Gizi Remaja

24
TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH GIZI KESEHATAN REPRODUKSI GIZI REMAJA Disusun Oleh: Kelas : B Siska Fiany G1B011006 Prista Arzenith G1B011016 Indah Cahyani G1B011021 Herdy Setya A. G1B011058 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

description

Makalah kasus gizi remaja tentang obesitas

Transcript of Gizi Remaja

Page 1: Gizi Remaja

TUGAS TERSTRUKTUR

MATA KULIAH GIZI KESEHATAN REPRODUKSI

GIZI REMAJA

Disusun Oleh:

Kelas : B

Siska Fiany G1B011006Prista Arzenith G1B011016Indah Cahyani G1B011021Herdy Setya A. G1B011058

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

PURWOKERTO

2014

Page 2: Gizi Remaja

1

BAB I

DESKRIPSI KASUS

Kasus dalam paper ini menceritakan tentang remaja berumur 14 tahun

yang mengalami obesitas. Remaja tersebut bernama Hannah Wilkinson, seorang

anak dari Tonya Wilkinson, berasal dari Arizona, Amerika Serikat. Berita

menyebutkan bahwa obesitas yang terjadi pada Hannah disebabkan oleh kelainan

genetik yang disebut dengan Prader Willi Syndrome (PWS). Penyakit PWS

membuat Hannah kehilangan rasa kenyang yang secara harfiah dimiliki oleh

setiap orang normal. Manifestasinya Hannah terus merasa lapar dan tidak pernah

merasa kenyang.

Menurut psikolog dari Cambridge, Tonny Holand penderita PWS seperti

Hannah dapat meninggal akibat obesitas yang dideritanya. Ibu Hannah selalu

mengawasi pola makan Hannah dengan menggunakan gembok pada kulkas dan

dapur rumahnya agar akses makanan terbatas. Selain itu, Tonya akan memakan

waktu lama menyiapkan makanan dan hanya menyajikan makanan sehat seperti

buah-buahan. Namun, Hannah terus-menerus makan dan mencari makanan

bahkan secara sembunyi-sembunyi memakan makanan anjing.

Hannah tetap mengalami obesitas walaupun ibunya telah berusaha untuk

membatasi pola makan Hannah. Alternatif pengobatan yang bisa dilakukan adalah

dengan terapi menggunakan hormon pertumbuhan manusia atau human growth

hormone (HGH). Terapi tersebut dapat membantu PWS meski tidak

menyembuhkan total. Menurut dokter, pengawasan dan kontrol makan yang ketat

adalah cara yang paling efektif untuk menjaga penderita PWS dari obesitas yang

membahayakan.

Page 3: Gizi Remaja

2

BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Remaja

Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin

“adolescere” yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang

dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan

sosial dan psikologis. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24

tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum

kawin. Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun. Masa remaja adalah

masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis.

Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa

pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas.

Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa

(Widyastuti, dkk. 2009).

B. Kebutuhan zat gizi remaja

Remaja membutuhkan energi dan gizi untuk melakukan deposisi

jaringan. Peristiwa ini merupakan suatu fenomena pertumbuhan tercepat yang

terjadi kedua kali setelah yang pertama di alami. Kebutuhan gizi remaja relatif

besar, hal tersebut karena pada masa remaja masih mengalami pertumbuhan.

Selain itu, remaja umumnya melakukan aktivitas fisik lebih tinggi

dibandingkan dengan usia lainnya, sehingga diperlukan zat gizi yang lebih

banyak (Soetjiningsih, 2007). Kebutuhan gizi remaja dapat dikenali dari

perubahan komposisi tubuhnya. Perbedaan jenis kelamin akan membedakan

komposisi tubuhnya dan selanjutnya mempengaruhi kebutuhan gizinya.

Kebutuhan gizi remaja perlu dipenuhi dengan baik, apabila pemenuhan gizi

tidak sesuai dengan kebutuhan maka dapat menimbulkan masalah gizi pada

remaja.

Menurut WHO (2003) dalam Syafiq, dkk (2009) menyebutkan bahwa

masalah gizi remaja perlu mendapat perhatian khusus karena pengaruhnya

yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya

pada masalah gizi saat dewasa. Saat ini populasi remaja di dunia telah

mencapai 1.200 juta jiwa atau sekitar 19 persen dari total populasi dunia.

Page 4: Gizi Remaja

3

Periode remaja merupakan periode kritis dimana terjadi perubahan fisik,

biokimia, dan emosional yang cepat. Pada masa ini terjadi growth spurt yaitu

puncak pertumbuhan tinggi badan (peak high velocity) dan berat badan (peak

weight velocity). Kecepatan pertumbuhan TB rata-rata mencapai 20 cm/tahun

pada laki-laki dan 16 cm/tahun pada perempuan. Demikian pula kecepatan

pertumbuhan BB rata-rata mencapai 20 Kg/tahun pada laki-laki dan 16

Kg/tahun pada perempuan. Kecepatan pertumbuhan TB dan BB pada masa

remaja ini jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan TB dan BB

pada masa anak-anak (usia 2 sampai 10 tahun) yang rata-rata hanya 5-6

cm/tahun dan 2-3 Kg/tahun. Selain itu, pada masa remaja juga terdapat puncak

pertumbuhan masa tulang (peak bone mass/PBM) yang menyebabkan

kebutuhan gizi pada masa ini sangat tinggi bahkan lebih tinggi dari pada fase

kehidupan lainnya (Almatsier, 2010).

C. Obesitas

Obesitas bisa juga diartikan sebagai keadaan tubuh akibat

ketidakseimbangan jumlah makanan yang masuk dibandingkan dengan

pengeluaran energi oleh tubuh (Yatim, 2010). Istilah kegemukan/obesitas

diartikan sebagai keadaan dimana jaringan lemak tubuh berlebihan pada

jaringan bawah kulit, obesitas berarti berat badan berlebihan yang lebih berarti

penimbunan lemak pada alat-alat dalam. Secara klinis seseorang dinyatakan

mengalami obesitas bila terdapat kelebihan berat sebesar 15% atau lebih berat

dari berat badan idealnya. Dengan pengukuran yang lebih ilmiah, penentuan

obesitas didasarkan pada proporsi lemak terhadap berat badan total seseorang.

Pada pria muda normal, rata-rata lemak tubuhnya adalah 12% sedangkan pada

wanita muda 26%. Pria yang memiliki lemak tubuh lebih dari 20% dari berat

tubuh totalnya dinyatakan obesitas. Sementara itu wanita baru dinyatakan

obesitas bila lemak tubuhnya melebihi 30% dari berat totalnya (Misnadiarly,

2007).

D. Faktor yang mempengaruhi terjadinya obesitas

1. Genetik

Seringkali kita menjumpai anak-anak yang gemuk dari keluarga

yang salah satu atau kedua orang tuanya gemuk juga. Hal ini menunjukkan

Page 5: Gizi Remaja

4

bahwa faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur

sel lemak dalam tubuh. Pada saat ibu hamil maka unsur sel lemak yang

berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan

diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan, dengan demikian

tidak heran apabila bayi yang dilahirkan pun memiliki unsur lemak tubuh

yang relatif sama besar.

2. Kerusakan pada salah satu bagian otak

Perilaku makan seseorang dikendalikan oleh sistem pengontrol

yang terletak pada suatu bagian otak yang disebut hipotalamus. Dua

bagian dari hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu

hipotalamus lateral (HL) yang menggerakan nafsu makan (awal atau pusat

makan), hipotalamus ventromedial (HVM) yang bertugas merintangi nafsu

makan (pemberhentian atau pusat kenyang). Dari hasil penelitian

didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur maka individu menolak untuk

makan atau minum, dan akan mati kecuali bila dipaksa diberi makan dan

minum (diberi infuse). Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian

HVM maka seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan.

3. Pola makan berlebihan

Pola makan berlebihan cenderung dimiliki oleh orang yang

kegemukan. Orang yang kegemukan biasanya lebih responsif dibanding

dengan orang yang memiliki berat badan normal terhadap isyarat lapar

eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya waktu makan.

Mereka cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada

saat ia lapar. Pola makan yang berlebihan inilah yang menyebabkan

mereka sulit untuk keluar dari kegemukan apabila tidak memiliki kontrol

diri dan motivasi yang kuat untuk mengurangi berat badan.

4. Kurang gerak/olah raga

Berat badan berkaitan erat dengan tingkat pengeluaran energi

tubuh. Pengeluaran energi ditentukan oleh dua faktor yaitu : a) tingkat

aktivitas dan olah raga secara umum, b) angka metabolisme basal atau

tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal

tubuh. Ketika berolah raga kolori terbakar, makin sering berolah raga

Page 6: Gizi Remaja

5

maka makin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung

mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang bekerja dengan

duduk seharian akan mengalami penurunan metabolisme basal tubuhnya.

Jadi olah raga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja

karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu

mengatur berfungsinya metabolisme normal.

5. Pengaruh emosional

Beberapa kasus obesitas bermula dari masalah emosional yang

tidak teratasi. Orang-orang yang tidak memiliki permasalahan menjadikan

makanan sebagai pelarian untuk melampiaskan masalah yang dihadapinya.

Makanan juga sering dijadikan sebagai subtitusi untuk pengganti kepuasan

lain yang tidak tercapai dalam kehidupannya, dengan menjadikan makanan

sebagai pelampiasan penyelesaian masalah maka apabila tidak diimbangi

dengan aktivitas yang cukup akan menyebabkan terjadinya kegemukan.

6. Lingkungan/Sosial Budaya

Faktor lingkungan ternyata juga mempengaruhi seseorang untuk

menjadi gemuk. Jika seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang

menganggap gemuk adalah simbol kemakmuran dan keindahan maka

orang tersebut akan cenderung untuk menjadi gemuk. Selama pandangan

tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal maka orang yang obesitas

tidak akan mengalami masalah-masalah psikologis sehubungan dengan

kegemukan.

7. Sosial ekonomi

Perubahan budaya, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan,

serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah

makanan yang dikonsumsi (Hidajat, dkk. 2010).

E. Dampak Obesitas

Dampak obesitas yang terjadi dalam jangka pendek maupun jangka

panjang seperti yang tertera di bawah ini :

1. Gangguan psikososial : rasa rendah diri, depresif dan menarik diri dari

lingkungan. Hal ini dikarenakan anak obesitas seringkali menjadi bahan

hinaan teman sepermainan dan teman sekolah. Dapat pula karena

Page 7: Gizi Remaja

6

ketidakmampuan untuk melaksanakan suatu tugas/kegiatan terutama

olahraga akibat adanya hambatan pergerakan oleh kegemukannya.

2. Pertumbuhan fisik/linier yang lebih cepat dan usia tulang yang lebih lanjut

dibanding usia biologinya

3. Masalah ortopedi : seringkali terjadi slipped capital femoral epiphysis dan

penyakit Blount sebagai akibat beban tubuh yang terlalu berat

4. Gangguan pernafasan : sering terserang infeksi saluran nafas, tidur

mendengkur, kadang-kadang apnea sewaktu tidur, sering ngantuk di siang

hari. Bila gangguan sangat berat disebut sindrom Pickwickian, yaitu

adanya hipoventilasi alveolar

5. Gangguan endokrin : menarche lebih cepat terjadi di samping faktor

emosional, untuk terjadinya menarche diperlukan jumlah lemak tertentu

sehingga anak obesitas dimana lemak tubuh sudah cukup tersedia,

menarche akan terjadi lebih dini.

6. Obesitas akan melanjut sampai dewasa, terutama bila obesitas mulai pada

masa pra-pubertal

7. Penyakit degeneratif dan penyakit metabolik : hipertensi, penyakit jantung

koroner, diabetes mellitus, hiperlipoproteinemia, hiperkolesterolemia

(Siregar, 2006).

F. Hubungan obesitas dengan kesehatan reproduksi

Sebuah penelitian di Chicago menyatakan bahwa obesitas berdampak

pada gangguan kardiometabolik dan kesehatan reproduksi. Obesitas dapat

meningkatkan risiko keguguran (37,5%), menstruasi yang tidak teratur

(35,8%), infertilitas (33,9%), operasi caesar (30,8%), kanker payudara

(28,0%), cacat lahir (23,7%), lahir mati (14,1%), dan endometrium kanker

(18,1%) (Cardozo et al, 2012). Menurut Solorzano dan Christopher (2010)

remaja yang mengalami obesitas berisiko tinggi memiliki penyakit

kardiovaskuler di masa depan yang disebabkan oleh terjadinya kelainan

metabolik. Secara khusus, kelebihan adipositas selama masa kanak-kanak

dapat memajukan pubertas pada anak perempuan dan anak laki-laki dapat

menunda pubertas. Obesitas pada anak perempuan peripubertal juga dapat

dikaitkan dengan hyperandrogenemia dan risiko tinggi sindrom ovarium

Page 8: Gizi Remaja

7

polikistik remaja. Resistensi insulin dan hiperinsulinemia kompensasi

dimungkinkan penyebab yang berkontribusi terhadap banyak perubahan

pubertas pada remaja obesitas. Menurut penelitian tersebut, masih perlu

penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme patofisiologi dan gejala dalam

jangka waktu yang lama.

G. Cara pencegahan

Prinsip pencegahan obesitas adalah menurunkan berat badan dengan

cara menciptakan defisit energi dengan mengurangi konsumsi energi atau

menambah penggunaan energi melalui olahraga yang teratur (Wiramihardja,

2007). Aktif berolah raga adalah salah satu cara menurunkan berat badan

disamping berdiit mengurangi makanan berlemak dan gula. Tetapi remaja

gemuk merasa malu ikut olah raga, dan sikap yang demikian akan membuat

badan tetap atau malah bertambah gemuk. Cara lain menurunkan berat badan

adalah dengan cara berdiit, tetapi diit yang ketat juga berbahaya terhadap

kesehatan karena selain mengurangi konsumsi energi juga mengurangi

konsumsi zat-zat gizi lainnya. Oleh karena itu, dalam menjalankan program

diit, maka ahli gizi atau dokter perlu dimintakan nasehatnya (Depkes RI,

2000).

Barasi (2010) menambahkan bahwa pencegahan obesitas dapat

dilakukan dengan melalui pendekatan diet dan gaya hidup dengan

mengintegrasikan : perubahan perilaku, pengaturan diet dan peningkatan

aktivitas fisik. Pencegahan dapat dilakukan pada tingkat individu dan tingkat

komunitas. Adapun pencegahan obesitas pada tingkat individu antara lain :

1. Mengubah pemilihan makanan menjadi lebih sehat, dan berimbang

2. Menurunkan asupan energi total sehingga sebanding dengan pengeluaran

energi melalui pengurangan ukuran porsi makan

3. Mengatur pemilihan kudapan yang lebih sehat

4. Melakukan lebih banyak aktivitas fisik.

Sedangkan pencegahan obesitas pada tingkat komunitas berupa kebijakan

yang mendukung upaya pencegahan tingkat individu, diantaranya adalah :

1. Kebijakan tentang pencantuman label makanan untuk memudahkan

masyarakat mendapatkan makanan sehat

Page 9: Gizi Remaja

8

2. Industri makanan memperkecil ukuran hidangan

3. Membatasi iklan promosi makanan yang kurang menyehatkan

4. Mendorong aktivitas berjalan, bersepeda, dan olahraga lain dengan

memperhatikan keamanan/keselamatan di jalan raya dan lingkungan

perkotaan.

H. Cara Penanggulangan

Pada prinsipnya diet yang dianjurkan adalah rendah kalori, seimbang

atau cukup mengandung zat-zat gizi. Penurunan berat badan sebaiknya

dilakukan secara bertahap, yang baik adalah 0,5–1 kg/minggu. Bagi orang

kelebihan berat badan atau obesitas yang harus dilakukan tidak hanya

pengaturan makanan atau rendah kalori tetapi juga harus disertai dengan

peningkatan aktivitas fisik. Penanggulangan obesitas yang tepat adalah olah

raga yang cukup porsinya dan diet yang cepat. Obesitas dapat ditanggulangi

dengan cara pengobatan dietetik yang bertujuan menurunkan berat badan

secara berangsur-angsur dengan jalan mengurangi masukan energi dibawah

kebutuhan, faktor yang dapat menurunkan berat badan pada obesitas dalam

jangka waktu yang lama adalah pengurangan asupan kalori yang berasal dari

makanan sampai dibawah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh (Widyaningsih,

2010).

Penatalaksanaan obesitas/hiperinsulin dengan OPK ini tidaklah hanya

terbatas pada masa/saat usia reproduksi saja, tetapi perlu dipikirkan untuk

mengikutinya karena adanya dampak jangka panjang nantinya paska

menopause. Sehingga secara menyeluruh tujuan pengobatan pada wanita

dengan obesitas/hiperinsulin dan Ovarium Poli Kistik (OPK) adalah menekan

kadar androgen, induksi ovulasi (untuk infertilitas), menurunkan berat badan,

menghindari terjadinya PUD/keganasan endometrium, menekan hiperinsulin

dan Risiko PJK. Penatalaksanaan yang paripurna, dan jangka panjang ini,

membutuhkan kesadaran dan rencana perawatan yang jelas dari dokter yang

merawat, dan kerja sama serta KIE (konseling, informasi, dan edukasi) yang

baik dengan/terhadap penderita (Sugiharto, 2009).

Page 10: Gizi Remaja

9

BAB III

PEMBAHASAN

Kasus dalam paper ini menceritakan tentang remaja berumur 14 tahun

yang mengalami obesitas. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

menuju dewasa. Terkait dengan kebutuhan gizi Soetjiningsih (2007) menyatakan

bahwa remaja membutuhkan energi dan gizi untuk melakukan deposisi jaringan.

Dimana pada fase ini terjadi pertumbuhan tercepat yang terjadi kedua kali setelah

yang pertama dialami. Kebutuhan gizi remaja relatif besar, hal tersebut karena

pada masa remaja masih mengalami pertumbuhan. Selain itu, remaja umumnya

melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibandingkan dengan usia lainnya, sehingga

diperlukan zat gizi yang lebih banyak. Namun, pada kasus ini remaja terlalu

berlebihan dalam hal memenuhi kebutuhan makan dan gizinya dan dimungkinkan

tidak diimbangi dengan aktifitas fisik yang sesuai sehingga mengalami kelebihan

gizi dan kegemukan atau disebut juga obesitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Faisal (2010) bahwa obesitas adalah suatu keadaan tubuh akibat

ketidakseimbangan jumlah makanan yang masuk dibandingkan dengan

pengeluaran energi oleh tubuh.

Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat memicu terjadinya obesitas.

Pada kasus ini Hannah mengalami obesitas dikarenakan mengalami kelainan

genetik yang berdampak pada abnormalnya pola makannya. Hannah menderita

penyakit Prader Willi Syndrome (PWS) sehingga Hannah tidak memiliki rasa

kenyang seperti orang normal lainnya. Hilangnya sensor rasa kenyang disebabkan

saat kromosom tumbuh berkembang, sebagian informasi genetik dari kromosom

15 hilang sehingga menyebabkan hilangnya rasa kenyang secara harfiah. Hannah

akan terus berusaha mencari makanan untuk memenuhi rasa laparnya. Pola makan

yang berlebihan inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari

kegemukan apabila tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk

mengurangi berat badan (Soedajat, 2010).

Obesitas yang dialami oleh Hannah akan sangat berdampak negatif pada

kesehatannya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Obesitas pada

umumnya akan mengakibatkan gangguan psikososial, pertumbuhan fisik/linier

yang lebih cepat dan usia tulang yang lebih lanjut dibanding usia biologinya,

Page 11: Gizi Remaja

10

masalah ortopedi, gangguan pernafasan, gangguan endokrin, obesitas akan

melanjut sampai dewasa, terutama bila obesitas mulai pada masa pra-pubertal

yang dapat menyebabkan penyakit degeneratif dan penyakit metabolik seperti

hipertensi dan penyakit jantung koroner. Terkait dengan kesehatan reproduksi,

obesitas yang dialami Hannah dapat menyebabkan menstruasi lebih cepat terjadi

di samping faktor emosional, untuk terjadinya menstruasi diperlukan jumlah

lemak tertentu sehingga anak obesitas dimana lemak tubuh sudah cukup tersedia,

menstruasi akan terjadi lebih dini (Siregar, 2006).

Menurut Solorzano dan Christopher (2010) remaja yang mengalami

obesitas berisiko tinggi memiliki penyakit kardiovaskuler di masa depan yang

disebabkan oleh terjadinya kelainan metabolik. Secara khusus, kelebihan

adipositas selama masa kanak-kanak dapat memajukan pubertas pada anak

perempuan dan anak laki-laki dapat menunda pubertas. Obesitas pada anak

perempuan peripubertal juga dapat dikaitkan dengan hyperandrogenemia dan

risiko tinggi sindrom ovarium polikistik remaja. Resistensi insulin dan

hiperinsulinemia kompensasi dimungkinkan penyebab yang berkontribusi

terhadap banyak perubahan pubertas pada remaja obesitas. Menurut penelitian

tersebut, masih perlu penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme patofisiologi

dan gejala dalam jangka waktu yang lama.

Penelitian lain mengungkapkan bahwa kejadian obesitas berhubungan

dengan kejadian pramenstruasi. Obesitas merupakan faktor risiko terhadap

kejadian sindrom pramenstruasi (PMS). Orang yang kelebihan berat badan

berisiko mengalami kejadian sindrom pramenstruasi, konsumsi atau masukan

karbohidrat yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya PMS (Nashruna

dkk, 2012). Menurut Telli et al (2002) dalam Sugiharto (2009), obesitas

mempengaruhi fungsi reproduksi wanita akibat adanya kadar leptin dan insulin

yang tinggi. Kadar leptin yang tinggi mempengaruhi steroidogenesis di ovarium.

Leptin menghambat kerja follicle stimulating hormone (FSH) dan insulin like

growth factor-1 (IGF-I) di folikel, sehingga mengganggu sintesis estrogen di

ovarium/folikel, tetapi tidak pada sintesis progesteron. Selain itu, sebuah

penelitian di Chicago menyatakan bahwa obesitas berdampak pada gangguan

kardiometabolik dan kesehatan reproduksi. Obesitas dapat meningkatkan risiko

Page 12: Gizi Remaja

11

keguguran (37,5%), menstruasi yang tidak teratur (35,8%), infertilitas (33,9%),

operasi caesar (30,8%), kanker payudara (28,0%), cacat lahir (23,7%), lahir mati

(14,1%), dan endometrium kanker (18,1%) (Cardozo et al, 2012).

Prinsip pencegahan obesitas pada dasarnya dapat dilakukan dengan

menurunkan berat badan. Caranya adalah menciptakan defisit energi dengan

mengurangi konsumsi energi atau menambah penggunaan energi melalui olahraga

yang teratur (Wiramihardja, 2007). Namun pada kasus ini Hannah tidak bisa

menahan rasa lapar sehingga tidak bisa mengurangi tingkat konsumsi makannya.

Cara lain yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan aktifitas fisik, karena

aktifitas fisik dapat menambah pengeluaran energi yang tersimpan. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Barasi (2010) bahwa pencegahan obesitas dapat dilakukan

dengan melalui pendekatan diet dan gaya hidup dengan mengintegrasikan

perubahan perilaku, pengaturan diet dan peningkatan aktivitas fisik.

Penanggulangan yang dapat dilakukan adalah dengan penatalaksanaan

yang paripurna, membutuhkan kesadaran dan rencana perawatan yang jelas dari

dokter yang merawat, dan kerja sama serta KIE (konseling, informasi, dan

edukasi) yang baik dengan /terhadap penderita. Oleh karena itu, keluarga beserta

orang-orang terdekat harus selalu mengawasi dan mengontrol pola makan

Hannah. Alternatif pengobatan yang dapat mengurangi dampak obesitas pada

Hannah yaitu dengan terapi menggunakan hormon pertumbuhan manusia atau

human growth hormone (HGH). Terapi ini dapat membantu meski tidak

menyembuhkan secara total.

Page 13: Gizi Remaja

12

BAB IV

SIMPULAN

Seorang remaja berumur 14 tahun bernama Hannah Wilkinson mengalami

obesitas dikarenakan kelainan genetik yang berdampak pada abnormalnya pola

makan. Hannah menderita penyakit Prader Willi Syndrome (PWS) sehingga

Hannah tidak memiliki rasa kenyang seperti orang normal lainnya. Pola makan

yang berlebihan inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari

kegemukan apabila tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk

mengurangi berat badan. Terkait dengan kesehatan reproduksi, obesitas yang

dialami Hannah dapat menyebabkan menstruasi lebih cepat terjadi disamping

faktor emosional, untuk terjadinya menstruasi diperlukan jumlah lemak tertentu

sehingga anak obesitas dimana lemak tubuh sudah cukup tersedia, menstruasi

akan terjadi lebih dini. Penelitian lain mengungkapkan bahwa kejadian obesitas

berhubungan dengan kejadian pramenstruasi. Obesitas merupakan faktor risiko

terhadap kejadian sindrom pramenstruasi (PMS). Orang yang kelebihan berat

badan berisiko mengalami kejadian sindrom pramenstruasi, konsumsi atau

masukan karbohidrat yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya PMS.

Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan aktifitas fisik,

karena aktifitas fisik dapat menambah pengeluaran energi yang tersimpan.

Sedangkan, penanggulangan yang dapat dilakukan seperti pengawasan dan

pengontrolan pola makan oleh keluarga beserta orang-orang terdekat Hannah serta

terapi menggunakan Human Growth Hormone.

Page 14: Gizi Remaja

13

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Cardozo E. R., Tanaka J. D., Lisa M. N., Maureen E. B., Geraldine E. E., Randall B. B., Erica E. M. 2012. Knowledge of Obesity and Its Impact on Reproductive Health Outcomes Among urban Women. Journal community Health.

Hidajat, B. dkk. 2010. Obesitas. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang.

Misnadiarly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Beberapa Penyakit Edisi 1. Pustaka Obor Populer. Jakarta.

Nashruna I., Maryatun, Riyani W. 2012. Hubungan Aktifitas Olahraga dan Obesitas dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten. Jurnal Gaster. Vol. 9 (1): 65-75.

Siregar, R.A. 2006. Harga Diri Pada Remaja Obesitas. Fakultas kedokteran. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soetjiningsih. 2007. Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Sagung Seto. Jakarta.

Solorzano, C. M. B. dan Christopher R. M. 2010. Obesity and the pubertal transition in girls and boys. Society for reproduction aand fertility. Vol 140 : 399-410.

Sugiharto. 2009. Obesitas dan Kesehatan Reproduksi Wanita. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 5 (1) : 34-39.

Syafiq, A. dkk, 2009. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Rajawali Pers. Jakarta.

Widyaningsih, Linda. 2010. Perbedaan Tingkat Kecukupan Energi, Protein dan Pengetahuan Gizi Ibu Rumah Tangga yang Obesitas dan yang Tidak Obesitas di RT6 RW3 Desa Karang Tengah Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara. Tesis. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang.

Widyastuti, Yani dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya. Yogyakarta.

Wiramihardja, A. Sutardo. 2007. Pengantar psikologi Abnormal. PT. Rendika Aditama. Bandung.

Yatim, Faisal. 2010. Kendalikan Obesitas dan Diabetes. Indocamp. Jakarta.