GOOD CORPORATE GOVERNANCE

5
TUGAS GOOD CORPORATE GOVERNANCE MASALAH TENAGA KERJA INDONESIA DI HONGKONG OLEH : Nanda Bening Ayu 111400115 MBTI C SEKOLAH MANAJEMEN TEKNOLOGI DAN MEDIA MANAJEMEN BISNIS TEKNOLOGI DAN INFORMASI BANDUNG 2011 Telah banyak pelanggaran HAM atas tenaga kerja Indonesia di luar negeri, ini dikarenakan lemahnya pengawasan atas pemerintahnya terhadap pahlawan devisa bagi negeri ini. Seolah-olah para tenaga kerja Indonesia ini tidak mendapat perhatian sama sekali dari pemerintah, padahal hampir setengah dari pemasukan negara berasal dari penghasilan para

Transcript of GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Page 1: GOOD CORPORATE GOVERNANCE

TUGAS GOOD CORPORATE GOVERNANCE

MASALAH TENAGA KERJA INDONESIA DI HONGKONG

OLEH :

Nanda Bening Ayu 111400115

MBTI C

SEKOLAH MANAJEMEN TEKNOLOGI DAN MEDIA

MANAJEMEN BISNIS TEKNOLOGI DAN INFORMASI

BANDUNG

2011

Telah banyak pelanggaran HAM atas tenaga kerja Indonesia di luar negeri, ini

dikarenakan lemahnya pengawasan atas pemerintahnya terhadap pahlawan devisa bagi negeri

ini. Seolah-olah para tenaga kerja Indonesia ini tidak mendapat perhatian sama sekali dari

pemerintah, padahal hampir setengah dari pemasukan negara berasal dari penghasilan para

Page 2: GOOD CORPORATE GOVERNANCE

tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Sudah banyak kejadian yang merugikan

bagi para TKI, bahkan sampai ada yang kehilangan nyawanya, apakah pemerintah melepas

para tenaga kerja Indonesia dan pemerintah lepas tangan atas apa yang terjadi terhadap para

tenaga kerja. Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan

pelanggaran hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain. Pelanggaran

itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, baik secara perorangan ataupun

kelompok.

Kasus pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :

a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :

1. Pembunuhan masal (genosida)

2. Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan

3. Penyiksaan

4. Penghilangan orang secara paksa

5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis

b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :

1. Pemukulan

2. Penganiayaan

3. Pencemaran nama baik

4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya

5. Menghilangkan nyawa orang lain

Salah satu kasus :

ATKI-HK (Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong) bersatu dengan Buruh Migran

Indonesia (BMI) dan kelompok peduli BMI di Indonesia serta negara-negara tujuan lain,

menuntut pemerintah Indonesia untuk menghentikan segala bentuk pelanggaran Hak Asasi

Manusia terhadap BMI dan keluarganya. ATKI-HK juga mendesak pemerintah Indonesia

agar menghentikan sikap pembiaran terhadap BMI di luar negeri dan segera memberikan

perlindungan sejati bagi seluruh BMI di manapun berada.

Sikap pembiaran atau lepas tanggung jawab tersebut telah berimbas negatif kepada

jutaan BMI yang bekerja diluar negeri dan keluarganya di Indonesia. Di Timur Tengah,

Page 3: GOOD CORPORATE GOVERNANCE

ratusan terjebak dalam kondisi kerja layaknya perbudakan, ribuan mati dibunuh majikan atau

misterius, terancam hukuman gantung, menjadi budak seks dan korban penganiayaan serius

dan pelanggaran lainnya. Di Malaysia terlepas kedekatan bahasa, budaya dan agama, BMI

banyak mengalami penganiayaan & pemerkosaan, tidak diupah dan tidak mendapatkan hak

libur, dikontrol tekong dan diikat dengan berbagai kebijakan anti migran pemerintah

Malaysia sehingga menyebabkan banyak dari mereka yang terpaksa tidak berdokumen atau

illegal. Di Taiwan, ratusan di penjara tanpa pembelaan karena lari dari majikan jahat atau

menghindari belenggu tingginya biaya penempatan yang mengikat mereka selama 15-21

bulan.

Di Hong Kong, BMI yang jumlahnya mencapai 140.000 orang dan menempati

peringkat pertama dibanding buruh migran dari Filipina, Thailand, Nepal dan Sri Lanka, juga

merasakan langsung imbas pembiaran pemerintah RI tersebut. Sikap pembiaran terhadap

BMI di Hong Kong ditunjukkan dengan tindakan dan perlakuan sebagai berikut:

1. Melalui UUPPTKILN No. 39, pemerintah RI memaksa BMI untuk masuk ke

PJTKI/Agensi dan menyerahkan tanggung jawab memberi training kepada para calo ini

sehingga pemerintah RI tidak perlu direpotkan dengan pembekalan BMI keluar negeri.

2. Melegalisasikan biaya penempatan sebesar HK$21.000 melalui sistem potongan gaji

selama 5-7 bulan. Uang tersebut kemudian dibagi-bagi antara pemerintah, PJTKI, Agensi,

Bank dan pihak-pihak lainnya. Meski biaya penempatan sudah diturunkan menjadi

HK$9.000 dan HK$15.000 tapi pemerintah RI tidak pernah menerapkan dengan alasan

PJTKI dan Agensi tidak setuju keuntungan diturunkan. BMI yang gagal melunasi

pembayaran diteror bahkan keluarganya diintimidasi dan dipaksa melunasi “hutang

potongan” yang hakekatnya hanyalah sebuah rekayasa. Kasus-kasus menuntut ganti rugi

atas biaya penempatan dan biaya agen amat tinggi juga terbengkalai tidak diurusi

Konsulat RI di HK.

3. Melarang BMI untuk proses mandiri dan tetap diharuskan diproses melalui Agensi meski

sudah diluar negeri. Akibatnya mayoritas BMI di HK menjadi korban biaya agen ilegal

atau lebih dari 10% dari gaji 1 bulan sesuai ketetapan pemerintah HK. Umumnya

membayar antara HK$1.500 – HK$15.000.

4. Menjual BMI dengan harga murah “underpay” agar cepat laku sehingga mengurangi

jumlah simpanan calon BMI dan tetap menikmati biaya HK$21.000. Berdasarkan

Page 4: GOOD CORPORATE GOVERNANCE

peraturan pemerintah RI, semua BMI yang ditempatkan di HK dikenakan biaya

penempatan HK$21.000. Jadi meski gaji underpay tetap dikenakan biaya yang sama.

5. Mengijinkan agensi-agensi HK menahan paspor dan kontrak kerja BMI meskipun

tindakan ini kriminal sebab melanggar hukum internasional

6. Memaksa semua BMI yang pulang untuk masuk ke Terminal Khusus BMI dan dipaksa

memakai transportasi bandara sehingga bisa diperas lagi sampai uangnya ludes.

7. Maraknya kasus-kasus pelanggaran kontrak oleh majikan jahat dan tuduhan kriminal

yang menyebabkan banyak BMI yang dipenjara.

8. Meningkatkan jumlah BMI meninggal karena kecelakaan kerja, misterius dan sakit.

Dalam kurun waktu 2010 saja, ATKI-Hong Kong telah menerima 1.462 pengaduan dari BMI

di Hong Kong dengan jenis kasus terbesar antara lain PHK sepihak, upah dibawah standar,

potongan upah illegal, penahanan paspor dan kontrak kerja oleh Agensi-HK, penganiayaan,

tingginya biaya agen/PJTKI dan pelanggaran-pelanggaran kontrak lainnya.

Ironisnya setiap kali BMI mengadu ke Konsulat RI di Hong Kong, bukannya menolong

dengan senang hati tapi malah ditangani dengan sinis, atau bahkan terang-terangan ditolak

dan disuruh kembali ke agensi yang memproses mereka. Sikap semacam ini yang justru

memperburuk situasi dan menjerumuskan mereka. Hanya mereka yang kenal atau

mempunyai kontak organisasi dan pendamping BMI diluar negeri yang bisa mendapatkan

pertolongan alternatif sehingga mereka tertolong. Kasus yang dialami Kikin yang dibunuh

majikan dan dibuang di tempat sampah dan Sumiati yang digunting bibir atasnya oleh

majikan akan dapat dihindari jika mereka paham hak-hak mereka dan tahu kemana harus

minta bantuan ketika bermasalah. Sikap pembiaran dan memaksa ini juga ditunjukan dengan

penolakan Konsulat RI di HK untuk memberlakukan kontrak mandiri (proses kontrak tanpa

agensi) sehingga BMI harus terus menerus diperas biaya agen amat tinggi dan paspornya

ditahan.

Kesimpulan

Page 5: GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Pelanggar utama hak-hak BMI adalah pemerintah Indonesia sendiri. Disatu sisi pemerintah

gagal menyediakan lapangan kerja dengan upah layak sehingga kemiskinan menajam dan

pengangguran meluas. Disisi lain justru memanfaatkan kondisi ini untuk mengekspor

rakyatnya keluar negeri sebagai buruh murah tanpa perlindungan dan pelayanan.

Secara terang-terangan, pemerintah Indonesia menyerahkan tanggungjawab utama mereka

untuk melindungi BMI kepada PJTKI/Agensi dan mengabadikan sistem perbudakan terhadap

BMI. Sayangnya pengaturan ini justru dilegalisasikan dalam UUPPTKILN No. 39/2004 dan

penolakan pemerintah untuk meratifikasi Konvensi PBB tentang Perlindungan Buruh Migran

dan Keluarganya. Pelanggaran terhadap BMI tidak akan terjawab selama pemerintah RI tidak

merubah mentalitas mereka yang memperlakukan BMI sebagai barang dagangan semata dan

sungguh-sungguh melayani dan melindungi BMI.

Untuk mewujudkan pelayanan dan perlindungan sejati bagi BMI di Hong Kong, maka

pemerintah RI harus memenuhi tuntutan-tuntutan sebagai berikut:

1. Memberlakukan kontrak mandiri bagi semua BMI tanpa terkecuali

2. Menurunkan biaya penempatan sekarang juga! Terapkan 10% komisi agen-HK

3. Menghentikan sikap memaksa BMI untuk masuk PJTKI/Agensi

4. Mencabut UUPPTKILN. No 39

5. Meratifikasi Konvensi PBB tahun 1990 bagi Buruh Migran dan Keluarganya

6. Segera mengesahkan UU PRT di Indonesia

Sumber ;

http://google.com