GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

28
GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER Abdullah Hanapi Dosen IAIN Surakarta Abstrak Gender adalah suatu konstruksi sosio-budaya, ia adalah label dari konstruksi hubungan jenis laki-laki dan perempuan yang lebih populer disebut dengan relasi gender. Maka perilaku mengenai relasi antara laki- perempuan disebut budaya gender. Pembicaraan ini telah membawa kata kesetaraan sebagai ikon penting dalam mengonstruksi kembali gender sebagai entitas sosio kultur yang dibuat, dibangun untuk menegakkan hubungan yang setara dan adil dalam kemajuan bersama untuk mencapai derajat mutu manusia dan menghindarkan pemaknaan dikotomis kultural laki-perempuan. Kaitannya dengan tafsir qur’ani, memang tidak dapat dipungkiri bahwa di sebagian mufassir klasik sering ditemukan penempatan posisi perempuan jika kita membacanya lewat nalar zaman sekarang yang sudah kontemporer terkesan diduakan, adanya superioritas dan subordinasi terhadap mereka. Oleh karena itu mendorong rekonstruksi ulang pemaknaanya dengan menggunakan nalar equilibrium melihat sesuatu tidak sebagai kiri kanan akan tetapi berusaha mencarai titik keseimbangannya. Keywords: gender, tafsir, kontemporer A. Pendahuluan Beberapa tahun belakangan ini istilah gender menjadi bahan perbincangan yang hangat di berbagai forum dan media, formal

Transcript of GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

Page 1: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR

KONTEMPORER

Abdullah Hanapi

Dosen IAIN Surakarta

Abstrak

Gender adalah suatu konstruksi sosio-budaya, ia adalah

label dari konstruksi hubungan jenis laki-laki dan

perempuan yang lebih populer disebut dengan relasi

gender. Maka perilaku mengenai relasi antara laki-

perempuan disebut budaya gender. Pembicaraan ini telah

membawa kata kesetaraan sebagai ikon penting dalam

mengonstruksi kembali gender sebagai entitas sosio kultur

yang dibuat, dibangun untuk menegakkan hubungan yang

setara dan adil dalam kemajuan bersama untuk mencapai

derajat mutu manusia dan menghindarkan pemaknaan

dikotomis kultural laki-perempuan. Kaitannya dengan

tafsir qur’ani, memang tidak dapat dipungkiri bahwa di

sebagian mufassir klasik sering ditemukan penempatan

posisi perempuan jika kita membacanya lewat nalar zaman

sekarang yang sudah kontemporer terkesan diduakan,

adanya superioritas dan subordinasi terhadap mereka.

Oleh karena itu mendorong rekonstruksi ulang

pemaknaanya dengan menggunakan nalar equilibrium

melihat sesuatu tidak sebagai kiri kanan akan tetapi

berusaha mencarai titik keseimbangannya.

Keywords: gender, tafsir, kontemporer

A. Pendahuluan

Beberapa tahun belakangan ini istilah gender menjadi bahan

perbincangan yang hangat di berbagai forum dan media, formal

Page 2: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

2 | Jurnal Syahadah

Vol. VI, No. 1, April 2018

maupun informal. Hampir setiap bidang pembangunan menganjurkan

dilaksanakannya analisis gender dalam komponen program. Namun,

tidak sedikit pula yang masih menganggap bahwa Gender adalah sama

dengan jenis kelamin atau lebih sempit lagi, gender = perempuan. Hal

ini tidak mengherankan mengingat memang lebih banyak kaum

perempuan yang mendapat dampak dari ketidakadilan gender dalam

lingkungan keluarga maupun masyarakat, daripada kaum laki-laki.

Sehingga, ketika masalah gender diperbincangkan, seolah-olah hal

tersebut telah identik dengan masalah kaum perempuan

Gender, merupakan istilah yang baru dalam Islam, karena

sesungguhnya gender sendiri merupakan suatu istilah yang muncul di

barat pada sekitar ± tahun 1980. Digunakan pertama kali pada

sekelompok ilmuan wanita yang juga membahas tentang peran wanita

saat itu. Islam sendiri tidak mengenal istilah gender, karena dalam islam

tidak membedakan kedudukan seseorang berdasarkan jenis kelamin

dan tidak ada bias gender dalam islam. Islam mendudukkan laki-laki

dan perempuan dalam posisi yang sama dan kemuliaan yang sama.

Islam dan gender mengapa isu gender perlu diangkat?

Jawabannya ialah karena isu gender selain isu pluralisme, merupakan

topik yang paling hangat dibicarakan dalam pemikiran pembaruan

Islam pasca Nurcholish Madjid. Produksi-produksi intelektual

berkaitan dengan isu gender pun sangat melimpah, dan pemaparan

gagasannya pun sangat progresif. Oleh karena itu, pada makalah ini

akan dipaparkan berbagai hal-hal yang berkaitan dengan persoalan-

persoalan gender tersebut.

Page 3: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

Gender: Studi Pemikiran Tafsir Kontemporer | 3

Abdullah Hanapi

B. Deskripsi dan sejarah gender

Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti "jenis kelamin".

Dalam Webster's New World Dictionary, gender diartikan sebagai

perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi

nilai dan tingkah laku. Penjelasan lain yang terdapat dalam Women's

Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep

kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal

peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki

dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.1

Menurut Hilarry M. Lips dalam bukunya “sex and gender; an

introduction” mengartikan sebagai harapan-harapan budaya terhadap

laki-laki dan perempuan ( cultural expection for women and man).

Menurut Dr Waryono Abdul Ghafur sendiri sebagai perbedaan

social antara laki-laki dan perempuan yang dititikberatkan pada

perilaku, fungsi, dan peranan masing-masing yang ditentukan oleh

kebiasaan masyarakat dimana ia berada atau konsep yang dipakai

untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari

segi sosial budaya.2

Mengacu pada pengertian diatas dapat dikatakan bahwa gender

adalah suatu konsep budaya yang digunakan untuk mengidentifikasikan

1 Qodri Azizi dkk, Pemikiran Islam Kontemporer Di Indonesia(Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2005),hlm.114 Di Indonesia sendiri melalui kemetrian Negara Urusan Peranan Wanita

“gender”diartikan sebagai interpretasi mental dan cultural terhadap perbedaan

kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. 2 Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosial Mendialogkan Teks dan Konteks

(Yogyakarta: el-Saq Press, 2005), hlm. 103.

Page 4: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

4 | Jurnal Syahadah

Vol. VI, No. 1, April 2018

perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari pengaruh lingkungan

sosial.

Masyarakat cenderung mengasumsikan bahwa maskulinitas

adalah bagian dari keadaan manusia atau takdir, sebagaimana

perbedaan laki-laki dan perempuan. Masyarakat mengharapkan pula

agar laki-laki dan perempuan memainkan peran-peran gender spesifik,

yaitu poila-pola perilaku dan kewajiban yang dianggap pantas untuk

masing-masing jenis kelamin. Karena status sosial dari kedua jenis

kelamin itu biasanya tidak sama, peran-peran gender inipun cenderung

mereflesikan dan memperkuat stratifikasi jenis kelamin yang sudah ada.

Namun lebih dari itu dari seperempat abad terkahir, bersamaan dengan

munculnya masyarakat post-industri amerika utara dan eropa barat,

banyak orang yang telah menentang hubungan tradisional kedua jenis

kelamin ini.3

Kesamaan perempuan dan laki-laki dimulai dengan

dikumandangkannya ‘emansipasi’ di tahun 1950 dan 1960-an. Setelah

itu tahun 1963 muncul gerakan kaum perempuan yang mendeklarasikan

suatu resolusi melalui badan ekonomi sosial PBB. Kesamaan

perempuan dan laki-laki diperkuat dengan deklarasi yang dihasilkan

dari konferensi PBB tahun 1975, yang memprioritaskan pembangunan

bagi kaum perempuan. Berkaitan dengan itu dikembangkan berbagai

program pemberdayaan perempuan, dan mulai diperkenalkan tema

Women In Development (WID), yang bermaksud mengintegrasi

perempuan dalam pembangunan. Setelah itu, beberapa kali terjadi

3 Nasarudin Umar dkk, Bias Gender dalam Pemahaman Islam(Yogyakarta:

Gama Media, 2002), hlm. 4.

Page 5: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

Gender: Studi Pemikiran Tafsir Kontemporer | 5

Abdullah Hanapi

pertemuan internasional yang memperhatikan tentang pemberdayaan

perempuan. Sampai akhirnya sekitar tahun 1980-an, berbagai studi

menunjukkan bahwa kualitas kesetaraan lebih penting daripada sekedar

kuantitas, maka tema WID diubah menjadi Women and Development

(WAD). Tahun 1992 dan 1993, studi Anderson dan Moser memberikan

rekomendasi bahwa tanpa kerelaan, kerjasama, dan keterlibatan kaum

laki-laki maka program pemberdayaan perempuan tidak akan berhasil

dengan baik. Dengan alasan tersebut maka dipergunakan pendekatan

gender yang dikenal dengan Gender and Development (GAD) yang

menekankan prinsip hubungan kemitraan dan keharmonisan antara

perempuan dan laki-laki. Pada tahun 2000 konferensi PBB

menghasilkan ‘The Millenium Development Goals’ (MDGs) yang

mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

sebagai cara efektif untuk memerangi kemiskinan, kelaparan, dan

penyakit serta menstimulasi pembangunan yang sungguh-sungguh dan

berkelanjutan.4

C. Mengapa Gender Perlu Dipersoalkan; Sebuah Kegelisahan

Akademik

Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan

perbedaan peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakatnya. Secara

umum, adanya gender telah melahirkan peran, tanggung jawab, fungsi,

dan bahkan ruang tempat dimana manusia beraktivitas.

Perbedaan gender ini melekat pada cara pandang kita, sehingga

kita sering lupa seakan-akan hal itu merupakan sesuatu yang permanen

4 http://www.dephut.go.id

Page 6: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

6 | Jurnal Syahadah

Vol. VI, No. 1, April 2018

dan abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri biologi yang

dimiliki oleh perempuan dan laki-laki.

Perbedaan gender telah melahirkan perbedaan peran, sifat, dan

fungsi yang terpola sebagai berikut:

1. Konstruksi biologis dari ciri primer, sekunder, maskulin,

feminin.

2. Konstruksi sosial dan peran citra baku.

3. Konstruksi agama dan keyakinan kitab suci agama.

Secara sosiologis, ada 2 konsep yang menyebabkan terjadinya

perbedaan laki-laki dan perempuan: 5

1. Konsep nurture :

Perbedaan laki-laki dan perempuan adalah hasil konstruksi

sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang

berbeda.

2. Konsep nature :

Perbedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat, sehingga

harus diterima.

Perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan

kodratnya seperti

Laki-laki Perempuan

1. kuat

2. Rasional

3. Jantan

4. Perkasa

5. Ganteng

6. Tidak cengeng

7. Dll

1. Lemah lembut

2. Cantik

3. Emosional

4. Keibuan

5. Cerewet

6. Cuka ngrumpi

5 http://www.dephut.go.id

Page 7: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

Gender: Studi Pemikiran Tafsir Kontemporer | 7

Abdullah Hanapi

7. dll.6

D. Bentuk-bentuk Ketidakadilan Gender7

Terdapat berbagai bentuk atau manifestasi ketidakadilan dan

ketidaksetaraan gender di masyarakat. Sekali lagi dapat dipastikan

bahwa beragam bentuk ketidakadilan tersebut lebih banyak menimpa

perempuan dibanding laki-laki.

1. Marjinalisasi

Proses marjinalisasi (peminggiran/ pemiskinan) yang

mengakibatkan kemiskinan banyak terjadi di masyarakat. Namun

pemiskinan atas perempuan maupun laki-laki yang disebabkan

perbedaan jenis kelaminnya merupakan salah satu bentuk

ketidakadilan gender. Faktanya, banyak majinalisasi terus

menggerus di kehidupan perempuan. Contoh: Dalam industri yang

mempergunakan teknologi tinggi seperti elektronik, kebanyakan

tenaga perempuan tersingkir, karena teknologi tersebut tidak

menghendaki kehadiran perempuan. Dan pada akhirnya, pekerja

perempuan terpinggir sehingga memaksakan masuk ke dalam

sektor-sektor yang tidak berteknologi. Ciri utama pekerjaan ini

berupah rendah dan jenjang karirnya rendah. Akibatnya derajat

kesejahteraan perempuan kian menurun karena upah yang rendah.

2. Subordinasi

Subordinasi adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin

dianggap lebih penting, superior lebih intelektual, sedangkan jenis

6Waryono Abdul Ghafur, Tafsir sosial mendialogkan teks dengan konteks

(Yogyakarta : eLSAQ Press, 2005) Hlm 103 7 Departemen agama. Apa Itu Gender? (Jakarta: Depag, 2005) hlm. 7-

Page 8: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

8 | Jurnal Syahadah

Vol. VI, No. 1, April 2018

kelamin lainnya dianggap tidak penting, hanya komplimen

(pelengkap), inferior, adan emosional. Ini terjadi dalam wilayah

domestik dan publik.

Di wilayah domestik (rumah tangga) perempuan hanya

ditempatkan hanya sebagai pendamping suami. Fenomena ini jelas

terlihat dan berakar kuat dalam tradisi, nilai, dan norma masyarakat

3. Stereotype

Stereotype (pelabelan) merupakan sebutan yang dilekatkan

pada perempuan yang memberikan citra negatif. Berbagai macam

labeling yang dilekatkan pada perempuan, misalnya “perempuan

adalah penggoda, karenanya ia sumber maksiat”. Dampaknya

karena label tersebut maka perempuan dicurigai keberadaannya,

karena dimana pun tempat ia menimbulkan maksiat, juga dapat

menggiring perempuan untuk harus betah di dalam rumah, tidak

boleh keluar rumah apalagi tengah malam.

Hal lain yang agak relevan adalah adanya kepercayaan yang

terwujud dalam bentuk fatwa ulama’ adalah haramnya suara wanita.

Diyakini oleh beberapa ulama’ bahwa suara wanita adalah aurat.,

bilamana aurat ini tidak ditutup rapat-rapat akan mengundang

syahwat. Persoalannya mengapa bukan laki-laki sebagai pihak laki-

laki sebagai pihak yang haruskan untuk mengendalikan nasfu

syahwatnya, tetapi perempuan dituntut untuk mengendalikan segala

potensinya

3. Violence

Berbagai violence (kekerasan) menyeruak di tengah

masyarakat, dan sebagian korban adalah perempuan. Korban tidak

Page 9: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

Gender: Studi Pemikiran Tafsir Kontemporer | 9

Abdullah Hanapi

sekedar mengalami derita fisik, tetapi jnuga psikis, ekonomi, dan

bentuk lainnya. Kekerasan tidak hanya terjadi di tempat-tempat

umum, namun justru yang paling banyak terjadi di rumah tangga.

Khusus kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga tidak selalu

terjadi berupa pemukulan. Menghina, mengelaurkan kalimat

bernada merendahkan dan mencela pun dapat diketegorikan sebagai

tindak kekerasan.

E. Isu-Isu krusial tentang Gender di masyarakat

Secara umum dikatakan bahwa tidak ada diskriminasi dalam

kebijakan tentang pendidikan, setidaknya jika dilihat dari UU Sikdiknas

Nomor 20 tahun 2003. Pada tahun 1995 pemerintah juga telah

memperkenalkan wajib belajar 9 tahun bagi seluruh masyarakat.

Namun kebijakan ini mengabaikan aspek gender dalam masyarakat

Karena pemerintah tidak melakukan intervensi terhadap sikap para

orang tua yang masih lebih banyak memberikan kesempatan pada anak

laki-laki untuk bersekolah dibanding anak perempuan.8

Pada umumnya masyarakat masih menganggap anak laki-laki

lebih mampu belajar dan nantinya akan menjadi tulang punggung

keluarga, sedangkan perempuan pada akhirnya akan menikah dan

menjadi seorang istri dan ibu. Hal demikian lebih kentara pada keluarga

tidak mampu, prioritas pendidikan diberikan pada anak laki-laki

sedangkan anak perempuan diharuskan bekerja membantu keluarga dan

dikawinkan dengan usia muda.

8 Departemen agama, hlm. 50

Page 10: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

10 | Jurnal Syahadah

Vol. VI, No. 1, April 2018

1. Ekonomi

Posisi perempuan dalam dunia kerja tidak terlepas dari

posisinya di dalam keluarga. Masalahnya, negara telah

mengukuhkan kembali nilai-nilai gender dan ideologi tentang

keluarga dalam berbagai kebijakan, hokum, organisasi, dan

program-programnya, termasuk bidang ketenagakerjaan.9

2. Kesehatan

Dalam bidang kesehatan isu krusial yang muncul adalah

tinggginya Angka Kematian Ibu (AKI) akibat melahirkan. Banyak

factor penyebab sulitnya AKI ditekan, akibatnya perempuan tidak

dapat menikmati hak kesehatan reproduksi, yang sejatinya

merupakan hak mendasar yang harus dimiliki oleh setiap

perempuan. Tingginya AKI tidak hanya disebabkan karena sulitnya

akses perempuan memperoleh layanan kesehatan, buruknya

layanan dan sarana kesehatan, juga karena patriarki yang

menempatkan perempuan pada posisi yang tidak sejajar dengan

laki-laki termasuk dalam hal kesehatan reproduksi.

3. Politik

Di bidang politik, telah terjadi pengucilan eksistensi

perempuan. Faktanya, tidak banyak perempuan duduk dalam

lembaga-lembaga politik, baik formal maupun nonformal. Sebagai

gambaran diperlihatkan bahwa jumlah perempuan anggota DPR

pada periode 1999-2004 hanya 4 orang atau sekitar 9 %.lembaga

tinggi negara lainnya yakni Dewan Pertimbangan Agung (DPA)

9 Departemen agama, hlm. 52

Page 11: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

Gender: Studi Pemikiran Tafsir Kontemporer | 11

Abdullah Hanapi

pada periode 1998-2003 hanya 1 orang (2,7%) (Profil wanita

Indonesia, 1998). Hal ini disebabkan masih sedikitnya perempuan

yang menjadi pemimpin organisasi kemasyarakatan dan

pemerintahan. Organisasi kemasyarakatan dan pemerintahan

merupakan ajang rekrutmen anggota DPA

4. Hukum

Negara Indonesia telah menjamin persamaan di muka hokum

bagi laki-laki dan perempuan sebagaimana ditegaskan dalam pasal

27 UUD 1945. namun, pada kenyataannya kemampuan melakukan

tindakan hokum sendiri dan persamaan di muka hokum saja

ternyata tidak cukup. Asumsi-asumsi gender kerap kali digunakan

oleh para penegak hokum maupun pejabat pemerintah masyarakat

umum ketika kaum peerempuan akan menggunakan atau

menikm,ati hak-haknya. Banyak polisi yang menolak untuk

memproses pengadua istri yang mengalami penganiayaan dari

suaminya. Alasannya adalah karena masalah tersebut adalah

masalah intern keluarga/ privat yang tidak dapat diintervensi oleh

pihak lain walaupun sebenarnya telah ada Anti KDRT.

F. Eksistensi Perempuan

selama ini masih ada anggapan bahwa perempuan itu tidak setara

dengan laki-laki. Mengapa perempuan dianggapa tidak setara dengan

laki-laki? Menurut Rifaat Hasan seorang pemikir kritis feminis hal itu

disebabkan oleh adanya asumsi-asumsi teologis sebagai berikut:

Page 12: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

12 | Jurnal Syahadah

Vol. VI, No. 1, April 2018

1. Bahwa ciptaan Tuhan ayang pertama adalah laki-laki (Adam)

bukan perempuan. Karena perempuan diyakini diciptakan dari

tulang rusuk Adam.

2. Bahwa perempuan dilukiskan sebagai penyebab utama dari apa

yang biasanya yang dilukiskan sebagai kejatuhan atau

pengusiran manusia dari surga. Oleh karena itu semua anak

perempuan Hawa harus dipandang dengan rasa benci, curiga

dan jijik.

3. Bahwa perempuan diciptakan tidak saja dari laki-laki, tapi juga

untuk laki-laki, yang membuat eksistensinya semata-mata

bersipat instrumental dan tidak memiliki makna yang

mendasar.10

G. Pemikiran tokoh tentang gender

Menempatkan posisi perempuan dalam dialektika agama dan

budaya adalah menelaah suatu proses interpretasi yang terus

berlangsung. Posisi ini memiliki dua sisi mata uang. Satu sisi

inkulturasi telah memperkaya wacana keagamaan dengan berbagai

literatur yang kontekstual serta mengakomodisikan permasalahan lokal

yang beragam untuk diberi sentuhan universalitas ajaran agama adalah

sebuah kajian yng tak terelakkan. Di sisi yang lain inkulturasi telah

mereduksi pesan-pesan universal agama dalam semesta intlektual suatu

masyarakat lokal. Sakralisasi produk keagamaan yang interpretatif

untuk diterapkan dalam semua kurun waktu justeru akan mengaburkan

10 Fatima dan Rifaat Hasan, Equal Before Allah. Op. Cit, hlm. 40.

Page 13: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

Gender: Studi Pemikiran Tafsir Kontemporer | 13

Abdullah Hanapi

semangat emansipatif suatu agama. Sakralisasi tersebut menurut

Muhammad Arkoun bagaikan lapisan-lapisan geologis yang

menyembunyikan inti bumi. Untuk mengetahui inti ajaran agama yang

masih segar dan kaya nuansa pembebasan, seseorang harus mampu

membongkar literatur terdahulu bahkan sampai yang modern sekaligus.

Fatima Mernissi dalam tulisannya”Dekonstruksi Islami

Konsep Wanita Islam” mengatakan para pemikir Islam tentang wanita

kurang menggunakan rasionalitas semaksmal mungkin, sehingga ketika

mengeritik feminisme dan mengajukan alternative islami mereka

cenderung utnuk kembali kepada perumusan islam tradisional, yang

diperlukan sekarang, bukan gerakan anti feminisme yang tradisional

konservatif, yang meletakan wanita bukan sebagai lawan pria, seperti

yang persepsikan kaum feminis modern, atau subordinate pria yang

dipersepsikan oleh kaum anti feminis tradisional, tetapi sebagai kawan.

Wanita adalah kawan pria yang seiring membebaskan manusia secara

keseluruhan dari tarikan naluri kehewanan dan tarikan pengkondisian

kemesinan dimasa depan.11

1. Gender sudut pandang Islam Liberal Dan Islam

Tradisionalis

Bagi kalangan Islam liberal yang hendak mewujudkan

keadilan hak-hak perempuan secara gender, ada beberapa

penafsiran yang menjadi pokok perhatian ,mereka. Diantaranya

yang paling penting adalah menyangkut pembongkaran atas

penafsiran ayat-ayat yang meletakan pusat kehidupan perempuan

11 Fatima Mernissi, Wanita Didalam Islam (Bandung: Pustaka Bandung,

1994), hlm.XIV.

Page 14: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

14 | Jurnal Syahadah

Vol. VI, No. 1, April 2018

pada laki-laki Perjuangan perempuan dalam mewujudkan hak-hak

perempuan ini sering disebut dengan gerakan feminisme.12

Melihat penafsiran yang berat sebelah yang menaruh laki-

laki lebiih tinggi dari perempuan. Maka dalam upaya mencari

kesetaraan gender berdasarkan ide semangat kesetaraan dan

kewajiban, yang oleh kalangan Islam Liberal dianggap sebagai

pesan dasar al-Qur’an mulai dipertanyakanlah apa saja yang

berkaitan dengan istilah sosiologi, yakni penafsiran akan adanya

“struktur pusat”, dalam hal ini pandanga teologi mengenai laki-laki

dalam Islam.13

Laki-laki dalam Islam sering ditafsirkan oleh kalangan Islam

Tradisional, sebagai yang mempunyai hak satu tingkat lebih tinggi

dari perempuan, ayat al-Qur’an yang mendasarinya seperti dalam

surat an-Nisa ayat 34 yang kata kuncinya yaitu kaum laki-laki

adalah pemimpin bagi kaum perempuan, seluruh ketidakadilan

gender sering dibenarkan dalam penafsiran Islam menurut

pandangan kaum Islam Tradisionalis justru disebabkan dengan

adanya ayat ini. Sedangkan bagi Islam Liberal sampai

12 Tentang feminisme ini, lihat “The Women Questions: Problem In Feminist

Analisys” dalam kajian malaysia, jilid XII No. 1 dan 2 Juni /Desember 1994, dalam

sebuah buku sumber yang disunting oleh Charles Kurzman, Liberal Islam ( Oxpord, Oxpord University Press, 1998), Kurzman menulis bahwa persoalan hak-hak

perempuan-yang dikenal dengan isu gender ini-merupakan satu dari enam isu utama

pemikiran Islam Liberal di duni Islam dewasa ini. Isu lain adalah mengenai

perlawanan atas teokrasi, masalah demokrasi atas hak-hak non-Islam, kebebasan

berfikir, dan mengenai faham kemajuan. Dalam buku tersebut hak-hak perempuan

disunting pemikir-pemikir Islam paling Liberal seperti Nazira Zein el-Din, Benazir

Bhuto, Fatima Mernissi, Amina Wadud dan Muhammad Dhahrour. 13 Lihat Sister in Islam(ed). Islam Gender an Women’s Right An Alternative

View.

Page 15: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

Gender: Studi Pemikiran Tafsir Kontemporer | 15

Abdullah Hanapi

menelusurinya lebih jauh sampai pandangan kaum muslimin

mengenai penciptaan Adam dan Hawa; apakah benar Hawa

diciptakan dari tulang rusuk Adam, sehingga itu Hawa adalah

Secondari creation, kalau benar dari dasar kosmologi itu, maka bisa

dibenarkan argumen mengenai supremasi atas perempuan.

Dari pembebasan atas teks-teks tradisional Islam, diketahui

bahwa fungsi perempuan dalam kehidupan laki-laki, pada dasarnya

adalah teman seksual laki-laki yang membedakan keduanya hanya

dalam hal takwa. Berbeda halnya dengan kalangan Islam Liberal,

kasus ini memunculkan suatu usaha dekonstruksi untuk

mendapatkan suatu pandangan baru bagi suatu penafsiran yang

lebih adil secara gender. Untuk itu dicarilah jejak-jejak pandangan

duni (Weltauschaung) yang telah mengakibatkan ketidakadilan

secara gender it, asal-usul dan prosesnya.

2. Perempuan dalam literatur Islam Klasik

Sebagai pemegang otoritas keagamaan (the Guardian of

shari’ah) para ulama memang berkewajiban mensosialisasikan

sikap Islam terhadap kaum perempuan. Mereka harus berani

mengkritik para fuqaha jika halnya cenderung diskriminatif

terhadap kaum perempuan. Pemikiran para fuqaha memang

menunjukan terjadinya bias gender dalam berbagai keputusan

hukum mereka berlaku kepada lelaki dan perempuan. Suami tidak

hanya menerima otoritas untuk mengatur urusan keagamaan

istrinya, tetapi juag mempunyai hak untuk mendominasi kehidupan

Sebagaimana dikutip dalam judul buku perempuan dalam Literatur Islam

Klasik karangan Bahtiar Efendi dkk.

Page 16: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

16 | Jurnal Syahadah

Vol. VI, No. 1, April 2018

keseharian istri tersebut. Paradigma maskulinitas yang mendasari

berbagai keputusan hukum menjadi penyebab utamanya sikap

diskriminartif komunitas muslim terhadap kaum wanitanya. Dalam

Islam laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang

sama untuk menjadi seorang hamba yang baik, prinsip kesetaraan

tersebut untuk membentuk hubungan yang harmonis antara laki-

laki dan perempuan.14

H. Al-Qur’an dan gender

Dalam kaitannya dalam persoalan relasi laki-laki dan perempuan,

prinsip dasar al-Quran pada dasarnya memperlihatkan pandanga yang

egaliter, turunya ayat-ayat al-Quran dan pernyataan Nabi SAW

dipandang sebagai langkah yang sangat spektakuler dan sangat

revolusioner, tidak saja mengubah tatana masyarakar pada waktu itu,

tetapi itu juga mendekonstruksi pilar-pilar peradaban, kebudayaan dan

tradisi yang diskriminatif dan misoginis15, yang telah sekian lama

dipraktekan oleh masyarakat sebelumnya16 sejumlah ayat al-Qur’an

yang mengungkapkan prinsip ini antara lain :

14 Bahtiar Efendi dkk, Perempuan Dalam Literatur Islam Klasik (Jakarta :

Gramedia Pustaka Utama, 2002) hlm.XXV. 15 Misoginis diartikan sebagai suatu faham teologi yang mencitrakan

perempuan sebagai penggoda (Templator) dan dianggap sebagai pangkal segala

kejahatan kemanusiaan, perempuan dianggap sebagai harus bertanggung jawab

terhadap terjadinya drama kosmik, yang menyebabkan nenek moyang manusia jatuh

dari syurga ke bumi dan menyebabkan terjadinya dosa warisan. 16 Husein Muhammad, Fiqh Perempuan; Refleksi Kyai atas Wacana Agama

dan Gender (Yogyakarta: LKIS, 2007),hlm. 22

Page 17: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

Gender: Studi Pemikiran Tafsir Kontemporer | 17

Abdullah Hanapi

“Hai manusia, kami telah menciptakan kamu dari jenis laki-laki

dan perempuan, dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan

bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya

yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertakwa.17

“Siapa saja, laki-laki yang beramal shaleh dan di beriman, niscaya

kami berikan kehidupan yang baik”.

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang Muslim, laki-laki

dan perempuan yang beriman, laki-laki dan perempuan yang taat,

laki-laki dan perempuan yang jujur, laki-laki dan perempuan yang

sabar, laki-laki dan perempuan ytang khusyu’, laki-laki dan

perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang

berpuasa, laki-laki dan perempuan yang menjaga kehormatannya,

laki-laki dan p[erempuan yang banyak mengingat Allah, Allah

menyediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.18

17 Al-Qur’an terjemah DEPAG R.I 18 Al-Qur’an terjemah DEPAG R.I

Page 18: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

18 | Jurnal Syahadah

Vol. VI, No. 1, April 2018

Seorang Umar bin Khatab yang sebelumnya dikenal telah

mengubur anak perempuannya sendiripun mengatakan :

“kami semula sama sekali tidak menganggap (terhormat, penting)

kaumperempuan, ketika Islam datang dan Tuhan mewnyebut

mereka, kami baru menyadari ternyata mereka juga memiliki hak-

hak mereka atas kami”.19

Menurut golongan konservatif dan budaya, perempuan

terkadang hanya bertugas sebagai ibu rumah tangga, menyusui anak

sekaligus mendidiknya, melayani suami dan tidak boleh terjun dalam

aktifitas yang sifatnya extern diluar rumah dengan tanpa penglihatan

suami, karena aktifitas tersebut yaitu aktifitas mencari nafkah adalah

tugas kaum laki-laki. Sejak berabad-abad yang lampau, al-Qur’an telah

menghapus diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Al-Qur’an

memandang sama antara laki-laki dan perempuan, tidak ada perbedaan

antara laki-laki dan perempuan, dalam al-Qur’an sendiri terdapat ayat-

ayat yang mengindikasikan persamaan diantara keduanya, antara lain

sebagai berikut :

Dari segi pengabdian : Yaitu tidak adanya perbedaan antara laki-

laki dan perempuan dalam pengabdian, perbedaan yang dijadikan

ukuran untuk memuliakan dan merendahkan derajat mereka hanyalah

nilai pengabdian dan ketakwaanya sebagaimana tersinyalir didalam

surat al-Nahl ayat :97

19 Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ash-Shalih, Juz V, ed. Musthafa Dib al-

Bugha, (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987), Kitab : al-Libas, no hadis: 5055, hl, 2197. Lihat

juga Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari fi Syarh al-Bukhari, Juz X, (Beirut: Dar al-

Fikr, 1414 H/1993 M), hlm. 314

Page 19: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

Gender: Studi Pemikiran Tafsir Kontemporer | 19

Abdullah Hanapi

Dari segi status kejadian : Al-Qur’an menerangkan bahwa

perempuan dan laki-laki diciptakan Allah dalam derajat yang sama.

Firman Allah dalam surat al-Nisa :

“Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah

menciptakan kamu dari jenis yang sama dan daripadanya Allah

telah menciptakan pasangan dan daripada keduanya Allah

memperkembangakan laki-laki dan perempuan yang banyak”.

Dari segi mendapat godaan : Di dalam Islam bahwa godaan dan

rayuan iblis berlaku bagi laki-laki dan perempuan sebagaimana halnya

Adam dan Hawa yang dideportasikan oleh Allah turun ke bumi. Firman

Allah dalam surat al-A’raf :

“Maka syetan membisikan fikiran kepada keduanya

Dari segi kemanusiaan : Sebelum Islam datang praktek-praktek

perendahan kepada kaum Hawa sebagai tradisi nenek moyang yang

turun kepada generasi selanjutnya contoh mengubur bayi perempuan

karena takut miskin aytau tercemar namanya, hal ini disebutkan dalam

surat al-Nahl ayat 58.

Dari segi pemilikan dan pengurusan harta : Islam menghapuskan

semua tradisi yang diberlakukan atas perempuan berupa pelarangan

atau pembatasan hak untuk membelanjakan harta yang mereka miliki

yaitu dalam surat al-Nisa ayat 3220. Serta masih banyak lagi yang erat

kaitannya dengan persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan

perempuan.

20 Mansoer Fakih dkk, Membincangn Feminisme; Diskursus Gender Ferspektif

Islam (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hlm. 152.

Page 20: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

20 | Jurnal Syahadah

Vol. VI, No. 1, April 2018

I. Bias Gender dalam kitab tafsir

Bagi pengkaji masalah perempuan, agama merupakan salah satu

objek kajian yang sangat menarik. Hal ini karena agama, yang

merupakan way of life sebagian besar umat Islam, mengandung ajaran-

ajaran yang berkaitan dengan hal tersebut di dalam kitab-kitab sucinya.

Kalangan feminis hamper seluruhnya sepakat bahwa agama khususny

Islam, yahudi dan Kristen adalah wilayah yang seksis. Artinya agama-

agama tersebut adalah agama dengan citra Tuhan yang laki-laki, yang

pada ujung-ujungnya mensahkan superioritas laki-laki atas perempuan.

Posisi agama yang merupakan unsur utama kesadaran social dan

determinan atas berbagai tradisi yang ada di masyarakat, membuat

pandangan tentang superioritas laki-laki itu memperoleh justifikasi dari

agama21.

Penafsiran secara literalistik-skripturalistik atas ayat-ayat al-

Qur’an memang sangat dominan dalam kitab-kitab tafsir klasik22. Ayat-

ayat yang secara harfiah menegaskan keunggulan laki-laki atas

perempuan cenderung difahami secara harfiah oleh para mufassir

klasik, dengan mengesampingkan sama sekali pendekaan historis-

kontekstual terhadap teks-teks al-Qur’an tersebut. Seperti ketika Ibn

‘Arabi (w.1260 M) seorang sufi dan mufassir termashur, berbicara

tentang perempuan, dia menyatakan bahwa posisi perempuan adalah

lebih rendah dari laki-laki karena Hawa diciptakan dari tulang rusuk

Adam.pernyataan ini dikemukakan berkaitan dengan penggalan Q.S.

21 Nurul Agustin,”Tradisionalisme Islam dan Feminisme” dalam Jurnal

Ulumul Qur’an, No.5 dan 6, vol V. tahun 1994, halm 53 22 Dr.H. Abdul Mustaqim, M.A,”Paradigma Tafsir

Feminis”,(Yogyakarta:Logung Pustaka, TT), halm 113

Page 21: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

Gender: Studi Pemikiran Tafsir Kontemporer | 21

Abdullah Hanapi

al-Baqarah 228: “Untuk laki-laki satu derajat di atas perempuan”.

Padahal kalau dilihat dari keseluruhan ayat, ayat ini akan tampak bahwa

teks ayat ini tidak menyangkut hak laki-laki secara umum, tetapi khusus

dalam masalah perceraian23.

Pandangan para Mufassir klasik inilah yang belakangan oleh para

pengkaji-kritis masalah-masalh perempuan (feminis). Ketidak adilan

gender dalam penafsiran mufassir klasik dinilai oleh para mufassir-

feminis adalah akibat tidak dipahaminya teks-teks keagamaan tentang

perempuan itu secara utuh, di samping pemahaman mereka yang sangat

literalistik-skriptualistik. Menyadari bahwa agama Islam dengan kitab

sucinya al-Qur’an hadir dengan membawa misi menegakkan keadilan-

keadilan bagi siapapun, muslim dan non muslim, laki-laki dan

perempuan dan seterusnya, para mufassir feminis berupaya untuk

menafsirkan kembali teks-teks keagamaan Islam yang secara harfiah

mengakui superioritas laki-laki itu dengan perspektif keadilan tersebut.

Ada penandaan yang sangat mendasar antara mufassir klasik dan

kontemporer dalam memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan relasi

gender. Ada kecendrungan patriarki yang melatarbelakangi para

mufassir klasik dalam memahami teks-teks keagamaan. Pandangan ini

bahkan tidak hanya mewarnai penafsiran-penafsiran mufassir klasik

dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an tentang gender, namun juga

menjadi wacana tersendiri dalam kitab-kiab fiqh Islam24.

23 Armahedi Mazhar,”Wanita dan Islam: Stu pengantar untuk Tiga Buku”,

dalam Mazhar ul-Haq Khan, Wanita Islam Korban Patologi Sosial, terj. Lukman

Hakim (Bandung: Pustaka, 1994), halm xiii. 24 Abdul Mustaqim, M.A,”Paradigma Tafsir Feminis”, (Yogyakarta:Logung

Pustaka, TT), halm 124

Page 22: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

22 | Jurnal Syahadah

Vol. VI, No. 1, April 2018

1. Pertarungan Wac Tafsir Patriarki Vs Tafsir Feminis

Kitab fiqh tentang relasi gender yang ditulis oleh Imam

Nawawi dan menjadi salah satu kitab yang sangat akrab di kalangan

pesantren. Sebagaimana kitab-kitab tafsir klasik juga sarat dengan

penafsiran-penafsiran yang patriarkis. Seperti ketika menafsirkan

teks “ امون على الن ساء جال قو para mufassir klasik (QS.an-Nisa’:34) ”الر

menafsirkan kata امون ,”dengan “pemimpin”, ”penguasa قو

”penanggung jawab” dan lain-lain yang menempatkan laki-laki

dalam posisi superior dibandingkan perempuan25.

Masalahnya adalah mengapa dalam pandangan mufassir

klasik, laki-laki dinilai lebih superior dibandingkan perempuan?

Salah satu jawaban dari sebagian mufassir adalah karena : pertama,

Allah melebihkan sebagian laki-laki atas perempuan. Kedua, karena

laki-laki member nafkah kepada perempuan. Terhadap alas an yang

pertama, Ibn ‘Abbas menyebutkan bahwa kelebihan laki-laki atas

perempuan adalah karena laki-laki diberi kelebihan akal. Juga

katanya, laki-laki diberi kelebihan dalam memperoleh bagian

rampasan perang dan harta warisan26.

2. Penafsiran bersperspektif Gender; Tafsiran Subordinasi

Dalam kurun waktu yang sangat panjang dirasakan benar

bahwa kenyataan sosial budaya memperlihatkan hubungan

perempuan dan laki-laki yang timpang. Kaum perempuan masih

diposisikan sebagai bagian dari kaum laki-laki(Subordinasi),

25 Ibn Jarir al-Thabari, Jami’ al-Bayan ‘an Ta-wil ayat al-Qur’an (Beirut: Dar

al-Fikr, 1988), jilid XIV, halm 57. Ibn ‘Abbas Tanwir al-Miqbas min tafsir ibn ‘Abbas

(Beirut: Dar al-Fikr, tt), halm 69. Al-Zamaksyari, al-Kasysyaf, Juz I halm 523. 26 Ibn ‘Abbas, Tanwir al-Miqbas…..halm 68

Page 23: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

Gender: Studi Pemikiran Tafsir Kontemporer | 23

Abdullah Hanapi

dimarjinalkan dan bahkan didiskriminasi. Ini bisa dilihat pada

peran-peran mereka, baik sektor domestik (rumah tangga) maupun

publik, para pemikir feminis mengemukakan bahwa posisi-posisi

perempuan itu disamping akrena faktor ideologi dan budaya yang

memihak kaum laki-laki, keadaan timpang tersebut boleh jadi juga

dijustifikasi oleh pemikiran kaum agamawan, hal ini misalnya pada

penafsiran mereka atas surat al-Nisa ayat 34 :

Para ahli tafsir menyatakan bahwa qawwam dalam ayar

tersebut berarti pemimpin, penanggung jawab, pengatur dan

pendidik. Kategori-kategori ini sebenarnya tidaklah menjadi

persoalan serius sepanjang ditempatkan secara adil dan tidak

didasari oleh pandangan yang diskriminatif. Akan tetapi, secara

umum para ahli tafsir berpendapat bahwa superioritas laki-laki

adalah mutlak. Kelebihan laki-laki dari perempuan sebagaimana

dinyatalkan dalam ayat diatas oleh para penafsir al-Qur’an karena

akal dan fisiknya. Al-Razi misalnya, didalam tafsirnya mengatakan

bahwa kelebihan laki-laki atas perempuan meliputi atas dua hal:

Page 24: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

24 | Jurnal Syahadah

Vol. VI, No. 1, April 2018

al’Ilm dan kemampuan (al-Qudrah)27. Akan tetapi semua

superioritas laki-laki tersebut dewasa ini tidak dapat lagi

dipertahankan sebagai sesuatu yang berlaku umum dan mutlak,

artinya, tidak setiap laki-laki berkualitas daripada perempuan.

Ayat-ayat teologis, yang sementara ini diinterpretasikan bias

gender menureut para pengusung genderalisasi kaum perempuan

juga harus ditafsirkan ulang dan dikaji kembali dengan

menggunakan pendekatan kesetaraan dan keadilan relasi antara

laki-laki dan perempuan (keadilan gender). Karena prinsip ideal

Islam, seperti yang dinyartakan oleh ayat-ayat diatas, adalah

persamaan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan. Seperti

ayat-ayat penciptaan, semua harus merujuk kepada ayat yang secara

tegas menyatakan bahwa penciptaan manusia (laki-laki dan

perempuan) adalah penciptaan kesempurnaan :

Oleh karena itu, ayat penciptaan dalam surat an-Nisa ayat 1

yang dijadikan dasar sebagian ‘ulama untuk menjustifikasi

keyakinan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki

sehingga kualitas yang kedua menjadi lebih rendah harus dibaca dan

ditafsirkan kembali. Keyakinan ini sebenarnya warisan tradisi dari

bangsa-bangsa sebelumnya(kaum Yahudi dan Nasrani) yang

menjalar kekaum Muslim karena didalam al-Qur’an tidak dijumpai

satupun ayat yang secara eksplisit menyatakan hal demikian, yang

27 Fakhruddin ar-Razi, at-Tafsir al-Kabir, Juz X, (Teheran : Dar al-

Kutub,t.t),hlm. 88

Page 25: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

Gender: Studi Pemikiran Tafsir Kontemporer | 25

Abdullah Hanapi

ada hanyalah interpretasi para ulama yang dianggap memiliki

otoritas penuh untuk menafsirkan teks-teks agama, padahal tafsiran

adalah tafsiran yang tidak menutup kemungkinan adanya

keterkaitan dengan perkembangan sosio-pengetahuan yang

temporal.

Pandangan sepihak bahwa perempuan diciptakan dari dan

untuk kesenangan dan ketentraman laki-laki juga harus dijadika

modus penafsiran ulang karena ayat yang dijadikan sebagai dasar

penafsiran tersebuut tidak secara eksplisit menyatakan demikian.

Al-Qur’an menyatakan :

“Dan diantara ayat-ayatnya, Dia menciptakan untuk kamu

sekalian (laki-laki dan perempuan) pasangan-pasangan dari

jenis(manusia yang sama seperti) kalian, agar kalian

cenderung dan tentram kepada mereka, dan Dia menjadikan

diantara kalian (dan pasangan kalian)rasa kasih sayang”28

Didalam ayat ini dinyatakan bahwa di antara tanda

keagungan Tuhan adalah diciptakannya manusia secara berpasang-

pasangan sehingga tercipta kecenderungan dan kasih sayang antara

yang satu kepada yang lain dalam setiap pasangan. Oleh karena itu,

penafsiran subordinasi perempuan melalui ayat ini menjadi tidak

berdasar sama sekali.29

28 Al-Qur’an terjemah DEPAG R.I 29 Husein Muhammmad, Refleksi Kyai atas Wacana Agama dan Gender

(Yogyakarta: LKIS, 2007),hlm. 29-32

Page 26: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

26 | Jurnal Syahadah

Vol. VI, No. 1, April 2018

J. Kesimpulan Dan Penutup; Refleksi Nalar Pemakalah

Dengan pembacaan diatas mengarahkan kita kepada suatu

pemaknaan bahwa gender adalah suatu konstruksi sosio-budaya, ia

adalah label dari konstruksi hubungan jenis laki-laki dan perempuan

yang lebih populer disebut dengan relasi gender. Maka perilaku

mengenai relasi antara laki-perempuan disebut budaya gender.

Pembicaraan ini telah membawa kata kesetaraan sebagai ikon penting

dalam mengonstruksi kembali gender sebagai entitas sosio kultur yang

dibuat, dibangun untuk menegakkan hubungan yang setara dan adil

dalam kemajuan bersama untuk mencapai derajat mutu manusia dan

menghindarkan pemaknaan dikotomis kultural laki-perempuan.

Kaitannya dengan tafsir qur’ani, memang tidak dapat dipungkiri bahwa

di sebagian mufassir klasik sering ditemukan penempatan posisi

perempuan jika kita membacanya lewat nalar zaman sekarang yang

sudah kontemporer terkesan diduakan, adanya superioritas dan

subordinasi terhadap mereka. Oleh karena itu mendorong rekonstruksi

ulang pemaknaanya dengan menggunakan nalar equilibrium melihat

sesuatu tidak sebagai kiri kanan akan tetapi berusaha mencarai titik

keseimbangannya.

Page 27: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

Gender: Studi Pemikiran Tafsir Kontemporer | 27

Abdullah Hanapi

DAFTAR PUSTAKA

Azizi, Qodri dkk. Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005

Abdul Ghafur, Waryono. Tafsir Sosial; Mendialogkan Teks dengan

Konteks. Yogyakarta : el-Saq Press, 2005

Abdul Kodir, Faqihuddin Bergerak Menuju Keadilan; Pembelaan Nabi

Terhadap Perempuan. Bergerak Menuju Keadilan;

Pembelaan Nabi Terhadap Perempuan. Jakarta Rahima,

2006

Departmen Agama R.I. al-Qur’an dan terjemahnya. Jakarta: CV Atlas,

2000

DVD al-Maktabah al-Syamilah. Al-Qur’an wa Tafsiruhu. Solo

Ridwana Press, 2004.

Dzuhayatin, Siti Ruhaini dkk. Dekonstruksi Metodologis Wacana

Kesetaraan Gender Dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2002

Fakih, Mansoer dkk. Membincang Feminisme; Diskursus Gender

Perspektif Islam. Surabaya: Risalah Gusti, 1996

Mernissi, Fatima. Wanita di Dalam Islam. Bandung: Penerbit Pustaka,

1994

Umar, Nasarudi, dkk. Bias Jender Dalam Pemahaman Islam.

Yogyakarta: Gama Media, 2002

Page 28: GENDER: STUDI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

28 | Jurnal Syahadah

Vol. VI, No. 1, April 2018