Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

19
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus PENDAHULUAN Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas. Pada anak kebanyakan kasus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS), paling sering infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A dan menyerang anak pada masa awal usia sekolah (6-12 tahun), jarang dibawah usia 2 tahun dan 10% dapat terjadi pada dewasa. Glomerolunefritis ini biasanya didahului oleh infeksi saluran napas satu hingga dua minggu sebelumnya atau infeksi kulit dua hingga empat minggu sebelumnya. Manifestasi klinis yang paling sering dari GNAPS berupa sindrom nefritik akut, manifestasi klinis lainnya dapat berupa sindrom nefrotik, atau glomerulonefritis progresif cepat. Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik lebih banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakit infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai. Di Indonesia dan Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada golongan sosial ekonomi rendah, masing – masing 68,9% dan 66,9%. 1

description

GNAPS

Transcript of Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

Page 1: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

PENDAHULUAN

Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas. Pada anak kebanyakan kasus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS), paling sering infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A dan menyerang anak pada masa awal usia sekolah (6-12 tahun), jarang dibawah usia 2 tahun dan 10% dapat terjadi pada dewasa. Glomerolunefritis ini biasanya didahului oleh infeksi saluran napas satu hingga dua minggu sebelumnya atau infeksi kulit dua hingga empat minggu sebelumnya. Manifestasi klinis yang paling sering dari GNAPS berupa sindrom nefritik akut, manifestasi klinis lainnya dapat berupa sindrom nefrotik, atau glomerulonefritis progresif cepat.

Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik lebih banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakit infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai. Di Indonesia dan Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada golongan sosial ekonomi rendah, masing – masing 68,9% dan 66,9%.

SKENARIO

Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun baru kembali dari liburan di daerah pedesaan bersama dengan neneknya. Menurut neneknya, anak tesebut selama berada disana bermain dengan kotor sekali. Dua minggu yang lalu, anak tersebut mengalami infeksi pada luka bekas gigitan nyamuk di daerah leher dan dagu dimana luka hanya diolesi salep herbal. Ibunya membawa anak tersebut ke klinik anda dengan keluhan buang air kecil berwarna gelap, 

1

Page 2: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

bengkak di kedua mata dan nafas pendek. Pada pemeriksaan awal didapati hipertensi, edema wajah dan kedua tungkai. 

ANAMNESIS

Anamnesis pada orang dewasa pada dasarnya sama seperti orang dengan pasien dewasa. Anamnesis yang dilakukan adalah alloanamnesis, pertanyaan-pertanyaan seputar keluhan dapat ditanyakan pada orang tua. Dimulai dari idensitas diri pasien, kemudian keluhan yang dikeluhkan pasien. Dalam kasus ini keluhan utama yang dikeluhkan pasien adalah buang air kecil berwarna gelap, bengkak di kedua mata, dan nafas pendek. Tanyakan sudah sejak kapan ?

Kemudian tanyakan tentang riwayat penyakit sekarang, misalnnya berapa kali pasien berkemih dalam sehari? Berapa banyak urin yang dikeluarkan? Apakah ada nyeri pada saat berkemih? Apakah urin pasien ada darah atau tidak? Apakah pasien merasa lemas ? Ada nyeri pinggang atau tidak ? Apakah pasien merasa demam ? Apakah pasien merasa sakit kepala ? Ada atau tidak bengkak pada kaki atau pada wajah ? ada sesak nafas atau tidak ?

Kemudian tanyakan tentang riwayat penyakit dahulu, misalnya apakah pasien dulu pernah mendapat perawatan di rumah sakit ? pasien memiliki alergi obat atau tidak ? bagaimana riwayat imunisasinya apakah sudah lengkap atau belum ? dan riwayat penyakit keluarga, misalnya apakah pada keluarga menderita penyakit yang sama ? apakah pada keluarga ada yang mederita batu ginjal ?

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum 

Pada keadaan umum yang dilihat adalah kondisi pasien saat datang pada dokter, mulai dari compos mentis: kesadaran penuh. Apatis: kesadaran dimana pasien terlihat mengantuk tetapi mudah di bangunkan dan reaksi penglihatan, pendengaran, serta perabaan normal. Somnolent: kesadaran dapat dibangunkan bila dirangsang, dapat disuruh dan menjawab pertanyaan. Bila rangsangan berhenti pasien tidur lagi. Sopor: kesadaran yang dapat dibangunkan dengan rangsangan kasar dan terus menerus. Coma: Tidak ada reflek motoris sekalipun dengan rangsangan nyeri.

Tanda-Tanda Vital

Suhu, untuk ada peningkatan atau penurunana suhu. Frekuensi nadi. Frekuensi nafas dan tekanan darah. Pada pasien dengan kasus di atas pasien tidak ada demam, frekuensi nadi  cepat, frekuensi nafasnya nafas pendek. Tekanan darah, adanya hipertensi. 

2

Page 3: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

Inspeksi 

Pada inspeksi yang dapat dilihat adalah mulai dari bagian wajah ada anemia atau tidak dapat dilihat pada bagian mata, kemudian ada bengkak atau tidak pada bagian wajah, bagian mulut yang perlu dilihat adalah ada luka atau rasa sakit pada sekitar bibir, ditensi abdomen. Pada anak kecil normal jika ada gemuk disekitar perutnya. Ibunya akan dapat menyatakan apakah perutnya mengalami pembengkakan atau tidak. Pada bagian ektermitas bawah dapat dilihat ada atau tidaknya edema pada tungkai.Dalam kasus diatas ditemukan pasien dengan edem pada tungkai dan wajah. 

Palpasi

Pada palpasi banyak dapat dilakukan seperti palpasi hernia, hepatomegali, splenomegali, pembengkakan renal, asites. Tetapi dalam kasus ini yang perlu di palpasi adalah pembengkakan renal dan asites. Pada pembengkakan renal dilakukan secara bimanual. Normal tidak teraba.

Perkusi 

Perkusi ginjal yaitu denga perkusi CVA untuk mengetahui ada nyeri atau tidak. Pada penyakit ginjal dengan infeksi pada bagian atas terdapat nyeri pada pinggang maka CVA +. Pada papasi asites, lakukan pemerikasaan shifting dullness. Jika ada asites : saat anak dalam posisi berbaring, abdomen beresonansi di sekitar umbilikus dan pekak di panggul. Gulingkan anak sehingga satu sisinya berada diatas. Sisi atas yang redup sekarang menjadi resonan dan daerah umbilikal menjadi pekak.

Auskultasi 

Auskultasi dilakukan pada abdomen biasanya untuk mendengarkan bising usus. Dalam pemeriksaan untuk urogenital tidak ada kelainan pada abdomen. Dapat dilakukan auskultasi pada thorax. Apabila terjadi komplikasi pada paru atau komplikasi ke jantung. 

PEMERIKSAAN PENUNJANG

I. Urina. Proteinuria

Secara kualitatif proteinuria berkisar antara negatif sampai dengan ++, jarang terjadi sampai dengan +++. Bila terdapat proteinuria +++ harus dipertimbangkan adanya gejala sindrom nefrotik atau hematuria makroskopik. Secara kuantitatif proteinuria biasanya kurang

3

Page 4: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

dari 2 gram/m2 LPB/24 jam, tetapi pada keadaan tertentu dapat melebihi 2 gram/m2 LPB/24 jam. Hilangnya proteinuria tidak selalu bersamaan dengan hilangnya gejala-gejala klinik, sebab lamanya proteinuria bervariasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah gejala klinik menghilang. Sebagai batas 6 bulan, bila lebih dari 6 bulan masih terdapat proteinuria disebut proteinuria menetap yang menunjukkan kemungkinan suatu glomerulonefritis kronik yang memerlukan biopsi ginjal untuk membuktikannya.

b. Hematuria Mikroskopik

Hematuria mikroskopik merupakan kelainan yang hampir selalu ada, karena itu adanya eritrosit dalam urin ini merupakan tanda yang paling penting untuk melacak lebih lanjut kemungkinan suatu glomerulonefritis. Pemeriksaan mikroskopis sedimen urin ditemukan eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas granular dan hialin (ini merupakan tanda karakteristik dari lesi glomerulus) serta mungkin juga ditemukan leukosit. Untruk pemeriksaan sedimen urin sebaiknya diperiksa urin segar pagi hari.

II. Daraha. Reaksi Serologis

Infeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi serologis terhadap produk-produk ekstraselular streptokokus, sehingga timbul antibodi yang titernya dapat diukur, seperti antistreptolisin O (ASTO), antihialuronidase (AH ase) dan antideoksiribonuklease (AD Nase-B). Titer ASTO merupakan reaksi serologis yang paling sering diperiksa, karena mudah dititrasi. Titer ini meningkat 70-80% pada GNAPS. Sedangkan kombinasi titer ASTO, AD Nase-B dan AH ase yang meninggi, hampir 100% menunjukkan adanya infeksi streptokokus sebelumnya. Kenaikan titer ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14 sesudah infeksi streptokokus dan mencapai puncaknya pada minggu ke- 3 hingga 5 dan mulai menurun pada bulan ke-2 hingga 6. Titer ASTO jelas meningkat pada GNAPS setelah infeksi saluran pernapasan oleh streptokokus. Titer ASTO bisa normal atau tidak meningkat akibat pengaruh pemberian antibiotik, kortikosteroid atau pemeriksaan dini titer ASTO. Sebaliknya titer ASTO jarang meningkat setelah piodermi. Hal ini diduga karena adanya jaringan lemak subkutan yang menghalangi pembentukan antibodi terhadap streptokokus sehingga infeksi streptokokus melalui kulit hanya sekitar 50% kasus menyebabkan titer ASTO meningkat. Di pihak lain, titer AD Nase jelas meningkat setelah infeksi melalui kulit.

b. Aktivitas Komplemen

Komplemen serum hampir selalu menurun pada GNAPS, karena turut serta berperan dalam proses antigen-antibodi sesudah terjadi infeksi streptokokus yang nefritogenik. Di antara sistem komplemen dalam tubuh, maka komplemen C3 (B1C globulin) yang paling sering diperiksa kadarnya karena cara pengukurannya mudah. Beberapa penulis melaporkan

4

Page 5: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

80-92% kasus GNAPS dengan kadar C3 menurun. Umumnya kadar C3 mulai menurun selama fase akut atau dalam minggu pertama perjalanan penyakit, kemudian menjadi normal sesudah 4-8 minggu timbulnya gejala-gejala penyakit. Bila sesudah 8 minggu kadar komplemen C3 ini masih rendah, maka hal ini menunjukkan suatu proses kronik yang dapat dijumpai pada glomerulonefritis membrano proliferatif atau nefritis lupus.

c. Laju Endap Darah

LED umumnya meninggi pada fase akut dan menurun setelah gejala klinik menghilang. Walaupun demikian LED tidak dapat digunakan sebagai parameter kesembuhan GNAPS, karena terdapat kasus GNAPS dengan LED tetap tinggi walaupun gejala klinik sudah menghilang.

DIAGNOSIS KERJA

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, diagnosi kerja dari kasus yang diberikan adalah Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS). GNAPS adalah suatu bentuk peradangan glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan proliferasi dan Inflamasi glomeruli yang didahului oleh infeksi group A β-hemolytic streptococci (GABHS) dan ditandai dengan gejala nefritik seperti hematuria, edema, hipertensi, oliguria yang terjadi secara akut.

DIAGNOSIS BANDING

Sindrom Nefrotik

Sindroma nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri oleh glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria massif, hipoalbuminemia, edema, dan hiperlipidemia. Yang dimaksud dengan proteinuria massif adalah apabila di dapatkan kadar proteinuria lebih dari 50mg/kgBB/24 jam, dan kadar albumin darah akan turun hingga kurang dari 2,5gr/100ml.

Manifestasi klinis yang menyertai sindrom nefrotik menurut Ngatisyah, 2005 antara lain :

a) Proteinuriab) Edema

Biasanya edema dapat bervariasi dari bentuk ringan sanmpai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting) dan umumnya ditemukan di sekitar mata (preorbital) dan berlanjut ke abdomen, daerah genitalia dan ekstremitas bawah.

5

Page 6: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

c) Penurunan jumlah urin, urin berwarna gelap, dan berbusad) Hematuriae) Anoreksiaf) Diareg) Pucath) Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang).

EPIDEMIOLOGI

GNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Biasanya kasus terjadi pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan. Risiko terjadinya nefritis 5% dari infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A yang menyerang tenggorokan sampai 25% yang menyerang kulit (pioderma), sedangkan tanpa melihat tempat infeksi risiko terjadinya nefritis 10-15%. Penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi melalui ISPA terdapat pada 45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar 31,6%. Rasio terjadinya GNAPS pada pria dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama menyerang kelompok usia sekolah 6-15 tahun, pada anak dibawah 2 tahun kejadiannya kurang dari 5%. Kejadian glomerulonefritis pasca streptokokus sudah mulai menurun pada negara maju, namun masih terus berlanjut pada negara berkembang, penurunan kejadian GNAPS berkaitan banyak faktor diantaranya penanganan infeksi streptokokus lebih awal dan lebih mudah oleh pelayanan kesehatan yang kompeten. Di beberapa negara berkembang, glomerulonefritis pasca streptokokus tetap menjadi bentuk sindroma nefritik yang paling sering ditemui.

ETIOLOGI

Sebagian besar (75%) GNAPS timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, dan 49. Sedang kan tipe 2, 49, 55, 56, dan 60 menyebabkan infeksi kulit. 8 sampai 14 hari setelah infeksi streptokokus akan timbuk gejala-gejala klinis. Infeksi kuman Streptokokus beta hemolitikus ini memounyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut pasca streptokokus sebesar 10-15%.

Streptokokus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 denganalasan bahwa :

1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina

2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A

3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.

6

Page 7: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

PATOFISIOLOGI

Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.

Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplemen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus. 

Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal. Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan 

7

Page 8: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Kompleks juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain. 

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misalnya antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.

MANIFESTASI KLINIS

GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada usia di bawah 2 tahun. GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3 minggu pada pioderma. Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik sporadik maupun epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuria mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.

GNAPS simtomatik

I. Periode laten

8

Page 9: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu, periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini berlangsung kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain, seperti eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schöenlein atau Benign recurrent haematuria.

II. Edema

Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul di daerah perut (asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik.

Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah melakukan kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi. Kadang-kadang terjadi edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan. Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang tertekan masuk ke jaringan interstisial yang dalam waktu singkat akan kembali ke kedudukan semula.

III. Hematuria

Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS,4,5 sedangkan hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%, sedangkan hematuria mikroskopik berkisar 84-100%.

Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya glomerulonefritis kronik.

9

Page 10: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

IV. Hipertensi

Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal kembali.

V. Oliguria

Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.

VI. Gejala Kardiovaskular

Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik bendungan tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.

VII. Gejala-gejala Lain

Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia. Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat hematuria makroskopik yang berlangsung lama.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering dijumpai adalah :

10

Page 11: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

I. Ensefalopati hipertensi (EH)

EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun dapat melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan memberikan nifedipin (0,25 – 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak dengan kesadaran menurun. Bila tekanan darah belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali. Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Bila tekanan darah telah turun sampai 25%, seterusnya ditambahkan kaptopril (0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga normal.

II. Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI)

Pengobatan konservatif :

A. Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan memberikan kalori secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hari

B. Mengatur elektrolit :

1. Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik 3%.

2. Bila terjadi hipokalemia diberikan :a) Calcium Gluconas 10% 0,5 ml/kgbb/harib) NaHCO3 7,5% 3 ml/kgbb/haric) K+ exchange resin 1 g/kgbb/harid) Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5 g/kgbb

III. Edema paru

Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka sebagai bronkopneumoni.

PENATALAKSANAAN

I. Istirahat

Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan-bulan dengan alasan proteinuria dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif, penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempat tidur menyebabkan

11

Page 12: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

anak tidak dapat bermain dan jauh dari teman-temannya, sehingga dapat memberikan beban psikologik.

II. Diet

Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).

III. Antibiotik

Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang terlalu lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.

IV. Hipertensi

Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi) dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat digabung dengan furosemid (1 – 3 mg/kgbb).

PROGNOSIS

12

Page 13: Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun sangat jarang, GNAPS

dapat kambuh kembali. Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala laboratorik terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinik maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10%

kasus menjadi glomerulonefritis kronik. Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury), edema paru akut atau ensefalopati hipertensi.

KESIMPULAN

Glomerulonefritis akut pasca streptokokus adalah sebuah penyakit yang bukan karna infeksi. Melainkan karna inflamasi yang terjadi akibat infeksi dari streaptokokus. Awalnya pasien menderita infeksi streptokokus lewat kulit atau mulut. Penyakit ini belum diketahui patogenesisnya dengan jelas. Untuk penatalaksaanannya pasien diberikan diet cairan dan garam kemudian antibiotik, diuretik untuk edem dan antihipertensi.

13