Gerakan 30 September

13
Gerakan 30 September ( yang disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI), Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia . Terlepas seperti apa fakta sejarah terkait tragedi 30 S PKI, yang pasti kejadian tersebut telah mencederai kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, bangsa yang memiliki pandangan hidup kaya akan nilai-nilai tuntunan hidup untuk damai dan harmonis satu sama lain yaitu Pancasila, dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, dimana walaupun kita bangsa Indonesia berbeda- beda satu sama lain, baik beda agama, beda suka dan terdiri atas berbagai golongan, tapi kita tetap satu jua tragedi 30 S PKI, yang pasti kejadian tersebut telah mencederai kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, bangsa yang memiliki pandangan hidup kaya akan nilai-nilai tuntunan hidup untuk damai dan harmonis satu sama lain yaitu Pancasila, dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, dimana walaupun kita bangsa Indonesia berbeda-beda satu sama lain, baik beda agama, beda suka dan terdiri atas berbagai golongan, tapi kita tetap satu jua. Namun, kejadian tersebut sangat kita sayangkan dapat terjadi yang akhirnya merenggut korban dengan meninggalnya putra-putra terbaik bangsa, yaitu; Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi), Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi), Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan), Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen), Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik), Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat), Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan beliau, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.

Transcript of Gerakan 30 September

Page 1: Gerakan 30 September

Gerakan 30 September ( yang disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI), Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia. Terlepas seperti apa fakta sejarah terkait tragedi 30 S PKI, yang pasti kejadian tersebut telah mencederai kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, bangsa yang memiliki pandangan hidup kaya akan nilai-nilai tuntunan hidup untuk damai dan harmonis satu sama lain yaitu Pancasila, dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, dimana walaupun kita bangsa Indonesia berbeda-beda satu sama lain, baik beda agama, beda suka dan terdiri atas berbagai golongan, tapi kita tetap satu jua tragedi 30 S PKI, yang pasti kejadian tersebut telah mencederai kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, bangsa yang memiliki pandangan hidup kaya akan nilai-nilai tuntunan hidup untuk damai dan harmonis satu sama lain yaitu Pancasila, dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, dimana walaupun kita bangsa Indonesia berbeda-beda satu sama lain, baik beda agama, beda suka dan terdiri atas berbagai golongan, tapi kita tetap satu jua.

Namun, kejadian tersebut sangat kita sayangkan dapat terjadi yang akhirnya merenggut korban dengan meninggalnya putra-putra terbaik bangsa, yaitu; Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi), Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi), Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan), Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen), Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik), Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat), Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan beliau, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.

Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban; Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J. Leimena), Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta), Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta), Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.

Hal ini menjadi catatan penting untuk kita semua, untuk kita putra putri penerus perjuangan dan keberlangsungan pembangunan Indonesia yang kita cintai. Kita harus menjadikan tragedi G 30 S PKI, sebagai cerminan penting, menjadi kejadian tersebut sebagai pengalaman penting bagi bangsa ini, walau pahit, namun dalam kepahitan itu harus kita ambil hikmah nya, penting untuk kita ketahui bersama bahwa terlalu banyak pihak-pihak yang iri dan ingin membuat Indonesia yang damai dan harmonis ini menjadi negara yang saling konflik antara satu sama lain. Dan yang paling penting ada upaya untuk mendegradasikan keberadaan dasar negara kita Pancasila.

Page 2: Gerakan 30 September

Menurut Hasyim Muzadi kita harus sadar bahwa Pancasila harus ditegakkan. Penegakan itu tidak cukup hanya dengan orasi, tapi harus integrated di tengah bangsa Indonesia," katanya. Integrasi yang dimaksud adalah meliputi UUD 1945 yang merupakan institusionalisasi dari semua UU yang berlaku di Indonesia. UUD 1945 tidak boleh sampai merusak roh Pancasila, dalam pembukaan UUD 1945 adalah universalitas. Selanjutnya menurut Jenderal (purn) Try Sutrisno, Gerakan Pemantapan Pancasila (GPP), memiliki tanggung jawab moral untuk mewariskan dan melestarikan nilai-nilai Pancasila. Mengajak generasi muda untuk mengkaji ulang Pancasila setelah UUD 1945 diamandemen.

Sangat penting bagi semua untuk mengedepankan analisis kritis dan menjadikan Pancasila serta Bhinneka Tunggal Ika menjadi landasan dalan berprilaku, dalam bergaul, dalam mengambil tindakan menuju kehidupan yang damai dan Harmonis, menuju Indonesia yang kita cintai damai selalu serta tetap dalam bingkai NKRI. Harus kita yakini dan terus implementasikan dalam prilaku sehari-=hari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, agar kita hidup selalu dalam Lindungan Allah/ Tuhan Yang Maha Esa, dan dapat mewujudkan kesejahteraan serta kedamaian yang hakiki.Abm

Yuwak Ok

/gusma

I am Simple. Love NKRI.Selengkapnya...

Follow

Page 3: Gerakan 30 September

  Bukan Sekadar Sekuens Historis

     Peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) melalui Gerakan 30 September (G30S/PKI) tahun 1965 sudah berlalu hampir 30 tahun, dan dengan demikian ia telah menjadi bagian dari sejarah masa lalu bangsa ini. Sebagai bagian dari sejarah, tentu saja peristiwa itu akan selalu mengundang berbagai penafsiran post-factum, dengan sudut pandang atau kepentingan yang mungkin berbeda-beda.      Tetapi sekalipun ia sudah merupakan bagian dari masa lalu, peristiwa itu tidak bisa dinilai sekadar sebagai suatu sekuens belaka dalam urutan kronologis historis. Sebab lebih dari sekadar sebuah peristiwa sejarah, ia adalah sebuah peristiwa sejarah, ia adalah sebuah tragedi kemanusiaan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman traumatik bagi bangsa ini.      Dengan demikian setiap usaha pengungkapan atau penafsiran kembali terhadap peristiwa itu tetap menjadi penting, karena usaha seperti itu akan senantiasa menggugah tidak saja rasa ingin tahu, melainkan terutama makna dari peristiwa bersejarah tersebut. Dalam konteks itulah terasa bermanfaat, bahwa pemerintah melalui Sekretariat Negara RI telah menerbitkan sebuah Buku Putih mengenai peristiwa tersebut.      Buku yang berjudul Gerakan 30 September: Pemberontakan Partai Komunis Indonesia ini diterbitkan bertepatan dengan hari kesaktian Pancasila, 1 Oktober 1994. Dalam kata pengantarnya Mensesneg Moerdiono mengingatkan, "... kita perlu menarik pelajaran sangat berharga dari pengalaman masa lampau. Dokumen ini disusun untuk memperbaiki Bangsa Indonesai mengenai pola ancaman terencana dari paham dan gerakan komunis di Indonesia."      Buku yang terdiri dari 10 bab sepanjang 173 halaman ditambah 120 halaman lampiran, secara panjang lebar menguraikan sejarah perkembangan PKI sejak masa pra kemerdekaan hingga puncaknya pada upaya pemberontakan yang dilakukan melalui G30S pada tahun 1965, disusul uraian tentang langkah-langkah TNI/ABRI dibawah kepemimpinan Soeharto (sekarang presiden) dalam menumpas pemberontakan tersebut.                                  ***      Sekalipun tidak banyak hal baru yang terungkap dalam buku ini mengenai jalanya peristiwa pemberontakan tersebut, namun fakta-fakta yang ditampilkan dan uraian yang melengkapinya cukup memadai dalam usaha memberikan rekonstruksi atas apa yang sesungguhnya terjadi menjelang dan pada saat pemberontakan tersebut berlangsung, dan bagaimana tindakan penumpasan aksi tersebut yang dilakukan TNI/ABRI.      Berbeda dengan beberapa buku sebelumnya yang mencoba menjelaskan peristiwa pemberontakan tersebut berdasarkan tafsiran atas fakta-fakta yang kurang lengkap, fakta-fakta yang diungkapkan dalam buku ini mungkin dapat dikatakan cukup memadai, karena sebagian besar

Page 4: Gerakan 30 September

diantaranya bersumber dari pengakuan tokoh PKI sendiri dan orang-orang yang terlibat didalamnya sebagaimana tercatat dalam dokumen-dokumen sidang-sidang pengadilan terhadap mereka sesudah peristiwa tersebut.      Secara rinci pula diuraikan langkah-langkah persiapan yang dilakukan PKI termasuk usaha melakukan penyusupan ke dalam tubuh TNI/ABRI melalui beberapa perwira yang berhasil mereka bina. Langkah-langkah itu semakin diintensifkan, setelah PKI semakin menyadari kegawatan penyakit presiden Soekarno, satu-satunya tokoh yang bisa menjamin eksistensi PKI dalam suasana rivalitas yang semakin meruncing dengan pihak TNI/ABRI, khususnya TNI-AD.      Dalam suasana panik karena khawatir Presiden Soekarno meninggal sebelum PKI cukup kuat untuk berhadapan dengan TNI/ABRI maka disusunlah strategi kilat bagaimana mendahului memukul lawannya melalui isu "Dewan Jenderal".      Tetapi diantara berbagai bagian dalam buku ini, barangkali salah satu bagian yang paling menarik adalah pada bab VII yang menguraikan sikap presiden Soekarno terhadap gerakan 30 September. Pada bagian ini dimuat beberapa potongan kutipan pidato Soekarno pada berbagai kesempatan, yang pada intinya hendak memperlihatkan bahwa Soekarno melindungi PKI.      Kutipan-kutipan itu memang secara jelas memperlihatkan dukungan Soekarno terhadap PKI dan Komunis, suatu hal yang sesuai atau konsisten dengan visi politiknya yang telah dikembangkan sejak tahun 1920-an, namun dari bab yang sama pula dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya Soekarno tidak banyak tahu tentang aksi PKI tersebut.      Misalnya ketika menerima Brigjen Soepardjo mengenai aksi tersebut pada tanggal 1 Oktober 1965, Soekarno menanyakan alasan penindakan terhadap para jenderal yang diculik, meminta gerakan tersebut dihentikan, dan memerintahkan agar siaran tentang Dewan Revolusi dihentikan (halaman 144-145). Ketika Soepardjo melaporkan perintah Presiden Soekarno kepada Kepala Biro Khusus Sentral PKI, Sjam, tokoh ini menilai perintah Presiden itu tidak menguntungkan gerakan 30 September, dan karena itu menolak mematuhi perintah tersebut (hlm. 121).      Memang, peran Soekarno dalam peristiwa historis itu senantiasa akan menjadi bahan perdebatan yang tak habis habisnya. Namun terlepasa dari soal itu, salah satu sikap positif dari pemerintah sebagaimana terungkap dalam bab IX (kesimpulan) buku ini adalah, dengan sama sekali menyebut Soekarno terlibat dalam peristiwa itu.      Dengan kata lain, Soekarno sebagai founding-father dan presiden pertama republik ini kedudukan dan peran Soekarno telah didudukkan secara proposional dalam buku ini. Barangkali sikap semacam ini yang lebih diperlukan di masa mendatang, yaitu sikap yang dilandaasi kearifan dalam memandang masa lalu yang penuh trial and error, kearifan sebagai bangsa besar yang tetap mampu memelihara rasa hormat dan utang budi kepada para bapak bangsa, apapun kesalahan mereka.

Page 5: Gerakan 30 September

                                  ***      Sebagai suatu tragedi nasional, peristiwa pemberontakan G30S/PKI akan tetap dikenang, walaupun itu adalah kenangan tentang kepahitan dan kegetiran bahkan amarah dan dendam. Namun sebagaimana dikatakan Mensesneg Moediono dalam kata pengantarnya, pengungkapan peristiwa itu dapat memberi pelajaran berharga dari pengalaman masa lampau.      Dan sebagai bagian dari usaha untuk tetap mempelajari pengalaman masa lampau itulah, sebagai bangsa kita akan tetap terbuka untuk menerima segala penafsiran yang muncul mengenai peristiwa tersebut baik penafsiran mengenai latarbelakang, para pelaku, dan jalannya peristiwa tersebut, maupun penafsiran mengenai akibat-akibatnya jauh sesudah peristiwa tersebut berlalu.      Tentu saja itu merupakan penafsiran post-factum dengan kepentingan yang berbeda-beda baik kepentingan akademik maupun politik. Dalam konteks itulah penjelasan resmi pemerintah melalui buku ini barangkali dapat dipahami arti penting atau relevansinya. (Manuel Kaisiepo)

______________________________________ [Originated from NusaNet <nusa.or.id>]

Page 6: Gerakan 30 September

HIKMAH PEMBERONTAKAN G-30-S/PKI Jika Kita merenung kembali mengenai sejarah Indonesia pada masa lalu. Pasti Kita akan mengetahui sedikit banyaknya mengenai sebuah tragedi pemberontakan PKI pada tanggal 30 september 1965. Tragedi itu dapat kita renungi sebagai sebuah ujian dan cobaan terhadap sebuah bangsa yang ingin mengalami perubahan yang signifikan dengan jargon “REVOLUSI”. Revolusi lahir karena sebuah kondisi Negara/bangsa yang tidak kondusif dan stabil, baik dari sisi politik, ekonomi, sosial-kultural dan lain-lain.Pada waktu itu, gerakan itu lahir karena PKI ingin menguasai bangsa Indonesia dengan melakukan pemberontakan. Dengan berbagai cara ditempuh oleh PKI yang dipimpin oleh D.N Aidit. Pemberontakan yang dimulai pada tahun 1948 ini terus berupaya untuk mengusai Negara Indonesia. Ketika itu kelompok ini mengikuti Pemilihan Umum pada tahun 1955 dan akhirnya berhasil menjadi partai terbesar ke-empat setelah PNI, MASYUMI dan NU.Pada era demikrasi terpimpin PKI melakukan gerakan penyusupan ke berbagai lembaga-.lembaga politik, sosila budaya bahkan ke anggkatan bersenjata. Dengan menggunakan biro khusus PKI berhasil menghasut Bung Karno untuk menyingkirkan lawan-lawan politik PKI. Akhirnya Bung Karno membubarkan partai MASYUMI dan PSI. Tidak hanya itu PNI pun berhasil di pecah belah dengan menyusupkan Ir. Surachman ke dalam tubuh PNI.Dengan power yang cukup kuat, PKI terus melakukan upaya yang jitu dengan membuat fitnah terhadap para petinggi angkatan darat. Mereka menuduh bahwa angkatan darat telah mendirikan Dewan Jenderal yang akan melakukan cup d’etat terhadap Presiden Soekarno dan juga mengatakan bahwa para anggotanya adalah agen nekolim. Dengan fitnah ini kondisi politik di tubuh angkatan darat pada waktu itu mulai goncang.Pada puncaknya pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari gerakan PKI yang dipimpin oleh Letnal Kolonel Untung Soetopo, memerintahkan kepada seluruh anggota gerakan PKI mengadakan penculikan dan pembunuhan terhadap enam perwira tinggi dan seorang perwira anggkatan darat. Para perwira itu disiksa, dibunuh dan dibawa ke lubang buaya. Sungguh mengerikan yang terjadi pada gerakan 30-S-PKI ini, karena bisa kita lihat bahwa dalam perebutan kekuasaan, seseorang bisa membunuh orang lain yang tidak berdosa. Apalagi musuh politik, pasti lebih kejam lagi. Apakah perebutan kekuasaan itu harus menggunakan cara itu?Dengan melihat realitas sekarang ini, memang telah terjadi perebutan kekuasaan ditingkat elit politik. Tapi dengan cara yang berbeda. Kalau PKI membunuh secara konkret, sedangkan elit sekarang membunuh secara abstrak tapi dampaknya sangat luas. Misalnya politik yang digunakan dengan cara politik “dagang sapi” atau “bagi hasil” kekuasaan. Sungguh ironis jika sejarah kelam terulang kembali. Walaupun dengan design dan methode yang berbeda. Tapi kita berharap dan berdoa, ada hikmah yang tersirat dibalik sebuah peristiwa dan perjalanan panjang 66 tahun sejak bangsa ini merdeka. Semoga bangsa ini terus memperbaiki diri dengan merevolusi SDM yang tidak berkualitas, ekonomi yang tidak merakyat, dan moral yang tidak sesuai dengan UU 1945 dan nilai-nilai Pancasila. Bangsa ini sudah terlalu lelah dalam sebuah jalan cerita yang menyedihkan. Semoga akhir dari sejarah dan kisah bangsa ini berakhir ROMANTIS, SEJAHTERA, DAMAI dan HAPPY ENDING.

Page 7: Gerakan 30 September

HIKMAH PEMBERONTAKAN G-30-S/PKI Jika Kita merenung kembali mengenai sejarah Indonesia pada masa lalu. Pasti Kita akan mengetahui sedikit banyaknya mengenai sebuah tragedi pemberontakan PKI pada tanggal 30 september 1965. Tragedi itu dapat kita renungi sebagai sebuah ujian dan cobaan terhadap sebuah bangsa yang ingin mengalami perubahan yang signifikan dengan jargon “REVOLUSI”. Revolusi lahir karena sebuah kondisi Negara/bangsa yang tidak kondusif dan stabil, baik dari sisi politik, ekonomi, sosial-kultural dan lain-lain.Pada waktu itu, gerakan itu lahir karena PKI ingin menguasai bangsa Indonesia dengan melakukan pemberontakan. Dengan berbagai cara ditempuh oleh PKI yang dipimpin oleh D.N Aidit. Pemberontakan yang dimulai pada tahun 1948 ini terus berupaya untuk mengusai Negara Indonesia. Ketika itu kelompok ini mengikuti Pemilihan Umum pada tahun 1955 dan akhirnya berhasil menjadi partai terbesar ke-empat setelah PNI, MASYUMI dan NU.Pada era demikrasi terpimpin PKI melakukan gerakan penyusupan ke berbagai lembaga-.lembaga politik, sosila budaya bahkan ke anggkatan bersenjata. Dengan menggunakan biro khusus PKI berhasil menghasut Bung Karno untuk menyingkirkan lawan-lawan politik PKI. Akhirnya Bung Karno membubarkan partai MASYUMI dan PSI. Tidak hanya itu PNI pun berhasil di pecah belah dengan menyusupkan Ir. Surachman ke dalam tubuh PNI.Dengan power yang cukup kuat, PKI terus melakukan upaya yang jitu dengan membuat fitnah terhadap para petinggi angkatan darat. Mereka menuduh bahwa angkatan darat telah mendirikan Dewan Jenderal yang akan melakukan cup d’etat terhadap Presiden Soekarno dan juga mengatakan bahwa para anggotanya adalah agen nekolim. Dengan fitnah ini kondisi politik di tubuh angkatan darat pada waktu itu mulai goncang.Pada puncaknya pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari gerakan PKI yang dipimpin oleh Letnal Kolonel Untung Soetopo, memerintahkan kepada seluruh anggota gerakan PKI mengadakan penculikan dan pembunuhan terhadap enam perwira tinggi dan seorang perwira anggkatan darat. Para perwira itu disiksa, dibunuh dan dibawa ke lubang buaya. Sungguh mengerikan yang terjadi pada gerakan 30-S-PKI ini, karena bisa kita lihat bahwa dalam perebutan kekuasaan, seseorang bisa membunuh orang lain yang tidak berdosa. Apalagi musuh politik, pasti lebih kejam lagi. Apakah perebutan kekuasaan itu harus menggunakan cara itu?Dengan melihat realitas sekarang ini, memang telah terjadi perebutan kekuasaan ditingkat elit politik. Tapi dengan cara yang berbeda. Kalau PKI membunuh secara konkret, sedangkan elit sekarang membunuh secara abstrak tapi dampaknya sangat luas. Misalnya politik yang digunakan dengan cara politik “dagang sapi” atau “bagi hasil” kekuasaan. Sungguh ironis jika sejarah kelam terulang kembali. Walaupun dengan design dan methode yang berbeda. Tapi kita berharap dan berdoa, ada hikmah yang tersirat dibalik sebuah peristiwa dan perjalanan panjang 66 tahun sejak bangsa ini merdeka. Semoga bangsa ini terus memperbaiki diri dengan merevolusi SDM yang tidak berkualitas, ekonomi yang tidak merakyat, dan moral yang tidak sesuai dengan UU 1945 dan nilai-nilai Pancasila. Bangsa ini sudah terlalu lelah dalam sebuah jalan cerita yang menyedihkan. Semoga akhir dari sejarah dan kisah bangsa ini berakhir ROMANTIS, SEJAHTERA, DAMAI dan HAPPY ENDING.

Page 8: Gerakan 30 September

Mengenang Sejarah Singkat G 30 S PKI Sebuah pengkhianatan terbesar yang dialami bangsa Indonesia, Gerakan 30 September 1965 / PKI atau G30S/PKI. Peristiwa G 30 S PKI terjadi pada malam hari tepat waktunya saat pergantian dari tanggal 30 September hari Kamis, menjadi 1 Oktober pada hari Jumat tahun 1965 tepat tengah malam dengan melibatkan Pasukan Cakrabirawa dan Anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

Gerakan ini bertujuan menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dan menginginkan pemerintahan Indonesia menjadi pemerintahan komunis. Gerakan 30 S PKI dipimpin oleh ketua saat itu, yaitu Dipa Nusantara Aidit atau sering dikenal dengan nama DN. Aidit. DN. Aidit gencar memberikan hasutan kepada seluruh masyarakat supaya mendukung PKI dengan iming-iming Indonesia akan lebih maju dan sentosa. DN. Aidit menurut pakar sejarah pada masa rezim Presiden Soeharto merupakan dalang utama gerakan 30 S PKI.

Gerakan 30 S PKI bergerak atas satu komando yang dipimpin oleh Komandan Batalyon I Cakrabirawa, Letnan Kolonel Untung Syamsuri. Gerakan ini dimulai dari Jakarta dan Yogyakarta, gerakan ini mengincar Dewan Jendral dan Perwira Tinggi. Awal mula gerakan ini hanya bermaksud menculik dan membawa para Jendral dan perwira tinggi ke Lubang Buaya. Namun, ada beberapa prajurit Cakrabirawa yang memutuskan untuk membunuh Dewan Jendral dan perwira tinggi. Jendral yang dibantai oleh PKI diantaranya Jendral Ahmad Yani dan Karel Satsuit Tubun. Sisa Jendral dan perwira tinggi meninggal dunia secara perlahan karena luka penyiksaan di Lubang Buaya.

Baca juga :

Mengenang Sejarah G30S PKI, Tonggak Peringatan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober Gambar kata tulisan dan DP BBM Selamat Hari Guru Nasional 25 November 2014 Siang Ini Jokowi Mundur Dari Jabatan Gubernur DKI

Para Pahlawan Dewan Jendral dan Perwira Tinggi yang meninggal dunia atas kekejaman Gerakan 30 S PKI dan ditemukan di sumur Lubang Buaya adalah :

1. Letnan Jendral Anumerta Ahmad Yani (Meninggal Dunia di rumahnya, Jakarta Pusat. Rumahnya sekarang menjadi Museum Sasmita Loka Ahmad Yani)2. Mayor Jendral Mas Tirtodarmo Haryono3. Mayor Jendral Raden Soeprapto4. Brigadir Jendral Donald Isaac Panjaitan5. Mayor Jendral Siswondo Parman6. Brigadir Polisi Ketua Karel Satsuit Tubun (Meninggal dunia di rumahnya)7. Brigadir Jendral Sutoyo Siswodiharjo8. Kolonel Katamso Darmokusumo (Korban G30S/PKI di Yogyakarta)9. Letnan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto (Korban G30S/PKI di Yogyakarta)10. Ade Irma Suryani Nasution (Putri Abdul Haris Nasution, meninggal di kejadian ini)11. Kapten Lettu Pierre Andreas Tendean (Meninggal di kediaman Jendral Abdul Haris Nasution)

Page 9: Gerakan 30 September

Atas kejadian yang membuat luka Bangsa Indonesia, rakyat menuntut kepada Presiden Soekarno supaya membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Dengan rasa terpaksa akhirnya Partai PKI yang menjadi kekuatan bagi Presiden Soekarno dalam aksi “Ganyang Malaysia” di bubarkan. Selanjutnya Presiden Soekarno memberikan mandat pembersihan semua struktur pemerintahan nya kepada Mayor Jendral Soeharto yang terkenal dengan Surat Perintah 11 Maret 1966