Group Part II

24
GROUP COHESIVENESS Cohesiveness adalah suatu property dasar yang penting untuk membuat suatu grup bertindak selayaknya suatu grup. Salah satu hal yang mendasar dari suatu grup adalah cohesiveness, didalam cohesiveness terdapat solidaritas, grup spirit, esprit de corps, dan moral yang semuanya saling berhubungan, seperti ikatan yang kuat, dimana pribadi memiliki rasa kesatuan yang dikarekteristikkan dengan adanya keseragaman tingkah laku dan sikap saling mendukung antar anggota. Cohesiveness merupakan suatu sifat variabel yang berbeda antar grup, konteks dan waktu. Grup yang memiliki tingkat cohesiveness yang sangat rendah dapat dikatakan bukan sebuah grup, jadi hal yang paling dasar dari suatu grupcohesivenessproses psikologis yang membentuk dan mengumpulkan individu menjadi sebuah grup. Cohesiveness merupakan suatu istilah deskriptif yang digunakan sebagai alat untuk menggambarkan keseluruhan dalam suatu grup tetapi cohesiveness dapat juga digunakan sebagai istilah psikologis yang menggambarkan proses psikologis yang terjadi pada diri individu sebagai dasar kesatuan pada grup. Setelah penggunaannya yang tidak resmi selama beberapa dekade, cohesiveness secara formal diperkenalkan oleh Festinger et.al. (1950). Mereka percaya bahwa Field of force, berasal dari ketertarikan grup dan anggotanya dan tingkat dimana grup dapat mencapai tujuan individual.Resultan

Transcript of Group Part II

Page 1: Group Part II

GROUP COHESIVENESS

Cohesiveness adalah suatu property dasar yang penting untuk membuat suatu grup

bertindak selayaknya suatu grup.

Salah satu hal yang mendasar dari suatu grup adalah cohesiveness, didalam

cohesiveness terdapat solidaritas, grup spirit, esprit de corps, dan moral yang semuanya

saling berhubungan, seperti ikatan yang kuat, dimana pribadi memiliki rasa kesatuan

yang dikarekteristikkan dengan adanya keseragaman tingkah laku dan sikap saling

mendukung antar anggota. Cohesiveness merupakan suatu sifat variabel yang berbeda

antar grup, konteks dan waktu. Grup yang memiliki tingkat cohesiveness yang sangat

rendah dapat dikatakan bukan sebuah grup, jadi hal yang paling dasar dari suatu

grupcohesiveness–proses psikologis yang membentuk dan mengumpulkan individu

menjadi sebuah grup. Cohesiveness merupakan suatu istilah deskriptif yang digunakan

sebagai alat untuk menggambarkan keseluruhan dalam suatu grup tetapi cohesiveness

dapat juga digunakan sebagai istilah psikologis yang menggambarkan proses psikologis

yang terjadi pada diri individu sebagai dasar kesatuan pada grup.

Setelah penggunaannya yang tidak resmi selama beberapa dekade, cohesiveness

secara formal diperkenalkan oleh Festinger et.al. (1950). Mereka percaya bahwa Field of

force, berasal dari ketertarikan grup dan anggotanya dan tingkat dimana grup dapat

mencapai tujuan individual.Resultan valensi kekuatan ketertarikan inilah yang

menghasilkan cohesiveness, yang bertanggungjawab dalam kuntiniunitas keanggotaan

dan ketetapan standar grup ( Lihat bagan 8.10 ).

Page 2: Group Part II

Bagan 8.10 Teori ketertarikan pada grup oleh Festinger

Field of force

Ketertarikan

Behaviour Behaviour

Mediasi pencapaian tujuan

Festinger (1950) Percaya bahwa pengaruh lingkungan didasari oleh field of force

dan mediasi pencapaian tujuan; tindakan anggota kelompok bisa menambah atau

mengurangi ketertarikan terhadap grup, dan ketertarikan mempengaruhi anggota

untuk tetap menjadi anggota grup dan mentaati norma grup yang berlaku.

Hasil suatu penelitian menunjukkan bahwa cohesiveness menimbulkan faktor-faktor

yang meningkatkan ketertarikan interpersonal seperti kesamaan, bekerja sama, menerima

orang lain, menyelesaikan masalah bersama, faktor-faktor inilah yang biasanya

meningkatkan dan menimbulkan cohesiveness, misalnya penyesuaian dalam grup,

meningkatkan komunikasi dengan kelompok dan tingkat kesukaan/kegemarannya.

Perspektif pada cohesiveness grup, menimbulkan banyak keterkaitan sosial atau

adanya model keterkaitan interpersonal dari grup sosial (lihat bagan 8.11), dimana

peneliti cenderung berbeda dalam menentukan komponen model yang mereka tekankan.

(Hogg, 1987, 1992; Turner,1982,1984)

dari grup dari anggota

grup

interaksi sosial tujuan individu

yang meningkatkan saling ketergantungan

ketertarikan

Tetap menjadi anggota

Taat terhadap aturan grup

Page 3: Group Part II

Bagan 8.11, gambaran secara umum tentang ketertarikan sosial atau saling

ketergantungan interpersonal.

Adanya tujuan individual yang tidak bisa dicapai sendirian

Mengumpulkan orang-orang yang tidak memiliki hubungan

Adanya rasa ketergantungan dan saling bekerja sama

Kepuasan terhadap tujuan

Individu saling menerima satu sama lain sebagai sumber penghargaan; mendapatkan nilai

positif

Ketertarikan interpersonal = cohesiveness

Hogg (1922,1993) berpendapat bahwa adanya perbedaan antara Personal

Attraction (kedekatan hubungan interpersonal didasarkan pada hubungan dekat dan

adanya keistimewaan dari orang tersebut) dan Social Attraction (interindividual liking

didasari oleh pemikiran mengenai dirinya sendiri dan orang lain bukan berdasarkan

individualitas tetapi berdasarkan norma grup atau prototype).

Person attraction adalah menyukai seseorang berdasarkan pada pilihannya sendiri

dan hubungan interpersonal/pertemanan sedangkan Social attraction adalah menyukai

seseorang berdasarkan keanggotaan dalam grup dan ditentukan oleh norma grup.

Personal Attraction tidak ada kaitannya dengan grup, sedangkan Social Attraction

menyukai seseorang karena ada sesuatu yang ia sukai dari keanggotaan grup. Social

Attraction merupakan salah satu dampak dari kumpulan (etnosentris, konformitas,

sebagai pembeda antar grup, sterotyping, serta solidaritas dalam kelompok) yang

Page 4: Group Part II

dihasilkan dari proses self-categorisation yang telah ditetapkan dalam teori self-

categorisation.

Menurut Turner, Hogg, Oakes, Reicher & Wetherell, ada dua keuntungan utama

dari Teori self-categorisation:

1. Tidak mengurangi solidaritas grup dan cohesiveness dalam ketertarikan interpersonal.

2. Ini dapat dipakai dalam interaksi pada grup yang kecil sama seperti pada skala

kelompok sosial yang besar, misalnya grup suku atau bangsa (seseorang dapat tertarik

satu sama lain karena memiliki suku atau bangsa yang sama).

GROUP SOCIALIZATION

Kenyataan yang telah kita ketahui tentang sebuah grup adalah adanya anggota

baru yang masuk, anggota lama keluar, pengenalan anggota pada grup dan grup dibangun

atas kontribusi dari para anggotanya. Grup merupakan struktur dinamis yang dapat

berubah secara continue setiap waktu. Bagaimanapun, aspek dinamis dari grup ini

seringkali ditolak oleh psikologi social. Psikolog sosial lebih cenderung menggunakan

analisis statis, yang meniadakan masalah waktu. Banyak psikolog sosial yang merasa

bahwa hal ini sangat melemahkan kekuatan penjelasan teori psikologi sosial tentang

proses grup dan tingkah laku intergrup (Condor, 1996; Levine and Moreland, 1994;

Tuckman, 1965; Worchel, 1996). Masalah waktu lebih serius dijelaskan pada psikologi

organisasi, dimana bidang ini biasanya menggunakan analisis longitudinal dan psikologi

oranisasi lebih berpengalaman dalam hal waktu. (Wilpert, 1995).

Group socialization merupakan sebuah dinamika hubungan antara grup dan

anggotanya yang menjelaskan penerimaan anggota pada sebuah grup dalam hal

komitmen dan perubahan peraturan.

Melalui Psikologi Sosial, Tuckman (1965) menjelaskan lima-fase urutan

perkembangan dalam grup:

1. Forming- fase orientasi atau pengenalan dan familiarisasi.

2. Storming- fase konflik, dimana para anggota mengetahui bahwa mereka melakukan

pekerjaan yang tujuan dan praktisnya tidak mereka setujui.

Page 5: Group Part II

3. Norming- dapat bertahan pada fase storming, dapat lebih menerima hasil keputusan

bersama (consensus), bersatu (cohesion), dan terbiasa pada suatu identitas dan tujuan

yang ada.

4. Performing- suatu periode dimana sebuah work group secara perlahan dapat menjadi

sebuah unit yang telah dapat bersatu dan beradaptasi dengan norma-norma dan tujuan-

tujuannya, dan memiliki moral dan atmosfir yang baik.

5. Adjourning- dimana grup bubar karena telah menyelesaikan tujuan-tujuan yang mereka

tetapkan, atau karena para anggota kehilangan minat dan motivasi pada grup lalu memilih

untuk pindah ke tempat (grup) yang lain.

Moreland dan Levine telah menciptakan sebuah model dari group sosialisation

untuk menjelaskan penerimaan seseorang di dalam sebuah grup. Ini berfokus pada

dinamika interrelationship pada grup dan tiap para anggotanya di sepanjang kehidupan

grup tersebut. Analisis ini tidak hanya berfokus pada bagaimana seorang individu

berubah agar layak untuk masuk ke dalam sebuah grup tetapi juga bagaiamana anggota

baru dapat menjadi sumber potensi bagi inovasi dan perubahan di dalam grup (Levine et

al, 2001). Tiga proses dasar yang termasuk di dalam group socialization:

1. Evaluasi yang berhubungan dengan perbandingan secara terus menerus oleh individu

tentang reward yang di berikan grup di waktu sebelumnya, sekarang dan masa depan.

Bersamaan, kelompok individu-individu mengevaluasi kontribusi mereka terhadap

kehidupan kelompok. Dibalik ide ini terletak sebuah asumsi bahwa orang-orang memiliki

tujuan dan kebutuhan, yang menciptakan harapan. sejauh harapan, atau mungkin,

bertemu, persetujuan sosial diekspresikan. Kegagalan aktual atau yang diantisipasi untuk

memenuhi harapan mengundang ketidaksetujuan sosial dan tindakan untuk memodifikasi

perilaku atau menolak individu atau kelompok

2. Evaluasi komitmen anggota grup yang melibatkan kejujuran di dalamnya.

Bagaimanapun, dari waktuyang diberikan, disequilibrium komitmen mungkin ada, seperti

bahwa individu lebih berkomitmen untuk grup atau kelompok untuk individu. Komitmen

menghasilkan persetujuan terhadap nilai dan tujuan kelompok, ikatan positif antara

kelompok dan individu, kerelaan unutk berusaha menjadi bagian dari kelompok, dan

keinginan untuk melanjutkan hubungan.

Page 6: Group Part II

3.Perubahan atau pergantian peraturan yang berhubungan dengan pemutusan hubungan

antara individu dan grup.

Sedangkan menurut Moreland and Levine ada lima fase group socialization:

1. Investigasi Proses merekrut anggota baru. Prosesnya bisa berlangsung secara

formal atau lebih informal. Investigasi yang sukses mendorong untuk masuk ke dalam

kelompok.

2. Sosialisasi Fase pembauran bagi anggota baru didalam grup dengan

memberitahukan norma-norma kelompok.

3. Maintenance Negosiasi peran yang ada didalam semua anggota grup.

Ketidakpuasan akan peran yang didapatkan seorang anggota bisa mengakibatkan

terjadinya transisi peran yang disebut divergence.

4. Resosialisasi Pada kasus divergence yang diharapkan, ada sedikit usaha yang

melibatkan resosialisasi. Apabila resosialisasi berhasil akan membuat anggotanya tetap

bertahan dalam grup sebaliknya bila gagal maka individu tersebut akan meninggalkan

grup.

5. Rememberence Setelah mereka keluar dari grup, keduanya akan mengenang saat-

saat mereka masih dalam grup.

Peristiwa pergantian peran diakui sebagai aspek penting dalam kehidupan grup.

Moreland dkk, telah meneliti masa transisi ini lebih spesifik, terutama ketika

diasosiasikan menjadi seorang anggota grup. Umumnya role transition ini merupakan

suatu ritual public events –upacara penerimaan- yang biasa disebut initiation rites.

Initiation rites seringkali menyakitkan atau memalukan ketika kita ditandai

sebagai anggota grup baru yang pindah dari suatu peran ke peran lainnya.

Di bawah ini adalah beberapa fungsi dari initiation rites:

1. Symbolic- pengenalan identitas

2. Apprenticeship- membantu individu untuk menjadi lebih familiar pada peran baru dan

standar peraturan yang telah ada.

3. Loyalty elicitation- permulaan yang menyenangkan termasuk hadiah dan dispensasi

khusus, yang dapat meningkatkan komitmen pada grup.

NORMA

Page 7: Group Part II

Kepercayaan yang diakui bersama tentang tindakan yang tepat untuk anggota

grup baik secara deskriptif dan perspektif.

Norma adalah Keseragaman sikap dan tingkah laku yang mendefenisikan

keanggotaan grup dan yang membedakan antara satu grup dengan grup lain.

Sterotype merupakan persepsi yang luas dan pandangan yang sederhana untuk

mengevaluasi satu grup sosial dan anggotanya.

Norma adalah keyakinan yang digunakan bersama tentang tingkah laku yang

dianggap pantas sebagai anggota grup. Norma menjelaskan dan menentukan apa yang

sebaiknya dilakukan. Contohnya : Tingkah laku dosen dan mahasiswa di universitas

sangat berbeda karena norma yang berlaku juga berbeda.

Hasil riset menunjukkan norma secara umum dibagi menjadi dua, yaitu norma

yang ditujukan untuk bertingkah laku sebagai anggota grup dan sterotype yang digunakan

untuk mengevaluasi grup lain. Menurut Garfienkel (1967) norma bisa berbentuk aturan

eksplisit yang dijalankan dengan adanya peraturan serta sangsi bagi yang melanggarnya

dan berbentuk implisit yang tidak dapat terlihat tetapi dijadikan sebagai acuan dalam

kehidupan sehari-hari. Garfienkel percaya bahwa norma yang implisit itu sebenarnya

sudah ada secara turun temurun di kehidupan kita, sehingga norma tersebut sudah

menjadi bagian di hidup kita secara naluriah, insting dan alamiah.

Garfienkel meneliti tentang sesuatu yang disebut ethonomethodology.

Ethonomethodology adalah suatu metode yang menggunakan pelanggaran norma untuk

menarik perhatian orang kepada kita. Jadi contohnya si Garfienkel ini menyuruh

muridnya bertingkah laku seakan-akan menjadi tamu di rumah mereka sendiri selama 15

menit, mereka disuruh harus bertingkah sangat sopan, bicaranya formal dan hanya bicara

kalau diajak bicara. Ternyata reaksi keluarganya di luar dugaan, mereka shock, terkejut,

bingung melihat anak mereka itu, bahkan mereka meluapkannya dengan kemarahan,

kekasaran, dsb. Ini menunjukkan bahwa norma impilisit yang berlaku di dalam interaksi

keluarga itu terungkap, bahwa mungkin kalau di rumah, semua anggota keluarga harus

bersikap sewajarnya. Dan pelanggaran ini menimbulkan reaksi yang keras.

Norma grup memiliki dampak yang sangat kuat pada seseorang. Newcomb (1965)

mempelajari tentang aturan di sebuah universitas kecil di Amerika yang bernama

Bennington. Tahun 1936 diadakan pemilihan ketua mahasiswa di Bennington, pemilihan

Page 8: Group Part II

ini melibatkan Newcomb sebagai kordinator pengumpulan hasil pemilihan. Hasilnya

mahasiswa tahun pertama banyak yang memilih kandidat yang konservatif sedangkan

mahasiswa tahun ketiga dan keempat mengalami pergeseran pilihan kearah kandidat yang

liberal dan komunis.

Norma memiliki fungsi untuk individu itu sendiri. Norma menetapkan batasan

tingkah laku yang bisa diterima dalam konteks tertentu. Dengan adanya norma, seseorang

bisa mengurangi keraguan dan menimbulkan kepercayaan diri untuk memilih pilihan

dengan tepat tentang sesuatu. Norma bisa dijadikan referensi untuk bertingkah laku pada

saat kondisi dan situasi tertentu.

Sherif (1936) melakukan eksperimen sederhana yang dikenal dengan fenomena

autokinetis. Dia percaya bahwa norma sosial muncul untuk menuntun tingkah laku saat

adanya keraguan tentang sesuatu. Eksperimennya adalah individu ditempatkan didalam

ruangan yang sangat gelap lalu dihadapkan pada satu titik cahaya yang stasioner.

Hasilnya mereka seringkali mempersepsikan seolah-olah titik cahaya tersebut bergerak –

gerak meskipun sebenarnya tetap diam ditempat. Dengan menggunakan ilusi ini Sherif

menempatkan beberapa orang pada situasi ini bersama-sama. Ia menemukan bahwa

kelompok tersebut membuat sebuah norma yang disetujui mengenai seberapa jauh titik

cahaya tersebut bergerak. Meskipun diantara mereka akan terdapat sedikit perbedaan satu

sama lain tentang seberapa jauh titik cahaya bergerak, tetapi pada akhirnya mereka

sepakat untuk memiliki jawaban yang sama. Ketika individu – individu tersebut dibiarkan

merespon cahaya itu sendirian mereka tetap berpegangan ataupun konform pada norma

kelompoknya yang tadi.

Norma timbul sebagai wujud dari adanya grup, yang nantinya bisa tetap

memunculkan perilaku yang sama walaupun tidak sedang bersama grup (Turner,1991).

Hal ini terjadi apabila anggota grup tetap memegang norma grup sebagai acuan

dihidupnya.

Norma selalu membantu fungsi dari grup, Sejauh ini, norma mengarahkan

tindakan anggota untuk pemenuhan tujuan grup itu sendiri. Anggota baru dengan cepat

menyetujui norma yang telah ada. Sebuah organisasi harus memiliki penetapan tujuan

yang jelas atau norma karena dengan adanya norma bisa membuat anggota grup bekerja

Page 9: Group Part II

lebih keras dan puas sehingga performansi serta hasil kerja grup baik (Guzzo dan

dickson,1996; Weldon dan Weingart,1993)

Fungsi norma untuk menjaga kestabilan dan bisa meramalkan sesuatu. Awalnya

norma menyetujui hal tertentu di lingkungan, lalu mencegah hal yang tidak diinginkan

dan pada akhirnya berubah dan mengubah lingkungan. Norma terkadang bisa membatasi

dan terbatas tetapi bisa juga bebas dan kurang membatasi.

Anggota dengan status yang tinggi(ketua) lebih bisa meloloskan diri dari aturan-

aturan yang ada didalam grup dibandingkan dengan status yang rendah atau hanya

sebagai pengikut.

Sherif dan Sherif (1964) mempelopori studi tentang geng remaja di salah satu

kota di Amerika. Partisipan mengobservasi dan mempelajari tingkah laku mereka selama

beberapa bulan sebagai penyusup. Geng tersebut membuat sebuah nama untuk dirinya,

memiliki beberapa tanda pengenal sebagai anggota, dan mempunyai aturan cara

berpakaian sendiri. Cara berpakaian sangat penting bagi mereka karena dapat

menunjukkan perbedaan antara satu geng dengan geng lainnya. Mereka juga memiliki

aturan yang ketat tentang seks dan bagaimana menyetujui pihak luar.

GROUP STRUCTURE

Struktur kelompok merupakan divisi (pembagian) suatu kelompok ke dalam

beberapa peran, dimana pembagian sering berdasarkan status dan prestige. Struktur

kelompok secara jelas digambarkan dalam bentuk roles (peran), status relations, dan

communication network.

1.Roles (Peran)

Roles (peran) adalah bentuk perilaku yang membedakan aktivitas-aktivitas dalam

kelompok yang berhubungan satu sama lain untuk memberikan hasil yang lebih baik

pada grup. Roles (peran) memiliki kesamaan dengan norms (norma) dimana keduanya

sama-sama menggambarkan perilaku seseorang dalam grup. Tetapi norm (norma)

diterapkan pada grup secara keseluruhan, sedangkan roles (peran) diterapkan hanya pada

subgrup di dalam kelompok. Roles (peran) berguna untuk membagi grup ke dalam

beberapa bagian. Pada umumnya, roles (peran) tidak bertujuan untuk mendapat

Page 10: Group Part II

keuntungan dari kerangka grup yang dibentuk. Roles (peran) secara spesifik didesain

untuk membedakan pekerjaan antara masing-masing anggota yang ada dalam grup. Roles

(peran) bukanlah orang, tetapi suatu penyajian perilaku yang diberikan kepada seseorang.

Grup bisa berbentuk tidak formal dan bersifat tersembunyi (seperti kelompok sahabat)

atau formal dan bersifat tegas (seperti para pegawai penerbangan).

Roles (peran) dibentuk dalam suatu grup karena beberapa alasan, yaitu:

Mewakili divisi atau pembagian kerja pada grup, hanya grup kecil yang tidak

memiliki divisi atau pembagian peran.

Memenuhi harapan-harapan grup dan memberi informasi tentang bagaimana

masing-masing anggota berhubungan satu sama lain.

Memenuhi para anggota dengan self-defenition dan place dalam grup tersebut.

Secara jelas, roles (peran) dibentuk untuk memudahkan tugas atau pekerjaan grup.

Namun, pada faktanya, perbedaan peran yang bersifat tidak fleksibel atau tidak dapat

diubah terkadang menimbulkan kerugian pada grup. Pada akhirnya, roles (peran) dapat

benar-benar mempengaruhi siapa kita, yaitu identitas dan konsep diri kita. Gagasan ini

telah diuraikan secara jelas oleh sosiolog yang menjelaskan bagaimana interaksi dan

harapan-harapan masyarakat terhadap perilaku yang dapat menciptakan identitas nyata

dan bersifat menetap pada manusia. Hal ini disebut dengan Teori Identitas Peran.

2.Status (Kedudukan)

Status (kedudukan) adalah suatu penilaian konsensual terhadap prestige dan suatu

peran atau pekerjaan dalam suatu grup, atau penilaian prestige dari grup dan para anggota

grup sebagai satu kesatuan. Pada umunya, peran atau pekerjaan pada higher status

cenderung memiliki dua ciri penting, yaitu:

1. Consensual prestige

2. Suatu kecenderungan untuk memulai memprakarsai gagasan-gagasan dan

aktivitas-aktivitas yang ditetapkan oleh kelompok.

Seseorang yang memiliki posisi higher status merupakan orang yang selalu

memikirkan sesuatu untuk dilakukan oleh grup. Hirarki (puncak) suatu status

(kedudukan) dalam grup tidak secara sengaja ditentukan. Satu penjelasan yang dapat

menjawab mengapa hirarki status (kedudukan) muncul dengan mudah dalam kelompok

Page 11: Group Part II

adalah teori perbedaan sosial. Hirarki status (kedudukan) merupakan ekspresi dan

pantulan dari perbedaan social intragroup. Peran-peran tertentu dalam grup memiliki

kekuasaan dan pengaruh yang lebih, karena mereka lebih menarik dan disukai juga

memiliki banyak kelebihan daripada yang lain. Hirarki status (kedudukan) sering menjadi

suatu pendirian (lembaga).

Expectation States theory adalah teori yang menyangkut kemunculan peran

sebagai konsekuensi dari status masyarakat yang berdasarkan harapan mengenai

perbuatan. Status (kedudukan) diperoleh dari 2 sumber yang pasti, yaitu:

1. Specific status characteristics

Yaitu karakteristik yang berhubungan langsung terhadap kemampuan dalam tugas

grup. Misalnya, kemampuan atletik dalam team olahraga.

2. Diffuse status characteristics

Yaitu karakteristik yang tidak berhubungan langsung terhadap kemampuan dalam

tugas grup, tetapi meskipun demikian, umumnya memunculkan nilai positif atau

negatif dalam masyarakat.para anggota tidak boleh menimbulkan perbedaan

sosial yang terus menerus secara sistematik. Misalnya, jenis kelamin pria, usia

yang lebih tua, warna kulit yang putih.

Menurut Knottnerus dan Greesteins, specific dan diffuse status merupakan sumber

tambahan dan tidak terikat dalam membentuk grup yang baru. Specific status

dimanipulasi oleh perkataan peserta bahwa mereka tampil lebih baik atau buruk daripada

yang lain pada tugas pertama. Diffuse status dimanipulasi oleh peranan peserta agar

dipercayai bahwa mereka lebih muda atau tua dari yang lain. Hal ini disebut dengan

perceptual task. Faktor lainnya yang menunjukkan kontribusi status (kedudukan)

tertinggi dalam kelompok yaitu senioritas, assertiveness, kesuksesan pekerjaan di masa

lalu dan orientasi grup yang tinggi.

3.Communication Network

Communication network adalah sekumpulan aturan yang mengtur kemudahan

berkomunikasi antar peran yang berbed dalam sebuah grup.

Page 12: Group Part II

Orang-orang yang mengerjakan peran yang berbeda-beda dalam sebuah grup

membutuhkan komunikasi untuk mengkoordinasikan kegiatan mereka, walaupun tidak

semua peran membutuhkna komunikasi dengan orang lain. Struktur dari sebuah grup

yang menghargai adanya peran mementingkan adanya jaringan komunikasi internal yang

mengatur dengan siapa saja kita dapat berkomunikasi.

Bavelas(1968) berpendapat bahwa jumlah jalur komunikasi yang harus dilewati

oleh seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain adalah faktor penting.

Untuk tugas yang sederhana, pemusatan yang lebih akan membuat performance

suatu kelompok lebih baik (e.g: Leavitt, 1951) para atasan dapat menerima,

mengkombinasikan dan melanjutkan informasi secara lebih efisien ketika membiarkan

para bawahan konsentrasi dalam mengerjakan berbagai pekerjaan mereka. Untuk tugas

yang lebih kompleks, pemusatan dikurangi pada tingkat atasan (e.g. Shaw, 1964), karena

jumlah dan tingkat kerumitan informasi yang dikomunikasikan berlebihan pada atasan,

yang tidak mampu mengintegrasikan, menyerap dan menyebarkannya secara efisien.Jika

sentralisasinya berlebihan akan berpotensi serius kehilangan koordinasi (Steiner, 1972)

dihubungkan dengan pemusatan berlebih pada jaringan komunikasi.

Hal penting lainnya adalah tingkat otonomi yang dirasakan oleh para anggota.

Karena mereka bergantung pada pusat untuk pengaturan dan penyampaian informasi,

para bawahan tidak memiliki kuasa dalam suatu kelompok, dan biasanya mereka merasa

dibatasi dan tidak bebas. Berdasarkan Mulder (1960), memiliki kekuasaan memberikan

otonomi dan kepuasan yang lebih besar, jadi para bawahan dapat merasa tidak puas,

sedangkan para atasan merasa puas karena sering mendapat kepercayaan sebagai

pemimpin grup. Jaringan komunikasi terpusat dapat mengurangi rasa kepuasan grup,

keselarasan dan solidaritas, dan menghadirkan konflik internal. Penlitian dalam sebuah

organisasi menjelaskan bahwa kepuasan kerja dan komitmen organisasi dipengaruhi oleh

jumlah pengawasan yang dirasakan oleh para pekerja, dan pengawasan itu berhubungan

dengan jaringan komunikasi, dalam bagian keikutsertaan dalam pengambilan keputusan

(e.g. Evans and Fischer, 1992).

Hampir semua grup, secara khusus grup organisasi, jaringan komunikasi formal

ditambah dengan komunikasi informal ’grapevine’.

Page 13: Group Part II

Sekarang, peraturan mempelajari jaringan komunikai dalam suatu organisasi perlu

ditulis ulang dengan hadirnya computer-komunikasi perantara (CMC) pada sepuluh

sampai lima belas tahun yang lalu(Hollingshead,2001). Sekarang organisasi telah

memiliki grup yang sebenarnya, dan para anggotanya jarang bertemu karena mereka

menggunakan saluran komunikasi elektronik. Salah satu efek positif dari CMC adalah

CMC dapat mengurangi penekanan pada perbedaan status dan dapat memberikan

partisipasi yang sama diantara para anggota.

Why do people join group?

Pertanyaan di atas tidak mudah untuk dijawab. Kita perlu mengenal grup yang mana

memiliki beragam tingkatan pilihan yang akan kita pilih. Ada beberapa pilihan, misalnya

jenis kelamin, etnis, kelamin sosial atau nasional yang akan kita pilih: keanggotaan

kebanyakan di kategorikan secara eksternal. Ada beberapa pilihan, walaupun

kemungkinannya lebih sedikit dari yang kita pikirkan, dalam pekerjaan atau partai politik

yang ingin kita ikuti, terdapat kebebasan dalam grup mana kita ingin bergabung. Ketika

kebanyakan keanggotaan ditunjukkan secara eksternal dari kategori sosialnya, misalnya

jenis kelamin dan etnis dapat disimpulkan kemungkinan pilihan keanggotaan seseorang

itu (misalnya: kelompok norma dan latihan), dan hal ini menggambarkan cara yang sama

dari motif dan tujuan dari memilih secara bebas untuk bergabung pada grup yang tidak

dikategorikan secara eksternal (Hogg and Abrams, 1993).

Bagaimanapun, kita dapat melihat keadaan, motivasi, tujuan dan maksud yang

merupakan suatu jalan singkat, orang-orang bergabung atau membentuk suatu kelompok

(misalnya : berkumpul bersama, mengkoordinasi kegiatan mereka, mengidentifikasikan

diri sebagai anggota kelompok). Misalnya kedekatan fisik dapat menyebabkan

terbentuknya suatu grup. Kita berusaha untuk menyukai, atau paling tidak belajar untuk

toleransi, dengan orang yang dekat dengan kita (Tyler and Sears, 1977). Kedekatan

membuat terbentuknya grup: kita membentuk grup dengan orang-orang yang ada

disekitar kita. Festinger et al.’s(1950) mengadakan suatu penelitian klasik pada murid-

murid mengenai peran kedekatan dsalam pembentukan grup, kekohesivan grup, dan

pemberian semangat kepada suatu grup. Ketertarikan pada hal yang sama, sikap dan

kepercayaan juga dapat menyebabkan orang-orang bergabung dalam suatu grup.

Page 14: Group Part II

Jika orang memiliki tujuan yang sama dimana memiliki keterkaitan tingkah laku

untuk mencapai tujuan dan cita-cita mereka, ini merupakan salah satu alasan yang kuat

dan dapat dipercaya untuk dapat bergabung dalam satu grup. Ide ini muncul dari Sherif’s

(1966) teori konflik realistis dari tingkah laku intergruop, misalnya kita peduli terhadap

perusakan terhadap lingkungan, maka kita akan tertarik untuk bergabung dengan

kelompok konservasi lingkungan, karena kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang

memiliki tujuan yang sama akan mencapai hasil yang lebih baik dibandingkan jika

dilakukan sendiri.

Penting untuk bab1 Orang bergabung dalam suatu grup untuk mendapatkan

dukungan positif dan kesenangan berafiliasi, misalnya: untuk mengusir rasa sepi (Peplau

andPerlman, 1982). Orang bergabung dalam suatu grup untuk mendapatkan perlindungan

dan keamanan diri, misalnya : seorang remaja yang bergabung dalam suatu geng

(Ahlstrom and Havighurst, 1971) dan para pendaki gunung mendaki gunung dalam suatu

grup karena alasan ini. Orang bergabung dalam suatu grup untuk mendapatkan dukungan

emosional ketika mereka sedang stress, misalnya : dukungan grup bagi para penderita

AIDS, dimana para kerabat dan sahabat dapat memenuhi fungsi ini. Lewis’s (1969)

menggambarkan bagaimana orang-orang dapat bersama-sama dalam keadaan stress.

Scahacter (1959) juga menyelidiki ide yang samadalam suatu eksperimen terkontrol.

Namun dibutuhkan batasan dalam hal ini. Stress yang terlalu ekstrim terkadang dapat

menghasilkan kehancuran social dan penutupan diri, dan tidak terbentuk suatu grup

(Middlebrook, 1980) hal ini mungkin disebabkan karena antara stress dan afiliasi tidak

terdapat hubungan yang mekanis: jika afiliasi bukan merupakan solusi yang efektif bagi

orang yang stress, maka hal itu tidak akan terjadi.

Yang terakhir dan yang terpenting, alasan seseorang bergabung dalam suatu grup

adalah untuk mendapatkan identitas sosial (Hogg and Abrams, 1988; Tajfel and Turner,

1979; Turner,1982) atau untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu untuk saling

berhubungan dengan orang lain (Baumeister and Leary, 1995). Grup memberikan

pengaruh bagi kita untuk dapat mengenal diri dan untuk evaluasi diri, bagaimana

seharusnya kita berperilaku dan bagaimana orang lain akan memperlakukan kita. Hal ini

dapat meningkatkan penurunan ketidakpastian subjektif. Seseorang termotivasi untuk

Page 15: Group Part II

bergabung dalam suatu grup karena ia akan mendapatkan status sosial yang positif dari

grup tersebut (Hogg and Abrams, 1990; Long and Spears,1997; Tajfel and Turner, 1979).

Jika kita tidak bergabung dalam suatu grup maka kita akan kesepian dan jauh dari

interaksi sosial, memiliki perlindungan fisik dan sosial, kemampuan untuk mencapai

tujuan yang kompleks, memiliki pandangan yang stabil akan siapa dirinya, dan memiliki

kepercayaan diri dalam berperilaku. William merancang sebuah kerjasama yang kuat

untuk mempelajari konsekuensi dikeluarkan dari suatu kelompok yang disebut dengan

social ostracism. Social ostracism adalah suatu keadaan dimana seseorang dikeluarkan

dari suatu grup atas persetujuan bersama (Williams et al.,1998; Williams and Sommer,

1997).William mengadakan suatu percobaan dengan melibatkan tiga orang murid,

dimana dua diantaranya adalah yang diajak untuk bekerjasama dan yang lainnya adalah

partisipan yang sebenarnya. Dalam percobaan itu mereka berada dalam suatu ruangan,

dan diminta untuk melempar bola kepada temannya yang ada di seberang ruangan.

Dalam percobaan itu dua murid yang diajak bekerja sama hanya melempar bola diantara

mereka saja, tanpa melibatkan partisipan yang sesungguhnya. Sehingga ia merasa tidak

nyaman dan dibaikan, dan ia mencoba untuk menyibukkan dirinya sendiri dengan

melakukan kegiatan lain.