, terazosin) dan alfa/beta agonis ( aksi langsung) dan midodsin.

Beta blockerMekanisme antihipertensi. Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian beta blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor Beta-1, antara lain: (1) penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung; (2) hambatn sekresi renin di sel-sl jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin.Penurunan TD oleh beta blocker yang diberikan per oral berlangsung lambat. Efek ini mulai terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu setelah terapi dimulai, dan tidak diperoleh penurunan TD lebih lanjut setelah 2 minggu bila dosisnya tetap. Obat inin tidak menimbulkan hipotensi ortostatik dan tidak menimbulkan retensi air dan garam.Penggunaan. Beta blocker digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi ringan sampai sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung koroner (khususnya sesudah infark miokard akut), pasien denga aritmia supraventrikel dan ventrikel tanpa kelainan konduksi, pada pasien muda dengan sirkulasi hiperdinamik, dan pada pasien yang memerlukan antidepresan trisiklik atau antipsikotik (karena efek anthipertensi beta blocker tidak dihambat oleh obat-obat tersebut). Beta blocker lebih efektif pada pasien muda dan kurang efektif pada pasien usia lanjut.Efektivitas antihipertensi berbagai beta blocker tidak berbeda satu sama lain bila diberikan dalam dosis yang ekuipoten. Ada atau tidaknya kardioselektivitas, aktivitas simpatomimetik intrinsik (ASI) dan aktivitas stabilisasi membran (MSA), menentukan pemilihan obat ini dalam kaitannya dengan kondisi patologi pasien. Semua beta blocker dikontraindikasikan pada pasien dengan asma bronkial. Bila harus diberikan pada pasien dengan diabetes atau dengan gangguan sirkulasi perifer, maka penghambat selektif beta-1 adalah lebih baik dibandingkan dengan beta-blocker nonselektif, karena efek hipoglikemia relatif ringan serta tidak menghambat reseptor beta-2 yang memperantarai vasodilatasi di otot rangka. Beta-blocker dengan ASI kurang efektif untuk PJK dan belum terbukti efektif untuk pasca infark miokard, meskipun kurang menimbulkan efek samping metabolik. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal kronik, pemakaian beta-blocker dapat memperburuk fungsi ginjal karena penurunan aliran darah ginjal.