Gelatin

80
KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Transcript of Gelatin

Page 1: Gelatin

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES

PERLAKUAN ASAM

Oleh :

Ima Hani Setiawati C34104056

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 2: Gelatin

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Karakterisasi

Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Hasil

Proses Perlakuan Asam adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka

dibagian akhir skripsi.

Bogor, Januari 2009

Ima Hani Setiawati

Page 3: Gelatin

RINGKASAN

IMA HANI SETIAWATI. C34104056. Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam. Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan MALA NURILMALA.

Gelatin yang banyak beredar adalah produk yang terbuat dari kulit dan tulang sapi atau babi yang menimbulkan masalah di masyarakat baik kehalalan maupun kesehatan. Kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp) dapat dijadikan gelatin karena di dalamnya terdapat protein kolagen. Konversi kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp) menjadi gelatin dapat dilakukan menggunakan asam dan basa. Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan limbah kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp) sebagai bahan baku gelatin. Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan asam asetat dengan lama perendaman 12, 18, dan 24 jam dikombinasikan dengan konsentrasi 1%-5%.

Rendemen gelatin pada penelitian pendahuluan dengan kombinasi lama perendaman 12 jam dan konsentrasi asam asetat 1%-5% berkisar antara 7,78-13,33%; pH 4,34-5,56; viskositas 12-16,2 cP; serta kekuatan gel 150-225 bloom, sedangkan pada kombinasi lama perendaman 24 jam dengan konsentrasi asam asetat 1%-5% dihasilkan rendemen berkisar antara 5,32-11,7%; pH 4,88-5,32; viskositas 13,8-18,2 cP; serta kekuatan gel 75-285 bloom. Konsentrasi 1%, 2%, dan 3% dipilih sebagai perlakuan pada penelitian utama dikombinasikan dengan perendaman asam asetat selama 12, 18, dan 24 jam

Nilai rendemen gelatin dengan kombinasi lama perendaman 12 jam dan konsentrasi asam asetat 1%-3% berkisar antara 11,8-13,86%; pH 5,01-5,33; viskositas 14,4-15,6, cP; serta kekuatan gel 202,5-230 bloom. Nilai rendemen pada kombinasi lama perendaman 18 jam dengan konsentrasi asam asetat 1%-3% dihasilkan berkisar antara 14,33-16,8%; pH 5-5,45; viskositas 15,44- 17,4 cP; serta kekuatan gel 252,5-312,5 bloom. Nilai rendemen pada kombinasi lama perendaman 24 jam dengan konsentrasi asam asetat 1%-3% dihasilkan berkisar antara 11,04-12,95%; pH 4,98-5,1; viskositas 12,3-15,56 cP; serta nilai kekuatan gel 207,5-285 bloom. Gelatin terbaik diperoleh dari kombinasi lama perendaman 18 jam dengan konsentrasi asam asetat 3%. Analisis fisika kimia terdiri dari analisis proksimat dengan hasil kadar air 10,19%, kadar abu 0,4%, kadar lemak 0,33%, dan kadar protein 88,88%; kekuatan gel 312,5 bloom; viskositas 17,4 cP; pH 5,45; titik gel 10,15 ºC; titik leleh 27,26 ºC; titik isoelektrik 8; derajat putih 34,7%; sementara logam berat Pb dan Hg tidak terdeteksi. Hasil uji organoleptik gelatin kulit ikan kakap merah masih lebih rendah dibanding gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium, terutama dari segi flavor. Tetapi dari segi warna, gelatin kulit ikan kakap merah lebih baik dibanding gelatin komersial dan dari segi penampakan gelatin kulit ikan kakap merah lebih baik dibanding gelatin standar laboratorium.

Page 4: Gelatin

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES

PERLAKUAN ASAM

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Ima Hani Setiawati C34104056

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 5: Gelatin

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN

KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM

Nama : Ima Hani Setiawati

NRP : C34104056

Menyetujui :

Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Wini Trilaksani, M.Sc Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si NIP : 131 578 851 NIP : 132 315 793

Mengetahui :

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP : 131 578 799

Tanggal Lulus :

Page 6: Gelatin

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi dengan judul ”Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan

Kakap Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam” merupakan salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Hasil

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1) Papa, mama, kakak-kakakku (A’Romi, A’Drajat, A’Syarif & T’ Neng), serta

adik-adikku (Lillah & Annisa) tercinta atas limpahan kasih sayang, doa yang

selalu mengalir tanpa henti, serta motivasi dan dukungan yang tak terhingga

kepada penulis.

2) Ir. Wini Trilaksani M.Sc dan Mala Nurilmala S.Pi, M.Si. selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, nasihat serta

motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3) Dra. Pipih Suptijah MBA dan Dr. Ir. Agoes Murdiono Jacoeb selaku dosen

penguji yang telah memberikan saran dan kritikan yang membangun demi

penyempurnaan skripsi ini.

4) Keluarga besar Hari Trilaksono (Bapak, Ibu, Mas Adhi, Mba’ Mia dan Mas

Tomi) yang telah menjadi keluarga kedua atas kasih sayang, doa dan

bantuan moril maupun materil yang tak terhingga kepada penulis.

5) Ibu Windy, Ibu Ire, dan mba’ Fanny atas perhatian, semangat, dan bantuan

moril maupun materiil selama penyelesaian skripsi ini.

6) Dr. Tati Nurhayati S.pi, Msi selaku dosen Pembimbing Akademik.

7) Vera, Anez, Syeni, dan Indah atas persahabatan yang tidak akan pernah

terlupakan.

8) Dosen-dosen, staf administrasi (Pak Ade, Mas Ismail, Mas Zaky dan staf

administrasi lainnya), serta staf laboratorium (Bu Ema, Mba’ Ica, Mas Ipul)

Page 7: Gelatin

9) Teman-temanku Luh Putu Ari, Alim, An-Nur Crew, Al-demi Crew, anak-

anak di lab. Ombenk dan teman-teman seperjuangan Haris, Dwi, Nuzul,

Dhias, Bayhaqi, Bobi, Deslina, Fuji, Ulfa, Nicolas, Yugha serta teman-

teman THP’41 yang selalu memberi semangat selama mengerjakan

penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

10) Ibu Rubiah, Pak Sobirin, dan Pak Danu yang telah membantu dalam

penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

11) Teman-teman THP’39, THP’40 dan THP’42 yang tidak bisa disebutkan

satu-persatu.

12) Agung Setiaji atas kasih sayang, perhatian dan waktu yang telah diberikan

kepada penulis.

13) Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan

penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

bersifat membangun dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2009

Ima Hani Setiawati

Page 8: Gelatin

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Ima Hani Setiawati.

Dilahirkan pada tanggal 09 November 1986 di Bogor dari

pasangan Bapak Soedarman dan Ibu Djubaedah. Penulis

merupakan anak ke empat dari enam bersaudara.

Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1992 di

SDN Bantarkemang II dan lulus pada tahun 1998, kemudian

dilanjutkan ke SMPN 1 Bogor dan lulus pada tahun 2001.

Pendidikan sekolah menengah umum penulis tempuh di SMUN 2 Bogor dan lulus

pada tahun 2004, pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi

Teknologi Hasil Perairan, Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah penulis aktif sebagai pengurus Himpunan profesi

Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) dan pernah menjadi

asisten mata kuliah Diversifikasi Hasil Perikanan dan Teknologi Hasil Samping

Perikanan. Penulis juga pernah mengikuti seminar kewirausahaan serta seminar

ISO 22000 in Fisheries Industries. Selain itu penulis pernah mengikuti Program

Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh DIKTI pada tahun 2008.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor penulis melakukan penelitian serta penyusunan skripsi

dengan judul Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap

Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam.

Page 9: Gelatin

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi

1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Tujuan............................................................................................... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.).............. 4

2.2 Kulit Ikan .......................................................................................... 5

2.3 Kolagen............................................................................................. 6

2.4 Gelatin .............................................................................................. 8

2.5 Pembuatan Gelatin ............................................................................ 11

2.6 Mutu Gelatin ..................................................................................... 13

2.7 Pemanfaatan Gelatin.......................................................................... 13

3. METODOLOGI....................................................................................... 15

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................ 15

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ................................................................. 15

3.3 Metode Penelitian.............................................................................. 15

3.3.1 Penelitian pendahuluan .......................................................... 16 3.3.2 Penelitian utama .................................................................... 18

3.4 Analisis Fisika dan Kimia Gelatin ..................................................... 18

3.4.1 Rendemen (AOAC 1995)....................................................... 18 3.4.2 Kekuatan gel (Gaspar 1998)................................................... 18 3.4.3 Viskositas (British Standard 757 1975) .................................. 19 3.4.4 Derajat putih (Anonimb)......................................................... 19 3.4.5 Derajat keasaman (pH) (British Standard 757 1975)............... 19

3.4.6 Kadar air (AOAC 1995)......................................................... 19 3.4.7 Kadar abu (AOAC 1995) ....................................................... 20 3.4.8 Kadar protein (AOAC 1995).................................................. 20 3.4.9 Kadar lemak (AOAC 1995) ................................................... 21 3.4.10 Kandungan logam (Pb dan Hg) (Hutagalung 1997) ................ 21 3.4.11 Titik leleh (Suryaningrum dan Utomo 2002) .......................... 21 3.4.12 Titik gel (Suryaningrum dan Utomo 2002)............................. 22 3.4.13 Titik isoelektrik protein (Weinewright 1977) ......................... 22

Page 10: Gelatin

3.4.14 Asam amino (Muchtadi dkk 1992) ......................................... 22 3.4.15 Uji organoleptik (Soekarto dan Hubies 1992).......................... 23

3.5 Rancangan Percobaan........................................................................ 23

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 25

4.1 Penelitian Pendahuluan...................................................................... 25

4.1.1 Rendemen gelatin .................................................................. 25 4.1.2 Nilai pH gelatin ..................................................................... 26 4.1.3 Viskositas gelatin................................................................... 28 4.1.4 Kekuatan gel gelatin .............................................................. 29

4.2 Penelitian Utama ............................................................................... 31

4.2.1 Rendemen gelatin .................................................................. 31 4.2.2 Nilai pH gelatin ..................................................................... 32

4.2.3 Viskositas gelatin................................................................... 33 4.2.4 Kekuatan gel gelatin .............................................................. 35 4.2.5 Analisis komposisi kimia gelatin............................................ 36

a. Kadar air ............................................................................ 37 b. Kadar abu .......................................................................... 38 c. Kadar lemak....................................................................... 38 a. Kadar protein ..................................................................... 39

4.2.6 Analisis sifat fisika dan kimia gelatin..................................... 40

a. Kekuatan gel gelatin........................................................... 40 b. Viskositas gelatin............................................................... 41 c. Nilai pH gelatin.................................................................. 42 d. Titik gel dan titik leleh gelatin............................................ 42 e. Titik isoelektrik gelatin ...................................................... 43 f. Derajat putih gelatin ........................................................... 45 g. Logam berat Pb dan Hg gelatin .......................................... 45

4.2.7 Analisis asam amino gelatin................................................... 46

4.2.8 Uji organoleptik gelatin ......................................................... 48

5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 50

5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 50

5.2 Saran ................................................................................................. 50

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 51

LAMPIRAN ................................................................................................... 56

Page 11: Gelatin

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Data impor gelatin periode tahun 1995-2003 ........................................... 2

2. Komposisi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ............................................ 5

3. Produksi ikan kakap merah Indonesia tahun 2001-2005 .......................... 5

4. Penyebaran kolagen dalam jaringan hewan mamalia ............................... 7

5. Komposisi asam amino berbagai kulit hewan .......................................... 8

6. Sifat gelatin tipe A dan tipe B.................................................................. 10

7. Komposisi asam amino gelatin ................................................................ 11

8. Standar mutu gelatin berdasarkan SNI..................................................... 13

9. Persyaratan gelatin berdasarkan FAO...................................................... 13

10. Penggunaan gelatin dalam industri pangan dan non pangan .................... 14

11. Analisis proksimat gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersial dan standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004) ............................................................ 37

12. Sifat fisika kimia gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersia dan standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004) ............................................................ 40

13. Analisis komposisi asam amino gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersial dan standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004) ...................................... 47

Page 12: Gelatin

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Ikan kakap merah (Lutjanus sp.).............................................................. 4

2. Proses pembentukan gel gelatin (deMan 1997)........................................ 9

3. Struktur kimia gelatin (Poppe 1992) ........................................................ 10

4. Proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Penelitian pendahuluan) (*Modifikasi dari Pelu et al. 1998) ................... 17

5. Proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Penelitian utama) (*Modifikasi dari Pelu et al. 1998) ............................. 24

6. Histogram rendemen gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan............................................................................................ 25

7. Histogram pH gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan............................................................................................ 27

8. Histogram viskositas gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan............................................................................................ 28

9. Histogram kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan............................................................................................ 30

10. Histogram rendemen gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama ...................................................................................................... 32

11. Histogram pH gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama ....... 33

12. Histogram viskositas gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama ...................................................................................................... 34

13. Histogram kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama ...................................................................................................... 35

14. Gelatin standar laboratorium (GT-S), gelatin komersial (GT-K), dan gelatin kulit ikan kakap merah (GT-Q) .................................................... 48

Page 13: Gelatin

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Hasil uji organoleptik pasangan segitiga terhadap gelatin komersial ..................................................................................... 57

2. Hasil uji organoleptik pasangan segitiga terhadap gelatin standar laboratorium .................................................................... 57

3. Gambar proses pecucian (demineralisasi) ................................................ 57

4. Gambar proses ekstraksi.......................................................................... 58

5. Gambar lembaran gelatin ........................................................................ 58

6. Gambar serbuk gelatin ............................................................................ 58

7. Gambar Rheoner RE 3305....................................................................... 59

8. Gambar Brookfield Syncro-Lectric Viskometer ........................................ 59

9. Gambar pH meter.................................................................................... 59

10. Sifat gelati tipe A dan B menurut Poppe (1992)....................................... 60

11. Analisis ragam faktorial rendemen (penelitian pendahuluan) ................... 60

12. Uji lanjut Duncan rendemen (penelitian pendahuluan)............................. 60

13. Analisis ragam faktorial pH (penelitian pendahuluan) ............................. 60

14. Uji lanjut Duncan pH (penelitian pendahuluan)....................................... 61

15. Analisis ragam faktorial viskositas (penelitian pendahuluan)................... 61

16. Uji lanjut Duncan viskositas (penelitian pendahuluan) ............................ 61

17. Analisis ragam faktorial kekuatan gel (penelitian pendahuluan) .............. 61

18. Uji lanjut Duncan kekuatan gel (penelitian pendahuluan)........................ 62

19. Analisis ragam faktorial rendemen (penelitian utama) ............................. 62

20. Uji lanjut Duncan rendemen (penelitian utama)....................................... 62

21. Analisis ragam faktorial pH (penelitian utama)........................................ 63

22. Uji lanjut Duncan pH (penelitian utama) ................................................. 63

23. Analisis ragam faktorial viskositas (penelitian utama)............................. 63

24. Uji lanjut Duncan viskositas (penelitian utama) ...................................... 64

25. Analisis ragam faktorial kekuatan gel (penelitian utama) ........................ 64

26. Uji lanjut Duncan kekuatan gel (penelitian utama) .................................. 64

27. Grafik hasil uji asam amino gelatin kuli ikan kakap merah dengan HPLC ......................................................................................... 65

28. Grafik hasil uji asam amino standar SIGMA dengan HPLC..................... 67

Page 14: Gelatin

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Gelatin merupakan salah satu jenis protein yang diperoleh dari kolagen alami

yang terdapat dalam kulit dan tulang (Yi et al. 2006). Gelatin banyak digunakan untuk

berbagai keperluan industri, baik industri pangan maupun non-pangan karena

memiliki sifat yang khas, yaitu dapat berubah secara reversibel dari bentuk sol ke

gel, mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi

viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid.

Industri yang paling banyak memanfaatkan gelatin adalah industri pangan.

Dalam industri pangan, menurut Poppe (1992) dalam LPPOM MUI (2008) gelatin

digunakan sebagai pembentuk busa (whipping agent), pengikat (binder agent),

penstabil (stabilizer), pembentuk gel (gelling agent), perekat (adhesive),

peningkat viskositas (viscosity agent), pengemulsi (emulsifier), finning agent,

crystal modifier, dan pengental (thickener). Industri pangan yang membutuhkan

gelatin antara lain industri konfeksioneri, produk jelly, industri susu, margarin dan

food suplement.

Gelatin juga digunakan dalam industri non-pangan seperti industri farmasi,

fotografi, kosmetik, dan industri kertas. Gelatin dapat digunakan dalam bahan

pembuat kapsul, pengikat tablet dan pastilles, gelatin sponge, surgical powder,

suppositories, medical research, plasma expander, dan mikroenkapsulasi dalam

bidang farmasi. Gelatin dalam industri fotografi digunakan sebagai pengikat

bahan peka cahaya, dan pada industri kosmetik, gelatin digunakan untuk�

menstabilkan emulsi pada produk-produk shampo, penyegar dan lotion, sabun

(terutama yang cair), lipstik, cat kuku, busa cukur, krim pelindung sinar matahari

(Hermanianto 2004). Dalam industri kertas, gelatin digunakan sebagai sizing

paper (Ward and Court 1977).

Penggunaan gelatin yang cukup luas menyebabkan kebutuhannya semakin

meningkat dari tahun-ketahun. Penggunaan gelatin dunia diperkirakan adalah

200.000 metrik ton/tahun (Hertz 1995 dalam Choi and Regenstein 2000). Selama

ini kebutuhan gelatin di Indonesia dipenuhi melalui impor dari berbagai negara

Page 15: Gelatin

seperti Amerika, Perancis, Jerman, Brazil, Korea, Cina dan Jepang. Data impor

gelatin periode tahun 1995-2003 disajikan pada Tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Data impor gelatin periode tahun 1995-2003

Tahun Gelatin (Kg) US$ 1995 1.169.197 5.503.803 1996 2.673.500 7.406.426 1997 2.148.415 8.831.742 1998 1.851.328 6.781.571 1999 2.371.738 9.095.440 2000 2.712.345 9.119.997 2001 3.115.382 8.683.771 2002 1.925.732 6.102.019 2003 1.102.019 6.962.237

Sumber : Biro Pusat Statistik (2004)

Sumber bahan baku gelatin impor pada umumnya berasal dari tulang dan

kulit sapi, babi, atau dari sumber lain yang tidak jelas informasinya. Menurut data

SKW biosystem suatu perusahaan multinasional bahwa produk gelatin dunia pada

tahun 1999 sebanyak 254.000 ton terdiri dari kulit jangat sapi sebanyak 28,7%,

kulit babi sebanyak 41,4%, serta kontribusi tulang sapi sebesar 29,8%, dan

sisanya dari ikan (Wiyono 2001). Hal tersebut menimbulkan keraguan dalam

kehalalannya terutama bagi negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam

seperti Indonesia karena babi merupakan hewan yang diharamkan untuk

dikonsumsi, sedangkan penggunaan sapi sebagai bahan baku gelatin

menimbulkan kekhawatiran dalam bidang kesehatan karena adanya wabah

penyakit yang dibawa oleh ternak seperti penyakit sapi gila dan anthrax

(Gudmundsson 2002). Untuk mengatasi masalah tersebut sekaligus mengurangi

ketergantungan impor gelatin, dilakukan beberapa percobaan pembuatan gelatin

dari kulit dan tulang unggas. Sumber utama lain yang sangat potensial sebagai

bahan baku gelatin adalah kolagen yang berasal dari ikan (Haug et al. 2003).

Menurut Surono et al. (1994) tulang dan kulit ikan sangat potensial sebagai

sumber gelatin karena mencakup 10-20% dari total berat tubuh ikan.

Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap (DKP 2005), diketahui

produksi ikan kakap merah dari tahun 2001-2005 cenderung mengalami

peningkatan dari 67.773 ton menjadi 97.044 ton dengan kenaikan rata-rata

pertahun adalah 6,25%. Ikan kakap merah yang berukuran 400-1.000 gr dapat

Page 16: Gelatin

menghasilkan daging fillet sebanyak 41,5% dan limbah 58,5% Diantara limbah

tersebut terdapat kulit yang belum dimanfaatkan dengan baik yaitu sekitar 4,0%,

oleh karena itu untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah kulit ikan kakap

merah perlu dilakukan penelitian gelatin dari kulit ikan kakap merah dan

karakterisasinya. Diharapkan gelatin yang dihasilkan bermutu tinggi serta

memenuhi standar gelatin komersial.

1.2. Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah memanfaatkan limbah kulit ikan

kakap merah (Lutjanus sp.) sebagai bahan baku gelatin. Secara khusus penelitian

ini bertujuan untuk :

(1) Mempelajari proses konversi kolagen menjadi gelatin dengan berbagai

konsentrasi asam asetat dan lama perendaman.

(2) Karakterisasi gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) yang dihasilkan

dari proses asam.

Page 17: Gelatin

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)

Klasifikasi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Saanin 1968) adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Subordo : Percoidea

Famili : Lutjanidae

Genus : Lutjanus

Spesies : Lutjanus sp.

Gambar 1. Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Ditjen Perikanan 1990)

Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) mempunyai badan bulat pipih memanjang

dengan sirip dipunggung, dapat mencapai 20 cm.�Umumnya 25-100 cm, gepeng,

batang sirip ekor lebar, mulut lebar, sedikit serong dan gigi-giginya halus. Ikan

kakap merah mempunyai bagian bawah penutup insang yang berduri kuat dan

bagian atas penutup insang terdapat cuping bergerigi. Bagian punggung warnanya

mendekati keabuan, putih perak bagian bawah dengan sirip-sirip berwarna abu-abu

gelap. Ikan kakap merah termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan

crustacea. Ikan kakap merah hidup di perairan pantai, muara sungai, teluk, dan air

payau (Ditjen Perikanan 1990).

Page 18: Gelatin

Daerah penyebaran ikan kakap merah antara lain pantai utara Jawa,

sepanjang pantai Sumatera bagian timur, Teluk Benggala, Arafuru Utara

Kalimantan, Sulawesi Selatan, Arafuru Utara, pantai India, Teluk Siam, sepanjang

pantai Laut Cina Selatan, dan bagian selatan Philipina sampai pantai utara Australia

(Ditjen Perikanan 1990).

Ikan kakap merah tergolong ikan demersal, selalu berkelompok dan

bersembunyi di karang-karang. Panangkapannya dilakukan dengan pancing kakap,

encircling net dengan rumpon, jaring insang dan trawl (Ditjen Perikanan 1990).

Ikan kakap merah mengandung protein tinggi yaitu sebesar 18,2%. Komposisi

kimia ikan kakap merah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia ikan kakap merah (Lutjanus sp.)

Senyawa kimia Jumlah (%) Air 80,3 Protein 18,2 Karbohidrat 0 Lemak 0,4 Abu 1,1

Sumber : Ditjen Perikanan (1990)

Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap Indonesia (DKP 2005),

diketahui bahwa produksi ikan kakap merah dari tahun 2001-2005 cenderung

meningkat dari 67.773 ton menjadi 97.044 ton. Data produksi ikan kakap merah

Indonesia tahun 2001-2005 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi ikan kakap merah Indonesia tahun 2001-2005

Tahun Jumlah (ton) 2001 67.773 2002 62.303 2003 74.233 2004 91.339 2005 97.044

Kenaikan rata-rata 1992-2002 10,09% Kenaikan rata-rata 2004-2005 6,25%

Sumber : DKP (2005)

2.2 Kulit Ikan

Kulit merupakan hasil samping dari pemotongan hewan yang berupa organ

tubuh pada saat proses pengulitan. Kulit hewan, berupa tenunan dari tubuh hewan

yang terbentuk dari sel-sel hidup. Judoamidjojo et al. (1979) mengemukakan

Page 19: Gelatin

bahwa struktur dasar kulit hewan terdiri dari tenunan serat protein yang disebut

serat kolagen, komponen yang berfungsi sebagai kerangka penguat.

Kulit ikan umumnya terdiri dari dua lapisan utama yaitu epidermis dan

dermis. Lapisan dermis merupakan jaringan pengikat yang cukup tebal dan

mengandung sejumlah serat-serat kolagen (Lagler et al. 1977). Lapisan dermis

adalah bagian pokok tenunan kulit yang diperlukan dalam pembuatan gelatin,

karena lapisan ini sebagian besar (berkisar 80%) terdiri atas jaringan serat kolagen

yang dibangun oleh tenunan pengikat.

Kulit ikan mengandung air 69,6%, protein 26,9%, abu 2,5% dan lemak

0,7%. Protein pada kulit dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu (1) protein

yang tergolong fibrous protein meliputi kolagen (yang terpenting), keratin, dan

elastin; (2) protein yang tergolong globular protein meliputi albumin dan globulin

(Judoamidjoyo 1974).

Choi dan Regenstein 2000 mengemukakan bahwa kulit, tulang, dan

gelembung renang ikan merupakan limbah yang secara komersial dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku industri gelatin karena bahan-bahan tersebut

dihasilkan dalam jumlah banyak sehingga dapat memberikan keuntungan dan

menambah penghasilan secara ekonomi bagi pengelola limbah industri perikanan.

Tulang dan kulit ikan sangat potensial sebagai bahan pembuatan gelatin karena

mencakup 10-20% dari berat tubuh ikan (Surono et al. 1994).

2.3 Kolagen

Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan pengikat

putih (white connective tissue) yang meliputi hampir 30% dari total protein pada

jaringan organ tubuh vertebrata dan invertebrata (Poppe 1992). Silva et al. (2005)

menyatakan bahwa kolagen adalah protein hewan yang menjadi komponen utama

dari semua jaringan penghubung yang terdapat pada kulit, tulang, tendon, dan

kartilago. Kolagen berfungsi sebagai elemen penahan tekanan serta pengikat pada

tulang hewan vertebrata (Glicksman 1969).

Kolagen adalah protein serabut (fibril) yang mempunyai fungsi kurang

larut, amorf, dapat memanjang dan berkontraksi. Protein serabut ini tidak larut

dalam pelarut encer, sukar dimurnikan, susunan molekulnya terdiri dari molekul

yang panjang dan tidak membentuk kristal (Winarno 1997). Kolagen murni sangat

Page 20: Gelatin

sensitif terhadap reaksi enzim dan kimia. Perlakuan alkali menyebabkan kolagen

mengembang dan menyebar, yang sering dikonversi menjadi gelatin. Di samping

pelarut alkali, kolegen jega larut dalam pelarut asam (Bennion 1980). Penyebaran

kolagen pada jaringan hewan mamalia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Penyebaran kolagen dalam jaringan hewan mamalia

Jenis jaringan Kolagen (%) Jenis jaringan Kolagen (%) Kulit 89 Otot 2 Tulang 24 Usus besar 18 Tendon 85 Lambung 23 Aorta 23 Ginjal 5 Hati 2 - -

Sumber : Ward and Court (1977)

Unit struktural pembentuk kolagen adalah tropokolagen yang berbentuk

batang dengan panjang 3000Å, diameter 5Å dan mengandung tiga unit rantai

polipeptida yang saling berpilin membentuk struktur heliks yang disebut rantai �.

Rantai ini mengandung 1000 residu asam amino dengan komposisi yang sangat

bervariasi (Bennion 1980). Wong (1989) menambahkan bahwa rantai yang

dibentuk oleh tiga unit polipeptida tersebut menahan bersama-sama dengan ikatan

hidrogen antara grup NH dari residu glisin pada rantai yang satu dengan grup CO

pada rantai lainnya. Cincin pirolidin, prolin, dan hidroksiprolin membantu

pembentukan rantai polipeptida dan memperkuat triple heliks (Wong 1989).

Ada dua tipe ikatan yang merupakan struktur sekunder dan tersier kolagen

yaitu 1) Ikatan intramolekul yang terjadi antara rantai-rantai molekul tropokolagen

dan 2) Ikatan intermolekul yaitu ikatan antara molekul tropokolagen (Johns 1977).

Molekul kolagen tersusun dari kira-kira dua puluh asam amino yang memiliki

bentuk agak berbeda tergantung pada sumber bahan bakunya. Asam amino glisin,

prolin, dan hidroksiprolin merupakan asam amino utama yang membentuk

kolagen. Hidroksiprolin merupakan salah satu asam amino pembatas dalam

berbagai protein (Estoe dan Leach 1977). Perbedaan komposisi asam amino dari

berbagai sumber dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 21: Gelatin

Tabel 5. Komposisi asam amino kulit hewan

Asam amino Kulit cucut Kulit paus Kulit babi Tulang sapi Alanin 119,0 110,5 111,7 112,0 Glisin 333,0 326,0 330,0 335,0 Valin 21,9 20,6 25,9 21,9 Leusin 23,9 24,8 24,0 24,3 Isoleusin 19,4 11,0 9,5 10,8 Prolin 113,4 128,2 131,9 124,2 Fenilalanin 13,9 13,0 13,6 14,0 Tirosin 1,4 3,0 2,6 1,2 Serin 44,5 41,0 34,7 32,8 Treonin 25,8 24,0 17,9 18,3 Metionin 1,0 4,7 3,6 3,9 Arginin 50,3 50,1 49,0 48,0 Histidin 7,4 5,7 4,0 4,2 Lisin 24,3 25,9 26,6 27,6 Asam aspartat 42,6 46,3 45,8 46,7 Asam glutamat 65,8 69,6 72,1 72,6 Hidroksiprolin 78,5 89,1 90,7 93,3 Hidroksilisin 4,1 5,8 6,4 4,3

Sumber : Estoe dan Leach (1977)

Konversi kolagen yang bersifat tidak larut dalam air menjadi gelatin yang

bersifat larut dalam air merupakan transformasi esensial dalam pembuatan gelatin.

Agar dapat diekstraksi kolagen harus diberi perlakuan awal. Ekstraksi ini dapat

menyebabkan pemutusan ikatan hidrogen diantara ketiga rantai tropokolagen

menjadi tiga rantai bebas, dua rantai saling berikatan dan satu rantai bebas, serta

tiga rantai yang masih berikatan (Poppe 1992). Perlakuan alkali menyebabkan

kolagen mengembang dan menyebar yang sering dikonversi menjadi gelatin.

Disamping pelarut alkali kolagen juga larut dalam pelarut asam (Bennion 1980).

Perlakuan pemanasan atau penambahan zat seperti asam, basa, urea,

kalsium, dan permanganat dapat menyebabkan larutan tropokolagen terdenaturasi.

Tropokolagen yang terdenaturasi akan terdisosiasi menjadi tiga komponen yaitu �,

�, dan �. Komponen � merupakan rantai tunggal polipeptida dengan bobot

molekul kurang lebih sepertiga dari berat molekul tropokolagen, komponen � dan

� merupakan dimer dan trimer yang dibentuk dari ikatan silang (Parker 1982).

2.4 Gelatin

Gelatin berasal dari bahasa latin ”gelare” yang berarti membuat beku dan

merupakan senyawa yang tidak pernah terjadi secara alamiah (Glicksman 1969).

Page 22: Gelatin

molekul gelatin yang kompak

airair

molekulgelatin yang panjang sepertibenang

Gelatin merupakan protein dari kolagen kulit, membran, tulang, dan bagian tubuh

berkolagen lainnya. Gelatin adalah protein larut yang bisa bersifat sebagai gelling

agent (bahan pembuat gel) atau sebagai non-gelling agent (Halal Guide 2007).

Gelatin akan mengembang jika direndam dalam air dan berangsur-angsur

menyerap air 5-10 kali bobot gelatin. Gelatin larut dalam air panas dan akan

membentuk gel jika didinginkan (Anonima 1978).

Gelatin didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari jaringan kolagen

hewan yang dapat didispersi dalam air dan menunjukkan perubahan sol-gel

reversible seiring dengan perubahan suhu (deMan 1997). Proses pembentukan gel

pada gelatin berkaitan erat dengan gugus guanidin arginin. Dalam pembentukan

gel, gelatin didispersi dalam air dan dipanaskan sampai membentuk sol. Daya

tarik menarik antar molekul lemah dan sol tersebut membentuk cairan yang

bersifat mengalir dan dapat berubah sesuai dengan tempatnya. Bila didinginkan,

molekul-molekul yang kompak dan tergulung dalam bentuk sol mengurai dan

terjadi ikatan-ikatan silang antara molekul-molekul yang berdekatan sehingga

terbentuk suatu jaringan. Sol akan berubah menjadi gel. Mekanisme pembentukan

gel pada gelatin dapat dilihat pada Gambar 2.

SOL GEL

(Gelatin terdispersi dalam air) (Gelatin terdispersi dalam jaringan gelatin) (Suhu 71 °C) (Suhu 49 °C)

Gambar 2. Proses pembentukan gel pada gelatin (deMan 1997).

Komposisi asam amino gelatin bervariasi tergantung pada sumber kolagen

tersebut, spesies hewan penghasil, dan jenis kolagen. Penurunan komposisi asam

amino tergantung pada metode pembuatannya. Pembuatan dengan proses alkali

umumnya lebih banyak mengandung hidroksiprolin dan lebih sedikit mengandung

tirosin dibanding dengan proses asam (Ward and Court 1977). Gelatin

mengandung 19 asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida

membentuk rantai polimer panjang (Glicksman 1969). Senyawa gelatin

Page 23: Gelatin

merupakan suatu polimer linier yang tersusun oleh satuan terulang asam amino

glisin-prolin-prolin atau glisin-prolin-hidroksiprolin (Binder and Miller 1953

dalam Ward and Court 1977). Struktur kimia gelatin dapat dilihat pada Gambar 3.

CH2 CHOH

CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 N — CH NH CH2 NH N — CH CO — NH CO CO CH — CO — NH CO CH – CO CO R R

Glisin Prolin Y Glisin X Hidroksiprolin

Gambar 3. Struktur Kimia Gelatin (Poppe 1992)

Gelatin termasuk molekul besar. Menurut Ward and Court (1977) berat

molekul (BM) gelatin mencapai 90.000 sedangkan pada gelatin komersial berkisar

antara 20.000-70.000. Balian dan Bowes (1977) menyatakan bahwa berat molekul

(BM) gelatin merupakan kelipatan 768 atau kelipatan C32H52O12N10. Menurut

Bennion (1980), gelatin merupakan produk utama yang berasal dari kolagen

dengan pemanasan yang dikombinasi dengan perlakuan asam atau alkali. Gelatin

dapat diperoleh dengan cara denaturasi dari kolagen. Pemanasan kolagen secara

bertahap akan menyebabkan struktur rusak dan rantai-rantainya terpisah. Berat

molekul, bentuk dan konformasi larutan kolagen sensitif terhadap perubahan

temperatur yang dapat menghancurkan mikro molekulnya (Wong 1989).

Berdasarkan proses pembuatannya, terdapat dua tipe gelatin. Tipe A

dihasilkan melalui proses asam sedangkan tipe B dihasilkan melalui proses basa

(Viro 1992). Perbedaan sifat antara gelatin tipe A dan tipe B serta komposisi asam

amio dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.

Tabel 6. Sifat gelatin tipe A dan tipe B

Sifat Tipe A Tipe B Kekuatan gel (g bloom) 50 – 300 50-300 Viskositas (cP) 1,5 – 7,5 2,0 – 7,5 Kadar abu (%) 0,3 – 2,0 0,5 – 2,0 pH 3,8 – 6,0 5,0 – 7,1 Titik isoelektrik 7,0 – 9,2 4,7 – 5,4

Sumber : GMIA (1980) dalam Amiruldin (2007)

Page 24: Gelatin

Tabel 7. Komposisi asam amino gelatin

Asam amino non-essensial Persentase (%) Asam amino

essensial Persentase (%)

Glisin 26,00 – 27,00 Arginin 8,60 – 9,30 Prolin 14,80 – 17,60 Lisin 4,10 – 5,90 Hidroksiprolin 12,60 – 14,40 Leusin 3,20 – 3,60 Asam glutamat 10,20 – 11,70 Valin 2,50 – 2,70 Alanin 8,70 – 9,60 Phenialanin 2,20 – 2,26 Asam aspartat 5,50 – 6,80 Threonin 1,90 – 2,20 Serin 3,20 – 3,60 Isoleusin 1,40 – 1,70 Hidroksilisin 0,76 – 1,50 Methionin 0,60 – 1,00 Tirosin 0,49 – 1,10 Histidin 0,60 – 1,00 Sistin 0,10 – 0,20 Triptofan 0,00 – 0,30

Sumber : Tourtellote (1980)

Gelatin larut dalam air, asam asetat, dan pelarut alkohol seperti gliserol,

propilen glikol, sorbitol, dan manitol (Viro 1992), tetapi tidak larut dalam alkohol,

aseton, karbon tetraklorida, benzena, petroleum eter, dan pelarut organik lainnya.

Dalam kondisi tertentu gelatin larut dalam campuran aseton-air dan alkohol-air.

2.5 Pembuatan Gelatin

Prinsip pembuatan gelatin dibagi menjadi dua, yaitu proses asam dan

proses basa. Perbedaan kedua proses tersebut terletak pada proses

perendamannya. Berdasarkan kekuatan ikatan kovalen silang protein dan jenis

bahan yang diekstrak, maka penggunaan jenis asam, bahan organik serta metode

ekstraksi akan berbeda-beda (Pelu et al. 1998). Menurut Hinterwaldner (1977)

terdapat tiga tahapan penting dalam pembuatan gelatin, yaitu 1) persiapan bahan

baku, 2) konversi kolagen menjadi gelatin, dan 3) pemurnian serta perolehan

gelatin dalam bentuk kering.

Tahap persiapan, dilakukan proses pencucian atau pembersihan pada kulit.

Tahap pembersihan ini sangat penting bagi kualitas produk akhir, antara lain pada

warna, bau, kadar lemak, dan kadar abu gelatin. Proses pembersihan dilakukan

dengan cara membuang kotoran, sisa daging, lemak, dan sisik halus bagian luar.

Untuk memudahkan proses pembersihan, dapat dilakukan dengan pemanasan kulit

pada air mendidih selama 1-2 menit. Berdasarkan penelitian Pelu et al. (1998)

pada proses pembersihan terjadi penurunan kadar abu dari 0,20% (kulit mentah)

menjadi 0,14% (kulit bersih) dan penurunan kadar lemak dari 0,5% (kulit mentah)

menjadi 0,3% (kulit bersih). Penurunan nilai kadar lemak yang tidak melebihi 5%

Page 25: Gelatin

merupakan salah satu persyaratan mutu gelatin (Jobling and Jobling 1983 dalam

Pelu et al. 1998).

Tahap selanjutnya adalah proses pengembangan (swelling) yang bertujuan

untuk menghilangkan kotoran dan mengkonversi kolagen menjadi gelatin

(Charley 1982). Tahap ini dilakukan dengan merendam kulit dalam larutan asam

organik, asam anorganik, dan alkali. Untuk memudahkan homogenisasi pada

swelling dan ekstraksi dilakukan pemotongan kulit.

Asam organik yang biasa digunakan adalah asam asetat, sitrat, fumarat,

askorbat, malat, suksinat, tartarat, dan asam lain yang aman serta tidak menusuk

hidung. Asam anorganik yang digunakan adalah asam hidroklorat, klorida fosfat,

dan sulfat. Pelarut alkali yang dapat digunakan adalah sodium karbonat, sodium

hidroksida, potassium karbonat, dan potassium hidroksida. Asam kuat seperti

asam sulfat, asam klorida dan asam fosfat tidak layak digunakan untuk

mengekstraksi gelatin dari kulit karena akan menghasilkan warna hitam dan bau

menusuk pada gelatin yang dihasilkan (Pelu et al. 1998). Untuk menghasilkan

kualitas gelatin yang baik, sebaiknya digunakan larutan alkali dan asam anorganik

pada kisaran 0,05-0,3% (w/v), sedangkan untuk larutan asam organik pada kisaran

0,5-5% (w/v) (Grossman and Bergman 1991).

Proses produksi gelatin diawali oleh tahap ekstraksi yang dilakukan

dengan cara mengekstrak kulit dalam air panas dengan kisaran suhu ekstraksi

minimum 40-50 ºC (Grossman and Bergman 1991) sampai 100 ºC (Viro 1992).

Ekstraksi merupakan proses denaturasi untuk mengubah serat kolagen yang

terlarut dalam air dengan penambahan senyawa pemecah ikatan hidrogen. Tahap

selanjutnya adalah proses penyaringan yang bertujuan untuk penghilangan zat-zat

lain yang tidak larut yang dapat mengurangi kemurnian gelatin. Proses terakhir

adalah pemekatan dan pengeringan gelatin. Pemekatan bertujuan untuk

meningkatkan total solid sehingga mempercepat proses pengeringan. Menurut

Hinterwaldner (1997), pemekatan dilakukan menggunakan evaporator vakum

bersuhu kurang dari 70 ºC agar mencegah kerusakan gelatin. Proses pengeringan

dilakukan menggunakan oven bersuhu 40-50 ºC (Grossman and Bergman 1991)

hingga 60-70 ºC atau freeze dryer (Pelu et al. 1998).

Page 26: Gelatin

2.6 Mutu Gelatin

Mutu gelatin ditentukan oleh sifat fisika, kimia, dan fungsional yang

menjadikan gelatin sebagai karakter yang unik. Sifat-sifat yang dapat dijadikan

parameter dalam menentukan mutu gelatin antara lain kekuatan gel, viskositas,

dan rendemen. Kekuatan gel dipengaruhi oleh pH, adanya komponen elektrolit

dan non-elektrolit dan bahan tambahan lainnya, sedangkan viskositas dipengaruhi

oleh interaksi hidrodinamik, suhu, pH, dan konsentrasi (Poppe 1992). Standar

mutu gelatin berdasarkan SNI (1995) dan persyaratan gelatin berdasarkan FAO

dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9.

Tabel 8. Standar mutu gelatin berdasarkan SNI 1995

Karakteristik Syarat Warna Tidak berwarna – kuning pucat Bau, rasa Normal (dapat diterima konsumen) Kadar air Maksimum 16% Kadar abu Maksimum 3,25% Logam berat Maksimum 50 mg/kg Arsen Maksimum 2 mg/kg Tembaga Maksimum 30 mg/kg Seng Maksimum 100 mg/kg Sulfit Maksimum 1000 mg/kg

Sumber : SNI 06-3735-1995

Tabel 9. Persyaratan gelatin berdasarkan FAO

Parameter Persyaratan Kadar abu Tidak lebih dari 2% Kadar air Tidak lebih dari 18% Belerang dioksida Tidak lebih dari 40 mg/kg Arsen Tidak lebih dari 1 mg/kg Logam berat Tidak lebih dari 50 mg/kg Timah hitam Tidak lebih dari 5 mg/kg Batas cemaran mikroba

Standard plate count E. coli Streptococci

Kurang dari 104/gr Kurang dari 10/gr Kurang dari 102/gr

Sumber : JECFA (2003)

2.7 Pemanfaatan Gelatin

Gelatin dimanfaatkan terutama untuk mengubah cairan menjadi padatan

yang elastis atau mengubah sol menjadi gel. Reaksi pada pembentukan gel ini

bersifat reversible karena bila gel dipanaskan akan berbentuk sol dan bila

Page 27: Gelatin

didinginkan akan berbentuk gel lagi. Keadaan tersebut membedakan gelatin

dengan gel dari pektin, alginat, albumin telur, dan protein susu yang gelnya

irreversible (Johns 1977).

Gelatin digunakan untuk berbagai keperluan industri, baik industri pangan

maupun non-pangan karena memiliki sifat yang khas, yaitu dapat berubah secara

reversibel dari bentuk sol ke gel, mengembang dalam air dingin, dapat

membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi

sistem koloid. King (1969) menyatakan bahwa pada suhu 71 °C gelatin mudah

larut dalam air dan membentuk gel pada suhu 49 °C. Gelatin memiliki sifat larut

air sehingga dapat diaplikasikan untuk keperluan berbagai industri.

Gelatin sebagai pembentuk gel mempunyai sineresis yang rendah dan

mempunyai kekuatan gel antara 220-225 gr bloom sehingga dapat digunakan

dalam produk jelly. Sebagai pengemulsi, gelatin bisa diaplikasikan ke dalam sirup

lemon, susu, mentega, margarin, dan pasta. Gelatin sebagai penstabil dapat

digunakan dalam pembuatan es krim dan yoghurt. Sebagai bahan pengikat, gelatin

dapat digunakan dalam produk-produk daging (Johns 1977). Penggunaan gelatin

pada industri pangan dan non pangan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Penggunaan gelatin dalam industri pangan dan non pangan di dunia tahun 1999

Jenis industri pangan

Jumlah penggunaan (ton)

Jenis industri non pangan

Jumlah penggunaan (ton)

Konfeksionari 68.000 Pembuatan film 27.000 Jelly 36.000 Kapsul lunak 22.600 Olahan daging 16.000 Cangkang kapsul 20.200 Olahan susu 16.000 Farmasi 12.600 Margarin/mentega 4.000 Teknik 6.000 Food supplement 4.000 Jumlah 144.000 Jumlah 88.400

Sumber : SKW Biosystem dalam Nurilmala (2004)

Page 28: Gelatin

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2008 bertempat di

Laboratorium Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan

Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Laboratorium Kimia Pangan dan Gizi, Departemen Teknologi Pangan dan Gizi,

Fakultas Teknik Pertanian, Institut Pertaian Bogor, serta Balai Pusat Pasca Panen

Bogor.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan baku yang digunakan adalah kulit ikan kakap merah yang diperoleh

dari Muara Baru, Jakarta. Bahan lain yang digunakan adalah : aquades, asam

asetat teknis 98% yang diperoleh dari toko Setia Guna, dan bahan-bahan yang

digunakan untuk pengujian antara lain : Na2CO3, NaOH, Na2S2O3, HCl, K2SO4,

HgO, H2SO4, HClO4, HNO3, air suling, aseton, dan H3BO3, natrium asetat serta

kertas saring whatman 41.

Alat-alat yang digunakan yang digunakan dalam pembuatan dan analisa

gelatin kulit ikan kakap merah antara lain wadah tahan asam, pisau, talenan, kain

saring, panci kaca, kompor, pengaduk, timbangan digital, pH meter, gelas ukur,

loyang kaca, grinder, termometer, waterbath, oven, gelas piala, sentrifuse, grinder,

botol film, pipet volumetrik, tabung reaksi, erlenmeyer, tabung soxlet, tanur,

cawan, desikator, Rheoner RE 3305, Kett Digital Whitenes Powder C-100,

Brookfield Syncro-Lectric Viskometer, magnetic stirrer, atomatic absorption

spectrophotmetri, HPLC Water Assosiates dan kjeltec system.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan

penelitian utama. Penelitian pendahuluan adalah pembuatan gelatin dengan proses

lama perendaman asam 12 dan 24 jam serta kombinasi konsentrasi asam 1-5%,

sedangkan penelitian tahap utama adalah pembuatan gelatin dengan kombinasi

perlakuan konsentratasi dan lama perendaman asam asetat serta analisis sifat

fisika kimia produk gelatin yang dihasilkan dibandingkan dengan gelatin

komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004).

Page 29: Gelatin

Pembuatan gelatin dari kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dilakukan

dengan metode asam yang dimodifikasi dari Pelu et al. (1998). Tahap utama

proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah adalah perendaman kulit dalam

larutan asam asetat (CH3COOH), dengan perbandingan kulit ikan kakap merah

dan larutan perendaman adalah 1 : 4 serta konsentrasi asam asetat berkisar antara

1%-5% (v/v) dengan lama perendaman 12 jam dan 24 jam; dan terakhir adalah

ekstraksi dengan suhu 80 ºC ± 3 ºC selama 3 jam dengan ratio banyaknya kulit

ikan dan air (aquades) adalah 1 : 3.

3.3.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan diawali dengan pembuatan gelatin dari kulit ikan

kakap merah (Lutjanus sp.). Perlakuan yang diberikan adalah perendaman kulit

ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dalam larutan asam asetat dengan perbandingan

kulit ikan dan asam asetat adalah 1 : 4. Konsentrasi asam asetat yang digunakan

adalah 1, 2, 3, 4, dan 5% (v/v) dengan lama perendaman 12 jam dan 24 jam. Kulit

ikan kakap merah yang mengalami swellling (pengembangan) kemudian dicuci

hingga pH netral (5-6). Kemudian dilakukan ekstraksi pada suhu 80 ºC ± 3 ºC

selama 3 jam dengan ratio bobot kulit ikan dan aquades adalah 1 : 3. Filtrat yang

diperoleh dari proses ekstraksi selanjutnya disaring dengan menggunakan kain

saring, kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 ºC selama 48 jam

(2 hari). Lembaran gelatin yang dihasilkan kemudian digiling dengan

menggunakan grinder sehingga didapat gelatin kering berbentuk butiran-butiran

halus (tepung gelatin). Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan

dilakukan pengamatan berupa uji fisik yang meliputi rendemen, pH, viskositas,

dan kekuatan gel. Diagram alir proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah

dapat dilihat pada Gambar 4.

Page 30: Gelatin

Gambar 4. Skema proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (*Modifikasi Pelu et al., 1998)

Keterangan : : Masukan (input)

: Proses

: Hasil (output)

Kulit ikan kakap merah

Penyaringan dengan kain saring

Ekstraksi, kulit : akuades = 1 : 3 pada suhu 80 ºC ± 3 ºC, selama 3 jam*

Pencucian dengan air hingga pH 5 – 6*

Perendaman CH3COOH 1%, 2%, 3 %, 4% dan 5 % selama 12 jam dan 24 jam*

Pencucian dengan air mengalir

Pemotongan kulit dengan ukuran 2 x 4 cm*

Pembersihan dari daging, lemak, sisik, dan kotoran lain

Lembaran gelatin

Uji fisik : rendemen, viskositas dan kekuatan gel

Serbuk gelatin ikan*

Pengeringan dengan oven, suhu 50 ºC selama 48 jam*

Penghancuran/pengecilan ukuran*

Page 31: Gelatin

3.3.2 Penelitian Utama

Penelitian utama adalah pembuatan gelatin dengan konsentrasi dan lama

perendaman terpilih dari penelitian pendahuluan, dilanjutkan dengan karakterisasi

gelatin yang meliputi uji fisik yaitu rendemen, pH, viskositas, dan kekuatan gel

serta kombinasi perlakuan konsentrasi asam asetat dan lama perendaman kulit

yang efektif untuk menghasilkan gelatin (Gambar 5). Hasil terbaik dari penelitian

ini dilanjutkan dengan pengujian analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar

protein, dan kadar lemak), serta sifat fisika-kimia gelatin yaitu viskositas,

kekuatan gel, derajat keasaman (pH), derajat putih, titik isoelektrik protein, titik

gel, titik leleh, kandungan logam berat (Pb dan Hg), kandungan asam amino yang

dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil

pengujian Nurilmala (2004). Hasil terbaik ini juga dilanjutkan dengan pengujian

organoleptik (warna, penampakan, dan bau) yang dibandingkan dengan gelatin

komersial dan standar laboratorium.

3.4 Analisis Fisika dan Kimia Gelatin

Sifat fungsional gelatin sangat penting dalam aplikasi terhadap suatu

produk. Sifat tersebut merupakan sifat fisika dan kimia yang mempengaruhi

perilaku gelatin dalam makanan selama proses, penyimpanan, penyiapan, dan

pengkonsumsian (Kinsela 1982). Sifat fisika gelatin antara lain kekuatan gel, titik

isoelektrik, titik leleh, titik gel, dan derajat putih, sedangkan sifat kimia gelatin

antara lain kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, pH, kandungan asam

amino serta kandungan logam berat.

3.4.1 Rendemen (AOAC 1995)

Rendemen diperoleh dari perbandingan antara berat tepung kering gelatin

yang dihasilkan dengan berat bahan segar (kulit yang telah dicuci bersih).

Besarnya rendemen dapat diperoleh dengan rumus :

Berat bahan kering gelatin Rendemen (100%) = x 100%

Berat bahan segar

3.4.2 Kekuatan gel (Gaspar 1998)

Kekuatan gel dilakukan secara objektif dengan menggunakan alat Rheoner

RE 3305. Tingkat kekuatan gel dinyatakan dengan satuan bloom yang berarti

Page 32: Gelatin

besarnya gaya tekan untuk memecah deformasi produk. Sebelum digunakan alat

disetting agar sesuai dengan jenis produk yang akan diukur gelnya karena standar

setting untuk setiap produk berbeda, jarak yang digunakan adalah 400 x 0,01 mm,

kecepatan 0,5 mm/s, sensitifitas 0,2 v dan silinder probe 5 mm. Cara kerja alat ini

yaitu silinder probe 5 mm tidak bergerak, meja tempat untuk meletakkan contoh

yang bergerak ke atas mendekati jarum penusuk, tekanan dilakukan sebanyak satu

kali. Hasil pengukuran akan tercetak dalam kertas berbentuk histogram.

Pengukuran berdasarkan tingginya histogram.

3.4.3 Viskositas (British Standard 757 1975)

Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades

(7 gr gelatin ditambah 105 ml aquades) kemudian larutan diukur viskositasnya

dengan menggunakan alat Brookfield Syncro-Lectric Viscometer. Pengukuran

dilakukan pada suhu 60 ºC dengan laju geser 60 rpm menggunakan spindel. Hasil

pengukuran dikalikan dengan faktor konversi. Pengujian ini menggunakan spindel

no.1 dengan faktor konversinya adalah 1, nilai viskositas dinyatakan dalam satuan

centipoise (cP).

3.4.4 Derajat putih (Anonimb)

Analisis warna dilakukan dengan menggunakan Kett Digital Whiteness

Powder C-100. Contoh dalam bentuk tepung dimasukan ke dalam cawan contoh,

selanjutnya cawan tersebut dimasukkan dalam alat. Nilai dapat langsung dibaca

pada layar dan dinyatakan dalam persentasi derajat putih..

3.4.5 Derajat keasaman (pH) (British Standard 757 1975)

Contoh sebanyak 0,2 gr didispersi dalam 20 ml aquades pada suhu 80 ºC.

Contoh dihomogenkan dengan magnetic stirer. Kemudian diukur derajat

keasamannya (pH) pada suhu kamar dengan pH meter.

3.4.6 Kadar air (AOAC 1995)

Prosedur penentuan kadar air dilakukan dengan cara menimbang 5 gr

contoh dan diletakkan dalam cawan kosong yang sudah ditimbang beratnya,

cawan serta tutupnya sebelumnya sudah dikeringkan di dalam oven serta

didinginkan di dalam desikator. Cawan yang berisi contoh kemudian ditutup dan

dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100-102 ºC selama 6 jam. Cawan

Page 33: Gelatin

tersebut lalu didinginkan di dalam desikator dan setelah dingin cawan ditimbang.

Kadar air dapat ditimbang dengan rumus :

W1 – W2

Kadar air = x 100% Berat sampel

Keterangan : W1 = berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan

W2 = berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan

3.4.7 Kadar abu (AOAC 1995)

Prosedur penentuan kadar abu dilakukan dengan cara menimbang

sebanyak 5 gr contoh dan dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah

ditimbang dan dibakar di dalam tanur dengan suhu 600 ºC serta didinginkan

dalam desikator.

Cawan yang berisi contoh dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dan

dibakar sampai didapat abu yang berwarna keabu-abuan. Pengabuan ini dilakukan

dalam dua tahap, yaitu pertama pada suhu sekitar 400 ºC selama 1 jam dan kedua

pada suhu 550 ºC selama 5 jam. Cawan yang berisi abu tersebut didinginkan

dalam desikator dan kemudian ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus :

Berat abu Kadar abu = x 100%

Berat sampel

3.4.8 Kadar protein (AOAC 1995)

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikro-kjeldahl. Contoh

ditimbang sebanyak 0,2 gr dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml.

Kemudian ditambah 2 gr K2SO4, 50 mg HgO dan 2,5 ml H2SO4. Contoh

didestruksi selama 1-1,5 jam sampai cairan berwarna hijau jernih lalu didinginkan

dan ditambah air suling perlahan-lahan. Isi labu dipindahkan ke dalam alat

destilasi, ditambah 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman lalu

didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml

H3BO3 dan dititrasi dengan HCl 0.02N sampai terjadi perubahan warna menjadi

merah muda. Perhitungan kadar protein menggunakan rumus :

(ml HCl – ml blanko) x 14.007 x N HCl % N = x 100% mg sampel

% Protein = %N x 6,25

Page 34: Gelatin

3.4.9 Kadar lemak (AOAC 1995)

Contoh sebanyak 2 gr ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring lalu

ditutup dengan kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam labu lemak. Setelah

itu diletakkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, dengan posisi alat kondensor berada

di atas dan labu lemak di bawahnya. Petroleum benzene ditambahkan ke dalam

labu lemak kemudian dilakukan ekstraksi selama ± 6 jam pada suhu 40 °C hingga

pelarut yang turun kembali ke labu lemak menjadi jernih. Pelarut yang ada di

dalam labu lemak didestilasi sehingga semua pelarut lemak menguap. Selanjutnya

labu lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C. Setelah itu

labu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Penentuan kadar lemak

menggunakan rumus:

(berat labu akhir – berat labu awal) Kadar lemak = x 100% Berat sampel

3.4.10 Kandungan logam berat (Pb dan Hg) (Hutagalung 1997)

Contoh sebanyak 2 gr dimasukkan ke dalam teflon beker dan ditambahkan

1,5 ml HClO4 dan 3,5 ml HNO3, kemudian teflon beker ditutup dan biarkan

selama 24 jam. Selanjutnya teflon beker dan contoh dipanaskan di atas penangas

air dengan suhu 60-70 ºC selama ± 2-3 jam (sampai larutan jernih) (bila contoh

tidak semua larut, ditambahkan lagi HClO4 dan 3,5 ml HNO3). Kemudian

ditambahkan ke dalamnya sebanyak 3 ml air suling bebas ion dan dipanaskan

kembali hingga larutan hampir kering, selanjutnya didinginkan pada suhu ruang.

Kemudian ditambahkan 1 ml HNO3 pekat dan diaduk pelan-pelan. Selanjutnya

ditambahkan 9 ml air suling bebas ion, dan dilakukan pengukuran menggunakan

atomic absorption spectrophotometri menggunakan nyala udara esitelin.

3.4.11 Titik leleh ( Suryaningrum dan Utomo 2002)

Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades.

Contoh diinkubasi pada suhu 10 ºC selama 17 ± 2 jam. Pengukuran titik leleh

dilakukan dengan cara memanaskan gel gelatin dalam waterbath. Diatas gel

gelatin tersebut diletakkan gotri dan ketika gotri jatuh ke dasar gel gelatin maka

suhu tersebut merupakan suhu titik leleh.

Page 35: Gelatin

3.4.12 Titik gel ( Suryaningrum dan Utomo 2002)

Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades

dan disimpan dalam tabung reaksi yang dihubungkan dengan termometer digital

kemudian diberikan es pada keliling luar bagian tabung reaksi. Titik gel adalah

suhu ketika larutan gelatin mulai menjadi gel.

3.4.13 Titik isoelektrik protein (Wainewright 1977)

Sebanyak 0,2 gr contoh ditambah dengan 40 ml aquades sebagai pelarut

dengan kisaran pH 4,5-10,5 (interval 0,5). Pengaturan pH dilakukan dengan

menambah NaOH 0,5 N untuk menaikkan pH dan HCl 0,5 N untuk manurunkan

pH. Setelah kondisi tercapai dilanjutkan dengan pengadukan selama 30 menit

untuk menyempurnakan reaksi. Larutan yang dihasilkan dipisahkan dengan

bagian yang tidak larut dengan cara disentrifuse, kemudian disaring dengan

menggunakan kertas saring whatman 41. Filtrat dianalisis kadar nitrogennya

dengan metode mikro-kjeldahl. Kadar nitrogen terlarut yang paling rendah

ditentukan sebagai daerah isoelektrik (pl).

3.4.14 Asam amino (Muchtadi dkk 1992)

Sebanyak 0,2 gr contoh disiapkan dalam tabung reaksi tertutup dan

ditambahkan sebanyak 5 ml HCL 6 N. Contoh dimasukkan dalam oven dengan

suhu 100 ºC selama 18-24 jam. Selanjutnya contoh disaring dengan kertas

whatman 41. Hasil hidrolisis dipipet sebanyak 10 µl dan dimasukkan ke dalam

tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 30 µl larutan pengering, dan dikeringkan

dengan pompa vakum bertekanan 50 torr. Contoh yang telah dikeringkan

ditambah larutan derivat sebanyak 30 µl dan dibiarkan selama ± 20 menit. Contoh

selanjutnya diencerkan dengan 200 µl larutan pengencer natrium asetat 1M.

Contoh siap dianalisis dengan menggunakan HPLC Water Associates. Kondisi

HPLC pada saat dilakukan analisis :

- Temperatur kolom : 38ºC - Kolom : pico tag 3,9 x 150 nm coloumb - Kecepatan alir : Sistem linier gradien - Batas tekanan : 3000 psi - Program : gradien - Fase gerak : - Asetonitril 60% - Buffer Natrium asetat 1 M, pH 5,75 - Detektor : UV, panjang gelombang 254 nm

Page 36: Gelatin

Konsentrasi asam amino dihitung dengan rumus :

Konsentrasi asam amino (%) = %100xBc

BsxBMxFpx

AsAc

Keterangan : Ac = Luas area sampel As = Luas area standar Bc = Berat sampel (µg) Bs = Berat standar (µg) BM = Berat molekul masing-masing asam amino Fp = Faktor pengenceran (10)

3.4.15 Uji organoleptik (Soekarto dan Hubeis 1992)

Uji organoleptik dilakukan melalui uji segitiga (Triangle Test). Sejumlah

contoh disajikan bersama dengan pembanding. Kemudian sifat mutu produk yang

meliputi warna, bau, dan penampakan dinilai apakah lebih baik, sama, atau kurang

baik. Panelis yang menilai adalah panelis semi terlatih sebanyak 15 orang.

3.5 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Racangan Acak Lengkap

(RAL) Faktorial dengan dua taraf yaitu konsentrasi asam asetat dan lama waktu

perendaman dengan 3 kali ulangan. Model rancangan adalah :

Yij = µ + �i + �j + (��)ij + �ij Dengan i = 1,2,3,... j = 1,2,3,...

Keterangan : Yij = hasil pengamatan µ = nilai tengah umum Ai = pengaruh sebenarnya lama perendaman ke-i (i = 1,2,3) Bj = pengaruh sebenarnya konsentrasi pelarut ke-j (i = 1,2,3) BAij = pengaruh sebenarnya interaksi antara lama perendaman ke-i (i = 1,2,3)

dengan konsentrasi pelarut ke-j (i = 1,2,3) �ij = faktor galat

Jika hasil analisis ragam berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut

manggunakan metode Duncan (Gaspersz 1994). Rumus uji Duncan :

Sy = �(KTS/r)

Rp = qa’ x Sy

Keterangan : Sy = significant range KTS = jumlah kuadrat sisa qa’ = significant studentized range (Tabel A7. dalam Steel and Torrie 1998) r = ulangan Rp = wilayah nyata terkecil

Page 37: Gelatin

Gambar 5. Skema proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.)

(*Modifikasi Pelu et al., 1998). Keterangan : : Masukan (input)

: Proses

: Hasil (output)

Kulit ikan kakap merah

Penyaringan dengan kain saring

Ekstraksi, kulit : akuades = 1 : 3 pada suhu ± 80 ºC, selama 3 jam*

Pencucian dengan air hingga pH 5 – 6*

Perendaman CH3COOH 1%, 2%, dan 3 % selama 12 jam, 18 jam, dan 24 jam*

Pencucian dengan air mengalir

Pemotongan kulit dengan ukuran 2 x 4 cm*

Pembersihan dari daging, lemak, sisik, dan kotoran lain

Lembaran gelatin

Uji fisik : rendemen, viskositas, kekuatan gel Uji kimia : pH, kadar air, abu, protein, lemak, derajat putih, logam

berat (Pb dan Hg), titik leleh, titik gel, titik isoelektrik serta asam amino

Uji organoleptik : warna, penampakan, bau

Serbuk gelatin ikan*

Pengeringan dengan oven, suhu 50 ºC selama 48 jam*

Penghancuran/pengecilan ukuran*

Page 38: Gelatin

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Pembuatan gelatin pada tahap penelitian pendahuluan dilakukan dari

bahan baku kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dengan menggunakan larutan

asam asetat konsentrasi 1%-5% dan dua taraf lama perendaman yaitu 12 jam dan

24 jam. Perlakuan ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi asam asetat dan

lama perendaman yang dapat digunakan untuk menghasilkan gelatin dengan mutu

baik.

Parameter uji yang digunakan untuk menentukan karateristik gelatin

adalah rendemen, pH, viskositas, dan kekuatan gel. Rendemen merupakan salah

satu parameter yang penting dalam menilai baik tidaknya proses pembuatan

gelatin sedangkan kekuatan gel, viskositas, dan pH dipilih sebagai parameter

karena ketiganya merupakan sifat fisika dan kimia yang sangat penting pada

aplikasi gelatin pada berbagai produk.

4.1.1 Rendemen gelatin

Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting dalam

pembuatan gelatin. Rendemen dihitung berdasarkan perbandingan antara gelatin

serbuk yang dihasilkan dengan bobot kulit ikan kakap merah setelah dibersihkan.

Hasil rendemen gelatin kulit ikan kakap merah secara lengkap dapat dilihat pada

Gambar 6.

11,72c 11,7c

9,13b10,34b

11,75b

9,85b

13,33b

7,21b 7,78a

5,32a

02468

101214

(%)

1 2 3 4 5Konsentrasi asam asetat (%)

12 jam 24 jam

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)

Gambar 6. Histogram rendemen gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan (n = 3)

Page 39: Gelatin

Nilai rendemen gelatin hasil penelitian berkisar antara 5,32% sampai

13,33%. Analisis ragam faktorial menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat

dan interaksi antara konsentrasi asam asetat dengan lama perendaman

memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap rendemen gelatin,

sedangkan lama perendaman tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata

(Lampiran 11). Uji lanjut menggunakan metode Duncan menunjukkan bahwa

kombinasi perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05)

terhadap hasil rendemen gelatin kulit ikan kakap merah (Lampiran 12).

Nilai rendemen terbesar diperoleh pada gelatin dengan perlakuan

perendaman asam asetat 4% dan lama perendaman 12 jam, sedangkan nilai

rendemen terkecil dihasilkan pada perlakuan perendaman asam asetat 5% dengan

lama perendaman 24 jam. Terlihat kecenderungan bahwa semakin tinggi

konsentrasi asam asetat, maka rendemen yang dihasilkan makin tinggi. Tingginya

rendemen yang dihasilkan diduga karena pengaruh jumlah ion H+ yang

menghidrolisis kolagen dari rantai triple heliks menjadi rantai tunggal.

Kecenderungan ini mencapai batasnya apabila ion H+ yang berlebih

menghidrolisis kolagen lebih jauh sehingga terjadi perubahan sifat fisika dan

kimia. Konsentrasi asam yang berlebih menimbulkan adanya hidrolisis lanjutan

sehingga sebagian gelatin turut terdegradasi dan menyebabkan turunnya jumlah

gelatin. Menurut Ward and Court (1977) konversi kolagen menjadi gelatin

dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan, dan pH.

4.1.2 Nilai pH gelatin

Nilai pH gelatin atau derajat keasaman gelatin merupakan salah satu

parameter penting dalam standar mutu gelatin. Pengukuran nilai pH larutan

gelatin penting dilakukan karena pH larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat yang

lainya seperti viskositas dan kekuatan gel, serta akan berpengaruh juga pada

aplikasi gelatin dalam produk. Gelatin dengan pH netral akan bersifat stabil dan

penggunaannya akan menjadi lebih luas (Astawan 2002).

Nilai pH gelatin berhubungan dengan proses atau perlakuan yang

digunakan untuk membuatnya. Proses asam cenderung menghasilkan pH yang

rendah. Gelatin dengan pH netral cenderung lebih disukai, sehingga proses

penetralan memiliki peran yang penting untuk menetralkan sisa-sisa asam setelah

Page 40: Gelatin

perendaman (Hinterwaldner 1977). Nilai pH gelatin dengan perlakuan berbeda

yang diperoleh pada penelitian disajikan pada Gambar 7.

5,56c5,32c

5,04b5,15b

4,78ab5,01ab

4,82ab4,91ab

4,34a

4,88a

0

1

2

3

4

5

6

Nil

ai p

H

1 2 3 4 5Konsentrasi asam asetat (%)

12 jam 24 jam

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)

Gambar 7. Histogram nilai pH gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan (n = 3)

Hasil analisis ragam faktorial menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat

dan interaksi antara konsentrasi asam asetat dengan lama perendaman

memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap nilai pH gelatin,

sedangkan lama perendaman tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata

(Lampiran 13). Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa nilai pH gelatin

kulit ikan kakap merah dipengaruhi oleh konsentrasi asam asetat yang digunakan.

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan konsentrasi asam

asetat dan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05)

terhadap hasil rendemen gelatin kulit ikan kakap merah (Lampiran 14).

Berdasarkan hasil pengukuran pH gelatin didapatkan bahwa pH gelatin

kulit ikan kakap merah berkisar antara 4,34 sampai dengan 5,56. Nilai ini masih

memenuhi standar gelatin tipe A yang disyaratkan Tourtellote (1980) yaitu

berkisar antara 3,8-6,0 (Lampiran 10). Nilai pH yang paling mendekati kondisi

netral (pH 7) dimiliki oleh perlakuan kulit dengan perendaman asam asetat 1%

dan lama perendaman 12 jam yaitu sebesar 5,56 dan nilai pH yang paling jauh

dari kondisi netral dimiliki oleh perlakuan kulit dengan perendaman asam asetat

5% dan lama perendaman 12 jam yaitu sebesar 4,34.

Rendahnya nilai pH gelatin kulit ikan kakap merah diakibatkan oleh

tingginya konsentrasi asam asetat yang digunakan. Hal ini diduga karena masih

Page 41: Gelatin

ada sisa-sisa asam asetat yang digunakan pada saat perendaman yang terbawa

pada saat ekstraksi, sehingga akan mempengaruhi tingkat keasaman (pH) gelatin

yang dihasilkan. Gelatin dengan pH rendah mempunyai keuntungan yaitu akan

tahan terhadap kontaminasi mikroorganisme (Saepudin 2003 dalam Hajrawati

2005).

4.1.3 Viskositas gelatin

Viskositas larutan gelatin terutama tergantung pada tingkat hidrodinamik

antara molekul-molekul gelatin itu sendiri. Disamping itu juga, viskositas

tergantung pada temperatur, pH, dan konsentrasi dari larutan gelatin (Ward and

Courts 1977).

Nilai viskositas gelatin kulit ikan kakap merah hasil penelitian berkisar

antara 12-18,2 centipoise (cP). Nilai viskositas tertinggi terdapat pada perlakuan

kulit dengan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 24 jam,

sedangkan nilai viskositas terendah terdapat pada perlakuan kulit dengan

perendaman asam 5% dan lama perendaman 12 jam. Nilai viskositas gelatin kulit

ikan kakap merah dengan perlakuan berbeda yang diperoleh pada penelitian

disajikan pada Gambar 8.

15,6c

15,35c16,2c

14,8c

14,78d

18,2d

14b 14,4b

12a

13,8a

02468

101214161820

cent

ipoi

se (c

P)

1 2 3 4 5Konsentrasi asam asetat (%)

12 jam 24 jam

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)

Gambar 8. Histogram viskositas gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan (n = 3)

Berdasarkan analisis ragam faktorial, konsentrasi asam asetat dan interaksi

antara konsentrasi asam asetat dengan lama perendaman memberikan pengaruh

yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap viskositas gelatin, sedangkan lama

perendaman tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 15).

Page 42: Gelatin

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi asam

asetat dan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05)

(Lampiran 16). Nilai viskositas tertinggi didapat pada interaksi perlakuan asam

asetat 3% dengan lama perendaman 24 jam yaitu 18,2 cP.

Viskositas berhubungan dengan bobot molekul (BM) rata-rata gelatin dan

distribusi molekul, sedangkan bobot molekul gelatin berhubungan langsung

dengan panjang rantai asam aminonya. Hal ini berarti semakin panjang rantai

asam amino maka nilai viskositas akan semakin tinggi. Konsentrasi larutan asam

yang berbeda berpengaruh terhadap bobot molekul (BM) gelatin yang dihasilkan

(Ward and Courts 1977). Semakin besar bobot molekul maka laju aliran larutan

semakin lambat sehingga akan meningkatkan nilai viskositas. Viskositas gelatin

dipengaruhi oleh pH gelatin, temperatur, konsentrasi dan teknik perlakuan seperti

penambahan elektrolit lain dalam larutan gelatin.

4.1.4 Kekuatan gel gelatin

Kekuatan gel gelatin didefinisikan sebagai besarnya gaya yang diperlukan

oleh probe untuk menekan gel setinggi empat mm sampai gel pecah. Satuan untuk

menunjukkan kekuatan gel yang dihasilkan dari suatu konsentrasi tertentu disebut

derajat bloom (Hermanianto et al. 2000).

Kekuatan gel sangat penting dalam penentuan perlakuan terbaik dalam

proses ekstraksi gelatin karena salah satu sifat penting gelatin adalah mampu

mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah sol menjadi gel yang reversible.

Kemampuan inilah yang menyebabkan gelatin sangat luas penggunaannya, baik

dalam bidang pangan, farmasi, maupun bidang-bidang lainnya. Hasil pengukuran

kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah dengan perlakuan yang berbeda dapat

dilihat pada Gambar 9.

Berdasarkan hasil analisis ragam faktorial dapat diketahui bahwa

konsentrasi asam asetat dan interaksi antara konsentrasi asam asetat dengan lama

perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap

kekuatan gel gelatin, sedangkan lama perendaman tidak menunjukkan pengaruh

yang berbeda nyata (Lampiran 17). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa

interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman memberikan

pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) (Lampiran 18). Nilai kekuatan gel gelatin

Page 43: Gelatin

tertinggi didapat pada interaksi perlakuan asam asetat 3% dengan lama

perendaman 24 jam yaitu 285 bloom.

Hasil penelitian menujukkan bahwa nilai kekuatan gel gelatin berkisar

antara 75-285 bloom. Nilai ini masih memenuhi standar kekuatan gel gelatin yang

disyaratkan oleh Tourtellote (1980) yaitu 75-300 bloom (Lampiran 10). Kekuatan

gel tertinggi dimiliki oleh gelatin kulit dengan perlakuan konsentrasi asam asetat

3% dan perendaman 24 jam yaitu 285 bloom, sedangkan kekuatan gel terendah

dimiliki oleh gelatin dengan perlakuan konsentrasi asam asetat 4% dan lama

perendaman 24 jam.

220cd 225cd 225c

185c

170d

285d

200b

75b

150a

77,5a

0

50

100

150

200

250

300

Blo

om

1 2 3 4 5Konsentrasi asam asetat (%)

12 jam 24 jam

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)

Gambar 9. Histogram kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan (n = 3)

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi kosentrasi

asam asetat dan lama peredaman mengakibatkan nilai kekuatan gel gelatin yang

dihasilkan semakin tinggi sampai konsentrasi asam asetat dan lama perendaman

tertentu, kemudian akan turun kembali nilai kekuatan gel tersebut. Hal ini diduga

karena konsentrasi asam asetat yang semakin tinggi dan semakin lama waktu

perendaman akan menyebabkan terjadinya hidrolisis lanjutan sehingga dihasilkan

rantai asam amino yang pendek.

Menurut Glicksman (1969) kekuatan gel dipengaruhi oleh asam, alkali,

dan panas yang akan merusak struktur gelatin sehingga gel tidak terbentuk.

Pembentukan dan kekuatan gel yang dihasilkan tergantung pada kandungan rantai

� dan distribusi bobot molekul. Penurunan kekuatan gel seiring dengan

peningkatan bobot molekul gelatin. Gelatin dengan molekul yag lebih besar

Page 44: Gelatin

mempunyai rantai yang dihubungkan dengan ikatan kovalen. Ikatan kovalen antar

rantai mengurangi jumlah ikatan hidrogen (ikatan non-kovalen) sehingga ikatan

antar molekul menjadi lemah.

4.2 Penelitian Utama

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, diketahui bahwa konsentrasi

asam asetat dan lama perendaman yang efektif digunakan dalam pembuatan

gelatin kulit ikan kakap merah adalah konsentrasi asam asetat 1%, 2%, dan 3%

serta lama perendaman 12 jam, 18 jam, dan 24 jam. Perlakuan ini dipilih

berdasarkan pada penelitian pendahuluan yang menunjukkan bahwa konsentrasi

asam asetat 4% dan 5% menghasilkan nilai karakteristik (rendemen, pH,

viskositas, dan kekuatan gel) gelatin yang rendah sehingga kurang efektif dalam

pembuatan gelatin, sedangkan penambahan waktu perendaman 18 jam dilakukan

untuk meningkatkan rendemen gelatin yang dihasilkan. Perlakuan ini dilakukan

untuk mengetahui konsentrasi asam asetat dan lama perendaman terbaik yang

digunakan untuk menghasilkan gelatin.

Parameter yang digunakan untuk menentukan faktor perlakuan terbaik

adalah pemilihan konsentrasi asam asetat dan lama perendaman dalam

menghasilkan gelatin yang meliputi rendemen, pH, viskositas, dan kekuatan gel.

Hasil terbaik berdasarkan parameter yang diuji (rendemen, pH, viskositas, dan

kekuatan gel) dilanjutkan dengan pengujian analisis proksimat (kadar air, kadar

abu, kadar protein, dan kadar lemak), serta sifat fisika kimia gelatin yaitu

viskositas, kekuatan gel, derajat keasaman (pH), derajat putih, titik isoelektrik

protein, titik gel, titik leleh, kandungan logam berat (Pb dan Hg), kandungan asam

amino yang dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar

laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004). Hasil terbaik ini juga dilanjutkan

dengan pengujian organoleptik (warna, penampakan, dan bau) dibandingkan

dengan gelatin komersial dan standar laboratorium.

4.2.1 Rendemen gelatin

Rendemen yang didapat pada penelitian ini berkisar antara 11,04-16,8%

(Gambar 10). Rendemen tertinggi didapat pada perlakuan perendaman asam asetat

3% dan lama perendaman 18 jam yaitu 16,8%, sedangkan rendemen terendah

Page 45: Gelatin

didapat pada perlakuan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 24 jam

yaitu 11,04%.

Analisis ragam faktorial gelatin kulit ikan kakap merah menunjukkan

bahwa konsentrasi asam asetat, lama perendaman, dan interaksi keduanya

memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap rendemen gelatin

(Lampiran 19), sehingga diketahui bahwa rendemen gelatin kulit ikan kakap

merah dipengaruhi oleh konsentrasi asam asetat, lama perendaman, dan interaksi

keduanya. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi

asam asetat dan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata

(sig<0,05) (Lampiran 20).

11,8a

14,33ab

12,95ab

12,53ab

15,57cd

11,82a

13,86bc

16,8d

11,04a

02468

1012141618

(%)

1 2 3Konsentrasi asam asetat (%)

12 jam 18 jam 24 jam

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)

Gambar 10. Hitogram rendemen gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama (n = 3)

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat adanya kecenderungan bahwa

semakin tinggi konsentrasi asam asetat dan semakin lama waktu perendaman

maka rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi, tetapi pada lama

perendaman 24 jam, rendemen turun sejalan dengan meningkatnya kosentrasi

asam asetat. Hal ini diduga karena semakin lama waktu perendaman akan

menyebabkan terjadinya hidrolisis lanjutan sehingga sebagian gelatin turut

terdegradasi dan menyebabkan turunnya rendemen.

4.2.2 Nilai pH gelatin

Nilai pH gelatin atau derajat keasaman gelatin merupakan salah satu

parameter penting dalam standar mutu gelatin. Astawan et al. (2002) menyatakan

bahwa nilai pH larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin, seperti viskositas

Page 46: Gelatin

dan kekuatan gel, selain itu juga akan berpengaruh terhadap aplikasi gelatin dalam

suatu produk. pH gelatin berdasarkan standar mutu gelatin secara umum

diharapkan mendekati pH netral (pH 7). Nilai pH gelatin hasil penelitian utama

tahap pertama dapat dilihat pada Gambar 11.

5,33b 5,25b5,1a 5,2ab

5ab5ab 5,01ab

5,45b

4,95ab

1

2

3

4

5

6

Nilai

pH

1 2 3Konsentrasi asam asetat (%)

12 jam 18 jam 24 jam

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)

Gambar 11. Histogram nilai pH gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama (n = 3)

Berdasarkan analisis ragam faktorial dapat diketahui bahwa perlakuan

kosentrasi asam asetat, lama perendaman, dan interaksi keduanya memberikan

pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap nilai pH gelatin (Lampiran 21).

Hal ini berarti bahwa konsentrasi asam asetat, lama perendaman, dan interaksi

keduanya mempengaruhi nilai pH gelatin kulit ikan kakap merah. Uji lanjut

Duncan menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama

perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) (Lampiran 22).

Nilai pH gelatin yang dihasilkan pada penelitian berkisar antara 4,98-5,45.

Nilai pH gelatin terendah terdapat pada perlakuan perendaman asam asetat 3%

dan lama perendaman 24 jam yaitu sebesar 4,98. Nilai pH tertinggi terdapat pada

perlakuan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 18 jam yaitu

sebesar 5,45. Nilai pH gelatin yang dihasilkan memenuhi kriteria sebagai bahan

pangan yang mempunyai nilai pH 4,5 (Paranginangin et al. 2005).

4.2.3 Viskositas gelatin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa viskositas gelatin berkisar antara

12,3-17,4 cP. Nilai viskositas terendah didapat pada gelatin dengan perlakuan

perendaman asam asetat 1% dan lama perendaman 24 jam, sedangkan nilai

Page 47: Gelatin

viskositas tertinggi didapat pada gelatin dengan perlakuan perendaman asam

asetat 3% dan lama perendaman 18 jam. Hasil analisis viskositas gelatin yang

dihasilkan dari berbagai perlakuan konsentrasi asam asetat dan lama perendaman

dapat dilihat pada Gambar 12.

14,4bc15,44cde

12,3a

15,6de 16e

13,84b14,5bcd

17,4f

15,56de

02468

1012141618

cent

ipoi

se (c

P)

1 2 3Konsentrasi asam asetat (%)

12 jam 18 jam 24 jam

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c,d,e,f) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)

Gambar 12. Histogram visositas gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama (n = 3)

Berdasarkan analisis ragam faktorial didapat bahwa konsentrasi asam

asetat, lama perendaman, dan interaksi antara konsentrasi asam asetat dengan

lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap

viskositas gelatin (Lampiran 23). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa interaksi

antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman memberikan pengaruh yang

berbeda nyata (sig<0,05) (Lampiran 24). Nilai viskositas tertinggi didapat pada

interaksi perlakuan perendaman asam asetat 3% dengan lama perendaman 18 jam

yaitu 17,4 cP. Perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Hal ini

diduga karena terjadinya penguraian kolagen yang cukup baik sehingga rantai

asam amino yang terbentuk cukup panjang dan viskositasnya menjadi tinggi

(Lehninger 1982).

Berdasarkan grafik di atas terlihat adanya kecenderungan bahwa semakin

besar konsentrasi asam maka nilai viskositas yang didapat akan semakin besar.

Hal ini diduga karena kosentrasi asam yang rendah menyebabkan belum

terjadinya hidrolisis sempurna sehingga rantai asam amino yang terbentuk belum

cukup panjang dan viskositasnya menjadi rendah (Lehninger 1982).

Page 48: Gelatin

Viskositas gelatin dipengaruhi oleh pH gelatin, temperatur, konsentrasi

gelatin dan penambahan elektrolit lain dalam larutan gelatin, semakin rendah

temperatur larutan gelatin (maksimum 40 ºC) dan semakin tinggi konsentrasi

gelatin maka viskositasnya akan semakin tinggi (Stansby 1977). Nilai viskositas

gelatin ini akan berpengaruh pada produk akhir dari suatu produk (Johns 1977).

4.2.4 Kekuatan gel gelatin

Gelatin merupakan hidrokoloid yang mempunyai fungsi untuk

meningkatkan kekentalan dan membentuk gel dalam berbagai produk pangan.

Gelatin sangat efektif dalam membentuk gel. Satu bagian gelatin dapat mengikat

99 bagian air untuk membentuk gel. Efektifitas gelatin sebagai pembentuk gel

berasal dari susunan asam aminonya (Fardiaz 1989).

Kekuatan gel sangat penting sebagai parameter penentu dalam pemilihan

perlakuan terbaik proses ekstraksi gelatin karena salah satu sifat penting gelatin

adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah sol menjadi gel

yang reversible. Hasil pengukuran kekuatan gel gelatin pada perlakuan yang

berbeda dapat dilihat pada Gambar 13.

212,5a

252,5b

225a 230ab

279,5c

207,5a

202,5a

312,5c

285c

0

50

100

150

200

250

300

350

Blo

om

1 2 3konsentrasi asam asetat (%)12 jam 18 jam 24 jam

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)

Gambar 13. Histogram kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama (n = 3)

Hasil analisis ragam faktorial terhadap kekuatan gel gelatin kulit ikan

kakap merah menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat, lama perendaman, dan

interaksi antara konsentrasi asam asetat dengan lama perendaman memberikan

pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap kekuatan gel gelatin

(Lampiran 25). Berdasarkan uji lanjut metode Duncan dapat diketahui bahwa

Page 49: Gelatin

interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman memberikan

pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) (Lampiran 26).

Kekuatan gel yang dihasilkan pada penelitian pembuatan gelatin kulit ikan

kakap merah ini berkisar antara 202,5-312,5 bloom. Kekuatan gel terendah

dimiliki oleh perlakuan kulit dengan perendaman asam asetat 3% dan lama

perendaman 12 jam, sedangkan kekuatan gel tertinggi dimiliki oleh perlakuan

kulit dengan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 18 jam. Hal ini

diduga bahwa pada perlakuan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman

18 jam terjadi hidrolisis sempurna yang menyebabkan rantai asam amino menjadi

panjang sehingga kekuatan gel gelatin yang dihasilkan tinggi.

Pembentukan gel dipengaruhi oleh pH, adanya elektrolit dan non elektrolit

serta konsntrasi asam dan suhu yang digunakan. Asam, alkali, dan panas akan

berpengaruh pada kekuatan gel karena dapat merusak struktur gelatin sehingga gel

tidak akan terbentuk (Glicksman 1969). Yoshimura et al. (2000) dalam Hajrawati

(2006) menyatakan bahwa kekuatan gel bertambah secara linier dengan

penambahan konsentrasi gelatin.

Berdasarkan kriteria standar gelatin komersial, maka perlakuan terbaik

yaitu perendaman kulit ikan kakap merah dalam larutan asam asetat 3% dan lama

perendaman 18 jam, karena perlakuan ini menghasilkan nilai pH, viskositas, dan

kekuatan gel yang tinggi. Perlakuan ini juga menghasilkan rendemen yang tinggi

sehingga menunjukkan bahwa perlakuan ini cukup efektif dalam menghasilkan

gelatin.

4.2.5 Analisis komposisi kimia gelatin

Gelatin merupakan suatu bahan tambahan makanan berupa protein murni

yang diperoleh dari penguraian kolagen dengan menggunakan panas. Analisis

proksimat gelatin kulit ikan kakap merah hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam),

dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil

pengujian Nurilmala (2004) dapat dilihat pada Tabel 11.

Page 50: Gelatin

Tabel 11. Analisis proksimat gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004)

Parameter Gelatin Kulit

Ikan Kakap Merah (3%, 18 jam)

Gelatin Komersial*)

Gelatin Standar Laboratorium*)

Kadar Air (%) 10,19 12,21 11,45 Kadar Abu (%) 0,4 1,66 0,52 Kadar Lemak (%) 0,33 0,23 0,25 Kadar Protein (%) 88,88 85,99 87,26

*) Nurilmala (2004)

a. Kadar air

Air merupakan kandungan penting dalam suatu bahan pangan. Air dapat

berupa komponen intrasel atau ekstrasel dari suatu produk. Peranan air dalam

bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas

metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi,

yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi non-enzimatis sehingga

menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik dan nilai gizinya.

Pengujian kadar air terhadap gelatin dimaksudkan untuk mengetahui

kandungan air yang terdapat dalam gelatin. Kadar air gelatin akan berpengaruh

terhadap daya simpan, karena erat kaitannya dengan aktivitas metabolisme yang

terjadi selama gelatin tersebut disimpan.

Hasil pengukuran kadar air gelatin (Tabel 11) menunjukkan bahwa kadar

air gelatin kulit ikan kakap merah adalah 10,19%. Kadar air tersebut lebih rendah

dibandingkan dengan kadar air gelatin komersial (12,21%) dan gelatin standar

laboratorium (11,45%) berdasarkan hasil pengujian Nurilmala (2004). Hal ini

diduga karena gelatin kulit ikan kakap merah lebih banyak kehilangan air selama

proses pengeringan, dimana alat pengeringan yang digunakan adalah oven dengan

suhu 50 ºC selama 48 jam. Waktu pengeringan tersebut cukup lama sehingga

menyebabkan banyaknya air yang menguap. Proses pengeringan pada gelatin

komersial biasanya menggunakan freeze dryer (Amiruldin 2007), sehingga pada

proses pengeringan gelatin komersial ini jumlah air yang menguap lebih sedikit

daripada gelatin yang dikeringkan dengan menggunakan oven .

Kadar air gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) masih memenuhi

standar yang disyaratkan SNI (1995) yaitu maksimum 16% dan standar FAO

Page 51: Gelatin

JECFA (2003) yaitu maksimum 18%. McCormick Goodhart (1995) dalam

Gelatin Food Science (2002) menyatakan bahwa kadar air gelatin dapat mencapai

16%, tetapi pada umumnya adalah sekitar 10% sampai 13%. Kadar air yang

rendah akan mempengaruhi mutu gelatin terutama pada ketengikan gelatin dan

warna yang kurang cerah.

b. Kadar abu

Abu adalah zat organik yang tidak ikut terbakar dalam proses pembakaran

zat organik. Zat tersebut diantaranya adalah natrium, klor, kalsium, fosfor,

magnesium, dan belerang (Winarno 1992). Nilai kadar abu suatu bahan pangan

menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam suatu bahan

pangan tersebut (Apriyantono 1989).

Kadar abu gelatin kulit ikan kakap merah adalah 0,4%. Berdasarkan hasil

pengujian Nurilmala (2004), kandungan abu gelatin ikan kakap merah lebih

rendah dibandingkan dengan gelatin komersial yaitu 1,66% dan gelatin standar

laboratorium yang bernilai 0,52% (Tabel 11). Besar kecilnya nilai kadar abu

ditentukan oleh proses pencucian atau demineralisasi, semakin banyak mineral

yang luruh maka nilai kadar abu semakin rendah. Rendahnya kadar abu yang

dimiliki oleh gelatin kulit ikan kakap merah diduga karena banyaknya jumlah

mineral yang ikut larut dalam proses pencucian.

Nilai kadar abu yang dihasilkan berada dalam kisaran nilai kadar abu yang

ditentukan oleh Turtellote (1980) yaitu 0,3-2,0% untuk gelatin dengan proses

asam dan 0,5-2,0% untuk gelatin dengan proses basa (Lampiran 10). Nilai

tersebut juga memenuhi syarat SNI (1995) yaitu maksimum 3,25% dan termasuk

dalam kisaran standar kadar abu gelatin yang ditentukan Food Chemical Codex

(1996) yaitu tidak lebih dari 3%.

c. Kadar lemak

Penentuan kadar lemak cukup penting karena lemak berpengaruh terhadap

perubahan mutu gelatin selama penyimpanan. Kerusakan lemak yang utama

diakibatkan oleh proses oksidasi sehingga timbul bau dan rasa tengik yang disebut

dengan proses ketengikan. Lemak berhubungan dengan mutu karena kerusakan

lemak dapat menurunkan nilai gizi serta menyebabkan penyimpangan rasa dan

bau (Winarno 1997). Gelatin yang bermutu tinggi diharapkan memiliki

Page 52: Gelatin

kandungan lemak yang rendah bahkan diharapkan tidak mengandung lemak

(deMan 1997).

Kadar lemak gelatin kulit ikan kakap merah adalah 0,33% (Tabel 11).

Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan gelatin komersial yang berjumlah

0,23% dan gelatin standar laboratorium yang kadar lemaknya sebesar 0,25%

(Nurilmala 2004). Nilai ini cukup baik karena kadar lemak tidak melebihi batas

5% yang merupakan salah satu persyaratan mutu gelatin (Jobling dan

Jobling 1983 dalam Pelu et al. 1998).

Tingginya kadar lemak tersebut diduga karena bahan baku yang digunakan

pada pembuatan gelatin ini adalah kulit ikan yang mempunyai kadar lemak yang

lebih tinggi daripada gelatin komersial yang berasal dari tulang sapi/babi. Selain

itu kandungan lemak yang tinggi juga disebabkan kurang optimalnya proses

pencucian kulit setelah perendaman asam yang menyebabkan lemak ikut dalam

proses ekstraksi.

Kadar lemak pada gelatin sangat tergantung pada perlakuan selama proses

pembuatan gelatin, mulai dari tahap pembersihan kulit hingga tahap penyaringan

filtrat hasil ekstraksi. Perlakuan yang baik pada tiap tahap proses pembuatan

gelatin akan mengurangi kandungan lemak yang ada dalam bahan baku sehingga

produk yang dihasilkan memiliki kadar lemak yang rendah.

d. Kadar protein

Protein merupakan kandungan yang tertinggi di dalam gelatin. Gelatin

sebagai salah satu jenis protein konversi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis

kolagen, pada dasarnya memiliki kadar protein yang tinggi. Gelatin merupakan

bahan makanan tambahan berupa protein murni yang diperoleh dari penguraian

kolagen dengan menggunakan panas (Raharja 2004 dalam Amiruldin 2007).

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 11), kadar protein gelatin kulit ikan

kakap merah adalah 88,88%. Kadar protein gelatin komersial yaitu 85,99% dan

gelatin standar laboratorium yaitu 87,26% (Nurilmala 2004). Kadar protein gelatin

kulit ikan kakap merah yang lebih tinggi diduga karena bahan baku yang

digunakan mempunyai kadar protein cukup tinggi.

Kadar protein pada gelatin dipengaruhi oleh proses perendaman kulit.

Proses perendaman mengakibatkan terjadinya reaksi pemutusan ikatan hidrogen

Page 53: Gelatin

dan pembukaan struktur koil kolagen yang terjadi secara optimum sehingga

jumlah protein yang terekstrak menjadi banyak. Tingginya kadar protein yang

terkandung dalam gelatin kulit ikan kakap merah mengindikasikan bahwa gelatin

tersebut memiliki mutu yang baik. Menurut Keenan dalam Rusli (2004) bahwa

berdasarkan berat keringnya, gelatin terdiri dari 98-99% protein.

4.2.6 Analisis sifat fisika dan kimia gelatin

Sifat fungsional gelatin merupakan sifat fisika kimia yang sangat

mempengaruhi perilaku gelatin dalam sistem makanan selama proses

penyimpanan, penyiapan, dan pengkonsumsian (deMan 1997). Hasil analisis sifat

fisika kimia gelatin kulit ikan kakap merah hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam)

dibandingkan dengan sifat fisika kimia gelatin komersial dan gelatin standar

laboratrium berdasarkan hasil pengujian Nurilmala (2004) dapat dilihat pada

Tabel 12.

Tabel 12. Sifat fisika kimia gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004)

Parameter Gelatin Kulit

Ikan Kakap Merah (3%, 18 jam)

Gelatin Komersial*)

Gelatin Standar Laboratorium*)

Kekuatan gel (Bloom) 312,5 328,57 - Viskositas (cP) 17,4 7,00 6,00 pH 5,45 5,00 5,90 Titik gel (ºC) 10,15 19,50 1,30 Titik leleh (ºC) 27,26 29,60 16,30 Titik isoelektrik 8,00 7,00 8,00 Derajat putih (%) 34,7 - - Logam berat (Pb) Tidak terdeteksi - - Logam berat (Hg) Tidak terdeteksi - -

*) Nurilmala (2004)

a. Kekuatan gel gelatin

Kekuatan gel merupakan salah satu sifat fisik yang penting pada gelatin

karena kekuatan gel menunjukkan kemampuan gelatin dalam pembentukan gel

(Glicksman 1969). Menurut Ward and Courts (1977) pembentukan gel terjadi

karena pengembangan molekul gelatin pada waktu pemanasan. Panas akan

membuka ikatan-ikatan pada molekul gelatin dan cairan yang semula bebas

Page 54: Gelatin

mengalir menjadi larutan kental. Larutan tersebut akan membentuk gel secara

sempurna jika disimpan pada suhu dingin (10 ºC) selama 17 ± 2 jam.

Hasil pengukuran kekuatan gel (Tabel 12) dapat diketahui bahwa kekuatan

gel gelatin kulit ikan kakap merah adalah 312,5 bloom, nilai tersebut lebih rendah

dibandingkan dengan gelatin komersial yaitu 328,57 bloom hasil pengujian

Nurilmala (2004). Gelatin standar laboratorium tidak membentuk gel setelah

disimpan pada suhu 10 ºC selama 17 ± 2 jam sehingga tidak diperoleh nilai

kekuatan gel dari gelatin tersebut. Gelatin standar laboratorium tidak membentuk

gel, hal ini dikarenakan fungsi dari gelatin ini bukan sebagai bahan pembentuk gel

(gelling agent) tetapi hanya sebagai bahan pemblok (blocking agent) saja

sehingga kekuatan gel tidak begitu penting untuk produk tersebut (Rusli 2004).

Menurut Avena-Bustillos et al. 2006, gelatin mamalia mempunyai

kekuatan gel yang lebih tinggi daripada kekuatan gel gelatin ikan. Kekuatan gel

dipengaruhi oleh asam, alkali, dan panas yang akan merusak struktur gelatin

sehingga gel tidak terbentuk (Glicksman 1969). Geltech (2000) menyatakan

bahwa kekuatan gel gelatin sangat dipengaruhi oleh konsentrasi gelatin, pH, suhu,

dan waktu inkubasi.

b. Viskositas gelatin

Viskositas merupakan sifat fisik gelatin yang penting setelah kekuatan gel,

karena viskositas mempengaruhi sifat fisik lainnya seperti titik leleh, titik gel, dan

stabilitas emulsi. Viskositas gelatin yang tinggi menghasilkan laju pelelehan dan

pembentukan gel yang lebih tinggi dibandingkan gelatin yang viskositasnya

rendah, dan untuk stabilitas emulsi gelatin diperlukan viskositas yang tinggi

(Leiner 2002).

Berdasarkan Tabel 12, nilai viskositas gelatin kulit ikan kakap merah jauh

lebih tinggi dibanding gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil

pengujian Nurilmala (2004). Hal ini menunjukkan bahwa kekentalan gelatin dari

kulit ikan kakap merah lebih tinggi dari kedua gelatin pembanding. Oleh karena

itu gelatin kulit ikan kakap merah cocok digunakan pada industri farmasi dan

pembentukan film yang memerlukan viskositas yang tinggi (Fahrul 2004).

Viskositas yang tinggi diperlukan dalam pembuatan film (Food Science 2002).

Tingginya nilai viskositas ini diakibatkan oleh penguraian kolagen menjadi

Page 55: Gelatin

gelatin terjadi secara optimal sehingga rantai amino yang terbentuk cukup panjang

dan viskositasnya menjadi tinggi (Lehninger 1997). Viskositas gelatin

dipengaruhi oleh berat molekul dengan nilai viskositas gelatin terendah berkisar

antara 6-8 cP (Jamilah et al. 2002). Nilai viskositas gelatin kulit ikan kakap merah

(Lutjanus sp.) adalah 17,4 cP, nilai tersebut memenuhi gelatin standar pangan

Norland Product (2001) yaitu lebih dari 2,5 cP.

c. Nilai pH gelatin

Nilai pH gelatin adalah derajat keasaman gelatin yang merupakan salah

satu parameter penting dalam standar mutu gelatin. Pengukuran nilai pH larutan

gelatin penting dilakukan karena nilai pH gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin

lainnya seperti viskositas dan kekuatan gel (Astawan 2002).

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 12), diketahui bahwa nilai pH gelatin

kulit ikan kakap merah adalah 5,45. Nilai ini lebih tinggi dari gelatin komersial

yaitu 5,00 dan lebih rendah dari gelatin standar laboratorium yaitu 5,90

(Nurilmala 2004). Menurut Jamilah et al. (2000), perbedaan pH pada gelatin

disebabkan karena perbedaan jenis dan kekuatan asam yang digunakan pada

proses pembuatan gelatin. Selain itu, proses pencucian yang kurang optimal

menyebabkan masih ada sisa-sisa asam yang digunakan pada saat perendama

yang terbawa pada saat ekstraksi, sehingga akan mempengaruhi tingkat keasaman

(pH) gelatin yang dihasilkan.

Nilai pH sangat tergantung pada proses pencucian setelah proses

perendaman asam. Proses pencucian yang baik akan menyebabkan kandungan

asam yang terperangkap di dalam kulit semakin sedikit, sehigga nilai pH akan

semakin mendekati netral (Hinterwaldner 1977).

d. Titik gel dan titik leleh gelatin

Titik gel adalah suhu ketika larutan gelatin dalam konsentrasi tertentu

mulai membentuk gel, sedangkan titik leleh adalah suhu ketika gelatin yang

membentuk gel mencair saat dipanaskan perlahan-lahan (Baker et al. 1994). Hasil

pengukuran titik gel dan titik leleh gelatin (Tabel 12), dapat diketahui bahwa titik

gel dan titik leleh gelatin kulit ikan kakap merah adalah 10,15 ºC dan 27,26 ºC.

Berdasarkan hasil pengujian Nurilmala (2004), suhu tersebut lebih rendah dari

titik gel dan titik leleh gelatin komersial yaitu 19,50 ºC dan 29,60 ºC, tetapi lebih

Page 56: Gelatin

tinggi dari titik gel dan titik leleh gelatin standar laboratorium yaitu 1,30 ºC dan

16,30 ºC berdasarkan hasil pengujian Nurilmala (2004). Hasil pengukuran

tersebut menunjukkan bahwa suhu titik gel berbanding lurus dengan suhu titik

leleh, jika titik gelnya rendah maka titik lelehnya juga rendah, demikian pula

sebaliknya.

Rendahnya titik gel dan titik leleh gelatin kulit ikan kakap merah dan

gelatin standar laboratorium disebabkan oleh bahan baku gelatin komersial yang

berasal dari tulang sapi dan babi. Gelatin yang diperoleh dari sapi dan babi

memiliki titik gel dan titik leleh yang lebih tinggi dibandingkan gelatin yang

diperoleh dari ikan (Poppe 1992). Menurut Choi dan Regenstein (2000), gelatin

ikan selalu mempunyai titik leleh yang lebih rendah daripada gelatin yang terbuat

dari babi dan sapi. Selain itu rendahnya titik gel dan titik leleh gelatin kulit ikan

kakap merah dan gelatin standar laboratorium diakibatkan oleh rendahnya

kandungan asam amino glisin dan hidroksiprolin di dalam gelatin, yang

mengakibatkan hilangnya ikan hidrogen dari gelatin terhadap air dalam larutan

(Utama 1997). Titik gel dan titik leleh gelatin dipengaruhi oleh konsentrasi gelatin

dalam larutan, pH, dan besarnya molekul gelatin (Stansby 1977).

Titik gel gelatin kulit ikan kakap merah yang sebesar 10,15 ºC sedikit

diatas nilai titik gel menurut Food Chemical Codex (1996) yang menyatakan

bahwa gelatin yang diekstrak dari ikan memiliki titik gel pada kisaran 5-10 ºC.

Berbeda dengan gelatin standar laboratorium yang juga bahan bakunya ikan, titik

gelnya jauh dibawah kisaran titik gelatin ikan secara umum. Pengukuran kekuatan

gel gelatin standar laboratorium tidak membentuk gel karena suhu inkubasinya

hanya berkisar ± 10 ºC. Titik leleh gelatin kulit ikan kakap merah yang sebesar

27,26 ºC, masih termasuk dalam kisaran standar suhu titik leleh gelatin secara

umum. Sebagaimana menurut Food Chemical Codex (1996) bahwa produk gelatin

adalah produk yang pada suhu <35 ºC sudah mengalami pelelehan dan dapat

mencair dalam mulut.

e. Titik isoelektrik gelatin

Titik isoelektrik protein (pI) adalah pH dimana protein memiliki jumlah

muatan ion positif dan negatif yang sama (Lehninger 1982). Pada titik

isoelektriknya, kelarutan protein rendah sehingga terjadi penggumpalan atau

Page 57: Gelatin

pengendapan protein. Dengan demikian titik isoelektrik penting diketahui karena

akan berpengaruh terhadap penggunaannya dalam berbagai produk terutama

kaitannya dengan tingkat kelarutan gelatin. Menurut Baker et al. (1994) pada

bahan pangan, titik isoelektrik sangat penting karena pada titik ini beberapa bahan

pangan bersifat maksimum dan minimum, sebagai contoh kelarutan protein selalu

minimum pada titik isoelektriknya.

Hasil pengujian titik isoelektrik (Tabel 12) menunjukkan bahwa gelatin

kulit ikan kakap merah mempunyai nilai yang sama dengan nilai titik isoelektrik

gelatin standar laboratorium yaitu 8 dan lebih tinggi dari titik isoelektrik gelatin

komersial yang mempunyai nilai 7 hasil pengujian Nurilmala (2004). Titik

isoelektrik yang lebih tinggi daripada titik isoelektrik gelatin komersial karena

proses pembuatannya menggunakan metode asam, sedangkan gelatin komersial

yang berasal dari tulang sapi dan babi diduga menggunakan metode basa

(Amiruldin 2007). Menurut Poppe (1992), titik isoelektrik protein dapat bervariasi

tergantung jumlah gugus karboksil amida pada gelatin. Apabila titik isoelektrik

tinggi (9,4), maka tidak ada modifikasi terhadap gugus amida dan apabila titik

isoelektrik (4,8), maka 90-95% protein dari gelatin merupakan gugus karboksil.

Titik isoelektrik gelatin berkisar antara 4,8-9,4, dengan gelatin yag dihasilkan

pada proses asam mempunyai titik isoelektrik yang lebih tinggi dibandingkan

dengan gelatin yang dihasilkan pada proses basa (Estoe dan Leach 1977).

Gelatin baik digunakan dalam kondisi asam maupun basa. Pada

penggunaan dalam larutan asam, gelatin akan berperan sebagai alkali atau

bermuatan positif, sedangkan dalam larutan basa gelatin akan berperan sebagai

asam atau bermuatan negatif (Lehninger 1982). Kemampuan gelatin yang dapat

berperan sebagai asam atau basa menyebabkan gelatin disebut sebagai protein

ampoterik (Budavari 1996). Protein memiliki tingkat kelarutan yang rendah pada

titik isoelektriknya, sehingga hendaknya dalam melarutkan gelatin kulit ikan

kakap dilakukan di atas atau di bawah pH 8.

Titik isoelektrik gelatin erat kaitannya dengan viskositas. Viskositas

gelatin terendah diperoleh pada pH titik isoelektrik gelatin tersebut (Poppe 1992).

Oleh karena itu untuk mendapatkan viskositas gelatin yang tinggi maka larutan

Page 58: Gelatin

yang digunakan untuk melarutkan gelatin tersebut hendaknya lebih tinggi atau

lebih rendah dari pH titik isoelektriknya.

f. Derajat putih gelatin

Derajat putih merupakan gambaran secara umum dari warna gelatin yang

umumnya derajat putih gelatin diharapkan mendekati 100%, karena gelatin yang

bermutu tinggi biasanya tidak berwarna, sehingga aplikasinya lebih luas. Derajat

putih gelatin akan berpengaruh pada aplikasi suatu produk (Glicksman 1969).

Menurut Budavari (1996) salah satu sifat fisik gelatin adalah tidak berwarna atau

agak berwarna kuning dan transparan.

Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa derajat putih gelatin kulit

ikan kakap merah adalah 34,7%. Nilai tersebut masih rendah jika dibandingkan

dengan standar mutu gelatin yang disyaratkan SNI 1995 yaitu tidak berwarna

hingga kuning pucat. Rendahnya nilai derajat putih pada gelatin kulit ikan kakap

merah diduga karena kualitas bahan baku yang mengalami proses pemanasan

pada saat ekstraksi sehingga terjadi proses pencoklatan non-enzimatis atau reaksi

maillard yang menyebabkan terjadinya pigmen coklat atau melanodin. Poppe

(1992) menyatakan bahwa derajat putih gelatin dipengaruhi oleh bahan baku,

metode pembuatan, dan ekstraksi.

Teknik pengeringan juga berpengaruh terhadap nilai derajat putih. Hasil

penelitian Sopian (2002) menunjukkan bahwa derajat putih gelatin kulit ikan pari

dengan perlakuan pengering oven lebih rendah (49%-53%) dibandingkan pada

perlakuan pengering freeze dryer (53%-67%).

g. Logam berat Pb dan Hg gelatin

Logam berat merupakan jenis logam seperti merkuri, krom, cadmium,

arsen, dan timbal dengan bobot molekul yang tinggi. Logam berat terakumulsi di

dalam tubuh makhluk hidup yang mengakibatkan kadarnya lebih besar daripada

kadarnya dalam lingkungan dan akan meningkat siring dengan meningkatnya

posisi organisme pada rantai makanan (Fahrul 2004).

Analisis logam berat sangat penting bagi produk seperti gelatin, antara lain

untuk menentukan keamanan penggunaan gelatin pada produk konsumsi yaitu

produk pangan dan produk farmasi. Logam berat timbal (Pb) merupakan

kontaminan yang berbahaya bagi manusia jika melebihi batas yang ditetapkan.

Page 59: Gelatin

Adanya timbal (Pb) dalam gelatin dapat diakibatkan oleh pencemaran lingkungan

atau penyerapan logam dari peralatan (deMan 1997).

Merkuri (Hg) dalam gelatin perlu diketahui karena dimungkinkan adanya

pencemaran merkuri dalam bahan baku sehingga terkontaminasi pada gelatin yang

dihasilkan. deMan (1997) menyatakan bahwa senyawa merkuri (Hg) yang ada di

dalam sedimen sungai atau laut diubah menjadi metil merkuri yang sangat

beracun. Hasil analisis logam berat gelatin (Tabel 12) menunjukkan bahwa di

dalam gelatin kulit kakap merah tidak terdeteksi adanya kandungan logam berat

timbal (Pb) dan merkuri (Hg). Hasil ini memenuhi standar mutu gelatin yang

ditetapkan SNI (1995) dan FAO JECFA(2003) yaitu maksimum 50 mg/kg.

Menurut deMan (1997) kandungan merkuri yang tidak terdeteksi dalam

gelatin kulit ikan kakap merah menunjukkan bahwa gelatin tersebut masih

memenuhi syarat yang ditetapkan yaitu maksimum 0,5 mg/kg. Hasil yang didapat

dari analisis pengujian logam berat timbal (Pb) dan merkuri (Hg) menunjukkan

bahwa gelatin yang diproduksi dari kulit ikan kakap merah dapat digunakan dalam

produk konsumsi yaitu produk pangan dan produk farmasi.

4.2.7 Analisis komposisi asam amino gelatin

Asam amino adalah unit terkecil pembentuk protein. Komposisi asam

amino sangat penting dalam karakteristik sifat gelatin. Penentuan asam amino

dilakukan dengan teknik High Performance Lyquid Chrtography (HPLC).

Analisis asam amino ini bertujuan untuk mengetahui jenis komposisi asam amino

gelatin kulit ikan kakap merah yang dibandingkan dengan gelatin komersial dan

gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004).

Berdasarkan hasil analisis asam amino (Lampiran 27) diketahui bahwa

komposisi asam amino gelatin kulit ikan kakap merah mempunyai kandungan

asam amino prolin dan hidroksiprolin yang lebih tinggi daripada gelatin komersial

dan gelatin standar laboratorium, tetapi mempunyai kandungan asam amino glisin

yang lebih rendah daripada gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium

berdasarkan hasil pengujian Nurilmala (2004). Adanya kandungan jenis asam

amino yang lain pada gelatin kulit ikan kakap merah mempunyai nilai kandungan

asam amino yang tidak jauh berbeda dengan nilai kandungan asam amino gelatin

komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004).

Page 60: Gelatin

Perbedaan komposisi asam amino disebabkan oleh penggunaan bahan

baku yang berbeda, yaitu kulit ikan kakap merah, tulang sapi, dan ikan cod. Ward

and Courts (1977) menyatakan bahwa gelatin mempunyai 19 jenis asam amino

yang dihubungkan dengan ikatan peptida yang membentuk rantai polimer yang

panjang. Komposisi asam amino dalam gelatin bervariasi tergantung pada sumber

kolagen, spesies hewan penghasil, dan jenis kolagen. Hasil analisis kandungan

asam amino gelatin kulit ikan kakap merah perlakuan terbaik (3%, 18 jam)

dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil

pengujian Nurilmala (2004) dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Komposisi asam amino gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004)

Jenis Asam Amino

Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (3%, 18 jam)

(%)

Gelatin Komersial*)

(%)

Gelatin Standar Laboratorium*)

(%) Asam aspartat 3,00 4,93 5,15 Asam glutamat 7,81 9,43 9,47 Serin 1,46 2,18 1,97 Glisin 20,28 23,01 23,18 Histidin 1,78 0,03 0,02 Arginin 2,22 8,95 8,12 Treonin 0,92 2,87 2,93 Alanin 10,18 10,24 10,07 Prolin 12,37 12,34 12,54 Tirosin 1,13 0,15 0,11 Valin 1,25 1,60 1,25 Methionin 1,39 0,55 0,42 Sistin 1,26 0,07 0,10 Isoleusin 1,28 1,13 1,03 Leusin 1,00 - - Fenilalanin 1,72 1,92 1,96 Lisin 4,89 2,86 1,53 Hidroksiprolin 8,94 8,74 8,85

*) Nurilmala (2004)

Hasil analisis komposisi asam amino menunjukkan bahwa ketiga jenis

gelatin mengandung glisin dan prolin yang cukup tinggi dibandingkan asam

amino yang lainnya. Charley (1982) menyatakan bahwa susunan asam amino

gelatin hampir sama dengan kolagen. Glisin sebagai asam amino utama dan

Page 61: Gelatin

merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam amino yang

tersisa diisi prolin dan hidroksiprolin.

Berdasarkan ketiga jenis gelatin yang diuji tidak ditemukan adanya asam

amino triptofan yang merupakan asam amino esensial, dan hal inilah yang

menyebabkan gelatin dikatakan sebagai protein yang kandungan gizinya tidak

lengkap. Avena-Bustillos et al. (2006) menyatakan bahwa semua asam amino

ditemukan dalam gelatin kecuali triptofan dan sistin. Triptofan merupakan salah

satu asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh (Glicksman 1969). Oleh

karena itu, penggunaannya sebagai bahan baku industri pangan, gelatin kulit ikan

kakap merah hendaknya dikombinasikan dengan bahan pangan yang banyak

mengandung triptofan, sehingga kekurangan asam amino tersebut dapat tertutupi.

4.2.8 Uji organoleptik gelatin

Uji organoleptik gelatin kulit ikan kakap merah menggunakan uji segitiga

(Triangle test) terhadap gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium.

Panelis yang menilai adalah panelis semi terlatih sebanyak 15 orang Uji

organoleptik gelatin yang dilakukan meliputi parameter warna, bau, dan

penampakan (Gambar 14).

Gambar 14. Gelatin standar laboratorium (GT-S), gelatin komrsial (GT-K), dan

gelatin kulit ikan kakap merah (GT-Q).

Hasil uji organoleptik mununjukkan bahwa warna gelatin kulit ikan kakap

merah tidak berbeda nyata dengan gelatin komersial. Lampiran 1 menunjukkan

bahwa jumlah panelis yang memberikan nilai kurang untuk parameter warna tidak

Page 62: Gelatin

lebih dari 9 panelis, sedangkan parameter bau dan penampakan gelatin kulit ikan

kakap merah menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan gelatin komersial

pada tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan parameter bau diketahui bahwa bau

gelatin kulit ikan kakap merah masih rendah dibandingkan gelatin komersial,

sedangkan parameter penampakan gelatin kulit ikan kakap merah mempunyai

nilai yang lebih besar dari 9 panelis. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa

penampakan gelatin kulit ikan kakap merah lebih baik dibandingkan gelatin

komersial.

Berdasarkan uji organoleptik gelatin kulit ikan kakap merah dengan

gelatin standar laboratorium (Lampiran 2) parameter warna dan bau gelatin kulit

ikan kakap merah mempunyai hasil yang berbeda nyata dengan gelatin standar

laboratorium pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

gelatin kulit ikan kakap merah masih rendah dibandingkan gelatin standar

laboratorium, sedangkan penampakan gelatin kulit ikan kakap merah tidak

berbeda nyata dengan gelatin standar laboratorium. Lampiran 2 menunjukkan

bahwa jumlah panelis yang memberikan nilai kurang untuk parameter warna tidak

lebih dari 9 panelis. Berdasarkan tabel jumlah terkecil untuk menyatakan beda

nyata pada uji pasangan segitiga adalah jika jumlah panelis terdiri dari 15 orang,

maka untuk menyatakan beda nyata pada tingkat kepercayaan 95%, panelis yang

memberikan penilaian minimal 9 orang (Soekarto dan Hubeis 1992).

Rendahnya penilaian panelis terhadap parameter bau gelatin kulit ikan

kakap merah terjadi karena masih terciumnya bau amis dan bau asam dari gelatin

yang dihasilkan. Bau amis ini berasal dari bahan baku gelatin yaitu kulit ikan

kakap merah, sedangkan bau asam terjadi karena pembuatan gelatin kulit ikan

kakap merah menggunakan proses asam, sehingga gelatin yang dihasilkan berbau

asam.

Page 63: Gelatin

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kulit ikan kakap merah dapat dijadikan gelatin karena didalamnya terdapat

protein kolagen yang dapat didenaturasi menjadi gelatin. Kulit ikan kakap merah

dapat dibuat menjadi gelatin dengan menggunkan asam asetat 1-5% dan lama

perendaman 12jam, 18 jam, dan 24 jam. Berdasarkan penelitian, kombinasi

perlakuan terbaik yang dihasilkan adalah konsentrasi asam asetat 3% dan lama

prendaman 18 jam, perlakuan ini dipilih karena mempunyai nilai rendemen, pH,

viskositas, kekuatan gel yang lebih besar dari perlakuan yang lain. Hasil analisis

sifat fisika dan kimia gelatin kulit ikan kakap merah memiliki hasil yang brbeda

nyata dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium, bahkan beberapa

parameter cenderung lebih baik seperti kadar protein, kekuatan gel, dan viskositas.

Gelatin kulit ikan kakap merah mempunyai komposisi asam amino prolin

dan hidroksiprolin yang lebih tinggi dari gelatin komersial dan gelatin standar

laboratorium, tetapi mempunyai kandungan asam amino glisin yang lebih rendah

dari gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium. Hasil uji organoleptik

gelatin kulit ikan kakap merah masih lebih rendah dibanding gelatin komersial

dan gelatin standar laboratorium, terutama dari segi bau. Uji organoleptik warna

menunjukkan bahwa gelatin kulit ikan kakap merah lebih baik dibanding gelatin

komersial sedangkan dari segi penampakan gelatin kulit ikan kakap merah lebih

baik dibanding gelatin standar laboratorium.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai eliminasi bau amis dan

bau asam pada gelatin kulit ikan kakap merah agar lebih mudah diaplikasikan

pada berbagai produk dan lebih dapat diterima oleh masyarakat. Berdasarkan sifat

fisika dan kimia yang telah dideterminasi, perlu dilakukan penelitian mengenai

daya simpan gelatin serta aplikasi gelatin kulit ikan kakap merah pada berbagai

produk pangan.

Page 64: Gelatin

DAFTAR PUSTAKA

Amiruldin M. 2007. Pembuatan dan analisis karaktristik gelatin dari tulang ikan tuna (Thunnus albacares). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Anonima. 1978. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Jakarta: Departemen Perindustrian. Anonimb. Instruction Manual Kett Whiteness Powder C-100. Tokyo: Ogawa Seiki

Co., Ltd (Tanpa tahun). AOAC. 1995. Offucial Methods of Analysis of The Association of Official

Aalytical Chemist. Washington, DC: Inc. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanti S. 1989.

Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Astawan M, Hariyadi P, Mulyani A. 2002. Analisis sifat rheologi gelatin dari kulit

ikan cucut. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan No.13 (1):38-46. Avena-Butillos RJ, Olsen CW, Olson DA, Chiou B, Yee E, Bechtel PJ, McHugh

LH. 2006. Water vapor permeability of mammalian and fish gelatin film. Jurnal of Food Scince Vol 71 No. 4.

Baker RC, Hahn PW, Robbins KR. 1994. Fundamentals of New Food Product

Development. New York: Ersevier Science B.V. Balian G, Bowes JH. 1977. The Structure and Properties of Collagen. Di dalam

Ward AG dan Courts A (ed). 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press.

Bennion M. 1980. The Science of Food. New York: John Wiley and Sons. [BPS]. Biro Pusat Statistik. 2004. Statistik Perdagangan Ekspor-Impor Indonesia. British Standard 757. 1975. Sampling and Testing of Gelatin. Budavari S. 1996. Merck Index. 12th ed. Whitehouse Statin, NJ, Merck. Charley H. 1982. Encyclopedia of Food Science and Technology. New York: John

Wiley and Sons. Choi SS, Regenstein JM. 2000. Physicochemical and sensory characteristics of

fish gelatin. Journal of Food Science Vol 65 (2) : 194-199.

Page 65: Gelatin

deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan. K. Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.

Ditjen Perikanan. 1990. Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Jakarta:

Direktorat Jenderal Perikanan. [DKP]. Departemen Kelautan dan Perikaan. 2005. Statistik Perikanan Tangkap

Indonesia. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikaan. Estoe JE, Leach AA. 1977. Chemical Constitusi of Gelatin. Di dalam Ward AG

dan Courts A (ed). 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press.

Fahrul. 2005. Kajian ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna (Thunnus alalunga) dan

karakteristiknya sebagai bahan baku industri farmasi. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Pangan dan Gizi. Pusat Antar

Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: IPB.

Food Chemicals Codex. 1996. Food and Nutrition Board, National Academy of Sciences 4th ed. Washington DC: National Academy Press.

Gaspar G, O Leureno, Sousa I. 1998. Production of Reduced Caloric Grape Juice

Jelly with Gellan, Xanthan, and Locust Bean Gum: Sensory ang Objective Analysis of Texture. Lisboa : Original Paper Food Research and Tecnology Vol 206. Springer.

Gaspersz V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico.Bandung. Gelatin Food Science. 2002. Gelatin. http://www.gelatin.co.za/gltn1.html. [18 Oktober 2008]. Geltech. 2002. What is Gelatin. http://www.Geltech.co.za/gltn1.html. [18 Oktober 2008]. Glicksman M. 1969. Gum Technology in Food Industry. New York: Academic

Press. Grossman S, Bergman M. 1991. Process for the Production of Gelatin from Fish

Skins. European: Paten Application 0436266 A1. Gudmundsson M. 2002. Rheological properties of gelatin. Journal of Food

Science Vol 67 No.6 Hajrawati. 2006. Sifat fisika dan kimia gelatin tulang sapi dengan perendaman

asam klorida pada konsentrasi dan lama perendaman yang berbeda. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Page 66: Gelatin

Halal Guide. 2007. Gelatin Halal Gelatin Haram. http://halalguide.info Powered by Joomla! [18 Oktober 2008].

Haug IJ, Kurt ID, Olav S. 2004. Physical behaviour of fish gelatin-k-carrageenan

mixtures. Journal Carbohydrate Polymers 56, 11-19. Hermanianto J, Satiawaharja B, Apriyantono A. 2000. Teknologi dan Manajemen

Pangan Halal. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. Hermanianto J. 2004. Gelatin: Keajaiban dan Kehalalannya.

www.modules.php.htm. [18 Oktober 2008]. Hinterwaldner R. 1977. Raw Material. Di dalam Ward AG dan Courts A (ed).

1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press.

Hutagalung HP. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota. Buku 2.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseonografi. Jakarta: LIPI. Jamilah B, Harvinder KG. 2002. Properties of gelatin from skins of fish black

tilapia (Oreochromis mossambicus) and red tilapia (Oreochromis nilotica). Journal Food Chemistry 77, 81-84.

[JECFA]. Joint Expert Communittee on Food Additives. 2003. Edible Gelatin. Di

dalam Compendium of Additive Specifications. Volume 1. Italy: Rome. Johns P. 1977. The Structure of Competition of Collagen Containing Tissue. Di

dalam Ward AG dan Courts A (ed). 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press.

Judoamidjojo RM. 1974. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Bogor: Fakultas

Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertaian Bogor. Judoamidjojo RM., Fahidin, Basuki. 1979. Komoditi Kulit di Indonesia. Bogor:

Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, Passino DRM. 1977. Ichtiology 2th ed. New

York: John Wiley and Sons. Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Terjemahan M. Thenawidjaya.

Jakarta: Penerbit Erlangga. Leiner PB. 2002. The Physical and Chemical Properties of Gelatin.

http://www.pbgelatin.com [18 Oktober 2008]. [LPPOM]. Lembaga Pengkajian dan Penelitian Obat Makanan. 2008. Halal

menentramkan umat. Jurnal Halal No. 72.

Page 67: Gelatin

Leuenberger BH. 1991. Investigation of the viscosity and gelatin properties of different mammalian and fish gelatin. Food Hydrocolloid 5 : 353-361.

King W. 1969. Gelatin. Di dalam Glicksman M, editor. Gim Technology in Food

Industry. New york : Academic Press. Muchtadi D. 1992. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bogor: Program Studi

Ilmu Pangan. Institut Pertanian Bogor. Norland Product. 2001. Fish Gelatin Index.

www.norlanprod.com/fishgel/fishindex.html. [18 Oktober 2008].

Nurilmala M. 2004. Kajian potensi limbah tulang ikan keras (Teleostei) sebagai sumber gelatin dan analisis karakteristiknya. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Oosten JV. 1969. Skin and Scale. Di dalam Brown ME (ed). The Physiology of

Fishes. New York: Academic Press Inc. Parker AL. 1982. Principle of Biochemistry. Maryland: Worth Pub Inc. Sparkas. Pelu H., Herawati S, Chasanah E. 1998. Ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna

melalui proses asam. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. IV(2) : 6-74. Jakarta: BPTP.

Peranginangin R, Mulyasari, Sari A, Tazwir. 2005. Karakterisasi mutu gelatin

yang diproduksi dari tulang ikan patin (Pangasius hypothalamus) secara ekstrak asam. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 11 No. 4. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Poppe J. 1992. Gelatin. Di dalam Imeson A (ed). Thickening and Gelling Agents

for Food. London: Blackie Academic and Professional. Rusli A. 2004. Kajian proses ekstraksi gelatin dari kulit ikan patin segar. [Tesis].

Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1,2. Bogor: Binacipta. Silva T, A Kirkpatrick, B Brodsky, Ramshaw J.A.M. 2005. Effect of deamidation

on stability for the collagen to gelatin transition. Journal Agricultural and Food Chemistry 53, 7802-78096.

[SNI]. Standar Nasional Indonesia. 063735.1995. Mutu dan Cara Uji Gelatin.

Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Soekarto ST, Hubeis M. 1992. Metodologi Penelitian Organoleptik. Bogor:

Program Studi Ilmu Pangan. IPB.

Page 68: Gelatin

Sopian I. 2002.Analisis sifat fisika, kimia, dan fungsional gelatin yang diekstrak dari kulit dan tulang ikan pari. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Stansby G.1977. The Gelatin Gel and The Sol-Gel Transformation. Di dalam

Ward AG dan Courts A (ed). 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press.

Surono, Djazuli N, Budianto D, Widarto, Ratnawati, Aji US, Suyui AM, Sugiran.

1994. Penerapan Paket Teknologi Pengolahan Gelatin dari Ikan Cucut. Jakarta: Laporan Balai Pengembangan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan.

Suryaningrum TD, Utomo BSD. 2002. Petunjuk Analisa Rmput Laut dan Hasil

Olahannya. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Perikanan dan kelautan.

Tourtellote P. 1980. Gelatin. Di dalam Encyclopedia of Science and Technology.

New York: McGraw hill Book Company. Utama H. 1997. Gelatin yang bikin heboh. Jurnal Halal LPPOM-MUI No. 18 :

10-12. Viro F. 1992. Gelatin. Di dalam Hui YH (ed). Encyclopedia of Food Science and

Technology Vol 2: 650-651. New York: John Wiley and Sons, Inc. Wainewright FW. 1977. Physical test for gelatin and gelatin product. Di dalam

Ward AG dan Courts A. Editors. The Science and Technology of Gelatin. London : Academic Press.

Ward AG, Courts A. 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York:

Academic Press. Winarno FG 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Winarno FG 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wiyono VS. 2001. Gelatin Halal Gelatin Haram. Jurnal Halal LPPOM-MUI

No.36:26-27. Wong DWS. 1989. Mechanism and Theory I Food Chemistry. New York: An

AVI Book Van Nostrand Reinhold. hal 97-99. Yi JB, Kim YT, Bae HJ, Whiteside WS, Park HJ. 2006. Influence of

transglutaminase-induced cross-linking on properties of fish gelatin films. Journal of Food Science Vol 71,9.

Page 69: Gelatin

LAMPIRAN

Page 70: Gelatin

Lampiran 1. Hasil uji organoleptik metode segitiga (Triangle test) gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) terhadap gelatin komersial

Kurang Lebih Parameter

- -- --- Sama

+ ++ +++ Warna 7 - - 3 4 1 -

Bau 11 1 - 1 2 - - Penampakan 3 - - 1 9 2 -

Keterangan : Angka dalam kotak menunjukkan jumlah panelis yang memilih

Lampiran 2. Hasil uji organoleptik metode segitiga (Triangle test) gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) terhadap gelatin standar laboratorium

Kurang Lebih Parameter

- -- --- Sama

+ ++ +++ Warna 12 1 - 1 1 -

Bau 10 1 - 1 2 1 - Penampakan 7 - - 1 5 2

Keterangan : Angka dalam kotak menunjukkan jumlah panelis yang memilih

Nilai skala perbandingan: --- : Lebih buruk -- : Agak lebih buruk - : Buruk +++ : Lebih baik ++ : Agak lebih baik + : Baik

Lampiran 3. Gambar proses pecucian (demineralisasi)

Page 71: Gelatin

Lampiran 4. Gambar proses ekstraksi

Lampiran 5. Gambar lembaran gelatin

Lampiran 6. Gambar serbuk gelatin

Page 72: Gelatin

Gambar 7. Rheoner RE 3305 (Kekuatan gel)

Gambar 8. Brookfield Syncro-Lectric Viskometer

Gambar 9. pH meter

Page 73: Gelatin

Lampiran 10. Sifat gelatin tipe A dan tipe B menurut Poppe (1992)

Sifat Tipe A Tipe B Kekuatan gel (g bloom) 50 – 300 50-300 Viskositas (cP) 1,5 – 7,5 1,5 – 7,5 Kadar abu (%) 0,5 – 2,0 0,5 – 2,0 pH 3,5 – 4,5 5,0 – 7,1 Titik isoelektrik 7,0 – 9,4 4,5 – 5,3

Lampiran 11. Analisis ragam faktorial rendemen gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan

Sumber keragaman Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan

Intercept 1953,474 1 1953,474 9735,243 0,000 Konsentrasi 61,913 4 15,478 77,137 0,000 Peredaman 14,758 1 14,758 73,545 0,000 Konsentrasi * Perendaman 36,007 4 9,002 44,861 0,000 Galat 2,007 10 0,201 Total 2068,158 20

Lampiran 12. Uji lanjut Duncan rendemen gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan

Subset Konsentrai

N 1 2 3

5% 4 6,5500 2% 4 10,0850 4% 4 10,2700 3% 4 10,8000 1% 4 11,7100

Signifikan 1,000 0,056 1,000

Lampiran 13. Analisis ragam faktorial pH gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan

Sumber keragaman Jumlah kuadran

Derajat bebas

Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan

Intercept 494,117 1 494,117 13565,337 0,000 Konsentrasi 1,470 4 0,368 10,090 0,002 Perendaman 0,078 1 0,078 2,145 0,174 Konsentrasi * Perendaman 0,339 4 0,085 2,327 0,127 Galat 0,364 10 0,036 Total 496,369 20

Page 74: Gelatin

Lampiran 14. Uji lanjut Duncan pH gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan

Subset Kosentrasi

N 1 2 3

5% 4 4,6100 4% 4 4,8800 4,8800 3% 4 4,8950 4,8950 2% 4 5,0275 1% 4 5,4400

Signifikan 0,071 0,321 1,000

Lampiran 15. Analisis ragam faktorial viskositas gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan

Sumber keragaman Jumlah kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan

Intercept 4447,951 1 4447,951 76715,270 0,000 Konsentrasi 30,832 4 7,708 132,940 0,000 Peredaman 3,152 1 3,152 54,367 0,000 konsentrasi * Peredaman 13,967 4 3,492 60,222 0,000 Galat 0,580 10 0,058 Total 4496,482 20

Lampiran 16. Uji lanjut Duncan viskositas gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan

Subset konsentrasi N

1 2 3 4 5% 4 12,9000 4% 4 14,2000 1% 4 15,4750 2% 4 15,5000 3% 4 16,4900

Signifikan 1,000 1,000 0,886 1,000

Lampiran 17. Analisis ragam faktorial kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan

Sumber keragaman Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan

Intercept 657031,250 1 657031,250 4815,180 0,000 Konsentrasi 43500,000 4 10875,000 79,700 0,000 Perendaman 2761,250 1 2761,250 20,236 0,001 Konsentrasi * Perendaman 32970,000 4 8242,500 60,407 0,000 Galat 1364,500 10 136,450 Total 737627,000 20

Page 75: Gelatin

Lampiran 18. Uji lanjut Duncan kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan

Subset konsentrasi N

1 2 3 4 5% 4 113,7500 4% 4 137,5000 2% 4 205,0000 1% 4 222,5000 222,5000 3% 4 227,5000

Signifikan 1,000 1,000 0,060 0,558

Lampiran 19. Analisis ragam faktorial rendemen gelatin kulit ikan kakap merah

penelitian utama

Sumber keragaman Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan

Intercept 3157,476 1 3157,476 5152,912 0,000 Konsentrasi 5,693 2 2,846 4,645 0,041 Perendaman 31,773 2 15,886 25,926 0,000 Konsentrasi * Perendaman 18,880 4 4,720 7,703 0,006 Galat 5,515 9 0,613 Total 3219,336 18

Lampiran 20. Uji lanjut Duncan rendemen gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama

Subset � = 0,05 Interaksi N

1 2 3 4 konsentrasi 3%*perendaman 24 jam 2 11,0400 konsentrasi 1%*perendaman 12 jam 2 11,8000 konsentrasi 2%*perendaman 24 jam 2 11,8200 konsentrasi 2%*perendaman 12 jam 2 12,5300 12,5300 konsentrasi 1%*perendaman 18 jam 2 12,8300 12,8300 konsentrasi 1%*perendaman 24 jam 2 12,9500 12,9500 konsentrasi 3%*perendaman 12 jam 2 13,8600 13,8600 konsentrasi 2%*perendaman 18 jam 2 15,5700 15,5700 konsentrasi 3%*perendaman 18 jam 2 16,8000

Signifikan 0,053 0,146 0,057 0,151

Page 76: Gelatin

Lampiran 21. Analisis ragam faktorial pH gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama

Sumber keragaman Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan

Intercept 466,549 1 466,549 75140,218 0,000 Konsentrasi 0,028 2 0,014 0,225 0,803 Perendaman 0,489 2 0,245 3,940 0,059 Konsentrasi * Perendaman 0,482 4 0,121 1,942 0,188 Galat 0,559 9 0,062 Total 468,108 18

Lampiran 22. Uji lanjut Duncan pH gelatin kulit ikan kakap merah penelitian

utama

Subset � = 0,05 Interaksi N

1 2

konsentrasi 1%*perendaman 24 jam 2 4,6000 konsentrasi 3%*perendaman 24 jam 2 4,9800 4,9800 konsentrasi 2%*perendaman 18 jam 2 5,0000 5,0000 konsentrasi 2%*perendaman 24 jam 2 5,0000 5,0000 konsentrasi 3%*perendaman 12 jam 2 5,0100 5,0100 konsentrasi 2%*perendaman 12 jam 2 5,2000 5,2000 konsentrasi 1%*perendaman 18 jam 2 5,2500 konsentrasi 1%*perendaman 12 jam 2 5,3300 konsentrasi 3%*perendaman 18 jam 2 5,4500

Signifikan 0,055 0,119

Lampiran 23. Analisis ragam faktorial viskositas gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama

Sumber keragaman Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat Rata-rata F hitung Signifikan

Intercept 4052,400 1 4052,400 18277,841 0,000 Konsentrasi 9,616 2 4,808 21,686 0,000 Perendaman 17,257 2 8,628 38,917 0,000 Konsentrasi * Perendaman 6,872 4 1,718 7,749 0,005 Galat 1,995 9 0,222 Total 4088,141 18

Page 77: Gelatin

Lampiran 24. Uji lanjut Duncan viskositas gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama

Subset � = 0,05 Interaksi N

1 2 3 4 5 6 konsentrasi 1%*perendaman 24 jam 2 12,3000 konsentrasi 2%*perendaman 24 jam 2 13,8400 konsentrasi 1%*perendaman 12 jam 2 14,4000 14,4000 konsentrasi 3%*perendaman 12 jam 2 14,5000 14,5000 14,5000 konsentrasi 1%*perendaman 18 jam 2 15,4400 15,4400 15,4400 konsentrasi 3%*perendaman 24 jam 2 15,5600 15,5600 konsentrasi 2%*perendaman 12 jam 2 15,6000 15,6000 konsentrasi 2%*perendaman 18 jam 2 16,0000 konsentrasi 3%*perendaman 18 jam 2 17,4000

Signifikan 1,000 0,213 0,063 0,057 0,294 1,000

Lampiran 25. Analisis ragam faktorial kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama

Sumber keragaman Jumlah kuadrat

Derajat bebas

Kuadrat rata-rata F hitung Signifikan

Intercept 1095200,000 1 1095200,000 6258,286 0,000 Konsentrasi 4433,333 2 2216,667 12,667 0,002 Perendaman 16525,000 2 8262,500 47,214 0,000 Konsentrasi * Perendaman 7166,667 4 1791,667 10,238 0,002 Galat 1575,000 9 175,000 Total 1124900,000 18

Lampiran 26. Uji lanjut Duncan gel gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama

Subset � = 0,05 Interaksi N

1 2 3 konsentrasi 3%*perendaman 12 jam 2 202,5000 konsentrasi 2%*perendaman 24 jam 2 207,5000 konsentrasi 1%*perendaman 12 jam 2 212,5000 konsentrasi 1%*perendaman 24 jam 2 220,0000 konsentrasi 2%*perendaman 12 jam 2 230,0000 230,0000 konsentrasi 1%*perendaman 18 jam 2 252,5000 konsentrasi 3%*perendaman 24 jam 2 285,0000 konsentrasi 2%*perendaman 18 jam 2 297,5000 konsentrasi 3%*perendaman 18 jam 2 312,5000

Signifikan 0,087 0,123 0,078

Page 78: Gelatin

Lampiran 27. Grafik hasil uji asam amino gelatin kulit ikan kakap merah dengan HPLC

Page 79: Gelatin

Pik No. Waktu Area Asam amino Pik No. Waktu Area Asam amino

1 2,53 326673 Asam aspartat 19 13,568 29510 - 2 2,883 905537 Asam glutamat 20 14,065 179819 Methionin 3 4,392 57786 Serin 21 14,703 42951 - 4 5,007 185442 Glisin 22 14,975 30238 - 5 6,018 4632118 Histidin 23 15,195 36563 - 6 6,638 34771 - 24 15,6 138634 Sistin 7 7,168 29526 Arginin 25 16,14 41448 - 9 7,78 168616 - 26 16,502 30604 - 8 8,208 29639 - 27 16,938 172584 Isoleusin 10 8,608 203535 Treonin 28 17,437 51759 - 11 9,453 48769 Alanin 29 18,038 70019 - 12 9,813 133575 - 30 18,65 152994 Leusin 13 10,613 210425 Prolin 31 19,173 26829 - 14 11,117 40437 - 32 19,717 41781 Fenilalanin 15 11,773 2897875 Tirosin 33 20,052 109737 - 16 12,428 71893 - 34 20,657 24815 Lisin 17 12,927 52835 - 35 21,15 169537 Hidroksiprolin 18 13,223 105603 Valin 36 22,328 531118 -

Page 80: Gelatin

Lampiran 28. Grafik uji asam amino standar (SIGMA)