Grafologi: Membaca Tanpa Aksara - - Mudjia...

4
Grafologi: Membaca Tanpa Aksara Written by Mudjia Rahardjo Monday, 26 July 2010 00:00 - Last Updated Monday, 26 July 2010 22:10 Membaca dengan aksara atau membaca aksara merupakan sebuah kelaziman. Sebab, dunia baca membaca memang terkait erat dengan aksara. Menjadi tidak lazim jika membaca dilakukan tanpa aksara. Banyak ahli mengatakan garis tangan dan raut wajah seseorang bisa dibaca untuk menggali perilaku dan dunia batinnya. Belakangan ini, seni membaca perilaku atau karakter orang lain dilakukan tidak hanya lewat garis tangan dan raut wajah, tetapi juga tanda tangan. Para ahli psikologi menyebutnya dengan istilah ‘grafologi’, yakni kemampuan membaca tulisan dan tanda tangan seseorang untuk mengetahui karakternya secara umum. Tabloid Tempo (5/1/2010) membuat ulasan sangat menarik tentang grafologi. Menurut seorang pakar grafologi, Reni Akbar Hawadi, membaca dan menganalis tulisan dan tanda tangan seseorang itu seperti melihat lukisan. Tulisan sama halnya dengan lukisan. Jika diperhatikan, setiap lukisan atau tulisan memiliki kesan umum. “Perhatikan tarikan garis tulisan seseorang, kemudian tentukan energi emosional si penulis”, begitu ungkap Reni di Tabloid Tempo beberapa bulan lalu. Setiap goresan tangan seseorang baik lewat lukisan, tulisan maupun tanda tangan memiliki energi emosional yang bisa menggambarkan perilaku dan dunia batinnya. Energi ini, menurut Reni yang sangat berpengalaman dalam dunia grafologi dan menjadi profesinya itu, bisa dilihat pada ketebalan dan tekanan tulisan yang. Tekanan garis dan ketebalannya bisa dilihat dengan meraba belakang permukaan kertas yang ditulis. Seberapa besar tekanan garis menggambarkan seberapa besar energi emosionalnya yang dapat mempengaruhi perilaku dan karakter seseorang. 1 / 4

Transcript of Grafologi: Membaca Tanpa Aksara - - Mudjia...

Grafologi: Membaca Tanpa Aksara

Written by Mudjia RahardjoMonday, 26 July 2010 00:00 - Last Updated Monday, 26 July 2010 22:10

Membaca dengan aksara atau membaca aksara merupakan sebuah kelaziman. Sebab, duniabaca membaca memang terkait erat dengan aksara. Menjadi tidak lazim jika membacadilakukan tanpa aksara. Banyak ahli mengatakan garis tangan dan raut wajah seseorang bisadibaca untuk menggali perilaku dan dunia batinnya. Belakangan ini, seni membaca perilakuatau karakter orang lain dilakukan tidak hanya lewat garis tangan dan raut wajah, tetapi jugatanda tangan. Para ahli psikologi menyebutnya dengan istilah ‘grafologi’, yakni kemampuanmembaca tulisan dan tanda tangan seseorang untuk mengetahui karakternya  secara umum.

Tabloid Tempo (5/1/2010) membuat ulasan sangat menarik tentang grafologi. Menurut seorangpakar grafologi, Reni Akbar Hawadi, membaca dan menganalis tulisan dan tanda tanganseseorang itu seperti melihat lukisan. Tulisan sama halnya dengan lukisan. Jika diperhatikan,setiap lukisan atau tulisan memiliki kesan umum. “Perhatikan tarikan garis tulisan seseorang,kemudian tentukan energi emosional si penulis”, begitu ungkap Reni di TabloidTempobeberapa bulan lalu.

Setiap goresan tangan seseorang baik lewat lukisan, tulisan  maupun tanda tangan memilikienergi emosional yang bisa menggambarkan perilaku dan dunia batinnya. Energi ini, menurutReni yang sangat berpengalaman dalam dunia grafologi dan menjadi profesinya itu, bisa dilihatpada ketebalan dan tekanan tulisan yang. Tekanan garis dan ketebalannya bisa dilihat denganmeraba belakang permukaan kertas yang ditulis. Seberapa besar tekanan garismenggambarkan seberapa besar energi emosionalnya yang dapat mempengaruhi perilaku dankarakter seseorang.

1 / 4

Grafologi: Membaca Tanpa Aksara

Written by Mudjia RahardjoMonday, 26 July 2010 00:00 - Last Updated Monday, 26 July 2010 22:10

Energi emosional merepresentasikan kepribadian dan memiliki dampak langsung terhadapkarakter kepribadian penulisnya. Sebab, energi tersebut merupakan kombinasi antara fisik dantingkat energi. Studi yang dilakukan Reni menunjukkan seseorang yang tulisanya memilikitekanan besar ---  garis tulisannya tebal-tebal--- umumnya memiliki mental yang kuat dantingkat kesuksesan tinggi. Selain itu, dia memiliki banyak vitalitas dan pengalaman emosionalyang bertahan lama. Sebaliknya, tulisan yang garis tekannya nya tipis cenderung menghindarisituasi yang menguras energi. Pengamatan saya selama ini dengan melihat tulisan dan tandatangan mahasiswa saya – sekadar untuk menghindari kepenatan perkuliahan -- menunjukkanorang dengan gaya tulisan demikian umumnya cenderung tidak mau bersusah-payah dalambekerja dan mau enak sendiri dan pragmatis.

Indikator lainnya, menurut Reni,  adalah kemiringan garis pada tulisan. Kemiringan garismerupakan indikasi respons penulis terhadap dunia luar.  Studi Reni menunjukkan tulisan yangmiring ke kanan menggambarkan respons yang kuat penulisnya terhadap situasi emosionalnya.Selain itu, orang dengan gaya tulisan demikian umumnya bersifat penuh perhatian, hangat dan outgoingpada orang lain. Dia memakai hati untuk mengendalikan pikirannya.

Tulisan tegak lurus menunjukkan penulisnya mencoba bersikap rasional. Berbeda dengan gayatulisan miring ke kanan di mana hati mengendalikan pikiran, maka tulisan tegakmenggambarkan pikiranlah yang menguasai hati. Sedangkan tulisan miring ke kiri umumnyamenunjukkan sifat penulisnya yang dingin dan indifferent. Orang dengan gaya tulisan demikianumumnya sulit diajak bicara karena dia hanya memberikan respons seadanya dan tidak maumembuka pembicaraan dengan orang lain lebih dahulu. Dia akan memberikan respons agakhangat jika pembicaraan menyangkut hal-hal yang dia senangi atau yang ia banggakan.

2 / 4

Grafologi: Membaca Tanpa Aksara

Written by Mudjia RahardjoMonday, 26 July 2010 00:00 - Last Updated Monday, 26 July 2010 22:10

Terkait dengan sikap itu, saya pernah mengalaminya waktu mengadakan wawancara dengansalah seorang informan penelitian dalam rangka penulisan tesis. Informan ini hanya maumenjawab pertanyaan yang saya berikan. Itu pun pendek-pendek, seperti ‘yes-no questions’saja. Dia sama sekali tidak mau  membuka pembicaraan atau membahas hal-hal di luar yang sayatanyakan. Dalam istilah metodologi penelitian, saya memperoleh apa yang disebut ‘informandingin’. Sebagai pewawancara  saya sangat kecewa karena tidak mampu menggali informasiyang dalam mengenai tema yang saya angkat. Padahal, saya tahu orang ini merupakaninforman kunci yang sangat mengetahui bidang yang saya teliti, yakni tentang perubahansosial.

Dalam kebekuan yang hampir satu jam itu, saya berpikir kira-kira tema apa yang dapatmenggugah hatinya. Secara kebetulan di dinding tembok ruang keluarga terpasang  foto lamadi mana di tengah ada orang tua mengenakan blangkon dan pakaian Jawa sambil diapit duaorang asing (baca:Belanda). Saya tanya itu foto siapa. Dengan spontan informan saya itumenjawab bahwa itu foto kakeknya. Lho kok dengan orang Belanda pak? tanya saya.Menurutnya, kakeknya dulu orang berpengaruh di desanya dan sering diajak orang-orang Belanda untuk bertukar pengalaman. “ Lho kalau begitubapak adalah cucu orang hebat dan bukan orang sembarangan ya”, imbuh saya. Dia menjawab“ya itulah saya sebenarnya. Hanya orang-orang di kampung ini tidak banyak mengetahuitentang saya dan keluarga. Bahkan yang memberi nama desa ini adalah kakek saya itu”,katanya. Sejak itu pembicaraan berlangung hangat hingga larut malam. Saya telah menemukanbahwa informan saya yang tadinya begitu dingin menjadi sangat hangat karena sayamenemjukan tema untuk menggungah hatinya. Ini sekadar contoh untuk orang yang sikapnyadingin dan kebetulan gaya tulisannya miring ke kiri.

Menurut para ahli grafologi tangan dipandu oleh otak. Karena itu, segala yang keluar dariaktivitas tangan baik dalam bentuk lukisan, tulisan biasa dan tanda tangan mirip dengan hasilsirkuit dua arah otak dan refkeks motor tangan. Karena itu,  tulisan tangan menjadi poligrafseseorang. Sekadar pengalaman, untuk mengetahui karakter mahasiswa saya pada umumnyapada awal perkuliahan biasanya saya minta semua mahasiswa tanda tangan di atas secarkkertas. Setelah selesai, semua saya kumpulkan dan kemudian saya tanyakan apa merekabersedia tanda tangannya saya baca. Secara serentak mereka umumnya mengatakan siap.Satu per satu tanda tangan itu saya baca dan selama ini tak satu pun hasil pembacaan sayameleset. Mereka tertawa mengetahui karakternya saya baca di depan kelas. Tetapi sikap

3 / 4

Grafologi: Membaca Tanpa Aksara

Written by Mudjia RahardjoMonday, 26 July 2010 00:00 - Last Updated Monday, 26 July 2010 22:10

negatifnya tidak saya sampaikan. Tetapi ketika ditanya apa dasar pembacaan itu, saya tidakbisa menjelsakan mengapa hasil pembacaan saya demikian. Tetapi saya bisa merasakanbahwa setiap goresan menyiratkan makna. Ini yang disebut membaca tanpa aksara.

Semudah itukah membaca karakter seseorang? Tentu tidak. Sebab, kesulitan akan muncultatkala sejumlah ketentuan akan dipraktikkan. Misalnya, margin, spasi, bentuk huruf, letak titik,panjang pendek tulisan, garis dasar, letak titik dan jarak antarkata dan sebagainya. Margin,spasi, bentuk huruf dan semuanya itu menggambarkan karakter penulisnya. Garis bawah disetipa tanda tangan dan titik di akhir tanda tangan serta bentuk huruf menyiratkan makna danjenis karakter penulisnya. Sekadar mainan, praktik grafologi bisa dipakai untuk mengisi waktuluang atau sambil menunggu pesawat atau kendaraan yang akan mengangkut agar pikirantidak ngelantur ke sana kemari. Selamat mencoba !                       .

_________

Malang, 20 Juli 2010

4 / 4