GLOBALISASI, Antara Realitas Dan Mitos

download GLOBALISASI, Antara Realitas Dan Mitos

of 4

Transcript of GLOBALISASI, Antara Realitas Dan Mitos

GLOBALISASI

GLOBALISASIAntara realitas dan mitos

MITOS 1: Demokrasi dan kapitalisme berjalan seiring

REALITAS: Demokrasi dan ekonomi pasar yang sehat memang merupakan cita-cita ba gus karena merupakan basis bagi berkembangnya masyarakat yang mampu mengorganisasikan diri dan memperlakukan anggotanya secarasetara.

Tapi, kapitalisme adalah pembunuh maut bagi keduanya. Kapitalisme menciptakan ilusi di dalam pikiran mereka yang berkuasa bahwa ideology ini merupakan mesin kemakmuran, sementara faktanya merupakan mesin perusak dan pencipta ketimpangan. Dalam definisi, desain dan praktek, kapitalisme adalah sistem yang akan mengkonsentrasikan kekuasaan ekonomi ke tangan segelintir orang dan mengesempingkan banyak orang, artinya: tidak demokratis.

MITOS 2: Globalisasi akan mengakhiri kemiskinan

REALITAS: Globalisasi ekonomi menciptakan kemakmuran, tapi hanya untuksegelintir elit yang diuntungkan oleh konsolidasi kapital, merger,teknologi skala global, dan aktivitas finansial seperti bursa sahamdan bursa uang. Pasang naik perdagangan bebas dan globalisasisemestinya "mengangkat semua kapal" dan mengakhiri kemiskinan. Tapi,dalam setengah abad setelah diperkenalkan, lebih banyak kemiskinan didunia ketimbang sebelumnya, dan situasinya terus memburuk.

MITOS 3: Globalisasi akan mengakhiri kelaparan dunia

REALITAS: Globalisasi pertanian telah gagal dalam mengatasi krisiskelaparan di dunia. Pada kenyataannya, justru telah memperburukkrisis. Selama dua dasawarsa terakhir, jumlah pangan di dunia terusmeningkat, namun meningkat pula jumlah kelaparan. Sebuah studi PBBbelum lama ini menunjukkan bahwa dunia sebenarnya cukup akan pangan.Problemnya ada dalam distribusi yang tak merata. Globalisasi produksipangan telah meminggirkan petani kecil dari tanahnya dan menggantinyadengan industri pertanian kimiawi yang padat mesin. Globalisasiproduksi pangan memproduksi pangan yang salah dalam suatu proses yangmembuat jutaan petani kehilangan tanah, tak punya rumah, miskin uang,dan bahkan tak bisa memberi makan sendiri.

MITOS 4: Globalisasi baik untuk lingkungan

REALITAS: Globalisasi secara inheren bersifat merusak alam karenamenuntut produk dan jasa bergerak ribuan kilometer keliling dunia,melonjakkan ongkos lingkungan yang demikian mahal dalam bentuk polusiuadara dan air, peningkatan konsumsi energi, dan penggunaan bahankemasan serta pengawet kimiawi yang tak terurai. Kemakmuran yangdiperoleh dari perdagangan dunia sangat sedikit yang dibelanjakanuntuk program perbaikan lingkungan. IMF dan Bank Dunia justru praktismemastikan perusakan lingkungan.

MITOS 5: Globalisasi ekonomi tidak bisa dihindari

REALITAS: Para pendukung globalisasi ekonomi cenderung melukiskanglobalisasi sebagai proses yang tak terhindarkan, atau merupakan muaralogis dari seluruh benturan gaya ekonomi dan teknologi yang berjalanselama berabad-abad. Mereka melihat globalisasi sebagai hukum alam.

Tapi, globalisasi ekonomi bukanlah evolusi yang natural.Lembaga-lembaga dunia seperti IMF, Bank Dunia, GATT, NAFTA dan WTOmenempatkan nilai ekonomi di atas nilai-nilai lainnya, serta menindaskemampuan tiap negara untuk melindungi lingkungan, buruh, dankonsumen. Globalisasi semacam itu bahkan cenderung menolak kedaulatanserta demokrasi sebuah negeri jika negeri itu nampak merintangi"perdagangan bebas". Tapi, tak satupun dari itu tak bisa dihindari.Menyebut globalisasi sebagai tak terhindarkan adalah upayamenghipnotis orang untuk meyakini bahwa tak ada yang bisa dilakukanuntuk mencegah globalisasi, sehingga menciptakan sikap pasrah dan pasif.

Inti Pandangan Neoliberalisme

PASAR YANG BERKUASAMempreteli peran dan kewajiban pemerintah, serta membebaskanperusahaan "swasta" dari setiap ikatan yang dikenakan oleh pemerintahtak peduli seberapa besar kerusakan sosial yang bisa disebabkannya.

PANGKAS ANGGARAN PUBLIK UNTUK LAYANAN SOSIALKurangi anggaran sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan air bersih,semua itu atas nama pengurangan peran negara.

DEREGULASIMemangkas hukum dan aturan yang bisa mengurangi penciptaan laba,termasuk ukuran-ukuran untuk melindungi hak buruh dan pelestarianlingkungan hidup.

PRIVATISASIMenjual perusahaan, barang dan layanan milik negara kepada investorswasta. Walaupun dilakukan atas nama efisiensi yang lebih besar, yangseringkali memang dibutuhkan, privatisasi mengkonsentrasikankemakmuran kepada segelintir tangan dan membuat rakyat miskin tak bisamendapatkan barang serta layanan yang mahal.

MENGENYAHKAN KONSEP "THE PUBLIC GOOD" (Kemaslahatan Bersama)Mengurangi tanggungjawab bersama dan menggantikannya dengan "kewajibanindividu". Membiarkan kaum termiskin untuk menemukan solusi sendiriatas mahalnya layanan kesehatan, pendidikan dan keamanan sosial sertamenyebut mereka "malas" jika mereka gagal.

.

Nasib Suku Rimba merupakan satu contoh nyata dari dampak burukglobalisasi (investasi).

Pengusaha asing, khususnya Malaysia, banyak menanam modal padaperkebunan sawit di Sumatra, yang menyusutkan hutan, mengurangikeragaman (monokultur) , dan merusak kesuburan tanah dalam jangkapanjang. Ini semua membuat problem kemiskinan yang sudah ada menjadimakin parah, khususnya bagi petani atau perambah hutan seperti OrangRimba.

Problem kemisknan merupakan tanggungjawab pemerintah untukmengatasinya. Tapi, selalu ada dalih pemerintah tak punya uang, danmemanggil atau memberi fasilitas kepada investor asing (atau investorJakarta) untuk menanm modal dengan harapan memacu pertumbuhan ekonomiyang bisa mentes ke bawah.

Alih-alih membuat diri lebih efisien, menghapus korupsi, danmemikirkan strategi jangka panjang, para birokrat pemerintahancenderung memilih mendapat modal secara cepat (dan berharap cipratancepat uang lewat praktek kolusi pengausa-pengusaha) , denganmengabaikan nasib orang-orang miskin seperti Orang Rimba.

Manfaat atau besarnya penetesan ekonomi ke bawah (trickle down effect)dari investasi asing sudah lama diragukan di kalangan ekonom danpengamat sosial. [Lihat kemiskinan di daerah-daerah tambang seperti Freeport].

Harga yang dibayar masyarakat bawah justru sering menjadi sangatmahal, yang membuat mereka makin terbenam dalam lingkaran setankemiskinan.

Investor Malaysia tahu, di samping tak ada lagi lahan di negerinya,perkebunan sawit merusak ekosistem, dan karenanya menghabisi sumberpenghidupan, dalam jangka panjang.

Mereka senang bisa "mengekspor" kerusakan berkat globalisasi dankesediaan Indonesia menerimanya. Mereka menangguk keuntungan jangkapendek. Karena investor sering dipandang "raja", mereka memperoleh perlakuan istimewa, termasuk jika mereka merusak hutan atau menggunakan teknik membakar hutan untuk membuka hutan, yang bisa menyebabkan bencana lebih tragis lagi.

Deregulasi investasi diranfang antara lain untuk melonggarkan antara lain standar pengamanan lingkungan, tanggungjawab investor/pengusaha terhadap dampak dari operasi bisnisnya. [Lihat pula kasus Lapindo]

Sementara investor menangguk untung cepat, ongkos mahal yang sedang dan akan dibayar oleh orang miskin seperti Orang Rimba, secara jangka panjang.

Kapitalisme global, dan globalisasi kapitalisme, tak hanya merusakalam dan hutan; tapi juga masyarakatnya.

Globalisasi kapitalisme memungkinkan investor asing mengambil untuk tanpa bertanggungjawab atas kualitas lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat setempat. penjarahan yang dilegalkan atan nama liberalisasi ekonomi. Kolonialisme dalam bentuk baru.