Gangguan Trauma Kumulatif Akibat Hubungan Kerja

download Gangguan Trauma Kumulatif Akibat Hubungan Kerja

of 11

Transcript of Gangguan Trauma Kumulatif Akibat Hubungan Kerja

  • 7/21/2019 Gangguan Trauma Kumulatif Akibat Hubungan Kerja

    1/11

    Gangguan Trauma Kumulatif Akibat Hubungan Kerja

    Julianti Dewisarty Ranyabar

    102011167

    Fakulitas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

    Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510

    [email protected]

    Pendahuluan

    Setiap orang memerlukan pekerjaan untuk menyambung hidup tetapi tanpa disadari

    bekerja tanpa istirahat atau diforsir dapat mengakibatkan kerugian. Kerugian yang dialami

    salah satunya adalah terganggunya kesehatan pekerja. Banyak sekali penyakit akibat kerja

    yang terutama dialami para pekerja tetapi banyak yang tidak menyadari, sehingga seringkali

    masalah tersebut akan terus muncul atau eksaserbasi. Mencari tahu penyebab atau etiologi

    dari suatu penyakit sangatlah penting sehingga dapat ditegakan diagnosis yang benar

    dengan usaha kuratif dan preventif yang bermanfaat bagi pasien. Oleh sebab itu diperlukan

    perhatian khusus untuk hal ini, seperti pada kasus pada makalah ini seorang ibu yang

    merasakan nyeri pada tangan kanannya yang diduga dikarenakan faktor pekerjaannya

    sebagai tukang uleg.

  • 7/21/2019 Gangguan Trauma Kumulatif Akibat Hubungan Kerja

    2/11

    Tujuh Langkah Diagnosis Okupasi

    Ada tujuh langkah untuk mendiagnosis suatu penyakit akibat kerja, yang disebut

    dengan 7 langkah diagnosis okupasi. Diagnosis penyakit akibat kerja adalah landasan

    terpenting bagi manajemen penyakit tersebut promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

    Diagnosis penyakit akibat kerja juga merupakan penentu bagi dimiliki atau tidak dimilikinya

    hak atas manfaat jaminan penyakit akibat kerja yang tercakup dalam program jaminan

    kecelakaan kerja. Sebagaimana berlaku bagi smeua penyakit pada umumnya, hanya dokter

    yang kompeten membuat diagnosis penyakit akibat kerja. Hanya dokter yang berwenang

    menetapkan suatu penyakit adalah penyakit akibat kerja. Tegak tidaknya diagnosis penyakit

    akibat kerja sangat tergantung kepada sejauh mana metodologi diagnosis penyakit akibat

    kerja dilaksanakan oleh dokter yang bersangkutan.1

    Cara menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja mempunyai kekhususan apabila

    dibandingkan terhadap diagnosis penyakit pada umumnya. Untuk diagnosis penyakit akibat

    kerja, anamnesis dan pemeriksaan klinis serta laboratoris yang biasa digunakan bagi

    diagnosis penyakit pada umumnya belum cukup, melainkan harus pula dikumpulkan data dan

    dilakukan pemeriksaan terhadap tempat kerja, aktivitas pekerjaan dan lingkungan kerja guna

    memastikan bahwa pekerjaan atau lingkungan kerja adalah penyebab penyakit akibat kerja

    yang bersangkutan. Selain itu, anamnesis terhadap pekerjaan baik yang sekrang maupun pada

    masa sebelumnya harus dibuat secara lengkap termasuk kemungkinan terhadap terjadinya

    paparan kepada faktor mekanis, fisik, kimiawi, biologis, fisiologis/ergonomis, dan mental-

    psikologis.

    1. Diagnosa klinis

    a.

    Anamnesis penyakit

    Menanyakan sejak kapan gejala muncul

    Apakah sakit semakin membaik ataupun memberat

    Adakah keluhan tambahan

    Apakah mempunyai sakit menahun

    Menanyakan apakah seorang perokok dan sejak kapan merokok

    Menanyakan riwayat keluarga yang mempunyai penyakit yang sama

    Menanyakan adakah keluhan yang dialami seperti batuk berdarah, dahak

    banyak.1

  • 7/21/2019 Gangguan Trauma Kumulatif Akibat Hubungan Kerja

    3/11

    b. Anamnesis riwayat pekerjaan

    Berapakah lama waktu kerja dalam sehari

    Sudah berapa lama bekerja sekarang

    Riwayat pekerjaan sebelumnyaAlat kerja, bahan kerja, proses kerja

    Barang yang diproduksikan/dihasilkan

    APD (Alat Pelindung Diri) yang dipakai

    Hubungan gejala dan waktu kerja

    Adakah pekerja lain ada yang mengalami hal sama1

    Anamnesis tentang riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan dimaksudkan untuk

    mngetahui kemungkinan salah satu faktor di tempat kerja, pada pekerjaan dan atau

    lingkungan kerja menjadi penyebab penyakit akibat kerja. Riwayat penyakit meliputi antara

    lain awal-mula timbul gejala atau tanda sakit pada tinggkat dini penyakit, perkembangan

    penyakit, dan terutama penting hubungan antara gejala serta tanda sakit dengan pekerjaan dan

    atau lingkungan kerja.1

    Riwayat pekerjaan harus ditanyakan kepada penderita dengan seteliti-telitinya dari

    permulaan sekali sampai dengan waktu terakhir bekerja. Jangan sekali-kali hanya

    mencurahkan perhatian pada pekerjaan yangg dilakukan waktu sekarang, namun harus

    dikumpulkan informasi tentang pekerjaan sebelumnya, sebab selalu mungkin bahwa penyakit

    akibat kerja yang diderita waktu ini penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja dari

    pekerjaan terdahulu. Hal ini lebih penting lagi jika tenaga kerja gemar pindah kerja dari satu

    pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Buatlah tabel yang secara kronologis memuat wkatu ,

    perusahaan, tempat bekerja, jenis pekerjaan, aktivitas pekerjaan, faktor dalam pekerjaan atau

    lingkungan kerja yang mungkin menyebabkan penyakit akibat kerja. Penggunaan kuestioner

    yang direncanakan dengan tepat sangat membantu.1

    Perhatian juga diberikan kepada hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan gejala

    dan tanda penyakit. Pada umumnya gejala dan tanda penyakit akibat kerja berkurang, bahkan

    kadang-kadang hilang sama sekali, apabila penderita tidak masuk bekerja; gejala dan tanda

    itu timbul lagi atau menjaid lebih berat, apabila ia kembali bekerja. Fenomin seperti itu

    sangat jelas misalnya pada penyakit dermatosis akibat kerja atau pada penyakit bissinosis

    atau asma bronkhiale akibat kerja atau lainnya. Informasi dan dan data hasil pemeriksaan

    kesehatan khusus sangat penting artinya bagi keperluan menegakkan diagnosis penyakitakibat kerja. Akan lebih mudah lagi menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, jika

  • 7/21/2019 Gangguan Trauma Kumulatif Akibat Hubungan Kerja

    4/11

    tersedia data kualitatif dan kuantitatif faktor-faktor dalam pekerjaan dan lingkungan kerja

    yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja.1

    c.

    Pemeriksaan Fisik :

    Pemeriksaan umum dan khusus

    Pemeriksaan fisik dimaksudkan untuk menemukan gejala dan tanda yang sesuai

    untuk suatu sindrom, yang sering-sering khas untuk suatu penyakit akibat kerja.

    Kesadaran

    TTV(tanda-tanda vital) berupa tekanan darah, suhu, denyut nadi, dan

    frekuensi napas.

    Tinggi dan berat badan

    Kepala dan muka : rambut, mata (strabismus, refleks pupil, kornea dan

    konjungtiva), hidung (mukosa, penciuman, epistaksis, tenggorokan, tonsil,

    suara), rongga mulut (mukosa, lidah, gigi), leher (kelenjar gondok), toraks

    (bentuk, pergerakan, paru, jantung), abdomen (hati, limpa), genetalia,

    tulang punggung, ekstremitas(refleks:fisiologis/patologis, koordinasi otot :

    tremor, tonus, paresis, paralisis dan lain-lain).

    d. Pemeriksaan Penunjang :

    Pemeriksaan radiologis

    Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantumelihat

    apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher berguna

    untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scandan MRI

    dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.

    Pemeriksaan penunjang : laboratorium, rontgem, spirometer, audiometer, dsb.

    Pemeriksaan laboratoris dimaksudkan untuk mencocokkan benar tidaknya

    penyebab penyakit akibat kerja yang bersangkutan ada dalam tubuh tenaga kerja

    yang menderita penyakit tersebut. Guna menegakkan diagnosis penyakit akibat

    kerja, biasanya tidak cukup sekedar pembuktian secara kualitatif yaitu tentang

    adanya faktor penyebab penyakit, melainkan harus ditunjukkan juga banyaknya

    atau pembuktian secara kuantitatif. Pemeriksaan laboratoris berupa pemeriksaan

    darah, urin, tinja, serta pemeriksaan tambahan /monitoring biologis berupa

    pengukuran kadar bahan kimia penyebab sakit di dalam tubuh tenaga kerja

    misalnya kadar dalam urin, darah dna sebagainya.

  • 7/21/2019 Gangguan Trauma Kumulatif Akibat Hubungan Kerja

    5/11

    Pemeriksaan rontgen (sinar tembus) sering sangat membantu dalam menegakkan

    diagnosis penyakit akibat kerja, terutama untuk penyakit yang disebabkan

    penimbunan debu dalam paru dan reaksi jaringan paru terhadapnya sinar tembus

    baru ada maknanya jika dinilai dengan riwayat penyakit dan pekerjaan serta hasil

    pemeriksaan lainnya dan juga data lingkungan kerja.

    2. Pajanan yang dialami

    Meliputi pajanan saat ini dan sebelumnya. Informasi ini diperoleh terutama dari

    anamnesis yang teliti. Akan lebih baik lagi jika dilakukan pengukuran lingkungan

    kerja.

    3. Hubungan pajanan dengan penyakit

    Untuk mengetahui hubungan pajanan dengan penyakit dilakukan identifikasi pajanan

    yang ada. Evidence based berupa pajanan yang menyebabkan penyakit. Kemudian

    perlu diketahui hubungan gejala dan waktu kerja, pendapat pekerja (apakah

    keluhan/gejala ada hubungan dnegan pekerjaan).

    4. Pajanan yang dialami cukup besar

    Mencari tahu patofisiologis penyakitnya, bukti epidemiologis, kualitatif beurpa cara

    atau proses kerja, lama kerja, lingkungan kerja. Kemudian dilakukan observasi tempat

    dan lingkungan kerja, pemakaian APD, serta jumlah pajanan berupa data lingkungan,

    data ,monitoring biologis serta hasil surveilans.

    5. Peranan faktor individu

    Berupa status kesehatan fisik adakah alergi /atopi, riwayat penyakit dalam keluarga,

    serta bagaimana kebiasaan berolah raga, status kesehatan mental, serta higine

    perorangan.

    6. Faktor lain di luar pekerjaan

    Adakah hobi, kebiasaan buruk (misalnya merokok) pajanan di rumah serta pekerjaansambilan yang dapat menjadi faktor pemicu penyakit yang diderita.

    7. Diagnosis okupasi

    Diagnosis okupasi dilakukan dengan meneliti dari langkah 1-6, referensi atau bukti

    ilmiah yang menujukkan hubungan kausal pajanan & penyakit.

    Berdasarkan skenario, maka didapatkan :

    1. Diagnosis Klinis

    Anamnesis

  • 7/21/2019 Gangguan Trauma Kumulatif Akibat Hubungan Kerja

    6/11

    o Nama : Ny nn.

    o Umur : 30 tahun.

    o Pekerjaan : Tukang rujak ulek

    o Keluhan Utama : nyeri pada tangan kanan.

    o Keluhan tambahan : kesemutan pada jari jari

    o Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang perempuan 30 tahun datang ke

    poliklinik dengan keluhan nyeri pada tangan kanan, keluhan sudah dirasakan

    sejak 1 minggu terakhir, dirasakan terutama saat bekerja dan selesai bekerja,

    kesemutan pada jari tangan, pada pemeriksaan tanda-tanda vital hasil yang

    didapatkan normal. Status look fell move kemerahan nyeri pada manus dextra.

    Pasien bekerja sebagau tukang rujak ulek.

    o Riwayat Penyakit Dahulu : -

    o Riwayat Penyakit Keluarga : -

    o Riwayat Sosial : -

    Pemeriksaan Fisik

    o TTV : Normal

    o Status gizi : -

    o Tingkat kesadaran dan keadaan umum :

    Kesadaran : compos mentis

    2. Pajanan yang dialami

    3. Hubungan pajanan dengan penyakit

    4. Pajanan yang dialami cukup besar

    5. Faktor Individu

    - Dari hasil anamnesis tidak ditemukan riwayat alergi, dan sebagainya.

    6. Faktor Lain di Luar Pekerjaan

    - Dari hasil anamnesis tidak ditemukan penyebab faktor lain diluar pekerjaan yang

    berhubungan dengan keluhan pesien.

    7. Diagnosis Okupasi

    Dari hasil kaji dapat yang didapat dengan anamnesis pasien dan melihat evidence based yang

    ada dapat dipastikan bahwa pasien ini menderita Gangguan Trauma Kumulatif.

  • 7/21/2019 Gangguan Trauma Kumulatif Akibat Hubungan Kerja

    7/11

    Diagnosis Okupasi

    Dari data-data khasus terlihat dari gejala-gejalanya maka diagnosis okupasi yang

    diambil adalah Ganguan Trauma Kumulatif / Cumulatif Trauma Disorder (CTDs). Gejala

    CTDs biasanya muncul pada pekerjaan yang monoton, sikap kerja yang tidak alamiah,

    pengguanaan atau pergerakan otot yang berlebihan. CTDs biasanya terjadi akibat kombinasi

    dari beberapa faktor resiko. Trauma kumulatif tidak terjadi pada satu waktu atau kejadian

    seperti LBP yang dirasakan tiba-tiba ketika mengangkat beban yang berat atau mengetik satu

    surat dan terjadi carpal tunnel syndrome, tetapi merupakan akumulasi trauma pada bagian

    tubuh setelah melalui beberapa periode waktu, trauma yang dirasakan tidaklah kuat tetapi

    ringan atau minor stressors dan jika diterima secara berulang-ulang akan berakumulasi dan

    menyebabkan gejala. Efek akumulasi dapat mengenai semua bagian tubuh yang bergerak.

    CTDs dapat terjadi pada ibu jari, siku, bahu atau persendian tubuh lainnya.

    Biasanya CTDs mempengaruhi bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam pelaksanaan

    suatu pekerjaan. Tubuh bagian atas terutama punggung dan lengan adalah bagian yang paling

    rentan terhadap risiko terkena CTDs. Jenis pekerjaan seperti perakitan, pengolahan data

    menggunakan keyboard komputer, pengepakan makanan dan penyolderan adalah pekerjaan-

    pekerjaan yang mempunyai siklus pengulangan pendek dan cepat sehingga menyebabkan

    timbulnya CTDs.

    Pekerjaan-pekerjaan dan sikap kerja yang statis sangat berpotensi mempercepat

    timbulnya kelelahan dan nyeri pada otot-otot yang terlibat. Jika kondisi seperti ini

    berlangsung tiap hari dan dalam waktu yang lama bisa menimbulkan sakit permanen dan

    kerusakan pada otot, sendi, tendon, ligamen dan jaringan-jaringan lain. Semua gangguan akut

    dan kronis tersebut merupakan bentuk dari gangguan muskuloskeletal yang biasanya muncul

    sebagai :

    a. Arthritis pada sendi akibat tekanan mekanis.

    b. Inflamasi pada sarung pelindung tendon (tendinitis, peritendinitis)

    c. Inflamasi pada titik sambungan tendon.

    d. Gejala-gejala arthrosis (degenerasi sendi kronis)

    e. Kejang dan nyeri otot.

    f. Gangguan pada diskus intervertebral pada tulang belakang.

    Seringkali CTDs tidak terlihat dan sangat jarang memperlihatkan tanda awal yang

    nyata. CTDs terjadi di bawah permukaan kulit dan menyerang jaringan-jaringan lunak seperti

    otot, tendon, syaraf dan lain-lain. Oleh karenanya CTDs sering disebut juga musculoskeletal

    disorders (MSDs). Sikap tubuh yang dipaksakan adalah salah satu penyebab umum CTDs.

  • 7/21/2019 Gangguan Trauma Kumulatif Akibat Hubungan Kerja

    8/11

    Kemunculannya sering tidak disadari sampai terjadinya inflamasi, syaraf nyeri dan mengerut,

    atau aliran darah tersumbat. CTDs biasanya muncul dalam bentuk sindrom terowongan

    carpal (carpal tunnel syndrome), tendinitis, tenosinovitis dan bursitis.

    Selain musculoskeletal disorders (MSDs), beberapa istilah lain yang sering digunakan

    untuk menyebut CTDs adalah Work-related Musculoskeletal Disorders (WMSDs),Repetitive

    Strain Injuries (RSI) atau Overuse Syndrome.

    Faktor Penyebab CTDs

    Secara pasti hubungan sebab dan akibat faktor penyebab timbulnya CTDs sulit untuk

    dijelaskan. Namun ada beberapa faktor resiko tertentu yang selalu ada dan berhubungan atau

    memberikan kontribusi terhadap timbulnya CTDs. Faktor-faktor resiko tersebut bisa

    diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan manusia/pekerja.

    A. Faktor pekerjaan

    Beberapa faktor yang berhubungan dengan pekerjaan penyebab timbulnya CTDs adalah :

    1. Gerakan berulang

    Gerakan lengan dan tangan yang dilakukan secara berulang-ulang terutama pada saat

    bekerja mempunyai risiko bahaya yang tinggi terhadap timbulnya CTDs. Tingkat

    risiko akan bertambah jika pekerjaan dilakukan dengan tenaga besar, dalam waktu

    yang sangat cepat dan waktu pemulihan kurang.

    2. Sikap paksa tubuh

    Sikap tubuh yang buruk dalam bekerja baik dalam posisi duduk maupun berdiri akan

    meningkatkan risiko terjadinya CTDs. Posisi-posisi tubuh yang ekstrim akan

    meningkatkan tekanan pada otot, tendon dan syaraf.

    3. Manual handling

    Salah satu penyebab terjadinya cedera muskuloskeletal adalah pekerjaan manual

    handling. Manual handling adalah pekerjaan yang memerlukan penggunaan tenaga

    yang besar oleh manusia untuk mengangkat, mendorong, menarik, menyeret,

    melempar, dan membawa.

    4. Peralatan kerja tidak sesuai

    Penggunaan alat-alat yang menekan tajam ke telapak tangan dan menimbulkan iritasi

    pada tendon bisa menyebabkan terjadinya CTDs. Cara memegang alat atau benda

    dengan menekankan jari-jari ke ibu jari atau membawa benda dengan posisi pegangan

    pada titik yang jauh dari pusat gravitasinya juga bisa menimbulkan CTDs.

  • 7/21/2019 Gangguan Trauma Kumulatif Akibat Hubungan Kerja

    9/11

    B. Faktor lingkungan

    1. Getaran mekanis

    Getaran atau vibrasi adalah suatu gerakan osilatoris dalam area frekuensi infrasonik

    dan sebagian dalam rentang frekuensi suara yang bisa didengar manusia. Respon

    tubuh manusia terhadap getaran sangat bergantung pada bagian atau anggota-anggota

    tubuh yang terpapar. Semakin kecil bentuk anggota tubuh maka semakin cepat

    gerakan atau getaran yang ditimbulkan dan semakin tinggi frekuensi resonansinya.

    2. Mikroklimat

    Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,

    kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit

    bergerak dan kekuatan otot menurun.

    C. Faktor manusia/pekerja

    1, Umur

    Pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada umur 30 tahun dan

    semakin meningkat pada umur 40 tahun ke atas. Hal ini disebabkan secara alamiah

    pada usia paruh baya kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko

    terjadinya keluhan pada otot meningkat.

    2. Jenis kelamin

    Otot-otot wanita mempunyai ukuran yang lebih kecil dan kekuatannya hanya dua

    pertiga (60%) daripada otot-otot pria terutama otot lengan, punggung dan kaki.

    Dengan kondisi alamiah yang demikian maka wanita mempunyai tingkat risiko

    terkena CTDs lebih tinggi. Perbandingan keluhan otot antara wanita dan pria adalah 3

    dibanding 1.

    3. Ukuran tubuh / antropometri

    Meskipun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh

    mempengaruhi terjadinya keluhan otot. Misalnya wanita yang gemuk mempunyai

    risiko keluhan otot dua kali lipat dibandingkan wanita kurus. Ukuran tubuh yang

    tinggi pada umumnya juga sering menderita sakit punggung. Kemudian orang-orang

    yang mempunyai ukuran lingkar pergelangan tangan kecil juga lebih rentan terhadap

    timbulnya CTDs.

    4. Kesehatan / kesegaran jasmani

    Pada umumnya keluhan otot lebih jarang ditemukan pada orang yang mempunyai

    cukup waktu istirahat dalam aktivitas sehari-harinya. Laporan dari NIOSH

  • 7/21/2019 Gangguan Trauma Kumulatif Akibat Hubungan Kerja

    10/11

    menyebutkan bahwa tingkat kesegaran tubuh yang rendah mempunyai tingkat

    keluhan 7,1%, tingkat kesegaran tubuh sedang 3,2% dan tingkat kesegaran tubuh

    tinggi sebesar 0,8%.

    Diagnosis Banding

    Reumatik Arthritis

    Reumatik arthritis (RA) adalah penyakit infalmasi sistemik kronik pada jaringan ikat

    difus yang diperantarai oleh imunitas yang tidak diketahui penyebabnya dengan manifestasi

    pada sendi perifer dan sering melibatkan organ ekstra-artikular seperti kulit, jantung, paru-

    paru, dan mata. Reumatik arthritis dibagi dalam beberapa tipe yaitu

    1. Tipe I: mampu melakukan aktivitas hidup sehari-harisecara komplet.

    2. Tipe II: mampu melakukan aktivitas perawatan diri dan kegiatan pekerjaan tapi terbatas pada

    kegiatan hobi

    3. Tipe III: mampu melakukan aktivitas perawatan diri sendiri tetapi terbatas pada kegiatan

    pekerjaan dan .hobi.

    4. Tipe IV: kemampuan terbatas untuk melakukan aktivitas perawatan diri, pekerjaan dan hobi

    - Manifestasi Klinis

    a. gejala konstitusional, : lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam.

    b. poliartritis simetris, : melibatkan sendi perifer (sendi ditangan)semua sendi diartrodial dan

    tidak melibatkan sendi interfalangs.

    c. kekakuan dipagi hari, : bersifat generalisata terutama pada sendi dan menyerang selama lebih

    dari satu jam.

    d. arthritis erosive, :peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi ditepi tulang dan dapat

    dilihat diradiogram.

    e. deformitas, : kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit.lokasi yang

    sering dari deformitas ini adalah sendi siku

    de Quervain diseases

    Penyakit de Quervain adalah peradangan menyakitkan tendon di ibu jari yang meluas ke

    pergelangan tangan (tenosinovitis). Tendon bengkak dan penutup mereka bergesekan terowongan

    sempit yang mereka lalui. Hasilnya adalah rasa sakit di pangkal ibu jari dan memperluas ke

    lengan bawah. Gejala berupa Nyeri di sepanjang bagian belakang ibu jari, langsung di atas dua

    jempol tendon, adalah umum di de Quervain. Kondisi ini dapat terjadi secara bertahap atau tiba

  • 7/21/2019 Gangguan Trauma Kumulatif Akibat Hubungan Kerja

    11/11

    tiba; dalam kedua kasus, rasa sakit dapat melakukan perjalanan ke ibu jari atau sampai lengan

    bawah. Gerak Thumb mungkin sulit dan menyakitkan, terutama ketika mencubit atau

    menggenggam benda. Beberapa orang juga mengalami pembengkakan dan rasa sakit di sisi

    pergelangan tangan di pangkal jempol. Rasa sakit dapat meningkat dengan ibu jari dan gerakan

    pergelangan tangan.Beberapa orang merasa sakit jika tekanan langsung diterapkan ke daerah.

    Penatalaksanaan

    a. Terapi Rehabilitasi

    - Terapi fisik

    Terapi fisik dapat membantu dengan membuat latihan khusus untuk membeuat

    pergalangan tangan dan tangan lebih kuat, terapi yang dilakukan antara lain pijat, yoga,

    akupuntur dan ultrasound. Penggunaan modalitas (dalam terapi ultrasound tertentu) dapat

    memberikan bantuan jangka pendek pada beberapa pasien. Selain itu yoga dan teknik

    mobilisasi tulang karpal memiliki beberapa bukti yang lemah untuk mengurangi gejala

    dalam jangka pendek.

    - Terapi Okopasi