(GLWRU 7DWDU %RQDU 6LOLWRQJD...
Transcript of (GLWRU 7DWDU %RQDU 6LOLWRQJD...
PERSPEKTIFPERSPEKTIF
Universitas Pertahanan2018
Universitas Pertahanan2018
Editor: Tatar Bonar Silitonga
BUNGA RAMPAIMASALAH STRATEGIS DAN PERTAHANANBUNGA RAMPAIMASALAH STRATEGIS DAN PERTAHANAN
PERSPEKTIF BUNGA RAMPAI MASALAH STRATEGIS DAN PERTAHANAN
UNIVERSITAS PERTAHANAN 2018
ii
PERSPEKTIF BUNGA RAMPAI MASALAH STRATEGIS DAN PERTAHANAN
Penulis : Surya Wiranto, Suyono Thamrin, Gentio Harsono,Yusuf Ali, Tatar Bonar Silitonga, Adnan Madjid, Achmed Sukendro, Marsono, Edward Efendi Silalahi, Zukra Budi Utama
Editor : Tatar Bonar Silitonga Layout : Dindin dan Thoyibi Layout : Dindin
UNIVERSITAS PERTAHANAN Komplek IPSC , Sentul Bogor Jawa Barat Telp : 021.87951555 Email: [email protected]
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta Pasal 2:
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk Mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana Pasal 72:
1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (bulan) dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima milyar rupiah).
iii
PERSPEKTIF BUNGA RAMPAI MASALAH STRATEGIS DAN PERTAHANAN
Penulis : Surya Wiranto, Suyono Thamrin, Gentio Harsono,Yusuf Ali, Tatar Bonar Silitonga, Adnan Madjid, Achmed Sukendro, Marsono, Edward Efendi
Silalahi, Zukra Budi Utama
Editor: Tatar Bonar Silitonga [email protected]
ISBN:
Hal 216 halaman Hak Cipta Dilindungi Undang-undang, Desember 2018
Diterbitkan Oleh UNIVERSITAS PERTAHANAN Bogor, Desember 2018
Kawasan IPSC Sentul Bogor Indonesia 16730 Website: www.idu.ac.id
iv
KATA SAMBUTAN REKTOR UNHAN
alam Kebangsaan dan Salam Bela Negara.
Selaku Rektor, saya menyambut gembira terbitnya buku
berjudul, Perspektif: Bunga Rampai, karya dari Tim Dosen
Universitas Pertahanan (Unhan) bersama dengan kontributor
penulis lainnya. Selaku Rektor, saya mendukung kegiatan seperti ini,
terutama dalam mendukung produktivitas dosen untuk
menghasilkan karya akademik. Karya-karya yang dihasilkan
setidaknya memperlihatkan dosen terlibat secara intens dengan
bidang yang ditekuninya. Bagaimana pun, untuk dapat
menghasilkan suatu karya tulis, dosen dituntut menekuni bidang
keilmuannya dan setelah sampai pada titik pemahaman tertentu
mengantarkan dosen mampu melakukan inovasi serta
pengembangan ilmu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Isi
buku ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi pihak-pihak yang
membutuhkannya, meliputi dosen sendiri, mahasiswa, dan peminat
lainnya.
Buku ini tentu saja menambah catatan karya yang dihasilkan
dosen dan pada sisi yang lain menjadi daftar produktivitas
perguruan tinggi. Dalam perkembangan penilaian kinerja perguruan
tinggi saat ini, unsur terpenting parameternya adalah rekam jejak
produktivitasnya melalui karya-karya yang dihasilkan. Tidak dapat
dinafikan bahwa buku ini dapat dijadikan sebagai bukti untuk itu.
Namun dalam hal ini saya ingin memberi catatan bahwa orientasi
pengembangan ilmu dan substansi keilmuan itu sendiri seharusnya
menjadi poin penting yang menjadi tujuan kita bersama. Saya
mengajak dosen dan berbagai pihak yang concern atas
pengembangan ilmu untuk selalu fokus pada orientasi seperti itu.
Dengan kerja keras dan kerja cerdas tentu ekspektasi seperti itu akan
dapat diwujudkan.
Selaku pimpinan, pada akhirnya saya memberikan apresiasi
bagi Tim Penulis dan kontributor lainnya yang terlibat sehingga
S
v
terlaksananya penerbitan buku ini di sela-sela penugasannya sebagai
dosen dan tugas tambahan lainnya. Betapapun, buku ini tetap terkait
dengan Unhan khususnya karya akademik dosen, untuk itu
sekaligus juga saya sampaikan terima kasih atas terbitnya buku ini.
Saya berharap, akan disusul pula dengan buku-buku atau karya
lainnya dari para Dosen Unhan. Termasuk juga saya juga terus
mendorong dosen lainnya untuk melakukan hal yang sama dan saya
berharap semua dosen Unhan dapat berkontribusi dan semakin
berprestasi sesuai dengan bidang masing-masing.
Akhirnya, saya ucapkan selamat kepada Tim Penulis atas
terbitnya buku ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
menyertai kita sekalian dalam keseharian, baik dalam pelaksanaan
tugas sebagai dosen maupun dalam pelaksanaan tugas lainnya.
Salam Bela Negara.
Rektor Universitas Pertahanan,
Dr. Tri Legionosuko, MAP. Letnan Jenderal TNI
vi
PENGANTAR EDITOR
alam Kebangsaan dan Salam Bela Negara.
Dengan rasa bahagia, buku ini dihadirkan ke sidang pembaca.
Dalam hal ini, penting disampaikan bahwa rasa bahagia
tersebut diawali dengan rasa syukur ke hadirat Tuhan Yang
Maha Esa. Buku ini dapat dihadirkan tentu melalui proses awal yaitu
proses penulisan yang melibatkan semua penulis. Proses tersebut
diyakini aas kasih karunia dan penyertaan Tuhan Yang Maha Esa,
yang memberikan kesehatan dan kemampuan sehingga para penulis
dapat menyusun dan menyelesaikan tulisannya untuk melengkapi
buku bunga rampai ini berjudul, Perspektif: Sebuah Bunga Rampai.
Sebagai sebuah bunga rampai, buku ini menyajikan dua belas
judul tulisan. Isi buku berupa uraian tentang berbagai substansi yang
diulas dari berbagai perspektif. Perspektif yang dimaksudkan di
dalam judul buku ini merepresentasikan sudut tinjauan dari
penulisnya atas berbagai permasalahan yang dibahas. Adanya
tinjauan atau pendekatan teoretik disertai praksisnya menjadi ciri
umum kerangka pembahasan tulisan. Dengan demikian pembaca
dapat melihat kesesuaian antara objek yang dibahas dan berbagai hal
yang terkait di dalamnya.
Dalam tulisan Laksda TNI (Purn) Dr. Surya Wiranto, S.H., M.H.
dengan judul Memperjuangkan Kedaulatan NKRI di Laut China Selatan,
diuraikan tentang masalah pelanggaran kedaulatan dan hukum oleh
kapal-kapal asing di peraian yurisdiksi ZEE Indonesia di Utara
Natuna. Meskipun Indonesia tidak terlibat secara langsung dalam
sengketa Laut China Selatan, namun mempunyai kepentingan vital
nasional berupa kedaulatan dan hak berdaulat di perairan dan
yurisdiksi Indonesia. Klaim Vietnam atas perairan Kepulauan Natuna
Utara sebagai daerah tradisional nelayannya merupakan pelanggaran
berat karena Vietnam berupaya mengekspansi wilayah maritimnya
ke dalam wilayah berdaulat NKRI. Ada beberapa upaya dalam
penguatan hukum kepemilikan wilayah perairan dan yurisdiksi RI di
S
vii
Utara Natuna. Hal tersebut diperlukan guna penguatan hukum
terhadap klaim unilateral ZEEI. Upaya hukum ini sesuai semangat
Nawacita yang ingin membangun NKRI dari pinggiran (kawasan
perbatasan maritim), khususnya pembangunan infrastruktur non
fisik berupa hukum laut untuk memperkuat batas maritim NKRI.
Dalam tulisan Laksda TNI Dr. Suyono Thamrin, M.Eng.Sc.
dengan judul Energi: Kunci Kemenangan Peperangan Akhir Zaman,
diuraikan tentang Posisi Indonesia yang saat ini berada dalam
bayang-bayang krisis energi. Negeri ini mengalami pertumbuhan
konsumsi energi yang pesat selama 14 tahun. Konsumsi energi final
menurut jenis selama tahun 2010-2015 masih didominasi oleh BBM.
Energi final BBM masih mendominasi kebutuhan energi sektor
transportasi. Walaupun Indonesia pernah menjadi negara pengekspor
minyak, meningkatnya konsumsi di dalam negeri secara tak terkendali
dan turunnya produksi menyebabkan Indonesia menjadi negara net oil
importer sejak 2004. Ketidakseimbangan antara permintaan dan
pasokan inilah yang mengakibatkan terjadinya kelangkaan (scarcity).
Energi memiliki posisi sangat strategis di setiap negara, sehingga
kepastian jaminan pasokan energi menjadi fokus utama dalam
kebijakan energi suatu negara. Pada masa mendatang, timbul
kekhawatiran yang dipicu kenyataan bahwa konsumsi energi dunia
semakin meningkat. Sebaliknya, sumber energi yang ada hanya
terdapat di kawasan tertentu semakin terbatas. Banyak negara
sekarang ini mulai mewaspadai dan menyadari kemungkinan
timbulnya gesekan dalam persaingan menguasai sumber energi.
Salah satu bentuk bentuk pencegahan adalah kerja sama antarnegara
dan kawasan dalam rangka menjaga keamanan bersama terhadap
kepastian pasokan energi. Kondisi seperti ini tentu tidak dapat terus
diharapkan bahwa situasi kondusif akan terus tercipta dalam upaya
mengamankan pemenuhan kebutuhan. Jika solusi strategis tidak
ditemukan, konflik di dunia tentu tak dapat dihindarkan.
Dalam tulisan Letkol Laut (KH) Dr. Gentio Harsono, S.T., M.Si.
dengan judul Pemanfaatan Informasi Mandala Bawah Permukaan Guna
Menentukan Strategi Pertahanan Laut di Wilayah Kompartemen Strategis
viii
Indonesia, diuraikan tentang upaya penguasaan wilayah laut
Indonesia melalui pengumpulan data dan informasi tentang karakter
laut sebagai bagian dari stragi menguasai laut Indonesia. Tak dapat
dipungkiri, kedepan perairan Indonesia menjadi incaran penguasaan
lautnya oleh negara lain terutama negara-negara besar yang
berkepentingan dengan jalur lautnya. Konsep kemenangan perang di
laut adalah dengan menguasai mandala perang bawah air untuk
memberikan keunggulan yang mampu dimanfaatkan untuk
mengalahkan kekuatan lawan. Konsep peperangan bawah air lebih
rumit dibanding peperangan atas air, karena bukan saja kita harus
memperoleh keunggulan teknologi dari lawan, namun juga
pengetahuan dan kecukupan informasi tentang karakteristik mandala
tempur/operasi sendiri seperti kelengkapan data hidro-oseanografi.
Sebab, keberhasilan sebuah operasi peperangan bawah air bukan lagi
menggantungkan pada sektor kekuatan kapal selam/ anti kapal selam
semata, namun juga pentingnya keunggulan data dan informasi kondisi
mandala bawah air yang lengkap dan akurat.
Dalam tulisan Kolonel Cba Dr. Yusuf Ali, S.E., M.M. dengan judul
Hasil Kepemimpinan, diuraikan tentang kinerja kepemimpinan dalam
suatu organisasi, serta faktor dominan yang berpengaruh terhadap
keberlangsungan dan keberhasilan suatu organisasi. Baik atau
buruknya kepemimipinan dipengaruhi oleh karakter pemimpin,
gaya kepemimpinan, dan kredibilitas pemimpin. Selain itu ada
beberapa variable yang secara dominan mempengaruhi hasil
kepemimpinan.Variable-variable dominan tersebut adalah; visi
pemimpin, dukungan bawahan, latihan/pendidikan/bimbingan,
keterampilan bawahan. Dapat dijelaskan bahwa visi pemimpin yang
baik dan memperoleh dukungan penuh dari bawahannya, akan
memberikan hasil kepemimpinan yang baik. Demikian pula dengan
pemimpin yang memberikan pendidikan, latihan dan bimbingan
kepada bawahannya sehingga memperoleh keterampilan untuk
melaksanakan tugas, maka pemimpin tersebut akan memperoleh
Hasil Kepemimpinan yang baik. Tetapi yang tidak kalah pentingnya
untuk diketahui oleh para pemimpin adalah bahwa berhasilnya
ix
regenerasi pemimpin juga menjadi indikator hasil kepemimpinan
yang baik.
Dalam tulisan Kolonel Sus Drs. Tatar Bonar Silitonga, M.Si. dengan
judul Rasionalitas dan Irasionalitas dalam Politik, diuraikan tentang
politik irasional yang dimaknai sebagai peran politik yang dalam
praktiknya melakukan hal-hal berlawanan dengan pandangan umum.
Politik identitas yang mendasarkan diri pada nilai-nilai kelompok dan
sentiment primordial masuk juga dalam golongan ini. Bila ditelusuri
lebih jauh, politik irasional didasari rasa frustasi atas kondisi yang
ada. Rasa frustasi boleh jadi atas dasar pengalaman, sudah berkali-
kali memberikan aspirasi tetapi tidak pernah digubris. Terhadap
praktik politik irasional, diharapkan masyarakat arif. Sudah jelas,
rasionalitas politik irasional adalah kepentingan kelompok, bukan
kewarasan kolektif. Dalam hal ini, tuntutan perilaku rasional adalah
logika umum dan keselaraan dengan nilai-nilai kebersamaan.
Langkah konkret dari perilaku rasional itu di tahun politik, dengan
menitipkan aspirasi kepada wakil rakyat pelaku peran politik rasional.
Hal yang menjadi pertanyaan adalah mengapa suara tidak diberikan
kepada elit pelaku politik irasional. Logikanya, jika di panggung
publik sudah berani mempertontonkan perilaku kontras dan
kontroversi, bagaimana lagi ketika memiliki kekuasaan. Betapapun,
dalam terlalu banyak hal, termasuk dalam praktik politik,
kewarasanlah yang dibutuhkan. Maka, sebaiknya politik irasional
jangan dibiarkan.
Dalam tulisan Laksma TNI Dr. M. Adnan Madjid, SH, M.Hum., Dr.
Ichsan Malik, M.Sc. dan Ningsih Susilawati, S.Sos, M.Si (Han) dengan
judul Konstruksi dan Uji Coba Indeks Perdamaian Indonesia (Indonesia
Peace Index), diuraikan tentang Indeks Perdamaian Indonesia sebagai
kerangka analisa konflik dan perdamaian khususnya di Indonesia.
Indeks Perdamaian Indonesia ini diharapkan dapat digunakan
mendapatkan gambaran kondisi konflik yang terjadi di suatu daerah
di Indonesia sekaligus juga mendapatkan peta potensi konflik yang
belum terjadi. Untuk mendapatkan gambaran informasi-informasi
tersebut dengan akurat, proses penyusunan alat ukur serta indeks
x
yang digunakan sebagai penilaian kondisi dan potensi konflik dan
perdamaian di suatu daerah, maka diperlukan suatu proses
penelitian yang bertahap dengan target partisipan di berbagai daerah
di Indonesia. Temuan dari analisis data menunjukkan bahwa isu
konflik Sosial menjadi salah satu pemicunya. Selain itu, masyarakat
umum juga menjadi aktor paling dominan dalam kejadian konflik di
Indonesia sepanjang tahun 2016. Salah satu penyebabnya adalah
kerentanan masyarakat yang masih rendah dikarenakan faktor-faktor
struktural, seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan kesenjangan sosial
yang merupakan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa tidak ada masyarakat yang statis, demikian juga
dalam kelompok apa pun. Penanganan konflik di Indonesia pun
tidak dapat disamaratakan melihat setiap provinsi memiliki
dinamika konfliknya sendiri-sendiri.
Dalam tulisan Letkol Ckm Dr. Achmad Sukendro, S.H., M.Si.,
dengan judul Bencana dalam Kajian Antropologi, diuraikan tentang
dampak bencana terhadap kehidupan sosial, ekonomi, budaya,
pertahanan, keamanan, kesehaan, kesejahteraan masyarakat. Bencana
dapat dikaji dari berbagai kajian; ekonomi, politik, hukum kesehatan,
kebijakan publik, antropologi dsb. Kajian Antropologi dalam bencana
dengan kajian etnosain metode etnoekologi. Selain mengkaji dampak
bencana terhadap manusia, kajian antropologi juga dapat mengkaji
atau melihat tentang penanggulangan bencana maupun mitigasi
bencana yang dilakukan oleh negara, swasta, kelompok masyarakat
lain dari kaca mata masyarakat atau budaya lokal.
Dalam tulisan Kolonel Pas Dr. Drs. Marsono, M.Si., dengan
judul Peningkatan Kapabilitas Militer Jepang Dan Implikasinya
Terhadap Indonesia, diuraikan tentang perkembangan militer Jepang
yang dilatarbelakangi adanya ketidakpuasan terhadap profil militernya
pasca Perang Dunia II, sehingga Jepang berupaya untuk meningkatkan
citra internasionalnya dengan meningkatkan kapabilitas militernya
secara kuantitatif maupun kualitatif. Selain itu, dorongan Jepang untuk
meningkatkan kapabilitas militernya karena adanya peningkatan
kepentingan dan ketegangan yang ada di antara Jepang dan China,
xi
Jepang dengan Korea Utara dan Jepang dengan Rusia yang merupakan
kekuatan-kekuatan besar terdekatnya. Peningkatan kapabilitas militer
Jepang diupayakan pada pemerintahan Shinzo Abe dengan berusaha
menginterpretasikan kembali pasal 9 Konstitusinya.
Peningkatakan kapabilitas militer Jepang langsung maupun
tidak langsung akan berimplikasi terhadap pertahanan negara
Indonesia pada khususnya. Walaupun selama ini hubungan atau
kerjasama di berbagai bidang antara Jepang dengan Indonesia
berjalan baik dan harmonis, namun munculnya kemungkinan
ancaman seperti spionase, serangan siber, intervensi politik dan perang
informasi bisa muncul dari Jepang. Untuk itu, Indonesia tetap perlu
bersikap antisipatif dan waspada terutama dalam mencermati
peningkatan kapabilitas militer Jepang karena dalam catatan sejarah
Indonesia merupakan salah satu negara yang pernah menjadi korban
langsung imperialisme dan militerisme Jepang.
Dalam tulisan Dr. Edward Efendi Silalahi, M.M., dengan judul
Membuka Ideologi Pancasila, diuraikan tentang upaya untuk
membumikan Pancasila dan pelestarian nilai-nilai yang terkandung
di dalamnya melalui Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP).
Pembudayaan ideologi Pancasila kepada segenap masyarakat,
kiranya menjadi perhatian untuk menyusun program pendidikan
dan pelatihan disesuaikan dengan kelompok usia dan kearifan lokal
masing-masing daerah sampai kegiatan pendidikan dan pelatihan
pembinaan ideologi Pancasila mencakup seluruh wilayah negara
Indonesia dan rakyat Indonesia dimanapun mereka berdomisili.
Kelompok usia yang dinamai sebagai generasi muda yang bercirikan
generasi Y dan Z kiranya mendapat perhatian khusus di dalam
penyusunan program terhadap generasi millenial ini, disesuaikan
dengan ciri dan karakter umum mereka. Dalam pengendalian dan
evaluasi program-program pembinaan Pancasila, kiranya perlu
dipertimbangkan untuk dilakasanakan pendekatan model yang
digunakan adalah sesuai dengan pendekatan program pendidikan
dan latihan, serta pendekatan model kajian.
xii
Dalam tulisanKolonel Sus Drs. Tatar Bonara Silitonga, M.Si.,
dengan judul Memajukan Peradaban Menjadi Manusia Pancasilais ,
diuraikan tentang tuntutan implementasi nilai Pancasila dan hukum
negara bukan hanya wajar tetapi bersifat wajib yang merupakan dasar
membangun peradaban keindonesiaan melalui menjadi Manusia
Pancasilais. Tantangan peradaban keindonesiaan ditunjukkan oleh
kondisi realitas sosial dengan masih banyak perilaku anak bangsa
belum sesuai nilai-nilai Pancasila, bahkan sebagian malah menunjukkan
perilaku menyimpang. Meski tinggi kompleksitas permasalahan yang
dihadapi, secara rasionalitas optimis bahwa dengan cinta (tanah air) dan
kebersamaan maka peradaban menjadi Pancasilais dalam rangka
kehormatan dan kebaikan bersama baik di lingkup internal maupun
eksternal semakin maju. Strategi yang direkomendasikan adalah
revitalisasi nilai-nilai Pancasila melalui penguatan peran pemerintah
dan masyarakat. Penguatan peran pemerintah melalui perawatan nilai-
nilai bersama dan peran masyarakat melalui Lingkim, Lingja, Lingdik,
dan Lingkungan Lainnya. Tentu saja kesamaan dalam perspektif dan
kesadaran bersama menjadi penting untuk diwujudkan.
Dalam tulisan Zukra Budi Utama, dengan judul Membangun
Konvergensi Strategi Manajemen dan Strategi SDM untuk Membangun
Keunggulan Bersaing Organisasi, diuraikan tentang penelitian berapa
jarak suatu fungsi kerja dengan strategi manajemen di organisasi
swasta (perusahaan), yang masih terbatas dilakukan di bidang
pendukung (support), khususnya bidang SDM dan hubungan
industrial. Penerapan LSS di bagian support menjadi sangat penting,
sehingga bagian support dapat menjalankan seluruh proses rutin
secara sistematis dan fokus total membantu core process untuk
meningkatkan kualitas dan menurunkan biaya, seiring dengan
meningkatnya cadangan waktu untuk mengembangkan kompetensi
inti organisasi. Penerapan prinsip konvergensi saat ini masih terbatas
pada perusahaan korporasi besar yang merasakan sangat pentingnya
peran aset intelektual bagi ketahanan organisasi dalam jangka
panjang.
xiii
Dalam tulisan Laksda TNI Dr. Ir. Suyono Thamrin, M.Eng.Sc.,
dengan judul Kisah Enam Kota Catatan Perjalanan dalam Membangun
Kompetensi Distinctive, diuraikan tentang peran SDM di dalam
organisasi adalah utama dan dalam konteks itu SDM telah
ditempatkan sebagai modal social yang dalam pengelolaannya
disebut sebagai human capital management. SDM sebagai modal social
memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara optimal dalam
memajukan organisasi. Namun dalam hal ini, disadari bahwa tiap
manusia tidak selalu memiliki potensi yang sama. Itulah sebabnya
dalam proses rekrutmen dan seleksi, pihak organisasi yang
melaksanakan manajemen secara benar biasanya menaruh perhatian
besar untuk melaksanakan proses rekrutmen dan seleksi tersebut
secara benar. Jangan sampai terjadi, proses rekrutmen dan seleksi
tidak dapat menjaring SDM yang memiliki potensi tinggi. Pentingnya
peran SDM melalui keberadaan peran diri ini dapat dilihat pula dari
referensi tentang teori dan konsep kepemimpinan. Dalam referensi
kepemimpinan, terlihat tandem antara pemimpin dan pengikut.
Tandem yang dimaksudkan adalah dalam bentuk implementasi
saling pengaruh antara satu dengan yang lain. Pengaruh tidak hanya
dilihat sepihak dilakukan oleh pemimpin, tetapi juga atas peran yang
dilakukan pengikut.
Pada dasarnya editor ingin memberikan ulasan buku ini dengan
baik, namun harus diakui bahwa penilaian baik menurut penulis
belum tentu sama persepsinya dengan pembaca. Apalagi ada
ungkapan peribahasa,”Tak ada gading yang tak retak,” yang dapat
diartikan ‘tidak ada sesuatu yang sempurna’. Ulasan yang saya
berikan terkait buku ini pun boleh jadi kurang sempurna atau bahkan
sama sekali tidak sempurna. Untuk itu, dalam kesempatan yang baik
ini, selaku editor berharap ada masukan atau saran dari pembaca.
Editor, Tatar Bonar Silitonga
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………… i
KATA SAMBUTAN REKTOR……………………………………… iv
PENGANTAR EDITOR…….. ……………………………………… vi
DAFTAR ISI…………………………………………………………... xiv
MEMPERJUANGKAN KEDAULATAN NKRI DI LAUT CHINA SELATAN………………………………………………… Oleh: Laksda TNI (Purn) Dr. Surya Wiranto, S.H., M.H.
1
ENERGI: KUNCI KEMENANGAN PEPERANGAN AKHIR ZAMAN…………………………………………………………….. Oleh: Laksda TNI Dr. Suyono Thamrin, M.Eng.Sc.
13
PEMANFAATAN INFORMASI MANDALA BAWAH PERMUKAAN GUNA MENENTUKAN STRATEGI PERTAHANAN LAUT DI WILAYAH KOMPARTEMEN STRATEGIS INDONESIA………………………………………… Oleh: Letkol Laut (KH) Dr. Gentio Harsono, S.T., M.Si.
25
HASIL KEPEMIMPINAN…………………………………............... Oleh: kolonel Cba Dr. Yusuf Ali, S.E., M.M.
53
RASIONALITAS DAN IRASIONALITAS DALAM POLITIK….. Oleh: Tatar Bonar Silitonga
76
KONSTRUKSI DAN UJI COBA INDEKS PERDAMAIAN INDONESIA (INDONESIA PEACE INDEX)……………………. Dr. M. Adnan Madjid, SH, M.Hum, Dr. Ichsan Malik, M.Sc, Ningsih Susilawati, S.Sos, M.Si (Han)
82
BENCANA ALAM DALAM KAJIAN ANTROPOLOGI……….
Oleh: Letkol Ckm Dr. Achmad Sukendro, S.H., M.Si.
104
xv
PENINGKATAN KAPABILITAS MILITER JEPANG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP INDONESIA…………….. Oleh: Kolonel Pas Dr. Drs. Marsono, M.Si.
115
MEMBUMIKAN IDEOLOGI PANCASILA……………………….. Oleh: Dr. Edward Efendi Silalahi, M.M.
139
MEMAJUKAN PERADABAN MENJADI MANUSIA PANCASILAIS………………………………………………………... Oleh: Tatar Bonar Silitonga
167
MEMBANGUN KONVERGENSI STRATEGI MANAJEMEN DAN STRATEGI SDM UNTUK MEMBANGUN KEUNGGULAN BERSAING ORGANISASI……………………… Oleh: Zukra Budi Utama
178
KISAH ENAM KOTA CATATAN PERJALANAN DALAM MEMBANGUN KOMPETENSI DISTINCTIVE…………………... Oleh: Laksda TNI Dr. Ir. Suyono Thamrin, M.Eng.Sc.
197
MEMPERJUANGKAN KEDAULATAN NKRI
DI LAUT CHINA SELATAN
Oleh: Laksda TNI (Purn) Dr. Surya Wiranto, S.H., M.H.1
Dosen Universitas Pertahanan
email: [email protected]
A. Pendahuluan
Isu panas soal Laut China Selatan kembali menghangat,
kali ini bukan masalah dengan kapal ikan atau kapal
Coastguard China, tetapi dengan kapal nelayan dan
Coastguard Vietnam. Kapal-kapal ikan Vietnam seringkali
menangkap ikan di peraian yurisdiksi ZEE Indonesia di Utara
Natuna, bahkan hingga masuk ke perairan Indonesia. Puluhan
kapal ikan Vietnam juga sering ditangkap dan di proses
hukum hingga perampasan kapal oleh negara dan
pendeportasian ABK nya. Masalah pelanggaran kedaulatan
dan hukum oleh kapal-kapal asing seperti ini perlu
didiskusikan lagi karena menyangkut kedaulatan dan hak
berdaulat Indonesia di perairan dan yurisdiksi Indonesia.
Tulisan semacam ini pernah penulis muat di media
“maritimenews.com pada tanggal 6 Juni 2016, dalam
menanggapi agresifitas Coastguard China terhadap kapal
patroli kamla Indonesia (KRI dan Kapal PSDKP-KKP)2 di Laut
China Selatan. Laut China Selatan memiliki potensi sumber
daya alam yang sangat besar dari berbagai macam sektor,
seperti perikanan, minyak dan gas bumi, maka tak ayal
Vietnam mengklaim bahwa Laut Natuna Utara sebagai daerah
tradisional tangkapan nelayan Vietnam (traditional fishing
1 Penulis adalah Kepala Bidang Organisasi dan Tata Laksana PPAL.
2 PSDKP-KKP adalah Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan
Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI.
2
grounds) yang jelas-jelas itu merupakan wilayah kedaulatan
dan hak berdaulat NKRI.
Meskipun Indonesia tidak terlibat secara langsung
dalam sengketa Laut China Selatan, namun mempunyai
kepentingan vital nasional berupa kedaulatan dan hak
berdaulat di perairan dan yurisdiksi Indonesia. Klaim
Vietnam atas perairan Kepulauan Natuna Utara sebagai
daerah tradisional nelayannya merupakan pelanggaran berat
karena Vietnam berupaya mengekspansi wilayah maritimnya
ke dalam wilayah berdaulat NKRI.
B. Insiden Penangkapan 5 KIA Vietnam dan Penahanan
terhadap petugas PSDKP-KKP.
Insiden tersebut terjadi pada tanggal 21 Mei sekitar
pukul 11.00 WIT saat Kapal Pengawas Perikanan KP. Hiu
macan 001 yang dinahkodai Samson, anggota Ditjen PSDKP
KKP, anak buah Menteri Susi Pujiastuti, melakukan patroli
keamanan laut di perairan ZEEI3 di Utara Natuna. Saat itu
KP. Hiu Macan 001 menangkap 5 (lima) kapal Ikan Asing
pelaku illegal fishing berbendera Vietnam di WPP-NRI 711
(Laut Natuna) yang berdasarkan plotting posisi masih berada
didalam garis batas Landas Kontinen RI, dan berjarak 146 Nm
Timur Laut titik Suar Pulau Sekatung Natuna, dengan jumlah
ABK sebanyak 55 orang dan menggunakan alat tangkap
Gillnet, pancing cumi dan rawai.4 Ke lima kapal yang
ditangkap, yaitu : 5
1) KM. KG-95850-TS, dengan alat tangkap Gilnet ditangkap
jam 09.52 WIB dengan ABK 11 orang,
3 Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. 4 Laporan Tribun Batam, Selasa 23 Mei 2017, dan Jawa Pos.com,
Rabu 24 Mei 2017. 5 Djoko Tjahyo, 26 Mei 2017, pk 21.00.
3
2) KM. KG-97055-TS, dengan alat tangkap Gilnet ditangkap
jam 09.58 WIB dengan ABK 11 orang,
3) KM. 97579-TS, dengan alat tangkap Gilnet ditangkap jam
10.21 WIB dengan ABK 11 orang,
4) KM. KG-90206-TS, dengan alat tangkap Gilnet ditangkap
jam 10.49 WIB dengan ABK 11 orang,
5) KM. 93979-TS, dengan alat tangkap Gilnet dan pancing
Cumi ditangkap jam 11.25 WIB dengan ABK 11 orang.
Gambar Lokasi Penangkapan 5 KIA Vietnam
Sumber: Mukhtar, 2017
Kapal tangkapan tersebut akan di bawa ke Pangkalan
Pengawasan PSDKP Batam untuk proses penyidikan lebih
lanjut, namun pada saat yang bersamaan sekitar pukul 15.00
WIB, muncul kapal patroli Coastguard Vietnam yang
menghadang KP Hiu Macan-001 yang sedang mengawal
kapal ikan tangkapan. Kapal Coastguard Vietnam tersebut
4
melakukan tindakan intimidasi lewat radio komunikasi
(hostile intent) serta manuver berbahaya (hostile act) untuk
membebaskan kapal-kapal ikannya yang ditangkap. Akhirnya
karena kapal ikan Vietnam yang ditangkap tidak dibebaskan,
maka kapal Coastguard tersebut menabrak serta
menenggelamkan salah satu kapal tangkapan yang dikawal,
dan kemudian menahan 1 ABK (Anak Buah Kapal) kapal
pengawas Ditjen PSDKP yang mengawal kapal tersebut.
Selanjutnya kapal patroli Vietnam meminta agar ABK dan
kapal nelayan yg di tangkap oleh kapal pengawas di
bebaskan, dengan menukar 1 ABK kapal pengawas perikanan
yg di tahan oleh kapal Patroli Vietnam.
Gambar Kapal Coasguard Vietnam dan KIA Vietnam yang
ditabrak
Sumber: Mukhtar, 2017.
Pada saat itu kapal Coastguard Vietnam juga meminta
bantuan 2 kapal perang Vietnam yang langsung datang ke
lokasi kejadian. Setelah melalui negosiasi yang alot dan untuk
menjaga keamanan dan keselamatan kapal dan anak buah
kapal, maka sekitar pkl. 05.00 WIT, kapal pengawas PSDKP
5
melepaskan ke-5 kapal tangkapan tersebut, kemudian
menghindar dan berbalik arah kembali ke pangkalan tanpa
membawa hasil tangkapan.
C. RI-Vietnam
Dari kejadian tersebut, secara jelas berdasarkan undang-
undang nasional dan internasional termasuk UNCLOS tahun
1982, wilayah perairan tersebut merupakan bagian integral
dari wilayah NKRI, dan negara lain tidak berhak untuk
memasuki wilayah tersebut apalagi mengeksplorasi hasil
alamnya, sebagaimana dilakukan oleh nelayan-nelayan
Vietnam yang dikawal oleh aparat Coast Guard-nya.
Tindakan kapal ikan dan kapal Coast Guard Vietnam tersebut
seolah ingin menekan Indonesia mengakui wilayah klaim ZEE
Vietnam.
Hal tersebut sudah tertuang jelas dalam berbagai macam
undang-undang yang menyatakan bahwa wilayah tersebut
merupakan bagian dari klaim Indonesia atas perairan
Indonesia & perairan yurisdiksi Indonesia di Utara Natuna,
berdasarkan; (1) Undang-Undang Nomor 43 tahun 2008
tentang Wilayah Negara, (2) Pasal 33 UNCLOS 1982, yang
telah diratifikasi menjadi Undang-Undang nomor 17 tahun
1985 tentang Ratifikasi UNCLOS tahun 1982, (3) Undang-
Undang Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia,
dinyatakan Laut teritorial yg diukur 12 Nm dari garis pangkal.
(4) Klaim Unilateral ZEE Indonesia 200Nm, sesuai pasal 55
UNCLOS 1982, dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1983
tentang ZEEI. (5) Batas Landasan Kontinental Indonesia di
Utara Natuna, sesuai pasal 76 UNCLOS Tahun 1982, UU No.1
Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia, dan
Perjanjian Landas Kontinen Indonesia dengan Malaysia dan
Indonesia dengan Vietnam
6
Atas dasar hukum tersebut secara jelas Natuna memang
menjadi bagian kepentingan vital nasional dan menjadi bagian
integral wilayah NKRI yang tidak bisa diganggu gugat oleh
siapapun, dan klaim Vietnam atas wilayah Natuna Utara
sebagai traditional fishing ground kurang kuat dasar hukumnya,
dan itu tidak bisa menjadi acuan dasar sebuah pengakuan
wilayah yang berdaulat.
Selain itu perairan yurisdiksi ZEEI yang tumpang tindih
dengan klaim ZEE Vietnam, harus dipertahankan
kedaulatannya, karena merupakan klaim unilateral ZEEI
sepanjang 200 Nm dari titik dasar Kepulauan Natuna. Klaim
unilateral tersebut dibuat secara sepihak oleh Pemerintah RI
dan digambarkan di peta NKRI dan peta Hidrografi
Pushidrosal maupun peta buatan Badan Informasi Geospasial
(tanpa koordinat) yang belum di-deposit ke Sekjen PBB
sehingga belum diketahui oleh masyarakat internasional.
Oleh karena, itu silang sengkarut sengketa di Laut China
Selatan terus menerus dilakukan pemecahan masalahnya oleh
pemerintah, praktisi hukum, akademisi dan praktisi geodesi
serta diplomat Indonesia melalui berbagai forum nasional,
regional, maupun internasional. Secara tegas pemerintah juga
telah menyatakan sikapnya dalam memperjuangkan
kedaulatan dan hak berdaulat NKRI di laut Tiongkok Selatan,
khususnya di wilayah Natuna Utara dan perairan sekitarnya.
Pemerintah RI menolak intimidasi, agresi dan tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah Vietnam, dan
senantiasa berpedoman pada Trisakti dalam menegakkan
kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan berkepribadian
dalam budaya guna menjaga keutuhan NKRI.
D. Overlapping Claim
Dalam upaya memecahkan silang sengkarut polemik
Laut China Selatan tersebut telah dilaksanakan berbagai
7
seminar, diskusi publik, FGD, hingga Rapat Koordinasi
Tingkat Menteri di Kemenko Polhukam. Bila berpedoman
pada pakem ilmu dan aturan hukum nasional maupun
internasional, termasuk UNCLOS tahun 1982 yang juga tidak
mengakui adanya klaim ZEE sepihak Vietnam, karena tidak
berdasar hukum dan tidak sesuai dengan perhitungan klaim
wilayah laut yg diperhitungkan dari daratan (pulau, karang,
dangkalan, surut terendah, dll) sesuai teori “Land dominated the
Seas”.
Hasil pertemuan terakhir tim delimitasi batas maritim
Indonesia-Vietnam pada tanggal 28-29 Nopember 2016 di
Hanoi Vietnam, dan dilanjutkan dengan pertemuan informal
antarsesi batas maritim ZEE Republik Indonesia-Republik
Vietnam di Yogyakarta, pada tanggal 19-21 April 2017, belum
membuahkan hasil kesepakatan batas ZEE kedua negara.
Klaim ZEEI unilateral Indonesia bertahan di bagian Utara 200
Nm dari titik-titik dasar kepulauan Natuna, sedangkan klaim
Vietnam juga bertahan pada posisi jauh di Selatan, sehingga
ada overlapping claim atau wilayah abu-abu ZEE kedua negara
yang demikian luas. Dengan adanya wilayah yang belum jelas
kepemilikannya tersebut, maka aparat kedua negara akan
saling tangkap kapal ikan negara tetangganya yang mencari
ikan di wilayah tersebut. Kondisi yang sering terjadi bahwa
nelayan Vietnam banyak yang menangkap ikan di wilayah
tersebut, sedangkan nelayan Indonesia tidak ada yang
memanfaatkannya. Pemanfaatan penangkapan ikan di suatu
wilayah negara, apalagi dikawal oleh unsur Coastguard dan
Angkatan Lautnya seperti Vietnam, menunjukkan adanya
state practice dan positif occupation menjaga kedaulatan negara
terhadap wilayahnya, sebaliknya pemerintah Indonesia
kurang memperhatikan masalah ini.
8
Peta Hasil Perundingan Delegasi RI-Vietnam
Sumber: Pushidrosal, 2016.
Pada kenyataan-kenyataan di lapangan, bahwa telah
terjadi tindak pidana dan pelanggaran hukum berupa
tindakan-tindakan penguasaan wilayah yurisdiksi NKRI yang
melanggar terhadap hukum nasional dan menyimpang dari
hukum internasional, serta dilakukan dengan terbuka oleh
kapal-kapal ikan Vietnam yang dikawal oleh kapal
Coastguard Vietnam. Dari beberapa kejadian serupa, para
penegak kedaulatan dan hukum di laut yang beroperasi di
wilayah tersebut dengan menggunakan peta hidrografi nomor
354, lebih melihat “the facto”, dan “das sollen” dari pada
kejadian-kejadian dilapangan dan praktek hukum
internasional, termasuk UNCLOS tahun 1982 yang
9
disimpangkan. Penguasaan wilayah perairan yurisdiksi NKRI
di Laut Natuna Utara sudah lama dilakukan oleh Vietnam
sejak mereka menyatakan dengan tegas bahwa wilayah
tersebut adalah wilayah teritorinya yang telah didepositkan ke
Sekjen PBB.
Secara the facto, beberapa kejadian penangkapan kapal-
kapal ikan Vietnam di perairan yurisdiksi ZEEI Utara Natuna
oleh kapal PSDKP-KKP maupun Kapal Perang RI (KRI), selalu
dipaksa oleh Coasguard Vietnam untuk melepaskan kapal
ikan Vietnam tersebut dengan cara intimidasi lewat radio
komunikasi, hal ini merupakan tindakan “hostile intent” atau
niat bermusuhan dari kapal Coastguard Vietnam. Disamping
itu, tindakan membayang-bayangi, manuver memotong
haluan kapal KKP dan KRI serta menubruk kapal ikan yang
sedang digandeng atau dikawal kapal KKP, berdasarkan
analisis ancaman (dalam ilmu militer) merupakan tindakan
yang kurang bersahabat atau tindakan bermusuhan “hostile
act” yang dilakukan oleh aparat Coastguard Vietnam.
Tindakan-tindakan semacam ini bagi aparat penegak
kedaulatan dan hukum dianggap pelanggaran berat terhadap
kedaulatan dan hak berdaulat NKRI. Sebagaimana perspektif
militer “kenali lawan sebelum berperang” (seni berperang
gaya Sun Tzu) yang selalu menganalisa niat-niat dan
tindakan-tindakan calon lawan, untuk dipersiapkan strategi
dan taktik untuk menghadapinya. Dari hasil skenario simulasi
tindakan-tindakan kapal-kapal Vietnam tersebut diperoleh
beberapa alternatif cara bertindak yang dapat dilakukan oleh
aparat penegak kedaulatan dan hukum di laut. Alternatif
terbaik merupakan course of action atau tindakan yang akan
dilakukan aparat penegak kedaulatan dan hukum di laut.6
6 Tindakan atau aksi militer tersebut diajarkan di bangku sekolah militer, seperti Diklapa, Sesko Angkatan sampai dengan Sesko TNI.
10
E. Penegakan Hukum di Laut
Tindakan berupa “henrikhan” atau penghentian,
pemeriksaan dan penahanan7 terhadap kapal yang dicurigai
melakukan tindakan pidana di laut sudah merupakan protap
(prosedur tetap) yang dipedomani oleh setiap aparat penegak
kedaulatan dan hukum di laut, termasuk tindakan paksa
dengan menembakkan senjata juga bagian dari “upaya paksa”
yang dilakukan aparat bila kapal yang akan diperiksa
melarikan diri, melakukan tindakan-tindakan berbahaya
seperti manuver yang akan menabrakkan kapalnya ke kapal
aparat, dan mengunci kemudi dengan tetap lari dengan
kecepatan tinggi sebagaimana sering dilakukan oleh kapal-
kapal pencuri ikan Vietnam.
Tindakan kapal aparat penegak kedaulatan dan hukum
berupa penembakan terhadap kapal tersangka merupakan
tindakan terakhir sebagai upaya paksa karena tahapan
peringatan, seperti menaikkan bendera, lampu morse dan
komunikasi radio sebagai isyarat berhenti tidak diindahkan,
bahkan melarikan diri atau melakukan tindakan manuver
kapal yang membahayakan keselamatan kapal aparat.
Tembakan peringatan ke udara, ke depan haluan kapal dan
kebelakang buritan kapal juga tidak diindahkan, maka
dilakukan tindakan terakhir, yang merupakan „upaya paksa‟
dengan menembak di anjungan kapal, dengan harapan
kendali operasional kapal akan lumpuh dan aparat bisa
melakukan tugas pemeriksaan kapal.
Dengan 2 (dua) bukti awal tindakan pidana yang
dilakukan oleh kapal ikan ilegal tersebut sudah cukup bukti
untuk melakukan tindakan paksa berupa penembakan atau
penenggelaman kapal, sesuai pasal 69 Undang-undang nomor
7 TNI AL selalu menggunakan istilah “henrikhan” atau penghentian,
pemeriksaan dan penahanan dalam setiap kegiatan operasi keamanan laut.
11
45 tahun 2009 tentang Perikanan. Dengan demikian semua
tindakan aparat penegak kedaulatan dan hukum di laut telah
sesuai prosedur dan undang-undang yang berlaku.
F. Sikap Tegas Indonesia
Ada beberapa upaya dalam penguatan hukum
kepemilikan wilayah perairan dan yurisdiksi RI di Utara
Natuna. Hal tersebut diperlukan guna penguatan hukum
terhadap klaim unilateral ZEEI, antara lain; perlu dilakukan
pendepositan peta NKRI sesuai dengan UNCLOS 1982, yang
dilengkapi dengan titik titik koordinatnya ke Sekjen PBB atau
melalui UN-DOALOS8, dan perlunya merevisi Undang-
Undang nomor 5 tahun 1983 tentang ZEEI serta Undang-
Undang nomor 1 tahun 1973 tentang landasan kontinen sesuai
UNCLOS 1982, dengan menambahkan koordinat titik titik
zonasi perairan NKRI.
“The coastal State shall give due publicity to such charts or lists
of geographical coordinates and shall deposit a copy of each
such chart or list with the Secretary-General of the United
Nations”.9
Dasar Hukum pendepositan peta-peta tersebut, adalah
UNCLOS 1982:10
8 UN-DOALOS (United Nations Division for Ocean Affairs and the
Law Of The Sea) merupakan salah satu badan dibawah Sekjen PBB yang menangani batas-batas wilayah negara-negara di dunia. 9 Kalimat anjuran untuk deposit peta ini selalu digunakan di dalam pasal 16, 47, 75, dan 76 UNCLOS 1982. 10 Pasal-pasal yang berkaitan dengan kewajiban pendepositan peta-peta geografi tersebut belum banyak diketahui oleh para praktisi hukum laut di Indonesia, sehingga sampai saat ini yang dimanfaatkan hanya pasal 16 UNCLOS 1982 saja yang merupakan koordinat titik-titik dasar kepulauan Indonesia yang ada di PP 37 Tahun 2008.
12
Pasal 16 – Baselines (PP 37 tahun 2008)
Pasal 47 – Archipelagic Baselines (PP 37 tahun 2008)
Pasal 75 – Economic Exclusive Zone
Pasal 76 – Continental Shelf
Upaya hukum ini sesuai semangat Nawacita yang ingin
membangun NKRI dari pinggiran (kawasan perbatasan
maritim), khususnya pembangunan infrastruktur non fisik
berupa hukum laut untuk memperkuat batas maritim NKRI.
Melalui pesan singkat Presiden Jokowi diatas KRI Imam
Bonjol-388 di perairan Natuna pada tanggal 23 Juni 2016 yang
merupakan momentum bersejarah dan sekaligus menegaskan
adanya upaya serius dari pemerintah untuk mempertahankan
Natuna sebagai wilayah kedaulatan NKRI. Pesan yang
disampaikan Jokowi sebagai Panglima Tertinggi TNI (“Jaga…
Pertahankan NKRI”), untuk menjaga wilayah negara dan
perairan yurisdiksi sebagai bagian kepentingan vital NKRI.
Tidak ada kompromi dengan Kedaulatan NKRI, jangan ada
sejengkal tanah dan air NKRI yang dikuasai negara asing,
harus dipertahankan !!!
Instruksi dari Presiden Jokowi pun secara langsung
menjadi semangat juang punggawa TNI AL sebagai penegak
kedaulatan dan aparat penegak hukum lainnya dalam
menjalankan tugasnya sebagai tulang punggung negara di
wilayah kemaritiman NKRI. Visi presiden yang serius dalam
bidang kemaritiman tersebut menjadi bukti bahwa Indonesia
memang sudah teruji sebagai negara maritim. Karena ciri dari
negara maritim itu adalah adanya upaya serius dari
Pemerintah yang menjadi penentu kebijakan suatu negara
yang berbasis maritim.
13
ENERGI: KUNCI KEMENANGAN
PEPERANGAN AKHIR ZAMAN
Oleh: Laksda TNI Dr. Suyono Thamrin, M.Eng.Sc.
Dosen Universitas Pertahanan
email: [email protected]
A. Pendahuluan
Sepuluh tahun lalu, kantor pusat Badan Intelijen
Amerika Serikat Central Intelligence Agency (CIA) dikejutkan
dengan sebuah laporan tentang kelangkaan energi yang
kian menakutkan pada 20251
. Keterkejutan CIA itu
bahkan sampai dimuat dalam Tajuk Rencana koran terkenal
New York Times. Laporan yang bertajuk Global Trends
2025 itu memperingatkan bahwa akan muncul ancaman
serius akibat kelangkaan bahan bakar fosil, yakni minyak dan
gas bumi (migas). Kelangkaan itu bahkan dapat mengancam
kelangsungan pembangunan di banyak negara berkembang.
Seperti Tiongkok dan sejumlah negara Asia. Dapat
dibayangkan kegoncangan yang akan terjadi saat terjadi
kelangkaan migas.
Amerika Serikat (AS) membutuhkan minyak
setidaknya seperempat dari kebutuhan dunia. Dalam laporan
itu juga disebutkan, pada 2030 nanti, setiap hari minyak yang
1 Global Trends 2025: A Transformed World. Central
Intelligence Agency. 2008.
14
akan “dibakar” oleh dua negara, yaitu Tiongkok dan India,
akan menyamai kebutuhan minyak dua negara, AS dan
Jepang. Masalah itu akan semakin akut dikarenakan energi
pengganti yang digadang-gadang, yakni energi baru dan
terbarukan, pada 2025 diprediksi belum dapat diproduksi
untuk memenuhi kebutuhan komersial. Pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pun tak sanggup
mengimbangi lonjakan kebutuhan listrik. Kelangkaan
minyak itu diperkirakan akan memicu persaingan sengit
banyak negara untuk memperebutkan sumber energi. Pada
masa mendatang, banyak negara yang meyakini bahwa
barangsiapa menguasai sumber daya energi akan menguasai
dunia. Karena begitu strategisnya sumber daya ini, Indonesia
tak boleh berdiam diri. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
telah mengamanatkan pemanfaatan Sumber Daya Alam
(SDA) ini untuk kemakmuran bangsa.
Seperti halnya negara-negara ekonomi baru
lainnya di Asia (Tiongkok dan India), Indonesia juga
berada dalam bayang-bayang krisis energi. Negeri ini
mengalami pertumbuhan konsumsi energi yang pesat
selama 14 tahun. Konsumsi energi final menurut jenis
selama tahun 2010-2015 masih didominasi oleh BBM
(bensin, minyak solar, minyak diesel, minyak tanah, minyak
bakar, avtur dan avgas) mencapai 25%, disusul gas bumi
(11%), listrik (11%), batubara (6,2%), LPG (4,8%)2
. Energi
final BBM masih akan mendominasi kebutuhan energi
sektor transportasi. Sektor-sektor pengguna lainnya pun
2 BPPT Energy Outlook 2017.
15
tidak terlepas dari penggunaan BBM karena teknologinya
cukup efisien. Pemanfaatan BBM meningkat dengan laju
pertumbuhan 4,7% per tahun. Demikian juga dengan
kebutuhan batubara pada tahun 2050, kebutuhannya
meningkat tajam sebesar lebih dari 7 kali lipat (skenario dasar)
atau lebih dari 10 kali lipat (skenario tinggi) terhadap tahun
2015. Hal ini terjadi karena harga batubara yang kompetitif
dan pesatnya perkembangan industri berbasis batubara
(semen, kertas, tekstil, dan lainnya).
Walaupun Indonesia pernah menjadi negara pengekspor
minyak, meningkatnya konsumsi di dalam negeri secara tak
terkendali dan turunnya produksi menyebabkan Indonesia
menjadi negara net oil importer sejak 2004. Kondisi ini berakibat
serius pada perekonomian nasional dan juga pada ketahanan
energi. Sebab, sebagian danri pasokan energi tersebut berasal
dari impor. Ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan
akan mengakibatkan terjadinya kelangkaan (scarcity).
Dampaknya, keekonomian energi tidak lagi bersifat elastis tapi
juga dapat menimbulkan contagion effect (efek menular) bagi
perekonimian nasional, stabilitas politik, dan kerawanan sosial.
Oleh karena itu, melalui instrumen kebijakannya, negara harus
mengambil peran dalam menjaga agar tidak terjadi kelangkaan
energi. Daniel Yergin (Mallaby, 2006) menyatakan bahwa konsep
ketahanan energi suatu negara dalam era globalisasi mencakup
dua dimensi, yaitu independensi dan interedependensi3.
3 Yergin, Daniel. 2006. Ensuring Energy Security, Jornal of
Foreign Affairs, Vol. 85, No.2.
16
Dimensi independensi, yaitu pemenuhan kebutuhan energi
yang berasal dari sumber daya energi di dalam negeri
(domestik). Sedangkan dimensi interdependensi golbal, yaitu
pemenuhan energi setiap negara tidak dapat lepas dari pasokan
energi dari negara lain, terutama yang berasal dari negara-
negara produsen utama minyak dan gas bumi.
British Petroleum (BP) dalam Energy Outlook-nya pada
2017 mengemukakan bahwa, minyak, gas dan batubara tetap
akan menjadi sumber energi dominan yang menggerakkan
ekonomi dunia ke depan. Gas bumi merupakan bahan bakar
yang tumbuh paling cepat dengan porsi 1,6% dalam
peningkatan energi primer karena akan menggantikan
batubara menjadi sumber bahan bakar terbesar kedua pada
tahun 2035. Pertumbuhan batubara sendiri diproyeksikan
akan menurun tajam sebesar 0,2% berbanding 2,7% selama 20
tahun terakhir. Konsumsi batubara diperkirakan akan
mencapai puncaknya pada pertengahan 2020-an. Sementara,
minyak bumi terus tumbuh (0,7%), meskipun laju
pertumbuhannya diperkirakan melambat secara bertahap4
.
Transisi bertahap dilakukan dalam bauran bahan
bakar. Terhitung lebih dari tiga perempat dari total pasokan
energi pada tahun 2035 (turun dari 85% pada tahun 2015).
Namun, transisi bertahap dalam bauran bahan bakar diatur
untuk menggunakan energi terbarukan, bersama dengan
tenaga nuklir dan hidroelektrik, yang diperkirakan akan
mencapai setengah dari pertumbuhan pasokan energi selama
20 tahun ke depan. Energi terbarukan adalah sumber energi
4 BP Energy Outlook: 2017
17
yang paling cepat berkembang (7,1%),dengan pangsa energi
primer meningkat menjadi 10% pada tahun 2035, naik dari
3% di tahun 2015.
Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar ke-4 di
dunia pada beberapa tahun terakhir menikmati tingkat
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, yaitu rata- rata 5,5%
per tahun. Pertumbuhan ekonomi tersebut juga seiring dengan
meningkatnya laju pertumbuhan penduduk 1,5% per tahun,
meningkatnya pendapatan masyarakat, dalam hal ini agregat
Produk Domestik Bruto/PDB sebesar 6,11% serta kenaikan
jumlah kelas menengah sebesar 7 juta orang per tahun. Faktor
tersebut diatas berdampak pada meningkatnya konsumsi energi
nasional rata-rata 7% per tahun, merupakan yang tertinggi di
dunia dibanding tingkat konsumsi energi dunia yang hanya
mencapai rata-rata 2,6% per tahun. Pertumbuhan tingkat
konsumsi energi tersebut tercermin dari meningkatnya Total
Pasokan Energi Primer (TPEP), yaitu sebesar 209 MTOE pada
tahun 2011 (meningkat 27% dibanding tahun 2002). Dewan
Energi Nasional (DEN) memperkirakan TPEP akan mencapai
400 MTOE (tahun 2025), 480 MTOE (tahun 2030) dan 1.000
MTOE (tahun 2050).
Sejak tahun 1999 bauran TPES didominasi oleh sumber
energi fosil yang tidak terbarukan, yaitu minyak bumi (49%
pada TPES tahun 2010), gas bumi (sekitar 20%) serta batubara.
Keberlanjutan pasokan energi fosil tersebut dimasa mendatang
perlu diwaspadai mengingat dari sisi cadangan Indonesia
bukanlah negara yang kaya energi fosil. Dengan tingkat
produksi saat ini dan dengan asumsi tidak akan ditemukan
18
sumber baru di Indonesia, maka diperkirakan cadangan terbukti
minyak bumi akan habis dalam waktu 11 tahun lagi, gas bumi
34 tahun lagi, dan batubara 26 tahun lagi. Dari sisi produksi,
tingkat produksi minyak bumi sebesar 824 ribu barel perhari
pada tahun 2013 (menurun 14% dibanding produksi tahun 2007)
sedangkat tingkat kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)
meningkat dari sekitar 1 juta barrel perhari (tahun 2008) menjadi
1,3 juta barel perhari (tahun 2013) dan diprediksi sebesar 1,7 juta
barel perhari (tahun 2020). Kekurangan untuk memenuhi
kebutuhan energi tersebut dilakukan melalui impor dalam
bentuk minyak mentah (382 ribu barel per hari tahun 2011) serta
produk olahan antara lain BBM (608 ribu barel perhari tahun
2011). Ketergantungan impor tersebut menyebabkan kerentanan
terhadap tingkat ketahanan energi nasional khususnya jaminan
keberlangsungan pasokan yang dibutuhkan Indonesia.
Kerentanan juga disebabkan karena keterbatasan total
kapasitas fasilitas pengolahan (refinery) yang hanya sebesar
1,2 juta barel serta keterbatasan total kapasitas tempat
penyimpanan (storage) produk olahan sebesar 30,3 juta barel
atau hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan rata-rata
nasional selama 18-23 hari. Melihat realitas di atas, maka
perlu adanya cadangan energi dalam jumlah yang memadai
yang dapat dipergunakan setiap saat untuk mengatasi
kondisi krisis dan darurat energi sekaligus untuk menjamin
ketahanan energi nasional, apabila sewaktu-waktu ada.
Untuk menjamin keberlangsungan pasokan kebutuhan
energi, Indonesia sampai pada saat ini tidak memiliki
cadangan minyak yang dimiliki oleh Pemerintah (public
stocks) atau cadangan wajib yang dimiliki oleh Badan Usaha
19
(compulsory industry stocks) untuk penanggulangan apabila
terjadi kondisi krisis. Saat ini Indonesia hanya
mengandalkan pada cadangan operasional yang dikelola
oleh PT Pertamina yang hanya mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan 15-23 hari konsumsi nasional.
Kemajuan teknologi dalam bidang perminyakan
khususnya industri petrokimia, telah menciptakan industri hilir
dengan berbagai produk sampingan yang memberikan nilai
ekonomi yang tinggi. Hal ini merupakan salah satu penyebab
pesatnya industri minyak bumi. Penemuan gas alam akhir-akhir
ini telah memberikan warna baru dalam pengadaan sumber
energi. Tidak seperti minyak bumi yang memerlukan
pengolahan panjang sebelum digunakan, gas lebih praktis dan
lebih murah. Indonesia memiliki cadangan gas bumi yang
cukup besar, yaitu 103,3 Trillion Cubic Feed (TCF) atau 1,6%
cadangan gas dunia5.
Berdasarkan hasil temuan cadangan dan rencana
pengembangan wilayah kerja, proyek-proyek gas bumi akan
menjadi andalan serta tumpuan industri migas Indonesia dalam
5-10 tahun ke depan. Apalagi produksi gas bumi terus naik dari
1,2 Million Barrel Oil Equivalent (MBOE) per hari pada 2001
menjadi 1,5 MBOE pada tahun berikutnya. Dalam beberapa
tahun mendatang, produksi gas akan meningkat seiring dengan
hasil dari proyek-proyek ladang gas bumi yang sedang
dikembangkan. Bahkan, dengan cadangan terbukti gas alam
sebesar 108 TCF pada 2010, jumlah ini cukup untuk memasok
kebutuhan gas Indonesia hingga 50 tahun untuk tingkat
produksi saat ini.
20
Upaya menggunakan gas adalah bagian dari
diversifikasi energi fosil, terutama minyak bumi. Dengan
adanya fenomena kelangkaan energi di berbagai belahan dunia,
ketahanan energi menjadi isu terpanas dalam konteks
kepentingan nasional suatu bangsa dalam upaya
mempertahankan eksistensinya. Isu ketahanan energi menjadi
latar belakang berbagai permasalahan politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan. Ketahanan energi sendiri
adalah suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi dan akses
masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam
jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan
terhadap lingkungan hidup6.
Masalah itu akan semakin akut dikarenakan energi
pengganti yang digadang- gadang, yakni energi baru dan
terbarukan, pada 2025 diprediksi belum bisa diproduksi
untuk memenuhi kebutuhan komersial. Pembangunan
pembangkit listrik tenaga nuklir pun tak sanggup
mengimbangi lonjakan kebutuhan listrik. Kelangkaan minyak
itu diperkirakan akan memicu persaingan sengit antar negara
untuk memperebutkan sumber energi. Pada masa
mendatang, banyak negara yang meyakini bahwa siapa yang
menguasai sumber energi akan menguasai dunia.
Dikarenakan sumber daya ini bernilai sangat strategis,
Indonesia tidak bisa berdiam diri. Undang-Undang Dasar
(UUD) 194 telah mengamanatkan pemanfaatan sumber daya
5 BP Statistical Energy Review: 2014
6 Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014
21
alam ini untuk kemakmuran bangsa. Ketidakseimbangan
antara permintaan dan pasokan akan mengakibatkan
kelangkaan (scarcity) yang berdampak pada keekonomian
energi yang tidak lagi bersifat elastis sehingga menimbulkan
contagion effect (efek menular) bagi perekonomian nasional,
stabilitas politik, dan kerawanan sosial. Oleh karena itu,
melalui instrument kebijakannya, negara harus mengambil
peran dalam menjaga agar tidak terjadi kelangkaan energi.
Saat ini, energi memiliki posisi sangat strategis di
setiap negara, karena merupakan input utama dalam
menggerakan pertumbuhan ekonomi secara
berkesinambungan, sehingga kepastian jaminan pasokan
energi menjadi fokus utama dalam kebijakan energi suatu
negara. Pada masa mendatang, timbul kekhawatiran yang
dipicu kenyataan bahwa konsumsi energi dunia semakin
meningkat. Sebaliknya, suber energi yang ada hanya terdapat
di kawasan tertentu semakin terbatas. Menyikapi kondisi
kelangkaan pasokan, berbagai strategi telah dikembangkan
oleh banyak negara untuk mengamankan pasokan energi
dengan pola yang lebih agresif. Banyak negara sekarang ini
mulai mewaspadai dan menyadari kemungkinan timbulnya
gesekan dalam persaingan menguasai sumber energi. Salah
satu bentuk bentuk pencegahan adalah kerja sama
antarnegara dan kawasan dalam rangka menjaga keamanan
bersama terhadap kepastian pasokan energi. Kebijakan energi
bersama yang merupakan penggabungan kekuatan dalam
menangani krisis energi, stabilitas pasokan energi, keragaman
energi, dan harga energi kadang berjalan tidak seperti yang
diharapkan. Kita tentu tidak dapat terus berharap bahwa
22
situasi kondusif akan terus tercipta dalam upaya
mengamankan pemenuhan kebutuhan. Jika solusi strategis
tidak ditemukan, konflik di dunia tentu tak dapat
dihindarkan.
Untuk di dalam negeri, tentu kita harus mulai
berpikir untuk mengubah paradigma pengelolaan energi
kita. Dengan kekayaan alam melimpah, jumlah penduduk
230 juta jiwa, dan posisi geoekonomi yang sangat strategis,
Indonesia yang telah lebih dari 72 tahun merdeka seharusnya
sudah menjadi bangsa yang besar, maju dan makmur.
Namun, hingga kini Indonesia masih tergolong sebagai
negara berkembang dengan angka pengangguran dan
kemiskinan yang tinggi serta berdaya saing rendah. Banyak
faktor yang menyebabkan kita masih terbelakang, mulai dari
carut-marutnya sistem politik dan hukum, lemahnya
penguasaan IPTEK sampai etos kerja bangsa yang rendah.
Dan, salah satu penyebab utamanya adalah karena sejak
zaman kolonial hingga kini, paradigma pembangunan
nasional terlalu berorientasi pada daratan (land-based
development), sedangkan laut hanya diperlakukan sebagai
tempat eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) secara
ekstraktif, pembuangan limbah (“keranjang sampah”), dan
berlangsungya berbagai kegiatan ilegal. Sementara,
Nusantara ini merupakan negara maritim dan kepulauan
terbesar di dunia yang tiga per-empat wilayahnya berupa
laut seluas 5,8 juta km2 yang mempersatukan lebih dari
17.500 pulau dengan 81.000 km garis pantai, terpanjang
kedua setelah Kanada. Dalam wilayah pesisir dan lautan itu
terdapat potensi berbagai Sumber Daya Alam (SDA) dan
23
jasa-jasa lingkungan yang sangat besar, yang hingga kini
belum dimanfaatkan secara optimal. Mengingat stok SDA di
wilayah daratan juga semakin menipis, sementara kita masih
harus memacu pertumbuhan ekonomi tinggi dan berkualitas
untuk memerangi pengangguran dan kemiskinan yang kian
meningkat, terutama akibat krisis ekonomi global, maka
sekarang saatnya kita meningkatkan pendayagunaan SDA
kelautan secara produktif, efisien, dan berkelanjutan bagi
kemajuan serta kemakmuran bangsa.
Keuntungan sebagai negara maritim harus pula
dimanfaatkan dengan memperbaiki sistem tata kelola SDA.
Salah satu konsep yang dapat ditawarkan adalah dengan
melakukan pemerataan pembangunan melalui desentralisasi
pusat industri. Pembangunan industri yang selama ini
terpusat di Jawa, harus mulai “digeser” secara merata.
Kementrian Perindustrian telah menerbitkan Rencana Induk
Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035 sebagai
panduan serta roadmap pembangunan industri yang
didalamnya mencakup tentang pemanfaatan potensi daerah
secara maksimal, baik secara ekonomi dan hukum
dengan tetap memperhatikan lingkungan hidup. Jika RIPIN
ini dikolaborasikan dengan Rencana Umum Energi Nasional
(RUEN) secara optimal, maka Indonesia tentu dapat berjaya
sebagai negara kepulauan dengan memaksimalkan
keunggulan setiap daerah.
Pembangunan industri yang tersebar tentu akan
membutuhkan energi yang tidak sedikit, disinilah peran
pemerintah untuk dapat mengeluarkan kebijakan pendukung
yang dapat menarik investor baik dalam maupun luar negeri.
24
Karena, sama-sama kita ketahui bahwa untuk memenuhi
kebutuhan energi pada sektor industri membutuhkan cost
yang tinggi, sehingga diperlukan campur tangan pihak
swasta untuk dapat mengembangkan optimalisasi sentra
industri di daerah. Jika skema ini dapat berjalan dengan baik,
bukan tidak mungkin bahwa di kemudian hari, Indonesia
dapat tetap bertahan bahkan berjaya di tengah tipisnya
cadangan energi fosil dunia. Dan secara tidak langsung, kita
adalah pemegang kunci kemenangan peperangan di akhir
zaman.
25
PEMANFAATAN INFORMASI MANDALA
BAWAH PERMUKAAN
GUNA MENENTUKAN STRATEGI
PERTAHANAN LAUT DI WILAYAH
KOMPARTEMEN STRATEGIS INDONESIA
Oleh: Letkol Laut (KH) Dr. Gentio Harsono, S.T., M.Si. Dosen Universitas Pertahanan
email: [email protected]
A. Pendahuluan
Konstelasi geografis Indonesia sebagai benua maritim
memberikan keuntungan dalam aspek geostrategis, geopolitik
dan geoekonomi. Wilayahnya berupa pulau-pulau besar dan
kecil, dikelilingi selat-selat sempit mulai dari tipe dangkal
sampai dalam dengan beberapa punggung laut didalamnya,
menjadi menjadi mandala yang lebih rumit dalam aspek
pertahanan keamanan. Selain itu dalam aspek pelayaran
Internasional perairan Indonesia merupakan jalur lintas kapal-
kapal dunia yang mengangkut komoditas niaga, pangan dan
energi dari Asia, Eropa, dan Amerika. Empat dari sembilan
chocke point lintas pelayaran dunia bahkan berada di
Indonesia. Sebagai konsekuensi ratifikasi UNCLOS 1982
melalui Undang Undang No. 17 Tahun 1985, Indonesia
memberikan jalur pelayaran Internasional yang dikenal
dengan Sea Line atau Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).
Dengan kondisi seperti ini, Indonesia berpeluang memberikan
26
pengaruh politik dan menentukan ekonomi global. Pelayaran
global yang terjadi selama ini, baik pelayaran sipil maupun
militer, sangat bergantung pada kelancaran serta keamanan
beberapa selat penting dunia, tentu saja dalam hal terjadi
suatu peristiwa buruk yang kemudian berakibat terhambat
atau bahkan menghalangi jalur pelayaran maka akan
mengacaukan perdagangan dan perekonomian global,
termasuk pula dapat menghambat pergerakan militer dari
negara pengguna jalur pelayaran tersebut. Kita bisa belajar
dari kasus Laut China Selatan betapa pentingnya jalur
pelayaran tersebut hingga diperebutkan oleh beberapa negara
termasuk Amerika Serikat. Tidak diragukan lagi, kedepan
perairan Indonesia menjadi incaran penguasaan lautnya oleh
negara lain terutama negara-negara besar yang
berkepentingan dengan jalur lautnya. Penguasaan dimaksud
dapat melalui pengumpulan data dan informasi tentang
karakter laut Indonesia sebagai bagian dari stragi menguasai
laut Indonesia.
B. Karakteristik Mandala Lingkungan Laut Perairan
Indonesia
Perairan Indonesia berada diantara benua Asia dan
Australia dan antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.
Wilayah perairan ini meliputi sebagian besar wilayah Perairan
Asia Tenggara dengan bentuk kesatuan geografi yang kompleks
27
baik struktur maupun karakteristiknya. Indonesia menjadi satu
satunya wilayah yang mempunyai struktur dengan dasar laut
beragam dan distribusi pulau-pulaunya yang paling kompleks di
bumi. Berbagai macam pulau besar dan kecil dipisahkan oleh
berbagai macam laut dangkal dan dalam yang dihubungkan
oleh banyak selat dan terusan. Praktis semua tipe topografi dasar
laut ditemukan mulai dari landas benua (continental shelf), lereng
benua (continental slope), berbagai macam bentuk dasar laut
seperti basin laut dalam, palung, sill (punggung laut), pulau
vulkanik serta pulau berterumbu. Punggung laut terbentuk
antara pulau pulau dengan dengan ridge bawah laut yang
memisahkan antara basin laut serta menentukan pertukaran
massa air antara kedua basin. Di daratannya, rangkaian gunung
berapi tinggi membentuk cincin api, bukit pegunungan, serta tak
terhitung jumlahnya pulau-pulau berterumbu karang yang
melengkapi fenomena yang tidak ditemukan di wilayah
manapun di bumi. Oleh karenanya Indonesia menjadi daya
perhatian peneliti mengungkap kondisi topografi, geologi,
tektonik serta geofisiknya.
Dalam terminologi osanografi, perairan Indonesia
merupakan bagian dari Samudera Pasifik oleh karenanya massa
air yang mengisi perairan Indonesia adalah massa air Samudera
Pasifik dan kepulauan Indonesia adalah pemisah antara
Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia. Massa air Samudera
Pasifik sangat jelas dominan terutama di wilayah perairan laut
28
dalam seperti di wilayah timur Perairan Indonesia seperti Laut
Sulawesi, Laut Maluku, Laut Buru, Laut Seram dan Selat
Makassar. Massa air tersebut mengalir ke perairan dalam
Indonesia yang kita kenal dengan sebutan Arus Lintas Indonesia
(Arlindo) atau dikenal Indonesian Throughflow (ITF).
Keunikan dan kompleksitas perairan Indonesia telah
menjadi daya tarik para peneliti dari berbagai negara datang ke
Indonesia. Hampir semua tipe dasar topografi di dasar laut
ditemukan di Indonesia seperti continental shelves, insular slope,
basin laut dalam, palung dan relung. Juga kenampakan topografi
lainnya seperti gunung bawah laut dan pulau-pulau terumbu
karang yang tersebar disepanjang gugusannya. Beberapa
peneitian laut telah dilaksanakan di Indonesia dimulai sejak
penjajahan Belanda, ekspedisi penelitian laut Internasionalpun
sering dilakukan mulai dari ekspedisi Challenger (1872-1875),
The Gazelle (1875), The Valdivia (1899), The Siboga (1899-1900),
The Planet (1906-1907), The Snellius I (1929-1930), The Albatros
(1948), The Spencer of Bird (1947-1950), The Galathea (1981) serta
yang terakhir Deep Sea Explorer (2010) yang dilakukan dengan
kapal Angkatan Laut Amerika Serikat (USNS) di Laut Sulawesi.
Semua riset tersebut pada dasarnya ingin mengungkap rahasia
dan keunikan karakteristik laut Indonesia yang bahkan hingga
sekarang pun banyak yang belum terungkap.
29
C. Hidro-Meterologi Perairan Indonesia
Perairan Indonesia sering disebut dengan benua maritim
karena lautan yang lebih luas dibanding daratannya, sehingga
pengaruh dinamika lautnya lebih kuat dibanding daratannya,
interkasi lautan-atmosfir atasnya menjadi penentu iklimnya.
Berada di wilayah tropis dengan curah hujan tinggi dan
evaporasi yang rendah, Indonesia menjadi daerah yang paling
lembab ditambah banyak pulau-pulau tersebar berperan
sebagai pusat aktivitas konveksi pertumbuhan awan terutama
daerah pesisirnya. Curah hujan tinggi dengan evaporasi
rendah mengakibatkan perairan laut Indonesia memiliki nilai
salinitas yang rendah terutama di musim hujan dimana
terdapat tambahan kontribusi besar dari aliran sungai dari
daratan.
Sebagai daerah tropis, wilayah ini ditandai dengan
lemahnya angin permukaan dan tingginya tekanan udara
permukaan. Perubahan tekanan udara juga relatif kecil
dibandingkan skala perubahan waktu sehingga sulit terjadi
pembentukan angin kencang. Hal ini juga didukung oleh
lemahnya Gaya Coriolis di ekuator menyebabkan tidak
mungkinnya di daerah tropis terbentuk atau menjadi lintasan
siklon tropis. Angin permukaan untuk daerah tropis
umumnya lemah, hal ini berlawanan dengan angin pada level
atas yang umumnya relatif kencang. Salah satu penyebab
lemahnya angin permukaan adalah karena kecilnya
30
perbedaan tekanan udara permukaan di daerah tropis. Pada
musim hujan, akibat kuatnya suplai udara basah dan konveksi
udara, sirkulasi angin kencang pada level atas terganggu
sehingga angin pada level tersebut lebih lemah daripada pada
musim kemarau. Lemahnya angin permukaan di daerah
tropis membawa konsekuensi lemahnya sirkulasi arus laut di
daerah tropis jika dibandingkan dengan daerah non tropis.
Seperti disebutkan sebelumnya, luasnya perairan laut
Indonesia telah menyebabkan interaksi laut dengan atmosfir
(air-sea interaction) lebih dominan dibanding pengaruh
daratannya mengakibatkan kondisi lautnya sangat
dipengaruhi dinamika atmosfirnya. Berikut ini adalah
beberapa komponen pengaruh atmosferik yang membentuk
variasi kondisi perairan Indonesia.
1. Madden Julian Oscillation (MJO)
Easterly waves atau gelombang ke timur terjadi di
berbagai belahan dunia. Peristiwa easterly wave terjadi di
permukaan laut yang merupakan gejala interaksi laut
atmosfer dimana selain tekanan udara juga terjadi
perubahan suhu permukaan laut yang pada akhirnya
menghasilkan siklon tropis. Untuk daerah benua maritim
Indonesia, penjalaran gelombang ke timur dikenal
dengan istilah Madden Julian Oscillation untuk menyebut
nama penemu gelombang ini. Gejala yang terjadi di
31
Samudra Hindia dan peristiwa yang dimulai di laut akan
berakibat pada daerah hujan yang mana daerah hujan ini
akan bergerak ke arah timur masuk di Kepulauan
Indonesia melalui ekuator propinsi Sumatera Barat dan
terus bergerak ke Timur. Apabila peristiwa tersebut
terjadi pada bulan musim hujan maka pergerakan akan
lebih ke arah selatan mengikuti jalur ITCZ (Inter-Tropical
Convergence Zone) yang sedang berada di bumi belahan
selatan. Apabila penjalaran terjadi pada saat musim
kemarau maka akan bergerak ke utara juga mengikuti
jalur ITCZ. Peristiwa penjalanan dengan gelombang ini
terjadi dengan periode antara 30 - 90 hari sehingga gejala
MJO ini dikenal juga dengan istilah intraseasonal wave.
Pergerakan gelombang ini membawa implikasi ke laut
dan atmosfer seperti perpindahan suhu laut hangat
menuju timur dan daerah konvektif yang juga kearah
timur. Hal yang paling sering dirasakan di Indonesia
adalah gelombang MJO seringkali membawa awan tebal
menyebabkan hujan ringan saat musim kemarau serta
peningkatan tinggi gelombang laut (terutama di Laut
Jawa) mengikuti arah pergerakannya. Kekuatan
gelombang MJO semakin ke wilayah timur Indonesia
semakin berkurang (lemah).
32
2. Monsoon
Monsun adalah fenomena akibat pergerakan titik
kulminasi matahari terhadap bumi yang bergerak utara-
selatan, menyebabkan kontrasnya tekanan udara dan
suhu antara benua (Asia dan Australia) dan samudra,
yang menyebabkan terjadinya pusat-pusat konveksi
udara. Untuk wilayah Indonesia pergerakan titik pusat
konveksi membawa akibat daerah pumpunan awan
akibat bertemunya angin pasat timur laut dan tenggara
dan daerah dengan suhu muka laut maksimum.
Kontrasnya pemanasan antara Benua Asia dan
Australia yang semakin memperkuat pergerakan utara
selatan dari ITCZ. Monsun merupakan daerah dimana
arah angin yang dominan berbalik arah paling sedikit
120° antara bulan Januari dan Juli. Januari adalah
maksimum musim dingin di belahan bumi utara (BBU)
dengan suhu rata-rata terendah di BBU dan Juli adalah
maksimum musim panas dengan suhu rata-rata tertinggi
di BBU. Meskipun dipengaruhi monsun, tidak semua
daerah Indonesia memiliki pola iklim tahunan yang
serupa. Untuk daerah selatan Indonesia, memiliki satu
puncak hujan dan satu puncak kemarau. Sedangkan
untuk daerah sebelah utaranya dapat memiliki dua
puncak hujan dan dua puncak kemarau. Pada daerah
tengah dan utara Indonesia, terkadang disebut daerah
33
iklim ekuatorial dimana tidak jelas nampak perbedaan
puncak musim kemarau dan hujan pada pola
tahunannya. Kedua puncak atas terjadi pada saat titik
kulminasi matahari melewati daerah tersebut.
Pergerakan arus laut yang diakibatkan oleh pola
monsunal yang mengikuti titik kulminasi matahari telah
dipetakan oleh Wyrtki (1961). Perubahan di laut juga
terjadi karena penurunan suhu laut permukaan pada
musim kemarau. Pada waktu musim kemarau lautan jauh
lebih tenang sehingga mengakibatkan tingkat turbiditas
yang rendah (Aldrian, 2008)
Gambar 1. Pola Arus Permukaan Perairan Indonesia saat puncak kemarau di bulan Agustus (Wyrtki, 1961)
Gambar 2. Pola Arus Permukaan Perairan Indonesia bulan Februari (Wyrtki, 1961)
34
3. Pengaruh ENSO (El Nino Southern Oscillation)
ENSO merupakan fenomena yang terjadi antara
faktor meteorologi dan kandungan bahang (kalor) yang
bersumber di barat ekuator Samudera Pasifik dimana
diyakini tempat inilah embrio semua denyut kejadian
terkait El Nino/La Nina. ENSO atau El Niño Southern
Oscillation adalah fenomena alam global yang berpusat di
Samudra Pasifik. Fluktuasi atau osilasi dari ENSO terdiri
dari tiga fenomena yaitu kondisi Normal, El Niño (identik
musim kemarau panjang) dan La Niña (identik curah
hujan tinggi).
Berawal dari sistim angin di sepanjang ekuator,
angin pasat (trade wind) yang bertiup secara mantap
(steady) sepanjang tahun membawa massa air permukaan
hangat sepanjang ekuator Samudera Pasifik, kemudian
menumpuk di tropis Pasifik barat kira-kira di utara Pulau
Papua hingga timur Mindanao yang dikenal Welahar
Panas (Warm Pool). Membentuk perairan dengan suhu
permukaan laut sangat hangat bahkan di perairan dunia,
rata-rata diatas 29oC.
Suhu permukaan laut sangat hangat (>29°C) di
ekuator barat Samudera Pasifik (atau kira kira di utara
Pulau Papua) menjadikan evaporasi dan curah hujan
tinggi. Fase ini dikenal dengan nama fase La Nina.
Karena laut mempunyai sistem kesetimbangan, maka
35
Welahar Panas ini bergeser ke Pasifik Tengah. Sementara
itu di ekuator barat Samudera Pasifik suhu permukaan
laut menjadi lebih dingin, menyebabkan jumlah uap air
sangat sedikit, dan curah hujanpun menjadi rendah.
Event ini disebut Fase El Nino. Pengaruhnya terhadap
wilayah Indonesia sangat terasa seperti keadaan kemarau
panjang saat El Nino dan banjir saat fase La Nina. Namun
pada kenyataannya pengaruh ENSO (El Nino dan La
Nina) bukan saja pada daratan saja namun juga pada
karakteristik lautannya. Pada Event La Nina (hujan
tinggi) aliran massa air Arlindo lebih kuat dibandingkan
saat fase Normal. Bahkan mengalir berbalik alirannya
saat Fase El Nino dimana alirannya dari Samudera
Hindia ke Samudera Pasifik.
Gambar 3.Volume Transport Arlindo di Selat Makassar (bawah) dan
Grafik Indeks NINO 3.4 (Samudera Pasifik) dan DMI (Samudera
Hindia). Nilai positif menunjukkan arus ke utara, negatif merupakan
arah selatan (Gordon et al., 2005)
36
Aldrian dan Djamil (2007) menyebut bahwa
pengaruh ENSO merupakan sinyal terkuat kedua
setelah monsun. Hal ini dapat dipahami karena kuatnya
pengaruh ENSO terhadap iklim wilayah Indonesia
disebabkan oleh kuatnya pengaruh wilayah warm pool
dan Arlindo terhadap iklim benua maritim.
4. Indian Ocean Dipole (IOD)
Ossilasi lautan-atmosfir tropis Samudera Hindia
ini terungkap pada akhir tahun 90-an, merupakan
penggerak iklim global lain yang sebelumnya diketahui,
ENSO di Samudera Pasifik. Intensitas IOD digambarkan
sebagai gradien anomali suhu permukaan laut antara
basin barat ekuator (50E-70E dan 10S-10N) dengan basin
timur ekuator (90E-110E and 10S-0N) Samudera Hindia,
selanjutnya dinamakan Dipole Mode Index (DMI).
DMI ditandai dengan menghangatnya
permukaan laut di salah satu basin dan mendingin di
basin lainnya. Saat suhu permukaan laut basin timur
menghangat diatas normal, terjadi peningkatan
penguapan air yang menyebabkan hujan diatas normal
wilayah barat Indonesia dan Australia. Sementara pantai
timur Afrika mengalami kekeringan, sebagai akibat
pendinginan suhu permukaan laut dengan minimnya
37
intensitas penguapan, kemudian disebut sebagai DMI
fase negatif.
Fenomena ini kemudian mengalami kondisi
berbalik, dimana suhu permukaan laut basin timur
samudera mendingin dan basin baratnya menghangat,
menyebabkan wilayah barat Indonesia dan Australia
mengalami kekeringan yang selanjutnya disebut DMI
fase positif. Proses ini terjadi secara bergantian, mirip
dengan sebuah ayunan (ossilasi) meskipun periode satu
dengan lainnya tidak sama.
Pengaruh DMI terutama paling terasa di wilayah
Indonesia adalah seperti Sumatera dan Jawa bagian
barat.
5. Arus Pusar (Eddies)
Fenomena laut lainnya yang harus menjadi
perhatian adalah adanya arus pusar. Berbeda dengan
keempat pengaruh atmosferik di atas. Arus pusar
(Eddy) tidak dibangkitkan oleh pengaruh angin. Arus
pusar di perairan Indonesia beberapa tempat ditemukan
mempunyai tipe permanen namun dibeberapa lokasi
lain bertipe musiman. Eddy terjadi akibat pertemuan
dua arus yang berlawanan atau akibat arus yang
terbentur oleh massa daratan. Arus pusar terdiri dari
dua macam yaitu arus pusar yang searah jarum jam
38
disebut anti siklonik dan berlawanan jarum jam disebut
dengan siklonik. keduanya mempunyai perbedaan yang
sangat jelas terutama pola aliran sirkularnya.
Antisiklonik Eddy bersifat menarik massa air
sekelilingnya kearah pusat sehingga terbentuk pola
dimana muka lautnya lebih tinggi pada pusat
sirkulasinya. Massa air ditengah menekan kebawah
sehingga pada lapisan dibawahnya terjadi downwelling
dimana tekanan isobar terlihat melembah. Sedangkan
pada Siklonik Eddy, massa air pada bagian pusatnya
dipindahkan ke arah luar aliran pusarannya yang
menyebabkan muka laut di bagian tengahnya kosong
dan membentuk lembah. Aliran massa air dibawahnya
mengalir ke atas (Up welling) untuk mengisi
kekosongan air pada permukaan yang bergerak ke luar
pusaran.
Gambar 4. Antisiklonik Eddy dan Stratifikasi Kolom Air
Bawahnya
39
Baik Antisiklonik Eddy maupun Siklonik Eddy sangat
bermanfaat untuk peperangan kapal selam karena
diantara lapisan permukaan dan lapisan bawahnya
mempunyai densitas yang berbeda dan sangat kontras
yang menyebabkan deteksi akustik lebih rumit karena
pancaran sinyal bisa jadi dibelokkan sehingga target
tidak dapat dideteksi.
Salah satu eddy yang skalanya paling luas adalah
Halmahera Eddy. Arus ini terletak di timur laut ujung
paling utara Pulau Halmahera. Sirkulasi arus di wilayah
perairan ini rumit, namun penting sebagai kunci
perubahan iklim global.
Gambar 5. Sistim arus ekuator Pasifik Barat The Low
Latitude Western Boundary Currents, panah hitam
menunjukkan vektor arus data Shipboard ADCP, panah
merah lintasan air Pasifik Selatan, panah biru air Pasifik
Utara. HE: Halmahera Eddy, NGE: New Guinea Eddy
(diilustrasikan oleh Kashino et. al, 2007)
40
Wilayah ini merupakan tempat cikal bakal massa
air Arlindo ini, dua arus besar dari dua belahan bumi di
Pasifik bertemu. Pengaruh meteorologi yang sangat
nyata terhadap kontraksi dan translasi eddy dalam skala
musiman misalnya, Halmahera Eddy berkembang
cukup baik selama musim kemarau di belahan bumi
utara saat aliran massa air Pasifik Selatan mengalami
periode kuat. Sebaliknya selama Desember - Februari,
ketika arus ini melemah bahkan sering berbalik arah ke
timur, Halmahera Eddy hampir tidak dapat terpantau
dengan jelas. Sedangkan dalam skala antar tahunan
dimana pengaruh dominan adalah ENSO, Halmahera
Eddy terlihat menguat saat fase El Nino, namun
melemah saat fase La Nina.
Harsono et al. (2014) melakukan penelitian tentang
perkembangan dan pergeseran Halmahera Eddy
menggunakan citra klorofil-a permukaan Aqua MODIS
dan data altimetri Jason-1 selama kurun waktu hampir
satu dasawarsa 2002 - 2012. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa Halmahera Eddy mempunyai
wilayah pergeseran yang membentuk sumbu tenggara –
barat laut dengan jarak antar titik pusat terjauh 446 km.
Diameter Halmahera Eddy diketahui rata-rata sekitar
520 km. Dalam skala musiman (seasonal), Halmahera
Eddy bergeser ke barat laut selama musim tenggara dan
41
bergeser ke tenggara selama musim barat laut. Pada
skala antar-tahunan (inter-annual), Halmahera Eddy
bergeser ke barat laut selama even La Niña dan ke
tenggara selama even El Niño.
Selain Halmahera Eddy, terdapat New Guinea
Eddy di utara Biak dan eddies yang lain yang lebih kecil
ukurannya muncul secara musiman seperti di Selat
Lombok, Selat Bali serta perairan dekat Tanjung
Fukuaku Kupang. Namun karena belum dipetakan
dengan baik informasi tentang eddy tersebut belum
banyak diungkap dan diketahui karakteristiknya.
D. Karakteristik Perairan Indonesia
Perairan Indonesia secara oseanografi dibagi kedalam
wilayah berikut: Dataran Sunda (Sunda Shelf), Laut China,
Eastern Archipelago, Arafuru Shelf, Sahul Shelf dan Laut
Andaman. Hal yang tampak nyata adalah batimetri perairan
Indonesia antara barat dan timur wilayahnya sangat berbeda.
Jika dibagian barat perairan pedalamannya dengan
karakteristik batimetri yang dangkal dengan dasar laut yang
cenderung seragam, berbeda halnya dengan perairan di timur
Indonesia banyak didominasi oleh pulau-pulau yang
dipisahkan oleh selat dengan batimetri yang dalam serta
bentuk topografi dasar lautnya yang kasar dan sangat
komplek sebagai akibat formasi pembentukan geologinya.
42
1. Karakteristik Wilayah Perairan Timur NKRI
Karakter perairan timur Indonesia adalah
batimetri yang dalam, sebaran pulau-pulau dengan selat
sempit dan dalam dan adanya punggung laut (sill).
Massa air di perairan timur Indonesia diisi oleh massa
air dari Samudera Pasifik. Massa air Samudera Pasifik
mengalir dan mengisi basin Samudera Hindia melalui
perairan timur Indonesia yang dikenal dengan Arus
Lintas Indonesia (Arlindo) atau sering dikenal dengan
Indonesian Throughflow (ITF). Arlindo membawa massa
air pertengahan Samudera Pasifik sekitar kedalaman
350-500 meter. Massa air yang berada lebih dari 500
meter tidak dapat masuk ke Perairan Indonesia karena
terhalang di Talaud Sill dan Halmahera Sill.
Gambar 6. Sebaran Punggung Laut (Sill) di Perairan
Wilayah Timur NKRI
43
Besaran flux bahang (energi) yang dipindahkan dari
Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melewati
Perairan Indonesia mencapai 0.5-1.0 Peta Watts (1 PW =
1015 Watt) (Godfrey,1996; Gordon, 2001; Vranes et al.,
2002). Massa air Samudera Pasifik yang dikenali dari
salinitas dan temperatur pada lapisan thermoklin masuk
ke Perairan Indonesia dan di sinilah massa air Samudera
Pasifik mengalami percampuran secara intensif akibat
kuatnya turbulensi arus pasang surut (karena
banyaknya selat sempit dan dalam) serta proses
percampuran massa air permukaan yang lebih tawar
(akibat percampuran dengan lapisan permukaan yang
lebih taar karena pengaruh hujan dan suplai air tawar
dari sungai-sungai sekitarnya), selanjutnya massa air
keluar dari Perairan Indonesia menjadi lebih massa air
yang lebih dingin dan lebih tawar.
Gambar 7. Karakteristik batimetri wilayah perairan Indonesia
antara bagian barat dan bagian timur (Gordon, 2005)
44
Gambar 8. Perubahan Karakteristik Massa Air Samudera
Pasifik yang dibawa Arlindo dan mengisi basin Samudera
Hindia (Gordon, 2005)
Lingkungan bawah permukaan air di perairan timur
Indonesia juga ditandai dengan kuatnya gelombang dalam
(internal wave) yang kuat, karena terjebak dalam laut yang
semi tertutup. Energi difusive akibat gelombang dalam ini
bahkan dapat mencapai 1,5 cm2/detik (Syamsudin, 2002).
Sehingga terjadilah percampuran horisontal dan vertikal yang
cukup kuat. Hal ini dapat kita bayangkan seperti halnya air
dan serbuk minuman ringan yang diisikan kedalam tabung
dengan lapisan bagian dalam tabung yang kasar kemudian
kita tutup dan di kocok, maka proses percampuran tersebut
menjadi kuat dan lebih sempurna.
45
Massa air Samudera Pasifik dengan salinitas tinggi dan
temperatur lebih hangat yang masuk ke Perairan Indonesia dan
dibawa Arlindo (ITF) terlihat makin pudar karakteristiknya
setelah setelah melewati punggung laut seperti di Talaud Sill,
Dewakang Sill di Selat Makassar, Halmahera Sill di Selat
Halmahera dan di laut Seram sehingga massa air Pasifik tidak
sampai masuk ke Laut Banda karena sudah berubah karakter
dari asalnya. Untuk diketahui Arlindo (ITF) adalah satu satunya
aliran massa air global (yang dikenal dengan The Great Conveyor
Belt) yang melintas di lintang rendah antara dua samudera,
Samudera Pasifik ke Samudera Hindia. Karena Arlindo lah
Indonesia mempunyai posisi strategis yang memainkan peran
penting dalam lautan global dan pengaturan iklim dunia.
Arlindo (ITF) dipisahkan dalam 3 cabang yang
mengalirkan massa air pasifik Utara dan Pasifik Selatan. Route
utama adalah dari Pasifik Utara (dengan ciri Salinitasmax 34.8
PSU) mengalir melewati Laut Sulawesi kemudian ke Selat
Makassar dan keluar melewati Selat Lombok dan Selat ombai
dan melewati celah Timor. Sekitar 90% massa air Samudera
Paifik yang dibawa Arlindo berada pada lapisan termoklin
mengalir melewati route ini.
Route kedua mengalir di lapisan thermoklin (lapisan
massa air dimana gradien suhu menurun dengan cepat 0,1oC/m)
dari wilayah Pasifik Selatan lewati Laut Maluku dan Selat
Lifamatola. Karakter massa air pasifik Selatan (Salinitas max 35.45
46
PSU). Sedangkan rute ketiga adalah melewati Laut Halmahera
dan Laut Seram.
Gambar 9. Sistim Arus Thermohaline Global “The Great
Conveyor Belt”
(Sumber: www.ces.fau.edu)
Gambar 10. Route Arus Lintas Indonesia (Arlindo)
dalam 3 lintasan Utama dengan nilai satuan aliran
persatuan waktu yaitu Sv (juta m3/detik) berdasarkan
nilai rerata tahunan (Gordon, 2005).
47
Sebagai bagian dari wilayah ekuator Pasifik Barat,
perairan Indonesia sangat sensitif terhadap pengaruh
perubahan atmosfir atasnya, hal ini akibat periode
resident time-nya yang pendek (Wyrtki, 1962a).
Fenomena ini mengakibatkan variasi volume dan
kandungan bahang antar tahunannya menjadi lebih
sensitif terhadap fluktuasi adveksi dan fluks bahang
permukaan yang berinteraksi langsung dengan atmosfir
atasnya. Sebagai contoh, variabilitas dan pergerakan
Arlindo yang mengalir dari Samudera Pasifik di ekuator
barat ke Samudera Hindia terkait erat dengan El Nino
Southern Oscillation (ENSO) dimana pada event El Nino
massa air Arlindo justru berbalik dari Samudera Hindia
ke Samudera Pasifik. El Nino kita tahu pengaruhnya
bukan saja pada skala regional namun juga global
sebagai ikon bencana kekeringan di Indonesia.
2. Wilayah Perairan Barat NKRI
Sangat kontras dengan wilayah timurnya,
batimetri perairan barat Indonesia didominasi oleh
perairan dangkal dan topografi dasar laut yang hampir
seragam. Karakteristik oseanografi perairan dangkal
adalah stratifikasi kolom air mulai dari permukaan
hingga dasar lautnya adalah hampir homogen akibat
kuatnya pengaruh adukan angin di atasnya. Praktis di
48
wilayah perairan ini tidak ditemukan adanya sill laut
dalam dan gelombang laut dalam (internal wave).
Visibiltas perairan pedalamannya umumnya lebih
rendah dibanding perairan wilayah timurnya. Selain
akibat besarnya pengadukan angin hingga dasar juga
banyaknya suplai air sungai yang turut meningkatkan
angka kekeruhan. Pengaruh atmosfir atasnya
berpengaruh kuat terhadap arus hampir disemua
lapisan kolom airnya. Pengaruh suplai air dengan
angkutan sedimen yang tinggi dari sungai sungai besar
menjadikan kecerahan air rendah. Salinitas airpun
menjadi rendah <30.00 PSU terutama saat musim hujan.
Wilayah ini juga sangat kuat dipengaruhi oleh
variabilitas atmosfir atasnya, yang seringkali membawa
banjir di wilayah sekitarnya, yang turut menyumbang
dalam pengenceran massa air laut pada lapisan
permukaannya.
Perairan ini merupakan lalu lintas paling ramai
karena jumlah kapal niaga yang melintas dan jalur
perdagangan ramai di dunia seperti Selat Malaka dan
Selat Sunda. Sehingga tingkat kebisingan suara di
perairan tersebut sangat tinggi.
49
E. Strategi Pertahanan Mandala Bawah Laut
Revolution in Military Affairs (RMA) telah mensintesa
sebuah konsep baru dimana perang sekarang lebih banyak
menggunakan rekayasa ilmu pengetahuan dan teknologi
keangkatanlautan, termasuk didalamnya membangun
teknologi terbaru dalam sistem pendeteksian kapal selam
lawan menggunakan metode akustik pasif yang kurang
menjadi perhatian baik oleh Blok Barat maupun Blok Timur.
Dalam kepentingan militer, karakteristik unik bentang
alam oseanografi regionalnya menjadikan perairan Indonesia
wilayah yang menantang untuk menguji keandalan alat-alat
perang bawah air negara-negara besar. Hal ini mengingat
dinamisnya sifat-sifat fisika, kimia dan biologi laut Indonesia
yang tidak dijumpai di negara negara besar dimana teknologi
akustiknya sudah sangat maju. Umumnya teknologi yang
mereka kuasai sangat andal digunakan di perairannya sendiri
(negara barat dan Timur) yang mempunyai karakter sederhana
tidak sekomplek seperti di wilayah perairan Indonesia.
Kepentingan ini diperuncing dengan meningkatknya
ketegangan akibat masalah perbatasan dan sengketa Laut Cina
Selatan antara Cina dengan Pilipina, Vietnam, Malaysia dan juga
Indonesia. Juga perebutan pengaruh Cina dengan USA dalam
menguasai jalur sutera. Dalam suatu pertempuran modern
apalagi yang menggunakan berbagai macam senjata perusak
masal Indonesia akan mengalami kerugian yang sangat besar
50
jika wilayahnya sampai dijadikan wilayah pertempuran,
infrastruktur publik akan rusak belum lagi kerusakan
lingkungan dan banyaknya korban sipil yang akan timbul
seandainya war zone terjadi di wilayah Indonesia. Jika terjadi
pertempuran sebisa mungkin Indonesia harus bisa menggiring
agar zona perangnya terjadi jauh diluar wilayah Indonesia atau
kalau bisa jadikan wilayah musuh sebagai zona perangnya.
Dalam konsepsi pertahanan, perang laut masa kini tidak
hanya didominasi kapal atas air yang berhadapan dengan
musuh sejenis serta pesawat udara. Namun juga harus
berhadapan dengan ancaman lain yang harus diperhitungkan
yang berasal dari bawah permukaan air. Satu diantaranya adalah
kekuatan kapal selam, mesin perang yang hingga kini paling
ditakuti oleh kapal atas air termodern sekalipun, karena sifat
kerahasiaan dan pendadakan yang sangat mematikan lawan.
Aplikasi militer sistem navigasi dan persenjataan kapal selam
sebagian besar menggunakan transmisi gelombang akustik yang
sangat menggantungkan pada kondisi sifat sifat fisik medium air
seperti halnya suhu dan salinitas. Setiap perubahan sifat fisik air
sangat ditentukan oleh kedalaman kolom air dan letak
geografisnya.
Konsep kemenangan perang di laut adalah kita mampu
menguasai mandala perang bawah air untuk memberikan
keunggulan yang mampu dimanfaatkan untuk mengalahkan
kekuatan lawan. Konsep peperangan bawah air lebih rumit
51
dibanding peperangan atas air, karena bukan saja kita harus
memperoleh keunggulan teknologi dari lawan, namun juga
pengetahuan dan kecukupan informasi tentang karakteristik
mandala tempur/operasi sendiri seperti kelengkapan data hidro-
oseanografi. Sebab, keberhasilan sebuah operasi peperangan
bawah air bukan lagi menggantungkan pada sektor kekuatan
kapal selam/ anti kapal selam semata, namun juga pentingnya
keunggulan data dan informasi kondisi mandala bawah air yang
lengkap dan akurat.
Teknologi SONAR yang selama menjadi instrumen
unggulan kapal atas air maupun kapal selam sendiri dalam
peperangan bawah air, ternyata mempunyai kelemahan, seperti
penyusupan kapal selam kedalam “wilayah kedap” terhadap
transmisi gelombang suara yang dikenal Shadow Zone, sebuah
lapisan bawah permukaan dimana temperatur dan salinitas laut
pada lapisan tersebut mampu memberikan efek pantulan
gelombang suara yang dikirim (backschattering) sonar musuh
secara minumum. Selain dengan memanfaatkan karakter
mandala bawah air tersebut, kapal selam sekarang juga
dilengkapi bahan material yang mampu mengakibatkan
minimnya pemantulan gelombang suara (acoustic absorbser)
dan juga teknologi jamming, yang dapat mengacaukan hamburan
balik (backschatering) kiriman gelombang akustik lawan serta
dapat merusak sistem peralatan pada Sonar sendiri.
52
Kapal kapal selam mereka akan diuji keandalannya jika
sudah melalui uji di Perairan Indonesia dengan karakteristik dan
tantangan yang lebih beragam, terutama di perairan timur
Indonesia yang mempunyai kompleksitas topografi dasar laut
dan dinamika badan airnya seperti halnya stratifkasi kuat kolom
airnya serta besarnya energi akibat internal wave (gelombang laut
dalam) sebagai mandala paling rumit dalam pancaran sonar
kapal selam.
Strategi pertahanan ALKI yang selama ini menjadi bagian
dari upaya pertahanan keamanan menghadapi ancaman yang
ada dengan menggunakan potensi pertahanan agar tercipta
stabilitas keamanan di Indonesia melalui terciptanya
pengendalian laut untuk meminimalisir potensi ancaman guna
menjamin keamanan pertahanan nasional. Oleh karena itu perlu
menyelaraskan kebutuhan wahana dan peralatan deteksi pada
ketiga kawasan kompartemen strategis disesuaikan dengan
karakteristik mandala lingkungan lautnya, terutama kebutuhan
kapal selam dan sistem deteksi dini di selat-selat sempitnya.
Artikel 20 UNCLOS dengan jelas mengatur bahwa setiap
kapal selam asing yang melakukan navigasi di permukaan harus
menunjukkan bendera mereka, ketika memasuki wilayah
teritorial Indonesia. Namun pada kenyataannya tidak semua
negara yang telah meratifikasinya patuh pada aturan tersebut.
Tentu saja dengan alasannya mereka, kalau bukan untuk
kepentingan pertahanannya.
53
HASIL KEPEMIMPINAN
Oleh: kolonel Cba Dr. Yusuf Ali, S.E., M.M. Dosen Universitas Pertahanan
email: [email protected]
A. Pendahuluan
Kepemimpinan merupakan topik bahasan yang terus
menerus dikaji oleh para ahli manajemen. Salah satu
alasannya karena kepemimpinan mempunyai pengaruh yang
dominan terhadap keberlangsungan dan keberhasilan suatu
organisasi. Banyaknya penelitian terhadap kepemimpinan
dapat dilihat dari beragamnya definisi kepemimpinan sesuai
dengan konsepsi penelitinya. Pada pokok bahasan kali ini,
penulis mengutip lima (5) pengertian dari peneliti yang
berbeda ;
a. Kepemimpinan adalah proses untuk membuat orang
memahami manfaat bekerja bersama orang lain,
sehingga mereka paham dan mau melakukannya
(Orath & Palus, 1994, h.4).
b. Kepemimpinan adalah cara mengartikulasikan visi,
mewujudkan nilai, dan menciptakan lingkungan
guna mencapai sesuatu (Richards & Eagle, 1986, h.4).
c. Kepemimpinan adalah proses ketika seorang atasan
mendorong bawahannya untuk berperilaku sesuai
54
dengan keinginannya (Hughes, Ginnett, Curphy,
2012, h.5).
d. Kepemimpinan adalah proses memberikan tujuan
(arahan yang berarti) keusaha kolektif, yang
menyebabkan adanya usaha yang dikeluarkan untuk
mencapai tujuan (Jacobs & Jaques, 1990, h.281).
e. Kepemimpinan adalah proses dimana individu
memengaruhi sekelompok individu untuk mencapai
tujuan bersama (Peter G. Northouse, 2013, h.5).
Beberapa pengertian kepemimpinan di atas
menunjukkan pentingnya peran kepemimpinan dalam
mencapai tujuan organisasi. Sebagian besar definisi
kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan
berkaitan dengan proses yang disengaja dari seseorang untuk
menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain
untuk membimbing, membuat struktur, memfasilitasi aktifitas
dan hubungan didalam kelompok atau organisasi (Gari Yukl,
2001). Pada umumnya kinerja kepemimpinan dalam suatu
organisasi dilihat dari hasil kepemimpinannya. Banyak sekali
teori tentang kepemimpinan, teori-teori tersebut membahas
kepemimpinan dari berbagai aspek, antara lain tentang gaya
kepemimpinan, karakter pemimpin, model kepemimpinan
yang efektif dan sebagainya, tetapi pada akhirnya teori
kepemimpinan tersebut mempunyai ujung yang sama yaitu
bagaimana mencapai "Hasil Kepemimpinan" yang diinginkan.
55
Kouzes & Posner (2004) merangkum beberapa pertanyaan dari
beberapa pemimpin yang selama ini bekerja sama dengan
mereka untuk meningkatkan kepemimpinan mereka.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah;
- Nilai-nilai apa yang seharusnya mempengaruhi
tindakan-tindakan saya sebagai seorang pemimpin ?,
- Bagaimana cara yang terbaik bagi saya untuk menjadi
teladan bagi orang lain ?
- Bagaimana cara saya mengartikulasi visi mengenai masa
depan jika keadaan benar-benar diliputi oleh ketidak
pastian ?
- Bagaimana cara saya meningkatkan kemampuan saya
untuk menginspirasi orang lain unuk menuju kearah
tujuan bersama ?
- Bagaimana cara saya menciptakan lingkungan yang
dapat mendukung lahirnya inovasi dan risiko ?
- Bagaiman cara saya membangun tim yang kohesif dan
bersemangat ?
- Bagaiman cara saya membagi kekuatan dan informasi
dan disisi lain masih dapat mempertahankan
akuntabilitas ?
- Bagaimana cara saya menghadirkan kesenangan dan
keceriaan kedalam usaha-usaha kami ?
- Apa sumber dari rasa percaya diri yang dibutuhkan
untuk memimpin orang lain ?
56
- Bagaimana cara saya meningkatkan kemampuan
kepemimpinan saya ?
Dengan mempelajari beberapa pertanyaan diatas
ternyata terdapat cukup banyak variable yang dapat
mempengaruhi hasil kepemimpinan. Tetapi jika kita batasi
maka ada beberapa variable dominan yang mempengaruhi
hasil kepemimpinan. Variable-variable dominan tersebut
antara lain adalah ; Visi pemimpin, dukungan bawahan,
Pendidikan/latihan/bimbingan, keterampilan bawahan.
Variable-variable tersebut saling mempengaruhi untuk
mencapai hasil kepemimpinan yang diharapkan. Pengaruh
dari variable di atas terhadap hasil kepemimpinan dapat
digambarkan seperti di bawah ini :
Dari gambar di atas dapat dijelaskan pengaruh
variable - variable tersebut pada pasal - pasal di bawah ini.
B. Visi Pemimpin.
Menurut MajGen Joseph P Franklin (Leadership, west
point ways), visi adalah kemampuan melihat jauh melewati
57
semua kendala agar dapat menuntaskan perjalanan, visi
adalah prinsip kepemimpinan yang paling penting dan
menantang karena ia menuntut seorang pemimpin untuk
terus menerus menciptakan suatu lingkungan dimana para
bawahan dapat berfungsi dalam tingkatan yang tinggi dan
melaksanakan semua tugas yang disyaratkan dalam sebuah
organisasi, sementara secara berkesinambungan menyiapkan
berbagai perubahan yang tidak dapat tidak akan terjadi.
Kredibilitas (jujur, kompeten, dan memberi inspirasi) adalah
pondasi dari kepemimpinan, namun jika
pemimpin yang memiliki kredibilitas tidak berprientasi
kedepan, maka ia akan ditinggalkan oleh pengikutnya.
Berorientasi kedepan artinya Ia mampu melihat masa depan,
melintasi cakrawala waktu dan membayangkan datangnya
peluang yang lebih besar (Kouzes-Posner, 2004). Pemikiran
jauh ke depan tentang kejayaan dan masa depan organisasi
yang dilakukan oleh para pemimpin, akan melahirkan Visi
pemimpin. Dave Campbell mengatakan “Jikalau engkau tak
tahu kemana tujuanmu melangkah, engkau bisa tiba ditempat
yang berbeda”, Visi ini akan menentukan arah serta jalannya
roda organisasi. Sebaliknya kepemimpinan tanpa visi, akan
membuat organisasi yang dipimpin berjalan tanpa arah yang
jelas, tidak ada ukuran yang dapat dievaluasi, sehingga hasil
kepemimpinannya juga menjadi tidak jelas. Menurut Gary
Yukl (2001), visi yang jelas dan mendorong amat berguna
58
untuk memandu perubahan dalam organisasi. Sebelum orang
akan mendukung perubahan yang radikal, mereka harus
memiliki visi mengenai masa depan yang lebih baik, yang
cukup menarik untuk membenarkan pengorbanan dan kerja
keras yang akan dibutuhkan oleh perubahan itu. Visi tersebut
dapat memberikan sebuah makna kelanjutan bagi para
bawahan dengan menghubungkan peristiwa lampau dan
strategi masa kini dengan citra hidup dari sebuah masa depan
yang lebih baik bagi organisasi. Visi itu memberikan harapan
untuk masa depan yang lebih baik dan keyakinan bahwa visi
itu akan tercapai pada suatu hari. Sebuah visi haruslah
sederhana dan idealistis, sebuah gambaran akan masa depan
yang diinginkan, bukan sebuah rencana rumit yang memiliki
sasaran kuantitatif dan langkah tindakan yang rinci. Sebuah
visi yang berhasil haruslah cukup sederhana untuk
disampaikan dengan jelas kepada bawahan dalam waktu lima
menit atau kurang. Agar berarti dan dapat dipercaya, visi itu
tidak boleh berbentuk hayalan atau impian, tetapi sebuah
masa depan yang dapat dicapai yang dasarnya dibuat pada
kenyataan saat ini. Sebuah kemungkinan visi bisa seperti di
bawah ini : "Kita harus menjadikan satuan ini sebagai
organisasi yang berkinerja baik, memiliki personel yang
cekatan dalam melaksanakan tugas serta memiliki kreatifitas,
Alutsista yang selalu siap pakai, mempunyai kepedulian
terhadap lingkungan sekitar, sehingga membuat kita mampu
59
untuk memenangkan setiap misi yang diberikan". Visi harus
dapat dijabarkan dalam program kerja maupun rencana
pembinaan satuan, sebagai acuan day to day action (apa
yang harus dilakukan setiap harinya). Dan yang tak kalah
penting, visi pemimpin tidak boleh bertentangan dengan
organisasi yang lebih tinggi. Contohnya ; cita-cita reformasi
birokrasi yang dicanangkan oleh pemerintah, seharusnya
menjadi visi para pemimpin di organisasi pemerintah untuk
menjabarkannya ke dalam langkah-Iangkah menuju tata
kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Pimpinan TNI
menjabarkan visi reformasi birokrasi ini salah satunya di
dalam road map lima tahunan reformasi birokrasi mulai tahun
2010 sampai dengan tahun 2025, reformasi birokrasi meliputi
bidang Intelijen, operasi, personel, territorial, dan bidang
logistik. Untuk bidang logistik menyangkut tentang pelayanan
publik isinya antara lain tentang pengadaan barang dan jasa
secara elektronik, pelayanan kesehatan. Apabila dalam
evaluasi pelaksanaanya dinilai tidak mencapai hasil sesuai
target pertahun, maka akan mempengaruhi pemberian
tunjangan kinerja bagi prajurit dan PNS TNI. Inilah
konsekuensi apabila visi satuan bawahan menyimpang dari
visi satuan di atasnya. Demikian pula dengan rencana
pembinaan satuan seorang Komandan lapangan tidak boleh
bertentangan dengan program kerja satuan di atasnya.
Misalnya program kerja satuan atas adalah pembinaan
60
personel harus mengacu pada talent spotting, maka rencana
pembinaan satuan di bidang pembinaan personel sebagai
penjabaran visinya adalah penempatan personel sesuai talent
spotting. Sebaiknya visi pemimpin mengandung semangat
perubahan menuju keadaan yang lebih baik, karena visi
perubahan yang berasal dari pemimpin akan lebih mudah
untuk dilaksanakan (Rhenald Kasali, Change).
Sebaik apapun visi pemimpin, dan sesempurna
apapun program kerja atau rencana pembinaan satuan sebagai
hasil penjabaran visi, pada pelaksanaannya akan sulit
dilakukan tanpa dukungan dari bawahan, oleh karena itu
menjadi penting bahwa visi pemimpin haruslah menjadi cita
cita bersama di dalam organisasinya, sehingga didukung oleh
para bawahan.
C. Dukungan Bawahan.
Sudah menjadi sifat manusia bahwa dia akan
mendukung sesuatu yang dipercaya dan diyakini akan
membawa kebaikan bagi dirinya. Oleh karena itu unsur
"kepercayaan" menjadi dominan untuk memperoleh
dukungan. Itulah sebabnya seorang pemimpin harus meraih
kepercayaan bawahannya sebelum ia melaksanakan visinya.
Stephen MR Covey (Smart trust) mengatakan, "Pemimpin
yang baik adalah pemimpin yang mampu membangun rasa
saling percaya dalam organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin
61
idola juga selalu transparan dan hadir di tengah problematika
yang muncul di tengah organisasi. Pemimpin yang terpercaya
selalu berani menghadapi kenyataan, dia juga terbuka,
membuat komitmen yang meneguhkan, dan selalu menjaga
komitmennya. Pemimpin yang baik dapat dilihat dari karakter
dan kompetensinya. Kejujuran serta komitmennya untuk
sukses bersama mereka yang dipimpin selalu dipraktekkan
dalam kehidupan sehari-hari di organisasi".
Selanjutnya bagaimana seorang pemimpin meraih
dukungan bawahan agar secara ikhlas mengikuti visinya yang
dijabarkan dalam program atau rencana yang harus
dilakukan?. Untuk meyakinkan bawahan bahwa program
atau rencana maupun perubahan tersebut baik dan
menguntungkan bagi mereka serta organisasi, maka
pemimpin harus dapat menunjukkan perbedaan menyolok
(kontras) antara kondisi saat ini dan kondisi yang akan dicapai
apabila program/rencana/perubahan itu dilakukan.
Menunjukkan kontras selain dengan penjelasan, sebaiknya
juga dilakukan study banding, misalnya seorang pemimpin
mempunyai cita-cita adanya suasana kerja yang nyaman di
kantornya dan mencanangkan program kebersihan serta bebas
asap rokok di ruang ber AC, maka untuk memperoleh
dukungan bawahannya dia dapat membandingkan suasana
kantornya saat ini yang kumuh dan berasap, dengan suasana
kantor yang bersih dan bebas asap rokok. Bila perlu dengan
62
membawa bawahannya ke ruangan yang nyaman tersebut
agar merasakan “kontras”. Yang paling sulit adalah
menunjukkan kontras untuk sesuatu yang tidak bersifat fisik,
misalnya pemimpin yang mempunyai visi tata kelola bebas
KKN. Untuk menunjukkan kontrasnya boleh jadi seorang
pemimpin memperlihatkan atau mengajak bawahannya
mengunjungi penjara atau persidangan kasus korupsi, agar
efek kontras tersebut masuk dan bawahan menyadari bahwa
tata kelola bebas KKN itu akan membawa keuntungan bagi
dirinya. Untuk memperoleh dukungan seluruh bawahannya,
maka pemimpin juga harus memanfaatkan bawahan yang
satu visi dengan dirinya, sehingga si pemimpin akan
terbantu dengan menjadikan bawahan ini sebagai agen-agen
perubahan untuk meyakinkan bawahan lain yang awalnya
resisten (menolak) terhadap rencana/program/perubahan,
sehingga beralih menjadi mendukung si pemimpin. Sejak
awal pencanangan visinya, si pemimpin harus mencari dan
membentuk agen-agen perubahan, agar "Virus" perubahan
cepat menular kepada bawahan yang lain. Jika hal tersebut
tidak dilakukan sejak awal, maka perubahan akan kehilangan
momentum untuk memperoleh dukungan.
Mengajarkan sebuah visi dan mengkonfirmasikan bahwa
visi itu sudah dimiliki bersama adalah proses untuk melibatkan
para bawahan/followers kedalam perbincangan mengenai hidup
mereka, mengenai harapan dan mimpi mereka. Kepemimpinan
63
adalah dialog, bukan monolog. Kepemimpinan bukan mengenai
pemaksaan impian tunggal seorang pemimpin; namun
mengenai pengembangan suatu arah tujuan bersama (Kouzes-
Posner, 2004). Visi pemimpin yang baik dan berhasil dijadikan
visi bersama di dalam organisasi, akan memperoleh dukungan
penuh dari bawahan, sehingga akhirnya akan tercapai hasil
kepemimpinan yang baik.
D. Pendidikan, Latihan dan Bimbingan.
Variable dominan lainnya yang mempengaruhi hasil
kepemimpinan adalah pendidikan, latihan dan bimbingan.
Pendidikan berhubungan dengan pengetahuan baru maupun
tambahan pengetahuan yang diyakini dapat meningkatkan
pengetahuan serta keterampilan bawahan dalam
melaksanakan tugasnya. Sedangkan latihan adalah
keterampilan baru maupun tambahan keterampilan yang
diyakini dibutuhkan oleh bawahan untuk meningkatkan
kinerjanya. Pendidikan dan latihan harus terprogram dengan
baik, serta dilaksanakan secara bertingkat dan berlanjut.
Untuk menunjang program pendidikan dan latihan bagi
bawahan, maka pemimpin harus menerapkan manajemen
knowledge (pengetahuan) yang baik di dalam organisasi yang
dipimpinnya, sehingga menjamin kelancaran aliran knowledge.
Tacid knowledge (pengetahuan yang masih berada di dalam diri
seseorang) maupun explicit knowledge (pengetahuan yang sudah
64
ada di dalam buku/media baca ) harus bisa ditransfer dan
mengalir kepada individu yang ada di dalam organisasi,
sehingga tidak ada pengetahuan penting yang mengendap
hanya pada individu tertentu. Pengetahuan serta
keterampilan yang berguna bagi organisasi, harus dapat
dibagi dan dipelajari. Aliran pengetahuan dan keterampilan
yang berguna tersebut harus dibuatkan sistem aliran di dalam
organisasi. Misalnya tacid knowledge seorang Komandan dapat
dialirkan kepada Perwira lain melalui paparan Komandan
setelah melaksanakan perintah penugasannya, atau penembak
handal di satuan dijadwalkan memberikan pelatihan
menembak kepada anggota lain di satuannya. Tacid knowledge
seorang Komandan atau perwira yang memiliki pengalaman
dalam suatu tugas/operasi militer juga bisa dijadikan explicid
knowledge melalui pembuatan karangan militer oleh Komandan
atau perwira tersebut, dengan menuliskan pengalaman
tugasnya tersebut, pengalaman yang tadinya hanya
mengendap dalam dirinya bisa diubah dalam bentuk tertulis
sehingga orang lain bisa membaca dan memetik pengetahuan
dari tulisannya tersebut. Dalam era teknologi informasi yang
sangat maju sekarang ini, seorang pemimpin dapat
menggunakan media on-line sebagai sarana memperoleh
informasi terbaru dari bawahan yang sedang bertugas dan
langsung dapat dibagi kepada bawahan yang lain sebagai
pengetahuan terbaru yang dapat membantu mereka dalam
65
memecahkan persoalan. Pendidikan dan latihan yang diyakini
oleh pemimpin sangat dibutuhkan oleh bawahannya, tetapi
tidak ada dalam program pendidikan formal di satuan, harus
dicarikan alternatifnya, misalnya bekerja sama dengan
lembaga yang memiliki kemampuan di bidang tersebut untuk
melatih atau mendidik bawahannya.
Seorang pemimpin jika ingin memperoleh hasil
kepemimpinan yang maksimal, maka ia harus mau
melakukan introspeksi terhadap kemampuan dirinya,
sehingga Ia dapat mengetahui kekurangannya dan mampu
menentukan pengetahuan serta ketrampilan tambahan apa
yang diperlukan untuk meningkatkan kompetensinya.
Dengan demikian selain memberikan peluang kepada
bawahannya untuk mengikuti pendidikan dan latihan, maka
seorang pemimpin juga harus selalu belajar dan berlatih.
Pemimpin yang baik harus memberikan bimbingan
kepada bawahannya. Pemimpin tidak hanya mengevaluasi
kinerja bawahannya, tetapi hasil evaluasi tersebut menjadi
bahan untuk membimbing melalui mekanisme umpan balik.
Di dunia militer dikenal adanya pengertian bahwa pemimpin
harus bisa menjadi bapak maupun guru bagi bawahannya
yang maknanya adalah pemimpin melaksanakan bimbingan
serta pengasuhan kepada bawahannya. Bimbingan kepada
bawahan merupakan wujud kepedulian dari pemimpin.
Seorang pemimpin tidak boleh membiarkan bawahannya
66
berada dalam situasi yang membingungkan, karena
ketidakpastian keputusan atau karena ketidak mampuan dari
bawahan itu sendiri untuk menyelesaikan tugasnya,
sehingga menjadi tugas pemimpin untuk membantu
bawahannya yang berada dalam kepemimpinannya melalui
bimbingan layaknya seorang guru membimbing muridnya
sampai memahami pelajaran yang diberikan.
Pemimpin yang memberikan pendidikan dan latihan
serta membuka aliran seluas-Iuasnya kepada bawahan untuk
memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat,
akan mendapatkan hasil berupa bawahan yang memiliki
keterampilan dalam melaksanakan tugasnya. Pemimipin yang
selalu ikhlas membimbing bawahannya akan menghasilkan
bawahan yang setia dan mau meningkatkan keterampilannya.
E. Keterampilan bawahan.
Memiliki bawahan yang terampil dalam melaksanakan
tugas, adalah dambaan setiap pemimpin. Tetapi tidak semua
bawahan dari intake awal langsung memiliki keterampilan
yang baik dalam melaksanakan tugas. Sehingga menjadi
kewajiban seorang pemimpin untuk selalu meningkatkan
keterampilan bawahan. Tujuan organisasi akan lebih mudah
dicapai oleh pemimpin yang memiliki bawahan terampil
daripada oleh pemimpin yang bawahannya kurang terampil.
Agar keterampilan bawahan dapat digunakan secara efektif
67
dan efisien bagi kepentingan organisasi, maka pemimpin
harus membuat dan memiliki data tentang keterampilan yang
dibutuhkan untuk setiap kompetensi jabatan bawahannya.
Keterampilan bawahan sesuai kompetensinya harus selalu
diuji agar dapat dievaluasi dan ditentukan siapa saja bawahan
yang perlu mendapatkan pendidikan dan latihan tambahan,
serta dengan hasil uji maupun evaluasi tersebut pemimpin
dapat menempatkan bawahannya pada jabatan yang tepat.
Tindakan menempatkan orang pada jabatan yang
tepat, memperlakukan orang secara lebih etis, perhatian yang
lebih besar dalam hubungan dan tanggung jawab sosial,
meningkatkan produktivitas personel, menentukan perlu
tidaknya memberdayakan personel dan mengambil langkah
yang tepat untuk mengatasi penurunan keterampilan
bawahan adalah merupakan tanggung jawab pimpinan yang
akan berpengaruh terhadap hasil kepemimpinannya. Dalam
masalah pengujian dan penilaian terhadap bawahan kita
dapat mengambil contoh analisis tentang penilaian kinerja di
lingkungan TNI. Menurut analisa penulis, alat ukur untuk
menilai bawahan di lingkungan TNI hanya ada pada saat
dilakukan uji terampil perorangan dan uji terampil jabatan
untuk Bintara dan Tamtama, sedangkan penilaian kinerja di
lingkungan TNI dilaksanakan dengan mengisi daftar
penilaian (Dapen) bagi setiap anggota berdasarkan Golongan
pangkat Perwira dan Bintara/Tamtama. Hasil penilaian
68
tercantum dalam Daftar penilaian bagi setiap anggota sesuai
dengan golongannya dan berlaku untuk masa penilaian 6
bulan. Penilaian ini terutama digunakan untuk persyaratan
kenaikan pangkat dan pengajuan pendidikan. Penilaian
kinerja seperti di atas pada pelaksanaannya tidak memberi
manfaat optimal bagi kepentingan organisasi maupun
kepentingan individu. Hal ini disebabkan karena :
- Dalam pelaksanaannya belum terdapat penilaian kinerja
terhadap uraian tugas (Job Description) dari anggota
sesuai jabatan/tugas di satuan yang bersangkutan.
- Hasil penilaian kinerja belum dimanfaatkan secara
optimal, karena dalam persyaratan kenaikan pangkat
dan pendidikan hanya membutuhkan batas nilai
minimal dari daftar penilaian, sedangkan untuk
penempatan jabatan belum secara maksimal
memanfaatkan penilaian kinerja. Format penilaian
kinerja yang terdapat di dalam daftar penilaian (Dapen)
bagi anggota TNI hanya berisi indikator Penampilan
umum, Prestasi, Kesehatan, Kesemaptaan jasmani,
Kehidupan keluarga, Potensi dan Catatan masalah
mental ideologi. Dengan demikian daftar penilaian
(Dapen) hanya mengukur 2 kriteria dalam penilaian
kinerja yaitu perilaku individu dan ciri individu. Untuk
kriteria tugas individu secara spesifik sesuai tugas dan
tanggung jawabnya, belum diukur/dinilai. Di dalam
69
teori manajemen kinerja disebutkan bahwa Formal Job
description dari semua jabatan yang akan dievaluasi
harus ada. Dalam pelaksanaan penilaian kinerja di
lingkungan TNI belum ada format atau metode yang
secara berkala mengevaluasi jabatan sesuai Job
description yang sudah ada, bersamaan dengan
penggunaan daftar penilaian. Manfaat dari penilaian
kinerja antara lain merupakan dasar rasional untuk
menentukan bonus dan merit sistem, memberikan
feedback bagi individu.
Penilaian juga dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja
dan memperjelas kinerja apa yang dibutuhkan oleh
organisasi/perusahaan. Di dalam pelaksanaan penilaian
kinerja di lingkungan TNI hasilnya masih belum
dimanfaatkan untuk penentuan pemberian
kompensasi/bonus (merit system). Demikian pula untuk
penempatan dalam jabatan serta kinerja sesuai tugas
yang dibebankan hasil penilaiannya masih belum
dimanfaatkan secara maksimal. Ada 3 kriteria dalam
melakukan penilaian kinerja yaitu, Tugas individu,
Perilaku individu, Ciri individu. Di dalam format daftar
penilaian yang dilakukan di lingkungan TNI, penilaian
mengenai kriteria tugas individu masih belum spesifik
penilaiannya sesuai dengan Job description masing-
masing. Pengisian daftar penilaian juga tidak luput dari
70
efek bias oleh penilai, walaupun di dalam daftar
penilaian sebenarnya sudah tercantum klausul tentang
pengamatan penilai yaitu, Langsung terus-menerus,
Langsung sering, Langsung kadang-kadang, Tidak
langsung, tetapi dalam pelaksanaanya penilaian sering
dilaksanakan hanya pada saat daftar penilaian itu
dibutuhkan. Sehingga peluang adanya bias oleh penilai
dapat terjadi. Hal tersebut terjadi antara lain karena :
- Adanya batas nilai minimal bagi Golongan Perwira dan
Bintara/Tamtama akan mempengaruhi penilai untuk
memberi nilai dalam koridor batas tersebut.
- Karena daftar penilaian akan ditandatangani oleh atasan
penilai maka ada kecenderungan penilai tidak memberi
nilai rendah bagi bawahannya karena nilai rendah
bawahannya akan berpengaruh terhadap nilai
kepemimpinan penilai sebagai atasan.
- Karena ada batas nilai minimal dalam persyaratan naik
pangkat dan pendidikan maka penilai cenderung
memberi nilai tengah-tengah pada bawahannya dengan
selisih yang tidak ekstrim.
- Karena pengisian daftar penilaian sering kali dibutuhkan
segera untuk kebutuhan persyaratan kenaikan
pangkat/pendidikan, maka kadang kala pengisiannya
dipengaruhi suasana perasaan penilai saat itu .
- Karakter penilai kemungkinan akan mempengaruhi
71
pengisian daftar penilaian ( terlalu lunak/terlalu keras).
Oleh karena itu penilai harus sudah terlatih dalam
teknik penilaian kinerja, penilai harus sering mengamati
orang yang akan dievaluasi, bila memungkinkan evaluasi
dilakukan lebih dari satu penilai, diberikan peluang
untuk anggota yang dinilai menyatakan keberatannya
kepada si penilai.
Kita dapat mengambil hikmah dari analisis di atas agar
dapat menggunakan alat ukur yang tepat untuk menguji dan
mengevaluasi bawahan, karena dengan sistem evaluasi yang
baik maka ketrampilan bawahan akan terukur dan
memudahkan untuk dilakukan peningkatan ketrampilannya.
Selain itu dengan adanya pengukuran kinerja yang baik maka
kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap individu dalam
organisasi tersebut dapat diketahui dan dievaluasi secara
terus menerus.
Pelatihan merupakan alat untuk meningkatkan
ketrampilan bawahan, secara umum pelatihan mengacu pada
upaya yang direncanakan oleh seorang pemimpin untuk
mempermudah pembelajaran para bawahannya tentang
kompetensi-kompetensi yang berkaitan dengan pekerjaan.
Kompetensi-kompetensi tersebut meliputi pengetahuan,
keterampilan, atau perilaku yang sangat penting untuk
keberhasilan kinerja pekerjaan. Sasaran pelatihan bagi para
bawahan adalah menguasai pengetahuan, keterampilan dan
72
perilaku yang ditekankan pada program-program pelatihan
serta menerapkannya kedalam aktifitas-aktifitas sehari-hari
(Raymond A.Noe, John R. Hollenbeck, 2008). Pelatihan untuk
meningkatkan ketrampilan bawahan tidak hanya menyangkut
keterampilan dasar tetapi juga menyangkut keterampilan
lanjutan yang dibutuhkan melalui pembelajaran secara terus
menerus. Dengan pembelajaran secara terus menerus para
bawahan diharapkan memperoleh berbagai keterampilan dan
pengetahuan yang baru, menerapkannya kedalam pekerjaan,
dan berbagi informasi tersebut dengan personel yang lainnya.
Pemimpin harus mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan
pelatihan dan membantu memastikan bahwa para bawahan
menggunakan hasil pelatihan kedalam pekerjaannya.
Sehubungan dengan meningkatkan keterampilan bawahan
maka pemimpin harus menyediakan berbagai peluang
pendidikan bagi seluruh bawahan. Berbagai peluang tersebut
dapat berupa program-program pelatihan, tetapi juga
dukungan kepada bawahan untuk mengambil kursus-kursus
yang ditawarkan diluar organisasi, belajar sendiri, dan
pembelajaran melalui perputaran pekerjaan (Tour of duty, Tour
of area). Untuk meningkatkan motivasi berlatih dari bawahan,
maka pemimpin harus dapat menunjukkan manfaat dari
latihan yang akan diberikan.
Keterampilan bawahan yang diperoleh melalui
pendidikan, latihan dan bimbingan akan meningkatkan
73
kinerja bawahan dan memberi pengaruh positif terhadap hasil
kepemimpinan.
F. Regenerasi pemimpin.
Salah satu indikator hasil kepemimpinan yang baik
adalah pemimpin tersebut dapat menciptakan pemimpin-
pemimpin baru yang baik melalui regenerasi kepemimpinan.
Seorang pemimpin harus dapat menyiapkan kader pemimpin
sebagai regenerasi kepemimpinannya. Pemimpin harus memiliki
keberanian dan tekad untuk memberi peluang dan kesempatan
bagi kader pemimpin unggulan dengan memberikan rotasi tugas
yang dapat meningkatkan kemampuan kader pemimpin
tersebut. Para atasan yang telah disibukkan dengan kemajuan
karier mereka sendiri tidak mungkin menghabiskan banyak
waktu mengembangkan bawahan sebagai para pemimpin.
Seorang pemimpin yang terlalu melindungi para bawahannya
dan gagal memberikan tantangan yang cukup dan umpan balik
yang jujur kepada mereka biasanya tidak berhasil dalam
mengembangkan keterampilan kepemimpinan mereka. Atasan
langsung memiliki pengaruh besar pada pengembangan
kepemimpinan bawahannya (Gary yukl, 2001). Sayangnya ,
banyak atasan yang gagal melakukan hal-hal yang diperlukan
untuk pengembangan keterampilan kepemimpinan para
bawahan, seorang atasan yang tidak memahami pentingnya
pelatihan dan mentoring tidak dapat memberikan banyak hal
74
dalam kaderisasi pemimpin kepada bawahan (Valerio,1990).
Organisasi akan dirugikan apabila kader pemimpin yang baik
"Mati Sebelum Berkembang", disebabkan karena rotasi tugas
yang tidak sehat, seperti juga bibit tanaman yang unggul tetap
akan mati sia-sia apabila tidak diberikan media tanam yang
baik. Contoh kaderisasi pemimpin yang telah dilakukan oleh
pemerintah Amerila Serikat adalah dengan mencari dan
menyeleksi puluhan pemimpin muda yang berusia 30an tahun
dari kalangan sipil dan militer, selanjutnya diberi rotasi
penugasan termasuk di kementrian pertahanan (Collin Powel,
2004). Cara tersebut terbukti berhasil melahirkan pemimpin
sekaliber jenderal Collin Powel. Pemerintah Indonesia sepertinya
sudah mulai melakukan kaderisasi seperti contoh di atas melalui
kementerian pertahanan. Oleh karena itu jika seorang pemimpin
menginginkan hasil kepemimpinan yang baik, maka pemimpin
tersebut harus peduli dengan regenerasi pemimpin.
G. Kesimpulan.
Baik atau buruknya kepemimipinan dipengaruhi oleh
karakter pemimpin, gaya kepemimpinan, dan kredibilitas
pemimpin. Selain itu ada beberapa variable yang secara
dominan mempengaruhi hasil kepemimpinan.Variable-
variable dominan tersebut adalah; visi pemimpin, dukungan
bawahan, latihan/pendidikan/bimbingan, keterampilan
bawahan. Dapat dijelaskan bahwa visi pemimpin yang baik
75
dan memperoleh dukungan penuh dari bawahannya, akan
memberikan hasil kepemimpinan yang baik. Demikian pula
dengan pemimpin yang memberikan pendidikan, latihan dan
bimbingan kepada bawahannya sehingga memperoleh
keterampilan untuk melaksanakan tugas, maka pemimpin
tersebut akan memperoleh Hasil Kepemimpinan yang baik.
Tetapi yang tidak kalah pentingnya untuk diketahui oleh para
pemimpin adalah bahwa berhasilnya regenerasi pemimpin
juga menjadi indikator hasil kepemimpinan yang baik.
Semoga tulisan ini memberi banyak manfaat bagi pembaca.
76
RASIONALITAS DAN IRASIONALITAS
DALAM POLITIK
Oleh: Kolonel Sus Drs. Tatar Bonar Silitonga, M.Si.
Dosen Universitas Pertahanan
email: [email protected]
A. Pendahuluan
Hari-hari dapat dicermati perilaku aktor atau elit politik
yang gencar memainkan peran. Para elit tersebut tidak
menyia-nyiakan kesempatan untuk mengartikulasikan pesan
kepada khalayak. Gairah demokrasi yang kian memuncak di
era reformasi ini menjadi momentum yang semakin membuat
semarak perhelatan menyambut tahun politik, termasuk
rencana Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun depan. Rasanya
menarik melihat perkembangannya dan tentu saja terlebih
pada perilaku yang dipertontonkan para elit. Adu strategi
dan energi menjadi kian seru, terasa sayang untuk dilewatkan.
Sudah bukan asing lagi sasaran para elit politik, apalagi
kalau bukan kekuasaan (baca: kepentingan) yang menjadi
tujuan. Deskripsi ilmu politik pun sudah mengamini seperti
disebut Peter Merkl. Para elit menempuh berbagai cara untuk
mencapai tujuan kekuasaan itu. Machiaveli lebih tegas
menjelaskan cara memperoleh dan mempertahankan
kekuasaan yaitu melalui tiga postulatnya.
Dari deskripsi ilmu politik, kiranya tidak sulit
memahami perilaku para elit. Tidak heran ada elit politik
semula tidak dekat ritual keagamaan tiba-tiba saja sering
bersafari ke tempat-tempat bersimbolkan agama. Tidak heran
ada elit berprofesi penceramah kebenaran agama kemudian
berasimilasi menjadi penceramah kebenaran partai. Tidak
aneh pula, ada elit berusia uzur tetapi ucapannya malah lebih
77
mirip kombur. Pun tidak aneh juga ada elit tidak tabu
berkolaborasi dengan tokoh kontroversi di masyarakat.
Di atas kertas telah umum diketahui, agar khalayak
tertarik dan mendukung sang elit maka formulasi program
serta rekam jejaklah yang dikedepankan. Namun dari
tendensinya, para elit belum melihat dari perspektif itu.
Celakanya khusus rekam jejak malah diartikan sebagai kiprah
diri berani vokal di mata masyarakat. Seakan ketika dapat
tampil berani kritis meski miskin substansi, dimaknai telah
memiliki rekam jejak sebagai pengemban amanat rakyat.
Terkesan tidak peduli apakah kiprah yang dilakukan telah
menuai kontroversi tertentu di masyarakat.
Peran kritis elit seringkali tidak selalu sama apalagi
ketika berasal dari kelompok berbeda (baca: beda partai).
Sebut aja dari unsur bukan pendukung pemerintah, hampir
pasti selalu menyalahkan kebijakan dan program yang
dijalankan pemerintah. Sementara bagi elit politik pendukung
pemerintah, secara konsisten dan gencar menangkis kritikan
terhadap pemerintah. Pertanyaannya, jika semua pengemban
amanat rakyat, mengapa adu pendapat begitu kontras.
Mungkin pertanyaan lebih tepat, mengapa kontras harus
dipaksakan ketika sudah dihadapkan dengan data kuantitatif.
Gambaran kontras sudut pandang politisi tersebut mudah
dicermati sekarang ini. Penulis pernah menyimak diskusi pada
suatu layar kaca. Ketika itu politisi tertentu menampilkan data-
data statistik dari beberapa lembaga survei. Lalu saat tiba sesi
tanggapan, dengan lugas disebutkan, “Soal data-data itu bisa
diotak-atik.” Jika merujuk tanggapan itu bahwa data hasil survei
bisa diotak-atik, maka logika lainnya mengartikan sajian data
bukan hasil survei yang hanya formulasi kata dari hasil imajinasi
tentu lebih parah lagi otak-atiknya.
78
B. Melawan Politik Irasional
Kontrasnya pendapat dari dua kelompok terhadap objek
sama seperti digambarkan tersebut hanya dapat dipahami
dari peran elit politik. Peran mereka tidak terlepas dari
pandangan politik diri dan kelompok. Maka tidak heran
adanya pengeluaran statemen kontras dan sulit dipahami
secara rasio umum. Orientasinya yang penting berani tampil
beda pendapat. Bagi elit sendiri, semua hal yang diartikulasikan
adalah rasional karena menyangkut kepentingan kelompok.
Politik irasional dapat dimaknai sebagai peran politik
yang dalam praktiknya melakukan hal-hal berlawanan dengan
pandangan umum. Politik identitas yang mendasarkan diri
pada nilai-nilai kelompok dan sentiment primordial masuk juga
dalam golongan ini. Secara rasio umum, pelaksanaan politik
seperti itu secara etika tidak dibenarkan. Nilai-nilai demokrasi
pastilah mengedepankan kesetaraan, toleransi, dan adu konsep
program. Namun bagi pelaku politik irasional, cara-cara yang
tidak dibenarkan menurut etika umum itu tidak menjadi
masalah dan dianggap strategi.
Bila ditelusuri lebih jauh, politik irasional didasari rasa
frustasi atas kondisi yang ada. Rasa frustasi boleh jadi atas
dasar pengalaman, sudah berkali-kali memberikan aspirasi
tetapi tidak pernah digubris. Hal lainnya, bisa juga dari
perspektif kecilnya peluang memenangkan kontestasi. Cara
yang kemudian ditempuh adalah melakukan hal-hal yang
“berani” bahkan mengandung kontroversi. Dalam kamus
politik irasional begini, kebenaran perilaku diukur menurut
kriteria sendiri dan mengabaikan patron umum.
Terhadap praktik politik irasional, diharapkan
masyarakat arif. Sudah jelas, rasionalitas politik irasional
adalah kepentingan kelompok, bukan kewarasan kolektif. Ada
teman yang mempertanyakan, mampukah orang waras
menghadapi yang tidak waras. Bukankah sering terdengar
79
adagium yang waras yang mengalah. Dalam hal ini, tuntutan
perilaku rasional kita adalah logika umum dan keselaraan
dengan nilai-nilai kebersamaan.
Langkah konkret dari perilaku rasional itu di tahun
politik, dengan menitipkan aspirasi kepada wakil rakyat
pelaku peran politik rasional. Mengapa suara tidak diberikan
kepada elit pelaku politik irasional? Logikanya, jika di
panggung publik sudah berani mempertontonkan perilaku
kontras dan kontroversi, bagaimana lagi ketika memiliki
kekuasaan. Betapapun, dalam terlalu banyak hal, termasuk
dalam praktik politik, kewarasanlah yang dibutuhkan. Maka,
sebaiknya politik irasional jangan dibiarkan, mari melawannya.
C. Kesimpulan dan Rekomendasi
Tuntutan implementasi nilai Pancasila dan hukum negara
bukan hanya wajar tetapi bersifat wajib yang merupakan dasar
membangun peradaban keindonesiaan melalui menjadi Manusia
Pancasilais. Tantangan peradaban keindonesiaan ditunjukkan
oleh kondisi realitas sosial dengan masih banyak perilaku anak
bangsa belum sesuai nilai-nilai Pancasila, bahkan sebagian malah
menunjukkan perilaku menyimpang. Meski tinggi kompleksitas
permasalahan yang dihadapi, secara rasionalitas kita optimis
bahwa dengan cinta (tanah air) dan kebersamaan kita dapat
memajukan peradaban menjadi Pancasilais dalam rangka
kehormatan dan kebaikan bersama baik di lingkup internal
maupun eksternal. Strategi yang direkomendasikan adalah
revitalisasi nilai-nilai Pancasila melalui penguatan peran
pemerintah dan masyarakat. Penguatan peran pemerintah
melalui perawatan nilai-nilai bersama dan peran masyarakat
melalui Lingkim, Lingja, Lingdik, dan Lingkungan Lainnya.
Tentu saja kesamaan dalam perspektif dan kesadaran bersama
menjadi penting untuk diwujudkan.
80
REFERENSI
(Periodical style)
[1] Budiardjo, Miriam. 2017. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta:
PT Gramedia
[2] S. Chen, B. Mulgrew, and P. M. Grant, “A clustering
technique for digital communications channel equalization
using radial basis function networks,” IEEE Trans. on
Neural Networks, vol. 4, pp. 570-578, July 1993.
[3] J. U. Duncombe, “Infrared navigation—Part I: An
assessment of feasibility,” IEEE Trans. Electron Devices, vol.
ED-11, pp. 34-39, Jan. 1959.
[4] C. Y. Lin, M. Wu, J. A. Bloom, I. J. Cox, and M. Miller,
“Rotation, scale, and translation resilient public
watermarking for images,” IEEE Trans. Image Process., vol.
10, no. 5, pp. 767-782, May 2001.
(Book style)
[5] A. Cichocki and R. Unbehaven, Neural Networks for
Optimization and Signal Processing, 1st ed. Chichester, U.K.:
Wiley, 1993, ch. 2, pp. 45-47.
[6] W.-K. Chen, Linear Networks and Systems, Belmont, CA:
Wadsworth, 1993, pp. 123-135.
[7] H. Poor, An Introduction to Signal Detection and Estimation;
New York: Springer-Verlag, 1985, ch. 4.
81
PENULIS
Tatar Bonar tinggal di Jakarta Selatan lahir
di Deli Serdang, 25 Juli 1967. Gelar
doctorandus diperoleh dari Universitas
Sumatera Utara (USU) Medan tahun 1990
pada bidang bahasa, gelar magister sains dari
Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
tahun 2003 pada bidang Ketahanan Nasional, dan saat ini
sedang menempuh program doctoral di Universitas Negeri
Jakarta pada bidang manajemen sumber daya manusia,
sedang dalam proses penyelesaian disertasi.
Dia saat ini berstatus sebagai Dosen Tetap Program Studi
Manajemen Pertahanan dan sekaligus sebagai Kepala Pusat
Penjaminan Mutu Lembaga Pengembangan Pendidikan dan
Penjaminan Mutu Universitas Pertahanan. Dia juga menjadi
Dosen Tidak Tetap pada PKN STAN Bintaro sebagai
pengampu Mata Kuliah (MK) Pendidikan Pancasila dan
Pendidikan Kewarganegaraan, serta Universitas 17 Agustus
Jakarta sebagai pengampu MK Kepemimpinan dan MK
Bahasa Indonesia dan Penulisan Makalah. Beberapa buku
telah dihasilkan sebagai penulis maupun editor. Keterlibatan
dalam organisasi ilmiah meliputi KIPI (Komunitas Ilmu
Pertahanan Indonesia) dan IDIPI (Ikatan Dosen Ilmu
Pertahanan Indonesia).
82
KONSTRUKSI DAN UJI COBA
INDEKS PERDAMAIAN INDONESIA
(INDONESIA PEACE INDEX)
1) Dr. M. Adnan Madjid, SH, M.Hum, 2) Dr. Ichsan Malik, M.Sc,
3) Ningsih Susilawati, S.Sos, M.Si (Han) 1) 2)Dosen Universitas Pertahanan
3)Asisten Dosen Universitas Pertahanan
ABSTRACT
This study aims to analyze a measuring instrument for peace
in Indonesia with measure conflict resolution and the prevention of
conflict. Analysis of the dynamic and holistic perspective will be able
effectively and appropriately to resolve and prevent conflict. Through
a new way of looking at the conflict, then we will be more pro-active
in resolving conflicts and prevent the conflict from the
beginning.Measuring tools that will be created is intended to make
Indonesia Peace Index analytical framework of conflict and peace,
especially in Indonesia. Indonesia Peace Index is expected to be used
to get a picture of the conflict in a region in Indonesia as well as get a
map of potential conflicts before it’s happen. The results of this study
indicate that the DKI Jakarta is a region with the highest intensity of
the conflict in 2016. In the meantime, social conflict is the dominant
conflict also with the highest actors as perpetrators of conflict is the
general public. This is due to structural factors are still frequently
occur and not be solved completely by the government.
Keywords: Indonesia Peace Index, Dynamic Framework of Conflict
Prevention and Resolution, Structural Conflict, Factor of Conflict,
Actor of Conflict.
83
A. Pendahuluan
Para ahli kajian konflik dan perdamaian mempercayai
bahwa konflik adalah suatu keniscayaan. Konflik akan selalu
terjadi karena manusia tidak dapat menghindari pertentang
dalam tujuan, kepentingan, nilai-nilai, serta kepercayaan yang
dimiliki. Konflik dapat terjadi baik itu dalam cakupan antar
individu (interpersonal), antar kelompok (intergroup), atau
bahkan dalam skala besar (interpersonal). Konflik keceil antar
individu dapat berkembang menjadi konflik berskala besar
dengan kekerasan yang berlarut-larut dan mengakibatkan
kehancuran total dari suatu masyarakat atau bangsa (Bar-Tal,
2011; Galtung, 2004; Jeong, 2008).
Hasil studi terhadap konflik dan proses perdamaian
menunjukkan kunci untuk dapat menyelesaikan masalah
tersebut adalah dengan menggunakan alat ukur yang baik
yang dapat menghasilkan informasi tepat dan membantu
pembuatan interpretasi dan analisa yang baik dan mudah
dipahami secara umum (Druckman, 2005). Salah satu contoh
alat ukur yang digunakan secara luas untuk dapat mengetahui
kondisi konflik dan perdamaian suatu negara adalah Global
Peace Index (GPI). GPI dibuat oleh Institute of Economics and
Peace (IEP) pada tahun 2007 dan kemudian dipergunakan oleh
banyak negara di dunia sampai saat ini. Pada tahun 2015 saja
tercatat GPI mempublikasikan indeks perdamaian untuk 162
negara di dunia, termasuk Indonesia (IEP, 2015; Michalos,
2013)
Kelemahan lain dari GPI disampaikan Tasiran dan Lin
(2012) dari Middlesex University yang menyatakan bahwa
model teori GPI tidak dapat menjelaskan kondisi damai
dengan baik, karena kondisi damai menurut GPI hanya
ditentukan berdasaarkan keadaan dimana tidak ada kekerasan
yang terjadi. Dengan kata lain, GPI tidak dapat digunakan
untuk mendapatkan informasi konflik laten atau potensi
84
konflik yang dapat terjadi. Pengukuran yang hanya dilakukan
berdasarkan penilaian oleh sekumpulan ahli menggunakan 23
indikator GPI dianggap menjadi kelemahan GPI itu sendiri.
Informasi yang dihasilkan oleh GPI dianggap hanya dapat
menjelaskan suatu kondisi khusus dengan maksud tertentu.
Dari segi statistika, teknik analisa GPI dianggap tepat, karena
hanya menggunakan statistika deskriptif (Tasiran & Lin,
2012).
Di lain pihak, alat ukur lain yang digunakan untuk
mengukur indek perdamaian juga dibuat di Amerika
berdasarkan teori Johan Galtung. Alat ukur yang diberi nama
Peace Evaluation Across Cultures and Environments (PEACE) ini
merupakan alat ukur yang menghasilkan indeks yang
menunjukkan kondisi konflik dan impact konflik pada
kesehatan. Walaupun dapat menunjukkan kondisi real konflik
di suatu daerah, namun tidak dapat menjelaskan kondisi
damai atau potensi yang dapat menyebabkan konflik.
Kelebihan alat ukur ini Spesifik menjelaskan keadaan konflik
dan impact terhadap kesehatan di suatu daerah (state), dan
merupakan alat ukur sudah teruji secara empiris (valid dan
reliabel). Kekurangannya alat ukur ini hnya menjelaskan
kejadian konflik dan impact kejadian konflik pada kesehatan,
tidak menjelaskan potensi konflik.
Berdasarkan analisis tersebut, kebutuhan kerangka
analisis yang komprehensif bukan hanya untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi, namun juga untuk
melakukan pencegahan konflik khususnya di Indonesia.
Analisis yang dinamis dan perspektif yang holistik akan dapat
secara efek tif dan tepat guna untuk menyelesaikan dan
mencegah konflik. Selama ini kajian konflik dengan
menggunakan alat ukur seperti GPI akan menyebabkan
upaya penyelesaian konflik ibaratnya seperti pemadam
kebakaran yang tiba di lokasi ketika kebakaran itu sudah
85
hampir menghanguskan suatu wilayah. Melalui cara pandang
yang baru dalam melihat konflik, maka kita akan lebih pro-
aktif dalam menyelesaikan konflik dan dalam melakukan
antisipasi-antisipasi guna mencegah konflik sejak awal.
Alasan-alasan tersebut di atas menjadi dasar alat ukur
yang akan dibuat dengan maksud untuk membuat Indeks
Perdamaian Indonesia sebagai kerangka analisa konflik dan
perdamaian khususnya di Indonesia. Indeks Perdamaian
Indonesia ini diharapkan dapat digunakan mendapatkan
gambaran kondisi konflik yang terjadi di suatu daerah di
Indonesia sekaligus juga mendapatkan peta potensi konflik
yang belum terjadi. Untuk mendapatkan gambaran informasi-
informasi tersebut dengan akurat, maka proses penyusunan
alat ukur serta indeks yang digunakan sebagai penilaian
kondisi dan potensi konflik dan perdamaian di suatu daerah,
maka diperlukan suatu proses penelitian yang bertahap
dengan target partisipan di berbagai daerah di Indonesia.
B. Metode Penelitian
1. Uji Alat Ukur dan Indeks Perdamaian
Alat ukur dan indikator IPI dibuat dengan melakukan
pengujian yang bertahap. Pada tahapan pertama, draft 1
disusun dan diuji setelah model Indeks Perdamaian Indonesia
beserta operasionalisasi pengukurannya selesai dibuat.
Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui apakah model
yang disusun dalam Blue Print sudah tepat. Setelah model dan
indikator yang disusun dalam Blue Print berhasil diuji dan
diperbaiki, kemudian model dan indikator tersebut
diterjemahkan menjadi instrumen IPI dalam bentuk kuesioner.
Berbagai pertanyaan dan pernyataan disusun untuk melihat
kondisi yang terkait dengan konflik dan perdamaian.
Sejumlah item diramu berdasarkan Kerangka Dinamis
86
Pencegahan dan Resolusi Konflik yang dijelaskan oleh Ichsan
Malik (Malik, 2014) Model, Indikator, dan Instrumen yang
menjadi Draft 2 tersebut kemudian diuji oleh Critical Readers.
Pengujian dilakukan dengan melakukan Focus Group
Discussion (FGD) di 2 daerah yang berbeda yaitu Yogyakarta
dan Jakarta. Pengujian model teori IPI di 2 kota ini akan
menggunakan teknik pengambilan data dengan Focus Group
Discussion (FGD) dan menggunakan kuesioner.
2. Pengembangan Definisi Operasional Indonesian Peace
Index
Pengukuran IPI disusun berdasarkan Kerangka
Dinamis Pencegahan dan Resolusi Konflik yang dibangun
oleh Ichsan Malik (Malik, 2014). Alat ikur IPI diterjemaahkan
menjadi butir-butir item, dimana tiap butir item akan
mengukur potensi konflik, situasi konflik, serta potensi damai.
Hasil pengukuran tiap item akan dikategorisasikan menjadi 3
facet: Hijau (damai), Kuning (potensi konflik tinggi), serta
Merah (krisis sampai konflik terbuka).
Berdasarkan Kerangka tersebut IPI dibangun menjadi
5 Dimensi Pengukuran Aktor Konflik, Kemauan Politik
Penguasa (Political Will) untuk Perdamaian, Faktor Konflik,
Pemangku Kepentingan (Stake Holder), dan Eskalasi dan De-
eskalasi konflik. Penyusunan alat ukur dan Indeks
Perdamaian Indonesia ini dibagi menjadi 3 tahapan besar.
Tahapan pertama adalah Pengembangan Definisi Operasional
Indeks Perdamaian Indonesia; tahapan kedua, Pengembangan
Alat Ukur dan Indikator Indeks Perdamaian Indonesia;
tahapan ketiga adalah pengujian alat ukur dan indeks secara
nasional; dan tahapan terakhir adalah publikasi secara
nasional.
87
Gambar Kerangka Konsep Indeks Perdamaian Indonesia
Alat ukur Indeks Perdamaian Indonesia ini akan
dibuat berdasarkan faktor-faktor yang diidentifikasikan
terkait dengan konflik dan perdamaian yang ada pada
Kerangka Dinamis Pencegahan dan Resolusi Konflik yang
dijelaskan oleh Ichsan Malik (Malik, 2014). Prosedur
penyusunan Indeks Perdamaian Indonesia ini akan dimulai
dari tahapan Pengembangan definisi operasional dari Indeks
Perdamaian Indonesia; Pengembangan instrumen serta
kategori pengukuran; Uji coba instrumen Indeks Perdamaian
Indonesia; serta Publikasi Indeks Perdamaian Indonesia.
Hasil dari Pengembangan Definisi Operasional Indeks
Perdamaian Indonesia kemudian diterjemaahkan menjadi alat
ukur dan indikator Indeks Perdamaian Indonesia (IPI).
Pembuatan alat ukur dan indikator IPI diterjemahkan menjadi
3 kegiatan: Pembuatan draft alat ukur; Uji coba alat ukur; dan
Analisa hasil uji coba alat ukur IPI. Ketiga kegiatan tersebut
akan dilakukan dengan menggunakan kaidah-kaidah
pembuatan alat ukur psikologis (Crocker & Algina, 2008;
88
Cohen & Swerdlik, 2010; Kaplan & Saccuzzo, 2009; Urbina,
2014), dengan menggunakan equential exploratory design atau
yang disebut juga sebagai qual – quan mixed methods design
(Creswell, 2008; Hesse-Biber, 2010).
Dengan menggunakan desain ini, informasi yang
dieksplorasi dengan pendekatan kualitatif digunakan untuk
mengembangkan instrumen atau alat ukur beserta indikator
kuantitatif IPI. Pendekatan kualitatif digunakan untuk
mendekati gejala yang diteliti dari perspektif yang lebih
holistik, naturalistik, dan interpretif, yang sesuai dengan
tujuan penelitian, metode kualitatif digunakan untuk
mengeksplorasi gejala secara mendalam Pendekatan
kuantitatif dilakukan untuk melakukan konfirmasi terhadap
keberlakuan hubungan antar variabel dalam teori yang
terbangun dari penelitian kualitatif (Creswell, 2008).
3. Indeks Perdamaian Indonesia Tahun 2016
Dari hasil studi literatur, pada tahun 2016 didapatkan
data sebagai berikut:
Indeks Perdamaian di Indonesia Menurut Lokasi
Intensitas Konflik di Indonesia Menurut Lokasi
DK
I JA
KA
RT
A
PA
PU
A
KE
PU
LA
UA
N …
JAM
BI
SU
MA
TR
A …
SU
LA
WE
SI …
JAW
A B
AR
AT
KA
LIM
AN
TA…
LA
MP
UN
G
RIA
U
DI …
JAW
A …
KA
LIM
AN
TA…
MA
LU
KU
NA
NG
RO
E …
NT
T
SU
LA
WE
SI …
00,5
11,5
22,5
33,5
89
Berdasarkan data di atas maka didapatkan bahwa
Provinsi DKI Jakarta sebagai wilayah dengan persentase
konflik yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan masih
banyaknya tindak kekerasan yang baik secara langsung
maupun tidak langsung di wilayah tersebut. Di posisi kedua,
terdapat Provinsi Papua yang dengan intensitas konflik
tertinggi. Sebagaimana diketahui bahwa di wilayah Papua
terdapat konflik antara pemerintah setempat dengan
kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Berikut Gambaran persebaran konflik di daerah-daerah di
Indonesia:
Persebaran Konflik di Indonesia Menurut Lokasi
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa wilayah yang
rentan konflik adalah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi
Papua. Sementara itu, Provinsi yang sama sekali tidak tercatat
memiliki konflik yang cukup signifikan adalah Bali, Bangka
Belitung, Banten, Bengkulu, Gorontalo, Jawa Timur,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Maluku Utara, Nusa
18%
18%
10% 9%
7% 6%
4% 4% 4%
4% 3% 3% 1% 1% 1% 1% 1% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
DKI Jakarta PapuaKepulauan Riau JambiSumatra Utara Sulawesi SelatanJawa Barat Kalimantan TimurLampung RiauDI Yogyakarta Jawa TengahKalimantan Barat MalukuNangroe Aceh Darussalam NTTSulawesi Tenggara BaliBangka Belitung Banten
90
Tenggara Barat, Papua Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Utara, Sumatra Barat, dan Sumatra Selatan.
Sebagaimana diketahui bahwa Provinsi DKI Jakarta
merupakan wilayah yang rentan terjadinya konflik, seperti
konflik tawuran antar pelajar, demonstrasi, konflik antar
kelompok, konflik politik, dan konflik sosial lainnya.
Sementara itu, Provinsi Papua sebagaimana diketahui
merupakan tempat terjadinya konflik separatisme Organisasai
papua Merdeka (OPM) yang hendak memisahkan diri dari
Indonesia, sehingga seringkali terjadi bentrokan antara aparat
dengan kelompok OPM tersebut. Malik (2014) menyatakan
bahwa konflik dapat terjadi karena tidak adanya atau
terlambatnya upaya de-ekskalasi oleh pemerintah atau aparat.
Di Jakarta misalnya, Pemerintah Daerah dan stakeholders
kerapkali terlambat melakukan pencegahan konflik dan
terlambat melakukan deteksi konflik sehingga konflik sulit
dihindari.
Sebagaimana dinyatakan oleh Burton bahwa
pencegahan konflik pada tingkat mikro bergantung pada
usaha dari masyarakat lokal itu sendiri maka diperlukan
sistem yang resilience untuk mencegah konflik terjadi, dimana
perencanaan dan early warning system dapat segera dilakukan
oleh pemerintah lokal. Oleh karena itu, masyarakat perlu
membangun ketahanan yang kuat dan pemerintah setempat
perlu untuk membangun CEWERS dalam rangka mencegah
terjadi dan meluasnya konflik.
Indeks Perdamaian di Indonesia Berdasarkan Isu
Isu yang dominan menjadi faktor penyebab konflik
adalah isu agama – sosial – ekonomi. Sebagaimana diketahui
Hal yang perlu dicermati adalah isu konflik sosial masih
menjadi kategori isu tertinggi di Indonesia pada 2016
mengingat masih adanya pihak-pihak yang menganggap
91
adanya ketidakselarasan di dalam masyarakat. Bentuk konflik
sosial yang terjadi pun tidak jauh berbeda dengan beragam
konflik sosial pada tahun sebelumnya yang didominasi
dengan demonstrasi yang bersifat anarkis, kerusuhan, dan
tawuran akibat permasalahan sosial. Tingginya angka konflik
sosial masih menunjukkan bahwa pada tingkat akar rumput,
Indonesia masih rawan konflik. Berikut persebaran konflik di
Indonesia menurut Isu dalam kurva :
Persebaran Konflik di Indonesia Menurut Isu
Salah satu fenomena yang menarik adalah provinsi
dengan jumlah konflik tertinggi dalam konflik sosial adalah
DKI Jakarta dan disusul oleh Jawa Barat. Hal ini unik karena
jika dilihat dari tingkat pendidikan, kedua provinsi ini masih
relatif lebih tinggi dibandingkan provinsi lain di Indonesia.
Kemungkinan pertama adalah bahwa tekanan dari jumlah
penduduk yang tinggi di kedua provinsi ini mengakibatkan
tingkat ketegangan dan perselisihan yang lebih tinggi
sehingga ketika ada permasalahan maka akan dengan mudah
terpancing. Kemungkinan yang kedua, berita di kedua
Sosial Ekonomi - Ekonomi
15%
Sosial Ekonomi -
Sosial 27%
SDA-Agraria 17%
SDA - Kehutanan
8%
Politik - Separatisme
9%
Politik- Partai Politik
9%
Politik - pemerintahan
8%
Agama - Sosial -
Ekonomi 4%
Etnis 3%
Sosial Ekonomi -Ekonomi
Sosial Ekonomi - Sosial
SDA-Agraria
SDA - Kehutanan
Politik - Separatisme
Politik- Partai Politik
92
provinsi ini lebih banyak muncul di media dibandingkan
daerah lain. Kasus tawuran misalnya, yang terjadi di Jakarta
akan diliput dan masuk dalam media sedangkan di
Kalimantan Timur tidak mendapat porsi dalam media.
Sementara itu, hal-hal yang menjadi trigger adalah
adanya isu-isu tertentu seperti kebijakan pemerintah melalui
penerapan Peraturan Pemerintah, Undang-Undang yang
kemudian berlawanan dengan kebiasaan masyarakat sehingga
dapat dengan mudah diprovokasi oleh media massa, media
online, ataupun pemberitaan dan para kelompok provokator
yang kemudian dapat menyebarluaskan konflik
Dengan demikian maka dapat dipetakan bahwa pada
tahun 2016 yang menjadi faktor struktural dalam konflik
merupakan permasalahan sosial ekonomi, seperti kemiskinan,
kesenjangan sosial, dan ketidakadilan yang kemudian dapat
memprovokasi ekskalasi konflik. Sebagaimana dinyatakan
oleh Galtung bahwa kekerasan struktural adalah kekerasan
yang disebabkan oleh struktur sosial. Kekerasan struktural ini
dapat berbentuk eksploitasi sistematis disertai mekanisme
yang menghalangi terbentuknya kesadaran serta menghambat
kehadiran lembaga-lembaga yang dapat melawan eksploitasi
dan penindasan itu. Kekerasan struktural ini lebih
tersembunyi, dapat diientifikasi melalui tumbuhnya
ketidakadilan, kebijakan yang menindas, perundang-
undangan yang diskriminatif, ketimpangan kekuasaan dan
kesenjangan ekonomi.
Indeks Perdamaian di Indonesia Berdasarkan Aktor
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan
bahwa 5 (lima) aktor tertinggi konflik di Indonesia adalah
masyarakat umum, partai politik, aparat kepolisian, korporasi
swasta serta paguyuban. Sementara aparat TNI, kelompok
93
tidak dikenal serta Pemerintah Daerah juga memicu konflik di
sejumlah daerah.
Pada tahun 2016, persentase tertinggi untuk kategori
aktor konflik di Indonesia didominasi oleh masyarakat umum
dan persentase terendah oleh Organisasi Keagamaan.
Masyarakat umum merupakan individu atau kumpulan
individu yang berbeda-beda. Perbedaan ini karena adanya
kepentingan, kebutuhan dan tujuan dari masing-masing
anggota masyarakat sehingga dapat menyebabkan terjadinya
konflik.
Unsur masyarakat yang dimaksud terdiri dari
kelompok tidak dikenal/ kelompok sipil bersenjata,
masyarakat etnis tertentu, masyarakat umum,
mahasiswa/pelajar, dan preman. Sedangkan yang menjadi
kategori unsur masyarakat umum adalah masyarakat yang
terikat secara geografis di daerah tertentu seperti misalnya
masyarakat desa dan lain-lain. Luasnya jangkauan daerah
atau desa menjadikan masyarakat umum sebagai persentase
tertinggi aktor penyebab konflik. Dapat dikatakan bahwa
antara lokasi dan aktor mempunyai keterkaitan yang
menyebabkan tingginFaktor lainnya yang menyebabkan
masyarakat umum menjadi aktor yang memiliki persentase
tertinggi penyebab konflik adalah perbedaan latar belakang
kebudayaan yang berbeda-beda di dalam masyarakatnya.
Kebudayaan yang berbeda-beda tersebut menyebabkan setiap
manusia dan individu memiliki sudut pandang yang berbeda-
beda pula dalam menanggapi suatu fenomena. Berikut
persebaran konflik di Indonesia berdasarkan aktor :
94
Persebaran Konflik di Indonesia Berdasarkan Aktor
Dalam penelitian ini masyarakat umum mempunyai
persentase tertinggi sebagai aktor konflik di wilayah Jawa
Barat. Konflik masyarakat umum diartikan sebagai
perkelahian antar masyarakat atau perkelahian yang
melibatkan massa yang besar dan melibatkan antar kelompok,
golongan maupun suku bangsa. Konflik sosial ini dapat
dipahami sebagai akibat adanya upaya-upaya untuk
menguasai sumber-sumber daya atau kekuasaan yang
berkenaan dengan kepentingan umum. Upaya-upaya untuk
menguasai kekuasaan tersebut antara lain memperebutkan
atau mempertahankannya dengan cara konflik dan saling
menghancurkan. Konflik Masyarakat Umum terbesar terjadi
di Daerah DKI Jakarta dengan jumlah 25 kasus. Konflik
tersebut paling tinggi terjadi pada bulan April dan Agustus
2016. Konflik masyarakat umum di Jakarta merupakan konflik
terbesar di Indonesia pada tahun 2016.
Disadari pula bahwa di setiap kelompok masyarakat
Jakarta saat ini terdapat potensi-potensi konflik seperti
39%
11% 10%
8%
6%
5%
5%
5% 5% 2% 2% 1% 1%
Masyarakat Umum Partai PolitikAparat - Polisi Korporasi - SwastaPaguyuban Aparat - TNIKelompok Tidak Dikenal PemdaMasyarakat Etnis tertentu Korporasi - BUMNSerikat Buruh Lembaga PemerintahOrganisasi Keagamaan
95
permsalahan struktural, kemiskinan, kesenjangan sosial dan
lain-lain. Dikarenakan kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi
tersebut maka hal ini tentu saja dapat memicu terjadinya
konflik laten.
Konflik masyarakat umum yang terjadi di Jakarta
dikarenakan berbagai hal diantaranya, penggusuran
Pedagang Kaki Lima, masalah ekonomi yang dirasakan
masyarakat atas ketidakadilan, serta persoalan-persoalan lain.
Ketidakadilan akses dalam sumber daya ekonomi mampu
memprovokasi berbagai akses dalam prasangka-prasangka
kehidupan masyarakat tersebut yang diperparah dengan
kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kepentingan
masyarakat dalam hal ini masyarakat umum.
Pada umumnya dalam pengelompokan aktor,
masyarakat umum, seperti kelompok tidak dikenal/kelompok
sipil bersenjata, masyarakat etnis tertentu, masyarakat umum,
mahasiswa/pelajar, dan preman merupakan kelompok
rentan. Faktor kerentanan ini dikarenakan adanya faktor-
faktor struktural seperti kemiskinan, keterbelakangan
pendidikan, dan ketidakadilan. Kelompok ini pada umumnya
akan dengan mudah menerima distorsi informasi dari
kelompok provokator seperti Partai Politik, Media Masa, dan
organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya (Malik, 2014).
Sementara itu, polisi, TNI, Babinsa, dan kelompok
aparat negara lainnya merupakan kelompok fungsional yang
bertanggungjawab utamanya adalah menghentikan kekerasan
dan mencegah meluasnya konflik. Kelompok ini diharapkan
dapat memiliki koordinasi yang baik dengan masyarakat dan
organisasi lainnya serta Pemerintah sebagai Kelompok
Penguasa untuk melakukan pencegahan dan pembangunan
perdamaian. Namun, jika antar kelompok ini tidak memiliki
komunikasi dan koordinasi yang baik maka potensi-potensi
konflik memiliki kemungkinan untuk mengekskalasi.
96
Uji Coba Indeks Perdamaian Indonesia di DKI Jakarta
Marietta (Dosen Unhan : 2016) menyatakan bahwa DKI
Jakarta sebagai ibukota negara yang merupakan “barometer
dan refleksi” bangsa Indonesia yang multi etnik, multi agama,
multi ras, dan multi golongan dan kepentingan
menjadikannya sangat rentan terhadap konflik. Beberapa
kondisi objektif yang dihadapi masyarakat dan berpotensi
menjadi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang
dapat berujung pada konflik diantaranya adalah:
1. Jakarta sebagai ibukota negara merupakan pusat
pertarungan politik dan perebutan kekuasaan dalam
pemerintahan. Keadaan ini membuat Jakarta rentan
terhadap segala dampak yang timbul dari kehidupan
politik di Indonesia.
2. Masyarakat Jakarta merupakan masyarakat majemuk
(pluralisitic society) yang terdiri dari beraneka ragam
suku bangsa, ras, agama dan golongan. Keadaan ini
membuat interaksi sosial di Jakarta menjadi sangat
kompleks dan dinamis.
3. Krisis multi dimensi yang berkepanjangan membuat
kehidupan masyarakat menjadi sangat berat. Keadaan
ini pada akhirnya nyaris menghilangkan kepercayaan
(trust) masyarakat terhadap rasa pengharapan masa
depan yang lebih baik.
Eko (Wartawan : 2016) mengungkapkan terdapat tiga
unsur yang menyebabkan suatu daerah dikategorikan rawan
konflik sosial, yaitu, memudarnya rasa saling percaya
antarwarga, terputusnya komunikasi antarwarga, dan
hilangnya kohensivitas sosial antarwarganya. Selain itu,
secara fisik dapat dilihat makin tingginya provokasi,
pengrusakan sarana warga misalnya rumah terbakar, aduk
97
fisik, teror terhadap warga di suatu wilayah juga termasuk
kategori daerah rawan konflik sosial.
Eko juga menambahkan bahwa daerah rawan konflik
sosial disebabkan oleh kondisi ekonomi yang tertinggal.
Terdapat enam daerah diprediksi paling rawan pada 2016 ini,
meliputi Papua, Jawa Barat, Jakarta, Sumatera Utara, Sulawesi
Tengah, dan Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan sebagian besar
kondisi ekonominya tertinggal dibanding daerah lain. Namun,
terdapat juga daerah maju akan tetapi interaksi sosial antar
kelompok sangat kaku, sehingga konflik dengan mudah
meletus hanya karena permasalahan kecil.
Yuniarti (LIPI : 2016) menyatakan bahwa Jakarta adalah
bukti terjadinya ketimpangan ekonomi antar wilayah serta
kesenjangan kaya dan miskin yang begitu nyata di Indonesia.
Dalam ukuran matematis ekonomi, ketimpangan di Ibukota
sangat kentara. Gini ratio atau indeks ketimpangan DKI
Jakarta mencapai 0,41, atau pada urutan tertinggi
dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Juga lebih tinggi dari
gini ratio nasional yang 0,38. Semakin besar angka gini ratio
semakin besar tingkat ketimpangan. Angka 0,4 hingga 0,6
sudah termasuk kategori lampu kuning. Sedangkan, lebih dari
0,6 adalah rasio berbahaya, yang menunjukkan ketimpangan
sosial ekonomi tidak lagi bisa ditoleransi.
Yuniarti juga menambahkan bahwa Akses paling nyata
dari kesenjangan adalah tindak kriminalitas. Awal tahun ini,
Jakarta menempati rangking terakhir di antara 50 kota besar di
dunia dalam hal keamanan berdasarkan riset dari The
Economist Intelligence Unit. Benar bahwa indikator yang
dipakai dalam riset tersebut bukan semata tingkat kriminalitas
jalanan.
Wibowo (Akademisi, 2016) menambahkan bahwa angka
kemiskinan Jakarta itu meningkat 41.090 jiwa dibanding tahun
sebelumnya pada periode yang sama. Melihat fakta tadi,
98
kemiskinan dan ketimpangan ekonomi Jakarta bukan hanya
isu. Dengan demikian diharapakan agar Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta fokus untuk orientasi pembangunan tidak hanya
bertumpu pada pembangunan fisik infrastruktur. Selain itu
pemerintah juga seharusnya melakukan pendataan status
masyarakat sesuai kriteria yang sudah menjadi kesepakatan
bersama sangat penting untuk dasar melakukan aksi
perbaikan. Data yang benar-benar gambaran kondisi di
lapangan sangat mempengaruhi keberhasilan program. Dan
kemudian Pemerintah DKI Jakarta juga diharapkan dapat
melakukan pengentasan warga dari kemiskinan. Program
kampung deret atau rumah susun sederhana bagi warga
miskin di bantaran sungai tidak serta merta mengangkat
masyarakat dari kemiskinan karena juga membutuhkan
lapangan kerja atau modal usaha untuk survive.
Namun, di sisi lain, Fadhil (Wartawan, 2016)
mengemukakan bahwa kondisi di Jakarta dapat digambarkan
dengan warna hijau. Hal ini menurutnya karena pasca
reformasi belum pernah terjadi konflik kekerasan langsung
yang menyebabkan banyak orang menjadi korban seperti
kasus tahun 1998. Pada peristiwa 1998 tersebut, sebanyak
1.217 orang meninggal, 85 orang diperkosa dan 70.000 orang
mengungsi. Kejadian ini berlangsung selama 3 hari dari 13-15
Mei 1998 dengan kerugian materil diperkiaran mencapai Rp
2,5 triliun. Menurutnya, suatu wilayah dapat dikatakan tidak
aman jika benar-benar terjadi kekerasan langsung.
Sementara itu, Marietta (Dosen Unhan, 2016)
menyatakan bahwa kondisi Jakarta saat ini dapat
digambarkan dengan warna kuning, mengingat bahwa
kondisi di Jakarta saat ini masih rentan terjadi konflik sosial
serta kekerasan struktural seperti kemisikinan dan
ketimpangan sosial. Menurutnya, dengan demikian Jakarta
memiliki ketahanan yang rendah hingga konflik baik
99
structural dan kekerasan langsung dapat dengan mudah
terjadi. Aktor-aktor konflik seperti kelompok provokator yang
kemudian menyampaikan distorsi informasi kepada
kelompok rentan seperti masyakat kalangan bawah yang
minim pendidikan masih kerap terjadi.
Susilawati (Akademisi, 2016) menambahkan bahwa
warna kuning dapat merepresentasikan kondisi Jakarta saat
ini. Alasannya karena konflik struktural seperti kemiskinan,
ketimpangan sosial, konflik-konflik sosial seperti tawuran
antar pelajar, demonstrasi massa masih kerap terjadi dan
cenderung meningkat pertahunnya. Faktor konflik seperti
permasalahan struktural dan aktor-aktor konflik seperti
provokator, kelompok rentan, dan kelompok fungsional
masih belum dapat dikelola dengan baik. Menurutnya,
masalah struktural seperti kemiskinan dan ketimpangan sosial
merupakan permasalahan yang patut menjadi fokus
pemerintah mengingat bahwa hal tersebut merupakan
kenutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi, sebagaimana
dinyatakan oleh Burton bahwa hal yang paling dasar untuk
pencegahan konflik adalah memenuhu kebutuhan dasar
manusia itu sendiri.
C. Simpulan
Dari hasil analisis dan pengkategorian daerah
berdasarkan jumlah konflik yang terjadi selama tahun 2016,
terdapat dua provinsi yang tergolong sebagai daerah
berwarna merah (dengan intensitas konflik tertinggi), yaitu
Provinsi DKI Jakarta dan Papua. Hal ini sangatlah
memprihatinkan karena walaupun dilihat dari kuantitas
bahwa hanya ada dua daerah yang memiliki intensitas konflik
yang tinggi, namun salah satu dari daerah tersebut secara
geografis memiliki nilai yang sangat strategis.
100
Temuan dari analisis data juga memperlihatkan bahwa
isu konflik Sosial. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
masyarakat Indonesia saat ini lebih banyak terpicu oleh isu-
isu yang bersifat tangible dibanding isu-isu yang bersifat
identitas seperti misalnya soal agama. Walaupun demikian,
pemerintah dan pemangku kepentingan terkait harus tetap
mewaspadai potensi isu agama tersebut sembari mengatasi
akar-akar persoalan konflik lainnya.
Temuan penelitian juga memperlihatkan bahwa
masyarakat umum menjadi aktor paling dominan dalam
kejadian konflik di Indonesia sepanjang tahun 2016.
Masyarakat umum ini adalah masyarakat suatu wilayah di
Indonesia yang tidak tergabung ke dalam suatu kelompok
tertentu, atau melekat pada suatu instansi tertentu.
Terlibatnya masyarakat umum kedalam sebuah konflik
merupakan bagian dari dinamika kehidupan bermayarakat itu
sendiri. Berbagai macam etnis dan suku hidup dalam suatu
wilayah tertentu di mana pada pola interaksinya gesekan-
gesekan sering ditemui. Gesekan-gesekan ini muncul karena
adanya perbedaan. Perbedaan ini karena adanya kepentingan,
kebutuhan dan tujuan dari masing-masing anggota
masyarakat sehingga dapat menyebabkan terjadinya konflik.
Salah satu penyebabnya adalah kerentanan masyarakat
yang masih rendah dikarenakan faktor-faktor struktural,
seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan kesenjangan sosial
yang merupakan kebutuhan dasar manusia. Faktor-faktor ini
menjadi penyebab utama yang dapat memprovokasi ekskalasi
konflik jika tidak teratasi dengan baik oleh Pemerintah.
Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa tidak ada masyarakat yang statis, demikian juga dalam
kelompok apa pun. Penanganan konflik di Indonesia pun
tidak dapat disamaratakan melihat setiap provinsi memiliki
dinamika konfliknya sendiri-sendiri. Hal ini diperjelas dengan
101
kategorisasi peta konflik di Indonesia bahwa terdapat provinsi
yang dominan konflik sosial, namun terdapat pula provinsi
yang dominan konflik agraria. Untuk ke depannya, tantangan
globalisasi akan semakin kompleks yang berpotensi
membentuk konflik-konflik baru, oleh sebab itu keutuhan dan
kedaulatan NKRI merupakan prioritas penyelenggaraan
pertahanan negara yang harus diperjuangkan oleh setiap
Warga Negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Bar-Tal, D. (2011). Intergroup conflict and their resolution: A social
psychological perspective. New York: Taylor & Francis
Group.
Bar-Tal, D. Chernyak-Hai, L., Schori, N., & Gindar, A. (2009).
A sense of self-perceived collective victimhood in
intractable conflicts. International review of the Red
Cross. Vol. 91, No. 874, hlm. 229-258.
doi:10.1017/S1816383109990221
Cohen, R. J., & Swerdlik, M. E. (2010). Psychological testing and
assessment: An introduction to test and measurement. (7th
ed.). Boston: McGraw Hill
Cozby, P.C. & Bates, S.C. (2014). Methods in behavioral research.
New York: McGraw-Hill Education.
Creswell, J.W. (2008). Research design: Qualitative, quantitative,
and mixed methods approaches. 3rd Ed. California: SAGE
Publication Inc.
Crocker, L. & Algina, J. (2008). Introduction to classical and
modern test theory. Ohio: Cengage Learning
Druckman,D (2005). Doing Research: Methods of Inquiry for
Conflict Analysis. London: Sage Publications.
Field, A. (2009). Discovering statistics using SPSS. (3rd ed.). New
York: SAGE Publications, Ltd.
102
Fishman, J.A. & Galguera, T. (2003). Introduction to test
construction in the social and behavioral sciences: a practical
guide. Rowman & Littlefield Publishers.
Galtung, J. (2004). Transcend and transform: An introduction to
conflict work. London: Pluto Press
Gravetter, F.J. & Forzano, L.B. (2011). Research Methods for the
Behavioral Sciences. 4th edition. California: Wadsworth,
Cengage Learning
Gravetter, F.J. & Wallnau, L.B. (2013). Essentials of statistics for
the behavioral sciences. 9th Ed. California: Wadsworth,
Cengage Learning.
Hesse-Biber, S.N. (2010). Mixed methods research: merging theory
with practice. New York: The Guilford Press.
IEP. (2015). Global Peace Index: Measuring peace, its causes, and its
economic value. Institute for Economics and Peace (IEP).
Jeong, H.W. (2008) Understanding Conflict and Conflict Analysis.
London: SAGE Press.
Kaplan, R.M. & Saccuzzo, D.P. (2009). Psychological testing:
Principles, applications, and issues. California:
Wadsworth Cengage Learning
Kumar, R. (2011). Research methodology: A step-by-step guide for
beginners. Los Angeles: SAGE
Lincoln, Y.S. &Guba, E.G. (2000) Doing Qualitative Research: A
practical book. London: SAGE
Malik, I. (2014). Kerangka Dinamis Pencegahan dan Resolusi
Konflik
Michalos, A.C. (2013). Encyclopedia of quality of life and wel-being
research. New York: Springer Reference
Patton, M.Q. (2002) Qualitative Research and Evaluation Methods.
3rd Ed. London: SAGE Publication Ltd.
Tasiran, A.C. & Lin, Q.Y. (2012). Factors to theorise the Global
Peace Index. Middlesex University.
103
Urbina, S. (2014). Essentials of psychological testing. New York:
John Wiley & Sons, Inc.
Wessells, M.G. &Bretherton, D. (2000). Psychological
Reconciliation: National and International
Perspectives. Australian Psychologist. Vol. 35, No. 2. pp.
100-108.
Wessells, M.G. (2008). Community Reconciliation and Post-
Conflict Reconstruction for Peace. In (2009) Handbook
on Building Cultures of Peace Peace Psychology Book Series
III, Part 2. Springer LINK. pp. 349-361.
Zucker, H., Ahn, R., Sindai, S.J., Blais, M., Nelson, B.D., &
Burke, T.F. (2014). Development of a scale to measure
individuals’ ratings of peace. Conflict and Health, Vol 8,
no.17
104
BENCANA ALAM DALAM KAJIAN
ANTROPOLOGI
Oleh: Letkol Ckm Dr. Achmad Sukendro, S.H., M.Si
Dosen Universitas Pertahanan
email: [email protected]
A. Pendahuluan
Bencana dapat terjadi sewaktu-waktu tanpa bisa diduga
atau diprediksi manusia,meskipun kemampuan teknologi
informasi mampu membuat ramalan,perhitungan akan
datangnya bencana.Setiap bencana alam selalu merupakan
sebuah peristiwa atau pengalaman yang baru bagi kita semua.
Bencana alam datang tanpa bisa diduga,penuh kejutan dan
kita tidak siap menghadapinya serta selalu menimbulkan
kerusakan dalam berbagai bentuk.
Hewitt mengklasifikasikan bencana: 1) Bencana Alam
(Athmosfir,hidrologi,geologi dan biologi), 2) Bencana
Teknologi (Barang-barang atau benda-benda berbahaya,
kerusakan, mesin, dan proses produksi), 3) Bencana Sosial
(Perang, terorisme, konflik masyarakat sipil, penyalahgunaan
teknologi, barang-barang berbahaya,dan proses produksi).
Indonesia mempunyai kerentanan dan potensi bencana
yang sangat tinggi ditinjau dari berbagai aspek. Aspek
geografis, klimatoligis, dan sosial demografis mempengaruhi
lingkup kebencanaan Indonesia. Daerah rawan gempa bumi
di Indonesia tersebar pada wilayah yang terletak pada atau
dekat dengan zona penunjaman lempeng tektonik dan sesar
aktif. Gempa yang berpengaruh pada atau memicu kejadian
tsunami umumnya berupa dangkal dengan kedalaman
kurang lebih 50 km.Letusan gunung api berpotensi terjadi
karena letak Indonesia di Pasific Ring of Fire/Tiga lempeng.
105
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki musim
kemarau dan musim penghujan. Banjir umumnya disebabkan
oleh tingginya curah hujan diatas normal yag melebihi daya
tampung sungai dan jaringannya.Perilaku manusia dari
sepanjang hulu, sepanjang aliran sungai, hingga bagian bawah
sistem sungai dalam beberapa tahun terakhir mengakibatkan
peningkatan aliran air permukaan.
Dampak dari bencana bagi manusia dalam berbagai
bentuk seperti sosial, ekonomi, kesehatan, kebudayaan,
sehingga bencana dapat dikaji dalam berbagai kajian seperti
ekonomi, kesehatan, sosiologi, perilaku/behavior, keamanan
juga kebudayaan.Kajian–kajian bencana dalam hubungannya
dengan kebudayaan dengan ilmu antropologi.
B. Antropologi Ekologi
Berbagai kajian telah digunakan para ahli untuk
mempelajari dan memahami interaksi atau saling
mempengaruhi antara manusia dengan lingkungan alam
tempat ia berada. Kesadaran tentang hubungan antara
manusia dengan alam sebagai hubungan yang perlu
dipelajari,karena manusia terkait,berhubungan, tergantung
pada alam. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari saling
keterkaitan antara organisme dengan lingkungannya,
termasuk lingkungan fisik dan berbagai bentuk hidup
organisme.
Fondasi kajian antropologi yang memusatkan
perhatian pada interaksi antara manusia dengan
lingkungan,Ekologi Budaya (Cultural Ecology) yang kini
populer disebut antropologi ekologi pada dasarnya diletakkan
oleh Julian H. Steward, seorang ahli antropologi yang banyak
meneliti orang Indian di Amerika Tengah pada tahun 1930-an,
ketika dia menerbitkan essaynya yang berjudul “ The Economic
and Social Basis of Primitive Bands” di tahun 1936.Tulisan
106
Steward merupakan hasil penelitiannya yang seksama tentang
hubungan antara manusia dengan lingkungan di kalangan
orang Indian Shoshone.Tujuan umum Ekologi Budaya dari
Julian H. Steward adalah untuk” menjelaskan asal-usul,ciri-
ciri dan pola-pola budaya tertentu yang tampak di berbagai
daerah yang berlainan”.Lebih khusus lagi, cabang
antrolpologi ini berusaha untuk menentukan apakah
penyesuaian diri berbagai masyarakat manusia pada
lingkungannya memerlukan bentuk-bentuk perilaku tertentu
ataukah penyesuaian diri tersebut bersifat luwes, artinya
masih memberikan ruang dan kemungkinan pada berbagai
pola perilaku lain yang mungkin diwujudkan. Steward yakin
bahwa tujuan ini dapat dicapai dengan mempelajari relasi
antara kebudayaan dan lingkungannya dalam kurun waktu
tertentu. Lebih lanjut Steward juga berpendapat bahwa
hubungan antara kebudayaan dengan alam sekitarnya juga
dapat dijelaskan melalui aspek tertentu dalm kebudayaan,
sekalipun alam sekitarnya belum tentu akan berpengaruh
terhadap kebudayaan dari suatu suku bangsa.
Ada tiga langkah yang perlu diikuti dalam studi
ekologi budaya, yakni (1) melakukan analisis atas hubungan
antara lingkungan dan teknologi pemanfaatan dan produksi;
(2) melakukan analisis atas “ tingkat pengaruh dari pola-pola
perilaku dalam eksplotasi suatu kawasan tertentu yang
menggunakan teknologi tertentu”; (3) melakukan analisis atas
“ tingkat pengaruh dari pola-pola perilaku dalam
pemanfaatan lingkungan terhadap aspek-aspek lain dari
kebudayaan”.
Selanjutnya Steward juga menyatakan bahwa beberapa
sektor kebudayaan lebih erat kaitannya dengan pemanfaatan
lingkungan daripada sektor-sektor yang lain .Perhatian utama
kata Steward,perlu diarahkan pada sektor-sektor yang penting
ini, yang ia sebut sebagai” inti budaya “(Cultural Core). Dari
107
sudut pandang lingkungan, hal ini berarti bahwa metodenya
menuntut dilakukannya pemfokusan pada aspek-aspek
lingkungan yang penting bagi adaptasi tertentu, dan bukan
pada keseluruhan lingkungan. Lewat prespektif ini bisa
dikemukakan pertanyaan tentang bagaimana variabel-
variabel tertentu,baik budaya maupun lingkungan,
berinteraksi; bagaimana kerja mereka diatur dan sampai
dimana tingkat kestabilan sistem yang terbentuk.
Studi ekologi budaya yang dipelopori oleh Julian Steward
dapat diklasifikasikan setidaknya dalam empat aliran atau
pendekatan, yakni: pendekatan etnoekologi, pendekatan
ekologi silang-budaya (cross-cultural ecological approach),
pendekatan ekosistemik kultural dan pendekatan
ekosistemik materialistik.
Etnoekologi merupakan sebuah pendekatan untuk
mempelajari masalah-maslah interaksi manusia dengan
lingkugan lewat prespektif orang-orang yang diteliti. Aliran
Etnoekologi dicetuskan oleh ahli-ahli antropologi dengan latar
belakang linguistik yang kuat.Tujuan dan metode pendekatan
etnoekologi banyak berasal dari pendekatan etnosains
(Ethnoscience). Etnosains dapat diefinisikan sebagai sebuah
pendekatan yang”concerned solely classification principles as they
are expressed by native speakers of languange, not as they are
determined through anthropological observation. Ethosciences are
instersted the speaker’s knowledge of the various domains within his
cultures,not in his actual behavior in these domains”. Kata
ethnoscience berasal dari kata Yunani,ethnos yang berarti
„bangsa‟,dan kata Latin scientia yang berarti „pengetahuan‟.
Maksudnya adalah pengetahuan yang dimiliki oleh suatu
bangsa atau lebih tepat suatu sukubangsa tertentu atau
subkultur tertentu.Ini sesuai dengan tujuan antropologi
sendiri,yakni mendapatkan pengetahuan yang dimiliki oleh
suatu sukubangsa tertentu.Jadi etnosains lebih tepat diartikan
108
sebagai “system of knowledge and cognition typical of a given
culture”. Mengingat pengetahuan ini sangat luas ruang
lingkupnya,bisa menyangkut berbagai macam hal,maka
dalam penelitiannya seorang ahli antropologi biasanya akan
membatasi ruang lingkup kajiannya.Ada yang
memperhatikan sistem klasifikasi tentang tumbuh-tumbuhan,
binatang, obat-obatan, lingkungan dan sebagainya. Dari
berbagai macam penelitian seperti inilah kemudian muncul
istilah-istilah seperti; ethnobotany, ethnozoology,ethnomedicine,
ethnoecology dan sebagainya. Tujuan pendekatan etnosains
adalah melukiskan lingkungan sebagaimana dilihat oleh
masyarakat yang diteliti.Asumsi dasarnya adalah bahwa
lingkungan atau”lingkungan efektif” (effetive enviroment)
bersifat kultural sebab lingkungan”obyektif” yang sama dapat,
dan pada umumnya “dilihat atau “dipahami”(perceived)
secara berlainan oleh masyarakat yang berbeda latar belakang
kebudayaannya. “Lingkungan Budaya (cultural
enviroment), ”Ethnoenviromet” atau “cognized enviroment”
dikodifikasikan dalam bahasa.Oleh karenanya untuk
memahami lingkungan kita harus mengungkapkan
taksonomi-taksonomi, klasifikasi-klasifikasi yang ada dalam
istilah-istilah lokal,sebab dalam taksonomi dan klasifikasi
inilah terkandung pernyataan-pernyataan atau ide-ide
masyarakat yang kita teliti mengenai lingkungannya.
Klasifikasi twntang lingkungan berisi berbagai informasi yang
penting untuk mrndapatkan etnoekologi masyarakat yang
diteliti.Bilamana berbagai macam taksonomi,klasifikasi serta
makna referensialnya telah dideskripsikan, langkah
selanjutnya adalah memformuasikan aturan-aturan perilaku
terhadap lingkungan yang dianggap tepat oleh masyarakat
yang kita teliti. Dengan pendekatan etnoekologi diharapkan
kita akan mampu menebak perilaku orang dalam berbagai
aktifitas yang berkaitan dengan lingkungan.Relevansi
109
infromasi semacam ini bagi studi lingkungan terletak pada
pendapat bahwa pandangan orang (people‟s cognition)
mengenai lingkungan merupakan bagian dari mekanisme
yang menghasilkan perilaku fisik yang nyata, lewat mana
orang secara langsung menciptakan perubahan dalam
lingkungan fisik mereka.
C. Antropologi Bencana
Bencana dapat dikaji dari aspek antropologi. Pada saat
ini kajian antropologi banyak digunakan untuk penelitian
bencana termasuk bencana alam. Kajian Antropologi dalam
bencana dengan menggunakan pendekatan etnoekologi. Studi
antropologi telah berhasil menghimpun berbagai kearifan
ekologi komunitas lokal, tidak terkecuali kearifan ekologi
terhadap lingkungan rawan bencana. Dalam memahami
perilaku ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan
masyarakat dalam beradaptasi dengan bencana, strategi yang
ditempuh adalah menggunakan studi antropologi dengan
menggunakan etnoekologi dan political ecology(politik
lingkungan). Kemampuan komunitas lokal beradaptasi itu
merupakan konsekuensi dari proses interaksi jangka panjang
terhadap lingkungannya sehingga mereka menemukan
potensi sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan dan
menyiasati berbagai resiko yang timbul secara alami atau
sebagai akibat dari aktifitas produksi dan sosial budayanya.
Dengan menggunakan etnoekologi,berbagi konsep
lokal mengenai lingkungan dan bencana alam diekplorasi dan
danalisis guna memahami praktik masyarakat lokal dalam
melakukan mtigasi,evakuasi dan pengungsian, rekontruksi
dan pemulihan ekonomi pasca bencana.Hasil analisis ini akan
menemukan tema budaya yang dapat menerangkan makna
dari strategi adaptasi masyarakat lokal,keputusan
110
ekonomi,sosial dan politik untuk memaknai bencana dan
dampak yang ditimbulkannya.
Tema budaya adaptasi masyarakat lokal terhadap
bencana juga dapat dipakai memahami persoalan ekonomi
politik mengapa mereka tetap bertahan dengan
lingkungannya yang dalam kacamata orang luar disebut
berbahaya. Dengan menggunakan prespektif politik
ekologi ,maka akan jelas persoalan ekonomi politik tersebut.
Dalam erupsi gunung Merapi misalnya [16]. Gunung Merapi
menjadi arena persaingan kepentingan berbagai fihak. Mereka
memperebutkan sumber daya Merapi termasuk dampak
erupsi yang menyediakan kesuburan tanah,pasir batu dan
dana penanganan korban baik dari negara, donor dan
masyarakat luas.
Dengan memakai kacamata politik ekologi, maka
dapat diterangkan bahwa pengetahuan dan praktik adaptasi
ekologis masyarakat lokal merupakan strategi untuk
melindungi sumber daya yang secara tradisional menjadi
miliknya. Oleh karena itu mereka tidak serta merta bisa
menerima pengetahuan dan praktik adaptasi baru yang
menghilangkan akses dan kontrol atas sumber daya lokal.
Mereka juga akan menolakn daerahnya dijadikan kawasan
tidak aman karena konsep itu akan mengancam eksistensi
mereka menguasai wilayahnya yang subur dan mendapatkan
keuntungan material seperti pasir dan batu setiap kali terjadi
erups Merapi.
Dengan menggunakan politik ekologi,maka terlihat
bahwa selalu terjadi politisasi status suatu gunung merapi
bukan sekedar sebagai suatu gejala alam, melainkan sebagai
suatu tindakan politik untuk menguasai penanganan korban,
dan penggunaan bantuan.Politisasi ini memaksa masyarakat
lokal untuk memilih pada pilihan yang tepat agar tidak
menjadi korban.
111
Masalah yang muncul dalam studi politik ekologi
dalam kasus erupsi gunung merapi di Indonesia adalah
semakin meningkatnya konsentrasi antar fihak untuk
memperebutkan sumber daya. Mereka itu adalah masyarakat
lokal,masyarakat luar,pengusaha, pemerintah dan Organisasi
Masyarakat lain/LSM.[17]. Sumber daya yang dimaksud
bukan semata tanah,batu,pasir dan materi lainnya tetapi juga
anggaran penanganan bencana dari negara,lembaga
internasional dan dana sosial masyarakat yang jumlahnya bisa
sangat fantastis. Perebutan akses atas sumber daya
mendorong masing-masing fihak mengembangkan dan
melibatkan diri secara maksimal dalam aktivitas
penanggulangan bencana yang sebenarnya dalam
pelaksanaannya terkandung kepentingan ekonomi dan politik
masing-masing fihak tersebut.Kontestasi penanggulangan
bencana diatas dapat membuat posisi masyarakat lokal
melemah.Hal ini karena masyarakat berhadapan dengan
negara,media, LSM,dan swasta yang kuat dalam melakukan
tekanan dan hegemoni dengan mereproduksi berbagai
ancaman bahaya erupsi dan rekayasa penanggulangan dan
bantuan ke korban. Melemahnya posisi masyarakat lokal
menyebabkan urusan penanggulangan bencana berada dalam
kontrol negara dan swasta yang belum tentu dapat
menyelamatkan masyarakat lokal untuk hidup lebih aman
dan sejahtera. Apa yang terjadi menunjukkan bahwa dana
publik untuk penanggulangan sangat besar,tetapi kurang
menetes ke bawah dan masyarakat tidak mendapatkan
manfaat karena tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat.
Pendekatan dalam penanggulangan bencana adalah
pendekatan yang emansipatif dengan strategi yang berbasis
pada kekuatan masyarakat.Dengan strategi ini,
penanggulangan bencana lebih membuka akses dan kontrol
masyarakat dalam menghadapi masalah bencana, sumber
112
daya,daya baru dari bencana, dan dana bantuan sosial yang
menjadi hak masyarakat.Pendekatan emansipatif itu sesuai
dengan tradisi sosial budaya dalam masyarakat bahwa pada
dasarnya urusan kebencanaan dan potensi ekologis yang
dihasilkan oleh suatu bencana merupakan urusan lokal.
D. Kesimpulan
Bencana dapat berdampak terhadap kehidupan sosial,
ekonomi, budaya, pertahanan, keamanan, kesehaan,
kesejahteraan masyarakat. Bencana dapat dikaji dari berbagai
kajian; ekonomi, politik, hukum kesehatan, kebijakan publik,
antropologi dsb.
Kajian Antropologi dalam bencana dengan kajian
etnosain metode etnoekologi Selain mengkaji dampak bencana
terhadap manusia,kajian antropologi juga dapat mengkaji atau
melihat tentang penanggulangan bencana maupun mitigasi
bencana yang dilakukan oleh negara, swasta, kelompok
masyarakat lain dari kaca mata masyarakat atau budaya lokal.
113
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan, 2009. The Structure and Culture of Disaster:
Theory, Research and Policy, Proceeding International Seminar
Disaster: Theory,Research and Policy, Yogyakarta: Graduate
School Universitas Gadjah Mada.
Hewitt,K.,1983. Interpretation of Calamity,New York: Allen &
Unwin.
Ahimsa-Putra,H.S,2007. “Antropologi Ekologi: Beberapa
Paradigma dan Kajian”, Bahan Mata Kuliah Antropologi
Ekologi,Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah
Mada.
Poerwanto, Hari, 2006. “Kebudayaan dan Lingkungan dalam
Perspektif Antropologi”, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Steward.J, 1955. “Theory of Culture Change”, Urbanna:
University of Illinois Press.
Vayda,A.P dan R.A. Rappaport.1968. “Ecology,Cultural and
Non-Cultural” dalam Introduction to Cultural Anthropology,J.A.
Clifton (ed),Boston : Houghton Miffin.
Ahimsa-Putra,H.S, 1985. “Etnosains dan Etnometodologi: Sebuah
Perbandingan”, Masyarakat Indonesia 12 (21).
Perchonock,Norma and Oswald Werner,1969.Navaho Sytem
of Classification: Some Implication for Ethnoscience, North
Western Unversity Ethnology Vol 8 no 3.
114
Werner,Oswald,1972.Ethnoscience, Annual Review of
Anthropolgy Vol 1.
Sturtevant,William C, 1964. Studies in Ethnoscience,American
Anthropologist 66(3).
Ahimsa Putra,H.S,1996. “Sungai dan Air Cliwung, Prisma.
Frake,C.O.,1962. Cultural Ecology and Ethnography. American
Anthropologist:64.
Vayda,A.P.,(ed),1969. “ Enviroment and Cultural Behavior”
Garden City,New York The Natural History Press.
Oliver Smith, A. and Hoffman,S.M., 1999. The Angry Earth :
Disaster in Anthropological Perspective, New York: Routledge.
Hudayana, B, 1994. Adaptasi Masyarakat terhadap Bencana
Alam : Studi Kasus Bencana Alam Gunung Merapi, Yogyakarta:
Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada.
Warouw N.J, Setiadi, Tiwikromo Y.A, Nugraheni
D.S.M,Fauzanafi M.Z, Prasodjo T, Rianty A, Yuwono J.S.E,
Hudayana B (Koord.), 2012. Laporan Penelitian Komunitas
Lereng Merapi serta Respon terhadap Erupsi Merapi 2010,
Yogyakarta: Laboratorium Antropologi Untuk Riset dan
Aksi/LAURA Universitas Gadjah Mada.
Judith S, ”Culture Political of Natural Disaster: Discourse on
Volcanic Eruptions in Indonesia “ dalam Casimer Michael J
(Ed.),2008. Culture and Changing Environment, Oxford: Berhahn
Books.
115
PENINGKATAN KAPABILITAS MILITER
JEPANG DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP INDONESIA
Oleh: Kolonel Pas Dr. Drs. Marsono, M.Si.
Dosen Universitas Pertahanan
email: [email protected]
Abstrak - Jepang dalam catatan sejarah termasuk negara yang cukup
menonjol dalam bidang militer terutama pada masa Perang Dunia
kedua. Sampai dengan sekarang, Jepang terus membangun kekuatan
militernya terutama kekuatan personel dan peralatan perangnya.
Pembangunan tersebut tidak terlepas dari pengaruh global dan
geopolitik di kawasan Asia terutama adanya krisis di Semenanjung
Korea, senketa kepulauan Senkaku/Diaoyu, dan ketegangan di Laut
China Selatan. Peningkatan kapabilitas militer Jepang secara langsung
maupun tidak langsung berimplikasi terhadap negara–negara di Asia
termasuk Indonesia. Permasalahan tersebut menarik untuk dikaji.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan studi
literature serta studi dokumentasi. Data yang berhasil dikumpulkan
dan sudah teruji keabsahannya, dianalisis menggunakan metode
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan
kapabilitas militer Jepang terkait erat dengan adanya kepentingan dan
ketegangan dengan beberapa negara seperti China dan Korea Utara.
Selain itu, peningkatan kapabilitas militer Jepang berimplikasi
terhadap situasi keamanan di kawasan termasuk terhadap Indonesia.
Untuk menanggapi hal tersebut, Indonesia perlu langkah-langkah
antisipatif meskipun dalam kerja sama di berbagai bidang terbilang
harmonis karena bagaimanapun Indonesia merupakan salah satu
negara yang pernah menjadi korban langsung imperialisme dan
militerisme Jepang.
Kata Kunci: Kapabilitas militer, pertahanan negara, antisipatif, imperialisme, militerisme.
116
Abstract - Japan in the historical record includes a country that is quite
prominent in the military aspect. The Japanese military forces of that era
were shown by the power of personnel and equipment of war. To explore
this, it is necessary to elaborate a study to analyze the development of
Japanese military capability and to know the implications of increasing
Japan's military capability to ASEAN and Indonesian defense state.
Through research with data analysis techniques conducted using
qualitative method. In the end it will be seen if the increase in Japanese
military capability is closely related to the interests and tensions with some
countries like China, Japan and North Korea. For Indonesia, it is necessary
to anticipate steps in observing the rise or enhancement of Japan's military
capability even though in various cooperation in various fields somewhat
harmonious because Indonesia is one of the countries that has been the
direct victim of imperialism and militarism of Japan.
Keywords: Military Capability, Defense State, Anticipate, Imperialism,
militarism.
A. Pendahuluan
Jepang dalam catatan sejarah termasuk negara yang cukup
menonjol dalam bidang militer. Kekuatan militer Jepang tampak
pada keberhasilannya menduduki Semenanjung Korea dan sebagian
besar China pada Perang Dunia I. Bahkan pada Perang Dunia II,
Jepang pernah menjajah Asia dan menguasainya, termasuk
Indonesia. Namun pada tahun 1945, Hiroshima dan Nagasaki dibom
oleh Sekutu yang menyebabkan Jepang menyerah kepada Sekutu.
Kekalahannya membawa pengaruh besar bagi Jepang, baik secara
fisik maupun psikis. Segi fisik pulau-pulau utama Jepang seperti
Hanshu dan Hokaido diduduki musuh dan penurunan di berbagai
bidang termasuk bidang pertahanannya. Secara psikis, menciptakan
trauma masyarakat Jepang pada perang.
Pemerintah pendudukan berusaha menjadikan Jepang sebagai
negara yang demokratis dan menginstitusionalkan anti kekerasan
117
sebagai bentuk jaminan melawan militerisme. Berdasar Pasal 9
Konstitusi yang dirancang oleh Amerika Serikat (AS) tahun 1947,
secara tegas melarang Jepang untuk mengembangkan kekuatan
militernya.
Interaksi Jepang dengan negara-negara sekawasan dalam
sistem internasional yang telah berubah membuat equlibrium
hubungan antar negara tersebut bergerak. Untuk membangun
kembali negara dan perekonomiannya, Jepang menyerahkan
masalah pemeliharaan keamanannya kepada AS dalam sebuah
perjanjian keamanan Jepang-AS tahun 1951 yang dipertegas lagi di
tahun 1960. Keadaan tersebut tidak berlangsung lama. Pecahnya
Perang Korea, pada tahun 1954 membawa Jepang untuk mengubah
National Safety Forces (NSF) menjadi Japan Self Defence Force (JSDF)
atau Pasukan Bela Diri Jepang.
Perebutan status atas beberapa kepulauan di Laut China
Selatan antara China, Vietnam, Taiwan dan beberapa negara Asia
Tenggara seperti Malaysia, Brunei dan Filipina membawa
kekhawatiran Jepang akan munculnya penggunaan kekuatan militer
secara terbuka. Hal tersebut membahayakan kedudukan Jepang,
karena wilayah tersebut merupakan jalur perdagangannya.
Meningkatnya agresivitas negara-negara seperti China, Korea Utara
dan beberapa negara Asia Tenggara serta meningkatnya konflik
regional menyusul penarikan pasukan AS dari kawasan Asia Pasifik,
memaksa Jepang untuk melindungi sendiri akses perekonomiannya
secara politis maupun militer. Untuk itu Jepang kembali mulai
mengembangkan militernya.
Faktor lain yang mendorong Jepang untuk membangun
militernya kembali adalah penolakan Soviet untuk memenuhi
tuntutan Jepang mengembalikan kepulauan Kurir. Selanjutnya
adanya ketegangan antara Jepang dan China yang saling mengklaim
kepulauan Senkaku/Diaoyu di Laut China Timur serta ketegangan
Jepang dan Korea Utara. Pengembangan militer Jepang dilakukan
dengan mempersenjatai kembali Pasukan Bela Dirinya dalam skala
118
besar yang difokuskan pada pembentukan Korps Marinir,
meningkatkan efisiensi udara dan pertahanan rudal.
Peningkatan kapabilitas militer Jepang, dikawatirkan akan
berdampak terhadap keamanan kawasan termasuk terhadap
pertahanan negara Indonesia. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka
permasalahan yang dibahas dalam artikel ini sebagai berikut:
a. Bagaimana perkembangan kapabilitas militer Jepang?
b. Bagaimana implikasi peningkatan kapabilitas militer
Jepang terhadap pertahanan negara Indonesia?
B. Kapabilitas
Kapabilitas atau kemampuan menunjukkan potensi orang
untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan. Beberapa pakar
mengartikan kapabilitas beragam berdasarkan sudut pandangnya
masing-masing. Robbins dan Judge sebagaimana dikutip oleh
Rudhaliawan, Utami dan Hakam (2013:1-10) mengemukakan bahwa
kapabilitas merupakan suatu kapasitas individu untuk mengerjakan
berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan
individu pada hakekatnya adalah kemampuan intelektual dan
kemampuan fisik. Kemampuan fisik yang khusus memiliki makna
penting untuk melakukan pekerjaan yang kurang menuntut
ketrampilan dan yang lebih terbakukan dengan sukses.
Menurut Nurhadi dan Agus (2003:15) bahwa kapabilitas
merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang
direfleksikan dalam berpikir dan bertindak. Kemampuan menunjuk
pada pengetahuan fundamental, ketrampilan dan pembawaan
perilaku berkaitan pada keadaan seseorang dalam menunjukkan
kepemilikan suatu keterampilan (kompetensi).
Berkaitan dengan kapabilitas, Suparno (2004:16) mengatakan
“Kemampuan merujuk pada pengetahuan fundamental,
ketrampilan dan pembawaan perilaku berkaitan pada keadaan
seseorang dalam menunjukkan pemilikan suatu kompetensi”.
Kemampuan sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai yang
119
diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Jadi
kemampuan merujuk pada kemampuan mendemontrasikan
pengetahuan. Pendapat ini dikuatkan oleh (Sutikno, 2005:197) yang
mengatakan bahwa kemampuan adalah gabungan dari ilmu
pengetahuan (knowledge) dengan keterampilan (skill).
Menurut Kreitner dan Kinicki (2002:183) bahwa kemampuan
diartikan sebagai ciri luas dan karakteristik tanggung jawab yang
stabil pada tingkat prestasi yang maksimal berlawanan dengan
kemampuan kerja mental maupun fisik. Seseorangyang memiliki
kemampuan memadai akan dapat menyelesaikan pekerjaannya
dengan baik sesuai dengan waktu atau target yang telah ditetapkan
dalam program kerja.
Terkait dengan militer, indikator kapabilitas militer ada pada
kesiapan tempur (Combat Readiness), keberlangsungan kapabilitas
(Sustainable Capability) dan struktur kekuatan (Force Structure)
adalah tolak ukur yang relevan guna mengetahui sejauh mana
kapabilitas di sebuah negara. Kompleksnya masalah kapabilitas
militer memerlukan penjelasan yang sistematis dari setiap
variabelnya. Khusus dalam kesiapan tempur, akan terlihat
bagaimana sebenarnya komposisi kekuatan militer yang terdiri dari
kekuatan matra darat, laut, udara, struktur satuan, pola operasi,
teknologi dan peralatan pendukung merupakan pengukuran combat
readiness yang sebenarnya.
Kapabilitas militer merupakan aspek penting yang perlu
diperhatikan guna menilai sejauhmana pengaruh peningkatannya
di sisi negara Jepang dapat mempengaruhi hubungan politik dan
pertahanannya dengan ASEAN sebagai kawasan dan Indonesia.
Jika selama ini, indikator yang digunakan didominasi pada aspek
ekonomi dan perdagangan, maka perlu diteliti lebih jauh,
bagaimana sebuah kapabilitas militer sanggup mempengaruhi pola
kerja sama baik terhadap kawasan maupun negara.
Terkait dengan kapabilitas militer yaitu adanya perimbangan
kekuatan (balance of power). Balance of power ini dapat digunakan
120
untuk melihat perilaku suatu negara terhadap negara lain, seperti
Jepang terhadap China karena adanya peningkatan kapabilitas
militer China. Kondisi tersebut memunculkan persaingan di antara
kedua negara yang berdekatan secara geografi ini.
Dalam melakukan proses balance of power diperlukan adanya
aliansi (alliance). Alliance merupakan bentuk dari balance of power
yang dilakukan oleh negara yang merasa terancam untuk
melindungi keamanan negaranya. Aliansi adalah hubungan
kerjasama keamanan antara dua negara atau lebih dalam bentuk
komitmen militer. Sebuah negara akan melakukan aliansi dengan
negara lain apabila berhadapan dengan negara yang mempunyai
power kuat untuk melakukan perimbangan kekuatan.
C. Hubungan Internasional
Secara definisi, hubungan internasional (HI) memiliki banyak
konsep yang pada akhirnya membawa pada perbedaan perspektif
dalam menilai mekanisme sebuah hubungan internasional itu
sendiri. Oleh sebab itu, konsep hubungan internasional sangat
mempengaruhi bagaimana cara memandang sebuah tatanan
internasional antarnegara diselenggarakan atas dasar beberapa
sudut pandang.
Teori Hubungan Internasional saat ini sudah sangat
berkembang dengan masing-masing perspektif yang
dikembangkan, namun hanya tiga jenis teori HI populer di dunia
yaitu Realisme, Liberalisme dan Konstruksivisme.
a. Realisme
Realisme dalam teori HI dipengaruhi oleh pemikiran
beberapa tokoh, salah satunya yaitu Hans J Morgenthau yang
menulis buku berjudul Politics Among Nations pada akhir
Perang Dunia II, saat itu Amerika menjadi negara yang
memiliki kekuatan internasional yang paling tangguh. Selain
pembahasannya terpaku pada perang akan tetapi di sisi lain
121
juga membahas peranan Amerika Serikat terhadap dunia
pasca perang. Morgenthau sebagaimana dikutip oleh Burchil
dan Linklater berpendapat ada enam prinsip realisme politik
yaitu: 1. Politik ditentukan oleh hukum-hukum obyektif yang
berakar pada kodrat manusia. 2. Untuk mengetahui tentang
politik internasional tidak terlepas dari pengertian kekuatan
maksudnya adalah kepentingan yang sangat berkaitan dengan
kekuasaan. 3. Bentuk dan sifat kekuasaan negara akan
brmacam-macam dalam waktu, tempat dan konteks, tetapi
konsep kepentingan masih tetap sama. 4. Prinsip-prinsip
moral universal tidak menuntut sikap negara, meski sikap
negara jelas akan memiliki implikasi moral dan etika. 5. Tidak
ada serangkaian prinsip-prinsip moral yang disetujui secara
universal. 6. Secara intelektual, bidang politik itu otonom dari
setiap bidang perhatian manusia lainnya, entah bidang-bidang
yang lain tersebut bersifat legal, moral atau ekonomi (Burchil
dan Linklater, 1996:99).
Selain Morgenthau, pemikir realis yang juga sangat
dikenal pemikiran-pemikirannya ialah Thucydides. Jackson
dan Serensen (2009:92) mengutip pendapat Thucydides
menyatakan bahwa hubungan antar negara-kota tidak
memiliki kesetaraan dalam hal kekuatan. Setiap negara-kota
baik besar atau kecil harus mampu mempertahankan
kekuasaannya berdasarkan realitas kekuatan yang berbeda
tiap negara-kota. Jika suatu negara-kota tidak bisa
mempertahankan negara-kotanya maka negara-kota tersebut
akan hancur, sebaliknya jika negara-kota mampu
mempertahankan kekuataannya maka negara-kota tersebut
bisa bertahan bahkan menghancurkan negara-kota lainnya
yang memiliki kekuatan di bawahnya.
122
b. Liberalisme
Teori Liberalisme lahir sebagai bentuk kritik terhadap
teori Realisme. Pasca Perang Dunia II usai, konsentrasi politik
dunia telah bergeser kepada orientasi ekonomi, sehingga
hubungan internasional diarahkan pada kerjasama
internasional untuk membangun kembali negara-negara
akibat perang dan upaya untuk menciptakan tatanan dunia
yang damai serta terwujudnya stabilitas internasional.
Liberalisme meyakini bahwa perdamaian dapat dicapai tanpa
melalui perang terlebih dahulu. Liberalisme juga mempunyai
beberapa asumsi dasar yaitu lebih memandang bahwa
manusia itu mempunyai sifat dasar yang baik. Manusia selalu
mempunyai cara yang baik, tidak dengan kekerasan ataupun
perang. Manusia masih mempunyai hati nurani untuk
mencapai sebuah perdamaian. Pada dasarnya negara
terbentuk dari sekumpulan manusia-manusia yang
mempunyai persamaan, jika manusia tersebut mempunyai
sifat yang baik maka sebuah negara juga pasti mempunyai
sifat yang baik pula.
Dalam liberalisme lebih mengutamakan perdamaian
melalui kerjasama yang lebih bermanfaat dan menghindari
perang. Seperti dijalankannya perdagangan bebas atau free
trade untuk saling menumbuhkan rasa kerjasama dan saling
menguntungkan satu sama lain sebagai perwujudan bahwa
untuk mencapai sebuah perdamaian tidak harus melalui
perang. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan perspektif
realisme (Burchill, 2001:29).
Menurut Jackson dan Sorensen (2009:139) bahwa
perspektif liberalisme memandang bahwa hubungan
internasional bersifat kooperatif dan sangat menjunjung tinggi
kebebasan serta kemajuan individunya. Individu tersebut
akan membentuk sebuah kelompok atau organisasi yang
dapat saling memberikan kebahagian satu sama lain. Dari
123
kelompok-kelompok tersebut, setiap individu dapat mencapai
kebahagiannya dengan menyatukan kepentingan-kepentingan
bersama. Hubungan antar negara dapat dilakukan seperti itu,
karena negara terbentuk dari individu-individu yang
mempunyai kepentingan bersama sehingga mencapai sebuah
kebahagiaan, sehingga hubungan internasional dapat bersifat
kooperatif daripada konfliktual.
Kaum liberalis percaya bahwa dengan adanya kerjasama
dan institusi internasional, maka konflik antar negara atau
konflik internasional dapat diselesaikan dalam forum
internasional. Adanya organisasi internasional juga dapat
menjaga agar dunia tetap dalam keadaan damai. Oleh karena
itu dapat disimpulkan bahwa liberalisme bertujuan untuk
menciptakan win-win solution bagi setiap aktor yang terlibat di
dalam hubungan internasional, baik negara, organisasi,
maupun individu, karena untuk memenuhi kebutuhan atau
kepentingan setiap aktor tersebut akan saling membutuhkan
(interdependensi) dan saling ketergantungan tersebut
diwujudkan dalam kerjasama.
c. Konstruksivisme
Konstruktivisme hadir dalam ilmu Hubungan
Internasional pada tahun 1989. Konstruktivisme mulai
diperkenalkan dalam Hubungan Internasional oleh Nicholas
Onuf. Kajian konstruktivisme secara luas terpengaruh oleh
kontribusi Alexander Wendt (Jackson dan Sorensen, 2009:369).
Perspektif konstruktivisme hadir untuk menjawab semua
permasalahan yang ada dalam hubungan internasional,
karena perspektif ini telah menjadi jembatan antara neorealis
dan neoliberalis, terutama saat setelah Perang Dingin. Reus-
Smit dalam Burchill, et al (Palgrave, 2001:195-196) menyatakan
bahwa pasca Perang Dingin, neoliberalis dan neorealis
terkesan tidak dapat memperkuat asumsi dan argumennya
124
dengan realita yang terjadi. Tidak hanya menjadi jembatan
bagi neorealis dan neoliberalis tetapi konstruktivisme juga
hadir untuk menjadi solusi bagi permasalahan dinamika
internasional, sifat dasar kelembagaan, peran aktor non-state,
dan permasalahan hak-hak manusia.
Menurut Jackson dan Sorensen (2009:370), terdapat
beberapa asumsi dasar dalam konstruktivisme. Pertama,
dunia sosial bukanlah suatu hal yang given seperti tata surya
akan tetapi terdapat konstruksi yang dilakukan oleh individu
atau negara. Kaum konstruktivis memiliki pemikiran bahwa
dunia sosial bukanlah suatu hal yang sama dengan ilmu alam.
Hal ini dikarenakan dalam hubungan internasional setiap
negara memiliki pengaruhnya satu sama lain dan negara juga
terikat pada masyarakatnya. Kedua, konstruktivisme
menganggap bahwa identitas merupakan suatu hal yang
penting. Identitas ini bukan suatu hal yang lahir dengan
sendirinya, tetapi suatu hal yang telah terkonstruksi dari
kultur dan norma dalam suatu negara. Ketiga, proses yang
terjadi dalam hubungan internasional bukan suatu hal yang
stagnan melainkan continue.
Konstruktivisme telah memberikan warna yang baru
dalam Hubungan Internasional yang telah didominasi oleh
perspektif tradisional yang menganggap bahwa anarki dan
dunia sosial merupakan suatu hal given. Namun kaum
konstruktivis menganggap bahwa hal tersebut merupakan
suatu hal yang telah terkonstruksikan baik melalui interaksi
maupun norma yang ada.
D. Perkembangan Kapabilitas Militer Jepang
Secara umum, kapabilitas militer Jepang ditujukan untuk
menciptakan SDF yang memiliki efisiensi, mobilitas dan fleksibilitas
yang tinggi untuk menghadapi ancaman yang berkembang di
sekitar wilayah Jepang. Perubahan terjadi di antaranya pada postur
125
GSDF dari postur sebelumnya yang ditujukan untuk menghadapi
kondisi Perang Dingin, yaitu dengan menambah main battle tank
(MBT) baru yang lebih sesuai dengan kondisi geografis Jepang serta
artileri, memperkuat pertahanan udara dengan menggunakan misil
kendali darat ke udara yang lebih canggih dan meningkatkan sistem
jaringan dan komando serta membangun unit siaga yang dapat
dikerahkan dengan cepat dan efektif. Selain itu, peningkatan
pertahanan udara dan laut juga dilakukan dengan pengadaan dan
upgrade alutsista yang dimilikinya serta peningkatan kekuatan SDF
di barat daya Jepang, wilayah kepulauan-kepulauan untuk
mengantisipasi kemungkinan penyerangan dan invasi ke pulau-
pulau pantai. Perkembangan kekuatan SDF juga ditekankan pada
peningkatan kemampuan pengintaian dan peringatan dini yang
terus dilakukan secara berkesinambungan yang juga terintegrasi
melalui pengembangan.
Indikator yang digunakan untuk dapat melihat dan
mengukur kapabilitas militer Jepang dapat melihat jumlah
kekuatan (numerical preponderance) dan teknologinya.
a. Jumlah Kekuatan
Jika dilihat dari jumlah pasukan, Jepang mengalami
peningkatan secara kuantitatif semenjak kekuatan
pertahanannya dibangun kembali pasca kekalahannya dalam
PD II. Pada awal dibentuknya NPR, jumlah pasukan sebanyak
75.000 personel, yang kemudian diubah menjadi JSDF pada
tahun 1954 yang terdiri dari 165.000 personel hingga
mencapai 180.000 personel pada NDPG 1976. Pada 2011
Jepang mempunyai pasukan darat yang terdiri dari personel
aktif yang berjumlah 151.641 dan personel cadangan siaga
yang berjumlah 8.479 orang (Military Balance, 2011:245).
Jepang melakukan peningkatan kuantitas dan kualitas
terhadap kekuatan JSDF pada masa Perang Dingin,
khususnya melalui Defense Build up Program yang berujung
126
pada NDPG tahun 1976. Namun setelah itu Jepang lebih fokus
pada peningkatan kualitas pertahanannya, khususnya pada
kekuatan maritim dan udaranya serta melakukan efisiensi
terhadap kekuatan daratnya dengan melakukan pengurangan
persenjataan, terutama MBT dan artileri yang dimilikinya.
Alutsista yang dimiliki oleh Jepang mengalami
pengurangan khususnya pada MBT, artileri dan tug/anti-tank.
Jumlah MBT yang dimiliki oleh Jepang berkurang dari 10.400
unit pada tahun 2001 menjadi 3.600 unit pada tahun 2010,
jumlah artileri yang dimiliki berkurang dan 2.120 pada tahun
2001 menjadi 1.880 pada tahun 2010 dan jumlah tug/anti-tank
berkurang dari 5084 pada tahun 2001 menjadi 3.600 pada
tahun 2010. Akan tetapi pengurangan tersebut tidak terjadi
secara keseluruhan tipe dan masing-masing jenis tersebut
(Military Balance 2011:245).
Contohnya Jepang melakukan pengurangan terhadap
Tank Tipe-74 secara bertahap yang akan digantikan oleh Tank
terbaru Tipe-10, di sisi lain meningkatkan jumlah MBT Tipe-
90. Sedangkan jumlah alutsista yang dimiliki oleh ASDF dan
MSDF cenderung mengalami peningkatan, walaupun tidak
signifikan.
Jepang saat ini telah memiliki 4 unit satelit pengintai,
pesawat pengisi bahan bakar di udara (KC-767) sebanyak 4
unit yang dimulai pengadaannya semenjak tahun 2007 secara
bertahap, 1 unit aircraft carrier helicopter pada tahun 2010 dan
masih akan bertambah karena masih dalam tahap
pembangunannya serta sistem pertahanan misil balistik,
seperti penambahan kapal tempur yang dilengkapi dengan
sistem ini, dari 4 unit kapal tempur kelas Kongo menjadi 6 unit
dengan penambahan 2 unit dari kapal tempur kelas Atago.
Selain itu, peningkatan jumlah persenjataan dapat
diketahui melalui program pengadaan alutsista Jepang di
dalam Defense Programs and Budget of Japan Oveiview of FY 2012
127
Budget yang dikeluarkan oleh Menteri Pertahanan Jepang, di
antaranya adalah pembuatan destroyer helikopter (19.500 ton)
sebagai pengganti destroyer kelas Kurama yang akan
diberhentikan pada tahun 2016. Pembuatan satu kapal selam
(2.900 ton) yang dilengkapi dengan Torpedo Counter Measure
(TCM). Selain itu, Jepang juga mengakuisisi 4 unit pesawat
tempur generasi baru F-35A, 1 unit helikopter tempur AH-
64D serta 13 unit MBT tipe-10.
Berdasarkan SIPRI dan IISS’ Military Balance 2011, 2012,
2013 dan 2014, jumlah personel, alutsista dan anggaran militer
Jepang sebagai berikut:
1) Personel. Total personel militer aktif Jepang
sebanyak 247.150 orang, yang terdiri dari
Angkatan Darat sebanyak 151.050 personel,
Angkatan Laut (Maritim) sebanyak 45.500
personel, Angkatan Udara sebanyak 47.100
personel, dan Staf Pusat sebanyak 3.500 personel.
Paramiliter Jepang sebanyak 12.650 personel.
Sedangkan personel Cadangan sejumlah 56.100
personel terbagi atas 46.000 personel General
Reserve Army, 8.200 personel Ready Reserve Army,
1.100 personel AL dan 800 personel AU (Military
Balance, 2014:250).
2) Alutsista
Tabel 1 Alutsista Militer Jepang
Alutsista Jumlah Keterangan
Tank
(Main Battle Tank)
777 unit 26 Type-10, 410 Type-
74, 341 Type-90
Kendaraan Infanteri:
1) AIFV
2) APC
68 unit
803 unit
Type-89
254 Type-73 (Track),
128
3) Reconnaissance
152 unit
549 (Wheel): 227 Type-
82 dan 322 Type-96
105 Type-87, 47 Che.
Recce
Artileri 1.773 unit
Pesawat Terbang:
1) F-15J Eagle
2) F-4EJ Phantom II
3) Mitsubishi F-2
4) EW
5) ISR
6) AEW&C
7) SAR
8) Tanker
9) Transport
10) Training
11) Penerbangan AL
552 unit
7 skadron
2 skadron
3 skadron
3 unit
17 unit
17 unit
28 unit
4 unit
66 unit
248 unit
78 unit
201 F-15J
63 F-4E
76 F-2A/B
1 Kawasaki EC-1, 2 YS-
11EA
13 RF-4E, 4 YS-11EB
13 E-2C Hawkeye, 4 E-
767
U-125A Peace Krypton
KC-767J
Medium: 16 C-130H
Hercules, PAX: 50 (2 B-
747-400, 13 Beech T-
400, 26 C-1, 5
Gulfstream IV/U-4, 4
YS-11).
199 unit T-4, 49 unit T-
7.
7 Air Groups (ASW,
MPA, EW, MCM, SAR,
TPT, TRG).
Helikopter:
1) Attack
2) ISR
109 unit
80 unit
73 AH-1S Cobra, 10
AH-64D Apache, 26
OH-1
OH-6D
129
3) Transport
4) Penerbangan AL
238 unit
134 unit
Berat: 55 unit (34 CH-
47D Chinook dan 21
CH-47JA).
Medium: 33 unit (3
EC225LP Super Puma
Mk-II VIP, 30 UH-
60JA).
Ringan: 150 unit (140
Bell-205 UH-1J dan 10
Enstrom 480B TH-
480B).
87 ASW, 12 MCM, 4
ISR (OH-6DA), 19 SAR
(UH-60J Blackhawk), 12
TPT (2 medium, 10
ringan).
Kapal Selam 18 unit 2 Harushio, 11
Oyashio, 5 Soryu (plus
AIP)
Kapal Perang:
1) Kapal Induk
2) Cruiser (Penjelajah)
3) Destroyer (Perusak)
4) Frigate
2 unit
2 unit
32 unit
11 unit
Kelas Hyuga
Kelas Atago (Aegis)
8 Asagiri, 2 Akizuki, 9
Murasame, 5 Takanami
(Murasame++), 2
Hatakaze, 4 Kongo, 2
Shirane.
5 Hatsuyuki, 6
Abukuma.
b. Teknologi
Teknologi canggih Jepang yang dipadukan ke dalam
130
alutsistanya menjadi kelebihan Jepang untuk mengimbangi
kekurangan dalam hal jumlah. Khususnya dalam hal
kekuatan darat, Jepang kalah dalam hal jumlah jika
dibandingkan dengan negara-negara dalam satu kawasan
seperti China, Korea Selatan, bahkan Korea Utara.
Perkembangan teknologi yang kemudian menjadi
tambahan alutsista Jepang adalah pengoperasian misil Tipe-03
Chu-SAM (Surface-to-Air Missile) untuk memperkuat
pertahanan udara. Jepang telah mengembangkan sistem
pertahanan anti misil dan anti pesawat tersebut untuk
menggantikan sistem MIM-23 Hawk. Jepang memanfaatkan
teknologi jaringan sensor untuk memperluas tingkat
perlindungan dan respon terhadap misil jelajah.
Dalam hal kekuatan udara, Jepang memiliki sistem
pertahanan udara yang canggih dengan menggunakan
kombinasi pesawat tempur, sistem radar pengintai udara dan
pesawat pendukung lainnya di bawah ASDF. Hal yang cukup
menjadi perhatian dalam perkembangan kekuatan ASDF
adalah pengadaan pesawat pengisi bahan bakar di udara KC-
767 yang diterima pertama kali pada tahun 2007 (Roy,
2004:86-101).
Jepang mengembangkan pesawat prototipe Advaced
Technology Demonstrator-X (ATD-X). Kementerian Pertahanan
Jepang akan menggunakan ATD-X sebagai demonstrasi
teknologi dan prototipe penelitian untuk mengetahui apakah
Jepang dapat menjangkau secara domestik teknologi canggih
yang digunakan untuk pesawat tempur generasi ke-5. Jepang
telah menghabiskan sekitar 39 milyar yen (sekitar 475 juta
dolar AS) dalam proyek ini semenjak tahun 2009, terlebih lagi
semenjak ada kejelasan bahwa AS tidak akan menjual F-22
Raptor kepada Jepang.
Pada tahun 2009 Jepang menyelesaikan pembuatan
kapal 16DDH/Hyuga dan kapal kedua selesai pada tahun
131
2011 dengan kode 18DDH/Ise. Kedua kapal tersebut adalah
destroyer pembawa helikopter yang dimiliki oleh MSDF
dengan total berat 13500 ton, panjang 197 meter dan lebar 33
meter.
Pada bulan Agustus 2013 Kementerian Pertahanan Jepang
meluncurkan Izumo, sebuah kapal perusak helikopter terbesar
kedua yang pernah dibangun sejak Perang Dunia II. Kapal
tersebut bergabung dengan Maritime Self Defense Forces.
E. Implikasi Peningkatan Kapabilitas Militer Jepang Terhadap
Pertahanan Negara Indonesia
Dengan kemampuan diplomasi, kekuatan ekonomi, potensi
militer yang dimilikinya serta keeratan aliansi dengan Amerika
Serikat, Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang
senantiasa diperhitungkan dalam menentukan strategi politik,
keamanan maupun ekonomi di kawasan Asia dan Pasifik.
Posisi strategis Jepang tersebut selanjutnya telah mendorong
Indonesia untuk menempatkan Jepang sebagai salah satu mitra
penting dalam mewujudkan kepentingan nasional Indonesia di
berbagai bidang kehidupan, baik untuk program pembangunan
nasional maupun keikutsertaannya dalam menjaga ketertiban dunia
sesuai Pembukaan UUD 1945 melalui berbagai kerja sama bilateral,
regional dan multilateral.
Sejak bergulirnya proses reformasi dan demokratisasi,
Indonesia merasakan Jepang menunjukkan keinginan untuk
membantu pulihnya stabilitas politik dan bergeraknya kembali roda
perekonomian Indonesia. Dalam kaitan ini juga Indonesia
menghargai komitmen dan dukungan Jepang dalam ikut menjaga
dan memelihara keutuhan integritas teritorial dan wilayah Kesatuan
Negara Republik Indonesia dari segala bentuk gejala disintegrasi
bangsa.
Sementara itu, hubungan pada tingkat diplomatik didasarkan
pada perjanjian perdamaian antara Indonesia dengan Jepang pada
132
bulan Januari 1958. Sejak itu hubungan bilateral antara kedua
negara berlangsung baik, akrab dan terus berkembang tanpa
mengalami hambatan berarti. Eratnya hubungan bilateral tersebut
juga tercermin dalam berbagai persetujuan yang ditandatangani
maupun pertukaran nota oleh kedua pemerintah, yang pada
dasarnya dimaksudkan untuk memberikan landasan yang lebih
kuat bagi kerja sama di berbagai bidang.
Persetujuan Indonesia-Jepang antara lain meliputi: Pertama,
“Treaty of Amity and Commerce” yang ditandatangani pada tanggal 1
Juli 1961 di Tokyo. Kedua, “Perjanjian Hubungan Udara” yang
ditandatangani pada tanggal 23 Januari 1962 di Tokyo. Ketiga,
“Kerja sama di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi” yang
ditandatangani pada tanggal 12 Januari 1981 di Jakarta. Keempat,
“Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda” yang ditandatangani
pada tanggal 3 Maret 1982 di Tokyo. Sejak tahun 1966 sampai
sekarang antara pemerintah Indonesia dan Jepang telah dilakukan
sekitar 200 pertukaran nota yang menyangkut kerja sama di bidang
perikanan pertanian, kehutanan, peningkatan produksi pangan dan
bantuan keuangan Jepang.
Antara kedua negara juga terjalin kerja sama erat sebagai
sesama anggota organisasi/forum regional dan internasional seperti
PBB, ESCAP, APEC, WTO dan ASEM. Dalam kerangka kerja sama
regional ASEAN, Jepang merupakan salah satu mitra dialog utama
dan anggota ARF. Meskipun dalam suasana krisis Jepang tetap
memandang Indonesia sebagai stabilisator di kawasan Asia
Tenggara.
Jepang memiliki kepentingan agar kerja sama dengan
Indonesia dapat dilanjutkan dalam berbagai forum internasional
dalam bentuk dukungan timbal balik, baik kepada posisi negara
maupun kepada calon negara masing-masing, di sejumlah
organisasi regional dan internasional, termasuk pada sidang Komisi
HAM PBB dan Sidang Sub-Komisi PDPM PBB.
133
Pentingnya hubungan Indonesia dengan Jepang juga
tercermin dari besarnya perwakilan kedua negara di Tokyo dan
Jakarta. Kedutaan besar Jepang di Jakarta termasuk perwakilan
Jepang terbesar di negara lain, demikian juga halnya dengan KBRI
Tokyo yang merupakan salah satu KBRI yang terbesar.
Jepang merupakan mitra dagang utama Indonesia yang
berada di urutan pertama sebagai negara tujuan ekspor dan sebagai
sumber impor dengan total nilai perdagangan sampai dengan bulan
Desember 2007 sebesar US$30 milyar meningkat dibandingkan
periode yang sama tahun 2006 senilai US$ 27 milyar. Pada periode
2007, Indonesia mendapatkan surplus US$17 milyar. Sementara itu
untuk tahun 2008 periode Januari-September, nilai perdagangan
Indonesia-Jepang senilai US$ 32,8 milyar, dengan ekspor Indonesia
senilai US$ 21,8 milyar, impor Indonesia senilai US$ 11 milyar dan
Indonesia mendapatkan surplus sebesar US$ 10,87 milyar.
Dalam kaitannya dengan isu energy security masih terdapat
kekhawatiran Jepang terhadap pasokan energi dari Indonesia
setelah berakhirnya kontrak pada tahun 2010 dan 2011. Presiden RI
telah menyatakan komitmen Indonesia untuk menghormati kontrak
yang sedang berjalan dan akan mempertimbangkan dengan
seksama keinginan pemerintah Jepang terhadap pasokan energi
Indonesia dimaksud.
Hubungan sosial budaya antara Indonesia dan Jepang telah
terjalin dengan baik sejak lama. Untuk mewadahi jalinan hubungan
kerja sama yang lebih baik, telah dibentuk beberapa lembaga
persahabatan Jepang dan Indonesia.
Pada tahun 2004 wisatawan Jepang meningkat menjadi
615.720 orang, tetapi kembali mengalami penurunan pada tahun
2005 menjadi 517.879 orang dan pada tahun 2006 menjadi 419.213
orang. Data Depbudpar pada tahun 2007 menunjukkan bahwa
wisatawan Jepang yang berkunjung ke Indonesia tercatat sebanyak
508.820 orang.
134
Jepang juga merupakan negara yang penting dalam rangka
pengembangan sumber daya manusia khususnya di bidang
pendidikan. Berdasarkan data dari KBRI Tokyo hingga Oktober
2006, jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di Jepang tercatat
sebanyak 993 orang. Sebagian besar dari mahasiswa Indonesia di
Jepang atas biaya dari Pemerintah Jepang melalui program beasiswa
Monbukagakusho (sebanyak 469 orang, atau sekitar 47,23%).
Sedangkan yang mendapat beasiswa dari pemerintah Indonesia
(OECF/STAID, maupun beasiswa dari Pemerintah Daerah)
sebanyak 44 orang (sekitar 4,43%) dan yang atas tanggungan dari
swasta Indonesia sebanyak 44 orang (4,43%). Selain itu, 270 orang
(27,17%) mendapatkan beasiswa dari swasta Jepang, dan sekitar 166
orang (16,71%) atas tanggungan pribadi.
Kerja sama dalam bidang pertahanan telah dilaksanakan,
namun masih terbatas pada pendidikan personel TNI. Sejak tahun
1971 sampai dengan 2010 Indonesia telah mengirimkan personel
TNI (termasuk Polri sebelum reformasi) sebanyak 102 orang untuk
mengikuti program Major Course/ kecabangan di Jepang, termasuk
pengiriman personel ke National Defence Academy (NDA) Jepang.
(Ditkersin Ditjen Strahan Kemhan RI, 2014:2).
Sesuai dengan program beasiswa Pemerintah Jepang, sejak
tahun 1998, Indonesia telah mengirimkan lulusan SMU Taruna
Nusantara untuk menjadi Taruna NDA Jepang dalam rangka
pendidikan S-1 bidang sience. Secara berkala/tiap tahun pemerintah
jepang juga memberi bea siswa satu seat untuk program S-2.
Tawaran S2 lainnya diberikan melalui Setneg RI dari Japan
International Cooperation Agency (JICA). Sedangkan Perwira siswa
Jepang, pada (1973-2008), telah mengikuti pendidikan di Indonesia
sebanyak 5 orang (Sesko Angkatan).
Pada tanggal 23 Mei 2008, Japan Self Defence College (JSDF)
mengadakan kunjungan kehormatan kepada Sekjen Dephan.
Selanjutnya, pada tanggal 9 Juni 2008, National Institute for Defense
Study (NIDS) setingkat Lemhannas mengadakan kunjungan
135
kehormatan kepada Sekjen Dephan. Sementara itu, kegiatan dialog
antara Indonesia-Jepang juga dilakukan dalam bentuk Military to
Military Talks (MTMT). MTMT ke-3 terakhir dilaksanakan Oktober
2011 di Tokyo yang ditandemkan dengan Policy Talks dengan
Kemlu. Kedua pihak memaparkan tentang kebijakan umum
pertahanan negara, kebijakan tentang keikutsertaan dalam PKO,
Maritime Security dan tentang pengembangan kerja sama ke depan
tentang pertahanan terutama dalam bidang capacity building. Dari
Indonesia menyampaikan hal berkaitan pelaksanaan ADMM
(ASEAN Defence Ministers' Meeting) dan keketuaan dalam ASEAN.
MTMT ke-5 dilaksanakan di Hotel Borobudur Jakarta pada
tanggal 18 Juli 2013. Kedua pihak membahas tentang National
Security Policies kedua negara, Indonesia-Japan Cooperation
(Capacity Building Support, Education and Training Exchange, Diskusi
tentang Moll on Cooperation Activities in the field of Defence, Possibility
Procurement of US-2 Amphibian), Update on Regional Security
Cooperation (ADMM Plus).
F. Kesimpulan
Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Perkembangan militer Jepang dilatarbelakangi adanya
ketidakpuasan terhadap profil militernya pasca Perang
Dunia II, sehingga Jepang berupaya untuk meningkatkan
citra internasionalnya dengan meningkatkan kapabilitas
militernya secara kuantitatif maupun kualitatif. Selain itu,
dorongan Jepang untuk meningkatkan kapabilitas
militernya karena adanya peningkatan kepentingan dan
ketegangan yang ada di antara Jepang dan China, Jepang
dengan Korea Utara dan Jepang dengan Rusia yang
merupakan kekuatan-kekuatan besar terdekatnya.
Peningkatan kapabilitas militer Jepang diupayakan pada
136
pemerintahan Shinzo Abe dengan berusaha
menginterpretasikan kembali pasal 9 Konstitusinya.
b. Peningkatakan kapabilitas militer Jepang langsung
maupun tidak langsung akan berimplikasi terhadap
pertahanan negara Indonesia pada khususnya.
Walaupun selama ini hubungan atau kerjasama di
berbagai bidang antara Jepang dengan Indonesia
berjalan baik dan harmonis, namun munculnya
kemungkinan ancaman seperti spionase, serangan siber,
intervensi politik dan perang informasi bisa muncul dari
Jepang. Untuk itu, Indonesia tetap perlu bersikap
antisipatif dan waspada terutama dalam mencermati
peningkatan kapabilitas militer Jepang karena dalam
catatan sejarah Indonesia merupakan salah satu negara
yang pernah menjadi korban langsung imperialisme dan
militerisme Jepang.
137
DAFTAR PUSTAKA
As’ad, Mohammad. 2000. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.
Burchil, Scott dan Andrew Linklater. 1999. Teori-Teori Hubungan
Internasional. Bandung: Nusa Media.
Burchill, Scott, et al. 2001. Theories of International Relations. Palgrave.
Ditkersin Ditjen Strahan Kemhan RI. 2014. Pointers Kerjasama Jepang-
Indonesia, Jakarta.
Jackson, Robert dan Georg Sorensen. 2009. Pengantar Studi Hubungan
Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kementerian Pertahanan RI. 2014. Doktrin Pertahanan Negara.
Jakarta: Kementerian Pertahanan RI.
Kementerian Pertahanan RI. 2015. Buku Putih Pertahanan Indonesia.
(Jakarta: Kementerian Pertahanan RI.
Kreitner, R. dan A. Kinicki. 2002. Organizational Behavior: Key
Concepts, Skill & Best Practise. McGraw-Hill/Irwin.
Nurhadi dan Agus Gerrad. 2003. Pembelajaran Konstektual dan
Penerapannya Dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Suparno, Paul. 2004.Teori Intelligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah.
Yogkarta: Kanisius,
Sutikno, R.B. 2013. Mengoptimalkan Performa Karyawan Dengan
Prinsip Empati. Jakarta: UI-Press, 2005, Volume 4 (2), h. 1-10.
138
Jurnal dan Makalah
Ke Wang. "Japan Defense Policy", Standford Journal of East Asian
Affairs. Vol. 8, No. 1, 2008.
Rudhaliawan, Very Mahmudhitya, Hamidah Nayati Utami dan
Moehammad Soe’oed Hakam. “Pengaruh Pelatihan Terhadap
Kemampuan Kerja Dan Kinerja Karyawan (Studi Pada
Karyawan PT. Telkom Indonesia, Tbk Kandatel Malang)”,
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), Volume 4 (2), 2013, h. 1-10.
Roy, Denny. "Stirring Samurai, Disaproving Dragon: Japan's
Growing Security Activity and Sino-Japan Relations". Asian
Affairs. Vol. 31, No.2, 2004. Hlm. 86 -101
Undang-Undang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara
Internet/Wibesite
"Advance Technology Demonstrator (ATD-X) Shinshin", dalam
http://www.globalsecurity.ore/ military/world/japan/atd-
x.htm (diakses pada 29 September 2017).
139
139
MEMBUMIKAN IDEOLOGI PANCASILA
Oleh: Dr. Edward Efendi Silalahi, M.M.
Dosen Universitas 17 Agustus Jakarta
email: [email protected]
A. PENDAHULUAN
Pada era globalisasi sekarang ini, dunia terkesan menjadi
semakin datar, arus informasi sudah sedemikian cairnya sehingga
dapat menyebar ke mana saja dan tidak lagi mengenal sekat-sekat
antar wilayah dan antar bangsa. Demikian juga ide, pemikiran,
faham, atau pandangan dari suatu kelompok masyarakat, baik itu
sebagai suatu kesatuan formal bangsa maupun negara ataupun
kelompok masyarakat di luar itu, dengan cepat dapat diakses,
dipahami, bahkan ditiru oleh masyarakat di belahan bumi lainnya.
Perkembangan di bidang teknologi dalam realitasnya telah
mengakselerasi berbagi dinamika kehidupan umat manusia.
Pengaruhnya sangat luas, baik dalam implikasi positif maupun
negatif.
Radikalisme, kekerasan, bahkan terorisme merupakan contoh
sajian menu yang sering kita terima dan saksikan sebagai realitas
kehidupan belakangan ini. Munculnya radikalisme, ekstrim, dan
terorisme telah menjadi konsumsi politik internasional atau dalam
hubungan internasional. Jika mau dirujuk ke belakang, fenomena
tersebut mulai eksis di era 1960-an. Kemajuan di bidang teknologi
informasi kemudian ikut menstimulus perkembangannya sehingga
aktivitas terorisme cepat merambat ke berbagai belahan dunia.
Pada sisi ini, terdapat kelompok-kelompok yang bermotivasi
untuk menentang status quo dengan jalan kekerasan dan
mengorganisir upaya mereka secara transnasional, melampaui
batas-batas wilayah negara. Gerakan mereka muncul akibat dari
fenomena sistem politik internasional. Keputusan-keputusan
organisasi internasional seperti PBB misalnya, dinilai tidak
140
140
independen dan cenderung sebagai representasi kepentingan
negara-negara barat. Mereka tidak percaya dan frustasi terhadap
efektivitas dari lembaga-lembaga tersebut dalam mengatasi isu-isu
global. Kekerasan dengan cara sendiri kemudian dipilih sebagai
metode untuk melawan keberpihakan organisasi-organisasi
internasional.
Penyelesaian dengan cara kekerasan yang kemudian
menghadirkan faham radikalisme, ekstrim, dan terorisme dalam
eskalasinya saat ini menjadi ancaman nyata terhadap kehidupan
dunia global. Gerakan mereka berimplikasi terhadap dinamika
ekonomi dan politik yang serius sehingga mampu menciptakan rasa
tidak aman pada masyarakat luas. Kekerasan yang
mengatasnamakan agama/keyakinan seringkali dikaitkan kedalam
ranah radikalisme dan terorisme semenjak dicetuskannya program
Global War on Terror (GwoT) oleh Amerika Serikat pasca kejadian 11
September 2001. Sejak itu, dunia dalam satu satu suara bahwa
radikalisme dan terorisme menjadi musuh bersama.
Sebagai bagian dari komunitas kehidupan global, Indonesia
tidak terlepas dari dinamika ancaman radikalisme dan terorisme.
Bahkan dalam berbagai analisis, ada senyalemen yang menyebutkan
negeri ini menjadi sasaran dan basis aktivitas kegiatan radikalisme
dan terorisme. Benar atau tidaknya, lebih bijak apabila seluruh anak
bangsa meresponnya dengan melakukan upaya-upaya secara
komprehensif agar permasalahan radikalisme dan terorisme dapat
diantisipasi sedemikian rupa sehingga keberadaan Indonesia
sebagai negara bangsa dapat tetap kokoh dan utuh menyertai
perjalanan bangsa-bangsa lainnya di dunia.
Mencermati kondisi peri kehidupan kita saat ini dengan
segala aspeknya, bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara,
harus diakui realitas kompleksitas permasalahan yang dihadapi.
Radikalisme dan terorisme menjadi sebagian saja dari persoalan
yang dihadapi. Tantangan lainnya juga dihadapi seperti di bidang
ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan juga
141
141
ideologi. Tentu saja dinamika demikian sebagai bagian dari gejala
normal yang dihadapi, eksistensi negara selalu mendapat
tantangan, besar atau kecil, dari dalam atau dari luar, ancaman
militer, nonmiliter, atau proxy.
Khususnya Indonesia dengan beragamnya corak masyarakat, .
dari dituduhan negeri ini sebagai an sebagai sebuah bangsa dan
negara yang dipersatukan dari banyak suku bangsa dan puak, dari
banyak pulau dan banyak agama atau keyakinan dimulai proses
panjangnya pada era tahun 1928-an dan mencapai klimaksnya pada
17 Agustus 1945 dimana sebagai sebuah bangsa, Indonesia
mendeklarasikan kemerdekaannya sebagai sebuah negara (state)
dan membentuk pemerintahan yang bebas merdeka dengan dasar
negara yang jelas yakni Undang-Undang Dasar 1945 dan Ideologi
yang mempersatukan yakni Pancasila, berbeda dengan ideologi-
ideologi yang sudah ada sebelumnya yang dianut oleh negara-
negara lain.
B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Pancasila sebagai Dasar Negara
Setiap negara di dunia ini mempunyai dasar negara yang
dijadikan landasan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Seperti Indonesia, Pancasila dijadikan sebagai dasar negara atau
ideologi negara untuk mengatur penyelenggaraan negara. Hal
tersebut sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945 alinea ke-4
yang berbunyi: “Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu UUD negara Indonesia yang berbentuk
dalam suatu susunan negara”.
Dengan demikian kedudukan Pancasila sebagai dasar negara
termaktub secara yuridis konstitusional dalam pembukaan UUD
1945, yang merupakan cita-cita hukum dan norma hukum yang
menguasai hukum dasar negara Republik Indonesia dan
dituangkan dalam pasal-pasal UUD 1945 dan diatur dalam
peraturan perundangan. Selain bersifat yuridis konstitusional,
142
142
Pancasila juga bersifat yuridis ketatanegaraan yang artinya
Pancasila sebagai dasar negara, pada hakikatnya adalah sebagai
sumber dari segala sumber hukum. Artinya segala peraturan
perundangan secara material harus berdasar dan bersumber pada
Pancasila. Apabila ada peraturan (termasuk di dalamnya UUD 1945)
yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila, maka sudah
sepatutnya peraturan tersebut dicabut.
Berdasarkan uraian tersebut Pancasila sebagai dasar negara
mempunyai sifat imperatif atau memaksa, artinya mengikat dan
memaksa setiap warga negara untuk tunduk kepada Pancasila dan
bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran harus ditindak sesuai
hukum yang berlaku di Indonesia. Nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam Pancasila memiliki sifat objektif-subjektif. Sifat
subjektif maksudnya Pancasila merupakan hasil perenungan dan
pemikiran bangsa Indonesia,sedangkan bersifat objektif artinya nilai
Pancasila sesuai dengan kenyataan yang bersifat universal yang
diterima oleh bangsa-bangsa beradap. Oleh karena memiliki nilai
objektif-universal dan diyakini kebenarannya oleh seluruh bangsa
Indonesia maka Pancasila selalu dipertahankan sebagai dasar
negara.
Jadi berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat
disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara memiliki
peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan berbangsa
dan bernegara sehingga cita-cita para pendiri bangsa Indonesia
dapat terwujud.
Setiap bangsa di dunia yang ingin berdiri kokoh dan
mengetahui dengan jelas kearah mana tujuan yang ingin dicapainya
sangat memerlukan pandangan hidup. Dengan pandangan hidup
inilah suatu bangsa akan memandang persoalan yang dihadapinya
sehingga dapat memecahkannya secara tepat. Tanpa memiliki
pandangan hidup,suatu bangsa akan merasa terombang-ambing
dalam menghadapi persoalan yang timbul, baik persoalan
masyarakatnya sendiri maupun persoalan dunia.
143
143
Menurut Padmo Wahjono:” Pandangan hidup adalah sebagai
suatu prinsip atau asas yang mendasari segala jawaban terhadap
pertanyaan dasar,untuk apa seseorang itu hidup”. Jadi berdasarkan
pengertian tersebut, dalam pandangan hidup bangsa terkandung
konsepsi dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan,
terkandung pula dasar pikiran terdalam dan gagasan mengenai
wujud kehidupan yang dianggap baik. Pancasila sebagai
pandangan hidup atau sering juga disebut way of life, pegangan
hidup, pedoman hidup,pandangan dunia atau petunjuk hidup.
Walaupun ada banyak istilah mengenai pengertian pandangan
hidup tetapi pada dasarnya memiliki makna yang sama. Lebih
lanjut Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dipergunakan
sebagai petunjuk dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
Indonesia baik dari segi sikap maupun perilaku mestilah selalu
dijiwai oleh nilai-nilai luhur Pancasila.
Hal ini sangat penting karena dengan menerapkan nilai-nilai
luhur Pancasila dalm kehidupan sehari-hari maka tata kehidupan
yang harmonis diantara masyarakat Indonesia dapat terwujud.
Untuk dapat mewujudkan ini semua maka masyarakat Indonesia
tidak bisa hidup sendiri, mereka harus tetap mengadakan hubungan
dengan masyarakat lain. Dengan begitu masing-masing pandangn
hidup dapat beradaptasi artinya pandangan hidup
perorangan/individu dapat beradaptasi dengan pandangan hidup
kelompok karena pada dasarnya Pancasila mengakui adanya
kehidupan individu maupun kehidupan kelompok.
Selain sebagai dasar negara, Pancasila juga merupakan
pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia, Pancasila berarti konsepsi dasar tentang
kehidupan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia dalam
menghadapi berbagai tantangan dalam menjalani kehidupan.
Dalam konsepsi dasar itu terkandung gagasan dan pikiran tentang
kehidupan yang dianggap baik dan benar bagi bangsa Indonesia
yang bersifat majemuk. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
144
144
sebenarnya merupakan perwujudan dari nilai-nilai budaya milik
bangsa Indonesia sendiri yang diyakini kebaikan dan kebenarannya.
Pancasila digali dari budaya bangsa sendiri yang sudah ada,
tumbuh dan berkembang berabad-abad lamanya. Oleh karena itu,
Pancasila adalah khas milik bangsa Indonesia sejak keberadaannya
sebagai sebuah bangsa.Pancasila merangkum nilai-nilai yang sama
yang terkandung dalam adat-istiadat, kebudayaan, dan agama-
agama yang ada di Indonesia. Dengan demikian, Pancasila sebagai
pandangan hidup mencerminkan jiwa dan kepribadian bangsa
Indonesia.
Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila juga berperan
sebagai pedoman dan penuntun dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dengan demikian ia menjadi sebuah
ukuran/kriteria umum yang diterima dan berlaku untuk semua
pihak. Secara sederhana, ideologi dipahami sebagai gagasan-
gagasan dan nilai-nilai yang tersusun secara sistematis yang
diyakini kebenarannya oleh suatu masyarakat dan diwujudkan
didalam kehidupan nyata. Nilai-nilai yang tercermin didalam
pandangan hidup ditempatkan secara sitematis kedalam seluruh
aspek kehidupan yang mencakup aspek politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan pertahanan keamanan di dalam upaya mewujudkan
cita-citanya. Jadi, dengan kata lain ideologi berisi pandangan hidup
suatu bangsa yang menyentuh segala kehidupan bangsa itu sendiri.
Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan
jelas kearah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat
membutuhkan pandangan hidup. Dengan pandangan hidup yang
jelas,suatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman
bagaimana mereka memecahkan masalah-masalah politik, sosial
budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju.
Dengan berpedoman pada pandangan hidup sebagai ideologi,
sebuah bangsa akan membangun diri dan negrinya.
Pandangan hidup yang dijadikan ideologi bangsa
mengandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan
145
145
oleh sebuah bangsa dan pikiran-pikiran terdalam serta gagasan-
gagasan sebuah bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap
baik. Pandangan hidup suatu bangsa adalah perwujudan nilai-nilai
yang dimiliki oleh bangsa itu yang diyakini kebenarannya dan
menimbulkan tekad bagi bangsa itu.
2. Upaya Menjaga Nilai-nilai Pancasila
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan
suatu cerminan dari kehidupan masyarakat Indonesia(nenek
moyang kita) dan secara tetap telah menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia. Untuk itu sebagai
bangsa Indonesia,khususnya generasi penerus bangsa ,segenap
komponen bangsa sudah seharusnya menjaga nilai-nilai tersebut.
Untuk mencapai hal dimaksud maka perlu adanya berbagai upaya
yang didukung oleh segenap masyarakat Indonesia.
Upaya-upaya tersebut antara lain: Ideologi secara praktis
diartikan sebagai sistem dasar seseorang tentang nilai-nilai dan
tujuan-tujuan serta sarana-sarana pokok untuk mencapainya. Jika
diterapkan oleh negara maka ideologi diartikan sebagai kesatuan
gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan
dianggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik
sebagai individu,sosial,maupun dalam kehidupan bernegara.Secara
etimologis,ideologi berasal dari bahasa Yunani yaitu idea dan
logia.Idea berasal dari idein yang berarti melihat. Idea juga diartikan
sesuatu yang ada dalam pikiran sebagai hasil perumusan sesuatu
pemikiran atau rencana.Kata logia mengandung makna ilmu
pengetahuan atau teori,sedang kata logis berasal dari kata logos dari
kata legein yaitu berbicara.Istilah ideologi sendiri pertama kali
dilontarkan oleh Antoine Destutt de Tracy (1754-1836), ketika
bergejolaknya revolusi Prancis untuk mendefenisikan sains tentang
ide. Jadi dapat disimpulkan secara bahasa, ideologi adalah
pengucapan atau pengutaraan terhadap sesuatu yang terumus
didalam pikiran.
146
146
Dalam tinjauan terminologis, ideology is manner or content of
thinking characteristic of an individual or class (cara hidup/tingkah
laku atau hasil pemikiran yang menunjukkan sifat-sifat tertentu dari
seorang individu atau suatu kelas). Ideologi adalah, ideas
characteristic of a school of thinkers a class of society a political party or the
like (watak/ciri-ciri hasil pemikiran dari pemikiran suatu kelas
didalam masyarakat atau partai politik ataupun lainnya). Ideologi
ternyata memiliki beberapa sifat, yaitu dia harus merupakan
pemikiran mendasar dan rasional. Kedua, dari pemikiran mendasar
ini dia harus bisa memancarkan sistem untuk mengatur kehidupan.
Ketiga,selain kedua hal tadi, dia juga harus memiliki metode praktis
bagaimana ideologi tersebut bisa diterapkan, dijaga eksistensinya
dan disebarkan.
Pancasila sebagaimana diyakini merupakan jiwa kepribadian
dan pandangan hidup bangsa Indonesia, disamping itu juga telah
dibuktikan dengan kenyataan sejarah bahwa Pancasila merupakan
sumber kekuatan bagi perjuangan karena menjadikan bangsa
Indonesia bersatu. Pancasila dijadikan ideologi
dikarenakan,Pancasila memiliki nilai-nilai falsafah mendasar dan
rasional. Pancasila telah teruji kokoh dan kuat sebagai dasar dalam
mengatur kehidupan bernegara. Selain itu, Pancasila juga
merupakan wujud dari konsensus nasional karena negara bangsa
Indonesia ini adalah sebuah desain negara modern yang disepakati
oleh para pendiri negara Republik Indonesia kemudian nilai
kandungan Pancasila dilestarikan dari generasi ke generasi.
Pancasila pertama kali dikumandangkan oleh Soekarno pada saat
berlangsungnya sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Republik Indonesia (BPUPKI).
Pada pidato tersebut, Soekarno menekankan pentingnya
sebuah dasar negara. Istilah dasar negara ini kemudian disamakan
dengan fundamen, filsafat,pemikiran yang mendalam, serta jiwa
dan hasrat yang mendalam serta perjuangan suatu bangsa
senantiasa memiliki karakter sendiri yang berasal dari kepribadian
147
147
bangsa. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Pancasila secara
formal yuridis terdapat dalam alinea IV pembukaan UUD 1945.
Disamping pengertian formal menurut hukum atau formal yuridis
maka Pancasila juga mempunyai bentuk dan juga mempunyai isi
dan arti (unsur-unsur yang menyusun Pancasila tersebut).
a. Ketuhanan(Religiusitas)
Nilai religius adalah nilai yang berkaitan dengan keterkaitan
individu dengan sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuatan
sakral, suci, agung dan mulia. Memahami Ketuhanan sebagai
pandangan hidup adalah mewujudkan masyarakat yang
berketuhanan,yakni membangun masyarakat Indonesia yang
memiliki jiwa maupun semangat untuk mencapai ridho Tuhan
dalam setiap perbuatan baik yang dilakukannya. Dari sudut
pandang etis keagamaan, negara berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa itu adalah negara yang menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduknya untuk memeluk agama dan beribadat menurut
agama dan kepercayaan masing-masing. Dari dasar ini pula, bahwa
suatu keharusan bagi masyarakat warga Indonesia menjadi
masyarakat yang beriman kepada Tuhan, dan masyarakat yang
beragama.
b. Kemanusiaan (Moralitas)
Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah pembentukan sutu
kesadaran tentang keteraturan,sebagai asas kehidupan,sebab setiap
manusia mempunyai potensi untuk menjadi mansia sempurna yaitu
manusia yang beradab. Manusia yang maju peradabannya tentulah
lebih mudah menerima kebenaran dengan tulus, lebih mungkin
untuk mengikuti tata cara dan pola kehidupan masyarakat yang
teratur, dan mengenal hukum universal. Kesadaran inilah yang
menjadi semangat membangun kehidupan masyarakat dan alam
semesta untuk mencapai kebahagiaan dengan usaha gigih, serta
148
148
dapat diimplementasikan dalam bentuk sikap hidup yang harmoni
penuh toleransi dan damai.
c. Persatuan (Kebangsaan) Indonesia
Persatuan adalah gabungan yang terdiri atas beberapa
bagian,kehadiran Indonesia dan bangsanya dimuka bumi ini bukan
untuk bersengketa. Bangsa Indonesia hadir untuk mewujudkan
kasih sayang kepada segenap suku bangsa dari Sabang sampai
Merauke. Persatuan Indonesia,bukan sebuah sikap maupun
pandangan dogmatik dan sempit, namun harus menjadi upaya
untuk melihat diri sendiri secara lebih objektif dari dunia luar.
Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk dalam proses
sejarah perjuangan panjang dan terdiri dari bermacam-macam
kelompok suku bangsa namun perbedaan tersebut tidak untuk
dipertentangkan namun justru dijadikan persatuan Indonesia.
d. Permusyawaratan dan Perwakilan
Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan hidup
berdampingan dengan orang lain,dalam interaksi itu biasanya
terjadi kesepakatan, dan saling menghargai satu sama lain atas
dasar tujuan dan kepentingan bersama. Prinsip-prinsip kerakyatan
yang menjadi cita-cita utama untuk membangkitkan bangsa
Indonesia,mengerahkan potensi mereka dalam dunia moderen,
yakni kerakyatan yang mampu mengendalikan diri, tabah
menguasai diri walau berada dalam kancah pergolakan yang hebat
untuk menciptakan perubahan dan pembaharuan. Hikmah
kebijaksanaan adalah kondisi sosial yang menampilkan rakyat
berfikir dalam tahap yang lebih tinggi sebagai bangsa,dan
membebaskan diri dari belenggu pemikiran berazaskan kelompok
dan aliran tertentu yang sempit.
149
149
e. Keadilan Sosial
Nilai keadilan adalah nilai yang menjunjung norma
berdasarkan ketidak berpihakan, keseimbangan serta pemerataan
terhadap suatu hal. Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia merupakan cita-cita bernegara dan berbangsa. Itu
semua bermakna mewujudkan keadaan masyarakat yang bersatu
secara organik, dimana setiap anggotanya mempunyai kesempatan
yang sama untuk tumbuh dan berkembang serta belajar hidup pada
kemampuan aslinya. Segala upaya diarahkan kepada potensi
rakyat, memupuk perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat,
sehingga kesejahteraan tercapai secara merata.
C. Membumikan Pancasila Sebagai Sebuah Ideologi
Tujuh puluh tahun lebih bangsa Indonesia sejak pertama kali
secara resmi dan formal menjadikan Pancasila sebagai Ideologi
Negara,menjadikan Pancasila sebagai landasan pemerintahan dalam
menyusun rencana pembangunan dari periode ke periode lainnya.
Dalam kekinian dunia yang semakin cair ini dapat dilihat benih-
benih keretakan sebagai sebuah bangsa dan negara sedang melanda
Indonesia, faham-faham radikalisme mengalir deras menerpa
bangsa yang plural ini, bahkan tindakan terorisme yang dilakukan
segelintir anak bangsa sudah sampai pada tataran di luar nalar
kemanusiaan, sebuah keluarga dengan sadar dan sukarela
melakukan tindakan kejahatan kemanusiaan dengan meledakkan
dirinya sendiri dan orang lain dirumah ibadah atau tempat
pertemuan sosial lainnya.
Nilai-nilai universal dalam semua kaidah keyakinan agama
yang ada dimuka bumi dijungkir balikkan di Indonesia, yakni
”Sayangilah sesamamu seperti dirimu sendiri”. Bukan hanya tidak
”mengasihi sesama manusia”, namun tindakan radikalisme di usia
bangsa dan negara yang tujuh puluh tahun lebih ini bahkan sudah
sampai pada ”tidak mengasihi dirinya sendiri”. Sangat sedikit atau
150
150
bahkan mungkin belum ada teori yang secara komprehensif dapat
menjelaskan fenomena ini.
Pertanyaan yang muncul adalah kenapa di bumi Pancasila ini,
hal demikian dapat terjadi. Bukankah ideologi Pancasila sudah
secara eksplisit mengakomodir nilai-nilai Ketuhanan yang Maha
Esa, dalam iklim demokrasi Pancasila negara menjamin kebebasan
individu mengapresiasikan keyakinan dan agama yang dianutnya?
Dalam negara yang berasaskan Pancasila, negara juga menjamin
kebebasan demokrasi dalam bingkai permusyawaratan dan
perwakilan, juga menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia dan negara menjaga dan menjamin persatuan Indonesia.
Pertanyaan selanjutnya menyusul adalah, apa yang salah?
Jika dilihat dari perspektif demografi manusia-manusia
penghuni planet bumi ini dibagi dalam kelompok generasi
berdasarkan usia dan tahun kelahirannya,yang lahir antara tahun
1946-1964 disebut dengan generasi Baby Boomers, yang tahun
kelahirannya 1961-1981 dinamai generasi X, dan yang hadir kedunia
pada tahun 1980 sampai dengan tahun 2000 dicirikan sebagai
generasi millenial atau generasi Y. Dari berbagai penelitian yang
bertemakan sumber daya manusia, beberapa ahli memetakan ciri-
ciri negatif generasi millenial ini yakni tidak merasa bersyukur,
egosentris, individualisme yang sangat tinggi, gampang
bosan.Tidak mau ambil pusing tentang poilitis, namun mempunyai
toleransi yang tinggi.
Generasi Y ini tumbuh ditengah-tengah hiruk pikuknya
perkembangan teknologi wireless. Majalah TIME menyebut gen Y
adalah pribadi yang bekerja untuk dapat menerapkan
kreativitasnya, serta mencari lingkungan kerja yang santai penuh
hura-hura. Mereka bekerja tidak terlalu serius, karena bekerja bagi
mereka bukan untuk kehidupan atau menghidupi keluraga seperti
yang dilakukan generasi sebelumnya. Mereka sangat techno minded
dan berinteraksi lebih banyak melalui gadget, walau dengan teman
satu ruangan namun berbeda kamar kerja. Generasi ini saat ini
151
151
berusia 18 sampai 38 tahun, sebuah usia yang sangat produktif dan
secara kluster disebut generasi muda penerus bangsa.
Kelangsungan suatu bangsa dan negara sangat ditentukan
generasi penerus bangsa itu sendiri. Menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) data tahun 2017 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 261
juta jiwa, kelompok usia 15-39 tahun, yakni kelompok usia generasi
Y, lazim juga disebut generasi millenialis berjumlah 85,77 juta jiwa
atau ekuivalen dengan 22,85%. Dari jumlah 261 juta penduduk,
kelompok usia produktif yakni 15-60 tahun mencapai angka 167,08
juta jiwa, artinya 50% lebih penduduk Indonesia adalah usia
produktif, sementara generasi Y atau kelompok usia millenial
terhadap penduduk usia produktif sebanyak 34%. Sementara
penduduk usia tua 60 tahun keatas dan penduduk usia kanak-kanak
dan remaja 0-14 tahun berjumlah 94,02 juta jiwa, lazim disebut
kelompok usia non produktif.
Dari data demografi kekinian bangsa Indonesia dapat
disimpulkan bahwa kelangsungan Indonesia ke masa mendatang
sebagai sebuah bangsa dan negara dilanjutkan oleh kelompok usia
generasi Y dan ditambah dengan kelompok usia yang lahir pada
tahun 2000-2020 dikelompokkan dengan nama generasi Z. Generasi
Z inipun ciri-cirinya tidak jauh berbeda dengan generasi Y seperti
yang telah diuraikan di atas.
Ideologi Pancasila adalah ideologi final yang mempersatukan
bangsa Indonesia sejak tahun 1945 sampai saat ini, siapapun yang
mengaku dirinya bangsa Indonesia atau penduduk negara
Indonesia yang mempunyai kartu tanda penduduk atau belum,
harus tunduk dan menerima Pancasila sebagai Ideologi berbangsa
dan bernegara dalam kehidupannya sehari-hari.
Jika kita berdiri di seputaran puncak monumen nasional
(MONAS) dan melayangkan pandangan kepada bangsa-bangsa
sekitar kita, maka akan kita temui beberapa arus besar (main stream)
pembentukan ideologi-ideologi yang dianut bangsa lain, ada
152
152
ideologi liberalisme, ada Kapitalisme, ada ideologi Sosialisme, dan
Komunisme dan negara Jepang menganut Ideologi Hakko Ichiu.
Ideologi Hakko Ichiu merupakan ideologi yang sangat
diyakini bangsa Jepang. Menurut ideologi ini bangsa Jepang
ditakdirkan untuk menguasai dunia, arti dari ideologi ini adalah
”delapan penjuru dunia di bawah satu atap”. Ideologi Hakku Ichiu
ditanamkan melalui pendidikan disekolah-sekolah dan pertama kali
melalui proses sosialisasi di kalangan guru. Para guru inilah yang
ditugasi untuk menanamkan dan menyebarkan ideologi ini. Proses
pelatihan untuk pemahaman Hakko Ichiu dilakukan disetiap
kabupaten dan berlangsung sekitar masa 3 (tiga) bulan secara
bergiliran hingga merata semua kabupaten.
Berkaca kepada bangsa Jepang, sudah selayaknya bangsa
Indonesia mencari inovasi untuk lebih membumikan Pancasila
sebagai ideologi bangsa dan negara di tengah-tengah masyarakat
yang berjumlah kurang lebih 261 juta jiwa dengan usia produktif
sebanyak 167,02 jiwa dan sejumlah 85,75 juta jiwa adalah generasi Y
dan Z sebagai generasi penerus bangsa. Eksistensi Indonesia sebagai
bangsa dan negara sangat tergantung pada generasi millenial di
masa yang akan datang. Pendapat atau analisis bangsa lain yang
dikutip tokoh nasional belum lama ini bahwa potensi Indonesia
akan bubar sebagai bangsa dan negara pada tahun 2030, yakni
tahun yang diperkirakan Indonesia berada pada masa-masa bonus
demografi, tidak akan terjadi. Jika Pancasila dapat dibumikan,
diyakinkan sebagai Ideologi kepada masyarakat generasi penerus
bangsa.
Pemerintah telah membentuk organ pemerintahan non-
struktural sebagai pembina ideologi Pancasila, yakni Badan
Pembina Ideologi Pancasila, di tengah-tengah kondisi arus
informasi yang tiada lagi batas batas wilayah, di tengah-tengah
bangsa-bangsa di dunia yang menghadapi arus radikalisme dan
terorisme. Tentu badan yang dibentuk Pemerintah ini telah
mempunyai rencana program dalam membumikan Pancasila
153
153
sebagai Ideologi, meyakinkan seluruh komponen bangsa bahwa
Pancasila adalah Ideologi terbaik dalam menjaga kesatuan dan
persatuan bangsa, bahwa Ideologi Pancasila adalah Ideologi terbuka
yang menjamin terus tegaknya eksistensi bangsa dan negara
Indonesia dimuka bumi ini.
Dari sekian rencana program yang telah disusun ataupun
yang sudah dilaksanakan, penulis menyampaikan agar supaya
sasaran membumikan Pancasila dalam situasi dan kondisi kekinian,
salah satunya adalah upaya sosialisasi, melakukan pembinaan
melalui mekanisme pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat
Indonesia khususnya kelompok usia generasi Y dan Z atau generasi
millenial. Apa yang dilakukan negara Jepang dapat menjadi
referensi program pembinaan ideologi Pancasila di Indonesia
kepada generasi muda, diawali pemberian pelatihan kepada guru-
guru mulai dari guru pendidikan PAUD sampai dosen perguruan
tinggi. Para guru ditugaskan baik itu masuk dalam kurikulum
pendidikan nasional maupun masuk dalam kegiatan program
ekstra kurikuler, untuk membumikan Pancasila kepada anak
bangsa. Para guru diprogramkan dalam diklat, atau penataran atau
apapun namanya, selama kurun waktu tertentu, di semua kota dan
kabupaten secara bergiliran sampai semua kota dan kabupaten
terjangkau untuk pada akhirnya para guru dan dosen di perguruan
tinggi menyampaikan kepada anak didiknya mengenai Ideologi
Pancasila adalah Ideologi final bagi bangsa Indonesia dan Pancasila
sebagai Ideologi akan mampu memelihara kondusifisme dalam
berkeyakinan dan berketuhanan, memelihara persatuan, mencapai
kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Bagi masyarakat umum di luar generasi muda (generasi
millenial) pemerintah dapat memanfaatkan simpul-simpul relawan
dari berbagai komunitas, rohaniawan, budayawan, sineas, jurnalis,
tua-tua adat dan tokoh masyarakat dijaring dalam konektivitas
supaya sama-sama bertanggung jawab dalam Pancasila. Sebagai
salah satu program pemerintah sudah seharusnyalah tugas yang
154
154
diemban BPIP dalam memperkuat pengamalan Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, terintegrasi dengan program-program
pembangunan lainnya,termasuk pembangunan pengentasan
kemisakinan.
D. Pembudayaan Ideologi Pancasila
Bangsa Indonesia telah melalui tahapan-tahapan sejarah dalam
penerimaan dan penerapan Pancasila sebagai dasar negara.
Rumusan Pancasila berkembang dari waktu ke waktu sampai
akhirnya mengkristal seperti yang sudah disepakati bersama
sebagaimana tercantum dalam rumusan alinea keempat pembukaan
UUD 1945 Negara Republik Indonesia yang ada sekarang. Rumusan
dan susunan kelima sila Pancasila yang tercantum dalam alinea
keempat pembukaan UUD 1945 dapat dikatakan sah sebagai urutan
resmi berdasrkan UUD1945, untuk lebih menegaskan hal itu,
Presiden Soeharto bahkan pernah mengeluarkan Instruksi Presiden
no 12 tahun 1968 tanggal 13 April 1968. Instruksi Presiden ini
memberikan penegasan mengenai rumusan Pancasila yang resmi
yang harus digunakan baik dalam penulisan,pembacaan maupun
dalam pengucapan sehari-hari.
Susunan kelima sila Pancasila itu adalah suatu kebulatan
yang bersipat hirarkis dan piramidal yang mengakibatkan adanya
hubungan organik antar 5(lima) sila negara Indonesia.Dalam pasal
37 UUD 1945, pembukaan UUD 1945 tidak dapat dijadikan objek
perubahan UUD sebagaimana ditentukan oleh pasal 37 UUD 1945
tersebut. Bahkan pasal 37 ayat(5) UUD 1945 menentukan adanya
penegasan sikap, yaitu bahwa” khusus mengenai bentuk negara
kesatuan Republik Indonesia, tidak dapat dilakukan perubahan”.
Artinya, sekarang dan dimasa mendatang, ketentuan mengenai
susunan negara kesatuan, ketentuan mengenai bentuk Negara
Republik, dan ketentuan mengenai nama Indonesia dengan dasar
negara UUD 1945 dan ideologi bangsa Pancasila ialah bentuk final
dari cita-cita kenegaraan segenap bangsa Indonesia.
155
155
Oleh karaena itu, dapat dikembangkan pengertian-
pengertian Pancasila tidak dapat dipisahkan dari UUD 1945 dan
sistem ketata negaraan Indonesia.Pancasila dan UUD 1945 dapat
tumbuh sesuai dengan kebutuhan zamannya, tetapi keduanya tetap
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Untuk itu perlu dilakukan
upaya-upaya oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)
dalam pembudayaan Pancasila bagi segenap bangsa Indonesia
untuk pentingnya kesadaran baru dalam mengembangkan
pemahaman bahwa UUD 1945 itu merupakan wujud penjabaran
normatif dari nilai-nilai Pancasila, dan sebaliknya dalam setiap ide-
ide normatif UUD 1945 ada ruh,”the spirit”, yaitu Pancasila. Orang
tidak dapat dan tidak boleh memahami pasal-pasal UUD 1945
terlepas dari ruhnya atau spiritnya, yaitu kelima nilai Pancasila itu
sendiri. Sebaliknya,wacana tentang Pancasila sebaiknya juga tidak
dilihat dan dipandang secara berdiri sendiri tanpa penjabarannya
dalam haluan-haluan negara sebagaimana yang terkandung dalam
pasal-pasal UUD 1945.
Dengan kata lain, hubungan antara Pancasila dan UUD 1945
itu dapat digambarkan seakan-akan sebagai hubungan antara roh
dengan jasad. Pancasila adalah rohnya, sedangkan UUD 1945
adalah merupakan jasadnya. UUD 1945 merupakan bentuk
hukumnya, sedangkan Pancasila adalah esensi nilai atau
substansinya, keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lain. Karena itu, jikapun Pemerintah telah membentuk suatu
lembaga yang diberi tugas dan tanggung jawab melakukan
Pembudayaan nilai-nilai Pancasila yakni Badan Pembinaan Ideologi
Pancasila (BPIP) sebaiknya juga dikaitkan dengan UUD 1945.
Agenda nasional yang berkaitan dengan Pancasila dan UUD 1945,
mestilah diletakkan dalam tiga konteks fungsi kekuasaan (trias
politika), yaitu 1) fungsi perumusan nilai dan pembentukannya
menjadi sistem norma dalam kehidupan bernegara dilakukan oleh
MPR sebagai lembaga perwakilan dan permusyawaratan, 2) fungsi
pelaksanaan, pengamalan, pemasyarakatan, dan pembudayaan
156
156
nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan tanggung
jawab cabang kekuasaan pemerintahan negara yang dipimpin oleh
Presiden sebagai kepala negara dan kepala Pemerintahan, dan 3)
fungsi pengawasan oleh lembaga peradilan baik (a) karena terjadi
pelanggaran dalam elaborasi normanya, ataupun (b) karena terjadi
pelanggaran dalam penerapan norma atau kaidah hukumnya
didalam praktik.
Dalam rangka Pembudayaan Ideologi Pancasila secara
kongkrit, Pancasila haruslah tercermin dalam perumusan kebijakan
(policy making) di bidang etika dalam bentuk infra-struktur kode etik
dan kode perilaku (code of ethics and code of conduct) beserta
pelembagaan lembaga penegaknya. Pembangunan infra struktur
etik (ethics infra structure) dalam bentuk ”code of ethics” yang
biasanya disertai dengan pelembagaan “ethics commission” atau
“ethics committee” di berbagai negara perlu dikembangkan tidak saja
dilingkungan organisasi pemerintahan dan negara, tetapi juga
dilingkungan organisasi kemasyarakatan dan lembaga swadaya
masyarakat (civil society), dan di lingkungan dunia usaha. Elaborasi
nilai-nilai etika berdasarkan Pancasila dapat dijabarkan lebih lanjut
berdasarkan ketetapan MPR no VI/MPR/2001 yang sampai saat ini
masih berlaku resmi sebagai hukum. Dengan demikian, upaya
Pembudayaan Nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 dapat
diwujudkan secara kongkrit dalam praktik kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak saja melalui infra
struktur ”rule of law”, namun juga infra struktur “rule of ethics”.
Kebijakan mengenai hal itu dapat dirumuskan dalam
bentuk: 1) kode etik dan kode perilaku beserta pelembagaan
institusi penegaknya dilingkungan jabatan kenegaraan dan
pemerintahan, 2) kode etik dan kode perilaku beserta pelembagaan
institusi penegaknya dilingkungan Ormas dan LSM, dan 3) kode
etik dan kode perilaku beserta pelembagaan institusi penegaknya
dilingkungan badan usaha.
157
157
Pancasila juga idealnya tercermin dalam berbagai bentuk
program dan aturan-aturan kebijakan,yaitu dalam rangka
penyusunan dan perumusan: 1) program dan perencanaan program
beserta penentuan anggaran pembiyayaannya, baik dari APBN
ataupun APBD. Misalnya, setiap tahun dapat diadakan evaluasi dan
pengukuran sejauh mana kelima sisla Pancasila itu tercermin dalam
pelbagai program dan rencana proyek beserta kebijakan anggaran
tahunan, 2) kebijakan-kebijakan yang tertuang dalam bentuk
aturan-aturan kebijakan (beleids-regels, policy rules), seperti Instruksi
Presiden (INPRES), Surat Edaran (SE), Petunjuk Pelaksanaan
(JUKLAK), Petunjuk Teknis (JUKNIS), dan lain sebagainya.
Yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa nilai-nilai
Pancasila semestinya tercermin pula dalam kegiatan pendidikan
dan komunikasi publik. Komunikasi publik melalui media massa,
baik cetak apalagi elektronika mempunyai peran yang sangat
penting dalam Pembudayaan nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai
kebangsaan. Kegiatan pendidikan dilembaga pendidikan formal
mulai pendidikan pra-dasar sampai perguruan tinggi, akan tetapi,
peran keluarga dan media massa dalam membentuk kepribadian
berdasarkan nilai-nilai yang diidealkan seringkali terbukti lebih
efektif daripada pendidikan yang ditanamkan melalui lembaga
pendidikan formal. Lebih-lebih di era globalisasi dan digitalisasi
sistem informasi dan komunikasi dewasa ini, peran media massa
jauh menentukan dalam proses pembentukan Pembudayaan nilai-
nilai yang di idealkan.
Oleh karena itu, khusus mengenai kebijakan informasi dan
komunikasi publik, diperlukan upaya yang sungguh-sungguh
untuk meletakkan agenda Pembudayaan nilai-nilai Pancasila dan
UUD 1945 dalam kerangka: 1) kebijakan redaksional media cetak
yang secara sadar dan dengan daya paksa untuk mewujudkan nilai-
nilai Pancasila dan UUD 1945, 2) kebijaksanaan redaksional dan
produksi acara siaran media elektronik dan media internet yang
158
158
secara sadar dan daya paksa diarahkan untuk mewujudkan nilai-
nilai Pancasila dan UUD 1945.
Pancasila juga harus tercermin dalam kebijakan materi
(kurikulum dan satuan ajar) pendidikan, dan dalam proses kegitan
belajar dan mengajar dilembaga-lembaga pendidikan, mulai dari
taman kanak-kanak sampai keperguruan tinggi.Dengan
demikian,nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 haruslah tercermin
dalam : 1) kurikulum pendidikan dan materi satuan ajar, atau
materi satuan acara perkuliahan, 2) kebijakan kegiatan belajar
mengajar yang mempraktikkan dan menerapkan nilai-nilai
Pancasila dan UUD 1945.
Kegiatan-kegiatan dalam rangka Pembudayaan Pancasila
dan UUD 1945 yang dapat dikerjakan oleh Badan Pembinaan
Ideologi Pancasila (BPIP) bersama lembaga-lembaga lain secara
terkoordinasi,misalnya, adalah: 1) kegiatan penelitian dan
pengkajian, 2) kegiatan penerangan kampanye dan komunikasi, 3)
penerbitan dan penulisan buku pedoman, 4) kegiatan pendidikan
dan pengajaran, 4) kegiatan koordinasi dan advokasi kebijakan, dan
6) kegiatan pengawasan dan koordinasi pembinaan.
E. Pengendalian dan Evaluasi Program Pembinaan Ideologi
Pancasila.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Badan Pembinaan
Ideologi Pancasila (BPIP), yakni: 1) merumuskan arah kebijakan
pembinaan ideologi Pancasila, 2) melaksanakan koordinasi,
sinkronisasi, dan pengendalian Pembinaan Ideologi Pancasila, 3)
melaksanakan penyusunan standarisasi pendidikan dan latihan,
menyelenggarakan pendidikan dan latihan serta memberi
rekomondasi berdasarkan hasil kajian terhadap regulasi yang
bertentangan dengan Pancasila kepada lembaga tinggi negara,
kementerian atau lembaga, pemerintah daerah, organisasi sosial dan
politik dan komponen masyarakat lainnya.
159
159
Maka fungsi pengendalian adalah sesuai fungsi
pengendalian pemerintahan yakni meliputi kejelasan sasaran
anggaran, pengendalian akuntansi dan sistem pelaporan terhadap
akuntabilitas kinerja.Terdapat beberapa pendekatan yang dapat
dilakukan dalam melaksanakan fungsi pengendalian, yakni melelui
pendekatan manejemen kualitas. Kualitas bukan hanya
menekankan pada aspek-aspek akhir yaitu produk barang dan jasa
tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan
kualitas lingkungan.
Dalam fungsi pengendalian pembinaan ideologi Pancasila,
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebagai cabang
pemerintahan yang melaksanakan penyusunan standarisasi
pendidikan dan latihan, menyelenggarakan pendidikan dan latihan
serta memberi rekomondasi terhadap regulasi yang bertentangan
dengan Pancasila, dalam melaksanakan pengendalian haruslah
senantiasa mensinkronkan kejelasan sasaran dengan perencanaan
dan kejelasan kegiatan dengan sasaran anggaran melalui
pengendalian akuntansi dan sistem pelaporan terhadap sasaran
akuntabilitas kinerja.
Dalam sistem pengendalian program,demikian juga
halnya dalam pengendalian pembinaan ideologi Pancasila ada
beberapa karakteristik yang harus dipenuhi, yakni: 1) sistem
pengendalian manejemen diharuskan untuk selaras dengan strategi
dan tujuan organisasi, 2) sistem kontrol manejemen harus dibuat
dengan sesuai struktur organisasi dan bertanggung jawab dalam
pengambilan keputusan pejabat individual, dan 3) sistem
pengendalian program pembinaan ideologi Pancasila harus efektif
yang memotivasi seorang pejabat dan pegawai untuk berusaha
kearah pencapaian tujuan organisasi dengan cara berbagai
penghargaan berhubungan dengan pencapaian tujuan tersebut.
Dalam sistem pengendalian manejemen pelaksanaan
program pemerintah ada faktor yang mempengaruhi dalam
pelaksanaannya, yakni :
160
160
a. Ukuran dan penyebarannya, ukuran dan penyebaran suatu
program akan menentukan isi dan sifat dari sistem kontrol
pada organisasi.
b. Struktur organisasi, delegasi dan desentralisasi. Aturan
dasar dan konvensi yang melakukan pengaturan struktur
dan sejauh mana desentralisasi dan delegasi dilaksanakan
dalam memenuhi tantangan lingkungan yang terus berubah.
c. Sifat dan pembagian kerja. Sifat dan pembagian kerja harus
berpengaruh terhadap sistem pengendalian manejemen
pembinaan ideologi Pancasila.
d. Jenis pusat tanggung jawab. Sistem kontrol yang tidak sama
dibutuhkan untuk berbagai pusat tanggung jawab atau sub
sistem dalam organisasi. Apakah kinerja pusat tanggung
jawab harus dilakukan pengukuran dari segi anggaran,atau
out comes bergantung dari pusat tanggung jawab.
e. Orang dan persepsi. Persepsi orang pada organisasi
mengenai dampak yang mungkin dari sistem pengendalian
(kontrol) kerja pada kehidupan mereka, kepuasan
kerja,keamanan kerja, promosi dan kesejahteraan umum.
Pertimbangan ini secara signifikan akan menjadi pengaruh sifat
dan sisi dari sistem pengendalian manejemen yang dibutuhkan
dalam organisasi dan harus menjadi pertimbangan ketika
merancang sistem pengendalian manejemen.
Sementara dalam pelaksanaan aktivitas Evaluasi Program
Pembinaan Ideologi Pancasila, banyak pendekatan model yang
dapat dijadikan referensi, sebagai bentuk pelaksanaan kegiatan
evaluasi program. Teori-teori evaluasi program banyak bisa
ditemukan berkaitan dengan pelaksanaan program pendidikan dan
pelatihan. BPIP telah menetapkan sasaran tugas pokoknya yakni
melaksanakan penyusunan standarisasi pendidikan dan latihan,
menyelenggarakan pendidikan dan latihan, melaksanakan
koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi
Pancasila.
161
161
Dengan kata lain kegiatan utama BPIP dalam melakukan
pembinaan ideologi Pancasila adalah melalui program pendidikan
dan pelatihan, bukan indoktrinasi seperti di masa lalu. Jika
melakukan kegiatan utamanya adalah melalui mekanisme
pendidikan dan pelatihan, beberapa pendekatan metode evaluasi
yang akan diuraikan dibawah ini, dapat menjadi kerangka acuan
dalam melakukan evaluasi program yang dilaksanakan.
1. Model Kirkpatrick
Program pelatihan dalam bidang sumber daya manusia ini
sering disebut dengan istilah Four Levels Evaluation yang diawali
dengan: 1) evaluasi reaksi (reaction evaluation) yakni reaksi
mengukur peserta,atau mengukur kepuasan peserta, 2) evaluasi
belajar (learning evaluation) peserta training dikatakan telah belajar
jika ntelah mengalami perubahan sikap,perbaikan
pengetahuan,maupun peningkatan keterampilan, 3) evaluasi
perilaku (behavior evaluation) yakni penilaian tingkah laku di
fokuskan pada perubahan tingkah laku peserta setelah selesai
mengikuti pembelajaran, 4) evaluasi hasil (final result evaluation) di
mana level ini fokus pada hasil yang terjadi karena peserta (siswa)
telah mengikuti suatu program pembelajaran, termasuk dalam
kategori hasil, dari suatu program pembelajaran diantaranya
peningkatan hasil belajar, peningkatan pengetahuan dan
peningkatan keterampilan.
2. Model Evaluasi CIPP
Sebuah model evaluasi yang dikemukakan Stufflebeam dan
Shinkfield (1985). Pendekatan evaluasi ini berorientasi pada
pengambilan keputusan untuk memberikan bantuan kepada
administrator atau leader pengambil keputusan. Evaluasi ini terdiri dari:
a. Evaluasi konteks,yang mencakup analisis masalah yang
berkaitan dengan lingkungan program,atau kondisi objektif
162
162
yang dilaksanakan berisi analisis kelemahan dan kekuatan
objek tertentu.
b. Evaluasi input,atau evaluasi masukan untuk membantu
mengatur keputusan,menentukan sumber-sumber yang
ada,alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi
untuk mencapai tujuan,bagaimana prosedur kerja untuk
mencapainya. Komponen evaluasi input (masukan) meliputi
sumber daya manusia, sarana dan prasarana, anggaran dan
SOP yang digunakan.
c. Evaluasi proses,meliputi koleksi data penilaian yang telah
ditentukan dan diterapkan dalam prktik pelaksanaan
program.Digunakan untuk mendeteksi (memprediksi)
rancangan prosedur,atau rancangan implementasi,
menyediakan informasi untuk keputusan program dan
sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi.
Evaluasi proses pada dasarnya untuk mengetahui sampai
sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa
yang perlu diperbaiki.
d. Evaluasi produk (hasil), dimana penilaian yang dilakukan
guna melihat keberhasilan/ ketercapaian suatu program
dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya.Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator
dapat menentukan atau memberi rekomendasi kepada
evaluan apakah suatu program dapat dilanjutkan,
dikembangkan(dimodifikasi) atau bahkan dihentikan.
3. Evaluasi Model Wheel(roda)
Evaluasi yang berkaitan dan berkelanjutan dari suatu proses
ke proses selanjutnya,model ini digunakan untuk mengetahui
apakah pelatihan yang dilakukan suatu instansi telah berhasil,untuk
itu diperlukan sebuah alat untuk mengevaluasinya.
163
163
Model ini mempunyai tiga tahap utama, yakni: pembentukan tujuan
pembelajaran, pengukuran out comes pembelajaran, dan
penginterpretasian hasil pengukuran dan penilaian.
4. Evaluasi model Provus
Model ini digunakan untuk mengevaluasi kesenjangan
program.Kesenjangan program adalah sebagai suatu keadaan antara
yang diharapkan dalam rencana dengan yang dihasilkan dalam
pelaksanaan program. Evaluasi kesenjangan dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat kesesuaian antara standard yang sudah
ditentukan dalam program dengan penampilan aktual dari program
tersebut. Tujuan model evaluasi ini untuk menganalisis suatu
program sehingga dapat ditentukan apakah suatu program layak
diteruskan, ditingkatkan atau sebaliknya disesuaikan dengan standar.
5. Evaluasi Model Stake
Evaluasi ini menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam
evaluasi,yakni description dan judgement dan membedakan adanya
tiga tahap dalam program pendidikan yaitu, context, process dan out
comes. Dalam model ini antencedent (masukan), transaction (proses)
dan outcomes (hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk
menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan dengan keadaan
yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang
absolut untuk menilai manfaat program.
6. Evaluasi Model Brinkerhoff
Model evaluasi ini dikemukakan oleh Brinkerhoff dkk,tahun
1983. Menyatakan 3 (tiga) golongan evaluasi yang disusun
berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama.
1) Fixed vs Emergent Evaluation Design.
Desain evaluasi fixed (tetap) harus direncanakan dan disusun
secara sistematik terstruktur desain fixed ini sebelum program
dilaksanakan,desain fixed dapat juga disesuaikan dengan
164
164
kebutuhan yang sewaktu-waktu dapat berubah. Desain
evaluasi ini dikembangkan berdasarkan tujuan program.
Kegiatan evaluasi dilakukan dalam disain fixed ini antara lain;
menyusun pertanyaan-pertanyaan, menyusun dan
menyiapkan instrumen, menganalisis hasil evaluasi dan
melaporkan hasil evaluasi secara formal kepada fihak-fihak
yang berkepentingan, untuk mengumpulkan data dalam
desain ini dapat digunakan teknik,seperti test, observasi,
wawancara, kuesioner, dan skala penilaian.
2) Formative vs Summative Evaluation
Formative evaluation berfungsi untuk memperbaiki
kurikulum dan pembelajaran, sedangkan evaluasi Summative
berfungsi untuk melihat kemanfaatan kurikulum dan
pembelajaran secara menyeluruh. Artinya jika hasil kurikulum
dan pembelajaran memang bermanfaat bagi semua fihak
terkait (terutama peserta didik) maka kurikulum dan
pembelajaran dapat dihentikan.
7. Model Evaluasi Pendidikan
1) Measurement Model
Model yang dikembangkan oleh R.Tohrndike dan
R.L.Ebel ini menitik beratkan peranan kegiat an pengukuran
didalam melaksanakan proses evaluasi,menurut model
ini,evaluasi pendidikan pada dasarnya tidak lain adalah
pengukuran terhadap berbagai aspek tingkah laku dengan
tujuan untuk melihat perbedaan-perbedaan individual atau
kelompok yang hasilnya diperlukan dalam rangka
seleksi,bimbingan,dan perencanaan pendidikan.Yang
dijadikan subjek dari kegiatan ini adalah tingkah laku siswa
yang mencakup kemampuan hasil belajar,kemampuan
pembawaan,minat,sikap dan juga aspek-aspek kepribadian
siswa. Model ini menitik beratkan pada pengukuran terhadap
165
165
hasil belajar yang dicapai siswa pada asing-masing bidang
pelajaran dengan menggunakan test.
2) Congruence Model
Model ini dikembangkan Raph.W Tyler, John.B
Carrol,dan Lee. J Cronbach, model ini berusaha untuk
memeriksa persesuaian (congruence) antara tujuan-tujuan
pendidikan yang diinginka dan hasil belajar yang telah
dicapai. Objek evaluasi dalam model ini adalah tingkah laku
siswa, secara lebih khusus, yang dinilai adalah perubahan
tingkah laku yang diinginkan yang diperhatikan oleh siswa
pada akhir kegiatan pendidikan.Tingkah laku hasil belajar
ini tidak hanya terbatas pada aspek pengetahuan,melainkan
juga mencakup aspek keterampila dan sikap sebagai
hasildari proses pendidikan.
3) Educational System Evaluation Model
Model ini dikembangkan oleh Daniel E. Stufflebeam,
Michael Scriven, Robert E. Stake dan Malcolm M. Provus.
Model evaluasi ini bertitik tolak dari pandangan, bahwa
keberhasilan dari suatu sistem pendidikan dipengaruhi oleh
berbagai faktor, evaluasi menurut model ini dimaksudkan
untuk membandingkan performance dari berbagai dimensi
sistem yang sedang dikembangkan dengan sejumlah kriteria
tertentu,untuk akhirnya sampai pada suatu deskripsi dan
judgement mengenai sistem yang dinilai tersebut. Model ini
juga memandang fungsi evaluasi sebagai bahan atau input
untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka
penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan sistem yang
sedang dikembangkan.
166
166
F. PENUTUP
Proses kegiatan sehari-hari berjalannya suatu pemerintahan
adalah sebuah proses manejerial, yang diawali dengan perencanaan,
pengorganisasian apa yang telah direncanakan, melakasanakan
program apa yang menjadi rencana, mengawasi atau mengendalikan
program kerja dan muara akhirnya sebagai sebuah sirkulasi manejerial
adalah evaluasi program yang sudah dan sedang dilaksanakan.
Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) merupakan cabang
pemerintahan yang bertanggung jawab terhadap pembinaan
ideologi Pancasila dengan metode pendidikan dan latihan, sesuai
dengan standarisasi kurikulum yang diinginkan, dimana dalam
standarisasi kurikulum tersebut tentunya telah mencakup dan telah
tergambar nilai-nilai Ideologi Pancasila yang dapat
dioperasionalkan dalam kehidupan sehari-hari berbangsa dan
bernegara bagi segenap rakyat Indonesia (membumi).
Untuk membumikan Pancasila, salah satu kegiatan penting
BPIP adalah menyusun program pembudayaan Pancasila dan
pelestarian nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Pembudayaan
ideologi Pancasila kepada segenap masyarakat, kiranya menjadi
perhatian untuk menyusun program pendidikan dan pelatihan
disesuaikan dengan kelompok usia dan kearifan lokal masing-
masing daerah sampai kegiatan pendidikan dan pelatihan
pembinaan ideologi Pancasila mencakup seluruh wilayah negara
Indonesia dan rakyat Indonesia dimanapun mereka berdomisili.
Kelompok usia yang dinamai sebagai generasi muda yang
bercirikan generasi Y dan Z kiranya mendapat perhatian khusus di
dalam penyusunan program terhadap generasi millenial ini,
disesuaikan dengan ciri dan karakter umum mereka.
Dalam pengendalian dan evaluasi program-program
pembinaan Pancasila, kiranya perlu dipertimbangkan untuk
dilakasanakan pendekatan model yang digunakan adalah sesuai
dengan pendekatan program pendidikan dan latihan,serta
pendekatan model kajian.
167
MEMAJUKAN PERADABAN
MENJADI MANUSIA PANCASILAIS
Oleh: Tatar Bonar Silitonga
Dosen Universitas Pertahanan
email: [email protected]
A. Pendahuluan
Semua negara bangsa di jagad raya pasti menuntut
warga negara berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan sistem
hukum negara. Tuntutan perilaku demikian bukan hanya
wajar tetapi juga wajib. Bagi kita, tuntutan manusia Indonesia
adalah implementasi nilai sila-sila Pancasila yang merupakan
ideologi dan dasar negara. Mewujudkan nilai-nilai Pancasila
berarti menjadi Pancasilais. Pancasilais berarti penganut
ideologi Pancasila yang baik dan setia (KBBI, 2007: 820).
Implementasi Pancasilais adalah berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila yang terefleksi dalam pola pikir, pola
sikap, dan pola tindak.
Sekarang mari coba kita lihat realitas sosial melalui
berbagai perilaku anak bangsa. Apakah gambaran ideal
Pancasilais sebagaimana tuntutan menjadi manusia Indonesia
telah sesuai harapan? Kasus terorisme dengan modus bom,
Minggu, 13 Mei 2018, di tiga rumah ibadah di Surabaya dan
ikutan peristiwa lain, kiranya menjadi paradoks tersendiri
tentang tuntutan perilaku anak bangsa. Pelaku pengeboman,
bagaimanapun, anak bangsa kita juga, sehingga hal-hal yang
menyangkut aktivitas perilakunya tetap menjadi bagian
pembicaraan kita dalam konteks perilaku manusia Indonesia.
Heboh kasus terorisme yang mencoreng citra kita
agaknya menjadi sebagian dari kompleksitas tatanan
kehidupan kita. Bila dirinci, ada banyak gambaran
168
ketidakcakapan kita dalam berperilaku. Ironisnya dalam
banyak kesempatan hal itu sangat vulgar di depan mata dan
di seputaran kita, termasuk melalui laporan berbagai media,
baik cetak maupun elektronik. Paristiyanti dkk (2016: 14-20)
menyebutkan berbagai permasalahan di negeri tercinta
meliputi masalah kesadaran perpajakan, korupsi, lingkungan,
disintegrasi bangsa, dekadensi moral, narkoba, penegakan
hukum yang berkeadilan, dan masalah terorisme.
Dalam naskah ini, perlu disebut sekilas kondisi
kehidupan masyarakat. Bukankah terlihat lugas makin
menurunnya kohesivitas keseharian kita. Nilai individualistik
dan politik identitas terkesan berkembang luwes. Praktik
keberagamaan belum selaras dengan kondisi keberagaman
masyarakat. Motif golongan terkesan menonjol daripada
kepentingan bangsa dan negara. Gemar materi dan perilaku
hedonistik juga tidak kalah pamor. Perilaku korup aparat dan
pejabat publik masih klasik. Pidato politikus bukan fokus
pada yang benar tetapi sesuatu pembenaran, yang
merefleksikan lebih kentalnya orientasi kekuasaan daripada
embanan amanat rakyat.
Beberapa deskripsi singkat realitas sosial kita menjadi
gambaran belum optimalnya perwujudan manusia Indonesia
yang Pancasilais. Perlu kesadaran etis terhadap berbagai
bentuk kegiatan pengabaian nilai-nilai kehidupan bersama
tersebut. Kita tidak ingin terus tergerus berbagai
permasalahan tersebut yang dalam konteks ini dilihat sebagai
ancaman peradaban kita, baik internal maupun eksternal.
Bagaimanapun kompleksitas permasalahannya sudah
selayaknya direnungkan dan tentu lebih akurat dengan
rekomendasi. Persoalannya adalah bagaimana strategi yang
penting dilakukan dalam mengatasinya.
169
B. Rujukan Teoretis
Pancasilais berarti setia dan mendasarkan perilaku pada
nilai-nilai Pancasila. Pancasila sejatinya bukan sebagai
ideologi tertutup yang membelenggu pikiran manusia dengan
acuan kesakralan dan doktrin hidup manusia. Nilai-nilai
Pancasila berlaku umum, terbuka untuk siapa saja, kapan saja,
dan di mana saja manusia Indonesia itu hidup. Pancasila
bersifat dinamis karena nilainya dapat dikembangkan sesuai
dinamika kehidupan manusia Indonesia (Rahayu, 2017: 34).
Dengan keterbukaannya, nilai-nilai Pancasila selalu dapat
dikontekstualisasi serta diaktualisasikan dalam
perkembangan zaman serta seluruh sendi kehidupan.
Sesuai perkembangan, saat ini kita dihadapkan dengan
spektrum globalisasi. Dunia digambarkan menjadi transparan
seolah-olah menjadi sebuah kampung sedunia tanpa
mengenal batas negara dan menciptakan struktur baru
(Sumarsono, 2002: 2). Perkembangan pesat di bidang
teknologi, komunikasi, dan transportasi memberi akses arus
deras informasi serta mudahnya pergerakan manusia.
Implikasinya, di satu sisi kita dapat memanfaatkan hasil
berbagai kemajuan, namun di sisi yang lain ada potensi
sulitnya pengendalian masyarakat yang terkoneksi nilai-nilai
yang bertentangan dengan karakter bangsa.
Bila dilihat, kehidupan manusia secara umum penuh
dinamika. Manusia hidup bekerja sama sekaligus suasana
antagonis dan penuh pertentangan (Budiardjo, 2017: 47). Lalu
corak masyarakat juga penuh keragaman. Khususnya
identitas kesukubangsaan bernuansa primordial memiliki
ikatan emosional serta melahirkan solidaritas lebih kuat
terutama bila berhadapan dengan primordial kelompok lain
(Winarno, 2014: 8). Rasionalitas demikian menjelaskan
dinamisnya masyarakat dan untuk itu perlu peran negara
sebagai alat yang berwenang mengatur hubungan dan
170
menertibkan gejala kekuasaan dalam masyarakat (Budiardjo,
2017: 47).
Hubungan manusia Indonesia dan interaksi yang
dilakukan merupakan aktivitas warga negara mengisi
pembangunan. Dalam hal itu peran manusia Indonesia adalah
dalam konteks kontribusi menghasilkan peradaban bangsa.
Peradaban berarti ’kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir
batin; hal yang menyangkut sopan santun, budi bahasa, dan
kemajuan suatu bangsa’ (KBBI, 2007: 6). Peradaban
kemanusiaan Indonesia merupakan kondisi yang
menggambarkan tingkat kesadaran untuk membangun
kehormatan diri melalui aktualisasi nilai-nilai Pancasila
sebagai manusia yang menjadi bagian dari kewargaan
Indonesia.
C. Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila
Memajukan peradaban menjadi manusia Pancasilais
adalah kegiatan membangun kesadaran bersama anak bangsa
tentang pentingnya implementasi nilai-nilai Pancasila. Nilai-
nilai Pancasila sudah teramat tidak asing lagi. Bagian mana
nilai yang terasa ribet dan tidak dipahami? Untuk ukuran
manusia Indonesia yang rasionya dapat difungsikan secara
normal pasti dapat memahami sila-sila Pancasila. Amanat
perilaku yang dituntut sesuai sila-sila Pancasila dari sila
pertama sampai sila kelima adalah sangat jelas, simpel, dan
tidak rumit.
Nilai-nilai Pancasila secara konsepsional mudah namun
tidak disertai implementasi sesuai ekspektasi. Gambaran
singkat berbagai kondisi seperti disebutkan di awal menjadi
bukti belum optimalnya implementasi nilai. Uraian
sebelumnya juga telah menyebutkan faktor-faktor penyebab
antara lain dinamika perkembangan, sifat manusia, dan
kondisi corak masyarakat. Kita harus tetap optimis dapat
memiliki perspektif yang sama, apalagi nilai-nilai Pancasila
171
bukanlah sesuatu yang sulit untuk dimaknai maupun
dilaksanakan. Tantangan pasti ada, namun dengan cinta
(tanah air) dan kebersamaan apakah yang tidak mungkin.
Masih belum optimalnya pelaksanaan nilai-nilai
Pancasila antara lain dari pandangan kita terhadap Pancasila.
Pentingnya Pancasila sebagai ideologi terkesan sebagai suatu
konsep yang keberadaannya relevan ketika membicarakan
negara dan aparaturnya. Padahal perilaku aparatur negara
masih banyak belum berkorelasi dengan implementasi nilai-
nilai Pancasila. Maka menjadi penting merevitalisasi nilai-nilai
Pancasila yaitu menempatkannya sebagai sesuatu yang
penting sebagai tuntutan dan tuntunan perilaku bersama.
Revitalisasi nilai Pancasila tersebut direkomendasikan melalui
penguatan peran pemerintah dan masyarakat.
Pertama, penguatan peran pemerintah dalam merawat
nilai-nilai keindonesiaan. Negara memiliki sifat memaksa,
monopoli, dan mencakup semua (Budiardjo, 2017: 50). Sebagai
representasi negara, pemerintah harus konsisten dan berani
mengeluarkan kebijakan yang mendorong tegaknya nilai
bersama. Penegakan hukum termasuk di dalamnya. Bila
terdapat aktivitas, organisasi, atau paham yang menyimpang,
negara harus tanggap dan tegas. Peran itu terkesan mudah,
namun menjadi tidak mudah saat dihadapkan dengan issu
“peka” (terkait identitas kultural). Takut tidak terpilih lagi
dalam Pilkada biasanya menjadi alasan pejabat pemerintah
enggan mengambil risiko.
Pengeluaran Perppu (menjadi UU No. 16 Thn 2017)
tentang Ormas berakibat pembubaran HTI, yang dilakukan
Pemerintah baru-baru ini kiranya menjadi contoh ketegasan
negara menjaga nilai bersama. Berlanjut langkah berani
ditunjukkan pemerintah terkait berlarutnya pengeluaran UU
tentang Antiterorisme. Pemerintah mengumumkan akan
menerbitkan Perppu bila DPR tidak bisa menyelesaikannya.
172
Kasus Bom Surabaya boleh jadi ikut menstimulus Pemerintah
dalam pernyataannya. Langkah tegas pemerintah tersebut
patut diapresiasi karena diyakini kian mendorong rakyat lebih
mengakui peran pemerintah dan nilai bersama.
Langkah pemerintah tersebut diharapkan secara
berjenjang diikuti oleh Pemda dan unsur di bawahnya.
Tindak lanjutnya misalnya dengan pengeluaran Perda yang
memperkuat kebijakan pemerintah pusat. Selain itu
pelaksanaannya harus komprehensif dan konsisten pula. Saat
terdapat pejabat, staf, atau aparatur yang terindikasi berafiliasi
dalam jaringan paham radikal atau melakukan ujaran
kebencian, maka dilakukan tindakan tegas sesuai tingkat
kesalahan seperti pemecatan, pembebastugasan, atau bahkan
pengajuan proses hukum.
Peran pemerintah juga diwujudkan dengan optimalisasi
dunia pendidikan kita dan sosialisasi nilai bersama. Telah
diyakini semua bangsa di dunia, pendidikan berperan sangat
besar dalam kemajuan bangsa (Raharjo, 2012). Pendidikan
yang mencerdaskan akan memberikan pemahaman secara
kontekstual pentingnya nilai-nilai bersama dalam kehidupan
sehari-hari. Pemerintah lebih memperhatikan lagi segi
mencerdaskan yang mencerahkan serta sosialisasi nilai-nilai
kebangsaan melalui pemanfaatan media massa, media sosial,
dan dengan merangkul representasi kelompok masyarakat
seperti ormas dan juga organisasi keagamaan.
Kedua, peran masyarakat selain mendukung kebijakan
yang diambil pemerintah dalam merawat nilai bersama, juga
mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam seluruh sendi
kehidupan. Menyebutkan seluruh sendi kehidupan terasa
sangat luas cakupannya. Dalam rangka lebih fokus dan lebih
menyentuh keseharian kita maka dalam naskah ini
dikerucutkan menjadi empat lingkungan yaitu 1) lingkungan
permukiman (Lingkim), 2) lingkungan tempat kerja (Lingja),
173
3) lingkungan pendidikan (Lingdik), dan 4) lingkungan
lainnya. Penyebutan lingkungan tersebut mengutip konsep
bela negara yang digagas Kemhan yaitu khususnya tiga
lingkungan pertama, sementara Lingkungan lainnya sengaja
ditambahkan agar lebih lengkap pengakomodasian berbagai
sendi kehidupan.
Revitalisasi di Lingkim, adalah melalui aktualisasi
interaksi antarmasyarakat di lingkungannya. Contoh, dari
Pendeta Gereja HKBP Kernolong Jakpus, diperoleh penjelasan
bahwa masyarakat tetangganya menerima keberadaannya
dengan baik meski beda agama. Sang Pendeta dan keluarga
dapat berinteraksi tanpa hambatan dengan masyarakat
sekitar. Pelaksanaan toleransi antara lain digambarkan sang
Pendeta melalui pemahaman tetangganya dalam pelaksanaan
ibadah jemaat gereja. Lalu saat bulan Ramadhan, misalnya,
umat Kristiani menunjukkan toleransinya bagi umat muslim
yang menjalankan ibadah puasa.
Aktualisasi peran Lingkim dapat diperinci melalui posisi
seseorang dalam lingkungan seperti menjadi pengurus
RT/RW atau hanya anggota kompleks. Pengurus RT/RW
seyogyanya dapat memprogramkan kegiatan yang dapat
mempererat kohesivitas, kebersamaan dan keberagaman,
bukan keetnikan. Selanjutnya anggota kompleks kiranya
mengikuti kegiatan program RT/RW demi kekompakan
bersama. Kepedulian sesama warga dan mengenal tetangga
menjadi bagian yang juga dipentingkan. Ketika ada warga
baru misalnya sebaiknya dicari tahu asal usulnya dan
mengajaknya untuk saling berinteraksi.
Keluarga termasuk ke dalam golongan Lingkim.
Orangtua diharapkan dapat membina keharmonisan keluarga.
Khususnya orangtua, bisa terjadi semua bekerja sehingga
pembinaan anak sebagian menjadi urusan asisten
rumahtangga. Melarang kedua orangtua bekerja juga terasa
174
kurang bijak. Namun dalam konteks ini pembinaan keluarga
tetap harus menjadi fokus tersendiri orangtua yang semua
bekerja. Setidaknya, keluarga yang dibangun bukan hanya
sebatas keluarga inti. Ayah-ibu, anak-anak, dan hubungan
keluarga adalah bagian dari keluarga Indonesia sehingga
harus dibangun dengan nilai-nilai keindonesiaan.
Peran orangtua dalam memperhatikan perkembangan
anak-anak sangat dirasakan urgensinya mengingat
lingkungan di luar dapat saja menawarkan nilai-nilai negatif.
Seperti diketahui, para pemuda rentan terjebak pada paham
radikal. Catatan terhadap para “pengantin” atau pelaku bom
bunuh diri rata-rata adalah pemuda. Kasus Surabaya baru-
baru ini diperankan orangtua yang ikut mengorbankan
anaknya. Ketika setelah kejadian ditanyakan kepada keluarga
pelaku bom, kemudian diperoleh info bahwa pelaku
sebetulnya merupakan orang baik-baik. Benarkah demikian,
jangan-jangan kejadiannya sebetulnya sebagai implikasi dari
kurang berperannya orangtua dan keluarga dalam membina
nilai kerangka kebangsaan.
Revitalisasi di Lingja, adalah melalui aktualisasi peran
atasan dan pekerja yang dituntut melakukan unjuk kerja
secara bermutu. Orientasi kinerja atasan antara lain dalam
bentuk penerapan kepemimpinan secara baik, memperhatikan
kesejahteraan, dan ikatan kohesif kebangsaan. Pemberdayaan
pegawai sesuai kinerja tanpa unsur ke-SARA-an merupakan
pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Menjadi teladan bagi anak
buah dalam disiplin, bersikap objektif dan adil, berkinerja
baik, berkomitmen terhadap hubungan kerja, dan tidak
melakukan korupsi juga menjadi gambaran pelaksanaan nilai-
nilai Pancasila.
Sebagai bawahan, seorang pekerja telah melaksanakan
nilai Pancasila ketika yang bersangkutan melakukan unjuk
kerja secara baik dalam mendukung capaian atau target
175
organisasi/perusahaan meski dalam kondisi atasan sedang
tidak ada di tempat kerja. Begitu juga seorang pekerja telah
melaksanakan nilai Pancasila ketika dengan hati riang, tulus,
dan tetap penuh semangat saat harus mengerjakan suatu
beban kerja tertentu meski tanpa tambahan finansial di luar
gaji. Dalam hal ini, pekerja berupaya menunjukkan etos kerja.
Revitalisasi di Lingdik, adalah melalui aktualisasi peran
pendidik, tenaga kependidikan (Gapendik), dan peserta didik
(Serdik). Peran Gapendik memberi pelayanan prima
dukungan pendidikan. Lalu peran pendidik melalui
profesionalitas transfer keilmuan, keteladanan, dan
penanaman karakter kebangsaan. Karena ada pendidik yang
mendapat tugas tambahan pengelolaan institusi, maka peran
pendidik tersebut termasuk melakukan pengawasan kegiatan
internal di luar kurikulum. Sudah jamak terdengar, Lingdik
kurang awas malah jadi tempat penyemaian paham tidak
sesuai nilai-nilai kebangsaan.
Peran peserta didik dalam implementasi nilai Pancasila
diwujudkan dengan mengikuti program belajar dengan baik.
Mengikuti jadwal kegiatan dan tidak bolos menjadi salah satu
contoh praktik baik peserta didik. Segi yang seringkali
membuat peserta didik abai dalam nilai Pancasila antara lain
ketika ada penugasan dari pendidik kemudian memplagiasi
kerjaan orang lain. Seperti diketahui pada era internet
sekarang, mudah mengakses informasi dan kondisi ini dapat
membuat peserta didik mengambil jalan pintas melakukan
plagiarisme.
Keempat revitalisasi di lingkungan lainnya, adalah aktualisasi
nilai-nilai Pancasila pada tempat di luar ketiga lingkungan di
atas. Ada banyak sekali aktivitas di luar dari ketiga lingkungan
tersebut. Di jalan, misalnya, ketika tidak dalam posisi sebagai
pengatur jalan, di luar negeri, di bis kota ketika tidak dalam
posisi sebagai kondektur atau pengemudi, di toilet, di tempat
176
fasilitas umum, di halte, di stasiun, di tempat pemungutan suara,
di bioskop, di tengah keramaian, menjadi pendemo, penceramah
agama, dan banyak sekali tempat atau aktivitas lain yang
menuntut kita berperilaku tertentu, namun dalam konteks ini
tuntutannya adalah nilai bersama.
Mengingat banyaknya lingkungan lain, tentu tidak
mungkin untuk disebutkan semua. Pengembangan sendiri
oleh sidang pembaca sangat dipentingkan guna semakin
memperkaya aktualisasi nilai-nilai Pancasila. Salah satu yang
akan disebutkan di sini, misalnya, ketika kita berada di tempat
umum, katakanlah di jalan raya. Mari menaati rambu-rambu
lalu lintas, tertib, serta santun di jalan. Perhatikan keselamatan
diri dan orang lain. Ketika ada yang menyalip tidak karuan,
tetaplah tenang, tidak perlu ngedumel apalagi berteriak-teriak.
Mulai dari diri sendiri, kiranya penting menjadi filsofi diri
menjadi manusia Pancasilais.
D. Kesimpulan dan Rekomendasi
Tuntutan implementasi nilai Pancasila dan hukum
negara bukan hanya wajar tetapi bersifat wajib yang
merupakan dasar membangun peradaban keindonesiaan
melalui menjadi Manusia Pancasilais. Tantangan peradaban
keindonesiaan ditunjukkan oleh kondisi realitas sosial dengan
masih banyak perilaku anak bangsa belum sesuai nilai-nilai
Pancasila, bahkan sebagian malah menunjukkan perilaku
menyimpang. Meski tinggi kompleksitas permasalahan yang
dihadapi, secara rasionalitas kita optimis bahwa dengan cinta
(tanah air) dan kebersamaan kita dapat memajukan peradaban
menjadi Pancasilais dalam rangka kehormatan dan kebaikan
bersama baik di lingkup internal maupun eksternal. Strategi
yang direkomendasikan adalah revitalisasi nilai-nilai
Pancasila melalui penguatan peran pemerintah dan
masyarakat. Penguatan peran pemerintah melalui perawatan
177
nilai-nilai bersama dan peran masyarakat melalui Lingkungan
Permukiman, Lingkungan Kerja, Lingkungan Pendidikan, dan
Lingkungan lainnya. Tentu saja kesamaan dalam perspektif
dan kesadaran bersama menjadi penting untuk diwujudkan.
REFERENSI
[1] Budiardjo, Miriam. 2017. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta:
PT Gramedia
[2] Nurwardani, Paristiyanti dkk. 2016. Pendidikan Pancasila
untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Ditjen Belmawa.
[3] Raharjo, Sabar Budi, 2012, “Evaluasi Trend Kualitas
Pendidikan di Indonesia”, Jurnal Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan.
[4] Rahayu, Ana Sri. 2017. Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Jakarta: Bumi Aksara.
[5] Sumarsono, dkk. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta: Pustaka Mandiri.
[6] Winarno. 2014. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta: Bumi Aksara.
PENULIS Tatar Bonar tinggal di Jakarta Selatan lahir di Deli Serdang, 25
Juli 1967. Gelar doctorandus diperoleh dari Universitas
Sumatera Utara (USU) Medan tahun 1990 pada bidang bahasa,
gelar magister sains dari Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta tahun 2003 pada bidang Ketahanan Nasional, dan
saat ini sedang menempuh program doctoral di Universitas
Negeri Jakarta pada bidang manajemen sumber daya manusia,
sedang dalam proses penyelesaian disertasi.
Dia saat ini berstatus sebagai Dosen Tetap Program Studi Manajemen Pertahanan
dan sekaligus sebagai Kepala Pusat Penjaminan Mutu Lembaga Pengembangan
Pendidikan dan Penjaminan Mutu Universitas Pertahanan. Dia juga menjadi Dosen
Tidak Tetap pada PKN STAN serta Universitas 17 Agustus Jakarta. Beberapa buku
telah dihasilkan termasuk sebagai penulis maupun editor. Keterlibatan dalam
organisasi ilmiah meliputi KIPI (Komunitas Ilmu Pertahanan Indonesia) dan IDIPI
(Ikatan Dosen Ilmu Pertahanan Indonesia).
178
MEMBANGUN KONVERGENSI STRATEGI
MANAJEMEN DAN STRATEGI SDM UNTUK
MEMBANGUN KEUNGGULAN BERSAING
ORGANISASI
Oleh: Zukra Budi Utama
Prodi MSDM UNJ
email: [email protected]
A. Pendahuluan
Para pelaksana departemen Sumber Daya Manusia
(HRD) pernah mengalami masa gegap gempitanya semboyan
HR Strategic Partner di era tahun 2000-an, setelah sebelumnya
ramai membahas peran manusia sebagai aset terpenting bagi
pertumbuhan organisasi, seperti disampaikan Snell,
Youndt dan Wright (1996: 62), pada masa lalu para
eksekutif umumnya mencoba "mengambil sumber daya
manusia dari persamaan strategi - yaitu, dengan mengganti
modal untuk tenaga kerja jika mungkin, dan dengan
merancang organisasi hierarkis yang memisahkan mereka
yang berpikir dari mereka yang benar-benar melakukan
pekerjaan”. Ini merupakan gejala awal dirasakan pentingnya
SDM bagi organisasi.
Teori manajemen strategis pada 1990-an mengarah
pada pandangan berbasis sumber daya dan pengetahuan, di
mana keunggulan kompetitif ada dalam kemampuan
organisasi untuk belajar, berinovasi, dan berubah, sehingga
elemen manusia menjadi semakin penting dalam
menghasilkan nilai ekonomi (Conner & Prahalad, 1996;
Itami, 1987) sebagaimana Quinn (1992: 241) mencatat,
“dengan pengecualian langka, kekuatan ekonomi dan
produksi organisasi lebih terletak pada kemampuan
intelektual dan layanannya daripada dalam aset kerasnya
179
tanah, pabrik dan peralatan… Hampir semua organisasi
publik dan swasta termasuk organisasi yang paling sukses
menjadi repositori dan koordinator intelektual yang
dominan. ”
Lebih lanjut penelitian Snell, Shadur dan Wright (2000)
menemukan irisan antara strategi manajemen dengan strategi
SDM. Berdasarkan fakta bahwa pemikir strategi awal sangat
dipengaruhi oleh ekonomi (Porter, 1980). Namun,
konseptualisasi terbaru, khususnya pandangan berbasis
sumber daya dari organisasi (Wernerfelt, 1984), telah
memfokuskan kembali pada aspek internal organisasi.
Evolusi ini telah menempatkan isu-isu orang di garis depan
model manajemen strategis, khususnya berfokus pada
pengelolaan modal intelektual sebagai sumber daya
organisasi yang berharga dan langka serta memahami
bagaimana organisasi dapat mengembangkan kemampuan
dinamis.
Di sisi lain, model HRM strategis awal didasarkan
dalam psikologi (Schuler & MacMillan, 1984) tetapi secara
konsisten bergerak ke arah pendekatan makro yang lebih
mengintegrasikan teori organisasi dan ekonomi ke dalam
pemahaman kita tentang strategi SDM (Wright dan
McMahan, 1992). Baru-baru ini, penekanan pada eksplorasi
strategi SDM sebagai sarana untuk mengelola modal
intelektual organisasi (Lepak & Snell, 1999) dan mengelola
dilema kecocokan / fleksibilitas.
Ketika kedua bidang ini bergabung, diyakini ada
beberapa cara yang dapat dilakukan para peneliti untuk
mencapai keuntungan bersama. Misalnya, penekanan strategi
pada isu-isu di seluruh organisasi (makro) memberikan
konteks dan perspektif bagi para peneliti HR sementara
orientasi SDM terhadap detail yang lebih spesifik (mikro)
menambah ketepatan pada analisis dan praktik strategis.
180
Terkait dengan ini, teori organisasi, kompetisi, kerjasama,
dan sejenisnya penting bagi para peneliti HR, terutama
dalam kritik bahwa HR secara tradisional telah "bebas teori."
di sisi lain,
Berdasar temuan diatas dapat dipahami bahwa strategi
SDM terbaik adalah bagaimana menerjemahkan strategi
manajemen menjadi terapan terbaik SDM secara terintegrasi.
Secara spesifik dalam hubungannya dengan organisasi,
bahwa telah terjadi perkembangan tipe organisasi, dimana
Beyond Learning Organization adalah organisasi yang mampu
bersaing di era global dengan HRD sebagai sentral
pertumbuhan melalui re-engineering HRD membangun
proses kerja sistematis yang terintegrasi ke unit bisnis (Gilley
and Maycunich, 2001). Untuk bisa mengaitkan
operasional dengan strategi, maka organisasi harus
menerapkan sistem manajemen dengan dimensi yang
berbeda dalam kesatuan Strategy Focused Organization,
dimana setiap tindakan searah dan sejalan dengan strategi
dan terintegrasi dengan seluruh unit bisnis dan individu”.
(Kaplan dan Norton, 2001).
Jika kesimpulan Snell, Shadur dan Wright (2000)
digabungkan dengan dua teori pertumbuhan organisasi
maka syarat untuk dapat mencicipi manfaat SDM strategis di
masa mendatang adalah harus memiliki proses sistematis
yang terintegrasi sebagai salahsatu syarat utama dalam
membangun Organisasi yang Tumbuh. Hal ini
menggambarkan tingkat dinamis internal yang maksimal
dalam merespon perubahan yang cepat.
Ini sesuai dengan penelitian teoretikus kompleksitas
dari Brown & Eisenhardt, (1998) yang telah memulai analisis
ini dan telah membantu dalam mengidentifikasi bagaimana
organisasi mengatasi perubahan berkelanjutan menggunakan
fleksibilitas strategis, koadaptasi, dan eksperimentasi.
181
Kecepatan dan tingkat perubahan di lingkungan
menonjolkan fokus pada kemampuan dinamis internal.
Lebih jauh Snell, Shadur dan Wright (2000) menemukan
penelitian SDM perlu berfokus pada bagaimana organisasi
menciptakan, mentransfer, dan mengintegrasikan
pengetahuan untuk mengatasi perubahan yang cepat.
Singkatnya, konvergensi berkelanjutan antara strategi bisnis
dan literatur strategi SDM akan menguntungkan kedua
bidang. Konvergensi ini harus menghasilkan pemahaman
yang lebih dalam dan lebih luas tentang bagaimana
organisasi dapat secara efektif mengelola semua sumber daya
mereka untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.
Konvergensi ini dapat dikatakan sebagai bagian utama dari
apa yang disyaratkan dalam menjadikan SDM sebagai mitra
strategis organisasi, sebagaimana yang sering digaungkan
di era tahun 2000-an.
B. Bagaimana membangun konvergensi?
Kenapa semboyan HR Strategic Partner tidak lagi
membahana di Indonesia, apakah sebabnya? Untuk itu
dapat dilihat dari persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu
mampu membangun konvergensi strategi manajemen
dengan strategi SDM. Diantaranya adalah organisasi harus
punya alat bantu (tool) untuk membangun proses terintegrasi
dan sistematis, serta pelibatan SDM kreatif dalam
membangun, mengendalikan dan mengembangkan alat
bantu tersebut, sekaligus terlibat dalam membangun dan
mengendalikan konvergensi berkesinambungan.
Pelibatan SDM sepenuhnya harus menjadi hal yang
diprioritaskan oleh organisasi, karena tak mungkin
menyerahkan sesuatu yang menyangkut kompetensi inti
yang paling berharga bagi organisasi kepada pihak eksternal.
Sedangkan kita pahami bahwa kemampuan pemograman
182
adalah bidang khusus dengan keahlian tersendiri yang tak
mungkin mudah diserap dan dikembangkan dengan mudah
oleh setiap pekerja di organisasi.
Maka syarat kemampuan inovasi dari hasil kreatifitas
SDM internal dalam merespon setiap perubahan eksternal,
sangat dibutuhkan dalam menjaga keberlangsungan
konvergensi.
Membangun kreatifitas pekerja untuk menghasilkan
inovasi menjadi syarat bagi pertumbuhan organisasi. Fokus
terhadap inovasi tersebut merupakan hal yang sangat
penting dalam manajemen saat ini yang menjadi pusat
perhatian bersama-sama dengan pengendalian perubahan
(Daft, 2010). Menurutnya sangat banyak pengamat trend
bisnis menyatakan terjadi perubahan mendasar dari yang
sebelumnya dinamakan dengan “pengetahuan ekonom” di
era tahun 1900-an menjadi kreativitas ekonomi di era tahun
2000-an.
Dua hal yang harus mampu dijawab adalah:
1. Sudahkah punya alat manajemen yang sekaligus
merangsang kreatifitas pekerja untuk cepat
berinovasi mengatasi setiap perubahan yang
beresiko tidak jalannya rencana proses sesuai
strategi. Untuk itu (dengan karakter yang sama), alat
itu harus mampu dibangun, dikendalikan dan
dikembangkan pekerja dalam merespon seluruh
perubahan dengan standar yang sesuai untuk
mewujudkan sasaran strategis manajemen. Ini
penting untuk memahami kenapa selama ini sulit
menerapkan tool manajemen, karena unsur budaya
organisasi mengharuskannya mengembangkan alat
sendiri untuk dapat direfleksikan pada TQM, Six
sigma dan Balance score card.
183
2. Sudahkah seluruh hubungan antar proses yang
sistematis tersebut dapat terdekteksi secara online
dan realtime, sehingga mampu menunjukkan
dimana akar masalah sesungguhnya dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya.
C. Logic Simulation System (LSS) sebagai tool
Proses kerja yang sistematis dan terintegrasi merupakan
salahsatu temuan penting dari banyak riset tentang
organisasi yang punya daya saing. Berangkat dari temuan
tersebut, Utama, Z. B. (2010) memperkenalkan Logic
Simulation System (LSS) sebagai tool utama dalam
membangun daya saing organisasi. Selain mampu
membangun proses kerja yang sistematis dan terintegrasi di
organisasi, sekaligus bermanfaat membangun system
thinking atau pola berpikir „sistem‟ bagi para pekerja,
karena dibangun sendiri oleh pekerja selaku pelaksana proses
kerja.
LSS yang selama ini sudah berhasil diterapkan secara
terpisah di beberapa organisasi, terbukti sanggup pula
mengembangkan „cara pandang‟ pekerja atas proses yang
tidak hanya sebatas apa yang menjadi tanggungjawabnya,
namun juga memahami apa dampak dari proses „sebelum‟
serta dampak pada proses „sesudah‟-nya. Hal tersebut
memberikan dorongan signifikan pada rasa tanggungjawab
atas kepentingan proses sesudahnya, yang sering dikenal
dengan nama “internal customer” di organisasi.
Dengan kepedulian dan tanggungjawab yang tinggi
terhadap „internal customer‟ atau „proses sesudahnya‟
tersebut, maka aliran proses dengan sendirinya dapat
terintegrasi dengan baik, memudahkan pengendalian
operasional organisasi mencapai hasil optimal bagi
pertumbuhan berkesinambungan.
184
Secara kebetulan riwayat LSS seiring sejalan dengan
dua tahap pendidikan yang penulis jalani yaitu pada saat
penyusunan skripsi di tingkat sarjana dan saat penyusunan
tesis di tingkat pasca sarjana, disamping periode
implementasi di organisasi antara rentang waktu tersebut
dan sesudahnya.
Tahap awal menggunakan LSS adalah saat menyusun
Skripsi tahun 1992 di bidang Teknik Mesin pada perencanaan
dimensi sudu yaitu semacam sirip yang mirip dengan kipas
yang berputar di fan. Uap bertekanan tinggi mengalir ke tiap
baris sudu dan memutarnya sehingga poros utama
bergerak memutar generator pembangkit energi listrik.
Terdapat beberapa variabel yang harus diperhitungkan
dalam menetapkan bahan dan dimensi sudu dan poros agar
tidak melanggar kaidah hukum termodinamika.
Ketika merancang sampai baris ke-11, ternyata dimensi
penampang aliran fluida (sudu) melanggar kaidah
termodinamika. Karena perhitungannya saling berhubungan
dari baris 1 maka perhitungan harus dimulai lagi dari
baris 1, namun kesalahan terjadi lagi di baris ke 7, demikian
seterusnya berulang tanpa ada kepastian apakah
perhitungan awal sudah tepat sehingga tidak ada lagi
kesalahan perhitungan ratusan baris berikutnya sampai
menuju tekanan atmosfir. Cara biasa butuh banyak
pengulangan penghitungan yang memakan waktu panjang
tanpa ada kepastian kapan menemukan susunan dimensi
yang tepat.
Setelah mengevaluasi lagi secara keseluruhan dan
mengamati variabel yang butuh penghitungan berulang,
penulis menemukan ide untuk membuat program komputer,
sehingga hanya dengan melakukan berbagai kemungkinan
masukan, segera terlihat hasilnya untuk seluruh baris sampai
185
pada akhir hitungan atau pada kondisi keluaran (output).
Teknik ini disebut sebagai simulasi.
Simulasi dijelaskan Srivastava U.K. dalam bukunya
Quantitative Techniques for Managerial Decisions, 1989
dalam rangkaian kalimat sebagai berikut:
“Untuk menyelesaikan persoalan-persoalan bisnis yang kompleks
dibutuhkan metoda analisa yang bisa mengatasi perubahan-
perubahan yang acak pada pendekatan matematis suatu model,
dikenal dengan metoda simulasi. Simulasi adalah teknik yang
dipergunakan untuk pembuatan keputusan dibawah kondisi-
kondisi ketidakpastian (berubah-ubah). Dalam keadaan dimana
dengan formulasi matematik persoalan tidaklah fisibel, teknik
simulasi digunakan untuk menyatakan realitas melalui sebuah
model yang akan menanggapi dengan cara yang serupa
sebagaimana keadaan nyata yang sebenarnya“.
Berdasarkan pengalaman mengimplementasikan teknik
ini yang selalu berpedoman pada logika proses kerja, dan
dengan mengacu pada pendapat diatas, maka tool tersebut
dinamakan Logic Simulation System (LSS) seperti terlihat pada
gambar berikut.
Gambar Pola Kerja Umum Logic Simulation System (LSS)
186
Dari gambar di atas terlihat proses kerja LSS dalam
satu kesatuan terintegrasi. Dimulai dari menangkap apa
saja kemungkinan untuk dapat memuaskan konsumen,
lalu menyediakan seluruh kemungkinan proses untuk itu
dalam syarat atau tingkat keadaan misalnya 1 sampai 5 di
dalam kondisi batas 1 (line process 1) misalnya keterbatasan
jumlah pelaksana proses, ukuran ruang dan waktu
pelayanan dan lain- lain. Berikutnya setiap syarat di line 1
akan memberikan sinyal yang berbeda kepada line 2 dan
seterusnya line kedua menanggapi dengan sejumlah syarat
berbeda misalnya 3 syarat pemenuhan bagi seluruh
kemungkinan proses line 1 dan seterusnya line dua
memberi sinyal kepada proses di line 3. Untuk terakhir
disimpan dalam bank data.
Analisa variasi (anova) kepuasan konsumen dari
hasil proses, dilakukan berkesinambungan untuk memberi
solusi terbaik meningkatkan kepuasan konsumen.
D. Lompatan Pertumbuhan melalui “System Thinking”
dengan LSS.
Hal menarik yang ditemukan dalam
mengimplementasikan LSS di organisasi adalah bahwa
hampir seluruh masalah yang ditemukan ternyata sudah
berlangsung bertahun-tahun sebagai proses kerja rutin di
organisasi, padahal organisasi sudah menerapkan PDCA
pada sistem manajemennya. Hal ini menimbulkan beberapa
hipotesa terkait tidak adanya tindakan perbaikan yang
dilakukan atas masalah berulang, diantaranya adalah
perlunya kemampuan analisa dari berbagai sudut pandang
untuk bisa merasakan apa yang dirasakan oleh pihak yang
dilayani dalam proses kerja.
187
Salahsatu contoh kasus adalah pelayanan pengantaran
crew pesawat dari dan menuju bandara. Biasanya mereka
menunggu namanya dipanggil oleh pengatur. Solusi yang
diberikan LSS adalah; begitu turun dari pesawat mereka
langsung menuju komputer di ruang tunggu antar
jemput, menginput nomor ID dan kode pin agar segera
tahu naik kendaraan nomor berapa, jam-menit-detik berapa
dan dengan siapa saja. Sementara menunggu, dia bisa
melakukan apa saja yang ingin dilakukan. Dengan tingkat
akurasi diatas 95%, kondisi ini akan memberikan tingkat
kepuasan yang lebih tinggi.
Dalam prakteknya di banyak organisasi yang
mempermudah proses kerja dengan akurasi nyaris 100%,
menghasilkan hipotesis bahwa jika pelaksana proses kerja
(PIC) memiliki cara berpikir sistem (system thinking), maka
akan terjadi stimulus pada dirinya dalam membangun sudut
pandang yang lebih luas sehingga menjadi lebih sensitif
terhadap setiap kekurangan yang ada yang jadi potensi
masalah dalam proses kerja. Kemampuan ini bisa merubah
karakter pekerja menjadi lebih kreatif dalam mengidentifikasi
dan menyelesaikan masalah secara cepat, sehingga
meniadakan terjadinya kesalahan yang berulang, disamping
kemampuan antisipasi masalah pada proses kerja.
Realita yang ditemukan di lapangan terkait potensi
SDM memberi keyakinan baru akan kemampuan yang luar
biasa yang bisa dikembangkan organisasi dari membangun
system thinking. Kecerdasan pekerja memiliki keunikan dan
kelebihan yang beragam, akan berdampak luar biasa jika
ditingkatkan dengan pengembangan pola pikir sistem.
Pengalaman di bidang masing-masing akan
menghasilkan terobosan-terobosan luar biasa yang
terkadang diluar dugaan memberikan hasil yang sangat
memuaskan.
188
Pemahaman tentang system thinking ini dijelaskan HR
Scorecard (2001): “Thinking systematically emphasizes the
interrelationship of the HR system components and the link
between HR and the larger strategy implementation
system…that make a system more than just the sum of its
parts (see the Laws of Systems Thinking)”. Kesimpulannya
cara berpikir sistem adalah memikirkan penyelesaian
keseluruhan masalah sekaligus, bukan per-bagian.
E. SNS untuk mempercepat respon dengan memastikan
akar masalah proses
Tindakan lebih lanjut yang dapat dikembangkan HRD
adalah dengan mengaitkan seluruh variabel simulasi dengan
pencapaian organisasi. Teknik yang digunakan merupakan
pengembangan LSS yang dinamakan SNS (Spider net
System). Setiap fungsi yang berkaitan dengan strategi
organisasi dapat dilibatkan dalam mengevaluasi integrasi
sistem agar sesuai dengan prioritas organisasi. Akhirnya
diperoleh peta prestasi individu dan kelompok dalam bentuk
kontribusi pada pencapaian organisasi, serta kemudahan
presdir mengawasi proses operasional. Teknik ini dapat
menjadi acuan yang objektif dalam penilaian kinerja dan
remunerasi (Utama, Z. B., 2015).
Pengembangan LSS selanjutnya dalam bentuk tool SNS
adalah aplikasi dashboard department berupa integrasi
gabungan LSS dari seluruh proses kerja yang ada dalam
suatu department, seterusnya dalam bentuk dashboard divisi
yang terdiri dari gabungan dashboard department
didalamnya dan terakhir dashboard organisasi yang terdiri
atas gabungan dashboard divisi didalamnya sebagaimana
gambat berikut ini.
189
Gambar Bagan aliran kendali berdasarkan dashboard tiap bagian
Gabungan hasil proses LSS di bawahnya akan menjadi
dashboard untuk fungsi di atasnya. Untuk korporasi bisa
dibuatkan corporate dashboard yang terdiri atas gabungan
dashboard organisasi. Dashboard menyatukan strategi organisasi
dengan operasional organisasi. Pengambil kebijakan setiap saat
dapat mengikuti dengan baik perkembangan dan arah seluruh
proses operasional untuk mengendalikannya agar searah dan
sejalan dengan strategi. Proses LSS membangun dashboard
dimulai dengan membangun alur komunikasi data yang
digambarkan seperti sarang laba-laba (SNS), secara sederhana
diperlihatkan oleh gambar berikut ini.
Gambar Pola aliran proses Spider Net System (SNS)
190
Umumnya proses kerja berinteraksi dengan bagian lain
dalam berbagai lapisan hirarki, pada gambar diperlihatkan
oleh titik sentuh yang berbentuk bulatan. Dengan LSS
berbagai lapis hirarki ini dilewati dengan sangat baik
mengingat setiap proses yang berjalan akan langsung masuk
pada sistem report yang terintegrasi, sehingga setiap selesai
suatu proses maka proses tersebut dianggap sudah
berjalan sekalipun belum ada reaksi dari proses-proses
berikutnya. Dengan demikian inisiator tidak bisa menjadi
kambing hitam dari suatu masalah sekalipun level hirarkinya
lebih rendah. Sebaliknya jika proses awal belum selesai maka
tidak bisa disalahkan jika proses berikut belum
menindaklanjuti.
Hal ini menjadi penting karena terkadang pada saat
tertentu terjadi komunikasi yang kurang baik antara satu
departemen dengan yang lain yang membuat tindak
lanjut proses kerja menjadi terhambat. Dengan teknik
integrasi spider diatas, maka proses kerja tidak bisa
diambangkan begitu saja karena selesainya setiap proses dan
masuk ke next process akan tercatat melalui jaringan
komputer.
Maka mudah dibuktikan jika ada departemen yang
menghambat proses kerja departemen lain dengan tidak
menindaklanjuti proses yang terkait dengannya, atau
sebaliknya menahan prosesnya sehingga tidak bisa
ditindaklanjuti proses berikutnya.
Dengan sudah tersusun dan terintegrasikannya seluruh
LSS pada setiap fungsi masing-masing department bisa
dikembangkan bentuk dashboard, sehingga cukup dengan
perangkat multimedia standard semacam telepon genggam
dengan dilengkapi fasilitas multimedia, seorang presdir bisa
melihat seluruh proses kerja sampai pada kedalaman paling
dasar dari seluruh operasional organisasi.
191
Dengan sistem alarm yang menghubungkan proses
(kondisi tertentu) dengan telepon genggamnya, maka Presdir
bisa menjaga performa organisasi setiap saat dimana saja
dan kapan saja sesuai arah strategi organisasi. Untuk
melihat masalah lebih dalam Presdir bisa masuk ke
dashboard divisi dan departemen guna menemukan jawaban
setiap masalah yang dideteksi oleh company dashboard.
Salahsatu terapan dashboard dalam pengendalian
resiko hubungan industrial di organisasi dapat dilihat
dalam gambar berikut.
Proje ct ProjGambar Dashboard Hubungan Industrial di Organisasi
192
Menunjukkan pemenuhan syarat strategi manajemen
oleh setiap bidang kerja yang ada dalam bidang hubungan
industrial. Dimana OP adalah pencapaian keseluruhan,
sedang setiap fungsi bidang kerja dari total 9 fungsi
ditunjukkan oleh dashboard 1 sampai 9. Sepanjang tahun
dashboard akan bergerak terus setiap hari, memberitahu apa
yang harus segera dipenuhi dalam memenuhi syarat
pencapaian strategi organisasi.
F. Kesimpulan
1. Indikator jalannya LSS dan SNS dalam sebuah
organisasi:
a. Supervisor menguasai sangat dalam bidangnya
melingkup sistematis proses dan continuous
improvement, atasan supervisor menguasai naik
turunnya performa setiap hasil kerja bidang yang
dipegang setiap supervisor
b. Supervisor dibawah koordinasi atasan (manajer
up) melakukan presentasi bidangnya ke seluruh
level di atasnya (manajer up) terkait bidangnya
tersebut mengenai LSS yang dibangun untuk
pelayanan
c. Untuk memenuhi syarat eksperimentasi (Brown &
Eisenhardt, 1998), lebih dalam supervisor dapat
mengembangkan skripsi atau tesis untuk penelitian
di bidangnya. Ini jadi mudah karena dalam jangka
waktu tertentu sistem sudah memberikan sangat
banyak data dari berbagai variasi perubahan.
d. Manajer dibawah koordinasi atasan melakukan
presentasi bidangnya ke seluruh level di atasnya
(GM, direksi) terkait SNS yang dibangun untuk
pelayanan
193
e. Sama dengan butir c diatas, manajer dapat
mengembangkan tesis atau disertasi untuk
penelitian di bidangnya yang lebih komprehensif
dalam satu pola Divisi yang berhubungan dengan
pencapaian strategi organisasi atau organisasi.
2. Penelitian berapa jarak suatu fungsi kerja dengan strategi
manajemen di organisasi swasta (perusahaan), masih
terbatas dilakukan di bidang pendukung (support),
khususnya bidang SDM dan hubungan industrial. Kami
menemukan kisaran pencapaian masih berada dalam
angka 60% sampai 70%. Perkiraan kami bahwa
dashboard bidang proses inti organisasi (core process)
seharusnya bernilai dalam kisaran diatas 90%. Hal ini
disebabkan bagian proses inti atau biasa disebut bagian
produksi, selalu menuntut keberhasilan proses yang tinggi
dengan diikat oleh SOP yang ketat. Syaratnya target
strategi yang ditetapkan KPI harus tepat.
3. Berdasarkan hasil analisa butir 2 diatas, maka penerapan
LSS di bagian support menjadi sangat penting, sehingga
bagian support dapat menjalankan seluruh proses rutin
secara sistematis dan fokus total membantu core process
untuk meningkatkan kualitas dan menurunkan biaya,
seiring dengan meningkatnya cadangan waktu untuk
mengembangkan kompetensi inti organisasi. Sebagaimana
diketahui bagian support atau diluar proses inti organisasi
menghadapi dilema produktifitas selama ini,
mengingat perbedaan mendasar dari pekerja proses inti
yang jelas terukur hasil kerjanya. Maka ukuran hasil kerja
dari fungsi support adalah kemampuan untuk menjaga
konvergensi guna meniadakan resiko produksi dengan
194
membangun sistematika proses kerja yang terintegrasi
dengan seluruh bagian yang berhubungan dengan proses
kerjanya.
4. Berdasarkan kesimpulan butir 3 dapat disimpulkan pula
bahwa dalam pelaksanaan kerja sehari-hari bagian support
hendaklah meniadakan pekerjaan yang bersifat rutin
dengan membangun LSS untuk seluruh pekerjaan rutin
tersebut, sehingga tidak pernah ada lagi kita mendengan
pekerja support yang berdalih tidak mempunyai waktu
karena disibukkan oleh tugas rutinnya, sehingga tak
sempat untuk mengikuti meeting pembahasan solusi
masalah dalam sistem manajemen organisasi. Bagian
support hendaklah fokus sepenuhnya kepada inovasi
membangun antisipasi resiko proses seiring
pengembangan kompetensi inti organisasi.
5. Penerapan prinsip konvergensi saat ini masih terbatas pada
perusahaan korporasi besar yang merasakan sangat
pentingnya peran aset intelektual bagi ketahanan
organisasi dalam jangka panjang. Kebanyakan pimpinan
perusahaan yang berukuran kecil dan menengah masih
ragu dalam menerapkannya, terutama mereka yang masih
berharap pada penjualan jasa dalam skala proyek yang
terbatas waktu, sehingga lebih fokus bekerjasama terbatas
dengan pihak ketiga dalam menjalankan proyek tanpa
merasa harus berinvestasi pada aset intelektual.
Disamping jawaban klasik mereka merasa tidak yakin
untuk membiarkan pekerja support tidak disibukkan oleh
pekerjaan rutinnya. Padahal mereka seharusnya paham,
sangat penting memisahkan orang dari pekerjaan.
195
REFERENSI
Brown, S.L.& Eisenhardt, K.M. 1998. Competing on the
edge: strategy as structured chaos. Boston: Harvard Business
School Press.
Daft Richard L., New Era of Management, ninth edition,
cengage learning international, 2010
Jerry, Maycunich, Beyond Learning Organization,
Perseus Book, Cambridge, Massacusetts, 2001
Kaplan Robert S. and Norton David, The Strategy
Focused Organization, Harvard Business School Press
Boston Massachusetts, 2001
Porter, M.E. Competitive strategy: Techniques for
analyzing industries and competitors. New York: Free Press,
1980
Snell, S. A., Youndt, M. A. and Wright, P. M.
Establishing a framework for research in strategic human
resource management: Merging resource theory and
organization learning, Research in Personnel and Human
Resources Management, 14. 1996.
Snell, S.A., Lepak, D.P. & Youndt, M.A., Managing the
architecture of intellectual capital: implications for strategic
human resource management. In G.R. Ferris (Ed.) Research in
Personnel and Human Resources Management. 175-193.
Supplement 4. London: JAI Press, 1999
Snell, S. A., Shadur, M. A. & Wright, P. M., Human
resources strategy: The era of our ways (CAHRS Working
Paper #00-17). Ithaca, NY: Cornell University, School of
Industrial and Labor Relations, Center for Advanced Human
Resource Studies, 2000
196
Schuler, R.S. & MacMillan, Gaining competitive
advantage through human resource practices, Human
Resource Management, 1984
Quinn, J.B. The intelligent enterprise: A new
paradigm, Academy of Management Executive, 6(4), 1992
Wernerfelt, B. A resource-based view of the firm,
Strategic Management Journal, 5: 171180, 1984
Utama, Z.B., Membangun Organisasi yang Tumbuh,
Lingkar Sinergi Sejati, Jakarta, 2010
Utama, Z.B. Anomali Kebijakan Keuangan Negara
Dan Solusinya Melalui Perubahan Budaya Kerja Di Lembaga
Pengguna Anggaran, Jurnal Integritas, Komisi
Pemberantasan Korupsi, KPK, 2015
197
KISAH ENAM KOTA
CATATAN PERJALANAN DALAM
MEMBANGUN KOMPETENSI DISTINCTIVE
Oleh: Laksda TNI Dr. Ir. Suyono Thamrin, M.Eng.Sc.
Dosen Universitas Pertahanan
email: [email protected]
A. Pendahuluan
Catatan ini untuk memberikan gambaran secara garis
besar tentang peran diri penulis untuk menghimpun
kompetensi diri di TNI AL. Sebetulnya bisa ditanyakan juga
apalah arti peran diri, namun dalam konteks ini peran
tersebut dilihat dari perspektif manajemen sumber daya
manusia (SDM) yang telah menempatkan manusia sebagai
asset terpenting di dalam organisasi. SDM dengan bilangan
tertentu, katakanlah 87, 200, 40, 500, atau berapa pun jumlah
personel yang mengawaki organisasi, pada akhirnya akan
menunjuk juga pada orang per orang yang ada di dalam
organisasi tersebut. Ketika menunjuk pada orang, sudah
barang tentu akan dilihat bagaimana kapasitas dan perannya
di dalam organisasi. Memang diakui peran SDM di dalam
organisasi adalah utama dan dalam konteks itu SDM telah
ditempatkan sebagai modal social yang dalam pengelolaannya
disebut sebagai human capital management. SDM sebagai modal
social memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara
optimal dalam memajukan organisasi. Namun dalam hal ini,
disadari bahwa tiap manusia tidak selalu memiliki potensi
yang sama. Itulah sebabnya dalam proses rekrutmen dan
seleksi, pihak organisasi yang melaksanakan manajemen
secara benar biasanya menaruh perhatian besar untuk
melaksanakan proses rekrutmen dan seleksi tersebut secara
198
benar. Jangan sampai terjadi, proses rekrutmen dan seleksi
tidak dapat menjaring SDM yang memiliki potensi tinggi.
Sesuai hasil pengalaman di bidang pengelolaan SDM, jumlah
SDM yang banyak tidak dapat menjamin mereka dapat
menopang keberhasilan organisasi. Orientasi terhadap SDM
bertalenta dan memiliki keunggulan sesuai kebutuhan
merupakan bagian dari pengelolaan SDM yang dilakukan
pada masa sekarang ini.
Pentingnya peran SDM melalui keberadaan peran diri
ini dapat dilihat pula dari referensi tentang teori dan konsep
kepemimpinan. Dalam referensi kepemimpinan, terlihat
tandem antara pemimpin dan pengikut. Tandem yang
dimaksudkan di sini adalah dalam bentuk implementasi
saling pengaruh antara satu dengan yang lain. Pengaruh
tidak hanya dilihat sepihak dilakukan oleh pemimpin, tetapi
juga atas peran yang dilakukan pengikut. Wirawan (2013)
menyebutkan bahwa dalam proses interaksi social, pengaruh
bukan hanya milik pemimpin, tetapi antara pemimpin (agen)
dan para pengikut (target) terdapat saling pengaruh. Berbagai
pengalaman dan kesempatan dapat diketahui melalui
interaksi pemimpin dan pengikutnya tentang proses saling
pengaruh tersebut. Dalam hal ini dapat digarisbawahi, bahwa
sekecil apa pun keberadaan seorang pengikut namun ketika
dapat memberikan pengaruh secara signifikan, tentu
perannya selayaknya untuk diapresiasi. Hanya saja patut
diberi catatan, perspektif di sini bukanlah fokus pada
personal, namun sebagai catatan saja untuk melihat berbagai
pengalaman yang rasanya penting untuk dibagikan.
Catatan ini lebih banyak terbangun bukan by design
berdasarkan kepada kompetensi dasar saya sebagai seorang
"mekanik" yang merupakan hasil bekal awal dari organisasi
melainkan karena keberuntungan (luckiness) dan faktor lain.
Faktor keberuntungan ini dalam banyak hal juga sebetulnya
199
masih terkait dengan spectrum penugasan sebagai seorang
mekanik yang bekerja di dalam organisasi dengan ciri
kedisiplinan dan loyalitas. Selanjutnya faktor-faktor lain ini
menyangkut berbagai pengalaman keberadaan di enam kota
atau tempat berlabuh. Pada berbagai kota tersebut terdapat
dinamika yang telah turut mewarnai pola pikir dan pola
tindak saya dalam kedinasan, penugasan dan dalam
menghadapi masalah kehidupan sehari-hari. Keenam kota itu
adalah Jakarta, Brisbane, Freetown, Bangkok, Sudan, dan
Beijing.
B. Catatan Pertama: Jakarta
Saat berpangkat Kapten, dari penugasan semula di
Surabaya kemudian saya mendapat perintah mutasi ke Mabes
AL di Jakarta. Dengan berbekal ijazah AAL jurusan Teknik
dan S1 jurusan Teknik Manajemen Industri Sekolah Tinggi
Teknologi Angkatan Laut, bismillah, saya berangkat
meninggalkan keluarga di rumah kontrakan Jalan Sedayu
III/23, Surabaya. Di Jakarta, berkat pertolongan dari para
senior, alhamdulillah, saya akhirnya mendapatkan tempat
tinggal di mess perwira yang tidak jauh dari kantor. Dari
perspektif pengelolaan SDM, ketersediaan mess yang
dapatkan tersebut menjadi salah satu poin catatan saya.
Organisasi seharusnya dapat memfasilitasi atau memberikan
kompensasi yang dapat mendukung kebutuhan hidup
personelnya.
Sebagai seorang Perwira yang mengawali titian
kariernya di Surabaya dan bukan berasal dari Jakarta,
bertugas di Ibukota merupakan penugasan yang sangat
menantang. Penuh dengan tuntutan. Highly demanding. Frasa
“kejamnya ibu tiri tidak sekejam ibukota” jadi terasa begitu
nyata. Semua pergerakan berbuntut biaya. Kondisi tersebut
menuntut keterampilan tersendiri agar saya dapt mengatasi
200
berbagai persoalan yang menghadang. Artinya dalam hal ini
tuntutan bukan sebatas optimalisasi pelaksanaan kinerja
sebagai bagian dari organisasi, tetapi juga optimalisasi
pengelolaan anggaran rumah tangga. Bukankah ada begitu
banyak juga cerita miring, karena tidak mampu melakukan
afektivitas dan efisiensi, akhirnya pegawai takluk oleh
perilaku yang menyimpang. Untuk itu dibutuhkan akurasi
diri. Untungnya, pada saat yang sama ada tawaran untuk
menjadi pengajar. Mestinya tawaran tersebut sangat terkait
erat dengan upaya pengelolaan anggaran rumah tangga.
Namun pada bagian ini, saya lebih melihatnya sebagai
kesempatan untuk melakukan aktualisasi diri. Maka pada
tahun-tahun selanjutnya, di luar jam dinas atau jam kerja, saya
memanfaatkan idle capacity yang ada untuk mengajar di STTI
di Raden Saleh, kerja paruh waktu di perusahaan
penyeberangan hingga membuat bengkel yang menerima
pekerjaan-pekerjaan mesin atau motor di atas kapal.
Tapi, saya ingin kembali kepada cerita saat hari-hari
awal setibanya di Jakarta. Pada hari pertama di kantor, saya
di-interview oleh atasan saya, Kepala Sub Direktorat
Pembinaan Tenaga Manusia atau disingkat Kasubdit
Binteman saat itu.
“Pak Thamrin, di Jakarta tinggal di mana?” tanya Pak
Kasubdit.
"Mohon izin, saya asli Kudus, Bapak," saya menjawab
dengan lugu.
“Oh dari Kudus? Skripsinya tentang personel ya,
menulis tentang apa?” Ia melanjutkan.
"Mohon izin Bapak, saya menulis skripsi tentang
kebutuhan suku cadang kritis untuk motor pokok KRI FTH
kalau akan berlayar, kebetulan saya saat perwira remaja
berdinas di KRI FTH." Saya menjelaskan skripsi saya dan
dengan dua pertanyaan itu akhirnya wawancara itu selesai.
201
Lalu Kasubdit memberikan saran agar saya tetap bekerja
dengan baik.
Dalam prespektif pembinaan MSDM sebenarnya
dalam interview di atas ada beberapa kesalahan mendasar.
Pertama, bagaimana mungkin seorang yang berkecimpung di
bidang pembinaan SDM tidak tahu dari mana kelahiran calon
anak buahnya dan juga tidak tahu apa kompetensi calon anak
buahnya? Dalam setiap jabatan tentunya melekat job
description, job analysis, job information, job spesification dan job
evaluation untuk menjamin pengawak organisasi akan mampu
bekerja secara optimal pada jabatan tersebut. Tentunya bila
penempatan jabatan itu mangacu kepada “the right man on the
right place” maka pertanyaan-pertanyaan pada interview tadi
tidak akan muncul. Jangan-jangan penempatan saya saat itu
adalah laksana daun kering yang jatuh ditiup angin entah
kemana? Namun karena kita percaya bahwa semua adalah
kehendak Yang Mahakuasa, maka kejadian seperti ini bukan
dijadikan kajian manajemen SDM melainkan lebih menjadi
pelajaran pribadi masing-masing anggota organisasi untuk
tetap melaksanakan self improvement atau menyerah melihat
kekurangan suatu sistem. Untunglah pada saat itu saya
seruangan dengan dua senior saya yang rajin dalam
membimbing yuniornya dalam melaksanakan tugas sehari-
hari saya sebagai Kasubsirendal kuat Ditrendalpersal.
Kesalahan kedua adalah bahwa penempatan itu seolah
tanpa mempertimbangkan
faktor pendukung untuk
tercapainya peleksanaan
tugas seseorang, dimana
dengan keluarga yang
berjauhan sudah barang
tentu sebagai manusia
biasa akan terpecah
202
perhatiannya untuk dua sararan yaitu dinas dan keluarga.
Perumahan anggota menjadi kebutuhan mutlak untuk
menciptakan kepuasan kerja anggota sehingga menumbuhkan
motivasi berprestasi dan bekerja terbaik untuk organisasi.
Mengingat pekerjaan yang saya geluti adalah tentang
SDM maka dengan baik hati Kasubdit saya mengikutkan saya
dalam kursus Binteman di Mabes TNI yang pelaksanaannya
dilaksanakan Sekkau Halim Perdana Kusuma. Dengan
pembekalan itu saya akhirnya menjadi lebih familiar dengan
terminology yang digunakan dalam perencanaan personel
sesuai dengan tugas harian saya.
Ketika harapan dan kenyataan sangat berbeda maka
self improvement adalah merupakan langkah „filling the gap‟
yang akan melahirkan peluang baru bagi perbaikan masa
depan. Saya selalu berupaya mengasah diri saya agar
memiliki kompetensi dalam bahasa Inggris dengan harapan
bisa menuntut ilmu ke negara Paman Sam, Naval Post-
graduate School
di Monterey
karena terobsesi
oleh senior saya
di kapal
sebelumnya.
Akhirnya saya
dinyatakan
diterima di
NPGS dengan
major international resources planning. Namun demikian, pecah
kerusuhan 27 Juli. Keberangkatan saya ke Amerika ditunda.
Oleh Kemhan, saat itu masih disebut Dephan, saya
dimasukkan dalam daftar tunggu Beasiswa ke LN dan
diikutkan dalam kursus bahasa Inggris “ TOEFL IV” di
203
Pusbasa Hankam bersama beberapa rekan yang juga akan
belajar ke luar negeri.
Dalam prespektif MSDM, pendidikan dan latihan
adalah upaya organisasi untuk mengisi berbagai kekurangan
tenaga ahli yang diperlukan organisasi. Seyogianya,
pendidikan dan latihan yang dikembangkan organisasi adalah
pendidikan dan latihan yang benar-benar diperlukan
organisasi, bukan asal sekolah seperti yang akan saya
laksanakan ini. Hal ini harus dikendalikan secara baik untuk
menjamin tidak terjadinya over capacity yang akan
menyebabkan tenaga ahli tersebut menjadi idle karena tidak
ada pekerjaan yang sesuai dengan keahlian personel tersebut.
C. Catatan ke 2 : Brisbane
Alih-alih berangkat ke NPS di Monterrey, saya justru
akhirnya diberangkatkan ke Brisbane, Australia, untuk
mengikuti pendidikan S-2 di sana. Pada waktu akan
berangkat ke Brisbane, saya diantarkan oleh Istri dan ketiga
anak saya di Bandara Internasional Sukarno Hatta,
Cengkareng.
Ketika mendarat di bandara Brisbane saya dikagetkan
oleh pemandangan yang belum pernah saya lihat di
Indonesia. Kenapa ada banyak sekali burung gagak
berterbangan? Saya kaget karena teringat akan mitos di
kampung saya bahwa burung gagak adalah lambang
kematian. Sempat gundah dalam hati saya, dan bertanya apa
arti tanda ini? Namun setelah agak lama, saya melihat bahwa
burung gagak ada dimana-mana di Brisbane. Legalah hati
saya.
Saya dijemput oleh seorang petugas dan olehnya saya
diantarkan serta diinapkan di Indoopilly Hotel. Lokasi hotel
204
ini dekat dengan kampus dimana saya akan belajar yaitu
University of Queensland (UQ).
Karena pada saat tiba di
Australia kemampuan bahasa
Inggris saya belum memenuhi
standar yang ditetapkan, maka
saya dimasukkan dalam kursus
bahasa Inggris untuk kuliah, atau
English for academic purpose (EAP).
Di tempat ini saya diajari bagaimana
cara mendengarkan kuliah dan
mencatat materi yang disampaikan
dosen, membuat materi paparan di kelas dan
membuat essay.
Pada awalnya saya diterima di UQ sebagai calon
mahasiswa S2 jurusan information technology, namun ternyata
program itu sudah tidak ada lagi dan saya dialihkan di
jurusan environment management. Saya ragu atas pengalihan
sepihak ini, atau kembali ke pulang kampung. Masa
perkuliahan akan segera dimulai dan saya harus bisa
memutuskan jurusan apa yang paling tidak ada gunanya bagi
organisasi dan juga saya pribadi.
Berkat bantuan pak Wahyu Nirbito seorang
mahasiswa program Doktor di QUT (Queensland University
of Technology), saya dikenalkan dengan Professor Wong,
Ketua Program Pendidikan Engineering and Engineering
Management di QUT. Setelah mendengarkan masalah saya,
Sang Profesor bersedia menerima saya sebagai mahasiswa
QUT. Alhasil, uang kuliah yang telah saya setorkan ke UQ
langsung ditransfer ke QUT.
Di QUT saya belajar Advance manufacturing technology,
energy management, maintenance management, asset management
and international finance, total quality management, project
205
management, simulation dan material requirement planning, paling
tidak ada relevansinya sedikit dengan kedinasan saya.
Suatu ketika, saya berbincang-bincang dengan salah
seorang temen sekelasku, Greg.
Greg bertanya, "Mengapa kamu kuliah susah-susah?
Apa yang akan kamu dapatkan setelah ini?”.
Jawab saya, “Tidak tahu. Terserah nanti bagaimana
senior menempatkan saya”.
"Lho kok gitu?", sahutnya, "Kalau saya, setelah ini gaji
saya akan naik menjadi
39,000 A$ per tahun."
Dari perspektif
MSDM, terdapat beberapa
hal yang dapat dijadikan
perhatian dalam penggalan
cerita di atas, khususnya
bagi para pengawak
organisasi yang
berkecimpung di MSDM.
Pertama, kursus bahasa
Inggris “EAP” adalah
bridging course untuk
membekali siapa saja yang
hendak melaksanakan
kuliah di perguruan tinggi.
Materinya didesain seperti
pelaksanaan kuliah yang sebenarnya, membuat note taking
saat mendengarkan kuliah, berdiskusi, membuat essay, riset
menggunakan internet dan juga belajar bagaimana
mempresentasikan ide/gagasan di depan kelas. Hal ini sejalan
dengan tujuan dilaksanakannya suatu kursus ataupun suatu
training untuk membekali calon mahasiswa agar siap dalam
mengikuti kuliah.
206
Kedua, aspek penentuan jurusan. Penugasan saya
untuk sekolah, seperti rekan-rekan yang lain, seakan tidak
disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Dari 26 perwira
yang diberangkatkan bersama-sama saya, jurusannya
berbeda-beda, mulai dari linguistic
hingga project management.
Jadi, pendidikan ke luar
negeri yang dilaksanakan
belum merupakan
program untuk
pemenuhan kebutuhan
spesialisasi pengawak
organisasi secara lebih
spesifik. Penugasan itu
lebih bersifat pemberian
kesempatan untuk sekedar
"belajar" kepada
personilnya, tanpa
mempermasalahkan apa
yang akan dipelajari oleh
calon siswa. Hal ini sebenarnya merupakan hal yang kontra
produktif bagi organisasi karena sebenarnya kita telah
menyia-nyiakan waktu dan tenaga dengan menghamburkan
SDM untuk kegiatan yang tidak tepat sasaran. Memang, kalau
kita mengacu kepada ajaran agama, menuntut ilmu itu apa
saja diperbolehkan dan kapanpun harus diupayakan, mulai
dari ayunan hingga ke liang lahat. Namun demikian, tentu
akan lebih bijaksana bila ilmu-ilmu pengetahuan/ketrampilan
yang dipelajari atau yang ditugaskan kepada personel yang
akan belajar adalah subyek yang benar-benar akan bisa
dimanfaatkan oleh organisasi.
207
D. Catatan ke 3 : Freetown, Sierra Leone
Kalau Anda pernah nonton film “Black diamond”, maka
lokasi
pengambilan
gambar untuk
film itu adalah di
Freetown, sebuah
kota di Sierra
Leone, Afrika
Barat. Di kota inilah
penugasan pertama saya di misi
perdamaian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebagai Miltary
Observer (MILOBS). Untuk menuju ke kota ini saya harus
terbang terlebih dahulu ke Heathrow, sebuah Bandara di
London, dilanjutkan jalan darat menuju Gatwick, juga sebuah
Bandara di London, lalu kemudian melanjutkan penerbangan
ke Ghana. Setibanya di Ghana, saya harus bermalam sebelum
melanjutkan perjalanan keesokan harinya ke Sierra Leone.
Dari Bandara Lungi, di Sierra Leone, saya menuju Freetown
menggunakan
helikopter.
Sebuah
perjalanan yang cukup
panjang, melelahkan
dan menakjubkan.
Panjang karena
perjalanan itu melalui
Jakarta –Singapura -
Inggris – Ghana dan
akhirnya Sierra Leone.
Suatu hal yang tentunya
sangat melelahkan.
Menakjubkan karena
208
begitu naik helicopter, pemandangan yang ada di jalan-jalan
itu persis seperti adegan film perang di bioskop layar lebar.
Banyak road block yang dijaga oleh serdadu bersenjata,
ditambah suasananya saat itu adalah hujan gerimis dan begitu
mendarat yang ada hanya kebingungan mulai dari mencari
akomodasi dan tugas yang akan dikerjakanpun belum jelas
karena saat itu misi UNAMSIL (United Nation Mission in Sierra
Leone) baru dimulai.
Pada periode pertama, saya ditempatkan di Hasting
team sebagai perwira DDR (Disarmament, Dimobilization and
Reintegration) yang bertugas mengorganisir proses perlucutan
senjata atau disarmaming para kombatan atau pihak yang
bersenjata. Dua tugas yang berkesan adalah ketika saya dan
seorang rekan saya harus menjemput Brigadir Mani di Kaidu
dengan asistensi seorang L.O Batalyon Ghana menggunakan
helikopter PAE dan yang kedua, bersama team leader (Ltk
Zamir Serkoulov) menerima beberapa kombatan cilik atau
child combatant di markas Brigadir 55 dengan kawalan APC.
Pada peride kedua, saya ditugaskan di Daru Team
sebagai operation officer. Daerah yang sangat jauh dari
Freetown dan sangat dekat dengan markas faksi yang bertikai.
Makanya tidak heran jika pada tanggal 2 mei 2000 rekan-rekan
MILOBS dari Kailahun tim disandera oleh tentaranya Foday
Sankoh, yang akhirnya bisa dibebaskan dengan Operasi
Khukri oleh tentara Inggris dan India. Dari kedua periode
penempatan itu, yang menakutkan adalah kombatan karena
mereka kebanyakan dalam keadaan mabuk dan yang paling
menakutkan adalah penyakit malaria dan lazza fever, dimana
personel yang terjangkit penyakit ini, pagi terkena penyakit
itu maka sorenya akan mati.
209
Dalam prespektif MSDM, penugasan ke misi ini minim
bekal. Seharusnya mereka mendapatkan pre deployment
training terlebih dahulu. Dalam penugasan ini kami tidak
mendapatkan pembekalan yang memadai tentang daerah
tujuan. Hal itu disadari karena saat itu
belum ada Peace
Keeping
Center
seperti
sekarang ini
yang telah
dimiliki TNI
di Sentul.
Pengiriman
personel ke
medan seperti
ini harus
dibekali
pengetahuan
yang memadai
tentang daerah
tujuan dan
berbagai kendala yang akan
dihadapi oleh personel yang akan ditugaskan.
Pengetahuan tentang geografi, demografi dan ipoleksosbud
mutlak diperlukan agar kita dapat melaksanakan tugas
dengan baik. Ini merupakan pembelajaran bagi kita, agar di
kemudian hari pengiriman perwira ke misi PBB mutlak
diberikan pembekalan yang memadai agar personil siap lahir
batin.
210
E. Catatan ke 4 : Bangkok, Thailand
Siapa yang mengira atau memprediksi akan terjadi
tsunami sedahsyat yang terjadi di Aceh 26 Desember 2004?
Karena bencana ini juga, saya berdua dengan Letkol I Wayan
Deli (Alm) ditugaskan menjadi liason officer atau L.O untuk
Letnan Jenderal Marinir Blackman di markas “Joint Task
Forces” JTF-536
Utapao,
Bangkok,
Thailand.
Tugas
sehari-hari
kami adalah
meng-update
Komandan
JTF-536
tentang apa-
apa yang telah dilaksanakan oleh pemeritah Indonesia dalam
hal ini BNPB dan Satgas BNPB serta organ-organ dibawahnya
dalam menangani tsunami di Aceh dan memberikan
saran tindak tentang operasi-operasi yang akan dilaksanakan,
211
seperti mengantarkan logistic di bandara maupun kordinasi
tentang kunjungan
pejabat RI yang
akan on board di
kapal induk USS
Lincoln. Tugas ini
sangat mendadak
sehingga terkesan
terjun bebas, kami
pun berupaya
menjalin kontak dengan Lanud Banda Aceh dan Sabang agar
semua bantuan yang akan dideliver dapat sampai tujuan
sesuai jadual. Begitu juga saat team JTF melakukan quick
assessment kebutuhan logistik. Tim ini merujuk kepada SOP-
MPAT yang merupakah hasil design bersama negara-negara
di Asia Pasific. JTF-536 berubah nama menjadi “ Combined
Support Forces” CSF-536.
Dari cerita singkat dia atas dapat diambil pelajaran
bahwa penugasan apapun, personel yang ditugasi harus
diberi pembekalan secukupnya sehingga personel tersebut
mengetahui dengan jelas tugas yang harus diembannya,
sehingga tugas tersebut akan dapat dilaksanakan dengan baik.
F. Catatan ke 5: Kharthoum, Sudan
Saya beserta 3
rekan lainnya mendapat
tugas untuk menjadi
MILOBS di UNMIS
(United Nation Mission in
Sudan). Mandat PBB di
Sudan kali ini adalah
untuk mengawal “Comprehensive Peace Agreement” yaitu
212
perjanjian antara pemerintah Sudan pusat dengan SPLA (
Sudanesse People Liberation Army ). Untungnya pada misi ini
kita dibekali deployment
training selama 2 minggu di
Nairobi.
Pembekalan tersebut
sangat terorganisir dengan
baik, dengan tenaga
pengajar yang telah
berpengalaman di berbagai
misi perdamaian di dunia.
Materi yang diajarkan pun sangat
lengkap mulai dari budaya Sudan, bernegosiasi, pembekalan
tentang peranjauan, dan juga tentang fihak-fihak
yang
bertikai.
Pada
penugasan
ini, periode
pertama saya
sebagai
deputi team
leader dan
merangkap
personel
officer di Kauda team, southern
Kordofan dimana markas SPLA
berada. Dan pada periode kedua
saya berdinas di Kassala sebagai team leader.
Dalam prespektif MSDM penugasan di Sudan jauh
lebih siap daripada tugas MILOBs terdahulu, hal ini tidak lain
karena tahap persiapannya lebih matang daripada tugas
213
G. Catatan ke 6: Beijing, China
Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China.
Kalimat di atas adalah sebuah hadist yang walaupun
oleh beberapa ulama Islam dipertentangkan kesahihannya,
namun dari
pandangan penulis
tidaklah berlebihan
jika sekitar 1400
tahun yang lalu Nabi
Muhammad SAW
menghimbau
umatnya untuk
menuntut ilmu
walau ke China. Bebarapa alasan
yang dapat dijadikan pemikiran adalah, pertama, China
merupakan negara yang mempunyai perjalanan sejarah
kehidupan manusia yang amat panjang. Bukankah kita
dihimbau untuk tidak melupakan sejarah, yang artinya kita
harus banyak belajar dari sejarah peradaban umat manusia
untuk kita ambil hikmah dari kejadian-kejadian masa lalu.
Kedua, China juga melahirkan ahli strategi perang
bernama Sun Zi (biasa oleh orang asing ditulis Sun Tsu) yang
sangat terkenal di dunia. Pemikiran ahli strategi klasik China
ini dipakai oleh berbagai kalangan baik praktisi militer
ataupun pebisnis. Oleh sebab itu, mendalaminya dari negeri
sumbernya merupakan hal bagus untuk memahaminya.
214
Ketiga, China juga dianggap sebagai negeri di mana
beberapa hal ditemukan di sana. Beberapa di antaranya,
kertas pertama di dunia, teknik percetakan, bahan amunisi,
kompas dan lain-lain.
Dengan penemuan-
penemuan tersebut,
lahir ilmu-ilmu
lainnya serta
menggugah adanya
inovasi penemuan
baru yg bermanfaat
bagi manusia.
Keempat, China juga merupakan Negara yang
memiliki penduduk yang terbesar di dunia. Coba bayangkan
dengan 1,339 milyar manusia yang menghuni daratan China
berapa juta liter air minum yg dibutuhkan jika per orang per
hari? Jika setiap orang membutuhkan 8 liter saja maka
dibutuhkan 10,7 milyar liter air untuk minum. Itu baru
urusan penyediaan air minum. Bagaimana dengan kebutuhan
pokok lainnya
seperti penyediaan
makan, sandang
dan papan serta
fasilitas lainnya.
Jelaslah semua itu
bukan pekerjaan
yang mudah.
Berdasarkan itu,
adalah tidak
berlebihan bila kita
perlu menengok ke
215
China untuk mempelajari bagaimana mereka mengelola hal-
hal tersebut. Tentu kita hanya perlu mempelajari hal-hal yang
baik saja.
Seperti diketahui bersama bahwa reformasi negara
Republik Rakyat China (RRC) dilaksanakan sejak tahun 1978
telah menghasilkan kemajuan di segala bidang. Data statistik
menunjukkan bahwa selama 30 tahun pertumbuhan ekonomi
RRC merupakan tercepat di dunia dan dapat meningkatkan
standar kehidupan rakyatnya secara signifikan. Capaian
tersebut perlu kiranya layak dijadikan pelajaran atau minimal
bahan studi banding. Di samping prestasi gemilang yang
selama ini diraih tentulah ada banyak tantangan tantangan
yang harus dihadapi oleh pemerintah RRC baik dalam sekala
nasional maupun internasional untuk menjamin
terselenggaranya kesinambungan pembangunan RRC di masa
mendatang dikaitkan dangan perkembangan lingkungan
strategis baik nasional, regional dan global.
Oleh-oleh belajar dari CDS NDU CPLA, pada modul
persiapan
siswa diajari
tentang
pelajaran
bahasa
Mandarin
dan computer
network di
CDS. Pada modul dasar siswa diajari China studies, War History
and Military Thought, Science of Leadership and Strategic
Management. Pada modul utama siswa dibekali International
security, National Security Strategy, Development of National
Defense and Army Building,Military strategy dan Employmet of
Military Forces. Sedangkan pada modul praktis komprehensif
siswa diajak mengikuti kegiatan Academic visit and study tour
216
ke berbagai kota-kota yang terkenal di China, International
security Symposium, dan latihan peran pada Comprehensive
Scenario.
H. Penutup
Demikian sekilas cerita perjalanan hidup saya semoga
ada kebaikan yang dapat diambil darinya, sesuai dengan
pepatah China, “san ren xing bi you woshi” yang artinya "di
antara tiga, pasti ada satu yang dapat dijadikan guru".
Penerbit: UUNHAN PressUNIVERSITAS PERTAHANANKawasan IPSC, Sentul, Bogor, Jawa BaratTelp: 021-87951555 Fax: 021-87953757Website: www.idu.ac.id