Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

24
1 TENTIR KULIT & JARINGAN PENUNJANG 2010 SUMATIF II - PART II DISUSUN OLEH: Arini Purwono Deriyan Sukma Widjaja Dwi Wicaksono Karina Maharadi Pramudya Kevin “Schroder” Swastya Dwi Putra DERMATOLOGICAL PHARMACOLOGY Halo, teman2. Kita ketemu lagi dalam kuliah tentang farmakologi. Karena kami menghargai waktu teman-teman, kali ini bakal dibatasin banget basa-basinya. Oke? Capcus. Secara umum, pemberian obat untuk penyakit2 kulit dengan 3 cara, antara lain: 1. Topikal. Artinya si obat hanya dioleskan ke kulit 2. Oral. Kalau melalui oral berarti kita menginginkan kerja secara sistemik 3. Fototerapi. Artinya selain obat diberikan kepada penderita, si penderita juga harus dilakukan penyinaran, baik dengan sinar matahari atau sinar lain seperti UV, laser, dll. Nah, dikarenakan umumnya untuk penyakit kulit kita memberikannya secara topical (yang benar2 penyebab lesi di kulit), kita harus tau nih bagaimana sebenarnya preparat topical ini bekerja: 1. Stratum korneum. Kayaknya sih yang ditangkap dari kuliah barrier keratin ini harus dilewatin dulu dengan dilepas atau erosi supaya obat gampang diserap. 2. Saluran keringat 3. Folikel sebasea Kita semua pasti ingin ke dokter dan cepat lesi kita ini sembuh ngak tau gimana caranya. Nah, sekarang kita harus paham betul faktor2 apa saja yang berperan dalam cepatan absorbsi obat via kulit: 1. Faktor obat a. Konsentrasi. Intinya konsentrasi berbanding lurus dengan kecepatan absorbs b. Lipofilik. Kita tahu bahwa membran sel dari lipid bilayer. Nah, kalo makin lipofilik, makin memudahkan obat untuk diserap c. Ukuran molekul. Intinya makin kecil berarti makin cepat diserap karena makin banyak luas permukaannya. Gampangnya, enak ga kalo ngobatin kulit dengan obat berbentuk batang sabun? 2. Faktor vehikulum a. Kandungan lipid. Salep merupakan vehikulum yang terbaik untuk pemberian topical karena kandungan lipidnya. Solusio merupakan vehikulum terburuk. Kenapa? Karena nunggu nguap dulu, yang laen sudah sampe ke bulan, dia masih mau mandi.

description

kulit

Transcript of Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

Page 1: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

1

TENTIR KULIT & JARINGAN PENUNJANG 2010

SUMATIF II - PART II

DISUSUN OLEH:

Arini Purwono

Deriyan Sukma Widjaja

Dwi Wicaksono

Karina Maharadi Pramudya

Kevin “Schroder”

Swastya Dwi Putra

DERMATOLOGICAL PHARMACOLOGY

Halo, teman2. Kita ketemu lagi dalam kuliah tentang farmakologi. Karena kami menghargai

waktu teman-teman, kali ini bakal dibatasin banget basa-basinya. Oke? Capcus.

Secara umum, pemberian obat untuk penyakit2 kulit dengan 3 cara, antara lain:

1. Topikal. Artinya si obat hanya dioleskan ke kulit

2. Oral. Kalau melalui oral berarti kita menginginkan kerja secara sistemik

3. Fototerapi. Artinya selain obat diberikan kepada penderita, si penderita juga harus

dilakukan penyinaran, baik dengan sinar matahari atau sinar lain seperti UV, laser, dll.

Nah, dikarenakan umumnya untuk penyakit kulit kita memberikannya secara topical (yang

benar2 penyebab lesi di kulit), kita harus tau nih bagaimana sebenarnya preparat topical ini

bekerja:

1. Stratum korneum. Kayaknya sih yang ditangkap dari kuliah barrier keratin ini harus

dilewatin dulu dengan dilepas atau erosi supaya obat gampang diserap.

2. Saluran keringat

3. Folikel sebasea

Kita semua pasti ingin ke dokter dan cepat lesi kita ini sembuh ngak tau gimana caranya.

Nah, sekarang kita harus paham betul faktor2 apa saja yang berperan dalam cepatan

absorbsi obat via kulit:

1. Faktor obat

a. Konsentrasi. Intinya konsentrasi berbanding lurus dengan kecepatan absorbs

b. Lipofilik. Kita tahu bahwa membran sel dari lipid bilayer. Nah, kalo makin lipofilik,

makin memudahkan obat untuk diserap

c. Ukuran molekul. Intinya makin kecil berarti makin cepat diserap karena makin

banyak luas permukaannya. Gampangnya, enak ga kalo ngobatin kulit dengan

obat berbentuk batang sabun?

2. Faktor vehikulum

a. Kandungan lipid. Salep merupakan vehikulum yang terbaik untuk pemberian

topical karena kandungan lipidnya. Solusio merupakan vehikulum terburuk.

Kenapa? Karena nunggu nguap dulu, yang laen sudah sampe ke bulan, dia masih

mau mandi.

Page 2: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

2

b. Irritasitas. Nah ini nih maksudnya. Kalo si vehikulum mampu membuat iritasi kulit

yang berarti si lapisan korneum terkelupas, berarti makin memudahkan obat untuk

diserap. Ini kayak pake tank untuk menghancurkan tembok yang tebal.

3. Faktor kulit

a. Ketebalan str. Korneum. Udah jelas, makin tebel makin lama.

b. Vaskularisasi kutan. Makin banyak vaskularisasi berarti makin mudah si obat

menimbulkan efek local dan sistemik

c. Permukaan kulit. Ini juga artinya kalo makin luas berarti si obat makin cepet

diserap.

d. Permukaan mukosa. Nah, mukosa itu kan stratum korneumnya tipis bahkan ga

ada, berarti kayak prinsip 3a yang berarti makin memudahkan absorbs obat di

kulit.

4. Faktor penyakit di kulit

a. Radang. Dengan adanya radang, absorbs obat makin cepat karena barrier kulit

rusak dan adanya vasodilatasi. Balik ke konsep 3b.

b. Ulkus. Nah, hati2 banget memberikan obat secara topical pada ulkus. Sangking

cepetnya, pemberiannya kayak kita memberikan obat sistemik. Contohnya adalah

basitrasin

5. Faktor lainnya (X?)

a. Hidrasi kulit. Kalo kulit itu lembab, makin memudahkan absorbs kulit.

b. Oklusi. Ini kayak dikasih penutup sehinga absorbs kulit diharapkan meningkat.

c. Usia. Nah, kita harus mempertimbangkan luas permukaan tubuh/ volume

tubuh. Indeks tadi

tinggi banget sama

anak2, mangkanya

kalo dikasih dosis ga

bias dosis dewasa

karenan

kemampuan

absorbsinya yang

tinggi.

Seharusnya sih ini bakal dijelasin lebih lengkap di tentir dermatoterapi. Dari tabel di atas

yang perlu kalian ingat adalah bagian tubuh yang cocok dan yang dihindari. Sisanya

baca sendiri yah. Maaf.

ANTIINFLAMASI, IMUNOSUPRESAN: GLUKOKORTIKOID

Cara pemberiannya ada dua macam:

1. Lokal (topikal, intralesi) : mis. hidrokortison, triamsinolon, mometason

- Sering digunakan untuk kulit radang. Kalau diberikan pada kulit normal,

absorbsinya kurang bagus/ minimal

- Yang membedakan kerjanya: potensi, kadar, vehikulum

- Nah, kalau misalkan penggunaan untuk kulit tipis semisal muka dan aksila,

pakailah nonfluorinated glukortikoid

- Seandainya untuk meningkatkan absorbs dengan teknik oklusi, ingat, penggunaan

oklusi dalam jangka panjang dapat meningkatkan absorbs hingga 10x yang

berarti dalam dosis kecil bisa saja memberikan efek sistemik.

- Pemberian glukokortikoid secara topical akan:

a. Paling responsive: dermatitis atopic, psoriasi genital, wajah. Kenapa? Karena

disana terjadi proses radang, ada vaskularisasi, dan memiliki lapisan yang ga

gitu tebal

b. Kurang responsive: pemphigous, psoriasis telapak tangan-kaki.

c. Tidak responsive: intralesi keloid, kista akne, alopecia areata. Karena disini

vaskularisasinya dikit bahkan ga ada. Sehingga efeknya bakal lama banget

seolah2 ga responsive. Missal aja untuk kelood dapat digunakan

triamsinolon intralesi yang berefek mengecilkan skar, Cuma lamaa banget.

- Efek samping dari pemberian glukokortikoid topical:

a. Lokal

Kulitnya jadi atrofi kayak tissue yang sudah direndam air

Bila menggunakan fluorinated glukokortikoid pada wajah, dapat

menghasilkan steroid rosacea dan dermatitis perioral dimana kulit

menjadi kemerahan

Acne steroid, purpura

Page 3: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

3

Infeksi kulit, yang paling takut yah kandidiasis karena adanya efek

imunosupresan

Hipopigmentasi, hipertrikosis (muncul banyak rambut), dan peningkatan

tekanan intraokuler (mata berasa ingin pecah)

Dermatitis kontak alergik

BAHAYA BANGET UNTUK PASIEN YANG HIPERSENSITIF DENGAN

KORTIKOSTEROID

b. Sistemik: untuk penggunaan kortikosteroid poten, luas, jangka panjang, baik

dengan dan tanpa oklusi

Menekan aksis hipofisis-adrenal. Dikarenakan sudah biasa diberikan

kortikosteroid dari luar, sehingga tubuh akan mengompensasikannya

dengan menurunkan produksi

Sindrom cushing. Tubuh pengguna akan menjadi bengkak2 karena

oedema.

Kalau pada anak bisa menghambat pertumbuhannya loh. Sebenernya ga

bikin pendek, Cuma agak ketinggalan aja. Missal yang laen udah ga

tumbuh, dia baru mule tumbuh.

2. Sistemik: mis hidrokortison, triamsinolon,dexametason

- Penggunaan yang sistemik hanya untuk kasus2 yang berat, misalnya pemphigus

vulgaris, dermatitis kontak alergik

- Kalau misalkan digunakan dalam jangka waktu yang panjang, ada efek

sampingnya nih kayak katarak, miopati, osteoporosis, hipertensi, glucose

intolerance, psikiatri

- Mengingat dosisnya yang besar dan jangka waktu yang lama, jikalau kita ingin

menghentikan penggunaannya, kita harus menurunkan dosis secara

bertahap (tapering off)

- Apa efeknya kalau mendadak? Efeknya adalah menjadi gejala insufisiensi

adrenal akut untuk penderita psoriasis pustular flare dimana gejala tadi

malah makin parah

Inti dari pemberian glukortikoid adalah agar proses radang tidak terjadi. Untuk mekanisme

kerja glukokortikoid ada beberapa macam, antara lain:

1. Apoptosis limfosit - biar ga radang

2. Menghambat kaskade asam arachidonat – biar eikosanoid yang dapat memicu

radang misalnya prostaglandin ga terbentuk

3. Menekan produksi sitokin – biar ga usah manggil2 konco2nya

4. Memp. sel inflamasi - mungkin maksudnya sama, biar sel radang ga usah datang

5. Antimitosis pada epidermis manusia (psoriasis) disini kan proses

otoimun, nah proses otoimun ini memicu mitosis epidermis yang super cepat.

Dengan pemberian glukokortikoid, diharapkan mitosisnya ga gitu cepat.

Di tabel ini mau menjelaskan bahwa obat glukokortikoid selain melihat potensi antiradang,

lihat juga retensi natrium dikarenakan penggunaan glukokortikoid dalam jumlah besar dan

lama dapat membuat oedema. Yang tidak ketinggalan adalah lama kerjanya si obat.

Paling yang perlu kalian ingat, yang retensi natriumnya sangat baik (0) itu

triamsinolon, betametason, dan deksametason. Si beta dan deksa ini potennya juga besar,

tapi efek kerjanya lama. Selain itu, yang mesti dihindari yah fludrokortison, udah bias

menyebabkan oedema, dia juga potennya ga gitu kuat dibandingkan dua tadi. Kalo yang

ringan2 dan dihasilkan oleh tubuh yah kortisol yang diproduksi saat stress.

ANTIPRURITUS

1. ANTIHISTAMIN INHIBITOR RESEPTOR H1

Seperti yang telah kita ketahui, histamine disimpan dalam bentuk granul pada sel mast.

Ketika dikeluarkan, histamine akan berikatan dengan reseptornya, yaitu H1 dan H2.

Sebenarnya sih di kulit ada kedua reseptor tersebut, Cuma untuk menyebabkan

Page 4: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

4

kelainan kulit banyak yang dimediasi oleh reseptor H1 yang sering terlibat dengan

PRURITUS salah satunya pada penderita dermatitis atopik dan untuk H2 banyak

untuk tukak lambung. Selain pruritus, histamine juga berperan dalam URTIKARIA,

GIGITAN SERANGGGA, KALIGATA.

Cara kerja antihistamin adalah dengan competitive inhibition untuk menduduki

reseptor H1 tadi di kulit. Nah, untuk menimbulkan efek terapi, pemberian obat

antihistamin juga memberikan efek samping antara lain: kantuk, sulit

berkonsentrasi, antikolinergik (mulut kering), dan midrasis. Nah, antihistamin

ini juga banyak ditemukan pada obat batuk dan memberikan efek ngantuk. Oleh

karenanya, dalam peresepannya biasa diberikan pada malam hari sehingga tidak

mengganggu kerja.

Biasanya obat akan diberikan secara oral dengan rentang kerja 30menit-1jam.

Yang umum dipakai antara lain klorfeniramin dan difenhidramin. Kalau tidak ingin

memberikan efek kantik bisa diberika loratadin dan cetirizin.

2. DOXEPIN

Kalau tadi antihistamin diberikan secara oral, pemberian obat ini adalah via

topical terutama untuk penderita dermatitis atopic. Mekanisme kerjanya sebenarnya

masih dipertanyakan, Cuma diperkirakan dengan antagonis reseptor H1 dan H2.

Efek sampingnya juga sama, ngantuk dan antikolinergik, selain itu juga rasa

terbakar dan tertusuk2.

Pemberian doxepin bisa menimbulkan dermatitis kontak alergik!!!

3. PRAMOXINE

Salah satu cara untuk menghilangkan rasa gatal adalah dengan meningkatkan ambang

batas melalui anestesi terutama pada dermatosis eksematosa ringan. Pemberiannya

bisa banyak pilihan krim, lotio, dan gel 1%. Efek sampingnya adalah rasa terbakar

dan tertusuk.

KERATOLITIK

1. Asam salisilat

- Pada kadar 3-6% akan memberikan efek keratolitik, dan >6% akan memberikan

efek kerusakan jaringan dikarenakan as. Salisilat bersifat invasive pada kadar

yang tinggi.

- Untuk efek terapi keratolitik, cara kerjanya adalah dengan melarutkan protein

permukaan yang akhirnya memicu deskuamasi/ pengelupasan keratin.

- Asam salisil itu bisa dikatakan sebagai obat kuno dan efek sampingnya mulai

bermunculan hingga sekarang antara lain: alergi (menimbulkan urtikaria, eritema

multiforme), iritasi, inflamasi akur, dan ulserasi (untuk kadar tinggi)

- SEBAIKNYA SIH PERHATIKAN PENGGUNAAN ASAM SALISILAT UNTUK

PENDERITA DM MENGINGAT EFEK DESTRUKTIFNYA dikarenakan pada DM,

luka kecil aja bisa ulkus apalagi dikasih ini? Sate deh…

2. Propylene glycol

- Efeknya sih sama yaitu keratolitik pada kadar 40-70%

- Biasa digunakan polyethylene oklusi atau asam salisilat 6% untuk

pengobatan keratoderma (kapalan) palmar dan plantar, psoriasis

ANTIJAMUR

1. ORAL

a. Griseofulvin (Dermatofit +, kandida –)

- Mekanisme kerja dengan menghambat sintesis dinding sel, sintesis asam

nukleat, dan menghambat mitosis

- Lama kerjanya bervariasi:

Kulit kepala : 4-6 minggu

Tidak berambut : 3-4 minggu

Kuku tangan : 6 bulan

Kuku kaki : 8-18 bulan (kuku ini memang lebih lama dan sering

banget relaps)

- Efek sampingnya: sakit kepala, mual, muntah, diare, fotosensitivitas,

neuritis perifer, bingung, leukopeni, proteinuria

- Pada jangka panjang, perlu dilakukan revolusi rutin pada fungsi hati, ginjal,

dan hematopoetik dikarenakan obat ini toksik untuk hati dan ginjal.

- Obat ini TIDAK COCOK untuk porfiria/ gagal hati, hipersensitivitas.

b. Derival azol (dermatofit +, kandida +)

- infeksi sistemik dengan menghambat pembentukan ergosterol

- Kontraindikasi:

Page 5: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

5

Azol + midazolam/ triazolam: efek hipnotik sedative (tidur lebih

panjang karena metabolism midazolam dihambat)

Azol + HMG-CoA reduktase inhibitor (obat penurun kolesterol) :

rhabdomiolisis (lisis otot)

Ketokonazol 200mg 1 dd

- Sangat responsive untuk TV, jangka pendek

- Kandidiasis mukokutan sistemik kronik, 16 minggu

- Dermatofit pada kulit tak berambut 2-3 mg, telapak tangan-kaki 4-6

mg, dan rambut-kuku membutuhkan waktu yang lama

- Efek sampingnya adalah nausea, pruritus, GINEKOMASTIA,

PENINGKATAN ENZIM HATI HEPATITIS (ingat untuk cek

SGOT SGPT bila kita meresepkan ketokonazol jangka panjang)

Flukonazol

- Oral, masa paruh 30 jam

- Kandidiasis mukokutan: 100 mg 1 dd

- Dermatofit: selang sehari (2 hari sekali???)

Itrakonazol

- Masa paruhnya panjang banget nih, bisa sampe 28 hari setelah stop

terapi

- Cocok banget untuk onkomikosis (tinea pada kuku) dengan

dosis 200mg 1 dd, 3 minggu

- Sering banget menyebabkan GAGAL JANTUNG (tidak untuk

gangguan ventrikel) dan CEK FUNGSI HATI!

c. Terbinafin

- Termasuk alilamin yang berkerja mirip untuk menghambat sintesis ergosterol

dengan penghambatan squalene epoksidase

- Cocok untuk onkomikosis

- Juga sama, toksik untuk hati, cek selalu fungsi hati

2. TOPIKAL

a. Golongan imidazol (dermatofit +, kandida+)

Macam2nya si rata2 sama kayak ketokonazol, mikonazol, klotrimazol, ekonazol.

Efek sampingnya sih serasa ketusuk2, pruritus, eritema, iritasi local, dan

dermatitis kontak alergik.

b. Tolnaftat (dermatofit +, P. orbiculare, kandida -)

Kalo obat ini sih spektrumnya sempit dan sering menyebabkan kambuhan. Untuk

infeksi pada stratum korneum yang tebal tidak bisa hanya diberikan tolnaftat aja.

Secara keseluruhan, obat ini tidak menyebabkan efek samping iritasi dan kontak

alergi.

c. Nistatin dan Amfotericin B (dermatofit -, kandida +)

Nistatin

- Memiliki spectrum yang sempit

- Cocok untuk kandidiasis mukosa dan kulit (mulut dan vagina)

dikarenakan diberikan secara oral ga ada efek

- Tidak menimbulkan iritasi, alergi kontak jarang

Amfotericin B

- Memiliki spectrum yang lebih luas

- Pemberian secara IV biasanya untuk pengobatan sistemik

- Kalo pemberian topical, akan memberikan iritasi local dan warna

kuning sementara pada kulit. (Kevin ”Schroder”)

---OoOoOoO---

ANTIBIOTIK

Prolog (Saran mengenai penggunaan antibiotik topikal oleh Prof Hedi)

Infeksi pada kulit juga memerlukan antibiotik seperti pada infeksi-infeksi lainnya. Tetapi

untuk infeksi kulit, sebaiknya kita membatasi penggunaan antibiotik topikal. Terutama jika

antibiotik tersebut merupakan antibiotik yang biasa /bisa digunakan untuk infeksi sistemik,

contohnya gentamycin.

Gentamycin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida. Biasanya obat ini diminum

atau disuntikkan (secara sistemik) untuk infeksi-infeksi yang berat, yang disebabkan oleh

infeksi bakteri Gram negatif. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya resistensi bakteri

Page 6: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

6

terhadap antibiotik tersebut, penggunaan Gentamycin secara topikal (salep) harus dikurangi

atau dicegah.

Infeksi kulit kebanyakan disebabkan oleh Streptokokus beta-hemolytikus, group

A Staphylococcus aureus, atau kedua-duanya.

Penggunaan antibiotik :

secara topikal digunakan untuk infeksi bakteri superfisial

secara sistemik digunakan untuk infeksi bakteri yang lebih dalam

Keduanya juga bisa digunakan untuk mengobati acne.

Antibiotik Sistemik

Yang biasa digunakan adalah antibiotik golongan:

Golongan Penicillin : untuk mengobati penyakit Pyoderma, gonorrhea

Golongan Cephalosporin : untuk mengobati penyakit folikulitis, furuncle,

carbuncle, dan cellulitis

1. Generasi 1 : efektif untuk bakteri gram positif (seperti staph. Dan

strep.) dan juga anaerob oral

2. Generasi 2 : untuk cellulitis karena gram negatif

3. Generasi 3 : untuk abses jaringan lunak dan ulkus kaki diabetik

Antibiotik golongan cephalosporin yang biasanya digunakan adalah yang generasi

pertama. Karena antibiotik generasi kedua dan ketiga makin efektif untuk bakteri

gram negatif (meskipun kata dosennya bisa juga buat bakteri gram positif).

Golongan Fluroquinolon : digunakan untuk infeksi bakteri gram negatif

multiresisten, misalnya untuk abses dan ulkus pada kaki penderita diabetes

Golongan Tetrasiklin : untuk pengobatan infeksi kuman penyebab jerawat

(propionibacteria). Selain itu juga dapat digunakan untuk mengobati dermatititis

perioral (dermatitis yang terjadi umumnya pada wanita dengan eritema polimorf,

papul, dan pustul di sekitar mulut yang bersifat gatal) dan infeksi ricketsia.

Golongan Rifamycin : untuk penyakit TBC kulit

Golongan Clindamycin : untuk bakteri gram positif dan anaerob. Golongan ini biasa

digunakan untuk mengobati acne, cellulitis, folliculitis, furunculosis, carbuncles,

impetigo, dan yang termasuk juga di sini adalah ulkus kaki diabetik.

Namun, biasanya ada efek samping pada antibiotik golongan ini, yaitu risiko

terjadinya colitis pseudomembranosa – diare yang kadang-kadang disertai

pendarahan karena adanya gangguan pada kolon.

Antibiotik Topikal

Digunakan untuk mengobati luka dan dermatosis terinfeksi. Selain itu, akne vulgaris juga

dapat diobati dengan menggunakan antibiotik topikal.

Macam-macam antibiotik topikal

Bacitracin : biasanya hanya untuk topikal, dan tidak digunakan untuk antibiotik

sistemik (mengapa? Karena pada pemberian sistemik dapat merusak ginjal – bersifat

nefrotoksik *Farmakologi jilid 5)

- Untuk bakteri gram positif, basil tetanus dan coccus anaerobik

- Biasanya diberikan secara tunggal ataupun dikombinasikan dengan neomycin atau

polumyxin B

- Dapat terjadi resistensi apabila digunakan secara jangka panjang

- Efek samping yang dapat muncul adalah dermatitis kontak, urtikaria kontak, dan

anaphylaxis.

Polymixin B : untuk bakter gram negatif

- hanya sebagai obat topikal (alasannya sama seperti bacitracin)

- Efek samping yang dapat muncul yaitu alergi kontak (jarang) dan sistemik (sangat

jarang)

- Tambahan dari saya : Obat ini bekerja dengan cara mengganggu fungsi

pengaturan osmosis oleh membran sitoplasma kuman. Selain itu resistensi juga

jarang terjadi pada obat ini.

Neomisin dan gentamycin

- Obat ini termasuk dalam golongan aminoglikosida – golongan antibiotika

bakterisidal yang dikenal toksik terhadap saraf otak VIII (nervus

vestibulokoklearis) dan juga ginjal.

- Keduanya efektif untuk kuman gram negatif

- Neomisin dapat digunakan untuk daerah luas seperti luka bakar dan dapat

menimbulkan efek sistemik

Page 7: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

7

- Dapat menyebabkan gagal ginjal, dan ketika berakumulasi dapat menyebabkan

nefrotoksisitas, neurotoksisitas dan ototoksisitas.

Antibiotik Topikal untuk Acne

Efektivitas topikal lebih rendah daripada efektivitas sistemik. Antibiotik topikal diberikan

untuk inflammatory acne yang ringan-sedang.

Macam-macam antibiotik topikal untuk acne :

1. Klindamisin

- Aktif terhadap : P. acnes

- Efek samping : kulit kering, iritasi (terdapat rasa terbakar, seperti ditusuk-tusuk),

dan dermatitis kontak alergi (kadang-kadang)

- Selain itu terkadang dapat terjadi diare berdarah (colitis pseudomembranosa)

2. Eritromisin

- Melakukan inhibisi terhadap P. acnes dengan cara menghambat sintesis protein

kuman dengan jalan berikatan secara reversibel dengan ribosom subunit 50S.

- Dapat terjadi komplikasi pada terapi topikal, yaitu dapat terbentuk galur

resisten termasuk staphylococcus

- Efek samping lokal : rasa terbakar, kulit kering, iritasi, dan terkadang alergi

- Tersedia dalam bentuk tunggal ataupun kombinasi dengan benzoyl peroxide.

3. Metronidazole

- Efektif untuk acne rosacea

- Mekanismenya belum diketahui, tetapi mungkin berhubungan dengan inhibisi

terhadap Demodex brevis atau sebagai anti inflamasi

- Tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan menyusui!

- Efek samping lokal yang dapat timbul yaitu kulit kering, rasa terbakar, dan

tertusuk-tusuk

4. Sodium sulfacetamide

- Bentuknya lotion 10%, dan terkadang dikombinasikan dengan sulfur

- Digunakan untuk terapi acne vulgaris dan acne rosacea

- Mekanisme kerja diduga dengan menghambat secara kompetitif penggunaan p-

aminobenzoic acid (PABA)

- Jumlah obat yang diabsorbsi kulit sekitar 4 %

- Kontraindikasi obat ini adalah pasien dengan hipersensitivitas terhadap sulfonamid

Antibiotik Sistemik untuk Acne

Pemberian antibiotik sistemik untuk mengobati acne dilakukan apabila terdapat banyak

acne dan sudah resisten terhadap terapi topikal.

Macam-macam antibiotik sistemik untuk acne yaitu : tetrasiklin, minosiklin,

eritromisin, klindamisin, dan trimetoprim-sulfametoksazol.

Preparat lain untuk Acne

1. Retinoic Acid (RA)

- Disebut juga tretinoin

- Pemberiannya secara topikal, dan efektif untuk acne vulgaris

- Obat ini peka terhadap oksidasi terutama bila terpapar cahaya

- Kebanyakan obat ini tinggal di epidermis, dan hanya sekitar <10% yang diabsorpsi

- Mekanisme kerja : ekspulsi komedo (mengeluarkan komedo) terbuka dan

mengubah komedo tertutup menjadi terbuka. Hal ini disebabkan kohesi antar sel

epidermis berkurang dan laju malih epidermis meningkat akibat RA

- Terapi dimulai dengan kadar yang cukup untuk menimbulkan eritema ringan dan

sedikit peeling (pengelupasan)

- Frekuensi dan kadar disesuaikan dengan kondisi pasien

- Pada 4-6 minggu terapi, akan terkesan akne yang dialami pasien semakin

memberat, tetapi dalam 8-12 minggu lesi menjadi bersih

- Efek samping topikal dapat berupa : eritema, kekeringan dalam beberapa minggu

pertama, dan dermatitis kontak alergi (jarang).

- Penderita harus menghindari atau mengurangi kemungkinan paparan sinar

matahari, misalnya dengan menggunakan sunscreen

- Ada juga obat yang disebut adapalene, yang digunakan untuk akne yang ringan-

sedang. Efektifitas dan iritasinya lebih sedikit dibanding isotretinoin

2. Isotretinoin

- Disebut juga 13-cis-retinoic acid, yang merupakan analog vitamin A

- Digunakan untuk akne kistik yang berat yang sulit dengan terapi standar

Page 8: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

8

- Diberikan secara oral

- Mekanisme kerjanya : kemungkinan dengan menghambat besar dan fungsi dari

kelenjar sebasea

3. Benzoyl Peroxide

- Pemberiannya secara topikal

- Dimetabolisme menjadi asam benzoat pada epidermis dan dermis

- Mekanisme kerja : berhubungan dengan aktivitas antimikrobanya terhadap P.

acnes, efek peeling dan comedolyticnya

- Kombinasi benzoyl peroxide 5% dengan eritromisin 3% atau klindamisin 1% lebih

efektif daripada efek benzoyl peroxide saja

- Efek samping : benzoyl peroxide merupakan contact sensitizer bagi sekitar 1%

pasien dengan acne. Kontak terhadap mata dan membran mukosa harus dihindari.

- Benzoyl peroxide merupakan oksidan dan terkadang dapat menyebabkan

bleaching rambut atau bahan berwarna.

Antivirus Topikal

- Misalnya acyclovir dan pencyclovir

- Antivirus topikal ini bekerja dengan menghambat virus herpes (HSV-1, HSV-2, varicela-

zoster virus)

- Mekanisme kerjanya : menghambat polimerase dan replikasi DNA virus oleh

acyclovir trifosfat yang diperoleh dari hasil fosforilasi acyclovir oleh thymidine kinase

virus

- Antivirus ini memperpendek masa pembelahan virus dan masa penyembuhan

- Reaksi lokal yang dapat timbul termasuk pruritus, nyeri ringan, rasa ditusuk-tusuk, atau

rasa terbakar sementara

Ektoparasiticides

1. Lindane (hexachlorocyclohexane)

- Merupakan pediculisida dan skabisida

- Bentuk sediaan berupa lotion atau shampoo

- Untuk pediculosis capitis atau pubis, dosis pemakaiannya 30ml 1X, biarkan 5

menit, lalu cuci

- Untuk scabies : 1X seluruh tubuh mulai leher ke bawah, biarkan 8-12 jam, lalu cuci

- Jika penyebab masih ada, ulangi setelah 1 minggu

- Dapat terjadi kemungkinan neurotoksisitas dan hematotoksisitas, oleh karena itu

hati-hati penggunaan pada bayi, anak dan wanita hamil

- Tidak dianjurkan untuk bayi yang mengalami prematur

- Risiko yang timbul sangat kecil jika digunakan secara tepat

- Efek samping : iritasi lokal

2. Sulfur

- Merupakan skabisida yang sudah lama dikenal, tidak iritasi, tetapi menimbulkan

bau yang tidak enak, oleh karena itu banyak ditinggalkan

- Merupakan alternatif untuk bayi dan wanita hamil

3. Permetrin

- Neurotoksik terhadap pediculus humanus, pthirus pubis, dan sarcoptes scabiei

- Efek samping : rasa terbakar, ditusuk-tusuk, dan pruritus sementara

Obat Psoriasis

Selain kortikosteroid, ada obat lain yang dapat digunakan untuk mengatasi psoriasis, yaitu :

1. Acitretin : derivat dari vitamin A

- Efektif untuk psoriasis terutama bentuk pustular

- Diberikan secara oral

- Efek samping : mirip hipervitaminosis, hepatotoksisitas, dan bersifat teratogenik

- Tidak boleh diberikan pada wanita hamil. Pada wanita yang pernah menjalani

terapi obat ini, disarankan tidak boleh hamil dalam jangka waktu minimal 3 tahun

setelah penghentian terapi obat ini.

2. Tazarotene

- Merupakan prodrug (obat inaktif yang akan diaktifkan setelah dimetabolisme oleh

tubuh) yang memiliki bentuk aktif tazarotenic acid setelah dihidrolisis oleh

esterase.

- Tazarotenic acid kemudian berikatan dengan reseptor retinoic acid, sehingga

menyebabkan perubahan ekspresi gen.

- Mekanismenya berhubungan dengan antiinflamasi dan antiproliferasi.

Page 9: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

9

- Tazarotene diabsorpsi melalui kulit. Kadar teratogenik dapat dicapai apabila

pemakaian >20% luas permukaan tubuh

- Efek samping lokal : rasa terbakar atau ditusuk-tusuk, peeling, eritema, dan

edema lokal pada kulit.

- Pasien harus dianjurkan untuk menghindari paparan matahari

3. Calcipotriene

- Merupakan derivat vitamin D3 sintetik

- Memiliki efek lokal, efektif untuk psoriasis vulgaris tipe plaque

- Terjadi peningkatan serum kalsium sementara pada kurang dari 1% penderita

- Perbaikan terjadi setelah 2 minggu s/d 8 minggu

- Pada kurang dari 10% pasien, terjadi total clearing (sembuh total) setelah

menggunakan calcipotriene sebagai single agent therapy.

- Efek samping yang dapat muncul seperti rasa terbakar, gatal, iritasi ringan,

dengan kekeringan dan eritema

- Kontak muka harus dihindari agar iritasi mata tidak terjadi.

Immunomodulator

1. Imiquimod

- Obat ini digunakan untuk wart (kutil) genitalia eksternal dan perianal pada

dewasa, keratoses, maupun pada carcinoma sel basal primer.

- Mekanisme kerjanya : sebagai immunomodulator yang merangsang sel-sel

mononuklear untuk menghasilkan interferon alfa dan menstimulasi makrofag

untuk menghasilkan sitokin-sitokin (IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF-alfa)

- Cara penggunaannya untuk wart : dioleskan 3X per minggu, dibiarkan pada kulit

selama 6-10 jam, dan kemudian dicuci dengan sabun lunak dan air. Biasanya tidak

lebih dari 16 minggu.

- Untuk carcinoma sel basal superfisial : dioleskan 5X per minggu dan hanya selama

6 minggu saja.

- Obat ini bisa diserap melalui kulit, meskipun jumlahnya tidak banyak (<0.9%).

- Efek samping : reaksi inflamasi lokal, pruritus, eritema, dan erosi superfisial

Obat yang memengaruhi pigmentasi

1. Hidrokinon dan monobenzon :

- Mengurangi hiperpigmentasi kulit

- Hidrokinon topikal hanya bersifat memudarkan sementara, sementara

monobenzon membuat depigmentasi irreversibel

- Mekanisme kerjanya dengan menghambat tirosinase

- Monobenzon bersifat toksik terhadap melanosit, itulah sebabnya monobenzon

menyebabkan depigmentasi permanen. Hipopigmentasi juga dapat terjadi pada

tempat yang jauh dari tempat pemakaian.

- Efek samping : iritasi lokal dan alergi

2. Trioksalen dan metoksalen

- Untuk repigmentasi vitiligo

- Harus diaktifkan oleh sinar UV A

- Merupakan photo-chemotherapy (gabungan antara terapi foto dan obat)

- Efek samping jangka panjang : katarak dan kanker kulit.

Sunscreen

Pemakaiannya secara topikal, untuk memproteksi terhadap sinar matahari.

Jenis-jenis dari sunscreen adalah : p-aminobenzoic acid (PABA) dan benzofenon.

Sunscreen tersebut merupakan absorber paling efektif terhadap sinar UV B (280-

320 nm). UV B dapat menyebabkan eritema, tanning, dan kalau terpajan secara kronik

dapat menyebabkan penuaan kulit dan fotokarsinogenesis.

Efektifitas sunscreen dinyatakan sebagai protection factor (PF) yang artinya

adalah efektivitas dalam mengabsorbsi sinar UV yang eritrogenik. Nilai PF

merupakan rasio (perbandingan) dari minimal erythema dose (MED) dengan

sunscreen dibandingkan dengan MED tanpa sunscreen.

Individu yang mudah sunburn dianjurkan untuk menggunakan produk dengan PF > 15

*yang saya tambahkan dari buku itu berarti yang tulisannya italic yah teman2, jadi itu

artinya nice to know aja, soalnya dosennya ga ngajarin dan ga ada di slidenya*. (Deriyan

Sukma Widjaja)

Page 10: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

10

TUMOR KULIT DAN LESI MENYERUPAI TUMOR

Haloo..teman 2009 kembali ketemu dengan segala tentang materi PA. Istilahnya kalo tiap

modul gak ada PA seperti sayur tanpa garam,,wkwk..selamat menikmati yah..maaf jika

banyak kekurangan. Jangan lupa baca slide soalnya banyak gambar yang kami gak

masukin,,banyak dan gede2 banget soalnya.

Sebelum kita masuk membahas tumor – tumor pada

kulit mari kita merefresh ulang apa yang kita pelajari

di sumatif I lalu. Ingat kan kalo kulit terdiri atas dua

sel penyusun utama yaitu keratinosit dan melanosit.

Keratinosit secara embriologi berasal dari

lapisan ektoderm permukaan, sedangkan

melanosit berasal dari sel – sel neural crest yang merupakan turunan dari

lapisan neuroektoderm. Nah, keratinosit ini juga berkembang menjadi adneksa2 kulit

kayak folikel rambut dan kelenjar.

1. SEBOROIK KERATOSIS

Kelainan ini merupakan tumor jinak yang biasa ditemukan pada orang dewasa. Kelainan

histologi yang biasa tampak adalah :

- Papilomatotik

- Hiperkeratosis

- Akantosis (hyperplasia stratum spinosum)

- Sel Basaloid (menyerupai sel basal), sebagian sel basaloid tersebut ada yang

menyerupai sel skuamosa dan berpigmen.

- Ditemukan pula kista keratin merupakan invaginasi dari epitel yang diisi oleh

keratin.

- Rete Ridge biasanya mendatar.

Untuk gambarnya dapat dilihat sebagai berikut:

Predileksinya adalah tempat-tempat yang sering mendapatkan pajanan sinar matahari.

Lesinya paling banyak ditemukan di wajah dan bagian tengah dari badan bagian atas

serta leher. Muncul biasanya pada orang dewasa yakni pada dekade 4 dan 5, dan

biasanya ukuran mulai dari kecil sampai 3 cm. Keratosis seboroik tampak sebagai lesi

berupa papul atau plak yang agak menonjol, namun dapat juga dapat terlihat datar

terhadap permukaan kulit. Lesi biasanya memiliki pigmen warna yang sama yaitu coklat

Secara histology terdapat beberapa tipe dari seboroik keratosis ini, yaitu

Tipe hiperkeratotik

Pada tipe ini merupakan tipe yang umum dari seboroik keratosis, terlihat adanya

penebalan dari stratum korneum.

Tipe Akantotik

Pada tipe ini, kita akan menemukan terjadi penebalan yang berlebihan pada stratum

spinosum, yang pada normalnya, lapisan ini hanya terdiri atas 4-7 lapis sel.

Page 11: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

11

Tipe Retikulated

Pada tipe ini, sel basaloid turun dari dasar epidermis. kista-kista keratin dikelilingi oleh

sel-sel ini. Stroma kolagen eosinopilik yang halus membungkus di sekeliling kumpulan

sel basaloid dan dapat membentuk lesi yang banyak.

2. Fibroepitelial polip atau papiloma skuamosa adalah lesi tumor jinak yang disebut

kutil. Nama lainnya adalah

achrocordon karena lesinya

berbentuk papul yang

menggantung. Predileksi lesi ini

biasanya di daerah

intertriginosa (daerah lipatan)

seperti leher dan ketiak serta

badan. Secara histopatologi, lesi

tampak berpolip yang dibatasi

dengan epidermis yang hiperplasia. Di bawah lapisan epidermis yang hiperplasia

(akantotik/penebalan lapisan spinosum) itu terdapat jaringan ikat fibrosa yang tidak

ditemukan adneksa kulit, tapi tervaskularisasi baik. Sebagai informasi ajah nhh kawan

kalo di masyarakat biasanya penyakit ini diobatin dengan cara disolder. Nah, sebagai

dokter yang beradab (hahaha) jangan dibiarkan diobati dengan cara seperti itu, soalnya

ini kan tumor jinak yah bisa diobatin dengan gunting dan bedah beku.

3. Tumor jinak lain yaitu clavus atau terkenalnya di Indonesia dinamakan “mata ikan”.

Sebenarnya lesi ini adalah akibat adanya penebalan lapisan stratum korneum yang tidak

biasa. Biasanya lesi ini walau sudah dihilangkan sering tumbuh lagi.

4. KISTA EPIDERMAL

Kista di lapisi epitel gepeng berlapis (berisi keratin, jinak, dan tumbuh lambat),

sehingga dapat ditemukan lapisan granulosum pada tepi lumen.

Lapisan epidermis dapat lebih tipis maupun lebih tebal.

Kalau pecah kistanya dapat terjadi reaksi peradangan, reaksi sel benda asing dan

sel-sel radang akan datang, mungkin karena masuknya lemak atau keratin yang

dianggap sebagai benda asing oleh sel langerhans.

Kalau pecah sulit untuk diangkat.

Cara pengangkatannya harus seluruh kistanya dengan cara in toto (keseluruhan).

Secara klinis lesi ini berbatas tegas, berbentuk seperti kubah dan tempat

predileksinya adalah di wajah, leher dan badan.

Pada dinding kista epidermal tidak akan ditemukan adneksa kulit seperti kelenjar

keringat, kelenjar minyak ataupun folikel rambut. Namun, apabila struktur ini

ditemukan maka disebut sebagai kista aterom.

Page 12: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

12

5. KISTA DERMAL

- Kista dermal ini biasa muncul pada saat lahir

- Bentuknya kecil dan juga merupakan tumor jinak, sama dengan kista epidermal

- Biasanya munculnya di leher dan kepala (sekitar wajah)

6. Selanjutnya adalah kista atheromatosa. Kista ini merupakan pembesaran kelenjar

sebasea sehingga kista ini dipenuhi oleh lipid dan dibatasi oleh epitel skuamosa

berlapis. Lesi ini untuk penyembuhannya harus diangkat. Pengangkatannya pun harus

sempurna agar lesi ini tidak residif karena akan dianggar sebagai benda asing yang

mengakibatkan penyembuhannya akan makin sulit. Nah, kata dokternya nanti kalo ujian

bedah minor cari yang kistanya belum diintervensi,,gmana ngebedainnya?? Gampang

kok kalo kista yang belum diapa2in itu masih “mobile”, sedangkan yang udah kena

intervensi baik karena dikorek pasien atau operasi tidak sempurna gak “mobile”.

Nh gmbaran histopatologi kista yang sudah residif tadi (banyak ditemukan sel radang) :

7. NEVUS PIGMENTOSUS

- Sering dinamakan juga sebagai nevocellular nevi (tahi lalat).

- Nevus itu sendiri berarti lesi abnormal akibat gangguan dan proses pembentukan

melanosit.

- Biasanya ukurannya kurang dari 5 mm.

- Buat ngerefresh kembali melanosit itu berasal dari neural crest selanjutnya

mengalami pematangan di stratum basale.

- Terdapat beberapa pendapat dari para ahli mengenai asal dari nevus pigmentosus

ini, yang diantaranya adalah:

- Masson mengatakan bahwa sel nevus berasal dari melanosit epidermis dan sel

schwann

- Mishima mengatakan bahwa sel nevus berasal dari melanosit epidermis, sel schwann

dan nevoblas (apabila nevoblas melanogenik melanosom (+), DOPA Oksidase

(+), apabila nevoblas Schwanian melanosom (-), DOPA Oksidase (-)).

- Sel nevus : 3 bentuk yang secara mikroskopiknya juga berbeda-beda

1. Jenis A = sel epitelioid

- Terdapat pada epidermis / bagian atas epidermis

- Biasanya bentuknya kubus / lonjong

- Sitoplasma banyak, batas tegas

Page 13: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

13

- Memiliki pigmen (berwarna hitam)

2. Jenis B = sel limfositoid kecil-kecil

- Terdapat pada dermis bagian tengah

- Kecil seperti limfosit

- Jarang berpigmen (hipopigmentasi)

3. Jenis C = sel neuroid panjang-panjang (spindle cell nevus)

- Pada dermis bagian bawahSitoplasma bergelombang, inti berbentuk kumparan

- Gambaran klinik sebagai berikut:

a. Datar, Sedikit menonjol, atau Papilomatosa(berpapil-papil) selalu

berpigmen

b. Berbentuk kubah (kayak segitiga), bertangkai (ada tangkainya/jarum

pentul): dapat berpigmen/tidak berpigmen

Berdasarkan histologinya nevus dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu:

1. Junctional Nevus nevus terletak diperbatasan antara epidermis dan dermis

(dermal junction), biasanya bentuk dari nevus ini datar.

2. Intradermal Nevus nevus terletak di dalam dermis, biasanya bentuknya adalah

papiloma, kubah atau bertangkai.

3. Compound Nevus nevus terdapat dikeduanya yaitu di dermo-epidermal junction

dan di dermal, biasanya bentuknya sedikit menonjol dan sebagian papilomatotik.

- Yang sering bertransformasi menjadi ganas adalah tipe junctional dan compound

nevus.

- Secara mikroskopik terlihat pulau-pulau sel nevus yang tersusun atas sel berbentuk

bulat/lonjong (uniform). Sebagian nevus mengandung pigmen tengguli pada

sitoplasma terutama bagian yang dekat dengan epidermis.

- Jika kita ketemu pasien dengan keluhan “tahi lalat” yang makin membesar,

menonjol, berubah warna, terasa gatal, berulkus, dan mudah berdarah

maka sebagai dokter kita harus curiga bahwa “tahi lalat”nya udah bertransformasi ke

arah keganasan.

8. KARSINOMA SEL SKUAMOSA

- Kelainan ini merupakan tumor ganas yang sering ditemukan (menduduki

urutan nomer 2 yang paling ganas).

- Banyak terjadi pada laki-laki.

- Kelainan ini jarang bermetastasis (kemungkinannya kurang dari 5 %) kecuali

pada tempat-tempat tertentu.

- Keganasan ini sering dihubungkan dengan pajanan sinar matahari dan infeksi

dari HPV(sering terjadi pada orang yang terkena imunosupresi), dapat terjadi

karena pajanan karsinogen (tar) dan juga berhubungan erat dengan gen p53.

- Tumor ini sering juga dinamakan sebagai tumor kulit sejati

- Pembagian tingkat diferensiasi broders sulit dilakukan dalam praktiknya.

- Sebenarnya untuk melihat diferensiasi dari kanker ini mudah. Untuk melihat

apakah tumor ini diferensiasinya baik, sedang, buruk dapat kita bandingkan

dengan kemiripan epitel gepeng yang normal.

- Derajat keganasannya sebagai berikut:

1. Grade 1 diferensiasi baik (anaplasia ringan, terdapat formasi

mutiara tanduk, dan terdapat intercellualar bridging)

2. Grade 2 diferensiasi sedang ( terdapat formasi mutiara tanduk

dan individual cell dyskeratosis)

Page 14: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

14

Penyakit Bowen

Mutiara

Tanduk

3. Grade 3 diferensiasi buruk (anaplasia berat, beberapa individual

cell dyskeratosis)

4. Grade IV tidak terdiferensiasi (anaplasia berat dan tidak ada

individual dyskeratosis)

- Faktor resiko/predisposisi untuk kelainan ini adalah sinar matahari, arsen,

terdapatnya ulkus kronik, hidrokarbon organik, radiasi, trauma panas,

tembakau dan sirih.

- Beberapa gambaran yang dapat ditemukan pada karsinoma sel skuamosa

adalah individual cell dyskeratosis (adanya keratin intrasel), dan terdapatnya

mutiara tanduk (pearl horn).

- Pada mikroskopik sel tumor tersusun atas sel yang berukuran besar, dapat

ditemukan pula jembatan antarsel (inter-cellular bridging).

- Tumor ini dapat hanya in situ (tanpa invasif), contohnya pada penyakt Bowen

(biasanya terdapat pada penis) dan bisa invasif (dapat menembus membran

basalis)

- Tahap invasifnya sebagai berikut:

- Tingkat awal: tonjolan keras kemerahan

- Tingkat lanjut: ulkus tepi bergaung

- Dengan/tanpa proses keratinisasibiasanya yang tanpa proses

keratinisasi merupakan tumor ganas.

- Variasi jenis:

- Pseudoglandular (seperti kelenjar)

- Spindle cell (seperti kumparan)

- Karsinoma verukosa, jenisnya antara lain:

- jarang

- seperti bertangkai

- tumbuh lambat – invasi – tanpa metastasis

- diferensiasi baik

- Terapinya adalah dengan proses pembedahan yakni eksisi luas pada invasif

yang tidak dalam dan pada tumor yang telah metastasis.

- Kemungkinannya 25% sampai 40% bermetastasis apabila tumor terdapat

pada permukaan selaput lendir, genitalia eksterna, dan pada ulkus yang

kronik.

- Tambahan: kita harus tau apa bedanya antara karsinoma dan sarkoma. Kalo

karsinoma biasanya bermetastasis melalui limpa, karena diantara kumpulan

sel tumornya itu ga ada pembuluh darah, jadi karsinoma ga bisa masuk ke

pembuluh darah. Kalo sarkoma bermetastasis melalui pembuluh darah, karena

di antara kumpulan selnya tedapat pembuluh darah.

9. Karsinoma sel skuamosa kan sering berkembang dari lesi prekanker. Nah lesinya apa

ajah. Liat deh di bawah nhh ->

a. Pseudoepitelomatosa hiperplasia

Secara histologis akan ditemukan epitel yang hiperplasia diikuti dengan reaksi

radang. Secara klinis tampak berwarna putih yang disebut leukoplakia.

b. Eritroplasia queyrat

Lesi ini sering terjadi di penis dengan ruam berupa papul atau makula eritomatosa.

Secara mikroskopis akan ditemuka hiperplasia dari sel2 epitel.

Page 15: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

15

c. Penyakit Bowen

Merupakan neoplasia atau karsinoma intraepitelial yang biasanya berkaitan dengan

keganasan yang terjadi pada organ2 dalam.

10. Nah tumor ganas berikutnya adalah basalioma/karsinoma sel

basal/epitelioma sel basal. Sifatnya agresif secara lokal (ke sekitar lesi), tidak

bermetastasis, dan cenderung tidak bermetastasis. Knapa basalioma susah metastasis

gak kayak Ksskuamosa? Kan ada 4 syarat suatu sel tumor bermetastases -> mampu

menembus pembuluh darah, bertahan dari sel imun saat di sirkulasi, menembus

jaringan tujuan, dan tumbuh di tempat baru itu. Nah untuk KSB permasalahannya

adalah sel tumor sukar tumbuh di lingkungan baru karena sel itu harus membawa

stroma lingkungannya yang terdahulu. Nah, tentunya itu lebih sulit kan metastasisnya.

Kata dokternya sifat ini mirip seperti orang jawa kalo mau pindah rumah mesti bawa

tanah rumah lamanya. (btw pas gw perhatiin kuliahnya dia nyinggung orang jawa

terus hahaha). KSB ini umumnya terjadi pada daerah yang sering terpajan sinar

matahari seperti wajah, leher, dan area berambut lainnya. KSB ini jarang terjadi pada

pasien di bawah 40 tahun namun insidensinya lebih tinggi pada orang kulit putih.

11. Gambaran klinis pada pasien KSB : Ruam dari karsinoma seL basal terdiri dari satu

atau beberapa nodus kecil abu2 atau hitam, semitranslusen, berbentuk

bundar dengan bagian tengah lesi cekung (central deppresion), dan bisa

mengalami ulserasi dan pendarahan. Bagian tepi ulkus meninggi yang merupakan

tanda khas pada pinggiran tumor ini. Pada kulit sering dijumpai tanda – tanda

kerusakan seperti telangiektasis dan atropi. Lesi tumor ini tidak menimbulkan

rasa sakit. Adanya ulkus menandakan suatu proses kronis yang berlangsung

berbulan – bulan sampai bertahun – tahun dan ulkus ini secara perlahan – lahan

dapat bertambah besar. Ulkus pada KSB ini disebut ulkus rhodens.

12. Secara histopatologis, pada KSB akan tampak proliferasi sel- sel basaloid (sel – sel

basal yang masih setengah jadi dengan karakteristik inti bundar, sitoplasma

sedikit, tepi sel tidak jelas, dan tidak ditemukan jembatan interseluler)

Hayoo knapa gak ditemuin jembatan interseluler?? Yaah karena sel2nya masih

setengah jadi.

13. Nah KSB ini dibagi menjadi beberapa tipe. Tipenya ada yang ditentukan

berdasarkan diferensiasinya dan berdasarkan sifat pertumbuhan. Klasifikasi

yang berdasarkan diferensiasi biasanya kurang baik dalam menggambarkan prognosis

dari KSB jadi biasanya dokter pake yang klasifikasi dari sifat pertumbuhan. Ini nhh

klasifikasinya -> (penjelasan dari sumber makalah Putra, IB Departemen Kesehatan

Ilmu Kulit dan Kelamin FK USU penjelasannya tambahan ajah biar kalian ngerti tapi

wajibnya adalah kalian menghapal klasifikasinya)

A. Berdiferensiasi

- Jenis Keratotik

Disebut juga tipe pilar karena berdiferensiasi ke arah rambut menunjukkan sel

– sel parakeratotik dengan gambaran inti yang memanjang dan sitoplasma

agak eosinofilik dan dijumpai horn cyst (kista keratin). Sel parakeratotik (sel2

stratum korneum yang masih nampak intinya) dapat membentuk susunan

konsentris atau mengeliling kista keratin.

- Jenis kistik

Pertumbuhannya ke arah kelenjar sebasea.

Page 16: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

16

- Jenis adenoid

Jenis KSB yang pertumbuhannya ke arah kelenjar ekrin. Secara histopatologI

adanya gambaran struktur mirip kelenjar yang dibatasi jaringan ikat. Kadang –

kadang ditemukan lumen yang dikelilingi sel – sel bersekresi. Dalam lumen

dapat ditemukan semacam substansi koloid atau materi granuler yang amorf.

Akan tetapi, belum ada bukti aktivitas sel yang bersifat sekretoris pada tepi

lumen.

B. Tidak Berdiferensiasi

- Jenis solid

Merupakan gambaran histopatologik yang banyak ditemukan. Berupa

pulau – pulau sel dengan bentuk dan ukuran bermacam – macam, terdiri dari

sel – sel basaloid, dengan inti basofilik yang bulat atau lonjong, sitoplasma

sedikit, sel – sel pada tepi massa tumor tersusun palisade.

C. Sifat Pertumbuhan

Berdasarkan sifat pertumbuhan antara lain bentuk :

1. Noduler, kelompok sel tumor yang secara keseluruhan memberi kesan

berbatas tegas dengan jaringan sekitar.

2. Noduler infiltratif, pada bagian tengah tampak tonjolan tumor dengan tepi

menunjukkan pertumbuhan infiltratif kecil.

3. Infiltratif, jaringan tumor menunjukkan pertumbuhan infiltratif tidak teratur.

- Sclerosing, stroma menunjukkan jaringan ikat padat terdiri dari serabut

kolagen dan elastin.

- Non sclerosing, kelompok sel tumor besar dengan jaringan ikat stroma

tidak begitu padat.

4. Multifokal, jaringan tumor berasal dari beberapa tempat pada epidermis.

14. Tambahan lagi adalah jenis – jenis gambaran klinik KSB..ingat teman2 ini cuman buat

bahan bacaan ajah yah..oh ya gambar2 dari tipe ini bisa dilihat di fitzpatrick, soalnya

gak muat kalo ditaruh di sini.hehehe

1. Tipe Nodula-ulseratif

Jenis ini dimulai dengan nodus kecil 2 – 4 mm, translusen, warna pucat seperti

lilin (waxy-nodulo). Dengan inspeksi yang teliti, dapat dilihat perubahan

pembuluh darah superficial melebar (telangiekstasis). Permukaan nodus mula –

mula rata, tetapi kalau lesi membesar, terjadi cekungan di tengahnya dan

pinggir lesi menyerupai bintil – bintil seperti mutiara (pearly border). Nodus

mudah berdarah pada trauma ringan dan mengadakan erosi spontan yang

kemudian menjadi ulkus yang terlihat di bagian sentral lesi.

Kalau telah terjadi ulkus, bentuk ulkus seperti kawah , berabatas tegas, dasar

ireguler, dan ditutupi oleh krusta. Pada palpasi teraba adanya indurasi di sekitar

lesi terutama pada lesi yang mencapai ukuran lebih dari 1 cm, biasanya berbatas

tegas, tidak sakit atau gatal, dengan trauma ringan atau bila krusta di atasnya

diangkat akan mudah berdarah.

2. Tipe Pigmented

Gambaran klinisnya sama dengan nodula-ulseratif. Bedanya pada jenis ini

berwarna coklat atau berbintik – bintik atau homogen (hitam merata) kadang –

kadang menyerupai melanoma. Banyak dijumpai pada orang dengan kulit gelap

yang tinggal pada daerah tropis.

3. Tipe Morfea-like

Merupakan jenis yang agak jarang ditemukan. Lesinya berbetuk plakat yang

berwarna kekuningan dengan tepi yang tidak jelas, kadang – kadang tepinya

meninggi. Pada permukaannya tampak beberapa folikel rambut yang mencekung

sehingga memberikan gambaran seperti sikatriks.

Page 17: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

17

4. Tipe superfisial

Berupa bercak kemerahan dengan skuama halus dan tepi yang meninggi. Lesi

dapat meluas secara lambat, tanpa mengalami ulserasi. Umumnya multipel,

terutama dijumpai pada badan, kadang – kadang pada leher dan kepala.

5. Tipe fibroepitelial

Berupa satu atau beberapa nodul yang keras dan sering bertangkai pendek.

Permukaannya halus dan sedikit kemerahan. Tipe ini terutama dijumpai di

punggung. Tipe ini sangat jarang ditemukan.

15. Penatalaksanaan dari KSB bisa berupa bedah eksisi yang memberikan prognosis

yang baik dan bedah beku. Oh ya tambahan lupaaa..kalo tiap kita lihat gambaran

klinis kayak ulkus rhodens harus dilakukan namanya pemeriksaan histopatologis

dengan biopsi. Syarat biopsi yang baik adalah meliputi bagian paling bawah dan tepi

ulkus, INGAT JANGAN KORENGNYA!!GAK GUNA!!

16. Tidak hanya keratinosit yang bisa jadi tumor ganas, tapi juga melanosit. Yah kalian

dah pada tahulah itu apa yaitu melanoma maligna. Melanoma maligna ini

mendapat tempat sebesar 1 – 3% di antara para maligna dengan kejadian tertinggi

pada orang usia 40 sampai 60 tahun. Predileksinya ada di kulit, mulut,

esofagus, vagina, anus, leptomeninges (struktur antara durameter dan

arachnoid), conjungtiva,dll. Asal timbulnya melanoma maligna ini bisa dari

melanosit di kulit normal atau perkembangan lanjutan dari nevus pigmentosus tipe

junctional.

17. Nah karena terkadang melanoma maligna merupakan perkembangan dari nevus

pigmentosus sehingga sulit dibedakan antara keduanya. Gimana cara bedainnya..ada

di tabel di bawah ini.

MM NP

Warna Hitam-coklat disertai dengan bercak2 kemerahan Hitam total

Batas Tidak jelas, biasanya diawali dengan lesi nodul Jelas dan reguler

18. Pada pemeriksaan histopatologis melanoma maligna akan ditemukan dua jenis sel

yaitu sel epiteloid dan sel spindle. Sel epiteloid ini akan membentuk struktur

alveolar yang dikelilingi jaringan ikat kolagen, terdapat pigmen melanin yang bisa

terlihat dengan pewarnaan fontana masson. Sel spindle memiliki karakteristik

berkelompok dan amelanotic (karena jika diberi reaksi DOPA hasilnya negatif).

19. Pembagian tipe maligna melanoma didasarkan pada dua hal yaitu pola

pertumbuhannya dan derajat keganasan. CLARK dan MIHM mengklasifikasikan

melanoma maligna sebagai berikut (sumber buku kulit dan kelamin FKUI, gambarnya

bisa dilihat di slide soalnya gak muat kalo ditaruh di sini dan jadi gak jelas) :

- Bentuk superfisial (SSM)

Bentuk yang paling sering ditemukan. Umumnya kelainan berupa bercak dengan

ukuran mm – cm, warna bervariasi, tak teratur, berbatas tegas dengan sedikit

penonjolan di permukaan kulit. Sel yang lebih dominan adalah sel epiteloid.

Predileksi pada wanita umumnya di kaki.

- Bentuk nodular (NMM)

Berupa nodus yang berwarna biru kehitaman dengan batas tegas, datar, dan

luas. Predileksi di telapak kaki. Sel yang lebih dominan adalah sel epiteloid juga.

Prognosis buruk.

- Bentuk lentigo maligna melanoma (LMM)

Bentuk plakat, berbatas tegas, warnanya coklat kehitaman serta tidak homogen,

bentuk tak teratur, pada bagian tertentu dapat tumbuh nodus yang berbatas

Page 18: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

18

tegas setelah bertahun – tahun. Tipe ini adalah satu2nya tipe dengan sel spindle

sebagai sel dominannya. Prognosis tipe ini cukup baik. Oh ya kalo tipe ini ada

yang berlokasi di acral (ujung ekstremitas) dinamakan acral lentiginous

melanoma.

“untuk bentuk superfisial dan lentigo pola pertumbuhannya vertikal dan horizontal

(bifasik) sedangkan noduler pola pertumbuhannya vertikal (monofasik.).

20. Ada beberapa catatan nhh dari dosennya tentang malignant melanoma :

- Prognosis bergantung pada kedalaman , makin dalam makin kurang baik.

- Di indonesia banyak prevalensi yang noduler yang sumbunya vertikal dimana

tipe ini lebih gampang metastasis dibandingkan yang lain.

- Trauma salah satu faktor nodular m.m.

- Pada maligna melanoma akan ditemukan gambaran sel datia. Datia kanker dan

datia radang beda looh. Datia kanker adalah sel tumor yang intinya membelah

, tetapi tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma. Kl datia radang dah pada

tahulah yah semua.

21. Nah, melanoma maligna ini ternyata ada derajatnya looh. Penentuan derajat atau

stadium kedalaman invasi melanoma ini ditentukan si CLARK :

I : in epidermis

II : invasion to papilla dermis

III : invasion to papilla dermis and upper

part of dermis

IV : invasion to retikular dermis.

V : invasion to fatty tissue/

subcutaneous tissue.

22. Nah selain Clark, tuan breslow juga ngasih teori2 tentang pengukuran

perkembangan si melanoma maligna. Prinsip2nya :

- Ketebalan tumor harus diukur secara objektif dengan micrometer di bawah

mikroskop

- Ketebalan tumor diukur dari lapisan granular hingga lapisan terdalam dari tumor..

- Pada tumor yang berulkus, ketebalan tumor diukur dari dasar ulkus hingga

bagian terbawah dari tumor.

- Ketebalan tumor kurang dari 0,76 mm tidak akan memiliki kemampuan

metastasis sehingga tidak perlu ada pengangkatan limfonodus.

- Pada tumor dengan ketebalan lebih dari 1,5 mm, pengangkatan limfonodus akan

membuat kesempatan hidupnya menjadi 2 kali lebih besar

23. Reaksi radang dan penyebaran ternyata juga bisa menggambarkan prognosis m.m.

Semakin banyak sel radang yang nampak di pemeriksaan berarti makin

ringan perkembangan tumornya. Untuk penyebaran, stadium awal m.m paling

mungkin hanya menyebar secara limfogen sedangkan untuk stadium lanjut

bisa menyebar secara hematogen dan bisa menuju paru – paru, hati, dan

kulit. (Karina Maharani Pramudya & Swastya Dwi Putra)

DERMATOTERAPI TOPIKAL

Setelah mendiagnosis lesi kulit dengan tepat, dokter dapat memberikan terapi topikal dan

sistemik yang sesuai. Namun dalam tentir ini akan lebih dibahas ke arah topikal.

Keberhasilan dari pengobatan topikal ini tergantung pada umur, pemilihan agen yang tepat,

lokasi dan luas tubuh yang terkena, stadium penyakit, jenis lesi, konsentrasi bahan aktif

dalam vehikulum, metode aplikasi, dan penentuan lama pemakaian obat (memaksimalkan

efektivitas dan meminimalisasi efek samping).

Faktor efikasi terapeutik terapi topikal kulit adalah potensi bahan aktif dan daya obat

berpenetrasi pada kulit. Tujuannya

adalah mencapai homeostasis dan

menghilangkan gejala.

Absorpsi Perkutan

Obat yang diberikan secara perkutan

harus melalui berbagai macam

Page 19: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

19

lapisan kulit seperti epidermis, papila dermis, hingga akhirnya masuk dalam pembuluh

darah. Berbeda dengan kerja berbagai macam obat yang diminum secara oral, kerja obat

topikal tergolong lebih lambat. Obat oral akan terserap secara penuh dalam waktu

beberapa jam, sedangkan obat yang diberikan secara perkutan baru diserap sekitar 2%

dalam waktu 1 hari. Akan tetapi, walaupun absorpsinya yang rendah, bukan berarti efikasi

dari obat tersebut juga rendah. Dalam aplikasinya, efek dari obat topikal cukup baik

walaupun tingkat absorpsinya yang rendah.

Absorpsi Transepidermal

Jalur transepidermal secara prinsip bertanggung jawab dalam pengaturan difusi pada kulit.

Resistensi pada jalur ini meningkat pada stratum korneum. Pertama-tama partisi obat

menembus ke dalam stratum korneum. Terjadi difusi melalui matriks protein-lipid stratum

korneum. Ketika obat tersebut meninggalkan stratum korneum, obat akan memasuki

massa sel basah dari epidermis. Mengingat epidermis tidak memiliki pasokan darah

langsung, obat berdifusi hingga mencapai pembuluh darah di bawahnya. Membran sel

epidermis memiliki tautan kuat dan tidak terdapat celah interselular untuk ion dan molekul

nonelektrolit polar untuk terjadinya difusi. Untuk menembusnya, diperlukan persilangan

membran sel, di mana tiap persilangan menjadi prohibitif secara termodinamik untuk

spesies larut air. Molekul yang lipofilik secara termodinamika melindungi cairan sel

(sitoplasma).

Jalur dermal merupakan pintu terakhir menuju sistemik. Permeasi (proses menembus)

melalui dermis adalah melewati kanal pada substansi terdalam. Difusi melalui dermis

merupakan difusi terfasilitasi tanpa selektivitas molekular, mengingat jarak antara serat

kolagen terlalu lebar untuk menyaring molekul besar.

Absorpsi Transfolikular

Permeasi terjadi pada apendiks kulit, yaitu kelenjar sebasea dan ekrin, yang merupakan

shunt yang mem-bypass stratum korneum. Meskipun kelenjar ekrin sangat banyak

jumlahnya, namun saluran keluarnya sangat kecil. Oleh karena itu, absorpsi ini bukan

merupakan rute utama absorpsi perkutan. Namun rute ini memiliki peranan penting untuk

membuka pori folikel, di mana rambut (hair shaft) meninggalkan kulit mensekresikan

sebum yang digunakan untuk difusi penetran (obat). Obat terpartisi di dalam sebum, diikuti

difusi melalui sebum menuju bagian epidermis yang lebih dalam. Pembuluh darah yang

menyuplai folikel rambut pada dermis dapat berfungsi sebagai jalur sistemik.

Nasib Obat pada Kulit

Proses penyerapan obat dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:

- Lag phase: di atas kulit, di darah (-)

- Rising: di stratum korneum ke kapiler dermis darah (+)

Page 20: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

20

- Falling: obat habis di str. korneum berkurang

Proses eksfoliasi, terhapus, dan tercuci menyebabkan konsentrasi obat berkurang.

Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi absorpsi dari obat perkutan, yaitu:

a. Stratum korneum

i) Kandungan lipid. Pada stratum korneum terdapat kandungan ceramide, asam

lemak bebas, dan kolesterol dengan perbandingan 1:1:1. Ketiganya tergolong

dalam senyawa lipid, sehingga obat yang bersifat lipofilik adalah obat yang

dapat menembus lapisan kulit dengan baik.

ii) Ketebalan stratum korneum. Regio pada kulit memiliki ketebalan stratum

korneum yang berbeda-beda, semakin tipis stratum korneum, semakin mudah

obat melakukan penetrasi pada kulit.

iii) Kondisi stratum korneum. Pada kulit yang mengalami kerusakan, kondisi

stratum korneum yang rusak akan lebih mudah ditembus oleh obat

dibandingkan dengan kulit dengan stratum korneum yang masih intak.

Seringkali stratum korneum dikelupas dengan menggunakan Cellophane tape

untuk membantu proses absorpsi obat. Absorpsi obat dapat lebih mudah

dilakukan apabila obat tersebut diberikan pada kulit dengan stratum korneum

yang telah terkelupas.

b. Oklusi. Obat yang diberikan ditutup secara rapat atau dilapisi dengan lapisan

minyak. Tindakan tersebut bertujuan untuk:

i) Meningkatkan hidrasi dan menjaga suhu dari stratum korneum, yaitu diperciki

air 5 menit sebelum aplikasi obat.

ii) Mencegah kemungkinan tercuci atau terhapus.

iii) Meningkatkan absorpsi dari obat tersebut, yaitu 10 sampai dengan 100 kali.

iv) Mempercepat efek samping, infeksi, folikulitis, dan miliaria. Contohnya bila

kortikosteroid telah mencapai sistemik, ditandai oleh adanya kortikosteroid

dalam urin.

Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa dengan memberikan perlakuan oklusi, maka

efek samping dari obat yang diberikan juga dapat timbul lebih cepat.

c. Frekuensi pemberian. Frekuensi pemberian obat tidak memberikan efek yang

signifikan, pada dasarnya pemberian 1 kali sehari sudah cukup, asalkan obat

tersebut tidak terhapus oleh air ataupun gesekan.

d. Kuantitas obat yang diberikan. Kuantitas obat yang diberikan pada dasarnya

harus seimbang tergantung lesinya. Obat yang diberikan jangan sampai terlalu

banyak ataupun terlalu sedikit. Apabila jumlah obat yang diberikan terlalu banyak,

maka akan mengakibatkan rasa tidak nyaman, apabila jumlah yang diberikan

kurang dari jumlah yang seharusnya, maka tentu saja efek yang didapatkan tidak

akan maksimal. Setiap 3% luas permukaan kulit membutuhkan 1 gram

krim/salep. Ada pula skala FTU (Finger Tip Unit) atau Rule of Nine pada luka

bakar.

e. Keberadaan folikel rambut. Adanya folikel rambut akan memudahkan proses

absorpsi dari obat. Kondisi kulit yang memiliki rambut cenderung akan lebih tipis

stratum korneumnya dan juga berpori, sehingga dapat ditembus oleh obat topikal

(ingat jalur transfolikular).

f. Tekanan (digosok atau dipijat). Obat yang proses pemberiannya dilakukan

dengan menggosok atau memijat, efeknya akan semakin meningkat karena

penyerapan obat juga akan meningkat.

g. Umur pasien. Orang yang sudah berumur (lansia) cenderung memiliki lapisan

stratum korneum yang tipis, tetapi kultinya tidak terhidrasi, sehingga walaupun

memiliki lapisan stratum korneum yang tipis, tetap saja kondisi kulit orang tersebut

akan sulit ditembus oleh obat.

Komponen Obat

Pada dasarnya, obat topikal terdiri dari 2 bagian dasar, yaitu vehikulum dengan zat

aktifnya. Komposisi zat aktif dengan vehikulum sangat beragam, begitu pula dengan jenis

vehikulum yang digunakan. Vehikulum memiliki keunikan untuk setiap bagian dari

penggunaannya pada kulit.

Page 21: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

21

VEHIKULUM

Syarat Pemberian

Ada dua pedoman dalam pengobatan topikal, yaitu:

a. Basah dengan basah. Yaitu: dermatosis basah (eksudatif) diobati dengan kompres

terbuka. Akan tetapi prinsip ini tidak mutlak, kompres terbuka juga digunakan pada

dermatosis dengan peradangan hebat.

b. Kering dengan kering. Yaitu: dermatosis kering diobati dengan vehikulum yang kering,

misalnya salep.

Syarat Vehikulum

Dalam pemberian obat topikal, vehikukum sangat berperan penting. Syarat digunakannya

vehikulum adalah:

a. Tidak menginaktivasi obat itu sendiri

b. Tidak mengiritasi

c. Tidak mengakibatkan alergi

d. Memenuhi standar kosmetik (tidak menimbulkan penampakan yang buruk)

e. Mudah digunakan

Klasifikasi Vehikulum

Berdasarkan komponen penyusunnya: monofasik (bedak, salep, cairan), bifasik (bedak

kocok, krim, pasta), dan trifasik (pasta pendingin).

Berdasarkan kelarutannya: hidrofilik dan hidrofobik.

Berdasarkan konsistensinya: padat, cair, semi padat.

Jenis Vehikulum (Konsistensi)

Bedak (Solid)

Bedak yang dioleskan di atas kulit membuat lapisan tipis di kulit yang tidak melekat

erat sehingga penetrasinya sedikit sekali. Efek bedak ialah mendinginkan, antiinflamasi

ringan karena ada sedikit efek vasokonstriksi, antipruritus lemah, mengurangi

pergeseran pada lipatan kulit (intertrigo dan kaki), menyerap kelembapan kulit, dan

proteksi mekanis. Pengobatan dengan bedak yang diharapkan terutama ialah efek fisis.

Bahan dasarnya ialah:

Zinkoksida (antiseptik, proteksi)

Talkum (magnesium silikat): lubrikasi dan mengeringkan.

Kalamin mengandung

ZnO 98% dan Fe2O3 1% (merah jambu)

Sebagai astringen untuk mengurangi gatal.

Bedak biasanya dicampur dengan seng oksida (ZnO), sebab zat ini bersifat

mengabsorpsi air dan sebum, astringen, antiseptik lemah, dan antipruritus lemah.

Indikasi: pemberian bedak pada dermatosis yang kering dan superfisial,

mempertahankan vesikel atau bulla agar tidak pecah.

Kontraindikasi: dermatitis yang basah, terutama bila disertai dengan infeksi

sekunder. Jika terjadi eksudat atau pus, maka campuran bedak dengan eksudat

merupakan adonan yang memudahkan terjadinya infeksi (iritasi, mengeras, krusta,

dan granuloma).

Kelemahan bedak:

Daya lekat yang kurang, sehingga digunakan stearat untuk meningkatkan daya

lekat.

Terisap oleh hidung pemakai.

Semi Padat (Semi Solid)

Bahan yang semi padat cenderung mudah menyebar dan mempunyai sifat proteksi, hidrasi,

dan lubrikasi. Beberapa bahan vehikulum yang termasuk dalam semi solid adalah:

Salep

Salep adalah bahan berlemak (dasar hidrokarbon) atau seperti lemak, yang pada suhu

kamar berkonsistensi seperti mentega dan lengket. Bahan dasar biasanya vaselin,

tetapi dapat pula lanolin atau minyak. Salep mempunyai daya serap yang cenderung

lebih besar dibandingkan dengan krim.

Salep mempunyai sifat lubrikasi, proteksi, dan emolien, yaitu menahan penguapan air

dari kulit.

Indikasi: dermatosis yang kering dan kronik, dermatosis yang dalam dan kronik,

dermatosis yang bersisik dan berkrusta, dan ulkus bersih. Bersifat proteksi pada

ruam popok, inkontinensia alvi, sariawan, dan kolostomi.

Page 22: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

22

Kontraindikasi: dermatitis madidans. Jika kelainan kulit terdapat pada bagian

badan yang berambut dan lipatan tubuh, penggunaan salep tidak dianjurkan.

Kelemahan dari salep: rasa lengket yang ditimbulkan, tetapi mudah dibersihkan

(Lanolin anhidros, petroleum hidrofilik), serta rasa warna kuning akibat petroleum

kuning yang menyebabkan noda pada pakaian.

Krim

Krim adalah emulsi O/W (oil in water) atau W/O (water in oil). Kombinasi antara

minyak dengan air ditambah emulgator menghasilkan emulsi W/O atau O/W,

bergantung pada susunan komponen di atas. Krim perlu diberikan pengawet karena

adanya kandungan air di dalamnya.

Krim W/O (cold cream). Terdiri dari air <25%, lebih cocok dipakai waktu

malam karena melengket lebih lama di kulit. Terdiri atas ≥ 1 cairan tak larut yang

terdispersi pada cairan lainnya sehingga harus dikocok saat akan digunakan.

Dibutuhkan emulgator untuk mencegah terjadinya emulsi.

Krim O/W (vanishing cream). Terdiri dari air 31% hingga 80%, lebih cocok

dipakai waktu siang karena lebih cair dan tidak lengket. Indikasi digunakan krim

ialah indikasi kosmetik karena tidak lengket, mudah dicuci, mudah menyebar, dan

tidak mengotori baju. Indikasi selanjutnya adalah dermatosis yang subakut dan

luas, dan boleh digunakan di daerah yang berambut. Kontraindikasi untuk krim

W/O ialah dermatitis madidans. Kandungan humektan beragam dari gliserin,

propilen glikol, dan polietilen glikol untuk mencegah kekeringan.

Gel

Gel adalah sediaan hidrokoloid atau hidrofilik berupa suspense yang dibuat dari

senyawa organik. Zat untuk membuat gel di antaranya adalah karbomer, metilselulosa,

dan tragakan. Bila zat-zat tersebut dicampur dengan air dengan perbandingan tertentu

akan terbentuk gel. Karbomer akan membuat gel menjadi sangat jernih dan halus.

Gel bening, mudah dipakai dan dibersihkan, dapat dipakai pada kulit berambut, dan

umumnya dipakai pada kulit yang berminyak. Absorpsi per kutan gel lebih baik

daripada krim. Kekurangannya, sifat gel kurang menutupi lesi sehingga memungkinkan

zat asing untuk masuk, serta mengandung alkohol atau propilen yang mudah kering

sehingga menimbulkan rasa tersengat.

Pasta

Pasta merupakan campuran bedak (hingga 50%) dengan salep dasar hidrokarbon atau

emulsi air dalam minyak. Pasta dapat dikatakan pula sebagai campuran homogen

bedak dan vaselin. Bedak yang menjadi bahan pasta mengandung zinkoksida, kaolin,

kalsium karbonat, dan talkum. Pasta bersifat protektif dan mengeringkan. Fungsi pasta

antara lain untuk membatasi obat agar tidak melebar, proteksi, mengeringkan, barier

impermeabel, dan tabir surya. Kelemahan pasta jika dibandingkan dengan salep adalah

kurang lengket, kurang menutupi lesi, dan lebih kering.

Indikasi: dermatosis yang agak basah.

Kontraindikasi: dermatosis yang eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk

daerah genital eksterna dan lipatan-lipatan badan, pasta tidak dianjurkan karena

terlalu melekat.

Cairan (Liquid)

Prinsip pengobatan cairan adalah membersihkan kulit yang sakit dari debris dan sisa-sisa

obat topikal yang pernah dipakai. Di samping itu, terjadi perlunakan dan pecahnya vesikel,

bula, dan pustul. Hasil akhir pengobatan adalah keadaan yang membasah menjadi kering,

permukaan menjadi bersih sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi

proses epitelisasi. Pengobatan cairan berguna juga untuk menghilangkan gejala, misalnya

rasa gatal dan rasa terbakar. Beberapa bahan vehikulum yang termasuk dalam cairan

adalah:

Solusio

Solusio merupakan disolusi 2 atau lebih substansi menjadi larutan homogen yang

bening, Selain itu ada pula yang disebut dengan tingtura, yaitu solusio hidroalkohol

50%. Solusio dibagi menjadi kompres, rendam, dan mandi. Kompres dibagi lagi

menjadi 2, yaitu kompres terbuka dan kompres tertutup. Kompres terbuka berfungsi

untuk membersihkan, melunakkan, mengeringkan, antiseptik, epitelisasi, dan

mendinginkan. Sedangkan kompres tertutup berfungsi untuk vasodilatasi. Jika

Page 23: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

23

dilakukan kompres pada daerah muka, maka jangan dengan kompres berwarna seperti

rivanol atau kalium permanganat.

Berikut merupakan contoh-contoh kompres dan kegunaannya:

Asam salisilat 1 ‰: berfungsi sebagai astringen (mengonstriksi) dan antiseptik

lemah.

Kalium Permanganat 1/5000, 1/10000: astringen dan antiseptik.

Rivanol 1 ‰: astringen, antiseptik, dan deodoran.

AgNO3 0.25-0.5 %: astringen dan antiseptik kuat.

Heksaklorofen: antiseptik.

Suspensi (losio) emulsi

Suspensi/losio merupakan 2 fase berlainan dan tidak terdispersi dalam liquid, terdiri

atas air, minyak, dan zat padat. Sebelum dipakai harus dikocok terlebih dahulu karena

losio membentuk endapan. Beberapa jenis losio, antara lain losio kalamin, losio steroid,

emolien urea, dan asam laktat. Jika diaplikasikan pada kulit, akan terasa dingin karena

adanya penguapan komponen air. Losio juga mudah dioleskan hingga homogen

(membentuk satu lapisan).

Losio mengandung bedak untuk memperluas daerah evaporasi. Losio efektif untuk

mengeringkan kulit yang basah. Suspensi/losio mengandung zink oksida, talkum,

kalamin, gliserol, alkohol, air, dan stabilator. Jika komponen air pada losio menguap,

maka komponen bedak akan bergumpal dan bersifat abrasif, mengakibatkan hilangnya

partikel sebelum pemakaian.

Perbedaan losio dengan bedak kocok adalah losio mengandung suspending agent

sedangkan bedak kocok (mixtura agitanda) tidak. Hal tersebut membuat bedak kocok

tidak termasuk ke dalam golongan suspensi.

Topikal aerosol

Topikal aerosol terdiri dari solusio, suspensi, emulsi, bedak, dan foam. Fungsi dari

topikal aerosol adalah mendeposit obat dalam bentuk lapisan tipis. Kelebihannya tidak

mengakibatkan iritasi untuk kulit abrasi/eczema, sedangkan kekurangannya memberi

rasa nyeri. Sebuah contoh adalah DMSO (Dimetil Sulfoksida) yang bisa melarutkan zat

yang tidak larut dalam air dan bisa larut dalam air dan pelarut organik.

Foam

Foam memiliki bentuk emulsi dan foaming agent (surfaktan). Foam merupakan sistem

solven (misalnya air dan ethanol) dan propelan (campuran hidrokarbon nonpolar).

Foam yang mengandung alkohol meninggalkan sedikit residu. (maaf ya bagian ini

kurang menjelaskan, karena diskip oleh dosennya ketika kuliah)

Stabilator

Sebelumnya sudah disinggung sedikit mengenai stabilator, sebagai salah satu zat yang

terkandung di dalam losio. Beberapa fungsi stabilator, antara lain:

Pengawet. Paraben efektif untuk menghambat pertumbuhan jamur, kapang, dan ragi

tetapi kurang aktif untuk bakteri. Stabilator lain: fenol halogenasi, asam benzoat,

formaldehid, sodium benzoat dan timerosal.

Antioksidan dipakai untuk melindungi vehikulum dari oksidasi, misalnya butil

hidroksianisol, asam askorbat, sulfit, dan sulfur mengandung asam amino yang dipakai

oleh vehikulum dasar larut air.

Chelating agent dipakai EDTA (Ethylenediaminetetraacetic Acid) dan asam sitrat

bersama dengan antioksidan membentuk kompleks dengan logam berat.

BAHAN AKTIF

Asam Salisilat

Berikut adalah beberapa fungsi dari asam salisilat beserta dosis yang sesuai: untuk

kompres digunakan as.salisilat 1‰, untuk keratoplasti digunakan as.salisilat 2%, untuk

keratolitik (lisis keratin, kebalikan dari keratoplasti) digunakan as.salisilat 3-20%, jika

diberikan as.salisilat 30-60% maka akan memberikan efek destruktif pada jaringan,

sedangkan untuk memperbaiki penetrasi obat dapat digunakan as.salisilat 3-5%. Asam

salisilat bersinergi dengan sulfur, namun tidak aktif bila bercampur dengan zinkoksida.

Asam salisilat biasanya terkandung dalam salep untuk kapalan dan bersifat antiseptik

untuk infeksi Pseudomonas. Asam salisilat 80-160 mg, dengan nama obat generik

Ascardia, memberi efek mencegah agregasi platelet dan jika dikonsumsi

berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.

Page 24: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif II - Part II

24

Sulfur

Merupakan unsur yang telah digunakan selama berabad-abad dalam dermatologi.

Bersifat antiseboroik, antiakne, antiskabies, antibakteri gram positif, dan antijamur.

Bentuk yang paling sering digunakan adalah sulfur presipitatum (belerang endap)

berupa bubuk kuning kehijauan yang biasanya dipakai dalam konsentrasi 4-20%.

Dapat digunakan dalam pasta, krim, salep, dan bedak kocok.

Ter

Preparat golongan ini didapat sebagai hasil destilasi kering dari batubara (likuor

karbonis detergen/LKD), fosil (iktiol), dan kayu (oleum kadini dan oleum ruski). LKD

pada konsentrasi 3-10% dapat member efek antiproliferasi. Efek samping dari ter

antara lain iritasi, folikulitis, akne ter, fototoksik, dan karsinogenik (yang terakhir

disebut menyebabkan ter ditinggalkan pemakaiannya sebagai anti-inflamasi).

Kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid memiliki khasiat yang paliatif (aktif dan menyeluruh) dan supresif untuk

anti-inflamasi, antialergi, antipruritus, antimitotik, dan vasokonstriksi. Kortikosteroid

topikal dibagi menjadi 7 golongan besar, di antaranya berdasarkan anti-inflamasi dan

antimitotik. Golongan I yang paling kuat daya anti-inflamasi dan antimitotiknya

(superpoten), sebaliknya golongan VII yang terlemah dengan aktivitas antimitotik (-)

(potensi lemah).

Indikasi: topikal dermatitis dan psoriasis ringan, intralesi keloid, parut

hipertrofik, alopesia areata, akne berkista, dan prurigo.

Kontraindikasi: infeksi dan ulkus.

Lama pakai: potensi lemah 4-6 minggu, potensi kuat 2 minggu.

Efek samping: terjadi bila penggunaan kortikosteroid topikal lama dan

berlebihan, penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat/sangat kuat

atau penggunaan secara oklusif (ditutup). Gejala efek samping hipo/atrofi kulit,

strie, telangiektasia, purpura, dermatosis akneiformis, hipertrikosis,

hipopigmentasi, dermatitis perioral, absorbsi perkutan dapat menyebabkan supresi

kelenjar adrenal.

Antibiotik

Indikasi untuk infeksi bakteri. Prinsip dari antibiotik antara lain adalah: pemakaiannya

efektif sesuai dengan kuman penyebab, tidak dipakai sebagai obat sistemik, tidak

menimbulkan sensitisasi, harganya murah dan mudah didapatkan. Berikut ini adalah

beberapa jenis antibiotik, antara lain: basitrasin (efektif terhadap gram (+) (-)),

mupirosin, (gram (+) (-)), natrium fusidat (terutama stafilokokus), polimiksin (gram (-),

kecuali proteus & serratia), dan neomisin (gram (+) (-), pengecualian krn dapat

menyebabkan sensitisasi).

Antijamur

Berikut ini adalah beberapa contoh dari obat antijamur, antara lain: nistatin (efektif

terhadap kandida), siklopiroksolamin (dermatofita, malassezia furfur, kandida),

haloprogin (dermatofita, M furfur, kandida), tolnaftat (dermatofita), dan derivat azole

(misal imidazole, yang efektif terhadap dermatofita, M furfur, dan kandida).

TOKSISITAS

Kadar toksisitas tergantung pada obat, vehikulum, lokasi, frekuensi, durasi, jenis kelainan

kulit, serta kondisi renal dan hepar pasien. Usia juga mempengaruhi, di mana anak kecil

memiliki rasio obat di permukaan kulit yang lebih besar dibandingkan orang dewasa.

Efek lokal : iritasi, alergik, atrofik, komedogenik, teleangiektasis, pruritus,

stinging, dan nyeri. Terjadi proses pengeringan kulit atau merusak lapisan kulit

epidermis.

Efek sistemik : terjadi karena adanya penyerapan perkutan (SSP, shock

anafilaksis renal, kardiak, teratogen, dan karsinogen). Efek nonimunologis dapat terjadi

pada keracunan peptisida. (Arini Purwono & Dwi Wicaksono)