Glaukoma akut Nay
-
Upload
hernita-ferliyani -
Category
Documents
-
view
120 -
download
17
Transcript of Glaukoma akut Nay
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan referat yang
berjudul “Glaukoma Primer Akut Sudut Tertutup” sebagai salah satu syarat
untuk mengikuti ujian di kepaniteraan klinik ilmu penyakit mata di Rumah Sakit
Angkatan Laut Mintoharjo.
Terwujudnya referat ini adalah berkat bantuan dan dorongan berbagai
pihak. Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih
sebesar-besarnya kepada pembimbing saya dr. B. Renaldi, Sp.M yang telah
banyak memberikan masukan dan meluangkan waktu untuk membimbing saya.
Terima kasih kepada keluarga atas doa dan dukungannya serta teman-teman
seperjuangan yang sedang menjalani kepaniteraan klinik ilmu penyakit mata
Rumah Sakit Angkatan Laut Mintoharjo.
Penulisan referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
saya mengharapkan kritik dan saran, sehingga penulisan ini dapat lebih baik
sesuai dengan hasil yang diharapkan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
proses pembelajaran di kepaniteraan klinik ilmu penyakit mata.
1
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………... 1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………. 2
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………......... 3
BAB II DINAMIKA AKUOS HUMOR…………………………………………... 5
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI ………………………………......…….. 5
BAB III GLAUKOMA AKUT …………………….........……………………........11
A. DEFINISI……………………………........……………………………..11
B. INSIDENSI…………………....……...………………………………… 11
C. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI……………..…………11
D. PATOFISIOLOGI…………………………………………….......……..13
E. GAMBARAN KLINIS…………………………………………..………15
F. DIGANOSA BANDING……………………………………….………. 21
BAB IV PENATALAKSANAAN………………………………………..……….. 22
A. TERAPI MEDIKAMENTOSA……………………………………........ 22
B. TINDAKAN OPERATIF……………………………………....………. 25
BAB V KOMPLIKASI……………………………………………….………….... 28
BAB VI PENCEGAHAN…………………………………………………………..29
BAB VII PROGNOSIS…………………………………………….....…………… 30
BAB VIII KESIMPULAN……………………………………….………………... 31
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………32
2
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.1 Hampir 80.000
penduduk Amerika Serikat buta akibat glaukoma sehingga penyakit ini menjadi
penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat
diperkirakan terdapat 2 juta pengidap glaukoma. Di Indonesia, insiden ini mencapai
0,4 - 1,6% pada berbagai bagian wilayah Indonesia. Glaukoma primer sudut tertutup
paling sering ditemukan dan sebagian besar pasien datang dengan keluhan akut.
Glaukoma primer akut sudut tertutup 5-15% kasus sering ditemukan pada orang
Kaukasus. Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia terutama diantara orang Burma
dan Vietnam di Asia Tenggara. Pada glaukoma primer akut sudut tertutup
penderitanya lebih didominasi oleh wanita dikarenakan mereka memiliki kamera
okuli anterior yang lebih sempit dan juga resiko yang lebih besar seiring
bertambahnya usia.2,4,5
Glaukoma menyebabkan kelainan mata yang ditandai dengan rusaknya nervus
optikus yang berfungsi untuk membawa pesan-pesan cahaya dari mata ke otak.
Kerusakan nervus optikus ini disebabkan oleh kelebihan akuous humor yang mengisi
bagian dalam bola mata. Akuos humor ini berfungsi menutrisi kornea dan lensa dan
juga mempertahankan tekanan di dalam bola mata agar bentuknya tetap terjaga
dengan baik. Tekanan yang dihasilkan tersebut disebut tekanan intraokuler. Rentang
tekanan intraokuler normal adalah 10-21 mmHg.
Glaukoma primer akut sudut tertutup terjadi pada pasien yang memiliki kamera
okuli anterior yang sempit dan menjadi tertutup karena adanya hambatan pupil
sehingga terjadi kontak antara pangkal iris dan perifer kornea. Hal ini menyebabkan
terhambatnya aliran akuos humor ke trabekular meshwok dan terjadi peningkatan
tekanan intraokuler yang mendadak.2,4,5,6,7,8,9 Glaukoma primer akut sudut tertutup ini
merupakan kedaruratan mata yang memerlukan penanganan segera untuk mencegah
kerusakan nervus optikus yang dapat menyebabkan kebutaan.
Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokuler dan apabila
mungkin memperbaiki patogenesis yang mendasarinya. Penurunan produksi aqueous
humor adalah suatu metode untuk menurunkan tekanan intraokular pada glaukoma
3
primer akut sudut tertutup ini.1,2,4,5,6,7 Juga terdapat tindakan - tindakan operatif yang
menurunkan produksi akuos humor yang biasanya digunakan setelah terapi medis
gagal.
4
BAB II
DINAMIKA AKUOS HUMOR
A. ANATOMI dan FISIOLOGI
Akuos humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior
dan kamera okuli posterior yang diproduksi oleh korpus siliaris. Akuos humor ini
menutrisi kornea dan lensa yang avaskuler. 3,4,5,6
Gambar 1. Anatomi kamera okuli anterior 4
Korpus siliaris adalah perluasan posterior iris dan berisikan otot – otot siliaris
yang berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung
anterior koroid ke pangkal iris. Ada dua lapisan epitel siliaris yaitu lapisan tanpa
pigmen disebelah dalam yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior dan
lapisan berpigmen di sebelah luar yang merupakan perluasan dari lapisan epitel
pigmen retina.5,6
Kamera okuli anterior adalah ruangan yang dibatasi oleh kornea, iris dan lensa
sedangkan kamera okuli posterior adalah celah kecil diantara iris dan lensa. Kamera
okuli anterior memiliki peranan penting dalam drainase akuos humor yang dibentuk
oleh tautan antara pangkal iris, skleral spur, trabekular meshwork dan garis Schwalbe
yang di antaranya terdapat jalinan trabekular. Lebarnya sudut kamera okuli anterior
ini berbeda tiap individu dan memain peranan penting terhadap patofisologi dari
glaukoma.
Sangat penting untuk menilai keadaan glaukoma ataupun potensi timbulnya
glaukoma pada suatu mata. Tujuan utama untuk menilai fungsi sudut, derajat
5
penutupan sudut dan resiko penutupan sudut pada masa akan datang. Keadaan –
keadaan berikut harus diperhatikan untuk menentukan besarnya sudut pada
pemeriksaan kamera okuli anterior. Dengan perkiraan bahwa sudut yang paling
sempit adalah sudut superior. 4,5,6
Gambar 2. Trabekular meshwork 4
Jalinan trabekular terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik yang
dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran
pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot
siliaris melalui insersinya kedalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di
jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase akuos humor juga meningkat. Saluran
eferen dari kanalis Schlemm menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah
kecil Akuos humor keluar dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela
sklera (aliran uveosklera). Resistensi utama terhadap aliran Akuos humor dari kamera
okuli anterior adalah lapisan endotel saluran Schlemm dan bagian-bagian jalinan
trabekular di dekatnya bukan dari sistem pengumpul vena. Tetapi tekanan di jaringan
vena episklera menentukan besar minimum tekanan intraokuler yang dicapai oleh
terapi medis.3,4,5,6
Sistem aliran drainase akuos humor, terdiri dari jalinan trabekular, kanalis
Schlemm, saluran kolektor, vena-vena akuos dan vena episkleral. 3,4,5
1. Trabekular meshwork
Jalinan trabekular tersebut terdiri dari 3 bagian, yaitu :
a. Jalinan uveal ( uveal meshwork )
6
Merupakan jalinan paling dalam dan meluas dari pangkal iris dan korpus
siliaris sampai garis Schwalbe.
b. Jalinan korneosklera ( corneoscleral meshwork )
Membentuk bagian tengah yang lebar dan meluas dari sklera spur sampai
dinding lateral sulkus sklera.
c. Jalinan endotelial ( juxtacanalicular atau endothelial meshwork ).
Membentuk bagian luar dan terdiri dari lapisan jaringan konektif. Bagian ini
merupakan bagian sempit trabekular yang menghubungkan jalinan
korneoskleral dengan kanalis Schlemm. Sebenarnya lapisan endotel luar ini
berisi dinding dalam kanalis Schlemm yang berfungsi mengalirkan akuos ke
luar.
2. Kanalis Schlemm
Merupakan suatu saluran yang dilapisi endotel, tampak melingkar pada sulkus
skleral. Sel-sel endotel pada dinding dalam ireguler, berbentuk spindle, dan terdiri
dari vakuol-vakuol besar. Pada dinding bagian luar terdapat sel-sel otot dan
mempunyai pembukaan saluran kolektor.
3. Saluran kolektor
Disebut juga pembuluh akuos intraskleral, jumlahnya sekitar 25-35,
meninggalkan kanalis Schlemm pada sudut oblik dan berakhir di vena-vena
episkleral. Vena ini dibagi menjadi dua sistem. Sistem langsung, yakni dimana
pembuluh besar melalui jalur pendek intraskleral dan langsung ke vena episkleral.
Sedangkan saluran pengumpul yang kecil, sebelum ke vena episkleral, terlebih dahulu
membentuk pleksus intraskleral.
7
Gambar 3. Hambatan drainase akuos humor 2
Sistem drainase akuos humor terdiri dari dua jalur, yakni jalur trabekular
(konvensional) dan jalur uveoskleral (non konvensional). Jalur drainase terbanyak
adalah trabekular yakni sekitar 90% sedangkan melalui jalur uveoskleral hanya sekitar
10%. Pada jalur trabekular, aliran akuos akan melalui kamera okuli posterior, kamera
okuli anterior menuju kanalis Schlemm dan berakhir pada vena episkleral. Sedangkan
jalur uveoskleral, akuos humor akan masuk ke ruang suprakoroidal dan dialirkan ke
vena-vena pada korpus siliaris, koroid dan sklera.3,4,5
Bagan 1 . Drainase akuos humor 5
8
Produksi akuos humor
Volume akuos humor sekitar 250 uL dengan kecepatan pembentukan 2,4 ± 0,6
uL/ menit.8,12 Dengan menggunakan fluorofotometri terdapat perbedaan kecepatan
pembentukan akuos humor berdasarkan variasi diurnal sesuai dengan ritme sirkadian.
Kecepatan pembentukan akuos humor pada pagi hari lebih cepat dari malam hari.
Kecepatan aliran akuos humor normalnya 3 uL/menit pada pagi hari, 2,4 uL/menit
pada siang hari dan turun menjadi 1,5 uL/menit pada malam hari. 8
Mekanisme produksi akuos humor
Terdapat 3 mekanisme yaitu difusi, ultrafiltrasi dan sekresi yang memainkan
peranan dalam produksi akous humor. 3,5
a. Ultrafiltrasi
Suatu proses dimana cairan dan bahan terlarut melewati membran
semipermeabel dibawah tekanan gradien. Setiap menitnya 150 ml darah mengalir ke
kapiler prosesus siliaris, sekitar 4% filter plasma mengalami penetrasi dalam dinding
kapiler ke dalam rongga interstisial antara kapiler dan epitel siliaris.
b. Difusi
Pergerakan pasif substansi melalui membran karena perbedaan konsentrasi.
Pada waktu akuos humor melewati kamera okuli posterior menuju kanalis Schlemm,
mengalami kontak dengan korpus siliaris, iris, lensa, kornea dan trabekula meshwork
sehingga terjadi pertukaran secara difusi dengan jaringan sekitarnya.
c. Sekresi
Sekresi membutuhkan energi untuk memindahkan substansi secara selektif.
Sekresi merupakan kontribusi utama dalam pembentukan akuos humor yang
bertanggung jawab 80 – 90% dari total pembentukan akous humor. Beberapa
substansi secara transpor aktif disekresi ke kamera okuli posterior. Transpor aktif ini
di mediasi oleh protein transporter yang disebut sebagai aquaporins (AQPs). Transpor
aktif ini di lakukan oleh Na+ K+ yang di aktifasi oleh pompa ATPase dan sistem enzim
karbonik anhidrase. Substansi yang secaras aktif ditranpor seperti natrium, klorida,
kalium, asam askorbit, asam amino dan bikarbonat.
Komponen akuos humor
9
Komponen utama dari akuos humor terdiri dari ion organik dan anorganik,
karbohidrat, glutation, urea, asam amino, protein, oksigen, karbondioksida dan air.
Akuos humor sedikit hipertonik dari plasma pada beberapa mamalia. Tidak ada
perbedaan tekanan osmotik antara kamera okuli anterior dan posterior. Dari beberapa
studi dijelaskan bahwa konsentrasi Na+ di plasma dan akous humor hampir sama.
Perbedaan yang mencolok pada akuos humor dibanding plasma terdapat pada
konsentrasi protein 200 kali lebih rendah dan askorbat yang 20 – 20 kali lebih tinggi.
Pada akuos humor juga didapatkan immunoglobulin terutama immunoglobulin G.
Glukosa dan urea pada akous humor memiliki 80% dari level plasma. 3,5
BAB III
GLAUKOMA AKUT
10
A. DEFINISI
Glaukoma akut yang disebut juga glaukoma primer sudut tertutup merupakan
glaukoma yang disebabkan oleh suatu peninggian tekanan bola mata secara mendadak
yang disebabkan oleh suatu penutupan atau hambatan pada kamera okuli anterior
tanpa adanya proses patologi.4,5,7,8,9 Glaukoma akut hanya timbul pada orang-orang
yang mempunyai sudut bilik mata yang sempit.2 Jadi hanya pada orang-orang dengan
predisposisi anatomis. Glaukoma akut merupakan suatu kedaruratan mata yang
memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan nervus optikus yang
dapat menyebabkan kebutaan.
B. INSIDENSI
Glaukoma akut yang penderitanya berkulit putih 3 kali lebih banyak
ditemukan pada wanita dibanding pria, namun pada penderita yang berkulit hitam
wanita sama banyak dengan pria. Hampir 80.000 penduduk Amerika Serikat buta
akibat glaukoma, sehingga penyakit ini menjadi penyebab utama kebutaan yang dapat
dicegah di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 2 juta pengidap
glaukoma.4 Di Indonesia, insiden ini mencapai 0,4 - 1,6% pada berbagai bagian
wilayah Indonesia. 14
Glaukoma primer akut sudut tertutup merupakan 5-15% kasus pada orang
Kaukasus. Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama diantara orang Burma
dan Vietnam di Asia Tenggara. Pada glaukoma akut penderitanya lebih didominasi
oleh wanita dikarenakan mereka memiliki bilik mata depan yang lebih sempit dan
juga resiko yang lebih besar terjadi pada usia dekade keenam atau ketujuh.4
C. FAKTOR PREDIPOSISI DAN PRESIPITASI
Faktor Predisposisi glaukoma akut biasanya terdapat pada : 1,2,4,5,7,8,9, 10,11
1. Faktor Predisposisi Anatomi :
a. Sudut kamera okuli anterior yang sempit
Merupakan faktor yang terpenting pada glaukoma primer akut sudut tertutup.
b. Hipermetropi
Makin berat hipermetropnya makin sempit kamera okuli anterior.
c. Diameter kornea yang kecil
11
d. Lensa menebal
Tumbuhnya lensa menyebabkan kamera okuli anterior menjadi lebih sempit.
Pada umur 25 tahun, dalamnya kamera okuli anterior rata-rata 3,6 mm,
sedangkan pada umur 70 tahun 3,15 mm.
e. Letak lensa lebih ke depan
f. Kecilnya radius kurvatur anterior dan posterior kornea
g. Tebalnya iris
Makin tebal iris makin sempit sudut kamera okuli anterior
h. Kecilnya radius kurvatur anterior lensa
Faktor - faktor yang disebutkan diatas merupakan faktor yang menyebabkan
sempitnya sudut kamera okuli anterior. Perlu ditekankan bahwa pentingnya sudut
ini berhubungan erat dengan patofisiologi glaukoma primer akut sudut tertutup.
Karena hanya mata dengan sudut sempit sajalah yang dapat menutup sehingga
terhambatnya aliran akuos humor ke trabekular meshwork.
2. Faktor Predisposisi Umum
a. Umur
Lebih sering ditemukan pada usia 50 – 70 tahun.
b. Jenis kelamin
Perempuan lebih sering ditemukan dibanding pria.
c. Ras Asia seperti vietnam, burma, dll.
d. Riwayat keluarga dengan glaukoma.
3. Faktor Presipitasi
Pada mata yang memiliki predisposisi tersebut maka akan berkembang
menjadi serangan akut glaukoma primer sudut tertutup jika dipresipitasi oleh :
a. Influenza
b. Stress emosional
c. Penggunaan obat midriatika seperti atropin.
d. Penggunaan obat antikolinergik
D. PATOFISIOLOGI 2,4,5,6,7,8,9,13
12
Pada mata normal terdapat mekanisme fisiologi hambatan pupil ( Blok pupil )
yang menyebabkan tekanan pada kamera okuli posterior lebih besar dibanding
anterior. Jika hambatan pupil ini di tambah dengan dilatasi sedang maka tekanan di
posterior akan menjadi lebih tinggi dibanding anterior. Pada mata dengan sudut lebar,
keadaan ini tidak menyebabkan keadaan patologis. Namun jika hal ini terjadi pada
mata yang memiliki sudut kamera okuli anterior yang sempit maka pangkal iris akan
mengalami kontak dengan perifer kornea sehingga sudut yang sempit tersebut akan
menjadi tertutup.
Gambar 4. Mekanisme sudut tertutup pada glaukoma 5
Hal ini akan menyebabkan terjadinya hambatan aliran akuos humor ke
trabekulum meshwork dan terjadi peningkatan tekanan intraokuler. Keadaan ini dapat
terjadi mendadak sehingga munculnya gejala akut dari glaukoma. Hambatan pupil
adalah penyebab paling sering pada sudut tertutup dan merupakan penyakit dasar dari
semua kasus glaukoma sudut tertutup. Terdapat mekanisme lain yang dapat
menyebabkan glaukoma primer akut sudut tertutup ini yaitu plateau iris dan
kedudukan lensa yang lebih ke depan akan tetapi mekanisme ini jarang terjadi.
13
Faktor resiko + Presipitasi
(Sudut kamera okuli anterior sempit)
Plateau iris Blok pupil Letak lensa lebih ke depan
+
Dilatasi sedang
Kontak pangkal iris dengan perifer kornea
Sudut kamera okuli anterior tertutup
Aliran akuos humor ke trabekulum meshwork terhambat
Tekanan intraokuler meningkat mendadak
Glaukoma primer akut sudut tertutup
Bagan 2. Mekanisme sudut tertutup 2,5
E. GAMBARAN KLINIS
Sebelum penderita mendapat serangan akut, pasien mengalami serangan
prodormal meskipun tidak selalu demikian.
14
1. Fase Prodormal ( Fase Nonkongestif).
Pada stadium ini terdapat penglihatan kabur, melihat halo (gambar pelangi) sekitar
lampu atau lilin disertai sakit kepala hebat di dalam mata yang menjalar sepanjang
Nervus cranial V ( Trigeminus), sakit pada mata dan kelemahan akomodasi.
Keadaan ini berlangsung 0,5-2 jam. Bila serangannya reda mata menjadi normal
kembali.
2. Fase Glaukoma Akut ( Fase Kongestif).
Pada stadium ini penderita tampak sangat kesakitan memegangi kepalanya karena
sakit hebat. Jalannya dipapah, karena tajam penglihatannya sangat turun, muntah-
muntah, mata hiperemis dan fotofobia. Karenanya sering disangka bukan
menderita sakit mata, melainkan suatu penyakit sistemik.
Penilaian subjektif glaukoma yakni : 2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13
a. Mata merah
b. Pengelihatan kabur
c. Nyeri hebat
d. Melihat halo
e. Sakit kepala
f. Mual – muntah
Gambar 5. Klinis glaukoma akut 2,5
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai glaukoma : 2,3,4,5,6,7,8
a. Pemeriksaan Ketajaman Pengelihatan
Pada glaukoma akut didapatkan tajam penglihatan pasien sangat turun
biasanya berkisar < 3/60.
15
b. Pemeriksaan Slit-lamp
1. Konjungtiva bulbi: hiperemia kongestif, kemotis, injeksi silier, injeksi
konjungtiva.
2. Kornea: edema kornea, keruh, insensitif karena tekanan pada saraf kornea.
3. Kamera okuli anterior : dangkal
4. Iris: warna kelabu
5. Pupil: oval vertikal, tetap pada posisi semi-dilatasi, kadang-kadang didapat
midriasis yang total, warna kehijauan, tidak ada reaksi terhadap cahaya dan
akomodasi.
Gambar 6 gambaran kongesti konjungtiva,kornea udeme, pupil dilatasi 2
Pada pemeriksaan slit-lamp dapat dinilai grading dari kedalaman
kamera okuli anterior dengan metode Van Henrick. Dengan cara menilai
kedalaman kamera okuli anterior dibandingkan dengan ketebalan kornea pada
limbus temporal dengan sudut sinar 60o.
Grade 1 : kedalaman kamera okuli anterior kurang dari ¼ ketebalan kornea.
Grade 2 : kedalaman kamera okuli anterior ¼ ketebalan kornea.
Grade 3 : kedalaman kamera okuli anterior > ¼ - ½ ketebalan kornea.
Grade 4 : kedalaman kamera okuli anterior lebih dari ketebalan kornea.
16
Gambar 7. Metode Van Henrick 5
Jika kedalaman kamera okuli anterior ¼ ketebalan kornea makan dapat
dikatakan bahwa mata tersebut memiliki sudut sempit ( kedalaman sudut 20o ).
c. Tonometri
Alat ini berguna untuk menilai tekanan intraokular. Tekanan intraokuler
normal berkisar antara 10-21 mmHg.
Ada 3 cara pemeriksaan tonometri : 1,4,5,6
1. Cara Digital
Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa.
Penilaian yang didapat berupa ringannya bola mata yang ditekan.
N : Normal
N+1 : Agak tinggi
N+2 : Tekanan lebih tinggi
N+3 : Tekanan sangat tinggi
N-1 : Tekanan lebih rendah dari normal
N-2 : Tekanan lebih rendah lagi
2. Cara Mekanis dengan Tonometer Schiotz
17
Cara ini merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan
kornea dengan beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Alat
diletakkan pada kornea akan menekan bola mata kedalam dan mendapat
perlawanan tekanan dari dalam melalui kornea. Hasil pembacaan skala
dikonversi ke tabel untuk mengetahui tekanan intraokuler dalam mmHg.
Tonometer Schiotz tidak dilakukan pada miopia dan penyakit tiroid darena
terdapat pengaruh kekakuan sklera pada pemeriksaan.
Gambar 8. Tonometer Schiotz 4
3. Tonometri dengan tonometer aplanasi dari Goldman
Pemeriksaan ini untuk mendapatkan tekanan intraokuler dengan
menghilangkan pengaruh kekakuan sclera dengan mendatarkan permukaan
sklera. Tonometer ini dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang
diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu.
Gambar 9. Tonometer aplanasi Goldman 4
d. Gonioskopi
18
Merupakan suatu cara untuk melihat lebar sempitnya sudut kamera okuli
anterior. Dengan gonioskopi dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup atau sudut
terbuka, juga dapat melihat apakah terdapat perlekatan iris bagian perifer kedepan
(perifer anterior sinekia). Dengan alat ini dapat pula diramalkan apakah suatu sudut
akan mudah tertutup dikemudian hari. Pemeriksaan ini digunakan sebagai diagnosis,
prognosis dan jenis tatalaksana pada glaukoma sudut tertutup. Pemeriksaan
gonioskopi ditunda sampai edeme kornea berkurang, salah satunya dengan obat yang
dapat menurunkan tekanan intraokular salah satunya adalah gliserin. Hasil
pemeriksaan dibuat dalam sistem grading.
Gambar 10 gonioskopi pada sudut tertutup2
Grade Lebar sudut Konfigurasi Kesempatan
untuk menutup
Struktur pada
Gonioskopi
IV 35-45 Terbuka lebar Nihil SL, TM, SS,
CBB
III 20-35 Terbuka Nihil SL, TM, SS
II 20 Sempit (moderate) Mungkin SL, TM
I 10 Sangat sempit Tinggi Hanya SL
0 0 Tertutup Tertutup tidak tampak
struktur
Tabel 1. Grading sistem Shaffer 5,7,8,9
19
Gambar 11. Grading sistem Shaffer 5
e. Tes Provokasi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk pasien yang memiliki faktor – faktor
resiko yang sudah dijelaskan sebelumnya, adapun berbagai pemeriksaan
tersebut adalah :
1. Tes kamar gelap
Pasien duduk di tempat gelap selama 1 jam tidak boleh berbaring. Di
tempat gelap ini mata akan mengalami midriasis yang mengganggu aliran
akuos humor. Kenaikan tekanan lebih 10 mmHg adalah patologis sedangkan
kenaikan 8 mmHg mencurigakan.
2. Tes membaca
Penderita disuruh membaca huruf kecil pada jarak dekat selama 45
menit. Kenaikan tekanan 10 -15 mmHg adalah patologis.
3. Tes midriasis
Mata pasien diteteskan midriatika. Tekanan diukur setiap ¼ jam
selama 1 jam. Kenaikan >7 mmHg merupakan patologis sedangkan 5 mmHg
mencurigakan.
4. Tes bersujud
Pasien disuruh bersujud selama 1 jam. Kenaikan tekanan 8 – 10 mmHg
menandakan mungkin adanya sudut tertutup yang perlu disusul dengan
gonioskopi. Dengan bersujud posisi lensa letaknya lebih depan mendorong iris
sehingga menyebabkan sudut menjadi sempit.
20
F. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang dapat menjadi diagnosis banding dengan glaukoma
akut adalah : 1, 4 ,5
1. Iridosiklitis akut
Pada iridosiklitis akut ditemukan mata merah dengan injeksi siliar, penglihatan
menurun. Pasien akan merasa sangat pegal, nyeri pada matanya dan silau.
Serangan biasanya perlahan. Pada kornea terdapat deposit pada endotel berupa
keratik presipitat dan kamera okuli anterior terisi sel – sel, fler, dan eksudat.
Sedangkan gambaran iris tidak tegas, adanya sinekia posterior dan bentuk pupil
yang irregular.
2. Konjungtivitis akut
Pada konjungtivitis akut ditemukan mata merah. Penglihatan biasanya tidak
terganggu. Pasien merasa seperti adanya benda asing dimatanya, berair, disertai
sekret dan silau. Pada pemeriksaan fisik ditemukan injeksi konjungtiva, kornea
jernih sedangkan kamera okuli anterior, iris dan pupil dalam batas normal.
3. Keratitis
Keratitis merupakan radang pada kornea. Pasien merasa nyeri pada mata,
berair ,mata merah dan penglihatan menurun. Pada kornea didapatkan uji
fluoresein positif dan injeksi siliar. Kadang juga ditemukan adanya fler dan bentuk
pupil yang oval.
4. Trauma mata
Pada trauma mata bisa didapatkan adanya mata merah dengan penglihatan
normal atau menurun jika lesi tersebut mengenai media refraksi. Pada anamnesis
didapatkan adanya trauma sebelum gejala tersebut timbul.
21
BAB IV
PENATALAKSANAAN
A. Terapi medikamentosa
Manajemen Glaukoma primer akut sudut tertutup dibagi menjadi dalam 5
tahap :2
1. Menurunkan TIO dengan obat – obatan. Hal ini harus dilakukan segera setelah
diketahui bahwa TIO yang sangat tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan
nervus optikus.
2. Respon mata terhadap obat – obatan harus selalu di awasi terutama tajam
penglihatan dan kornea udeme. Pupil harus diobservasi apakah terdapat
konstriksi. Tekanan intraokuler harus diperiksa setiap 15 – 30 menit dan sudut
kamera okuli anterior harus diperiksa apakah sudah terbuka atau masih
tertutup.
3. TIO harus diturunkan dalam 2 jam untuk mengetahui apakah tindakan operatif
dapat dilakukan atau tidak.
4. Pentalaksanaan juga dilakukan pada mata yang tidak terkena. Mata harus
diperiksa dan dilakukan laser iridotomi sebagai profilaksis.
5. Perawatan sesudah laser iridotomi sangat penting. Karena dari 60% mata yang
dilaser dapat ditemukan peningkatan TIO. Oleh karena itu penting untuk
memeriksa TIO mata yang telah dilaser iridotomi setiap 15 menit selama 2
jam atau paling sedikit selama 1 jam.
Obat – obatan yang diberikan adalah : 2,3,4,5,6,8
a. Karbonik Anhidrase Inhibitor
Mengurangi produksi akuos humor dengan menghambat karbonik
anhidrase di korpus siliaris sehingga mengurangi TIO secara cepat.
1. Asetazolamide
Merupakan pilihan yang sangat tepat untuk pengobatan darurat pada
glaukoma akut. Saat serangan acetazolamide sebaiknya diberikan dengan
dosis inisial 500mg secara intravena dan dapat dikombinasikan dengan 500mg
oral. Jika sediaan intravena tidak tersedia dapat diberikan 1000mg
22
asetazolamide oral. Sekarang diketahui bahwa karbonik anhidrase inhibitor
oral sedikit atau tidak ada sama sekali efek samping sistemik.
2. Methazolamide
Dosis 50-100 mg p.o. 2 atau 3 kali sehari ( total tidak lebih dari
600mg/hari).
3. Dorzolamide
Berbeda dengan obat-obat yang sebelumnya, dorzolamide sanggup
menerobos ke dalam mata dengan aplikasi topikal.
b. Agen osmotik
Agen ini lebih efektif untuk menurunkan tekan intra okuler dan
efeknya menjernihkan kornea, pemberiannya dianjurkan kepada pasien yang
tidak mengalami emesis. Agen-agen hiperosmotik berguna untuk mengurangi
volume vitreus, yang, kebalikannya, menurunkan tekanan intraokular.
Penurunan tekanan intra okular memulihkan iskemia iris dan memperbaiki
kepekaan terhadap pilokarpin dan obat-obat lainnya. Agen-agen osmotik
menyebabkan diuresis osmotik dan mengurangi cairan tubuh total. Agen-agen
tersebut tidak boleh digunakan pada pasien penyakit jantung dan penyakit
ginjal.
1. Gliserin
Dosis efektif 1mL/kgBB dalam 50% cairan peroral. 1 – 2 kali perhari.
Selama penggunaanya gliserin dapat menyebabkan hiperglikemia dan
dehidrasi. Hati-hati terhadap pasien diabetes dan lansia dengan gagal ginjal
serta penyakit kardiovaskular karena agen ini sendiri dapat menyebabkan mual
muntah. Menurunkan tekanan intraokular dalam waktu 30-90 menit setelah
pemberian.
2. Manitol
23
Dosis 1-2 gram/kgBB dalam 50% cairan. Aman digunakan pada pasien
diabetes karena tidak dimetabolisme. Puncak efek hipotensif okular terlihat
dalam 1-3 jam. Bila tidak dapat diberikan oral karena mual muntah dapat
diberikan secara intravena dalam 20% cairan dengan dosis 1-3 gr/kgBB
selama 30 menit. Maksimal penurunan tekanan dijumpai dalam 1 – 1,5 jam
setelah pemberian intravena. Pada penderita gagal jantung pemberian manitol
berbahaya, karena volume darah yang beredar meningkat sehingga
memperberat kerja jantung yang telah gagal. Pemberian manitol juga
dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria, kongesti atau udem
paru yang berat, dehidrasi hebat, dan perdarahan intra kranial, kecuali bila
akan dilakukan kraniotomi, serta pada pasien yang hipersensitivitas terhadap
manitol.
c. Miotik kuat (Parasimpatomimetik)
Pilokarpin 2% atau 4% diulang setiap 10 menit sampai 4 kali
pemberian sebagai inisial terapi. Tidak efektif pada serangan yang sudah lebih
dari 1-2 jam. Hal ini karena muskulus sphingter pupil sudah iskemik sehingga
tidak dapat merespon pilokarpin. Obat ini meningkatkan aliran keluar akuos
humor dengan bekerja pada trabecular meshwork melalui kontraksi otot
siliaris.
d. Penghambat Beta adrenergik
Bekerja dengan cara mengurangi produksi akuos humor. Ada beberapa
sediaan Levobunolol 0,25%, 0,5%, Betaxolol HCl, Timolol maleat merupakan
beta bloker tetes mata nonselektif. Sebagai inisial terapi dapat diberikan 2 kali
dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8 dan 12 jam
kemudian. Tersedia dalam bentuk tetes mata dengan kadar 0,25%, 0,5% dan
0,68%.
e. Penghambat Alfa adrenergik
Dapat ditambahkan untuk lebih mengurangi produksi akuos humor.
1. Apraclonidine 0,5%, 1%
2. Brimonidine
24
f. Kortikosteroid topikal
Untuk mengurangi inflamasi. Diberika 3 – 4 kali sehari. Sediaan yang
diberikan deksametason atau betametason.
g. Terapi suportif
Pada serangan yang berat dapat terjadi gejala seperti nyeri, mual dan
muntah. Oleh karena itu dapat diberikan analgetik seperti petidin dan
antiemetik seperti ranitidin.
B. TINDAKAN OPERATIF 2,3,4,5,6,8,11,12
1. Bedah Laser
a. Laser Iridektomi
Terapi ini digunakan untuk mengurangi tekanan dangan mengeluarkan bagian
iris untuk melancarkan kembali aliran akuos humor. Laser iridektomi juga dilakukan
pada serangan glaukoma akut dan pada mata kontra-lateral dengan potensial
glaukoma akut.
Pada glaukoma sudut tertutup akut sering mengalami kesulitan saat melakukan
iridektomi laser karena kornea keruh, sudut bilik mata dangkal, pembengkakan iris.
Sebelum dilakukan laser harus diberikan inisial gliserin topikal untuk memperbaiki
edema kornea agar mudah untuk mempenetrasi kripta iris.
Gambar 12. Laser iridotomi 2
25
b. Laser iridoplasti
Merupakan tindakan alternatif jika tekanan intraokular gagal diturunkan secara
intensif dengan terapi medika mentosa dan bila tekanan intraokularnya tetap sekitar
40 mmHg, visus jelek, kornea edema, dan pupil tetap dilatasi. Pada laser iridoplasti ini
pengaturannya berbeda dengan pengaturan pada laser iridektomi. Di sini
pengaturannya dibuat sesuai untuk membakar iris agar otot sfingter iris berkontraksi
sehingga iris bergeser kemudian sudut pun terbuka.
2. Bedah insisi
Iridektomi insisi dilakukan pada pasien yang tidak berhasil dengan tindakan
laser iridektomi seperti pada situasi iris tidak tidak dapat dilihat dengan jelas karena
edema kornea berat,pupil masih dilatasi ,pasien yang tidak kooperatif dan tidak
tersedianya peralatan besar untuk laser iridoplasti.
a. Iridektomi Bedah Insisi
Dikerjakan pada kasus glaukoma sudut tertutup sebagai tindakan pencegahan.
Dilakukan untuk mengangkat sebagian iris untuk memungkinkan aliran akuos humor
dari kamera posterior ke kamera anterior. Diindikasikan pada penanganan glaukoma
dengan penyumbatan pupil bila pembedahan laser tidak berhasil atau tidak tersedia.
b. Trabekulektomi
Dilakukan untuk membuat saluran pengaliran baru melalui sklera. Dilakukan
dengan melakukan diseksi flap ketebalan setengah (half-tickness) sklera dengan
engsel di limbus. Satu segmen jaringan trabekula diangkat, flap sklera ditutup kembali
dan konjungtiva dijahit rapat untuk mencegah kebocoran cairan akuos.
Ketika cairan mengalir melalui saluran baru ini, akan terbentuk bleb
(gelembung). Dapat diobservasi pada pemeriksaan konjungtiva. Tindakan
trabekulektomi dilakukan pada keadaan glaukoma akut yang berat atau setelah
kegagalan tindakan iridektomi.
26
Gambar 13. Trabekulektomi 5,9
c. Ekstrasi lensa
Dengan ekstrasi lensa dapat mengurangi tekanan intraokuler dengan cara
membuang lensa sehingga membuat kamera okuli anterior lebih luas dan lebar. Selain
itu implantasi lensa pada kamera okuli posterior menghasilkan tajam penglihatan yang
lebih baik. Tidak ada komplikasi setelah operasi dan tekanan intraokuler biasanya
terkontrol.
3. Parasintesis
Jika pemakaian terapi medikamentosa secara intensif masih dianggap lambat
dalam menurunkan tekanan intraokuler ke tingat yang aman dan kadang-kadang justru
setelah pemberian 2 atau 4 jam masih tetap tinggi. Sekarang ini mulai diperkenalkan
cara menurunkan tekanan intraokuler yang cepat dengan tekhnik parasintesis. Pada
prosedur ini, mata dilakukan anestesi lokal sebelumnya, lalu jarum dimasukkan ke
dalam bilik mata depan untuk mengeluarkan cairan akuos. Cairan disedot sebanyak
0,05 ml, sehingga secara cepat dapat mengurangi tekanan di mata. Cara ini juga dapat
menghilangkan rasa nyeri dengan segera pada pasien.
Gambar 14. Parasintesis 2
27
BAB V
KOMPLIKASI
Komplikasi glaukoma primer akut sudut tertutup dibagi menjadi komplikasi
dari perjalanan penyakit dan komplikasi tindakan operatif. 2,4,5,7,9
1. Komplikasi perjalan penyakit
Apabila penanganan ditunda atau terlambat dapat menyebabkan pangkal iris
melekat ke trabecular meshwork sehingga menimbulkan sinekia anterior yang
menyebabkan oklusi sudut kamera okuli anterior yang dapat irreversibel sehingga
memerlukan tindakan bedah. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan nervu optikus
berupa atropi papil bahkan kebutaan.
2. Komplikasi tindakan operatif
Tindakan operatif dapat pada 2/3 kasus dapat menyebabkan meningkatnya
kembali tekanan intraokuler setelah laser iridotomi. Komplikasi lainnya seperti
iritasi, adanya hifema, nyeri, pandangan kabur, kornea, retina dan makula yang
terbakar.
28
BAB VI
PENCEGAHAN
Pada satu mata yang telah mengalami serangan pencegaha dilakukan mata
mata sebelahnya karena juga memiliki sudut yang sempit dan beresiko untuk menjadi
glaukoma akut sudut tertutup. Laser iridotomi dapat dilakukan untuk mata tersebut
untuk mencegah terjadi serangan. Sedangkan pada mata yang belum sama sekali
mengalami serangan maka mata dengan sudut sempit harus dideteksi dengan
gonioskopi. Ketika sudah terdeteksi laser iridotomi dapat dilakukan sebagai
pencegahan pada salah satu mata terlebih dahulu dan beberapa minggu kemudian
untuk mata sebelahnya. 2,5,7,9,11
29
BAB VII
PROGNOSIS
Prognosa baik apabila glaukoma akut cepat terdeteksi dan mendapat terapi
yang sesegera mungkin. Sering diagnosa dibuat pada stadium lanjut, dimana lapang
pandang telah hilang secara progresif, iris menjadi atrofi dan midriasis pupil telah
menetap. Penanganan episode akut yang terlambat akan menyebabkan sinekia anterior
sudut tertutup permanent dan bahkan menyebabkan kebutaan permanent dalam 2-3
hari. 1,2,4,5,8,9
30
BAB VIII
KESIMPULAN
Glaukoma akut yang disebut juga glaukoma primer sudut tertutup
merupakan glaukoma yang disebabkan oleh suatu peninggian tekanan bola mata
secara mendadak yang disebabkan oleh suatu penutupan atau hambatan pada kamera
okuli anterior tanpa adanya proses patologi.
Glaukoma akut hanya timbul pada orang-orang yang mempunyai sudut
bilik mata yang sempit. Jadi hanya pada orang-orang dengan predisposisi anatomis.
Glaukoma akut merupakan suatu kedaruratan mata yang memerlukan penanganan
segera untuk mencegah kerusakan nervus optikus yang dapat menyebabkan kebutaan.
Pemeriksaan glaukoma akut meliputi dari anamnesis, pemeriksaan tajam penglihatan,
pemeriksaan slit-lamp, pemeriksaan tekanan intra okuler, gonioskopi, tes provokasi
untuk mereka yang suspek memiliki sudut mata yang sempit.
Penatalaksanaan glaukoma primer sudut tertutup terdiri dari mengurangi
tekanan intra okular, menekan inflamasi, dan pemulihan sudut yang tertutup.
Tatalaksana yang terpenting adalah dengan menurunkan tekanan intraokuler dengan
pemakaian obat – obatan seperti golongan penghambat karbonik anhidrase,
penghambat beta, agen osmotik, kortikosteroid topikal, parasimpatomimetik dan
terapi suportif. Setelah gejala membaik maka tindakan operatif seperti laser iridotomi,
bedah insisi dan parasintesis dapat dilakukan. Diharapkan dengann pencegahan secara
dini dapat menurunkan angka kesakitan dan kebutaan pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
31
1. Ilyas, Sidartha, dkk. Glaukoma in Ilmu Penyakit Mata. Ed 3rd. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI. 2002. Page 212-217.
2. Lim A. Acute primary closed angle glaucoma imayor global blending
problem in acute glaucoma. Singapura. Singapore university press.
2002. Page 5 – 50.
3. Krupin T. aqueous dynamics in manual of glaucoma diagnosis and
management. Churchill livingstone. 1988. Page 1 – 6.
4. Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. Glaukoma dalam in
Oftalmologi Umum. Ed 17th. London. McGraw companies. 2008.
Page 212 – 222.
5. Khurana, A.K. Comprehensive Opthalmology. Ed 4th. New Age
International limited. New Delhi. 2007. Page 205-208.
6. Kanski JJ. The glaucoma in; clinical ophthalmology. Ed 7th.
Philadelphia. 2011. Page 192 – 269.
7. Seagig South East Asia Glaucoma interest group. Acute orimary angle
closure glaucoma in asia pasific glaucoma guidelines. Second edition.
2008. Page 29 -41.
8. American Academy of Ophtalmology. Acute Primary Angle Closure
Glaucoma in Basic and Clinical Science Course. Section 10. 2005-
2006. Page 122-126.
9. Japan glaukoma society. Acute primary angle closure glaukoma in
guidelines for glaukoma. Ed 2nd. 2006. Page 15 – 43.
10. Melamed S, Dada T, Khalil A.angle closure glaucoma in instant
clinical diagnosis in phthalmology. Jaypee brothers medical publisher.
2009. Page 86 – 109.
11. Noecker, R. J. Glaucoma, Angle Closure, Acute. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1206956-diagnosis.Updated
January 2012.
12. American Academy of Ophtalmology: Glaucoma . section 10. 2003-
2004. Page 5-12, 100 -122.
13. Morrison J, Pollack IP. Glaucoma science and practice.New York :
2003, page 163 – 179.
32
14. Affandi ES. Data concerning primary angle closure glaukoma in
Indonesia. Majalah kedokteran nusantara. Vol 3. September 2006.
Page. 141 – 145.
33