GAYA KEPEMIMPINAN SEKTOR PUBLIK DALAM …repository.ub.ac.id/6000/1/Rahmadinta, Wulandari.pdf ·...
Transcript of GAYA KEPEMIMPINAN SEKTOR PUBLIK DALAM …repository.ub.ac.id/6000/1/Rahmadinta, Wulandari.pdf ·...
GAYA KEPEMIMPINAN SEKTOR PUBLIK DALAM
MENINGKATKAN KINERJA PEGAWAI
(Studi pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana
pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
WULANDARI RAHMADINTA
NIM. 135030101111097
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2017
ii
MOTTO
-MAN JADDA WA JADDA-
“Hardships and ease are trials for you. Everything Allah chooses for you,
from good or bad, is for your best. Whatever fated to you it belongs to you,
on the other hand it won’t be you. Rewards are only for those who are
patient with Allah’s decree”. (Wulandari Rahmadinta)
vi
RINGKASAN
Rahmadinta,Wulandari. 2017. Gaya Kepemimpinan Sektor Publik Dalam
Meningkatkan Kinerja Pegawai (Studi Pada Badan Kepegawaian Daerah
Kota Malang). (1) Prof. Dr. Abdul Juli Andi Gani, MS (2) Dr. Alfi Haris Wanto,
S.AP., M.AP., MMG
Kehidupan organisasi publik di pengaruhi oleh produktifitas kerja pegawai
dan gaya kepemimpinan seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan seorang
pemimpin memiliki ciri khas masing-masing dalam menggerakan bawahannya
untuk meningkatkan kinerja pegawai baik secara kualitas maupun kuantitas. Kepala
Badan Kepegawaian (BKD) Kota Malang menggunakan gaya kepemimpinan yang
dapat dilihat dari aspek pengambilan keputusan, komunikasi, pengawasan dan
pemberian motivasi pada kepemimpinannya. Maka dari itu kepala BKD Kota
Malang harus dapat memahami pegawai atau bawahannya agar gaya kepemimpinan
yang diterapkan sudah tepat. Di sisi lain Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) di BKD
Kota Malang dapat dilihat sebagai acuan dari hasil kinerja yang dilakukan pegawai
serta adanya kedisiplinan pegawai yang menjadi salah satu penilaian yang ada di
BKD Kota Malang. Kepala BKD melakukan pengawasan dan motivasi kepada
setiap pegawai di BKD Kota Malang sehingga pegawai BKD Kota Malang mampu
mengembangkan kompetensi dan pola pikir dalam melaksanakan pekerjaan dan
mencapai kinerja yang berkualitas.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan
dibatasi oleh dua fokus penelitian yaitu (1) gaya kepemimpinan sektor publik dalam
meningkatkan kinerja pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang (2)
peningkatan kinerja pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang. Data
yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dokumentasi di lapangan.
Sedangkan analisa data yang digunakan adalah Analisis data Miles, Hubernman
dan Saldana (2014:33).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa gaya kepemimpinan kepala BKD kota
Malang mencerminkan gaya kepemimpinan yang demokratis dengan proses
komunikasi top-down dan komunikasi dua arah untuk menjaring aspirasi dari
pegawai, adanya pengawasan baik secara langsung maupun tidak langsung, serta
adanya motivasi pegawai melalui reward dan punishment guna meningkatkan
kinerja pegawai dan mencapai tujuan organisasi. Disisi lain kinerja pegawai BKD
Kota Malang sudah cukup baik dilihat dari 3 aspek yaitu (1) kuantitas pegawai yang
cukup memadai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi. (2) kualitas pegawai
dilihat dari SKP dan upaya peningkatan kualitas di BKD Kota Malang dengan
diselenggaran diklat, bimtek dan lanjutan pendidikan ke tingkat yang tinggi. (3)
ketepatan waktu pegawai dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan, hal ini disebabkan karena adanya koordinasi yang baik antara
pengarahan, pengawasan serta motivasi yang diberikan kepala BKD Kota Malang.
Kata kunci : gaya kepemimpinan, kinerja, pegawai
vii
SUMMARY
Rahmadinta,Wulandari. 2017. Leadership Style of Public Sector in Improving
Performance Quality of Personnel (Study in The Regional Employment
Agency of Malang City). (1) Prof. Dr. Abdul Juli Andi Gani, MS (2) Dr. Alfi Haris
Wanto, S.AP., M.AP., MMG
The life of public organizations is influenced by personnels productivity and
leadership style of a leader. Leadership style of a leader has its own characteristics
in moving subordinates to improve employee performance both in quality and
quantity. The head of the Regional Personnel Agency (BKD) of Malang City uses
a leadership style that can be seen from the aspects of decision making,
communicating, supervising and motivating on leadership. Therefore, the head of
BKD Malang city must be able to perform suitable leadership style that relevance
to employee condition. On the other side Target Employee Performance (SKP) in
BKD Malang City can be seen as reference of the results of personnel performance
and the personnel disciplines who became one of the assessment in BKD Malang
City. Head of BKD conduct supervision and motivation to every personnel in BKD
Malang City so that they are able to develop competence and mindset in working
and achieving quality performance.
This research is descriptive research with qualitative approach and limited by
two focuses of research those are (1) public sector leadership style in improving
performance quality of personnel at Regional Personnel Agency (BKD) Malang
City (2) improvement of performance quality of personnel at Regional Personnel
Agency (BKD) Malang City. Data obtained through observation, interviews, field
documentation. While data analysis used is data analysis Miles, Hubernman and
Saldana (2014:33).
The results of this study show that leadership style owned by head of the
Regional Personnel Agency (BKD) of Malang City reflects democratic leadership
style with top-down communication process and two-way communication to
capture the aspirations of employees, supervise both directly and indirectly, and
motivate personnel through reward and punishment in order to improve
performance quality of personnel and achieve organizational goals. On the other
hand performance quality of personnel at Regional Personnel Agency (BKD)
Malang City is good enough seen from 3 aspects, namely (1) the quantity of
personnel who are sufficient in performing the main tasks and functions. (2) the
performance quality of personnel viewed from the SKP and efforts to improve the
quality of Regional Personnel Agency (BKD) Malang with the implementation of
training, techincal guidance and advanced education to a high level. (3) the
timeliness of employees in completing tasks in accordance with the time set, this is
due to a good coordination between direction, supervision and motivation are given
by head of BKD Malang.
Keywords : Leadership styles, perfomance, personnel
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur peneliti haturkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi peneliti dengan
judul “Gaya Kepemimpinan Sektor Publik dalam Meningkatkan Kinerja
Pegawai (Studi pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang)” yang
diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Administrasi
Publik pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini peneliti menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya
2. Bapak Dr. Choirul Saleh, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Publik
Universitas Brawijaya.
3. Ibu Dr. Lely Indah Mindarti, M.Si selaku Ketua Program Studi Administrasi
Publik Universitas Brawijaya.
4. Bapak Prof. Dr. Abdul Juli Andi Gani, MS selaku ketua komisi pembimbing
yang dengan sabar, perhatian dan penuh pemahaman dalam membimbing
peneliti serta meluangkan waktu dan pikiran demi kesempurnaan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Alfi Haris Wanto, S.AP., M.AP., MMG selaku anggota komisi
pembimbing yang dengan sabar, perhatian dan penuh pemahaman dalam
ix
membimbing peneliti serta meluangkan waktu dan pikiran demi kesempurnaan
skripsi ini.
6. Terkhusus kepada Kedua orangtua tercinta Papa Habudin dan Mama Hermita,
Terimakasih atas kasih sayang yang tiada batas, yang tak pernah lelah
memberikan dukungan, motivasi dan semangat dalam menjalani kehidupan.
Serta selalu mendoakan dan memberikan yang terbaik kepada peneliti.
7. Adikku tersayang, Muhammad Jaya dan Intan Tridinta yang selalu
memberikan semangat dan doanya.
8. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Administrasi, khususnya Administrasi Publik
yang telah membuka wawasan peneliti dan senantiasa memberikan ilmu yang
bermanfaat selama proses perkuliahan maupun diluar perkuliahan.
9. Sahabat sekaligus keluargaku, Pendamping Hitler HUMANISTIK 2016 Jibril
Dwi Puja Utama Dewantara, Nanda Dita Syahpradana, Daniar Ajeng Febrina,
Ria Kurniawati, Reyhan Aldaro, Syamsiah Nurholipah, Farah Hanifah,
Muhammad Jauhar Nehru, Farah Aulia, Ikbal Wirawan, Naufal Rangga,
Muhammad Fachri, Wulan Suci Al-Imanah yang telah memberikan semangat
dan membantu meyelesaikan skripsi ini dengan berbagai caranya masing-
masing yang luar biasa.
10. Sahabat seperjuangan setia semenjak semester satu Nur’aini Tiara Putri yang
selalu menjadi pendengar terbaik, sabar dan memberikan semangat.
11. Iqsan Dinata yang sudah seperti abang kandung sendiri dan mbak Wida
Aristanti yang selalu memberikan semangat, memotivasi dan selalu siap
x
membantu memberikan saran ketika peneliti menemui kendala dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
12. Teman seperjuangan Putri Irvia Arini, Fardhila Marani S, Dimas Aryo
Pinandito yang menyemangati, membantu, dan menghibur.
13. Departemen PSDM Humanistik 2016 Rangga, Tiya, Intan, Vina, Devira, Lesta,
Fardib, Imel, Reva, Abdul, Jafar, Rio, Ilham yang sempat memberikan
kebahagiaan dan keceriaan kepada peneliti selama satu tahun kepengurusan di
HUMANISTIK 2016.
14. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik
(HUMANISTIK FIA UB) yang telah memberikan pengalaman organisasi
dengan kehangatannya menjadi keluarga di Malang.
15. Seluruh Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang yang telah
membantu menyelesaikan skripsi ini dengan memberikan data yang
dibutuhkan dan meluangkan waktunya untuk memberikan informasi.
16. Teman-teman yang menginspirasi perjalanan peneliti di Universitas Brawijaya
Malang BEM FIA 2014 dan Sanak-sanak di Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa
Bundo Kanduang Malang yang menjadi keluarga kedua di Malang.
17. Teman-teman Administrasi Publik angkatan 2013 yang telah memberikan
masukan baik, kritik maupun saran serta semangat untuk bersama-sama
menyelesaikan skripsi.
xi
Peneliti sadar bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan oleh karenanya
demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat
peneliti harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Malang, 26 Mei 2017
Peneliti
xii
DAFTAR ISI
Halaman
MOTTO .............................................................................................................ii
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ...............................................................iii
TANDA PENGESAHAN. .................................................................................iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ..................................................v
RINGKASAN ....................................................................................................vi
SUMMARY .......................................................................................................vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN. ....................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang. .....................................................................1
B. Rumusan Masalah .................................................................7
C. Tujuan Penelitian ..................................................................8
D. Kontribusi Penelitian .............................................................8
E. Sistematika Pembahasan .......................................................9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Administrasi Publik ...............................................................12
1. Definisi Administrasi Publik. ..........................................12
2. Fungsi-fungsi Administrasi Publik .................................13
B. Kepemimpinan. .....................................................................14
1. Definisi Pemimpin ..........................................................14
2. Definisi Kepemimpinan. .................................................17
3. Teori Kepemimpinan ......................................................19
4. Peranan Kepemimpinan ..................................................24
5. Fungsi Kepemimpinan ....................................................26
C. Konsep Kepemimpinan Sektor Publik ..................................29
D. Gaya Kepemimpinan .............................................................30
E. Kinerja Pegawai ....................................................................39
1. Definisi Kinerja Pegawai ................................................39
2. Penilaian Kinerja Pegawai ..............................................41
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai ......45
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ......................................................................47
B. Fokus Penelitian ....................................................................48
C. Lokasi dan Situs Penelitian ...................................................49
xiii
D. Sumber Data ..........................................................................49
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................53
F. Instrumen Penelitian..............................................................55
G. Analisis Data .........................................................................56
H. Keabsahan data......................................................................59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Penelitian .................................................61
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...............................61
a. Gambaran Umum Kota Malang ................................61
b. Visi dan Misi Kota Malang .......................................64
c. Lambang Daerah Kota Malang .................................69
2. Gambaran Umum Situs Penelitian ..................................70
a. Gambaran Umum Badan Kepegawaian Daerah
Kota Malang ..............................................................70
b. Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur BKD
Kota Malang ..............................................................71
c. Visi dan Misi BKD Kota Malang..............................72
d. Tugas Pokok dan Fungsi BKD Kota Malang ............73
e. Struktur Organisasi BKD Kota Malang ....................76
f. Jenis-jenis Pelayanan BKD Kota Malang .................79
B. Penyajian Data ......................................................................81
1. Gaya Kepemimpinan Sektor Publik pada BKD
Kota Malang ....................................................................81
a. Pengambilan Keputusan ............................................81
b. Komunikasi ...............................................................85
c. Pengawasan ...............................................................89
d. Motivasi ....................................................................95
2. Kinerja Pegawai pada BKD Kota Malang ......................98
a. Kuantitas ...................................................................98
b. Kualitas .....................................................................102
c. Ketepatan waktu ........................................................106
C. Analisis Data .........................................................................109
1. Gaya Kepemimpinan Sektor Publik pada BKD
Kota Malang ....................................................................109
a. Pengambilan Keputusan ............................................111
b. Komunikasi ...............................................................114
c. Pengawasan ...............................................................116
d. Motivasi ....................................................................119
2. Kinerja Pegawai pada BKD Kota Malang ......................121
a. Kuantitas ...................................................................121
b. Kualitas .....................................................................124
c. Ketepatan waktu ........................................................126
xiv
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...........................................................................128
B. Saran ......................................................................................132
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................134
LAMPIRAN .......................................................................................................136
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data PNS Menurut Golongan Ruang dan Tingkat Pendidikan Formal ........... 72
Tabel 2. Capaian Sasaran Kinerja Pegawai 2015................................................ 123
Tabel 3. Realisasi Kinerja serta Capaian Kinerja Tahun 2014-2015 .................. 126
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tiga Dimensi Kepemimpinan. .......................................................... 34
Gambar 2. Komponen dalam analisis data Miles, Huberman dan Saldana. ....... 57
Gambar 3. Peta Administrasi Kota Malang ........................................................63
Gambar 4. Lambang Kota Malang ......................................................................69
Gambar 5. Struktur Organisasi Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang .......78
Gambar 6. Hasil Observasi di BKD Kota Malang ..............................................92
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara. .............................................................................136
2. Dokumentasi Peneliti. .............................................................................137
3. Daftar Nominatif Penilaian Prestasi Kerja BKD Kota Malang 2015. ....138
4. Surat Rekomendasi Penelitian. ...............................................................140
5. Curiculum Vitae. .....................................................................................141
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara dengan kepadatan penduduk terbesar ke-4 di
dunia mempunyai populasi lebih dari 250 juta jiwa. Kepadatan penduduk tersebut
mempengaruhi permintaan akan pelayan publik dengan tuntutan agar mampu
mengakomodir kebutuhan penduduk. Pada kenyataannya, tidak semua kebutuhan
penduduk Indonesia akan pelayanan publik dapat terpenuhi dengan baik.
Sehingga tidak heran apabila rantai produktifitas kerja yang dihasilkan tidak
berjalan optimal. Salah satu penyebabnya karena kondisi dimana jumlah pegawai
yang besar tidak diikuti sistem dan pengawasan yang seimbang untuk melihat
produktifitas kerja yang dihasilkan setiap pegawai. Hal tersebut sesuai dengan
kutipan berikut:
Deputi Bidang Pembinaan Manajemen Kepegawaian Badan Kepegawaian
Negara, Yuliana Setyawatiningsih mengungkapkan saat ini ada sekitar 4,4
juta Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dia menilai dengan jumlah tersebut, kualitas
PNS di Indonesia masih rendah. "Dari sisi jumlah, itu kalau kita lihat dari
rasio penduduk, rasio angkatan kerja itu mungkin kalau saya bilang terlalu
besar juga tidak, tapi persoalan pertama itu dari segi kualitas".
(www.merdeka.com)
Uraian diatas membuktikan bahwa, produktifitas kerja pegawai secara
kuantiti maupun kualiti masih belum maksimal. Sejalan dengan hal tersebut
sejauh ini, seiring berkembangnya waktu, pemerintah memberikan perhatiannya
pada persoalan kepegawaian dengan menerbitkan aturan yang termuat dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
2
yang mengandung maksud bahwa pengembangan pegawai bisa dilakukan melalui
evaluasi penilaian kinerja. Penilaian berbasis evaluasi kinerja tersebut diharapkan
mampu memberikan gambaran menyeluruh mengenai kinerja yang dihasilkan dan
dicapai setiap pegawai.
Secara teoritis kinerja ialah sebuah hasil kerja yang dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugas secara kualitas maupun kuantitas, sesuai tanggung
jawab yang diberikan dan didasari atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan
serta ketepatan waktu (Mangkunegara dalam Titisari, 2011:73). Riniwati
(2011:49) menyatakan bahwa kinerja adalah sejauh mana seseorang telah
memainkan bagiannya dalam melaksanakan strategi pencapaian tujuan organisasi,
baik dalam mencapai sasaran khusus yang berhubungan dengan peran perorangan
dan atau memperlihatkan kompetensi yang dinyatakan relevan dalam organisasi.
Kinerja bukan hanya tentang bagaimana seseorang dapat berperan dalam
mencapai tujuan organisasi, tapi juga bagaimana manusia sebagai objek utama
dapat meningkatkan kompetensinya sesuai bidang untuk menghadapi tantangan
yang lebih besar di masa mendatang. Oleh karena itu, kinerja pegawai menjadi
salah satu faktor penentu keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan
karena dapat menjadi gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan dalam mewujudkan visi dan misi organisasi.
Kinerja dapat dilihat dari hasil kerja pegawai dalam sebuah organisasi.
Kinerja adalah hal yang dapat dinilai dan diukur dengan metode tertentu.
Penilaian Kinerja atau performance appraisal merupakan cara pengukuran
kontribusi-kontribusi dari individu dalam instansi serta dievaluasi dan sangat
3
diperlukan guna mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Wibowo,
2016:187). Penilaian kinerja intinya adalah proses untuk mengetahui seberapa
produktif seorang pegawai dalam menjalankan fungsi-fungsinya untuk mencapai
tujuan organisasi. Dengan adanya penilaian kinerja dapat membantu pegawai
untuk memahami lingkup kerjanya, bertanggung jawab, memiliki skill dan
pengetahuan yang dibutuhkan, serta paham dengan tugas pokok dan fungsi
(tupoksi) didalam organisasi.
Sejalan dengan itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN
pasal 75 menyatakan Penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) bertujuan
untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan sistem prestasi dan
sistem karier. Selain itu pemerintah lewat Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil pasal 7 menyatakan
penilaian Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) meliputi aspek: a. kuantitas; b. kualitas;
c. waktu; dan d. biaya. Penilaian prestasi kerja pegawai berdasarkan PP Nomor 46
Tahun 2011 tersebut, bertujuan untuk menjamin objektifitas pembinaan pegawai
yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititik
beratkan pada sistem prestasi kerja. Dengan demikian diharapkan akan terciptanya
pegawai yang bersih, beribawa, bertanggung jawab, berprestasi dan profesional.
Determinan utama dalam kehidupan organisasi selain dengan produktifitas
kerja pegawainya juga dipengaruhi oleh aspek lain yaitu kepemimpinan.
Pemimpin dan kepemimpinan dapat memberikan arahan kepada bawahan atau
pegawai untuk merencanakan, menginformasikan, membuat, dan mengevaluasi
berbagai keputusan yang harus dilaksanakan dalam organisasi serta target apa
4
yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. Menurut Kartono (2011:6)
menyatakan bahwa:
“kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin dan
yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai
hasil dari interaksi otomatis diantara pemimpin dan individu-individu yang
dipimpin (ada relasi interpersonal). Kepemimpinan ini bisa berfungsi atas
dasar kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi, dan
menggerakkan orang-orang lain guna melakukan sesuatu, demi pencapaian
satu tujuan tertentu”.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa kepemimpinan adalah upaya
menggerakkan orang lain untuk bekerja sama secara efektif dalam upaya
pencapaian tujuan organisasi, kepemimpinan merupakan hasil dari interaksi
otomatis pemimpin dan bawahannya. Hasil interaksi tersebut dapat membantu
memfasilitasi komunikasi antara pimpinan dan bawahan dalam pelaksanaan
pekerjaan. Sehingga, fungsi kepemimpinan dalam menggerakkan bawahannya
untuk meningkatkan kinerja dapat dikatakan baik apabila dilaksanakan secara
kualiatas dan kuantitas sesuai tanggung jawab yang diberikan.
Seorang pemimpin memiliki ciri khas gaya kepemimpinan masing-
masing, yang mencakup kemampuan memimpin dan interaksi sesama pemimpin,
bawahan-atasan dalam organisasi. Untuk mewujudkan gaya kepemimpinan yang
efektif diperlukan pemimpin yang berkualitas dan professional yang mampu
memotivasi bawahan agar dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan oleh organisasi. Setiap pemimpin memiliki gaya
kepemimpinan yang berbeda-beda. Kertahadi (2003:82) menyatakan gaya
kepemimpinan adalah perilaku yang ditampilkan oleh seorang pemimpin di
hadapan orang-orang yang dipimpin. Kepemimpinan secara mutlak akan
5
menghasilkan hubungan timbal balik antara atasan dan bawahan dimana terjadi
interaksi saling mempengaruhi antara pihak yang dipimpin dan pemimpin. Hal ini
akan membawa konsistensi pada gaya kepemimpinan yang digunakan pemimpin
untuk membina, menggerakkan, mengarahkan semua potensi pegawai
dilingkungannya agar terarah pada tujuan dan dapat meningkatkan kinerja
pegawainya.
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin merupakan kunci
keberhasilan dari suatu organisasi yang dijalankan oleh seorang pemimpin.
Ketika pemimpin menunjukkan kepemimpinan yang baik, bawahan atau pegawai
akan berkesempatan untuk mempelajari perilaku yang tepat untuk berhadapan
dengan pekerjaan mereka. Karena gaya kepemimpinan yang dianut seorang
pemimpin sangat mendominasi semua aktivitas yang dilakukan dan dapat
memberi tekanan yang berpengaruh pada kualitas kinerja pegawai. Perilaku atau
gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin akan berpengaruh pada
keberlangsungan organisasi yang dipimpinnya. Agar dapat mencapai tujuan yang
diharapkan, pemimpin harus dapat membentuk suasana kerja yang sehat dan
kompetitif agar para pegawai dapat mencapai batasan terbaik dari kemampuan
setiap pegawainya. Selain itu pemimpin diharapkan dapat melaksanakan fungsi
pengawasan dan pengarahan terhadap orang yang dipimpinnya.
Instansi pemerintahan tidak lepas dari kebutuhan akan sosok pemimpin
yang tepat dan berdaya guna. Setiap instansi yang ada, mempunyai tugas pokok
dan fungsi masing-masing. Setiap instansi memerlukan sosok pemimpin yang
cakap untuk mencapai tujuan yang diemban instansi tersebut. Badan
6
Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Malang, sebagai intansi pemerintah yang
mengelola urusan pemerintah di bidang kepegawaian di Kota Malang dipimpin
oleh kepala badan yang posisinya memiliki tanggung jawab langsung kepada
walikota. Sebagai unsur pendukung penyelenggaraan pemerintah daerah di
bidang kepegawaian, kepala badan yang memiliki gaya kepemimpinan
seharusnya dapat mempengaruhi dalam meningkatkan kinerja pegawai yang
berada dalam wilayah kerjanya. Mengingat BKD merupakan suatu lembaga
negara yang berperan dalam menyelenggarakan semua urusan kepegawaian di
Kota Malang. Sehingga, setiap pemimpin perlu memiliki aspek-aspek yang
menunjang dalam mewujudkan kepemimpinan yang dapat mempengaruhi
bawahannya. Aspek-aspek tersebut pada BKD Kota Malang dapat dilihat dari
aspek pengambilan keputusan, komunikasi, pengawasan, dan motivasi yang dapat
memperlihatkan gaya kepemimpinan yang digunakan. Maka dari itu seorang
pemimpin harus bisa memahami perilaku para pegawainya agar gaya
kepemimpinan yang diterapkannya sudah tepat.
Selain itu, gaya kepemimpinan yang mempengaruhi dalam kinerja
pegawai dapat dilihat dari penilaian kinerja pada BKD Kota Malang berdasarkan
atas Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) masing-masing individu. Hal ini pun sesuai
dengan ketentuan yang sudah berlaku, seperti yang dikatakan Ibu Ir. Eny
Handayani, M.Si selaku Sekretaris BKD Kota Malang bahwa:
“...dengan SKP menurut saya sudah merupakan satu-satunya metode yang
paling sesuai di BKD dan pemerintah pusat pun begitu. Dan di SKP
sebenarnya juga tidak di nilai dari kinerja saja tapi bisa juga dari perilaku.
Jadi saya kira kalau SKP adalah satu-satunya metode yang cukup dalam
penilaian kinerja pegawai.” (Wawancara pada hari Selasa, 07 Maret 2017,
pukul 10.14 WIB).
7
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja dari SKP dapat
pula dilihat dari beberapa jenis perilaku yang salah satunya mengenai
kedisiplinan. Sehingga dalam melaksanakan pekerjaan para pegawai dapat
melaksanakan pekerjaan dengan baik berdasarkan tupoksi masing-masing bidang
yang ada pada BKD Kota Malang. Dengan adanya program kerja yang terukur ini,
maka seorang aparatur pemerintah di BKD Kota Malang dapat mengetahui
pekerjaan yang sudah dilakukan dan yang belum dilakukan. Sehingga disinilah
gaya kepeminpinan mempengaruhi pada pola perilaku para pegawainya. Dimana
dengan adanya pengawasan dan motivasi yang diberikan pimpinan dapat
menumbuhkan rasa percaya diri para pegawainya. Dengan begitu setiap orang
yang ada di BKD Kota Malang mampu mengembangkan kompetensi dan pola
pikir dalam melaksanakan pekerjaan dengan baik dan dapat mencapai hasil yang
sesuai dengan kualitas dan ketepatan waktu dalam penyelesaiannya. Hal tersebut
tidak terlepas dari upaya seorang pemimpin demi meningkatnya kinerja para
pegawainya.
Berdasarkan pemaparan diatas tentang bagaimana pentingnya gaya
kepemimpinan di sektor publik yang diterapkan dalam mengarahkan pegawai
agar dapat mencapai kinerja yang maksimal dan mencapai tujuan dalam
organisasi, maka peneliti mengangkat judul penelitian ini yaitu “Gaya
Kepemimpinan Sektor Publik Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, peneliti
mengangkat rumusan masalah untuk penelitian ini, yaitu:
8
1. Bagaimana gaya kepemimpinan sektor publik pada Badan
Kepegawaian Daerah Kota Malang dalam meningkatkan kinerja
pegawai?
2. Bagaimana kinerja pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Kota
Malang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis tentang gaya
kepemimpinan sektor publik dalam meningkatkan kinerja pegawai
pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang.
2. Mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis kinerja pegawai pada
Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang.
D. Kontribusi Penelitian
Adapun kontribusi dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu meliputi :
1. Kontribusi Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alat untuk menerapkan ilmu
yang telah didapat selama masa perkuliahan. Penelitian ini juga dapat
digunakan sebagai referensi penelitian-penelitian selanjutnya terkait
dengan gaya kepemimpinan sektor publik dalam meningkatkan kinerja
pegawai.
9
2. Secara Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada
masyarakat mengenai gaya kepemimpinan sektor publik dalam
meningkatkan kinerja pegawai.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah
informasi pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang dalam
penerapan gaya kepemimpinan sektor publik untuk meningkatkan
kinerja pegawai.
E. Sistematika Pembahasan
Sistematika penelitian ini berisi uraian singkat atas seluruh rangkaian
pembahasan dari bab pertama sampai dengan bab terakhir tentang gaya
kepemimpinan sektor publik dalam meningkatkan kinerja pegawai pada BKD
Kota Malang. Hal ini agar mempermudah pembaca dalam memahami isi yang
terkandung dalam penyusunan skripsi ini. Pembahasan skripsi ini dibagi dalam
lima bab dan dirinci lagi menjadi beberapa sub bab yang materinya saling
berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kontribusi penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menyajikan berbagai teori yang relevan dengan pokok masalah
penelitian sehingga dapat mendukung dan menganalisa atau
10
menginterpestasikan data yang diperoleh di lapangan. Adapun teori yang
digunakan antara lain:
A. Administrasi Publik
1. Definisi Administrasi Publik
2. Fungsi-fungsi Administrasi Publik
B. Kepemimpinan
1. Definisi Pemimpin
2. Definisi Kepemimpinan
3. Teori Kepemimpinan
4. Peranan Kepemimpinan
5. Fungsi Kepemimpinan
C. Konsep Kepemimpinan Sektor Publik
D. Gaya Kepemimpinan
E. Kinerja Pegawai
1. Definisi Kinerja Pegawai
2. Penilaian Kinerja Pegawai
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang metode-metode yang digunakan dalam
penelitian, meliputi: jenis penelitian, fokus penelitian, lokasi dan situs
penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian dan
analisis data.
11
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang data-data yang telah diperoleh dari hasil penelitian di
lapangan baik dari observasi, wawancara maupun dokumentasi. Pembahasan
ini menggabungkan antara teori yang ada dan melakukan pembahasan
terhadap data yang telah diperoleh.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dilakukan terhadap masalah-masalah yang ada selama
penelitian dilakukan.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara dengan kepadatan penduduk terbesar ke-4 di
dunia mempunyai populasi lebih dari 250 juta jiwa. Kepadatan penduduk tersebut
mempengaruhi permintaan akan pelayan publik dengan tuntutan agar mampu
mengakomodir kebutuhan penduduk. Pada kenyataannya, tidak semua kebutuhan
penduduk Indonesia akan pelayanan publik dapat terpenuhi dengan baik.
Sehingga tidak heran apabila rantai produktifitas kerja yang dihasilkan tidak
berjalan optimal. Salah satu penyebabnya karena kondisi dimana jumlah pegawai
yang besar tidak diikuti sistem dan pengawasan yang seimbang untuk melihat
produktifitas kerja yang dihasilkan setiap pegawai. Hal tersebut sesuai dengan
kutipan berikut:
Deputi Bidang Pembinaan Manajemen Kepegawaian Badan Kepegawaian
Negara, Yuliana Setyawatiningsih mengungkapkan saat ini ada sekitar 4,4
juta Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dia menilai dengan jumlah tersebut, kualitas
PNS di Indonesia masih rendah. "Dari sisi jumlah, itu kalau kita lihat dari
rasio penduduk, rasio angkatan kerja itu mungkin kalau saya bilang terlalu
besar juga tidak, tapi persoalan pertama itu dari segi kualitas".
(www.merdeka.com)
Uraian diatas membuktikan bahwa, produktifitas kerja pegawai secara
kuantiti maupun kualiti masih belum maksimal. Sejalan dengan hal tersebut
sejauh ini, seiring berkembangnya waktu, pemerintah memberikan perhatiannya
pada persoalan kepegawaian dengan menerbitkan aturan yang termuat dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
2
yang mengandung maksud bahwa pengembangan pegawai bisa dilakukan melalui
evaluasi penilaian kinerja. Penilaian berbasis evaluasi kinerja tersebut diharapkan
mampu memberikan gambaran menyeluruh mengenai kinerja yang dihasilkan dan
dicapai setiap pegawai.
Secara teoritis kinerja ialah sebuah hasil kerja yang dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugas secara kualitas maupun kuantitas, sesuai tanggung
jawab yang diberikan dan didasari atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan
serta ketepatan waktu (Mangkunegara dalam Titisari, 2011:73). Riniwati
(2011:49) menyatakan bahwa kinerja adalah sejauh mana seseorang telah
memainkan bagiannya dalam melaksanakan strategi pencapaian tujuan organisasi,
baik dalam mencapai sasaran khusus yang berhubungan dengan peran perorangan
dan atau memperlihatkan kompetensi yang dinyatakan relevan dalam organisasi.
Kinerja bukan hanya tentang bagaimana seseorang dapat berperan dalam
mencapai tujuan organisasi, tapi juga bagaimana manusia sebagai objek utama
dapat meningkatkan kompetensinya sesuai bidang untuk menghadapi tantangan
yang lebih besar di masa mendatang. Oleh karena itu, kinerja pegawai menjadi
salah satu faktor penentu keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan
karena dapat menjadi gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan dalam mewujudkan visi dan misi organisasi.
Kinerja dapat dilihat dari hasil kerja pegawai dalam sebuah organisasi.
Kinerja adalah hal yang dapat dinilai dan diukur dengan metode tertentu.
Penilaian Kinerja atau performance appraisal merupakan cara pengukuran
kontribusi-kontribusi dari individu dalam instansi serta dievaluasi dan sangat
3
diperlukan guna mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Wibowo,
2016:187). Penilaian kinerja intinya adalah proses untuk mengetahui seberapa
produktif seorang pegawai dalam menjalankan fungsi-fungsinya untuk mencapai
tujuan organisasi. Dengan adanya penilaian kinerja dapat membantu pegawai
untuk memahami lingkup kerjanya, bertanggung jawab, memiliki skill dan
pengetahuan yang dibutuhkan, serta paham dengan tugas pokok dan fungsi
(tupoksi) didalam organisasi.
Sejalan dengan itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN
pasal 75 menyatakan Penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) bertujuan
untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan sistem prestasi dan
sistem karier. Selain itu pemerintah lewat Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil pasal 7 menyatakan
penilaian Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) meliputi aspek: a. kuantitas; b. kualitas;
c. waktu; dan d. biaya. Penilaian prestasi kerja pegawai berdasarkan PP Nomor 46
Tahun 2011 tersebut, bertujuan untuk menjamin objektifitas pembinaan pegawai
yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititik
beratkan pada sistem prestasi kerja. Dengan demikian diharapkan akan terciptanya
pegawai yang bersih, beribawa, bertanggung jawab, berprestasi dan profesional.
Determinan utama dalam kehidupan organisasi selain dengan produktifitas
kerja pegawainya juga dipengaruhi oleh aspek lain yaitu kepemimpinan.
Pemimpin dan kepemimpinan dapat memberikan arahan kepada bawahan atau
pegawai untuk merencanakan, menginformasikan, membuat, dan mengevaluasi
berbagai keputusan yang harus dilaksanakan dalam organisasi serta target apa
4
yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. Menurut Kartono (2011:6)
menyatakan bahwa:
“kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin dan
yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai
hasil dari interaksi otomatis diantara pemimpin dan individu-individu yang
dipimpin (ada relasi interpersonal). Kepemimpinan ini bisa berfungsi atas
dasar kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi, dan
menggerakkan orang-orang lain guna melakukan sesuatu, demi pencapaian
satu tujuan tertentu”.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa kepemimpinan adalah upaya
menggerakkan orang lain untuk bekerja sama secara efektif dalam upaya
pencapaian tujuan organisasi, kepemimpinan merupakan hasil dari interaksi
otomatis pemimpin dan bawahannya. Hasil interaksi tersebut dapat membantu
memfasilitasi komunikasi antara pimpinan dan bawahan dalam pelaksanaan
pekerjaan. Sehingga, fungsi kepemimpinan dalam menggerakkan bawahannya
untuk meningkatkan kinerja dapat dikatakan baik apabila dilaksanakan secara
kualiatas dan kuantitas sesuai tanggung jawab yang diberikan.
Seorang pemimpin memiliki ciri khas gaya kepemimpinan masing-
masing, yang mencakup kemampuan memimpin dan interaksi sesama pemimpin,
bawahan-atasan dalam organisasi. Untuk mewujudkan gaya kepemimpinan yang
efektif diperlukan pemimpin yang berkualitas dan professional yang mampu
memotivasi bawahan agar dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan oleh organisasi. Setiap pemimpin memiliki gaya
kepemimpinan yang berbeda-beda. Kertahadi (2003:82) menyatakan gaya
kepemimpinan adalah perilaku yang ditampilkan oleh seorang pemimpin di
hadapan orang-orang yang dipimpin. Kepemimpinan secara mutlak akan
5
menghasilkan hubungan timbal balik antara atasan dan bawahan dimana terjadi
interaksi saling mempengaruhi antara pihak yang dipimpin dan pemimpin. Hal ini
akan membawa konsistensi pada gaya kepemimpinan yang digunakan pemimpin
untuk membina, menggerakkan, mengarahkan semua potensi pegawai
dilingkungannya agar terarah pada tujuan dan dapat meningkatkan kinerja
pegawainya.
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin merupakan kunci
keberhasilan dari suatu organisasi yang dijalankan oleh seorang pemimpin.
Ketika pemimpin menunjukkan kepemimpinan yang baik, bawahan atau pegawai
akan berkesempatan untuk mempelajari perilaku yang tepat untuk berhadapan
dengan pekerjaan mereka. Karena gaya kepemimpinan yang dianut seorang
pemimpin sangat mendominasi semua aktivitas yang dilakukan dan dapat
memberi tekanan yang berpengaruh pada kualitas kinerja pegawai. Perilaku atau
gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin akan berpengaruh pada
keberlangsungan organisasi yang dipimpinnya. Agar dapat mencapai tujuan yang
diharapkan, pemimpin harus dapat membentuk suasana kerja yang sehat dan
kompetitif agar para pegawai dapat mencapai batasan terbaik dari kemampuan
setiap pegawainya. Selain itu pemimpin diharapkan dapat melaksanakan fungsi
pengawasan dan pengarahan terhadap orang yang dipimpinnya.
Instansi pemerintahan tidak lepas dari kebutuhan akan sosok pemimpin
yang tepat dan berdaya guna. Setiap instansi yang ada, mempunyai tugas pokok
dan fungsi masing-masing. Setiap instansi memerlukan sosok pemimpin yang
cakap untuk mencapai tujuan yang diemban instansi tersebut. Badan
6
Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Malang, sebagai intansi pemerintah yang
mengelola urusan pemerintah di bidang kepegawaian di Kota Malang dipimpin
oleh kepala badan yang posisinya memiliki tanggung jawab langsung kepada
walikota. Sebagai unsur pendukung penyelenggaraan pemerintah daerah di
bidang kepegawaian, kepala badan yang memiliki gaya kepemimpinan
seharusnya dapat mempengaruhi dalam meningkatkan kinerja pegawai yang
berada dalam wilayah kerjanya. Mengingat BKD merupakan suatu lembaga
negara yang berperan dalam menyelenggarakan semua urusan kepegawaian di
Kota Malang. Sehingga, setiap pemimpin perlu memiliki aspek-aspek yang
menunjang dalam mewujudkan kepemimpinan yang dapat mempengaruhi
bawahannya. Aspek-aspek tersebut pada BKD Kota Malang dapat dilihat dari
aspek pengambilan keputusan, komunikasi, pengawasan, dan motivasi yang dapat
memperlihatkan gaya kepemimpinan yang digunakan. Maka dari itu seorang
pemimpin harus bisa memahami perilaku para pegawainya agar gaya
kepemimpinan yang diterapkannya sudah tepat.
Selain itu, gaya kepemimpinan yang mempengaruhi dalam kinerja
pegawai dapat dilihat dari penilaian kinerja pada BKD Kota Malang berdasarkan
atas Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) masing-masing individu. Hal ini pun sesuai
dengan ketentuan yang sudah berlaku, seperti yang dikatakan Ibu Ir. Eny
Handayani, M.Si selaku Sekretaris BKD Kota Malang bahwa:
“...dengan SKP menurut saya sudah merupakan satu-satunya metode yang
paling sesuai di BKD dan pemerintah pusat pun begitu. Dan di SKP
sebenarnya juga tidak di nilai dari kinerja saja tapi bisa juga dari perilaku.
Jadi saya kira kalau SKP adalah satu-satunya metode yang cukup dalam
penilaian kinerja pegawai.” (Wawancara pada hari Selasa, 07 Maret 2017,
pukul 10.14 WIB).
7
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja dari SKP dapat
pula dilihat dari beberapa jenis perilaku yang salah satunya mengenai
kedisiplinan. Sehingga dalam melaksanakan pekerjaan para pegawai dapat
melaksanakan pekerjaan dengan baik berdasarkan tupoksi masing-masing bidang
yang ada pada BKD Kota Malang. Dengan adanya program kerja yang terukur ini,
maka seorang aparatur pemerintah di BKD Kota Malang dapat mengetahui
pekerjaan yang sudah dilakukan dan yang belum dilakukan. Sehingga disinilah
gaya kepeminpinan mempengaruhi pada pola perilaku para pegawainya. Dimana
dengan adanya pengawasan dan motivasi yang diberikan pimpinan dapat
menumbuhkan rasa percaya diri para pegawainya. Dengan begitu setiap orang
yang ada di BKD Kota Malang mampu mengembangkan kompetensi dan pola
pikir dalam melaksanakan pekerjaan dengan baik dan dapat mencapai hasil yang
sesuai dengan kualitas dan ketepatan waktu dalam penyelesaiannya. Hal tersebut
tidak terlepas dari upaya seorang pemimpin demi meningkatnya kinerja para
pegawainya.
Berdasarkan pemaparan diatas tentang bagaimana pentingnya gaya
kepemimpinan di sektor publik yang diterapkan dalam mengarahkan pegawai
agar dapat mencapai kinerja yang maksimal dan mencapai tujuan dalam
organisasi, maka peneliti mengangkat judul penelitian ini yaitu “Gaya
Kepemimpinan Sektor Publik Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, peneliti
mengangkat rumusan masalah untuk penelitian ini, yaitu:
8
1. Bagaimana gaya kepemimpinan sektor publik pada Badan
Kepegawaian Daerah Kota Malang dalam meningkatkan kinerja
pegawai?
2. Bagaimana kinerja pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Kota
Malang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis tentang gaya
kepemimpinan sektor publik dalam meningkatkan kinerja pegawai
pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang.
2. Mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis kinerja pegawai pada
Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang.
D. Kontribusi Penelitian
Adapun kontribusi dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu meliputi :
1. Kontribusi Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alat untuk menerapkan ilmu
yang telah didapat selama masa perkuliahan. Penelitian ini juga dapat
digunakan sebagai referensi penelitian-penelitian selanjutnya terkait
dengan gaya kepemimpinan sektor publik dalam meningkatkan kinerja
pegawai.
9
2. Secara Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada
masyarakat mengenai gaya kepemimpinan sektor publik dalam
meningkatkan kinerja pegawai.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah
informasi pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang dalam
penerapan gaya kepemimpinan sektor publik untuk meningkatkan
kinerja pegawai.
E. Sistematika Pembahasan
Sistematika penelitian ini berisi uraian singkat atas seluruh rangkaian
pembahasan dari bab pertama sampai dengan bab terakhir tentang gaya
kepemimpinan sektor publik dalam meningkatkan kinerja pegawai pada BKD
Kota Malang. Hal ini agar mempermudah pembaca dalam memahami isi yang
terkandung dalam penyusunan skripsi ini. Pembahasan skripsi ini dibagi dalam
lima bab dan dirinci lagi menjadi beberapa sub bab yang materinya saling
berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kontribusi penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menyajikan berbagai teori yang relevan dengan pokok masalah
penelitian sehingga dapat mendukung dan menganalisa atau
10
menginterpestasikan data yang diperoleh di lapangan. Adapun teori yang
digunakan antara lain:
A. Administrasi Publik
1. Definisi Administrasi Publik
2. Fungsi-fungsi Administrasi Publik
B. Kepemimpinan
1. Definisi Pemimpin
2. Definisi Kepemimpinan
3. Teori Kepemimpinan
4. Peranan Kepemimpinan
5. Fungsi Kepemimpinan
C. Konsep Kepemimpinan Sektor Publik
D. Gaya Kepemimpinan
E. Kinerja Pegawai
1. Definisi Kinerja Pegawai
2. Penilaian Kinerja Pegawai
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang metode-metode yang digunakan dalam
penelitian, meliputi: jenis penelitian, fokus penelitian, lokasi dan situs
penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian dan
analisis data.
11
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang data-data yang telah diperoleh dari hasil penelitian di
lapangan baik dari observasi, wawancara maupun dokumentasi. Pembahasan
ini menggabungkan antara teori yang ada dan melakukan pembahasan
terhadap data yang telah diperoleh.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dilakukan terhadap masalah-masalah yang ada selama
penelitian dilakukan.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Administrasi Publik
1. Definisi Administrasi Publik
Administrasi didefinisikan sebagai keseluruhan proses kerjasama antara dua
orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 2014:2). Secara konsepsual
Administrasi merupakan sarana untuk mencapai suatu tujuan yang telah di tetapkan
melalui usaha kelompok. Pengertian beberapa ahli tentang administrasi,
diantaranya The Liang Gie dalam Setyowati (2013:2) yaitu dalam pengertian luas,
administrasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang
dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Dari penjelasan beberapa
ahli mengenai pengertian administrasi, dapat disimpulkan bahwa administrasi
adalah sebuah kegiatan atau kerja sama dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan
tertentu secara efektif dan efisien.
Lebih lanjut tentang definisi administrasi publik yaitu sebagai suatu
kombinasi yang kompleks antara teori dan praktek dengan tujuan mempromosi
pemahaman terhadap pemerintah dalam hubungannya dengan masyarakat yang
diperintah dan juga mendorong kebijakan publik agar lebih responsif terhadap
kebutuhan sosial. Administrasi publik berusaha melembagakan praktik-praktik
manajemen agar sesuai dengan nilai efektivitas, efisiensi, dan pemenuhan
kebutuhan masyarakat secara lebih baik (Henry dalam Pasolong, 2008:8).
Administrasi publik merupakan pemanfaatan teori-teori dan proses-proses
13
manajemen, politik, dan hukum untuk memenuhi keinginan pemerintah dibidang
legislatif, eksekutif, dalam rangka fungsi-fungsi pengaturan dan pelayanan terhadap
masyarakat secara keseluruhan atau sebagian (Rosenbloom dalam Pasolong,
2008:8).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa administrasi
publik adalah proses kerja sama yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan negara, sehingga keefektifan proses administrasi sebagai satu kesatuan
guna mencapai tujuan dari sebuah negara agar dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
2. Fungsi-Fungsi Administrasi Publik
Menurut Tjokroamidjoyo dalam Tjiptiherijanto & Manurung (2010:112)
terdapat tiga fungsi utama administrasi publik adalah formulasi/perumusan
kebijakan, pengaturan/pengendalian unsur-unsur administrasi dan penggunaan
dinamika administrasi yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Formulasi Kebijakan
Fungsi formulasi kebijakan memiliki empat subfungsi, yaitu analisis
kebijakan, perkiraan masa depan untuk menyusun langkah-langkah
alternatif, penyusunan program/strategi dan pengambilan keputusan.
Konsistensi formulasi kebijakan amat dibutuhkan dalam pencapaian
tujuan masyarakat yang sejahtera. Konsistensi tersebut mencakup
konsistensi antara waktu/generasi, antar sektor dan wilayah, antar tingkat
pemerintahan dan unit pemerintahan.
b. Pengaturan/Pengendalian Unsur-Unsur Administrasi
Unsur-unsur administrasi yang perlu dikelola ialah (struktur) organisasi,
keuangan, kepegawaian, dan sarana-sarana lain. Tugas administrasi adalah
mendapatkan, menggunakan, mengendalikan keempat elemen
administrasi tersebut diatas. Pengaturan/pengendalian unsur-unsur
administrasi, tidak lain adalah pengelolaan internal administrasi publik
atau dapat juga dikatakan sebagai pengelolaan kapasitas administrasi
publik.
14
c. Penggunaan Dinamika Administrasi
Dinamika administrasi (the dynamics of administration) meliputi
kepemimpinan, koordinasi, pengawasan, dan komunikasi. Jika
pengaturan/pengendalian unsur-unsur administrasi lebih menekankan
pada aspek organisasi dari administrasi publik, maka penggunaan
dinamika administrasi menekankan pada aspek manajemen dari
administrasi publik.
Berdasarkan tiga fungsi utama administrasi publik diatas, salah satunya
terdapat unsur-unsur administrasi dan penggunaan dinamika administrasi yang
meliputi kepemimpinan yang pada suatu organisasi dibutuhkan sebagai aspek
manajemen dari administrasi publik. Dalam hal ini kepemimpinan seseorang dalam
suatu organisasi dalam unsur-unsur administrasi terdapat pula aspek pengambilan
keputusan, koordinasi, pengawasan dan komunikasi. Sehingga aspek yang terdapat
pada fungsi-fungsi administrasi publik ini berpengaruh pada kepemimpinan dalam
suatu organisasi guna meningkatkan kinerja untuk mencapai target yang sudah di
tetapkan.
B. Kepemimpinan
1. Definisi Pemimpin
Setiap organisasi baik dalam kelompok yang besar maupun yang kecil, dan
dalam bentuk formal maupun tidak formal membutuhkan seseorang sebagai
pemimpin dalam organisasi. Istilah pemimpin, kepemimpinan, dan memimpin pada
mulanya berasal dari kata dasar yang sama yaitu “pimpin”. Akan tetapi ketiga
istilah tersebut digunakan dalam konteks yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia
“pemimpin” sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan,
15
pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan
sebagainya.
Definisi pemimpin di dalam organisasi menurut Amirullah (2015:3) adalah
seorang kepala (baik sendiri atau beberapa orang) dari suatu instansi/unit organisasi
yang tugas utamanya adalah memimpin dengan cara membimbing dan menuntun
orang-orang (karyawan/bawahan) yang bekerja dalam organisasi guna mencapai
tujuan. Pemimpin tersebut diangkat oleh pengikut dan bertanggung jawab pada
anak buah serta dapat menciptakan kekuatan nilai yang bisa mempengaruhi
perilaku kreatif, inisiatif dan gagasan yang berkembang untuk menghasilkan
kreatifitas para individu. Dalam hal ini pemimpin memiliki peran memberi arah,
mengambil keputusan, menyelesaikan perselisihan di antara anggota kelompok,
memberi dorongan, menjadi panutan, dan berada di depan dalam aktivitas-aktivitas
kelompok. Dalam interaksi antara pemimpin (leader) dan pengikut (follower),
pemimpin adalah figur pertama yang mengambil keputusan dan
mengkomunikasikannya dengan para pengikut agar mendapatkan respon yang
positif (baik dalam hal perilaku maupun kinerja).
Beberapa definisi pemimpin menurut ahli dalam Kartono (2011:38) sebagai
berikut:
a. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan
khususnya kecakapan kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu
mempengaruhi orang-orang lain untuk berasama-sama melakukan aktivitas-
aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
16
b. Henry Pratt Fairchild
“Pemimpin dalam pengertian luas ialah seseorang yang memimpin
dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur,
mengarahkan, mengorganisir, atau mengontrol usaha /upaya orang
lain, atau melalui pratise, kekuasaan atau posisi. Dalam pengertian
yang terbatas, pemimpin ialah seorang yang membimbing
memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan
akseptansi/ penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya.”
c. John Gage Alle: “Leader. . . a guide; a conductor; a commander”
(pemimpin itu ialah pemandu, penunjuk, penuntun, komandan).”
d. Definisi berikut ini lebih menekankan aspek politisnya, yaitu: Pemimpin
ialah kepala aktual dari organisasi partai di kota, dusun, atau subdivisi-
subdivisi/bagian-bagian lainnya. Sekalipun dia itu secara nominal (pada
namanya) saja dipilih secara langsung atau tidak langsung oleh pemilih-
pemilih pemberi suara partai, secara aktual dia itu sering dipilih oleh satu
kecil atau supervisor langsung dari partai. Perbedaan antara “boss” (kepala,
atasan, majikan) dan pemimpin, sebagian besar tergantung pada metode
pemilihan dan tokoh pemimpinnya yang melaksanakan kekuasaan.
e. Pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan khusus, dengan atau
tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang
dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian
sasaran-sasaran tertentu.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan dapat ditarik kesimpulan bahwa
Pemimpin adalah seseorang yang memiliki bawahan dalam suatu organisasi dan
dapat mempengaruhi serta mengontrol dalam pencapaian tujuan yang telah di
tetapkan.
17
2. Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan cabang dari kelompok ilmu administrasi,
khususnya ilmu administrasi negara. Dalam kepemimpinan terdapat hubungan
antar manusia, yaitu hubungan mempengaruhi (dari pemimpin) dan hubungan
kepatuhan-ketaatan para pengikut/bawahan karena di pengaruhi oleh kewibawaan
pemimpin. Sehingga berhasil tidaknya pencapaian tujuan organisasi tergantung dari
kepemimpinan yang di terapkan. Menurut Wirawan dalam Amirullah (2015:4),
mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses pemimpin dalam menciptakan visi,
mempengaruhi sikap dan perilaku, pendapat, nilai-nilai, norma dan sebagainya dari
pengikut untuk meresalisasikan visi. Definisi kepemimpinan menurut Kartono
(2011:6) menyatakan bahwa:
“kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin dan
yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai
hasil dari interaksi otomatis diantara pemimpin dan individu-individu yang
dipimpin (ada relasi interpersonal). Kepemimpinan ini bisa berfungsi atas
dasar kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi, dan
menggerakkan orang-orang lain guna melakukan sesuatu, demi pencapaian
satu tujuan tertentu”.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa kepemimpinan adalah upaya
mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama secara efektif dalam upaya
pencapaian tujuan organisasi, kepemimpinan merupakan hasil dari interaksi
otomatis pemimpin dan bawahannya. Kepemimpinan dapat dikatakan sebuah
keputusan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri
seseorang. Kepemimipinan lahir dari proses internal (leadership from the inside
out). Sehingga kepemimpinan erat kaitannya dengan ciri-ciri internal dari inidividu,
perilaku, pengaruh terhadap orang lain dan hubungan peran dan pola interaksi.
18
Beberapa pendapat tentang kepemimpinan dalam Amirullah (2015:4)
bahwa pada dasarnya kepemimpinan adalah sebagai berikut:
a. Aktifitas mempengaruhi orang-orang supaya mau bekerja sama guna
mencapai tujuan (Ordway Tead).
b. Kemampuan untuk mengajak atau mengarahkan orang-orang tanpa
memakai kekuasaan yang bersifat formal/jabatan yang dimiliki.
c. Usaha mengarahkan perilaku orang lain untuk mencapai tujuan tertentu
(Franklin S. Haiman).
d. Seni untuk membujuk bawahan guna menyelesaikan pekerjaan dengan
keyakinan bahwa apa yang dilakukan akan bermanfaat bagi organisasi
maupun bagi diri sendiri (Harold Koontz & C O’Donell).
e. Individu yang “make things happen”, ia adalah “yang membuat sesuatu
menjadi sesuatu itu sendiri” (Drukcer).
Sedangkan Menurut Amirullah (2015:5) dari handbook of leadership
“kepemimpinan adalah suatu interaksi antara anggota suatu kelompok. George R.
Terry, mengatakan kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang
untuk mencapai tujuan kelompok secara sukarela. Sedangkan untuk proses
kepemimpinan itu sendiri merupakan fungsi dari pemimpin, pengikat dan variabel
situasional (Paul Hersey and Ken Blanchard, 1992).
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
adalah suatu proses yang kompleks dimana seseorang mempengaruhi pengikutnya
untuk mencapai suatu misi, tugas, mempertahankan kerjasama dan tim kerja,
19
memotivasi pengikut agar dapat mencapai tujuan organisasi, dan mengarahkan
dengan cara yang kohesif .
3. Teori Kepemimpinan
Teori-teori kepemimpinan menurut Ulum (2012:3) sebagai berikut:
a. Teori Sifat
Thomas Carlyle (1841) yang dianggap sebagai salah satu pelopor teori sifat
dalam, menggunakan pendekatan teori ini untuk mengidentifikasi bakat,
keterampilan dan karakteristik fisik pria yang muncul ke kekuasaan. Pendekatan
sifat biasanya membuat daftar kualitas kepemimpinan, asumsi ciri tertentu atau
karakteristik tertentu yang cenderung mangarah kepada kepemimpinan yang
efektif. Seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan,
kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan
lain-lain.
b. Teori Perilaku dan Gaya Kepemimpinan
Conger dan Kanungo (1988) mengidentifikasikan perilaku pemimpin
sebagai berikut:
1) Percaya diri. Seorang pemimpin percaya terhadap penilaian dan
kemampuannya.
2) Kemampuan untuk mengungkapkan visi dengan gamblang. Seorang
pemimpin mampu memperjelas dan menyatakan visi dalam kata-kata
yang dapat dipahami orang lain dan dapat bertindak sebagai kekutan
motivasi .
3) Keyakinan kuat mengenai visi tesebut.
20
4) Perilaku yang terkadang diluar aturan. Perilaku pemimpin dengan
kharismatik, tidak konvensional dan tidak berlawananan dengan norma-
norma yang dianggap mapan. Keberhasilan dari perilaku ini akan
membuat kekaguman dari para pegawainya.
5) Dipahami sebagai seorang agen perubahan.
6) Sensitivitas lingkungan. Seorang pemimpin mampu membuat evaluasi
yang realistis terhadap kendala lingkungan dan sumber daya yang
diperlukan untuk menghasilkan perubahan.
c. Teori Situasional dan Kontingensi
Teori dimana seorang pemimpin sebagian besar tergantung pada
karakteristik situasi dimana pemimpin menjalankan fungsinya. Para ahli
mendefinisikan tiga gaya kepemimpinan dan mengidentifikasikan situasi masing-
masing gaya bekerja lebih baik. Dengan demikian, gaya kepemimpinan sebagai
kontingen dengan situasi yang di klasifikasikan sebagai Teori Kontingensi.
Beberapa teori kepemimpinan kontigensi yang populer antara lain:
1) Model Kontingensi Fiedler
Teori ini mengambil pendekatan yang mencoba menyesuaikan pimpinan
dengan situasi dimana ia akan sukses. Model kontigensi menyatakan bahwa
efektivitas seorang pemimpin terdiri dari tiga variabel, yaitu:
a) Struktur kebutuhan pemimpin tersebut, khususnya motivasi untuk
pencapaian tugas (task-oriented) atau pemuasan kebutuhan antar pribadi
(berorientasi pada hubungan).
b) Kendali situasi yang disukai pemimpin tersebut.
21
c) Interaksi antara struktur kebutuhan pemimpin dan kendali situasi.
Menurut Fiedler, tidak ada pemimpin yang ideal. Kepemimpinan yang berorientasi
tugas dan berorientasi pada hubungan dapat berjalan efektif jika orientasi
kepemimpinan mereka sesuai dengan situasi.
2) Model Kepemimpinan House
House mengembangkan model kepemimpinan path-goal, yaitu perilaku
pemimpin memengaruhi kepusasan yang tergantung pada berbagai aspek situasi,
karakteristik tugas dan karakteristik pengikut. Terdapat empat dimensi dalam teori
path-goal yaitu:
a) Supportive leadership (kepemimpinan yang mendukung),
b) Directive leadership (kepemimpinan yang instruktif),
c) Participative leadership (kepemimpinan partisipatif),
d) Achievement-oriented leadership (kepemimpinan yang berorientasi
pada prestasi).
Model path-goal dapat diklasifikasikan sebagai teori kontinjensi, karena tergantung
pada keadaan, tetapi juga bisa sebagai teori kepemimpinan transaksional, dan
sebagai teori yang menekankan perilaku timbal balik antara pemimpin dan
pengikut.
3) Model Kepemimpinan Hersey dan Blanchard
Model kepemimpinan yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchar,
menggunakan istilah perilaku tugas dan perilaku hubungan. Penerapan model
kepemimpinan ini tergantung dari kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan
bawahan/pengikut dalam melaksanakan tugas dan fungsi mereka untuk mencapai
22
tujuan. Hersey dan Blanchar mengembangkan gaya kepemimpinan menjadi empat,
yaitu:
1. Telling/ memberitahu,
2. Selling/ menjual,
3. Participating/ mengikutsertakan,
4. Delegating/ mendelegasikan.
Jadi, dalam model ini perilaku kepemimpinan menjadi berfungsi pada karakteristik
pemimpin dan karakteristik pengikut juga.
4) Teori Fungsional
Teori kepemimpinan yang membahas perilaku spesifik pemimpin yang
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap efektivitas organisasi. Seorang
pemimpin dapat dikatakan telah melakukan tugasnya dengan baik ketika mereka
telah berkontribusi untuk kohesi dan efektifitas kelompok. Dalam literatur tentang
kepemimpinan fungsional, para ahli mengidentifikasikan beberapa fungsi umum
yang dilakukan seorang pemimpin dalam mencapai efektivitas organisasi yang
meliputi:
a) Pemantauan lingkungan,
b) Pengorganisasian aktivitas pegawai,
c) Pembinaan pegawai,
d) Memotivasi pegawai, dan
e) Intervensi aktif dalam kerja kelompok.
23
5) Teori Transaksional
Pemimpin transaksional menurut Burns (1978) diberikan wewenang untuk
melakukan tugas tertentu melalui penghargaan atau hukuman untuk kinerja tim.
Kekuasaan diberikan kepada pemimpin untuk mengevaluasi, memperbaiki dan
melatih bawahan ketika produktivitas tidak sampai ke tingkat yang diinginkan dan
efektivitas hadiah ketika hasil yang diharapkan telah tercapai. Jadi, pemimpin
transaksional berkaitan dengan hasil hubungan dan pemimpin transaksional hanya
dapat memengaruhi pengikutnya atas dasar mekanisme penghargaan dan hukuman.
6) Teori Kepemimpinan Transformasional
Teori ini merupakan teori yang relatif baru dalam studi kepemimpinan.
Kepemimpinan transformasional merupakan perluasan dari kepemimpinan
transaksional. Pemimpin transformasional adalah pemimpin visioner dan
kharismatik; mampu membujuk pengikutnya untuk mengikuti apa yang diingkan
pemimpinnya. Burns (1978) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional
sebagai suatu proses di mana para pemimpin dan pengikut saling mendukung
moralitas dan motivasi satu sama lain ke tingkat yang lebih tinggi. Maksud dari
kepemimpinan ini adalah kepemimpinan yang lebih memfasilitasi daripada
mendominasi, memberikan inspirasi bagi yang lain maupun yang di bawahnya
daripada memerintah, serta memberikan keteladanan. Menurut Arnold et al. (2014)
pola kepemimpinan transformasional mempunyai beberapa komponen penting,
yaitu:
24
a) Perhatian secara personal, seorang pemimpin mengembangkan
kapasitas pegawainya melalui pendelegasian tugas yang sesuai dengan
pertimbangan karakteristik pegawainya.
b) Memiliki stimulasi intelektual, seorang pemimpin memberikan
keleluasaan bagi kebebasan berpikir dan mengetahui cara berpikir
pegawainya agar dapat memahami rasionalisasi dari setiap tugas yang
diberikan.
c) Memberikan motivasi yang inspirasional, pemimpin mampu
menciptakan optimisme, memberikan visi masa depan yang jelas dan
dapat dicapai, serta mendorong yang lain agar bisa mencapai apa yang
diharapkan.
d) Karismatik, pemimpin menunjukkan perilaku yang karismatik dan
selalu bertanggung jawab terhadap tindakannya.
4. Peranan Kepemimpinan
Menurut Ulum (2012:2) kepemimpinan merupakan suatu proses aktivitas
seseorang untuk memengaruhi (menggarahkan dan menggerakkan) orang-
orang/kelompok dalam suatu unit sosial agar bersedia bekerjasama mencapai
tujuan. Seorang pemimpin sesungguhnya memiliki peran yang besar dalam
menjalankan organisasi, karena peran kepemimpinan merupakan faktor yang sangat
menentukan berhasil atau tidaknya sebuah organisasi. Menurut Rivai dan Mulyadi
(2009:156) peran dapat diartikan sebagai perilaku yang diatur atau diharapkan oleh
seseorang dalam posisi tertentu dan menyatakan tiga bagian peran kepemimpinan
yaitu:
25
a. Pathfinding (pencarian alur), yaitu peran pemimpin dalam menentukan visi
dan misi organisasi
b. Aligning (penyelaras), yaitu peran pemimpin untuk memastikan bahwa
struktur dan proses operasional organisasi memberikan dukungan pada
pencapaian visi dan misi organisasi.
c. Empowering (pemberdaya), peran untuk memberikan semangat percaya diri
kepada bawahannya untuk mengeluarkan bakat yang dimiliki, kecerdikan,
dan kreatifitas supaya mampu mengerjakan apapun dan konsisten dalam
pencapaian visi dan misi organisasi.
Sunindhia (1993:6) juga mengemukakan bahwa peran pemimpin dalam
menjalankan tugasnya diatara lain sebagai berikut:
a. Berperan sebagai pemegang kemudi organisasi yang cekatan sehingga dapat
membawa organisasi ketempat tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
tanpa melalui banyak penyimpangan yang dapat menyebabkan terjadinya
pemborosan dan inefisiensi.
b. Berperan sebagai katalisator yang mampu meningkatkan laju organisasi
yang diharapkan terjadi atas dalil deret ukur dan bukan deret hitung.
c. Berperan selaku integrator, peran ini sangat penting artinya terutama dalam
organisasi yang besar dan terdiri dari banyak bagian atau komponen.
d. Berperan sebagai bapak merupakan suatu hal yang sangat menyenangkan
dalam kehidupan organisasional baik dikalangan pemerintah maupun
dilingkungan organisasi-organisasi swasta dikenal dengan istilah keluarga
besar. jadi, dalam hal ini seorang pemimpin berperan selaku bapak yang
oleh bawahannya dipandang tidak hanya sebagai atasan akan tetapi juga
dianggap sebagai pengayom dan tempat bertanya.
e. Berperan sebagai pendidik. Pendidik tidak hanya terjadi secara formal akan
tetapi kegiatan mendidik bisa dilakukan dimana saja termasuk di tempat
kerja.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin
memiliki peran yang signifikan dalam pencapaian tujuan organisasi. Karena tanpa
pemimpin maka organisasi tidak akan berjalan dengan baik, tidak arahan dan
pengawasan kepada pegawai sehingga berdampak tidak baik dalam berjalannya
organisasi. Selain itu, komunikasi yang efektif juga sangat penting bagi pemimpin
dalam pengelolaan organisasi.
26
5. Fungsi Kepemimpinan
Siagian dalam Amirullah (2015:10) mengemukakan, ada lima fungsi
kepemimpinan yang hakiki, yaitu:
a. Fungsi Penentu Arah
Setiap organisasi pasti di bentuk dalam rangka mencapai suatu tujuan
tertentu dan bisa bersifat jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek yang
harus dicapai dengan kerja sama yang dipimpin oleh seorang pemimpin.
Keterbatasan sumber daya organisasi mengharuskan pemimpin untuk
mengelolanya dengan efektif, dengan kata lain arah yang ingin dicapai organisasi
menuju tujuannya harus mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana dan
prasarana yang ada. Arah yang dimaksud terlihat pada strategi dan taktik yang
disusun oleh pemimpin.
b. Fungsi sebagai Juru Bicara
Pada fungsi ini mengharuskan seorang pemimpin untuk berperan sebagai
penghubung antara organisasi dengan pihak-pihak luar yang berkepentingan seperti
pemilik saham, pemasok, penyalur, lembaga keuangan, dan instansi pemerintah
yang terkait. Konsekuensi dari fungsi ini adalah bahwa seorang pemimpin harus
mengetahui bukan saja bagaimana merumuskan kebijaksanaan strategik, akan
tetapi juga berbagai keputusan lain yang telah diambil oleh level pimpinan yang
lebih rendah serta dituntut pula memiliki pengetahuan yang memadai tentang
berbagai kegiatan yang berlangsung dalam organisasi.
27
c. Fungsi sebagai Komunikator
Fungsi pemimpin sebagai komunikator lebih ditekankan pada
kemampuannya untuk mengkomunikasikan sasaran-sasaran, strategi, tindakan
yang harus dilakukan oleh bawahan. Karena komunikasi dapat di katakan
berlangsung dengan efektif apabila pesan yang ingin disampaikan oleh sumber
pesan tersebut diterima dan dapat diartikan oleh sasaran komunikasi (penerima
pesan).
d. Fungsi sebagai Mediator
Adanya perbedaan-perbedaan kepentingan dalam organisasi menuntut
kehadiran seorang pemimpin dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Jadi,
diharapkan pemimpin dalam suatu organisasi bisa menjalankan fungsi
kepemimpinan selaku mediator yang rasional, objektif dan netral merupakan salah
satu indikator efektifitas kepemimpinan seseorang.
e. Fungsi sebagai Integrator
Adanya pembagian tugas, sistem alokasi daya, dana dan tenaga, serta
diperlukannya spesialisasi pengetahuan dan keterampilan dapat menimbulkan
sikap, perilaku dan tindakan berkotak-kotak dan tidak bisa dibiarkan berlangsung
terus-menerus. Dengan kata lain diperlukan integrator terutama pada hierarki
puncak organisasi. Fungsi seorang pemimpin mampu menjalankan roda organisasi
dengan mengefektifkan fungsi manajemen kepemimpinan yang berupa fungsi
perencanaan, fungsi prediksi, fungsi pengembangan loyalitas, fungsi pengawasan,
fungsi pengambil keputusan, dan fungsi motivator.
28
f. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan merupakan fungsi pemimpin untuk senantiasa meneliti
kemampuan pelaksanaan rencana. Dengan adanya pengawasan hambatan-
hambatan yang ada dapat segera diketahui.
g. Fungsi Pengambil Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan fungsi kepemimpinan yang tidak
mudah dilakukan. Dalam setiap pengambilan keputusan selalu diperlukan
kombinasi yang sebaik-baiknya dari:
1) Perasaan, firasat atau intuisi.
2) Pengumpulan, pengolahan, penilaian dan interpretasi fakta-fakta secara
rasional-sistematis.
3) Pengalaman baik yang langsung maupun tidak langsung.
4) Wewenang formal yang dimiliki oleh pengambil keputusan.
h. Fungsi Pemberi Motivasi
Seorang pemimpin perlu bersikap penuh perhatian terhadap anak buahnya.
Pemimpin harus dapat memberi semangat, membesarkan hati, mempengaruhi anak
buahnya agar rajin bekerja dan menunjukkan prestasi yang baik terhadap organisasi
yang dipimpinnya agar bawahannya bisa meningkatkan kinerjanya.
Kesimpulannya adalah seorang pemimpin harus bisa menjalankan fungsi-
fungsinya dengan baik supaya kinerja pegawai sesuai dengan yang diharapkan.
Oleh karena itu dalam melaksanakan fungsi-fungsi ini sebaik-baiknya, seorang
pemimpin perlu menyelenggarakan daftar kecakapan dan kelakuan baik bagi semua
pegawai agar dapat meningkatkan partisipasi dan adanya komunikasi yang baik
29
antar pemimpin dengan pegawainya sehingga koordinasi kerja dapat berjalan
lancar.
C. Konsep Kepemimpinan Sektor Publik
Menurut Domai dan Gani (2012:7) Kepemimpinan sektor publik dengan
emphasis ke sebuah kepemimpinan organisasi dan perspektif administrasi publik
baru saja muncul sebagai sebuah bidang, sehingga masih sedikit karya tentang
kepemimpinan sektor publik. Beberapa perspektif untuk merubah konseptualisasi
kepemimpinan, kondisi kepemimpinan yang efektif dalam sektor publik dan
kolaborasi antara organisasi publik, privat, dan sipil merupakan cara yang paling
penting untuk melatih pemimpin dimasa depan. Karena komplesitas masalah yang
dirasakan organisasi dan pemimpin di semua sektor telah meningkat dan
pemerintah yang baik membutuhkan pemimpin yang baik.
Secara tradisional, sektor publik menggunakan model sektor privat untuk
mencari ide dan solusi masalah kepemimpinan. Kepemimpinan sektor publik lebih
spesifik dibanding kepemimpinan pada umumnya dan lebih ekspansif dibanding
kepemimpinan politik. Van Wart dan Dicke dalam Domai dan Gani (2012:5)
mengemukakan beberpa tipe kepemimpimpinan sektor publik, yaitu organisasi
(yang telah diabaikan dan dijadikan fokus), politik, dan gerakan. Jadi,
kepemimpinan sektor publik difokuskan pada pemimpin politik, sehingga fokusnya
mengabaikan perbedaan (kritis dalam sektor publik) antara pemimpin sebagai
individu dan kepemimpinan sebagai proses.
Kesimpulannya, kepemimpinan dalam literatur administrasi publik dapat
didefinisikan sebagai berikut: Pertama, dapat dikatakan kepemimpinan politik,
30
sebagai pendekatan tradisional dalam bidang ilmu politik yang memisahkan
dimensi politik dan administrasi dari sektor publik, peran lingkup administratif
yang terbatas pada pelaksanaan kebijakan dalam tradisi hirarkis paling murni dari
birokrasi yang ideal. Kepemimpinan demikian mempunyai hak prerogatif untuk
memilih pejabat. Pendekatan ini merupakan aliran yang dominan dalam literatur
tentang kepemimpinan di sektor publik. Kedua, Kepemimpian administratif yang
tidak hanya melihat administrasi publik terbatas pada peran sebagai pelaksana
tetapi juga memiliki yang kuat dan bertanggungjawab dalam membangun lembaga-
lembaga publik. Bahkan, ada ketegangan dialektis antara peran alami (yang
menentukan) organisasi publik dan pengaruh dari para pemangku kepentingan yang
berpotensi sebagai ancaman demokrasi. Sehingga harus adanya pemisahan yang
jelas antara peran kepemimpinan politik dengan kepemimpinan administratif.
D. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah perilaku yang ditampilkan oleh seorang
pemimpin di hadapan orang-orang yang dipimpin. Dalam hal ini perilaku tersebut
berkaitan dengan perilaku komunikasi, pengambilan keputusan, dan perilaku
penggunaan power atau perilaku dalam mempengaruhi orang lain (Kertahadi,
2003:82). Artinya bahwa gaya kepemimpinan merupakan perilaku yang digunakan
oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya agar dapat
melaksanakan pekerjaan dengan maksimal. Menurut Domai (2012:143) gaya
kepemimpinan merupakan kombinasi perilaku direktif dan suportif.
31
1. Perilaku Direktif
Meliputi : mengatakan secara jelas kepada pegawainya apa yang harus
dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, dimana melakukannya, dan kapan
mengerjakannya, kemudian mengawasi dengan ketat pelaksanaannya.
2. Perilaku Suportif
Meliputi : mendengarkan orang lain, memberikan dukungan dan semangat
atas usaha yang dilakukan mereka, kemudian membantu keterlibatan
mereka dalam pemecahan persoalan pengambilan keputusan.
Ada empat gaya kepemimpinan yang mendasar untuk seorang pemimpin
yaitu:
a. Mengarahkan (Directing)
Pemimpin memberikan petunjuk yang spesifikdan mengawasi secara ketat
penyelesaian tugas.
b. Melatih (Coaching)
Pemimpin terus mengarahkan dan mengawasi secara ketat penyelesaian
tugas, tetapi juga menjelaskan keputusan, meminta saran, dan mendukung
kemajuan.
c. Mendukung (Supporting)
Pemimpin memberikan fasilitas dan mendukung usaha bawahan ke arah
penyelesaian tugas dan membagi tanggung jawab untuk membuat
keputusan dengan mereka.
d. Mendelegasikan (Delegating)
Pemimimpin menyerahkan tanggungjawab untuk pengambilan keputusan
dan memecahkan masalah kepada bawahan.
Gaya kepemimpinan menurut Thoha (2009:50) sebagai berikut:
1) Gaya Kepemimpinan Kontinum
Gaya ini di perkenalkan oleh Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt.
Kedua ahli ini mengemukakan tujuh model gaya pembuatan keputusan yang
dilakukan pemimpin yang masih dalam kerangka dua gaya otokratis dan
demokratis, dijelaskan sebagai berikut:
32
a) Pemimpin membuat keputusan kemudian mengumumkan kepada
bawahannya. Model ini terlihat otoritas yang digunakan atasan terlalu
banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit.
b) Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini pemimpin menggunakan
otoritas yang ada padanya, sehingga bawahan belum bisa banyak terlibat
dalam pembuatan keputusan.
c) Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang
pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan
kemajuan, karena membatasi penggunaan otoritas dan memberi kesempatan
pada bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan sudah
sedikit terlibat dalam pembuatan keputusan.
d) Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemudian dapat
diubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan
keputusan, sementara otoritas pemimpin sudah mulai di kurangi
penggunaannya.
e) Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran, dan membuat
keputusan. Model ini sudah jelas, otoritas pimpinan digunakan sedikit
mungkin, sebaliknya kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat
keputusan sudah banyak digunakan.
f) Pemimpin merumuskan batas-batasnya, dan meminta kelompok bawahan
g) untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini lebih
besar dibandingkan dengan kelima model diatas.
h) Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-
batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan. Model ini terletak pada titik
ekstrem penggunaan kebebasan bawahan, adapun titik ekstrem penggunaan
otoritas terdapat pada model nomor satu diatas.
2) Gaya Kepemimpinan Managerial Grid
Gaya kepemimpinan ini dikenalkan oleh Robert R. Blake dan Jane S.
Mouton. Dalam pendekatan managerial grid, manajer berhubungan dengan dua
hal, yakni produksi di satu pihak dan orang-orang di pihak lain. Pendekatan ini
menekankan bagaimana manajer memikirkan produksi dan hubungan manajer serta
memimikirkan produksi dan hubungan kerja dengan manusianya.
3) Tiga Dimensi dari Reddin
William J. Reddin menyatakan bahwa gaya kepemimpinan itu selalu
dipulangkan pada dua hal mendasar yakni hubungannya pemimpin dengan tugas
33
dan hubungan kerja. Reddin membagi empat gaya kepemimpinan dalam kotak yang
efektif yang terdiri dari:
a) Eksekutif. Gaya yang banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas
pekerjaan dan hubungan kerja.
b) Pecinta pengembangan (developer). Gaya ini memberikan perhatian yang
maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum terhadap
tugas-tugas pekerjaan. Sehingga gaya ini mempunyai kepercayaan yang
implisit terhadap orang-orang yang bekerja dalam organisasinya dan
memperhatikan pengembangan individu.
c) Otokratis yang baik (Benevolent autocrat). Gaya ini memberikan perhatian
yang maksimum terhadap tugas, dan perhatian yang minimum terhadap
hubungan kerja.
d) Birokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang minimum terhadap baik
tugas maupun hubungan kerja.
Selain itu, terdapat pula empat gaya kepemimpinan yang tidak efektif yang
dijelaskan sebagai berikut:
a) Pecinta Kompromi (Compromiser). Gaya ini memberikan perhatian yang
besar pada tugas dan hubungan kerja dalam suatu situasi yang menekankan
pada kompromi. Artinya gaya seperti ini dalam membuat keputusan yang
tidak bagus karena banyak tekanan yang memengaruhinya.
b) Missionari. Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada orang-
orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum
terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai.
34
c) Otokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas
dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak
sesuai.
d) Lari dari tugas (deserter). Gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian
baik pada tugas maupun pada hubungan kerja.
Gambar 1. Tiga Dimensi Kepemimpinan
Sumber : Thoha (2009:59)
4) Empat Sistem Manajemen dari Likert
Menurut Linkert, gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin
adalah jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Linkert
merancang 4 sistem kepemimpinan dalam manajemen:
35
a) Sistem 1, dalam sistem ini pemimpin bergaya sangat otokratis mempunyai
sedikit kepercayaan kepada bawahannya, suka mengeksploitasi bawahan,
dan bersikap paternalistik. Pemimpin dalam sistem ini, hanya mau
memperhatikan komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi
proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.
b) Sistem 2, dalam sistem ini pemimpin dinamakan otokratis yang baik hati
karena mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan,
mau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan ketakutan serta hukuman-
hukuman, memperbolehkan adanya komunikasi keatas, mendengarkan
pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya
delegasi wewenang dalam proses keputusan.
c) Sistem 3, dalam sistem ini gaya kepemimpinan lebih dikenal dengan
sebutan manajer konsultatif yang mempunyai sedikit kepercayaan pada
bawahan dan mau melakukan motivasi dengan menetapkan dua pola
hubungan komunikasi yakni keatas dan kebawah.
d) Sistem 4, pemimpin yang bergaya kelompok berpatisipatif yang
mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya. Dalam
setiap persoalan, selalu mengandalkan untuk mendapatkan ide-ide dan
pendapat-pendapat lainnya dari bawahan secara konstruktif serta
memberikan penghargaan yang bersifat ekonomis, dengan berdasarkan
partisipasi kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan.
36
Selanjutnya menurut Siagian (2014:34) terdapat lima gaya kepemimpinan
yang di golongkan dalam tipe pemimpin dalam organisasi, yaitu sebagai berikut:
1. Tipe Otokratik
Pemimpin tipe ini dikategorikan sebagai berikut:
a. Menganggap organisasi sebagai milik peribadi;
b. Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi;
c. Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata;
d. Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat;
e. Terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya;
f. Dalam tindakan pergerakkannya sering mengandung unsur paksaan dan
bersifat menghukum.
2. Tipe Militeristik
Pemimpin tipe ini memiliki sifat-sifat, seperti:
a. Menggerakkan bawahan dengan sistem perintah;
b. Bergantung pada pangkat dan jabatannya;
c. Senang dengan formalitas berlebih-lebihan;
d. Menuntut disiplin tinggi dan kaku terhadap bawahan;
e. Sukar menerima kritik dari bawahannya
3. Tipe Paternalistik
Pemimpin yang tergolong sebagai berikut:
a. Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa;
b. Bersikap terlalu melindungi (over protective);
c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan dalam mengambil
keputusan, inisiatif, dan mengembangkan daya kreasi serta fantasinya.
d. Sering bersikap mahatahu;
4. Tipe Kharismatik
Pemimpin yang mempunyai daya tarik yang amat besar dan pada umumnya
mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para
pengikutnya tidak menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut
pemimpin itu.
37
5. Tipe Demokratis
Tipe pemimpin yang paling tepat untuk organisasi modern karena:
a. Dalam proses pergerakkan bawahan berpendapat bahwa manusia itu
adalah makhluk yang termulia di dunia;
b. Selalu berusa mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi
dengan kepentingan dan tujuan organisasi bawahannya;
c. Senang menerima saran, pendapat bahkan kritik dari bawahannya;
d. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dalam mencapai tujuan;
e. Ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahan
dalam bertindak dan tetap dibimbing dengan tujuan berani bertindak di
masa depan.
f. Berusaha menjadikan bawahan lebih sukses darinya;
g. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
Selain itu, gaya kepemimpinan dalam penelitian ini memiliki aspek-aspek
lain dimana teori yang digunakan disesuaikan pada hasil penelitian. Hal ini
bertujuan agar dapat mengetahui gaya kepemimpinan yang digunakan seperti yang
dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya yaitu:
1. Pengambilan keputusan
Menurut Nawawi dan Dimyati (2014:42) mengatakan dalam menjalankan
fungsi partisipasi, pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang
dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan, maupun pelaksanaannya..
Pengambilan keputusan ini terjadi dikarenakan adanya suatu masalah, sehingga
membutuhkan parisipasi atau respon yang cepat dari individu atau kelompok orang
untuk segera menyelesaikan masalah itu. Sehingga nantinya melalui keputusan itu
diharapkan adanya keputusan yang benar-benar seuai dan berpengaruh baik
terhadap berjalannya organisasi kedepan.
38
2. Komunikasi
Menurut Rivai dan Mulyadi (2009:336) komunikasi merupakan
“pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih sehingga pesan
yang dimaksud dapat dipahami”. Dalam sebuah organisasi, komunikasi dapat
diartikan sebagai adanya interaksi dua arah antara anggota organisasi itu terkait
dengan apa saja yang berhubungan dengan berjalannya organisasi itu.
3. Pengawasan
Robbins dan Coulter dalam Setyowati (2013:151) pengawasan adalah
“proses pemantauan kegiatan-kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan itu
diselesaikan sebagaimana telah direncanakan dan proses mengoreksi setiap
penyimpangan yang terjadi”. Dalam sebuah organisasi dibutuhkan adanya
pengawasan yang baik oleh pemimpin agar bawahan mengetahui batasan dan
bertanggungjawab terhadap apa yang dikerjakannya.
4. Motivasi
Motivasi menurut Siagan (2004:138) merupakan “daya pendorong yang
mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan
kemampuannya dalam menyelenggarakan kegiatan dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”. Dalam sebuah organisasi keberhasilan
seorang pemimpin dalam memberikan motivasi terletak pada kemampuannya
memahami faktor-faktor apa saja yang dapat membuat bawahan termotivasi dan
menjadi semangat dalam melakukan tugasnya .
Gaya kepemimpinan yang sudah dijelaskan diatas dapat disimpulkan
memiliki karakteristik yang berbeda-beda, dan gaya kepemimpinan tersebut tidak
39
bisa diterapkan pada semua situasi karena harus melihat juga faktor dari bawahan
dan lain-lainnya. Dalam penerapan gaya kepemimpinan yang terpenting adalah
dapat memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi kepemimpinan ditinjau
dari aspek pengambilan keputusan, komunikasi, pengawasan, dan motivasi.
E. Kinerja Pegawai
1. Definisi Kinerja Pegawai
Pada dasarnya kinerja dalam suatu organisasi dilakukan oleh seluruh
sumber daya manusia dalam organisasi dan merupakan salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Secara epistimologi, kinerja
berasal dari kata performance atau kinerja, sebagaimana dikemukakan
Mangkunegara dalam Titisari (2011:73) bahwa kinerja adalah hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas secara kualitas maupun kuantitas,
sesuai tanggung jawab yang diberikan dan didasari atas kecakapan, pengalaman,
kesungguhan serta ketepatan waktu. Artinya, dapat dikatakan bahwa kinerja
merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi
organisasi yang terdapat dalam suatu organisasi.
Lebih luas lagi tentang kinerja, Yudith Hale dalam Amir (2015:82)
menyebutkan bahwa “performance imposes a perspective that questions the worth
and worthiness of the efforts, the result achieved, and the method used.”(kinerja
melibatkan sebuah perspektif yang memperhatikan pentingnya kebermaknaan dan
manfaat dari upaya, hasil yang dicapai dan metode atau cara yang digunakan).
Dalam hal ini definisi kinerja diukur dari upaya yang diberikan kepada masyarakat,
40
organisai, pelanggan, dan bagi pekerja sendiri dengan cara yang digunakan oleh
pegawai dalam suatu organisasi. Beberapa definisi mengenai kinerja dalam
Riniwati (2011:50) sebagai berikut:
a. Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan
kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.
b. Kinerja merupakan outcome yang dihasilkan pegawai atau kegiatan yang
dilakukan selama periode waktu tertentu.
c. Kinerja merupakan suatu jabatan secara keseluruhan sama dengan jumlah
(rata-rata) dari kinerja pegawai atau kegiatan yang dilakukan.
d. Definisi kinerja tidak bermaksud menilai karakteristik individu tetapi
mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh selama periode waktu
tertentu.
e. Kinerja adalah sejauh mana seseorang telah memainkan bagiannya dalam
melaksanakan strategi organisasi, baik dalam mencapai sasaran khusus
yang berhubungan dengan peran perorangandan atau dengan
memperlihatkan kompetensi yang dinyatakan relevan bagi organisasi.
f. Kinerja adalah suatu konsep yang multidimensional mencakup tiga aspek
yaitu sikap (attitude), kemampuan (ability), dan prestasi (accomplishment).
Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat simpulkan bahwa kinerja adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan kerja untuk mencapai tujuan
organisasi dan menunjukkan pentingnya sebuah proses dalam melaksanakan tugas
kerja serta dapat melihat sejauh mana cacatan outcome yang dihasilkan pegawai
selama periode waktu tertentu.
41
2. Penilaian Kinerja Pegawai
Penilaian Kinerja atau performance appraisal merupakan cara pengukuran
kontribusi-kontribusi dari individu dalam instansi serta dievaluasi dan sangat
diperlukan guna mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Wibowo,
2016:187). Menurut Riniwati (2011:54) menyatakan penilaian kinerja mengacu
pada suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai dan
mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil
termasuk tingkat ketidakhadiran. Menurut George dan Jones dalam Riniwati
(2011:54) bahwa kinerja dapat dinilai dari kuantitas dan kualitas kerja yang
dihasilkan dari SDM dan level dari pelayanan pelanggan. Kuantitas kerja yang
dimaksud adalah jumlah pekerjaan yang di selesaikan, sedangkan kualitas yang
dimaksud adalah mutu dari pekerjaan. Sedangkan menurut pandangan Williams
dalam Wibowo (2016:188) penilaian kinerja tidak lebih dari sebuah kartu laporan
yang diberikan oleh atasan kepada bawahan, suatu keputusan tentang kecukupan
atau kekurangan profesional.
Sementara itu, penilaian kinerja dapat dilihat melalui Sasaran Kinerja
Pegawai (SKP) yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2011
Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Dimana pada Bab II tentang
sasaran kerja pegawai pasal 5 menyatakan bahwa setiap Pegawai Negeri Sipil
(PNS) wajib menyusun SKP berdasarkan rencana kerja tahunan instansi. Kemudian
SKP tersebut memuat kegiatan tugas jabatan dan target yang harus dicapai dalam
kurun waktu penilaian yang bersifat nyata dan dapat diukur. Selanjutnya pada pasal
7 ayat 2 menyebutkan aspek penilaian SKP meliputi:
42
a. Kuantitas;
b. Kualitas;
c. Waktu; dan
d. Biaya.
Penilaian SKP yang dimaksud diatas paling sedikit meliputi aspek kuantitas,
kualitas dan waktu. Hal ini disesuaikan dengan masing-masing unit kerja. Dari
penjelasan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja
merupakan suatu proses penilaian tentang seberapa baik pegawai sudah
melaksanakan tugasnya selama periode waktu tertentu dan diarahkan pada
penilaian individual pekerja yang dapat dilihat dari SKP yang sudah ditetapkan
suatu organisasi.
Tujuan dari penilaian kinerja adalah dapat membantu meningkatkan atau
memperbaiki kinerja pegawai dengan menggunakan indikator kinerja yang ada
sehingga penilaian kinerja pegawai bisa berjalan efektif. Karena dengan adanya
indikator kinerja sebagai pengukuran kinerja yang memuat unsur-unsur yang
penting dalam pelaksanaan penilaian kinerja pegawai. Indikator kinerja
dipergunakan untuk aktivitas yang di tetapkan secara kualitatif atas dasar perilaku
yang bisa diamati. Indikator kinerja juga melihat dari sudut pandang prospektif
(harapan ke depan) daripada retrospektif (melihat ke belakang). Ada tujuh indikator
kinerja menurut Hersey, Blanchard, dan Johson dalam Wibowo (2016:86) sebagai
berikut:
1) Tujuan, merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai di
masa yang akan datang. Sehingga dengan begitu tujuan dapat menunjukkan
43
arah ke mana kinerja untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan
tersebut, diperlukan kinerja individu, kelompok, dan organisasi.
2) Standar, merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat
dicapai sehingga dapat diketahui kapan suatu tujuan tersebut tercapai.
3) Umpan Balik, merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur
kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dalam hal ini,
umpan balik melaporkan kemajuan baik kualitas maupun kuantitas dalam
mencapai tujuan.
4) Alat atau Sarana, merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk
membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses serta sebagai faktor
penunjang untuk pencapaian tujuan.
5) Kompetensi, merupakan persyaratan utama dalam kinerja. Kompetensi
merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan
pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Kompetensi
memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan
pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
6) Motif, merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan
sesuatu. Biasanya pemimpin memfasilitasi motivasi kepada karyawan
berupa uang, memberikan pengakuan, menetapkan tujuan menantang,
menetapkan standar terjangkau, meminta umpan balik, dan memberikan
kebebasan melakukan pekerjaan termasuk waktu melakukan pekerjaan.
7) Peluang, terdapat dua faktor yang menghambat peluang untuk berprestasi
yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat. Adanya
44
tugas yang mendapatkan prioritas tinggi, perhatian lebih banyak, dan
mengambil waktu yang tersedia. Oleh karena itu, pegawai perlu
mendapatkan peluang untuk menunjukkan prestasi kerjanya.
Penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan dari tujuh indikator tersebut terdapat
dua indikator yang mempunyai peran yang sangat penting, yaitu tujuan dan motif.
Karena kinerja ditentukan oleh tujuan yang hendak dicapai dan untuk
melakukannya diperlukan adanya motif. Akan tetapi, kinerja juga memerlukan
adanya dukungan sarana, kompetensi, peluang, standar, dan umpan balik sebagai
penunjang dalam meningkatkan kinerja pegawai.
Sedangkan menurut Janseen dalam Titisari (2014:78) indikator kinerja
pegawai terdiri dari:
a) Quantity of work (kuantitas kerja): jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu
periode yang ditentukan.
b) Quality of work (kualitas kerja): kualitas kerja yang dicapai berdasarkan
syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.
c) Job Knowledge: luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan
keterampilannya.
d) Creativeness: keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-
tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
e) Cooperation: kesedian untuk bekerja sama dengan orang lain atau sesama
anggota organisasi.
f) Dependability: kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan
penyelesaian kerja.
g) Initiative: semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam
memperbesar tanggung jawabnya.
h) Personal Qualities: hal ini menyangkut kepribadian, kepemimpinan,
keramah-tamahan dan integritas pribadi.
Indikator kinerja yang telah dipaparkan diatas memuat unsur-unsur yang
penting dalam meningkatkan kinerja pegawai yang mengacu pada pencapaian
tugas-tugas yang di berikan kepada pegawai sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
organisasi.
45
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
Kinerja seorang pegawai antara satu dengan yang lainnya akan berbeda dan
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik secara langsung dan tidak langsung.
Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2016:84) mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja sebagai berikut:
a. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang
dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.
b. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan
dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.
c. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh
rekan sekerja.
d. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang
diberikan organisasi.
e. Contextual/situasional factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan
dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Sementara itu, menurut Prawirosentono dalam Titisari (2014:76) faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah sebagai berikut:
1) Efektifitas dan efisiensi
Kinerja pegawai dapat dikatakan efektif apabila mencapai tujuan, dan
dikatakan efisien apabila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan.
Artinya, efektivitas organisasi dilihat dari pencapaian tujuan dan sesuai dengan
kebutuhan yang direncanakan. Sedangkan efisien berkaitan dengan jumlah
pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Oleh
karena itu, agar tercapainya tujuan organisasi memerlukan hal yang berkaitan
dengan wewenang dan tanggung jawab para pegawai yang mendukung organisasi.
46
2) Otoritas dan tanggung jawab
Organisasi yang baik mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang di
delegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang-tindih tugas. Karena dengan
demikian setiap orang dalam organisasi akan mendukung kinerja pegawainya.
3) Disiplin
Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri
pegawai terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Disiplin berkaitan erat
dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar peraturan dan
ketetap perusahaan atau organisasi.
4) Inisiatif
Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide
untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Oleh karena
itu, inisiatif pegawai yang ada di dalam organisasi merupakan daya dorong
kemajuan yang mempengaruhi kinerja.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja pegawai dari pernyataan diatas juga dipengaruhi kuat oleh
gaya kepemimpinan yang merupakan sebagai salah satu faktor yang paling
berpengaruh pada kinerja pegawai. Penilaian kinerja pegawai dapat dilihat dari SKP
masing-masing organisasi yang sudah diatur sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
pada suatu organisasi.
47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
deskriptif. Usman dan Akbar (2009:129) menyatakan bahwa penelitian berjenis
deskriptif berarti bersifat menggambarkan atau melukiskan suatu hal yang
sebenarnya berupa gambar-gambar atau foto-foto yang didapat dari data di
lapangan atau menjelaskan hasil penelitian dengan kata-kata. Dari pengertian
tersebut, peneliti telah menggambarkan berbagai kondisi situasi yang muncul dan
menyajikan data berupa kata-kata tertulis hasil wawancara dengan narasumber
pegawai BKD Kota Malang.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Karena dalam penelitian ini melakukan penyusunan kata-kata
untuk menjelaskan dan memperoleh gambaran atas hasil yang telah diteliti.
Penelitian kualitatif menurut Jane Richie dalam Moleong (2014:6) adalah upaya
untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia dari segi konsep,
perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Berdasarkan
pemaparan diatas dapat dikatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian
tentang fenomena dalam masyarakat berkaitan dengan kehidupan sosial.
Desain dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Karena sesuai
dengan hasil yang peneliti dapatkan mampu di gambarkan dengan bentuk kata-kata
dan data tabel yang disusun dengan narasi panjang tentang gaya kepemimpinan
sektor publik dalam meningkatkan kinerja pegawai pada BKD Kota Malang. Proses
48
dalam penelitian ini telah melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data secara spesifik
dari informan dan kemudian peneliti analisa secara induktif mulai dari hal yang
bersifat khusus mengenai gaya kepemimpinan kepala BKD Kota Malang sampai
hal yang bersifat umum mengenai kinerja pegawai di BKD Kota Malang.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah batasan-batasan pada objek yang diteliti agar
terfokus pada permasalahan yang dibahas sehingga tidak terjadi kesalahan analisis
saat mengkaji masalah yang ada. Batasan masalah dalam penelitian ini disesuaikan
dengan penemuan data mengenai gaya kepemimpinan sektor publik dalam
meningkatkan kinerja pegawai yang dianalisa dengan dukungan teori.
Berdasarkan penjelasan diatas maka fokus penelitian merupakan inti dari
permasalahan yang dipilih untuk di teliti, sehingga dijadikan fokus dalam penelitian
ini sebagai berikut:
1. Gaya kepemimpinan sektor publik dalam meningkatkan kinerja pegawai
pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang dilihat melalui:
a. Pengambilan Keputusan
b. Komunikasi
c. Pengawasan
d. Motivasi
2. Peningkatan Kinerja Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Kota
Malang dapat diuraikan berdasarkan:
49
a. Kuantitas
b. Kualitas
c. Ketepatan waktu
C. Lokasi dan Situs Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat yang dijadikan objek oleh peneliti
untuk melaksanakan kegiatan penelitian. Lokasi penelitian adalah suatu daerah
yang memiliki batasan yang jelas dengan tujuan agar tidak menimbulkan
ketidakjelasan wilayah penelitian. Dengan pertimbangan hal tersebut penentuan
lokasi penelitian ini yaitu Kota Malang.
Situs penelitian adalah letak peneliti melakukan penelitian untuk
memperoleh informasi dan data yang digunakan untuk menjawab permasalahan
sesuai dengan fokus penelitian. Situs penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Malang dengan bahan pertimbangan
BKD Kota Malang merupakan suatu instansi pemerintah daerah yang memiliki
fokus menangani tentang kepegawaian. Pemilihan situs tersebut berdasarkan
pertimbangan pemilihan sumber-sumber datanya yang lebih tepat untuk penelitian
ini.
D. Sumber Data
Sumber data penelitian menunjukkan darimana peneliti mendapatkan data
atau informasi yang diperlukan dalam penelitian. Arikunto (1996:114)
menyebutkan bahwa sumber data dapat diidentifikasi menjadi tiga macam yaitu:
1. Person yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan
melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket atau kuisioner.
50
2. Place yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan
diam atau bergerak.
3. Paper yaitu sumber data yang menyajikan data-data berupa huruf,
angka, gambar, atau symbol-simbol lain.
Peneliti membagi sumber data dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Informan, peneliti saat melakukan penelitian melakukan pengamatan
terlebih dahulu untuk menyesuaikan dengan fokus penelitian.
Kemudian peneliti memilih key informan sesuai dengan data yang
dibutuhkan. Untuk memperoleh informan selanjutnya, peneliti meminta
rekomendasi dari key informan untuk menentukan informan
selanjutnya yang kompeten dan dapat memberikan informasi sesuai
dengan fokus penelitian. Cara seperti ini dikenal dengan teknik
snowball, yaitu kemungkinan bertambahnya jumlah informan sebagai
sumber data masih sangat besar dan teknik snowball dilakukan sampai
data yang diperoleh peneliti mencapai titik jenuh.
b. Dokumen, merupakan sumber data dalam bentuk tertuli, bahan
tambahan yang berasal dari dokumen dalam penelitian yang didapat
dari literatur, jurnal, maupun arsip yang berkaitan yang dimiliki badan
kepegawaian daerah kota Malang secara langsung.
c. Tempat atau peristiwa sebagai sumber data ketiga, peneliti memperoleh
data melalui observasi atau pengamatan langsung ke lokasi penelitian
yaitu badan kepegawaian daerah kota Malang.
51
Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2014:157) sumber data
utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, dan selebihnya adalah
data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Data dapat dibedakan menjadi dua
jenis yaitu sebagai berikut:
1) Data Primer
Data Primer merupakan data yang diperoleh dari sumber utama yang
dilakukan melalui wawancara, observasi dan alat lainnya. Data primer subjek
(informan) dapat berupa opini secara individual atau kelompok, hasil observasi dari
suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Data tersebut
diperoleh melalui wawancara mendalam kepada informan yang dianggap mampu
memberikan informasi yang relevan sesuai dengan kebutuhan peneliti dan tidak
melenceng dari fokus penelitian. Informan yang terlibat dalam penelitian ini adalah
pimpinan dan pegawai badan kepegawaian daerah kota Malang. Adapun informan
dalam penelitian ini adalah:
a) Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang: Drs. Subkhan
b) Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang: Ir. Eny
Handayani, M.Si
c) Subbagian Umum Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang: Wahyu
Ariyanto, S.STP
d) Kepala Bidang Formasi dan Informasi: Sri Atika Widowati, SH., MM
e) Subbidang Formasi dan Pengadaan Pegawai Badan Kepegawaian
Daerah Kota Malang: Ferry Andriono, ST., M.Si
52
f) Subbidang Kepemimpinan Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang:
Bagus Pambudi, S.Sos., M.Si
g) Subbidang Pembinaan Disiplin Pegawai Badan Kepegawaian Daerah
Kota Malang: Ir. Roos Asri Ratna W., M.AP
h) Subbidang Kepangkatan Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang:
Agus Sungkono, SH
i) Pegawai Subbagian Keuangan Badan Kepegawaian daerah Kota
Malang: Yoga Pandu Waskita
j) Pegawai Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang: Yudi
Winarno
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-
sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan guna mendukung data
primer berupa dokumen, arsip-arsip, laporan-laporan, jurnal ilmiah, dan sumber
data lainnya. Dengan demikian, maka data sekunder dalam penelitian yang
berhubungan dengan fokus penelitian:
a) Data Kepegawaian di BKD Kota Malang
b) Peraturan Walikota Malang Nomor 61 Tahun 2012 tentang Uraian Tugas
Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Kepegawaian Daerah Kota Malang.
c) Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah BKD Kota Malang
tahun 2015.
d) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
53
e) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi
Kerja Pegawai Negeri Sipil.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah salah satu langkah yang sangat diperlukan
dalam sebuah penelitian, karena dengan teknik pengumpulan data yang tepat
peneliti dapat memperoleh beragam data yang sesuai dengan fokus penelitian.
Teknik pengumpulan data yang benar juga memastikan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti dapat tepat sasaran. Secara umum ada empat teknik pengumpulan data
dalam penelitian kualitatif, yaitu :
1. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
bertemu muka oleh peneliti dengan informan yang telah ditentukan peneliti
dalam penelitian. Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2008:231) wawancara
yaitu pertemuan antara dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Selama
penelitian peneliti mengembangkan pertanyaan dari pedoman wawancara sesuai
dengan cerita yang diuraikan informan dan sesuai dengan yang ingin peneliti
gali. Wawancara dilakukan dengan beberpa aktor yang mampu memberikan
informasi mengenai gaya kepemimpinan sektor publik dalam meningkatkan
kinerja pegawai.
2. Observasi
Observasi yaitu melakukan pengamatan langsung di lapangan terhadap
fenomena yang diteliti dan melakukan pencatatan secara sistematis dengan
54
fenomena di lapangan. Observasi adalah kegiatan mengumpulkan data dengan
turun langsung ke lapangan tempat penelitian dilaksanakan. Objek observasi
penelitian kualitatif menurut Spradley dalam Sugiyono (2008:229) dinamakan
situasi sosial, yang terdiri atas tiga komponen yaitu place (tempat) dimana
interaksi dalam situasi sosial sedang berlangsung. Actor, pelaku atau orang-
orang yang sedang memainkan peran tertentu. Activity, (kegiatan) yang
dilakukan oleh aktor dalam situasi sosial yang sedang berlangsung. Jadi, peneliti
malakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian dan selanjutnya
mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini peneliti melakukan
observasi di BKD Kota Malang.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar atau karya monumental dari seseorang. Dokumen
yang berbentuk tulisan misalnya tentang sejarah, biografi, karya tulis ilmiah, dan
kebijakan. Studi literatur juga sangat membantu peneliti untuk melaksanakan
penelitian dengan syarat literatur yang diangkat dapat sesuai dan sinkron dengan
penelitian yang dilakukan. Dokumen yang berbentuk gambar seperti foto,
gambar hidup, dan sketsa (Sugiyono, 2008:240). Hasil penelitian dengan
observasi dan wawancara lebih valid jika didukung dengan berbagai dokumen
yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Kemudian dukungan foto-foto
dan dokumentasi gambar semakin mengokohkan hasil penelitian yang
dilakukan.
55
F. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2008:222) dua hal utama yang mempengaruhi kualitas
hasil penelitian kualitatif adalah kualitas instrumen penelitian dan kualitas
pengumpulan data. Instrumen penelitian adalah alat yang dipakai peneliti untuk
melaksanakan penelitian. Kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas
dan reliabilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data berkenaan ketepatan cara-
cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen yang dipakai peneliti
dalam penelitian ini mencakup:
1. Peneliti Sendiri
Ciri khas penelitian kualitatif adalah tidak dapat dipisahkan dari
pengamatan dan peran serta dari peneliti. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu panca indera untuk melihat, mengamati, dan merasakan
kejadian-kejadian yang ada dilapangan terutama yang berhubungan dengan
fokus penelitian. Serta terjun langsung untuk memperoleh data langsung
dari narasumber dengan bantuan wawancara (interview guide). Ini bertujuan
agar wawancara yang dilakukan sesuai dengan topik yang telah ditetapkan.
2. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara adalah instrumen penelitian berupa gambaran acuan
bagi peneliti untuk melaksanakan wawancara dengan narasumber yang
kredibel agar didapatkan data yang valid dan sesuai dengan fokus penelitian
yang telah ditetapkan peneliti.
56
3. Perangkat Penunjang
Perangkat penunjang penelitian dapat berupa alat tulis, memo, kamera, alat
perekam suara, catatan lapangan dan instrumen penunjang lain yang sesuai
dengan kebutuhan penelitian. Perangkat penunjang ini berfungsi sebagai
media pengarsipan bagi peneliti dari data yang telah didapatkan di lapangan
agar dapat mendukung penelitian yang dilakukan.
G. Analisis Data
Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,
sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain (Bogdan, dalam Sugiyono, 2008:244). Analisis data dilakukan dengan
mengorganisasikan data, menjabarkannya dalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting untuk dipelajari, dan
membuat kesimpulan untuk diceritakan kepada orang lain. Nasution dalam
Sugiyono (2008:245) menyebutkan bahwa analisis data telah dimulai sejak
merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan
berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data kualitatif adalah
bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya
dikembangkan jadi hipotesis.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis data kualitatif,
berdasarkan model interaktif yang dikemukakan Miles, Huberman dan Saldana.
Adapun komponen-komponen analisis data menurut Miles, Huberman Saldana
57
yaitu data condensation, data display, dan conclusion drawing/ verification.
Dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 2. Komponen dalam analisis data Miles, Huberman dan Saldana
Sumber : Miles, Huberman dan Saldana (2014:33)
1. Data Condensation (Kondensasi Data)
Kondensasi data merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dari analisis.
Kondensasi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-
kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Kondensasi data
mengacu pada proses pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan,
pengasbtrakkan, dan atau transformasi data yang muncul dari catatan yang
ditulis dilapangan, transkrip wawancara, dokumen dan bahan-bahan empiris
lainnya. Kondensasi data bertujuan agar data yang kita buat semakin kuat.
Kondensasi data/proses transformasi berlanjut terus sampai penelitian di
lapangan berakhir, sampai penulisan laporan.
58
2. Data Display (Penyajian Data)
Langkah kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data. Penyajian data
berisi kumpulan informasi dalam bentuk laporan yang didapatkan dari situs
penelitian. Penyajian data juga diikuti dengan analisis data. Pada analisis
data, data yang telah disajikan kemudian ditelaah dan dibandingkan dengan
teori yang berkaitan dengan fokus penelitian, sehingga data yang disajikan
dapat memberikan pengetahuan dan banyak informasi.
3. Conclusion Drawing/ Verification (Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi)
Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif Miles, Huberman dan
Saldana adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dari permulaan
pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti benda-benda, mencatat
keteraturan penjelasan, konfigurasi-koritigurasi yang mungkin, alur sebab-
akibat, dan proposisi. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada
tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan dalam
penelitian kualitatif adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah
ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang
sebelumnya masih belum jelas sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat
berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori. (Miles,
Huberman dan Saldana. 2014:31-32).
59
H. Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan upaya untuk menghasilkan tanggapan dari
informan untuk dapat merespon jawaban yang diinginkan dengan tujuan klarifikasi
serta eksplorasi lebih mendalam. Tujuan utama dari keabsahan data adalah hasil
dari penelitian ini dapat benar-benar dipertanggungjawabkan. Beberapa macam
cara dapat dilakukan untuk menguji keabsahan data dalam penelitian kualitatif
menurut Sugiyono (2014:270) antara lain: perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis
kasus negatif, serta membercheck. Sugiyono (2014:273) juga membagi triangulasi
membagi tiga jenis, yaitu:
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber merupakan teknik keabsahan data yang menguji
kredibilitas data dengan mengecek data yang diperoleh dari beberapa
sumber.
2. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik dilakukan untuk menguji kredibilitas data dengan
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
3. Triangulasi Waktu
Pengujian kredibilitas data dilakukan dengan cara pengecekan melalui
wawancara, observasi, atau menggunakan teknik lain dalam waktu atau
situasi berbeda.
Teknik triangulasi merupakan cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan
konstruksikenyataan yang ada dalam konteks saat mengumpulkan data tentang
60
berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Berdasarkan jenis-jenis
triangulasi yang telah disebutkan diatas, penelitian ini menggunakan triangulasi
sumber dan triangulasi waktu untuk mempermudah mendapatkan data yang valid
dengan mengecek data yang di dapatkan dari narasumber serta pengujian
kredibilitas data yang disesuaikan dalam waktu dan situasi sesuai dengan tempat
yang dilakukan oleh peneliti.
61
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Gambaran Umum Kota Malang
Kota Malang adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Jawa Timur,
Indonesia. Kota ini berada di dataran tinggi yang sejuk, terletak 90 km sebelah
selatan Kota Surabaya. Letaknya yang tinggi membuat kota ini memiliki suhu
yang lebih sejuk. Kota Malang merupakan kota yang sedang mengalami
perkembangan pesat baik ekonomi maupun pendidikan. Kota Malang yang
terletak pada ketinggian antara 440-667 meter diatas permukaan air laut,
merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan
iklim yang dimiliki. Letaknya yang berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten
Malang secara astronomis terletak pada 112,06 – 112,07 Bujur Timur dan 7,06 –
8, 02 Lingtang Selatan.
Kota Malang memiliki luas 110.06 Km². Kota dengan jumlah penduduk
sampai tahun 2010 sebesar 820.243 jiwa yang terdiri dari 404.553 jiwa penduduk
laki-laki, dan penduduk perempuan sebesar 415.690 jiwa. Kepadatan penduduk
kurang lebih 7.453 jiwa per kilometer persegi. Tersebar di 5 Kecamatan (Klojen =
105.907 jiwa, Blimbing = 172.333 jiwa, Kedungkandang = 174.447 jiwa, Sukun =
181.513 jiwa, dan Lowokwaru = 186.013 jiwa). Terdiri dari 57 Kelurahan, 536
unit RW dan 4.011 unit RT. (http://www.malangkota.go.id)
62
Kota Malang dikelilingi oleh sungai besar, yaitu Sungai Brantas, Sungai
Amprong, dan Sungai Bango. Kota Malang juga dikelilingi oleh gunung, di utara
terdapat Gunung Arjuno, di timur terdapat Gunung Semeru, di selatan terdapat
Gunung Kelud dan di barat terdapat Gunung Kawi dan Gunung Panderman. Kota
Malang merupakan salah satu Kota orde kedua dalam sistem kewenangan wilayah
Jawa Timur yang terletak di bagian sentral dengan batasan sebagai berikut:
1) Sebelah Utara : Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso
Kabupaten Malang
2) Sebelah Timur : Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang Kabupaten
Malang
3) Sebelah Selatan : Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji Kabupaten
Malang
4) Sebelah Barat : Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau Kabupaten Malang
Secara administratif, wilayah Kota Malang terbagi atas 5 kecamatan yaitu
Kecamatan Sukun, Kecamatan Lowokwaru, Kecamatan Blimbing, Kecamatan
Klojen dan Kecamatan Kedungkandang.
Kondisi iklim Kota Malang selama tahun 2008 tercatat rata-rata suhu
udara berkisar antara 22,7oC – 25,1oC. Sedangkan suhu maksimum mencapai
32,7oC dan suhu minimum 18,4oC. Rata kelembaban udara berkisar 79%-86%.
Dengan kelembaban maksimum 99% dan minimum mencapai 0%. Seperti
umumnya daerah lain di Indonesia, Kota Malang mengikuti perubahan putaran 2
iklim, musim hujan, dan musim kemarau. Dari hasil pengamatan Stasiun
Klimatologi Karangploso Curah Hujan yang relatif tinggi terjadi pada Bulan
63
Februari, November, Desember. Sedangkan pada Bulan Juni dan September
Curah Hujan relatif rendah. Kecepatan angin maksismum terjadi di Bulan Mei,
September, dan Juli.
Keadaan tanah di wilayah Kota Malang antara lain :
a) Bagian selatan termasuk dataran tinggi yang cukup luas,cocok untuk
industri.
b) Bagian utara termasuk dataran tinggi yang subur, cocok untuk pertanian.
c) Bagian timur merupakan dataran tinggi dengan keadaan kurang kurang
subur.
d) Bagian barat merupakan dataran tinggi yangf amat luas menjadi daerah
pendidikan
Gambar 3. Peta Administrasi Kota Malang
Sumber: http://malangkota.go.id/
64
b. Visi dan Misi Kota Malang
Pengertian Visi menurut Undang-Undang 25 tahun 2004 pasal 1 angka 12
adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode
perencanaan. Hal ini berarti bahwa visi yang tercantum dalam RPJMD Kota
Malang harus dicapai pada tahun 2018. Selanjutnya pada pasal 5 ayat (2)
disebutkan bahwa RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan
program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan
memperhatikan RPJM Nasional. Oleh karenanya, maka perumusan visi, misi dan
program dalam RPJMD Kota Malang ini 2013-2018 tidak hanya berasal dari visi,
misi dan program Kepala Daerah, tapi juga mengacu pada pedoman yang telah
ada sebelumnya.
“Menjadikan Kota Malang sebagai Kota Bermartabat”. Selain Visi
tersebut di atas, hal lain yang tak kalah pentingnya adalah ditentukannya Peduli
Wong Cilik sebagai Semangat dari pembangunan Kota Malang periode 2013-
2018. Sebagai semangat, kepedulian terhadap wong cilik menjadi jiwa dari
pencapaian visi. Hal ini berarti bahwa seluruh aktivitas dan program
pembangunan di Kota Malang harus benar-benar membawa kemaslahatan bagi
wong cilik. Dan seluruh hasil pembangunan di Kota Malang harus dapat dinikmati
oleh wong cilik yang notabene adalah rakyat kecil yang mayoritas jumlahnya di
Kota Malang. Istilah MARTABAT adalah istilah yang menunjuk pada harga diri
kemanusiaan, yang memiliki arti kemuliaan. Sehingga, dengan visi ‘Menjadikan
Kota Malang sebagai Kota BERMARTABAT’ diharapkan dapat terwujud suatu
kondisi kemuliaan bagi Kota Malang dan seluruh masyarakatnya. Selain itu, visi
65
BERMARTABAT dapat menjadi akronim dari beberapa prioritas pembangunan
yang menunjuk pada kondisi-kondisi yang hendak diwujudkan sepanjang periode
2013-2018, yakni: BERsih, Makmur, Adil, Religius-toleran, Terkemuka, Aman,
Berbudaya, Asri, dan Terdidik. Masing-masing akronim
dari BERMARTABAT tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Bersih, Kota Malang yang bersih adalah harapan seluruh warga Kota
Malang. Lingkungan kota yang bebas dari tumpukan sampah dan limbah
adalah kondisi yang diharapkan dalam pembangunan Kota Malang
sepanjang periode 2013-2018. Selain itu, bersih juga harus menjadi ciri
dari penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan yang bersih (clean
governance) harus diciptakan agar kepentingan masyarakat dapat terlayani
dengan sebaik-baiknya.
2) Makmur, Masyarakat yang makmur adalah cita-cita yang dipercayakan
kepada pemerintah untuk diwujudkan melalui serangkaian kewenangan
yang dipunyai pemerintah. Kondisi makmur di Kota Malang tercapai jika
seluruh masyarakat Malang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka
secara layak sesuai dengan strata sosial masing-masing. Dalam kaitannya
dengan upaya mencapai kemakmuran, kemandirian adalah hal penting.
Masyarakat makmur yang dibangun di atas pondasi kemandirian
merupakan kondisi yang hendak diwujudkan dalam periode pembangunan
Kota Malang 2013 – 2018.
3) Adil, Terciptanya kondisi yang adil di segala bidang kehidupan adalah
harapan seluruh masyarakat Kota Malang. Adil diartikan sebagai
66
diberikannya hak bagi siapapun yang telah melaksanakan kewajiban
mereka. Selain itu, adil juga berarti kesetaraan posisi semua warga
masyarakat dalam hukum dan penyelenggaraan pemerintahan. Adil juga
dimaksudkan sebagai pemerataan distribusi hasil pembangunan daerah.
Untuk mewujudkan keadilan di tengah-tengah masyarakat, Pemerintah
Kota Malang juga akan menjalankan tugas dan fungsinya dengan
mengedepankan prinsip-prinsip keadilan.
4) Religius-toleran, Terwujudnya masyarakat yang religius dan toleran
adalah kondisi yang harus terwujudkan sepanjang 2013-2018. Dalam
masyarakat yang religius dan toleran, semua warga masyarakat
mengamalkan ajaran agama masing-masing ke dalam bentuk cara berpikir,
bersikap, dan berbuat. Apapun bentuk perbedaan di kalangan masyarakat
dihargai dan dijadikan sebagai faktor pendukung pembangunan daerah.
Sehingga, dengan pemahaman religius yang toleran, tidak akan ada
konflik dan pertikaian antar masyarakat yang berlandaskan perbedaan
SARA di Kota Malang.
5) Terkemuka, Kota Malang yang terkemuka dibandingkan dengan kota-kota
lain di Indonesia merupakan kondisi yang hendak diwujudkan. Terkemuka
dalam hal ini diartikan sebagai pencapaian prestasi yang diperoleh melalui
kerja keras sehingga diakui oleh dunia luas. Kota Malang selama lima
tahun ke depan diharapkan memiliki banyak prestasi, baik di tingkat
regional, nasional, maupun internasional. Terkemuka juga dapat juga
berarti kepeloporan. Sehingga, seluruh masyarakat Kota Malang
67
diharapkan tampil menjadi pelopor pembangunan di lingkup wilayah
masing-masing.
6) Aman, Situasi kota yang aman dan tertib merupakan kondisi yang mutlak
diperlukan oleh masyarakat. Situasi aman berarti bahwa masyarakat Kota
Malang terbebas dari segala gangguan, baik berupa fisik maupun non-
fisik, yang mengancam ketentraman kehidupan dan aktivitas masyarakat.
Sehingga situasi masyarakat akan kondusif untuk turut serta mendukung
jalannya pembangunan. Untuk menjamin situasi aman bagi masyarakat ini,
Pemerintah Kota Malang akan mewujudkan ketertiban masyarakat. Untuk
itu, kondisi pemerintahan yang aman dan stabil juga akan diwujudkan
demi suksesnya pembangunan di Kota Malang.
7) Berbudaya, Masyarakat Kota Malang yang berbudaya merupakan kondisi
dimana nilai-nilai adiluhung dipertunjukkan dalam sifat, sikap, tindakan
masyarakat dalam aktivitas sehari-hari di semua tempat. Masyarakat
menjunjung tinggi kesantunan, kesopanan, nilai-nilai sosial, dan adat
istiadat dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku berbudaya juga ditunjukkan
melalui pelestarian tradisi kebudayaan warisan masa terdahulu dengan
merevitalisasi makna-maknanya untuk diterapkan di masa sekarang dan
masa yang akan datang.
8) Asri, Kota Malang yang asri adalah dambaan masyarakat. Keasrian,
keindahan, kesegaran, dan kebersihan lingkungan kota adalah karunia
Tuhan bagi Kota Malang. Namun, keasrian Kota Malang makin lama
makin pudar akibat pembangunan kota yang tidak memperhatikan aspek
68
lingkungan. Maka, Kota Malang dalam lima tahun ke depan harus kembali
asri, bersih, segar, dan indah. Sehingga, segala pembangunan Kota
Malang, baik fisik maupun non-fisik, diharuskan untuk menjadikan aspek
kelestarian lingkungan sebagai pertimbangan utama. Hal ini harus dapat
diwujudkan dengan partisipasi nyata dari seluruh masyarakat, tanpa
kecuali.
9) Terdidik, Terdidik adalah kondisi dimana semua masyarakat mendapatkan
pendidikan yang layak sesuai dengan peraturan perundangan. Amanat
Undang-Undang nomer 12 tahun 2012 mewajibkan tingkat pendidikan
dasar 12 tahun bagi seluruh warga negara Indonesia. Selain itu, diharapkan
masyarakat akan mendapatkan pendidikan dan ketrampilan yang sesuai
dengan pilihan hidup dan profesi masing-masing. Masyarakat yang
terdidik akan senantiasa tergerak untuk membangun Kota Malang bersama
dengan Pemerintah Kota Malang.
Dalam rangka mewujudkan visi sebagaimana tersebut di atas, maka misi
pembangunan dalam Kota Malang Tahun 2013-2018 adalah sebagai berikut:
a) Menciptakan masyarakat yang makmur, berbudaya dan terdidik
berdasarkan nilai-nilai spiritual yang agamis, toleran dan setara.
b) Meningkatkan kualitas pelayanan publik yang adil, terukur, dan
akuntabel.
c) Mengembangkan potensi daerah yang berwawasan lingkungan
berkesinambungan, adil, dan ekonomis.
69
d) Meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat Kota Malang sehingga
bisa bersaing di era global.
e) Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Kota Malang baik fisik,
maupun mental untuk menjadi masyarakat yang produktif.
f) Membangun Kota Malang sebagai kota tujuan wisata yang aman,
nyaman, dan berbudaya.
g) Mendorong pelaku ekonomi sektor informal agar lebih produktif dan
kompetitif.
h) Mendorong produktivitas industry dan ekonomi skala besar yang berdaya
saing, etis, dan berwawasan lingkungan.
i) Mengembangkan sistem transportasi terpadu dan infrastruktur yang
nyaman untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
c. Lambang Daerah Kota Malang
Motto “MALANG KUCECWARA” berarti Tuhan menghancurkan yang
bathil, menegakkan yang benar.
Gambar 4. Lambang Kota Malang
Sumber: http://malangkota.go.id/
70
Arti warna:
1) Merah Putih, adalah lambang bendera nasiolan Indonesia
2) Kuning, berarti keljurahan dan kebesaran
3) Hijau, adalah kesuburan
4) Biru Muda, berarti Kesetiaan pada Tuhan, Negara dan Bangsa
5) Segilima berbentuk Perisai, bermaknsa semangat perjuangan
kepahlawanan, kondisi geografis, pegunungan, serta semangat
membangun untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.
2. Gambaran Umum Situs Penelitian
a. Gambaran Umum Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Malang mulai terbentuk sejak
diberlakukannya Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, yang menyebabkan kewenangan Pemerintah
Kota Malang semakin bertambah besar dan berdampak pada kelembagaan
organisasi Perangkat Daerah Kota Malang, sehingga adanya perubahan struktur
organisasi perangkat daerah salah satunya perangkat daerah yang diberi
kewenangan di bidang kepegawaian yaitu dengan ditetapkannya Badan
Kepegawaian Daerah Kota Malang melalui Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun
2000.
Seiring dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003
tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, maka kelembagaan Badan
71
Kepegawaian Daerah mengalami perubahan dari 1 sekretariat dan 4 bidang
menjadi 1 bagian dan 3 bidang. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004
tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Struktur Organisasi
Badan dan Kantor sebagai Lembaga Teknis Pemerintah Kota Malang, maka
keluarlah Keputusan Walikota Malang No. 350 Tahun 2004 tentang uraian Tugas
Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Badan Kepegawaian Kota Malang. Badan
Kepegawaian Kota Malang adalah satuan kerja perangkat daerah pemerintah Kota
Malang di bidang pengelolaan Kepegawaian. Badan Kepegawaian Daerah Kota
Malang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang dalam melaksanakan tugasnya
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah atau Walikota
melalui Sekretaris Daerah. Menurut data terakhir hingga Maret 2016 pada Badan
Kepegawaian Daerah Kota Malang terdapat 54 orang pegawai negeri sipil.
b. Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur BKD Kota Malang
Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang dipimpin oleh seorang Kepala
Badan dengan Eselon IIb, membawahi seorang Sekretaris eselon IIIa dan 4
(empat) orang Kepala Bidang (kabid) dengan Eselon IIIb, 3 (tiga) Kepala Sub
Bagian dan 8 (delapan) Kepala Sub Bidang (kasubbid) dengan Eselon IVa.
Jumlah karyawan/Karyawati Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang
sampai dengan akhir Desember 2015 sebanyak 54 orang yang terdiri dari 17 orang
pejabat struktural dengan komposisi, Golongan IV sebanyak 6 orang dan
Golongan III sebanyak 11 orang dan 37 orang staf dengan komposisi, Golongan
III sebanyak 19 orang, golongan II sebanyak 15 orang dan golongan I sebanyak 3
72
orang, yang melayani + 9656 orang Pegawai Negeri Sipil dan 151 orang
Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Lingkungan Pemerintah Kota Malang.
Tabel 1. Data PNS Menurut Golongan Ruang dan Tingkat Pendidikan
Formal
No Gol.
Ruang
Tingkat Pendidikan Formal (orang) Jumlah
S3 S2 S1 D3 D2 D1 SLA SLP SD
1. IV/b - 1 1 - - - - - - 2
2. IV/a - 3 1 - - - - - - 4
3. III/d - 2 4 1 - - - - - 7
4. III/c 1 1 4 - - - - - 6
5. III/b - - 7 - - - 2 - - 9
6. III/a - - 5 - - - 3 - - 8
7. II/d - - - 9 - - - - - 9
8. II/c - - - - - - 1 - - 1
9. II/b - - - - - - 2 2 1 5
10. II/a - - - - - - - - - -
11. I/d - - - - - - - - - -
12. I/c - - - - - - - 3 - 3
13. I/b - - - - - - - - - -
14. I/a - - - - - - - - - -
JUMLAH 1 7 22 10 - - 8 5 1 54
Sumber: Arsip BKD Kota Malang 2016
c. Visi dan Misi BKD Kota Malang
Visi BKD Kota Malang adalah “Terwujudnya Aparatur Pemerintah yang
Berkualitas dan Profesional guna Mendukung Pelayanan Publik yang Prima.“
Adapun maksud dari visi Badan Kepegawaian Daerah adalah :
1) Aparatur Pemerintah adalah Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di
lingkungan Pemerintah Kota Malang.
2) Berkualitas yang berarti memiliki kemampuan dan kemahiran dalam
melaksanakan tugas berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman serta
berpegang teguh pada kode etik profesi, memiliki self control dan
berorientasi pada mutu/kualitas kinerja dengan cara kerja yang efisien,
73
efektif dan ekonomis, memiliki kepekaan yang tinggi (high responsibility)
terhadap kepentingan masyarakat (public interest) dan masalah-masalah
masyarakat (public affairs) serta bertanggung jawab (accountability).
3) Profesional yang berarti melakukan pekerjaan yang benar-benar sesuai
dengan keahlian atau ketrampilan dan komitmen kerja yang dimiliki.
4) Pelayanan Publik adalah pemberian pelayanan dasar dan pelayanan
lainnya yang merupakan kepentingan masyarakat banyak.
Untuk mewujudkan Visi tersebut, Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang
mengemban Misi sebagai berikut:
a) Mewujudkan Administrasi Kepegawaian yang akuntabel dan transparan.
b) Mewujudkan kualitas SDM aparatur dengan mengedepankan IMTAQ
yang menguasai IPTEK.
Pelaksanaan misi yang merupakan sasaran pengembangan Pegawai Negeri
Sipil Daerah diharapkan akan bermuara pada terbangunnya aparatur Pemerintah
yang berkualitas dan profesional di bidang tugasnya dalam rangka mewujudkan
penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (Good Governance) dan bersih dari
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (Clean Government).
d. Tugas Pokok dan Fungsi BKD Kota Malang
Adapun tugas pokok dan fungsi BKD Kota Malang sebagaimana diatur dalam
Peraturan Walikota Malang Nomor 61 Tahun 2012 tentang uraian Tugas pokok, Fungsi
dan Tata Kerja Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang.
74
1) Tugas Pokok
Badan Kepegawaian Daerah melaksanakan tugas pokok penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah di bidang kepegawaian
2) Fungsi
untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana pada huruf a, Badan
Kepegawaian Daerah mempunyai fungsi :
a) perumusan kebijakan teknis di bidang kepegawaian;
b) penyusunan dan pelaksanaan Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana
Kerja (Renja) di bidang kepegawaian;
c) pelaksanaan administrasi mutasi pegawai;
d) pelaksanaan pembinaan disiplin pegawai;
e) pelaksanaan pendidikan dan/atau pelatihan pegawai;
f) pelaksanaan penyiapan penetapan gaji dan tunjangan pegawai;
g) penyusunan formasi pegawai dan pengadaan pegawai;
h) penyusunan sistem informasi kepegawaian;
i) penyusunan bahan kebijakan kesejahteraan pegawai;
j) penyusunan bahan pemberhentian dan pensiun pegawai;
k) pelaksanaan kegiatan keagamaan dalam rangka pembinaan mental
pegawai
75
l) pelaksanaan pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap
berwujud yang akan digunakan dalam rangka penyelenggaraan tugas
pokok dan fungsi
m) pelaksanaan pemeliharaan barang milik daerah yang digunakan dalam
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi;
n) pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang milik daerah yang berada
dalam penguasaannya (SOP)
o) penyusunan dan pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP) dan
Standar Operasional dan prosedur
p) pelaksanaan fasilitasi pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
dan /atau pelaksanaan pengumpulan pendapat pelanggan secara
periodik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas layanan;
q) pengelolaan pengaduan masyarakat di bidang kepegawaian;
r) penyampaian data hasil pembangunan dan informasi lainnya terkait
layanan publik secara berkala melalui web site Pemerintah Daerah
s) pengelolaan administrasi umum meliputi penyusunan program,
ketatalaksanaan, ketatausahaan, keuangan, kepegawaian, rumah tangga,
perlengkapan, kehumasan, kepustakaan dan kearsipan;
t) pemberdayaan dan pembinaan jabatan fungsional;
u) pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi;
76
v) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan
tugas pokoknya.
e. Struktur Organisasi BKD Kota Malang
Struktur Organisasi Badan Kepegawaian Daerah pada tahun 2008 berubah
kembali mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 sebagaimana pada
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu dan Lembaga Teknis Daerah, diubah dengan Peraturan Daerah Kota
Malang Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, Badan
Kepegawaian Daerah dan Lembaga Teknis Daerah, maka keluarlah Peraturan Walikota
Malang Nomor 61 Tahun 2012 tentang Uraian Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja
Badan Kepegawaian Darah Kota Malang sehingga struktur organisasi saat ini terdiri
dari:
1) Kepala Badan;
2) Sekretariat, terdiri dari :
a) Subbagian Penyusunan Program;
b) Subbagian Keuangan;
c) Subbagian Umum.
3) Bidang Mutasi, terdiri dari :
a) Subbidang Kepangkatan;
b) Subbidang Jabatan.
77
4) Bidang Formasi dan Informasi, terdiri dari :
a) Subbidang Formasi dan Pengadaan Pegawai;
b) Subbidang Informasi Kepegawaian.
5) Bidang Kesejahteraan dan Pembinaan Disiplin Pegawai, terdiri dari :
a) Subbidang Kesejahteraan Pegawai;
b) Subbidang Pembinaan Disiplin Pegawai.
6) Bidang Pendidikan dan Pelatihan, terdiri dari :
a) Subbidang Teknis dan Fungsional;
b) Subbidang Kepemimpinan.
7) Kelompok Jabatan Fungsional.
78
Gam
bar 5
. Stru
ktu
r Org
anisasi B
adan
Kep
egaw
aian D
aerah K
ota M
alang
Sum
ber: A
rsip B
KD
Kota
Mala
ng (2
016)
79
f. Jenis-jenis Pelayanan BKD Kota Malang
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah
Kota Malang secara optimal dan guna terpenuhinya hak-hak pegawai dalam
memperoleh pelayanan kepegawaian secara maksimal serta mewujudkan
partisipasi dan ketaatan pegawai dalam meningkatkan kualitas pelayanan sesuai
yang berlaku, maka Badan Kepegawaian Daerah memiliki Standar Pelayanan
dalam memberikan pelayanan administrasi kepegawaian
1) Sekretariat
a) Pengelolaan administrasi umum dan Kepegawaian di Lingkungan BKD
b) Pengelolaan Keuangan
c) Pengkoordinasikan penyusunan program, evaluasi, dan pelaporan
kegiatan
2) Bidang mutasi
a) Kenaikan Pangkat
b) Kenaikan Gaji Berkala
c) Mutasi PNS
d) Pengangkatan CPNS menjadi PNS
e) Pengangkatan Dalam Jabatan
3) Bidang Kesejahteraan dan Pembinaan Disiplin
a) Surat pengantar permohonan Karis/karsu
b) Surat pengantar Permohonan Karpeg
c) Pengajuan Usia Bebas Tugas (UBT) bagi PNS
d) Pengurusan Taspen
80
e) Proses permohonan izin perkawinan lebih dari seorang
f) Usulan calon Penerima penghargaan Satyalancana Karya Satya
g) Penyelenggaraan Penanganan kasus dan pembinaan Pelanggaran Disiplin
PNS
h) Pengajuan ijin perceraian
4) Bidang Formasi dan Informasi
a) Analisa Kebutuhan Sumberdaya Aparatur
b) Seleksi Penerimaan CPNS
c) Penyusunan Data Informasi Kepegawaian
d) Pembekalan dan penyerahan SK CPNS
e) Pengelolaan dan Pengembangan Sistem Informasi manajemen
Kepegawaian (SIMPEG)
f) Penataan Data dan Arsip Pegawai
5) Bidang Pendidikan dan Pelatihan
a) Perencanaan dan pengiriman Diklat Prajabatan bagi CPNS
b) Perencanaan, pengiriman dan penyelenggaraan Diklat kepemimpinan
c) Perencanaan , pengiriman dan penyelenggaraan Diklat Teknis
d) Perencanaan dan pengiriman Diklat fungsional
e) Pelaksanaan Ujian Dinas dan ujian KP Penyesuaian Ijasah
f) Ijin Belajar dan Tugas belajar
81
B. Penyajian Data
1. Gaya Kepemimpinan Sektor Publik pada BKD Kota Malang
a. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan action plan dari serangkaian proses
kebijakan yang dilaksanakan oleh badan-badan pemerintah melalui jabatan
struktural yang bersifat hierarkis. Berbicara tentang pengambilan keputusan
identik dengan tanggung jawab seorang pimpinan dalam proses pengambilan
keputusan, biasanya pimpinan melibatkan bawahan didalam suatu organisasi.
Oleh karena itu, keputusan adalah sarana untuk mencapai tujuan atau
memecahkan suatu masalah.
Teknis pengambilan keputusan diruang lingkup Badan Kepegawaian
Daerah Kota Malang memiliki Standar Operasional Prosedur sebagai acuan baku
dalam menentukan siapa melakukan apa. Hal ini disampaikan oleh Bapak Bagus
Pambudi, S.Sos., M.Si selaku Kepala Sub Bidang Kepemimpinan Bidang
Pendidikan dan Pelatihan mengatakan:
“jadi begini SOP kita itu kan baku dan itu juga berpengaruh ke tipe
kepemimpinan, kalau secara pribadi tipe kepemimpinan pak Subkhan itu
tipenya pro aktif, jadi secara aturan ke pegawainya itu bagus. Jadi apapun
pelayanan kepegawaian sebetulnya siapa pun pemimpinnya itu bisa di BKD
cuma emang style nya yang berbeda-beda, karena yang kita layanani itu
pegawai sendiri. Kita harus tahu apa sih permasalahan-permasalahan yang
muncul di kepegawaian, nah itulah yang biasanya butuh pembahasan butuh
diskusi dengan bidang yang terkait. Dan kadang kita butuh gaya kebijakan
dari seorang pemimpin seperti apa, jadi pengambilan keputusan Pak
Subkhan lebih ke pola pendekatannya persuasif tidak langsung vonis tapi
mencari tahu dulu akar permasalahannya apa dan itu sudah terdistribusikan
ke hirarki jabatan. Jadi kalau ada surat yang naik, kemudian alurnya di
turunkan ke bidang apa yang bersangkutan”. (Wawancara pada hari Jumat,
17 Februari 2017, pukul 08.56 WIB di BKD)
82
Proses pengambilan keputusan seorang pimpinan melibatkan partisipasi
aktif dari bawahan. Model pengambilan keputusan yang bersifat bottom up
bertujuan untuk mendapatkan masukan-masukan yang konstruktif dari seorang
bawahan untuk menindaklanjuti disposisi yang diberikan dari seorang pimpinan
dan hal tersebut telah diterapkan di lingkungan BKD Kota Malang. Hal ini
disampaikan oleh Bapak Ferry Andriono, ST., M.Si selaku Kepala Subbidang
Formasi dan Pengadaan Pegawai Bidang Formasi dan Informasi mengatakan:
“biasanya kalau ada surat-surat khusus untuk keputusan yang bersifat
kompleks itu kan ada surat masuk dan surat masuk pasti ada disposisi ke
bidang-bidang yang menangani. Contohnya seperti bidang saya sekarang
ini bidang formasi dan pengadaan CPNS. Kemudian pasti ada telaah
disposisi ke bidang lalu ke subid dan dari situ ada saran staf. Untuk saran
staf kita mengkaji dari aturan terus dari fakta analisanya bagaimana,
kesimpulannya apa, sarannya apa, nanti kita naikkan ke beliau-beliau lagi.
Nanti kalau saran dari staf butuh konfirmasi pasti manggil bidang kita
diskusi dan ditindaklanjuti. Ya pada intinya pengambilan keputusan pak
Subkhan melibatkan bawahan mbak”. (Wawancara pada hari Selasa,14
Februari 2017, pukul 10.38 WIB)
Model pengambilan keputusan yang bersifat buttom up di lingkungan
BKD Kota Malang diperkuat kembali dengan pernyataan Bapak Yoga Pandu
Waskita selaku Staf Subbagian Keuangan menyampaikan:
“...Pak Subkhan dalam pengambilan keputusannya bisa bottom up dan top
down, jadi sama-sama sinkron sewaktu beliau diperlukan mengambil
keputusan sendiri ya sendiri tapi kebanyakan beliau pasti berbicara dengan
para kabid sama bawahan juga kadang-kadang pasti di tanya dan diminta
pertimbangan untuk pengambilan kebijakan. Nah kebijakan kan macam-
macam ada yang sifatnya memang hanya untuk kalangan atas saja ada
yang harus melibatkan bawahan. Kalau yang melibatkan bawahan beliau
pasti meminta masukan, walaupun mungkin terkadang nggak secara
langsung Pak Subkhannya yang tanya ke Pak Pardi ke Pak Subur enggak.
Tetap secara berjenjang dan kita sebagai staf senang dengan cara beliau
melibatkan bawahan. Karena beliaunya mau mendengar, kadang-kadang
pemimpin itu yang dibutuhkan kan yang mau mendengar itu.”
(Wawancara pada hari Kamis, 23 Februari 2017, pukul 09.20 WIB)
83
Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang
pemimpin, yang tampak dan tidak tampak oleh bawahan. Gaya kepemimpinan
menunjukkan secara langsung maupun tidak langsung tentang keyakinan
pimpinan terhadap kemampuan bawahannya. Berdasarkan hasil wawancara, gaya
kepemimpinan yang dilakukan Kepala BKD tidak mencerminkan sifat otoriter.
Hal ini disampaikan oleh Bapak Drs. Subkhan selaku Kepala Badan menyatakan:
“...dalam pengambilan keputusan kita harus menyadari setiap orang itu
punya ilmu, suatu ketika justru mungkin ide-ide mereka lebih baik dari ide
saya nah kenapa tidak ide-ide itu saya ambil kalau memang itu lebih baik.
Pada saat pengambilan keputusan tentunya juga saya tidak otoriter jadi
saya minta saran, selalu saya bangkitkan itu misalkan terkait dengan
bidang kesejahteraan pegawai dan disiplin, bidang diklat, kemudian
bidang formasi informasi atau bidang mutasi. Dan memang jelas
keputusan ada di saya yang tertinggi, tapi jika ada saran yang diberikan
tentunya saya akan minta pejelasannya ini apa dan bagaimana sarannya
apa kan begitu. Dari situ akan muncul, yang pertama muncul penghargaan
dia merasa di hargai, yang kedua kita diskusikan bisa jadi yang saya pakai
usulannya bukan keputusan saya langsung. Jadi apapun keputusan tetap
ada di pimpinan. Sama dengan tanggung jawab.” (Wawancara pada hari
Rabu, 08 Maret 2017, pukul 14.48 WIB)
Selanjutnya menurut Bapak Wahyu Ariyanto selaku Kepala Subbagian
Umum menyatakan bahwa:
“...dalam pengambilan keputusan melibatkan bawahan, jadi kita harus
tahu dulu datanya apa, aturannya seperti apa, terkadang kita sudah kasih
masukan nanti beliau yang memutuskan terkadang bisa sesuai saran dari
bawahan terkadang dari beliau sendiri tergantung masalahnya. Tapi yang
jelas data mesti diminta dulu minimalnya aturan-aturan pendukung”.
(Wawancara pada hari Senin, 13 Maret 2017, pukul 10.31 WIB)
Secara umum, model pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Kepala
BKD Kota Malang dilakukan secara berjenjang dengan melibatkan bidang-bidang
maupun subbidang hingga staf sebagai unit terkecil dalam suatu organisasi. Model
koordinasi secara struktural tersebut dapat mereduksi kemungkinan-kemungkinan
miss communication dalam rangkaian proses pengambilan keputusan. Hal ini
84
sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Sri Atika Widowati, SH., MM
selaku Kepala Bidang Formasi dan Informasi menyampaikan bahwa:
“...Jadi gaya kepemimpinan pak Subkhan itu dalam pengambilan
keputusan langsung dengan kabidnya nanti dari kabid baru kemudian ke
bawahannya secara struktur. Dan itu relatif ya karena kan masing-masing
orang punya gaya sendiri-sendiri, kaya pak Subkhan maunya kabidnya
membuat rumusan dengan anak buahnya dulu setelah dari hasil itu
kabidnya menyampaikan ke pak Subkhan bahwa kami punya pandangan
seperti ini itu kemudian disampaikan melalui kabidnya nanti kabid
menyampaikan kepada pak Subkhan.” (Wawancara pada hari Senin, 17
April 2017, pukul 10.20 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan beberapa
informan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pengambilan keputusan Pak
Subkhan selaku Kepala BKD Kota Malang bersifat pro aktif dan tidak terburu-
buru dalam menyikapi suatu permasalahan di lingkup SKPD kota Malang.
Rangkaian proses pengambilan keputusan Kepala BKD Kota Malang dilakukan
secara struktural, dimana Kepala BKD Kota Malang memberikan disposisi ke
masing-masing kabid. Kemudian kabid mendisposisikan kembali ke kasubbid dan
dilanjutkan ke stafnya untuk menyelesaikan masalah yang ada sesuai aturan yang
berlaku. Setelah di telaah dan ditindaklanjuti oleh staf akan disampaikan kembali
kepada pimpinan dan nantinya akan menghasilkan bahan referensi dalam bentuk
saran yang nantinya menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Meskipun begitu, Kepala BKD Kota Malang tidak menutup kemungkinan
didalam pengambilan keputusan melakukan jenis koordinasi secara horizontal
yang dimana hanya melibatkan pejabat atau antar unit yang mempunyai tingkat
hirarki yang sama dalam suatu organisasi.
85
Hal inilah yang dinamakan pengambilan keputusan secara berjenjang
dimana melibatkan unsur-unsur tiap bidang yang ada dilingkungan BKD Kota
Malang sehingga pengambilan keputusan benar-benar dilakukan secara
komprehensif. Disisi lain gaya kepemimpinan Kepala BKD Kota Malang bersifat
cukup dinamis dan tidak otoriter dalam mengambil keputusan terlihat dari cara
pengambilan keputusannya melibatkan bawahan sehingga bawahannya merasa di
hargai
b. Komunikasi
Komunikasi merupakan sarana yang penting dalam sebuah organisasi
untuk mencapai tujuan. Kemampuan berkomunikasi seorang pemimpin
memegang peranan yang penting karena seorang pemimpin akan berhadapan
dengan bermacam pribadi yang berbeda watak maupun latar belakang sehingga
seorang pemimpin sangat perlu untuk mengenali bawahannya. Dalam hal ini,
komunikasi yang dilakukan oleh Kepala BKD Kota Malang tidak hanya sebatas
persoalan pekerjaan saja tetapi juga melalui pendekatan personal sebagai bentuk
perhatian yang diberikan seorang pemimpin kepada bawahannya. Hal ini sesuai
dengan apa yang dikatakan Bapak Drs. Subkhan selaku Kepala Badan yaitu:
“...kembali ke karakter ya, kalau saya lebih kepada yang pertama
memanusiakan manusia jadi menghargai orang kemudian positif thinking
artinya begini jadi tidak ada yang namanya seseorang itu tidak punya
kelebihan kalau kekurangan pasti ada banyak tapi saya yakin bahwa setiap
orang itu punya nilai lebih. Ada kelebihan tertentu yang barangkali pada
saat itu memang belum hmm apa ya belum ada kesempatan untuk
mengembangkan potensinya. Itulah yang saya gali, caranya bagaimana?
Ya dengan katakanlah misalnya juga saya silaturohim ke ruang staf kan
begitu ya, jadi kemudian saya kadang-kadang pertanyaannya tidak ke
urusan dinas bisa saja ke urusan keluarga seperti anaknya dimana, kerja
apa, atau sekolahnya dimana. Jadi lebih pada pendekatan personal,
biasanya dari situ ada sebuah reaksi yang bagus jadi lebih kepada
86
manajemen kasih sayang yang saya berikan itu. Tapi menurut saya ini
efektif, saya menggerakkan itu lewat bahasa hati. Jadi bukan hanya
hubungan atasan dengan bawahan tapi lebih kepada hubungan
kekeluargaan dan kenyataannya katakanlah tanpa saya harus
memerintahkan dua kali sudah jalan semua.” (Wawancara pada hari Rabu,
08 Maret 2017, pukul 14.48 WIB)
Hal ini di dukung oleh pernyataan Bapak Yoga Pandu Waskita selaku Staf
Subbagian Keuangan menyatakan bahwa:
“pada kenyataannya temen-temen senang, karna ya gitu tadi beliaunya
mau mendengarkan kami, sabar, bisa merangkul, peduli walaupun sama
bawahan dan terbuka. Dan yang dibutuhkan bawahan kan seperti itu orang
yang mau memperhatikan ya sama lah kan kita itu kadang-kadang
orangnya menempatkan kalau sudah waktunya tertawa ya kita
menempatkan diri enaknya itu sih terus kalau waktunya tegas beliau tegas
jadi tau waktulah mana waktunya beliau harus santai mana yang serius dan
itu bisa di bedakan lah.” (Wawancara pada hari Kamis, 23 Februari 2017,
pukul 09.20 WIB)
Hal serupa juga disampaikan oleh Bapak Yudi Winarno selaku Staf Sekretaris:
“pak Subkhan sering ngajak ngobrol bawahannya biasanya tiba-tiba kita
ketemu ngobrol, kadang-kadang juga ada yang bersifat pertemuan sebelum
ada kegiatan misalnya kegiatan besar tapi sering juga ngobrol dalam waktu
yang nggak resmi, maksudnya dalam pertemuan yang nggak resmi.
(Wawancara pada hari Kamis, 23 Februari 2017, pukul 10.24 WIB)
Selain itu Bapak Wahyu Ariyanto, S.STP selaku Kepala Subbagian Umum
juga menambahkan pernyataan sebagai berikut:
“kalau komunikasi beliau itu selain menjadi atasan saya Kepala BKD
kebetulan beliau itu juga istilahnya senior, kakak kelas saya jadi terkadang
di satu waktu beliau itu sebagai atasan jadi ketika ngasih petunjuk dan
sebagainya seperti itu di waktu yang lain ketika santai gitu beliau sering
ngasih nasihat lah sebagai kakak ke adiknya ya itu yang saya lihat. Dan
ketika ada surat salah atau sebagainya lah, kan kita juga pasti selalu
ngecek tapi terkadang namanya human error ya kadang kita nggak sadar
beliau biasanya langsung manggil tidak langsung ke bidang yang
membidangi biasanya melalui saya dan nanti saya yang memfasilitasi ke
bidang yang bersangkutan seperti itu. Instruksi yang diberikan beliau
kadang tidak hanya melalui rapat jadi kadang-kadang juga melalui telpon,
wa atau sms mungkin itu juga biasanya dilakukan kalau beliau sedang
tidak lagi di kantor.” (Wawancara pada hari Senin, 13 Maret 2017, pukul
10.31 WIB)
87
Beberapa hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa Kepala BKD
berusaha untuk menjalin komunikasi yang dekat dengan bawahannya sehingga
penyampaian informasi dari bawahan dapat berjalan dengan baik. Pimpinan juga
tidak segan berkumpul dengan para bawahan untuk sekedar mengobrol mencari
tahu tentang bawahannya melakukan pendekatan sebagai keluarga. Sehingga
pimpinan bisa mengetahui kendala apa saja yang terjadi pada bawahannya dalam
pekerjaan. Oleh sebab itu, dengan penerapan cara komunikasi yang dilakukan
oleh Kepala BKD dapat membantu untuk mengetahui kondisi kinerja organisasi
baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu dari masing-masing kabid yang
ada di BKD.
Bentuk komunikasi yang digunakan Kepala BKD Kota Malang dilakukan
secara satu arah dan dua arah sehingga bentuk penerapannya dapat dilihat dari
situasi yang terjadi. Selain itu komunikasi yang dilakukan juga tidak hanya secara
langsung tapi juga bisa secara tidak langsung yaitu menggunakan salah satunya
handphone sehingga komunikasi dengan pimpinan tetap berjalan lancar walaupun
posisi pimpinan sedang tidak di kantor. Hal ini seperti yang dikatakan Ibu Ir. Eny
Handayani, M.Si selaku Sekretaris bahwa:
“komunikasi beliau itu bisa satu arah atau dua arah tergantung kebijakan
apa yang mau diambil beliau, kadang-kadang memang kalau dibutuhkan
sesuai aturan yang tidak bisa kita lakukan celah-celah tertentu ya harus
komunikasi satu arah gitu jadi top down. Tapi kadang-kadang kalau untuk
mendapatkan suatu masukan ya kita bisa dua arah komunikatiflah, beliau
juga termasuk pimpinan yang komunikatif jadi tidak ada masalah. Selain
secara formal kalau memang diluar jam kerja dan membutuhkan
keputusan beliau kita komunikasikan karena kita masih ada IT masih ada
handphone dan sebagainya. Jadi intinya walaupun beliau tidak di kantor
seperti keluar kota tidak menghentikan beliau untuk tidak bisa di
88
hubungin”. (Wawancara pada hari Selasa, 07 Maret 2017, pukul 10.14
WIB)
Selain itu, komunikasi yang dilakukan dilingkungan BKD Kota Malang
yaitu dengan rapat koordinasi atau rapat rutin, walaupun pelaksanaan rapat
tersebut tidak secara berkala yang pasti. Seperti yang disampaikan oleh Bapak
Bagus Pambudi, S.Sos., M.Si Kepala Sub Bidang Kepemimpinan bahwa:
“untuk menjaga komunikasi biasanya selalu mengupayakan ada rapat rutin
dengan staf kadang satu bulan sekali. Karena luar biasa ya kegiatan-kegiatan
dari Kepala badan itu disamping full urusan administrasi juga ada kegiatan
yang melibatkan undangan-undangan SKPD luar atau dari BKN atau dari
Kemenpan. Ke Surabaya ke Jakarta itu kan sulit untuk membagi waktu dan
makanya untuk rapat rutin dengan staf selalu di upayakan ada kalau pun
tidak jika ada muncul permasalahan beliau memanggil atau datang
keruangan yang bersangkutan langsung. Dan untuk komunikasi lainnya
secara tidak formal juga ada, yaitu dengan media sosial menggunakan
whatsApp yang tetap saja topiknya full tentang pekerjaan. Itu juga sangat
membantu sebenarnya karena kalau ada hal yang darurat jadi gampang
untuk memberitahunya”. (wawancara pada hari Jumat, 17 Februari 2017,
pukul 08.56 WIB di BKD)
Rapat rutin di BKD Kota Malang di katakan bersifat isidental atau tidak
menentu tergantung dari permasalahan yang ada. Hal ini seperti yang disampaikan
Ibu Sri Atika Widowati, SH., MM selaku Kepala Bidang Formasi dan Informasi
bahwa:
“pak Subkhan biasanya mengadakan rapat itu secara isidental saja, jadi
tidak harus satu bulan, dua bulan. jadi kalau ada permasalahan atau
sesuatu yang diputuskan segera bapak akan mengadakan rapat dengan
kabid. Pak Subkhan itu orangnya pintar, mengerti dalam hal pemerintahan,
berjiwa sosial jadi komunikasi yang dia lakukan sangat bagus sebagai
seorang pemimpin”. (Wawancara pada hari Senin, 17 April 2017, pukul
10.20 WIB)
Jadi, bentuk komunikasi yang dilakukan oleh Kepala BKD Kota Malang
yaitu dengan pendekatan personal sebagai bentuk perhatian yang diberikan
seorang pemimpin kepada bawahannya. Sehingga dapat memudahkan
89
penyampaian informasi kepada bawahan. Komunikasi yang dilakukan berupa
komunikasi satu arah dan dua arah sehingga bentuk penerapannya dapat dilihat
dari situasi yang terjadi. Sementara itu, bentuk komunukasi secara tidak langsung
di BKD Kota Malang yaitu menggunakan salah satunya handphone dengan media
whatsApp sehingga komunikasi dengan pimpinan tetap berjalan lancar walaupun
posisi pimpinan sedang tidak di kantor. Adanya rapat rutin yang pelaksanaan rapat
tidak secara berkala yang pasti atau bersifat isidental di BKD merupakan salah
satu bentuk komunikasi yang dilakukan agar pimpinan bisa mengetahui
perkembangan dan permasalahan yang terjadi.
c. Pengawasan
Dinamika perubahan birokrasi berjalan secara dinamis yang mana setiap
organisasi harus menyesuaikan setiap aktifitas yang dilakukan dari waktu ke
waktu. Pada organisasi pemerintahan, dalam rangka memberikan pelayanan
publik yang prima dibutuhkan kontribusi ketersediaan sumber daya manusia yang
mumpuni agar terus senantiasa bekerja secara optimal. Agar dapat bekerja secara
optimal dan berintegritas tinggi, dibutuhkan suatu sistem pengawasan yang baik
dalam rangka mereduksi kemungkinan-kemungkinan kesalahan dan sifat
indisipliner dari para pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Artinya adalah
pengawasan merupakan proses pemantauan kegiatan-kegiatan untuk memastikan
bahwa kegiatan itu diselesaikan sebagaimana telah direncanakan dan proses
mengoreksi setiap penyimpangan yang terjadi.
Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang yang bergerak selaku leading
sector yang menanganis secara teknis pegawai di lingkungan Pemerintah Kota
90
Malang mempunyai sistem pengawasan secara berjenjang. Hal tersebut
disampaikan langsung oleh Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang
Bapak Drs. Subkhan yang mengatakan bahwa:
“...yang pertama itu adalah sadarkan rasa memiliki pekerjaan, kalau sudah
ada rasa memiliki dia mencintai dia akan menikmati kemudian akan
mengerjakan dengan senang hati sehingga produktifitasnya akan tinggi
dan kinerjanya akan meningkat. Tapi di lain pihak juga ada staf-staf yang
perlu di ingatkan. Saya tidak perlu dengan suara keras untuk menegur tapi
kita tunjukkan ini salahmu, kalau memang harus diberikan sanksi
walaupun anak buah saya tetap saya berikan sanksi. Jadi untuk
pengawasan saya fleksibel tapi tetap tegas karena aturan harus tegas tidak
bisa dong kita nurutin maunya mereka, jadi bukan hanya itu saja hal kecil
seperti pakaian ini saya beri contoh yang benar seperti apa. Saya tidak
akan segan-segan untuk menegur jika ada yang tidak disiplin dan
melanggar aturan yang ada. Selain itu saya juga melakukan rapat
koordinasi, baik itu yang berkala tapi lebih banyak pada isidentil ya karena
juga kadang-kadang kalau berkala itu kan terganggu oleh kesibukan kalo
isidentil itu seing kali saya lakukan mungkin suatu ketika dengan seluruh
staf tapi kadang kala hanya cukup dengan sekretaris hanya cukup dengan
subbidang hanya cukup dengan sekretaris dan kabid. Nah dari situ di break
down biasanya yang paling sering saya ajak rapat itu ya pejabat struktural
karena mereka pimpinan harus mengambil keputusan.” (Wawancara pada
hari Rabu, 08 Maret 2017, pukul 14.48 WIB)
Salah satu hal terpenting didalam bekerja adalah menumbuhkan jiwa
memiliki dalam bekerja dan bagaimana pegawai menikmati pekerjaan yang
dilakukan dengan hati yang tulus sehingga nantinya secara otomatis akan
melahirkan produktifitas yang tinggi dalam organisasi, ketika hal tersebut
diterapkan, secara otomatis pula fungsi pengawasan akan lebih mudah berjalan.
Akan tetapi disisi lain sebagai seorang Kepala badan, tidak menutup kemungkinan
tetap akan menegur pegawai yang dinilai salah, tetapi juga dibarengi dengan
argumen letak kesalahan seperti apa sehingga nantinya tidak akan terulang
kembali dilain waktu.
91
Jenis-jenis pengawasan yang diberlakukan oleh Kepala BKD Kota Malang
tidak hanya yang berurusan dengan pekerjaan, tetapi juga aspek-aspek lain seperti
norma kesopanan baik dalam berperilaku dan berpenampilan, absensi, dan lain
sebagainya. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Wahyu
Ariyanto selaku Kepala Subbagian Umum bahwa:
“...terkadang beliau mengawasi langsung ke bawahan terkadang melalui
berjenjang walaupun kalau beliau ini lebih banyaknya berjenjang jadi
beliau menegurnya tidak langsung ke stafnya tapi ke kabidnya nanti kabid
ke bawahannya atau kadang melalui saya. Kalau tidak langsung ketemu
dengan kabidnya biasanya bilang ke saya nanti saya yang sampaikan.
Biasanya kaya apel gitu juga di awasi kan ada absennya tuh, beliaunya kan
apel juga siapa yang nggak ada kadang-kadang di tanyain kadang disindir
termasuk juga ketika misalnya pagi sudah ada yang pakai sandal gitu
ditegur “kenapa kok pakai sandal” terus kalau nggak pakai papa nama gitu
sambil guyon bilang “ini masih mau jadi pegawai nggak”. (Wawancara
pada hari Senin, 13 Maret 2017, pukul 10.31 WIB)
Hal ini diperkuat oleh peryantaan Bapak Yudi Winarno selaku Staf
Sekretaris mengatakan bahwa:
“cukup ketat dalam kedisiplinan menurut saya, karena beliau sampai ke
atribut-atribut gini sering ditanyakan. Atribut pakaian gitu kan, biasanya
ada pimpinan itu yang orangnya datang yaudah tapi kalau pak Subkhan
sampai atribut sampai sepatu di komentarilah istilahnya ya diawasi. Dan
pengawasan yang dilakukan bisa dibilang aktif tapi kalau keliling secara
rutin ya tidak. Tapi setiap ada waktu beliau pasti menegur orang yang
tidak disiplin dalam berpakaian karna yang paling terlihat kan itu.”
(Wawancara pada hari Kamis, 23 Februari 2017, pukul 10.24 WIB)
92
Gambar 6. Hasil Observasi di BKD Kota Malang
Sumber: Dokumentasi Peneliti di BKD Kota Malang
Berdasarkan pernyataan dan gambar diatas menjelaskan bahwa terkait
dengan pengawasan kedisiplinan yang salah satunya dilihat dari kedisiplinan
berpakaian pegawai pada BKD Kota Malang sudah sesuai dengan aturan. Hal ini
terlihat dari gambar diatas dimana atribut-atribut pakaian yang digunakan sudah
lengkap, peran pemimpin dalam hal kedisiplinan ini sangat penting karena BKD
Kota Malang sebagai instansi yang mengurus masalah kepegawaian seharusnya
memberikan contoh dan pelayanan yang baik salah satunya dapat dilihat dari
kerapian dalam berpakaian
Selanjutnya, terkait pengawasan yang berhubungan dengan pekerjaan,
Kepala badan mendelegasikan staf nya kepada kabid di masing-masing bidang di
BKD Kota Malang yang dimana para kabid bertanggung jawab kepada Kepala
badan dan kerap melakukan monitor langsung ke meja kerja tiap-tiap staf agar
memastikan setiap pekerjaan tidak ada yang tertunda. Hal ini sesuai dengan apa
yang disampikan oleh Bapak Yoga Pandu Waskita selaku Staf Subbagian
Keuangan menyampaikan:
93
“...kalau pengawasan sekali waktu beliau meninjau langsung melihat
langsung kerjanya seperti apa atau kalau ada kegiatan-kegiatan khusus
kegiatan besar BKD misalnya penerimaan CPNS nah itu baru dia turun
langsung sampai ke staf tapi untuk dalam kesehariannya karna ya birokrasi
itu berjenjang. Misalnya dari pak Subkhan mengawasinya ke kabid nanti
kabidnya mengawasi ke kasubbidnya terus baru ke staf.” (Wawancara
pada hari Kamis, 23 Februari 2017, pukul 09.20 WIB)
Hal ini di dukung oleh pernyataan Ibu Sri Atika Widowati, SH., MM
selaku Kepala Bidang Formasi dan Informasi bahwa:
“untuk pengawasan sama, pak Subkhan mendelegasikan pengawasan
untuk staf itu melalui kabidnya, jadi kabid yang bertanggung jawab untuk
pelaksanaan semua kegiatan. Tapi sesekali pak Subkhan juga melakukan
langsung pengawasan dengan datang ke ruangan perbidang”. (Wawancara
pada hari Senin, 17 April 2017, pukul 10.20 WIB)
Bentuk pengawasan juga dapat berupa koordinasi-koordinasi dimana
Kepala BKD Kota Malang mengumpulkan tiap-tiap Kepala Bidang untuk
membahas suatu masalah yang urgent atau sekedar membahas progres kerja yang
telah diberikan. Hal ini disampikan langsung oleh Bapak Agus Sungkono, SH
selaku Kepala Sub Bidang Kepangkatan mengatakan:
“jadi untuk pengawasan itu bisa dikumpulkan bareng untuk rapat koordinasi
minimal kabid atau mungkin memang beliaunya memanggil sendiri
kabidnya. Biasanya kalau yang bersifat urgent atau ada permasalahan-
permasalahan yang membutuhkan koordinasi antar bidang nanti
dikumpulkan oleh beliau. Jadi sebenarnya pengawasan beliau cukup bagus
istilahnya nggak sampai membiarkan bawahannya jalan sendiri, jadi kaya
setiap perkembangan kinerja di bawahan beliau itu tau. Jadi beliau cukup
paham, cukup mengerti jadi kesulitan yang di bawah itu seperti apa
istilahnya kegiatan-kegiatan yang mau dilaksanakan itu biasanya beliau
tahu.” (Wawancara pada hari Selasa, 07 Maret 2017, pukul 10.51 WIB)
Selain pengawasan melalui pertemuan-pertemuan, pengawasan juga dapat
dilakukan dengan cara personal yakni dengan cara memanggil langsung para
94
kabid ke ruangan. Hal tersebut berdasarkan apa yang disampaikan oleh Bapak
Bagus Pambudi, S. Sos., M.Si selaku Kepala Sub Bidang Kepemimpinan
mengatakan:
“...terkadang pak Subkhan langsung mengawasi ke ruangan-ruangan tapi
lebih komunikatif dengan para kabid. Jadi biasanya para kabid di panggil
dan disitu ada laporan-laporan kegiatan rutinnya.” (wawancara pada hari
Jumat, 17 Februari 2017, pukul 08.56 WIB di BKD)
Dalam rangka mempercepat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan
dibutuhkan pula pengawasan yang dilakukan oleh kabid di tiap-tiap bidang, hal ini
dilakukan karena mengingat setiap tugas yang diberikan memiliki target waktu
yang ditentukan. Terkait hal tersebut disampaikan langsung oleh Bapak Ferry
Andriono, ST., M.Si selaku Kepala Sub Bidang Formasi dan Pengadaan Pegawai
bahwa:
“pengawasan biasanya tidak mesti di pantau oleh pak Subkhan secara
langsung. Biasanya melalui Kepala bidangnya kadang beliau itu langsung
ke bidang-bidang melihat kondisi seperti contohnya pembuatan SK
pengumuman itu kan harus cepat mulai dari nama yang mau diumumkan
yang di kirimkan ke surat kabar itu kalau saya dulu di CPNS begitu dan itu
di pantau. Biasanya kalau urusan yang darurat-darurat seperti soal-soal
yang harus cepat, harus segera naik ke pak walikota, nah yang seperti itu
pak Subkhan pasti langsung pantau, tapi kalau untuk urusan yang biasa ya
pengawasannya dipantau melalui masing-masing Kepala bidang.”
(Wawancara pada hari Selasa,14 Februari 2017, pukul 10.38 WIB)
Berdasarkan hasil keseluruhan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa
sistem pengawasan yang berjalan di BKD Kota Malang dilakuakan secara
berjenjang, dimana pimpinan mendelegasikan pengawasan staf melalui para kabid
masing-masing. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan pimpinan langsung
turun ke staf apabila terdapat pekerjaan yang berat, seperti pada saat penerimaan
CPNS dimana pimpinan turun langsung hingga ke staf untuk memastikan
pekerjaan nya terselesaikan dengan baik. Pengawasan yang diberlakukan di BKD
95
Kota Malang dapat dikatakan berjalan secara proaktif dimana pimpinan kerap
menegur pejabat dibawahnya maupun staf secara aktif. Hal ini secara tidak
langsung akan menciptakan iklim rasa disiplin yang tinggi sebagai aparatur
publik. Selain itu mengingat pentingya setiap tugas yang diberikan, para kabid
dimasing-masing bidang dituntut melakukan pengawasan langsung terhadap para
pegawainya. Tugas yang dikerjakan pasti mempunyai target waktu yang harus
diselesaikan, dengan adanya pengawasan tersebut secara otomatis akan
menciptakan kedisiplinan para pegawai untuk sungguh-sungguh dalam
menyelesaikan tanggung jawab yang diberikan dari pimpinan.
d. Motivasi
Motivasi bukanlah sesuatu yang dapat diamati tetapi hal yang dapat
disimpulkan karena adanya sesuatu perilaku yang tampak. Setiap kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang didorong oleh sesuatu kekuatan dari dalam diri orang
tersebut, kekuatan pendorong inilah yang disebut motivasi. Disinilah kemampuan
seorang pemimpin di uji dalam memberikan motivasi kepada bawahannya. Agar
pemimpin dapat memotivasi bawahan dengan mudah, diperlukan kemampuan
menunjukkan “makna” pekerjaan yang akan dilakukan dan menunjukkan
“keuntungan” yang akan diraih. Pemberian motivasi juga bisa dilakukan secara
tidak formal salah satunya dengan mengajak ngobrol bawahan sehingga bisa
mengetahui kendala apa yang sedang terjadi pada saat penyelesaian pekerjaan.
Berkenaan dengan itu Bapak Drs. Subkhan selaku Kepala Badan
mengungkapkan bahwa:
“...Sebenarnya dalam pemberian motivasi kepada bawahan saya lebih
menyoroti dari sisi kepemimpinan, kalau SKPD itu organisasi yang
96
menajerial tapi saya lebih menyoroti pada sisi kepemimpinan. Artinya
seorang pemimpin yang baik itu harus mempunyai tiga fungsi: Pertama,
harus menjadi pemimpin itu sendiri dan disitu juga sekaligus bisa
mempelajari manajerial untuk mengorganisir. Tapi kan seorang pemimpin
itu lebih ke mempengaruhi para pengikutnya untuk menjadi pengikut yang
baik kemudian mengikuti apa yang diinginkan seorang pemimpin dengan
begitu bawahan bisa mengerti apa saja yang harus dia lakukan dan itu
salah satu bentuk motivasi agar ketika pekerjaan atau bisa dikatakanlah
karirnya bagus tentu akan ada keuntungan yang dia dapat. Kemudian yang
kedua, berfungsi sebagai seorang bapak atau ibu artinya apa ya disini
mengayomi, melindungi. Yang ketiga itu berfungsi sebagai guru artinya
mendidik dari yang tidak bisa menjadi bisa dari yang potensinya tidak
keluar menjadi potensi ada yang bisa mendapat nilai lebih untuk organisasi
itu.” (Wawancara pada hari Rabu, 08 Maret 2017, pukul 14.48 WIB)
Selanjutnya menurut Bapak Agus Sungkono, SH selaku Kepala Subbidang
Kepangkatan menyatakan bahwa:
“terlepas dari rapat evaluasi per tiga bulan saya kan punya perencanaan
untuk kegiatan apa saja targetnya kapan, jadi saya sudah bisa melihat mana
yang sudah selesai mana yang belum mana yang perlu di motivasi
diingatkan lagi. Kalau pemberian motivasi biasanya saya nggak fomal ya,
makanya saya sering biasanya datang ke mereka, ngobrol-ngobrol di meja
mereka saya kira sih itu salah satu cara motivasi karena dengan bercerita
jadi tau mereka kenapa dan dengan begitu saya bisa masuk memberikan
saran.” (Wawancara pada hari Selasa, 07 Maret 2017, pukul 10.51 WIB)
Selain itu, dalam pemberian motivasi juga ada reward dan punishment. Hal
ini seperti yang dikatakan Ibu Ir. Eny Handayani, M.Si selaku Sekretaris bahwa:
”...sebagai pimpinan saat jalan kesana kemari itu bukan sekedar mengawasi,
tapi saya akan tahu bahwa saya akan punya rekam jejak masing-masing
pegawai. Intinya kalaupun ada reward dari pimpinan untuk kenaikan
pangkat dan sebagainya saya bisa melihat mana yang cukup layak untuk
mendapatkan atau tidak. Di SKP sebenarnya tidak hanya melihat dari
kinerja saja tetapi juga dari perilaku. Untuk motivasi bisa ke reward mbak,
kalau punishment jelas ya karna secara aturan PP 53 kita sudah tidak bisa
bergerak kalau seorang PNS kan harus sangat-sangat berhati-hati nah kalau
soal reward itu sebetulnya intinya kami tidak memberikan uang, kami juga
tidak memberikan hadiah berbentuk barang, tetapi dalam setiap rakor kami
menyampaikan bahwa bidang mana yang selama ini kinerjanya cukup baik
kemudian progresnya bagaimana kita sampaikan. Kemudian misalnya
97
reward selain itu, kalau saya pribadi dibidang saya berusaha untuk
mengusulkan orang-orang yang emang bekerja dengan baik tetapi secara
ketentuan pangkat dan lain-lain bagus kami usulkan kepada BAPERJAKAT
untuk promosi. Karna kita memang tidak pernah di PNS itu mengenal yang
namanya reward yang berbentuk uang karna kan memang tidak boleh mbak,
beda sama swasta kalau kasih bonus gitu kan. Reward itu ya arahnya kalau
seorang PNS adalah promosi. (Wawancara pada hari Selasa, 07 Maret 2017,
pukul 10.14)
Selain pemberian reward seperti yang dikatakan hasil wawancara diatas
Bapak Wahyu Ariyanto, S.STP selaku Kepala Subbagian Umum menambahkan:
“selain gaji pegawai, di kota malang kan menerima tambahan penghasilan
seharusnya itu bisa memotivasi kita jadi artinya ketika ada yang kinerjanya
turun ya kita beritahu “sampean kan udah dapat tambahan penghasilan”
kita ingatkan seperti itu.” (Wawancara pada hari Senin, 13 Maret 2017,
pukul 10.31 WIB)
Pemberian motivasi di BKD Kota Malang tidak hanya berfokus pada
peningkatan kinerja pegawai, tetapi juga mengembangkan kemampuan
pegawainya. Hal tersebut diungkapkan oleh Ibu Roos Asri Ratna W., M.AP
selaku Kepala Sub Bidang Pembinaan Disiplin Pegawai bahwa:
“pemberian motivasi bisa di jadikan untuk mengembangkan kompetensi
yang ada kepada para pegawai, contoh ada PNS yang dulunya istilahnya
nggak mau dijadikan admin web jadikan kan cenderungnya “aduh wes aku
mengerjakan ini aja” artinya kan dia nggak mau berkembang. Nah itu
dikasih motivasi di kasih pembinaan kamu kan harus belajar banyak ya
kayak gitu-gitu. Jadi kita beri motivasi bahwa dia bisa melakukan lebih dari
kemampuan dia sekarang dengan kita jadikan dia seperti contoh ya admin
web tadi. Dia bisa belajar dan kemampuannya juga bertambah jadi tidak
stagnan pada satu keahlian saja.” (Wawancara pada hari Selasa, 07 Maret
2017, pukul 11.12 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan, proses motivasi di
BKD Kota Malang sebagaimana telah di sampaikan pada hasil wawancara diatas
bisa di lihat dari tiga fungsi yang mana salah satunya pemimpin bisa mengarahkan
bawahan agar dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan sehingga nantinya
98
dapat memberikan keuntungan untuk dirinya sendiri. Pemberian motivasi tidak
hanya dari pemberian reward saja, tapi disini gaya kepemimpinan Kepala BKD
Kota Malang berperan dalam mendorong kinerja bawahannya agar hasil kinerja
yang dilakukan dapat mencapai tujuan. Pemberian motivasi oleh pemimpin
merupakan upaya untuk menggerakkan bawahan agar dapat bekerja lebih
maksimal dan bisa mengembangkan kompetensi yang ada pada dirinya. Selain itu
pemimpin juga harus bisa terus mempertahankan dan bahkan meningkatkan
semangat dengan menunjukkan rasa antusias secara berkesinambungan. Karena
didalam kehidupan berorganisasi, motivasi dapat ditingkatkan jika pemimpin
menujukkan kepercayaan kepada kapabilitas dan kearifan bawahannya.
2. Kinerja Pegawai pada BKD Kota Malang
a. Kuantitas
Produktifitas merupakan esensi penting dalam sebuah organisasi publik
dalam rangka memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat luas. Untuk
mencapai kualitas yang prima, seorang pegawai harus dituntut bekerja secara
maksimal didalam melaksanakan gugus tugas yang diberikan oleh pimpinan.
Dalam rangka mencapai produktivitas yang tinggi dalam sebuah organisasi,
pegawai dituntut untuk pandai bersinergis, berkomunikasi, dan fokus terhadap apa
yang dibebankan oleh manajer dalam rangka menghasilkan sebuah prestasi.
Pencapaian prestasi pegawai terhadap apa yang dikerjakan nya dapat dinilai dalam
bentuk kuantitas yang dimana outcome nya yakni berupa performa atau kinerja.
Badan Kepegawaian Kota Malang didalam mengukur kuantitas kinerja
dengan sistem yang dinamakan perjanjian kinerja. Perjanjian kinerja mempunyai
99
target yang dimana target-target tersebut diturunkan kedalam perjanjian kinerja.
Setiap pegawai di lingkungan BKD Kota Malang wajib menandatangani
perjanjian kinerja tersebut. Hal tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan oleh
Bapak Yoga Pandu Waskita selaku Staf Keuangan mengatakan bahwa:
“di jajaran staf peningkatan kinerja kan ada di sistem akuntabilitas kita itu
ada namanya perjanjian kinerja target kinerja itu ya. Jadi kan gini kalau
SKPD BKD kan mempunyai tujuan khusus nanti kedepannya. Nah terus
itu nanti diturunkan menjadi perjanjian kinerja, jadi kinerja saya yang
harus ditargetkan itu ada perjanjiannya surat pernyatan perjanjian kinerja
itu tadi. Bahwa setiap orang harus menandatangani perjanjian kinerja itu
tadi. Dan untuk mengetahui capaian kinerja masing-masing dilihat kan
setiap awal tahun pasti dia harus menyusun SKP jadi kuantitatifnya
berapa.” (Wawancara pada hari Kamis, 23 Februari 2017, pukul 09.20
WIB)
Terkait target-target yang dicapai, BKD Kota Malang mempunyai surat
keputusan agar pegawai bekerja memenuhi target tersebut. Hal ini disampaikan
oleh Bapak Yudi Winarno selaku Staf Sekretaris mengatakan:
“kita kan punya SK mbak jadi harus sesuai target ya walaupun terkadang
terkendala karena harus ada penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi tapi
selalu diusahakan sesuai target.” (Wawancara pada hari Kamis, 23
Februari 2017, pukul 10.24 WIB)
Target pencapaian kinerja pada BKD Kota Malang dapat dilihat setelah 12
bulan, akan tetapi terdapat bidang yang melakukan evaluasi kinerja setiap 3 bulan.
Salah satunya pada Bidang Formasi dan Informasi BKD Kota Malang, hal
tersebut dimaksudkan untuk memonitor gugus tugas yang diberikan dalam rangka
memenuhi apa yang telah ditergetkan oleh pimpinan. Seperti yang dikatakan Ibu
Sri Atika Widowati, SH., MM selaku Kepala Bidang Formasi dan Informasi
mengatakan:
“untuk melihat pengukuran kinerja pegawai ada perjanjian kinerjanya
nanti kita lihat sesuai nggak target dengan capaiannya selama satu tahun.
100
Itu sudah ada jadi perjanjian kinerjanya awal tahun nah nanti
pengukurannya selama 12 bulan, ini awal tahun targetnya sekian
capaiannya berapa kalau dia sudah mencapai berarti sudah sesuai. Dan
nanti juga ada evaluasi kinerja yang dilakukan bidang kalau di bidang saya
itu setiap tiga bulan sekali saya evaluasi kira-kira sudah mencapai target
atau belum dari masing-masing staf itu. Saya melihatnya secara berjenjang
jadi saya melihat ke kasubbid saya kasubbid saya melihat ke stafnya
masing-masing selama tiga bulan ini sudah berapa target yang di capai,
kalau sudah tercapai yasudah kalau belum dicari tahu kendalanya apa terus
di evaluasi jadi kalau belum tercapai kenapa dan bisa di capai berapa
waktu yang akan datang. Itu nanti kita lihat tiga bulan lagi sudah tercapai
belum sampai akhir tahun.” (Wawancara pada hari Senin, 17 April 2017,
pukul 10.20 WIB)
Sistem evaluasi yang dilakukan yaitu secara berjenjang, yakni bagaimana
kabid memonitor kasubbid, dan kemudian kasubbid memonitor hingga ke staf
yang ada pada bidang tersebut. Terkait evaluasi juga disampaikan oleh Ibu Ir.
Roos Asri Ratna W., M.AP selaku Kepala Sub Bidang Pembinaan Disiplin
Pegawai mengatakan bahwa:
“biasanya ada evaluasi kinerja yang dilihat dari SKP masing-masing orang
dan evaluasinya biasanya kalau di bidang saya itu setiap hari ya. Soalnya
proses itu tadi loh disiplin kan proses dan itu rutinitas jadi ya setiap hari
evaluasi.” (Wawancara pada hari Selasa, 07 Maret 2017, pukul 11.12 WIB)
Sistem evaluasi yang telah berjalan secara berkala dapat dikatakan berhasil,
hal ini dibuktikan dengan pencapaian sasaran kinerja akuntabilitas yang dimana
BKD Kota Malang memperoleh predikat A (Amat baik) bersama 5 (lima) SKPD
lain di lingkungan Pemerintah Kota Malang. Hal tersebut dibuktikan dengan
melalui hasil wawancara dengan Ibu Ir. Eny Handayani, M.Si menyampaikan:
“kita selalu bertarget itu kita terima dari APBD ya, itu kita pencairannya
selalu diatas 94% dari tahun ke tahun jadi menurut saya itu sudah bagus. Itu
kenapa sasaran kinerja akuntabilitas kita penilaian dari kota Malang adalah
A untuk BKD saya tidak tahu di SKPD lain tetapi kemarin ada lima SKPD
yang mendapatkan A termasuk BKD salah satunya. Ya mungkin karna kita
merasa bahwa Badan Kepegawaian ya kita harus jadi contoh apapun juga
yang terjadi seperti yang saya katakan sebelumnya orang-orang yang di
101
BKD biasanya orang-orang yang punya komitmen tidak selalu berfikir
bahwa setiap bekerja harus ada uangnya. Sehingga di BKD ya kasus hampir
tidak ada.” (Wawancara pada hari Selasa, 07 Maret 2017, pukul 10.14 WIB)
Ukuran kinerja BKD Kota Malang secara kuantitas selain diukur melalui
sasaran kinerja pegawai, ukuran kinerja juga dapat dilihat melalui attitude dan
juga dilihat dari aspek absensi kehadiran. Pernyataan tersebut disampaikan oleh
Bapak Wahyu Ariyanto, S.STP selaku Kepala Subbagian Umum mengatakan:
“selain dari SKP juga di lihat dari kedisiplinan terus etitut, ketika orang
misalnya di nasehati membantah itu kan juga nanti keluar juga sih di SKP
nilainya akan turun. Sering ijin atau enggaknya itu juga berpengaruh dan
keliatan kinerjanya, kalau ijin nggak jelas itu keliatan kinerjanya kurang
bagus juga. Cuma memang ada hal-hal yang kita toleril seperti misalnya
ibunya sakit, atau ban bocor itu bisa di toleransi.” (Wawancara pada hari
Senin, 13 Maret 2017, pukul 10.31 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa setiap
pegawai di lingkungan BKD Kota Malang wajib menandatangani perjanjian
kinerja serta untuk melihat capaian kinerja tersebut dapat dilihat pada awal tahun
yang disajikan dalam bentuk angka-angka dan disana akan terlihat apakah sudah
memenuhi target atau sebaliknya. Produktifitas pada BKD Kota Malang hampir
memenuhi target yang dicanangkan, yang dimana pencairan ABPD selalu diatas
94%. Hal tersebut dikarenakan pegawai bekerja dengan komitmen yang tinggi
serta tidak berorientasi pada uang. Ukuran kinerja secara kuatitas yang
diberlakukan pada BKD Kota Malang tidak hanya dilihat berdasarkan aspek
capaian kerja, melainkan juga berdasarkan perilaku, absensi, serta etos kerja yang
dimiliki oleh masing-masing pegawai. Hal inilah salah satu hal yang membuat
BKD Kota Malang mendapatkan pencapaian sasaran kinerja akuntabilitas dari
Kota Malang adalah A (Amat Baik).
102
b. Kualitas
Kualitas kerja pegawai merupakan salah satu jawaban berhasil atau
tidaknya sebuah organisasi dalam menciptakan dan menumbuhkan perilaku para
pegawai untuk bekerja sama dengan pegawai lainnya. Selain itu juga sebagai
indikator apakah tugas, fungsi, dan tanggung jawab serta tujuan-tujuan yang
sudah di tetapkan tercapai secara optimal. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan oleh peneliti, kualitas kinerja yang dihasilkan para pegawai pada BKD
Kota Malang sudah baik. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Bapak Ferry
Andriono, ST., M.Si selaku Kepala Sub Bidang Formasi dan Pengadaan Pegawai
sebagai berikut:
“kalau menurut saya, kualitas kerja di BKD ini dikatakan baik karena
sudah sesuai target. Kualitas kinerja pegawai juga bisa di lihat dari dia
pernah ikut diklat atau enggak itu juga berpengaruh, pendidikannya juga
berpengaruh umpamanya menerjemahkan suatu konsep kan dibutuhkan
pegetahuan, kemampuan, menganalisis. Kalau pedidikannya atau tidak
pernah mengikuti diklat itu kan dia nggak tau dan pengaruhnya penting
untuk menerjemahkan dari pikiran ke konsep.” (Wawancara pada hari
Selasa,14 Februari 2017, pukul 10.38 WIB)
Sehubungan dengan kualitas kinerja yang di pengaruhi salah satunya oleh
pendidikan, Bapak Wahyu Ariyanto, S. STP selaku Kepala Subbagian Umum
mengatakan bahwa:
“kalau kinerja insya Allah bisa dikatakan baik kalau menurut saya.
Beberapa staf ada yang meningkatkan kualitasnya yang di lihat dari
pendidikan contohnya mas Agus ini, ya dulu kan ijazahnya SMA terus
dulu lama di lapangan di pasukan hijau sekarang kuliah S1. Karna dulu
waktu disini awal mas Agus itu supir kemudian saya rekomendasikan
kerja, sekarang sudah mulai mengerjakan surat-surat yang tingkatnya agak
berat terus dari dianya sendiri juga ada upaya untuk kuliah S1. Selain itu
juga ada diklat. Jadi kan teman-teman juga ada yang nggak bisa komputer
kita juga ada diklat komputer tapi itu kembali lagi dari motivasi orangnya
itu masing-masing sih sudah diklat dia paham tapi terkadang malas ya kita
103
bantu motivasi.” (Wawancara pada hari Senin, 13 Maret 2017, pukul 10.31
WIB)
Hal serupa juga disampaikan oleh Bapak Agus Sungkono, SH selaku
Kepala Sub Bidang Kepangkatan bahwa:
“kualitas juga bisa dilihat dari pendidikan mereka, kesesuaian pendidikan
dengan pekerjaan mereka. Karna begitu saya lihat ada yang punya basic
administrasi maka mereka emang punya kompetensinya lebih pas gitu
daripada misal ada pendidikan dari jurusan lain kita paksakan di admnistrasi
ya agak susah jadi seperti itu contohnya. Tapi bukan berarti dari jurusan lain
yang saya katakan itu mereka nggak bisa tidak ya, mereka bisa tapi mungkin
belum sampai melakukan pekerjaan dengan optimal sesuai yang kita
inginkan.” (Wawancara pada hari Selasa, 07 Maret 2017, pukul 10.51 WIB)
Selanjutnya Bapak Bagus Pambudi, S. Sos., M.Si selaku Kepala Sub Bidang
Kepemimpinan yang menyatakatan:
“kalau untuk yang di BKD yang saya tau kualitasnya memenuhi, artinya
gini ya ada yang lama ada yang baru. Yang baru ini nggak bisa ngetuck
harus running, di kepegawaian itu bukan walaupun keliatannya sepele ya
pelayananannya luar biasa karena yang kita kelola adalah seluruh pegawai
di kota Malang. Jadi harus running mau nggak mau harus cepat connect
nggak bisa stuck gitu terus jadi harus cepat-cepat belajar dan yang disini
pun akhirnya menyesuaikan. Kita juga melakukan upaya dalam
meningkatkan kualitas pegawai BKD dengan melakukan beberapa diklat
seperti itu, jadi misalkan untuk kearsipan untuk analisis kepegawaiannya
kaya gitu, jadi tetep diupayakan untuk meningkatkan karena kan kita
mengikuti regulasi nggak bisa kan kita diam masa yang diluar bagus-bagus
kita ketinggalan.” (Wawancara pada hari Jumat, 17 Februari 2017, pukul
08.56 WIB di BKD)
Hal tersebut juga diperkuat oleh Bapak Yoga Pandu Waskita selaku staf
Subbagian Keuangan bahwa:
“alhamdulillah sudah sesuai standar, kalau kita bicara kinerjanya itu nanti
kan hubungannya pasti dari LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah) yang dilaporkan. Nah itu alhamdulillah pada
kepemimpinan pak Subkhan, BKD ini di anggap SAKIP (Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) nya terbaik kedua sekota
Malang dengan nilai B (baik). Penilaiannya ini kalau bicara datanya dan
sekota Malang itu kemarin nilainya mendapat B B juga. Kalau untuk
penilai terbaik yang pertama itu Satpol PP. Kalau dari staf saya pribadi
104
dalam meningkatkan kualitas mungkin lebih ke kompetensi melalui
bimbingan teknis (bimtek). Karna Bimtek kan sama kaya diklat Cuma
waktunya lebih singkat. Mungkin kualitas yang mempengaruhi kinerja
lainnya yaitu sarana dan prasana, apalagi sekarang serba sudah menuju
semakin maju kaya jonsepnya e-goverment ya semuanya. Nah itu kan
pasti butuh koneksi internet yang cepat tapi alhamdulillah kalau di
lingkungan balaikota ini ya 80% teratasi lah untuk masalah sarana dan
prasarana khususnya internet kan semuanya. Dan disini peran pimpinan
dibutuhkan untuk mengawasi, yang namanya orang ya pasti ada lengah
makanya ada evaluasi biasanya tiap bulan atau per tiga bulan sekali itu
kinerjanya di evaluasi.” (Wawancara pada hari Kamis, 23 Februari 2017,
pukul 09.20 WIB)
Selanjutnya Ibu Ir. Eny Handayani, M.Si menyatakan lebih jelas mengenai
penilaian SAKIP seperti hasil wawancara diatas yaitu:
“...setiap pekerjaan teknis kita mempunyai SOP, semuanya juga selalu
mendapatkan penilaian dari SAKIP yang dari Kemenpan kita sampai
sekarang dapatnya nilainya B B jadi satu tingkatan di bawah A dan itu
adalah penilaian tim kota. Akhirnya kemarin kalau BKD sendiri SAKIPnya
kita nilai kinerjanya akuntabilitasnya A tetapi setelah penilaian satu kota
Malang mendapatkan nilai B B dari situ kita bisa simpulkan bahwa memang
secara kinerjanya sudah bagus. Selain itu kita juga melakukan upaya
peningkatan untuk kinerja yang pertama adalah kita minimal tahu passion
dari mereka kalau kita tahu bahwa orang ini suka lapangan jangan di taruh
di meja gitu loh. Nah kita istilahnya kebetulan BKD kan memegang rekam
jejak masing-masing PNS ya, jadi yang pertama kita kembangkan kapasitas
masing-masing sesuai kemampuannya, kita juga berikan kerjaan sesuai
kapasitasnya. Kedua bagaimana seorang pegawai ini nyaman pada waktu
bekerja. Selain itu hal-hal yang mempengaruhi komitmen kinerja itu bisa di
lihat dari komitmen pimpinan dan komitmen pegawai itu sendiri.”
(Wawancara pada hari Selasa, 07 Maret 2017, pukul 10.14 WIB)
Kualitas kinerja juga dipengaruhi oleh tingkat kerumitan dan atau
banyaknya beban pekerjaan yang harus diselesaikan oleh pegawai. Hasil
pekerjaan tersebut tentunya juga dikoreksi oleh atasan sehingga penilaian dari
pekerjaan yang dilakukan dapat diketahui apakah sudah sesuai dengan yang
standar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Yudi Winarno selaku staf
sekretaris bahwa:
105
“...yang jelas hasil pekerjaan itu selalu ada koreksinya, koreksinya juga
berjenjang jadi kalau untuk standar bener nggak benernya itu kan sesuai
dengan koreksinya pimpinan. Pimpinan mengarahkan seperti apa ya kita
kerjakan. Kualitas kinerja pegawai menurut saya, tuntutan kerja itu harus
profesional karena menurut saya ketika seseorang itu bekerja secara
profesional urusannya itu kompensasi jadi ketika kita sadar bekerja
profesional kompensasinya bagus kualitas kita juga meningkat. Nah selain
ada kompensasi disini nanti juga ada punishment dan reward gitu mbak.”
(Wawancara pada hari Kamis, 23 Februari 2017, pukul 10.24 WIB)
Kualitas dari kinerja juga dapat dilihat salah satunya dari ketepatan waktu
dalam penyelesaian pekerjaan. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Ir. Roos Asri
Ratna W., M.AP selaku Kepala Sub Bidang Pembinaan Disiplin Pegawai bahwa:
“kalau untuk kualitas sudah sesuai standar tentunya, dan disini kita
upayakan untuk peningkatan kualitas kinerja staf dengan adanya
komunikasi jadi mereka kalau ada tugas ya laporan dan perkembangannya
sampai dimana. Soalnya tugas disiplin itu kan proses ya, jadikan harus ada
progressnya itu sampai mana dan itu yang perlu ditanamkan. Untuk
kualiatas kinerja juga bisa dilihat dari kecekatan, kesigapan, tepat waktu
upaya yang seperti itu dibutuhkan terus disini kan yang utama proses surat
menyurat jadi harus menguasai administrasinya.” (Wawancara pada hari
Selasa, 07 Maret 2017, pukul 11.12 WIB)
Berdasarkan hasil keseluruhan wawancara dapat dismpulkan bahwa kualitas
kinerja para pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang dapat
dikatakan baik dan sesuai standar dilihat dari adanya upaya yang dilakukan seperti
adanya diklat, bimtek serta kesadaran dari diri sendiri untuk mengembangkan
kompetensinya dan melanjutkan pendidikan. Kualitas kinerja pegawai yang
dikatakan sesuai standar dapat dibuktikan dari SAKIP dimana BKD Kota Malang
dalam penilaian satu kota mendapatkan nilai B B yang artinya memang kinerjanya
bagus. Hal tersebut juga tidak terlepas dari peran pemimpin dalam memberikan
pengarahan kepada bawahannya untuk meningkatkan kinerja, terlihat dari hasil
wawancara dikatakan bahwa upaya peningkatan kinerja dapat dilihat dari dua
106
aspek. Pertama, yaitu mengetahui passion dari masing-masing pegawai seperti
apa. Kedua bagaimana seorang pegawai ini nyaman pada waktu bekerja karena
dengan adanya rasa nyaman tentunya akan berpengaruh pada hasil kinerja
pegawai tersebut. Dengan adanya komunikasi yang dilakukan dengan efektif
dapat mempermudah dalam proses koordinasi.
c. Ketepatan Waktu
Ketepatan waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan merupakan faktor
utama. Semakin lama tugas yang dibebankan itu dikerjakan, maka semakin
banyak tugas lain menyusul dan hal ini akan berpengaruh pada kualitas kerja yang
dihasilkan. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan juga berkaitan
dengan sesuai atau tidaknya waktu penyelesaian pekerjaan dengan target waktu
yang direncanakan. Oleh karena itu setiap pekerjaan diusahakan untuk selesai
sesuai dengan rencana agar tidak mengganggu pada pekerjaan yang lain.
Penyelesaian pekerjaan pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang,
dari hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti sudah sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan dalam penyelesaian pekerjaan. Hal ini sesuai dengan yang
disampaikan oleh Bapak Ferry Andriono, ST., M.Si selaku Kepala Sub Bidang
Formasi dan Pengadaan Pegawai bahwa:
“kalau saya pribadi tepat waktu, karena disiplin waktu nomor satu
maksudnya nggak suka mengulur-ngulur waktu harus cepat jadi di target
kapan ya harus selesai itu. Seperti pengumuman CPNS itu kan ditunggu
masyarakat jadi ada timingnya dulu, mulai dari pengumuman dari
Kemenpan sana harus ditindaklanjuti di target pada hari itu harus
diumumkan ya selesai hari itu diumumkan.” (Wawancara pada hari
Selasa,14 Februari 2017, pukul 10.38 WIB)
107
Hal serupa juga disampaikan oleh Bapak Yoga Pandu Waskita selaku Staf
Subbagian Keuangan bahwa:
“kalau dilihat dari hasil capaian SKP nya ya alhamdulillah hampir
keseluruhan itu sudah sesuai dan tepat waktu. Kaya misalnya kan yang
bisa di contohkan di subidang keuangan dari tahun 2016 itu target SPP
SPM nya itu 600 nah kita malah lebih bisa sampai 700 sekian lah. Terus
masalah kearsipan keuangan juga itu target kita sudah selesai 80% dan kita
malah sudah sampai 100% diakhir 2015. Jadi selain tepat waktu yang
kedua tepat sasaran makanya tujuannya harus tercapai, karena kalau kita
tepat waktu saja tapi tujuan dan sasarannya tidak tercapai ya percuma.”
(Wawancara pada hari Kamis, 23 Februari 2017, pukul 09.20 WIB)
Adanya target waktu yang ditentukan dalam menyelesaikan pekerjaan
tentunya juga disesuaikan dengan target dan tujuan dari pekerjaan yang dilakukan.
Selain itu setiap pegawai memiliki SKP masing-masing yang tentunya sesuai
dengan tupoksi dan harus memenuhi target yang sudah ada di SKP nya. Hal ini
seperti yang dikatakan oleh Bapak Bagus Pambudi, S.Sos., M.Si bahwa:
“...disetiap bidang kan ada tupoksi yang mungkin harus dilaksanakan,
kemudian ada namanya kegiatan yang mendukung tupoksi misalkan ada
sosialisasi kepegawaian tentang undang-undang kepegawaian itu kan tidak
dilaksanakan tiap hari tapi isindentil. Jadi kalau ketepatan waktu sudah pasti
sesuai karena itu sudah rutin dilaksanakan dan setiap masing-masing
pegawai dia kan punya SKP nah SKP itu kan harus dipenuhi untuk
memenuhi target SKP itu adalah melihat kegiatan baik tupoksi maupun
kegiatan yang di luar itu termasuk dalam penilaian. Nah bicara ketepatan
waktu tadi terpenuhi karena kan kita mengelola satu tahun anggaran jadi
harus terpenuhi, wajib kalau tidak terpenuhi berarti kan anggaran itu tidak
terserap berarti kegiatan itu nggak jalan nah tergantung juga kegiatan itu
kegiatan apa dulu. Kegiatan di bagi lagi ada yang isidentil ada yang
menunggu dari pusat ada yang wajib dilaksanakan dalam waktu cepat.”
(Wawancara pada hari Jumat, 17 Februari 2017, pukul 08.56 WIB di BKD)
Pekerjaan yang sifatnya rutin tentunya dapat terlaksana tepat waktu, akan
tetapi terkadang bisa terselesaikan lama karena pekerjaan yang telah diselesaikan
108
membutuhkan penelaahan dan koordinasi. Seperti yang disampaikan oleh Bapak
Agus Sungkono selaku Kepala Sub Bidang Kepangkatan bahwa:
“untuk kegiatan yang sifatnya rutin dan itu memang sudah pasti sudah ada
format dan konsep tersendiri biasanya mereka langsung selesai. Tapi kan
perlu yang namanya penelaahan harus ada koordinasi nah itu juga memakan
waktu dan memang nggak langsung selesai jadi butuh koordinasi tapi
intinya temen-teman kalau ada kegiatan atau pekerjaan lansung
mengerjakan.” (Wawancara pada hari Selasa, 07 Maret 2017, pukul 10.51
WIB)
Selanjutnya menurut Bapak Drs. Subkhan selaku Kepala Badan
Kepegawaian Daerah Kota Malang menyatakan:
“untuk ketepatan waktu relatif sudah, karena mereka paham dengan
karakter saya ya mau gimana orang saya kejar terus. Dan di BKD kan
kegiatannya banyak dan urusannya dengan manusia yang di urusi
manusianya yaitu banyak pegawai-pegawai itu ya. Kalau kita tidak segera
menyelesaikan pekerjaan itu ya nanti akan semakin menumpuk semakin
menumpuk ya begitu loh. Maka dari situ saya tidak suka orang yang
menunda pekerjaan, dan memang nggak boleh menunda pekerjaan ya
kalau misalkan ada masalah itu harus dihadapi jangan di hindari jadi tidak
bisa disembunyikan masalah itu pasti muncul nanti ya masalah harus
dihadapi sekecil apapun masalah itu harus dihadapi kemudian dicari
solusinya agar tidak menjadi alasan kalau target yang saya minta tidak
sesuai.” (Wawancara pada hari Rabu, 08 Maret 2017, pukul 14.48 WIB)
Berdasakan hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa pada
umumnya penyelesaian tugas pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang
sudah r elatif terlaksana sesuai dengan waktu yang di tentukan. Kegiatan yang
sifatnya rutin juga bisa dikatakan selalu selesai tepat waktu karna memang sudah
ada format dan konsep tersendiri sehingga pekerjaan dapat langsung selesai. Hal
ini juga dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang di terapkan Kepala Badan
Kepegawaian Daerah Kota Malang yang memiliki karakter terus mengawasi dan
109
menanyakan pekerjaan, sehingga para pegawai tidak dapat menunda pekerjaan
yang akhirnya pekerjaan tersebut dapat terselesaikan dengan cepat.
C. Analisis
1. Gaya Kepemimpinan Sektor Publik dalam Meningkatkatkan Kinerja
Pegawai
Seorang pemimpin dalam mempengaruhi orang lain memiliki style yang
berbeda-beda. Pada dasarnya gaya kepemimpinan seorang pemimpin dalam
organisasi sektor publik memiliki pengaruh terhadap keberhasilan organisasi yang
dipimpinnya. Dengan gaya kepemimpinan yang diterapkan tentunya akan
mempengaruhi perilaku para pegawainya. Menurut Kertahadi, (2003:82) Gaya
kepemimpinan adalah perilaku yang ditampilkan oleh seorang pemimpin di
hadapan orang-orang yang dipimpin. Dalam hal ini perilaku tersebut berkaitan
dengan perilaku komunikasi, pengambilan keputusan, pengawasan, pemberian
motivasi dan perilaku penggunaan power atau perilaku dalam mempengaruhi
orang lain.
Seorang pemimpin dalam suatu organisasi tentunya memiliki para pegawai
dengan model perilaku yang beragam. Sehingga untuk menghadapi perilaku yang
beragam tersebut, dibutuhkan cara yang tepat untuk mempengaruhi para pegawai
agar dapat bekerja secara profesional dan berkualitas dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dalam hal ini gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seorang
pemimpin tidak selamanya menggunakan satu model gaya kepemimpinan. Hal ini
dapat disesuaikan dari situasi dan kondisi yang ada di lingkungan organisasi, hal
ini bertujuan agar gaya kepemimpinan yang digunakan dapat mempengaruhi para
110
pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Seorang pemimpin khususnya disini
Kepala BKD Kota Malang, diharapkan mampu melihat situasi dan kondisi yang
terjadi di lingkungan BKD Kota Malang sehingga tujuan yang di tetapkan dapat
tercapai sesuai target. Disisi lain Kepala BKD Kota Malang juga telah memahami
bermacam-macam perilaku dan latar belakang para pegawainya. Terbukti dari
hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan, menunjukkan bahwa dalam
pelaksanaan kinerja sehari-hari Kepala BKD Kota Malang melakukan pendekatan
secara personal sebagai bentuk perhatian dan cara mengenali para pegawainya.
Dengan pendekatan tersebut, diharapkan para pegawai merasa nyaman dan
percaya diri akan potensi yang ada pada dirinya sehingga dapat menghasilkan
kinerja yang baik.
Menurut teori gaya kepemimpinan Kertahadi (2003:82), Kepala BKD
Kota Malang telah menunjukkan gaya kepemimpinan yang tegas tetapi tidak
otoriter dan struktural. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa
informan di BKD Kota Malang, terlihat Kepala BKD Kota Malang memiliki gaya
kepemimpinan demokratis. Hal ini dibuktikan dimana Kepala BKD Kota Malang
mampu menerima kritik dan saran dari bawahan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Siagian (2014:34) bahwa terdapat 5 gaya kepemimpinan yang digolongkan dalam
tipe pemimpin dalam organisasi antara lain tipe demokratis, tipe demokratis
adalah tipe pemimpin yang paling tepat dalam organisasi modern karena dengan
senang hati menerima saran, pendapat, kritik dari bawahannya, selalu berusaha
mengutamakan kerja sama untuk mencapai tujuan, ikhlas memberikan kebebasan
111
kepada bawahan dalam bertindak dan tetap dibimbing dengan tujuan berani
bertindak di masa depan.
Sebagaimana pendapat Siagian diatas, dari hasil wawamcara peneliti di
lapangan gaya kepemimpinan yang ditunjukkan oleh Kepala BKD Kota Malang
secara umum telah mampu mencerminkan perilaku yang mampu mempengaruhi
bawahannya. Hal tersebut dapat peneliti gambarkan melalui beberapa aspek
kepemimpinan yang ditunjukkan Bapak Drs. Subkhan sejauh ini, yaitu:
a. Pengambilan Keputusan
Suatu organisasi publik terdapat seseorang pemimpin yang bertugas untuk
memimpin organisasi. Dimana seorang pemimpin dituntut untuk mampu
mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan situasi organisasi.
Pengambilan keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin merupakan kunci
yang dilakukan oleh pemimpin untuk mengambil alternatif atau tindakan terbaik
atas penyelesaian suatu masalah. Jika keputusan yang diambil tepat maka dapat
mempengaruhi keberhasilan pemimpin untuk mencapai suatu tujuan organisasi.
Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin akan dilaksanakan oleh bawahan
sehingga dalam setiap pengambilan keputusan perlu memperhatikan kepentingan
bawahan. Kemampuan pengambilan keputusan yang baik tidak terlepas dari cara,
hasil, dan kemampuan menyampaikan hasil keputusan yang sudah diambil. Oleh
sebab itu, pengambilan keputusan menjadi salah satu fungsi dari kepemimpinan
yang paling penting yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin.
Seperti yang dikatakan oleh Siagian dalam Amirullah (2015:10) bahwa
terdapat 5 fungsi kepemimpinan yang hakiki salah satu yaitu fungsi pengambilan
112
keputusan. Fungsi pengambilan keputusan menurut Siagian dalam Amirullah
(2015:10) adalah fungsi kepemimpinan yang tidak mudah dilakukan oleh seorang
pemimpin karena dalam setiap pengambalian keputusan selalu diperlukan suatu
kombinasi yang baik antara perasaan, pengolahan fakta-fakta secara rasional-
sistematis, pengalaman yang baik langsung maupun tidak langsung dan
kewenangan formal yang dimiliki oleh pengambil keputusan. Pernyataan tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang pemimpin haruslah memiliki
pengetahuan yang luas atau informasi mengenai kebutuhan suatu organisasi guna
mengambil keputusan yang tepat dan mampu menggerakkan bawahannya.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada BKD
Kota Malang pada dasarnya telah diterapakan Standar Operasional Prosedur
(SOP) sebagai acuan dalam pengambilan keputusan untuk menjaga konsistensi
dan meminimalisir kesalahan atau kegagalan pengambilan keputusan dimasa
mendatang. Sedangkan dalam prosesnya, pengambilan keputusan di BKD Kota
Malang dilakukan oleh pemimpin dengan melibatkan bawahan yang dilakukan
secara struktural, dimana Kepala BKD Kota Malang memberikan disposisi ke
masing-masing kabid. Kemudian mendisposisikan kembali ke kasubbid dan
kasubbid memerintahkan ke stafnya untuk menindaklanjuti sesuai aturan yang
berlaku. Hal inilah yang dinamakan pengambilan keputusan secara berjenjang
dimana melibatkan unsur-unsur tiap bidang yang ada dilingkungan BKD Kota
Malang sehingga pengambilan keputusan benar-benar dilakukan secara
komprehensif sesuai kebutuhan dan kondisi lingkungan organisasi. Sejalan
dengan ini Nawawi dan Dimyati (2014:42) mengatakan dalam menjalankan
113
fungsi partisipasi, pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang
dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan, maupun pelaksanaannya.
Dalam hal ini Kepala BKD Kota Malang percaya bahwa setiap orang itu punya
ilmu, dengan pemimpin menjalankan fungsi partisipasi orang-orang yang
dipimpinnya tentu akan banyak mendapakan ide-ide atau cara pemecahan masalah
dari mereka yang lebih baik.
Pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh Kepala BKD Kota Malang sejalan dengan teori Nawawi dan
Dimyati (2014:42) dimana Kepala BKD Kota Malang memberikan disposisi ke
masing-masing kabid. Kemudian kabid mendisposisikan kembali ke kasubbid dan
kasubbid memerintahkan ke staf, dimana setiap pegawai dapat memberikan saran
dan kritik terhadap penyelesaian suatu masalah kepada pimpinan. Sehingga
Kepala BKD Kota Malang mengambil keputusan dengan tepat dan sesuai dengan
kondisi lingkungan organisasi. Disisi lain gaya kepemimpinan Kepala BKD Kota
Malang bersifat tidak otoriter dikarenakan Kepala BKD Kota Malang dapat
menerima saran dan kritik dari bawahannya serta melibatkan bawahan dalam
pemecahan suatu masalah kepegawaian yang terjadi di pemerintah Kota Malang.
Sejalan dengan gaya kepemimpinan Kepala BKD Kota Malang yang
demokratis, proses pengambilan keputusan yang dilakukan di lingkungan BKD
Kota Malang menggunakan pendekatan bottom up. Melalui pendekatan ini, proses
pengambilan keputusan dapat dibuat berdasarkan permasalahan yang dihadapi
bawahan. Sehingga proses pengambilan keputusan dengan pendekatan buttom up
ini melibatkan para pegawai yang ada di BKD Kota Malang dalam pengambilan
114
keputusan. Hal ini dapat mendorong keterlibatan dan komitmen dari para pegawai
yang ada dalam organisasi.
b. Komunikasi
Kemampuan berkomunikasi seorang pemimpin memiliki peranan penting
dalam berhadapan dengan bermacam-macam orang yang berbeda watak maupun
latar belakang guna mencapai kehidupan organisasi dan tujuan organisasi.
Pencapaian tujuan tersebut dilakukan dengan proses yang membutuhkan
komunikasi secara efektif sehingga seorang pemimpin dalam menyampaikan
informasi baik dalam bentuk perintah, atau bawahan menyampaikan laporan baik
secara lisan maupun tulisan sehingga dapat mencapai sasaran dengan persepsi
yang sama. Terciptanya lingkungan komunikasi yang baik atara pemimpin dengan
seluruh pegawai didalam organisasi akan mempermudah koordinasi tugas satu
dengan yang lainnya. Sehingga dapat meminimalisir kesalahan dalam
melaksanakan pekerjaan. Dalam hal ini Kepala BKD Kota Malang melakukan
komunikasi berbentuk instruksi atau perintah, saran, bimbingan, petunjuk dan
kritik yang bersifat membangun. Cara pemimpin berkomunikasi dengan pegawai
pada BKD Kota malang menggunakan komunikasi satu arah yang berlangsung
secara top down dan dua arah dimana semua perintah dapat ditanyakan dan
didiskusikan apabila pesan yang diberikan kurang dapat dimengerti sehingga
dengan begini akan terjadi diskusi yang mempermudah serta memperjelas dari
maksud pesan yang diberikan. Cara ini dilakukan dengan melihat situasi yang
terjadi di lapangan, apabila suatu pekerjaan membutuhkan keputusan yang cepat
maka akan digunakan cara top down. Namun, jika perintah ini bersifat santai dan
115
tidak membutuhkan rentan waktu yang mendesak maka komunikasi dengan cara
dua arah akan efektif diterapkan.
Disisi lain perlu adanya komunikasi dari bawahan baik berupa laporan,
saran, keluhan, harapan untuk kebaikan dan kebelangsungan suatu organisasi
dalam memaksimalkan kinerja. Komunikasi perlu terjalin antara bawahan dan
atasan guna mengkoordinasikan tugas dan fungsi suatu organiasasi, jika
komunikasi tidak berjalan dengan baik maka tujuan organisasi tidak akan tercapai.
Oleh karena itu, pimpinan perlu mengarahkan dan membina pegawai dengan
komunikasi yang efektif guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi.
Pada Kantor BKD Kota Malang pemimpinnya telah menjalankan fungsinya
sebagai seorang pemimpin dalam proses komunikasi. Hal ini dapat di lihat dari
hasil wawancara yang dilakukan peneliti, bahwa pemimpin memberikan
kesempatan serta kepercayaan kepada bawahannya dalam hal memberikan
masukan maupun ide-ide terkait urusan yang ada dalam lingkungan organisasi.
Berdasarkan pendapat Rivai dan Mulyadi (2009:336) bahwa komunikasi
merupakan interaksi dua arah antara anggota organisasi terkait dengan apa saja
yang berhubungan dengan suatu organisasi. Hal ini selaras dengan pelaksanaan
komunikasi di BKD Kota Malang bahwa komunikasi yang terjadi adalah interaksi
antara dua orang atau lebih yang berkaitan dengan persoalan kepegawaian
maupun persoalan pribadi staf itu sendiri. Disisi lain proses komunikasi Kepala
BKD Kota Malang tidak hanya sebatas persoalan pekerjaan saja tetapi juga
melalui pendekatan personal sebagai bentuk perhatian yang diberikan seorang
pemimpin kepada bawahannya. Hal tersebut dikatakan komunikasi yang bersifat
116
informal karena bentuk perhatian yang diberikan seorang pemimpin bertujuan
menjalin kedekatan antara pemimpin dan bawahan. Berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan oleh peneliti, disebutkan bahwa Kepala BKD Kota Malang pada
saat waktu senggang berkunjung ke ruang-ruang kerja pegawai untuk mengobrol
dan menanyakan perihal mulai pekerjaan hingga keluarga. Sehingga dengan
begitu tidak menimbulkan rasa perbedaan status yang menonjol antara pemimpin
dan bawahan. Dengan adanya komunikasi yang dekat dengan bawahannya maka
akan mempermudah penyampaian informasi dari bawahan sehingga komunikasi
dapat berjalan dengan baik.
Bentuk komunikasi yang digunakan juga harus melihat situasi yang sesuai
dengan aturan sehingga bisa ditentukan komunikasi yang dilakukan harus satu
arah atau dua arah. Komunikasi yang dilakukan di BKD Kota Malang tidak hanya
secara langsung tetapi secara tidak langsung juga yaitu dengan menggunakan
media komunikasi salah satunya handphone sehingga komunikasi dengan
pimpinan tetap berjalan lancar walaupun posisi pimpinan sedang tidak di kantor.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwasannya, cara berkomunikasi Kepala
BKD Kota Malang sesuai dengan teori yang telah disebutkan diatas dari Rivai dan
Mulyadi (2009:336) dimana menggunakan komunikasi dua arah antara anggota.
c. Pengawasan
Setelah aspek pengambilan keputusan dan komunikasi, dalam menunjang
kinerja tentunya tidak lepas dari peran pemimpin yang ditunjukkan dengan gaya
kepemimpinan dalam mengawasi pegawai. Setiap organisasi tentunya
menghendaki tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara optimal.
117
Untuk itu harus dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kinerja agar semua
tujuan yang telah ditetapkan dapat berjalan sesuai dengan rencana suatu
organisasi. Pengawasan perlu dilakukan oleh seorang pemimpin guna mengontrol
kegiatan kerja pegawai sehingga hasil kerja yang dilakukan oleh pegawai sesuai
dengan target sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini
juga bertujuan untuk mengukur sejauh mana mekanisme dan prosedur kerja yang
telah ditetapkan dapat berjalan dengan baik. Sehingga pengawasan yang efektif
sangat dibutuhkan agar dapat menjamin kegiatan-kegiatan diselesaikan dengan
cara yang dapat meningkatkan kinerja pegawai dalam mencapai tujuan organisasi.
Dalam hal ini, pengawasan yang diberikan Kepala BKD Kota Malang dinilai
sudah efektif. Karena dari hasil wawancara peneliti pemimpin selalu mengawasi
para pegawainya baik secara langsung maupun tidak langsung yang diketahui
melalui kabid masing-masing bidang yang ada di BKD Kota Malang.
Pengawasan menurut Robbins dan Coulter dalam Setyowati (2013:151)
merupakan proses pemantauan kegiatan-kegiatan untuk memastikan bahwa
kegiatan itu diselesaikan sebagaimana telah direncanakan dan proses mengoreksi
setiap penyimpangan yang terjadi. Senada dengan penjelasan berikut, berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pengawasan yang dilakukan oleh
Kepala BKD Kota Malang sejauh ini telah mencerminkan pola yang secara
komprehensif mampu menjadi dorongan bagi pegawai untuk semakin
menunjukkan kinerjanya. Pengawasan yang dilakukan Kepala BKD Kota Malang
walaupun tidak terlalu ketat, tetapi pengawasan terus dilakukan setiap harinya
melalui laporan para Kabid masing-masing bidang. Bentuk pengawasan yang
118
dilakukan di lingkungan BKD Kota Malang memiliki pola yang berjenjang,
dimana Kepala Badan mendelegasikan pengawasan staf melalui Kabid. Namun,
pengawasan yang dilakukan sendiri oleh Kepala BKD Kota Malang juga tetap
dilakukan sesekali dengan datang keruangan dan memeriksa pekerjaan atau
mengkoreksi hasil pekerjaan para pegawai. Meskipun hal tersebut tidak selalu
dilakukan oleh pemimpin tapi bentuk pegawasan seperti ini berjalan efektif karea
adanya pengawasan yang dilakukan dan dilaporkan secara struktural.
Selanjutnya, berdasarkan teori diatas yang di kemukan oleh Robbins dan
Coulter dalam Setyowati (2013:151) pemantauan kegiatan-kegitan yang
menyimpang yang terjadi yang peneliti lihat dari hasil wawancara dan
pengamatan salah satunya adalah masalah disiplin. Dalam pengawasan masalah
kedisiplinan, Kepala BKD selama ini dengan cermat dan tegas selalu melakukan
tanggungjawabnya sebagai pemimpin untuk tidak segan dalam memberikan
teguran kepada seluruh pegawai yang bermasalah. Entah karena keterlambatan
waktu, ketidak rapian dalam menggunakan seragam dinas, dan absensi kehadiran
yang tidak sesuai pada waktu datang dan pulang bagi pegawai. Selain itu,
pengawasan terkait produktivitas kerja pegawai juga selalu pimpinan pantau
melalui kegiatan rapat secara terjadwal bersama seluruh Kepala bidang di BKD
agar dalam kesempatan itu Kepala mendapatkan hasil laporan kerja pegawai
secara langsung dan tahu hal-hal apa yang akan menjadi perbaikannya kedepan.
Hasil paparan diatas dapat dipahami bahwa pengawasan yang dilakukan
Kepala BKD Kota Malang merupakan bentuk pendukung yang juga berpengaruh
pada pola kerja yang akan dicapai atau dihasilkan oleh pegawai untuk menunjang
119
efektivitas kinerjanya. Oleh karena itu, pengawasan yang dilakukan sebaiknya
dapat benar-benar dilakukan secara berkala baik dari Kepala BKD langsung
maupun dari masing-masing kabid yang ada di BKD Kota Malang. Sehingga
dengan begitu kinerja yang dilakukan para pegawai, dapat dinilai sesuai dengan
penilaian kinerja yang sudah ditetapkan dalam SKP masing-masing orang serta
adanya evaluasi agar bisa meningkatkan kinerja para pegawai.
d. Motivasi
Motivasi seringkali menjadi alasan untuk setiap sumber daya manusia
dalam mendukung pencapaian kerjanya. Sehingga gaya kepemimpinan dalam
memotivasi para pegawainya tentu menjadi aspek yang secara kasat mata tampak
tidak terlihat namun tanpa disadari pengaruhnya begitu besar sebagai pendorong
kinerja organisasi. Dalam ranah organisasi publik, motivasi sebenarnya memiliki
peran besar. Memandang berdasarkan stigma negatif mengenai kinerja aparatur
pemerintah, bentuk perhatian dan semangat yang ditunjukkan seorang leader dan
segala dukungan perilaku yang ditunjukkan pimpinan secara berkesinambungan
lebih memberikan gambaran secara nyata bagi pegawai untuk selalu meng-
upgrade kemampuannya sehingga berpengaruh pada peningkatan kinerjanya. Hal
ini bisa dilihat bahwa pemimpin BKD Kota Malang telah menjalankan salah satu
aspek gaya kepemimpinan ini yaitu motivasi. Pemberian motivasi yang diberikan
pimpinan dapat dikatan baik, hal ini terlihat dalam pelaksanaan pekerjaan para
pegawai yang selalu tepat waktu dan sesuai dengan apa yang diperintahkan.
Tentunya itu semua tidak terlepas dari pemimpin dalam memberikan motivasi
kepada para pegawainya.
120
Pimpinan selalu memberikan semangat kerja serta contoh dari dirinya
sendiri dalam bekerja. Semangat kerja yang diberikan Kepala BKD Kota Malang
biasanya melalui rapat staf baik yang dilakukan tiap bulan atau yang dilakukan
secara isindentil. Selain itu juga pemberian motivasi dapat diberikan dalam
melakukan pekerjaaan sehari-hari. Sejalan dengan pemaparan diatas, Motivasi
menurut Siagan (2004:138) merupakan daya pendorong yang mengakibatkan
seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuannya
dalam menyelenggarakan kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Beberapa dorongan yang ditunjukkan oleh Kepala BKD
sejauh ini dalam memberikan motivasi kepada pegawai salah satunya dengan
pemberian reward dan punishment bagi pegawai yang melanggar aturan.
Adanya reward dan punishment sebagai salah satu cara untuk
mengingatkan para pegawai agar berhati-hati mengerjakan aktivitas kerjanya dan
juga menjadi reminder agar para pegawai semangat untuk mencapai SKP yang
ditetapkan pemerintah. Selain itu, bentuk motivasi lain yang diberikan oleh
Kepala BKD Kota Malang ditunjukkan dengan pembinaan secara formal bagi
pegawai yang bermasalah dan kadang kala juga pembinaan secara religius yang
turut diberikan oleh Kepala BKD disetiap ada kesempatan. Tentunya pemberian
motivasi sesuai pada ketentuan pemerintah pada PP Manajemen PNS No. 11
Tahun 2017, dalam penjelasan mengenai Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) pasal
103 dan 104. Dimana JPT berfumgsi memimpin dan memotivasi setiap pegawai
ASN pada setiap instansi pemerintah.
121
2. Kinerja Pegawai pada BKD Kota Malang
a. Kuantitas
Kinerja merupakan faktor penentu dari suatu organisasi dalam menentukan
keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Seorang pemimpin tanpa bantuan dari para
pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan tentunya tidak akan mampu
menyelesaikan semua urusan organisasi secara keseluruhan. Sehingga para
pegawai dituntut mampu bekerja untuk kuantitas dan kualitas yang maksimal.
Hasil kinerja pegawai dapat diukur dan dilihat dari seberapa para pegawai mampu
menyelesaikan pekerjaan sesuai prosedur. Penyelesaian tugas tersebut, biasanya
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing bidang yang
penyelenggaraan semua tugasnya telah diatur secara rinci dan jelas. Produktifitas
para pegawai juga menjadi hal yang sangat penting dalam penyelesaian target
pekerjaan. Sesuai dengan hasil wawancara peneliti pada BKD Kota Malang
bahwasannya dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya, para pegawai sudah
bekerja sesuai dengan SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) masing-masing. Masing-
masing SKP sudah ada deskripsi kerja yang jelas sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi yang sesuai dengan bidangnya. Sehingga para pegawai dapat memberikan
kuantitas kinerja yang baik sesuai dengan deskripsi pekerjaan masing-masing
individu yang ada dalam SKP. Jadi banyaknya atau kuantitas suatu pekerjaan
sudah ditentukan secara teroganisir.
Hal diatas selaras dengan teori Janseen dalam Titisari (2014:78) yang
menyatakan bahwa Quantity of work (kuantitas kerja) adalah jumlah kerja yang
dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan. Pernyataan tersebut dapat ditarik
122
kesimpulan bahwa setiap pegawai sudah memiliki jumlah pekerjaan yang sudah di
targetkan dan diatur dalam SKP. Pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang
laporan hasil kinerja pegawai ini bisa dilihat dalam SKP, dimana sudah di
cantumkan jumlah atau banyaknya hasil dari tugas masing-masing mereka dalam
mencapai target. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pengawasan dan arahan
pimpinan. Kinerja yang dihasilkan oleh para pegawai di BKD Kota Malang
dikontrol oleh pimpinan baik secara langsung maupun secara struktural dari
Kabid. Pengawasan ini dilakukan agar mengetahui apakah pekerjaan yang
dihasilkan sesuai dengan target dan terselesaikan secara maksimal.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti maka dapat disimpulkan bahwa
kinerja pegawai yang ditinjau dari segi kuantitas sejalan dengan teori Janseen
dalam Titisari (2014:78) dimana jumlah kerja yang dihasilkan pegawai sudah
sesuai dengan periode waktu yang di tentukan. Meskipun dalam pelaksanaan
beberapa kegiatan terkadang ada kendala kurangnya Sumber Daya Manusia dalam
penyelesaian kerja tidak menutup kemungkinan para pegawai dari bidang lain
untuk membantu. Hasil dari wawancara yang peneliti dapatkan hal ini
dicontohkan pada kegiatan penerimaan CPNS. Terlepas dari hal itu di BKD Kota
Malang untuk kinerja yang di tinjau dari segi kuantitas sudah sesuai dengan
kebutuhan masing-masing bidang. Hal tersebut juga didukung dengan data yang
peneliti sajikan berikut:
123
Tabel 2. Capaian Sasaran Kinerja Pegawai 2015
Sumber: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (2015:25) (diolah
oleh peneliti)
Berdasarkan tabel diatas, terlihat BKD Kota Malang dalam Laporan
Kinerja Pegawainya secara umum merepresentatifkan bahwa realisasi dan
ketercapaian kinerja yang dibuktikan dengan SKP cukup tinggi dengan presentase
99,8 %. Dengan demikian secara umum Badan Kepegawaian Daerah Kota
Malang telah dapat melaksanakan tugas dalam rangka mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan.
SASARAN
STRATEGIS /
INDIKATOR
KINERJA
TARGET REALISASI
CAPAIAN
TERCAPAI TIDAK
TERCAPAI
Meningkatnya Pelayanan di Bidang Kepegawaian
Nilai Survei
Kepuasan
masyarakat 75 80,62 100%
Meningkatnya Kualitas Pengelolaan Administrasi Kepegawaian
Prosentase
penempatan pejabat
struktural sesuai
dengan kebutuhan
dan kompetensinya
80,3% 80,3% 100%
Prosentase pegawai
yang disiplin 100% 99,80% 99,80%
Prosentase
pemuktahiran data
75% 89,4% 100%
Prosentase PNS
yang nilai capaian
SKP baik 100% 99,80% 99,80%
124
b. Kualitas
Hasil kerja yang dilakukan pegawai dapat diukur dari pencapaian target
atau tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi. Jika target yang
telah di tetapkan sesuai dengan hasil yang ingin dicapai maka kualitas kinerja
individu atau pegawai suatu organisasi dapat dikatakan baik. Oleh karena itu
peranan pegawai didalam organisasi sangatlah penting dan vital. Dalam hal ini
kinerja yang dihasilkan para pegawai tentunya akan di kontrol dan dinilai oleh
pimpinan atau Kabid masing-masing yang ada di BKD Kota Malang. Penilaian
yang dilakukan bertujuan agar mengetahui kinerja para pegawainya sudah
maksimal atau belum. Sehingga para pegawai harus bisa meningkatkan kinerja
dengan menghasilkan kualitas pekerjaan yang harus mampu memenuhi standar
persyaratan hasil yang telah ditetapkan.
Upaya peningkatan kualitas kinerja pada BKD Kota Malang telah
dilakukan melalui penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (diklat), bimbingan
teknis (bimtek), serta adanya yang melanjutkan pendidikan seperti S2 dan S3.
Peningkatan kualitas kinerja ini sejalan dengan teori menurut Janseen dalam
Titisari (2014:78) bahwa kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat
kesesuaian dan kesiapannya. Dimana berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan oleh peneliti, dikatakan bahwa pembagian kerja yang ada di BKD Kota
Malang sudah sesuai dengan kesiapan atau tingkat kemampuan dari para pegawai
yang bisa dilihat dari rekam jejak masing-masing pegawai. Kesesuaian dan
kesiapan dalam memberikan pekerjaan menjadi salah satu hal yang penting untuk
diperhatikan oleh pemimpin. Sehingga dengan begitu para pegawai dalam bekerja
125
sudah paham dan mengerti dengan apa yang diperintahkan dan dapat
menghasilkan kualitas kinerja yang maksimal.
Kualitas kinerja pegawai pada BKD Kota Malang juga dipengaruhi dari
tingkat kerumitan dan banyaknya kuantitas pekerjaan yang harus diselesaikan. Hal
ini nantinya tentu akan berpengaruh pada kualitas yang dihasilkan para pegawai.
Karena jika kuantitas pekerjaan yang diberikan tingkat kerumitannya tinggi dan
harus deiselesaikan dalm waktu cepat tentunya para pegawai bisa saja
menghasilkan pekerjaan yang kurang maksimal. Disinilah para pegawai
membutuhkan seperti diklat, bimtek, serta bentuk bimbingan lainnya dalam upaya
meningkatkan kualitas kinerja pegawai. Berdasarkan hasil wawancara peneliti,
maka dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai yang ditinjau dari segi kualitas
sejalan dengan teori Janseen dalam Titisari (2014:78) dimana kualitas kerja yang
di capai BKD Kota Malang sudah di sesuaikan dengan kesiapan kemampuan para
pegawainya. Hal ini bisa di lihat pada kualitas hasil pekerjaan yang diberikan
kepada pegawai dan dinilai oleh atasan atau pimpinannya. Hasil pekerjaan para
pegawai tersebut akan disesuaikan dengan SKP masing-masing pegawai. Berikut
data sekunder sebagai bukti kualitas yang dicapai BKD dalam meninjau kualitas
layanan kepegawaiannya:
Tabel 3. Realisasi Kinerja serta Capaian Kinerja Tahun 2014-2015
No. Indikator Kinerja Realisasi Indikator
2014 2015
1. Nilai Survei Kepuasan
masyarakat 74,8 80,62
2. Prosentase penempatan pejabat
struktural sesuai dengan
kebutuhan dan kompetensinya
80,3% 80,3%
3. Prosentase pegawai yang disiplin 99,87% 99,80%
126
4. Prosentase Pemuktakhiran data 75% 89,4%
5. Prosentase PNS yang nilai
capaian SKP baik 99,87% 99,80%
6. Prosentase pejabat struktural yang
lulus Diklat Kepemimpinan
52,95%
(564)
57,46%
(612)
7. Prosentase PNS yang lulus Diklat
Teknis dan Diklat Fungsional
4,94%
(485)
7,1%
(694)
Sumber: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (2015:26) (diolah
oleh peneliti)
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa kualitas kinerja yang
terukur dalam LAKIP BKD Kota Malang merekam unsur kualitas yang terdiri
dari: kepuasaan masyarakat, penempatan jabatan, pelaksanaan kinerja secara
administratif, SKP, dan presentase PNS sesuai pada jabatannya yang mampu
menyelesaikan kegiatan diklat. Hal-hal berikut membuktikan bahwa upaya dan
hasil dari kualitas kinerja yang dicapai kepegawaian terutama pada BKD Kota
Malang telah terpenuhi secara optimal. Tentunya capaian tersebut tidak lepas dari
gaya kepemimpinan yang selalu terbuka dan menunjukkan komunikasi secara
bottom up dari Kepala badan kepada bawahannya untuk mentransfer informasi
dan kebutuhan akan kompetensi dalam menunjang kualitas kinerja pegawai.
c. Ketepatan Waktu
Setiap pegawai dituntut untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan
tepat waktu. Kualitas kinerja yang dihasilkan para pegawai juga bisa dilihat dari
penggunaan waktu yang diberikan bisa digunakan secara maksimal atau tidak.
Para pegawai BKD Kota Malang dalam hal ini sudah dapat dikatakan baik dalam
mengelola waktu, karena dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan batas
waktu yang ditentukan. Terkadang sebagian pegawai mampu mengerjakan tugas
127
sebelum waktu yang ditentukan. Hal ini pun tidak terlepas dari pengarahan,
pengawasan, serta motivasi yang diberikan pimpinan kepada para pegawai.
Sejalan dengan pemaparan diatas, ketepatan waktu menurut Robbins
(2006:260) merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang
dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Teori ini sesuai dengan
hasil wawancara yang peneliti lakukan dimana para pegawai BKD Kota Malang
dapat memaksimalkan waktu yang diberikan dalam menyelesaikan pekerjaan. Ini
bisa dilihat dari laporan SKP dimana terdapat jumlah dari kuantitas pekerjaan
yang sudah memenuhi dan diselesaikan dengan tepat waktu. Tidak jarang para
pegawai pada BKD Kota Malang menyelesaikan pekerjaan sebelum waktu yang
telah ditentukan. Sehingga para pegawai bisa melanjutkan pekerjaan lain untuk
memanfaatkan sisa waktu dari pekerjaan sebalumnya yang sudah selesai terlebih
dahulu. Untuk pekerjaan yang dapat terselesaikan sebelum jatuh tempo waktu
yang ditentukan biasanya adalah kegiatan rutin yang ada di BKD Kota Malang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa BKD Kota Malang ditinjau dari segi ketepatan
waktu dalam bekerja dikatakan sudah sesuai karena setiap masing-masing
pegawai mempunyai SKP yang harus dipenuhi untuk memenuhi target para
pegawai tersebut. Penilaian SKP ini juga melihat kegiatan yang dilakukan
masing-masing pegawai berdasarkan tugas pokok dan fungsi serta kegiatan yang
diluar dari SKP.
128
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti dan fokus penelitian
yang ada, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan:
1. Gaya Kepemimpinan Sektor Publik dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai
pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang yang dilihat dari aspek sebagai
berikut:
a. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan yang diaplikasikan di Badan Kepegawaian Daerah
Kota Malang telah dilakukan dengan baik dan melibatkan bawahan secara
struktural. Pengambilan keputusan dilakukan lewat sistem berjenjang dari Kepala
BKD Kota Malang kemudian turun ke bagian di bawahnya. Unsur-unsur di tiap
bidang dilibatkan sehingga pengambilan keputusan yang dilakukan dapat
menghasilkan sebuah keputusan yang efektif dan informatif bagi semua pihak.
Keputusan yang diambil oleh kepala BKD Kota Malang telah menjalankan fungsi
pastisipasi dan melibatkan semua pihak terkait. Pendisposisian keputusan yang
diambil akan menjamin keefektifan hasil yang diinginkan. Kepala BKD Kota
Malang telah mencerminkan gaya kepemimpinan demokratis yang tidak otoriter
dan mengayomi semua pihak. Kepala BKD Kota Malang dapat mendengar
aspirasi bawahannya dan memetakan keputusan apa yang tepat diambil sesuai
masukan dari semua pihak.
129
b. Komunikasi
Kepala BKD Kota Malang telah mencerminkan gaya komunikasi yang
efektif dan menjangkau semua pihak untuk menjamin tercapainya tujuan
organisasi. Kepala BKD Kota Malang menggunakan gaya komunikasi top-down
dan dua arah untuk menjaring aspirasi dari semua pihak terkait. Lingkungan
komunikasi yang baik menunjang pengambilan kebijakan yang dilakukan Kepala
BKD Kota Malang tepat guna dan bermanfaat. Kesalahan yang ada dapat
diminimalisir karena komunikasi telah berjalan dengan efektif. Yang menjadi poin
adalah Kepala BKD Kota Malang telah dapat menempatkan diri dengan baik,
dimana harus melakukan komunikasi top-down untuk mengambil kebijakan
terkait hal genting, dan dimana Kepala BKD Kota Malang harus mendengar
bawahannya untuk kebijakan yang tidak terlalu mendesak.
c. Pengawasan
Pengawasan merupakan aktifitas penting yang harus dilakukan Kepala
BKD Kota Malang untuk menjamin tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik.
Pengawasan terhadap kinerja pegawai juga dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya kesalahan yang nantinya akan merugikan organisasi. Pengawasan
penting untuk mengukur sejauh mana mekanisme dan prosedur kerja yang telah
ditetapkan dapat berjalan dengan baik. Pengawasan yang dilakukan Kepala BKD
Kota Malang telah efektif, terbukti dengan informasi yang diberikan masing-
masing kepala bidang yang ada di lingkungan BKD Kota Malang. Pengawasan
dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pengawasan juga dilakukan
130
masing-masing kepala bidang terhadap bawahannya untuk menjamin tujuan
organisasi dapat tercapai.
d. Motivasi
Pemberian motivasi telah diberikan oleh Kepala BKD Kota Malang
terhadap bawahannya lewat rapat yang diadakan tiap bulan ataupun secara
insidentil. Pemberian motivasi juga dilakukan lewat reward and punishment untuk
memastikan pegawai dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Dengan
pemberian motivasi oleh Kepala BKD Kota Malang lewat cara-cara yang tepat,
kinerja pegawai akan meningkat dan membuat mereka fokus untuk secara
bersama-sama mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Berdasarkan empat aspek diatas dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan kepala BKD Kota Malang menggunakan gaya kepemimpinan tipe
demokratis. Hal ini dapat dilihat dan sesuai dengan yang dinyatakan Siagian
(2014:34) dimana pemimpin demokratis senang menerima pendapat, saran, dan
kritik yang membangun dari bawahannya, mengutamakan kerjasama kelompok
dalam upaya pencapaian tujuan, ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-
luasnya kepada bawahan dalam bertindak dan tetap membimbing serta mengawasi
para pegawai dengan tujuan agar pegawainya berani bertindak di masa depan.
Dari beberapa pernyataan tersebut, berdasarkan hasil wawancara dan observasi
yang dilakukan peneliti bahwa gaya kepemimpinan kepala BKD Kota Malang
sesuai dengan penjelasan yang ada pada gaya kepemimpinan tipe demokratis.
131
2. Kinerja Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang
a. Kuantitas
Kuantitas pegawai yang memadai menjadi salah satu syarat pencapaian
kinerja oleh organisasi. Jumlah pegawai yang ada di BKD Kota Malang dapat
dikatakan telah sesuai peruntukan terkait dengan target kerja yang ada. Jika ada
kendala dalam salah astu bidang, pegawai bidang lain yang kompeten siap
memberikan bantuan untuk mengatasi masalah yang ada.
b. Kualitas
Tujuan organisasi dicapai dengan kerjasama yang baik antara atasan dan
bawahan. Begitupun di BKD Kota Malang, peran pegawai menjadi sagat penitng
dan vital, karena secara garis besar pegawai adalah pihak yang bersentuhan
langsung dengan langkah-langkah pencapaian tujaun organisasi. SKP menjadi
salah satu alat kontrol untuk memastikan pencapaian kinerja yang dilakukan
pegawai BKD Kota Malang. Penilaian dan kontrol yang dilakukan setiap kepala
bidang di BKD Kota Malang dan dari Kepala BKD Kota Malang sendiri,
memperlihatkan hal yang memuaskan terhadap upaya pencapaian tujuan
organisasi. Kualitas kinerja pegawai pada BKD Kota Malang juga dipengaruhi
dari tingkat kerumitan dan banyaknya kuantitas pekerjaan yang harus
diselesaikan. Upaya peningkatan kualitas kinerja pada BKD Kota Malang telah
dilakukan melalui penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (diklat), bimbingan
teknis (bimtek), serta adanya melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
132
c. Ketepatan Waktu
Kualitas kinerja yang dihasilkan para pegawai bisa dilihat dari penggunaan
waktu yang diberikan untuk pencapaian target organisasi. Berdasarkan data
pengamatan yang dilakukan peneliti, pegawai BKD Kota Malang dikatakan dapat
menyelesaikan pekerjaan sesuai batas waktu yang ditentukan. Dalam beberapa
kasus pegawai BKD Kota Malang mampu mengerjakan tugas sebelum waktu
yang ditentukan. Koordinasi yang baik antara pengarahan, pengawasan, serta
motivasi yang diberikan pimpinan BKD Kota Malang kepada para pegawai.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, dalam meningkatkan kinerja
pegawai pada BKD Kota Malang dilihat dari aspek yang ada dalam SKP yaitu
berdasarkan kuantitas, kualitas dan ketepatan waktu sudah terlaksana dengan baik.
Tiga aspek tersebut tentunya tidak terlepas dari gaya kepemimpinan yang
digunakan kepala BKD Kota Malang, agar para pegawainya dapat meningkatkan
kinerja dengan upaya yang telah dijelaskan di dalam penelitian ini.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah peneliti paparkan diatas, terdapat
beberapa saran yang dapat diberikan sebagai berikut:
1. Proses pengambilan keputusan yang melibatkan para pegawai pada
BKD Kota Malang perlu meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
wawasan yang luas, memiliki inisiatif dan inovatif agar dapat
memberikan kritik dan saran yang sesuai aturan dengan permasalahan
yang ada.
133
2. Diperlukannya agenda rapat berkala yang jelas agar proses evaluasi dan
permasalahan yang ada dalam pekerjaan bisa didiskusikan bersama baik
itu hanya dengan kabid atau dengan Kepala BKD Kota Malang. Hal ini
bertujuan untuk menjaga komunikasi dan mengetahui keluhan para
pegawai.
3. Sistem pengawasan yang dilakukan pimpinan sebaiknya dapat
dilakukan secara rutin dan terjadwal. Pengawasan ini dapat dilakukan
oleh kabid secara terjadwal dan Kepala BKD secara isidentil. Hal ini
bertujuan agar para pegawai lebih giat dalam bekerja serta dapat
melaksanakan tugas dengan maksimal dan sesuai target waktu yang
telah ditetapkan.
4. Adanya pengawasan yang ketat terhadap SKP pegawai yang bertujuan
untuk membangkitkan kesadaran para pegawai dengan target yang telah
di buat. Sehingga adanya evaluasi terhadap SKP juga dibutuhkan agar
penilaian kinerja para pegawai dapat diperbaiki dan terus ditingkatkan.
5. Proses peningkatan kualitas pegawai dapat ditingkatkan melalui diklat
dan bimtek, namun hanya bisa diikuti oleh beberapa pegawai terpilih
saja. Jadi bisa di tambahkan kegiatan seperti studi banding, seminar, dan
diskusi yang di berikan jangka waktu pelaksanaan agar seluruh pegawai
yang ada di BKD Kota Malang dapat meningkatkan kompetensi kerja
yang akan berpengaruh pada kualitas kinerja yang dihasilkan.
134
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Mohammad, Faisal. 2015. Memahami Evaluasi Kinerja Karyawan: Konsep
dan Penilaian Kinerja di Perusahaan. Jakarta : Mitra Wacana Media.
Amirullah. 2015. Kepemimpinan & Kerja Sama Tim. Jakarta : Mitra Wacana
Media.
Arikunto, S. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT
Rineka Cipta.
BKD. 2016. Profil BKD 2016. Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang.
Dimyati, H. A. Hamdan. 2014. Model Kepemimpinan & Sistem Pengambilan
Keputusan. Bandung: Pustaka Setia.
Domai, Tjahjanulin. 2012. Sound Leadership: Paradigama Baru Nuansa
Kepemimpinan. Malang : UB Press.
Domai, Tjahjanulin dan Gani, Yuli Andi. 2012. Konsep Kepemimpinan Sektor
Publik. Malang : UBDistanceLearning.
Faqir, Anisyah Al. 2016. Jumlah PNS Indonesia 4,4 juta tapi kualitas masih
rendah. https://www.merdeka.com/uang/jumlah-pns-indonesia-44-juta-
tapi-kualitas-masih-rendah.html diunduh pada 15 Maret 2017
Kartono, Kartini. 2011. Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan
Abnormal itu?. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Kertahadi. 2003. Kepemimpinan dalam Organisasi. Malang : Universitas Negeri
Malang.
Kota Malang. Profil Kota Malang. Diakses tanggal 22 April 2017 pada
http://malangkota.go.id/
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2015. 2016 Malang: Badan
Kepegawaian Daerah Kota Malang.
Miles, Matthew B., A. Michael Huberman and Johnny Saldana. 2014. Qualitative
Data Analysis Edition 3. California: SAGE Publication Inc. Buku
Elektronik: Diakses pada tanggal 18 November 2016 pukul 18.07
Moleong. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
135
Pasolong, Harbani. 2008. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta.
Pemerintah Kota Malang. Visi dan Misi Pembangunan Kota Malang. Diakses
tanggal 22 April 2017 pada http://malangkota.go.id/
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja
Pegawai Negeri Sipil.
Peta Kota Malang. Peta Penggunaan Lahan Kota Malang. Diakses tanggal 22 April
2017 pada http://malangkota.go.id/
Riniwati, Harsuko. 2011. Mendongkrak Motivasi dan Kinerja: Pendekatan
Pemberdayaan SDM. Malang : UB Press.
Rivai, V. Dan Mulyadi, D. 2009. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta:
Rajawali Pers.
Setyowati. 2013. Organisasi dan Kepemimpinan Modern. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Siagian, Sondang, P. 2014. Filsafat Administrasi. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R & D. Bandung :
Alfabeta.
Sunindia, Y.W. 1993. Kepemimpinan dalam Masyarakat Modern. Jakarta : PT
Rineka Cipta.
Thoha, Miftah. 2009. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada.
Titisari, Purnamie. 2014. Peranan Organizational Citizenship Behavior (OCB)
dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan. Jakarta : Mitra Wacana Media.
Tjiptoherijanto & Manurung. 2010. Paradigma Administrasi Publik dan
Perkembangannya. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Ulum, M. Chazienul. 2012. Leadearship. Malang : UB Press.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Usman dan Akbar. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : Bumi Aksara.
Wibowo. 2016. Manajemen Kinerja. Jakarta : RajaGrafindo Persada.