GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau...

468
Catatan Pinggir TEMPO PUBLISHING 12 GOENAWAN MOHAMAD http://facebook.com/indonesiapustaka

Transcript of GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau...

Page 1: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

ii Catatan Pinggir 6 iii Catatan Pinggir 6

GOEN

AWAN

MOH

AMAD Catatan

Pinggir

TEMPO PUBLISHING

12

GOENAWAN MOHAMAD

12TEM

PO PUB

LISHIN

G

Catatan Pinggir

SELURUH karir kepenulisan Goenawan Mohamad bergerak di wilayah luas pemaknaan. Ia turut menyumbangkannya melalui perangkat pembentuk makna yang ampuh: tafsir.

Sepanjang menyangkut fi ksi, ruang tafsir terbuka selebar-lebarnya. Dalam pasar dan kontestasi makna itulah Catatan Pinggir memainkan peran aktif, meski ia melakukannya tanpa ambisi tinggi; hal yang memungkinkan staminanya terjaga hingga memasuki dekade kelima.

Dengan bentuknya yang ringkas-padat, Catatan Pinggir seperti gumaman kakofoni di tengah ceramah tokoh-tokoh besar—para pejabat negara, pemimpin-pemimpin dunia, ulama yang dipanuti jutaan orang, ilmuwan yang disanjung berkat temuan-temuan besar mereka.

Jika celetukannya tak digubris—ia tahu inilah yang selalu terjadi—ia tak jera. Dari pinggir, ia terus mencatat tiap pekan, sebab barangkali ia terutama sedang mencoba merumuskan tafsir baru atas fi ksi lama maupun baru untuk membentuk pemaknaan baru buat dirinya sendiri, dan mungkin sejumlah lingkungan audiens sasarannya.

Bentuk pendek Catatan Pinggir itu cocok pula untuk memenuhi kecenderungan penulisnya yang tak berminat menuntaskan pembahasan, sebab ia tak percaya isu-isu pelik kegemarannya bisa dibahas tuntas. Ia selalu memilih kebelumselesaian.

Selain penulis terbaik Indonesia sepanjang masa, Goenawan Mohamad adalah salah satu stylist terbaik dunia.

Ada tiga resep ampuh untuk dapat menghasilkan tulisan sebaik karyanya. Sayang sekali tidak ada orang lain yang tahu satu pun dari ketiganya.

(Hamid Basyaib)

Goenawan Mohamad

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 2: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

i Catatan Pinggir 12

Catatan

Pinggir12

Goenawan MohaMadKumpulan tulisan

di Majalah Tempo, Januari 2015-Desember 2016

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 3: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

ii Catatan Pinggir 12

Catatan

Pinggir

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 4: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

iii Catatan Pinggir 12

Catatan

Pinggir

TEMPO PUBLIshInG

Goenawan MohaMad

12

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 5: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

iv Catatan Pinggir 12

Catatan Pinggir 12Goenawan Mohamad

Kumpulan Catatan Pinggir di Majalah Tempo,Januari 2015-Desember 2016

Kata pengantar: Hamid BasyaibEditor bahasa: Uu Suhardi Indeks: Danni MuhadiansyahTata letak dan ilustrasi: Edi RM Foto pengarang: Dwianto Wibowo

© Goenawan MohamadHak cipta dilindungi undang-undang

Cetakan Pertama, 2017

MOHAMAD, GoenawanCatatan Pinggir 12Pusat Data dan Analisa Tempo, 2017xxviii + 438 hlm.; 14.5 x 21 cmISBN 978-602-6773-18-0

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 6: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

v Catatan Pinggir 12

ix

371115192327313539434751555963677175798387

daftar IsI

Pengantar

2015Dalam SajakBencanaMahometTanda-TandaKPKPi-KaiPegidaPolisi PemimpinNegaraPiMatiOLeeDantonCacingGrassBandungEksekusiAtheisTukarIndonesia

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 7: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

vi Catatan Pinggir 12

919599103107111115119123129133137141145149153157161165169173177181185189193197201205

CintaPiyadasiBocahGembrotSastrawanDon QuixoteNarsisusTiga HurufLeburGurunPesimisme1945WallaceImigranFoto ItuMetropolisLukaSepatuKekejaman28 OktoberSotoPadri ItuIngatanL’ÉtatRojavaKosmopolisAyaanPetaTeroris

DAFTAR ISI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 8: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

vii Catatan Pinggir 12

209

221225229233237241245249253257261265269273277281285289297301305309313317321325

Yang Kiri, yang Tanpa Ajektif

2016ApocalypseManiBenciHatraSang MilitanTGNostalgiaBaduiFayadhParanoiaAmangkuratSabangauEinsteinHerakleitosPilatusIlmuSubalternMaaftuhanMandalikaAlmansorKomunismeTopengKebenaranPanggungAttar

DAFTAR ISI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 9: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

viii Catatan Pinggir 12

329333337341345349353357361365369373377381385389393397401405409413417421425429

433

JPCTerkutukBekisarSumbangEropaOrlojRiveraBatik...FobiaHuescaTiga DaraMolekAngsaRakyatAuraBhimaDylanKuningKomedieDustaTrumpKitmanYang DitampikFidelAmarahCalas

Indeks

DAFTAR ISI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 10: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

ix Catatan Pinggir 12

Stamina, Style, Strategi Goenawan Mohamad

Hamid Basyaib

CATATAN Pinggir pasti merupakan rubrik tetap ter-panjang yang ditulis oleh satu orang di sebuah majalah.

Guinness World Records layak mempertimbangkannya untuk status ini.

Dimulai pada 1976, rubrik itu sudah lama identik dengan penulisnya, jauh sebelum ia memasuki dekade kelima. Bahkan, ketika Tempo dibredel pada 1994, ia tetap hidup. Ia hadir di Suara Independen sampai Tempo terbit kembali (1998). Di buletin bawah tanah itu, Catatan Pinggir bahkan tak jarang muncul lebih panjang daripada di rumah aslinya.

Mengapa stamina penulisnya sedemikian tangguh hingga ia mampu merawatnya setiap pekan selama lebih dari 40 tahun tanpa henti?

Mungkin karena ia tak mengharapkan apa-apa dalam konteks perubahan sosial dari kerja literernya. Ia sekadar mengekspresikan pikirannya melalui halaman majalah yang ikut ia dirikan dan lama ia pimpin itu. Dalam operasinya ia bahkan tak mengikatkan diri pada sifat aktual sebuah majalah berita.

Catatan Pinggir sangat jarang mengomentari langsung peristiwa hangat yang terjadi pada pekan yang bersangkutan. Pada umumnya ia mempertimbangkan news peg dengan cara lain: menuturkan kisah paralel dari tempat yang mungkin

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 11: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

x Catatan Pinggir 12

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

sangat jauh dan dari masa yang sangat lampau. Ia menerapkan strategi alusi—perangkat lazim penyair.

Dari segi sumber pun ia tak terikat hanya pada peristiwa faktual. Bahkan terlihat tendensi pada penulisnya untuk lebih suka mengutip karya fiksi sebagai ”preseden” atau kesejajaran dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain.

Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa mirip yang dialami Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, yang diadili dan akhirnya dihukum untuk ucapannya yang dianggap menista agama mayoritas publik. Sang Gubernur adalah pemegang minoritas ganda. Dari segi sosial dan budaya, ia sangat lemah. Persis seperti tokoh antihero dalam novel masyhur Harper Lee, To Kill a Mockingbird, dengan setting awal abad ke-20 di sebuah kota kecil di Amerika Serikat, di masa diskriminasi rasial masih amat mencekam. Mengadili dan menghujat begitu keras seseorang yang sedemikian rentan posisi sosialnya karena perbedaan ras dan agama bagaikan membunuh mockingbird, burung mini yang diindonesiakan dengan sangat baik dan dijadikan judul, ”Burung-Tiru”.

Watak, isi, dan gaya seperti itu menambah keunikan Catatan Pinggir sebagai karya jurnalistik. Ia tampil sebagai rubrik tetap (belakangan, ia hadir di halaman akhir Tempo), tapi ia bukan tajuk rencana atau editorial. Hadir dengan byline, ia murni suara penulisnya.

Dari segi itu pun Catatan Pinggir tak berpreseden dalam sejarah jurnalistik Indonesia. Bahkan hingga kini tak ada media serupa yang memelihara rubrik sejenis—apalagi yang

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 12: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xi Catatan Pinggir 12

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

ditulis hanya oleh satu orang. Saya duga dalam hal ini Tempo diilhami oleh Combat (1941-1974), majalah tempat Albert Camus bekerja di masa pendudukan Jerman atas Prancis di Paris; oleh rubrik yang ditulis orang Prancis-Aljazair itu.

Sikap sumeleh kepenulisan Goenawan Mohamad, yang tak mengharapkan letupan pengaruh sosial dari tulisan-tulisannya, ia pegang dengan konsisten. Sikap ini semakin jelas jika, misalnya, dikontraskan dengan Bondan Winarno, meski dengan alasan yang lebih personal, tanpa terkait dengan ”perubahan sosial”. Beberapa tahun lalu, ia mengumumkan: ia berhenti menulis cerita pendek. Alasannya ia nyatakan dengan tegas: setelah sekian lama menulis cerpen dan mempublikasikannya di media massa ternama, pengakuan dari komunitas sastra tak kunjung ia terima.

Isu ”sastra dan perubahan sosial” itu pula yang diangkat Goenawan dalam mengkritik Sutan Takdir Alisjahbana (STA) dalam esainya di Horison pada awal 1980-an. Ia mengkritik kredo ”sastra bertendens” yang sudah diungkapkan STA puluhan tahun sebelumnya dan ia amalkan dalam novel-novelnya. Sastra, menurut STA, harus terlibat dalam masalah-masalah yang dihadapi masyarakat; bahkan diharapkan memberi solusi atas problem-problem itu. Goenawan menolak pembebanan berlebihan dan tak pada tempatnya terhadap pundak sastra dan kesenian pada umumnya.

Baginya, fungsi sastra adalah medium ekspresi individual. Mungkin saja problem yang ditanggapi sang pengarang adalah masalah sosial, tapi tanggapannya niscaya personal dan subyektif, jauh dan memang tak perlu berpretensi memecahkan masalah tersebut. Mungkin pula pembaca memetik ide sosial

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 13: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xii Catatan Pinggir 12

dari ekspresi individual sang pengarang. Tapi yang penting diingat: sastra bukanlah SK menteri

atau kebijakan pemerintah. STA menanggapi, lalu terjadilah polemik di majalah bulanan sastra tersebut.

Tak lama setelah itu, arena sastra diramaikan dengan wacana dan polemik ”sastra kontekstual”, dengan pencetus awal Arief Budiman, Ariel Heryanto, dan kemudian dimeriahkan sejumlah orang. Goenawan hampir tak melibatkan diri dalam kancah polemik ini, yang sebenarnya versi baru atau perluasan saja dari sastra bertendens, dan untuk ini ia sudah panjang-lebar memaparkan posisinya.

Terlepas dari isi dan posisi setiap pihak, polemik semacam itu sangat baik dan mencerdaskan. Publik Indonesia sejak itu hanya menikmati serpihan-serpihan dangkal dari apa yang disebut ”kritik sastra”—yang masih terus goyah pengertiannya dan langka contoh karyanya.

***DENGAN stamina tinggi berkat sumelehnya, Goenawan

Mohamad mengalirkan pengaruh besar pada banyak aspiran penulis. Boleh dikata, dari semua penulis muda Indonesia yang berniat serius menapaki karier sebagai kolumnis dan esais, tak ada yang lolos dari bayang-bayang pengaruhnya.

Beberapa orang kemudian terlihat berhasil membebaskan diri dan menemukan suaranya sendiri. Beberapa lagi tampak gagal—atau merasa keterpengaruhannya telah menjadi gaya autentiknya sendiri. Terlihat juga ada yang sejak awal menghindari pengaruh Goenawan karena menyadari ”bahaya”-nya, tapi tanpa sadar terpengaruh pula dari sisi lain

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 14: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xiii Catatan Pinggir 12

atau dengan cara lain; sebutlah terpengaruh secara negatif. Keseluruhan fenomena pemengaruhan inilah yang oleh

kritikus sastra Harold Bloom disebut dalam judul esainya yang masyhur, The Anxiety of Influence—sebuah frasa mengejutkan yang tepat; dengan contoh pahlawan abadi Bloom, William Shakespeare, sebagai nenek moyang kaum penyair dan sastrawan; meski belakangan Bloom mengakui Shakespeare pun sempat dipengaruhi Christopher Marlowe, rekan sezamannya. Walaupun Bloom memaparkan mekanisme perpengaruhan itu dalam konteks sajak, teori puisinya itu berlaku pula pada penulisan esai. Ia membagi enam tahap pengaruh dari penulis terdahulu pada penulis kemudian, dan seseorang mungkin mengalami keenam tahap itu, mungkin pula hanya satu atau dua tahap. Tahap ”pembebasan diri” disebutnya kenosis.

Pesona gaya Goenawan Mohamad memang tak gampang ditangkal oleh aspiran penulis dan tentu saja juga oleh pembaca umum. Ia memadukan dengan amat mengesankan keterampilan jurnalistik dan kecanggihan sastra. Ia sangat menguasai teknik standar presentasi ide tapi menyajikannya dengan cara yang tak prediktabel, menjadikan keseluruhan gaya paparan esainya unik tapi tanpa terkesan bergaya-gaya dan sekadar memburu cara ungkap yang berbeda, selain tetap memenuhi elemen-elemen jurnalistik, seperti informatif, logis, dan bersumber jelas.

Tak ada yang baru di bawah matahari, kata orang Belanda. Isi esai-esai Goenawan pun mungkin tak ada yang baru—bukankah ia gemar sekali mengutip begitu banyak tulisan orang lain dari masa lalu? Itu artinya apa yang ia katakan sudah

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 15: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xiv Catatan Pinggir 12

lama dikatakan orang lain. Tapi ia menyajikannya dengan cara baru. Dan persis itulah

inti kerja penulisan: mengemukakan hal lama dengan cara baru. Dan dengan itu pula hal lama bisa terasa baru; atau bahkan pembaca bisa menemukan hal baru di dalam ihwal lama atau gabungan hal lama yang disintesiskan oleh penulis Catatan Pinggir.

Begitulah, di tangan Goenawan, pernyataan lama yang sudah pernah kita baca pun mendapat kesegaran baru dan merangsang kita untuk mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi baru. ”Kita mungkin tak setuju dengan perspektifnya,” ujar seorang penulis senior Indonesia, ”tapi cara Goenawan mengungkapkannya membuat kita terpukau.”

Dalam melakukan itu, kepenyairannya sangat me-nopangnya, khususnya dalam memilih diksi, selain piawai dalam mengerahkan alusi dan metafor yang tajam. Ia begitu terbiasa menghindari klise, termasuk dalam struktur, sampai kemampuannya mendapatkan diksi yang tak klise itu, bahkan juga sambil mempertimbangkan bunyi kata, bukan hanya makna persisnya, telah menjadi naluri—sebagaimana keahliannya dalam membuat intro tulisan. Tekniknya telah sangat dikuasainya dan telah ia terapkan begitu sering, hingga menjadi instingtif. Pembukaan tulisannya selalu memikat, mencengangkan, mengherankan, pendeknya mendorong orang untuk melanjutkan pembacaan.

”Ada sebuah kota fantasi yang terbelah. Tapi barangkali tak istimewa. Tiap kota besar selalu terbelah.” ”Bangsa lahir dan tumbuh dengan sejenis lupa. Bangsa lahir dan bertahan dengan sebekas ingatan.” ”Apa yang bisa kita lakukan terhadap

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 16: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xv Catatan Pinggir 12

masa lalu, ketika kita berdiri tercengang di puing-puing Hatra?” Tidak ada penulis Indonesia yang membuka tulisan dengan topic sentence semacam itu.

Jika ia tak menemukan kosakata tertentu dalam kamus untuk ihwal, peristiwa, atau perasaan tertentu, ia berani menjalankan fungsi seorang penulis: menciptakan kata atau frasa baru.

Ketika dramawan Rendra pulang dari studi di Amerika dan bereksperimen dengan gaya berteater baru pada 1968, publik (dan Rendra sendiri!) tidak tahu nama model drama ”Bip Bop” yang hanya berisi aneka gerak dan nyaris tak ada dialog itu, Goenawan menemukannya: teater mini-kata. Ketika film-film India mulai masuk ke Indonesia pada pertengahan 1950-an dan membawa serta musik ilustrasinya, publik menamainya musik Melayu; grupnya dinamai orkes Melayu (OM). Muncullah sejumlah besar OM—Pancaran Muda, Soneta, Radesa, dan lain-lain—di tingkat ”pusat”, dan banyak sekali di daerah. Lama-kelamaan penamaan itu terasa tidak tepat.

Itu adalah nama untuk jenis musik dari kawasan Melayu, khususnya Deli, Sumatera Utara, dengan instrumen pokok gambus (oud), akordeon, biola, dan rebana (bukan gendang). Goenawan memperkenalkan nama yang segera dianggap pas oleh publik melalui majalah Tempo dan belum dijadikan lema oleh kamus: dangdut—diilhami bunyi alat yang men-definisikan jenis musik itu, gendang, yang di negeri aslinya disebut tabla. Bahwa banyak OM tetap OM dan enggan menggantinya dengan OD, itu cerita lain.

Begitu pula halnya dengan frasa burung-tiru yang sudah disebut di atas. Mockingbird belum diterjemahkan, sampai ia

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 17: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xvi Catatan Pinggir 12

menemukan burung-tiru. Ia juga memilih turah (Jawa) untuk makna lebih atau berlebihan, atau lebih tepat: keberlebihan yang tak perlu.

Sangat jarang penulis, di seluruh dunia, yang berani menempuh risiko itu. Kembali kita perlu menyebut Shakespeare, yang menurut Harold Bloom menyumbangkan kira-kira 1.800 kata baru dalam bahasa Inggris. Penulis Inggris-India Salman Rushdie termasuk yang suka melakukannya, umumnya berupa ”pelesetan”, meski kegemarannya dalam bermain kata cenderung turah sampai ia lupa fungsi pokok novel sebagai penuturan cerita (storytelling), seperti dikritik oleh pengulas novel barunya di majalah Economist.

Tapi produsen paling produktif untuk kosakata baru bukanlah kaum penulis, melainkan para ilmuwan, untuk menamai temuan-temuan baru mereka. Juga para waria ataupun ”anak gaul”, yang setiap hari menemukan kata baru sebagai ragam lisan, dengan cara pembentukan yang tak berpola dan serampangan, yang tampaknya sekadar untuk mencapai efek ”asyik” dan kadang kocak, mungkin juga sejenis pemberontakan terhadap kemapanan sosial—dan yang terpenting: mereka hanya memodifikasi bunyi atau susunan kata/frasa yang sudah ada, tanpa memperkaya muatan konseptualnya.

Ia juga yang memperkenalkan dan menerjemahkan sebuah frasa dari karya Milan Kundera, The Book of Laughter and Forgetting. Kalimat yang dikutipnya dalam sebuah Catatan Pinggir: ”Perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan ingatan melawan lupa” (”The struggle of men against power is the struggle of memories against forgetting”). Lalu frasa

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 18: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xvii Catatan Pinggir 12

”melawan lupa” menjadi terkenal; disebut oleh banyak orang dan dalam berbagai konteks, sampai mendekati klise. Metro TV bahkan punya program tetap mingguan ”Melawan Lupa”—tampaknya tanpa tahu asal-usul frasa itu dan siapa yang mempopulerkannya.

Tapi sumbangan Goenawan Mohamad pada pertumbuhan bahasa Indonesia melampaui sekadar dalam diksi. Ia terutama menyumbang besar dalam bentuk presentasi ide dengan warna sastra yang kuat, dan menjadikan pemaparan gagasan dalam bahasa Indonesia terasa modern, cerdas, dan memenuhi persyaratan kompleksitas yang selayaknya ada pada pemaparan ide yang berkualitas.

Panitia Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) 1981 layak dipuji karena menjadikan sebuah Catatan Pinggir sebagai bahan ujian untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Intro esai berjudul ”Roots” itu, yang saya baca di ruang ujian Sipenmaru di Yogya: ”Alex Haley menulis Roots.” Sebuah kisah tentang penelusuran leluhur seorang penulis kulit hitam yang dituangkan dalam karya otobiografis. Berpuluh-puluh soal ujian kemudian bertolak dari esai itu.

***YANG mengagumkan, Goenawan sudah menguasai

serta memilih teknik dan gaya penulisan yang kemudian membawanya ke kemasyhuran karier itu sejak usia belia. Setahu saya, ia sudah memakai gaya itu paling tidak sejak 1961 atau 1962, saat ia melibatkan diri dalam polemik tentang tuduhan plagiat kepada Buya Hamka oleh Pramoedya Ananta Toer di halaman sastra (”Lentera”) yang diasuhnya di koran

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 19: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xviii Catatan Pinggir 12

Bintang Timur.Pramoedya menghujat Hamka dengan sangat keras

untuk apa yang menurut dia telah diperbuat Hamka, yaitu menjiplak karya Mustafa Lutfi al-Manfaluti, pengarang Mesir yang dianggap pelopor sastra Arab modern, untuk novel masyhurnya, Tenggelamnya Kapal Van der Wijck.

Sejumlah penulis lalu melibatkan diri dalam polemik yang memanas itu, mengingat suasana politik kala itu dan mengingat posisi Hamka sebagai ulama yang sangat dihormati. Sebagian besar peserta polemik memilih kubu Pramoedya (meski mereka tampak kesulitan menyamai keganasan penanya), dan rupanya hanya Goenawan Mohamad dan H.B. Jassin yang cenderung membela Hamka atau setidaknya berusaha memproporsionalkan perkara. Ditulis 57 tahun silam, dua tulisannya di buku itu mencerminkan kedewasaan dan wawasan matang, selain menampilkan gaya yang berbeda dengan semua tulisan lain yang tampil di sana.

Sangat menarik melihat bagaimana ia sudah menemukan bentuk suara yang diinginkannya dalam usia yang begitu muda, dan bentuk itu dipegangnya sampai enam dekade kemudian. Pembaca juga akan menemukan gaya serupa, misalnya dalam kritik panjangnya yang mengesankan atas antologi puisi Saini K.M. pada 1968; suatu kritik yang kualitasnya jarang terlihat di masa itu, juga hari ini—kritik sastra memang tamu yang sangat jarang berkunjung ke rumah kesusastraan Indonesia, bahkan di tengah suburnya pertumbuhan karya sastra dalam 20 tahun terakhir.

Atau juga pada esai otobiografisnya pada 1969, Potret Seorang Penyair Muda sebagai Si Malin Kundang, di mana ia

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 20: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xix Catatan Pinggir 12

memakai bentuk orang ketiga (ia atau dia) untuk menuturkan sudut pandang dirinya sendiri. Mungkin ini percobaan pertama dalam seni penulisan di Indonesia, dan memang tak pernah menjadi lazim sampai sekarang.

Semua penulis tahu bahwa menggunakan cara itu tidaklah mudah, setidaknya lebih sulit daripada cara lumrah yang sekadar perpanjangan dari ragam lisan, yaitu memakai ”saya” sebagai sebutan untuk orang pertama; suatu kemudahan yang berisiko menimbulkan kesan bahwa penulisnya akan dianggap menonjolkan diri dan merasa sebagai tokoh penting.

Dari semua karyanya yang sering kita baca, dengan aman bisa disimpulkan bahwa Goenawan Mohamad adalah stylist terbaik, selain ia tak dapat dirujuk pada penulis Indonesia mana pun sebelumnya. Mudah diduga bahwa ia membangun ciri ini dengan tidak mudah pada awalnya, lalu bertahun-tahun kemudian kebiasaan itu menjadi bagian baku dari kepenulisannya, sehingga dalam tulisan sependek apa pun kita bisa merasakan kehadiran sosoknya.

***DARI segi isi, ciri utama dalam Catatan Pinggir adalah

keraguan dan penghindaran dari segala bentuk pemastian dan pemutlakan—kecuali, seperti diidentifikasi oleh Ignas Kleden, dalam soal kebebasan; bahwa kebebasan mutlak perlu bagi setiap orang, bagi warga negara.

Sering pembaca digiring dengan cukup jelas, dan menduga akan dibawa ke tujuan tertentu yang cukup bisa ditebak, tapi ternyata sebelum tiba di sana, penulisnya membuyarkannya dan berbelok ke arah tak terduga. Dengan cara itu, penulisnya

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 21: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xx Catatan Pinggir 12

seakan-akan memaparkan perjalanan idenya sendiri di dalam dan selama proses penulisan, dan bukannya ia telah punya ide bulat lalu menyajikannya setahap demi setahap demi meraih efek kejut atau aura kontemplatif dan menunda penyajian ”kesimpulan” yang sebetulnya sudah disimpannya sejak awal.

Dinamik pikirannya ikut dipaparkan dalam tulisan, meski dengan cara yang subtil—ia tentu memilih subtleties; ia terlalu cemerlang untuk memilih penyajian yang sederhana dan prediktabel. Dengan kata lain, jika laku menulis boleh disebut sebagai intensive self-conversation, Catatan Pinggir bisa disebut sebagai contoh yang tepat, terutama karena intensitas dialog-diri itu turut tergambar di dalamnya, mungkin dengan kesengajaan, sebab dengan cara itu pula ia dengan efektif mengajak pembacanya berpikir bersama, tapi tak pernah sampai terlarut menjadi solilokui.

Ia tak pernah bersikap mewejang, mengajari pembacanya tentang mana yang baik dan benar, mana yang jelek dan salah—ini justru sifat dasar sebuah tajuk rencana sebagai posisi formal. Bagi para pemburu kepastian atau pengejar kejelasan sikap—hal yang terbiasa mereka harapkan dari suatu bacaan—tentu sikap ini bisa dianggap kegamangan yang menjengkelkan. Seorang kawan pernah menyebut bahwa penulis Catatan Pinggir adalah ”orang bingung” karena tak pernah menjelaskan apa yang dia harapkan, padahal dia disuguhi banyak pertanyaan oleh esai itu.

Kegandrungan pada ketakpastian segala hal-ihwal dan misteri adalah ciri lain Catatan Pinggir. Ia menyukai misteri di semua level, termasuk pada serial Sherlock Holmes karya Arthur Conan Doyle.

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 22: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xxi Catatan Pinggir 12

Setara dengan kegemarannya pada misteri, ia pun tidak suka pada segala bentuk pemastian dan pemutlakan, dari mana pun datangnya, apa pun sumber yang dijadikan orang sebagai landasannya. Ia mencibir para penceramah agama yang sangat gemar berkata-kata ”dengan mulut yang yakin”—dengan pretensi mengetahui pasti kehendak Tuhan, lalu mutlak memastikan bahwa orang tertentu pasti selamat dan orang lainnya akan dicemplungkan ke kolam neraka.

Sama tak sukanya ia pada pemastian oleh kaum atheis, yang dengan gegabah memastikan bahwa Tuhan tak ada. Ia menertawai program ”atheisisasi” di Uni Soviet yang ”bermula dari keyakinan segelintir orang dan berakhir sebagai tong besar yang bocor”. Ia juga mengecam new atheism—”atheisme ilmiah”—yang muncul dalam 20 tahun terakhir di Inggris dan Amerika.

Baginya, kedua kubu itu sama belaka dalam hal menuntut kepastian (”Tuhan pasti ada” dan ”Tuhan pasti tidak ada”). ”Tuhan saya adalah Tuhan harapan, bukan Tuhan kepastian,” katanya suatu kali. Ini bisa punya dua arti. Tuhan harapan adalah Tuhan yang diharap ada; Tuhan harapan juga adalah Tuhan yang mudah-mudahan mengabulkan harapan kita, bukan yang pasti ada atau yang pasti mengabulkan doa hamba-Nya.

Tapi, dalam arti yang mana pun, ciri utamanya tetap: ketidakpastian.

Namun, dalam skala agnostisisme, terlihat bandul Catatan Pinggir lebih ramah pada theisme; betapapun, ia kerap membincangkan wacana religius—apalagi dalam versi esoteriknya—dengan kesenduan seorang daif yang rendah

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 23: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xxii Catatan Pinggir 12

hati.Dalam konteks ketidakpastian itu pula ia kritis terhadap

sains dan ilmuwan, yang ia curigai berpretensi tahu pasti tentang misteri alam semesta; asal-usulnya, tahap-tahap perkembangannya, dan segala konsekuensi kosmologisnya, termasuk asal-usul manusia berikut aneka kecenderungan psikologisnya.

Bisa dikatakan dalam semua Catatan Pinggir yang menyinggung isu ini (dan ini tak sering), ia, sebagaimana banyak orang lain yang bergerak di ranah kebudayaan, tidak pernah menulis dengan nada apresiatif terhadap sains, yang cenderung dianggapnya mereduksi kekayaan kehidupan dengan segenap misterinya yang mempesona.

Tentu saja ia mengerti faedah teknologi sebagai anak kandung sains dalam mempermudah hidup umat manusia, tapi pengakuan ini hampir selalu ditindih oleh dominasi kerisauannya terhadap ongkos kemanusiaan yang mahal dari perkembangan teknologi itu, cenderung tak sebanding dengan manfaat yang didapat umat manusia. Bukankah rangkaian perang yang terjadi dalam sejarah umat manusia menjadi amat mengerikan dampaknya justru karena kemajuan teknologi?

Posisi semacam itu pula yang menjelaskan mengapa Goenawan semakin intens menyelami aneka buku filsafat, sampai pada filosof mutakhir seperti Alain Badiou dan Slavoj Zizek, selain terus merujuk Nietzsche, Hegel, Heidegger, Kierkegaard, dan Sartre, tanpa ia selalu setuju dengan mereka. Sebab, filsafat bertanya, bukan menjawab dengan pasti dan mutlak.

Sebab, filsafat mengukuhkan misteri, menekankan

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 24: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xxiii Catatan Pinggir 12

kemisteriusan segala hal ihwal, dan meyakinkan kita bahwa kita hanya mampu meraba-raba permukaan kebenaran; hanya sanggup menyentuh pinggiran-pinggirannya—dan justru di situ pula letak daya pukaunya. Segalanya serba tak pasti, misterius, tapi bukan pula gelap sempurna sampai tak memungkinkan penglihatan minimum. Secara umum, ia jauh lebih antusias berbincang atau bertengkar dengan para filosof itu daripada dengan ilmuwan, khususnya natural scientist.

Cukup mengherankan bahwa sebagai pemikir yang punya minat dan keprihatinan besar pada begitu banyak bidang, seperti terlihat jelas pada sekitar 2.000 Catatan Pinggir, termasuk dalam kumpulan di volume ini, ia sangat kurang peduli—jika bukan cenderung merendahkan—perkembangan mutakhir di bidang sains, yang akselerasinya terutama dalam tiga dekade terakhir nyaris eksponensial dan sungguh-sungguh menakjubkan, bahkan dalam beberapa hal melampaui proyeksi para penulis science fiction. Semuanya berpengaruh sangat besar pada cara manusia memandang dirinya dan dunia; pada cara orang berbisnis dan menghabiskan waktunya; pada kemampuan pemerintah-pemerintah mengatur dan mengawasi warga negara mereka.

Catatan Pinggir, baik secara langsung maupun tak langsung, memprihatinkan perkembangan umum hal-hal semacam itu di tingkat global, meski selalu ia kaitkan dengan situasi nasional (atau sebaliknya: menjadikan isu nasional sebagai titik masuk untuk membaca suasana global). Nada umum yang sangat terasa di sana adalah kemurungan, pesimisme terhadap perkembangan situasi di banyak kawasan dunia, penekanan pada ironisme yang mengiris hati.

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 25: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xxiv Catatan Pinggir 12

Spirit kemanusiaan penulisnya yang melimpah cenderung membawanya ke sana. Ia menulis: abad XX diselamatkan oleh Nelson Mandela, yang kelapangan batinnya dalam memaafkan para penindasnya menjadi potret teladan bagi dunia, dengan mengesankan bahwa jika tanpa teladan Mandela, abad XX yang penuh kekerasan dan kekejian manusia tentu tak akan menyisakan hal-hal mulia yang bisa dikenang dan dicontoh bagi kehidupan umat manusia di abad berikutnya.

Kadar kemurungan dan pesimisme Catatan Pinggir dalam memandang sejarah dan peradaban manusia tentu diperlukan oleh siapa pun yang ingin terus berikhtiar meminimalkan derita dan korban manusia akibat aneka perubahan di semua bidang. Apa boleh buat, dunia memang tak sempurna. Tapi benar pula bahwa ia melioristik, secara keseluruhan makin membaik. Terlalu banyak bukti untuk menopang klaim ini di semua bidang kehidupan.

Meski secara individual manusia tak bertujuan (purposeless), sebagaimana halnya alam semesta seperti dikatakan para fisikawan seperti Steven Weinberg, sejarah manusia sendiri menunjukkan arah yang jelas, yang menurut sejarawan Israel, Yuval Harari, ”menuju konvergensi; mengarah ke kesatuan kemanusiaan”.

Persis karena alasan ketakbertujuan manusia itulah ia memerlukan nilai-nilai untuk membentuk makna agar keberadaannya, juga dalam serba interaksi di antara mereka, memiliki makna. Jika ruang besar ini tak diisi, manusia berada dalam situasi sediakala, yang secara ringkas kita sebut tak bermakna.

Makna adalah fiksi. Dan, kembali menurut Harari, 99

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 26: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xxv Catatan Pinggir 12

persen isi dunia ini adalah fiksi. Hanya 1 persen yang berupa ”realitas obyektif”.

Martabat, hak asasi manusia, dan harga diri, misalnya, adalah makna atau pemaknaan yang dilekatkan pada sosok manusia. Martabat dan lain-lain itu tentu saja tidak ada di dalam diri biologis manusia. Semua dokter paham belaka bahwa jika tubuh manusia dibedah, yang akan terlihat adalah usus, ginjal, paru-paru, jantung, dan sebagainya. Tidak ada martabat atau HAM di sana.

Maka HAM dan lain-lain itu adalah fiksi. Bahkan hal-hal yang selama ini secara universal dipercaya sebagai realitas obyektif pun sesungguhnya hanya fiksi, seperti negara dan batas-batasnya, uang, politik, permata. Mereka adalah fiksi yang disepakati bersama, sehingga menjadi ”realitas”. Hukum bahkan mengenal doktrin yang jelas menyebut fiksi di dalamnya: fiksi hukum; semua warga negara oleh negara dianggap tahu tentang undang-undang tertentu segera setelah ia dicatatkan di lembaran negara. Mungkin bukan kebetulan pula bahwa patokan genre karya literer adalah fiksi, dan di luar itu adalah ”nonfiksi”.

***SELURUH karier kepenulisan Goenawan Mohamad

bergerak di wilayah luas pemaknaan itu. Ia turut me-nyumbangkan pemaknaan melalui perangkat pembentuk makna yang ampuh, yaitu tafsir. Sepanjang menyangkut fiksi, ruang tafsir terbuka selebar-lebarnya. Dalam pasar dan kontestasi makna itu, Catatan Pinggir memainkan peran aktif meski, seperti sudah disebut, ia melakukannya tanpa ambisi

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 27: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xxvi Catatan Pinggir 12

tinggi; hal yang memungkinkan staminanya terjaga hingga memasuki dekade kelima.

Dengan bentuknya yang ringkas-padat (kini satu halaman majalah, pada tahun-tahun awal kehadirannya dua pertiga halaman), Catatan Pinggir seperti gumaman kakofoni di tengah ceramah tokoh-tokoh besar—para pejabat negara, pemimpin dunia, ulama yang dipanuti jutaan orang, ilmuwan yang disanjung berkat temuan-temuan besarnya.

Jika celetukannya tak digubris—ia tahu inilah yang selalu terjadi—ia tak jera. Dari pinggir, ia terus mencatat tiap pekan, sebab barangkali ia terutama sedang mencoba merumuskan tafsir baru atas fiksi lama ataupun baru untuk membentuk pemaknaan baru buat dirinya sendiri dan mungkin sejumlah lingkungan audiens sasarannya. ”Every writer has an address,” kata sastrawan Polandia, Isaac Bashevis Singer. Catatan Pinggir pun pasti menyimpan alamat.

Bentuk pendek Catatan Pinggir itu cocok pula untuk memenuhi kecenderungan penulisnya yang tak berminat menuntaskan pembahasan, sebab ia tak percaya isu-isu pelik kegemarannya bisa dibahas tuntas; ia selalu memilih kebelumselesaian. Sebab, kebenaran—apa pun makna kata ini—tak mungkin diraih dan justru mengasyikkan untuk senantiasa diburu.

Keengganannya pada ketuntasan membuat kata terakhir yang ditulisnya di ujung tulisan bukanlah akhir peristiwa atau tanda bahwa pembahasannya sudah ia nyatakan tuntas. Kata terakhir itu hanyalah tanda akhir cerita, bukan akhir perkara.

Selain penulis terbaik Indonesia sepanjang masa, Goenawan Mohamad adalah salah satu stylist terbaik dunia. Bacalah

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 28: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xxvii Catatan Pinggir 12

penulis-penulis besar bereputasi internasional, maka Anda akan tahu bahwa ia lebih baik dibanding mereka, juga dalam erudisi. Misalnya, lihat kumpulan esai datar Mario Vargas Llosa, peraih Nobel Sastra dari Peru itu.

Ada tiga resep ampuh untuk dapat menghasilkan tulisan sebaik karya Goenawan Mohamad. Sayang sekali, tidak ada orang lain yang tahu satu pun dari ketiganya.

STAMINA, STYLE, STRATEGI GOENAWAN MOHAMAD

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 29: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

xxviii Catatan Pinggir 12

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 30: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

1 Catatan Pinggir 12

2015

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 31: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

2 Catatan Pinggir 12

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 32: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

3 Catatan Pinggir 12

DALAM SAJAK

—mengenang Sitor Situmorang (1924-2014)

AGAM Wispi pernah mengatakan, ia diselamatkan puisi. Pe nyair ini, seorang anggota Partai Komunis Indonesia,

me nulis sajak-sajak yang berarti bukan karena isinya semata, me lainkan karena sikapnya kepada makna.

Ia memang pernah, beberapa waktu lamanya, mencoba menye rahkan makna kepada kebenaran yang diresmikan Partai. Ta pi pada akhirnya ia tak bisa. Pada akhirnya ia kembali kepada puisi itu sendiri:

puisi, hanya kaulah lagi tempatku pulangpuisi, hanya kaulah pacarku terbang

Puisi, dalam sajak ini, adalah tempat yang akrab, semacam ru mah, juga sesuatu yang menemaninya dengan setia, ibarat ”pa car”, dalam perjalanan jauh. Setiap penyair tahu, hidup da lam sajak adalah hidup dalam kata dengan makna yang tak tun duk kepada batas—dan bersama itu kemerdekaan bergelora.

Ketika mengenang Agam, yang meninggal pada 2003, sebu ah sajak Zen Hae menangkap geloranya: Agam Wispi, yang hi dup sebagai eksil sejak 1965 dan meninggal di Belanda tempat terakhir perjalanannya, sebenarnya bukanlah ”orang bu ang an”.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 33: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

4 Catatan Pinggir 12

DALAM SAJAK

kau menyebutku orang buangan. aku seorang kelana, sebenarnya. aku tidur dan jaga di atas kudaku. aku dan tungganganku adalah satu.

Dengan itu sang penyair menjelajah ke dalam wilayah yang ter bentang luas: ”sajakku jutaan bintang merah di bawah langit tanpa pintu.”

Dengan itu pula sang penyair selamat dari ruang tertutup dan jalan buntu—yang umumnya dialami para sastrawan yang harus, atau ingin, patuh kepada sebuah doktrin.

Dalam sebuah wawancara dengan Hersri Setiawan dalam jur nal Indoprogress November 2014, Agam menyatakan kesimpulannya: doktrin yang dulu ada kini tak memadai lagi.

”Yang dulu sudah tidak ada,” katanya. ”Nonsens itu! Sudah omong kosong. Buat saya sudah berakhir... ide-ide soal ’Seni un tuk Rakyat’, ’Politik adalah Panglima’... semua sudah keting galan.”

Agam tak hendak berhenti, sementara slogan dan doktrin me ngandung beban yang mudah mandek. Dalam pengembara an Agam ada sesuatu yang mengingatkan kita kepada Chairil Anwar yang membelot kepada ruang yang meringkus: ia ingin terbang dalam ”the only possible non-stop flying”. Tanpa mendarat.

Tapi dalam sajak, seorang penyair tak mungkin sepenuhnya da lam ”non-stop flying”. Ia pasti pernah menyentuh tempat ia ber asal, tempat ia pernah tinggal. Bahasa yang dipakainya mau tak mau terkait dengan sebuah lingkungan yang memberinya arti, biarpun arti itu tak permanen. Bahasa itu juga diutarakan tubuh yang dibentuk sebuah habitat yang menumbuhkan bunyi, irama, dan langgam tertentu.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 34: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

5 Catatan Pinggir 12

DALAM SAJAK

Sitor Situmorang dalam banyak hal mirip Agam Wispi. Penyair ini juga disingkirkan (dipenjarakan, kemudian hidup di Eropa) setelah perubahan politik 1965. Ia juga meninggal di Be landa di sekitar tahun baru. Dan seperti Agam, ia pernah me ngenal Eropa sebelum akhirnya hidup di sana. Agam di Leip zig, Sitor di Paris.

Kedua orang ini ”kelana”. Mereka berangkat dengan puisi se bagai ”tunggangan”. Tapi tampak, hubungan mereka dengan tem pat asal—tanah air, kampung halaman, dengan kenangan ma sa lalu—adalah hubungan yang ambigu.

Dalam wawancaranya Agam mengakui, ia tak merasa terikat lagi dengan Indonesia, tapi bahasa Indonesia adalah baha sa yang dipakainya untuk menulis puisi, biarpun bertahun-tahun ia hidup dengan bahasa Jerman.

Sitor, dalam sajaknya yang terkenal, ”Si Anak Hilang”, ber ki sah tentang dirinya yang pulang ke tepi Danau Toba, disambut ibu dengan bahagia. Tapi,

Anak diam mengenang lupaDingin Eropa musim kotanyaIbu diam berhenti berkataTiada sesal hanya gembira

Malam tiba ibu tertidurBapak lama sudah mendengkurDi pantai pasir berdesir gelombangTahu si anak tiada pulang

Anak itu tiada pulang, tapi sajak ini tak jauh-jauh terbang: di dalamnya kita merasakan langgam syair Melayu lama.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 35: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

6 Catatan Pinggir 12

Begitu pula ketika Sitor berkisah tentang sebuah percintaandi Italia: frasa-frasanya yang mengejutkan dan mempersonaada lah bentuk pantun yang dihidupkan kembali:

Kerling danau di pagi hariLonceng gereja bukit ItaliAndai abang tak kembaliAdik menunggu sampai mati

Bergerak antara pengembaraan yang tak kenal pulang dan ke akraban dengan tempat asal, sajak-sajak ini sebenarnya tak ingin jadi pernyataan yang final. Hidup dalam sajak adalah hidup yang peka akan gerak yang berbeda dan bertentangan— ju ga dalam diri sendiri.

Mungkin itu sebabnya puisi tak bisa berbaris-baris, mengikuti tata. Plato mengusir para penyair ketika ia hendak me ne guh kan sebuah Republik yang terjaga moralitasnya. Tapi (saya ku tip Terry Eagleton dalam The Event of Literature, 2012) sas tra bukannya berbahaya bagi moralitas, melainkan bagi mora lis me—penilaian moral yang diabstrakkan dan terlepas dari hi dup manusia yang utuh. Sebab sastra selalu mengembalikan penilaian itu kepada konteksnya yang hidup dan rumit.

Artinya, beruntunglah kita punya penyair.

TEMPO, 4 Januari 2015

DALAM SAJAK

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 36: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

7 Catatan Pinggir 12

BENCANA

10 Mei 1883, seorang penjaga mercusuar di sebuah titik di La ut Jawa merasa bahwa fondasi menara itu beralih. Laut

tam pak berubah putih, seakan-akan sejenak beku, seperti cermin yang menakutkan....

Itulah tanda-tanda awal tsunami dan ledakan besar Krakatau yang dicatat dan digambarkan kembali oleh Simon Winchester dalam Krakatoa: The Day the World Exploded: August 27, 1883.

Dari pelbagai dokumen sejarah, kita tahu betapa mengerikan nya bencana itu. Hampir seluruh Pulau Krakatau lenyap. Ener gi yang menggelegak dari letusan itu diperkirakan empat kali lebih besar ketimbang ledakan bom thermonuklir. Asap vul kanis yang membubung ke angkasa mengitari bumi bebera pa bulan. Warna langit senja di mana-mana berubah, sampai ke New York. Bahkan merah dan jingga yang tampak di latar lu kisan Edvard Munch yang terkenal, ”Teriak”—yang menggambarkan wajah seseorang yang ketakutan—diduga berasal dari efek Krakatau di angkasa Norwegia.

Sekitar 40 ribu orang tewas. Tsunami yang berbareng dengan ledakan itu mengempaskan gelombang setinggi 40 meter dan menghancurkan Kota Merak dan sebagian wilayah Lampung.

Seratus dua puluh tahun sebelum Winchester menuliskan bu kunya, hanya dua bulan setelah bencana besar itu, sudah ada sebuah naskah yang ditulis seseorang yang tak dikenal,

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 37: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

8 Catatan Pinggir 12

yang merekam kesaksiannya. Syair Lampung Karam, terbit pada 1883, ditulis dalam aksara Jawi. Penulisnya Muhammad Sa leh. Bulan ini, naskah itu terbit sebagai Krakatau: The Tale of Lampung Submerged, dalam bahasa asli dan bahasa Inggris, terjemahan John H. McGlynn dari The Lontar Foundation.

Mula-mula, pada bulan Rajab, demikian syair ini bercerita, turun abu putih sampai setebal ”dua jari”. Kemudian suara gemuruh menggelegar dan angin kencang melabrak. Dan pada se buah pagi hari Ahad, setelah ”guruh menderu-deru” seperti suara kapal api yang mendekat, ombak yang besar pun melanda.

Pukul lima nyatalah hari,Gaduhlah orang di dalam kali,Perahu berlaga sama sendiri,Airnya datang tidak terperi.

Sepanjang 345 bait, syair ini melukiskan bagaimana benca na itu menghabisi nyawa dan harta pelbagai dusun. Muhammad Saleh agaknya reporter pertama dalam sejarah Indonesia yang melaporkan semua itu secara faktual: ”Bukan hamba mem buat dusta.”

Sebagai balada, bentuk syair memang biasa ditulis untuk me ngisahkan sebuah peristiwa yang masih hangat. ”Sesungguhnya inilah gaya jurnalistik pada abad naskah,” tulis Ian Proudfoot dan Virginia Hooker dalam penutup buku terjemah an McGlynn ini.

Tentu, bentuk syair punya keterbatasan untuk jadi sebuah re portase. Harus mengikuti bait dan rima yang sudah tertentu,

BENCANA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 38: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

9 Catatan Pinggir 12

ke saksian tentang karamnya wilayah Lampung di abad ke- 19 ini tak seleluasa deskripsi Abdullah bin Abdulkadir Munsyi tentang perubahan sosial di Singapura di masa Raffles dalam Hi kayat Abdullah. Penyusun Syair Lampung Karam harus mem batasi kata-katanya.

Tapi bentuk syair ini memberi peluang bagi sikap seorang pen catat: berbeda dengan puisi liris modern, ada jarak emosional antara dia dan apa yang disampaikannya. Kita bahkan tak tahu, sejauh mana bencana itu menimpa penulisnya atau ke lu ar ganya.

McGlynn pantas dihargai karena ia merawat jarak emosional itu dengan menyusun kuatren-kuatren yang memakai rima yang teratur, meskipun dengan bunyi dan variasi kata yang lebih beragam (bahasa Inggris memungkinkan itu) dan dengan mak na yang terkadang menyimpang.

Dalam keteraturan itu, versi asli Lampung Karam tak menimbulkan gerak dan progresi yang membuat kita terpukau. La poran di dalamnya mencakup wilayah yang luas, tapi tak di bangun dengan suspens melalui waktu yang berjenjang. Banyak deskripsi yang nadanya tak meninggi atau merendah. Ki sah seperti berulang-ulang biarpun tentang tempat dan kejadian yang berubah-ubah. Hampir seluruhnya sebuah monotoni.

Tapi pada dasarnya: sebuah harmoni. Muhammad Saleh, se bagai seorang muslim zaman itu, tak ingin menggugat nasib yang menimpa orang banyak yang tak bersalah tapi se akan- akan menerima laknat itu. Ia bahkan tak mengisyaratkan kemarahan—meskipun, menurut Winchester, bencana Kraka tau berpengaruh pada antagonisme penduduk Islam di

BENCANA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 39: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

10 Catatan Pinggir 12

Banten ke pada kekuatan kolonial.Di bait 274 digambarkan bagaimana putri sang pejabat

Belanda (”Tuan Kontelir”) hilang dipukul gelombang seperti kebanyakan penduduk. Di bait 280-281 dikisahkan bagaimana bahkan di antara orang-orang yang berniat membunuhnya ada yang mengasihaninya—hingga ia selamat. Dalam beberapa ba it sejak 344, kita bertemu dengan Residen yang dengan ramah membantu para korban....

Bencana bisa membuat orang protes, tapi juga bisa membuat kita bersama berkabung. Meskipun tanpa khotbah, tanpa petuah.

TEMPO, 11 Januari 2015

BENCANA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 40: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

11 Catatan Pinggir 12

MAHOMET

APRIL 1741, sebuah lakon tentang ”Mahomet” dipanggungkan di sebuah teater di Lille, Prancis utara.

Penulisnya akan dikenang orang berabad-abad (meskipun lakon ini ja rang dibicarakan), karena ia Voltaire, karena Voltaire selalu meng utarakan pikiran-pikiran yang cerdas, kadang-kadang da lam, kadang-kadang dangkal, bisa kocak, bisa kasar, tapi umumnya merisaukan. Khususnya tentang sesuatu yang berlanjut hingga abad ke-21 ini: manusia dan fanatisme dan kebe ngisan.

Ia mengerjakan karyanya itu, Le Fanatisme, ou Mahomet le Prophète, sejak 1739. Dari judulnya sudah kelihatan bahwa ia me ngaitkan fanatisme dengan Nabi yang membawa Islam ke dunia.

Cerita yang terdiri atas lima babak ini berkisar pada rencana Mahomet untuk mengalahkan Zopire, Gubernur Kota Mekah. Dalam babak ke-4, Zopire dibunuh pemuda yang ia sa yangi, Séïde, yang sebenarnya anaknya sendiri tapi telah jadi peng ikut Mahomet yang dengan patuh menjalankan perintah pembunuhan itu. Pada saat yang sama, Séïde diracun Omar, orang kepercayaan Mahomet. Anak muda itu mati pelan-pelan. Ia harus disingkirkan agar tak lagi berada di dekat Palmi re, gadis yang menawan hati sang Prophète. Di akhir lakon, Palmire menampik Mahomet dan perempuan itu bunuh diri.

Saya tak tahu adakah Mahomet sebuah karya utama dalam

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 41: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

12 Catatan Pinggir 12

ri wayat Voltaire; lakon ini tak seterkenal karyanya yang lain, Can dide, misalnya, meskipun berkali-kali dipentaskan Tapi ada seorang pengkritiknya yang layak didengar meskipun bu kan datang dari kalangan sastra dan dikutip pendapatnya ham pir seabad kemudian: Napoleon Bonaparte.

Ketika penguasa Prancis ini berjumpa dengan Goethe pada 1808 di Kota Erfurt, ia menyatakan ketidaksukaannya kepada Mahomet—meskipun Goethe-lah yang menerjemahkan lakon itu. Sebuah ”karikatur”, kata Napoleon—dan saya bisa menger ti kenapa demikian. Mahomet tak mendalam, mudah ditebak tendensnya, tokohnya hampir sepenuhnya satu sisi. Mirip se buah melodrama. Atau sebuah propaganda.

Goethe tak membantah. Ia pengagum Voltaire tapi pada saat yang sama amat kuat simpatinya kepada Islam; ia dijuluki ”Meccarus” karena itu. Tak mengherankan bila ia mencoba mengubah sosok Mahomet dalam versi Jerman lakon ini. Ia tak ingin mengulang ”sikap kasar” Voltaire. Dalam teks asli Mahomet mengatakan kepada Zopire ia siap jadi lebih kejam ketimbang musuhnya itu, Je serai plus que toi cruel, impitoyable, sementara dalam teks Goethe yang kita temukan adalah kalimat, ”Kau mengundangku untuk bengis,” Du forderst selbst zur Grausamkeit mich auf.

Bagi Goethe, berbeda dari bagi Voltaire, kekerasan dalam se jarah Islam terjadi karena sesuatu yang datang dari luar. Tapi ber sama Voltaire ia menolak iman yang melahirkan kebengisan dan agama yang bersandar pada kekuasaan yang tak mau digugat.

Dalam Mahomet, sang tokoh utama menyatakan ambisinya: ia, dengan ”iman yang lebih murni” ketimbang

MAHOMET

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 42: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

13 Catatan Pinggir 12

keyakinan lain, ingin menegakkan imperium yang mencakup semesta. Mungkin sebab itu dalam tafsir Goethe, Mahomet adalah sindiran bagi Gereja Katolik—meskipun anehnya Voltaire mempersembahkan karyanya buat Paus Benediktus XIV. Bisa jadi ini caranya melindungi diri dari sensor. Permusuhan antara Vol taire dan Gereja memang termasyhur, dan di zamannya keku asaan atas nama agama memang bisa terdengar bodoh tapi tetap mengancam: sebuah sajak Voltaire diperintahkan Parle men Paris untuk dibakar di depan umum, 23 Januari 1759.

Dari Voltaire ke Goethe, cukup panjang masa itu. Tapi ada yang berlanjut terus: hasrat akan kehidupan rohani yang berbeda dari yang ditunjukkan agama-agama. Para sejarawan me nga takan niat itu lahir bersama Zaman Pencerahan yang meng utamakan nalar manusia. Tapi saya kira tak hanya terbatas di masa itu. Tiap kali agama-agama bergerak jadi meka nis me pembalasan, tiap kali Tuhan dirindukan dengan cara lain.

Voltaire menampik agama-agama, ketika pada saat yang sama ia juga menolak atheisme. Ia menyebut diri seorang ”theis”. Se kitar tahun 1750 ia mengumumkan penjelasannya tentang apa yang disebutnya ”theisme”:

Seorang theis adalah seseorang yang menerima dengan teguh adanya satu Wujud Yang Maha Luhur yang menghukum kejahatan tanpa sikap yang kejam, dan yang dengan baik hati memberi anugerah kepada laku kebajikan. Seorang theis tak tahu ba gai mana cara Tuhan menghukum, bagaimana cara Tuhan meng anugerahi, bagaimana cara Tuhan mengampuni, sebab ia... tak menganggap dirinya mengerti laku Tuhan. Yang ia ketahui... Tuhan itu adil....

MAHOMET

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 43: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

14 Catatan Pinggir 12

Voltaire: hampir tiga abad kemudian. Rasanya ada yang salah di hari ini ketika dari Prancis ia seakan-akan perlu mengulang kata-katanya lagi.

TEMPO, 18 Januari 2015

MAHOMET

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 44: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

15 Catatan Pinggir 12

TANDA-TANDA

”Hidup adalah lautan petunjuk, dalam setiap tetesnya rasaasin mengarahkan kita ke dalam misteri di belakangnya.”

—Orhan Pamuk, Kara Kitap

GALIP, tokoh dalam novel Orhan Pamuk Kara Kitap (Ki tab Hitam), agaknya menyadari bahwa manusia—

seperti dirinya—tak akan berhentihentinya membaca tanda-tan da. Pada saat yang sama, misteri Tuhan tak putus-putusnya membayangi.

Karena tanda ada di mana-mana dan ada di dalam tiap hal, misteri itu pun di mana-mana dan di dalam tiap hal. Seperti wajah kekasih dalam sajak, mutiara, mawar, gelas anggur, burung bulbul, rambut keemasan, malam, dan lidah api....

Di hadapan semua itu, manusia membuat sejarah—dan iman dan keyakinan lahir.

Sejarah itu panjang, beribu-ribu tahun, dan panjang dan beribu-ribu pula tafsir yang ditulis. Dan seperti yang dikatakan dalam paragraf itu, selama tanda-tanda tampak, misteri itu pun tampak. Tanda-tanda dan misteri itu tak terpisahkan akhir nya. Galip merasakan itu: ”...benda-benda di sekitarnya sekaligus menandai diri mereka sendiri dan misteri yang pelan- pelan ia dekati.”

Novel Kitab Hitam dimulai seperti sebuah cerita detektif.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 45: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

16 Catatan Pinggir 12

Syahdan, Galip, seorang pengacara yang hidup di Istanbul, pu lang dari kantor dan mendapatkan istrinya, Rüya, telah meninggalkannya. Dengan segera ia berangkat mencari. Ia yakin, ia akan menemukan Rüya (dalam bahasa Turki nama ini ber arti ”mimpi”) bila ia berhasil menemukan Jelal, sepupunya, yang juga raib. Ia yakin kedua orang ini berpacaran.

Dalam pencarian itu ia temukan jejak-jejak Jelal: seorang pe nulis kolom yang penuh teka-teki untuk sebuah majalah yang tak jelas. Kolom-kolom itu agaknya berisi isyarat. Untuk me ngetahui lebih dalam, Galip memutuskan ia harus jadi Jelal. Ia tinggal di kamar sepupu itu, mengenakan bajunya, bahkan me nulis seakan-akan ia sang kolumnis yang terus bekerja.

Ketika novel berakhir, melalui perjalanan dan tamasya yang be ragam, menemukan catatan-catatan yang detail dan majemuk, Rüya tetap tak kembali. Perempuan yang tak pernah hadir itu tetap tak hadir. Ia terbunuh. Jelal demikian juga: ada yang menafsirkan ia dibunuh penggemarnya sendiri. Seorang pensiunan kolonel yang membaca kolom-kolom Jelal selama ber tahun-tahun akhirnya menyimpulkan bahwa teka-teki dan isyarat rahasia yang ditulisnya ternyata tak punya makna apa pun. Ia merasa ditipu. Baginya sang kolumnis, Jelal, ibarat nabi yang mengecewakan, guru palsu yang mewartakan ajaran agama yang seakan-akan maha-dalam.

Suasana murung membayang dalam Kitab Hitam. Tapi tanpa kecewa. Manusia tetap tak berhenti. Iman dan keyakinan mencoba terus menjawab, dengan sejarah yang mirip sebuah cerita detektif yang mempertarungkan dugaan yang benar atau salah.

Atau mirip kisah seorang sufi yang tak putus-putusnya di-run dung rindu kepada Tuhan.

TANDA-TANDA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 46: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

17 Catatan Pinggir 12

Tak mengherankan bila Kitab Hitam menampilkan Rumi, pencinta yang mengembara untuk menemui Yang Maha-Lain.

Dalam pengembaraan itu sang Maulana memilih menyamar, memakai pelbagai identitas, karena ia tak mau diikuti te rus murid-muridnya yang taklid. Tapi sebagaimana Galip yang menyulap diri jadi Jelal, kian lama kian tak terjawab, ju ga oleh dirinya sendiri, siapa sebenarnya dia—dan perlukah ”iden titas”? Dalam kisah para sufi, ada pengertian fana’, leburnya diri dalam Allah. Identitas adalah pos sementara atau bahkan penghambat. Tapi jika demikian, mengapa pencarian berlangsung terus—dan mengapa misteri tetap membayang?

Suasana murung yang tersirat dalam karya Pamuk adalah sua sana bertanya—dan terasa letih. Di balik tanda-tanda itu ja ngan-jangan tak ada suatu apa pun yang berarti. Kita hanya ke tagihan makna.

Meskipun demikian Pamuk, dalam Kitab Hitam, seperti da lam novelnya yang lain, tak meniadakan agama; dalam hal ini, di sebuah cerita dengan latar Turki, agama itu berarti Islam. Islam mampu menyuguhkan dua hal yang bertaut dan mempesona: tanda-tanda dan misteri. Jelal dan Galip mengasyiki hidup karena itu.

Memang ada yang kadang-kadang meniadakan pesona itu dan menjadikan agama hanya buku pedoman aksi yang jelas. Mereka mirip tentara yang tiap kali menunggu aba-aba. Tapi ada sepotong kalimat yang ditemukan Galip di antara catatan-ca tatan Jelal, konon dari sebuah hadith yang mengumandangkan Tuhan: ”Aku adalah harta yang tersembunyi, dan aku rindu untuk diketahui.”

TANDA-TANDA

TEMPO, 25 Januari 2015

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 47: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

18 Catatan Pinggir 12

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 48: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

19 Catatan Pinggir 12

KPK

SEMUA bermula di Hong Kong, kurang-lebih. Seorang te man yang telah menonton film baru sutradara Wong

Jing mengingatkan: film I Corrupt All Cops (produksi 2009) me nun jukkan bahwa bentrok antara komisi pemberantasan korupsi dan pejabat polisi bukan hanya cerita Indonesia.

Tentu saja I Corrupt All Cops bukan cukilan sejarah. Film ini menceritakan pergulatan beberapa petugas Independent Commission Against Corruption (ICAC) melawan sejumlah per wira polisi Hong Kong yang korup. Wong Jing berusaha un tuk tak norak, kata teman itu, tapi filmnya akhirnya hanya me nyajikan sepotong kisah yang disederhanakan.

Sejarah ICAC, yang didirikan pemerintah Hong Kong pada 1974, dan akhirnya jadi sebuah ikhtiar yang berhasil (dan di contoh oleh Indonesia untuk membentuk KPK), memang bu kan potongan-potongan cerita yang lurus.

ICAC mencatat prestasi ketika lembaga baru ini me-menjarakan Peter Fitzroy Godber, perwira tinggi polisi yang tak bisa menjelaskan dari mana uang US$ 600 ribu ada di rekening banknya. Godber melarikan diri ke Inggris dengan bantuan re kan-rekannya. Dengan gigih, ICAC berhasil mengekstradisi sang buaya kembali ke Hong Kong. Ke dalam kurungan.

Tapi dengan segera HKPF, angkatan kepolisian kota itu, me rasa terancam. Pada 28 Oktober 1977, beberapa puluh anggotanya menyerbu memasuki kantor ICAC. Ketegangan

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 49: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

20 Catatan Pinggir 12

terja di. Akhirnya kepala pemerintahan Hong Kong (dulu disebut ”Go vernor”) memutuskan untuk memberikan amnesti kepada hampir semua anggota polisi yang korup yang melakukan kejahatannya sebelum 1977. Wibawa ICAC pun merosot.

Tapi kemudian terbukti, kebijakan pemerintah berbuah. Se jak amnesti itu polisi Hong Kong memperbaiki diri. Bahkan HKPF membiarkan pembersihan besar-besaran dalam dirinya oleh ICAC pada 2008. Dari sini tampak, kekuasaan—apa pun asal-usulnya—tak pernah berada di sebuah ruang politik yang konstan.

Kekuasaan ICAC yang luas dan dijamin hukum tak dengan sen dirinya lepas dari gugatan hukum. Wewenangnya untuk me nyadap pembicaraan telepon tak selamanya direstui peradilan. April 2005, seorang hakim pengadilan distrik tak mau menganggap rekaman yang dihasilkan ICAC sebagai barang bukti. Alasan: tak ada prosedur yang legal yang mengatur penyadapan itu. Tiga bulan kemudian, seorang wakil hakim peng adilan distrik menganggap ICAC telah melanggar ”seca ra terang-terangan” hak empat terdakwa, dengan memberikan tugas kepada seorang bekas tertuduh merekam percakapan me reka.

ICAC, sebagaimana KPK, tentu bisa mengatakan, dirinya ada lah tanda keadaan genting. Ia tak akan ada seandainya polisi, jaksa, dan pengadilan bekerja penuh, sesuai dengan tugas me reka, seandainya mereka membangun sebuah situasi yang di sebut ”normal”.

Tapi di Hong Kong sebelum 1980-an, sebagaimana di Indone sia sampai sekarang, korupsi menyakiti tubuh

KPK

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 50: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

21 Catatan Pinggir 12

masyarakat di tiap sudut. Ada korupsi model Godber, yang mempergunakan kekuasaannya yang tinggi; ada yang dilakukan pemadam kebakaran yang memungut uang sebelum bertugas mematikan api; ada pula para pelayan rumah sakit yang di tiap sudut, dari ruang ke ruang, meminta uang.

Dalam situasi itu, kejahatan terbesar korupsi adalah menghancurkan ”modal sosial”—sebuah sikap masyarakat yang per caya bahwa orang lain bukanlah buaya. Korupsi menyebabkan kepercayaan itu rusak. Ejekan yang memelesetkan singkatan ICAC (jadi ”I can accept cash”, atau ”I corrupt all cops”) adalah indikasi hancurnya ”modal sosial”. Negeri telah jadi sederet labirin yang membusuk.

Maka ICAC, terlebih lagi KPK, lahir dengan kekuasaan yang abnormal: ia mekanisme penyembuhan yang juga sebuah per kecualian. Kekuasaannya lain dari yang lain. Wewenang KPK bahkan lebih besar ketimbang ICAC. Di Hong Kong, komisi itu tak punya wewenang menuntut. Di sini, KPK mempunyainya.

KPK juga tak hanya harus bebas penuh dari dikte kekuasaan mana pun. Di Hong Kong, ICAC bekerja secara independen namun bertanggung jawab kepada ”Chief Executive”, yang du lu disebut ”Governor”. Di Indonesia, KPK tak bertanggung jawab kepada Presiden.

Keluarbiasaan itu mungkin kini tak hendak dibicarakan. Tapi mungkin tak bisa dilupakan: keadaan yang melahirkan ke kuasaan sebesar itu ibarat (untuk memakai kata-kata Agamben) ”daerah tak bertuan antara hukum publik dan fakta politik”. Dengan kata lain, kekuasaan itu lahir dari kehendak subyektif yang menegaskan kedaulatan.

KPK

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 51: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

22 Catatan Pinggir 12

Tapi pada akhirnya kedaulatan itu bertopang pada legitimasi yang contingent. Tak ada dasar yang a priori yang membuat kedaulatan itu, dan para pemegang kekuasaan istimewa itu, datang begitu saja.

Dengan kata lain, di ”daerah tak bertuan”, kekuasaan justru semakin perlu pembenaran. Apalagi kekuasaan yang diperoleh ICAC dan KPK bersifat derivatif: bukan datang dari pi lihan rakyat—sumber mandat sebuah demokrasi—melainkan dari badan-badan yang dipilih rakyat. Ia terus-menerus butuh pihak di luar dirinya. Ia butuh sekutu, dengan segala risikonya. Bahwa tugas ICAC maupun KPK merupakan tugas luhur yang mengatasi kepentingan sepihak, tak berarti politik (”the political”) berhenti. Kekuasaan selalu ada bersama resistansi ter hadap dirinya.

Maka konflik bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Sengketa bahkan bisa lebih panjang ketimbang sebuah cerita film Hong Kong. Adegannya mungkin kurang brutal dan dramatis, tapi akan ada korban manusia yang bersalah atau tak bersalah. Sebab, di ”daerah tak bertuan”, perjuangan melawan korupsi adalah perebutan tiap jengkal ruang strategis yang tersedia. Ti ap benteng harus dikuasai, bukan dikosongkan. Tiap langkah adalah kesetiaan, dengan kegemasan, tapi juga dengan organi sasi yang dipersiapkan untuk perang 100 tahun.

TEMPO, 1 Februari 2015Dimuat kembali dari TEMPO edisi 5-11 Oktober 2009

KPK

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 52: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

23 Catatan Pinggir 12

PI-KAI

Hamzah Fansuri di dalam Mekkah,mencari Tuhan di Bait Al-Ka’bah.Dari Barus ke Qudus terlalu payah,akhirnya dijumpa di dalam Rumah.

EMPAT abad semenjak Hamzah Fansuri mencari Tuhan di Ka’bah dan menulis syair Sidang Ahli Suluk, ada

seorang makhluk angkasa luar yang dengan susah payah juga men cari Tuhan.

Dengan catatan: ini sebuah dongeng modern. Persisnya, sebuah satire. Saya mengikutinya, dan menikmatinya, di sebuah bioskop: film PK, karya sutradara Rajkumar Hirani.

”PK” adalah nama yang diberikan kepada sesosok makhluk angkasa luar yang turun di Rajasthan, dari kata ”pi-kai”, kata Hin di yang kurang-lebih berarti ”slebor”. Makhluk itu, dimainkan oleh aktor Aamir Khan dengan sangat bagus, dianggap ma nusia bumi sebagai seseorang yang oleng pikirannya.

Ia memang tampak demikian. Begitu turun ke bumi, alat komunikasinya dengan pesawat ruang angkasanya dicuri orang. Ia memburu benda itu—tapi ia tak bisa berbahasa manusia. Ia sosok yang ganjil. Ke mana-mana ia bertelanjang bulat. Ia baru mendapatkan pakaian dari mencuri baju dan cela na pasangan manusia yang menanggalkan pakaiannya untuk ber setubuh di dalam mobil yang diparkir. Setelah

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 53: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

24 Catatan Pinggir 12

melalui sa lah paham yang merepotkan, ia baru bisa berbahasa manusia —dalam hal ini bahasa Bhojpuri—setelah menyedot isi kesadar an seorang pelacur dengan cara memegang tangannya erat-erat se lama beberapa jam.

Dengan kecakapan baru itu ia meneruskan perjalanannya men dapatkan kembali instrumennya yang hilang. Ia ke Delhi. Tapi tentu saja di kota dengan penduduk lebih dari 11 juta itu ia ibarat mencari sebutir kedelai dalam unggunan kacang polong. Hanya Tuhan yang tahu, begitu ia dengar orang menjawab pertanyaannya.

Maka ia pun mencari Tuhan.Ia tak tahu bagaimana wujud Tuhan. Ia pun datang ke

da lam kuil Hindu, gereja Katolik, masjid, dan menjalani ritual yang (menurut kata orang) dikehendaki Tuhan agar permintaannya dipenuhi. Ia mencoba—dalam keadaan putus asa—ber hubungan dengan Yang Maha-Tahu dan Maha-Penolong. Tapi orang ramai tak paham. Ia malah dikejar-kejar karena dianggap mencemari apa yang sakral.

Akhirnya ia mulai melihat bahwa berhubungan dengan Tuhan sebagaimana ditentukan agama-agama tak akan men dapat kan apa-apa. Bahkan teperdaya. Bahkan bisa menghasilkan sesuatu yang negatif. Manusia di dunia mencoba mengontak yang ilahi, tapi itu seperti seseorang yang menelepon dan ter sam bung pada nomor yang salah dan mendapat jawaban yang bu kan dari Tuhan sendiri.

”Salah nomor” adalah sindiran film ini kepada agama-aga ma. Di balik nomor yang salah itu yang bersuara adalah keha us an manusia akan kuasa. Personifikasinya adalah seseorang yang diagung-agungkan sebagai aulia besar, Tapasvi

PI-KAI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 54: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

25 Catatan Pinggir 12

Maharaj. Orang bertubuh tambun dan tinggi ini dengan efektif mempertontonkan wibawa. Ia mengeluarkan fatwa dan petunjuk yang diyakini umat, meskipun menyesatkan. Umat takut, me re ka cemas, dan dengan mudah mempercayainya. Juga ketika fatwa itu tak adil, atau menimbulkan penderitaan, atau me min ta orang mempersembahkan segalanya untuk kemegahan sang pemberi sabda.

Akhirnya PK membongkar semua itu: kita telah ”salah nomor”. Dan di mana Tuhan? Tetap tak ada yang tahu, meskipun iman tetap utuh.

Yang jelas, penghuni angkasa luar itu mendapatkan kembali alat komunikasi yang dicarinya dengan susah payah karena per sentuhannya dengan manusia—dalam hal ini Jaggu (dimain kan Anushka Sharma), seorang gadis presenter TV yang dengan setia mendampinginya.

Juga seseorang yang mengalami bagaimana agama-agama me misahkannya dari laki-laki yang dicintainya, Sarfaraz, seorang pria muslim, hidup di Pakistan.

Dengan kata lain, Tuhan yang tak tampak, yang selamanya di cari, sebenarnya dapat ditemui ketika seseorang terketuk hati nya oleh seorang lain, melampaui ketakutan, kecurigaan, dan kebencian. Satire yang kocak dan tajam dalam PK mengan dung sesuatu yang sering diingatkan seorang sufi .

Ada bait lain dalam Sidang Ahli Suluk yang seperti itu:

Sidang Faqir empunya kata,Tuhanmu Zahir terlalu nyata.Jika sungguh engkau bermata,lihatlah dirimu rata-rata.

PI-KAI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 55: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

26 Catatan Pinggir 12

Tuhan ”terlalu nyata”, bila kita tak menutup mata kita sebagai bagian dari sesama yang fana, tapi sebenarnya tak bisa di sim pulkan dengan gampangan.

TEMPO, 8 Februari 2015

PI-KAI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 56: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

27 Catatan Pinggir 12

PEGIDA

Di udara dingin mengaum sejarah

—Sitor Situmorang (1923-2014)

DI udara dingin malam itu yang mengaum di alun-alun tua Kota Frankfurt tak hanya satu sejarah. Dua, tiga,

mungkin lebih.Sekitar 17 ribu orang berdesakan di Römerberg, di tengah

kompleks seluas 10 ribu meter persegi itu. Sambil melindungi diri dari gerimis dalam suhu 2 derajat, mereka hadir untuk menyatakan bahwa mereka, orang Jerman, penghuni Frankfurt, me nentang Pegida, gerakan anti-Islam yang malam itu juga be rencana menghimpun 500 pendukungnya di bagian lain kota.

Pidato pun disuarakan, disambut tepuk tangan, terdengar la gu dan musik, dan saya lihat seorang anak memegang poster: Gehört Islam zu Deutschland? Bagian dari Jermankah Islam? Di bawah pertanyaan itu tertulis jawabannya dengan huruf besar ber warna merah: Ja.

Malam itu, kata ”Ja” itu terasa menyentak. Kini ia jadi sebu ah antithesis. Pegida, singkatan dari Patriotische Europäer Gegen die Islamisierung des Abendlandes (”Patriot Eropa Melawan Islamisasi Dunia Barat”), yang bermula di Dresden Oktober 2014, telah membangkitkan para penentangnya. Mereka da tang dengan gelombang yang lebih besar, ketika

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 57: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

28 Catatan Pinggir 12

melihat dukungan makin meluas buat para ”patriot” yang ingin menjaga Ero pa dari ”Islamisasi” itu.

Pegida memang punya daya tarik. Gerakan politik yang berhasil selalu dimulai dengan mengisi lubang yang timbul ka rena ada yang direnggutkan dari impian orang banyak. Peng anut Pe gida berangkat dengan semboyan ”Menentang fanatis me aga ma... bersama-sama tanpa kekerasan”. Atau: ”Menentang pe rang agama di tanah Jerman”.

Artinya Pegida punya daya tarik karena fanatisme serta ke -kerasan mengerikan yang ditunjukkan sebagian orang Islam —dan daya tarik itu universal.

Tapi yang ”universal” tak bisa bertahan bersama paranoia. Pa ranoia bisa bersenyawa cepat dengan kebencian, dan kebencian bisa kuat karena keyakinan. Tapi di ujung semua itu, yang ”uni versal” ambruk. Sejarah kemudian akan mencatat dua pe ris tiwa murung: kerusakan dan/atau kekalahan.

Malam dingin Januari 2015 itu, orang Frankfurt berhimpun di Römerberg, di sekitar ”Pancuran Keadilan”, karena cemas tentang apa yang akan terjadi dengan kebencian. Gerechtigkeitsbrunnen, nama Jerman untuk fonten yang dihiasi patung dewi itu, didirikan 600 tahun yang lalu di sana. Dulu, ketika seorang kaisar dinobatkan, dari fonten itu akan mengucur anggur. Orang berpesta. Tapi tak selamanya hanya cerita suka cita. Perang Agama pada abad ke-17, ketika selama 30 tahun orang Katolik dan Protestan saling bunuh, menyebar kematian dan kehancuran juga di Frankfurt. Patung di atas Gerechtigkeitsbrunnen itu salah satu saksinya. Pada 1863, penyair lokal Friedrich Stoltze melukiskannya dengan cemooh yang pahit: ”Ini dia Dewi Keadilan! Ia tampak mengerikan;

PEGIDA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 58: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

29 Catatan Pinggir 12

timbangan di ta ngannya musnah... direnggutkan setan, ia kehilangan separuh tangannya.”

Kalaupun 17 ribu orang Frankfurt tak semuanya ingat Pe rang Agama 30 Tahun, mereka pasti ingat Perang Dunia II: ham pir semua bangunan di sekitar alun-alun itu luluh-lantak dihantam bom Inggris dan Amerika. Kehancuran dimulai ketika Hitler ingin memperkuat Jerman dengan pekik keadilan ta pi timbangan keadilan di tangannya musnah karena Jermannya adalah negeri dengan kebencian.

Jika sebagian besar orang Jerman kini menolak—dengan ra sa cemas—arus pasang Pegida, tentu karena mereka selalu ingat kebencian itu, tentang Auschwitz dan kamp-kamp konsentrasi lain tempat orang Yahudi dan yang ”kurang- Jerman” dihabisi. Dan tak mudah mereka melupakan Dresden dan Berlin yang hancur berkeping-keping bersama jatuhnya Hitler dan Partai Nazi.

Tapi ingatan selalu disertai lupa, dan kebencian bisa kambuh lagi di celah-celahnya.

Bukan karena dalam sejarah melekat kebencian yang kekal. Apa yang tampak berulang sesungguhnya bukan repetisi, melainkan kelahiran baru yang berbeda dengan yang sebelumnya. Pada suatu masa di abad ke-17 Leibniz, filosof yang merasa harus membela agama Protestan, memandang Islam sebagai ”wa bah”, la peste de mahometisme. Ia hidup ketika militer Turki ke Eropa sangat dirasakan. Kini fobia terhadap Islam berkeca muk karena kekejaman teror IS, keganasan Boko Haram, fanatisme Taliban dan para pendukungnya.

Maka bersama kebencian yang berbeda, persekutuan keben cian juga bisa berubah. Kaum pendukung Pegida kini

PEGIDA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 59: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

30 Catatan Pinggir 12

bersekutu dengan sebagian kaum Zionis yang menganggap teror adalah bagian Islam yang hakiki. Dulu, juga kini, sebagian orang Islam membenarkan Nazi karena memandang orang Ya hudi secara esensial harus dibenci.

Di udara dingin, di udara tak dingin, sejarah memang tak pernah mengaum sendirian.

TEMPO, 15 Februari 2015

PEGIDA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 60: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

31 Catatan Pinggir 12

POLISI

DARI mana datangnya polisi?Dikisahkan bahwa kepolisian pertama ada di zaman

Majapahit, ketika Patih Gajah Mada membentuk pasukan bersenjata ”Bhayangkara” untuk menjaga keamanan kerajaan. Sa ya tak punya cukup pengetahuan untuk membuktikan bahwa ini bukan hanya imajinasi. Yang tampaknya luput dalam sejarah ini adalah pentingnya membedakan sebuah kerajaan abad ke-14 dari sebuah republik di abad ke-21.

Sebuah kerajaan abad ke-14 menegaskan sumber legitimasinya pada diri seorang penguasa yang berakar di sebuah dinasti dan didukung sederet mithos. Sebuah republik sama sekali be da: Republik Indonesia mengedepankan diri (dan diterima) sebagai sebuah kekuasaan yang sah melalui revolusi.

Revolusi 1945 itu sederhana tapi ajaib. Mao Zedong pernah mengatakan bahwa kekuasaan datang dari laras bedil, tapi hari 17 Agustus itu tak ada bedil yang dipakai untuk mendirikan ke daulatan. Yang kedengaran hanya sebuah pernyataan ”atas na ma bangsa Indonesia”. Dengan suara Bung Karno yang agak menggeletar membaca paragraf-paragraf pendek yang diketik ter gesa-gesa, sebuah nation dinyatakan ada. Serentak dengan itu, juga sebuah Negara. Begitu saja: dari imajinasi.

Baru kemudian, Negara itu berubah dari imajinasi menjadi se buah administrasi. Dengan kata lain, dari sebuah antusiasme menjadi sebuah rasionalitas.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 61: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

32 Catatan Pinggir 12

Dalam proses itulah polisi datang. Atau mungkin datang kem bali. Kita ingat tokoh Jacques Pangemanann dalam novel Rumah Kaca Pramoedya Ananta Toer: seorang pengagum Pran cis yang yakin dirinya merupakan bagian dari rasionalitas —dasar kekuasaan Eropa yang modern. Apa yang dika ta kan Foucault tentang sejarah Prancis abad ke-17 dan ke-18 pun dianggap berlaku di wilayah yang dikuasai Nederland di abad ke-20: ”Polisi menandai sebuah program rasionalitas pemerintahan.”

Dari sanalah datangnya polisi, juga setelah Pangemanann —se telah Revolusi 1945. Artinya setelah sebuah Negara di susun de ngan pelbagai peraturan dan lembaga pengawasan pun dipasang.

Namun berbeda dari yang digambarkan Foucault, tak pernah terjadi pemerintahan, apalagi di Indonesia, yang mirip Pa nop tikon: sistem politik yang mampu membuat penduduk me ra sa kehidupan mereka sedang terus-menerus diawasi.

Mungkin karena Revolusi 1945 telah menerobos hierarki ke kuasaan yang lama dan membuat kehendak sama-rata-sama- rasa jadi sah. Revolusi seperti itu menandai tak kekalnya ke kua saan yang bertahan pada ketidaksetaraan, kekuasaan yang disertai pengawasan yang satu arah—kekuasaan seperti yang di gambarkan Foucault: ”Di tepiannya, orang sepenuhnya dilihat tanpa mampu melihat; di menara pusat, orang sepenuhnya melihat tanpa bisa dilihat.”

Dalam pengalaman kita, keadaan ”dilihat sepenuhnya” atau ”melihat sepenuhnya” itu tak pernah terjadi. Polisi (dengan ”P”, yang dalam makna yang luas adalah sehimpun insti tu si pengaturan dan pengawasan) mungkin saja punya

POLISI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 62: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

33 Catatan Pinggir 12

ambisi untuk itu. Tapi Indonesia, dengan jumlah penduduk yang besar dan dengan pulau yang 17 ribu, tak akan terjangkau oleh ”peng lihatan” siapa pun. Sementara itu, Polisi (dengan ”P”) se sung guhnya tak pernah terwujud, sebagaimana Birokrasi (dengan ”B”), sebagai sarana rasionalitas, tak pernah terbentuk. Yang ada di Indonesia adalah aparat kekuasaan yang retak-retak dan liku-liku kantor pemerintahan yang ruwet.

Dan selalu ada perlawanan.Saya selalu teringat sebuah adegan yang diceritakan seorang

re porter beberapa tahun yang lalu. Di tepi sebuah jalan ke arah luar kota Jakarta, ia pernah melihat dua orang polisi menjemur lembar-lembar rupiah di rumput. Reporter itu kemudian tahu, uang itu dikeluarkan kedua polisi itu dari kotak korek-api yang dilemparkan para sopir truk besar yang melintas di sana. Uang itu basah. Akhirnya reporter itu juga tahu: sebelum para sopir me lemparkan uang sogok itu ke luar jendela ke arah kedua polisi itu—agar perjalanan tak diganggu—lembar-lembar rupiah itu mereka ludahi. Itu tanda penghinaan dan rasa muak diam-diam.

Hubungan kekuasaan selalu punya saat yang rapuh. Bahkan ketika tak seimbang. Terutama ketika ia tak lagi didukung taklid dan keyakinan, sebagaimana di zaman ini. Mereka yang lemah, yang tertindas, selalu punya siasat bertahan dan melawan. Michel de Certeau punya deskripsi yang bagus tentang itu: sementara yang berkuasa punya ”strategi”, mereka yang da if punya ”taktik”. Dalam kiasan De Certeau, taktik itu adalah la perruque—seperti ketika buruh mengambil waktu kerja di per usahaan majikannya untuk dirinya sendiri. La perruque itu yang juga dipakai para sopir untuk menyuap agar

POLISI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 63: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

34 Catatan Pinggir 12

tak ditanyai po lisi dan para pelanggar agar lepas dari hukuman. La perruque bahkan menular ke kantor polisi, peradilan, dan kantor ke menterian: para bawahan tak mau patuh karena para atasan tak pernah acuh.

Itu sebabnya di Indonesia Polisi tak datang.

TEMPO, 22 Februari 2015

POLISI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 64: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

35 Catatan Pinggir 12

PEMIMPIN

KEKUASAAN mengurung orang dalam kesendirian, dan terkadang mengutuknya dalam kesepian. Ini bisa terjadi

pa da pemimpin mana saja, namun hanya sebuah novel yang ba gus yang bisa melukiskannya: Cien años de soledad (”Seratus Ta hun Kesendirian”), karya tersohor Gabriel Garcia Marquez.

Mari kita baca lagi Marquez ketika ia lukiskan tahapan hidup Kolonel Aureliano Buendia sejak kekuasaannya semakin be sar.

Di malam itu juga, ketika wewenangnya diakui semua koman dan pemberontakan, ia terbangun dengan ketakutan, dan ber seru meminta selimut. Dingin yang meretakkan tulang-tulangnya, yang menyiksanya bahkan di bawah terik matahari, te lah membuatnya tak bisa tidur selama berbulan-bulan.... Mabuk kekuasaan yang semula dirasakannya pun mulai terburai ditempa rasa tak nyaman yang datang bergelombang.... Perintahnya dilaksanakan bahkan sebelum ia ucapkan, bahkan sebelum ia pikirkan.... Tersesat dalam kesendirian kekuasaannya yang amat besar, ia mulai kehilangan arah.

Bagi sang Kolonel, dalam ”kesendirian kekuasaannya” itu du nia dan manusia membuatnya risau. Ketika di dusun sebelah penduduk mengelu-elukannya dengan ramai, ia bayangkan sambutan itu juga diberikan orang-orang itu kepada musuhnya. Di mana-mana ia merasa orang menggunakan matanya, ma ta sang pemimpin, dalam menatap, menggunakan suara nya —suara sang pemimpin—sewaktu berbicara. Ia duga me re ka

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 65: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

36 Catatan Pinggir 12

menyalaminya dengan rasa curiga sebagaimana ia menya lami mereka.

Dirinya pun terasa tercerai-berai dan lebih sendirian ketimbang sebelumnya. Dan akhirnya—meskipun di awal novel ini disebut bahwa sang tokoh akan mati di depan regu tembak —Aureliano Buendia meninggal tanpa heroisme: ia mati tersandar di batang pohon castaño tempat ayahnya yang sakit jiwa ber tahun-tahun yang lalu diikat. Jalan raya yang dulu mema kai namanya kemudian lenyap....

Tentu tak semua orang yang berkuasa akan berakhir suram. Tapi satu hal pasti: kesendiriannya. Di puncak piramida kekuasaan, orang tak akan bisa naik banding. The buck stops here: sebuah kalimat yang tertulis di atas meja kerja Presiden Harry S. Truman di Gedung Putih. Jika sebuah kebijakan sesat, sang presiden itulah yang akhirnya harus disalahkan. Sang presiden sendiri.

Kesendirian mengandung keberanian, tapi juga sesuatu yang buruk: keangkuhan. Truman hanya mau melihat dunia de ngan sepasang mata sendiri.

The buck stops here: akulah yang memutuskan, akulah yang ber tanggung jawab. Agaknya itulah sikapnya ketika Agustus 1945 ia perintahkan bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Na gasaki. Membunuh hampir 270 ribu orang Jepang, termasuk para ibu dan anak-anak, Truman tak pernah menyesal. Ketika Oppenheimer, salah seorang perancang bom atom, me ngatakan, ”Pak Presiden, tangan saya berlumur darah,” Tru man menjawab ketus: ”Yang berlumur darah adalah tanganku, dan biarlah ini jadi urusanku.”

Truman tak pernah ragu. Ia tahu bahwa senjata itu sangat

PEMIMPIN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 66: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

37 Catatan Pinggir 12

me ngerikan, juga bagi masa depan manusia. Daya destruktifnya mirip, dalam gambaran Truman, ”Pembinasaan dunia yang dinubuatkan di zaman Lembah Eufrat di masa Nabi Nuh.” Ia juga tahu sejumlah jenderalnya, termasuk Eisenhower, menganggap Amerika tak perlu menjatuhkan bom atom untuk menaklukkan Jepang, toh Jepang sudah nyaris menyerah. Tapi Truman terus. Ia hanya mendengar penasihat yang disukainya: mereka yang menyetujui pandangannya.

Maka bom itu pun meledak. Sejak itu selama berpuluh tahun dunia ketakutan, dan perlombaan senjata yang paling dah syat dalam sejarah manusia berlangsung. Menuju sebuah kia mat.

Apa yang dapat mencegah seorang pemimpin tertinggi, dalam kesendiriannya, membuat keputusan yang destruktif? Ja wab an yang sederhana dan tak mengejutkan: percakapan. Tapi saya kira bukan cuma itu. Justru di pucuk kekuasaan seseorang perlu melihat bahwa kekuasaan itu tak hanya membantunya naik, tapi juga memerosotkannya pelan-pelan.

2003: Presiden Vaclav Havel mengundurkan diri dari kehidup an politik Cek. Sastrawan ini dulu dipilih jadi kepala nega ra setelah ”Revolusi Beludru” yang tanpa percikan darah itu me nang. Mungkin sebab itu ia orang yang peka akan rasa gen tar yang tiap hari harus ditanggung sendiri oleh seseorang yang berkuasa.

Pidato perpisahannya diucapkan dengan nada murung tapi dengan kearifan yang dalam. Posisinya selama jadi kepala nega ra, katanya, bukan menyebabkannya beroleh pengalaman yang membuatnya yakin kepada diri sendiri. Justru sebaliknya: ”Tiap hari saya kian menderita demam-panggung, tiap hari

PEMIMPIN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 67: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

38 Catatan Pinggir 12

saya kian takut kalau-kalau saya tak pantas untuk pekerjaan ini.” Ia sadar, orang sekitarnya, juga hati nuraninya sendiri, tak lagi ber tanya apa yang ideal bagi bangsanya dan bagaimana meng ubah dunia jadi lebih baik. Lama-kelamaan yang ditanyakan ha nya: apa yang sudah dicapainya dan apa yang akan jadi pe ninggalannya setelah tak berkuasa lagi.

Mungkin karena ia makin merasa sendirian jauh di atas.Nun di atas, seorang pemimpin lebih mungkin melihat

liku-liku perjalanan sejarah yang tak bisa ia kuasai. Di sana pula ke sendirian dalam kekuasaan terasa sama dengan kesendirian penyair dalam puisi: masing-masing berada dalam kesunyian yang tak bisa diwakilkan. Tapi, kalaupun sejarah pernah membuat seorang penyair mengalami posisi penguasa, kalaupun sejarah menjadikan sang penyair seorang pemimpin, kita, kata Havel, ”Tak dapat mengharapkan dunia... akan tiba-tiba jadi se buah sajak.”

Dunia memang tak akan jadi sesuatu yang indah hanya berkat kekuasaan seorang pemimpin—kekuasaan yang mengu rung nya dalam kesendirian.

TEMPO, 1 Maret 2015

PEMIMPIN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 68: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

39 Catatan Pinggir 12

NEGArA

KE depan sebuah gerbang seseorang datang dari udik dan berkata kepada lelaki tegap yang ia duga bertugas sebagai

penjaga: ”Saya datang untuk melihat Negara. Saya ingin masuk ke dalam.”

Orang yang ia duga petugas itu (dengan pakaian hitam yang mungkin baju seragam) menatapnya sejenak, lalu menjawab, ”Maaf. Ada prosedur.”

Ketika ditanya bagaimana prosedur itu, si penjaga hanya menggeleng. ”Tak begitu jelas, sebenarnya—kalau saya boleh berterus terang. Maksud saya, Saudara harus menunggu.”

Maka orang dari udik itu pun menunggu. Sejenak ia waswas bahwa ia akan di sana lama sekali, menanti, duduk, berbaring, tidur, bangun, dan seterusnya, sampai entah kapan—ia waswas bahwa ia sedang berperan dalam sebuah cerita Kafka.

Tapi kemudian ia lihat orang yang ia duga sebagai penjaga itu tak ada lagi. Tempat itu kosong. Mungkin di sini tak perlu ada konsistensi. Sekarang terpasang sebuah maklumat: ”Silakan masuk.”

Tamu itu pun masuk.Dua meter ia melangkah, di hadapannya, agak ke kanan,

terukir sebuah tulisan lain: ”Dilarang membawa hal-hal yang dilarang.”

Tak ada penjelasan apa yang dimaksud dengan ”hal-hal” itu. Maka tamu itu menyimpulkan bahwa maklumat itu hanya kata-kata yang tak akan punya efek. Ia pun berjalan terus. Ia

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 69: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

40 Catatan Pinggir 12

memasuki sebuah gang kecil yang berkelok-kelok. Ada bau sigaret. Toilet. Makanan kecil. Kertas-kertas.

Ia sebenarnya terkejut. Ia semula menyangka Negara sebuah arsitektur berbentuk bujur sangkar. Tapi yang ditemuinya sebuah terowongan, mirip labirin, dengan dinding yang dipasangi beribu-ribu cermin yang, sebagaimana halnya cermin di kamar kita, tak transparan dan memantulkan semua hal terbalik.

Sejenak, orang dari udik itu terpekur. Di mana ia sebenarnya: dalam sebuah cerita Kafka tentang laki-laki yang entah sabar entah putus asa menunggu terus di depan Hukum dan Kekuasaan yang tak pernah terbuka? Ataukah ia seperti si Alice yang memasuki dunia ganjil dalam novel Lewis Carroll, Through the Looking-Glass?

Mendadak seseorang muncul di tepi terowongan dan berkata:

”Dilarang membawa kata dari luar.””Kata? Dilarang membawa kata? Bapak siapa?””Saya pegawai negara.” Ia tak menyebut nama. Hanya

nomor. Wajah orang itu rata. Tingginya rata. Kostumnya tak berwarna.

”Saya dari bagian wastasing, kantor BLTR.”Sang tamu dengan segera tahu, ”wastasing” yang baru

didengarnya itu pasti sebuah akronim. Tapi ia tak merasa perlu menebak apa artinya, juga tak mencoba menduga kata apa yang diringkus dalam singkatan ”BLTR” itu. Ia merasa tafsir apa pun tak ada gunanya.

Di belakang pegawai itu ada sebuah pintu yang terkuak ke sebuah kamar. Di dalam kamar itu tampak ada yang berdesak-

NEGARA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 70: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

41 Catatan Pinggir 12

desak: ratusan akronim dan singkatan. Beberapa bertampang keren dan bergas, tapi sebagian besar mulai kuning dan layu.

”Negara,” kata tamu dari udik itu dalam hati, ”tampaknya dibuat dari ribuan akronim.” Ia mencoba mengingat-ingat: Kabag. Kadin. Waka. BPKP. Sudin. BKST. Subdit. TBK. Karo. PKLN. Tupoksi. Raker. Rusid. Pokja. Ranmor. Miras. Bareskrim....

Ia mulai melihat, dalam labirin itu akronim dan singkatan itu berbaris dari lorong ke lorong, dari bilik ke bilik. Tampaknya mereka saling bisik... ya, mereka berbisik dalam kombinasi kosakata yang tak bersentuhan dengan percakapan yang datang dari luar.

Maka yang terdengar adalah sebuah bahasa yang tak ingin dimengerti dan dirasakan, yang tak bisa dipakai untuk menganalisis dan bercanda, yang tak dapat melahirkan puisi atau melontarkan lelucon—sebuah bahasa yang jadi berarti bagi penghuni Negara karena secara rutin datang dan pergi dari SK ke SK, dari dokumen ke dokumen, dari kamar rapat yang satu ke kamar rapat yang lain. Pendeknya, sebuah bahasa yang cocok dengan sebuah labirin: bahasa yang berhati-hati dan membingungkan.

Tamu itu pun melangkah terus melalui kamar-kamar dengan pintu tertutup. Pada jam ketiga ia merasa pegawai negara dari bagian ”wastasing, kantor BLTR” itu berjalan mengikutinya.

”Bapak tidak sibuk?” sang tamu bertanya.”Kita harus bergerak maju,” terdengar jawab. Wajah itu

rata, suara itu rata.Ketika tamu itu mengernyitkan jidat, pegawai itu pun

NEGARA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 71: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

42 Catatan Pinggir 12

menunjuk ke dinding, ke deretan cermin-cermin. Seketika itu semuanya jadi jelas: seperti sudah disebut di atas, cermin itu tak transparan dan menampilkan semua hal terbalik. Kiri adalah kanan. Maju adalah mundur. Gerak adalah mandek. Tujuan adalah prosedur. Sebab adalah akibat. Peraturan yang rapi adalah peraturan yang ruwet. Tertib adalah chaos. Sanksi adalah promosi. Mengamankan adalah membuat rasa tidak aman. Menjaga adalah memperlemah....

Ketika tamu itu melihat lebih jauh ke dalam cermin, labirin raksasa itu ternyata mirip sebuah papan catur besar. Di atasnya bidak-bidak hanya mengikuti kotak dua warna: hitam-putih. Gerak mereka sudah ditentukan.

Menatap itu dengan agak sedih dan takjub, tamu kita pun mulai merasa ganjil: ia bukan sedang memasuki sebuah cerita Kafka. Ia sedang dalam buku Through the Looking-Glass. Lewis Carroll berkisah bahwa dalam mimpinya Alice naik ke sebuah papan catur yang absurd, dan bidak Ratu berkata: ”HERE, you see, it takes all the running YOU can do, to keep in the same place.”

Jika di papan catur ini orang harus berlari sebanyak-banyaknya agar dapat berada di tempat yang sama, berarti Negara tak punya arah, demikian tamu kita berpikir. Berarti tak seperti yang selama ini dibayangkan di luar.

Di luar, Negara memang dibayangkan sebagai alat—untuk menindas atau sebaliknya untuk melindungi. Tapi ketika tamu dari udik itu keluar dari dalamnya ia menyimpulkan, ”Saya tak tahu buat apa sebenarnya labirin itu.”

TEMPO, 8 Maret 2015

NEGARA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 72: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

43 Catatan Pinggir 12

PI

Saya bisa bayangkan ucapan penghabisan seorang atheis:”Putih, putih! K-K-Kasih! Tuhanku!....”

—Life of Pi

ATHEISME itu sejenis iman. Seorang atheis yakin Tuhan tak ada. Ia bukan seorang agnostik. Sang agnostik tak

punya keyakinan apa-apa.Maka bagi Piscine Molitor Patel, alias Pi, orang-orang

atheis sejajar dengan dirinya yang meyakini Tuhan. ”Seperti halnya aku,” kata tokoh novel Life of Pi ini, ”orang-orang atheis menjelajah sejauh nalar membawa mereka—dan kemudian mereka melompat.”

Pi juga ”melompat” ke arah lain: ia mempercayai Tuhan. Ia beriman karena ia secara berani menyeberang ke dalam entah, ketika nalar tak bisa menjangkau.

Dalam hal ini, yang dikisahkan Yann Martel dalam Life of Pi bisa dikatakan versi pemikiran eksistensialis ala Kierkegaard—hanya jauh lebih memikat.

Bagi Kierkegaard, apa yang oleh orang banyak dianggap ”keyakinan” sebenarnya adalah ”harapan”, karena dengan itu orang berharap sesuatu itu benar. Sebaliknya iman yang sejati mempercayai sesuatu meskipun tahu bahwa tak ada alasan buat mempercayainya. Iman adalah passion. Iman adalah gairah yang membuat kita tergerak berpegang erat-erat dalam

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 73: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

44 Catatan Pinggir 12

ketidakpastian. Bagi Kierkegaard, iman adalah kerinduan kepada yang tak ada di sini. Iman menandai kegelisahan yang dalam, kuat—dan tak hendak dilepaskan.

Di bagian awal Life of Pi sebenarnya Martel telah mengisyaratkan ini. Seorang lelaki setengah baya berkata kepadanya, ”Aku punya satu cerita yang akan membuatmu percaya kepada Tuhan.”

Seperti kita ingat (setidaknya dari film yang disutradarai Ang Lee), ini kisah seorang anak India yang memanggil dirinya Pi. Ia terlontar dari kapal Tsimtsum berbendera Jepang yang tenggelam dihantam badai. Semua anggota keluarganya hilang, dan ia menemukan dirinya dalam satu perahu bersama harimau dari kebun binatang ayahnya. Mereka berdua hanyut berhari-hari melintasi Lautan Teduh.

Dalam perjalanan yang tak direncanakan itu, berangsur-angsur Pi bersahabat dengan makhluk yang semula ia takuti. Bahkan ia akhirnya sadar: ikatan hatinya bukanlah kepada sesama manusia, yang bisa berniat jahat, melainkan kepada hewan buas yang menjadi buta bersamanya—binatang yang di suatu saat menyelamatkannya dari serangan manusia lain. Hewan kepada siapa ia percaya.

Maka ia pun menangis ketika harimau itu, yang dinamai Richard Parker, meninggalkannya begitu mereka terdampar di pantai Meksiko.

Ia tahu apa artinya kesendirian. Tapi ia juga tahu kesendiriannya telah merawat Tuhan dalam hatinya. ”Kehadiran Tuhan adalah anugerah yang terbaik,” ia ingat itulah yang dirasakannya di tengah laut.

Sejak ia kecil, dalam diri anak dari Kota Pondicherry

PI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 74: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

45 Catatan Pinggir 12

ini memang bergetar passion yang unik. Anak Hindu itu menemui Tuhan dalam agama-agama yang berbeda. ”Terima kasih, Wishnu,” begitu doanya kepada dewa yang merawat kehidupan, ”Tuan telah memperkenalkan aku kepada Kristus.” Pada saat yang sama, dalam Islam ia hayati salat yang khusyuk sebagai pemberi jiwa.

Ia memang bisa membingungkan, tapi agaknya hanya membingungkan mereka yang sudah terbiasa dengan kategori tua. Pi belum tua. Baginya, orang Hindu, dalam kemampuannya mencintai, adalah ”orang Kristen yang tak berambut”; sedangkan orang Islam, dalam cara mereka melihat Tuhan di segala hal, adalah ”orang Hindu yang berjanggut”; juga orang Kristen: dalam pengabdian mereka kepada Tuhan, mereka ”muslim yang pakai topi”.

Ayahnya yang rasionalis memperingatkan: ”Kalau kamu mempercayai tiap hal, akhirnya kamu tak akan mempercayai hal apa pun.”

Jawab Pi: ”Aku cuma ingin mencintai Tuhan.”Di tengah lautan yang penuh bahaya itu cinta itu bertaut

dengan tawakal. Menyaksikan guruh dan petir yang mengerikan di seantero lanskap, anak itu menyadari: ia memang sengsara, tapi kesengsaraannya berlangsung ”di tengah sebuah latar yang besar”. Kesengsaraannya hanya terbatas dan sepele. ”Dan aku pun dapat menerimanya. Tak apa-apa.”

Tawakal itu, bagian dari iman, sepenuhnya eksistensial: sesuatu yang dialami sendiri, tak bisa diajarkan, tak datang dari ajaran. Tak ada formula yang ilmiah. Pi menolak sikap agnostik yang ingin rasional, yang hanya mempercayai ”faktualitas yang

PI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 75: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

46 Catatan Pinggir 12

kering, tak pakai ragi”. Baginya iman, cinta, dan tawakalnya bukan diperkuat fakta dan rasionalitas, melainkan keasyikan dan imajinasi.

Dan hanya dengan keasyikan dan imajinasi pula kisahnya yang tak lazim bisa dipercayai. Pi tahu umumnya orang lebih suka penuturan yang masuk akal. Ia tahu orang lebih memilih cerita Pi yang tanpa harimau, meskipun dengan itu tanpa imajinasi, ”kering, tak pakai ragi”.

Tapi baginya ada sesuatu yang lain—dan ini berharga: iman, sebuah ketakjuban terus-menerus, bukan sebuah kesimpulan terakhir.

TEMPO, 15 Maret 2015

PI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 76: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

47 Catatan Pinggir 12

MATI

SAYA tak setuju hukuman mati. Ketika umur saya belum lagi enam tahun, ayah saya dieksekusi pasukan

pendudukan Belanda. Tiap kali tembakan diarahkan untuk mematikan seseorang, ada kerusakan sampingan yang terjadi. Keluarga kami tak menyesal Ayah menemui akhir hidupnya secara demikian—dia bukan penjahat—tapi trauma diam-diam membekas. Meskipun berubah.

Kasus saya tidak istimewa. Beratus ribu, ya berjuta-juta, anak dan ibu Indonesia mengalaminya. Sejarah Indonesia dibangun dari jutaan tembakan dan kematian.

Ada 350 tahun perlawanan terhadap kesewenang-wenangan Kompeni dan tentara kolonial. Kekerasan tak berhenti setelah 17 Agustus 1945. Setelah kemerdekaan dinyatakan, dari Den Haag Hindia Belanda hendak direstorasi dengan kekuatan militer, dan perang gerilya yang melawan itu pun merebak di seluruh Indonesia. Pada 1948, perang itu reda. Tapi selama itu, dan setelah itu, ada kekerasan yang panjang di Jawa Barat dan di Sulawesi Selatan: antara mereka yang mau menegakkan ”Negara Islam” dan tentara Republik yang mempertahankan sebuah Indonesia yang bineka. Ada pula bentrok bersenjata dengan pendukung ”Republik Maluku Selatan” yang hendak memisahkan diri dari Republik, kemudian dengan ”Gerakan Aceh Merdeka” dan dengan ”OPM”. Pada akhir 1950-an meletus ”perang saudara” di Sumatera dan di Sulawesi, dalam peristiwa PRRI dan Permesta. Yang kini diingat dengan

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 77: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

48 Catatan Pinggir 12

pelbagai perasaan dan sikap: pembunuhan besar-besaran yang berlangsung terhadap orang-orang komunis, atau yang dianggap komunis, di paruh kedua tahun 1960-an. Kemudian Indonesia mengambil wilayah Timor Timur dan perang berkobar lagi, sementara teror dan kontrateror mengambil nyawa berkali-kali....

Mungkin sejarah kekerasan yang panjang itu—yang tak dialami Singapura, Malaysia, Swedia, dan Australia, misalnya—ikut membentuk pandangan kita tentang kematian, khususnya kematian yang dipaksakan. Trauma yang terjadi menyebar, tapi justru dengan demikian ia tak lagi luar biasa.

Bahkan mati adalah bagian kehidupan sehari-hari.Ada sebuah esai Geoffrey Gorer dari tahun 1955 yang

menyebut ”the pornography of death”. Di Eropa, khususnya Inggris di zaman Ratu Victoria, kematian tidak hanya dianggap lumrah, tapi juga mengandung keagungan—terutama ketika yang tergambar, seperti dalam karya-karya sastra masa itu, adalah sikap tabah mereka yang berkabung. Ada yang menyebut bahwa Gorer melebih-lebihkan keadaan zaman itu sebagai ”the golden age of grief ”, masa keemasan perkabungan. Tapi yang menarik dari esainya saya kira tetap sahih: dalam abad ke-20, kematian alami bukan sesuatu yang akrab.

Dalam abad ke-20 dan kini, kematian dianggap tak patut dibicarakan di depan anak-anak. Menurut Gorer, tak ada lagi novel yang menggambarkan proses menjelang maut secara grafis. Bahkan ada suatu masa ketika harian Christian Science Monitor menolak memuat kata kematian. Kematian terjadi

MATI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 78: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

49 Catatan Pinggir 12

dalam perang, dalam malapetaka, dalam peristiwa-peristiwa publik, tapi seakan-akan hanya di sanalah manusia menemui ajal. Di sebuah masyarakat di mana wabah tak pernah menjamah, bencana alam sangat jarang, dan orang-orang tua berusia sangat lanjut, kematian adalah sesuatu yang tertutup.

Rata-rata orang di Amerika meninggal bukan di rumah, melainkan di rumah sakit. Jenazah akan diletakkan di rumah jenazah. Kata ”rumah-orang-mati” sejak abad ke-19 diperhalus menjadi morgue. Sanak keluarga, terutama anak-anak, akan datang berkabung dan menengok sesuatu yang sebenarnya disembunyikan seakan-akan sebuah gambar cabul: mayat itu bukan lagi mayat, melainkan tubuh yang dihias dan diberi pakaian rapi. Jasad yang tak bernyawa itu dilulur dengan balsam: sebuah indikasi bahwa kematian sudah jadi tabu, dan tabu—ketika dilanggar—melahirkan pornografi .

Di Indonesia sebaliknya. Kita biasa melihat sanak keluarga yang terbaring sebagai mayat di kamar sebelah. Ia mungkin mati karena demam berdarah, atau karena ketabrak mobil, atau karena ia berada di sebuah lokasi gempa atau tanah longsor. Di Indonesia, satu kalimat sajak Subagio Sastrowardojo lebih berlaku: ”Kematian hanya selaput gagasan yang gampang diseberangi.”

Orang akan berduka, ada trauma, tapi (dan ini saya rasakan dalam keluarga saya setelah Ayah dimakamkan, dan orang berbicara baik tentang almarhum) trauma itu bisa berubah. Rasanya, ”Tak ada yang hilang dalam perpisahan, semua pulih....”

Dalam sajaknya yang lain, Subagio memandang kematian bahkan lebih ringan: ia menyebutnya sebagai ”tidur yang lebih

MATI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 79: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

50 Catatan Pinggir 12

lelap”. Kematian bukan Sang Maut, sebuah kehadiran lain di luar aku, melainkan bagian diriku sebagai proses:

Waktu tidur tak ada yang menjamin kau bisa bangun lagiTidur adalah persiapan buat tidur lebih lelapDiujung ranjang menjaga bidadari menyanyi nina-bobo

Tapi tentu kita tak tahu, begitukah kiranya seseorang memandang akhir hidupnya ketika ia tahu esok hari ia akan dicabut nyawanya di depan regu tembak.

Saya hanya bisa membayangkan rasa ngeri yang tetap tak dapat diabaikan. Kekejaman yang tersirat di dalam pelaksanaan hukuman mati adalah kesewenang-wenangan jika kita melihat betapa ada orang yang merasa mampu memberi keputusan final tentang sifat dan nasib orang lain.

Itu sebabnya saya tak setuju hukuman mati. Tapi saya kira diperlukan sebuah perjalanan sejarah yang baru bagi orang di Indonesia—sebagaimana bagi orang di Belanda dan Australia—untuk menolaknya beramai-ramai. Kita perlu sejarah yang lebih damai, sejarah yang tiap kali meneguhkan keadilan karena menyadari ketidakadilan dengan gampang dilakukan.

TEMPO, 22 Maret 2015

MATI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 80: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

51 Catatan Pinggir 12

O

Aku mau bebas dari segalaMerdekaJuga dari Ida

—Chairil Anwar, 14 Juli 1943

TAPI tak semua orang seperti Chairil Anwar. Tujuh puluh dua tahun setelah sajak itu ditulis, tampak bahwa

ada yang tak mau merdeka, yang takut merdeka, yang lelah merdeka, dan yang menyesali manusia merdeka.

Kini samar-samar mulai tampak apa yang bisa disebut sebagai ”simtom O”.

Setengah abad lebih sebelum terbit novel yang boyak tapi laris itu, Fifty Shades of Grey, dunia buku disemarakkan (atau dihebohkan) sebuah cerita erotik yang seru, Histoire d’O. Dalam segala segi ”kisah O” karya Pauline Reage melebihi fiksi E.L. James, meskipun keduanya berkisah tentang sadomasokhisme, tentang jiwa dan tubuh yang menikmati hilangnya kemerdekaan dan merasa asyik disakiti dan dibelenggu.

Kini kisah kebahagiaan dalam takluk dan menyerah itu bisa jadi sebuah perumpamaan untuk kasus yang lain. Dalam Soumission, novel baru Michel Houellebecq, seorang rektor universitas bernama Rediger membujuk tokoh utama novel ini, François, untuk membaca Kitab Suci dalam bayang-bayang

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 81: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

52 Catatan Pinggir 12

Histoire d’O. ”Puncak kebahagiaan manusia,” kata Rediger, ”ditemukan dalam sikap menyerah secara mutlak.”

Rediger ingin agar François masuk Islam. Dan François akhirnya mengikuti jalan itu.

Novel ini terbit 7 Januari 2015, ketika sebelas orang di kantor mingguan Charlie Hebdo sekaligus dibunuh dua bersaudara yang mengibarkan bendera Islam. Seperti banyak yang lain, Soumission adalah bagian dari pergulatan orang Prancis dengan agama yang merisaukan mereka sejak Voltaire menulis lakon Le fanatisme ou Mahomet pada 1736.

Sebelum Soumission, Houellebecq menulis Plateforme (2001), sebuah novel yang tokohnya, Michel, menyebut turisme seks layak diterima sebagai ”pembagian kerja internasional”. Nasibnya kemudian dientakkan secara mengerikan: Valérie, pacarnya, tewas berkeping-keping bersama 116 pelacur ketika sejumlah pemuda muslim meledakkan mereka dengan bom.

Dan novel ini pun menampilkan percakapan dua orang Mesir yang mengecam kalimat syahadat sebagai ”nonsens”.

Orang Islam marah. Tapi seperti kemudian kita temukan dalam

Soumission, novel ini bukan semata-mata kisah kebrutalan Islam sebagai dilihat orang ”Barat”. Houellebecq bahkan mengecam ”Barat” dengan alasan yang sering dipakai orang dari dunia Islam. ”Aku tak merasa benci kepada Barat,” kata si narator Plateforme. ”Paling-paling aku memandangnya dengan sikap menghina. Aku hanya tahu, tiap-tiap kita penuh dengan egoisme, masokhisme, kematian....”

Bagi Houellebecq, ”Barat” telah salah jalan sejak Zaman Pencerahan. Sejak abad ke-19 itu, manusia melihat diri sendiri

O

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 82: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

53 Catatan Pinggir 12

sebagai makhluk yang merdeka, dan dengan mengandalkan nalarnya lepas dari pangkuan agama. Baik Plateforme maupun Soumission menghadirkan tokoh yang tak lagi memekik ”aku mau bebas dari segala”. Michel dan François justru hidup dalam keadaan letih kebebasan. Mereka menyesali manusia merdeka.

François seorang profesor kesusastraan di Universitas Sorbonne yang hidup menyendiri. Ia tak berteman. Tiap hari ia hanya pulang ke kamarnya di apartemen tinggi untuk menyantap makanan dingin, menonton TV dan film porno. Ia merasa kehampaan yang rutin di sekitar. Para pelacur yang ditidurinya tak menutup kekosongan itu.

Di saat itu, Prancis berubah: sebuah partai Islam, sejenis Al- Ikhwan al-Muslimun yang moderat, menang pemilu. Lambang bulan sabit keemasan dipasang tinggi di gerbang Sorbonne. Perdana Menteri Ben Abbes membiarkan partai-partai koalisi mengambil kursi kementerian lain, tapi meletakkan seorang Al-Ikhwan al-Muslimun sebagai menteri pendidikan. Sejak itu tak ada kebinekaan budaya. Yang ada: disiplin.

Kehidupan Prancis pun pelan-pelan jadi lain. François melihat di masyarakat tumbuh ketertiban dan ketenangan. Adakah Islam sebuah jalan keluar?

Itukah yang hendak ditunjukkan?Houellebecq tak dikenal simpatinya kepada Islam. Tapi

seperti dikatakan Mark Lilla ketika membahas novel ini dalam The New York Review of Books, ada yang tak disangka-sangka dalam Soumission. Sasaran kecaman Houellebecq bukanlah Islam, melainkan Eropa yang memilih untuk memperluas kemerdekaan manusia dengan asumsi dunia akan lebih

O

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 83: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

54 Catatan Pinggir 12

berbahagia.Bagi Houellebecq, justru itulah awal kemerosotan.Ia tentu melihat nasib O dalam novel Pauline Reage bukan

keadaan yang ideal. Tapi ia tak hendak menyalahkan mereka yang kini dijangkiti ”simtom O”—dengan memeluk Islam, atau kembali ke dalam agama apa pun, rela terikat, rela takluk.

Mungkin Chairil perlu dilupakan.Tapi saya ingat Iqbal, pemikir Islam terkenal itu. Ia yakin

Tuhan menciptakan manusia sebagai khalifah-Nya di bumi. Maka manusia merdeka—meskipun tak niscaya berbahagia.

TEMPO, 29 Maret 2015

O

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 84: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

55 Catatan Pinggir 12

LEE

SEORANG pemimpin besar mangkat, Lee Kuan Yew meninggal; setelah itu apa? Mudah-mudahan: sebuah

kursi kosong.Dunia mengakui betapa hebatnya pembangun Singapura

ini: ia meletakkan dasar yang membuat negerinya, bekas koloni Inggris yang kecil itu, yang tak punya sumber kekayaan alam apa pun, dalam 10 tahun terakhir mampu melampaui Amerika Serikat dalam kemakmuran.

Tapi mungkin melihat kemungkinan itulah Lee justru cemas. Ia melihat dirinya bagian dari manusia yang ulung—dan agaknya ia tak salah. Ia yakin benar akan kemampuannya memegang wewenang tanpa harus menanyakan pendapat rakyat. ”Tanpa ragu sedikit pun saya mampu mengatur mereka jauh lebih efektif untuk kepentingan mereka.”

Maka ia membangun politik Singapura sebagai sebuah meritokrasi, bukan sebuah demokrasi. Negeri kecil itu tak hendak dikelola dengan mengikuti suara rakyat, melainkan dengan kualitas pemimpin yang unggul.

Lee: ”Bila orang mengatakan, ’Ah, tanya saja pendapat rakyat!’ itu ocehan kekanak-kanakan.”

Lee tak percaya seorang penjual es tahu konsekuensi dari suara yang diberikannya ketika pemilu. Di masyarakat, orang lebih mendengarkan bujukan berlezat-lezat ketimbang seruan untuk bekerja berat (”more to the carrot than to the stick”). Di masa kampanye, politikus pun tak berani menghardik.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 85: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

56 Catatan Pinggir 12

Dan itu biang sebuah masalah. ”Ketika dibutuhkan kerja yang lebih keras dan untung yang lebih kecil untuk meningkatkan modal, prinsip satu-orang-satu-suara hanya menghasilkan yang sebaliknya.”

Dengan kata lain: demokrasi adalah jalan ke kebangkrutan.Yang tak hendak diakui orang seperti Lee ialah bahwa apa

pun kekurangan sebuah demokrasi, sistem ini bisa jadi proses buat menempatkan seseorang ke dalam kekuasaan. Meritokrasi tak menjelaskan dari mana para pemimpin—manusia yang ulung—datang.

Pada saat yang sama, meritokrasi bertolak dari asumsi dasar bahwa manusia ulung itu langka.

”Aneh, tapi benar bahwa nasib jutaan manusia sering berkisar di sekitar kualitas, kekuatan, dan visi sejumlah kecil yang menentukan...,” kata Lee dalam satu seminar. ”Mereka memutuskan apakah sebuah negeri mencapai kesatupaduan seraya maju dengan teratur, atau berantakan dan merosot jadi chaos.”

Di situ juga awal rasa cemas Lee. Pada 1966 ia mengakui, seluruh pemerintahan Singapura terbangun dari the key digits yang terbatas, dari satu ”lapis yang tipis”. Seluruh tata laksana pemerintahannya berjalan berdasarkan ”kemampuan dan dedikasi” sekitar 150 orang saja. Bila ada yang ingin menghancurkan masyarakat ini, kata Lee pula, tinggal kenali saja orang yang 150 itu dan bunuh mereka. Ketika pada 1971 angka 150 manusia ulung itu jadi 300, Lee berteori tentang satu kemungkinan buruk yang lain: ”Bila ke-300 orang itu berada dalam sebuah pesawat jet jumbo dan jatuh, Singapura akan runtuh.”

LEE

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 86: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

57 Catatan Pinggir 12

Tapi terutama bukan karena kemungkinan bencana macam itu Lee cemas. Ia melihat apa yang negatif dari rasa tenteram. Kian makmur Singapura, kian aman, tenang, dan stabil republik kecil itu, makin terbuka pula pilihan bagi generasi mudanya untuk tak hanya memilih dunia politik jika mereka ingin jadi pemimpin. Apalagi ketika makin tak ada keinginan membuat perubahan politik.

Ketika saya mewawancarainya di awal 1970-an, Lee mengutarakan rasa cemas itu. Yang saya dengar sebenarnya sebuah pernyataan off-the-record, tapi kemudian ia mengemukakannya dalam sebuah pidato di depan kepala-kepala sekolah: ”Problem saya adalah begitu banyaknya sekarang kesempatan membangun karier, dan bila kita tak membuat bidang politik menawarkan insentif yang lebih menarik, orang-orang terbaik kita akan masuk ke bidang manajemen dan eksekutif [di dunia bisnis].” Akhirnya yang akan mengetuk pintu politik hanyalah ”para pemburu karier dengan mutu kelas dua”.

Itu yang dilihat Lee di Eropa Timur di bawah Partai Komunis. Generasi pertama orang-orang komunis siap dipenjarakan Hitler, dan dengan ketangguhan itulah kepemimpinan teruji dan terbentuk. Tapi setelah Partai Komunis berkuasa generasi berikutnya hanyalah mereka yang bergabung ke dalam Partai karena mencari kedudukan.

Padahal seharusnya memasuki bidang politik bukan untuk mendapatkan posisi. ”Ini sebuah panggilan,” kata Lee, ”tak berbeda dengan kependetaan.”

Dari sini tampak, Lee, seperti sering dikatakan, menghidupkan kembali pandangan antidemokratik Plato:

LEE

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 87: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

58 Catatan Pinggir 12

negara idealnya dipimpin raja yang juga filosof yang ditopang satu lapisan ”wali penjaga”. Para ”wali penjaga” ini hidup tanpa harta; hasrat mereka untuk ”lebih” adalah hasrat ke arah keagungan. Dengan itu mereka mengabdikan hidup sepenuhnya bagi masyarakat. Mereka berbeda dengan lapisan sosial yang di bawah.

Pembagian sosial politik itu, juga ketentuan tentang apa yang seharusnya dan yang tidak dalam struktur itu (Rancière menyebutnya partage du sensible), bertolak dengan asumsi bahwa legitimasi kekuasaan para ”wali penjaga” tak pantas dan tak akan digugat. Pandangan Lee, dan agaknya juga Plato, cenderung menafi kan sejarah: ada yang permanen dalam sifat manusia.

Lee menyebutnya ”kebudayaan”. Ketika ia anggap ”kebudayaan Cina” lebih unggul karena sifatnya lebih ”intens” ketimbang ”kebudayaan Hindi” atau ”Melayu”, ia tak melihat bahwa ”kebudayaan” hanyalah jawaban kreatif manusia kepada tantangan yang berubah. Bukan takdir.

Juga bukan takdir sebuah kaum untuk melahirkan kelas pemimpin. Tak ada yang ulung yang kekal. Demokrasi, apa pun cacatnya, tak punya nujum bahwa kekuasaan akan seutuhnya baik dan tak berubah. Di sini memang ada ilusi, tapi tak banyak. Demokrasi bergerak karena tiap kali seorang besar meninggal akan tampak ia hanya penghuni sementara kursi yang kosong.

TEMPO, 5 April 2015

LEE

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 88: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

59 Catatan Pinggir 12

DANTON

BETAPA meletihkannya politik. Terutama bagi mereka yang tak bisa bertahan dalam antagonisme. Menjelang

sore 5 April 1794, di Paris, seorang tokoh revolusi yang kalah dalam pertarungan digiring untuk dihabisi guillotine. Dalam perjalanan ke pemancungan ia berkata, ”Ah, lebih baik jadi seorang nelayan miskin ketimbang ikut campur dalam pemerintahan manusia.”

Danton, pada umur 34 tahun, mati dengan rasa capek politik. Sejak muda ia aktif, dan berkembang dari seorang advokat muda dari perdusunan di Champagne jadi tokoh Revolusi Prancis di Paris—revolusi yang ia kobarkan dan akhirnya membinasakan dirinya sendiri. Bakat terbesarnya menggerakkan massa dengan pidato yang bergelora dan bergema. Ketika pasukan Prusia masuk ke wilayah Prancis untuk mencegah revolusi menjalar ke seluruh Eropa, Danton datang berseru dengan pekik peperangan yang kemudian ditirukan di mana-mana: ”Berani, sekali lagi berani, selalu berani!”

Maka pasukan Prusia pun dipukul balik, dan Prancis baru lahir: sebuah negeri yang bukan milik raja, melainkan milik tiap warga, citoyen, yang siap mempertahankannya.

Prancis dan revolusinya mengukuhkan diri dalam format dan semangat itu. Danton terjun di dalamnya, membujuk atau membakar semangat para warga—dan dengan itu membinasakan musuh. Suatu saat, sekitar 1.400 orang disekap

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 89: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

60 Catatan Pinggir 12

dan kemudian dibantai atas nama rakyat. Danton membantah ia berada di balik pembunuhan itu. Tapi waktu itu ia menteri kehakiman dan ia tak mencegah kekerasan selama tiga hari itu. Bahkan ia mengatakan, ”Aku tak peduli dengan para tahanan itu. Rakyat telah bangkit. Mereka telah bertekad mengambil alih hukum ke tangan mereka.”

Gerak yang gemas rakyat melawan ketidakadilan—dengan kata lain: politik—di hari-hari itu jadi antagonisme yang tak pernah reda. Musuh selalu ada, selalu diciptakan, militansi digembleng, ”Montagnard” melawan ”Girondin”, ”Kiri” melawan ”Kanan”. Retorika jadi buas. Musuh Danton menyebutnya ”ikan gendut yang disumpal” yang harus dirobek perutnya, dan sang orator membalas: ia akan ganyang otak si lawan dan berak di tengkoraknya.

Tapi berbeda dengan banyak orang di masa yang disebut ”Teror” itu, Danton lebih sering hanya melontarkan kata-kata. Ia jarang melaksanakan ancamannya. Dalam hidup pribadinya, ia orang yang hangat, suka bersenang-senang, mau mendengarkan orang lain—dan juga pandai cari celah dalam pergaulan untuk meningkatkan posisi. Ia pintar merayu. Tapi diam-diam ia juga orang yang mudah mengalami depresi dan menyimpan pesimisme tentang masa depan Revolusi. Ia tak amat teguh memegang prinsip: sebagai seorang tokoh Revolusi, ia seharusnya menolak segala bagian Gereja Katolik, tapi ia menikahi Louise dengan pemberkatan pastor. Ke dalam ia lunak, ke luar ia keras.

Danton tahu bahwa politik adalah apa yang ditampakkan ke luar, ke mata publik. Politik perlu pentas. Ketika ia datang untuk mengucapkan pekik peperangannya yang terkenal itu,

DANTON

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 90: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

61 Catatan Pinggir 12

ia mengenakan kostum istimewa: sebuah jas panjang merah darah. Sampai akhir hayatnya ia menyadari perlunya ditonton dan pentingnya penonton. Menjelang lehernya ditebas dan kepalanya lepas disaksikan orang ramai di lapangan eksekusi itu, ia berpesan kepada algojonya: ”Tunjukkan kepalaku kepada orang ramai itu: ada nilainya.”

Kepala yang copot dan berlumur darah itu jauh dari menarik. Danton bukan lelaki rupawan. Di masa kecil, hidup di peternakan kakeknya di perdusunan Champagne, ia beberapa kali terluka: bibirnya robek dan hidungnya retak diseruduk sapi jantan, pipinya berbekas luka, juga pelupuk matanya, diterjang barisan babi. Kemudian cacar menyerangnya. Dengan tubuh tambun dan muka buruk, Danton menemukan kelebihannya dalam hal lain yang juga untuk ditampilkan: kecakapannya berbicara.

”Danton, bibirmu punya mata.”Kalimat itu diucapkan Marion, seorang pelacur simpanan

Danton, dalam lakon Georg Büchner, Kematian Danton (Dantons Tod), yang ditulis pada 1835. Pada umur 21 tahun, dramawan Jerman ini sanggup menampilkan paradoks tokoh Revolusi Prancis itu secara puitis dan mendalam. Kalimat di Babak Ketiga itu, ”bibirmu punya mata”, mengungkapkan bagaimana fasihnya mulut Danton menangkap dan mengungkap keadaan, dan bagaimana pula bibir itu pandai mengeluarkan kata-kata yang mengenai sasaran. Dengan kata lain: kata-kata Danton adalah peranti politik sebagai antagonisme.

Tapi juga kalimat itu menunjukkan sisi lain orang ini: bibir itu menandai sesuatu yang selamanya mencari sasaran untuk

DANTON

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 91: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

62 Catatan Pinggir 12

dikecup dan dikulum—bagian tubuh yang sensual, yang selalu mencari kenikmatan.

Tubuh, bagi Danton yang ditampilkan Büchner, bisa menjangkau dunia lebih pas ketimbang rasio. Ia menghargai tubuhnya, sebagai ia menghargai seorang gadis yang selamanya menari.

Di babak terakhir lakon Büchner, di malam menjelang Danton digiring ke lapangan guillotine, ia mendengar detak jam dengan resah. ”Tiap kali detiknya berbunyi, aku merasa tembok makin menjepitku, sesempit peti mati.... Aku merasa membusuk. Bangkaiku sayang. Aku tutup hidungku dan berpura-pura melihatmu seperti seorang gadis yang berkeringat bau sehabis menari, dan aku memujimu.”

Dalam paradoks antara politik yang terlihat di pentas dan tubuh yang menari sendiri, Danton berangsur-angsur lelah. Sebagaimana tercatat dalam biografinya, ia memang berkali-kali ingin istirahat. Ia ingin kembali ke perdusunan Champagne. Ia ingin jadi nelayan yang tak berpunya.

Yang dilupakannya ialah bahwa nelayan yang miskin itu tiap kali bisa ketabrak dan merasakan sakitnya ketidakadilan. Dan dengan itu politik bergerak.

TEMPO, 12 April 2015

DANTON

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 92: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

63 Catatan Pinggir 12

CACING

”...Diberi hak-hak atau tidak diberi hak-hak... tiap-tiap makhluk... pasti akhirnya menggerakkan tenaganya, kalau ia sudah terlalu... teraniaya oleh suatu daya angkara murka!”

—Bung Karno, Indonesia Menggugat

TIAP kali ada yang berbicara bahwa tak ada yang universal pada manusia di latar yang berbedabeda, tiap kali ada

orang yang mengulang-ulang bahwa ”nilai-nilai kita” berbeda dari ”nilai-nilai Barat” dalam hasrat untuk adil dan merdeka, saya baca kembali Indonesia Menggugat. Kemudian saya baca juga yang lain, misalnya, kali ini, Liao Yiwu.

Pada suatu malam bulan Juni 1989, Liao Yiwu, seorang penyair Cina dari wilayah Sichuan di Tiongkok, terkejut ketika mendengar ribuan mahasiswa yang berhimpun di lapangan Tiananmen, di Beijing—yang menuntut Partai Komunis yang berkuasa agar menegakkan demokrasi—ditembaki tentara.

Malam itu Liao menulis sajaknya, ”Pembantaian”. Pedih dan marah. Ketika sajak itu ia bacakan, terdengar nada nyanyian berkabung, ungkapan ketidakberdayaan:

Tak ada pedang untuk diayunTubuhmu hanya sarung berkarat,Tanganmu guyah. Tulangmu membusuk,Matamu rabun, tak sanggup membidik

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 93: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

64 Catatan Pinggir 12

Liao tak hanya merekam bacaannya. Ia juga membuat sebuah film, Requiem, bersama beberapa temannya, sebagai tanda solidaritas dengan mereka yang terbunuh di Tiananmen.

Dalam The Corpse Walker, sebuah perkenalan dengan Liao dan karyanya, yang ditulis Wen Huang dan diterbitkan Pantheon Books, New York (2008), kita dapat mengetahui apa yang terjadi kemudian.

Liao ditangkap. Di dingin Februari 1990, ketika ia hendak naik kereta api ke Beijing, polisi menyeretnya turun. Enam orang penyair temannya, juga istrinya yang tengah hamil, ditahan. Liao dihukum empat tahun penjara.

Di dalam kurungan itu ia berkali-kali disetrap: dihajar dengan tongkat listrik, ditambat, diborgol seraya diperintahkan berdiri dengan satu kaki berjam-jam. Dalam sel yang terpencil, pernah tangannya dibelenggu di punggung selama 23 hari sampai ketiaknya menderita abses. Dalam keadaan yang tak tertahankan itu ia pernah dua kali mencoba bunuh diri.

Ketika akhirnya masa hukumannya dianggap berakhir, ia pulang ke rumahnya. Istrinya sudah tak di sana lagi, membawa pergi anak mereka. Kartu penduduknya dibatalkan; ia tak bisa dipekerjakan. Teman-temannya, sesama sastrawan, menghindarinya. Yang ada pada Liao cuma sebatang suling yang ia pelajari memainkannya selama dalam penjara. Dengan itu, tanpa pilihan lain, ia hidup di jalanan sebagai pengamen.

Tapi ia tak berhenti menulis. Dari hidup yang gentayangan itu ia menghimpun sajak-sajak yang ditulis para penyair 20 tahun sebelumnya—sajak-sajak yang terlarang. Ketika himpunan sajak itu diterbitkan, ia disekap lagi. Seorang wakil perdana menteri RRT menganggap kumpulan puisi itu,

CACING

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 94: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

65 Catatan Pinggir 12

Robohnya Kuil Suci, sebagai ”usaha berencana menggulingkan pemerintah, didukung kelompok anti-Tiongkok”.

Sejak itu, Liao kian terjepit. Ia mencari sesuap nasi dengan bekerja apa saja. Tapi justru sebab itu ia menemukan wilayah kehidupan yang lebih luas dan sama-sama ringsek—kehidupan mereka yang dikenalnya sejak dalam penjara. Ia mewawancarai mereka satu per satu dan mengumpulkan interview itu dalam beberapa jilid dalam bentuk tanya-jawab: Wawancara dengan Orang-orang di Anak Tangga Terbawah.

Di sini kita akan menjumpai aneka ragam manusia dan kerja yang ditimpa dan ditempa sejarah Tiongkok: pengelola kakus umum, juru tangis perkabungan, bekas tuan tanah, pengikut Falun Gong, penyelundup orang. Mereka bagian diceng, anak-tangga terbawah dalam jenjang masyarakat. Dan terkutuk.

Buku itu, yang mula-mula diselundupkan ke Taiwan dan diterbitkan di sana, kemudian diambil Balai Penerbitan Yangtze, laku keras. Di Tiongkok, orang banyak menyukai kisah-kisah itu—kisah sesama, kisah manusia.

Tapi dengan korban. Meskipun catatan-catatan Liao sudah disaring dan diperpendek, yang berkuasa tetap murka. Wawancara disingkirkan dari toko-toko buku. Editor Balai Penerbitan Yangtze dihukum. Seluruh staf redaksi mingguan yang mewawancarai Liao dan membahas bukunya dipecat.

Tampaknya penguasa, dengan semangat pembebasan modern, komunisme, tak bisa lepas dari sikap bertakhayul lama: bagi mereka, ada yang mengancam keselamatan dalam lembar kata-kata.

Hanya mereka itu lebih berkuasa ketimbang tokoh-tokoh

CACING

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 95: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

66 Catatan Pinggir 12

diceng, yang juga hidup dan terguncang antara takhayul dan komunisme: terjepit kolektivisme lama dan kolektivisme baru, di mana seseorang—sering salah disebut sebagai ”individu”—bisa diperlakukan bak seekor cacing yang mudah diinjak.

Tapi Liao menunjukkan, seakan-akan membuktikan kata Bung Karno dalam Indonesia Menggugat, bahkan dalam keanekaragamannya, si lemah yang seperti cacing pun seperti makhluk umumnya: akan bergerak, ”berkelugat-keluget”, bila merasa disakiti. Tak peduli cacing kiri atau cacing kanan, tak peduli di Timur atau di Barat.

TEMPO, 19 April 2015

CACING

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 96: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

67 Catatan Pinggir 12

GrASS

Lahir: 1927, meninggal pekan lalu.

GÜNTER Grass membaca sajak. Saya mendengarkannya di pertemuan puisi di Rotterdam, Juni 1973. Pelan,

seolah-olah tiap kalimat membebani rahangnya dan membuat wajahnya yang masam bertambah masam.

Nun zogen sie durch die Strassen, 3800 Propheten....

Tak ada melodi. Tapi imaji yang bermunculan dari sajak itu tak mudah saya lupakan (saya masih simpan teks Prophetenkost): belalang yang menyerbu kota, rumah yang kehabisan air susu, rasul-rasul yang dilepas dari kurungan, 3.800 nabi yang menghambur ke jalan, warna abu-abu yang menutupi permukaan dan ”bernama sampar”.

Sebuah sajak pendek, sebuah gambaran tentang adegan yang menakutkan—mungkin tulah Tuhan dari langit—yang seakanakan diambil dari lukisan religius Hieronymus Bosch di abad ke-15. Kesan utamanya visual, ciri puisi Grass sejak ia belajar di Akademi Seni Rupa di Düsseldorf. Warna surealismenya kuat, seperti dalam buku pertamanya, Die Vorzüge der Windhühner (1956): interaksi kata dan gambar yang mencoba merekam mimpi yang aneh. Gambar-gambar Grass adalah goresan fantasi tentang burung dan hewan buas, sajak-sajaknya menghidupkan benda-benda yang dijumpai

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 97: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

68 Catatan Pinggir 12

secara acak, saat yang tak disengaja.Di Rotterdam malam itu Grass membaca beberapa sajak

lagi. Tetap membosankan. Tapi ia tetap mampu menghadirkan apa yang ganjil, gelap, kadang-kadang kalut, ironis, kocak, atau mengusik. Ia seorang Kafka dalam puisi. Ia membebaskan bahasa dari arah yang harus lurus, dari makna yang didikte tujuan, pesan, dan slogan, dari susunan kalimat yang lelah seperti serdadu yang capek karena mengentakkan sepatu terus-menerus.

Dalam sajak Grass, seperti dalam novelnya yang menakjubkan itu, Die Blechtrommel (versi bahasa Inggrisnya: The Tin Drum), hidup dibuat terbiasa dengan hal-hal yang luar biasa—yang sering disangka sebagai dusta. Dalam campuran karya realis dan magis ini, kita menerima Oskar Matzerath, anak yang menolak tumbuh dewasa, dengan suara teriak yang bisa meretakkan cermin, yang selalu siap dengan genderang mainan tapi dengan nafsu syahwat orang dewasa.

”Ketika saya anak-anak, saya pendusta besar,” kata Grass dalam sebuah wawancara. Tapi ia memilih ”dusta yang tak melukai orang lain”—dusta yang kita perlukan untuk mendampingi kebenaran.

Sebab, kata Grass, ”Kebenaran sering membosankan.”Tapi sesekali penyair perlu juga membosankan. Di tahun

2012 Grass menulis Was gesagt werden muss (”Apa yang mesti dikatakan”) dalam koran Süddeutsche Zeitung. Sajak itu membuat heboh karena benar, dan karena buruk.

Ia ingin tak berbohong:

Kenapa aku baru sekarang bicara,

GRASS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 98: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

69 Catatan Pinggir 12

di umur tua, dengan tetes tinta terakhir:bahwa kekuatan nuklir Israeladalah ancaman perdamaian dunia?

Dengan segera, pemerintah Israel marah. Grass jadi persona-non-grata. Masa lalunya digugat: ia pernah ikut bergabung dengan pasukan Waffen-SS di masa Nazi. Tentu saja ia dituduh ”anti-Semit”. Banyak orang yang semula mengagumi pemenang Hadiah Nobel 1999 itu menyalahkannya.

Tapi adakah yang mesti disalahkan? Sajak itu benar. Sudah sepatutnya seseorang mengecam hipokrisi Amerika dan Eropa yang membiarkan Israel menyembunyikan senjata nuklirnya tapi melarang Iran mendapatkannya.

Meskipun demikian, benar saja tak cukup. ”Was gesagt werden muss” diangkat dengan bentuk yang salah. Grass seharusnya menulis petisi, dan bukan sebuah sajak yang buruk, bila ia ingin mengerahkan kata-kata untuk menyatakan sebuah kebenaran dan menyelamatkan kehidupan.

Tapi tampaknya ia ingin menunjukkan ia bisa bikin puisi yang sanggup menggugah dunia, puisi yang juga laku politik. Barangkali ia kadang-kadang lupa: politik yang terbaik ialah politik yang tak dibikin sentimental karena puisi, dan puisi terbaik adalah yang tak direcoki keinginan melayani program politik.

Grass sebenarnya sudah membuktikan itu dengan dirinya. Sajak yang dibacanya di malam itu kuat, justru ketika ia tengah aktif dalam politik mendukung Partai Sosialis Demokrat di bawah Willy Brandt.

Bagaimana ia menjaga demarkasi itu pasti soal yang menarik.

GRASS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 99: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

70 Catatan Pinggir 12

Tapi saya tak menanyakannya ketika kami duduk, minum-minum, di antara para penyair lain yang datang untuk pertemuan internasional baca puisi itu. Bahasa Jerman saya, yang sangat terbatas, hanya dia pahami 10 persen, dan bahasa Jermannya saya pahami 20 persen. Waktu itu dia lebih mencoba sopan dengan menanyakan sedikit-banyak soal Indonesia yang berada di bawah kediktatoran militer, tapi saya tahu ia lebih tertarik kepada India.

Beberapa tahun kemudian, pada usia 85, bisa dimengerti bila ia sesekali terpeleset ke dalam ilusi. Di masa lalunya ilusi itu belum ada, ketika ia mengagumi Gottfried Benn, penyair ekspresionis yang hidup di antara dua perang besar, seorang pendukung Hitler yang kecewa. Bagi Benn, karya seni punya arti yang besar justru karena ia ”secara historis tak efektif”, puisi bernilai justru karena tak punya akibat praktis.

Tapi Grass tak hanya melihat ke arah Benn. Ia juga melihat ke arah Bertolt Brecht, dramawan Marxis yang yakin bahwa karya teaternya bisa ”mengubah kenyataan”. Ada yang mengatakan Grass ingin jadi persilangan di antara kedua pandangan itu. Tapi agaknya bukan sang sastrawan yang menentukan ke sebelah mana novel dan puisinya condong.

Dalam Mein Jahrhundert, Grass menggambarkan per-temuan imajiner antara Benn dan Brecht. Seorang mahasiswa menguping percakapan mereka. Yang ia dapatkan sebuah ironi: kedua sastrawan tenar itu tahu bahwa pembaca, bukan mereka, yang membentuk arah mereka. Selalu ada jarak, selalu ada selisih—dan selalu sang sastrawan tak bisa apa-apa lagi. Mungkin karena di jalan ada suara 3.800 nabi.

TEMPO, 26 April 2015

GRASS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 100: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

71 Catatan Pinggir 12

BANDuNG

PADA umur 12 ia sudah tahu banyak tentang kemarahan. Dengan masa lalu seperti itulah ia datang ke Bandung,

1955. Richard Wright: saksi yang sejak kecil ditindas, seperti penghuni Afrika dan Asia di masa penjajahan, dan pada akhirnya memerdekakan diri.

Di hari itu, di jalan yang dulu disebut Grote Postweg, sastrawan kulit hitam itu melihat sesuatu yang penting dalam sejarah hidup orang semacam dia: ”Yang dibenci, yang dihina, yang dilukai, yang dimiskinkan... sedang bertemu....”

Ia menuliskan frasa itu dalam The Color Curtain, 1956. Dari tiap alineanya terasa Wright yang berharap, merenung, tergerak, dan di sana-sini salah sangka.

Dengan mobil kami melalui gedung konferensi itu dan melihat bendera 29 negeri Asia dan Afrika... berkibar pelan ditiup angin yang lemah; jalan sudah penuh kerumunan, dan wajah mereka yang hitam dan kuning dan cokelat menatap bersemangat ke setiap sedan yang lewat... mata mereka yang sipit mengintip dengan penuh minat untuk bisa melihat... seorang U Nu, seorang Zhou Enlai, atau seorang Nehru....

Di Indonesia, apalagi 60 tahun kemudian, kita tertegun membaca betapa warna kulit begitu mencolok bagi Wright. Tapi tak cuma kita. Seorang wartawan Amerika yang pernah lama di Tiongkok menulis sebuah resensi di The New York Times, 18 Maret 1956: ia menilai The Color Curtain melebih-lebihkan warna kulit sebagai pengikat persatuan bangsa-

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 101: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

72 Catatan Pinggir 12

bangsa Asia-Afrika: ”Mr. Wright... overplays the color angle.”Mochtar Lubis, yang bertemu dan berdiskusi dengannya di

Tugu, menyimpulkan: Wright memang melihat segala sesuatu dengan ”kacamata berwarna”, menelaah banyak hal sebagai persoalan rasial.

Tapi penulis Black Boy itu mungkin tak bisa mengelak dari warna. Baginya, seperti tertera dalam karya otobiografis itu, warna kulit adalah sejarah politik.

Ia anak negro dari Amerika bagian selatan, di Mississippi, di awal abad ke-20, di zaman ketika kulit hitam sama dengan kodrat keledai yang berkudis. Dihina, diperah, disisihkan. Ia anak yang ditinggalkan bapaknya. Ibunya tak punya uang untuk sewa tempat tinggal, tak cukup menyediakan makan.

Lapar, seperti tergambar dalam Black Boy, seakan-akan hadir mengikuti Richard kecil. Pada suatu saat, lapar terasa duduk di dipan tempat ia tidur, menatapnya dengan muka kuyu.

”Tiap kali aku minta makan, Ibu akan menuangkan secangkir teh.” Tak ada roti.

Pada umur 12, aku telah punya sikap hidup yang melekat terus, ...semangat yang membuatku mengerti lebih dalam kesengsaraan orang lain.

Ia pindah ke Chicago, bekerja di kantor pos, kemudian menganggur. Ia mulai dekat dengan Partai Komunis yang membentuk solidaritas orang-orang yang terhina dan kosong perut. Ia merasa tak sendiri. Tapi satu dasawarsa kemudian partai itu ditinggalkannya. Wright, seperti banyak penulis komunis masa itu, menentang tindakan Stalin menghukum

BANDUNG

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 102: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

73 Catatan Pinggir 12

mati tokoh-tokoh Partai yang jadi pesaingnya.Tapi komunisme membuat dirinya jadi bagian sebuah

subyek tanpa batas nasional.Ia meninggalkan Amerika. Ia sudah jadi pengarang yang

dikenal dan hidupnya sangat membaik di Kota New York, tapi ia memilih hidup di Paris, seorang émigré yang berteman dengan Sartre dan Albert Camus. Ia jadi warga negara Prancis pada 1947.

”Kekuatan sejarah yang lebih perkasa membentuk aku jadi seorang Barat,” katanya dalam sebuah ceramah.

Tapi tak jelas apa arti ”seorang Barat”. Wright sadar akan warna kulit dan sejarah hidupnya yang pahit karena warna itu. Ia ikut mendirikan Présence Africaine, sebuah organisasi untuk memperkenalkan karya sastra dan pemikiran para penulis asal Afrika yang hidup di Eropa. Tapi ia tahu, ia orang yang ”tak berakar”—dan tak merasa risau dengan keadaan itu.

Itu sebabnya ia menampik pertalian dengan khazanah nenek moyang. Ia menolak semangat para penulis keturunan Afrika yang menyuarakan ide negritude. Ketika ia mengunjungi Ghana dan kemudian menulis Black Power, 1954, ia tak hendak mencari akar. Ia seperti para penulis Indonesia yang membuat ”Surat Kepercayaan Gelanggang”: tak ingin ”mengelap-elap” hasil kebudayaan lama. Dalam salah satu ceramahnya ia menohok Afrika dengan pertanyaan yang menggugat:

Sanggupkah Afrika mencopot Afrikanisme dari Afrika? Sanggupkah orang Afrika mengatasi sikap sendiri yang memuja nenek moyang?

Seperti Takdir Alisjahbana di pertengahan pertama abad

BANDUNG

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 103: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

74 Catatan Pinggir 12

ke-20, Wright penganjur sikap rasional Eropa: ia tantang orang Afrika untuk meniru Descartes yang meragukan semua yang dilihat dan didengar dan dengan itu ”mengembangkan semangat obyektivitas” dan ”menguasai teknik ilmu”.

Tentu saja ini suara seseorang yang berjarak dari orang yang diajak berbicara, tapi juga suara orang yang sadar dirinya lebih piawai.

Mungkin itu sebabnya para intelektual Indonesia yang ditemuinya selama di Indonesia memandangnya dengan negatif, meskipun mereka orang yang sebenarnya sepaham dengannya. Di majalah Siasat Asrul Sani mencemooh Wright yang tak paham bahwa orang Indonesia—berbeda dengan orang ”Barat”—tak biasa memakai kertas toilet untuk cebok.

Tapi bukan saja kepada Afrika dan Asia Wright menganjurkan rasionalisme ”Barat”. Ia berkunjung ke Spanyol setahun sebelum Bandung: baginya negeri ini mandek di masa lalu. Dalam Pagan Spain, ia melihat kemandekan itu pada 1492, ketika orang Yahudi dan muslim dibasmi dan pemikiran yang bebas dibumihanguskan. Kini yang tersisa hanyalah ”ampas berlumpur paganisme yang irasional”.

Tapi yang menarik, di sini Wright tak mengenakan ”kacamata berwarna”. Di Spanyol yang putih, bukan cuma si kulit berwarna yang dinistakan, tapi juga perempuan-perempuan Protestan.

Ia kemudian ke Bandung. Saya kira ia bisa mengerti: arti antithesis Asia-Afrika yang sebenarnya adalah penindasan di mana saja.

TEMPO, 3 Mei 2015

BANDUNG

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 104: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

75 Catatan Pinggir 12

EKSEKuSI

SEORANG ayah ingin menyaksikan hukuman mati itu dijalankan. Ia ingin melihat seorang pembunuh yang

buas dihabisi: di Aljir, menjelang 1914, satu keluarga petani, termasuk anak-anaknya, dibantai seorang buruh ladang yang juga merampok harta si korban.

Ayah itu pun bangun pagi-pagi dan berangkat menuju tempat eksekusi yang terletak di ujung kota. Kerumunan besar sudah menunggu di sana: orang-orang yang ingin menonton bagaimana guillotine memotong kepala sang penjahat. Tapi ketika ayah itu kemudian kembali ke rumah, tak seorang pun tahu apa yang dirasakannya.

Anaknya kemudian menulis: ”Apa yang disaksikannya pagi itu tak pernah dikatakannya kepada siapa pun. Ibu hanya bercerita, Ayah pulang cepat-cepat, wajahnya mengeriput, tak mau berbicara, berbaring sejenak di amben, dan tiba-tiba muntah-muntah.”

Anak itu, Albert Camus, kemudian jadi penganjur yang meyakinkan agar hukuman mati dihapuskan. Kenangannya tentang kejadian itu, yang terjadi sebelum ia lahir, ditulisnya dalam Réflexions sur la guillotine, satu esai yang paling banyak dikutip kaum abolisionis. Novelnya yang kemudian terkenal, L’Étranger, menggambarkan Meursault yang dihukum mati karena membunuh seorang Arab tanpa berpikir panjang. Dalam selnya, ia teringat apa yang dikatakan ibunya: ”Emak dulu sering mengatakan kita selalu dapat menjumpai sesuatu

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 105: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

76 Catatan Pinggir 12

yang bisa membuat kita bahagia. Di penjara, ketika langit jadi merah dan siang menyelinap ke dalam selku, aku sadar, Emak benar.”

Hidup begitu berharga di tiap detik, hukuman mati memotongnya. Tapi adakah Meursault berpikir demikian tentang orang Arab yang ditembaknya di tengah piknik di pantai itu? Dalam novel ini kita tak menemukan orang yang hampir muntah-muntah menyaksikan orang lain dibunuh. Meursault tampak jauh dari seorang korban yang datang dari asal-usul yang berbeda—dan dengan kematian yang berbeda.

Di sini, ada sikap yang mendua. Kematian memang kesunyian masing-masing. Yang jelas, kekejaman terhadap Meursault seperti tak terkait dengan kekejaman kepada si orang Arab. Dari segi ini, sikap anti-hukuman mati Camus tak tampak memikirkan kematian lain.

Mungkin ia harus berpindah ke latar lain. Meursault dibesarkan di Aljir, salah satu ”kota tanpa sejarah”—dan sejarah bisa berupa eksekusi dalam skala besar. Di Paris, Camus melihat: Prancis modern membuat dan dibuat sejarah dengan eksekusi yang bertubi-tubi.

Revolusi Prancis tak hanya ditandai pemenggalan kepala Raja dan Ratu. Revolusi ini membawa cita-cita yang agung dan kebencian yang eksplosif. Kemerdekaan, kesamarataan, dan persaudaraan antarmanusia begitu berharga hingga Gereja, aristokrasi, borjuasi, orang kaya harus ditiadakan.

Musim panas 1793, ketika perlawanan terhadap Revolusi meledak di Vendée, dari Paris Komite Keamanan Publik mengirim Jean-Baptiste Carrier untuk memadamkannya seraya menjaga Kota Nantes. Maka ia perintahkan para hakim

EKSEKUSI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 106: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

77 Catatan Pinggir 12

agar membersihkan kota dari siapa saja yang dicurigai—bangsawan, pastor, saudagar, dan pejabat. Mereka ini harus ”ditiadakan dalam waktu dua jam”, titahnya.

Penjara-penjara Nantes penuh sesak. Para tahanan kekurangan makanan. Mereka pun dinaikkan ke perahu dan rakit ke Sungai Loire. Dalam empat bulan ada 4.000 orang disingkirkan. ”Akan kita jadikan Prancis kuburan,” kata Carrier, seorang Pol Pot abad ke-18, ”daripada kita tak bisa melahirkan generasi baru dengan cara kita.”

Awal Desember, Kota Lyon mendapat giliran. Hari itu 60 orang dibariskan ke sebuah lapangan di seberang Sungai Rhone, diposisikan di antara dua parit perlindungan, dan dikuburkan dengan serangkaian tembakan. Esoknya 209 tahanan dieksekusi. Dan tak berhenti hari itu. Seorang penulis sejarah mencatat: mayat-mayat terhukum yang membusuk mulai meracuni udara kota. Di musim panas 1794, ada yang menghitung 40 ribu orang ditembak atau dipancung di seluruh Prancis, demi ”keamanan publik”. Demi kelahiran masyarakat yang baru. Demi Prancis yang bersih.

Saya kira itu sebabnya Camus menampik Revolusi dan memilih jadi seorang abolisionis yang menentang hukuman mati.

Tapi baru pada 1981, setelah ia meninggal, hampir dua abad setelah kebuasan Revolusinya, Prancis menghapuskan hukuman mati. Begitu lama orang memperbaiki peradaban. Dan belum bisa ditentukan sudah lahirkah sebuah Prancis baru tanpa kekerasan sejak kaum abolisionis menang. Tak ada kepastian.

Mendengar hukuman mati dijatuhkan kepadanya,

EKSEKUSI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 107: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

78 Catatan Pinggir 12

Meursault menolak ”kepastian yang brutal” yang ditentukan atas dirinya—brutal dan absolut, karena tak bisa digugat dan dikoreksi.

Tapi ”kepastian yang brutal” juga tak bisa diberlakukan pada kasus lain. Pada 2003, di wilayah Colorado, Amerika Serikat, Edward Montour dipenjarakan karena dianggap membunuh bayinya yang baru berumur 11 minggu. Di penjara, ia habisi nyawa seorang penjaga. Ia dikutip Rocky Mountain News 13 Februari 2003: ”Pengadilan tak tahu benar betapa aku tak menghargai jiwa manusia.... Jelas aku akan membunuh lagi jika aku mendapat kesempatan.... Negara dapat membunuhku, aku tak peduli.”

Apa yang harus dilakukan kepada orang macam ini?Memang, pada akhirnya, 2014, satu dasawarsa kemudian,

mahkamah agung Negara Bagian Colorado memutuskan tak jadi menghukumnya mati. Ia dipenjarakan seumur hidup. Montour menunjukkan rasa sesal, dan menghargai bahwa ayah-ibu korbannya memaafkannya. Tapi seorang hakim tak bisa melupakan bahwa orang ini telah membunuh orang lain dengan darah dingin—dan tak ada jaminan tak akan ada lagi pembunuhan....

Saya menentang hukuman mati, dan itu saya nyatakan dengan mudah. Tapi saya tahu tak mudah memberi jaminan dengan menetapkan hidup dan mati di zaman seperti ini.

TEMPO, 10 Mei 2015

EKSEKUSI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 108: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

79 Catatan Pinggir 12

ATHEIS

SEORANG germo, atau sesuatu yang muncul sebagai germo, tapi berpakaian seperti Kolonel Sanders Kentucky

Fried Chicken, bertanya tentang Tuhan. ”Bagaimana rupa Tuhan? Dan apa yang dikerjakannya?”

Dalam Kafka on the Shore (Umibe no Kafuka), novel Haruki Mu rakami, kolonel fiktif itu mengajak Hoshino dari tempat per setubuhan ke tepi hutan. Di situlah ia tiba-tiba mengajukan per tanyaan itu. Hoshino bingung sejenak, lalu menjawab, ”Ja ngan tanya saya. Tuhan ya Tuhan. Ia di mana-mana, mengawasi apa yang kita lakukan, menilai apakah itu baik atau buruk.”

”Kedengarannya seperti wasit sepak bola.””Ya begitu kira-kira....”Kolonel Sanders yang bukan Kolonel Sanders itu tampak

tak yakin persamaan dengan wasit sepak bola itu tepat, tapi ia bi sa mengerti. Baginya, Tuhan tak terlepas dari imajinasi manusia. ”Tuhan selamanya semacam konsep yang luwes,” kata nya. Terutama di Jepang.

Tapi bukan hanya di Jepang. Ketika John Lennon bernyanyi, ”God is a concept by which we measure our pain,” ia agaknya melihat dari zaman ke zaman manusia merasakan kepedihan dan menyeru ke sesuatu yang dianggap sebuah daya yang dahsyat. Tergantung bagaimana keadaan jiwa si penderita, kekuat an itu jadi Sang Pelipur Lara, atau Sang Pengutuk, atau Sang Peng uji.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 109: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

80 Catatan Pinggir 12

Mungkin itu sebabnya Tuhan yang disebut dengan pelbagai na ma—tapi tak pernah dipahami—tak mati-mati. Juga ketika orang berikhtiar membunuhnya (atau ”membunuh-Nya”).

Delapan tahun setelah Partai Komunis berkuasa di Rusia, pa da 1925 sebuah organisasi dibentuk dengan nama yang dising kat jadi ”Liga Atheis Militan”.

Stalin menugasinya ”menyerbu langit”. Sejarawan Daniel Pe ris menggunakan kata itu buat judul bukunya, Storming the Heavens: The Soviet League of the Militant Godless (1998). Dengan memaparkan sejarah ”Liga Atheis Militan” dalam dela pan bab, Peris menunjukkan bagaimana atheisme bermula da ri keyakinan segelintir orang dan berakhir jadi sebuah tong besar yang bocor. Mirip agama, sebenarnya.

Sikap menolak Tuhan itu mula-mula dirumuskan dua-tiga orang pemikir seperti Marx dan Lenin. Ketika Marxisme-Leninisme berkuasa, ide atheisme berkembang di surat kabar Bezbozhnik. Kemudian, karena dukungan penguasa di Kremlin, da lam sedasawarsa ia jadi gerakan yang mengaku beranggota 5,5 juta—dua juta lebih banyak ketimbang anggota Partai.

Dengan semangat misionaris, ”Liga Atheis Militan” menerbit kan koran dan majalah, membuat film, meng-organisasi pa wai, dan mendirikan museum anti-agama di bekas-bekas gere ja. Kompetisi diadakan antara anak-anak yang dibaptis dan yang tak dibaptis. Pameran pertanian diselenggarakan untuk mem buktikan unggulnya ”ladang tak bertuhan”. Wilayah pertanian yang mengembangkan tanaman dengan kaidah ilmu ditunjukkan lebih produktif ketimbang tanah yang diolah dengan iringan doa. ”Brigade tak-bertuhan”

ATHEIS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 110: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

81 Catatan Pinggir 12

dan ”pabrik tak-bertuhan” pun muncul di mana-mana.Tapi atheisme di masa Stalin akhirnya mirip agama yang

di dukung kekuasaan: sebuah keyakinan yang dipaksakan. Seorang penulis komunis yang skeptis menyaksikan perilaku pa ra penyerbu langit itu dan mencemooh mereka sebagai umat ”sek te atheis”. Liga, katanya, ”Mengadopsi semua ciri buruk lawannya dalam hal intoleransi dan fanatisme.”

Akhirnya, mirip agama yang riuh rendah, atheisme terpimpin itu jadi sebuah tong kosong yang nyaring bunyinya, atau le bih tepat: sebuah ukhuwah yang bocor. Ketika Ketua Liga, Ya rov skii, mengatakan semua kota dan desa mengaku ”atheis”, ia ju ga tahu ada kalanya pengakuan itu ”cuma lelucon”. Mereka yang menyatakan diri tak beriman, karena ingin selamat, menyembunyikan Tuhan di lubuk hati. Pada 1928, Menteri Pendidikan Lunacharskii mengakui: ”Agama itu seperti paku, makin dipukul, makin tertanam di kayu.”

Lunacharskii, pengikut Lenin yang akrab dengan seni dan sas tra, mungkin membaca banyak tentang sebuah revolusi dua abad sebelumnya: Revolusi Prancis. Kaum revolusioner di akhir abad ke-18 itu juga memusuhi agama. Mereka mengumum kan rumah ibadat yang tak diubah jadi sekolah akan di han curkan. Katedral Notre Dame diganti namanya jadi ”Kuil Akal Budi”. Akhirnya semua gereja di Paris ditutup.

Tapi rakyat banyak tak hendak mengikuti semua itu. Pemimpin Revolusi mulai menyadari kesalahan yang terjadi. Robespierre mengakui, atheisme itu ”aristokratik”, bukan demokratik. Men dengar suara rakyat, Robespierre tak berniat mematikan aga ma. Maka ia rayakan sebuah ”pemujaan”, le culte de l’Être suprême, di hadapan 10 ribu penduduk Paris,

ATHEIS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 111: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

82 Catatan Pinggir 12

dengan kereta yang ditarik lembu putih dan sebuah patung Atheisme yang di dirikan untuk dibakar.

Tapi tak jelas, adakah Tuhan yang lama diakui kembali. Mungkin akhirnya orang Jepang atau Prancis atau Indonesia ta hu Tuhan tak untuk diakui. Juga tak untuk ditolak. Juga tak un tuk diperbantahkan. Manusia berisik karena ingin mengerti dirinya dan dunia dan butuh percakapan. Dalam novel Muraka mi kita akan menemukan Hoshino—tinggal berdua dengan je nazah Nakata yang tua—akhirnya berbicara kepada batu di rumah itu.

Malam itu semua tanpa bunyi, kecuali erang AC yang di-hidup kan penuh di rumah sebelah. Jam menunjukkan angka sem bilan, lalu sepuluh, tapi tak terjadi apa-apa. Hoshino ingin ti dur dan ia pikir lebih baik tidur di dekat batu, siapa tahu ada se suatu yang terjadi.

”Hai, batu! Aku mau tidur sekarang. Kita ngobrol besok saja....”

Hoshino mendengarkan suaranya sendiri. Batu itu diam. Mung kinkah esok pagi, atau kelak, ia akan menemukan sesuatu yang berbeda untuk mengadu, meskipun tetap tak disahut, mi salnya Tuhan?

TEMPO, 17 Mei 2015

ATHEIS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 112: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

83 Catatan Pinggir 12

TuKAr

UANG bisa mempertemukan pelbagai hal yang jauh dan tak jauh. Saya ingat film The Cup.

Di sebuah biara pengungsian di kaki Himalaya yang sunyi, Orgyen, seorang rahib remaja, mengidap ketagihan satu hal duniawi: ia keranjingan sepak bola. Ketika di Eropa Piala Du nia diperebutkan dan kesebelasan Prancis dan Brasil berlaga di babak final, Orgyen dan temannya, Lodo, mengerahkan teman-temannya seasrama untuk iuran. Mereka ingin menyewa pe sawat TV dan antena parabola dari seorang pedagang India di kampung sebelah.

Iuran terkumpul, tapi uang tak cukup. Orgyen yang keras ha ti itu akhirnya membujuk Nyima, bocah yang baru mengungsi dari Tibet, agar ikhlas menggadaikan arloji pemberian orang tuanya.

Target dana yang dikumpulkan pun tercapai. Bocah-bocah itu berhasil. Mereka bisa mengikuti final Piala Dunia lewat tele visi.

Tapi di tengah riuh rendah penghuni biara, ketika mereka meng ikuti pertandingan di layar TV, Orgyen tak tenteram. Ia me rasa bersalah kepada Nyima. Ia pun kembali ke kamarnya. Anak berumur 14 tahun itu mengambil pisau kuno pemberian ibunya: ia ingin menebus arloji yang digadaikan dengan benda yang berharga bagi dirinya—dengan miliknya sendiri.

Di biara di kaki Himalaya itu, arloji, pisau, antena parabola —benda-benda yang berbeda sejarah dan perannya—

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 113: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

84 Catatan Pinggir 12

bertemu. Mereka saling menggantikan.Kita bisa melihatnya sebagai isyarat tiadanya keterikatan

ma nusia kepada miliknya—sebuah dasar ethis Buddhisme. Ta pi kita juga bisa melihat bahwa yang terjadi adalah pertukaran—tak berbeda dengan yang terjadi di Mall Pondok Indah atau di sisi remang tempat pelacuran. Dalam kegiatan yang di sebut ”pasar”, seks, gaun, buku filsafat, kitab doa, dan potong an rambut dengan cekatan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Semua berada di satu dataran: arena jual-beli.

Pelbagai hal itu dilepaskan dari sifat unik masing-masing; me reka diterjemahkan jadi sesuatu yang ada karena bisa dipertu karkan. Mereka dipasangi pengukur yang berlaku umum di sebuah masyarakat. Semuanya dihadirkan dalam rupiah, dolar, atau dinar. Dengan itulah mereka saling ketemu. Marx be nar: uang membentuk ”persaudaraan” hal-hal yang pada da sar nya mustahil berkaitan—die Verbrüderung der Unmöglichkeiten.

Tapi sebenarnya ada yang lain yang terjadi di luar ”persaudaraan” itu. Uang memutus pertalian. Dalam film The Cup, ia memisahkan Nyima dari arloji yang merupakan bagian hi dup nya sebagai pengungsi, memisahkan Orgyen dari pisau yang di berikan ibunya ketika ia pergi memasuki kehidupan biara.

Uang membuat benda-benda tak istimewa, bisa jadi bagian hi dup siapa saja—sebagaimana halnya uang itu sendiri. Lembar rupiah itu benda yang banal, kertas sehari-hari yang ditemukan di mana-mana, yang sebenarnya kosong; bobotnya ditentukan dari waktu ke waktu oleh orang ramai.

Dilihat secara demikian, uang memisahkan, tapi sekaligus

TUKAR

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 114: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

85 Catatan Pinggir 12

ja di perantara antara obyek-obyek.Syahdan, ada seseorang bernama Li Changgeng. Ia hidup

be berapa dasawarsa yang lalu di wilayah Jiangyou, Provinsi Sichuan, Tiongkok. Saya menemukannya dalam buku yang di su sun sastrawan Liao Yiwu dari wawancaranya dengan orang-orang lapisan bawah yang diterjemahkan dalam The Corpse Walker.

Li Changgeng seorang juru tangis dalam upacara berkabung. Sejak berumur 12 tahun, ia bekerja dengan keahlian itu bersama grupnya. ”Kebanyakan orang yang kehilangan anggo ta keluarganya meledak tangisnya dan mulai meraung-raung ke tika melihat tubuh si mendiang,” cerita Li. ”Tapi raungan me reka tak bertahan lama. Rasa sedih segera akan merasuk ke jan tung, mereka terguncang atau pingsan. Tapi bagi kami, begitu kami bisa mendapat suasana hati yang pas, kami kendali kan emosi dan dengan mudah kami membuat improvisasi. Ka mi bisa meraung lama, selama yang dipesan.”

Lalu tambahnya: ”Dalam upacara pemakaman besar, jika ba yarannya bagus, kami bikin banyak improvisasi untuk menye nangkan hati tuan rumah.”

Tangis, dalam profesi Li, adalah dukacita yang dipisahkan da ri orang yang menangis. Tangis itu telah jadi obyek; ia hanya sebuah komoditas, ekspresi berkabung yang dipertukarkan dengan upah. ”Dukacita” itu bukan datang dari dalam, bukan ke punyaan Li. Bertahun-tahun jadi juru tangis profesional, ia meng akui: ”Lama-kelamaan, kami tak punya perasaan lagi.”

Kalimat yang sama agaknya bisa diucapkan bintang jelita YY atau ZZ, di belakang punggung kliennya, setelah layanan

TUKAR

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 115: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

86 Catatan Pinggir 12

sek sual mereka diterjemahkan ke dalam angka-angka dolar.Dengan uang, semua jasa dan benda seakan-akan

berkembang mandiri, bukan bagian pribadi YY atau ZZ, Orgyen atau Li. Tapi pada saat yang sama, benda dan jasa itu juga jadi datar dan dangkal. Mereka tak punya sejarah lagi; mereka tak membutuhkannya.

Mungkin itu sebabnya masyarakat yang hidup dari uang ke uang adalah masyarakat yang tak perlu kenang-kenangan. Kalau tak salah, itulah yang dimaksudkan Georg Simmel sebagai ”kini yang tak punya dimensi”, ketika ia membahas panjang-le bar hubungan uang, waktu, dan kehidupan.

”Kini yang tak punya dimensi” adalah waktu hidup yang tak punya apa pun yang dalam dan mempesona. Untunglah ma nusia masih punya saat dan tempat di mana ia mengalami ke dalaman ”kini dengan pelbagai dimensi”—misalnya dalam mo men religius dan estetik yang hening.

Sayangnya, momen-momen itu sering berubah jadi ekspresi—baik yang bersifat keagamaan maupun berbentuk seni—yang dipamerkan untuk diperjualbelikan. Ramai, meriah, tapi sebenarnya resah....

Saya ingat The Cup. Di akhir film, Orgyen mendengarkan ce ramah biarawan sepuh seraya melipat kertas ke dalam bentuk teratai. Lambang pencerahan yang tenteram. Saat yang tak ternilai.

TEMPO, 24 Mei 2015

TUKAR

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 116: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

87 Catatan Pinggir 12

INDONESIA

SEORANG dokter kapal menyediakan nama bagi Indonesia. Pada 1861, Adolf Bastian, kelahiran Bremen,

Jerman, berlayar di Asia Tenggara. Ia kemudian menulis sejumlah bu ku. Salah satunya dibaca banyak orang: Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipels, 1884-1894. Dari buku ini nama ”In donesia” mulai menandai kepulauan yang ribuan jumlah nya itu.

Bastian berpengaruh karena ia bukan hanya seorang dokter kapal. Ia lulus ilmu hukum, lulus biologi, ia berminat dalam ilmu yang di zamannya disebut ”ethnologi”, dan ia juga dokter. Bah wa ia jadi dokter kapal, itu tanda keinginannya menjelajahi ba gian bumi yang lain. Pada 1873, ia ikut mendirikan Museum für Völkerkunde di Berlin, dengan koleksi besar karya manusia dari pelbagai penjuru.

Dokter kapal yang tak henti-hentinya mengarungi laut melin tasi batas ini—dan meninggal dalam perjalanan di usia 80 ta hun—yakin bahwa ada yang menyatukan sesama manusia: ”ga gasan-gagasan dasar”, Elementergedanken.

Umat manusia, tulis Bastian, ”Punya segudang gagasan yang dibawa lahir dalam diri tiap orang.” Gagasan elementer itu muncul dalam pelbagai variasinya dari Babilonia sampai de ngan Laut Selatan.

Tapi manusia juga menunjukkan Volkergedanken, gagasan yang dikondisikan oleh ruang hidup yang beragam. Bastian meng gunakan pengertian Volk, atau dalam bahasa Yunani

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 117: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

88 Catatan Pinggir 12

”ethnos”, untuk menyebut kelompok manusia yang dipertalikan ras, adat, bahasa, nilai-nilai.

Bagi zaman ini, theori Bastian tak lagi menakjubkan. Bahkan pengertian ”ethnos”, juga ”ras”, yang jadi tulang punggung theori itu, kini guyah. Tapi bisa kita bayangkan kuatnya gema pe mikiran ini di abad ketika imperialisme membentuk bumi.

Imperialisme, sebagaimana penjelajahan ”ethnologi” (atau ”anthropologi”), mempertemukan manusia dari pelbagai asal-usul, namun pada saat yang sama menunjukkan sebuah jarak—bahkan ketimpangan dan penaklukan. Dalam imperia lis me, sebagaimana dalam karya ethnografis, orang ”Barat” bu kan menemui melainkan menemukan dunia lain—seakan-akan ”barang” itu ada setelah dilihat oleh ”Barat”. Saat itu, ”barang” itu pun beku. Ia berubah jadi ”yang-lain”—sebagaimana dalam dongeng Yunani, manusia jadi batu ketika Medusa me na tapnya.

Peralihan dari ”liyan” jadi ”yang-lain” itulah sendi utama im perialisme. Imperialisme menorehkan sesuatu yang buruk pa da kesadaran: dalam kungkungannya, kata Edward Said, orang jadi yakin bahwa dirinya semata-mata ”putih” atau semata-mata bukan. Imperialisme membuat orang tak sadar bahwa ia bukan hanya satu identitas, bahwa ia juga punya sejarah yang membuatnya tak sepenuhnya ajek, utuh, dan tunggal.

Dalam sejarah itu juga berlangsung dialektik antara temu dan takluk. Orang berada di satu ruang hidup, tapi dalam posisi yang satu tunduk, yang lain bertakhta. Pertemuan bukan lagi pertemuan, melainkan penaklukan. Di ruang politik yang

INDONESIA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 118: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

89 Catatan Pinggir 12

sama itu mereka tak saling menyapa—bahkan dalam hidup sehari-hari.

Dalam A Certain Age, catatan-catatan yang disusun secara me narik oleh sejarawan Rudolf Mrazek dari wawancaranya dengan generasi tua Indonesia, kita tahu bahwa dulu, di kota-kota kita, penduduk Belanda hadir tapi dengan jarak.

”Waktu saya anak-anak,” cerita Nyonya Surono, ”saya tak per nah ketemu orang Belanda di jalan.” Pak Mewengkang ber kisah tentang masa kecilnya di Sulawesi Utara. ”Saya besar di du sun, dan tak ada orang Belanda di sana. Hanya, pada hari Ming gu, kadang-kadang... seorang pastor Belanda datang.” War tawan Rosihan Anwar hanya sedikit berbeda. Di masa kecilnya di Agam, Sumatera Barat, ayahnya kenal orang Belanda: seorang controleur yang datang ke rumah tiap Lebaran. Hanya tiap Lebaran. Si anak cuma boleh melihat dari jauh. Sedangkan Pak Oey, yang besar di Surabaya dan Batavia, cuma melihat orang Belanda di kolam renang.

Wertheim, sarjana Belanda yang dikenal sebagai cendekiawan antikolonialisme, juga mengalami jarak itu. Ia baru tahu ada yang tak beres di sekitarnya ketika pembantunya bercerita bah wa anaknya mati karena tak ada yang mengobati sakitnya.

Zaman itu adalah zaman diabaikannya apa yang universal da lam diri manusia; Elementergedanken Bastian pelan-pelan di lupakan. ”Liyan” tak lagi berarti ”sesama”.

Itu sebabnya racun imperialisme jadi menyengat ketika konteksnya bergeser. Kita ingat riwayat Soewardi Soerjaningrat. Juli 1913 ia menulis di sebuah koran mengecam pemerin tah kolonial yang hendak merayakan kemerdekaan

INDONESIA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 119: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

90 Catatan Pinggir 12

Belanda da ri kekuasaan Prancis. Soewardi mengandaikan diri sebagai se orang Belanda yang tahu diri dan berseru, ”Aku tak akan mem buat pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas ke merdekaannya.”

Sesungguhnya Soewardi menegaskan apa yang universal da lam sesama: semua ingin merdeka, terutama orang-orang jajahan. Tapi itulah yang tak diakui pemerintah kolonial. Soewar di ditangkap. Pada umur 14 tahun, ia diasingkan ke Belan da.

Tapi justru di sana, di negeri dengan kehidupan demokratis itu, ia kian sadar bahwa ”liyan” adalah ”sesama” dan ”sesama” bi sa berarti ”setara”. Dialektik antara temu dan takluk bergerak: sementara di negeri jajahan temu tenggelam oleh takluk, di Eropa yang merdeka takluk tersisih oleh temu. Pembangkangan Soe wardi kian tegas. Perlakuan hukum yang sama di masyarakat Belanda mengukuhkan keyakinannya bahwa mereka yang seperti dirinya bukan hamba. Mereka berasal dari sebuah ke pu lauan yang tak mau takluk dan jadi ”Hindia Belanda”.

April 1917, di halaman Hindia Poetra, Soewardi memilih na ma yang dipakai Bastian bagi tanah airnya. Indonesia: negeri yang dibangun oleh yang universal, untuk semua, dan sekali gus oleh yang berbeda.

TEMPO, 31 Mei 2015

INDONESIA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 120: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

91 Catatan Pinggir 12

CINTA

—untuk Haidar Bagir

CINTA: sebuah pengertian yang selama berabad-abad meng getarkan hati dan membingungkan, sepatah kata

yang dengan mudah pula jadi banal tapi juga bisa membuat orang merelakan dirinya sendiri. Kita tak bisa merumuskannya. Ia bukan bagian dari yang secara konseptual kita ketahui.

”Cinta tak punya definisi,” konon demikianlah kata Ibnu Arabi, sufi dan pemikir kelahiran Spanyol dari abad ke-12, dalam risalahnya, Futuhat. ”Ia yang mendefinisikan cinta berarti tak mengenalnya... sebab cinta adalah minum tanpa hilang ha us.”

Cinta hanya bisa dimengerti sebagai proses. Ia tak pernah bisa dipotret utuh. Seabad kemudian, Jalaluddin Rumi, sufi yang paling masyhur mengungkapkan pengertian itu, menyebut nya Ishq. Cinta adalah ”laut ke-Tak-Ada-an,” kata Rumi. Ta bir kerahasiaan selalu mengerudunginya. ”Apa pun yang kau- katakan atau lakukan untuk menanggalkan tabir itu, kau akan menambahkan selapis tabir lagi di atasnya.”

Agaknya karena itu, dalam ribuan baris masnawi dan diwan nya, Rumi hanya mengemukakannya dalam bentuk nega si, dengan sederet kata bukan: Cinta ibarat ”sebuah pohon yang te gak bukan di atas tanah bukan di atas pokok, bahkan bukan di mahkota Surga”.

Atau ia menjelaskannya dengan menampakkan Cinta

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 121: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

92 Catatan Pinggir 12

sebagai antithesis. Dalam renungan Rumi, Cinta adalah kubu yang berlawanan dengan nalar. Menemui Cinta, kata Rumi, ”In telek lumpuh kakinya.” Sementara intelek atau nalar sibuk me ne rangi ruang dan meraih dunia, Cinta punya hidup dan aktivitasnya sendiri:

Nalar menegakkan pasardan mulai berdagangCinta menyimpan kerjadalam persembunyian

Orang yang mencintai, kata Rumi pula, ”Menemukan tempat-tempat rahasia di dunia yang penuh kekerasan ini.” Di sa na lah mereka ”melakukan transaksi dengan keindahan”.

Tapi itulah yang tak diakui ”Nalar”.

Omong kosong, ujar Nalar.Aku telah berkeliling dan mengukur dindingdan tak kujumpai tempat seperti itu.

Sikap anti-nalar bukan cuma disuarakan para sufi Islam di za man Ibnu Arabi dan Rumi. Di abad ke-20, terutama di Eropa sejak berkecamuk krisis kepercayaan kepada rasionalisme, beberapa pemikir juga menegaskan pertentangan terhadap intelek/nalar itu.

Di tahun 1930-an di Prancis, Bergson mengumandangkan élan vital, dorongan hidup yang terus-menerus mengalir dan tum buh, bukan kehadiran yang statis. Ilmu, yang disusun intelek/nalar, tak akan mampu memahaminya. Nalar mampu

CINTA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 122: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

93 Catatan Pinggir 12

meng analisis, menganalisis berarti mengurai, tapi untuk itu ki ta harus memandang sebuah proses yang bergerak terus seakan- akan mandek. Lagu, misalnya. Intelek bisa mengurai sebuah lagu jadi deretan not, dan dengan cara itu kita bisa menghitung tinggi-rendahnya nada. Tapi dengan demikian lagu itu ha rus diperlakukan sebagai benda yang ”berhenti”; kita tak men dengarkan lagi merdunya.

Baru lagu itu bisa hadir sebagai alun yang bergerak, menggetarkan, jika kita berangkat dengan intuisi, kata Bergson. Ha nya dengan intuisi kita bersua dan menangkap élan vital yang meng gerakkan kehidupan.

Agaknya élan vital itulah yang dalam peristilahan Rumi dise but Ishq, dan dalam istilah yang lebih lazim disebut Cinta.

Ishq anti-mandek. Ia lawan kebekuan. Ia menampik ide yang jadi dogma dan hidup yang diterjemahkan dalam bilangan. Ia menolak akal yang membuat kalkulasi untuk mencapai satu tu juan tertentu. Ia tak patuh kepada ”akal instrumental” yang efek tif buat menaklukkan alam, menjadikan dunia sebagai ob yek, menghimpun modal (”menegakkan pasar”), dan menguasai sesama.

Maka Cinta tak akan bisa hidup bersama perhitungan untung-rugi, tak bisa dipakai dalam siasat politik. Cinta juga tak bi sa menerima doktrin yang membekukan pikiran dan perasaan—doktrin yang ampuh untuk mengukuhkan kekuasaan. Cinta berani lepas dari itu semua. Ia mengembara, mencari te rus- menerus, mencoba memasuki misteri yang dihadirkan Tuhan.

Agaknya bukan kebetulan jika Cinta—yang bergetar di dasar hidup para sufi—terasa intens sebagai perlawanan ketika kekuasaan jadi tujuan hidup orang-orang yang seharusnya

CINTA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 123: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

94 Catatan Pinggir 12

dekat dengan Tuhan.Di abad ke-11 dan ke-12, dari Bagdad sampai dengan

Kairo, para qazi yang jadi hakim agung agama tak jarang menggunakan kekuasaan mereka untuk hidup makmur. Di masa itulah Sa nai, penyair sufi kelahiran Afganistan, menulis Hadiqat al-Ha qiqat (Kebun Kebenaran) dan mencerca hakim agama yang ”menuliskan fatwa menyerukan pertumpahan darah, digerakkan niat keji, kebodohan, dan sifat tamak”. Ia mencaci mereka yang seraya ”menerima suap, menggariskan aturan”.

Perlawanan terhadap kebusukan itu juga yang mendorong sufi seperti Sanai menjauh dari godaan kekuasaan dan melepaskan jabatannya di Istana. Kisah yang lebih terkenal adalah ba gian dari otobiografi Al-Ghazali, Al-Munqidh min al-Dalal (”Selamat dari Sesat”). Dalam Rumi: Past and Present, East and West, Franklin D. Lewis menguraikan dilema yang dialami ulama besar pada abad ke-12 itu: Al-Ghazali menikmati posi si yang makmur sebagai tokoh agama yang jadi pengajar utama Perguruan Nazimiyah di Bagdad, tapi ia juga tahu integri tas dirinya pelan-pelan rusak. Selama hampir enam bulan ia ter ombang-ambing ”antara daya tarik duniawi dan dorongan ke ke hidupan yang kekal”. Akhirnya ia meninggalkan kota besar yang gemerlap itu, Bagdad; ia pergi mengembara.

Ia mungkin bukan digerakkan Cinta seperti Rumi. Tapi ia ta hu Tuhan tak ada di dekat kursi tempat orang pamer kepandai an dan kealiman. Ia juga tahu Tuhan tak dapat dijangkau de ngan nalar laba-rugi; sang sufi memilih sunyi.

CINTA

TEMPO, 7 Juni 2015

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 124: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

95 Catatan Pinggir 12

PIYADASI

DI pilar batu karang setinggi 15 meter itu terpahat 14 titah yang tak mati-mati. Diukir pada abad ke-2 sebelum

Masehi, sabda itu datang dari Piyadasi, atau Devanampiyadasi, ra ja yang membawahkan wilayah yang kini jadi bagian utama In dia.

Hampir semua barisnya mempesona, tapi yang terasa menggugah adalah titah yang ke-7:

Baginda Devanampiyadasi berkehendak semua agama ada di mana saja, sebab semua menghendaki pengendalian diri dan kemurnian hati.... Kemudian diketahui sebutan lain Devanampiya dasi adalah Asoka—nama yang kini praktis terkait dengan ”perdamaian”, penanda yang mengacu kepada tauladan Buddhisme. Ki ta kagum, karena titah itu dari seorang raja yang justru meyakini agamanya sendiri. Baginda Devanampiyadasi menghormati para pertapa dan pemangku rumah tangga dari semua agama, dan ia menghormati mereka dengan berbagai anugerah dan kehormatan. Tapi Baginda tak menghargai anugerah dan kehormatan sebagaimana ia menghargai ini: ketika orang menumbuhkan apa yang hakiki dalam agama. Orang menumbuhkannya de ngan cara yang berbeda-beda, namun semuanya berakar pada pe ngendalian diri dalam bicara, baik ketika memuji-muji agama sen diri, ataupun ketika mengecam agama orang lain.... Siapa pun yang memuji agamanya sendiri, karena kebaktiannya yang sungguh-sungguh, dan mengecam agama lain dengan niat ”Biar ku agung kan agamaku sendiri”, hanya akan melukai agama sendi ri.... Orang harus mendengarkan dan menghargai keyakinan yang dipeluk orang lain. Baginda Piyadasi ingin agar semua orang be lajar bersungguh-sungguh ajaran yang baik dalam agama lain.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 125: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

96 Catatan Pinggir 12

Dibaca di hari-hari ini, ketika kecurigaan antar-agama jadi ke bencian, saya tak tahu bisakah keinginan raja yang baik hati itu bertahan.

Titah Asoka pernah tenggelam selama 700 tahun, sampai pa da 1915, setelah para arkeolog menemukan sebuah pilar yang tersisa yang menyebut namanya. Kemudian Republik In dia mengadopsi lambang perdamaian Asoka yang Buddhis itu ke desain bendera nasional, meskipun mayoritas penduduk ber agama Hindu. Tentu karena maknanya melintasi batas apa pun. Dari Tibet, dan di pengasingannya, Dalai Lama menguta rakan pesan yang sejajar dengan titah perdamaian di pilar ka rang itu.

Tapi jangan-jangan tak ada efek besar yang terjadi. Jangan-ja ngan pesan Piyadasi sederet klise yang mudah disingkirkan. Di awal abad ke-21, persisnya 30 Mei yang lalu, BBC menyiarkan sebuah reportase tentang Buddhisme yang berbeda—yang ke ras dan kelam.

Di sebuah kuil kecil di bagian pinggir Kota Kolombo, Sri Lanka, kita dipertemukan dengan Galagoda Aththe Gnanasara Thero. Di atas jubah warna merah menyala itu kita bertatap an dengan wajah yang angker. Kita segera tahu rahib ini bukan ti tisan Asoka.

Asoka mengirim pesannya ke seluruh penjuru, dengan ba ha sa Brahmi maupun Yunani dan Aramaik, dengan kepercaya an bahwa ada yang akan mempersatukan manusia dalam perbedaan yang besar. Sebaliknya Gnanasara Thero. Ia bersiteguh: Buddhisme-nya adalah nasionalisme dengan dasar ethnis.

Ia orang Sinhala yang merasa jadi ”pribumi” Sri Lanka.

PIYADASI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 126: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

97 Catatan Pinggir 12

Bagi nya, negerinya sedang dihancurkan ”orang luar”—artinya orang Tamil dan muslim.

”Kami mencoba... kembali ke negeri bangsa Sinhala,” kata Gna nasara Thero. ”Kita akan siap berkelahi, sampai itu tercapai.”

Ia pun membentuk BBS, Bodu Bala Sena, organisasi yang se jak 2012 aktif ke jalan-jalan. BBS menyerbu tempat muslim me nyembelih hewan, atau bahkan mendemo sebuah fakultas hu kum karena dianggap hasil ujian telah dipelintir untuk meng utamakan mahasiswa muslim.

Tak hanya itu. Wartawan BBC, Charles Haviland, berkunjung ke kota kecil Aluthgama. Juni 2014, tiga orang tewas sete lah Bodu Bala Sena menyelenggarakan rapat anti-muslim di ko ta itu. Haviland bertemu dengan keluarga muslim yang ru mah nya habis dibakar dan tinggal di gedung sekolah sebagai peng ungsi.

Muslim adalah asing, kata Gnanasara, sambil melupakan bah wa muslim telah berabad-abad berakar di negeri itu.

Tapi BBS juga melakukan kekerasan terhadap orang seagama yang tak sependapat. Vijitha Thero, seorang pendeta Buddha, diculik karena ia menentang aksi-aksi anti-minoritas. Ia dibikin tak sadar dan disunat secara paksa. Ketika pendeta itu meng ungkapkan keluhan masyarakat muslim dalam sebuah kon ferensi pers, para anggota BBS menyerbu. Gnanasara meng ancamnya: ”Jika kau terlibat lagi dengan perbuatan khia nat yang bodoh, kau akan diambil dan dibuang ke Sungai Mahaweli.”

Dan orang pun bergidik: di sungai itu, pada 1989, puluhan mayat terapung-apung setelah 60 ribu oposan pemerintah

PIYADASI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 127: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

98 Catatan Pinggir 12

mus nah.Tampaknya di tiap agama kita ketemu Gnanasara, tokoh

yang beriman—dengan iman sebagai dasar pembersihan dan pe naklukan.

Asoka sendiri bermula sebagai penguasa yang bengis. Seorang pengelana dari Tiongkok, Yuan Chwang, mencatat di ke rajaan India itu ada sebuah penjara yang disebut ”Neraka Aso ka”. Tapi raja ini punya nasib dan pekerti yang lain. Suatu ha ri ia menyaksikan seorang suci yang dihukum di dalam air men didih dan menerima nasibnya dengan tenang. Pada waktu itu pula pasukan kerajaan membantai suku Kalinga habis-habis an. Kekejaman itu akhirnya kesia-siaan dan penaklukan itu ke kosongan—dan sejak itu Asoka berubah.

Ia menemukan apa yang tenggelam di bawah takhta dan naf su berkuasa: sifat sakral dunia sehari-hari. Yang sakral hadir ketika kita merenung, peka, dan bertanya, ”berpikir bukan dalam arti menghitung-hitung,” kata Julia Kristeva, bukan da lam niat menguasai makhluk yang lain. Dan ketika yang sakral kem bali, hidup pun dengan bersahaja disyukuri.

TEMPO, 14 Juni 2015

PIYADASI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 128: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

99 Catatan Pinggir 12

BOCAH

SEORANG bocah menggambar. Ia bayangkan seekor ular san ca menelan utuh seekor gajah. Dalam gambarnya,

sosok gajah itu sudah tak tampak lagi. Yang kelihatan: perut si ular yang menggelembung.

Si bocah pun menunjukkan gambar itu kepada orang dewasa.

Kau tak takut melihat ini, tanyanya. Kenapa harus takut me lihat gambar sebuah topi, jawab si orang dewasa.

Di situlah, sebagaimana diutarakan dalam Pangeran Kecil An toine de Saint-Exupéry, orang dewasa gagal. Mereka tak gen tar, tapi itu karena mereka tak bisa membayangkan sesuatu yang lain dari apa yang kasatmata, yang praktis dan lazim. Mere ka tak betah berbincang tentang ular yang menelan gajah di rim ba yang aneh. Mereka lebih tertarik membicarakan ”jembatan, dan golf, dan politik, dan dasi”.

Imajinasi telah mengering di dunia mereka—sebuah dunia yang terpisah dari kehidupan anak-anak yang berkhayal dan ber main.

Pangeran Kecil dengan lembut mengukuhkan keterpisahan itu: di satu pihak wilayah anak dengan keasyikan dan keindahan yang tersendiri; di lain pihak dunia orang dewasa yang di ben tuk teknologi, uang, dan pertarungan. Buku kecil ini sebu ah kritik. Ia menjauhi kehidupan yang dikuasai rasionalitas un tuk meraih hasil. Saint-Exupéry mengajak kita menyaksikan se buah kehilangan yang bernama dunia modern.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 129: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

100 Catatan Pinggir 12

Kita tak bisa la gi mengatakan bahwa manusia tinggal di dunia secara puitis, ”dichterisch wohnet der Mensch”, untuk memakai ungkapan Hei degger. Tak ada lagi padang pasir tempat kita berjumpa si pa ngeran kecil. Kini manusia menghuni dunia dan ia menghitung.

Beda yang tajam itu pernah dilukiskan Tagore dalam sajak ter kenal ini: ”Nelayan menyelam mencari mutiara, saudagar ber layar mengarungkan perahu, sementara anak-anak menghimpun batu dan menebarkannya kembali....”

”Menghimpun batu dan menebarkannya kembali” adalah ke giatan yang dicerca di dunia orang dewasa, dunia modern, ka rena tak produktif.

Tentu saja Tagore, sebagaimana Saint-Exupéry, tak hendak me nyebut bahwa sebenarnya tak ada batas yang kedap antara du nia yang ”mencari mutiara” dan dunia anak yang hanya bermain dengan batu dan ombak.

Terutama ketika pengertian ”anak-anak” belum tergaris tegas.

Ada masa dan tempat di mana akta kelahiran tak dikenal dan orang tak menandai persis tanggal dan tahun dalam hidupnya. Belum ada sekolah yang menentukan batas umur murid. Belum ada administrasi kota yang meminta kita mengisi formulir untuk KTP. Di dalam lingkungan itu, perjalanan hi dup manusia dari bayi hingga mati ditandai dengan ritus: sunat, potong gigi, pingitan, membunuh hewan buruan. Jarak antara ”masa kanak” dan ”akil balig”” praktis pendek atau berbatas kabur. Apa yang kini dilihat sebagai ”buruh anak-anak” ja ngan-jangan bukan kejahatan, hanya karena tenaga kerja tak dibedakan umurnya dan semua anggota keluarga

BOCAH

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 130: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

101 Catatan Pinggir 12

harus men ca ri nafkah. Di daerah pertanian yang melarat, anak adalah ba gian dari alat produksi.

Dengan kata lain, konsep ”bocah” tak datang sejak awal kehi dupan sosial. Ia sebuah konstruksi masyarakat, sebuah sebut an yang ditemukan sesuai dengan perkembangan sejarah.

Mungkin sebab itu kita tak pernah melihat tokoh anak da lam wayang kulit atau golek, bahkan ketika dalang mengisahkan lahirnya Gatotkaca. Phillipe Ariés, yang menelaah sejarah anak-anak di Eropa, menunjukkan bahwa di sana pun sampai se kitar abad ke-12 seni rupa ”tak kenal masa anak-anak dan tak mencoba menggambarkannya”. Bayi Ismail dari Perjanjian Lama dilukiskan dengan otot perut lelaki dewasa. Bayi Yesus ba ru tampak sebagai bayi di abad ke-14 seni rupa Italia.

Dalam kehidupan sehari-hari, di masa itu, anak memang bu kan kehadiran istimewa yang terpaut di hati. Kematian lum rah. Bocah gampang datang dan pergi. Ariés mengutip Mon taigne, penulis esai termasyhur itu: ”Aku telah kehilangan du a atau tiga anak di masa kecil mereka, bukannya tanpa sesal, ta pi tanpa dukacita yang dalam.”

Baru kemudian, anak-anak mengambil posisi sentral. Di ma sa lalu yang lebih miskin, ketika lampu belum ditemukan dan malam adalah jam panjang yang gelap, anak-anak tidur bersama sekamar dengan orang dewasa. Ketika kehidupan semakin baik, dan kebutuhan semakin beragam, mereka men da patkan kamar sendiri. Pakaian mereka tak lagi hanya miniatur pakaian orang tua. Model baju mereka lain, seperti tampak pa da potret si kecil yang dipasang di mana-mana.

Sejak itu, masa depan tergaris bersama anak-anak.

BOCAH

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 131: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

102 Catatan Pinggir 12

Kindergarten muncul di tiap sudut: persiapan ke tahap pendidikan se sudahnya. Di Indonesia, sejak kelas menengah tumbuh, maja lah seperti Ayah Bunda jadi penting: yang baru jadi orang tua bu tuh bimbingan untuk mengantar buah hati mereka dari awal. Di Jepang, orang tua mendera anak-anak mereka sejak usia dini agar jadi murid yang 12 tahun kemudian bisa masuk ke universitas terkemuka. Harapan dibangun dengan rasa cemas.

Maka sebuah paradoks baru muncul: ketika anak jadi makh luk spesial, mereka juga jadi proyek. Mereka disiapkan ja di penerus orang tua, baik dalam iman maupun harta. Mereka tak dibayangkan mandiri, sebagai pembaharu apalagi pembangkang. Masa kecil yang spontan pun hilang: si bocah tak la gi ”menghimpun batu dan menebarkannya”, melainkan sejak dini berangkat ”mencari mutiara”. Kontrol diberlakukan, dan kadang-kadang tak jelas mana bimbingan dan mana penganiayaan.

”Semua orang dewasa dulu juga anak-anak... tapi hanya sedikit yang ingat itu”—Antoine de Saint-Exupéry, Pangeran Kecil.

TEMPO, 21 Juni 2015

BOCAH

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 132: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

103 Catatan Pinggir 12

GEMBrOT

BUKAN kematian yang membuat seorang penakluk runtuh, melainkan kegemukan. Itulah yang terjadi pada

Raja William ketika ia berusia 59 tahun.Pada pagi di awal September 1087 itu, di sebuah

pertempuran untuk menaklukkan sebuah kota Prancis, Baginda terlontar dari atas kudanya. Perutnya yang membuncit menabrak bagi an depan pelana dan ia tak bisa dengan tangkas menjaga kese im bangan. Ia terjungkal dan tewas.

Masalah yang timbul tak berhenti di situ. Ketika pemakaman dimulai, ternyata sarkofagus batu yang disiapkan untuknya ter lalu sempit. Ketika para padri dan petugas mencoba menjejalkan tubuh gembrot itu agar bisa masuk peti mati itu, perut je nazah meletup. Bau busuk menebar. Para pelayat cepat-cepat me nyelesaikan upacara sambil menahan muntah.

Mungkin sejak itu orang berhenti menghubungkan tubuh besar dengan kewibawaan seseorang—setidaknya dalam kasus William Sang Penakluk.

Berkuasa di Inggris dan Normandia selama bertahun-tahun, mula-mula ia mungkin merasa bahwa tubuhnya yang ma kin memuai punya aura tersendiri. Tapi akhirnya ia juga sadar: ada yang salah dengan kegembrotan itu. Raja Philip dari Prancis menyamakan perut Raja Inggris itu dengan perut perem puan hamil tua. Dan ia tahu itu bukan sebuah pujian. Ia, se orang raja yang buta huruf, mencoba diet dengan ngawur: ia

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 133: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

104 Catatan Pinggir 12

mengganti makanan dengan minuman keras.Tapi ia memang hidup di sebuah zaman dan sebuah

kebudayaan yang memandang gemuk, bahkan gembrot, secara tak konsisten. Ketika bencana kelaparan masih sering terjadi, orang Eropa menafsirkan kegemukan dan pinggang tebal sebagai indikator ketahanan dan akhirnya jadi sebuah prestise. Ma ka ada masanya ketika beruang yang tambun jadi lambang ke kuatan, meskipun kemudian, pada periode lain, lambang ke unggulan yang tepat adalah singa: ramping di pinggang, per kasa di dada.

Tapi juga bisa dikatakan, sebelum abad ke-15 Eropa, ukuran tubuh tak relevan untuk ditampilkan dalam narasi bersama. Se perti ditunjukkan Georges Vigarello dalam (versi Inggris) The Metamorphosis of Fat: A History of Obesity, dalam gambar-gambar yang dibuat di atas permadani di abad ke-11 tentang pa ra pendekar perang yang menaklukkan Inggris, semua tokoh kelihatan seragam dalam ukuran dada dan pinggang—ter masuk William.

Tentu saja itu berubah ketika teknik menggambar berubah dan pengertian perspektif ruang diperkenalkan dan ”realisme” ja di acuan utama. Sampai abad ke-13, penampilan manusia da lam seni rupa Eropa tampaknya tak mempersoalkan perkara ge muk-kurus.

Sangat berbeda dengan citra yang tampak dalam wayang ku lit di Jawa selama berabad-abad. Bentuk dan ukuran badan pu nya sugesti yang lebih jauh ketimbang perkara jasmani. Para ke satria, dengan Arjuna sebagai tauladan, umumnya ramping —bahkan kerempeng. Yang gembrot adalah pihak ”lain”: para gergasi, buto, atau orang sabrangan. Dalam alam

GEMBROT

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 134: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

105 Catatan Pinggir 12

piktorial Ja wa, kurus itu bagus; di dalamnya berlaku bukan semata-mata penilaian estetis, tapi juga moral.

Sebenarnya dalam sejarah Eropa—dan sejarah manusia umum nya—kecenderungan seperti itu juga selalu hadir. Terutama di dunia di mana rohaniwan berpengaruh. Gemuk me nan dai sifat tamak dan doyan. Kita dengan mudah bisa tahu bah wa menahan hasrat dan nafsu adalah tuntutan moral yang ada di mana saja. ”Berhentilah makan sebelum kenyang”, petu ah Rasulullah yang terkenal (meskipun sering diabaikan), tak ha nya berlaku buat orang Islam.

Pada dasarnya agama-agama selalu menyiratkan sikap risau kepada tubuh. Tubuh adalah sesuatu yang harus dicurigai. Me mang dengan demikian diakui yang jasmani punya peran yang besar dalam hidup, namun ada keyakinan dengan mengendalikannya manusia akan jadi makhluk yang selamat.

Dari sinilah kita bertemu dengan pertapaan. Bertapa menun jukkan sikap waswas kepada tubuh dan pada saat yang sa ma menyiratkan tuntutan moral untuk mengendalikannya. Se perti halnya puasa. Dalam arti ini, puasa adalah bertapa dengan cara yang bersahaja.

Upanishad, yang ditulis 800 tahun lebih sebelum agama Kris ten dan Islam, menyatakan bahwa memang ada yang menya tukan puasa dan bertapa: laku menahan diri. Apa yang di ke nal sebagai ”puasa”, anâksayâna (demikian ditulis dalam khan da ke-5), adalah brahmakarya, menahan nafsu dan hasrat. Be gitu pula dengan apa yang dikenal sebagai kehidupan pertapa aranyâna.

Jika ada beda yang besar antara bertapa dan berpuasa, itu ada lah dampaknya bagi kehidupan seseorang. Pada umumnya,

GEMBROT

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 135: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

106 Catatan Pinggir 12

bertapa adalah sebuah transformasi kehidupan. Sementara itu ber puasa selama sebulan umumnya tak mengubah lifestyle.

Apalagi di abad ke-21. Kini orang menahan hasrat makan dan minum—seperti halnya diet—untuk kepentingan yang tak jauh jaraknya dari cermin dan timbangan di kamar: untuk ke sehatan, kecantikan, atau kegantengan diri.

Tapi agaknya pintu perlu dibuka.Di Amerika Serikat, di mana takaran makan dan

minum— da ri popcorn di bioskop dan McDonald’s di sudut jalan—makin membesar dan makin menyebarkan wabah kegembrotan, puasa, dalam pelbagai variannya, bisa punya pengaruh bagi perubahan sosial. Obesitas telah terbukti membebani masyarakat dengan penyakit gula dan jantung yang merenggutkan te naga-tenaga yang produktif dari sekitar kita. Kegagalan menahan hasrat telah terbukti ikut menyebabkan lingkungan han cur, bumi dikuras, dan laut dikalahkan untuk melayani kon sumsi yang tak habis-habisnya meningkat.

Lebih dari seribu tahun yang lalu William Sang Penakluk mangkat; ia dikenang bersama perut gendutnya yang pecah di pe ti mati. Gembrot, di zaman itu, adalah keberlebih-lebihan yang berakhir di kubur masing-masing. Gembrot, di zaman ki ta, tak seperti itu lagi: ia tanda sebuah kekalahan sosial.

TEMPO, 28 Juni 2015

GEMBROT

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 136: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

107 Catatan Pinggir 12

SASTrAWAN

SASTRAWAN, terutama di Indonesia, sering yakin mereka warga masyarakat yang penting—lebih penting

ketimbang karya mereka. Ada ”sindrom pujangga” yang sering berjangkit.

Di masa lalu, ”pujangga” disebut sebagai pemberi fatwa, petunjuk ke pintu kebenaran. Ia diletakkan, atau meletakkan di ri, di tataran yang lebih suci dan mulia dalam fi’ il dan pengeta huan.

Di abad ke-19, Ronggowarsito menamakan salah satu karyanya Serat Wirid Hidayat Jati. Dalam buku kecil itu ia tampak siap memberikan ”hidayah” yang ”benar” kepada pembaca nya. Di abad ke-20, di tahun 1930-an, ketika sejumlah sastra wan memaklumkan pembaruan, ”sindrom pujangga” tak ber ubah. Mereka namakan majalah mereka Poedjangga Baroe. Me reka, terutama Takdir, memandang sastrawan sebagai pelopor dalam kerja membangun kembali masyarakat, dalam ”reconstructie arbeid”.

Tapi kemudian datang Revolusi 1945. Yang dijebol bukan ha nya wibawa pemerintah kolonial. Pemberontakan sosial, kehendak menghabisi aristokrasi atau pangreh praja, yang disebut ”feo dal”, meledak di Sumatera Timur dan di pantai utara Jawa Te ngah. Tahun 1945: sebuah ledakan anti-hierarki.

Sejak masa itulah, sejak generasi sastrawan di sekitar Chairil An war, sastrawan menyebut diri ”penulis”, atau ”penyair”. Kata ”pu jangga” jadi olok-olok. Para sastrawan meletakkan diri

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 137: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

108 Catatan Pinggir 12

setara dengan pembaca mereka. Chairil bersama Asrul Sani dan Ri vai Apin menerbitkan sebuah buku puisi berjudul Tiga Me ngu ak Takdir: sebuah statemen tersirat yang menunjukkan tak ada yang selamanya berada dalam posisi yang menentukan.

Sikap itu tampaknya datang bersama apa yang mereka baca sebagai kesusastraan: karya para penulis dunia yang—setelah konflik-konflik besar di Eropa dan Asia meledak dan membawa korban—melihat kesusastraan gagal menyelamatkan manusia de ngan petuah dan pesan. Para penulis mulai memandang diri sen diri dengan ironis. Seseorang pernah bertanya apa pesan yang hendak diungkapkan Hemingway dalam buku-bukunya. ”Tak ada pesan dalam novel-novel saya,” jawab penulis A Farewell to Arms itu. ”Kalau saya mau sampaikan pesan, saya ki rimkan lewat pos.”

Jawaban itu bukan gurau, bukan pula kerendah-hatian yang pura-pura. Para penulis makin sadar, mereka hidup bersama ke bisuan yang tak bisa diungkai sepenuhnya dalam diri hal-ihwal dunia. Hutan yang majemuk, dusun yang berubah, lampu-lampu kota yang bertebaran, percakapan yang tak selesai, amarah dan kebencian yang terpendam....

Tapi seperti ditunjukkan Rancière (dalam La parole muette), ke bisuan semua itu tak membuat mandul. Karya baru akan ditulis. Dikelilingi hal-hal yang tak bisa terungkai penuh, tiap pengarang, sendiri atau dengan berdialog, selalu akan membuka jalan lain penafsiran. Tak lagi ada yang dengan meyakinkan me ngatakan, aku-sang-pemberi-hidayah.

Juga kata-kata makin jelas ”membisu”: mereka tak dapat meng ungkapkan makna yang seutuhnya transparan kepada sang penulis dan pembaca. Kata ”akanan” dalam sajak Chairil

SASTRAWAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 138: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

109 Catatan Pinggir 12

An war ”Senja di Pelabuhan Kecil” kadang muncul dalam arti ”ka ki langit”, kadang dalam arti ”apa-yang-akan-datang”.

Makna sebuah kata tak bisa dibuat tunggal oleh konsensus—sebab makin tampak konsensus sebenarnya menyembunyikan kekuasaan yang mendesakkan dan membentuknya. Di zaman ketika sastrawan dan pembaca (termasuk kritikus) du duk sama rendah, ”sindrom pujangga” tampak seperti adegan la kon zaman Dardanella: melambung-lambung.

Tapi sindrom itu tak mudah hilang, rupanya. Ia muncul dalam wujud yang lain: sastrawan sebagai pesohor.

Pada mulanya media massa. Koran, majalah, radio, TV bisa mem buat kesusastraan diketahui publik luas, tapi juga membuatnya menyilaukan. Orang menatap, terpesona, tapi juga tak melihat dengan jelas. Media massa cenderung tergesa-gesa dan berbicara kepada orang ramai yang hanya bisa dipertemukan dengan mempercakapkan sesuatu yang bersahaja. Maka dari arus kesusastraan yang muncul adalah sesuatu yang gampang di ingat: tokoh.

Di tahun 1950-an tulisan A. Teeuw tentang kesusastraan In donesia modern diterjemahkan dengan judul Pokok dan Tokoh. Penelaah itu ingin menampilkan ”tokoh” sebagai bagian da ri ”pokok” yang diekspresikan dalam sebuah karya sastra. Ta pi akhirnya ”tokoh” lebih mencuat, ”pokok” menciut. Ter uta ma sejak pelajaran kesusastraan di sekolah tak dibawa untuk menikmati karya dan menelaahnya. Memilih jalan yang gam pang, para guru hanya membawa murid mengetahui na ma, judul karya, mungkin sinopsis.

Maka sastrawan tidak mati, kesusastraan yang mati. Telaah sas tra yang serius kian jarang ditulis. Hampir tak ada

SASTRAWAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 139: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

110 Catatan Pinggir 12

lagi media yang bersedia memuat kritik sastra berhalaman-halaman, seperti dalam majalah Budaya Jaya yang terbit pada 1968-1979; kini hanya berkala Kalam meneruskan tradisi itu, dalam bentuk majalah online. Meskipun tak mudah mendapatkan tulis an yang layak, media seperti itu menyimpan harapan akan bisa me melihara percakapan kesusastraan yang bersungguh-sungguh tentang ”pokok”, seperti di masa 1930-an sampai dengan 1970-an, ketika gagasan dan bentuk ekspresi adalah topik yang dibahas—bukan sastrawan dan kehidupan pribadinya, anek dotnya, atau pertengkarannya (lewat media sosial) dengan sas trawan lain.

Ada kelanjutan antara ”sindrom pujangga” dan ”sindrom pe sohor”. Keduanya meletakkan sastrawan sebagai pusat. Kedua nya tak melihat ada pusat lain: dalam karya. Sastrawan jadi ego yang melambung.

Tapi sementara para pujangga diharapkan berfatwa, para pe sohor diharapkan heboh. Dan kritik sastra pun jadi gosip.

TEMPO, 5 Juli 2015

SASTRAWAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 140: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

111 Catatan Pinggir 12

DON QuIxOTE

SEBUAH olok-olok yang panjang bisa jenaka dan kemudian jadi serius. Olok-olok paling panjang dalam sejarah di tulis

Miguel de Cervantes di Spanyol abad ke-17: tentu saja Don Quixote, novel setebal lebih dari 1.000 halaman.

Menertawai Don Quixote pun jadi kelaziman berabad-abad. Tokoh ini seorang hidalgo, bangsawan kecil, yang jadi majenun karena terlampau banyak membaca cerita kesatria zaman lama. Ia begitu terpengaruh hingga ia ingin berlaku seper ti tokoh-tokohnya. Kita kenal adegan lucu yang termasyhur ini: Don Quixote menaiki kuda kurus yang ia beri nama Roci nan te, memakai panci sebagai tutup kepala, dan menyerang kin cir angin karena ia yakin itulah gergasi.

Cervantes sadar kisahnya kocak. Tertawa pertama kita temu kan di novel itu sendiri di bab ke-9.

Di sana mula-mula disebutkan bagaimana sang pengarang tak bisa menyelesaikan ceritanya: ia tak bisa menemukan bahan tertulis tentang petualangan Don Quixote. Tapi, pada su atu hari, ia berada di alcaná, bagian pasar tua orang Yahudi di Kota Toledo. Ia menemukan seorang anak yang menjual berkas kertas-kertas lama. Tertarik, Cervantes membelinya. Lembar-lembar itu bertulisan Arab. Penuh rasa ingin tahu apa gerangan isi nya, ia mencari seorang morisco untuk menerjemahkannya. Ba ru saja mulai membaca, si penerjemah terkekeh-kekeh....

Tapi bagian ini tak dilanjutkan dengan adegan lucu. Dengan segera lanjutan cerita menukik ke dalam sebuah narasi

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 141: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

112 Catatan Pinggir 12

yang justru minta dihadapi dengan bersungguh-sungguh. Pada berkas kertas itu tercantum: ”Hikayat Don Quixote dari La Man cha, ditulis oleh Sayid Hamid Bin Angeli, seorang sejarawan Arab....”

Don Quixote: sebuah cerita sejarah? Persoalan muncul, dan ja wabnya tak jelas. Dalam bahasa Spanyol-Castilia (setidaknya di abad itu), baik ”sejarah” maupun ”kisah” disebut historia. Cer vantes menggunakan dua arti dan dua sisi itu dengan mena rik—dan mungkin itu sebabnya Don Quixote dianggap mo del novel modern: ia membawakan pelbagai lapisan suara. Jika sejarah adalah ”kebenaran” dan kisah adalah ”fiksi”, Cervantes mendorong pembaca untuk percaya bahwa buku yang diikutinya itu mungkin kedua-duanya.

Tak ada batas yang pasti. Juga akhirnya siapa yang mengarang novel ini? Narasi Don Quixote, sebagaimana tokohnya yang gila, bergerak antara dunia nyata dan yang imajiner, antara fakta yang benar, verdades, dan dusta, mentiras.

Don Quixote sadar bahwa ia ”hidup” dalam fiksi. Di situ pula Cervantes menempatkan Sayid Hamid Bin Angeli yang mis te rius sebagai pembentuk cerita. Sang Sayid juga sebuah am bi guitas: ia dua perspektif, dua wajah. Cervantes menganggapnya orang yang tak bisa dipercaya, sebab ia seorang Arab, dan, kata nya, berbohong adalah ”sifat umum bangsa itu”. Tapi ia ju ga me nilai orang ini ”arif”.

Di jilid kedua Don Quixote, di adegan akhir hayat Don Quixote, Sayid Hamid disebut sebagai pemegang kunci kebenar an riwayat hidup lelaki kurus tua yang sebenarnya bernama Alonso Quixano itu. Orang La Mancha itu wafat seraya me ning galkan keinginan agar tak ada pengarang lain,

DON QUIXOTE

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 142: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

113 Catatan Pinggir 12

”kecuali Sa yid Hamid Bin Angeli”, yang bisa menghidupkan kisahnya kem bali.

Pertalian di antara mereka berdua dikukuhkan, dengan meng harukan, beberapa baris sebelum buku tutup. ”Hanya un tukku Don Quixote dilahirkan, dan sebaliknya, aku dilahirkan untuknya,” begitulah pernyataan sang Sayid di hala man penghabisan buku.

Olok-olok itu tak terasa lagi di sana....Don Quixote terbit pertama kali pada 1601. Jilid keduanya

beredar 15 tahun kemudian, 1615, persis empat abad yang lalu. Jejak sejarah yang mempertemukan Cervantes dan Sayid Hamid yang fiktif itu masih sangat terasa dalam novel yang majemuk ini. Jejak sejarah itu bernama ”Islam”. ”Islam,” tulis Frederick Quinn dalam The Sum of All Heresies: The Image of Islam in Western Thought (2008), ”dulu jadi sebuah topik bukan ha nya dalam tulisan-tulisan politik, agama, dan kebudayaan di Prancis dan Inggris, tapi juga merupakan fokus pengarang besar Spanyol abad ke-17, Miguel de Cervantes.”

Cervantes memang hidup dalam bayang-bayang pertautan dan konflik antara Islam dan Kristen seperti yang tecermin dalam sejarah Spanyol antara abad ke-12 dan abad ke-15. Perang an tara Spanyol di bawah dinasti Habsburg dan Turki di bawah daulat Usmani di abad ke-16 tentu membekas. Kita merasa kannya ketika kalimat-kalimat Cervantes menyentuh tokoh Sa yid Hamid: sikap yang ambivalen.

Kita telah melihat bagaimana Cervantes menyebut sang Sayid bagian dari ”bangsa Arab” yang gemar berdusta. Tapi ia ju ga mengatakan bahwa siapa pun yang menikmati kisah Don Quixote patut berterima kasih kepada Sayid Hamid, untuk

DON QUIXOTE

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 143: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

114 Catatan Pinggir 12

kete litiannya menelaah. ”Ia gambarkan apa yang dipikirkan, ia ungkapkan khayalan, ia jawab pertanyaan yang tersirat, bersih kan keraguan....”

Pada akhirnya Don Quixote memberi makna bukan dengan menggambarkan sebuah kehidupan, melainkan dengan mengekspresikan laku yang menerobos garis-garis demarkasi. Ia majenun, ia tak menghitung untung-rugi, aneh atau tak aneh; ia pem berani. ”Don Quixote melontarkan diri ke dalam aksi, ke dalam lalu, dan membuka diri untuk diolok-olok,” tulis Mi gu el de Unamuno. ”Dengan demikian, dialah salah satu taula dan ke rendah-hatian yang paling murni.”

TEMPO, 12 Juli 2015

DON QUIXOTE

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 144: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

115 Catatan Pinggir 12

NArSISuS

NARSISUS jatuh cinta kepada dirinya sendiri dan tak lama kemudian mati. Pada umur 15 tahun, anak berwajah

rupawan itu dibawa ibunya ke hadapan Tiresias sang penujum.Dalam Metamorfosis, puisi Ovidius yang digubah di sekitar

Ro ma pada abad ke-4 sebelum Masehi, digambarkan peramal yang buta itu mengucapkan sesuatu yang aneh: ”Bila anak ini tak kenal dirinya sendiri, ia akan hidup panjang....”

Syahdan, Narsisus pun jadi lelaki dewasa, dan perempuan dan pria pada jatuh cinta kepadanya. Tapi tak ada yang ia acuhkan. Juga makhluk cantik yang biasanya menggoda: para bida da ri bumi yang berdiam di rimba dan sungai.

Salah satu dari mereka adalah Gema. Pada suatu hari, ia me lihat Narsisus berburu melintasi ladang-ladang yang jauh. Ia terpikat. Ia ikuti lelaki itu ke mana pun dengan sembunyi- sem bunyi. Cintanya membakar diri, ”ibarat api membakar be lerang”, tapi ia hanya diam. Ia tak bisa merayu. Bidadari itu telah dikutuk seorang dewi; ia tak bisa berbicara, ia cuma mam pu mengulang suara orang lain.

Dan itulah yang terjadi ketika Narsisus tersesat. Pemburu itu berteriak: ”Siapa di sekitar sini?” Dari semak-semak Gema pun bersuara, mengulang: ”Sekitar sini?”

Tak bisa lain. Tiap kali Narsisus berbicara, hanya ulangan ka ta-katanya yang menjawab. Sampai akhirnya ia berseru, ”Ma ri, ke sini berdua!”

”Berdua...!” suara Gema terdengar—dengan berbahagia

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 145: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

116 Catatan Pinggir 12

sekali, sebab itulah satu-satunya kalimat yang sesuai dengan ha ti nya. Ia pun muncul dari semak-semak, langsung memeluk Nar sisus.

Tapi laki-laki itu mengelak, pergi.Bidadari itu malu dan sedih dan mengembara jauh.

Tubuhnya jadi kurus, tinggal tulang. Akhirnya, seperti dikisahkan Me tamorfosis, tulang itu jadi batu. Gema hanya hidup sebagai sua ra yang tertinggal—suara yang tak bisa mengungkapkan ke inginannya sendiri.

Memang, Narsisus menyebabkan banyak hati yang patah. Se bab itu dewi Nemesis berniat menghukumnya: sewaktu berburu, lelaki tampan itu diarahkan jalannya. Ia sampai ke sebu ah palung yang bening, dikelilingi lumut dan rumput yang lem but. Kepanasan dari perjalanan dan dirundung haus, Narsisus menelungkup ke arah air, ingin meraupnya. Tapi ketika ia menatap ke palung itu, ”rasa haus yang lain terbangun”. Sebu ah pemandangan memukaunya. Ia kagum dan jatuh cinta kepada apa yang dilihatnya: paras yang sangat tampan. Ia menci um bayangan itu, ia mengulurkan tangannya ke dalam air. Ten tu saja tak ada yang dapat disentuhnya.

Tapi Narsisus tetap menatap. Ia merasa bayangan itu ingin di kecup, ingin membalas peluk, dan selalu bersamanya. Bila ia tersenyum, bayangan itu juga tersenyum. Bila ia menangis, tam pak yang di permukaan air itu menangis.

”Pandir, kenapa kau coba tangkap bayangan yang melin tas, sia-sia? Apa yang kau cari tak ada di mana-mana.... Yang tampak olehmu hanya bayangan bentuk yang di pantulkan: tak ada bagian dirimu yang ada di dalamnya. Ia datang dan tinggal bersamamu, pergi bersamamu, jika kau bisa pergi!”

NARSISUS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 146: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

117 Catatan Pinggir 12

Narsisus pun berangsur-angsur sadar: ia, yang kasmaran ke pada dirinya sendiri, tak tahu apa yang harus dilakukannya.

Dalam putus asa, air matanya menetes. Tetesan itu menggerakkan permukaan telaga, dan bayangan itu lenyap. Ia kehilang an. Ia menanti. Menatap.

Dalam keadaan teramat lelah, ia terkapar di tepi palung itu. Dan datanglah kematian, menutup mata yang indah itu untuk se lama-lamanya.

Dan itulah nujum Tiresias: ketika pemuda rupawan itu menge nali dirinya sendiri, umurnya tak panjang....

Kini, 2.000 tahun kemudian, perempuan, lelaki, bangsa, aga ma, dan entah apa lagi boleh menyimak kisah ini: ”mengenali diri sendiri” (”aku adalah dia,” kata Narsisus memandang ke bayangannya) mengandung ilusi yang serius.

Tapi narsisme biasa menyusup ke dalam diri kita, sering da lam ekspresi yang lamat-lamat: kita merasa berhasil menemukan ”jati diri”, atau kita ingin mendapatkannya seraya terus-me nerus hanya menatap diri. Atau, untuk memakai kata-kata Ovi dius tentang Narsisus, kita menghasratkan diri sendiri.

Perlukah kita katakan, di zaman selfie ini, zaman orang-orang mengabadikan tampang, bahwa narsisme adalah jalan sing kat ke pelbagai kematian?

Sebab wajah yang kita lihat di cermin (dan di kamera) adalah gambar yang menyesatkan. Sejak seorang bocah melihat di ri nya sendiri di sana—dalam ”tahap cermin”, menurut psikoanalisis Lacan—ia sebenarnya hanya, untuk mengulang kalimat dalam Metamorfosis, menangkap ”bayangan yang melintas”. Perspektifnya ”sia-sia”. Bentuk yang dipantulkan

NARSISUS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 147: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

118 Catatan Pinggir 12

kaca itu se benarnya tak menyimpan bagian dari diri kita.Tapi apa boleh buat: sejak kecil kita dibentuk oleh konvensi,

khususnya dalam bahasa dan kebutuhan sementara untuk me-ngu kuhkan ”aku” dan ”engkau”. Akhirnya itulah yang tak kita sa dari menjebak kita: ada subyek, ada obyek.

Kita pun membangun dunia berdasarkan ilusi bahwa ada ”aku” yang utuh, ”mereka” yang pasti. Kita alpa bahwa yang ada adalah, dalam kata-kata Lacan, ”bayang-bayang ego yang ber gerak terus”. Kita lupa, kita bisa mengidentifikasikan sesuatu hanya karena ada ”yang-lain”, yang ”bukan-aku”. ”Anjing” dikenal sebagai ”anjing” karena ia bukan ”kucing”, bukan ”kan cil”, bukan ”macan”.... Tak ada definisi.

Dengan kata lain, anjing dan aku mendapatkan bentuk kare na kami tak sendiri. Narsisme identitas, narsisme ”jati diri”, pa da tiap perempuan, lelaki, bangsa, agama, dan ”aku” apa sa ja, melupakan ini: yang tragis bermula dengan Narsisus yang sen dirian di tepi kolam.

Bahkan ia tak ingin disertai Gema.

TEMPO, 19 Juli 2015

NARSISUS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 148: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

119 Catatan Pinggir 12

TIGA HuruF

TIGA aksara muncul enam kali dalam Quran, Alif Lam Mim—dan orang bertanya-tanya apa artinya.

Tak ada yang tahu. Tafsir datang silih berganti. Ada yang me ngatakan bahwa bentuk tiga huruf itu melambangkan jalan hidup manusia. Ada pula yang membacanya sebagai bagian da ri ”matematika” Tuhan dengan angka-angka.

Saya tak tahu mana yang benar.Saya hanya menyerah. Alif yang bergandeng dengan Lam

dan bergandeng lagi dengan Mim itu agaknya menunjukkan be tapa tak tepermanainya hubungan antara yang maha-tak-ter gambarkan dan bahasa manusia.

Sering dikatakan hubungan itu terjadi dalam wahyu. Wahyu datang dan jadi pengalaman religius yang intens, yang tak da pat diulangi, yang hanya bisa dirasakan sendirian dan mampu mengubah hidup seseorang: ”the individual pinch of destiny”, da lam kata-kata William James. Wahyu turun dan sang pene rima menadahnya dengan gentar gemetar, terguncang terpesona. Tak ada kata-kata.

Tapi tak selamanya. Memang, seseorang yang baru berada da lam sebuah pengalaman religius bisa memilih diam bersama ke takmampuannya bercerita. Atau keengganannya. Tapi kemudian ia merasa perlu memakai bahasa—juga buat dirinya sen diri—agar pengalamannya yang unik itu tak sekadar sekali terjadi dan sudah itu tak bisa ditengok kembali.

Bahasa adalah perekam. Itulah sebabnya puisi digubah,

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 149: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

120 Catatan Pinggir 12

ca tatan harian ditulis, pengalaman dikisahkan. Dengan itu orang ingin menghadirkan kembali apa yang dialami, meskipun tentang hal yang sebenarnya tak dapat dihadirkan kemba li. Jalaludin Rumi pernah mengatakan ada ”rahasia yang tak ter ungkapkan” dan itu adalah Cinta, tapi pada saat yang sama ia menulis berpuluh baris tentang ”rahasia” itu.

Dengan kata lain, ada ”rahasia yang tak terungkapkan” namun yang terasa mendesak agar diungkapkan. Ada cinta yang iba rat lautan tak bertepi tapi kemudian direnungkan dan dinilai kembali. Ketegangan selalu terjadi dalam diri seseorang yang berada dalam hubungan yang akrab dan bergelora, baik de ngan seseorang maupun dengan Tuhan. Sang pencinta tahu ka ta-kata tak mampu menguraikan kegandrungannya, namun ternyata ia perlu bahasa untuk merekonstruksi dan ”membaca” kegandrungannya sendiri itu.

Mirip ketika kita terbangun dari tidur yang lelap dan mencoba menyusun sebuah narasi yang utuh dari kegalauan mimpi.

Dalam menyusun narasi itu—dalam ”membaca” itu—kita se sungguhnya membuat tafsir. Kita meninjau pengalaman kita de ngan interpretasi. Tiap penerima wahyu melakukan itu. Ia gen tar, gemetar, dan terpesona, tapi ia tak mau terus-menerus bi ngung. Wahyu itu pun jadi teks, dan teks itu disertai sebuah ta’wil.

Tak selamanya ta’wil itu membuat yang diinterpretasikan ja di transparan. Kita ingat tiga huruf itu: Alif Lam Mim seakan- akan sebuah gudang perbendaharaan ilmu yang tak kunjung ki ta dapatkan kunci pembukanya. Tak ada kamus, juga perbendaharaan kata para sufi, yang bisa menerjemahkannya.

TIGA HURUF

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 150: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

121 Catatan Pinggir 12

Ada sebuah telaah tentang kamus para sufi di zaman awal Is lam. Saya menemukan satu kutipan dari Rűzbihân. Sufi dari Shi raz, Iran, di abad ke-12 ini terkenal dengan ungkapan-ungkapannya yang seperti prosa liris yang bergelora, shathiyyât. Ia diejek sebagai Doctor Ecstaticus, tapi ia memang yakin ada kata-ka ta tertentu yang jadi ”wahana bagi rahasia-rahasia”, kata-kata yang ”digetarkan oleh cahaya”. Di sana, menurut Rűzbihân, ter kandung ruműz dari ”khazanah titah Ilahi yang sayup-sayup lembut”.

Dalam tradisi mistisisme masa itu, hanya orang-orang tertentu yang dapat menangkap isyarat Tuhan. Sebuah hierarki pun terbentuk: di tingkat atas sekali sang Guru, dan di lapis ber ikutnya, secara berjenjang, mereka yang berbeda-beda da lam pengalaman dan kapasitasnya bisa akrab dengan isyarat Ilahi.

Kini, hierarki itu mudah digugat. Islam tak mengakui kelas ”kependetaan”, meskipun terus-menerus dirundung kecenderungan itu. Semangat sufi pada hakikatnya egaliter, sebab da lam iman dan dalam pengalaman religius tak ada pengukur un tuk membuat peringkat.

Lagi pula masalahnya mungkin ada dalam sifat bahasa—khu susnya bahasa yang lazim kita temui dalam kitab-kitab suci, yang berbicara dengan energi puitik. Puisi mengakui, kata- kata tak pernah memadai untuk mengungkapkan pengalaman yang terdalam, apalagi kata-kata yang sudah diulang-ulang orang ramai. Para penyair, Roestam Effendi dan Chairil Anwar, misalnya, terkadang merasa perlu menciptakan bentukan kalimat dan kosakata baru. Tapi puisi mereka juga tak bisa meng elak sama sekali dari bahasa yang tumbuh secara

TIGA HURUF

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 151: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

122 Catatan Pinggir 12

sosial. Da lam pergulatan antara bahasa privat dan bahasa publik itu lah puisi sering mengejutkan, kadang aneh dan sulit—seba gai mana bahasa kitab suci. Tapi energi puitik tak membuat kitab su ci, atau buku sajak, jadi seunggun teka-teki yang bisa dipe cah kan dengan prosedur analisis.

Alif Lam Mim. Rasanya ini juga bukan teka-teki. Rasanya ini sentuhan yang ”sayup-sayup lembut” untuk kembali ke dalam pengalaman religius. Rasanya tak dibutuhkan seorang aulia buat mengungkapkan makna yang benar dari tiga huruf ini, sebab apa yang akan diungkapkannya akhirnya toh juga sebu ah interpretasi.

Seorang teman mengutipkan kalimat seorang penelaah Qur an: al-wajh al-akhtar li al-nass. Interpretasi adalah sisi lain teks: dua belahan dari sebuah pengalaman religius yang tunggal. Tak ada teks yang tak diinterpretasikan. Tak ada interpreta si tanpa sejarah. Tak ada seorang besar atau kecil yang menafsir dari luar ruang tertentu, waktu tertentu. Tak ada yang tak harus disertai kerendah-hatian.

Alif Lam Mim. Ia mengingatkan, kita bukan pikiran yang sepenuhnya mengerti.

TEMPO, 26 Juli 2015

TIGA HURUF

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 152: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

123 Catatan Pinggir 12

LEBur

Ah, Tuhan, tak bisa kita lagi bertemudalam doa bersama kumpulan umat

—Sitor Situmorang, ”Cathedrale de Chartres”

MUNGKIN ia menginginkan keheningan. Tapi bisakah ia lepas ke dalam sunyi, menyingkir dari ”doa bersama

kum pulan umat”, di dalam katedral dengan arsitektur gothis yang mengagumkan itu, tempat jemaat, peziarah, dan turis ber datangan? ”Keagungan yang tanpa nama ini, keagungan di atas segala hal ini, rimba batu yang lebat dan tembang yang penuh cerita besar ini...”—Orson Welles menyanjung bangunan dari abad ke-12 itu, yang ia jadikan latar bagi film besar ter akhir nya, F for Fake. Sang sineas hanyalah salah satu dari jutaan pengunjung yang terpesona.

Sungguh tak mudah untuk hening. Katedral dan gereja adalah ekspresi agama sebagai lembaga yang membentuk orang jadi umat. Umat adalah identitas yang tampaknya saja sta bil, tapi sebenarnya bisa berubah-ubah—kadang-kadang se bagai sebuah persaudaraan, kadang-kadang sebuah kesatuan dalam pa sukan, kadang-kadang sebagai sebuah kelimun. Sewaktu-wak tu, kelimun, crowd, yang berkumpul tanpa bentuk yang jelas, bisa berubah jadi gerombolan, sebuah kolektivitas yang me lahirkan energi. Apa pun bentuknya, di dalamnya, nasib bu kanlah ”kesunyian masing-masing”, untuk memakai

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 153: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

124 Catatan Pinggir 12

kalimat Chairil Anwar. Nasib, dalam kolektivitas itu, adalah derap se buah parade, empasan sebaris gelombang.

Imaji yang tajam, ekstrem, dan mengejutkan tentang perubah an identitas umat itu kita temukan dalam sajak terkenal Ren dra, ”Khotbah”.

Adegan: di suatu Minggu siang yang panas, di sebuah gereja yang penuh. Jemaat duduk berdesak, menatap ke arah mimbar. Seorang padri muda yang rupawan berdiri di sana, ”matanya manis seperti mata kelinci”, kedua tangannya ”bersih dan halus bagai leli”. Ia feminin, ia memikat.

Tapi ia juga hadir sebagai sebuah kontras di depan orang-orang yang berderet itu. Menghadapinya, jemaat pun berubah. Me reka bukan lagi sebuah persaudaraan, melainkan lebih seperti sebuah gerombolan. Sang padri makin tampak bukan ba gian dari mereka, terutama ketika suaranya terdengar menginginkan misa itu batal, kumpulan itu mencair, tak terjadi. ”Se karang kita bubaran,” katanya. ”Hari ini khotbah tak ada.”

Tapi orang-orang itu tak mau bergerak.

Mata mereka menatap bertanya-tanya.Mulut mereka mengangaberhenti berdoatapi ingin benar mendengar.

Bagi orang banyak itu, doa tak lagi merupakan ekspresi ataupun keinginan. Doa yang khusyuk bertaut dengan hening. Orang-orang itu justru ”ingin benar mendengar”, menghendaki bunyi. Mereka bahkan membangun bunyi:

LEBUR

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 154: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

125 Catatan Pinggir 12

”dengan se ren tak mereka mengesah”.Bunyi—bukan suara. Suara adalah sesuatu yang datang

dari makhluk hidup dengan lapis-lapis kesadarannya. Bunyi da tang dari zat dan benda-benda.

Tapi padri itu memahaminya lain. Orang-orang itu mengingin kan ”pedoman”, demikian kesimpulannya, dan itu ber arti memerlukan sebuah komunikasi antara kesadaran yang sa tu dan kesadaran yang lain. Kesalahan mereka, menurut padri itu, adalah tak mau mengaktifkan kesadaran mereka sendiri. Me reka ”sekelompok serigala yang malas dan lapar”.

Dan ia, yang melihat dirinya sebagai sang pemberi pedoman, tak punya banyak pilihan. Ia pun menyampaikan khotbah.

Tapi dengan demikian, ia sebenarnya menyerah. Ia mengikuti hasrat orang banyak itu. Ia tak lagi sebuah kontras nun di atas mimbar. Ia meleburkan diri ke dalam energi dalam kolektivitas itu. Berangsur-angsur, ”pedoman” yang diberikannya ber ubah: dari suara menjadi suara yang bercampur aduk dengan bunyi.

Kepada kaum lelaki yang suka senapanyang memasang panji-panji kebenaran di mata bayonetnyaaku minta dicamkanbahwa lu-lu-lu, la-li-lo-lu.Angkatlah hidungmu tinggi-tinggiagar tak kaulihat siapa yang kaupijak.Kerna begitulah li-li-li, la-li-lo-lu.

Sajak ini, dengan suspens yang memukau, kemudian mengisahkan bagaimana orang banyak itu menyambut dan

LEBUR

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 155: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

126 Catatan Pinggir 12

meni rukan bunyi yang datang dari mulut sang padri. Suara mereka ber satu, sambil mengentakkan kaki ke lantai. Ra-ra-ra. Hum-pa-pa..., ketika sang padri menyatakan bahwa ”kebijaksanaan hi dup adalah ra-ra-ra, ra-ra-ra, hum-pa-pa...”.

Tak ada arti. Tak ada arahan. Tak ada pedoman.Berangsur-angsur, bunyi dengan rima dan tekanan

yang ber ulang-ulang itu memperoleh daya hipnotis, seperti tetabuhan yang membikin pemain kuda lumping trance dan memper oleh energi yang tak lazim. Sajak ”Khotbah” diakhiri dengan se buah communion yang radikal: gerombolan jemaat itu makin agresif. Mereka bergerak, mendesak, dan merusak gereja. Akhir nya, mereka mencincang dan memakan tubuh sang padri....

Fantastis. Rendra, dengan sajak ini, menghadirkan imaji-ima ji yang brutal dari sebuah kekuatan yang destruktif: apa yang semula merupakan kontras akan segera lenyap. Sang padri yang lembut, yang ingin ”kembali ke biara, merenungkan keinginan Ilahi”, tak ada lagi. Ia, yang semula berdiri di mimbar un tuk menegakkan peradaban dan kesadaran, luruh, dan jadi ba gian dari orgy yang penuh nafsu, dinikmati dan menikmati, ber sama umat yang dengan seketika berubah jadi puak serigala. Jadi kolektivitas yang ganas....

Ah, Tuhan. Tak bisa kita lagi bertemudalam doa bersama kumpulan umat.

(Di katedral tua itu, dalam keagungan yang tanpa nama itu, seperti dalam semua ruang dan waktu di mana Tuhan dimu liakan, seperti dalam tiap agama, orang sebenarnya bisa

LEBUR

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 156: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

127 Catatan Pinggir 12

me milih: ia akan membiarkan diri lenyap dalam kekhusyukan yang tanpa-aku, atau akan meleburkan diri dalam kumpulan yang hingar, sebuah ”kami” yang tanpa-aku.)

TEMPO, 2 Agustus 2015

LEBUR

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 157: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

128 Catatan Pinggir 12

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 158: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

129 Catatan Pinggir 12

GuruN

DI sebuah gurun pasir, seorang gembala menyingkir dari ke marahan seorang nabi. Dalam kisah terkenal

Jalaluddin Rumi ini—dalam kitab Masnawi—Musa mendengar doa yang aneh dari mulut gembala itu: ”Oh, Tuhan, di manakah Kau? Bolehkah aku jadi sahaya-Mu, menjahit kasut-Mu dan me nyisir rambut-Mu? Bolehkah aku mencuci baju-Mu dan mem basmi kutu-Mu dan membawakan-Mu susu?....”

Bagi Musa, doa yang terlampau bergelora itu awal kekafiran: menyamakan Tuhan dengan manusia yang butuh air susu adalah sikap yang kurang ajar.

Maka Musa berteriak: ”Sumbat mulutmu dengan kain!.... Ka lau tak kauhentikan tenggorokanmu memuntahkan kata- kata seperti itu, api akan datang dan membakar orang-orang....”

Mendengar itu si gembala berhenti berdoa. ”Ah, Musa, telah kaubakar sukmaku dengan penyesalan....”

Ia pun merobek gamisnya dan seraya napasnya melenguh da lam, ia menengok ke ujung gurun dan dengan seketika pergi.

Di saat itu, demikian dikisahkan Rumi, Tuhan menegur Mu sa: ”Telah kaupisahkan hamba-Ku dari Aku. Engkau datang untuk merukunkan, atau untuk meretakkan? Jangan kau me misah-misahkan; hal yang Aku benci adalah perceraian. Te lah Kuberikan kepada tiap orang bentuk ekspresi yang tersen diri.... Aku tak bergantung pada kemurnian maupun

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 159: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

130 Catatan Pinggir 12

najis, tak bergantung pada kemalasan maupun kegairahan sembah yang.”

Mendengar teguran Tuhan, Musa bergegas lari ke tengah gu run mengejar sang gembala. Ketika mereka bertemu lagi, sang Nabi memberitahukan kabar gembira itu: ”Sudah datang per kenan Tuhan: kau tak perlu mencari aturan atau cara untuk sem bahyang. Ungkapkan saja apa yang dikehendaki hatimu.”

Tapi—dan ini yang tak disangka-sangka dari dongeng Rumi ini—sang gembala menjawab: ”Ah, Musa, aku telah melam paui itu: aku kini tenggelam, berendam, dalam air mata ta ngisku.”

Sang gembala tak hendak kembali ke dalam acuan Musa. Na bi itu tetap bertumpu pada ”perkenan”, perizinan, sabda. Dengan kata lain: rumusan hukum. Sang gembala lebih menyukai keakraban yang total dengan Tuhan yang dicintainya. Mas nawi Rumi tampaknya menunjukkan bahwa Musa—yang dalam Alkitab dikisahkan sebagai penerima 10 Aturan Tu han—tak memahami sepenuhnya apa yang dikatakan Tuhan: ”Mereka yang memperhatikan aturan berbicara dan berperilaku adalah satu hal; mereka yang terbakar oleh cinta [kepada Tuhan] adalah hal lain.”

Sang gembala tak mau menyerah kepada jalan yang dianggap linear: hukum. Ia memilih tinggal di gurun. Di tengah ben tangan pasir dan batu karang itu, batas-batas tak jelas. Juga tak penting. Garis lurus bisa ditarik tanpa ada barat atau timur. Ke arah mana menghadap Tuhan? ”Di dalam Ka’bah,” tulis Ru mi, ”perlukah kepastian kiblat?”

Saya pernah membaca sebuah pembahasan yang menganggap gurun dalam bagian Masnawi ini sebagai sebuah

GURUN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 160: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

131 Catatan Pinggir 12

kiasan yang penting ketika berbicara tentang iman—yang sering dise der hanakan dan disebut sebagai ”agama”.

Beberapa ratus tahun setelah Rumi, Derrida menampilkan lagi imaji itu. Dalam La Religion, ketika membahas pengalaman religius manusia, ia menyebut ”gurun di dalam gurun”: keti ka manusia mengalami secara total ”ketiadaan”, ketika aku, dalam pengalaman mistis itu, seakan-akan hilang tanpa jejak, le bur dalam haribaan Yang Lain.

”Gurun di dalam gurun” itu, sebagaimana umumnya agama-agama, mengandung janji, pengharapan yang ”messianik”: nun nanti di ufuk sana, di bawah kaki langit, ada Yang Lain ke ma na kita tabah dan tawakal akan sampai. Tapi janji itu tak bi sa digambarkan lebih dulu. Ia mengisyaratkan sesuatu yang tak terhingga.

Bersama itu, ”gurun di dalam gurun” itu juga khôra: ”tempat” yang bukan tempat, sesuatu yang sama sekali berbeda dari apa pun. Dengan kata lain, dalam iman selalu terkandung halhal yang tak bisa diringkas tapi memanggil kita untuk terus-me nerus mencari. Bersama itu pula kita mengenal dan menghargai apa yang mustahil namun bernilai—misalnya janji Keadilan yang akan datang.

Dengan demikian iman mengandung keberanian—yang umumnya pudar ketika diringkus jadi sebuah sistem dan ditertibkan dengan hukum-hukum yang menjaga jalan lurus. Da lam The Prayers and Tears of Jacques Derrida: Religion without Religion, John D. Caputo menggambarkan ”agama” dalam pe mikiran Derrida sebagai ”sebuah iman tanpa dogma yang ma ju dengan risiko di dalam malam yang gelap pekat”.

Malam di gurun....

GURUN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 161: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

132 Catatan Pinggir 12

Jauh dari padang pasir, hidup di antara pantai kepulauan dan samudra, mungkin bagi kita lebih pas metafora lain untuk meng gambarkan iman yang tanpa dogma: lautan. Iman yang tak dibatasi sistem adalah samudra yang merupakan kancah ge rak yang tak pernah berhenti. Arah hanya dikenal di bintang-bintang. Ombak seakan-akan itu-itu juga, tapi sesungguhnya se nantiasa berbeda, berubah. Itu sebabnya lautan, yang menampung air dari pelbagai sungai, sebenarnya tak pernah bernama, sampai datang para penakluk dan pembuat peta.

Iman memang kemudian diberi label (”Islam”, ”Kristen”, ”Ya hudi”, ”Hindu”, dan sejenisnya). Ia diletakkan dalam sebu ah peta. Tapi ibarat lautan, ia tetap mengandung risiko. ”Unggahlah muatan dan berangkatlah berlayar,” tulis Rumi. ”Tak se orang pun bisa tahu pasti akankah kapal tenggelam atau sam pai ke pelabuhan.”

Dalam ketakpastian itulah keyakinan, atau iman, menyatakan diri. Itu berarti ia lebih kuat ketimbang konsep dan ajaran. ”Be rapa banyak lagi kalimat, konsep, dan kiasan? Aku ingin kan api yang membakar, membakar, membakar”—Masnawi 2: 1760.

TEMPO, 9 Agustus 2015

GURUN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 162: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

133 Catatan Pinggir 12

PESIMISME

1949: tak lama setelah Indonesia bangkit dengan euforia kemerdekaan, Chairil Anwar menuliskan baris ini dalam

sa lah satu sajaknya: ”Hidup hanya menunda kekalahan.”Sebuah kontras. Mungkin antiklimaks.Saya yakin kalimat itu hanya gumam Chairil dalam saat

yang murung; sajak ini ditulis beberapa bulan sebelum ia meninggal pada umur 27 tahun. Tapi ada yang melihatnya seba gai bagian dari perasaan dan perspektif sebuah generasi di Indonesia—perasaan yang dianggap tak pada tempatnya di kan cah sebuah bangsa yang baru tampil ke depan setelah lepas dari pen jajahan.

Maka S. Takdir Alisjahbana mengecam kemuraman karya-karya Chairil, ”ketakutannya akan dunia sekitarnya yang tak di kuasainya”. Bagi Takdir, sajak-sajak seperti yang digubah Chai ril memperlihatkan tendensi buruk para penulis Indonesia yang ”telah mengambil krisis Barat dan pesimisme Barat”. Bagi Takdir, Chairil dan angkatannya cuma gema yang ganjil dari sua sana Eropa yang kehilangan harapan.

Di Eropa pesimisme memang berkecamuk di antara dua pe rang besar yang melibatkan banyak negara, 1914-1918 dan 1939-1945. Orang, terutama kaum terpelajar dan seniman, me nurut Takdir, merasa ”tiada berkuasa sedikit jua terhadap pem bantaian manusia yang besar-besaran”. Akhirnya dalam kar ya-karya mereka (di sini Takdir mengutip André Malraux) tak ada lagi kepercayaan kepada manusia.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 163: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

134 Catatan Pinggir 12

Tak adanya lagi kepercayaan kepada manusia adalah sebuah pesimisme yang gawat. Takdir tentu tak melihat gejala itu telah terjadi di Indonesia pasca-1945. Ia sejak dulu yakin akan gerak ma ju masyarakat dari zaman ”jahiliah” Indonesia ke masa depan yang gemilang, Tapi di awal 1950-an, ia sendiri tampaknya tak bisa mengelak dari situasi yang dibayangi krisis.

Sejak 1951 ia berbicara tentang impasse dalam kreativitas ma nusia Indonesia. Sebuah simposium yang diorganisasinya mengambil pokok ”Kesulitan-kesulitan Zaman Peralihan Seka rang”. Di sana dinyatakan bahwa kebudayaan di Indonesia ada ”di jalan buntu”.

Kebuntuan atau impasse atau ”krisis” dengan segera jadi per cakapan intelektual yang dominan di Indonesia pada 1950-an. Di nomor pertama jurnal Konfrontasi, 1954, Soedjatmoko men sinyalir adanya krisis yang ”telah meresap ke dalam masyarakat kita di dalam segala pernyataan dan tindakan jiwa ma nusia”.

Kata-kata Soedjatmoko dramatis—dan agaknya tak meyakinkan. Beberapa sanggahan pun dikemukakan, atau bila kata ”krisis” menjalar ke tempat lain, ia jadi sesuatu yang berkait dengan yang jenaka: pada 1953 Usmar Ismail membuat film Krisis yang segera disambung dengan Lagi-lagi Krisis. Dalam film yang kedua ini kita lihat Husin bin Said yang pasang papan nama sebagai dukun dan Pedro bintang sandiwara lama yang su dah tak laku. Akhir cerita: sebuah kegagalan usaha mempro duksi film....

Tak adakah harapan yang serius? Begitu gampangkah pesimisme dan begitu cepatkah sinisme?

Pada 1860, Ranggawarsita menulis karyanya yang terkenal,

PESIMISME

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 164: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

135 Catatan Pinggir 12

Se rat Kalatida: 12 bait puisi-tembang yang paling muram dalam sastra Jawa. Ia berbicara tentang ”zaman edan” yang dialami nya: merasa tersingkir, ia lihat keadaan politik yang kacau, rurah pangrèhing ukara, dan orang di sekitarnya yang ha nya berebut harta dan kedudukan.

Tapi seperti ketika Takdir berbicara tentang impasse dan Soe djatmoko tentang ”krisis”, dalam pesimisme Ranggawarsita ada optimisme yang terselip: keadaan yang buruk itu bisa diatasi. Dalam konsep Takdir, impasse adalah jalan buntu pada za man ”peralihan”: akan ada perubahan. Dalam pemikiran Soe djatmoko, ”krisis” bisa diatasi dengan ”konfrontasi”, sebuah perlawanan aktif. Dalam Kalatida: keadaan buruk dihadapi de ngan mengundurkan diri ke dalam sepi, muhung mahas ing asepi, mematikan hasrat ibarat ”mati dalam hidup”.

Tentu ada yang membedakan Ranggawarsita dengan para cen dekiawan Indonesia abad ke-20: ada sisa samar-samar kesadar an lama tentang waktu. Dalam pandangan Takdir dan Soe djatmoko, seperti laiknya orang-orang modern, waktu adalah sesuatu yang linear, ibarat garis yang titik ujungnya tak akan berulang. Dalam Kalatida—meskipun digubah setelah di Jawa orang mengenal jam—masih ada jejak konsep waktu se bagai siklus: waktu adalah sejumlah kala dengan ciri-ciri ke ada an tertentu, yang pernah terjadi dan akan terjadi lagi. Dengan kata lain, waktu bergerak bersama cakra manggilingan: na sib ibarat roda pedati, sesekali di atas, sesekali di lantai.

Pada akhirnya, memang tak ada yang mengatakan, ”Hidup ha nya menunda kekalahan.” Kita belum bisa mengatakan, ”Tak ada lagi kepercayaan kepada manusia.” Sajak Chairil yang sa ngat muram itu pun masih memperlihatkan tenaga

PESIMISME

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 165: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

136 Catatan Pinggir 12

”menunda” justru di tengah waktu yang berubah. Ia masih hendak me nga takan sesuatu, ”Sebelum pada akhirnya kita menyerah.” Se perti satu baris dalam The Unnamable Samuel Beckett: ”...in the silence you don’t know, you must go on, I can’t go on, I’ ll go on.”

Belum antiklimaks.

TEMPO, 16 Agustus 2015

PESIMISME

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 166: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

137 Catatan Pinggir 12

1945

”...dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.”

—Bagian dari teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945

REVOLUSI tak pernah ”seksama”. Tak ada revolusi yang di kerjakan dengan teliti, sistematis, terjaga dari

kemeleset an. Revolusi justru memelesetkan. Ia tak hendak mengikuti apa yang sudah digariskan kekuasaan yang mendahuluinya.

Itu sebabnya 17 Agustus 1945 sebuah momen revolusi: di pa gi itu dinyatakan lahirnya sebuah negeri baru. Penguasa Hindia Belanda, yang rapi dan represif, telah runtuh, juga rezim militer Jepang, yang kokoh dan bengis, telah kalah. Mere ka tak ada lagi. Hubungan-hubungan kekuasaan di Indonesia ber ubah secara radikal.

Pelbagai tatanan terguncang, juga acuan tentang waktu dan kesabaran. Semua hendak dikerjakan ”dalam tempo yang se-sing kat-singkatnya”. Chaos menyusul sebelum dan sesudahnya.

Dua bulan setelah 17 Agustus 1945, di tiga kota Pantai Utara Jawa kaum pemuda militan kelas bawah meledakkan dendam nya kepada para pamong praja yang di masa penjajahan dianggap membantu Belanda dan Jepang. Para priayi dibunuh atau dianiaya. Raden Ayu Kardinah, adik Kartini yang menikah dengan Bupati Tegal, diarak keliling kota dengan

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 167: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

138 Catatan Pinggir 12

diberi pa kaian kain goni.Hampir setahun kemudian, kekerasan merebak di Sumatera

Utara dan Timur, ketika rakyat yang selama itu dipinggirkan menumpas kekuasaan para bangsawan Kesultanan Melayu. Dari Langkat sampai dengan Simalungun, sejumlah aristokrat, termasuk penyair Amir Hamzah, disembelih.

”Pemindahan kekuasaan” yang dijanjikan teks Proklamasi tak benar telah disiapkan ”dengan cara seksama”. Selama tahun 1940-an itu, Indonesia terguncang-guncang. Pada 1948, Surakarta menyaksikan gerakan pelbagai kelompok politik, ber senjata atau tidak, kian eksplosif. Culik-menculik terjadi. Pa sukan pemerintah dilucuti pasukan pro-PKI. Setelah Musso, yang datang ke Tanah Air dari Uni Soviet, memaklumkan berdirinya republik ”soviet” di Madiun, Divisi Siliwangi datang. Dalam rangkaian kejadian itu, pertumpahan darah yang me ngerikan berlangsung....

Kekerasan, chaos, jatuhnya ribuan korban, semua atas nama ”re volusi”, tidak hanya terjadi di Indonesia. ”Revolusi bukan jamuan makan malam,” kata Mao Zedong dari sejarah RRT. Ia ber bicara dari pengalaman Tiongkok yang keras, tapi agaknya ju ga berdasarkan catatan sejarah.

Bahkan juga sejarah Revolusi Amerika. Revolusi ini umum nya dibayangkan sebagai peristiwa besar yang berpusat pada se lembar deklarasi yang ditandatangani. Tanpa darah. Tak ada gedung penjara besar yang dihancurkan (seperti Revolusi Prancis), tak ada peluru meriam ditembakkan dari kapal seba gai aba-aba penyerbuan pasukan pemberontak (seperti Revolusi Ru sia). Dari jauh tampak bahwa yang terjadi, seperti dalam Re volusi Indonesia, hanya satu teks yang ditulis,

1945

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 168: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

139 Catatan Pinggir 12

diumumkan, diterima.Jika dilihat lebih dekat: kekacauan.Republik federal baru yang dibentuk dari pelbagai state itu

(dalam bahasa Indonesia disebut ”negara bagian”) tak segera ber satu-padu. Kongres tak mampu menghimpun pajak yang me madai dari mereka, sementara dana diperlukan buat biaya pe merintahan. Konflik antara pendatang dan penghuni wilayah baru meletus di sana-sini. Perselisihan agama di antara gereja Kristen yang berbeda-beda berkecamuk. Perbudakan tak ber ubah, hak pilih perempuan dibatasi.

Mengamati itu semua, di awal 1800-an Thomas Jefferson, sa lah satu bapak pendiri republik baru itu, yakin bahwa Amerika berjalan mundur, bukan maju. Bahkan seorang penanda ta ngan Deklarasi Kemerdekaan, Benjamin Rush, menulis pada 1812: ”Eksperimen revolusi Amerika... pasti akan gagal.” Ia pun membakar semua catatannya yang semula ia siapkan untuk disusun sebagai memoar. Beberapa puluh tahun setelah itu, Amerika Serikat berdarah-darah oleh Perang Saudara.

Sebenarnya, kekecewaan selalu membayang dalam proses re volusi mana pun. Revolusi adalah anak waktu. Semangatnya di lecut waktu, dan gagasannya dibimbing waktu sebagai garis lu rus dengan optimisme ”idea of progress”. Tapi waktu juga yang kelak akan memudarkannya.

Mungkin, secara instingtif, itulah yang disadari para perumus Proklamasi 17 Agustus 1945. Mereka mengharapkan—ka laupun bukan menjanjikan—cara yang ”seksama” dan sekaligus proses kerja ”dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”. Akan aneh seandainya mereka tak tahu

1945

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 169: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

140 Catatan Pinggir 12

ada kontradiksi dalam kedua bagian kalimat itu.Kontradiksi itulah kemudian terbukti yang menyebabkan

re volusi Indonesia (sebagaimana revolusi Amerika dan lain-lain) tak jelas rumusan hasilnya.

Tapi tak berarti revolusi tak punya arti. Revolusi tak akan jera bangkit. Revolusi adalah teriak dan tindakan yang menolak keadaan hari ini, sekaligus teriak dan tindakan berangkat ke perjalanan lepas—seperti satu sajak Rivai Apin pada 1940-an itu.

Sang penyair mengutuk kebekuan sekitarnya:

Apa di siniBatu semua!

Yang ia inginkan adalah ”taufan gila” dan ”ombak tinggi” yang ”perkasa” yang mengguncang hingga ”kayu kapal berderak- de rak”. Jika kita rasakan semacam kegetiran di sana, mung kin itulah yang disebut Nietzsche sebagai ”pesimisme Di o nysian”: muram tapi berani menemui ”yang menakutkan dan penuh tanda tanya”.

Tak ada tujuan yang mengikat. Tujuan macam itu berarti ke mandekan baru: sesuatu yang dipatok sebelum sauh diangkat. Bagaimanapun yang dihadapi adalah masa depan yang se cara radikal terbuka—masa depan yang tak kita kuasai dan menguasai kita, masa depan yang juga menyiapkan kita untuk kecewa.

Jangan-jangan itulah perspektif terbaik abad ke-21: abad yang kian cepat berubah, tujuh puluh tahun setelah 1945.

1945

TEMPO, 23 Agustus 2015

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 170: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

141 Catatan Pinggir 12

WALLACE

ILMU dimulai dengan sifat seorang anak yang takjub.Dalam salah satu catatannya, Alfred Russel Wallace—

orang Inggris yang bersama Charles Darwin menemukan ”teori evolusi”—menyatakan betapa ia, bak seorang anak, terkesi ma melihat kumbang. Kumbang adalah ”keajaiban di tiap la dang”. Siapa yang tak mengenalnya ”melewatkan sumber kese nang an dan keasyikan yang tak pernah pudar”.

Kesenangan dan keasyikan itulah yang membuat Wallace ber tahun-tahun mengamati makhluk hidup dari pelbagai jenis dan habitat, meskipun ia bukan ilmuwan dalam arti yang lazim. Karena orang tuanya jatuh miskin, pada umur 14 tahun ia harus putus sekolah. Kemudian ia pindah ke wilayah Wales membantu kakaknya yang punya usaha survei pertanahan.

Di pedalaman itulah ia terpikat pada kehidupan tumbuh-tum buhan. Ia mulai menelaah pelbagai tanaman dengan penuh antusiasme. ”Siapa yang pernah melakukan sesuatu yang ba ik dan besar kalau bukan orang yang antusias?” ia pernah ber kata.

Pada usia 25 tahun ia berangkat ke rimba Brasil, di sekitar Su ngai Amazon dan Rio Negro—menjelajah lebih jauh.

”Di sini, tak seorang pun, selama ia punya perasaan kepada yang tak tepermanai dan yang sublim, akan kecewa,” tulisnya da ri belantara tropis itu. Ia seakan-akan tak bisa berhenti menye but pepohonan besar yang rimbun, akar dan serat yang ter gan tung-gantung, burung langka dan reptil yang cantik.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 171: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

142 Catatan Pinggir 12

Keajaiban, kata orang, tak ada lagi di dunia modern. Tapi pe sona? Bagi Wallace, pesona itu bukan tentang sesuatu yang ma gis. Ketika kemudian ia menemukan seekor kupu-kupu di Pu lau Bacan, Indonesia, ia terpukau menatap sayapnya: ”... jantungku berdebar hebat, darah naik ke kepalaku, dan aku merasa seperti akan pingsan.”

Ia seperti seorang sufi yang menemukan tanda-tanda Tuhan, atau penyair yang tergerak melahirkan sajak.

Tak mengherankan bila sejumlah seniman merespons dengan ketakjuban baru pelbagai spesimen Wallace dalam ”Pa mer an 125.660 Spesimen Sejarah Alam” di Galeri Salihara (15 Agustus-15 September)—sebuah pameran yang menarik: per sen tuhan seni dan ilmu.

Tapi berbeda dengan bagi perupa, dan bagi sufi, bagi Wallace, seperti patutnya sikap ilmuwan, ketakjuban menghadirkan alam sebagai ”problem”; bukan sebagai kasih Tuhan, bukan misteri. Problem adalah sesuatu yang dilemparkan di depan kita untuk dipecahkan. Wallace beranjak dari pesona ke dalam tanya.

Mengapa hewan di Papua dan di Kalimantan berbeda, meski pun kedua wilayah itu beriklim sama dengan geografi yang mi rip? Mengapa ada persamaan dunia hewan di Australia dan Pa pua, meskipun alam yang satu gurun dan yang lain hutan tro pis? Bukan karena keajaiban langit.

Adakah spesies X satu varietas dengan Y? Apa beda antara ”spesies” dan ”varietas?” Adakah ”varietas yang permanen”? Bu kankah ”varietas yang permanen” sebuah konsep yang mustahil? Bukankah dalam alam perbatasan kabur dan dalam evo lu si, perbedaan hanya aksidental?

WALLACE

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 172: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

143 Catatan Pinggir 12

Januari 1858, di ulang tahunnya yang ke-35, dalam penjelajah annya Wallace sampai di Ternate; ia tinggal di sebuah ru mah rusak yang disediakan seorang Belanda penguasa pulau. Ia datang untuk menemukan jawab. Suatu hari, dalam keadaan de mam, ia terus merenungkan problem ini: teori evolusi yang di rumuskannya mengatakan spesies berubah, tapi bagaimana dan mengapa mereka berubah jadi spesies baru dengan kekhususan yang jelas? Mengapa mereka bisa beradaptasi penuh dengan modus hidup yang berbeda?

Dalam dua jam yang meriang, Wallace merumuskan jawab annya. Dua malam berikutnya ia tuliskan lengkap teori ”seleksi alami” dengan survival of the fittest yang termasyhur itu. Ia te lah menjelaskan mekanisme perubahan spesies dalam proses evo lusi.

Itu juga yang ditemukan Darwin, setelah hampir 20 tahun se belumnya menyiapkannya—meskipun tak pernah mempubli kasikannya. Satu kebetulan yang bersejarah terjadi. Pada 1 Juli 1858, di pertemuan para ilmuwan London, penemuan Dar win dan Wallace dibacakan. Darwin sendiri tak bisa hadir ka rena berkabung atas kematian anaknya. Wallace berada nun ja uh di timur.

Beberapa penulis kemudian mengatakan Darwin hanya meng ambil alih buah pikiran Wallace. Dalam The Heretic in Dar win’s Court yang ditulis Ross A. Slotten tentang riwayat ilmuwan otodidak yang hampir mati di Ternate itu, disebutkan Dar win memang cemas ketika ia membaca surat Wallace yang me maparkan teorinya—cemas kalau orisinalitas teorinya diragu kan. Tapi Wallace tak berkata begitu. Baginya, pengarang The Origin of Species itu penemu sejati teori evolusi.

WALLACE

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 173: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

144 Catatan Pinggir 12

Tampaknya, bagi Wallace, yang terpenting bukan keunggul an diri. Teorinya belum tentu jawab terakhir. Ia bahkan me nelaah apa yang oleh para ilmuwan dalam zaman positivis me itu dianggap ”takhayul”: pertemuan manusia dengan du nia roh. Wallace, yang menolak jawaban agama yang mengaku pa ling benar tentang hidup, juga menolak ilmu yang ogah bertanya tentang mati. Keberaniannya adalah ingin tahu.

TEMPO, 30 Agustus 2015

WALLACE

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 174: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

145 Catatan Pinggir 12

MIGrAN

POLISI menemukan sebuah truk yang ditinggalkan orang di sebuah desa Austria yang sepi, di tepi jalan raya

antara Wina dan Budapest. Bau basing menyeruak. Dengan segera di ketahui: ada 50 mayat yang membusuk di dalam truk itu. Bang kai para migran. Diduga orang-orang ini mati karena ter se kat, kehabisan oksigen, dalam bak tempat mereka bersembunyi atau disembunyikan, ketakutan dan berharap untuk bisa me nembus wilayah Austria.

Nahas telah jadi rutin dalam kehidupan manusia yang tak la gi bertanah air ini—mereka yang berjalan jauh untuk meng ubah nasib. Hanya beberapa hari sebelum truk ditemukan di de sa Parndorf itu, di Laut Tengah 40 orang tewas bertimbun-tim bun di dalam kapal yang lima jam sebelumnya meninggalkan pantai Libya menuju Italia. Asap dari ruang mesin mene ro bos ke paru mereka di ruang yang berjejal-jejal dan kepanas an itu.

Nasib buruk dan impian indah adalah bagian yang lazim da lam sejarah—itu juga yang menyebabkan migrasi dan pengung sian terjadi. Dari zaman ke zaman.

Tapi kini kita hidup dengan tiga paradoks. Pertama, inilah masa ketika teknologi mendekatkan manusia dari pelbagai tem pat yang berbeda, tapi di pihak lain makin sulit manusia ber pindah tempat. Tahun 2015 mencatat 300 ribu orang mening galkan negerinya dan bergerak untuk berpindah ke Eropa—dan ceritanya hanya tragedi. Ada yang tewas, ada yang

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 175: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

146 Catatan Pinggir 12

di tang kap dan dikurung dalam karantina-karantina, ada yang ber diri setengah putus asa di pagar perbatasan yang dibangun baru.

Kita tahu mengapa mereka pindah. Tapi agaknya inilah paradoks kedua: di zaman yang katanya dibentuk ”globalisasi” ini kita makin sukar untuk ”imagine, there is no country...”. Mem ba yangkan tak ada lagi gerbang imigrasi, tak ada lagi visa, tak ada penjaga perbatasan? Kini di banyak sudut Eropa petugas imigrasi bersenjata tampak siap, dengan paranoia yang beberapa tahun lalu tak tampak.

Paradoks ketiga ada pada kenyataan bahwa manusia, terutama yang miskin, tak bisa melintasi paranoia itu, ketika kapita lis me bergerak dalam sekejap mata menyeberangi wilayah. Gun cangan ekonomi RRC menggugurkan pasar saham di ham pir seluruh dunia persis ketika ribuan imigran yang mela rat dihadang di Calais dan di Masedonia. Saya tak bisa benar-be nar ”imagine, there is no country”.

Tapi apa pula arti country? ”Negeri”? Atau ”negara”?Seorang Indonesia, dengan bahasa yang tumbuh dalam

sejarah, agaknya segera tahu bahwa ”negeri” tak harus disatukan per batasan nasional.

Sejarawan Anthony Reid, seorang penelaah yang tekun tentang masa lalu politik Indonesia, menulis sebuah buku yang la yak dibaca: Imperial Alchemy (2010). Ia memperkenalkan isti lah ”ethnie”, yang pengertiannya tak sama dengan ”nation” dan tak sama pula dengan ”race”. ”Ethnie” adalah sekelompok ma nusia yang punya perasaan atau kesadaran yang kuat bahwa mereka punya persamaan—a strong sense of being similar. Di antara mereka mudah dibangun solidaritas karena mereka

MIGRAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 176: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

147 Catatan Pinggir 12

merasa punya nama kolektif yang sama, mithos tentang nenek moyang yang sama, beberapa bagian sejarah dan tradisi yang sama, di sana-sini juga bahasa dan agama yang sama. Tak kurang dari itu, ada keterkaitan mereka dengan sebuah wilayah, di masa lampau atau sekarang.

Hal penting yang dikemukakan di sini: wilayah itu (marilah ki ta sebut sebuah ”negeri”) tampak satu terutama karena situs dan pusat yang sama-sama dianggap sakral, atau dihormati dan ditakuti, bukan karena perbatasan nasional yang tegas.

”Negara” dengan perbatasan nasionalnya datang kemudian. Kita tahu ”negara [nasional]” lahir dengan berapi-api menentang imperialisme. Tapi dalam menentukan perbatasan sebe nar nya ia bersenyawa dengan ketentuan imperialisme. Memang, para penghuni wilayah yang kemudian disebut ”negara” itu tak dengan sendirinya merasa pas dengan konstruksi baru itu. Tapi ”negara” punya manfaatnya sendiri: pengelola kesejahteraan dan penjaga keamanan. Setidaknya, para penghuni pu nya tempat untuk menuntut untuk itu.

Reid terutama berbicara tentang Asia Tenggara. Tapi hari-ha ri ini agaknya kita bisa memakai analisisnya untuk wilayah la in. Ketika ”negara” tak tampak lagi bermanfaat, Sultan, seorang imigran Sudan yang dengan susah payah mencoba mema suki Inggris, bertanya siapa yang menentukan perbatasan, selain aksiden sejarah.

Pertanyaan itu juga penting bagi mereka yang merasa berada da lam satuan ”ethnie” yang dipertautkan agama atau kenang an kolektif. Ketika mereka hendak membangun satu ”negara”, me reka juga sebenarnya hendak menggariskan perbatasan—sesuatu yang tak kekal, tapi hari-hari ini terbukti

MIGRAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 177: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

148 Catatan Pinggir 12

mendatangkan penolakan, paranoia, dan kematian.

TEMPO, 6 September 2015

MIGRAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 178: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

149 Catatan Pinggir 12

FOTO ITu

...and the graveProves the child ephemeral...

—W.H. Auden

FOTO itu—foto yang mengharubirukan perasaan itu, foto yang tak ingin kita lihat itu, foto yang ditakutkan

akan mem bawa mimpi buruk bagi orang-orang lembut hati di se luruh dunia itu—dengan segera jadi penanda kecemasan kita ha ri ini. Mayat seorang bocah berumur tiga tahun tertelungkup di garis pantai. Jidatnya yang rapuh dan kecil tercelup ke ujung om bak yang menghanyutkan tubuhnya kembali ke wilayah Tur ki. Warna biru celana pendeknya dan merah kausnya se akan- akan memanggil-manggil ke seantero Semenanjung Bodrum.

Kemudian diketahui ia bernama Aylan. Dari Suriah. Bersama kakaknya, Galip, yang berumur lima tahun, dan ibunya, Re han, ia tenggelam ketika perahu yang membawa mereka terbalik. Mereka menuju Pulau Kos, di wilayah Yunani, empat kilometer saja jaraknya dari sana, tapi tak sampai. Hanya si ayah, Ab dullah, yang lepas dari bencana. Ada 12 orang pengungsi da lam dua kapal yang penuh, dan delapan di antaranya anak-anak.

Tak mudah kita untuk bertanya, apalagi menjawab, apa yang akan terjadi berikutnya pada bapak yang malang itu.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 179: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

150 Catatan Pinggir 12

”Ma sa depan saya hilang,” hanya itu yang dikatakannya setelah me makamkan jasad anak-anak dan istrinya. Ia kembali ke Suriah.

Hari buruk itu 2 September 2015, menjelang musim gugur Yunani. Abdullah pernah menginginkan masa depan dan musim Kanada yang tenang: ia meninggalkan tanah kelahirannya yang dihancurkan perang yang kejam antara ”IS”, ad-Dawlah al-Islâmiyah, dan tentara pemerintah dan pasukan pemberontak dan pasukan Kurdi dan entah apa lagi. Tapi Kanada, dengan birokrasi yang dingin hati, menolak Abdullah dan anak-is trinya masuk.

Mereka pun mencoba mencari negeri lain, lewat sebuah ujung Turki, mencoba menyeberangi Laut Aegia, mencapai pulau tempat kelahiran Hipokrates, bapak kedokteran, di wi layah Yunani itu. Mereka seperti ribuan pengungsi yang kini me nabrak pagar Republik Hungaria, menerobos tepi-tepi Eropa—barisan harapan yang berubah jadi barisan perkabungan yang panjang. Perkabungan atas robohnya ribuan rumah asal dan runtuhnya bumi kelahiran. Perkabungan untuk orang-orang yang terusir, Timur Tengah yang remuk-redam, Afrika yang dihantam kebengisan, negeri yang dirobek sengitnya perlawanan terhadap kekuasaan yang zalim, dicincang mata-gelap fanatisme agama, dijahanami kerakusan memperoleh wilayah, minyak bumi, dan posisi, disulut dendam yang tersimpan bertahun-tahun.

Kita, jauh dari sana sekalipun, mau tak mau ikut dalam baris an itu. Bukan cuma untuk Aylan. Kita juga murung untuk Ab dullah yang berkata, ”Masa depan saya hilang.” Sebab apa ge rangan yang akan tiba nanti dengan harapan-

FOTO ITU

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 180: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

151 Catatan Pinggir 12

harapan manusia yang patah—setelah dunia menghela napas lega karena pe rang nuklir tak jadi meletus 25 tahun yang lalu, tapi ternyata hi dup tak lebih jauh dari putus asa?

Foto itu, foto di pasir basah itu. Aylan.”Tiap anak lahir dengan pesan bahwa Tuhan belum hilang

ha rapan kepada manusia,” konon Rabindranath Tagore pernah berkata. Penyair besar Bengali ini selalu punya frasa-frasa yang canggih dan cerah, yang manis—dan agak memabukkan. Tapi mungkin karena ia belum menyaksikan Aylan kecil tergeletak dengan muka tersungkur. Aylan yang datang dengan pesan yang baik tapi tiba-tiba tenggelam.

Di pantai semenanjung itu, adakah Tuhan masih belum hilang harapan dan semangat kepada manusia? Sebaliknya masih belum hilangkah semangat manusia di hadapan Tuhan, se te lah anak-anak dengan cepat dan mudah jadi korban kekuatan-kekuatan besar yang brutal—di dunia yang tak mereka pi lih, tak mereka pahami, seperti mereka juga tak memilih dan me mahami pesan Tuhan—jika pun itu ada?

Barangkali pesan itu, kalaupun ada, memang keras, muram. Tapi sejarah selalu menunjukkan bahwa pada saat yang sama yang keras dan muram itu juga mengundang sebuah komitmen: yang lahir akan bisa segera hilang, yang tak bersalah ataupun yang berdosa tak akan bertahan, tapi yang hidup layak dipertahankan.

Hanya mereka yang pernah berada dalam barisan harapan dan perkabungan yang bisa mengalami kontradiksi itu dengan te guh dan diam: keteguhan yang berbisik seperti doa.

Saya kira itulah yang ada dalam baris-baris ”Lullaby”, Nina-Bo bok, yang ditulis Auden dalam tahun-tahun yang terancam

FOTO ITU

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 181: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

152 Catatan Pinggir 12

pe rang dan kematian, 1930-1940-an. Ia tak bisa membawakan op timisme Tagore. Tapi ia juga jauh dari kegetiran kepada hidup, meskipun di dunia yang cedera.

Barangkali kita bisa membaca ”Lullaby” dan teringat Aylan yang tersenyum dalam foto bersama Galip sebelum ayah-ibunya berangkat mengungsi:

... kuburmengingatkan betapa sementaraanak itu. Tapi di pelukankusampai fajar datangbiarlah makhluk yang hidup, telentangfana, berdosa, tapiindah, sepenuhnya.

TEMPO, 13 September 2015

FOTO ITU

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 182: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

153 Catatan Pinggir 12

METrOPOLIS

ADA sebuah kota fantasi yang terbelah. Tapi barangkali tak istimewa. Tiap kota besar selalu terbelah.

Di satu lapis, ruang hidup dibentuk penduduk yang kaya ra ya; di lapis lain, orang-orang yang miskin dan terpojok. Di sa tu sisi, ada bagian yang selalu ingin diperlihatkan, sebagai scene; di sisi lain, bagian yang hendak disembunyikan, obscene.

Metropolis, karya Fritz Lang yang termasyhur, menampilkan keterbelahan itu dengan gamblang—meskipun kota dalam film ini cuma sebuah fantasi tentang masa depan. Diproduksi pada 1927, film bisu ini bercerita tentang sebuah kota raya nun pa da tahun 2026, yang berdiri dengan bangunan dan infrastruk tur yang di mana pun di dunia waktu itu belum pernah ada.

Tapi pesan moralnya amat tua.Di balik gedung-gedung megah yang menjulang ke langit

dan jalan-jalan raya yang terbentang jauh di atas tanah, kekuasa an berada di tangan keras satu orang: Joh Fredersen. Ia bukan tokoh politik. Ia pemilik modal. Ia tampak sendirian, tanpa saingan, tanpa bergandengan tangan (atau berhadapan) dengan kekuasaan lain. Bahkan di layar putih itu, kita mendapatkan kesan sebuah kota besar yang amat lengang. Tak ada manusia berkerumun. Tak ada Negara. Fredersen Dewa Modal Yang Maha-Tunggal.

Tapi sejak film ini bermula kita tahu, ada yang mengerikan dan menyedihkan di balik itu: ribuan pekerja yang tak

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 183: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

154 Catatan Pinggir 12

berwajah tampak menggerakkan seantero metropolis dari sebuah ruangan mesin di dunia bawah.

Mereka, seperti kemudian tampak dalam film Modern Times Charlie Chaplin, bekerja dengan murung di celah keperka sa an mesin. Mereka adalah barisan panjang yang berseragam dan berjalan kaku seperti boneka. Hidup mereka diarahkan wak tu yang terukur persis. Dengan disiplin yang absolut. Tanpa senggang. Tanpa percakapan.

Film ini memang sebuah imajinasi tentang masa depan yang mencemaskan, sebuah dystopia. Bertahun-tahun setelah kar ya Fritz Lang, kita temukan kembali thema itu dalam film se perti Blade Runner dan Children of Men: masa depan adalah kegelapan. Kelak adalah neraka. Harapan dihabisi dengan anti-utopia.

Tapi tiap dystopia pada dasarnya sebuah kritik tentang hidup di hari ini. Tak ada masa depan yang tak disemai sekarang. Fritz Lang dan filmnya hidup sezaman dengan para pelukis Eks presionis Jerman di masa Republik Weimar, setelah Perang Dunia I. Pada dua dasawarsa awal abad ke-20 itu, seniman-se ni man ini menyaksikan ambruknya kehidupan justru di tengah optimisme sebuah kota modern.

Grosz, misalnya, melukis Berlin dalam Großstadt (1916-1917): dengan warna merah muram di angkasa, metropolis itu, Ber lin, tampak sebagai ruang tanpa akhlak. Kanvas Grosz menampilkan secara karikatural orang-orang kaya dengan perut meng gelembung; lelaki, berpakaian necis di sebuah kafe yang me natap perempuan yang duduk hampir telanjang; pria de ngan wajah babi yang berciuman mulut dengan wanita bugil....

METROPOLIS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 184: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

155 Catatan Pinggir 12

Seperti Metropolis Fritz Lang, ada bayang-bayang kesalihan di sini: uang adalah akar mala dan kekejian, kata Injil. Fritz Lang menampilkan alegori dari Alkitab tentang pelacur Babilonia dan angkuhnya menara Babil; Großstadt juga mengu man dangkan kembali kecaman agama kepada tubuh dan syah wat—meskipun Grosz seorang komunis, dengan sikap antikapitalis yang sengit. Mungkin karena yang hendak diperli hat kannya sebenarnya sebuah kota yang ingin menyembunyi kan bagian dirinya sendiri yang obscene.

Ia pernah mengatakan, ia sendiri seperti sosok-sosok yang di gambarnya; di satu saat ia ”orang kaya... yang memadati perut nya dengan makanan dan menenggak sampanye”. Tapi di sa at lain ia juga orang yang berdiri di luar pintu, diguyur hujan, me ngemis. ”Aku seakan-akan terbelah dua.”

Persoalannya: apa yang akan terjadi dengan keterbelahan ini? Apa yang bisa dilakukan? Revolusi? Baik Fritz Lang maupun Grosz mengelak.

Grosz kemudian pindah ke Amerika, bosan dengan kanvasnya sendiri yang karikatural. Dalam Metropolis, konflik antara Fre dersen, sang superkapitalis, dan para buruhnya yang tertindas tak diselesaikan dengan pemberontakan. Metropolis akhir nya hanya sebuah melodrama.

Sang Dewa Kapital yang digambarkan tak punya hati kemu dian jadi insaf karena rasa sayang kepada anaknya yang tung gal, Freder. Seperti Sidharta Gautama, Freder dilindungi di istana agar tak pernah melihat penderitaan. Tapi suatu ketika ia bertemu dan jatuh cinta kepada Maria, perempuan mu da pelindung si miskin. Seperti Gautama, Freder berubah. Ia me mihak yang ditindas.

METROPOLIS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 185: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

156 Catatan Pinggir 12

Tapi film ini diakhiri dengan jabat tangan. Yang semula sebuah dystopia berujung pada utopia. Dengan gampang.

Dalam banyak hal, Metropolis—yang pekan lalu diputar di Teater Jakarta, dengan iringan musik hidup dari Orkestra Babelsberg, sebagai awal festival German Season—adalah sebuah prestasi sinematik yang mengagumkan, yang mendahului masanya. Tapi ia juga sebuah cerita yang itu-itu saja: membawakan petuah tua.

Ajaran moral sering sangat menyederhanakan sejarah, seakan-akan hidup hanya dihuni ide-ide yang sudah jadi. Tapi Metropolis cocok dengan itu: karya ini megah tapi tampak lebih mengutamakan gambar bidang-bidang yang tertib, ketim bang apa yang tak terduga-duga dalam manusia. Di awal film, orang-orang yang di bawah itu ditertibkan Fredersen dan ke kua saannya. Di akhir film, mereka ditertibkan Maria dan kemuliaannya.

Si lemah tetap tak berwajah, tak bernama. Jangan-jangan me reka tak dianggap hidup, hanya jembel dalam sebuah kota yang terbelah.

Tak mengherankan bahwa Partai Nazi bertepuk tangan untuk Metropolis.

TEMPO, 20 September 2015

METROPOLIS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 186: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

157 Catatan Pinggir 12

LuKA

SEORANG tua yang hampir bisu, kehilangan ingatannya, juga kehilangan anaknya dalam sejarah yang menakutkan:

dia kakek pikun dalam film Joshua Oppenheimer, The Look of Silence.

Dalam film yang hendak menampilkan kekejaman di Indone sia di pertengahan 1960-an itu, tokoh setengah lumpuh ini se akan-akan sebuah alegori tentang berat dan bisunya masa la lu.

Saya menonton The Look of Silence di sebuah bioskop di Glas gow, Skotlandia, dua pekan yang lalu. Sebagian besar ha dir in tak kenal Indonesia. Agaknya film Oppenheimer ini introduksi pertama tentang kepulauan yang jauh, rumit, eksotis, dan tak tenteram itu.

Adegan awal: di sebuah rekaman video, dua lelaki tua usia 70-an. Kemudian kita ketahui mereka hidup di Deliserdang, 30 kilometer dari Medan. Dengan bangga mereka ceritakan ba gaimana dulu mereka habisi ”orang komunis” di tepi Sungai Ular.

Kemudian ditunjukkan kedua lelaki tua itu datang ke sungai itu. Di sini cerita lebih rinci: misalnya, untuk mematikan seorang korban yang kuat, mereka tebas kemaluannya dari bela kang. Sang pembunuh menirukan suara orang yang dibunuh nya ketika berteriak minta tolong.

Di adegan lain pembunuh itu bahkan menunjukkan sebuah buku panjang di mana ia menuliskan pengalamannya—

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 187: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

158 Catatan Pinggir 12

dengan gambar adegan kebuasan yang dilakukannya.Di latar yang lain, pembunuh yang satunya mengisahkan

ba gaimana ia memotong buah dada seorang perempuan sebelum menyembelihnya. Tiap kali membantai, ia minum darah kor bannya. Agar tak jadi gila, katanya. Seorang tua lain, duduk di sebelah anaknya, menceritakan ia selalu membawa gelas sebelum menyembelih. Dari mana darah ditakik? Dari leher yang dilubangi. Suatu kali ia mengirim sepotong kepala ke sebuah toko orang Cina; hanya untuk menakut-nakuti.

The Look of Silence: sebuah karya sinematik yang ulung. Ka meranya pas mengambil angle, gambarnya cemerlang, tokoh nya hadir kuat, editingnya membentuk suspens yang memukau. Konstruksi film ini begitu apik hingga dunia yang dire kam nya seakan-akan siap dijadikan sebuah narasi.

Mengagumkan bahwa Oppenheimer berhasil meng hadap-kan para tokoh sejarah yang mengerikan itu dengan Adi. Laki-la ki berumur 44 tahun itu punya abang, Ramli namanya, yang dibantai. Adi menanyai orang-orang tua itu, mencoba menarik ma af dari mereka, mendorong agar mereka ungkapkan masa la lu yang ganas itu.

Dari situlah cerita film ini terbentuk.Sehabis film, saya—tamu dalam festival Discover

Indonesia—diminta menjawab pertanyaan. Segera saya sadar: begitu be sar jurang informasi antara The Look of Silence dan penonton nya yang kagum. Penduduk Glasgow itu tak tahu apa sebenar nya para pembunuh itu: petani, buruh, tuan tanah, algojo pro fe sional? Mengapa bangga akan kebuasan mereka? Mereka menyatakan diri antikomunis. Tapi tak jelas mengapa sikap itu sa ja membuat mereka jadi pembunuh yang fanatik.

LUKA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 188: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

159 Catatan Pinggir 12

Dari mana ke bencian seintens itu?Dalam perjalanan pulang, seorang penonton bertanya

soal yang lain: siapa sebenarnya korban para pembantai itu? Mereka dianggap anggota PKI, jawab saya. Tapi jawaban itu tak memu askan tampaknya. Apakah PKI waktu itu partai ilegal, organisasi musuh yang sembunyi-sembunyi? Tidak. PKI salah sa tu partai yang kuat di tahun 1960-an, jawab saya lagi. Dari film dapat disimpulkan korban dan pembunuhnya lama hidup ber tetangga; tentunya mereka saling tahu pilihan politik ma sing- masing. Mengapa mendadak bangkit keinginan membasmi? Dan mengapa PKI tak memukul balik?

Saya ingin menjelaskan—tapi saya sadar, untuk itu perlu sebuah ceramah panjang tentang sejarah politik Indonesia (yang se tengahnya tak saya ingat). Mungkin perlu juga sejarah sosial: penonton yang tak kenal perbedaan bahasa, logat, dan kelompok sosial Indonesia—karena hanya membaca teks dalam bahasa Inggris—tak akan tahu bahwa ibu Ardi berbahasa Jawa dan ayahnya, pak tua yang sudah kehilangan ingatan itu, mung kin pendatang dari Jawa yang sudah bertahun-tahun hi dup di wilayah orang Melayu dan Tapanuli; dalam kepikun an nya, ia hanya ingat sebuah lagu Melayu. Kenapa ia di sana, kenapa mereka di sana, dan mungkinkah konflik jadi sengit karena asal-usul, saya hanya menduga.

Yang pasti saya tak bisa menjelaskan kenapa Ramli, kakak Adi, diceritakan dihajar dan akhirnya dibantai. Dan saya terdiam ketika datang pertanyaan yang lebih mendasar: kenapa ma sa lalu perlu diungkapkan jika hasilnya bukan rekonsiliasi, bukan pula penyesalan—malah resah risau dan mungkin kemba li nya kebencian?

LUKA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 189: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

160 Catatan Pinggir 12

Masa lalu itu sebuah ”luka”, kata seorang lelaki yang lepas da ri genosida Sungai Ular. Luka lama, kata seorang penggerak ak si pembantaian. Dan pemotong buah dada itu marah ketika Adi menggali lebih jauh apa yang dulu terjadi. Ibu Adi takut. Ada kecemasan bila luka itu dibuka lagi, koreng malah menjadi-jadi.

Sebaliknya bagi Adi dan Joshua: membuka balut luka itu jus tru akan menyembuhkan. Lupa berbahaya, kekejaman seru pa bisa berulang.

Tapi mungkin karena mereka berdiri di luar luka itu. Mereka tak mengalami kepedihan, kerumitan, dan kebengisan itu; me reka lahir setelah 1965. Joshua anak Texas; Adi lahir setelah tak ada lagi Ramli. Mereka ingin tahu.

Tapi tentu saja pengetahuan berbeda dari ingatan. Mengetahui adalah menguasai realitas; mengingat bahkan tak selama nya menguasai masa lalu.

”Mengingat semua perkara adalah satu bentuk kegilaan,” ka ta Hugh, guru tua pemabuk dalam lakon Translations Brian Friel, sebuah cerita dengan latar konflik berdarah di Irlandia.

Dalam The Look of Silence, kakek setengah lumpuh itu, ayah Adi, tak gila. Ia hanya ingat sebuah nyanyi.

TEMPO, 27 September 2015

LUKA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 190: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

161 Catatan Pinggir 12

SEPATu

ADA sepasang sepatu tua yang kemudian jadi termasyhur, di luar perhitungan pembuatnya yang tak diketahui.

Pada 1886, Van Gogh mampir di sebuah pasar loak di Paris. Ia melihat sepasang sepatu dan membelinya. Di suatu hari yang hujan, perupa Belanda yang tinggal di ibu kota Prancis itu me ngenakannya untuk berjalan, dan ia berjalan lama sekali. Ia ingin membuat sepatu itu penyot—untuk dilukis. Kabarnya ia per nah mengatakan, ”Sepatu kotor dan bunga mawar bisa sama-sama bagus.”

Ada yang berteori bahwa Van Gogh melukis itu untuk meng utarakan perjalanan hidupnya yang sulit. Saya tak begitu ya kin. Van Gogh banyak sekali menggambar alam benda, ya, bah kan beberapa kali melukis sepatu dan sandal petani, tapi ia tak mengisyaratkan apa-apa dengan itu: benda-benda itu mem pesonanya, seakan-akan ia melihat masing-masing buat per tama kalinya dalam hidup. Dengan demikian ia merasa ada yang bisa disyukurinya dalam 24 jam. Dari itulah kreativitas memang bermula: kemampuan untuk tergerak oleh dan meng gerakkan sesuatu yang tak berguna. ”Apa yang saya cari da lam lukisan adalah satu cara untuk membuat hidup bisa tertanggungkan,” demikian tulisnya dalam sepucuk surat kepada adiknya, Theo, pada Agustus 1888.

Sepatu tua itu tak berguna: ia terpisah dari kaki pemakainya, terpotong dari niat pembuatnya. Ia kini hidup menyendiri da lam pigura yang disimpan dan dipasang dari museum

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 191: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

162 Catatan Pinggir 12

ke museum. Ia tak jadi obyek siapa pun. Tapi ia juga tak jadi subyek yang mengarah kepada siapa pun. Ia tak mengarahkan, ia tak di arahkan.

Pada 1930, Martin Heidegger memandang pigura itu di sebuah pameran di Amsterdam. Agaknya filosof itu tersentuh, ter gerak untuk menulis—dan tentu saja menafsir. Dari bagian dalamnya yang sudah lapuk, yang tampak dari ujung laras yang menganga gelap, ia melihat sebuah riwayat: ini sepasang se patu petani yang berjerih payah tapi kukuh. Pada kulitnya ia lihat ”kelembapan dan juga kekayaan tanah” tempat alas kaki itu menapak. Heidegger pun membayangkan kesunyian jalan la dang di bawah sol yang kotor itu ketika senja datang. Di sana ”bergetar seruan bumi yang bisu”. Sepatu ini, tulisnya, ”bagian dari tanah, terlindung di dunia perempuan peladang yang menge nakannya”.

Tapi tentu saja sepasang sepatu dua dimensi dalam pigura itu—yang seakan-akan telah mengajak seorang filosof untuk me renung dan mengaitkannya dengan kehidupan tertentu—pa da mula dan akhirnya cuma diam. Hanya sang filosof yang me nyusun kata-kata; ia membangun sebuah citra tentang dunia petani di musim dingin, pekerja keras yang setia kepada bu mi tempat hidupnya—dan pesona dari semua itu.

Heidegger tentu saja tak salah—tapi siapa yang bisa mengata kan tafsirnya tepat? Ada yang menganggap perspektifnya men cerminkan kecenderungannya di Jerman tahun 1930-an, ke tika kaum Nazi mengumandangkan kesetiaan kepada Blut und Boden, ”darah dan tanah”, kiasan asal-usul yang belum ter cemar. Heidegger sendiri menyukai kehidupan yang umum nya dianggap ”murni” itu: di Hutan

SEPATU

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 192: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

163 Catatan Pinggir 12

Hitam, Schwarzwald, di dekat Freiburg, ia punya pondok yang seakan-akan bagian dari bu kit dan pepohonan. Di sana ia tercatat menuliskan renung annya. Di sana ia pernah tercatat sebagai seorang Nazi.

Hari-hari ini Heidegger dan dongeng tentang asal-usul yang belum tercemar mungkin mulai dilupakan. Sepasang sepatu dalam lukisan Van Gogh itu kini sepasang sepatu lelaki dan perempuan yang lelah, yang berjalan jauh dari Suriah atau Sudan ke tepi benua, meninggalkan asal-usul. Zaman telah tak lagi memberikan kemewahan dan rasa tenang sebuah wi layah. Dan apakah artinya kesetiaan kepada ”darah dan tanah” ketika dari sana yang datang hanya kebencian, ledakan bom bunuh diri, dan penyembelihan?

Para migran berjalan, mencari wilayah baru, mencari ruang yang belum tentu tanah yang dijanjikan Tuhan.

Mereka, tentu saja, bukan pelaku dan penderita baru dalam se jarah. Berabad-abad lamanya demografi dibentuk oleh gelom bang migrasi, oleh gerak perantau, oleh keuletan para nomad, mereka yang berangkat. Memang acap kali para pengkhot bah ideologi kemurnian menyerukan ”kembalilah kepada hu ruf yang pertama, asal yang murni, berpeganglah kepada akarmu”. Tapi manusia bukan pohon yang hanya berakar satu.

Deleuze, yang berbicara dengan fasih dan memukau tentang ”deteritorialisasi”, mungkin pemikir yang pas dengan suara kegemasan zaman ini, ketika ribuan migran melintasi per ba tasan yang sebenarnya juga berubah-ubah. ”Kita mesti berhenti mempercayai pohon, sulur, dan akar tunjang,” katanya.

SEPATU

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 193: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

164 Catatan Pinggir 12

Meskipun sebenarnya ada yang ganjil dalam kata-kata itu: se bab pohon juga sebuah riwayat, hutan juga sebuah kejadian, se lalu ”menjadi”. Ada yang tumbuh setelah kembang sari terbang berpindah dibawa angin, dibawa burung. Tanpa sepatu.

Atau lebih tepat, tanpa sepatu Martin Heidegger.

TEMPO, 4 Oktober 2015

SEPATU

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 194: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

165 Catatan Pinggir 12

KEKEJAMAN

SEBELUM pembantaian tak ada titik nol. Sebelum kekejaman, ada kekejaman lain yang tak selamanya kita

akui, mungkin tak selamanya kita kenali.Saya beruntung dilahirkan lebih dari 70 tahun yang lalu

dan masih bisa bercerita hari ini—bisa mengingat ayah yang di tembak, paman yang ditembak, tetangga yang ditembak, lurah yang diculik gerilyawan dan ditusuk jantungnya, bekas nyai Belanda yang dirampok dan dikuburkan hidup-hidup di bawah pohon randu, mantan pemimpin perjuangan yang diajak ke luar rumah oleh dua tamunya dan persis di tepi rumpun bam bu, kepalanya dilubangi peluru.

Ketika saya belum lagi berumur 8 tahun, di dekat rumah ka mi di Wonosobo saya menemukan sehalaman selebaran, mung kin pamflet, dengan potret kabur seorang gundul yang di sebut sebagai ”Suhodo” (saya ingat namanya). Di sana tertulis bahwa Suhodo, ”algojo PKI” di sekitar Madiun pada 1948, te lah membantai puluhan orang hingga darah mengalir setebal dua senti di lantai kamar penyembelihan. Sementara itu, paman kami bercerita bagaimana orang-orang dihukum tembak atau disiksa di depan umum di alun-alun Kudus: ”orang PKI”, ka ta paman—dan dua hari lamanya ia tak doyan makan. Se orang kakak saya, yang bergabung dengan pasukan ”merah” da lam ”Peristiwa Madiun”, pulang ke rumah setelah kompinya di lucuti Pasukan Siliwangi; ia tak banyak bercerita tentang apa yang terjadi, tapi saya lihat ia selalu membawa

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 195: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

166 Catatan Pinggir 12

sebuah revolver di saku celananya.Tanpa dendam sekalipun, ingatan tentang kekerasan sering

ka li hanya mengendap, sejenis sedimentasi yang seakan-akan ber sembunyi dari hiruk-pikuk jalanan yang berubah. Tapi ia se sekali akan mengemuka dalam mimpi, atau jadi kisah samar-sa mar, dan berangsur-angsur kembali jadi endapan ingatan—ka li ini semacam bawah sadar kolektif.

Masyarakat Indonesia menanggung lapisan-lapisan itu. Saya pernah baca memoar Pangeran Aria Achmad Djajadiningrat yang terbit pada 1936; salah satu babnya, seingat saya, menggambarkan pembunuhan kejam atas para priayi oleh para san tri. Beberapa dasawarsa kemudian, pemerintah kolonial raib dan pendudukan Jepang ambruk dan Indonesia memaklumkan diri jadi republik tanpa instrumen kekuasaan. Tak lama se sudah itu, apa yang disebut ”revolusi sosial” meledak di Su ma tera Timur. Para bangsawan dan pejabat pamong praja di bantai. Mereka dianggap berkolaborasi dengan penjajah dan se lama itu dianggap menghina rakyat kecil. Tercatat 140 orang di bunuh. Di antaranya penyair Amir Hamzah, aristokrat yang se benarnya seorang nasionalis yang tulus, yang mempersembahkan kumpulan puisi pertamanya untuk ”Ibunda Indonesia Raya”.

Tak lama setelah 17 Agustus 1945, ”Peristiwa Tiga Daerah” me ledak di Pantai Utara Jawa. Di Tegal, Raden Ayu Kardinah, adik kandung Kartini, diarak di jalan-jalan dengan diberi pakai an goni setelah suaminya, Bupati Sunarjo, luput dari kema rah an ”massa”.

Mengendap pula yang lain: pembangkangan bersenjata terha dap Republik baru oleh ”Darul Islam” yang berlangsung

KEKEJAMAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 196: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

167 Catatan Pinggir 12

sam pai lewat pertengahan 1960-an. Jawa Barat rusak berat. Kemudian, ”Peristiwa Madiun”. Kemudian, peristiwa ”Republik Maluku Selatan”. Kemudian peristiwa PRRI dan Permesta, pro tes dari daerah yang mengakibatkan konflik bersenjata. Kemudian....

Di sekitar 1965, berlangsunglah pembunuhan dalam skala yang jauh lebih besar dan dengan permusuhan yang jauh lebih intens. Tiap kekejaman tak bisa dibandingkan dengan kekejam an lain, sebab untuk itu semua harus diuraikan lebih dulu; ta pi dalam ingatan kolektif, semuanya berhimpun—dan him pun an yang kacau itu membuat kita mudah menerima keke ras an, bahkan kekejaman, sebagai unsur yang niscaya dalam se jarah.

Kemerdekaan Indonesia diperoleh tanpa tembakan; tapi di pelbagai monumen di jalan-jalan, sosok perjuangan kemerdeka an adalah orang yang bersenjata. Tiap perayaan 17 Agustus, di gapura-gapura kampung terlukis pemuda gagah, pegang bedil atau bambu runcing, garang. Kegagahan, keberanian berkorban, kekerasan, kekejaman—semua muncul dalam pelba gai simbol dari endapan di bawah sadar.

Bahkan dengan mengemukakan sang korban, atau yang ditam pilkan sebagai ”korban”, kekejaman menyembul dan di per panjang umurnya. Kasus yang paling mencolok adalah pe mu taran film propaganda Pengkhianatan G30S: banyak anak se kolah yang diharuskan menonton film ini harus menyaksi kan adegan kebuasan yang diekstremkan—demi menghalalkan korban jadi pahlawan. Memasuki dunia anak-anak, ”pe ngor banan” (mengangkat obyek kekejaman sebagai sosok yang mu lia) disamarkan jadi ”pengorbanan” (kesediaan

KEKEJAMAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 197: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

168 Catatan Pinggir 12

memberikan jiwa dan raga untuk hal yang luhur). Pada gilirannya kekejaman jadi bagian dari ritus yang tiap kali bisa diulangi, meskipun repetisi itu selalu muncul sebagai laku yang baru untuk di nik mati.

”Ada wilayah kesepakatan manusia yang... sepenuhnya tak ter jangkau kekerasan: wilayah ’pemahaman’ yang pas, yakni ba hasa,” kata Walter Benjamin. Saya kira ia keliru. ”Pemahaman”, dengan bahasa, justru mengandung kekerasan ketika manusia menegakkan konsensus dengan lambang, verbal ataupun bu kan, dari himpunan ingatan yang sebenarnya kacau. Sedimentasi ingatan, horor dan kenikmatannya, hasrat dan kecemasan yang impit-mengimpit seakan-akan disetrika jadi rapi ke tika diekspresikan. Kekerasan pun bertambah ketika endap an ingatan itu dipaksa untuk dikeluarkan buat diterima publik.

Kita kemudian mencoba menganggap orang lain, bukan aku, sebagai titik pertama kekejaman. Selalu orang lain—dengan itu monster dalam diriku bisa bersembunyi lagi.

TEMPO, 11 Oktober 2015

KEKEJAMAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 198: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

169 Catatan Pinggir 12

28 OKTOBEr

BANGSA lahir dan tumbuh dengan sejenis lupa. Bangsa lahir dan bertahan dengan sebekas ingatan.

Dalam satu kuliah umum tahun 1882, di Paris, Ernest Rénan menyimpulkan bahwa ”lupa adalah satu faktor yang esensial untuk terbentuknya sebuah bangsa”. Manusia, yang berbe da-beda asal-usulnya, bahkan yang pernah saling bunuh di ma sa lalu, menanggalkan ingatan tentang itu; kuatnya hasrat ber gabung untuk menjadi satu telah mendorong mereka untuk lupa.

”Tiap warga Prancis,” kata Rénan, ”melupakan Hari Santo Bar tolomeus.”

Ia menyebut pembantaian orang Protestan Paris oleh orang Ka tolik Paris pada hari menjelang akhir Agustus 1572 itu. Tapi beberapa abad kemudian, para warga, yang ingin membuat bangsa Prancis lahir dan tumbuh, tak membangun monumen yang menandai dendam. Tanda itu akan menghalangi persatuan antara kedua komunitas dalam tubuh sebuah bangsa. Walhasil, untuk komunitas baru yang disebut ”bangsa” (nasion), alih-alih melawan lupa, orang justru mempromosikannya.

28 Oktober 1928 di Indonesia juga sebuah saat yang mengan dung ”lupa”. Gagasan jadi satu nusa, jadi satu bangsa, di per tegas dengan tekad untuk tak lagi mengaitkan diri pada apa yang sering disebut ”kedaerahan”, ”suku”, atau ”asal-usul”.

Kemarahan kepada penjajahan dan harapan kepada sebuah

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 199: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

170 Catatan Pinggir 12

bang sa yang akan dibentuk mempertalikan semua. Dengan itu lah nasionalisme lahir. Ia mengandung kepercayaan, ada yang ”eka” dalam ”kebhinekaan”.

Mungkin kepercayaan itu tak dengan sendirinya berarti kepercayaan akan adanya ”yang universal” dalam hakikat manu sia. Tapi memang ada saat-saat dalam sejarah ketika manusia merasakan sesuatu yang secara universal menggugah hati, mi sal nya ketidakadilan. Itu agaknya yang menggerakkan para pe muda, dari utara atau selatan, timur atau barat, pada tanggal 28 Oktober 1928.

Sentuhan nilai-nilai yang universal itu pula yang membuat se orang Gandhi dan seorang Sukarno mengatakan dengan bang ga bahwa nasionalisme mereka hidup subur dalam ”taman sarinya internasionalisme”.

Apalagi nasionalisme itu ditempa sejarah melawan imperialis me—dengan kesadaran yang dikukuhkan Marxisme-Leninisme, sebuah ajaran yang yakin kepada pembebasan semua orang, bukan saja tanpa kelas, tapi juga tanpa ikatan negeri asal.

Tapi kemudian ada para nasionalis lain. Mereka menganggap pernyataan yang melihat diri sebagai ”ahli waris kebudaya an dunia”—seperti manifesto ”Angkatan 45” dalam kesusas tra an Indonesia—cenderung membungkam sifat-sifat yang khas dalam tradisi, peninggalan sejarah, dan ekspresi budaya yang lama dan khas. Semua itu kekayaan yang tak boleh hilang—dan itulah yang hendak ditegaskan para sastrawan In do nesia pada periode 1950 dan kemudian dikukuhkan oleh dok trin ”kebudayaan nasional”.

Dalam semangat nasionalisme jenis ini, bangsa lahir dengan

28 OKTOBER

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 200: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

171 Catatan Pinggir 12

mengingat, bukan melupakan. Di sanalah konon tersimpan iden titas. Identitas adalah anak yang gagah dari masa lalu.

Tapi masa lalu sebenarnya tak punya anak tunggal. Kita memilih hanya satu atau dua yang kita anggap cocok dengan ke hendak kita hari ini. Bahkan kita sering tak menyangka bahwa yang kita anggap berasal dari masa lalu, yang asli, sebenar nya berbeda genealoginya.

28 Oktober 1928: dikatakan hari itu para pemuda dari pelbagai suku bangsa bertemu dan bersepakat. Tapi apa arti ”su ku” sebenarnya?

Saya tak tahu. Saya juga tak tahu sejak kapan kata itu dipergu nakan dalam bahasa sosial-politik Indonesia. Saya sering me lihatnya ganjil. Pengertian ”suku” mengasumsikan ada nya satu totalitas, katakanlah sebatang tubuh, di mana ”suku” ada lah bagian-bagiannya. Artinya, dalam pikiran kita, ”batang tu buh” itu ada sebelum ”suku-suku”-nya. Tapi anehnya dika ta kan bahwa ”suku-suku” itu ada lebih dulu, entah dari mana, dan merekalah yang menyusun diri jadi satu ”batang tubuh”.

Mungkin pada mulanya adalah sensus. Kini kita dengan gampang menjawab sebuah sensus yang mengklasifikasikan ki ta dalam ”suku-suku”: ”Jawa”, atau ”Aceh”, atau ”Bali”. Kita ya kin pengertian-pengertian itu berakar pada sejarah yang tua. Kita lupa bahwa klasifikasi itu sebenarnya ditentukan oleh cacah-jiwa yang diperkenalkan kekuasaan kolonial Eropa di Asia. Kita tak melihat bahwa sensus bermula sebagai cara mengu asai rakyat jajahan.

Kemampuan menguasai dimulai dengan kemampuan menyederhanakan kemajemukan dunia. Untuk itu pemerintah

28 OKTOBER

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 201: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

172 Catatan Pinggir 12

ko lonial memberlakukan kategori yang sebenarnya baru bagi penduduk di koloni: kategori ”ras” misalnya. Ketika para admi nistrator Eropa memakai konsep itu dalam desain sensus me reka, mereka sadar—seperti ditulis Anthony Reid dalam Imperial Alchemy: Nationalism and Political Identity in Southeast Asia—bahwa mereka sedang ”memaksakan kategori-kategori kepada sebuah dunia yang bergeser”.

Pada awal 1930-an para penguasa Eropa sendiri mengeluhkan betapa tak stabilnya pembedaan rasial di Burma. Seorang pe rancang sensus kolonial mengakui: ”orang Timur sendiri tak pu nya konsep yang jelas tentang apa itu ras”.

Tapi sensus dan penguasaan diteruskan, dan kategori yang di terapkan dari atas itu makin melekat.

Dalam cengkeraman kekuasaan itu penduduk me-nyesuaikan diri. Mereka ikut menyebut diri ”Jawa” atau ”Melayu”. De ngan kata lain, anggota ”suku” yang sudah tertentu. Seakan-akan mereka mewarisi sesuatu yang mereka kenang, mereka lanjutkan, mereka hormati. Sampai kini.

Mereka kira mereka mengingat. Tapi ”bangsa” atau ”suku” la hir sering dengan ingatan yang palsu.

TEMPO, 18 Oktober 2015

28 OKTOBER

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 202: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

173 Catatan Pinggir 12

SOTO

TIAP 28 Oktober saya teringat soto. Hari itu, di tahun 1928, ketika para pemuda menyatakan bersumpah

untuk me miliki ”satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa”, tak terdengar ada kesepakatan untuk punya ”satu soto, soto Indonesia”.

Demikianlah kini kita masih bisa merasai soto Bandung, so to Banjar, soto Betawi, soto Kudus, soto Pekalongan (yang ter akhir ini belum juga mau disebut soto, melainkan ”tauto”, ka rena ada unsur tauco di dalamnya), soto Madura, dan seterus nya, sehingga dari barat sampai ke timur berjajar soto-soto—itulah Indonesia.

Soto agaknya satu hal yang mustahil diatur. Maksud saya, ia sulit untuk dilebur dalam sebuah ”kesatuan”. Saya tak tahu, se jauh mana kalangan intelijen menganggap soto Bandung, soto Banjar, soto Madura dan lain-lain itu sebagai ancaman dan menyebarkan informasi: awas, soto adalah pendukung diam- diam federalisme dan pelawan ”NKRI”.

Adapun akronim ini sekarang dipakai sebagai bahasa resmi un tuk menyebut Republik kita—acap kali disebut dengan sete ngah menggertakkan geraham, khususnya ketika sampai di hu ruf ”K”. Tapi kita tahu, lidah kita tak bisa merasakan soto da ri mana pun pada saat kita menggertakkan geraham.

Mungkin karena soto akan senantiasa luput dari bahasa resmi. Ia bertaut erat dengan kelaziman perut dan lidah, yang umum nya terbentuk oleh pengalaman sejak masa kanak-

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 203: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

174 Catatan Pinggir 12

kanak. Orang yang sejak berumur 6 tahun dihibur ibunya dengan makan soto bersantan gaya Bandung tak akan dengan gam pang mencintai soto bening gaya Madura.

Dengan kata lain: soto berhubungan dengan selera, hasrat, ke nikmatan, ingatan, bawah-sadar, banyak hal jasmani yang ter simpan dari masa lalu, yang kadang-kadang muncul, dan agaknya disebut jouissance dalam psikoanalisis Lacan. Soto bertautan dengan sesuatu yang mengandung hal-ihwal yang tak selamanya dapat dibuat terang dan rapi. Soto yang tak dapat dijadikan bagian dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Ok tober itu menunjukkan bahwa dalam hidup memang ada hal-hal yang tak dapat dijangkau oleh tata simbolik—oleh bahasa, hukum, konvensi bersama, dan agama.

Yang menarik ialah bahwa 28 Oktober 1928 justru sebuah pe ristiwa dalam tata simbolik, ketika nama jadi demikian pen ting. Contoh yang paling jelas adalah salah satu yang disebut da lam Sumpah itu: ”bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Bahasa ini bukanlah sesuatu yang baru pada saat ia disepakati untuk dipakai. Bahasa ini telah beredar sekian abad sebelumnya, umumnya disebut sebagai bahasa ”Melayu”, tapi tak lagi persis se perti yang dipergunakan suku Melayu, sebab khazanah dan li dah orang lain—terutama kaum peranakan Cina, yang ba nyak berperan dalam perdagangan dan media—ikut memben tuk nya. Maka yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 itu ada lah mengubah nama ”Melayu” menjadi ”Indonesia”.

Apa arti sebuah nama? Ini pertanyaan yang sering diulangi sejak Shakespeare menulis Romeo and Juliet. Bagi Romeo, na ma tak penting; kembang mawar tetap kembang mawar

SOTO

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 204: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

175 Catatan Pinggir 12

seandainya pun ia disebut ”dadap”. Romeo mendahului teori li ngu is tik Saussure, jika ”nama” kita samakan dengan ”kata”: arti se patah kata bukanlah sesuatu yang berdiam atau tersimpan da lam kata itu sebagai satu hakikat. Arti itu selamanya bergantung pada kata lain yang maknanya berbeda. Maka X = mawar, sebab ia bukan Y bila Y = melati, dan Y = melati, sebab Y bukan Z bila Z = alamanda, dan seterusnya. Maka apa itu ”mawar”? Ki ta cuma bisa angkat bahu.

Tapi tak selamanya kita bisa menyamakan ”nama” dengan ”ka ta”. Nama sering punya sejarahnya sendiri. Ketika nama ”In donesia” dipilih, yang simbolik tak hanya bunyi netral. Ia di gerakkan dan menggerakkan sebuah cita-cita, sebuah harapan, mungkin sebuah rancangan. Jika kita lihat kini, itulah cita-ci ta tentang sebuah negeri yang baik, tempat orang yang berbeda-beda memutuskan untuk tak saling melempar bom.

Ada yang pragmatis di situ: seandainya sebagian kita bersikap seperti Imam Samudra, tak akan banyak lagi di antara kita yang hidup, lebih banyak lagi yang dalam ketakutan. Sebab orang seperti Imam Samudra—yang dengan berapi-api menulis pembelaan atas perannya dalam mengatur pengeboman di Ba li—tak peduli tentang Indonesia. Ia tak perlu Indonesia. Ia ingin menegakkan masyarakat Islam yang tak terbatas pada ”sa tu bangsa dan satu tanah air” ini. Dan ia merasa tahu pasti apa yang ”Islam” itu. Dan dengan klaim itu, ia sah membunuh yang ”bukan Islam”. Islam, dalam pandangan ini, selalu menghunus empat pedang.

Tapi tak ada sebuah kehidupan bersama yang bakal tahan da lam ancaman empat pedang yang terus-menerus. Ini bukan

SOTO

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 205: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

176 Catatan Pinggir 12

ha nya karena rasa jeri. Sesuatu yang lebih dalam tersimpan da lam pragmatisme itu: ”satu nusa, satu bangsa, satu bahasa” ada lah ekspresi dari sebuah panggilan ke arah sesuatu yang universal.

Setidaknya, dilihat di tahun 2005, Sumpah Pemuda bukan lah ambisi mendapatkan kekuatan politik dan keluasan geografis. Sumpah itu buah kesadaran: tak pernah ada kelompok (agama, suku, gender, dan lain-lain) yang bisa mapan dan selesai dalam mencapai identitasnya. Yang disebut ”orang Ja wa”, juga yang disebut ”umat Islam”, sebenarnya tak pernah je las apa artinya—sebab di dalamnya keanekaan berkecamuk, mes kipun sering tak diakui.

Pada saat yang sama, kita tahu sudah takdir kita: meskipun penghuni 17.000 pulau ini tak hadir serentak di satu ujung jalan, kita tahu bahwa tiap saat kita bersentuhan dengan orang yang lain. Bahkan Imam Samudra harus mencoba meyakinkan orang yang ”lain” itu, dan sebab itu ia bicara, berseru, menulis.

Dalam tiap seru, tersirat asumsi bahwa ada yang universal da lam kehidupan bersama ini. Ada hal-hal dalam ”milik” kita yang khas yang kita harapkan dapat diterima dan dinikmati siapa saja, entah kapan. Setidaknya begitulah kearifan penjual so to: ia tak bermaksud menawarkan soto Kudus semata-mata buat orang di kota di utara Semarang itu. Dan kita bersyukur.

TEMPO, 25 Oktober 2015Catatan Pinggir ini pernah dimuat di TEMPO edisi 24-30 Oktober 2005

SOTO

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 206: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

177 Catatan Pinggir 12

PADrI ITu

PADRI itu, Romo Jacques, diculik di awal pekan ketiga Mei 2015. Ia sedang duduk di kamarnya yang sempit di

bia ra Mar Elian di tepi Kota Qaryatain di Suriah ketika orang-orang bersenjata ad-Dawlah al-Islamiyah datang. Kekuasaan yang dalam bahasa Inggris disebut Islamic State itu segera menja dikannya sandera. Tak banyak orang yang tahu.

Tapi pengarang Jerman terkemuka, Navid Kermani, yang men dapat penghargaan Friedenspreis di Pekan Raya Buku di Frankfurt 18 Oktober yang lalu, tak melupakannya. Ia menyebut nasib Romo Jacques secara khusus dalam pidato yang memu kau dalam upacara di Paul Kirche di hari Minggu itu.

Kermani, keturunan Iran, dan bisa disebut sebagai pengarang muslim Jerman, bukan hanya seorang ilmuwan, tapi ju ga sastrawan sekaligus pemikir yang sesekali mengerjakan per jalanan jurnalistik. Di musim gugur 2012 ia mengunjungi Su riah yang diremuk perang untuk sebuah reportase. Di saat itulah ia ketemu Romo Mourad di sebuah biara batu abad ke-7, di tengah kesunyian gunung-gunung gurun.

Biara itu biasa dikunjungi umat Kristen dari mana-mana, ta pi juga, dalam jumlah yang lebih besar, muslim Arab. Mereka, kata Kermani, ”Datang mengetuk pintu untuk menemui saudara-saudara yang Nasrani, untuk berbicara, bernyanyi, dan berdiam diri bersama, dan juga bersembahyang mengikuti ritual Islam di sebuah sudut gereja di mana tak ada

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 207: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

178 Catatan Pinggir 12

gambar atau patung.”Romo Jacques anggota Ordo Mar Musa yang didirikan di

awal 1980 di biara yang sudah rusak itu. Komunitas Katolik di Qaryatain itu unik: didirikan khusus dengan sikap yang membawakan ”cinta kasih kepada muslim”.

Memang terdengar ”gila”, kata Kermani, bahkan ”menggelikan”: orang-orang Kristen yang, sebagaimana mereka ka ta kan sendiri, ”jatuh cinta kepada Islam”. Tapi ini sebuah kenya ta an di Suriah belakangan ini. ”Dengan kerja tangan mereka, ke baikan di hati mereka, dan doa di hati mereka, para biara wan dan biarawati Mar Musa menciptakan sebuah tempat yang bagi saya bagaikan sebuah utopia...,” kata Kermani pula. Lingkungan ini mungkin tak mereka perkirakan sendiri sebe lum nya, tapi ternyata ”telah jauh menjangkau rekonsiliasi eskatologis”.

Romo Mourad memimpin biara itu sendirian. Pendiri ko mu nitas itu, seorang Jesuit dari Italia bernama Paolo Dall’Oglio, sudah tak diketahui di mana lenyapnya. Sejak 28 Ju li 2013 ia diculik pasukan Islamic State. Tapi karena bersuara kri tis kepada Gereja Suriah—ordo ini menentang sikap para pem besar Katolik yang mendukung rezim—biara ini praktis tak dipedulikan.

Jacques Mourad orang Suriah asli yang pendiam dan tekun. Bi caranya pelan, biasanya sambil menutup mata, dan tampak le lah. Tapi kelelahan itu juga sebuah penegasan bahwa ”ia tak akan bisa beristirahat sampai ia masuk ke kehidupan setelah ini”: kelelahan ”seorang dokter dan pemadam kebakaran yang mem bagi kekuatannya ketika kesulitan jadi terlalu berat”.

Padri itu menampung ratusan pengungsi yang melarikan

PADRI ITU

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 208: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

179 Catatan Pinggir 12

di ri dari perang saudara Suriah, sebagian besar muslim. Ia tahu ba haya yang bisa terjadi. Tapi ia tak menganjurkan umatnya me ninggalkan tempat itu. ”Kami, orang Nasrani, adalah bagi an dari negeri ini, meskipun kaum fundamentalis tak menghargai kenyataan ini, baik di sini maupun di Eropa. Kebudaya an Arab adalah kebudayaan kami.”

Ikatan kepada tanah tumpah darah itukah yang menyatukan hati umat Katolik di Qaryatain dengan mereka yang berbeda iman? Mungkin. Tapi mungkin juga ada sesuatu yang le bih kuat. Ketika orang-orang bersenjata yang mengklaim diri pe negak hukum Quran itu mengancamnya, Romo Mourad ber siteguh menyatakan bahwa mereka ”telah memencongkan wajah Islam yang sebenarnya”.

Kermani terkesima mendengarkan kata-kata itu—yang justru diucapkan seorang nonmuslim yang terancam, tapi penuh de ngan kepercayaan kepada ”wajah Islam” yang tak kejam.

Persoalannya, justru kini belum terjawab bagaimana gerangan wajah Islam yang sebenarnya. Wajah yang dengan buas me nyembelih manusia lain dan berteriak, ”Allahu Akbar,” ka rena takut kepada yang berbeda dan berubah, cemas kepada ge rak sejarah ke masa depan yang tak pasti? Atau wajah yang per nah menyinarkan ilmu, pemikiran, dan keindahan ber abad-abad, yang melahirkan karya Ibnu Arabi, puisi Rumi, his toriografi Ibnu Khaldun, filosofi Ibnu Rushd, yang berdiri dengan iman yang kuat seperti iman Romo Mourad, dan sebab itu berani membuka diri kepada yang di luar sana?

Dalam pidatonya, Kermani menyuarakan rasa murungnya bah wa yang berjangkit di kalangan Islam kini adalah tak

PADRI ITU

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 209: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

180 Catatan Pinggir 12

dikenalnya lagi tradisi kreatif yang berani itu. Yang hendak diterapkan kaum Wahabi dan Islamic State adalah doktrin yang se akan- akan tak tersentuh sejarah, bahkan antisejarah: Islam dianggap selesai sebelum manusia mencipta. Akhirnya yang terjadi, kata Kermani, adalah ”amnesia peradaban”.

TEMPO, 1 November 2015

PADRI ITU

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 210: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

181 Catatan Pinggir 12

INGATAN

1965: Apa yang menakutkan dari ingatan?

HARI itu saya berjalan kaki menyusuri Berlin, menyeberang ke bagian kota yang dulu disebut Berlin

Timur. Sa ya bersama Pipit.Saya diam-diam terpesona: ia cuek dengan ke eksentrik-

annya, dengan pakaiannya yang hitam-hitam, dengan tutup ke pa lanya yang mirip topi infanteri Prusia, dengan pikiran-pikir an nya yang mendesakkan hal-hal yang diabaikan orang ba nyak. Terutama politik.

Pipit Rochijat: kukuh, lempang, keras kepala. Tapi ia juga bi sa kocak seperti karyanya, sebuah parodi bergambar dengan mo del wayang yang mengejek habis rezim Soeharto, Bharatayuda di Negeri Antah Berantah, diedarkan secara gelap pada 1993.

Empat puluh tahun lebih ia tinggal di kota Jerman yang ditem pa sejarah yang keras itu. Pada usia 66 tahun, ia bisa berceri ta tentang Perang Dingin yang membelah dunia dan membelah Berlin, tentang tembok yang didirikan kekuasaan Komunis di sisi Timur—yang akhirnya berakhir dengan sebuah ekspose: kekuasaan itu tak bisa bertahan. Tembok Berlin dihancurkan ramai-ramai oleh penduduk yang ingin bebas.

Kini bangunan seram itu praktis tak bersisa, seperti penjara Bastille dalam sejarah Revolusi Prancis. Hanya hantunya

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 211: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

182 Catatan Pinggir 12

yang meng endap dalam ingatan. Reruntukannya di Bernauer Strasse menampilkan fragmen dari cerita selama seperempat abad. Sejak 1961, tembok itu menghalangi orang Berlin Timur me nye berang ke dunia ”kapitalis”; beberapa yang mencobanya di tem bak mati.

Pipit menyaksikan itu. Ia mengetahui itu. Bahkan bisa dikatakan ia mengalami Perang Dingin dalam hidupnya sejak se belum ia berangkat ke Jerman pada umur 21 tahun. Ketegang an dan konflik antara Komunisme dan Antikomunisme membakar praktis seluruh dunia—tak hanya di Berlin, tapi juga di Ke diri.

Pipit, yang lahir di Bandung, besar di kota Jawa Timur itu. Ayahnya Direktur Pabrik Gula Ngadirejo sejak 1959. Kartawidjaja, orang Tasikmalaya lulusan sekolah pertanian Bo gor, me mu lai kariernya di onderneming Turen, di selatan Malang. Ia di angkat memimpin pabrik bekas milik NV Handels Ve re ni ging Amsterdam itu setelah diambil alih Negara di ba wah ”Eko nomi Terpimpin” Bung Karno.

Semakin dekat ke suasana konflik 1965, Pipit mengalami ke tegangan bukan saja antar-”lapisan” sosial, tapi juga antara yang ”komunis” dan ”antikomunis”. Tentu saja ia berada di antara anak pejabat perkebunan, employee, yang diantar ke sekolah dengan bus khusus, sementara anak-anak buruh pabrik tak punya hak itu. Tak ada pergaulan antar-mereka, kecuali ka dang-kadang di lapangan bola. Buruh sering bekerja sebagai pem bantu rumah tangga di rumah direktur pabrik—dan menyebut ”ndoro” si tuan rumah.

Mungkin sebab itulah ketegangan jadi laten. Sekitar 95 per sen pekerja pabrik itu anggota Serikat Buruh Gula (SBG)

INGATAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 212: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

183 Catatan Pinggir 12

yang berada dalam naungan PKI. Hanya sebagian kecil yang masuk organisasi di bawah NU dan PNI.

Pipit kemudian menceritakan kenangannya tentang suasana yang kemudian jadi konflik berlumur darah itu. Sebagian yang diceritakannya kepada saya siang itu pernah dikemukakannya lewat Internet pada 1996.

Menjelang 1965, PKI sangat ”agresif”. Juga dominan. SBG ti dak hanya menuntut perbaikan nasib, tapi juga menuntut agar Kartawidjaja dicopot (”Ganyang Karta!” mereka berseru ge muruh di rapat-rapat), seakan-akan direktur ini sang kapitalis, meskipun pabrik yang dipimpinnya milik Negara. Di SMA tempat Pipit bersekolah, para pelajar terbelah. Juga para pemuda. Dalam pawai-pawai dengan drum band yang gagah, pihak yang ”non-komunis” selalu terdesak. Mereka ”keok melu lu” ketika meneriakkan yel-yel. Bahasa politik sudah dikuasai PKI; yang lain hanya bisa meniru atau bisu.

Dan tak banyak alternatif. Anak muda seperti Pipit tak bisa me nikmati The Beatles, tak bisa menonton film Amerika. Yang bo leh beredar hanya film Eropa Timur dan RRT; ceritanya ”pe rang melulu, dan isinya kegagahan geng komunis belaka”.

Syahdan, 1 Oktober 1965, sampailah kabar ”Peristiwa Gestapu” bahwa sejumlah perwira TNI diculik dan dibunuh ge rak an tentara yang diatur PKI. Tiba-tiba PKI, yang kemarin be gitu dominan, di hari-hari bengis itu berdiri tanpa sekutu. Ia di musuhi ramai-ramai. Di Kediri, letupan kekerasan yang pernah terjadi sebelumnya jadi lebih eksplosif. Para pemuda NU, PNI, Kristen, Katolik, juga yang lain, yang selama ini merasa ter ancam, membalas dendam. ”Kebueeencian” terhadap ”geng ko munis”, tulis Pipit, sudah meluap-luap.

INGATAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 213: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

184 Catatan Pinggir 12

Orang-orang NU am bil inisiatif, disusul kalangan Marhaenis.Pembunuhan pun berlangsung, tak henti-henti selama

sekitar sepekan. Tiap hari puluhan mayat hanyut di sungai yang membelah kota.

”Waktu itu,” tulis Pipit, ”tentu saja kita bersyukur bahwa yang non-komunislah yang memulai kekerasan.” Sebab ada ke ya kinan, ”kalow nggak kita duluan, komunislah yang ngeduluin.”

Kalimat itu seperti menikamkan ingatan lain. Kaum komu nis telah membikin sengsara orang Jerman, dan orang bisa menambahkan, juga Polpot di Kamboja....

Hari itu, di sebuah kedai kopi di Berlin, ketika orang Jerman merayakan penyatuan kembali negara mereka yang dibe lah Perang Dingin, Pipit menyatakan, tak mudah meminta ma af atas pembunuhan 1965.

Saya terdiam. Pesan itu diucapkan seseorang yang selama ber tahun-tahun aktif dalam kegiatan anti-Soeharto, seseorang yang paspornya ditahan rezim Orde Baru dan dimusuhi tentara.

Mungkin, 50 tahun setelah ”G-30-S”, kita tak menyadari be tapa sulitnya ingatan, dan sekaligus betapa mudahnya ia men jebak dan mengurung. Jangan-jangan kita akan lebih bebas bila masa lalu tak kita bentuk sebagai narasi yang utuh. Jangan-jangan dengan begitu trauma bisa lebih ditanggungkan, dendam dan kenangan buruk bisa lebih enteng dilepaskan.

TEMPO, 8 November 2015

INGATAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 214: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

185 Catatan Pinggir 12

L’ÉTAT

A, B, C. Map-map berisi kertas dengan daftar puluhan nama itu terletak di tengah meja kantor sebuah rumah

ta han an di Jakarta, dengan klasifikasi yang akan menentukan na sib orang-orang yang disekap. A: dihabisi. B: dibuang ke Nu sakambangan. C: dikurung di kota terdekat. Atau tak jelas nan ti bagaimana.

”Tak jelas” adalah manifestasi kedaulatan dalam bentuknya yang paling ekstrem: kekuasaan bertindak dengan asumsi tak akan dituntut memberi alasan. Juga ketika menentukan hidup ma ti ribuan orang. Juga ketika salah.

Dengan kata lain, kedaulatan menampakkan diri dengan se buah keputusan untuk mengecualikan diri dari hidup bersa ma yang dibentuk hukum dan bahasa. Ketika hidup ditinggalkan hukum dan percakapan, orang pun bisa dengan semena-me na digolongkan ke dalam oknum yang tak diakui: A, B, C, D....

Seakan-akan Giorgio Agamben sedang mengukuhkan thesisnya di Indonesia di hari-hari itu: kekuasaan tampil berdaulat ketika memproduksi manusia sebagai vita nuda, kehidupan bu gil yang bisa dijadikan ”korban” tanpa bisa digugat. Ia bu kan ”korban” sebagai putra Ibrahim yang disucikan, tapi sema ta-mata sebagai tumbal buat menegakkan sebuah Orde, seper ti kerbau yang kepalanya ditanam sebelum sebuah gedung di ba ngun.

Tapi kekuasaan yang tak hendak berada dalam hukum dan

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 215: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

186 Catatan Pinggir 12

per cakapan makin tampak sebagai kekuasaan yang tegang dan pe nuh kecurigaan. Indonesia, hari-hari itu, adalah sebuah republik yang tak menentu.

Di ibu kota, tak jelas siapa yang mengendalikan aparat dan mem beri arah. Bung Karno masih disebut Presiden dan Pemim pin Besar Revolusi; sistem politiknya ”Demokrasi Terpim pin”. Tapi bisakah ia mengontrol Angkatan Darat? Masih dipa tuhi kah ia oleh organisasi-organisasi politik yang selama ini ja di penyangga kekuasaannya?

Juga di ibu kota, Soeharto, yang belum seorang jenderal penuh, duduk sebagai panglima keamanan dan ketertiban; ia me ngendalikan kekuatan militer, yang di masa itu juga mengen da likan pos-pos pemerintahan sipil. Sanggupkah ia terang-te rang an melawan Bung Karno andai kepala negara yang sangat ber wibawa itu berkeras memerintahkan pembantaian dihentikan?

Mungkin di hari-hari itu, di wilayah Indonesia tak ada Negara seperti dipikirkan para pakar hukum konstitusi. Yang mungkin ada hanya bayang-bayangnya: seperti hantu. Hantu yang menakutkan, tapi tak konsisten. Yang mungkin konsisten dan punya efek hanya ruang penyiksaan di pelbagai tempat, de ngan map A, B, C atau tidak. Pembunuhan besar-besaran ter jadi di Kediri, sebagaimana cerita seorang saksi mata, dilakukan para pemuda NU, PNI, dan lain-lain—bukan oleh alat Ne gara. Pembunuhan sejenis terjadi di Jawa Tengah dan Bali, de ngan bantuan RPKAD, resimen khusus Angkatan Darat, alat Negara. Sebaliknya di Jawa Barat tak tercatat pembantai an orang PKI dalam skala besar—dan kalaupun terjadi, itu dila ku kan jauh sebelum 1965 oleh pasukan Darul

L’ÉTAT

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 216: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

187 Catatan Pinggir 12

Islam di dusun- dusun. Pernah di sebut, panglima militer di sini, Mayjen Ibrahim Adjie, mencegah pembantaian di wilayahnya; ia mengambil sikap yang berbeda dengan Soeharto. Ada pula yang me nu lis bahwa di Jawa Barat beberapa perwira teritorial (ya, alat Negara) pro-PKI; mereka tak membiarkan pembunuhan se per ti di tempat lain terjadi.

Hari-hari yang bengis dan tak menentu itu menunjukkan be tapa sulitnya menunjuk ”Negara”, menuntutnya agar minta maaf. ”Negara” bukan satu struktur yang tak berubah sejak 1965. Jika ”Negara” ibarat sebuah ruang, ia ruang yang diisi dan dibentuk sejarah—dan sejarah dibangun bukan saja oleh saat-saat seia-sekata, tapi juga saat-saat konflik. Jika ”Negara” iba rat sebuah tata yang mirip bangunan, ia didirikan setelah me nanam kepala yang lepas dari leher yang dipenggal, secara har fiah atau kiasan.

Dengan kata lain, Negara adalah kisah kekerasan dan waktu. Marx menunjukkan ”Negara” selalu bersifat represif terha dap kelas yang lain, dan hanya kelak, ketika perbedaan kelas hi lang, ”Negara” akan lapuk dan layu. Para pemikir sesudahnya ju ga menunjukkan terpautnya ”Negara” dengan sejarah. Bagi Ba diou, misalnya, ”Negara” selalu genting. L’État, menurut Ba diou, sebenarnya efek ”menghitung-jadi-satu”, comptepour-un, atas sebuah situasi—dan yang disebut ”situasi” itu pun efek da ri penyatuan yang ditampilkan dari multiplisitas yang mirip anarki. L’État tak stabil karena dalam tubuhnya selalu ada unsur yang tak diperhitungkan yang suatu saat bisa meletus seba gai pembangkangan.

Singkat kata, ”Negara” adalah tata yang terbentuk secara acak dari saat ke saat, sebuah proses yang belum juga

L’ÉTAT

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 217: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

188 Catatan Pinggir 12

berakhir —dan selamanya mengandung instabilitas dan kekeras an. Hukum, yang menjaganya dari khaos, setali tiga uang.

Dalam perspektif ini, menghakiminya adalah sebuah ikhtiar yang rumit, mungkin heboh; tapi saya tak yakin keadilan akan tercapai setelah itu—baik ketika ”Negara” dinyatakan ber salah maupun tidak.

Lagi pula, siapa yang patut mewakili ”Negara” untuk dituntut atas kekejaman dan kejahatan setengah abad yang lalu—se tidaknya karena telah membiarkannya? Dan jika ”Negara” ber diri selalu dengan menciptakan orang-orang yang harus di si sihkan, yang hidup dalam vita nuda, adilkah jika ia hanya di gu gat karena pembantaian di satu waktu, bukan di waktu lain?

Tentu, kita mesti mengungkap kekejaman 1965 (atau sebelumnya, atau sesudahnya). Kita perlu mengutuk keras-keras, meng hukum para algojo, mengurung para penggerak mereka. Ta pi ada satu kalimat tua yang arif: ”...di tempat pengadilan, di situ pun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situ pun terdapat ketidakadilan.”

TEMPO, 15 November 2015

L’ÉTAT

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 218: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

189 Catatan Pinggir 12

rOJAVA

DI daerah pertempuran itu, anak-anak menonton The Kid Charlie Chaplin. Mereka ketawa berderai-derai.

Orang tua atau kakak-kakak mereka mungkin sedang berjaga-jaga dengan bedil dikokang di perbatasan, tapi di Rojava, di wilayah uta ra Suriah yang didiami orang Kurdi itu, perang memang sedang jeda dan harapan dibangun.

Entah sampai kapan.Tapi tampak ada yang tumbuh: di wilayah seluas satu

setengah kali Belgia itu orang sedang mencoba sebuah masyarakat yang egaliter; sebuah perekonomian yang tanpa akumulasi mo dal; sebuah tata yang tanpa pusat kekuasaan; sebuah demo krasi di mana lelaki dan perempuan setara dan bukan hanya orang Kurdi yang mendapat hak. Sebuah demokrasi yang radi kal.

Penulis Belanda, Chris Keulemans, yang berkunjung ke sana, menulis sebuah reportase dalam De Groene. Ia mengirimkan versi bahasa Inggrisnya kepada saya—sebuah tulisan pen dek yang dengan memukau menampilkan suasana interim antara damai dan tak damai: buruh bangunan yang mengenakan ba ju terbaiknya di hari Minggu; komandan yang punya raut da gu seperti George Clooney; nenek-nenek yang menyandang se napan Kalashnikov; barak yang dengan ketat dibarikade, tem pat perempuan-perempuan muda pejuang duduk bersama di atas karpet....

Hari-hari itu orang Rojava sedang membangun gedung

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 219: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

190 Catatan Pinggir 12

par lemen rakyat. Jonas Staal, salah seorang dari tiga seniman Be landa yang datang dan tinggal di sana untuk membantu mereka, berkata, ”Di sini revolusi masih kerja yang belum selesai.” Mungkin akan berlanjut. Ia berseru dalam bahasa Kurdi, ”Berxwedan Jiyane.” Perlawanan adalah kehidupan.

Apa yang dilawan? Di Rojava musuh itu kapitalisme, konsen trasi kuasa, pemerintah Turki yang menolak kemerdekaan orang Kurdi, dan lebih dekat lagi: ISIS.

Korban sudah banyak jatuh. Tiga orang baru saja tewas oleh bom bunuh diri. Tiap orang yang ditemui Keulemans punya sanak saudara yang terbunuh. Semen, yang sedang dipakai membangun gedung parlemen, kadang-kadang harus dipindah kan untuk membangun barikade. Sekop yang untuk me ngeruk tanah kadang-kadang diambil orang untuk membuat li ang lahad.

Tapi mereka tak menyerah. Orang-orang Kurdi ini berhasil merebut kembali Kota Kobane dan menolong orang-orang Yez di dari pembantaian ISIS. Dan lebih dari itu, di wilayah perang itu, mereka mencoba mempraktekkan ide-ide Abdullah Öcalan.

Sejak ditangkap pada 1999, sampai hari ini Öcalan disekap pe merintah Turki di Imrali, pulau penjara yang dijaga pasukan 1.000 orang. Ia berbahaya. Ia mendirikan Partai Pekerja Kurdi yang Marxis-Leninis, untuk melahirkan negeri tersendiri. Untuk kemerdekaan Kurdi, ia angkat senjata.

Tapi berangsur-angsur, pandangannya berubah. Kini ia me milih jalan damai. Ia melepaskan Marxisme-Leninisme dan mengadopsi ide-ide pemikir politik kelahiran New York, Murray Bookchin.

ROJAVA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 220: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

191 Catatan Pinggir 12

Bookchin, yang semula juga seorang Marxis, sejak 1970-an merumuskan gagasannya yang ia sebut ”libertarian munici palism”: demokrasi rakyat di lingkungan yang kecil. Rojava mung kin tempat pertama di dunia di mana cita-cita yang bermula pada Anarkisme itu—menampik modal, mengelakkan bi rokrasi besar negara—sedang dijalankan. ”Revolusi akan ber hasil!” kata Staal.

Optimismekah yang harus disuarakan? Atau sinisme? Mung kin bukan kedua-duanya. Mereka yang melihat kembali ma sa lalu dengan sedih akan menemukan bagaimana percobaan demokrasi radikal tumbuh, menggugah, tapi tak lama ke mu dian kelihatan rapuh.

Tapi mungkin tak sepenuhnya sia-sia.Pada akhir 1936 George Orwell—ia sudah dikenal karena

bukunya Keep the Aspidistra Flying—datang dari Inggris ke Spa nyol untuk menulis tentang Perang Saudara yang waktu itu se dang jadi pusat perhatian dunia. Tapi akhirnya ia bergabung de ngan para pejuang kiri yang bertempur di wilayah Catalonia dan Aragon. ”Pada waktu itu dan dalam suasana itu, itulah satu- satunya hal yang terpikirkan untuk dilakukan,” tulisnya.

Homage to Catalonia, yang ditulisnya sebagai rekaman masa itu, adalah kesaksiannya. Ia gambarkan keberanian para pejuang yang kacau dalam perang yang tak siap (”Ini bukan perang,” kata seorang komandannya yang agak putus asa melihat kualitas anak buahnya. ”Ini opera penggeli hati di mana orang ka dang-kadang mati”).

Tapi Orwell bukan mengejek. Sebab ia juga menyaksikan se suatu yang menakjubkan: sebuah masyarakat sama-rata-sama -rasa yang suatu saat terjadi di Barcelona.

ROJAVA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 221: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

192 Catatan Pinggir 12

”Itulah buat pertama kalinya saya lihat sebuah kota di mana ka um buruh memegang kendali,” tulis Orwell. Praktis tiap gedung sudah mereka rebut dan dihiasi bendera merah, gambar palu-arit, bendera kaum Anarkis, dan slogan-slogan perjuangan. Di kafe-kafe, para pelayan tak diperlakukan sebagai pela yan. Tak ada sebutan ”Senior” atau ”Don”. Yang ada ”kame rad”. Gereja dan para padri yang semula pegang privilese sudah di habisi. Tak tampak ada orang kaya. Tak ada penganggur.

”Semua tampak ganjil dan mengharukan,” tulis Orwell pula. ”Banyak yang tak saya pahami, malah ada cara-cara yang tak saya sukai, tapi segera saya mengenalinya sebagai satu keada an yang berharga untuk diperjuangkan.”

Ia pun ikut dalam perjuangan itu—tapi tak lama kemudian ka lah. Sekutunya, Partai Komunis, dengan dukungan dari Sta lin, sengaja tak berbagi senjata dengan mereka. Pada suatu hari bahkan ada pembersihan. Orwell melarikan diri. Tapi kata-kata itu tak pernah disangkalnya: ia pernah melihat ”satu ke adaan yang berharga untuk diperjuangkan”.

Dan perjuangan itu tak sepenuhnya bisa ditutup dengan satu kesimpulan. Seperti film The Kid yang dimulai dengan seba ris teks: A picture with a smile, and perhaps, a tear.

TEMPO, 22 November 2015

ROJAVA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 222: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

193 Catatan Pinggir 12

KOSMOPOLIS

KOTA besar yang terbentang, kosmopolis yang membuat tiap orang jadi seorang asing dan sekaligus tamu yang

bebas di sudut yang tanpa alamat—mungkin itulah yang membuat Paris dan New York tak mudah dilupakan.

”Tak pernah ada akhir apa pun bagi Paris, dan kenangan tentang tiap orang yang pernah tinggal di dalamnya berbeda dari kenangan tentang yang lain. Kita selalu kembali kepadanya....”

Hemingway menuliskan itu dalam A Moveable Feast, sebuah nostalgia tentang Paris tahun 1920-an. Paris-nya adalah Pa ris ”ketika kami melarat dan bahagia”.

Naskah buku itu diduga selesai sekitar tahun 1960, kemudian diterbitkan empat tahun kemudian, setelah pengarangnya me nembak dirinya sendiri di rumahnya. Ia tewas ketika usia nya 61.

Dalam pengantar tiga paragraf Hemingway menulis: ”Pembaca bisa memilih untuk melihat buku ini sebagai sebuah fiksi. Tapi selalu mungkin fiksi seperti itu bisa menjelaskan apa yang te lah ditulis sebagai fakta.”

Antara fiksi dan fakta, A Moveable Feast memang lebih berbicara tentang Hemingway muda ketimbang tentang Paris. Ia sendiri menyadari itu: naskah itu ditulisnya dari yang disisakan ingatan dan hatinya, meskipun, seperti diakuinya, ingatan itu su dah diaduk waktu dan kemurahan hati itu ia

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 223: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

194 Catatan Pinggir 12

tak punya. Tapi He mingway masih menuliskannya dengan bergelora justru ke ti ka energi kreatifnya mulai habis, dan itu membenarkan apa yang dikatakannya: ”Tak pernah ada akhir apa pun bagi Paris.”

Nostalgia adalah penangkal sederhana bagi kosmopolis yang bergerak terus: sebuah kemewahan yang tersembunyi dan mem buat kita lebih lembut, secercah kerinduan di pinggir an ke tika kota ingin menguasai apa saja, juga cakrawala waktu.

Saya teringat percakapan dalam novel Don DeLillo, Cosmopolis, di sebuah bagian Kota New York:

”...Apa itu ragu? Kau tak percaya kepada keraguan. Kau pernah katakan itu kepadaku. Komputer punya kekuatan melenyapkan ragu. Semua keraguan muncul dari pengalaman masa silam. Tapi masa silam sedang menghilang. Dulu kita tahu masa lalu, bukan masa depan. Ini berubah sekarang....”

Dengan Cosmopolis tampak DeLillo ingin menunjukkan du nia yang kemilau dan takabur, yang terus-menerus rakus, yang bertaut dengan ruang yang rapi dan teknologi seperti dalam science fiction tentang manusia masa depan. Tapi sementa ra itu, tokohnya bergerak di sela-sela sesuatu yang tak dikenali nya: khaos yang menetap dalam hidup sehari-hari, masa lalu yang tersisa di hari ini.

Dalam ketakpekaan itu, New York terguncang habis ketika pada suatu pagi ia digedor dunia luar yang kacau dan orang-orang yang ganas oleh dendam. Cosmopolis agaknya menyindir itu: novel ini terbit dua tahun setelah Menara Kembar New York ditabrak dua pesawat terbang bunuh diri dan hampir 3.000 orang tewas.

KOSMOPOLIS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 224: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

195 Catatan Pinggir 12

Tokohnya Eric Packer. Ia asset manager berumur 28 tahun yang baru menikahi perempuan Eropa waris harta yang berlimpah. Pagi itu ia berangkat dari apartemennya yang seharga 140 juta dolar untuk potong rambut di tukang cukur kesuka an nya di West Side Manhattan.

Perjalanannya—dengan limousine putih berkilau—ternyata makan waktu sehari penuh. Jalanan macet. Presiden sedang berada di New York dengan penjagaan ketat yang menghalangi la lu lintas. Ada demo antiglobalisasi yang ribut dan agresif di Times Square.

Selama itu, Eric mengamati, tak tersentuh, dan melakukan apa yang biasa dilakukannya.

Ia praktis tak pernah berpindah. Limo putih itu tampaknya per umpamaan DeLillo tentang kosmopolis yang palsu: ruang hi dup yang serba cukup tapi tak terbuka dan terpisah dari debu dan daki manusia lain yang tak masuk hitungan. Semua bisa dilakukan di mobil panjang itu. Layar monitor untuk mengikuti gerak mata uang dan saham. Oven pemanas makanan. Alat pemantau jantung. Tempat dokter memeriksa kandung ke mih. Tempat Eric membahas segala hal dengan penasihat tek nologi dan keuangannya. Tempat ia berzina dengan teknik foreplay yang paling mutakhir.

Gambaran hiperbolik itu tak baru, pesannya klise, tapi dengan bahasa yang terampil, Cosmopolis menunjukkan pongah nya orang-orang di haribaan hiperkapitalisme. Dunia me reka adalah konstruksi digital yang pasti, ”the digital imperative that defined every breath of the planet’s living billions”. Komputer me re ka sanggup menindas keraguan dan masa silam.

KOSMOPOLIS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 225: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

196 Catatan Pinggir 12

Jika novel ini agak membosankan, mungkin karena ia meng ikuti hidup Eric yang membosankan; orang ini menikmati sensasi tanpa ingin meloncat ke luar.

Tapi ia sebenarnya rapuh. Di ujung novel, digambarkan dengan realisme ala DeLillo yang memikat, sang miliarder akhir nya sampai ke tempat tukang cukurnya. Ia turun dari limo putihnya, turun ke masa kini yang juga masa lalu sehari-hari. Di atas kursi sang barber bersahaja yang dahulu tetangga ayahnya, Eric duduk. Ia tertidur.

Nostalgia adalah celah untuk istirahat bagi kehidupan yang di lecut keyakinan bahwa ”masa silam sedang menghilang”. Nos talgia adalah pelindung kecil di sebuah kosmopolis. Maka ia akan bertahan, bahkan di hadapan teror. New York 2001; Paris 2015.

Setelah tubuh-tubuh yang terbunuh bertumpuk di atas remukan kaca etalase, setelah teriakan takut dan marah terdengar ber sama raung sirene, ada sesuatu dari masa lalu yang muncul. Xenofobia, paranoia, tapi juga keinginan bersaudara kembali.

Maka orang pun bersentuhan dalam cemas dan berkabung, dan kota itu kembali jadi kota manusia.

TEMPO, 29 November 2015

KOSMOPOLIS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 226: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

197 Catatan Pinggir 12

AYAAN

HAMPIR tiap hari, kata ”Islam” diseru, dengan marah atau takut atau khidmat. Pada saat yang sama bom

bunuh diri meledak dan menghancurkan, dan sederet leher dipancung di depan kamera televisi, dan gadis-gadis diculik, dan ba ngunan bersejarah dimusnahkan. Apa arti kata itu sebenar nya?

”Islam bukan sebuah agama perdamaian,” tulis Ayaan Hirsi Ali dalam bukunya yang baru terbit, Heretic: Why Islam Needs a Reformation Now.

Kesimpulan itu tentu akan menimbulkan kontroversi, tapi Aya an Hirsi Ali sudah lama hidup dalam kontroversi. Yang menarik, buku setebal 272 halaman itu menunjukkan sikapnya yang lebih lunak kepada agama yang telah ditinggalkannya. Ia mu lai percaya bahwa Islam, seperti agama Kristen dan Yahudi, akan mengalami reformasi.

Dulu ia pernah lebih keras, dengan gayanya sendiri.Kita ingat, 11 tahun yang lalu ia membuat sebuah film

bersama Theo van Gogh. Film 10 menit itu, Submission, bercerita ten tang empat perempuan yang dimainkan seorang aktris yang bercadar; tapi di balik chador dengan kain transparan itu tam pak tubuh perempuan yang telanjang. Tubuh yang berbe kas-bekas pukulan dan siksaan itu juga sebuah kanvas di mana ter tera ayat-ayat Quran yang mengatur kehidupan pria dan wa nita—yang sebenarnya bisa ditafsirkan baik atau buruk, atau kedua-duanya.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 227: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

198 Catatan Pinggir 12

Tapi dalam sebuah pertengkaran yang sengit, tafsir buruk men desak tafsir baik. Tak lama kemudian, Theo van Gogh dibunuh dengan bengis di sebuah jalan di Amsterdam; pembunuhnya seorang pemuda muslim Belanda. Ayaan Hirsi Ali, yang menerima ancaman, memaklumkan bahwa Islam adalah ”mu suh” yang harus dikalahkan.

Kita tak tahu bagaimana ia akan mengalahkan Islam; yang ki ta tahu ia pindah ke Amerika dan jadi warga negara negeri itu dua tahun yang lalu. Ini bukan buat pertama kalinya ia beremigrasi. Ayahnya, seorang tokoh oposisi Somalia, berpindah ke Arab Saudi, lalu Ethiopia, dan kemudian Kenya. Ayaan tak mengikuti ayahnya; ia ke Nederland dan memperoleh suaka po litik pada 1992.

Ia bukan seekor burung yang dikurung. Berangsur-angsur, ia meninggalkan agamanya dan jadi seorang atheis. ”Islam itu iba rat sebuah kurungan jiwa,” tulisnya dalam Infidel. ”Mula-mu la, ketika kita buka pintunya, burung yang terkurung itu tak mau keluar; ia takut. Ia telah menjadikan keterpasungannya ba gian dari dirinya.” Tapi kemudian Ayaan menyadari kesalahannya sendiri, dan ia, si burung, pun terbang ke luar.

Dari luar, ia bisa melihat dengan amarah, mungkin dendam, bekas penjaranya.

Tapi amarah—seperti dendam, seperti benci—bisa jadi pen jara tersendiri, dan terbang mau tak mau menciptakan jarak pandang. Ayaan memandang Islam dari atas, dari arah kepala, sebagai konsep, bukan pengalaman, seakan-akan Islam tak punya kaki yang tersentuh sejarah. Nama ”Islam” itu sendiri berarti ”berserah-diri” (submission), katanya dalam Heretic. Ma ka dengan itu kita menyerahkan diri ke seperangkat penuh

AYAAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 228: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

199 Catatan Pinggir 12

ke yakinan. Di sana, aturan ”bersifat persis dan keras, tegar”.Dengan kata lain, baginya, Islam sepenuhnya (dan selama-

la manya) bersifat legalistik. Tanpa kompromi. Tertutup. Karena itulah apa yang disebut Ayaan sebagai ”Muslim Madinah” me nguasai percakapan: mereka mendesakkan kepatuhan ber agama berdasarkan doktrin Islam dari masa ketika Nabi mem ba ngun kekuasaan dan melaksanakannya, ketika orde sedang di kukuhkan dengan hukum, dan pertimbangan politik mendominasi tafsir.

Tapi Ayaan tak sepenuhnya benar. ”Berserah-diri” bisa juga ber arti menolak jadi angkuh. Submission bisa berarti menyerah kan diri kepada penilaian Hakim Yang Maha-Tahu dan Adil tentang yang benar dan yang salah, yang kafir dan yang ber iman.

Tapi tentu saja sebuah agama tak ditentukan coraknya dari ka ta sebutannya. Sebuah agama menemukan corak dari pengalaman—dari sejarah. Tiap kali, menurut Adorno, sejarah ”me nerobos masuk ke dalam kata”. Kata tak pernah imun dari du nia yang mengelilingi dan melahirkannya. Laku dalam ruang dan waktu, bukan doktrin, itulah yang melahirkan ”ngèlmu”, pengetahuan dan kearifan hidup.

Pernah saya bertemu dengan Nasr Abu Zayd (almarhum), pe nelaah dan penafsir ajaran Islam dari Universitas Kairo yang ter kenal itu, pemikir yang diancam dibunuh oleh organisasi Jihad Islam Mesir. Kepada saya ia mengatakan ia sedang hendak me neliti kitab-kitab fikih yang tersimpan dalam pelbagai perpustakaan di Asia Tengah.

Kenapa justru kitab fikih, tanya saya.Jawabnya: Di dalamnya sangat mungkin dapat kita

AYAAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 229: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

200 Catatan Pinggir 12

temukan keputusan-keputusan para hakim agama setempat tentang perkara yang dialami umat sehari-hari. Dari sana dapat diketahui, sejauh mana agama hidup, sejauh mana pula ia teks yang be ku.

Islam, dengan kata lain, adalah proses. Bagi Ayaan Hirsi Ali, yang dikungkung dan diawasi, agama sebuah sangkar. Bagi Nasr Abu Zayd, sebuah perjalanan.

TEMPO, 6 Desember 2015

AYAAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 230: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

201 Catatan Pinggir 12

PETA

HIDUP bukan peta yang dibingkai. Tapi manusia agaknya mu dah melupakan itu, ketika sejarah jadi sebuah ce ri ta

yang su dah selesai—sebelum penaklukan.Ada sebuah anekdot dari abad ke-18, ketika orang-orang

Ero pa berlayar ke pelbagai penjuru bumi sebagai penjelajah dan kemudian (atau sekaligus) sebagai penjajah. Suatu hari pada 1787, La Pérouse, panglima armada Prancis, setelah meng arungi Lautan Teduh selama 100 hari, tiba di Tiongkok. Ini bi sa dikatakan ekspedisi keilmuan: La Pérouse membawa 10 il muwan. Mereka ingin membuat peta garis pantai Pulau Sa kha lin.

Syahdan, seorang penduduk setempat memberi tahunya dengan cara sederhana: menggariskan tongkatnya ke pasir, membuat sebuah gambar. Ia tak peduli akankah peta yang dicoretkannya terhapus hujan. La Pérouse, yang datang dari dunia la in, dengan segera meniru gambar itu dengan pensil dan mere kam nya di buku catatan.

Kelak, dengan peta semacam itulah para ilmuwan menelaah bumi dan imperialisme Eropa menjangkau dunia. Jagat pun di letakkan sebagai pigura, diawetkan, diukur, dijangka; langsung atau tak langsung dikuasai.

Sejak itu, manusia, ”aku”, muncul sebagai yang mengetahui dan menguasai. Ia sang pengendali. Sejak itu, bumi dan alam ra ya tak bertaut lagi dengan ”aku”, melainkan membisu: benda yang ditatap.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 231: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

202 Catatan Pinggir 12

Sejak itu, tak diakui lagi mantra:

Bulat batu kubula bulatBulat batang padiAku tahu asal kau ulatMate beras mare kau menjadi

Dalam mantra, ”aku” dengan alam flora dan fauna tak berjarak, bahkan saling menyusupi. Batu, batang padi, ulat, beras, semua bagian dari ”aku”—dan ”aku” bagian dari mereka. Manusia tak berhadap-hadapan dengan alam; ia hidup jauh di da lam nya.

Tapi semua itu berubah sekarang. Dalam peta, ”aku” ber ada de ngan jarak tertentu dari ruang di mana ”aku” ada, dan ”aku” me natap ke ruang di mana ”aku” ada. Inilah, kata Heideg ger, ”Za man Gambar Dunia”, die Zeit des Weltbildes.

Di zaman ini, bumi diwakili gambar. Praktis, bumi adalah gambar. Gambar itu adalah ”representasi”—sesuatu yang meng gantikan yang tak hadir, dan sekaligus sesuatu yang seakan-akan dihadirkan lagi, meskipun sebenarnya tidak: berbe da dengan kehidupan di tengah alam, gambar itu mandek, te tap, riwayatnya selesai. Diletakkan dalam posisi itu ia bisa di ana lisis, dihitung unsur-unsurnya, diteliti.

Demikianlah dunia yang tak lagi percaya mantra datang de ngan paradigma baru: apa-yang-ada di alam dan apa-yang-ada dalam diriku bukan sesuatu yang ada bersama iklim dan se jarah, melainkan data yang diam, tak berubah—tapi dapat di bawa melintasi ruang dan waktu. Bruno Latour, pemikir Pran cis yang banyak membahas ilmu-ilmu pasti dan alam,

PETA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 232: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

203 Catatan Pinggir 12

menyebutnya mobile immuables.Latour menggambarkannya dari pengalaman bekerja

di labo ratorium. Di sana, ilmuwan mengubah tikus-tikus dan bahan kimia jadi bagian dari karya ilmiah. Dalam laboratorium, ka ta Latour, ”Tiap hal dan apa saja dijadikan inskripsi.” Inskripsi itu immuable (tak bisa diubah), tapi mobile (bisa berpindah)—untuk dipergunakan—dari laboratorium yang satu ke la boratorium yang lain.

Rumus kimia, hasil sensus, opini publik, ketimpangan sosial, kesetaraan gender—semua bisa direpresentasikan dengan itu.

Yang dikemukakan Latour tepat dan menarik, tapi agaknya ia hanya melihat gejala di dunia ilmu dan teknologi. Ia tak melihat mobile immuables juga berlaku di dunia ideologi dan aga ma—yang juga punya asumsi bahwa hidup hanya bisa diketa hui bila dibingkai (Gestell, dalam istilah Heidegger)—bukan di bingkai sistem dan prosedur laboratorium, tapi dengan ke rangka dogma dan dalil. Dengan bingkai itu hidup sepenuhnya dijelaskan dengan hukum-hukum yang permanen. Mobile immuables, seperti halnya hukum bagi kaum Fundamentalis, ha nya mengenal yang sama, dengan ilusi bahwa tak akan ada hal yang tak diduga. Yang ganjil dianggap salah dan ditenggelamkan.

Namun tatapan yang represif itu tak bisa mutlak. Manusia tak hanya berada dalam peta yang dibingkai dan kanvas yang sta tis. Ia punya apa yang saya sebut ”ruang puitik”, di mana ber kecamuk segala yang tak-dapat-diperhitungkan, di mana se gala yang-tak-pasti melontarkan bayang-bayangnya.

Maka manusia selalu bisa menghirup udara di luar barisan

PETA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 233: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

204 Catatan Pinggir 12

mobile immuables yang tak mengakui ilusinya sendiri.Dunia, kata Latour mengingatkan kita, bukanlah sebuah

be nua yang padat-padu yang di sana-sini diselingi ”telaga ketidakpastian”. Dunia adalah sebuah ”lautan ketidakpastian”. Ada pun bentuk-bentuk yang stabil, yang ditimbang dan diukur dengan tertib, hanya sesekali muncul.

Di ”ruang puitik” bisa kita tangkap gema baris-baris sajak Chairil Anwar untuk Gadis Rasid: mari kita lepas jiwa mencari jadi merpati/ terbang mengenali gurun, sonder ketemu, sonder men darat.

TEMPO, 13 Desember 2015

PETA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 234: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

205 Catatan Pinggir 12

TErOrIS

Stepan: Cuma bom yang revolusioner.

HAMPIR separuh abad yang lalu Arief Budiman menerjemahkan lakon Les Justes dengan judul Teroris,

yang ke mu dian jadi naskah Albert Camus yang paling banyak dipentaskan di kota-kota Indonesia.

Saya tak tahu mengapa kata ”teroris” yang dipilih; saya percaya Arief Budiman, yang mengagumi dan dengan mendalam menelaah Camus, tahu apa yang dilakukannya. Yang sekarang sa ya lihat, Teroris, lakon itu, seperti yang sedang terjadi di mana-mana, menunjukkan hubungan yang merisaukan, atau me nge rikan, antara pembunuhan dan keadilan, antara kebenaran dan kematian, antara politik dan ketakberhinggaan.

Dalam pengantar untuk naskahnya, dengan titimangsa 1949,

Camus menulis bahwa lakonnya berdasarkan peristiwa nyata, meskipun Les Justes ”bukan sebuah lakon sejarah”. Februari 1905, di Moskow, sekelompok teroris yang merupakan bagian partai sosialis revolusioner merancang percobaan pembunuhan atas Hertog Agung Serge Alexandrovich, paman Tsar Rusia. Camus juga menyebut ia tak mengubah nama tokoh utamanya, Kaliayev. Itu karena ”rasa hormat dan kagum” kepa da mereka yang dalam usaha yang amat nista itu ”tetap tak mam pu menyingkirkan suara hati mereka”.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 235: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

206 Catatan Pinggir 12

Yanek Kaliayev, pemuda itu, memang tak mampu untuk me lepaskan hatinya. Ia disiapkan untuk melemparkan bom Ta pi ketika kereta sang Hertog datang, ada yang tak disangka-sangkanya. Di kereta tamu agung itu ada dua anak kecil, kemena kan sang Hertog. Wajah mereka tampak sedih, memandang lu rus ke depan. Melihat itu, Yanek batal menjalankan perintah. ”Tanganku jadi lemas. Kakiku goyah,” katanya kemudian. Bom tak jadi dilemparkan; kereta itu berlalu, selamat.

Yanek kembali ke tempat persembunyian dengan perasaan ka cau. Tapi teman-temannya memaklumi sikapnya. Mereka me maafkan kegagalannya. Hanya Stepan yang berkeras. Baginya, bom harus tetap diledakkan, juga jika harus membunuh ke dua anak itu. ”Karena Yanek tak jadi membunuh mereka,” ka tanya, ”jutaan anak-anak Rusia akan mati kelaparan beberapa tahun ke depan....”

Barangkali pendirian ini yang kini ada di antara mereka yang di tahun ini saja membunuh 43 orang di Beirut, 132 di Pa ris, 224 di pesawat yang terbang dari Jazirah Sinai, 27 di Kota Kuwait, 38 di Sousse, Tunisia.... Mereka adalah Stepan: atas na ma yang tertindas dan yang dihinakan, atas nama keadilan, atas nama iman yang dahsyat, tak ada batas bagi pembunuhan. Te ror, kata Stepan, tak mengambil bentuk seperti yang diinginkan orang-orang yang lunak hati (délicats). ”Kita pembu nuh, dan kita telah memilih jadi demikian.”

Dalam Teroris, memang ada Dora, si perakit bom. Ia menyelipkan satu pertanyaan dan mengingatkan, ”Bahkan dalam des truksi sekalipun, ada tatanan, ada batas-batas.”

Stepan tak akan menggubris ini sebab ia bisa bertanya

TERORIS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 236: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

207 Catatan Pinggir 12

balik: siapa yang menentukan batas? Bukankah revolusi justru meng hancurkan tata—juga nilai-nilai kemanusiaan yang lazim dicanangkan orang yang lunak hati?

Hanya bom yang revolusioner. Puisi, dunia kaum délicats, tak cocok untuk mengubah kehidupan. Kebenaran tak dapat di tawar, juga oleh kematian. Aksi politik yang militan harus siap untuk menjalani yang tak berhingga.

Yanek akhirnya melemparkan bom. Sang Hertog terbunuh dan si pembunuh ditangkap. Yanek dihukum gantung. Tapi ia mati dengan tenang. Pembunuhan, tulis Camus dalam L’Homme Revolté, adalah ”perkecualian yang tanpa harapan” (une exception désespérée). Yanek, sang pembangkang, membu nuh, agar jelas bahwa pembunuhan sebenarnya, dan selanjutnya, tak bisa dilakukan. Yanek tahu ia harus mati.

Tentu tak bisa kita melihat para algojo ISIS sebagai para te ro ris dalam lakon Camus. Dilihat di hari ini, Teroris tak terasa ge lap, bahkan terlampau jernih. Camus seperti tak mengenal ke mungkinan bahwa keadilan bisa berarti dendam dan dendam bisa berarti kebencian. Bagi para algojo yang menyembelih deretan korban di depan kamera—agar disiarkan—pembunuhan bukan ”perkecualian yang tanpa harapan”.

Tapi ada apa selanjutnya? Tiap penyiaran mengandung undangan berbagi. Tak jelas dengan siapa para algojo itu akan ber bagi; mereka memperbanyak musuh, menyempitkan diri. Pem bunuhan-pembunuhan mereka hanya terasa sebagai parade kekejaman—hanya sejenis nihilisme—untuk kehancuran di ri dan yang lain. Tak dibutuhkan sentuhan yang mengimbau apa pun, kecuali Tuhan yang diubah jadi buas.

TERORIS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 237: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

208 Catatan Pinggir 12

Sebaliknya Dora, dalam Teroris, mengucapkan sesuatu dengan sentuhan itu, menandai kekerasan hidupnya juga menyem bunyikan sesuatu yang merindukan yang universal. Seje nak ia ingin matahari bersinar, leher tak terus-menerus bersitegang, dan keangkuhan dilepas. Sejenak ia menduga itu ”cinta”, katanya. Yang jelas, bukan sebuah monolog.

TEMPO, 20 Desember 2015

TERORIS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 238: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

209 Catatan Pinggir 12

YANG KIrI, YANG TANPA AJEKTIF

—penghormatan untuk Benedict Anderson (1936- 2015)

DI awal musim dingin 1956, ketika Ben Anderson berumur 20 tahun, sesuatu terjadi—sesuatu yang

mengarah kan jalan hidupnya.Hari itu di kampus Universitas Cambridge sejumlah

mahasis wa India dan Sri Lanka menyuarakan protes yang berapi-api. Ben, mahasiswa tahun terakhir Jurusan Klasik, ikut men de ngar kan. Tapi tiba-tiba sebarisan laki-laki Inggris menya nyi kan God Save the Queen dan menyerbu. Mereka merangsek dan memukuli mahasiswa-mahasiswa kurus berkulit warna ge lap yang sedang unjuk rasa itu. Ben mencoba melerai. Tapi anak muda Irlandia yang rabun dan tak berotot itu kena tonjok. Kacamatanya jatuh, dan sejumlah kaki menghancurkannya. ”Aku belum pernah semarah itu seumur hidupku,” cerita nya ke mudian.

Marah itu awal kebangkitan politik. Para mahasiswa Asia itu sedang memprotes agresi pasukan Israel, Inggris, dan Prancis ke Mesir di awal November 1956. Ketiga negara itu berkomplot hendak menjatuhkan Presiden Nasser yang mengambil alih Terusan Suez, wilayah Mesir yang semula dikuasai Inggris. Akhirnya usaha para agresor itu gagal, tapi Ben telah menyaksikan bagaimana kekuatan, kekuasaan, dan kebuasan sa ling merapat. Yang lemah, yang tak masuk hitungan, mungkin sia-sia melawan, tapi akan lebih sia-sia bila

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 239: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

210 Catatan Pinggir 12

diam.Kesadaran politik itu, ”my moment”, tulisnya, makin

mendalam di tengah haru-biru dekolonisasi di bekas-bekas jajahan di Asia dan Afrika.

Dengan itu Ben, yang lulus dengan gemilang dari Cambridge, melanjutkan belajar ke Amerika, ke Universitas Cornell. Ia tertarik pada Indonesia. Waktu itu, kata Ben, awal 1958, di Indonesia ”unsur-unsur sayap kanan dengan dibantu CIA” hampir berhasil melawan seorang presiden ”sayap kiri”, Su karno. Tentu saja bila dilihat dari dekat, pembangkangan PRRI di Sumatera dan Permesta di Sulawesi itu akan tampak tak sesederhana itu; tapi yang penting adalah apa yang menggerakkan Ben. Ia, yang pernah kuliah pada sejarawan Marxis, Eric Hobsbawm, hendak menegaskan dan merumuskan amarah di lapangan kampus Cambridge itu: amarah anti-kolonia lis me, protes kepada tata yang mengukuhkan ketidaksetaraan.

Ia datang ke Indonesia. Selama dua tahun, 1962-1964, ia me nelaah, mengumpulkan bahan riset, dan hidup ”dengan ba hagia di Indonesia yang kacau”. Ketika itulah teman saya, Soe Hok Gie, adik sahabat saya, Arief Budiman, mengajak saya menemui anak muda dari Universitas Cornell itu. Kami berkenalan. Saya duduk di sebelah Ben di tepi sebuah jalan di Menteng, Jakarta. Dengan Onghokham. Makan durian.

l l l

DI Indonesia, tentang Indonesia, Ben menelaah banyak hal, yang kelak akan menghasilkan karya-karya cemerlang yang be gitu orisinal hingga memikat—dan kadang-kadang

YANG KIRI, YANG TANPA AJEKTIF

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 240: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

211 Catatan Pinggir 12

tak me ya kinkan. Terutama karena, pada tahap awal, pandangannya adalah pandangan seseorang yang terkesima. Dalam blusukan nya dengan Onghokham, yang waktu itu masih mahasiswa sejarah, ia ikut ”terseret” (ini pengakuannya) keasyikan bersama ”can di, gamelan, wayang, pertunjukan rakyat desa, dongeng, so pan santun, batik...”. Ia akrabi hal-hal yang dianggapnya unik, tak lazim buat (dan sebab itu tak tertangkap oleh) sudut pandang yang berlaku.

Ketika ia menulis The Idea of Power in Javanese Culture, misal nya, ia coba tunjukkan sesuatu yang tak dilihat para ilmu wan lain: adanya pemahaman yang berbeda antara orang ”Ba rat” dan orang Jawa tentang ”power”. Tentu saja ini sangat menarik—meskipun bagi saya sejak mula meragukan. Bagi saya, Ben Anderson membandingkan dua hal yang sulit dibandingkan: ia sendiri mengakui ia tak menemukan kata Jawa yang sepadan dengan istilah power sebagaimana yang ia maksudkan.

Saya, yang berbahasa Jawa, juga tak menemukannya. Maka un tuk praktisnya saya sebut saja itu ”X”. Dalam bahasa politik Indonesia, power berarti ”kekuasaan”; tapi itu juga tak pas dengan ”X” yang diuraikan Ben. ”Kekuasaan” adalah konsep yang ”relasional”, menyiratkan hubungan antara subyek dan ob yek, antara orang yang berkuasa dan orang yang dikuasai, se dangkan ”X” bukan. ”X” bisa disebutkan tanpa ada hubungan nya dengan orang lain—seperti ketika ”X” terpancar pada teja yang tampak di wajah seseorang yang terpilih. Walhasil, ”X”, atau ”power-bagi-orang-Jawa”, benda yang unik. Ia mempesona—tapi tanpa sejarah, tanpa politik.

The Idea of Power, yang membuat politik ”orang Jawa”

YANG KIRI, YANG TANPA AJEKTIF

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 241: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

212 Catatan Pinggir 12

tampak misterius dan eksotis, terbit pada 1972. Kini, hampir sete ngah abad kemudian, thesis buku ini bisa dianggap ”esensialis”: men dasarkan diri pada pandangan bahwa ada esensi ”Jawa” yang tak berubah, tak digerakkan sejarah.

Ben Anderson memang tak menjelaskan apa yang dimaksudkannya dengan ”Jawa”. Dalam administrasi kependuduk an kolonial, yang hingga kini dilanjutkan dengan membabibuta, ”Jawa” adalah satuan demografis yang disederhanakan dengan mengabaikan keragaman mereka yang hidup antara batas Jawa Barat dan Jawa Timur—dan tentu saja mengabaikan konflik dan pergulatan hegemoni di dalamnya. Tak hanya itu: penger ti an yang mengacu pada ”sebuah amalgam yang unik” (menurut Ben) yang disebut ”Jawa” itu sebenarnya representasi ”cara Ja wi” yang, sebagaimana ditunjukkan John Pemberton dalam On the Subject of ’Java’ (terbit 1994), baru tersusun pada perte ngahan 1800-an. Cara Jawi hadir sejak kerajaan-kerajaan Jawa Tengah terdesak ”Kompeni”, sebagai strategi keraton, dalam hal ini Surakarta, untuk mengukuhkan diri dengan memba ngun ritual yang bagi orang luar, bagi orang Belanda, nyaris tak tertembus.

Seandainya Ben melihat ”Jawa” sebagai sesuatu yang historis, terbentuk dan berubah oleh sejarah, saya kira ia tak akan me nulis The Idea of Power.

Tapi dua hal kemudian melepaskannya dari pesona awal. Yang pertama kekejaman di sekitar Oktober 1965: ribuan orang yang dianggap PKI dibantai dengan bengis—kebuasan yang menyebabkan sahabatnya, Onghokham, mengalami trau ma, dan kemudian mencoba, dengan jadi penenggak alko hol, menghapuskan mimpi buruk tentang deretan mayat

YANG KIRI, YANG TANPA AJEKTIF

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 242: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

213 Catatan Pinggir 12

ber da rah di sepanjang jalanan Jawa Timur yang pernah disaksikannya. Bagi Ben, mendengar pembantaian massal di negeri yang menambat hatinya itu seperti diberi tahu bahwa saudara kan dungnya pembunuh.

Ia ikut menyusun naskah akademik yang kemudian terkenal sebagai Cornell Paper, yang mencoba menunjukkan bahwa ”Pe ristiwa G-30-S” bukan kudeta, bukan rancangan PKI, melainkan konflik di dalam Angkatan Darat—dan bahwa Soeharto terlibat, langsung atau tak langsung. Harus diakui ke sim pulan itu dibuat tergesa-gesa, ketika bahan belum memadai. Tapi pemerintah ”Orde Baru” tak tambah meyakinkannya ketika dengan cara kasar dan pengecut melarangnya masuk ke In donesia, sejak 1972 sampai setelah Soeharto jatuh.

Hal kedua yang mengubah perspektifnya adalah Perry, adik kan dung yang ia sebut adik secara biologis tapi kakak secara inte lektual. Anderson yang lebih muda ini sejarawan terkemuka yang memimpin New Left Review, dan dialah, kata Ben dengan sedikit melucu, yang meyakinkannya ”bahwa... orang Indonesia bukan makhluk yang unik, melainkan bagian dari spesies ma nusia”. Sebagaimana halnya manusia lain, tak ada sifat-sifat makhluk ini yang tak berubah sepanjang riwayatnya. Ben, yang selama 27 tahun tak pernah melihat Indonesia dari dekat, pu nya kesempatan mengambil jarak. Ia misalnya bisa melihat bah wa tradisi Jawa sebenarnya sebuah konstruksi di abad mo dern. Ia pun cenderung lebih peka kepada peran gerak sejarah da lam pembentukan ide dan wacana. Ia menulis Imagined Communities-nya yang termasyhur itu sebagai usaha mengkombinasikan ”sejenis materialisme sejarah” dengan apa

YANG KIRI, YANG TANPA AJEKTIF

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 243: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

214 Catatan Pinggir 12

yang ke mudian disebut discourse analysis.Dengan perspektif Marxisme itu (digabungkan dengan

”postmodernisme” sebelum kata itu ditemukan, kata Ben) ia tun jukkan wacana nasionalisme di tempat-tempat yang berjauhan dan dalam kronologi yang berbeda.

Yang sering orang luput ketika membaca Imagined Communities adalah elemen universal dalam pelbagai nasionalisme itu. Bukan teknologi dan modal dalam ”kapitalisme cetak”, bu kan jejak universalitas yang terputus dari agama-agama, mela in kan (saya sebut ini dengan sedikit bergurau) ”marahku-di-kampus-Cambridge”. Bung Karno akan mengumpamakannya dengan pemberontakan seekor cacing, sekalipun hanya cacing, yang di injak. Tanpa orang ramai yang menolak keadaan, ”kapitalis me cetak” tak akan punya dampak. Rancière akan menyebutnya sebagai ”subyektivasi politik”: kemampuan memproduksi ”polemik” yang mengungkapkan kontradiksi antara para penjaga tatanan (la police) dan politik (la politique). Adapun ”politik” di sini berarti aksi-aksi mengguncang tatanan itu, le partage du sensible itu, agar mereka yang tak masuk hitungan hadir, yang membisu berbicara, yang disisihkan tampil, yang digelapkan muncul.

l l l

DI masa kecilnya, Ben Anderson gemar membaca cerita-ce rita Sherlock Holmes. Yang selalu diingatnya adalah pesan sang detektif: dalam meneliti satu kasus, tak cukup hanya meng analisis barang bukti yang ada. ”Seorang detektif harus me ngetahui ada yang absen, yang tak terlihat.”

YANG KIRI, YANG TANPA AJEKTIF

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 244: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

215 Catatan Pinggir 12

Mungkin itu sebabnya Ben cenderung menyorot ke arah ”yang absen, yang tak terlihat”. Sementara sebelumnya orang me nulis sejarah nasionalisme dari ide-ide dan perang antar-penguasa, Ben melihatnya (sesuai dengan perspektif materialis me sejarah) pada lembar surat kabar harian, pada hubungan per cetakan, pasar, modal, dan bahasa; atau pada sensus, museum, peta, dan makam pahlawan tak dikenal.

Ben sendiri memang cenderung tertarik pada yang sehari- ha ri di jalanan (”’polytheism’ of scattered practices”, kata De Certeau), yang praktis tak tampak dari atas karena bukan yang adi luhung dan tak diadiluhungkan.

Ia akrab dengan Pipit Rochijat, aktivis mahasiswa Indonesia di Jerman yang sejak 1980-an dikenal sebagai pembuat kisah wayang sebagai parodi yang tajam tentang Rezim Soeharto—de ngan akibat tak bisa pulang ke Tanah Air. Pipit memang memilih berada di luar garis apa pun. Berandal dalam pikiran, suka meledek, menulis dengan bahasa Indonesia yang eksentrik, émigré Indonesia di Berlin yang kreatif ini dengan segera me narik hati Ben. Surat-surat Ben kepadanya (Pipit mengizin kan saya membacanya) memperlihatkan sisi lain penulis The Idea of Power: bukan sebagai ilmuwan yang termasyhur karena wa wasannya yang impresif dan prosanya yang memukau, melainkan sebagai Ben yang selalu muda, suka bercanda dengan omongan yang mbeling, kurang ajar, sarkastis, tidak ”baik-dan-benar”.

Saya petik surat di awal 1985: ”Belum tahu, ya, kalian, bahwa ogut sudah naik pangkat, eh pantat, jadi masih kuat bertanding de ngan B.M., Bahaya Maut itu!” Ia memakai kata ”ogut” dari per gaulan remaja Jakarta; ia mencemooh militer dengan

YANG KIRI, YANG TANPA AJEKTIF

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 245: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

216 Catatan Pinggir 12

menyebut dirinya ”Kolonel” dan menyebut Pipit ”Overste” (lebih sering, ”Sersan”); ia menyamakan ”pangkat” dengan ”pantat”, dan ia mengolok-olok Jenderal Benny Moerdani (”B.M.”) se ba gai ”Bahaya Maut”.

Dalam sebuah tulisan yang tak dimuat, yang juga dikirimkan ke Pipit, Ben memaparkan kontras antara Taman Pahlawan, yang berisi nama besar dan pangkat besar, dan kuburan orang-orang yang disebut ”djago”, pendekar tanpa hierarki. ”Ma jat mereka sulit diselipkan kedalam Taman Pahlawan, jang di nas imigrasinja tjukup ketat,” tulis Ben dalam ejaan pra-Orba. Nama para ”djago” itu juga tak pernah muncul di papan na ma jalan. Tapi sementara Taman Pahlawan cuma diziarahi ”klompok resmi dan pada waktu jang ditentukan oleh pihak jang berwadjib”, para ”djago” yang terkubur di kampung-kampung hi dup dalam pelbagai bentuk ingatan kolektif, dalam puisi dan teater rakyat.

Dengan menunjukkan kontras itu, kita tahu di mana hati Ben terarah.

Sadar atau tak sadar, ada benang merah antara bahasa olok-olok yang mencemooh para jenderal dan ”marah-dikampus-Cambridge” 1956. Langsung atau tak langsung, ada kontinuitas antara pemihakan kepada yang tak resmi, yang tak terhormat, dan la politique, aksi yang mengguncang tatanan yang me lembagakan pembagian itu.

Bangsa, sebagai ”masyarakat yang dianggit”, memang bisa ter bentuk jadi tatanan yang resmi dan represif. Tapi proses imagining dalam sejarah nasionalisme yang dipaparkan Ben An derson adalah bagian dari dialektika sejarah, selamanya ber langsung dengan antagonisme: pembangkangan terhadap

YANG KIRI, YANG TANPA AJEKTIF

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 246: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

217 Catatan Pinggir 12

sta tus quo.Maka siapa yang tak melihat gerak radikal la politique dalam

proses terjadinya bangsa akan keliru membaca thesis Kiri Ben An derson—dan akan tak bisa pula mengenali rasa anarkisme da lam perspektif nasionalismenya. Di Bawah Tiga Bendera, yang versi Indonesianya diperkenalkan hanya beberapa hari sebelum ia meninggal, sebenarnya sebuah statemen ”anarkisme tan pa ajektif”, untuk memakai rumusan Fernando Tarrida del Mármol, tokoh Kiri yang perjuangannya diceritakan Ben dengan memikat. Di akhir buku itu Ben bercerita bagaimana di se buah rapat para aktivis di Manila ia membacakan selembar pamflet yang tak ditandatangani siapa pun: Organize Without Leaders! Dan ia membacanya dengan senang.

Di situlah Ben Anderson tak ada duanya: Marxis yang tak per nah mengutip teori, ilmuwan progresif yang tak pernah mengenakan label. Kelebihannya tidak hanya pada thesis-thesis nya yang membuat kita berpikir, tapi juga pada kesetiaannya ke pada kemarahan di kampus Cambridge, 1956.

TEMPO, 27 Desember 2015

YANG KIRI, YANG TANPA AJEKTIF

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 247: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

218 Catatan Pinggir 12

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 248: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

219 Catatan Pinggir 12

2016

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 249: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

220 Catatan Pinggir 12

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 250: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

221 Catatan Pinggir 12

APOCALYPSE

MUNGKIN Apocalypse Now! sedang dipertunjukkan di Ti mur Tengah sekarang. Bukan sebagai film.

Pada 5 Juli 2014, di Masjid Al-Nuri di Kota Mosul, Irak, seseorang yang disebut sebagai Abu Bakar al-Baghdadi muncul dan memberi khotbah Ramadan. Sorbannya hitam, jubahnya hitam, tubuhnya besar, wajahnya angker dengan alis yang ketal; entah bagaimana prosedurnya, ia dianggap sebagai Sang Kha lif, pemimpin umat Islam sedunia. Dan sejak itu, sederet la poran yang membingungkan mengalir lewat media dunia tentang apa yang dalam bahasa Inggris disebut IS, Islamic State, atau Daesh, akronim dari ad-Dawlah al-Islāmiyah fi ’ l-Irāq wa-sh-Shām.

Yang terdengar bukan hanya proklamasi sebuah daulat, tapi juga pernyataan perang—bahkan lebih dari itu, sebuah jalan bru tal menyambut Hari Akhir. Para prajurit IS menyembelih dengan begitu saja para tahanan mereka untuk direkam dalam vi deo dan dipertontonkan ke seluruh dunia. Mereka menyalib kan musuh dan menembaki deretan manusia yang mereka tang kap. Mereka menyerang lawan, bila perlu dengan menjadikan diri bom. Mereka membunuh di mana saja, juga dalam kon ser, siapa saja yang mereka anggap kafir.

Dunia bingung, khususnya dunia yang menganggap waktu berjalan ke depan, lurus, tak berbalik. Fanatisme dan kebrutalan IS tampak bukan dari zaman ini, tapi daur ulang yang dibalik dari kebuasan sejarah politik Timur

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 251: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

222 Catatan Pinggir 12

Tengah abad ke-11, ter utama oleh seorang misterius bernama Hassan al-Sabbah. Orang ini memimpin organisasi rahasia para pendukung dinasti Fatimiyah untuk secara sistematis membunuhi tokoh-tokoh penguasa Seljuk, pengikut Sunni, yang berkuasa di Bagdad.

Al-Sabbah bersembunyi di pegunungan di utara Suriah, di pe losok Mazanderan. Organisasinya diperkuat dengan para dai yang menyebarluaskan doktrin perlawanan dan para fidayin yang melaksanakan dengan patuh ajaran dan instruksi sang pemimpin. Para penulis sejarah mengatakan para fidayin me lakukan pembunuhan sehabis mengisap hashish, supaya te ler —dan sebab itu mereka disebut hashashin, yang dalam bahasa Inggris diucapkan sebagai assassin.

Memang mengherankan bahwa dendam dan kebengisan menghantui bagaikan mambang Timur Tengah selama 1.000 ta hun. Persekutuan antara Sunni dan Syiah terus berlanjut, balas-membalas, hingga hari ini, sementara di dunia lain sengke ta antar-umat, kalaupun ada, tak seawet itu. Di dunia lain, waktu berjalan, zaman bergerak, bahkan ada konsep ”kemajuan”, ta pi tak demikian tampaknya di gurun dan kota-kota Irak.

Bahkan bahasa bertahan dalam idiom tua. Syekh Abu Muhammad al-Adnani, juru bicara Daesh alias IS, misalnya, menyerukan agar orang kafir dihantam kepalanya dengan ”batu ka rang” atau diracuni atau ”dirusak ladangnya”—ketika ia ber bicara kepada pengikutnya di Kanada dan Prancis di abad ke-21.

Adakah IS datang dari kapsul waktu? Dapatkah orang lain za man ini mengajak mereka ke dalam percakapan? Ataukah

APOCALYPSE

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 252: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

223 Catatan Pinggir 12

me reka justru hendak menunjukkan bahwa perubahan zaman ha nya fetish, sesuatu yang dianggap azimat yang dipegang teguh?

IS, berbeda dengan gerakan radikal sejak abad ke-19, mungkin sebuah keyakinan dystopia, antithesis dari utopia. Ma sa ki ni begitu buruk bagi mereka, tapi masa depan juga tak men jan ji kan dunia yang lebih baik—bahkan masa depan hanya akan le bih berharga jika itu berarti Kematian dan Kiamat. Tum buh di masyarakat Irak dan Suriah, di mana politik bu kan ber arti pembebasan, bukan pula berarti merebut keadilan, dau lat yang mereka tegakkan tak dilahirkan melalui proses po li tik. Bahkan praktis menolak politik. Daulat mereka lahir dari den dam yang menahun dan putus asa yang tersembunyi.

Dendam itu terarah ke ”Barat”. Perasaan ini tertanam sejak ko lonialisme menginjak-injak mereka, dan mencapai puncak nya—makin tajam, makin punya dasar—setelah pada 2003, Amerika Serikat dan Inggris, dengan dusta besar yang dibiarkan dunia, menyatakan Irak menyimpan ”senjata pemusnah massal”. Amerika dan Inggris pun menyerbu negeri itu. Yang me reka tinggalkan: kehancuran yang berlarut-larut.

Di situlah putus asa merayap masuk. Ada kesadaran bahwa dusta dan kesewenang-wenangan akan tetap bertahan, berkuasa, dan tak akan bisa mereka kalahkan. Pintu tetap tertutup dan ruang hidup terkutuk. Waktu tak berjalan ke depan.

Apocalypse Now! Pembinasaan semesta tak terjadi nanti, tapi ha ri ini—seperti yang digambarkan Kol. Kurtz dalam film Francis Coppola itu. Perang diledakkan tanpa dalih kecuali

APOCALYPSE

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 253: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

224 Catatan Pinggir 12

pe naklukan, kekejaman dilakukan tanpa sesal. Dengan kata la in, sebuah perspektif tanpa harapan.

”Aku telah melihat horor... horor yang tak pernah kau lihat. Tapi kau tak berhak menyebutku pembunuh. Kau berhak membunuhku... kau tak berhak menghakimiku,” kata Kurtz.

Tapi andai demikian, apa yang berharga dalam karunia yang disebut hidup?

TEMPO, 3 Januari 2016

APOCALYPSE

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 254: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

225 Catatan Pinggir 12

MANI

There’s been an awakening. Have you felt it? The Dark side, and the Light.

—Star Wars: The Force Awakens

SEJAK mula, permusuhan ”sisi Gelap” dengan ”sisi Terang” mendasari pelbagai dongeng segala zaman; di abad ke-3

se seorang yang disebut ”Nabi Mani” di Persia menegaskannya, dan di abad ke-20 dan 21, Star Wars mengulanginya.

Dikhotomi Mani, ”Manikheanisme”, memang tak mudah mati: kosmologi dualistis ini telah membuat ”Gelap” dan ”Terang”, kekejian dan kebajikan, selamanya bentrok di alam semesta—begitu jelas dan sederhana, seolah-olah yang keji dan yang mulia bisa mutlak, seakan-akan hitam dan putih telah me le nyapkan abu-abu, hingga orang gampang tak membantah.

George Lucas dengan sadar mendaur ulang kosmologi itu. Ki ta ingat adegan pembuka Star Wars empat dasawarsa yang la lu: sederet kalimat bergerak di layar, sebuah statemen bahwa ki sah ini datang dari ”...zaman nun dahulu kala, di galaksi yang sangat jauh”.

”Dahulu kala”: keinginan George Lucas memang bukan mem buat sebuah fantasi futuristik seperti 2001: A Space Odyssey, film Stanley Kubrick. Ia justru hendak mengembalikan ki sah moralitas yang hidup di masa ketika film hitam-putih

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 255: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

226 Catatan Pinggir 12

menampilkan Tom Mix. Melalui genre Western bisu tahun 1910-an, sang ”koboi” (misalnya dalam Saved by the Pony Express) de ngan gagah dan lurus bertempur sebagai si ”topi putih” yang me lawan si ”topi hitam”.

Di hampir semua filmnya, Tom Mix adalah petarung di zaman bergaris lurus. ”Putih” berarti suci dan benar, ”hitam” ber arti kotor dan jahat.

Dalam wawancaranya dengan The Washington Post baru-ba ru ini Lucas mengatakan ia ingin menebus kembali garis ala Ma ni itu: hitam-putih-gelap-terang yang kini telah buram. ”Ter akhir kalinya kita lakukan itu ialah di masa film Western,” ka tanya. Dan ketika genre film ini nyaris tak beredar lagi, ia me rasa kehilangan medium untuk menegaskan aturan ”ethis” yang diyakini di masa lalu.

Lucas pernah mengatakan ia ingin menciptakan ”a modern fairy tale”. Mungkin itu sebabnya Star Wars terkadang terasa sedikit ”retro”. Ia bahkan bisa dituduh anti-progresif: dalam film per tamanya, sang pahlawan, pasangannya, sekutu dan musuhnya, semua berkulit putih, meskipun mereka bukan warga Wyo ming atau Kansas, meskipun mereka konon makhluk pla net lain—dan diciptakan Lucas pada 1977, setelah warga kulit hitam Amerika secara dramatis menegakkan hak-hak dasar me reka dan mulai muncul di lanskap kehidupan. Dengan kata la in, Luke Skywalker, Putri Leia, Obi-Wan Kenobi, Han Solo, dan lain-lain tak jauh dari tokoh-tokoh Flash Gordon Alex Raymond dari tahun 1930-an. Dalam cergam termasyhur itu, Flash Gordon adalah kesatria kebajikan yang bule dan pirang; la wannya: Ming si Jahat yang bukan bule dan pirang.

MANI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 256: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

227 Catatan Pinggir 12

Tapi tentu tak adil menilai Star Wars hanya angan-angan yang Amerika-sentris dan retrogresif. Kita justru bisa melihat pe ngaruh luar yang kuat, terutama dari Yojimbo dan Seven Samu rai Kurosawa: Lucas menampilkan petarung yang terampil dan elegan dengan pedang, ethos samurai dalam diri seorang Jedi, film action dengan latar yang tegang dan eksotis.

Lagi pula Amerika-nya Alex Raymond bukan Amerikanya Lu cas. Pada 1973 Lucas menuliskan garis besar kisah Star Wars se bagai kisah ”sebuah imperium teknologi yang besar yang memburu sekelompok kecil pejuang kemerdekaan”. Lucas, yang lahir pada 1944, mengalami bagaimana generasinya memandang Perang Vietnam (bermula pada pertengahan 1950-an, berakhir 1975)—dan kita tahu siapa yang mereka anggap ”Gelap” dan siapa yang ”Terang”, mana yang ”imperium” dan ma na yang ”pejuang kemerdekaan” dalam konfrontasi di Asia Teng gara itu.

Tapi ini abad ke-21. The Force Awakens, dongeng ke-7 Star Wars, masih memperpanjang thema Manikhean itu. Namun yang ditampilkan J.J. Abrams bukan nostalgia Lucas kepada ”mo ral” film Western. Konflik antara rezim ”The First Order” dan gerakan ”Resistance” dalam film ini tak terasa sebagai gema kekerasan hari ini. Zaman sudah berubah.

Kini zaman ditandai manikheanisme yang mem bingung-kan dan sekaligus menakutkan.

Ia membingungkan karena label ”Gelap” dan ”Terang” dengan cepat berpindah, dalam periode yang sama dan ruang yang sama: ”Taliban”, ”IS”, ”AS”, ”Israel”, ”Arab Saudi”....

Ia menakutkan karena ketika cap ”Gelap” dan ”Terang” diterapkan, meskipun dengan cepat berpindah sasaran, tiap

MANI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 257: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

228 Catatan Pinggir 12

kali keduanya dibuat demikian kental, demikian kekal. Seakan- akan hanya penghancuran total yang akan jadi penentu—peng hancuran bukan efek sejarah yang serba mungkin, tapi sebagai takdir.

Takdir....Di layar putih, Kylo Ren berkata: ”Aku akan memenuhi

takdirku.” Di luar bioskop, di antara kebencian dan pembunuhan di jalan-jalan, kalimat seperti itu terasa heroik tapi buntu.

TEMPO, 10 Januari 2016

MANI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 258: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

229 Catatan Pinggir 12

BENCI

”Luapkan kemarahanmu. Hanya kebencianmu yang dapatmenghancurkan aku.”

—Darth Vader kepada Luke Skywalker, dalam satu adegan duel dalam Return of the Jedi

KEBENCIAN adalah kekuatan. Kemarahan adalah tenaga. Darth Vader memahami ini. Dan mungkin

juga para perumus kata dan tindakan politik sejak abad ke-20: dari Hitler sampai dengan Donald Trump, dari Stalin sampai dengan IS, dari Ku Klux Klan sampai dengan Pol Pot, dari Pengawal Me rah sampai dengan FPI. Mereka kobarkan rasa marah, me re ka sebar-luaskan rasa benci, dan kemudian mereka jadikan ke duanya ”ideologi”—dan sejak itu entah berapa kemenangan dirayakan dan berapa juta mayat bergelimpangan.

Kemarahan, kebencian, kekerasan—masing-masing ber-beda dan tak senantiasa punya hubungan sebab-akibat. Tapi betapa sering kita menyaksikan ketiganya bertaut, baik dalam sejarah maupun dalam imajinasi.

Di Indonesia kita berkali-kali menemukan itu. Sebelum ”Revolusi Sosial” di Sumatera Timur pada 1946, sebelum ”pem berantasan G-30-S/PKI” pada 1965, dalam Babad Tanah Ja wi bisa kita baca bagaimana Sultan Amangkurat II memperlakukan Trunajaya, pemberontak yang pernah jadi

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 259: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

230 Catatan Pinggir 12

sekutunya dan kemudian dikhianatinya itu. Sang sultan muda menerima sang pemberontak yang kalah di istananya dengan sangat ra mah—seakan-akan ia tak punya dendam dan benci. Tapi se ge ra setelah sang tamu menyambut salamnya, ia perintahkan pa ra bupati yang berkumpul di balairung menghunus keris mere ka. Trunajaya pun ramai-ramai ditikam. Tubuhnya hancur. Sul tan memerintahkan agar bagian hatinya dipotong-potong, un tuk dibagikan kepada para bupati yang harus mengunyah dan menelannya di situ juga. Kemudian kepala Trunajaya dipi sah kan dari lehernya dan diletakkan sebagai alas kaki di depan pin tu, agar tiap orang yang keluar-masuk menginjak bagian ja sad yang bergelimang darah dan berbau anyir itu.

Mungkin kita perlu melihat diri sendiri di cermin dengan lebih lengkap—termasuk melihat adegan itu sebagai bagian lanskap hidup kita. Kita punya narsisisme yang sering jadi mithos dan filsafat. Dalam Serat Dewa Ruci dikisahkan bagaimana Bhima menemui dewa yang misterius itu dan menda pat ajar an bahwa manusia tinitah luwih, ditakdirkan jadi makhluk yang unggul. Tapi kemudian kita menyaksikan, dalam Bharatayudha, perang perebutan takhta dan pembalasan dendam itu, bagaimana sang kesatria membunuh Dursasana: ia minum darah korbannya, lalu ia beri kesempatan Drupadi, perempuan para Pandawa itu, mencuci rambutnya dengan darah segar itu.

Tampaknya di sana hendak diperlihatkan, ”makhluk yang ung gul” tak terpisahkan dari kebinatangan: humanisme hanya lah bentuk lain cinta diri sendiri. Selalu ada dalih untuk ke ke jian: kita memaklumi mengapa Bhima dan Drupadi

BENCI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 260: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

231 Catatan Pinggir 12

begitu buas. Babad Tanah Jawi tak mengecam apa yang terjadi pada Trunajaya.

Bisa dimengerti mengapa humanisme kemudian digugat. Dan bukan tanpa alasan. Sampai jam ini, pembunuhan dan ke buasan tak juga usai setelah ribuan tahun berlangsung.

Violence, the bloody sire of all theworld’s value

Kata-kata Robinson Jeffers dalam sajak dari tahun 1940 ini, se telah Perang Dunia I, mengandung nada sarkastis—dengan ra sa kecewa kepada manusia sebagai sumber sejarah. Maka sang penyair yang meninggalkan kota dan membangun sendi ri rumah terpencil di pantai dekat Carmel, California, itu memilih:

We must unhumanize our views a little, and become confidentAs the rock and ocean that we were made from.

”Menidak-manusiawi-kan pandangan kita”, bagi sang pe nya ir, justru memperkuat kita: kita bisa percaya diri sebagaimana batu karang dan lautan dari mana kita terjadi.

Tapi ”animisme” seperti ini tak akan didengar. Sejak manusia merasa dipilih Tuhan. Apa beda mendasar Yoshua dan ama rah Tuhan yang membantai semua penduduk Kota Yerikho da lam Perjanjian Lama dengan pasukan IS yang menyembelih ta wanan mereka dengan kebencian yang diperam? Tidak ada.

Saya ingat yang dikatakan Vaclav Havel dalam sebuah

BENCI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 261: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

232 Catatan Pinggir 12

simposium tentang ”anatomi kebencian” di Oslo, akhir Agustus 1990: bagi seorang pembenci, ”Kebencian lebih penting ke timbang sasarannya.” Ia tak membenci seseorang tertentu, melainkan apa yang ia anggap diwakili orang itu: jalinan hambat an untuk mencapai apa yang mutlak, ”pengakuan mutlak, ke kuasaan mutlak, persamaan diri secara mutlak dengan Tuhan, ke benaran, dan ketertiban dunia”.

Tapi benci tak bisa sendiri. Darth Vader ingin agar Luke Sky walker membenci, menghancurkan, dan kuat. Untuk berkua sa. Tapi ia gagal. Dalam Return of the Jedi, yang menang da lam pergulatan hati itu adalah sesuatu yang juga kuno tapi se ring terselip: kasih sayang, empati, juga pada momen yang pa ling mustahil.

TEMPO, 17 Januari 2016

BENCI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 262: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

233 Catatan Pinggir 12

HATrA

APA yang bisa kita lakukan terhadap masa lalu, ketika kita ber diri tercengang di puing-puing Hatra?

Hanya beberapa tahun yang silam, di padang pasir antara Su ngai Tigris dan Eufrat, di tengah wadi datar yang kecokelatan hampir 300 kilometer dari Bagdad, reruntukan kota purba itu terbentang di arah utara. Sisa-sisa dinding kota menjulang tinggi. Para arkeolog mengatakan tembok itu, yang dibuat da ri batu bata, pelindung sebuah kehidupan 2.200 tahun yang lalu—semacam benteng melingkar dengan diameter dua ki lo me ter. Juga sebuah karya arsitektural yang memukau: berjalan mengelilinginya, kita akan menemukan empat pintu gerbang, sebelas bastion, 28 menara besar, dan 160 menara kecil.

Di pusat kota, ada ”temenos”. Di sini, di wilayah berbentuk persegi panjang yang luasnya satu hektare lebih ini—juga di kelilingi tembok—tak ada rumah, tak ada istana. Yang ada hanya kuil demi kuil, dengan balai agung yang terbuka di depannya, dengan dekorasi topeng-topeng wajah muda, dengan atap berbentuk kubah.

Mungkin jajaran kuil itu yang menyebabkan orang Arab yang 500 tahun sebelum Islam adalah penghuni Hatra—setelah orang Parthia, setelah orang Persia—menamakan kota ini, da lam bahasa Aramaik, Beit ’Elāhā’, atau ”Rumah Tuhan”.

Tuhan atau dewa-dewa memang tak kurang di sini. Bersama itu, lapisan sejarah. Hatra, seperti halnya kota-kota

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 263: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

234 Catatan Pinggir 12

lain di wi layah yang dulu disebut Mesopotamia itu, adalah sebuah dokumen yang tak tepermanai tentang manusia.

Tapi yang ”tak tepermanai” itu hanya terasa bila kita merasakan kharisma masa lalu, bila kita menemui masa lalu dengan rasa ingin tahu, atau takjub, atau bersyukur, atau rindu. Seba gaimana umumnya manusia. Itulah yang membuat turisme tumbuh, arkeologi jadi ilmu, museum berdiri, hikayat ditulis, dan tambo jadi ritual.

Tapi tidak bagi IS, atas nama ”Islam”. Tak ada kharisma ma sa lalu itu bagi mereka.

Selama beberapa bulan dalam tahun 2015, ketika mereka men duduki Hatra, mereka hanya menjalankan apa yang mereka anggap ”hukum Islam”: kuil, patung, ukiran, prasasti, se mua harus dihancurkan. Dari artefak di museum Kota Mosul, Irak, sampai dengan kuil berumur 2.000 tahun di Palmira, Suriah, IS menunjukkan salah satu bentuk ikonoklasme yang pa ling agresif dalam sejarah. Seperti pendahulu mereka: 15 tahun yang lalu Taliban mendinamit sepasang patung Buddha yang ter besar di dunia di kaki pegunungan Hindu Kush. Patung ber usia 1.700 tahun di Afganistan Tengah itu runtuh.

Ikonoklasme adalah kelanjutan yang tak diakui dari Yudaisme. Kitab Keluaran (Exodus) yang melarang manusia membuat apa saja yang menyerupai segala sesuatu yang di langit, di darat, dan di dalam air menghantui para perupa Yahudi ber abad-abad.

Juga berlanjut ke abad ke-16, di dunia Kristen. Yang paling di ingat adalah tahun 1566, ketika di Kota Antwerp orang-orang Calvinis merusak sebuah katedral dan membakar patung dan lukisan di dalamnya—dan menandai apa yang

HATRA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 264: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

235 Catatan Pinggir 12

dalam bahasa Belanda disebut Beeldenstorm di Nederland dan se kitarnya. Itu pula bagian konflik sosial yang mendalam di sana, yang merebakkan Perang Agama bertahun-tahun.

Tanpa disadari, para ikonoklas sebenarnya mengukuhkan apa yang naif dalam kepercayaan para penyembah berhala: mereka meyakini bahwa berhala bisa jadi substitusi, atau pesaing, Yang Maha Dimuliakan. Mereka tak memahami kebutuh an manusia akan simbol dan kiasan, dan lupa akan kemampuan ma nusia membentuk dan menerima imajinasi. Dan seperti ka um Wahabi di Arab Saudi yang mencoba meniadakan petilas an Nabi, mereka menampik kharisma masa lalu.

Dalam hal itu, IS tak jauh berbeda dengan para Pengawal Me rah dalam ”Revolusi Kebudayaan” Tiongkok. Dengan bernabi pada Ketua Mao, Pengawal Merah bertekad ”Hancurkan Empat Kuno”. Pada pertengahan 1960-an, Kuil Konghucu di Shandong yang berumur 2.000 tahun lebih mereka ganyang; 6.000 artefaknya mereka binasakan.

IS, Pengawal Merah: ada sikap yang mengutamakan ”patah arang” dan bukan ”kelanjutan” dalam sejarah. Bagi mere ka harus ada manusia yang dianggap lain, atau yang mewakili wak tu lain—dan ”lain” berarti ”najis”, atau ”cemar”, atau ”berdo sa”.

Mereka tampik Mesopotamia. Mereka hancurkan bekas-be kasnya. Mereka tak ingin mengakui bahwa dalam peradaban yang tak mengenal Islam itulah orang menemukan roda dan aksara—bagian sentral hidup kita hari ini.

Dalam ketakutan akan menjadi kurang suci, mereka ingin me mutlakkan kesucian. Mereka tak menyadari bahwa agama

HATRA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 265: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

236 Catatan Pinggir 12

mereka sendiri juga mengakui pendahulunya: sebagai bagian da ri perbenturan, persilangan, dan pertautan di dunia yang kemudian disebut ”peradaban”.

Mungkin mereka lupa mereka dianjurkan mencari ilmu sam pai ke Tiongkok—tanah yang tak bertuhan. Mereka takut memperoleh ilmu dari masa lalu Hatra yang juga menakjubkan.

TEMPO, 24 Januari 2016

HATRA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 266: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

237 Catatan Pinggir 12

SANG MILITAN

”Kemanusiaanku kukorbankan.”

—Saaman, dalam Keluarga Gerilya Pramoedya Ananta Toer

SEORANG militan adalah orang yang melenyapkan dirinya sendiri untuk jadi sesuatu yang efektif,

menggetarkan, mengalahkan. Saaman, tokoh dalam novel Keluarga Gerilya Pramoedya Ananta Toer, pada umur 23 tahun sudah memimpin gerilya kota, ketika Jakarta diduduki pasukan Belanda, dan melancarkan serangkaian pembunuhan—termasuk membu nuh ayah tirinya sendiri karena bapak itu berada di pihak musuh. Ia tertangkap. Tapi ia tahu ia harus mati, sebagaimana ia ha rus mematikan. Ia seorang militan.

Ada yang mengatakan istilah ”militan” berakar pada kata-ka ta Latin lama, yang akhirnya kurang-lebih berarti ”orang-yang-menempuh-jarak-bermil-mil”. Mungkin itu me nunjuk-kan sifat teguh, juga dalam menanggung sakit dan penat, dengan sukarela, menuju sesuatu yang maknanya melebihi diri nya sendiri.

Saaman menanggungkan dosa, atau perasaan bersalah, seraya menunggu regu tembak mencabut nyawanya. Tapi ia tak me rasa sia-sia: ”Kupaksa diriku menjalani kekejaman dan pembunuhan,” katanya, ”agar orang yang ada di bumi yang ku injak ini tak perlu lagi berbuat seperti itu.”

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 267: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

238 Catatan Pinggir 12

Ada sesuatu yang paradoksal di sini. Sang militan telah meniadakan diri, ”Kemanusiaanku kukorbankan.” Tapi pada saat itulah Saaman, juga di penjara itu, jadi subyek, bukan cuma pe lengkap penyerta, bukan hanya pelengkap penderita. Ia, sebagai subyek, menghendaki, meniatkan, melakukan. Ketika ja di subyek juga berarti seakan-akan jadi sebuah nol—”nol” ka re na ia tak bisa tertangkap dalam kategori apa pun—ia pada sa at itu jadi sesuatu yang berarti—”a Nothingness counted as Something”, untuk memakai kata-kata Žižek dalam The Ticklish Subject.

Sang subyek, sang militan, juga jadi ”Sesuatu” yang universal. Ia menanggalkan apa yang partikular dari dirinya—pertalian keluarganya, agamanya, bahkan statusnya sebagai seorang anggota bangsa tertentu. Ia berbuat seraya menjangkau siapa saja, di mana saja; seperti dikatakannya, ”agar orang yang ada di bumi yang kuinjak ini tak perlu lagi berbuat seperti itu.”

Ia memberontak kepada suatu keadaan yang menindasnya, tapi dengan itu ia tak hanya membebaskan dirinya.

Sebab hubungan antara majikan-dan-pelayan pada dasarnya tak hanya mengikat sang pelayan. Jika sang hamba bebas, sang tuan juga terbebas. Masyarakat ”komunis” yang dicita-ci takan Marx bukanlah ditandai kemenangan sepihak, kaum proletariat, melainkan hilangnya perbedaan kelas. Kata-kata Albert Camus terkenal dalam L’homme révolté menggemakan thema itu: ”Aku berontak, maka kita ada.”

Di sini menarik membandingkan seorang militan seperti Sa aman dan seorang tentara IS yang menjadikan dirinya bom.

Pengebom-bunuh-diri, seperti sang patriot, juga berkorban un tuk sesuatu yang lebih besar ketimbang dirinya. Ia juga bisa

SANG MILITAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 268: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

239 Catatan Pinggir 12

ja di contoh heroisme.Itu sebabnya IS bisa mempesona generasi yang, terutama

di Eropa, hidup dalam ennui: di sangkar besi modernitas yang ser ba teratur dan mapan. Generasi ini berada dalam suasana ”akhir sejarah”. Di mana-mana yang mereka temui adalah apa yang diejek Nietzsche sebagai ”manusia penghabisan”: orang-orang yang tak lagi punya dorongan jiwa untuk mencapai yang luhur dan agung. Tak ada laku yang heroik. Tak ada yang seru. Membosankan....

Tak ayal, generasi yang bosan ini pun dengan mudah terpikat:

IS mempresentasikan dunia seperti Star Wars di muka bu mi. Kebosanan yang ekstrem dihabisi dengan aksi yang ekstrem merangsang sensasi—termasuk kebuasan.

Dengan kostum yang gagah dan seram, dengan doktrin yang dramatis dan dahsyat, IS berhasil mengerahkan anak-anak muda itu agar bersiap untuk mengorbankan diri.

Tapi berbeda dari seorang Saaman. Seorang Saaman, atau se orang teroris pejuang revolusioner seperti Kalyayev dalam sejarah Rusia, tak mengharapkan surga; mereka tak percaya ada kehidupan sesudah mati. Mereka hanya percaya hidup di dunia yang lebih baik bagi banyak orang.

Sebaliknya seorang ”pengantin” dalam terorisme IS: ia yakin ia akan mendapatkan surga yang lengkap, justru karena yang hendak dicapainya bukan kebaikan yang universal, bukan untuk seluruh umat manusia, melainkan hanya untuk kemenangan umat Islam—bahkan hanya umat yang menganut doktrinnya. Bagi IS, kita tak akan ada. Yang ada hanya ”aku”, kaumku. Tafkir, mengkafirkan mereka yang

SANG MILITAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 269: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

240 Catatan Pinggir 12

”bukan-kami”, ada lah sebuah narsisisme.Narsisisme itu pada akhirnya semacam benteng, dengan

tem bok yang juga cermin, tempat para narsis berlindung seraya mengagumi pose mereka sendiri dan menunggu pahala surga yang akan mereka nikmati sendiri—seraya menampik orang la in.

Betapa beda. Saya ingat ketika Saaman menggambarkan sikap seorang patriot. ”Orang yang berjuang, Dik Imah, adalah me nyediakan surga untuk berpuluh juta manusia bangsanya” —bukan memperoleh surga untuk diri sendiri.

TEMPO, 31 Januari 2016

SANG MILITAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 270: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

241 Catatan Pinggir 12

TG

JIKA ada satu ikon yang menengarai zaman ini, itu adalah pon sel. Bahasa Indonesia menerjemahkannya dengan

tepat se kali: ”telepon genggam”. Saya singkat: TG. Ia bisa kita genggam kapan saja di mana saja, ia juga bisa menggenggam kita ka pan saja dan di mana saja. Hampir tiap kali seseorang duduk sen dirian di sebuah pojok, atau dengan temannya bertemu di se buah kafe, atau berjejal di bus atau hadir di rapat desa, akan se gera HP, eh, TG dikeluarkan dari saku, pesan di layar sempit itu dibaca diam-diam, dan perhatian berpindah sejenak. Tak ja rang percakapan terhenti.

Kini benda pertama yang ditengok ketika bangun pagi—se belum lampu dinyalakan—bukan koran, bukan radio, bukan TV. Tapi TG: si BlackBerry, si Samsung, si Nokia, si Moto rola....

Kita memasuki senjakala media cetak, seseorang berkata seperti penujum. Mungkin yang lebih tepat: kita memasuki dunia yang justru tak mengacuhkan nujuman dan senjakala. Dunia sedang dibentuk kapitalisme digital. Produksi, pemasaran, per saingan, dan meluasnya konsumen kini seperti medium di gital itu sendiri: meringkus, atau mengabaikan, ruang dan wak tu.

Dua abad yang lalu, ”Membaca koran pagi adalah doa pagi se orang realis,” kata Hegel di Eropa. Dengan doa dan koran arah pandang seseorang dibentuk oleh Tuhan (dalam doa) atau oleh ”dunia sebagaimana adanya” (melalui berita-berita).

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 271: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

242 Catatan Pinggir 12

Kedua- duanya, kata Hegel, memberikan rasa aman: orang tahu di mana ia berdiri.

Saya tak yakin, tapi bisa mengerti: di zaman Hegel, berlangganan koran adalah salah satu cara merawat stabilitas; koran yang dipilih seseorang adalah surat kabar yang sesuai dengan se leranya selama ini. Ia tahu ”di mana ia berdiri”.

Tak mengherankan bila dalam Imagined Communities Bene dict Anderson mengutip Hegel. Tapi ia menambahkan. Se per ti doa pagi, membaca koran berlangsung dalam ruang pri vat yang hening, dalam lapis dalam kepala kita. Tapi pada sa at yang sama, masing-masing kita sadar bahwa ratusan ribu orang lain yang tak kita ketahui identitasnya melakukan hal yang sama—tiap hari, sepanjang tahun.

Sebuah ”komunitas” pun terbangun dalam imajinasi kita. Ki ta tak hanya sadar di mana kita berdiri. Kita sadar dengan sia pa kita berdiri. Kesadaran akan satu bangsa—diperkuat lagi oleh satu bahasa dan satu jenis aksara—tumbuh dari ”kapitalis me cetak” ini, menurut thesis Anderson.

Tapi kini kita tak lagi hidup di zaman Mas Marco bahkan tak di zaman Jakob Oetama. Apa jadinya jika yang tercetak digantikan dengan yang digital?

Kita tatap layar kecil TG kita. Informasi berdatangan, rapat, ce pat. Pesan lalu-lalang. Di Twitter berita 29 orang terbunuh di Bur kina Faso disusul cerita seseorang yang kucingnya hamil. Prak tis tiap tiga detik, sepanjang 24 jam. Balas-membalas, dari pel bagai pojok bumi.

Sementara halaman surat kabar ditata sang editor dengan hie rarki antara yang penting dan yang kurang penting, dalam TG tak ada organisasi itu. Tiap informasi sama posisinya.

TG

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 272: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

243 Catatan Pinggir 12

Dialog (pesan ”interaktif”) berlangsung tanpa moderator, tanpa oto ritas. Siapa saja, dari orang yang paling tahu sampai dengan yang paling tolol, hadir di satu arena yang riuh.

Huruf bersilang selisih dengan foto, bunyi-bunyian, dan film. Indra penglihatan, yang dalam medium cetak praktis men dominasi pencerapan manusia tentang dunia—meskipun ber langsung sebidang demi sebidang—kini lebur bersama indra pendengaran. Kecuali indra penghidu dan peraba, tubuh ki ta bergelut secara simultan dengan manusia dan peristiwa di ma na pun. Sementara koran harian akan jadi basi dalam 24 jam, informasi digital akan hambar pada detik berikutnya.

Jarak jadi tipis. Kini kita tak membayangkan lagi sebuah kan tor, di bagian komunitas nasional kita, tempat koran yang ki ta baca diproduksi. Pesan berlangsung dalam ”deteritorialisasi”.

Mungkin sebab itu komunitas yang dalam dua abad terakhir terbentuk berkat pengaruh ”kapitalisme cetak” akan ber ubah. ”Bangsa” mungkin akan tak terkait dengan sebuah wi la yah dan kenangan yang sama. Kita sudah banyak dengar ten tang globalisasi, perpindahan modal dan tenaga dari satu ne geri ke negeri lain. Mungkin kini pudar pengertian ”tanah tum pah-darah”.

Tapi saya ragu bahwa akhirnya akan terjadi apa yang dimimpikan lagu Imagine. Kini memang menonjol, atau timbul la gi, ”perkauman” yang tak berpaut pada ”bangsa” dan ”terito ri”. Malah ada penolakan kepada konsep ”bangsa”. Tapi Mi chael Billig menulis satu buku yang serius tapi kocak, Banal Na tionalism: nasionalisme hadir tiap hari, tak selalu mengejutkan: ada waktu nasional, ada iklim nasional, ada

TG

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 273: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

244 Catatan Pinggir 12

makanan nasional. Kosmopolitanisme pun hanya dalam fantasi.

”Saya belum pernah bertemu dengan banyak orang kosmopolitan dalam hidup saya,” kata Ben Anderson. ”Mungkin tak le bih dari lima orang.” Selebihnya, bahkan dengan TG, tetap se perti dulu.

TEMPO, 7 Februari 2016

TG

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 274: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

245 Catatan Pinggir 12

NOSTALGIA

INI tahun 2016. Pada umur 75, masa depan saya jauh makin se dikit ketimbang masa lalu saya. Pada umur ini

orang lazim nya akan gugup dengan masa kini, karena di abad ke-21 ma sa kini kian didera masa depan. Teknologi yang mengelilingi kita dipasang bukan untuk sekarang: kereta api cepat, mo bil dengan energi matahari, komunikasi hologram.... Hidup se perti bergerak tanpa mampir ke hari ini.

Tapi di celah-celah itu ada nostalgia.Kadang-kadang kita duduk. Di depan kita, sebuah

meja kayu mahogani. Meja ”Victorian”, sebuah katalog menyebutnya, ta pi tak amat penting informasi ini. Meja antik itu tetap me mi kat, dari mana pun zamannya, sebab ia langka. Ia bukan se perti meja kebanyakan yang digelar di toko mebel. Sesuatu yang berbeda, yang tak terduga, memang memberi nilai tambah dalam kreasi manusia. Tapi ada hal lain: meja itu menarik ka rena ia bertaut dengan kesadaran waktu yang kini tak ada lagi.

Ia hasil craftsmanship, atau ”kekriyaan”, proses kerja yang da lam bahasa Jawa ditandai sikap ”titis, telaten, taberi”. Dengan kata lain, ia dibuat dengan gerak tangan yang seakan-akan menyatu dengan alat, bahan, dan rancangan. Semuanya berjalan dengan bebas, dengan intens, tak peduli waktu, hingga karya selesai.

Kini kita kehilangan intensitas kerja pra-industrial itu. Rasa kehilangan itu, nostalgia, bukan kehilangan sebuah milik.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 275: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

246 Catatan Pinggir 12

Svet lana Boym, dalam The Future of Nostalgia, dengan bagus menggambarkannya sebagai kehilangan ”irama yang lebih per lahan dari mimpi-mimpi kita”.

Nostalgia, kata Boym, melawan gagasan modern tentang wak tu. Di dunia modern waktu adalah mesin hitung dalam ge rak sejarah, dan gerak sejarah adalah kemajuan.

Tapi nostalgia bukan sepenuhnya pembangkangan. Nostalgia bisa produktif. Ia membentuk utopianya sendiri, memba ngun sebuah imaji tentang masa lalu yang utuh, memukau, me nimbulkan rindu. Tapi utopia itu sebenarnya tak menangkap masa lalu itu sebagaimana adanya. Masa lalu tak akan pernah ki ta ketahui kembali dengan persis. Sebab itu dalam nostalgia uto pia itu tak mengarah ke sana, tapi ”ke samping”. Nostalgia, ka ta Boym, bukan anti-modern, melainkan ”off -modern”.

Kata off itu menunjukkan keadaan terlepas, dan dalam hal ini terlepas dari modernitas. Nostalgia sebenarnya sebuah interup si terhadap perjalanan yang lurus maju. Ia membawa kita ber belok dari narasi sejarah yang seakan-akan memastikan bah wa the idea of progress adalah kebenaran manusia.

Dalam nostalgia, kita diam-diam meninggalkan kegandrungan kita kepada ”yang baru”. Tapi tak berarti kita hendak membuat ”yang lama” sebagai kuil tempat kita menutup diri. Nos talgia hanya mencegah kita jadi ”malaikat sejarah” yang du duk dalam kokpit pesawat pancar gas, yang (berbeda dengan Angelus Novus dalam gambar Paul Klee) hanya menatap ke depan dengan gugup karena ia tak bisa lagi membedakan mana ung gunan puing dari kerusakan akibat zaman yang bergerak dan mana awan yang menutupi konstelasi

NOSTALGIA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 276: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

247 Catatan Pinggir 12

bintang petunjuk arah. Nostalgia tak menyukai malaikat ini. Tapi terkadang tidak. Terkadang nostalgia membuahkan

se suatu yang juga menakutkan, ketika ia hanya berarti algia (ke rinduan) dan nostos (kembali ke rumah).

Boym dengan tepat melihat, ketika ”kerinduan” jadi desak an ”kembali ke rumah”, dan menimbulkan energi yang berkecamuk di masyarakat, ia bisa jadi bagian ideologi-ideologi yang me lahirkan monster.

Boym tampaknya ingin mengacu ke nostalgia ala Nazi. Naziisme merayakan Blut und Boden, pertalian ”darah dan tanah”. Ikatan primordial itu menolak mereka yang bukan ”pri bumi”, dan dengan itu Hitler membasmi orang Yahudi, kaum tsi gana yang mengembara, dan semua oknum yang bukan Jerman.

Pasca-Nazi, datang yang lain: orang-orang yang ingin kembali ke ajaran yang ”asli-murni”—sebuah utopia yang kaku. Mereka tak mau tahu yang ”asli-murni” niscaya berubah ketika di pandang dari posisi yang berubah. Asal-usul yang mereka ke nang hari ini, dalam usia sekarang, sebenarnya adalah bagi an fantasi dan utopia.

Kemudian fantasi itu mereka anggap bukan fantasi dan uto pia itu bukan utopia. Mereka mengubah nostalgia jadi doktrin—sebuah sindrom ”fundamentalisme” yang menganggap ma sa lalu, manusia, dan teks bisa terbentuk di luar sejarah.

Untunglah, tak semua nostalgia melahirkan rabun itu. Memandang almari antik, di depan bangunan kota tua, di latar pas toral pedesaan, nostalgia adalah rasa sayu yang berkabung. Mungkin ini perkabungan manusia modern, yang sekaligus

NOSTALGIA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 277: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

248 Catatan Pinggir 12

terasa sebagai sebuah pengalaman estetik: kita bersua dengan se suatu yang tak disangka-sangka, mempesona, dan membuat kita terpekur. Kita merasakan hidup sedang memberi hormat kepada waktu.

TEMPO, 14 Februari 2016

NOSTALGIA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 278: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

249 Catatan Pinggir 12

BADuI

ADA sebuah cerita tentang seorang Badui yang hidup jauh da ri Damaskus, jauh di pedalaman Suriah, yang kecewa

ke tika ia naik kereta api buat pertama kalinya. ”Aku tak puas,” ia mengeluh kepada temannya. ”Karcisnya mahal, padahal per jalanan berakhir terlalu cepat.”

Ia mungkin terdengar bodoh, seperti umumnya cerita orang kota yang mengolok-olok orang udik, tapi sebenarnya si Ba dui mengingatkan orang-orang modern satu hal: mencapai se suatu dengan ”cepat”, yang bagi kebanyakan kita merupakan for mula keberhasilan di zaman ini, bisa tak sepadan dengan nilai pengalaman. Kecepatan memang bisa menghasilkan, tapi pada saat yang sama menepis sesuatu yang lain.

Mengutamakan ”cepat” hanyalah cara memandang waktu secara tertentu: waktu sebagai terowongan. ”Cepat” berarti tero wongan itu pendek. Menganggap itu hal terpenting berarti tak menganggap ukuran yang lain perlu—bahkan tak melihat ke mungkinan lain di luar terowongan itu.

Si Badui, misalnya. Ia tak memandang waktu sebagai sesuatu yang tertutup. Mungkin ia membayangkannya sama dengan gu run pasir yang utuh yang nyaris tanpa tepi. Berhari-ha ri ia bia sa mengarunginya. Di atas untanya yang setia, ia menuju su atu titik, tapi ia praktis seperti seseorang yang menjelajah. Ia mengikuti jadwalnya sendiri yang tak dituliskan dengan tegas—dengan kemungkinan yang belum pasti.

Contoh lain orang yang berada dalam waktu yang tak

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 279: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

250 Catatan Pinggir 12

sebagai berada dalam terowongan adalah seorang penyair ketika me nulis sebuah sajak. Ia bukan seorang wartawan yang menu lis dengan deadline. Ia bisa mulai menulis kapan saja, dan di sa at itu ia sama sekali tak tahu kapan ia merasa pas dengan kali mat yang akan ditulisnya dan apa pula yang akan diungkapnya se bagai kata akhir. Tak ada kepastian. Tapi prosesnya intens, dan pengalamannya kaya. Ia seakan-akan berada di antara yang kekal dan tak kekal. Seperti Amir Hamzah:

Lalu waktu bukan gilirankuMati hari—bukan kawanku...

”Kadang-kadang bepergian sedikit lebih baik ketimbang tiba.” Sometimes it’s a little better to travel than to arrive.

Kalimat itu diucapkan sang narator dalam Zen and the Art of Motorcycle Maintenance. Dan dengan itu, sang narator, mungkin sang pengarang sendiri, Robert M. Pirsig, berangkat da ri Minnesota ke Carolina Utara di atas sepeda motornya. Ia berdua dengan anaknya, Chris, yang baru berumur 12 tahun.

Dari sinilah Pirsig menulis. Tapi seperti dikemukakannya, bu ku nonfiksi ini (yang kemudian laku terjual sebanyak lima ju ta eksemplar) bukan tentang Buddhisme Zen dan bukan pula tentang perawatan motor.

Pirsig sibuk dengan yang lain. Sepanjang perjalanan 17 hari itu pikirannya penuh dengan dialog, kenangan, cerita tentang Phaedrus, si filosof yang tak diakui yang sebenarnya dirinya sen diri di masa lalu, yang ingin membahas satu nilai kehidupan yang disebut ”Quality”.

BADUI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 280: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

251 Catatan Pinggir 12

Demikianlah ia berjalan. Tak penting agaknya ke mana dan kapan ia akan tiba. Seperti sang Badui, ia memilih berada da lam waktu sebagai ruang terbuka. Seperti halnya ia memilih se peda motor, bukan mobil.

Dalam mobil kita selalu dalam sebuah kompartemen, dan karena kita sudah terbiasa dengan itu kita tak menyadari bahwa melalui jendela mobil se mua yang kita lihat hanya ibarat TV. Kita jadi pengamat yang pasif dan semua bergerak di depanmu dengan membosankan di dalam satu bingkai.

Di atas sepeda motor, bingkai itu lenyap. Kita sepenuhnya dalam kontak de ngan semua, tak cuma mengamati....

Dalam kontak dengan semua itu, ”cepat” tak merupakan so al yang penting. Yang penting liyan, orang lain, dunia tempat ki ta ada: anak, sahabat, lanskap musim panas, itik-itik liar, burung hitam, pegunungan, badai, mimpi.... Bahkan juga benda yang selama ini hanya alat, seperti sepeda motor Pirsig itu, mi sal nya, yang ia rawat dengan telaten dan mesra.

Ada sesuatu yang seperti si Badui di tengah padang pasir yang membuat kita, juga Pirsig, bisa merasa betah dengan itu se mua.

Kita tak menaklukkan gunung dengan yang disebut Pirsig sebagai ego-climbing. Orang yang membawa egonya akan sampai di puncak namun tetap tak berbahagia. Ia merasa tak me ne mukan sesuatu yang ajaib. Ia tak menemukan sesuatu yang ajaib karena keajaiban itu, yang berada di sekitarnya sejak awal, da lam benda-benda sehari-hari, tubuh dan perasaan hatinya sen diri, tak pernah ditengoknya, dan tak pernah mempesona nya. Ia seperti rabun dalam terowongan waktu.

BADUI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 281: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

252 Catatan Pinggir 12

Kita lebih kagum kepada sang Badui, yang melepaskan diri dari terowongan itu. Di padang pasir yang tak terukur ia memungut segenggam pasir. Segenggam pasir itu—dan berjuta-ju ta isi dan bentuknya yang beraneka tak tepermanai—bagi nya sebuah dunia. Antara kekal dan tak kekal.

TEMPO, 21 Februari 2016

BADUI

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 282: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

253 Catatan Pinggir 12

FAYADH

FAYADH tak jadi dihukum mati. Kabar di awal Februari ini mengatakan: sebagai gantinya, ia dihukum delapan

ta hun penjara dan dicambuk 800 kali.Ashraf Fayadh penyair, umurnya 36 tahun, ia kurator seni,

ia menerbitkan sebuah kumpulan sajak (saya terjemahkan dari ju dul Inggris) Instruksi di Dalam, dan ia ditangkap Polisi Syariat pada 2013. Oleh hakim Arab Saudi ia dianggap murtad. Hu kumannya dipenggal atau digantung.

Untung nasibnya diketahui dunia luar. Dari pelbagai penjuru protes dikemukakan, dan Kerajaan Saudi mundur—sete ngah tapak. Delapan tahun disekap dan didera cambuk 800 ka li bukan hukuman yang enteng. Instruksi di Dalam tetap dianggap kejahatan serius.

Saya belum pernah membaca lengkap sajak-sajak seniman asal Palestina ini. Beberapa buah saya temukan di Internet dalam terjemahan Inggris; salah satunya (dalam versi Indonesia sa ya) merupakan statemen yang lamat-lamat, mungkin tentang ketakbebasan, mungkin juga bukan:

ia tak berhak berjalan, bagaimanapun,bergoyang, bagaimanapun,menangis, bagaimanapun

ia tak berhak membuka jendelahati sendiri, buat melepas air mata, sampah,

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 283: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

254 Catatan Pinggir 12

dan udara lagi

Sajak itu dilanjutkan dengan semacam pengingat, entah kepada siapa: kau cenderung lupa, kau adalah sepotong roti.

Aneh sekali puisi: beberapa puluh patah kata cukup membu at sebuah kekuasaan dengan senjata lengkap dan lembaga perkasa merasa harus membungkamnya. Hari ini Fayadh. Di ma sa lain, di Uni Soviet di bawah Stalin. Penyair Osip Mandelstam dihujat, ditangkap, disingkirkan, akhirnya dibuang dan ma ti nyaris tak diketahui di Siberia. Juga karena sejumlah sajak. Ia dianggap tak patuh kepada garis yang ditetapkan Partai un tuk kesusastraan, dan akhirnya dianggap menyerang Stalin.

Bagaimana para penguasa itu—hakim Saudi dan pembesar Partai Komunis—menganggap interpretasi mereka adalah taf sir yang benar, sementara mungkin makna itu bukan niat penyairnya?

”Dalam karya sastra yang murni,” kata penyair Prancis Stéphane Mallarmé di abad ke-19, dalam Crise de Vers, ”sang penyair menghilang sebagai pembicara dan menyerahkan tugasnya kepada kata-kata.”

Kata-kata puisi lahir tanpa blueprint, dan hidup bak anak yatim. Begitu sebuah sajak kau tafsirkan, kata-katanya praktis kau adopsi. Ada satu anekdot tentang Picasso. Seorang opsir Jer man masuk ke apartemen pelukis terkenal itu dan melihat fo to Guernica, mural besar Picasso yang mengungkapkan keganasan perang dan kepedihan penduduk Kota Guernica di Spa nyol. Opsir Jerman itu bertanya: ”Tuan yang membuat itu?” Jawab Picasso: ”Bukan, Tuan yang membuatnya.”

FAYADH

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 284: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

255 Catatan Pinggir 12

Picasso mungkin hendak menunjukkan kekejaman Nazi di mu ral itu, tapi mungkin juga ia hendak menunjukkan bahwa be gitu sang opsir membuat tafsir atas karya itu ia pun mengadopsi maknanya—apa pun makna itu. Sang perupa tak ikut la gi.

Tapi Polisi Syariat Saudi, apparatchik Soviet, tak akan mudah mempercayai keterangan Mallarmé dan tak akan menya dari bahwa mereka bertanggung jawab atas apa yang mereka ba ca dan tafsir. Orang-orang itu, yang pakaian dan isi kepala nya diseragamkan, terbiasa membuat asumsi bahwa kata-kata ber jalan lurus dari otak ke kertas cetak, dan bahwa makna selalu transparan dan gampang disepakati secara serentak, bahwa kata tetap seperti semula padahal telah disentuh pelbagai emosi dan analisis.

Bukankah dokumen dan perintah atasan yang mereka terima selalu seperti itu?

Dan di situlah soalnya. Aparat kekuasaan, apalagi yang punya niat mengatur hidup manusia sampai ke lubuk hati dan ima jinasi, selalu punya khayal: kekuasaan yang menghadirkan mereka akan selalu sanggup mencakup dunia. Ironisnya, bagi me reka kekuasaan itu justru selalu genting. Tiap kata bisa mere ka anggap peluru yang ditembakkan dengan peredam.

Mungkin tak sepenuhnya salah. Kita hidup dalam masa Foucault. Kita makin menyadari bahwa kekuasaan, yang bersifat relasional, sebenarnya selalu terkait dengan ”wacana” (discourse)—de ngan persuasi, komunikasi, melalui penggunaan bahasa, pe ngu kuhan simbol-simbol, perumusan hukum, pe nge lolaan ri tu al, juga penggunaan gertak, teror, dan kekerasan. Se nantiasa un tuk menegakkan legitimasi.

FAYADH

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 285: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

256 Catatan Pinggir 12

Tapi wacana, sebagaimana juga kekuasaan, tak pernah berada di satu tempat. Ada yang menguasai, ada yang dikuasai, ta pi selalu interaktif dan tak stabil. ”Wacana menjadi wahana ke kuasaan,” kata Foucault, ”juga memproduksi dan meneguhkannya, tapi dalam pada itu menggerogoti dan menelanjangi nya, hingga membuat kekuasaan keropos dan bisa dirintangi.”

Kekuasaan dengan demikian tak pernah stabil, di masa lalu, apalagi di masa ”modernitas yang cair” ini.

Sajak-sajak Fayadh mungkin terasa menunjukkan ketakstabil an itu. Ia berbicara tentang ”tuhan-tuhan yang telah kehi langan harga dirinya”.

TEMPO, 28 Februari 2016

FAYADH

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 286: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

257 Catatan Pinggir 12

PArANOIA

Odi ergo sum. Aku membenci, maka aku ada.

DI sebuah rumah yang terletak di gang yang mesum di Pa ris, 24 Maret 1897, seorang lelaki berumur 67 tahun

tam pak menulis. Kita tak tahu siapa dia. Jika kita ikuti tutur Sang Pencerita dalam novel Umberto Eco Il cimitero di Praga (Pe kuburan Praha) ini, memang tak seorang pun di awal kisah ini yang ”sudah dinamai”.

Orang itu sendiri pun tak ingat siapa dirinya. Dua hari sebelumnya, ketika ia bangun tidur, ia tahu ia ”Kapten Simonini”. Ta pi kemudian ia menemukan fakta-fakta lain: ia adalah Pastor Dalla Piccola, ”atau orang yang dianggap bernama itu”.

Ia tahu: ia ”hilang ingatan”. Kata ini, anehnya, justru membuatnya teringat percakapan di Chez Magny sekian tahun yang lalu. Di rumah makan itu ia berkenalan dengan sejumlah dok ter, dan terutama dengan seorang dokter muda dari Austria, Sigmund Froïde. Mereka berbicara tentang kepribadian ganda dan hubungannya dengan jiwa yang mengalami trauma. Trauma ini bisa dikurangi dampaknya dengan merekonstruksi peng alaman masa lalu. Tapi Simonini tak ingin mengisahkan kem bali masa lalunya di depan orang lain. Ia menulis.

Harus segera saya susulkan, ini bukan novel tentang kelainan jiwa. Il cimitero di Praga membawakan sesuatu yang lebih gelap. Kerancuan ”siapa aku” dalam hidup tokohnya

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 287: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

258 Catatan Pinggir 12

berkait de ngan cerita di baliknya: ia adalah identitas yang berubah-ubah, selama bertahun-tahun. Ia seorang penipu—atau lebih tepat: ia seorang juru palsu yang terus-menerus menyamar.

Ia memproduksi dan menjual dokumen palsu untuk apa saja, dalam perkara warisan ataupun politik. Ia siap membuat ke bohongan asalkan dibayar mahal. Pernah ia jadi agen rahasia ganda yang memperdaya kedua pihak yang bermusuhan. Untuk mempertahankan para penguasa, ia menyusup ke pelbagai gerakan politik. Ia rapi dalam melipatgandakan fitnah. Simonini mengikuti pesan: untuk menuduh seseorang, ia tak perlu cari bukti. ”Lebih mudah dan lebih murah menciptakannya.”

Il cimitero di Praga (versi Inggris: The Prague Cemetery) memang dimaksudkan jadi sebuah cerita tentang seorang manusia yang culas, sinis, tanpa moral. Saya membacanya dengan sedikit lelah tapi kagum: Eco begitu asyik menggambarkan detail kehidupan Eropa abad ke-19, mirip keriangan hati seorang turis yang baru mengunjungi sebuah negeri eksotis. Ada liku- liku kota dan racikan kuliner, ada skandal politik dan roman pi cisan. Hasilnya: sebuah novel semi-dokumenter. Kecuali Si monini, semua tokohnya, termasuk Freud yang dieja jadi Froïde, muncul dari sejarah.

Tapi justru karena itu apa yang gelap dalam novel yang datar ini jadi terasa kian gelap. Motif yang menggerakkannya kebencian. Eco mempertajamnya dengan menjadikan kebencian itu bagian utama watak Simonini. Si Italia blasteran ini membenci siapa saja—orang Italia, Jerman, Prancis, muslim (”Saracen”), padri Jesuit, pengikut Freemasons, Martin Luther,

PARANOIA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 288: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

259 Catatan Pinggir 12

dan ten tu saja orang Yahudi. ”Aku bermimpi tentang orang Yahudi tiap malam selama bertahun-tahun,” tulisnya. Dalam dokumen palsu yang kemudian terkenal ia sebut pekuburan tua orang Yahudi di Kota Praha, sebuah tempat angker di ibu kota Cek itu, sebagai tempat utusan 12 suku Bani Israel menyusun ”Pro tokol Para Sesepuh Zion”, sebuah agenda ”menaklukkan dunia”.

Novel tentang pelbagai kepalsuan ini memang sedikit melebih-lebihkan. Tapi di balik kata-kata Simonini tergambar purbasangka yang terpendam lama dalam masyarakat Eropa—pur basangka yang jadi sumbu api kekerasan di abad ke-19, Na ziisme dan Holocaust di abad ke-20, sikap anti-Islam dan kaum imigran di abad ke-21.

Pada 20 Februari yang lalu Eco meninggal. Novel ter-akhirnya ini mungkin warisannya yang tepat waktu: sebuah cerita ten tang abad ke-19 yang menjelaskan bau busuk hari ini. Seperti dahulu, kebencian, juga kebencian sosial, tetap jadi unsur utama pengukuhan identitas, pembentukan ”aku”. Jika saya mem benci seseorang, kata Simonini, ada sesuatu yang hadir dalam diri saya. Diri saya tak kosong lagi. Odi ergo sum.

Kebencian tentu tak sendirian. Ketika orang lain adalah oknum-oknum yang menjijikkan yang mengancam, sebuah benteng ditegakkan, menara pengawas dan bedil disiapkan. Paranoia tumbuh jadi pedoman. Dengan mata setengah terpicing ka rena membidik, para pembenci melihat: di luar gerbang ha nya ada persekongkolan jahat yang mengepung.

Dari sini berkecamuklah ”theori konspirasi”, campuran kha yal dengan dusta. Di dunia, juga di Indonesia, kini ia laku ke ras. Dusta bisa memikat, dan kepalsuan bisa mengubah

PARANOIA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 289: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

260 Catatan Pinggir 12

sejarah, ketika orang haus akan satu kebenaran yang menjelaskan 1.000 peristiwa.

Tapi mengapa tak kita biarkan dunia tetap punya teka-teki yang penuh kebetulan? Sebuah enigma yang ganjil, namun mem pesona?

TEMPO, 6 Maret 2016

PARANOIA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 290: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

261 Catatan Pinggir 12

AMANGKurAT

AMANGKURAT adalah kesendirian: raja yang tak berteman di sebuah pulau.

Ketika mulai Januari 1648 penguasa Mataram itu memindahkan keratonnya dari Karta ke Plered, di lokasi di Bantul itu Su ngai Winongo sudah dibendung. Danau-danau buatan sudah mulai dibangun di sekitar istana.

Pekerjaan itu seperti tak pernah berhenti.Tiga belas tahun kemudian, pada 1661, sebuah laporan

orang Belanda masih menyebutkan bahwa Raja tetap sibuk ”men jadikan tempat kediamannya sebuah pulau”. Dua tahun ber ikutnya Amangkurat memerintahkan agar dibuat ”sebuah ko lam besar di sekeliling istananya”. Pada 5 September tahun itu juga Baginda menyiapkan lagi pembuatan sebuah batang air di belakang keraton. Sebulan setelah itu penggalian ”laut” Se garayasa dimulai.

Mataram dimobilisasi. Tiga ratus ribu orang bekerja, bahkan penduduk daerah Karawang dipanggil—tak peduli sawah me reka terbengkalai, dan kekurangan pangan terjadi.

Sebab kehendak sang Raja harus jadi. Dan memang jadi. Pa da 1668, seperti disebut dalam buku De Graaf, Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I, seorang pejabat VOC berkunjung. Ia berjalan melalui ”jembatan di atas parit yang me nge lilingi istana”.

Parit dan benteng: Amangkurat tak pernah percaya kepada sia pa pun di luar dirinya. Ia dirikan keraton baru dengan batu

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 291: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

262 Catatan Pinggir 12

ba ta, bukan lagi kayu seperti istana ayahnya, Sultan Agung. Ia lang sung mengawasi sendiri pembangunannya. Beberapa pejabat tinggi yang tak mau ikut bekerja diperintahkannya untuk di ikat, dibaringkan di paseban, dijemur. Sedangkan pendu duk, seperti ditulis dalam Serat Kandha, harus ”membakar ba nyak sekali batu bata”.

Benteng itu akhirnya berdiri; 13 November 1659 menyebutkan tembok keraton itu lima depa tingginya dan dua depa le bar nya. Tapi Baginda toh masih ingin menambahkan lagi ”tem bok yang serupa sebuah perisai, setinggi dada”.

Syak wasangka tampaknya sejak mula merundung Amangkurat, yang menyebut diri Ingalaga (”di kancah peperangan”). Di hari ketika ayahnya yang sudah dekat ajal memaklumkan putra sulungnya sebagai Raja Mataram yang baru, semua pintu gerbang, gudang senjata, dan depot mesiu dijaga ketat. Keluarga kerajaan ditahan selama beberapa hari di dalam istana, agar tak bisa mengadakan komplotan.

Baru setelah raja tua, Sultan Agung, mengembuskan napas yang penghabisan, sang raja muda muncul di balairung. Babad Tanah Jawi mencatat, waktu itu tiba-tiba Pangeran Purbaya, ka kak Sultan almarhum, naik ke takhta. Bersikap seolah-olah ia yang jadi susuhunan, ia menantang siapa yang berani melawannya. Yang hadir menundukkan kepala ketakutan. Merasa aman, Purbaya pun turun dari dampar, bersimpuh di lantai, menyembah raja yang baru.

Kecemasan membayang di jam-jam itu: betapa gentingnya pergantian kekuasaan. Bukankah sebagian besar peperangan di Tanah Jawa adalah perang suksesi?

Dan terbukti. Di tengah kesibukan Mataram membangun

AMANGKURAT

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 292: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

263 Catatan Pinggir 12

ke raton Plered, adik Raja, Pangeran Alit, menyiapkan penyerbuan. Ia hendak merebut takhta. Tapi sebelum bergerak, kedua pembantu dekatnya ketahuan, terjebak, dan dibunuh. Kepala mereka dipersembahkan kepada Raja. Sang adik akhirnya menyerang hanya dibantu enam lurah dengan anak buah yang tak seberapa—dan tewas terluka kerisnya sendiri yang beracun.

Konon, Amangkurat merasa sedih atas kematian itu. ”Aku akan membela adikku,” demikian ia dikutip dalam Babad Tanah Jawi. Baginda pun melukai bahunya sendiri—cara yang aneh untuk ”membela” seseorang. Tapi dalam diri Amangkurat kita tak tahu benarkah penguasa ini—yang bertakhta sendirian seperti pulau yang dikelilingi laut—bisa punya empati ke pada orang lain. Segera setelah menyatakan berkabung, ia ber kata, ”Hatiku sudah lega.”

Dan seraya tampil dengan rambut kepala yang dicukur se ba gai tanda belasungkawa, ia perintahkan empat orang kepercayaannya menyiapkan sebuah pembunuhan besar-besaran. Ia menduga para ulama di Mataram terlibat pemberontakan Pa nge ran Alit. Setelah nama, keluarga, dan alamat semua tokoh aga ma itu dicatat, dengan isyarat tembakan meriam dari istana, pembantaian pun dimulai. Dalam tempo 30 menit 5.000-6.000 ulama (termasuk para istri dan anak-anak) dihabisi.

Kebuasan tak berhenti di situ. Hari itu Raja juga memerintahkan tujuh orang pembesar dibunuh bersama keluarga mere ka.... ”...betapa angkuh dan kejamnya orang-orang ini,” tulis Van Goens, orang Belanda yang mencatat peristiwa berdarah pembangkangan Pangeran Alit.

AMANGKURAT

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 293: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

264 Catatan Pinggir 12

Mataram memang kian suram. Tangan Amangkurat berlumur darah, sampai akhirnya Baginda meninggal sakit dalam pe larian, setelah pemberontakan Trunajaya meletus dan Mataram jatuh.

Ketika sakitnya memberat, Amangkurat minta sereguk air ke lapa. Putra mahkota pun menyiapkannya. Tapi sejenak Ba gin da menatapnya, ”Aku tahu maksudmu, kau ingin mempercepat.”

Kejatuhan dan kekejaman tak pernah punya teman.

TEMPO, 13 Maret 2016

AMANGKURAT

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 294: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

265 Catatan Pinggir 12

SABANGAu

Saya bosan Kahlil Gibran, tapi sejenak kata-katanya melintas di kepala:

Pohon-pohon adalah sajak yang ditulis bumike atas langit.

KAKI saya mencari injakan akar di hutan gambut itu, sambil berjalan setapak demi setapak di air kemerahan

yang menggenang di antara pokok-pokok jelutung dan ramin. Dahan batang-batang muda itu masih lebat merintangi jalan, tapi segera tampak: ”sajak yang ditulis bumi” telah hampir terhapus di Sungai Sabangau.

Jutaan pohon telah ditebang. Hutan tropis Kalimantan Tengah seluas 568.700 hektare punah. Keserakahan manusia— merampas kayu meranti tak henti-hentinya untuk memperkaya diri—telah melukai lingkungan ini sampai ke intinya.

Lima belas tahun lamanya, sejak 1980, penjarahan itu berlangsung.

Manusia adalah ”super-predator”, kata orang. Tapi saya kira bukan, sebelum datang pasar besar, modal besar, kuasa politik besar, dan kerakusan besar. Dan di Indonesia, 1980-1995, keempat anasir itu bergabung: klimaks zaman yang bernama ”Orde Baru”. Negeri dibangun dengan ke-tak-sabar-an yang destruktif.

Tahun 1995: Presiden Soeharto memutuskan 1,5 juta

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 295: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

266 Catatan Pinggir 12

hektare hutan gambut Kalimantan Tengah dimusnahkan untuk membuat sawah. Rakyat setempat tak bisa menolak. Para pakar tahu proyek itu sebuah kesalahan (padi tak tumbuh di bekas lahan gambut, yang tingkat keasamannya tinggi), tapi mereka tak bisa berbicara. Dalam novel Sarongge Tosca Santoso digambarkan bagaimana niat untuk menyiapkan lahan pangan itu berakhir dengan malapetaka.

Dalam sepucuk surat kepada kekasihnya, Husin, Karen yang mengunjungi tempat itu bercerita: cadangan air dikeringkan, diubah jadi saluran irigasi yang berpuluh-puluh meter panjangnya. Parit-parit baru membuat gambut tak mampu lagi menyerap air bila musim hujan tiba. Kemarau jadi bencana: air kurang, hutan di sekitar selalu terbakar. Penduduk hidup terjepit. Tulis Karen: ”...hasil hutan pun tak bisa didapat lagi.”

Di bawah ”Orde Baru”, kemerdekaan bersuara tak mati sendirian. Hutan ikut mati. Ketika politik jadi panglima dan ilmu ditaklukkan, tak perlu lagi hasil penelitian. Ketika segala sesuatunya dipaksakan, akal sehat tak berfungsi.

Novel Sarongge bercerita: ketika Presiden Soeharto datang untuk melihat sendiri ”Proyek Lahan Gambut” itu, para bawahan bergerak cekatan. ”Pohon-pohon pisang yang sedang berbuah dipindahkan... ke kebun bekas gambut. Padi-padi yang hampir panen dari sawah-sawah Kalimantan Selatan dicabuti, untuk [juga] dipindahkan.... Seolah lahan gambut itu memang sudah siap berproduksi. Memenuhi mimpi sang presiden....”

Dilihat dari atas, yang di bawah sering menipu. Raja-raja lama dan dunia modern melakukan kesalahan yang sama. ”Manusia modern merasa bisa menguasai alam, dan mengubah

SABANGAU

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 296: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

267 Catatan Pinggir 12

semaunya,” tulis Karen pula. ”Padahal, banyak hal yang tak kita ketahui....”

”Manusia modern” jenis itu tak cuma bagian yang tragis sejarah Indonesia. Pada akhir 1980-an, James Scott menulis telaah yang memaparkan melesetnya ideologi ”modernis tinggi” ketika penguasa dan birokrasi Negara melihat ke kehidupan sehari-hari di ”bawah”. Seeing Like a State memaparkan pelbagai contoh state-optics yang tajam fokusnya tapi luput menangkap kenyataan yang rumit. Contoh yang menarik berkembang di Prusia dan Saxony di abad ke-18.

Di kerajaan Jerman itu, tatapan ”ilmu” merumuskan hutan sebagai ”arus komoditas yang bisa dijual”. Semua diringkus bagi pendapatan Kerajaan. Maka hilanglah pepohonan, semak belukar, dan tanaman yang tak laku. Bahkan juga disisihkan tetumbuhan yang bisa dibuat obat, pohon yang bisa diraut jadi permainan dan dibuat jadi benda keindahan.

Akhirnya, ukuran pohon dibakukan, dan ditetapkanlah pohon yang dianggap normal, Normalbäume. Hutan pun jadi ”mesin komoditas tunggal” yang gampang serentak terserang hama atau rusak oleh badai.

State-optics: Negara memandang hutan, menyederhana kan-nya—dan tak sanggup menyelamatkannya. Hutan terbakar, berkali-kali, tapi api selalu dilihat dari atas: dari keputusan Presiden, dari meja birokrasi, dari pesawat penyiram air yang tak pernah sanggup memadamkan bara.

Agak di luar Kota Palangkaraya saya bertemu dengan Januminro Bunsal. Laki-laki 56 tahun ini dengan tenaga sendiri merestorasi hutan gambut, sepetak demi sepetak. Ia adalah antitesis bagi state-optics: orang Dayak yang tak

SABANGAU

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 297: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

268 Catatan Pinggir 12

menatap hutan dari jendela perpustakaan. Ia merawat pepohonan dengan pengetahuan yang rinci, pengalaman yang tak sebentar, dan dengan akrab dan telaten. Maka ia tahu bahwa cara memadamkan kebakaran hutan bukanlah menyewa pesawat penyemprot air yang mahal. Januminro membangun puluhan sumur bor dengan pompa penyemprot dan mematikan api yang memusnahkan pohon-pohon dari dekat.

Ia tak mengutip Gibran. Tapi ia tahu pohonku bukanlah pohonku, melainkan hidup yang melindungi bumi anak-anakku, anak-anakmu.

TEMPO, 20 Maret 2016

SABANGAU

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 298: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

269 Catatan Pinggir 12

EINSTEIN

”Saya lahir 14 Maret 1879 di Ulm....”

EINSTEIN menuliskan biodatanya pada suatu hari di tahun 1932. Akademi Ilmu Pengetahuan Kaiser Leopold,

sebuah institusi yang sangat bermartabat—Goethe pernah jadi salah satu anggotanya—memintanya bergabung.

Ada sembilan pertanyaan yang harus dijawab. Pada pertanyaan ke-8 ia mengatakan, ia ”pernah diberi beberapa medali”. Tapi ia tak merinci apa saja penghargaan itu. Ia juga tak menyebutkan bahwa pada 1921 ia pernah menerima Hadiah Nobel untuk Fisika....

Baginya, penghargaan adalah bagian puji-pujian yang sering ia terima dengan enggan—atau dengan ironi. Sebagian besar ia sembunyikan di satu sudut yang ia namai Protzenecke, ”pojok bual”. Baginya, yang lebih penting adalah kerja keilmuan—yang sering harus menyendiri.

Uang tak pernah memancing Einstein. Yang diterima dari Hadiah Nobelnya ia dermakan. Di tahun 1927, ia bantu 150 keluarga miskin di Berlin. Suatu hari ia mendapat US$ 1.500, sumbangan Rockefeller Foundation. Ceknya ia pakai buat penyekat halaman buku; bukunya hilang.

Pernah ia kaget dijanjikan honorarium tinggi untuk menulis di sebuah majalah; ia pun menawar agar dibayar separuh saja dari jumlah itu. Ia juga baru mau bergabung dengan Institute for Advanced Studies di Universitas Princeton jika jumlah

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 299: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

270 Catatan Pinggir 12

gajinya dipotong. Ia menolak menerima pemberian, apalagi ketika dihadiahi sebuah violin Guarnerius seharga US$ 33.000. Ia merasa alat musik itu terlalu berharga buat kepandaiannya bermain violin.

Ia tak mau mengambil banyak, ia selalu memberi banyak. Ia membalas surat-surat yang mengalir ke alamatnya dari mana saja: sarjana fisika yang termasyhur, Ratu Belgia, atau anak kecil yang ingin dihibur. Ketika ia terima sekaleng tembakau dari seorang buruh yang kehilangan kerja, ia membalasnya dengan menulis khusus seuntai sajak terima kasih. Seorang kelasi menulis surat bahwa di kapalnya ada kucing yang ikut naik dari pelabuhan Jerman, dan awak kapal memberinya nama ”Albert Einstein”. Sang pemenang Nobel membalas, mengirim salam kepada kucing itu.

Einstein memang bukan orang yang gampang bilang ”tidak” kepada mereka yang tak didengar. Ia tahu ke-masyhurannya bisa berguna untuk orang banyak—terutama untuk menghimpun dana, atau dukungan suara, untuk tujuan seperti gerakan perdamaian.

Tentu saja untuk nasib orang-orang Yahudi yang di Eropa berabad-abad terancam. Einstein seorang Zionis yang aktif. Tapi ia tak melihat Zionisme sebagai gerakan nasionalis. Zionisme, tulisnya di awal 1946, memberi sisa kaum Yahudi kekuatan batin untuk menanggungkan hantaman, ”dengan tegak dan tanpa kehilangan harga diri yang sehat”.

Ketika Nazi berkuasa di Jerman—waktu itu Einstein sudah tak di sana lagi—rumahnya disita. Teori Relativitas dianggap ilmu ”Yahudi” dan ”Komunis” (meskipun di Uni Soviet yang komunis teori itu juga dihantam sebagai anti-”materialisme

EINSTEIN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 300: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

271 Catatan Pinggir 12

dialektis”).Di zaman penuh kebencian itu, ada saat-saat Einstein nyaris

putus asa. ”Tampaknya orang selalu butuh setan untuk saling membenci; dulu itu kepercayaan agama, kini negara,” tulisnya setelah usai Perang Dunia I. Ia tak yakin nalar manusia bisa menyelamatkan. ”Nalar bukanlah satu cara mempertalikan manusia di bumi....”

Tapi Einstein tahu, dunia yang dibentuk nalar bukanlah segala-galanya. Ia, yang membaca karya-karya Yunani klasik tanpa terjemahan (tapi tak begitu menyukai Plato, yang baginya aristokratik), yang jatuh cinta dan menikah dengan gadis Katolik dan punya anak di luar nikah, yang mencintai musik dan bisa menulis tinjauan kritis atas lakon George Bernard Shaw, mengalami bahwa ada sesuatu yang lain dalam diri manusia. Yakni: dorongan etis, yang disebutnya ”moralitas”.

Bukan agama. ”Agama, menurut kodratnya, tidak toleran,” katanya. ”Moralitas sepenuhnya persoalan manusia,” tulis Einstein kepada seorang rabi di Chicago yang ingin mengaitkan Teori Relativitas dengan Yudaisme di akhir 1939.

Tak berarti manusia bisa menjawab segala hal. Ilmuwan hanya mencoba-coba mengutip kebenaran. Alam dan eksperimen, tulis Einstein, bukanlah hakim yang bisa diduga dan juga ”bukan hakim yang sangat bersahabat”. Lebih sering Alam dan eksperimen mengatakan ”Tidak” kepada satu teori, atau paling ramah ”Barangkali”. Malah sangat mungkin tiap teori kelak akan bertemu dengan ”Tidak”.

Kerendahan-hati itu punya sifat ”religius”. ”Religius” bagi Einstein adalah rasa takjub menyaksikan ”skema yang

EINSTEIN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 301: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

272 Catatan Pinggir 12

menyatakan diri di alam semesta materi”. Tapi ketakjuban itu tak harus membuat kita mewujudkan Tuhan ”yang bisa mengajukan tuntutan kepada kita”.

Dengan kata lain, manusia membentuk sendiri hubungan etis di antara sesama dari kerendahan-hati itu. ”Alam bukanlah insinyur atau kontraktor,” jawab Einstein ketika ditanya apa yang akan terpikir olehnya sebelum meninggal.

Ia meninggal 18 April 1955.

TEMPO, 27 Maret 2016

EINSTEIN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 302: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

273 Catatan Pinggir 12

HErAKLEITOS

”Semua hubungan yang tetap, yang cepat membeku, beserta deretan prasangka dan opininya yang kuno, disapu hanyut. Semua hal yang baru berbentuk dengan segera jadi usang.... Semua hal yang solid meleleh ke udara....”

DI tahun 1848, dengan kalimat yang dramatis itu, Manifesto Komunis menggambarkan datangnya zaman

ketika modal memasuki kehidupan sosial. Marx dan Engels tak meramal ke masa depan; mereka hanya memaparkan betapa menakjubkannya kaum borjuis mengubah dunia. Dan mengguncang-guncangnya.

Tapi di abad ke-21, kalimat itu jadi mirip nujum.Setelah satu abad merupakan sistem yang kukuh (yang

disebut Werner Sombart sebagai ”kapitalisme”), menjelang akhir abad ke-20, gerak modal, yang kini ada di mana-mana, kembali ditandai ketidakstabilan: kapital jadi global, bergerak dalam ”deteritorialisasi”, batas wilayah raib. Ada yang menyebutnya sebagai ”modal yang tak sabar”. Nilai saham, perpindahan milik, perpindahan tempat dan tenaga kerja, arus jasa dan benda, tak pernah bisa ajek. Bung Karno pernah menggambarkan revolusi sebagai dinamika ”menjebol dan membangun”, tapi sebenarnya kapitalisme yang pada akhirnya demikian. Tema guncangan hari ini tak jauh berbeda dari masa Manifesto Komunis.

Kita tengah terseret hidup ke dalam kondisi Herakleitosian.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 303: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

274 Catatan Pinggir 12

Kata-kata Herakleitos, pemikir Yunani pra-Sokrates yang hidup 500 tahun sebelum Masehi, ini berlaku sekarang: ”Panta rhei... tiap hal berubah dan tak ada yang tetap”, dan ”kita tak pernah bisa masuk ke dalam arus yang sama”. Atau: ”Semua entitas bergerak dan tak ada yang berhenti”. Satu-satunya yang permanen adalah perubahan itu sendiri.

Sosok kapitalisme sendiri mengalami mutasi, seperti organisme yang berubah dalam lingkungan yang berbeda. Ketika teknologi digital masuk ke dalam kehidupan, para kapitalis terkadang seperti tak mengenali posisi mereka sendiri lagi. Kini semboyan lama ”pembeli adalah raja” bukan lagi menghadirkan konsumen sebagai konsep yang abstrak. Dengan pelbagai instrumen interaktif, konsumen—sang ”raja”—adalah orang seorang yang konkret, mirip pelanggan di kedai kecil di masa lalu. Pemilik modal tak bisa sewenang-wenang mengarahkan pasar. Dan pasar dan persaingan pun berubah jadi sangat heterogen, dengan cepat. Kini ada yang melihat munculnya distributed capitalism—yang belum disadari pengusaha taksi Blue Bird, misalnya.

Perubahan kendali modal tak hanya di sana. Di masa lalu, kerja diorganisasi dalam piramida yang kukuh, dengan struktur terpusat; waktu kerja buruh dihitung dengan standar yang tetap. Kini apa yang disebut ”kerja imaterial” mulai memimpin dinamika produksi: menghasilkan ide-ide, survei, program, teks, desain, konsultasi psikologis, layanan medis.... Hasilnya bukan cuma benda dan jasa, tapi juga komunikasi dan kerja sama, bahkan gaya hidup. Waktu kerja tak dapat dibakukan (berapa harga desain sebuah logo jika dihitung dengan jam kerja?), kendali manajemen tak bisa jadi linear.

HERAKLEITOS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 304: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

275 Catatan Pinggir 12

Pengawasan institusional atas arus hasil kerja dan informasi tak bisa lagi utuh terpadu.

Satu dasawarsa yang lalu ada yang melihat perubahan ini dengan optimisme. Antonio Negri dan Michael Hardt menulis Empire (2000) dan Multitude (2004) untuk memperlihatkan, dengan bergelora, bahwa pekerja di bawah kapitalisme yang Herakleitosian ini akan jadi kekuatan alternatif. Mereka bukan proletar, karena hubungan dan sifat kerja sudah berubah. Mereka bukan bangsa, karena negara-bangsa jadi tak relevan dalam hubungan modal-dan-pekerja ini. Mereka adalah multitude. Mereka, tanpa rencana tanpa organisasi, muncul sebagai semacam sosok, Gestalt, dari arus deras informasi, jaringan antarmanusia, dengan hierarki yang tak menentu, dengan pelbagai kontradiksi dan dikotomi yang menyebar—sebagaimana kontak yang tak selamanya disadari antara buruh di Cengkareng dan desainer di Milan. Mereka merupakan sumber demokratisasi yang sekarang sedang menjalar.

Menarik bahwa disuarakan dari semangat yang anti-kapitalisme, Empire dan Multitude menghasilkan optimisme yang sama dengan apa yang disuarakan Thomas Friedman yang datang dari sisi lain: The Lexus and the Olive Tree berbicara bukan tentang pekerja, melainkan konsumen dan perannya dalam demokratisasi.

Bisakah kita berharap? Lebih dari satu dasawarsa kemudian, belum ada tanda yang meyakinkan bahwa optimisme itu berdasar. Demokratisasi yang terjadi di Dunia Arab, misalnya, punya sisi buruk dan baik. Dalam zaman Herakleitosian ini, kita toh tak bisa melupakan apa yang dikatakan sang filosof kuno: alam semesta yang paling apik (kallistos kosmos) pun

HERAKLEITOS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 305: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

276 Catatan Pinggir 12

hanya ”sebuah onggokan sampah yang acak”. Kita hidup dalam keadaan serba mungkin, tidak ditentukan sebuah kodrat. Dengan kata lain, sebuah keadaan yang acak, tak berarah.

Mungkin itu nasib yang buruk—atau justru dasar kemerdekaan manusia.

TEMPO, 3 April 2016

HERAKLEITOS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 306: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

277 Catatan Pinggir 12

PILATuS

ECCE homo! Apa yang dimaksudkannya? Apa yang dikehendaki wakil Imperium Romawi itu, dalam bahasa

Latin, dari penduduk Yerusalem yang berkelimun tak sabar menunggu di bawah balkon? Ataukah teriak itu ditujukan kepada Kaiafas dan para tokoh agama yang hadir di sana, yang menuntut agar ”orang itu” dihukum mati?

Ecce homo! Lihat orang itu! Tapi buat apa?Barangkali inilah yang dimaui Pontius Pilatus: agar orang

ramai itu bisa tambah yakin menista ”orang itu”—tahanan yang kepalanya telah mereka pasangi selingkar duri sebagai cemooh. Atau mungkin supaya mereka bisa menatapnya sepuas-puasnya dengan benci—dan mendukung keputusan hukuman mati atas Yeshua itu. Bukankah sudah lama rabi muda itu dituduh menghasut orang banyak, agar menyimpang dari ajaran agama?

Ataukah Pilatus bermaksud sebaliknya? Mungkinkah ia berseru ”Ecce homo!” justru agar khalayak ramai itu punya rasa belas kepada wajah yang tulus tapi luka-luka itu? Atau supaya mereka menyadari—setelah melihat dari dekat sosok tahanan itu—bahwa mereka sedang hendak menghukum mati seseorang yang tak bisa disederhanakan dengan hukum dan kategori? Atau agar para tokoh agama itu berpikir kembali bahwa dengan dalil-dalil mereka yang diresmikan Tuhan sekalipun, mereka tetap khilaf dalam menafsirkan seorang manusia—makhluk 1.001 kemungkinan dan 1.001

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 307: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

278 Catatan Pinggir 12

kemustahilan?Ecce homo! Pilatus memperlihatkan paras Yeshua. Mungkin

ia ingin menunjukkan bahwa paras itu, seperti paras siapa pun, adalah wujud yang singular, dan sebab itu tak ternilai, tak bisa dipertukarkan dengan siapa pun....

Tapi akhirnya tak mudah mengerti apa maksud dua patah kata Latin yang diteriakkan dari balkon hari itu. Akhirnya kita harus menimbang pejabat Romawi itu: jahat, tidak-jahat, jahat....

Ada yang mengatakan, ia seperti hampir semua pembesar Romawi: brutal dan arogan. Para pengikut Yeshua, yang kemudian disebut umat ”Kristen”, pantas menganggap penguasa itu tak bersih. Ia memang memperlihatkan kepada khalayak ramai bahwa ia mencuci tangannya sebelum orang ramai melecut Yeshua ke bukit untuk disalibkan. Tapi penguasa itu tak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab.

Tapi ada yang menduga, Pilatus sebenarnya tak berencana menghabisi Yeshua. Ia hanya tak mau dimusuhi orang-orang Yahudi Yerusalem. Mereka sudah mendesak agar orang itu disalibkan, dan pejabat Imperium Romawi yang jauh dari pusat itu tak ingin penduduk lokal melawannya. Ia orang yang, dengan pragmatisme politik, ingin kekuasaannya aman di jalan yang tak lurus.

Mungkin Pilatus seorang tokoh dalam drama ambiguitas yang tegang. Di abad ke-2 pernah beredar surat-suratnya (ternyata palsu) yang menunjukkan bahwa pejabat Romawi ini sebenarnya beriman Kristen. Dengan kata lain: ia tak bersalah. Di abad ke-3, Origen Adamantius (184-253), pakar theologi dari Alexandria, misalnya, menulis bahwa orang Yahudi-

PILATUS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 308: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

279 Catatan Pinggir 12

lah yang membunuh Yesus—sebuah pandangan yang ikut mendasari anti-Semitisme Kristen sampai hari ini. Meskipun di abad ke-4 para theolog kembali meletakkan kesalahan pada Pilatus....

Sejarah, kita tahu, tak pernah ditulis lurus.Maka Ecce homo! Di sekitar Paskah wajar jika orang (terutama

yang bukan Kristen) lebih ingin melihat si penghukum, bukan si terhukum. Mikhail Bulgakov mendatangkan Pilatus ke Moskow abad ke-20 dalam novel The Master and Margarita, ke kancah dunia yang tak tenteram di antara fantasi yang ganjil.

Pilatus hadir dan membenci kota ”Yershalaim” tempat ia bertugas, kota dengan bau mawar yang tak disukainya dan suara fanatik di mana-mana. Suatu hari ia harus menginterogasi laki-laki pengembara itu, Yeshua Ha-Nozri. Orang ini dituduh akan menghancurkan Baitulah.

Tapi Yeshua menyangkal. Tak berarti ia menyukai kenisah itu. Ia percaya bangunan iman lama akan digantikan dengan yang baru. Ia percaya ”semua kekuasaan adalah bentuk kekerasan terhadap orang banyak”. Tapi ia yakin ada kerajaan kebenaran dan keadilan, kerajaan yang damai—dan kerajaan itu akan datang.

”Tak akan pernah!” teriak Pilatus membantah. Baginya kekuasaan yang ada, di bawah Maharaja Tiberius, adalah kekuasaan yang sudah sempurna. Baginya Yeshua tolol, percaya bahwa semua orang baik, bahkan Yudas yang mengkhianatinya.

Tapi Pilatus kemudian berteman dengan filosof dari udik yang mengembara itu. Ia, yang membenci semua hal, hanya bisa mengharapkan untuk tak dibenci dari seorang Yeshua.

PILATUS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 309: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

280 Catatan Pinggir 12

”Dan mereka berbicara tentang soal yang penting dan membingungkan, dan tak satu pihak pun dapat meyakinkan yang lain... maka percakapan mereka semestinya menarik dan tak pernah berakhir.”

Tapi kemudian Yeshua dihukum mati.Lihat orang itu. Lihat kekosongan itu. Tak ada lagi

percakapan yang berlanjut dan tak harus mufakat. Kota berbau mawar klise dan penuh suara fanatik.

TEMPO, 10 April 2016

PILATUS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 310: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

281 Catatan Pinggir 12

ILMu

AGAMA dan ilmu bertabrakan berulang kali, juga di abad ke-21. Juga di abad lain, pada 12 April 1633, ketika orang

tua itu, Galileo, pada umur hampir 70 tahun, disekap selama dua pekan oleh Dinas Inkuisisi, aparat Gereja yang mengusut dan memeriksa kesungguhan iman.

Bagi Vatikan, Galileo sesat. Ia harus mengaku bahwa ia percaya kepada teori Kopernikus tentang bumi dan matahari, padahal 17 tahun sebelumnya ia berjanji untuk tak demikian. Hari itu Galileo mengelak: ia hanya memaparkan teori bahwa bumilah yang mengelilingi matahari dan bukan sebaliknya. Ia mengelak dan itu sebabnya ia dikurung. Tapi pada akhirnya ia mengakui dosanya, menyesal, menyangkal kepercayaannya kepada teori Kopernikus, dan kembali ke jalan yang ditunjukkan agama: ”Saya berpegang pada pendapat... bahwa bumi tak bergerak dan mataharilah yang demikian.”

Ada yang mengecam sikap penakutnya, apalagi itu sia-sia, sebab ia tetap dihukum penjara seumur hidup. Tapi sebenarnya Galileo tak pernah takluk.

Eppur si muove. Konon itulah yang diucapkannya setelah vonisnya diumumkan: ini, bumi, tetap saja bergerak, biarpun Gereja mengingkarinya. Dalam tahanan rumah di Arcetri di dekat Firenze, dengan diawasi petugas Kantor Inkuisisi, dan melalui masa sedih karena anak perempuannya meninggal, ia menyelesaikan Discorsi e Dimostrazioni Matematiche Intorno a Due Nuove Scienza. Buku ini terpaksa diterbitkan di Leiden,

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 311: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

282 Catatan Pinggir 12

Negeri Belanda, pada 1638, karena karya Galileo dinyatakan terlarang oleh Vatikan—termasuk yang belum ditulisnya.

Discorsi adalah kepiawaian Galileo dalam fisika dan matematika—atau lebih tepat: dalam memperlakukan fisika secara matematis. Dari sinilah Einstein memaklumkan Galileo sebagai ”bapak fisika modern”. Matematikawan Alfréd Rényi menyanjungnya sebagai karya terpenting selama 2.000 tahun; Galileo menerjemahkan gerak secara matematis, satu hal yang belum pernah dilakukan Zeno atau Arkhimedes di zaman Yunani Kuno.

Sejak usia 19 tahun Galileo memang sudah jatuh cinta kepada matematika. Ia tinggalkan kuliah kedokterannya di Universitas Pisa, pergi ke Firenze untuk mendalami ilmu itu. Pada usia 58 tahun, ia menulis Il Saggiatore. Di sana ia tunjukkan hanya ada satu bahasa yang sanggup membaca ”buku” Alam, yang, sebagai bahasa matematika, aksaranya adalah ”segitiga, lingkaran, dan bentuk-bentuk geometri lain...”.

Galileo, seperti dikatakan Pietro Redondi dalam Galileo Heretico, bukan hanya pemikir, tapi memang ”seorang matematikawan”, yang ”ingin membedakan apa yang dapat diketahui secara obyektif dan kuantitatif, dari apa yang tak dapat dikatakan secara ilmiah”.

Tapi benarkah, tanpa bahasa matematika, ”orang akan mengembara ke sana-kemari dalam labirin yang gelap?”

Wade Rowland, yang menulis Galileo’s Mistake, me-nunjukkan ada ”kebutaan yang tragis” dalam pandangan ini. ”Galileo yakin, hanya ada satu penjelasan yang unik tentang fenomena alam, yang dapat dipahami melalui observasi dan

ILMU

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 312: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

283 Catatan Pinggir 12

nalar dan yang membuat semua penjelasan lain salah.” Maka persoalan Galileo dengan Gereja sebenarnya bukan tentang teori Kopernikus, tapi tentang bagaimana menguji kebenaran pengetahuan kita.

Di dalamnya tampak persaingan: siapa yang bisa memberi penjelasan yang final tentang hal-ihwal: Ilmu? Agama?

Ilmu, kata Richard Dawkins, punya sihirnya sendiri—sihir yang ada pada realitas. Ilmu tak membutuhkan sifat magis yang sering jadi dasar agama-agama. Dengan argumen itu, kita lihat persaingan itu bahkan perbenturan.

Di satu pihak ilmu, bisa menguraikan ”sihir” (magic) realitas jadi sesuatu yang bisa dijelaskan dan dikuasai; itulah yang dikumandangkan para pemikir ”Atheisme Baru” seperti Dawkins. Di pihak lain agama, yang jadi jalan penyelamatan pribadi, atau sebaliknya, jadi sebuah sistem kepercayaan.

Keduanya bisa menguasai—dan meringkus—kehidupan.Kini kritik kepada ilmu—yang makin terkait dengan

teknologi—agaknya perlu ditengok lagi. Kini, ketika berkibar segala inovasi yang mempesona (artificial intelligence, penjelajahan ruang angkasa, kloning hewan dan manusia, teori baru tentang alam semesta...), orang tak lagi ingat, misalnya, Dialektika Pencerahan, yang di pertengahan abad ke-20 dengan suram menghujat kemajuan dunia modern. Hubungan manusia dengan benda-benda, kata Adorno, penulisnya, telah mirip hubungan diktatorial. Ia jadi terasing. Apa yang ada dalam diri benda-benda berubah jadi sesuatu-untuk-manusia. Dadurch wird ihr An sich Für ihn.

Di pihak lain, agama, yang dilahirkan dari pesona, ketakjuban, dan kegentaran dalam ”pengalaman religius”,

ILMU

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 313: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

284 Catatan Pinggir 12

kini melahirkan keterasingan tersendiri. Yang Maha-Agung dan Gaib digantikan. Tuhan jadi konsep, dan konsep, seperti dikemukakan Jean-Luc Marion, jadi ”berhala”: sesuatu yang dirumuskan dan dibentuk manusia sendiri, sesuai dengan ukuran dirinya, tapi kemudian disembah.

Di tengah dua kekuatan itu, kita masih bernapas. Tapi tak adakah sesuatu yang lain di sana?

TEMPO, 17 April 2016

ILMU

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 314: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

285 Catatan Pinggir 12

SuBALTErN

ORANG-ORANG miskin terkadang mirip dewa-dewa yang malang: suara mereka perlu disimak, tapi sering

kali dunia mendengarnya melalui perantara.Umumnya perantara merasa punya kewajiban mewakili

mereka—dan tak jarang, merasa punya hak untuk itu. Pejabat publik. Anggota parlemen. Partai politik. Calon gubernur yang serius dan pura-pura serius. Pengisi yang rajin Twitter dan Facebook. LSM. Aktivis dengan rasa keadilan yang kuat atau hanya kadang-kadang kuat. Atau para kiai, padri, dan pendeta. Atau media—juga stasiun televisi yang dimiliki bisnis besar dengan komentatornya yang mengumumkan, ”Saya dulu pernah melarat.”

Tapi tiap kali, kita sebenarnya berjumpa dengan pertanyaan ini: benarkah mereka berhak? Apa artinya ”mewakili”? Seberapa jauh dan dekatkah mereka dengan kaum miskin, yang selama ini tak berdaya, mereka yang berada di luar hitungan—kaum yang disebut (mengikuti Gramsci) ”subaltern”?

Pada 1994 Gayatri Spivak menulis satu risalah yang judulnya menggugah dan persoalannya penting untuk dikaji, juga di hari ini: Can the Subaltern Speak?.

Tulisan itu sulit dibaca. Yang bisa saya tangkap adalah teguran Spivak: kita perlu melihat lebih jauh yang terkandung dalam kata ”representasi”—kata yang lebih tajam ketimbang ”perwakilan”. Dalam kata ”perwakilan”, seperti dalam kata ”representasi”, memang tersirat ada sesuatu yang tak hadir

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 315: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

286 Catatan Pinggir 12

namun beroleh penggantinya yang seakan-akan menghadirkan dia. Tapi kata ”representasi” tak hanya itu.

Spivak mengemukakan ada dua kata Jerman yang tercakup dalam kata ”representasi”: Vertretung dan Darstellung. Yang pertama berarti ”bicara atas nama” si X, sebagaimana partai politik, atau Negara, atau cendekiawan atau LSM berbicara atas nama si miskin. Yang kedua berarti penggambaran seperti dalam pentas—sebuah cerminan kenyataan dan juga sebuah kreasi.

Darstellung bisa mempengaruhi yang Vertretung. Pen derita-an, suka-duka, suara, dan kebisuan si miskin yang dipaparkan di sebuah panggung lengkap dengan dramaturginya dapat mendorong munculnya perwakilan politik bagi kaum papa itu. Tapi bagaimanapun narasi dan dramaturgi itu memerlukan bentuk, dengan format yang pas, dengan tokoh-tokoh yang mengemuka. Pada akhirnya, kita akan mendapatkan penggambaran ”makro-logis”, yang mengabaikan karut-marut, liku-liku, nuansa, dan apa saja yang samar dan rinci. Pada saat yang sama, dari pementasan itu biasanya muncul para ”pahlawan”, para juru bicara atau pembela, yang lazimnya lebih besar, lebih seru, ketimbang para subaltern sendiri.

Dan tak kurang dari itu, kaum miskin pun cenderung ditampilkan seperti satu identitas dengan hakikat yang sama dan tak berubah-ubah—sebuah pendekatan ”esensialis”. Kaum miskin hanya muncul sebagai bagian sebuah taksonomi.

Saya kira Spivak tak berniat mengatakan bahwa kaum subaltern tak boleh diwakili. Pada umumnya kaum papa ini tak punya akses ke percakapan yang lebih luas dan diabaikan percaturan kekuasaan para elite. Maka kaum subaltern perlu

SUBALTERN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 316: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

287 Catatan Pinggir 12

disiapkan, dididik, buat mengartikulasikan hasrat dan kepentingan mereka sendiri.

Namun persoalannya kembali: siapa yang akan mendidik?Pemikir politik Rancière pernah menulis sebuah buku

dengan judul Le Maître ignorant, ”kepala sekolah yang tak tahu apa-apa”. Rancière menampilkan pengalaman Joseph Jacotot, seorang guru di abad ke-19 yang menunjukkan bahwa mengajar adalah konsep yang salah: tak ada guru yang lebih pandai ketimbang murid. Tak mengherankan bila baginya, gagasan ”mendidik” kaum papa, bahkan ”mewakili” mereka, adalah agenda yang hanya melanjutkan ketimpangan kekuasaan.

Pada 16 Oktober 2012, di Universitas San Martin di ibu kota Argentina, Rancière mengemukakan teorinya tentang demokrasi—dan keyakinannya bahwa asas perwakilan yang kini dipraktekkan di negeri-negeri demokrasi ”sepenuhnya berintegrasi dengan mekanisme oligarki”. Yang diperlukan sekarang, katanya, adalah ”sebuah gerakan aksi yang kuat yang merupakan wujud kekuasaan, yang merupakan kekuasaan setiap orang dan siapa saja”.

Ada semangat anarki yang sehat dalam pemikiran ini—tapi juga ada pertanyaan yang membuat lubang di dalamnya: bagaimana ”aksi yang kuat” itu dapat jadi mekanisme kekuasaan, jika tanpa organisasi, tanpa struktur, tanpa pemimpin yang mewakilinya?

Pada akhirnya, kita kembali ke problem klasik yang tak mudah diselesaikan. Konon Gramsci, tokoh komunis Italia yang dipenjara kaum Fasis itu, berbicara tentang subaltern lantaran ia lihat ketimpangan garis yang dipilih Lenin, ketika

SUBALTERN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 317: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

288 Catatan Pinggir 12

membentuk organisasi Partai yang berbicara atas nama proletariat.

Proletariat tak serta-merta mewakili yang miskin. Dan Partai Komunis tak serta-merta mewakili proletariat. Pada akhirnya pandangan itu terbukti. Tapi hanya sesekali kaum miskin lepas dari posisi seperti dewa-dewa yang malang, yang suaranya hanya terdengar dalam gema.

TEMPO, 24 April 2016

SUBALTERN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 318: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

289 Catatan Pinggir 12

MAAF

MAAF” tak pernah bisa dipisahkan dari ingatan, tapi mungkinkah ingatan bisa kekal? Mungkinkah kita

berbicara tentang ”maaf” di luar sejarah?Dalam Žert (Lelucon, The Joke), novel Milan Kundera,

Ludvik ingin membalas sakit hati atas perlakuan temannya di masa lalu, yang menyebabkan ia, hanya karena sebuah lelucon, disingkirkan Partai Komunis yang berkuasa. Pembalasan itu berhasil, tapi yang terjadi tak membuatnya bahagia. Ternyata ada ”lelucon” lain: manusia terkecoh ketika menyangka bahwa ingatan bisa kekal, dan terkecoh mengira kesalahan masa silam bisa dibereskan. Pada akhirnya, tulis Kundera, dendam dan maaf ”akan diambil alih oleh lupa”.

Tentu tak selalu demikian. Lupa nyaris tak punya efek dalam Bharatayudha. Dalam kisah perang besar itu, dengan dendam yang utuh, Bhima memenggal leher Dursasana dan meminum darahnya, dan Drupadi mencuci rambutnya dengan darah itu pula. Waktu tak menggerus sakit hati mereka kepada pangeran Kurawa itu, yang di malam pertandingan dadu bertahun-tahun sebelumnya mencoba menelanjangi Drupadi di depan majelis.

Di luar cerita, di dalam sejarah, dendam juga masih utuh dalam, misalnya, riwayat Ken Arok di abad ke-13 dan persengketaan orang Dayak dengan Madura di Sampit, Kalimantan Tengah, di abad ke-21. Maaf ikut mati dalam bunuh-membunuh itu. Seakan-akan berlaku prinsip

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 319: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

290 Catatan Pinggir 12

MAAF

pembalasan yang setimpal dari dalam Kitab Suci Taurat: lex talionis yang menentukan ”satu mata dibalas satu mata”—hukum yang juga didapatkan dalam Undang-Undang Hammurabi di Mesopotamia 1.754 tahun sebelum Masehi.

Tak berarti kalimat itu selalu ditafsirkan secara harfiah, tapi ajaran-ajaran ethis yang kemudian datang menyadari bahwa dendam yang destruktif bisa jadi sah di dalam lex talionis itu. Yesus membalikkannya secara radikal. Ia mengajarkan agar kita sama sekali tak membalas, bahkan membiarkan pipi kita yang satu dipukul lagi setelah pukulan di pipi lain. Quran menegaskan bahwa Taurat memang mengajarkan Qasas, tapi bila kita bermurah hati untuk tak memberlakukannya, perilaku buruk kita akan dihapuskan.

Hukum pembalasan pun diubah jadi pemaafan; siklus kekerasan dicoba dihentikan. Agaknya disadari, lex talionis hanya akan menghancurkan masyarakat manusia. Satu dialog dalam lakon musikal Fiddler on the Roof:

Orang dusun: Satu mata dibalas satu mata, dan sepotong gigi dibalas sepotong gigi.Tevye: Bagus, bagus! Dengan demikian seluruh dunia akan buta danompong.

l l l

”Maaf” punya beragam cerita dan beberapa lapisan. ”Maaf” yang dipertukarkan dalam ucapan Lebaran (sering dengan pantun yang boyak) tak akan terasa sedalam ”maaf” yang diberikan Wolter Monginsidi kepada regu tembak Belanda beberapa menit sebelum ia dieksekusi.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 320: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

291 Catatan Pinggir 12

MAAF

Maka apa arti permintaan maaf pemerintah sekarang—andai kata pemerintah setuju untuk mengutarakannya—atas kekejaman pasca-1965?

Mula-mula, ada yang harus diurai.Belum jelas mengapa pemerintah yang sekarang wajib minta

maaf, atau mengapa Kepala Negara hari ini, Joko Widodo—laki-laki yang baru berumur lima tahun ketika kekejaman di pertengahan 1960-an itu terjadi—harus minta maaf untuk itu. Benarkah ”Negara” yang sekarang identik dengan ”Negara” yang berkuasa pada 1966, dan sebab itu menanggung dosa yang sama? Bisakah pendekatan legal semata-mata berlaku, yang melihat subyek, dalam hal ini ”Negara”, sebagai identitas yang tak berubah?

”Negara”, dalam pengertian Hegel, memang sebuah struktur di mana yang universal menemukan wujudnya. Tapi bagi saya Marx lebih benar: ”Negara” tak pernah bisa jadi wadah bagi siapa saja, kapan saja. ”Negara” selalu bersifat ”partikular”, hanya merupakan alat kekuasaan kelas tertentu di ruang dan waktu tertentu. Bukan sesuatu yang kekal.

Bagi para pemikir setelah Marx, bahkan ”Negara” bukan sesuatu yang siap. Ia sebuah proyek untuk menertibkan situasi yang berlipat-lipat ragamnya, situasi yang, kata Badiou, mirip ”anarki sejati”. Dalam ”Negara” sebagai proyek penertiban, unsur dan bagian-bagian diklasifi kasikan, dan diberi sebutan, posisi, dan peran. Mungkin ia tampak utuh, tapi dalam tersusunnya sistem itu selalu ada ”bagian yang tak punya bagian”. Dengan itulah sebuah komunitas politik, sebuah ”Negara”, menjadi—sesuatu yang tak stabil dan mengandung sengketa.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 321: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

292 Catatan Pinggir 12

Kepala Negara meminta maaf? Untuk apa? Untuk kejahatan yang bukan kejahatannya, atas nama Negara yang sebenarnya tak bisa diwakilinya?

l l l

SEJAK 1945, dunia menyaksikan pelbagai adegan penyesalan, pengakuan, atau apologi. Dari orang per orang sampai dengan kepala negara menyatakan minta ”maaf” yang disiarkan secara luas. Tapi tidakkah sebuah permintaan maaf kenegaraan, semacam upacara resmi, hanya bagian dari perhitungan politik, strategi yang tersembunyi dalam (untuk memakai ejekan Derrida) ”komedi” permaafan?

Semua bukannya tak bermanfaat. Tapi Derrida, dalam Pardon, mengingatkan apa yang terjadi bila ”maaf” diberlakukan sebagai proyek politik, ketika ”maaf” disertai syarat.

”Maaf” dengan syarat adalah seperti yang diberlakukan Komisi Rekonsiliasi dan Kebenaran di Afrika Selatan. Para pelaku kejahatan apartheid diberi amnesti bila mengungkapkan sepenuhnya perbuatan yang mereka lakukan di masa lalu. Bagi Derrida, ”maaf” macam ini akhirnya berfungsi bukan sebagai maaf itu sendiri, melainkan sebagai jalan membangun dan merawat sebuah bangsa. Dengan kata lain, ”maaf” telah jadi sebuah ”ekonomi pertukaran”.

Memaafkan secara bersyarat juga menghadirkan sebuah hierarki. Yang memberi maaf dan menetapkan syarat meletakkan diri di atas pihak yang diberi syarat dan akan diberi maaf. Maaf bisa dibatalkan jika syarat tak dipenuhi. Faktor kekuasaan menonjol. ”Apa yang membuat ’aku-

MAAF

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 322: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

293 Catatan Pinggir 12

maafkan’ kadang-kadang memuakkan dan menjengkelkan, bahkan terasa tak senonoh, adalah dikukuhkannya sebuah daulat dalam kata-kata itu,” kata Derrida.

Memaafkan dengan sikap demikian pada akhirnya membalik kebrutalan semula: sang korban dielu-elukan sedemikian rupa hingga si pelaku kejahatan direndahkan—dan akhirnya membuat sang korban tak hadir sebagai korban, si penjahat tak terasa sebagai penjahat, dan maaf hilang maknanya.

Tapi mungkinkah ada maaf yang tanpa syarat? Mungkin—betapapun langkanya. Monginsidi, pejuang gerilya Sulawesi Selatan itu, memaafkan regu tembak yang sebentar lagi mencabut nyawanya. Sang korban tetap sebagai korban dan pembunuhan tetap sebagai pembunuhan, namun sesuatu yang baru, yang luar biasa, tumbuh dari Monginsidi—dari yang diberikan Monginsidi.

Hanya dengan mengacu kepada yang tumbuh itu, hanya memandang dan membandingkan diri ke ”maaf yang murni” itu, pelbagai ”maaf” lain mendapatkan arti.

l l l

TAPI terlampau mudah berbicara tentang ”maaf” ketika kita mengenang apa yang dilakukan terhadap Sri Ambar, sebagaimana dikisahkan dalam Bertahan Hidup di Gulag Indonesia yang ditulis Carmel Budiardjo tentang perempuan-perempuan yang ditahan rezim Soeharto sejak 1966.

Sri Ambar seorang anggota SOBSI, serikat buruh pendukung PKI yang penting. Ia ditangkap di awal Oktober 1965, hari bermulanya kekerasan dan kebuasan terbesar

MAAF

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 323: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

294 Catatan Pinggir 12

MAAF

dalam sejarah Indonesia modern. Ia dibawa ke sebuah tempat interogasi di Jalan Gunung Sahari, Jakarta.

Di hadapannya dihadirkan seorang teman yang meng-khianatinya dan membuka penyamarannya. Tapi Sri Ambar tak sepatah kata pun mau mengaku. Penyiksaan pun mulai: bersama si pengkhianat ia ditelanjangi dan dihajar. Malamnya mereka berdua diikat dan digantung pada pohon. Ketika tetap saja Sri Ambar tak mau mengaku, Acep, perwira tahanan, ambil tindakan yang lebih drastis: pantat kiri Sri Ambar ditikam. Darah muncrat ke mana-mana. Sri Ambar mencoba menutupkan kembali luka dengan tangannya. Acep pun memerintahkan agar pisau dihunjamkan lagi ke pantat kanan Sri Ambar. Perempuan setengah baya itu pingsan.

Ia siuman dua hari kemudian di rumah sakit militer. Luka-lukanya dijahit. Tapi tak lama kemudian datang seorang dokter lain yang mengatakan jahitan lukanya harus dibuka. Dalam kesakitan yang amat sangat, Sri Ambar mendengar dokter itu diperintah Markas Besar Angkatan Darat.

Dan sebelum sembuh benar, ia dibawa kembali ke tempat interogasi. Di ruangan itu, ia melihat dua anak perempuannya: mereka sedang dipukuli. Mereka ikut ditahan dan dipaksa menceritakan siapa saja yang bertamu ke rumah mereka. Kedua anak itu menolak berbicara. ”Ibu jangan bilang apa-apa!” teriak kedua anak itu, ”Biar kami tanggungkan ini!”

Dan Sri Ambar pun diam, menyaksikan kedua anaknya disiksa. Ia juga diam ketika kemudian ibunya yang tua didatangkan ke ruang interogasi itu—ibu yang mengatakan bahwa Sri Ambar memang anaknya dan bahwa ia akan melindunginya dengan risiko apa pun. Orang tua itu segera

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 324: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

295 Catatan Pinggir 12

MAAF

jadi tahanan politik.Bisakah ”maaf” akan berlaku di sini? Bisakah Sri Ambar

memaafkan? Berhakkah ia?Hannah Arendt pernah mengatakan bahwa ”maaf” seperti

hukuman. Keduanya dimaksudkan untuk mengakhiri sebuah kejahatan. Tapi ia juga mengakui ada yang tak terjangkau oleh keduanya: ”kekejian yang radikal”—kekejian yang sedemikian rupa hingga tak ada lagi hukuman yang pantas. Itu berarti juga kekejian yang tak ada maaf yang bisa ditawarkan. Maaf adalah bagian proses bersama di mana hidup manusia mungkin.

l l l

PADA pertengahan Maret 2000, Abdurrahman Wahid, Presiden Republik Indonesia, sekaligus seorang tokoh NU dari generasi yang mengalami sendiri apa yang terjadi di hari-hari mengerikan dan penuh kekejaman pasca-1965, mengucapkan minta maaf kepada para korban. Ia juga tak ingin menutupi bahwa banyak anggota NU ikut dalam pembantaian orang-orang PKI atau yang dianggap PKI.

Dari seorang Gus Dur hal itu tak mengejutkan: sudah lama ia berhubungan dengan para eksil, aktivis Kiri di Eropa; sudah lama ia dikenal sebagai seseorang yang membuka pikiran orang banyak dengan berani.

Yang mengejutkan adalah reaksi Pramoedya Ananta Toer, yang disekap bertahun-tahun di Pulau Buru dan ketika bebas jadi sebuah ikon tersendiri. Ia menolak permintaan maaf Gus Dur. ”Saya sudah kehilangan kepercayaan. Saya tidak percaya Gus Dur.”

Saya masygul mendengar reaksi ini. Bagi saya, sikap Pram

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 325: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

296 Catatan Pinggir 12

MAAF

tidak tepat. Dan saya tak sendiri. Sekitar dua hari sesudahnya saya bertemu dengan beberapa bekas tahanan politik di rumah Oey Hay Djoen, tokoh Lekra, penerjemah Das Kapital. Saya sering ke rumah yang sejuk di Cibubur itu. Hari itu kami—Amarzan Ismail Hamid, Hardojo, Joesoef Isak, Hay Djoen sendiri—membicarakan apa yang dikatakan Pram.

Di satu bagian percakapan terdengar Hay Djoen berkata, seperti kepada dirinya sendiri: ”Apa hak moral kita untuk menolak memberikan maaf....”

Tiba-tiba dari kalimat yang lirih itu ”maaf” punya arti yang sangat dalam. Hay Djoen, sastrawan, aktivis PKI yang bertahun-tahun disekap dan disiksa, adalah suara yang bahkan tak dibayangkan Derrida: pemberi maaf yang tak berbicara tentang syarat dan tak meletakkan diri sebagai ”sang korban” yang secara moral lebih tinggi dan lebih berdaulat.

TEMPO, 1 Mei 2016

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 326: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

297 Catatan Pinggir 12

TuHAN

Tuhan semakin banyak....

SAJAK-SAJAK Mustofa Bisri tak pernah dibangun dari statemen yang marah. Puisi itu bahkan bisa kocak. Lebih

sering bait-baitnya gundah—kegundahan yang menarik: seorang alim melihat keadaan rumpang di sekitarnya tanpa ia merasa jadi lebih suci dari sekitarnya itu. Tiap kali sajak penyair dan kiai dari Rembang ini mengandung kritik sosial, tiap kali ia serasa ditikamkan ke satu bagian hidupnya sendiri.

”Tuhan semakin banyak” mengemukakan satu paradoks zaman ini: makin sering Tuhan dipajang di pelbagai laku dan kata-kata, makin jauh Ia dari bumi. ”Aku” manusia telah menggantikan-Nya:

Di mana-mana tuhan, ya TuhanDi sini pun semua serba tuhanDi sini pun tuhan merajalelaMemenuhi desa dan kotaMesjid dan gerejaKuil dan puraMenggagahi mimbar dan seminarKantor dan sanggarDewan dan pasarMendominasi lalu lintasOrpol dan ormasSwasta dan dinas

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 327: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

298 Catatan Pinggir 12

Tuhan pun jadi ”tuhan” (dengan ”t”): bukan saja hanya jadi salah satu dari wujud di dataran benda-benda, tapi juga hanya sebuah bunyi yang diulang-ulang. Tuhan jadi banal. Iman jadi otomatik. Bersamaan dengan itu, ”Aku” manusia menggantikannya dalam posisi di depan.

Khutbahku khutbah tuhan!Fatwaku fatwa tuhan!Lembagaku lembaga tuhanJama’ahku jamaah tuhan!Keluargaku keluarga tuhan!Puisiku puisi tuhan!Kritikanku kritikan tuhan!Darahku darah tuhan!Akuku aku tuhan

Tentu saja ada perbedaan yang radikal antara ”Akuku aku tuhan” di akhir sajak itu dengan ekspresi mistik manunggaling kawula gusti. Pengalaman seorang sufi adalah pertalian cinta; sajak Mustofa Bisri menunjukkan sebaliknya: Tuhan dipasang sebagai alat, mirip stempel. Dan puisi ini mencatatnya dengan masygul.

Tuhan yang ”semakin banyak” yang disebut Mustofa Bisri agaknya seperti dewa-dewa Yunani dalam Iliad: mereka ikut mengintervensi dan bertikai dalam hampir tiap babakan Perang Troya. Atau mungkin yang terjadi sebaliknya: dalam perang yang bengis itu, para pelakunya ingin memindahkan tanggung jawab dan kesalahan kepada kekuatan di luar diri mereka—kekuatan yang digambarkan sebagai mutlak dan bebas dan bisa berbuat tak semena-mena. Dan itulah dewa-

TUHAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 328: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

299 Catatan Pinggir 12

dewa mitologi Yunani.Roberto Calasso, yang beberapa novelnya adalah tafsir baru

atas mitologi, menulis dalam La letteratura e gli dèi (”Sastra dan Para Dewa”) bahwa sastra dapat merupakan siasat halus untuk membawa dewa-dewa lepas dari tempat mereka yang aman, bersih, dan kekal—dari ”klinik universal” (clinica universale) mereka. Sastra ”mengembalikan mereka ke dunia, untuk diserakkan ke permukaan bumi, tempat mereka biasanya berdiam”.

Dengan kata lain, sastra, karena tak meletakkan diri sebagai Kitab Suci, bisa membuat yang sakral jadi bagian hidup sehari-hari, bersentuhan dengan segala macam hal, termasuk yang terbuang, najis, dan kurang patut. Tapi biarpun terserak di seantero muka bumi, yang suci tetap tak jadi profan dan banal, selama ia tak dijadikan alat manusia seperti ”tuhan” dalam sajak Mustofa Bisri.

Ada sebuah petuah agar kita membuat iman ibarat garam: sesuatu yang tak tampak namun meresap memberi corak, membubuhkan rasa tanpa berlebihan, dan sebab itu tak membuat berat atau heboh dalam perjalanan.

Novel Ahmad Fuadi, Negeri Lima Menara, adalah contoh yang baik bagaimana iman selamanya hadir tak kurang dan tak berlebihan—dan sebab itu tak berbenturan dengan kehidupan, bahkan ketika kehidupan berpindah dan berubah.

Novel ini sebuah rekaman rite of passage Alif Fikri, seorang anak muda Sumatera Barat. Ia selalu murid yang pintar sejak di madrasah tsanawiyah di Kabupaten Agam sampai dengan ketika ia belajar di Pondok Gontor, Jawa Timur. Ia sebenarnya ingin masuk SMA, tapi pesan amaknya yang ia

TUHAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 329: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

300 Catatan Pinggir 12

cintai menahannya untuk tetap berada di jalur pendidikan agama. Sesekali ada kebimbangan, tapi Alif Fikri menyukai kehidupan di pesantren itu—yang sebenarnya tak terpisah dari Indonesia yang ”modern”. Di sana ia juga bertemu dengan fragmen-fragmen dunia lain. Ia tak gentar mengalami beda dalam dirinya. Pesan Kiai Rais selalu dikenangnya: ”Jangan berharap dunia yang berubah, tapi diri kitalah yang harus berubah.”

Maka dalam novel ini tak terasa ada guncangan dan krisis, ketika kesalihan kota kecil Indonesia bertaut dengan modernitas ”Barat”. Awal cerita di dekat Gedung Capitol yang diselimuti salju di Washington, DC; akhir cerita: di bawah monumen Nelson di Trafalgar Square, London. Negeri Lima Menara dibuka dengan kata-kata Imam Syafi’i di abad ke-8 yang diajarkan kepada para murid Pondok Gontor: ”Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan. Jika mengalir menjadi jernih....”

Yang dirayakan gerak dan perjalanan. Tuhan sudah dengan sendirinya menyertai, tanpa, dalam kata-kata Mustofa Bisri, ”mendominasi lalu lintas”.

TEMPO, 8 Mei 2016

TUHAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 330: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

301 Catatan Pinggir 12

MANDALIKA

HIDUP sama sekali tak mudah bagi Maryam—dan agama tak menolongnya. Bahkan sebaliknya. Dalam

hidup tokoh novel Okky Madasari ini, agama menghimpun tiga anasir represif terhadap hidupnya: orang tua yang menekan anak-anaknya, laki-laki yang diutamakan di atas perempuan, dan doktrin yang membuat orang-orang terikat dan kemudian bermusuhan. Di bawah tekanan semua itu, kebaikan menjauh.

Maryam mencoba melawan itu—dengan setengah diam.Menjelang akhir novel (”Maret 2006”), seorang bayi

perempuan lahir. Maryam dan suaminya yang baru, Umar, penuh harap. Mereka menamai anak itu ”Mandalika”—nama yang diambil dari legenda lokal. Bukan nama Arab, kata Maryam. Bukan seperti ayah dan ibunya.

Bagi Maryam, itu langkah awal sekaligus paling mudah untuk menjauhkan anaknya dari segala kepedihan yang dialami keluarganya. ”Biarlah anak ini jauh dari agama tapi dekat dengan kebaikan,” katanya, berulang kali.

”Jauh dari agama tapi dekat dengan kebaikan”—agaknya ini ungkapan penampikan yang bisa membuat orang terenyak (tapi tak terelakkan) dan membuat novel Maryam unik dalam karya sastra Indonesia terakhir, di masa ketika agama, khususnya Islam, hadir kuat di mana-mana.

Maryam lahir dan dibesarkan di Desa Gerupuk, di pantai selatan Lombok. Ia generasi ketiga pengikut Ahmadiyah. Mula-mula Komunitas Ahmadi hidup berdampingan

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 331: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

302 Catatan Pinggir 12

dengan penduduk muslim yang lain. Tapi bukannya tanpa ketegangan—dan sebagaimana dikisahkan novel ini, ada ketegangan membisu yang merayap ke dalam hidup Maryam.

Sebagaimana dalam komunitas iman yang lain, di sini juga para penganut membentuk lingkaran tertutup, dengan tembok yang mudah mengeras. Sejak remaja Maryam berusaha hidup dalam lingkaran itu dengan tertib, atau lebih tepat: dengan ketakutan. Terutama dalam berhubungan dengan laki-laki: ketika cinta tumbuh antara orang Ahmadi dan bukan Ahmadi, hubungan lebih jauh akan terancam. Komunitas di kedua pihak akan merintangi itu, dan konflik terjadi.

Maryam ikut menanggungkannya.Ia jatuh cinta kepada Gamal, sesama Ahmadi, tapi gagal:

Gamal membelot dari keyakinan keluarganya. Maryam pindah ke Jakarta, bekerja di sebuah bank. Ia bertemu dengan Alam, yang bukan penganut Ahmadi. Mereka saling jatuh cinta dan siap menikah, tapi calon mertuanya berkata: ”Suami adalah imam seorang isteri. Ketika sudah menikah nanti, isteri harus mengikuti suaminya, menuruti suaminya, apalagi dalam soal beragama.” Sebaliknya ibu Maryam bertanya kepada Alam: ”Apa itu berarti Nak Alam sudah siap menjadi seorang Ahmadi?”

Orang-orang tua melindungi, tapi juga menguasai dan menekan anak-anak mereka. Orang-orang tua dilindungi ajaran mereka, tapi sebenarnya dikuasai sepenuhnya.

Maryam, mungkin karena ia seorang perempuan, me-rasakan tekanan yang lebih—maka lebih pula resistansinya. Ia letakkan pikirannya dalam semacam isolasi. Ia mencoba lupa. Kadang-kadang ia berpikir, ”Ia hanya Ahmadi ketika sedang

MANDALIKA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 332: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

303 Catatan Pinggir 12

berada di tengah-tengah pengajian Ahmadi.”Tapi pernikahan Alam dan Maryam tak sampai berumur

lima tahun. Mereka tak kunjung punya anak. Orang tua Alam mendesak, dan dalam keadaan kesal, Maryam merasa bahwa orang tua itu menyalahkannya karena ia pernah ”sesat”. Ia pun meninggalkan Alam, dan kembali ke Lombok, ke keluarganya sendiri.

”Sesat” adalah kata yang ganas. Itu pula yang menyebabkan masyarakat Islam di Gerupuk, yang menganggap Ahmadiyah ”sesat”, pada suatu hari—setelah mendengar khotbah yang dulu tak pernah mereka dengar—mengusir tetangga mereka. Mereka melempar batu ke genting dan kaca jendela orang Ahmadi, merusak pagar dengan parang dan cangkul. Akhirnya 17 rumah dibakar, dengan ultimatum: kaum Ahmadi harus meninggalkan iman mereka atau hengkang.

Keluarga Maryam terusir. Bahkan ketika ayahnya meninggal karena kecelakaan lalu lintas, ia tak boleh dimakamkan di desanya sendiri.

Apa yang dibawa agama: kebaikan? Atau ganasnya kata ”sesat”? Apa yang dibawa iman bersama: ketenangan? Atau desakan yang menghilangkan kebebasan memilih?

Maryam kembali ke komunitas Ahmadiyah yang harus hidup di pengungsian. Ia memprotes pejabat Negara yang tak melindungi orang-orang yang dianiaya itu, yang selama enam tahun terpaksa menempati kamar-kamar sempit di Gedung Transito. ”Kami hanya ingin pulang....”

Dalam arti tertentu, Maryam pulang: dari lupanya akan asal-usul. Tapi ia tak kembali. Ia diam-diam merestui adiknya, Fatimah, meninggalkan komunitasnya untuk menikah dengan

MANDALIKA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 333: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

304 Catatan Pinggir 12

”orang luar”. Dengan demikian, ia mengatasi demarkasi yang bernama agama, sambil menunggu kelahiran Mandalika.

Mandalika, dalam legenda Lombok Selatan itu, putri raja yang mengorbankan diri untuk mencegah permusuhan. Ia, yang diperebutkan, menenggelamkan diri di laut. Tapi, kata sahibulhikayat, ia datang kembali setahun sekali saat purnama, dalam wujud cacing-cacing—hewan yang dianggap menjijikkan—untuk menyuburkan tanah. Tanah siapa saja.

TEMPO, 15 Mei 2016

MANDALIKA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 334: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

305 Catatan Pinggir 12

ALMANSOr

”Betapa dalam kau terpuruk, wahai Granada!”

DALAM Almansor, tragedi karya Heinrich Heine, Almansur bin Abdullah pulang ke Granada dari

pengasingan. Ia kembali ke kastil masa kecilnya: bangunan itu masih tetap di atas tanah ”yang tua dan tercinta”, dengan lantai yang dilapisi permadani berwarna-warni; pilar-pilar marmar itu setia bertahan. Almansur merasa betah kembali. Tapi ada yang membuatnya waswas. So heimisch ist mir hier, und doch so ängstlich. Kehidupan telah berubah. Kerajaan Islam Spanyol, terlena dalam kegemilangannya sendiri, jatuh, direbut kekuasaan Katolik di bawah Ratu Isabella dan Raja Ferdinand.

Dan Granada terpuruk. Tak ada lagi kemerdekaan menjalankan agama seperti dulu, ketika orang Islam, Kristen, dan Yahudi hidup bersama dan bertukar peradaban. Di awal lakon, Almansur berjumpa kembali dengan Hassan, pelayan keluarga Abdullah yang dulu mengasuhnya. Mereka saling menceritakan keadaan yang muram.

Ribuan muslim ”merundukkan kepala agar dibaptis” dalam ketakutan, kata Almansur. Di masa itu, seorang pejabat tinggi Gereja dan Kerajaan, ”Ximenes yang mengerikan” (der furchtbare Ximenes), dengan disaksikan khalayak di tengah pasar melemparkan Quran ke api unggun.

Hassan mendengarkan semua itu dengan masygul, tapi ia tampak tak terkejut. Ia mengucapkan satu kalimat seperti

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 335: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

306 Catatan Pinggir 12

meramal: ”Di mana mereka bakar kitab-kitab, di sana mereka akhirnya bakar manusia.”

”Ximenes” dalam tragedi Heine adalah Gonzalo Jiménez de Cisneros, pejabat tinggi Gereja dan kepercayaan Ratu Isabella. Tokoh sejarah Spanyol yang hidup antara 1436 dan 1517 ini adalah padri yang keras kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain—apalagi orang lain dari iman yang lain.

Ia tak tergoda kemewahan; pada usia di atas 40 tahun ia bergabung ke dalam Ordo Fransiskan dan membiasakan diri tidur di tanah tanpa alas, melipatgandakan puasa, dan mengenakan kain yang dianyam dari surai kuda. Tapi dengan kekuasaan dan keyakinan akan keunggulan imannya, ia memaksa para biarawan yang sudah ditahbiskan untuk hidup selibat, menetap di paroki, dan bekerja penuh. Ketika ketentuan ini dikenakan lebih ketat dan lebih luas, 400 rahib mengungsi ke Afrika—dan masuk Islam.

Bagi Cisneros, Islam dan Yahudi iman yang sesat. Pada 1492, di awal ia jadi pastor Ratu Isabella, ”Maklumat Pengusiran” diumumkan. Sekitar 200 ribu orang Yahudi terpaksa jadi Kristen; puluhan ribu yang lain diusir. Tak berhenti di situ. Cisneros memaksa ribuan Mudéjares, muslim yang hidup di wilayah Kristen, berpindah agama—meskipun dengan demikian ia melanggar perjanjian Alhambra ketika Ferdinand dan Isabella mengambil alih kekuasaan Islam. Ketika penduduk muslim berontak dan dikalahkan, Cisneros memberi mereka ultimatum: masuk Kristen atau diasingkan. Sebagian besar, seperti disebut Heine dalam Almansor, ”merundukkan kepala untuk dibaptis”, ”menggenggam erat salib, dalam ketakutan akan mati”.

ALMANSOR

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 336: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

307 Catatan Pinggir 12

Dan seperti tersebut dalam tragedi itu, buku pun dibakar. Sekitar 5.000 judul karya penulis dan pemikir Islam dimusnahkan dalam api. Kemudian manusia. Tercatat, sejak 1481, Gereja Katolik Spanyol membakar hidup-hidup 31.912 orang yang dianggap sesat iman. Dalam jumlah itu, ada 3.564 yang dihanguskan dalam api auto-da-fé atas keputusan ”Ximenes yang mengerikan”.

Heine, sastrawan Jerman di abad ke-19, tentu saja menggubah Almansor dari petilan-petilan sejarah itu—dan dengan gambaran yang negatif tentang rezim ”Ximenes”. Yang tak diduganya: kalimat yang diucapkan tokoh Hassan akan jadi semacam peringatan dari masa ke masa—terutama setelah di abad ke-20, Jerman memunculkan Hitler dan Gerakan Nazi dan ribuan buku dibumihanguskan. Pada 10 Mei 1933, misalnya, mahasiswa pendukung Nazi membakar habis 35 ribu jilid buku yang isinya dianggap ”tak bersifat Jerman”: dari Marxisme sampai dengan buku seni rupa mutakhir, dari yang dianggap ”liberal” sampai dengan yang dianggap ”ilmu palsu”, yaitu Darwinisme. Kemudian kamp konsentrasi didirikan dan ribuan orang Yahudi dan lain-lain dimatikan.

Di Indonesia juga pernah orang membakar buku dan membunuhi manusia. ”Demokrasi Terpimpin” Sukarno melarang risalah Bung Hatta Demokrasi Kita, semua novel Takdir Alisjahbana, Mochtar Lubis, dan lain-lain, juga semua puisi para penulis yang menandatangani ”Manikebu”. Di bawah ”Orde Baru” Soeharto, apa saja buku yang dianggap ”komunis” diberangus, bukan hanya novel Pramoedya Ananta Toer. Kekerasan dan supremasi kekuasaan jadi pola, makin lama makin menajam.

ALMANSOR

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 337: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

308 Catatan Pinggir 12

Menarik bahwa kejahiliahan ini berulang, justru di bawah Republik yang berbeda-beda yang saling menyalahkan. Tampaknya belum juga disadari, bila kata tak bisa dipakai untuk berbicara, orang akan pelan-pelan saling mematikan dengan kedegilan. Hassan dalam Almansor benar.

TEMPO, 22 Mei 2016

ALMANSOR

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 338: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

309 Catatan Pinggir 12

KOMuNISME

Mayakovski, penyair Rusia itu, menulis mengapa ia memilih komunisme:

Kaum proletar sampai ke Komunisme dari bawahlewat jalan rendah tambang-tambang, lewat sabit dan sekop

tapi aku dari langit sajak terjun ke dalam Komunismesebab tanpa itu aku tak merasakan cinta

SEJAK remaja ia memang sudah seorang aktivis Bolsyewik, organisasi komunis yang diharamkan itu. Suatu ketika ia

membantu para perempuan tahanan politik melarikan diri. Ia tertangkap dan dihukum 11 bulan penjara pemerintahan Tsar. Tapi dari sini lahir Mayakovski sang Penyair. Dalam sel, ia menulis sajak—dan sejak itu tak berhenti. Kian lama karyanya, juga seni grafis, teater, dan film, kian menunjukkan sesuatu yang mempesona dan cemerlang.

Setelah sang penyair mati, Partai Komunis yang menang mendirikan patungnya, setinggi enam meter, di Lapangan

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 339: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

310 Catatan Pinggir 12

Triumphalnaya, Moskow. ”Mengabaikan kenangan tentang dia dan karyanya,” kata Stalin tentang Mayakovski, ”akan dianggap sebagai tindak kejahatan.”

Jika pujian itu terdengar seperti ancaman, itu indikasi yang menyedihkan. Sejarah puisi Mayakovski bisa menandai perbedaan vibrasi gerakan komunis dalam era yang berbeda: bermula dari perlawanan yang tanpa pamrih terhadap kekuasaan, berakhir dengan monumen yang mandek dan pemujaan yang wajib. Berawal dari gairah puitik yang dramatik, eksplosif, tak gentar menampilkan ”aku” yang menentang kompromi di sekitar (puisi Mayakovski yang ditulis pada 1913: ”Menampar Wajah Selera Publik”), berakhir dengan kepatuhan kepada petunjuk resmi.

Sebenarnya, sebuah tragedi.Pada 14 April 1930, Mayakovski menembak dirinya sendiri.

Umurnya masih 36 tahun. Catatan yang ditinggalkannya: ”Jangan salahkan siapa pun atas kematianku dan tolong, jangan bergosip.”

Ada yang mengatakan, ia bunuh diri karena cinta yang tak pasti. Ada yang menduga, kekuasaan Partai mulai mengasingkannya; hubungan ”cinta” dalam sajaknya dengan Komunisme sudah berubah. Ada yang melihat, bunuh diri itu bagian dari narsisme Mayakovski yang selamanya siap memamerkan diri. Pesolek ini memang aktor panggung dan pembaca puisi yang bisa memikat. Temannya, Boris Pasternak, yang kemudian dikenal sebagai penulis novel Doctor Zhivago, menggambarkan Mayakovski sebagai penyair dengan ”suara seperti penyanyi mazmur dan tinju seperti pegulat”. Ia sebuah atraksi. Bunuh diri—seperti dalam kasus Mishima, seorang

KOMUNISME

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 340: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

311 Catatan Pinggir 12

narsis lain—juga sebuah atraksi.Itu juga ambiguitas Mayakovski. Itu juga ketegangan

dalam sajak-sajaknya yang ingin menegaskan ”aku” yang liris bersamaan dengan kesadaran revolusioner yang lurus. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pertama Uni Soviet, Lunacharski, melihat ada dua wajah penyair ini. Yang pertama: wajah seseorang yang hatinya berdegup bagaikan palu yang dipukulkan (”Mayakovski metal”). Yang kedua: seseorang yang rapuh, sensitif, seakan-akan dalam dirinya ada ”tukak lambung yang berdarah”. Kata Lunacharski, sang penyair bunuh diri karena sosok ”tukak lambung” itu yang mengambil alih.

Justru ketika Komunisme memasuki ”abad besi”.Tapi di situ juga tampak dilema cita-cita yang dirumuskan

Marx dan dilaksanakan Lenin—kontradiksi yang harus di alami Mayakovski. Cita-cita Komunisme berangkat dari semangat pembebasan ”kaum yang terhina dan lapar” yang sakitnya terasa bak ”tukak lambung yang berdarah”. Tapi pada akhirnya ia harus melalui ”abad besi”, ketika mesin dan martil dipukulkan untuk meratakan jalan, merampat permukaan—atau menghabisi lawan. Gerakan Komunis lahir untuk membentuk masyarakat yang ”sama rata sama rasa”. Tapi di tengah jalan, agar efektif, ia harus membentuk Partai yang hierarkis dan keras—dan pada gilirannya, represif.

Di bawah Stalin, Partai Komunis makin keras, kukuh, dan pembangunan berjalan, dan perang melawan Nazi dimenangi. Tapi juga pada pertengahan 1930-an itu, represi adalah teror. Ribuan orang ditangkap, dibuang, atau ditembak mati—di antaranya kawan-kawan seperjuangan Lenin di masa awal

KOMUNISME

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 341: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

312 Catatan Pinggir 12

Revolusi.Pada 1956, Khrushchev, yang waktu itu memimpin Partai

Komunis, membongkar kekejaman Stalin dalam sebuah pidato rahasia. Teksnya baru disiarkan resmi 32 tahun kemudian....

Tertutup dan tanpa kebebasan yang luas untuk menelaah persoalan, cara pidato itu disembunyikan (sebuah otokritik besar yang oleh PKI, di Indonesia, tak pernah disebut) menunjukkan apa yang akhirnya membuat gerakan komunis gagal: ketakmampuannya dengan segera memperbaiki cacatnya sendiri. Ia pun ditinggalkan sejarah dan jadi kenangan, dipuja atau dibenci.

Mayakovski pernah punya idaman: pena akan setara dengan bayonet, Stalin akan lapor ke Politbiro ia sedang menggubah sajak. Itu cita-cita yang indah, seperti Komunisme. Tapi itu tak pernah terjadi.

TEMPO, 29 Mei 2016

KOMUNISME

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 342: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

313 Catatan Pinggir 12

TOPENG

LAKI-LAKI bertopi infanteri bertopeng ski hitam dengan pipa kecil yang menyembul dari mulutnya itu tak tampak

lagi. Tak di San Cristobal de las Casas, tak di kota lain, tak juga di pedalaman Meksiko. Di sana ia pernah angkat senjata, bertempur, berbicara, menulis, dan bergabung dengan petani Chiapas miskin yang memperjuangkan hak mereka. Sepuluh tahun kemudian, Sub-komandante Marcos, tokoh paling menonjol dalam pembangkangan Zapatista itu, menghilang.

Mungkin begitulah seharusnya: pejuang datang, pejuang menang, pejuang menghilang. Sepuluh tahun sebelumnya sekitar 3.000 anggota pasukan bersenjata Zapatista menyatakan perang kepada tentara Meksiko, menduduki beberapa kota, dan 150 orang tewas. Mereka kemudian terpukul, tapi akhirnya diakui sebagai satu kekuatan politik yang nyata yang berhasil membangun wilayah-wilayah otonomi tanpa pengakuan resmi. Selama 10 tahun itu Marcos, dengan penampilannya yang unik, jadi ikon perjuangan. Tapi kemudian sebuah statemen Zapatista diumumkan pada 24 Maret 2014: Marcos tak ada lagi. ”Ia sosok yang diciptakan, dan kini para penciptanya, kaum Zapatista, menghancurkan dia.”

Kata ”menghancurkan” tentu saja sebuah kiasan. Sebab Marcos menghilang bukan karena dibunuh atau disingkirkan, melainkan karena gerakan pembebasan itu menyimpulkan: perannya telah selesai. Kata orang yang bersangkutan, ”Suara

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 343: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

314 Catatan Pinggir 12

Tentara Pembebasan Nasional Zapatista tak lagi datang dari saya.”

Mungkin ini terjadi karena arus balik: ada yang mengatakan dukungan rakyat Chiapas semakin menipis. Usaha menegakkan ekonomi rakyat yang swadaya tak berhasil. Tapi Marcos (tentu saja bukan nama sebenarnya) sejak mula memang tampak mendua dalam menjalankan perannya. Ia tampil di tiap kejadian besar gerakan Zapatista, berpidato di depan massa, dan mengesankan sebagai ideolog gerakan itu; tapi ia tak pernah disebut ”komandante”; ia cuma ”sub-komandante”. Ia memang anggota gerakan pembebasan bangsa Maya, orang Indian di ujung selatan Meksiko, yang tanahnya diambil alih bisnis besar dan hidup miskin berabad-abad; tapi ia bukan ”pribumi”. Dari celah topengnya, ia tampak berkulit putih, bermata biru. Dalam potret yang tersebar di seluruh dunia ia—kadang-kadang berkuda dan bersenjata—kelihatan jantan dengan postur seorang pemimpin yang karismatis; tapi jika kita dengarkan cara ia berpidato dan kita simak bahasa tubuhnya, ia lebih mirip seorang profesor desain, atau seorang penulis, yang tak kelihatan perkasa, tapi malah santun. Kalimat yang dipilihnya dengan baik tak diucapkan berapi-api. Kata-kata itu lebih menggugah orang berpikir—bukan bahasa politik kerakyatan yang lazim. Ia tak hendak mengkhotbahi audiens. Nadanya tak menganggap diri punya otoritas yang lebih.

Ia tampaknya sadar: ia tak bisa mengklaim ia mewakili suara petani miskin di sekitar hutan Lacandona. Betapapun dalam simpatinya, betapapun erat hubungannya dengan para petani itu, benar-benar tahukah ia tentang harapan dan rasa cemas

TOPENG

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 344: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

315 Catatan Pinggir 12

mereka? Dalam percakapannya dengan sastrawan Garcia Márquez ia mengaku dibesarkan dalam keluarga guru dusun yang kemudian makmur, dengan ayah-ibu yang mengajarinya mencintai buku dan bahasa. Dari statemen-statemennya bisa ditebak ia penulis yang bagus; ia memang menulis sejumlah puisi, prosa, cerita.

Tampaknya ia juga mempelajari fi lsafat dan tertarik pada Marx, Althusser, Foucault. Ia seorang Marxis. Dengan militan ia melawan penetrasi neoliberalisme dari Amerika ke wilayahnya; ia mengagumi Ché Guevara, pahlawan Partai Komunis Kuba. Tapi ia berhenti percaya ada partai yang bisa mewakili kelas proletar di Chiapas. Berada di kancah petani Maya, ia tak lagi melihat kelas proletar bisa jadi pelopor segmen rakyat yang luas. Bagi Marcos, yang jadi pedomannya adalah asas mandar obedeciendo, ”memimpin dengan mematuhi”, adat orang Indian setempat.

Dengan kata lain, ia percaya kaum miskin itu yang punya kearifan. Ia sendiri hanya berguru di sana, lebur di sana. Ia bukan ”aku” yang berpikir, bukan pemandu jalan, bukan pula pahlawan pembela yang jelata. Ia bukan siapa-siapa.

Di sini topeng—topeng yang dikenakannya bersama kaum Zapatista—adalah satu pernyataan. Topeng itu meneguhkan tak pentingnya nama-nama: tak ada yang pegang supremasi dan memonopoli perjuangan. Tapi topeng itu juga meneguhkan kemampuan memilih identitas ketika kekuasaan yang ada menghapusnya. ”Kami menutupi wajah kami, agar mereka melihat kami,” kata Marcos. ”Kami lepaskan nama kami, agar mereka memanggil nama kami.”

Dengan kata lain, topeng membuat nama dan label hanya

TOPENG

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 345: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

316 Catatan Pinggir 12

sebagai tanda perlawanan, bukan cap yang menetap. Maka ia bisa jadi lambang siapa saja. Marcos, dengan topengnya, ”adalah tiap minoritas yang tak diterima, ditekan, dan diisap—dan melawan dan berkata, ’Cukup!’”

TEMPO, 5 Juni 2016

TOPENG

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 346: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

317 Catatan Pinggir 12

KEBENArAN

DI kepala kita, tanpa kita sadari, kadang-kadang tumbuh sesuatu yang perkasa, bernama Kebenaran. Ia tak

tergerak oleh segala yang berubah, yang mengalir, mekar, mengeriput, atau merosot. Ia mantap. Kita mungkin merasa aman, tapi rasanya kita tak bisa hidup terus-menerus dengan itu.

Saya ingat sebuah sajak Yehuda Amichai:

Dari tempat di mana kita benarkembang tak pernah tumbuhdi musim semi

Tempat di mana kita benarkeras dan dipadatkan.Seperti pekarangan.

Tapi keraguan dan cintamenggemburkan bumi, seperti tikus tanahseperti bajak.dan ada bisik yang akan terdengar di tempat inidi celah-celahpuing rumah

Dalam posisi sebagai ”kita-yang-benar”, bisa terjadi sesuatu yang represif: kita jadi subyek yang menguasai persoalan sepenuhnya—subyek yang tegak, keras, dan tegar.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 347: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

318 Catatan Pinggir 12

”Kebenaran” dalam kepala kita tak hendak meluangkan yang lain berkembang sendiri. Ia bahkan tak boleh terganggu sekuntum bunga yang mendadak mengorak. Musim boleh berganti, tapi tak dimungkinkan mengubah susunan yang tetap.

”Kebenaran” yang mengeras di kepala kita akhirnya sebuah konstruksi yang harus dibikin padat padu, ”keras dan dipadatkan”. Ia tak akan punya kejutan. Semua ditata di permukaan yang datar, mengikuti pagar dan petak pekarangan yang persis dan sempurna.

Tapi selalu ada sesuatu yang lain. Dalam sajak Amichai, yang lain itu adalah ”keraguan dan cinta”. Keraguan bisa membuat kita seperti tanah gembur yang lunak, tak liat dan konsisten. Dan ketika cinta merasuki kita, kita seakan-akan mendapat semacam kekuatan tersembunyi yang tak bisa tunduk bahkan kepada dalil-dalil ”Kebenaran”. Cinta menyelamatkan kita dari penyempitan hidup yang hanya disederhanakan jadi ruang ”salah” dan ”benar”. Cinta memperkukuh kita di tengah keganasan antagonisme.

”Dan ada bisik yang akan terdengar di tempat ini/ di celah-celah puing rumah.” Bisik itu mengingatkan: pernah ada sebuah bangunan damai yang hancur, ketika kita bersikeras bahwa kita dalam ”Kebenaran”—dan menutup pintu bagi orang lain yang tak mau mufakat.

Mungkin Amichai (ia seorang penyair Israel) terlampau lama mengalami perang dalam hidupnya—perang yang masing-masing petarungnya tak mengizinkan keraguan datang dan cinta menginterupsi. Mungkin kedua belah pihak tak bisa lain. Dalam permusuhan sesengit itu, posisi dan klaim

KEBENARAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 348: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

319 Catatan Pinggir 12

kebenaran bisa sangat mengeras, menajam, membuahkan sikap agresif: ”Kebenaranku absolut, dan pasti dibenarkan siapa saja.”

Aneh, sebenarnya. Ketika permusuhan membelah ke-hidupan jadi ”kami” dan ”mereka”, masing-masing bergerak dengan militan justru karena meyakini ”Kebenaran” dalam ”kami” adalah Kebenaran yang universal—Kebenaran yang juga diterima ”mereka” dan untuk ”mereka”.

Mungkin ini salah satu corak perang modern: saling menghancurkan dengan pembenaran ideologi. Tapi juga ini menegaskan bahwa ”kebenaran” belum hilang dari percakapan. Juga sifat universalnya.

Ketika Indonesia baru saja berhasil merebut kemerdekaan nasionalnya, pada 1945, para perumus konstitusinya menulis, sebagai kalimat pembuka, bahwa kemerdekaan adalah ”hak segala bangsa”. Mukadimah ini tak hanya merayakan kemerdekaan sendiri. Pembebasan itu tak sepihak. Ada sesuatu yang lebih luhur dalam tujuan perjuangan ketimbang sekadar memenuhi kepentingan sendiri. Kian bernilai dan berarti perjuangan kemerdekaan, kian keras pula usaha di dalamnya. ”Kami” tak sendiri. Bahkan dengan ”mereka”, dengan musuh, ”kami” bisa berbagi beberapa nilai yang universal.

Tapi adakah nilai yang universal? Tidakkah, seperti diungkapkan para pemikir pascamodern, apa yang diasumsikan sebagai ”universal” ternyata hanya nilai Eropa yang diterima di mana-mana karena hegemoni berabad-abad? Bersama para pemikir pascamodern, kita bertemu lagi dengan Perspektivismus Nietzsche: Kebenaran selamanya dirumuskan dan diterima dalam tempat, sejarah, kebudayaan tertentu.

KEBENARAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 349: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

320 Catatan Pinggir 12

Sajak Amichai tampaknya bertolak dari Perspektivisme ini. ”Dari tempat di mana kita benar....” Kita ”benar” bukan di luar ruang dan waktu. Di kepala kita tak ada sabda dewa langit. Lagi pula ada ”keraguan dan cinta” yang membuat kita manusiawi kembali.

Ada kerendah-hatian dalam sajak Amichai. Tapi suka atau tak suka, kita hidup di zaman digital yang langsung menyaksikan kekejaman atas nama Tuhan (yang tak kenal sejarah) dan arus keserakahan modal dan manusia (yang tak kenal perbatasan). Menghadapi itu, apa jadinya jika yang kita miliki hanya ”Kebenaran” yang terbatas pada perspektif sendiri?

Keraguan membuat kita manusia kembali, di atas tanah yang gembur. Tapi mungkin cinta akan membuat kita tak akan kalah dikepung globalisasi fanatisme dan kerakusan: ”Cinta itu seperti gudang penyimpan kebaikan hati dan kenikmatan,” kata Amichai, ”seperti lumbung gandum dan tangki air ketika kota dikepung.”

TEMPO, 12 Juni 2016

KEBENARAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 350: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

321 Catatan Pinggir 12

PANGGuNG

NAMA samarannya ”Prapanca”. Ia menggambarkan dirinya sebagai lelaki yang tak disukai para perempuan

istana, tak fasih bicara, parasnya tak riang. Tapi ia penulis reportase pertama dalam sejarah Indonesia: Desawarnana, yang rampung ditulisnya pada 1365, adalah laporan kunjungan perjalanan darat Hayam Wuruk, Raja Majapahit, ke pelbagai wilayah kekuasaannya.

Sayangnya, Prapanca seorang pencatat yang terbatas. Kakawinnya lebih merupakan rekaman kesan-kesan tentang tamasya dan tontonan dari tempat ke tempat. Desawarnana adalah travelogue abad ke-14. Ia bukan catatan peristiwa-peristiwa.

Mungkin karena Prapanca bukan sepenuhnya orang dalam istana. Kakawin yang hilang dan baru ditemukan lebih dari 500 tahun kemudian di Lombok ini ia tulis setelah ia tersingkir dari pusat kekuasaan. Diduga ia menyelesaikannya di sebuah desa di Bali. Deskripsi tentang dirinya di akhir kakawin menggambarkan profil seseorang yang tak merasa mampu bergabung dengan para penyair lain yang menulis seloka-seloka untuk memuja Raja. Bisa jadi ini menandai kepahitan dan kekecewaan yang dicoba disembunyikannya.

Apa gerangan yang terjadi? Mengapa ia tersingkir? Harus saya katakan, kakawin yang juga disebut Negarakertagama ini bukan informasi yang memadai tentang kehidupan politik masa itu. Prapanca dengan memikat menggambarkan tembok

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 351: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

322 Catatan Pinggir 12

kota dari batu merah yang tinggi, gapura berukir, pohon-pohon tanjung berbunga lebat, taman bertingkat, dan arsitektur candi dengan menara yang menjulang. Perhatiannya lebih ke hal estetis ketimbang politis. Tentang sakit dan wafatnya Gajah Mada dan perundingan rahasia di istana untuk mengatasi kehilangan perdana menteri yang tak tergantikan itu Prapanca hanya menyebutnya dalam beberapa kalimat.

Penulis ini mungkin tak tahu. Kekuasaan dalam Negarakertagama-nya tak ditandai pangeran-pangeran yang berambisi atau para perwira yang siap dengan pasukan. Administrasi pemerintahan hanya kelihatan dalam klasifikasi pedesaan. Selebihnya, tanda hadirnya kekuasaan adalah kunjungan raja dan upacara meriah yang berulang kali. Tak ada konfl ik. Tak ada penaklukan. Satu-satunya yang mirip itu terjadi dalam perburuan; para hewan hutan kalah menghadapi pasukan Hayam Wuruk.

Tapi benarkah Majapahit hanya ibarat pesta yang berpindah-pindah?

Clifford Geertz memperkenalkan istilah yang kemudian terkenal: negara sebagai ”theatre state”, yang ia simpulkan dari pengamatannya tentang Bali abad ke-19. Di sana Negara memerintah dengan simbol dan ritual, bukan dengan kekuatan yang memaksa. Kerajaan berjalan bukan melalui administrasi yang efektif ataupun penaklukan, melainkan melalui ”spectacle” yang dipertunjukkan dengan memukau.

Mungkin itu pula yang bisa dikatakan tentang Negarakertagama Prapanca: sebuah pentas. Upacara jadi tujuan utama. Kemegahan dan kemeriahan itu bukan buat melayani kekuasaan, melainkan kekuasaan itu yang justru

PANGGUNG

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 352: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

323 Catatan Pinggir 12

untuk melayani kemegahan. Kata Geertz, ”Power served pomp, not pomp power.”

Ada yang mencatat bahwa ”theatre state” itu tak hanya fenomena Bali dan Majapahit. Upacara dan peneguhan simbol bisa dilihat dalam tradisi Kerajaan Inggris dan mungkin di negara-negara di mana konstitusi belum dituliskan. Negara memerlukan panggung—dan ia jadi panggung.

Tapi saya kira Geertz mengabaikan satu hal: di panggung itu sebenarnya kita tak tahu di mana pomp mulai dan power berakhir. Seperti umumnya dalam sejarah, kekuasaan, kekerasan, dan pemaksaan selalu tersembunyi dalam diri Negara. Setidak-tidaknya dalam genealoginya. Dengan mengagungkan seorang ratu dari Singasari sebagai chattra ning rat wisesa (”pelindung bumi yang utama”), Prapanca menunjukkan pertalian Kerajaan Singasari di abad ke-13 dengan Majapahit di abad ke-14. Dan kita tahu Singasari didirikan Ken Arok; ia tumbuh dari pembunuhan dan penaklukan.

Dalam menafsirkan masa lalu sebagai bagian masa kini, dalam merangkai upacara Hayam Wuruk dari pentas ke pentas yang berbeda, Prapanca ingin menunjukkan Majapahit sebagai sebuah bangunan yang koheren dan konsisten. Seantero wilayahnya diibaratkan satu kota dalam telatah Raja: salwaning yawabhumi tulya nagari sasikhi ri panadeg. Tapi sejauh mana yang dianggap ”satu kota” itu bisa mengingkari multiplisitas yang tak tepermanai, yang tak bisa konsisten? Negara mana pun, juga negara modern, tak akan bisa.

Pernah Desawarnana Prapanca menampilkan pentas sebagai karnival: Hayam Wuruk ikut membanyol, rakyat

PANGGUNG

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 353: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

324 Catatan Pinggir 12

datang berduyun, terkadang mabuk, tanpa diarahkan. Dalam karnival, seperti kata Mikhail Bakhtin, struktur, hierarki, dan hukum ditangguhkan. Mungkin di situ tampak sisi Negara yang hendak disembunyikan, tapi yang malah membuatnya hidup: selalu akan ada politik yang tak mengekalkan struktur, melainkan mengingatkan bahwa manusia itu setara.

TEMPO, 19 Juni 2016

PANGGUNG

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 354: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

325 Catatan Pinggir 12

ATTAr

ATTAR hidup di sebuah zaman yang tipis harapan dan tewas pada usia 76 tahun dalam pembantaian. Di

Nishapur, di Provinsi Khorasan, Persia, tempat ia lahir sekitar 1145, ia sebenarnya tak kekurangan suatu apa. Sebelum menulis puisi dengan memakai nama Attar dan berkunjung ke pelbagai penjuru menjumpai sufi-sufi ternama, ia hidup cukup sebagai ahli obatobatan. Banyak penderita sakit yang datang. Dari mereka Attar mendapat nafkah—dari mereka pula ia mengenal cerita-cerita muram manusia dan rapuhnya kepercayaan kepada hidup.

Ia pun menulis Mosibatnāmeh atau Kitab Kesengsaraan—sebuah puisi epik yang menggugat Tuhan.

Tak jelas kapan karya itu selesai; buku itu jarang disebut dalam biografi Attar yang samar-samar. Dunia hanya mengenalnya sebagai penulis Mantiq-ut-Tair atau Persidangan Burung-burung, sebuah alegori perjalanan spiritual manusia dengan tokoh pelbagai burung yang mencari Simurgh, sesembahan mereka. Karya Attar konon berjumlah lebih dari 100 judul, tapi di masa hidupnya ia tak luas dikenal. Ia dikatakan dipancung pasukan Mongol yang membantai penduduk Nishapur. Orang hanya ingat yang dikatakan Rumi: ”Attar telah melintasi tujuh kota Cinta, sementara kita masih di satu tikungan jalan.”

Beda antara Attar dan Rumi (lahir 1207) memang pengalaman hidup separuh abad. Tapi ada beda yang lebih

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 355: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

326 Catatan Pinggir 12

radikal di antara karya kedua penyair Persia itu, jika kita baca Kitab Kesengsaraan. Puisi Rumi adalah litani tentang sentuhan Kasih Tuhan yang membahagiakan. Sebaliknya karya Attar yang satu itu, dalam kata-kata Navid Kermani, ”karya paling muram dalam sastra dunia”.

Kermani, penulis muslim Jerman yang terkemuka dewasa ini, membuat telaah yang mendalam tentang Kitab Kesengsaraan dalam Der Schrecken Gottes (versi Inggris: The Terror of God). Lewat lima bab yang menjalin khazanah Yahudi, Kristen, dan pemikiran Eropa modern, Kermani menampilkan Attar sebagai suara yang mendesah, sengit tapi tak berdaya, dalam ”pertengkaran dengan Tuhan”.

”Pertengkaran” itu dimulai dengan perjalanan seorang ”pengembara pikiran”. Sang pengembara penuh amarah. Baginya tak ada yang bisa dipercaya. Ia tak mampu lagi membedakan mana yang baik dan yang keji. Di sekitar, yang tampak hanya dusta dan tipuan. Penguasa menindas dan sejumlah penyair menjual bakat mereka di istana. Hukum agama hanya menuduh. Tak ada keyakinan apa pun yang bisa dipegang.

Ia pun mencari. Mengikuti tradisi sufi, ia dibimbing se orang pir, seorang guru. Tapi akhirnya ia tahu: guru yang sebenarnya adalah penderitaannya.

Dalam perjalanan itu—diceritakan kembali oleh Kermani dengan memukau—ia lihat 100.000 jalan menuju ke segala arah dan 100.000 lautan darah. Ia lihat dunia-dunia yang sesat dan kosmos yang membengkak. Ia lintasi 100.000 surga dan neraka, ia mengetuk, tapi tak ada pintu yang terbuka. Akhirnya ia hilang ingatan. Ia bicara kepada rasa sakit, dan

ATTAR

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 356: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

327 Catatan Pinggir 12

rasa sakit jadi keyakinan dan kekufurannya. Ia pun membisu, menyerah, habis tenaga.

Ia berjumpa dengan Malaikat Jibril . Ia bertanya tahukah sang malaikat obat apa yang baik bagi rasa sakitnya. Jibril tak tahu; ia sendiri dalam keadaan yang lebih buruk. Ada teror, heybat, yang dihadapinya—teror dari sesuatu yang bahkan Jibril tak berani sebut namanya.

Demikian juga reaksi para malaikat lain, termasuk para penyangga Takhta Tuhan. Mereka semua sengsara. ”Berdiriku begitu guyah,” jawab salah satu dari mereka, ”hingga bila selembar serat tubuhku bergerak, aku akan jatuh ke dalam jurang yang dalam.”

Kenapa demikian? Kenapa tak ada jawab? Dalam Kitab Kesengsaraan Tuhan adalah kesewenang-wenangan yang memperlakukan ciptaan-Nya sebagai obyek yang tak berarti. Sang pengembara pun menyimpulkan, dalam sebaris kalimat Attar, bahwa sejak mula manusia memang ”bak bola permainan”.

Tentu, dalam kisah-kisah penjelajahan yang seperti siklus putus asa itu, sang guru selalu mengingatkan: dalam kesengsaraan manusia, Tuhan punya alasan tersembunyi yang baik. Tapi Kermani menunjukkan, puisi Attar kurang mengedepankan itu. Ia justru memberi tekanan pada gambaran ”kekalutan pikiran sang pengembara dan pemandangan mengerikan yang ditemuinya...”. Jawaban sang guru tak memadai. Yang lebih nyaring adalah ”pertanyaan yang selalu datang dari sang musafir”.

Sampai hari ini, pelbagai risalah filsafat dan agama—Islam, Kristen, Yahudi—bergulat dengan pertanyaan itu: mengapa

ATTAR

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 357: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

328 Catatan Pinggir 12

Yang Mahakuasa tak melepaskan manusia dari sengsara? Dan jika itu hukuman atas dosa, kenapa Ia tak mencegahnya? Benarkah Ia pengasih, benarkah Ia adil?

Ada yang menjawab, Tuhan tak bisa dinilai dengan rasa keadilan dan belas kasih manusia. Tapi ada yang menambahkan: jika benar demikian, penilaian itu justru harus ditegaskan di dunia. Kitab Kesengsaraan menyesakkan karena kita tahu, ada yang seharusnya bukan kesengsaraan.

TEMPO, 26 Juni 2016

ATTAR

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 358: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

329 Catatan Pinggir 12

JPC

PADA batu marmer yang sudah kusam, di tembok ruang bawah Museum Wayang di Kota Tua Jakarta, terukir

sebuah nama:

DIE STICHTER VAN BATAVIAJAN PIETERSZOON COENIN 1634

Sang pembangun Batavia” yang dikuburkan di sana juga seorang yang bersemboyan, tercatat pada 1618: ”Jangan patah harapan, jangan ampuni lawan, sebab kita bersama Tuhan.”

Ia memang seorang Kristen yang keras, seorang administrator penegak disiplin, dan tentu saja seorang pelaksana hasrat VOC untuk menguasai persaingan dagang di Asia di abad ke-17.

Empat tahun setelah mengucapkan kalimatnya itu, gubernur jenderal perhimpunan dagang Belanda itu menyerbu Banda. Dengan pasukannya ia bantai ribuan penduduk yang melawan dengan sengit; ia perintahkan satu regu samurai Jepang yang disewanya untuk memancung serentak penghulu-penghulu setempat yang tak mau menyerah.

Di bawah ancaman senjata, orang Banda tak boleh menjual buah pala mereka kepada orang Inggris atau siapa pun. Rempah-rempah itu hanya untuk VOC yang kemudian menjualnya di pasar Eropa dengan laba berlipat-lipat.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 359: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

330 Catatan Pinggir 12

Tak jelas bagaimana Tuhan ada dalam kebuasan dan keserakahan itu. Mungkin bagi Coen, Tuhan adalah Ia yang memegang pedang, menegaskan kesalehan, dan menyusun pembukuan. Suatu hari Coen mengetahui seorang gadis remaja asuhannya bermain cinta dengan seorang pemuda Indo—dan mereka melakukan perbuatan itu di ruang pribadinya. Sang gubernur jenderal murka. Wajahnya memucat dan meja yang dipeganginya bergetar. Ia perintahkan pemuda itu dipotong lehernya dan gadis itu ditenggelamkan.

Agaknya ia merasa jadi penjaga moral di kota yang dibangunnya—moral ala kaum borjuis Belanda yang dibentuk Gereja Reformasi yang puritan, yang waspada kepada seks dan hemat dengan sensualitas, yang selalu menahan diri dari sikap yang berlebihan. Singkat kata: seperti tokoh makelar kopi dalam novel Max Havelaar, pedagang yang takut boros dan hanya berpikir tentang ”manfaat”—atau laba.

Tapi keketatan macam itu tak mudah buat kota yang dibangun

Coen nun jauh di negeri tropis di abad ke-17. Di awal hidup Batavia, mayoritas penghuni adalah laki-laki. Jean Gelman Taylor menggambarkannya dalam The Social World of Batavia sebagai ”serdadu dan kelasi yang telah tercerabut dari tanah asalnya”, yang ditempatkan ”di barak-barak di pinggiran peradaban yang asing”. Perempuan makhluk yang langka. Kalaupun ada, mereka wanita pribumi yang dianggap rendah, mudah berahi, gampang menyerah. Kebanyakan budak belian. Dalam satu catatan tahun 1618 dilaporkan: tiap malam berlangsung ”orgi” antara laki-laki bebas dan ”perempuan-perempuan hitam”.

JPC

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 360: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

331 Catatan Pinggir 12

Benar atau tidak cerita itu, Coen tak jenak dengan kehidupan sosial Batavia. Ia pun mengeluarkan peraturan: barang siapa yang tinggal dalam ”republik Jacatra” dilarang memelihara satu atau dua budak perempuan, seorang gundik atau lebih. Tak boleh wanita Kristen berhubungan seks dengan pria yang tak beragama (heidense) atau Arab (Moor).

Hasrat untuk kemurnian—yang kadang-kadang mirip kesucian—mendorong Coen, atau siapa pun, untuk menegakkan hidup yang eksklusif. Pada 1619 ia menghancurkan Jakarta (”Jacatra”). Dimusnahkannya dua bangunan yang jadi pusat kota: kabupaten dan masjid. Di atas puing-puingnya ia dirikan ”Kasteel Batavia”—yang segera jadi sebuah ruang isolasi. Penduduk asli sudah meninggalkannya, orang Jawa dilarang tinggal, dan di sekitarnya hutan berisi binatang buas. Pada 1642 ada larangan bagi perempuan untuk ke luar gerbang ”Kastil”. Para budak belian tak boleh dijual pemiliknya kepada orang Yahudi, Islam, atau yang tak bertuhan.

Dalam The Social World of Batavia digambarkan bagaimana alimnya kehidupan di Kastil itu, yang dikuasai Gereja Reformasi, satu-satunya denominasi Kristen yang diperbolehkan. Kebaktian diselenggarakan di Balai Kota, doa pagi dan malam berlaku di Kastil, dan para pejabat dan pegawai VOC berpuasa menjelang kapal niaga mereka berangkat. ”Tak ada yang lebih mampu menyatukan hati orang ketimbang kesatuan iman dan dijalaninya agama secara benar,” tulis Coen dalam suratnya kepada para pembesar VOC di Amsterdam.

Seperti lazimnya orang yang taat beragama, Coen me-

JPC

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 361: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

332 Catatan Pinggir 12

nyangka Tuhan bersamanya dan kehendaknya akan jadi. Tapi sejarah menunjukkan, Batavia proyek yang gagal. Ia dibangun sebagai transplantasi kota Belanda, ia diharapkan akan memenangkan ajaran Calvinis yang lurus. Tapi kelembapan kota, berjangkitnya malaria, dan keinginan manusia untuk hidup tanpa merasa takut dosa membongkar desain itu. Kastil ditinggalkan. Kebudayaan Kristen Eropa lumer oleh pengaruh kebudayaan Indonesia yang beragam dan yang terus tumbuh. Yang murni hilang, yang campuran jadi—sebuah kebudayaan mestizo yang berlaku di Jakarta hingga hari ini.

TEMPO, 3 Juli 2016

JPC

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 362: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

333 Catatan Pinggir 12

TErKuTuK

KITA terbiasa dengan gambaran ini, yang agaknya datang dari benua lain: penyair, terusir dari Kallipolis,

lusuh, bau, kelayapan, insomniak, hidup tanpa jadwal, dan memproduksi hal-hal yang tak jelas fungsinya: sajak-sajak. Ia jarang mendapat tempat dalam sebuah struktur. Ia di luar. Kalaupun ia ingin, Kallipolis tak akan menerimanya kembali. Dalam kota ideal yang diangankan Plato itu, penyair adalah elemen yang hanya berperan buat memuja para pahlawan—dan kita tahu, itu tak akan cocok, sebab pahlawan adalah tokoh yang membeku dalam dongeng wajib. Maka ada benarnya, meskipun agak berlebihan, bila pada 1832 Alfred de Vigny menulis bahwa penyair adalah ”kaum yang akan selalu dikutuk mereka yang berkuasa di atas bumi”.

Waktu itu kota-kota Eropa, terutama Paris, mulai bergerak dengan desain modern yang lugas dan teratur. Di sana puisi, dengan sifatnya yang tak terduga-duga, makin terasing. Paul Verlaine menyusun kumpulan puisi, Les Poètes maudits, yang terbit pada 1884: karya-karya ”penyair terkutuk”. Yang tergabung dalam rombongan ini Verlaine sendiri, juga Rimbaud dan Mallarmé—untuk menyebut yang paling dikenal di luar Prancis. Di barisan depan: Baudelaire.

Baudelaire dijatuhi hukuman setelah ia menerbitkan Les Fleurs du mal, 25 Juni 1857. Kumpulan puisi itu dianggap menampar ”moralitas masyarakat”. Baudelaire tak dipenjara, namun didenda dan enam sajak dalam Les Fleurs du mal harus

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 363: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

334 Catatan Pinggir 12

dicabut.Seperti berulang kali terjadi, sensor adalah ketakaburan

yang bodoh: mengutuk buku berarti membuatnya ramai dicari. Pada umur 36 tahun, Baudelaire telah menghasilkan satu karya yang paling banyak dibicarakan dan dikagumi—meskipun ia semula datang untuk mencerca dan dicerca.

Ia anak muda pesolek dan pemboros, pelanggan seorang pelacur botak yang buruk muka. Kata orang, dari sini ia terkena raja singa yang pelan-pelan membunuhnya. Mungkin tak hanya sifilis. Ia penikmat laudanum, candu yang dilarutkan dalam alkohol. Ia mengagumi Edgar Allan Poe, penyair Amerika pemabuk yang menurut Baudelaire menggambarkan ”kegemilangan” opium, yang muram, hitam, tapi menggugah. Sang penyair Les Fleurs du mal juga anggota tetap Club des Hashischins, sebuah perhimpunan sastra di Paris yang bertujuan menjelajahi kreativitas manusia saat kesadarannya berubah karena pengaruh hashish.

Tak mengherankan bila ia ingin ada jarak, bahkan pertentangan, antara dirinya, juga puisinya, dan ukuran-ukuran akhlak yang lazim. ”Ibu tahu,” tulisnya di sepucuk surat kepada ibunya beberapa belas tahun sebelum ia meninggal di pangkuan perempuan belahan jiwanya itu, ”bahwa aku selalu menganggap sastra dan seni mengejar tujuan yang tak tergantung kepada moralitas.”

Sajak-sajaknya memang anti-pesan-moral. Ia menyentuh dengan akrab seks, melankoli, kematian—dengan kata-kata yang menampar. Sajak pembuka Les Fleurs du mal, ”Au lecteur” (Kepada Pembaca), menyamakan sang pembaca seperti dirinya: hipokrit. Bila manusia berani, tulisnya,

TERKUTUK

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 364: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

335 Catatan Pinggir 12

hidup yang datar seperti ”kanvas yang banal” ini seharusnya bisa dihiasi dengan ”perkosaan, racun, pisau, dan api yang membasmi”. Sebab ada yang ”lebih buruk, lebih jahat, lebih jorok” ketimbang semua yang mengancam kehidupan, dan itu adalah ”Rasa Jemu”, l’Ennui.

”Penyair terkutuk” yang memusuhi rasa jemu itu pada gilirannya jadi posisi tersendiri dalam hubungan sastra dengan masyarakat. Di mana-mana. Seandainya kumpulan Verlaine terbit di pertengahan abad ke-20, dan meliputi sastra seluruh dunia, ia mungkin akan memasukkan sajak Chairil Anwar, ”binatang jalang/dari kumpulannya terbuang”.

Tapi apa artinya bagi ”kumpulannya”, bagi masyarakatnya?Baudelaire menyatakan karyanya tak mengejar ”tujuan

yang tergantung kepada moralitas”. Tapi itu tak berarti sajak-sajaknya tak berangkat dari konteks moral tertentu. ”Semua sajak, semua benda seni, sepenuhnya menyarankan secara wajar dan kukuh satu moral,” tulisnya. Keindahan tak cuma ”abadi”. Ia juga terpaut kepada keadaan yang merupakan gabungan ”zaman, cara hidup, moral, dan gairah hati”. Dengan kata lain, dalam sesuatu yang indah, ada yang tak tersentuh ruang dan waktu; tapi sesuatu yang indah harus hadir dalam ”sesuatu”, dan ”sesuatu” hanya terwujud dalam dunia manusia di mana moral dan masyarakat saling membentuk.

Tapi ia tetap mandiri: tak bisa ditaklukkan kutukan ”mereka yang berkuasa di dunia”. Juga tak bisa digunakan melayani Negara, Partai, Modal, dan Pasar. Dalam posisi itu puisi justru menggugat. Ia menjadikan dirinya tak berguna, dan dengan itu, seperti dikatakan Adorno, ia melawan pemujaan kepada ”guna”—sebuah pemujaan yang lupa bahwa ”guna” selalu

TERKUTUK

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 365: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

336 Catatan Pinggir 12

ditentukan oleh imperialisme manusia atas benda-benda.Di tengah imperialisme itu, puisi terkutuk, tapi ia me-

nunjukkan sesuatu yang lain: ada yang berarti dalam benda-benda tak berguna.

TEMPO, 10 Juli 2016

TERKUTUK

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 366: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

337 Catatan Pinggir 12

BEKISAr

PADA suatu hari sekitar tahun 1650, Amangkurat I, yang bertakhta di Mataram, menerima sebuah persembahan

yang unik: seekor bekisar, unggas keturunan ayam hutan. Yang mempersembahkan pamannya sendiri, Pangeran Surabaya.

Bekisar ini bukan hanya cantik warna bulunya. Se bagai-mana diuraikan Pangeran Surabaya di depan Raja, menurut catatan sejarah Babad Tanah Jawi,

...bakisar punikipawèstri asalé kinasampun sawulan laminélami-lami dados lanangwarnanipun apelagdhatêng sagêd akalurukmangké konjuka sang nata

Unggas elok yang dipeliharanya itu, sembah Pangeran Surabaya dengan bangga, juga istimewa: dalam waktu sebulan ia berubah dari betina jadi jantan, dan pandai berkokok. Sang Pangeran merasa patut mempersembahkannya kepada Raja.

Amangkurat mengucapkan terima kasih. ”Saya percaya akan rasa sayang Paman,” katanya. Tapi ia berdusta. Dalam hati ia marah. Ia melihat persembahan itu sebuah isyarat jahat.

Amangkurat, raja yang bengis, adalah penguasa yang graita landhêp pasêmon, orang yang dengan tajam menilik tiap isyarat

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 367: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

338 Catatan Pinggir 12

dan sindiran. Kita akan menyebutnya paranoia.Paranoia memang lazim berkembang ketika seorang

penguasa makin terisolasi di singgasananya, terutama ketika takhta yang didudukinya berimpit dengan kekerasan—sebagaimana kisah kekuasaan Mataram.

Maka esoknya Amangkurat berkata kepada para menteri-nya: ia curiga. Ia anggap pamannya menyindirnya agar turun takhta, untuk digantikan putra mahkota, yang juga cucu Pangeran Surabaya.

Ketika seseorang menyampaikan kecurigaan Raja kepada-nya, Pangeran Surabaya gemetar ketakutan. Didampingi istrinya, ia tergopoh-gopoh menghadap. Mereka menyatakan bersedia dihukum mati jika Raja menganggap bekisar itu hanya pasemon....

Pasemon: ungkapan semu, yang mengatakan sesuatu tapi sebenarnya lain. Tapi tentu saja ungkapan itu hanya berfungsi bila ia membentuk makna.

Dalam cerita kita, Amangkurat mengampuni pamannya. Tapi bagaimanapun ia membentuk makna yang sama sekali berbeda dari yang ditawarkan Pangeran Surabaya. Raja secara sewenang-wenang menganggap si bekisar bukan hewan yang unik, melainkan sebuah tanda. Secara sewenang-wenang pula ia menafsirkan tanda itu sebagai oposisi politik.

Memberi makna sebuah tanda memang umumnya di-lakukan secara arbitrer, ”sewenang-wenang”. Sebuah tanda bisa persis sama dengan yang ditandai: foto wajah kita di KTP menandai wajah kita. Atau sebuah tanda menjadi index dalam pengertian semiotika Pierce: menampilkan sesuatu yang lazim mewakili sebuah pengertian, seperti asap menandai api, jejak

BEKISAR

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 368: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

339 Catatan Pinggir 12

telapak menandai kaki. Atau, ia merupakan lambang: sesuatu yang maknanya sepenuhnya terbentuk dan dipa hami dalam proses kebudayaan, seperti bendera merah-putih, yang praktis tak mirip dengan benda apa pun, kecuali warnanya, namun ada makna tertentu yang diberikan kepadanya.

Tapi bekisar itu? Apa yang membuatnya jadi tanda—tanda oposisi? Tak ada. Kelak, selama pemerintahannya yang penuh konflik, Amangkurat akan disindir dengan perumpamaan ”kalpika” (cincin) yang terlalu kecil atau ”kenaka” (kuku) yang patah. Tapi bekisar tak ada hubungannya dengan imaji negatif seperti itu. Tidak dari bentuknya. Tidak pula dari transformasinya dari betina jadi jantan; dalam dunia misoginis Amangkurat, perubahan itu tak akan tampak sebagai penghinaan. Bekisar itu bukan juga nama hewan yang bunyi akhir suku katanya bisa jadi wangsalan, semacam pantun yang menyindir—sebuah permainan verbal Jawa yang secara berliku-liku mengasosiasikan, misalnya, pengertian ”tumben” (dalam bahasa Jawa, kadingarèn) dengan pohon nyiur gunung (dalam bahasa Jawa, arèn).

Dengan kata lain, Amangkurat membentuk makna dengan kesewenang-wenangan yang ekstrem. Ia ciptakan sesuatu yang gawat dari yang praktis bukan apa-apa.

Dari masa ke masa, orang memang merasa perlu menghindar dari ekspresi verbal. Kata bisa berbahaya. Mungkin karena bahasa dirasakan lebih terbatas maknanya ketimbang dunia di luarnya. Dalam keadaan itu, sebuah ungkapan bisa terjebak dalam makna yang terbatas pula. Maka ungkapan pikiran dan perasaan pun dinyatakan dengan benda-benda atau sikap tubuh. Makna terbentuk secara ”intersemiotik”, yang verbal

BEKISAR

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 369: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

340 Catatan Pinggir 12

dan nonverbal susup-menyusupi.Sebenarnya itu satu bentuk perlawanan sosial terhadap

kekuasaan yang antisosial. Ketika ia membentuk sendirian sebuah makna dari nol, dengan membuat seekor bekisar yang unik jadi tanda yang mengancam, Amangkurat menganggap mutlak kekuasaannya atas apa pun, juga atas makna. Ia mirip Tuhan.

Tak mengherankan bila akhirnya, dengan alasan yang berbeda, ia bunuh Pangeran Surabaya beserta seluruh keluarganya. Seperti Tuhan, ia jarang berunding. Tapi cerita belum berhenti. Di hadapan itu manusia, bersama-sama, bisa memperluas makna.

TEMPO, 17 Juli 2016

BEKISAR

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 370: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

341 Catatan Pinggir 12

SuMBANG

IBLIS, menurut Rumi, memberikan sebuah petuah—dan agaknya penting bagi percakapan manusia. ”Orang yang

berpikiran buruk tak akan dengarkan kebenaran meskipun dihadapkan pada seratus tanda-tanda.”

Iblis, dalam pandangan seorang sufi seperti Rumi, bukan makhluk yang negatif, dan dalam hal ini kata-katanya meyakinkan: salah satu kegagalan yang berulang dalam sejarah adalah kegagalan mendengarkan. Tanda, kata, isyarat yang mengantar ke kebenaran ternyata tetap saja tak membuat orang berubah jadi mengerti. Dan itu berlaku sampai abad ini. Kini para psikolog berbicara tentang cognitive dissonance.

Gejala ”sumbang” dalam pemahaman itu tak serta-merta karena ”pikiran buruk”. Seorang perokok berat berulang kali membaca ulasan tentang bahaya nikotin, berulang kali melihat gambar paru-paru manusia yang digerogoti kanker, tapi ia terus saja mengisap tembakau. Ia tahu bahaya itu. Ia sebenarnya terusik. Ia mengalami cognitive dissonance. Ada yang tak konsisten antara apa yang dimengertinya dan apa yang dilakukannya. Tapi alih-alih mengubah tindakannya, ia menciptakan konsistensi dalam dirinya dengan mengikuti informasi lain yang cocok dengan keinginannya terus merokok. Ia ingin harmoni terbentuk kembali. Informasi (”tanda-tanda”) yang sebenarnya bisa mengubahnya terbentur tembok, sia-sia.

Dalam interaksi antarmanusia, kesia-siaan itu telah me-

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 371: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

342 Catatan Pinggir 12

nambah bagian yang suram, bahkan menakutkan, dalam sejarah. Berabad-abad orang tak mau ada yang sumbang dalam dirinya, ada konflik antara pengetahuannya yang baru dan keyakinannya yang semula. Maka mereka pun berpegang teguh pada idée fixe mereka. Stereotipe tentang liyan, misalnya, terus bertahan: orang hitam tolol, orang putih bejat, orang kuning culas, orang cokelat malas, perempuan tak rasional, laki-laki misoginis. Bahkan sampai di abad ke-21, laki-laki pirang pucat yang kini jadi Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson, mengaitkan orang Papua Nugini dengan ”kanibalisme” dan menyebut orang Afrika piccaninnies, ejekan buat anak-anak kulit hitam.

Beratus buku pernah ditulis, berpuluh film dibuat, berbentuk fiksi atau reportase, yang menunjukkan bahwa dunia amat kompleks dan manusia sering berbeda secara tak disangka-sangka. Hari ini seharusnya orang tahu bahwa tiap stereotipe adalah bentuk yang dimencongkan. Tapi seperti dikatakan Iblis dalam versi Rumi, ”Ketika kepada orang yang berkhayal dikemukakan nalar, khayalnya justru bertambah.” Dan ketika nalar gagal meluruskan khayal buruk tentang liyan, bukan hanya salah paham yang terjadi; kebencian dan penghancuran menyusul.

Mungkin aneh, mungkin tidak, tapi merisaukan: ada yang mengatakan, kini kita dibentuk tsunami informasi yang selalu baru dan berubah, tapi manusia mengatasi cognitive dissonance-nya dengan nalar yang lain, bukan nalar yang mencari dan memverifikasi. Agama, lengkap dengan kecenderungan dogmatisnya, tampak kian tegar bahkan di universitas-universitas di Indonesia, ruang yang dulu dibangun untuk

SUMBANG

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 372: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

343 Catatan Pinggir 12

melatih pengetahuan empiris dan penalaran. Sementara itu, di media sosial yang diciptakan teknologi mutakhir, ”khayal” jenis lain berkecamuk: dugaan-dugaan yang ganjil, fitnah yang liar, dan teori konspirasi yang paling absurd.

Apa yang dicapai manusia, sebenarnya, sejak percakapan dimulai? Sejak orang mencoba bertukar-pikiran, sejak data dan fakta dicari, dihimpun dan disusun, sejak pengetahuan empiris menggantikan pengetahuan spekulatif, sejak takhayul diusir dari argumen?

Lebih dari satu dasawarsa yang lalu Bush di Amerika Serikat dan Blair di Inggris memutuskan untuk menyerbu Irak, untuk melucuti Saddam Hussein dari ”senjata pemusnah massal”. Lebih dari satu dasawarsa yang lalu pelbagai sumber meragukan adanya senjata itu—dan inspeksi resmi bahkan membantah informasi itu. Tapi Bush dan Blair tak hendak mendengarkan. Tentu ada sesuatu yang bukan sekadar alasan psikologis dalam penolakan itu; kepentingan-kepentingan imperialisme pasti jadi dasarnya. Tapi tampak pula bahwa ada nalar lain yang membuat ”kebenaran” tak hendak bergerak dari posisi yang beku.

Kini dunia pemikiran tak yakin lagi ada jaminan dari sebuah pusat, dari sebuah fondasi, untuk menentukan ”kebenaran”. Kini agama jadi demikian sektarian dan egosentris, hingga tak punya wibawa untuk jadi dasar universal. Kini ilmu-ilmu makin jelas hanya menjawab sebagian pertanyaan kehidupan. Apa selanjutnya? Sebaiknyakah percakapan terhenti dan jawaban yang terbaik adalah, seperti pesan Iblis dalam Masnawi Rumi, ”diam dan damai”?

Saya ingin jawab: jangan. Saya ingin jawab: selalu ada celah

SUMBANG

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 373: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

344 Catatan Pinggir 12

dan saat ketika kebenaran masuk. Tapi kita memang lebih dulu harus berangkat dari sebuah awal, dari ”diam dan damai”.

TEMPO, 24 Juli 2016

SUMBANG

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 374: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

345 Catatan Pinggir 12

ErOPA

DI tepi jalan kereta api di stasiun Köln Messe/Deutz patung-patung raja berkuda jadi hijau oleh cuaca beratus

tahun. Terselip di antara pepohonan dan kabel-kabel yang terentang, mereka seperti barang logam bekas yang diletakkan di sana karena orang tak tahu ke mana harus dibuang. Yang saya lihat sebuah sosok yang seakan-akan sedang menggerakkan kudanya maju, tapi jalan telah raib. Abad ke-21 meletakkan sisa-sisa raja ke ruang yang kehilangan arti.

Tentu saja tak hanya sisa-sisa raja. Dan tak hanya di Jerman. Juga mimpi dan rasa cemas di Eropa yang membagi-bagi benua itu—sebelum ataupun sesudah Brexit. Dari jendela gerbong dari Frankfurt menuju Amsterdam—ini tahun 2012—saya menyadari, tapal batas antara Belanda dan Jerman kini hanya dikenang sebagai cerita absurd nasionalisme. Ribuan orang mati dalam dua perang besar abad ke-20 untuk mengubah letak tapal batas itu. Di abad ke-21, yang mati pura-pura dikenang, dan yang dipertengkarkan tak berbekas.

Tapi benarkah? Peta telah jadi digital, ya—namun kemajuan tak dengan sendirinya disertai tumbuhnya sesuatu yang nyaman: ruang hidup yang akrab. Eropa telah jadi bangunan supranasional; pelbagai keputusan yang mengatur hidup orang ditentukan nun jauh di luar ibu kota negeri masing-masing, oleh orang-orang, terutama para teknokrat, yang duduk di markas besar Uni Eropa di Brussels. Tapi dengan demikian, ada sebuah proses yang terasa tak terjangkau, terasa tak hadir.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 375: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

346 Catatan Pinggir 12

Dalam sebuah wawancara dengan Die Zeit 12 Juli 2016—setelah Brexit—Habermas menyebut terjadinya ”pengosongan teknokratis” (technokratische Entleerung) dari kehidupan. Uni Eropa, kata Habermas, dibentuk sedemikian rupa hingga keputusan ekonomi yang paling elementer, yang akibatnya mengenai seluruh masyarakat, ”ditanggalkan dari pilihan demokratis”. Brexit adalah gejala ”pasca-demokrasi”, ketika orang banyak, para warga, merasa hak dan kendali mereka lepas, dan sebab itu mereka bangkit untuk merebutnya kembali dalam sebuah referendum.

Dengan kata lain Brexit sebuah ungkapan anti-teknokrasi. Ada keinginan kembali kepada ruang hidup yang lebih akrab. Ada keyakinan yang tumbuh bahwa dalam ruang hidup itu peran negara nasional, yang mengikutsertakan para warga, bisa lebih cocok dengan keinginan orang banyak.

Yang dilupakan, suara orang banyak di Jerman, Prancis, Italia, dan lain-lain itulah yang pernah bersorak untuk nasionalisme dan perang. Maka tak mengherankan bila Persatuan Eropa—dengan tujuan mencegah perang baru—sejak mula dirintis dengan langkah yang mirip cara membentuk perusahaan besar ketimbang ramai-ramai mendirikan sebuah alternatif bagi nasionalisme. Jean Monnet, ”Bapak Eropa”, tak memulainya dengan gerakan politik. Ia mendirikan ”Masyarakat Batu Bara dan Baja Eropa”, yang mengintegrasikan industri Jerman dan Prancis, yang dikoordinasi sebuah ”otoritas tinggi”.

Separuh karena impian perdamaian, separuhnya lagi dengan pragmatisme, negeri-negeri Eropa lain bergabung (Inggris menolak—sebuah indikasi Brexit yang paling awal).

EROPA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 376: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

347 Catatan Pinggir 12

Lembaga inilah yang setahap demi setahap jadi Uni Eropa, lewat diplomasi dan pengembangan organisasi yang rumit. Monnet cocok untuk proses itu. Ia orang Prancis kelahiran 1888, anak saudagar brendi yang sejak usia muda mewakili bisnis keluarganya di pelbagai negeri. Lahir di Cognac, ia menggambarkan tempat lahirnya sebagai ”kota brendi di mana orang mengerjakan sesuatu dengan perlahan-lahan dan penuh konsentrasi”. Politik, baginya, berarti negosiasi yang sabar di tingkat atas, bukan kampanye untuk mendapat dukungan khalayak ramai.

Monnet meninggal pada usia 91 tahun. Eropa yang bersatu mulai jalan dan membesar. Dimulai dengan enam, kini ia persatuan 28 negara, terutama bekas negara sosialis yang dengan cepat jadi kapitalis. Tak mengherankan bila modal (bukan khalayak ramai) sangat berperan. Sebuah laporan Oxfam menyebutkan, dalam kelompok yang memberi masukan untuk reformasi pajak Eropa, 82 persen adalah wakil kepentingan swasta dan komersial. Kata seorang sosiolog: Uni Eropa adalah sebuah ”mesin deregulasi”.

Dan peran negara dalam menjaga keadilan jadi layu, dan kesepakatan untuk reformasi makin rumit, dan ketimpangan sosial menajam. Sekitar 123 juta orang Eropa terancam miskin ketika tak sampai 400 orang hidup dengan bermiliar euro.

”Pengosongan teknokratis” akhirnya juga pengosongan proyek Eropa dari antusiasme bersama. Rakyat banyak pun cari harapan di tempat lain—dengan kemarahan. ”Kami”, underdogs yang tersingkir, berdiri melawan ”Mereka”, siapa saja yang ”bukan-Kami”. Suasana antagonistis seperti api dalam sekam. Kekerasan datang, kemarahan menjalar.

EROPA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 377: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

348 Catatan Pinggir 12

Dan Eropa, seperti patung kuda para raja di tepi rel itu, belum tampak mau ke mana.

TEMPO, 31 Juli 2016

EROPA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 378: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

349 Catatan Pinggir 12

OrLOJ

JAM besar berumur 600 tahun di Kota Praha itu berubah, dalam sejarahnya, jadi rasa waswas akan sesuatu yang

disebut ”Turki”. Terpasang di menara pada dinding selatan balai kota Kota Tua di Staromèstské Nàmèstí, tanda waktu itu, Orloj, disusun dengan sederet simbol yang berpesan.

Di kiri-kanan lingkaran jam, tampak empat patung kecil dari kayu. Ada sebuah rangka manusia. Ia separuh berjubah dan memegang sebuah kotak panjang di tangan kiri; di dalamnya tampak gelas waktu. Di tangan kanannya sebuah lonceng. Di tiap jam, sang tengkorak menggoyangkan lonceng itu dengan keloneng yang nyaring. Ia lambang Maut.

Tiga yang lain berwajah manusia. Sosok pertama membawa cermin—lambang watak genit yang sibuk mempercantik diri. Sosok kedua membawa kantong uang—lambang sifat rakus dan bakhil. Sosok ketiga seseorang yang membawa alat musik dengan dawai—lambang kesenangan kepada kemewahan dan kenikmatan jasmani.

Si Genit, Si Bakhil, dan Si Mewah menggelengkan kepala tiap kali lonceng Maut berbunyi: mereka tak mau menerima bahwa hidup ini fana....

Agama, rasa cemas, dan purbasangkanya mendekam awet di jam tua itu. Tanda waktu itu adalah bagian sejarah agama dalam masa yang sengit. Di bagian atas menara, ada dua tingkap kecil. Tiap kali Maut mengguncangkan lonceng, kedua jendela itu terbuka. Di ambangnya akan tampak para

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 379: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

350 Catatan Pinggir 12

rasul, murid-murid Yesus yang awal, tampil berurutan, seakan-akan menengok dari langit. Mereka tampak menilai apa yang terjadi di bawah, di bumi yang alpa dan penuh kontradiksi— dunia yang tak sepenuhnya positif, tak sepenuhnya Kristen.

Patung Si Bakhil berhidung bengkok: ia ”Yahudi”. Dua dari patung kecil itu, Si Genit dan Si Mewah, memakai sorban. Mereka ”Turki”.

Di lingkar wajah jam yang kedua, yang di bawah, ada juga dua boneka kayu yang ”Turki”. Tapi di sini orang-orang bersorban itu tak menggambarkan kemewahan. Yang di sebelah kiri: ”filosof”, memegang buku. Yang di sebelah kanan: pakar astronomi, memegang teleskop. Mereka tak dibiarkan sendiri. Di dekatnya ada sosok Malaikat Mikail, dengan pedang terhunus dan tongkat yang menunjuk ke waktu yang bergerak.

Bekas-bekas ketegangan antara iman dan ilmu terasa di Orloj. Para pembangun tanda waktu itu tampak hendak menegaskan bahwa ilmu tak bisa berdiri sendiri, tak akan sanggup menampik datangnya Hari Kiamat. Apalagi sejak beberapa abad sebelumnya mereka berasal dari sumber-sumber bukan-Nasrani: dari dunia ilmu dan pemikiran Islam, yang di patung-patung kecil itu dipersonifikasikan sebagai ”Turki”.

Tapi ”Turki” di sini tak harus identik dengan ”Islam”. Di zaman ketika patung-patung itu dibuat, Eropa masih merasa asing dengan keduanya. Di Orloj, ”Turki” pada dasarnya ”mereka”, ”yang bukan-kita”.

Dalam Early Orientalism: Imagined Islam and the Notion of Sublime Power (2014), Ivan Kalmar menafsirkan konfigurasi patung-patung dalam Orloj dari sejarah pergulatan sengit dan

ORLOJ

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 380: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

351 Catatan Pinggir 12

berdarah antara Gereja Katolik dan Protestan.Praha berada di pusat konflik itu; kota ini di bawah

kekuasaan Katolik. Pada 1620, kaum Katolik menang penuh dalam pertempuran di Pegunungan Putih. Praha dibangun kembali. Gedung-gedung berubah; arsitektur gothik dan gaya zaman Pencerahan diganti dengan bangunan barok.

Beberapa tahun berikutnya, di jam tua di Staromèstské Nàmèstí dipasang patung-patung ”Turki” itu. Ada niat menunjukkan—terutama kepada kaum Protestan—bahwa di luar Gereja Katolik, dunia tak akan dapat mencapai kebaikan dan kebenaran. Ada kehendak menegaskan bahwa Reformasi yang dibawakan Luther dan Calvin menyesatkan, karena akibat pembangkangan mereka, manusia meyakini sebaliknya.

Orloj tampaknya hendak mendahului apa yang dua abad kemudian dikemukakan Hegel: Reformasi, lahirnya Protestantisme, mengguncang supremasi Gereja Katolik, dan sejak itu timbul kesadaran bahwa kekuasaan sekuler juga bisa memberikan dunia yang baik. Yang terjadi di Praha, sebuah kemenangan politik Kontra-Reformasi, adalah kehendak meneguhkan kembali agama di atas apa yang disebut Hegel das Weltliche, yang ”duniawi”.

Tapi mampukah agama? Dari bagian atas menara Orloj, para rasul yang sudah di langit menengok ke bawah. Tapi dari sana tak ada kuasa yang mengendalikan apa yang oleh Gereja disebut ”bakhil”, ”genit”, ”mewah”, apalagi membimbing filsafat dan ilmu. Pundi-pundi uang, cermin, dan alat musik—juga buku dan teleskop—ternyata punya energi sendiri. Mereka mampu menggagalkan purbasangka dan kecemasan agama.

ORLOJ

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 381: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

352 Catatan Pinggir 12

Akhirnya, segala yang ”Turki”, alias iman dan buah kebudayaan lain, hanya bisa dicurigai—atau dikarikaturkan dengan patung-patung kecil. Jam yang menakjubkan itu pada gilirannya hanya jadi hiasan Praha. Di Lapangan Kota Tua itu, ketika Sang Maut membunyikan lonceng, akan kita lihat para turis bertepuk.

TEMPO, 7 Agustus 2016

ORLOJ

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 382: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

353 Catatan Pinggir 12

rIVErA

GAMBAR di kanvas: seorang perempuan berdiri dengan baju kurung warna ros, berselendang, memegang seikat

kembang, sopan. Diego Rivera yang melukisnya mungkin tak akan melihatnya sebagai bagian dari pendiriannya: ”Semua seni adalah propaganda....”

Aneh, memang, Gadis Melayu dengan Bunga dalam pameran Koleksi Istana Kepresidenan di Galeri Nasional bulan ini adalah karya Rivera sang perupa revolusioner Meksiko. Sosok perempuan itu teramat kalem. Tak ada yang gemuruh di sekitarnya. Tak ada keringat, gerak, kepedihan. Semua jinak. Kanvas ini tak ingin meyakinkan, mengubah, menggempur. Malah membosankan—jauh dari gelora dalam lukisan Sudjojono yang mempesona.

Tak terasa energi Rivera yang biasa.Kita ingat El Vendedor de Alcatraces (”Penjual Bunga Lili”),

karya tahun 1941, sebuah contoh yang terkenal. Rivera melukis beberapa perempuan penjual bunga sebelumnya, tapi kanvas ini menampilkan ekspresinya yang paling kuat: sapuan kanvas yang penuh untuk latar yang gelap, sesosok tubuh perempuan dengan warna kulit moreno dan rambut hitam lurus. Rivera menampilkan seorang pekerja Indian yang memanggul bakul kembang yang lebih besar ketimbang tubuhnya. Kembang itu bisa berarti beban yang dipertalikan ke badannya, beban yang berlebihan, bisa juga berarti sesuatu yang indah tapi harus diperdagangkan. Atau mungkin lukisan ini menyiratkan

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 383: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

354 Catatan Pinggir 12

apa yang menggugah hati dalam kerja bersama: di belakang perempuan yang merunduk berlutut itu ada sepasang kaki dan tangan yang menolong memasangkan beban besar itu di punggungnya.

El Vendedor bisa dilihat sebagai sebuah komentar sosial-politik—sebuah ”propaganda”, tak berbeda dengan beberapa mural yang dibuat Rivera: karya ekspansif yang menyampaikan sikapnya tentang manusia dalam sejarah.

”Semua seni adalah propaganda...,” katanya. Dalam arti tertentu Rivera benar, tapi kiranya catatan sastrawan revolusioner Tiongkok Lu Xun bisa menambahkan frasa yang lebih tepat: ”Tapi tak semua propaganda adalah seni.” Atau, tambahan dari saya: seni mengandung propaganda, tapi bukan propaganda yang mengulangi represi lama atau menghasilkan represi baru.

Di abad ke-20, seni bisa jadi propaganda dan sebaliknya, dengan sah dan berarti, jika yang menggerakkan adalah, untuk memakai istilah Rancière, ”disensus”—kata lain untuk penolakan terhadap konsensus yang menekan. Di abad ke-20 dan sampai hari ini, meskipun tanpa berteriak, seni adalah bagian emansipasi sebagai proses yang hidup. Yang berperan bukan cuma negasi yang disampaikan sang seniman terhadap kebekuan, melainkan juga bagaimana karya itu diterima atau ditolak orang di suatu masa, di suatu tempat.

Pada 1934, Rivera menerima pesanan dari keluarga jutawan Amerika Rockefeller untuk membuat mural di Rockefeller Center, di tengah Manhattan, New York. Themanya: manusia di persimpangan jalan. Di dalamnya diinginkan ada gambar seseorang yang menatap ke depan untuk memilih jalan ke

RIVERA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 384: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

355 Catatan Pinggir 12

masa depan yang lebih baik, meskipun tak pasti.Rivera pun menyampaikan sebuah sketsa rancangan

muralnya. Tapi ternyata kemudian yang dibuatnya berbeda.Ia agaknya terusik cemooh kalangan kiri New York

karena ia, seorang seniman komunis, bersedia bekerja untuk propaganda seorang kapitalis besar. Maka di mural itu ia tambahkan dua gambar: di sebelah kanan gambar Lenin, pemimpin revolusi Rusia; di sebelah kiri gambar Rockefeller, sedang mereguk martini di dekat seorang pekerja seks.

Tak mengherankan, proyek itu gagal. Mural Rivera ber-sejarah justru karena dihapus dari dinding.

”Disensus” seperti ini tak hanya ia terapkan kepada sang kapitalis. Pada 1938 ia ikut menandatangani ”Manifesto bagi Sebuah Seni Revolusioner yang Independen”. Penyusunnya Trotsky, pemimpin komunis Rusia yang menyingkir dari kekuasaan Stalin di Moskow (dan kemudian dibunuh), dan André Breton, sastrawan pelopor (”Paus”) Surealisme; ia juga komunis.

Manifesto itu mengutip Marx yang mengatakan bahwa seorang penulis tak memandang kerjanya sebagai sarana, melainkan sebuah tujuan sendiri. Dalam hubungan itu, ”Seni resmi Stalinisme”, kata lain dari ”realisme sosialis”, dikecam. Politik Partai bukanlah panglima. Manifesto itu justru menyerukan kehidupan seni yang ”tanpa otoritas, tanpa dikte, tanpa sedikit pun perintah dari atas”.

Rivera beberapa kali dipecat dari keanggotaan Partai Komunis. Ia kembali bergabung. Meskipun demikian, seperti pada Picasso—yang juga seorang komunis—seninya tak pernah bersedia mengikuti formula, tak pernah patuh pada

RIVERA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 385: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

356 Catatan Pinggir 12

apa pun. ”Saya tak pernah percaya kepada Tuhan, tapi saya percaya kepada Picasso,” katanya.

Kemudian ia juga meninggalkan Picasso: hidup kreatif memang tak bisa ajek.

TEMPO, 14 Agustus 2016

RIVERA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 386: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

357 Catatan Pinggir 12

BATIK...

DI pakaian seragam para atlet untuk Olimpiade di Rio, di restoran Indonesia di Amsterdam, di ruang

tamu para pejabat di Jakarta, di tas cendera mata konferensi internasional di Bali, ”Indonesia” adalah batik, ukiran garuda, kain songket.... Hiasan-hiasan yang tak lagi jadi pemanis, tapi penanda.

Dalam sejarahnya, penanda itu lama-kelamaan mengeras, membeku, memberati. Perannya sebagai ornamen hilang; ia bisa ditampilkan dengan selera estetik yang minimal dan dorongan komunikatif yang maksimal. Dalam perkembangannya, gambar ”garuda” harus dibuat sesuai dengan standar, sesuai dengan kelaziman, agar mudah dipahami, meskipun bentuknya kaku. Ia bukan lagi karya desain. Ia pesan ideologis. Umumnya didukung kekuasaan, ia diulang-ulangi sebagai mantra visual. Ia kegemaran para pejabat yang cemas bila melihat apa saja yang baru dan tak biasa. Ia, penanda yang membeku itu, dijaga para birokrat, makhluk yang hidup dengan s.o.p.

Bersama itu, apa yang disebut ”identitas” Indonesia terjerat. Ia mengalami osifikasi.

Gejala ini sudah lama sebenarnya. Sejak elite sosial-politik kita bertemu dengan manusia lain dan dunia lain, persoalan ”identitas” jadi kerepotan yang tak henti-hentinya. Imperialisme Eropa, yang merengkuh pelbagai jenis manusia dari pelbagai sudut muka bumi, membuat pertemuan itu

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 387: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

358 Catatan Pinggir 12

sebuah perubahan sejarah. Sering kali traumatis. Edward Said dengan tepat menguraikannya: ”Imperialisme berhasil mengkonsolidasikan campuran kebudayaan dan identitas dalam skala global,” tulisnya di akhir buku Culture and Imperialism. ”Tapi pemberiannya yang terburuk dan yang paradoksal adalah memungkinkan orang untuk yakin bahwa mereka hanyalah, semata-mata, Putih, atau Hitam, atau orang Barat, atau orang Timur.”

”Memungkinkan orang untuk yakin” butuh kekuasaan dan hegemoni. Membuat orang yakin bahwa dirinya ”hanyalah, semata-mata” Timur adalah membuat penanda identitas jauh dari percampuran: batik, garuda, dan lain-lain itu harus mengikuti tradisi; si bumiputra, si inlander, mesti ”asli”.

Syahdan, sejarah imperialisme mencatat sejumlah ”pameran kolonial”, sejak abad ke-19 sampai dengan abad ke-20. Di Jerman pameran itu juga disebut Völkerschauen, tempat manusia dari tanah jajahan didatangkan dan dipertontonkan di kota-kota besar Eropa. Dari sini, yang ”eksotis” pada manusia non-Eropa dikukuhkan. Mula-mula dengan sikap menghina, pada gilirannya ia jadi daya tarik. Tapi dengan itu pula stereotipe tentang Sang Lain diproduksi dan disebarluaskan.

Dalam sepucuk surat bertanggal 9 Januari 1901, Kartini menceritakan sepasang tamu Eropa yang datang ke Jepara untuk menemuinya dan adik-adiknya: ”Aku yakin orang tidak akan memberikan seperempat perhatian mereka kepada kami [seandainya kami tidak] memakai sarung dan kebaya, melainkan gaun; [seandainya] selain nama Jawa kami, kami punya nama Belanda....”

Ada nada sarkastis yang halus pada kalimat itu. Ada

BATIK...

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 388: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

359 Catatan Pinggir 12

kepedihan merasakan ditatap dalam jerat ”identitas”. Ada rasa geli yang getir karena dilekati label eksotis dan penanda yang keras, beku, memberati.

Saya tak akan heran jika hal itu juga yang membuat para siswa STOVIA menyimpan bara pembangkangan kepada pemerintah kolonial dalam diri mereka: mereka harus mengenakan pakaian daerah, tak diizinkan berpakaian jas dan pantalon, sebagaimana mereka, ketika jadi dokter, hanya boleh naik kereta kelas dua, tak boleh kelas satu—meskipun orang Eropa yang lebih rendah jabatannya mendapat privilese itu.

Saya bisa membayangkan bagaimana sedihnya Raden Saleh, sepulang kembali ke tanah kelahirannya, ditolak Ratu Belanda ketika ia memohon satu hal: diperkenankan mengenakan kostum marinir Belanda, meskipun seragam itu sudah tak dipergunakan lagi....

Pemerintah kolonial, kita tahu, memisah-misahkan manusia dalam apartheid agar bisa dikuasai. Tapi kadang-kadang wajahnya manis: wajah pelindung ”identitas” pribumi, penganjur tradisi (yang tak jarang ”feodalistis”), dan segala hal yang diberi label ”asli”.

Kemudian meledak Revolusi 1945. Dalam kebudayaan, semangat revolusi itu ditandai semangat menghancurkan penanda-penanda yang membeku. Merdeka juga berarti melepaskan diri dari osifikasi ”jati diri”.

Chairil Anwar dan teman-temannya disebut sebagai ”Angkatan 45”, tapi tampak: elan perlawanan mereka tak diwujudkan dalam pekik ”nasionalisme” yang lazim, yang umumnya dikaitkan dengan tahun 1945. Kalimat terkenal dalam manifesto mereka, Surat Kepercayaan Gelanggang, yang

BATIK...

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 389: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

360 Catatan Pinggir 12

terbit pada 1949:

Kami tidak akan memberikan suatu kata-ikatan untukkebudayaan Indonesia. Kalau kami berbicara tentangkebudayaan Indonesia, kami tidak ingat kepada melap-laphasil kebudayaan lama sampai berkilat dan untukdibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupanbaru yang sehat.

Dengan itulah generasi Chairil memerdekakan kita: menerjang kebekuan.

TEMPO, 21 Agustus 2016

BATIK...

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 390: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

361 Catatan Pinggir 12

FOBIA

BAGIAN yang menyedihkan dalam sejarah adalah ketika tak ada lagi orang-orang tak bersalah. Jika benar seorang

ulama di wilayah Queens, New York, ditembak kepalanya dari jarak dekat, hanya karena ia muslim atau berpakaian seperti orang Timur Tengah, maka ia seseorang yang dianggap terlibat dengan kejahatan, bahkan kekejaman, di tempat lain, di waktu lain, yang dilakukan atas nama Islam. Maulama Akonjee seorang imam masjid yang halus budi, tapi orang yang menembaknya memastikan ia ikut dalam satuan politik orang-orang jahat. Label sudah dipasang. Dendam bisa dibalaskan kepadanya.

Kini orang-orang berbicara tentang ”Islamofobia” yang berjangkit di Eropa dan Amerika. Kata ”fobia”—sebagaimana halnya dalam ”komunistofobia”, ”xenofobia”, dan pelbagai bentuk penolakan kolektif—tak sepenuhnya tepat. Yang berkecamuk bukan cuma gejala kejiwaan sosial. Mungkin ini lebih berupa gema sejarah konflik politik yang panjang, yang melibatkan orang ramai secara luas, ketika agama dikibarkan dalam keyakinan dan kebencian.

Tak mudah menemukan dari mana mulainya. Bisa disebut tahun 852, ketika sebuah armada ”Saracen” dengan 73 kapal mendarat di pulau Ostia dan menyerbu ke darat, menuju Roma. Gereja St. Petrus dan St. Paulus dibakar.

Dengan segera, Paus yang baru, Leo IV, yang sudah membangun tembok melindungi bukit Vatikan, membentuk

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 391: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

362 Catatan Pinggir 12

angkatan laut bersama penguasa kota Napoli, Amalfi , dan Gaeta. Perang pun berlangsung. Roma menang.

Tujuh abad kemudian Rafaelle mengabadikannya dalam lukisan yang menghiasi salah satu istana Vatikan: di kanvas sebelah kanan, tampak sisa-sisa armada ”Saracen” yang kalah, dibelenggu dan dijambak rambutnya oleh tentara Kristen dengan pedang terhunus; di tengah, kapal-kapal yang berantakan; di kanvas sebelah kiri, tampak Paus menatap ke langit, berterima kasih kepada Tuhan yang telah mengirim taufan yang memporak-porandakan armada ”Saracen”.

Tampaknya taufan yang datang hari itu dianggap pertolongan Ilahi kepada pasukan Kristen—memperkuat apa yang kemudian berulang: iman sangat penting dalam peperangan.

Sebenarnya tak ada tanda bahwa orang ”Saracen” menyerbu atas nama Islam; umumnya mereka perompak yang menjarah harta. Kata ”Saracen” konon berasal dari Yunani, Sarakenos. Ada yang mengatakan, aslinya memang dari bahasa Arab, syarqiy, ”dari Timur”, orang-orang dengan warna kulit gelap.

Dalam perkembangannya kemudian, sejak Perang Ostia, di masa Abad Pertengahan akhir, dikotomi ”Timur” dan ”bukan-Timur” beralih jadi ”Islam” dan ”Kristen”. ”Saracen” juga sebutan bagi muslim di Albania dan Chechnya.

Tiga abad setelah kemenangan Paus di Ostia, sebuah konflik yang kian mengukuhkan posisi agama sebagai motif utama berkecamuk: Perang Salib. Perang yang bermula di abad ke-11 ini dikobarkan oleh Paus Urbanus II untuk merebut Yerusalem. Tapi ada sejumlah perang yang disebut ”Perang Salib”, dalam skala besar dan kecil, sampai dengan abad ke-

FOBIA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 392: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

363 Catatan Pinggir 12

13. Tak selamanya yang diperebutkan Tanah Suci, dan tak selamanya melawan Turki.

Tapi ”Turki” tetap jadi sosok yang negatif. Tahun 1453, Sultan Muhammad II merebut Konstantinopel, mengakhiri imperium Byzantium. Tahun 1526, Sultan Sulaiman I (1520-1566) menaklukkan Hungaria.

Suasana terancam menyebabkan Martin Luther sejak 1528 berbicara. Bapak Protestantisme ini menyatakan bangsa Turki ”perampok dan pembunuh”. Merasa bahwa mereka sudah di ambang pintu dunia Kristen, Luther melihatnya sebagai peringatan Tuhan tentang sudah dekatnya hari Kiamat, agar umat Kristen bertobat.

Tapi Luther juga melihat bahaya sebaliknya: Islam bisa memikat. Dalam komentarnya atas sebuah risalah tentang agama dan adat-istiadat orang Turki, yang disiarkan pada 1830, Luther melihat kelebihan ”agama orang Turki dan Muhammad” dalam adat-istiadat. Ada kesederhanaan soal ”makanan, busana, tempat tinggal... juga dalam hal puasa, bersembahyang, dan berhimpun”. Seraya menyerang kaum Katolik, Luther mengatakan ia ”sepenuhnya yakin, tak akan ada penganut Paus, rahib, dan padri yang mampu tetap dalam iman mereka andai mereka tinggal tiga hari saja bersama orang Turki”.

Ada selalu drama dan hiperbol dalam gambar-gambar besar sebuah konflik—drama yang menutup pelbagai hal yang di luar pola umum. Pada 1687, filosof Leibniz menyebut ”wabah Islam”, la peste de mahometisme, di Eropa. Seperti dikatakan Ian Almond dalam History of Islam in German Thought, Leibniz memahami Islam pada hakikatnya sebuah satuan politik.

FOBIA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 393: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

364 Catatan Pinggir 12

Dalam hal itu, ia, yang menganggap Islam ”wabah”, sama dengan kaum Islamis yang kini menganggap diri sebagai wakil Islam yang sah. Islam: sebuah satuan politik yang tak memungkinkan perbedaan, dalam satu label. Di sana, tiap orang terlibat. Tak ada yang tak bersalah. Tak ada yang bisa tak ikut, untuk membunuh atau dibunuh.

TEMPO, 28 Agustus 2016

FOBIA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 394: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

365 Catatan Pinggir 12

HuESCA

SEJAK 1948, puisi itu selalu menggetarkan. Kita, di Indonesia, akan mengenangnya—meskipun dari sebuah terjemahan—sebagai bagian dari pukau yang bernama Chairil Anwar.

Jiwa di dunia yang hilang jiwaJiwa sayang, kenangan padamuAdalah derita di sisikuBayangan yang bikin tinjauan beku

Chairil telah menunjukkan, menerjemahkan, khususnya puisi, bukanlah mengikuti sesuatu yang sudah ada, melainkan mencipta. Ia melintasi asal-usul. Dalam bentuk aslinya, ”Huesca” adalah empat bait yang akrab dengan hidup seorang John Cornford.

Penyair Inggris itu menuliskannya sebelum ia tewas dalam Perang Saudara Spanyol pada hari ulang tahunnya, 27 Desember 1936. Umurnya baru 21 tahun. Sebelumnya, dalam pertempuran di Madrid melawan pasukan Fasis, ia terluka di kepala. Puisi itu lahir ketika ia dirawat: sebuah sajak cinta yang murung, di saat hidup akrab dengan kematian:

Dan jika untung malang menghamparkanAku dalam kuburan dangkalIngatlah sebisamu segala yang baik

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 395: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

366 Catatan Pinggir 12

Dan cintaku yang kekal

Tapi kemurungan itu bukan segalanya—hanya melintas, mendorong, tak menenggelamkan. Sajak cinta itu bahkan melampaui dirinya sendiri sebagai sajak cinta. Sang penyair tahu ia sedang di ambang pertempuran yang menentukan dengan merebut Kota Huesca, sebuah wilayah yang jadi ”pagar penghabisan dari kebanggaan kita”. Sang penyair tahu ia bisa dibunuh dan membunuh. Tapi bukan untuk dirinya sendiri. Ia ingin menemukan sesuatu yang berharga di dunia yang kehilangan harga.

Di sini Chairil tak mengungkapkan apa yang tersirat dalam sajak penyair Inggris itu. ”Jiwa di dunia yang hilang jiwa” (dalam versi Chairil) berbeda dengan kalimat ”the heart of the heartless world” (dalam sajak Cornford). Kata ”heartless” sama dengan ”tak berperasaan” atau ”bengis”. Kata ”hilang jiwa” bisa berarti ”mati”.

Cornford agaknya menulis dengan gaung kalimat Marx yang terkenal tentang ”[einer] herzlosen Welt”, dunia yang tak punya hati dan perasaan.

Cornford seorang komunis yang yakin, tapi ia juga penyair, bukan penghafal doktrin. Bagi Marx ”penghibur” atau ”penawar”, das Gemüt, dalam dunia yang bengis itu adalah agama, yang akhirnya jadi candu yang memperlemah manusia. Bagi Cornford, penawar itu cinta, kenangan tentang kebaikan, harga diri bersama (”kebanggaan kita”), tekad untuk mengakhiri keadaan yang tak punya tempat bagi hal-hal yang tak ternilai itu.

Sajak itu ditulisnya buat Margot Heinemann, kekasihnya

HUESCA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 396: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

367 Catatan Pinggir 12

yang ia tinggalkan di London. Tapi gadis ini juga kawan seperjuangan. Margot, mahasiswa Cambridge yang aktif dalam gerakan Kiri, sejak 1934 bergabung dengan Partai Komunis Inggris.

”Huesca” adalah sajak cinta dan sekaligus sajak politik. Paduan itu membuat empat bait itu begitu tulus hingga tak berteriak. Tak ada slogan. Suasananya menyentuh, melintasi batas.

Cornford dan Heinemann tak datang dari kelas buruh. Ayah John guru besar sejarah kuno di Universitas Cambridge, ibunya penyair; ia keturunan Charles Darwin. Margot anak seorang bankir yang mendukung Partai Buruh. ”Kami semua... sekutu yang wajar kelas pekerja,” kata perempuan yang tak pernah meninggalkan Partai itu, biarpun ia pernah kecewa. Baginya, di hari-hari itu, yang mereka lakukan bukanlah melampaui latar belakang kelas borjuis mereka, melainkan mencoba menyatukan semua golongan dengan kehendak yang sadar untuk ”menghadapi Fasisme dan perang”.

Ketika kaum Fasis mengambil alih kekuasaan di Spanyol dan kaum Republiken bangkit melawan, sebagian dunia bergerak. Menggetarkan hati bahwa ribuan orang—termasuk sederet sastrawan dan perupa terkenal—bersedia bertempur bersama di pelbagai tempat di Spanyol. W.H. Auden, Dos Passos, Hemingway, Malraux, Picasso, Orwell (yang juga terluka dalam pertempuran)....

Di London, Margot aktif mengedarkan pamflet dan menghimpun rapat umum. John bergabung (bersama kaum kiri dari segala penjuru dunia) dalam Brigade Internasional. Ia berangkat ke Spanyol. Pertengahan Juni 1937, ia ada di antara

HUESCA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 397: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

368 Catatan Pinggir 12

17 ribu orang yang mengepung Huesca, kota di timur laut yang dikuasai kaum Fasis itu. Tapi mereka tak sekuat semangat mereka.

Setelah bertempur sepekan, mereka gagal. Sekitar 9.000 pejuang tewas. Jasad Cornford tak ditemukan—tak juga di kuburan dangkal.

Agaknya ia tak menyesal. Ia tak pernah membayangkan kematian yang heroik. Sebuah sajaknya menggambarkan, dengan lugas, betapa tak agungnya seorang pejuang yang gugur: ”Death was not dignified.” Heinemann yang menulis elegi untuk kekasihnya tahu: gugurnya John dan rekan-rekan yang terbaik dan paling berani adalah hal yang tak bisa ditebus, tapi bisa ditanggungkan. All this is not more than we can deal with.

Spanyol, 1930-an: mungkin buat terakhir kalinya dalam sejarah, energi bangkit untuk mengukuhkan sesuatu yang universal dalam hidup manusia—dan ada orang-orang siap mati untuk itu. Meskipun kalah.

TEMPO, 4 September 2016

HUESCA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 398: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

369 Catatan Pinggir 12

TIGA DArA

INDONESIA pertengahan abad ke-20, Indonesia awal abad ke-21. Ada Tiga Dara, ada Ini Kisah Tiga Dara. Dua film

dari dua masa, dua indikator perubahan sosial.Kerangka ceritanya kita kenal, juga tokoh-tokohnya:

seorang ayah yang duda, seorang nenek yang cerewet tapi sangat menyayangi cucu-cucunya, dan tiga cucu—tiga anak dara dalam usia siap pacaran, siap menikah. Mereka rukun. Yang jadi soal: si sulung, dalam umurnya yang ”pantas”, tak berminat mendapatkan pasangan. Si nenek gundah.

Dari situlah film itu mendapatkan suspensnya.Tiga Dara tahun 1957: sebuah anekdot Indonesia yang

beringsut memasuki dunia modern. Tentu saja ada benturan nilai- nilai di antara dua generasi yang berjarak—satu hal yang sering jadi thema sastra awal abad ke-20, hingga jadi klise dan ditinggalkan. Jika Usmar Ismail menampilkannya kembali, ia bukan berniat mendaur-ulangnya. Ia melakukannya dengan senyum dikulum. Nada dasar Tiga Dara humor; ironinya terasa. Benturan nilai itu justru bahan gurau.

Ini Kisah Tiga Dara (2016) Nia Dinata berbeda: humor disajikan, tapi film ini tak bertolak dari senyum dikulum. Nada dasarnya serius. Ada yang tampaknya lebih urgen; benturan ”tradisi” dan ”modernitas” tak lagi merupakan soal pokok. Maka dalam film ini, Titiek Puspa sebagai oma tak seperti Fifi Young sebagai nenek di Kebayoran tahun 1950-an yang mengunyah sirih. Oma Titiek Puspa ikut menyanyi

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 399: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

370 Catatan Pinggir 12

dan menari dan sesekali mengucapkan kata Belanda. Karya Nia punya misi lain: advokasi pandangan yang progresif dalam persoalan sosial yang menyangkut perempuan.

Dalam film ini, berbeda dengan karya Usmar, ketiga dara itu pekerja yang aktif. Si sulung seorang chef piawai. Si tengah mengelola promosi hotel dengan sukses. Si bungsu secara sukarela mengajar anak-anak dusun Maumere berbahasa Inggris. Ada yang lain: si bungsu tanpa risau hamil sebelum menikah. Bujang dan dara tak lagi berpandangan dalam tari pergaulan; tubuh mereka lekat di tempat tidur.

Pandangan feminis mengentara dalam banyak adegan. Fokus diletakkan pada tokoh-tokoh perempuan. Laki-laki datang dan pergi, datar, dengan cerita yang putus-putus.

Dalam Tiga Dara 1957, laki-laki juga datang dan pergi dan datar. Tapi si nenek menghadirkan ambiguitas yang kocak dalam menampilkan posisi perempuan: ia, wanita, mendominasi rumah tangga itu; tapi benarkah ia bebas dari nilai-nilai yang mengungkung perempuan? Dalam karya Nia Dinata persoalan itu tak ada. Aksen yang kuat bagi ke-perempuanan bahkan masuk ke lirik lagu-lagu.

Mengagumkan, tapi ini membuat Ini Kisah Tiga Dara penting sebagai statemen, tak impresif sebagai musikal. Lagu-lagunya diberi tugas mengusung pesan verbal. Dan ketika nyanyian juga dipertautkan dengan tari, lagu-lagu itu seakan-akan kehilangan peran.

Berbeda dengan Tiga Dara 1957: di sini tari dan nyanyi hadir dengan keasyikan tersendiri—misalnya dalam adegan Serampang 12. Usmar sesekali mengambil model film Bollywood yang akrab dengan masyarakat bawah. Tiga

TIGA DARA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 400: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

371 Catatan Pinggir 12

Dara diproduksi untuk bertahan bersaing, ketika penonton Indonesia tergila-gila pada film Bombay. Hasilnya terasa dekat dengan latar lokal. Apalagi pada 1957, Indonesia di ambang ”Demokrasi Terpimpin”. Mulai terasa semangat nasionalisme kebudayaan yang lebih defensif. Ekonomi tak digerakkan modal dan komoditas yang deras datang dari jauh. Dunia hiburan terbatas antara program RRI dan bioskop kelas II. Usmar hidup dalam kondisi itu.

Sebaliknya tahun 2016: modal dan dunia digital dengan gemuruh hadir. Ini Kisah Tiga Dara adalah imajinasi yang lebih dekat dengan Broadway Bob Fosse dan Michael Kidd. Atmosfernya sepenuhnya kosmopolitan. Beberapa dialog bahkan dalam bahasa Inggris. Tokoh-tokohnya dari kalangan ”sosialita”.

Tak ada lagi pemuda Herman yang bokek dalam adegan yang kocak, ketika ia membawa Nenny pulang dengan jip pinjaman yang diangkut truk derek. Dalam film 1957, si sulung ditabrak becak. Dalam film 2016, yang nabrak seorang pemuda dari Jakarta yang naik motor gede ke Maumere.

Indonesia dalam film 1957 adalah sekerat Jakarta dan Bandung: dua kota besar, tapi tetap sebuah geografi yang terbatas di negeri yang tanpa infrastruktur. Indonesia dalam film 2016 sebaliknya: negeri ini adalah juga hutan dan laut yang menakjubkan di Sikka, Flores. Seakan-akan raib jarak antara tempat itu dan Jakarta.

Tapi apa lacur, jarak lain terbentang. Kehidupan kosmopolitan pemilik hotel di Maumere itu seperti tak tersentuh kehidupan setempat justru ketika berdekatan. Ada semacam the denial of coevalness, untuk memakai istilah dalam

TIGA DARA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 401: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

372 Catatan Pinggir 12

kritik terhadap antropologi kolonial; kedua pihak berada di kurun waktu yang sama, tapi seakan-akan tidak. Yang satu di dunia Harper’s Bazaar abad ke-21, yang lain di ladang, jukung, dan jaring abad yang lalu—eksotis, menarik sebagai penghias latar.

Tapi itulah Indonesia: negeri yang berubah, terkadang mengagumkan, terkadang mencemaskan.

TEMPO, 11 September 2016

TIGA DARA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 402: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

373 Catatan Pinggir 12

MOLEK

ADA apa dengan Picasso? Atau Sudjojono? Di sekitar 1950, sewaktu Sudjojono belum 40 tahun, ia memutuskan

sesuatu yang tak biasa: bersama seniman lain naik sepeda dari Yogya ke Jakarta. Tujuan mereka mendesak Presiden Sukarno agar menyetujui ide Sticusa, sebuah lembaga kebudayaan Belanda di Jakarta, menyelenggarakan pameran besar karya-karya perupa Eropa abad ke-20: Picasso, Matisse, Braque.

Cerita ini saya petik dari kesaksian Willem Mooijman, yang waktu itu bekerja di Sticusa. Saya menemukannya dalam buku yang menarik tentang sejarah seni dan kesenian Indonesia antara tahun 1950 dan 1960, Ahli Waris Budaya Dunia, yang disunting Jennifer Lindsay dan Maya H.T. Liem.

Sejauh mana Mooijman akurat, saya tak tahu. Yang jelas, sejarah Indonesia setelah kemerdekaan tak pernah mencatat adanya pameran besar kanvas Picasso. Sudjojono gagal. Bung Karno menolak.

Mungkin Sudjojono tak tahu betapa rumitnya membuat pameran seperti itu. Mungkin juga selera seni rupa Bung Karno lain: bukan Picasso yang terpukau seorang perempuan dan membuat wajahnya seakan-akan retak. Bung Karno lebih menyukai perempuan dengan paras makin cantik dan tubuh menonjol. Baginya itulah yang ”indah”, seperti lukisan kembang sumringah, gunung dan laut biru, sawah menguning.

Sudjojono, kita tahu, mencemooh selera ”Mooi Indie” macam itu. Bagi penikmat ”Hindia yang molek,” kata

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 403: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

374 Catatan Pinggir 12

Sudjojono, ”semua serba bagus dan serba romantis, semua serba enak, tenang, dan damai.” Ia menghendaki perupa Indonesia melukiskan pabrik gula dan petani lapar, mobil si kaya dan celana kumuh si miskin. Sudjojono, yang kemudian jadi wakil Partai Komunis di parlemen, ingin menunjukkan realitas Indonesia bukan sawah dan angin sepoi-sepoi basa. Realitas: pertentangan kelas.

Tapi menarik bahwa Sudjojono lebih menginginkan pameran karya Picasso, Braque, dan Matisse dari Paris, bukan karya-karya Gerasimov dan Brodsky dari Moskow. Jika kita lihat lukisannya, Cap Go Meh, yang menghadirkan wajah-wajah ganjil, buruk, dan seram, Sudjojono tak akan cocok dengan formula Lunacharski, menteri kebudayaan Soviet yang diangkat Lenin; Lunacharski menghendaki representasi ”tubuh yang sehat, wajah yang ramah, dan senyum yang cerdas dan bersahabat”.

Dengan kata lain, Lunacharski juga menghendaki yang ”serba bagus”, tenang, dan tertib. Stalin kemudian menegaskannya lebih jauh dengan mengharuskan optimis-me—demi pembangunan. Mungkin bukan kebetulan jika di Jerman Hitler juga memaklumkan doktrin yang mirip. Nazi mengganyang seni rupa seperti karya Otto Dix sebagai Entartete Kunst, ”seni rupa bobrok”, karena di kanvas itu wajah dan tubuh tampak peyot seperti sakit oleh hidup yang terluka.

Dengan kata lain, penampilan tubuh harus sejalan dengan penertiban manusia: tata harus ditegakkan di atas hidup yang bergejolak—sesuatu yang juga tersirat dalam estetika ”Hindia Molek”. Sebab ”Mooi Indie” adalah kanvas-kanvas yang mandul, bahkan mati. ”Hindia Molek” mengemuka karena

MOLEK

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 404: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

375 Catatan Pinggir 12

sudut pandang kolonialisme.Kolonialisme tak ingin citra koloni adalah kehidupan yang

resah, kegelisahan di bawah represi. Semua tenang, karena semua terkendali. Semua tampak statis, melalui ”tatapan kolonial”: melalui fokus dan pigura yang dipegang erat sang penjaga Orde.

Wajar jika estetika ”tatapan kolonial” tak menghendaki ”the shock of the new”—guncangan sesuatu yang baru, yang tak terdugaduga, yang menyeruak dalam karya-karya Picasso, Braque, Dali, dan lain-lain, seperti pernah diuraikan penulis sejarah seni rupa Robert Hughes. Guncangan itu disebut ”modernisme”. Yang ”molek” bukan lagi kembang dan perempuan mekar. Segala formula dan kategori dibabat. Duchamp memajang tempat kencing bikinan pabrik sebagai karya seni.

Sebenarnya dengan semangat semacam itu juga Sudjojono membangkang. Seniman Indonesia harus melukis pabrik gula, katanya—tanda perubahan dari masyarakat lama.

Namun, dengan begitu, perlawanan terhadap tatapan kolonial ini tak akan kembali ke dunia pra-pabrik-gula. Sebab kehidupan yang sering dianggap sebagai dunia ”Timur” yang anteng itu diam-diam cocok dengan tatapan kolonial: mandek, dan karena itu eksotis.

Itu sebabnya, bagi Sudjojono, kesenian Indonesia harus ”ke Barat, untuk menuju Timur”. Maka ia ingin Picasso, bahkan siap bekerja sama dengan Sticusa yang Belanda. Sebab ada apa dengan ”Barat”? Dengan ”Timur”?

TEMPO, 18 September 2016

MOLEK

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 405: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

376 Catatan Pinggir 12

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 406: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

377 Catatan Pinggir 12

ANGSA

JAKARTA punya sejarah yang panjang, tapi punyakah ia nostalgia? Kota bergerak kian cepat; pada saat yang sama

kian sedikit penghuni yang memandang foto-foto lama sebagai bagian dari riwayat mereka. Di Jakarta generasi manusia, gedung, dan peta berganti berkali-kali.

Kita punya Chairil Anwar (mungkin dia satu-satunya), yang sekilas mencatat satu adegan Jakarta modern di ujung 1940-an—bioskop Capitol memutar film Amerika, anak-anak muda menunggu trem dari Kota—tapi tak ada yang melihat kembali bagian yang ditinggalkan. Dengan murung atau tidak.

Transformasi tentu juga dialami kota lain. Paris di abad ke-19, misalnya, berganti rupa mirip ciptaan baru: pada 1853, Napoleon III menugasi Baron Georges-Eugène Haussmann untuk mengubah Paris. Kembali dari pembuangan selama 12 tahun di London, penguasa itu benci ibu kotanya sendiri.

Selama ia absen, jumlah penduduk meningkat dari 759 ribu jadi sejuta lebih. Kolera dan tifus membunuh ribuan orang. Dibandingkan dengan London masa itu, Paris berantakan dan sesak napas. Napoleon, yang melanjutkan kekuasaannya melalui kudeta dan jadi diktator, ingin pusat kerajaannya punya lampu terang, udara bersih, air jernih, taman luas, dan avenue dengan deretan pohon.

Haussmann dianggap pejabat yang tepat untuk transformasi itu. Birokrat bertubuh tinggi besar ini terkenal pintar di perguruan tinggi. Menteri Dalam Negeri menggambarkannya

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 407: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

378 Catatan Pinggir 12

sebagai ”salah satu dari orang paling luar biasa di zaman kita”.Dan Haussmann, yang bisa omong nonstop selama enam

jam, bersedia menyimak ketika Napoleon III berkata: ”Ini yang saya mau.” Dibentangkannya peta Paris yang diberi tiga garis tebal, satu dari utara ke selatan dan dua dari timur ke barat. Artinya, sejumlah wilayah padat—yang juga bersejarah— harus dibongkar.

Maka ”Haussmannisasi” pun dimulai. Sekitar 12 ribu bangunan dihancurkan, buat memperbaiki wilayah Opéra National de Paris dan akses ke pasar Les Halles. Stasiun-stasiun kereta api baru didirikan dan dihubungkan dengan jalan raya yang lempang dan lebar. Boulevard sepanjang 137 kilometer terentang.

Tapi tak cuma itu. Juga deretan tiang lampu, kios surat kabar, dan pajangan di 27 taman dan lapangan. Di bawah tanah, Haussmann memasang jaringan saluran limbah kota; dibangunnya juga akuaduk dan cadangan air minum bersih.

Tak semua orang menyaksikan transformasi itu dengan antusias. Baudelaire menuliskan sajak-sajaknya yang terkenal dari kegundahan menapak Paris dalam desain Haussmann. Penyair yang selama hidupnya berpindah dari tempat ke tempat di kota itu suatu hari lewat di Place du Carrousel, dekat Museum Louvre. Wilayah ini dulu jadi pusat penjual buku dan karya seni. Ketika Baudelaire menyaksikannya, para pedagang itu sudah dipindahkan. Rumah-rumah kecil yang jadi kedai sudah hilang. Di sajak ke-89 dalam kumpulannya Les Fleurs du mal, ia pun menulis:

ANGSA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 408: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

379 Catatan Pinggir 12

Paris lama tak lagi di situ!(Sebuah kota berubah bentuk lebih cepat ketimbang hatiku).

Di bait berikutnya ia menyebut bagaimana ia, di suatu pagi, melihat seekor angsa lepas dari kandang, tapi tak menemukan air lagi. Bulunya yang putih menyusuri tanah. Di parit yang kering ia membuka paruhnya yang berlumur debu, bertanya: ”Air, kapankah kau turun dalam hujan?”

Angsa itu sebuah alegori: makhluk elok bukan-manusia yang menanggungkan ambisi, kepentingan, dan kalkulasi manusia—seperti alam dan mereka yang di pinggiran terancam perluasan kuasa teknologi dan modal. Baudelaire mempersembahkan Le cygne buat Victor Hugo yang waktu itu hidup di pengasingan. Kita tahu ke mana pengarang Les Miserables itu berpihak: bersama para nestapa.

Tapi suara Baudelaire bukan nostalgia. Masa lalu tak semuanya indah. Bait pertama Le cygne menyebut nama dalam khazanah lama, Andromache, perempuan Troya yang suaminya gugur dan negerinya dibinasakan dengan bengis oleh yang lebih kuat dan ia jadi budak. Air matanya mengalir, membentuk sungai kecil yang dalam mithologi Yunani juga dewa, Simoeis. Dengan tak langsung, Le cygne mengingatkan ada yang kalah hari ini, tapi juga dulu dan nanti—dan itulah yang menyedihkan dalam sejarah manusia.

Tentu saja bisa ditambahkan: air yang mengalir itu bisa jadi energi. Peradaban bisa terbangun. Kalimat Walter Benjamin yang sering dikutip itu rasanya benar: ”Kisah peradaban adalah juga kisah kebiadaban.”

Saya tak tahu apakah dengan itu Benjamin bisa menjelaskan

ANGSA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 409: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

380 Catatan Pinggir 12

bahwa ”Haussmannisasi” yang brutal pada akhirnya menjadikan Paris menarik, dan seorang flaneur bisa kluyuran di celah-celahnya, memandang dengan rasa tertarik dan cerdas deretan komoditas di sekitarnya.

Di Jakarta, kita tahu, tak mudah lagi kita kluyuran. Mungkin hanya jauh di malam hari: ketika jalan lengang, ketika terang dan gelap saling menyeling, dan kota—dalam ketenangan dinihari—jadi sebuah ilusi.

TEMPO, 25 September 2016

ANGSA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 410: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

381 Catatan Pinggir 12

rAKYAT

Setelah pembangkangan 17 Juni itu,Sekretaris Persatuan Pengarang membagikan selebarandi Jalan Raya Stalin.Dikatakannya bahwa rakyat telah melanggarkepercayaan Pemerintah,dan hanya bisa menebusnya kembalidengan usaha berlipat ganda.

Tidakkah dalam hal ini sebenarnya lebih mudahbagi Pemerintahuntuk membubarkan rakyatdan memilih rakyat yang baru?

—Bertolt Brecht (1953)

PAGI hari di pertengahan Juni 1953, buruh bangunan di satu bagian timur Berlin memulai sesuatu yang semula

tak terpikirkan di bawah kekuasaan Partai Komunis: mereka mogok. Mereka berontak.

Sudah sejak musim semi ketakpuasan menjalar: upah dirasakan tak cukup dan penghasilan timpang. Kepada para pejabat Partai dan serikat pekerja Bolsyewik yang datang membujuk, seorang buruh berseru, ”Perut kalian buncit, tapi coba lihat kami; penghasilan kalian tak cuma 144 mark; kalian mendapat 1.200.” Dan ketika masih diulang anjuran agar buruh bekerja keras ”untuk masa depan yang lebih baik”,

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 411: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

382 Catatan Pinggir 12

mereka pun membuang semua alat kerja dan turun ke jalan. ”Kami bukan budak,” teriakan terdengar.

Dengan segera buruh di tempat lain bergabung. Pemogokan jadi protes politik. Keberanian berkembang di pelbagai kota Jerman Timur. Penduduk melucuti polisi, mengepung kantor Partai Komunis, dan menyerbu penjara, membebaskan para tahanan. Tanggal 17 Juni 1953 jadi tanggal pembangkangan. Semua berakhir setelah tank-tank Uni Soviet datang memadamkannya dan korban jatuh.

Dengan humor yang getir, Brecht (ia sudah dikenal sebagai pengarang Komunis terkemuka yang tinggal di Jerman Timur) menulis sajaknya yang saya kutip di atas. Dan kita pun berpikir: mungkinkah rakyat dibubarkan? Bisakah ”rakyat yang baru” dipilih Pemerintah?

Brecht memakai kata das Volk. Dalam bahasa Jerman setelah runtuhnya Nazi, kata itu lebih terlepas dari pengertian etnis. Kita menerjemahkannya dengan ”rakyat”. Kata ini sudah ada dalam naskah Nusantara lama, tapi maknanya berubah setelah bangkitnya gerakan politik untuk kemerdekaan di abad ke-20. Majalah Fikiran Ra’ jat didirikan Bung Karno pada awal 1930-an misalnya. Di sampulnya ada kalimat: ”Kaoem Marhaen! Inilah madjallah kamoe!”

”Rakyat”, dengan kata lain, identik dengan ”marhaen”, anggota lapisan sosial yang miskin. Namun ia bukan lagi orang bawahan yang hanya dihimpun untuk menuruti titah raja seperti dalam Sejarah Melayu. Rakyat di abad ke-20 telah jadi subyek yang menderita tapi ber-”fikir”. Ia dibayangkan homogen, padu, kuat—juga setengah misterius karena hanya bisa sedikit jelas definisinya bila dihadapkan dengan yang

RAKYAT

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 412: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

383 Catatan Pinggir 12

”bukan-rakyat”.Biasanya, yang ”bukan-rakyat” itu ”Pemerintah”—

yang dianggap ditentukan rakyat. Rakyat yang berdaulat mendasarinya. Saya bayangkan ”Pemerintah” seperti bahtera di atas laut dalam; laut itulah ”rakyat” yang terus-menerus ada dan dianggap perkasa dan utuh. Sajak Brecht di atas bermain-main dengan pintar: ia tahu tak mungkin ada Pemerintah yang memilih rakyat baru. Bahtera itu yang datang dan pergi. Laut tetap.

Tapi analogi itu tak selamanya pas. Rakyat bisa terbentuk baru. Di Jerman Timur Juni 1953 itu, buruh di pelbagai tempat, berbareng dalam ketakpuasan yang setara dengan penduduk lain, jadi ”rakyat” hampir seketika. Dalam ”revolusi sosial” yang meletus di Sumatera Timur pada 1946—yang mencoba menumbangkan kekuasaan kaum bangsawan Melayu—rakyat terbentuk jadi baru sebagai suara amarah, menghadapi satu hal yang membuat mereka terpadu dan jadi kekerasan. Sejumlah besar kerabat Kesultanan Melayu Asahan dibunuh. Di hari-hari yang ganas itu, ”rakyat” adalah suara yang menghendaki keadilan tapi juga kekuatan yang menggila.

Di Berlin, pertengahan Juni 1953, rakyat terbentuk dan sekaligus berubah. Ia bukan lagi nama yang menggerakkan citacita sosialisme. Ia barometer sebuah defisit: ia menunjukkan kekurangan dan ketimpangan sosial. Tapi ia juga satu kekuatan yang tak-rasional, yang meledak tanpa menimbang kekuatannya sendiri. Maka ”rakyat”, yang selama itu dikendalikan dan diwakili Partai, makin tak bisa diandalkan. Rakyat, kata Brecht, telah ”melanggar kepercayaan Pemerintah”.

RAKYAT

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 413: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

384 Catatan Pinggir 12

Wajah ”rakyat” yang dua-sisi itu kembali setelah Republik Demokrasi Jerman roboh pada 1989. Kini tak ada partai yang legitimasinya tak bergantung pada rakyat. Tapi dalam suasana serba waswas akan terorisme, pendatang, dan Islam, tampak wajah irasionalitas lain. Kini orang berbicara tentang ”populisme”, yang menganggap suara cemas adalah suara sah Jerman yang tak bisa diwakili elite politik mana pun.

Di Indonesia, sesuatu yang lain berlangsung. Partai-partai dan parlemen (tanpa mengikuti Brecht) seakan-akan telah ”membubarkan rakyat dan memilih rakyat yang baru”. Politik hanya transaksi di antara oligarki. Rakyat yang baru mereka bentuk: sebagai gema dari jauh.

TEMPO, 2 Oktober 2016

RAKYAT

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 414: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

385 Catatan Pinggir 12

AurA

ADA suatu masa ketika raja dan kesatria menghilang. Para pangeran Pandawa lenyap ke dalam rimba selama

13 tahun; Rama menyingkir dari istana Ayudhya dan hidup dalam belantara hampir satu setengah dasawarsa. Dalam kedua wiracarita itu hutan meniadakan penampilan; tapi hidup jadi bagian ritus ke arah kemenangan.

Dalam tradisi Veda, ritus itu disebut vanaprastha, ”menyingkir jauh ke dalam rimba”. Di sana, meskipun tak selamanya diartikan harfiah, tak tampak di depan umum mengisyaratkan hidup yang tak lagi digoda kekenesan dan nafsu lain.

Keadaan itu meruapkan sebuah aura tersendiri—satu hal yang juga terjadi dalam sejarah politik modern. Di Ekuador, Velasco Ibarra, presiden yang hidup dalam pengasingan, dikenal sebagai El Gran Ausente: ia absen dan ia hebat dalam ketidakhadirannya. Pada 1933 ia dipilih dengan 80 persen dari suara yang masuk, tapi kudeta militer menjatuhkannya. Velasco pun hidup sebagai eksil, tak tampak di tanah air, tapi kemudian muncul kembali dan berkuasa (meskipun kemudian dijatuhkan lagi). Velasco tak pernah sepenuhnya kalah. Pada 1968, ia menang buat kelima kalinya; usianya 75 waktu itu. Kali ini pun ia dikudeta, tapi Ekuador tak bisa menghapus El Gran Ausente dari ingatan.

Absen dan aura juga terpaut dalam sejarah Iran abad ke-20. Ayatullah Khomeini menentang kebijakan Shah yang

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 415: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

386 Catatan Pinggir 12

berkuasa. Ia pun ditangkap. Empat belas tahun setelah November 1964 itu ulama besar tersebut hidup dari tempat pengasingan yang satu ke yang lainnya: Bursa di Turki, Najaf di Irak, Neauphle-le-Château di Prancis. Selama itu, namanya semakin termasyhur, auranya membubung, dan pengaruh politiknya semakin menyebar.

Aura—semacam daya yang bukan fisik yang memancar dari seseorang atau sebuah benda—terbit karena sifat unik orang atau benda itu. Tapi tak hanya itu. Juga karena ”di luar”, karena jarak. Walter Benjamin, yang menulis satu esai yang terkenal tentang perubahan perspektif atas karya seni sesudah zaman mesin, mendefinisikan aura sebagai einmalige Erscheinung einer Ferne, penampilan unik dari sebuah jarak, betapapun dekatnya fenomena itu.

”Jarak” itu bisa berarti ruang dan waktu, tapi juga bisa berarti kondisi ketika ia terasa tak bisa didekati. Aura patung Durga di dalam satu ruang candi di Prambanan di Jawa Tengah terbentuk bukan saja karena kehadirannya yang remang-remang, tapi juga karena suasana yang tumbuh dari kemegahan kompleks pemujaan itu. Sebagaimana dibangun di abad ke-9, ada 240 candi yang tersusun dengan ukiran yang menakjubkan di wilayah yang luas itu.

Aura itu kini punah. Tentu karena orang datang, dalam bus-bus yang gembira, bukan untuk menyembahnya. Benjamin menguraikan hilangnya aura pada karya seni karena dunia modern masuk dan kapitalisme dengan gampang mereproduksi karya itu: patung Rodin, ”sang pemikir”, tak lagi menggetarkan setelah ia diperbanyak dalam pelbagai ukuran di gerai turisme.

AURA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 416: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

387 Catatan Pinggir 12

Tapi saya kira mudahnya reproduksi justru melahirkan efek sebaliknya. Aura malah tumbuh. Dalam sejarah politik modern, dalam ”pemujaan sosok pribadi” Stalin, Mao Zedong, Kim Il-sung, dan Bung Karno, aura justru diproduksi lewat bahasa dan gambar, slogan dan poster yang diulangulang mengumandangkan keagungan mereka. Di sini, aura dibentuk dalam rekayasa. Indoktrinasi diperkuat dengan kultus dan mantra ideologi.

Semakin dilambungkan sang pemimpin, seperti ketika semakin banyak predikat ”agung” dikenakan kepada Bung Karno, semakin tak terjangkau ia oleh pemikiran dan imajinasi orang banyak. Karena posisinya, karena hierarki, seorang pemimpin mengandung enigma. Kultus mempertebal lapisan yang menutup enigma itu, menghindari dari apa yangtransparan dalam dirinya. Dengan begitu sang pemimpin seakan-akan berada di atas politik. Ia tak ikut siasat dan menunjang kepentingan diri. Ia bukan bagian politik sebagai antagonisme; ia seakan-akan jadi panutan bersama.

Dengan kata lain, ia tampil sebagai gema dari panggilan moral yang universal. Velasco Ibarra, misalnya, mengidentifikasikan dirinya dan pendukungnya bukan sebagai pengejar kebendaan. Yang layak diusahakan ialah ”keagungan moral”, [la] grandeza moral, sesuatu yang abadi.

Aura, jarak dari politik dan retorika moral—semua itu tak dengan sendirinya kabar baik. Dalam kultus, dalam melipatgandakan aura, seorang besar dibentuk atau membentuk diri, tapi pengalaman panjang sejarah Tiongkok telah mengajarkan sebuah pemeo: ”orang besar adalah nasib malang masyarakat”.

AURA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 417: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

388 Catatan Pinggir 12

Apalagi ketika antagonisme politik disikapi sebagai pergulatan moral. Publik pun akan terbelah dalam kubu-kubu yang melihat diri sebagai pembawa ”keagungan moral”: argumenku jadi mutlak, bahkan suci sepenuhnya.

Yang tak diakui ialah bahwa politik juga (yang nisbi dan terbatas) yang menentukan mana yang suci dan yang busuk. Tak jarang intoleransi bertaut dengan kemunafikan.

TEMPO, 9 Oktober 2016

AURA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 418: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

389 Catatan Pinggir 12

BHIMA

IA mencari air kehidupan, mungkin ia mencari kebenaran,” kata dalang yang semalam mengisahkan cerita Bhima yang

menemui Dewa Ruci di tengah samudra. ”Mungkin kesatria itu tak tahu apa yang dicarinya dan yang akan diperolehnya,” katanya lagi.

Saya terkesima. Semalam, di layar, saya menatap wujud kecil itu, Dewa Ruci, berkata kepada kesatria itu agar masuk ke dalam dirinya melalui telinganya. Bhima mesti meyakini yang mustahil sebagai yang mungkin. Dan ia menurut. Dan ia berhasil.

Ia menerobos lubang kuping itu dan menemukan dirinya berada di dalam ruang yang tak terkira. Serat Dewa Ruci menggambarkannya sebagai ”samodragung, tanpa têpi nglangut lumaris/lêyêp adoh katingal”—samudra besar, tanpa tepi dan semua sayup tampak di kejauhan. Dalam adegan yang sering mengutip risalah-risalah kebatinan Jawa, di sanalah Bhima menyaksikan permainan empat warna: hitam, merah, kuning, putih. Warna-warna itu, menurut Dewa Ruci, merupakan imaji dari energi apa yang ada dalam diri sendiri—durmaganing tyas, terutama yang negatif, kecuali yang putih.

Tampak benar fokus cerita ini adalah manusia dan kemampuannya mengendalikan diri dan mencapai sesuatu. Ketika di bagian berikutnya ada paparan tentang persamaan ”jagat besar” dengan ”jagat kecil”, kita kembali bertemu dengan manusia sebagai penentu perspektif tentang semesta.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 419: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

390 Catatan Pinggir 12

Bahwa kemudian dikatakan tubuh hanyalah perkakas yang dikuasai yang memberi hidup, kang karya gesang, itu justru menunjukkan betapa yang kekal dekat sekali dengan kefanaan insan.

Serat Dewa Ruci (yang saya baca teks yang digubah Mas Ngabehi Mangunwijaya dari Wanagiri sebagai tafsir dari karya Sunan Bonang di abad ke-15) berasal dari sebuah masa ketika manusia dianggap akan mampu mencapai kebenaran dengan puruhita, mencari dan berguru lewat jalan yang rumit—dan bisa bertemu dengan yang dicari. Belum ada kekecewaan ketika manusia, dengan kehendaknya untuk benar, ternyata melahirkan bencana.

Namun ada yang perlu ditambahkan di sini. Serat Dewa Ruci, meskipun meletakkan manusia sebagai pengendali diri, tak bertolak dari norma yang sudah jadi. ”Ajaran” dalam teks ini bersifat pragmatis. Yang penting bukanlah kejelasan apa itu ”kebenaran” atau kepastian yang kita ketahui; yang penting bukanlah alasan yang logis, melainkan tindakan mengubah diri dan efeknya bagi dunia; yang utama adalah aksi, laku. Tak ada hukum ataupun aturan moral yang sudah dirumuskan.

Sejak awal, Bhima dikatakan mencari ”air kehidupan”. Dengan ”air” (tirta atau toya) sebagai perumpamaan, kita mendapat kesan betapa pentingnya apa yang dicari itu bagi hidup. Tapi sekaligus betapa tak kedap; air transparan, mengalir, luwes, selalu merespons sebuah lingkungan. Maka apabila yang dicari kesempurnaan—atau kebenaran yang membawa kesempurnaan—yang diperoleh bukan sesuatu yang mandek dalam aturan atau standar.

Mungkin itu sebabnya ”kearifan lokal” seperti ini—berbeda

BHIMA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 420: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

391 Catatan Pinggir 12

dengan agama-agama yang berpegang kepada Kitab—tak menawarkan hukum. Filsafat, bagi teks ini, bukan metafisika, melainkan ”ethika”: uraian dan penjelajahan keadaan yang memungkinkan terjadinya tindakan dan kehidupan yang ”baik”. Tapi ”ethika” di sini terbatas. Dalam Dewa Ruci tak ada orang lain yang membuat semua itu berharga. Tak ada orang lain dengan siapa Bhima berbagi dalam proses pencarian dan penemuannya. Kesatria Pandawa itu meninggalkan saudara-saudaranya. Ia sendirian.

Kesendirian itu lebih terasa ketika orang lain bisa berarti musuh yang tersembunyi. Bhima pergi karena Durna, guru dan juga sekutu Kurawa, hendak menjerumuskannya, dan ia pulang dari perjalanannya dengan kemampuan mengalahkan dirinya sendiri dan dunia. Selesai meresapkan ajaran Dewa Ruci ia (merasa) lebih unggul, seakan-akan seantero jagat raya bisa ia rengkuh sekaligus, sawêngkon jagad raya/sagung kawêngku.

Ada kecenderungan solipsisme yang kuat dalam Serat Dewa Ruci. Ada tendensi menganggap hanya kesadaran sendiri yang ada dalam proses pencarian kebenaran. Orang lain, liyan, hadir tanpa bekas. Mungkin karena naskah ini dilahirkan dalam ruang-ruang meditatif dan lingkungan di mana percakapan adalah percakapan hierarkis, antara guru dan murid atau orang yang berbeda tingkat keilmuan. Tak ada dialog.

Maka dalam kalimat-kalimat tembang yang setengah gelap, naskah Dewa Ruci sering berakhir sebagai sesuatu yang esoterik: makin sedikit dipahami, makin mempesona. Hanya seorang dalang yang piawai yang berkata: mungkin Bhima (dan kita semua) tak tahu apa kebenaran yang dicari dan yang

BHIMA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 421: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

392 Catatan Pinggir 12

akan diperoleh.Dan dalang tua itu tersenyum kecil dan kita ingat: tirta

adalah sesuatu yang mengalir, tak berhenti. Dengan itulah ada kearifan lain: sungguh berbahaya proses mencari kebenaran, tapi lebih berbahaya lagi setelah yang dicari ditemukan.

TEMPO, 16 Oktober 2016

BHIMA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 422: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

393 Catatan Pinggir 12

DYLAN

SAYA tak mengerti Bob Dylan. Mungkin memang harus demikian: sesuatu yang memukau adalah sesuatu

yang tak harus, atau bisa, dimengerti. Saya baca Tarantula, buku puisinya yang ia tulis pada umur 25 tahun atau pada 1966. Di dalamnya kata-kata bergerak bukan sebagai huruf, bukan sebagai wadah makna, melainkan sebagai bunyi: pengulangannya, konsonannya, tekanannya, panjang-pendek suku katanya:

mother say go in That direction & pleasedo the greatest deed of all time & say i saymother but it’s already been done & she saywell what else is there for you to do & i sayi dont know mother, but i’m not going in Thatdirection—i’m going in that direction & shesay ok but where will you be & i say i dontknow mother but i’m not tom joad & she sayall right then i am not your mother

Kita hidup di suatu masa ketika tak ada lagi hierarki antara makna dan bunyi, antara kata dan nada. Kita hidup di suatu masa ketika yang sastra dan yang bukan-sastra tak jelas terpisah—dan bahwa Dylan menerima Hadiah Nobel Kesusastraan menunjukkan runtuhnya struktur imajiner yang memisahkan itu. Tarantula sendiri memperlihatkan saat ketika khaos hadir di celah-celah bentuk. Yang kacau tak

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 423: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

394 Catatan Pinggir 12

dijinakkan yang tertata, dan yang tertata tetap berada di dalam yang kacau.

Ruang ini, dengan 4.800 karakter, terbatas untuk menghormati Dylan secara sepatutnya. Jika ada yang harus saya katakan: saya tak kagum kepada tiap kalimatnya; saya terpesona akan suaranya yang bergetar, lugu, dengan kesayuan yang tiap kali ditingkah patahan dan ironi. Tapi saya tak heran bahwa ia bergema kuat: ia bisa dibaca, atau didengarkan—rekaman suaranya yang bersahaja tapi menyentuh, dengan harmonika di mulut dan gitar di pelukan—tatkala kejadian-kejadian dilontarkan dalam headline atau dibaca keras di televisi. Tapi kita terpukau karena ada yang tak hilang dari sana: pertanyaan.

How many seas must a white dove sailbefore she sleeps in the sand?

Di tahun 1960-an, lagu ini dijadikan suara protes. Tapi kini mungkin protes itu tak lebih ketimbang sebuah sajak yang merundung kita terus-menerus.

”Blowing in the Wind” pertama kali jadi termasyhur melalui suara Peter, Paul, dan Mary, trio penyanyi folk yang mewakili suasana Amerika tahun 1960-an, ketika Amerika mengirimkan anak-anak muda ke kancah Perang Vietnam, ketika kaum hitam mulai menggugat perlakuan masyarakat mayoritas putih, ketika sebuah generasi resah—antara cemas dan cinta, antara santai dan gemuruh, ketika begitu banyak pertanyaan tentang hidup tak terjawab. Perang, kematian, ketakadilan, kekejaman, tapi juga kesetiaan dan pengorbanan:

DYLAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 424: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

395 Catatan Pinggir 12

pernahkah akan berakhir? Mengapa? The answer, my friend, is blowing in the wind....

Melodi itu datang ke kenangan Dylan dari sebuah negro spiritual yang lama, ”No More Auction Block”—suara yang menusuk, ketika para budak mensyukuri kebebasan di sekitar Perang Saudara Amerika di abad ke-19. ”Tak ada lagi tempat lelang, tak ada lagi lecutan, tak ada lagi garam yang disiramkan ke luka siksaan.”

Tapi ”Blowing in the Wind” seakan-akan nyanyian yang lebih tua ketimbang itu, dengan kata-kata yang lebih langgeng. Dylan, yang nama masa kecilnya Bobby Zimmerman, dibesarkan dalam keluarga Yahudi pemilik toko mebel dan peralatan di Hibbing, Minnesota. Mungkin saja di kepalanya bergaung petilan Kitab Kejadian dan Ezekiel. Tapi tak berarti puisi dan nyanyi mematuhinya. Mereka menerobos peta dan mengelakkan genealogi.

Citra Bob Dylan adalah citra anak muda yang menerobos. Ia tampil seperti penyanyi pujaannya, Woody Guthrie, yang menggubah lagu ketika mengunjungi daerah Amerika yang terpukul kemiskinan selama depresi ekonomi. Sejak ia pindah ke New York dan mengabadikan namanya di Greenwich Village, Dylan seperti berpindah bahkan dari asal-usulnya, mengaburkannya, dan muncul dalam persona yang berbeda dari saat ke saat. I’m Not There (2007) mencoba menangkap itu: film ini ”diilhami oleh musik dan pelbagai hidup Bob Dylan”—dan enam aktor memerankan pelbagai sosok dirinya, termasuk aktor perempuan yang ulung itu, Cate Blanchett.

Dengan parasnya yang feminin dan halus, rambutnya yang lebat tak tersisir, dengan suaranya yang seperti menutupi

DYLAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 425: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

396 Catatan Pinggir 12

melankoli, dan puisinya yang tak linear, Dylan—seperti dalam albumnya, The Freewheelin’ Bob Dylan—adalah penggubah dan pengubah: seperti ketika ia bertolak dari corak musik folk seraya menjadikannya sesuatu yang lain.

Tapi ada yang tetap datang di dalam dirinya: kepekaan kepada hidup yang dicederai. Meskipun ia tak bisa jadi pembimbing. Ia menemukan yang lain. ”Aku menemukan sifat religius dan filsafat dalam musik.... Aku tak mengikuti rabi, pengkhotbah, evangelis, semua itu.”

Anehnya, suaranya terasa lebih benar ketimbang khotbah:

Yes, how many ears must one man haveBefore he can hear people cry?

TEMPO, 23 Oktober 2016

DYLAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 426: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

397 Catatan Pinggir 12

KuNING

PURBASANGKA tak gampang mati dengan sejarah. Ada sebuah kata, ada sebuah warna, yang di abad ke-19

diperkenalkan di Eropa sebagai sesuatu yang menakutkan: ”kuning”.

Pada 1853, Arthur de Gobineau menerbitkan bukunya setebal 1.400 halaman, Essai sur l’ inégalité des races humaines, sebuah risalah yang hendak membuktikan bahwa manusia tidak diciptakan setara. Akar rasial menentukan mutunya. Ada tiga ras yang menurut Gobineau membentuk umat manusia dan peradabannya: putih, kuning, dan hitam. Di antara mereka, hanya ras putih yang memegang monopoli kecantikan, kecerdasan, dan kekuatan. Sejarah, tulis Gobineau, bermula ”hanya dari kontak dengan ras putih”.

Tapi sejarah tak selamanya berarti kemajuan. Gobineau seseorang yang memandang masa depan dengan masygul: peradaban akan runtuh. Percampuran ras, ketika si putih tak lagi murni, akan menenggelamkan semuanya. Terutama ketika si kuning masuk.

Ras kuning, menurut Gobineau, adalah kebalikan dari ras hitam. Energi bangsa ini kecil. Ia cenderung bersikap apatis. Hasratnya lemah, kekuatan kemauannya tak menyebabkan tindak kekerasan, hanya menyebabkannya gigih. Si kuning mencintai manfaat, menyukai bisnis, dan menghormati undang-undang. Sifat-sifat itu menyebabkannya lebih unggul ketimbang ”negro”, tapi tetap lebih rendah dibandingkan

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 427: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

398 Catatan Pinggir 12

dengan ras putih. Meski demikian, ada yang menakutkan dari dirinya. Gobineau menulis Amadis (1881). Dalam sajak epik ini digambarkan bagaimana peradaban Eropa hancur oleh bangsa Cina.

Gobineau bukan seorang pakar biologi atau genetika; sastrawan ini juga penulis buku perjalanan (ia seorang diplomat) dan penulis karya nonfi ksi yang terus-menerus menganggap demokrasi dan kesamarataan sesuatu yang buruk. Bisa dimengerti: ia keturunan aristokrat Prancis yang tersingkirkan karena Revolusi. Ia mencoba menegaskan bahwa aristokrasi itu sebuah takdir: kaum bangsawan adalah keturunan satu bagian ras putih yang istimewa, yakni bangsa ”Arya”, jenis manusia yang punya sejarah panjang.

”Arya” hanya sebuah mithos. Tapi itulah yang kemudian dikumandangkan Hitler ketika ia ingin mengusir ras lain dari Eropa.

Hitler, tentu saja, wujud ekstrem rasialisme Gobineau. Padanya, purbasangka dan kebencian kepada ras lain, terutama Yahudi, bergabung dengan kehendak mendesain sebuah tatanan; ia menyebutnya Neuordnung, ”Orde Baru”. Ia yang pernah ingin jadi seorang arsitek punya keyakinan bahwa sebuah tata yang sempurna perlu dibangun dari unsur-unsur yang homogen.

Keyakinan ini mirip dengan gagasan Gesamtkunstwerk, ”karya seni yang bersatu padu”, yang dicita-citakan komponis Richard Wagner, seorang teman Gobineau. Dalam kesatupaduan itu apa yang tak pas, atau dianggap mengganggu, harus disingkirkan atau tak diterima. Ketika perspektif ini masuk ke dunia politik, sebuah struktur dimulai

KUNING

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 428: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

399 Catatan Pinggir 12

dengan diskriminasi. Ada yang masuk ke ruang yang ”sah”, ada yang di luar.

Ruang itulah yang dibangun Kaisar Wilhelm II—sebuah ruang yang curiga. Pada 1895, Baginda memesan sebuah lukisan yang didesainnya sendiri, dengan judul ”Rakyat Eropa, Jagalah Barang-barangmu yang paling kamu sukai!”.

Maka pelukis Hermann Knackfuss pun melaksanakannya: di kanvas itu, Malaikat Mikhail dengan pedang terhunus bercahaya berdiri di sebuah tebing, diiringi sejumlah orang—dalam wujud perempuan, lambang Eropa—yang bersenjata dan berperisai. Mereka siap bertempur. Di hadapan mereka, nun di seberang, tampak sebuah patung Buddha yang diling kari api yang dibawa seekor naga. Tak ayal: itulah gerombolan ”Asiatik”.

Pada 1900, kartunis Prancis Bianco menggambar pada satu seri kartu pos. Salah satunya: ”Bahaya Kuning, Mimpi Buruk Eropa”. Tampak sederet orang tidur—personifi kasi bangsa- bangsa Eropa—di tengah lanskap berwarna kuning. Pada saat yang sama, dalam jumlah yang tak terhitung banyaknya, orang-orang kuning menghambur dari sebuah imperium langit.

Kata Gelbe Gefahr, ”bahaya kuning”, yang dipakai pertama kali oleh Wilhelm II, jadi bagian dari demagogi Jerman yang cepat beredar. ”Kuning” tentu tak dengan sendirinya berarti Cina. Dalam kesadaran orang Eropa, ”kuning” berubah-ubah—apa saja yang ”bukan-putih-bukan-hitam”. Juga kata ”Asia”: di dalamnya termasuk Yahudi, Arab, Melayu, dan seterusnya. Apabila kemudian Hitler menggaungkan demagogi itu lebih jauh, dengan darah dan besi, kita dapat

KUNING

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 429: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

400 Catatan Pinggir 12

melihat bagaimana kebencian, purbasangka, dan kekerasan selalu mudah didaur ulang.

2016: daur ulang itu berlangsung lagi. Kali ini ”kuning” berarti Arab atau Afrika. Dan di Eropa orang mulai lupa bahwa tiap peradaban adalah warna-warna yang bergerak tak tentu arah. Meskipun purbasangka tak mati-mati.

TEMPO, 30 Oktober 2016

KUNING

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 430: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

401 Catatan Pinggir 12

KOMEDIE

DI negeri ini, ada orang-orang yang tampil di atas podium, ada yang berjubel tampak dan tak tampak. Sebenarnya

yang tampak-dan-tak-tampak itulah yang membuat sejarah.Saya ingin mengatakan: ”Indonesia” dimulai dari bawah;

28 Oktober 1928 bukanlah awalnya. Sebelum namanya ditetapkan, ”Indonesia” sudah terjadi di tempat-tempat yang dianggap remeh, di pinggir percaturan politik, di kehidupan yang tampaknya main-main, tapi sesungguhnya jerih-payah. Salah satunya: di dunia hiburan.

Kita mulai di Surabaya. Sebelum 1928, di sini lahir sebuah usaha seni pertunjukan, Komedie Stamboel.

Dalam The Komedie Stamboel: Popular Theater in ColonialIndonesia, 1891-1903, Matthew Isaac Cohen menceritakan

kehidupan grup pertunjukan zaman itu dengan rinci, memikat, dan informatif. Membaca hasil penelitian sejarahnya kita akan mendapat gambaran tentang teater populer akhir abad ke-19, selera artistik produsen dan konsumennya, dengan latar sosial masyarakat kolonial di kota-kota. Kita akan dibawa ke tengah kehidupan orang-orang peranakan, jatuh-bangun mereka, peran artistik dan sosial mereka. Kita akan melihat dunia seni pertunjukan masa itu seakan-akan dunia burung-burung yang hinggap dari pohon ke pohon dan tanpa sengaja menebar benih. Dari situlah tumbuh sebuah kebudayaan baru yang disentuh dunia modern dan kosmopolitanisme, justru dari dunia orang ramai, orang kebanyakan, bukan dari sebuah

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 431: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

402 Catatan Pinggir 12

elite yang berselera tinggi.Berangsur-angsur ini berpengaruh pada sebuah kesadaran

yang terbuka. Dari situ ke-Indonesia-an terbentuk, tanpa diprogram, tanpa ideologi, dan tanpa dinding pemisah kelas, suku, dan etnis yang kedap. Sumpah Pemuda 1928 penting, tapi lebih sebagai upacara pembaptisan.

Komedie Stamboel didirikan pada Januari 1891 ketika Surabaya tumbuh sebagai kota dengan penduduk hampir 130 ribu orang—sangat kecil jika dilihat sekarang, tapi sangat besar di masa itu. Mereka beragam: 90 persen ”pribumi”, sisanya Tionghoa, Arab, Eropa, dan peranakan, dengan kekayaan dan status sosial yang tak setara. Yang menyatukan mereka: dunia urban yang baru.

Matthew Isaac Cohen menyebut kota sebagai ”arena of observation”, tempat saling memperhatikan, dan masyarakat di tempat-tempat padat di Indonesia sebagai ”an open-gallery society”. Di masyarakat ini, apa yang dipamerkan, dipertunjukkan, dan disajikan di depan umum berpengaruh pada harkat sosial. Galeri terbuka adalah ruang bersama untuk mengungkapkan diri, coarticulation, dengan dinding pembatas yang mudah diterobos dan pembatasan yang tak ketat. Komedie Stamboel lahir dan tumbuh di situ.

Rombongan teater ini sebuah bisnis kecil. Dalam kongsi yang memilikinya ada nama Yap Gwan Thay. Ia wiraswasta. Usahanya beragam dan manajemennya simpang-siur: firma obat tradisional ”Banyu Urip”, pabrik limun, usaha dekorasi gedung. Ia, yang pernah dipenjara karena terlibat pemalsuan uang, oleh sebuah koran berbahasa Melayu di Surabaya pada 1899 disebut sebagai ”pujangga”.

KOMEDIE

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 432: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

403 Catatan Pinggir 12

Yap membangun beberapa gedung pertunjukan untuk Opera Cina berbahasa Tionghoa dan topeng Jawa, di samping membentuk rombongan sandiwara berbahasa Melayu. Dengan bahasa Melayu pula—yang sudah jadi lingua franca tanpa diperintahkan—Komedie Stamboel mementaskan cerita 1.001 Malam yang populer di masa itu dengan menampilkan fantasi dunia ”Arab”. Juga lakon Nyai Dasima dan cerita Si Conat, kepala bandit dari Tangerang. Juga Pembunuhan Pangeran William van Oranye.

Ada sifat gado-gado dalam sejarah sosial Komedie Stamboel, ada sifat eklektik pada pementasannya, ada campuran keragaman dalam penggemarnya. Dalam Pandji Poestaka Armijn Pane mencatat: untuk beroleh laba, pilihan cerita Komedie Stamboel diolah untuk memenuhi selera kelompok etnis dan kelas sosial yang berbeda-beda.

Tapi mungkin itu juga indikasi sebuah himpunan sedang terbentuk, melintasi pengelompokan etnis dan sosial. Pelbagai elemen—umumnya dari kalangan di luar tatanan kelas dan norma sosial yang ada—pelan-pelan mencari identitasnya sendiri.

Tokoh sejarah teater masa itu, sosok utama yang dengan menarik ditampilkan Cohen, adalah Auguste Mahieu. Ia aktor, penulis lagu, manajer, sutradara—orang berdarah Jawa yang lahir di Bangkalan, Madura. Riwayatnya perlu tulisan tersendiri untuk ditampilkan. Sementara ini bisa dikatakan: ia, yang dikagumi tapi juga tak sepenuhnya diakui secara sosial karena seniman panggung dan ”Indo” tak pernah jadi bagian yang terhormat, adalah elemen sejarah yang nyaris tak tercatat dalam proses simbiosis dalam keanekaragaman yang

KOMEDIE

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 433: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

404 Catatan Pinggir 12

kemudian bernama ”Indonesia”. Bahasa, selera, dan posisi pinggiran yang sama mempertemukan itu.

Komedie Stamboel menunjukkan bahwa bukan cuma surat kabar (”kapitalisme cetakan”, kata Benedict Anderson), tapi juga bisnis hiburan populer berkeliling yang membangun pertemuan itu. Sungguh, Indonesia tak datang dari atas.

TEMPO, 6 November 2016

KOMEDIE

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 434: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

405 Catatan Pinggir 12

DuSTA

KITA, di negeri ini, hidup dengan politik yang sangat ramai tapi sepele. Tak ada hal-hal mendasar

yang dipertarungkan—hal-hal yang mendasar karena menggetarkan hati, pikiran, dan kehidupan hampir semua orang.

Pernah, dahulu, politik bisa gemuruh mirip gempa laut: politik adalah antagonisme yang membuat sebuah kekuasaan yang mapan guyah dalam tubuh dan jiwanya. Kini yang semacam itu absen. Kebenaran yang kukuh—hingga tak hanya bergaung secara partisan, tapi juga di dalam kesadaran kawan dan lawan—kini lapuk. Bahkan tidak bisa ada. Kini pertarungan bergerak semata-mata karena opini, dengan opini.

Dalam situasi seperti ini saya bisa mengerti kenapa Badiou menyebut opini secara mutlak bertentangan dengan ”ethika kebenaran”, l’ éthique de la vérité. Badiou adalah salah satu dari sedikit pemikir di masa ini yang mempertahankan pandangan bahwa kebenaran bukanlah hasil bentukan sepihak; ia bersifat universal, tak tergantung posisi, waktu, dan tempat.

Kebenaran ini muncul melintas bersama l’ événement, kejadian yang mengguncang keadaan. Ketika pertempuran matimatian terjadi pada 10 November 1945 di Surabaya, waktu itu tampak jelas keadilan dan kemerdekaan hendak direnggutkan lagi dari bangsa Indonesia. Makin tampak pula ada sesuatu yang jahat terungkap pada rezim kolonial yang hendak memaksakan kekuasaannya kembali. ”Keadilan” dan

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 435: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

406 Catatan Pinggir 12

”kemerdekaan” hari itu tak dirumuskan, tapi keduanya tetap kebenaran yang mengimbau, menggugah, dan menggetarkan saat itu, juga dalam kenangan hari ini.

Ada sebuah cerita. Konon di Surabaya hari itu seorang opsir Inggris melihat seorang pejuang Indonesia muda tertidur di sebuah sudut, beristirahat dengan bedil di sampingnya ketika tembak-menembak berhenti sementara. Ia mengatakan— kalau tak salah kepada Bung Hatta yang dikawalnya—bahwa Indonesia tak akan bisa dikalahkan dalam perang di bulan November itu: di tubuh kecil itu ada suatu keyakinan yang besar. Saya kira sang opsir, di pihak seberang, tanpa banyak bicara mengakui sifat universal dari kebenaran yang mendasari keyakinan itu.

Memang, selalu, di mana pun, ketika kebenaran dirumuskan jadi pengetahuan dan hukum, ketika ia dipaksakan sebagai sesuatu yang mutlak, ia tak lagi seperti ketika ia buat pertama kalinya mencekam dan menggugah; ia jadi pandangan sepihak, yakni yang sedang berkuasa.

Hari ini politik adalah politik pandangan-pandangan sepihak. Ia politik tak-peduli-kebenaran. Majalah The Economist menyebut keadaan ini, yang bercabul seperti wabah di mana-mana, sebagai politik post-truth, ”pasca-kebenaran”. Sebagaimana yang terjadi dalam pemilihan Presiden Amerika, dan pilkada di Jakarta, dusta, fitnah, dan manipulasi kata dan fakta berkecamuk. Para politikus dan aktivis tak lagi merasa perlu mengacu pada nilai yang universal.

Berbeda dengan politik di zaman yang terdahulu. Dulu kebohongan juga disebar dan dikomunikasikan, namun dengan argumen yang mengacu pada kebenaran, meskipun

DUSTA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 436: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

407 Catatan Pinggir 12

kebenaran yang lemah dan hanya lamat-lamat. Dulu diam-diam masih ada pengharapan bahwa dusta yang diucapkan itu, melalui waktu dan adu pendapat, akhirnya akan bisa diterima siapa saja. Ketika para propagandis Nazi berpedoman bahwa ”kebohongan yang terus-menerus diulang akan jadi kebenaran”, orang-orang Hitler itu sebenarnya masih mempedulikan kebenaran, meskipun dengan sikap kurang ajar dan sinis.

Kini dusta dan manipulasi dilakukan tanpa peduli itu. Faktor yang baru dalam komunikasi politik yang sarat dusta kini adalah kecepatan. Teknologi, dengan Internet, membuat informasi dan disinformasi bertabrakan dengan langsung, dalam jumlah yang nyaris tak terhitung, menjangkau pendengar dan pembaca di ruang dan waktu yang nyaris tak terbatas. Bagaimana untuk membantah? Bagaimana memverifikasi?

Pernah zaman ini mengharap Internet akan membawa pencerahan. Informasi makin sulit dimonopoli. Ketertutupan akan bocor. Dialog akan berlangsung seru. Yang salah diperhitungkan ialah bahwa media sosial yang hiruk-pikuk kini akhirnya hanya mempertemukan opini-opini yang saling mendukung. Yang salah diperkirakan ialah bahwa dalam banjir bandang informasi kini orang mudah bingung dan dengan cemas cenderung berpegang pada yang sudah siap: dogma, purbasangka yang menetap, dan takhayul modern, yaitu ”teori” tentang adanya komplotan di balik semua kejadian.

Tak ada lagi Hakim dan Juri yang memutuskan dengan berwibawa mana yang benar dan yang tidak, mana yang fakta

DUSTA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 437: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

408 Catatan Pinggir 12

dan mana yang fantasi. Media, komunitas ilmu, peradilan: semua ikut kehilangan otoritas, semua layak diduga terlibat dalam orkestrasi dusta yang luas kini.

Dan agama? Yang tak disadari kini: agama telah mengalami sekularisasi, ketika Tuhan jadi alat antagonisme politik, bukan lagi yang Mahasuci yang tak dapat dijangkau nalar dan kepentingan sepihak.

TEMPO, 13 November 2016

DUSTA

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 438: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

409 Catatan Pinggir 12

TruMP

DONALD Trump adalah gejala penyakit kambuhan Amerika. Penyakit ini bermula dari sederet ketimpangan.

Ada ketimpangan sosial antara yang kaya dan yang miskin, antara yang ”sudah sangat kaya” dan ”belum kaya”. Di sini, garis pemisah makin tegas dan tebal dalam tiga dasawarsa terakhir. Memang diyakinkan berulang-ulang sahihnya ”impian Amerika”, impian yang jadi sejenis iman, bahwa siapa pun di negeri itu, bila bekerja keras, bisa mencapai kehidupan yang jaya. Tapi sebagaimana layaknya mimpi, ia dimulai dari tidur. Dan masyarakat Amerika lama tertidur: mereka tak melihat bahwa gerak ke atas dalam mobilitas sosial sangat terbatas; yang miskin umumnya tetap miskin. Pada saat yang sama, kian miskin seseorang, kian terbatas modal informasi (terkadang disebut ”modal budaya”) untuk menang bersaing.

Maka timpang juga kesetaraan dalam kesiapan persepsi. Di sebelah sini hidup mereka yang lebih mengenal dunia yang rumit dan aneka warna; di sebelah sana berjubel mereka yang tak kenal, bahkan menolak, dunia itu. Dalam kancah yang egosentris itu, tiap yang ”asing”, dari ”luar”, un-American—sosialisme, komunisme, Yahudi, Islam—membangkitkan waswas. Apa yang belakangan ini disebut sebagai ”populisme” berkecamuk dengan paranoia, rasa terancam, dan kebencian.

Populisme pun jadi suara parau yang membentuk dan dibentuk antagonisme, terutama ketika situasi terasa menekan dan kekuasaan yang menjaganya dianggap berkepala batu.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 439: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

410 Catatan Pinggir 12

Kelompok-kelompok politik mulai terbentuk. Hasilnya satu mata rantai ketidakpuasan. Mereka memandang diri sebagai ”Kami”, ”Rakyat” yang padu, menghadapi ”Yang Lain” yang isinya mereka bayangkan berdasarkan amarah saat itu. Mereka melihat lembaga-lembaga sosial-politik yang ada selama ini tak membawa suara ”Rakyat”. Partai politik dan politikusnya dikuasai ”Yang Lain”, yakni kaum elite. Media massa serta media sosial dikendalikan orang-orang di atas. Mereka melawan.

Beberapa bulan sebelum kemenangan, Donald Trump dikecam para pembesar Partai Republik—partai politik yang notabene mendukungnya dan mencalonkannya. Tapi di hari pemilihan ia justru dengan gemuruh dipilih langsung oleh ”Rakyat”.

Pelbagai kecenderungan ”populis” yang memusuhi ”Yang Lain” tampak bergabung di sini. ”Yang Lain” bisa berarti para pemimpin politik di ibu kota. ”Yang Lain” bisa berarti imigran Meksiko, Muslim, orang Hitam, kaum gay, para intelektual, dan seniman yang membela minoritas-minoritas ini dengan bahasa yang jauh dari ”Rakyat”. ”Yang Lain” juga bisa berarti pendukung ”perdagangan bebas” dan ”globalisasi” yang bagi suara populis ini hanya menguntungkan ”bukan kami”.

Tampak, populisme ini tak bisa disebut ”kanan” tak pula bisa dicap ”kiri”. Penamaan dan label lama sudah tak bisa berlaku.

Tapi pada saat yang sama, bayang-bayang kemarahan dan kebencian masa lalu muncul kembali. Penyakit lama kambuh mencari antagonisme baru. Rasisme Putih yang menampik dan mencurigai orang Hitam, Kuning, Cokelat lahir dari

TRUMP

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 440: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

411 Catatan Pinggir 12

sedimentasi purbasangka abad lalu ketika kata ”Negro” berarti penghinaan. Semangat feminis yang menegaskan hak perempuan untuk mengelola fungsi keibuan kaum wanita—termasuk dalam memilih untuk tak melahirkan—dicurigai sebagai penyebab susutnya penduduk kulit putih dan guncangnya nilai-nilai keluarga yang dianggap jadi benteng Mayoritas. Demikian juga homoseksualitas dimusuhi dengan doktrin- doktrin agama yang cemas dari abad ke abad.

Tak mengejutkan bila populisme dengan cepat bertaut dengan konservatisme.

Donald Trump adalah pengingat bahwa proses demokrasi memang bisa membuat perubahan, tapi perubahan tak dengan sendirinya berarti kemajuan, tak pula berarti perbaikan. Dengan catatan, bila pengertian ”maju” dan ”lebih baik” masih tetap seperti yang disepakati sejak dunia modern menetapkan diri.

Modernitas melihat sejarah ibarat arus sungai ke arah muara kemerdekaan manusia—dan itu dianggap arah yang lebih baik. Populisme abad ke-21 menunjukkan pandangan yang sebaliknya: arah yang lebih baik itu omong kosong. Kemerdekaan (yang dilihat sebagai hidup yang liar dan centangperenang) adalah kemerosotan. Persaudaraan antarmanusia hanya bisa secara terbatas, atau bila tidak, akan merusak kemurnian etnis atau nilai-nilai ”Kami”. Dengan itu populisme menggabungkan konservatisme dengan sikap reaksioner yang meledak-ledak.

Amerika kini menampakkan diri sebagai masyarakat yang macam itu—memandang dunia dengan kelam dan tak punya kemampuan berharap. Yang mencemaskan bukanlah

TRUMP

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 441: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

412 Catatan Pinggir 12

kepemimpinan Donald Trump; ia hanya symptom. Yang mencemaskan ialah bahwa sebuah negeri yang punya lembaga pendidikan terbaik di dunia, ilmuwan yang teruji, karya sastra dan seni yang tak henti-hentinya kreatif, ternyata dengan gampang jatuh jadi katak yang meradang tapi setia di bawah tempurung.

TEMPO, 20 November 2016

TRUMP

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 442: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

413 Catatan Pinggir 12

KITMAN

ADA sebuah dusta yang dilembagakan. Ia disebut kitman. Di dalam sejarah Islam, terutama di Persia, laku itu—

sebenarnya sebuah muslihat, yang juga disebut taqiya—sudah dijalankan berabad-abad. Mungkin ia tumbuh ketika kekuasaan yang keras mengambil alih ajaran dan agama jadi represi.

Baru pada abad ke-19 orang Eropa mengenal, dengan rasa takjub, bahwa ada dusta yang semacam itu.

Setidaknya seorang Arthur de Gobineau. Novelis dan penulis perjalanan ini lebih dikenal sebagai pembawa ”teori” bahwa orang kulit putih adalah ras yang paling ulung; pengaruh Gobineau dalam hal ini merasuk jauh ke dalam pemikiran ideologi Nazi dan kaum rasis Amerika yang, sampai di zaman Trump ini, menolak mereka yang berbeda. Tapi Gobineau juga menulis buku-buku lain. Menarik bahwa ia sebenarnya tak sepenuhnya negatif dalam memandang bangsabangsa yang bukan ”putih”. Bukunya tentang agama-agama di Asia Tengah (Gobineau pernah jadi diplomat Prancis di Persia), terutama tentang Bahai, dianggap cukup akurat dan mengandung simpati—atau setengah simpati setengah bingung.

Islam, menurut Gobineau, cenderung bersifat toleran dan inklusif. Dengan syahadat yang bersahaja, agama ini mengundang tiap orang buat menerimanya. Agama ini jadi ”selimut yang nyaman” yang melindungi seluruh ”gagasan

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 443: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

414 Catatan Pinggir 12

lama dan yang bercampuran, yang mekar tiap hari di sebidang tanah yang mengandung begitu banyak hal-ihwal yang sedang membusuk”.

Dalam kecenderungan itu, sifat fanatik ”adalah fenomen yang tak cocok bagi semangat orang Timur”. Tak ada ”kebencian bersama yang tegas batasannya”. Yang ada adalah kelompok- kelompok kecil atau perseorangan, dan di sekitar itu orang bisa keluar-masuk ”tanpa berisik dan tanpa heboh”. Semua menganggap diri pemilik kebenaran dalam segala hal, tapi mereka ”terlalu lemah dan terlalu sibuk mempertahankan diri hingga tak punya waktu senggang, rencana besar, keberanian, dan tekad yang kukuh yang melahirkan fanatisme”.

Dalam keadaan itu, hidup dan keyakinan tak putus-putusnya menahan diri untuk tak menonjol. Atau menghindari konfrontasi. Atau bernegosiasi. Atau berpura-pura.

Seorang sufi, kata Gobineau dalam Les religions et les philosophies dans l’Asie centrale, mengatakan dengan bisik-bisik kepadanya bahwa di Persia tak ada seorang pun muslim yang penuh, tak terdapat musulman absolu.

Ada sikap palsu yang meluas. Kitman dipakai hampir tiap kali—sebuah praktek yang, menurut Gobineau, sudah berlangsung sejak ajaran Zoroaster yang represif ketika jadi agama negara. Para pendeta Zoroaster menjalankan kekuasaan yang mencekik. Dengan paksa mereka mengusut ketulusan iman tiap orang.

Orang Persia, yang tak betah dengan tekanan itu, menyembunyikan penolakan mereka kepada kepercayaan resmi. Berangsur-angsur mereka mengembangkan teknik

KITMAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 444: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

415 Catatan Pinggir 12

dusta yang memperdaya untuk menutupi ”cara beragama mereka yang tersembunyi”.

Kitman, menurut Gobineau, adalah ”sejenis karnival yang terus-menerus”, yang membuat para pelakunya tak terjangkau serangan. Ia semacam samaran dan cara menghindar. Mereka berbicara dengan fasih dan cerdas menggunakan argumen dan istilah yang lazim dipakai para ulama yang berkuasa, tapi sebenarnya mereka menentang doktrin yang dipaksakan. Mereka ibarat mengenakan cadar yang tergantung dari atas—meskipun di bawah tak ada yang menambatkan kain itu, hingga jika angin bertiup, akan tampak apa yang di baliknya.

Dengan kata lain, kitman adalah gejala ketidakbebasan bicara, cara cerdik di bawah sebuah kekuasaan theokratis yang memasung badan dan jiwa. Kitman adalah kiat bersembunyi ketika orang bisa dibunuh karena berbicara lain, berpikir lain. Kitman, lama-kelamaan, mendorong orang untuk berkompromi dengan dusta, sebab ia sendiri dusta tempat berlindung—dan tak jarang membangun ketakjelasan dan kebingungan.

Dalam sejarah Indonesia, teknik persembunyian itu berkembang biak ketika Islam pertama kali menguasai kerajaan-kerajaan Jawa di pesisir abad ke-15. Legenda Syekh Siti Jenar dan segala variasinya, bahasa dan cerita yang dipakai mereka yang menolak ajaran dengan diam-diam atau setengah diam-diam, frasa-frasa yang ambigu kaum ”kebatinan” yang menampik hukum syariat—semua itu sejenis kitman yang subur.

Kisah Siti Jenar yang sangat absurd, tentang orang yang dibunuh para ulama tapi tetap jadi pembangkang yang tak

KITMAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 445: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

416 Catatan Pinggir 12

bisa mati, agaknya diciptakan para pelaku kitman untuk menyembunyikan dan memberi makna bagi ”kesesatan” yang tak bisa takluk.

Gobineau sedikit mencemooh perilaku di dunia muslim itu—sebab dusta yang merata semacam itu, menurut dia, tak ada di Eropa. Ia tak melihat bahwa penindasan tak pernah bisa sepenuhnya menang, juga di dunia Islam. Di bawah tekanan, muslihat adalah mencipta dan mencipta adalah muslihat. Ulama dengan ”lembing katanya” (untuk memakai kiasan Chairil Anwar) hanya akan menusuk angin.

TEMPO, 27 November 2016

KITMAN

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 446: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

417 Catatan Pinggir 12

YANG DITAMPIK

YANG ditampik, yang berdosa, yang sifilis, yang perempuan, yang tak punya apa-apa, adalah Maria

Zaitun. Kita tak mudah melupakan tokoh dalam sajak Rendra itu. Dalam kesakitan ia memperkenalkan diri dengan lurus: ”Maria Zaitun namaku/Pelacur yang sengsara/Kurang cantik dan agak tua”.

Kita akan selalu teringat adegan dalam sajak ”Nyanyian Angsa” ketika pelacur lapuk itu diusir dari bordil. Sang germo menilai pekerja seks ini—komoditas ini—sudah tak akan menghasilkan uang lagi. Perempuan itu pun melangkah ke jalan, tak tahu akan ke mana:

Jam dua-belas siang hari.Matahari terik di tengah langit.Tak ada angin. Tak ada mega.Maria Zaitun ke luar rumah pelacuran.Tanpa koper.Tak ada lagi miliknya.Teman-temannya membuang muka.

Sempoyongan ia berjalan.Badannya demam.Sipilis membakar tubuhnya.Penuh borok di klangkangdi leher, di ketiak, dan di susunya.Matanya merah. Bibirnya kering. Gusinya berdarah.Sakit jantungnya kambuh pula.

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 447: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

418 Catatan Pinggir 12

Maria Zaitun tak hanya sakit parah; ia sampah. Ketika ia pergi ke dokter langganannya, ia hanya diinjeksi vitamin C. Tuan dokter tahu pasien itu tak bisa bayar, dan ”sudah jelas” hampir mati. Kemudian, ketika ia datang ke pastoran (”Saya perlu Tuhan atau apa saja/ untuk menemani saya”), ia diha dapi seorang rohaniwan yang kenyang dan tak peduli. Dengan bau anggur di mulutnya sang pastor menyatakan tak bersedia menerimanya.

Dan Maria Zaitun pun angkat kaki ketika bapa pastor memutuskan bahwa pendosa yang setengah sekarat itu adalah orang yang setengah gila. Ia perlu psikiater, ujarnya, bukan pastor.

Sajak ”Nyanyian Angsa” memang menusuk di sini: kalkulasi laba-rugi dalam perdagangan seks dan ketabiban telah membuang Maria Zaitun; kini di tempat di mana kasih Tuhan dikutip dengan takzim ia juga persona non grata. Agama telah jadi tembok.

Andai masih hidup hari ini, Rendra mungkin akan dihukum; ”Nyanyian Angsa” jelas ”melecehkan agama”—meskipun dengan alasan yang adil. Sajak ini dengan lugas mem perlihatkan bagaimana agama telah jadi Orde yang dijaga hakim-hakim, bukan lingkungan yang menemani yang daif dan luka. Para hakim inilah yang membagi siapa yang di dalam dan siapa yang harus di luar. Di sana vonis pastor (atau ulama) berkuasa: ”Kamu telah tergoda dosa”. Dan keputusan itu didukung lambang-lambang keabadian.

Ada sosok penting dalam ”Nyanyian Angsa”, meskipun tak di pusat adegan: ”malaikat penjaga firdaus”. Dalam tiga refrain sajak ini, makhluk surga itu kadang-kadang tampak tampan,

YANG DITAMPIK

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 448: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

419 Catatan Pinggir 12

dingin, atau jahat. Tapi selamanya ”dengki”.Dengki adalah sikap penuh cemburu, curiga, dan benci.

”Nyanyian Angsa” memperlihatkan bahwa firdaus—yang sering digambarkan secara hiperbolik sebagai karunia nikmat dan suci—adalah wilayah diskriminasi yang bengis. Malaikat, makhluk yang murni itu, akan mengusir mereka yang najis, yang tak murni.

Siapa? Maria Zaitun, tentu. Tapi jika memang ada ukuran keadilan yang universal—jika ada keadilan Tuhan—si germo, si dokter, bahkan si pastor juga berdosa; mereka keji.

Tapi dengki tak pernah adil.Dengki menyusun tembok, dan tembok dikukuhkan

kekuasaan, dan kekuasaan jadi Sang Penampik. Dengan Kitab yang tak dibantah, dengan suara berwibawa atau memekik, Sang Penampik (ia bisa juga polisi, atau suara keras mayoritas) menyusun secara sepihak ukuran yang diberlakukan kepada siapa saja. Dengan itu seseorang atau sekelompok manusia diterima atau diusir—sebuah ”politik pengakuan”, politics of recognition, yang selektif. Sasarannya bukan hanya seorang Maria Zaitun, tapi juga (tergantung di mana kebencian diletakkan): yang hitam, yang cina, yang arab, muslim, kristen, yahudi, syiah, ahmadiyah, liberal, komunis, LGBT.... Pendeknya ”yang-lain”.

Sekilas tampak, kezaliman Sang Penampik untuk meniadakan ”yang-lain” itu berbeda dengan ketakpedulian (bahkan pengisapan) si kaya terhadap si miskin. Sekilas tampak, tak adanya keadilan dalam ”politik pengakuan”—dengan memberlakukan diskriminasi rasial, agama, atau gender—tak berkaitan dengan tak adanya keadilan sosial.

YANG DITAMPIK

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 449: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

420 Catatan Pinggir 12

Tapi lihat baik-baik: dalam hidup yang mengalir, per-bedaan yang ditetapkan Sang Penampik, yang membuat seseorang atau sekelompok manusia dipojokkan, tak pernah jadi klasifikasi sosial yang beku. Maria Zaitun tak cuma pelacur yang diperas; ia juga si sifilis yang ingin ditemani Tuhan, ”pendosa” yang dianggap layak disumpahi laki-laki. Sang Penampik memproduksi si lemah, dan si lemah berakhir sebagai korban—dalam pelbagai versi.

Dan pembebasan? ”Nyanyian Angsa” bercerita, akhirnya hanya korban lain yang mampu membebaskan—dengan menerima si najis sebagai sesama dan melepaskannya dari eksploitasi. Setidaknya dalam imajinasi. Sang pembebas, yang memeluknya dengan penuh cinta di saat ajal, adalah sebuah kehadiran yang pernah difitnah, dicerca, disalibkan.

TEMPO, 4 Desember 2016

YANG DITAMPIK

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 450: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

421 Catatan Pinggir 12

FIDEL

DI kamar pribadinya di Palacio de la Revolución—sebuah ruang besar yang tak berhias—Fidel Castro bekerja di

antara puluhan buku yang tersusun di lemari dan beberapa raut patung.

Tampak wajah mendiang José Marti, tentu. Penyair, esais, dan aktivis penggerak revolusi kemerdekaan Kuba di akhir abad ke-19 ini sering disejajarkan dengan dirinya, tokoh revolusi abad ke-20. Kini mausoleumnya di Santiago de Cuba akan didampingi makam Castro. Marti tewas 18 Mei 1895, dalam pertempuran melawan tentara Spanyol. Tapi bersama sajak yang kemudian jadi lagu nasional yang termasyhur, Guantanamera, ia menanamkan dendam pembebasan seperti api dalam sekam.

Sajakku adalah kijang lukayang mencari tempat berlindung di tinggi gunung

Mi verso es un ciervo herido, que busca en el monte amparo

Ada sikap gagah dalam perumpamaan yang puitis itu—sebuah tekad justru ketika harapan nyaris mustahil; Marti gugur hanya sebulan setelah pertempuran dimulai. Tapi ia bukan lambang kekalahan. Pada 1953, ketika Castro gagal dalam pemberontakan pertama menentang rezim Batista, dan ia dihadapkan ke depan mahkamah yang akan

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 451: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

422 Catatan Pinggir 12

menghukumnya, kata-kata Marti tercantum dalam pleidoinya yang lantang: ”Bahkan dari dalam gua, kehendak keadilan lebih kuat ketimbang tentara.”

Tapi meja Castro tak hanya dihiasi patung penyair dan pejuang kemerdekaan yang legendaris itu. Ada sebuah karya seni rupa yang lain: rautan kawat yang menggambarkan Don Quixote dengan kudanya yang kerempeng, Rocinante. Tokoh fiktif karya Cervantes ini sosok yang sering diolok-olok—pengelamun tua yang ingin menegakkan nilai-nilai kesatria yang kuno di zaman yang serba praktis.

Tapi Don Quixote de La Mancha memikat imajinasi banyak orang justru karena ia menggapai yang tak mungkin. Kemajenunannya, atau tekadnya, seakan-akan yang menggerakkan perubahan sejarah. Menjelang pergi meninggalkan orang tuanya di Argentina, Che Guevara menulis kata-kata pamitan yang kocak, sadar akan tekad dan impiannya yang mungkin konyol seperti lamunan laki-laki aneh dari La Mancha. ”...Aku rasakan tulang rusuk Rocinante di bawah tungkai kakiku”—dan ia pun berangkat untuk memerdekakan rakyat di mana-mana.

Seorang revolusioner yang baik perlu punya kemampuan melihat diri sendiri di atas seekor kuda kurus. Revolusi adalah transformasi besar-besaran, dengan harapan yang gigantis, dan sebab itu kaum revolusioner mudah terjebak dalam waham tentang kekuatan dan kekuasaan yang nyaris tanpa batas. Marx mengingatkan salahnya waham itu: ”Manusia membuat sejarahnya sendiri, tapi mereka tak membuatnya dengan sekehendak hatinya.”

Dengan kata lain, ”membuat sejarah” perlu semangat besar

FIDEL

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 452: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

423 Catatan Pinggir 12

tapi pada saat yang sama juga kesadaran akan ironi. Cerita perjuangan Castro bisa dikatakan berhasil ketika ia mengakui bahwa sampai hari ini Kuba belum selesai.

Dari sel penjaranya, ketika ia dihukum setelah gagal memimpin pemberontakan tahun 1953, Fidel menulis sepucuk surat kepada temannya: ”Kita masih punya kekuatan buat mati dan tinju buat berkelahi.”

Ia kemudian bebas. Menyusun kembali perlawanan. Klimaksnya adalah 25 November 1956: penyeberangan di atas kapal Granma, dari pantai timur Meksiko ke daratan Kuba. Kapal kayu itu seharusnya hanya memuat selusin orang tapi, dengan tekad Castro yang keras, diisi dengan 90 pejuang. Menempuh laut yang diguyur hujan dalam ombak yang keras, setelah tujuh hari di laut mereka sampai di pantai Kuba. Tapi sedikit meleset dan terlambat. Lelah dan lapar, mereka disambut tembakan musuh yang sudah menunggu. Separuh dari mereka tewas. Tapi Revolusi Kuba mulai.

Dan Castro maju terus, dengan susah payah, tapi dengan pengalaman dan tekad yang makin bertambah, setelah kemenangan pertama atas pasukan Rezim Batista di pertengahan Januari 1956. Kurang dari dua tahun, kaum revolusioner menang.

Yang mengagumkan, di hari-hari itu Castro tak menunjukkan sikap jemawa. Ia tak merasa Revolusi Kuba lebih unggul ketimbang revolusi lain. Ia juga tak hendak melambungkan diri. Ia bahkan tak ingin jadi presiden setelah menang. Ia memandang dirinya sebagai seorang revolusioner yang tak akan tenang di kursi, atau pensiun—karena, seperti diakuinya, masih banyak yang timpang di Kuba, masih banyak

FIDEL

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 453: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

424 Catatan Pinggir 12

kerja revolusi yang, untuk memakai kata-kata Chairil Anwar, ”belum selesai, belum apa-apa”.

Tapi sejarah punya tikungan yang tak terduga. Castro wafat ketika dunia sedang bergerak ke arah balik: ke pelukan kaum ”reaksioner”, mereka yang mau mengubah dunia ke bentuk yang dulu pernah ada, mereka yang menentang demokrasi, kesetaraan sosial, solidaritas bangsa-bangsa. Masa depan, bagi kaum Islamis di Timur Tengah dan Indonesia, sebagaimana bagi kaum Fasis di Eropa dan Amerika, adalah masa lalu.

Castro meninggalkan kita ketika Donald Trump naik takhta.

TEMPO, 11 Desember 2016

FIDEL

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 454: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

425 Catatan Pinggir 12

AMArAH

NEGERI ini didirikan dengan impian yang ramah. Tapi itu tiga perempat abad yang lalu.

Kita ingat: menjelang 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan didengungkan sebagai sesuatu yang aktual (”sekarang!” seru Bung Karno pada 1 Juni tahun itu), ada keyakinan: ”Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan rakyat kita!” seperti kata Bung Karno. Ada harapan rakyat Indonesia punya potensi penuh untuk jadi manusia yang tak terbelenggu, karena kemerdekaan politik adalah ”jembatan emas”—gilang-gemilang, kukuh, dan aman untuk mencapai yang dituju.

Tapi semenjak tiga perempat abad lalu, ”jembatan emas” itu ternyata impian yang terlalu manis atau retorika yang khilaf: Indonesia pasca-kolonialisme adalah juga sebuah negeri yang penuh kekerasan, ketidakadilan, konflik, kecurangan.

Tampak pula bahwa sebagian besar ”rakyat” bukan pribadi-pribadi yang menentukan pilihan sendiri. Mereka yang miskin dicengkeram ketimpangan sosial. Mereka yang bersuara disumpal dogma. Mereka yang bersikap ternyata tak berani melepaskan diri dari panutan kolektif.

Impian yang ramah juga terasa ketika dalam pidato 1 Juni itu Bung Karno menegaskan: negara Indonesia yang akan berdiri ”bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan”, melainkan negara ”satu buat semua, semua buat satu”. Bung Karno meyakini, dalam proses perpaduan antara ”satu” dan ”semua” itu akan efektif

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 455: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

426 Catatan Pinggir 12

”musyawarah”, lewat suatu proses politik dengan perwakilan rakyat.

Tiga perempat abad kemudian inilah yang sering dialami: ”musyawarah” bisa berarti pengekangan yang tersamar terhadap pendirian yang berbeda; ”perwakilan rakyat” jadi parlemen yang diangkat seorang diktator atau diseleksi para pendukung oligarki. Tak jarang dari sana berkuasa suara yang digerakkan hasutan, uang suap, atau kepicikan.

Kemudian, mimpi yang ramah 1945 pun terguncang bersama sejarah dunia yang terguncang. Tiga kali, setidaknya.

Yang pertama gagalnya ikhtiar besar untuk mendirikan masyarakat yang tumbuh dalam kesetaraan. Sosialisme bukan lagi janji masa depan yang pasti; sosialisme kini jadi petilasan masa silam—mungkin terasa indah atau sebaliknya grotesk, tapi tak bergerak.

Yang kedua ketakaburan dan kesia-siaan ”globalisasi”. Pernah ada janji, menyebarnya modal dan perdagangan bebas ke segala penjuru akan membuahkan rasa kenyang dan perdamaian. ”Tak ada dua negeri yang sama-sama punya McDonald’s pernah bertempur satu sama lain, sebab masing-masing punya McDonald’s-nya sendiri,” kata suara yang paling optimistis tentang globalisasi, diwakili Thomas L. Friedman.

Tapi ternyata McDonald’s bukan lambang dan jalan damai, melainkan, sebagai modal, penyebab kegendutan dan keretakan. Hanya sedikit yang bisa menikmati akumulasi modal global—dan bagi yang tak kebagian, McDonald’s (atau mobil Ferrari, atau koper Louis Vuitton) menandai sesuatu yang mudah dicurigai: benda dari kebudayaan dan keserakahan asing. Globalisasi pun ditentang—juga di Amerika Serikat dan

AMARAH

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 456: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

427 Catatan Pinggir 12

Eropa, dua wilayah ekonomi yang paling kuat berperan dalam penyebaran modal yang lepas dari perbatasan itu.

Yang ketiga: kegalauan, amarah, dan kekerasan yang merundung orang-orang beragama. Yang paling nyaring, kita tahu, terdengar dari ”dunia Islam”.

Dalam sebuah esai yang baru-baru ini terbit di The Guardian, yang merekam dengan peka dan menilik dengan dalam hiruk-pikuk dewasa ini, Pankaj Mishra menyebut masa ini sebagai ”Zaman Kemarahan”.

Ia tak membatasi ”kemarahan” kolektif itu di dunia Islam tempat terorisme tumbuh. Amarah yang seperti api dalam sekam itu juga terdengar sebagai suara pelbagai kaum di pelbagai negeri. Tapi Indonesia hari-hari ini menyaksikan yang lebih khusus—sesuatu yang tak dikenal tiga perempat abad yang lalu, dalam mimpi ramah para pendiri Republik: kebencian yang diteriakkan, permusuhan yang menghalalkan fitnah dan dusta, demagogi ala Rizieq.

Apa gerangan sebabnya? Mishra menyebut satu pengertian yang dulu antara lain dikemukakan Nietzsche ketika mengamati gejala psikologi kaum yang beragama: ressentiment. Dalam kata ini terkandung ”paduan yang intens rasa iri, rasa terhina, dan tak berdaya”—seperti dahulu, ketika para ulama Yahudi dikungkung hegemoni Romawi.

Kini di kalangan ulama Islam ressentiment itu juga menunjukkan sesuatu yang intens: sebuah frustrasi. Mereka sadar tapi tak mau mengakui bahwa apa yang disebut ”Barat”, yang sebenarnya campuran yang hidup dari pelbagai anasir, tak henti-hentinya berada dalam hegemoni, sementara dunia Islam tak mampu lagi menghasilkan sesuatu yang berarti bagi

AMARAH

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 457: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

428 Catatan Pinggir 12

peradaban. Frustrasi itu jadi suara amarah yang makin nyaring tapi tak beroleh jalan ke luar, kecuali penghancuran.

Sampai kapan, kita tak tahu. Yang jelas, Indonesia bisa terbangun dari impian ramah 1945—atau cuma ketakutan.

TEMPO, 18 Desember 2016

AMARAH

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 458: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

429 Catatan Pinggir 12

CALAS

IA tak percaya kepada agama apa pun. Voltaire hanya percaya kepada Tuhan—dan ia selalu dikenang karena kecamannya

yang keras dan mendasar. Dan bertalu-talu.Sastrawan, penulis lakon, esais, dan pemikir yang

terkemuka di Eropa ini menggugah dalam menyampaikan pikiran, kocak dalam mengejek. Nada tulisannya ceria, baik dalam berkisah maupun dalam polemik. Tapi sejak awal 1760-an, Voltaire kehilangan sikap cerianya; dari penanya lahir pamflet-pamflet yang marah.

Persisnya sejak Maret 1762, setelah seseorang bernama Jean Calas dijatuhi hukuman agar disiksa dan dibunuh.

Syahdan, saudagar tekstil yang sukses di Toulouse ini di umur 68 tahun dihukum karena kematian anak sulungnya, Marc-Antoine. Bersama tiga anaknya yang lain dan seorang pelayan, Calas dituduh berkomplot membunuh pemuda itu. Dugaan, atau dakwaan, atau desas-desus: mereka, orang Protestan, melakukan kejahatan itu karena marah ketika tahu anak muda itu telah murtad dari agamanya dan siap memeluk keyakinan Katolik.

Keluarga Calas membantah: Marc-Antoine mati karena gantung diri. Pemuda berumur 29 tahun itu masuk ke sekolah tinggi hukum, tapi tanpa harapan akan dapat bekerja. Undang-undang Prancis waktu itu melarang orang berpraktek sebagai dokter dan pakar hukum kecuali bila ia punya sertifikat yang menunjukkan ia seorang Katolik. Marc-Antoine menolak

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 459: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

430 Catatan Pinggir 12

berpindah agama, tapi ia juga tak bisa cari nafkah lain dan tak menyukai bekerja di toko ayahnya, sementara utangnya menumpuk di meja judi. Agaknya pemuda pemurung ini jengkel dengan nasibnya, merasa hina-dina di antara keluarganya, atau putus asa—dan memilih mati.

Seharusnya Calas mengungkapkan itu kepada polisi. Tapi ketika ia diinterogasi pertama kalinya, ia mencoba membuat cerita bahwa Marc-Antoine tewas terbunuh, dan si pembunuh raib. Agaknya ini caranya untuk mengelakkan sesuatu yang juga menakutkan: di masa itu, di Prancis, jasad seseorang yang bunuh diri akan ditelanjangi dan diseret sepanjang jalan. Tapi dengan cerita palsunya, Calas membuat penyebab kematian Marc-Antoine makin kabur. Para dokter yang memeriksa mayatnya menyimpulkan: pemuda malang itu ”digantung hidup-hidup, oleh dirinya sendiri atau oleh orang-orang lain”.

Tiga puluh enam jam setelah disekap di dalam sel bawah tanah, barulah Calas mengatakan: Marc-Antoine ”digantung hidup-hidup oleh dirinya sendiri”.

Sistem peradilan Prancis di abad ke-19 tak punya asas ”praduga tak bersalah” atau cara lain untuk melindungi seorang tersangka dari prasangka dan fitnah. ”Satu bisikan dapat mematikan bagaikan sampar,” kata seorang penulis. Dan di hari-hari itu, sampar berkembang lewat desas-desus dan kabar angin, tatkala penyebab kematian anak muda itu serba meragukan.

Pada akhirnya Calas dibawa ke depan mahkamah (”parlemen”) dan para hakim yang mengadilinya memutuskan: si terdakwa harus dipaksa agar menunjuk nama-nama anggota komplotannya—lalu tubuhnya dipatahkan dengan roda, dan

CALAS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 460: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

431 Catatan Pinggir 12

dibakar.Calas tak menyebut nama siapa pun, sebab memang tak

ada. Maka siksaan dijalankan. Ada tahap ketika mulutnya dicagak dengan dua tongkat agar terbuka dan disentor air berkendi-kendi dan kemudian lubang hidungnya dipencet. Ketika tak ada juga pengakuan, ia dibawa ke depan umum, diarak ke alun-alun, diangkat ke perancah, dan diikat ke sebuah salib berbentuk X. Seorang algojo dengan besi panas menghancurkan tulang-tulang orang tua itu. Setelah tubuhnya patah, ia ditautkan dengan sebuah roda dan mukanya dihadapkan ke langit. Dua jam lamanya. Tapi ia tak juga mengakui kesalahannya, tak mau melepaskan imannya. ”Aku mati tanpa salah,” katanya. Ia dicekik. Tubuhnya dilontarkan ke api....

Écrasez l’ infame! Ganyang kekejian itu! Dengan dua kata itu, yang artinya tak pernah persis tapi semangatnya menggelegak, Voltaire pun menyatakan perangnya kepada kebencian yang dinyalakan fanatisme agama. ”Orang yang mengatakan kepadaku, ’Berimanlah dengan imanku, kalau tidak, Tuhan akan mengutukmu,’ kini akan mengatakan, ‘Berimanlah dengan imanku, kalau tidak, aku bunuh kau’.”

Voltaire sendiri beriman kepada ”wujud” yang maha-luhur, tapi ia ”tak bergabung dengan salah satu sekte yang akan saling bantah.” Agama seorang ”deist”, katanya, adalah agama paling purba: semata-mata menjunjung satu Tuhan yang mendahului ”semua sistem di dunia”.

Ia telah menyaksikan bagaimana ”sistem” itu—sistem kepercayaan itu—tidak hanya mengikat, tapi juga membuat kecurigaan mudah dan paranoia gampang. Juga: permusuhan

CALAS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 461: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

432 Catatan Pinggir 12

dan prosekusi. Risalah tentang Toleransi yang ditulisnya ia tutup dengan sebuah doa: ”Semoga semua variasi kecil ini yang membedakan tiap zarah yang bernama manusia tak akan memicu kebencian dan penindasan.”

Di tengah suasana yang menyesakkan seperti Prancis di abad ke-18 itu, Voltaire seakan-akan berdoa di samping kita, di Indonesia, kini.

TEMPO, 25 Desember 2016

CALAS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 462: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

433 Catatan Pinggir 12

IndeKs

A Abdullah bin Abdulkadir Munsyi

9Abu Bakar al-Baghdadi 221Adorno, Theodor 199, 283, 335Akonjee, Maulama 361Alisjahbana, Takdir 73, 133, 307Amangkurat 261-264, 337-340Amichai, Yehuda 317, 318, 320Anderson, Benedict 209, 211-214,

216, 217, 242, 244, 404Anwar, Rosihan 89Anwar, Chairil 51, 107, 121, 124,

133, 204, 335, 359, 365, 377, 416, 424

Apin, Rivai 108, 140Arendt, Hannah 295Attar 325-328Ayaan Hirsi Ali 197-200B Bakhtin, Mikhail 324Bastian, Adolf 87Baudelaire, Charles 333-335, 378,

379Benjamin, Walter 168, 379, 386Benn, Gottfried 70Bergson 92, 93Bhima 230, 289, 389-392Bisri, Mustofa 297-300

Bonaparte, Napoleon 12, 377Bookchin, Murray 199Boym, Svetlana 246Brecht, Berthold 70, 381-384Breton, André 355Budiardjo, Carmel 293Budiman, Arief 205, 210Buendia, Aureliano 35, 36Bulgakov, Mikhail 279Bunsal, Januminro 267, 268C Calas, Jean 429Calasso, Roberto 299Camus, Albert 73, 75, 205, 238,

270Carroll, Lewis 40, 42Castro, Fidel 421-424Changgeng, Li 85Chwang, Yuan 98Cisneros, Francisco Jiménez de

306Coen, Jan Pieterszoon 329-331Cohen, Matthew Isaac 401-403Cornford, John 365-368D Dalai Lama 96Danton 59-62Darwin, Charles 141, 143, 367Dawkins, Richard 283

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 463: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

434 Catatan Pinggir 12

Derrida, Jacques 131, 292, 293, 296

Dinata, Nia 369, 370Dix, Otto 374Djoen, Oey Hay 296Drupadi 230, 289Dursasana 230, 289Dylan, Bob 393-396E Eagleton, Terry 6Eco, Umberto 257Einstein, Albert 269-272, 282Eisenhower 37Engels, Friedrich 273Fansuri, Hamzah 23Fayadh, Ashraf 253-256Foucault, Michel 32, 255, 256, 315Friedman, Thomas 275Fuadi, Ahmad 299G Galilei, Galileo 281-283Galip 15-17, 149, 152Geertz, Clifford 322Gibran, Kahlil 265, 268Gobineau, Arthur de 397, 398,

413-416Godber, Peter Fitzroy 19, 21Goens, Rijcklof van 263Goethe 12, 13, 269Gogh, Van 161, 163, 197, 198Gramsci, Antonio 285, 287Grass, Gunter 67-70Guevara, Ché 315, 422

H Habermas, Jürgen 346Hae, Zen 3Hamid, Amarzan Ismail 296Hamzah, Amir 138, 166, 250Hardojo 296Hardt, Michael 275Hassan al-Sabbah 222, 305, 307,

308Hatta, Muhamad 307, 406Haussmann, Baron 377, 378Havel, Vaclac 37, 38, 231Havelaar, Max 330Hegel, Georg Wilhelm Friedrich

241, 242, 291, 351Heidegger, Martin 100, 162-164,

202, 203Heine, Heinrich 305Heinemann, Margot 366-368Hemingway 108, 193, 194, 367Hirani, Rajkumar 23Hitler, Adolf 29, 57, 70, 229, 247,

307, 374, 398, 399, 407Hooker, Virginia 8Houellebecq , Michel 51-54Huang , Wen 64Hugo, Victor 379I Ibarra, José María Velasco 385,

387Isak, Joesoef 296Ismail, Usmar 134, 369J J.J. Abrams 227

INDEKS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 464: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

435 Catatan Pinggir 12

INDEKS

Jacotot, Joseph 287Jeffers, Robinson 231Jefferson, Thomas 139Jenar, Syekh Siti 415Jing, Wong 19Johnson, Boris 342K Kaliayev, Yanek 205, 206Kalmar, Ivan 350Kalyayev, Ivan 239Kartini 137, 166, 358Kermani, Navid 177-180, 326, 327Ketua Mao 235Keulemans, Chris 189, 190Khan, Aamir 23Khrushchev, Nikita 312Klee, Paul 246Knackfuss, Hermann 399Kubrick, Stanley 225Kundera, Milan 289Kurtz 223, 224L Lang, Fritz 153-155Leibniz 29, 363Lenin 80, 81, 287, 311, 355, 374Lubis, Mochtar 72, 307Lucas, George 225Luther, Martin 258, 363M Mada, Gajah 31, 322Madasari, Okky 301Mahieu, Auguste 403Mahomet 11-14, 52Mallarmé, Stéphane 254, 255, 333

Malraux, André 133, 367Mandelstam, Osip 254Marcos, Subcomandante 313-316Marion, Jean-Luc 61, 284Márquez, Gabriel García 35Marti, José 421-422Marx, Karl 80, 84, 187, 238, 273,

291, 311, 315, 355, 366, 422Mayakovski 309-312McGlynn, John H. 8, 9Mix, Tom 226Monginsidi, Wolter 290, 293Monnet, Jean 346, 347Mooijman, Willem 373Mourad, Romo 177-179Mrazek, Rudolf 89Murakami, Haruki 82Napoleon III 377, 378Negri, Antonio 275Nietzsche, Friedrich 140, 239, 319,

427O Oetama, Jakob 242Omar 11Oppenheimer, Joshua 36, 157, 158Orwell , George 191, 192P Pamuk, Orhan 15Pangeran Alit 263Pangeran Purbaya 262Pasternak, Boris Leonidovich 310Peris, Daniel 80Picasso 254, 255, 355, 356, 367,

373-375

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 465: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

436 Catatan Pinggir 12

Pilatus, Pontius 277-280Pirsig, Robert M. 250, 251Plato 6, 57, 58, 333Poe, Edgar Allan 334Pol Pot 77, 229Prapanca 321-323Proudfoot, Ian 8Quixote, Don 111-114, 422R Raymond, Alex 226, 267Rediger 51, 52Redondi, Pietro 282Reid, Anthony 146, 172Ren, Kylo 228Rénan, Ernest 169Rendra 124, 126, 417, 418Rivera, Diego 353-356Ronggowarsito 107Rowland, Wade 282Rumi, Jalaluddin 91, 129S Said, Edward 78, 88Saleh, Muhammad 8, 9Sani, Asrul 74, 108Santoso, Tosca 266Scott, James 267Setiawan, Hersri 4Sharma, Anushka 25Shaw, George Bernard 271Situmorang, Sitor 3, 5, 6, 27, 123Sokrates 274Soeharto 181, 184, 186, 187, 213,

215, 265, 266, 293, 307Sombart, Werner 273

Spivak, Gayatri Chakravorty 285, 286

Stalin 72, 80, 81, 192, 229, 254, 310-312, 355, 374, 381, 387

Sukarno 170, 210, 307, 373Sultan Agung Mataram 262Sultan Amangkurat II 229Syahdan 16, 85, 115, 183, 201,

358, 429Syekh Abu Muhammad al-Adnani

222T Taylor, Jean Gelman 330Thay, Yap Gwan 402Toer, Pramoedya Ananta 32, 237,

295, 307Truman, Harry S. 36, 37Trump, Donald 229, 409, 410-

413, 424 Trunajaya 229-231, 264V Verlaine, Paul 333, 335Voltaire 11-14, 52, 429, 431, 432W Wahid, Abdurrahman 295Wallace, Alfred Russel 141Widodo, Joko 291Wilhelm II 399Winchester 7, 9Wispi, Agam 3, 5Wright , Richard 71-74Wuruk, Hayam 321-323Y Yew , Lee Kuan 55

INDEKS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 466: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

437 Catatan Pinggir 12

Yiwu , Liao 63, 85Z Zedong, Mao 31, 138, 387Zeno 282Žižek, Slavoj 238Zopire 11, 12

INDEKS

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 467: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

438 Catatan Pinggir 12

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka

Page 468: GOENAWAN MOHAMAD n · 2020. 2. 24. · dengan peristiwa yang sedang terjadi di Jakarta atau kota-kota lain. Untuk memetik contoh yang agak baru, Catatan Pinggir menuturkan peristiwa

ii Catatan Pinggir 6 iii Catatan Pinggir 6

GOEN

AWAN

MOH

AMAD Catatan

Pinggir

TEMPO PUBLISHING

12

GOENAWAN MOHAMAD

12

TEMPO PU

BLISH

ING

Catatan Pinggir

SELURUH karir kepenulisan Goenawan Mohamad bergerak di wilayah luas pemaknaan. Ia turut menyumbangkannya melalui perangkat pembentuk makna yang ampuh: tafsir.

Sepanjang menyangkut fi ksi, ruang tafsir terbuka selebar-lebarnya. Dalam pasar dan kontestasi makna itulah Catatan Pinggir memainkan peran aktif, meski ia melakukannya tanpa ambisi tinggi; hal yang memungkinkan staminanya terjaga hingga memasuki dekade kelima.

Dengan bentuknya yang ringkas-padat, Catatan Pinggir seperti gumaman kakofoni di tengah ceramah tokoh-tokoh besar—para pejabat negara, pemimpin-pemimpin dunia, ulama yang dipanuti jutaan orang, ilmuwan yang disanjung berkat temuan-temuan besar mereka.

Jika celetukannya tak digubris—ia tahu inilah yang selalu terjadi—ia tak jera. Dari pinggir, ia terus mencatat tiap pekan, sebab barangkali ia terutama sedang mencoba merumuskan tafsir baru atas fi ksi lama maupun baru untuk membentuk pemaknaan baru buat dirinya sendiri, dan mungkin sejumlah lingkungan audiens sasarannya.

Bentuk pendek Catatan Pinggir itu cocok pula untuk memenuhi kecenderungan penulisnya yang tak berminat menuntaskan pembahasan, sebab ia tak percaya isu-isu pelik kegemarannya bisa dibahas tuntas. Ia selalu memilih kebelumselesaian.

Selain penulis terbaik Indonesia sepanjang masa, Goenawan Mohamad adalah salah satu stylist terbaik dunia.

Ada tiga resep ampuh untuk dapat menghasilkan tulisan sebaik karyanya. Sayang sekali tidak ada orang lain yang tahu satu pun dari ketiganya.

(Hamid Basyaib)

Goenawan Mohamad

http

://fa

cebo

ok.c

om/in

done

siap

usta

ka